EVALUASI AKURASI KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI RENDAH STUDI KASUS DI PULAU KALIMANTAN
ERIS RISWANTO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
EVALUASI AKURASI KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI RENDAH STUDI KASUS DI PULAU KALIMANTAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
ERIS RISWANTO E14104025
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN Eris Riswanto. E14104025. Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah (Studi Kasus di Pulau Kalimantan) Dibimbing oleh: Dr. Ir. M Buce Saleh, M S dan Prof. Dr. Ir I Nengah Surati Jaya, M. Agr Beragamnya data mengenai kondisi hutan Indonesia diakibatkan oleh beragamnya datadata, metode, dan dasar klasifikasi yang digunakan. Untuk areal yang sangat luas, inventarisasi terestrial membutuhkan biaya dan waktu yang sangat besar. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menekan penggunaan biaya dan waktu tersebut adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sistem satelit. Di negara tropis seperti Indonesia, liputan awan, kabut dan asap merupakan kendala besar dalam menggunakan penginderaan jauh sistem optis. Faktor liputan awan, kabut dan asap akan sangat mengganggu dalam proses identifikasi dan pemantauan objek dipermukaan bumi, sehingga seringkali terjadi kesalahan interpretasi dan dapat mengakibatkan tingkat ketelitian yang rendah. Objek di bawah awan, kabut dan asap dapat diidentifikasi menggunakan Radar. Satelit inderaja ALOS yang telah diluncurkan tahun 2006 oleh Jepang salah satu sensornya adalah Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) yang dipasang pada satelit ALOS, merupakan pengembangan lebih lanjut dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR, sensor ini memungkinkan dapat melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang lebih lebar daripada SAR konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan citra ALOS PALSAR resolusi rendah dalam klasifikasi penutupan lahan skala regional di Pulau Kalimantan. Data yang digunakan adalah Citra ALOS PALSAR resolusi 200x200 m tahun 2007 dan data spasial dijital berupa Peta Penutupan Lahan Pulau Kalimantan Tahun 2003, Peta Wilayah Administrasi Pemerintahan, Peta Kawasan Hutan, dan Peta dasar Tematik Kehutanan. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak ArcView GIS 3.2 dan Erdas Imagine 9.1. Rangkaian metode penelitian terdiri dari pra-pengolahan citra, pengolahan citra, analisis separabilitas, evaluasi akurasi dan pengolahan data spasial. Penelitian ini menunjukan bahwa citra ALOS PALSAR resolusi rendah mampu membedakani objek secara visual ke dalam 6 kelas penutupan lahan. Keenam kelas penutupan lahan tersebut adalah badan air, lahan terbuka, sawah, semak, perkebunan, dan hutan. Analisis separabilitas keenam kelas penutupan lahan tersebut masih menunjukan adanya dua pasangan kelas-kelas yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu, kemudian dilakukan klasifikasi ulang kedalam empat kelas penutupan saja. Keempat kelas penutupan tersebut adalah badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang, dan vegetasi rapat. Hasil analisis separabilitas menunjukan bahwa keempat pasangan kelas penutupan lahan tersebut dapat dipisahkan secara baik (good). Dari hasil evaluasi akurasi diketahui bahwa besarnya Akurasi Umum (Overall Accuracy) dan Akurasi Kappa (Accuracy Kappa) pada penelitian ini adalah 88,21% dan 85,26%. Berdasarkan hasil klasifikasi dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi rendah (resolusi spasial 200 m x 200 m) diketahui luas penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah 11.459.400 ha atau 21,33%, vegetasi sedang sebesar 5.070.008 ha atau 9,44%, dan vegetasi rapat adalah sebesar 36.806.058 ha atau 68.52%. Sementara itu, luas penutupan lahan berdasarkan Peta Tutupan Lahan tahun 2003 adalah 802.233 ha atau 1,51% untuk vegetasi jarang, 20.841.843 ha atau 39,32% untuk vegetasi sedang, 27.583.553 ha atau 52,04% untuk vegetasi rapat dan 2.457.825 ha atau 4,64% untuk penutupan lahan berupa awan Kata kunci : Citra ALOS PALSAR, Tutupan Lahan, Separabilitas
SUMMARY ERIS RISWANTO. E14104025. The Evaluation of Land Cover Classification Accuracy use ALOS PALSAR Low Resolution Image (Case Study in Borneo Island). Under Supervision of Dr. M Buce Saleh and Prof. Dr I Nengah Surati Jaya. A wide variety of data and information on forest cover in Indonesia may be due to the variety of source of data, date of acquisition, and methods applied. For a wide area, terrestrial inventory methods are usually costly and time consuming. One alternative that may be used to minimize the cost and time is satellite based remote sensing technology. In the tropical country such Indonesia, cloud, fog, and smoke mainly limit the use of optical remote sensing during identification process and object monitoring on earth surface. Objects under the cloud, fog, and smoke could be identified using using Radar images. ALOS is remote sensing satellite which launched by Japan in 2006. One of its censor is PALSAR (Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar). PALSAR is an advanced development from SAR which carried by the former satellite JERS-1. This is the microactive wave censor which can observe day and night without weather influence. Through one observation mode that is Scan SAR, this censor can observe earth surface in wide area than the conventional SAR. The objective of this study is to evaluate the ability of low resolution ALOS PALSAR image to classify regional scale land cover in Kalimantan Island. ALOS PALSAR image have 200 x 200 m resolution acquired in 2007. Other supporting data used are Land Cover Map year 2003, Administration Border Map, Forest Area Map, and the Base Thematic Forestry Map. The data were analyzed using GIS 3.2 and Erdas Imagine 9.1. The method are consisted of image preprocessing, image processing, separability accuracy evaluation and spatial analysis The study shows that low resolution ALOS PALSAR image could classify land cover into six classes. There are water body, rice field, shrub/bush, estate crop, and forest. Separability analysis for these classes show that there are 2 unseparable class pairs. These classes were then reclassified into four classes. The new classes are water body, sparse vegetation, medium density vegetation, and high density vegetation. The result of separability analysis shows that the these class separabilities are good (well separated). The accuracy of the classification are 88,21% for Overall Accuracy and 85,26% for Kappa Accuracy. Based on ALOS low resolution images (200 m x 200 m spatial resolution, the acreages of each land cover are 11.459.400 hectares (21,33%) for sparse vegetation, 5.070.008 hectares (9,44%) for medium density vegetation, and 36.806.058 hectares (68,52%) for high density vegetation. While the acreages of each land cover based on Land Cover Map year 2003 are 802.233 hectares (1,51%) for sparse vegetation, 20.841.843 hectares (39,32%) for medium density vegetation, 27.583.553 hectares (52,04%) for high density vegetation and 2.457.825 hectares (4,64%) for smoke. Key words : ALOS PALSAR Image, Land cover, Separability, Radar images
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah, Studi Kasus di Pulau Kalimantan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Eris Riswanto NRP. E14104025
Judul
: Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan
Nama Mahasiswa
: Eris Riswanto
Nomor Pokok
: E14104025
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui: Komisi Pembimbing Ketua,
Dr. Ir. M Buce Saleh, M.S NIP. 131 284 620
Anggota,
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr NIP. 131 578 785
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto , M. Agr NIP. 131 578 788
Tanggal :
i
KATA PENGANTAR Dewasa ini tantangan terhadap degradasi hutan semakin meningkat. Sementara itu para pengambil kebijakan memerlukan data/informasi yang mutakhir. Oleh karena itu penulis terinspirasi untuk mengembangkan metode pengambilan data yang cepat, akurat, dan murah. Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pengambilan data tersebut adalah penginderaan jauh baik menggunakan citra optik maupun radar Karya Ilmiah ini merupakan hasil dari penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah, Studi Kasus di Pulau Kalimantan Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan kajian ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2009
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis 1 Mei 1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Engkos Kosasih dan Ibu Uti Sumiati. Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak pada TK Puspawaringin Ciamis pada tahun 1991~1992. Sekolah Dasar Negeri Sukamaju pada tahun 1992~1998. Pada tahun 1998~2001 penulis melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Buniseuri, kemudian Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Ciamis pada tahun 2001~2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di program Strata 1 Departemen Manajemen Hutan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB). Selama masa studi penulis pernah mengikuti kegiatan Praktek pengenalan hutan pada tahun 2007 di Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah dan Praktek Pengelolaan Hutan di Getas Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tahun 2008 penulis mengikuti praktek kerja lapang di PT. Bintuni Utama Murni Woods Industries (BUMWI), Papua Barat. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Sosiologi Umum pada tahun 2006~2007, mata kuliah Inventarisasi Sumber Daya Hutan pada tahun 2006~2007, dan mata kuliah Teknik Inventarisasi Sumber Daya Hutan pada tahun 2007~2008. Selain itu juga penulis aktif di Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC), International Forest Students Association (IFSA), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan tahun 2005~2006 dan Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2006~2007. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi berjudul “Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah, Studi Kasus di Pulau Kalimantan ” di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. M Buce Saleh, M.S dan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji hanyalah milik Allah SWT karena hanya dengan kasih sayangnya akhirnya skripsi dengan judul Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah, Studi Kasus di Pulau Kalimantan dapat diselesaikan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Mamah, Bapa dan ade tercinta, yang telah memberikan semua hal yang terbaik, kasih sayang, cinta dan ketulusan, serta yang selalu berkorban dalam menyekolahkan sampai menyelesaikan program sarjana ini. 2. Bapak Dr. Ir. M Buce Saleh, M.S sebagai Pembimbing I penulisan skripsi yang telah memberikan nasihat, bimbingan dan arahan serta kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr sebagai Pembimbing II yang telah memberikan masukan dalam proses penyusunan skripsi. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai Dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan 5. Bapak Ir. Agus Priyono, M.S sebagai Dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. 6. Pak Uus dan Mas Edwin atas semua ilmu, bantuan dan motivasi yang telah diberikan. 7. Rekan-rekan Manajemen Hutan 41: Pipit, Fitri, Ayu, Lastri, Clod, Nayu, Linda, Lita, Edo, Nur, Nyoti, Ilyas, Venti, Topan, Sudiah, Priyo, Amri, Iis, Pampam, Sandi, Dodo, Juli, Satrio, Budi, Babeh, Eko, Rejos, Puji, Yunus, Vivi, Wati, Clara Rosa Tina, Riski, Fatah, Gege, Ivan, Alif, Huda, Catur, Feri, Kholifah, Intan, dan Heri 8. Sahabat yang tidak akan terlupakan : Nanang, Rizqy, dan Soeganda 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai.
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... i RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ii UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ iii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Tujuan ...................................................................................................... 2 C. Manfaat .................................................................................................... 2 II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat .................................................................................. 3 B. Data, Software, dan Hardware.................................................................. 3 C. Metode Pengolahan Data.......................................................................... 12 1. Pra-pengolahan Citra........................................................................... 12 2. Pengolahan Citra ................................................................................. 15 3. Evaluasi Ketelitian Klasifikasi ............................................................ 19 4. Pengolahan Data Spasial ..................................................................... 21 III. KEADAAN UMUM PULAU KALIMANTAN A. Letak Geografis B. Topografi
................................................................................... 24
......................................................................................... 24
C. Iklim ......................................................................................................... 25 D. Tipe Hutan ................................................................................................ 27 E. Wilayah Administrasi ............................................................................... 28 F. Tutupan Lahan dan IUPHHK Hutan Alam............................................... 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Objek ..................................................................................... 31 B. Analisis Dijital .......................................................................................... 37
v
C. Analisis Separabilitas ............................................................................... 40 D. Evaluasi Akurasi Hasil Klasifikasi........................................................... 44 E. Luas Penutupan Lahan.............................................................................. 50 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 57 B. Saran ........................................................................................................ 57 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 57 LAMPIRAN ...................................................................................................... 60
vi
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Karakteristik citra ALOS ......................................................................... 4 2. Deskripsi kelas penutupan lahan ............................................................. 17 3. Kriteria keterpisahan berdasarkan Transformed Divergence (TD) ......... 19 4. Jumlah piksel untuk analisis akurasi ....................................................... 20 5. Bentuk matriks kesalahan ........................................................................ 21 6. Jumlah administrasi pemerintahan tiap provinsi di P. Kalimantan ......... 28 7. Luas tutupan lahan di Pulau Kalimantan ................................................. 29 8.
Penyebaran IUPHHK Hutan Alam (HPH) yang aktif (SK. Definitif) setiap provinsi keadaan s/d tahun 2006 ................................................... 30
9. Kelas penutupan lahan dan ciri-ciri visual citra ALOS Palsar pada kombinasi band 1-2-1 di P. Kalimantan .................................................. 33 10. Nilai statistik tiap kelas penutupan lahan ................................................ 38 11. Evaluasi separabilitas 7 kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR dengan kombinasi band 1-2..................................................... 40 12. Evaluasi separabilitas citra ALOS PALSAR dengan metode Transformed Divergence ......................................................................... 43 13. Matriks kesalahan pada citra ALOS PALSAR........................................ 45 14. Perbandingan tutupan lahan antara hasil klasifikasi pada citra ALOS PALSAR dengan peta Tutupan Lahan ........................................ 47 15. Perbandingan luas masing-masing penutupan lahan ............................... 50 16. Luas tutupan lahan setiap provinsi di P. Kalimantan .............................. 52 17. Luas tutupan lahan pada setiap fungsi kawasan hutan ............................ 56
vii
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Satelit ALOS......................................................................................... 4 2. Prinsip geometri dari Palsar .................................................................. 6 3. Bentuk pantulan pada berbagai macam permukaan objek ................... 7 4. Peta citra ALOS Palsar P. Kalimantan ................................................. 8 5. Peta Tutupan Lahan P. Kalimantan ...................................................... 9 6. Peta Wilayah Administrasi P. Kalimantan ........................................... 10 7. Peta Kawasan Hutan P. Kalimantan ..................................................... 11 8. Peta Dasar Tematik Kehutanan P. Kalimantan .................................... 12 9. GCP yang terpilih pada citra asli (kiri) dan data acuan (kanan) ........... 13 10. Diagram alir penelitian ......................................................................... 23 11. Objek penutupan lahan berupa badan air ............................................. 35 12. Objek penutupan lahan berupa sawah .................................................. 35 13. Objek penutupan lahan berupa semak .................................................. 35 14. Objek penutupan lahan berupa perkebunan.......................................... 36 15. Objek penutupan lahan berupa lahan terbuka....................................... 36 16. Objek penutupan lahan berupa hutan .................................................. 36 17. Grafik karakteristik spektral kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR .................................................................................. 37 18. Grafik nilai rata-rata DN setiap kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR ................................................................................... 39 19. Peta tutupan lahan Pulau Kalimantan ................................................... 49 20. Diagram pie persentase penutupan lahan pada Peta Tutupan Lahan tahun 2003 dan Citra ALOS PALSAR tahun 2007 ............................. 50 21. Diagram pie perbandingan persentase penutupan lahan pada masing-masing provinsi di Kalimantan antara Peta Tutupan Lahan tahun 2003 dengan citra ALOS PALSAR tahun 2007......................... 54 22. Diagram pie persentase penutupan lahan pada kawasan Hutan Lindung (a), Hutan Konservasi (b), dan Hutan Produksi (c) di Kalimantan ....................................................................................... 56
viii
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Nilai GCP hasil koreksi geometrik citra ALOS PALSAR ......................... 61 2. Sebaran luas tutupan lahan tiap kabupaten di P. Kalimantan ..................... 65
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Pangan Dunia (FAO) tahun 2006 dalam Djatmiko (2006) menyebutkan luas hutan Indonesia adalah 88.000.000 ha. Besarnya luas hutan tersebut menempatkan Indonesia sebagai Negara yang memiliki luas hutan kedelapan terbesar didunia. Dalam waktu tahun 2000 ~ 2005, laju pengurangan hutan mencapai angka 1,87 juta hektar per tahun atau sebesar 2% per tahun yang setara dengan 51 kilometer persegi setiap menitnya. Sedangkan Departemen Kehutanan dalam Statistika Kehutanan tahun 2006 menyebutkan luas hutan Indonesia adalah sebesar 93.924.330 ha dengan laju pengurangan hutan pada kurun waktu 2000 ~ 2005 mencapai 1,08 juta ha per tahun. Beragamnya data mengenai kondisi hutan tersebut disebabkan belum adanya satu standar baku yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi hutan Indonesia. Banyak kalangan berusaha menggambarkan kondisi hutan Indonesia dengan memaparkan data, metodologi dan dasar klasifikasi yang berbeda-beda. Departemen Kehutanan dengan berbagai keterbatasannya hanya dapat mengeluarkan berbagai data dan informasi mengenai kehutanan secara berkala, yaitu dalam kurun waktu tiga tahun sekali. Ketersediaan data yang akurat mengenai penutupan lahan selama kurun waktu tertentu sangat penting untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Untuk areal yang sangat luas, inventarisasi terestrial membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang sangat besar. Salah satu cara alternatif yang dapat digunakan untuk menekan penggunaan biaya, waktu, dan tenaga yang besar tersebut adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sistem satelit. Howard (1996) menjelaskan, bahwa terapan penginderaan jauh sistem satelit bidang kehutanan berkembang sangat cepat selaras dengan perkembangan pemrosesan citra digital satelit sumberdaya bumi. Teknologi penginderaan jauh satelit dapat digunakan untuk memonitor dan mengklasifikasikan penutupan dan penggunaan lahan yang luas tanpa terjun langsung ke lapangan (inventarisasi terestrial). Departemen Kehutanan sendiri telah memanfaatkan teknologi
2
penginderaan jauh ini untuk melakukan monitoring terhadap kondisi hutan Indonesia. Sebagai negara tropis, liputan awan dan asap merupakan kendala besar dalam menggunakan penginderaan jauh sistem optis. Faktor liputan awan akan sangat mengganggu dalam proses identifikasi dan pemantauan objek dipermukaan bumi, sehingga seringkali terjadi kesalahan interpretasi dan dapat mengakibatkan tingkat ketelitian yang rendah. Satelit inderaja ALOS yang telah diluncurkan tahun 2006 oleh Jepang salah satunya sensornya adalah Phased-Array type Lband Synthetic Aperture Radar (PALSAR) yang dipasang pada satelit ALOS, merupakan pengembangan lebih lanjut dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR, sensor ini memungkinkan dapat melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang lebih lebar daripada SAR konvensional (LAPAN, 2007). Citra satelit ALOS PALSAR merupakan sensor satelit aktif yang baru diluncurkan, sehingga sebelum dipergunakan secara luas harus ada penelitian pendahuluan tentang sejauh mana kemampuan citra satelit ALOS PALSAR tersebut dalam melakukan pengamatan permukaan bumi.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan citra ALOS PALSAR resolusi rendah dalam klasifikasi penutupan lahan skala regional di Pulau Kalimantan.
C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan citra yang akan digunakan untuk meningkatkan akurasi pengambilan data pada daerah yang memiliki tingkat gangguan berupa awan yang tinggi. 2. Untuk menyusun program-program pembangunan kehutanan
3
II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni ~ Agustus 2008 dengan daerah penelitian Pulau Kalimantan yang secara geografis terletak pada 40 LU ~ 40 LS dan 1090 ~ 1190 BT. Kegiatan pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
B. Data, Software dan Hardware Data yang digunakan selama penelitian terdiri dari : 1. Citra Satelit ALOS PALSAR Resolusi 200 m x 200 m tahun 2007 ALOS (Advance Land Observing Satellite) yaitu satelit milik Jepang yang merupakan satelit generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju. ALOS dilengkapi dengan tiga instrumen penginderaan jauh : yaitu Panchromatik Remote-sensing Instrument Stereo Mapping (PRISM), Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) dan Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR). Dalam melakukan operasinya, walaupun periode kunjungan ulang (re-visited period) dari satelit ALOS adalah 46 hari, namun ALOS mampu melakukan observasi pada tempat-tempat di dunia dalam 2 hari untuk kepentingan pemantauan bencana alam atau kondisi-kondisi darurat. Pada Tabel 1 disajikan karakteristik mengenai citra ALOS.
24
Tabel 1. Karakteristik Citra ALOS Data Tanggal Peluncuran Alat Peluncuran Tempat Peluncuran Berat Satelit Power Waktu Operasional Orbit
Akurasi Ketinggian Akurasi posisi Kecepatan Perekaman Onboard Data Recorder
Keterangan 24 Januari 2006 Roket H-IIA Pusat Ruang Angkasa Tanagashima 4000 Kg 7000 W 3 sampai 5 Tahun Sun-Synchronous Sub-Recurrent Repeat Cycle: 46 days Sub Cycle: 2 days Tinggi Lintasan 691,65 Km diatas Equator Inklinasi 98,16 0 2.0 x 10-4 0 (dengan GCP) 1 m (off-line) 240Mbps (via Data Relay Technology Satellite) 120Mbps (Transmisi Langsung) Solid-state data recorder (90Gbytes)
Sumber : NASDA, 2006
Untuk dapat bekerja dengan ketiga instrumen diatas, ALOS dilengkapi dengan dua teknologi yang lebih maju : pertama teknologi yang mampu mengerjakan data dalam kapasitas yang sangat besar dengan kecepatan tinggi, dan selanjutnya kapasitas untuk menentukan posisi satelit dan ketinggian yang lebih tepat.
Gambar 1. Satelit ALOS
5
Spesifikasi Instrumen Satelit ALOS Panchromatik Remote-sensing Instrument Stereo Mapping (PRISM) Panchromatik Remote-sensing Instrument Stereo Mapping (PRISM) adalah instrumen penginderaan jauh pada satelit ALOS dengan sensor pankromatik dengan resolusi spasial 2,5 m. Dalam melakukan operasinya, sensor ini memiliki tiga sistem optis yang memungkinkan data dapat direkam pada saat yang bersamaan, yaitu melalui mode observasi dari arah nadir, depan (forward) dan belakang (backward). Dengan kemampuan seperti ini, dimungkinkan untuk membangun data 3-D (three dimensional terrain data) dengan tingkay akurasi yang tinggi. Teleskop observasi pada arah nadir di sensor PRISM ini memberikan lebar sapuan 70 km, sementara teleskop observasi arah depan dan belakang (triplet mode) memberikan masing-masing lebar sapuan 35 km. Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) merupakan instrumen pada satelit ALOS yang dilengkapi kanal multispektral untuk pengamatan permukaan daratan dan wilayah pesisir dengan resolusi spasial lebih baik dari AVNIR-ADEOS. Sensor AVNIR-2 dilengkapi dengan kemampuan khusus yang memungkinkan satelit dapat melakukan observasi tidak hanya pada arah tegak lurus lintasan satelit, tetapi juga mode operasi dengan sudut operasi (pointing angle) hingga sebesar ± 440. kemampuan ini diharapkan dapat membantu dalam pemantauan kondisi suatu area yang diinginkan. Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) yang dipasang pada satelit ALOS, merupakan pengembangan lebih lanjut dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR, sensor ini memungkinkan dapat melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas, yaitu 250 hingga 350 km.
6
SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu dari tipe SLAR (Side Looking Airbone Radar) yang menggunakan antena 1-2 meter, tetapi mampu mengubah ukuran jangkauannya menjadi lebih besar (sampai 600 meter) namun dengan pasokan energi yang lebih besar. ScanSAR mempunyai kemudi berkas cahaya (yang dapat diatur) pada elevasi (ketinggian) dan didesain untuk memperoleh cakupan/sapuan yang lebih lebar daripada SAR konvensional. Citra disintetis dengan melarik incidence angle dan secara berurutan membuat citra untuk posisi sorotan yang berbeda. Masing-masing sorotan membentuk daerah sub-sapuan (sub-swat). Prinsip ScanSAR adalah berpatungan dalam waktu radar antara dua atau lebih sub-sapuan yang terpisah, sehingga diperoleh liputan citra yang penuh. Proses identifikasi obyek dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Prinsip geometri dari PALSAR
7
Kekasaran permukaan adalah fungsi variasi relief permukaan bumi yang secara kuat mempengaruhi hamburan balik radar (Lillesand dan Kiefer, 1990). Kekasaran permukaan menyebabkan perbedaan pantulan pulsa radar. Perbedaan pantulan radar dapat digolongkan berdasarkan tiga jenis permukaan obyek yaitu pantulan baur (pantulan ke segala arah) menyebabkan rona cerah, pada permukaan kasar seperti daerah berbatu, vegetasi atau hutan yang heterogen dan air. Pantulan cermin (arah pantulan berlawanan dengan arah datangnya sinar) menyebabkan rona gelap pada permukaan obyek yang halus, seperti permukaan air tenang dan permukaan tanah yang diratakan atau dikeraskan. Pantulan sudut (pantulan kembali kearah sensor) menyebabkan rona sangat cerah dan melebar pada obyek yang bersudut siku-siku seperti lereng terjal atau cliff (Purwadhi, 2001).
Gambar 3. Bentuk pantulan pada berbagai macam permukaan objek (Lillesand dan Kiefer, 1993)
8
Gambar 4. Peta citra ALOS PALSAR Pulau Kalimantan 2. Data Spasial Dijital a.
Peta Penutupan Lahan P. Kalimantan tahun 2003 Skala 1 : 250.000
b. Peta Wilayah Administrasi P. Kalimantan tahun 2003 Skala 1 : 1000.000 c.
Peta Fungsi Hutan P. Kalimantan tahun 2003 Skala 1 : 250.000
d. Peta Dasar Tematik Kehutanan tahun 2003 Skala 1 : 1000.000
Gambar 5. Peta Penutupan Lahan Pulau Kalimantan 9
Gambar 6. Peta Wilayah Administrasi Pemerintahan Pulau Kalimantan 10
Gambar 7. Peta Fungsi Hutan Pulau Kalimantan
11
12
Gambar 8. Peta Dasar Tematik Kehutanan Pulau Kalimantan
Software dan Hardware Perangkat keras (hardware) yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer pribadi (personal computer) dengan perangkat lunaknya (software) yang terdiri dari Arcview 3.2 dan Erdas Imagine Ver 9.1. C. Metode Pengolahan Data 1. Pra-Pengolahan Citra Koreksi Geometrik (Rektifikasi) Koreksi geometrik dilakukan dengan pemilihan titik-titik kontrol lapangan (Ground Control Point) yang bertujuan untuk menyamakan proyeksi citra dengan peta. Koreksi geometrik merupakan suatu proses melakukan transformasi data dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik.
13
Koreksi geometrik ada dua macam yaitu, koreksi geometrik citra ke citra (image to image rectification) dan koreksi geometrik citra ke peta (image to map rectification). Pada penelitian ini dilakukan koreksi geometrik citra ke peta. Peta yang digunakan sebagai referensi adalah Peta Dasar Tematik Kehutanan yang merupakan peta acuan yang digunakan di dunia kehutanan. Tahap-tahap melakukan koreksi geometrik 1. Memilih titik kontrol lapangan (Ground control point) sebanyak 83 titik. GCP tersebut sedapat mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah berubah dalam jangka waktu lama. GCP tersebar merata pada citra yang akan dikoreksi.
Gambar 9. GCP yang terpilih pada citra asli (kiri) dan data acuan (kanan)
2. Membuat persamaan transformasi yang digunakan untuk melakukan interpolasi spasial. Persamaan yang digunakan adalah persamaan dengan Orde I disebut juga Affine transformation (diperlukan minimal 3 GCP):
p' = ao + a1 X + a2Y l ' = bo + b1 X + b2Y
14
3. Menghitung kesalahan (RMSE, root mean squared error) dari GCP yang terpilih. Besarnya nilai RMSE yang diperoleh adalah 0,00027. Nilai RMSE tersebut dianggap telah memadai untuk koreksi geometrik. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung sebagai berikut: RMS error =
( X r − X i ) + (Yr − Yi ) 2
2
Keterangan : Xr , Yr X i , Yi
= Koordinat GCP pada sumbu X dan Y pada data acuan = Koordinat GCP pada sumbu X dan Y pada data asli
Selanjutnya untuk masing-masing GCP dapat dihitung sebagai berikut: R i = XRi 2 + YRi 2
Keterangan : Ri XRi, YRi
= RMSE untuk GCP ke-i = Kesalahan kearah X dan Y untuk GCP ke-i
Secara skematis kesalahan dari GCP yang dapat ditolerir adalah sebesar radius tertentu (RMSE). Kesalahan tersebut sesungguhnya terdiri atas kesalahan kearah sumbu x (Easting) dan kearah sumbu Y (Northing). Total RMSE dihitung dengan rumus berikut:
Rx =
1 n ∑ XRi 2 n i =1
Ry =
1 n YRi 2 ∑ n i =1
T = Rx 2 + Ry 2 atau =
1 n XRi 2 + YRi 2 ∑ n i =1
Keterangan : Rx = Total RMSE ke arah X, Ry = Total RMSE ke arah Y, XRi = Kesalahan ke arah X dari GCP ke-i dan YRi = Kesalahan ke arah Y dari GCP ke-i., T = Total RMSE dan n = Jumlah GCP.
15
Kontribusi (Ei) masing-masing GCP ke-i pada total RMSE adalah:
Ei =
Ri T
Persamaan transformasi yang diperoleh dari titik-titik lapangan yang terpilih adalah sebagai berikut : p’ = -3,50549 + 1,02978X – 0,00019Y l’ = 0,01207 – 0,000000019X + 1,02952Y 4. Melakukan interpolasi intensitas (nilai kecerahan) untuk membuat citra baru dengan sistem koordinat yang ditentukan. Dalam proses ini juga menentukan ukuran piksel output, sesuai dengan resolusi spasial yang dikehendaki, yang umumnya disesuaikan dengan ukuran resolusi spasial data aslinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nearest Neighbourhood Interpolation (NNI). NNI adalah metode yang paling efisien dan paling banyak digunakan karena tidak mengubah nilai DN (Dijital Number) yang asli (Jaya, 2007).
2. Pengolahan Citra
a. Klasifikasi Klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks pengolahan dijital dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokan piksel kedalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan. Proses ini sering juga disebut dengan segmentasi (segmentation). Kelas yang dibuat dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fitur-fitur yang dikenali dilapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokan secara statistik oleh komputer. Klasifikasi diperlukan pada citra komposit agar lebih mudah dievaluasi karena dalam klasifikasi objek atau fenomena dipermukaan bumi dari jumlahnya yang sangat besar disederhanakan jumlahnya menjadi hanya beberapa kelas yang mudah dianalisis. Berdasarkan teknik pendekatannya klasifikasi dibedakan atas klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi tidak terbimbing adalah klasifikasi yang proses pembentukan kelas-kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer.
16
Kelas-kelas atau klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung kepada data itu sendiri. Dalam prosesnya, klasifikasi ini mengelompokan pikselpiksel berdasarkan kesamaan atau kemiripan spektralnya. Sedangkan klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis (supervised). Kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (class signature) yang diperoleh analis melalui pembuatan area contoh (training area). Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Maximum Likelihood
(Kemungkinan
Maksimum).
Metode tersebut
dipilih
karena
merupakan metode standar yang paling umum dilakukan. Dalam metode ini dipertimbangkan berbagai faktor, diantaranya adalah peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan kedalam kelas atau kategori tertentu. Peluang yang sering disebut dengan prior probability ini
dapat dihitung dengan menghitung
prosentase tutupan pada citra yang akan diklasifikasi. Jika peluang ini tidak diketahui maka besarnya peluang dinyatakan sama untuk semua kelas. b. Pembuatan Area Contoh (Training Area) Pembuatan daerah contoh atau Training Area dilakukan untuk menentukan penciri kelas (Class Signature). Pembuatan daerah contoh ini merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi prototife (cluster) dari sejumlah piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya, 2007). Kegiatan ini dilakukan dengan menentukan posisi contoh di lapangan dengan bantuan peta penutupan lahan sebagai referensi untuk setiap kelas penutupan lahan. Jumlah masing-masing kelas yang diambil disesuaikan dengan masingmasing luas penampakan. Secara teoritis, jumlah piksel yang perlu diambil untuk mewakili setiap kelas adalah sebanyak N+1, dimana N = jumlah band yang digunakan. Hal ini untuk menghindari matrik ragam-peragam yang singular, dimana piksel per kelasnya tidak bisa dihitung. Namun pada prakteknya, jumlah piksel per kelas untuk klasifikasi adalah 10N sampai 100N (Swain dan Davis, 1978, diacu dalam Jaya, 2002).
1
Tabel 2. Deskripsi kelas penutupan lahan No
1
Kelas Penutupan Lahan Badan air
Tampilan Citra ALOS PALSAR kombinasi Band 1-2-1
Foto Lapangan
Deskripsi
Lahan yang tergenang air tanpa ada vegetasi atau hutan yang menaunginya
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
2
Vegetasi jarang Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk < 40%
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
17
2
Tabel 2 (Lanjutan) No
3
Kelas Penutupan Lahan Vegetasi Sedang
Tampilan Citra ALOS PALSAR kombinasi Band 1-2-1
Foto Lapangan
Deskripsi
Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk ± 40 - 70%
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
4
Vegetasi Rapat Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk > 70%
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
18
19
3. Evaluasi Ketelitian Klasifikasi Ketelitian hasil klasifikasi dapat dihitung dengan beberapa ukuran ketelitian antara lain : a. Analisis Separabilitas Separabilitas dari penciri kelas adalah ukuran stastistik antar dua kelas. Separabilitas ini dapat dihitung untuk setiap kombinasi band. Ukuran ini sekaligus digunakan untuk mengetahui kombinasi band mana saja yang memberikan separabilitas terbaik. Pengukuran separabilitas dilakukan untuk memperoleh kualitas ketelitian klasifikasi. Metode yang dipilih yaitu Transformed Divergence (TD) karena selain baik dalam
mengevaluasi keterpisahan antar kelas, juga
memberikan estimasi yang terbaik untuk pemisahan kelas. Kriteria keterpisahan dalam metode Transformed Divergence (TD) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria Keterpisahan Berdasarkan Transformed Divergence (TD) Nilai Transformasi Keterpisahan 2000 1900 ~< 2000 1800 ~< 1900 1600 ~< 1800 < 1600
Keterangan Sempurna (Excellent) Baik (Good) Cukup (Fair) Kurang (Poor) Tidak Terpisahkan (Insperable)
Sumber : Jaya (2007)
Nilai TD antara kelas i dan j dihitung menggunakan persamaan : Dij =
(
(
⎛ ⎛ − Dij TDij = 2000⎜⎜1 − exp⎜⎜ ⎝ 8 ⎝ Keterangan : D tr C µ T i, j
))
((
)
1 1 −1 −1 −1 −1 T tr (C i − C j ) Ci − C j + tr Ci − C j (μ i − μ j )(μ i − μ j ) 2 2
⎞⎞ ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎠⎠
: Divergence : Teras matriks : Matriks ragam peragam : Vektor rata-rata : Transposisi dari matriks : Kelas yang dibandingkan
)
20
b. Analisis Akurasi Analisis akurasi dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan klasifikasi yang dibuat. Akurasi dianalisis menggunakan suatu matriks kontingensi yaitu suatu matriks bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi, yang disusun seperti pada Tabel 5. Matriks ini sering disebut “error matrix” atau “confusion matrix”. Dalam matrik kontingensi ini, analis dapat juga menghitung besanya akurasi pembuat (producers accuracy) dan akurasi pengguna (users accuracy) dari setiap kelas. Akurasi pembuat adalah akurasi yang diperoleh dengan membagi piksel yang benar dengan jumlah total piksel daerah contoh per kelas. Pada akurasi ini akan terjadi kesalahan omisi, oleh karena itu akurasi pembuat ini sering dikenal dengan istilah “omission error”. Sebaliknya, jika jumlah piksel yang benar dibagi dengan total piksel dalam kolom akan menghasilkan akurasi pengguna (users accuracy), yang juga dikenal dengan istilah “ commission error”. Saat ini akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi Kappa. Akurasi Kappa juga digunakan untuk menguji kesignifikanan antara dua matrik kesalahan dari metode yang berbeda atau dari dua kombinasi band yang berbeda (Jaya, 1996). Analisis akurasi ini dibuat dengan cara mengambil kembali area contoh pada citra ALOS PALSAR.
Banyaknya jumlah piksel yang diambil
untuk
melakukan analisis akurasi ditampilkan dalam Tabel 4. Sedangkan bentuk matrik kesalahan untuk menghitung besarnya nilai akurasi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 4. Jumlah piksel untuk analisis akurasi Kelas Penutupan Lahan Badan Air Vegetasi jarang Vegetasi sedang Vegetasi rapat Total Piksel
Jumlah Piksel 728 696 732 745 2901
21
Tabel 5. Bentuk Matriks Kesalahan Kelas Referensi
A B C Total Piksel Akurasi Pengguna
Dikelaskan ke Kelas (Data Klasifikasi di Peta)
A B X11 X12 X21 X22 X31 X32 X+1 X+2 X11/X+1 X22/X+2
C X13 X23 X33 X+3 X33/X+3
Jumlah Piksel
Akurasi Pembuat
X1+ X2+ X3+ N
X11/X1+ X22/X2+ X33/X3+
Sumber : Jaya (2007)
Beberapa persamaan akurasi yang digunakan adalah : r r ⎡⎛ r ⎞⎤ ⎞ ⎛ Kappa Accuracy = ⎢⎜ N ∑ X ii −∑ X i + X +i ⎟ / ⎜ N 2 − ∑ X i + X +i ⎟⎥ × 100% i =1 i =1 ⎠⎦ ⎠ ⎝ ⎣⎝ i =1
User’s Accuracy = ( X ii / X +i ) × 100% Produser’s Accuracy = ( X ii / X i + ) × 100% ⎛⎛ r ⎞ ⎞ Overall Accuracy = ⎜⎜ ⎜ ∑ X ii ⎟ / N ⎟⎟ × 100% ⎠ ⎝ ⎝ i =1 ⎠
Keterangan : N Xi+ X+i Xii
: Banyaknya piksel dalam contoh : Jumlah piksel dalam baris ke-i : Jumlah piksel dalam kolom ke-i : Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolomke-i
4. Pengolahan Data Spasial
Pengolahan data spasial dilakukan dengan dengan menggunakan software Arc.View 3.2. Software tersebut merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan pengolahan data spasial berbasis sistem informasi geografis. Sistem informasi geografis (SIG) adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: a) masukan, b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data),
22
c) analisis dan manipulasi data, dan d) keluaran data (Aronof 1989, diacu dalam Prahasta, 2005). a. Sebaran Hutan Menurut Wilayah Administrasi Pemerintahan Dilakukan dengan mengoverlay peta hasil klasifikasi dengan peta wilayah administrasi pemerintahan. Operasi spasial yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah identity. Dengan operasi spasial identity ini dapat diketahui luas penutupan lahan pada masing-masing wilayah administrasi pemerintahan. b. Sebaran Hutan Menurut Fungsi Kawasan Hutan Dilakukan dengan mengoverlay peta hasil klasifikasi dengan peta fungsi hutan . Operasi spasial yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah identity. Dengan operasi spasial identity ini dapat diketahui luas penutupan lahan pada masing-masing kawasan hutan. Untuk lebih mempermudah pemahaman tentang metode pengolahan data penelitian ini, berikut disajikan gambar diagram alir penelitian.
23
Mulai Pra Pengolahan Citra
●Peta Dasar Tematik Kehutanan ● Peta Kawasan Hutan ●Peta Administrasi Wilayah
Citra ALOS PALSAR
Koreksi Geometrik Citra Terkoreksi Identifikasi Objek Tidak
Pembuatan Training Area
Peta Tutupan Lahan Tidak
Terima ?
Analisis Separabilitas Klasifikasi Terbimbing Ya Terima ?
Uji Akurasi
Ya Peta Kawasan Hutan
Citra Terklasifikasi Analisis Spasial Sebaran Luas Tutupan Hutan dan Lahan Selesai Gambar 10. Diagram alir penelitian
Peta Administrasi Wilayah
IV. KONDISI UMUM PULAU KALIMANTAN A. Letak Geografis Kalimantan adalah nama bagian wilayah Indonesia di Pulau Borneo Besar; yaitu pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan seluruh Pulau Irian. Kalimantan meliputi 73 % massa daratan Borneo. Keempat propinsi di Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, luas seluruhnya adalah 549.032 km2. Luasan ini merupakan 28 % seluruh daratan Indonesia. Kalimantan Timur saja merupakan 10% dari wilayah Indonesia. Bagian utara P. Borneo meliputi negara bagian Malaysia yaitu Serawak dan Sabah, dan Kesultanan Brunei Darusallam. Wilayah pulau Kalimantan (bagian selatan) dalam wilayah Republik Indonesia, terletak diantara 40 240` LU ~ 40 10` LS dan antara 1080 30` BT ~ 1190 00` BT. Berbatasan langsung dengan negara Malaysia (Sabah dan Serawak) di sebelah utara yang panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai dari propinsi Kalimantan Barat sampai dengan Kalimantan Timur. Adapun batas wilayah pulau Kalimantan adalah: ● Sebelah Utara
: Laut China Selatan dan Laut Sulu
● Sebelah Selatan
: Selat Karimata dan Laut Jawa
● Sebelah Barat
: Laut China Selatan
● Sebelah Timur
: Laut Sulawesi dan Selat Makasar
B. Topografi Pulau Kalimantan sebagaian besar merupakan daerah pegunungan / perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai/ pasang surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan lain–lain (0,93 %). Pada umumnya topografi bagian tengah dan Utara (wilayah Republik Indonesia/RI) adalah daerah pegunungan tinggi dengan kelerengan yang terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung. Pulau Kalimantan tidak memiliki pegunungan berapi namun jajaran pegunungan utamanya semula merupakan gunung berapi. Rangkaian pegunungan
25
utamanya melintasi bagian tengah pulau seperti trisula terbalik dari utara ke selatan dengan tiga mata tombak bercabang di bagian selatan. Puncak tertinggi terdapat di Malaysia yaitu Gunung Kinabalu dengan ketinggian 4.101 mdpl. Gunung tertinggi di Kalimantan adalah Gunung Raya yang tingginya 2.778 mdpl. Kebanyakan dataran rendah mengalami drainase yang buruk dan berawa yang sulit dilalui dengan transportasi darat. sehingga sungai menjadi sarana transportasi yang pokok didaerah pedalaman. Di Kalimantan juga banyak terdapat sungai dari daerah pedalaman sampai kepantai, diantaranya adalah sungai Kapuas (1.143 km), sungai Barito (900 km) dan sungai Mahakam (775 m) yang termasuk terbesar di Indonesia. Sungai Kapuas mengalir dari kaki gunung Cemaru ke barat, mengaliri sebagian besar Kalimantan Barat. Sungai Barito yang besar mata airnya berasal dari pegunungan Muller dan mengalir ke selatan dan bertemu dengan Sungai Negara yang berasal dari Pegunungan Meratus bermuara dekat Banjarmasin. Disepanjang garis pantai ditumbuhi hutan rawa hingga hutan mangrove. Beberapa sungai besar mempunyai sistem pengeluaran (outlet) berupa danau (Djatmiko, 2006).
C. Iklim Pulau Kalimantan terletak di garis Equator dan memiliki iklim tropis dengan suhu yang relatif konstan sepanjang tahun antara 250 ~ 350 C di dataran rendah. Dataran rendah di sepanjang equator mendapat curah hujan minimum 60 mm setiap bulannya. Pulau Kalimantan yang terletak di daerah basah sepanjang tahun memiliki sedikitnya bulan basah dengan curah hujan kurang dari 200 mm. Angin musim barat laut (November~April) pada umumnya lebih basah dari pada angin musim tenggara, tetapi beberapa daerah pesisir menunjukkan pola curah hujan bimodal. Kalimantan dapat dibagi menjadi lima zona agroklimat. Sebagian besar daerah perbukitan yang tinggi menerima curah hujan 2.000 ~ 4.000 mm setiap tahun. Sebagian besar wilayah Kalimantan masuk ke dalam kawasan yang paling basah. Tidak seperti Sumatera, di Kalimantan tidak ada gunung-gunung di daerah pesisir yang mempengaruhi curah hujan, walaupun beberapa gunung yang pendek
26
mempengaruhi curah hujan lokal, terutama di Kalimantan bagian Timur. Kalimantan bagian tengah dan Barat adalah kawasan yang paling basah, sementara bagian-bagian di pesisir timur jauh lebih kering. Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah merupakan kawasan yang paling basah. Angin musim Barat laut di Kalimantan Barat pada bulan Agustus-September dan musim hujan berlangsung sampai bulan Mei. Curah hujan sangat tinggi terutama pada bulan Nopember dan yang kedua pada bulan April. Pada bulan Juni-Agustus iklim relatif lebih kering, akan tetapi tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 100 mm. Curah hujan tahunan di Putussibau (Kapuas Hulu) mencapai lebih dari 4000 mm dan tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 200 mm. Dengan wilayah panas sepanjang tahun dan daerah lembab. Angin
musim barat laut
mencapai Kalimantan Barat pada bulan
Agustus~September dan musim hujan berlangsung sampai bulan Mei. Curah hujan sangat tinggi terutama terjadi pada bulan Nopember dan yang kedua pada bulan April. Dari bulan Juni sampai Agustus, iklim relatif lebih kering tetapi tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 100 mm. Curah hujan di Putusibau lebih dari 4.000 mm dan tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 200 mm. Di Kalimantan Tengah dan Selatan, curah hujan umumnya bertambah tinggi ke arah utara dari daerah pesisir. Pengaruh angin musim tenggara jauh lebih besar daripada di Kalimantan Barat. Bulan kering terjadi dari bulan Juli sampai September terutama di daerah-daerah bayang-bayang hujan di bagian barat Pegunungan Meratus, misalnya di Martapura. Namun musim kemarau disini masih tidak sekering di Jawa dan Nusa Tenggara. Daerah-daerah pesisir di Kalimantan Timur dan bagian timur Sanah jauh lebih kering daripada bagian-bagian lainnya di Kalimantan. Pengaruh angin musim barat laut jauh lebih lemah karena hampir semua hujan jatuh di pegunungan tengah. Bahkan selama musim penghujan, curah hujan relatif rendah dan sering kurang dari 200 mm/bulan, terutama di daerah Semenanjung Sankulirang. Tidak ada musim kemarau yang khusus karena angin musim tenggara melintasi laut terbuka sehingga juga membawa hujan ke daerah lain (Djatmiko, 2006).
27
D. Tipe Hutan Pulau Kalimantan terkenal dengan kekayaan alamnya berupa hutan hujan tropis sehingga membuat pulau ini sering di sebut sebagai “Paru-Paru Dunia” dan cadangan mineral yang melimpah. Tumbuhan yang hidup di pulau Kalimantan lebih dari 5000 jenis yang diambil kayunya. Di dataran tinggi ditemukan sejumlah tumbuhan berbunga, diantaranya adalah Raflesia. Kalimantan memiliki lebih dari 3.000 jenis pohon, termasuk 267 jenis Dipterocarpaceae yang merupakan kelompok pohon kayu perdagangan terpenting di Asia Tenggara, sekitar 58% jenis Dipterocarpaceae ini merupakan jenis endemik. Juga memiliki lebih dari 2.000 jenis anggrek dan 1.000 jenis pakis, juga sebagai pusat distribusi karnivora Kantong semar (Nepenthus). Tingkat endemisme flora juga cukup tinggi sekitar 34% dari seluruh tumbuhan, tetapi hanya mempunyai 59 marga unik dari 1.500 marga. Formasi vegetasi yang ada di wilayah ini meliputi hutan hujan tropis, mangrove, rawa, dan hutan kerangas. Untuk lebih jelasnya menurut Oldeman et al (1980) dalam Djatmiko (2006) terdapat 12 tipe habitat, yaitu: 1. Hutan pegunungan atau montane forest (> 1000 mdpl) 2. Hutan perbukitan atau hill forest ( 500 ~ 1000 mdpl) 3.
Hutan dipterocarpa dataran rendah atau lowland dipterocarp forest (100~ 500 mdpl)
4. Hutan hujan dataran rendah atau lowland pplain rain forest (<100 mdpl) 5. Hutan kerangas (heath forest) 6. Hutan kayu ulin (ironwood forest) 7. Hutan batu kapur (forest in limestone) 8. Hutan tanah alluvial (forest in alluvial soil) 9. Rawa air tawar (freshwater swamp) 10. Rawa gambut (peat swamps) 11. Bakau (mangrove) 12. Danau air tawar (freshwater lake)
28
E. Wilayah Administrasi Secara administratif pemerintahan, Pulau Kalimantan yang menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia terbagi kedalam empat provinsi yaitu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Tabel 6. Jumlah administrasi pemerintahan tiap Provinsi di Pulau Kalimantan Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa
Kalimantan Barat 12 127 1500
Kalimantan Tengah 14 85 1355
Kalimantan Selatan 13 117 1972
Kalimantan Jumlah Timur 13 52 88 417 1404 6231
Sumber : Biro Pusat Statistik (2008)
F. Tutupan Lahan dan IUPHHK Hutan Alam Berdasarkan Badan Planologi Kehutanan (2005), wilayah pulau Kalimantan memiliki areal hutan seluas 28.232.800 ha dan non hutan seluas 21.548.480 ha. Sedangkan banyaknya IUPHHK Hutan Alam (HPH) yang aktif sebanyak 174 dengan total luas areal pengelolaannya sebesar 12.829.243 ha.
29
Tabel 7. Luas tutupan lahan di Pulau Kalimantan No 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
22 23
Tutupan Lahan A. Hutan Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa primer Hutan rawa sekunder Hutan mangrove primer Hutan mangrove sekunder Hutan tanaman Jumlah Hutan B. Non Hutan Semak/Belukar Belukar rawa Savana Perkebunan Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering + Semak Transmigrasi Sawah Tambak Tanah terbuka Pertambangan Permukiman Rawa Pelabuhan Udara/Laut Jumlah Non Hutan C. Tidak Ada Data Awan Tidak ada data Jumlah Tidak Ada Data Total
Sumber : Badan Planologi Kehutanan (2005)
Luas (Ha) 9.351.600 13.036.200 443.700 3.970.900 111.800 560.300 758.300 28.232.800 7.021.300 2.589.480 71.200 1.359.800 425.400 6.893.300 145.500 797.800 234.300 786.200 141.100 284.800 797.200 1.100 21.548.480 2.398.400 2.398.400 52.179.680
Tabel 8. Penyebaran IUPHHK Hutan Alam (HPH) yang aktif (SK. Definitif) setiap Provinsi keadaan s/d tahun 2006 No 1 2 3 4
Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Jumlah
Swasta Murni Unit Luas (ha) 12 576.790 25 1.854.270 1 17.600 48 3.870.951 86 6.319.611
IUPHHK Hutan Alam (HPH) Aktif BUMN Murni Penyertaan Patungan Jumlah Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) 10 578.100 22 1.163.890 31 2.306.520 5 408.855 61 4.569.645 2 120.950 3 222.931 6 361.481 10 796.230 25 1.848.671 1 218.375 85 6.734.227 12 917.180 69 4.965.222 6 627.230 174 12.829.243
Sumber : Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan (2006)
30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Objek Suatu objek dipermukaan bumi pada citra satelit dapat dikenali secara visual melalui warna kompositnya. Untuk dapat menampilkan warna komposit ini dibutuhkan kombinasi tiga band pada gun Red, Green, dan Blue. Selain warna komposit, untuk lebih membedakan masing-masing objek juga harus dikenali tekstur, bentuk dan asosiasinya dengan objek lain. Berbeda dengan penginderaan jauh optik yang biasanya memiliki banyak band (misalnya SPOT 4 Vegetation yang mempunyai 4 band), citra satelit ALOS PALSAR hanya mempunyai dua band yaitu band HH (Horizontal-Horizontal) dan HV (Horizontal-Vertical). Oleh karena itu, identifikasi objek pada citra ALOS PALSAR dilakukan pada kombinasi band 1-2-1. Band HH pada citra tersebut diletakan pada gun Red sedangkan band HV diletakan pada gun Green. Oleh karena untuk dapat menampilkan warna komposit pada suatu citra dibutuhkan kombinasi tiga band maka pada gun Blue ditampilkan citra dengan band HH. Gelombang elektromagnetik yang digunakan sensor radar berupa pulsa (gelombang mikro) bertegangan tinggi dan dipancarkan pada waktu sangat pendek (10-6detik). Pancaran pulsa ditujukan pada arah obyek dan dipantulkan kembali ke sensor radar. Sensor dapat mengukur dan mencatat waktu dari saat pemancaran gelombang elektromagnetik hingga kembali ke sensor. Berdasarkan waktu perjalanan pulsa radar dapat diperhitungkan jarak obyek dan berdasarkan intensitas hamburan baliknya dapat ditaksir jenis obyeknya (Purwadhi, 2001). Terbatasnya jumlah band yang dimiliki oleh sensor radar PALSAR pada satelit ALOS menyebabkan terbatasnya kemampuan citra ALOS PALSAR dalam membedakan kenampakan suatu objek dipermukaan bumi. Dengan besarnya nilai Brightness Value (BV) yang mencapai 8 bits berarti citra ALOS PALSAR ini dapat membedakan tingkat kecerahan suatu piksel mulai dari 0 sampai dengan 255. Berdasarkan ciri (karakteristik) objek secara spektral dan spasial tersebut, citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi tutupan lahan menjadi 6
32
kelas. Kartikasari (2004) dalam penelitiannya dengan menggunakan citra optis yaitu SPOT 4 Vegetation pada areal kerja yang sama mampu membedakan objek secara visual ke dalam 8 kelas penutupan lahan yaitu : hutan dataran rendah, hutan rawa, hutan mangrove, areal penanaman, semak belukar, areal terbuka, badan air, dan awan. Penelitian mengenai identifikasi penutupan lahan dengan menggunakan ALOS PALSAR ini telah dilakukan oleh Samsul Arifin (2007). Dalam penelitiannya dengan menggunakan citra komposit (HH+HV)/2-HV-HH resolusi spasial 5 m di daerah Yogyakarta, peneliti tersebut mampu mengidentifikasi objek kedalam 8 kelas penutupan lahan. Delapan kelas penutupan lahan tersebut adalah: air, palawija, sawah awal tanam, sawah vegetatif, sawah pasca panen, kebun, hutan dan pemukiman. Nurharyanti (2008) dalam penelitiannya dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 12,5 m dengan menggunakan citra komposit HH-HV-HH di PT. Trisetia Intiga (Kalimantan Tengah) mampu mengidentifikasi secara visual objek kedalam 5 kelas penutupan lahan. Kelas-kelas penutupan lahan tersebut adalah: lahan terbuka, semak belukar, perkebunan, hutan lahan kering rapat, dan hutan lahan kering jarang. Sedangkan Hendrayani (2008) dengan menggunakan citra komposit yang sama yaitu HH-HV-HH tapi dengan resolusi spasial 200 m di Pulau Jawa mampu mengidentifikasi objek kedalam 4 kelas penutupan lahan. Kelas-kelas penutupan lahan tersebut adalah: tubuh air, lahan pertanian, hutan atau vegetasi biomassa rendah, dan hutan atau vegetasi biomassa tinggi.
33
Tabel 9. Kelas penutupan lahan dan ciri-ciri visual citra ALOS PALSAR pada kombinasi band 1-2-1 di Pulau Kalimantan. No 1
Kelas Penutupan Lahan Badan air
2
Sawah
3
Semak
4
Perkebunan
5
Lahan terbuka
6
Hutan
Ciri-ciri Visual Berwarna ungu kehitaman dengan rona gelap serta tekstur yang halus (Gambar 11) Berwarna ungu dengan tekstur agak kasar dan bentuk berpetak-petak (Gambar 12) Berwarna hijau bercampur ungu dengan tekstur agak kasar serta pola yang menyebar (Gambar 13) Berwarna hijau bercampur ungu dengan tekstur agak kasar serta bentuk yang beraturan (Gambar 14) Berwarna ungu tua dengan tekstur halus dan mempunyai bentuk yang tidak beraturan (Gambar 15) Berwarna hijau bercampur ungu dan putih dengan tekstur kasar serta pola yang tidak teratur (Gambar 16)
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa pada permukaan yang halus (smooth) seperti pada badan air dan lahan terbuka akan bertindak sebagai specular reflector (seperti cermin) yang menyebabkan arah backscatter akan dipantulkan menjauhi sensor sehingga objek yang direkam tampak gelap (Gambar 11 dan 15). Pada tutupan lahan berupa semak dan perkebunan yang memiliki permukaan agak kasar mengakibatkan objek yang direkam memiliki tekstur yang agak kasar (Gambar 13 dan 14). Pada tutupan lahan berupa hutan yang memiliki permukaan yang kasar akibat dari struktur kanopi tanaman secara keseluruhan mengakibatkan terjadinya pantulan baur (diffuse reflector). Pantulan baur ini menyebabkan objek yang direkam memiliki tekstur yang kasar. Tekstur yang kasar tersebut diakibatkan oleh rona yang dihasilkan dari obyek yang mempunyai permukaan yang kasar memiliki beberapa tingkat kecerahan tergantung besarnya tenaga pantulan yang kembali kearah sensor (Gambar 16). Obyek yang termasuk pemantul baur ini diantaranya adalah beberapa jenis vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1993). Untuk penutupan lahan berupa hutan yang berada di daerah pegunungan, variasi geometri akan sangat mempengaruhi penampakan objek yang terekam. Oleh
34
karena Radar melakukan perekaman dengan arah menyamping maka medan yang diindera juga tidak selalu memiliki arah yang sama. Sehingga dalam mencitra berbagai relief/topografi permukaan bumi, akan memberikan hasil yang berbeda. Hal ini timbul melalui variasi geometri sensor terhadap medan. Variasi lokal medan mengakibatkan sudut datang sinyal radar berbeda-beda. Bila terjadi pada lereng, hasil balik tenaga radar bagi lereng yang menghadap ke arah sensor (lereng depan) akan memantulkan tenaga yang lebih besar dibandingkan lereng sebaliknya yang membelakangi sensor. Kekuatan hasil balik pulsa radar mempengaruhi rona pada citra radar. Citra radar pada bagian lereng depan akan lebih cerah dibandingkan dengan bagian lereng belakang (Purwadhi, 2001). Selain jumlah band yang sedikit serta adanya foreshortening, layover, dan bayangan pada citra Radar. Kendala lain yang dihadapi dalam mengidentifikasi objek dipermukaan bumi pada penelitian ini adalah penggunaan data acuan yang merupakan data keluaran tahun 2003. Hal tersebut memungkinkan adanya kesalahan interpretasi yang disebabkan oleh perubahan tutupan lahan yang mungkin terjadi selama kurun waktu tahun 2003 ~ 2007 tersebut. Oleh karena itu, pembuatan area contoh dilakukan pada wilayah-wilayah yang diperkirakan antara tahun 2003 ~2007 tersebut tidak berubah.
35
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
Gambar 11. Objek penutupan lahan berupa badan air
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
Gambar 12. Objek penutupan lahan berupa sawah
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
Gambar 13. Ojek penutupan lahan berupa semak
36
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
Gambar 14. Objek penutupan lahan berupa perkebunan
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
Gambar 15. Objek penutupan lahan berupa lahan terbuka
(Sumber : Lab. Inventarisasi SDH, IPB)
Gambar 16. Objek penutupan lahan berupa hutan
37
B. Analisis Dijital Analisis dijital digunakan untuk memperoleh informasi mengenai besarnya kisaran nilai dijital (Digital Number/DN) dari masing-masing kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR. Citra ALOS PALSAR ini sendiri merupakan citra satelit dengan saluran L yaitu saluran yang mempunyai panjang gelombang mikro sebesar 19,3 ~ 79,9 cm. Dengan diketahuinya besaran kisaran nilai dijital tersebut akan diketahui bagaimana karakteristik spektral dari setiap kelas penutupan lahan terhadap saluran (band) yang dimiliki oleh suatu sensor satelit.
Gambar 17. Grafik karakteristik spektral kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR Berdasarkan grafik pada Gambar 17, nilai backscatter yang dimiliki objek pada saluran HH dan HV tidak menonjolkan atau tidak dapat membedakan kepekaan terhadap suatu objek tertentu. Polarisasi HH dan HV semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kerapatan vegetasi pada permukaan objek yang diindera. Polarisasi HV menghasilkan citra dengan kontras yang lebih jelas antara objek yang tidak bervegetasi (badan air dan lahan terbuka) dengan objek yang bervegetasi
38
(sawah, semak, perkebunan, dan hutan). Sementara itu, polarisasi HV menghasilkan citra dengan kontras yang lebih kecil dalam menunjukan perbedaan antara daerah yang tidak bervegetasi (badan air dan lahan terbuka) dengan daerah yang bervegetasi (sawah, semak, perkebunan, dan hutan). Akan tetapi, polarisasi HV dapat membedakan setiap kelas penutupan lahan secara lebih baik dibandingkan polarisasi HH. Nilai statistik tiap kelas penutupan lahan ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai statistik tiap kelas penutupan lahan Kelas
Band
Min
Max
Badan air
HH (1) HV (2) HH (1) HV (2) HH (1) HV (2) HH (1) HV (2) HH (1) HV (2) HH (1) HV (2)
18 22 86 42 96 71 21 22 91 106 76 93
40 30 255 133 148 130 122 110 138 152 205 255
Sawah Semak Lahan terbuka Perkebunan Hutan
Mean 26,27 26,35 170,78 74,52 120,85 104,98 51,04 41,09 115,88 127,68 121,25 146,82
Std dev 5,677 1,573 38,639 15,366 10,833 12,403 20,422 15,196 8,955 8,915 27 31,509
Covariance Band HH Band HV 32,228 6,092 6,092 2,475 1492,939 -45,577 -45,577 236,103 117,347 114,602 114,602 153,846 417,059 295,183 295,183 230,931 80,196 52,013 52,013 79,481 729,02 824,959 824,959 992,828
Pada saluran 1 (satu) atau band HH, terlihat perbedaan nilai rata-rata yang kontras antara objek yang bervegetasi dan tidak bervegetasi. Nilai rata-rata DN kelas penutupan badan air sebesar 26,27. Selanjutnya nilai rata-rata DN kelas penutupan lahan berupa sawah sebesar
170,78.
Sementara itu nilai rata-rata DN kelas
penutupan semak yaitu 115,88. Sedangkan nilai rata-rata DN kelas penutupan berupa lahan terbuka sebesar 51,04. Besarnya nilai rata-rata DN penutupan lahan berupa perkebunan adalah 120,85. Nilai DN kelas penutupan lahan berupa hutan ditunjukan dengan nilai rata-rata yang mencapai 128,288. Pada saluran 2 (dua) atau band HV, nilai rata-rata DN setiap kelas penutupan lahan semakin meningkat berbanding lurus dengan kerapatan vegetasi yang menutupi objek yang di indera. Nilai rata-rata DN kelas penutupan badan air adalah 26,35.
39
Nilai DN kelas penutupan lahan terbuka mempunyai nilai rata-rata sebesar 41,09. Selanjutnya nilai DN kelas penutupan lahan sawah ditunjukan dengan nilai rata-rata yang mencapai 74,52. Sedangkan nilai DN kelas penutupan lahan semak ditunjukan dengan nilai rata-rata sebesar 127,68. Nilai rata-rata DN kelas penutupan lahan berupa perkebunan adalah 104,98. Sementara itu nilai rata-rata DN kelas penutupan lahan berupa hutan adalah 153,705. Pada saluran HH dan HV, permukaan yang halus pada badan air dan lahan terbuka menyebabkan terjadinya pantulan cermin dimana arah backscatter akan dipantulkan menjauhi sensor sehingga objek yang direkam tampak gelap. Sedangkan pada penutupan lahan berupa vegetasi (sawah, semak, perkebunan dan hutan) yang memiliki permukaan yang kasar berlaku pantulan baur. Rona yang dihasilkan dari obyek yang mempunyai permukaan yang kasar ini memiliki beberapa tingkat kecerahan tergantung besarnya tenaga pantulan yang kembali kearah sensor.
Gambar 18. Grafik nilai rata-rata DN setiap kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR
40
Berdasarkan grafik pada Gambar 18, secara visual dapat diketahui bahwa kelas-kelas penutupan lahan tersebut memiliki nilai rata-rata DN yang tersebar. Sehingga setiap kelas penutupan lahan tersebut dapat dibedakan antara satu dengan lainnya. Walaupun demikian masih terdapat beberapa kelas penutupan lahan yang cenderung mengelompok seperti kelas penutupan lahan semak dengan perkebunan. Hal tersebut dikarenakan nilai rata-rata DN kelas penutupan lahan tersebut tidak memiliki perbedaan yang cukup besar sehingga menyebabkan rendahnya nilai keterpisahan antara kelas-kelas tersebut.
C. Analisis Separabilitas Dari area contoh yang diambil dari masing-masing kelas penutupan lahan tersebut kemudian dilakukan analisis separabilitas. Analisis separabilitas ini merupakan analisis dalam klasifikasi untuk mengetahui tingkat atau daya keterpisahan bagi semua pasangan kelas yang disajikan dalam suatu matrik. Maksud dari analisis separabilitas ini adalah untuk membuat kelas-kelas penutupan lahan yang benar-benar terpisahkan satu sama lainnya. Semakin besar nilai keterpisahan antar kelas tersebut berarti semakin baik pula hasil klasifikasi tersebut. Ini berarti bahwa setiap pasangan kelas tersebut dapat dibedakan secara jelas. Evaluasi separabilitas 6 kelas penutupan lahan pada citra ALOS disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Evaluasi separabilitas 6 kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR dengan kombinasi band 1-2 Kelas C1 C2 C3 C4 C5 C6 C1 2000 2000 2000 2000 2000 C2 1645 1938 1983 1996 C3 2000 1536 1983 C4 2000 2000 C5 1380 C6 Keterangan : C1 = badan air, C2 = sawah, C3 = perkebunan, C4 = lahan terbuka, C5 = semak C6 = hutan
41
Pengelompokan piksel pada citra ALOS PALSAR kedalam 6 kelas penutupan lahan yang berbeda pada kombinasi saluran HH dan HV memberikan nilai separabilitas rata-rata untuk setiap pasangan kelas sebesar 1897,69. Nilai tersebut berarti bahwa pengkelasan pada klasifikasi dapat dibedakan dengan cukup (fair) antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Walaupun secara umum terpisahkan secara cukup (fair) tetapi dari Tabel 11 dapat kita lihat bahwa masih ada beberapa pasangan kelas yang nilai keterpisahannya kurang dari 1600 atau tidak terpisahkan (inseparable). Nilai keterpisahan untuk kelas penutupan lahan berupa badan air terhadap semua kelas lainnya bernilai 2000. Hal ini berarti badan air terpisahkan dengan sempurna (excellent) dengan semua kelas penutupan lahan lainnya. Begitu juga pada kelas penutupan lahan terbuka, selain terhadap kelas penutupan sawah yang memiliki nilai keterpisahan sebesar 1938 yang berarti baik (good), nilai keterpisahan terhadap kelas penutupan lainnya adalah sebesar 2000 atau termasuk kedalam kategori sempurna (excellent). Kombinasi saluran HH dan HV yang memiliki nilai keterpisahan termasuk kedalam kategori baik (good) adalah antara sawah dengan semua kelas penutupan lainnya kecuali terhadap kelas penutupan perkebunan yang memiliki nilai separabilitas sebesar 1645 atau keterpisahannya termasuk kedalam kategori cukup baik (poor). Begitu juga dengan nilai separabilitas antara kelas penutupan perkebunan dengan hutan. Kelas penutupan yang tidak dapat dipisahkan (inseparable) karena memiliki nilai keterpisahan dibawah 1600 adalah kelas penutupan semak dengan perkebunan dan hutan yang masing-masing memiliki nilai keterpisahan sebesar 1536 dan 1380. Artinya nilai piksel dari kelas-kelas penutupan lahan tersebut hampir tidak dapat dibedakan antara satu dengan yang lannya. Pada peta tutupan lahan yang menjadi referensi dalam penelitian ini terdapat 22 kelas penutupan lahan yaitu: awan, bandara/pelabuhan, lahan terbuka, pemukiman, pertambangan, rawa, rumput, semak belukar, semak belukar rawa, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, sawah, tambak, badan air,
42
perkebunan, hutan tanaman, hutan rawa primer dan sekunder, hutan mangrove primer dan sekunder, serta hutan lahan kering primer dan sekunder. Oleh karena citra yang digunakan adalah citra dengan resolusi spasial yang rendah dan hanya terdiri dari dua band (HH dan HV) maka hasil klasifikasi yang didapatkan tidaklah detail. Berdasarkan peta tutupan lahan dan karakter spektralnya didapatkan enam kelas penutupan lahan pada citra ALOS PALSAR. Kelas-kelas penutupan lahan tersebut merupakan gabungan dari 22 kelas penutupan lahan yang ada pada peta tutupan lahan tahun 2003. Kelas penutupan badan air merupakan kelas penutupan yang dalam peta tutupan lahan ditunjukan sebagai badan air dan tambak. permukaan yang halus (smooth) akan bertindak sebagai specular reflector (seperti cermin) yang menyebabkan arah backscatter akan dipantulkan menjauhi sensor sehingga objek yang direkam tampak gelap. Kelas penutupan lahan berupa perkebunan adalah gabungan dari perkebunan dan hutan tanaman. Karakteristik hamburan balik pada kelas penutupan perkebunan dipengaruhi oleh kekasaran permukaan. Citra ALOS PALSAR ini mengunakan saluran L yang memiliki panjang gelombang 15 ~ 30 cm. Panjang gelombang pada saluran ini mampu menembus bagian batang tanaman. Sehingga diperkirakan kekasaran permukaan yang mempengaruhi hamburan baliknya merupakan fungsi dari seluruh kanopi tanaman yang ada pada areal tesebut. Oleh karena itu arah hamburan baliknya akan disebarkan kesegala arah sehingga teksturnya terlihat kasar. Kelas penutupan berupa lahan terbuka adalah apa yang ditunjukan oleh peta tutupan lahan sebagai bandara/pelabuhan, lahan terbuka, rawa, permukiman, dan pertambangan. Permukaan yang halus (smooth) akan bertindak sebagai specular reflector (seperti cermin) yang menyebabkan arah backscatter akan dipantulkan menjauhi sensor sehingga objek yang direkam tampak gelap. Sedangkan kelas penutupan berupa sawah pada citra ALOS PALSAR tetap diklasifikasikan sebagai sawah. Selanjutnya kelas penutupan pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, rumput, semak belukar, dan semak belukar rawa digabungkan menjadi kelas penutupan semak. Gabungan dari kelas penutupan hutan rawa primer dan sekunder,
43
hutan mangrove primer dan sekunder, serta hutan lahan kering primer dan sekunder menghasilkan kelas tutupan lahan berupa hutan. Selain kekasaran dari kanopi tanaman secara keseluruhan di hutan, hamburan balik pada penutupan lahan ini juga dipengaruhi oleh kekasaran yang diakibatkan oleh kemiringan topografi dan relief. Sehingga pantulan yang terjadi adalah pantulan sudut. Pantulan sudut (pantulan kembali kearah sensor) menyebabkan rona sangat cerah dan melebar, pada objek yang bersudut siku-siku seperti lereng/cliff. Oleh karena klasifikasi citra ALOS PALSAR kedalam enam kelas penutupan lahan masih menunjukan adanya kombinasi beberapa kelas penutupan yang belum terpisahkan maka selanjutnya dilakukan kembali klasifikasi kedalam empat kelas pentupan lahan yang lebih sederhana. Keempat kelas penutupan lahan tersebut adalah badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang, dan vegetasi rapat. Kelas penutupan vegetasi jarang merupakan gabungan dari kelas penutupan lahan terbuka, sawah, dan semak. Hal itu dikarenakan kelas-kelas penutupan lahan tersebut diperkirakan memiliki penutupan tajuk < 40%. Sedangkan kelas penutupan vegetasi sedang merupakan nama lain dari kelas penutupan lahan berupa perkebunan. Areal-areal perkebunan tersebut diperkirakan mempunyai penutupan tajuk yang berkisar antara 40% ~ 70%. Sedangkan kelas penutupan hutan yang diperkirakan mempunyai penutupan tajuk > 70% di kelompokan kedalam kelas penutupan lahan berupa vegetasi rapat. Tabel 12 dibawah ini menyajikan hasil evaluasi separabilitas citra ALOS PALSAR yang dikelompokan kedalam empat kelas penutupan lahan. Tabel 12. Evaluasi separabilitas citra ALOS PALSAR dengan metode Transformed Divergence Nama kelas Badan air Vegetasi jarang Vegetasi sedang Vegetasi rapat Badan air 2000 2000 2000 Vegetasi jarang 1871 1987 Vegetasi sedang 1983 Vegetasi rapat
44
Pembagian kelas penutupan pada citra ALOS PALSAR kedalam empat kelas penutupan lahan pada kombinasi saluran HH dan HV menghasilkan nilai keterpisahan yang lebih baik dibandingkan dengan mengelompokannya menjadi enam kelas penutupan lahan. Nilai keterpisahan rata-rata dari keempat kelas penutupan lahan tersebut adalah sebesar 1973,84. Nilai tersebut berarti bahwa setiap kelas hasil klasifikasi dapat dibedakan dengan baik antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Seperti pada klasifikasi dengan enam kelas penutupan yang berbeda, pada klasifikasi menjadi empat kelas penutupan juga badan air merupakan kelas penutupan yang memiliki nilai keterpisahan sempurna (excellent). Nilai keterpisahan kelas penutupan badan air dengan kelas penutupan lainnya dengan menggunakan metode Transformed Divergence ini adalah sebesar 2000. Sementara itu nilai keterpisahan vegetasi jarang dengan vegetasi sedang dan rapat adalah masing-masing sebesar 1871 dan 1987 yang berarti nilai keterpisahannya cukup (fair) dan baik (good). Sedangkan nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan berupa vegetasi sedang dan rapat adalah 1994. Nilai keterpisahan kelas penutupan vegetasi jarang dengan vegetasi rapat tersebut termasuk kedalam kategori baik (good).
D. Evaluasi Akurasi Hasil Klasifikasi Evaluasi akurasi dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya persentase keakuratan hasil klasifikasi. Keakuratan tersebut meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, dan persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Untuk menghitung besarnya akurasi hasil klasifikasi dapat diuji dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) seperti terlihat pada Tabel 13.
45
Tabel 13. Matriks kesalahan pada citra ALOS PALSAR Classified Data Badan air Vegetasi jarang Vegetasi sedang Vegetasi rapat Total kolom User’s Accuracy (%) Overall Accuracy (%) Kappa Accuracy (%)
Reference Data Total Badan Vegetasi Vegetasi Vegetasi baris air jarang sedang rapat 728 0 0 0 728 0 489 42 3 534 0 185 617 17 819 0 22 73 725 820 728 696 735 745 2901 100 70,26 84,29 97,32 100 88,21 85,26
Producer’s Accuracy (%) 100 91,57 75,34 88,41
Pada matrik kontingensi dari data training area tersebut terdapat kesalahan omisi (omission error) dan kesalahan komisi (commission error). Pada Tabel 13, besarnya kesalahan omisi untuk kelas penutupan vegetasi jarang adalah sebanyak 207 piksel. Selanjutnya besarnya kesalahan omisi untuk kelas penutupan vegetasi sedang adalah sebanyak 115 piksel dan untuk kelas penutupan vegetasi rapat adalah sebanyak 20 piksel. Sedangkan kelas penutupan badan air tidak memiliki kesalahan omisi. Besarnya kesalahan komisi untuk kelas penutupan vegetasi jarang adalah sebanyak 45 piksel. Sementara itu, besarnya kesalahan komisi untuk kelas penutupan vegetasi sedang adalah sebanyak 202 piksel. Sedangkan besarnya kesalahan komisi untuk kelas penutupan vegetasi rapat adalah sebanyak 95 piksel. Seperti pada kesalahan omisi, kelas penutupan badan air pada data area contoh ini juga tidak mempunyai kesalahan komisi. Dari matrik kontingensi tersebut selanjutnya dihitung besarnya akurasi pembuat (produsers accuracy), akurasi pengguna (users accuracy), dan akurasi umum (overall accuracy) serta akurasi Kappa (Kappa accuracy). Dari Tabel 13, besarnya akurasi pembuat (producers accuracy) untuk kelas penutupan badan air adalah 100%. Selanjutnya untuk kelas penutupan berupa vegetasi jarang adalah sebesar 91,57%. Kelas penutupan lahan berupa vegetasi sedang mempunyai akurasi sebesar 75,34%. Sementara itu, kelas penutupan lahan vegetai rapat mempunyai
46
akurasi sebesar 88,41%. Sedangkan besarnya akurasi pengguna (users accuracy) untuk masing-masing kelas penutupan lahan berupa badan air, vegetasi jarang, sedang, dan rapat berturut-turut sebesar 100%, 70,26%, 84,29%, dan 97,32%. Besarnya akurasi umum (overall accuracy) untuk data area contoh pada klasifikasi secara terbimbing pada citra ALOS PALSAR ini adalah sebesar 88,21%. Hal tersebut berarti bahwa kelas penutupan lahanyang dibuat dapat digunakan karena hasilnya ≥ 85%. Karena hasil perhitungan akurasi umum (overall accuracy) cenderung over estimate maka perlu dilakukan perhitungan besarnya tingkat akurasi klasifikasi dengan menggunakan akurasi Kappa. Akurasi Kappa ini sangat dianjurkan karena dalam perhitungannya akurasinya menggunakan semua elemen dalam matriks. Besarnya nilai akurasi Kappa pada hasil klasifikasi ini adalah sebesar 85,26%. Berdasarkan perhitungan akurasi Kappa tersebut maka hasil klasifikasi ini sudah dapat diterima. Untuk dapat lebih memperkuat hasil akurasi tersebut diatas seharusnya kemudian dilakukan pengecekan lapangan. Pengecekan lapangan ini berguna untuk mengetahui kondisi pentupan lahan yang sebenarnya dilapangan. Pengecekan lapangan tersebut dilakukan pada koordinat-koordinat tertentu yang sudah ditentukan. Oleh karena penelitian ini tidak menggunakan data lapangan maka hasil klasifikasi ini dibandingkan dengan Peta Tutupan Lahan Tahun 2003. Dari perbandingan antara peta tutupan lahan dengan hasil penelitian diketahui bahwa ada sebagian dari kelas penutupan vegetasi jarang dan vegetasi sedang yang pada citra ALOS PALSAR dikelompokan sebagai vegetasi rapat. Peneliti menduga hal tersebut dikarenakan struktur kanopi tanaman secara keseluruhan pada kedua kelas penutupan tersebut telah menyerupai struktur kanopi vegetasi rapat. Hal tersebut bisa terjadi pada tanaman perkebunan terutama karet yang sudah tua atau pertanian lahan campuran yang banyak terdapat budidaya tanaman buah-buahan atau tanaman berkayu lainnya. Hasil perbandingan antara citra hasil klasifikasi dengan Peta Tutupan Lahan disajikan dalam Tabel 14.
47
Tabel 14. Perbandingan tutupan lahan antara hasil klasifikasi pada citra ALOS PALSAR dengan Peta Tutupan Lahan Kelas
ALOS PALSAR
PETA TUTUPAN LAHAN
CITRA ALOS PALSAR
Deskripsi
Badan air Lahan yang tergenang air tanpa ada vegetasi atau hutan yang menaunginya
Vegetasi jarang Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk < 40%
47
48
Tabel 14 (Lanjutan) Kelas
ALOS PALSAR
PETA TUTUPAN LAHAN
CITRA ALOS PALSAR
Deskripsi
Vegetasi sedang Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk berkisar antara 40% dan 70% Vegetasi rapat Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk > 70%
48
49
Gambar 19. Peta tutupan lahan Pulau Kalimantan
49
50
E. Luas Penutupan Lahan 1. Luas penutupan lahan di P. Kalimantan Peta penutupan lahan yang dijadikan acuan pada penelitian ini adalah peta tutupan lahan untuk wilayah Negara Republik Indonesia saja. Oleh karena itu, untuk perbandingan luasan masing-masing tutupan lahan hanya digunakan penutupan lahan yang merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia. Perbandingan luasan masing-masing penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan luas masing-masing penutupan lahan No 1 2 3 4 5
Kelas Tutupan Lahan Badan air Veg. jarang Veg. sedang Veg. rapat Awan Total
Peta Tutupan Lahan Persentase Luas (Ha) (%) 802.233,0 1,51 20.841.843,1 39,32 2.125.318,4 4,01 27.583.553,2 52,04 2.457.825,1 4,64 53.810.772,8 100,00
Citra ALOS PALSAR Persentase Luas (Ha) (%) 382.719,2 0,71 11.459.400,0 21,33 5.080.008,0 9,44 36.806.058,3 68,52 53.728.185,5 100,00
Δ Luas (Ha) 419.514,2 9.382.443,1 2.954.690,4 9.222.505,1 2.457.825,1 24.436.977,9
Gambar 20 . Digram pie persentase tutupan lahan pada Peta Tutupan Lahan tahun 2003 (a) dan Citra ALOS PALSAR tahun 2007 (b)
51
Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan luasan masing-masing kelas penutupan lahan antara Peta Tutupan Lahan tahun 2003 dengan peta tutupan lahan hasil penelitian. Pada Peta Tutupan Lahan tahun 2003 luas vegetasi rapat adalah 27.583.553,2 Ha sedangkan dari hasil penelitian diketahui bahwa luas vegetasi rapat adalah 36.806.058,3 Ha. Pertambahan luasan vegetasi rapat tersebut sebesar 9.222.505,1 Ha. Besarnya luas vegetasi rapat pada hasil penelitian dikarenakan karakeristik radar yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan yaitu struktur kanopi vegetasi. Adanya wilayah perkebunan, hutan tanaman, dan pertanian lahan kering yang memiliki struktur kanopi seperti pada vegetasi rapat menyebabkan penutupan lahan pada daerah tersebut dikelompokan sebagai vegetasi rapat. Sementara itu, berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Kehutanan tahun 2006 diketahui bahwa luas hutan di Kalimantan adalah 25.445.020,0 Ha Maraknya konversi lahan baik pertanian maupun hutan menjadi areal perkebunan menyebabkan luas penutupan lahan vegetasi sedang bertambah seluas 2.954.690,4 Ha menjadi 5.080.008,8 Ha. Sedangkan luas vegetasi jarang berkurang sebesar 9.382.443 Ha. Seperti telah disebutkan bahwa kelemahan dari citra optik adalah tidak tembus awan. Hal tersebut bisa dilihat dari adanya kelas penutupan berupa awan pada peta tutupan lahan tahun 2003 yang merupakan turunan dari citra landsat 7 ETM+. Luas penutupan berupa awan adalah sebesar 2.457.825,1 Ha atau sekitar 4,64% dari luas Kalimantan. Perbedaan luas masing-masing kelas penutupan lahan tersebut disebabkan oleh perbedaan kriteria klasifikasi yang digunakan serta tahun pengambilan data tersebut. Peta Tutupan Lahan merupakan turunan dari citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 sedangkan citra ALOS PALSAR pada tahun 2007. Jumlah band atau saluran yang lebih banyak serta resolusi spasial yang lebih tinggi pada Landsat 7 ETM+ apabila dibandingkan dengan citra ALOS PALSAR lebih memudahkan dalam mengidentifikikasi objek di permukaan bumi. Oleh karena itu untuk meningkatkan ketelitian dalam pengambilan data disarankan untuk memadukan antara citra optik dengan citra radar.
52
2. Sebaran luas tutupan lahan setiap provinsi di Pulau Kalimantan Di Pulau Kalimantan terdapat empat provinsi yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat provinsi tersebut adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Sebaran luas tutupan lahan setiap provinsi di Pulau Kalimantan ditampilkan dalam Tabel 16. Tabel 16. Perbandingan luas tutupan lahan setiap provinsi di Pulau Kalimantan Provinsi
Badan air
Tutupan Lahan (Ha) veg. veg jarang veg. rapat sedang
Total (Ha)
Awan
PALSAR Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Barat
177.966,1 70.271,1 46.310,0 88.170,0
3.819.193,0 1.050.050,0 14.678.761,2 3.140.737,2 1.833.615,5 10.373.037,0 1.427.143,1 808.335,4 1.450.769,0 3.072.325,7 1.388.639,1 10.303.490,1 Total
Tutupan Lahan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Barat
395.692,0 135.012,0 46.434,0 121.402,0
5.291.774,0 469.333,3 11.211.900,0 2.393.540,0 19.762.239,3 8.447,1 15.370.897,3 5.868.518,0 546.722,1 8.812.198,1 3.500,0 3.727.019,0 2.242.150,0 3.727.019,0 875.115,0 40.986,0 14.760.976,2 7.440.129,1 545.905,0 6.612.553,1 Total
- 19.725.972,3 - 15.417.662,8 - 3.732.558,5 - 14.852.624,9 53.728.818,5
53.621.132,8
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa pada citra ALOS PALSAR tutupan lahan berupa vegetasi jarang paling banyak terdapat di provinsi Kalimantan Timur dengan luas mencapai 3.819.193,0 Ha. Sedangkan vegetasi sedang paling banyak terdapat di wilayah Kalimantan Tengah dengan luas 1.833.615,5 Ha. Sementara itu, vegetasi rapat banyak mendominasi daerah provinsi Kalimantan Timur dengan luas mencapai 14.678.761,2 Ha. Vegetasi rapat merupakan penutupan lahan yang paling dominan di Kalimantan. Di provinsi Kalimantan Timur persentase tutupan lahan berupa vegetasi rapat mencapat 75% dari total luas wilayah Kalimantan Timur. Begitu juga di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, persentase penutupan lahan berupa vegetasi rapat mencapai 69% dan 67% dari total wilayah masing-masing
53
provinsi. Sedangkan di Provinsi Kalimantan Tengah walaupun masih mendominasi, tetapi luas penutupan lahan berupa vegetasi rapat ini hanya sekitar 39% dari total luas wilayahnya. Sementara itu, berdasarkan peta tutupan lahan diketahui bahwa vegetasi jarang paling banyak terdapat di Kalimantan Barat dengan luas mencapai 7.440.129,1 Ha. Vegetasi sedang paling banyak terdapat di Kalimantan Selatan dengan luas 3.727.019,0 Ha. Sedangkan vegetasi rapat banyak terdapat di Kalimantan Timur dengan luas mencapai 11.211.900,0 Ha. Perbandingan luas penutupan lahan masingmasing provinsi antara Peta Tutupan Lahan tahun 2003 dengan citra ALOS PALSAR tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 21.
54 Kalimantan Timur
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
Gambar 21. Diagram pie perbandingan luas penutupan lahan pada masing-masing provinsi di Kalimantan antara Peta Tutupan Lahan tahun 2003 (kiri) dengan citra ALOS PALSAR tahun 2007 (kanan)
55
3. Sebaran luas tutupan lahan pada setiap kawasan di Pulau Kalimantan Kawasan hutan merupakan wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Pada Tabel 18 disajikan luas penutupan lahan pada setiap fungsi kawasan hutan di Kalimantan. Tabel 17. Perbandingan luas tutupan lahan pada setiap fungsi kawasan hutan Nama Kawasan PALSAR HL HP HPK HPT HK TWA TN Tahura SM CA
Badan air 2.359 44.738 3.718 352 643 146 17.495 1 3.301 5.902
Tutupan Lahan HL 1.353 HP 350.866 HPK 211 HPT HK TWA 140 TN 1.035 Tahura SM CA 19.054
Tutupan lahan (Ha) Veg. jarang Veg. sedang
Veg.rapat
Awan
Total (Ha)
1.139.412 2.746.238 851.763 1.113.557 116.411 21.293 531.804 10.106 101.279 147.032 Total
91.216 1.597.088 518.761 62.940 60.115 8.229 44.198 913 32.344 69.720
5.205.169 9.196.233 2.672.242 9.528.136 454.613 68.039 2.099.906 28.377 7.865 150.067
- 6.438.156 - 13.584.298 - 4.046.485 - 10.704.985 631.783 97.707 - 2.693.404 39.396 144.789 372.721 38.753.724
923.143 6.557.443 2.273.493 1.887.295 130.054 70.690 253.326 6.574 132.051 141.835 Total
38.298 840.223 169.271 50.778 52.698 698 7.637 7549
5.130.065 5.172.862 1.601.921 8.190.239 449.030 25.998 2.246.210 32.822 12.175 193.553
345.298 6.438.156 662.892 13.584.298 1.589 4.046.485 576.672 10.704.985 631.783 182 97.707 185.284 2.693.404 39.396 563 144.789 10.730 372.721 38.753.724
Keterangan : HL = Hutan Lindung HP = Hutan Produksi Tetap HPT = Hutan Produksi Terbatas HPK = Hutan Produksi yang dapat dikonversi HK = Hutan Konservasi
TWA TN Tahura SM CA
= Taman Wisata Alam = Taman Nasional = Taman Hutan Raya = Suaka Marga Satwa = Cagar Alam
56
b
a
c
Gambar 22. Diagram pie persentase penutupan lahan pada kawasan Hutan Lindung (a), Hutan Konservasi (b), dan Hutan Produksi (c) di Kalimantan Pada kawasan Hutan Lindung, penutupan lahan berupa vegetasi rapat merupakan penutupan lahan yang paling dominan dengan luas yang mencapai 5.205.169 ha atau 81% dari total luas Hutan Lindung itu sendiri. Kawasan Hutan Produksi terdiri dari Hutan Produksi Tetap (HPT), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Produksi yang dapat di konversi (HPK). luas penutupan lahan berupa vegetasi rapat ini mencapai 81% dari total luasannya. Seperti halnya Hutan Lindung dan Hutan produksi, Hutan Konservasi ini juga di dominasi oleh penutupan lahan berupa vegetasi rapat dengan luas yang mencapai 71% dari luas total Hutan Konservasi.
56
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Citra ALOS PALSAR mampu membedakan objek secara baik dipermukaan bumi dalam empat kelas penutupan lahan yaitu badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang dan vegetasai rapat dengan separabilitas rata-rata 1973,84. 2. Akurasi klasifikasi citra ALOS PALSAR dengan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) adalah 88,21%. 3.
Luas penutupan lahan berupa badan air di Kalimantan adalah 382.719 ha atau 0,71%. Selanjutnya luas penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah 11.459.400 ha atau 21,33%. Sementara itu, luas penutupan lahan berupa vegetasi sedang sebesar 5.070.008 ha atau 9,44%. Sedangkan luas penutupan lahan berupa vegetasi rapat adalah sebesar 36.806.058 ha atau 68.52%.
B. Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan citra Radar yang memiliki resolusi spasial yang tinggi
57
DAFTAR PUSTAKA Arifin, S. 2007. Identifikasi Penutup Lahan Menggunakan Data Polarimetrik Satelit ALOS Palsar. Dalam: Berita Inderaja V1 (11) : 34 – 38. Biro Pusat Statistik 2006. Populasi Indonesia.http://www.bps.go.id/sector/population/ Pop_indo.htm [7 Agustus 2008] Carolita I, A. Tjahjaningsih dan M. Nur. 2007. Indonesia ALOS Project : Kerjasama International LAPAN dan JAXA (Jepang) untuk Berbagai Aplikasi Inderaja. Berita Inderaja V1 (11) : 48 – 52. Conway, E. D. 1997. An Introduction to Satelite Image Interpretation. John Hopkins University Press. USA Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No.41 Tahun 1999. KetentuanKetentuan Pokok Kehutanan Republik Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta Departemen Kehutanan. 2006. Statistika Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Djatmiko, E . 2006. Kalimantan Secara Umum. http://soborneo.blogspot.com/2006/ 04/ kalimantan-secara-umum.html [19 Juni 2008] Hendrayani, I. N. 2008. Kajian Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional di Pulau Jawa [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan : Teori dan Aplikasi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Jaya, I N. S. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan. Laboratorium Inventarisasi Sumber Daya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Jaya, I N. S. 2006. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Penginderaan Jarak Jauh. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jaya, I N. S. 2007. Analisis Citra Dijital: Perspektif Pengindeaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Jensen, J. R. 1986. Introductory Digital Image Processing. Prentice-Hall Engelwood. New Jersey
58 59
Jensen, J. R. 2000. Remote Sensing of the Environment an Earth Resource Perspective. Prentice-Hall Upper Saddle River. New Jersey Kartikasari. R. 2004. Klasifikasi Penutupan Lahan dengan Teknik Maksimum Likelhood dan Fuzzy pada SPOT 4 Vegetation: Studi Kasus di Pulau Kalimantan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan oleh Dulbari et al. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Lo, C.P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan (Terjemahan). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Nurharyanti. 2008. Kajian Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Klasifikasi Tutupan Lahan di PT Trisetia Intiga Kalimantan Tengah[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Paine, D. P. 1981. Aerial Photography and Image Interpretation for Resources Management. John Wiley and Sons. New York. Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar. Informatika. Bandung. Prahasta, E. 2007. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Informatika. Bandung. Purwadhi, S. H. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta Suhendang E, I N. S. Jaya dan A. Hadjib. 2005. Diktat Ilmu Perencanaan Hutan. Bagian Perencanaan Hutan. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai GCP Hasil Koreksi Geometrik Citra ALOS PALSAR X Y No Point ID X Input Y Input Type Reference Reference 1 GCP #1 109.407 2.158 109.645 2.082 Control 2 GCP #2 109.072 1.997 109.323 1.927 Control 3 GCP #3 109.094 1.942 109.345 1.875 Control 4 GCP #4 109.039 1.842 109.294 1.782 Control 5 GCP #5 109.120 1.899 109.369 1.831 Control 6 GCP #6 109.018 1.781 109.271 1.716 Control 7 GCP #7 108.706 1.244 108.964 1.198 Control 8 GCP #8 108.989 1.446 109.241 1.395 Control 9 GCP #9 108.634 0.909 108.894 0.870 Control 10 GCP #10 108.576 0.852 108.841 0.816 Control 11 GCP #11 108.593 0.821 108.852 0.786 Control 12 GCP #12 108.610 0.739 108.874 0.708 Control 13 GCP #13 108.652 0.361 108.916 0.336 Control 14 GCP #14 108.917 0.047 109.171 0.033 Control 15 GCP #15 109.098 -0.012 109.347 -0.024 Control 16 GCP #16 108.802 -0.206 109.060 -0.217 Control 17 GCP #17 109.342 -0.321 109.583 -0.322 Control 18 GCP #18 108.996 -0.669 109.249 -0.661 Control 19 GCP #19 109.161 -0.950 109.406 -0.932 Control 20 GCP #20 109.187 -0.913 109.432 -0.896 Control 21 GCP #21 109.246 -0.989 109.489 -0.972 Control 22 GCP #22 109.131 -1.283 109.380 -1.255 Control 23 GCP #23 109.261 -1.336 109.501 -1.308 Control
X Y Residual Residual -0.002 -0.002 0.001 -0.001 0.002 0.001 0.004 0.005 0.001 -0.002 0.001 -0.002 -0.002 0.002 0.000 0.003 -0.002 -0.001 0.001 0.000 -0.004 0.001 0.001 0.002 0.002 -0.004 0.000 -0.001 0.000 -0.001 0.000 -0.005 -0.001 0.001 0.001 0.001 -0.002 0.002 -0.001 0.002 -0.001 0.000 0.000 0.003 -0.004 0.001
RMS Error 0.003 0.001 0.002 0.007 0.002 0.002 0.002 0.003 0.003 0.001 0.004 0.002 0.004 0.001 0.001 0.005 0.002 0.001 0.003 0.002 0.001 0.003 0.004
Contribution 1.167 0.434 0.706 2.389 0.780 0.820 0.875 0.972 0.936 0.321 1.637 0.828 1.562 0.350 0.430 1.779 0.599 0.385 1.086 0.869 0.330 1.115 1.381
61
56
Lampiran 1 (Lanjutan) No
Point ID
X Input
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
GCP #24 GCP #25 GCP #26 GCP #27 GCP #28 GCP #29 GCP #30 GCP #31 GCP #32 GCP #33 GCP #34 GCP #35 GCP #36 GCP #37 GCP #38 GCP #39 GCP #40 GCP #41 GCP #42 GCP #43 GCP #44 GCP #45 GCP #46 GCP #47
109.449 109.709 109.682 109.834 110.060 109.921 109.995 110.001 110.084 110.399 110.450 110.689 111.205 111.325 111.368 111.594 112.411 112.343 112.900 113.218 113.457 113.938 114.391 114.528
Y Input -1.242 -1.276 -1.812 -2.299 -2.583 -2.688 -2.809 -2.959 -3.074 -3.061 -3.120 -2.941 -2.996 -2.829 -3.100 -3.596 -3.538 -3.329 -3.203 -3.366 -3.531 -3.433 -3.593 -4.271
X Reference 109.687 109.939 109.913 110.062 110.280 110.150 110.219 110.225 110.306 110.612 110.657 110.892 111.389 111.510 111.549 111.767 112.565 112.499 113.039 113.346 113.581 114.045 114.485 114.620
Y Reference -1.217 -1.250 -1.773 -2.245 -2.522 -2.622 -2.740 -2.886 -2.996 -2.987 -3.042 -2.868 -2.920 -2.762 -3.024 -3.507 -3.444 -3.244 -3.127 -3.281 -3.443 -3.348 -3.501 -4.160
Type Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control
X Y Residual Residual -0.001 0.001 -0.001 0.001 -0.001 -0.001 0.001 0.000 0.000 -0.001 0.004 0.000 0.001 0.000 0.001 0.000 0.002 0.001 0.003 -0.002 -0.002 0.001 0.000 0.000 -0.004 0.002 0.000 -0.002 -0.002 -0.001 -0.003 -0.003 0.001 0.005 0.002 0.001 0.001 -0.005 -0.002 0.001 0.002 -0.002 -0.001 -0.002 -0.002 0.002 0.001 0.000
RMS Error 0.002 0.001 0.002 0.001 0.001 0.004 0.001 0.002 0.002 0.004 0.002 0.000 0.004 0.002 0.003 0.004 0.005 0.002 0.005 0.002 0.003 0.002 0.002 0.001
Contribution 0.651 0.289 0.610 0.263 0.347 1.521 0.262 0.556 0.840 1.282 0.802 0.167 1.530 0.654 0.922 1.540 1.676 0.806 1.767 0.611 1.123 0.767 0.809 0.284
62
57
Lampiran 1 (Lanjutan) No Point ID X Input 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71
GCP #48 GCP #49 GCP #50 GCP #51 GCP #52 GCP #53 GCP #54 GCP #55 GCP #56 GCP #57 GCP #58 GCP #59 GCP #60 GCP #61 GCP #62 GCP #63 GCP #64 GCP #65 GCP #66 GCP #67 GCP #68 GCP #69 GCP #70 GCP #71
116.231 116.442 116.544 116.468 116.411 116.098 116.528 116.737 116.753 117.236 117.604 117.624 117.445 117.414 117.510 117.515 117.524 117.567 117.710 117.878 118.039 118.437 118.735 119.010
Y Input -3.212 -2.637 -2.217 -2.160 -1.808 -1.864 -1.634 -1.388 -0.996 -0.918 -0.734 -0.421 -0.299 -0.214 0.062 0.140 0.338 0.428 0.654 0.846 0.813 0.856 0.850 1.083
X Reference 116.274 116.481 116.582 116.502 116.447 116.145 116.559 116.761 116.781 117.249 117.606 117.625 117.451 117.424 117.516 117.521 117.531 117.572 117.708 117.873 118.027 118.414 118.707 118.973
Y Reference -3.129 -2.571 -2.166 -2.108 -1.768 -1.822 -1.601 -1.361 -0.979 -0.903 -0.727 -0.421 -0.302 -0.221 0.051 0.124 0.317 0.404 0.624 0.811 0.778 0.824 0.815 1.038
Type Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control
X Residual 0.000 0.002 0.004 -0.001 -0.001 0.001 -0.003 -0.003 0.000 -0.001 -0.001 -0.002 -0.002 0.002 0.001 0.000 0.002 0.000 -0.002 0.000 -0.002 -0.001 0.002 0.000
Y Residual 0.003 0.002 -0.001 0.002 0.000 0.000 -0.002 0.000 0.000 0.000 -0.002 -0.001 -0.001 -0.002 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.005 0.001 -0.002
RMS Contribution Error 0.003 0.961 0.003 1.199 0.004 1.518 0.002 0.782 0.001 0.549 0.001 0.298 0.003 1.224 0.003 1.268 0.001 0.185 0.001 0.335 0.003 0.939 0.002 0.839 0.002 0.621 0.003 1.125 0.002 0.842 0.000 0.064 0.002 0.616 0.000 0.116 0.002 0.683 0.001 0.388 0.002 0.843 0.005 1.728 0.002 0.906 0.838 0.002
63
58
Lampiran 1 (Lanjutan) No Point ID X Input 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
GCP #72 GCP #73 GCP #74 GCP #75 GCP #76 GCP #77 GCP #78 GCP #79 GCP #80 GCP #81 GCP #82 GCP #83
117.965 118.050 117.641 117.830 116.222 111.214 114.728 114.920 116.659 111.753 113.264 114.076
Y Input 2.197 2.465 3.346 3.825 -0.306 0.150 -1.335 0.811 2.922 0.645 -2.426 -0.541
X Reference 117.958 118.042 117.641 117.825 116.272 111.405 114.815 115.001 116.691 111.927 113.390 114.183
Y Reference 2.123 2.379 3.239 3.704 -0.306 0.134 -1.310 0.777 2.824 0.615 -2.369 -0.537
Type Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control Control
X Residual 0.000 0.002 -0.003 -0.002 0.007 0.002 0.001 0.000 0.001 0.002 -0.002 0.002
Y Residual 0.000 -0.004 0.001 0.001 0.003 -0.001 -0.002 0.000 -0.003 0.001 -0.001 0.000
RMS Contribution Error 0.000 0.137 0.004 1.427 0.003 1.061 0.002 0.603 0.007 2.709 0.003 0.916 0.002 0.708 0.000 0.044 0.003 0.999 0.002 0.812 0.002 0.734 0.002 0.676
64
65
Lampiran 2. Sebaran luas tutupan lahan setiap kabupaten di Pulau Kalimantan Tutupan Provinsi Kabupaten Luas (Ha) lahan Kalimantan Timur Balikpapan badan air 494 veg. rapat 18.910 veg.sedang 10.139 veg.jarang 15.051 Kalimantan Selatan Banjar badan air 8.881 veg. rapat 183.090 veg.sedang 85.751 veg.jarang 204.467 Kalimantan Tengah Barito Selatan badan air 2.572 veg. rapat 309.658 veg.sedang 40.384 veg.jarang 87.909 Kalimantan Tengah Barito Timur badan air 814 veg. rapat 258.531 veg.sedang 47.112 veg.jarang 80.158 Kalimantan Tengah Barito Utara badan air 1.160 veg. rapat 1.005.040 veg.sedang 34.582 veg.jarang 91.823 Kalimantan Barat Bengkayang badan air 4.780 veg. rapat 396.187 veg.sedang 79.556 veg.jarang 127.786
66
Lampiran 2 (Lanjutan) Provinsi
Kabupaten
Kalimanta Timur
Berau
Kalimantan Timur
Bontang
Kalimantan Timur
Bulongan
Kalimantan Tengah
Gunung Mas
Kalimantan Selatan
Hulu Sungai Selatan
Kalimantan Selatan
Hulu Sungai Timur
Kalimantan Selatan
Hulu Sungai Utara
Tutupan lahan badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang
Luas (Ha) 16.981 1.748.788 65.647 282.288 1.458 97.934 19.372 33.296 53.944 1.133.825 73.350 319.927 16 755.688 22.622 81.321 4.255 38.081 51.338 71.783 4.272 75.091 85.934 170.387 4.878 125.286 60.747 103.168
67
Lampiran 2 (Lanjutan) Provinsi
Kabupaten
Kalimantan Tengah
Kapuas
Kalimantan Barat
Kapuas Hulu
Kalimantan Tengah
Katingan
Kalimantan Barat
Ketapang
Kalimantan Selatan
Kota Banjar Baru
Kalimantan Selatan
Kota Banjarmasin
Kalimantan Selatan
Kota Baru
Tutupan lahan badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang
Luas (Ha) 7.825 899.093 219.773 360.629 19.592 2.439.130 87.205 551.393 7.806 1.610.548 131.020 329.908 24.276 2.092.997 475.638 869.351 284 2.010 8.594 24.535 313 1.497 2.554 7.081 13.117 714.431 315.156 384.317
68
Lampiran 2 (Lanjutan) Provinsi
Kabupaten
Kalimantan Tengah
Kotawaringin Barat
Kalimantan Tengah
Kotawaringin Timur
Kalimantan Timur
Kutai
Kalimantan Timur
Kutai Barat
Kalimantan Timur
Kutai Timur
Kalimantan Tengah
Lamandau
Kalimantan Barat
Landak
Tutupan lahan badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang
Luas (Ha) 13.697 554.140 242.754 322.695 6.040 821.974 317.085 475.760 53.632 1.556.965 310.977 695.582 3.723 2.131.729 197.278 502.838 9.440 2.848.150 85.164 493.660 413.073 14.295 63.286 66 586.728 54.884 144.711
69
Lampiran 2 (Lanjutan) Provinsi
Kabupaten
Kalimantan Timur
Malinau
Kalimantan Tengah
Murung Raya
Kalimantan Timur
Nunukan
Kalimantan Tengah
Palangkaraya
Kalimantan Timur
Pasir
Kalimantan Timur
Penajam Paser Utara
Kalimantan Barat
Pontianak
Tutupan lahan badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang
Luas (Ha) 485 3.064.999 9.899 779.132 172 2.175.681 13.223 231.168 23.080 1.182.377 70.182 307.623 16 292.662 31.248 52.440 10.053 650.437 147.182 277.667 2.966 205.244 44.479 84.267 20.110 717.065 170.229 255.559
70
Lampiran 2 (Lanjutan) Provinsi
Kabupaten
Kalimantan Tengah
Pulang Pisau
Kalimantan Timur
Samarinda
Kalimantan Barat
Sambas
Kalimantan Barat
Sanggau
Kalimantan Tengah
Seruyan
Kalimantan Barat
Sintang
Kalimantan Tengah
Sukamara
Kalimantan Selatan
Tabalong
Kalimantan Timur
Tarakan
Tutupan lahan badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang badan air veg. rapat veg.sedang veg.jarang
Luas (Ha) 8.771 557.326 258.648 343.763 571 30.287 10.633 19.003 6.617 341.938 87.518 161.535 10.502 1.251.722 234.656 374.864 14.645 622.781 349.803 455.517 2.227 2.477.724 198.953 587.126 6.739 96.843 111.066 164.362 1.0310 311.283 198.262 461.406 1.136 9.116 5.750 8.858