Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBASIS REINFORCEMENT BERPENGARUH TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD N 18 DANGIN PURI Ni Md Sakaningsih1 , I.G.A. Agung Sri Asri2, I.Gst. Agung Oka Negara3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar PKn siswa yang mengikuti pembelajaran creative problem solving berbasis reinforcement, mengetahui hasil belajar PKn siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, dan mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Creative Problem Solving berbasis reinforcement dan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD N 18 Dangin Puri Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Desain. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD N 18 Dangin Puri Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 84 siswa. Sampel diambil dengan teknik sampel jenuh. Data hasil belajar PKn siswa diperoleh dengan menggunakan teknik tes kemudian dianalisis dengan statistik uji-t. Rata-rata hasil belajar PKn siswa kelas V yang dibelajarkan menggunakan model Creative Problem Solving berbasis reinforcement lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional (88 > 78,54). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Creative Problem Solving berbasis reinforcement dan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional (t hitung=10,29:ttabel=2,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Creative Problem Solving berbasis reinforcement berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar PKn Siswa kelas V SD N 18 Dangin Puri Denpasar Utara. Kata kunci : Model Creative Problem Solving, reinforcement (penguatan), hasil belajar PKn. Abstract The purpose of this study is to describe civics learning outcomes of students who follow learning model of creative problem solving based on reinforcement, to describe civics learning outcomes of students who follow conventional learning, and to determine significant differences of civics in learning outcomes between the students who follow learning model of creative problem solving based on reinforcemnt and students who follow conventional learning in fifth grade students of SD N 18 Dangin Puri Denpasar Utara year academic 2013/2014. This study is an experimental study using quasi experimental program which is nonequivalent control group design. The population was all fifth grade students of SD N 18 Dangin Puri Denpasar Utara academic year 2013/2014 that consisting of 84 students. Sample determination is using saturated sample technique. Civics learning outcome data is obtained using test then it is analyzed using statistic t-test. Average study result of students in fifth grade who follow
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) learning model of creative problem solving based on reinforcement are higher than students who follow conventional learning (88 > 78,54). The result is shows there are significant differences between students who follow learning model of creative problem solving based on reinforcement and students who follow conventional learning (thitung=10,29:ttabel=2,00). So, the conclude is creative problem solving based on reinforcement model affect for civics learning result for students in fifth grade students of SD N 18 Dangin Puri Denpasar Utara year academic 2013/2014. Keywords : Creative Problem Solving model, reinforcement, result learning civics
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap manusia karena dengan pendidikan manusia memperoleh pengetahuan serta dapat mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku. Pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam situasi formal maupun non formal. Dalam situasi formal, proses pembelajaran memiliki beberapa jenjang pendidikan. Sekolah dasar (SD) merupakan salah satunya. Pendidikan di sekolah dasar merupakan suatu hal yang sangat perlu mendapat perhatian karena merupakan dasar untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Pembelajaran di sekolah dasar perlu diarahkan kepada pembentukan konsep dasar yang kuat pada diri siswa sehingga siap untuk mengikuti proses pembelajaran. Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal dengan Teori Trikon, yakni: 1) Kontinu, 2) Konsentris dan 3) Konvergen. Usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru ini tertuang dalam mata pelajaran di sekolah dasar yaitu dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn). Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia (Susanto, 2013:225). Nilai luhur dan moral ini diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan siswa seharihari, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Melalui mata pelajaran PKn diharapkan peserta didik bukan hanya memiliki pengetahuan yang luas tentang materi pokok PKn yang meliputi politik, hukum, dan moral (pengetahuan kewarganegaraan), tetapi juga memiliki keterampilan dalam
merespon berbagai persoalan politik, hukum, moral, dan terampil menggunakan hak dan kewajibannya di bidang politik, hukum, dan moral (keterampilan kewarganegaraan). Adapun alasan yang melandasi PKn perlu diajarkan pada siswa adalah sebagai berikut: 1) sebagai mahluk hidup, manusia bersifat multikodrati dan multifungsi, manusia bersifat multikompleks dan memiliki kodrat ilahi, sosial, budaya, ekonomi dan politik; 2) setiap manusia memiliki sense of yang menunjukkan integritas atau keterkaitan atau kepedulian manusia akan sesuatu; 3) manusia ini unik, hal ini karena potensinya yang multipotensi dan fungsi peran serta kebutuhan atau human desire yang multiperan serta kebutuhan (Susanto, 2013:228). Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggungjawabnya sebagai warga, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut. Sementara Fathurrohman (2011:9) menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran di persekolahan perlu menyesuaikan diri sejalan dengan kebutuhan dan tuntunan masyarakat yang sedang berubah. Materi PKn di semua jenjang kelas mengandung muatan konsep, nilai, moral, dan norma. Semua ini ada dalam materi PKn SD dan termuat dalam semua standar kompetensi, mulai kelas satu sampai kelas enam. Pengertian konsep adalah semua pengertian yang terdapat dalam pikiran seseorang tentang berbagai hal yang dinyatakan dengan kata-kata.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Dalam pembelajaran PKn SD, konsep perlu dikenalkan pada siswa agar kelak jika memandang masalah dapat runtut, kronologis, dan memiliki konsep yang matang. Dengan demikian, konsep adalah kata yang menunjuk sesuatu. Adapun ruang lingkup PKn sebagaimana yang dituangkan BSNP yaitu meliputi : a) persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan, b) Norma, hukum dan peraturan, meliputi tata tertib dalam kehidupan, keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional, c) Hak asasi manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan penghormatan dan perlindungan HAM, d) Keutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara, e) Konstitusi negara, meliputi proklamsi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi, f) Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi, g) Pancasila meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka, h) Globalisasi
meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri di Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi. Fathurrohman (2011:8) Pendidikan kewarganegaraan di sekolah dasar memberikan pelajaran pada siswa untuk memahami dan membiasakan dirinya dalam kehidupan disekolah atau diluar sekolah, karena materi pendidikan kewarganegaraan menekankan pada pengalaman dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari yang ditunjang oleh pengetahuan dan pengertian sederhana sebagai bekal untuk mengikuti pendidikan berikutnya. Berdasarkan observasi yang dilakukan, hasil belajar PKn yang dicapai kurang optimal. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Djamarah (2011:176), yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan eksternal. Yang termasuk kedalam faktor internal yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental. Model pembelajaran sebagai salah satu faktor yang termasuk kedalam faktor eksternal, dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka dari itu, diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang inovatif. Selain sebagai suatu penyegaran, juga berdampak akan timbulnya motivasi belajar siswa. Apabila motivasi belajar siswa tinggi, maka aktifitas belajar siswa akan meningkat sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi, belum banyak melakukan inovasi dalam pembelajaran khususnya pembelajaran PKn. Ditinjau dari penemuan tersebut, untuk memperkaya inovasi sekaligus sebagai penyegaran sangatlah baik apabila diterapkan model pembelajaran dengan model lain salah satunya model pembelajaran kooperatif tipe creative problem solving. Creative problem solving atau pemecahan masalah secara kreatif merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Treffinger
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) (2003:2) menyatakan “Creative Problem Solving is a model to help you solve your problems and manage change creatively. It gives you a set of easy-to-use tools to help translate your goals and dreams into reality” (Pemecahan masalah secara kreatif adalah salah satu model yang dapat membantu siswa memecahkan sebuah masalah dan mengatur perubahannya secara kreatif. Model ini dapat membantu siswa untuk merealisasikan tujuan atau imajinasinya menjadi kenyataan). Suyatno (2009:66) menyatakan bahwa creative problem solving merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Senada dengan pendapat tersebut, Uno (2011:223) menegaskan model creative problem solving adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pembelajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pernyataan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Treffinger (2003:2) Creative problem solving atau pemecahan masalah secara kreatif memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) terbukti, sudah digunakan lebih dari 50 tahun oleh berbagai macam organisasi di dunia dan didukung oleh penelitian dengan ratusan studi yang telah dipublikasikan terhadap keefektifan dan akibatnya; 2) menghubungkan, creative problem solving sangat mudah dipelajari dimana creative problem solving tersebut dapat diaplikasikan oleh individu maupun kelompok; 3) bertenaga, creative problem solving dapat di integrasikan di berbagai aktivitas organisasi, dimana menyediakan yang baru atau menambahkan perangkat untuk dapat membuat suatu perubahan yang nyata. Creative problem solving dapat menstimulasi / memacu hal yang
penting yang bisa dilakukan untuk mengubah kehidupan dan pekerjaan; 4) praktek, creative problem solving dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sehari-hari maupun tantangan jangka panjang dan kesempatan; 5) positif, creative problem solving membantu untuk mengeluarkan bakat kreatif dan untuk memfokuskan pemikiran dengan konstruktif, saat diaplikasikan dalam kelompok, creative problem solving dapat menampilkan kerjasama tim, kolaborasi, dan perbedaan konstruktif ketika memecahkan tantangan dan kesempatan yang kompleks. Pemecahan masalah kreatif dalam penyelesaian problematik maksudnya segala cara yang dikerahkan oleh seseorang dalam berpikir kreatif, dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan secara kreatif. Dalam implementasinya, creative problem solving dilakukan melalui solusi kreatif. Adapun sintaks model pembelajaran creative problem solving tersebut bila diterapkan dalam pembelajaran sesuai yang dikatakan Suryosubroto (2009:200) adalah: 1) Penemuan fakta, 2) Penemuan masalah, 3) Penemuan Gagasan, 4) Penentuan Jawaban, 5) Penentuan Penerimaan. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran creative problem solving memiliki beberapa keunggulan diantaranya, peran pendidik lebih banyak pada penempatan diri sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator belajar, baik secara individual maupun kelompok. Peran sebagai fasilitator yaitu pendidik membantu memberikan kemudahan siswa dalam proses pembelajaran (langkah yang diperlukan menyajikan beberapa alternatif sumber belajar, langkah-langkah pembelajaran, dan menyediakan media pembelajaran). Sebagai motivator, pendidik berperan memotivasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran (memberikan penguatan berupa umpan balik). Sebagai dinamisator, pendidik berusaha memberikan rangsangan (stimulans) dalam mencari, mengumpulkan dan menentukan informasi untuk pemecahan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) masalah berupa kondisi problematik dalam bentuk memberikan tugas dan memberikan umpan balik dalam pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran, model pembelajaran creative problem solving sangat cocok apabila dibarengi dengan pemberian penguatan (reinforcement) yang bervariasi. Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respon yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan atau responnya yang diberikan sebagai suatu dorongan atau koreksi (Sanjaya, 2010:37). Melalui pemberian penguatan (reinforcement) yang diberikan, maka siswa akan merasa terdorong selamanya untuk memberikan respon setiap kali guru memberikan sebuah stimulus. Pah (1985:2) menjelaskan “penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut”. Selanjutnya Mulyasa (2011:77) menjelaskan bahwa penguatan (reinforcement) merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penggunaan penguatan di dalam kelas dapat mencapai empat tujuan, antara lain: a) meningkatkan perhatian siswa, b) membangkitkan dan memelihara motivasi siswa, c) melancarkan dan memudahkan proses belajar, d) mengontrol dan memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang positif serta mendorong munculnya tingkah laku yang produktif. Tujuan memberikan reinforcement dalam pembelajaran adalah sebagai bentuk respon positif seorang guru kepada siswa yang aktif dalam kegiatan belajar, sehingga selanjutnya siswa akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Sanjaya (2010:38) menyatakan bahwa ada dua jenis penguatan yang biasa diberikan oleh guru yaitu penguatan verbal dan penguatan nonverbal. Penguatan verbal adalah penguatan yang
diungkapkan dengan kata-kata, baik katakata pujian, dorongan dan penghargaan atau kata-kata koreksi. Penguatan verbal ini efektif diberikan ketika siswa aktif saat proses pembelajaran, menjawab pertanyaan dengan benar, berani mengemukakan ide tau pendapatnya. Pemberian penguatan yang tepat berupa pujian baik dalam bentuk kata-kata atau kalimat akan membantu terbentuknya perilaku yang dikehendaki. Pujian yang diberikan pada anak memiliki arti tersendiri dalam pencapaian usaha keberhasilan dalam belajar. Sedangkan penguatan non verbal adalah penguatan yang diungkapkan melalui bahasa isyarat. Marno (2010:135) menyatakan, adapun bentuk-bentuk penguatan non verbal yaitu: 1) Penguatan berupa mimik dan gerakan badan seperti: senyuman, anggukan, ancungan ibu jari, atau tepukan tangan, kadang-kadang dilaksanakan dengan penguatan verbal, 2) Penguatan dengan cara mendekati yaitu mendekatnya guru kepada siswa untuk menyatakan perhatian dan kesenangannya terhadap pekerjaan,tingkah laku atau penampilan siswa, 3) Penguatan dengan sentuhan guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaannya terhadap usaha dan penampilan siswa dengan menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, menjabat tangan siswa,dll. Cara inilah disebut dengan penguatan dengan sentuhan (contact), 4) Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi siswa sebagai penguatan, 5) Penguatan berupa simbol atau benda, dalam penguatan jenis ini, digunakan berbagai macam simbol antara lain berupa tanda (√), komentar tertulis pada buku siswa sedangkan benda dapat berupa kartu bergambar, bintang plastik, lencana dan benda-benda lain yang tidak mahal harganya tapi mempunyai makna, 6) Penguatan tak penuh, jika siswa memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru hendaknya tidak langsung memberikan respons menyalahkan siswa. Tindakan guru yang baik dalam keadaan seperti ini, ialah
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) memberikan penguatan tak penuh (partial). Jadi, melalui pemberian penguatan (reinforcement) yang bervariasi, suasana dalam proses pembelajaran akan menjadi lebih hangat dan menyenangkan sehingga materi yang didapat selama proses pembelajaran berlangsung akan lebih bermakna dan akan terus diingat oleh siswa. Solihatin (2012:61) berpendapat bahwa adapun hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam memberikan penguatan yaitu sebagai berikut: a. penguatan harus diberikan dengan hangat dan antusias sehingga peserta dapat merasakan kehangatan tersebut, b. penguatan yang diberikan harus bermakna yaitu sesuai dengan perilaku yang diberi penguatan, c. hindarkan respon negative terhadap jawaban peserta didik, d. peserta didik yang diberikan penguatan harus jelas (sebutkan namanya, atau tujukan pandangan kepadanya), e. penguatan dapat diberikan kepada kelompok peserta tertentu, f. agar dapat menjadi lebih efektif, penguatan harus diberikan segera setelah perilaku yang baik ditunjukkan, g. jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi. Penguatan sangat besar pengaruhnya dalam pembelajaran, pemberian penguatan yang dilakukan dengan kebermaknaan dan antusias akan membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Efektif tidaknya suatu penguatan yang di berikan oleh guru kepada siswanya dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang muncul setelah pengutan diberikan, hal ini pula yang akan mempengaruhi hasil belajarnya. Menggunakan penguatan didalam kelas menyebabkan pernyataan, jawaban dan sikap-sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran diperhatikan dan dihargai. Perhatian dan penghargaan dalam proses pembelajaran memberi dampak psikologis yang kuat dan positif kepada siswa berupa motivasi, perasaan senang, bersemangat dan percaya diri. Penelitian ini didukung oleh Budiana (2013:2) menemukan bahwa penerapan model pembelajaran creative problem
solving berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Gugus VI Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung (thitung=3,42> ttabel=2,021; db=40), selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sri (2012) juga menemukan bahwa implementasi pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis reinforcement dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 13 Pemecutan terlihat dari siklus I memperoleh rata-rata 69,78 sedangkan pada siklus II memperoleh rata-rata 83,17 (peningkatan rata-rata sebesar 13,39 dan peningkatan ketuntasan klasikal mencapai 21,43%). METODE Penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian eksperimen semu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design. Pemilihan desain ini karena peneliti hanya ingin mengetahui perbedaan hasil belajar PKn antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol bukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kedua kelompok. Dalam prosesnya, kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa model pembelajaran creative problem solving berbasis reinforcement dan kelas kontrol dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran creative problem solving (CPS) berbasis reinforcement yang dikenakan pada kelompok eksperimen sedangkan model pembelajaran konvensional dikenakan pada kelompok kontrol sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar PKn siswa kelas V SD N 18 Dangin Puri Denpasar Utara khususnya dalam ranah kognitif yang diperoleh dari nilai post test yang diberikan di akhir perlakuan pada kelompok eksperimen dan kontrol. Data hasil belajar PKn dalam ranah kognitif dikumpulkan melalui tes hasil belajar
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) berupa tes objektif bentuk pilihan ganda biasa, dimana butir pertanyaan berjumlah 30 soal. Tes ini digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran PKn kelas V. Sebelum tes tersebut digunakan, maka tes tersebut terlebih dahulu di uji validitas, uji daya beda, tingkat kesukaran dan reliabilitas dari tes tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah 84 orang. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik sampel jenuh. Artinya, seluruh populasi dalam penelitian ini dijadikan sampel. Yaitu kelas VA yang berjumlah 42 orang dan kelas VB yang berjumlah. 42 orang. Setelah mendapatkan kelas eksperimen dan kelas kontrol, selanjutnya akan dilakukan uji kesetaraan sampel penelitian, untuk mengetahui tingkat kesetaraan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan teknik matching. Teknik matching dilakukan dengan menjodohkan nilai pre-test siswa kelas VA dan kelas VB. Berdasarkan hasil matching yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu 35 sampel matching dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari kegiatan pengolahan data dan analisis statistik inferensial. Dalam menguji hipotesis yang terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas. Jika data yang diperoleh dalam penelitian ini berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen maka uji hipotesis dapat dilakukan. Hipotesis ialah suatu pernyataan yang belum sepenuhnya diakui kebenarannya (Agung, 2011:30). Uji hipotesis bertujuan untuk membuktikan apakah hipotesis yang ditetapkan diterima atau ditolak. Untuk uji normalitas untuk hasil belajar PKn siswa digunakan analisis Chi- Square dan uji homogenitas pada analisis ini menggunakan uji F. Jika hasil uji normalitas dan homogenitas varian diketahui, bahwa sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk uji hipotesis menggunakan uji-t untuk kedua pihak dengan taraf signifikansi 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata hasil belajar pada kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran creative problem solving berbasis reinforcement yaitu 88, dengan standar deviasi sebesar 6,69 dan varian sebesar 44,7. Rata-rata hasil belajar siswa pada kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional yaitu 78,54, dengan standar deviasi 5,89 dan varian sebesar 34,70. Berdasarkan data tersebut, maka kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran creative problem solving berbasis reinforcement memiliki nilai ratarata hasil belajar yang lebih tinggi dari kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional (88 > 78,54). Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varian. Uji normalitas data dilakukan pada kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran creative problem solving berbasis reinforcement dan kelompok kontrol yang yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dalam uji normalitas digunakan analisis Chi-Square dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = (k – 1). Berdasarkan tabel nilai-nilai Chi Kuadrat diperoleh x2tabel sebesar 11.07. Berdasarkan hasil analisis uji normalitas pada kelompok ekperimen diperoleh x2hitung sebesar 7,78. Karena x2hitung<x2tabel (7,78 < 11.07) maka H0 diterima atau Ha ditolak. Ini berarti sebaran data hasil belajar PKn kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelompok kontrol, hasil analisis uji normalitas diperoleh x2hitung sebesar 3,14. Karena x2hitung < x2tabel (3,14 < 11.07) maka H0 diterima atau Ha ditolak. Ini berarti sebaran data hasil belajar PKn kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas varian dilakukan berdasarkan data hasil belajar PKn (data kelompok eksperimen dan kontrol). Kelompok eksperimen adalah berjumlah 35 siswa dan jumlah kelompok kontrol
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) adalah 35 siswa. Uji homogenitas varian untuk kedua kelompok menggunakan uji F. Adapun ketentuan yang berlaku adalah apabila Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, dan sebaliknya apabila Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung= 1,28, harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Ftabel yang diperoleh dari tabel nilai-nilai distribusi F dengan derajat kebebasan pembilang = 35 – 1 = 34 dan derajat kebebasan penyebut = 35 – 1 = 34 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan tabel nilai-nilai distribusi F diperoleh Ftabel sebesar 1.80. Dari hasil perhitungan diperoleh harga Fhitung < Ftabel (1,28 < 1,80) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Ini berarti varians data hasil belajar PKn antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama atau homogen.
No Sampel 1 Kelompok eksperimen 2 Kelompok kontrol
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas dapat diketahui bahwa data yang diperoleh dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Karena data yang diperoleh telah memenuhi semua prasyarat, uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis uji-t. Adapun kriteria pengujiannya adalah apabila thitung < ttabel, maka H0 diterima (gagal ditolak) dan Ha ditolak. Sebaliknya apabila thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan dk = n1 – n2 – 2 dan taraf signifikansi 5% (α = 0,05) atau taraf kepercayaan 95%. Berikut akan disajikan tabel uji hipotesis.
Tabel 3. Uji Hipotesis N Dk 35 88,0 44,70 58 35 78,54 34,70
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh thitung sebesar 10,29. Harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga ttabel. Harga ttabel diperoleh dari tabel nilai-nilai dalam distribusi T yang disajikan pada lampiran 25 dengan dk = 35 + 35– 2 = 68 dan taraf signifikansi 5% . Berdasarkan tabel nilai-nilai dalam distribusi T diperoleh harga ttabel sebesar 2.00, karena thitung > ttabel (10,29 > 2.00) maka H0 ditolak atau Ha diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Creative Problem Solving berbasis reinforcement dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disebabkan oleh adanya perbedaan treatment yang diberikan pada kedua kelompok saat pembelajaran PKn berlangsung. Kelompok eksperimen yang dibelajarkan yang dibelajarkan dengan menggunakan model Creative Problem Solving berbasis
thitung
ttabel
Kesimpulan
10,29
2.00
Diterima
reinforcement memliki nilai rata-rata posttest lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan karena model creative problem solving berbasis reinforcement merupakan model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pembelajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Pada model creative problem solving, siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah secara kreatif, variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan Perbedaan yang signifika suatu permasalahan. Model pembelajaran ini mengembangkan pemikiran divergen, berusaha mencapai berbagai alternative kreatif dalam memecahkan suatu masalah. Selain itu, dalam proses pembelajaran dengan menerapkan model creative problem solving diselipkan pemberian reinforcement (penguatan)
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) yang sangat bervariasi, hal ini menjadikan pembelajaran lebih menarik. Dengan diterapkannya reinforcement ini, maka siswa akan merasa terdorong selamanya untuk memberikan respon setiap kali guru memberikan sebuah stimulus. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan rasa senang, memberikan motivasi dan penghargaan terhadap kinerja siswa saat pembelajaran, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang positif dalam belajar dan menyebabkan munculnya kembali tingkah laku tersebut. Sedikit berbeda dengan pembelajaran konvensional yang terjadi selama pembelajaran PKn yang berlangsung di kelompok kontrol. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara menyampaikan sejumlah materi kepada siswa yang diselingi dengan tanya jawab kemudian diikuti dengan pemberian tugas. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Sehingga akan menimbulkan kebosanan dan ketidaknyamanan dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Sriyasih (2013) yang menemukan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV semester genap di Sekolah Dasar Gugus IV Kuta Badung dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe creative problem solving (CPS) berbantuan bahan ajar yang diorkestrasi guru. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran creative problem solving berbasis reinforcement berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar PKN siswa kelas V SDN 18 Dangin Puri Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, hasil belajar PKn siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran creative problem solving berbasis reinforcement menunjukkan hasil yang
lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan 35 siswa atau 100% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori sangat baik pada kelompok ekperimen sedangkan pada kelompok kontrol 34 siswa atau 97,14% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori sangat baik, 1 siswa atau 2,85% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori baik. Serta rata-rata hasil belajar PKn siswa kelompok eskperimen lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar PKn siswa kelompok kontrol (88 > 78,54). Dari hasil analisis uji-t diperoleh thitung sebesar 10,29 dan ttabel dengan dk 35 + 35 – 2 =68 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Karena thitung > ttabel (10,29 > 2,00), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model creative problem solving berbasis reinforcement dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SDN 18 Dangin Puri tahun pelajaran 2013/2014. Adapun saran yang dapat disampaikan yaitu bagi guru diharapkan untuk lebih menambah wawasan atau pengetahuan tentang pembelajaran inovatif, dan mampu mengembangkan inovasi pembelajaran dengan menggunakan strategi, metode, model maupun media pembelajaran sehingga membuat pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan. Bagi sekolah diharapkan dengan hasil penelitian ini sekolah dapat menciptakan kondisi yang mampu mendorong para guru untuk mencoba menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif dan kreatif untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah. Dan bagi peneliti dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan peneliti lain melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model creative problem solving berbasis reinforcement pada materi pembelajaran yang berbeda.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) DAFTAR RUJUKAN Agung, A.A Gede. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Budiana, I Nyoman. 2013. Pengaruh Model Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas V SD. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Fathurrohman, dkk. 2011. Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Nuha Litera Marno & Idris. 2010. Strategi dan Metode Pengajaran. Jogjakarta: AR. Ruzz Media Mulyasa,
E. 2011. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosda
Sanjaya,
Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada
Solihatin,
Etin. 2012. Strategi Pembelajaran PPKN. Jakarta. Bumi Aksara
Sri, Lina. 2012. Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Reinforcement Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar IPS Siswa kelas IV SDN 13 Pemecutan Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi (tidak
diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha Sriyasih,
Ni Wayan. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Bahan Ajar yang Diorkestrasi Guru Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa kelas IV Semester Genap Sekolah Dasar Gugus IV Kuta Badung Tahun Ajaran 2012/2013. Skrisi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha
Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka Treffinger, Donald J, dkk. 2003. “Creative Problem Solving A Contemporary Framework For Managing Change”. Tersedia pada www.cpsb.com (diakses tanggal 08 Desember 2013) Uno, Hamzah. 2011. Belajar dengan pendekatan PAILKEM: Pembelajaran aktif, inovatif, lingkungan, kreatif, efektif dan menarik. Jakarta: Bumi Aksara