Model Platform Teknologi Informasi untuk E-Forum Riset Kudang B. Seminar Fateta IPB Direktur Komunikasi dan Sistem Informasi (DKSI) IPB Ketua HIPI (Himpunan Informatika Pertanian Indonesia) President AFITA
e-mail:
[email protected] Abstrak
Riset adalah tindakan (proses) sistematik yang memenuhi kaedah-kaedah ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karenanya hasil
riset
sangatlah vital untuk menjadi landasan pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selanjutnya. Untuk itu hasil riset perlu didokumentasikan, didiskusikan, dikaji, didayagunakan dan didiseminiasikan ke komunitas luas yang berkepentingan agar dapat dimanfaatkan dengan benar sesuai kebutuhan nyata. Hasil riset ini juga perlu dikelola secara lestari dan profesional agar dapat dijadikan acuan dan penyusunan rekam jejak perjalanan riset (research road map) dan “state of the
art” dari riset-riset terkini. Pengembangan forum jaringan riset ini harus berbasis pada platform teknologi informasi yang memungkinkan penghimpunan semua agen dan lembaga penelitian serta berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Paper ini membahas model platform teknologi informasi yang dapat digunakan untuk mengelola ilmu pengetahuan (knowledge management), berbagi-guna pengetahuan (knowledge sharing), mendistribusikan pengetahuan (knowledge dissemination), dan membangun
mekanisme
interaksi
antar
agen-agen
pemilik
pengetahuan
(experts/knowledge sources) dan agen-agen pengguna pengetahuan (knowledge
users) dalam satu model kerangka yang terpadu yang diadopsi dari model KMS (Knowledge Management System) dan model KS (Knowledge Sharing) yang dikembangkan oleh Nonaka. Implementasi model dengan fitur-fitur terbatas yang diusulkan di paper ini sudah pernah diimplementasikan di KMS IPB, Forum Konsultasi Botani on-line Kebun Raya Bogor dan forum diskusi elektronik UNESCO (STIE/Science, Technology, Innovation
Policy) forum.
Page 1
A. Latar Belakang Riset adalah tindakan (proses) sistematik yang memenuhi kaedah-kaedah ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karenanya hasil
riset
sangatlah vital untuk menjadi landasan pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selanjutnya. Untuk itu hasil riset perlu didokumentasikan, didiskusikan, dikaji, didayagunakan dan didiseminiasikan ke komunitas luas yang berkepentingan agar dapat dimanfaatkan dengan benar sesuai kebutuhan nyata. Hasil riset ini juga perlu dikelola secara lestari dan profesional agar dapat dijadikan acuan dan penyusunan rekam jejak perjalanan riset (research road map) dan “state of the
art” dari riset-riset terkini. Peneliti dan lembaga penelitian serta komunitas lain yang relavan memerlukan wadah komunikasi dan bersinergi dalam suatu forum jaringan riset yang profesional dan strategis dalam melestarikan dan mempropagasikan proses dan produk riset. Forum jaringan riset ini sangat dibutuhkan, khususnya terkait dengan informasi dan penyediaan hasil penelitian yang dilakukan oleh semua peneliti baik individu maupun institusi yang tersebar di berbagai wilayah geografis di tingkat nasional maupun internasional. Pengembangan forum jaringan riset ini harus berbasis pada platform teknologi informasi yang memungkinkan penghimpunan semua agen dan lembaga penelitian serta berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Mekanisme sosial dalam berbagi pengetahuan yang dibangun dalam forum berbasis teknologi informasi itu mewarisi definisi dan karakteristik dari apa yang disebut sebagai Sistem Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management System/KMS). Menurut Awad & Ghaziri (2004), Surepong et al (2007), Antonova, A. & Nikolov, R. (2009), serta Abdullah, R.H., Sahibuddin, S., Alias, R.A., & Selamat, M.H. (2006), KMS adalah integrasi dan sinergi antara teknologi informasi modern (terkini) dengan mekanisme sosial/struktural dalam manajemen pengetahuan secara kolaboratif. Secara garis besar aktivitas KMS meliputi akuisisi, pengelolaan dan utilisasi pengetahuan, seperti disajikan di Gambar 1. Akuisisi pengetahuan meliputi proses ekstraksi,
representasi,
dan
kodifikasi
pengetahuan
dari
berbagai
sumber
pengetahuan baik eksplisit (tersimpan dalam dokumen atau aplikasi program)
Page 2
maupun tasit (tersimpan di otak pakar/peneliti). Manajemen pengetahuan merupakan aktivitas pemeliharaan pengetahuan sehingga dalam kondisi yang konsisten, utuh, aman untuk diremajakan, dikembangkan, dan didayagunakan. Sedangkan utilisasi pengetahuan merupakan proses pendayagunaan, penyebaran, dan pemanfaatan pengetahuan oleh berbagai pihak
berkepentingan.
Keseluruhan proses KMS
memungkinkan adanya bagi-guna pengetahuan (knowledge sharing).
Gambar 1. Proses utama dalam KMS (IPB 2008).
B. Model Pengembangan Bagi-Guna Pengetahuan (Knowledge Sharing) Berbagai model bagi-guna pengetahuan telah dikembangkan sesuai dengan kondisi dan konteks pemanfaatannya. B.1. Model Bagi-Guna Pengetahuan Berbasis Kultur Model bagi-guna pengetahuan berbasis kultur telah dikembangkan oleh Lodhi (2005). Pada model ini organisasi pengelolaan pengetahuan dipandang sebagai jejaring hubungan manusia (network of human relationship) yang mencakup empat entiti kunci: (1) sikap individu (attitude at individual level), (2) sikap grup (attitude at
individual level), (3) saluran komunikasi, dan (4) kebijakan organisasi sebagai promotor bagi-guna pengetahuan. Dengan model ini “pengetahuan” tidak dapat dipisahkan dengan “proses mental”, artinya pengetahuan itu tidak terbatas hanya sebagai aset dalam bentuk buku, karya tulis, software namun dimaknai sebagai sesuatu yang membentuk kecerdasan (intelligence) dan menciptakan nilai (value) dalam suatu organisasi (enterprise).
Page 3
B.2. Model Bagi-Guna Pengetahuan Berbasis Pembelajaran & Riset Model bagi-guna pengetahuan berbasis pembelajaran dan riset (learning and
rersearch based knowledge sharing models) telah diulas dan dikembangkan oleh Seminar (1993), Setiarso (2006), Abdullah, R.H., Sahibuddin, S., Alias, R.A., & Selamat, M.H. (2006). Pada model ini bagi-guna pengetahuan difokuskan pada aspek pembelajaran dan riset yang memungkinkan perubahan sikap dan perilaku komunitas riset untuk menjadi bagian dari jejaring peneliti yang berperan aktif, kreatif, dan kolaboratif dalam mengembangkan, mengkaji, mendiskusikan, dan mendesiminasikan riset sehingga proses pembelajaran terus tumbuh dan berkembang. Riset adalah ajang utama dari interaksi antar peneliti dalam model ini dengan mengetengahkan “lesson-learned discussion and materials”. Formalitas lebih dominan pada model ini dibandingkan model bagi-pengetahuan berbasis kultur. Kode etik ditetapkan dan digunakan untuk menjamin atmosfir yang sehat dan nyaman untuk interaksi dan dialog para peneliti. Dalam kondisi ini sistem merit perlu dikembangkan. Setiarso (2006) menyatakan bahwa organisasi perlu lebih condong pada sistem insentif untuk memacu aktivitas dan kreativitas peneliti dalam jejaring pengetahuan. Model hibrid yang menggabungkan dua model di atas merupakan solusi alternatif untuk memaksimalkan kelebihan dan meminimkan kekurangan dari dua model tersebut. Model hibrid ini tidak memisahkan antara ”pengetahuan” dengan ”proses mental” dalam kultur organisasi dengan formalitas dan fokus yang dibentuk oleh organisasi yang berorientasi riset.
C. Pandangan Berlapis Sistem Bagi-Guna Pengetahuan Pada dasarnya pandangan berlapis dalam sistem bagi-guna pengetahuan dapat dideskripsikan seperti pada Gambar 2. Pada lapisan inti (lapisan paling dalam) adalah pengetahuan berupa aset riset (buku, karya tulis, software, scientific reports,
prototypes & patents) dan nilai riset (klusterisasi riset, tren riset, adopsi dan aplikasi triset, research road-map, state-of-the art, research asessment). Lapisan tengah adalah proses manajemen dan bagi-guna pengetahuan yang meliputi akuisisi, penciptaan, transfer, pemeliharaan, dan pembaharuan pengetahuan. Lapisan terluar adalah enabler manajemen dan bagi-guna pengetahuan secara organisasional,
Page 4
kultural, dan teknologikal yang tentu harus memanfaatkan platform teknologi informasi.
Gambar 2. Pandangan Berlapis Sistem Bagi-Guna Pengetahuan.
D. Proses Bagi-Guna Pengetahuan Proses bagi-guna pengetahuan memerlukan proses manajemen
yang meliputi
akuisisi, penciptaan, transfer, kodifikasi dan distribusi pengetahuan. Oleh karenanya model Nonaka (Awad & Ghaziri 2004) dapat digunakan untuk mewujudkan proses bagi-guna pengetahuan sebagaimana disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Model Nonaka untuk Kreasi dan Transformasi Pengetahuan (Awad &
Ghaziri 2004). Socialization (tacit-to-tacit): Mencakup formasi dan komunikasi pengetahuan, pengalaman empiris maupun praktis antar peneliti, komunitas pengguna dan pengembang kebijakan melalui diskusi tatap muka atau elektronik (face-to-face or
electronic discussion). Tatap muka bisa dalam bentuk focus group discussion (FGD),
Page 5
workshop, simposium, seminar. Tatap muka elektronik memiliki banyak variasi dengan pendayagunaan teknologi informasi seperti e-mail, discussion forum, chatting,
video conference, voice conferencing, data conferencing, e-mail (milist group). Externalization (tacit-to-explicit): Mencakup transformasi pengetahuan tasit menjadi eksplisit melalui konseptualisasi, elisitasi, dan artikulasi pengetahuan dari beberapa peneliti dan komunitas yang relevan secara kolaboratif sehingga dihasilkan produk berupa buku, jurnal, prosiding, panduan praktis, sofware aplikasi yang merupakan perwujudan pengetahuan tasit yang bisa dilestarikan, dipelajari, diajarkan dan dimanfaatkan.
Internalization (explicit-to-tacit): Mencakup pembahasan dokumen riset (paper, buku, artikel) oleh beberapa peneliti dan komunitas yang relevan untuk melakukan eksplorasi lanjut bahkan mungkin sampai penerapan best practices dari suatu hasil riset yang dibahas tersebut. Salah satu bentuk internalization adalah bedah buku, bedah software, atau ulasan paper.
Combination
(explicit-to-explicit):
Mencakup
transformasi
dan
bagi-guna
pengetahuan yang sudah dalam bentuk eksplisit (dokumen, software) melalui pertemuan tatap muka maupun virtual, bisa menggunakan teknologi e-learning,
vicon, e-conference, bulletin board system (BBS), e-discussion, shared databases, milist system, situs sosial (social networks) dan search engines.
E. Saluran Komunikasi dan Media Informasi Interaksi antar peneliti dan dan bagi-guna pengetahuan perlu saluran komunikasi dan media informasi sesuai agar fitur-fitur model Nonaka untuk bagi-guna pengetahuan dapat diimplementasikan.
Berdasarkan dimensi lokasi dan waktu, interaksi grup
dapat dikategorikan seperti pada Gambar 4.
Page 6
Gambar 4. Matriks interaksi grup (diadopsi dari Khosafian dan Buckiewicz 1995 di dalam Abdullah, R.H., Sahibuddin, S., Alias, R.A., & Selamat, M.H. 2006). Dari Gambar 4 di atas dapat diturunkan ke matriks teknologi interaksi dan bagi-guna pengetahuan seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Matriks Teknologi Interaksi
Same Place
Same Time Face-to-face meeting berbantuan komputer terkoneksi dalam LAN (Local Area Network)
Audio Visual Presentation Systems, Shared Screen Display Electronic-Meeting: Audio/Video/Computer Different Conferencing, E-Discussion, EChatting, VOIP, ROIP Place
Different Time Shared Memory: Bulletin Board System (BBS), Story Board System (SBS), E-Meeting Agenda & Minutes, Co-Authoring System Electronic Messaging System, EMemo, Wide/Large Screen Display Shared Memory: Bulletin Board System (BBS), Story Board System (SBS), E-Meeting Agenda & Minutes, Co-Authoring System E-mail & Voice-mail System & Electronic Messaging System, Collborative Virtual Environment (CVE)
Grudin (1994) membuat matriks interaksi dengan menambahkan unsur
unknown time dan unknown space, seperti disajikan di Tabel 2. Penambahan kedua aspek tersebut diperlukan untuk mengakomodir komunikasi bergerak (mobile
discussion) yang tidak bisa dideterminasikan waktu dan tempat dari partisipan terlibat dalam froum diskusi walaupun bisa dimana saja dan kapan saja.
Page 7
Tabel 2. Matriks Teknologi Interaksi Versi Grudin (1994).
F. Format Standar Pelayanan Forum Bagi-Guna Pengetahuan F.1. Arsitektur Arsitektur bagi-guna informasi untuk forum riset dirancang untuk menghubungkan masyarakat peneliti dan komunitas relevan melalui berbagai pilihan interface akses seperti: inter-,extra-, atau intra-net portal, PDA, e-mail, VOIP (Voice Over Internet
Protocol), ROIP (Radio Over Internet Protocol), WAP (Wireless Application Protocol), UTMS (Universal Mobile Telecommunication System) berbasis 3G, WebTV, atau Video Conference (Gambar 6). Melalui pilihan interface akses ini maka antar peneliti dan komunitas relevan mendapatkan layanan akuisisi, transformasi, diseminasi, dan aplikasi riset yang telah, sedang atau akan dihasilkan. Layanan tersebut harus didukung oleh berbagai fungsi aplikasi untuk fungsi-fungsi individu dan grup seperti:
document browser, data mining, chatting, expert system, DSS/GDSS. Dukungan databases menyediakan relational DBMS, datawarehouse, dan knowledge repository.
Page 8
Gambar 5. Aristektur Bagi-Guna Pengetahuan.
F.2. Standar Interoperabilitas Mengingat bahwa forum bagi-guna informasi berebasis TIK ini secara faktual berhadapan dengan heterogenitas dari platform TIK di berbagai lembaga atau organisasi maka isu interoperabilitas harus menjadi perhatian utama. Perbedaan format data antar aplikasi komputer memerlukan format “netral” yang disepakati oleh aplikasi yang saling berkomunikasi. Menurut Nugroho (2008) kata “netral” berarti tidak memihak ke format yang digunakan oleh salah satu aplikasi. Format netral ini kemudian digunakan sebagai format “antara” dalam pengiriman data, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Penggunaan format netral juga meningkatkan ekstensibilitas; aplikasi yang lain dapat pula memanfaatkannya, tanpa harus mengetahui format aslinya.
Page 9
Format asli aplikasi A
Format netral encode
Format asli aplikasi B decode
Format netral
Format asli aplikasi C decode
Gambar 6. Pengiriman data dengan format “netral” meningkatkan ekstensibilitas (Nugroho 2008). F.3. Format Pertukaran Data Saat ini, format netral untuk pertukaran data umumnya menggunakan format XML (eXtensible Markup Language). XML adalah sebuah format dokumen yang mampu mendeskripsikan struktur (sintaks) dan makna (semantik) dari data yang terkandung di dokumen tersebut (Bray , Paoli, Sperberg-McQueen, Maler, E., & Yergeau 2008). Menurut Nugroho (2008), berbeda dengan HTML yang lebih berorientasi pada tampilan (appearance), XML lebih fokus pada substansi data, sehingga lebih cocok digunakan sebagai media pertukaran data. Dengan karakteristiknya ini, XML telah menjadi standar de-facto bagi pertukaran data antar aplikasi komputer. G. Pedoman & Regulasi Pemanfaatan Media Informasi Untuk mengatur, mengawal dan mengamankan pemanfaatan media informasi oleh peneliti dan lelmbaga litbang di FJPLL, maka perlu adanya pedoman dan regulasi yang seharusnya menjadi bagian dari aspek legal FJPLL berbasis TIK. G.1. Pedoman Pemanfaatan Media Informasi Pedoman yang harus dikembangkan untuk pengembangan dan implementasi FJPLL mencakup:
Pedoman pengembangan, implementasi dan pemanfaatan FJPLL di lingkungan peneliti dan lembaga litbang.
Pedoman platform TIK, Aplikasi, Layanan dan Interaksi di FJPLL.
Page 10
Pedoman pemanfaatan atau interkoneksi FJPLL dengan masyarakat luas.
Pedoman penyusunan indikator kinerja FJPLL untuk monev.
Pedoman kerjasama riset, pengurusan paten, dan diseminasi riset
G.2. Regulasi Pemanfaatan Media Informasi Sedangkan regulasi menjadi landasan kekuatan pengaturan (law enforcement) untuk pengamanan pemanfaatan media di FJPLL. Regulasi yang harus dikembangkan mencakup:
Regulasi TIK (Cyberlaw) nasional dan internasional
UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik)
Regulasi tentang HKI (Hak Kekayaaan Intelektual)
Norma dan Kode Etik
Implementasi model dengan fitur-fitur terbatas yang diusulkan di paper ini sudah pernah diimplementasikan di KMS IPB, Forum Konsultasi Botani on-line Kebun Raya Bogor dan forum diskusi elektronik UNESCO (STIE/Science, Technology, Innovation
Policy) forum. Referensi
1. Abdullah, R.H., Sahibuddin, S., Alias, R.A., & Selamat, M.H. (2006). Knowledge Management System Architecture for Organizational Learning with Collborative Environment. IJCSNS International Journal on Computer Science & Network Security, pp. 237, vol 6, no 3A.
2. Antonova, A. & Nikolov, R. (2009). Conceptual KMS Architecture within Enterprise 2.0 and Cloud Computing. Diakses jam 06:30 6 Nop. 2010 di http://telearn.noekaleidoscope.org/warehouse/ifipi3e2009_submission_14_(001894v1).pdf
3. Awad, E.M. & Ghaziri, H.M. (2004). Knowledge Management. Prentice Hall. ISBN: 0-13-034820-1.
Page 11
4. Bray, T., Paoli, J., Sperberg-McQueen, C.M., Maler, E., dan Yergeau, F. (2008). Extensible Markup Language 1.0 (Fifth Edition). Dokumen web http://www.w3.org/TR/xml/ diakses pada tanggal 07 Nopember 2010.
5. Grudin, Jonathan (1994). CSCW: History and Focus. IEEE Computer, 27, 5, 19-26. 6. IPB (2008). Final Report on Program Developing IPB Knowledge Management System (IPB-KMS). IPB I-MHERE Project. 7. Lodhi, Suleman A. (2005). Culture Based Knowledge Sharing Model. PhD Thesis. National College of Business Administration & Economics.
8. Nugroho, Lukito E. (2008). Interoperabilitas Data dalam Implementasi EGovernment. Dokumen web http://www.mti.ugm.ac.id/~lukito/CommService/Interoperabilitas-E-Gov.doc. Diakses pada tanggal 07 Nopember 2010.
9. Surepong, P., Chakpitak, N., Ouzrout, Y., Neubert, G., & Bouras, A. (2007). Knowledge Management System Architecture for the Industry Cluster. Proc. of the International Conference on Industrial Engineering and Engineering Management (IEEM 2007).
10. Seminar, Kudang B. (1993). Methodologies for Maintaining and Comparing Designs in a Cooperative Design Environment. PhD Thesis. Faculty of Computer Science, University of New Brunswick.
11. Setiarso, Bambang (2006). Knowledge Sharing Indonesian Research Center: Models & Mechanisms. Komunitas e-Learning IlmuKomputer.com.
Page 12