PENGGUNAAN VERMIKOMPOS DALAM MENINGKATKAN MUTU INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK JATI MUNA (Tectona grandis Linn f.)
ASRIANTI ARIF
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.) adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2006
Asrianti Arif NIM. E051030311
ABSTRAK ASRIANTI ARIF. Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.). Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR, DEDY DURYADI S. dan SRI WILARSO BUDI R. Mutu inokulum CMA merupakan hal penting yang perlu diperhatikan sehingga dapat mengurangi dosis inokulum yang diaplikasikan ketanaman dan mempercepat pengaruhnya terhadap tana man. Inokulum CMA dengan mutu yang baik dapat diperoleh jika persyaratan produksi inokulum dapat terpenuhi seperti pemilihan tanaman inang yang sesuai, media pertumbuhan, penambahan pupuk dan lingkungan yang cocok untuk perbanyakan cendawannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari respon jenis CMA terseleksi G. etunicatum dan Glomus sp. terhadap penambahan vermikompos, menguji penambahan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum CMA, serta menguji formulasi inokulum CMA dan vermikompos dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan RAL menggunakan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu jenis inokulum CMA yang terdiri dari tiga taraf : 1) tanpa inokulasi CMA, 2) inokulasi CMA jenis Gl. etunicatum dan 3) inokulasi CMA jenis Glomus sp. Faktor kedua adalah formulasi media dengan vermikompos terdiri dari 100% zeolit, 90% zeolit dicampur 10% vermikompos, 80% zeolit dicampur 20% vermikompos, 70% zeolit dicampur 30% vermikompos, dan 60% zeolit dicampur 40% vermikompos. Pada perbanyakan inokulum CMA, jenis G. etunicatum terlihat lebih toleran terhadap penambahan vermikompos sampai 40% (v/v) media dibandingkan jenis Glomus sp. Akan tetapi jumlah propagul infektif inokulum kedua jenis CMA masih belum dapat melampaui jumlah propagul pemberian pupuk hyponex merah. Setelah uji efektivitas ke semai jati Muna, formulasi inokulum CMA dengan vermikompos memberikan respon pertumbuhan dan serapan hara terbaik dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan formulasi inokulum CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% dan Glomus sp. dengan vermikompos 40% memberikan respon yang sama terhadap pertumbuhan semai jati Muna dan merupakan perlakuan terbaik. Kata kunci: Vermikompos, Tectona grandis, CMA
© Hak cipta milik Asrianti Arif, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PENGGUNAAN VERMIKOMPOS DALAM MENINGKATKAN MUTU INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK JATI MUNA (Tectona grandis Linn f.)
ASRIANTI ARIF
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis
:
Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan M utu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.)
Nama
:
Asrianti Arif
Nomor Pokok
:
E.051030311
Program Studi
:
Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc Ketua
Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Anggota
Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, M.S.
Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 4 September 2006
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya jualah sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah berjudul Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Ir. Dedy Duryadi S. , DEA. sebagai anggota komisi pembimbing, dan Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS. sebagai anggota komisi pembimbing atas kesungguhan, kesabaran dan kebijakannya serta banyak memberi masukan dan saran yang sangat bermanfaat selama membimbing penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada : 1. Rektor UNHALU dan Dekan Fakultas Pertanian UNHALU yang telah memberi izin kepada penulis untuk melanjutkan studi S2. 2. Direktur Proyek DUE-Like Batch II UNHALU yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. 3. Prof. Dr.Ir. Syafrida Manuwoto mantan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, DR.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan program S2. 4. Ketua Program Studi IPK 5. Dr.Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar Kepala Laboratorium Silvikultur FAHUTAN IPB dan penguji luar komisi. 6. Teman-teman seperjuangan di Klub Mikoriza Silvikultur, terutama Bapak Ir. Abimanyu D. Nusantara, M.P, ibu Dr.Ir. Yudhy Harini Bertham, M.P, La Ode Alimudin, SP. M.Si., Ibu Ir. Luluk Setyaningsih, M.Si., juga kepada Ibu Dr.Ir. Gusti Ayu, M.Si., dan Bapak Dr.Ir. La Ode Safuan, M.P, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. 7. Seluruh rekan-rekan Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, terutama Ira Taskirawati, S.Hut. M.Si., Asriyanni, S.Hut. M.Si. dan Sedek SP. atas bantuannya kepada penulis.
8. Teman-temanku Asniah, Wiwin, Ai Asiyah (grup Kwek-kwek) yang banyak membantu dan memberi semangat, Wardana (spesialis komputer) yang banyak memberi ilmunya, Sukma, Hafida Nur, Hajra (doyan fashion), Ida (tim sukses P6), Nirwan dan Bubun (kelucuannya selama di P6), Yuli (suka bawa oleh-oleh wingko semarang), dan semua kru P6, kepada sahabatku Rajab (trima kasih atas bantuannya) dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku (Bapak Arief La Adi dan ibu Harni), Almarhum Nenekku, Paman-pamanku Drs. Faad Maonde, MS., Mantri La Iynu, Ir. Dani, Tante -tanteku Ir. Husna, Husriah, Sanaria, Sumira dan kakakku Asriany Arif, adik-adikku Dr. Yuniati Arif, Abdul Rahman, Muh. Fadillah atas ketulusan, kesabaran dalam memberi dorongan dan semangat untuk penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2006
Asrianti Arif
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 15 November 1975 dari ayah Arief La Adi dan ibu Harni. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri I Mawasangka dan pada tahun yang sama masuk Universitas Haluoleo pada Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian Unhalu sejak tahun 2001 dan pada tahun 2003 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Beasiswa pendidikan Pascasarjana Batch II UNHALU.
diperoleh dari
Proyek Due-Like
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ...........................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ix PENDAHULUAN ..................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................
7
Cendawan mikoriza arbuskula ..........................................................................
7
Klasifikasi Cendawan mikoriza arbuskula ........................................................
8
Peranan CMA ....................................................................................................
10
Vermikompos ....................................................................................................
11
Peran CMA dan vermikompos ..........................................................................
12
Perbanyakan inokulum dan potensi inokulum CMA ........................................
13
Jati .....................................................................................................................
14
Penyebaran dan klasifikasi jati ..........................................................................
15
Deskripsi buah dan benih jati ............................................................................
15
Tempat tumbuh jati ...........................................................................................
16
Jati Muna ...........................................................................................................
17
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................. 19 Waktu dan tempat .............................................................................................
19
Bahan dan alat ...................................................................................................
19
Metode penelitian ..............................................................................................
19
HASIL dan PEMBAHASAN .................................................................................. 28 Hasil ..................................................................................................................
28
Pembahasan .......................................................................................................
39
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................
53
Simpulan ...........................................................................................................
53
Saran ..................................................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
55
LAMPIRAN ............................................................................................................ 60
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Kerangka pemikiran penelitian .....................................................................
5
2.
Perbanyakan inokulum CMA ........................................................................
20
3.
Kegiatan pengujia n potensi inokulum ........................................................... 23
4.
Penyapihan dan pemeliharaan semai di polibag ..................................
25
5.
Histogram pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar tanaman inang P. javanica ..............
29
6.
Histogram pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap jumlah spora tanaman inang P. javanica .................. 29
7.
Hifa dan vesikel CMA pada akar P. javanica ............................................... 30
8.
Grafik pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna
9.
Semai jati Muna yang diinokulasi CMA pada umur 12 MST ....................... 33
10.
Histogram pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna umur 12 MST ................................................................................
33
34
11.
Grafik pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna .............................................................................................................. 34
12.
Histogram pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna umur 12 MST .....................................................................
35
Hifa dan vesikel pada akar semai jati Muna .................................................
38
13.
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah beberapa lokasi penyebaran populasi jati Muna di Kabupaten Muna .....................................................
18
2.
Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap kolonisasi akar, jumlah spora, dan pertumbuhan tanaman inang P. javanica ................................ 28
3.
Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap bobot kering tanaman P. javanica ............................................. 30
4.
Potensi inokulum cendawan mikoriza arbuskula per 100 gram media zeolit .......................................................................................................... 31
5.
Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap peubah pertumbuhan, kolonisasi akar dan jumlah spora semai jati Muna ................................... 32
6.
Pengaruh inokulum CMA terhadap bobot kering dan nisbah pucuk akar semai jati Muna ......................................................................................... 36
7.
Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi semai jati Muna ...........................................
36
8.
P engaruh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum terhadap kolonisasi akar pada semai jati Muna ......................................... 37
9.
Pengaruh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum terhadap jumlah spora pada semai jati Muna ........................................... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Layout plot penelitian perbanyakan inokulum CMA dengan inang P. javanica di rumah kaca selama tiga bulan ............................................... 60
2.
Layout percobaan uji efektivitas formulasi inokulum CMA pada semai jati Muna di persemaian rumah kaca selama tiga bulan ..............................
61
3a.
Informasi kandungan hara dari vermikompos ..........................................
63
3b.
Informasi kandungan hara hyponex merah ..............................................
63
4.
Informasi komposisi zeolit Produksi PT Inti Agro Persada Industri Jakarta
64
5.
Hasil analisa sifat fisika dan kimia tanah yang digunakan untuk media semai jati Muna ...............................................................
65
Hasil analisa kandungan hara formulasi inokulum CMA yang diberikan ke semai jati Muna ......................................................
66
7.
Hasil analisa jaringan daun semai jati Muna ...............................
67
8.
Tabel nilai MPN untuk seri pengenceran 10 kali (Halvorson dan Ziegler 1933) ............................................................................................................ 68
9.
Tabel contoh perhitungan jumlah propagul dengan metode The Most Probable Number (MPN) ............................................................................ 69
10.
Pengaruh jenis CMA dengan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar dan jumlah spora CMA tanaman P. javanica ................... 70
6.
11a. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap tinggi dan diameter semai jati Muna .....................................................................................................
71
11b. Pengaruh dosis formulasi inokulum terhadap tinggi dan diameter semai jati Muna .....................................................................................................
71
12.
72
Klasifikasi tingkat kolonisasi akar ..............................................................
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dalam produksi semai di daerah-daerah tropis telah banyak diketahui dan diuji. Diantara jenis pohon yang diuji, sebagian besar adalah pohon legum yang pertumbuhannya cepat seperti Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Sesbania grandiflora , Ca ssia siamea, Ca ssia suratensis, Parkia roxburgii, Enterolobium cylocarpum, Pterocarpus sp., dan pohon-pohon non legum seperti Gmelina arborea, Tectona grandis, Ceiba pentandra dan spesies -spesies pohon pioneer yang merupakan pohon-pohon yang sangat responsif terhadap inokulasi CMA (Setiadi 2001). Pada umumnya semai yang terinfeksi mikoriza menunjukkan respon pertumbuhan yang lebih bagus daripada yang tidak terinfeksi. Kondisi tanah tropis dicirikan dengan rendahnya unsur hara, temperatur ekstrim, kemasaman tanah tinggi dan kekeringan serta kehadiran beberapa patogen. Dengan demikian penggunaan CMA dapat memberikan keuntungan pada semai di pembibitan (nurseryes) sebelum dipindahkan ke lapangan (Feldmann dan Idczak 1992). Telah diketahui bahwa CMA merupakan salah satu agen hayati yang berasosiasi dengan akar dari suatu tumbuhan hidup yang terutama bertanggung jawab untuk transfer hara (Brundrett 2004). Peran CMA sebagai mikroorganisme alam adalah membantu penyerapan unsur hara terutama hara P dan hara lain seperti Zn, Cu, Ni, NH4+ dan NO3-, membantu penyediaan hara dari yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman, membantu tanaman untuk dapat bertahan pada kondisi kekeringan karena adanya hifa-hifa cendawan yang mampu menembus poripori tanah dan memperluas daerah penyerapan air, dan sebagai proteksi dari serangan patogen akar (Brundrett et al. 1994 ; Smith dan Read 1997). Namun pemanfaatan CMA sebagai agen hayati masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala seperti spesifikasi dari CMA itu sendiri, terbatasnya jumlah inokulum yang efektif untuk diaplikasikan di lapangan, ketidakkonsistenan mutu inokulum dan pengaruhnya terhadap tanaman memerlukan waktu yang lama dibandingkan pupuk anorganik. Respon yang lambat pada pertumbuhan tanaman mengakibatkan konsumen lebih tertarik menggunakan pupuk
anorganik. Selain itu informasi terbatas dan kurangnya sosialisasi ke masyarakat tentang CMA. Oleh sebab itu perbaikan mutu inokulum merupakan hal penting sehingga dapat mengurangi dosis inokulum jika diaplikasikan ke tanaman dan dapat mempercepat responnya. Inokulum CMA dengan mutu yang baik dapat diperoleh jika persyaratan produksi inokulum dapat terpenuhi seperti pemiliha n tanaman inang yang sesuai, media pertumbuhan, penambahan pupuk dan lingkungan yang cocok untuk perbanyakan cendawannya. Menurut Mansur (2002), perbanyakan inokulum CMA dapat dikatakan berhasil jika kolonisasi CMA intensif (dapat diamati dari hifa yang mengolonisasi jaringan perakaran) dan jumlah spora yang dihasilkan tinggi (kurang lebih 100 spora per 10 g media). Masalah yang cenderung banyak diulas dan sering terjadi dalam produksi inokulum CMA adalah kondisi hara media yang digunakan menjadi penyebab kegagalan terjadinya infeksi atau kolonisasi cendawan mikoriza pada akar inangnya (Sieverding 1991; Bagyaraj 1991; Marschner 1992; Brundrett 1994; Smith dan Read 1997). Sehingga perlu dicobakan berbagai jenis pupuk dan dosis yang tepat dalam rangka meningkatkan mutu inokulum CMA. Penggunaan inokulum CMA yang baik merupakan langkah efisien dalam menunjang peningkatan pertumbuhan tanaman di pembibitan dan keberhasilan pada saat pemindahan kelapangan. Salah satu alternatif pupuk yang dapat ditambahkan pada in okulum CMA adalah pupuk organik vermikompos. Vermikompos dihasilkan dari kemampuan beberapa cacing tanah dalam mengkonsumsi residu organik seperti limbah rumah tangga, limbah industri seperti bubur kayu, residu panen seperti sayuran, daundaunan, dedak padi, dedak jagung, kotoran ternak, kompos dan sebagainya (Ndegwa et al. 1999). Vermikompos merupakan pupuk berkualitas tinggi sebab mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sebelum mendapatkan manfaat dari asosiasinya dengan cendawan. Sela in itu vermikompos yang merupakan pupuk organik juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Samosir 1994). Sehingga beberapa formulasi penggabungan media dan pupuk vermikompos perlu dicoba untuk mencari formulasi media yang tepat tanpa mengganggu proses infeksi dan perkembangan kolonisasi CMA.
Penelitian yang mengombinasikan CMA dan vermikompos masih terbatas pada bagaimana meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, selain itu pemanfaatannya masih terbatas pada tanaman pertanian dan hortikultura (Sáinz et al. 1998; Vasanthi dan Kumaraswamy 1999; Rajkhowa et al. 2000). Selama ini belum ada penelitian yang memanfaatkan vermikompos sebagai pupuk dalam perbanyakan inokulum CMA. Oleh sebab itu penelitian ini mencoba untuk melihat peluang pemanfaatan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum CMA dan mencoba mendapatkan suatu formulasi inokulum CMA yang tidak hanya mengandung propagul CMA akan tetapi dapat juga digunakan sebagai pupuk untuk suplai unsur hara awal bagi tanaman. Formulasi inokulum yang diperoleh akan dicobakan pada tanaman kehutanan seperti jati Muna (Tectona grandis L.f.) sebagai salah satu tanaman kehutanan unggulan yang dapat digunakan dalam rehabilitasi hutan-hutan yang sudah rusak dan gundul. Verbenaceae merupakan salah satu famili pohon yang dikenal bersimbiosis dengan CMA (Turjaman et al. 2004). Jenis komersil dari famili ini contohnya adalah jati (Tectona grandis L.f.) yang memiliki prospek cerah. P roduk berbahan baku kayu jati memiliki pangsa pasar luas karena termasuk kayu berkualitas tinggi, tergolong ke dalam kelas kuat II dan kelas awet I-II, yang merupakan kayu yang paling banyak dipakai untuk segala jenis kontruksi bangunan, mebel, kerajinan dan lain-lain (Pandit dan Ramdan 2002). Sulawesi Tenggara khususnya Kabupaten Muna adalah salah satu daerah penghasil jati dan di kenal ada 2 jenis jati yaitu jati Muna dan jati Malabar Muna. Namun populasi jati Muna sekarang sudah semakin berkurang, dari 70.000 ha menjadi 1000 ha (MENHUT 1 2005). Hal tersebut mengindikasika n perlunya penyediaan semai untuk program rehabilitasi hutan guna mempertahankan populasi jati Muna yang sudah semakin langka. Rumusan Masalah Penelitian ini terdiri dari dua tahap, dimana penelitian pertama dilakukan untuk me nguji pengaruh aplikasi vermikompos terhadap kolonisasi dan pembentukan spora CMA, dengan mengombinasikan vermikompos dan zeolit untuk mencari formulasi yang tepat tanpa menghambat perkembangan CMA. Vermikompos digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman, pengganti hyponex merah yang sering digunakan dalam produksi inokulum sebagai pupuk dengan ketersediaan P yang
rendah. Jenis CMA yang diperbanyak adalah Glomus etunicatum dan Glomus sp. (endogenous), dimana jenis CMA yang berbeda juga memiliki kemampuan yang berbeda dalam mentolerir pemberian pupuk. Sehingga permasalahan yang harus dijawab pertama adalah bagaimanakah respon kedua jenis CMA tersebut terhadap penambahan
vermikompos.
Pertanyaan
kedua
adalah
apakah
penambahan
vermikompos dapat meningkatkan mutu inokulum CMA. Penelitian kedua dilakukan untuk menguji pengaruh inokulum hasil perbanyakan terhadap semai jati Muna. Inokulum hasil perbanyakan mengandung CMA dan residu vermikompos yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara pada awal pertumbuhan tanaman, sehingga pertanyaa n ketiga yang harus dijawab adalah apakah formulasi inokulum CMA dan vermikompos dapat meningkatkan pertumbuhan jati Muna di persemaian. Adapun kerangka pemikiran pemecahan masalah dari penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1.
Upaya rehabilitasi hutan
Kondisi lahan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan semai
Input alternatif teknologi agen hayati cendawan mikoriza arbuskula (CMA)
Kendala dalam perbanyakan, mutu inokulum yang rendah
`
Teknik perbanyakan inokulum CMA
Tanaman inang dan media tumbuh
Pemupukan , aerasi dan air
Cahaya dan temperatur
Pemangkasan dan bahan kimia
Pupuk anorganik (hyponex)
Pupuk organik vermikompos
Suplai hara bagi tanaman inang
Perbaikan pertumbuhan tanaman inang
tidak
Peningkatan jumlah propagul
Ya Formulasi inokulum (Propagul CMA dan residu vermikompos)
Inokulum CMA bermutu
Peningkatan pertumbuhan semai j ati Muna
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian penggunaan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum cendawan mikoriza arbuskula untuk jati Muna
Tujuan pene litian Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk menguji respon jenis CMA terseleksi G. etunicatum dan
Glomus
sp. terhadap penambahan vermikompos. 2.
Untuk menguji penambahan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum CMA
3.
Untuk menguji formulasi inokulum CMA dan vermikompos dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna . Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
mengenai kombinasi vermikompos yang tepat dalam perbanyakan inokulum CMA, serta formulasi yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna. Hipotesis 1. Kedua jenis CMA memiliki respon yang berbeda terhadap penambahan vermikompos 2. Penambahan vermikompos dapat meningkatkan mutu inokulum CMA 3. Aplikasi formulasi inokulum CMA dan vermikompos dapat meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna di persemaian
TINJAUAN PUSTAKA Cendawan mikoriza arbuskula (CMA)
Mikoriza dari asal katanya mykes yaitu cendawan atau jamur, dan rhiza yang berarti akar, kedua kata tersebut berasal dari bahasa Yunani. Banyak definisi yang dikemukakan berkaitan dengan cendawan mikoriza arbuskula. Menurut Sieverding (1991), bahwa mikoriza adalah simbiosis mutualisme antara cendawan tular tanah dan akar pada tanaman tingkat tinggi. Definisi mikoriza secara luas dikemukakan oleh Brundrett (2004), yang mencakup seluruh keragaman mikoriza sebagai suatu asosiasi simbiotik yang esensial bagi satu atau kedua mitra, antara suatu cendawan (terspesialisasi untuk hidup dalam tanah dan tumbuhan) dan akar (atau organ yang mengadakan kontak-substrat lainnya) dari suatu tumbuhan hidup, yang terutama bertanggung jawab untuk transfer hara. Mikoriza terjadi dalam suatu organ tumbuhan yang terspesialisasi dimana hubungan kontak dekat berasal dari perkembangan cendawan tumbuhan yang tersinkronisasi. Kategori utama VAM adalah asosiasi linear dan coiling, selanjutnya juga disarankan bahwa asosiasi mikoriza ditetapkan dan diklasifikasikan terutama melalui kriteria anatomi yang diatur oleh tumbuhan inang karena bentuk yang dikontrol cendawan beragam menurut tumbuhan. CMA dapat berasosiasi dengan sebagian besar
tumbuhan yang termasuk
Angiospermae, Gymnospermae, Pteridophyta, dan Bryopita. Tanaman kelompok dicotyledonous 83% dan
kelompok monocotyledonous 79% berasosiasi dengan
CMA (Smith dan Rea d 1997; Sieverding 1991) dan sedikit alga (Alexopoulus et al. 1996). Cendawan ini memiliki selang ekologis yang luas dan dapat dijumpai dalam sebagian ekosistem yang meliputi hutan hujan rapat, lahan hutan terbuka, semak, savana, padang rumput, bukit pasir dan semi gurun. Tetapi cendawan ini jarang ditemukan pada hutan temperate yang dikuasai oleh konifer, areal yang amat basah seperti lahan padi disawah merupakan habitat yang kurang disukai (Setiadi 1989). Sebagian besar CMA bersifat acidophilic (senang kondisi masam) dengan kisaran pH 3.5– 6.0 (mikroba mesophilic), untuk jenis Gigaspora sp. dapat tumbuh dan berkecambah dengan baik pada pH 4-6 dan Glomus sp. secara umum pada pH 6-8, pada keadaan aerobik, mesothermal dengan kisaran suhu optimum 22-30°C, menyukai kelembaban kurang dari 80% dan tidak suka cahaya (Pelczar dan Chan 1986). Cahaya dan temperatur merupakan unsur iklim yang sangat mempengaruhi proses infeksi mikoriza arbuskula. Temperatur optimum bagi perkembangan spora Gigaspora sp. adalah 25-34 °C dan Glomus sp. adalah 18-22 °C (Setiadi 1989).
Glomus spp. memiliki distribusi yang luas, Gigaspora dan Sclerocystis spp. adalah umum dijumpai pada tanah-tanah tropis. Acaulospora dijumpai dapat beradaptasi dengan lebih baik pada tanah dengan pH <5,0. Kenyataannya, CMA berhubungan dengan jenis partikel tanah; Glomus mosseae dengan tekstur yang baik, subur, pH tanah tinggi; Acaulospora laevis dengan tekstur kasar, pH asam; Gigaspora pada tanah pasir (Bagyaraj 1991). Klasifikasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA) Menurut Alexopoulus et al. 1996 bahwa cendawan mikoriza arbuskula tergolong kedalam ordo Glomales dan memiliki 6 genus yaitu Acaulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glo mus, Sclerocystis, Scutellospora. Adapun sistem klasifikasinya tergolong kedalam: kingdom
: Fungi
phylum
: Zygomycetes
ordo
: Glomales
kelas
: Zygomycetes
famili
: Acaulosporaceae, Glomaceae, dan Gigasporaceae yang memiliki genus Gigaspora dan Scutellospora
genus
: Acaulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus, Sclerocystis, dan Scutellospora Namun Schubler et al. (2001), menegaskan bahwa setelah melalui tes analisis
DNA,
CMA
ordo
Glomales
tidak
masuk
kedalam
kelas
Zygomycetes,
Basidiomycetes, dan Ascomycetes tetapi berdiri sendiri. Glomeromycota memiliki 4 ordo yaitu: 1. Glomales memiliki 2 famili Glomeraceae (Glomus grup A) dan Glomeraceae (Glomus grub B). 2. Archaeosporales memiliki 2 famili Archaeosporaceae dan Geosiphonaceae 3. Paraglomales memiliki famili Paraglomaceae 4. Diversisporales dengan famili Gigasporaceae, Acaulosporaceae, dan Diversisporaceae Sedangkan dalam INVAM (2006) dinyatakan bahwa cendawan mikoriza arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan mikoriza dan termasuk ke dalam
golongan endomikoriza. Cendawan mikoriza arbuskula termasuk ke dalam golongan Glomeromycota , dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai 2 genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomineae mempunyai 4 famili yaitu Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus dan Archaeosporaceae dengan genus Archaeospora. Cendawan tidak mampu melengkapi daur hidupnya tanpa adanya akar tanaman inang. Sporanya dapat berkecambah dan tumbuh tanpa tanaman inang, akan tetapi pertumbuhannya sangat terbatas. Masih terlalu sedikit yang diketahui mengenai mekanisme molekuler yang menentukan pensinyalan dan pengenalan antara CMA dengan tanaman inangnya. Pada tahap pertama dari pengenalan inang, hifa CMA sebelum membentuk appresorium akan membentuk percabangan hifa yang ekstensif di dekat akar inang sebelum, appresorium merupakan struktur yang digunakan untuk menembus akar tanaman. Akar inang diketahui melepaskan molekul- molekul sinyal yang memicu percabangan hifa. Ditemukan pada eksudat akar Lotus japonicus senyawa strigolaktone, 5-deoksi-strigol. Konsentrasi rendah strigogalakton 5-deoksistrigol, sorgogalakton dan strigol alami, serta analog sintetisnya (GR24) ditemukan menginduksi percabangan hifa dari spora Gigaspora margarita yang sedang berkecambah (Akiyama et al. 2005). CMA tidak mengubah morfologi eksternal akar tanaman tingkat tinggi, hifa tumbuh antara kedua dan dalam sel kortek dengan cara penetrasi pada lapisan dan menginvasi membran plasma. CMA menghasilkan coils, struktur yang menyebar menyerupai haustorium yang disebut arbuskula dan pembengkakan terminal yang disebut vesikel. Vesikel dibentuk juga antara atau dalam sel inang dan berfungsi sebagai penyimpanan energi untuk digunakan oleh cendawan ketika suplai metabolit inang rendah. Arbuskula adalah hifa yang menyebar sepanjang lapisan sel inang yang menginvasi membran sel inang. Hifa yang terspesialisasi ini menciptakan suatu area permukaan yang besar
antara sel membran plasma inang dan melibatkan
transfer metabolit dua arah oleh dua mitra. Arbuskula hidup hanya dalam jangka waktu beberapa hari sebelum terdisintegrasi (Alexopoulus Read 1997).
et al. 1996; Smith dan
Peranan CMA Peran dari CMA adalah membantu penyerapan hara sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dalam mendapatka n sumber karbohidrat, CMA memberikan keuntungan pada mitranya. Hifanya menyebar dalam tanah menyerap air, fosfor dan hara lainnya (Alexopoulus et al. 1996).
CMA yang
menginf eksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air (Brundrett et al. 1994). Hal ini juga didukung oleh Smith dan Read (1997), yang menyatakan bahwa mikoriza berpengaruh dalam meningkatkan penyerapan P, Zn, Cu, Ni, NH4+ dan kemungkinan NO3- . Hasil penelitian Corryanti dan Rohayati (2000) menunjukkan bahwa terjadi respon pertumbuhan tanaman jati yang relatif lebih baik terlihat dari peningkatan tinggi, diameter dan berat keringnya. Namun terdapat perbedaan respon yang disebabkan oleh perbedaan isolat CMA yang diinokulasikan. Respon pertumbuhan terbaik dihasilkan oleh tanaman yang diinokulasi dengan jenis Glomus aggregatum, Mycofer, Aca ulospora sp. dan Glomus manihotis. CMA mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al. 1994). Peranan CMA dalam menekan perkembangan patogen tanah terutama disebabkan kolonisasi awal pada perakaran tanaman sehingga mampu meningkatkan ketahanan tanaman. Secara normal CMA mampu meningkatkan penyerapan fosfor dan mineral hara lainnya sehingga peningkatan ketahanan tanaman merupakan efek tidak langsung pada peningkatan ketersediaan hara. Dengan demikian penurunan serangan penyakit diduga terdapat hubungan dengan peningkatan ketersediaan fosfor (Setiadi 2000). Selanjutnya Alexopoulus et al. (1996) menyatakan asosiasi mikoriza memberikan kontribusi untuk ketahanan dari serangan patogen akar
dan nematoda dengan memproduksi antibiotik. Selaras
dengan penelitian Bertha et al. (2005) menemukan bahwa kombinasi G. mosseae BEG 12 dan P. fluorescens A6RI efisien dalam menekan penyakit busuk akar Rhizoctonia solani yang merupakan penyakit tular tanah. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan adalah juga salah satu peran dari CMA (Auge 2001). Penelitian Por cel dan Ruiz -Lozano (2004) menemukan bahwa akar bermikoriza me ngakumulasi prolin yang lebih banyak
daripada
akar
tidak bermikoriza,
sebaliknya
pucuk
tanaman
bermikoriza
mengakumulasi lebih sedikit prolin daripada pucuk tanaman tidak bermikoriza. Diduga simbiosis mikoriza tampaknya terlebih dulu meningkatkan regulasi osmotik di akar-akarnya, hal tersebut membantu mempertahankan landaian (gradient) potensial air yang memungkinkan untuk masuknya air dari tanah ke dalam akar. Kondisi demikian memungkinkan lebih tingginya potensial air daun pada tanaman bermikoriza selama periode kering dan dan melindungi tanaman terhadap cekaman oksidatif, dan pengaruh akumulatif tersebut meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan. Vermikompos Vermikompos (vermicompost) dihasilkan dari kemampuan beberapa cacing tanah dalam mengkonsumsi residu organik seperti limbah rumah tangga, limbah industri seperti bubur kayu, residu panen seperti sayuran, daun-daunan, dedak padi, dedak jagung, kotoran ternak, kompos dan sebagainya (Ndegwa et al. 1999; Palungkun 1999). Selanjutnya Nuryati (2004) menyatakan bahwa vermikompos berarti campuran kotoran cacing sebagai hasil buangan pencernaan bahan organik yang berwarna kehitam-hitaman berperan sebagai pupuk penyubur tanah. Vermikompos dapat meningkatkan hara dalam tanah karena mengandung nitrogen, fosfor , kalium dan unsur-unsur mikro seperti sulfur, boron, dan zinc, meningkatkan kapasitas tukar kation. Vermikompos juga mengandung berbagai hormon tumbuh bagi tanaman seperti auxin, sitokinin, giberellin (Nuryati 2004), menyediakan energi untuk aktivitas mikroorganisme, meningkatkan porositas tanah, meningkatkan kemampuan mengikat air, menstabilkan struktur ta nah seperti mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan infiltrasi, dan menurunkan pengaruh logam-logam berat (Samosir 1994). Selanjutnya dinyatakan juga bahwa bahan organik mengurangi keracunan kation-kation seperti Al3+ dan Fe3+ pada tanah-tanah masam dan bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2+ dan Hg2+ serta kation-kation unsur mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan mengurangi ketersediaannya, juga menyerap banyak air 70-80%. Ini juga disebabkan karena pori mikro pada agregat-agregat tanah menjadi lebih besar sehingga menambah kemampuan tanah untuk mengikat air dan mendukung pertumbuhan akar tanaman (Samosir 1994).
Marinari et al. (1999) , menunjukkan bahwa pada tanaman jagung (Zea mays), penambahan vermikompos dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim tanah yang menguntungkan seperti asam fosfatase, dehydrogenase dan protease BAA. Aktivitas enzim tersebut berkorelasi dengan sifat fisik tanah seperti porositas, yaitu meningkatkan pori makro dari 50-500 µm dan merangsang aktivitas biologi tanah. Peran CMA dan vermikompos Hasil-hasil
penelitian
tentang
vermikompos
terhadap
peningkatan
produktivitas tanaman telah banyak diteliti khususnya tanaman pertanian dan hortikultura akan tetapi penelitian tentang produksi inokulum CMA dengan formulasi media vermikompos belum banyak diteliti. Penelitian Cavender (2002), pada tanaman sorgum yang ditanam pada media gambut dan mineral menunjukkan bahwa vermikompos merangsang kolonisasi CMA pada akar sorgum walaupun hasilnya tidak konsisten. Penambahan vermikompos dapat meningkatkan bobot kering akar dan pucuk tanpa kehadiran CMA, sedangkan pemberian vermikompos tidak steril sebesar 20% dapat meningkatkan bobot kering akar dan pucuk pada media gambut. Sebaliknya hasil penelitian Sáinz et al. (1998), pada dua jenis tanaman yang berbeda cengkeh merah dan ketimun yang diinokulasi dengan CMA jenis Acaulospora menunjukkan bahwa terjadi perbedaan respon CMA dengan jenis yang sama akan tetapi berbeda inang terhadap taraf pemberian vermikompos. Pada cengkeh merah, kolonisasi akar oleh CMA meningkat dan terbaik pada pemberian vermikompos 10% dari volume media jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selanjutnya Fitriatin et al. (2004), juga menunjukkan bahwa tanaman jagung manis yang ditumbuhkan pada tanah Ultisol dengan pemberian vermikompos 50 g/tan dan inokulasi CMA berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi akar yang memiliki nilai tertinggi (72,00%), populasi total bakteri tanah (99,98 x 10 6 CFU/g tanah). Peningkatan juga terjadi pada bobot kering akar, bobot kering tanaman (113,13 g/pot) dan tinggi tanaman. Perbanyakan inokulum dan potensi inokulum CMA Kolonisasi akar dan pembentukan spora dapat berlangsung dengan optimal jika persyaratan dalam perbanyakan inokulum terpenuhi. Adapun tiga faktor utama yang
mempengaruhi pembentukan asosiasi CMA adalah jenis cendawan itu sendiri, lingkungan dan tanaman inangnya. Sumber inokulum yang digunakan dapat berupa spora, akar terinfeksi dan inokulum ta nah yang mengandung semua struktur cendawan mikoriza arbuskula baik spora maupun miselium eksternal dan miselium internal yang ada pada akar (Brundrett 1996). Setiap spesies CMA mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam mengolonisasi akar, akan tetapi bagaimana pengaruhnya terhadap tanaman apakah sinergistik atau kompetitif sulit untuk ditentukan karena menunjukkan kesamaan dalam struktur morfologi (Gunawan 1993) . Klironomos dan Hart (2002), menyatakan
bahwa
perbedaan
sumber
inokulum
yang
digunakan
dalam
mengolonisasi akar menghasilkan perbedaan respon antara kelompok Glomineae dan Gigasporineae. Isolat Glomus sp. dan Acaulospora sp. dapat mengolonisasi akar dengan menggunakan seluruh tipe propagul sebaliknya isolat Gigaspora sp. dan Scutellospora sp. yang diuji terbatas hanya pada spora dan akar terinfeksi. Penelitian Basrudin (2005), menyatakan bahwa jenis inang berpengaruh terhadap kolonisasi dan pembentukan spora, hal ini kemungkinan berkaitan dengan eksudat akar. Jenis inang yang berbeda juga menghasilkan eksudat akar yang berbeda begitu pula dengan umur inang sehingga mempengaruhi pembentukan CMA. Dalam usaha mendapatkan hasil optimal dan infeksi yang efektif maka perlu adanya suatu isolat yang mampu hidup dan dapat beradaptasi dengan kondisi setempa t sesuai dengan tanaman lokal tersebut. Mansur (2002) mengemukakan bahwa isolasi CMA dari tanaman lokal akan lebih efektif untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman lokal tersebut dari pada digunakan isolat dari luar daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena CMA adalah mahluk hidup dengan daya adaptasi terhadap inang dan lingkungan yang relatif spesifik. Sehingga untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sebaiknya digunakan isolat lokal terseleksi yang dapat dikembangkan sendiri. Penelitian Auge et al. (2004) me ndapatkan adanya pengaruh lingkungan, khususnya radiasi surya dan suhu terhadap respon tanaman terhadap CMA. Penggunaan inokulum yang bermutu dapat meningkatkan efisiensi inokulum CMA dalam pengelolaan tanah dan tanaman. Simanungkalit (2004) , menyatakan bahwa potensi inokulum adalah kemampuan inokulan untuk mengolonisasi akar pada suatu kondisi tertentu. Potensi inokulum pada inokulan campuran sering dinyatakan
sebagai jumlah spora per satuan bobot inokulan tersebut. Padahal inokulan campuran tersebut juga mengandung hifa dan mikoriza yang memiliki kemampuan untuk mengolonisasi akar. Sehingga untuk menyatakan jumlah spora sebagai potensi inokulum kurang tepat karena tidak memperhitungkan apakah sporanya masih hidup, mati ataupun dorman. Dalam menentukan jumlah semua propagul CMA persatuan volume atau bobot tanah maka dapat dilakukan dengan Uji MPN (Most Probable Number). Porter (1979) telah mengadaptasi metode MPN yang biasa digunakan dalam memperkirakan jumlah organisme mikrobiologi untuk memperkirakan jumla h propagul CMA, kemudian metode ini dikembangkan lagi oleh Sieverding (1991). Jati Jati memiliki prospek yang baik, dimana produk berbahan baku kayu jati memiliki pangsa pasar luas karena termasuk kayu berkualitas tinggi, yaitu termasuk kedalam kelas kuat II dan kelas awet I-II, yang merupakan kayu yang paling banyak dipakai untuk segala jenis kontruksi seperti tiang, balok, jembatan, rangka atap, kosen pintu dan jendela, tiang, papan bendungan dalam air tawar, bantalan kereta api, sebagai wadah dalam produk industri kimia, dan kayu lapis (Pandit dan Ramdan 2002; Sumarna 2001). Tanaman jati juga tergolong sebagai tanaman yang berkhasiat obat, bunganya dapat digunakan sebagai obat bronchitis, membersihkan kantung kencing dan lain-lain. Buahnya dapat berfungsi sebagai obat diuretik, dan ekstrak daunnya dapat menghambat kinerja bakteri tuberkolosa. Daunnya dapat digunakan sebagai pewarna kain dan limbahnya dapat diproses menjadi briket arang (Sumarna 2001). Penyebaran dan klasifikasi jati (Tectona grandis Linn f.) Jati termasuk famili Verbenaceae, nama daerah
jati (Indonesia); Sagun
(India); Lyiu (Burma); Mai Sak (Thailand), Teak (Inggris), Teck (Perancis), Teca (Spanyol), Java Teak (Jerman). Jati memiliki persebaran yang cukup luas, meliputi sebagian besar India, Myanmar, Laos, Kamboja, bagian barat Thailand dan Indo-China. Jati telah dikembangkan di Afrika (Sudan, Kenya, Tanzania, Tanganyika, Uganda, Lower Guinea, Ghana, Nigeria, Afrika Barat), New Zealand, Australia, Kepulauan Fiji, Taiwan, Kepulauan Pasifik. Di Benua Amerika, jati dikembangkan di Jamaica, Panama, Argentina, Puertorico,
Kepulauan Tobaqo, dan Suriname. Di Indonesia, jati tumbuh baik di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jati juga ditemukan dipulau-pulau kecil seperti Muna, Bawean, Kangean, Lombok, Sumbawa dan Bali. Batas-batas persebaran jati secara alamiah adalah 25o 30’ LU – 9 o LS dan 73 o BB – 103o 30’ BT (Mahfudz 2004; Tini dan Amri 2003). Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan yaitu: divisi ordo kelas sub-kelas
: : : :
Spermatophyta Verbenales Angiospermae Dicotyledoneae
famili genus spesies
: : :
Verbenaceae Tectona Tectona grandis Linn f. Deskripsi buah dan benih jati
Buah keras, terbungkus kulit, berdaging lunak tidak merata (tipe buah batu). Ukura n buah bervariasi 5-20 mm, umumnya 11-17 mm. Struktur buah terdiri dari kulit luar tipis yang terbentuk dari kelopak, lapisan tengah (mesokarp) tebal seperti gabus, bagian dalamnya (endokarp) keras dan terbagi menjadi 4 ruang biji. Jumlah buah perkg bervar iasi sekitar 1100–3500 butir, dengan rata -rata 2000 buah/kg. Benih jati berbentuk oval, ukuran kira-kira 6 x 4 mm. Jarang dijumpai dalam ke empat ruang berisi benih seluruhnya, umumnya hanya berisi 1–2 benih, seringkali hanya satu benih yang tumbuh menjadi anakan (Rachmawati et al. 2002) . Buah yang terbentuk akan masak sekitar bulan Nopember dan akan jatuh sekitar bulan Februari atau April. Buah jati termasuk ringan, antara 1,10– 2,80 g tergantung jenisnya (Sumarna 2001). Tempat tumbuh jati Secara umum, tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/th, optimum 1000-1500 mm/th, dan maksimum 2500 mm/th (walaupun demikian, jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3750 mm/th). Suhu udara optimal jati yaitu suhu udara minimum berkisar antara 13-17 °C dan suhu maksimum berkisar antara 39-43 °C. Adapun kondisi kelembaban
lingkungan tanaman jati yang optimal sekitar 80% untuk fase vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif. Intensitas cahaya yang dibutuhkan cukup tinggi, 75100% (Sumarna 2001; Mahfudz 2004) Curah hujan secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun deciduous dan kualitas produk kayu. Di daerah dengan musim kemarau panjang, jati akan menggugurkan daunnya dan lingkaran tahun yang terbentuk tampak artistik. Secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari berbagai jenis. Pertanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH) sekitar 6.0. Namun, ada kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5), dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik. Karena tanaman jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan baik (Sumarna 2001). Unsur kimia pokok (makro element) yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati yaitu N, P, K dan Ca. Tanaman jati akan tumbuh baik jika kandungan N pada tanah pada permukaan (top soil) antara 0,13–0,072% dan pada lahan di bawahnya dengan ketebalan hingga 1 meter antara 0,0056 – 0,05%. Sedangkan rataan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati sekitar 0,0039%, P antara 0,022–0,108% atau 19-135 mg/100 g tanah, K berkisar 0,54– 1,80% (45-625 ppm/100 g) dan pada lahan di bawahnya (under top soil) antara 0,40– 1,13% (113-647 ppm/100 g), dan Ca harus lebih dari 9,27% (Sumarna 2001). Penelitian Restu (2006) mendapatkan ba hwa campuran perlakuan 2 g tepung tulang sapi, 2,5 g zeolit dan 0,5 g kaolin memberikan pengaruh terbaik terhadap peningkatan peubah pertumbuhan semai jati. Adapun persyaratan bibit untuk reboisasi yang memenuhi kriteria mutu fisik dan fisiologi meliputi bibit normal adalah bibit berbatang tunggal, sehat dan pada pangkal batangnya berkayu, tinggi bibit diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas dihitung dengan satuan cm. Untuk tinggi batang dipersyaratkan antara 20-50 cm (MENHUT 2004).
Jati Muna Jati Muna mulai dikembangkan permulaan awal abad ke 15, pada masa pemerintahan kerajaan Buton dengan Raja Sugi La Ende. Bibit jati diperoleh dari Jawa dan didatangkan oleh pelayar-pelayar dari Maluku. Pembudidayaan jati pertama kali di daerah Wasolangka dan kemudian populasinya menyebar sampai ke wilayah Muna (Saleh 1997). Pulau-pulau yang tersebar di Kabupaten Muna antara lain Matakidi, Wakuru, Raha dengan luas wilayah 12,81% . Wilayah Kabupaten Muna pada umumnya memiliki jenis tanah Mediteran , Ren sina dan Litosol sehingga jati Muna tumbuh pada jenis-jenis tanah tersebut (BPS SULTRA 2004). Populasi jati Muna tumbuh menyebar pada jenis tanah masam (pH rendah) sampai pada tanah-tanah berkapur. Informasi mengenai sifat kimia dari sebagian jenis-jenis tanah di daerah Muna disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah beberapa lokasi penyebaran populasi jati Muna di Kabupaten Muna Peubah pH (H2O) C-Organik (%) N P tersedia (ppm) K (me/100 g) KTK(me/100 g) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Sumber : Haryanti 2005
Wakuru 4,9 0,88 0,07 12,75 1,75 5,01 51 19 30
Lokasi Matakidi 6,2 2,27 0,18 10,65 1,22 13,58 15 39 46
Raha 5,8 0,94 0,09 2,40 0,16 5,71 67 22 11
Pada umumnya morfologi jati Muna sama dengan morfologi jati lainnya dan informasi mengenai morfologi yang lebih spesifik belum ada publikasi yang membahas secara detil.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Ekologi Hutan dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai Juni 2006. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih Pueraria javanica , benih jati Muna (Tectona grandis L.f.), inokulum CMA jenis Glomus etunicatum terse leksi (eksotik) dengan kode NPI 126 (diperbanyak dari inokulum mycofer) di Laboratorium Silvikultur, inokulum CMA jenis Glomus sp. (endogenous) yang diisolasi dari bawah tegakan jati Muna (koleksi laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian UNHALU Kendari) , vermikompos, zeolit, tanah Latosol, KOH 25%, HCl 2% (0,1 N), trypan blue, asam laktat, glyserol, larutan PVLG dan melzer, hyponex merah, gelas plastik berwarna, dan polibag. Alat-alat yang digunakan adalah saringan spora (6 3µm, 125µm, 250µm , dan 500 µm), pinset spora, sentrifuse, timbangan analitik, oven, mikroskop binokuler Nikon YS100, mikroskop stereo binokuler Carton NSWT , Mikroskop Monookuler FCL 15 EX-N, kaca obyek dan gelas penutup. Metode Penelitian Penelitian terdiri dari dua tahap yang dilakukan secara berurutan yaitu : Perbanyakan inokulum CMA Media zeolit yang digunakan untuk mengecambahkan benih tanaman inang dicuci terlebih dahulu, disterilkan kemudian dimasukkan pada bak kecambah. Benih inang P. javanica direndam dengan klorox 5% selama ± 5 menit kemudian dicuci sampai bersih dengan air mengalir. Perendaman benih dengan air panas selama ± tiga menit kemudian dengan air dingin selama 24 jam. Selanjutnya benih dikecambahkan selama ± satu minggu atau sampai muncul 2 helai daun. Menyiapkan media tanam zeolit dan mencampur dengan vermikompos sesuai formulasi yang telah ditentukan. Media dimasukkan ke dalam gelas plastik berwarna yang sebelumnya telah dilubangi dibawahnya dan dilapisi lagi dengan gelas berisi zeolit yang tidak dilubangi, berfungsi sebagai tempat air bagi kultur. Membuat lubang pada tengah media dan mengisi dengan inokulum sebanyak 10 g, kemudian tanaman P. javanica yang telah memiliki 2 - 3 helai daun dipindahkan dengan hati-hati, setelah itu lubang tadi ditutup kembali dengan zeolit. Penyiraman dilakukan setiap hari dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Khusus perlakuan tanaman inang dengan inokulasi CMA tanpa vermikompos pemberian larutan hara hyponex merah (25-5-20)
dilakukan seminggu sekali dengan konsentrasi 1 g/l air dan dibe rikan sebanyak 5 ml. Kultur disusun sesuai layout penelitian kemudian dipelihara selama tiga bulan di rumah kaca. Pemeliharaan kultur seperti penyiraman, penyiangan gulma dan pengendalian hama dilakukan secara manual. Setelah kultur berumur tiga bulan sejak inokulasi maka dilakukan pengecekan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan spora dan dilakukan pengeringan untuk merangsang pembentukan spora lebih banyak.
Gambar 2. Perbanyakan inokulum CMA menggunakan tanaman inang P. javanica selama tiga bulan di rumah kaca Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan RAL menggunakan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu jenis inokulum CMA yang terdiri dari tiga taraf : 1) tanpa inokulasi CMA (Mo), 2) inokulasi CMA jenis G. etunicatum (Mb) dan 3) inokulasi CMA jenis Glomus sp. (Mk). Faktor kedua adalah formulasi media dengan vermikompos terdiri dari K0 (100% zeolit), K1 (90% zeolit dicampur 10% vermikompos), K 2 (80% zeolit dicampur 20% vermikompos), K3 (70% zeolit dicampur 30% vermikompos), dan K4 (60% zeolit dicampur 40% vermikompos). Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali dan setiap unit percobaan terdapat 5 pot kultur sehingga didapat 225 pot kultur. Adapun model statistik yang digunakan adalah Y ijk = µ + Mi + K j + (MK )ij + eijk Keterangan : Y ijk
= Nilai pengamatan pada faktor M (jenis inokulum) taraf ke i, faktor K (formulasi media ) taraf ke j dan ulangan ke k
µ
= Komponen aditif dari rataan
Mi
= Pengaruh utama faktor M (jenis inokulum) pada taraf ke i
Kj
= Pengaruh utama faktor K (formulasi media ) pada taraf ke j
(MK)i j = Komponen interaksi dari faktor M (jenis inokulum) pada taraf ke i dan faktor K (formulasi media ) pada taraf ke j eijk
= Pengaruh acak yang menyebar normal (0,s 2)
(Mattjik dan Sumertajaya 2002) Peubah yang diamati meliputi kolonisasi akar dan jumlah spora. Kolonisasi akar diukur berdasarkan keberadaan struktur CMA dalam akar, struktur CMA dapat dilihat dibawah mikroskop setelah dilakukan pewarnaan dengan trypan blue menggunakan metode Phillips dan Hayman (1970) yang dimodifikasi. Proses pewarnaan akar yaitu sampel akar dicuci bersih dari sisasisa tanah, merendam sampel akar dengan larutan KOH 2,5% selama 24 jam atau sampai akar kelihatan putih dan jernih, kemudian sampel akar dicuci bersih untuk menghilangkan larutan KOH, merendam dalam larutan HCl 2% (0,1 N) selama 24 jam dan membuang kelebihan HCl, selanjutnya merendam dengan larutan trypan blue 0,05% (campuran larutan asam gliserol, asam laktat, dan aquades) selama 24 jam. Perhitungan kolonisasi akar dilakukan dengan cara mengambil secara acak potongan-potongan akar yang telah diwarnai sepanjang 1 cm, dan menyusun pada kaca obyek sebanyak 10 potongan akar, kemudian mengulangi sampai mendapatkan tiga preparat kaca obyek. Mengamati kolonisasi CMA dengan tiga bidang pandang dan mencatat total bidang pandang potongan akar yang terkolonisasi CMA dari 10 potongan akar tersebut. Selanjutnya persentase akar yang dikolonisasi CMA dihitung berdasarkan rumus : % Kolonisasi CMA =
Jumlah _ bidang _ pandang _ yang _ terkolonisasi _ CMA X 100% Jumlah _ total _ bidang _ pandang (Rajapakse dan Miller 1992). Menghitung jumlah spora pada akhir pengamatan setelah proses pengeringan tanaman inang selama seminggu. Pemisahan spora dilakukan dengan metode tuang saring basah (Brundrett 1994), yaitu mengambil sebanyak
20 g sampel inokulum pada pot kemudian disaring dengan memakai saringan 63µm, 125µm, dan 250µm. Saringan disusun dari ukuran terbesar hingga terkecil. Kemudian spora hasil saringan 63µm dipisahkan pada cawan plastik dan dilakukan perhitungan spora dibawah mikroskop stereo binokuler carton NSWT. Peubah pertumbuhan yang diamati sebagai data pendukung meliputi bobot kering akar, bobot kering akar terinfeksi dan bobot kering total tanaman. Penimbangan bobot kering akar dan pucuk dilakukan pada akhir pengamatan, dengan cara menimbang bahan tanaman setelah dikeringkan dalam oven dengan suhu 70 o C selama 2x24 jam atau sampai terjadi bobot kering yang konstan (Sitompul dan Guritno 1995). Bobot kering akar terinfeksi ditentukan dengan cara mengalikan bobot kering akar (g) dengan kolonisasi akar (%). Selanjutnya bobot kering total tanaman (g) ditentukan dengan cara menjumlahkan bobot kering akar dan pucuk. Jumlah propagul CMA ditentukan berdasarkan metode MPN (The most probable number ) (Porter 1979). Prosedur yang dilakuka n yaitu menyiapkan media berupa pasir zeolit. Benih uji P. javanica disterilisasi dengan cara merendam dalam larutan klorox 5% selama ± 5 menit kemudian dibilas sampai bau klorox hilang dan mengecambahkan biji dalam bak kecambah. Persiapan seri pengenceran medium dilakukan dengan cara menyiapkan seri pengenceran (dengan kelipatan 10) yaitu dengan mencampurkan contoh sampel uji dengan media zeolit. Untuk membuat seri pengenceran 10o yaitu sampel uji murni, 10-1 yaitu 1 bagian sampel uji murni dan 9 bagian zeolit, 10 -2 yaitu 1 bagian sampel 10 -1 dan 9 bagian zeolit dan seterusnya sampai pengenceran 10 -7 , setiap seri pengenceran dibuat 5 kali ulangan. Penanaman kecambah pada pot yang telah berisi medium pertumbuhan sesuai dengan seri pengenceran, dan memupuk dengan larutan nutrisi hyponex merah sebanyak 1 g/l air seminggu sekali, selanjutnya memelihara pot kultur sampai ± 5 minggu
Gambar 3. Kegiatan pengujian potensi inokulum dengan menggunakan tanaman inang sorgum selama lima minggu di rumah kaca Pemanenan dan pemrosesan akar yaitu dengan cara memotong bagian akar tanaman dan dicuci bersih kemudian dimasukkan kedalam botol vial yang berisi KOH 2,5 % dan direndam sampai akar kelihatan bersih dan jernih. Selanjutnya pemrosesan sampel akar sama dengan prosedur dalam pewarnaan akar. Memeriksa akar dibawah mikroskop dan mencatat pada tabel pengamatan bila ada infeksi d iberi tanda (+) dan bila tidak ada (-). Cara perhitungan jumlah propagul yaitu dengan memilih tiga seri pengenceran yang menghasilkan kolonisasi akar, dimana P 1 infeksi tertinggi, P 2 dan P 3 adalah yang jumlah infeksinya berturut -turut di bawah P1. Kemudian menentukan angka pada tabel MPN berdasarkan nilai P1, P 2 dan P3 dan kombinasi dari angka dikali dengan faktor pengenceran P2. Selang kepercayaan 95 % dapat dihitung berdasarkan rumus : Log Oa,b = log MPN ± 0.326 Uji efektivitas formulasi inokulum pada semai jati Muna Persiapan benih Benih jati yang digunakan adalah benih jati Muna . Benih diseleksi yaitu dengan cara memisahkan benih dari kotoran dan benih yang rusak, cukup kering, diamete r ± 1 cm, tidak terserang hama penyakit. Perlakuan benih berdasarkan metode Rizain (1999) dimodifikasi. Sebelum penyemaian, benih jati Muna dijemur kemudian direndam dalam air semalam, berturut-turut selama 4 hari kemudian direndam dalam abu sekam dengan perbandingan 1:0,7:1 (benih : abu sekam : air) selama 24 jam dan benih siap disemai.
Persiapan media perkecambahan dan media semai Media perkecambahan benih menggunakan pasir yang telah dikeringkan dan diayak. Media pasir ditempatkan pada bak-bak kecambah dengan ketebalan 10 cm. Selanjutnya benih jati Muna ditanam satu persatu dengan pusar menghadap kebawah. Setelah itu benih ditutup dengan pasir tipis. Media tanam semai menggunakan tanah dan pasir yang dicampur dengan perbandingan (3:1), selanjutnya dimas ukkan dalam polibag dan ditimbang dengan berat 2 kg dengan ukuran polibag 20 x 20 cm. Penyapihan dan Inokulasi CMA Penyapihan dilakukan pada saat kecambah telah siap untuk disapih yaitu kecambah yang telah terbentuk dua daun pertama kira-kira umur 21 hari dan siap dipindahkan ke media polibag. Inokulasi dilakukan pada saat penyapihan, dengan cara memberikan formulasi inokulum CMA hasil perbanyakan sesuai perlakuan disekitar akar semai jati Muna. Kemudian semai diletakan dengan posisi akar persis mengenai inokulum yang diberikan dengan harapan pada saat spora berkecambah akan langsung menginfeksi akar. Inokulum yang akan digunakan adalah inokulum hasil perbanyakan dengan pemberian dosis yang berbeda yaitu 10 g, 15 g, dan 20 g per semai.
Pemeliharaan Mela kukan penyiraman sesuai kebutuhan yaitu diperkirakan sampai mencapai kapasitas lapang. Pemberantasan hama penyakit juga dilakukan bila perlu.
Gambar 4. Penyapihan semai di polibag dan pemeliharaan selama tiga bulan di persemaian rumah kaca Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas kehutanan IPB Rancangan Penelitian Formulasi
inokulum
terpilih
sebanyak
enam
kombinasi
hasil
perbanyakan tahap pertama diinokulasikan ke semai jati Muna dengan cara menaburkan formulasi inokulum pada lubang tanam sesuai dosis inokulum yang ditentukan. Kemudian semai dipindahkan ke lubang tanam dengan akar tepat mengenai inokulum tadi, sehingga diharapkan semai yang akan tumbuh akarnya langsung kontak dengan formulasi inokulum yang diberikan. Media tanah yang digunakan adalah jenis Latosol pada polibag dengan berat media 2 kg, kemudian disusun berdasarkan rancangan yang ditetapkan. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan RAK menggunakan 2 faktor perlakuan, faktor pertama yaitu formulasi inokulum CMA yang terdiri dari enam taraf yaitu formulasi G. etunicatum (A1), G. etunicatum dengan vermikompos 30% (A2), G. etunicatum dengan vermikompos 40% (A3), Glomus sp. (B1), Glomus sp. dengan vermikompos 30% (B2), Glomus sp. dengan vermikompos 40% (B3) dan kontrol. Faktor kedua adalah dosis formulasi inokulum CMA yang terdiri dari tiga taraf yaitu 10 g per semai (D1), 15 g per semai (D2) dan 20 g per semai (D3). Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali sehingga didapat 57 unit percobaan. Peubah pertumbuhan yang diamati adalah tinggi semai, diameter batang, bobot kering semai (bagian pucuk dan akar), nisbah pucuk akar, kolonisasi akar dan jumlah spora.
Adapun model statistik yang digunakan
adalah Y ijk = µ +M i + D j + (MD)ij + ? k + eijk Keterangan :
Y ijk
= Nilai pengamatan pada faktor A adalah formulasi inokulum CMA taraf ke -i, faktor D (Dosis formulasi inokulum) taraf ke-j dan kelompok ke-k = Komponen aditif dari rataan
µ Ai Dj (AD) ij
?k eijk
= Pengaruh utama faktor A (formulasi inokulum CMA ) pada taraf ke-i = Pengaruh utama faktor D (Dosis formulasi inokulum) pada taraf ke-j = Komponen interaksi dari faktor A (formulasi inokulum CMA ) pada taraf ke-i dan faktor D (dosis formulasi inokulum) pada taraf ke-j = Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan perlakuan = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,s 2)
(Mattjik dan Sumertajaya 2002) Pengamatan Pertumbuhan Peubah pertumbuhan yang diamati dan diukur adalah tinggi semai, diameter batang, bobot kering semai, nisbah pucuk akar, kolonisasi akar dan jumlah spora. Peubah tinggi semai diukur dari pangkal batang (pada satu titik yang tetap dekat permukaan tanah) sampai titik tumbuh tertinggi semai pada jalur batang dengan menggunakan mistar, dan diukur 2 minggu sekali. Diameter batang diukur menggunakan jangka sorong pada ketinggian 1 cm dari permukaan tanah diukur pada awal dan akhir pengamatan. Bobot kering semai (bagian pucuk dan akar semai) dibersihkan kemudian dikeringkan dengan pengovenan pada suhu 70 o C atau sampai tercapai bobot kering yang konstan kemudian ditimbang (Sitompul dan Guritno 1995). Nisbah pucuk akar ditentukan dengan membandingkan bobot kering pucuk dan bobot kering akar semai. Sebagai data pendukung yaitu menghitung kolonisasi CMA pada akhir penelitian, dimana prosedurnya sama dengan proses pewarnaan akar dengan metode Phillips dan Hayman (1970) dimodifikasi. Pengamatan jumlah spora dilakukan dengan prosedur yaitu tanah dalam polibag dibongkar dan mengambil contoh tanah seberat 40 g. Sampel tanah dimasukkan ke dalam gelas kemudian direndam dan diaduk agar spora yang melekat pada partikel tanah dapat terlepas. Setelah tanah diaduk kemudian dituang dalam saringan bertingkat (63µm, 125µm, 250µm dan 500µm) yang
disusun dari paling terbesar sampai saringan terkecil. Kemudian saringan tadi disemprot dengan air mengalir dan diusahakan supaya bertekanan tinggi untuk melepaskan spora dari partikel tanah. Hasil saringan 63 µm diambil dan dimasukkan kedalam tabung sentrifus dan diberi larutan gula 50% dan disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 3200 rpm. Kemudian larutan supernatan pada bagian tengah diambil dengan memakai pipet dan dicuci dibawah air mengalir dengan saringan 63µm. Hasil saringan diambil dan dituang ke cawan petri kemudian di hitung dibawah mikroskop stereo binokuler Carton NSWT. Pengamatan penunjang meliputi analisis media semai jati, analisis hara inokulum yang digunakan, temperatur udara rumah kaca selama penelitian, analisis jaringan daun semai jati untuk N, P, K, dan Ca diakhir penelitian. Analisis Data Data hasil pengamatan dari masing-masing peubah dilakukan analisis sidik ragam. Jika hasil analisis sidik ragam menunjukkan F hitung > dari F tabel maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95% untuk membandingkan antar perlakuan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SAS V6.12 (Statistical Analysis Sistem).
Hasil dan Pembahasan Hasil Perbanyakan inokulum CMA Jenis CMA, formulasi media vermikompos dan interaksi antara jenis CMA dengan formulasi media berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar tanaman inang P. javanica , jumlah spora CMA, bobot kering akar, bobot kering akar terinfeksi, dan bobot kering total (Tabel 2). Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap kolonisasi akar, jumlah spora, dan pertumbuhan tanaman inang P. javanica
Peubah kolonisasi akar Jmlh spora
CMA
Vermikompos
CMA x vermikompos
KK (%)
75,97***
19,78***
6,05**
18,35 %
***
***
***
17,32 %
***
12,88 %
55,04
***
26,52
***
9,72
Bobot kering akar
11,45
37,59
7,15
Bobot kering akar terinfeksi
14,37**
9,04***
3,20*
30,90 %
Bobot kering total
78,47***
159,09***
5,43***
7,45 %
Keterangan : ***) berpengaruh sangat nyata pada P=0.001, **) berpengaruh nyata pada P=0.01, *) berpengaruh nyata pada P=0.05
Kolonisasi akar dan jumlah spora Hasil uji lanjut pengaruh interaksi antara jenis CMA dan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar inang P. javanica menunjukkan bahw a perlakuan terbaik dihasilkan oleh jenis CMA G. etunicatum dengan pemupukan hyponex merah. Kemudian diikuti oleh jenis Glomus sp. dengan hyponex merah dan jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40%. Penurunan yang sangat tajam terjadi pada jenis Glomus sp. akibat pemberian vermikompos (Gambar 5). Pada peubah jumlah spora, perlakuan terbaik dihasilkan oleh jenis Glomus sp. dengan hyponex merah yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Data menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang sangat signifikan pada jumlah spora kedua jenis CMA seiring dengan penambahan vermikompos
(Gambar 6). Akan
tetapi jenis G. etunicatum mampu menghasilkan kolonisasi akar dan jumlah spora
yang lebih baik dibandingkan jenis Glomus sp. Hal ini diduga karena
G.
etunicatum lebih toleran terhadap penambahan vermikompos (Gambar 5 dan 6). 90 80
Kolonisasi akar (%)
70 60 50 40 30 20 10 0
0% +Hyponex 0
10
20
30
40
G. etunicatum
86,11
53,15
57,78
72,77
79,45
Glomus sp.
84,45
27,78
25,55
25,56
29,89
Formulasi media vermikompos (%)
Gambar 5. Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar tanaman inang P. javanica pada bulan ketiga 900 800
Jumlah spora
700 600 500 400 300 200 100 0
0% +Hyponex 0
10
20
30
40
G. etunicatum
345
124
95
148
95
Glomus sp.
889
13
8
12
10
Formulasi media vermikompos (%)
Gambar 6. Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap jumlah spora CMA tanaman inang P. javanica pada bulan ketiga
Hifa
Vesikel
a
b
Gambar 7. Hifa (a) dan vesikel (b) akar tanaman inang P. javanica pada bulan ketiga di rumah kaca (Pengamatan menggunakan mikroskop binokuler Nikon YS100 dengan perbesaran 100x) Tabel 3. Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap bobot kering tanaman P. javanica Jenis CMA
0%+Hyponex
Formulasi media vermikompos (%) 10 20 30
40
Rerata bobot kering akar (g) G.etunicatum
2,74 b
2,64 b
2,46 bc
2,53 bc
2,39 bcd
Glomus sp.
2,98 b
2,96 b
3,96 a
2,52 bc
2,74 b
Rerata bobot kering akar terinfeksi (g) G.etunicatum
2,35 ab
1,39 bcd
1,51 bcd
1,81 abc
1,90 ab
Glomus sp.
2,53 a
0,83 cde
0,51 de
0,31 e
0,59 de
Rerata bobot kering total (g) G.etunicatum
11,93 d
14,41 c
16,77 b
16,91 b
16,28 b
Glomus sp.
11,33 de
15,61 bc
18,74 a
16,95 b
15,41 bc
Keterangan :
Rerata sebaris dan sekolo m diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%
Jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 20%, menghasilkan bobot kering akar tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya , dan bobot kering akar tanaman inang terendah dihasilkan oleh jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40%. Jenis Glomus sp. dengan pemupukan hyponex merah menghasilkan bobot kering akar terinfeksi tertinggi, sedangkan terendah dihasilkan oleh jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 30%. Bobot kering tanaman tertinggi dihasilkan oleh perlakuan jenis Glomus sp. pada penambahan vermikompos 20% dan terendah adalah jenis Glomus sp. pada pemupukan dengan hyponex merah (Tabel 3).
Pengujian potensi inokulum CMA Tabel 4. Potensi inokulum cendawan mikoriza arbuskula per 100 g media zeolit Perlakuan
Jumlah pr opagul infektif (KA 10%) Jumlah/100 g Kisaran jumlah zeolit propagul *)
G. etunicatum
308 x 104
145 – 652 x 104
G. etunicatum dengan vermikompos 30%
7,7 x 104
3,6 – 16,3 x 104
G. etunicatum dengan vermikompos 40%
5,4 x 104
0,50 – 2,50 x 104
Glomus sp.
10120 x 104
4770 – 21440 x 104
Glomus sp. dengan vermikompos 30%
0,12 x 104
0,41 – 0,57 x 104
Glomus sp dengan vermikompos 40%
0,19 x 104
0,88 – 3,96 x 104
Keterangan : *) Kisaran jumlah propagul pada selang kepercayaan 95 %
Jenis Glomus sp. menghasilkan jumlah propagul terbanyak yaitu 10120 x 104 propagul dan terendah dihasilkan oleh Glomus sp. dengan vermikompos 30% yaitu 0,12 x 104 propagul (Tabel 4). Uji efektivitas formulasi inokulum CMA pada semai jati Muna Hasil analisis sidik ragam pada peubah pertumbuhan semai jati Muna menunjukkan bahwa formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap tinggi semai, diameter, bobot kering puc uk, bobot kering akar, bobot kering akar terinfeksi, bobot kering total, nisbah pucuk akar, kolonisasi akar semai jati Muna dan jumlah spora CMA . Dosis formulasi inokulum juga berpengaruh nyata terhadap tinggi semai jati, diameter dan bobot kering pucuk. Sedangkan interaksi antara jenis formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar semai jati Muna dan jumlah spora CMA (Tabel 5).
Tabel 5. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap peubah pertumbuhan, kolonisasi akar dan jumlah spora semai jati Muna Peubah
CMA
DOSIS
CMA x DOSIS
KK (%)
Tinggi semai 2 MST
0,31tn
0,40 tn
0,68 tn
23,45
Tinggi semai 4 MST
1,72 tn
1,20 tn
1,70 tn
20,80
Tinggi semai 6 MST
**
4,41
**
1,25
tn
20,11
4,45
**
1,27
tn
18,03
3,15
***
Tinggi semai 8 MST
5,37
Tinggi semai 10 MST
5,65 ***
4,99 **
1,55 tn
14,41
Tinggi semai 12 MST
4,99 ***
6,57 ***
1,40 tn
12,81
Diameter semai
4,87 **
4,41 **
1,01 tn
14,11
Bobot kering pucuk
8,32 ***
3,20 **
0,34 tn
26,74
Bobot kering akar
11,56 ***
1,40 tn
0,42 tn
27,80
Bobot kering akar terinfeksi Bobot kering total
11,12 ***
0,54 tn
0,81 tn
19,36
10,36 ***
2,67 tn
0,22 tn
25,62
Nisbah pucuk akar
4,79 ***
2,15 tn
1,86 tn
8,48
4,77
***
1,04
tn
9,32
***
1,24
tn
kolonisasi akar Jmlh spora
3,60
***
15,04
**
7,53
2,76
Keterangan : ***) berpengaruh sangat nyata pada P=0.001, **) berpengaruh nyata pada P=0.01, *) berpengaruh nyata pada P=0.05, tn) berpengaruh tidak nyata pada P>0.05
Pertumbuhan semai jati Muna Secara umum inokulasi CMA cenderung memberikan respon pertumbuhan semai jati Muna yang lebih baik dibanding tanpa pemberian CMA (kontrol). Perlakuan formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap tinggi dan diameter semai jati pada saat berumur 6 MST. Perlakuan formulasi inokulum
G.
etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan tinggi semai jati Muna yang tidak berbeda nyata dengan formulasi inokulum Glomus sp. dengan vermikompos 40%. Sedangkan perlakuan tanpa formulasi inokulum CMA (kontrol) menghasilkan pertumbuhan semai jati Muna terendah (Gambar 8).
30
Tinggi semai (cm)
25
KONTROL
20
GE GE+V30% 15
GE+V40% E E+V30%
10
E+V40%
5
0 2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Umur semai (minggu)
Gambar 8. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna sampai umur 12 MST di persemaian rumah kaca, GE (G.etunicatum), GE+V30%, (G.etunicatum dengan vermikompos 30%), GE+V40% (G.etunicatum dengan vermikompos 40%), E (Glomus sp.), E+V30% (Glomus sp. dengan vermikompos 30%), E+V40% (Glomus sp. dengan vermikompos 40%)
GE + V40% kontrol
E + V40%
Gambar 9. Semai jati Muna yang diinokulasi CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% (kiri), jenis Glomus sp. dengan vermikompos 40% (kanan) dan tanpa CMA (tengah) pada umur 12 MST
0,71 ab
0,68 ab
0,700 Diameter semai (cm)
0,78 a
0,77 a
0,800 0,62 b
0,62 b
0,600 0,500 0,400
0,360 c
0,300 0,200 0,100 0,000 KONTROL
GE
GE+V30% GE+V40%
E
E+V30%
E+V40%
Formulasi inokulum CMA
Gambar 10. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna 12 MST di persemaian rumah kaca Formulasi inokulum CMA juga berpengaruh nyata terhadap diameter semai jati Muna pada umur 12 MST. Secara umum semai yang diinokulasi dengan CMA menghasilkan diameter yang lebih besar dibandingkan semai tanpa inokulasi CMA (kontrol). Penggunaan formulasi CMA G. etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan diameter semai yang tidak berbeda nyata dengan diameter semai Glomus sp. dengan vermikompos 40% (Gambar 10). 25
Tinggi semai (cm)
20
Kontrol
15
10 g 15 g
10
20 g 5
0 2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Umur semai (minggu)
Gambar 11. Pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna sampai umur 12 MST di persemaian rumah kaca
Dosis formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai jati Muna. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan semai jati yang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pemberian dosis formulasi inokulum. Pada umur 12 MST pemberian formulasi inokulum CMA sampai dosis 20 g per semai nyata meningkatkan tinggi semai, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis
15
g per semai (Gambar 11).
0,8
0,73a
Diameter semai (cm)
0,7 0,6
0,72a
0,64b 0,54c
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Kontrol
10 g
15 g
20 g
Dosis formulasi inokulum
Gambar 12. Pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna umur 12 MST di persemaian rumah kaca Perkembangan diameter semai jati Muna juga dipengaruhi oleh dosis formulasi inokulum. Secara umum peningkatan dosis cenderung meningkatkan diameter semai jati Muna, namun demikian pemberian dosis formulasi inokulum 15 g per semai yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan pemberian dosis formulasi inokulum 20 g per semai (Gambar 12). Peningkatan bobot kering semai, bobot kering pucuk, bobot kering akar, dan bobot kering akar terinfeksi nyata dipengaruhi oleh formulasi inokulum CMA. Secara umum bobot kering semai jati Muna yang diinokulasi dengan CMA cenderung lebih meningkat dibandingkan dengan semai tanpa inokulasi CMA (kontrol). Perlakuan formulasi inokulum G. etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan bobot kering semai dan bobot kering pucuk terbesar dengan peningkatan berturut-turut sebesar 529% dan 408% dibandingkan dengan kontrol. Terjadi penurunan nisbah pucuk akar jati Muna pada semai yang diinokulasi dengan
CMA dan cenderung hampir seimbang berkisar dari 1,20 sampai 2,07. Nisbah pucuk akar terendah dihasilkan oleh perlakuan formulasi inokulum jenis Glomus sp. dengan vermikompos 30%, sedangkan nisbah pucuk akar pada perlakuan tanpa CMA (kontrol), peningkatan nilai NPA sampai mencapai 4,03 (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh inokulum CMA terhadap bobot kering dan nisbah pucuk akar semai jati Muna
G. etunicatum
Rerata BK semai (g) 6,96 c
208
Rerata BK pucuk (g) 4,40 d
154
Nisbah pucuk akar 1,81 ab
GE + V30%
11,23 b
397
6,69 bc
287
1,52 bc
GE + V40%
14,21 a
529
8,79 a
408
1,63 bc
Glomus sp.
7,70 c
241
5,08 cd
194
2,07 a
E + V30%
11,13 b
392
6,27 c
262
1,30 c
E + V40%
13,58 ab
500
8,06 ab
366
1,46 bc
Rerata CMA
10,80 x
378
6,55 x
279
1,63 x
Tanpa CMA
2,26 y
0
1,73 y
0
4,03 y
Formulasi inokulum CMA
Peningkatan (%)
Peningkatan (%)
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Tabel 7. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi semai jati Muna Formulasi inokulum
Rerata BK akar (g)
Peningkatan (%)
Rerata BK akar terinfeksi (g)
Peningkatan (%)
G. etunicatum
2,55 b
381
1,26 b
207
GE + V30%
4,54 a
757
1,86 a
354
GE + V40%
5,42 a
923
2,10 a
412
Glomus sp.
2,62 b
394
1,35 b
229
E + V30%
4,86 a
817
2,02 a
393
E + V40%
5,51 a
939
2,13 a
419
Rerata CMA
4,25 x
701
1,79 x
337
Tanpa CMA
0,53 y
0
0,41 y
0
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Pada Tabel 7 menunjukkan terjadinya peningkatan bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi pada semai jati Muna yang diinokulasi dengan CMA dibandingkan dengan semai jati yang tidak diinokulasi CMA. Perlakuan formulasi inokulum jenis Glomus sp. dengan vermikompos 40% mampu menghasilkan bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi berturut-turut sebesar 939% dan 419% dibandingkan dengan semai jati kontrol. Kolonisasi akar dan jumlah spora Tabel 8. Pengar uh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum terhadap kolonisasi akar pada semai jati Muna Formulasi inokulum CMA
Dosis formulasi inokulum (g) 10
15
20
G. etunicatum
65,56 defg
71,11 cdefg
52,22 g
G. etunicatum dengan vermikompos 30 %
80,00 abcde
71,18 cdefg
84,44 abcde
G. etunicatum dengan vermikompos 40%
97,78 a
75,56 abcde
74,44 bcdef
Glomus sp.
81,11 abcde
53,33 fg
82,22 abcde
Glomus sp. dengan residu vermikompos 30%
87,78 abcd
84,44 abcde
83,33 abcde
Glomus sp. dengan vermikompos 40%
64,45 efg
90,00 abc
95,55 ab
Rerata CMA
79,45 x
74,27 x
78,70 x
Tanpa CMA (kontrol)
35,55 y
Keterangan : Rerata sekolom dan sebaris diikuti oleh huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Interaksi antara formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar dan jumlah spora. Secara umum perlakuan formulasi inokulum CMA mampu meningkatkan kolonisasi akar dan jumlah spora CMA pada semai jati Muna jika dibandingkan dengan semai jati Muna kontrol (Tabel 8). Kolonisasi akar pada semai yang diberi perlakuan formulasi inokulum CMA mem iliki rerata lebih dari 70% dan termasuk dalam kategori tingkat kolonisasi akar kelas 5 (Lampiran 9b). Penggunaan formulasi inokulum jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% pada dosis 10 g per semai telah menghasilkan
kolonisasi akar tertinggi bila diba ndingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan semai kontrol menunjukkan kolonisasi akar yang terendah.
Hifa
Vesikel a
b
Gambar 13. Hifa (a) dan vesikel (b) pada akar semai jati Muna pada umur 12 MST (pengamatan menggunakan m ikroskop binokuler Nikon YS100 dengan perbesaran 100x)
Tabel 9. Pengaruh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum terhadap jumlah spora pada semai jati Muna Jenis formulasi inokulum CMA
Dosis formulasi inokulum (g) 10
15
20
G. etunicatum
234 abc
323 ab
278 abc
G. etunicatum dengan vermikompos 30%
151 bcde
369 a
199 abcd
G. etunicatum dengan vermikompos 40%
294 abc
139 cde
209 abc
238 abc
299 abc
230 abc
77 ef
152 bcde
60 f
Glomus sp. Glomus sp. dengan vermikompos 30% Glomus sp. dengan vermikompos 40% Rerata CMA Tanpa CMA (kontrol)
180 abcd 196 x
86 def 232 x
154 abcde 188 x
14 y
Keterangan : Rerata sekolom dan sebaris diikuti oleh huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Peningkatan jumlah spora cenderung terjadi pada semai jati Muna yang diinokulasi dengan CMA jika dibandingkan dengan semai jati yang tidak diinokulasi CMA (Tabel 9). Pemberian dosis formulasi inokulum sebanyak 15 g per semai menghasilkan rerata jumlah spora sebesar 232 spora per 30 g sampel tanah. Pada
perlakuan kontrol juga terdapat spora yang diduga berasal dari spora media tanah yang digunakan, akan tetapi jumlahnya sangat sedikit yaitu 14 spora per 30 g sampel tanah. Pembahasan Perbanyakan inokulum CMA Perbanyakan inokulum CMA dengan penambahan pupuk vermikompos dilakukan untuk mendapatkan suatu inokulum yang tidak hanya menyediakan propagul CMA akan tetapi juga didapatkan residu vermikompos. Pupuk vermikompos dicobakan dengan harapan dapat meningkatkan mutu inokulum yang diproduksi, dengan menguji komposisi yang seimbang dimana kolonisasi dan pembentukan spora masih dapat terjadi dengan baik. Sedangkan residu pupuk vermikompos dapat digunakan oleh tanaman sebagai sumber unsur hara awal sebelum mendapatkan suplai unsur hara secara optimal dari asosiasinya dengan cendawan mikoriza. Isolat yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu
G.
etunicatum (terseleksi) adalah isolat eksotik yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Kemudian isolat tersebut diperbanyak di Laboratorium Silvikultur IPB. Isolat kedua adalah jenis Glomus sp. yang diisolasi dari bawah tegakan jati Muna kemudian ditrapping dan diperbanyak (Koleksi laboratorium Budidaya pertanian Fakultas Pertanian UNHALU Kendari). Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa sampel tanah diambil pada bawah tegakan jati Muna di daerah Wakuru dengan pH tanah 4,6, kandungan N sebesar 0,06%, P2O5 13,07 ppm, dan K 2O 0,22 cmol/kg serta ketinggian 10-15 mdpl (BALITBANGHUT dan DISHUT SULTRA 2004). Secara umum pada percobaan perbanyakan inokulum CMA, penambahan vermikompos cenderung menekan perkembangan kolonisasi CMA dan pembentukan spora kedua jenis CMA jika dibandingkan dengan pemberian hara hyponex merah. Pemberian hara hyponex merah sebanyak 1 g/l air diberikan ke tanaman seminggu sekali sesuai dengan prosedur baku yang dikembangkan oleh Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Bioteknologi IPB. Pemberian hara hyponex merah menghasilkan kolonisasi akar dan jumlah spora tertinggi jika
dibandingkan dengan perlakuan penambahan vermikompos. Nam un hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan respon antara kedua jenis CMA terhadap penambahan vermikompos. Jenis CMA G.
etunicatum cenderung mampu
berkolonisasi dengan baik dan terjadi peningkatan kolonisasi seiring dengan penambahan vermikompos sampai formulasi 40%. Sebaliknya jenis Glomus sp. menunjukkan respon yang berbeda, dimana penambahan vermikompos sampai 10% dari volume zeolit (170 g) justru menekan perkembangan kolonisasinya (Gambar 5). Kedua jenis CMA memperlihatkan fenomena yang ham pir sama, dimana penambahan vermikompos justru menurunkan jumlah spora. Akan tetapi jenis G. etunicatum ternyata lebih toleran jika dibandingkan dengan jenis Glomus sp. Perbedaan respon dari kedua jenis CMA tersebut diduga karena adanya perbedaan karakter dan kebiasaan (habit) terhadap kondisi lingkungannya. Penurunan kolonisasi dan jumlah spora yang sangat tajam pada inokulum jenis Glomus sp. diduga karena telah teradaptasi dengan kondisi tanah yang marginal. Sedangkan jenis G. etunicatum yang diuji adalah jenis yang terseleksi dan diduga lebih toleran terhadap kondisi media yang kandungan haranya relatif tersedia. Douds dan Schenck (1990) mendapatkan bukti bahwa A. longula memproduksi lebih banyak spora per unit berat akar yang dikolonisasi ketika ditambahkan larutan air dibandingkan dengan pemberian larutan hara yang berbeda. Hal ini kemungkinan merupakan upaya adaptasi dari cendawan untuk mengoptimalkan reproduksinya pada kondisi miskin hara seperti umumnya ditemukan pada kondisi alam.
Menurut Johnson dan Pfleger
(1992) bahwa kesuburan tanah awal berperan penting dalam memperantarai pengaruh pemupukan terhadap mikoriza. Populasi CMA alami telah beradaptasi terhadap tingkat kesuburan yang ada sehingga pemupukan bersifat mengganggu perkembangan CMA alami pada tanah-tanah yang kurang subur dari pada CMA alami pada tanah-tanah yang subur. Komposisi perbandingan hara yang ditambahkan juga dapat mempengaruhi kemampuan kolonisasi akar dan sporulasi dari jenis CMA. Hasil penelitian Douds dan Schenck (1990) mendapatkan bahwa terjadi perbedaan kolonisasi akar dan sporulasi pada jenis CMA A. longula, Sc. heterogama, G. intraradices dan
Gi.
margarita dengan perbedaan komposisi larutan hara Ca(NO3)2 , KNO3, KH2PO4, dan MgSO 4 yang diberikan. Pada umumnya terjadi peningkatan jumlah spora dan
kolonisasi pada komposisi larutan hara yang diberikan tanpa P. Komposisi hara terbaik terdapat pada larutan Ca(NO3) 2 904 mg kg -1 , KNO3 606 mg kg-1 , KH2PO4 0 mg kg-1, dan MgSO 4 240 mg kg-1. Selanjutnya Bha dalung et al. (2005) mendapatkan bahwa jenis CMA yang berbeda juga memiliki kemampuan yang berbeda dalam merespon penambahan pupuk yang diberikan. CMA jenis Glomus digolongkan kedalam jenis yang agak peka dan peka terhadap tingkat pemupukan. Menurut Douds dan Schenck (1990) dalam Johnson dan Pfleger (1992) bahwa perbedaan sensitifitas terhadap pemupukan diduga merupakan akibat dari perbedaan terhadap kebutuhan karbohidrat terlarut dari eksudat akar. Gunawan (1993) menyatakan bahwa eksudat akar diproduksi lebih banyak pada perlakuan dengan takaran fosfor yang rendah. Besarnya eksudasi berkorelasi dengan penurunan fosfolipid pada membran sel dan penambahan permeabilitas membran akar. Hal ini diduga karena kolonisasi akar oleh CMA dihambat oleh kandungan fosfor tinggi sehingga terjadi penurunan eksudat akar. Adapun senyawa utama penyusun membran adalah protein dan lipida, dan salah satu lipida yang sering dijumpai adalah fosfolipida. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa fungsi dari membran adalah mengatur lalu lintas molekul air dan ion atau senyawa terlarut dalam air untuk keluar masuk sel dan organel-organel sel. Penelitian ini memperkuat simpulan Mohammad et al. (2004) , bahwa pada benih gandum (Triticum aestivum var. Swift) yang diinfeksikan dengan inokulum akar G. intraradices kemudian ditaburkan pada tanah kahat P dan agak masam (pH 5,5) yang dipupuk dengan 0, 5, 10 dan 20 kg ha -1 pupuk P komersial, terjadi peningkatan kolonisasi akar pada tanaman yang diinokulasi mikoriza seiring dengan kenaikan dos is P akan tetapi terus menurun pada taraf P tertinggi. Selaras dengan hasil penelitian Tanu et al. (2004) yang mendapatkan bahwa perbedaan jenis bahan organik dan takaran masukan bahan organik berpengaruh nyata terhadap daya infeksi dan jumlah propagul CMA alam. Keseimbangan antar kandungan unsur hara yang diberikan merupakan hal penting dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan kolonisasi CMA. Dalam sel-sel hidup, reaksi-reaksi biokimia terjadi secara berantai dan ada saling ketergantungan antara reaksi yang satu dengan reaksi lainnya. Oleh sebab itu bila ada satu saja hara essensial dalam
keadaan kahat atau berlebih maka dapat menghambat satu reaksi enzim. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian ya ng menunjukkan bahwa rasio hara mempengaruhi respon mikoriza. Johnson dan Pfleger (1992) menunjukkan bahwa hara pupuk yang berimbang merangsang kolonisasi pada tanaman jagung. Sedangkan pemupukan N dengan dosis yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan kolonisasi. Selang antara kategori tinggi dan rendah kemungkinan berdasarkan pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Johnson dan Pfleger (1992) menyatakan bahwa aplikasi pupuk P saja ternyata menurunkan kolonisasi mikoriza namun pemupukan dengan hara NPK berimbang tidak menurunkan infeksi. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa status nitrogen tanaman inang mempengaruhi respon mikoriza terhadap P, dimana ada korelasi negatif antara kolonisasi akar oleh CMA dengan konsentrasi N dan nisbah N:P pada tanaman Artemisia vulgari. Penelitian Bressan (2002) pada akar tanaman Anthylis vulneraria sub sp. Sampaiana (Kidney vetch) yang diinokulasi dengan CMA jenis G. etunicatum Becker & Gerdemann (121 INVAM S329) dengan tiga konsentrasi media N (5, 10 dan 50 mg L-1) pada taraf P konstan (2 mg L -1) dan tiga konsentrasi P media (2, 10 dan 20 mg L-1) pada taraf N konstan (5 mg L-1) mendapatkan bahwa panjang akar terkolonisasi G. etunicatum meningkat nyata (p = 0,05) dengan penambahan P pada taraf N rendah. Pada taraf P rendah antara 10 dan 50 mg L -1 N berbeda tidak nyata pengaruhnya terhadap panjang akar terkolonisasi. Sehingga kesimpulannya bahwa interaksi antara P dan N berpengaruh nyata terhadap perkecambahan spora, pertumbuhan akar, dan panjang akar terkolonisasi. Selanjutnya Sainz et al. (1998) mendapatkan bahwa secara umum terjadi penurunan kolonisasi akar oleh CMA seiring dengan penambahan vermikompos sampai 100% dari volume yang digunakan. Pemberian 10% vermikompos menghasilkan kolonisasi akar yang lebih baik pada tanaman cengkeh merah. Walaupun demikian rekomendasi akhir kandungan P tanah spesifik tidak dapat dibuat karena beberapa hal yaitu: tidak ada P tanah yang mengatur kolonisasi mikoriza, melainkan jumlah P yang diserap oleh tanaman inang; metode untuk mengevaluasi ketersediaan P tanah sering berbeda (metode analisis jaringan tanaman adalah lebih akurat untuk menentukan ketersediaan P tanah dibanding metode
analisis tanah); tanaman inang beragam kemampuannya dalam menyerap P dan jenis CMA juga beragam dalam merespon P (Bagyaraj 1991). Penggunaan inokulum jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 20% menghasilkan bobot kering akar tertinggi pada tanaman P. javanica
(Tabel
3). Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan CMA jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 20% berdampak positif pada pertumbuhan tanaman. Hal ini diakibatkan oleh tercukupinya kebutuhan unsur hara sehingga pertumbuhan semakin membaik dan translokasi fotosintat tidak hanya disalurkan pada bagian atas tanaman tetapi juga dialokasikan kebagian bawah pada akar. Sebaliknya bobot kering akar terinfeksi tertinggi dihasilkan oleh jenis Glomus sp. pada perlakuan pupuk hyponex merah (Tabel 3). Hal ini diduga karena peningkatan permeabilitas membran akar yang berakibat pada meningkatnya eksudat akar yang dibutuhkan oleh CMA untuk bisa survive dan berkoloni dalam akar tanaman inang. Bobot kering tanaman P. javanica menurun pada perlakuan CMA dengan pemupukan hyponex merah jika dibandingkan dengan tanaman yang menggunaka n pupuk vermikompos. Fenomena ini mengindikasikan kemungkinan adanya alokasi karbon ke cendawan dalam jumlah berlebihan. Hal ini sesuai dengan simpulan Gaur dan Adholeya (2005), yang mendapatkan bahwa pada tanaman P. hybrida dan T. erecta terjadi peningkatan jumlah propagul yang mencapai 200 kali lipat pada saat panen. Akan tetapi jumlah bunga lebih sedikit pada kedua tanaman ini. Hal ini disebabkan adanya kolonisasi akar yang tinggi oleh CMA diiringi dengan produksi spora dalam jumlah sangat banyak. Setelah perbanyakan inokulum CMA dilakukan, tahapan selanjutnya adalah pengujian mutu inokulum dari CMA yang telah diproduksi. Hal tersebut merupakan prasyarat utama yang perlu diperhatikan dalam produksi inokulum CMA. Untuk itu perlu adanya standarisasi mutu inokulum agar tidak merugikan konsumen dan efektif dalam penggunaannya. Selama ini belum ada standar baku yang ditetapkan dalam menentukan mutu inokulum CMA di Indonesia, demikian pula dengan sistem pengawasan mutunya. Penentuannya hanya sebatas melihat jumlah propagulnya dengan asumsi semakin banyak jumlah propagul infektif maka akan semakin baik karena peluang untuk menginfeksi semakin besar.
Perbanyakan inokulum harus diikuti dengan pengujian mutu inokulum yang didapatkan untuk menetapkan seberapa banyak dosis yang akan diberikan ketanaman. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam standardisasi mutu adalah menggunakan jumlah propagul sebagai ukuran untuk menyatakan potensi inokulum, karena pada inokulum campuran mengandung beberapa jenis propagul infektif seperti spora, vesikel (khusus Glomus), hifa dari mikoriza yang memiliki kemampuan untuk mengkolonisasi akar. Pengujian potensi inokulum dilakukan dengan menggunakan test MPN (The Most Probable Number), test ini untuk menentukan jumlah propagul infektif dengan beberapa pengenceran yang berbeda. Hasil pengujian potensi formulasi inokulum CMA menghasilkan jumlah propagul tertinggi pada jenis Glomus sp. dan G. etunicatum yaitu berturut turut sebesar 10120 x 104 dan 308 x 104. Sedangkan perlakuan formulasi jenis Glomus sp. dengan vermikompos 30% menghasilkan jumlah propagul terendah yaitu
0,12 x
4
10 (Tabel 4). Fenomena ini mengindikasikan bahwa pemberian hara dengan menggunakan pupuk hyponex merah masih belum terlampaui dan mampu menghasilkan jumlah propagul tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan penambahan vermikompos. Sehingga perlu dicari alternatif lain apakah dosis vermikompos
yang diberikan perlu dikurangi atau pemberian vermikompos
dilakukan secara bertahap sampai pada point yang tidak mene kan perkembangan kolonisasi CMA. P enelitian Basrudin (2005) mendapatkan bahwa perlakuan pemberian asam humat 0,1% dengan tanaman inang S. vulgare menghasilkan jumlah propagul terbesar yaitu 1277 (9598-2729) per 100 g media uji. Jumlah ini relatif masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan jumlah propagul yang didapatkan pada perlakuan dengan pemupukan hyponex merah. Namun Feldmann dan Idczak (1992) menyatakan bahwa 30-50 propagul sudah dapat menghasilkan infeksi pada akar tanaman. Hasil yang didapat dari pengujian potensi inokulum menginformasikan bahwa jumlah propagul dari inokulum yang diujikan relatif masih cukup tinggi, demikian pula dengan perlakuan penambahan vermikompos. Walaupun dari perhitungan kolonisasi akar dan jumlah spora relatif lebih rendah dibanding perlakuan pemberian hara hyponex merah. Basrudin (2005), mendapatkan bahwa infeksi akar dan jumlah
spora tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap nilai MPN. Hal ini disebabkan karena nilai MPN tidak hanya ditentukan oleh kedua faktor tersebut, akan tetapi diduga lebih dipengaruhi oleh hifa eksternalnya. Agar mutu inokulum dapat lebih ditingkatkan maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Simanungkalit (2004) bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu: spesies yang dig unakan harus merupakan seleksi murni; inokulum yang diberikan harus dalam bentuk segar; medium dan bahan pembawa harus steril; tanaman inang yang digunakan adalah yang tingkat ketergantungan terhadap mikoriza tinggi; memiliki sistem perakaran yang halus dan biomassa besar; kultur harus terhindar dari kontaminasi dan disimpan pada suhu 5 oC; jumlah propagul harus selalu ditetapkan sebab jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan inang dan kondisi lingkungan; dan harus sering dilakukan pemurnian. Berdasarkan hasil pengujian MPN, jumlah propagul pada formulasi inokulum yang diuji relatif masih cukup besar dan dapat digunakan untuk inokulasi ke semai jati Muna pada tahap penelitian selanjutnya. Uji efektivitas formulasi inokulum CMA pada semai jati Muna Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan inokulum CMA yang dapat menyediakan agen hayati CMA yang efektif terhadap pertumbuhan semai jati Muna. Selain itu juga dapat menyediakan suplai unsur hara untuk pertumbuhan awal tanaman pada saat CMA belum dapat berfungsi secara optimal. Oleh sebab itu pengujian efektivitas jenis inokulum CMA pada semai jati perlu dilakukan dengan dosis inokulum yang berbeda untuk menetapkan berapa dosis yang tepat sehingga pemberiannya lebih efektif. Secara umum semai jati yang diinokulasi CMA pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan semai yang tidak diinokulasi CMA (kontrol). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada semai yang diinokulasi dengan CMA mulai memberikan pengaruhnya terhadap tinggi semai jati pada umur 6 MST. Kondisi ini sangat menguntungkan sebab respon pertumbuhan mulai nampak dalam waktu yang tidak begitu lama sehingga dapat mempersingkat waktu pemeliharaan di persemaian. Jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% mampu menghasilkan semai dan diameter tertinggi. Peningkatan ini diduga karena membaiknya penyerapan hara dan didukung
oleh tersedianya faktor -faktor tumbuh secara optimal seperti unsur hara, air serta kondisi lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan semai. Jika membandingkan peningkatan pertumbuhan antara semai yang diinokulasi CMA dengan vermikompos dan semai yang diinokulasi CMA tanpa vermikompos serta kontrol (Gambar 8), dapat diduga terjadi hubungan yang sinergis antara CMA dan vermikompos , dimana terjadi peningkatan kinerja dari CMA oleh adanya vermikompos. Sebagaimana diketahui bahwa CMA berfungsi dalam membantu penyerapan unsur hara baik yang tidak tersedia maupun yang tersedia , hal ini terutama bagi tanaman yang akarnya sudah tidak mampu menjangkau hara lagi. Sieverding (1991) menyatakan bahwa penyerapan hara oleh tanaman umumnya ditentukan oleh kemampuan akar dalam mengabsorbsi elemen hara, dan oleh difusi hara, sedangkan fungsi yang prinsipil dari mikoriza adalah memperluas jangkauan penyerapan hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan hara dari tanah. Peningkatan penyerapan hara terjadi karena hifa eksternal dari cendawan mikoriza yang berperan sebagai sistem perakaran, dapat menyediakan permukaan yang lebih efektif (lebih ekstensif dan lebih baik penyebarannya) dalam menyerap hara dari tanah dan kemudian dipindahkan ke akar inang. Hifa berperan sebagai jalan bebas hambatan untuk aliran fosfat melalui zona deplesi disekeliling akar (Gunawan 1993). Selanjutnya Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa cendawan mikoriza mampu meningkatkan penyerapa n hara utamanya fosfor dan hara lainnya seperti Zn, NH 4, Cu dari tanah dan lebih efisien dibanding tanaman yang tidak bermikoriza. Vermikompos dapat menyediakan berbagai unsur hara makro maupun mikro dalam menunjang pertumbuhan tanaman (Lampiran 3) dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Cavender 2002), yaitu meningkatkan porositas tanah, meningkatkan kemampuan mengikat air, meningkatkan kapasitas tukar kation, menstabilkan struktur tanah seperti mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan infiltrasi, meningkatkan pH pada tanah masam dan menurunkan pengaruh logam-logam berat (Samosir 1994). Menurut Johnson dan Pfleger (1992) bahwa bahan organik secara tidak langsung mempengaruhi mikoriza melalui pengaruhnya terhadap struktur tanah, mineralisasi hara dan daya memegang air. P orositas
dan struktur tanah yang cenderung
membaik akibat bahan organik diduga juga mengakibatkan membaiknya perkembangan CMA pada areal perakaran semai. Perlakuan dosis juga berpengaruh nyata terhadap tinggi dan diameter semai jati Muna. Terjadi kecenderungan peningkatan tinggi dan diameter semai seiring dengan penambahan dosis inokulum. Dosis formulasi inokulum 20 g per semai menghasilkan tinggi semai yang tidak berbeda nyata denga n dosis 15 g per semai. Sedangkan pada diameter semai, dosis 15 g per semai memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan dosis 20 g per semai (Gambar 11 dan 12). Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan dosis formulasi inokulum sebanyak 15 g sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan unsur hara awal bagi semai jati Muna di persemaian. Seperti diketahui bahwa tanaman harus memperoleh hara mineral yang cukup dari lingkungannya sebagai material pokok untuk semua reaksi biokimia yang kompleks bagi sel hidup dan pertumbuhan tanaman. Faktor-faktor lingkungan yang optimal seperti unsur hara, air, cahaya yang cukup akan
meningkatkan proses
fotosintesis yang mengakibatkan akumulasi bahan-bahan fotosintat yang akan digunakan untuk proses pertumbuhan. Formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering total dan bobot kering pucuk semai jati Muna. Formulasi inokulum G. etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan bobot kering total dan bobot kering pucuk tertinggi dengan kenaikan berturut -turut 529% dan 408% dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6). Bobot kering semai cenderung meningkat akibat dari proses metabolisme yang berlangsung optimal yang diduga karena adanya inokulasi CMA dan vermikompos menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan semai jati. Penyerapan hara dan air yang cukup menjadikan proses fotosintesis berlangsung dengan optimal, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan akumulasi fotosintat dan kemudian ditransfer ke titik-titik tumbuh sehingga perkembangan sel-sel jaringan berlangsung dengan cepat. Penelitian ini memperkuat simpulan Rajan et al. (1998), yang menunjukkan terjadinya peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, biomassa tanaman dan kandungan fosfor pada semai jati yang diinokulasi dengan CMA. Sembilan jenis CMA yang diinokulasikan yaitu A. laevis, Gi. margarita, G. caledonicum,
G.
fasciculatum, G. intraradices, G. leptoticum, G. macrocarpum, G. mosseae,
S.
calospora, mampu meningkatkan kandungan P, Zn dan Cu dibanding tanaman kontrol, dan kandungan tertinggi adalah pada semai yang diinokulasi dengan jenis G. leptotichum. Hal ini selaras dengan penelitian Turjaman et al. (2003) yang menunjukkan peningkatan respon pertumbuhan tinggi, diameter, dan berat kering total semai jati asal Jatirogo yang diinokulasi dengan tujuh jenis inokulum CMA yaitu mikoriza arbuskula mix, G. manihotis-1, G. manihotis 2, G. manihotis 3, Glomus sp 1, Glomus sp 2, dan G. aggregatum. Respon pertumbuhan semai jati terhadap inokulasi CMA memberikan pengaruh yang sangat nyata pada bobot kering total yang mencapai 2 sampai 8 kali lebih baik dibanding kontrol. Formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot kering akar (Tabel 7). Secara umum perlakuan inokulasi CMA mampu meningkatkan bobot kering akar lebih baik dibandingkan dengan tanpa inokulasi CMA. Perlakuan formulasi inokulum CMA jenis Glomus sp. dengan vermikompos 40% menghasilkan bobot kering akar tertinggi dengan kenaikan sebesar 939% dibandingkan dengan kontrol. Fenomena ini mengindikasikan bahwa CMA mampu meningkatkan penyerapan unsur hara dari tanah yang selanjutnya ditranslokasikan ke akar inangnya. Dengan demikian terjadi peningkatan translokasi hara kebagian atas semai sebagai bahan baku fotosintesis mengakibatkan peningkatan penggunaan asimilat dalam pucuk serta peningkatan suplai fotosintat dari daun ke akar. Sebagian dari hasil fotosintat akan dipakai untuk perkembangan akar, sumber energi untuk serapan unsur hara dan sebagian lagi digunakan oleh CMA. Perkembangan akar yang lebih baik kemungkinan juga disebabkan oleh adanya hormon perangsang tumbuh yang dihasilkan oleh CMA (Marschner 1992) dan atau dari vermikompos (Nuryati 2004). Perlakuan formulasi G. etunicatum dengan vermikompos 40% dan Glomus sp. dengan vermikompos 40% juga menghasilkan bobot kering akar terinfeksi tertinggi (Tabel 7). Hal ini diakibatkan karena semakin banyaknya akar-akar yang terbentuk maka semakin besar peluang dari CMA untuk menginfeksi akar tersebut, karena semakin banyak areal-areal yang dapat dikoloni untuk mendapatkan eksudat akar. Dimana proses kolonisasi kebanyakan terjadi pada akar-akar muda karena permeabilitas membran yang tinggi (Sieverding 1991). Penelitian Bucking dan Shachar-Hill (2005), mendapatkan bahwa serapan P oleh miselium ekstraradikal dan translokasinya ke akar bermikoriza, dan distribusi P dalam tubuh cendawan akan
semakin meningkat sejalan dengan peningkatan ketersediaan karbohidrat. Suplai sukrosa akan menurunkan pembentukan polifosfat tetapi meningkatkan pembentukan fosfolipida dan ikatan-ikatan P yang berkaitan dengan pertumbuhan lainnya sekaligus meningkatkan taraf P sitoplasmik dalam miselium intraradikal dan taraf P sitoplasmik dalam kortek akar. Penelitian ini telah membuktikan betapa serapan P oleh cendawan dan perpindahannya ke tanaman inang juga dirangsang oleh perpindahan karbon dari tanaman ke cendawan melalui antarmuka (interface) mikoriza. Selanjutnya inokulasi CMA mempengaruhi partisi bobot kering antara pucuk dan akar dan secara umum semai yang diinokulasi dengan CMA menghasilkan nisbah pucuk akar yang relatif seimbang dibandingkan dengan semai yang tidak diinokulasi CMA (Tabel 6). Nisbah pucuk akar adalah perbandingan antara bagian tanaman yang berfotosintesis dan bagian tanaman yang menyerap air dan hara mineral. Nisbah yang relatif seimbang menunjukkan bahwa fotosintat tidak hanya digunakan untuk pertumbuhan bagian atas pucuk akan tetapi juga dialokasikan untuk pertumbuhan dan perkembangan akar. Diduga bahwa aktivitas CMA pada areal perakaran merangsang alokasi fotosintat untuk ditransfer kebagian akar dan tentu saja dengan diimbangi dengan penyerapan unsur hara yang cukup oleh CMA. Kondisi ini memberikan pengaruh yang positif karena perakaran semai yang baik dapat meningkatkan kemampuan semai untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan normal di lapangan. Kolonisasi akar berkorelasi nyata dengan peubah tinggi semai umur
12
MST (r=0,25; P=0,0043), diameter semai umur 12 MST (r=0,34; P= 0,001), bobot kering akar (r=0,48; P=0,0002), bobot kering pucuk (r=0,30; P=0,0263) dan bobot kering semai (r=0,39; P=0,0033). Peningkatan kolonisasi akar cenderung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan semai jati Muna. Fenomena ini mengindikasikan bahwa semakin banyaknya hifa-hifa yang membantu penyerapan dan penyediaan unsur hara untuk pertumbuhan jati. Hal ini berkaitan dengan peran dari CMA itu sendiri yaitu meningkatkan penyerapan air dan unsur hara khususnya fosfor, membantu menyediakan unsur hara dari bentuk yang tidak tersedia menjadi tersedia, menyediakan zat-zat pengatur tumbuh, melindungi tanaman dari cekaman kekeringan, meningkatkan aktivitas mikroorganisme, dan melindungi tanaman dari
serangan patogen akar. Demikian pula dengan kandungan vermikompos dapat menambah unsur hara bagi semai, dan menciptakan kondisi media yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan awal semai jati. Kesesuaian antara inang dan jenis CMA juga merupakan faktor penting, hal ini disebabkan karena inang memiliki preferensi yang berbeda terhadap jenis-jenis CMA yang berbeda. Diduga kedua jenis CMA memiliki preferensi yang sama terhadap eksudat yang dikeluarkan oleh semai jati sehingga dapat memaksimumkan pengambilan unsur hara. Perkembangan CMA yang relatif baik pada akar semai jati Muna diduga karena pengaruh tingkat ketersediaan P yang rendah pada media tanah yang digunaka n. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan N dan P adalah sangat rendah dan rendah dengan kondisi pH yang agak masam (Lampiran 5). Data ini memberikan informasi bahwa semai jati efektif bersimbiosis dengan CMA pada kondisi agak masam dan P terbata s. Menurut Smith dan Read (1997), bahwa kolonisasi akar oleh CMA dan sporulasi yang maksimum terjadi pada lahan-lahan dengan kesuburan tanah yang rendah. Kandungan P total yang termasuk kategori rendah dan P tersedia sangat rendah serta pH yang agak masam memungkinkan pembentukan simbiosis CMA dengan semai jati berlangsung dengan baik. Hasil analisis jaringan daun semai jati Muna (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kandungan hara P pada perlakuan formulasi CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% adalah sebesar 0,13% dan jenis Glomus sp. dengan vermikompos 30% adalah sebesar 0,12%. Sedangkan pada semai tanpa inokulasi CMA kadar P jaringan adalah 0,15%. Jones et al. (1991) menyatakan bahwa pada sebagian tanaman kadar fosfor adalah 0,15% sampai 1,00% dari bobot kering dengan nilai kecukupan dari 0,20% sampai 0,40% dalam jaringan daun dewasa. Namun serapan P tertinggi dihasilkan oleh perlakuan formulasi CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% dibandingkan dengan semai yang tidak diinokula si oleh CMA. Serapan P merupakan peubah yang ditentukan oleh hasil kali dari bobot kering pucuk (g) dan kadar P pucuk (%). Semai jati dari perlakuan CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan serapan hara P sebesar 11,43 mg P per semai dan jenis Glomus sp. dengan vermikompos 30% sebesar 9,67 mg P per semai. Sehingga terjadi peningkatan serapan hara berturut-turut sebesar 486% dan 396% dibandingkan dengan semai kontrol. Kondisi ini memperlihatkan
fenomena peningkatan pertumbuhan dan menggambarkan akumulasi unsur hara yang berasal dari media dan hasil fotosintesis (Salisbury dan Ross 1995). Hasil analisis media tanah yang digunakan pada semai jati menunjukkan bahwa jumlah P tidak tersedia sebesar 30,60 ppm dan P tersedia adalah 4,90 ppm denga n kategori sangat rendah (Lampiran 5). Kondisi ini menunjukkan perlunya keterlibatan dan peran CMA dalam membantu penyediaan hara dari tidak tersedia menjadi tersedia. Peningkatan pelepasan asam-asam organik dan aktivitas asam fosfatase di rhizosfir boleh jadi berguna untuk meningkatkan serapan P dari sumbersumber P anorganik dan organik (Gahoonia dan Nielsen 2004). Interaksi antara formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar semai jati dan jumlah spora CMA. Pada perlakuan inokulasi CMA kolonisasi akar yang terjadi rata-rata diatas 70%. Perlakuan formulasi G. etunicatum dengan vermikompos 40% pada dosis 10 g per semai menghasilkan kolonisasi akar tertinggi yaitu sebesar 97,78% sedangkan kolonisasi akar terendah dihasilkan oleh perlakuan kontrol sebesar 35,55% (Tabel 8). Pada perlakuan akar semai kontrol juga terinfeksi oleh CMA, hal ini diduga karena pada media tanah semai jati juga terdapat CMA alam. Sedangkan perlakuan jenis CMA G. etunicatum menghasilkan jumlah spora terbanyak yaitu 323 spora per 40 g sampel tanah dan perlakuan kontrol menghasilkan jumlah spora terendah yaitu 14 spora per 40 g sampel tanah (Tabel 9). Secara umum semai dengan inokulasi CMA menghasilkan kolonisasi akar dan jumlah spora yang lebih banyak dibandingkan perlakuan kontrol. Kemungkinan kemampuan kompetitif dari jenis CMA yang diinokulasikan lebih besar dibanding jenis CMA alam. Jika dihubungkan dengan peningkatan pertumbuhan maka CMA pada perlakuan kontrol tidak memberikan kontribusi yang berarti pada semai jati Muna, terlihat dari peningkatan pertumbuhan yang relatif tidak terlalu besar. Menurut Bagyaraj (1991), bahwa kemampuan cendawan untuk berhasil berkompetisi dengan cendawan lain tergantung pada keagresifan (aggressiveness) cendawan tersebut. Pada media tanah terjadi interaksi yang lebih kompleks antara tanaman, tanah dan mikroorganisme yang terdapat didalamnya. Pada perbanyakan inokulum, hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa terjadi penurunan kolonisasi dan jumla h spora CMA dengan penambahan vermikompos dibandingkan dengan
perlakuan pupuk hyponex merah (Gambar 5 dan 6). Akan tetapi, hal menarik yang didapatkan adalah respon kolonisasi akar dan jumlah spora pada media tanah ternyata cenderung membaik. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut dan salah satunya diduga dengan adanya vermikompos maka secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan perbaikan struktur fisik dan kimia tanah (Cavender 2002). Perbaikan fisik dan kimia media tanah tersebut juga merangsang peningkatan populasi mikroorganisme tanah yang menguntungkan seperti bakteri (Fitriatin 2004) dan mempengaruhi aktivitas enzim-enzim tanah (Marinari et al. 1999). Menurut Paulitz dan Liderman (1991) menyatakan bahwa tingkat kolonisasi akar oleh CMA dan pengaruhnya dalam simbiosis adalah beragam tergantung pada total interaksi antara inang, CMA dan lingkungannya. Pada umumnya interaksi antara CMA dan mikroorganisme tanah lainnya adalah positif dan dapat meningkatkan keefektivan dari CMA. Hal ini didukung oleh Wilarso (2000) yang menyatakan bahwa perkembangan tanaman dapat diperbaiki dengan menggunakan kombinasi antara CMA dan mikroorganisme tanah yang lain didalam rhizosfir. CMA merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam ekosistem dan regulasi pembentukan serta fungsinya dipengaruhi oleh mikroorganisme tanah berdampak pada perbaikan pertumbuhan tanaman.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Isolat CMA jenis G. etunicatum lebih toleran terhadap penambahan vermikompos dibandingkan dengan jenis Glomus sp. 2. Pada kedua jenis CMA yang ditambahkan vermikompos, terjadi penurunan jumlah propagul jika dibandingkan dengan pemberian pupuk hyponex merah 3. Secara umum inokulasi semai dengan CMA mampu meningkatkan respon pertumbuhan terhadap semua peubah semai jati Muna. Formulasi inokulum G. etunicatum dengan vermikompos 40% dan Glomus sp. dengan vermikompos 40% menghasilkan peningkatan bobot kering semai dan serapan hara P. Peningkatan bobot kering semai berturut-turut sebesar 529% dan 500% dibandingkan dengan kontrol, sedangkan serapan hara P pada semai yang diinokulasi dengan G. etunicatum dengan vermikompos 40% sebesar 11,43 mg P/semai dan jenis Glomus sp. dengan vermikompos 30% sebesar 9,67 mg P/semai. Sehingga terjadi peningkatan serapan hara berturut-turut sebesar 486% dan 396% dibandingkan dengan semai kontrol. Pemberian dosis formulasi inokulum 15 g/semai sudah dapat meningkatkan tinggi da n diameter semai jati Muna. 4. Jumlah propagul tidak mencerminkan efektivitas dari formulasi inokulum CMA untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Formulasi CMA dan vermikompos 40% memiliki propagul rendah tetapi memberikan pengaruh pertumbuhan jati Muna yang paling baik.
Saran 1. Perlu adanya uji lanjut dengan jenis isolat CMA yang lebih banyak dan bervariasi untuk melihat respon masing-masing jenis terhadap penambahan vermikompos.
2. Penetapan formulasi media vermikompos kemungkinan perlu diturunkan sampai batas tidak mengganggu pembentukan kolonisasi akar dan spora, serta perlu diuji pemberian vermikompos yang dilakukan secara bertahap. 3. Uji efektivitas formulasi inokulum CMA menghasilkan respon pertumbuhan dan kolonisasi akar terbaik akan tetapi disisi lain pada perbanyakan inokulum, penambahan vermikompos 40% justru menekan kolonisasi dan jumlah spora. Sehingga disarankan perlu adanya uji lanjut kemungkinan pemisahan antara inokulum CMA dengan penambahan vermikompos pada saat pemberian pupuk ke semai jati Muna.
Lampiran 1. Layout plot penelitian perbanyakan inokulum CMA dengan inang P. javanica di rumah kaca selama tiga bulan
1
MbK4 2
2
MoK11
3
MbK22
4
MkK22
5
MoK22
6
MkKo1
7
MbKo 2
M b K o1
8
MbK1 2
MbKo 3
10
MkK41
11
MbK23
12
MbK43
13
MoK41
14
MbK 3 2
15
M o K 12
16
17
18
MkK31
19
MkK33
20
MoK33
21
MbK41
22
MoK43
23
MbK11
24
M o K o3
24
26
27
MkK12
28
MbK13
29
MkK32
30
MkKo2
31
MkK23
32
MbK22
33
M k K 13
34
35
36
MoK13
37
MkKo3
38
MoK32
39
MoK21
40
MoKo1
41
MbK43
42
M o K 23
43
44
45
MoK31
M o K o2
M b K 33
M k K 11
M b K 31
9
M b K 23
M b K 21
M o K 42
Keterangan Tabel : Jenis inokulum CMA (M) Mo : kontrol Mb : Inokulum jenis G. etunicatum Mk : Inokulum jenis Glomus sp. Formulasi vermikompos dengan media zeolit (K) berdasarkan volume media K0 K1 K2 K3 K4
: : : : :
100% zeolit (kontrol) 10 % vermikompos + 20 % vermikompos + 30 % vermikompos + 40 % vermikompos +
90% 80% 70% 60%
zeolit zeolit zeolit zeolit
Lampiran 2. Layout percobaan uji efektivitas formulasi inokulum CMA pada semai jati Muna di persemaian rumah kaca selama tiga bulan KELOMPOK I
KELOMPOK II
Kontrol
A3D3
A2D2
B3D1
A1D1
B2D3
B1D1
B3D1
B2D3
Kontrol*
A2D1
Kontrol*
A2D1
A3D2
Kontrol
B1D1
A1D2
B3D2
B2D2
B3D2
B1D2
A3D1
B1D3
A2D2
Kontrol* A3D1
A1D3
B3D3
A1D3
A3D2
B1D3
B3D3
B2D1S
A2D3
Kontrolbp B2D1
A1D2
A2D3
A1D1
B2D2
B1D2
KELOMPOK III A1D1S
B2D1
A2D3
B3D3
Kontrol*
B3D1
A3D1
B1D3
A1D2
B2D3
Kontrol
A3D2
A1D3
B1D2
B3D2
A3D3
Kontrol
A2D1
A2D2
B1D1
B2D2
A3D3
Keterangan Tabel : A : Jenis inokulum CMA AO A1 A2 A3 B1 B2 B3
= = = = = = =
Tanpa formulasi inokulum CMA (kontrol) Jenis inokulum G. etunicatum Formulasi inokulum G. etunicatum dengan vermikompos 30% Formulasi inokulum G. etunicatum dengan vermikompos 40% Jenis Glomus sp. Formulasi inokulum Glomus sp. dengan vermikompos 30% Formulasi inokulum Glomus sp. dengan vermikompos 40%
D : Dosis formulasi inokulum D1 = D2 = D3 =
10 g per semai 15 g per semai 20 g per semai
Lampiran 3a. Informasi kandungan hara dari vermikompos tertera pada Tabel 1 Tabel 1. Kandungan hara pada vermikompos Unsur Makro (%)
Unsur mikro (ppm)
Nitrogen
0,63
Cu (Tembaga)
17.58
Phospor
0,35
Zn (Seng)
0.007
Kalium
0,20
Mn (Mangan)
0.003
Kalsium
0,23
Fe (Besi)
0.79
Magnesium
0,26
Bo (Boron)
0.21
Natrium
0,07
Mo (Molibdenum)
14.48
Keunggulan lain : Kapasitas menyimpan air : 41,23 % Nilai tukar kation : 35,80 meq/l Asam humus : 13,88 % Publikasi: Kandungan pupuk vermikompos dari CV. Vermi Agricol Nusantara
Lampiran 3b. Informasi kandungan hara hyponex merah yang digunakan tertera pada Tabel 2 Tabel 2. Informasi kandungan hara hyponex merah Unsur Makro Total Nitrogen (N) 0,25 %
Unsur mikro Boron (B)
Magnesium (Mg)
Ø Nitrate Nitrogen 4,5 %
Kalsium (Ca)
Mangan (Mn)
Ø Urea Nitrogen 20,5 %
Cobalt (Co)
Molybdenum (Mo)
Fosfor (P 2O5) 5%
Copper (Cu)
Sulfur (S)
Kalium (K 2O) 20 %
Ferrum (Fe)
Zinc (Zn)
Publikasi : The Hyponex Company, Inc. Copley OHIO 44321
Lampiran 4. Informasi komposisi zeolit Produksi PT Inti Agro Persada Industri Jakarta tertera pada Tabel 3 Tabel 3. Informasi komposisi zeolit Senyawa
Komposisi (%)
Silikon dioksida
70,80
Aluminium oksida
12,52
Besi (III) oksida
2,52
Titanium oksida
0,19
Kalsium oksida
1,60
Magnesium oksida
0,42
Kalium oksida
4,26
Natrium oksida
1,33
LOI (Lost On ignition) Keterangan : KTK zeolit = 144,9 %
5,68
Sumber: Riyanti 1994
L ampiran 5. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah yang digunakan untuk media semai jati Muna Sifat tanah
Kandungan
Keterangan *) Sangat rendah
C-org (%)
0,64
N total (%)
0,06
Sangat rendah
C/N
10,67
Rendah
P HCl 25% (ppm)
30,60
P Bray 1 (ppm)
4,90
N KCl, Al (me/100g)
0,12
KCl, H (me/100g)
0,20
0.05 N HCl (ppm) Fe Cu Zn Mn NNH 4Oac pH 7.0 KTK (me/100 gr) Susunan Kation : K (me/100 gr) Na (me/100 gr) Mg (me/100 gr) Ca (me/100 gr) Kejenuhan basa (%) Tekstur (%) Pasir Debu Liat
Sedang Sangat rendah
10,80 12,56 15,52 185,56 12,07
Rendah
0,30 0,38 2,52 10,40 100,00
Sedang sedang tinggi sedang sangat tinggi
52,13 15,18 32,68
pH H 2 O 1:1
5,10
Agak masam
pH KCl 1:1
4,00
Aga k masam
Keterangan: Analisis dilakukan oleh Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB; *)Menurut kriteria Pusat penelitian tanah Bogor (Hardjowigeno 1993)
Lampiran 6. Hasil analis is kandungan hara formulasi inokulum CMA yang diberikan ke semai jati Muna Formulasi inokulum CMA Kontrol (0% + hyponex merah)
UL
N (%)
P (%)
K (%)
Ca (%)
1
0,01
0,02
0,48
2,09
2
0,01
0,02
0,53
2,04
3
0,08
0,02
1,23
1,96
0,03
0,02
0,75
2,03
1
0,50
0,08
0,48
2,76
2
0,36
0,10
0,48
2,75
3
0,40
0,12
0,48
2,75
0,42
0,10
0,48
2,75
1
0,84
0,21
0,33
3,69
2
0,68
0,17
0,45
3,08
3
0,59
0,15
0,43
2,09
0,70
0,18
0,40
2,95
Rerata
Glomus sp. dengan vermikompos 30%
Rerata
Glomus sp. dengan vermikompos 40%
Rerata
Keterangan: Analisis dilakukan oleh Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB
Lampiran 7. Hasil analisa jaringan daun semai jati Muna Formulasi inokulum
Tanpa inokulasi CMA (kontrol)
UL
N (%)
P (%)
K (%)
Ca (%)
1
0,98
0,14
0,88
0,90
2
1,55
0,14
1,00
1,06
3
1,30
0,17
1,73
1,20
1,28
0,15
1,20
1,05
1
1,35
0,14
1,25
1,03
2
0,84
0,12
0,78
0,95
3
0,73
0,12
1,20
1,02
0,97
0,13
1,08
0,99
1
0,79
0,14
1,25
1,07
2
0,92
0,12
0,75
1,08
3
0,78
0,11
0,80
1,03
0,83
0,12
0,93
1,06
Rerata
Jenis G.etunicatum dengan vermikompos 40%
Rerata
Jenis Glomus sp. dengan vermikompos 40%
Rerata Keterangan:
Analisis dilakukan oleh Laboratorium Departemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB
Ilmu
Tanah
dan
Lampiran 8a. Pengaruh jenis CMA dengan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar dan jumlah spora CMA tanaman P. javanica
Jenis CMA
Formulasi media vermikompos (%) 0%+Hyponex
10
20
30
40
Rerata kolonisasi akar (%) G. etunicatum
86,11 a
53,15 c
57,78 bc
72,77 ab
79,45 a
Glomus sp.
84,45 a
27,78 d
25,55 d
25,56 d
29,89 d
Rerata jumlah spora G. etunicatum
345 b
124 c
95 c
148 c
95 c
Glomus sp.
889 a
13 d
8d
12 d
10 d
Keterangan : Rerata sekolom dan sebaris diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%
Lampiran 8b. P engaruh formulasi inokulum CMA terhadap tinggi dan diameter semai jati Muna Formulasi inokulum CMA
Tinggi semai jati Muna (cm) 12 MST 18,70 c
Diameter (cm) 12 MST 0,62 b
G. etunicatum
6 MST 8,97 b
8 MST 12,17 b
10 MST 16,66 c
GE + V30%
10,49 ab
14,61 ab
18,94 c
20,33 bc
0,68 ab
GE + V40%
11,82 a
17,37 a
22,58 a
24,24 a
0,77 a
Glomus sp.
8,82 b
12,87 b
17,72 c
20,48 bc
0,62 b
E + V30%
9,89 ab
15,64 a
18,12 bc
19,77 bc
0,71 ab
20,81 ab
22,41 ab
0,78 a
E + V40%
11,3 a
16,68 a
Rerata CMA
10,22 x
14,89 x
19,14 x
20,99 x
0,71 x
Tanpa CMA (Kontrol)
6,83 y
9,83 y
12,50 y
13,90 y
0,36 y
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Lampiran 9a. Pengaruh dosis formulasi inokulum terhadap tinggi dan diameter semai jati Muna Dosis formulasi inokulum (g)
Tinggi semai jati Muna (minggu) 6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Diameter (cm)
10
9,11 b
13,37 b
17,48 b
19,18 b
0,64 b
15
10,42 ab
15,44 a
19,73 a
21,47 a
0,73 a
20
11,11 a
15,86 a
20,20 a
22,32 a
0,72 a
Rerata CMA
10,21 x
14,89 x
19,14 x
20,99 x
0,70 x
Tanpa CMA (kontrol)
6,83 y
9,83 y
12,50 y
13,90 y
0,54 y
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasark an uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Lampiran 9b. Klasifikasi tingkat kolonisasi akar
The Institute of Mycorrhizal Research and Development, USDA Forest Service, Athena, Georgia telah membuat klasifikasi banyaknya kolonisasi menjadi 5 kelas, yaitu: Kategori Kelas
Tingkat kolonisasi
1
0-5%
2
6-25%
3
26-50%
4
51-75%
5
76-100%
Sumber: Delvian dkk. 2002