MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
URIP AZHARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRACT URIP AZHARI. ESTIMATION MODEL FOR STAND POTENCY AND STRUCTURE OF TROPICAL RAIN FOREST USING SPOT 5 SUPERMODE (A Case study in Solok Selatan District and Bungo District). Under the supervision of I NENGAH SURATI JAYA, and ANDRY INDRAWAN.
Well Forest management required reliable information of forest resources, in quickly, and timely manner. Information of the forest resources could be collected through forest inventory, either by terrestrial or by using remotely sensed data. This research was focused to examine the use of remotely sensed data, particularly using high resolution SPOT 5 Supermode. The objectives of the research were to develop estimation model of stand potency and structure using measured variables measured on SPOT 5 image i.e, percent of crown closure (Cs) and crown diameter (Ds). Stand potency could be estimated based on interpretation of SPOT 5 Supermode. Estimation of stand structure could be estimated using mean of crowns diameter and number of trees. The data analyzed using the analysis of regression, in which the field data are treated as dependent variable and data of image interpretation as independent variable. The research result shows that SPOT 5 Supermode could be used to estimate stand potency using percent of crown closure with model of Vbc = 164.2-6.63(Cs) +0.131(Cs)2, having coefficient of determination of approximately 62.80%. Stand structure could also be estimated by interpreting crown diameter and total canopy derived from interpretation result of SPOT 5 Supermode. Keyword :
remotely sensed forest inventory, stand potency estimation, stand structure
RINGKASAN
URIP AZHARI. MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo). Dibimbing oleh I Nengah Surati Jaya dan Andry Indrawan. Pengelolaan hutan membutuhkan informasi tentang sumberdaya hutan yang lengkap, cepat, tepat waktu dan handal. Informasi tentang sumberdaya hutan tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi hutan, baik yang dilaksanakan secara langsung (direct forest inventory) maupun yang menggunakan teknologi penginderaan jauh (remotely sensed forest inventory). Teknologi inventarisasi hutan secara tidak langsung (penginderaan jauh) memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknologi inventarisasi secara terestris (terrestrial forest inventory). Metode penginderaan jauh umumnya sangat cocok untuk areal yang luas, karena pengukuran dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu kelebihan metode penginderaan jauh adalah pengukuran dilakukan di atas meja dan sedikit tenaga, maka human error dapat dikurangi. Sedangkan metode terestris kurang tepat digunakan untuk luasan besar kerena memerlukan waktu dan dana yang besar. Disamping itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak macam kesalahan, salah satu diantaranya adalah kesalahan ukur yang cenderung lebih besar akibat kelelahan tenaga ukurnya (human error). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh model penduga potensi dan struktur tegakan menggunakan peubah-peubah tegakan yang terukur pada citra SPOT 5 Supermode yaitu persen penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai dengan April 2008. Lokasi yang menjadi pengamatan adalah Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Pengolahan dan analisis data citra satelit dilakukan di Laboratorium Fisik Penginderaan Jauh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Teknik pengambilan contoh pada penelitian ini adalah teknik penarikan contoh berganda. Tahapan pengambilan contoh dilakukan melalui dua tahap yaitu sebagai berikut : Tahap 1, menentukan lokasi plot unit contoh berukuran besar N yang diambil secara acak pada citra SPOT 5 dari populasi berukuran n untuk memperoleh nilai dari dimensi tegakan antara lain persentase penutupan tajuk, diameter tajuk dan jumlah pohon. Dengan ukuran plot unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 Ha dengan jari-jari 17,8 m. Jumlah plot contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 plot. Tahap 2, pengambilan plot unit contoh di lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi data yang
sebenarnya misalnya mengenai tipe tutupan lahan berdasarkan titik koordinat yang telah ditentukan sebelumnya pada citra. Jumlah contoh yang diambil pada tahap 2 (dua) ini adalah 60 plot. Untuk memperoleh model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) akan dikaji model-model analisis regresi terbaik yaitu mempunyai nilai tingkat keakuratan yang paling tinggi atau yang mempunyai nilai koefisien diterminasi paling baik. Pendugaan Vbc dengan menggunakan peubah persentase penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk pohon rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk (Ns) yang diperoleh dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode. Model yang terpilih pada hutan lahan kering berdasarkan nilai koefisien diterminasi, kesederhanaan model penduga dan kemudahan pengukuran peubah pada citra SPOT 5 model yang digunakan adalah Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2. Model ini terpilih karena nilai koefisien diterminasi antara volume bebas cabang di lapangan dan penutupan tajuk pada citra SPOT 5 pankromatik memiliki konsistensi yang sangat baik yaitu 62.8%. Dari model yang digunakan dibuat tabel volume tegakan berdasarkan model penduga terpilih. Pada tabel volume tegakan dengan menggunakan citra SPOT 5 Supermode ini hanya dapat menduga volume tegakan hutan untuk persentase penutupan tajuk lebih besar 25 %. Struktur tegakan dibuat dengan menghubungkan antara diameter tajuk ratarata dengan jumlah pohon per hektar. Pendugaan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode (Ds). Sedangkan jumlah pohon di peroleh dari hasil pengukuran di lapangan (N) . Dari hasil analisis regresi diperoleh model N= 656.1e-0.17(Ds) , dengan nilai koefisien diterminasi sebesar 57.0 %. Dari hasil pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : (1) Model penduga potensi tegakan yang dapat direkomendasikan adala Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2, dengan koefisien diterminasi sebesar 62.8%; (2) Peubah dimensi tegakan yang dapat digunakan untuk menduga volume pohon melalui citra SPOT 5 Supermode dengan baik adalah persentase tutupan tajuk (Cs); (3) Model Struktur tegakan yang di hasilakan dari hasil analisis regresi untuk Kabupaten Bungo adalah N = 891.7e0.18Ds dan N = 250.9e-0.06Ds untuk Kabupaten Solok Selatan, dengan nilai (R2) masing masing adalah 64.3 % dan 66.5 %.. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : (1) Pengukuran peubah tegakan menggunakan citra satelit SPOT 5 Supermode sebaiknya dengan citra SPOT 5 model pankromatik dibandingkan dengan citra SPOT 5 model multispektral; (2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk struktur tegakan. Kata kunci : inventarisasi hutan dengan penginderaan jarak jauh, pendugaan potensi tegakan, struktur tegakan
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya tanpa izin IPB
MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo)
URIP AZHARI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelal Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penegtahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.
Judul Proposal
Nama Nrp
: Model Penduga Potensi dan Struktur Tegakan Hutan Hujan Tropis Menggunakan Citra SPOT 5 Supermode (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo) : Urip Azhari : E051050271
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. Ketua
Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S.
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 16 Januari 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga Tesis dengan judul “Model Penduga Potensi dan Struktur Tegakan Hutan Hujan Tropis Menggunakan Citra SPOT 5 Supermode (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo) ini dapat diselesaikan. Penelitian ini penulis laksanakan mulai Agustus 2007 sampai dengan April 2008. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran. Semoga amal kebaikan Bapak akan senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia Tuhan 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran. Semoga amal kebaikan Bapak akan senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia Tuhan. 3. Bapak Dr. Ir. M Buce Saleh, MS, selaku penguji luar komisi atas nasehat, konentar, saran dan masukan untuk perbaikan tulisan. 4. Kepada kedua orang tuaku, adik-adik terimakasih atas kasih sayang, dukungan, materi dan doa yang tiada henti. 5. Kepada teman-teman angkatan 2005 di program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. 6. Teman-teman di Laboratorium Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis Kehutanan IPB, Bapak Uus saipul, Edwin, Heru Santoso, Desi, Nur, Siti terimakasih atas bantuannya dan kebersamaan selama penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan yang membaca tulisan ini.
Bogor, Januari 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Limau Asam, Kecamatan Bayang. Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 29 September 1982 dari Bapak Azhari dan Ibu Basrina Basir. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pendidikan SD penulis tempuh di SD 21 Limau Asam, kemudian pada tahun 1994 penulis melanjutkan ke SLTP Pasar Baru Bayang dan tahun 2000 penulis lulus dari SMU 1 Bayang, pada tahun yang sama masuk pendidikan diploma 3 pada Fakultas Kehutanan IPB, untuk strata satu penulis tempuh di Fakultas Kehutanan Universitas Winayamukti. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di program studi Ilmu pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... v I.
II.
III.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
A.
Latar Belakang .............................................................................
1
B.
Perumusan Masalah .....................................................................
2
C.
Kerangka Pemikiran .....................................................................
4
D.
Tujuan Penelitian .........................................................................
4
E.
Manfaat Penelitian ........................................................................
5
F.
Hipotesis .......................................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
6
A.
Struktur Tegakan ..........................................................................
6
B.
Dimensi Tegakan ..........................................................................
8
C.
Kerapatan Pohon ..........................................................................
8
D.
Diameter pohon ............................................................................
9
E.
Inventarisasi.................................................................................. 10
F.
Cara Pengambilan Contoh ............................................................ 11
G.
Pengelompokan Contoh ............................................................... 12
H.
Tingkatan Pengambilan Contoh ................................................... 12
I.
Estimasi Volume Tegakan Melalui Citra Potret Udara ................ 13
J.
Citra Satelit SPOT 5 ..................................................................... 15
METODE PENELITIAN ...................................................................... 18 A.
Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 18
B.
Bahan dan Alat ............................................................................. 18
C.
Data Lapang yang dikumpulkan................................................... 20
D.
Teknik Pengambilan Contoh ....................................................... 22
E.
Teknik pengambilan data di lapangan .......................................... 23
F.
Metode Analsis Data .................................................................... 24 1. Analisis Citra SPOT 5 Supermode ........................................ 24 2. Struktur Tegakan ................................................................... 26
3. Pendugaan Potensi Tegakan .................................................. 28 IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 34 A.
Karakteristik Tegakan di Wilayah Penelitian ............................... 34
B.
Perbandingan Hasil Pengukuran Peubah Tegakan di Lapangan dengan Citra Satelit SPOT 5 ....................................... 37
C.
Hubungan Antara Hasil Pengukuran Peubah Tegakan di Lapangan dengan Pengukuran pada Citra SPOT 5 Supermode ................................................................................... 39
D.
Model Penduga Volume Bebas Cabang (Vbc) Menggunakan Peubah-peubah Tegakan yang Diukur di Lapangan (persen tutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D), dan jumlah pohon (N)) ................................................................................... 43
E.
Model Penduga Volume Bebas Cabang (Vbc) Menggunakan Peubah Persen Tutupan Tajuk (Cs), Diameter Tajuk Ratarata (Ds) dan Jumlah Penampakan Tajuk (Ns) Berdasarkan Hasil Interpretasi Citra SPOT 5 Supermode ............................... 47
F.
Penyusunan Tabel Volume Tegakan Berdasarkan Model Penduga Terpilih .......................................................................... 52
G.
Model Penduga Struktur Tegakan Menggunakan Peubah Diameter Tajuk Dari Hasil Interpretasi Citra SPOT 5 Supermode dan Jumlah Pohon dari Hasil Pengukuran di Lapangan ...................................................................................... 52
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57 LAMPIRAN .................................................................................................... 60
ii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Skema kerangka pemikiran ....................................................................
4
2.
Hubungan jumlah pohon dengan kelas diameter ...................................
6
3.
Hubungan antara diameter tajuk pada citra SPOT 5 (Ds) dengan diameter tajuk di lapangan (D). ..............................................................
7
4.
Peta lokasi citra SPOT 5 ......................................................................... 18
5.
Peta lokasi citra SPOT 5 Multi Spektral di Kabupaten Bungo .............. 19
6.
Peta lokasi citra SPOT 5 Pangkromatik di Kabupaten Solok Selatan .................................................................................................... 19
7.
Cara pengukuran diameter tajuk di lapangan ......................................... 21
8.
Letak Unit Contoh dalam Klaster pada 1 (satu) Lokasi Training Area) ....................................................................................................... 24
9.
Model pengukuran persentase penutupan tajuk pada citra .................... 25
10. Skema Metode Penelitian ...................................................................... 33 11. Tinggi rata-rata pohon dominan yang ditemukan di Kabupaten Solok Selatan .......................................................................................... 34 12. Diameter rata-rata 10 jenis pohon dominan di Kabupaten Solok Selatan .................................................................................................... 35 13. Tinggi rata-rata pohon dominan yang ditemukan di Kabupaten Bungo ..................................................................................................... 36 14. Diameter rata-rata 10 jenis pohon dominan di Kabupaten Bungo ......... 36 15. Diagram pencar dan garis regresi hasil pengukuran persen tutupan tajuk pada citra SPOT 5 Supermode (Cs) dengan persen penutupan tajuk di lapangan (C) ............................................................................. 41 16. Diagram pencar dan garis regresi hasil penafsiran rata-rata diameter tajuk di lapangan (D) dengan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode (Ds). ........................................... 42 17. Diagram pencar dan garis regresi hubungan jumlah pohon di lapangan (N) dengan jumlah pohon dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode (Ns) ....................................................................... 42
18. Diagram pencar hasil pengukuran volume bebas cabang dengan persen penutupan tajuk hasil pengukuran di lapangan ........................... 45 19. Diagram pencar hasil pengukuran volume bebas cabang (Vbc) 46 dengan rata-rata diameter tajuk hasil pengukuran di lapangan (D)........ 20. Diagram pencar volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah jumlah pohon di lapangan (N). ............................................................... 46 21. Diagram pencar hubungan antara volume pohon bebas cabang (Vbc) dengan hasil pengukuran persen penutupan tajuk pada Citra SPOT 5 Supermode (Cs) ........................................................................ 49 22. Diagram pencar hubungan antara volume pohon bebas cabang (Vbc) dengan hasil pengukuran rata-rata diameter tajuk pada Citra SPOT 5 Supermode (Ds). ....................................................................... 49 23. Diagram pencar hubungan antara volume pohon bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah jumlah penampakan tajuk (Ns) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode ............................................ 50 24. Volume taksiran (m3/ha) pada setiap persentase penutupan tajuk (Cs) pada tegakan hutan lahan kering .................................................... 52 25. Struktur tegakan hutan di Kabupaten Solok Selatan berdasarkan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode ............. 53 26. Struktur tegakan hutan di Kabupaten Bungo berdasarkan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode ............. 54
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah potret udara ............................................................................................ 14
2.
Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah citra Spot 5 Supermode .......................................................................... 15
3.
Karakteristik Citra SPOT 5 .................................................................... 16
4. 5. 6. 7.
Lembar Citra SPOT 5 yang digunakan dalam Penelitian ...................... Kelas kerapatan tajuk dan diameter tajuk .............................................. Analisis Ragam Regresi ......................................................................... Potensi tegakan perhektar berdasarkan kelas diameter dirinci berdasarkan wilayah penelitian .............................................................. Hasil uji Z antara data lapangan dengan data hasil interpretasi pada citra SPOT 5 .................................................................................. Hubungan antara data hasil interperetasi citra SPOT 5 dengan data hasil pengukuran di lapangan ................................................................ Model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D) dan jumlah pohon (N) ..................................................................... Model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah persen penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah pohon (Ns) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode ............................................................................................. Volume tegakan (m3/ha) hutan lahan kering diduga melalui persentase penutupan tajuk dengan menggunakan citra SPOT 5 Supermode (Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2) R2 = 62.8 % ..............
8. 9. 10.
11.
12.
18 26 32 38 39 41
44
48
51
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pengelolaan hutan membutuhkan informasi tentang sumberdaya hutan yang lengkap, cepat, tepat waktu dan handal. Informasi tentang sumberdaya hutan tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi hutan, baik yang dilaksanakan secara langsung (direct forest inventory)
maupun yang menggunakan teknologi penginderaan jauh
(remotely sensed forest inventory). Teknologi inventarisasi hutan secara tidak langsung (penginderaan jauh) memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknologi inventarisasi secara terestris (terrestrial forest inventory). Metode penginderaan jauh umumnya sangat cocok untuk areal yang luas, karena pengukuran dapat dilakukan lebih cepat. Karena pengukuran dilakukan di atas meja dan sedikit tenaga, maka human error dapat dikurangi. Sedangkan metode terestris kurang tepat digunakan untuk luasan besar kerena memerlukan waktu dan dana yang besar. Selain itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak macam kesalahan, salah satu diantaranya adalah kesalahan ukur yang cenderung lebih besar akibat kelelahan tenaga ukurnya (human error). Saat
ini
teknologi
remote
sensing
tersebut
terus
mengalami
perkembangan yang sangat pesat, di antaranya tersedianya citra satelit yang memiliki resolusi spasial tinggi, yang menyamai dan bahkan melebihi resolusi spasialnya potret udara skala 1: 100.000. Saat ini penginderaan jauh satelit merupakan teknologi yang menarik, dan prospektif memberi kemungkinan untuk dipergunakan sebagai sarana penilaian, pemantauan dan penghimpunan data dan informasi tentang situasi serta kondisi sumber daya hutan. Agar penggunaan citra satelit lebih rasional maka perlu dilakukan pengujian-pengujian pada berbagai kondisi hutan. Mengingat hutan tropis memiliki keragaman jenis, tipe dan dimensi tegakan yang cukup tinggi. Salah
2
satu bagian dari pengujian tersebut adalah membuat model-model penduga tegakan serta kunci-kunci interpretasi. Dalam pembangunan model-model penduga dan kunci interpretasi, perlu dilakukan kegiatan pemeriksaan lapangan. Guna medapatkan data dan informasi tentang kondisi sebenarnya lapangan. Apabila data lapang dan data remote sensing dianalisis, maka akan diperoleh hasil yang dapat digunakan sebagai kunci dalam rangka pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan. Penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2006) pada hutan hujan tropika di pulau Kalimantan menunjukan bahwa peubah persen penutupan tajuk (C ) dan diameter tajuk rata-rata (D) yang diukur pada citra SPOT 5 dapat digunakan untuk membangun model penduga volume tegakan. Model yang dibuat cukup dapat dihandalkan karena mempunyai koefisien determinasi yang cukup tinggi, yaitu pada hutan mangrove 63~71%, hutan rawa 55~70% dan hutan lahan kering 51%~60%. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Jaya (2007) pada hutan hujan tropika di pulau Sulawesi dengan mengunakan citra SPOT 5 hasilnya juga baik untuk peubah persen penutupan tajuk (Cs ) dan diameter tajuk rata-rata (Ds) yang memiliki nilai koefisien diterminasi 51% ~53% untuk hutan lahan kering. Penelitian ini memanfaatkan citra SPOT 5 sebagai alat dalam menduga potensi tegakan dengan melihat hubungan antara diameter tajuk, persen penutupan tajuk dan jumlah pohon pada citra dengan volume tegakan dilapangan. Disamping itu juga melihat struktur tegakan hutan dengan mengunakan citra SPOT 5 Supermode. B. Perumusan Masalah Hutan hujan tropis Indonesia mengalami kerusakan yang disebabkan antara lain oleh perambahan hutan, dan penebangan kayu secara ilegal. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya lahan kosong, lahan kritis, dan lahan rusak di beberapa tempat dari areal hutan yang secara langsung akan menurunkan kualitas dan kuantitas produksinya. Untuk mengetahui keadaan hutan hujan tropis Indonesia yang tersebar di hampir seluruh pulau, dilakukan dengan hanya mengandalkan inventarisasi hutan secara terestis, memerlukan waktu dan biaya besar. Secara terestris
3
tidak dapat dilakukan secara pasti kawasan-kawasan hutan yang sudah tidak produktif lagi, karena tidak seluruh kawasan hutan dapat terjangkau. Kesulitan ini dapat diatasi apabila pelaksanaan inventarisasi hutan dilakukan dengan memakai bantuan citra satelit. Sehubungan dengan permasalahan tersebut perlu diupayakan teknik inventarisasi hutan yang dapat mengetahui secara cepat dan akurat tentang keadaan dan potensi hutan. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk keperluan ini adalah dengan mengunakan bantuan citra satelit. Pada penelitian ini citra satelit yang digunakan adalah citra SPOT 5 resolusi 2,5 x 2,5 m, citra SPOT ini digunakan untuk menduga volume tegakan hutan berdasarkan persentase penutupan tajuk dan diameter tajuk. Satelit SPOT (Satellite Pour l’Observation de la Terre ) adalah program satelit penginderaan jauh Perancis. SPOT 5 memiliki beberapa kelebihan antara lain, yaitu: (1) Mengalami pengembangan resolusi, menjadi 2,5 m ~ 5 m ~ 10 m dan merupakan kombinasi citra multi resolusi; (2) Mempunyai akurasi lokasi 50 m tanpa titik kontrol; (3) Cakupan Lahan yang luas, yaitu 60 ~120 km; (4) Standar pengulangan rata-rata 2,5 ~ 3 hari.
4
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 1 Skema Kerangka pemikiran.
D. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh model penduga potensi dan
struktur tegakan menggunakan peubah-peubah
tegakan yang terukur pada citra SPOT 5 Supermode .
5
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari Penelitian ini adalah sebagai alat bantu untuk menduga potensi dan struktur tegakan hutan secara cepat dan murah, khususnya untuk tipe hutan dataran rendah. F. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Pada citra resolusi tinggi, peubah tegakan (persen penutupan tajuk, diameter tajuk rata-rata, dan jumlah pohon) dapat diukur secara akurat. 2. Terdapat hubungan yang erat antara peubah-peubah tegakan (persen penutupan tajuk, diameter tajuk rata-rata, dan jumlah pohon) dengan potensi tegakan hutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur Tegakan Pengertian struktur tegakan dapat berlainan tergantung pada tujuan penggunaan istilah tersebut. Beberapa ahli memberikan arti yang berbedabeda. Istilah struktur digunakan untuk menjelaskan sebaran individu tumbuhan dalam lapisan tajuk. Struktur vegetasi didefinisikan sebagai organisasi dalam ruang dari individu-individu pembentuk tegakan dalam sebuah hutan, kanopi pohon dan tumbuhan herba menempati tingkat yang berbeda dan dalam hutan tropika akan ditemukan 3 sampai 5 strata. Suhendang (1985), berpendapat bahwa struktur tegakan hutan merupakan hubungan fungsional antara kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya, apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total dapat diketahui. Selanjutnya digambarkan model struktur tegakan hutan alam hujan tropis dataran rendah di Bengkunat Provinsi Lampung, berbentuk kurva J terbalik, gambar untuk struktur tegakan ini dapat dilihat pada Gambar 2. Disimpulkan bahwa model terbaik bagi struktur tegakan untuk semua jenis, jenis komersial dan non komersial dengan sebaran lognormal. Struktur yang terbentuk berdasar dari pola-pola pemanfaatan ruang oleh tanaman dalam hutan. Pada dasarnya struktur hutan hujan tropika primer
Jumlah pohon per hektar
di seluruh dunia adalah sama (Richards, 1964) 20 16 12 8 4 0 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Kelas diameter (cm) Sumber : Davis (1987) dalam Meyer (1943)
Gambar 2 Hubungan jumlah pohon dengan kelas diameter.
7
Salah satu ciri hutan yang seringkali ingin diketahui oleh pengelola hutan adalah diameter pohon. Hal ini memberikan kepada pengelola suatu gambaran tentang kualitas dan macam produk yang ia dapat harapkan, dan secara tidak langsung merupakan suatu petunjuk tentang umur tegakan. Diameter tajuk merupakan pengukuran foto yang paling dekat hubungan dengan diameter setinggi dada suatu pohon. Diameter tajuk saja dapat digunakan untuk memperkirakan diameter pohon (Paine, 1992, Howard, 1996). Untuk penelitian dengan mengunakan citra satelit SPOT 5 yang dilakukan oleh Jaya (2007) pada hutan tropis di pulau Sulawesi menyimpulkan bahwa diamater tajuk pohon rata-rata di lapangan dan pada citra juga menunjukkan hasil yang cukup konsisten dengan koefisien determinasi 51.15 %, dengan bentuk persamaan regresi adalah D = 0.8399 (DS) -0.076 untuk hutan lahan kering, hubungan antara diameter tajuk pada citra SPOT 5 (Ds) dengan diameter tajuk di lapangan (D) disajikan pada
D (m)
Gambar 3. 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
D = 0.839(Ds) - 0.076
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Ds (m) Sumber : Jaya (2007)
Gambar 3
Hubungan antara diameter tajuk pada citra SPOT 5 (Ds) dengan diameter tajuk di lapangan (D).
8
B. Dimensi Tegakan Davis dan Johnson (1987) mendefinisikan tegakan sebagai gabungan dari pohon-pohon atau tumbuhan lain yang terdapat dalam suatu daerah tertentu dan cukup seragam dalam komposisi jenis, susunan umur dan keadaannya yang dapat dibedakan dengan tumbuhan lain yang berada di sekitarnya. Istilah tegakan ini dipakai untuk menerangkan sebidang lahan yang secara geografis berdekatan, seragam dan mempunyai luas minimum yang ditentukan dan dipakai untuk mengadakan pengkelasan hutan menjadi tipe-tipe tertentu. Dalam penelitian ini tegakan diartikan sebagai kumpulan pohon-pohon yang memiliki keadaan tempat tumbuh (iklim, fisiografi lapangan), komposisi jenis dan tingkat pertumbuhan yang sama dan berada pada satu kesatuan areal tertentu. Potensi tegakan antara lain dapat dicirikan dengan dimensi tegakan. Bruce dan Schumackker (1950), serta Loetsch, et al (1973), dalam Suhendang (1990) mengemukakan beberapa macam dimensi tegakan, yaitu : volume per hektar, peninggi, tinggi pohon rata-rata, diameter pohon rata-rata dan kualitas batang pohon. Dimensi tegakan yang akan diduga dalam penelitian ini adalah volume pohon per hektar (m3/ha), yaitu volume pohon bebas cabang dengan kulit untuk pohon-pohon yang berdiameter 20 cm atau lebih. C. Kerapatan Pohon Kerapatan pohon adalah jumlah pohon yang terdapat pada satuan luas tertentu, biasanya dinyatakan dalam hektar, sehingga dikenal istilah kerapatan pohon per hektar. Kerapatan pohon pada hutan tanaman biasanya teratur, oleh karena disesuaikan berdasarkan tuntutan ruang yang dibutuhkan oleh setiap jenis pohon yang ditanam. Kerapatan pohon pada hutan alam tidak teratur, sehingga sulit untuk mendapatkan kerapatan seperti yang diinginkan. Pada tegakan hutan alam, biasanya kerapatan pohon akan tinggi pada kelas diameter kecil dan akan menurun pada kelas diameter yang makin besar. Hal ini terjadi oleh karena adanya kompetisi yang tinggi baik antar individu dalam satu jenis, maupun antar berbagai jenis, sehingga tidak setiap individu mendapatkan kesempatan untuk tumbuh secara wajar, walaupun tidak mati (Suhendang, 1985).
9
Kecenderungan penurunan kerapatan pohon pada kelas diameter yang lebih tinggi seperti ini ternyata tidak sama untuk semua jenis, terutama sifat toleransinya terhadap naungan. Lebih jauh dikemukakan bahwa untuk jenis pohon yang tidak tahan terhadap naungan (intoleran), maka kerapatan pohonnya tidak akan secara drastis berkurang dengan bertambah tingginya kelas diameter, bahkan biasa terjadi kerapatan pohonnya akan rendah pada kelas diameter yang rendah, kemudian naik sampai pada kelas diameter tertentu tetapi selanjutnya turun kembali pada kelas diameter yang lebih besar lagi. Pada jenis pohon yang tahan terhadap naungan (toleran), kerapatan pohon akan menurun secara
drastis dengan bertambahnya tinggi kelas
diameter. Walaupun terdapat bermacam-macam tipe sebaran kerapatan pohon, terdapat dugaan yang kuat bahwa pada umumnya terdapat hubungan yang kuat antara kerapatan pohon dengan diameter, baik pada jenis pohon yang toleran maupun pada jenis pohon yang intoleran, sehingga akan terdapat hubungan fungsional antara kelas diameter dengan kerapatan pohonnya. Atas dasar ini maka struktur tegakan hutan akan dapat dipakai sebagai alat untuk menduga besarnya kerapatan pohon pada setiap kelas diameternya. D. Diameter pohon Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting, oleh karena selain secara langsung menentukan volume pohon juga akan berperan sebagai penggantinya dimensi umur pada hutan alam. Umur pohon pada hutan alam hujan tropika secara pasti tidak dapat ditentukan oleh karena tidak dapat diketahui kapan pohon tersebut mulai tumbuh (berkecambah). Atas dasar ini maka dalam setiap pembicaraan mengenai hutan alam tropika, dimensi umur tidak pernah dipakai sebagai ciri. Diameter pohon biasanya dipakai untuk pengganti umur, walaupun tidak selamanya pohon dengan diameter kecil menunjukkan umur pohon yang masih rendah (Suhendang, 1985). Diameter
pohon
dibatasi
sebagai
panjang
garis
lurus
yang
menghubungkan dua buah titik pada garis lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter ini dalam suatu
10
pohon akan berpariasi oleh karenanya maka struktur tegakan ini akan dapat dipakai untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter, apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total diketahui. Diameter batang pohon tidak hanya dapat diduga dengan diameter tajuknya, namun bila ditambah dengan tinggi pohon sebagai peubah bebas lainnya, maka ada kemungkinan akan dapat meningkatkan ketelitian hasil dugaan yang diperoleh. Tinggi pohon berbanding lurus dengan diameter batang pohon yang bersangkutan. Dengan kata lain pohon yang tinggi akan mempunyai diameter batang yang besar pula. Sebagai contoh, perbedaan tinggi pohon pinus putih di Amerika sebesar 10 kaki menunjukkan adanya perbedaan diameter batang sebesar 1 (satu) kaki dan diameter tajuk 2 (dua) kaki (Spurr, 1960 dalam Jaya, 2006). Hasil penelitian ditemukan pula adanya korelasi antara diameter tajuk dengan diameter batang pohon yang diukur/diamati. Hubungan tersebut pada umumnya berbentuk garis lengkung (curvilinear) yaitu berbentuk sigmoid (huruf-S). Menurut Spurr (1960 dalam Jaya 2007), hubungan yang berbentuk sigmoid tersebut telah dibuktikan dari hasil penelitian Zieger (1928) di Jerman, Ilvessalo (1950) di Finlandia terhadap pohon pinus; Ferree (1953) di Amerika Serikat terhadap jenis pohon berdaun lebar (hardwood); Dilworth (1951) terhadap jenis pohon cemara Douglas; Minor (1951) terhadap jenis pinus bagian Selatan Douglas; Hollerwoger (1954) terhadap jenis kayu jati di Indonesia; dan dari hasil penelitian para ahli lainnya terhadap berbagai jenis di berbagai tempat. Bentuk-bentuk kurva hubungan antara diameter batang dan diameter tajuk berbeda-beda untuk setiap jenis dan lokasi pohon bersangkutan. Menurut Eule (1959) dalam Spurr (1960), penjarangan tidak banyak mempengaruhi bentuk-bentuk hubungan tersebut. E. Inventarisasi Inventarisasi hutan diperlukan untuk mengetahui kekayaan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu. Hutan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dengan dominasi pohon-pohonan selalu
11
mengalami perubahan setiap waktu. Oleh karena itu jumlah kekayaan yang terkandung di dalam hutan juga selalu berubah. Sejak pemanfaatan teknologi penginderaan jauh berkembang pesat, pada prinsipnya inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan 3 (tiga) macam cara dan pendekatan (Jaya, 2002a), yaitu : (1) Inventarisasi hutan secara terestris; (2) Inventarisasi hutan dengan penginderaan jauh; (3) Inventarisasi hutan kombinasi terestris dan penginderaan jauh. Inventarisasi hutan secara terestris adalah kegiatan pengukuran dan pengamatan langsung dilakukan di lapangan, baik dilakukan bila luasan yang relatif kecil. Metode ini akan memberikan hasil penaksiran lebih akurat, kerena kontak langsung dengan obyeknya, sehingga dapat melihat situasi dan kondisi sebenarnya obyek. Untuk luasan besar metode ini memerlukan waktu dan dana yang besar. Selain itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak jenis kesalahan, salah satu diantaranya adalah kesalahan ukur yang cenderung lebih besar akibat kelelahan tenaga ukurnya. Sedangkan Inventarisasi hutan dengan penginderaan jauh, dimana kegiatan pengukuran dan pengamatan dilaksanakan secara tidak langsung menggunakan sarana bantu berupa citra permukaan bumi, baik potret udara maupun citra satelit. Jika dibandingkan dengan metode terestris, ketelitian yang didapat relatif lebih rendah terutama apabila hanya menggunakan teknik penginderaan jauh, tetapi metode ini cocok untuk luasan yang besar, pengukuran lebih cepat.
Karena pengukuran dilakukan di atas meja dan
sedikit tenaga, maka human error dapat dikurangi. F. Cara Pengambilan Contoh. Cara pengambilan contoh dapat dilakukan dengan : (a) Systematic sampling, pada cara ini setiap anggota atau individu dalam populasi tidak mempunyai peluang atau kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai contoh; (b) Random sampling, pada cara ini setiap anggota atau individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi contoh (Simon, 2007). Anggota atau individu dalam populasi tersebut dapat bersifat individual ataupun dapat berupa unit (sekumpulan anggota atau individu dari populasi
12
tersebut). Populasi yang dimaksud dalam inventarisasi sumberdaya hutan ini adalah tegakan hutan. Teknik pengambilan contoh secara sistematik tersebut diatas, dalam kegiatan inventarisasi sumberdaya hutan, jarang atau tidak digunakan. Biasanya cara sistematik tersebut dimodifikasi dengan menggunakan cara random sampling (cara pengambilan contoh secara acak), yaitu pada pemilihan contoh yang pertama dilakukan secara acak dan pada pemilihan contoh berikutnya ditentukan secara sistematik. Cara ini dikenal sebagai systematic sampling with random start (Simon, 2007). G. Pengelompokan Contoh Atas dasar pengelompokan contohnya, dapat dibedakan menjadi dua macam (Paine, 1992; Simon, 2008) yaitu : (a) Stratified sampling, yaitu dimana unit-unit contoh dikelompokan agar setiap kelompok diusahakan dalam kondisi yang homogen atau seragam; (b) Cluster sampling, yaitu dimana unit-unit contoh dikelompokkan dalam keadaan yang beragam atau heterogen (Paine, 1992; Simon, 2007). Cara pengambilan contoh dapat dilakukan pada populasi yang telah dilakukan pengelompokan-pengelompokan pada contohnya, sehingga cara pengambilan
contoh
tersebut
dikenal
dengan
sebutan
sesuai
pengelompokannya, antara lain adalah stratified random sampling, cluster random sampling, stratified systematic sampling with random start. H. Tingkatan Pengambilan Contoh. Tingkat pengambilan contoh dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : (1) Pengambilan contoh dengan dua tahap/phase (Double sampling), misal contoh tingkat pertama diambil pada potret udara sebanyak n unit contoh dan contoh tingkat kedua (sub sample) memilih m unit contoh dari n unit contoh pada potret udara untuk di ukur di lapangan, dimana dalam hal ini m < n. Analisa data dapat dilakukan dengan metoda regresi linier; (2) Pengambilan contoh bertingkat (Stage sampling). Unit contoh dibagi kedalam unit contoh tingkat pertama pada tingkat penarikan contoh yang pertama. Pada unit
13
contoh tingkat pertama yang terpilih, dilakukan pemilihan unit contoh tingkat kedua, menghasilkan unit contoh tingkat kedua. Selanjutnya pada unit contoh tingkat kedua yang terpilih, dilakukan pemilihan unit contoh tingkat ketiga dan menghasilkan unit contoh tingkat ketiga, dan seterusnya (Simon, 2007). I. Estimasi Volume Tegakan Melalui Citra Potret Udara Peubah yang dianggap dapat memberi hasil yang sesuai dengan harapan adalah volume tegakan (VT). Jenis peubah penduga terhadap volume tegakan ini yang diestimasi atau diperkirakan dapat diukur atau ditafsir secara langsung melalui citra potret udara adalah persen penutupan tajuk (C); diameter tajuk (D); jumlah pohon (N) (Jaya, 2002a). Model-model penduga potensi tegakan yang menyatakan hubungan antara volume tegakan dengan peubah-peubah tegakan yang ditafsir langsung melalui citra potret udara tersebut dapat dinyatakan dengan bentuk : (1) Persamaan matematis atau persamaan regresi; (2) Tabel volume; (3) Grafik. Analisis Regresi yang dibuat akan sangat berguna dalam inventarisasi hutan selanjutnya. Sedangkan jenis peubah yang digunakan untuk menyusun persamaan regresi dapat dihimpun dengan teknik pengambilan contoh berganda (double sampling). Regresi untuk menduga volume tegakan dapat menggunakan sebuah atau lebih peubah bebas. Regresi dengan sebuah peubah pada umumnya menggunakan tinggi rata-rata atau diameter tajuk rata-rata. Namun demikian, pada keadaan-keadaan tertentu peubah bebas persen penutupan tajuk rata-rata ternyata lebih baik. Untuk itu perlu melakukan pengujian terhadap korelasi antara peubah-peubah dalam regresi (Howard, 1996; Jaya ,2007). Beberapa contoh persamaan regresi untuk pendugaan volume tegakan di Indonesia hasil beberapa penelitian menggunakan potret udara dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan pendugaan volume tegakan mengunakan citra Spot 5 Supermode dapat dilihat pada Tabel 2.
14
Tabel 1
Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah potret udara
No. Tipe Hutan 1.
Hutan Jati
2.
Hutan Jati
3.
Hutan Jati
4.
Hutan Pinus
5.
Hutan Pinus
6.
Hutan Pinus
7.
Hutan Pinus
8.
Hutan Alam Tropis
9.
Hutan Alam Tropis
10.
Hutan Alam Tropis
11
Hutan Alam Tropis
12
Hutan Alam Tropis
Sumber : Jaya 2007
Lokasi Cikampek, Purwakarta (Suar, 1993) Jawa dan Jawa Timur {Madiun, Nganjuk dan Jombang ; Hadjopra-jitno, dkk. (1996a), dan Hardjoprajitno, dkk. (1996)} KPH Jombang (Effendi, 1998) KPH Pekalongan (Hidayatullah, 1996) Jawa (Lawu DS, Kediri, Malang, Sukabumi dan Cianjur ; Hardjoprajitno, dkk., 1996b) - Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur) - Jawa Timur (Kediri, Lawu DS, Malang) (Hardjoprajitno, dkk., 1996) KPH Pekalongan (Somad, 1997) Penajam, Kaltim (Santoso, 1991) Muarakaman, Kaltim (Atmosoemarto, 1993 dalam Jaya, 2002a) HPH Sura Asia, Riau (Budi, 1998) PT. Batasa Kalbar (Yamin, 1996 dalam Sujiatmoko, 1998) Hutan Penajam & Bongen Hulu, Kaltim (Santoso, 1991 dalam Sujiatmoko, 1998)
Persamaan Regresi dan Koefisien Diterminasi V = -10,2 + 0,169 N + 8,20 D
(R2 = 53,8%)
Bonita ≤ 3 Ln V= -1,65 + 0,798 Ln C + 1,58 Ln D Bonita ≥ 4 Ln V= -0,713 + 1,206 Ln C + 0,219 Ln D
(R2 =64,90%)
V = 0,0013182 C0.989 D2,50
(R2 = 85,90%)
V = 0,000147 H1,42D0,35N2,21
(R2 = 81,00%)
(R2 =74,5%)
Bonita ≤ 3 Log V= 0,598 + 0,728 Log C + 0,387 Log D (R2 = 42,59%) Bonita ≥ 4 Log V= 0,955 + 0,513 Log C + 0,526 Log D (R2 = 76,80%) Bonita ≤ 3 Ln V= 2,11 + 0,496 Ln C + 0,629 Ln D Bonita ≥ 4 Ln V= 7,56 + 0,184 Ln C - 1,23 Ln D Bonita ≤ 3 Ln V= 3,61 + 0,525 Ln C - 0,434 Ln D Bonita ≥ 4 Ln V= 2,49 + 0,570 Ln C + 0,230 Ln D
(R2 = 56,5%) (R2 = 98,6%) (R2 = 39,3%) (R2 = 57,9%)
V = 13,6 + 0,000040 D2
(R2 = 77,7%)
V = -219,13 + 11,07 C + 5,82 D + 0,963 H
(R2 =45,09%)
LnV = -5,577+0,427 Ln N+2,591 Ln H
(R2 = 67,4%)
Log V = 0,60+1,11Log C+0,133 Log D
(R2 = 69,2%)
V = 14+1,11C+0,583 H+5,77 D V = 0,393C0,555H0,158D0,503 V = 621,1+1,25 C+0,0120 D2H
(R2 = 71,5%) (R2 = 67,9%) (R2 = 73,8%)
V = 20,7205C0,5443D-1,7398H1,2745
(R2 = 23,63%)
V= -219,1344+11,0713 C+5,8119 D+0,9627 H (R2= 45,09%)
15
Tabel 2
Beberapa model penduga volume tegakan menggunakan peubah citra Spot 5 Supermode R2 (%)
No
Tipe Hutan
Lokasi
Persamaan Regresi
1
Hutan lahan kering
Kalimantan (Jaya, 2006)
Vbc =2,245+0,012 (Dsp)2+0,478 Cps
59,55
2
Hutan rawa
Kalimantan (Jaya, 2006)
Vbc=19,72+1,128Dsp+0,513Csp
69,83
3
Hutan mangrove
Kalimantan (Jaya 2006)
Vbc =0,596(Dsp)0,771(Csp)0,271
70,72
4
Hutan lahan kering
Sulawesi (Jaya 2007)
Vbc=5,479Dsp0,753Csp0,578
53,36
5
Hutan mangrove
Sulawesi (Jaya 2007)
Vbc=-205.16+4.808Csp
50,44
6
Hutan lahan kering
Bengkulu (Santoso,2008)
Vbc= 0,019Csp2‐0,833Csp+16,963
60,93
7
Hutan lahan kering
Kabupaten Pasaman (Anwar, 2008)
Vbc= -11,9+0,0118Csp2
67,00
Keterangan :
Vbc = volume bebas cabang ; Csp = persen penutupan tajuk
Dsp = diameter tajuk diliat pada citra Spot
J. Citra satelit SPOT 5 1. Sejarah satelit SPOT Satellite Pour I’Observation de la Terre (SPOT) adalah satelit milik Perancis yang merupakan satelit sumber daya bumi pertama yang diluncurkan oleh Eropa yang telah meluncurkan 5 satelit sejak tahun 1986. SPOT dikelola oleh Centre National de’Etudes Spatiales (CNES) atau Pusat Nasional Studi Antariksa Perancis yang bekerja sama dengan Belgia dan Swedia. SPOT 1 telah diluncurkan pada tanggal 22 Februari 1986 dan menyusul SPOT 2 yang diluncurkan tanggal 21 Januari 1990. Program
SPOT
adalah
suatu
teknik
penginderaan
jauh
yang
menggunakan sistem optik, yang mempunyai misi untuk mengindera permukaan bumi. 2. Karakteristik SPOT 5 Dalam perkembangannya, satelit SPOT terus melakukan perbaikanperbaikan, hingga diluncurkan satelit SPOT terbaru yang menawarkan
16
tampilan dan inovasi baru yang akan membedakan dengan satelit SPOT sebelumnya. Pada tanggal 4 Mei 2002, satelit tersebut diberi nama SPOT 5 (Educnet Education, 2004). Sedangkan SPOT 5 Supermode adalah citra hasil rekaman sensor satelit SPOT 5 band panchromatic yang mempunyai resolusi 2,5 m x 2,5 m. Konsep ini memproses dua citra 5 meter yang direkam secara simultan untuk menghasilkan citra tunggal dengan resolusi 2,5 m x 2,5 m. Konsep ini telah dipatenkan oleh The French Space Agency CNES. Karaktetistik SPOT 5 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik citra SPOT 5 Waktu Peluncuran Resolusi Spasial
Akurasi Alokasi (Location Accuracy) Lebar Cakupan Wilayah (Swath) Ketinggian pada equator (Altitudes) Inklinasi (Inclination) Frekuensi Pengulangan (Revisit Frequency) Sumber : Educnet Education, 2004
4 Mei 2002 Pankromatik : 5 m (2,5 m dalam supermode) Multispektral : 10 m (5 m dalam supermode) 50 m tanpa titik kontrol 120 km dalam couple mode 822 km 98,7 derajat 5 hari
3. Manfaat SPOT Dari data SPOT dapat diperoleh informasi terestris land use (penggunaan lahan), land cover (tutupan lahan), daerah khusus seperti penggundulan hutan, erosi, daerah urban, perencanaan regional, sumberdaya air, serta akibat dari pekerjaan-pekerjaan utama pada lingkungan seperti tambang dan aplikasi SIG. SPOT 4 memiliki resolusi spasial 10 m x 10 m untuk mode Pankromatik (PAN) dan 20 m x 20 m untuk mode Multispektral (XS). Satelit SPOT mengorbit selaras dengan posisi matahari (sunsynchronous orbit) dengan tinggi 822 km, periode perekaman ulang selama 26 hari dan mempunyai lebar sapuan wilayah (Swath) 60 km ~ 80 km tergantung sudut pencitraannya. Sensor HRV dapat beroperasi dalam dua mode yaitu dalam cahaya tampak dan sinar infrared (infra merah) dengan pembagian band yaitu :
17
(1) Mode Pankromatik (PAN) SPOT 4 Mode pankromatik, yaitu mode pengamatan yang dilakukan dengan satu band spektral tunggal. Mode ini memberikan tampilan warna hitam putih dengan resolusi spasial sebesar 10 m x 10 m yang merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik dengan kisaran panjang gelombang dari 0,51 µm ~ 0,73 µm. Band ini digunakan untuk aplikasi dengan hasil detail geometrik yang baik. (2) Mode Multispektral (XS) SPOT 4 Mode multispektral, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan tiga band yaitu : a.
Band XS1 terdiri dari warna hijau (0,50 ~ 0,59 µm).
b.
Band XS2 terdiri dari warna merah (0,61 ~ 0,68 µm).
c.
Band XS3 yang berada pada near infrared (0,79 ~ 0,89 µm).
Dengan mode multispektral dapat dibuat warna komposit yang merupakan penggabungan band-band data yang terekam dalam citra. Resolusi spasial dari mode multispektral adalah 20 m x 20 m. (3) Kelebihan Citra Satelit SPOT 5 SPOT 5 memiliki beberapa kelebihan antara lain, yaitu: a.
Mengalami pengembangan resolusi, menjadi 2,5 m ~5 m~10 m dan merupakan kombinasi citra multi resolusi.
b.
Mempunyai akurasi lokasi: 50 m tanpa titik kontrol.
c.
Cakupan Lahan yang luas, yaitu : 60 ~120 km.
d.
Kemampuan akuisisi mencapai 50 M km² / thn.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai dengan April 2008. Lokasi penelitian adalah Kabupatenn Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4. Pengolahan dan analisis data citra satelit dilakukan di Laboratorium Fisik Penginderaan Jauh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. B. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Citra Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit SPOT 5 Supermode, citra SPOT 5 yang digunakan dalam bentuk multi spektral maupun pangkromatik. Citra yang digunakan ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 5 dan 6. Tabel 4 Lembar Citra SPOT 5 yang digunakan dalam penelitian No Scene K/J Tanggal Perekaman 1 5 271-352/7 05/11/07 03:54:26 2 T 271-352 2006-09-04 19:09:14 2 5 272-353/1 06/08/05 03:43:32 1 T 272-353 2006-09-04 23:14:37 Sumber : Jaya et al, 2007
Gambar 4 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo.
19
Gam mbar 5 Petaa lokasi cittra SPOT 5 Multi Sppektral di Kabupaten K Bunngo.
Gam mbar 6 Peta lokasi citra SPOT 5 Paangkromatikk di Kabupatten Solok Selataan. 2. Dataa spasial dalaam bentuk diijital Data ini dipeerlukan untuuk memudahhkan dalam m menentukan lokasi titik penggambilan conntoh di lapanngan, data sppasial dijital yang digunaakan dalam penelitian ini adaalah : P dijital batas b administrasi a) Peta
20
b) Peta dijital jaringan jalan c) Peta dijital jaringan sungai 3. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) GPS (Global Positioning System) b) Kamera dijital c) Meteran (Phi-band) d) Tali tambang e) Haga Hypsometer 4. Perangkat Lunak (Software) a) ERDAS Imagine Ver 8.7 b) ArcView Ver 3.2 c) MS Excel 5. Komputer pribadi dan printer C. Data Lapang yang dikumpulkan Data-data yang diperlukan di lapangan dalam penelitian ini adalah dimensi tegakan hutan, data ini berupa : a) Tinggi total dan bebas cabang pohon b) Diameter pohon setinggi dada c) Diameter tajuk setiap pohon d) Nama Jenis (Komersial dan non-komersil) e) Lokasi Pohon (Koordinat relative pohon dalam plot) f) Jumlah pohon dalam 0,1 Ha Untuk lebih jelasnya pelaksanaan pengukuran terhadap setiap dimensi pohon di dalam setiap plot unit contoh adalah sebagai berikut : a) Pengukuran Diameter Pohon (Diameter setinggi dada / Dbh) Diameter pohon merupakan peubah penduga volume untuk diukur pada ketinggian setinggi dada orang dewasa atau standar dengan 1,3 meter di atas pangkal pohon/permukaan tanah atau yang sering disebut dengan diameter setinggi dada (diameter at breast height/Dbh). Jenis alat ukur diameter atau keliling batang pohon yang dapat digunakan adalah pita ukur diameter (phi-band).
21
b) Pengukuran diameter tajuk pohon Pengukuran diameter tajuk dilakukan dengan mengukur jari-jari tajuk pohon sebanyak 4 (empat) kali dan saling tegak lurus menurut 4 (empat) arah mata angin utama (Utara, Timur, Selatan, Barat) dengan acuan arah Barat dan Timur. Dalam pengukuran diameter tajuk ini diperhatikan posisi tajuk yang terlebar sebagai patokan awal pengukuran diameter atau jari-jari tajuknya dan selanjutnya diukur posisi diameter tajuk yang tegak lurus terhadap posisi pertama, sehingga diperoleh 4 (empat) jari-jari tajuk (R1, R2, R3 dan R4). Untuk lebih jelasnya pengukuran diameter tajuk dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Cara pengukuran diameter tajuk di lapangan. c) Pengukuran tinggi pohon Pengukuran secara tidak langsung menggunakan alat ukur tinggi. Alat ukur tinggi yang digunakan adalah Haga hypsometer. Jenis tinggi yang diukur di lapangan adalah : •
Tinggi total yaitu pengukuran tinggi dari tanah sampai dengan puncak tajuk (Tt).
•
Tinggi bebas cabang yaitu pengukuran tinggi sampai dengan cabang pertama (Tbc).
d) Pengukuran jarak pohon dan titik azimuth pohon dari titik pusat plot
22
Jarak pohon yang diukur dari titik pusat plot adalah jarak datar, pengukuran dilakukan dengan meter. Sedangkan penentuan titik azimuth pohon dilakukan dengan menggunakan kompas. Pengukuran ini untuk mendapatkan titik kordinat pohon. Titik kordinat pohon yang dihasilkan akan digunakan dalam pembuatan propil pohon. e) Pencatatan data ukur lapangan Tahap selanjutnya adalah pencatatan hasil data pengukuran. Data hasil pengukuran dimensi pohon setiap jenis pohon pada setiap plot unit contoh dan setiap lokasi penelitian dicatat dalam tally sheet (buku ukur) yang sudah dibuat sebelumnya. Nama jenis-jenis komersil dan non komersil serta ukuran koordinat-koordinat pohon-pohon yang diukur pada setiap unit contoh tersebut, juga dicatat dalam tally sheet yang sama. D. Teknik Pengambilan Contoh Teknik pengambilan contoh pada penelitian ini adalah teknik penarikan contoh berganda.
Tahapan pengambilan contoh dilakukan
melalui dua tahap yaitu sebagai berikut : 1. Pada tahap 1 : Tahap 1 ini, menentukan lokasi plot unit contoh berukuran besar N yang diambil secara acak pada citra SPOT 5 dari populasi berukuran n untuk memperoleh nilai dari dimensi tegakan antara lain persentase penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk (Ds) dan jumlah pohon (Ns). Dengan ukuran plot unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 Ha dengan jari-jari 17,8 m. Jumlah plot contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 plot. 2. Tahap 2 : Tahap 2 ini, pengambilan plot unit contoh di lapangan dengan ukuran plot unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 Ha dengan jarijari
17,8
m,
pengambilan
plot
unit
contoh
dilakukan
untuk
mendapatkan informasi data yang sebenarnya misalnya mengenai tipe tutupan lahan berdasarkan titik koordinat yang telah ditentukan
23
sebelumnya pada citra. Untuk penentuan titik koordinat geografis bumi di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat berupa Global Positioning system (GPS) dan selanjutnya titik koordinat tersebut dianalisis menggunakan perangkat lunak (software) Arc View Ver 3.2. Pada unit-unit contoh tersebut dilakukan pengukuran peubah Y yang ingin diduga (misal: volume tegakan di lapangan). Jumlah contoh yang diambil pada tahap 2 (dua) ini adalah 60 plot. E. Teknik pengambilan data di lapangan Teknik pengambilan data di lapangan adalah sebagai berikut : 1). Penentuan Titik Awal Titik awal adalah merupakan suatu titik atau tempat yang lokasinya dapat ditentukan / diketahui dengan pasti, baik di lapangan maupun di peta. Posisi titik awal di lapangan ditentukan atas dasar gambaran tentang titik awal di peta/citra dengan menggunakan alat, yaitu Global Positioning System (GPS) sebagai alat penentu posisi tempat. 2). Pembuatan lokasi area penelitian dan Plot Unit Contoh Bentuk dan ukuran lokasi area penelitian ini selanjutnya membentuk bujur sangkar yang biasanya disebut dengan satu klaster. Pada setiap unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0.1 Ha dengan jari-jari lingkaran 17.8 meter. Setelah plot unit contoh pertama sudah ditentukan maka plot unit selanjutnya berjarak 200 m dari plot pertama dengan sudut yang sudah ditentukan. Misalnya plot pertama dari plot ke 3 dan plot selanjutnya dengan urutan plot ke 4, 1 dan 2, dengan jarak yang sama yaitu 200 m dengan sudut yang berurutan yaitu 270º, 0º, 90º dari plot sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.
24
Gambar G 8
Letak L unit contoh dalaam klaster pada p 1 (sattu) lokasi training t areaa.
3). Pengukuran P koordinat k daan pengamatan pada lokaasi area peneelitian Pengukuran koordinat k ddan pengamaatan di lapaangan dilak kukan pada okasi area penelitian p yaang sudah ditentukan d ssebelum berrangkat ke lo laapangan berrdasarkan hasil h interprretasi dengaan jumlah plot yang diirencanakan sebelumnyaa. Pengukuraan dan pengaamatan yangg dilakukan dii lapangan bertujuan untuk u meng getahui besaarnya potennsi volume teegakan di laapangan berddasarkan peerbedaan dim mensi-dimennsi tegakan yaang dapat diiukur/ditafsirr melalui citrra SPOT 5 F Metodee Analsis Daata F. 1.
Analisis Citra SPOT 5 Su upermode Analisis citra c dilakukkan dalam rangka r persiiapan data, penentuan lokasi survey. Secara keselluruhan, keggiatan ini terddiri dari : a. Pra P Pengolahhan Data (Prreprocessingg) Kegiatan K inni mencakupp persiapan data citra SPOT 5 Supermode, S sehingga s siaap untuk dilaakukan penggolahan. Keegiatan yangg termasuk dalam d tahap ini, diantaraanya : (11) Geometriic correctionn, merupakaan kegiatan pengkorekssian posisi geometri objek terhaddap koordinaat sebenarnyya di permukkaan bumi
25
(2) Mosaikcing, merupakan proses menggabungkan beberapa scene citra menjadi satu kesatuan. Penggabungan ini dilakukan agar citra dapat dianalisis lebih lanjut secara keseluruhan. (3) Cropping, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan wilayah penelitian. b. Analisis Citra SPOT 5 Supermode Analisis citra berdasarkan atas kemampuan pandang (penglihatan) yang dimiliki pengamat (penafsiran) serta kemampuan mendeteksi ciri fisik obyek yang diamati. Obyek yang dijadikan bahan kajian adalah kerapatan tajuk atau persentase penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk (Ns). Cara pengukuran peubah ini adalah sebagai berikut. a) Buat plot ukur dengan jari-jari 17.85 m b) Pilih lokasi yang akan diamati (syarat mewakili seluruh tipe C dan D) c) Hutung jumlah tajuk dalam lingkaran 17.85 m. d) Buat 2 lingkaran, yang pertama berukuran 17.85 m. Kemudian di dalam lingkaran yang pertama. dibuat lingkaran yang kedua berukuran 12.68 m. Untuk mengukur C, lingkaran tersebut dibagi menjadi 16 bagian. n Dengan rumus C = × 100% , dimana n adalah jumlah bagian yang 16 terdapat C di dalam lingkaran, model lingkarannya pengukuran persentase penutupan tajuk di sajikan pada Gambar 9.
Gambar 9
Model pengukuran persentase penutupan tajuk pada citra SPOT 5 Supermode dengan kombinasi band MIR, NIR dan Red yang diletakkan pada gun Red, Green dan Blue.
26
e) Untuk mengukur D, diambil minimal 3 pohon untuk contoh rata-rata pengukuran D. Berdasarkan dari kombinasi yang ditafsir/diinterpretasi akan dikelompokan kedalam 4 (empat) kelas kerapatan tutupan tajuk dan 3 (tiga) kelas diameter tajuk. Pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kelas kerapatan tajuk dan diameter tajuk No Kelas Kerapatan Tajuk Kelas Diameter Tajuk Kelas (%) Kelas (m) 1 C1 10 ~ 30 D1 < 10 2 C2 31 ~ 50 D2 10 ~20 3 C3 51 ~ 70 D3 > 20 4 C4 71~ 100 Sumber :
2.
Jaya (2006)
Struktur Tegakan Struktur tegakan dibuat dengan menghubungkan antara diameter setinggi dada (cm) dengan kerapatan pohon (jumlah pohon per hektar). Kerapatan pohon (jumlah pohon per hektar) diletakkan pada sumbu y, sedangkan kelas diameter diletakkan pada sumbu x. Hubungan antara kerapatan pohon dengan kelas diameter tersebut akan memperlihatkan struktur horizontal suatu tegakan (penyebaran jumlah individu pohon dalam kelas diameter berbeda). Pendugaan nilai diameter setinggi dada digunakan dengan citra SPOT 5 Supermode, pendugaan ini berdasarkan nilai diameter tajuk di citra untuk mendapatkan nalai diameter setinggi dada di lapangan, begitu juga dengan jumlah pohon perhektar di lihat dari jumlah tajuk yang ditemukan pada citra SPOT 5 Supermode. Pendugaan nilai diameter pohon setinggi dada (Dbh) dan pendugaan nilai jumlah pohon perhektar dapat dilihat peda persamaan dibawah ini a. Pendugaan diameter pohon setinggi dada (Dbh) dengan Diameter tajuk pada citra Spot 5 Model linear Power Kuadratik
: : :
Dbh = b0 + b1·Ds Dbh = b0· Ds b Dbh = b0 + b1·Ds2
27
Polynomial Eksponensial
: :
Dbh = b0 + b1·Dt + b2·Ds2 Dbh = b0· ebDs
b. Pendugaan jumlah pohon per hektar (Nlap) dengan jumlah penampakan tajuk pada citra (Nc) Model linear Power Kuadratik Polynomial Eksponensial 3.
: : : : :
N = b0 + b1·Ns N = b0· Ns b N = b0 + b1·Ns2 N = b0 + b1· Ns + b2· Ns 2 N = b0· eb1 Ns
Pendugaan Potensi Tegakan Peubah-peubah dimensi yang dapat menduga volume pohon melalui citra antara lain adalah persentase tutupan tajuk (Cs), diameter tajuk pohon (Ds) dan jumlah pohon (Ns). Untuk peubah tinggi pohon tidak dapat diukur karena citra berbentuk 2 dimensi sedangkan peubah dimensi tinggi harus berbentuk 3 dimensi. Sehingga dapat secara umum model matematisnya adalah : Vb1,b2,b3 = f (Cs, Ds, Ns) Dengan demikian maka model-model yang dapat dikembangkan antara lain adalah : a. Model linear
Sederhana : V = b0 + b1·Cs ; V = b0 + b1· Ds ; V = b0 + b1·Ns ; Berganda : V = b0 + b1·Cs + b2· Ds ; V = b0 + b1·Cs + b2·Ns V = b0 + b1· Ds + b2·Ns V = b0 + b1·Cs + b2· Ds + b3·Ns b. Model non linear
Power Berganda Kuadratik
: V = b0· Csb1 ; V = b0· Ds b1 ; V = b0·Nsb1; : V = b0·Csb1· Dt b2 ; V = b0·Csb1· Nsb2 b1 b2 V = b0· Ds · Ns V = b0·Csb1·Dsb2 · Nsb3 : V = b0 + b1·Cs2 ; V = b0 + b1· Ds 2 2 V = b0 + b1·Ns V = b0 + b1·Cs2 + b2· Ds 2 V = b0 + b1·Cs2 + b2·Ns2 V = b0 + b1·Ds2 + b2·Ns2 V = b0 + b1·C2 + b2·Ds2 + b3·Ns2
28
: V = b0 + b1·Cs + b2·Cs2 V = b0 + b1·Ds + b2·Ds2 V = b0 + b1·Ns + b2·Ns2 V = b0 + b1·Cs + b2·Ds+ b3·CDs + b4·Cs2+ b5·Ds2 V = b0 + b1·Cs + b2·Ns+ b3·CsNs + b4·Cs2+ b5·Ns2 V = b0 + b1·Ds + b2·Ns+ b3·DsNs + b4·Ds2+ b5·Ns2 Eksponensial : V = b0· eb1Ds V = b0· eb1Cs V = b0· eb1Ns Polynomial
Regresi terpilih adalah yang hasilnya verifikasinya paling baik. Model ini digunakan untuk menyusun tabel volume pohon. Regresi yang baik yaitu regresi yang dibuat sesederhana mungkin, tetapi mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Demikian pula dalam pemilihan peubahpeubah tegakan di citra satelit, yang akan dijadikan peubah bebasnya. Hal ini dikarenakan tujuan dari pembuatan regresi tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi penelitian dalam menduga volume tegakan melalui citra satelit. Untuk mencari nilai dugaan b0, b1, b2 dan b3 dapat diperoleh dengan memecahkan persamaan linear simultan, perhitungan untuk mendapatkan nilai •
, b1,
b2 dan b3 adalah sebagai berikut
Persamaan regresi linear sederhana y
b 0
1
y
bx
n ∑ xy
dimana
∑x ∑y
n ∑ x2
∑x
b0 b1
= =
x y y’
= = = =
2
y pintasan, (y’ bila x =0) Kemiringan dari garis regresi (kenaikan atau penurunan Y’ untuk setiap perubaan satu-satuan x) atau koefisien regresi, yang mengukur besarnya pengaruh x terhadap Y kalau x naik satu unit. Nilai tertentu dari peubah bebas. Nilai tertentu dari peubah tidak bebas. Nialai yang diukur/dihitung pada peubah tidak bebas. Nilai rata-rata dari peubah tidak bebas Nilai rata-rata dari peubah bebas
29
•
Persamaan regresi linear berganda 2 peubah bebas y
b x 0
b x
1 1
∑
∑
∑
∑ ∑
•
∑ ∑
∑
dimana :
2 2
∑ ∑
∑
∑ ∑
x
∑
b0 = Nilai Y, kalau x1 = x2 = 0 x1 , x2 = Peubah bebas b1 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y satuan, kalau x1 naik (turun) satu sedangkan x2 konstan. = Besarnya kenaikan (penurunan) Y b2 satuan, kalau x2 naik (turun) satu sedangkan x1 konstan. y’ = Nialai yang diukur/dihitung pada tidak bebas.
dalam satuan, dalam satuan, peubah
Persamaan regresi linear berganda 3 peubah bebas
:
dimana :
b0
= Nilai Y’, kalau X1 = X2 = 0
Peubah bebas x1 , x2, x2 b1 = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam satuan, kalau x1 naik (turun) satu satuan, sedangkan x2 dan x3 konstan.
30
b2
= Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam satuan, kalau x2 naik (turun) satu satuan, sedangkan x1 dan x3 konstan.. = Besarnya kenaikan (penurunan) Y dalam satuan, kalau x3 naik (turun) satu satuan, sedangkan x1 dan x2 konstan. = Nialai yang diukur/dihitung pada peubah tidak bebas.
b3 Y a. Pengujian Konsistensi
Data yang diperoleh dari hasil interpretasi pada citra dapat dijadikan peubah untuk menentukan atau menduga potensi tegakan yang selanjutnya diuji konsistensinya. Pengujian ini dilakukan dengan analisis korelasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antar peubah di lapangan dengan di citra. Peubah yang diuji harus sama antara di lapangan dan pada citra. Misalnya C = f (Cs) dan D = f (Ds). Apabila hasilnya mendekati 100% maka peubah di citra sesuai dengan di lapangan dan itu hasil yang sangat baik yang diharapkan oleh peneliti. Rumus yang digunakan yaitu menggunakan rumus korelasi yaitu sebagai berikut : m
r =
∑x
mi
y mi
⎞ ⎞⎛ m ⎛ m ⎜ ∑ x m ⎟⎜ ∑ y m ⎟ ⎠ ⎠ ⎝ i =1 − ⎝ i =1
2 ⎧ m 2 ⎛ m ⎞ ⎪∑ x m − ⎜ ∑ x m ⎟ ⎪ i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎨ m ⎪ ⎪⎩
m
2 ⎫ ⎧ m 2 ⎛ m ⎞ ⎪ ⎪∑ y m −⎜ ∑ y m ⎟ ⎪ ⎪ i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎬⋅⎨ m ⎪ ⎪ ⎪⎭ ⎪⎩
⎫ ⎪ ⎪ ⎬ ⎪ ⎪⎭
keterangan : r = nilai korelasi xm= nilai peubah X dari unit-unit contoh m = jumlah contoh ym= nilai peubah Y dari unit-unit contoh b. Pengujian Model Untuk mendapatkan model yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) maka dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut (Hasan, 2001):
31
a) Uji linearitas, dilakukan dengan hipotesis : Pengujian Hipotesis menggunakan uji F. Uji F dimaksudkan untuk menguji apakah secara bersama-sama koefisien regresi peubah bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap peubah tidak bebas, dengan rumus hipotesis sebagai berikut: Ho : bi = 0, artinya peubah bebas secara simultan tidak dapat menjelaskan peubah tidak bebas. Ho : bi ≠ 0, artinya
peubah
bebas
secara
simultan
dapat
menjelaskan peubah tidak bebasnya Dengan membandingkan Fhitung (Fh) dengan Ftabel, (Ft) pada = 0,05; apabila perhitungan menunjukkan: a.
Fh> Ft adalah probabilitas kesalahan kurang dari 5% maka Ho ditolak dan H1 diterima,artinya variasi dari model regresi berhasil menerangkan variasi peubah bebas secara bersamasama mempunyai pengaruh signifikan terhadap peubah tidak bebasnya. Dengan demikian hipotesis pcrtama, kedua dan ketiga terbukti.
b. Fh< Ft adalah probabilitas kesalahan kurang dan 5%, maka HO diterima dan H1 ditolak, artinya variasi dan model regresi tidak berhasil menerangkan bahwa variasi peubah bebas secara lerhadap
bersama-sama peubah
mempunyai
tidak
bebasnya.
pengaruh
signifikan
Dengan
demikian
hipotesis pertama, kedua dan ketiga tidak terbukti. Nilai dari F-hitung diperoleh dari kuatrat tengah regresi berbanding kuadrat tengah galah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6. Sedangkan F-tabel dapat dilihat pada Tabel F
32
Tabel 6 Analisis ragam regresi Sumber Derajat Bebas Keragaman Regresi p Galah n-p-1 Total n-1 Keterangan :
p n JKR JKG KKT
= = = = =
Jumlah Kuatrat JKR JKG JKT
Kuatrat Tengah
F-hitung
KTR= JKR/p KTG = JKG/ (n-p-1) Sy2 = JKT/(N-1)
KTR/KTG
jumlah peubah jumlah contoh jumlah kuadrat regresi jumlah kuadrat galah jumlah kuadrat total
33
Gambar 10 Skema metode penelitian.
IV.. HASIL D DAN PEM MBAHASA AN
A. Karaktteristik Tegaakan di Willayah Peneliitian 1. Kabuupaten Solokk Selatan Dari hasil pengukuran p di lapangann diperoleh tinggi t pohonn untuk 10 jeniss dominan yaang di temukkan di wilayyah Kabupateen Solok Selatan dapat dilihat pada Gambar 11. Pada
Gaambar 11 jjenis borneo (Shorea
platyyclados V.Sll) dan kalat ((Eugenia sp)) memiliki tiinggi total paling besar diban ndingkan dengan d jeniss lainnya. Sedangkan jenis pohoon medang (Adin nandra borrneensis K Kobuski)
memiliki tinggi paliing kecil.
Berd dasarkan darri strata tajuuk pohon do ominan yangg berada padda wilayah Solokk Selatan berada b pada strata A daan B, tinggii rata-rata pohon yang ditem mukan berkissar antara 222 m sampai 37 3 m. 37.47
40.00 Tinggi rara‐rata (m) Tinggi rara‐rata (m)
35.00 28..32
30.00 25.00
22..53
22.71
medang
labu
29.95
30..00
31.26
31..75
32.17
34..06
20.00 15.00 10.00 5.00 ‐ kelat
terap
keraanji damar meraanti balam
kalat
borneo
Jenis po ohon yang ditemu ukan di Kabupaten n Solok Selatan
mbar 11 Tinggi rata-raata pohon dominan yyang ditemuukan di Gam Kaabupaten Solok Selatan. Sedangkan diameter poohon rata-ratta dari 10 (sepuluh) jeniis dominan yang g ditemukan di Kabupatten Solok Selatan S dapatt dilihat padda Gambar 12. Dari Gambbar 12 Jeniss
kalat (E Eugenia sp) dan borneeo (Shorea
platyyclados V.Sll) mempunyaai diameter paling p besarr dengan nilaai diameter masiing-masing adalah 60.69 cm daan 49.90 ccm. Sedanggkan labu (End dospermum malaccense m Muell Arg) mempunyaii diameter paling p kecil
35
yaitu 28.38 cm. Dari Gambar 12 menunjukkan bahwa diameter pohon yang ditemukan di Kabupaten Solek selatan berkisar antara 28 cm sampai dengan 60 cm.
Diameter rata‐rata (cm)
70.00
60.69
60.00
49.90
50.00
39.67
40.00 30.00
28.38
31.96
40.51
43.43
33.49
31.26
31.70
damar
kelat medang meranti terap
20.00 10.00 ‐ labu
keranji balam borneo
kalat
Jenis pohon yang ditemukan di Kabupaten Solok Selatan
Gambar 12 Diameter rata-rata 10 jenis pohon Kabupaten Solok Selatan.
dominan di
2. Kabupaten Bungo Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan tinggi pohon rata-rata untuk 10 jenis yang mendominasi di wilayah Kabupaten Bungo dapat dilihat pada Gambar 13. Diliha dari Gambar 13 jenis borneo (Shorea platyclados V.Sl) dan meranti (Shorea leprosula Miq) memiliki tinggi total paling besar dibandingkan dengan jenis lainnya dengan nilai masingmasing 31.68 m dan 30.87 m. Sedangkan jenis pohon tapus (Elateriospermum tapos Bl) memiliki tinggi paling kecil yaitu 16.88 m . Kabupaten Bungo ini memiliki strata tajuk pohon dominan yang lebih lengkap dibandingkan dengan strata tajuk di Solok Selatan. Strata tajuk yang dimiliki berada pada strata A, B dan C. Pada wilayah ini tinggi pohon yang mendominasi berada pada kisaran 16 m sampai 32 m. Berdasarkan tinggi rata-rata pohon dominan yang ditemukan di Kabupaten Bungo, jika dibandingkan dengan jenis pohon dominan yang di temukan di Kabupaten Solok Selatan maka tinggi rata-rata pohon dominan yang ditemukan di Kabupaten Solok Selatan lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bungo.
36
35.00 30.088
Tinggi rata‐rata (m)
30.00
30.28
87 30.8
31.68
balam terung
meran nti
borneo
26.11
25.00
20.53
20.00
16.88
18.00
18.09
keranji
kelat
21.76
15.00 10.00 5.00 ‐ tapus
medang
balam rambutan terap p hutan
Jenis p pohon yang ditem mukan di Kabupate en Bungo
Gam mbar 13
Tinggi rata-raata pohon dominan yyang ditem mukan di Kaabupaten Buungo.
Diameter poohon yang ditemukan d dii Kabupatenn Bungo disaajikan pada Gam mbar 14. Pada Gambar 14 jenis born neo (Shoreaa platycladoss V.Sl) dan kelatt (Parastemo on urophylluum A DC) mempunyai m diameter paaling besar deng gan nilai diaameter masiing-masing adalah 40.663 cm dan 40.71 cm. Sedaangkan medaang (Adinanddra borneen nsis Kobuskii) mempunyaai diameter palinng kecil yaitu u 30.42 cm. Dilihat dari diameter raata-rata poho on dominan yang g ditemukan di Kabupateen Bungo paada Gambar 14 menunju ukan bahwa besarrnya diameteer pohon settinggi dada berada b padaa kisaran 30 cm sampai deng gan 41 cm, hal ini mennunjukan baahwa besarnnya diameterr pohon di wilay yah Kabupaaten Bungo lebih besaar dibandinggkan dengann diameter pohoon dominan yang y di temuukan Kabupaaten Solok S Selatan. 45 5.00 Diameter rata‐rata (cm)
40 0.00 35 5.00
30.42
31.59
medang
keranji
33.60
33.79
34.61
kelat
balam
meranti
36.17
36.94
37.01
balam terung
tapus
rambutan hutan
40.71
41.63
terap
borneo
30 0.00 25 5.00 20 0.00 15 5.00 10 0.00 5 5.00 ‐
Jenis p pohon yang ditemukan di Kabupate en Bungo
Gam mbar 14 Diiameter rata--rata 10 jenis pohon dom minan di Kab bupaten Bu ungo.
37
B. Perbandingan hasil pengukuran peubah tegakan di lapangan dengan citra satelit SPOT 5 Hasil pengukuran yang dilakukan di lapangan menunjukkan persentase penutupan tajuk berkisar antara 4 % sampai dengan 94 %, sedangkan hasil interpretasi citra SPOT 5 untuk persentase penutupan tajuk berkisar antara 9.67% sampai dengan 96.00 %. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentae penutupan tajuk di citra SPOT 5 Supermode adalah 48.02 % sedangkan untuk persentase nilai penutupan tajuk di lapangan adalah 43.46 %, berdasarkan nilai rata-rata antara persentase penutupan tajuk hasil interpretasi pada citra SPOT 5 dengan data di lapangan mempunyai nilai selisih sebesar 4.56 %, yaitu hasil interpretasi dengan citra (Cs) lebih besar dari pada data di lapangan (C). Hal ini
menunjukkan bahwa pengukuran Cs cenderung
overestimate. Hal ini disebabkan beberapa hal: • Adanya perubahan kerapatan tegakan di lapangan (adanya perbedaan waktu perekaman dan pengamatan lapang yang berkisar 1 tahun). • Kemampuan mata interpreter dalam mengukur Cs. Untuk pengukuran diameter tajuk pada plot pengukuran di lapangan (D) diperoleh nilai rataan 10.21 m, sedangkan nilai interpretasi diameter tajuk rata-rata pada citra SPOT 5 (Ds) adalah 11.36 m. Dilihat dari nilai rata-rata yang diukur di lapangan dengan nilai hasi interpretasi citra maka nilai yang diukur pada citra lebih besar jika dibandingkan dari hasil pengukuran di lapangan. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa hal : 1. Keterbatasan interpreter dalam mendeliniasi batas tutupan tajuk. Beberapa gap tajuk tidak teridentifikasi secara jelas sehingga diameter tajuk yang diamati melalui citra cenderung “overestimate”. 2. Sulit memisahkan pohon-pohon yang tajuknya berhimpitan dan overlap, sehingga pengukuran Ds di citra cenderung lebih besar. Sedangkan untuk jumlah pohon yang ditemukan pada plot contoh di lapangan lebih besar jika dibandingkan dengan hasil interpretasi pada citra SPOT 5, hal ini desebabkan sulit memisahkan pohon-pohon yang tajuknya berhimpitan dan overlap, sehingga pengitungan jumlah pohon pada citra
38
SPOT 5 lebih kecil. Hasil pengukuran yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dan hasil interpretasi citra disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Data hasil pengukuran di lapangan dan interpretasi Citra SPOT 5 Supermode pada hutan lahan kering Peubah Tipe Hutan Lahan Kering Lapangan SPOT 5 Minimum Maksimum Rata-rata Minimum Maksimum Rata-rata C (%) 4.00 94.00 43.46 9.67 96.00 48.02 D (m) N Keterangan :
3.60
21.19
10.21
3.52
14.92
11.36
70.00
240.00
130.16
50.00
200.00
105.50
C = persentase kerapatan tajuk D = rata-rata diameter tajuk N = jumlah pohon
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang nyata antara hasil pengukuran lapangan dan citra maka selanjutnya dilakukan uji beda rata-rata dengan uji-z. Hasil uji beda rata-rata antara data hasil pengukuran di lapangan untuk persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D), dan jumlah pohon dibandingkan dengan data hasil interpretasi citra SPOT 5. Berdasarkan uji rata-rata dengan uji-z diperoleh kesimpulan bahwa persentase penutupan tajuk dari data lapangan (C) dengan data citra SPOT 5 (Cs) menunjukkan bahwa hasil pengukuran di lapangan dengan di citra cukup konsisten (tidak ada perbedaan yang nyata, sebagaimana disajikan pada Tabel 8). Demikian juga untuk jumlah pohon di lapangan dengan jumlah penampakan tajuk pada citra (Ns). Sedangakan untuk diameter rata-rata dari hasil pengukuran di lapangan (D) dengan data diameter hasil interpretasi citra (Ds) menunjukkan bahwa hasil pengukuran di lapangan dengan hasil interpretasi citra tidak konsisten (ada perbedaan yang nyata, sebagaimana disajikan pada Tabel 8).
39
Tabel 8
Hasil uji Z antara data hasil pengukuran di lapangan dengan data hasil interpretasi pada citra SPOT 5 Persentase penutupan tajuk di lapangan (C) dengan persentase penutupan tajuk dari hasil interpretasi pada citra SPOT 5 Supemrond (Cs) Cs C Rata-rata (Mean) 48.02 43.46 Ragam (Known Variance) 251.71 250.83 Jumlah Pengamatan (Observations) 60.00 60.00 Hipotesis (Hypothesized Mean Difference) 0.00 z -0.15 P(Z<=z) satu arah (one-tail) 0.44 z Daerah Kritis satu arah (Critical one-tail) 1.64 P(Z<=z) Dua arah (two-tail) 0.88 z Daerah Kritis Dua arah (Critical two-tail) 1.96 Diameter rata-rata tajuk pohon di lapangan (D) dengan diameter rata-rata dari hasil interpretsi dengan citra SPOT 5 Supermode (Ds) Ds D Rata-rata (Mean) 11.36 10.21 Ragam (Known Variance) 2.48 1.52 Jumlah Pengamatan (Observations) 60.00 60.00 Hipotesis (Hypothesized Mean Difference) 0 z 4.45 P(Z<=z) satu arah (one-tail) 4.27 z Daerah Kritis satu arah (Critical one-tail) 1.64 P(Z<=z) Dua arah (two-tail) 8.55 z Daerah Kritis Dua arah (Critical two-tail) 1.95 Jumlah pohon di lapangan (N) dengan jumlah penampakan tajuk pohon dari hasil interpretsi dengan citra SPOT 5 Supermode (Ns) Ns N Rata-rata (Mean) 105.50 130.16 Ragam (Known Variance) 1642.34 1469.23 Jumlah Pengamatan (Observations) 60.00 60.00 Hipotesis (Hypothesized Mean Difference) 0 z -3.42 P(Z<=z) satu arah (one-tail) 0.00 z Daerah Kritis satu arah (Critical one-tail) 1.64 P(Z<=z) Dua arah (two-tail) 0.00 z Daerah Kritis Dua arah (Critical two-tail) 1.95
C. Hubungan antara hasil pengukuran peubah tegakan di lapangan dengan pengukuran pada citra SPOT 5 Supermode Data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dan interpretasi pada citra SPOT 5 Supermode dapat dikaji menggunakan analisis regresi. Peubah tegakan yang dilihat hubungannya adalah persentase penutupan tajuk
40
di lapangan (C) dengan persentase penutupan tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 (Cs), diameter tajuk rata-rata yang diukur di lapangan (D) dengan diameter tajuk hasil interpretasi citra SPOT 5 (Ds) dan jumlah pohon di lapangan (N) dengan jumlah penampakan tajuk hasil interpretasi citra SPOT 5 (Ns).
Dari hasil analisis regresi antara persentase penutupan tajuk di
lapangan (C) dengan hasil interpretasi citra (Cs) diperoleh nilai koefisien determinasi 73.5 % dengan model C = 0.006(Cs)2 + 0.191(Cs) + 20.70. Berdasarkan nilai koefisien determinasi hubungan antara persentase penutupan tajuk hasil pengukuran di lapangan dengan persentase penutupan tajuk pada hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode menunjukan keakuratan hubungan sebesar 73.5% (model polynomial). Disamping model polynomial model regresi yang lain yang diuji disajikan pada Tabel 9. Untuk diameter tajuk pohon rata-rata dari hasil pengukuran di lapangan (D) dengan diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode (Ds), diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 80.4 % (model linear). Dari analisis menunjukan bahwa diameter tajuk rata-rata di lapangan dapat diduga dengan citra SPOT 5 Supermode dengan ketelitian sebesar 80.4 % dengan mempergunakan model D = 0.701(Ds) +2.273. Sedangkan untuk jumlah pohon (N) dengan jumlah penampakan tajuk pohon dari hasil interpretasi dengan citra SPOT 5 Supermode (Ns) diperoleh model polynomial yaitu N = 9.519+0.0045(Ns)2 - 0.213(Ns) , dengan nilai koefisien determinasi
sebesar 74.4 %. Berdasarkan nilai koefisien determinasi
hubungan antara jumlah pohon di lapangan dengan jumlah penampakan tajuk pohon pada hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode menunjukan hubungan sebesar 74.4 % (model polynomial). Untuk lebih jelasnya hubungan antara masing-masing peubah yang diperoleh di lapangan dengan peubah yang diperoleh dari hasil interpretasi disajikan pada Tabel 9. Sedangkan untuk melihat diagram pencar hubungan peubah dari hasil pengukuran di lapangan dengan peubah dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode disajikan pada Gambar 15, 16 dan 17.
41
Tabel 9 Tipe
Hubungan n antara data hasil interrperetasi citra SPOT 5 dengan d data hasil peng gukuran di laapangan Moddel regresi R² R
Persenntase penutuppan tajuk padda citra (Cs) dengan perrsentase tutuupan tajuk di lapaangan (C) 72 2.4 C = 0.849(Cs) + 6.897 Linearr 0 0.789 C = 2.242 (Cs) 68 8.5 Power 69 9.4 Exponeential C = 18.60e0.018(CCs) 2 73 3.5 Polyno omial C = 0.006(Cs) + 0.191(Cs) + 20.70 Diameeter tajuk pad da citra (Ds) dengan diam meter tajuk ddi lapangan (D) +2.273 80 0.4 D = 0.701(Ds) + Linearr 0..780 D = 1.532(Ds) 80 0.2 Power 80 0.0 Exponeential D = 4.484e0.065(DDs) 2 Polyno omial D = 0.002(Ds) + 0.635(Dss) + 2.633 80 0.4 Jumlah h pohon mennggunakan ppeubah jumlaah tajuk darii hasil interprretasi citra (N Ns) dengan jumlah pohoon di lapangaan (N) 71.9 N = 3.554+0.8996(Ns) Linearr 0..701 N = 2.483(Ns) 64 4.9 Power 0.064(N Ns) 67 7.4 Exponeential N = 6.315e 2 Polyno omial N = 9.519+0.00045(Ns) – 0..213(Ns) 74 4.4
90 0 C = 0.006(C Cs)2 + 0.191x + 20.70 R² = 73.5 %
80 0
C (%)
70 0 60 0 50 0 40 0 30 0 20 0 10 0 10
20
30
40
50
60
770
80
90 0
%) Cs (%
Gambarr 15 Diagraam pencar dan d garis reggresi hasil ppengukuran persentase tutupann tajuk padda citra SP POT 5 Suppermode (C Cs) dengan persenntase penutuppan tajuk di lapangan (C C). Berrdasarkan an nalisis diagraam pencar (G Gambar 15) hubungan antara a hasil penguku ura persentaase tutupan tajuk padaa citra SPO OT 5 Superm mode (Cs) dengan persentase penutupan tajuk di lapangan l (C C) memilikii koefisien m dapat determinnasi yaitu 733.5%. Berdaasarkan nilaii koefisien ddeterminasi maka
42
diperoleeh kesimpulaan bahwa peengukuran persentase p peenutupan tajjuk di citra dapat menjelaskan m persentase penutupan tajuk di lappangan denggan tingkat ketelitiaan sebesar 733.5%. 15 D = 0.7701 (Ds) + 2.237 R R² = 80.4 %
14
D (m)
13 12 11 10 9 8 8
9
110
11
12 13 Ds (m)
14
15
16
17
Gambarr 16 Diagraam pencar dan garis regresi r hasiil penafsirann rata-rata diametter tajuk dii lapangan dengan d diam meter tajuk dari hasil interprretasi citra SPOT 5 Supeermode (Ds). Diaagram pencaar (Gambar 16) adalah hubungan raata-rata diam meter tajuk di lapan ngan (D) deengan diameeter tajuk daari hasil inteerpretasi citrra SPOT 5 Superm mode (Ds) menunjukan bbahwa modeel regresi yaang diperolehh memiliki nilai koefisien deterrminasi sebeesar 80.4%. Dengan D dem mikian hasil interpretasi i POT 5 Superrmodel dapatt menduga diameter d rataa-rata tajuk di d lapangan citra SP
Jumlah pohon/ha (N)
dengan tingkat ketelitian sebesaar 80.4%. 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40
N = 0.004(N Ns)2 ‐ 0.213(Ns) + 95.19 R² = 74.4 %
40
60 8 80 100 120 140 160 180 on dilihat dari citraa SPOT 5/ha (Ns) Jumlah poho
200
220 2
d garis reegresi hubunngan jumlahh pohon di Gambarr 17 Diagraam pencar dan lapanggan dengan juumlah pohonn dari hasil iinterpretasi citra c SPOT 5 Supeermode. Gam mbar 17 meenunjukan huubungan anttara jumlah ppohon di lap pangan (N) dengan hasil penddugaan jumlah penamppakan tajukk pada citraa SPOT 5
43
Supermode (Ns), berdasarkan model yang diperoleh dengan nilai koefisien determinasi 74.4 %. Berdasarakan model ini maka pendugaan jumlah tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 dapat menduga jumlah pohon dengan tingkat ketelitian sebesar 74.4 %. Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi (R2) dari analisis regresi untuk pendugaan persentase penutupan tajuk, diameter tajuk rata-rata, dan jumlah pohon dengan mengunakan hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode, maka yang memiliki nilai R2 paling tinggi adalah diameter tajuk rata-rata dengan nilai R2 sebesar 80.5 %, diikuti dengan jumlah pohon dan persentase penutupan tajuk dengan nilai R2 berturut-turut 74.4 % dan 73.5 %. D. Model penduga volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubahpeubah tegakan yang diukur di lapangan (persen tutupan tajuk (C), rata-rata diameter tajuk (D), dan jumlah pohon (N)) Hasil pengukuran di lapangan untuk persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk pohon rata-rata (D), dan jumlah pohon (N) dalam suatu plot contoh akan dijadikan sebagai penduga volume tegakan bebas cabang (Vbc). Model analisis yang dilakukan adalah analisis regresi. Pendugaan volume bebas cabang (Vbc) dengan menggunakan peubah persentase penutupan tajuk di lapangan (C) diperoleh model regresi Vbc = 0.094(C)2-3.008(C)+83.43 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 70.8 %, berdasarkan nilai koefisien determinasi dari model regresi ini menunjukkan bahwa volume tegakan bebas cabang dapat diduga dengan menggunakan model Vbc = 0.094(C)23.008(C)+83.43 dengan ketelitian model sebesar 70.8 %. Untuk model-model
regresi lain yang dicoba untuk menduga Vbc dengan persentase penutupan tajuk pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Pendugaan Vbc dengan persentase penutupan tajuk di lapangan (C) (Tabel 10) menunjukan bahwa model-model regresi pendugaan Vbc dengan peubah bebas C ini mempunyai nilai R2 berkisar dari 60.2 % sampai 70.8 %. Berdasarkan nilai koefisien determinasi model penduga yang paling baik untuk penduagaan Vbc dengan peubah C adalah model regresi tipe polynomial. Sedangakan diagram pencar pendugaan Vbc dengan C disajikan pada Gambar 18.
44
Pendugaan volume bebas cabang (Vbc) munggunakan peubah diameter tajuk rata-rata (D) dari hasil pengukuran di lapangan didapatkan model regresi Vbc = 239.5(D) -1469 – 7.779(D)2 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 50.0 % (model polynomia). Sedangkan untuk pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah jumlah pohon di lapangan (N) diperoleh model regresi Vbc = 0.011x2 - 1.937x + 196.6 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 25 % (model polynomia). Berdasarkan dari uraian sebelunnya untuk pendugaan Vbc dengan peubah bebas yang diukur di lapangan yaitu : persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D) dan jumlah pohon (N), diperoleh model yang paling baik yaitu model dengan peubah bebas persentase penutupan tajuk (C). Model dengan peubah bebas C mempunyai nilai R2 sebesar 70.8% (model Polynomial), sedangkan pendugaan Vbc dengan peubah bebas diameter tajuk
rata-rata (D) dan jujumlah pohon di lapangan hanya mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 50.0 % sedangkan pendugaan dengan jumlah pohon di lapangan (N) nilai R2 sebesar 25.3 %. Model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah bebas persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D) dan jumlah pohon yang diukur di lapangan (N) disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk rata-rata (D) dan jumlah pohon (N) Tipe Model regresi R² Peubah persen penutupan tajuk (C) Linear Power Exponential Polynomial
Vbc = 6.379 (C) – 123.3 Vbc = 0.273(C)1.633 Vbc = 23.56e0.036(C) Vbc = 0.094(C)2-3.008(C)+83.43
67.3 60.2 63.6 70.8
Peubah diameter rata-rata tajuk (D) Linear Power Exponential Polynomial
Vbc = 69.66(D)-557.4 Vbc = 0.004(D)4.442 Vbc = 1.813e0.408(D) Vbc = 239.5(D) -1469 – 7.779(D)2
48.7 48.1 47.2 50.0
Peubah jumlah pohon (N) Linear Power Exponential Polynomial
Vbc = 1.407x - 29.36 Vbc =1.929x0.851 Vbc = 45.31e0.007x Vbc = 0.011x2 - 1.937x + 196.6
24.4 12.1 16.3 25.3
45
Penndugaan Vbcc dengan peeubah bebas di lapangann ini dapat dilihat d dari diagram pencar padda Gambar 18, 19 dan 20. Pada ddiagram penccar terlihat bahwa tingkat t keaakuratan penndugaan Vbc V dari masing-masin ng peubah. Berdasarrkan analisiss diagram ppencar (Gam mbar 18) penndugaan volume bebas cabang dengan mengunakan ppersentase penutupan p tajuk (C) menunjukan m bahwa semakain s besar nilai perrsentase pen nutupan tajuuk maka akaan semakin besar pu ula volume tegakan t yangg diperoleh. Dari modell yang diperroleh untuk pendugaaan volume tegakan (V Vbc) dengann persentase penutupann tajuk di lapangan n diperoleh nilai koeffisien determ minasi sebeesar 70.8 %, % hal ini nenunjuk kan bahwaa model peendugaan Vbc V dengann peubah persentase penutupaan tajuk di laapangan denngan nilai keetelitian moddel sebesar 70.8 %. 700 0 Vbc = 0.0094C2 ‐ 3.008C + 83 3.42 R² = 70.8 %
Vbc (m3/ha)
600 0 500 0 400 0 300 0 200 0 100 0 0 10
30
5 50
70
90
C (% %)
Gam mbar 18 Diag gram pencaar hasil penngukuran vvolume bebas cabang deng gan persen penutupan tajuk dari hasil penggukuran di lapaangan (C). Seddangkan penndugaan V Vbc dengan n diameter tajuk (Gaambar 19) menunjuukan bahwa semakin beesar nilai ratta-rata diam meter tajuk di d lapangan maka niilai Vbc jug ga akan meeningkat. Daari model yyang dihasillkan untuk pendugaaan Vbc denggan nilai ratta-rata diameeter tajuk diiperoleh nilaai koefisien determinnasi sebesar 50.0 %, hal ini menunjuukan bahwa model pend dugaan Vbc dengan peubah p diam meter rata-raata di lapan ngan (D) dappat meneranngkan nilai Vbc denngan model yang diperooleh sebesarr 50.0 %. Peendugaan Vbc V dengan peubah diameter d tajuuk rata-rata di lapangan n ini lebih kkecil jika dib bandingkan
46
dengan pendugaan Vbc denggan peubah persentasee penutupann tajuk di lapangan n (C). 700
Vbc = ‐7.7 779D2 + 239.5D D ‐ 1469 R² = 50.0 %
Vbc (m3/ha)
600 500 400 300 200 100 0 8
9
10
11 12 D (m))
13
14
15 5
Vbc (m3/ha
Gambarr 19 Diagram m pencar haasil pengukuuran volume bebas cabaang (Vbc) dengan rata-rata diiameter tajuuk hasil penngukuran di lapangan (D). 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Vbc = 00.011N2 - 1.9377N + 196.6 R² = 25.3 %
50
75
1 100
125 15 50 175 N ( perh hektar)
2000
225
2500
Gambarr 20 Diagram m pencar vvolume bebaas cabang (Vbc) mennggunakan peubah jumlah j pohoon di lapangan (N). Gam mbar 20 mennunjukan m model penduggaan Vbc deengan jumlahh pohon di lapangan n (N), gamb bar diagram m pencar menunjukan m bahwa sem makin besar jumlah pohon p di lappangan makka akan sem makin besar V Vbc. Dari model m yang diperoleh h didapatkaan nilai koeefisien deterrminasi sebbesar 25.3 %, % hal ini menunjuukan bahwa model penddugan Vbc deengan peubaah bebas jum mlah pohon (N) hannya mampu menerangkan m n pendugan Vbc dengann model yangg diperoleh sebesar 25.3 %. Beerdasarakan nilai koefisseien determ minasi penduugaan nilai Vbc denngan jumlah pohon makkan dapat diisimpulkan bahwa b pendu ugaan Vbc lebih baiik jika dibanndingkan deengan diameeter tajuk ratta-rata (D) dan d jumlah pohon dii lapangan (N N).
47
E. Model penduga volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah persen tutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk (Ns) berdasarkan hasil Interpretasi citra SPOT 5 Supermode Untuk memperoleh model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) akan dikaji model-model analisis regresi terbaik yaitu mempunyai nilai tingkat keakuratan yang paling tinggi atau yang mempunyai nilai koefisien determinasi paling baik. Pendugaan Vbc dengan menggunakan peubah persentase penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah penampakan tajuk (Ns) yang diperoleh dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode. Model pendugaan volume bebas cabang diduga dengan melihat persentase penutupan tajuk (Cs) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode adalah Vbc = 0.131(Cs)2-6.63(Cs)+164.2 dengan nilai koefisien determinasi 62.8 %. Berdasarkan nilai koefisien determinasi dari model regresi ini menunjukkan bahwa pendugaan volume bebas cabang tegakan dapat diduga dengan model yang diperoleh dengan tingkat ketelitian sebesar 62.8 %. Untuk lebih jelasnya model-model regresi lain yang dicoba disajikan pada Tabel 11. Pada Tabel 11 terlihat pendugaan Vbc dengan peubah bebas Cs, Ds dan Ns diperoleh model-model regresi dengan nilai koefisien determinasi (R2) berkisar dari 25.3 % sampai dengan 63.0 %. Model yang mempunyai nilai R2 paling tinggi yaitu 63% adalah model yang menggunakan dua peubah yaitu persentase penutupan tajuk (Cs) dan diameter tajuk rata-rata (Ds). Sedangkan model dengan menggunakan tiga peubah yaitu persentase penutupan tajuk (Cs), dimater tajuk (Ds) dan jumlah penampakan tajuk mempunya nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 58.2 %. Berdasarkan hasil dari analisis regresi dengan menggunakan peubah bebas Cs, Ds dan Ns diporeh model pendugaan terbaik yaitu persentase penutupan tajuk (Cs) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 62.8%. Disamping model dengan menggunakan Cs ini mempunyai R2 cukup besar, model ini juga lebih mudah untuk dipergunakan. Kesimpulan yang sama juga diutarakan oleh Santoso (2008) bahwa peubah dimensi tegakan yang dapat
48
digunakan untuk menduga volume pohon melalui citra SPOT 5 dengan baik adalah persentase penutupan tajuk (Cs). Untuk melihat hubungan antara Vbc dengan persentase penutupan tajuk (Cs) disajikan pada Gambar 21 sedangkan untuk melihat hubungan Vbc dengan diameter rata-rata dan Vbc dengan jumlah penampakan tajuk (Ns) disajikan pada Gambar 22 dan 23. Tabel 11 Model pendugaan volume bebas cabang (Vbc) menggunakan peubah persen penutupan tajuk (Cs), diameter tajuk rata-rata (Ds) dan jumlah pohon (Ns) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode Tipe Model regresi R² Peubah persen penutupan tajuk (Cs) Linear Polynomial
Vbc = 5.845(Cs) – 97.60 Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)
56.7 2
62.8
Peubah diameter tajuk rata-rata (Ds) Power Exponential
Vbc = 0.013(Ds)3.735
44.8
0.304(Ds)
42.9
Vbc = 3.386e
Peubah jumlah pohon (Ns) Linear Polynomial
Vbc = 1.566 (Ns)-14.56
25.3
2
Vbc = 0.015(Ns) - 2.190(Ns) + 188.9
28.2
Peubah persen penutupan tajuk (Cs) dan diameter tajuk rata-rata (Ds) Linear Power
Vbc = - 310 + 4.69 Cs + 23.0 Ds Vbc = 0.010+ Cs
0.840
2.59
+ Ds
63.0 58.6
Peubah diameter tajuk (Ds) dan jumlah pohon (Ns) Linear Power
Vbc = - 494 + 43.7 Ds + 1.44 Ns Vbc = 0.001+ Ds
3.51
0.640
+ Ns
56.4 54.3
Peubah persen penutupan tajuk (Cs) dan jumlah pohon (Ns) Linear
Vbc = - 119 + 5.30 Cs + 0.425 Ns
58.2
Power
Vbc = 0.650 + Cs1.22 + Ns0.149
42.4
Berdasarkan diagram pencar (Gambar 21) menunjukan hubungan antara volume bebas cabang (Vbc) dengan hasil pengukuran persen penutupan tajuk pada citra SPOT 5 Supermode (Cs), yaitu semakin besar nilai persentase penutupan tajuk (Cs) maka akan semakin besar pula voleme pohon bebas cabang. Dari model yang dihasilakan untuk pendugaan Vbc dengan Cs untuk Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo mempunyai nilai koefisien determinasi sebesar 62.8%.
49
70 00
y = 0.1131x2 ‐ 6.630x + 164.2 R² = 62.8 %
Vbc (m3 /ha)
60 00 50 00 40 00 30 00 20 00 10 00 0 10
20
30
40
50
60
70
80 0
Css (m)
Gam mbar 21 Diaagram penccar hubungaan antara vvolume pohon bebas cabbang (Vbc) dengan hasil pengukurran persen penutupan p taju uk pada Citraa SPOT 5 Su upermode (C Cs). Diagram peencar (Gambbar 22) mennunjukan hubbungan antaara volume poho on bebas cabbang (Vbc) dengan hasil pengukuuran rata-rata diameter tajuk k pada Citraa SPOT 5 Suupermode (D Ds). Dari gaambar diagrram pencar menuunjukan bah hwa semakinn besar diam meter tejuk raata-rata (Ds) maka Vbc nya juga j akan besar. b Modeel yang dip peroh dari pendugan p V dengan Vbc diam meter rata-ratta (Ds) mempunyai niilai koefisienn determinaasi sebesar 44.8 %, hal ini berarti moddel pendugaaan Vbc denngan peubah h bebas Ds hanyya mampu menerangka m an nilai Vbc dengan m model yangg diperoleh sebessar 44.8 %. 700 0
y = 0.013x3.7335 R² = 44.8 %
600 0
Vbc (m /ha)
500 0 400 0 300 0 200 0 100 0 0 9
10
11
12
1 13
14
155
16
17
Ds (m)
Gam mbar 22 Diaagram penccar hubungaan antara vvolume pohon bebas cabbang (Vbc) dengan hasil pengukurran rata-rata diameter taju uk pada Citraa SPOT 5 Su upermode (D Ds).
50
Gambar 23 menunjukan m n hubungan antara a volum me pohon beb bas cabang (Vbcc) menggunaakan peubahh jumlah penampakan p tajuk (Ns) dari hasil interp pretasi citraa SPOT 5 Supermodee. Dari gambar yang diperoleh menuunjukan bah hwa penduggaan Vbc dengan d Ns ini tidak sebak s dari penddugaan dengaan menggunnakan peubaah persentasee penutupann tajuk (Cs) mauppun diameteer tajuk rata--rata (Ds) inii dapat dilihhat dari nilai koefiesien deterrminasinya, nilai koefieesien determ minasi penduugaan Vbc dengan d Ns adalaah 27.8 %, jika dibanddingakan deengan penduugaan Vbc dengan d Cs mauppun Ds yang g mempunyai nilai sebeesar 62.8 % untuk peubbah Cs dan 44.8 % untuk peuubah Ds. 700 Vbc = 0.0155x2 - 2.190x + 188 8.9 R² = 27.8 %
600
Vbc (m)
500 400 300 200 100 0 40
60
800
100
120 1
140
160
180
200
Ns (perrhektar)
Gam mbar 23 Diagram pencarr hubungann antara voolume pohoon bebas menggunakaan peubah jumlah pen nampakan cabanng (Vbc) m tajukk (Ns) dari haasil interprettasi citra SPO OT 5 Superm mode. Berdasarkann dari gambbar diagram pencar (Gaambar 21, 22 2 dan 23) untukk pendugaann
Vbc dengan peubaah yang dilihhat dari citrra SPOT 5
Supeermode makka peubah yang paling baik b digunaakan adalah persentase penuutupan tajuk (Cs). Hal yaang sama jugga dikemukaan oleh Santtoso (2008) yaitu u peubah diimensi tegakkan
yang dapat digunnakan untukk menduga
volum me pohon melalui citrra SPOT 5 dengan baaik adalah persentase penuutupan tajuk.
51
F. Penyusunan Tabel Volume Tegakan Berdasarkan Model Penduga Terpilih Model yang terpilih pada hutan lahan kering berdasarkan nilai koefisien determinasi, kesederhanaan model penduga dan kemudahan pengukuran peubah pada citra SPOT 5 model yang rekonendasikan untuk pendugan potensi tegakan di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo adalah Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2. Model ini terpilih karena nilai koefisien determinasi antara volume bebas cabang di lapangan dan penutupan tajuk pada citra SPOT 5 Supermode memiliki konsistensi yang sangat baik yaitu 62.8%. Dari model yang digunakan dibuat tabel volume tegakan berdasarkan model penduga terpilih, tabel penduga ini dapat dilihat pada Tabel 12. Pada tabel volume tegakan (m3/ha) hutan lahan kering diduga melalui persentase penutupan tajuk dengan menggunakan citra SPOT 5 Supermode, pendugaan Vbc ini hanya dapat menduga dengan persentase penutupan tajuk lebih besar dari 25%. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan data yang didapatkan di lapangan, yaitu data yang diperoleh tidak mewakili untuk penutupan tajuk lebih kecil dari 25%. Tabel 12
C (%)
Volume tegakan (m3/ha) hutan lahan kering diduga melalui persentase penutupan tajuk dengan menggunakan citra SPOT 5 Pankromatik (Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2) R2 = 62.8 % Volume Tegakan Hutan Lahan Kering (m3/Ha) 0
1
2
3
4
20
5
6
7
8
9
80
80
80
81
82
30
83
84
86
88
90
92
95
98
101
105
40
108
112
117
121
126
131
136
142
148
154
50
160
167
173
181
188
196
204
212
220
229
60
238
247
257
266
276
287
297
308
319
330
70
342
354
366
378
391
404
417
430
444
458
80
472
486
501
516
531
547
563
579
595
612
90
628
645
663
680
698
716
735
753
772
792
Berdasarkan model Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2 dapat dibuat volume taksiran tegakan dengan menggunakan persentase penutupan tajuk dengan menggunakan citra SPOT 5 Supermode, untuk hutan lahan kering
52
pada Kabupaten Bungo dan Kabupaten Solok Selatan. Volume taksiran tegakan dengan melihat persentase penutupan tajuk (Cs) pada tegakan hutan lahan kering ini disajikan pada Gambar 24. Dari gambar volume taksiran (m3/ha) pada setiap persentase penutupan tajuk (Cs) pada tegakan hutan lahan kering menunjukan semakan besar persentase penutupan tajuk maka akan semakin besar pula potensi tegakan. Berdasarakan dari Gambar 24 jika diperoleh persentase penutupan tajuk sebesar 25 % maka potensi tegakan untuk Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo adalah 80 m3/ha, jika persentase penutupan tajuk (Cs) tegakan tersebut sebesar 95 % maka potensi tegakan sebesar 716 m3/ha. 750 700 650
Volume taksiran (m3/ha)
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
Persentase penutupan tajuk dari hasil interpretasi (Cs) dalam %
Gambar 24 Volume taksiran (m3/ha) pada setiap persentase penutupan tajuk (Cs) pada tegakan hutan lahan kering. G. Model penduga struktur tegakan menggunakan peubah diameter tajuk dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode dan jumlah pohon dari hasil pengukuran di lapangan Struktur tegakan dibuat dengan menghubungkan antara diameter tajuk dengan kerapatan pohon. Kerapatan pohon diletakkan pada sumbu y, sedangkan diameter tajuk diletakkan pada sumbu x. Hubungan antara
53
kerapatan
pohon dengan diameter tajuk tersebut akan memperlihatkan
struktur horizontal suatu tegakan (penyebaran jumlah individu pohon dalam diameter tajuk yang berbeda). Kerapatan pohon adalah jumlah pohon yang terdapat pada satuan luas tertentu, biasanya dinyatakan dalam hektar, sehingga dikenal sebagai pohon per hektar (Suhendang, 1985). Struktur tegakan hutan alam di daerah penelitian disajikan pada Gambar 25 dan 26. Pada gambar struktur tegakan untuk wilayah Solok Selatan dan Bungo terlihat bahwa semakin besar kelas diameter maka jumlah pohon relatif semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan konsep hutan normal tak seumur (uneven aged forest) yang dikemukakan oleh Meyer et.al (1961) dalam Davis, et al (1987), bahwa untuk hutan tak seumur normal akan membentuk ”kurva J terbalik”. Dengan memenuhi konsep tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kelestarian hutan saat pengukuran ini masih sesuai normal. Tentunya jaminan kelestarian hutan memiliki banyak syarat yang menjadi patokan, tetapi tentunya data ini dapat memberi informasi yang
Jumlah pohon per hektar di lapangan (N)
penting untuk pengelolaan ke depan.
150
N= 250.9e-0.06(Ds) R² = 66.5 %
140 130 120 110 100 90 80 70 7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ds (m)
Gambar 25 Struktur tegakan hutan di Kabupaten Solok Selatan berdasarkan diameter tajuk (Ds) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode.
54
Jumlah pohon per hektar di lapangan (N)
220 N = 891.7e-0.18(Ds) R² = 64.3 %
200 180 160 140 120 100 80 60 7
8
9
10
11
12
13
14
Ds (m)
Gambar 26 Struktur tegakan hutan di Kabupaten Bungo berdasarkan diameter tajuk (Ds) dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode. Struktur tegakan (Gambar 25 dan 26) berdasarkan dari jumlah pohon di lapangan dengan hasil interpretasi diameter tajuk rata-rata (Ds). Model Struktur tegakan yang di hasilakan dari hasil analisis regresi untuk Kabupaten Bungo adalah N = 891.7e-0.18Ds dan N = 250.9e-0.06Ds untuk Kabupaten Solok Selatan, dengan nilai (R2) masing masing adalah 64.3 % dan 66.5 %. Berdasarkan dari diagram pencar maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Kerapatan pohon (jumlah pohon perhektar) akan berbanding terbalik dengan ukuran diameter rata-rata tajuk pohon, yaitu semakin besar diameter rata-rata tajuk maka jumlah pohon perhektar akan semakin sediki. Menurut Rhichards (1964), kerapatan pohon pada hutan alam tidak teratur, sehingga sulit untuk mendapatkan kerapatan seperti yang diinginkan. Pada tegakan hutan alam biasanya kerapatan pohon akan tinggi pada kelas diameter kecil dan akan menurun pada kelas diameter yang makin besar. Hal tersebut terjadi karena adanya kompetisi yang tinggi, baik antar individu dalam satu jenis maupun antar individu berbagai jenis, sehingga tidak semua individu dapat tumbuh secara wajar, walaupun tidak mati. Meskipun terdapat beberapa tipe sebaran kerapatan pohon, terdapat dugaan yang kuat bahwa pada umumnya terdapat hubungan yang erat antara
55
kerapatan pohon dengan diameter, sehingga akan terdapat hubungan fungsional antara kelas diameter dengan kerapatan pohonnya. Atas dasar tersebut maka struktur tegakan hutan akan dapat dipakai sebagai alat untuk menduga besarnya kerapatan pohon pada setiap kelas diameter (Suhendang, 1985)
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Model penduga potensi tegakan yang dapat direkomendasikan adalah Vbc = 164.2-6.63(Cs)+0.131(Cs)2, dengan koefisien diterminasi sebesar 62.8%. 2. Peubah dimensi tegakan yang dapat digunakan untuk menduga volume pohon melalui citra SPOT 5 Supermode dengan baik adalah persentase tutupan tajuk (Cs). 3. Model Struktur tegakan yang di hasilakan dari hasil analisis regresi untuk Kabupaten Bungo adalah N = 891.7e-0.18Ds dan
N = 250.9e-0.06Ds untuk
Kabupaten Solok Selatan, dengan nilai (R2) masing masing adalah 64.3 % dan 66.5 %.
B. SARAN Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : 1. Pengukuran peubah tegakan menggunakan citra satelit SPOT 5 Supermode sebaiknya dengan citra SPOT 5 model pankromatik dibandingkan dengan citra SPOT 5 model multispektral. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk struktur tegakan dengan menggunakan citra resolusi tinggi seperti Quickbird, sehingga hasil yang didapatkan akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, C. 1998. Penyusunan Model Penduga Volume Tegakan dengan Foto Udara (Studi kasus di HPH PT. Sura Asia Provinsi Dati I Riau). Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Cochran, W.G. 2005. Teknik Penarikan Sampel. Diterjemahkan oleh Rudiansyah. Jakarta: UI-Press. Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Davis, L.S. and K.N. Johnson. 1987. Forest Managemen. Third Edition. New Yord: McGraw-Hill Book Company. Educnet Education. 2004. Le Satellite SPOT 5. http://www.educneteducation.fr/espace/satimg.htm. [13 Januari 2008] Hasan, I. 2001. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Jakarta: Bumi Aksara Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan Teori dan Aplikasi. Diterjemahkan oleh Hartono et al. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jaya, I N.S. dan A. Hadjib. 1999. Penggunaan Potret Udara untuk Penyusunan Pengelolaan Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Jaya, I N.S. 2002a. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Sumber Daya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jaya, I N.S. 2002b. Fotogrametri dan Penafsiran Potret Udara Untuk Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Diktat Kuliah. (Tidak Diterbitkan) Jaya, I N.S., S. Sutarahardja, S. Hardjoprajitno, L. Mulyanto dan T. Lastini. 2006. Pengolahan Citra Resolusi (2,5 m dan/atau 5 m dan/atau 10 m) Dalam Rangka Penaksiran Sumber Daya Hutan Di Kalimantan. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jaya, I N.S. 2006. Analisis Citra Dijital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
58
Jaya, I N.S. 2006. Fotogrametri dan Penafsiran Potret Udara di Bidang Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan. Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jaya, I N.S., S. Sutarahardja, S. Hardjoprajitno, T. Lastini dan Priyanto. 2007. Pengolahan Citra Resolusi (2,5 m dan/atau 5 m dan/atau 10 m) Dalam Rangka Penaksiran Sumber Daya Hutan Pulau Sumatera. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jaya, I N.S., S. Sutarahardja, S. Hardjoprajitno, T. Lastini dan Priyanto. 2007. Pengolahan Citra Resolusi (2,5 m dan/atau 5 m dan/atau 10 m) Dalam Rangka Penaksiran Sumber Daya Hutan Pulau Sulawesi. Bogor: Departemen Manajemen. Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Kurniawan, A. 2004. Penggunaan Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Dalam Pendugaan Luas Bidang Dasar Tegakan dan Kerapatan Tegakan (Studi Kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung). [Skripsi]. Bogor: Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan oleh Dulbari. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurdin, J.F. 2004. Struktur Tegakan dan Komposisi Jenis Tumbuhan pada Zona Montana Di Hutan Pegunungan Gunung Gede, Jawa Barat. [Skripsi]. Depertemen Manajenen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika. Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Rhichards, P.W. 1964. The Tropica Rain Forest an Ecologycal Study. Cambridge: Combridge University Press Santoso, H. 2008. Model Penduga Potensi Tegakan Hutan Lahan Kering Menggunakan Citra SPOT 5 Supermode dan Quickbird di Kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. [Skripsi]. Bogor: Depertemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Simon, H. 1987. Manual Inventore Hutan. Jakarta: UI-Press Siregar, S. 2004. Statistik Terapan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 2005. Ekologi hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
59
Suhendang, E. 1985. Studi Model Struktur Tegakan Hutan Alam Hujan Tropika Dataran Rendah di Bengkunat Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. [Tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Suhendang, E. 1990. Hubungan Antara Dimensi Tegakan Hutan Tanaman Dengan Faktor Tempat Tumbuh dan Tindakan Silvikultur Pada Hutan Tamanan Pinus merkusii Jungh. El de Vries di Pulau Jawa. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lampiran
Lampiran 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan untuk Kabupaten Solok Selatan N C D Vbc 110 31.69 9.84 31.36 120 34.48 4.84 43.76 140 46.54 9.53 70.23 140 33.07 9.75 46.52 140 31.22 8.88 56.82 120 36.14 10.58 113.94 130 29.21 10.03 48.76 130 32.94 9.96 56.04 120 26.48 9.95 45.72 120 40.58 10.56 129.19 120 33.30 9.44 53.01 120 29.77 9.70 52.69 120 41.53 10.30 118.16 120 32.33 10.01 36.67 120 29.79 9.64 39.83 120 38.33 10.87 113.98 80 29.47 10.79 43.53 70 39.30 11.16 76.63 120 37.71 11.44 122.04 100 36.99 11.15 86.74 110 47.02 11.97 111.88 80 70.42 14.51 347.49 130 59.88 10.90 171.06 130 51.31 10.59 55.02 80 50.82 12.44 188.64 80 46.03 11.97 136.01 110 42.07 10.87 148.27 150 71.73 11.96 334.17 110 71.64 13.52 276.67 140 55.63 11.63 188.31 80 47.55 11.62 222.64 120 61.12 11.18 209.09 160 39.36 9.73 251.05
Keterangan : N = C = D = Vbc =
jumlah pohon (hektar) persentase penutupan tajuk (%) diameter tajuk rata-rata
volume bebas cabang (m3/ha)
Lampiran 2
Data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode untuk Kabupaten Solok Selatan No Ns Ds Cs 1 100 10.00 50.00 2 100 9.75 43.7 3 150 8.50 68.75 4 110 10.00 56.25 5 130 8.75 50.00 6 100 12.00 31.25 7 90 11.00 25.00 8 90 10.75 25.00 9 110 10.75 18.75 10 110 12.00 37.50 11 100 10.00 31.25 12 90 10.50 25.00 13 110 10.50 43.75 14 90 10.50 43.75 15 80 10.25 50.00 16 90 12.00 37.50 17 70 11.50 25.00 18 70 12.50 31.25 19 100 12.00 31.25 20 70 13.25 31.25 21 100 13.00 37.50 22 60 16.00 68.75 23 100 12.25 50.00 24 110 10.75 37.50 25 70 15.00 43.75 26 80 12.75 37.50 27 80 12.00 37.50 28 130 12.00 68.75 29 80 14.50 68.75 30 90 12.40 68.75 31 70 13.00 43.75 32 140 10.25 56.25 33 150 9.00 43.75 Keterangan : N = jumlah penampakan tajuk (hektar) C D
= persentase penutupan tajuk (%) = diameter tajuk rata-rata (m)
Lampiran 3 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan untuk Kabupaten Bungo N C D Vbc 180 64.32 13.40 454.20 150 55.62 11.40 397.87 190 57.00 11.20 427.00 140 35.22 9.41 87.93 210 49.17 8.53 79.97 90 22.64 10.43 46.57 120 39.07 9.76 105.99 160 36.19 8.91 69.74 220 82.07 10.40 378.53 120 76.81 12.13 405.30 240 67.13 9.78 272.46 210 79.30 13.40 579.19 240 68.46 9.40 273.31 150 50.86 9.21 128.97 180 63.31 9.11 187.49 90 29.98 9.44 77.76 110 38.55 9.87 103.30 80 31.08 9.95 104.42 180 30.04 9.34 163.70 170 28.56 10.07 146.41 80 26.49 10.15 135.75 80 22.32 10.69 86.02 90 37.32 9.97 112.10 150 29.09 10.26 87.43 130 20.03 10.55 63.17 80 31.44 10.75 90.29 130 30.00 10.90 142.10
Keterangan : N = C = D = Vbc =
jumlah pohon (hektar) persentase penutupan tajuk (%) diameter tajuk rata-rata
volume bebas cabang (m3/ha)
Lampiran 4
Data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra SPOT 5 Supermode untuk Kabupaten Bungo No Ns Ds Cs 1 80 9.40 68.75 2 150 9.50 62.50 3 160 8.50 62.50 4 120 10.00 31.25 5 180 8.00 37.50 6 70 10.50 18.75 7 80 10.55 31.25 8 150 9.00 25.00 9 190 9.00 75.00 10 90 13.00 75.00 11 160 10.50 62.50 12 120 10.00 75.00 13 170 11.00 56.25 14 110 8.00 43.75 15 180 9.00 56.25 16 80 10.00 31.25 17 70 10.00 37.50 18 70 10.00 31.25 19 150 9.00 31.25 20 70 11.00 31.25 21 70 11.00 25.00 22 60 12.00 25.00 23 80 10.00 37.50 24 70 10.00 31.25 25 60 11.25 25.00 26 60 12.00 37.50 27 60 12.75 37.50 Keterangan : N = jumlah penampakan tajuk (hektar) C D
= persentase penutupan tajuk (%) = diameter tajuk rata-rata (m)