Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Potensi Cendawan Entomopatogen pada Sistem Transformasi Hutan Hujan Tropis di Provinsi Jambi Potential of Entomopathogenic Fungi in Rainforest Transformation Systems in Jambi Province Wilyus1*), Stefan Schue 2 1 Universitas Jambi 2 Göttingen University *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT The research was carried out to know the potential of entomopathogenic fungi in some rainforest transformation systems in Jambi Province. The research was done by exploration method. Exploration sites were in two landscapes (National Park Bukit 12 and Harapan Rainforest) consisting of 16 sampling sites in each lancape, Exploration of entomopathogenic fungi is carried out by biting of entomopathogenic fungi from soil using Tenebrio molitor larva. Entomopathogenic fungi found were cultured in GYA ( Glucose Yeast Agar) media, isolated and identified in Pest Protection Laboratory and Agribisnis Laboratory University of Jambi. The results showed that in two research areas were faund 34 isolates of entomopathogenic fungi (16 isolates from landscape of Harapan Rainforest region and 18 isolates from landscape of Taman Nasional Bukit Duabelas), consisting of 17 isolates of Metarhizium, six isolates of Nomureae, five isolates of Verticillium, two isolates of Beauveria, and one isolate of each Paecilomyces and Sorosporella. Metarhizium is the most abundant entomopatogenic fungi genera than five other entomopathogenic fungi genera in the field. Key words: Entomopatogenic, Fungi, Potential, Rainforest. ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi cendawan entomopatogen di beberapa sistem transformasi hutan hujan tropis di Provinsi Jambi. Penelitian dilakuan dengan metode eksplorasi dari bulan Maret – Desember 2014. Eksplorasi dilakukan di dua lanskap (Taman Nasional Bukitduabelas dan Hutan Harapan) yang terdiri dari 16 lokasi pengambilan sampel di setiap lanskap. Eksplorasi jamur entomopatogen dilakukan dengan metode pengumpanan jamur entomopatogen dari tanah menggunakan larva Tenebrio molitor. Cendawan entomopatogen yang ditemukan ditumbuhkan dan dimurnikan pada media GYA (Glukosa Yeast Agar) dan diidentifikasi di Laboratorium Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dua daerah penelitian telah didapatkan 34 isolat cendawan entomopatogen (18 Isolat dari landscape Taman Nasional Bukit Duabelas dan 16 isolat dari landscape Bukit Harapan) yang terdiri dari; 17 isolat Metarhizium, enam isolat Nomureae, lima isolat Verticillium, dua isolat Beauveria, dan masing-masing satu isolat Paecilomyces, dan Sorosporella. Genus Metarhizium merupakan golongan cendawan entomopatogen yang paling melimpah dari lima genus entomopatogen yang lainnya di lapang. Kata kunci: Entomopatogen, Jamur, Potensi.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
PENDAHULUAN Cendawan yang dapat menyebabkan penyakit pada serangga dikenal dengan entomopathogenic fungi (cendawan entomopatogen). Khachatourians & Sohail (2008) menyatakan bahwa lebih dari 700 spesies cendawan dari 90 genus bersifat entomopatogen. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu faktor mortalitas dan pengendali populasi serangga secara alami yang sangat penting. Penggunakan cendawan entomopatogen sebagai agens hayati mempunyai prospek yang tinggi dibandingkan dengan penggunaan agens hayati lainnya (Kim et al., 2001; Cloyd, 2003; Moschetti, 2003). Oleh sebab itu banyak ilmuwan dan praktisi telah mempelajari dan menggunakan cendawan entomopatogen sebagai agensia pengendalian biologi. Beberapa jenis cendawan entomopatogen yang berpotensi dalam mengendalikan hama tanaman adalah Beauveria bassiana (Trizelia, 2005, Desyanti 2007; Prayogo et al., 2004; Deciyanto & Indrayani, 2008; Herlinda, 2010; Ginting et al., 2013) dan Metarhizium anisopliae (Ghanbary et al., 2009; Ginting et al., 2013). Beauveria sp. dilaporkan sebagai agens hayati yang sangat efektif menginfeksi beberapa jenis serangga hama, terutama dari ordo Lepidoptera, Hemiptera, Homoptera, dan Coleoptera (Varela dan Morales 1996; Hardaningsih dan Prayogo 2001; Prayogo et al., 2002). Jamur entomopatogen yang virulen dapat diperoleh dari hama target atau dari rizosfir di mana hama tersebut berada. Keefektifan cendawan entomopatogen tersebut di atas bergantung pada asal dan jenis isolat cendawan (Prayogo et al., 2004). Cendawan entomopatogen Metarhizium anisopliae isolat Mojokerto efektif untuk mengendalikan hama pengisap polong kedelai (Sumartini et al. (2001), isolat Kendalpayak efektif Spodoptera litura (Prayogo et al., 2002). Selanjutnya Prayogo (2006) melaporkan bahwa cendawan entomopatogen yang ada di lahan kering masam di Propinsi Lampung dan Sumatra Selatan cukup beragam antara lain Fusarium sp., Penicillium sp., Paecilomyces sp., Verticillium sp., Metarhizium sp., dan Beauveria sp. Ada enam isolat cendawan entomopatogen yang mampu menginfeksi R. linearis, yaitu Paecilomyces sp. isolat Lebak Batang Baru dan Kaliungu, Verticillium sp., isolat Lebak batang Baru dan Kaliungu, Metarhizium sp. isolat Terbanggi Subing, dan Beauveria sp. isolat Pulung Kencana. Tanah merupakan reservoar alami atau habitat utama bagi jamur entomopatogen dan sumber infeksi bagi serangga dilapangan sebagai faktor mortalitas hama secara alami (Deciyanto & Indrayani, 2008; Nuraida & Hasyim, 2009). Keberadaan dan distribusi jamur entomopatogen di dalam tanah pertanian secara intensif telah banyak dieksplorasi (Chandler et al. 1997, Bidochka et al. 1998, Ali-Shtayeh et al. 2002, Klingen et al. 2002, Keller et al. 2003, Meyling dan Eilenberg 2006). Nuraidal & Hasyim (2009) melaporkan bahwan telah berasil mengisolasi cendawawan Fusarium sp., Beauveria sp., Metarhizium sp., Nomuraea sp., Paecilomyces sp., dan Achersonia sp sebagai entomopatogen dari tanah pertanian tanaman sayur. Meyling & Eilenberg (2007) menayatakan bahwa spesies cendawan entomopatogen yang paling sering diisolasi dari tanah di daerah beriklim panas adalah genus Beauveria, Isaria (Cordycipitaceae) dan Metarhizium (Clavicipitaceae). Hal tersebut menunjukan bahwa spesies jamur entomopatogen tersebar luas secara alami. Hutan hujan tropiks merupakan rumah untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh dunia. Khususnya bagi cendawan entomopatogen hutan hujan tropis merupakan habitat yang potensisal. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis potensi cendawan entomopatogen pada berbagai transformasi hutan hujan tropis di Provinsi Jambi.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan dengan metode survei ekplorasi dari bulan Maret - Desember 2014. Ekplorasi cendawan entomopatogen dilakukan dengan pemacingan cendawan entomopatogen dari tanah yang berasal dari dua lanskap transformasi hutan hujan tropis (Tanaman Nasional Bukit 12 dan Hutan Harapan) dalam wilayah Provinsi Jambi). Di Tanaman Nasional Bukit 12 dan Hutan Harapan tanah diambil pada empat tipe ekosistem yaitu ekosistem hutan, hutan karet, kebun karet dan perkebunan kelapa sawit dan diulang pada empat lokasi yang berbeda. Pada masing-masing lokasi pengambilan sampel tanah ditentukan 5 titik sampel secara sisetmatik berpola diagonal (Gambar 1, 2 dan 3). Cendawan entomopatgen yang terdapat pada tanah dipancing menggunakan umpan Tenobrio molitor yang baru ganti kulit. Metode pengumpanan berpedoman kepada Hasim et al. (2005). Tanah diambil di sekitar rizosfer tumbuhan, yang digali sedalam 510 cm kemudian diambil sebanyak 1 liter. Tanah yang didapat dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi label mengenai lokasi dan tanggal pengambilan dan disimpan dalam cooler box. Di laboratorium tanah dikering anginkan dan kemudian diayak dengan ayakan 600 mesh dan dimasukan ke dalam nampan berukuran 35 x 28 x 7 cm2 dengan ketebalan tanah 3 cm. Ke dalam nampan tersebut dimasukan 20 ekor larva T. molitor. Lalu nampan ditutupi dengan kain puring berwarna hitam yang telah dilembabkan. Tiga hari kemudian ulat diperiksa dan yang terinfeksi jamur diisolasi. Isolasi dilakukan di ruang laminar air flow yang telah disterilkan menggunakan alkohol 70% dan penyinaran ultraviolet.
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel pada lokasi hutan hujan di Bukit Haran
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Gambar 2. Peta lokasi pengambilan sampel pada lokasi hutan hujan di Taman Nasional Bukit Duabelas
Titik 1
Titik 1
Titik 1
Titik 1
Titik 1
Gambar 3. Denah titik pengambilan sampel tanah pada setiap lokasi sampel Permukaan tubuh larva T. molitor yang terinfeksi cendawan disterilkan dengan natrium hipoklorit 1% dan alkohol 70%. Kemudian dibilas air steril sebanyak tiga kali dan dikeringanginkan di atas kertas saring steril. Larva yang sudah disterilkan tersebut diinkubasikan pada media GYA (Glucose Yeast Agar) dalam cawan petri dalam kondisi steril. Komposisi media GYA terdiri dari agar sebanyak 5 g, yeast 1 g, sukrosa 2,5 g, tepung jangkrik sebanyak 1,25 g dan aquadest 250- ml.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk merata, lalu dimasukkan ke dalam erlemeyer 250 ml. Kemudian ditutup dengan aluminium foil dan disterilkan dalam otoklaf selama 20 menit dengan tekanan 1 atm. Setelah proses sterilisasi selesai media didinginkan kemudian ditambahkan antibiotik amoxcillin sebanyak 2 g dan dikocok merata. Media lalu dituangkan ke dalam cawan petri berdiameter 9 cm dengan ketebalan secukupnya. Biakan yang belum murni dilakukan reisolasi untuk mendapatkan biakan cendawan entomopatogen murni. Cendawan yang sudah diinokulasikan tersebut diinkubasikan selama 14 hari pada suhu 23-25°C. Cendawan yang didapat diidentifikasi berdasarkan bentuk morfologinya (Barnett & Hunter 1972; Domsch et al 1993); Lacey 1997; dan Samson et al. 1988). Data dianalisis secara diskriptif. HASIL Ekplorasi cendawan entomopatogen pada dua landskap tranformasi hutan hujan tropis dalam Provinsi Jambi telah berasil mengisolasi 34 isolat cendawan entomopatogen yang termasuk kedalam enam genus yaitu: Metarhizium, Beauveria, Verticillium, Nomureae, Paecilomyces, dan Sorosporella (dan Tabel 1 dan 2 ). Table 1. Isolat Cendawan entomopatogen yang ditemukan di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas. Lokasi Samppel di Lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas Isolat No Tipe entomopatogen Kode Latitut Longitud Ekosistesm 1 Hutan BF1 S 01°59'42.5'' E 102°45'08.1'' Metarhizium. 2 Hutan BF2 S 01° 58'55.1'' E 102°45'02.7'' Metarhizium. Nomureae. 3 Hutan BF3 S 01°56’33.9’’ E 102°34’52.7'' Metarhizium. 4 Hutan BF4 S 01°56’31.0’’ E 102°34’50.3'' Nomureae. 5 Hutan Karet BJ5 S 02°08'34.1'' E 102°51'05.1'' 6 Hutan Karet BJ2 S 02°01'49.7'' E 102°46'16.7'' Metarhizium. 7 Hutan Karet BJ3 S 02°03'46.7'' E 102°48'03.5'' Metarhizium. 8 Hutan Karet BJ4 S 02°00'57.3'' E 102°45'12.3'' Nomureae. 9 Kebun Karet BR1 S 02°05'30.7'' E 102°48'30.7'' Nomureae, Verticillium. 10 Kebun Karet BR2 S 02°05'06.8'' E 102°47'20.7'' 11 Kebun Karet BR3 S 02°05'43.0'' E 102°46'59.6'' Metarhizium. 12 Kebun Karet BR4 S 02°04'36.1'' E 102°46'22.3'' Metarhizium. 13 Pekebunan BO5 Metarhizium. S 02⁰06'48.9" E 102⁰47'44.5" kelapa sawit Beauveria. 14 Pekebunan BO2 S 02°04'32.0'' E 102°47'30.7'' Metarhizium. kelapa sawit 15 Pekebunan BO3 S 02°04'15.2'' E 102°47'30.6'' kelapa sawit 16 Pekebunan BO4 S 02°03'01.5'' E 102°45'12.1'' Beauveria. kelapa sawit
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Table 1. Cendawan entomopatogen yang ditemukan di Lanskap Bukit Harapan Lokasi Samppel di Lanskap Bukit Harapan No Tipe Kode Latitud Longitud Ekosistem 1 Hutan HF1 S 02°09'09.9'' E 103°21'43.2''
Cendawan Entomopatogen Metarhizium, Verticillium. Nomureae, Verticillium. Verticillium. Nomureae, Metarhizium. Metarhizium. Metarhizium. Metarhizium. Metarhizium. Paecilomyces. Nomureae. Verticillium. Metarhizium.
2
Hutan
HF2
S 02°09'29.4''
E 103°20'01.5''
3 4
Hutan Hutan
HF3 HF4
S 02°10'30.1'' S 02°11'15.2''
E 103°19'57.8'' E 103°20'33.4''
5 6 7 8 9
Hutan Karet Hutan Karet Hutan Karet Hutan Karet Kebun Karet
HJ1 HJ2 HJ3 HJ4 HR1
S 01°55'40.0'' S 01°49'31.9'' S 01°50'56.9'' S 01°47'07.3'' S 01°54'39.5''
E 103°15'33.8'' E 103°17'39.2'' E 103°17'59.9'' E 103°16'36.9'' E 103°16'00.1''
10 11
Kebun Karet Kebun Karet
HR2 HR3
S 01°52'44.5'' S 01°51'34.8''
E 103°16'28.4'' E 103°18'02.1''
12 13
Kebun Karet Perkebunan Kelapa Sawit Perkebunan Kelapa Sawit Perkebunan Kelapa Sawit Perkebunan Kelapa Sawit
HR4 HO1
S 01°48'18.2'' S 01°54'35.6''
E103°15'52.0'' E 103°15'58.3''
HO2
S 01°53'00.7''
E 103°16'03.6''
HO3
S 01°51'28.4''
E 103°18'27.4''
Nomureae, Sorosporella. -
HO4
S 01°47'12.7''
E 103°16'14.0''
Metarhizium.
14 15 16
PEMBAHASAN Dari penelitian ini didapatkan delapan 34 isolat cendawan entomopatogen yaitu 16 isolat dari lanskap Hutan Harapan dan 18 Isolat dari Taman Nasional Bukit Duabelas, yang terdiri dari; 17 isolat Metarhizium, enam isolat Nomureae, lima isolat Verticillium, dua isolat Beauveria, dan masing-masing satu isolat Paecilomyces, dan Sorosporella. Metarhizium, Verticillium dan Nomureae ditemukan pada kedua lanskap Hutan Harapan dan Taman Nasional Bukikt Duabelas. Beauveria hanya ditemukan di Taman Nasional Bukit Duabelas. Paecilomyces, dan Sorosporella hanya ditemukan di Bukit Harapan. Dari tipe ekosistem hutan ditemukan Metarhizium, Verticillium dan Nomureae; dari tipe ekosistem hutan karet ditemukan Metarhizium dan Nomureae; dari tipe ekosistem kebun karet ditemukan Metarhizium,Verticillium, Nomureae,dan Paecilomyces; dari tipe ekosistem perkebunan kelapa sawit ditemukan Metarhizium, Beauveria, Nomureae dan Sorosporella. Informasi tersebut menunjukan bahwa Metarhizium mempunyai daerah persebaran yang paling luas karena ditemukan pada semua tipe ekosistem transformasi hutan hujan tropis (tipe ekosistem hutan, hutan karet, kebun karet dan perkebunan kelapa sawit). Urutan tingkatan persebaran cendawan entomopatogen yang ditemukan berturut-
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
turut setelah Metarhizium adalah Nomureae, Verticillium, Beauveria dan terakhir Sorosporella sama dengan Paecilomyces. Hal tersebut menunjukan bahwa spesies cendawan Metarhizium dan Nomureae tersebar luas secara alami. Cendawan tersebut dapat hidup dan diisolasi dari tanah. Nuraidal & Hasyim (2009) melaporkan bahwan telah berasil mengisolasi cendawawan Fusarium sp., Beauveria sp., Metarhizium sp., Nomuraea sp., Paecilomyces sp., dan Achersonia sp sebagai entomopatogen dari tanah pertanian tanaman sayur. Prayogo (2006) melaporkan bahwa telah berasil mengisolasi cendawwan Paecilomyces, Verticillium, Metarhizium, dan Beauveria dari lahan kering masam di Propinsi Lampung dan Sumatra Selatan. Prayogo (2006) juga menjelaskan bahwa ada enam isolat cendawan entomopatogen yang mampu menginfeksi R. linearis, yaitu Paecilomyces sp. isolat Lebak Batang Baru dan Kaliungu, Verticillium sp., isolat Lebak batang Baru dan Kaliungu, Metarhizium sp. isolat Terbanggi Subing, dan Beauveria sp. isolat Pulung Kencana. Suatu hal yang menarik untuk dipelajari adalah persebaran Metarhizium dan Nomureae cukup luas yang ditunjukan oleh ditemukannya kedua genus cendawan tersebut pada semua tipe ekosistem yang diamati. Sedangkan persebaran yang paling sempit adalah Paecilomyces, dan Sorosporella yang ditunjukan oleh keberadaanya hanya ditemukan pada tipe ekosistem perkebunan kelapa sawit di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas. Hal ini perlu dipelajari lebih lanjut karena Beauveria dikenal sebagi cendawan entomopatogen yang mempunyai spekrum cukup luas karena dapat menginfeksi berbagai jenis serangga (Varela dan Morales 1996; Hardaningsih dan Prayogo 2001; Prayogo et al. 2002). Meyling & Eilenberg (2007) menyatakan bahwa cendawan entomopatogen yang paling sering diisolasi dari tanah di daerah beriklim panas adalah genus Beauveria, Isaria (Cordycipitaceae) dan Metarhizium. KESIMPULAN Pada lanskap Hutan Harapan dan Taman Nasional Bukit Duabelas telah didapatkan 34 isolat cendawan entomopatogen yaitu 16 isolat dari lanskap Hutan Harapan dan 18 Isolat dari lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas, yang terdiri dari; 17 isolat Metarhizium, enam isolat Nomureae, lima isolat Verticillium, dua isolat Beauveria, dan masing-masing satu isolat Paecilomyces, dan Sorosporella. Genus Metarhizium merupakan golongan cendawan entomopatogen yang melimpah di lapang. DAFTAR PUSTAKA Ali-Shtayeh MS, Mara ABBM. and Jamous RM. 2002. Distribution, Occurrence, and Characterization of Entomopathogenic Fungi in Agricultural Soil in the Palestinian Area. Mycopathologia. 156:235-244. Chandler D, Hay D. and Reid AP. 1997. Sampling and Occurrence of Entomopathogenic Fungi and Nematodes in UK Soils. Appl. Soil Ecol. 5:133-141. Bidochka MJ, Kasperski JE. and Wild GAM. 1998. Occurrence of the Entomopathogenic Fungi Metarhizium anisopliae and Beauveria bassiana in Soils from Temperate and Near-Northern Habitats. Can. J. Bot. 76: 1198-1204. Cloyd R. 2003. The entomopathogen Verticillium lecanii. Midwest Biological Control News. University of Illinois. http: // www. extension. umn.Edu / distribution /horticulture/ DG7373. html [23 Maret 2005]. Deciyanto S dan Indrayani IGAA. 2008. Jamur entomopatogen Beauveria bassiana: potensi dan prospeknya dalam pengendalian hama tungau. Perspektif 8(2): 65-73.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Desyanti. 2007. Kajian pengendalian rayap tanah Coptotermes spp. (Isoptera:Rhinotermitidae) dengan menggunakan cendawan entomopatogen isolat lokal. Disertasi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Ghanbary MAT, Asgharzadeh A, Hadizadeh AR dan Sharif MM. 2009. A quick method for Metarhizium anisopliae isolation from cultural soils. Am. J. Agri. & Biol. Sci. 4(2):152-155. Ginting S, Santoso T dan Harahap IS. 2013. Patogenisitas Beberapa Isolat Cendawan Entomopatogen terhadap Coptotermes curvignathus Holmgren dan Schedorhinotermes javanicus Kemmer. J. Agrotek. Trop. 2 (1): 1-5 Hardaningsih, S. dan Prayogo Y. 2001. Identifikasi dan patogenisitas jamur entomopatogen untuk mengendalikan hama pengisap polong (Riptortus linearis) dan hama boleng (Cylas formicarius). hlm. 145−150. Dalam Praswanto B, Semangun H, Widijawati N, Rahardjo D, Prasetyaningsih A, dan Amarantini C (Ed.). Prosiding Lokakarya Nasional Strategi Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dalam Era Otonomi Daerah. Yogyakarta, 8−9 Juni 2001. Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta. Hasyim A, yasir H dan Azwar. 2005. Seleksi substrat untuk perbanyakan Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dan infektivitasnya terhadap hama penggerek bonggol pisang, Cosmopolites sordidus Germar. J. Hort. 15:116123. Herlinda S. 2010. Spore density and viability of entomopathogenic fungal isolates from Indonesia, and their virulence against Aphis gossypii Glover (Homoptera: Aphididae). Tropical Life Sciences Research 21(1): 13-21. Keller S, Kessler P. and Schweizer C.. 2003. Distribution of Insect Pathogenic Soil Fungi in Switzerland with Special Reference to Beauveria brongniartii and Metarhizium anisopliae. Biocontrol. 48:307-319. Khachatourians GG., and Sohail SQ., 2008, Entomopathogenic Fungi, In: Brakhage A.A., and Zipfel PF. (eds.), Biochemistry and molecular biology, human and animal relationships, 2nd Edition. The Mycota VI, Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg. Kim JJ, Lee MH, Yoon CS, Kim HS & You JK. 2001. Control of cotton aphid and greenhouse whitefly with a fungal pathogen. Food & Fertilizer Technology Center An International Information Center for Farmers in The Asia Pacific Region. http: // www. agnet. org/ library/ article/ eb 502. htm [23 September 2005]. Klingen I, Eilenberg J, and Meadow R. 2002. Effects of Farming System, Field Margins, and Bait Insect on the Occurrence of Insect Pathogenic Fungi in Soils. Agric. Ecosyst. Environ. 91:191-198. Nuraidal & Hasyim A. 2009. Isolasi, Identifikasi, dan Karakterisasi Jamur Entomopatogen dari Rizosfir Pertanaman Kubis. J. Hort. 19(4): 419-432 Meyling N. and Eilenberg J. 2006. Occurrence and Distribution of Soil Borne Entomopathogenic Fungi Within a Single Organic Agroecosystem Agric. Ecosyst. Environ. 113:336-341. Meyling N., and Eilenberg J. ( 2007). Ecology of the entomopathogenic fungi Beauveria bassiana and Metarhizium anisopliae in temperate agroecosystems: Potential for conservation biological control. Biological Control, 43, 145-155. Moschetti R. 2003. Microbial insecticide Beauveria bassiana. Integrated Pest Management Bulletin. http://www.IPM of Alaska. Homestead. com /files/beauveria.html [23 Mei 2005]. Prayogo Y, Tengkano W dan Suharsono. 2002. Efektivitas jamur Beauveria bassiana isolat Probolinggo untuk mengendalikan hama pengisap polong kacang-kacangan. Seminar
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Nasional Perkembangan Terkini Pengendalian Hayati di Bidang Pertanian dan Kesehatan. Institut Pertanian Bogor, 5 September 2002. 12 hlm. Prayogo Y, Tengkano W dan Suharsono. 2002. Jamur entomopatogen pada Spodptera litura dan Helicoverpa armigera. Prosiding Seminar Teknologi Inovatif Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Ketahanan Pangan Balitkabi. Malang. 25-26 Juli 2002. hlm:132-144. Prayogo Y, Tengkano W dan Suharsono. 2004. Potensi cendawan Beauveria bassiana isolat Probolinggo untuk mengendalikan hama pengisap polong kedelai (Riptortus linearis). hlm:95-99. Dalam: Nganro, N., C. Sugandawati, M. Zairin, A. Basukriadi, A. Tahir , P. Sukardi, I. Sulistyo, T. Hardiyati, E. Yuwono, Y. Sistina & H. Winarsi (Editor). Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA. Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto. Vol.21(3). Prayogo Y. 2006. Sebaran dan efikasi berbagai genus cendawan entomopatogen terhadap Riptortus Linearis pada kedelai di Lampung dan Sumatra Selatan. Samson, R.A., H.C.Evans & J.P.Latge. 1988. Atlas of entomopathogenic fungi. Prinejerverlag Berlin Heodelberg, New York. London. Tokyo Sumartini Y. Prayogo, Indiati SW & Hardaningsih S. 2001. Pemanfaatan jamur Metarhizium anisopliae untuk pengendalian pengisap polong (Riptortus linearis) pada kedelai. Hlm:54-157. Dalam: Baehaki, S.E., E. Santosa, Hendarsih, T. Suryana, N. Widiarta, dan Sukirno (Editor). Prosiding Simposium Pengendalian Hayati Serangga. Balitpa Sukamandi. Sukamandi, 14-15 Maret 2001. Trizelia. 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana: Keragaman Genetik, Karakterisasi Fisiologi dan Virulensinya Terhadap Crocidolomia pavonana. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Varela A and Morales E. 1996. Characterization of some Beauveria bassiana isolates and their virulence toward the coffee berry borer Hypothenemus hampei. J. Invertebr. Pathol. (67): 147−152