1
PENGGUNAAN CITRA RESOLUSI TINGGI UNTUK PENDUGAAN SEDIAAN TEGAKAN JATI (Tectona (Tectona grandis,
Linn.f) DENGAN TEKNIK DOUBLE SAMPLING DI KPH MADIUN PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
FATHIA AMALIA RAMA DHANI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
2
RINGKASAN FATHIA AMALIA RAMA DHANI. Penggunaan Citra Resolusi Tinggi untuk Pendugaan Sediaan Tegakan Jati (Tectona grandis, Linn.f) dengan Teknik Double Sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA. Kegiatan inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu: pengukuran secara terestris (ground survey), pengukuran menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), dan penggabungan kedua metode tersebut (Simon 1993). Metode terestris biasanya lebih akurat, walaupun membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang lebih besar dibandingkan metode penginderaan jauh (Husch 1987). Penginderaan jauh dapat dilakukan dalam waktu yang cepat dengan cakupan yang luas, selain itu informasi yang didapat relatif lebih lengkap. Penggabungan antara metode terestris dan penginderaan jauh merupakan solusi dari kelebihan dan kekurangan kedua metode tersebut, salah satunya dengan metode double sampling (Simon 1993). Penelitian ini meneliti aplikasi double sampling dengan menggunakan kombinasi antara teknologi penginderaan jauh dan pengukuran di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aplikasi teknik double sampling menggunakan citra dijital non-metrik guna menduga sediaan tegakan jati. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang digunakan di lapangan, antara lain: peta desain sampling, GPS, kompas, kamera dijital, kamera SLR dengan lensa fish eye, haga hypsometer, suunto clinometer, meteran, dan tali tambang. Pada pengolahan data menggunakan seperangkat komputer dilengkapi dengan seperangkat periferalnya, MS Excel dengan fungsi analysis data, SPSS, Erdas Imagine, Hemiview dan ArcView. Data yang digunakan adalah data citra dijital non-metrik KPH Madiun, data hasil survey lapangan, dan data pendukungnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan model terbaik yang diperoleh pada lokasi BKPH Dagangan (Vbc= -10,164+1,027Nctr+1,752Dctr +0,081Cctr) dan BKPH Dungus (Vbc= 1,499E-5Cctr2,693 Dctr1,159 Nctr0,267), besarnya nilai dugaan total sediaan tegakan menggunakan teknik double sampling sebesar 39.281,31 m3 dengan kesalahan penarikan contoh 4,37% pada BKPH Dagangan (172,31 ha) dan sebesar 73.641,1 m3dengan kesalahan penarikan contoh 9,01% untuk BKPH Dungus (169 ha). Untuk menghasilkan kesalahan pengambilan contoh maksimum sebesar 5%, jumlah plot optimum di citra dan di lapangan adalah 114 dan 11 plot untuk lokasi BKPH Dagangan, sedangkan untuk lokasi BKPH Dungus adalah 508 dan 67 plot. Besarnya efisiensi relatif yang didapat dengan model terbaik sebesar 299,11 % untuk BKPH Dagangan dan 211,40% untuk BKPH Dungus. Penggunaan model sederhana dengan satu peubah memberikan nilai efisiensi relatif yang lebih rendah, nilai efisiensi relatif yang diperoleh sebesar 151,48% dengan nilai SE sebesar 5,06% pada lokasi BKPH Dagangan dan 150,76% dengan nilai SE sebesar 10,67% pada lokasi BKPH Dungus. Kata kunci : Teknik double sampling, Potensi tegakan, Citra dijital non-metrik
3
SUMMARY FATHIA AMALIA RAMA DHANI. Application Of High Resolution Imageries for Teak (Tectona grandis, Linn.F) Estimation With Double Sampling Technique in KPH Madiun Perum Perhutani Unit II, East Java. Report. Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA. Forest inventory can be carried out by three approaches, i.e., terrestrial, remote sensing, and combination between both of them (Simon 1993). Generally, the terrestrial approach provides more reliable and accurate results, but it is more time consuming, costly and needs more labours than the remote sensing approach (Husch 1987). Conversly, the remote sensing technology can be applied in a quick way with a large area providing relatively more complete information. Combination between the terestrial and remote sensing frequently provides advantages in keeping accurate estimation, but lower cost all at once (Simon 1993). This study examined the application of double sampling technique which combines the use of high resolution remotely sensed data and ground measured data (terrestrial approach). The study objective is to evaluate the application of double sampling technique using non-metric digital imageries to estimate the standing stock. The equipments used for field measurements are GPS, compass, digital camera, SLR camera with a fish eye lens, haga hypsometer, suunto clinometer, tape, and rope; while the the data analysis was performed using a set of computers with MS Excel, SPSS, Hemiview and ArcView softwares. The data used were high resolution non-metric digital imageries of KPH Madiun, the result of ground thruthing, and other supporting data. The double sampling study applied in this study shows that the total standing stock of total area for BKPH Dagangan using Vbc= -10,164 +1,027Nctr+1,752Dctr+0,081Cctr is about 39.281,31 m3 with sampling error of 4,37%. For BKPH Dungus, the total standing stock using Vbc= 1,499E-5Cctr2,693 Dctr1,159 Nctr0,267 is amounted to 73.641,1 m3 with sampling error of 9,01%. To produce a maximum sampling error of 5%, the optimum number of plots in the image and in the field are 114 and 11 plots for BPKH Dagangan, while BPKH Dungus is 508 and 67 plots. The efficiency relatives using double sampling technique provided in this study are 299,11% for BPKH Dagangan and 211,40% for BPKH Dungus. The use of another model with one variable (Nctr for BKPH Dagangan and Cctr for BKPH Dungus) gave slightly lower efficiency relatives, i.e., 151,48% with sampling error of 5,06% for BKPH Dagangan and 150,76% with sampling error of 10,67% for BKPH Dungus.
Key words : double sampling technique, potential stands, non-metric digital imageries
4
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penggunaan Citra Resolusi Tinggi untuk Pendugaan Sediaan Tegakan Jati (Tectona grandis, Linn.f) dengan Teknik Double Sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Fathia Amalia Rama Dhani NRP. E14070079
5
PENGGUNAAN CITRA RESOLUSI TINGGI UNTUK PENDUGAAN SEDIAAN TEGAKAN JATI (Tectona grandis, Linn.f) DENGAN TEKNIK DOUBLE SAMPLING DI KPH MADIUN PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
FATHIA AMALIA RAMA DHANI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
6
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Penggunaan Citra Resolusi Tinggi untuk Pendugaan Sediaan Tegakan Jati (Tectona grandis, Linn.f) dengan Teknik Double Sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
Nama Mahasiswa
: Fathia Amalia Rama Dhani
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr NIP. 19610909 198601 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
1
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Citra Resolusi Tinggi untuk Pendugaan Sediaan Tegakan Jati (Tectona grandis, Linn.f) dengan Teknik Double Sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini adalah sebagai wahana untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah Karya Ilmiah. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2012
Penulis
2
UCAPAN TERIMA KASIH Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Ayahanda Nurhadi, Ibunda Dra. Ria Irawati, juga adik penulis Diki Firmansah dan Talenta Azzahra, beserta seluruh keluarga penulis tercinta yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, dukungan moril dan materil, serta kepercayaan dan doa yang dipanjatkan untuk keberhasilan penulis.
2.
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan pengarahan, motivasi, kesabaran, biaya, dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Bapak Lukman atas pemberian data citra dijital non-metrik resolusi tinggi KPH Madiun untuk pelaksanaan penelitian.
4.
Pihak KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, khususnya kepada Bapak Bambang selaku Wakil Kepala KPH Madiun, Bapak Asper Suyanto beserta Mandor di BKPH Dungus, Bapak Asper Noor beserta Mandor di BKPH Dagangan, dan Bapak Asper Bob besreta Mandor di BKPH Mojorayung, juga kepada Bapak Djumali beserta keluarga atas segenap bantuan selama penulis melakukan penelitian di lapangan.
5.
Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, M.Sc.F selaku dosen penguji, Ir.Sudaryanto selaku ketua sidang pada ujian komprehensif penulis, dan Dr. Ir. Yulius Hero, M.Sc selaku dosen uji petik.
6.
Bapak Uus Saepul M dan Edwine Setia P., S.Hut atas segala kesabaran dan pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
7.
M. Farouq Ikhsan atas segala dukungan, bantuan, dan semangat yang tidak henti diberikan kepada penulis.
8.
Eri Septyawardani, Sri Wahyuni, dan I Putu Arimbawa Pande atas kerjasama yang solid membuka gerbang awal kesuksesan.
9.
Yayu Siti Nurhasanah, Nelly Nailufar, Nurhidayanti, Veteriani Nova, dan Annisa Noor Baeti atas persahabatan dan kebersamaan dalam suka dan duka sejak semester awal perkuliahan.
3
10. Dian Wulansih, Elvia Sari Utami, dan Nikita Putri Gabbie untuk hari-hari bahagia bersama. 11. Keluarga besar Laboratorium Remote Sensing dan GIS MNH Fahutan IPB: Vivi S, Monika T, Tantri J, Nuraini E, Aditya P, A Sani, Erry M, Rudi E, Kak Wulan, Bang Puan, Bang Anom, dan Bang Indra yang selalu memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. 12. Seluruh dosen dan Staf Departemen Manajemen Hutan, terima kasih atas dukungan dan bantuannya, juga kepada seluruh Teman-Teman Manajemen Hutan angkatan 44 beserta Kakak dan Adik angkatan atas kebersamaannya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
4
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan tanggal 1 April 1990 di Bojonegoro, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nurhadi dengan Ibu Ria Irawati. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN Banjarjo 1, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur (TA 1995-2001), selanjutnya penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Bojonegoro, Jawa Timur (TA 2001-2004). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Bojonegoro, Jawa Timur (TA 2004-2007). Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih sendiri mayor Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Kehutanan Institut Pertanian Bogor (BEM-E IPB) di Departemen Minat dan Bakat pada periode pengurusan 2009-2010. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi tahun 2010, serta Praktek Kerja Lapang di PT Balikpapan Forest Industri, Kalimantan Timur. Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Citra Resolusi Tinggi untuk Pendugaan Sediaan Tegakan Jati (Tectona grandis, Linn.f) dengan Teknik Double Sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................v BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1 1.2 Kerangka Pemikiran .................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................5 1.4 Perumusan Masalah ..................................................................................5 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................5 BAB II METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................6 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................6 2.2 Alat dan Data Penelitian ...........................................................................7 2.2.1 Alat yang digunakan di lapangan ...................................................7 2.2.2 Software dan Hardware untuk Pengolahan Data ...........................7 2.2.3 Data Penelitian................................................................................7 2.3 Metode Penelitian ...................................................................................12 2.3.1 Persiapan.......................................................................................12 2.3.2 Pengambilan Data Lapangan ........................................................20 2.3.3 Pengolahan Data ...........................................................................21 2.3.4 Tahapan Penelitian .......................................................................32 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...........................................33 3.1 Letak dan Luas ........................................................................................33 3.2 Kondisi Fisik...........................................................................................33 3.3 Vegetasi ..................................................................................................34 3.4 Kondisi Sosial Ekonomi ........................................................................34 3.4.1 Pengembangan Desa Hutan ..........................................................34 3.4.2 Kependudukan ..............................................................................34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................35 4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan .................................................35 4.2 Koefisien Determinasi (R2) antar Peubah ..............................................39
ii 4.3 Model Persamaan Regresi antar Peubah.................................................41 4.4 Estimasi Potensi menggunakan Double Sampling .................................42 4.5 Efisiensi Double Sampling .....................................................................43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................48 5.1 Kesimpulan ............................................................................................48 5.2 Saran ......................................................................................................49 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................50 LAMPIRAN ...........................................................................................................53
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1 Model dengan peubah N, D, dan C ……………………………………………25 2 Model dengan satu peubah .................................................................................25 3 Perhitungan upah pekerja ...................................................................................30 4 Perhitungan biaya lapangan ...............................................................................30 5 Perhitungan biaya citra.......................................................................................31 6 Mata pencaharian penduduk di kecamatan sekitar hutan tahun 1998 di wilayah KPH Madiun......................................................................................................34 7 Jumlah pohon tiap lokasi penelitian ...................................................................35 8 Hasil foto tegakan menggunakan kamera SLR menggunakan lensa fisheye menurut kelas umur ...........................................................................................37 9 Nilai rata-rata, ragam, SE, dan CV pada pengambilan contoh ganda ................42 10 Biaya pengambilan data lapangan dan citra ......................................................43 11 Hasil efisiensi relatif .........................................................................................46
iv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1 Diagram alir kerangka pikir. ................................................................................4 2 Peta kawasan hutan KPH Madiun Perum perhutani Unit II Jatim. ......................6 3 Peta citra dijital non-metrik BKPH Dagangan. ....................................................9 4 Peta citra dijital non-metrik BKPH Dungus.......................................................10 5 Peta jaringan jalan. .............................................................................................11 6 Hasil pembuatan grid dan titik batas menggunakan ekstensi IHMB-Jaya Versi 6, ArcView. ........................................................................................................14 7 Plot hasil pembuatan grid BKPH Dagangan. .....................................................15 8 Plot hasil pembuatan grid BKPH Dungus..........................................................16 9 Peta sebaran plot contoh BKPH Dagangan. .......................................................18 10 Peta sebaran plot contoh BKPH Dungus.. .......................................................19 11 Cara melakukan on screen digitations untuk menghitung kerapatan tajuk. ....22 12 Cara perhitungan diameter tajuk. .....................................................................22 13 Cara menghitung jumlah pohon. ......................................................................23 14 Diagram alur metode penelitian. ......................................................................32 15 Kondisi tegakan pada lokasi penelitian BKPH Dagangan (a) KU III – IV dan (b) KU V- Up. ...................................................................................................36 16 Kondisi tegakan pada lokasi penelitian BKPH Dungus (a) KU III – IV dan (b) KU V- Up. ...................................................................................................36 17 Kondisi tajuk menggunakan kamera SLR berlensa fish eye (a)Tegakan teresan dan (b) Tegakan normal. ...................................................................................38 18 Hubungan antara N lapangan dengan N citra BKPH Dagangan......................40 19 Hubungan antara n lapangan dengan n citra BKPH Dungus. ..........................40 20 Korelasi tertinggi antara Vbc dengan Cctr BKPH Dagangan............................41 21 Korelasi tertinggi antara Vbc dengan Dctr BKPH Dungus. ..............................41 22 Kurva hubungan antara rasio biaya, koefisiensi korelasi dan efisiensi (Dari J.F. Wear, R. B. Pope, and P.W. Orr, 1966. Pasific Northwest and Range Experient Station diacu dalam Paine, 1981). .....................................................................45
v
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1 Data hasil survey lapangan dan interpretasi citra BKPH Dagangan ..................54 2 Data hasil survey lapangan dan interpretasi citra BKPH Dungus ......................56 3 Kurva hubungan antar peubah bebas BKPH Dagangan ....................................58 4 Kurva hubungan Vbc dengan peubah bebas BKPH Dagangan .........................59 5 Kurva hubungan antar peubah bebas BKPH Dungus ........................................60 6 Kurva hubungan Vbc dengan peubah bebas BKPH Dungus .............................61 7 Perhitungan potensi tegakan dengan double sampling BKPH Dagangan .........62 8 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dagangan...................................................63 9 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dagangan menggunakan model sederhana ...........................................................................................................................64 10 Perhitungan potensi tegakan dengan double sampling BKPH Dungus ...........65 11 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dungus ....................................................66 12 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dungus menggunakan model sederhana .67
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan inventarisasi sumberdaya hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam perencanaan hutan. Inventarisasi hutan diperlukan untuk mengetahui kekayaan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu. Umumnya, inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan beberapa metode pengukuran, yaitu: pengukuran secara terestris (ground survey), pengukuran menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), dan pengukuran dengan menggabungkan kedua metode tersebut (Simon 1993). Pendugaan potensi tegakan secara terestris biasanya lebih akurat, walaupun dalam proses pengumpulan datanya membutuhkan waktu yang lama serta biaya dan tenaga yang besar (Husch 1987). Pada luasan yang cukup besar, metode terestris ini cenderung mempunyai kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (non-sampling error). Berbeda dengan metode terestris, metode penginderaan jauh dapat dilakukan dalam waktu yang cepat dengan cakupan yang luas, juga informasi yang didapat relatif lebih lengkap. Metode ini memiliki keterbatasan yang bersumber dari citra, karena itu pada umumnya citra memerlukan koreksi sebelum dilakukan pengolahan baik koreksi geometrik maupun koreksi radiometrik. Keterbatasan lain dalam metode penginderaan jauh adalah kesalahan yang terjadi dalam penafsiran citra oleh manusia (Anwar 2008). Penggabungan antara metode terestris dan penginderaan jauh merupakan solusi dari kelebihan dan kekurangan dari kedua metode tersebut. Pengukuran parameter pohon atau tegakan dapat dilakukan di atas potret udara, sedangkan pengukuran terestris hanya diperlukan untuk mengecek hasil pengukuran di atas potret (Simon 1993). Potret udara adalah suatu gambaran sebagian permukaan bumi yang menunjukkan semua kenampakan alami seperti halnya topografi dan tumbuhan penutup serta hasil karya manusia seperti fasilitas transportasi dan bangunanbangunan (Husch 1987). Menurut Sutarahardja (1999), penggunaan potret udara atau citra dijital non-metrik dalam inventarisasi hutan dapat mempermudah
2 pemilihan contoh pada potretnya sendiri maupun pada lapangan. Selain itu, penggunaan potret udara juga dapat mempermudah dalam penetapan lokasi petak ukur di lapangan dan membantu dalam penyiapan informasi awal tentang kondisi lapangan yang akan di survey secara terestris. Pengukuran pada citra dijital diyakini dapat dilaksanakan dengan cepat, tetapi pengukuran dengan cara ini memiliki faktor ketelitian yang lebih rendah dibandingkan dengan pegukuran di lapangan. Untuk mengatasi rendahnya ketelitian, maka faktor konsistensi dalam pengukuran dan penafsiran citra harus diterapkan. Teknik double sampling ini dikembangkan untuk memaksimalkan kelebihan dan meminimalkan kekurangan dari kedua metode, untuk mendapatkan hasil yang relatif teliti dan biaya yang relatif murah dengan jangka waktu pengerjaan yang reatif cepat. Penggunaan teknik ini terbukti sangat efisien apabila biaya pengukuran peubah bebas pada fase pertama jauh lebih murah dengan waktu yang lebih cepat pula bila dibandingkan dengan fase ke-dua. Menurut Simon (1993), metode sampling bertingkat ini akan memberi keuntungan yang lebih tinggi bila dalam inventarisasi digunakan potret udara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik ini efisien jika digunakan untuk kegiatan inventarisasi (Howard 1996). Penggunaan metode double sampling dalam rangka inventarisasi hutan digunakan pada penelitian yang dilakukan di KPH Randublatung Jaya dan Cahyono (2001) mengungkapkan bahwa teknik pengambilan contoh ganda menggunakan Potret Udara Format Kecil mampu memberikan efisiensi relatif sebesar 296,7%, sedangkan apabila menggunakan Potret udara Konvensional memberikan efisiensi relatif sebesar 225,7%. Anwar (2008) menyatakan bahwa teknik double sampling menggunakan citra SPOT 5 di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat memberikan efisiensi relatif sebesar 234,79% dengan kesalahan pengambilan contoh sebesar 10,81%. Teknik double sampling dengan stratifikasi memberikan nilai efisiensi relatif yang lebih tinggi dari teknik double sampling. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sujiatmoko (1998) bahwa teknik penarikan contoh ganda terstratifikasi (stratified double sampling) lebih efisien sebesar 111,333% dibandingkan penarikan contoh ganda tanpa stratifikasi (double sampling). Penelitian Iskandar (1995) menghasilkan nilai efisiensi relatif (ER) untuk teknik
3 double sampling berstratifikasi sebesar 282,32% dengan nilai sampling error (SE) sebesar 6,93%, sedangkan teknik double sampling tanpa stratifikasi sebesar 174,14% dengan nilai SE sebesar 11,25%. Yamin (1996) mengemukakan bahwa penggunaan teknik double sampling berstratifikasi memiliki efisiensi sebesar 4.207,6% dengan SE sebesar 11,23%, sedangkan penggunaan teknik double sampling tanpa stratifikasi sebesar 198,9% dengan SE sebesar 3,33%. Dari penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang meggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat aplikasi dari citra dijital non-metrik resolusi tinggi dalam inventarisasi hutan, menganalisis efisiensi teknik double samplingnya, juga melihat seberapa besar akurasi penggunaan citra tersebut. Citra dijital non metrik dengan resolusi tinggi digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan kemudahan proses pengambilan gambar dengan biaya yang murah (Prijono 2002). Penggunaan citra ini diharapkan dapat memberikan peran dalam bidang kehutanan khususnya kegiatan inventarisasi hutan, salah satunya dapat digunakan dalam teknik double sampling dan menghasilkan nilai efisiensi serta akurasi yang tinggi. Dengan beberapa pertimbangan, diantaranya kondisi tegakan dan citra, maka teknik inventarisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik double sampling dengan regresi linier sederhana untuk menduga volume pohon rata-rata bebas cabang. Pada penelitian ini, pengukuran citra dijital dikombinasikan dengan pengukuran lapangan pada tegakan jati (Tectona grandis, L.f) KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
4 1.2 Kerangka Pemikiran Inventarisasi Hutan
Terestris - Akurat - Mahal - Tenaga kerja dan biaya yang tinggi
Penginderaan Jarak Jauh -Murah -Tenaga kerja dan biaya yang rendah -Kurang akurat Kombinasi Terestris dan Penginderaan Jarak Jauh
Multi Stage Sampling
Multi Phase Sampling (Double Sampling)
Data Penginderaan Jarak Jauh
Citra Analog
Potret Udara - Relatif Mahal - 3 Dimensi - Analog
Data Terestris
Citra Dijital
Citra Satelit Analisis/ Dijital - Relatif Murah - Dijital - Relatif Akurat
Citra Dijital Airbone Pesawat Tak Berwak Non-metrik - Murah - Teliti - Dijital - Akurat
Efisien dan Akurat
Gambar 1 Diagram alir kerangka pikir.
5 Inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: metode terestris, penginderaan jarak jauh, dan kombinasi antara keduanya. Metode kombinasi antara terestris dan penginderaan jarak jauh dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kedua metode, salah satunya dengan double sampling. Dalam metode double sampling, data terestris dikombinasikan dengan data penginderaan jauh berupa potret udara, citra satelit analisis atau dijital, dan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Pada Gambar 1 dapat dilihat perbedaan yang mendasar antara potret udara, citra satelit, dan citra dijital non-metrik. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini citra dijital non-metrik resolusi tinggi digunakan untuk mendapatkan data yang murah, teliti, dan akurat. Dalam penelitian ini, teknik double sampling digunakan untuk mengetahui seberapa besar akurasi serta efisiensi relatif citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Diagram alir kerangka pikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aplikasi teknik double sampling menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi guna menduga sediaan tegakan jati.
1.4 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang terdahulu, maka masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah penggunaan citra dijital non-metrik dengan teknik double sampling dapat meningkatkan nilai efisiensi relatif.
1.5 Manfaat Penelitian Berkaitan dengan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan terutama yang melibatkan data citra satelit.
6
BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Gambar 2 Peta kawasan hutan KPH Madiun Perum perhutani Unit II Jatim. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2011 di dua lokasi, yaitu: BKPH Dungus dan BKPH Dagangan yang merupakan bagian dari KPH Madiun Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur. Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Februari 2012 di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
7 2.2 Alat dan Data Penelitian 2.2.1 Alat yang digunakan di lapangan Alat yang digunakan selama di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Peta desain sampling 2. Global Positioning System (GPS) 3. Kompas 4. Kamera dijital dan kamera SLR dengan lensa fish eye 5. Haga hypsometer 6. Suunto clinometers 7. Meteran 8. Tali tambang.
2.2.2 Software dan Hardware untuk Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan hardware komputer yang dilengkapi dengan seperangkat periferalnya. Software yang digunakan adalah MS Excel dengan fungsi analysis data, SPSS, Erdas Imagine, Hemiview, dan ArcView dengan sistem pendukung ekstensi image analysis, geoprocessing, graticules and measured grid, projection utility wizard, xtools, dan ekstensi IHMB-Jaya versi 6.
2.2.3 Data Penelitian 1. Data Utama a. Citra Dijital Non-metrik Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra dijital non-metrik resolusi tinggi KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang direkam menggunakan pesawat tak berawak (Unmaned aircraft). Perekaman citra dilakukan pada bulan April 2011. Citra ini memiliki resolusi tinggi sampai dengan 20 cm.
b. Data Hasil Pengukuran Lapangan dan Hasil Interpretasi Data yang digunakan dari hasil pengukuran lapangan dan interpretasi citra pada penelitian ini, yaitu: kerapatan tajuk (C), diameter tajuk (D), dan jumlah pohon setiap plot contoh (N).
8 2. Data Pendukung Data pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta desain sampling, peta jaringan jalan, peta areal kerja, dan peta kelas hutan KPH Madiun.
9
9
Gambar 3 Peta citra dijital non-metrik BKPH Dagangan.
10
10
Gambar 4 Peta citra dijital non-metrik BKPH Dungus.
11
11
Gambar 5 Peta jaringan jalan.
12 2.3 Metode Penelitian 2.3.1 1.
Persiapan
Koreksi Geometrik Tahapan persiapan penelitian ini diawali dengan koreksi geometrik atau
rektifikasi. Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang, sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta. Koreksi ini dilakukan untuk memudahkan pengecekan objek citra di lapangan, memudahkan penggabungan citra dengan sumber data lain agar tidak mengalami distorsi luas atau memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel (Jaya 2002). Rektifikasi dilakukan dengan proses resampling yang merupakan suatu proses transformasi citra dengan memberikan nilai piksel terkoreksi. Pelaksanaan resampling dilakukan dengan proses transformasi dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat lain, sedangkan metode yang digunakan adalah Nearest Neighbour. Tahapan melakukan rektifikasi adalah sebagai berikut: a. Memilih titik kontrol lapangan (Ground control point). GCP tersebut sedapat mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah berubah dalam jangka waktu lama. GCP harus tersebar merata pada citra yang akan dikoreksi. Pemilihan GCP dilakukan secara visual pada lokasi yang dirasa cukup jelas dan mudah dijangkau. GCP yang digunakan pada lokasi BKPH Dagangan adalah sebanyak 10 GCP dan pada lokasi Dungus sebanyak 7 GCP. GCP dibuat untuk mempermudah menemukan titik plot pada lokasi penelitian dan untuk memperoleh akurasi geometri ketika foto udara telah dibuat atau sedang digunakan dalam penyiapan peta. Jumlah minimum GCP yang ditentukan di lapangan tergantung pada beberapa faktor termasuk tujuan survey, luasan wilayah yang diliput, serta kondisi medan. b. Membuat persamaan transformasi yang digunakan untuk melakukan interpolasi spasial. Persamaan ini umumnya berupa persamaan polynomial baik orde 1, 2, dan 3, pada penelitian ini digunakan orde 1.
13 Orde I disebut juga Affine transformation (diperlukan minimal 3 GCP): ′ ……………………………………………………………(1)
′ ............................................................................................. (2) Keterangan : p' dan l' X dan Y , ,
= posisi piksel pada citra yang belum terkoreksi = posisi koordinat peta (geodetik) = koefisien elevasi = koefisien regresi
c. Menghitung kesalahan RMSE (root mean squared error) dari GCP yang terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung dengan rumus 3. ……………………………………………..(3) 2. Pemilihan Titik Lokasi Pengamatan Lokasi sebaran titik pengamatan lapangan ditentukan melalui metode Simple Random Sampling yang diawali dengan penggunaan Ekstensi IHMB-Jaya Versi 6 pada ArcView. Langkah pertama dilakukan pembuatan grid menggunakan tools IHMB membuat grid, selanjutnya dibuat titik batas wilayah seperti yang dapat dilihat pada gambar 5. Pada pembuatan grid diperlukan beberapa informasi yang harus ditentukan, sebagai berikut : a. Bilangan acak yang digunakan adalah 56 untuk (x) dan 65 untuk (y). b. Jarak antar plot untuk pembuatan grid adalah selebar 75 m × 75 m. Setelah grid terbentuk, ditambahkan titik–titik plot dengan tools IHMB membuat plot pada setiap pertemuan antara garis barat-timur dan garis utaraselatan untuk kemudian dipilih n plot contoh yang tersebar menurut kelas umur dan bonita. Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan tampilan lebih jelas untuk hasil tahapan penambahan plot pada grid yang telah dibuat.
14
Gambar 6 Hasil pembuatan grid dan titik batas menggunakan ekstensi IHMBJaya Versi 6, ArcView.
15
15
Gambar 7 Plot hasil pembuatan grid BKPH Dagangan.
16
16
Gambar 8 Plot hasil pembuatan grid BKPH Dungus.
17 Pada kedua lokasi penelitian dilakukan pemilihan 76 plot contoh untuk tahapan perama (n) dari titik-titik yang telah didapat dari proses tersebut. Pemilihan plot ini bertujuan untuk memperoleh data pada citra dan juga memudahkan pemilihan plot contoh yang diteliti di lapangan. Plot contoh yang digunakan berbentuk lingkaran dengan luasan sesuai dengan KU (Kelas umur). a. KU I – II dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0,02 ha b. KU III – IV dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0,04 ha c. KU V – Up dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0,1 ha. Pemilihan plot contoh tahapan ke-dua (m) dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih setengah dari jumlah plot contoh pada tahapan pertama, dengan kata lain dipilih m sebanyak 38 plot contoh. Seperti pemilihan plot contoh tahap pertaman (n), pemilihan pada tahap ke-dua ini dilakukan secara acak menyebar menurut bonita dan umur tegakan plot contoh tahapan pertama. Plot contoh ini selanjutnya menjadi plot yang dilakukan survey lapangan. Pemilihan sampel yang relatif kecil memberikan hasil sampling yang baik pada double sampling. Menurut Sutarahardja (1999), pengukuran parameter pada potret dapat dilakukan sebanyak mungkin dan diusahakan agar konsisten untuk mengurangi kesalahan dalam penaksiran. Sedangkan pengukuran di lapangan cukup beberapa plot contoh saja, asalkan mewakili seluruh kondisi tegakan. Setelah dilakukan pemilihan plot contoh untuk survey lapangan, dilakukan pembentukan titik ikat pada areal yang mudah dijangkau dan berdekatan dengan plot contoh. Titik ikat digunakan untuk mempermudah jangkauan menuju plot contoh yang ingin diteliti.
18
18
Gambar 9 Peta sebaran plot contoh BKPH Dagangan.
19
19
Gambar 10 Peta sebaran plot contoh BKPH Dungus.
20 3.
Pembuatan Peta Desain Sampling Peta desain sampling dibuat sebagai alat bantu pengamatan di lapangan.
Peta desain sampling dibuat melalui proses layout dari overlay antara citra, lokasi penelitian, dan peta jaringan jalan yang dibuat pada tahapan sebelumnya. Semua informasi yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya seperti sebaran plot contoh yang diteliti di lapangan (m), GCP dan titik ikat digunakan dalam pembuatan peta desain sampling ini. Peta desain sampling kemudian dicetak pada kertas A3 dengan skala 1: 6500.
2.3.2 Pengambilan Data Lapangan Plot contoh yang diteliti di lapangan (m) adalah sejumlah 38 plot yang telah ditentukan pada tahap persiapan. Data yang diambil di lapangan, sebagai berikut: 1. Nomor plot 2. Keliling pohon setinggi dada 3. Keliling pohon setinggi 0,5 meter 4. Tinggi total pohon 5. Tinggi bebas cabang (tbc). 6. Diameter tajuk 7. Jarak dan sudut azimuth setiap pohon dari titik pusat plot 8. Koordinat plot contoh 9. Koordinat pohon Untuk data pembantu, diambil juga beberapa foto lapangan dan foto kerapatan tajuk menggunakan kamera SLR berlensa fish eye. Semua data tersebut dicatat pada tally sheet yang telah dipersiapkan pada tahapan persiapan.
21 2.3.3 Pengolahan Data 1. Interpretasi Citra Menurut
Jaya
(2006),
klasifikasi
diartikan
sebagai
suatu
proses
mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang bersangkutan. Klasifikasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pada penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Klasifikasi pendekatan kualitatif merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra, baik potret udara maupun citra satelit dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Interpretasi merupakan suatu tindakan untuk mengidentifikasi gambar di atas foto sesuai dengan tujuan menguji dan mengecek kebenarannya (Simon 1993). Interpretasi dapat digunakan dalam bermacam hal, Wolf (1993) menyatakan bahwa interpretasi foto dapat membantu dalam pemetaan spesies pohon, penentuan umur, kerapatan dan ukuran pohon, dan juga pemecahan masalah lain yang berkaitan dengan kehutanan seperti evaluasi kerusakan oleh kebakaran hutan, hama, dan penyakit. Pada penelitian ini dilakukan penentuan persen kerapatan tajuk pada citra (Cctr), diameter tajuk pada citra (Dctr), dan jumlah pohon pada citra (Nctr). Penentuan persen ketiga peubah bebas tersebut dilakukan menggunakan interpretasi visual. Menurut Howard (1996), analisis citra visual didefinisikan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar dalam foto tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya. Rahaju (1997) membenarkan bahwa penentuan kerapatan tajuk dapat diestimasi dengan menggunakan bantuan penglihatan. Teknik interpretasi visual menggunakan kemampuan pikir manusia yang paling baik untuk melakukan evaluasi kualitatif pada daerah kajian, akan tetapi teknik ini memiliki keterbatasan yaitu memerlukan latihan ekstensif dan bersifat intensif tenaga.
Penyebabnya
adalah
keterbatasan
kemampuan
manusia
untuk
memisahkan nilai rona pada citra dan adanya kesulitan bagi penafsir untuk menganalisis beberapa citra pada waktu yang sama (Lillesand & Kiefer 1990).
22 Tahapan penentuan kerapatan tajuk dalam penelitian ini dilakukan dengan on screen digitations untuk membedakan luasan bertajuk dan non-tajuk pada tiap plot yang telah diambil. Setelah luasan wilayah bertajuk didapat, kemudian luasan tersebut dibagi dengan luas plot contoh dan dikalikan 100%.
%
!"!# $%! &' ( ) )*)#
+100% .............................................................. (4)
Gap tajuk
Areal tutupan tajuk
Gambar 11 Cara melakukan on screen digitations untuk menghitung kerapatan tajuk. Diameter tajuk didapatkan dengan mengukur citra secara langsung menggunakan tools measure pada Arcview yang kemudian diambil rata-rata diameter tajuk setiap plot. Penentuan diameter tajuk diperlukan ketelitian yang tinggi dalam membedakan tajuk yang berada dalam suatu plot. Menurut Spurr (1960), kesalahan terbesar terjadi dalam pengukuran diameter tajuk pohon pada potret udara apabila tajuk pohon terlihat kecil-kecil dan berkelompok, sehingga sukar ditentukan batas antara tajuk yang satu dengan lainnya.
Arah pengukuran diameter tajuk
Gambar 12 Cara perhitungan diameter tajuk.
23 Seperti pengukuran kerapatan dan diameter tajuk, maka perhitungan jumlah pohon citra dalam setiap plot juga dilakukan secara visual dengan menghitung langsung jumlah pohon yang ada di citra. Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah pohon pada plot tersebut adalah 9 pohon.
Posisi Pohon
Gambar 13 Cara menghitung jumlah pohon. 2.
Pengolahan Data Lapangan Setelah data lapangan diperoleh, maka dilakukan pemetaan data ke dalam
citra menggunakan software Arcview. Data yang dipetakan antara lain koordinat plot contoh, koordinat pohon, dan diameter tajuk. Sebelum dilakukan pemetaan data mengunakan Arcview, dilakukan pengunduhan dari GPS menggunakan komputer untuk memperoleh semua data yang telah didapatkan di lapangan. Dari pemetaan data koordinat pohon, didapatkan jumlah pohon di lapangan (Nlap) pada setiap plotnya. Diameter tajuk lapangan (Dlap) yang diperoleh, digunakan untuk menghitung kerapatan tajuk citra di lapangan (Clap). Nilai diameter digunakan untuk membuat buffer tajuk pohon yang bertitik pusat pada koordinat pohon. Setelah buffer terbentuk dan didapatkan luasannya, kemudian luasan tersebut dibagi dengan luas plot contoh dan dikalikan 100%. Nilai sediaan tegakan lapangan didapat dengan sebelumnya dilakukan perhitungan sediaan tiap pohon menggunakan rumus 5. Setelah nilai sediaan setiap pohon didapat, kemudian dilakukan penjumlahan sediaan pohon yang berada pada plot yang sama dengan menggunakan perhitungan rumus 6. Nilai
24 sediaan yang didapatkan ini merupakan sediaan tegakan lapangan pada tiap plot contoh. Vbc i = 1 × π × dbh 2 × tbc ................................................................................. (5) 4 n
Vbcplot = ∑Vbci
………………………………………………………….…..(6)
i =1
Keterangan : Vbci = Volume tiap pohon (m3) Vbcplot = Volume pohon tiap plot (m3/plot) Dbh = Diameter pohon bebas cabang (m) Tbc = Tinggi pohon bebas cabang (m) n = Jumlah pohon setiap plot 3.
Koefisien Determinasi (R2) antar Peubah Data yang didapat dari survey lapangan yang baik paling tidak hampir
mendekati nilai dari data hasil interpretasi citra dan keduanya memliliki selisih yang konsisten. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui konsistensi antar peubah. Koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar suatu peubah dapat menjelaskan peubah lainnya (Walpole 1982). Semakin tinggi nilai R2, menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan suatu peubah dalam menjelaskan peubah lainnya, dan juga sebaliknya. Koefisien determinasi dapat diperoleh melalui pembuatan scatter plot. Perhitungan koefisien determinasi dilakukan antara Nctr dengan Nlap, Dctr dengan Dlap, dan juga Cctr dengan Clap. Selain peubah-peubah tersebut, dilakukan juga perhitungan R2 antara peubah Vbc dengan Nctr, Vbc dengan Dctr, dan Vbc dengan Cctr untuk melihat seberapa besar peubah citra dapat menjelaskan nilai Vbc yang diperoleh pada tahapan sebelumnya.
25
4.
Pendugaan model Model yang didapat dari pengambilan dan pengolahan data yang dilakukan
bersama Eri Septyawardani dan Sri Wahyuni terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Model dengan peubah N, D, dan C No. 1
Model BKPH Dagangan Vbc= -10,164+1,027Nctr+1,752Dctr+0,081Cctr
2
R2(%)
85,70
BKPH Dungus Vbc= 1,499E-5Cctr2,693 Dctr1,159 Nctr0,267
73,70
Dari kedua model tersebut dapat diketahui bahwa peubah bebas yang dicari untuk melakukan perhitungan teknik double sampling pada lokasi KPH Madiun adalah peubah bebas C (kerapatan tajuk), D (diameter tajuk), dan N (jumlah pohon). Selain menggunakan model dengan peubah N, D, dan C, pada penelitian ini juga menggunakan model dengan satu peubah sebagai pembanding. Tabel 2 Model dengan satu peubah No. 1
Model BKPH Dagangan Vbc=10,361+1,169Nctr
2
R2(%)
56,40
BKPH Dungus Vbc= -62,221+1,266Cctr
57,20
Diperlukan satu peubah untuk menduga sediaan tegakan dengan menggunakan model ini, yaitu: N (jumlah pohon) untuk lokasi BKPH Dagangan dan C (kerapatan tajuk) untuk lokasi BKPH Dungus. Model yang didapatkan ini kemudian digunakan untuk mengetahui nilai sediaan tegakan di citra pada tiap plot. Sediaan tegakan di citra didapat dengan cara memasukkan informasi nilai peubah citra yang menyusun model tersebut.
26 5.
Perhitungan Double Sampling Hasil iterpretasi citra dan hasil pengukuran di lapangan selanjutnya
digunakan untuk menduga nilai estimasi sediaan tegakan menggunakan teknik double sampling (Paine 1981) :
Yˆdslr = Y m + b ( X n − X m )
…………………………………………...………………………..…...(7)
Keterangan : Yˆdslr = Volume estimasi menggunakan teknik double sampling with linear regression (dslr) Ym = Rata-rata volume tegakan hasil pengukuran dari m plot di lapangan pada fase ke-dua = Rata-rata volume tegakan hasil estimasi melalui potret udara dari n plot X n pada fase pertama = Rata-rata volume tegakan hasil estimasi melalui potret udara dari m plot X m pada fase ke-dua b = Slope dari regresi. Koefisien regresi dari persamaan yang didapat dihitung menggunakan metode kuadrat terkecil (least squared method). Ragam dari pengambilan contoh ganda (S2ydslr) ini dihitung dengan rumus sebagaimana disarankan oleh DeVries (1986) dalam Shiver and Borders (1996) :
S 2 ydslr =
S 2 ym m
n − m 2 …………………………………………………..….....(8) r 1 − 1 − n
dimana : m
∑ S 2 ym =
i =1
m
y 2i − (∑ yi ) 2 m i =1
m −1
…………………………..………………………………………..…...(9)
27 m m x i y i − ∑ x i ∑ yi m i =1 i =1 i =1 1/ 2 2 m m ∑ xi m ∑ yi 2 i =1 − y i − i =1 m ∑ m i =1 m
∑ r =
m x 2i ∑ i =1
2
1/ 2
………………………………...(10)
Keterangan: S 2 y dslr = Penduga ragam bagi nilai tengah populasi S 2 ym m n r x y
= = = = = =
Penduga ragam bagi nilai tengah contoh Jumlah plot di lapangan (fase 2) Jumlah plot di citra (fase 1) Koefisien korelasi Nilai dugaan volume pada citra Nilai volume dari lapangan.
Selang kepercayaan (1-α)×100% bagi nilai tengah (rata-rata) populasi ( ydslr )
a.
Berdasarkan nilai dugaan rata-rata populasi dan ragamnya dapat dibuat penduga selang bagi nilai tengah populasi dengan rumus 11.
y dslr ± ( t ( α
2
, dbf
×
)
S
2
y dslr ) …………………………………………………………..…...(11)
Penduga total populasi ( Yˆdslr )
b.
Nilai dugaan bagi total populasi dapat dihitung berdasarkan nilai dugaan rata-rata populasi dan luas wilayah (N) dengan rumus 12.
Yˆ dslr
= N × y
dslr
…………………………………………………………..……………….…....(12)
Penduga ragam bagi total populasi ( S
c.
2 Yˆ dslr )
Nilai dugaan bagi ragam total populasi dapat dihitung dengan rumus 13.
S
2
Yˆ dslr
= N
2
× S
2
y dslr
……………………………………………………………….…...(13)
28 d.
Selang kepercayaan (1-α)×100% bagi total populasi Berdasarkan nilai dugaan bagi populasi, nilai t-student (t(α/2.dbf)) dan
ragamnya, dapat dibuat penduga selang bagi total populasi dengan rumus 14.
Yˆ dslr e.
± t (α
;m )
Sy
…………………………………………………..……………….…....(14)
dslr
Kesalahan penarikan contoh (SE) Untuk mengetahui ketelitian pendugaan parameter populasi dengan metode
penduga regresi untuk double sampling, dapat dihitung besarnya sampling error berdasarkan nilai dugaan bagi populasi, nilai t-student (t(α/2.dbf)) dan ragamnya dengan rumus 15.
SE =
t ( α ; m ) Sy Yˆ
dslr
……………………………………………..………………..... (15) x 100 % Koefisien Variasi (CV)
dslr
Koefisien variasi adalah perbandingan antara simpangan standar dengan nilai rata-rata yang dinyatakan dengan persentase. Koefisien variasi berguna untuk melihat sebaran data dari rata-rata hitungnya. CV
f.
=
Sy dslr Yˆ dslr
……………………………………………..……………………….....(16)
× 100 %
Alokasi optimum dan efisiensi relatif Alokasi optimum digunakan untuk menentukan jumlah plot contoh yang
optimum yang akan diamati di citra dan di lapangan. Untuk melakukan optimalisasi dapat dilakukan salah satunya dengan metode Multiplier Langrange (Paine 1981).
Cf n f = ns E C f + (R )(C p )
[
n p = n f (R )
]
.....................................................................(17)
……………………………………………..……………………………………………........(18)
29 Dimana : ns =
E =
( CV ) 2 ( t ) 2 ……………………………………………..…………………………………….......(19) (DSE % )2
C
/C
f
C
(1 − r ) 2
p
f
C
p
+ r
2
………………………………..…………………………………….(20)
dan 1
R =
1 − r 2 r
2
C C
p f
………………………………..……………………………..………....(21)
.
Keterangan : nf = Alokasi plot optimum di lapangan = Alokasi plot optimum di citra np ns = Jumlah plot yang harus dibuat jika pengamatan hanya di lapangan Cp = Biaya pengamatan di citra Cf = Biaya pengamatan di lapangan R = Rasio optimum antara jumlah plot di citra dengan di lapangan E = Efisiensi CV = Koefisien variasi DSE% = Kesalahan sampling yang diharapkan. Biaya yang dikeluarkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu: biaya pengamatan di citra dan biaya pengamatan di lapangan. Biaya pengamatan di citra adalah semua biaya yang dikeluarkan mulai dari pembelian citra, pengolahan atau interpretasi citra, sampai dengan biaya-biaya lain termasuk biaya cetak citra menjadi peta. Sedangkan biaya pengamatan di lapangan meliputi biaya transportasi, pemberian upah pekerja, dan lain sebagainya. Biaya yang dikeluarkan untuk pengamatan di lapangan harus lebih tinggi daripada biaya pengamatan di citra untuk mencapai nilai efisiensi teknik double sampling yang tinggi.
30 Tabel 3 Perhitungan upah pekerja Lokasi Jumlah Pekerja (orang) BKPH 6 Dagangan BKPH Dungus
6
Jml hari kerja (hari)
Upah satuan (Rp/orang/hari)
4
40.000
960.000
4
40.000
960.000
Tabel 4 Perhitungan biaya lapangan Lokasi Pengeluaran BKPH Dagangan Upah pekerja Transportasi Bogor - Madiun total BKPH Dungus
Upah pekerja Transportasi Madiun - Bogor
total
Upah (Rp)
Biaya (Rp.) 960000 420000 1380000
960000 420000 1380000
Biaya lapangan per hektar Upah Rp.1.380.000 = = Rp.363.157 ( jumlah plot × luasan plot ) (38 × 0,1)
Pada Tabel 4 dapat diketetahui bahwa biaya yang dikeluarkan untuk survey lapangan antara lokasi BKPH Dagangan dan BKPH Dungus adalah sama, sebesar Rp. 1.380.000 untuk tiap lokasinya. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan jumlah pekerja, hari kerja, dan upah pekerja pada setiap lokasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Setelah dilakukan perhitungan lebih lanjut, didapat biaya lapangan per hektar (ha) sebesar Rp. 363.157.
31 Tabel 5 Perhitungan biaya citra Lokasi Pengeluaran BKPH Dagangan
BKPH Dungus
Harga Satuan (Rp)
Banyak
Biaya (Rp)
Pembelian citra Cetak peta ukuran A3 Cetak peta ukuran A0 Interpretasi Total biaya Biaya per ha
20.000/ha 5.000/peta 10.000/peta 2.000/ha
172,3 ha 3 1 172,3 ha
3.446.200 15.000 10.000 344.620 3.815.820 22.145
Pembelian citra Cetak peta ukuran A3 Cetak peta ukuran A0 Interpretasi Total biaya Biaya per ha
20.000/ha 5.000 10.000 2.000/ha
169 ha 3 1 169 ha
3.380.000 15.000 10.000 338.000 3.743.000 22.148
Biaya citra (Cp) dapat dilihat pada Tabel 5. Pada kedua lokasi penelitian, biaya citra yang dikeluarkan hampir sama, yaitu: Rp.22.145 untuk lokasi BKPH Dagangan dan Rp.22.148 untuk BKPH Dungus.
Efisiensi relatif (ER) dalam penelitian ini adalah rasio antara biaya yang dikeluarkan dengan metode pengambilan contoh acak sederhana.
ER =
n sC n pC
p
× 100 % ………………………………..…………………….……...(22)
f
+ nfC
f
32
2.3.4 Tahapan Penelitian
Mulai Citra dijital non-metrik resolusi tinggi
Persiapan
Data pendukung (peta areal kerja, peta jalan, dsb)
Koreksi citra
Pengecekan lapangan
Interpretasi visual(Interpretasi, dijitasi, klasifikasi)
Analisis statistik (pendugaan model)
Perhitungan double sampling Data hasil interpretasi citra (m)
Data hasil cek lapang (n) Analisis plot optimum dan efisiensi relatif Efisiensi Relatif teknik double sampling
Selesai
Gambar 14 Diagram alur metode penelitian.
33
BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun memiliki kawasan hutan seluas 31.219,7 ha yang terdiri dari 2 (dua) kelas perusahaan, yaitu: kelas perusahaan jati seluas 27.483,6 ha dan kelas perusahaan non-kayu (Kayu Putih) seluas 3.736,10 ha. Secara geografis KPH Madiun terletak pada 7⁰34’36’’ 7⁰58’12” Lintang Selatan dan 111⁰17’51” - 111⁰42’43” Bujur Timur, sedangkan secara administratif terletak di 3 (tiga) wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Magetan. Batas wilayah KPH Madiun, sebagai berikut: 1.
Utara
: KPH Saradan
2.
Timur
: KPH Saradan dan KPH Lawu Ds
3.
Selatan
: KPH Lawu Ds
4.
Barat
: KPH Lawu Ds dan KPH Ngawi.
Selain itu, KPH Madiun juga berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dengan terbagi menjadi 4 (empat) Bagian Hutan menjadi Bagian Hutan Caruban, Pagotan, Ponorogo Barat, dan Ponorogo Timur.
3.2 Kondisi Fisik KPH Madiun memiliki kondisi lapangan yang relatif bervariasi mulai dari kondisi lapangan datar sampai dengan bergunung–gunung. Kondisi lapangan wilayah KPH Madiun yang termasuk DAS Bengawan Solo juga menjadikan wilayah KPH Madiun dilewati oleh banyak aliran sungi mulai sungi kecil sampai dengan besar. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, wilayah KPH Madiun mempunyai tipe iklim C dengan nilai Q antara 33,3-60 dengan tingkat curah hujan antara 563-3.303 mm/th dan rata–rata curah hujan 1.681 mm/th. Suhu udara di KPH Madiun berkisar antara 21,75⁰C-31,68⁰C dengan kelembaban udara antara 64%-92%.
34
3.3 Vegetasi Kawasan hutan KPH Madiun terdiri dari beberapa macam jenis pohon yang didominasi oleh jenis tanaman Jati sebesar 81%. Tanaman lain yang memiliki persentase lebih dari 2% adalah Rimba Campuran (5,9%), Mahoni (5%), Mindi (2,7%), dan Sonobrit (2,2%).
3.4 Kondisi Sosial Ekonomi 3.4.1 Pengembangan Desa Hutan Tingkat kemampuan suatu desa dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berkaitan dengan sosial ekonomi, dinyatakan pengembangan desanya dengan status swakarya, swadaya, dan swasembada. Desa-desa di lingkungan kawasan hutan KPH Madiun pada umumnya mempunyai kategori Desa Swasembada.
3.4.2 Kependudukan Jumlah penduduk dalarn kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH Madiun adalah 804.789 orang, terdiri dari 393.121 laki-laki dan 411.667 perempuan.
3.4.3 Mata Pencaharian Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa mata pencaharian masyarakat sekitar bervariasi yaitu petani, pedagang, buruh, pegawai negeri/ ABRI, dan lain-lain, seperti yang terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Mata pencaharian penduduk di kecamatan sekitar hutan tahun 1998 di wilayah KPH Madiun Mata Kabupaten pencaharian Jumlah Madiun Magetan Ponorogo (orang) Petani 324.041 219.333 108.463 651.463 Pedagang 47.809 93.491 5.912 1.928 Pensiunan 534 45 1.349 1.928 Buruh 37.185 81.779 85.147 204.111 Peg/TNI 58.443 63.772 8.884 131.099 Lain-lain 10.624 52.009 49.043 111.676 Jumlah 478.636 510.429 258.424 1.247.489 Sumber data : RPKH madiun 2001-2010
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan Berdasarkan jumlah pohon yang ditemukan di lapangan, jumlah pohon yang diperoleh dari 38 plot lokasi BKPH Dagangan ada sebanyak 372 pohon, dimana sebaran menurut kelas diameternya pohon yang berdiameter > 50 cm ada sebanyak 120 pohon, sedangkan pohon dengan diameter antara 25-50 cm ada sebanyak 252 pohon. Berbeda dengan BKPH Dagangan, BKPH Dungus memiliki jumlah pohon yang lebih banyak adalah 520 pohon, dengan jumlah pohon berdiameter > 50 cm sebanyak 108 pohon, sedangkan pohon dengan diameter 2050 cm sebanyak 412 pohon. Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi BKPH Dagangan memiliki diameter pohon yang relatif lebih besar daripada lokasi BKPH Dungus, tetapi BKPH Dagangan memiliki jumlah pohon (kerapatan pohon) yang relatif sedikit. Walaupun berada dalam lokasi yang tidak terlalu jauh, dapat terjadi perbedaan antara suatu lokasi dengan lokasi yang lainnya. Tabel 7 Jumlah pohon tiap lokasi penelitian No. Lokasi
25 – 50 cm
> 50 cm
1
BKPH Dagangan
252
120
2
BKPH Dungus
412
108
36
(a)
(b)
Gambar 15 Kondisi tegakan pada lokasi penelitian BKPH Dagangan (a) KU III – IV dan (b) KU V- Up.
(a)
(b)
Gambar 16 Kondisi tegakan pada lokasi penelitian BKPH Dungus (a) KU III – IV dan (b) KU V- Up.
37 Tabel 8 Hasil foto tegakan menggunakan kamera SLR dengan lensa fisheye menurut kelas umur Hasil foto menggunakan LAI Rata-rata No. Lokasi lensa fish eye Cctr(%) BKPH Dagangan 1
KU III-IV
0,692
79
2
KU V-up
1,098
83
1
BKPH Dungus KU I-II
0,772
66
2
KU V-up
1,199
74
38 Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai LAI (Leaf Area Index) pada salah satu plot contoh lokasi BKPH Dagangan yang mewakili KU III-IV adalah 0,692 dan untuk KU V-up adalah 1,098, sedangkan untuk lokasi BKPH Dungus adalah 0,772 untuk KU I-II dan 1,199 untuk KU V-up. Leaf Area Index didefinisikan sebagai nisbah luas daun dan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk. LAI juga dapat diartikan sebagai setengah dari penutupan total luas permukaan oleh daun per unit lantai tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk (Djumhaer 2003). Herdiyanti (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan tajuk suatu hutan, maka semakin tinggi pula nilai LAI-nya. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang didapat pada penelitian ini. Nilai rata-rata kerapatan tajuk citra (Cctr) pada KU V-up untuk kedua lokasi lebih tinggi dari pada nilai rata-rata Cctr pada KU di bawahnya.
(a)
(b)
Gambar 17 Kondisi tajuk menggunakan kamera SLR berlensa fish eye (a)Tegakan teresan dan (b) Tegakan normal. Pengambilan data lapangan dilakukan pada waktu kemarau, pada saat tegakan jati mengalami gugur daun yang berbeda dengan musim saat pengambilan foto citra. Tampilan citra dijital pada Gambar 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa tajuk tumbuh dengan lebat, tetapi pada tampilan Gambar 17 tajuk terlihat jarang. Perbedaan ini disebabkan karena pengambilan data lapangan dilakukan pada saat
39 musim kemarau. Musim kemarau merupakan waktu dimana Jati menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi. Musim merupakan faktor yang perlu diperhatikan mengingat hutan jati memiliki penampakan yang berbeda pada musim penghujan dan musim kemarau, dimana jati akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau (Perhutani 1995). Perbedaan tidak akan mengurangi keakuratan data apabila dilakukan pengukuran dengan benar dan didapatkan perbedaan data yang sistematik. Perbedaan musim pada pengambilan foto citra dan pengambilan data dapat dikategorikan dalam bias, karena terjadinya perbedaan atau selisih data yang diperoleh relatif konsisten. Bias merupakan kesalahan-kesalahan yang terjadi secara sistematik (Paine 1981). Simon (1993) menyatakan bahwa bias dapat terjadi karena alat yang dipakai cacat dan juga prosedur sampling atau cara analisis yang tidak benar secara terus-menerus dan tetap. Apabila terjadi hal yang seperti itu, maka bias tersebut ditiadakan. Dengan kata lain, kesalahan penaksiran tidak menjadi masalah besar, asalkan dalam penaksiran tersebut cukup konsisten (Sutarahardja 1999).
4.2 Koefisien Determinasi (R2) antar Peubah Dari hasil pengukuran di lapangan dan interpretasi citra selanjutnya dilakukan pengujian konsistensi untuk beberapa peubah, yaitu: kerapatan tajuk (C), diameter tajuk (D), dan jumlah pohon (N). Hasil analisis diketahui bahwa koefisien determinasi antata Clap dengan Cctr, Dlap dengan Dctr, dan Nlap dengan Nctr, diperoleh masing-masing 52,7%; 63,70%; dan 88,70% pada lokasi BKPH Dagangan, dan 51,80%; 72,30%; dan 78,00 pada lokasi BKPH Dungus. Bisa dilihat bahwa nilai R2 yang paling tinggi dimiliki oleh perbandingan peubah N untuk kedua lokasi. Semakin tinggi nilai R2 menunjukkan semakin tinggi kemampuan suatu peubah dalam menjelaskan peubah lainnya.
N lap (Jmlpohon/plot)
40
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
y = 1,007x - 0.100 R² = 88,7 Linear (Series1) 0
5 10 15 N citra (Jml pohon/plot)
20
Gambar 18 Hubungan antara N lapangan dengan N citra BKPH Dagangan.
N Lap (Jml pohon/plot)
30 25 20 15 y = 1,079x - 1,148 R² = 78,0
10 5
Linear (Series1)
0 0
10 20 N Ctr (Jml pohon/plot)
30
Gambar 19 Hubungan antara N lapangan dengan N citra BKPH Dungus. Pada lokasi BKPH Dagangan, koefisien determinasi tertinggi dan terendah antara peubah-peubah citra dengan Vbc diduduki oleh Nctr dengan R2 = 61,7% dan Dctr dengan R2 = 30,9%, sedangkan koefisien determinasi yang tertinggi dan terendah pada BKPH Dungus diduduki oleh Dctr dengan R2 = 60,90% dan Nctr dengan R2 = 11,20%. Persamaan benilai positif mempunyai arti bahwa antara dua peubah tersebut memiliki hubungan yang linier positif, dimana setiap kenaikan satu satuan peubah akan diikuti dengan kenaikan sediaan pohon sebesar nilai x, dan sebalikya. Peubah bebas yang memiliki nilai R2 paling tinggi merupakan
41 peubah bebas yang paling berpengaruh terhadap nilai sediaan tegakan berdasarkan model yang didapat.
35 30
Vbc (m3/plot)
25 20 15
y = 1,266x + 9,619 R² = 61,7
10
Linear (Series1)
5 0 0
5 10 15 N Citra (Jml pohon/plot)
20
Gambar 20 Korelasi tertinggi antara Vbc dengan Cctr BKPH Dagangan.
70
Vbc (m3/plot)
60 50 40 30
y = 1,521e0,408x R² = 60,9 Expon. (Series1)
20 10 0 0
5 D Ctr (meter/plot)
10
Gambar 21 Korelasi tertinggi antara Vbc dengan Dctr BKPH Dungus.
4.3 Model Persamaan Regresi antar Peubah Persamaan regresi disusun berdasarkan peubah bebas yang diukur dari citra. Persamaan ini untuk mengetahui sejauh mana peubah bebas dari citra dapat menjelaskan peubah tak bebas (Vbc) yang diukur dari lapangan.
42 Dalam penelitian ini digunakan dua jenis model, yaitu: model yang menggunakan semua peubah tegakan (C, D dan N) dan model dengan satu peubah. Pada Tabel 1 dapat dilihat model terbaik di setiap lokasi. Dari model ini dapat dilihat bahwa peubah yang digunakan adalah C (kerapatan tajuk), D (diameter tajuk), dan N (jumlah pohon). Dilihat dari nilai R2 yang cukup tinggi pada masing-masing model, teknik penarikan contoh ganda ini akan menyebabkan meningkatkan efisiensi penerapan teknik penarikan contoh ganda. Model dengan satu peubah yang digunakan pada lokasi BKPH Dagangan menggunakan peubah Nctr, sedangkan pada lokasi BKPH Dungus adalah peubah Cctr.
4.4 Estimasi Potensi menggunakan Double Sampling Tabel 9 Nilai rata-rata, ragam, SE, dan CV pada pengambilan contoh ganda No.
Lokasi
Ym
Yˆdslr
(m3/0.1ha)
(m3/0.1ha)
S 2 ym
S 2 ydslr
SE
CV
(%)
(%)
1
BKPH Dagangan
22,05
22,80
16,83
0,25
4,37
17,99
2
BKPH Dungus
29,77
42,74
235,6
3,78
9,10
35,92
Pada selang kepercayaan 95%, dari model lokasi BKPH Dagangan diperoleh dugaan rata–rata sediaan tegakan jati dari perhitungan double sampling adalah sebesar 227,966 m3/ha, atau berkisar antara 218,00-237,93 m3/ha, sementara pada lokasi BKPH Dungus diperoleh dugaan rata-rata sediaan tegakan jati sebesar 427,37 m3/ha, atau berkisar antara 388,47-466,28 m3/ha. Dengan tehnik double sampling, nilai kesalahan penarikan contohnya adalah sebesar 4,37% untuk BKPH Dagangan, lebih rendah daripada pendugaan sediaan tegakan BKPH Dungus hanya menghasilkan kesalahan sampling sebesar 9,10%. Semakin rendah nilai kesalahan sampling (SE) maka akan semakin teliti pula suatu model yang dibangun. SE merupakan sifat mewakili sampel yang diambil dari suatu populasi yang dapat diukur menggunakan tingkat kepercayaan (Jaya & Cahyono 2001). Penyebab utama adanya SE adalah variasi di dalam populasi dan kesempatan dalam memilih sampel yang merupakan sifat alami populasi. Apabila dilihat secara keseluruhan, kedua model ini menunjukan hasil yang cukup memuaskan jika dilihat dari nilai SE yang diperoleh penelitian lain, pada
43 penelitian Tiyas (2009) menghasilkan kesalahan sampling sebesar 19,33%. Kesalahan sampling yang lebih rendah tidak terlepas dari kualitas citra, sehingga ketelitian pengukuran dimensi tegakan yang dilakukan dapat lebih teliti (Jaya & Cahyono 2001). Secara teknis, penelitian ini menunjukkan bahwa model pendugaan sediaan tegakan pada lokasi yang diperoleh cukup layak digunakan untuk mengestimasi potensi tegakan. Hasil yang cukup akurat pada penelitian ini membuat nilai ragam dan coevisien variasi pengambilan contoh ganda bernilai rendah. Koefisien keragaman (Coefficient of Variation/ CV) yang didapat dari masing-masing lokasi adalah 17,99% untuk BKPH Dagangan dan 35,92% untuk BKPH Dungus. Nilai CV yang rendah menunjukkan bahwa suatu tegakan yang dteliti adalah homogen. Dari hasil pehitungan, dapat dilihat bahwa nilai CV memiliki korelasi negatif dengan nilai efisiensi relatif (ER). Semakin rendah nilai CV mengakibatkan nilai efisiensi relatif menjadi semakin tinggi, dan juga sebaliknya jika nilai CV tinggi mengakibatkan nilai ER semakin rendah.
4.5 Efisiensi Double Sampling Dalam merencanakan inventarisasi, waktu dan biaya merupakan faktor yang harus pertama diperhatikan. Salah satu atau keduanya dapat berpengaruh pada tingkat kecermatan yang mungkin dicapai. Waktu, biaya, dan kecermatan sampling berpengaruh satu sama lain dan ketiganya harus direncanakan seoptimal mungkin agar tujuan inventarisasi hutan dapat dicapai dengan efisien (Simon 1993) . Seperti halnya yang telah dijelaskan pada latar belakang bahwa biaya yang dibutuhkan untuk inventarisasi potensi hutan secara terestris jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan menggunakan penginderaan jauh atau menggunakan media citra. Data yang didapat dari penelitian ini membenarkan pernyataan di atas, bahwa biaya interpretasi citra lebih rendah daripada biaya pengambilan data lapangan per satuan hektar. Biaya interpretasi citra untuk lokasi BKPH Dagangan dan Dungus (Cp) masing-masing adalah sebesar Rp. 22.145 dan Rp. 22.148, sedangkan biaya pengambilan data di lapangan (Cf) untuk kedua lokasi adalah sama, sebesar Rp. 363.158.
44 Tabel 10 Biaya pengambilan data lapangan dan citra
Biaya No. Lokasi 1
BKPH Dagangan Biaya lapangan (Cf) Biaya citra (Cp)
2
(per ha) Rp. 363.158 Rp. 22.145
BKPH Dungus Biaya lapangan (Cf) Biaya citra (Cp)
Rp. 363.158 Rp. 22.148
Rasio biaya lapangan terhadap biaya citra pada lokasi BKPH Dagangan adalah 10,96, sedangkan rasio biaya pada BKPH Dungus adalah 7,61. Efisiensi pengambilan contoh ganda akan tinggi apabila rasio biaya lapangan dengan biaya citra tinggi, dan demikian pula sebaliknya. Menurut Wear (1966), diacu dalam Paine (1981), peningkatan efisiensi sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai koefisien korelasi (r) dan rasio biaya lapangan atau citra. Pengambilan contoh akan menjadi sangat efisien apabila koefisien korelasinya tinggi dan rasio Cf/Cp tinggi. Efisiensi teknik pengambilan contoh ganda dengan regresi akan meningkat cukup besar apabila koefisien korelasinya (r) mendekati 0,9. Meskipun nilai Cf/Cp tinggi, tetapi nilai r rendah, efisiensi (E) tidak akan melebihi 1,5.
45
Gambar 22 Kurva hubungan antara rasio biaya, koefisiensi korelasi dan efisiensi (Dari J.F. Wear, R. B. Pope, and P.W. Orr, 1966. Pasific Northwest and Range Experient Station diacu dalam Paine, 1981). Sebagaimana Gambar 22, 22, efisiensi akan meningkat secara tajam apabila koefisien korelasi dan rasio biaya bernilai tinggi. Pengambilan contoh akan menjadi sangat efisien apabila koefisien koefisien korelasinya tinggi dan rasio Cf/Cp tinggi. Sebaliknya, pada koefisien korelasi yang rendah (0,4), efisiensi cukup rendah dan hampir tidak ada peningkatan meskipun rasio biaya lapangan/ potret meningkat
200 kali. Nilai koefisien korelasi yang didapat pada penelitian ini adalah 0,94 untuk BKPH Dagangan dan 0,88 pada BKPH Dungus. Nilai korelasi yang semakin tinggi menunjukkan bahwa nilai sediaan yang diperoleh dari survey lapangan
dengan nilai sediaan hasil perhitungan model yang terpilih tidak terlalu jauh atau dapat diatakan hampir sama. Selisih antara nilai sediaan lapangan dengan nilai
sediaan yang didapat dari pendugaan model pada BKPH Dungus lebih besar adalah 12,36 m3, sedangkan pada BKPH Dagangan hanya 0,70 m3.
46 Tabel 11 Hasil efisiensi relatif Efisiensi Lokasi
Rasio
ns
nf
np
ER
(E)
(R)
(%)
BKPH Dagangan
2,99
10,96
51,83
10,39
113,83
299,11
BKPH Dungus
2,11
7,61
206,41
66,69
507,49
211,40
Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa jika rasio nilai nf (jumlah plot yang harus diamati di lapangan) dan np (jumlah plot yang harus diamati di citra) semakin rendah, maka nilai ER akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Untuk BKPH Dagangan, jumlah pengambilan plot optimum yang optimal adalah 113,83 plot (dibulatkan menjadi 114 plot) pada citra dan sebanyak 10,39 plot (dibulatkan menjadi 11 plot) di lapangan. Untuk BKPH Dungus, pengambilan plot optimum di citra adalah sebanyak 507,49 plot (dibulatkan menjadi 508 plot) dan 66,69 plot (dibulatkan menjadi 67 plot) di lapangan. Selanjutnya, jumlah perhitungan plot optimum tersebut digunakan untuk perhitungan efisiensi relatif. Sebagaimana disajikan pada Tabel 11, lokasi BKPH Dagangan memberikan Efisiensi Relatif (ER) yang lebih tinggi yaitu mencapai 299,11%. Pada lokasi BKPH dungus diperoleh nilai ER sebesar 211,40%. Semakin besar nilai efisiensi relatif, menunjukkan bahwa penggunaan teknik double sampling suatu lokasi akan menjadi lebih efisien. Jumlah peubah bebas yang menyusun suatu model mempengaruhi kemudahan dan keefektifan dalam penentuan peubah yang dicari pada suatu penelitian. Semakin sedikit peubah bebas yang menyusun suatu model, maka model tersebut semakin mudah untuk digunakan. Dari hasil perhitungan, model penduga sediaan tegakan pada penelitian ini tersusun atas tiga peubah bebas, yaitu C, D, dan N. Apabila model yang digunakan hanya menggunakan satu peubah bebas (N atau C saja), maka nilai efisiensi yang didapat menjadi lebih kecil. Seperti pada lokasi BKPH Dagangan, dari model Vbc=10,361+1,169Nctr yang menggunakan peubah Nctr hanya diperoleh nilai efisiensi relatif sebesar 151,48% dengan nilai SE sebesar 5,06%. Terjadi penurunan yang signifikan apabila dibandingkan dengan penggunaan model dengan peubah N, D, dan C yang diperoleh dari perhitungan, walaupun model lebih rumit karena menggunakan tiga
47 peubah bebas. Hal yang sama terjadi pada lokasi BKPH Dungus, didapatkan nilai efisiensi relatif sebesar 150,76% dengan nilai SE sebesar 10,67% pada model Vbc = -62,221+1,266Cctr yang diketahui hanya menggunakan satu peubah, yaitu Cctr. Secara umum, penelitian ini menyatakan bahwa inventarisasi dengan teknik double sampling pada kedua lokasi ini memberikan hasil yang lebih efisien dibandingkan dengan inventarisasi dengan hanya mengandalkan data terestris. Dengan metode double sampling, inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat.
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil peneletian ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Teknik double sampling menggunakan model Vbc= -10,164+1,027Nctr +1,752Dctr+0,081Cctr ini memberikan efisiensi yang lebih besar 299,11% dengan SE sebesar 4,37% untuk lokasi BKPH Dagangan dan 211,40% dengan SE sebesar 9,10% pada lokasi BKPH Dungus dengan model Vbc= 1,499E5Cctr2,693 Dctr1,159 Nctr0,267. 2. Jumlah pengambilan plot optimum di citra dengan menggunakan model Vbc= -10,164+1,027Nctr +1,752Dctr+0,081Cctr adalah 114 plot pada citra dan jumlah 11 plot di lapangan untuk BKPH Dagangan. Untuk BKPH Dungus dengan model Vbc= 1,499E-5Cctr2,693 Dctr1,159 Nctr0,267, pengambilan plot optimum di citra adalah sebanyak 508 plot dan di lapangan sebanyak 67 plot. 3. Volume standing stock rata-rata yang diperoleh dari model Vbc= -10,164 +1,027Nctr+1,752Dctr+0,081Cctr pada lokasi BKPH Dagangan adalah 227,97 m3/ha, sedangkan untuk lokasi BKPH Dungus (Vbc= 1,499E-5Cctr2,693 Dctr1,159 Nctr0,267) adalah 427,37 m3/ha. Total volume standing stock rata-rata adalah sebesar 39.281,31m3 untuk lokasi BKPH Dagangan, dan 73.641,1 m3 untuk BKPH Dungus. 4. Penggunaan model dengan satu peubah memberikan nilai efisiensi relatif yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model dengan peubah N, D, dan C. 5.
Nilai efisiensi relatif dengan model sederhana adalah sebesar 151,48% dengan nilai SE sebesar 5,06% pada lokasi BKPH Dagangan dan 150,76% dengan nilai SE sebesar 10,67% pada lokasi BKPH Dungus dengan model Vbc= -62,221+1,266Cctr. Jumlah plot optimum di citra dengan menggunakan model Vbc=10,361 +1,169Nctr adalah 146 plot sedangkan jumlah plot optimum di lapangan adalah sebanyak 29 plot untuk BKPH Dagangan. Untuk BKPH Dungus dengan model Vbc= -62,221+1,266Cctr, pengambilan plot optimum di citra adalah sebanyak 647 plot dan untuk plot optimum lapangan adalah 127 plot.
49 6. Model dengan satu peubah untuk pendugaan sediaan tegakan menjadi lebih praktis digunakan dibanding model dengan peubah N, D, dan C, tetapi efisiensi yang diperoleh menggunakan model dengan satu beubah jauh lebih rendah dibanding menggunakan model dengan peubah N, D, dan C.
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tipe dan lokasi hutan lain dengan menggunakan teknik pengambilan contoh ganda.
50
DAFTAR PUSTAKA Anwar MS. 2008. Pendugaan potensi tegakan hutan lahan kering dengan teknik double sampling menggunakan citra resolusi tinggi di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Cahyono AB. Small format non-metric aerial photograph for teak forest inventory. [thesis]. Bogor: Graduate Program, Institut Pertanian Bogor. Djumhaer M. 2003. Pendugaan Leaf Area Index dan Luas Bidang Dasar Tegakan Menggunakan Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi). [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Herdiyanti PR. 2009. Pemetaan kesesuaian habitat Rafflesia parma Blume di cagar alam Leuweung Sancang Garut Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Howard JA. 1996. Pendinderaan jauh untuk sumberdaya hutan. Hartono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Remote Sensing of Forest Resources Theory and Aplication. Husch B. 1987. Perencanaan inventarisasi hutan. Setyarso A, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia. Terjemahan dari : Planning a Forestry Inventory. Iskandar H. 1995. Studi Perbandingan Beberapa Teknik Sampling dalam Menaksir Volume Tegakan Jati (Tectona grandis L. F) di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pasar Sore, Kesatuan Pemangkuan Hutan. [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Jaya INS. 2002. Aplikasi sistem informasi geografis untuk kehutanan. Bogor : Laboratorium Inventarisasi SDH, Fakultas Kehutanan IPB. Jaya INS. 2006. Penuntun praktikum dasar-dasar penginderaan jarak jauh. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Jaya INS. 2010. Analisis citra digital : Teori dan praktek menggunakan erdas imagine. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Jaya INS, Cahyono AB. 2001. Efisiensi penggunaan potret udara non-metrik format kecil dengan tehnik pengambilan contoh berganda. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 7(2):19-31.
51 Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan jauh dan interpretasi citra. Dulbari, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, Penerjemah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Remote Sensing and Image Interpretation. Paine, David P. 1981. Aerial Photography and Image Interpretation for Resource Management. New York : John Wiley and Sons. [Perum Perhutani]. 1995. Kunci interpretasi potret udara hutan tanaman jati. Bogor : Perhutani - Fakultas Kehutanan, IPB. Prijono. 2002. Pemetan fotogrametri. fotogrametri.htm [2 februari 2012]
http://labfoto.tripod.com/pemetaan_
Rahaju S. 1997. Teknis Pengukuran dimensi tegakan. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Shiver BD, Borders BE. 1996. Sampling Techniques for Forest Resource Inventory. New York : John Wiley and Sons. Spurr SH. 1960. Photogrametry and Photo Interpretation. New York : The Ronal Press Company. Simon H. 1993. Metode inventore hutan. Yogyakarta: Aditya Media. Sujiatmoko S. 1998. Penerapan double sampling terstratifikasi dalam menduga potensi hutan alam melalui potret udara. [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Sutarahardja S. 1999. Metoda Petak berubah (tree sampling) dalam pendugaan volume tegakan hutan tanaman. Bunga rampai pengetahuan praktis dalam bidang penafsiran potret udara. Bogor : Perum Perhutani-Fakultas Kehutanan, IPB. Sutarahardja S. 1999. Prosedur penggunan metoda double sampling dalam inventarisasi hutan untuk pendugaan volume dengan bantuan potret udara. Bunga rampai pengetahuan praktis dalam bidang penafsiran potret udara. Bogor : Perum Perhutani – Fakultas Kehutanan, IPB. Tiyas DPN. 2009. Penyusunan tabel volume jati (Tectona grandis, L.f) menggunakan resolusi tinggi di KPH Jatirogo, Perum Perhutani unit II Jawa Timur. [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1982. Pengantar statistika edisi ke-3. Sumantri B, Penerjemah. Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Introduction to Statistics 3rd edition.
52 Wolf PR. 1993. Elemen fotogrametri dengan interpretasi foto udara dan penginderaan jauh. Gunadi, Gunawan T, Susanto, Penerjemah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Element of Photogrametry With Air Photo Interpretation and Remote Sensing. Yamin M. 1996. Studi perbandingan beberapa teknik sampling dalam penaksiran potensi hutan tropika melalui potret udara di areal kerja HPH PT. Batasan Propinsi DATI I Kalimantan Barat. [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor.
53
LAMPIRAN
54 Lampiran 1 Data hasil survey lapangan dan interpretasi citra BKPH Dagangan Plot N citra N lap D citra D lap C citra C lap V citra V lap 1 11 9,53 - 94,00 - 25,44 2 10 9,61 - 76,00 - 23,11 3 11 8,85 94,00 24,26 4 9 9,77 - 91,00 - 23,56 5 10 9,07 - 86,00 - 22,96 6 13 9,66 - 93,00 - 27,64 7 13 7,78 - 93,00 - 24,35 8 10 8 8,47 9,39 89,00 50,00 22,15 20,77 9 10 9 8,99 9,52 82,00 53,00 22,50 20,17 17 9 9 8,69 9,51 80,00 52,00 20,78 18,69 18 12 10 8,24 9,41 83,00 58,00 23,33 23,69 19 8 9 9,85 9,91 79,00 61,00 21,71 21,02 25 14 7,76 - 92,00 - 25,27 27 6 5 6,00 7,49 65,00 50,00 11,78 10,60 36 4 - 10,02 - 80,00 - 17,98 38 9 9 6,70 8,35 79,00 62,50 17,21 15,61 42 14 15 9,30 10,52 92,00 81,00 27,96 27,99 43 13 14 8,81 8,99 91,00 69,00 25,99 27,07 44 9 9,43 - 94,00 - 23,22 50 6 5 6,50 8,40 65,00 55,00 12,65 13,69 51 8 10 6,39 7,98 85,00 80,00 16,13 15,54 62 12 7,88 - 92,00 - 23,41 64 10 10 6,90 8,21 85,00 85,00 19,08 20,14 65 7 9,14 - 91,00 - 20,40 70 14 14 8,86 9,62 91,00 73,00 27,10 25,58 72 11 9,63 - 91,00 - 25,37 88 9 - 10,56 - 96,00 - 25,35 93 11 9,82 - 82,00 - 24,98 96 10 9,34 - 94,00 - 24,07 101 9 9 9,72 8,87 73,00 46,00 22,02 20,28 102 14 8,76 - 93,00 - 27,10 103 11 9,30 - 92,00 - 24,88 109 10 8,84 - 80,00 - 22,07 112 9 10 8,56 9,60 82,00 64,00 20,72 19,34 124 6 9,04 - 92,50 - 19,32 128 11 8,55 - 87,00 - 23,17 129 11 10 8,67 10,01 83,00 56,00 23,04 24,87 136 11 12 9,48 8,95 82,00 59,00 24,39 26,64 142 4 - 12,97 - 68,00 - 22,18 143 8 7 9,65 12,21 81,00 60,00 21,52 21,63
55 Lampiran 1 (Lanjutan) Plot N citra N lap D citra D lap C citra C lap V citra V lap 152 17 17 8,37 8,26 83,00 62,00 28,68 30,57 154 9 9,83 - 89,00 - 23,51 162 12 8,60 - 80,00 - 23,71 168 12 11 8,83 8,43 85,00 62,00 24,52 23,79 170 11 9,10 - 95,00 - 24,78 174 8 9,02 - 73,00 - 19,76 175 7 8 10,49 11,73 84,00 66,00 22,21 20,09 177 5 4 9,40 11,81 62,00 40,00 16,46 17,96 184 11 10 9,35 9,77 85,00 62,00 24,39 26,41 185 10 - 10,45 - 85,00 - 25,31 188 6 6 9,85 11,63 82,00 54,00 19,90 18,10 192 7 - 10,65 - 65,00 - 20,95 194 13 13 7,52 8,34 76,00 55,00 22,51 22,14 201 10 10 8,60 9,21 81,00 58,00 21,73 22,43 206 10 9,60 - 89,00 - 24,13 216 9 9 8,93 9,60 77,00 50,00 20,97 23,71 220 9 10 10,09 11,54 85,00 80,00 23,64 23,76 224 8 - 10,83 - 94,00 - 24,64 225 6 6 9,70 10,18 65,00 45,00 18,26 18,69 231 10 11 8,96 8,86 83,00 55,00 22,53 22,28 232 8 - 10,84 - 70,00 - 22,72 237 9 - 10,21 - 91,00 - 24,33 238 7 - 10,39 - 75,00 - 21,30 240 11 - 10,61 - 92,00 - 27,17 243 9 9,10 - 90,00 - 22,32 244 9 9 9,72 11,16 88,00 70,00 23,24 24,80 245 10 11 8,66 9,26 86,00 63,00 22,24 25,17 250 9 10 9,82 11,03 84,00 65,00 23,09 23,31 257 12 12 8,56 9,68 92,00 69,00 24,60 25,95 266 3 - 10,91 - 60,00 - 16,90 270 10 8,01 - 69,00 - 19,73 276 10 10 8,63 10,09 94,00 68,00 22,83 23,11 282 11 10 9,56 10,56 94,00 67,00 25,49 25,80 284 8 8 9,45 10,26 79,00 55,00 21,01 22,55 292 12 12 8,73 9,02 83,00 59,00 24,17 24,07 295 10 9,69 - 90,00 - 24,38 Rata-rata
22,61
22,05
56 Lampiran 2 Data hasil survey lapangan dan interpretasi citra BKPH Dungus Plot N citra N lap D citra D lap C citra C lap V citra V lap 1 17 6,23 81 - 36,71 2 16 7,75 91 - 63,59 3 6 8,26 89 - 49,65 4 7 7,17 97,5 - 56,18 5 10 7,57 61 - 18,60 6 7 9,95 77,5 - 44,25 7 5 7,80 9,60 57 6 34 13,33 17,27 8 7 6,68 9,20 63 8 48 15,96 23,13 9 6 6,58 72,6 - 22,03 10 12 7,07 91 - 52,95 11 7 85 - 10,46 - 60,15 12 12 9,34 75 - 43,44 13 7 8,72 95,1 - 65,88 14 11 8,63 92,5 - 68,17 15 8 5,27 97,5 - 40,73 16 8 7,50 9,81 74 30,38 9 60 29,17 17 11 8,81 89 - 62,90 18 8 8,38 75 - 34,38 19 2 91,4 - 10,32 - 51,48 20 16 6,51 60 - 16,93 21 12 8,59 85 - 55,26 22 11 8,19 92 - 63,18 23 10 6,83 9,89 72 10 53 25,80 33,03 24 12 8,30 81,7 - 47,72 25 8 8,19 98 - 68,87 26 13 6,99 83 - 41,72 27 15 7,14 8,59 75 15 68 33,79 34,71 28 10 9,62 89 - 67,91 29 9 95,5 - 10,26 - 86,05 30 9 92,6 - 10,32 - 79,73 31 7 9,82 96,5 - 78,68 32 9 89,1 - 10,32 - 71,89 33 13 8,15 11,13 78 48,64 11 63 42,14 34 11 6,34 10,45 73 8 52 25,20 32,68 35 12 9,20 98 - 87,79 36 15 5,00 4,97 45 19 5,65 7,02 29 37 15 8,41 93 - 72,88 38 14 6,63 8,81 87 15 70 45,40 35,39 45 9 6,81 95 - 52,72 46 7 92,5 - 10,35 - 74,61
57 Lampiran 2 (Lanjutan) Plot N citra N lap D citra D lap C citra C lap V citra V lap 47 6 92,5 - 10,02 - 68,95 49 12 7,90 89 - 56,71 50 14 8,61 88,9 - 65,16 51 15 6,81 7,66 67 13 51 23,61 23,06 52 19 5,50 6,10 71 20 75 22,95 12,91 53 9 5,84 80 - 27,80 54 12 6,07 96,5 - 52,02 55 9 5,79 83 - 30,41 58 12 7,85 11,42 83 38,32 7 57 46,68 66 14 7,07 8,57 80 15 69 39,02 33,24 73 13 7,20 11,06 77 12 75 35,25 51,00 83 16 7,89 8,26 78 16 69 42,90 31,58 88 12 7,59 8,90 66 13 52 24,22 31,82 100 14 8,10 7,22 55 12 45 16,66 18,43 105 13 7,55 7,39 72 13 48 31,09 21,87 123 17 6,50 10,28 86 17 81 45,30 61,32 141 22 6,00 8,94 87 23 86 45,63 56,45 175 21 4,33 4,99 60 77,5 11,35 5,67 25 176 22 3,67 4,48 22 60 9,49 4,78 60 192 13 6,88 8,35 72 11 50 27,91 24,18 213 12 7,72 8,70 80 14 62 41,47 33,10 215 14 7,20 10,63 82 11 69 42,60 43,56 234 8 8,18 9,17 67 9 46 24,68 25,36 235 16 7,23 9,51 81 14 75 42,91 40,71 236 17 7,08 9,15 68 11 55 26,57 24,62 241 18 3,98 4,56 62,5 22 65 11,03 4,77 246 9 8,00 8,76 65 9 45 22,88 23,08 253 11 8,36 11,57 85 9 69 52,31 46,86 254 15 6,58 8,75 79 14 64 35,36 34,58 259 19 3,57 4,82 72 22 65 14,44 5,77 263 10 8,00 10,21 70 9 57 28,73 30,89 271 17 7,00 9,89 87 17 78 50,92 57,54 275 14 3,92 4,79 72 18 60 14,83 6,99 289 12 8,00 9,70 76 10 57 37,64 28,38 294 11 8,50 10,48 78 11 65 42,31 48,22 42,55 29,77 Rata-rata
58
y = 1,007x - 0,100 R² = 88,7 Linear (Series1) 0
5 10 15 N citra (jml pohon/plot)
20
C Lap (%/plot)
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 16,80e0.,015x R² = 52,7 Expon. (Series1) 0
50 C Citra (%/plot)
100
14 12 D lap (meter/plot)
N lap (jml pohon/plot)
Lampiran 3 Kurva hubungan antar peubah bebas BKPH Dagangan
10 8
y = 4,408e0,088x R² = 63,7
6 4
Expon. (Series1)
2 0 5 10 D Citra (meter/plot)
15
58
0
59
35
30
30
25
25
20 15
y = 1,266x + 9,619 R² = 61,7
10
Linear (Series1)
5 0
Vbc (m3/plot)
35
20 15
y = 5,050e0,017x R² = 43,9 Expon. (Series1)
10 5 0
0
5 10 15 N Citra (jml pohon/plot)
20
0
50 C Citra (%/plot)
100
35 30 Vbc (m3/plot)
Vbc (m3/plot)
Lampiran 4 Kurva hubungan Vbc dengan peubah bebas BKPH Dagangan
25 20 y = 8,407e0,107x R² = 30,9
15 10
Expon. (Series1)
5 0 0
15 59
5 10 D citra (meter/plot)
60
Lampiran 5 Kurva hubungan antar peubah bebas BKPH Dungus
20 15 y = 1,079x - 1,148 R² = 78,0
10 5
Linear (Series1)
0 0
10 20 N Ctr (jml pohon/plot)
C lap (%/plot)
25
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
30
y = 0,938x - 7,565 R² = 51,8 Linear (Series1)
0
50 C Ctr (%/plot)
100
14 12 D Lap (meter/plot)
N Lap (jml pohon/plot)
30
10 8
y = 2,601e0,170x R² = 72,3
6 4
Expon. (Series1)
2 0 5 D Ctr (meter/plot)
10
60
0
61
70
60
60
50
50
40
y = 56,62e-0,06x R² = 11,2
30 20
Expon. (Series1)
10 0
Vbc (m3/plot)
70
y = 0,521e0,053x R² = 51,2
40 30
Expon. (C citra & V)
20 10 0
0
10 20 30 N Ctr (jml pohon/plot)
0
50 C ctr (%/plot)
100
70 60 Vbc (m3/plot)
Vbc (m3/plot)
Lampiran 6 Kurva hubungan Vbc dengan peubah bebas BKPH Dungus
50 40
y = 1,521e0,408x R² = 60,9
30 20
Expon. (Series1)
10 0 5 D Ctr (meter/plot)
10
61
0
62 Lampiran 7 Perhitungan potensi tegakan dengan double sampling BKPH Dagangan Vbc= -10,164+1,027Nctr+1,752Dctr+0,081Cctr
Y m = 20,77 Yˆdslr
+ 20,17 + … + 24,07 = 22,05 m3/0,1ha 38
= Ym + b ( X
n
− X
m
)
= 22,05 + 1,06216×(22,61 – 21,91) = 22,80 m3/0,1 ha m
∑ S 2 ym =
m
y 2i − (∑ yi )2 m
i =1
i =1
m −1 (702274,08 ) 38 38 - 1
19103,73 = = 16,83
2
S ydslr
S 2 ym n − m 2 = r 1 − 1 − m n =
16 ,83 38 1 − × 0,87989 38 76
3
= 0,24809 m /0,1ha
Yˆ dslr ± t ( α
;m )
Sy
dslr
=
(
)
22,80 ± 1,96 × 0,24809
Yˆdslr = N × y dslr = 172,3111 ha × 227,966 m 3 / ha = 39.281,1 m3 SE =
t (α ;m ) Sy dslr x100 % = 4,37 % Yˆ dslr
CV =
Sy m × 100 % = 17 ,99 % Yˆ dslr
63 Lampiran 8 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dagangan Komponen analisis biaya : Cp
= biaya rata-rata pengamatan di citra = Rp. 22.145
Cf
= biaya rata-rata pengamatan di lapangan = Rp. 363.157
1
R =
1 − r 2 r
ns =
2
C C
p f
1
=
1 − 0 , 88 22145 0 , 88 363157
= 10 , 96
( CV ) 2 ( t ) 2 (17 , 99 ) 2 (1 , 96 ) 2 = = 51 , 83 (DSE % )2 (5 )2
n f = ns E C
[
363157 = 51 ,83 + (R )(C p ) 2 ,99 [363157 + (10 ,96 )(22145 C
f
f
]
= 10 ,39 )]
n p = n f (R ) = 10 ,39 × 10 ,96 = 113 ,83
E=
Cf /Cp 2 C 1− r f C + r p
(
ER =
2
)
nsC f n pC p + n f C f
× 100 % =
=
363157 / 22145 (1 − 0,88 ) 363157 + 0,94 22145
(
)
2
= 2,99 %
51,83 × 363157 × 100 % = 299 ,11 % (113 ,83 × 22145 ) + (10 ,39 × 363157 )
64 Lampiran 9 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dagangan menggunakan model sederhana Model sederhana : Vbc=10,361+1,169Nctr 1
R =
1− r 2 r
ns =
2
C C
p f
1
=
1 − 0 , 62 21886 0 , 62 248210
= 5 ,15
( CV ) 2 ( t ) 2 (17 , 99 ) 2 (1, 96 ) 2 = = 56 , 31 (DSE % )2 (5 )2
n f = ns E C
[
363157 = 56 ,31 + (R )(C p ) 1, 51 [363157 + (5 ,15 )(22145 C
f
= 28 ,30 )]
f
]
n p = n f (R ) = 28 ,3 × 5 ,15 = 145 , 60
E =
C f /Cp
ER =
C 1− r2 f + r Cp
(
2
)
ns C f n pC p + n f C f
× 100% =
=
363157 / 22145
(
(1 − 0 ,62 ) 363157
+ 0 , 79 22145
)
2
= 1,51 %
56,31 × 248210 × 100% = 151,48% (145,6 × 22145) + (28,3 × 363157)
65 Lampiran 10 Perhitungan potensi tegakan dengan double sampling BKPH Dungus Vbc = 1,499E-5 Cctr2,693 Dctr1,159 Nctr0,267
Ym = 17,27 + 12,91 + …+ 56,45 = 29,77 m3/0,1ha 38
Yˆdslr = Ym + b ( X n − X m ) = 29,77 + 1,05(42,55 –30,19) = 42,74 m3/0,1 ha m
∑y S 2 ym =
m
2
i
− ( ∑ yi ) 2 m
i =1
i =1
m −1 (1279862,32) 38 38 - 1
42398,99 = = 235,63
S2 ym n − m 2 S ydslr = r 1− 1− m n 2
=
235,63 38 1 − × 0,78 38 76 3
= 3,78 m /0,1ha
Yˆdslr ± t ( α ; m ) Sy
Yˆdslr = N × ydslr SE =
dslr
=
)
= 169,0082ha × 427,37 m3 / ha = 73.641,1 m3
t (α ;m) Sydslr x100% = 9,10% Yˆ dslr
(
42,74 ± 1,96 × 3,78
CV =
Sy m × 100 % = 35,92% Yˆ dslr
66 Lampiran 11 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dungus Komponen analisis biaya :
Cp
= biaya rata-rata pengamatan di citra = Rp. 22.148
Cf
= biaya rata-rata pengamatan di lapangan = Rp. 363.157
1
R =
1− r2 2 r
ns =
[
p
E =
p f
1 − 0 , 78 22148 0 , 78 363157
= n
ER =
= 7 , 61
f
363157 = 206 , 41 + (R )(C p ) 2 ,11 [363157 + (7 , 61 )(22148 Cf
f
(R ) =
]
C 1− r2 f + r Cp
(
)
ns C f npC p + n f C f
= 66 , 69 )]
66 , 69 × 7 , 61 = 507 , 49
C f /Cp
( CV ) 2 ( t ) 2 ( 35 , 92 ) 2 (1 , 96 ) 2 = = 206 , 41 (DSE % )2 (5 )2
n f = ns E C
n
C C
1
=
×100% =
2
=
363157 / 22148
(
(1 − 0 ,78 ) 363157
+ 0 ,88 22148
)
2
= 2 ,11 %
206,41× 363157 ×100% = 211,39% (507,49 × 22148) + (66,69 × 363157)
67 Lampiran 12 Perhitungan efisiensi relatif BKPH Dungus menggunakan model sederhana Model sederhana : Vbc = -62,221+1,266Cctr 1
R =
1 − r 2 r
2
C C
p f
1
=
1 − 0 , 61 22148 0 , 61 363157
= 5 ,11
( CV ) 2 ( t ) 2 ( 35 , 92 ) 2 (1 , 96 ) 2 ns = = = 250 , 00 (DSE % )2 (5 )2
Cf 363157 n f = ns = 250 = 126 , 41 E C f + (R )(C p ) 1,51[363157 + (5,11 )(22148 )]
[
np = n
E =
f
]
(R ) =
126 , 41 × 5 ,11 = 646 , 33
C f /Cp
ER =
C 1− r2 f + r C p
(
2
)
ns C f n pC p + n f C f
× 100% =
=
363157 / 22148
(
(1 − 0 ,61 ) 363157
+ 0 , 78 22148
)
2
= 1,51
250 × 363157 × 100 % = 150,76% (646,33 × 22148 ) + (126,41 × 363157 )