MODEL PERSAMAAN ALOMETRIK PENDUGA BIOMASA HUTAN ALAM TROPIKA DI AREAL IUPHHK-HA PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER, PAPUA
RAHMAD SUPRI ANGGONO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Persamaan Alometrik Penduga Biomasa Hutan Alam Tropika di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber, Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Rahmad Supri Anggono NIM E14090109
ABSTRAK RAHMAD SUPRI ANGGONO. Model Persamaan Alometrik Penduga Biomasa Hutan Alam Tropika di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber, Papua. Dibimbing oleh ELIAS. Penelitian ini bertujuan membuat model persamaan alometrik penduga biomassa hutan alam tropika Indonesia bagian timur. Model alometrik dibuat dengan metode destruktif dan pengambilan contoh pohon sebanyak 30 pohon yang diambil dengan metode purposive sampling. Model persamaan terbaik untuk menduga biomasa pohon yang dihasilkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis model yaitu model untuk menduga biomasa bagian-bagian pohon dan model untuk menduga biomasa total pohon. Model untuk menduga biomasa bagian-bagian pohon tersebut antara lain W = 0,0245 D2,23 Tt0,74 untuk menduga biomasa bagian batang, W = 0,0003 D3,91 Tbc-0,66 untuk bagian cabang, W = 0,0547 D2,42 Tt-0,63 untuk bagian ranting, dan W = 0,0513 D 1,62 untuk bagian daun. Model terbaik untuk menduga biomasa total adalah W = 0,0655 D2,52Tbc0,23 dengan W adalah biomasa, D adalah diameter batang (dbh), Tbc (tinggi pohon bebas cabang), dan Tt adalah tinggi total pohon. Model-model terbaik tersebut memiliki R2(adj) 78,31–97,75% dan simpangan (s) sebesar 0,1337–0,3201. Kata kunci: Model alometrik, biomasa hutan, hutan alam tropika
ABSTRACT RAHMAD SUPRI ANGGONO. Allometric Equation Models to Estimate Biomass of Tropical Natural Forest in IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber’s Area, Papua. Supervised by ELIAS. This research aims to create allometric equation models to estimate the biomass of tropical natural forests in eastern Indonesia. Allometric equation models made by destructive methods and using purposive sampling method to take 30 sampling trees. Best equation model to estimate tree biomass of this research consists of biomass tree parts model and total tree biomass model. Models to estimate the biomass of the tree parts such as W = 0.0245 D2,23 Tt0,74 to estimate the stem biomass, W = 0,0003 D3,91 Tbc-0,66 for the branch biomass, W = 0,054783 D2,42 Tt-0,63 for twigs biomass, and W = 0,0513 D1,62 for leaf biomass. The best model to estimate the total biomass is W = 0,0655 D2,52Tbc0,23 where W is biomass, D is diameter at breast height (cm), Tbc (clear bole), and Tt is the total height of the tree. This models have R2(adj) of 78,31 – 97,75% and the deviation (s) of 0,1337 – 0,3201. Keywords: Allometric models , forest biomass, tropical natural forests
MODEL PERSAMAAN ALOMETRIK PENDUGA BIOMASA HUTAN ALAM TROPIKA DI AREAL IUPHHK-HA PT.WAPOGA MUTIARA TIMBER, PAPUA
RAHMAD SUPRI ANGGONO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANEJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Model Persamaan Alometrik Penduga Biomasa Hutan Alam Tropika di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber, Papua Nama : Rahmad Supri Anggono NIM : E140910109
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Elias Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc F Trop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah alometrik penduga biomasa, dengan judul Model Persamaan Alometrik Penduga Biomasa Hutan Alam Tropika di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber, Papua. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir Elias selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hengky dari PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II (WMT II), Bapak Yeancy beserta staf karyawan survei PT. WMT II, serta Bapak Ferdianan beserta staf di PT. Salaki Mandiri Sejahtera, Papua. Juga kepada rekan-rekan satu kelompok PKL (Praktek Kerja Lapang) yang telah membantu selama pengumpulan data lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Rahmad Supri Anggono
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Pengumpulan Data
3
Prosedur Pengolahan dan Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Pohon Sampel
6
Sifat Fisik dan Kimia Pohon
7
Model Alometrik Penduga Biomasa Pohon
9
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Biomasa Analisis ragam Kerapatan, Frekuensi dan INP pohon sampel pada areal PT. WMT II Biomasa Model persamaan alometrik penduga biomasa pohon pada bagian-bagian pohon Biomasa Model persamaan alometrik biomasa total pohon
6 7 10 10
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Biomasa Rata-rata kadar air pada setiap bagian pohon Biomasa Rata-rata berat jenis pada setiap bagian pohon Biomasa Rata-rata biomasa setiap bagian pohon Hubungan antara diameter dengan biomasa pohon
8 9 10 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Jenis dan jumlah pohon sampel dalam kelas diameter Rata-rata kadar air (KA) pada setiap bagian pohon berdasarkan kelas diameter batang Rata-rata berat jenis (BJ) dari setiap bagian pohon yang diklasifikasi berdasarkan kelas diameter batang Rata-rata Biomasa setiap bagian pohon yang diklasifikasi berdasarkan kelas diameter batang
15 16 16 16
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor kehutanan dalam konteks perubahan iklim termasuk kedalam sektor LULUCF (Land use, land use change and forestry) adalah salah satu sektor penting yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (GRK). Berdasarkan laporan Stern (2007) dalam Wibowo (2010) menyebutkan bahwa kontribusi sektor LULUCF sebesar 18% emisi GRK di dunia, yang 75%-nya berasal dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi sumber penghidupan masyarakat lokal, fungsi daerah-daerah aliran sungai, serta keberadaan keanekaragaman hayati. Dengan demikian, pengurangan jumlah emisi karbon dari sektor kehutanan menjadi penting karena tidak saja mendukung upaya dunia untuk membatasi terjadinya peningkatan suhu bumi tidak lebih dari 20 C, tetapi juga memberikan manfaat lain bagi kepentingan masyarakat, ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Peace (2007) menyatakan bahwa Indonesia merupakan emiter ke 3 di dunia sedangkan apabila tanpa LULUCF dalam laporan WRI (Baumert et al., 2005) menunjukkan Indonesia di peringkat 15. Pemerintah Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G-20 di Pittsburgh (USA) pada tanggal 25 September 2009 mencanangkan target penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020, dengan kontribusi sektor kehutanan ditetapkan sebesar 14%. Upaya penurunan emisi sektor kehutanan dapat dilakukan dengan berbagai cara karena pada prinsipnya pengurangan emisi tidak hanya dengan meningkatkan serapan melalui berbagai program pembangunan hutan tanaman tetapi juga dapat dilakukan dengan menjaga dan mempertahankan stok karbon yang ada. Setidaknya ada tiga cara untuk menurunkan emisi karbon (Brown 1997): (1) carbon conservation yaitu pengendalian karbon dengan cara mengkonservasi cadangan/stok karbon yang sudah ada di vegetasi hutan dan tanah; (2) carbon sequestration yaitu meningkatkan jumlah penyerapan karbon yaitu dengan cara menambah simpanan karbon di vegetasi, bahan organik mati atau memperpanjang masa penggunaan kayu; dan (3) carbon substitution yaitu pengolahan biomasa untuk menggunakan produk yang dapat diperbaharui (energi biomasa). Pada tegakan hutan, karbon dapat diduga melalui biomasa. Menurut Brown (1997) biomasa hutan memiliki stok karbon yang cukup potensial yaitu hampir 50% dari biomasa vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon, unsur tersebut dapat dilepas ke atmosfer dalam bentuk CO2 apabila hutan dibakar. Biomasa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubah senyawa tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis (Whitmore 1985). Ketersediaan model penduga biomasa maupun karbon hutan alam di Indonesia masih sangat minim terutama untuk wilayah Indonesia bagian timur (Krisnawati 2010). Penelitian ini adalah salah satu penelitian membuat model persamaan alometrik untuk menduga biomasa pada hutan alam tropika yang ada Provinsi Papua. Informasi dari wilayah timur Indonesia sangat diperlukan
2 mengingat kondisi vegetasi dan taksonomi di wilayah ini sangat berbeda dengan kondisi vegetasi di wilayah barat Indonesia yang dipisahkan oleh garis Wallace. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model alometrik penduga biomasa pohon di hutan alam tropika basah pada areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (IUPHHK-HA) PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II, Papua. Manfaat Penelitian Penelitian dapat menyumbangkan model persamaan alometrik pendugaan biomasa pohon untuk hutan alam tropika yang terdapat di Indonesia bagian timur.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di hutan alam tropika basah pada areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II di Kabupaten Sarmi, Papua. Pelaksanaan penelitian selama empat bulan yang terdiri dari dua tahap penelitian, yaitu: tahap pengambilan data di lapangan pada bulan Maret–April 2013 dan tahap pengujian contoh uji laboratorium untuk menganalisis bagian pohon antara lain: batang utama, cabang, ranting dan daun yang dilakukan pada bulan Mei–Juni 2013 di Laboratorium Pemanenan Hutan Departemen Manajemen Hutan, dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon-pohon jenis dominan yang terdapat di areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II sebanyak 30 pohon yang berdiameter 5 sampai > 60 sentimeter yang dibagi kedalam tujuh kelas diameter. Dari masing-masing pohon sample diambil contoh uji pada tiap-tiap bagian pohon mulai dari batang utama, cabang, ranting dan daun. Alat Alat yang digunakan untuk pengambilan data lapangan adalah pita ukur (panjang 30 m), Phi Band, tongkat kayu panjang 1,3 m, golok, gergaji mesin (chainsaw), kompas, Global Positioning System (GPS), timbangan duduk 100 kg, timbangan duduk 5kg, tali/tambang (20 m), tally sheet, alat tulis (spidol, pensil, penghapus/tipe-x, staples), kalkulator, kantong plastik (besar dan sedang), trashbag/karung, terpal, aluminium foil, dan kertas bufallow/koran. Sedangkan alat yang digunakan di laboratorium terdiri dari : oven tanur listrik dan timbangan digital dengan ketelitian 0,02 gram.
3 Prosedur Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung di lapangan meliputi data pengukuran diameter (dbh) dan panjang setiap batang utama dan cabang serta pengukuran berat basah ranting dan daun. Selain data lapangan, data primer yang dikumpulkan juga berupa data laboratorium. Data ini merupakan hasil uji laboratorium contoh uji yang diambil dari bagian-bagian pohon sampel (contoh uji batang, cabang, ranting, dan daun). Data sekunder yang dikumpulkan di lapangan adalah data yang diperoleh dari perusahaan IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber II, antara lain berupa : 1. Peta lokasi penelitian 2. Kondisi lapangan yang meliputi topografi, geologi dan iklim 3. Keadaan hutan yang meliputi tipe hutan dan potensi hutan 4. Data IHMB (Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala). Pemilihan dan Pengumpulan Data Pohon Sampel Pohon sampel ditentukan dengan metode purposive sampling yakni dengan memilih pohon jenis-jenis dominan yang sehat dan normal. Jumlah pohon sampel yang diteliti sebanyak 30 pohon yang terbagi dalam kelas diameter dengan interval 10 cm. Contoh uji laboratorium diambil dari bagian-bagian pohon sampel yaitu bagian batang utama, cabang, ranting dan daun. Dari bagian-bagian pohon tersebut masing-masing diambil 3 buah contoh uji dengan ukuran ± 2cm x 2cm x 2cm dan contoh uji daun seberat 30 gram. Jumlah total contoh uji laboratorium sebanyak 300 buah, yang terdiri dari contoh uji batang utama 90 buah, cabang 90 buah, ranting 90 buah, dan contoh uji daun 30 buah. Cara pengambilan sampel bahan uji di lapangan adalah sebagai berikut (Elias 2010) : 1. Sampel batang utama, diambil dari ujung, pangkal dan bagian tengah batang utama dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm 2. Sampel batang cabang diambil dari cabang yang besar, sedang dan kecil yang diameternya > 5 cm. Sampel diambil dengan cara membuat potongan melintang batang cabang setebal ± 5 cm 3. Sampel ranting, diambil dari ranting-ranting besar, ranting sedang dan ranting kecil yang panjangnya dipotong-potong menjadi bagian rantingranting sepanjang ± 20 – 30 cm. Setiap sampel beratnya ± 1 kg 4. Sampel daun diambil dari daun-daun yang telah dicampur sebanyak ± 1 kg sebagai sampel. Pengujian Bahan Uji Laboratorium 1. Berat Jenis Kayu Pengukuran berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut: a. Menimbang bahan uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan berat awal b. Mengukur volume bahan uji: bahan uji dicelupkan dalam parafin, lalu dimasukkan kedalam tabung erlenmayer yang berisi air sampai
4 bahan uji berada di bawah permukaan air. Berdasarkan hukum Archimedes volume sampel adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh bahan uji c. Kemudian bahan uji dikeringkan dalam tanur selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2 °C dan ditimbang untuk mendapatkan berat keringnya. 2. Kadar Air Kayu Cara pengukuran kadar air bahan uji adalah sebagai berikut : a. Bahan uji ditimbang berat basahnya b. Bahan uji dikeringkan dalam tanur 103 ± 2 °C sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan kedalam desikator kurang lebih selama 10 menit dan ditimbang berat keringnya c. Penurunan berat bahan uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air bahan uji.
Prosedur Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data 1. Volume kayu bulat menggunakan rumus Smalian:
Dimana : V = π = Dp = Du = L =
Volume (cm3) 3,14 (konstanta) Diameter Pangkal (cm) Diameter Ujung (cm) Panjang (cm)
2. Berat jenis, rumus yang digunakan : Dimana: BJ = Berat jenis V = Volume dalam keadaan basah
3. Persen kadar air, rumus yang digunakan (Haygreen dan Bowyer 1989):
Dimana: BBc = Berat basah bahan (gr) BKc = Berat kering bahan (gr) % KA = Persen kadar air
4. Berat kering, rumus yang digunakan (Haygreen dan Bowyer 1989):
Dimana: BK = Berat Kering (gr) BB = Berat Basah (gr) % KA = Persen Kadar Air
5 Pembuatan Model Persamaan Pembuatan model menggunakan softwere microsoft excel 2010 dan minitab 14. Data yang digunakan untuk membangun persamaan biomasa total pohon dan bagian-bagian pohon (daun, ranting, cabang dan batang) adalah diameter dalam sentimeter dan tinggi pohon dalam meter. Model persamaan yang digunakan adalah: 1. Model penduga biomasa yang hanya terdiri dari satu peubah saja: B = aDb 2. Model penduga biomasa yang terdiri dari dua peubah bebas: B = aDb1Hb2 Dimana :
B D H a,b
= Biomasa (kg/pohon) = Diameter pohon (cm) = Tinggi pohon (m) = Konstanta
Pemilihan Persamaan Alometrik Terbaik Untuk memperoleh persamaan alometrik terbaik, kriteria pemilihan model secara statistik harus diperhatikan antara lain: nilai simpangan baku (s), koefisien determinasi (R2adjusted). Persamaan yang dipilih adalah persamaan yang menghasilkan nilai simpangan baku (s) terkecil dan nilai koefisien determinasi (R2) serta koefisien yang disesuaikan (R2adjusted) yang terbesar. Perhitungan Simpangan Baku (s) Simpangan baku adalah ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan terhadap nilai aktual (sebenarnya). Dalam uji statistik dibandingkan beberapa persamaan sehingga diperoleh nilai simpangan baku terkecil yang menunjukkan bahwa nilai dugaan berdasarkan persamaan yang disusun mendekati nilai aktual. Dengan kata lain, semakin kecil nilai simpangan baku maka semakin tepat nilai dugaan yang diperoleh. Nilai s ditentukan dengan rumus Drapper dan Smith (1992):
Keterangan: s (n-p) Ya Yi
: Simpangan baku : Derajat bebas sisa : Nilai biomasa sesungguhnya : Nilai biomasa dugaan
Perhitungan Koefisien Determinasi Koefisien determinasi adalah nilai yang mencerminkan seberapa besar keragaman tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. Nilai R2 dinyatakan dalam bentuk persen (%) yang berkisar antara 0% hingga 100%. Semakin tinggi R2adjusted, maka semakin tinggi pula keeratan hubungan antara peubah tak bebas Y dan peubah bebas X. Nilai R2adjusted ditentukan dengan rumus Drapper dan Smith (1992):
6 Keterangan: Ra2 JKS JKTT
: R2adjusted : Jumlah kuadrat sisa : Jumlah kuadrat total terkoreksi
(n-p): Derajat bebas sisa (n-1): Derajat bebas total
Analisis ragam Analisis ragam dilakukan untuk melihat apakah peubah bebas X mempunyai hubungan yang nyata dengan peubah tak bebas Y dan dinyatakan dengan tabel analisis ragam sebagai berikut: Tabel 1 Analisis ragam Sumber Regresi Sisa Total
Derajat bebas (bd) dbR DbS DbT
Jumlah kuadrat (JK) JKR JKS JKT
Kuadrat tengah (KT) KTR KTS
F hitung KTR/KTS
F Tabel Fα(dbR,dbS)
Keterangan:
Fα(dbR,dbS) : Nilai F table pada taraf nyata α; n : jumlah data
Hipotesis yang diuji adalah: H0: Hubungan regresi tidak nyata (bi = 0); H1: Hubungan regresi nyata (salah satu bi ≠ 0) Kriteria penarikan kesimpulan adalah tolak H0 jika nilai Fhitung > Ftabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis-jenis pohon dominan yang terdapat pada areal konsesi PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II. Jenis-jenis pohon tersebut dapat diketahui melalui hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang terdapat pada buku rencana karya usaha (RKU) PT. WMT II periode tahun 2012 s.d. 2021. Berdasarkan data sekunder berupa rekapitulasi IHMB PT. WMT II, maka jenis-jenis pohon dominan yang terpilih sebagai sampel pada penelitian ini antara lain matoa (Pometia spp.), kenari (Canarium commune), pala hutan (Myristica sp), mersawa (Anisoptera sp), kelat (Syzygium spp.), celthis (Celtis spp.), delingsem (Homalium foetidum Benth.), merbau (Intsia spp.), marindom, jabon (Anthocepallus cadamba Miq.),
7 bipa (Pterygota spp.), dan simpur (Dillenis eximia Miq.). Jenis-jenis pohon tersebut juga mempunyai kerapatan per hektar yang cukup tinggi pada data rekapitulasi IHMB PT WMT II. Tabel 2 Kerapatan, Frekuensi dan INP pohon sampel pada areal PT. WMT II Jenis/Kelompok Jenis Celthis Delingsem Kenari Matoa Marsawah Merbau Marindom Bipa Jabon Kelat Pala Hutan Simpur TOTAL
K 35,97 27,50 32,81 29,31 18,72 15,35 12,02 11,36 8,56 40,90 35,10 18,06
KR (%) 12,59 9,63 11,49 10,26 6,55 5,37 4,21 3,98 3,00 14,32 12,29 6,32
F 0,56 1,00 0,25 1,00 0,66 0,17 0,44 0,91 0,18 1,00 0,68 0,25
FR (%) 7,82 14,09 3,55 14,09 9,33 2,41 6,20 12,87 2,50 14,09 9,54 3,51
INP (%) 20,41 23,72 15,04 24,35 15,88 7,79 10,41 16,85 5,49 28,41 21,83 9,83
285,66
100
7,10
100
200
Keterangan: K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting
Satoo dan Madgwick (1982) menyatakan kerapatan tegakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya biomasa. Bervariasinya biomasa individu pohon juga sangat dipengaruhi oleh jarak antar individu pohon atau kerapatan individu (Mark dan Harper 1977 dalam Hutchings 1986). Sifat Fisik Pohon Kadar Air Kadar air (KA) didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan sebagai berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT). Penentuan KA dilakukan dengan metode kering tanur, yakni dengan menimbang contoh uji basah, mengeringkannya dalam tanur pada 103±2º C untuk mengeluarkan semua air, dan kemudian menimbangnya kembali (Haygreen dan Bowyer 1989).
Kadar air (%)
150
128,94%
100 63,14% 64,58%
73,99%
50 0 Batang
Cabang Ranting
Daun
Gambar 1 Rata-rata kadar air pada setiap bagian pohon
8 Berdasarkan metode pengujian tersebut, pada penelitian ini didapatkan ratarata kadar air (KA) setiap bagian pohon bervariasi. Gambar 1 menunjukan kadar air yang terdapat pada pohon berkisar antara 63,14% sampai 128,94%. Kadar air terendah terdapat pada bagian batang. Sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada bagian daun. Daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral. Daun tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat, sehingga kurang berat dibandingkan dengan bagian pohon lainnya (Onrizal 2004; Limbong 2009).
Berat Jenis
Berat Jenis Berat jenis (wood density) sangat diperlukan untuk proses konversi nilai volume suatu pohon menjadi nilai biomasa. Haygreen dan Bowyer (1989) menjelaskan bahwa berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisika kayu yang paling penting. Krisnawati et al. (2012) mendefinisikan berat jenis adalah berat jenis kering (oven-dry mass) per satuan volume kayu (kg/m3 atau g/cm3). Berat jenis setiap jenis pohon dapat bervariasi tergantung pada berat zat kayunya sendiri, berat zat ekstraktif dan berat air yang terkandung di dalamnya. Jumlah zat kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah airnya berubah-ubah, oleh karena itu berat jenis dari sepotong kayu besarnya dapat bervariasi, tergantung pada kadar air kayu tersebut (Pandit 2008). Berat jenis perbagian pohon yang didapatkan dari penelitian ini memiliki rata-rata yang bervariasi. Kisaran rata-rata berat jenis pohon yang terdapat pada lokasi penelitian adalah 0,50 sampai 0,54 (Gambar 2). Berat jenis tertinggi terdapat pada cabang sedangkan terendahnya terdapat pada ranting. Nilai berat jenis cabang lebih tinggi dari pada nilai berat jenis batang. Hal ini dikarenakan faktor contoh uji yang diambil dari masing-masing bagian pohon. Berat jenis batang merupakan rata-rata dari berat jenis contoh uji pada bagian pangkal, batang tengah, dan batang bagian ujung. Ujung batang cenderung memiliki kadar air yang relatif tinggi sehingga berat jenisnya kecil dan sangat mempengaruhi rata-rata berat jenis batang. Berbeda dengan cabang, contoh uji diambil dari cabang besar, sedang, dan kecil yang mana dari ketiga contoh uji tersebut kadar air yang terdapat di dalamnya relatif sama. 0,55 0,54 0,53 0,52 0,51 0,50 0,49 0,48 0,47
0,54 0,53
0,50
Batang
Cabang
Ranting
Gambar 2 Rata-rata berat jenis pada setiap bagian pohon
9 Biomasa Biomasa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. Biomasa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam satuan gram, atau dalam kalori. Oleh karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomasa di ukur berdasarkan berat kering (Brown 1997). Distribusi biomasa pada tiap komponen pohon menggambarkan besaran distribusi hasil fotosintesis pohon yang disimpan oleh tanaman. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu 2007).
3000
2843,26
Biomasa (Kg)
2500 2000 1500
1115,73
1000 189,19
500
36,42
0 Batang
Cabang
Ranting
Daun
Gambar 3 Rata-rata biomasa setiap bagian pohon Biomasa pada bagian pohon hutan alam tropika di areal PT. WMT II, Papua sangat bervariasi. Gambar 3 menunjukan bahwa biomasa pohon yang paling banyak terdapat pada bagian batang utama sedangkan biomasa terendah terdapat pada bagian daun. Hal ini menunjukan distribusi hasil fotosintesis terbesar digunakan untuk pertumbuhan batang. Batang pada umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih baik dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu tersebut menyebabkan bagian rongga sel pada batang banyak tersusun oleh komponen penyusun kayu dibanding air, sehingga bobot biomasa batang akan menjadi lebih besar. Daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat dan kurang berat. Model Alometrik Penduga Biomasa Pohon Metode alometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol 1999). Metode alometrik ini pertama kali ditemukan oleh Kittredge (1944) dengan bentuk formulasi Y = aXb dimana, Y adalah peubah tidak bebas (dalam hal ini biomasa) dan X adalah peubah bebas (dalam hal ini dapat berupa diameter batang atau tinggi pohon), sedangkan a dan b adalah konstanta. Martin et al. (1998) menyatakan bahwa persamaan alometrik dapat
10 digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan peubah yang lain seperti volume kayu, biomasa pohon, dan massa karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock). Metode alometrik tersebut juga digunakan dalam penelitian ini dan menghasilkan model yang menyatakan hubungan antara biomasa dengan diameter batang (dbh), tinggi bebas cabang, dan tinggi total. Model alometrik penduga biomasa pada setiap bagian pohon yang terdiri dari bagian batang, cabang, ranting, dan daun yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Model persamaan alometrik biomasa pada bagian-bagian pohon R2adj Ftabel Ftabel Fhitung (%) 95% 99% Batang W = 0,0634D2,62 0,1682 0,00** 96,47 794,84 4,20 76,36 W = 0,0440D2,42Tbc0,43 0,1539 0,00** 97,05 478,04 3,35 54,88 2,23 0,74 W = 0,0245D Tt 0,1476 0,00** 97,28 521,00 3,35 54,88 Cabang W = 0,0002D3,60 0,3435 0,00** 92,23 333,53 4,20 76,36 W = 0,0003D3,91Tbc-0,66 0,3298 0,00** 92,84 182,59 3,35 54,88 W = 0,0005D3,98 Tt-0,72 0,3392 0,00** 92,43 171,90 3,35 54,88 Ranting W = 0,0245D2,09 0,3227 0,00** 81,91 127,77 4,20 76,36 W = 0,0228D2,05Tbc0,08 0,3285 0,00** 81,25 61,67 3,35 54,88 W = 0,0549D2,42 Tt -0,63 0,3201 0,00** 82,19 65,64 3,35 54,88 Daun W = 0,0513D 1,62 0,2854 0,00** 78,32 105,75 4,20 76,36 W = 0,0622D1,73Tbc -0,23 0,2878 0,00 77,94 52,23 3,35 54,88 W = 0,0804D 1,80Tt -0,35 0,2876 0,00 77,96 52,31 3,35 54,88 Keterangan: W = biomasa (Kg); D = diameter setinggi dada (cm); Tbc = tinggi pohon bebas; Tt = tinggi total pohon; s = simpangan; P = taraf nyata; R2adj (%) = koefisien determinasi yang terkoreksi; ** = berbeda sangat nyata (P< 0,01) pada selang kepercayaan 99%. Bagian
Model Persamaan
S
P
Model-model penduga biomasa di atas memiliki konstanta dan koefisien determinasi (R2adj), serta simpangan baku (s) yang bervariasi. Koefisien determinasi (R2adj) terbesar ada pada model penduga bagian batang pohon sebesar 97,28% dengan simpangan sebesar 0,1478. Sedangkan koefisien determinasi (R2adj) terkecil terdapat pada model penduga biomasa bagian daun, yakni sebesar 77,94% dengan simpangan 0,2878. Selain model penduga biomasa setiap bagian pohon, juga dibuat model penduga biomasa total pohon. Model-model tersebut memiliki koefisien determinasi yang tinggi yakni antara 97,64% sampai 97,75 %. Jika dilihat dari nilai koefisien determinasi tertinggi, maka model yang terpilih sebagai model terbaik untuk menduga biomasa pohon pada hutan alam tropika Papua adalah W = 0,0655 D2,52Tbc0,23 dengan nilai simpangan sebesar 0,1337 seperti ditunjukan pada Tabel 4. Tabel 4 Model persamaan alometrik biomasa total pohon Ftabel Ftabel (95%) (99%) W = 0,0792 D2,62 0,1369 0,00** 97,64 1203,39 4,20 76,360 W = 0,0655 D2,52Tbc0,23 0,1337 0,00** 97,75 631,66 3,35 54,880 W = 0,0528 D2,46 Tt0,32 0,1343 0,00** 97,73 625,73 3,35 54,880 Keterangan: W = biomasa (Kg); D = diameter setinggi dada (cm); Tbc = tinggi pohon bebas; Tt = tinggi total pohon; s = simpangan; P = taraf nyata; R2adj (%) = koefisien determinasi yang terkoreksi; ** = berbeda sangat nyata (P< 0,01) pada selang kepercayaan 99% Model Persamaan
s
P
R2adj (%)
Fhitung
11
Biomasa (Kg)
Model penduga biomasa pohon pada Tabel 4 yang paling sederhana adalah model W = 0,0792 D2,62. Model ini hanya menggunakan satu peubah bebas berupa diameter batang (dbh). Selain itu model ini juga memiliki koefisien determinasi yang tinggi, yakni 97,64% dan simpangan yang tidak terlalu berbeda jauh dengan model terbaik yaitu sebesar 0,1369. Hubungan antara biomasa pohon dengan diameter dapat dilihat pada gambar 4. 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
W = 0,0792 D2,62 R²adj = 97,64%
0
50 100 Diameter (cm)
150
Gambar 4 Hubungan antara diameter dengan biomasa pohon Ketiga model persamaan penduga biomasa total pohon di atas memiliki hubungan regresi yang nyata karena nilai Fhitung -nya lebih besar dari Ftabel baik dalam selang kepercayaan 95% maupun pada selang kepercayaan 99%. Dengan demikian, maka model-model persamaan penduga biomasa total pohon tersebut dapat digunakan untuk menduga biomasa pohon pada hutan alam tropika yang terdapat di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II, Papua.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persamaan alometrik penduga biomasa pohon hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II untuk bagian batang utama adalah W = 0,0245 D2,23 Tt0,74; bagian cabang adalah W = 0,0003 D3,91 Tbc-0,66 ; bagian ranting adalah W = 0,0548 D2,42 Tt-0,63 ; dan bagian daun adalah W = 0,0513 D 1,62 . Sedangkan persamaan alometrik yang telah berhasil dibangun untuk menduga potensi biomasa pohon pada hutan alam tropika di areal PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II adalah W = 0,0792 D2,22. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang meneliti model alometrik penduga biomasa pohon dengan jenis yang spesifik.
12
DAFTAR PUSTAKA [WMT] PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II. 2012. Rencana Karya Usaha IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Periode Tahun 2012-2021. Papua (ID): PT. WMT II Baumert, K.A, T. Herzog and J. Pershing. 2005. Navigating the Numbers Greenhouse Gas Data and International Climate Policy. Washington (US): World Resource Institute. Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Premier. FAO. New York (US): FAO Forestry Paper No. 134. Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Elias. 2010. Inovasi Metodologi dan Estimasi Cadangan Karbon dalam Hutan Dalam Rangka Reduce Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) Indonesia. Prosiding Seminar Hasil. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan. Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre. Haygreen JG, Bowyer J. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Sutjipto A. Hadikusumo, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest Product and Wood Science : An Introduction. Hutchings MJ. 1986. The Structure Of Plant Population. 117 Plant Ecology. (Crawley, M.J., Ed). London (UK): Blackwell Scientific Publications. Kittredge J. 1944. Estimation of The Amount of Foliage of Trees and Stands. Los Angel (US): J. FOR. 42: 905-912. Krinawati H. 2010. Status Data Stok Karbon dalam Biomas Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan RI. Krisnawati H, Adinugroho, Imanuddin. 2012. Monograf Model-Model Alometrik Untuk Pendugaan Biomasa Pohon Pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan Di Indonesia. Bogor (ID): Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan RI. Limbong H. 2009. Potensi Karbon Tegakan Acacia Crassicarpa Pada Lahan Gambut Bekas Terbakar [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Martin JG, Kloeppel BD, Schaefer TL, Kimbler DL dan Mcnutly SG. 1998. Aboveground Biomass and Nitrogen Allocation of Ten Deciduous Southern Appalachian Tree Species. Los Angels (US): J. FOR. RES. 28: 1648-1659. Onrizal. 2004. Model Penduga Biomasa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pandit IKN. 2008. Anatomi Kayu. Bogor (ID): IPB Press. Parresol BR. 1999. Assessing Tree and Stand Biomass: A Review with Examples and Critical Comparisons. Los Angels (US): For. SCI. 45(4): 573-593. Peace. 2007. Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies. Switzerland (CH): DFID, World Bank
13 Satoo T, Madgwick H. 1982. Forest Biomass. London (UK): Kluwer Academic Publishers Group. 160 P. Stern, N. 2007. Stern Review: The Economic of Climate Change. London (UK): Cambridge University Press. Whitmore TC. 1985. Topical Rain Forest of The Far East. New York (US): Oxford University Press. Wibowo A. 2010. Measurable, Reportable dan Verifiable (Mrv) untuk Emisi Gas Rumah Kaca dari Kegiatan Kehutanan. Bogor (ID): Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan RI.
14 Lampiran 1 Jenis dan jumlah pohon sampel dalam kelas diameter Kelas Diameter (cm)
Jenis Pohon
Jumlah Pohon
Total
Matoa
1
Kenari
3
Pala Hutan
2
Mersawa
1
Kelat
1
Celthis
1
Delingsem
1
Merbau
1
Matoa
1
Pala Hutan
1
Kelat
1
Kenari
1
Marindom
1
Simpur
1
Matoa
2
Pala Hutan
1
Delingsem
1
Mersawa
1
Jabon
1
Bipa
1
Matoa
1
Lain-lain
1
45 – 55
Matoa
1
1
55 – 65
Kelat
1
1
Merbau
2
2
5 – 15
15 – 25
25 – 35
35 – 45
65 up
Total
11
6
6
3
30
15 Lampiran 2 Rata-rata kadar air (KA) pada setiap bagian pohon berdasarkan kelas diameter batang Kelas Diameter
Rata-rata Kadar Air (%) Batang
Cabang
Ranting
Daun
5 – 15
77,39
87,24
99,73
109,36
15 – 25
77,44
82,79
95,84
100,91
25 – 35
73,68
82,55
100,36
104,11
35 – 45
56,07
80,92
98,32
96,39
45 – 55
62,90
77,43
98,45
106,89
55 – 65
25,68
78,42
97,34
110,67
> 65
68,80
79,63
96,90
108,80
Rata-rata
63,14
81,28
98,13
105,30
Lampiran 3 Rata-rata berat jenis (BJ) dari setiap bagian pohon yang diklasifikasi berdasarkan kelas diameter batang Kelas Diameter
Berat Jenis (g/cm3) Batang
Cabang
Ranting
5 – 15
0,46
0,47
0,45
15 – 25
0,44
0,47
0,44
25 – 35
0,52
0,42
0,45
35 – 45
0,57
0,56
0,56
45 – 55
0,47
0,51
0,43
55 – 65
0,58
0,68
0,66
> 65
0,66
0,70
0,50
Rata-rata
0,53
0,54
0,50
Lampiran 4 Rata-rata Biomasa setiap bagian pohon yang diklasifikasi berdasarkan kelas diameter batang Rata-rata Biomasa (Kg)
Kelas Diameter Batang
Cabang
Ranting
Daun
5 – 15
30,47
1,49
4,11
2,31
15 – 25
156,24
8,81
20,07
10,46
25 – 35
510,48
43,86
20,49
14,12
35 – 45
1588,35
166,38
79,52
21,52
45 – 55
2393,08
332,79
75,96
26,09
55 – 65
2238,87
469,56
89,11
25,76
> 65
12985,32
6787,25
1035,05
154,70
Rata-rata
2843,26
1115,73
189,19
36,42
16
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 9 Maret 1991 di Jambi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Suyatno dan Asriyani. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak (TK) Pertiwi Desa Giriwinangun lulus tahun 1997 kemudian SDN 185/VIII Kecamatan Rimbo Ilir-Tebo lulus pada tahun 2003. Pendidikan tingkat SMP N 6 Tebo ditempuh sampai tahun 2006. Setelah lulus, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kabupaten Tebo hingga lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, melalui tes SNMPTN penulis berhasil masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi negeri. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan dengan kurikulum Mayor-Minor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain adalah Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB pada tahun 2009 s/d 2011 sebagai sekretaris umum, Resimen Mahasiswa (MENWA) sebagai staf Biro Teritorial pada tahun 2010, anggota kelompok studi pemanenan Forest Manajemen Student’s Club (FMSC) pada tahun 2011, Ketua Majelis Taklim Al-Asyjaar IPB (2011), anggota Divisi Media dan Komunikasi Ecological Social Mapping (2011), anggota Komisi Disiplin dalam kepanitiaan Temu Manager 2011, dan menjadi ketua pada kepanitiaan diskusi interaktif “Padamu Hutan ku” pada tahun 2012. Pengalaman di lapangan yang pernah penulis lakukan antara lain adalah Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Gunung Papandayan dan Hutan Sancang Timur (Garut, Jawa Barat), kemudian Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Wilayah Tanggeung (Cianjur Selatan, Jawa Barat), dan terakhir penulis mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam) PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II, Papua selama dua bulan pada tahun 2013.