PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI
ERI SEPTYAWARDANI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
ERI SEPTYAWARDANI E14070022
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
SUMMARY ERI SEPTYAWARDANI. E14070022. Developing Estimation Model of Standing Stock and Biomass Stock for Teak (Tectona grandis, Linn.F) Forest Using High Resolution Non-metric Digital Imagery. Report Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA. Forest inventory is part of the forest planning that holds an important role in sustainable forest management. Forest inventory activities are usually conducted to collect data and information related to forest resource potential. It can be done either by terrestrial method, remote sensing method or by combining both the remote sensing technology and terrestrial method. To facilitate forest survey, forest inventory usually uses an aid tools such as stand volume table, tree volume table or aerial stand volume table. In this research the author focused on the establishment of standing stock estimation model using digital a high resolution non-metric imagery. Furthermore, the estimated standing stock can be converted into biomass volume. Biomass is one of the several parameter that can be used to determine the forest structure and condition. The volume of stand biomass is depended on forest condition, such as natural regeneration, disturbed state of the forest and the forest use (IPCC 2001). The objective of this study is to establish the standing stock and biomass estimation model of teak forest (Tectona grandis Linn.f) in KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur using digital a high resolution non-metric imagery. Digital high resolution non-metric imagery data used were recoded on April 2011. The softwares used were ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine 9.1, Microsoft Excel 2007 and SPSS ver. 16 . For ground surveys, the equipments included GPS, brunton compass, phi-band, haga hypsometer, suunto clinometers, digital camera and SLR camera with fish eye lens. The study encompasses the following steps, i.e., images pre-processing, ground sampling and data analysis. This study shows that crown density derived from the image ( C-Image) has close correlation with field volume (Vbc) having correlation coefficient of 0,784 for BKPH Dungus. For the BKPH Dagangan the close correlation was also found between number of tree from the image (N-Image) and field volume (Vbc) providing 0,786 of correlation coefficient. Based on statistical analysis, evaluation and verification of the model, the best model for BKPH Dungus is Vbc = 1,499E5C2,693 D1,159 N0,267 which have a coefficient of determination (R2) of 73,7%, while for BKPH Dagangan the best model is Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C with R2 = 85,7%. Models having the lowest biomass estimation was obtained by using Brown equation while highest biomass estimation was obtained from BEF equation. The forest biomass estimation in both the BKPH Dungus and BKPH Dagangan decreased after the stand having use older then 70 years (KU VII).
Keywords: Remote sensing technology, standing stock, biomass, digital high resolution non metric imagery, unmanned aircraft, aerial volume table.
RINGKASAN ERI SEPTYAWARDANI. E14070022. Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi. Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA. Inventarisasi hutan merupakan bagian dari perencanaan hutan yang memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan lestari. Kegiatan inventarisasi hutan dilakukan guna mengumpulkan data dan informasi tentang potensi sumberdaya hutan yang dapat dilakukan dengan metode terestris, metode teknologi penginderaan jauh atau dengan mengkombinasikan metode terestris dan teknologi penginderaan jauh. Dalam kegiatan inventarisasi hutan umumnya diperlukan alat bantu, yang diantaranya dapat berupa tabel volume pohon, tabel volume tegakan dan atau tabel volume udara tegakan. Lebih lanjut penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan model penduga sediaan dan biomassa tegakan dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Biomasa menjadi salah satu parameter yang digunakan dalam mengetahui perubahan struktur hutan, karena stok biomassa bergantung pada kondisi tegakan seperti kondisi permudaan alam, kondisi gangguan dan peruntukan hutan (IPCC 2001). Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga sediaan dan biomassa tegakan jenis jati (Tectona grandis Linn.f) di areal kerja KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Data citra dijital non-metrik resolusi tinggi KPH Madiun yang digunakan direkam pada April 2011. Dalam proses analisis data, pada penelitian ini digunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine, Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver. 16. Alatalat bantu yang digunakan selama pengambilan data di lapangan mencakup GPS, kompas brunton, meteran, phi-band, suunto clinometers, haga hypsometer, alat tulis, kamera digital dan kamera SLR dengan lensa fish eye. Rangkaian penelitian ini mencakup pra pengolahan citra, pengambilan contoh di lapangan dan pengolahan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase penutupan tajuk (crown cover) citra (C-citra) memiliki korelasi yang erat dengan volume lapangan (Vbc) dengan nilai r sebesar 0,784 untuk lokasi BKPH Dungus, sedangkan untuk BKPH Dagangan ditemukan korelasi yang erat antara jumlah pohon citra (N-citra) dengan Vbc dengan nilai r sebesar 0,786. Berdasarkan analisis statistik, evaluasi, dan verifikasi model maka model penduga terbaik untuk lokasi BKPH Dungus adalah Vbc = 1,499E-5C2,693 D1,159 N0,267 dengan R2 = 73,7% sedangkan untuk lokasi BKPH Dagangan adalah Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C dengan R2 = 85,7% . Model yang nilai estimasi biomassanya paling rendah adalah menggunakan persamaan Brown sedangkan estimasi paling tinggi adalah menggunakan formula BEF. Secara umum, penelitian ini menemukan bahwa volume biomassa tegakan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan cenderung mengalami penurunan setelah KU VII. Kata kunci : Remote sensing technology, standing stock, biomass, high resolution non metric digital imagery, unmanned aircraft, aerial volume table.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Eri Septyawardani NRP. E14070022
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa
Hutan
Jati
(Tectona
grandis
Linn
f)
Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi Nama Mahasiswa
: Eri Septyawardani
Nomor pokok
: E14070022
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr NIP. 19610909 198601 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi” dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan juga sebagai wahana untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah Karya Ilmiah. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna memperbaiki skripsi ini. Atas perhatian penulis ucapkan terima kasih.
Bogor, Maret 2012 Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala bimbingan pengarahan, motivasi, kesabaran, biaya dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ibunda tercinta Nanik Pujiastuti S.pd, ayahanda Budi Utomo, dan adik Eris Agustin Wardani serta keluarga besar penulis yang tak pernah lelah memberikan perhatian, semangat dan kasih sayang, serta kepercayaan dan doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis. 3. Dr. Nining Puspaningsih, M.Si dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, M.S. 4. Dr. Ir. Ahmad Budiaman MSc selaku ketua sidang dan Ir. Oemijati Rahmatsjah selaku dosen penguji atas kebijaksanaan, ilmu, dan motivasi yang diberikan. 5. Bpk. Uus Saepul M dan aa Edwine Setia P, S.Hut atas segala bantuan dan pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc selaku dosen uji petik komisi pendidikan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 7. Ir. Lukman Hakim yang telah memberikan kepercayaan akan data yang diolah penulis. 8. Bpk. Administratur KPH Madiun Ir. FX Istiono, MM dan Bpk. Waka Adm KPH Madiun Bambang Cahyo Purnomo S.Hut yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di KPH Madiun. 9. Kepada segenap pihak KPH Madiun, Asper BKPH Dungus Bpk Yanto, Asper BKPH Mojorayung Bpk Bob, dan Asper BKPH Dagangan Bpk Noor, Bpk Sugiono, mas Eko, mas Giri, mas Heri, Mbah, Pak Nyoto, Roni, Pak Samsul, Pak Joko dan Bpk Djumali beserta keluarga atas bantuan dilapangan baik itu moril dan materil serta bantuan lain yang sangat berarti bagi penulis.
iii
10. Saudara-saudara satu bimbingan Fathia Amalia Ramadhani S.Hut, Sri Wahyuni S.Hut dan I Putu Arimbawa Pande S.Hut atas motivasi dan dukungan semangat serta bantuan yang sangat banyak dalam penyelesaian skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan di laboratorium fisik remote sensing Tantri Janiatri S.Hut, Erry Maulana Wicaksono S.Hut, Aditya Pradhana S.Hut, Aditya Sani Sasmita S.Hut, I Made Haribhawana Wijaya S.Hut, Vivi Selviana S.Hut, Nuraini Erisa, S.Hut dan Monica Turana atas bantuan semangat yang sangat berarti bagi penulis, serta keluarga besar laboratorium fisik Remote Sensing Kak pipit, Kak Wulan, Kak Ratih, Kak Puan, Kak Anom, Kak Puin, Kak Ina, Kak Chika, Kak Dian, Kak Baki, Kak Puut, Ibu Eva,Ibu Immy, Ibu Tien, Bunda, Pak Sigit, Pak Anwar, Pak Jaya, Pak Sam dan Tulang atas semangat yang diberikan. 12. Sahabat-sahabat yang selalu setia menemani dan tempat bercerita Sani, Buret, Eno, Mayang, Devi dan semua penghuni Wisma Cendrawasih. 13. Seluruh dosen dan staf Departemen Manajemen Hutan, seluruh temanteman Manajemen Hutan dan Fakultas Kehutanan angkatan 44 atas kebersamaannya selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu-satu.
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 14 September 1988, dari pasangan Bapak Budi Utomo dan Ibu Nanik Pujiastuti S.pd sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Purwantoro I lulus tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 3 Malang lulus tahun 2004, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 8 Malang lulus tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih sendiri mayor Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor di Departemen Kajian Strategi Daerah pada periode pengurusan 20072008.penulis juga aktif dalam keorganisasian departemen sebagai sekretaris Himpunan Profesi (Himpro) Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2009-2010. Penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2010-2011. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi tahun 2010 serta Praktek Kerja Lapang di PT Balikpapan Forest Industri di Kalimantan Timur. Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn.f) Menggunakan Citra Dijital NonMetrik Resolusi Tinggi” dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................
3
1.3 Tujuan ...............................................................................................
4
1.4 Manfaat .............................................................................................
4
1.5 Kerangka Pemikiran ..........................................................................
4
BAB II METODE PENELITIAN ...............................................................
7
2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data ...............................................
7
2.2 Data, Software, Hardware dan Alat ...................................................
7
2.3 Metode Penelitian.............................................................................. 11 2.3.1 Pra Pengolahan Data Citra .......................................................... 11 2.3.2 Pengambilan Data Lapangan ...................................................... 16 2.3.3 Pengolahan Data Lapangan ......................................................... 17 2.4 Pendugaan Biomassa ......................................................................... 28 2.5 Penyusunan Tabel Volume ................................................................ 31 2.6 Monogram......................................................................................... 31 2.7 Pelaporan .......................................................................................... 32 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................... 34 3.1 Letak dan Luas .................................................................................. 34 3.2 Topografi, Daerah Aliran Sungai, Tanah, dan Iklim .......................... 35 3.3 Kondisi Sosial Ekonomi .................................................................... 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 38 4.1 Korelasi antar peubah ........................................................................ 38
x
4.2 Konsistensi Dimensi Tegakan ........................................................... 40 4.3 Pemilihan Model Persamaan Regresi Antar Peubah ........................... 44 4.4 Verifikasi Model ............................................................................... 47 4.5 Pendugaan Biomassa ......................................................................... 50 4.6 Penyusunan Tabel Volume ................................................................ 53 4.7 Monogram......................................................................................... 54 BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 60 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 60 5.2 Saran ................................................................................................. 60 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 61 LAMPIRAN ............................................................................................... 64
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Luas petak ukur pada hutan tanaman jati ..................................................... 16
2.
Bentuk model-model yang diuji cobakan dalam melakukan penyusunan model sediaan tegakan jati........................................................................... 20
3.
Model-model penduga potensi sediaan tegakan dengan foto udara .............. 21
4.
Analisis ragam untuk regresi sederhana ....................................................... 24
5.
Analisis ragam untuk regresi berganda ........................................................ 24
6.
Mata pencaharian penduduk di kecamatan sekitar hutan tahun 1998 di wilayah KPH Madiun .................................................................................. 37
7.
Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus ........................... 38
8.
Hubungan matrik korelasi antar peubah pada lokasi BKPH Dagangan ........ 40
9.
Kisaran dan rata-rata hasil pengukuran ........................................................ 41
10. Model penduga volume tegakan .................................................................. 46 11. Uji verifikasi model .................................................................................... 48 12. Peringkat hasil verifikasi model terbaik ....................................................... 49 13. Total biomassa di BKPH Dungus ................................................................ 51 14. Total biomassa di BKPH Dagangan ............................................................ 52 15. Tabel Volume (m3 /ha) BKPH Dungus ........................................................ 54 16. Tabel Volume (m3 /ha) BKPH Dagangan .................................................... 54
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Kerangka pemikiran dalam penelitian. ................................................
6
2.
Peta kawasan KPH Madiun. ................................................................
7
3.
Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006) KPH Madiun. ............................................................................................... 8
4.
Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus. 9
5.
Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dagangan.9
6.
(a) GPSmap 60CSx (b) kompas brunton, dan (c) Haga Hipsometer. .... 10
7.
Peta pembuatan grid plot contoh. ........................................................ 13
8.
Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dungus. .............................. 14
9.
Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dagangan. .......................... 15
10. Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra......... 17 11. Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada lapangan.. 18 12. (a) Plot contoh jumlah pohon pada citra. (b) Plot contoh jumlah pohon di lapangan. ............................................................................... 18 13. Plot contoh diameter tajuk. .................................................................. 19 14. Diagram alir kegiatan. ......................................................................... 33 15. Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus. ......................................... 41 16.
Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus. .... 42
17. Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus. ................................................ 42 18. Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan. ..................................... 43 19.
Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan. ........... 43
20.
Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan. ..................................... 44
21. Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dungus. .................................................................... 50 22.
Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vadenicum, dan BEF pada BKPH Dagangan. ................................................................ 51
xiii
23. Monogram dan profil pohon plot 241 KU III BKPH Dungus. .............. 55 24. Monogram dan profil pohon plot 192 KU VI BKPH Dungus. ............. 55 25. Monogram dan profil pohon plot 215 KU VII BKPH Dungus. ............ 56 26. Monogram dan profil pohon plot 246 KU VIII BKPH Dungus. ........... 56 27. Monogram dan profil pohon plot 38 KU IV BKPH Dagangan. ............ 57 28. Monogram dan profil pohon plot 18 KU V BKPH Dagangan. ............. 58 29. Monogram dan profil pohon plot 184 KU VI BKPH Dagangan. .......... 58 30. Monogram dan profil pohon plot 194 KU VII BKPH Dagangan. ........ 59 31. Monogram dan profil pohon plot 19 KU VIII BKPH Dagangan. ......... 59
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
GCP BKPH Dungus ............................................................................. 65
2.
GCP BKPH Dagangan ......................................................................... 66
3.
Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dungus ........ 67
4.
Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dagangan ..... 68
5.
Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus ...... 69
6.
Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan .. 70
7.
Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus............ 71
8.
Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan ........ 71
9.
Data Perhitungan Biomassa BKPH Dungus.......................................... 72
10. Data Perhitungan Biomassa BKPH Dagangan ...................................... 73
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek yang bagus di masa mendatang (Jumani 2009). Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap. Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furnitur dan ukir-ukiran. Oleh sebab itu kayu jati sangat diminati oleh konsumen. Tidak hanya konsumen dalam negeri, konsumen luar negeri juga sangat menggemari jati sebagai bahan baku furnitur. Jati Indonesia selain juga dikirim ke Jepara sebagai pusat furnitur jati di Indonesia juga diekspor ke luar negeri seperti di negara-negara Amerika, Taiwan, Hongkong, Korea, Uni Emirat Arab dan Italia. Pulau Jawa adalah penghasil jati terbesar di Indonesia. Sebagian besar pohon jati diproduksi oleh Perhutani. Sekitar 512 ribu m3 kayu jati dihasilkan oleh Perhutani pada tahun 2007 dan sebanyak 200 ribu m3 kayu jati kualitas menengah telah dijual oleh perusahaan ini. Menurut Fauzan (2011) harga kayu jati pada lelang Perhutani terakhir tertanggal Februari 2010 untuk kualitas jati medium adalah Rp 6,5 juta /m3. Kebutuhan jati tiap tahun terus meningkat. Untuk memenuhi permintaan, upaya penanaman kembali sangat diperlukan karena penebangan yang tidak diikuti dengan penanaman kembali jelas akan berdampak terjadinya kerusakan dan penurunan produksi. Oleh karena itu, tanaman jati perlu mendapat perhatian tersendiri (Sumarna 2005). Sehingga untuk menjaga keberadaan dan keberlanjutannya harus dijaga dan dikelola dengan baik. Sumber daya hutan hanya dapat dikelola dengan baik apabila didukung pula dengan datadata yang akurat yang dapat mendeteksi seluruh persediaan hutan dengan baik. Kegiatan pengelolaan hutan yang baik memerlukan proses dan tahapan perencanaan yang seksama, lengkap, cermat dan terarah guna memperoleh hasil yang optimal dan lestari baik dari segi kelestarian hasil, ekologis maupun sosial. Bagian dari kegiatan perencanaan hutan yang memegang peranan penting adalah
2
inventarisasi hutan karena data yang dihimpun akan menjadi dasar bagi usaha pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang akan dilakukan. Mengingat semakin cepatnya pertumbuhan hutan maka data informasi yang dibutuhkan adalah data terbaru yang diperoleh secara cepat, akurat dan efisien. Penerapan teknik penginderaan jauh melalui citra dijital yang menggabungkan antara metode terestris dan penginderaan jauh lebih mendapatkan hasil yang maksimal. Sebab dapat menekan biaya yang tinggi tetapi tetap mendapatkan data yang akurat dan tepat. Sehingga memberikan kesempatan penelitian dengan menggunakan citra dijital non-metrik tak berawak (unmanned) beresolusi tinggi untuk dapat mengetahui potensi yang tinggi yang ada di wilayah hutan tersebut. Salah satu alat yang sangat membantu dalam penerapan inventarisasi hutan guna mengetahui sediaan hutan adalah dengan tersedianya tabel volume. Tabel volume dapat dikelompokkan atas tabel volume lokal, tabel volume standar, dan tabel kelas bentuk. Tabel volume lokal adalah tabel yang disusun berdasarkan peubah bebas diameter pohon setinggi dada (Dbh) atau tinggi pohon saja, tetapi pada umumnya yang digunakan adalah diameter pohon setinggi dada (Dbh) sebagai peubah bebasnya. Tabel ini dapat disusun untuk individu spesies maupun kelompok spesies dari berbagai wilayah geografis yang lebih khusus lagi tidak hanya terutama pada spesies maupun tempat, tetapi juga pada kesamaan karakteristik-karakteristik tinggi, diameter, dan bentuk pohon. Sedangkan tabel kelas bentuk disiapkan untuk menunjukkan volume menurut beberapa ukuran bentuk pohon disamping diameter pohon setinggi dada (Dbh) dan tinggi pohon (Husch 1987). Tabel volume tegakan udara (Aerial Stand Volume Table, TVU) adalah tabel yang memuat tentang nilai taksiran volume tegakan di lapangan yang dinyatakan dalam satuan m3 per hektar, untuk berbagai ukuran dimensi penaksirannya (peubah) yang di ukur pada potret udara. Tabel volume tersebut disusun berdasarkan model sistematis yang menggambarkan hubungan antara peubah potret udara dengan volume tegakan lapangan (Hardjoprajitno et al. 1996). Pada studi ini, peubah-peubah potret yang diujicobakan adalah persentase penutupan tajuk (crown cover) (C), diameter tajuk (D) dan jumlah pohon (N).
3
Tabel volume inilah yang nantinya digunakan dalam pembentukan pendugaan volume tegakan, yang gunanya adalah sebagai pembanding volume dugaan hasil penginderaan jauh dengan volume hasil pengukuran di lapangan. Menurut Simon (1993) persamaan volume dan tabel volume semestinya disusun dengan sampel yang cukup dan hanya berlaku di daerah pengambilan sampel tersebut. Berdasarkan pengukuran–pengukuran rinci sejumlah kecil pohon dalam suatu wilayah hutan, tabel volume dapat membantu pendugaan sejumlah besar volume pohon di daerah tersebut. Tabel volume ini nantinya dapat juga digunakan untuk menduga volume total dari suatu wilayah (Pambudhi 1995, dalam Tyas 2009). Menurut Jaya (2006) pembuatan tabel volume pohon udara hanya baik digunakan pada potret-potret berskala besar maka oleh karena itu dengan menggunakan citra dijital non-metrik beresolusi 20 cm ini akan menghasilkan tabel volume yang baik untuk menduga potensi hutan. Selain penyusunan tabel volume dari pemanfaatan citra dijital non-metrik ini, dapat pula diketahui nilai estimasi biomassa dari sediaan tegakan jati. Sehingga selain pemanfaatan kayunya, jati juga dapat berperan dalam menjaga keseimbangan kapasitas gas rumah kaca di atmosfer dari nilai biomassanya. Brown (1997) mendefinisikan biomassa hutan sebagai bahan-bahan organik hidup maupun yang sudah mati dan berada di atas permukaan tanah hutan atau di bawah permukaan tanah hutan, seperti: pohon, tumbuhan bawah, semak, serasah, akar dan lain-lain. Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah meliputi batang, tungak, cabang, kulit, buah/biji dan daun. Biomassa dibawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (berdiameter < 2mm). Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji pemanfaatan citra dijital non-metrik beresolusi tinggi dalam penyusunan tabel volume dan estimasi biomassa sediaan tegakan jati. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang muncul yaitu sudah jarang dilakukannya foto udara untuk melakukan kegiatan inventarisasi hutan, dengan menggunakan citra satelit memerlukan biaya yang besar dan juga resolusi yang dimilikinya masih rendah sedangkan dengan menggunakan
4
inventarisasi secara terestris biaya yang dikeluarkan relatif mahal dan memerlukan waktu yang lama maka perlunya menggunakan citra dijital resolusi tinggi non metrik dalam penginderaan jauh untuk melakukan kegiatan inventarisasi hutan.
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun model penduga sediaan tegakan jenis jati (Tectona grandis Linn.f) dan pendugaan biomassanya di areal kerja KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi.
1.4 Manfaat Hasil penelitian ini berupa model penduga sediaan tegakan jati menggunakan citra dijital non metrik resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk menduga potensi di areal kerja KPH Madiun secara cepat, murah, dan akurat dalam rangka pengaturan kelestarian hasil, menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat sebagai alat pemantauan potensi hutan secara cepat.
1.5 Kerangka Pemikiran Pengelolaan hutan lestari dapat diwujudkan melalui perencanaan hutan. Perencanaan hutan merupakan proses penetapan tujuan yaitu mewujudkan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari. Pengelolaan hutan yang lestari membutuhkan data dan informasi tentang kondisi fisik kawasan hutan. Data dan informasi tersebut didapat dari salah satu kegiatan perencanaan hutan yaitu inventarisasi. Menurut Hush (1987) inventarisasi hutan merupakan suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Sedangkan menurut Sutarahardja (1976), kegiatan inventarisasi hutan didefinisikan sebagai suatu kegiatan guna menyajikan data atau kebenaran tentang keadaan hutan serta kemungkinan tindakan pengusahaannya. Kegiatan inventarisasi hutan dilakukan dengan tiga cara, yaitu inventarisasi lapangan (terestris), inventarisasi dengan penginderaan jauh (foto udara atau citra dijital resolusi tinggi) dan kombinasi antar keduanya.
5
Inventarisasi terestris dalam menduga estimasi volume tegakan dalam luasan kecil akan dapat menghasilkan data yang teliti dan akurat, namun apabila arealnya luas maka akan memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang banyak dan hasilnya cenderung kurang teliti dan akurat. Sedangkan dengan pengukuran penginderan jauh dengan menggunakan citra dijital resolusi tinggi untuk menduga estimasi volume tegakan akan lebih cepat dan relatif akurat, namun memerlukan investasi awal yang mahal meskipun nantinya dari citra dijital tersebut menyebabkan biaya operasional pengelolaan hutan menjadi rendah. Kombinasi kegiatan inventarisasi hutan menggunakan penginderaan jauh (remote sensing) dan lapangan (terestris) akan menghasilkan data yang akurat dengan waktu yang relatif singkat untuk areal yang luas. Dari hasil permasalahan-permasalahan yang muncul yaitu sudah jarangnya menggunakan foto udara dalam melakukan inventarisasi hutan, mahalnya harga citra satelit dengan didukung resolusi yang rendah dan inventarisasi secara terestris yang relatif mahal dengan waktu yang lama maka untuk melakukan inventarisasi hutan saat ini tepat dengan memanfaatkan penginderaan jauh dengan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Menurut Lu (2006) dalam bidang kehutanan, penggunaan teknologi penginderaan jauh telah banyak diaplikasikan dalam kegiatan pemetaan tutupan lahan, evaluasi perubahan tutupan dan penggunaan lahan. Selain itu, penggunaan peubah-peubah biofisik yang dapat ditaksir melalui data citra satelit seperti kerapatan tutupan tajuk dan diameter tajuk untuk menduga tegakan hutan di lapangan seperti volume tegakan dan biomassa tegakan. Dari hasil estimasi volume tegakan dengan citra resolusi tinggi tersebut maka dapat diketahui juga estimasi biomassa dari suatu pohon berdiri. Penggunaan teknologi penginderaan
jauh
yang
dikombinasikan dengan
pengukuran lapangan (survey lapangan) dapat digunakan dalam pendugaan biomassa (Foody et al. 2003). Kerangka pemikiran penelitian ini dikerjakan secara ringkas yang disajikan pada Gambar 1 dengan fokus penelitian pada penyusunan model penduga sediaan tegakan dan biomassa jati.
6
Pengelolaan Hutan Lestari
Perencanaan Hutan
Inventarisasi Hutan
Korelasi Pengukuran Terestris: –Biaya mahal –Waktu relatif lama –Akurasi relatif tinggi
Pengukuran Remote Sensing: –Biaya relatif murah –Waktu relatif cepat –Akurasi relatif lebih rendah –Dimensi tegakan bisa diukur lebih cermat
Tabel Volume Tegakan Tabel Volume Tegakan Citra Dijital Resolusi Tinggi
Estimasi Volume Tegakan
Verifikasi
Estimasi Volume Tegakan dengan Citra Dijital Resolusi Tinggi
Estimasi Biomassa dengan Citra Dijital Resolusi Tinggi
Gambar 1 Kerangka pemikiran dalam penelitian.
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober sampai November 2011. Pengolahan data di lakukan di Laboratorium fisik remote sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Desember sampai Maret 2012. 2.2 Data, Software, Hardware dan Alat a. Data utama yang digunakan adalah sebagai berikut: (1). Peta kawasan kerja KPH Madiun (Gambar 2).
Gambar 2 Peta kawasan KPH Madiun.
8
(2). Citra dijital resolusi sedang Landsat TM KPH Madiun (Gambar 3)
Gambar 3 Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006) KPH Madiun.
9
(3). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dungus (Gambar 4)
Gambar 4 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus. (4). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dagangan (Gambar 5)
Gambar 5 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dagangan.
10
b. Data Pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah peta kerja di lokasi BKPH Dungus dan lokasi BKPH Dagangan serta koordinat GPSnya pada setiap BKPH yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2. c. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS map 60CSx (Gambar 6a), kompas brunton (Gambar 6b), meteran, tali tambang, Haga (Gambar 6c), kamera SLR dengan lensa fish eye, kamera digital, dan alat tulis.
(b)
(a)
(c) Gambar 6 (a) GPSmap 60CSx (b) kompas brunton, dan (c) Haga Hipsometer. d. Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah software Arcview 3.2, Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver 16. e. Hardware yang digunakan dalam pengolahan data yaitu seperangkat komputer dan printer.
11
2.3 Metode Penelitian Tahapan dalam kegiatan penelitian adalah sebagai berikut: 2.3.1 Pra Pengolahan Data Citra Sebelum melakukan pengolahan citra lebih lanjut, citra foto udara perlu dilakukan koreksi geometrik. Sedangkan koreksi geometrik adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan distorsi geometrik dari suatu citra dan sistem koordinat geometrik. Koreksi yang umum dilakukan adalah koreksi geometrik atau rektifikasi. Citra dijital yang telah terkoreksi dengan menggunakan koreksi geometrik lalu di overlay dengan data citra pada citra Landsat TM. Desain untuk plot contoh di lapangan ditentukan dengan menggunakan extension IHMB dengan menggunakan metode purposive sampling. Agar mewakili keseluruhan area maka untuk setiap kelompok umur, jumlah minimum plot contoh yang diambil adalah 3 sampai 4 plot. a. Koreksi Geometrik (rektifikasi) Rektifikasi yang dilakukan adalah rektifikasi citra-ke-citra (image-to-image rectification). Pada penelitian ini dilakukan koreksi yang digunakan untuk mengoreksi citra digital non-metrik menggunakan citra LANDSAT yang telah terkoreksi sebelumnya, hal ini dilakukan agar koordinat geografis sama. Sistem koordinat yang digunakan dalam koreksi geometrik adalah Universal Transvers Mercator (UTM), zone 48 selatan (south UTM 1984). Koreksi geometrik dimulai dengan memilih sejumlah titik-titik control lapangan (GCP). Untuk penelitian ini jumlah total titik GCP (Lampiran 1 dan 2) adalah sebanyak 17 titik, 7 titik GCP di BKPH Dungus dan 10 titik GCP di BKPH Dagangan. GCP adalah suatu titik-titik pada permukaan bumi yang diketahui koordinatnya baik pada citra (kolom/piksel dan baris) maupun pada peta (yang diukur dalam lintang bujur meter). Syarat pemilihan GCP adalah tersebar merata di seluruh citra dan relatif permanen atau tidak berubah dalam kurun waktu yang pendek (seperti jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya) (Jaya 2009). Jumlah GCP minimum dihitung dengan menggunakan persamaan : GCPmin = (t+1)(t+2)/ 2
12
dimana, t : orde dari persamaan transformasi. RMSE (Root Mean Square Error) yang dihasilkan pada koreksi geometrik ini adalah didapatkan dari GCP yang terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝑅𝑀𝑆𝐸 =
Dimana: RMSE xr, xi dan yr, yi
𝑥𝑟 − 𝑥𝑖
2
+ (𝑦𝑟 − 𝑦𝑖 )2
= Root Mean Square Error = Kesalahan ke arah x dan y untuk GCP ke-i
b. Desain Sampling Desain sampling untuk pengambilan plot contoh di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan bantuan extension IHMB. Pemilihan desain sampling pertama-tama dilakukan secara acak. Menurut Jaya et al. (2010) pengacakan pada arah Timur-Barat (sumbu X) dilakukan antara 0-1000 m (karena jarak antar jalur adalah 1000m), sedangkan pengacakan pada sumbu Y (arah Utara-Selatan) pengacakan dilakukan antara 0 sampai dengan jarak antar plot. Pada penelitian ini jarak antar plot yang digunakan sebesar 75 m. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan grid dengan menggunakan ekstensi IHMB-Jaya Versi 6 yang disajikan pada Gambar 7.
13
Gambar 7 Peta pembuatan grid plot contoh. c. Pemilihan Plot Contoh Setelah dilakukannnya desain sampling, maka untuk selanjutnya yaitu tahap pemilihan plot contoh pada peta kerja. Pemilihan plot contoh tersebut didapatkan 38 titik plot di masing-masing lokasi, yaitu di BKPH Dungus (Gambar 8) dan BKPH Dagangan (Gambar 9). Pemilihan plot contoh tersebut tersebar di seluruh areal BKPH dan telah mewakili kelas-kelas umur yang ada.
Gambar 8 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dungus.
14
15
Gambar 9 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dagangan.
15
16
2.3.2 Pengambilan Data Lapangan Pengambilan data lapangan dilakukan di atas peta kerja dan peta administrasi KPH Madiun, Perhutani Unit II Jawa Timur. Pemilihan titik plot pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan sebaran kelas umur di lokasi penelitian, Bagian Hutan dan kenampakan citra dijital non metrik resolusi tinggi. Terpilih masingmasing 38 titik pada lokasi BKPH Dungus dan pada lokasi BKPH Dagangan. Plot contoh yang digunakan berbentuk lingkaran dengan luasan sesuai dengan KU (Kelas Umur) yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Luas petak ukur pada hutan tanaman jati Kelas Hutan
Petak Ukur Luas (Ha)
Kelas Umur I - II Kelas Umur III - IV Kelas Umur V ke atas
Radius (m) 0,02 0,04 0,1
7,92 11,28 17,85
Data yang diambil di lapangan di antaranya adalah : a. nomor plot b. keliling pohon setinggi dada c. keliling pohon setinggi 0,5 meter d. tinggi total pohon e. tinggi bebas cabang (tbc). f. diameter tajuk g. jarak dan sudut azimuth setiap pohon dari titik pusat plot h. koordinat plot contoh i.
koordinat pohon Untuk data pembantu, diambil juga beberapa foto lapangan dan foto
persentase penutupan tajuk (crown cover) menggunakan kamera SLR berlensa fish eye. Semua data tersebut dicatat pada tally sheet yang telah dipersiapkan pada tahapan persiapan.
17
2.3.3 Pengolahan Data Lapangan Sebelum pengolahan data lapangan, data pada citra diolah terlebih dahulu, yaitu dengan mencari persentase penutupan tajuk (crown cover) dari masingmasing plot, menghitung jumlah pohon pada citra dan menghitung diameter tajuk pohon di setiap plot. a. Teknik mengukur persentase tutupan tajuk pada citra (crown cover) (C) 1) Mengukur persentase tajuk citra Persentase penutupan tajuk merupakan persentase areal tertutup oleh proyeksi vertikal tajuk-tajuk pohon. Menghitung persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dilakukan secara perhitungan visual dengan menghitung antara areal tutupan tajuk dan gap tajuk. Adapun rumus dalam menghitung persentase penutupan tajuk yaitu : Persentase penutupan tajuk citra (%) =
Luas wilayah bertajuk Luas plot contoh
x 100%
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa hasil luasan tajuk tersebut didapatkan dari hasil deliniasi areal tutupan tajuk dan gap tajuk. Gap tajuk
Areal tutupan tajuk
Gambar 10 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra. 2) Memetakan persentase penutupan tajuk hasil pengukuran lapangan Memetakan hasil pengukuran tajuk di lapangan didapatkan dari persamaan y = 0,173x + 1,443 yaitu yang berasal dari hasil perhitungan setiap kerapatan pohon (jari-jari tajuk) di satu keterwakilan plot pada setiap kelas umur di lapangan dengan nilai dbh-nya. Kemudian dipetakan pada masing-masing plot contoh, sehingga dapat membandingkannya antara
18
hasil di citra dan di lapangan (Gambar 10 dan 11). Terdapat pada plot contoh 105 dengan persentase tajuk di citra sebesar 72% dan persentase tajuk lapangannya 48%.
Persentase tajuk di lapangan
Gambar 11 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada lapangan.
b. Teknik mengukur jumlah pohon pada citra (N) Menghitung jumlah pohon pada citra dilakukan secara visual langsung dengan memberikan tanda pada pohon yang berada dalam luasan tajuk. Kemudian dibandingkan antara pohon citra dengan lapangan seperti pada Gambar 12. Posisi pohon
(a)
(b)
Gambar 12 (a) Plot contoh jumlah pohon pada citra. (b) Plot contoh jumlah pohon di lapangan.
19
c. Menghitung diameter tajuk (crown diameter) (D) Menghitung diameter tajuk (crown diameter) dilakukan dengan metode interpretasi visual dengan mengukur panjang diameter terpanjangnya dengan arah dari utara ke selatan dan barat ke timur (Gambar 13). Perhitungan tersebut dengan menggunakan icon measure pada software Arc View Gis ver 3.2. Arah pengukuran diameter tajuk
Gambar 13 Plot contoh diameter tajuk. d. Penyusunan model 1). Model-model alternatif Penyusunan model regresi dan pemilihan parameter tegakan di citra foto udara (citra dijital non-metrik resolusi tinggi) yang akan digunakan sebagai peubah bebas dibuat sesederhana mungkin, tetapi mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Pada penelitian ini model penduga potensi yang dikembangkan antara lain dijelaskan pada Tabel 2.
20
Tabel 2 Bentuk model-model yang diuji cobakan dalam melakukan penyusunan model sediaan tegakan jati Model 1) Linier a. Sederhana
b. Berganda 2) Non Linier a. Sederhana
b. Berganda c. Kuadratik d. Polynomial
Persamaan V = a + b.C V = a + c.D V = a + d.N V = a + b.C + c.D + d.N V = a.Cb V = a.Dc V = a.Nd V = a.Cb.Dc.Nd V = a + b.C2 + c.D2 + d.N2 V = a + b.C + c. C2 V = a + b.D + c. D2 V = a + b.C + c. D + d. C. D + e. C2 + f. D2
Selain model-model umum yang biasa digunakan tersebut, ada beberapa model penduga potensi dengan foto udara yang dihasilkan dari penelitianpenelitian terdahulu yang disajikan pada Tabel 3.
21
Pada Tabel 3 disajikan beberapa model penduga sediaan tegakan dengan foto udara. Tabel 3 Model-model penduga potensi sediaan tegakan dengan foto udara No 1.
R2 (%) Log V = 0,06 + 1,11 Log C 69,2 + 0,133 Log D Persamaan
2.
V = 1,47.10-4 H1,42D0,35 81 N2,21
3
a). V = 54,2 – 0,469 C untuk SFNAP
76,2 69,1
b). V = 32,4 – 0,246 C untuk CAP 4.
a). Ln V = -1,65 + 0,798LnC + 1,58 Ln D untuk bonita ≤ 3
74,5
Penelitian Model penduga volume tegakan dengan foto udara di hutan alam studi kasus di HPH PT. Sura Asia, Propinsi Dati I Riau Model penduga volume terbaik dengan foto udara skala 1 : 20000 untuk tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH Pekalongan Barat dengan pendekatan stratifikasi dan tanpa stratifikasi Kajian teknis pemanfaatan potret udara non-metrik format kecil pada bidang kehutanan
Sumber Budi 1998
Hidayatullah 1996
Cahyono 2001
Tabel volume udara Hardjoprajitno (Aerial Volume Tabel) S. 1996
64,9
b). Ln V = -0,713 + 1,206 LnC + 0,219 Ln D untuk bonita ≥ 4 5.
V = 35481338,92 C3,00
6.
V = -10,2 + 0,169N + 53,8 8,20D
7.
Ln V = -5,577 + 0,427 Ln 67,4 N + 2,591Ln H
79,3
Penyusunan tabel tegakan hutan tanaman dengan potret udara Penduga Volume Tegakan Jati di BKPH Cikampek KPH Purwakarta melalui foto udara Hubungan Antara Volume Tegakan Dengan Peubah Potret Udara Sebagai Alat Inventarisasi Hutan
Prihanto 1996
Suar 1993
Atmosoemarto 1993
22
2). Penduga regresi Tahap selanjutnya berkaitan dengan pembangunan model di atas adalah penyusunan persamaan regresi. Penduga regresi bagi nilai tengah (rata-rata) populasi dapat diperoleh sebagai berikut: (a). Penyusunan model dengan peubah tunggal y = a + b. x = V dalam m3 /ha = dapat berupa C, D, N
Dimana: y x
Kemiringan (slope) garis regresi dapat dihitung dengan rumus:
b
JHK xy
a 𝑦 - b𝑥
dan
JK x 𝑥𝑦 −
JHKxy =
𝑥 𝑦 𝑛
JKx
𝑛−1
Dimana: 𝑦 𝑥 JHK JK a b n
=
𝑥2−
𝑥
2 /𝑛
𝑛 −1
= Rata-rata peubah tak bebas (y berupa V dalam m3 /ha) = Rata-rata peubah bebas (x berupa C, D, N) = Jumlah hasil kuadrat = Jumlah kuadrat = Koefisien elevasi = Koefisien regresi = Banyaknya plot
(b). Penyusunan model dengan peubah ganda y = a + b.x1 + c.x2 Dimana:
y = V dalam m3 /ha x = x berupa C, D, N a, b, c= Konstanta
Maka kemiringan (slope) garis regresi antar pasangan data dapat dihitung dengan rumus: 𝑛 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖
𝑥1𝑖 2 𝑥1𝑖 𝑥1𝑖
𝑥2𝑖 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖
𝑥2𝑖 2 𝑥1𝑖
𝑎 𝑏 𝑐
=
𝑦𝑖 𝑥1𝑖 𝑦𝑖 𝑥2𝑖 𝑦𝑖
23
(c). Korelasi Antar Peubah Penyusunan model pendugaan sediaan tegakan ini masing-masing menggunakan metode persamaan regresi terbaik. Namun, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu perhitungan koefisien korelasi menggunakan pendekatan korelasi product moment (r) yang menyatakan tingkat keeratan hubungan antar peubah yang akan digunakan dalam pendugaan tegakan. Nilai r dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: r=
x
x i y j ( x i )( y j ) / n 2
i
( x i ) 2 / n y 2 j ( y j ) 2 / n
Dimana: xi = Dimensi pohon ke – i yj = Dimensi pohon lainnya ke – j n = Jumlah pohon Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan antara dua peubah adalah korelasi negatif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah nilainya menurun, maka peubah lainnya akan meningkat. Sebaliknya jika nilai r = 1 maka hubungan antara dua peubah merupakan korelasi positif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah meningkat, maka peubah lainnya akan meningkat pula. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole 1995). Hipotesisnya: H0 : p = 0, artinya tidak ada korelasi antara 2 peubah H1 : p ≠ 0, artinya ada korelasi antara 2 peubah H0 diterima apabila p > α dan H1 diterima apabila p < α. Untuk menguji apakah nilai koefisien korelasi memiliki nilai yang signifikan (nilai r > 0,7071 dalam hubungannya terhadap tegakan), perlu dilakukan perhitungan Uji-Z pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,005). Hipotesis yang digunakan dalam pengujian keeratan koefisien korelasi adalah H0 : ρ ≥ 0,7071 dan H1 : ρ < 0,7071. Rumus yang digunakan dalam Uji Z yaitu:
Z hitung
( Z Zr )
24
Dimana: Z = Sebaran normal Z σ = Pendekatan simpangan baku tranformasi Z ρ = Nilai koefisien korelasi yang diharapkan pada populasi r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah data Jika hasil Z-hitung ≤ 1,96, maka H0 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dengan volume cukup erat dengan r ≥ 0,7071. Sedangkan jika Z-hitung > 1,96, maka H1 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dalam model dengan volume adalah kurang erat. 3) Uji Koefisien regresi Pengujian
hipotesis
dilakukan terhadap
model guna
mengetahui
keberartian hubungan peubah pada citra dengan volume tegakan di lapangan. Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis ragam sebagai berikut: Tabel 4 Analisis ragam untuk regresi sederhana Sumber Keragaman Regresi Sisa Total
db
JK
KT
F Hit
Dbr = p-1 Dbs = n-p n-1
JKR =b.JHKxy JKS = JKy - JKR JKT = JKy
KTR =JKR/dbr KTS = JKS/dbs
KTR/KTS
Keterangan: p = banyaknya peubah regresi n = banyaknya plot contoh yang diamati
Tabel 5 Analisis ragam untuk regresi berganda Keragaman Regresi Sisa Total
db Dbr = p-1 Dbs = (m-1)–(p-1) m-1
JK JKR = b.JHKxy JKS = JKy - JKR JKT = JKy
Keterangan: p = banyaknya parameter m = banyaknya plot contoh
Hipotesis yang diuji adalah: H0 : βi = 0, i = 1,2,3,…,p H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0.
KT KTR = JKR/dbr KTS = JKS/dbs
F Hit KTR/KTS
25
Bila hasil analisis keragaman tersebut diperoleh F-hit > F-tab maka terima H1, yang berarti minimal ada satu peubah yang bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dan sebaliknya (Walpole 1995). Jika H1 diterima melalui Uji –F, maka selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien masing-masing peubah bebas dengan menggunakan perhitungan Uji-t. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Uji-t adalah:
t hitung
s/ n
Dimana: X = Pengamatan μ = Nilai tengah 𝑠 = Standar deviasi = Jumlah sampel n Dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : μ = μ0, H1 : μ ≠ μ0. Selanjutnya kriteria uji bagi hipotesis dengan menggunakan t-hitung, yaitu jika thitung > ttabel maka terima H1, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra berbeda nyata. Sedangkan jika t hitung < ttabel maka terima H0, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra tidak berbeda nyata. 4) Uji Verifikasi Model Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka perlu dilakukan uji verifikasi terhadap model tersebut. Uji verifikasi model terbangun dengan menggunakan perhitungan Uji-χ2 , е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) (Spurr 1952 dalam Divayana 2011). Pada penelitian ini, perhitungan Uji-χ2 menunjukkan besarnya kecocokan antara hasil perhitungan menggunakan model (nilai harapan) dengan perhitungan data lapangan (nilai observasi/nilai aktual). Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual).
26
2
(Oi Ei ) 2 i 1 Ei k
hitung
Dimana: χ2 = Nilai Chi-square 𝐸𝑖 = Nilai ekspetasi/ dugaan 𝑂𝑖 = Nilai observasi/ aktual RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model.
Perhitungan
n
RMSE
[
i 1
RMSE
Hti Hai 2 ] Hai n
menggunakan
rumus
sebagai
berikut:
100%
Dimana: RMSE = Root Mean Square Error Hti = Nilai dugaan Hai = Nilai aktual n = Jumlah pengamatan Bias (℮) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, baik kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Nilai ℮ yang dapat diterima adalah jika nilainya mendekati nol. Perhitungan ℮ (Bias) dapat dirumuskan sebagai berikut:
n
e
i 1
{(
YTi YAi ) 100%} YAi n
Dimana: ℮ = Bias YT = Nilai dugaan YA = Nilai aktual N = Jumlah pengamatan
27
Simpangan Agregat (SA) adalah perbedaan antara jumlah nilai aktual dan jumlah nilai dugaan (Spur 1952). Nilai SA diharapkan berkisar antara -1 sampai +1. Nilai SA dapat dihitung dengan rumus:
YTi YAi SA YTi
Dimana: SA = Simpangan Agregat YT = Nilai dugaan YA = Nilai aktual Nilai SR menunjukkan suatu model dapat dikatakan baik jika nilainya tidak lebih dari 10%. Perhitungan SR yaitu dengan rumus sebagai berikut:
SR
n
{| i 1
YTi YAi | 100%} YTi n
Dimana: SR = Simpangan Rata-rata YT = Nilai dugaan YA = Nilai aktual n = Jumlah pengamatan Untuk mendapatkan model yang akurat dan valid, perlu adanya penyusunan peringkat terhadap model dengan acuan kriteria-kriteria uji yang dilakukan. Penyusunan peringkat dilakukan dengan memberikan skor pada model-model yang diperoleh. Kemudian akan terbentuk model terbaik yang dapat digunakan sesuai kriteria yang ada yaitu model yang memuat sedikit peubah penduga, kemudahan mengukur peubah bebas dan potensial kesalahannya rendah. Pemberian skor dilakukan berdasarkan nilai SA, SR, RMSE, dan е dengan menggunakan rumus sebagai berikut: SA max Skor SA 4 1 min max SR max Skor SR 4 1 min max
e max Skor e 4 1 min max RMSE max Skor RMSE 4 1 min max
28
2.4 Pendugaan Biomassa Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (bellow ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah yang meliputi batang, tunggak, cabang, kulit, buah/biji, dan daun. Biomassa dibawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (diameter < 2mm). Biomassa hutan di atas permukaan merupakan komponen penting yang sangat terkait dengan siklus karbon, alokasi nutrisi hutan, akumulasi bahan bakar fosil dan habitat dalam ekosistem hutan. Ekosisitem hutan juga mempunyai peranan penting dalam siklus karbon secara global. Hutan menyimpan karbon sekitar 80% (IPCC 2001). Tegakan hutan yang masih produktif untuk tumbuh mampu menyerap gas CO2 yang ada di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa pohon (Losi et al. 2003). Metode pengukuran biomassa pada dasarnya ada empat cara utama yaitu metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling), metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling), metode pendugaan melalui pengindraan jauh, dan metode pembuatan model. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik (Ostwald 2008). Sedangkan metode sampling tanpa pemanenan (nondestructive sampling) merupakan
pengukuran biomassa dengan cara tidak
merusak pohon dan hanya mengukur biomassa atas kemudian mengukur diameter dan tinggi pohon serta serasah yang ada. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) memberikan hasil yang paling akurat untuk menduga biomassa, tetapi teknik ini tidak dapat diterapkan pada semua areal hutan karena kerusakan yang diakibatkan cukup
29
besar. Selain kerusakan yang cukup besar, mahalnya biaya dan lamanya waktu serta besarnya tenaga yang dibutuhkan dibandingkan dengan teknik pendugaan biomassa lain menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan teknik ini. Metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) merupakan teknik pendugaan yang saat ini banyak dilakukan karena tidak perlu melakukan pemanenan pohon. Teknik ini memiliki efisiensi yang baik jika dibandingkan dengan teknik sampling destruktif. Parameter penyusun metode non-destructive sampling yaitu diameter pohon, tinggi pohon, volume batang, dan basal area untuk menduga biomassa. Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha) dan yang kedua secara langsung dengan menggunakan regresi biomassa. Seperti dikemukakan oleh Tiryana (2005), potensi biomassa hutan juga dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor konversi volume ke biomassa maupun persamaan alometrik yang menghubungkan dimensi pohon (diameter dan atau tinggi) dengan biomassanya. Diameter pohon merupakan salah satu variabel yang penting bagi pendugaan biomassa selain kerapatan jenis pohon dan tipe hutan (Chave et al. 2001). Sehubungan dengan pernyataan tersebut Ketterings et al. (2001) membuat model penduga biomassa hutan dengan menggunakan variabel diameter dan kerapatan jenis dalam persamaan sebagai berikut: W = 0,11 ρ D 2,62 Dimana: W = biomassa (kg/pohon) ρ = kerapatan jenis (gr/cm3) (Martawijaya 1992). D = diameter setinggi dada (cm)
ρ
pohon
jati
sebesar
0,75
ton/m3
Selain menggunakan rumus Ketterings, pendugaan biomassa dapat pula menggunakan model alometrik Brown. Pada pendugaan nilai biomassa tegakan jati di lokasi penelitian digunakan model alometrik Brown (1997) yang dikembangkan oleh Hendri (2001) yang diformulasikan kembali oleh Tiryana
30
(2011) di daerah KPH Cepu. Hutan Tanaman jati di KPH Cepu memiliki iklim yang sama dengan hutan jati di KPH Madiun yaitu tipe iklim C sehingga kurang lebih kondisi umum lapangan baik kondisi tegakannya memiliki kesamaan. Berikut ini adalah persamaan alometrik Brown yang digunakan: W = 0,2759D2,2227 (R2 = 0,941) Dimana: W = biomassa tegakan (kg/pohon) D = diameter setinggi dada (cm) Dapat pula dengan menggunakan metode perhitungan Vademecum Kehutanan (1976) dalam Ginoga et al. (2005) sebagai berikut: B = (4/3) V ρ Dimana: B = biomassa tegakan (ton/ha) V = volume pohon (m3 /ha) ρ = kerapatan jenis kayu (ton/m3 ) Model Vademecum tersebut digunakan karena mudah diaplikasikan serta cukup sederhana. Menurut IPCC (2003) dalam Janiatri 2012 terdapat dua pendekatan untuk mengestimasi
nilai
kandungan
biomassa
yaitu,
pendekatan
langsung,
menggunakan persamaan allometrik pada sampel plot dan pendekatan tidak langsung menggunakan nilai Biomass Exspansion Factor (BEF). Metode ini termasuk metode non-destructive sampling karena tidak memerlukan pemanenan pohon contoh dalam pendugaan biomassanya. Pengkonversian hasil inventarisasi hutan dalam bentuk volume dilakukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan konstanta nilai Biomass Exspansion Factor (BEF). Biomass Expansion Factor (BEF) didefinisikan sebagai rasio total bobot kering tanur di atas permukaan tanah pada diameter minimum (dbh) 10 cm atau lebih dengan bobot biomassa kering tanur pada volume yang diinventarisasi atau rasio antara AGB total dengan biomassa batang yang dapat dimanfaatkan. Pada penelitian ini nilai Biomass Exspansion Factor (BEF) yang digunakan adalah Biomass Exspansion Factor (BEF) pada tegakan Jati yang dikembangkan di
31
daerah tropis Panama, di hitung dengan membagi total proporsi biomassa dengan biomassa cabang sehingga menghasilkan nilai BEF sebesar 1,53186 (Kraenzel et al. 2003). Pendugaan biomassa atas permukaan menggunakan Biomass Expansion Factor (BEF) dilakukan dengan menggunakan rumus : BAP = V x 𝜌 x BEF Dimana: BAP = Biomassa Atas Permukaan (ton/ha) V = Volume tegakan (m3 /ha) ρ = Berat jenis kayu (ton/m3) BEF = Biomass Expansion Factor dengan koefisien 1,53186 untuk Jati pada hutan tropis (Kraenzel et al. 2003). 2.5 Penyusunan Tabel Volume Penyusunan tabel volume berasal dari model penduga yang terpilih berdasarkan hasil penentuan peringkat gabungan tersebut diatas. Dari model penduga volume yang terpilih akan didapatkan nilai volume untuk nilai tertentu yang diukur atau diamati dilapangan. Kemudian terakhir dapat disusun dalam bentuk tabel volume lokal atau standar untuk jenis tegakan jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Madiun Unit II Jawa Timur pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan. 2.6 Monogram Monogram adalah suatu tema atau bentuk yang dibuat untuk melengkapi atau mengkombinasikan dua bentuk citra atau beberapa grafik kedalam satu simbol. Jenis objek yang ditaksir dalam menyusun monogram ini adalah kelas potensi penutupan tajuk, kelas diameter tajuk dan jumlah pohon pada citra dijital resolusi tinggi. Penyusunan monogram digunakan sebagai penyajian gambar dari hasil analisis atau interpretasi citra sehingga dapat dilihat perbandingan kelas potensi di lapangan dengan di citra.
32
2.7 Pelaporan Tahapan terakhir dari serangkaian kegiatan penelitian ini adalah pembuatan laporan. Secara keseluruhan tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir berikut.
33
Mulai
Citra Dijital
Persiapan Rektifikasi Citra Terkoreksi
Pra Pengolahan Citra Desain Penarikan Contoh Ya
Peubah Lapangan
Pengambilan Data Lapangan Tidak
Analisis Statistik dan Penyusunan Model Tabel Volume Tegakan
Model Penduga Sediaan Diterima Ya
Verifikasi Model Terbaik
Model Penduga Sediaan
Tabel Volume Estimasi Biomassa
Selesai
Pembuatan Monogram
Gambar 14 Diagram alir kegiatan.
Data Pendukung
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Letak Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun secara administratif berada di daerah tingkat II dalam tiga wilayah Kabupaten yaitu
Kabupaten
Madiun (16.075,4 Ha), Kabupaten Ponorogo (12.511,2 Ha) dan Kabupaten Magetan (1.642,6 Ha). Dari ketiga kabupaten tersebut, wilayah hutan KPH Madiun terbagi ke dalam beberapa distrik yaitu Madiun, Caruban dan Kanigoro yang berada dalam wilayah Kabupaten Madiun; Ponorogo, Arjowinangum dan Sumoroto dalam wilayah Ponorogo; serta Gorang-gareng dan Magetan berada dalam wilayah Kabupaten Magetan. Secara geografis KPH Madiun terletak diantara garis lintang selatan 7 0 30” –7050” dan 40 30” – 40 50” BT dengan baris batas sebagai berikut: 1). Sebelah Utara 2). Sebelah Timur 3). Sebelah selatan 4). Sebelah Barat
: KPH Saradan : KPH Saradan dan Lawu Ds : KPH Lawu Ds. : KPH Lawu Ds dan Ngawi
Luas Kawasan Hutan KPH Madiun adalah 31.221,62 Ha dengan Kelas Perusahaan Jati 29.063 Ha dan Kelas Perusahaan Kayu Putih 3.137,7 Ha yang dibagi menjadi empat bagian hutan, termasuk didalamnya alur dan sungai. Empat bagian hutan tersebut adalah sebagai berikut: (a) Bagian Hutan Caruban yang terletak di Kabupaten Madiun dengan luas 11.955,72 Ha. (b) Bagian Hutan Pagotan di Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ponorogo dengan luas 4.076 Ha. (c) Bagian Hutan Ponorogo Timur terletak di Kabupaten Ponorogo dengan luas 5.193,7 Ha untuk kelas perusahaan jati dan Bagian Hutan Ponorogo Timur/Sukun untuk kelas perusahaan kayu putih terletak di Kabupaten Ponorogo dengan luas 3.736,1 Ha. (d) Bagian Hutan Ponorogo Barat yang terletk di Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Magetan dengan luas 6.260,3 Ha.
35
Keempat bagian hutan kelas perusahaan jati tersebut terbagi lagi menjadi 11 BKPH dan 34 RPH. Secara struktural, KPH Madiun terbagi menjadi dua SKPH, yaitu SKPH Madiun Utara dan SKPH Madiun Selatan, masing-masing dibagi menjadi beberapa BKPH dengan pembagian sebagai berikut: 1. SKPH Madiun Utara, membawahi enam BKPH: a. BKPH Brumbun : 1.756,2 Ha b. BKPH Caruban : 3.316,8 Ha c. BKPH Dagangan : 2.240,4 Ha d. BKPH Dungus : 3.456,9 Ha e. BKPH Mojorayung : 2.833,5 Ha f. BKPH Ngadirejo : 2.238,5 Ha 2. SKPH Madiun Selatan, membawahi lima BKPH: a. BPKH Bondrang : 2.925,5 Ha b. BKPH Pulung : 2.207,4 Ha c. BKPH Sampung : 3.613,5 Ha d. BKPH Sukun : 3.701,1 Ha e. BKPH Somoroto : 2.538,6 Ha 3.2 Topografi, Daerah Aliran Sungai, Tanah, dan Iklim Wilayah kawasan hutan KPH Madiun mempunyai kemiringan lereng, landai, bergelombang, sampai dengan bergunung-gunung. Sungai yang ada yaitu anak sungai madiun yang membentang dari arah selatan ke utara. Wilayah kawasan hutan KPH Madiun termasuk DAS Solo Hulu dan merupakan salah satu penyangga kestabilan serta keseimbangan ekosistem pada Sub DAS Solo Hulu. Gambaran secara lebih terinci kondisi setiap bagian hutan adalah sebagai berikut : 1. Bagian Hutan Caruban Keadaan lapangan rata-rata bergelombang sebelah tenggara curam, secara keseluruhan miring kearah barat laut (daerah kecamatan Balerejo). 2. Bagian Hutan Pagotan Keadaan lapangan rata, bergelombang, lapangan pada umumnya miring ke barat. 3. Bagian Hutan Ponorogo Barat Sebelah utara Kali Galah lapangan bergelombang miring ke tenggara, sungai di areal miring ke arah tenggara mengalir ke kali Galali menuju ke
36
Madiun, sedangkan sebelah selatan Kali Galah bergunung-gunung sampai dengan curam dengan aliran sungai ke arah timur merupakan hulu Kali Madiun. 4. Bagian Hutan Ponorogo Timur Keadaan lapangan bergunung-gunung sampai dengan curam. dengan gunung-gunung antara lain; Gunung Rayang Kaki dan Gunung Tumpak Pring. Pada lereng sebelah utara dan barat laut miring ke utara//barat sehingga aliran sungai di daerah ini menuju ke arah barat, di bagian barat aliran sungai menuju ke arah barat, sedangkan di bagian barat laut bertemu dengan Kali Madiun. Wilayah kawasan KPH Madiun termasuk DAS Solo Hulu dan merupakan salah satu penyangga kestabilan serta keseimbangan ekosistem pada sub DAS Solo Hulu. Sungai yang ada di Wilayah KPH Madiun yaitu sungai Catur yang melintasi Bagian Hutan Caruban dan Bagian Hutan Pagotan yang bermuara di Kali Madiun terus ke Bengawan Solo. Sebagian besar jenis tanah di kawasan hutan KPH Madiun untuk SKPH Madiun Utara terdiri dari Mediteran Cokelat Kemerahan dan Litosol Coklat Kemerahan, sedangkan di wilayah KPH Madiun Selatan terdiri dari jenis Aluvial Kelabu Tua, Glei humus dan Mediteran Coklat Kemerahan. Wilayah hutan KPH Madiun terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Berdasarkan perbandingan bulan basah dan bulan kering selama empat tahun yaitu tahun 1996-1999 maka menurut klasifikasi type iklim Schmidt dan Ferguson (1951), KPH Madiun termasuk ke dalam tipe curah hujan C dimana mempunyai nilai Q = 57% (33,3% - 60%) dengan rata-rata bulan basah adalah 7 bulan dan rata-rata bulan kering 4 bulan selama setahun. Dengan tipe iklim C. KPH Madiun cocok untuk tempat tumbuh jati. Berdasarkan peta hutan RPKH KPH Madiunjangka 2001-2010, tipe ilkim C untuk sebagian wilayah Bagian Hutan Ponorogo Timur dan Pagotan dan tipe iklim D untuk Bagian Hutan Caruban, sebagian besar Pagotan, Ponorogo Barat dan sebagian Ponorogo Timur.
37
3.3 Kondisi Sosial Ekonomi 1. Pengembangan Desa Hutan Tingkat kemampuan suatu desa dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berkaitan dengan sosial ekonomi, dinyatakan pengembangan desanya dengan status swakarya, swadaya dan swasembada. Desa-desa dilingkungan kawasan hutan KPH Madiun pada urnumnya mempunyai kategori Desa Swasembada. 2. Kependudukan Jumlah penduduk dalarn kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH Madiun adalah ; 804.789 orang, terdiri dan ; 393.121 laki-laki dan 411.667 perempuan. 3. Mata Pencaharian Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa mata pencaharian masyarakat sekitar bervariasi yaitu petani, pedagang, buruh, pegawai negeri/ABRI, dan lain-lain, seperti yang terlihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6 Mata pencaharian penduduk di kecamatan sekitar hutan tahun 1998 di wilayah KPH Madiun Mata pencaharian (orang) Petani Pedagang Pensiunan Buruh Peg/TNI Lain-lain Jumlah
Kabupaten Madiun 324.041 47.809 534 37.185 58.443 10.624 478.636
Sumber data : RPKH madiun 2001-2010
Magetan 219.333 93.491 45 81.779 63.772 52.009 510.429
Ponorogo 108.463 5.912 1.349 85.147 8.884 49.043 258.424
Jumlah 651.463 1.928 1.928 204.111 131.099 111.676 1.247.489
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa saling berhubungannya bila secara positif atau negatif. Nilai koefisien korelasi ini tidak dapat menggambarkan hubungan kausal atau sebab akibat antara nilai dua peubah tersebut. Matrik hubungan korelasi antar peubah bebas C (persentase penutupan tajuk (crown cover)), D (diameter tajuk), dan N (jumlah pohon) yang diukur di lapangan dan hasil pengamatan pada citra dijital resolusi tinggi dengan volume bebas cabang (Vbc) di lapangan. Hubungan keeratan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus Peubah Cc Dc Nc C-Lap D-Lap N-Lap
Vbc-Lap 0,784 (0,000**) 0,585 (0,000**) -0,115 (0,491tn) 0,500 (0,001**) 0,830 (0,000**) -0,303 (0,064tn)
Cc
Dc
Nc
C-Lap
D-Lap
0,301 (0,066tn) 0,097 (0,562tn) 0,72 (0,000**) 0,577 (0,000**) -0,075 (0,656tn)
-0,647 (0,000**) -0,169 (0,310tn) 0,813 (0,000**) -0,786 (0,000**)
0,59 (0,000**) -0,547 (0,000**) 0,883 (0,000**)
0,114 (0,496tn) 0,494 (0,002**)
-0,747 (0,000**)
Keterangan: Angka yang diatas menunjukkan nilai koefisien korelasi Angka dalam kurung adalah nilai P-valuenya. Nilai-p {** = sangat nyata (α = 0,01); * = nyata (α = 0,05); tn = tidak nyata }
Pada Tabel 7 dijelaskan tentang besarnya korelasi antar peubah-peubah C (persentase penutupan tajuk (crown cover)), D (diameter tajuk) dan N (jumlah tajuk) baik pada citra dijital non-metrik ataupun pada pengukuran di lapangan. Pada lokasi BKPH Dungus, nilai korelasi yang tinggi ditunjukkan pada hubungan antara diameter tajuk lapangan (D-Lap) dengan nilai volume bebas cabang di lapangan (Vbc-Lap). Korelasi antara Vbc-lap dengan D-lap adalah sebesar 0,830
39
dengan (ρ = 0,000) pada taraf nyata 1%. Nilai korelasi positif dan p-value yang sangat nyata memiliki arti bahwa antara dua peubah apabila terjadi kenaikan satu satuan diameter tajuk maka akan diikuti dengan kenaikan volume pohon sebesar 0,830 satuan dan sebaliknya. Selanjutnya nilai koefisien korelasi antara Vbc-lap dengan N-lap adalah sebesar -0,303 (ρ = 0,064) tidak nyata. Nilai negatif dari koefisien korelasi tersebut memiliki arti bahwa jika jumlah pohonnya banyak maka volume perpohon akan bernilai kecil dan sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhannya yang tidak normal dan juga belum dilakukannya penjarangan pada kelas umur kecil sehingga mengakibatkan hubungannya negatif. Untuk hubungan korelasi antara Vbc-lap dengan C-lap memiliki nilai sebesar 0,500 (ρ = 0,001) sangat nyata. Nilai ini menunjukkan bahwa apabila nilai C-lap meningkat maka akan selalu diikuti oleh nilai Vbc-lap nya. Hubungan antara peubah citra dengan sediaan tegakan di lapangan yang memiliki korelasi tinggi adalah antara Vbc-lap dengan Cc (persentase penutupan tajuk (crown cover) citra). Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,784 (ρ = 0,000) sangat nyata. Demikian pula hubungan antara Vbc-lap dengan Dc (diameter tajuk citra). Nilai korelasinya sebesar 0,585 (ρ = 0,000) sangat nyata. Hal tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi kenaikan satu satuan pada persentase penutupan tajuk (crown cover) dan diameter tajuknya maka diikuti pula kenaikan pada satu satuan volumenya. Lain halnya dengan jumlah pohon yang memiliki nilai korelasi yang negatif. Korelasi antara Vbc-lap dengan Nc (jumlah pohon citra) bernilai sebesar -0,115 (ρ = 0,491) seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Untuk lokasi BKPH Dagangan hubungan matrik korelasi dapat dilihat pada Tabel 8.
40
Tabel 8 Hubungan matrik korelasi antar peubah pada lokasi BKPH Dagangan Peubah Cc Dc Nc C-Lap D-Lap N-Lap
Vbc-Lap 0,655 (0,000**) 0,494 (0,002**) 0,786 (0,000**) 0,334 (0,041*) 0,180 (0,280tn) 0,773 (0,000**)
Cc
Dc
Nc
C-Lap
D-Lap
0,222 (0,181tn) 0,615 (0,000**) 0,69 (0,000**) 0,125 (0,454tn) 0,644 (0,000**)
-0,022 (0,895tn) -0,091 (0,588tn) 0,777 (0,000**) 0,027 (0,871tn)
0,388 (0,016*) -0,317 (0,052*) 0,942 (0,000**)
0,009 (0,959tn) 0,52 (0,001**)
-0,295 (0,073tn)
Keterangan: Angka yang diatas menunjukkan nilai koefisien korelasi Angka dalam kurung adalah nilai P-valuenya. Nilai-p {** = sangat nyata (α = 0,01); * = nyata (α = 0,05); tn = tidak nyata }
Korelasi tertinggi pada BKPH Dagangan adalah antara Vbc-Lap dengan N-lap dengan nilai korelasi sebesar 0,773 (ρ = 0,000). Ini berarti bahwa semakin besar pohon maka semakin besar pula volumenya. Hubungan terendah adalah antara diameter tajuk lapangan (D-Lap ) dengan Vbc-lap sebesar 0,180 (ρ = 0,280). Hal itu disebabkan pada saat dilakukannya penelitian ini pada saat musim kemarau yang menyebabkan tegakan jati meranggas yang mempengaruhi interpretasi visual di lapangan terganggu dan hasilnya menjadi kecil. Korelasi antara volume lapangan (Vbc-lap) dengan jumlah pohon citra (Nc) memiliki korelasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,786 (ρ = 0,000) sehingga memiliki hubungan yang positif dan erat. Sedangkan untuk hubungan terendahnya yaitu hubungan antara Vbc-lap dengan Dc (diameter tajuk citra) yaitu sebesar 0,494 (ρ = 0,002) sangat nyata. 4.2 Konsistensi Dimensi Tegakan Hasil pengukuran dimensi tegakan di lapangan dan di citra didapatkan beberapa peubah, diantaranya persentase penutupan tajuk (crown cover)(C), diameter tajuk (D), dan jumlah pohon (N). Masing-masing peubah dibandingkan antara di citra dan dilapangan yang selanjutnya dikaji korelasi antara hasil pengukuran antara dilapangan dan dicitra guna mengetahui konsistensinya. Pada
41
Tabel 9 dijelaskan tentang nilai kisaran rata-rata antara peubah berdasarkan data hasil pengamatan pada citra dan lapangan yang dilampirkan pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 9 Kisaran dan rata-rata hasil pengukuran BKPH Dungus
Peubah
Kisaran
C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) citra
45% - 87%
C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) lapang
29% - 86%
D (Diameter tajuk) citra
3,57 m- 8,5 m
D (Diameter tajuk) lapang
4,48 m – 11,57 m
N (Jumlah pohon) citra
5 - 22
N (Jumlah pohon) lapang
6 - 25
Dagangan C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) citra
62% - 94%
C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) lapang
40% - 85%
D (Diameter tajuk) citra
6 m - 10,49 m
D (Diameter tajuk) lapang
7,49 m – 12,21m
N (Jumlah pohon) citra
5 – 17
N (Jumlah pohon) lapang
4 - 17
Berdasarkan rata-rata konsistensi tersebut, maka dapat digambarkan pada diagram pencar dari hasil pengamatan di citra dijital non-metrik dengan hasil pengukuran dilapangan (Gambar 15 sampai dengan Gambar 17) untuk BKPH Dungus. Sedangkan data hasil lapangan dan citra dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Diameter lapang (m)
Diameter tajuk citra & lapangan (D) 14 12 10 8 6 4 2 0
y = 1,203x + 0,416 R² = 66,1%
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
Diameter citra (m)
Gambar 15 Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus.
42
C lapangan (%)
Persentase penutupan tajuk citra & lapangan (C) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 0,938x - 7,565 R² = 51,8%
0
50
100
C citra (%)
Gambar 16 Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus. Jumlah pohon citra & lapangan (N) 30
N Lapangan
25 20 15 10 y = 1,079x - 1,148 R² = 78%
5 0 0
5
10
15
20
25
N citra
Gambar 17 Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus. Berdasarkan hasil diagram pencar tersebut diketahui bahwa ada konsistensi yang tinggi antara hasil pengukuran peubah tegakan pada citra dan lapangan. Nilai koefisien determinasi jumlah pohon, diameter tajuk dan persentase penutupan tajuk (crown cover), adalah sebesar 78%; 66,1%; dan 51,8%. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran jumlah pohon memiliki keberagaman yang tinggi.
43
Diagram pencar pada BKPH Dagangan disajikan pada Gambar 18 sampai dengan Gambar 20.
Diameter tajuk citra & lapangan (D) 14 D lapangan (m)
12 10 8 6 4 y = 4,537e0,086x R² = 59,8%
2 0 0
5
10
15
D Citra (m)
Gambar 18 Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dagangan.
C Lapangan (%)
Persentase penutupan tajuk citra & lapangan (C) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 16,80e0,015x R² = 52,7%
0
50
C Citra (%)
100
Gambar 19 Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan.
N lapangan
44
Jumlah pohon citra & lapangan (N)
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
y = 1,007x - 0,100 R² = 88,7%
0
5
10
15
20
N citra
Gambar 20 Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dagangan. Diagram pencar pada BKPH Dagangan yang memiliki koefisien determinasi yang tinggi yaitu antara jumlah pohon adalah sebesar 88,7%. Sedangkan persentase penutupan tajuk (crown cover) memiliki hasil koefisien determinasi yang relatif kecil yaitu 52,7%. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut diketahui bahwa konsistensi yang tinggi yaitu perbandingan antara jumlah pohon citra dan jumlah pohon lapangan untuk di kedua BKPH. Sedangkan konsistensi yang rendah baik di BKPH Dungus maupun di BKPH Dagangan yaitu antara persentase penutupan tajuk citra dengan persentase penutupan tajuk lapangan. Hal tersebut disebabkan oleh pengamatan persen penutupan tajuk yang sangat subyektif, yaitu tergantung kepada keahlian dan ketrampilan interpreter. Sehingga menyebabkan hasil yang berbeda antara interpreter satu dengan yang lain.Salah satu sifat jati yang meranggas pada musim kemarau juga menjadi salah satu penyebab nilai konsistensi antara penutupan tajuk citra dengan lapangan kecil. Sebab adanya perbedaan musim saat pengambilan sampel dengan pemotretan foto udara yang dapat menyebabkan nilai konsistensinya kecil. 4.3 Pemilihan Model Persamaan Regresi Antar Peubah Dalam pemilihan model yang digunakan pertama yaitu pertimbangan besarnya nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi (R2 ) merupakan suatu ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh
45
keragaman bebasnya. Dimana koefisien ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antar peubah yang digunakan pada model terpilih. Namun dalam pemilihan model tidak hanya di titik beratkan pada nilai koefisien determinasi yang terbesar. Sebab masih harus dilakukan uji verifikasi model berdasarkan peringkat hasil skor uji verifikasi dari masing-masing nilai Uji-χ2 , е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) untuk dapat menentukan hasil pemilihan model terbaik. Model-model yang memenuhi syarat untuk pendugaan volume tegakan disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil analisis korelasi, model-model tersebut memiliki nilai r yang relatif tinggi. Seperti pada lokasi BKPH Dungus nilai r berkisar antara 0,77 sampai 0,89 sedangkan pada BKPH Dagangan kisaran nilai r relatif tinggi yaitu sebesar 0,75 sampai 0,93. Berdasarkan analisis uji Z, diketahui bahwa peubah bebas pada keseluruhan model yang terbangun memiliki hubungan yang cukup erat terhadap nilai volumenya. Hal tersebut diketahui dari nilai Z-hitung yang lebih kecil dari nilai Z-tabelnya. Demikian pula dengan nilai koefisien determinasinya (R2 ). Baik di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan memiliki nilai R2 yang lebih dari 50%. Rata-rata di BKPH Dungus sebesar 57,2% - 79,3% dan di BKPH Dagangan sebesar 56% - 85,7% sehingga model terbangun pada BKPH Dungus dan Dagangan layak untuk digunakan.
46
Tabel 10 Model penduga volume tegakan BKPH
No
Model
Dungus
1 2 3
Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N Vbc = -62,221+1,266C
4
Vbc = 90,582-3,033C+0,03C2
Vbc = -36,72+0,008C2+0,422D2+0,015N2 2
2
R2(%)
R2-adj (%)
75,4 57,2 74,6
72,6 55,7 69,3
60
51,6
4,20
F- tabel α= 0.05 α= 0.01 2,98 4,64 4,20 7,64 2,98 4,64
F- hit
r
Z-hitung
26,59 37,48 80,56
0,87 0,76 0,86
-0,298 -0,216 -0,381
7,64
49,64
0,77
-0,463
5
Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0,004CD+0,022C -1,323D
79,3
75
2,51
3,67
99,96
0,89
-0,195
6
Vbc = 1,735E-5C3,336
59,6
51,1
4,18
7,6
49,10
0,77
-0,339
7
Vbc = 1,499E-5C
2,693
73,7
68,1
2,93
4,54
77,57
0,86
-0,36
8
Vbc = -32,512 + 0,008C2 + 0,359D2
74
68,5
3,35
5,49
78,58
0,86
-1,08
1 2 3 4 5 6
Vbc=10,361+1,169N Vbc=-10,164+1,027N+1,752D+0,081C
56,4 85,7
54,8 84
4,20 2,98
7,64 4,64
36,18 51,78
0,75 0,93
-0,24 -0,15
56
50,9
4,20
7,64
588,88
0,75
-0,22
85,5
83,85
2,98
4,64
1800,89
0,93
-0,22
85,1
83,4
2,98
4,64
0,92
-4,47
71,5
65,6
2,51
3,67
1752,96 560,57
0,84
-3,96
1,159
D
0,267
N
Dagangan
Vbc=6,909N0,507 Vbc=0,461 C
0,278
0,744
D
0,449
N
Vbc=3,945+0,001C2+0,102D2+0,05N2 Vbc=-28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C2-0,989D2
Keterangan: Z-tabel = 1,96
46
4747
4.4 Verifikasi Model Berdasarkan peringkat hasil skor uji verifikasi dari masing-masing nilai Uji-χ2 , е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) (Tabel 12), maka dapat diketahui bahwa model terbaik untuk menduga sediaan tegakan jati pada lokasi BKPH Dungus yaitu Vbc = 1,499E-5C2,693 D1,159 N0,267 dengan R2 = 73,7% dan skor total sebesar 18,99
sedangkan model terbaik untuk menduga sediaan tegakan jati pada lokasi BKPH Dagangan yaitu Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C dengan R2 = 85,7% dan skor totalnya sebesar 22,79. Hal ini dapat diketahui berdasarkan nilai uji koefisien regresi, nilai koefisien determinasi serta nilai uji verifikasi seperti pada Tabel 10, 11, dan 12. Berikut ini akan disajikan Tabel 11 dan 12 yang akan menjelaskan model mana yang terpilih serta data penyusunan model yang terlampir pada Lampiran 5 sampai 8.
48
Tabel 11 Uji verifikasi model BKPH Dungus
SA
SR
e
RMSE
t- hit
t- tabel
χ2hit
0,04 0,01 0,02
51,57 51,76 37,50
54,71 66,88 39,82
33,54 3,53 26,02
0,343 -0,091 0,208
1,895 1,895 1,895
56 56 56
χ2tabel (0.05) 66,34 66,34 66,34
0,12
28,82
64,70
36,55
-1,322
1,895
56
66,34
0,01
48,17
35,91
21,54
0,111
1,895
56
66,34
0,05
25,75
48,78
29,52
-0,53
1,895
56
66,34
0,05
20,65
30,77
16,29
-0,667
1,895
56
66,34
8 Vbc = -32,512 + 0,008C + 0,359D
0,11
77,00
48,30
28,15
0,986
1,895
56
66,34
1 Vbc= 10,361+1,169N 2 Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C 3 Vbc= 6,909N0,507
0,05 0,04 0,05
13,58 7,60 13,74
15,76 7,44 15,78
8,62 2,91 8,34
0,872 1,33 1,028
1,895 1,895 1,895
48 56 48
58,12 66,34 58,12
4 Vbc= 0,461 C0,278 D0,744 N0,449
0,04
8,54
8,44
3,42
1,367
1,895
56
66,34
0,05
8,61
10,00
4,86
-1,763
1,895
56
66,34
0,02
9,99
9,93
4,55
0,333
1,895
56
66,34
No
Model
1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N 2 Vbc = -62,221+1,266C 3 Vbc = -36,72+0,008C2+0,422D2+0,015N2 4 Vbc = 90,582-3,033C+0,03C2 2
2
5 Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0,004CD+0,022C -1,323D 6 Vbc = 1,735E-5C
3,336
7 Vbc = 1,499E-5C
2,693
1,159
D
0,267
N
2
2
Dagangan
2
2
2
5 Vbc= 3,945+0,001C +0,102D +0,05N
2
2
6 Vbc= -28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C -0,989D
48
49
Tabel 12 Peringkat hasil verifikasi model terbaik BKPH Dungus
SA
SR
е
RMSE
1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N
3,72
2,80
2,35
1,36
2 Vbc = -62,221+1,266C
4,92
2,79
1,00
3 Vbc = -36,72+0,008C2+0,422D2+0,015N2
4,63
3,80
1,00
No
Model
Skor
Total
Peringkat
1,71
11,94
7
5,00
5,00
18,71
2
4,00
2,28
1,85
16,56
4
4,42
1,24
1,00
4,49
12,15
6
5,00
3,05
4,43
2,82
1,00
16,30
5
3,49
4,64
3,01
1,85
4,57
17,55
3
7 Vbc = 1,499E-5C2,693 D1,159 N0,267
3,52
5,00
5,00
3,45
2,01
18,99
1
8 Vbc = -32,512 + 0,008C2 + 0,359D2
1,18
1,00
3,06
2,02
1,96
9,22
8
1 Vbc= 10,361+1,169N
1,71
1,11
1,00
1,00
1,05
5,87
5
2 Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C
2,79
5,00
5,00
5,00
5,00
22,79
1
3 Vbc= 6,909N0,507
1,00
1,00
0,99
1,19
1,00
5,18
6
2,20
4,39
4,52
4,64
4,97
20,72
2
5 Vbc= 3,945+0,001C +0,102D +0,05N
1,06
4,34
3,77
3,63
4,92
17,72
4
6 Vbc= -28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C2-0,989D2
5,00
3,45
3,80
3,85
3,09
19,19
3
4 Vbc = 90,582-3,033C+0,03C2 2
2
5 Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0.004CD+0,022C -1,323D 6 Vbc = 1,735E-5C
3,336
R2
Dagangan
4 Vbc= 0,461 C
0,278
D
0,744 2
0,449
N
2
2
49
50
4.5 Pendugaan Biomassa Setelah mendapatkan volume dari hasil model pendugaan sediaan tegakan kemudian
dapat
pula
menentukan
nilai
biomassanya.
Brown
(1997)
mendefinisikan biomassa hutan sebagai bobot total materi organisme hidup setiap pohon di atas permukaan tanah yang dinyatakan dalam bobot kering ton per unit area. Biomassa dapat pula didefinisikan sebagai bobot dari material tumbuhan hidup per unit area. Pada penelitian ini nilai estimasi biomasa dibedakan dalam KU (Kelas Umur) pada kedua BKPH. Pada BKPH Dungus kelas umur yang ada yaitu kelas umur III, VI, VII, dan VIII. Sedangkan pada BKPH Dagangan dibedakan dalam kelas umur IV, V, VI, VII, dan VIII. Pada penelitian ini menggunakan rumus alometrik Brown (1997), Ketterings, Vademecum Kehutanan (1976) dan menggunakan rumus biomassa menggunakan BEF. Berdasarkan Gambar 21 dan perhitungan biomassa pada Lampiran 9 total nilai biomassa pada BKPH Dungus dengan menggunakan BEF (Biomassa Expantion Factor ) memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pendugaan biomassa Brown, Ketterings, dan Vademecum. 7000
Biomassa (ton/ha)
6000 5000 4000
Brown
3000
Ketterings
2000
Vademecum BEF
1000 0 III
VI
VII
VIII
KU (Kelas Umur)
Gambar 21 Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dungus. Nilai biomassa total terendah yang disajikan pada Tabel 13 pada lokasi BKPH Dungus terdapat pada kelas umur III dengan nilai sebesar 451,17ton/ha
51
untuk persamaan Brown, 452,05 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 1.291,35 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 1.483,63 ton/ha untuk persamaan menggunakan BEF. Sedangkan nilai total biomassa tertinggi pada kelas umur VII sebesar 2.988,09 ton/ha untuk persamaan Brown, 4.310,8 ton/ha pada persamaan Ketterings, 5.503,57 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 6.323,03 ton/ha dengan menggunakan BEF. Tabel 13 Total biomassa di BKPH Dungus ∑ Plot per KU 4 7 16 3
KU III VI VII VIII
Total Biomassa per KU(ton/ha) Brown Ketterings Vademecum 451,17 452,05 1291,36 930,07 1226,77 2201,81 2988,09 4310,80 5503,57 478,03 685,86 1028,31
BEF 1483,63 2529,65 6323,03 1181,43
Sedangkan pada lokasi BKPH Dagangan seperti yang disajikan pada Gambar 22, kelas umur V memiliki nilai total biomassa yang rendah untuk keempat persamaan pendugaan biomassa dan pada kelas umur VII memiliki nilai biomassa total tertinggi.
4000
Biomassa (ton/ha)
3500
3000 2500
Brown
2000
Ketterings
1500
Vademecum
1000
BEF
500 0 IV
V
VI
VII
VIII
KU (Kelas Umur)
Gambar 22 Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dagangan.
52
Berdasarkan Tabel 14 dan hasil perhitungan total (Lampiran 10) nilai estimasi biomassa terendah terdapat pada kelas umur V yaitu sebesar 633,68 ton/ha untuk persamaan Brown, 750,74 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 887,51 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 1.019,65 ton/ha dengan menggunakan BEF. Tabel 14 Total biomassa di BKPH Dagangan KU
∑ Plot per KU
Total Biomassa per KU(ton/ha) Brown
Ketterings
Vademecum
BEF
IV
4
916,36
1068,12
1384,64 1590,80
V
4
633,68
750,74
887,51 1019,65
VI
4
713,90
1061,60
1043,36 1042,76
VII
14
2134,05
3056,13
3110,50 3573,64
VIII
4
749,21
1069,08
987,82 1134,91
Sedangkan untuk nilai estimasi total tertinggi terdapat pada kelas umur VII yaitu sebesar 2.134,05 ton/ha untuk persamaan Brown, 3.056,13 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 3.110,50ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 3.573,64 ton/ha dengan menggunakan formula BEF. Perhitungan biomassa dengan menggunakan BEF menghasilkan nilai biomassa yang lebih tinggi baik di lokasi BKPH Dungus dan BKPH Dagangan sedangakan menggunakan alometrik Brown cenderung underestimate sehingga lebih tepat menggunakan persamaan Ketterings dan Vedemecum. Pada alometrik Ketterings peubah yang digunakan yaitu diameter untuk mencari estimasi biomassanya. Sedangkan pada persamaan Vedemecum peubah yang digunakan adalah volume. Volume tersebut didapatkan dari hasil pemilihan persamaan model terbaik yang memiliki unsur peubah C-c(persentase penutupan tajuk citra), D-c (diameter tajuk citra), N-c (jumlah pohon citra), sehingga dapat dihubungkan bahwa dengan menggunakan pemanfaatan citra dijital non-metrik dapat pula diduga nilai estimasi biomassanya. Besarnya nilai pendugaan dengan menggunakan BEF dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah BEF yang digunakan untuk menghitung biomassa tidak dihasilkan dari data pada daerah penelitian. Nilai BEF pada tegakan jati ini dikembangkan oleh Kraenzel et al. (2003) berdasarkan data perhitungan biomassa
53
tegakan jati secara destruktif di daerah Panama. Oleh sebab itu nilai estimasi biomassanya sangat overestimate sebab nilai BEF tersebut tidak mewakili kondisi tegakan di KPH Madiun baik di BKPH Dungus ataupun di BKPH Dagangan. Sehingga sebaiknya pendugaan biomassa menggunakan BEF tidak digunakan pada lokasi ini. Berdasarkan Gambar 21 dan Gambar 22 dapat dilihat bahwa baik pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan memiliki nilai estimasi tertinggi pada kelas umur VII. Hal tersebut disebabkan pada kelas umur tersebut yang hampir mendominasi pada KPH Madiun khususnya pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan. Pada kelas umur VIII nilai estimasi biomassanya selalu menurun sebab jumlah pohonnya sedikit. Hal tersebut disebabkan salah satunya oleh pencurian kayu yang terjadi di daerah tersebut. Menurut (Lugo dan Snedaker 1974 dalam Kusmana 1993) besarnya biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan serta faktor
iklim seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon. 4.6 Penyusunan Tabel Volume Berdasarkan hasil uji-uji sebelumnya didapatkan hasil model terbaik penduga sediaan tegakan jati (Tectona grandis Linn f) dengan rumus Vbc = 1,499E-5C2,693 D1,159 N0,267
untuk BKPH Dungus, sedangkan untuk BKPH
Dagangan model terbaik dengan rumus iVbc=--10,164+1.027N+1,752D+0,081C. Pada penelitian ini dalam pembuatan tabel volume sediaan tegakannya dipilih model yang memuat sedikit peubah, kemudahan dalam pengukuran dan potensi kesalahannya rendah. Maka dipilihlah model dengan peringkat 2 pada BKPH Dungus yaitu model Vbc = -62,221+1,266C dengan nilai R2 sebesar 57,2%. Sedangkan di BKPH Dagangan dipilihkan model pada peringkat 5 yaitu Vbc=10,361+1,169N dengan R2 sebesar 56,4%. Tabel 15 akan menjelaskan tabel volume BKPH Dungus dan Tabel 16 akan menjelaskan tabel volume BKPH Dagangan.
54
Tabel 15 Tabel Volume (m3 /ha) BKPH Dungus C (%) 50 60 70 80 90
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10,79 137,39 263,99 390,59 517,19
23,45 150,05 276,65 403,25 529,85
36,11 162,71 289,31 415,91 542,51
48,77 175,37 301,97 428,57 555,17
61,43 188,03 314,63 441,23 567,83
74,09 200,69 327,29 453,89 580,49
86,75 213,35 339,95 466,55 593,15
99,41 226,01 352,61 479,21 605,81
112,07 238,67 365,27 491,87 618,47
124,73 251,33 377,93 504,53 631,13
Keterangan: SA = 0,01 SR = 51,76
e = 66,88 RMSE = 3,53
Tabel 16 Tabel Volume (m3 /ha) BKPH Dagangan N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 10
22,05 138,95 255,85
33,74 150,64 267,54
45,43 162,33 279,23
57,12 174,02 290,92
68,81 185,71 302,61
80,50 197,40 314,30
92,19 209,09 325,99
103,88 220,78 337,68
115,57 232,47 349,37
20
Keterangan: SA = 0,05 SR = 13,58
e = 15,76 RMSE = 8,62
4.7 Monogram Monogram merupakan hasil interpretasi dan model penduga pada citra yang disajikan dalam bentuk gambar. Profil tajuk pada hutan tanaman jati ini dapat dilihat penampakannya dengan suatu bahasa pemrograman yang disebut dengan script avenue. Dari script ini dapat dilihat profil pohon dan profil tajuk pada hutan tersebut dengan cepat dan efisien sehingga tidak memerlukan banyak waktu. Pada lokasi BKPH Dungus dengan gambar monogram dan profil pohon yang disajikan pada Gambar 23 sampai dengan Gambar 26, hasil pengukuran pada KU III, VI dan VIII persentase penutupan tajuk (crown cover) masuk kedalam kelas sedang dengan rata-rata 59% - 73% sedangkan KU VII persentase penutupan tajuk (crown cover) termasuk dalam kelas besar dengan rata-rata 74% 87%. Untuk dimensi tegakan diameter tajuk KU III termasuk dalam kelas kecil dengan rata-rata sebesar 3,57m – 5,21m sedangkan pada KU VI, VII dan VIII termasuk kedalam kelas besar dengan rata-rata 6,86m – 8,5m. Sedangkan untuk jumlah pohon dengan kelas kecil terdapat pada KU VIII dengan rata-rata 5-11, untuk jumlah pohon sedang terdapat pada KU VI dan VII serta untuk KU III memiliki jumlah pohon yang besar sebab belum dilakukannya penjarangan.
55
Gambar 23 Monogram dan profil pohon plot 241 KU III BKPH Dungus.
Gambar 24 Monogram dan profil pohon plot 192 KU VI BKPH Dungus.
56
Gambar 25 Monogram dan profil pohon plot 215 KU VII BKPH Dungus.
Gambar 26 Monogram dan profil pohon plot 246 KU VIII BKPH Dungus.
57
Sedangkan pada lokasi BKPH Dagangan, yang disajikan pada Gambar 27 sampai dengan Gambar 31 hasil pengukuran persentase penutupan tajuk (crown cover) pada KU IV, V dan VII termasuk dalam kategori kelas sedang dengan kisaran 73% - 84%. Pada KU VI dan VIII masing-masing memiliki kelas persentase penutupan tajuk besar dengan rata-rata 84% - 95%. Nilai kisaran untuk diameter tajuk, pada KU IV termasuk dalam kelas diameter tajuk kecil dengan kisaran 6m – 7,5 m. KU VI dan KU VIII termasuk dalam diameter tajuk besar (9m – 10,5m) sedangkan KU V dan VII termasuk dalam kelas diameter tajuk sedang dengan nilai kisaran 7,5 m – 9 m. Berbeda dengan jumlah pohon. Pada jumlah pohon, KU IV dan VIII termasuk dalam jumlah pohon kecil dengan nilai kisaran sebesar 5 – 9 sedangkan pada untuk KU VI, V dan VII termasuk dalam jumlah pohon sedang dengan kisaran 10 – 13 pohon.
Gambar 27 Monogram dan profil pohon plot 38 KU IV BKPH Dagangan.
58
Gambar 28 Monogram dan profil pohon plot 18 KU V BKPH Dagangan.
Gambar 29 Monogram dan profil pohon plot 184 KU VI BKPH Dagangan.
59
Gambar 30 Monogram dan profil pohon plot 194 KU VII BKPH Dagangan.
Gambar 31 Monogram dan profil pohon plot 19 KU VIII BKPH Dagangan.
60
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Pada BKPH Dungus model pendugaan sediaan tegakan terbaik adalah Vbc = 1,499E-5C2,693 D1,159 N0,267 dengan R2 = 73,7%
2) Pada BKPH Dagangan model pendugaan sediaan tegakan terbaik adalah Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C dengan R2 = 85,7%
3) Hasil verifikasi model menunjukkan bahwa volume tegakan yang diduga melalui citra dijital non metrik resolusi tinggi cukup akurat, baik pada BKPH Dungus ataupun pada BKPH Dagangan. 4) Kerapatan tajuk, diameter tajuk dan jumlah pohon dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan sediaan tegakan. 5) Hasil estimasi biomassa menggunakan persamaan Brown bernilai lebih rendah (underestimate), sedangkan menggunakan nilai BEF terlalu tinggi atau overestimate. 5.2 Saran 1) Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan citra resolusi tinggi yang lain dengan studi kasus yang sama untuk menghasilkan pendugaan tegakan yang lebih akurat. 2) Perhitungan estimasi biomassa pada KPH Madiun baik di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan dianjurkan menggunakan persamaan Ketterings dan Vedemecum.
DAFTAR PUSTAKA Atmosoemarto M. 1993. Hubungan Antara Volume Tegakan Dengan Peubah Potret Udara Sebagai Alat Inventarisasi Hutan Studi Kasus di Muarakaram Kalimantan Timur. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Budi C. 1998. Penyusunan Model Penduga Volume Tegakan dengan Potret Udara (Studi Kasus di HPH PT. Sura Asia, Propinsi Dati I Riau). [Skripsi]. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper. USA. 134:10-13. Cahyono BA. 2001. Study On The Use of Small Format Non-Metric Aerial Photos for Establishing Aerial Teak stand Volume Table ( A case in Randublatung Forest Management Unit PT Perum Perhutani, Central Java). Manajemen Hutan Tropika 7(2):63-73. Chave J, Riera B, Dubois MA. 2001. Estimation of biomass in neotropical forest of Frence Guiana : spatial and temporal variability. Journal of Tropical Ecology 17:79-96. Divayana IP. 2011. Pendugaan Biomassa Tegakan Menggunakan Citra Alos Palsar. Studi kasus : Kabupaten Simalungun Sumatra Utara. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Fauzan. 2011. Harga Kayu Jati. http://kebun-jati.blogspot.com/2011/02/hargakayu-jati.html [29 Februari 2012] Foody GM, Boyd DS, Cutler MEJ. 2003. Predictive relation of tropical forest biomass from Landsat TM data and their transferability between regions. Remote Sensing of Enviromental 85(4):463-474 Ginoga K, Wulan CY, Djaennudin D. 2005. Karbon dan Peranannya dalam Meningkatkan Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis)di KPH Saradan, Jawa Timur. Ekonomi dan Sosial 2:183-202. Harjoprajitno S. 1996. Tabel Volume Udara (Aerial Volume Table) Tegakan Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn f) di Jawa. Bogor:Institut Pertanian Bogor. Hidayatullah D. 1996. Studi Pemodelan Penduga Volume untuk Tabel Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vries) dengan Foto Udara Skala 1: 20.000 di KPH Pekalongan Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
62
Husch B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. Agus Setyarso, penerjemah; Farida Hanum, editor: Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. [IPCC] Intergovermental Panel on Climate Change.2001. Climate Change 2001: Working Group 1: The Scientific Basic. New York: Cambridge University Press. Janiatri T. 2012. Penduga Biomassa Kandungan Biomassa di Atas Permukaan Pada Tegakan Jati Menggunakan Citra Alos AVNIR-2 Resolusi 10 meter. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jaya I NS. 2006. Dasar-Dasar Penginderaan Jauh “Fotogrametri dan Penafsiran Potret Udara di Bidang Kehutanan”. Laboratorium Remote Sensing. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jaya I NS. 2009. Analisis Citra Dijital:Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor:Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Jaya I NS , Sutarahardja S, Warsito S, Pambudi F. 2010. Inventarisasi Hutan dan Perencanaan Pengaturan Kelestarian Tegakan Hutan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan.Jakarta: Departemen Kehutanan. Jumani.2009. Kelas Bonita Tanaman Jati (Tectona grandis) di lokasi Hutan Rakyat kelompok tani Ngudi Santoso Desa Bangun Rejo, Kecamatan Tenggarong. Agrifor 8:21-25. Ketterings QM, Coe R, Van Noordjwik M, Ambagau Y, Palm CA. 2001. Reducing Uncertainty in the Use of Allometric Biomass Equations for Predicting Above-Ground Tree Biomass in Mixed Secondary Forest. Forest Ecology and Management 120:199-209. Kraenzel M, Castillo A, Moore T, Potvit C. 2003 Carbon Storage of Harvest-Age Teak (Tectona grandis) Plantation, Panama. [Journal]. Forest Ecology and Management 173: 213 – 225. Kusmana C. 1993. A Study on mangrove forest management base on ecological data in East Sumatra, Indonesia. [Disertasi]. Japan: Kyoto University, Faculty of Agricultural. Losi CJ, Siccama TG, Condit R, Morales JE. 2003. Analysis of alternative methods for estimating carbon stock in young tropical plantations. Forest Ecology and Management 184(1-3):355-368
63
Lu D. 2006. The potential and challenge of remote sensing-based biomass estimation. International Journal of Remote Sensing 27:1297-1328 Martawijaya, A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA. 1992. Indonesian Wood Atlas Vol. I. AFPRDC, AFRD, Dept. of Forestry: Bogor Ostwald M. 2008. Carbon Inventory Method. Handbook for Greenhouse Gas Inventory, Carbon Mitigation and Roundwood Productions Project. Sweden: Goteborg University. Prihanto B, Teddy Rusolono dan Siti Latifah. 1996. Penyusunan Tabel Tegakan Hutan Tanaman dengan Potret Udara. Kumpulan Hasil Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Perum Perhutani. Sukabumi Simon H. 1993. Metode Inventori Hutan. Yogyakarta: Aditya Media. Spurr SH. 1952. Forest Ir~venforyT. he Ronald Press Company Inc. NewYork, Sumarna Y. 2005. Budidaya Jati. Jakarta: Swadaya Sutarahardja S. 1976. Inventarisasi Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tiryana T. 2005. Pengembangan Metode Pendugaan Sebaran Potensi Biomassa dan Karbon pada Hutan Tanaman Mangium (Acacia mangium Willd.). Bogor: Fakutas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tiryana T. 2011. Pendugaan Biomassa Hutan Menggunakan Citra Palsar. Bagian Perencanaan Hutan, Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Tiyas DPN. 2009. Penyusunan Tabel Volume Jati (Tectona grandis, Linn.f) Menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi di KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Walpole ER. 1995. Pengantar Statistik Edisi 3. Bambang Sumantri, penerjemah; Purnomo Sidhi; editor: Gramedia: Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 GCP BKPH Dungus IDENT
LAT
LONG
X_PROJ
Y_PROJ
ALTITUDE
MODEL
Gcp 1
-7,66057033
111,62564110
569002,2955489700
9153176,09871126
214
GPSMap60CSX
Gcp 2
-7,67079843
111,63611764
570156,1298084890
9152043,62052969
259
GPSMap60CSX
Gcp 3
-7,66832292
111,63462893
569992,3410514180
9152317,54706131
255
GPSMap60CSX
Gcp 4
-7,66905055
111,63526688
570062,5834390870
9152236,99884838
263
GPSMap60CSX
Gcp 5
-7,66722296
111,62722964
569176,4294578270
9152440,35371031
244
GPSMap60CSX
Gcp 6
-7,66076898
111,62519569
568953,1371980530
9153154,20821605
213
GPSMap60CSX
Gcp 7
-7,67175003
111,63302866
569815,2837828840
9151938,91876379
260
GPSMap60CSX
65
66
Lampiran 2 GCP BKPH Dagangan IDENT
LAT
LONG
Y_PROJ
X_PROJ
ALTITUDE
MODEL
Gcp 1
-7,72777777
111,5873241
9145751,905
564765,9435
200
GPSMap60CSX
Gcp 2
-7,72868696
111,5797422
9145652,534
563929,7060
230
GPSMap60CSX
Gcp 3
-7,73445463
111,5897056
9145013,376
565027,5509
309
GPSMap60CSX
Gcp 4
-7,72871604
111,5792338
9145649,395
563873,6317
223
GPSMap60CSX
Gcp 5
-7,73195758
111,5845112
9145290,229
564455,1144
271
GPSMap60CSX
Gcp 6
-7,72905895
111,5859142
9145610,477
564610,2674
248
GPSMap60CSX
Gcp 7
-7,73517027
111,5919642
9144933,912
565276,5069
314
GPSMap60CSX
Gcp 8
-7,73138233
111,5888180
9145353,172
564930,1350
238
GPSMap60CSX
Gcp 9
-7,72675853
111,5862203
9145864,755
564644,3828
213
GPSMap60CSX
Gcp 10
-7,72678858
111,5862203
9145864,755
564644,3828
213
GPSMap60CSX
66
67
Lampiran 3 Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dungus No plot 7 8 16 23 27 33 34 36 38 51 52 58 66 73 83 88 100 105 123 141 175 176 192 213 215 234 235 236 241 246 253 254 259 263 271 275 289 294
D-c (m) 7,80 6,68 7,50 6,83 7,14 8,15 6,34 5,00 6,63 6,81 5,50 7,85 7,07 7,20 7,89 7,59 8,10 7,55 6,50 6,00 4,33 3,67 6,88 7,72 7,20 8,18 7,23 7,08 3,98 8,00 8,36 6,58 3,57 8,00 7,00 3,92 8,00 8,50
D-lap (m) 9,6 9,2 9,81 9,89 8,59 11,13 10,45 4,97 8,81 7,66 6,1 11,42 8,57 11,06 8,26 8,9 7,22 7,39 10,28 8,94 4,99 4,48 8,35 8,7 10,63 9,17 9,51 9,15 4,56 8,76 11,57 8,75 4,82 10,21 9,89 4,79 9,7 10,48
C-c (%) 57 63 74 72 75 78 73 45 87 67 71 83 80 77 78 66 55 72 86 87 60 60 72 80 82 67 81 68 62,5 65 85 79 72 70 87 72 76 78
C-lap(%) 34 48 60 53 68 63 52 29 70 51 75 57 69 75 69 52 45 48 81 86 77.5 60 50 62 69 46 75 55 65 45 69 64 65 57 78 60 57 65
N-c
N-lap 5 7 8 10 15 13 11 15 14 15 19 12 14 13 16 12 14 13 17 22 21 22 13 12 14 8 16 17 18 9 11 15 19 10 17 14 12 11
6 8 9 10 15 11 8 19 15 13 20 7 15 12 16 13 12 13 17 23 25 22 11 14 11 9 14 11 22 9 9 14 22 9 17 18 10 11
68
Lampiran 4 Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dagangan No plot 8 9 17 18 19 27 38 42 43 50 51 64 70 101 112 129 136 143 152 168 175 177 184 188 194 201 216 220 225 231 244 245 250 257 276 282 284 292
N citra 10 10 9 12 8 6 9 14 13 6 8 10 14 9 9 11 11 8 17 12 7 5 11 6 13 10 9 9 6 10 9 10 9 12 10 11 8 12
N lap 8 9 9 10 9 5 9 15 14 5 10 10 14 9 10 10 12 7 17 11 8 4 10 6 13 10 9 10 6 11 9 11 10 12 10 10 8 12
D citra (m) 8,47 8,99 8,69 8,24 9,85 6,00 6,70 9,30 8,81 6,50 6,39 6,90 8,86 9,72 8,56 8,67 9,48 9,65 8,37 8,83 10,49 9,40 9,35 9,85 7,52 8,60 8,93 10,09 9,70 8,96 9,72 8,66 9,82 8,56 8,63 9,56 9,45 8,73
D lap (m) 9,39 9,52 9,51 9,41 9,91 7,49 8,35 10,52 8,99 8,40 7,98 8,21 9,62 8,87 9,60 10,01 8,95 12,21 8,26 8,43 11,73 11,81 9,77 11,63 8,34 9,21 9,60 11,54 10,18 8,86 11,16 9,26 11,03 9,68 10,09 10,56 10,26 9,02
C citra (%) 89 82 80 83 79 65 79 92 91 65 85 85 91 73 82 83 82 81 83 85 84 62 85 82 76 81 77 85 65 83 88 86 84 92 94 94 79 83
C lap (%) 50 53 52 58 61 50 63 81 69 55 80 85 73 46 64 56 59 60 62 62 66 40 62 54 55 58 50 80 45 55 70 63 65 69 68 67 55 59
69
Lampiran 5 Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
No plot 7 8 23 33 34 38 51 58 66 73 83 88 100 105 123 141 175 192 215 234 235 236 241 246 253 254 259 275 289 294
D citra 7,80 6,68 6,83 8,15 6,34 6,63 6,81 7,85 7,07 7,20 7,89 7,59 8,10 7,55 6,50 6,00 4,33 6,88 7,20 8,18 7,23 7,08 3,98 8,00 8,36 6,58 3,57 3,92 8,00 8,50
Dlap 9,6 9,2 9,89 11,13 10,45 8,81 7,66 11,42 8,57 11,06 8,26 8,9 7,22 7,39 10,28 8,94 4,99 8,35 10,63 9,17 9,51 9,15 4,56 8,76 11,57 8,75 4,82 4,79 9,7 10,48
C-c C(%) lap(%) 57 34 63 48 72 53 78 63 73 52 87 70 67 51 83 57 80 69 77 75 78 69 66 52 55 45 72 48 86 81 87 86 60 77.5 72 50 82 69 67 46 81 75 68 55 62,5 65 65 45 85 69 79 64 72 65 72 60 76 57 78 65
N citra 5 7 10 13 11 14 15 12 14 13 16 12 14 13 17 22 21 13 14 8 16 17 18 9 11 15 19 14 12 11
Nlap 6 8 10 11 8 15 13 7 15 12 16 13 12 13 17 23 25 11 11 9 14 11 22 9 9 14 22 18 10 11
Vbc-lap (m3 ) 17,27 23,13 33,03 48,64 32,68 35,39 23,06 38,32 33,24 51 31,58 31,82 18,43 21,87 61,32 56,45 5,67 24,18 43,56 25,36 40,71 24,62 4,77 23,08 46,86 34,58 5,77 6,99 28,38 48,22
Vbccitra 13,33 15,96 25,80 42,14 25,20 45,40 23,61 46,68 39,02 35,25 42,90 24,22 16,66 31,09 45,30 45,63 11,35 27,91 42,60 24,68 42,91 26,57 11,03 22,88 52,31 35,36 14,44 14,83 37,64 42,31
70
Lampiran 6 Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
No plot 8 9 17 18 19 38 42 50 51 64 70 101 112 129 143 168 177 184 188 194 201 220 225 231 244 245 257 276 282 292
N citra 10 10 9 12 8 9 14 6 8 10 14 9 9 11 8 12 5 11 6 13 10 9 6 10 9 10 12 10 11 12
Nlap 8 9 9 10 9 9 15 5 10 10 14 9 10 10 7 11 4 10 6 13 10 10 6 11 9 11 12 10 10 12
D citra
D-lap
8,47 8,99 8,69 8,24 9,85 6,70 9,30 6,50 6,39 6,90 8,86 9,72 8,56 8,67 9,65 8,83 9,40 9,35 9,85 7,52 8,60 10,09 9,70 8,96 9,72 8,66 8,56 8,63 9,56 8,73
9,39 9,52 9,51 9,41 9,91 8,35 10,52 8,40 7,98 8,21 9,62 8,87 9,60 10,01 12,21 8,43 11,81 9,77 11,63 8,34 9,21 11,54 10,18 8,86 11,16 9,26 9,68 10,09 10,56 9,02
C citra 89 82 80 83 79 79 92 65 85 85 91 73 82 83 81 85 62 85 82 76 81 85 65 83 88 86 92 94 94 83
C-lap 50 53 52 58 61 63 81 55 80 85 73 46 64 56 60 62 40 62 54 55 58 80 45 55 70 63 69 68 67 59
Vbc-lap (m3 ) 20,77 20,17 18,69 23,69 21,02 15,61 27,99 13,69 15,54 20,14 25,58 20,28 19,34 24,87 21,63 23,79 17,96 26,41 18,10 22,14 22,43 23,76 18,69 22,28 24,80 25,17 25,95 23,11 25,80 24,07
Vbccitra 22,19 22,40 21,90 21,51 23,71 17,73 25,26 16,48 17,27 18,20 23,15 21,28 22,09 23,00 27,70 20,56 25,21 23,44 26,96 18,33 21,37 27,29 22,91 21,28 26,51 21,91 23,04 23,99 25,77 21,32
71
Lampiran 7 Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus No 1 2 3 4 5 6 7 8
No plot 16 27 36 52 176 213 263 271
D-c (m) 7,50 7,14 5,00 5,50 3,67 7,72 8,00 7,00
D-lap (m) 9,81 8,59 4,97 6,1 4,48 8,7 10,21 9,89
C-c (%) 74 75 45 71 60 80 70 87
Clap(%) 60 68 29 75 60 62 57 78
N-c 8 15 15 19 22 12 10 17
Nlap 9 15 19 20 22 14 11 17
Vbc_lap (m3 ) 30,38 34,71 7,02 12,91 4,78 33,1 30,89 57,54
Vbc-c (m3 ) 29,17 33,79 5,65 22,95 9,49 41,47 28,73 50,92
Lampiran 8 Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan No 1 2 3 4 5 6 7 8
No plot 27 43 136 152 175 216 250 284
D-lap (m) 7,49 8,99 8,95 8,26 11,73 9,6 11,03 9,02
D-c (m) 6,00 8,81 9,48 8,37 10,49 8,93 9,82 9,45
C -c (%) 65 91 82 83 84 77 84 79
C-lap (%) 50 69 59 62 66 60 65 59
N-c 6 13 11 17 7 9 9 8
N-lap 5 5 12 17 8 9 10 8
V_lap (m3 ) 10,60 27,07 26,64 30,57 20,09 23,71 23,31 22,55
Vbc-c (m3 ) 11,78 25,99 24,39 28,68 22,21 20,97 23,09 21,01
72
Lampiran 9 Data Perhitungan Biomassa BKPH Dungus KU III
VI
VII
VIII
No Plot 175 241 259 275 total 38 51 66 83 100 192 234 total 7 8 23 33 34 58 73 88 105 123 141 215 235 236 253 254 total 246 289 294 total
Nilai Biomassa Berdasarkan Persamaan (ton/ha) Alometrik Brown Ketterings Vademecum BEF 132,86 133,31 283,81 326,07 99,97 97,75 275,72 316,77 117,78 117,91 361,00 414,75 100,56 103,08 370,83 426,04 451,17 452,05 1.291,36 1.483,63 176,54 237,00 454,02 521,62 104,33 131,08 236,08 271,23 163,85 216,85 390,23 448,33 160,67 210,14 428,97 492,84 81,71 99,20 166,55 191,35 115,57 151,88 279,12 320,68 127,39 180,62 246,85 283,60 930,07 1.226,77 2.201,81 2.529,65 90,43 127,86 133,33 153,18 111,85 155,95 159,58 183,34 167,43 242,52 258,04 296,46 248,38 379,57 421,37 484,11 151,68 224,69 252,00 289,52 160,78 242,65 466,85 536,36 258,73 388,79 352,53 405,02 161,21 220,19 242,20 278,26 96,48 119,98 310,86 357,14 310,10 455,85 453,00 520,45 284,46 387,27 456,28 524,22 218,90 327,28 425,96 489,38 205,55 289,44 429,13 493,03 132,81 179,70 265,75 305,31 215,34 326,78 523,14 601,03 173,96 242,29 353,55 406,19 2.988,09 4.310,80 5.503,57 6.323,03 104,10 139,08 228,79 262,86 150,71 211,04 376,40 432,45 223,22 335,73 423,12 486,12 478,03 685,86 1.028,31 1.181,43
73
Lampiran 10 Data Perhitungan Biomassa BKPH Dagangan KU IV
V
VI
VII
VIII
No Plot 38 50 51 64 total 8 9 17 18 total 184 188 220 276 total 112 129 143 168 177 194 201 225 231 244 245 257 282 292 total 19 42 70 101 total
Nilai Biomassa Berdasarkan Persamaan (ton/ha) Alometrik Brown Ketterings Vademecum BEF 206,97 264,77 430,19 494,24 189,43 266,38 316,13 363,20 232,97 383,54 161,32 185,34 286,99 153,42 477,00 548,02 916,36 1.068,12 1.384,64 1.590,80 123,81 173,93 221,47 254,45 132,05 185,33 224,98 258,48 133,93 189,38 207,78 238,72 143,90 202,11 233,27 268,00 533,68 750,74 887,51 1.019,65 156,23 221,59 243,94 280,27 143,86 218,59 198,97 228,60 241,84 372,10 372,10 271,55 171,97 249,32 228,35 262,34 713,90 1.061,60 1.043,36 1.042,76 148,75 208,87 207,24 238,10 166,10 238,11 230,41 264,72 193,28 303,10 215,20 247,24 136,69 184,26 245,15 281,65 101,50 156,66 164,62 189,13 135,19 178,93 225,13 258,65 131,83 180,28 217,31 249,66 104,12 150,37 182,57 209,76 131,68 177,60 225,34 258,89 203,33 310,79 232,38 266,98 152,00 212,56 222,43 255,54 184,45 261,61 246,05 282,68 193,34 285,79 254,95 292,91 151,79 207,20 241,74 277,73 2.134,05 3.056,13 3.110,50 3.573,64 153,70 225,37 217,08 249,40 279,64 407,13 279,60 321,23 208,57 292,60 270,99 311,34 107,30 143,98 220,16 252,94 749,21 1.069,08 987,82 1.134,91
74