Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
PENYUSUNAN MODEL DINAMIKA STRUKTUR TEGAKAN UNTUK PENDUGAAN HASIL DI HUTAN ALAM RAWA BEKAS TEBANGAN DI PROVINSI JAMBI (Constructing Stand Structure Dynamic Model for Yield Estimation in Logged-Over Swamp Natural Forest in Province of Jambi)
Oleh/By Djoko Wahjono dan Haruni Krisnawati
SUMMARY The most important considerations of forest management planning such as in yield prediction or yield regulation are the information of stand structure dynamic and stand potency of the managed forest. By modeling approach the evolution of the stand structure dynamics can be predicted over time. It is also a tool to help decision makers in their choice for forest management. The study was aimed to obtain stand structure dynamic model of logged-over natural forest. The present study is an initial modeling exercise using time series data from remeasured permanent sample plots of logged-over swamp forest in the concession area of PT Putraduta Indah Wood, Jambi. The stand is described by the distribution of the trees by diameter class and species group (commercial, non-commercial, and all species). The stand structure dynamic models were constructed based on correlation between diameter and number of trees per hectare. In general, the models followed the negative exponential equation, namely Ndit = k e-f(Di, N0di, t), where: Ndit is the number of trees in diameter class i at time t, Di is the diameter class i, N0di is the number of trees in diameter class i at the first measurement, t is the measurement year since the first measurement, k is a constant that indicates the stand density at the lowest diameter class, e is the natural logarithm number, and f(Di, N0di, t) is a function that will affect the rate of diminishing the number of trees in successive diameter classes. The resulting models of each species group are: - commercial: Ndit = 774.89100 e-(0.08508 Di –0.00026 N0di t) with R2 = 99.1% - non-commercial: Ndit = 220.42636 e-(0.09156 Di – 0.00211 N0di t) with R2 = 97.7% - all species: Ndit = 1087.30415 e-(0.08855 Di –0.00025 N0di t) with R2 = 99.2% The resulting models were used to simulate and estimate stand growth (structure and volume) of logged-over swamp natural forest in 10-years projection period. Kata kunci (Keywords): struktur tegakan, model, pendugaan hasil, hutan bekas tebangan, Jambi (stand structure, model, yield estimation, logged-over forest, Jambi)
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
I. PENDAHULUAN Pengelolaan hutan berada pada keadaan kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan berlangsung secara terus-menerus (Davis dan Johnson, 1987). Untuk mencapai kelestarian hasil, salah satu prasyarat utamanya adalah tersedianya data atau informasi mengenai kondisi dari tegakan yang dikelola. Salah satu data atau informasi penting yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam perencanaan pengelolaan hutan lestari adalah data atau informasi mengenai struktur dan potensi tegakan. Struktur tegakan akan memberikan gambaran tentang kondisi tegakannya, sebagai sumber produksi kayu pada masa kini dan akan datang. Untuk pertimbangan faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi tegakan minimal yang harus tersedia, sedangkan untuk pertimbangan ekologis dari struktur tegakan akan diperoleh gambaran mengenai kemampuan regenerasi dari tegakan yang bersangkutan (Suhendang, 1993).
Selain itu
dimungkinkan pula untuk menentukan hasil kayu, kondisi tegakan sisa, distribusi diameter, dan siklus tebang (Buongiorno et al, 1995). Bahkan, menurut Nguyen-The et al (1998), mempelajari dinamika struktur tegakan dan karakteristiknya merupakan prasyarat dasar dalam mengelola hutan secara lestari; oleh karena informasi tersebut sangat penting untuk mengetahui bagaimana hutan akan memberikan respon terhadap gangguan-gangguan alam maupun terhadap perlakuan-perlakuan silvikultur. Dalam pengelolaan hutan alam, ada dua kondisi struktur tegakan yang harus diketahui oleh para pengelola, yaitu struktur tegakan hutan primer (virgin forest) dan struktur tegakan setelah tebangan (logged-over forest), karena kondisi dan dinamika struktur tegakan hutan primer sangat berbeda dengan kondisi dan dinamika struktur tegakan hutan setelah penebangan. Struktur tegakan hutan primer pada dasarnya merupakan gambaran struktur tegakan pada kondisi klimaks secara alami.
Oleh beberapa pakar kehutanan yang
konservatif, struktur tegakan hutan primer dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan kondisi tegakan hutan setelah tebangan.
Sedangkan struktur tegakan hutan setelah
penebangan sangat diperlukan sebagai dasar dalam menetapkan perlakuan pembinaan tegakan tinggal, karena pada kondisi struktur tegakan tertentu harus diperlakukan teknik pembinaan tertentu pula (Krisnawati dan Wahjono, 1998).
1
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
Pada sistem silvikultur TPTI, yang intinya pemanfaatan pohon-pohon dengan batas diameter tertentu, dan mengandalkan regenerasi dari tegakan tinggal, maka dalam penerapan sistem silvikultur TPTI kekuatan alam menjadi dasar utama pengelolaan dan produksi untuk rotasi berikutnya akan didukung oleh struktur tegakan tinggalnya pada tingkat pertumbuhan pohon (growth level). Dalam kaitan ini, maka strategi pengaturan hasil/pemanenan pada rotasi berikutnya dalam rangka pengelolaan hutan lestari akan sangat dipengaruhi oleh struktur dan potensi tegakan dari hutan yang dikelola. Berdasarkan hal di atas, maka dalam penelitian ini dicoba untuk menyusun model dinamika struktur tegakan di areal hutan bekas tebangan dan mencoba memproyeksikan perkembangan struktur tegakan beberapa tahun ke depan. Dengan keterbatasan data yang ada, model dinamika struktur tegakan yang disusun masih bersifat sementara, karena data yang dipergunakan baru 6 kali pengukuran dengan jumlah petak ukur yang masih sedikit. Secara teori, data tersebut belum dapat menggambarkan secara maksimal dinamika struktur tegakan yang sebenarnya, karena untuk dapat memberikan gambaran atau informasi dinamika struktur tegakan yang cukup representatif diperlukan data pengukuran yang cukup banyak dan rentang waktu yang lama. Namun demikian, dengan tersusunnya model ini paling tidak sudah cukup memberikan gambaran dugaan perkembangan struktur tegakan bekas tebangan pada waktu yang akan datang sebagai acuan awal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model dinamika atau proyeksi struktur tegakan di hutan alam bekas tebangan, sehingga akan sangat membantu dalam perencanaan produksi dan pengaturan hasil.
II. RISALAH OBYEK PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal HPH PT Putraduta Indah Wood, Jambi, yaitu di areal hutan alam bekas tebangan tahun 1992/1993, petak tebangan E7. Lokasi tersebut termasuk dalam Kelompok Hutan Sungai Kumpeh. Menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi penelitian termasuk dalam wilayah Desa Pematangraman, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Dati II Batanghari, Propinsi Dati I Jambi.
Sedangkan menurut
2
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
pembagian wilayah administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Tanjung, Ranting Dinas Kehutanan (RDK)/Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tanjung, Cabang Dinas Kehutanan (CDK)/Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Batanghari, Dinas Kehutanan Propinsi Dati I Jambi. B. Topografi Keadaan lapangan di lokasi penelitian pada umumnya datar dengan kelerengan antara 0 8 %. Ketinggian tempat berkisar antara 10 - 30 m dari atas permukaan laut. Daerah ini merupakan daerah rawa kering yang kadang-kadang tergenang air, khususnya pada waktu musim hujan. Sungai yang mengalir di daerah ini adalah Sungai Kumpeh yang mempunyai lebar antara 15 - 20 m, dengan kedalaman antara 4 – 6 m pada waktu musim kemarau dan antara 4 - 8 m pada waktu musim hujan. C. Jenis Tanah dan Geologi Jenis tanah yang terdapat di lokasi penelitian adalah jenis tanah gambut (organosol atau histosol). Warna tanahnya hitam sampai coklat kemerahan, tanpa horizon, tanpa struktur dan konsistensinya tidak lekat serta tidak plastis. Derajat kemasaman tanah (pH) antara 4 - 4,5 dengan kadar bahan organik antara 46 – 73 %. D. Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim di wilayah penelitian termasuk dalam tipe iklim A, dengan nilai Q antara 0 – 14,3 %. Rata-rata curah hujan per tahun adalah 172,6 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember. Suhu udara rata-rata maksimum sebesar 31,7oC dan suhu udara rata-rata minimum sebesar 23,4oC, dengan kelembaban nisbi rata-rata 83,8 %. Lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Oktober (8,64 jam), sedangkan lama penyinaran matahari terpendek terjadi bulan September (4,92 jam).
3
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
E. Vegetasi Kondisi tegakan pada umumnya masih cukup baik dan rapat. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan nampak sudah mulai pulih kembali. Jenis-jenis komersial yang mendominasi tegakan tinggal di areal penelitian pada umumnya adalah jenis meranti (Shorea spp), ramin (Gonystylus spp), rengas (Glutta spp), punak (Tetramerista glabra), medang (Dehaasia sp) dan durian (Durio carnitus). Sedangkan jenis-jenis yang belum komersial yang juga banyak dijumpai antara lain adalah: kelat (Planconia valida), asam-asam (Zalazza conferta), pait-pait (Quassia bomacensis), dan sebagainya. Secara rinci jenis-jenis pohon di lokasi penelitian disajikan dalam Lampiran 1.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Pertumbuhan pada dasarnya adalah perubahan dimensi tegakan (diameter, umur atau volume) selama waktu tertentu (Vanclay, 1994). Untuk mengetahui pertumbuhan tegakan khususnya hutan alam bekas tebangan tidak harus dilakukan pengukuran pada seluruh areal tegakan bekas tebangan tetapi dapat dilakukan dengan cara pengambilan contoh berupa pembuatan petak-petak ukur permanen dan diamati terus menerus secara periodik. Luas petak ukur permanen yang biasa digunakan adalah antara 0,1 - 4 ha. Seperti diketahui bahwa kondisi tegakan setelah tebangan pada umumnya kurang menguntungkan, khususnya bagi tegakan/pohon-pohon yang diharapkan sebagai penyusun tegakan di masa datang. Disamping itu, kemampuan atau daya dukung suatu areal terbatas, yang berarti tingkat pertumbuhan tegakan dalam satuan areal tertentu sangat bergantung pada jumlah pohon dalam areal tersebut pada setiap tingkat umurnya (umur tebangan).
Apabila tidak ada upaya untuk
mengaturnya, persaingan baik secara horizontal dalam memperebutkan unsur hara maupun vertikal dalam memperebutkan sinar matahari akan cukup menghambat pertumbuhan dari pohon-pohon yang diharapkan.
Oleh karena itu, dalam sistem silvikultur TPTI aspek
pembinaan tegakan lebih mendapatkan tekanan, hal ini terbukti dari tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam kegiatan TPTI, seperti tertuang dalam pedoman dan petunjuk teknis TPTI (Departemen Kehutanan, 1993) antara lain perapihan, pembebasan dan penjarangan. Untuk
melihat
sejauh
mana
pertumbuhan
tegakan
tinggal
adalah
melalui
pengamatan/pengukuran petak-petak ukur permanen yang dibuat di areal hutan bekas
4
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
tebangan. Hasil dari pengamatan tersebut akan dapat dijadikan sebagai gambaran dinamika pertumbuhan tegakan tinggal setelah dilakukan penebangan. B. Bahan dan Peralatan Bahan penelitian yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain adalah: tali plastik, tali rafia, cat, seng alluminium, paku, kantong plastik, kertas, spirtus, alat-alat tulis, dan lain-lain. Sedangkan peralatan yang diperlukan antara lain adalah: kompas, hagameter, altimeter, pita keliling, parang, palu, kuas, cat, pisau, dan lain-lain. C Pemilihan Lokasi Penelitian Areal yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah hutan lahan basah/rawa gambut di Propinsi Jambi. Pelaksanaan penelitian atau pengamatan pertumbuhan dilakukan melalui pembuatan petak-petak ukur permanen (PUP). Dalam pembuatan PUP, hal penting yang perlu dijadikan pertimbangan adalah pemilihan tempat/lokasi PUP. Persyaratan areal yang dijadikan sebagai lokasi PUP adalah: - mewakili kondisi setempat, khususnya areal Rencana Karya Lima Tahunan (RKL) atau Rencana Karya Tahunan (RKT) yang sedang berjalan. - mudah dikunjungi untuk pengamatan ulang - aman dari gangguan D. Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data PUP yang telah dikumpulkan dari HPH PT Putraduta Indah Wood, yaitu 6 kali pengukuran dengan interval pengukuran 1 tahun, dimulai sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2001. Jumlah PUP yang digunakan dalam peneltian ini adalah sebanyak 7 buah, dengan luas masing-masing 1 ha (100m x 100m). Untuk mempermudah pekerjaan pengumpulan data, setiap petak dibagi-bagi dalam plot-plot pengamatan berukuran 10m x 10m. Data yang dikumpulkan pada setiap kali pengukuran meliputi: pengukuran keliling setinggi dada dan tinggi pohon, pencatatan jenis-jenis pohon, pohon-pohon baru (ingrowth), pohon mati, dan sebagainya. E. Pengolahan Data Tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
5
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
- Penjabaran keliling pohon ke dalam diameter pohon - Pengelompokan jenis pohon menjadi kelompok jenis komersial dan non-komersial - Pengelompokan kelas diameter pohon - Perhitungan volume pohon - Penyusunan struktur tegakan (sebaran jumlah pohon menurut kelas diameter) F. Analisis Data Struktur tegakan hutan alam dapat didekati dengan menggunakan persamaan eksponensial hubungan antara jumlah pohon dengan kelas diameternya seperti yang dilakukan oleh Meyer et al (1961), Davis dan Johnson (1987), dan Koorsgard (1989). Bentuk matematis dari persamaan tersebut adalah ND = k e-aD dimana ND adalah jumlah pohon pada kelas diameter D; e adalah bilangan alam dan a, k adalah koefisien regresi. Model dinamika struktur tegakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari model di atas, dengan formulasi model sebagai berikut: Ndit = k e-f(Di, N0di,t) dimana, Ndit adalah jumlah pohon pada kelas diameter i pada waktu t; Di adalah kelas diameter ke i; N0di adalah jumlah pohon pada kelas diameter i pada waktu t0 (awal pengukuran); t adalah tahun pengukuran; k adalah konstanta yang menunjukkan kerapatan tegakan pada kelas diameter rendah; e adalah bilangan alam; dan f(Di,N0di,t) adalah suatu persamaan yang akan mempengaruhi laju penurunan jumlah pohon pada setiap kenaikan kelas diameter. Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan metode persamaan regresi dengan cara merubah bentuk persamaan ekponensial menjadi persamaan regresi linear, sehingga bentuk persamaannya menjadi: Ln Ndit = Ln k – f(Di,Na,t), atau menggunakan analisis model non-linier yang terdapat dalam paket program statistik SYSTAT®. Apabila model persamaan tersebut dapat diformulasikan dengan baik, maka akan dapat digunakan untuk menduga struktur tegakan yang akan datang dan menghitung besarnya potensi (volume) tegakan.
6
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Tegakan Kondisi tegakan dalam petak-petak ukur yang telah dibuat pada umumnya masih cukup baik, hal ini ditunjukkan oleh sebaran jumlah pohon menurut kelas diameter pada setiap petak ukur yang menyerupai bentuk “J” terbalik, yaitu jumlah pohon semakin berkurang dengan bertambahnya diameter. Bentuk struktur tegakan seperti ini mencirikan kondisi struktur tegakan di hutan alam tidak seumur. Hasil pengamatan struktur tegakan pada setiap kali pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari hasil pengamatan struktur tegakan pada setiap kali pengukuran, terlihat bahwa jumlah pohon berdiameter 10 cm ke atas berkisar antara 539 - 635 pohon per ha, yang mencerminkan bahwa kondisi tegakan relatif masih cukup rapat. Dari jumlah pohon tersebut, 63% diantaranya didominasi oleh pohon-pohon pada kelas diameter kecil (10 – 20 cm), sedangkan pohon-pohon yang berdiameter besar (40 cm ke atas) hanya sekitar 6% atau ratarata 35 pohon/ha. Tegakan secara umum juga didominasi oleh jenis-jenis komersial, yaitu rata-rata lebih dari 72%.
Sedangkan jumlah pohon jenis-jenis non-komersial (lain-lain)
hanya berkisar 28%. Hal ini berarti bahwa pada rotasi tebang yang akan datang apabila areal tegakan terjaga dengan baik dari bahaya kebakaran dan perambahan/pencurian kayu, maka potensi tegakan tinggal dari jenis-jenis komersial diperkirakan masih cukup memberikan harapan. B. Model Dinamika Struktur Tegakan Hutan alam virgin berada dalam kondisi klimaks, dimana struktur tegakan yang terbentuk berada dalam keadaan stabil sehingga pertumbuhannya dapat dianggap sama dengan nol. Pada saat kondisi tegakan hutan seperti ini, maka harus segera dimanfaatkan, karena apabila tidak, hal ini sama dengan menyia-nyiakan sumberdaya. Dengan pemanfaatan hutan alam melalui pemanenan/penebangan, maka akan terjadi perubahan struktur tegakan, yang kemudian diikuti dengan pertumbuhan alami untuk mencapai kondisi stabil seperti semula. Proses pertumbuhan atau penstabilan ini memerlukan waktu yang cukup lama, dan kecepatan serta pola perubahannya sangat tergantung pada kondisi awal tegakan dan kondisi/kualitas tempat tumbuhnya serta kualitas manajemennya. Melalui pencatatan dan pengamatan yang kontinyu dari petak-petak ukur permanen, maka pola dan kecepatan
7
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
pertumbuhan tegakan secara matematis dapat diformulasikan untuk memproyeksikan struktur tegakan pada waktu yang akan datang. Untuk mendapatkan model dinamika struktur tegakan yang representatif sebaiknya digunakan data dari hasil pengukuran sampai akhir rotasi atau paling tidak setengah rotasi. Akan tetapi, sampai saat ini ketersediaan data tersebut relatif masih sangat terbatas dan bahkan sulit untuk mengumpulkan data yang ideal tersebut. Hal-hal yang menghambat dalam pengumpulan data antara lain adalah: keberadaan HPH, kebakaran, perambahan hutan dan pencurian kayu serta lokasi operasional HPH pindah atau HPH tidak diperpanjang lagi ijin operasionalnya. Berdasarkan data yang ada walaupun baru enam kali pengukuran, telah dapat disusun suatu model dinamika struktur tegakan untuk setiap kelompok jenis dan seluruh jenis pohon berdiameter 10 cm ke atas. Model/persamaan yang dihasilkan ini tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan model proyeksi struktur tegakan final, tetapi sebagai suatu ujicoba model untuk memperoleh peubah-peubah yang mungkin berpengaruh terhadap dinamika struktur tegakan.
Hasil analisa data diperoleh model dinamika struktur tegakan seperti
disajikan pada Tabel 1. Tabel (Table) 1. Model dinamika struktur tegakan setiap kelompok jenis (Stand structure dynamic model of each species group) Golongan jenis (Species groups) Komersial (commercial)
Persamaan (equations) Ndit = 774,89100 e-(0,08508 Di –0,00026 N0di t)
R2 (%) 99,13
Non-Komersial (non-commercial)
Ndit = 220,42636 e-(0,09156 Di – 0,00211 N0di t)
97,69
Semua Jenis (all species)
Ndit = 1087,30415 e-(0,08855 Di –0,00025 N0di t)
99,24
Keterangan (remarks): Ndit = jumlah pohon pada kelas diameter i pada waktu t (number of trees in diameter class i at time t) Nodi = jumlah pohon pada kelas diameter i pada waktu to (awal pengukuran) ((number of trees in diameter class i at time to (the first measurement)) Di = kelas diameter i (diameter class i) t = tahun pengukuran sejak pengukuran pertama (measurement year since the first measurement) e = bilangan logaritma alam (natural logarithm number)
Dengan menggunakan persamaan dalam Tabel 1, dapat dilihat perkembangan struktur tegakan beberapa tahun ke depan. Dalam bentuk kurva, perkembangan struktur tegakan apabila diproyeksikan sampai tahun ke-10 dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3.
8
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
t=0
400
t=2 350
(N/ha)
Jumlah pohon ( Number of trees )
450
t=4
300
t=6
250
t=8 t = 10
200 150 100 50 0 10-20
20-30
30-40
40-50
50-60
60-70
70-80
80-90
90 u p
Kelas Diameter (Dia meter cla ss ) (cm)
Gambar (Figure) 1. Proyeksi struktur tegakan jenis komersial (Stand structure projection of commercial species).
t=0
Jumlah pohon (Number of trees ) (N/ha)
600
t=2 500
t=4 t=6
400
t=8 300
t = 10
200 100 0 10-20
20-30
30-40
40-50
50-60
60-70
70-80
80-90
90 up
Kelas Diameter (Diameter class ) (cm)
Gambar (Figure) 2. Proyeksi struktur tegakan jenis non-komersial (Stand structure projection of non-commercial species).
9
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
t=0
Jumlah pohon (Number of trees ) (N/ha)
700
t=2
600
t=4 500
t=6 t=8
400
t = 10
300 200 100 0 10-20
20-30
30-40
40-50
50-60
60-70
70-80
80-90
90 up
Kelas Diameter (Diameter class ) (cm)
Gambar (Figure) 3. Proyeksi struktur tegakan semua jenis (Stand structure projection of all species). Dari hasil proyeksi persamaan struktur tegakan seperti digambarkan pada Gambar 1, 2, dan 3, terlihat bahwa sampai tahun ke-10 sejak pengukuran pertama (14 tahun setelah penebangan) dinamika tegakan pada kelas diameter 20 cm ke atas sangat rendah, karena sampai tahun ke-10 jumlah pohon relatif masih konstan/tetap, sedangkan pada kelas diameter 10 – 20 cm terjadi dinamika tegakan yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh pertambahan jumlah pohon yang cukup signifikan yang berasal dari pohon-pohon berdiameter kurang dari 10 cm (pohon-pohon ingrowth). Pengaruh penebangan nampaknya sangat besar terhadap pertumbuhan pohon-pohon yang berdiameter kecil, bahkan sampai tahun ke-6 pengaruh tersebut masih cukup signifikan. Menurut Favrichon dan Kim (1998), pengaruh tersebut dapat terjadi kemungkinan karena pada tahun-tahun awal setelah penebangan, tegakan bereaksi sangat cepat. Begitu kanopi terbuka, tegakan tinggal tumbuh lebih cepat dan ingrowth (terutama jenis-jenis pionir dan tidak tahan naungan) akan meningkat.
Tersedianya ruang baik secara vertikal maupun
horizontal menstimulir pohon-pohon kelas diameter kecil untuk tumbuh dengan cepat, namun setelah mencapai diameter 20 cm pertumbuhannya mulai melambat. Kondisi ini sebenarnya masih dapat ditolerir sebab masa penyembuhan atau prakondisi akibat penebangan memang memerlukan cukup waktu.
Kondisi mendekati stabil dalam pengamatan pertumbuhan
10
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
tegakan diperkirakan tercapai apabila suatu tegakan sudah berumur minimal setengah daur, dan hal ini perlu dilakukan pembuktian lebih lanjut. Apapun harapan yang diinginkan hasilnya sangat tergantung pada ketersediaan data. Walaupun model struktur tegakan masih bersifat preliminary akan tetapi sudah cukup memberikan harapan bahwa model yang dihasilkan cukup dapat diandalkan (R2 > 97 %). Model yang dihasilkan ini cukup layak digunakan untuk mendapatkan gambaran dinamika struktur tegakan tinggal di lokasi penelitian. Keluwesan dari model adalah struktur tegakan tinggal suatu areal hutan yang mempunyai kerapatan tegakan tertentu untuk setiap kelompok jenis yang dicerminkan oleh banyaknya pohon berdiameter 10 cm ke atas dapat diduga bentuk strukturnya untuk jangka waktu yang akan datang. Pembatas utama dalam penggunaan model ini adalah waktu (t); untuk sementara ini model hanya dapat digunakan untuk menduga struktur tegakan sampai dengan tahun ke-10, karena untuk dapat menduga struktur tegakan jangka panjang diperlukan data pengukuran periodik yang cukup banyak. Dengan peningkatan kualitas dan kuantitas data pengukuran, diharapkan model berikutnya dapat disusun dengan lebih baik sebagai penyempurnaan model pendahuluan ini. C. Proyeksi Potensi Tegakan Bila struktur tegakan hasil proyeksi telah diperoleh, maka jumlah pohon pada tiap kelas diameter (Ndit) dapat diketahui, seperti telah digambarkan pada Gambar 1, 2 dan 3. Selanjutnya, total volume tiap kelas diameter (Vdit ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Vdit = Ndit x exp (2,376 ln Di – 8,292) Rumus perhitungan volume pohon di atas didasarkan pada pendekatan diameter, yaitu volume sebagai fungsi dari diameter. Selanjutnya, total volume tegakan setiap kelompok jenis adalah penjumlahan volume semua kelas diameter dari kelompok jenis yang bersangkutan, yaitu: Vtot = Σ Vdit Hasil dugaan potensi tegakan yang dicerminkan oleh perkembangan volume tegakan menurut kelas diameter apabila tegakan dicoba diproyeksikan sampai dengan tahun ke-10 disajikan pada Tabel 2.
11
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
Tabel (Table) 2. Proyeksi volume tegakan beberapa tahun ke depan (Stand volume projection in the future time) Diameter (Diameter) (cm) 20 up 30 up 40 up 50 up 60 up 70 up 20 up 30 up 40 up 50 up 60 up 70 up 20 up 30 up 40 up 50 up 60 up 70 up
Tahun proyeksi (Projection year) 0 2 4 6 Jenis Komersial (Commercial species) 188,218 193,978 198,138 202,453 139,899 143,140 144,861 146,621 93,169 95,804 96,238 96,675 57,691 59,736 59,857 59,978 33,757 35,039 35,062 35,086 18,501 19,396 19,402 19,409 Jenis Non-Komersial (Non-commercial species) 39,052 40,999 44,904 47,272 28,023 29,125 30,027 30,522 17,774 18,642 18,851 18,962 10,593 11,037 11,096 11,128 6,034 6,136 6,156 6,166 3,218 3,218 3,218 3,218 Semua Jenis (All species) 227,036 235,057 241,401 248,045 164,686 168,870 171,210 173,608 107,442 109,882 110,449 111,021 64,990 66,554 66,709 66,864 37,636 37,912 37,945 37,978 19,990 20,389 20,396 20,403
8
10
206,929 148,419 97,116 60,099 35,110 19,415
211,575 150,257 97,559 60,221 35,134 19,422
49,891 31,031 19,074 11,159 6,177 3,218
52,789 31,554 19,188 11,191 6,188 3,218
255,005 176,065 111,597 67,020 38,011 20,410
262,298 178,583 112,177 67,176 38,044 20,417
Berdasarkan hasil proyeksi volume tegakan seperti disajikan pada Tabel 2, terlihat bahwa pertambahan volume tegakan pada diameter 40 cm ke atas sampai dengan tahun ke10 adalah sebesar 4,390 m3/ha untuk jenis komersial dan sebesar 1,414 m3/ha untuk jenis non-komersial. Apabila pertambahan volume tegakan untuk jenis komersial dibagi dengan lamanya waktu proyeksi, maka hanya diperoleh nilai pertambahan (=riap) volume tegakan sebesar 0,439 m3/ha/tahun untuk jenis komersial dan sebesar 0,1414 m3/ha/tahun untuk jenis non-komersial. Hasil dugaan ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan asumsi riap volume yang selama digunakan dalam sistem silviklutur TPTI, yaitu 1 m3/ha/tahun. Hal ini memberikan gambaran bahwa pertumbuhan tegakan di hutan rawa di lokasi penelitian relatif lambat. Kondisi seperti ini kemungkinan disebabkan tegakan tinggal masih dalam proses pemulihan diri (recovery) akibat penebangan, dan tingkat kerapatan tegakan yang cukup tinggi juga akan menghambat pertumbuhannya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
asumsi riap volume sebesar 1 m3/ha/tahun yang dijadikan sebagai dasar dalam
12
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
memproyeksikan produksi atau pengaturan hasil dalam kegiatan pengelolaan hutan seyogyanya dikaji kembali dengan mempertimbangkan kondisi dari tegakan yang dikelola, sehingga prediksi hasil yang diperoleh akan lebih akurat dan realistis untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Jumlah pohon berdiameter 10 cm ke atas berkisar antara 539 - 635 pohon per hektar, yang didominasi oleh jenis-jenis komersial sekitar 72 %. 2. Model proyeksi struktur tegakan untuk setiap kelompok jenis dan seluruh jenis pohon berdiameter 10 cm ke atas adalah: - Komersial: Ndit = 774,89100 e-(0,08508 Di –0,00026 N0di t) - Non-Komersial: Ndit = 220,42636 e-(0,09156 Di – 0,00211 N0di t) - Semua Jenis: Ndit = 1087,30415 e-(0,08855 Di –0,00025 N0di t) Model struktur tegakan tersebut cukup handal dalam memproyeksikan struktur tegakan tinggal dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang cukup tinggi, yaitu lebih dari 97%. 3. Model struktur tegakan yang dihasilkan bersifat luwes, karena memasukkan peubahpeubah seperti jangka waktu setelah pnebangan (t) dan jumlah pohon (N), sehingga memudahkan dalam menduga dan memproyeksikan struktur dan potensi tegakan di areal hutan bekas tebangan pada waktu tertentu. 4. Model struktur tegakan yang disusun masih bersifat sementara, sehingga penggunaannya masih sangat terbatas terutama dalam memproyeksikan struktur tegakan untuk jangka waktu lebih dari 10 tahun. 5. Pertambahan volume tegakan jenis-jenis komersial berdiameter 40 cm ke atas lebih rendah dari asumsi riap volume 1 m3/ha/tahun, yaitu sebesar 0,439 m3/ha/tahun. B. Saran 1. Model dinamika struktur tegakan yang disusun masih bersifat sementara, sehingga perlu diperluas dengan data pengukuran yang lebih banyak. 2. Hasil proyeksi struktur dan potensi tegakan masih bersifat sementara, sehingga harus dilakukan validasi ulang apabila sudah tersedia data pengukuran yang lebih banyak di masa mendatang.
13
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
DAFTAR PUSTAKA Buongiorno, J, J. Peyron, F. Houllier and M. Bruciamacchie. 1995. Growth and management of mixed-species, uneven-aged forests in the French Jura: implications for economic returns and tree diversity. For. Sci. 41 (3): 397 – 429. Davis, L.S. and K.N. Johnson. 1987. Forest Management (Third edition). McGraw-Hill Book Company, New York. Departemen Kehutanan RI. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada Hutan Alam Daratan. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Jakarta. Favrichon, V. and Y.C. Kim. 1998. Modelling the dynamics of a lowland mixed dipterocarp forest stand: application of a density-dependent matrix model. In: Bertault, J-G and K. Kadir (Editiors). 1998. Silvicultural research in a lowland mixed dipterocarp forest of East Kalimantan, The Contribution of STREK project, CIRAD-forêt, FORDA, and PT. INHUTANI I. CIRAD-forêt Publication: 229-245. Korsgaard, S. 1989. The standtable projection simulation model. In: Wan Razak, M., H.T. Chan, and S. Appanah (Editors). 1989. Proceedings of the Seminar on Growth and Yield in Tropical Mixed/Moist Forest, 20-24 June 1988, Kuala Lumpur, Forest Research Institute Malaysia, Kepong. Krisnawati, H. dan D. Wahjono. 1998. Struktur tegakan tinggal hutan alam rawa di beberapa kelompok hutan di Propinsi Riau. Bul. Pen. Hutan 613: 1 – 15. Meyer, H.A., A.B. Recknagel, D.D. Stevenson and R.A. Bartoo. 1961. Forest Management. The Ronald Press Company, New York. Nguyen-The, N., V. Favrichon, P. Sist, L. Houde, J-G. Bertault, and N. Fauvet. 1998. Growth and mortality patterns before and after logging. In: Bertault, J-G and K. Kadir (Editiors). 1998. Silvicultural research in a lowland mixed dipterocarp forest of East Kalimantan, The Contribution of STREK project, CIRAD-forêt, FORDA, and PT. INHUTANI I. CIRAD-forêt Publication: 181-216. Schmidt, F.H. and J.H.A. Fergusson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guinea. Verhand No. 42. Kementerian Perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Suhendang, E. 1993. Prinsip kelestaian hasil dalam pengusahaan hutan alam produksi (sebuah pendekatan konseptual). Dalam: E. Suhendang, I. Soerianegara dan Bahruni (Editor). Menguak Permasalahan Hutan Alam Tropis di Indonesia. Forum Pengkajian Pengelolaan Hutan Tropis Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor: 53-95. Vanclay, J. K. 1994. Modelling Forest Growth and Yield: Applications to Mixed Tropical Forests. CAB International, Wallingford.
14
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
Lampiran (Appendix) 1. Daftar jenis-jenis pohon yang dijumpai di areal HPH PT Putraduta Indah Wood, Jambi (List of tree species found in the concession area of PT. Putraduta Indah Wood, Jambi) No. (Numbers) (1)
Nama Daerah (Local name) (2)
Nama Botani (Botanical name) (3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Amoi Ande-ande Antoi Arang-arang Asam-asam Balam Batu-batu Bekik Beko Belanti Puar Bulian Rawang Cupir Daru-daru Durian Gadis-gadis Geronggang Jambu-jambu Jangkang Jelutung Jerampang Kacik Kandis Kecapi Kelampaian Kelat Kempas Kenanga Kenide Kerlik Keruing Kuranji Lampayan Macang-macang Mahang Mangga-mangga Marjele
Unknown species Antidesma ghaesembilla Gaertn Unknown species Xylopia sp. Zalazza conferta Palaquium rostratum Burck Ilex sp. Symplocos odoratissima Choisy ex zoll. Dacryoides rostrata H.J.L. Unknown species Ilex cymosa Blume Unknown species Cantleya corniculata Howard Durio carinatus Mast Ganua motleyana Pierre Santiria laevigata BL Eugenia sp. Xyiopia sp. Dyera polyphylla (Miq) Steenis Unknown species Unknown species Garcinia nigrolineata Sandoricum koetjape Anthocephalus chinensis A.Rich ex Walph Planconia valida BL Koompassia melaccensis Maing. Mitrephora humilis Miq. Unknown species Unknown species Dipterocarpus spp. Dialium indum Linn. Unknown species Mangifera sp. Macaranga semiglobosa J.J.S. Mangifera minor BI. Lophopetalum beccarianum Pierre
Famili (Familia) (4) Euphorbiaceae Annohaceae Myristicaceae Sapotaceae Aquifoliaceae Symplocaceae Burseraceae Aquifoliaceae Icacinaceae Bombaceaceae Sapotaceae Burseraceae Myrtaceae Annonaceae Apocynaceae
Guttiferae Meliaceae Rubiaceae Myrtaceae Caesalpiniaceae Annonaceae
Dipterocarpaceae Caesalpiniaceae Anacardiaceae Euphorbiaceae Anacardiaceae Celastraceae
Kode (Code) (5) N N N K N K N N K N N N K K K K K K K N N N K K N K N N N K K N K K K N
15
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
Lampiran (Appendix) 1. Lanjutan (Continuation) (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
37
Medang
Urandra scorpioides O.Ktze
Icacinaceae
K
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 67 68 69 70 71 72 73
Medang Asap Medang Labu Medang Pianggu Medang Sero Meranti Merawan Meribung Nyatoh Pacar-pacar Pait-pait Parahutan Pasir-pasir Pauh Pau-pau Petai Hutan Pinang Babi Pisang-pisang Pubak Pudu Punak Putat Ramin Rengas Semak Dayak Setebal Silumar Sinde Sundik Tejo Temasam Tempis Tengris Terap Terentang Untut
Alseodaphne insignis Gamble Dehaasia spp Horsfleldia irya Warb Aromadendron Elegans BI. Shorea macrantha Brandis Hopea spp Unknown species Palaquium sp. Captanopsis sp. Quassia bomacensis Aglala rubiginosa Hlem Colomus optimus Unknown species Mangifera sp. Abarema angulata Kosterm Unknown species Mezzettia parviflora Becc. Unknown species Unknown species Tetramerista glabra Miq Baringtonia racemosa BL Gonystylus bancanus Kurz Gluta renghas L. Vatica teysmanniana Burck Unknown species Neonauclea gigantea Mic Calophyllum retusum Wall Unknown species Cinnamomum inners Reinw Tristaniopsis sp. Unknown species Unknown species Artocarpus elastlous Reinw Campnosperma macrophylla Hook.f. Unknown species
Lauraceae Dilleniaceae Myristicaceae Magnoliaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae
N K K K K K N K K N K N N K N N K N N K N K K K N N K N K N N N K K N
Sapotaceae Fagaceae Simaroubaceae. Meliceae
Anacardiaceae Mimosaceae Annonaceae
Theaceae Lecythidaceae Thyrnelaeaceae Anacardiaceae Dipterocarpaceae Rubiaceae Guttiferae Lauraceae Myrtaceae
Moraceae Anacardiaceae
Keterangan (remarks): K = Jenis komersial (commercial species) N = Jenis non-komersial (non-commercial species)
16
Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 632 (2002): 1-16
Lampiran (Appendix) 2. Struktur tegakan hutan (N/ha) di areal HPH PT Putraduta Indah Wood, Jambi (Forest stand structure (N/ha) in the concession area of PT Putraduta Indah Wood, Jambi) Jenis komersial (commercial species) Kelas diameter (diameter class) (cm) 1996 10 – 20 221 20 – 30 91 30 – 40 52 40 – 50 17 50 – 60 8 60 – 70 2 70 – 80 1 80 – 90 1 90 up 0 Jumlah (Total) 393
Tahun pengukuran (Measurement year) 1998 1999 233 250 91 91 52 54 18 19 8 8 2 2 1 1 0 0 0 0 405 425
2000 258 92 55 21 8 2 1 0 0 437
2001 271 96 55 21 9 3 1 0 0 456
Jenis non-komersial (non-commercial species) Kelas diameter (diameter class) (cm) 1996 1997 10 – 20 106 116 20 – 30 28 28 30 – 40 8 8 40 – 50 2 2 50 – 60 1 1 60 – 70 1 1 70 – 80 0 0 80 – 90 0 0 90 up 0 0 Jumlah (Total) 146 156
Tahun pengukuran (Measurement year) 1998 1999 113 122 29 29 9 10 3 3 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 156 166
2000 127 29 10 3 1 1 0 0 0 171
2001 135 30 10 3 1 1 0 0 0 180
Semua Jenis (all species) Kelas diameter (diameter class) (cm) 10 –20 20 – 30 30 – 40 40 – 50 50 – 60 60 – 70 70 – 80 80 – 90 90 up Jumlah (Total)
Tahun pengukuran (Measurement year) 1998 1999 346 372 120 120 61 64 21 22 9 9 3 3 1 1 0 0 0 0 561 591
2000 385 121 65 24 9 3 1 0 0 608
2001 406 126 65 24 10 3 1 0 0 635
1996 327 119 60 19 9 3 1 1 0 539
1997 239 90 52 18 8 2 1 1 0 411
1997 355 118 60 20 9 3 1 1 0 567
17