MODEL PENDUGA BIOMASSA HUTAN ALAM LAHAN KERING MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DI AREAL KERJA PT. TRISETIA INTIGA
TIA LIA AGUSTINA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
MODEL PENDUGA BIOMASSA HUTAN ALAM LAHAN KERING MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DI AREAL KERJA PT. TRISETIA INTIGA
TIA LIA AGUSTINA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
RINGKASAN TIA LIA AGUSTINA. Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA. Peningkatan gas rumah kaca (GRK), khususnya CO₂ di atmosfer menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemanasan global. Peningkatan tersebut salah satunya disebabkan karena banyaknya emisi karbon yang berasal dari degradasi lahan dan deforestasi. Dalam proses mitigasi untuk pengurangan dampak pemanasan global, pendugaan jumlah karbon yang tersimpan dalam tumbuhan menjadi salah satu kegiatan yang sangat penting. Pada umumnya kandungan karbon yang tersimpan dalam vegetasi dapat diketahui melalui pendugaan biomassa, baik biomassa di atas permukaan tanah maupun biomassa di bawah permukaan. Pada penelitian ini, fokus diberikan pada pendugaan biomassa di atas permukaan tanah, khususnya menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh. Saat ini, perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh (remote sensing) yang ada telah memadai untuk memberikan informasi kondisi sumberdaya alam. Indonesia yang secara geografis berada di wilayah tropis memiliki banyak kendala dalam menggunakan citra optik, karena terganggu kabut asap pada musim kemarau dan awan pada musim penghujan. Dengan pertimbangan tersebut maka penelitian ini menekankan pada penggunaan teknologi citra radar. Salah satu satelit yang menggunakan sensor radar adalah satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) yang diluncurkan Jepang pada Januari 2006. Salah satu sensor bawaannya adalah sensor PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar) yang merupakan sensor gelombang mikro aktif pada frekuensi band L dan memiliki kemampuan menembus awan. Gelombang mikro aktif yang diterima dan direflektasikan dengan beberapa arah atau disebut polarisasi. Polarisasi merupakan arah vektor panjang glombang elektromagnetik dengan posisi vertikal (V) dan/atau horizontal (H). Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyusun model penduga biomassa menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter pada areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga. Model penduga biomassa disusun berdasarkan analisis hubungan antara nilai hamburan balik (backscatter) dan biomassa di lapangan. Nilai backscatter dari tiga polarisasi yaitu polarisasi HH, HV, dan HH/HV dikaji terhadap biomassa lapangan yang diturunkan berdasarkan persamaan alometrik Ketterings. Pada penelitian ini persamaan struktur tegakan yang dihasilkan (Y = 2482 ℮0,04X ) membentuk pola eksponensial negatif atau J-terbalik dengan slope relatif yang cukup tajam. Dari persamaan struktur tegakan tersebut maka kondisi tegakan di areal penelitian termasuk kelas hutan sekunder bekas tebangan, dimana kerapatan pohon-pohon berdiameter > 60 cm relatif sedikit dibandingkan dengan pohon-pohon berdiameter kecil. Hasil penelitian dari 30 plot sampel, diketahui bahwa biomassa lapangan berkisar antara 68,03 ton/ha sampai 599,43 ton/ha dengan keragaman yang relatif tinggi pada koefisien varian (CV) 50,29%. Berdasarkan proporsi biomassanya, proporsi tertinggi dimiliki oleh biomassa pohon (64,97%), proporsi kemudian diikuti secara berturut-turut oleh biomassa nekromassa (20,13%), biomassa tiang (12,16%), biomassa pancang (2,75%), biomassa serasah (3,3x10 -5), dan biomassa tumbuhan bawah (5x10 -5). Hasil
analisis korelasi dan regresi antara nilai backscatter dengan biomassa di lapangan terdapat 38 persamaan yang mempunyai hubungan nyata (α=0,05), dengan koefisien determinasi (R²) > 50%. Akan tetapi, setelah dilakukan uji verifikasi hanya dua model yang dianggap cukup layak yaitu: 1) AGB = 3880.40614 exp (0.25018 HV) dimana nilai R² sebesar 56%, RMSE sebesar 0.47%. 2) AGB = 1022.27051 exp (-0.01145 HV²) dengan nilai R² sebesar 59%, RMSE sebesar 0.55%. Model persamaan yang terbentuk merupakan model penduga biomassa pada areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga.
Kata kunci: ALOS PALSAR, biomassa, hamburan balik
SUMMARY TIA LIA AGUSTINA. Model for Estimating Above Ground Biomass of Dry Land Natural Forest Using 50 M ALOS PALSAR in PT. Trisetia Consession Area. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA. The increase of Green House Gases (GHG), particularly carbon dioxide in the atmospheric is one factor that affect the global warming. One cause of the increase was due to emission of carbon that came from deforestation and land degradation. In the mitigation process for reducing the impact of global warming, one crusial activity is estimation of carbon sequestered in the vegetation. Commonly, carbon content sequestered at vegetation is derived from biomass estimation either from above ground biomass or below ground biomass. In this study, the focus was on estimation of the above ground biomass using remote sensing technology. Nowdays, the development of remote sensing techniques had been widely used for providing various information related to natural resources. Indonesia which is located in the tropical region, have several handicaps in using optical remote sensing due to cloud covers during wet season and smoke and haze during dry season. For the above reason, this study emphasizes on the use of radar image technology for estimating the above ground biomass. In this study the used radar image is ALOS PALSAR (Advance Land Observing Sattelite – Phase Array L-band Synthetic Aperture Radar), that had been launched in Januari 2006 by the Japanese government. This sensor is an active microwave sensor which has capability to penetrate thick cloud layer. An active microwave sensor be accepted dan reflectanced by several diresction that usually called polarization. Polarization is the vector direction from electromagnetic microwave on vertical line (V) and horizontal line (H). The main objective of this study is to develop the biomass estimation model using 50 meter resolution of ALOS PALSAR image in concession of PT. Trisetia Intiga, Central Kalimantan. Biomass model was developed by analyzing the relationship between backscatter value and field biomass. Backscatter value from tree polarization images, namely HH, HV, and HH/HV were analyzed simultaneously with field biomassa that derived using Ketterings allometric equation. In this study the obtained stand structure equation, Y=2482 ℮-0,04X with negative exponential or J-reverse form having realtively steep slope. From the stand structure equation, then it can be concluded that stand condition within the study area is belonged to logged over area secondary forest, where tree density with diameter less or equal to 60 cm is relatively low in comparison with the smaller tree size. From 30 sample plots measured, the above ground biomass is ranged from 68,03 ton/ha to 599,43 ton/ha with coefficient of variation (CV) equal to 50,29%. Proportionaly, the highest biomass is come from tree biomass (64,97%), then followed by biomass of necromass (20,13%), pole biomass (12,16%), sapling biomass (2,75%), litter biomass (3,3x10 -5), and undergrowth biomass (5x10-5). The correlation and regretion analyses between backscatter value and field biomass show that there are 38 statistically significant equations having R² ≥ 50%. However, the verification analysis found that only two models
identified as the best models having no-significant X²-test, low RMSE (Root Mean Square Error), low bias, and mean deviation < 10%. The best models are: 1) AGB = 3880.40613930209exp (0.250184794335192 HV) with coefficient determination (R²) of 56% and RMSE of 0.47%. 2) AGB = 1022.27050600692 exp (-0.0114464608949151 HV²) with coefficient determination (R²) of 59% and RMSE of 0.55%. Those models was than use for estimating biomass in PT. Trisetia Intiga consession area.
Keywords: ALOS PALSAR, biomass, backscatter
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Penduga Biomassa
Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra Alos Palsar
Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Prof. Dr. Ir.I Nengah Surati Jaya, M. Agr., dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau instansi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Tia Lia Agustina NRP. E14080055
Judul
: Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga
Nama Mahasiswa
: Tia Lia Agustina
Nomor Pokok
: E14080055
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr NIP. 19610909 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majenang 29 Agustus 1990, putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Eko Suwono (Alm.) dan Ibu Tasiyah. Penulis telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Majenang pada tahun 2005-2008, pada tahun 2008 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) penulis diterima di program Strata 1 Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pada masa studinya penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) tahun 2010 di Gunung Sawal - Pangandaran, Jawa Barat; Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat pada tahun 2011; dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Trisetia Intiga, Kalimantan Tengah pada tahun 2012. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Kesekretariatan International Forest Student Assosiation (IFSA) tahun 2010-2011, anggota Kesekretariatan Pengurus Cabang Sylva IPB tahun 2010 - 2011, Kepala Kelompok Studi Perencanaan Himpunan Mahasiswa Profesi Forest Management Student Club (Himpro FMSC). Penulis juga aktif sebagai asisten praktek Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun 2010 dan asisten praktek Geomatika dan Penginderaan Jarak Jauh tahun 2012, asisten pelatihan GIS dalam rangka „Pelatihan Teknologi Informasi Desain Sistem Informasi Kehutanan Web-GIS Dinas Kehutanan Provinsi Papua‟, „Kajian Pemetaan Spasial Lingkungan Hidup Kota Batam‟, „Pelatihan GIS dalam Pengelolaan Sumberdaya Lahan Wacana IPB‟, dan „Pelatihan Sistem Informasi Geografis (SIG) Tingkat Dasar Litbang Pertanian‟. Selain itu, penulis pernah menjadi tim pelaksana inventarisasi tegakan di Gunung Geulis Golf dan Resort, serta aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi berjudul “Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering
Menggunakan Citra AlOS Palsar Resolusi 50 m di Areal Kerja PT.
Trisetia Intiga” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji hanyalah milik Allah SWT karena hanya dengan kasih sayangNya akhirnya skripsi dengan judul Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga dapat diselesaikan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, mamah Tasiyah atas segala kasih sayang, kesabaran, pengorbanan, nasihat, motivasi, dan lantunan do‟a yang tak pernah putus sehingga tak terhitung tetesan air mata dan keringat yang telah dikeluarkan. Almarhum Bapak Eko Suwono atas segala do‟a dan pengorbanannya. 2. Kakak dan kedua adik, A Deden, Candra, dan Chelly atas senyuman dan motivasi yang selalu menghiasi kehidupan sehari-hari penulis. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan nasihat, motivasi, bimbingan dan arahan, serta kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ketua sidang Dr. Ir. Budi Kuncahyo, M. Si dan penguji Dr. Ir. Erianto Indra Putra, M. Si atas motivasi dan arahan yang diberikan selama penulis dalam masa studi. 5. Pak Uus dan A Edwin atas semua ilmu, bantuan, motivasi, dan keceriaan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Bapak Margono, staf Divisi Kehutanan IUPHHK PT. Trisetia Intiga, Kalimantan Tengah atas bantuan komunikasi dan kesabarannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar. 7. Bapak Rifky Arifiyanto, S. Hut selaku manajer perencanaan IUPHHK PT. Trisetia Intiga atas semua bantuannya selama proses pengambilan data. 8. Bapak Soni dan keluarga besar base camp Palikodan yang telah mengisi kehidupan sehari-hari penulis selama pengambilan data. 9. Bapak Muchtadin, Bapak Tamer, Bapak Yuel, Onci Nias, Mas Jecky, dan Mas Windro atas bantuan dan kerjasamanya selama proses pengambilan data.
10. Sahabat terkasih Mohamad Fatah Noor atas segala motivasi, arahan, bantuan, dan kesabaran yang telah diberikan. 11. Sahabat satu perjuangan Icha, Gia, Rea, Oje, Suratyaningrum, Tira atas segala motivasi, bantuan dan kenangan indah yang diberikan kepada penulis. 12. Keluarga FORCI Development, Om Bagong, Om Yusup, Mba Wita, Kak Chika, Bang Radit, Bang Hafid, Fini, Lola, Arya, atas ilmu, nasihat, motivasi, dan pengalaman yang telah diberikan. 13. Keluarga besar Laboratorium Remote Sensing, Kak Baki, Kak Puput, Bang Madhe, Om Sam, Bu Eva, Mba Aci, Ega, Solekhudin, Riska, Gina, Ganis, Fenoy, Pam, atas motivasi dan bantuan yang telah diberikan. 14. Rekan-rekan Manajemen Hutan 45 dan keluarga besar Fahutan Angkatan 45 atas segala dukungan, pengalaman, dan kenangan yang telah diberikan selama ini. 15. Keluarga besar Wisma WJ, Dilla, Teh Nita, Mba Santi, Mimi, Deska, Icha, Risna atas dukungan dan bantuan kenyamanan selama hidup satu atap. 16. Seluruh rekan-rekan yang pernah berjuang bersama dalam kepanitiaan Carbon Sink dan Ecological Social Mapping (ESM) atas dedikasi dan persahabatan yang terjalin selama berorganisasi. 17. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan sumbangan yang tidak ternilai.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hi dayah-Nya, sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir.I Nengah Surati Jaya, M. Agr. Penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai wahana bagi penulis untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah Karya Ilmiah. Kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penyusun tulisan ini sangat diharapkan. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembangunan hutan di Indonesia.
Bogor, Januari 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... i DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. v 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Tujuan ............................................................................................. 4 1.3. Ruang Lingkup ................................................................................ 4 2. METODOLOGI 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 5 2.2. Data ................................................................................................ 5 2.2.1. Citra ALOS PALSAR ............................................................. 6 2.2.2. Data Lapangan ........................................................................ 8 2.2.3. Data Sekunder ......................................................................... 10 2.3. Alat, Software, Hardware ................................................................. 11 2.4. Tahap Pelaksanaan .......................................................................... 11 2.4.1. Perencanaan ........................................................................... 12 2.4.2. Pengambilan Data Lapangan .................................................. 12 2.4.3. Pengolahan Data Lapangan ..................................................... 15 2.4.4. Pengolahan Citra .................................................................... 15 2.4.5. Analisis Data .......................................................................... 19 2.4.6. Peta Sebaran Biomassa ........................................................... 22 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Luas ................................................................. 23 3.2. Geologi dan tanah ........................................................................... 24 3.3. Iklim ............................................................................................... 24 3.4. Kondisi Sumberdaya Hutan ............................................................. 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Struktur Tegakan ............................................................................. 28
ii
4.2. Biomassa Tegakan .......................................................................... 31 4.3. Filter Spasial ................................................................................... 34 4.4. Analisis Korelasi dan Koefisien Regresi .......................................... 35 4.5. Uji Verifikasi ................................................................................... 38 4.6. Peta Sebaran Biomassa .................................................................... 42 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 44 5.2. Saran ............................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 45 LAMPIRAN ................................................................................................ 48
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
2.1 Data penelitian ....................................................................................... 6 2.2 Karakteristik ALOS ............................................................................... 7 2.3 Koordinat plot pengamatan .................................................................... 9 2.4 Nilai hamburan balik setiap polarisasi .................................................... 17 2.5 Model yang diujicobakan dalam estimasi biomassa ................................ 19 3.1 Sebaran kelas lereng di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga ..................... 23 3.2 Formasi geologi areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga ................................ 24 3.3 Jenis tanah yang terdapat di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga ............... 24 3.4 Jumlah dan distribusi curah hujan di sekitar areal IUPHHK PT.Trisetia Intiga ...................................................................................................... 25 3.5 Wilayah IUPHHK yang overlap dengan perkebunan .............................. 26 3.6 Keadaan penutupan vegetasi areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga .............. 26 3.7 Data sediaan tegakan di areal IUPHHK PT. Trisetia berdasarkan hasil IHMB ..................................................................................................... 27 4.1 Tabel dominansi jenis di IUPHHK PT. Trisetia Intiga berdasarkan luas bidang dasar dan jumlah pohon ............................................................. 28 4.2 Dominansi jumlah pohon dan biomassa berdasarkan kelas diameter ...... 30 4.3 Hasil statistik kandungan biomassa ....................................................... 31 4.4 Tabel proporsi biomassa setiap kelas biomassa atas permukaan ............. 33 4.5 Model terbaik berdasarkan R² dan P-value ............................................ 37 4.6 Matrix korelasi nilai backscatter dan biomassa lapangan pada setiap ukuran sampel plot ................................................................................ 38 4.7 Verifikasi model persamaan terpilih ...................................................... 41
iv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
2.1 Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ 5 2.2 Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m polarisasi HH, HV, HH/HV ........... 7 2.3 Plot pengamatan biomassa ..................................................................... 8 2.4 Peta validasi model ................................................................................ 10 2.5 Diagram alir penelitian ........................................................................... 11 2.6 Sketsa plot pengukuran; (A) Plot 1 m x 1 m; (B) Plot r = 2.82 m; (C) Plot 10 m; (D) Plot 20 m x 20 m ............................................................. 12 2.7 Plot pengamatan dan plot validasi .......................................................... 13 2.8 Pengukuran biomassa lapangan; (a) Perekaman koordinat plot, (b) Pengukuran panjang nekromassa, (c) Penimbangan berat basah tumbuhan bawah, (d) Pengambilan sampel plot 1x1 ................................ 14 2.9 Perbedaan pantulan sinyal radar pada tiga jenis permukaan objek ........... 18 4.1 Struktur tegakan IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2012 ...................... 29 4.2 Diagram scatter hubungan biomassa di atas permukaan (above ground biomass/AGB) dan nilai backscatter, (a). AGB dan polarisasi HH; (b) AGB dan polarisasi HV; (c) AGB dan polar sasi HH/HV ..................... 34 4.3 Hasil filtering image citra ALOS PALSAR 50 m pada kernel 3x3, 5x5, dan 7x7 .................................................................................................. 35 4.4 Korelasi biomassa penelitian ( ≥ 10 cm) dan biomassa IHMB ................ 39 4.5 Peta sebaran biomassa IUPHHK PT. Trisetia Intiga dengan persamaan AGB = 3880.40613930209 exp(0.250184794335192 HV) ..................... 42 4.6 Peta sebaran biomassa IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun dengan persamaan AGB = 1022.27050600692 exp (-0.0114464608949151 HV²) ..................................................................................................... 43
v
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Dokumentasi lapang .............................................................................. 48
2.
Contoh data survey biomassa tegakan (pancang, tiang, pohon) .............. 50
3.
Contoh Data Biomassa Serasah (litter) dan Tumbuhan Bawah (undergrowth) ........................................................................................ 53
4.
Nilai backscatter pada buffer 1x1 ........................................................... 55
5.
Nilai backscatter pada buffer 3x3 ........................................................... 57
6.
Nilai backscatter pada buffer 5x5 ........................................................... 59
7.
Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 1x1 citra filter kernel 3x3..................................................... 61
8.
Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 1x1 citra filter kernel 3x3..................................................... 61
9.
Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 1x1 citra filter kernel 3x3..................................................... 61
10. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 1x1citra filter kernel 5x5..................................................... 62 11. Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 1x1citra filter kernel 5x5..................................................... 62 12. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 1x1citra filter kernel 5x5..................................................... 62 13. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 3x3 citra asli ........................................................................ 63 14. Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra asli ........................................................................ 63 15. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra asli ........................................................................ 63 16. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 3x3..................................................... 64 17. Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 3x3..................................................... 64
vi
18. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 3x3..................................................... 64 19. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 5x5..................................................... 65 20. Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 5x5..................................................... 65 21. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 5x5..................................................... 65 22. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 5x5 citra asli ........................................................................ 66 23. Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra asli ........................................................................ 66 24. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra asli ........................................................................ 66 25. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 3x3 ............................................................. 67 26. Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 3x3 ............................................................. 67 27. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 3x3 ............................................................. 67 28. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 5x5 ............................................................. 68 29. Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 5x5 ............................................................. 68 30. Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 5x5 ............................................................. 68 31. Contoh perhitungan validasi pada plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga ..................................................................................................... 69
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab terjadinya pemanasan global adalah meningkatnya gas rumah kaca (GRK) terutama karbon dioksida (CO₂) di atmosfer, dimana penurunan fungsi kawasan hutan (deforestasi) menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi karbon dioksida yang seharusnya tersimpan dalam tumbuhan. Hutan dianggap menjadi salah satu mekanisme pengurangan emisi (mitigasi) karbon jika dilakukan secara lestari karena hutan sebagai sistem yang dinamis sangat besar peranannya terhadap perubahan lingkungan. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominansi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Di dalam salah satu fungsinya, hutan berperan sebagai hutan produksi yang merupakan kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (Kementrian Kehutanan 1999). Pada Bali Road Map:Key Issues Under Negotiation tahun 2007, pengelolaan lestari dari hutan (Sustainable Management of Forest - SFM ) merupakan salah satu mekanisme pengurangan emisi karbon yang termasuk di dalam upaya Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Plus (REDD+). Di negaranegara maju biomassa tegakan antara lain digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi kegiatan pengelolaan hutan lestari, karena jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukan hutan (IPCC 1995). Biomassa merupakan ukuran penting untuk menilai perubahan struktur hutan. Perubahan dalam biomassa hutan bisa disebabkan oleh suksesi alami atau kegiatan manusia seperti silvikultur, pemanenan, dan pendegradasian, serta dampak alami dari kebakaran dan perubahan iklim. Biomassa hutan juga relevan dengan isu perubahan iklim. Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik diatas tanah pada pohon, termasuk daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997).
2
Secara konvensional, informasi biomassa dapat diketahui melalui kegiatan survey lapangan secara langsung atau terestris. Akan tetapi saat ini informasi mengenai komponen hutan serta perubahannya semakin banyak dibutuhkan sehingga pengambilan informasi melalui survey lapangan semakin tidak efisien dan tidak maksimal dalam hal luasan serta jangka waktu yang diperlukan. Pengambilan informasi skala besar dan skala yang luas telah dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh untuk mendukung kebutuhan informasi yang berkembang dari waktu ke waktu. Saat ini biomassa sebagai parameter yang penting dalam mengukur perubahan struktur hutan dapat diduga dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh (Hush et al. 2003). Siregar dan Heriyanto (2010) melakukan penelitian secara terestis dari tahun 2002 sampai tahun 2005 terhadap kandungan biomassa karbon pada skenario hutan sekunder di Maribaya Bogor, studi tersebut menunjukan kandungan karbon rata-rata sebesar 17.25 ton C/ha atau setara dengan kandungan biomassa rata-rata 34.5 ton/ha. Teknologi penginderaan jarak jauh dapat digunakan melalui teknologi dengan deteksi pasif (optik) dan deteksi aktif (radar). Salah satu satelit yang membawa sensor radar adalah satelit ALOS (Advance Land Observing Satellite) yang merupakan satelit penginderaan jarak jauh milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), diluncurkan pada Januari 2006. Alat yang digunakan dalam penginderaan jarak jauh disebut sebagai alat perekam objek atau sensor. Sensor terdapat pada wahana (platform) dan letaknya jauh dari objek yang dikaji sehingga diperlukan radiasi dan reflektansi tenaga elektromagnetik oleh objek tersebut. Tenaga radiasi objek yang ditangkap oleh sensor baik yang dipancarkan atau dipantulkan dapat menghasilkan citra sesuai dengan wujud aslinya (Purwadhi 2001). Dahlan (2005) melakukan penelitian model pendugaan kandungan karbon pada tegakan Acacia mangium dengan menggunakan citra optik yaitu Landsat ETM+ dan SPOT-5, hasil studi menunjukan Landsat ETM+ dapat digunakan dalam model pendugaan karbon dengan korelasi sebesar 42,8%. Akan tetapi untuk citra SPOT-5 memiliki nilai model kandungan karbon yang berbeda dengan nilai karbon aktual sehingga tidak dapat digunakan. Citra optik yang tergantung pada tenaga matahari akan membatasi waktu perekaman objek yang direkam, selain itu
3
citra optik dipengaruhi kondisi cuaca sehingga adanya awan pada citra hasil perekaman sangat mempengaruhi informasi kualitas data. Kondisi iklim tropis Indonesia memungkinkan adanya kabut pada musim penghujan dan asap akibat kebakaran pada musim kemarau, sehingga penggunaan citra optik dapat mempengaruhi kualitas data perekaman. Salah satu sensor radar yang terdapat dalam satelit ALOS adalah PALSAR. PALSAR dilengkapi dengan sensor SAR single band dengan polarimetri lengkap yang dapat mengatasi kelemahan citra optik, yaitu dapat menembus awan. Menurut Nurharyati (2008), terdapat hubungan antara NIR (Near Infrared Radiometer) dengan polarisasi HH dan HV ALOS PALSAR sehingga perlu kajian lanjut tentang ALOS dalam mendeteksi kelas biomassa. Awaya (2009) melakukan studi di daerah Palangkaraya mengenai analisis regresi hubungan antara biomassa dan koefisien backscatter dari data PALSAR. Hasil studi tersebut menunjukan bahwa polarisasi HV memiliki hubungan yang lebih baik dengan biomassa dibandingkan polarisasi HH. Divayana (2011) melakukan penelitian terhadap kandungan biomassa pada tegakan karet dan tegakan sawit di Sumatera Utara dengan menggunakan citra Landsat (sensor optik) dan citra ALOS PALSAR (sensor radar). Hasil kajian tersebut menyebutkan bahwa citra ALOS PALSAR menghasilkan model penduga biomassa lebih baik dibandingkan citra Landsat. Rauste et al (2007) melakukan penelitian mengenai pemrosesan dan analisis data citra ALOS PALSAR di daerah Heinavesi, Finlandia. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa polarisasi silang (HV) dari L-band SAR memiliki korelasi yang lebih baik dengan biomassa hutan dibandingkan dengan polarisasi searah (HH) dengan nilai saturasi sekitar 150 m3/ha. Pendugaan biomassa dengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh merupakan ilmu baru dan memerlukan dukungan simpanan biomassa di lapangan, untuk memperoleh tingkat ketelitian yang tinggi diperlukan pembangunan persamaan alometrik spesifik site (Maulana dan Pandu). Atas ketidakefisienan metode terestris, kelemahan citra optik dalam perekaman wilayah berawan, serta perlunya pendugaan biomassa yang spesifik site maka studi menekankan pada estimasi kandungan biomassa menggunakan citra radar ALOS PALSAR di areal kerja IUPHHK PT. Trisetia Intiga.
4
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membangun model penduga biomassa pada IUPHHK-HA di PT. Trisetia Intiga Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter.
1.3 Ruang Lingkup Areal kajian meliputi seluruh areal kerja IUPHHK PT. Trisetia Intiga yang merupakan jenis hutan lahan kering bekas tebangan. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh dugaan biomassa hutan alam lahan kering dan menjadi salah satu solusi dalam mitigasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Keluaran dari penelitian ini adalah model penduga biomassa menggunakan citra ALOS PALSAR Resolusi 50 meter dan peta sebaran biomassa di areal kerja IUPHHK PT. Trisetia Intiga.
5
BAB II METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal kerja PT. Trsisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah yang terletak antara 01º33‟ dan 02 º00‟ LS, serta antara 111 º28‟21” dan 111 º48‟12” BT (Gambar 2.1). Kegiatan pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Maret-April 2012. Kegiatan pengolahan data dilakukan di Laboratorium SIG dan Remote Sensing Fakultas Kehutanan IPB pada bulan MeiOktober 2012.
Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian 2.2 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang diambil langsung di lapangan pada saat penelitian, sedangkan data sekunder merupakan berbagai kumpulan data yang telah tersedia atau telah dikaji sebelumnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini ditabulasikan pada Tabel 2.1.
6
Tabel 2.1 Data penelitian No. Data primer 1 Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 meter 2 Data berat basah (BB) tumbuhan bawah dan serasah 3 Data berat kering (BK) tumbuhan bawah dan serasah 4 Data dbh pada kelas pancang, tiang, nekromassa, dan pohon 5 Data nama jenis tumbuhan teridentifikasi 6 Koordinat plot di lapangan
Data sekunder Data berat jenis Data Administrasi PT. Trisetia Intiga
Tabel Volume PT. Trisetia Intiga
2.2.1 Citra ALOS PALSAR ALOS (Advanced land Observing Sattelite) merupakan satelit yang diluncurkan oleh Badan Luar Angkasa Jepang pada bulan Januari 2006 dari stasiun peluncuran Taneghasima Space Center dengan menggunakan roket H-IIA. Satelit ALOS ini membawa tiga jenis sensor yaitu PALSAR (Phased Array Lband Synthetic Aperture Radar), PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping), dan AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2). PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang bekerja pada frekuensi band L. Sensor PALSAR mempunyai kemampuan untuk menembus awan, sehingga informasi permukaan bumi dapat diperoleh setiap saat, baik malam ataupun siang hari. Data PALSAR ini dapat digunakan untuk pembuatan DEM, inter ferometri untuk mendapatkan pergeseran tanah, maupun kandungan biomassa, monitoring kehutanan, pertanian, tumpahan minyak (oil spill), soil moisture, mineral, dan lain-lain (Rosenqvist et al. 2004). Karakteristik satelit ALOS secara umum di jelaskan pada Tabel 2.2. Menurut JAXA (2010), terdapat lima misi dari peluncuran satelit ALOS yang terdiri dari: 1. Kartografi: Untuk menyediakan peta wilayah Jepang dan wilayah Asia Pasifik 2. Pemantauan Regional: Melakukan pemantauan regional untuk pengembangan pembangunan
yang
berkelanjutan
dan
harmonisasi
sumberdaya alam pengembangan pembangunan 3. Monitoring Bencana: Melakukan monitoring bencana alam 4. Survei Sumberdaya: Untuk survei sumber daya alam
antara
kesediaan
7
5. Pengembangan Teknologi: Mengembangkan teknologi penginderaan jauh yang tepat untuk masa sekarang dan akan datang. Tabel 2.2 Karakteristik ALOS Jenis Karakteristik Perekaman Alat peluncuran Tempat peluncuran Berat satelit Power Waktu operasional Orbit Periode perekaman Tinggi lintasan Inklinasi
Keterangan Januari 2010 Roket H-IIA Pusat Ruang Angkasa Tanagashima 4000 Kg 7000 W 3-5 Tahun Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit 46 Hari Sub Cycle 2 hari 692 Km di atas Ekuator 98,2°
Sumber: Jaxa 2010
Gambar 2.2 menggambarkan data citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter pada lokasi penelitian dengan kombinasi polarisasi HH, HV, dan HH/HV.
Gambar 2.2 Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m polarisasi HH, HV, HH/HV
8
Lillesand dan Kiefer (1990) menuliskan bahwa sebagian besar radar penginderaan jarak jauh berwahana udara dilakukan dengan sistem yang menggunakan antena yang dipasang pada bagian bawah pesawat dan diarahkan ke samping. Sistem semacam ini dinamakan Side Looking Radar (SLR) atau Side Looking Aperture Radar (SLAR). Sistem SLAR menghasilkan jalur citra yang berkesinambungan yang menggambarkan daerah medan luas serta berdekatan dengan jalur terbang. Kenampakan unsur medan pada citra dipengaruhi oleh faktor sifat khas sinyal yang ditransmisikan dan sifat permukaan yang memantulkannya di medan. Sifat khas sinyal yang ditransmisikan dipengaruhi oleh (a) panjang gelombang dan kemampuan daya tembusnya terhadap atmosfer dan permukaan tanah, (b) sudut depresi antena yang merupakan salah satu aspek geometrik pada citra radar dan penyebab terjadinya efek pantulan balik pulsa radar, efek bayangan pada objek yang tinggi, efek relief (topografi) seperti efek rebah ke dalam, efek pemendekan lereng, (c) polarisasi atau pengarahan vektor elektrik pada gelombang elektromagnetik pulsa radar menurut suatu bidang datar, (d) arah pengamatan antena, erat hubungannya dengan arah objek, yang mempengaruhi pantulan balik pulsa radar (Purwadhi 2001). 2.2.2 Data Lapangan
Gambar 2.3 Plot pengamatan biomassa
9
Data survey biomassa di lapangan terdiri dari data plot pengamatan, jenis tegakan, dan biomassa. Data plot pengamatan berupa 30 koordinat plot di lapangan. Lokasi ke-30 plot pengamatan tergambarkan dalam Gambar 2.3. Tabel 2.3 Koordinat plot pengamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
ID Plot 1012039 1027039 1010038 1020042 1009036 1011041 1013040 1018043 1013039 1027043 1012041 1019044 1011040 1026042 1023047
X 562320 577373 560329 570332 559404 561320 563345 568320 563327 577218 562320 569337 561320 576398 573282
Y 9813692 9813635 9812790 9816414 9811806 9815490 9814598 9817288 9813710 9817390 9815490 9818188 9814591 9816431 9820714
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
ID Plot 1021044 1025043 1013041 1014040 1026043 1021043 1026040 1017042 1025040 1019041 1022052 1018040 1028037 1012045 1022046
X 571423 575311 563327 564354 576357 571331 576372 567330 575335 569336 572426 568319 578342 562320 576140
Y 9818254 9817176 9815501 9814605 9817207 9817327 9814745 9816402 9814590 9815506 9825505 9814608 9811803 9819086 9818061
Keterangan: ID : identitas, X: koordinat X, Y: koordinat Y
Tabel 2.3 menjelaskan tentang koordinat ke-30 plot pengamatan. Data jenis tegakan merupakan nama-nama jenis tegakan yang masuk ke dalam plot pengamatan. Mengenai data biomassa terbagi menjadi empat kelas besar yaitu data biomassa tegakan, data biomassa tumbuhan bawah (undergrowth), data biomassa serasah (litter), dan data biomassa nekromassa. Data biomassa tegakan berupa data diameter setinggi dada atau diameter at breast height (dbh) pada tingkat pancang, tiang, dan pohon. Data biomassa tumbuhan bawah dan serasah terdiri dari data berat basah dan berat kering tumbuhan bawah dan serasah, sedangkan data biomassa nekromassa merupakan data diameter dan panjang nekromassa ( d ≥ 10 cm). Hairiah dan Subekti (2007) melakukan penelitian pengukuran karbon tersimpan di berbagai penggunaan lahan. Dalam penelitian tersebut dinyatakan terdapat tiga komponen utama karbon tersimpan yang terdiri dari biomassa, nekromassa, dan bahan organik tanah. Berdasarkan keadaannya di alam, karbon tersimpan terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu karbon di atas
10
permukaan tanah dan karbon di dalam tanah. Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah, nekromasa, dan serasah. Nekromasa di atas permukaan tanah merupakan masa bagian pohon yang telah mati, yang tegak berupa batang atau tunggul pohon dan yang tumbang/tergeletak di atas permukaan tanah. 2.2.3 Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa data plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010 (Gambar 2.4) sebagai plot validasi, table volume, dan keterangan setiap berat jenis (gr/cm3).
Gambar 2. 4 Peta validasi model Tabel volume tegakan berdiri (Noor 2009) di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga dibagi menjadi dua jenis kelompok besar yaitu: - Pengukuran volume kelompok jenis Meranti dapat diukur dengan persamaan: 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 0.0000562 x dbh
2.87
x 10−0.0041 D
- Pengukuran volume kelompok jenis Non Meranti diukur dengan persamaan: 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 0.0000724 x dbh
2.69
x 10−0.00175 D
11
Catatan : Jenis Meranti meliputi Keruing, Mersawa, Bengkirai, Meranti putih, Meranti Kuning, Meranti Merah, Meranti Batu.
Berat jenis setiap jenis tumbuhan yang ditemukan diketahui dengan studi pustaka pada penelitian-penelitian sebelumnya. 2.3 Alat, Software, Hardware Alat yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan berupa phi-band, meteran 20 meter, Geographic Positioning System (GPS), label/pita penanda, kamera digital, timbangan digital, oven dan tallysheet. Penelitian ini didukung beberapa software (perangkat lunak) yang digunakan selama pengolahan data, baik data citra maupun data biomassa berupa software MS Office 2007, Erdas Imagine Version 9.1, ArcView GIS Version 3.2, ArcGIS Version 9.2. Perangkat keras (hardware) yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat Personal Computer (PC) yang dilengkapi software pemetaan. 2.4 Tahap Pelaksanaan Tahap penelitian ini meliputi tahap pengambilan data lapangan, pengolahan data lapangan, pengolahan citra, dan tahap yang terakhir merupakan tahap pendugaan model biomassa yang disajikan dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Diagram alir penelitian
12
2.4.1 Perencanaan 2.4.1.1 Prencanaan Data Lapangan Pengambilan data lapangan direncanakan pada peta plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga terbitan tahun 2010. Penentuan ke-30 titik plot pengamatan yang diperoleh secara acak (sampling) dan pertimbangan aksesibilitas dari 665 titik plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga yang telah diukur pada tahun 2010. Pemilihan titik plot menyebar di seluruh lokasi penelitian yang didasarkan pada kelas aksesibilitas dan perbedaan kelas tutupan yang ada di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga, Lamandau Kalimantan Tengah. 2.4.1.2 Bentuk dan Ukuran Plot Contoh Plot contoh yang digunakan berbentuk bujur sangkar yang di dalamnya terdiri dari 4 sub - plot pengamatan yaitu plot 20 meter x 20 meter untuk pengukuran tingkat pohon dan pohon mati (nekromass), plot 10 meter x 10 meter untuk pengukuran tingkat tiang, plot 𝑟 = 2,82 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 untuk pengukuran tingkat pancang, dan plot 1 meter x 1 meter untuk pengukuran tumbuhan bawah (undergrowth) dan serasah (litter). Sketsa plot pengamatan disajikan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Sketsa plot pengukuran; (A) Plot 1 m x 1 m; (B) Plot r = 2.82 m; (C) Plot 10 m x 10m; (D) Plot 20 m x 20 m 2.4.2 Pengambilan Data Lapangan 2.4.2.1 Pemilihan Titik Pengukuran Lapangan Perekaman koordinat titik pengamatan diukur dengan GPS (Geographic Positioning System) atau menggunakan koordinat yang ada di peta. Kemudian, dilakukan perekaman posisi titik pengamatan dengan menggunakan GPS sebagai
13
titik pengamatan plot biomassa. Plot pengamatan biomassa ditampilkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Plot pengamatan dan plot validasi 2.4.2.2 Identifikasi Jenis Setiap jenis tumbuhan untuk setiap tingkat pertumbuhan dalam plot pengamatan diidentifikasi nama spesiesnya untuk selanjutnya melakukan penelitian terhadap berat jenis (ρ) yang akan digunakan sebagai dasar pengukuran biomassa di atas permukaan (above ground biomass). Berdasarkan fungsinya, areal penelitian merupakan kawasan hutan produksi tetap yang diusahakan sejak tahun 2006, melalui plot-plot penelitian teridentifikasi sebanyak 59 jenis pohon sedangkan berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) PT. Trisetia Intiga pada tahun 2010 diketahui terdapat 475 jenis teridentifikasi. Perbedaan jumlah jenis teridentifikasi disebabkan karena perbedaan luasan lokasi kajian dengan 30 plot pada penelitian dan 665 plot pada kegiata IHMB, sehingga variasi jenis yang teridentikfikasi pada lokasi penelitian relative lebih rendah.
14
2.4.2.3 Pengukuran Biomassa Lapangan Pengukuran biomassa atas permukaan tanah meliputi biomassa tegakan (pohon hidup), biomassa nekromassa (pohon kayu mati), biomassa serasah (litter) dan tumbuhan bawah (undergrowth). Parameter tegakan yang diukur adalah diameter setinggi dada/dimeter at breast height (D) pada tingkat pancang, tiang, dan pohon. Parameter biomassa nekromassa yang diukur adalah panjang/tinggi nekromassa, diameter pangkal dan diameter ujung nekromassa pada d > 10 cm. Sedangkan pada pengukuran biomassa serasah (litter), dan tumbuhan bawah (undergrowth) berupa pengukuran total berat basah (BB) sub-plot 1 m x 1 m, dan berat basah (BB) sub-contoh (100 gram). Kemudian dilakukan pengukuran berat kering (BK) sub-contoh setelah dilakukan pengovenan berat basah (BB) subcontoh pada suhu 105° selama 24 jam. Kegiatan pengukuran biomassa di lapangan dijelaskan pada Gambar 2.8.
a
b
c
d
Gambar 2.8 Pengukuran biomassa lapangan; (a) Perekaman koordinat plot, (b) Pengukuran panjang nekromassa, (c) Penimbangan berat basah tumbuhan bawah, (d) Pengambilan sampel plot 1x1
15
2.4.3 Pengolahan Data Lapangan 2.4.3.1 Pendugaan Biomassa Lapangan Tampungan biomassa (biomass pool) lapangan dibagi ke dalam empat kelas besar yaitu biomassa tegakan, biomassa nekromassa, biomassa tumbuhan bawah (undergrowth), dan biomassa serasah (litter). a. Pendugaan Biomassa Tegakan Biomassa tegakan diduga dengan menggunakan persamaan alometrik pendugaan biomassa yang didasarkan pada perbedaan berat jenis (ρ) setiap jenis tegakan yang diukur. Pada penelitian ini digunakan persamaan Ketterings et al. (2001) dengan rumus: 𝑌 = 0.11𝜌𝐷2.62 dimana: Y ρ D
: Biomassa di atas permukaan (Above Ground Biomass) : Berat jenis : diameter setinggi dada (cm)
b. Pendugaan Biomassa Serasah dan Tumbuhan Bawah Biomassa serasah (litter) dan tumbuhan bawah (undergrowth) diketahui menggunakan estimasi berat kering dengan rumus: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐵𝐾 = Keterangan: BK BB
𝐵𝐾𝑠𝑢𝑏 − 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐵𝐵 𝐵𝐵𝑠𝑢𝑏 − 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
: Berat Kering (gram) : Berat Basah (gram)
2.4.4 Pengolahan Citra 2.4.4.1 Pra Pengolahan Citra Citra yang digunakan pada penelitian ini merupakan citra terkoreksi yang dapat digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya. Namun, pada penelitian ini dilakukan pra-pengolahan citra tambahan dengan filering image menggunakan bantuan software ERDAS IMAGINE 9.1 pada menu Radar (Radar Interpreter– Speckle Supression) dengan penggunaan filter Lee. Menurut Purwadhi (2001) filtering image ini dilakukan untuk mengurangi gangguan atau noise yang disebabkan oleh frekuensi saat perekaman. Pada penelitian ini filtering dilakukan dalam rangka mengurangi “speckle” yang disebabkan oleh backscatter radar. Setiap citra model dilakukan filtering dengan kernel 3x3, 5x5, dan 7x7.
16
2.4.4.2 Pendugaan Biomassa Citra Hamburan balik (backscatter) pada radar merupakan ukuran kuantitatif dari intensitas energi yang kembali ke antena. Nilai hamburan balik yang dihasilkan pada sebuah sensor radar dipengaruhi beberapa faktor antara lain kedalaman penetrasi dari gelombang radar, kekasaran permukaan objek dan sifatsifat dielektrik volume objek (Purwadhi 2001). Michigan Microwave Canopy Scattering Model (MIMICS) telah dikembangkan untuk memberikan pemahaman terhadap hamburan balik (backscatter) radar pada vegetasi. Beberapa bentuk hamburan yang dapat dikalkulasi adalah hamburan pada permukaan dan volume tajuk, hamburan langsung pada permukaan tanah, hamburan langsung pada batang, hamburan dari permukaan tanah ke batang, dan hamburan dari permukaan tanah ke tajuk (Dobson et al. 1992). Beberapa penelitian melakukan pendugaan biomassa dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jarak jauh, Awaya (2009), Riska (2011), dan Syarif (2011) melakukan pendugaan biomassa menggunakan data biomassa yang diukur di lapangan dan kemudian menghubungkan data tersebut dengan data nilai hamburan balik citra. Analisis hubungan tersebut menghasilkan persamaan untuk menduga biomassa citra. Metode ini memiliki akurasi data yang cukup baik, dengan efisiensi waktu dan biaya yang dikeluarkan tidak mahal (Bergen dan Doubson 1999; Lu 2005). Pendugaan biomassa citra menggunakan nilai hamburan balik yang ditransformasi dari nilai digital number (DN). Nilai hamburan balik diturunkan menggunakan persamaan normalisasi: NRSC = 10 x log10(DN2) + CF (Shimada et al. 2009) Keterangan: NRCS: Normalized Radar Cross Section; DN: Digital Number; CF: Calibration Factor, yaitu -83 untuk HH dan HV. Pada penelitian ini dilakukan analisis pada nilai hamburan balik HH, HV, dan HH/HV (Tabel 2.4). Sinyal radar dapat ditransmisikan dan atau diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Maksudnya, sinyal dapat disaring sedemikian rupa sehingga getaran gelombang elektrik dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang horizontal (H) ataupun vertikal (V), demikian pula dapat diterima pada bidang mendatar maupun tegak sehingga ada empat
17
kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu dikirim H diterima H (HH), dikirim H diterima V (HV), dikirim V diterima H (VH), dan dikirim V diterima V (VV). Karena berbagai objek mengubah polarisasi tenaga yang dipantulkan dalam berbagai tingkatan maka bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi kenampakan objek pada citra yang dihasilkan. Tabel 2.4 Nilai hamburan balik setiap polarisasi No
ID
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1012039 1027039 1010038 1020042 1009036 1011041 1013040 1018043 1013039 1027043 1012041 1019044 1011040 1026042 1023047 1021044 1025043 1013041 1014040 1026043 1021043 1026040 1017042 1025040 1019041 1022052 1018040 1028037 1012045 1022046
HH 5387,00 6529,00 6615,00 6253,00 6154,25 5553,75 8079,00 7528,00 5745,00 6631,00 7101,25 7396,00 9973,50 5175,25 9823,00 7741,00 4856,00 8581,75 6581,25 9681,75 7615,50 7851,00 8721,50 6465,50 6952,75 7381,25 6404,75 4280,25 6498,25 8420,50
Keterangan: ID = identitas
Nilai dijital HV 3217,25 3479,00 3648,25 3516,75 2983,25 3169,50 4698,50 4155,00 3224,75 3813,50 3973,25 4612,75 5842,50 2894,50 5500,75 4437,00 3027,25 4422,25 3586,75 5267,25 4148,25 4292,75 4494,50 3299,75 3812,75 4288,50 3474,50 2656,75 3577,50 4231,75
HH/HV 1,67441 1,87669 1,81320 1,77806 2,06293 1,75225 1,71948 1,81179 1,78153 1,73882 1,78726 1,60338 1,70706 1,78796 1,78576 1,74465 1,60410 1,94058 1,83488 1,83810 1,83583 1,82890 1,94048 1,95939 1,82355 1,72117 1,84336 1,61108 1,81642 1,98984
Nilai backscatter HH HV HH/HV -7,25 -13,55 0,53 -10,38 -14,53 0,71 -6,70 -12,17 0,55 -9,28 -13,39 0,69 -8,46 -12,92 0,65 -7,15 -12,17 0,58 -7,82 -12,83 0,61 -8,73 -13,79 0,63 -5,48 -10,64 0,51 -6,75 -11,93 0,57 -8,12 -12,99 0,62 -5,23 -10,06 0,52 -6,59 -11,76 0,56 -5,64 -10,36 0,54 -5,11 -10,35 0,49 -6,71 -11,98 0,56 -6,80 -12,63 0,54 -6,60 -11,38 0,58 -6,00 -11,03 0,54 -6,88 -12,19 0,56 -4,37 -10,14 0,43 -6,32 -11,49 0,54 -5,62 -9,72 0,58 -4,20 -9,96 0,42 -3,19 -8,23 0,38 -5,40 -10,67 0,50 -3,05 -7,67 0,39 -4,53 -10,50 0,43 -4,86 -9,58 0,51 -3,31 -8,57 0,39
18
Sifat khas medan atau objek bekerja bersama panjang gelombang dan polarisasi sinyal radar untuk menentukan intensitas hamburan balik (backscatter) radar dari objek. Akan tetapi, faktor utama yang mempengaruhi intensitas hamburan balik dari objek adalah ukuran (geometris) dan sifat khas elektrik objek. Efek geometri sensor/objek dari intensitas hamburan balik radar terpadu dengan efek kekasaran permukaan. Permukaan yang kasar bertindak sebagai pemantul baur dan memencar tenaga datang ke semua arah dan hanya mengembalikan sebagian kecil ke antena. Suatu permukaan halus pada umumnya memantulkan sebagian besar tenaga menjauhi sensor dan mengakibatkan sinyal hasil balik yang rendah. Meskipun demikian orientasi objek terhadap sensor harus dipikirkan juga karena permukaan halus yang mengarah ke sensor akan menghasilkan sinyal balik yang sangat kuat (Lillesand dan Kiefer 1990).
Gambar 2.9 Perbedaan pantulan sinyal radar pada tiga jenis permukaan objek (Purwadhi 2001) Kekasaran permukaan objek mempengaruhi sinyal balik radar yang terbagi menjadi tiga jenis yaitu pantulan baur, pantulan cermin, dan pantulan sudut. Pantulan baur (diffuse reflection) terjadi pada permukaan objek yang kasar dan menyebabkan rona cerah, seperti daerah berbatuan, vegetasi heterogen, dan air berombak besar. Pantulan cermin (specular reflection) merupakan arah pantulan berlawanan dengan arah datang sensornya yang menyebabkan rona gelap, terdapat pada lokasi permukaan objek yang halus seperti permukaan air tenang, dan permukaan tanah yang diratakan atau diperkeras. Pantulan sudut (corner reflection) merupakan pantulan yang kembali ke arah sensor sehingga menyebabkan rona sangat cerah dan melebar, pantulan sudut terdapat pada objek
19
yang bersudut siku-siku seperti gedung bertingkat dan lereng yang terjal. Bentuk pantulan sinyal radar pada setiap permukaan objek dijelaskan dalam Gambar 2.9. 2.4.5 Analisis Data 2.4.5.1 Analisis Korelasi Analisis hubungan antara biomassa lapangan dengan nilai hamburan balik (backscatter) dilakukan dengan menyusun model hubungan antara biomassa atas permukaan dengan nilai backscatter pada citra. Model yang diuji terdiri dari model linear, model logaritmik, ekxponensial, dan model regresi linear berganda. Model tersebut dipilih karena dapat menggambarkan hubungan pertumbuhan antara nilai backscatter terhadap nilai biomassa. Bentuk model persamaan yang digunakan dijelaskan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Model yang diujicobakan dalam estimasi biomassa Model
Bentuk persamaan AGB = a + b*HH AGB = a + b*HV AGB = a + b*HH/HV AGB = a*ln(HH) + b AGB = a*ln(HV) + b AGB = a*ln(HH/HV) + b AGB = a exp b*HH AGB = a exp b*HV AGB = a exp b*HH/HV AGB = a + b*HH + c*HV AGB = a + b*HH + c*HH/HV AGB = a + b*HV + c*HH/HV
Linear
Logaritmik
Eksponensial
Linear Berganda
Keterangan: AGB: above ground biomass, HH: polarisasi HH, HV: polarisasi HV
Kemudian akan dilakukan pemilihan model terbaik dengan melihat parameter koefisien determinasi (R2) yang paling tinggi. Koefisien determinasi menunjukan proporsi keragaman total nilai rata-rata peubah Y yang dapat diterangkan oleh model yang digunakan (Walpole 1993). Nilai koefisien determinasi dapat diketahui dengan persamaan: R² =
(
n i=1 xᵢ²
n n n i=1 xᵢyᵢ − i=1 xᵢ i=1 yᵢ − ni=1 xᵢ 2 )( ni=1 yᵢ² −
n 2 i=1 yᵢ )
20
Keterangan: n : Jumlah pengamatan yᵢ : Pengamatan Y xᵢ : Pengamatan X 2.4.5.2 Uji Koefisien Koefisien regresi diuji dengan menggunakan nilai P-value. Nilai P-value menunjukan pengaruh peubah bebas terhadap peubah terikat yang diharapkan, hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Peubah bebas berpengaruh signifikan terhadap peubah terikat H1 : Peubah bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap peubah terikat Kaidah keputusan pada taraf nyata 95% adalah sebagai berikut: Apabila P-value < 0.05 maka Ho diterima. Apabila P-value > 0.05 maka Ho ditolak 2.4.5.3 Uji Verifikasi Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka dilakukan verifikasi terhadap hasil dari model tersebut. Pada penelitian ini verifikasi dilakukan menggunakan Root Mean Square Error (RMSE), bias (℮), Simpangan Rata-rata (Mean deviation/SR), Simpangan Agregat (Agregative Deviation/SA), dan Uji-χ². Uji verifikasi dilakukan pada 30 plot IHMB yang di ambil secara acak (sampling) untuk mengetahui pengaruh model yang diberikan. Hubungan antara plot penelitian dan plot validasi (plot IHMB) diketahui dengan mengkorelasikan hasil biomassa pada plot peneltian (dbh > 10up) dan hasil biomassa pada plot IHMB dengan rumus biomassa dan ID plot yang sama. Persamaan korelasi tersebut digunakan untuk mengetahui jumlah di atas permukaan pada plot validasi (plot IHMB). Bentuk persamaan yang digunakan adalah: 𝑌 = 1,003𝑋 + 7,355
Keterangan: Y : Biomassa di atas permukaan plot IHMB X : Biomassa dbh ≥ 10 cm plot IHMB Catatan : Persamaan ini diturunkan dari analisis regresi antara volume biomassa dari plot IHMB dan biomassa dari hasil pengamatan plot penelitian.
21
Nilai RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat sisa antara selisih nilai dugaan dengan nilai aktual. RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model. Perhitungan RMSE dilakukan sesuai dengan rumus : 𝐻𝑡ᵢ−𝐻𝑎 ᵢ 𝑛 𝑖 =1 [ 𝐻𝑎 ᵢ ]²
𝑅𝑀𝑆𝐸 = Keterangan RMSE 𝐻𝑡ᵢ 𝐻𝑎ᵢ n
𝑛
𝑥 100%
: : Root Mean Square Error : Nilai dugaan : Nilai aktual : Jumlah pengamatan verifikasi.
Bias (℮) merupakan kesalahan sistem yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Bias (℮)dapat bernilai positif dan negatif, nilai bias dikatakan baik apabila mendekati nilai 0. Bias dapat dihitung dengan persamaan: 𝑛
𝐻𝑡𝑖 −𝐻𝑎𝑖 𝐻𝑎𝑖
𝑒= 𝑖=1
𝑛
𝑥 100%
Simpangan rata-rata adalah jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah nilai dugaan (Ht) dan nilai aktual (Ha), proporsional terhadap jumlah nilai dugaan (Ht). Nilai simpangan rata-rata yang baik adalah tidak lebih dari 10% (Spurr 1952). Simpangan rata-rata dapat dihitung dengan persamaan:
𝑆𝑅 =
𝐻𝑡ᵢ−𝐻𝑎 ᵢ 𝑛 𝑖=1 │ 𝐻𝑡ᵢ │
𝑛
𝑥100%
Simpangan agregat adalah selisih antara jumlah nilai aktual (Ha) dan nilai dugaan (Ht) sebagai presentase terhadap nilai dugaan (Ht). Persamaan yang baik memiliki simpangan agregat (SA) antara -1 sampai +1 (Spurr 1952). Nilai SA dapat diketahui dengan persamaan: 𝑆𝐴 =
𝑛 𝑛 𝑖=1 𝐻𝑡𝑖 − 𝑖=1 𝐻𝑡𝑎 𝑛 𝑖=1 𝐻𝑡𝑖
22
Pada penelitian ini, perhitungan Uji-χ² menunjukkan besarnya kecocokan antara hasil perhitungan menggunakan model (nilai harapan) dengan perhitungan data lapangan (nilai observasi/nilai aktual). Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel pada taraf nyata 95%, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual). Perhitungan χ² (Walpole 1993) dapat dirumuskan sebagai berikut : 𝑘
Oᵢ − Eᵢ Eᵢ
X2 =
2
𝑖=0
Keterangan : X 2 : Nilai Chi-square Eᵢ : Nilai ekspetasi/dugaan Oᵢ : Nilai observasi/aktual.
Hipotesis yang digunakan adalah: H0: Biomassa Atas Permukaan (BAP) model sama dengan BAP lapangan H1 : Biomassa Atas Permukaan (BAP) model tidak sama dengan BAP lapangan 2.4.6 Peta Sebaran Biomassa Setelah diketahui model penduga biomassa, dilakukan pembuatan peta sebaran biomassa di areal kerja PT. Trisetia Intiga dengan menggunakan analisis Modeler pada software Erdas Imagine. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebaran potensi biomassa lapang di seluruh areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga yang dapat digunakan sebagai dasar manajemen pengelolaan hutan selanjutnya.
23
BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas IUPHHK PT. Trisetia Intiga terletak dalam kelompok hutan sungai Mentobi dan sungai Bulik, wilayah pengelolaannya berada di kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Kawasan IUPHHK PT. Trisetia Intiga masuk ke dalam daerah aliran sungai (DAS) Lamandau dan sub DAS Mentobi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.113/Menhut-II/2006 tanggal 19 April 2006 tentang pemberian izin IUPHHK PT. Trisetia Intiga luas areal kerja ± 69.070 ha. Wilayah pengelolaan PT. Trisetia Intiga berada dalam dinas Kabupaten Lamandau dan dinas Provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan untuk wilayah administrasinya berada di Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Sebaran kelas lereng IUPHHK PT. Trisetia Intiga di jelaskan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Sebaran kelas lereng di areal IUPHHK-HA PT.Trisetia Intiga Luas No Kondisi Fisiografi Kelas Lereng Ha 1 Datar A (0-8%) 54.056 2 Landai B (9-15%) 10.010 3 Agak Curam C (15-25%) 3.503 4 Curam D (25-40%) 1.501 5 Sangat Curam E (>40%) 0 Jumlah 69.070
% 78,3 14,5 5,1 2,2 0,0 100
Sumber: Rencana Karya Umum (RKU) IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
Menurut Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi Kalimantan Tengah, kawasan IUPHHK PT. Trisetia Intiga terdiri dari tiga fungsi hutan meliputi Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 24.229 ha, Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 10.818 ha, dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 29.540 ha. Kondisi fisiograsi areal kerja PT. Trisetia Intiga bervariasi, mulai dari datar sampai curam. Daerah datar dan landai terdapat dibagian Barat dan Timur Laut, daerah agak curam dan curam terdapat hampir merata di seluruh areal IUPHHK
24
PT. Trisetia Intiga. Areal kerja PT. Trisetia Intiga berada di ketinggian 50 – 1.020 mdpl. 3.2 Geologi dan Tanah Berdasarkan Peta Geologi Kalimantan Tengah Lembat Tumbang Manjul Skala 1:250.000 terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung Tahun 1978, formasi geologi areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga, berada pada kompleks batuan Oligosen dan Eosen Bawah. Tabel 3.2 menjelaskan bahwa formasi geologi terbesar adalah Lava Andesit, Riolit, dan Desit sebesar 56,62%, sedangkan formasi geologi paling kecil sebesar 6,57% yaitu Andesit. Tabel 3.2 Formasi geologi areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga Kode Formasi geologi Luas (Ha) Kgm Granit, Granadiorit, Monzonit 26.116 Rvk Lava Andesit, Riolit, dan Desit 39.11 Tma Andesit 4.884 Jumlah 69.07
(%) 37,81 56,62 6,57 100,00
Sumber : Rencana Karya Umum (RKU) IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
Tabel 3.3 Jenis tanah yang terdapat di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga Kode Formasi tanah Luas(Ha) (%) 29.237 42.33 HJA Tropodults 9.419 13.64 PLN Tropodults 24.92 36.08 BPD Distropepts 5.49 7.95 JLH Distropepts Jumlah
69.07
100
Sumber : Rencana Karya Umum (RKU) IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
Berdasarkan Peta Land System and Suitability lembar Ambalu (1615) Kalimantan Tengah Skala 1: 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor, jenis tanah yang terdapat areal PT. Trisetia Intiga adalah Tropodults dan Distropepts. Jenis tanah secara lengkap disajikan pada Tabel 3.3. 3.3 Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) iklim di areal IUPHHK Trisetia Intiga termasuk dalam tipe A yang memiliki nilai Q = 0 14,3%. Berdasarkan hasil pengukuran curah hujan di stasiun meteorologi dan
25
Geofisika Pangkalan Bun, curah hujan tahunan rata-rata yang tercatat pada penakar hujan adalah sebesar 2.296 mm/tahun dengan hari hujan sebanyak 193 hari/tahun. Curah hujan bulanan yang tertinggi sebesar 414,3 mm terjadi pada bulan Januari dengan jumlah hari 27 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni yakni sebesar 123,9 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 10 hari. Kelembaban udara berkisar 77 – 88%, dengan suhu udara maksimum berkisar antara 26o – 29o C dan suhu udara minimum berkisar 21o- 23o C. Data iklim di sekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Jumlah dan distribusi curah hujan di sekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah
414,3 138,9 247,7 275,6 200,6 123,9 193,6 124,8 129,9 147,5 289,5
27 16 25 21 12 10 20 10 12 18 23
2.286,3
193
Sumber : Rencana Karya Umum (RKU) IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
3.4 Kondisi Sumberdaya Hutan Kondisi umum areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga sangat beragam, di Sebelah Utara merupakan kawasan yang masih berhutan, potensi kayu yang cukup tinggi, namun topografinya bergelombang hingga curam. Di Sebelah Barat Daya merupakan kawasan yang relatif landai, namun rendah potensi kayunya dan tinggi tingkat penyerobotan lahan. Di Sebelah Tenggara topografi relatif landai, namun banyak areal terbuka dan perkebunan sawit masuk ke dalam kawasan hutan. Berdasarkan kajian spasial pemanfaatan kawasan hutan di dalam areal kerja PT Trisetia Intiga diperoleh gambaran bahwa sekitar 25,3% dari luas wilayah
26
kerjanya atau sekitar 17.453 Ha bertampalan (overlap) dengan ijin lokasi perkebunan. Tabel 3.5 Wilayah IUPHHK yang overlap dengan perkebunan
168 4.647 5.743 -
517 -
2.809 31 314 247
3.494 4.677 6.057 247
Present ase (%) 5,1 6,8 8,8 0,4
10.558 3.153 13.711
517 23.750 24.267
2.978 6.379 24.714 31.092
2.978 17.453 51.617 69.070
4,3 25,3 74,7 100
19,8
35,1
45
100
Perusahaan
HP
PT.Sawit Multi Abadi PT.Tanjung Sawit Abadi PT.Mentobi Mitra Lestari PT.First Lamandau Timber Internasional PT.Kalimantan Sawit Abadi Jumlah Overlap Tidak Overlap Jumlah Presentase (%)
HPT
HPK
Jumlah
Sumber: Rencana Kerja Umum (RKU) IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
Di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga terdapat areal yang overlap dengan hak penggunaan kawasan perkebunan, dalam hal ini perkebunan kelapa sawit. Areal atau wilayah yang overlap dengan kawasan perkebunan dijelaskan pada Tabel 3.5. Berdasarkan data diketahui perusahaan perkebunan yang memiliki luas overlap terluas adalah PT. Mentobi Mitra Lestari dengan luas 6.057 Ha atau 8,8% dari seluruh kawasan PT. Trisetia Intiga. Tabel 3.6 Keadaan penutupan vegetasi areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga Penutupan Lahan Hutan Primer Hutan Bekas Tebangan Non Hutan Tertutup Awan Jumlah
Daerah Penyangga (Ha) 0 0 19.289 2.731
Fungsi Hutan (ha) HPT HP HPK 1995 17.271
0 3.750
3.913 1.050 24.229
6.770 298 10.818
7.976 2.275 29.540
1.681 71 4.483
Jumlah (Ha)
Persen (%)
1.995 43.041
2,9 62
20.34 3.689 69.070
30 5 100
Sumber: Rencana Karya Umum (RKU) IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
Kondisi penutupan vegetasi berdasarkan fungsi hutan dapat dilihat pada Tabel 3.6. Kondisi penutupan vegetasi areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM band 542 Path/Row 120/61 liputan 18 April 2009 dan 17 Maret 2009, yang telah diperiksa oleh Direktur Inventarisasi dan
27
Pemantauan
Sumber
Daya
Hutan,
Ditjen
Planalogi
Kehutanan
sesuai
No.S.406/IPSDH-2/2009 tanggal 27 Juli 2009, terdiri dari Hutan Primer (VF) seluas 1.995 Ha, Hutan Bekas Tebangan (LOA) seluas 43.041 Ha, Non Hutan (NH) seluas 20.340 Ha dan Tertutup Awan (TA) seluas 3.694 Ha. Berdasarkan hasil IHMB tersebut diketahui bahwa hutan di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga masih cukup baik dan layak untuk dikelola dan diusahakan secara berkelanjutan, yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari, khususnya dalam hal pengaturan hasil hutan yang didasarkan pada sediaan tegakan dan kemampuan regenerasi dari hutan di areal tersebut. Kondisi umum sediaan tegakan di IUPHHK PT. Trisetia Intiga berdasarkan hasil IHMB dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Data sediaan tegakan di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga berdasarkan hasil IHMB Kelompok jenis Meranti Rimba campuran Kayu indah Jumlah
10-19 cm N 6.575.069 20.118.075 1.947.486 28.640.630
Sediaan tegakan per kelas diameter 20-39 cm 40 cm up N V (m³) N V(m³) 901.58 676.520 776.062 4.887.312 4.494.423 884.857 615.937 1.955.659 36.468 12.687 133.702 346.290 5.432.471 1.574.064 1.525.701 7.189.261
Sumber: Rencana Karya Umum (RKU) IUPHHK PT. Trisetia Intiga tahun 2010-2020
Areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga memiliki keanekaragaman fauna yang cukup tinggi, hal tersebut dilihat dari beberapa fauna yang terlihat saat pengamatan di lapangan. Namun, hingga saat ini
belum diketahui seberapa
banyak jenis fauna yang berada di dalam areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga karena belum adanya inventarisasi fauna di areal tersebut. Beberapa fauna yang diketahui berada dalam areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga adalah Cervus sp., Neofelis nebulosa, Indotestudo forstenii, Pongo pygmaeus, Accipitridae sp., Buceros bicornis, Argusianus argus, Hylobates muelleri.
28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Tegakan Berdasarkan kerapatan bidang dasar dan jumlah pohon per hektar, beberapa jenis pohon dominan yang berada di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga adalah Shorea spp., Shorea laevis Ridl, Kayu rimba komersil, Dipterocarpus spp., Eusyderoxylon zwagery,Dacryode ssp., Endospermum spp. Dominansi pohon di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga di jelaskan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Tabel dominansi jenis di IUPHHK PT. Trisetia Intiga berdasarkan luas bidang dasar dan jumlah pohon ∑ Pohon LBDS No Nama jenis Nama jenis (m2/Ha) (N/Ha) 1 Shorea spp. 938,62 Shorea spp. 10.675 2 Shorea laevis Ridl 402,45 Kayu rimba komersil 6.550 3 Kayu rimba komersil 300,04 Dipterocarpus spp. 4.375 4 Dipterocarpus spp. 210,61 Shorea laevis Ridl 3.400 5 Eusyderoxylon zwagery 122,47 Dacryodes sp. 2.075 6 Dacryodes sp. 78,70 Endospermum spp. 1.775 7 Endospermum spp. 48,08 Eusyderoxylon 1.150 zwagery 8 Quercus sp. 43,02 Knema sp. 1.150 9 Shorea pinanga 39,07 Cinnamomum 1.100 parthenoxylon Meissn 10 Ochanostachys 37,86 Quercus sp. 850 amentaceae Mast Keterangan:LBDS = Luas Bidang Dasar, Kayu rimba komersil: kumpulan 34 jenis kayu komersil
Sistem permudaan yang diterapkan merupakan sistem permudaan alam dan ditanam pengayaan yang dilakukan sekitar 1(satu) tahun setelah penebangan. Dari ke-10 jenis dominan satu diantaranya merupakan jenis kayu indah yang dilindungi yaitu Eusyderoxylon zwagery atau biasa dikenal dengan kayu ulin. Persebaran kayu ulin di Pulau Kalimantan menjadi salah satu komoditi yang potensial. Akan tetapi, jumlahnya yang semakin menurun akibat deforestasi dan degradasi lahan membuat jenis kayu indah ini masuk ke dalam jenis yang dilestarikan. Luas bidang dasar dan jumlah pohon dapat mengambarkan kerapatan dan struktur suatu tegakan yang bermanfaat dalam penentuan perencanaan unit
29
manajemen. Struktur tegakan hutan alam umumnya membentuk kurva dengan pola J terbalik (eksponensial negatif) yang menggambarkan pola tegakan tidak seumur. Model eksponensial negatif merupakan model yang cukup sederhana tetapi dapat menjelaskan dengan baik hubungan diameter pohon dengan jumlah pohon per hektar. Penggunaan kurva dengan pola J terbalik hanya berlaku pada pengaturan diameter manajemen hutan alam. Pada penerapan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di hutan alam, hutan produksi tetap memiliki kemampuan untuk memanen kayu berdiameter > 50 cm. Hasil penelitian menunjukan pola struktur tegakan di areal tersebut memiliki pohon berdiameter > 50 cm yang relatif sedikit dan slope yang cukup tajam. Pola kemiringan pada Gambar 4.1 menjelaskan terjadi perbedaan jumlah yang signifikan antara pohon berdiameter < 50 cm dan pohon berdiameter > 50 cm dimana jumlah tumbuhan bawah lebih banyak dibandingkan pohon siap tebang atau pohon dengan diameter > 50 cm. Berdasarkan pola tersebut menunjukan bahwa lokasi areal penelitian merupakan hutan sekunder bekas tebangan.
4000
N / Ha
3000
y = 2482.e-0.04x R² = 0.806
2000 1000 0
0
20
40
60 80 100 120 D (cm)
Gambar 4.1 Struktur tegakan IUPHHK PT. Trisetia tahun 2012 Jumlah pohon dapat menggambarkan ketersediaan tegakan di setiap tingkat pertumbuhannya. Pada penelitian ini diketahui pohon berdiameter < 10 cm sebanyak 252.000 pohon, pohon dengan diameter 10-49 cm sebanyak 41.225 pohon, dan pohon berdiameter ≥ 50 cm ada 3.150 pohon. Hal tersebut menunjukan ketersediaan tegakan di areal penelitian relatif tinggi pada kelas tegakan berdiameter < 10 cm atau kelas pandang dan rendah pada kelas tegakan berdiameter ≥ 50 cm. Table 4.2 mensajikan jumlah persen komulatif pohon pada
30
setiap kelas diameter yang ada, dapat diketahui ketersediaan tegakan konstan pada diameter ≥ 50 cm kurang dari 1% sehingga dapat dikatakan bahwa ketersediaan pohon berdiameter ≥ 50 cm tidak mempengaruhi ketersediaan tegakannya karena jumlahnya yang relatif sedikit. Tabel 4.2 Dominansi jumlah pohon dan biomassa berdasarkan kelas diameter Jumlah Perse Persen Jumlah Perse Persen Kelas No pohon per ntase komulati biomassa ntase komula diameter hektar (%) f (%) per hektar (%) tif (%) 1 <10 252000 85.0 85.0 221.51 1.8 1.8 2 10-19 24600 8.3 93.3 998.99 8.3 10.2 3 20-29 9775 3.3 96.6 1522.61 12.7 22.8 4 30-39 4600 1.6 98.2 1484.84 12.4 35.2 5 40-49 2250 0.8 98.9 1553.04 12.9 48.1 6 50-59 1350 0.5 99.4 1720.83 14.3 62.5 7 60-69 675 0.2 99.6 887.43 7.4 69.9 8 70-79 425 0.1 99.8 801.89 6.7 76.5 9 80-89 425 0.1 99.9 1417.76 11.8 88.4 10 90-99 125 0.0 99.9 426.16 3.5 91.9 11 100-109 50 0.0 100.0 382.32 3.2 95.1 12 110-120 100 0.0 100.0 590.23 4.9 100.0 Lain halnya pada nilai proporsi biomassa yang dihasilkan, tidak sepenuhnya bergantung pada kelas diameter karena unsur yang mempengaruhi biomassa dalam hal ini terdiri dari diameter dan berat jenis kayu itu sendiri. Oleh karena itu, pada Tabel 4.2 dijelaskan bahwa biomassa pada masing-masing kelas diameter memiliki proporsi yang berbeda-beda dengan peningkatan yang tidak konstan. Hasil pengukuran menunjukan proporsi biomassa tertinggi berada pada kelas diameter 50-59 cm, dan proporsi biomassa terendah ada pada kelas diameter < 10 cm. Pada kelas diameter < 60 cm terlihat nilai biomassa memiliki trend yang relatif meningkat, sedangkan pada diameter > 60 cm nilai biomassanya memiliki trend yang relatif menurun. Perubahan trend nilai biomassa tersebut disebabkan karena pola pertumbuhan biomassa itu sendiri yang meningkat sampai dengan umur tertentu dan konstan setelah umur pertumbuhannya. Namun, pada kelas diameter 80-89 cm terjadi peningkatan biomassa dengan jumlah pohon per hektarnya yang relatif rendah. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada kelas diameter 80-89 cm merupakan kumpulan jenis pohon dengan berat jenis tinggi
31
sehingga nilai biomassa yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan nilai biomassa kelas diameter yang lebih rendah. 4.2 Biomassa Tegakan Tabel 4.3 Hasil statistik kandungan biomassa No
ID Plot
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1009036 1010038 1011040 1011041 1012039 1012041 1012045 1013039 1013040 1013041 1014040 1017042 1018040 1018043 1019041 1019044 1020042 1021043 1021044 1022046 1022052 1023047 1025040 1025043 1026040 1026042 1026043 1027039 1027043 1028037
Koordinat X
Koordinat Y
559404 560329 561320 561320 562320 562320 562320 563327 563345 563327 564354 567330 568319 568320 569336 569337 570332 571331 571423 576140 572426 573282 575335 575311 576372 576398 576357 577373 577218 578342
9811806 9812790 9814591 9815490 9813692 9815490 9819086 9813710 9814598 9815501 9814605 9816402 9814608 9817288 9815506 9818188 9816414 9817327 9818254 9818061 9825505 9820714 9814590 9817176 9814745 9816431 9817207 9813635 9817390 9811803
Volume (m3/ha) 213,02 108,00 285,49 206,56 146,92 381,30 584,05 341,76 232,14 464,95 386,61 660,85 719,61 298,42 706,44 332,78 140,01 273,04 491,54 456,63 681,21 397,12 557,65 426,47 637,40 360,34 541,49 136,28 362,37 446,47
Biomassa (ton/ha) 100,11 93,49 227,38 135,25 68,03 212,21 599,43 179,99 135,65 287,32 296,24 357,44 443,97 171,27 382,87 215,84 97,98 318,31 259,79 296,98 411,91 248,53 367,87 267,71 333,44 247,24 316,39 80,35 200,95 546,76
Table 4.3 merupakan data hasil pengolahan nilai biomassa pada 30 plot pengamatan. Keragaman biomassa yang relatif tinggi pada lokasi penelitian yang kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor yaitu umur tegakan, sejarah hutan,
32
perbedaan struktur, dan faktor iklim seperti suhu dan curah hujan (Komiyama et al. 1988). Keragaman yang dihasilkan pada hasil biomassa lapangan dilihat berdasarkan nilai koefisien variasinya dengan nilai 50,29%. Nilai tersebut menggambarkan bahwa keragaman biomassa atas lapangan pada lokasi relatif sedang. Menurut Puspijak (2010), nilai biomassa pada hutan bekas tebangan di Kalimantan Timur sebesar 343,6-498,4 ton/ha. Hasil pendugaan biomassa penelitian menunjukan wilayah selang biomassa yang cukup tinggi dengan nilai minimum 68,03 ton/ha dan maksimum 599,43 ton/ha. Areal penelitian termasuk ke dalam tipe hutan lahan kering, yang umumnya memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah besar daripada hutan rawa dan mangrove karena kemampuannya dalam membangun tegakan yang tinggi dan berdiameter besar sebagai tempat penyimpanan karbon. Kandungan biomassa di beberapa tipe tutupan lahan hutan dan non hutan diketahui berdasarkan data Puspijak (2010) dengan biomassa hutan lahan kering bekas tebangan sebesar 343,6-498,4 ton/ha, biomassa hutan mangrove bekas tebangan 108,2-365 ton/ha, biomassa agroforestry sebesar 91 ton/ha, biomassa tegakan kelapa sawit sebesar 32,68 ton/ha, biomassa semak belukar sebesar 38,8 ton/ha, dan biomassa padang rumput atau savana sebesar 20 ton/ha. Pada umumnya, nilai R² dikatakan baik jika bernilai ˃ 50%. Hasil pengujian menunjukan nilai R² sebesar 96,4%. Hal tersebut menunjukan bahwa 96,4% biomassa atas permukaan dapat dijelaskan oleh diameter dan berat jenis tegakan yang diamati, sedangkan 3,6% kandungan biomassa di atas permukaan diduga oleh peubah lainnya. Pada penelitian ini, biomassa tegakan terdiri dari biomassa pohon, tiang, dan pancang. Menurut Istomo (2002) secara proporsional urutan biomassa tumbuhan dari tertinggi sampai terendah adalah biomassa tingkat pohon, biomassa akar sampai kedalamaan 100cm, biomassa tingkat pancang, biomassa serasah lantai hutan, biomassa semak dan tumbuhan bawah, dan biomassa tingkat semai. Hasil penelitian menunjukan jumlah biomassa (rata-rata) pohon sebesar 171,10 ton/ha (64,97%), biomassa nekromassa sebesar 53,01 ton/ha (20,13%), biomassa tiang sebesar 32,01ton/ha (12,16%), biomassa pancang sebesar 7,24 ton/ha (2,75%), biomassa serasah sebesar 8,6x10-5 ton/ha (3,3x10-5%), dan biomassa tumbuhan
33
bawah 1,2x10-5 ton/ha (5x10-6). Analisis koefisien variasi (Coefficient of variance/CV) pada setiap kelompok biomassa menunjukan nilai keheterogenan biomassa pada setiap kelas biomassa. Suatu nilai dikatakan heterogen jika memiliki CV antara 65% sampai 85%. Pada penelitian ini diketahui kelas biomassa yang paling heterogen adalah kelas serasah (69,88%) dan tumbuhan bawah (87,57%). Proporsi jumlah biomassa pada setiap kelas biomassa di atas permukaan dijelaskan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Tabel proporsi biomassa setiap kelas biomassa atas permukaan Kelas Biomassa Pohon Nekromassa Tiang Pancang Serasah Tumbuhan bawah
Maksimu m 426,16 126,62 22,46 12,16 2,7x10-4 5,9x10-5
Biomassa (ton/ha) Minimu Sd. Rata-rata m 3,17 42,31 171,10 0,19 12,83 53,01 1,66 5,10 32,01 0,00 1,34 7,24 -6 -5 6,9x10 5,9x10 8,6x10-5 1,6x10-6 1,1x10-5 1,2x10-5
CV (%)
Persen (%)
24,73 24,20 15,92 18,46 69,88 87,57
64,97 20,13 12,16 2,75 3,3x10-5 5x10-6
Keterangan: Sd.= simpangan baku, CV= koefisien varian
Biomassa atas permukaan (BAP) yang telah diperoleh dalam satuan ton/ha per plot dikorelasikan dengan nilai biomassa citra ALOS PALSAR Resolusi 50 meter. Biomassa citra dianalisis dengan pendekatan nilai hamburan balik (backscatter) yang merupakan nilai kuantitatif kekuatan sinar balik dari citra radar yang dapat menggambarkan indeks vegetasi suatu citra. Nilai hamburan balik yang dipilih merupakan nilai hasil polarisasi HH, HV, HH/HV, ditampilkan dengan beberapa ukuran sampel plot (ukuran sampel plot) untuk melihat perbedaan nilai hamburan balik pada luasan sampel yang berbeda-beda. Pada penelitian ini digunakan ukuran sampel 1 x 1 pixel, 3 x 3 pixel, dan 5 x 5 pixel, yang artinya secara berurutan sampel degan ukuran 50 m x 50 m, 150 m x 150 m, 250 m x 250 m. Nilai hamburan balik polarisasi HH lebih besar dibandingkan nilai hamburan balik polarisasi HV, hal tersebut disebabkan karena nilai dijital pada polarisasi HH lebih besar dibandingkan nilai dijital pada polarisasi HV. Secara teoritis, vegetasi mempunyai permukaan yang kasar dan kandungan kelembaban yang tinggi sehingga nilai hamburan balik (backscatter) dari vegetasi memiliki nilai yang lebih tinggi. Pantulan dan hamburan yang kuat dari vegetasi
34
akan memberikan rona yang sangat cerah pada citra. Variasi rona yang disebabkan adanya variasi permukaan vegetasi ini dapat menunjukkan perbedaan kekasaran vegetasi sebagai akibat perbedaan lebar tajuk. Semakin kasar vegetasi akan memberikan tone yang cerah, hutan akan tampak cerah karena tajuknya kasar. (Puspitasari 2010). 4.3 Filter Spasial Nilai hamburan balik yang dihasilkan merupakan nilai yang berasal dari citra asli tanpa perlakukan penajaman citra. Nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari ketiga polarisasi adalah ≤ 50%, sehingga dilakukan penghalusan kontras citra dengan filtering image yang diharapkan dapat meningkatkan nilai koefisien regresi antara biomassa lapangan dengan nilai hamburan balik. Pada penelitian ini dilakukan penajaman spasial (spasial enhancement) dengan penggunaan filter Lee. Hasil filtering image disajikan pada Gambar 4.3.
A
(a)
A
(b)
A
(c)
A
(d)
Gambar 4.2 Hasil filtering image citra ALOS PALSAR 50 m pada kernel 3x3, 5x5, dan 7x7 Secara visual, hasil filtering menunjukan nilai berbeda pada setiap kernel yang digunakan, semakin tinggi nilai kernelnya maka semakin rendah kekontrasan
35
antara masing-masing tone atau warna yang ada. Penurunan kontras yang dihasilkan mengurangi kemudahan interpreter dalam mengidentifikasi lokasi tertentu dengan lokasi lainnya. Selain itu, hasil filtering menghilangkan beberapa informasi pada citra asli karena penghalusan kontras. Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.2 lahan kosong yang ada di dalam lingkaran merah (Gambar 4.2 (a)) terlihat mempunyai kontras yang lebih tinggi dibandingkan hasil filtering (b), (c), (d) (lihat Gambar 4.2). Oleh karena itu, penggunaan filtering dengan penurunan kontras membuat beberapa infomasi pada data hasil filtering berubah atau dihilangkan. Nilai backscatter plot pengamatan masing-masing citra, baik citra asli maupun citra hasil filtering dikroelasikan dengan nilai biomassa atas permukaan (above ground biomass). Model yang terbangun pada penelitian ini adalah model logaritmik, yang menggambarkan grafik pertumbuhan dimana terjadi peningkatan secara teratur dan konstant pada waktu tertentu. 4.4 Analisis Korelasi dan Koefisien Regresi Model yang diujicobakan pada penelitian ini adalah model linear, model logaritmik, model eksponensial, dan model regresi linear berganda. Korelasi antara nilai backscatter HH, HV, dan HH/HV dengan biomassa lapangan digambarkan pada Gambar 4.3.
-4
-6
0
200
400
600
800
-6 -8
-10 -12
HV Backscatter
HH Backscatter
-2
-8
0
200
400
600
800
-10
y = 2.351ln(x) - 19 R² = 0.555 y = 0.009x - 8.751 R² = 0.511 Biomass (ton/Ha)
(a)
-12 -14 -16
y = 0.009x - 13.70 R² = 0.511 y = 2.236ln(x) - 23.45 R² = 0.559 Biomass (ton/Ha)
(b)
36
HH Backscatter
0.8
AGB_K vs HH/HV y = -0.1ln(x) + 1.081 R² = 0.442
0.7
0.6 0.5 0.4
HH…
0.3 0 200 400 600 800 y = 0.654e-8E-0x y = -0.000x + 0.648 R² = 0.413 Biomass (ton/Ha) R² = 0.427
(c) Gambar 4.3 Diagram scatter hubungan antara biomassa atas permukaan (above ground biomass/AGB) dan nilai backscatter, (a) AGB dan Polarisasi HH; (b) AGB dan Polarisasi HV; (c) AGB dan Polarisasi HH/HV. Berdasarkan Tabel 4.5, model korelasi yang tertinggi diantara ketiga model yang diujikan adalah model logaritmik, selanjutnya model yang akan digunakan untuk uji koefisien regresi dan uji verifikasi adalah persamaan dengan model logaritmik. Pada penelitian ini terbangun model sejumlah 108 model yang terdiri dari model logaritmik dan model logaritmik berganda. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R²) dan p-value setiap persamaan terbangun. Nilai (R²) berkisar antara 0-100% dimana semakin tinggi nilai R² maka hubungan antar peubahnya semakin kuat, P-value menunjukan hubungan regresi yang signifikan dengan kriteria p-value < 0,05. Berdasarkan kriteria pemilihan model, diperoleh model terpilih sejumlah 62 model persamaan. Seluruh model persamaan terpilih menunjukan terjadi korelasi yang signifikan antara biomassa dengan nilai backacatter polarisasi HH, polarisasi HV, polarisasi HH/HV, polarisasi HH2, polarisasi HV2, dan polarisasi (HH/HV) 2. Nilai koefisien determinasi (R²) yang dihasilkan berkisar antara 29% - 61%, nilai (R²) yang mendekati 100% memiliki hubungan antar peubah yang semakin kuat sehingga dilakukan pemilihan nilai koefisien determinasi (R²) di atas 55% dan terpilih sebanyak 16 model persamaan terbaik berdasarkan nilai R² dan P-value, Ke-16 model persamaan terbaik ditampilkan dalam Tabel 4.5.
37
Tabel 4.5 Model terbaik berdasarkan R² dan P-value Jenis citra Citra Asli
Speckle Supression Kernel 3x3
Speckle Supression Kernel 5x5
Ukuran sampel No Persamaan plot 1x1 1 AGB = 3880,40614 exp (0,25018 HV) 1x1 2 AGB = 1022,27051 exp (-0,011446 HV²) 3x3 3 AGB = 5985,67504 exp (0,288 HV) 3x3 4 AGB = 1241,77807 exp (-0,01295 HV²) 5x5 5 AGB = 1592,66699 exp (-0,01491 HV²) 1x1 6 AGB = 5280,31468 exp (0,27809 HV) 1x1 7 AGB = 1172,31637 exp (-0,0126 HV²) 3x3 8 AGB = 181,48905 exp (7,88238 HH/HV) exp (0,64797 HH) 3x3 9 AGB = 1381,22322 exp (-0,0139 HV²) 5x5 10 AGB = 119,633512 exp (10,12192 HH/HV) exp (0,77360 HH) 5x5 11 AGB = 1702,11148 exp (-0,01551 HV²) 1x1 12 AGB = 138,57076 exp (8,99611 HH/HV) exp (0,70627 HH) 1x1 13 AGB = 1430,94365 exp (-0,01426 HV²) 3x3 14 AGB = 97,09194 exp (10,73173 HH/HV) exp (0,79905 HH) 3x3 15 AGB = 224,19659 exp (7,30916 (HH/HV)²) exp (-0,0538 HH²) 5x5 16 AGB = 69,59417 exp (12,46986 HH/HV) exp (0,89461 HH)
Keterangan: Sig = Signifikan/ berpengaruh nyata
R²
R
0,56 0,59 0,58 0,60 0,57 0,58 0,60 0,60 0,59 0,56 0,56 0,61 0,59 0,59 0,58 0,56
0,75 0,76 0,76 0,77 0,75 0,76 0,78 0,77 0,77 0,75 0,75 0,78 0,77 0,77 0,76 0,75
P-value Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig Sig
38
Nilai koefisien determinasi (R²) yang dihasilkan pada setiap ukuran sampel plot dan citra hasil filtering memiliki nilai yang berbeda-beda. Pada ukuran sampel plot 1x1 terlihat terjadi peningkatan nilai koefisien determinasi, hal tersebut menunjukan terjadi hubungan antar peubah yang lebih kuat pada citra dengan melakukan perlakuan speckle suppression. Hal yang berbeda terlihat pada ukuran sampel plot 3x3 dan ukuran sampel plot 5x5 yang memiliki kecenderungan menurun. Nilai biomassa lapang yang dikorelasikan dengan nilai backscatter merupakan nilai biomassa pada plot pengukuran 20 meter x 20 meter di lapangan, sehingga akan lebih relevan jika di korelasikan dengan nilai backscatter pada citra dengan ukuran sampel plot 1x1 (50 meter x 50 meter). Matrix korelasi dijelaskan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Matrix korelasi nilai backscatter dan biomassa lapangan pada setiap ukuran sampel plot Ukuran Sampel Citra 1X1 3X3 5X5
Citra tanpa Filtering Image dengan Filtering Image dengan Speckle kernel 3x3 kernel 5x5 0,585 0,603 0,614 0,600 0,596 0,590 0,569 0,559 0,564
4.5 Uji Verifikasi Model-model yang telah terbangun diverifikasi atau divalidasi dengan melakukan perhitungan Mean Deviation (Simpangan Rata-rata/SR), Agregative Deviation (Simpangan Agregat/SA), Root Mean Square Error (RMSE), bias (℮), dan uji-χ² untuk menguji model terpilih. Uji verifikasi dilakukan pada plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga, dengan jumlah plot verifikasi sebanyak 30 plot. Plot verifikasi dipilih secara acak (sampling) di areal sekitar plot pengamatan dan menyebar. Hal tersebut dilakukan berdasarkan tingkat kehomogenan dan keterwakilan dari plot pengamatan. Namun, terdapat perbedaan teknis pengukuran antara data penelitian dengan data pengukuran IHMB. Data IHMB merupakan data tegakan berdiameter ≥ 10 cm, sedangkan data penelitian merupakan data keseluruhan biomassa di atas permukaan (above ground biomass) sehingga perlu dilakukan konversi dari nilai biomassa IHMB menjadi nilai keseluruhan biomassa di atas permukaan. Konversi dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dibentuk dari korelasi biomassa
39
tegakan diameter ≥ 10 cm dari data penelitian, dan biomassa data IHMB pada plot yang sama. Korelasi tersebut menghasilkan persamaan yang digunakan untuk mengkonversi nilai biomassa data IHMB untuk plot verifikasi menjadi nilai keseluruhan biomassa di atas permukaan. Persamaan konversi tersebut
Biomassa Keseluruhan (ton/ha)
digambarkan dalam grafik korelasi pada Gambar 4.4. 700 600 500 400 300 200 100 0
y = 1.003x + 7.355 R² = 0.996
0
200
400
600
Biomassa 10up IHMB (ton/ha) Gambar 4.3 Korelasi biomassa penelitian (≥ 10 cm) dan biomassa IHMB Simpangan agregat (aggregative deviation) menunjukan persentase biomassa aktual terhadap biomassa dugaan, persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) berkisar antas -1 sampai +1 (Spurr 1952). Hasil penelitian menunjukan keseluruhan model persamaan memenuhi kaidah SA dengan nilai SA berkisar antara -0,13 sampai 0,02. Uji simpangan rata-rata (mean deviation) dilakukan untuk mengetahui rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah biomassa dugaan dengan biomassa aktual, nilai simpangan rata-rata dikatakan baik jika tidak lebih dari 10% (Spurr 1952). Hasil yang diperoleh dari uji verifikasi dengan simpangan rata-rata terdapat empat model persamaan yang SA kurang dari 10%. Dari empat model tersebut, model persamaan berbentuk logaritmik menggunakan citra asli dengan ukuran sampel plot 1x1 dan peubah bebas nilai hamburan balik polarisasi HH, serta polarisasi HV dengan persamaan: 𝐴𝐺𝐵 = 995,80944 exp 0,23618 HH ; dengan SR sebesar 9,02% 𝐴𝐺𝐵 = 3880,40614 exp 0,25018 HV ; dengan SR sebesar 4,00% 𝐴𝐺𝐵 = 492,56387 exp (−0,018323 HH²) dengan SR sebesar 9,64% 𝐴𝐺𝐵 = 1022,27051 exp (−0,011446 HV²) dengan SR sebesar 4,27% Keterangan: AGB : Above ground biomass (ton/ha)
40
Selanjutnya, dilakukan pengujian terhadap model-model yang telah terbangun dengan uji RMSE (Root Mean Square Erorr) yang merupakan kombinasi antara bias dengan ketelitian. RMSE menggambarkan jauh dekatnya nilai -nilai hasil pengamatan terhadap nilai yang sebenarnya. Nilai RMSE yang semakin kecil menunjukan bahwa model penduga biomassa yang terbangun lebih akurat dalam menduga biomassa. Pada penelitian ini dihasilkan nilai RMSE pada selang 0,47% sampai 4,10% , dari nilai tersebut dapat dijelaskan bahwa keseluruah model yang terpilih memiliki nilai kesalahan (error) yang rendah. Kemudian dilakukan uji bias yang merupakan uji kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, meliputi kesalahan teknis dan kesalahan karena alat ukur. Suatu model bisa dikatakan akurat apabila nilai biasnya semakin kecil, pengukuran bias yang dilakukan terhadap 62 model persamaan terpilih memiliki bias yang relatif rendah berkisar antara 4,03 - 32,43 sehingga berdasarkan uji bias keseluruhan model persamaan terpilih dapat digunakan. Uji verifikasi terakhir adalah uji-χ², uji-χ² merupakan alat untuk menguji apakah biomassa yang diduga dengan model penduga biomassa (Bt) berbeda dengan biomassa aktualnya (Ba). Uji beda rata-rata chi-square ini digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan model terbaik. Kaidah keputusan dalam uji - χ² adalah apabila χ² hitung ≤ χ²tabel, maka terima Ho artinya biomassa yang diduga dengan model penduga biomassa tidak berbeda dengan biomassa aktualnya. Hasil uji verifikasi menunjukan bahwa dari 62 model yang terbangun, model persamaan yang memenuhi beda rata-rata tidak signifikan adalah model persamaan pada ukuran sampel plot 1x1 dengan persamaan: 𝐴𝐺𝐵 = 3880,40614 exp 0,25018HV 𝐴𝐺𝐵 = 1022,27051 exp −0,01145 HV 2 Hasil uji verifikasi model terpilih dijelaskan dalam Tabel 4.7.
41
Tabel 4.7 Verifikasi model persamaan terpilih Jenis citra Citra Asli
Speckle Supressi on Kernel 3x3
Speckle Supressi on Kernel 5x5
Buffer
No
1x1 1x1 3x3 3x3 5x5 1x1 1x1 3x3
1 2 3 4 5 6 7 8
3x3 5x5
9 10
5x5 1x1
11 12
1x1 3x3
13 14
3x3
15
5x5
16
Persamaan AGB = 3880,40614 exp (0,25018 HV) AGB = 1022,27051 exp (-0,01145 HV²) AGB = 5985,67504 exp (0,288 HV) AGB = 1241,77807 exp (-0,01295 HV²) AGB = 1592,667 exp (-0,01491 HV²) AGB = 5280,31468 exp (0,27809 HV) AGB = 1172,31637 exp (-0,0126 HV²) AGB = 181,48905 exp (7,88238 HH/HV) exp (0,64797 HH) AGB = 1381,22322 exp (-0,0139 HV²) AGB = 119,63351 exp (10,12192 HH/HV) exp (0,77360 HH) AGB = 1702,11148 exp (-0,01551 HV²) AGB = 138,57076 exp (8,99611 HH/HV) exp (0,70627 HH) AGB = 1430,94365 exp (-0,01426 HV²) AGB = 97,09194 exp (10,73173 HH/HV) exp (0,79905 HH) AGB = 224,19659 exp (7,30916 (HH/HV)²) exp (-0,0538 HH²) AGB = 69,59417 exp (12,46986 HH/HV) exp (0,89461 HH)
Keterangan: * = Tidak Berbeda Nyata; ** = Simpangan Rata-rata diterima
X² hitung 12,94* 17,57* 969,02 1002,94 1141,53 940,71 972,94 1202,07
X² tabel 42,56 42,56 42,56 42,56 42,56 42,56 42,56 42,56
1054,19 1393,84
RMSE
SA
Bias
SR
0,47 0,55 3,34 3,54 3,44 3,39 3,60 3,93
0,01 0,02 -0,03 -0,02 -0,03 -0,03 -0,02 0,00
4,03 4,00** 4,32 4,27** 25,67 28,44 27,66 29,96 26,90 31,45 26,14 28,44 27,98 29,77 30,84 33,47
42,56 42,56
3,49 3,87
-0,03 0,00
27,29 30,28
30,67 34,70
1174,31 1145,67
42,56 42,56
3,38 3,92
-0,04 0,01
26,48 30,65
31,65 33,16
1026,83 1276,46
42,56 42,56
3,44 3,92
-0,03 0,01
26,95 30,73
30,40 34,11
1339,32
42,56
4,10
0,02
32,43
36,29
1410,96
42,56
3,84
0,01
30,20
34,75
42
Analisis uji verifikasi menghasilkan dua model persamaan yang dapat dijadikan model terbaik. Kedua model persamaan memiliki perbedaan pada nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai RMSE yang dihasilkan, sehingga biomassa hutan lahan kering IUPHHK-HA PT. Trisetia dapat diduga dengan model persamaan: 1. 𝐴𝐺𝐵 = 3880,40614 exp 0,25018HV 2. 𝐴𝐺𝐵 = 1022,27051 exp −0,01145 HV 2 4.6 Peta Sebaran Biomassa Berdasarkan model persamaan biomassa terbaik, lebih jauh dibuat dalam peta sebaran biomassa sebagaimana dijelaskan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.
Gambar 4.4 Peta sebaran biomassa IUPHHK PT, Trisetia Intiga dengan peubah bebas HV model AGB = 3880,40614 exp(0,25018HV) Jumlah biomassa yang diperoleh dari persamaan dengan peubah bebas polarisasi HV pada areal kerja IUPHHK PT. Trisetia Intiga berkisar antara 01.980 ton/ha, sedangkan jumlah biomassa dengan peubah bebas polarisasi HV² berkisar antara 0-939 ton/ha artinya areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga memiliki karakteristik tegakan yang bervariasi mulai dari yang bervegetasi rapat (dilihat dari nilai biomassa yang tinggi) dan daerah yang tidak bervegetasi sangat jarang
43
(dilihat dari nilai biomassa yang rendah). Pada persamaan kedua dengan peubah bebas nilai backscatter polarisasi HV² menunjukan selang biomassa lebih sempit yaitu berkisar antara 0 ton/ha dan 939 ton/ha. Menurut Puspijak (2010), setiap tipe kawasan baik hutan maupun non hutan memiliki nilai biomassa yang berbedabeda. Hutan sekunder bekas tebangan memiliki kandungan biomassa antara 343,6 ton/ha dan 498,4 ton/han. Berdasarkan pada data tersebut, maka diketahui bahwa kondisi biomassa IUPHHK PT. Trisetia Intiga sejalan dengan pemahaman yang dikemukakan oleh Puspijak (2010). Dengan model ke-2 (HV²) terlihat hasil estimasi lebih rasional mengingat biomassa tutupan lahan kelapa sawit dapat dibedakan secara baik dengan biomassa hutan bekas tebangan. Hal yang paling terlihat adalah di Bagian Barat Daya (lihat Gambar 4.5 (a)) yang termasuk ke dalam selang biomassa rendah dimana areal tersebut merupakan areal yang telah overlap dengan kawasan perkebunan sawit, sehingga nilai biomassanya rendah. Selain itu, pada areal yang berlereng tampak peta sebaran biomassa dengan menggunakan persamaan kedua mampu memberikan tekstur topografi yang lebih jelas (lihat Gambar 4.5 (b).
B
A
Gambar 4.5 Peta sebaran biomassa IUPHHK PT, Trisetia Intiga dengan peubah bebas HV² (model AGB = 1022,27051 exp(-0,01145HV²)
44
BAB V KESIMPULAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Biomassa hutan alam lahan kering dapat diduga menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter. 2. Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh dua persamaan terbaik yaitu AGB = 3880,40614 exp (0,25018HV) dimana nilai R² = 56%,
RMSE =
0,47%, dan AGB = 1022,27051 exp (-0,01145HV²) dengan nilai R² 59%, RMSE = 0,55%. 3. Polarisasi HV memiliki hubungan yang lebih baik dengan nilai hamburan balik (backscatter) dibandingkan polarisasi HH. 5.2
Saran Hasil penelitian ini menyimpulkan model bisa digunakan untuk menduga
biomassa pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter di lokasi IUPHHK-HA PT. Trisetia Intiga. Penelitian serupa perlu dilakukan pada berbagai lokasi penelitian untuk menguji apakah citra ALOS PALSAR bisa digunakan untuk menduga biomassa atas permukaan di lapangan.
45
DAFTAR PUSTAKA Awaya Y. 2009. Land cover Monitoring and Biomass Estimation Using PALSAR Data in Palangkaraya, Indonesia [abstrak]. Di Dalam : Workshop on Exploring the Use of ALOS PALSAR for Forest Resource Management, Development of Forest Degradation Index and Carbon Emission Estimation Method Using PALSAR Data in Indonesia. Bogor. Bergen MK, Dobson MC. 1999. Integration of remotely sensed Radar imagery in modelling and mapping of Forest Biomassa and Net Primary Production [Jurnal]. Ecological Modelling ELSEVIER. No.122 Hal:257-274. Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forests, FAO Forest Resources Assessment Publication. No.134 Hal:55. Roma. Dahlan. 2005. Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia mangium Wild Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan SPOT-5. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB Divayana IPI. 2011. Pendugaan Biomassa Tegakan Menggunakan Citra ALOS PALSAR. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan IPB Dobson MC, Ulaby F, Le Toan T, Beaudoin A, Kasischkle ES, Christensen N. 1992. Dependence of radar backscatter on coniferous forest biomass [Jurnal] IEEE Transaction on Geoscience and Remote Sensing. Vol. 10 No. 2 Hal:412-415. Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran “Kabon Tersimpan” di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforesrty Centre- ICRAF. Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest measurement : 4th ed. New Jersey. United States : John Wiley 7 Sons. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1995. Greenhouse Gas Inventory reference manual IPCC WGI technical support unit, Hardley Center,Meteorology Office, London Road, Braknell, RG 122 NY. United Kingdom. Istomo. 2002. Kandungan Fosfor dan Kalsium serta Penyebaran pada Tanah dan Tumbuhan Hutan Rawa Gambut [disertasi]. Bogor: IPB. [IUPHHK-HA] Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam PT. Trisetia Intiga. 2010. Rencana Karya Umum tahun 2010-2020. Pangkalan Bun-Kalimantan Tengah. [JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency. 2010. PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar. http://www.eorc. Jaxa. jp/ALOS/en/abo ut/palsar.htm. [21 Desember 2012]. [Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Kementrian Kehutanan RI. Ketterings QM, Coe R, Noordwijk MV, Ambagau Y, Palm CA. 2000. Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations of predicting aboveground tree biomass in mixed secondary forest [Jurnal]. Forest Ecologi and Management. No. 146 (2001) Hal. 199-209.
46
Komiyama A, Moriya H, Prawiroatmodjo S, Toma T, Ogino K. 1988. Forest primary productivity. In: Ogino, K, Chihara, M, (Eds.), Biological, System of Mangrove. Ehime University. Pp. 97–117. Lillesan TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Intrepretasi Citra. Dulbari, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation. Lu D. 2005. The potential and challenge of remote sensing-based biomass estimation [Jurnal]. International Journal of Remote Sensing. Vol. 27 No.7 Hal. 1297-1328. Maulana SI, Pandu J. Persamaan Allometrik Genera Intsia sp, Untuk Pendugaan Biomassa Atas Tanah pada Hutan Tropis Papua Barat [Allomtric Equation of Intsia sp, Genera for Biomass Estimation Tropical Forest in Papua]. Balitbang Kehutanan Manokwari. Vol.7 No.4:275-284. Muhdi. 2009. Struktur dan Komposisi Jenis Permudaan Hutan Alam Tropika Akibat Pemanenan Kayu dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia [Jurnal]. Bionatura. Vol. 11. No. 1 (2009). Hal: 68-79. Muhdin, Suhendang E, Wahjono Djoko, Purnomo Herry, Istomo, Simangunsong BCH. 2008. Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder [Jurnal]. Manajemen Hutan Tropika. Vol. XIV. No. 2 (2008). Hal. 81-87. Noor MF. 2009. Penyusunan Tabel Volume Lokasl tegakan Hutan Alam pada Areal IUPHHK PT, Trisetia Intiga di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Nurharyati. 2008. Kajian Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Klasifikasi Tutupan Lahan di PT, Trisetia Intiga, Kalimantan Tengah [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Purwadhi FSH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta : Grasindo. [Puspijak] Pusat Penelitian dan Pengambangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. 2010. Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Bogor. Puspitasari R. 2010. Pendugaan Biomassa di Atas Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Spasial 50 M di Pulau Jawa dan Bali [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Rauste Y, Lӧnnqvst A, Ahola H. 2007. Processing and Analysisi of ALOSPALSAR Imagery, Kaukartoituspaivat : VTT Technical Research Centre of Finland. Riska A. 2011. Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 M. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan IPB Rosenqvist A, Masanobu S, Manabu W. 2004. ALOS PALSAR: Technical outline and mission concepts. Shimada M, Isoguchi O, Tadano T, Isono K. 2009. PALSAR Calibration Factor Updated. http://auig.eoc.jaxa.jp/auigs/en/doc/an/200901109en_3.html [21Desember 2012].
47
Siregar CA, Heriyanto NM. 2010. Akumulasi Biomassa Karbon pada Skenario Hutan Sekunder di Maribaya, Bogor, Jawa Barat [Jurnal]. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. VII, N0.3(2010), Hal:215-226. Spurr, SH. 1952. Forest Inventory. The Ronald Press Company. New York. Syarif RD. 2011. Penyusunan Model Pendugaan dan Pemetaan Biomassa Permukaan pada Tegakan Jati (Tectona grandis Linn.F) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M dan 12,5 M. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan IPB. UNDP Environment and Energy Group. 2007. The Bali Road Map: Key Issues Under Negotiation. Director, Environment & Energy Group Bureau of Development Policy UNDP. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika [Edisi:3]. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1 Dokumentasi lapang
Identitas Plot Pengamatan
Plot pengukuran 1x1
Kondisi plot 1x1 setelah pengambilan sampel
Tanda pohon plot IHMB
Plot 1010038
Plot 1022052
50
Plot 1012045
Plot 1018040
Kondisi nekromassa
Pengukuran berat basah tumbuhan bawah
Proses Pengovenan
Pengukuran berat kering tumbuhan bawah
51
Lampiran 2 Contoh data survey biomassa tegakan (pancang, tiang, pohon) Dbh No, H Kelas Nama ID Plot Kelas Jenis (cm Plot (m) Jenis ilmiah ) 1 1011040 pohon Meranti 43 27,2 Kayu Shorea Merant laevis i Ridl 1 1011040 pohon Meranti 25,5 22,3 Kayu Com, Merant Noni shorea 1 1011040 pohon Ubar 20 18,4 Kayu Shorea Rimba laevis Camp Ridl 1 1011040 pohon Keranji 57,5 28,2 Kayu Shorea Rimba spp Camp 1 1011040 pohon Ubar 32,5 22,4 Kayu Irvingin Rimba malayana Camp Oliv 1 1011040 pohon Garung 31,9 22,2 Kayu Shorea putih Rimba laevis Camp Ridl 1 1011040 tiang Meranti 11,2 16,3 Kayu Shorea Merant laevis i Ridl 1 1011040 tiang Meranti 13,4 17,5 Kayu Shorea Merant laevis i Ridl 1 1011040 tiang Nyatoh 12 16,7 Kayu Shorea Meran spp
LBDS/ HA
V (m3/ha)
B_K (ton/ha)
B_C (ton/ha)
0,63
N/ H A 25
28,27
67,86
32,99
27,81
0,63
25
26,42
15,15
8,39
8,82
0,80
25
19,63
5,39
5,64
6,47
0,98
25
19,63
79,44
109,87
79,95
0,80
25
17,72
18,93
20,12
19,19
0,45
25
15,21
18,05
10,78
10,36
0,63
25
14,69
5,71
3,89
5,42
0,63
25
14,69
9,56
6,22
8,18
0,67
25
14,19
6,96
4,95
6,75
BJ
52
Lampiran 2 Contoh data survey biomassa tegakan (pancang, tiang, pohon) (lanjutan) Dbh No, H Kelas Nama ID Plot Kelas Jenis (cm BJ Plot (m) Jenis ilmiah ) 1 1011040 pancang Nyatoh 2 8,5 Kayu Rhodemni 0,67 Merant a spp, i 1 1011040 pancang Nyatoh 2 8,5 Kayu Shorea 0,67 Merant spp i 1 1011040 pancang RC 1,4 6,3 Kayu Shorea 0,63 Rimba laevis Camp Ridl 1 1011040 pancang RC 1,4 6,3 Kayu Shorea 0,63 Rimba laevis Camp Ridl 1 1011040 pancang RC 1,4 6,3 Kayu Shorea 0,63 Rimba spp Camp 1 1011040 pancang RC 1,4 6,3 Kayu Shorea 0,63 Rimba spp Camp 1 1011040 pancang Ulin 1,8 6,9 Kayu Shorea 1,04 Indah parvifolia Dyer 1 1011040 pancang Sampa0,3 4,1 Kayu Koompas 0,63 sampa Merant sia i excelsa
N/ H A 25
LBDS/ HA
V (m3/ha)
B_K (ton/ha)
B_C (ton/ha)
14,19
0,16
0,18
0,52
25
14,05
0,16
0,18
0,52
25
14,02
0,07
0,07
0,24
25
13,36
0,07
0,07
0,24
25
12,69
0,07
0,07
0,24
25
12,57
0,07
0,07
0,24
25
11,46
0,14
0,21
0,65
25
11,34
0,00
0,00
0,02
53
Lampiran 2 Contoh data survey biomassa tegakan (pancang, tiang, pohon) (lanjutan) Dbh No, H Kelas Nama ID Plot Kelas Jenis (cm BJ Plot (m) Jenis ilmiah ) 1 1011040 pancang Ubar 1,6 6,6 Kayu Dipteroca 0,80 Rimba rpus spp Camp 1 1011040 pancang Sindur 2,9 8,4 Kayu Com, 0,72 Indah Nonshorea 1 1011040 nekroma Bengkirai 65 1,2 Kayu Shorea 0,40 ssa Merant spp i 1 1011040 nekroma Bengkirai 51 3,7 Kayu Shorea 0,40 ssa Merant spp i 1 1011040 nekroma Meranti 40 4,7 Kayu Shorea 0,40 ssa Merant spp i 1 1011040 nekroma Bengkirai 32,5 3,0 Kayu Shorea 0,40 ssa Merant spp i 1 1011040 nekroma Bengkirai 35 2,9 Kayu Shorea 0,40 ssa Merant laevis i Ridl
N/ H A 25
LBDS/ HA
V (m3/ha)
B_K (ton/ha)
B_C (ton/ha)
11,04
0,10
0,12
0,40
25
9,73
0,51
0,52
1,21
25
9,62
9,96
3,98
3,98
25
9,08
18,90
7,56
7,56
25
8,95
14,77
5,91
5,91
25
8,81
6,12
2,45
2,45
25
8,30
6,98
2,79
2,79
Keterangn: ID = identitas, Dbh = diameter, H = tinggi total/panjang, BJ = berat jenis (gr/cm 3), N/HA = jumlah pohon per hektar, LBDS/HA = luas bidang dasar per hektar, V = volume, B_K = biomassa alometrik Ketterings, B_C = biomassa alometrik Chave
54
Lampiran 3 Contoh Data Biomassa Serasah (litter) dan Tumbuhan Bawah (undergrowth) ID Plot 1011040 1011040 1011040 1012045 1012045 1012045 1012041 1012041 1012041 1011041 1011041 1011041 1012039 1012039 1012039 1017042 1017042 1017042 1018043 1018043 1018043 1019041
Jenis Anakan Serasah Nekromassa Anakan Serasah Nekromassa Anakan Serasah Nekromassa Anakan Serasah Nekromassa Anakan Serasah Nekromassa Anakan Serasah Nekromassa Anakan Serasah Nekromassa Anakan
BB subplot 43 100 100 100 100 100 36 100 100 100 100 100 100 100 100 43 100 100 100 100 81 100
BK subplot 16 60 35 49 74 30 52 12 58 36 68 37 43 43 48 34 84 13 51 25 50 64
BB total 43 789 550 180 439 144 36 529 2800 361 944 829 322 1268 169 43 1070 536 198 411 81 133
Biomassa (gram/m2) 16 473,4 192,5 88,2 324,86 43,2 52 63,48 1624 129,96 641,92 306,73 138,46 545,24 81,12 34 898,8 69,68 100,98 102,75 50 85,12
Biomassa (ton/ha) 0,0000016 0,00004734 0,00001925 0,00000882 0,000032486 0,00000432 0,0000052 0,000006348 0,0001624 0,000012996 0,000064192 0,000030673 0,000013846 0,000054524 0,000008112 0,0000034 0,00008988 0,000006968 0,000010098 0,000010275 0,000005 0,000008512
55
Lampiran 3 Contoh Data Biomassa Serasah (litter) dan Tumbuhan Bawah (undergrowth) (lanjutan) Biomassa ID Plot Jenis BB subplot BK subplot BB total (gram/m2) 1019041 Serasah 100 43 565 242,95 1019041 Nekromassa 100 41 377 154,57 1025043 Anakan 64 49 64 49 1025043 Serasah 100 51 1153 588,03 1025043 Nekromassa 100 54 2744 1481,76 Keterangan: ID = identitas, BB = berat basah, BK = berat kering
Biomassa (ton/ha) 0,000024295 0,000015457 0,0000049 0,000058803 0,000148176
56
Lampiran 4 Nilai backscatter pada ukuran sampel plot 1x1 ID plot
X
Y
AGB
1012039 1027039 1010038 1020042 1009036 1011041 1013040 1018043 1013039 1027043 1012041 1019044 1011040 1026042 1023047 1021044 1025043 1013041 1014040 1026043 1021043 1026040
562320 577373 560329 570332 559404 561320 563345 568320 563327 577218 562320 569337 561320 576398 573282 571423 575311 563327 564354 576357 571331 576372
9813692 9813635 9812790 9816414 9811806 9815490 9814598 9817288 9813710 9817390 9815490 9818188 9814591 9816431 9820714 9818254 9817176 9815501 9814605 9817207 9817327 9814745
68,03415 80,35332 93,48632 97,98091 100,11105 135,25045 135,65107 171,27197 179,98548 200,94743 212,21317 215,84094 227,37934 247,23557 248,52886 259,78938 267,70836 287,31774 296,23836 316,39357 318,31015 333,44093
Citra Asli 50 meter HH HV HH/HV
HH
-7,25 -10,38 -6,70 -9,28 -8,46 -7,15 -7,82 -8,73 -5,48 -6,75 -8,12 -5,23 -6,59 -5,64 -5,11 -6,71 -6,80 -6,60 -6,00 -6,88 -4,37 -6,32
-7,25 -9,87 -6,80 -8,74 -8,08 -6,90 -7,55 -8,48 -5,47 -6,67 -7,56 -5,30 -6,33 -5,99 -5,24 -6,38 -6,86 -6,68 -6,09 -6,55 -4,31 -6,29
-13,55 -14,53 -12,17 -13,39 -12,92 -12,17 -12,83 -13,79 -10,64 -11,93 -12,99 -10,06 -11,76 -10,36 -10,35 -11,98 -12,63 -11,38 -11,03 -12,19 -10,14 -11,49
0,53 0,71 0,55 0,69 0,65 0,58 0,61 0,63 0,51 0,57 0,62 0,52 0,56 0,54 0,49 0,56 0,54 0,58 0,54 0,56 0,43 0,54
Kernel 3x3 HV HH/HV -13,59 -14,21 -12,10 -13,35 -12,65 -11,95 -12,69 -13,78 -10,55 -11,86 -12,72 -10,13 -11,57 -10,66 -10,53 -11,71 -12,42 -11,52 -11,01 -11,83 -9,80 -11,40
0,53 0,69 0,56 0,65 0,64 0,58 0,59 0,62 0,52 0,56 0,59 0,52 0,55 0,56 0,50 0,54 0,55 0,58 0,55 0,55 0,44 0,55
HH -7,13 -9,46 -7,01 -7,79 -7,96 -6,45 -7,25 -8,23 -5,51 -6,59 -7,21 -5,25 -6,13 -6,53 -5,55 -6,05 -6,70 -6,75 -6,12 -6,20 -3,97 -6,44
Kernel 5x5 HV HH/HV -13,41 -13,81 -12,27 -12,90 -12,44 -11,55 -12,38 -13,65 -10,49 -11,67 -12,63 -10,22 -11,38 -11,18 -10,76 -11,25 -12,12 -11,55 -11,05 -11,54 -9,39 -11,31
0,53 0,68 0,57 0,60 0,64 0,56 0,59 0,60 0,53 0,56 0,57 0,51 0,54 0,58 0,52 0,54 0,55 0,58 0,55 0,54 0,42 0,57
57
Lampiran 4 Nilai backscatter pada ukuran sampel plot 1x1 (lanjutan) ID plot 1025040 1019041 1022052 1018040 1028037 1012045 1022046
X 575335 569336 572426 568319 578342 562320 576140
Y 9814590 9815506 9825505 9814608 9811803 9819086 9818061
AGB 367,87435 382,87354 411,90760 443,97182 546,75800 599,43413 296,98080
Citra Asli 50 meter HH HV HH/HV -4,20 -3,19 -5,40 -3,05 -4,53 -4,86 -3,31
-9,96 -8,23 -10,67 -7,67 -10,50 -9,58 -8,57
0,42 0,38 0,50 0,39 0,43 0,51 0,39
HH -4,61 -3,27 -5,61 -3,25 -4,80 -4,87 -3,28
Kernel 3x3 HV HH/HV -10,12 -8,60 -10,80 -8,04 -10,45 -9,68 -8,82
0,46 0,38 0,52 0,40 0,46 0,50 0,37
HH -4,95 -3,59 -5,90 -3,43 -5,28 -5,09 -3,59
Keterangan: ID = identitas, X = koordinat longitude, Y = koordinat latitude, HH = Polarisasi HH, HV = Polarisasi HV, HH/HV = Polarisasi HH/HV
Kernel 5x5 HV HH/HV -10,31 -9,01 -11,06 -8,53 -10,70 -9,82 -9,29
0,48 0,40 0,53 0,40 0,49 0,52 0,39
58
Lampiran 5 Nilai backscatter pada buffer 3x3 ID plot
X
1012039 1027039 1010038 1020042 1009036 1011041 1013040 1018043 1013039 1027043 1012041 1019044 1011040 1026042 1023047 1021044 1025043 1013041 1014040 1026043 1021043
562320 577373 560329 570332 559404 561320 563345 568320 563327 577218 562320 569337 561320 576398 573282 571423 575311 563327 564354 576357 571331
Y 9813692 9813635 9812790 9816414 9811806 9815490 9814598 9817288 9813710 9817390 9815490 9818188 9814591 9816431 9820714 9818254 9817176 9815501 9814605 9817207 9817327
AGB 68,03415 80,35332 93,48632 97,98091 100,11105 135,25045 135,65107 171,27197 179,98548 200,94743 212,21317 215,84094 227,37934 247,23557 248,52886 259,78938 267,70836 287,31774 296,23836 316,39357 318,31015
Citra Asli 50 meter HH HV HH/HV -7,32 -13,65 0,53 -9,71 -14,12 0,68 -6,88 -12,10 0,57 -8,52 -13,31 0,64 -8,14 -12,68 0,63 -6,90 -12,02 0,57 -7,47 -12,66 0,59 -8,43 -13,83 0,61 -5,51 -10,51 0,52 -6,64 -11,80 0,56 -7,40 -12,65 0,58 -5,34 -10,16 0,53 -6,24 -11,52 0,54 -6,16 -10,82 0,57 -5,35 -10,65 0,50 -6,53 -11,85 0,53 -6,88 -12,33 0,56 -6,74 -11,57 0,58 -6,17 -11,02 0,56 -6,42 -11,70 0,55 -4,38 -9,76 0,44
HH -7,16 -9,30 -6,97 -8,04 -8,00 -6,59 -7,33 -8,28 -5,49 -6,62 -7,32 -5,25 -6,18 -6,42 -5,48 -6,31 -6,73 -6,76 -6,11 -6,31 -4,08
Kernel 3x3 HV HH/HV -13,44 0,53 -13,85 0,67 -12,24 0,57 -13,02 0,62 -12,57 0,63 -11,69 0,56 -12,45 0,59 -13,65 0,61 -10,51 0,52 -11,74 0,56 -12,66 0,58 -10,19 0,52 -11,42 0,54 -11,07 0,58 -10,71 0,51 -11,48 0,54 -12,20 0,55 -11,56 0,58 -11,05 0,55 -11,61 0,54 -9,53 0,42
HH -6,94 -9,11 -7,07 -7,40 -8,04 -6,28 -7,06 -8,17 -5,56 -6,53 -7,11 -5,26 -6,14 -6,72 -5,57 -6,16 -6,65 -6,72 -6,12 -6,21 -3,86
Kernel 5x5 HV HH/HV -13,25 0,52 -13,52 0,67 -12,36 0,57 -12,57 0,59 -12,61 0,64 -11,36 0,55 -12,14 0,58 -13,52 0,60 -10,58 0,53 -11,62 0,56 -12,59 0,56 -10,27 0,51 -11,35 0,54 -11,43 0,59 -10,78 0,52 -11,22 0,54 -12,04 0,55 -11,54 0,58 -11,14 0,55 -11,51 0,54 -9,29 0,41
59
Lampiran 5 Nilai backscatter pada buffer 3x3 (lanjutan) ID plot
X
1026040 1017042 1025040 1019041 1022052 1018040 1028037 1012045 1022046
576372 567330 575335 569336 572426 568319 578342 562320 576140
Y 9814745 9816402 9814590 9815506 9825505 9814608 9811803 9819086 9818061
AGB 333,44093 357,43815 367,87435 382,87354 411,90760 443,97182 546,75800 599,43413 296,98080
Citra Asli 50 meter HH HV HH/HV -6,62 -11,61 0,55 -5,18 -9,94 0,52 -4,91 -10,23 0,47 -3,43 -8,82 0,38 -5,86 -10,96 0,52 -3,42 -8,25 0,41 -5,02 -10,55 0,47 -4,92 -9,74 0,50 -3,37 -8,98 0,37
HH -6,47 -5,14 -4,87 -3,59 -5,94 -3,44 -5,18 -5,06 -3,55
Kernel 3x3 HV HH/HV -11,49 0,55 -9,96 0,52 -10,30 0,47 -8,93 0,40 -11,09 0,53 -8,42 0,40 -10,67 0,48 -9,83 0,51 -9,18 0,38
HH -6,54 -5,01 -5,03 -3,92 -6,08 -3,52 -5,41 -5,31 -3,95
Keterangan: ID = identitas, X = koordinat longitude, Y = koordinat latitude, HH = Polarisasi HH, HV = Polarisasi HV, HH/HV = Polarisasi HH/HV
Kernel 5x5 HV HH/HV -11,41 0,56 -9,97 0,50 -10,41 0,48 -9,28 0,42 -11,23 0,54 -8,71 0,40 -10,80 0,50 -10,05 0,53 -9,59 0,41
60
Lampiran 6 Nilai backscatter pada ukuran sampel plot 5x5 ID plot
X
Y
AGB
1012039 1027039 1010038 1020042 1009036 1011041 1013040 1018043 1013039 1027043 1012041 1019044 1011040 1026042 1023047 1021044 1025043 1013041 1014040 1026043 1021043
562320 577373 560329 570332 559404 561320 563345 568320 563327 577218 562320 569337 561320 576398 573282 571423 575311 563327 564354 576357 571331
9813692 9813635 9812790 9816414 9811806 9815490 9814598 9817288 9813710 9817390 9815490 9818188 9814591 9816431 9820714 9818254 9817176 9815501 9814605 9817207 9817327
68,03415 80,35332 93,48632 97,98091 100,11105 135,25045 135,65107 171,27197 179,98548 200,94743 212,21317 215,84094 227,37934 247,23557 248,52886 259,78938 267,70836 287,31774 296,23836 316,39357 318,31015
Citra Asli 50 meter HH HV HH/HV
HH
-7,07 -8,96 -7,12 -7,52 -8,05 -6,37 -7,14 -8,18 -5,59 -6,59 -7,20 -5,23 -6,09 -6,79 -5,68 -6,32 -6,64 -6,82 -6,15 -6,12 -3,90
-6,91 -8,68 -7,11 -7,23 -8,02 -6,24 -7,01 -8,15 -5,60 -6,52 -7,06 -5,27 -6,12 -6,83 -5,60 -6,20 -6,65 -6,74 -6,15 -6,16 -3,85
-13,31 -13,62 -12,42 -12,73 -12,68 -11,49 -12,25 -13,61 -10,55 -11,61 -12,69 -10,28 -11,33 -11,48 -10,85 -11,39 -12,02 -11,58 -11,10 -11,47 -9,34
0,53 0,64 0,57 0,59 0,62 0,55 0,58 0,60 0,53 0,57 0,57 0,51 0,54 0,59 0,52 0,53 0,55 0,59 0,55 0,53 0,41
Kernel 3x3 HV HH/HV -13,22 -13,40 -12,41 -12,52 -12,67 -11,34 -12,09 -13,52 -10,59 -11,58 -12,59 -10,31 -11,33 -11,56 -10,81 -11,22 -11,99 -11,54 -11,15 -11,48 -9,27
0,52 0,63 0,57 0,57 0,63 0,55 0,58 0,60 0,53 0,56 0,56 0,51 0,54 0,59 0,52 0,54 0,55 0,58 0,55 0,54 0,41
HH -6,75 -8,51 -7,12 -6,98 -8,07 -6,13 -6,86 -8,06 -5,67 -6,46 -6,95 -5,37 -6,17 -6,88 -5,57 -6,14 -6,64 -6,63 -6,14 -6,18 -3,82
Kernel 5x5 HV HH/HV -13,14 -13,13 -12,40 -12,30 -12,76 -11,21 -11,89 -13,37 -10,69 -11,55 -12,50 -10,41 -11,37 -11,66 -10,82 -11,09 -11,95 -11,49 -11,24 -11,47 -9,22
0,51 0,63 0,57 0,57 0,63 0,55 0,58 0,60 0,53 0,56 0,56 0,52 0,54 0,59 0,51 0,54 0,55 0,58 0,55 0,54 0,41
61
Lampiran 6 Nilai backscatter pada ukuran sampel plot 5x5 (lanjutan) ID plot
X
Y
AGB
1026040 1017042 1025040 1019041 1022052 1018040 1028037 1012045 1022046
576372 567330 575335 569336 572426 568319 578342 562320 576140
9814745 9816402 9814590 9815506 9825505 9814608 9811803 9819086 9818061
333,44093 357,43815 367,87435 382,87354 411,90760 443,97182 546,75800 599,43413 296,98080
Citra Asli 50 meter HH HV HH/HV
HH
-6,71 -5,03 -5,17 -4,13 -6,30 -3,62 -5,58 -5,28 -3,93
-6,61 -4,97 -5,17 -4,22 -6,27 -3,63 -5,53 -5,39 -4,12
-11,61 -10,06 -10,46 -9,47 -11,38 -8,80 -10,93 -9,96 -9,61
0,55 0,50 0,48 0,42 0,54 0,40 0,50 0,53 0,40
Kernel 3x3 HV HH/HV -11,54 -10,00 -10,47 -9,59 -11,37 -8,85 -10,88 -10,10 -9,75
0,55 0,50 0,49 0,43 0,54 0,40 0,51 0,53 0,41
HH -6,60 -4,87 -5,18 -4,43 -6,32 -3,65 -5,54 -5,55 -4,44
Keterangan: ID = identitas, X = koordinat longitude, Y = koordinat latitude, HH = Polarisasi HH, HV = Polarisasi HV, HH/HV = Polarisasi HH/HV
Kernel 5x5 HV HH/HV -11,46 -9,93 -10,50 -9,81 -11,41 -8,95 -10,89 -10,31 -10,01
0,56 0,49 0,49 0,45 0,55 0,40 0,51 0,54 0,44
62
Lampiran 7 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 1x1 citra filter kernel 3x3
backscatter HV
0.00
-2.00 0
400
800
-4.00 -6.00 y = 2.122ln(x) - 17.68 R² = 0.559
-8.00 -10.00
y = 0.008x - 8.419 R² = 0.509
-12.00
Biomassa (ton/ha)
Lampiran 8 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 1x1 citra filter kernel 3x3 0.00
Backscatter HV
0
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
-5.00
-10.00 y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524
-15.00
Biomassa (ton/ha)
Backscatter HH/HV
Lampiran 9 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 1x1 citra filter kernel 3x3 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = -0.08ln(x) + 1.014 R² = 0.435
y = -0.000x + 0.632 R² = 0.415
0
100
200
300
400
Biomassa (ton/ha)
500
600
700
63
Lampiran 3 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 1x1citra filter kernel 5x5
Backscatter HH
0.00 -2.00
0
400
800 y = 1.812ln(x) - 15.95 R² = 0.525
-4.00 -6.00
y = 0.007x - 8.017 R² = 0.464
-8.00 -10.00
Biomassa (ton/ha)
Backscatter HV
Lampiran 4 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 1x1citra filter kernel 5x5 0.00 -2.00 0 -4.00 -6.00 -8.00 -10.00 -12.00 -14.00 -16.00
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524 Biomassa (ton/ha)
Lampiran 5 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan
Backscatter HH/HV
biomassa pada buffer 1x1citra filter kernel 5x5 0.80
y = -0.07ln(x) + 0.937 R² = 0.379
0.60 0.40
y = -0.000x + 0.614 R² = 0.344
0.20 0.00 0
100
200
300
400
Biomassa (ton/ha)
500
600
700
64
Lampiran 6 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 3x3 citra asli
Backscatter HH
0.00
-2.00 0
400
800
-4.00 -6.00 y = 2.004ln(x) - 17.09 R² = 0.550
-8.00 -10.00
y = 0.008x - 8.335 R² = 0.497 Biomassa (ton/ha)
-12.00
Backscatter HV
Lampiran 14 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra asli 0.00 -2.00 0 -4.00 -6.00 -8.00 -10.00 -12.00 -14.00 -16.00
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524 Biomassa (ton/ha)
Backscatter HH/HV
Lampiran 15 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra asli 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = -0.08ln(x) + 0.984 R² = 0.427 0
100
200
300
y = -0.000x + 0.625 R² = 0.404
400
Biomassa (ton/ha)
500
600
700
65
Lampiran 16 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 3x3 0.00
Backscatter HH
0
400
-2.00
800 y = 1.834ln(x) - 16.10 R² = 0.530
-4.00 -6.00 y = 0.007x - 8.082 R² = 0.475
-8.00 -10.00
Biomassa (ton/ha)
Backscatter HV
Lampiran 17 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 3x3 0.00 -2.00 0 -4.00 -6.00 -8.00 -10.00 -12.00 -14.00 -16.00
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524 Biomassa (ton/ha)
Backscatter HH/HV
Lampiran 18 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 3x3 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = -0.000x + 0.615 R² = 0.371
y = -0.07ln(x) + 0.942 R² = 0.397
0
100
200
300
400
Biomassa (ton/ha)
500
600
700
66
Backscatter HH/HV
Lampiran 19 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 5x5 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = -0.06ln(x) + 0.890 R² = 0.343
y = -0.000x + 0.605 R² = 0.312 0
100
200
300
400
500
600
700
Biomassa (ton/ha) Lampiran 20 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 5x5
Backscatter HH
0.00 -2.00
0
400
-4.00
y = 0.006x - 7.816 R² = 0.428
800
-6.00 y = 1.616ln(x) - 14.89 R² = 0.486
-8.00 -10.00
Biomassa (ton/ha)
Lampiran 21 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 3x3 citra filter kernel 5x5 0.00
Backscatter HV
-2.00 0 -4.00 -6.00
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
-8.00 -10.00 -12.00 -14.00 -16.00
y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524 Biomassa (ton/ha)
67
Backscatter HH/HV
Lampiran 7 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 5x5 citra asli 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = -0.000x + 0.600 R² = 0.304
y = -0.06ln(x) + 0.875 R² = 0.332
0
100
200
300
400
500
600
700
Biomassa (ton/ha) Lampiran 8 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra asli
Backscatter HH
0.00 -2.00
0
400
800 y = 0.006x - 7.837 R² = 0.420
-4.00
-6.00 y = 1.581ln(x) - 14.76 R² = 0.479
-8.00 -10.00
Biomassa (ton/ha)
Lampiran 24 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra asli 0.00
Backscatter HV
-2.00 0 -4.00 -6.00
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
-8.00 -10.00 -12.00
-14.00 -16.00
y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524 Biomassa (ton/ha)
68
Backscatter HH/HV
Lampiran 25 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 3x3 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = -0.05ln(x) + 0.846 R² = 0.307
0
200
y = -0.000x + 0.595 R² = 0.286
400
600
800
Biomassa (ton/ha) Lampiran 26 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 3x3
Backscatter HH
0.00 -2.00
0
400
800
y = 1.476ln(x) - 14.15 R² = 0.460
-4.00 -6.00
y = 0.005x - 7.69 R² = 0.406
-8.00 -10.00
Biomassa (ton/ha)
Backscatter HV
Lampiran 27 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 3x3 0.00 -2.00 0 -4.00 -6.00 -8.00 -10.00 -12.00 -14.00 -16.00
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524 Biomassa (ton/ha)
69
Lampiran 28 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 5x5 0.00
Backscatter HH
0
400
-2.00
800
y = 1.367ln(x) - 13.55 R² = 0.439
-4.00 -6.00
y = 0.005x - 7.562 R² = 0.386
-8.00 -10.00
Biomassa (ton/ha)
Lampiran 29 Diagram scatter hubungan antara backscatter HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 5x5 0.00
Backscatter HV
0
100
200
300
400
500
600
700
y = 2.088ln(x) - 22.63 R² = 0.580
-5.00
-10.00 y = 0.008x - 13.50 R² = 0.524 -15.00
Biomassa (ton/ha)
Backscatter HH/HV
Lampiran 30 Diagram scatter hubungan antara backscatter HH/HV dengan biomassa pada buffer 5x5 citra kernel 5x5 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 y = -0.05ln(x) + 0.822 R² = 0.285 0.20 0.10 0.00 0 100 200 300
y = -0.000x + 0.592 R² = 0.265
400
Biomassa (ton/ha)
500
600
700
70
Lampiran 9 Contoh perhitungan validasi pada plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga ID plot B IHMB B Konversi 1010044 185 193,08 1016043 158 166,04 1019035 155 162,82 1029037 218 225,86 1003036 232 240,43 1032006 211 219,34 1015031 212 219,70 1004031 198 206,09 1028036 171 179,23 1011044 218 225,67 1025046 227 235,11 1022050 164 171,79 1020037 113 120,91 1022041 151 158,73 1026033 126 133,38 1018034 278 286,26 1030008 155 163,32 1015042 158 165,73 1009037 300 308,47 1026023 142 149,95 1032007 201 208,77 1024046 216 223,63
2 193,23 171,60 164,17 240,60 256,71 204,67 223,14 199,82 191,10 223,84 240,05 176,83 127,84 149,64 139,26 280,06 160,96 161,68 325,36 155,48 198,06 223,05
X² RMSE SA BIAS SR 4 0,00 0,00 0,00 0,00 203,56 0,18 0,00 0,00 0,03 172,44 0,01 0,00 0,00 0,01 168,69 0,90 0,00 0,00 0,06 237,99 1,03 0,00 0,00 0,06 256,68 1,05 0,00 0,00 0,07 229,16 0,05 0,00 0,00 0,02 229,44 0,20 0,00 0,00 0,03 212,06 0,74 0,00 0,00 0,06 179,99 0,01 0,00 0,00 0,01 247,43 0,10 0,00 0,00 0,02 257,31 0,14 0,00 0,00 0,03 166,30 0,38 0,00 0,00 0,05 126,90 0,55 0,00 0,00 0,06 148,88 0,25 0,00 0,00 0,04 117,09 0,14 0,00 0,00 0,02 279,18 0,03 0,00 0,00 0,01 150,72 0,10 0,00 0,00 0,03 192,27 0,88 0,00 0,00 0,05 293,38 0,20 0,00 0,00 0,04 176,78 0,58 0,00 0,00 0,05 247,31 0,00 0,00 0,00 0,00 208,33
X² RMSE SA BIAS SR 0,54 0,00 0,00 0,05 0,24 0,00 0,00 0,04 0,20 0,00 0,00 0,03 0,62 0,00 0,00 0,05 1,03 0,00 0,00 0,06 0,42 0,00 0,00 0,04 0,41 0,00 0,00 0,04 0,17 0,00 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 1,91 0,01 0,00 0,09 1,92 0,01 0,00 0,09 0,18 0,00 0,00 0,03 0,28 0,00 0,00 0,05 0,65 0,00 0,00 0,07 2,27 0,01 0,00 0,14 0,18 0,00 0,00 0,03 1,05 0,01 0,00 0,08 3,66 0,03 0,01 0,14 0,78 0,00 0,00 0,05 4,07 0,03 0,01 0,15 6,00 0,03 0,01 0,16 1,12 0,00 0,00 0,07
71
Lampiran 31 Contoh perhitungan validasi pada plot IHMB IUPHHK PT. Trisetia Intiga (lanjutan) ID plot B IHMB B Konversi 1024038 221 229,11 1015033 122 129,32 1024042 151 158,88 1006041 210 218,29 1029035 363 371,04 1013042 220 228,16 1027034 454 462,58 1025023 128 136,02 Nilai total
2 X² RMSE SA BIAS SR 4 X² RMSE SA BIAS SR 221,63 0,25 0,00 0,00 0,03 212,91 1,23 0,00 0,00 0,08 122,18 0,42 0,00 0,00 0,06 160,11 5,92 0,06 0,01 0,19 145,26 1,28 0,01 0,00 0,09 129,66 6,58 0,03 0,01 0,23 207,54 0,56 0,00 0,00 0,05 194,16 3,00 0,01 0,00 0,12 394,10 1,35 0,00 0,00 0,06 391,31 1,05 0,00 0,00 0,05 220,60 0,26 0,00 0,00 0,03 196,18 5,21 0,02 0,00 0,16 468,52 0,08 0,00 0,00 0,01 370,20 23,06 0,04 0,01 0,25 149,54 1,22 0,01 0,00 0,09 198,75 19,80 0,21 0,02 0,32 6336,53 12,94 0,47 0,01 4,03 4,00 6355,20 93,57 1,35 0,01 10,10 9,64
Keterangan: ID = identitas plot IHMB, B IHMB = Biomassa plot IHMB (dgh ≥ 10 cm), B Konversi = Biomassa di atas permukaan plot IHMB yang telah dikonversi, 2 = model ke-2 uji validasi (AGB = 3880,40613930209 exp(0,250184794335192 HV), 4 = model ke-4 uji validasi (AGB = 1022,27050600692 exp (-0,0114464608949151 HV²), X² = uji rata-rata chi square, RMSE = nilai ketepatan (Root Mean Square Erorr), SA = simpangan agregat, SR = simpangan ratarata