JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Estimation of Stand Structure Dynamics of Logged-over Natural Forests Muhdin1*, Endang Suhendang1, Djoko Wahjono2, Herry Purnomo1, Istomo1, dan BCH Simangunsong1 1
Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor, Jalan Lingkar Akademik, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5, Bogor 16118 Abstract Dynamics of stand structure (DST), which could indicate the growth performance of logged-over forests, may vary depending on various factors, e.g. stand density, initial stand structure, species composition, time after logging, and environmental factors (rainfall, elevation, etc.). The variations of such factors could result in the variations of DST’s components (e.g. proportion of trees upgrowth and staying). However, this study, which used 75 permanent sample plots data of lowland and dryland natural forests in Kalimantan, showed that the proportion of trees upgrowth and staying could not be predicted satisfactorily using the number of trees, stand basal area, time after logging, and elevation as independent variables in multiple linear regression models. The regression models produced unrealistic projections of stand structures. In contrast, the projection of stand structures using the DST’s components that were calculated using arithmetic mean was better than that of the regression models. Keywords: stand structure projection, upgrowth, natural forest, logged-over area Abstrak Keragaman kondisi tegakan, lamanya waktu setelah penebangan, serta faktor lingkungan diduga berpengaruh terhadap keragaman komponen-komponen dinamika struktur tegakan (DST) (misalnya proporsi pohon alih tumbuh dan tetap). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model pendugaan struktur tegakan hutan alam bekas tebangan melalui proyeksi struktur tegakan. Penelitian ini menggunakan data dari 75 petak ukur permanen hutan alam tanah kering dataran rendah di Kalimantan. Nilai proporsi pohon alih tumbuh, tetap, dan rekrutmen dalam penelitian ini dihitung dalam rentang waktu 3 tahun. Kelas diameter dibuat dengan lebar kelas 5 cm dan jenis pohon dikelompokkan dalam 2 kelompok: kelompok jenis dipterocarpaceae dan nondipterocarpaceae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pohon alih tumbuh dan tetap pada setiap kelompok jenis pohon tidak dapat diduga secara memuaskan oleh jumlah pohon, luas bidang dasar tegakan, lamanya waktu setelah penebangan, dan ketinggian dari permukaan laut yang digunakan sebagai peubah bebas dalam model-model regresi linier berganda. Model-model regresi tersebut menghasilkan dugaan proyeksi struktur tegakan yang cenderung overestimate dan tidak logis. Sebaliknya, proyeksi struktur tegakan menggunakan komponen DST yang dihitung dengan rata-rata hitung menunjukkan keragaan (performance) yang lebih baik dibanding menggunakan model regresi. Hasil simulasi proyeksi struktur tegakan juga menunjukkan bahwa cara penentuan rekrutmen sangat mempengaruhi hasil simulasi tersebut. Kata kunci: proyeksi struktur tegakan, upgrowth, hutan alam tropis bekas tebangan *Penulis untuk korespondensi, email:
[email protected], telp.+62-251-8621244, faks.+62-251-8621244
Pendahuluan Hutan alam hujan tropika secara umum diketahui memiliki keragaman yang tinggi dalam hal jenis, dimensi, dan tingkat perkembangan pertumbuhan pohon-pohonnya. Hutan alam bekas tebangan yang dikelola dengan sistem tebang pilih akan menyisakan tegakan tinggal dengan struktur tegakan (ST) yang bervariasi. Muhdin et al. (2008) menyatakan bahwa berdasarkan data petak ukur permanen (PUP) yang tersebar
di Kalimantan, hutan alam bekas tebangan di Kalimantan dapat dikelompokkan dalam 7 tipe ST. Hutan alam bekas tebangan dengan ST yang bervariasi tersebut, dalam rentang waktu tertentu yang diduga juga bervariasi, diharapkan dapat kembali pulih membentuk tegakan pokok sebagai sediaan tegakan dalam rotasi tebangan berikutnya. Pertumbuhan tegakan bekas tebangan dapat dikaji di antaranya melalui pengamatan terhadap dinamika struktur tegakan (DST). Pendekatan melalui ST horizontal (merupakan
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
sebaran jumlah pohon pada setiap kelas diameternya) disebut model kelas ukuran (size class models) yang dapat digunakan untuk menjelaskan struktur dan pertumbuhan tegakan serta memungkinkan untuk menduga keadaan tegakan di masa yang akan datang (Vanclay 1994). Komponen DST yang dapat menggambarkan perilaku tegakan bekas tebangan dalam proses pemulihan tegakan tersebut meliputi rekrutmen (recruitment), alih tumbuh (upgrowth), serta kematian (mortality). Rekrutmen adalah banyaknya individu pohon yang beralih masuk ke dalam kelas diameter (KD) terendah dalam suatu periode waktu tertentu. Alih tumbuh adalah banyaknya individu pohon yang pindah dari KD yang lebih kecil ke KD yang lebih besar dalam suatu periode waktu tertentu. Sedangkan kematian adalah banyaknya individu pohon dalam tegakan yang mati dalam suatu periode waktu tertentu. Apabila pada saat tertentu, ST suatu areal hutan bekas tebangan dan model DST-nya diketahui, maka ST di masa yang akan datang dapat diduga melalui proyeksi ST pada areal hutan tersebut. Pendekatan model proyeksi ST menggunakan matriks transisi dapat dinyatakan dalam persamaan [1] (Buongiorno & Michie 1980; Vanclay 1994).
Yt+ = G(yt) + c
[1]
keterangan: Yt+ = vektor ST dugaan pada waktu t+ yt = vektor ST awal (initial condition) c = vektor rekrutmen G = matriks transisi (persamaan [2])
G
a1
0
0
0
0
b1
a2
0
0
0
0
b2
a3
0
0
. . . . . . . . . . . . . 0 0 0 bi a i1
[2]
keterangan: ai = proporsi pohon yang tetap berada pada kelas diameter (KD) ke-i, dengan ai = 1 mi bi mi = proporsi pohon yang mati pada KD ke-i bi = proporsi pohon pada KD ke-i yang pindah ke KD berikutnya (alih tumbuh) DST yang mencerminkan kemampuan pertumbuhan tegakan bekas tebangan dalam proses pemulihan diri diduga bervariasi tergantung berbagai faktor seperti kerapatan tegakan, komposisi jenis, lamanya waktu setelah penebangan, dan faktor lingkungan seperti curah hujan, ketinggian dari muka laut, dan lain-lain. Oleh karena itu, nilai dari setiap komponen DST diduga juga bervariasi tergantung berbagai faktor tersebut dan dapat diformulasikan dalam bentuk model DST: W = f(X). W adalah peubah tak bebas yang merupakan elemen matriks G (persamaan [2]), yaitu: proporsi tetap (a) atau alih tumbuh (upgrowth) (b). Adapun X adalah peubah 2
bebas yang bisa meliputi peubah tegakan (jumlah pohon, luas bidang dasar, dll.), lingkungan (curah hujan, ketinggian dari muka laut, dll.), atau perlakuan (intensitas tebangan, lamanya waktu setelah penebangan, dan lain-lain). Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa model penduga komponen DST dapat disusun dengan memperhatikan faktor kondisi tegakan, kondisi tempat tumbuh, dan lamanya waktu setelah penebangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model penduga komponen DST hutan alam bekas tebangan yang memperhatikan ketiga faktor tersebut.
Metode Populasi penelitian adalah areal hutan alam produksi hujan tropis tanah kering dataran rendah bekas tebangan di Kalimantan. Hutan ini merupakan hutan yang selalu hijau (evergreen) dengan rata-rata suhu tahunan tinggi (> 22 °C), curah hujan tahunan tinggi (> 1800 mm th -1), musim kering yang pendek (< 2,5 bulan kering th-1), dan tidak tergenang air sepanjang tahun. Hutan dataran rendah berada pada ketinggian < 800 m di atas permukaan laut (Lamprecht 1989). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pengukuran berulang pada PUP di 26 Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) di Kalimantan, yang tersedia di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Dari buku risalah PUP diperoleh data diameter setinggi dada (dbh) hasil pengukuran berulang dan saat pengukurannya. Data yang diolah mencakup 75 PUP yang tersebar di 4 provinsi meliputi: Kalimantan Timur (15 IUPHHK-HA, 45 PUP), Kalimantan Tengah (7 IUPHHK-HA, 19 PUP), Kalimantan Barat (3 IUPHHK-HA, 9 PUP), dan Kalimantan Selatan (1 IUPHHKHA, 2 PUP). Sebaran jumlah PUP tersebut berkaitan dengan ketersediaan data sesuai lingkup populasi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan ketersediaan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Berdasarkan hasil inventarisasi pada saat tertentu dapat diketahui kondisi tegakan hutan pada saat inventarisasi tersebut dilakukan. Informasi tegakan berdasarkan inventarisasi pada saat tertentu ini dipergunakan sebagai kondisi awal dalam melakukan proyeksi ST. Komponenkomponen DST (rekrutmen, proporsi tetap, dan alih tumbuh) diperoleh berdasarkan hasil inventarisasi berulang pada PUP. Model penduga komponen DST disusun untuk setiap KD pada setiap kelompok jenis (KJ) pohon. Jenis pohon dikelompokkan dalam 2 kelompok meliputi dipterocarpaceae (KJD) dan nondipterocarpaceae (KJN), mengikuti Ingram dan Buongiorno (1996) yang menyatakan bahwa untuk hutan tropis Asia Tenggara, atas dasar pertimbangan ekonomi, KJ dipterocarpaceae secara umum dianggap sebagai jenis yang lebih berharga. Pengelompokan jenis pohon yang terlalu spesifik, misalnya berdasarkan toleransi terhadap naungan dan kecepatan pertumbuhannya, tidak bisa dilakukan karena dapat menyebabkan tidak diperolehnya pengamatan (tidak ada pohon) pada kelas diameter tertentu, sehingga tidak semua
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
jenis atau kelompok jenis memiliki data yang cukup untuk dilakukan pemodelan (Vanclay 1995). Diameter pohon berukuran > 10 cm dikelompokkan dalam kelas-kelas dengan lebar kelas 5 cm. Ketelitian hasil pendugaan proyeksi struktur tegakan diduga sangat tergantung kepada selang kelas yang dibuat. Semakin kecil selang kelas maka ketelitian yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun selang kelas yang terlalu sempit dapat beresiko diperolehnya KD tertentu yang tanpa pengamatan atau alih tumbuh yang melewati KD terendah di atasnya. Rekrutmen dalam persamaan [1] diduga dengan menggunakan 2 pendekatan (Buongiorno & Michie 1980; Michie & Buongiorno 1984), yaitu fungsi dari jumlah pohon dan luas bidang dasar melalui persamaan [3] dan [4]. n
n
R1: I t 0 1 Bi ( yi ,t ) 2 yi ,t i 1 n
R2:
[3]
i 1 n
y1,t 0 1 Bi ( yi ,t ) 2 yi ,t a1 y1,t [4] i 1
i 1
keterangan: It+ = rekrutmen yang terjadi pada selang waktu t+ Bi = rata-rata luas bidang dasar pohon pada tengah KD ke-i yi,t = jumlah pohon pada KD ke-i saat t yi,t+ = jumlah pohon pada KD ke-i saat t+ 0, 1, 2, a1 = konstanta/koefisien regresi a1 = salah satu elemen matriks transisi (persamaan [2]) Model penduga komponen DST disusun menggunakan persamaan regresi dengan anggapan bahwa proporsi tetap dan proporsi alih tumbuh tersebut merupakan fungsi dari peubah-peubah tegakan, lingkungan, dan lamanya waktu setelah penebangan. Penelitian ini menggunakan 5 peubah bebas (X) dan sebuah peubah tidak bebas (W). Model untuk menduga banyaknya atau proporsi pohon alih tumbuh dan tetap disusun untuk setiap KD pada setiap KJ pohon. Dalam penelitian ini, model penduga komponen DST yang dicoba untuk menjelaskan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya menggunakan persamaan regresi linear berganda (persamaan [5]). Untuk mengurangi pengaruh otokorelasi dan heteroskedastisitas, koefisien regresi diduga dengan metode Generalized Least Square (GLS). W = 0 + mXm
[5]
keterangan: W = peubah tidak bebas (alih tumbuh atau proporsi tetap pada KD dan KJ tertentu) 0, m = koefisien regresi m = 1, 2, 3, 4, 5 Xm = peubah bebas ke-m, yang meliputi: X1 = jumlah pohon dengan diameter > 15 cm ha-1 X2 = jumlah pohon per ha pada KD ke-i X3 = jumlah luas bidang dasar (lbds) pohon dengan
X4 X5
diameter > 15 cm ha-1 = jangka waktu (tahun) setelah penebangan = ketinggian dari permukaan laut (m)
Proyeksi ST dilakukan dengan menggunakan matriks transisi (persamaan [2]) yaitu matriks segi (Gmxm) yang unsurunsurnya pada diagonal utama adalah proporsi banyaknya pohon yang pada periode tertentu tetap berada pada KD ke-i (ai), unsur-unsur matriks di bawah diagonal menyatakan alih tumbuh (bi), sedangkan unsur matriks lainnya bernilai nol. Dengan menggunakan matriks transisi tersebut selanjutnya proyeksi ST dilakukan dengan menggunakan persamaan [1]. Tahap evaluasi model meliputi proses verifikasi (model criticism) dan validasi model (benchmarking test) (Vanclay 1994). Verifikasi model mempertimbangkan ukuran-ukuran kebaikan model regresi serta pemenuhan asumsi-asumsi dalam analisis regresi, selain itu model yang diperoleh haruslah logis atau realistis. Proses validasi mengikuti prosedur “Brute force” (Shugart & West 1980), yaitu membandingkan ST hasil proyeksi dengan ST yang sebenarnya (aktual) dengan uji khi-kuadrat (Waite 2000). Hasil proyeksi ST menggunakan komponen DST selanjutnya dibandingkan dengan hasil proyeksi ST menggunakan komponen DST yang diperoleh dengan rata-rata hitung.
Hasil dan Pembahasan Persamaan penduga setiap komponen DST disusun berdasarkan peubah-peubah penduga yang mewakili aspek tegakan, lingkungan, dan perlakuan. Untuk menduga rekrutmen, Buongiorno dan Michie (1980) serta Michie dan Buongiorno (1984) menggunakan peubah tegakan yang meliputi jumlah pohon total dan jumlah luas bidang dasar total. Dalam penelitian ini, selain menggunakan jumlah pohon total dan jumlah luas bidang dasar total (mewakili aspek tegakan) sebagai peubah bebas, jumlah pohon pada KD juga dilibatkan sebagai peubah bebas. Hal ini disebabkan persamaan penduga disusun untuk setiap KD. Sedangkan peubah bebas yang mewakili aspek lingkungan dan perlakuan, masing-masing menggunakan ketinggian dari permukaan laut dan lamanya waktu setelah penebangan. Berkaitan dengan penyusunan model, kedua peubah bebas yang mewakili aspek lingkungan dan perlakuan tersebut ditetapkan semata-mata berkaitan dengan ketersediaan data dan kemudahan dalam kemungkinan memperoleh data pada saat model itu akan digunakan. Dari hasil penduga rekrutmen dengan metode R1 pada KJD diketahui bahwa rekrutmen berkurang sebesar -1,27 pohon ha -1 untuk setiap 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 m² ha-1 luas bidang dasar, namun bertambah sebesar 0,08 pohon ha-1 per 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 pohon ha-1. Kecenderungan hubungan seperti itu sesuai dengan Michie dan Buongiorno (1984) yang menyatakan bahwa rekrutmen berbanding terbalik dengan luas bidang dasar tetapi berbanding lurus dengan jumlah pohon. Kesesuaian ini juga terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode R2 3
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
Tabel 1 Dugaan parameter persamaan regresi penduga rekrutmen Metode R1 R2
Kelompok jenis D ND D ND
0 13,73 (2,89) -3,26 (455) 6,67 (2,57) -3,99 (1,83)
Koefisien regresi 1 2 -1,27 (0,53) 0,08 (0,03) 1,02 (0,61) 0,06 (0,02) 0,64 (0,41) -0,004 (0,08) -0,61 (0,60) 0,20 (0,08)
a1 0,65* (0,03) 0,68* (0,03) 0,72 (0,20) 0,73 (0,08)
Fhitung
Sig.
R²adj.
3,34 22,50 93,48 1552,19
0,04 0,00 0,00 0,00
0,074 0,422 0,825 0,988
R1: persamaan [3]; R2: persamaan [4]; D: dipterocarpaceae; ND: nondipterocarpaceae; *diperoleh da ri rata-rata hitung; Sig .= p-value : nilai peluang untuk m emutuskan penerim aan/penolakan H 0 (H 0 diterima bila Sig. α)
pada KJN. Namun, pola hubungan seperti itu tidak terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode R1 pada KJN dan metode R2 pada KJD. Ketidakkonsistenan tersebut mungkin karena data yang ada atau model regresi yang digunakan belum cukup bisa menjelaskan fenomena rekrutmen yang sebenarnya terjadi di alam. Hal tersebut ditunjukkan oleh relatif besarnya nilai galat baku pada setiap dugaan parameter persamaan regresinya (Tabel 1). Selain karena keterbatasan model, ketidakkonsistenan tersebut mungkin juga terjadi karena rekrutmen dalam tegakan merupakan suatu proses yang acak (Buongiorno et al. 1995). Ketidakkonsistenan seperti ini juga terjadi pada salah satu hasil penelitian Michie dan Buongiorno (1984). Nilai a1 pada Tabel 1 menggambarkan bahwa besarnya proporsi pohon yang dalam selang waktu 3 tahun tetap berada pada KD 1519,9 cm. Nilai a1 dengan metode R1 baik pada KJD maupun KJN diperoleh dari rata-rata hitung nilai alih tumbuh, sedangkan pada metode R2 merupakan salah satu nilai koefisien persamaan [5]. Nilai a 1 pada metode R2 cenderung overestimate bila dibandingkan dengan nilai a 1 pada metode R1. Hal yang sama terjadi pada DST di northern-Wisconsin and the upper Peninsula of Michigan (Michie & Buongiorno 1984). Nilai a 1 yang bersifat overestimate ini dapat menyebabkan ST dugaan yang juga bersifat overestimate. Persamaan penduga proporsi alih tumbuh dan tetap baik untuk KJD maupun KJN disajikan pada Tabel 2. Persamaan penduga proporsi pohon mati tidak disusun karena tidak secara langsung digunakan dalam proyeksi ST pada penelitian ini, namun komponen proporsi pohon mati ini sudah diperhitungkan dalam penentuan proporsi pohon yang tetap berada pada setiap KD. Persamaan penduga proporsi alih tumbuh pada KJD menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata (p-value < 0,05) untuk KD15 (kelas diameter 15,0–19,9), KD40, dan KD50 dengan koefisien determinasi (R²) berkisar 8,915,9% (Tabel 2a), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata (p-value > 0,05). Persamaan penduga proporsi tetap pada KJD menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD15, KD40, dan KD50 dengan R² berkisar 9,9 15,6% (Tabel 2b), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata. Persamaan penduga proporsi alih tumbuh pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata pada KD15, KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R² berkisar 7,714,9% (Tabel 2c), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah 4
bebas tidak nyata. Persamaan penduga proporsi tetap pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R² berkisar 8,119,9% (Tabel 2d), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata. Keseluruhan persamaan penduga proporsi alih tumbuh dan tetap baik pada KJD maupun KJN memiliki R² kurang dari 50%, yaitu dengan kisaran 1,615,9% (alih tumbuh KJD), 0,2 15,6% (tetap KJD), 2,814,9% (alih tumbuh KJN), dan 0,2 19,9% (tetap KJN). Bervariasi atau lebarnya rentang nilai R² tersebut menunjukkan bahwa peranan peubah bebas dalam menerangkan komponen DST bersifat spesifik untuk setiap KD pada masing-masing KJ. Bahkan pada KD-KD tertentu peubah-peubah bebas yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan contoh yang ada, belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap proporsi alih tumbuh ataupun proporsi tetap baik pada KJD maupun KJN. Hasil penelitian Krisnawati (2001) pada hutan alam bekas tebangan tanah kering di Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa persamaan penduga alih tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan R² dalam kisaran 20,137,6% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari kerapatan pohon, luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan R² dalam kisaran 11,829,3%. Sedangkan hasil kajian Labetubun et al. (2004) di Maluku Utara menunjukkan bahwa persamaan penduga alih tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan R² dalam kisaran 10,714,6% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter pohon menghasilkan R² dalam kisaran 12,429,6%. Lin et al. (1996) dalam penelitiannya pada hutan “northern hardwood” di Wisconsin USA mendapatkan bahwa persamaan penduga alih tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar, diameter, dan diameter kuadrat menghasilkan R² dalam kisaran 912% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter dan diameter kuadrat menghasilkan R² dalam kisaran 39%. Nilai R² yang rendah untuk data yang berasal dari alam dapat dipengaruhi oleh karena tidak terkendalinya pengaruh berbagai faktor lingkungan, baik yang bersifat hayati maupun non hayati dan interaksi di antara faktor-faktor tersebut. Secara umum, dari keseluruhan persamaan pada setiap KD, tanda pada nilai koefisien regresi untuk setiap peubah
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
Tabel 2 Persamaan penduga proporsi alih tumbuh dan tetap pada KJD dan KJN KD (cm) Persamaan Proporsi alih tumbuh pada KJD 15,0–19,9 W15 = 0,290 + 0,021 X1 – 0,211 X2 + 0,004 X3 + 0,015 X4 – 0,019 X5 20,0–24,9 W20 = 0,367 – 0,063 X1 + 0,297 X2 – 0,012 X3 + 0,008 X4 + 0,017 X5 25,0–29,9 W25 = 0,365 + 0,011 X1 – 0,098 X2 – 0,018 X3 + 0,008 X4 + 0,0003 X5 30,0–34,9 W30 = 0,490 + 0,037 X1 + 0,149 X2 – 0,111 X3 + 0,003 X4 – 0,004 X5 35,0–39,9 W35 = 0,371 + 0,007 X1 + 0,397 X2 – 0,055 X3 + 0,009 X4 – 0,005 X5 40,0–44,9 W40 = 0,413 – 0,033 X1 – 0,102 X2 – 0,026 X3 + 0,007 X4 + 0,054 X5 45,0–49,9 W45 = 0,441 – 0,026 X1 + 1,376 X2 – 0,069 X3 + 0,005 X4 + 0,014 X5 50,0–54,9 W50 = 0,429 – 0,079 X1 – 0,118 X2 – 0,002 X3 + 0,019 X4 + 0,047 X5 55,0–59,9 W55 = 0,212 – 0,045 X1 – 2,266 X2 + 0,126 X3 + 0,007 X4 + 0,056 X5 Proporsi tetap pada KJD 15,0–19,9 W15 = 0,558 + 0,025 X1 + 0,037 X2 + 0,002 X3 – 0,012 X4 + 0,025 X5 20,0–24,9 W20 = 0,616 + 0,061 X1 – 0,353 X2 + 0,008 X3 – 0,005 X4 – 0,024 X5 25,0–29,9 W25 = 0,546 – 0,008 X1 + 0,280 X2 – 0,010 X3 – 0,002 X4 – 0,005 X5 30,0–34,9 W30 = 0,447 – 0,013 X1 – 0,236 X2 + 0,078 X3 – 0,001 X4 + 0,006 X5 35,0–39,9 W35 = 0,490 + 0,011 X1 + 0,074 X2 + 0,027 X3 – 0,006 X4 + 0,007 X5 40,0–44,9 W40 = 0,558 + 0,021 X1 + 0,100 X2 + 0,038 X3 – 0,005 X4 – 0,061 X5 45,0–49,9 W45 = 0,507 – 0,018 X1 + 0,113 X2 + 0,095 X3 – 0,006 X4 – 0,018 X5 50,0–54,9 W50 = 0,437 + 0,058 X1 + 0,984 X2 + 0,051 X3 – 0,020 X4 – 0,058 X5 55,0–59,9 W55 = 0,644 + 0,017 X1 – 0,284 X2 – 0,043 X3 + 0,001 X4 – 0,031 X5 60 up W60 = 0,882 + 0,040 X1 + 0,433 X2 – 0,077 X3 – 0,001 X4 + 0,006 X5 Proporsi alih tumbuh pada KJN 15,0–19,9 W15 = 0,304 – 0,014 X1 – 0,062 X2 – 0,012 X3 + 0,012 X4 – 0,007 X5 20,0–24,9 W20 = 0,312 – 0,021 X1 + 0,038 X2 – 0,030 X3 + 0,011 X4 – 0,009 X5 25,0–29,9 W25 = 0,249 – 0,006 X1 + 0,311 X2 – 0,029 X3 + 0,007 X4 – 0,017 X5 30,0–34,9 W30 = 0,364 + 0,024 X1 – 0,869 X2 – 0,022 X3 + 0,010 X4 – 0,013 X5 35,0–39,9 W35 = 0,369 – 0,040 X1 – 0,196 X2 + 0,018 X3 + 0,012 X4 – 0,025 X5 40,0–44,9 W40 = 0,362 – 0,011 X1 + 0,021 X2 – 0,022 X3 + 0,002 X4 – 0,009 X5 45,0–49,9 W45 = 0,390 – 0,051 X1 – 0,135 X2 + 0,013 X3 + 0,010 X4 – 0,016 X5 50,0–54,9 W50 = 0,292 – 0,062 X1 + 0,374 X2 + 0,065 X3 + 0,012 X4 – 0,018 X5 55,0–59,9 W55 = 0,316 + 0,004 X1 + 1,605 X2 – 0,090 X3 + 0,010 X4 – 0,008 X5 Proporsi tetap pada KJN 15,0–19,9 W15 = 0,706 – 0,051 X1 + 0,154 X2 + 0,067 X3 – 0,009 X4 – 0,010 X5 20,0–24,9 W20 = 0,526 + 0,026 X1 – 0,114 X2 + 0,055 X3 – 0,009 X4 + 0,028 X5 25,0–29,9 W25 = 0,684 – 0,028 X1 – 0,174 X2 + 0,071 X3 – 0,006 X4 + 0,015 X5 30,0–34,9 W30 = 0,522 – 0,028 X1 + 0,868 X2 + 0,059 X3 – 0,011 X4 – 0,011 X5 35,0–39,9 W35 = 0,630 + 0,020 X1 – 0,217 X2 + 0,039 X3 – 0,013 X4 + 0,005 X5 40,0–44,9 W40 = 0,592 + 0,043 X1 – 0,438 X2 + 0,0001 X3 – 0,006 X4 + 0,003 X5 45,0–49,9 W45 = 0,580 + 0,051 X1 – 0,741 X2 + 0,012 X3 – 0,007 X4 – 0,0003 X5 50,0–54,9 W50 = 0,647 + 0,047 X1 – 1,060 X2 – 0,017 X3 – 0,011 X4 + 0,009 X5 55,0–59,9 W55 = 0,673 – 0,056 X1 – 0,169 X2 + 0,111 X3 – 0,006 X4 – 0,007 X5 60 up W60 = 0,853 + 0,017 X1 + 0,466 X2 – 0,047 X3 + 0,004 X4 + 0,002 X5
Fhit ung (Sig.)
R² adj. (%)
s
5,22 2,38 0,88 0,56 0,65 2,55 0,39 3,03 0,84
0,000 0,077 0,498 0,730 0,659 0,031 0,857 0,013 0,525
15,9 7,7 3,1 2,1 2,4 8,9 1,6 11,1 4,0
0,18 0,24 0,26 0,30 0,35 0,31 0,34 0,37 0,39
3,03 2,06 0,26 0,58 0,16 2,98 0,50 4,29 0,48 0,05
0,013 0,073 0,935 0,719 0,976 0,014 0,778 0,001 0,788 0,998
9,9 6,7 0,9 2,2 0,6 10,3 2,0 15,1 2,3 0,2
0,20 0,25 0,26 0,31 0,35 0,30 0,34 0,39 0,40 0,16
2,39 4,10 2,70 3,12 4,35 0,78 0,94 2,11 1,20
0,041 0,002 0,023 0,011 0,001 0,569 0,455 0,068 0,315
7,7 13,0 8,7 10,3 13,1 2,8 3,5 8,0 4,6
0,12 0,13 0,15 0,18 0,20 0,22 0,27 0,25 0,32
2,25 4,31 3,27 2,85 2,53 0,72 1,20 1,07 0,06 0,51
0,053 0,001 0,008 0,018 0,032 0,613 0,313 0,380 0,998 0,766
7,2 13,6 10,4 9,5 8,1 2,6 4,4 4,2 0,2 1,9
0,15 0,14 0,14 0,20 0,21 0,23 0,26 0,28 0,36 0,15
X1 : jumlah pohon dengan diameter > 15 cm ha-1 X2 : jumlah pohon per ha pada KD ke-i X3 : jumlah luas bidang dasar (lbds) pohon dengan diameter > 15 cm ha-1 X4 : jangka waktu ( tahun) sete lah penebanga n X5 : ketinggia n dari permukaan la ut (m ) Sig.= p-v alue: nilai peluang untuk memutuskan penerimaan/penolakan H 0 (H 0 diterima bila Sig. α) s : galat baku (standard error)
bebas memperlihatkan adanya ketidakkonsistenan arah hubungan sehingga tanda dari nilai koefisien tersebut tidak dapat ditafsirkan untuk menggambarkan arah hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya.
Ketidakkonsistenan arah hubungan tersebut, seperti halnya rentang nilai koefisien determinasi yang lebar, semakin menunjukkan bahwa peranan peubah bebas dalam menerangkan komponen DST bersifat spesifik untuk setiap 5
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
1,0
1,0
0,8
0,8
0,6
0,6
Prop orsi
Pro po rsi
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
0,4
0,4
0,2
0,2
0,0
0,0
0
10
20 30 40 50 Kelas diameter (cm)
60
0
70
10
20
30
40
50
60
Ke la s diameter (cm)
(a) KJD
(b) KJN
Gambar 1 Diagram proporsi alih tumbuh. Upgrowth (
KD pada masing-masing KJ. Rata-rata proporsi pohon alih tumbuh, mati, dan tetap pada setiap KD dan masing-masing KJ dalam periode waktu 3 tahun secara visual disajikan pada Gambar 1. Periode waktu 3 tahun dipilih sesuai dengan Suhendang (1997) yang menyarankan bahwa periode waktu yang optimal untuk pengukuran ulang PUP hutan alam bekas tebangan lahan kering adalah tiap 3 tahun bagi PUP tanpa pemeliharaan. Proporsi pohon yang tetap berada dalam KD tertentu untuk semua KD lebih besar dibanding proporsi pohon alih tumbuh dan proporsi pohon mati, baik pada KJD maupun KJN. Proporsi pohon tetap pada KJN cenderung lebih besar dibanding KJD, sebaliknya
), mati (
), dan tetap (
).
proporsi pohon alih tumbuh pada KJN cenderung lebih kecil dibanding KJD. Proporsi pohon alih tumbuh pada KJD berkisar 0,2820,432 dan pada KJN 0,2420,295. Proporsi pohon yang mati berkisar 0,0460,080 pada KJD dan 0,058 0,093 pada KJN. Dengan menggunakan data yang berasal dari 3 buah PUP di areal PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah, ST hasil pengukuran tahun 1995 (ST awal) diproyeksikan dengan rentang waktu 15 tahun menggunakan komponen DST berdasarkan persamaan regresi dan rataan, masing-masing menggunakan persamaan penduga rekrutmen R1 dan R2 (ST15Reg-R1, ST15Reg-R2, ST15Avg-R1, dan ST15Avg-R2).
Tabel 3 Perbandingan ST dugaan dengan ST aktual pada rentang proyeksi 15 tahun PUP
Dipterocarpaceae
χ² Sig. Kesimpulan (a) ST15Reg-R1 vs ST15Act 1 105,4 0,000 Berbeda 2 223,7 0,000 Berbeda 3 120,1 0,000 Berbeda (b) ST15Reg-R2 vs ST15Act 1 128,1 0,000 Berbeda 2 252,9 0,000 Berbeda 3 110,0 0,000 Berbeda (c) ST15Avg-R1 vs ST15Act 1 14,5 0,105 Tidak berbeda 2 18,9 0,026 Tidak berbeda 3 20,4 0,016 Tidak berbeda (d) ST15Avg-R2 vs ST15Act 1 16,3 0,062 Tidak berbeda 2 19,7 0,020 Tidak berbeda 3 15,7 0,073 Tidak berbeda
6
70
Nondipterocarpaceae
Semua jenis
χ²
Sig.
Kesimpulan
χ²
Sig.
Kesimpulan
1228,0 2068,0 391,2
0,000 0,000 0,000
Berbeda Berbeda Berbeda
918,3 1661,9 404,7
0,000 0,000 0,000
Berbeda Berbeda Berbeda
1635,7 2721,6 405,1
0,000 0,000 0,000
Berbeda Berbeda Berbeda
1203,8 2010,6 404,3
0,000 0,000 0,000
Berbeda Berbeda Berbeda
11,7 16,2 11,4
0,230 0,063 0,250
Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda
14,3 20,6 27,4
0,112 0,014 0,001
Tidak berbeda Tidak berbeda Berbeda
22,3 28,2 15,3
0,008 0,001 0,084
Berbeda Berbeda Tidak berbeda
29,1 30,8 31,1
0,001 0,000 0,000
Berbeda Berbeda Berbeda
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
6000 Jumlah pohon per ha
Jumlah pohon per ha
6000 5000 4000 3000 2000
5000 4000 3000 2000
1000
1000
0
0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi
0
(a) ST-Avg-R1 PUP 1
(b) ST-Avg-R1 PUP 2 6000 Jumlah pohon per ha
Jumlah pohon per ha
6000 5000 4000 3000 2000 1000
5000 4000 3000 2000 1000
0
0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi
0
(c) ST-Avg-R1 PUP 3 6000
6000
5000
5000
4000 3000 2000 1000
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi (d) ST-Avg-R2 PUP 1
Jumlah pohon per ha
Jumlah pohon per ha
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi
4000 3000 2000 1000
0
0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi (e) ST-Avg-R2 PUP 2
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tahun proyeksi (f) ST-Avg-R2 PUP 3
Gambar 2 Proyeksi struktur tegakan dengan model dinamika struktur tegakan menggunakan rataan serta rekrutmen metode R1 dan R2. Upgrowth ( ), mati ( ), dan tetap ( ). 7
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
Hasil proyeksi dalam rentang waktu 15 tahun dengan keempat cara tersebut kemudian dibandingkan dengan ST aktual hasil pengukuran tahun 2010 (ST15Act). Secara umum dugaan jumlah pohon hasil proyeksi menggunakan komponen DST berdasarkan regresi bersifat overestimate, yaitu menghasilkan dugaan jumlah pohon yang lebih besar dibanding jumlah pohon aktualnya, terutama pada KJN dan semua jenis. Proyeksi ST berdasarkan regresi menghasilkan jumlah pohon yang tidak logis, yaitu jumlah pohon yang melonjak drastis di luar kewajaran. Ketidakakuratan hasil proyeksi ini kemungkinan berkaitan erat dengan rendahnya akurasi persamaan regresi untuk pendugaan komponen DST-nya. Hasil proyeksi ST menggunakan komponen DST berdasarkan rataan menghasilkan dugaan jumlah pohon yang lebih tepat dibanding berdasarkan regresi. ST hasil proyeksi menggunakan komponen DST berdasarkan rataan, pada tingkat keyakinan 99%, secara umum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding jumlah pohon aktualnya. Adapun ST hasil proyeksi menggunakan komponen DST berdasarkan regresi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa komponen DST yang diduga menggunakan model regresi dengan menggunakan 5 peubah seperti yang digunakan dalam penelitian ini belum menunjukkan hasil proyeksi ST yang sesuai dengan kondisi aktualnya. Simulasi proyeksi ST pada rentang waktu 99 tahun (ekstrapolasi) menghasilkan pola perkembangan jumlah pohon KJD yang lebih lambat dibanding KJN. Kecepatan perkembangan jumlah pohon total sangat dipengaruhi oleh kecepatan perkembangan jumlah pohon KJN tersebut (Gambar 2). Hasil simulasi proyeksi ST pada rentang waktu lebih dari 20 tahun kurang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya karena merupakan hasil ekstrapolasi. Berdasarkan kecenderungan perkembangan jumlah pohon, dari simulasi proyeksi ST pada rentang waktu yang lebih panjang, model DST ini juga belum dapat memperkirakan saat ST mencapai keadaan tunak (steady state). Fenomena yang digambarkan pada Gambar 2 tersebut menegaskan bahwa metode penentuan rekrutmen sangat berpengaruh terhadap hasil proyeksi ST dalam jangka panjang.
Kesimpulan Penggunaan peubah yang mewakili karakteristik tegakan, lingkungan, dan lamanya waktu setelah penebangan dalam menduga proporsi banyaknya pohon alih tumbuh dan tetap per kelas diameter pada setiap kelompok jenis dipterocarpaceae dan nondipterocarpaceae untuk pendugaan struktur tegakan dengan proyeksi dalam rentang waktu 15 tahun menunjukkan hasil yang berbeda dengan struktur tegakan aktualnya. Peubah-peubah penduga yang digunakan dalam model regresi yang disusun belum berhasil menjelaskan dinamika struktur tegakan yang terjadi dalam masa proyeksi tersebut. Penggunaan nilai rata-rata hitung yang menyatakan proporsi banyaknya pohon alih tumbuh dan tetap per kelas
8
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
diameter pada setiap kelompok jenis dipterocarpaceae dan non dipterocarpaceae untuk pendugaan struktur tegakan dengan proyeksi dalam rentang waktu 15 tahun menunjukkan hasil yang lebih tepat, lebih logis, dan secara umum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding struktur tegakan aktualnya. Namun, untuk proyeksi ST dengan rentang waktu yang lebih panjang masih diperlukan kajian lebih lanjut dengan data yang lebih memadai untuk pengujian validitas struktur tegakan hasil simulasi.
Saran Ketersediaan PUP dengan pengukuran ulang yang kontinu dan akurasi data yang terjaga perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari unit pengelola hutan di bawah pengawasan dan evaluasi yang rutin dari unit yang berwenang (P3HKA Kementerian Kehutanan). Pengamatan, pencatatan, dan pengukuran dimensi pohon selain pada pohon bernomor, juga harus dilakukan pada pohon-pohon yang berkaitan dengan perhitungan rekrutmen. Pengawasan dan evaluasi juga perlu dilakukan menyangkut keberadaan dan kondisi PUP di lapangan. Hasil pengukuran PUP pada rentang waktu yang panjang sangat diperlukan untuk proses validasi hasil simulasi proyeksi struktur tegakan. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut tentang pendugaan rekrutmen, proporsi banyaknya pohon alih tumbuh dan tetap per kelas diameter untuk pendugaan struktur tegakan melalui proyeksi struktur tegakan dengan mencoba menggunakan metode, persamaan, atau peubah lain selain yang telah digunakan dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka Buongiorno J, Michie BR. 1980. A matrix model of unevenaged forest management. Forest Science 26(4):609625. Buongiorno J, Peyron J, Houllier F, Bruciamacchie M. 1995. Growth and management of mixed-species, unevenaged forests in the French Jura: implications for economic returns and tree diversity. Forest Science 41(3):397429. Ingram CD, Buongiorno J. 1996. Income and diversity tradeoffs from management of mixed lowland dipterocarps in Malaysia. Journal of Tropical Forest Science 9(2):242270. Krisnawati H. 2001. Pengaturan hasil hutan tidak seumur dengan pendekatan dinamika struktur tegakan: studi kasus hutan alam bekas tebangan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Labetubun MS, Suhendang E, Darusman D. 2005. Metode pengaturan hasil hutan tidak seumur melalui pendekatan model dinamika sistem: kasus hutan alam bekas tebangan. Forum Pascasarjana 28(2):91101. Lamprecht H. 1989. Silvikulture in the Tropics. Eschborn: Deutsche Gesselschaft für Technische Zusammenarbeit
JMHT Vol. XVII, (1): 1–9, April 2011
(GTZ) GmbH. Lin CR, Buongiorno J, Vasievich M. 1996. A multi-species, density-dependent matrix growth model to predict tree diversity and income in northern hardwood stands. Ecological Modelling 91:193–211. Michie BR, Buongiorno J. 1984. Estimation of a matrix model of forest growth from re-measured permanent plots. Forest Ecology and Management 8:127–135. Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH. 2008. Keragaman struktur tegakan hutan alam sekunder. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 14(2):82–88.
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469
BioScience 30(5):308–313. Suhendang E. 1997. Penentuan periode pengukuran optimal untuk petak ukur permanen di hutan alam tanah kering. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 3(1):1–14. Vanclay JK. 1994. Modelling Forest Growth and Yield. Wallingford: CAB International. Vanclay JK. 1995. Growth models for tropical forest: a synthesis of models and methods. Forest Science 41(1):7–42. Waite S. 2000. Statistical Ecology in Practice: A Guide to Analysing Environmental and Ecological Field Data. London: Prentice Hall.
Shugart Jr. HH, West DC. 1980. Forest succession models.
9