Klasifikasi Daratan dan Lautan Citra Satelit ALOS ............................................................................................................... (Sari, et al.)
KLASIFIKASI DARATAN DAN LAUTAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS Studi Kasus di Pesisir Timur Kota Surabaya (Land and Sea Classification Using ALOS Satellite Imagery,
Case Study in East Coast of Surabaya)
Dewi Nur Indah Sari, Yastin David Batara dan Asadillah Hafid Program Studi DIII Teknik Geodesi, Politeknik Negeri Banjarmasin Jl. Kayutangi Cendana 2E, Kayutangi, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 70123, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kawasan pesisir memiliki sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Sehingga pengelolaan kawasan pesisir harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Hal ini sejalan dengan UU No 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, bahwa perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya serta fungsi pertahanan dan keamanan. Kota Surabaya dengan luas wilayah 374,8 Km2 idealnya memerlukan kawasan Hutan di kawasan pesisir sebesar 11.244 m2 (30% dari luas wilayah DAS Kalimas). Metode yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu klasifikasi unsupervised pada daerah daratan dan klasifikasi supervised algoritma LYZENGA pada daerah lautan dengan memanfaatkan citra satelit ALOS. Berdasarkan hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa klasifikasi daratan terbesar dimiliki oleh kelas vegetasi yaitu dengan prosentase 33.781%. Sedangkan untuk area lautan didominasi oleh karang, pasir dan sedimen. Kata kunci: pesisir, klasifikasi, ALOS
ABSTRACT The coastal area has a high natural resources and environmental services. These areas provide productive natural resources such as coral reefs, seagrass, mangrove forests, fisheries and conservation. So that coastal zone management should be comprehensive and integrated. This is appropriate to Law No. 24 of 1992 on the arrangement of space, that spatial planning is done by considering the harmony and balance function and the function of protected cultivation, the dimension of time, technological, social, cultural as well as defense and security functions. Surabaya has an area of 374.8 km2 ideally require a coastal zone management areas 11,244 m2 (30 % of the Kalimas watershed area).The method applied in this research are unsupervised classification on land areas and supervised classification algorithms LYZENGA for the sea using ALOS satellite imagery. Based on the results of this study found that the classification of the land is dominated by vegetation with 33.781%. At the same time, sea area is dominated by coral, sand and sediment. Keywords: coastal, classification, ALOS
PENDAHULUAN Penggunaan penginderaan jauh dapat mencakup suatu areal yang luas dalam waktu bersamaan. Menurut Puntodewo, et al. (2003), penginderaan jauh dapat digunakan untuk penelitian lingkungan hidup mengenai interaksi antara sistem alam dan bumi. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis spasial secara cepat, efektif, efisien dan dapat mencakup wilayah yang lebih luas bila dibandingkan dengan pengukuran langsung yang membutuhkan biaya serta tenaga yang lebih banyak. Selain itu penginderaan jauh juga dapat digunakan untuk proses klasifikasi pada daerah pesisir meliputi klasifikasi lautan dan daratan. Kawasan pesisir memiliki sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Pengembangan kawasan pesisir akan membawa pengaruh pada lingkungannya. Semakin tinggi intensitas pengelolaan dan 267
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 267-271
pembangunan yang dilaksanakan berarti semakin tinggi tingkat pemanfaatan sumberdaya, maka semakin tinggi pula perubahan-perubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pesisir. Kegiatan pengelolaan kawasan pesisir menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem dan penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari aspek sosial yaitu rendahnya aksesibilitas dan kurangnya penerimaan masyarakat lokal. Oleh karena itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman tersebut, pengelolaan kawasan pesisir harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Sejalan dengan UU No 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, bahwa perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya serta fungsi pertahanan dan keamanan. Sehingga nantinya dengan adanya penataan ruang diharapkan pengelolaan kawasan pesisir dapat menguntungkan secara ekonomi dan tidak merugikan secara ekologi. Daerah Surabaya dan sekitarnya yang dijadikan tempat penelitian merupakan kawasan pesisir yang strategis untuk penelitian. Maka dari itu akan dilakukan penelitian tentang klasifikasi lautan dan daratan pada daerah pesisir dengan menggunakan data citra ALOS.
METODE Daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kota Surabaya. Secara geografis Surabaya terletak pada 07°12‟-07°21‟ Lintang Selatan dan 112°36‟-112°54‟ Bujur Timur. Luas dari Kota Surabaya adalah 374,36 km2. Data yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Citra ALOS Surabaya. 2. Citra Landsat 7 ETM+ daerah Surabaya. Koreksi geometrik perlu dilakukan untuk mendapatkan sistem koordinat dan sistem proyeksi yang sama antara citra dengan peta acuan. Pada koreksi ini digunakan peta garis digital sebagai referensi. Penentuan lokasi titik kontrol tanah (GCP) dilakukan dengan mengidentifikasi batasbatas alam yang tergambar jelas pada peta. pada penelitian ini digunakan titik kontrol sebanyak 6 buah. Model transformasi yang digunakan adalah polinomial derajat satu karena dianggap daerah penelitian mempunyai kondisi yang relatif datar (tidak berbukit). Ketelitian dari penempatan titik kontrol dan akurasi koreksi geometrik dapat diketahui dari nilai RMS. Apabila nilai RMS mendekati nol maka titik tersebut dianggap benar (Purwadhi, 2001), tetapi apabila nilainya ≥1 piksel maka titik tersebut harus dikoreksi kembali. Setelah masing-masing titik mempunyai nilai RMS ≤1 piksel maka citra tersebut telah menjadi citra yang terkoreksi secara geometrik. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian.
268
Klasifikasi Daratan dan Lautan Citra Satelit ALOS ............................................................................................................... (Sari, et al.)
Berikut ini adalah penjelasan diagram alir tahap pengolahan data : 1. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Satelit ALOS dan citra satelit Landsat ETM7+. 2. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik perlu dilakukan untuk mendapatkan sistem koordinat dan sistem proyeksi yang sama antara citra dengan peta acuan. Pada koreksi ini digunakan peta garis digital sebagai referensi. Penentuan lokasi titik kontrol tanah (GCP) dilakukan dengan mengidentifikasi batas-batas alam yang tergambar jelas pada peta. pada penelitian ini digunakan titik kontrol sebanyak 6 buah. Model transformasi yang digunakan adalah polinomial derajat satu karena dianggap daerah penelitian mempunyai kondisi yang relatif datar (tidak berbukit). Nilai RMS yang didapat yaitu 0.3 3. Klasifikasi Proses klasifikasi pada daratan dilakukan dengan cara klasifikasi unsupervised dan pada lautan dilakukan dengan klasifikasi dengan Algoritma LYZENGA. 4. Hasil. Hasil klasifikasi pada masing-masing obyek akan dibuat peta. Klasifikasi tak terselia didefinisikan sebagai identifikasi kelompok natural atau struktur dengan menggunakan data multispektral. Yang dapat diperlihatklan dari citra yang disusun dari kelas spektral. Pengelompokan kelas didasarkan pada nilai natural spektral citra, dan identitas nilai spektral citra tidak dapat diketahui secara dini. Klasifikasi tak terselia menggunakan algoritma untuk mengkaji dan menganalisis sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Metode yang digunakan mengacu pada metode asli yang dikembangkan oleh Lyzenga (1981). Adapun formulanya sebagai berikut: Lyzenga (Y) = (log(b1))+(nilai ki/kj*log(b2))……………………………………………………………..… (1) dimana: b1 = band 1(biru) b2 = band 2 (hijau) ki/kj = nilai koefisien atenuasi (Lyzenga, 1981)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Klasifikasi Daratan Apakah peta bisa di layout, sehingga keterangan warna masuk di legenda disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil Klasifikasi Daratan. 269
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 267-271
Dari hasil di atas didapatkan bahwa: Warna biru muda adalah badan air. Warna oranye adalah ladang Warna cokelat adalah sedimen Warna hijau dalah vegetasi Warna maroon adalah pemukiman Hasil Klasifikasi Lautan kalau peta bisa dilayout, keterangan warna bisa masuk dalam legenda disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil Klasifikasi Lautan.
Dari hasil di atas didapatkan bahwa: Warna kuning adalah pasir Warna hijau adalah karang hidup Warna jingga kemerahan adalah karang mati Warna biru tua menyebar adalah kekeruhan Warna jingga muda adalah sedimen Warna cyan adalah air laut Warna hitam adalah tanah atau soil Pada Tabel 1 terlihat, area terbesar adalah badan air karena juga mencakup lautan. Apabila dilihat dari klasifikasi daratan makan area terbesar adalah vegetasi. Sedangkan berdasarkan Gambar 3 didapatkan bahwa area tersebut banyak didominasi oleh karang, pasir dan sedimen. Tabel 1. Luasan Hasil Klasifikasi Daratan. No Objek Luas (m2) Luas (%) 1
Vegetasi
11.466.900
33.78
2
Ladang
5.924.700
17.45
3
Badan air
12.284.100
36,19
4
Sedimen
42.65.100
12.57
5
Permukiman
3.671
0.01
339.444,71
100
Total
270
Klasifikasi Daratan dan Lautan Citra Satelit ALOS ............................................................................................................... (Sari, et al.)
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa klasifikasi daratan terbesar dimiliki oleh kelas vegetasi yaitu dengan luas 11.466.900 m2.Sedangkan untuk area lautan didominasi oleh karang, pasir dan sedimen.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam penyediaan data sekaligus pengolahan data dan motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitiannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Arief, M. (2013). Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dengan Menggunakan Data Satelit AVNIR-2. Statistika, Vol. 13 No, 55 – 64 November 2013. Budiyanto, Eko.(2011). Tuturial Pengolahan Citra pada ENVI. Jakarta Chander, G. and Markham, B. Revised Landsat 5 TM Radiometric Calibration Procedures and Post-Calibration Dynamic Ranges, 6 hal. Ginanjar, W.R. (2011). Klasifikasi Perubahan Peruntukan Lahan dalam Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) Surabaya Unit Pengembangan (UP) VIII Satelit Menggunakan Citra Satelit Quickbird . Surabaya : Teknik Geomatika FTSP-ITS Pusat Pemanfaataan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. (2015). Pedoman Pengolahan Data Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Terumbu Karang . Jakarta Lillesand, Thomas M. dkk. (1990). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra . Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta. Lyzenga, D.R., (1978). Passive Remote SensingTechniques for Mapping Water Depth andBottom Features. Applied Optics. 17: 379-383. Purbani, D., Kepel, T.L., dan Takwir, A. (2014). Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Weh Pasca Bencana Mega Tsunami. J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.3, November 2014: 331-340 Purwadhi, S.H. (2001). Interpretasi Citra Digital. Jakarta: Grasindo. RI (Republik Indonesia). (1992). Undang-Undang No. 24 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang.
271