MODEL PEMBANGU'.'IAN EKONOMI DAERAR BERBASIS KA WASAN KERJASAMA STRATEGIS JOGLOSEMAR (JOGJAKARTA-SOLO-SEMARANG)
ANTONIUS ADlllE WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2008
PF.RNYATAAN l\iENGENAI TESIS DAN SUMBF-R INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pembangunan Ekonomi Dlletah Heroosis Kawasan Kerjasama Strategis Joglosemar (Jogjakarta-SoloSemarang] adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun k.cpada perguruan tinggi mana pWL Sumber informasi yang berasal atau
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantUillkan dalam Daftar Pustaka di bsgian akhir tesis ini.
Begor,
Maret 2008
Antonius Adhie Wibowo NRP. A.353060364
ABSTRACT ANTONIUS ADHl.E WIBOWO. Modelillig Regional Economic Deve.lopmeot Dase on lnterregioqa( Strategic Coopention : A Case Study of Joglosemar .. Under direction of SllNSUN SAEFULHAKIM and KOMARSA
GANDASAS!v!ITA. Development is a growth process to fisr step W'dS simple and statis, but change of development paradigm becomes more complex and dynamic, Management of development was simple and statis to more efficient if done centralization, while development of change which more dynamic and complex has makes management centralization not efficient and then management of development must be to decenira!U..tion as effort to increase public service
efficiency. This research aims to show i.mponant meaning of interregional cooperation Purpose of more detailed include : (1) determines strategic cooperation area constrain, (2) analyze spatial panem economic activily structure in Joglosemar region, (3) analyze typology and spatial configuration in Joglosemar region, (4) analyze interregional interaction and filctnrs determinant regiol)!li economic development performance in Joglosemar region and (5) formulates guide to instrument of development strategy in Joglosemar region. Analysis techniques applied : (l) Cluster Analysis ~patial interaction pattern, (2) Location Quotient (LQ) Analysis economic activity structure, (3) Cluster Analysis to region typology variable principal compoaeras, (4) Econometrics Analysi~ Spatial Durbin Model resional economic devclopm:nt pctformance of determinant and (5) Significance level Analysis and l:!lastitity Analysis regional development economic perfcrrranee of determinant factors. Important item result of analysis shows (I) interregional cooperation area as Jogloserner region~ consisted ol 22 region/town ill Cemral of Jawa Province and Di Y Province: ('.1) economic activity structure in Joglosemnr indicates that agriculrural sector is concentraie 011 rural area because the agriculture is main sector in Joglosemar region, while electrical, gas and water sector, transportation and eornmunicarions sector, financial rental and service sector is concentrate on urban area so need to be developed intcm:giooal cooperation that economic activity in Joglosernar region becomes more efficient; ('.l) spatial configuration regional typology in Joglosernar region can be group lo become 5 (five) typology; (4) regional development economic performance of determinant factors indicates that (a) level of poorness in region around in area, field crop entropy diversity index in region around in area and ratio SL TP in region around in area manifestly can pursue effort for improvement to prosperity of public in Jogiosemar region, (b) main work of plantation and forestry in region around in area. agricultural land mastered by owner in region around in area, agricultural land in mastering owner and another in region around in area, and domination scale of area forestry in region around in area pushs increases fiscal capacities; (SJ instrument of development strategy in Joglosemar region lhitt need to be developed interregional cooperation in Joglosemar region Keywords: spatial interaction, inlerregional strategic cooperation. modeling
RJNGKASAN ANTONIUS ADHIE WIBOWO. Model Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Kerjasama Strategis Joglosemar (Jogjakarta-Solo-Semarang). Dibimbing oleh GANDASASMIT A.
SU?\SUN
SAEFULHAKIM
dan
KO~SA
Sistem ekonomi merupakan sistem spasial yang senaotlasa berubah dari yang awalnya relarif sederhana dan stalik terns berubah ke arah yang lcbih komplek dan dinamis. Pembangunan ekonorni rneeupakan proses pengeloloan sistem ekonomi, Ketika sistem ekonomi masih relatif sederhana dan statik, pcngclolaan secara terpusar (sentralistik) tanpa mempertimbangk.an slstem mteraksi spasial yang luas masih cukup efisien dilakukan, Pada saat ini dan ke
depan sistern ekonomi jauh dan ak.an semakin komplck dan dinamis, aehingga
diperlukan penataan ulang sistem kelembagaan pengelolaan pembangunan ke arah yang semakin terdesentralisasi agar berbagai dirnensi pembangu.nan dapat ditangeni secara komprebensif, efektif dan efisien. Selain ihl dengan semakin meluasnya fi:nomena interaksi spasial, kinerja pernbwlgunan ekonumi suatu daerah menjadi tidak b.ai'\ya ditemukan ol.eh Jcinerja dan -iaktor intemal daecah tersebut tetapi juga ditentukao oleh kinerja dan fak.tor ekstemal melalul suatu sistesn iot.craksi SJ)Q.Sial. Deognn demikian desentrahsasi dan kerjasama antar daerah merupakan dimensi-dimens! yang sietll8kin penting diperlllltikan daJam perumusau kcbljakan, peren:anaan dan program-program pembangunan mcriuju kinerja pemhangunan ekonomi daernh yang optimal. Peaelitian ioi bcrtujuan unluk. ll'.ICJlUujuUan pecan penting kerjasama a:ntar daerah dalam mendorong kinerja pembangunan yang optimal Analisi$ yang diJakukan mencakup : (I) mendeUnlasi betas lalwasan k.erjasama strategis, (2) menganalisis lokasi-lokesi pusar akthitas elc:onomi dalam kawasan kerjasama sttutegis. (3) menganalisi.s konfigurasi spasia1 tlpologl daelab dalam kawasan kerjasama strategit<, (4) m~analisis faktor-faktor inte)Tllll dan eksterual mejalui sistem interaksi antar daerah. yang menentukan ki.nerja pembanguoan ekonomi daerah-deerah di dalam kawasan kerjasama stratcgi.s, dan (5) menullllskan arahan instrumen-instrumen kebijakan strategis dalam merwforong kinerja pemhangunan
daerah-daerah di dalam kawasan kerjaswna strategis. Untuk. nencapai tujuantujuan tersebut digunakan metode kuantitatif. antara lain : (1) Analisis Klaster pola imeraksi spasinl, (2) Alllllisis bobot lokasi (Location Quotkru) 5\l'Uktur aktivitas ekonomi, (3) Analisis Klaster konfigurasi spasial kompooee-komponen utama tipologi daerah; ( 4) Analisis Elwnometrika Model Durbin Spasiol penentu kincrja pembangunan ekonomi daerah (kcsi;jahteraan masyarak.at dan kapositns fi~l
kinerja pcmbangullll.n ek.onomi daerah. Hasil analisis menunjukk.an bahwa : .Kawasan kerja."lllroa strategis Joglosemar terdiri dari 22 Kabupaten/Kvta di Pro'Vini;i Jawa Tc:ngahdan Provinsi DIY. Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Temanggung merupakan sentra aktivi1as pertania.n dengan karakteristik wilayab yang pengeluaran ;wggaran rutin yang rcndoh tetnpi anggatlill\ pembangunan dari pemeritah pwat ya.ng tinggi. Kabupaten Wonosobo merupalcan seutra aktivitas pertanian dengan karakteristilc wilayah yang bertopografi berbukit, kemganuin jenis tanam4n pimgan dan bias,
intersitas populasi ternak besar keciL lccragaman pencaharian sektor pertanian dan pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat yang tinggi. Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul merupabn sentra aktivitas pertanian deegan karakterisrik wilayah yang pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat yang rendah, Kabupaten KJaten, Kabupaten Sukohnrjc), Kota Surakarta dan Kora Semarang rrerupakan sentra aktivitas keuangan, persewaan clan jasa deogan k:arakteristik wilayah yang bcrtopografi be:rbuk:it, li.:eragaman jenis ta.nwnan pangan, intensitas populasi temak besar kecil dan pencaharian sektor perke bunan dan kchutanan yang rendah, Kabupaten Karaaganyar Jan Kabepaten Semarang merupake.n sentrs alctivitas keuangsn, persewaan dan jasa dengan karakteristik wilayah yang bertopografi be:rbukit, lceragaman jenis tanaman pangan, intensitas populasi ternak besar kecil dan peocaharian sektor perkebunan dan kehutanan sena pengeluaran anggaran pembaagunan dari pemerin1ah pu.sat :yang rendah. Kabupaten Srageu dan Kabupaten Demolc merupakan scntra ahivitas pcrtanian dengan karakteristik wilayah yang pengeluaran anggiu:an rutin dan anggaran pembangunan yang tinggi, Kabupaten Orobogan dan Kabupaten Blora merupakan sentra aklivitas pertanian dengan karalcteristik wilayah yang pengeluaran anggaran rutin
Temuan di atas merekomendasikan bahwa untuk mendoroog peningkatan kinerja pembangunan daerah dafam kawasan kerjasama Joglosemar secara nyata,
per lu diperk uat kerjasamc antnr daemh khususnya dalarn pengenta.sankemiskinan me lalui keber imbangan ketersediaan lembaga pendidikan, pengendalian konversi, peningkatan status kepemilikan dan konso lodasi manajemen lahan pertanian, penetapan
fokus korroditas
unggulao pertanian clan pengembangan
pengo lahan/pemasaran produk pertaoian. Kata kunci: interaksi spasial, kawasan terjasama strategis, model
rantai
@ Hak Cipta milik [PB, Caban 2008
Hak Cipta dilillduogi Undang-undang I. Dilarang mcngutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebetkan sumber,
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, peoyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah. b. Pengutjpan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumlcan dan memperbanyak
karya tulis dalam bentuk apapun eanpa izin IPB
sebagian atau seluruh
MODEL PEMBANGUNAN l:KONOMI DAERAH BER BASIS KAW ASAN KERJASAMA STRA TEGIS JOGLOSE.MAR (JOGJAKARTA-SOLO-SEMARANG)
ANTONIUS ADDIE
wmowo
Tesis sebagai salah satu syarat uatuk memperoleh gelar Magistec Sains pada
Program Studi llmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA IJliSTITUT PERTANIAN DOGOR BOGOR
2008
Judul Tesis
Narna NRP
Model Pembangunan Ekonorni Daerah Berbasis Kawasan Kerjasama Strategis Joglosemar (Jogjakarta-Solo-Semarang) Antonius Adhie Wibowo A. 353060364
Disetujui Kornisi Pembimbing
~~~Agr Ketua
~
Dr. Ir. Komarsa Gandasasrnita M.Sc Anggota
Dik:etahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencan Wi ah
Tanggal Ujian: 27 Maret 2008
Tanggal Lulus:
1 6 APR 2008
'l Ulian 'Yesus 'Kristus yang tdan mem6im6mg Jf)oahnaa P. Soepamo tfan l6Utufa P. Sri '}{arufini11gsifi ~ettua yaTlfJ.fl.nanda fionnati
I6untfa Soe!astri lstri(u tercinta ~aria Immacufata ?farditti aan ~dua anak._fi._u yang tersaya119 (}regorius)1rrfliito ~ra'W'i6owo dan 'M.~aef
yru19 tefali me111{uR.Js11fJ selema im
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Kuasa aias segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini beJhasil diselesaikan, Terna yang dipilih penuli.s dalam penelitian yang dilaksamkan sejak bulan Juni 2007 adalah pembangunan ekonorni daerah berbasis kawasan Untuk itu, k.arya ilmiah ini diberi judul Model Pembaogunan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Kerjasw:nn Strategis Joglosemar. Sebagai salah seorang warga negara yang berasal dari Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, penulis merasa terpacu untuk membenkan sumbangan pemikiran yang konstruktif bagi kemajuan daerah. Berbekal pendidikan yang penulis peroleh, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaet bagi para perumus kebijakan pembangunan di Provinsi Jawa T eegah dan Provinsi DIY dan kemajuan ilmu pengeeahuan, Dalam kesemparaa ini, penulis ~i=pkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Orang Tua yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis; 2. Istri tercinta Maria lmmaculata Hardini, Kedua anakku yang tersayang Gregorius Ardnho M3hendra Wibowo dan Mikael Bramaoryo Fcbrian Wibowo yang selalu menjadi inspirasi dan nuasa tersendiri dalarn proses be lajar bag i pcnulis: 3. Bapak Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, MAgr. dan Bapak Dr. Ir. Komars.a Gendasasmita, MSc yang dengan pcnuh perhatian, kesabaran dan ketekunan membimbing penulis; 4. Bapak Dr. Jr. EilWI Rustiadi. M.Agr beserta segcnap staf pengaja.r dan manajcmen Program Studi Ilmu PerencanaanWilayah l PB; 5. Bapak Dr. Jr. Nunung Nuryartoeo, MS yang berkenan menjadi penguji Iuar komisi pembirnbing daa memberi masukan untuk lebih menyempumakan hasil penelitian ini; 6. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Beppenas atas kesempatan beesiswa yang diberikan bagi pcnul is; 7. Wal ikota Salatiga yang telah berkenan mcmbcrikan ijin dan kesempatan bag i penulis untuk melanjutkan studi; 8. Pimpinan dan staf Dinas Pertanian Kota Saladga y11ng tclah memberikan dukungan moril bagi penulis untuk rrelaniutkan tugas belajar; 9. Semaa pihak yang berperan dan proses pengejarandan penulisan karya ibniah ini.
Semoga Tuliau berkenan memberjkan balasan pahala yang setimpal, Semoga basil penelirian ini bisa memperkaya dan mernbuka wawasan tentang peatingnya kerjasama amar daerah di era otonomi IJ.ogor. Maret 2008
Antonius Adhie Wibowo
RIWAYATIDDUP Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal I 7 Maret 1971 dari ayah F. Soeparno dun ibu F. Sri Handiningsih. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Buah dari perkawinannya dengan Maria lmmaculata Hardini pada tahun 2002, penulis mendapatkan dua putra yang bernama Gregorius Ardhito Mahendra Wibowo (4 tahun) dan Mikael Brarnantyo Febrian Wibowo (3 tahun). Sekolah dasar sarupai dengan sekolah menengah atas diselesaikan penulis di kola kelahirannya Pati, Pendidikan Strata 1 dsempuh pada Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana yang ditamatkan pada tahun 1996.
Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pcndidikan Program Pascasarjana !PB pada Program Studi !\mu Pcrcncanaan Wilayah (PWT.). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusbindiklatren Bappenas. Penulis bekerja di Dinas Pcnanian Kota Salatiga, Pemerintah Kota Salatiga
sebagai Staf Perencanaan,
DAFTARISI Ha la man
DAFTAR TABEI,
ii
l>AFfAR GAMBAK
iii
DAFTAR LAMPIRAl'i
iv
rENDAHULUAN Latar Bt:ll:lk.aug
.
Perumusan Masalah
4
Tujuao Penelitian............ Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian. Manfaat Penelitian
9 .. ..
9
11
TINJAUAN PUSTAKA Pcmbangunan f:konomi............
12
Malna Pembangunenalau Pengembangan Wilayah............. .. .. . Perencanaan Pemhangumm Wilayah...................................................... Strategi Pemhsngunan \V ilayah........... .. . . . . . .. . . . . . . . .. . . .. .. . . . .. ..
14
Keterkaitan dan Ketergannmgan Antar Wilayah.................. Peranan Perencanaan Inter-regional yang Mendukung Pertumhuhan Ekonomi
15
22 .. 22
Pengembangan Kawasan Strategis.................................................................
24
27
Pendekatan Sektoral dan Pendckatan Wilayah dalam Pembangunan .. 30 Skala Prioritas dalam Pembangunan Wilayah .. .. . .. . . . . . .. . . . .. . . . . . . . .. .. . .. . . . 32
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Umum........................................................ .. • . . .. Kerangka Metode Penelitian............................................. Lokasi dan Waktu Pcnelitian........ . . .. .. .. .. . .. . . .. . .. . . .. • .. .. .• .. .. .. .. . .. TclcnikPengumpulan Data.............................................................
34 36 37
Mctodc Analisls......
.. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .
38
\1erode Penemuan Kawasan Joglosemar........ Analisis Pembagian Lokasi (LQ).. .... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . J\nalisis Jndikator Karakteristik Wilayah... Analisi&dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Karokteristik Wilayah. Analisis Struktur Keterkaitan Antar Wilayah..................... Analisis Strategi Pengembangan Kcrjasama Antar Daerah di Kawasan Joglosemar.............. ....•......
38
37 40 4l 45 4(1
~I
GAM HARAN Ul\lUM WILA Y AH PENELITIA.N
Kondisi Wilayah Letak Geografls dan Wilaynh. Adminsitrasi Kondisi Fisik Wilayah renggunaan Lehan ._ Komposisi Penduduk Jumlah dan Pcrkcmbangan Penduduk Kondisi Perekooomian
. .. . .. . .. .
Produk Domestik Regional 8ru1D
lndustri Pengolahan Pendapatan Per Kapita Sistem dan Sarana Wilayah. Sarena Kesehatan
..
52 52
53 S3 55
SS 56 56
.
S9 60 61 61
SaranaPendidikan
,
Sisiem Transportasl
.
62 63
. . ..
. ..
BASIL DAN PEMBAHASAN
Batasan Kawasan Jog losemar........................................................................
65
Pemusatan Aktivitas Sektor di Kawasan Joglo$emar 78 Konfigurasi Spasial Tipologi Wilayah di Kawasan Joglo~JJW" 88 Pcwilayahan dan Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah........ g8 Pewilayahan dan Tipologi Sumbenlaya AlltIII 93 Pewilayahsn dan Tipologi Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Sosjal .. 97 Pewilayehen dan Tipologi Aklivitas Ekonomi 103 Pewilayahan dan Tipologi Pengendalian Ruang 108 Pewilayahan dan Tipologi InfiaSll'Uktur dan Fasilitas Publik 114 Pewilayahan dan Tjpo logi Pengsnggaran Belanja 118 Pewilayah dao Karakteristik Kawasan Joglosemar 124 lnteraksi Spasial di Kawasan Joglosemar l 31 Model Kesejahterun Masy1mdu1L 131 Model Kapasitas Fiskal _ 138 Pembehasan Umum dan lmplikasi Kebijakan Telhadap Pembangunan Daerah di Kawasan Joglosemar 144 XESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
156
Saran
158
DAFT AR PUSTAKA
159
DAFT AR TABEL Halantan I. Produk Domestik Regonal Bruto Per l
dan Kota Semarang sena sekitamya Tahun 2004-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000.... . .. ..
7
2. Matriks Tujuan, Metode Analisisdan Data yang Digunakan
38
3. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Joglosemar Tahun 2006
53
4. Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Areal Terbangun Masing-masing Kota di Joglosemar.....................................................................................
55
S. Penumbuhan PDRD di JoglosemarTehun 2002-200.S Atas Dasar Hargn Konstan Tahon 2000
S6
6. Distribusi lndustri Besar dan Sedang, Tenaga Kerja, Upsh Tenaga Kerja, l:liaya Input, Nilai Output den Nilai Tambah tahun 2004 di Joglosemar............
59
'l, Jumlah Tenaga Kerja Per Unit Usaha, Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja
Raraan Nilai Tambab Per Unit Usaha dan Rataan Output Per Unit Usaha
60
8. PURB Per Kepita di Jogiosemar Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2004-2005
61
9. Distnbusi Sarana Kesehatan di Joglosemar..................
62
10. Distribusi SSJ11na Pendidikan di Joglosemar
62
l t . Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Pangsa if!flow ke dan outflow dari Kola Yogynkarta, Kola Surakartadan Kola Semarang
-
72
12. Nilai Factor Loading Tiap Faktor Pangsa inflow ke dan out.flow dari Kota Yogyakart.a, Kota Surakart.a dan Kota Semarang
72
13. Hirarki Pemusatan Aktivitas Ekonomi Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar
79
14. Nilai Eigenvalue
82
Tiop Faktor Pemusetan Aktivitas F.konomi..
IS. N ilai Factor Loading' Tiap V ariabel lndikotor Pemusatan Aktivitas Ekonomi
83
Kluster Pemusatan Aktivilas Ekonomi di Kawasan Joglosemar ..•...•.~ ....... ~ ...... ~...........................................................
16. llasil Analisis
86
17. Nilai Eigenvalue Tiap l'aktor Kioerja Pcmbangunan Ekonomi Oaerah............. 89
18. Nilai Factor loading Tiap Variabel lndikator Kinerja Pembangunan Ekonom i Daerah
90
19. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Sumberdaya Alam
93
20. Nilai Facto1Loading1iap Vanabel tndilclltor Sumberdaya Alam
93
21. Nilai Eigerrvalua Tiap Faktor Sumbenlaya Manusia ~
Sumbcrdaya Sosial ......98
22. Nilai Factor Loading Tiap Variabel lndikatnr Sumberdaya Manusia
dan Surnberdaya Sosial
98
23. Nilai Elgem•alue Ti111> Faktor Aktivitas Ekonomi
103
24. Nilai Factor U>ading Tiap Variabel lndikator Al1ivi1.BS Ekonomi,
I 03
25. Nilai EiRemalue Tiap Faktor Pcngendalian Ruang
I 09
26. Nilai Factor LoadingTiap Variabcl lndikalXlr Pcngcnda.lian Ruang
109
27. Nilai E1gf.m1alue Tiap Falcttir lnfra.~tmlctur
1 14
'28. Nilai Fo<"lor U)(ldingTiap Vanabel lndikator 1nfrastruk1urdan Fasilitas Publik
114
29. Nilai Eig1mvul'"' Tiap Faktor Peng1111ggal'1lll BelanjH
) 19
30. Nilai Factor LaadingTiap Variabel lodikator Penganggaran Belanja 31. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Kan1kteristik Wila.yah di Kawasan Joglosemar
J 25
32. Nilai Fac:/{)t luadi11gTiap Variabcl lndilr.ator Karakteristik Wilayah di Kawasan Joglosernar
125
JJ. Hasil Pengujian Model Kesejahteraan Masyarakat
U:Z
34. Hasil !'engujian Model Kapasitas fiskal
_ ,_................
119
138
DAFTARGAMBAR Halaman I. Ilustrasi Pembangunan Daerah dalam Perspektif Keterkaitan . . .. . . . .. . . .. . . .. 3 2.
Ilustrasi Intcraksi Spasial dalam Sistem Ekonomi dan Ekologi . . . . .. . . . . . . . .. 3
3.
Sediaan Kapual Total dan Kesejahtcraan Manusia
4.
Hubungan Araara Pengembangan Wllayah, Sumber Daya Alam,
13
Sumocr Daya Maousia dan Teknologi
33
5.
Diagram Keraogk.a Pikir Penelitian.
35
6.
Diagram Alir Proses Penelitian
36
7.
Peta Wilayah Penelitian
37
8.
Diagram Analisis Penenruan Batasao Kawasan Joglosemar
39
9.
Proses Pembenrukan lnde.ks-indeks Komposit .Kinerj~ Pembangunan Ekonomi Daerah
43
I 0. Proses Pewilayahan dan Tjpologi Wilayah Kinerja J'embangwian 11.
Ekonomi Daerah
45
Peta Penggunaan Laban di Joglosemar dao K!lbupatenlf<.ota Sekitamya
54
12. Laju Pertumbuhan PDRB atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kawasan Joglosemar tahun 2002-2005
57
13. Pangsa PDRB Atas Dasac Harga Bcriaku di Joglosemar Tahun 2005........ 58 14. Peta Jaringan Jalan dan Fasilitas Pcnunjang Transportesi Lainnya..
64
15. Pangsa Ouifluw dari Kola Semarang dari kabupatcn/kota
di Jateng dan DI Y.......................................................................................
66
16. Pangsa Outflow dari Kota Sucakarta dari kabupatenlkota
di Jateng dan DIY........................................................................................
67
17. Pangsa Outflow dari Kota Yogyalwta dari kabupaten/k.ota di Jateng clan DI Y
68
18. Pangsa l11jlaw ke Kota Surakarta ke labupatentkota di Jateng dan DIY
69
19. Pangsa Inflow ke Kota Semarang ke kabupatenlkota
di Jateog
70 71
21. Grafik Hasil Analisis Kluster Paogsa inflow kc dan outflow dari Kota Surakarta
74
22. Grafik Hasil Analisis K!uster Pangsa inflow ke dan oiaflow dari Kota Semarang. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. ..
74
23. Grafik Hasil Analisis KJ11!;!er Pangsa tnflo-w ke dan outflow dari Kota Yogyakarta..................................................................................
75
24. Peta Kawasan Jogjosemar 'oetdasark.an intcnsitas aliran barang
77
25. Grafik Nilai Tengah Kclornpok Vanabel Tipologi Pemusatan Aktivitas F.konomi di Kawasan Joglosemar ..
85
26. Peta Hirarki Pemusatan Aktivitos Ekonomi................................................
87
27. Oraflk Nilai Tengah Kelompok Variabel Tlpologi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daer ah . . .. . .. . . . . . . . •. . . . . 91 28. Peta Konfigurasi Spasial Tipo!ogi f<.inerja Pembanguran Ekonomi
92
29. Grafik Nilai Tengah Kelornpok Vanabel Tipologi SDA
96
30. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Sumberdaya Alam
97
31. Graflk Nilai Tengah .Kelompok Variabel Tipologi SOM dan SOS
101
32. Pela Konfigurasi Spasial TiJ>Ologi Surnberdaya Manusia dan Sosial
I 0'2
33. Orafik l-iilni Teng.ab Kelompok Vanabel Tipologi Aktivitas Ekonomi
106
34. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Ak.tivit.as Ekooorni
108
35. Grafik l\'ilai Teng11h Kelornpok Variabel Tipo logi Pengendalian Rnang.
112
36. Peta Konflgurasi Spasial Tipologi Pengcrdalian RU30S
.113
37. Grafik Nilai Tengah Kelornpok Vanabel Tipologi lnfrastruktur dan Fasilhas Publik
117
38. Pe111 Koufigurasi Spa:;ial Tipologi lnfrHStruk.lur dan Fasilitas Publik.
113
39. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi l'cnganggacan
Be lanja.
122
40. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Peoganggaran Belanja
124
41. Grafik Nilai Tengah Kelompok Vll['iabel Karakteristik Wilayah di Kawasan Joglosemar
128
42. Peta Konfigurasi Spasial Karalrteristilc Wilayahdi Kawasan Joglosernar 130 43. Diagram Model Kcscjahteraan Masyarakat
137
44. Diagram Model Kapasitas Piskal
.142
45. Peta Tingkat Kerniskinan
145
46. Peta Indeks DivcrsitasT:.nlropy Tanaman Pangan dan llias
1~
47. Peta Rasio SLTP
147
-
48. Peta Intensitas Populasi Ternak
149
49. Peta Konvcrsi Ladang ke Laban Terbanguu,
150
50. Pein Pencaharian Utama Perkebunan dan Kehutanan
15 l
51. Peta Lahan Pertani:an Dikuasai Pemilik dan Peuggarap
153
52. Peta Laban Pertanian Dikuasai Pemilik
153
S 3. Peta Skala Penguesean Laban Kehutanan
154
DAFT AR. LAI\IPIRAN
I . V ariabel yang Digunakan Dalam Mengukur tUnc~ja Pembangunan Ekonomi Daerah 2.
163
Data Pangsa Outfluw dari dan Inflow kc Kota Surakarta, Kota Semarong dan Kota Yogyakarta
168
3.
Pola Spasial Inflow Ke clan Ouiflnw Dari Koia Surakarta
.170
4.
Pola Spasial l1iflow Ke clan Ouifluw Dari Kota Semarang
171
5. Pola Spasial Inflow Ke dan Ou1flow Dari Kota Yogyalcana 6.
Factor Score Analisis Faktor Pangsa Inflow Ke dan Owjlow dari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kola Scmarang
7.
173
PURB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kaboparen/Kota
dan Lapangan Hsaha di Kawasan Joglosemar Tahun 2005 8.
.172
.174
Factor Score Analisis Klaster Hirarki l'emusatan Aktivitas Ekonomi
di Kawasan Joglosemar ......•...........................................................•.............. 175 9.
Jiasil Analisis Klaster Tipoloei Wilayah Kinerja Pcmbangunan Ekonomi Daerah di Kawasan Jcglosemar
176
10. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Sumberdaya Alam di K.awJ1s11n .loglosemar
-
179
11. Hasi I Anelisia Klaster Tipologi Wilayah Sumberdaya Manusia dan
Sosial di Kawasan Joglesernar
182
12. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Aktivitas Ekoaomi
.185
13. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Pengendalian Ruang
188
14. Hasit Analisis Klaster Tipu k.i!f,i Wilayllh Infr~lruktur dan
Fasilitas Publik ..................................................•........................................... 191 15. Has ii Analisis Klaseer Tipologi Wilayah Penganggaran Belanja
I 94
16. Implikasi Kebijakao Kinerja Pembangunaa Daerah di Kawasan .Toglosemar
197
PENDAHULUAN Latar Belll.kang Pcmbangunan wilayah pada dasarnya merupakan pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang disesuaikao dengan kemampuan fisik dan sosial serta ekonomi
dari wilayah
tersebut. Kehijakan pembangunan yang hanya
bertumpu pada kemampuan sektoral, apabila ditinjau dari ckonomi wilayah akan menimbulkan
dua pennasalahan. Pertama., terjadinya disimegrasi struktur
perekonomian dalam pengertian strulctur perekonomian ceoderung lebih berkembang dan terpusat pada satu wilayah saja. Jika hal ini berlangsung' dalam jangka waktu paajang akan menimbulkan hubungan yang bersifat eksploitatif antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Kedua, melemahnya potensi suatu wilayah untuk berkernbang yang disebabkan kurang dimanfaatkannya keunggulan knmparatifwilayah (regiolUll comparative advantage) dan keunggulan kompetitif wilayah (regional competitive ach·antage) secara terpadu. Menurut Daryamo (2004), selama ini peleksanean pembangunan bersifar
mengcneralisas! keadaan dan pennasalaha.n yang ada. Artinya terjadi kesersgaman arah pembengunan sebagai konsekuensi dari kuamya perencanaan l>'tlnlra.listik yung diimplemautasikan
di daerah, Perbedaan keccpetan perrumbuhan telah
menyebabkan terjadinya ke£enjangan kemajuan pembangunan antar daerah dalarn berbagai hal, Disparitas pernbanguaan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam hal (I) pendapatan P"'" kapila., (2) kualitas sumberdaya manusia, (3) ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, energi dan kornenikasi, (4) pclayanan sosial misalnya kesehatan dan pendidikan, (5) akses ke lembaga keuangan, Lebih lajul Daryanto (2004) mt:nyat.Wum bahwa, kesenjangan pembangunan antar daerah yang tcrjadi scla.ma ini disebabkan oleh (l) distorsi perdugangan antar daerah, (2) distorsi pengelolaan sumberdaya dan (3) distorsi
sistem perkotaan-perdesaan. Paradigma pembangunan wilayah saat ini perlu memperhatikan karakteristik wilaysh yang dapat mcningko.tkon potensi wilayah tcrscbut dan tidak hanya
sekcdar memanfaatkan keunggulan komparatif tetepi juga mempunyai keunggulan kumpetitif
yang
tinggi,
Lebih
lanjut
seperti
yang
dikemukakan
oleh
2
Rustiadi et al. (2006). pembangunan berbasis pengcmhangan wilayah clan lnkal mernsndang penting ketcrpaduan antar sektor, antar spasial (keruangan), serta
antur pelaku pemhangunan di dalam maupun antar daerah, sehingga setiap program-program
pembengunan
sektoral
dilabanakan
dalam
kerangka
pembangunan
wilayah, Oleh
pengembangan
wilayah atau pengembangan tata ruang wilayah perlu dirnulat
karena
itu menurut
Riyadi
(2002),
bahwa
dengan menganatisis kondisi wilayah dan potensi unggulan ynng ada di wilayah tersebut sela.njutnya digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi pengernbangan wilayah berdasarkan keterkaitan antara kondisi sosial ekoromi masyarakatoya, potensi sumber days alam serta ketersediaan prasarana wilayah dalam mendukung aktiviW:> perekonomian di wihtyuh tersebut. Pemilihan prioritas
pembarguoan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraen masyarakat. Konsep pembangunan dengan berbagai dimen~i Yllll¥ di\erapkan pada suau; wilayah sering menemukan ke11ylll11HJ1 bauwa
konsep terscbut memerlulcan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal.
Pengernbangan suatu wilayah harus berdasarkan pengamatan terhadap kondisi internal. sekaligus mcngantisipasi perkembangan eksternal, Faktor-faktor internal meliputi pola-pola pengembangan SOM, informasi pasnr, surnber daya
moda] dim investasi, pengembangan inrrdstrnktur, pengernbangan kemampuan kelembagaan lokal dan kepemerintahan. serta berbagai kerjasama dan kemitraan. Sedangkan
faktor
ekstemal
meliputi
masalah
keseniangan
wilayah
dan
pengembangan kapasuas otonomi daerah dan perdagangan bebas. Pembangunan daera h dalam perspektif keterkaitan a
mereformasi rantai sistem keterkaitan antar sektor, faktor produksi, lokasi dan
in~titusi ke arah yang semakin berimbang, sating memperkuat dan kebertaniutan. Apahila tidak ada keterkaaan antar sektor dalam pernbangunan daerah akan tcrjadi
proses
involusi
schingga
pcmbangunan
tidak
berimbang.
saling
melemabkan dan tidak berkelanjutan. Proses involusi adalah proses terisolirnya suatu bidang (seseorang) yang semakm lama semakin hilang(mati). Pembangunan
daerah dalarn perspektif keterkaitan (sistem) diiluslrasika.n sebagai berikut :
3
. ~. ~) ' <;§;~-cf~
~.
•'
r
iM
"""""
•••••••
Dcf't.QT«TIF
l
.I
I
Pet~NG:l.-t.tt 8ERN8JllNCJ, SAUMO ll&PEJt!OJAT DAN 8E~NJVIAN
Gamber I. Ilustrasi Pembaagunan Datrah dalam Perspekuf Keterkaitan (Saefulhakiro, 1998}
Gambaran interaksi spasial dapat diilustrasikae dalarn sistem ekonomi dan ekologi pada 2 wilaynh :
c
)
EKOLOGI Wil1yah I D -------------Wilayah II
EKOLOGI
EKONOMr
c
~
~
Gambar 2 Ilustrasi Intcraksi Spasial dalam Sistcm Ekonomi clan Ekologi [Sacfulhakim, 1998).
A
4
Keterangan : A = lnteraksi subsistem ckonomi dalam satu wilayah
B ~ Inteeaksi C = lnteraksi D ~ lnteraksi E = lmeraksi F = lnteraksi
subsistem subsistem subsisteru sebsistem subsislem
ekologi dalam satu wilayah ekonomi dan ekologi dalam saiu wilayah ckonomi dan ckologi antar wilayah ekologi antar wilayah ekonomi antar wilayah
Ihistrasi di alas mempcr\ihallam
begitu pentingnya interaksi spasial 1111tar
wilayah dan antar sektor dalam upaya untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah scbagai upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan yaitu : pertwnbuhan.
keterukuran,
keteikaitan,
keberimbangan,
kemandirian
dan
keberlanjutan.
Per1111u1111• Masalab Untuk men!nsJcatkan kesejahteraan masyarak.at dan penyediaan pelaysnsn publik, daerah dapat mengembangk11.11 kerjasama deogon d.oeroh Wnnyo atau
bekerjasarna dcngao pihak lain yang dldasarkan pada pertimbangan cfislensi dan efektivnas pelayanan publik, sinergi dan sating menguntullgkan diwujudkan
yang dapat
dalam bentuk badan kerj8.34ma > ang diatur dengan Keputusan
Bcrsama. Oasar pelaksanaen k.crjasama antar daerah diatur berdasarkan Sw-m Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005 tentang Kerjasama Antar Daerah. Bentuk-beatuk kerjasama amar dacrah adalah sebagai berikut:
I. Kerjasama Antar Daerah yang berdekatan, sifiltnya wajib dilaksanakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kcpada masyarakat, khuslll!nya
pclayanan yang terdapat di daerah yang berbatasan seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan (Puskesmas), penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian, pengairan, penanganan
Daerah Aliean Sungai
(DAS}, pereecanaan tata ruang dan lain-Jain. '2. Kerjasama Anlar Daerah yang tidak berdekatan, dapat dikembangkan bcrdasarkan kcbutuhan don bersifat situasiurnd dilakukan dalam rangka
pengembangan potensi dan komoditas uoggulan dari masing-masing daerah yang bekerjasama.
5
3.
Kerjasarna aruar Pemerintah Oaerah dengan pihak ketiga, dikembangke.n
berdasarkan pernenuban kcbutuhan yang tidak dapat dipcnuhi lang3ung
Pemeriruah Daerah yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang dimil1ki oleh masin&-masing damih otenom. 4. Kerjasama Autar Dserah yang bersifat masal, berupa Oadan Kerjasama Kabupaten Pemerin!ah
Kerjasama
Seluruh
lrxlonesia
Kabupaien
(BKSI)
Seluruh
sebagai
Indonesia
pengganti
(APKAS\)
Asosiasi
dan
Badan
Pirnpinan DPRD Provinsi se Indonesia scbagai pengganti
Asosiasi Pimpinan DPRO Provinsi Se Indonesia, Asosiasi Pemerintah Provins!
Seluruh Indonesia
(Al'PSJ) eeita Asosiasl Pemcrintah Kota
Seluruh Indonesia (APEKSI), Asos~i DPRD Kata Seluruh lndouesia (AOEKSI) den Asosiasi UPIID Kabupaten Seluruh Indonesia (AOKASI) yang akan menyesuaikan namanya rnenjadi Badan Kerjasama
melalui
Munas AlK>sia:>i ma.sing-1wssi11~. Bsdan Kerjasarna ini mcu.itikberatJcao pada tukar menukar infonmsi, meningkatkan kualitas
sumber
daya
rnanusia dan pendayagunsan sumber daya yang rersedia di daerah.
Tujuan dlperlukan adanya kerjasama aruar daerah sebagai wujud interaksl spasial adalah scbagai berikut: a.
Menunjang upaya mewujudkan proses pembangunan yang berkclanjutM
di daerab. h. Memenuhi
kewajiban
Peroerintah
Dserah
da.lam memhe.ngun
dan
rnenyelenggarakan fasilitas pelayanan umum. c.
Menanggulangi masalah yang timbul baik secara langSUDg maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pembllngunan daerah dan membawa dampak terhadap kese jahteraan rnasyarakat.
d. Mengoptimalkan dan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh masingrnasing pihak bail potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan tcknologi untuk dimanfa.atkan bersama sccara timbal balik, Manfaat yang didapatkan dengan ada.oya keriasama antar daerah ini telah rnendorong beberapa daerah untuk mulai mcmbangua hubungan/kerjasama dalam satu kawasan salah satunya adalah Kawasen Joglosemar.
6
Ketika konsep Joglosemsr pertuiubuhan
ekonomi
kawasan
diluncurkan
1997, visi dan misinya mendorong
Yogyakarta,
Solo,
dan
Semarang.
Pores
Yogyakarta-Solo-Semarang diibaratkan segitiga ernas lokomotif pengembangan eko nomi mu lai bisnis. j asa, par iwisata, irulustri, dan pembangunan in frastruktur. Namun pada kenyataanya terjadi kesenjangan antara daerah Yugyakarta, Solo dau Semarang. Adanya indikasi kesenjangan wilayah pada Joglosemar dan daerah sc.kitar tersebet, dapat dilih:\1 d:l.fi perbandingan Produk Domestik Brute (PDRB) per ksplta Kabupaten/Kota di Joglusionw dan daerah sekitarnya tahun 2004-2005 alas dasar harga knnstan tahun 2000 seperti disajikan dalam Tabel I, Kota
Semarang yang rnerupakan pusat pertumbuhan memiliki PDRB per kapia yang jauh lebih tinggi dibendmgkan
dengan kabupatenrkota disekitarnya. Hal ini
disebabkan karena hampir seluruh alctivitas ekonomi berpusat di Kota Semarang karena kcbcradaan akscsibil itas dan infmstrulttur yang menunjong rnisalnya pelabufulll udara, pelabuh.an laut dan jalur kereta api Jakarta - Surabaya sena terminal bus. Selain itu yang lebih penting bahwa Knta Senulrang sebagai kota hirarki I karcan mcrupoluln ibukola Provin&i Jawa T .engah, sehingga iU!.tivitns ekonorni di kabupaten/kota di sekitarnya selalu akan bermuara di Kota Semarang. Kora Yogyakarta juga men1p~lran ibukota Pmvin~i Daereh lstimewa Yogyakarta memiliki PDRB per kapite yang lebih tinggi jika dibandinglulII dcnga.n daerah sekharnya. Ketersediaan aksesibilitas berupe jalan dan fasilaas transportasi berupa pelabuhan
udara dan stasiun k.ereu api serta terminal bus, mendorong
pcrtumbuhan aktivitas ckonorni di Kota Yogynlauta. Kota Swakarta mcmiliki PDRB
per kapitanya
lebih reodah
dibandiDg Kota Semarang
dan Kota
Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena Kota Surekarta sebagai kota hirarki II jika dibandingkan dengan Kota Semarang, schingga
walaupun Kota Surakana
rnemounyat stasiun kereta api, termi.oaJ bus dan pelabuhan udara tetapi sktivitas ekonomi wilayahnya tidak seintensif Kota Semarang. PDRB per kapita Kota Semarang. Kot11 Surakarta clan Kola Yogjakarta jika dibandiugkan dengan PDRB per kapita daerah sckitamya. maka ter!Jltat bahwa pendapatan per kapita daerah
sekitarnya tertinggal jauh, Kondisi ini mcmperlihatkan bahwa wilayah Joglosernar dalam proses pembanguaannya belwn mamt)U ueodorong perlwnbuhan daerah
sckitamya, Ila! ini disebabkan karena tidak sdanyakerjasama antar daerah dalam
7
upaya untuk mengembangkan pembangunan
l!CC11111
potensi wilayah dan mengatasi permasalahan
bersama antar daerah,
Tabel I. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Kota Yogyakarta. Kola Suralcarta, Kota Semarang dan Kabupaten/Kota Sekitamya Tahun 20042005 Atas 0£ISIU' Hargn Konsmn Tahun 2000 (dalam jutaan rupiah) Tahuo
No
Kab11paten/Kou 2004
2005
Joglos~nutr 1
Kola Semarang
10.951.149
11.394.4 l 9
2
Kota SurakBtta
7.152.440
7.220.682
3
Kota Vogyakarta
9.815.114
10.109.338 S.017.145 5.239.097 3.676.767 4.818.034 3.240.321 2.775.166
Kab Steman Kab. Kulonprogo
4.891.765 5.0l&.&55 3.543.427 4.663.340 3.107.333 2.679.229 7.223.426 ~.977.241 3.747.449
Kab. Ounung Kidul
3.846.283
5.131.220 J.920.798 4.000.254
3.640.936
3.747.763
Daenh Sekitar 1
Kab. Semarang
KOia Salatiga 3 Kab. Boyolali
5 6
7
e 9
1C
Kab.Kleten Kab. Magelang Kota Magelang
11 Kab. Bantu! Sumber : BPS, 2006
7.S92.98~
Untuk itu rraka pcmerintah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah
lstimcwa Yogyakarta berupaya mengcmbangkan konsep Joglosernar sebagai kawasan snategis
yang diharapkan
berperan memacu pertumbuhan
ekonomi
Jateng dan DIY. Upaya yang dilalrnkan mclalui pembangunan infrastruktur dalam bentuk pengembangan bandar udara bertaraf inremasional, rencana pembangunan jalan tol Yogyakarta - Solo - Semarang. Secara ideal. dengan pembangunan infrastruktur alcan mendorong pcningkatan
investasi di masing-mastng
dacrah
sehingga pada akhirnya perturnbuhan ekonomi akan semakin meningkat, Dalam pandangan yeug lebih luas, pertumbuhan ekonorni memang bukan
hanya kunci keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Aspek-aspek scpeni
8
kualitas kehidupan manusia, pemerataan hasil-hasil pembaagunan dan keadilan sosial, keberlanjutan dan kuahtas pelayaran publik serta partisipasi masyarakat juga menjadi
uknran, Kemajuan
pertumbuhan
ekonomi sangat dipengaruhi
beberapa hal scpcrti oroh ke depan kola, kemampuan pemerintah da.erah dalam
rnemantaatkan peluaog dan mengelola potensi secara maksimal, konduksivitas kota, dan kualitas pelayanan publik dalam bentuk infraslrulctur dan administrasi perizinan. Datam konteks manajemen pcrkotaan, salah satu keberhasilan dan efektivitas pemerint.ah daerah diukur dari kualitas pelayanan (publik) kola dalam ranglc.a peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peninglc11ran investasi, Upaya lain yang perlu dilakukan dcngan mcngcmbangkan sinergi.9itos dan
aliansi strstegis antara pemerintah daerah, swasta (pengusaha), dan masyareker untuk melak.sanakan pembangunan daerah dengan mendasarkan pada prin.sip good governance. Salah satu langk.ah adalah melaJui inovasi perencanaan pertumbuhan ckonomi clan peningkatan partisipasi masyarakat. Strat.egi lain dengan mengembangkan kcrja sama antar daerah antara Kota Semarang dengan ka~n/dacrah lain di sekaarnya seperti Kabupaten Semarang, Salatiga, Dcmak, Jepara, dan K.endal. Sebagai kota jasa dan perdagengan. Semarang dapat memainkan peran sebagai "pusat perputaran uang" dan kawasan stretegis jaluf distribusi antar kota, antar provinsi, anter pulau, clan munglc.in juga antar negara,
Harapan lain dengan rencana pembangunan jalan tol Seroarang-Soloyogyakarta pada akhimya skan mempercepat jalur distribus] barang anlar daerah sehingga makin mcrnpcrkuat sinergisitas penumbuhan antar daerah, Selain itu diperlukan dukungan dari Pemerintah
Provinsi Jateng dan Provinsi Daerah
Isiimewa Yogyakarta dengan memfasilitasi pengembangan sinergi kerja sama dan kawasan ~tndegi~ di Joglosemar khususnya. Sehingga, peda masa mendatang
pertumbuban ekonomi makin rneningkat, kesejahteraan warga juga akan meningkat clan tidak ads lagi anggapan
penumbuhan dacrah lain.
suatu daerah akan "mengerdilkan''
9
Dengan
memperhatikan
uraian
di atas,
maka
dapat dirumuskan
permasalahan yang perlu dikaji dalarn penclitian ini adaJah sebagai bcrikut : 1. Daerah-daerah mana saja yang roemiliki interaksi secara spasial dengan Joglosemar dan mernbentuk suatu k.awasan ? 2. Bagaimana hirarki pusat-pusat ckoeomi di Kewasan Joglosemar ? 3. Bagaimana tipologi konfigurasi spasial di Kawasan Joglosemar ?
4. Bagaimana
interaksi
peningkaian kinerja
spasial
antar
pembanguoan
daerah berpengaruh terhadap ekooomi
dacrah di
Kawasan
Joglose mar ? 5. Bagaimana strategi pengembaagan antar wilsyah di Kawasan Joglosemar dan daerah sekitarnya?
Tujuu Peaelitian Tujuau dari penelitan ini adalah:
I.
Meoganalisis daera!Hlaerah yang memiliki imeraksi spasial dengu1 Joglosemar untuk menenmkan batasan kawasan.
2.
Menganalisis hirark i pusot-pusat aktivitas ontuk menentukan pernusatan
aktivuas di Kawasan Joglosemar.
3. Meagana li~is tipologi dan memetakkan konfigurasi spasial, 4. Menganalisis peningkatan
interaksi untnr kinerja
daerah dan
pembangunan
ekonomi
pengaruhnya daerah di
terhadap Kawasan
Jog lose mar. 5. Memberi arahan pada penentlian strategi pengembangan antar wilayah di Kawasan Jcgloseruar dan daerah sekitamya, f'enge1tian dan Rung Lmgkop Peoelitiao
Pembanguuan ekonomi daerah didefini.sikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu
Negara'Wilayah
untuk
meogernbangkan kualitss
hidup
masyarakatnya. Jadi pembangunan haru.s dipandang sebagai suatu proses dimana terdapai saling keterkaitan dan sating mempengaruhi antar faktor-faktor
yang
mcnyebabkan terjadinya perkembangsn tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama schingga diketahui runtutao peristiwa yang timbu I dan akan
10
mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikumya. Kawasan Strategis didefinislkan sebagat kawasan yang mempunyai lingkup pengaruh berdampak nasional dengan prospek ekonomi yang relatif baik serta mempunyai daya tarik uwestasi, Pembangunan kawasan pada dasarnya barus disusun atas prinsip strategi keterkaitan (linkages). Kawasan kerjasama didefinisikan sebagai kerjasama daerah dalam satu
kawasan I berada dalam satu blok berbatasan secara adiministrasi tcontigous) sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakar dan
usaha mengembangkan potensi dan komoditas unggulan dari masing-masing daerah sesuai dengan karakteriktik wilayahnya. Amar daerah dalam penelitian ini didefmisikan se'oagai bentuk lwbungan antar daerah yang ditunjukkan deogan barasan administrasi kabcpaten atau kola. Amar wilayah dalam penc:litian ini didefinisikan sebagai bentuk hubungan
antar wilayah berdasarkan karalcteristik yang dirniliki oleh suatu wilayah, Model dalam tesis ini menunjuk.ka.n beberapa pengertian babwa kegiatan
penelitian ini tidak meliputl seluruh daerah tetap] hanya daerab kabupaten/kota di Kawasan Joglosemar dan sekaarnya yang terdiri dari dua provinsi yaitu Provinsi fowa Tengnh dan Provmsi Daerah Istimewa Yogynkruta. Namun dcmikian pri.ru;ip, prosedur kerja dan hasil penelitian lni dapat dijadikan gambaran untuk melakukan
kegiatan
penelitian
tentang
pemhangunan
daerah
dengan
menggunakan model kawasan kerjasarna strategis bagi daeruh-daerah lainnya.
Joglosernar dalam tesis ini menunjukkan Kota Yogyakarta, Kora Surakata (Solo) dim Kora Semarang sebagai kota-kota utama/simpul kawasan yang merupakan bagian subyek penelitian. Kawasan Joglosemar didefmisikan sebagai kabupaten/kota
yang berada
pada satu blok yang memiliki interaksi berdasarkan intensitas aliran barang dcngan Kola Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang yang ditentukan dalam penelitian ini. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis dampak dari interaksi spasial antar daerah dengan menganalisis faktor kedekatannya, keterkaitan antar daerah dan keterkaitan
strategi
pengembangan
untuk peningkatan
kinerja
11
pembangunan ekonomi daerah yang terpadu agar dapat mendorong suatu mteraksl spasial yang optimal antar daerah dalam kuwasan Joglosemar.
Manfaat Penelitiao Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan herg11na datam hal : I. Memberi mesukan dan informesi kepada Pemermtah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIV dalam merumuskan lcebijakan pengemnangan wilayah khususnya untuk kawasan strategis Joglosemar. 2. Memberikan masukan dan infonmsi kepada Pernerintah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY untuk pengembangan alaivitas ekonomi dan pols hubungsn antar daerah dan antar sektor yang optimal.
TINJAUAN PUST AKA
Pembanguoao Ekonomi Pada pembangunan ekonomi keberhasilan pembangunan diukur dalam
perspektif waktu (mempertimbangkan kepentingan antar geaerasi) yang dikenal dengnn model pernbangunan ekonomi berkelanjutan (sustainable devtlopment).
Pembangunan dtonomi ~
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, akhimya dapat menjadi bumerang jika biaya harus dibayar mahal oleh generasi mendatang karena rusaknya lingkungan. Generasi mendatang juga
memiliki hak Ihm kewttjiban yang sama seperu gi:nerasi !lO:kara.ng (Adiningsih, 2002). Tajuan pernbangunan ekommi harus diupayakan dengan lceberlanjutan. Pembangunan
menimbulkan
transformasi
progresif
pada
ekonomi
doo
masyarakat, Suatu jalur pembangunan yang berkelaniutan dala.m pengertian fislk, secara teorilik dapat dileluswi. akan tetapi keberlanjutan flsik tidak munglin dicapai bila kebijaksanaan pcmbangunan memberikan perhatian pada hal-hal seperti berubahnya akses ke sumbecdaya serta berubahnya disteibusi biaya dan
keuntungan Oablm definisi ekonomi, modal adalah "cadangan" atau persediaan dari barang nyata, yang memiliki kemampuan uotuk menghasilkan barang atau fungsi
pemanfaatan dalam kurun waktu mendatang. Lebih lanjut, sumberdaya alam, yang merupakan cadsngan barang dan jasa, serta memiliki kemampuan untuk memproduksi batang dan jasa scrta fungsi lain diklasifikasikan sebagai modal
dalam faktor produksi. Sumberdaya buatan, atau biasa disebut lcapital fisik, kapital alami (sumberdaya slam], serta kapital manusia bersama-sama berkontribusi kepada kesejahteraan umat rnanusia melalui dukungan terhadap produksi baraag dan jasa
dalam suatu proses ekonomi, Tcrmasuk Ice dalam kapital boatan manusia/kapital fisik seperti rnesin, peralotan, bangunan, alat dan scmua yang berkaitan dengan barang yan~ digunakan dalam proses produksi. Kapital alami, yang berarti sumberdaya alam, digunakan sebagai input materi dan energi ke dalam input produksi, berfungsi sebagai "sink" untuk menampung crnisi limbah yang
13
dihasilkan oleh proses cknnnmi, dan juga sebagai penyedia beragam jasa ekologis wlluk mendukung dan memelihara proses produksi. Sebngoi suatu contoh adalah daur ulang nutrisi, perlindungan terhadap daerah aliran sungai, dan pengaturan iklim. Kapital manusia, atau sumberdaya manusia mencakup pengetahuan, ketrampilan dim kcahlian yang diperlukan untuk meningkatkan proses produksi serta untuk kegiatan riset dan pevgembangan yang memicu movasi teknologi.
Namun demikian, masing-masing sumberdaya ini memberikan kontribusi langsung kepada kcscjabicraan mnnusia, sehingga hubungan sediaan kapital ini
dapat digambarkan pada Gambar 3.
- - -- ........
- - - . - .. - - - - - - - - - - - --- - - ...... -.. P.ftOSES EKONOMI
Kesejabterean Mm.isia
WaliS31l Terbagun
\
Produksi Darane dan Jasa _ J : ,•
·-·-·----- ---- -----··
Kap1talFmk (Kp)
Estetib Pendllkwq;
K.etOOnpao
~
Peugctahuan .
Kapilal Alanli (Ka)
Kapital Manusia (Kh)
Gambar 3. Sediaan kapital total dan kesejahteraan manusia (Pearce and Barbier, 2000). Pada komcks pembangunnn ekonomi berkelonjutnn, tidal banya melihat dari ukuran-ukuran tradisional yang selama ini digunakan, seperti tingginya
pendapatan per kapua untuk mengukur kesejahteraan sua.tu bangsa atau masyarakat. Naman, kila perlu memasukkan dimensi lain seperli lingkuogan hidup dan sosial dalam mengukur kualitas hidup suatu bangsa atau kelompok rnasyarakat. Kcbcrlaujutan ckonomi dari perspektif pembangunan memihki dua hnl utama yang keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan keberlo.njuton aspek lainnya (Djajadiningrat. 2001 ), yaitu : I. K.eberlanjutan ekonomi makro yuog mempunyai tiga elemen utama :
eflsiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan dan meningkaikan pemerataan dan distribusi kemakmuran.
J
14
2. Keberlanjutan
ekonomi
(a) sumbcrdaya
sektoral mempunyai
dua elewan
alam yang nilai ekonominya
penting
dapat dihitung harus
diperlakukan sebagai kapital yang "tangable" dalam kerangka al.11111i.iig ekonomi dan (b) koreksi terhadap harga harang dan jasa perlu diintroduksikan,
Dalam konteks pembangunan ekonomi Jcita dihadapkan pada persoalan membangun ekonomi daerah yang komprehens:if dan efisien. Pemeangunan ekonumi juga meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang pesar, mcmbawa tingkat k.emakmuran rnasyarakat
lebih tinggi dan menurunkan kemiskinan
(Adininisib, 2(102). Namun kiranya periu juga diperhatikan bahwa dalam bidang ekonomi, pemerintah meinpunyai empat macam peran yaitu (Maschab, 2002) : I) abkasi, 2) distribusi, J) regulasi dan 4) stabilisasi. Apabila pemerinrah daerah bisa meajalankan peranan ekonominya dengan balk, make bukan saja akan meningkatk.an kesejahteraan rakyatnya tetapi jaga akan mendukung stabilitas dan kemajuan ekonomi regional dan nasional,
Pcrtnayaan pertama yang perlu diajuknn adalllh : npa yang dimaksud deogan pembangunan nasioml
dengan
wilayah?
pcmbangunan
permasalahan-perrrasalahan
nasional dan pembangunan
Al.au, bai!aimaua
wilayah?
kaiwnnya pembangunan
Untuk
itu,
pcrlu
memabami
yang berkaitan dengan pembangunan, pembangunan wilayah.
Walaupun masih diperdebatksn, pemba.ngunan dapat diartikan sebagai suaru peningkatan do.lrun pengertion nonrotif. Yuwono (2005) mer~ela3kiln bahwa
setiap rerjadi peningkatan (dalam arti posnif) dalam hal ekonomi, seslat, politik,
discbut pembangunan. Dalam ukuran ekonomi, pembangunan dapat diartikan kcnaikan pendapatan per kapita penduduk pada suatu tahun dibandingkan dengon
tahun sebelumnya,
Dalarn ukuran sosial,
pembangunan
dapat
diartikan
meningkamya penduduk yang bekerja al.R.11 imkin berkerangnya pengangguran.
Dalam ulcuran politis, pcmbangunan
dapat diartikan
makin meningkamya
dcmokrasi, Namun apakah dengan meningkatnya pendapatan per kapua, tetapi semakin
banyak
pengangguran
atau
semakin
tidak
meratanya
distribusi
15
pendapatan dan menipisnya demokrasi mcrupakan pcmbangunan? Woloupun jawabannya dapat ya atau tidak dan masih mcnimbulkan perbedaan pendapar, namun untuk sementara pembangunan diartilcan sebagai peningkatan secara ratarata dalam bcrbagai segi kehidupan masyarakat. Sehingga dcngan dcmikian,
pembangunan nasional atau pembangunan wilayah adalah suatu pcningkatan sccara rata-rata tarafhidup seluruh masyaralcat di suatu negara atau wilayah. Perbedaan mengenai kondisi alam, kekayaan sumberdaya alam, kondisi
sosial, struktur perekonomian suatu wilayah merupakan beberapa faktor dasar yang membedakan suatu wilayeh dengan wilayah-wilayah lainnya. Perbedaanperbedaan tersebut memberjkau efek terhadap peneapaian kinerja ekonomi-sosial snatn wilayah, Dengan perkataan ini, pernbanguran merupakan suatu proses perubohan multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, ekonomi, kelembagaan dan oleh karena itu pembangunan merupakan suaru proses kerja yang tidak hanya mengukur kinerja dari satu sisi saja (Todaro, 2000}. Oleh karena itu dibutuhkan sutltu koordinasi ynng baik untuk memadukan pembaogunan rasional dengan pemb11J1gun1111 wilayah sebagai bugian dari pcrencanaan nasional dan untuk dapet mcmpcroleh hal tersebut, maka pcmbengunan perlu disebarkan secara geografis (Yuwono, 2005). l'erencanaao Pembaogunan Wllayab Dalam mendukung pembangunan nasional atau wilayah, suatu percncanaan pembangunan dapat dilakukan mclalui pendekatan wilayah, wnlaupun sampai snot ini masih terdapat perbedaan peodapat mengenai apa yang dimaksud denga.n pembangunan wilayah: apakah pembangunan wilayah merupaken hagian integral dari pembangunan
nasional secara keseluruhan, atau apakah pembangunan
wilayah merupakan ukuran mini dari pcmbangunan nasional? Untuk rncnjawab hal tersebut perlu memehami pengertian mengcnai wilayah. Tcrdapat beberupa pundungan meogenai wilayah. Menurut Isard (1975)
melihst wilayah bukan sckedar areal dcngan batas-batas tertente, namun suatu areal yang mcmiliki arti karcn• adanya masalah-masalah yang ad.a didalamnya
sodemikian rupa schingga ahf regional mcmiliki interest di dalam menangani pcrmasalahan tersebut, khususnya menyangkut masalah soslal dun ekonomi.
16
Johnston ( 1976) memandang wilayah sebagai bentuk istilah teknis klasifikesi spasial dan merekomendasikan dua tipe wilayah: (I) wilayiih formal, rnerupakan tempat-tempat yang mcmiliki kesamaan-kesamaan karakteristik, dan (2) wilayah
fungsional atau nodal, merupakan konsep wilayah dengan menekankan kesamaan keterk.aitan amar kornponen atau lokasi. Pendapat
lain dari Muny (2000)
mcndefinisikan wilayah sebagai suatu areal geografis, teritorial atau tempat, yang dapar berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten),
dan perdesaan. Namun, dari semua itu menyatakan bahwa perencanaan pembanguaan wilayah mcrupakan proses memformulasikan tujuan-tujuan sosial dan pcngaturan
ruang untuk kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan ekonomi dan sosial tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, unsur spasial merupakan dasar dan
pegangan dari seorang pereocana wilayah dalam membuat suatu rencana sektoral maupun wilayah termasuk program-program pernbangunan wilayah, sekaligus merencanakan lokssi suatu kegiatan pembangunan tert.entu. Sehingga secara kouseprual, menurut Richardson (1969) dan llaggct, Cliff dan Frey (1977) wilayah dapat dibedakan : I.
Wilayah homogen yaitu wilayah-wilayab
yanJl sccara geografis dapat
dikaitkan bersama-sama mcnjadi saru wilayah conggal apabila wilayah-
wilayah tersebut rnempunyai ciri-ciri yang homogeni atau seragam bail< secara individu maupun gabungan dari beberapa unsur dimana ciri-ciri tersebut dapat bersifar ekonomi, geografis atau ba.hkan bersifat so~ml 1:1h1u politik. Wilayah homogeni dibatasi berdasarkan keserupaannya secara intern (intcmal uniformity), seh.ingga apabila terjadi perubahan dari. suatu l:nigian wilayah akan mcndorong terjadinya perubahan keseluruhan aspek wilayah. 2. Wilayah nodal, yaitu wileyah yang dilandasi oleh adanya faktor-faktor
kctidakmcrataan atau filktor heterogenitas, Akan tetapi satu sama la.in dari
faktor-fakror tersebut berhubungan erat secara fungsional. Stniktur dari wilayah ini dapat digambarkan scbagai suatu sci hidup atau sebuah atom,
dimana terdapat satu inti (pusat, central, metropolis) dan wilayah periferi (pinggiran, hi11ter/and) yang merupakan bagian sekelilingnya yang bersifat
17
komplementer (saling mclengkapi) terbadap intinya dan dirn1bungkan oleh pertukaran
informas!
secara
intern.
Sehingga
merupakan dasar hubungan ketergantimgan
integrasi
atau dasar
fungsional kepentingan
masyarakat. Dalam hal ini wilayah nodal terdiri dari bagan-baglan dengan fungsi yang berbeda-beda wulaup•m secara fungsional mcrcka bcrkaitan
saiu sama lain. 3. Wilayah
perencanaan
memperlihatkan
yaitu
merupakan
suaru
wilayah
yang
koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Dengan demikian konsep teoiang wilayah perencanaan ini adalah suaru
wilayah atau daerah yang secara geografis cocok untuk melakukan searu perencanaan
dengan
pclaksanaan
pembangunan
guna
memecahkan
masalah regional atau wilayah yang dihadapi. 4. Wilayah administrasi yaitu wilayah yang dibatasi sras dasar kesatnan
administrasi polit is pcnduduk dari suatu wilayah. Batas wilayah administrasi ini tidak ditennkan oleh derajat interaksi antar komponen
wilayah dan tidak pula dibatasi oleh kehomogenan komponen-komponen wilayah
yang
didominan
tetapi
terutnma
dibatasi
untuk
dapat
mengakornodasikan kepentingan politik peoduduknya.
Pembangunan ckonomi merupakan keseluruhan proses politik dan ekonomi yang diperluknn untuk mempengnruhi tmnformasi struktural dan kelembagaan dari seluruh masyarakat demi menghasilkan renretan kemajuan ekonomi yang
benar-benar
bermanfaat dan melalui proses yang efisien bagi sebagian besar
penduduk (Todaro, 2000}. Konsep ekonomi oeo klasik yang pernah diterapkan
uutulc mendorong percepatan pembangwian di negara-regara berkerobang terbukti gagal, karena adanya perbedaan kondisi dan perimbangan kualitas sumber daya manusia pclaku ekonomi di negara maju dengan di negara berkembang. Hal ini terbukti dengan program perencanaau Mani.bal Plan kembali negara-negara berkembang Indonesia.
Marshal Plan yang
)'ID!;\
berhasil membaogun
seperti India. Sri Langka, Pb.ilipina dan
lll.>rtujuan mendorong
pertumhuhan
ekonomi
dengan program investasi kapital, temyata ioenghasilkan tingkat perturnbuhan ckonomi yang tinggi diikuti oleh memburuknya tingkat distribusi pendapatan. sebingga banya sebagian kecil masyarakat dapat menikmatinya (Todaro, 2000).
lS
Perencanaan dalam rangka pembangunan wilayah mernberikan makna sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan atau teknik yang telah dilandasi kaidah-kaidah ilmiah ke dalam praktis (praktik-praktik yang dilandasi teuri) serta dalam perspektifkcpentingan orang banyak atau publik. Sementara pembangunan dapat diartikan sebagai suaru upaya terkoordinasi yang
dilakukan dengan tujuan rnenclptakan alternatif yang lebih bmyak secara sah kepada setiap warga negara unt uk memenuhi dan meocapai aspirasinya secara
manusiawi. Mcnurut Rustiadi cl al. (20-06), wilayah definisikan sebsgai unit geografis dengan batasan-ba!asan spesifik (Lertentu) dimana bagian-bagian dari wilayah tersebut (sub wi!ayah) satu sama lain saling berimeraksi secara fungsional. Dari dcfinisi tcrsebut, terlihat bahwa tidal: ada batasan Ylln8 spesifik dari luasan suatu
wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat "meaningful!",baik untuk perencanaan, pelaksanaan, J:Mnitnring, pengendalian maupun evaluasi, Deogan demikien, barasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisilc. dan pasii tetapi seringkali bersifat dinamis (berubah-ubah). Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, C.:lilt' dan Frey. 1!177 dalam
Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklesiflkasikan kcnsep wilayah
kc
dalam
tiga
kategod.
yaitu
(I)
wilayah
homigen
(unifornilhomage®usregion); (2) wil11yah nodal (nod()/ region); dan (3) wilayah perencanaan (,planning regton atau prowammingnigion).
Perencanaan pemoangunan wilayah dalam bubwigallllya de11g1111 suatu daerah sebagai wilayab pembangunsn, merupakan suatu proses pereocanaan pembangunan
yang
bertujuan
mclakuka.u
perubahan
rnenuju
ke
oroh
perkembaogan y1111g lebih balk bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah atau daerah tertentu, dengllil rremanfaatkan at.au mendayagunakan berbagai sumbcr daya yang oda, serta harus merniliki oriemasi yang bersifat menyeluruh, Jengkap, namun tetap berpegang pada asas priorkas (Riyadi dan Bratakusumah, 20~). Perencauaan tetah didefini.sikan seeara berbeda-beda, namun dalam
pengertian yang sederbana. perereeoaan adalah suatu cara rasional untuk mempersiapken masa depan (Kelly dan Becker, 2000). Sedangkan Kay dan Alder
19
(1999), menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang lngin dicapai dirnasa yang llkan dit!~
serta uicrientukan tahapan-tahapan
yang dibutuhkan untuk mencapainya, Selama ini perencanaan pembanguoan wilayah hanya ditinjau dari aspek sosial ekonorni dengan rekanan Jebih kepada mewujudkan pertumbuhan ekonomi
sehingga dalam rrenoniukkan pertUmbuhan ekonomi sering over eslima/e akibal tidak adanya koreksi atas dampak negatifpertumbuhanekonomi (Anwar dan Hadi 19%). Namun keruudian deugan adaoya paradigma shift dalarn pembangunan
maka konsep pembangunan
bertcelanjutao
tsustairable development) mulai
muncul, seperti dikemukakan oleh The Brundland
Commission
dalam Funner
et ul. (I 994), yaitu pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan k.epada prinsip bahwa pemenuhan kebutuhan pada masa se1rarang hendaknya mempertlmbangkan kemampuan generasi yang akan d•tang daJam memenuhi kebutuhannya, oleh karenanya dalarn perencanaan pemtangunan wilayah mulai mempertimbangkan
aspek wilayah atau tata ruang sebelum sampai kepada tahapan invenstasi. Dalam
menyusun pereneanaan
pembangunan
berbasis pengembangan
wilayah mcourut Rustiadi et al. (2006), mcrnandang pcnting keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Salah satu ciri pentingnya pembangunan wilayah sdalah adanya upaya mencapai pembangunan bcrimbang (balanced dnelopment), dengan terpenuhlnya potensi-
potensi pemoangunan seseal dengan kapasitas pembangunan seriap wilayah maupun daerah yang beragam sclringga dapat memberikan
keuntungan
dan
manfaat yang optimal bagi masyarakat di sehuuh wilayah.
Semeorara pembangunan
itu menurut
Daburi
dan
Nugroho
(2004), perencanaan
wilayah dapat diartikan sebagai upaya untuk merumuskan serta
mengspl ikasikan kerangka teori ke dalarn l;ebijakan ekonomi maupun program pemoanguran yang di dalamnya juga mempertimbangkan aspek wilayah dengan
mengintergrasikan aspek sosial dan linglrungan unruk mencapai kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Salah sat u bcntuk kegagalan pemt:rintah di masa lalu adalah kegagalan
menciotakan keterpaduan inter-sektoral yang sinergis dengan kelernbagaan loka] yang telah dipercayai oleh masyarakat di dalam kerangka pembangunan wilayah
20
kareoa pembangunan yang sangat somralistik. Struktur insemif yang dibentuk tidak memungkinkan keterpaduan scktoral di tingkat wilayah dan antar daerah.
Sebagai akibatnya pemeriatah daerah dan lokal gagal menangkap kompleksitas pembangunan di wilayahnya (Rustiadi et al., 2006). Dalam kondisi pembangunan yang bersifat sentralistik, maka tujuan-tujuan pembaegunan wilayah menjad i
sangat bergaritung kepada kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat. Bentuk-bentuk kegagalan masa lalu seperti investasi pembangunan nasional yang ticbk memperhatibn keierpaduan dan kesimbangan antar wilayah membuat pemerataan dan keberlanjutan pembangunan antar wilayah menjadi pcrsoalan
serius, Oleh kareoa itu era otonomi daerah merupakan kesempetan memperbaiki kegagalan masa lalu menuju pembangunan wilayah yang menekankan pada prinsip-prruip demokrasi, pecan
serta
masyai:akat, pemerataan, keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Sebagai upaya mewujudkan pembangunan berimbang, maka sepeni dikemukakan oleh Anwar (2005), bahwu dalam pembangunan wilayah perlu senant.iasa diarabkan pada tujuan pengembangan wilayah, antara Jain mencapai : (I) pertumbuhan (grm<¥h). yaitu terkait dengan alokasi snmher claya-sumher daya
yang langka terdiri alas sumber daya manusia, somber daya alam dan sumber do.ya buatan unruk basil yang maskimal sehingga dapat di.manfaatkan untuk kebutuhan
manusia dalarn rneningkarkan kegiatan produlctivitasnya; (2) pemerataan (equity). yang terkait dcngan pembegian manfaar basil pembangunan secara adil sehingga setiap warga negara yang terlibat perm memperoleh pembagian
hasil yang
rnernadai secara adil, dalam haJ ini perlu adanya kelembagaan yang dapat mengatur manfuat yang diperoleh dari proses pertumbuban ll'llllerial maupun non
maierial di suatu wilayah secara adil; serta (3) keberlanjutan (sustainability), bahwa penggunaan sumber daya baik yang ditransaksikan melalui sistern pasar maupun di luar sistem pasar harus tidak melampaui kapasitas kemampuan produksinya. l Jnluk dapat meneapai tujuan pernbangunan wilayah dimaksud perlu adanya perencanaan pcmhangunan wilayah yang berdimensi lokasi dalam ruang dan bcrkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Perencanaan pemoangunan wilayah yang berdnnensi ruang menyangkut perencanaan dalarn tata guna tanah,
21
tata guna air, tata guns udara. serta tata guna snmber daya alam lainnya sebagai
satu kesat uan yang tidak terpisahkan. Sedangkan perencanaan pembangunan wilayah
dari
aspek ekonomi
adalah
peoemuan
peranan
sektor-sektor
pembangunan dalam mencapai target pembangunan yaitu pertumbuhan, yang
kemudian diikuti pemerintah
dengen
dan swasta
kcgiaten
Penentuan
investasi pembangunan peranan
baik
investasi
sektor-sektor pembangunan
diharapkan dapat rnewujudken keserasian antar sektor pembangunan, sehingga dapat meminimalisasi inkompabilitas anlar sektor dalam pemanfaatan ruang, mewujudkaa keterkaitan antar sektor bsik l:e depan maupun ke belakang, serta proses pembangunan yang berjalan secara bertahap ke arah yang Jebih maju clan menghindari kebocoran maupun kcmubaziran sumber daya (Anwar, 200$). Sclanjutnya peogembangan suatu wilayah barus berdasarkan ptmgiilIUllau terhadap koodisi internal, sekaligus mengantisipasi perkembangan eksternal. Faktor-faktor internal mencakup pola-pola pengembangan SDM, in.fonnasi pasar, sumber daya modal dan investasi, kebijakan dalam investasi, pengembangan infrastruktur, pengembangan keimmpuan 1.elembagaan lokal dim kepemerintahan, serta bcrbagai kerjasama dan kemitrsan. Sedangkan faktor eksternal melipuri
keseojangan wilayah dan pengcmbirngaa kapasitas otonomi dacreh, perdegangaa bebas dan otonomi daerah nu sendiri. Seltingga dalam konsep pengembangan wilayah paling tidak didasarkan pada prinsip-prinsip aatara Jain : (I ) berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara kormrebensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; serta (5) dilakssnakan sesuai dengan prinsip-prinsip otooomi dan
desentralisasi (Bappenas, 2004). Lcbih
lanjut
Ernesto (2006) meayatakan bahwa untuk
mendorong
perekonomian wilayah perlu memperhatikan iklim investasi di wilayah tersebut yang berhubungan dengan kinerja dan produkrivitas ekonomi regional secara makro. U ntuk itu perlu memperhatikan tondisi infiastruktur wilayah, kemudahan akses tcrhsdap modal, ketersediaan teeaga kerja dan kernampoan daya saing dengan wilayah-wilayah lain.
22
Stratcgi Pembangunan Wililyah
Sejalan deugan ditaksanakannya otonomi daerah, nap-tiap pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan peogembangan wilayalmya, yang tentu tidak menutup kemungkinan timbulnya perbedaan kepentingan dan prioritas antar sektor dan antar daerah yang dapat memicu tcrjadinya konflik antar daerah. Oleh karenanya untuk mencegah munculnya benturan akibat egosektoral antar daerah terutama antara kabupaten dan kota pcrlu adanya suatu strategi pengembangan wilayah yang dapat meminimalkan friksi-
friksi yang mungldn tirnbul dengan adanya desentralisasi, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 teutang Pemerintahan Daerah telah mengatur kembali mcngcnai penyelenggaraan urusan
pemerintahan
bahwa pcmcrintah
daerah dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan rnemiliki lmbungan dengan pemenmah d1111 dengan pcmcrintah daerah la inn ya, yang scbclumnya dalam U ndang-undang
Nomor 22 tahun 1999 disebutkan bahwa tidak ada hubungan
a.ntara
daerah
provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota (Kusurnawati, 2005).
Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka pcnycrasian pembangunan daerah untuk mengurangi disparitas, mcwujudkan keterpaduan pembagunan, serta mcmpercepat kemajuan pembangunan daerah, dilaksanakan melalui pendekatan
berbasis wilayah yang pada prinsipnya ndalah mcmimmaheasi fi'iksi dan mernaksimalisast sinergitas sehingga terwujud keserasian pembangunan daerah di wilayah pengembangan, yang rnencakup tiga aspek, yakni : (1) keserasian pertumbuhan antardaerah, antarwilayah maupun antarkawasan yang bcrorientasi pada kepentingan bersama pengembangan potensi lokal, (2) keserasian kebijakan dan pmeram-program pemhangunan sektoral dan daerah dalam skenario pengembangan wilayah, serta (3) keserasiau di antara stakeholder dalam dinamika pengembangan wilayah (Sw1111rsu110, 2004).
Kctcrkail1111 dan Keterganlun~an Anlar Wilayah Banyak negara-negara menetapkan pertumbuhan berimbang sebagai strategi pembangunanuya. Ditinjau dari analisis wilayah, strategi pertumbuhan seimbang diintcrpretasikan bahwa wilayah-wilayah rniskin berkernbang lebih cepat dari
23
oada wilayah-wilayah kaya, sehmgga tingkat pendapatannya cenderung menjadi sarna pade masa yang akan dataag, Dalarn komeks pertumbuhan
diupayakan keserasian dalam laju pertumbuhan
llillM
seimbang
wilayah dilanearkan untuk
meratakan pembangunan ke seluruh wilayah. Hal iai berarti merangsang partisipasi dan keterlibatan masyarakat
di seluruh wilayah dalam proses
pembangunan.
Pemhangunan wilayah antar provinsi yang bertetangga akan dapat daya pertwnbuhan yang lruat yang terdapat dalam lingkungan
mengembangkan
provinsi clan dapat mendorong pula pcrkembangan provinsi-provinsl lain yang
relatif lebih terbelalcang. Dalam hubnngan ini perlu digairahkan kerja sama antar wilayah (provinsi)
serta
saling mengunt>mgkan (mutual regional cooperasiom:
Hal ini berarti bahwa produksi dan usaba-llSllba pembangunan dikaitkan dengan
keuntungan komparatif clan regiooalisasi wilayah pembangunan (Anwar, 2005). Lebih
lanjut
ketidakseimbangan
pendspat
menurut pembangunan
Anwar
illlcr-rcgiona~
(2005),
mengemukakan
disamping
menyebabkan
kapasitas pembangunan regional mertjadi sub-optimal, dan juga pada giliraJU1ya
sering
menurunkan
sampai
meniadakan
sumber-sumber
pertumbuhan
pcmbangunan agregar (makro). Oleh karena itu interaksi pembangunan interregional mernerlukan kinerja yang komplementer dan rnengurang] sejauh
mungkin terjadinya pcesaingan {compffiiive) diantara
satu
wilayah dengan
wilayah lainnya, sehingga akan mcnimbulkan kondisi wilayalt-wilayah yang
sinergis (saling rnemperkuat) dan diharapkan dapat menimbulkan sumbangan kepada ekonomi makro yang positif clan berkelanjutan. Untuk itu perlu adanya
wilayah dari sisi pendekatan produksi (supply} yang
straiegi pembangunan
dihasilkan oleh suatu wilayah pada akhimya harus dapar mengatasi dampak terjadinya keterbatasan (demand trap) dari sisi pennintaan baik secara domestik mnupuo
dari
pembanguoan
luar
wilayah,
wilayah
juga
Untuk
harus
mencapoi
maksud
dikembangkan
atas
terscbut,
stratcgi
dasar
strategi
pengembangan sisi permintaan (demand stde xtrategy). Strategi ini dapat dikembaagkaa mclalui upaya-upaya yang meodorong tumbohnya permintaan
akan barang dan jasa secara domestik melalui peningkatan keseiahteraaa,
24
kbususnya yang menyangkut peningkatan tingkat pendapatan, pendidikan, sosial
budaya dan lain-lain masyarakat wilayah. Walaupun
demikian, kecenderungan
permintaan
program-program
sejauh ini masih didominasi
pembangunan yang dilaksanakan pengembangan
pengembangan
o\eh
dari sisi pasokan (supply) tanpa pengernbaegan
yang
cukup
memadai.
Sttategi
pembangunan
srraregi
strategi sisi
wilayah
harus
didasarkan alas prinsip strategi keterbitan (lingkages) antar wilayah-wilayah. Lebih lanjut Anwar (2005) menyatakan bahwa strategi berbasis keterkaitan antar wilayah-wilayah
pada
awalnya
dapat diwujudkan
dengan
mengembanglcan
keterkaitan fisik antar wilayah deogan membangun berbagai infrastruktur tisi.k (jaringan treasportasi j alan, pclabuhan, jaringan koma nikasi dan lain-lain) yang dapat menciptakan keterkaitan yang sinergis (saling memperkuai) antar wilayah. Keterkajtan fisi ~ j uga harus diikuti dengan pengembangan
institusional dalam
kctcrkaitao sinergi yang lebih luas, yakni dengan disertai kebijakan-kebijakan yang rnenciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis
araar wilayah-wilayah, wilayah
dapal
Selain itu bakwa keterkaitan dan ketergaotungan antar
diperlihatkan
dari jaringan
arus antar wilayah (termasuk
didalamnya arus penlagangan)
Pera•an Perencauaaa l•te~Regioul y~ng Mendukung Pertu mbuhan Elrononti Terjadinya
disparitas
pembangunan
regional
trerupakan
fenornena
universal, terjadi di semaa negara tanpa memaodang ukuran dan tingka; kemajuan pembangunannya. Dio-paritas peml>angunan baik dalam aspek antar kelompokkelompok
merupakan
masyarakat maupun menurut aspek spasial aruar wilayah-wilayah
masalab pembangunan
regiolllli
yang tdak merata
dan barus
memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh. Lebih-lebih dalarn negara-negara berkernbang, seperti Indonesia yang mempunyai struktur sosial dan kekuasaan
(pnwer) yang mengandung perbedaan yang tajam, akibat dari sisa-sisa penjaiahan, sehingga
strategi
pembangunao
semestinya
diarahkan
kepada peningkatan
eflsiensi ekonorni yang me11yumbaog kepada pertwnbuhan yang sejalan dengan
25
pemerataannya
atau equity yang mengacu kepada The Second Fundamental
Theorem of Welfare Economics (Anwar, 2005). Menurut
Mansury (2007) menyatakan
bahwa integrasl ekonorni inter-
regional mengalami perkembangan yang berawal dari riser empiris dan teoritis, dan berimplikasi lntegrasi
terhadap wilayah yang tertinggal dalam hal pembangunan.
regional
secara kontras
teriadi di wilayah yang berbatasan
atau
berdekatan dimana dapat tcrbina suatu hubungan yang saling menguntungkan dan membentuk kerjasama antar wilayah satu dengan wilayah yang lain. Namun dalam banyak Negara herkembang tennasuk Indonesia. strategi pembangunan masa lalu tcrl.alu menekankan kepada efisiensi dan mengahaikan
distribusi
pemerataan ekonomi (distrih1dion), sehingga melahirkan
banyak
kesenjangan dalarn kehi
sosial dan politilc. yang besar. Kebijakan perek.onomian dengan sistem ekonomi paser dan ekonomi terencana sccara terpusat semestinya mengilcuti kebijnko.n-
kcbijak.an yang bcrtujuar. untuk mengurangi disparitas kinerja pembangunan diaraara
subregion
sehingga denga"
berlcurangnya
t ingkat
kesenjangan,
pembangunan diharapkan rnenjadi lebih :ieimbllllg diantara wilayeh-wilayah,
Menurut pendapat Anwar (2005) menyam.kan babwa secara makro dapat terjadi ketimpangnn pembangunan yang signifikan misalnya antara desa-kota,
antara wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Baral, antara wilayah Jawa dan luar Jawa dan sebagainya, Ketidakseimbangan pembangunan mengbasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk suatu inte.raksi yang salmg memperlemah satu dcngan lainnya. Wilayah hinterland menjadi melemah karena
terjadi pengurasan sumberdaya yang berlebihan (backwash) dan pengangguran yang besar yang rnengakibatkan
tetjadioya
akumulasi uilai tambah di kawasan-kawasan
aliran bersih (net-transfer) dan
pusat penumbuhan yang selaojuinya
mengarah kepada proses terjadinya kenuskinan dan keterbelakangan di wilayah perdesaan, Akhimya kcadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk kcluar dari desa ke kawasan kota-koia, ~ehingga kuta-kota besar yang menjadi pusat-
26
pusat pertumbuhan akhirnya menjadi diperlemah. disebabkan kareoa timbulnya berbagai ..penyakit urbanisasi" yang luar biasa.
Fcnomena urbanisasi yang memperlemah perkembangan kota-kota, tclah banyak menimbulkan bjaya-biaya sosial (social co.•l.t}, seperti dapat dilihat pada perkembangao kota-kora besar di Indonesia yang mengalami '•o.,er-whaniza1ion". mega-urban seperti Jaboiabek, Bandung Ray11 Jan Gerbang
Perkembangan
Katosusilo (sekitar Surabaya) dicnikan n leh terjadinya berbagai bentuk kclidakefisienao dan permasalahan., seperti meluasnya daerah-daerah kumuh (slum area), tingginya tingkat pencemanm, terjadinya kemaceian lalu !iotas,
merebaknya kri.minalitas dan sebagainya. Perkembangan perkotaan besar ini pada akhirnya
sarat
dcngan
peemasataban-permasalahan
sosial,
liogkungan
dan
ckonomi yang semaldn kompleks dan sulit unruk di arasi. Pengembangau keeerkaitan yang salah (tidak tepat sasaran) dapat mendorong terjadinya aliran backwash yang lcbih massif ymig pada akhimya justru mempeiparah kesenjanwut dan ketidakseimbangan pembangunan inter-regional (Anwar, 2005). Berlslrunya kebijakan ketimpangan
Otonomi Daerah merupakan upaya mengatasi
dan ketidakadilan
termasuk ketidakseimbangan
pembangunan
kewenangan
antar wilayah (inter-regional),
antara p11$81 dan daerah. Otonomi
daerah diharapkan memotong proses backwash yang telah menyebabkan
tcrjadinya keterkaitan-keterkakan inter-regional yang bersifat eksploitatif, yang pada gilirannya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Secara jangka pendek. pemberlakuan otonomi daerah dapat menumbuhkan eksesekses pembsngunan dalam berbagai bemuk "ego-regional"
~lalr.ukim
berbagal
bcntuk
k.erjasama
inter-regional,
berupa keengganan
tcrutama
yang
dikcordinasikan oleh pemerintah pusat dan provinsi. DeDgllll demikian programprogram pengembangan kawasan yang ditujulcan untuk mendorong keseimbangan
pembangunaa antar wilayah!kawasan menghadapi tantangan yang berbeda dcogan di masa-masa sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Anwar
(2005), pembangunan regional yang
herimbang merupakan suatu pertwnbuban yang relatif merata dari wilayah yang berbeda untuk menmgkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka. Hal ini tidak selalu berarti bahwa suatu wilayah harus mempunyai perk embangan
27
yang sarna, atau mempunyai tingka.t induwialisssi yang sama atau mempunyai pola ekonomi yang sama. atau mempunya.i kebutuhan pembangunan yang sama. Akan tetapi yang lebih perrting adalah adanya pertwnbuhan yang seoptimal
mungkin
dari
potensi
kapasitasnya. Dengan
yang dimiliki demikian
oleh suatu wilayah
dibarapkan
sesuai
dengan
keuntungan dari penumbuhan
ekonomi secara keseluruhan merupakan basil dari sumbangan inreraksi yang sating rnemperk uat d iantara semea wilayah yang
tu
Iibat.
Keseimbangan antar kawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu meogurangi disparitas arxsr wilayah dan pada akhirnya rnampu memperkuat pembangullanekonomi wilaysh secara menyeluruh.
Disparitas antar wilayah telah menimbulkao banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu dlbutuhksn kebijabn program yang mampu mengatasi
permasalahan disparitas antar wilayalw'kawasan, dan pcrencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayahlkawasan secara berimbang. Da!am paradigma keterkaitan, kemiskinan di suatu t~
akan sangat berbahaya bagi kesejahteraan
di suatu tempat, scdangkan kcscjahteraan di suatu tempat hams didistribusikan
secara berkcadilan ke semua tempat (Rustiadi er ai., "2006).
Pengcmbangan Kawasan Strategis
Untuk dapat berperan sebagai pusat pertumbuhan ekooomi, menurut Warseno (2000), suatu kawasan perlu dikelola secara terpadu, komprehensif dan berkesinamoungan
agar perkembengaunya lebih terarah clan teretur.
Oleh
karcoanya perlu beberapa perencanaan yang dikembangkan dalam peagembangan lcnwnsnn, seperti penetapan rencana strategis kawasan (strategic plan), pengemoargan spasial dan infrastruktur (spatial and infrastructure developments, pengernbangan tnvestasi (invesrmeltl development). pengcmbangan kelembagaan
(institutional developmnenn, dan pengembangan sumbcr daya manusia (human resource development). Menurut Firman (I 9
perkembangan sektor-sektor pembangunan kurang diimbangi dengan penataan
28
ruang wilayah
Salab satunya dengan membentuk
pengembangan,
kawasan
straiegis yaitu kawasan-kawasan yang akan meajadi lokasi atau area bagi pengembangan
sektor-sektor pembengunan yang dipandang srrategis dari segi
pcnataan ruangnye, juga dapat mencakup kawasan-kawasan strategis yang diusulkan oleh daerah dalam bal ini "'lalah provinsi, T .ehih lanjut dikemukakan oleh Faman (1992). bahwa yang menjadi kritena kawasan serategis prioritas adalah : (I) Kawasan sirategis yang pengembaagannya mempuayai dampak. na:1ional (2) Kawasan strategis yang pengembangan sektor strategis di atasnya membotuhkan lahan dalam skaJa besar. (3) Kawasan strategis y;:ing di atasnyai akan dikembangkan sektor straLegb dengan prioritas tillggi. (4) Kawasan strstegis yang memiliki prospek ekonomi cukup cerah dengan minat dan kecendenmgan inveslasi swasta den pemerintah cukup tinggi. (5) Kawasan strategis yang dimaksudkan
unruk memacu pembangunan
wilayah yang terbe lakang, mis.kin clan bitis.
Selanjutnya vang dimaksud dengan kawasan strateg:is adalah kawasan yang
mempunyai lingkup pengaruh yang berdampak
nasional, penguasaan dan
pengembangan lahan relatifbesar, mempcnyai prospek ekonomi yang relatif baik, serta mempunyai daya tarik investasi (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2003).
Pembentukan
kawasan-kawasan
pengembaogan strategis dalam suaru wilayah
adalah sebagai bagian dari penatl!Nl ruang yang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan clan aspek kegiatan meliputi knwssan pcrkotaan, kawasan pcrdesaan,
sena kawasan tertentu.
Pam dasarnya strategi pembangunan kawasan harus disusun
atas prinsip
strategi keterkaitao
(linkages) antar kawa.san. Strategi berbesis antar kawasan
dapar diwujudkan
dengan mergerabangkan kererkaltan fisik antar kawasan
melalui pembangunan kcterkaitan
yang
berbagai infrasliuktur fisik yang dapat menciptakan
saling
memperkuat
(sinergis) antar kawasan.
Schingga
ketcrkailan antar wilayah yang diharapkan adalah bentuk-bentuk kererkanan yang sinergis dan bukan saling memperlemah (Anwar clan Rustiadi, 2003 ).
29
Suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat penwnbuhan apahila rnemenuhi kreteria sebagai pusat pertumbuhan balk secara fungsional maupun secara geografis, Secara fnngsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur
kedinamisan sehingga mampu menstirnulasi kehidupan
ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitllS dan kemudahan
yang mampu menjadi pusat daya tarik (pole of aJ"ac1ion) serta menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk. berlol:.asi dan masyarakat pun memanfaatkan
f>.e1ili1.as yang ada di lokas; tersebut. Sehingga wilaynh scbagai pusat penumbuban pada dasarnya harus mampu mencirikan antara lain : hubungan internal dari berbagai kegiatan atau adanya keterkaitan antara satu sek.tor deogen selctor yang
lainnya, kebenalaan sektor-sektor yang saling terkait menciptakan efck pcngganda yang mampu me.ndorong perturnbuhan daerah betakangnya, adanya konsentrasi
geografis berbagai sektor abu fasilitas yang menciptakan efisiensi, serta terdapat hubungan yang harmonis amara puMI portumbuhan dengan daerah belakangnya
(T arigan, 2004b). Dalam hal ini upaya mewujudl:an kescimbangan antar kawasan menjadi peering karena peda dasarnya keterkaitan yang bersitat si.metris akan mampu memperkuat pembanguo1111 ckonomi wilayah secare menyeluruh. Selain II.arena kesenjangan antar wilayah selama i.ni telah menimbulkan banyak permasalahan
baik sosial, ekonomi uiaupun politik, terlcbih karena kemiskinan yang terjadi di suatu tempat akan berbahaya bagi wilayaJt lainnya dan juga ketika kesejabteraan
di suatu tempat yong win tidak terdisuibusikan
secara adil ke seluruh wilayah
(Rustiadi er al., 2006). Upaya dalam hal pmmosi stratcgis
sebenarnya
dan pengerubangan
telah dimulai pada periode
kawasan yang berndei
90-an, yang tampak
pada
k:cbiiakan pembangunan nasional pada masa itu, antara lain : (I) pertwnbuhan sckaligus pemerataan pembangunan
ckonorni deogan strukmr ekonomi yang
didorninasi sektor indu:stri dan pemasarao ynng saling mcnguatkan dengnn sektorscktor pertanian, pertambangan, pariwisata, transportasi dan telekomuni.kasi; (2) peningkatan penanaman modal asing dan domestik: (3) peningkatan desentralisssi
30
scrta peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pernbangunan; ( 4) pcngembangan kawasan strategis; (5) pembangunan berkelanjutan (Deni dan Djurnantri, ~002). Lehih lanjut dikemukakan bahwa upaya tersebut diawali dengan pcmanfaatan rencana tata ruang wilayah baik tingkat nasional mapun tingkal provinsi, terurema pada reucaua struktur dan pcla pcmanfaamn ruang yang
menggambarkan keterkaitan kawasan dengan sarana dan prasarana wilayah, yailu dengan adanyo kawasan etrategis serta sektor unggulan sebagai prime-mover dalam pengembaogan kawasan tersebut, Pengembangan kawasan
strategis
merupakan alternatif dalam penmgkatan perekooomian nasional selain sebagai upayn mengatasi kesenjangan pembangunan antar wilayah,
Pendekatan Sektoral dan Pend~k&tao Wilayah dal•m Pemban&unan
Pcrencanaan wilayah mellW"llt Glasson ( 1978). pada umumnya mencakup pcrencanaan flsik dan pereocanaan ekonomi dalam suatu wilayab, dim perencanaan
pada
tingkat
regional
(wilayah)
adalah
perencanaan tillgkat
mcncngah yang merupakan penghubung antara perencanaan tingkat nasional dan
perencanaan pada tingkal lokal. Dalam perspektif paradigma keterkaitan amar wilayah. perencanaan pemballg\lnan wilayah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui
pendckatan sektoral dan pendekatan wilayah. Adapun pendekatan sektoral dilaksanakan dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut, pendekatan ini mengelompokksn sektor-sektor
yang !leragam atau dianggop seragam,
kegiatan elconomi atas Sedangkan
pendekatan
wilayah dilakukan bertujuan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai
kegiaten dalam ruang wilayah, sehiagga terlihat perbedaan fungsi ruang yang sam dengan ruang yang lainnya, Pcrbcdaan fungsi tersehut terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, dan perbedaan akrivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mcndukung penciptaan pcrtumbuhan yaug serasi dan scimbang (Tarigan, 2004a).
Lebih lanjut oleh Rustadi er al. (2006), dikemukakan bahwa keterpaduan sektoral menuntut adanya ketcrkaitan fungsional dan sinergis antar sektor-sektor
31
pembangunan. kelembagaan
sehingga sektoral
setiap
dilaksanakan
Keterpaduan sektoral tidal
program-program dalam
kerangka
pembangurum
dalam
pembangunan
wilayah,
hanya mencakup hubungan antar
lembaga
pemerintahan tetapi juga antar pelaku-pelaku ekonomi secara luas dengan latar belakang sektor yang berbeda, dalam ha) ini wilayah berkembang ditunjullan
dengan adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, sehingga terjadi transfer input dan output lxlrang dan jasa antar sektor yang diaamis. Sedangkan kererpaduan i;pasial membutuhkan interaksi spasial yang
optimal
yang
ditunjukkan dengan adanya struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis. Pendekatan sektoral dilakukan dengan menentukan sektor wiggulan yang memiliki keterkaiten anlar sektor dalam suatu perekonomian atau lrontribusi berbagai
sektor
dalaln perekonomian
secara
keseluruhan,
sebagairnana
dik.emukakan Arief (199J), bahwa suatu sektor dilcatakansektor kunci atau sektor wigi;ulan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : (I) mcmpunyai kcterkaitan
ke depan dan kebelakang yang relatiftinggi ; (2) menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan.fina/ demand yang relatif tinggi pula: (3) mampu menghasilkao penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi; dan (4) mampu menciptakan l~an
keria y.mg relatif tinggi.
Menurut Daryanro (2004), terdapat beberapa cam
atau teknik dalam
kualifikasi untuk mengidentifikasi suatu sektor atau komeditas disebut sebegai sektor arau komoditas unggulan. Antara lain adalah dengan menghitung besamya
indeks forward dan backward linkage, yang dikenal pada analisis input output. Suatu sektor atau komoditns akan menjadi unggullUI opabila nilai/orword linka~e
dan backward linka1:e lebih besar dari satu, dan backward spread effea dan forward spread effect lehih kecil dari satn, Kriteria ini dikenal dengan name Rasmussen's dual criterion, ynitu untuk mengetohui sejauh mana kctcrkaitan
sektor
etau
lromoditas unggulan yang alcan dikembangkan terhadap pembangunan
sektor atau komoditas lainnya baik ke depan maupun ke belakang.
Pendekatan wilayah merupakan cara pandang untuk memahami kondisi, ciri dan hubungan sebab akibat dari unsur-unsur pembemuk ruang wilayah scperti penduduk. sumber daya alam, sumber daya buaran, sumher dsya sosial, ekonomi,
budaya, fisik dan lingkungan serta merumuskan tujuan, sasaran, target
32
pengcmbangan wilayab. Pendekatan wi layah juga didasarkan pada suatu pandangan bahwa kesehiruhan unsur manusia (dan mahluk hidup lainnya) dan kegiatannya berserta l~ungan
berada dalam suacu sistem wilayah, sehingga
perencanaan dengan pendekatan wilayah adalah suaru 11paya
perencanlllln
agar
inlcraksi manusia dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang Wlluk mengupayal
dan Djwnantri, 2002). Seperti dikemukakan oleh Anwar {1996), bahwa pendekatan analisis
pembangunan wilayah yang lebih tepat harus mampu mencerminkan adanya kerangka berpikir yang menyangkut interaksi antaJa aktivita!l-aktivitas ekonomi spasial dan mengarah kepada pernanfaatan sumber dayu secara optimal antara kegiatan di kawasan kota-kota dan wilayah-wilayah belakangnya (htnrerland), disamping interaksi tersebut herlangsu.ng dengan wilayah-wilayah lainya yang lebih jauh. Karena antnra kawasan kota clan wilayah belakangnya dapat terjadi hubungan fungsional yang twnbuh secara interakuf yang sahng mendorong atau saling menghambat
dalam
mencapai tingkat kemajuan optimum
bagi
kcscluruhannya,
Skala Prlorltas dalam Pembanguoao Wilayab Pengembangan wilayah yang bcrbesis sumbcr daya seperti dikemukakan olehZen (2001), merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakar yang berada di suatu daerah untnk roemanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di sekeliling mereku dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan serta
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkman. Sehingga huhungan antara swnber daya manusia, swnber daya alam, teknologi serta lingkungan dalam konteks pengembangan wilayah dapat ditampilkan seperti pada Gambar 4.
33
Sumber Daya Manus1a
Lmgk\lngan Hldap
Lingkungan
Hidup
Somber Daya Alam
Gambar 4.
Tekoologi
HubWlgan antara peugembangau wilayah, swnber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi (Zen. 200 I)-
Namun adanya keterbatasan (scarciry) dalam ha! ketersediaan sumber daya,
hel\daknya menjadi pertimbangsn pemerintah khususny11 pemerintah daerah
dalam melaksanakan program-program pembangunan daerahn>11 sehingga dalam pcrencanaan pembangunan perlu ditetapkan adanya skala prioritas pemhangunan, yang didasarkan pada pemahaman bahwa : (1) sctiap scktor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor JaiDya dengan k.arakteristik yang berbeda-beda, scrta (3) aktivitas sektoral terscbar secara tidak merata dan spesiflk dimana beberapa sekter cenderung memiliki aktivilas yang terpusat terkait dengan sebaran sumher daya alam, sumber daya buatan ( infrastrukfur)
tidak Iangsung terwujud akibat perkembaogan sektor tersebet berdampak
berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di selunih wilayah (Saefulhakim, 2004).
METODE l'ENEL1TIAN Kenogb Pergeseran paradigma
Umum PeneliCia•
pembangunan
dari pembangunan
YWS bertujuan
mencapai pertumouban ekonorni (production centered development} kc arah pembangunan yang tidak hanya mementingkan penumbuhan tetapi juga mengarah kepada pemerataan dan kebcrlanjuten (people centered development], telah membawa implikasi pada bergesernya paradigma ptrm\x41igwU\I\ wilayab yang
semula cenderung bersifat top down dan sektoral meniadi pembangunan wilayah yang selain bcrsifat bottom 11p juga bcrdasorkon pada potensi sumber daya yang dimiliki suatu wilayah dengan mempertimbangkan asas pemeraraan serta keberkelanjutan. Pembangonan wilayah merupakan upaya urtuk: rnemperbai.ki tingk.at kesejahteraan hidup di wilayah tertersn, memperkecil kesenjangan k.e!iejah1er
dan
keumpangan
kesejehteraan
antar
wilayah.
Konsep
pembangunan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip (1) Berbasis pada sekror unggulan; (2) dila.kukan a\as dasar lwakteris1ik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan tcrpadu; ( 4) mempunyni keterkaiten kuat ke depan dan ke bdabng; (5) dilaksanakan
sesuai dengan prinsip-prjnsip
otonomi
dan
desentralisasi. Upaya unluk mendorong tercapainya pembangunan wilayah seperti prmsipprinslp di atas, imktt
strategis yang mencakup beberapa kabupaten dan kola dengan keberagaman potensi yang dimiliki oleh masing-rrr~ing daerah, sangat diperlukan adanya
pengctahuan dan pernahaman dar] pelaku perekouomian (.w11kelw/der},dalrun hat ini pemerirsah daerah selaku pengambil kebijak.an sorta masyaraket. terhadap potensi sumber daya yang dimiliki serta harus diduk.uog dengen kemampuan dacreh dalam mcnganalisis potensi dan menentukan sektnr prioruas sebini;ga akan sangat membantu dalarn proses pengembangan wilayah.
35
Keterpaduan pereneanaan wilayeh baik intra daerah maupun inter daerah
perlu dilakukan karena setiap wilayah memiliki karakteristik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan dan sumherdaya sosial yang berbedabeda dan memiliki \erbatas. Sehingg<1 d..lam l)C\lgel<Jlaan dan pemanfaatllllJ\ya perlu dilakukan secara herimbang dan berkelanjutan demi keberlangsongan pembangunan untuk gencrasi berikutnya, Keterbatasan sumberdaya yang dimilik i setiap wilayah perlu diidentifika.,i dengan meegetahui potensi sumberdaya wil.ayah dan sek.t.or wiggulan wilayah. Kedua ha) tersebut menjadi penting untuk bahan informasi bagi suatu wilayah untuk melakukan perencanaan secara terpadu dengan wilayah lain, sehingga keterkauanspasial inter-regional fun terwujud sehagai upaya untulc mewujudkan strategi pengembangan imcr-rcgiona! yang berimbang seperti yang terlihat pada
Oambar 5.
1.=:':~~I
I
; 1·-;·;.:.........
_.AYA Wll.AYA"
I
l. __.-1.--·
r-;;;;...,;;.,, ;·..;:--i . Wft.AY H -I
~--·~~~;;-r
I
- .:-~I---· --BEN~
1.
·--
---
.
'__,
_J
[:--&~
,nu.'la.LI PRllleNCA"MNl~IOtfAL
•
I
J
Gamber 5. Diagram Kerengke l'ikir Penehtian
:J6
Kerangka Metode reaelitian Pada Gamber 6 secara ringkas dijelaskan proses pcnelitian ini dilakukan umuk meocapai tujuan yang dilwapkan. Secara detail tahapan proses ini
disampaik.an pada bagian Metode Analisis.
--
··-·
~NO~A!ISfS
~WAS
....
ANIAAO~N-4
Gambar 6. Diagram Alir Proses Penelitian
37
Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dimana Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang sebagai kota utama atau simpul kawasan. Peta wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Pelaksanaan penelitian dilak.ukanmulai bulan Juni-Nopember 2007.
11l9
i10
..
11!
PETA WILAYAH PENEUTIAN
..~ •A, . . tejq ........ Leganct•:
/v' Bot .. Admirli1trosi (!> KOia YoGY-rta
(!) Koll
Sur*-18
.Ko11Stm11'1111i Swnber: ,_. .A-dmintsnM Pr-01..J•!a19 Un OfY Skd• t:1:61 .. •
•
lmu Perencana1'ft 1''90!'"1 PHC4Hr}llll • f1'9 2007
.·
·us
-ro
111
..
~
Gambar 7. Peta Wilayah Penelitian Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder antara Iain : PDRB Provinsi Jawa Tengah, PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Data statistik ekonomi, penduduk, infrastruktur atau sarana prasarana wilayah, data potensi desa (Podes ST 2003 dan Podes SE 2006), clan peta administrasi Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Instansi atau pihak-pihak yang menjadi sumber pengambilan data dalam penelitian ini antara lain : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Yogyakarta, Bappeda Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta,serta instansi maupun dinas terkait lainnya.
Berikut ini pada Tabet 2 dapat dilihat secara ringkas marrlks tujuan., metodc aoalisis dan data yang dibutuhkan sena basil yang diharapkan dari perelitian ini.
label 2. J\.1atriks Tujuan, Metode Anali~is dan Data yang digunakan. NO
TU JUAN
MIITODE
DATA YANG DIGUNAKAN
ANALISIS I.
Menentukan
kawasan Joglosemar 2
Menganalisis hirarki pusat-pusat aktivitllS
3.
Analisis Faktor, Anal isis I( laster Anali~is LQ, Analisis Falctor
Data aliran barang antar kabepeten/kota di Jateng & DlY tahun 2001 PDRB Kabupaten/Kota di
Kawasan Joglosemar Tahun
Menganalisis tipologi dan
Analisis Faktor dan Analisis
2005 Podes ST 2003 Podes SE 2006
memetak.an
Klastet
K.ablKota dala!n angka
M'enganali~is
Anal is is
interaksi spasial antar daerah
EkooometTika
Data l'odes ST 2003,Podes SE 2006, Data tipolog! wilayah
Mc:mberi arahan dan stntegis
f.lastisitas
konfigurasi spasial
4. .5.
Spasial
H8:1il Spatial Durbin Model
penv.crobangan kawnsan kcrjnsam:i.
-···-Mctvdt- Aoalisis
Metode onalisis serta parameter yang diguookan datam penelitian ini antara
lain:
Pencmuaa betesan kawasan Jogkisemar diguoekan dam uliran kabupaten/kota
barons antar
di Jawa Tengah dan DrY deogan cara menyusun pangsa aliran
baik inflow maupon outflow. Proses pencetuan Kaw11..'"1n k1gln:;cmar dapa1 dilakukan scbagai bcrilut :
l. Data Aliran Barang antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY disusun pangsa inflow ke masing-rnasing kota, yaitu Kota Semarang, Kota Sutak.arla (Solo) dan K<:>ta Yogyakarta (3 variabel). Disusun juga pangsa oiaflow dari masing-masing
kota yaitu Kota
39
Semarang, Kola Surukarca (Solo) dan Kota Yogynkarta (3 variabel).
Kedua data pangsa il!flow ke dan ou~flow dari dilakukan Allalisis Faktor (Factor Analysis) yang henujuan untuk menentukan indeks kekuatan intcnsitas aliran barung antar Kotn Yogyakarta, Ko\11 Surokarta dim Kota Semarang dcngan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengllh dan Provinsi DIY lainnya 2. Analisis klastcr (Cluster Analysi.f) dilakukan dengsn mengunakan daln
pangsa inflow ke dan ou!flowdari masing-masing Kota Semarang, Kota Suralcarla (Solo) dan Kota. Yogyakarta.
3. Wiloynh yang memiliki
kluster
yang sama digabung
menjadi satu
kawasan dengan penciri utama kekuatan aliran barang dari dan ke Kota Semarang, Kota Suralcazta (Solo) dan K.ota Yogyakarta. dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIV diluar ketiga kota
tersebut. Secara ringka~ metode penentuan batasan kawasan ini da1'31 dilihllt pada gambar berikut.
,---\ DATA Al.IRA~ BARANG \
-----, I A*ui:rsfA
·---..,al I
I
('FACJOl'ANAlYSIS)
l
INOEl<S J<el(l.'ATJ\14
INTE~RAH
--·--·-
I
L._
_I -
.-
..
J
I \ t
--
-+i
\.
8~TA.SANKAWA.SAN - ....}--
__
-·
JOOL.00£MAA
.. ·-'
---
Gambar 8. Diagram Analisis Penentuan Kawasan Joglosemar
40
Anlllisis Pembagian Lobsi (Locati~n Quoti~11t Analysis)
Locanon Qumient merupakan metode analisis yang urnum digunskan di bidang ekonomi geografi, Menwut Blakely (1994i menyatakan bahwa LQ ini
merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktivitas). Selain itu LQ juga digunaken untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkal kecukupan barang/jasa
dari produk lokalsuatu wilayah, location Quotient (LQ) merupakan suatu in
pangsa sub witayah dalam alctivitas tertentu dengan pangsa total altivitas tersebut dalam total aktivuas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefioisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub witayah ke-i terhadap presentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yaJJg digunakan
dalam
analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif scragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3 J setiap aktititas mengbasilkan produk yang sama. Analisis LQ dilakukan di Kawasan Joglosemar yang telah ditetapkan pada
metude penetapan kawasan sebelnmnya, Data yang digun.:&an unluk melakukan analisis LQ adalah data PDRB atas dasar harga Jconstan tahun 2000 mennnu Iapsngan usaha di Kawasan Jglosemar pada tahon 2005. Persamaaa dari LQ ini adalah :
X/X, X/X
LQ,
................................................................................................ (1)
Dirnana: X~
: aktivit11s sektor ke-j di kahupaten atau knta ke-i dalam Kawasan
Joglosemar, total PDRB di kabupaten atau kota ke-i dalam Kawasan Joglosernar.
X,
XJ
:
total sektor ke-] di Kawasan Jogjosemar.
X
: total PDKB kabupaten atau kota di Kawasan Joglosemar.
41
Untuk dapat menginterprestasikan hasil anahsis LQ, adalah sebagai berikut :
•
Jika nilai LQ!i > I, maka hal ini mc1wnjukkau terjadinya konsentrasi suatu aktititas di kabupaten atau keta ke-i secara relatif dibandingkan dengan total Kawasan Joglosemar atau terjadi pemusatan aktifiw di kabupaten atau kola ke-i, Jika nilai LQ~ ~ I, maka kabuparen atau kota kc-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di kabupaten atau kola ke-i saroa dengan rara-raia tot.al Kawasan Joglosemar. Jika nilai LQ,1 < I, maka kabupaten atan kota ke-i tersebut mempunyai pangsa rolatiflebih kecil dibandingkan dengan ak1ifitas ynng secara um11111 ditemukan diselunth wilayab di Kawasan Jogtosemar.
Anal.Isl$ lndibtor Karakte1istik Wllayah Arutlisis indikato» kacakteristik wilayah di lakukan dengan menyusun
variabel indikator yi.wg dllakukan dengen menggunaken data rodes ST 2003 d11t1 Poclei. SE 2006, Kal>upaten dan K.o\a dalam angka 2006 yang terdiri dari 33 vanabel secara rinci dapat di lihat pada Lampiran I. Setelah diperoleh vanbe L indikator malca ditentukan indeks-indw
ko111posit y11.ng terdi.ri dari 44 vanabe)
indeks komposit dengan analisis komponen utama (PCA) yang dikelompokkan meJtjadi : lndeks Komposit Tipologi K.inerja Pembangunen Ekonomi, lndeks
K.omp>sit Tipologi Samber D11ya Alam, Judelcs Komposit Tipologi Surnbcr Daya Manusia dan Sosial, Indeks Komposa Tipologi Aktivitas bkonomi, Indcks Komposit Tipologi Pengendalian Ru1111g, Iodeks Kornposit Tipok>gi Penyediaan
Infastruktur dan Fasifitas Publik dan lndeks Komposit Ti)XJIQgi Pengganggaran llclanja. Pcnentuan variabel untuk rnenyusun indeks komposit diidentifikasi dengan rasio, pangsa, indeks diversitas entropy, LQ, dan iutensitas. Data yang
di11unakan datam peneli1ia11 ini adalah data lml;il survey (data sekunder), lllalo.a dalam data tersebut sungat potensial tcrjadi multicollinearity, schingga struktur data yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk mcnghindan tersebut, maka dilakukan Principal Componems Analysis (!'CA).
terjadinya
hal
42
Analisis
Kornponcn
Utama (Principal Components Analysis I J>CA)
dilakukan terhadap seluruh variabel indikaror (83 variabel) yang telah ditentukan
dan mernpengaruhi ltinerja pembangunan
ekonomi daerah, yang
meliputi (I} potcnsi sumbcrdaya a lam, {2) sumbcrdaya manusia dan sosinl, (3) aktivitas ekonomi, (4) pengendalian ruang,
(5) infrastruktur dan fasilitas publik,
dan (6) penganggaran belanja sehingga diblsilkan 44 variabel indeh kornposit. Dari hasil analisis komponen utama alcan diketahui korelasi antara beberapa variabel yang digunakan dati seluruh variabel sumberdaya wilayah dan variabel yang domirum atnu mencirikan poiensi suatu wi\ayah. An.alisis komponen utama rnerupalum salah satu bentuk analisis variabel ganda. Analisis ini digunakan untuk menemukan variabel baru yang dapat mewokili variabel-variabel pembangunan
y11ng rnerupakan variabel asal,
Variabel baru yang dapat mewak ili V1Uiabel-variabel pembangunan tersebut clisel:>ut sebagai komponen
utama.
Karena seeenarnya komponen utama
merupakan kombinasi tinier dari vanabel-veriabel pembangunan asal rnaka ia akan dapar menggambarkan Variabe!
haru yang terbentuk
sebagian atau semua variabet asal tersebut, sating ortogonal satu sama lain. tidak ada
korclasi seperti pada vnriabcl asal,
Hasil anatisis komponcn utama akan dihasilkan factor /uucling dan factor score. Factor loading merupakan bobot masing-masing variabel. Scmakin tinggi bobot suatu vorinbel muke dapat dikatakan bahwa variabel terse but mewaki Ii vartabel-variabel yang berbcbut tinggi (2: 0, 7). Fuaor score merupakan skor dari setiap kecamatan atau wilayah yang mernilik i variabet-variabct menyusun d igunakan.
asal,
Factor seore ini dapat dijadik.an dasar untul<
hirarkl wilayah
berdesarkan indikator dan variabel
yang
Dusar yang dipakai untuk menentukan jumlah factor score
yang rnuncul adalah bahwa nilai eigenwtlue lebih dari I dengan kcragamen
~70%. Secara ringkas proses pembentukan indeks-indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat pada Gambat 9 dan untuk masing-masing variabcl indeks komposit dapat di lihat pada Lampiran l.
43
f
o... .
l
..•
L -·
J
I.
iab-;IKinerja Perrbangunan "E.konofTi· Daerafl; Variabel SDA Vari~be! SOM & sos Voriabel Mtivllas Ekonoml
1·
Pod.. ST ;!003 1------+1 -SE 2006
Vanabel Pengef\dalian R\Ja"lJ
•
L
---1-r lndeks
!
J
VariabeJ loh'llslluktur den Fasilitas l'l.lbik Vanebel ~nnganggaran 6elanja
r-Prmc:ipa! Comproenlll
-I
J
- indeks Komposit
Klne~a Pembangunan
LGambar
9.
Proses
Ekonomi Daerah
- --·----
Pembentuksn Indeks-indeks Komposit Kinerja
Pembangunan Ekonomi Oaerah. lndeks kornposit kinerja pembangunan daerah yang dihasilkan selanjutnya dilakukan
Analisis
Klaster
(Cluster
Anoiysis)
yang digunakan
untuk
mengelompoka11wilayah-wilayah berdasarkan selunih wriabcl-voriabel linetja pembengunan ekonomi dacrah.
Sebclum dililkukan analisis klaster (cluster
anallsis), dilakukan standarisasi (nilai I - 9) terbadap faktor slmr dari hs.~il PCA (Saefulhakim, 2007), dengan rwnus :
N = ( a- Min Mox-Min
Jx8 +I -+
untuk faktor yang diwakili variabel yang
beroilai positif N = ( a - Max
Min-Max
)x8 +I -+
untuk faktor yang diwakili variabel yang bernilai negatif
44
Keterangan : N
= Nilai basil standarisasi
a
=
Nilai masing-masing faktor skor di setiap kecamatan
Analisis Klaster (C/11ster analysis) ini merupakan analisis variabel ganda yang dipergunakan untuk rnengelompoklcan n objek (dalam hal ini adalah kecamatan) menjadi m gerombol (sehingga m < 11). Kccamaren-kecamatan dalam gemmbol yang sama alcan memilik.i keragaman yang lebih homogen apabila dibandingkan dengan kecematan-kecamaraa dalam gerombol
yaiig
berlainan.
Analisis gerouibol yang dilalcukan sebenamya didasarl
variabel, sehingga kecamalan-kecamataD yang bersda dalam klastet yang memiliki karakteristik yang berdekatan (untek semua variabel). Dari basil analisis ini, seluruh keeamatan yang ada di Kabupaten/Kota di
Kawasan Joglosemar dikelompokkan menjadi beberapa lcelompok. Disamping itu anggota masing-masing klaster tersebut juga akan diketahui. Apabila nilai tengah klas\er kemudian diplotkan dalam bentuk grafik alum diketahui pula keunggulan
(faktor penciri) masing-masing l laster dari seluruh variabet yang digunakan dalam analisis. Selanjutnya dapal disimpulkan klaster mana yang terbaik berdasarkan seluruh variabel tersebut.
Ilasil analisis inilah yang kemudian
digunakan sebagal dasar untuk menentukan kebijakan strategi pengembangan kawasan Joglosemar untuk mendorong kinerja pembangunan c:konomi daerah di kawessn tersebut berdeserkan karakteristik wilayah scbagai pcaciri utama.
Berdasarkan kebijakan strategi pengembangan maka dapal disusun iostrumel!rinstrumen yang digunakan untuk mencapai kinerja pembangunan daerah yang optimal.
Secara ringkas proses penentuan pcwilayahan dan tipologt wilayah kinerja pcmbangunan ekonomi daerah dapat dilihat pada Gambar I 0 berikut :
45
[
--
-
-·-· 1
I ndeks - in
1
Elll>oomi 0--.11
\
~=r_--· l'.nallcio
Klasto.-J
(Clu-~)
1-· P-ilayAhan dan TtpOlogi W1ay;;;;--i Kmerj
I!
l
p-""""'~""
Sir..tegi Kaw.._n Joglos<>mar
.... ---
------'
Gamber 10. Proses Pewilayahan dan Tipologj Wilayah Kinerja Pembangunan
Ekonomi Daerah Analisis dim Pemetaan Korifigurui Spasial lodiklltor Karakteri$tik Wilayah Analisis dan Pemetaan Kcnfigorasi Spasial Indikator Karskterisrik WiJayab
dilakukao dengan menggunskan lndeks Komposit Tipologi Kmcrja Pcmbangunan Fkonomi, Indeks Komposit Tll)Ologi Sumba Daya Alam, Indeks Komposit Tipologi Surober Daya Manosia dan Sosial, ll!delcs Kornposit Tipobgi Akrivitas
Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Pciigendalian Ruang, lndeks Komposit Tipo!ogi Penyediaan InfasuuktW' dan Pasilaas Publik sena Indeks Komposit Tipologi Pengganggaran Belania yang di peroleh dari hasi]faklnrscore dan telah distandardisasi dalam Analisis Kompooeri Utnm:i, kemudian dipetakan dengan mcnggunakan perangkat Junak ArcView 3.2 (ESRI, 1999)
46
Aulisi! Stru'ktur Keterllllitan Antu Wilayah Analisis struktur keterkaitan ant&' wilayah dilakukan dengan metodc Spatial Durbin Model, dimana Prinsip dasar Spatial Durbin Model hampir sama dengan regresi nerbobot (weighted regression). dengao variabel yang menjadi pembobot ndalah inlcraksi spesiel (&palial inccractio11). Kedekatan dan keterksitan antar lokasi ini menyebabkan muncu!nya fenomena 'autekorelasi spasial'. Spatial Durbin Mode! mcrupakan penge!llhllngan dari regresi sederhana, yang digunakan untuk data spasial, Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah selain dipengaruhi variabel bebas (hasil olah PCA) juga dlpengaruhi oleh variabel lain, yaitu hubungan sra~ial. Data yang digunakan untuk variabel bebas (x) berasal dari komponen utama hasil peogolohon PCA Representasi faktor lokasi pada Spruial Durbin Model dalam bentulc mstriks kedekatan yang disebut dengan ContiguityMatrix.
Adaoon perhitungan Cqntiguify Matr~ untuk mengetahu! hubungan perkembangan wilayah dengan koafigurasi rua.ng prasarana dasar kola dan karakteristjk Iislk wilayah dalam penelitian ini didasarkan pada 2 (dun) sspek,
yaitu: •
Ketctanggaan (batas wilayah). Jika kedua wUayah berdekatanfbedct111)881Wt, 111aka keterkaitan autar kedua wilayah tersehut rclaiif ringgi, Untuk suatu fasilitas teneotu, kOOua wilayah dnpot memao.faatkan secara bersama-sama, misalnya pcnggwiaan
SLTP.
Dengan kaia lain bahwa /peri~tiw.i di ~ual.u telDplll akan dipengaruhi olen kejadian di ternpat lain.
•
Keba! ikan jarak an tar centroid wilayah.
Semakin besar nilai jarak ancara kedua wilayah, ma1ca semakin kecil keterkaitan amar wilayah (berbending tetbalik), sehingga illteraksi antar wilayah relatif berkurang, IJOluk karakteristik fisik wilayah, wilayah yang
bertetanggaan akan mcmiliki karakteristik fisik alamiah bampir sama yang dimungkinkan karena adanya kemiripao prose alamiah,
47
Karakteristik dacrah Kabupaten!Kota di Kawasan Joglosemar bail dari segi fisik, ekonomi, sosial dan budaya membentuk wilayah yang
ix.Imogen, jika
daerah kabupetee/kora tersebut berbatasao maka keterkaitan antar kedua wilayah tersebut
rclatif tinggi. Untuk
memanfaatkan
suatu tasilitas tertentu, kedua wilayah
dapat
secara bersama-sama, misal fasililiis peodldikan, kesehatan, jasa
dan perdagangan. Jika jacak antara kedua wila.yah semakin besar, maka semakin kecil keterkaitan antar wilayah (berbaMing terbalik ), sehingga interaksi antar
wiJayah re lat if berk urang. IJntuk rreogakomodasiken peugaiuh keterkaitan antar daerah maka di
gunakan matriks keterkaitan ant&' daetah (Wij. Ada dua tipe matriks kelerkaitan antar daerah yaitu matriks keterkaitan berdasarLm jarak dan matriks keterkasan berdasarkan daerah bertetangga/berbstasan
langsung. Sementara yang digunakan
dalam penelitian ini banya matriks ketetkailan berdasarkan jarak (jarak centroid) yang merupakan
penycsuaian dari metode Studi Pemetaan Potensi Ekonomi
Daerah (Saefulhakim, 2007). yaitu : Matriks keterkaitan berdasarkan jarak antar daerah (W 1) yang disusun dengan
cara :
'Vi
Wu
w;)
w,_.,..
Wu
w,.. 1
Wu20
=
Wm.1
~4'1.~
I
i
wq
W;io.mJ
w, -a t:2:a.,
(2)
9
J
Analisis spasial berfokus pada kegiatan investigasi pola-pola keterkaaan dari berbagai atribut atau garnbaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbugai ketedraitan untuk meningkaikan pernahaman dan prcdiksi atau perarnalan, Interaksi spasial antar daerab di
Kawasan Jogosemar
dilakukan dangan
rnenganallsis keterkaitan aotar daerah yang dipengaruhi oleh jarak antar daerah dalam mendorong kinerja pcmbangunan
daerah Kabupaten/Kota di Kawasan
48
Joglosemer, Interaksi spasial ini dianalisis dengan menggunakan Model Durbin Spasial (Spulial Durbin Model}, bentuk model disusun sebagai berikut :
~-~-:r.~~+L~~+I~~+I~~·L~~· t)•yQ
h
II'
6
r
LLoP•~[w,M.]+ LLP,.[w1B,.]+cJ ,,,
k
~
())
i
Peubah tujuan da.n peubah-peubah penjel.as Model adalah sebagai berikut : Dtc1
IJV.leks Komposit tipologi kiDerja pembangunan ekonomi ke-d dimana d terdiri dari tingkat kemi-dcinan prasejahtera dan sejabtera I (F1Kpe)
da.n pangsa PAD daJam totnl pendapatao daerah (F2Kpe) di daerah l<e-i
N,0
lndeks Komposn tipologi rumberdaya aJam ke-» dimana n terdiri dari pangsa areal daeeah datar dengan ketinggian sampai 500 m dpl
(F1Sda), pangsa areal daerab yang rert>ulit dengau imleks diversuas entropy jenis tanaman pangan dan hlas {bSda), pangsa areal dserah
dengan ketinggian antara JOOJ-2000 m dpl (F3Sda) di daerah ke-i H.i.
Indeks Komposit tipclog] sumberdaya manosia dan sosial ke-h dirnana h terdiri dari dinamika sosial masyarakat yang berupa keragaman institusi sosial {F1Sdm), mata pencaharian penduduk dari sektor
perkebenan
dan kehutanan (F2Sdm}, mata pencaharian
penduduk dari sektor petemakan besar dan kecil (F3Sdm). dan mata percabarian pcrduduk
dari sektGr pet.ernakan unggas (F4Sdrn} di
daerah kt:-1
A,.
Indeks Kornposit tipologi aktifitas ekooomi ke-« dirnana a terdjri dari intensitas popolasi temak besar kecil dan indeks diversitas entropy peucaharian penduduk dari sektor pertanian (F1Aek), jurnlah KK pertanian terhadap luas lahan dan intensitas pertanian tanaman pangan dan hias (F2Aek), dan jumlab KK petemakan besar kccil terhadeh jumlah populasi tcmak (f }Aek) di dacrah ke-r
49
R,.
Indeks Komposit tipologi pengendalian ruang ke-r dimana r terdiri dari rataan skala peng~an
lalllill
w1;un1111
pangan dan pola
penggunaan lahan pertsnian (F11'ru), persentase lahan penanian dikuasai pemilik dan dikuasai pemilik serta penggarap (F2Pru), konversi ladttng ke lahan terbangun dan persentase lahan pcrtanian dikuasai penggarap (f3Pru), dan rataan skala pengusaaan lahan kehutanun (f4Pru) di daerahk~i. M,.,
Indeks Komposil penyediaan infrastruktur dan msilitas publik ke-m dimana m
terdiri dari rasio universitas, dokter, toko per 1000
penduduk serta rasio KUD dan non KUD terhadap luas wilayah (F1Ifb), rasio lxitel terhadap jwnlah penduduk clan IWIS wilayah (F2Ub). dan rasio SLTP per IOOO penduduk (f3ltb) di daerah ke-r B,b
lndeks Komposit tipologi pengaeggaran belanja ke-b dirnana h terdiri rasio dan.a perimbaogan terhadap total pendapatan kccamatan dim rasio dana bantuan penterintah kabupaten terhadap total bamuan (F1Pbe), Rataan perkapita anggaran belanja kecamstan (F2Pbe), rasio pengcluaran
anggaran rutin don lain-lain terhadap total realisasi
anggaran kecamatan (F3Pbc), dan rasio pengeluaran anggaran pembangunan terbadap total reaiisasi anggaran keeamatan dan rasio
dana bantuan pemeriotab pusat terhadap total bantuan (F 4Pbe) di daersh ke-r
[w, D,J)
rataan indeks komposit tipologi kinerja pembanguoan ekonomi ke-d
dimana d terdiri dari F1 Kpe dan F2 Kpe, di dacrah-daerah dengan jarak ke k (k= I). daerah ke-i
[w, N~]
rata.an indeks kumposit tipologi sumberdaya alam ke-11 dimana n terdiri dari F 1Sda, F2Sda dan F~Sda di daereh-daerah dengan jarak ke k (k= l ), m.~nihk~i
~fi, J(. J
rataan indeks knmposit tipnlogi sumberdaya manusia dan sosial ke·h
dimana h terdiri dari F 1 Sdm, F2Sdnt, l'3Sdrn dan F.Sdm di daerahdaerah denganjarak ke le (k=l), daerah ke-f
so [w, A,.)
ratoon indeks komp
terdifi dari F1Aek, F2Aek dan F3Aek di daerah-daerah dengan jarak kc k (k-1 ), daerah ke-i
rataan indeks komposit pengendalian ruang ke-r dimana r terdiri dari F1.Pl'u, F2Pru, F3Pl'u dan F4Pru di daerah-deerah dcngan jarak lr.c A (k= l], daerah lr.e-i
[w, M,,. J :
ratmm indeks komposit tipologi penyediaan infrastruk:tur dan fa.silicas puhlik ke-m dimana
m terdiri dari F11fb, hltb dan l'Jlfb di daerah-
daerah denganjarak ke k (k=l), daerah ke-r
[w, B,,]
rataan indeks komposit tipologi pengaogganm belanja ke-b diimna b terdiri d.ari r1Pbe, F2Pbc, F1Pbc dan F,.Pbc di daerah-daeeah dengan jarak ke k (k=I), daerah ke-1
Parameter-parameter model yang menunjukkan pengaruh masmg-masing peubah pcnjclas terhedep indekskomposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke- di daerah ke-r, adalah sebagai berikut : O;J
nilai tengah umum indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ke-d
PJ4
pengaruh indeks komposit tipQlogi kinerja pembangunan ko-d di daerah ke-d
odn
pengaroh indeks ko~sil
tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah
ke-i 1/dh
pengaruh indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah ke-r
A.ta
pengaruh .iudeks komposit tipologi aktifitas ekonomi kc-a di daereh ke-t
µ"'
pengaruh indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah ke-J
(J),,,,.
pengaruh indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas puhlik ke-m di daerah ke·i
Yab
pcngaruh indcks komposit npologi pcnganggaran belanja kc·b di daerah ke-r
51
Pkd
pengaruh rataan indcks komposit tipologi kinerja pemeangunan
ekonorni ke-d di daerah yang berjarak (k= 1 ). daerah ke-i Pin
pengaruh rataan indeks komposit tipologi sumherdaya alam ke-n di
f/kh
pengaruh rataan indeks kornposit cipologi surnberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah yang beejasak (k"' l ), daerah ke·i
Pt•
pengaruh rataan indcks komposit tipolog. oktifitas ekonomi ke-e di daerah yang berj.nak (k:l), daerah ke-1
p~,
pengaruh rataan indeks kompo~it tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah yang berjarak (k~l ), daeroh ke-r
11'""
pengaruh rataan indeks komposit tipologi penyed.iaan inlrastruktur dan fasilkas publik ke-m di daerah daerah
)'aJ13
berjarak (~1).
daerah ke-r fll•
pengaruh rataan indeks komposit lipologi penganggaran bclanja ke-b di daerah yang berjarak (Jc: I), dserah ke-i
f:..a
: galat pendugaan indeks komposit ripo\ogi kinerja pembangunan
ekonomi ke-d di daerah k~i
A11ali~i.s Stratcgi Pcngembangan Kerjasama Joglesemar
Aatar l>aer11b di Kawasaa
Analisis strategi pengembangan kerjasama antar daerah di Kawasan Joglosemar di perolch dengan mcnggahungkan basil yang diperoleh dari Analisis
dan Pemetaan Konfigurasi Spasial lndikator Karakteristik Wilayah dan Analisis Struktur Keterkaitan aniar Konfigura.~i Spasial Indikator Karakteristik Wilayah dengan melihat elastisitas koefisien Spa1ia/ Durbin Model sehingga dapat ditcntukan arahan dan strategi pengembangan witayah Kawasan foglosernar untuk menciplakan kebciimbangan interaksi spa:;ial anlara daerah .Kabupat='Ko1a di
Kawasan Jcgloserren melalui irnplikasi kebijakan.
GAMBARAN UMUM WILA Y AH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geognfis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarte, Kota Surakarta den Kota Semarang. Secara geografis ketiga kote tersebut tidak berbatasan secara administrasi, namun dalam konteks ketjasama antar daerah ketiga kota tersebut berinteraksi satu dcngan yang lain. Hal ini dapat dijelaskan karena Kota Yogyakarta merupakan lbukota Provjnsi Daerah I stimewa Yogyakarta (DIY) dan Kota Senwang juga merupakan lbukota Provinsi Jawa Tengah sedangkan Kota Suralwta rnerupakan salah satu kota perdegangan yang besar di Jawa Tengah yang didukung oleh aksesibihtas berupa jalim yang meoghabeogkan ketiga kota tersebut sehingga kota-kota tersebut membentuk interaksi satu sama lain. Kola Yogyakarta secara geografis berada pada 110° 24' 19" sampai 110° 28' 53" bujur timur dan
7"
49' 26~ sampai
7'
15' 24" li.11lt1.ug selatan dengan batas-batas
administrasi sebagai berikut : ( 1) Scbelah utara : Kabupaten Steman. (2) Scbelah sclatan : Kabupaten Bantul, (3) Sebelah timur : Kabupaten Bantu I (4) Sebelah
barer : Kabupaten Gunung Kidul, Kola Surakarta secara geografis berada pada 110° 45' 15" sampai 110° 45' 35" hujur timur dan 10° 36' sampai '/0° 56' lintang' selatan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : (I) Sebelah utara : Kabupaten Sragen, (2) Sebelab selatan : Kabupatcn Sukohal:jo, (3) Sebelah timur : Kabupaten Karangan}111' (4) Sebelah barat : Kabupatcn Boyolali dan Kota Semarang secara geografls berada pada 6° 5' sampai
?
10' lintang selatan dan
1106 35' bujur timer dengan batas-batas administrasi sebagai bcrikut: (1) Sebclah utara : Laut Jawa, (2) Sebelah selatan : Kabupaten Semarang, (3) Sebelah timur : Kabupaten Dencl..( 4) Sebelah barat : Kabopaten Kendal
Luas lahan di wilayah Kote Yogyakarta sccara kcseluruhan adalah 32,50
km2 dan terdiri dari 14 kecamatan, Kola Surakarta memiliki luas wilayah 44,<13 km2 yang terdiri dari 5 kecamatan sedangkan Kota Semarang mcmiliki 373 .67 klu2 dengan 16 kecamatan.
l1111s
53
Kondisi Fisik Wilayah
Keadaan fisik wilayah Kota Yogyakart11 secara umum meliputi wilayal1 dengan topografi datar dengan ketinggian dari permukaan laut antara l 08-115 m dpl dengan rata-rate curah hujan per tahun sebesar 157 mm. Kola Surakarta memiliki topografi datar dengan kennggian sekitar 50-110 m llpl. Sedangkan Kota Semarang memiliki topografi yang lebih bervariasi muJai datar hingga berbukitbukit dengan ketinggian berkisar antara 0,75-348 m dpl. Rata-rata curah hujan yang terjadi di Kota Semarang per tahan sebesar 3. 733 mm. Kola Semarang
merupakan kawasan pantai dimana wilayah bagian utara banyak dibudidayakan menjadi kawasan tambak selain menjadi daerah hilir atau muara beberapa sungai.
Penggu•aan L:1b1m Penggunaan lahan di Joglosemar pada tahun 2006 secara keseluruhan dapat
dilihat pada Tabel 3 dibawah ini: Tabel 3. Persentase Luas Pcnggunaan Lamm di Joglosemar Tahun 2006. Jenis Laban
l.allan Sawah Sawah
Persemase Luas Lahan {%) Kota Y ogyakarlll Kora Semarang Kota Surakarta I0,4S
2,36
3,12
37,91
80,26 2,41
85,75
o,oo
l,74
0,00 0,00
2,97
aoo
0,00
4,06 3, 15
0,00
0,00
0,00
o,oo
12.28
14,94
10,03
0,02
0,00
o.oo
4,77
0,00
0,00
0,21 JOO
0,02
0,28 100
Lahlln Kering Bangunan/Pekarangan Tegal.lKebun Lada11g!Huma Pada~g nJmpul L.,1.,n sementani lidak
diusahakan
Hutan Negara Perkebunan Negara Lain-lain Laban lainnya Rawa-rawa 'tambak Kolam .fo111lall
Sumber : BPS, 2006.
22,38 0,05
100
0.22 0,00
54
Berdasarkan tabel tersebut terlihat jika ketiga kota itu dibandingkan, Kota Semarang memiliki persentase lahan sawabnya yaitu 10,45 %, lahan terbangun 37,91 % dan tegal/kebun 22,38 % dari luas wilayahnya, sedangkan Kota Surakarta dengan persentase
lahan sawah yang paling rendah yaitu 2,36 % dan lahan
terbangun mendominasi
80,26 %. Begitu juga dengan Kota Yogyakarta yang
hanya memiliki persentase luas lahan sawah 3,72 % dan lahan terbangun tertinggi diantara kedua kota lainya yaitu 85,75 %. Keadaan penggunaan
lahan di Kota Semarang,
menggambarkan
ini menunjukkan
pola
Kota Surakarta dan Kota Y ogyak.arta
pola yang berbeda-beda
dan menjadi karakteristik
wilayah
masing-masing, Pola penggunaan lahan secara umum lebih didominasi persentase lahan terbangun jika dibandingkan dengan lahan tak terbangun. Berdasarkan analisis LQ yang dilakukan terhadap penggunaan lahan di Kota Yogyakarta, Kota Surak.arta dan Kota Semarang serta beberapa kabupaten/kota disekitarnya dapat dilihat pada Gambar 11 berilrut ini : Peta Penggunaan Lahan di Joglosemar dan Kabupaten/Kota Sekitarnya
Gambar
11.
Peta Penggunaan Sekitarnya.
Laban
di Joglosemar
dan Kabupaten/Kota
SS
Komposisi Pebduduk
Jumlah daa Perkcmb11ngan Pendaduk Jurulah penduduk yang ti~g
Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan K.epadatan Areal Terbangun Masing-masing Kota di Joglosemar T ahun 2006
No I 2 3
Kabupat~n/Kota Koia Semarang KOia Sur•llltla Kota Yazyabrta Jumlah
Luas Daersh (km2)
'.173.67 44,03 32,50 4$0,20
Jumlah .Pemluduk. 1.43S.800 534.540 420.508 2.390.&48
Kepadatan Penduduk per km2 {iiwaltm2) 3.842,43 12.140,36 12.938,71 .S.3i0:64 ·-
Kepadatan An:al Terbangun
per km' (hall<ml}
)7,91 S0,26
85,75 45,SI
Sumber : BPS, 2006 Pada Tabel 4 tampak bahwa Kola Yogyakarta sebagai ibukota Pruvinsi DIY memiliki kepadaran penduduk per kilo meter persegi lebih tinggi dibanding Kota Semarang dan Kota Surakarta yaitu 12.938,71 jiwalkoi2, hal tersebut menunjukan
bahwa Kota Yogyakllrta mcrupakun pusat aktiv.itas pcrekooomian di Provinsi DIY dan mempunyai daya tarik yang cukup tinggi bagi penduduk di wilayah sekaar uotuk bekerja maupun tinggal di Kota Yogyakana. Selaio itu kcpadatan areal terbangunnya juga lebih tinggi yaitu 8S, 75 ha/kml sehingga Kota Yogyukarta mcrupakan kota dengen kepadatan ~uduk
tinggi. Semcntara itu 2 (dua) Kota di Provinsi Jawa 'l"cngah. Kota Surakllrla memiliki kcpsdatan penduduk per kilo meter persegi lebih linggi daripada Kola Semarang yauu 12.140,36 jiwllfkm2 dan kepadatan areal terbangun juga tinggi yaitu 80 ..26 ha/km2• hal ini menunjukkan bahwa K.ota Surakarta merupakan salah pusat aknvites ekonomi di Provinsi Jawa Tcngah selain Kota Semarang yang merupakan ibukota provinsi. Kundisi ini rnenunjukan bahwa Kola Surakarta juga
56
mempunya! daya tank bagi penduduk yang berada di wilayah sekitar untuk
rnclakukan akttvitas ekonominya
Produk Oomestik Regional Rnto Kondisi perekonomian di wilayab Joglosemar secara kesekuuhan dapat dillhar berdasatkan pertumbuban Pendapatan Domestik Regional Bruto ketiga
kota tersebut. Selama kurun waktu limn tahun (2001-2005), PORB di wilayah Joglosemar setiap tahun mengalami peningkatan ~pc:rli yang ditampilkan dalam Tabel 5. ya11g menunjukkan pertumbuhan PDRB di Joglosemar atas dasar harga konstan tabun 2000. Tabel S. Pettumbuhan PDRB di Joglosemar Tahun 2002-2005 Alas Dasar Harga Kanstan Tahun 2000 (persen), Kabupeten/Kota
--
-
2002
Kota Sllfll3r.rng Kota Sural
10000 100,00
Kota Yog~akarta
100,00
Tahtm 2003
104,39 106,11 __104,76
2004 109,35 112,26 110,04
2005
115,37 118,04 115,41
Surnber : BPS, 2006 Pada tahel tersebut di atas Kata Surakarla rnemiliki pertumbuhan PDRB
paling tinggi selama tahun 2002-2005 dibwidingkan dengan Kora Semarang dan Kota YogyakRCta Tingginy.a perlumbuhan PDRD di Kota Surakarta menunjukkan bahwa perekenomian daerah tersebut secara umum jauh lebih bailc karena struktur perekonomian di Kota Surakarta sedwg memasu.ki fase pertumbuhan yang relatif cepat dan belum mencapai kapasitas maksimum. Scmcnlara ontarn Kota Semarang dan Kata Yogyakana meounjukkan penumbuban PDRB yang relatif
sama, Walaupun Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan Kota Yogyakarta merupakan Ibukota Provinsi Daerah lstimewa Yogyukarta, nnmun pertumbuhan PDRB di wilayah tersebut relatit' tidak tinjlgi. Hal ini menielaskan
bahwa kedua kota tersehut perturnbuhan perekonomian wila.yahnya telah mendekan Case kapasitas uiaksnnum,
57
7.00 6.00 S.00 c:
4.00
..
! a.
J.00 2.00 • Kota Semarang
].00 ~ 0.00
Kola Yogy.'.lk.arta Kota Surak.'.lrt.'.I
L
-t
• kota Yogy.'.lk.'.lrta
xora Semarang
2002
2003
2004
2005
Tahun
r•
• Kota Surakarta
"'l
Kota Scrriar<1nf!
• KotJ Surokarta Ko\J Vop,y~karta
l
2003
2002
4.39
2004
zoos
4.76
S.50
4.')7
6.ll
5 80
5.15
4.49
4.76
5.05
4.88
d
Garnbar 12. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Joglosemar Tahun 2002-2005. Laju Pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah apabila dilihat dari laju petumbuhan PDRB rata-rata atas dasar barga konstan tahun 2000 di kawasan Joglosemar
selama
kurun waktu
2002-2005,
dengan rata-rata
pertumbuhan
tertinggi sebesar 5,51 % adalah Kata Surakarta. Sedangkan yang terendah adalah Kota
Semarang
dengan
rata-rata
pertumbuhan
sebesar
4,69%
dan
Kata
Yogyakarta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,79% seperti ditampilkan pada Gambar 12. Kata Semarang sebagai pusat pertumbuhan ternyata memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang paling rendah apabila dibandingkan dengan wilayah Surakarta dan Y ogyakarta, Laju pertumbuhan rata-rata yang rendah di Kota Semarang lebib disebabkan karena pertumbuhan ekonorni di kota tersebut sudah mendekati fase kapasitas maksimum sehingga laju pertumbuhannya relatif lambat jika dibandingkan
dengan Kota
Surakarta
dan Kata
Yogyakarta,
Kondisi
perekonornian Kota Semarang secara umum dapat dikatakan relatiflebih stabil. Pangsa PDRB atas harga berlaku di Joglosemar dapat dilibat pada Gambar 13, di:mana sektor industri dan pengolahan
di Kota Semarang berkontribusi
38,32%
Semarang.
terhadap
Surakarta/Solo
PDRB
sektor
total
di
Kota
industri dan pengolahan
Sementara
memberi
kontribusi
itu
Kota
sebesar
58
26,42%
dan hanya 11,09%
sektor industri dan pengolahan di Kota Yogyakarta
menyumbang PDRB total wilayah.
383
40 35
""•
30
•
25
~
A.
'13,7 • Yogyal<arta
20
15,2
15
I
10 5
~4).w Of(1?J c:
-~c:
"'
t:: c.
"
c:;; .,._
""'"
c: "" .. bO .D Cl
a »
fl 0... ~ c
Q) ~ 0... -0
Gambar 13.
--~~.
c:
"""'...c:
,. 0
-" -0
""
c: .,
e;
a .. . "' "'... . ~
ee
c: -e ·;;
c: c:
-"'.,,~ ".E..o ,....,
0
c: es ·;;
.;
-0
"""' c: -0 c ..
<0 ..C:
c:
"' co
~
.E~ ~ ~.cl~
"
0...
• Surak:!rta
ee
~:!:
.. c: -;
::>
-"' s ""0 "-"' -c
c:
.. . "e ,.
•Semarang
. : :ee
·-;--
Cl..
~~ ~
Pangsa PDRB Atas Dasar Barga Berlaku di Joglosemar Tahun 2005.
Pangsa PDRB Sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Surakarta sebesar 23,82% lebih besar jika dibandingkan dengan Kota Semarang yang hanya sebesar 16,62 % dan Kota Yogyakarta sebesar 23, 17%. Hal ini disebabkan Kota Surakarta lebih terkenal sebagai pusat perdagangan dan pariwitasa sehingga sektor inilah yang banyak memberikan kontribusi terhadap PDRB wilayah tersebut. Sementara itu Kota Yogyakarta memilki pangsa PDRB terbesar dari sektor jasajasa yaitu 23,74%
dibandingkan
Kota Semarang sebesar 11,23%
dan Kota
Surakarta sebesar 12,9%. Kondisi ini disebabkan karena Kota Yogyakarta lebih dikenal sebagai Kota Pendidikan dan Kota Wisata sehingga sektor Jasa yang terkait dengan kedua kegiatan tersebut berkontribusi terhadap PDRB di wilayah Y ogyakarta.
59
lndustri Pengolahan
lndustri yang berkernbang di Joglosemer sangat beragam mulai dari iodustri kecil dan rumah tangga hinggis industri besar maupun scdang, Menurut detu
statistik jumlah industri mcnengah besar dan nilai tambah yang dihosilkan dari industri dapat dilih:il pada Tabet 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa jumlah
industri besar dan sedang paling Nl1ylik berada di Kota Semarang dihandingkan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta, Hal ini rnenunjukkan bahwa Kota Semarang sebagei kota industri dicirikan dengan banyaknya industri dan juga panssa PDRB yang paling besar berasal dari industri. Banyak industri di Kola Semarang menjad i
daya tarilc bagi tenaga kerja yang berasal dari wilayah sekjtar untuk mencari nafkah dan tinggal di Kota Serearang sehingga
SOO(IJ'S
tidak langsung wilayah
sekitar akan relatlf tidak berkembang karena dlti.nggalkan oleh penduduk usi11 produk.tif yang pada akhirnya ale.an menurunkan pendapatan di wilayah sekitamya. Hadiroya illdustri di Kota $el081llJl8 mcmbori dampak hogi perkcmbangan wilayah sendiri, hal ini dapat dlllhat dari besarnya nilai tambah yang dlhasilk.an dari sektor ind~tri. Berbeda dengan Kola Surakarta maupun Kota Yogyakarta
yang bukan merupakan dacrah industri maka tidak banyak industri besar dan sedang yang berada di wilayah tersebut dan nilai tambah yang dlbasillcan juga tidak banyak memberi k<>n
f
llanyalm}11
Pc<usohaan
Semarang Sunilwta Ycie1.1\kwta
367 149
39
Tcnago J<.erjo
10....~ 82.616 14.411 034
Up\lll (00() Rp)
lnplll (000
Rp)
9.162.471.420 119.716.3}1 1.085.230.246 R29l.600 134.688.9()4
1.068.362.4%
°"lflut (000 Rp)
Nilai 'l'amb!lh (000 Rp)
14.234.l8U33 1.706.00~.073 171.916.770
~.0'12.IOM 13 (>20.77U27 37.227.806
Sumber : BPS, 2006 Besar kecilnya industri besar dan sedang di Joglosemar pada tahun 2005 tcrlihat dari jumlah tenaga kerja pet unit usaha, tingkat (lCndapatmJ tenaga kerja, rataan nilai tambah per unit usaha dan rataan output per unit usaha dapat pada tabcl 7 bcrikut ini :
&O
Tabel 7. Jurnlah Tenaga Kerja Per Unit Usaha, Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja, Rataan Nilai Tarnbah Per Unit Usaha Wu! Raiaan Output Per Unit Usaha. Jumlah Ten~g3Kerj2
Kot•
Per Unit
usaba (orangl'u~it)
Kola Semanng
22~
Kota S\J!11kJrta
97
Kola Yog~akarta
lmglw
Rarun Nilai
Pm
Tambal! Per tJni1 U~ha(OOO
116
Rp!unit)
12.931 &.304 11.97~
13.820.462 4.166.274 954.559
Rataan Outpot Per L'nit U~aha (000 llplunil)
38.786.324 11.449.698 4.40C.122
Sumber : BPS, 2006 Melihat tabel di ares Kota S~
memiliki jenis indutri besar yang lcbih
benyak jika dihandingkan deagan Kou. Yogyakarla
jumlah inrlustrinya Jebih haoyak jika dibanding.kan
dengan Kota Yogyakart«, namun industri Kota Yogyakarta relatif lebih besar danpada industri di Korn. Surakarta. Mcnonjolny~ industri besar Kut11 Yogy-dkarta tidalc. diimbangi diimbangi dengan tingkat pcndapatan. rataan ni!ai lambah per unit osaha dan rataan output per uait usolia yang tinggi pula,
PendapatanPer Kaplta l'endapatan per kapita di wilayah Joglosemar apabila dillitung berdasarkan total PORB di wilayah tersebut dibagi dcngan jurnlah penduduk, memrejukkan
bahwa secara wnum wilayah Joglosemar memiliki peodapataa per kapita yang cukup tinggi dan ada keceoderungan meningkat setiap tahunnya sepert i yang terlihal pada Tabel 8.
61
Tabet 8. PDRB Per Kapita di Joglosemar Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2004-2005 (dalam rupiah)
PDRB perkapita (Juta Rp) Kot a
2004
2005
-·--
Kola Semarang
10.951.149
11.394.419
Kola Surakarta
7.152.440
7.220.682
9.815.114
10.109.338
Kota Yogyakarta Sumber : BPS, 2006
Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihal bahwa Kota Suntluuta memiliki PDRB per kapita yang paling rendah. Hal ini berarti bahwa Kota Semarang masih mendominasi k.ontribusi perekonomian di Provinsi Jawa Tengah dan Kota
Yogyakarta juga memberi koatribusi
yiuig
besar terhadap perekonomian Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kontribusi yarig besar tersebut menuojukkan bahwa
kedua kola itu merupakan pusat pertwnbuhan yang dapat menimbulkan dampak posicif rnaupun negatif bagi wilayah disekitarnya. Dampak positif yang ditimhulkall misalnya adalah meningkatnya pendapatan masyarakat di wilayah tersebut dan wilayah sekitar yang berbatssan dan menjadi daya tarik ekonomi bagi masyarakat di wilayah sekitar ~angk.an dampak negatifnya bisa bcrupa tidak
meratanya fasilita& pelayanan publik karena lebih bersifat memusat pada pusat · pusat aktivita.~ ekonomi, Sistem dan Slllrana Wilayah Sa111na. Ke-ebatan Fasi/itas kesehatan y~ng ada di wilayah Jo,glosemar meliputi rumah sakit umum, puskesroas, puskesmas pembaotu, rumah bersalin serta poliklinik secara
terinci ada pada label 9. Namun pada umumnya keberadaan fasilitas kcseharan tcrsebut masih belum memadai jika dibandingkan dengan jwnlah penduduk di Semarang, Surakarta dan Yogyakarta apalagi jika diOOndingkan d"ngan luas
wilayah masing-masmg kota tersebut.
62
Tabet 9. Distribusi Sarans Kesehatan di .Joglosemar
Rumah Sakit
Kota
(unit) 20
Semarang Surakarta
Yo!Q11karta Jumlah
Puskesmas (unit}
Puskesmas
Pembaotu (unit)
48 30
40
40
10 l1 41
Rumah Bersalin (unit)
Poliklinik (unit)
-·-
Jumlah (unit)
103
2:SI
27
17
25
16 73
14
23
23
109 87
79
101
153
447
Sumber : BPS, 2006 Sarana Pendidikan Ketersediaan
fasilitas pendidilam
di wilayab Joglosemar dilihat
dari
banyaknya SD, SLTP, SLTA, dan •kademi atnu perguruan tinggi baik sekolsh
negeri maupun swasta dapat dilihat pada Tabel I 0. Label I 0. Distribusi Sarana Pendidikan di Jog)osemar
Kota
SD
SLTP
SMLi
~unit}
{llDit}
{unit)
SMK. {unit)
Akademi/ Univ (unit)
1&.5
99
47
60
Swakarta
713 302
76
68
29
Yogyakarta
249
70
22
1264
331
64 231
31 57 148
Semarang
Jumlah Sumber : BPS, 200<J
98
Jumlah SD terbanyak berada di Kola Semarang yaitu 713 buah. sedangkan
paling sedikjt Kota Yogyulrorta 249 buab. Begitu juga untuk SLTP, SMU, SMK dan Universiras juga paling banyak betada di Kota Semarang. Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pcndidibn, walaupun jumlahnya sedikit namun jika jumlahnya
sarana pcodidikan dibagi Iuas wilayah maka rasionya lebih tinggi
daripada Kota Semarang. Hal ini berani cakupan Jay1111a11 sarana pendidikau di
Kota Yogyakarta Jebih luas dan harnpir merata ke seluruh wilayah kota.
Sistem T ranspe rtasi Kcbcradaan
sistem rransportasi yang mernadai di wilayah Joglosemar sangat
diperlukan untuk mendukung pcugcmbengan wilayah iersebut lennasuk wilayahwilayah sekitar yang berbatasan, Sislem transportasi yang ada meliputi transportasi darat yaitu jalan raya dan lr.ereta api ; transportasi taut dan transportasi udara,
I. Trasporta~i Darat Untuk mendulcung kelancaran arus peaumpang antar daerah di wilayah Joglosernar terdapat berapa terminal anglcutan yang ada dan menghubungkan ketiga kota tersebut dan rnelalui beberepa kabupatenlkota yang berada di sekitar
Kota Semarang, Kota Surakarta ciao Kota Yogyakarta Hal ini menunjukan bahwa intcraksi antar Joglosemar pasti akan berdampak juga terhadap dserah lain karena aksesibilitas berupa jalan yaug akan mengoptimalkan aliran orang maupun barang di wilayah tersebut dan wilayah sekitar.
Se lain me nggunakan jalan raya sebagai salah satu sarana rrarsportasi darat, di Joglosemar juga terdapat li.n1asan jaluc kcreta api yang mcnghubcngkan antara DKl Jakarta, Jawa B31at dan Jawa Timur. Jalur kereta api yang ada di tiga kola itu merupakan jalur yang sangat padat dan strategis karena merupakau aiternatif aliran baraog atau orang sela in mcnggunakan jalan raya
2. Trao1portllSi Lant Wi\ayab Joglosemar didukung deugan jalur trarsportasi Iaur, yaitu melalui Pelabuhan Tanjung Emas yang bersda di Kota Semarang sehingga mempermudah arus aliran barmig inaupun penumpong yang keluar dan masuk ke Kora Semarang. Keberadaan Pelabuhan Tanjung Emas di Kola Semarang sebagai sarana aktivitas arus perdagangan dan arus penumpang, secara tidak langsung rnemperkuat interaksi antara Kola Semarang dcngan Kata Surakar(a dan Kata Yogyakarta dan juga wilayah-wilayah di sekitarnya dalam upaya mendukung kegiatan pendistribnsian serta pemasaran barang-barang hasil produksi dacrahnya ke darah lain.
64
3. Traosportasi Udara Selain transportasi laut, wilayah Joglosemar juga didukung dengan Bandara Udara Ahmad Yani di Kota Semarang, Bandara Udara Adi Sumarmo di Kota Surakarta dan Bandara Udara Adi Sucipto di
Kota Yogyakarta yang
mempermudah arus barang maupun penumpang yang keluar dan masuk ke tiga kota itu maupun ke wilayah sekitamya menjadi lebih efisien. Kebedaraan bandara udara di Joglosemar perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga mampu meningkatkan interkasi antar wilayah. Secara lengkap jaringan jalan dan fasilitas transportasi lain dapat dilihat pada Gambar 14 berik:utini :
PETA JARllGAll JAL.AN DAN FALISITAS lRAHSPORTASt
-
ID
D
IQ
21
-
._.,
a> ..... ..,-. T ...-. • .,.
........-.;t.-.........
....
._.$T-*W8n
I ..... : Pea AdmanJsttn l Pr.cw~.-
.. 41n DJY
'"'" t:nu•
Gambar 14. Peta Jaringan Jalan dan Fasilitas Penunjang TransportasiLainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar
Joglosemar
(Yogyakerta-Solo-Semaraog)
yang dikembangkan
selama ini
hanya meliputi dua kora besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi OIY. Menurut Rustiadi et al. (2006) delinisi konsep kawasan adalah adaDya karaktcristik
hubungan dari fungsi- fungsi dan komronen-komponen
di dalam
suatu unit wilayah, :sehingga batas dan sistcmnya ditentukan berdasark.an aspek
fungsional. Sementara itu Isard (197S) mengatakan bahwa kawasan pada dasarnya bukan sekedar areal dengan betasan-batasan memiliki
tertentu, namun suatu area yang
arti (meaningful) karena adanya permasalahan
di dalarnnya.
Jadi
pengernbangan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi-fungsi tertentu dari saatu wilayah baik itu fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan ktlamamw deugan melihat terkerkaitan antar kawasan
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk meuenmkan
kawasan
kerjasama antar daerah di Kawasan foglosemar perlu ditentulum batasan kawasan
yang didasarkan pada data aliran barang (inflow dan Outflow) tahun 200 I 1111tar Kabul)lllen/Kola
di Provinsi
Jawa
Tengah
dan Provinsi
Daerah
lstimewa
Yogyakarta (DlY) sedangkan data aliran barang di luar Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi
DIY tidak dimasukkan
dalam analisis,
Data alirnn barang yang
digunakan hanya saru tilik tahun yaitu tahun 2001 karena untuk meneotukan pewilayahan Kawasan Joglosemar dihitung dari pangsa aliran barang baik masuk
maupun keluar, maka diosumsikan pangsa aliran barang pada tahun 200 I dan tahun 2006 relatiftidak berubah secara signiflkan. Berilmt
ini
adalah
ha.~il
proses
pewilayahan
Kawasan
Joglosemar
bcrdasarken Daw Aliran Harang antar Kabupaten/Kota :
J.
Peoentua11 pangsa outflow dari dan injlnw ke l
Suraluu111dan Kota Yogyakarta.
Pangsa oafiow darl Kota Semarang dapat dilihat pada gambar berikut ini yang rnengambarkan kekuatan muflow dari Kota Semarang ke Kabupaten/Kuta di Provinsi Jawa Tcngah dan Provinsi DIV.
66
20
-~ e...
DI
18 16
c
E Ill E
14
~0
10
Cl.I II)
':ii::
·c:
12
8
Ill 'D
6
~
s
4
0
2
::J
0
Gambar 1 S. Pangsa outflow dari Kota Semarang ke Kabupaten I Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Pada gambar tersebut terlihat bahwa aliran barang keluar (outflow) dari Kota Semarang yang paling besar menuju ke Kabupaten Dernak sebesar 19,89 % terhadap total aliran barang keluar dari Kota Semarang ke Kabupaten/K.ota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Selanjutnya Kabupaten Kendal yaitu sebesar 10,34 % , Kabupaten Kudus sebesar 8,44 % dan Kabupaten Semarang sebesar 8,3 5 %. Hal ini disebabkan
karena letak wilayah Kabupaten Demak,
Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang berbatasan secara administrasi dan ditunjang dengan fasilitas infrastruktur aksesibilitas jalan yang menghubungkan wilayah-wilayah tersebut. Kabupaten Kudus walaupun secara adimistrasi letaknya tidak berbatasan
namun
karena Kota
Semarang
sebagian
besar merupakan
kawasan industri dan Kabupaten Kudus juga merupakan kawasan industri yaitu industri rokok maka intensitas
aliran barang keluar dari Kota Semarang ke
Kabupaten Kudus juga relatif tinggi. Pangsa outflow dari Kata Surakarta ke Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa
Tengah dan Provinsi DTY dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
67
-
30
~ ~ ~ Ill
25
...
20 .
"'J9
15
...: Ill
::I
0
lt::
-c Ill "O
10
~
-
0
s; ::I
5
0
Gambar 16. Pangsa outflow dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. In.tensitas aliran barang keluar dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY paling besar adalah ke Kabupaten Wonogiri sebesar 31, 29 % terhadap total aliran barang keluar dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Kabupaten Karanganyar sebesar 10,52 %
karena secara administrasi Kota Surakarta
berbatasan dengan wilayah Kabupaten Karanganyar sehingga intensitas aliran barang antar dua wilayah tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain, sementara itu Kabupaten Magelang memiliki kekuatan intensitas aliran barang sebesar 9,92 % karena walaupun secara administrasi tidak berbatasan langsung. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Magelang merupakan daerah pertanian yang subur sementara Kota Surak.arta bukan merupakan daerah pertanian tetapi lebih dominan industri maka terjadi intensitas aliran barang antara kedua komoditi tersebut. Kondisi itu dapat dilihat dari data BPS tahun 2005 luas lahan sawah di Kabupaten Magelang adalah 37.447 ha sedangkan Kota Surakarta hanya 104 ha. Sek.tor industri di Kota Surak.arta sebanyak 149 industri besar dan sedang dengan nilai tambah dari sektor industri sebesar Rp. 620.774.827
68
sedangkan Kabupaten Magelang hanya merniliki 94 industri besar dan sedang dengan nilai tambah sebesar Rp. 292.240.597
(BPS, 2005).
Pangsa outflow dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah dan Provinsi DIY dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
-
~ e;. ~ ]!
~
8' >-
50
40 35 30
s
25
~
20
,,
-
45
"C Ill
15
~
10
0
5
s:J
0
iii
lillla
~~~o
.... ~ . . ......
~ ·~~5
~· ~~~~~~
'!!: 0 ~
_J
·~:lfflO
.0
;:i'I.:.''<(¥'~ Cl<(
Gambar 17. Pangsa outflow dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DJY. Besarnya intensitas aliran barang dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY terbesar menuju ke Kabupaten Demak sebesar 46,64 % , Kabupaten Cilacap sebesar 14,80 % dan Kabupaten Pati sebesar 12,23 % dari total aliran barang keluar dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Tingginya intensitas aliran barang ke Kabupaten Demak dari Kota Yogyakarta disebabkan karena daerah sekitar Kota Yogyakarta seperti Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabuapten Kulon Progo merupakan daerah penghasil kayu yang proses pengolahannya di lak:ukan di Kabupaten Demak.. Sedangkan intensitas aliran barang ke Kabupaten Cilacap disebabkan karena di kabupaten tersebut terdapat pelabuhan laut yang merupakan pintu gerbang distribusi hasil-hasil kerajinan dari Kota Yogyakarta.
69
Langkah selanjutnya adalah menentukan pangsa inflow ke Kota Surakarta
dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dengan basil sebagai berikut : 12
10
~ a... ~ t'Cll
8
.:..:
I! ::I
ti)
J!I
6
0
::.::: QI
"":= 0 -=.5
4
2
Gambar 18. Pangsa inflow ke Kota Surakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Pangsa inflow ke Kota Surakarta paling besar berasal dari Kabupaten Boyolali yaitu sebesar 11,96%.
Urutan berik:utnya adalah Kabupaten Sragen
dengan intensitas sebesar 10,75 % dan Kabupaten Karanganyar sebesar 8,09% dari total aliran barang masuk ke Kota Surak:arta yang berasal dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Ketiga kabupaten tersebut
yaitu Kabupaten
Karanganyar memiliki
Boyolali,
Kabupaten
Sragen dan Kabupaten
kek:uatan intensitas yang lebih tinggi dari pada
kabupaten/kota lain di Jawa Tengah dan DlY karena wilayah tersebut secara administrasi berbatasan sehingga interaksi berupa aliran barang antar wilayah cuk:up k:uat. Selain itu
didukung oleh
menghubungkan wi1ayahtersebut.
aksesibilitas berupa jalan
yang
70
Pangsa inflow ke Kota Semarang dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah dan Provinsi DIY dapat dilihat pada gambar berikut ini : 90 80
~ e;.
70
-
C')
...
60
E w
50
J!I
40
~
I
CIJ
I
ti)
~ w
.;;,:.
~ 0
q::
..=
30 20
10
n fl
n
0 (!)'Cl,~·~<(
....o
'ffi'~'~''-
'Z' z'Q ~· 'zwi<£
•CJ '6"i== ~· ·~·~•_,,<(,
'Z <'-'Cl)'~ <( <(
·o·o
...J°3
z
<(
Gambar 19. Pangsa inflow ke Kota Semarang dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Intensitas aliran barang masuk ke Kota Semarang dari Kabupaten/Kota di Proviosi Jawa Tengah dan Provinsi DIY hanya terjadi pada 4 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan yang paling kuat berasal dari Kabupaten Semarang yaitu sebesar 86,79%. Tiga kota yang lain yaitu Kota Magelang sebesar 5,56%, Kota Pekalongan sebesar 5, 13% dan Kota Tegal hanya 2,31 %. Hal ini disebabkan karena Kota Semarang yang sebagian besar merupakan kawasan industri lebih banyak: mengandalkan pasokan bahan baku atau bahan mentab industrinya hanya berasal dari wilayah sekitar yaitu Kabupaten Semarang. Sementara hanya sekitar 5 % kebutuhan industrinya dipasok dari luar wilayah Kota Semarang yaitu Kota Magelang dan Kota Pekalongan karena sumberdaya yang ada di Kabupaten Semarang mencukupi kebutuhan industri dan pertanian di Kota Semarang. Pangsa inflow ke Kota Yogyak:arta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dapat dilihat pada gambar berik:ut ini :
71
14
-
12
~IQ
10
--
--
-
~ e;.
I
...: !'ii
>.
8'
8
.!
6
> 0
~
~ C1I
...:
:=0
4
.E
2
-
-
-
- -
-
-
'
-
I I
~
I
-
o
,.,
ll ~ D ~ 0,lg,y,~.~·~·O,],~.~.g.o,:,
'~'""'Cll'<('
' 'CJ'
' I
Gambar 20. Pangsa inflow ke Kota Yogyakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Besarnya intensitas inflow ke Kota Y ogyakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY yang berasal dari Kabupaten Sleman adalah 13,61%,
Kabupaten Gunung Kidul 9,39% dan Kabupaten Purbalingga
sebesar 6,94%. Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul merupakan wilayah yang berbatasan secara administrasi dengan Kota Yogyakarta selain itu aksesibilitas jalan yang rnenghubungkan wilayah tersebut menyebabkan interaksi aliran barang rnenjadi lebih kuat dibandingkan dengan wilayah yang lain. Berdasarkan penentuan pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Yogyakarta
yang telah dilakukan, basilnya
dapat
dipetakan seperti pada Lampiran 3 sa.mpai dengan Lampiran 5 untuk rnelihat secara lebih jelas bagairnana pola spasial aliran barang dari dan ke tiga kota tersebut. Untuk melibat indeks kekuatan interak:si antar tiga wilayah tersebut yaitu Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang dilakukan Analisis Faktor
(Factor Analysis) berdasarkan data pangsa inflow dan outflow. Analisis Faktor
72
dari 6 variabel menghasilkan 3 faktor utama yang menerangkan sebesar 71,3
%
variasi total. Angka ini menunjukkan suatu diskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70% seperti yang terlibat pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Pangsa inflow ke dan out.flow dari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kota Semarang. Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % 29,89416 1,79365 29,89416 I 1,79365 54, 12524 3,247514 24,23108 2 1,453865 71,31865 4,279119 17,19341 3 1,031604 Sumber: Data hasil olahan Dengan menggunakan kriteria Factor Loading> 0,7, basil analisis faktor inflow ke Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang dan outflow dari
tiga kota tersebut dihasilkan 3 faktor utama yang memiliki korelasi yang cukup erat dengan variabel yang dianalisis dan dapat dianggap mencerminkan fenomenafenornena yang terkait dengan intensitas aliran barang dari dan ke dari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang (Tabel 12).
Tabel 12. Nilai Factor Loading Tiap Pangsa inflow ke dan out.flow dari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kota Semarang. Variabel Inflow ke Kata Surakarta (X1) Inflow ke Kata Semarang (X2) Inflow ke Kata Yogyakarta (X3) Outflow dari Kata Surakarta (X4) Outlaw dari Kata Semarang (XS) Outflow dari Kata Yogyakarta (X6) Expl.Var Prp.Totl
Factor 1 0,041 -0,052 -0,205 -0,086 0,882 0,937 1,709 0,285
Factor 2
0,836 -0,176 -0,291 0,790 -0, 112 0,049 1,454 0,242
Factor 3 -0,015 0,848 -0,514 0,014 0,340 -0,132
1, 117 0,186
Sumber: Data hasil olahan. Keterangan : angka merah yang berkorelasi nyata. Faktor 1 menjelaskan bahwa wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY mempunyai indeks kekuatan out.flow dari Kota Semarang dan Kota Yogyakarta. Hal ini ditunjukan dari nilai factor loading > 0, 7 yaitu 0,882 untuk out.flow dari Kota Semarang dan outflow dari Kota Yogyakarta sebesar 0,937.
73
Kondisi ini meniclaskan fenomena bahwa Kota Semarang dan Kota Yogyakarta
lebih memiliki kekuatan intcnsaas atau interaksi aliran barang keluar dari kedua kota terscbut ke Kabupaten/Kota di Jawa Teogah dan DIY. Faktor 2 mcnjclaskan bahwa wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY menunjukan indeks kekuatan influw kc dan outflow dari Kota Surakarta, I la! ini ditunjukan dari nilai factor loading> 11,7 yaitu ouJflow dari Kota Surakarta sebesar 0,836
dan inflow kc Kota &lrakarta sebesat 0,790. Kondisi ini
menjelaskan fenomena bahwa Kota Surabrta memiliki interaksi aliran barang masuk dan keloar yang kuat berasal dari Kabupaten/Kota di Jawa T engah dan DIY lainnya. Faktor 3 rnenjelaskan bahwa wilay-4h Kebupateu/Kota di Jawa Tengah clan DIY mempunyai indeks kekuatan itiflow ke Kota Semarang. Hal ini ditunjukan dari nilai factor loading > 0,7 yaitu inflow ke Kola Semarang sebesar 0,848.
Kondisi ini menjelaskan fencmene OOhwa Knta Semarang imensitas aliran 'twang masuk berasal dari Kahupateu/Kota di Jawa Tengah dan DIY lain lebih kuat jika dibandingkan aliran barang yang keluar dari Kota Semarang. Sedangkan indeks kekuaran inflow kc: Kota Yogyakarta rclatiftidak mcnjadi
peociei utama karena rclatif bomogen atau tidak bervariasi. 2.
Anallsis Klustcr (Clu~1er A.n4ilysis) Kawua11 Jogl0&emar Analisis !duster dilakukan dengan meaggunakan data pangsa inflow dari
dan <Jurjlow ke masing-masing Kola Semarang, Kora Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakerta, Hasil analisis klustee adalah scbagai beriknt :
a.
Pangsa inJlow ke dan outflow dari Kota Surakarta dengan anggota kluster
10 Kabupaten'Kote di Jawa Teoga.h yaitu : Kabupaten Cilacap, Kabupatcn Magelang, Kabupaten Doyolali, Kabupaten Ktaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Karanganyar,
J
Sragen,
Kabupaten
Grobogan,
Kabupatcn Blora dan Kabupaten Dc:mak. Gambar basil analisis kluster dapat dilihat di bawah ini.
74
Tree Diagram for 37 Cases Ward's method Euclidean distances
120
100
80
.~ 0 0
x
"'
0
E
60
~ .s
e.
40
20
0
Gambar 21.
b.
Grafik Hasil Analisis Kluster Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Surakarta
Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Semarang dengan anggota k.luster 1 Kabupaten di Jawa Tengah yaitu Kabupaten
Semarang.
Gambar hasil
an.alisis kluster dapat dilihat di bawah ini. Tree Diagram for 37 Cases Ward's method Euclidean distances
100
s~.
l:;z 0
80
60
.s
e.
40
cz
Gambar 22.
C_24C_31 C_6 C_32C_25C_20C_26 C_2 C_36C_29C_11C_27 C_3 C_15C_10 C_7 C_4 C_1 21c19C 18C 33C 30C 23 c 9 c 28C 35C 34C 13 c 5 c 14C_17C_12C 16C_37 c_e
Grafik. Hasil Analisis Kluster Pangsa inflow ke dan outflow Kota Semarang
dari
75
c.
Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Yogyakarta dengan anggota k.1uster 17 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY yaitu : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Blora,
Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul.
Gambar hasil
analisis kluster dapat dilihat di bawah ini. Tree Diagram for 37 Cases Ward's method Euclidean distances
120
100
-.
80
0 0
x "'
0
E 60
32
.E
e,
I
40
I
/
20 I I
0
I
r'l
I
I
<,
~ r1-i rl
c_21 C_32 C_24 C_33 C_27 c_19 c_12 c_s C_13 C_31 C_37 C_17 C_22 C_7 C_35 c_10 C_8 c, ~ C_1 C_28 C_30 C_14 C_26 C_25 C_15 C_20 C_29 C_9 c~ C_36 C_34 C_23 c.e C_11 C_3 C_1~ _18
Gambar 23.
Grafik Hasil Analisis Kluster Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Y ogyakarta.
Kota Salatiga dan Kota Magelang tidak termasuk ke dalam ketiga kluster tersebut, namun karena kedua kota itu berada dalam satu blok atau berbatasan secara administrasi dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang, maka Kota Salatiga dan Kota Magelang dimasukkan ke dalam anggota kluster.
76
Seluruh anggota kluster tersebu1 diatas digabung masuk ke kluster Kawasan Joglosernar sehingga djperoleh pewilayahan sebagai berikut : I.
Kawasan Joglosemar.
2. Daerah Kabopaten/Kota lain di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY yang
memiliki
kekuatan
hubungan aliran barang dengan Kawasao
Joglosernar tetapi relatif terpisah secera administrasi. 3
Daerah K.abupaten/Kota lain di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki kekuatan hubungan aliran ~
dengan Kawasan Joglosemnr relatif
le mah Untuk selanjutnya yang dimak:sud dimaksud sebagai Kawasan Joglosemar terdiri dari 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY yaitu : Kabupaten Purworejo, Kabupalen Won00obo, Kabupaten Magclang, Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Klaren, Kabcparen Sukobarjo, Kabupaten Karanganyar,
Kabupaten Sragen, I
Kahupatcn Gunung Kidul, Kabupaten Steman dan Kora Yogyakarre, i\lasan yaog dlpal(ai menentukan
Kab\lpaten/Kota
tmebut masuk kt llalam Kawasan
Kerjasarna Jogk>scmar adalah ~bagili berikut : I.
Relatif rncmiliki kckuatan interaksi spasial I nlirlUI berang dengan Kota
Ycgyakarta, Kola Swakarta dan Kola Semarang dengan kategori kuat, 2. Berada dalam satu blok kawasan atau bertiatasan secara adminisrrasi
( contigous). Berikut ini peta kawasaa Jogtosemar berdasarkan inteusitas aliran barang dari dan ke .Kabupatcn/Kota di Provinsi Jawa Tengah clan Provinsi DIY.
77
'•
...
..v
,
P'EfA KAWA SAN JOGLOtl!MAR 8ERDAl.llRKAN INTENllTAI ALIRAN BARAN c
Leaena.a:
/'v'
Jelen
C)Oaerah den9tn •nt:sn5'\ll
E3
Kat1H¥1
1em•
Joqlosemar
OHr.ah OtngWI lntan11t.,
Kuat
dJ luor Konuen
'C9
Gambar 24.
Peta Kawasan Joglosemar Berdasarkan Intensitas Aliran Barang Antar Kabupaten I Kota di Jawa Tengah dan DIY.
Pcmusatan
Aktivitas Ekuaomi di Kawasao Joglosem1r
Analisis LQ yang dilakukan 1etbadap Kawasan
kabupaten dan kota yang ada di
Jog\osemar setelah di(enLukan batasan kawasannya pada analisis
sebefumoya, dapat memberikan iniOrmasi tentang pernusatan aklivitas ekoeomi yang ada di wilayah tersebut. lfirarki pemusatan aktivitas ekonorni pada rmsingmasing kabuparen dan kota di Kawa!Sall Joglosemar pada tahun 2005 atas dasar harga konstan lahun 2000 yang dianalisis dengan metode LQ. seperti disajikan secera rinci pada T abel 13. Berdasarkan basil perltitwigan analisis LQ pada tahun 2005 menunjukkan bahwa sektor pertanian sebagian besar memwat di Provinsi Jawa Tengah yaitu
Kabupaten Purworejo, Ksbupaten Wooosobo, Kabupaten Magebng, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaren, Kabupatcn Sukoharjo, Kabupaten Karaaganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, .Kabupaten Blora, Kabepaten Demak dan Kabupaten Ternanggung. &men!ara itu di Provinsi DJY, pemusstan aktivitas juga pada sck.tur pertanian yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul clan Kabupaten Uunung Kidul, Hal ini didukwig oleh data penggunaan lahan tahun
2005, lahan yang digunakan 1111tult kegiatan pertanian khususnya tennama di daerah-daerah yang menjadi sentra produksi padi dan palawija di Provinsi Jawa
Tengan yaitu Kabupaten K.laten yang rnemiliki luas lahan sawah 33.494 ha atau sekitar 51,09 % dari luas wilayah seeara keseluruhan, Kabupaten Sukoharjo memiliki sawah seluas 21.108 ha atau 45,2J % dari hias wilayah. Kabupatcn Sragen dengan luas sawah 39.9.59 ha alaU 42,22 % clari Juas wilayab, Kabupaten Demak memi\iki luas sawah 48.640 ha atlllJ 54,20 % dari luas wilayahnya dan
Kabupetcn Grobogan dcngan luas 63. 729 ba atau 32.25 % dmi luas wilayahnya digunakan
ulltUk pert.anian. Sela in irn terdapat joga kabuparen- ksbupaten di
Provinsi DJY yang juga menjadi sentra produk.'li padi untuk wilayah rersebut yaitu Kabupatcn Bantul dengan luas sawah \5.991 ha atau 31,55 % dari luas wilayahnya dan Kabupaten Kulonprogo memiliki sawah seluas l 0.833 ha atau
18.4& % dari luas v.i,ayahnya secara kesehsunan.
79
uee4esnJad eser ..- " LO M co co r-- c:o co «> LO LO 0> CX> .,... ai ..- co ...- r-~qo~~~~~~~~~~~~~~q~~~N uep ueeMasJad o .,... .,... o o o o -e- o o o ..- ..- ...- o ..- ...- o
CX>
V)
'ue6uena)t
,_ Cl)
e
Cl) Cf)
0
ca ca Ill :::>
.c
00 0 ......
c
c
ca
Cl)
ca
c
Vl Cl)
~ Cl) ~
~
:.a
-"" Cl)
;b dS ~ :g dS ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ l::: C; ~ ~ ~ ooooo~Noooo~oo~o~ooooo~
!Jisnpu1 ~ ':] ~
0
~
~ ~
IC
Cl)
0.. :l .D Cl)
~
ro
(i)
ue11e66Uad uep ' N N C:O LO N . ~ ~~~~~~~~~~~~~ ue6ueqwelJad N o M o ..- ...- ...- o ...- '
O
(0
(')
N
V)
N
c0 o o ro
~~~~~~~~~ o o o ...- ...-
N
OJ
-~
Ci; I
c:
0
UelU8' •ad
· ~
..!IG
Cl)
....
CJ)
V)
CJ)
(0
0
ro ~~~~qo~rn oo..-...-N o~ ' M
ro
CD 0:::
0
:;;;:Q)
0
£l..
Vl
0
c
-
...J
Cl)
Cl) Vl
;:l
8 Q) 0..
:;;,_ Cll
.!::
::r:: M
1)
r
'e-
4:
Cf) I
·o::s
ClO M '
rJ)
~Q) ,_
.D
s
0
z
80
Sektor
pertambangen
Purworejo, Kaboparen
dan
Magelang,
penggallim rcrkonsentrasi di Kabupaten Kabuparen Klaten, Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Karanganyae, Kabupaten Grobcgan, Kabupaten Blora dan Kabupaten Temanggung untuk wilayah di Provinsi Jaws Tengsh scdangkan kabupatcn di DI Y ant.ara lain Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten
Provinsi
Bantu) clan
Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini dapal dijelaskan bahwa daerah-daerah tersebut
merupakan wilayah y11ng memiliki sumber daya alam berupa. sumber bahan galtan yaitu antara Jain pasir clan batu. Misalnya Kabupsten Magela~ dan Kabupaten Klnten meropakan wilayah yang dekat dengan ~unuQS Menq>i yang masih alctif dan meogeluarkan
bahan-bahan biduan secta pasir, Sehingg11 bahan-behan batuan
dan pasir tersebut menjadi somber pengbasilan masyarakat yang berada di sekitar wilayah tersebut. Sektor
Industri
pemutasan
aktivitasoya
terkonsentrasi
di
Kabupaten
Sokoharjo, Kabupaten Karangaayar, Kabupaten Semarang, Kota Surakarta clan Kola
Semarang.
Kabupaten Sukorajo indl.lStri yang berkemeang adalah industri
makaaan, miDuman, clan tembakau, intlustri leksti~ barang kulit dan alas kald serta
industri bareng kayu dan basil hutan. lndustri yang berkernbang di
Kabupeten Kai:B11ganyilr ndalab industri makanan, minuman, dan tembakac, industri
teksll,
barang kulit clan alas kaki. J
banyak
dikembangkan industri makanao, minuman, dan rembskau, industri teksl], barang kulit don alas kaki, industri bcuang kayu d(IJI htlsil hultlll lninnyn, industri kcrtas
dan barang eetakan, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri semen dan barang bukan logsm, iodustri logiim dasar besi dan baja. iudustri alat aog.kutan, rDtlsin daa peralatan, scrta industri barang lainnya. lndustri yang dikemoangkan
di Kola Surakarta
ada.bh industri makanan, minuman, dan
tembakau, industzi teksil, barang kulit dan alas kaki, industri kertas dan barang cetakan, industri pupuk, kimia, dan barang dari ~ Sedangkan
dan industri barang lainnyli.
indsutri yang berkembang di Kota Semarang juga cukup bervariasi
yaitu industri makansn, minwnan dan tembakau, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, iodustri pengolahan kayu, bambu, rotan, rurrput dan sejenisuya, industri pengolaban barang dari kertas, perceeakan, dan penerbitan, imustri pcngolahan kimia dan barang dari kimia. iodustri pengolahan bahan galian bukan log:irn,
81
indus1ri pengolahan logllm dasar, industri mcsin dan peralatannya serta industri lainnya, Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan terkonsentrasi wilayah Provinsl Jawa Tengah terulama di Kabupaten Wo11osobo, K.obupatcn Magelaog, Kabupaten Grobogan, K.abupaten Blora, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan wilayo.h Provinsi DIY di Kabupaten Kulon Progo, Kabapaten Bsntul, Kabupaten Sleman dan Kora Yogykarta. Hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk
sektor ini lehih terkonsemrasi di wilayah yang berada di perkotaan katena wilayah urban {perkotaan) lebih banyak berkembang sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di bandingkan wilayab rural (pcrdcsaan). Sub sektor bank, lembaga keuangan non bank, sewa llangunan dan jasa perusahaan biasanya mendomiDasi pemusatan aktivitas ekonomi di wilayah perkotaan, sementara itu sub sektor lembaga keuangan non bank dan jasa pellllnjang keuangan lebih memusat di
wilayah perdesaan, Sektor jasa-jasa terkonsentrasi
di Kabupaten Purworejo, Kahupaten
Magelang, Kabupaten Klateo. Kabupaten Grobogan, Kabupa.ten Temanggung,
Kota .Magclang, Kora Salanga umuk wilayah Provinsi Jaws Tengah dan seluruh kabupa\enlkota di Provinsi DJY yaitu 'Kabupatcn Kulon Progo, Kabupaten BantuL Kabepaten Gunung Kidul, Kabupeten Slemao dan Kora Yogyakarla.. Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa wilayah perl
hiburan dan rekreasi sena jasa perorangan dim rumah ~ga.
Setneutara itu untuk
wilayah perdesaan sektor jasa disumbang dari aktivitas sub sektor jasa pcmcrintaha.n dan sosial kernasyarakatan. K.ondisi yang menari.k adalah
sektor
pertaaian,
pertarnbangan
dan
penggalian serta sektor industri rnemusat aktivnasaya secara bersarna-sama di .Kabupaten Sukoharjo dan Kabepaten
Karanganyar. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa kcdua wilayah tcrsebut memiliki potensi pengembangan di tigll scktor itu, narnun juga bisa berdampak negatif bahwa sektor industri yang tumbuh di wilayoh itu akan mendorong terjadinya konversi lahan pertanian kc industri
82
sehingga pada masa yang alcan datang la:dua kabupaten itu aktivaas ekonominya
al:an berubah Bcrdasarkan
hirarki
pemusatan
aktivuas
ekonomi
lcabupat.en/kota di
Kawasan Jugkssemar tersebut, maka dilakukan analisis lnnjuton menggunakan
Analisis Faktor (Factor Analysis) untuk Jl!Clihat gabungan pemusatan aktivitas ckonomi
di
Kawasan
Joglosemar
yang
selanjutnya
akan
ditentukan
pengelompokkan masi.11g-1nii.~ing sektor berdasarkan basil analisis sehingga dapat diketahui pemusatan aktivitas ekonomi yang menonjol dan dipetakan sehingga
dapat diketahui
kelompok-kelompok pemusatan masing-masing sektor dan
rnehhat interaksi spasial masing-masing kabupetcnlkot11 di Kawesan Joglosemar. Proses Anslisis Faktor (Factor Analysis) terbadap PDRB atas dasar barga konstan tahun 2000 kabupaten/kota di Kawasan Joglngemar mengha.~ilkan 1 (tiga) faktor utama yang merupakan kcmbinasi linier dengan wriabel aslinya yaitu 9
(scmbilan) variabel yang bersifat bebas, Ke-tiga fakt.or utam3 ini mampu menielaskan keragaman data sebesar 89,6 % yang rnerupakan nilai akar ciri (eigenvalue). Angka ini menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena Dilai akar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 14).
Tabcl 14. Nilai Ei1:cnval11c Tiap Faktor Pemusatan Aknvitas Ekonomi
Eigenvalue
% Total variance
l
2.665273
44,42121
2
J ,605656
26, 76093
3 l,105002 Sumber : Data hasii olahan--
1~.4167
Cumulative Eigenvalue 2,665273 4,270929 S,375931
Cumulative% 44,4212 t 71,18214 89,59885
Deegan menggunakan kreteria Factor Loadi11g > 0.7 basil anahsis faktor
dari 9 variabel sektor dalam PDRB, tcrdapat 6 vanabel sek:tor ynng mcmiliki pengaruh dirumuskan
nyata terhadap
variabel
baru. Ke-enam
variabel
tersebut
dapat
dalam 3 faktor utama dan mcmilik! korelasi cukup kuat dengan
variabel yang diauahsis (Tabel 15).
83
Tabel 15.
Nilai Factor loading Tiap Variabel lndikator Pemusatan Aktivitas Ekonomi Factor
Variabel Diskripsi Pertanian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Expl.Var Prp.Totl
l
-0,84 0,)4 0,89 -0,07
0,89 0,50 2,56
0,43
2 0,26 -0,94 0,03 0,03 0,31
0,74 J ,61 0,27
3 0,36 -0,20 0,16 -096 0, 14 -0,26 1,20 0,20
Sumber: Data basil olahan Keterangan : angka merah yang berkorelasi nyata.
Faktor 1 merepresentasikan sekitar 43 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah PDRB sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Antar variabel penciri utarna pada faktor 1 berkorelasi negatif, dimana semakin besar PDRB dari sektor listrik, gas dan air minum serta sektor pengangkutan dan komunikasi di Kawasan Joglosemar, maka PDRB sektor pertanian akan semakin rendah dengan koefisien antara 0,84 sampai 0,89. Hal ini menunjukkan bahwa antar sektor pertanian dengan sektor pengangkutan dan komunikasi tidak sating terkait artinya bahwa basil-basil pertanian di Kawasan Joglosemar lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri daripada di kirim keluar sedangkan sektor listrik, gas dan air minum juga tidak mendorong sektor pertanian di Kawasan Joglosemar karena basil pertanian langsung dijual kepada pembeli tanpa melalui proses pemberian nilai tambah melalui sektor industri yang berbasis pada pertanian. Faktor 2 merepresentasikan sekitar 27 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah PDRB sektor industri dan PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Antar variabel penciri utama pada faktor 2 berkorelasi negatif, dimana semakin besar PDRB keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Kawasan Joglosemar, maka PDRB sektor industri akan semakin kecil dengan koefisien korelasi antara 0,74 sampai 0,94. Secara 1ogis fenomena tersebut menunjukkan
84
bahwa
di
Kawasan
pertumbuhan
Joglosemsr
telah
tetjadi
spesialisasi
lokasi
artinya
PDRR sektor industri tidak se.)alan dengan pcrtumbuhan PDRB
sekror keuangan, persewaan dan j3Sa perusahaan l:arena perkembangao sektor
industri berada di lokasi yang berbeda deagan sektor kcuangan, persewaan clan jasa perusahaan. Kondisi ini menunjukan terjadi pergeseran lokasi sektor industri dan sektor kcuangan, persewaan dan jasa perusahaan. sehingga perkembangan
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan didukung oleh sektor lain di luar selctor indu.~tri, begitu pula sebaliknya, Faktor 3 merepresentasikan sekitar 20 % dari keragarnan data. Variabel penciri utamanya edalah PDRB sektor perdagangan, hotel dan resteran, Faktor
loading bertanda negatif berarti semakin besar skor ini pada faktor ini, semakin kecil PDRB sektor perdagangan,
hotel dan restoran di Kawssan Joglosemar
dengan koefisien korelasi 0,96. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangao,
hotel dan restoraa di Kawasan Joglosemar masih berpotensi unluk ditingJcatkan sebagai salah satu sumber peodapatan daerah di leawasan ini dan juga akan
(1J<::ugerakkan sektor-sektor yang laio. Berdasarkan nilai kcmponen ooma yang salah sstunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan menggwiabm
analisis kelompok (cluster analysis)
dengan metode K-M~ans wituk meminimumkan
keragaman di dalam kelompok
dan memaksimumkan keragarnao amar kelompok. Berdasarkan dua fuktor utama
yang dipercleh dari analisis
kolllp(\~
utama didapatkan 3 (tiga) kelompok besar
kabuparen/kota di Kawasan Joglosemar dq:m
karakteristikoya masing-masing
sepcrti dapat dilihat pada Gamber 25.
Untuk menentukan batas menggunakan kriteria jarak terkecillterdekat dari hasil analisis klaster (I, 1) korakteristik pusat klaster dapat dikategorikan kedalam : I) ?; 1.1 dianggap tinggi; 2) -1,1 sarnpai 1,1 dianggap sedang; Win 3) :;: -l.I disnggap rendah, untuk tiap rataan variabel pencirinya.
Gamber 25 memperlihatkan perbedaan karalcteristik antara ketiga kelompok kabupateo/kota yang menggambarkan nilai tengah dari sctiap faltor utana untulc
masing-rnasing kelompok.
mas iog faktor ke lo mpok,
utarna
Nilai tengah rertinggi dan terendah untuk masing-
Win menjadi karakteristik pembeda dari masing-masing
85
Berdasarkan hasil analisis gerombol yang menggunakan data faktor skor (lampiran 5) menghasilkan 3 (tiga) kelompok wilayah. Dari hasil analisis tipologi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa di tiap wilayah ada yang memiliki tipologi wilayah tinggi, sedang atau rendah.
Plot of Means for Each Cluster 3,0 -----~---~~----~------, 2,5
a
2,0 1,5
... _,_ ....
1,0
-
-
-
-
-
-
-·-
-
a ... ,
0,5 »,
0,0
•
. -,
-0,5 -1,0 -1,5 -2,0
Factor
Factor
Factor
Variables
Garnbar 25.
Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Pemusatan Aktivitas Ekonomi di Kawasan Joglosernar
Kecamatan-kecamatan yang terdapat dalam wilayah tipologi I merupakan wilayab dengan karakteristik PDRB sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minurn, serta sektor pengangkutan dan komunikasi sedang. Hal ini secara logis menunjukkan masyarakat di wilayah tersebut aktivitas ekonominya antara sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor pengangkutan dan komunikasi memberi kontribusi pada pendapatan daerah walaupun tidak begitu besar.
86
Kecamatan-kecamatao yang masuk tipologi II, merupakan wilayah yang karaktcristik. PDRB sektor hstnk, gas dan air minum, serta sekior pengangkutan dan komunikasinj« tinggi, tetapi PDRB sektor pertaniaunya rendah.
Hal ini
secara logis menunjukkan wilayah tersebut biasanya mempaluu1 daeah J)C'I\:otaan dimana aktivitas ekonomi yang menonjo1 ad alab sektor listnk, gas dan air minum, serta sektor pengangk11t811 dan komunikasi. Kecamatan-kecamatan yang tennasuk dalam wilayah tipologi III merupakan kabupat~nllcota di kawasan Joglosemar dengan karakteristik PDRB sell.Lor kcuangim, pecsewaan dan jesa tinggi tetapi PDRB sektor indumi rend.ah. Hal ini secara bgis menunjukkan ~arakut
di wilayah tersebut sangat
kollSUJl\tif dan pengembangan industri kurang sesuai karena : bentangan wilayah yang kwang luas, kepadatan penduduknya rendah, dan ketersediaan swnberdaya alamnya kurang mendukung sehingga jika mdustri di kembangkan di daerah tersebut kurang bisa menjadi motor penggerak utama perekonomian daerah di masa yang akan datang. Berdasarkan basil ana\isis kelompok diatas malca kmakteristik dari tiga kelompok tipologi pemusatan aktivitas sektor ekonomi di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16. Ha.•il Analisis Klaster Pemusatan Aktivitas di Kawasan Joglosemar Tipologi I
Kelompok
Kabupaten/Kota Kah. Punvorejo Kab. Wonosoho Kab. Buyolali
Kab. Magelang Kab. Sragen Kab, Grobogan Kab. Blora Kilb. Demak Kab. Ternanggung Kab. Kulon Progo Kab. Bantu! K.
Kanikteristik Wibyab.
PDRB sektor pertanian, ..sektor listrik, gas clan air minum, sena sektor pengangkutan dan komwiikasi scdang
87
Tipologi II
III
Kelompok Kabupaten/Kota Kota Magelang Kota Salatiga Kota Yogyakarta Kab. KJaten Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Semarang Kota Surakarta Kota Semarang
Karakteristik Wilayah karakteristik PDRB sektor listrik, gas dan air minurn, serta sektor pengangkutan dan komunik:asinyatinggi, tetapi PDRB sektor pertaniannya rendah PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa tinggi tetapi PDRB sektor industri rendah
Secara spasial hirarki pemusatan aktivitas sektor ekonomi di Kawasan Joglosemar dapat digambarkan sebagai berikut : PETA HIRARKI PEMUSATAN AJ<TIVITAS SEKTOR EKONOMI OI KAWASAN JOGL08EUAR
10
0
tO
21)
l
O
011n1h Pu.. Pt1U11iln
• ~~=:'i ~~~.',',:."
• == ~.u:'
Sfl
Sumber: Oats PORS ,,,,.,... Tanoan & DfY T•huu 200 HHIJ Anailsls LO dan An ..... Ktut•
umu Per.,c1nun Wby111 '' scaurjana 2007
.
· PI
;,.
Gambar 26. Peta Hirarki Pemusatan Aktivitas Ekonomi di Kawasan Joglosemar.
Konfigunsi Spasial Tipok>V Willtyah di Kawasan Joglosemar
Analisis t ipu !ugi wilayah kccamatan-kocaniatan di Kawasan Joglosemer dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama dllakukan analisis kompooen utama (PCA) terhadap variabel-variahel terpilih yang diasumsikan mampu menggarnbarkansena menjelaskan karakteristik kecamatan-kecamatandi wilayah
Joglosemar. Data yang digunakan berasal dari Podes ST 2003, Po
terdiri dari 83 variabel penje las yang dikelompokkan Ice dalam 7
(lujuh) i.11deks komposit, yaitu (I) kinerja pembangunan ekonorni daerah, (2) sumberdaya alam., (3} sumberdaya IJlll1lllSia dan sosiiil. (4) aktivltas ekonomi, (5) pengendalian ruang, (6) penyediaaa infrastmhuT d.an tilsilitas publik, dan (7) ptmganggaran belanja daerah. Berbagai variabel dasar yang merupakan indeks komposit selanjutnya disederhanakan dengan menggullllkan Metode Aiialisis Komponen Utama (PCA) rnenjadi 44 variabel penjelas.
Pewilayahao da.D Tlpologi Kinerja Pembanganao Ekonomi Daerah Vanabel dasar ynng dikelompokkan ke da1am indeks komposit kinerja pem'oangunan ekonoml daerah penting untul menduga feoomena, sekaligus
memabami struktur dan me\ibat hublmg,an antar variabel di wilayah stwii. Hasil analssts komponen utema (PCA) dapat dilihal n.ilai eigenvalue pada tabel 17 dan nilal faktor loading pada tabel 18. Tabel 17 diperlihatkan bahwa
pengelompokan kecamatan-kecamataa di Kawasan Joglosemar berdasarkan tipologi kinerja pembangunan ekonomi daerab,
sebenarnya cukup dilakukan
dengan merggunakan 2 fuk.1or yaitu faktoc I hingga faktor 2.
Kedua faktor
tersebur secara total dapat menernngkan sebesar 68,7 % varlasi total. Hal ini menunjuldan bahwa pengelompokan kecamatan yang dilakukan bcrdasar faktor-
faktor pembentuk lipohigi kiilerja perobaoguran ekonomi daerah mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 68, 7 % terhadep variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor utarna lainnya tidak
&9
digunakan dalsm klasifikasi kareaa mempunyai kemampuan yang cukup reodah dalarn menerangkan variasi total atau lebih rendah dari komribusi rata- rata setiap
variabel terhedap varian total.
Tabet 17. Nilai .l!.'igenvalue Tiap Faktor Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah Eigenval -,-·-· 2
UC
% T oial variance
1,032242 1,028383
34,408-07 34,27942
Cumulative Eigenvalue 1.032242 2,0606~5
Cumulative% 34,40807 68,6&74!1
Sumber : Data hasil olahan Berda$atkan kriteria Factor Loading> 0,7. hasil PCA deri 3 variabel ki.oerja
pembangunan ekonomi daerah, terdapat 2 variabel yang merniliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-dua variabeltersebut dapat dirurnuskan dalsm 2 faktor utama yang memiliki korelasi yang cukup erar dC!ll;:M variabel yang dianalisis dao dapa\ dianggap menc.erminkan renomena-fi:nomerui yang terbit dengan kinerja
pcmbangunan ekonomi daerah, (tabel 18). Faktor I merepresentasikan selitar 34,4 % dari keragarsan data. Variabel
penciri utamanya : tingkat kemiskinan prssejahtera dan sejahtera I (Kpe I) dan faktor tersebut merepresentasikan variasi tingkat kemiskinan prasejahtera dan sejaraera
l antar daerah . karena lilktor loadingnya bertanda negatif' berarti
semakin besar skor suatu daerab pada filklor ini, semakin kecil tingkat kemiskinan prasejahtera dan sejahtcra I di Kawasan Jogbsemar dengan koefisien korelasi sebesar 0, 77. Faktor 2 merepreseraesikan sekit.ar 34,3 % dari keragaman data, Variabel penciri etamanya adalah pangsa PAD dalam total pendapatan daerah di Juar sisa anggaran (Kpe 3) clan faktor tersebut merepcesearasikan variasi pangsa PAD dalam total peodapatan daerah di luar sisa anggaran antar daereh, karena faktor luadingnya bertanda positif berarti semakin besar skor suaru daerah pada faktor ini, semakin meningkat pangsa PAD dalam total pendapaten daerah di Kawasan
Joglosemar dengan koefisien koreasi sebesar 0,83. Variahel tingkat kemiskinan prasejatera dan sejahtera J (Kpe 1) dan varisbel pangsa PAD dalam total pendapatan daetah di luar sisa anggaran
(Kpe 3)
direpreseruasikan dengan faktor yang berbeda maka kedua variabel tersebut tidak
90
ada kaitannya satu sama lain (i.ndependen).
Namun dernikian, variabel tingkat
pengangguran terhadap jumlah penduduk (Kpe 2) relatif memiliki faktor loading cukup besar pada fak.tor 1 (Tingkat kemiskinan prasejahtara dan sejahtera I) dan faktor 2 (pangsa PAD da]am total pendapatan daerah di luar sisa anggaran). Secara logis ha! ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kemiskinan di Kawasan Joglosemar berkaitan dengan tingkat pengangguran di kawasan tersebut. Pada era otonorni daerah
mendorong setiap daerah di Kawasan Joglosemar
berlomba
memacu P AD-nya yang berimplikasi pada kegagalan penanggulangan kemiskinan dan perluasan pengangguran.
Tabel 18. Ni1ai Factor loading Tiap Variabel Indikator Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
Kode Kpe 1 Kpe2 Kpc3
Factor
Variabel Diskripsi Tingkat Kemiskinan Prasejahtera dan sejahtera l Tingkat pengangguran terhadap jumlah penduduk Pangsa PAD dalam total pendapatan daerah di luar sisa anggaran
0,65
2 0,29 0,50
-0, 11
0,83
1,03
1,03 0,34
-0,77
Expl.Var
Prp.Totl Sumber: Data hasil olahan Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata.
0,34
Setelah didapatkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan
analisis
lanjutan
menggunakan
analisis
analysis) dengan metode K-Means untuk meminimumkan
kelompok
(cluster
keragaman di dalam
kelompok dan memaksimumkan keragaman antar kelompok.
Berdasarkan dua
faktor utama yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 (tiga) kelompok besar kecamatan
di Kawasan Joglosemar
dengan karakteristiknya
masing-rnasing seperti dapat dilihat pada gambar 27. Berdasarkan kriteria jarak terkecil/terdekat dari basil analisis klaster ( 1 , 1) karakteristik pusat klaster dapat dikategorikan kedalam : I) 2'.: l, 1 dikategorikan tinggi; 2) 1, 1 sampai -1, 1 dikaregorikan sedang S -1, l dikategorikan rendah, untuk tiap rataan variabel pencirinya Gambar 27 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok kecamatan
yang menggambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk
91
masing-rnasing kelompok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masmgmasing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari masing-masing kelornpok. Plot of Means for Each Cluster
5 4
3 2
0
cr--
-1
-----------------------
-2 -3
L------~------~------' F2
F1
-o-- Cluster 1 -a· Cluster 2
·--·
Cluster 3
Variables
Gambar 27.
Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
Berdasarkan hasil analisis gerombol yang menggunakan data faktor skor yang dihasil dari analisis faktor menghasilkan 3 (tiga) kelompok wilayah. Dari basil analisis tipologi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa di tiap wilayah ada yang memilik:i tipologi wilayah tinggi, sedang atau rendah. Kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar yang terdapat di wilayah tipologi I merupakan wilayah dengan karakteritik memiliki kapasistas fiskal yang lebih baik jika dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kawasan Joglosemar. Hal ini secara logis menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat di kecamatan-kecamatan dengan kapasitas fiskal yang baik mampu menggali sumber-sumber
pendapatan
daerah
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan
pembangunan di wilayah tersebut. Kecamatan-kecamatan yang masuk tipologi II, merupakan wilayah dengan tingkat kesejahteraan rnasyarakat tidak begitu baik tetapi memiliki kapasitas fiskal yang lebih baik walaupun belum bisa dikategorikan tinggi. Hal ini secara logis
92
menunjukan
bahwa wilayah-wilayah
kesejahteraan
masyarakat
dengan karakteristik
seperti itu tingkat
masih mungkin di tingkatkan dengan peningkatan
kapasitas fiskal di kecamatan-kecamatan
tersebut.
Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam wilayah tipologi III merupakan kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar dengan kapasitas fiskal dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sedang. Hal ini menunjukkan
babwa wilayah
dengan tipologi tersebut merupakan kecarnatan-kecamatan dimana sebagai besar penduduknya tinggal di perdesaan dan mata pencaharian. utamanya dari sektor pertanian sehingga pendapatan masyarakat maupun pemerintah sebagai besar dari berasal dari sektor-sektor primer. Berdasarkan
hasil analisis kelompok diatas maka karakteristik dari tiga
kelompok tipologi wilayah kinerja pembangunan ekonomi daerah di Kawasan Joglosemar
dapat dilihat pada lampiran 9 dan dipetakan seperti pada gambar
berikut. ~£ l(IUfRJA
u:
KOJ1flGU~4it SP"-SIAL 11fU3MJ!}UrJAQ UiOUOl.l'IJOAt:RM
DI KAWASAU JOGL0$Er,,A.A
A 10
0
10
20
KUomt-tKt Le good a
/ '..
Jalon
TipoJogj Tipologll Tlpologl II
CJ -
Tl1><1lol!llll
Sumber: Dala Podes ST2003& SE2006 Hull Anallll• Klaster llmu P..-enc•nun WH&y•h •
Pnc•Utf•M - IPB 2001
.· S.r.tJUOf A lllDOllE SIA
Keterangan : Tipologi I
Tipologi II Tipologi Ill
Gambar 28.
.
: Tingkat kerniskinan rendah, kapasitas fiskal daerah tinggi. : Tingkat kemiskinan cenderung rendah, kapasitas fiskal daerah sedang. : Tingkat kemiskinan cenderung tinggi, kapasitas fiskal daerah sedang.
Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
93
Pewilayahan dan Tipologi Sumberdaya Alam Proses analisis komponen utama terhadap tipologi sumberdaya alam di kecamatan-kecamatan Kawasan Joglosemar menghasil.kan 3 (tiga) faktor utama yang merupakan kornbinasi tinier dengan variabel aslinya (14 variabel) yang bersifat saling bebas. Ke-tiga faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 84,15 % yang merupakan nilai akar ciri (eigenvalue). Angka ini menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 19).
Tabel 19.
Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Sumberdaya Alam Eigenvalue
% Total variance
1 2,244726 2 1,566656 3 1,23752 Sumber : Data hasil olahan
37,4121 26,11094 20,62534
Cumulative Eigenvalue 2,244726 3,811382 5,048903
Cumulative% 37,4121 63,52304 84, 14838
Berdasarkan kriteria Factor Loading > 0,7 basil PCA dari 14 variabel sumberdaya alam, terdapat 6 variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-enam variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 3 faktor utama dan merniliki korelasi cukup erat dengan variabel yang dianalisis (tabel 20).
Tabet 20. Nilai Factor loading Tiap V ariabel Indikator Sumberdaya Alam
Kode Sda 1 Sda2 Sda 3 Sda 5 Sda 6 Sda 11
Variabel Diskripsi Pangsa areal berdasarkan topografi datar Pangsa areal berdasarkan topografi berbukit Pangsa areal berdasarkan elevasi 0-500 m Pangsa areal berdasarkan elevasi 1001-1500 m Pangsa areal berdasarkan elevasi 1501-2000 m Indeks diversitas entropy jenis tanaman pangan dan hias
Expl.Var Pq~.Totl Sumber : Data hasi1 olahan Keterangan: Angka merah yang berkorelasi nyata.
0,93 -0,24 0,87 -0,20 -0,02 0,21
Factor 2 -0,25 0,86 0,28 0, 11 0,01 0,81
3 -0,07 0, 17 -0,17 0,89 0,93 -0,02
1,76 0,29
1,57 0,26
1,72 0,29
1
94
Faktor l
rnerepresentasikan selcilar 29 % dari keragaman data. Va:riabel
penciri utarnanya : pangsa areal berdasarkan topografi datar (&la I) clan pangs.a areal berdasarkan elevasi 0-500m (Sda 3) Antar vsriabel penciri utama di faktor I berlcorela~i positif, dimana semakin luasnya pangsa areal berdasarkan elevasi 0 m - 500 m di suatu wilayah maka pangsa areal berdasarkan topografi datar di wilayah tersebut semakin luas, dengan koefesicn
korelasi
aritara 0,87
sampai 0,93.
Faktor ini dapat
dianggap
mencerrninkan fenomena-fenomena yang terkail dcngan kiner.)a sumberdaya alam. Faktor 2 mercpresentasikan
sekitar 26 % dari keragaman data. Variabcl
penciri utamanya adnlah pangsa areal berdasarkan topografi berbulc.it (Sda 2) den indeks dlversitas entropy jenis tanarnan pangao dan hias (Sda l 1 ).
Anter variabel peociri utarna di faktor 2 berkorelasi l)(ISitif, dimana semakin beragam jenis tannman pangan clan hias maka pangsa areal berdasarkan topografi berbukit di wilayah tersebut akan semakin Iuas, deogau koefisien korelasi antara 0,81
sampai 0,86.
Hat ini disehablcan karcna dengan semakin banyak jenls
tanarnan pangan yang didalwnnya termuuk jenis sayuran dan t.anaman hias yang
sebagian besar diusahakan dJ tcmpal dcngan wpvgni.fi yang berbukit karena kedua
jenis tanarn.an tersebui lebih cocck dan dapat tumbuh dengan bai\r.. Faktor 3 rnereprescntasikan
seldtar 29 % dari kerngaman data. Variabel
penciri utamanya adalah pangsa areal berdasarkan elevasi 1001 m - 1500
111
(Sda S) dan pangsa areal berdasarken elevasi 150 I m - 2000 m (Sda 6 ).
Antar variabcl pct>Oiri utarra di fuktor 3 berkorelasi positif, dirnana semekm lu.as paogsa areal berdasarkan elevssi I 00 I m - DOO m di suatu wilayah meka pangsa areal berdasarkan clcvasi I 501 m - 2000 m di wi layah tersebut semakin luas, dengan koefesien korelasi antara 0,89 sampai 0,93.
Berdasarkan faktor loading dapat diperoleh informasi bahwa pangsa areal berdasarkan topografi relatif tidak terkait (independen) dengsn pangsa areal berdasarkan ketinggian atau elevasi dan iodcks div«sitas entropy jcnis l&lllman
pangan dan bias, iodeks diversitas entropy jenis tanaman perkeburan, indcks diversicas entropy vegetasi hutan dan indeks diversitas entropy jenis ternak. Narmm pangsa areal benl.a~orlum ketinggian berkailan deug1111 indeks urversitas
jcnis tanaman pangan, hias, pekebunan, vegetasi hotan dan temak. Hal ini dapat jelaskan bahwa ketinggian tempat seatu wilayah al:an mempengaruhi keragaman jenis tanaman, vegetasi hman dan jefii$ ternak kaecra kondisi ini berkaitan dengaa tumbu h dari tanaman dan ternak sehingga dapat rnengbasi lkan
persyaratan
produksi yang optimal. Setelah didapatkan nilai koroponen utama. yang sa\ah satunya berupa nilai skor, dilakukan
analisis Janjutan menggunakan analisis kelompok
(cluster
analysis) dcngan meto
kelorapok dan memaksimuu1kan kcragaman antar kelompok. Berdasarlcan dua falctor urama yang diperolea dari analisis komporen uta.ma didapatkan 3 (tiga) kelompok
besar kecarnstan di KswasaD Joglosemar dengan karakteristiknya
masing-masicg seperti dapat dilihat pada Gambar 29 . Berdasarkan kriteria jarak tetkecil/terdekat dari hasil analisis klaster (1,1) karakteristik pusat klaster dapat dibtegorikan .kedalam : 1) > l dikategorikan tinggi; 2) I sampai -I diketegorikan sedaag ; :S-1 dikategonbn reodah, unruk riap
rataan variabel pencirinya_ Gambar 29 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok kecarnatan yang rocoggambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk ma~iug-masing kelompok. Nilai umgah teninggi dan tererdah untuk masingmasing faktor utama alcan merijadi k~nilcreri
yang dihasilkan dari analisis faktor menghasiBwl 3 (tiga) kelornpok wilayah. Dari basil analisis tipolog] yang dilakukan. dapst diketahui bahwa di tiap wilayah ada yang memiliki cipo log i wila yah tlnggi. sedimg aiau rendah.
Kecamatan-kecematan
yang terdapat di wilayah tipologi I merupaka.n
wilayah kecamatan di Kawasan Joglosemm: dengan karakteristik sumbe:rdaya alam berupa wilayah dengan topograf datar dan bc:rada di dataran rendah. Hal ini menunjullan
bahwa sebagian besar wilayah di Kawasan Joglosemar berada di
daerah datar dengan iopografi datar dan sebagian besar digunakan penduduk untuk sekior pertanian tanaman paagan dengan irigasi teknis.
96
Plot of Means for Each Cluster
2,5
..------.-------.------r------,
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0 O'.
-0,5
if----
-1,0 ~ -1,5 '--~--~------'-----~---~ F1 F2
Cluster1
-o- Cluster2 F3
• · -o- · Cluster 3
Variables
Gambar 29 . Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Sumberdaya Alam Kecamatan-kecarnatan yang masuk tipologi II, merupakan wilayah yang berbukit dan indeks diversitas entropy jenis tanaman pangan dan hiasnya cenderung rendah. Hal ini secara logis dapat dijelaskan bahwa wilayah-wilayah berbukit lebih banyak digunakan oleh penduduk untuk pengembangkan petemakan khususnya ternak besar dan kecil. Kecamatan-kecamatan yang masuk dalam wilayah tipologi III merupakan wilayah yang berbukit dan indeks diversitas entropy jenis tanaman pangan dan hiasnya tinggi. Hal ini menunjukan bahwa kecamatan dengan topografi berbukit banyak digunakan oleh penduduk untuk menanam sayur dan tanaman bias sehingga indeks diversitas entropy jenis tanaman pangan dan hiasnya juga tinggi. Berdasarkan basil analisis kelompok diatas maka karakteristik dari tiga kelompok tipologi sumberdaya alam di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada lampiran l 0 dan dipetakan seperti pada gambar berikut.
97
PETA KONAGURASI SPASIAL SUMSEROAYA ALAM OIKAWASANJOGLOSEMAR
i\ 10
0 10
21)
Le!l"fldo -,
/ Jetan
Tlp<>logl D llpo10911 D 1ipo109111 Tipologl lH
m
Sumber: Oata Podes ST2003 & SE 2006 Hull Analiti• Klatlor
•
Keterangan : Tipologi I
Tipologi ll Tipologi m
11111u Peronunun Wllay•h Puoaujana ·IPB 2007
: Wilayah dataran rendah dengan topografi datar. : Wilayah berbukit dengan indeks diversitas entropyjenis tanaman pangan dan hias sedang, : Wilayah berbukit dengan indeks diversitas entropy jensi tanaman pangan dan hias tinggi.
Gambar 30. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Sumberdaya Alam
Pewilayahan dan Tipologi Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Sosial Proses analisis komponen utama terhadap tipologi surnberdaya manusia dan sumberdaya sosial di kecamatan-kecamatanKawasan Joglosemar menghasilkan 4 (empat) fak:tor utama yang merupakan kombinasi linier dengan variabel aslinya (16 variabel) yang bersifat saling bebas. Ke-empat faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 86 % yang merupakan nilai akar ciri (eigenvalue).
Angka ini menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai
pkar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 21).
98
Tabel 21. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Sosial
Eigenvalue
% Total variance
4,393877 2 1,307313 3 1,023514 4 1,015807 Sumber: Data hasil olahan
48,82085 14,5257 J 1,37238 11,28674
Cumulative Eigenvalue 4,393877 5,70119 6,724704 7,740511
Cumulative % 48,82085 63,34656 74,71893 86,00568
Berdasarkan k:riteria Factor Loading > 0, 7 hasil PCA dari 16 variabel sumberdaya alam, terdapat 9 variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-sembilan variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 4 faktor utama dan memiliki korelasi cukup erat dengan variabel yang dianalisis (tabel 22).
Tabel 22.
Kode Sdm4 Seim 5 Sdm6 Sdm 8 Sdm 9 Sdm 10 Sdm 11
Nilai Factor loading Tiap Variabel Indikator Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Sosial. Variabel DiskriEsi LQ pencaharian utama perkebunan LQ pencaharian utama ternak besar kecil LQ pencaharian utama ternak unggas LQ pencaharian utama kehutanan Pangsa institusi sosial karang taruna Pangsa gotong royong Pangsa perkumpulan petani pemakai air Pangsa kelompok tani Pangsa Eetugas Eenyuluh eertanian
Sdm 12 Sdm 15 Expl.Var PrE.Totl Sumber : Data hasil olahan Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata. Faktor 1
Factor I
2
0, 11 -0,06
0,82
3 -0,20
0,02
0,96
-0,01 0,05
-0,01
0,9-t 0,95 0,81
0,07 0,10 -0,11
0,03 0,25 0,003 -0,03 -0,22
-0, 17 -0,05 -0,02 0,04
0,97 0,95 4,31 0,47
0,15 0, 11 1,33 0,14
0,03 0,03 1,08 0,12
0,01 0,007 1,02 0, 11
0,77
4 0,15 0,04 0,98
merepresentasikan sekitar 47 % dari keragaman data Variabel
penciri utamanya : pangsa institusi sosial karang taruna (Sdm 9), pangsa gotong royong (Sdm I 0), pangsa perkumpulan petani pemakai air (Sdm 11 ), pangsa kelompok tani (Sdm 12) dan pangsa petugas penyuluh pertanian (Sdm 15). Antar variabel penciri utama di faktor 1 berkorelasi positif, dimana semakin besar institusi sosial karang taruna di suatu wilayah maka organisasi gotong
99
royong, pcrkumpulan petani pemakal air, kelompok Jani dan petugas pcnyuluh pertanian di wilayah tersebul semakin besar, dengan koefesien korclasi antara 0,81 sampai 0,97. Faktor ini dapat dianggap mencerminkan fenornena-fenomena
yang terkait dengan kinerja sumberdaya sosial di kewasan Joglosemar karena bentuk-bentuk instausi sosial yang tetap tumbun dan berkembang\can di rnasyarakat masih menjadi penciri
utamn
dalam kehidupan sosial dan hubungan
antar rnanusia di kawasan tersebut. Insthusi
80S.ial
yang kuat dan berkelajutan
rnenjadi modal dasar untuk usaha peningkatan kualit.as sumberdaya manusia di wilayah Jogloscmar. faktor 2 merepreseorasjkan sekitar 14 % dari kcragaman data. Variabcl penciri utamanya adalah penduduk dengan mata pencaharian utama sektor
perkebunan (Sdm 4) dnn penduduk dengan mala pencaharian utama sekror
kehutanan (Sdm Si. Ant11r variabel peeciri utama di faktor 2 berkorelasi positif, dimana semakin banyak penduduk yang mata pencarian utamanya dari sektor perkebunan di wilayah Joglosemar. maka pendeduk yang mata pencaharian utammya dari sektor kehutanan juga semakin banyak juga dengan koefisien korelasi antara 0, 77 sampai 0,82. Hal ini disebabkan karena dengan semakin banyak. penduduk dcngen mata
pencaharian uhlma dari sektor perkeburum pl\da umumnya rncJ\8rwn tannman tahunan seperti karet dan kelapa dimana kedua jenis taaaman tersebut jugs merupskan tanaman hutan rakyat, sehingga pendudulc yang berrnata pencaharian u1ama dati sektor kehutanan juga bertam'oob. Faktor 3 merepresentasikan sel
V ariabel penciri utama di faktor 3 berkorelasi l)(lSitif, dirnana semakin besar skor faktor ini di suatu wilayah maka sernakin banyak penduduk yang rnata pcncaharian utamanya scktor pctcrnakan besnr dan kecil di wilayah tersebut, dcngan koefesien korelasi 0,'16. Faktor 4 merepresersasikan sekuar 11 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah penduduk dcngan mata pencaharsm utama dari sekror peternakan unggas (Sdm 6).
100
Vanabel penciri utama di faktor 4 berkorelasi positif, dimana semakin besar skor faktor ini di suatu wilayah maka semakin banyak penduduk yll11g mala
pencaharian 11tamanya bergant1111g pada sektor petemakan unggas, dcngan koefisieo korelasi 0, ()8. Berdasarken faktor loading dapat diperoleh informasi bahwa pangsa institusi sosial dalam hal ini karang taruna, brolong royong, perlcurapulan petani pemakai air, kelompok t.an.i dan petugas pen)uluh pertanian relatif tidak terkait (independen) dengan LQ main pencaharian utama penduduk baik dari sektor perkebunan, kehutanan, peternakan besar kecil dan ungges. Hal ini disebabkan karena jenis mata pencaharian utama penduduk di Kawasan Joglosemor,tidak ditentubn dari keberadaan institusi sostal yang ada tetapi ditentukan dari potensi somberdeya alarn yang ada di kawasan tersebut Institusi sosiaJ l~bih sebagai
sarana masyarakat untuk mengembangbn
hubungan antar manusia dan
pertukaran i11formasi yang terk.ait dengan mata pencaharian utama masyarakat,
Setelah didapatkan nilai l
ana.lisis lanjutan menggunalcan analls.is kelompok (c/urtsr
analysts) dengw utr:tode K-Mtans Wlluk meminirnumkan keragaman di dalarn
kclompok dan memaksimumkan keragamao aatar kelompok. Berdasarkan dua fuktor utarna yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 (tiga) kelompok besar kecamaian di Kawasan JoglosefDlll' dengan lwakteristiknya masing-masing seperti dapat diliha.t psda Oambar 31 . Berdasarkan krileria jarak terkecibterdekat dari basil analisis klaster (0,8) karakteristik. pusat klaster dapat dikatcgorikan kedalam : I) 2:: 0,8 dianggap tinggi; 2) 0,1\ sampai -0,8 dianggap sedang dan 3) < 0,8 dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel pencirinya. Gambar 31 memperhhatkan perbedaa» karakteristik amara k..:tiga kelompok
kecamatan yang menggambarkan nilai tengah dari setiap fukt
masing faktor utama skan menjadi kllfakkristik pembeda dari masing-masmg kelompok. Berdasarkan hasil a1181 isls gcrornbol yang menggonakan
data faktor skor
yang dihasilkan dari analisis taktor rre11ghasilkan 3 [tiga) kelompok wilayah. Dari
101
hasil analisis tipologi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa di tiap wilayah ada yang memiliki tipologi wilayah tinggi, sedang, atau rendah. Kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosernar yang terdapat di tipologi I merupakan wilayah dimana rnata pencaharian penduduk dari ternak besar kecil rendah, namun penduduk dengan mata pencaharian dari perkebunan dan kehutanan relatif tinggi. Hal ini secara logis menunjukkan bahwa di kawasan peternakan mata pencaharian penduduk lebih beragam, sementara itu wilayah yang luas kawasan petemakan rnata pemcaharian penduduknya relatif homogen. Plot of Means for Each Cluster
1.5
1,0
Q\
,A,
\
_,_ '
- - - .~
-
\
0,5
\ \
. ...) ....... O"
-
,
,
~·
~.
·..
.: .:
-. .' ~., ...·
a
/\
/ /
\
' -0,5
... "·.
.··
\
0,0
,
/
',
.
/
\
/
' i;T-----
--d
-1,0
-1,5 .__
.....__
~---~---__.._
F1
F2
F3
1 ___. -<>--o - Cluster Cluster 2
F4
.. ..,.. Cluster 3
Variables
Gambar 31.
Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Sumberdaya Manusia dan Sosial
Kecamatan-kecamatan yang masuk tipologi II, merupakan wilayah yang memiliki karakteristik sumberdaya sosialnya tinggi, yaitu institusi sosial berupa karang taruna, gotong royong, perkumpulan petani pemakai air dan adanya petugas penyuluh. Sementara itu rnata pencaharian utama penduduk dari sektor perkebunan, kehutanan dan peternakan di kecamatan-kecamatan ini adalah sedang. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sumberdaya sosial yang dimiliki masyarakat di kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar yang masuk tipologi II ini mampu menjadi modal dasar bagi interaksi antar masyarakat di wilayah tersebut yang
102
pada akhirnya akan dapat saling berkerjasama satu sama lain sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kecamatan-kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah tipologi III merupakan kecamatan-kecamatan yang memiliki aktivitas mata pencaharian utama sektor peternakan terutama temak besar dan kecil tinggi, sementara itu mata pencaharian penduduk sebagai petemak unggas relatif sedang. Hal ini secara logis dapat menjelaskan bahwa wilayah dengan karakteristik seperti tipologi TII ini merupakan wilayah yang berada di dataran tinggi dimana aktivitas penduduk dari sektor petemakan yang banyak berkembang adalah temak besar dan keci I
sedangkan ternak unggas lebih cocok dikembangkan di wilayah dataran rendah. Berdasarkan hasil analisis kelompok diatas maka karakteristik dari tiga kelompok tipologi wilayah sumberdaya manusia dan sosial di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada lampiran 11 dan dipetakan seperti pada gambar berikut. PETA KONFIQURASI Sl'ASIAL 6Ur.'18ERDAYit. MANUSIA & SOSIAL DIKAWASit.NJOOLOSEMAR
A 10
0
10
20
Legenda:
'-v
Jalan
TJP<>logi
CJ
T111ologil 0Topofogifl Tipologl ID
0
Sumber: Datil Podn ST2003 & 8E2006 H11il Anafial1 Klnttr
llmu P.,-..,canaan Wli.!y;ih Puoanrpn~ - IPB •
2007
.·;,.,
Keterangan :
Tipologi I Tipologill Tipologi IT!
: Pencaharian utarna penduduk peternakan besar kecil rendah. perkebunan & huran tinggi. : Sumber~ya sosial tinggi, pencaharian utama peternakan,perkebunan& kehutanan sedang. : Pencahanan utama penduduk petemakan besar kecil tinggi, peternakan unggas sedang.
Gambar 32. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Sumberdaya Manusia dan Sosial.
103
Pewilayaban
dan Tipologi Aktivitas Ekonomi
Proses analisis komponen kecamatan-kecamatan
utama terhadap tipologi aktivitas ekonomi di
Kawasan Jog]osemar menghasilkan 3 (tiga) faktor utama
yang merupakan kombinasi linier dengan variabel aslinya (14 variabel) yang bersifat sating bebas. Ke-tiga faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 72 % yang merupakan nilai akar ciri (eigenvalue).
Angka ini
menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 23).
Tabel 23.
Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Aktivitas Ekonomi Eigenvalue
% Total variance
I 1,979276 2 1,266477 3 1,086288 Sumber : Data hasil o lahan
32,98793 21, 10795 18,10481
Cumulative Eigenvalue 1,979276 3,245753 4,332041
Cumulative% 32,98793 54,09588 72,20068
Berdasarkan kriteria Factor Loading > 0,7 hasil PCA dari 14 variabel sumberdaya alam, terdapat 6 (enam) variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-enam variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 3 (tiga) faktor utama dan memiliki korelasi cukup erat dengan variabel yang dianalisis (tabel 24).
Tabel 24.
Kode Aek 1 Aek 3 Aek4 Aek 7 Aek 9 Aek 14
Nilai Factor loading Tiap Variabel Indikator Aktivitas Ekonomi
Variabel Diskripsi KK Pertanian terhadap luas lahan pertanian KK Peternakan besar kecil terhadap jumJah Temak besar kecil KK Peternak unggas terhadap jumlah unggas lntensitas pertanian tanaman pangan dan hias Intensitas populasi ternak besar kecil Jndeks diversitas entropy pencaharian Penduduk sektor pertanian
Exp I.Var Prp.Totl Sumber: Data hasil olahan Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata.
Factor -0,01 -0,03
2 0,81 -0,07
3 0, 11 0,87
0,28 0,02 0,92 0,80
0,005 -0,78 -0,05 0,01
0,73 0,18 -0,04 0,37
1,58 0,26
1,27 0,21
1,48 0,24
104
Faktor I
merepresentasikan sekitar 26 % dari keragaman data. Variabel
pcociri utamanya : intensitas populasi ternak besar kecil (Aek 9) dan
indclcs
diversltas entropy pencaharian penduduk sektor pertanian (At:k 14). Antar vartabel peociri utama di faktor I berkorelasi posait, dimana semakin besar intcnsitas populasi ternak besar kecil di wilayah tersebut rnaka indeks diversitas entropy pencaharian pe11duduk sektor pertanian juga sernakin besar, dengan koefesien korelasi antara 0,80 sampai 0,92.
Fsktor ini dapat dianggap
mencerminlcan fenorncoa-fcnomena yang terkait dengan lcinerja aktivitas ekonomi di kawasan Joglosemar karena sebagian bessr wilayah ini penduduknya bermata pencaharian dari selctor pertanian yang didalamnya termasuk petemakan sehingga apabila intensitas populasi ternak besar kecil meningkat maka keragaman mata
pencaharian penduduk di sektor penanian juga wilayah di luar kawasan petcmakan
akan
menineknt. Sementara
mala pencaharian pendudeknya relatif
ho mogen.
Faktor 2 merepresentasikan sdcitar 21 % dari kersgaman data. Variabel penciri utamanya adalah rasio kepala kcllJ3tllll pertaoian terhadap l1.1as lahan pertanian (Aek I) dan intcnsitu pertanian tanaman pangan dan hias (Aek 7).
Antar variabel penciri utama di faktor 2 berkorelasi ne&atiC dimana semak.in besar rasio k.e!)llla keluarga pertanian terhadap luas lahan pertanian pertanian di wilayah Joglosernar, rnaka in1om:si1.a.~ pertanian tanaman
pang;to ciao bias akan
semakin rendab dcngan koefisien korelasi antara 0. 78 sampai 0,1! I. Faktor ini dapat dianggap mencerminkan fenomena-fenomena yang terkait dengan kinerja aktivitas ekonorni di Kawasau Jo~o:;o:nw. Kundisi ini dapat dijelaskan bahwa daerah dengan jumlah rasio kepala keluarga pertanian terhadap kias lahan tinggi, sementara intensitas pertanian rendah, maka wilayah tersebut berada di daemh perdesaan (rural) aninya bahwa di dacrah tersebut intensitas penanaman tanarran
pangan tidak begitu intensif karena hal ini terkait dengan pusat-pusat pasar yang ada di wilayah tersebut. Semokio joub dari pusat pasar, maka intensitas
penggunaan lahan juga menjadi rendah. Faktor 3 rnerepresentasikan sekitar 24 % dari keragaman data. Variabel pcnciri utamanya adalah rasio kepala keluarga petcmakan besar kecil tcrhadap
105
jumlah temak besar keeil (Aek 3) dan rasio kepala keluarga peternakan unggas
terlmdap jumlah unggas (Aek 4). Vanabel penciri utama di faktor 3 berkorelasi positif dimana semakin besar jumlah kepala keluarga peternakan besar kecil terlllid!ip jumlah temak besar kecil, maka jumlah kepala keluarga petemak unggas terhadap jumlah unggas juga semakin bcsar dengan koeflsien korelasi 311lara 0,73-0,87. Hal ini disebabkan karem dengan bertambahnya kepala kekiarga yang mengusahakan sektor petemakan hesar kecil biasaoya juga mengusahakan peternakan
unggas sebagai
upaya untuk memperoleh penghasilan tambahall karena keuntungan temak unggas
jauh lebih cepat dibandingkan dengan ternak besar kecil sehingga pada unlWllJl)'a petemak di Kawasan Joglosemar mengkombinasi usaha ternak besar kecil dengan ternak unggas. B~an
faktor loading dapa1 diperoleh informasi bahwa indeks
diversitas entropy pencaharian penduduk dari sektor pertanian relatif tidak berkaitan (independen) dengan rasio kepala keluarga pertanian terbadap leas lahan perw.i.iiui, rasio kepala keluarga peternakan besar kecil dan unggas terhadap
jumlah ternak besar kecil dan unggas, Hal ini disebabkan karena indeks diversitas entropy pencaharian penduduk dari sektor pertanian lebih ditentukan oleh intcnsitas pertanian tanaman pangan dan hies
kecil, dimana semakin tinggi intensnas pertanian maka indeks diversitas entropy pencaharian penduduk dari sektor pertanian akan semakin besar pula. Sctelah didapatkan nilisi komponcn utama yang salah satunya berupa nilai
skor, dilakukan analisis lanjutan menggunakan analisis kelompok. (clusler analysis) dengan metodc K-,IJeanY unruk meminimwnlcan keragaman di dalam
kclompok dan memaksimwnkan kerogaman antar kelompok. Berdasarkan dua faktor
utama
yaog diperoleh dari analisis komponen
utama
didapatkan 3 (tiga)
kelompok besar kecamatan di Kawasan Joglosemar dengan karakteristiknya masing-masing seperti dapat dilihnt pada GamOOr 33.
Berdasarkan kriteria jatak terkeciVterdekllt dari hasil analisis klaster (l,lJ karakteristik pusat k laster dapat dikaregorikM kedalam : I) ~ I, l dianggap tinggi; dan 2) 1,1 sampni -1.1 dinnggap sedong; dan :5 -1,I dianggap rendah, untuk tiap
rataan variabel pencirinya
106
Gambar 33 mernperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok kecamatan yang menggambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk masing-masing kelornpok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masingmasing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari masing-masing kelompok. Plot of Means for Each Cluster
2,0
1,5
1,0
-°' ·,- - '
0,5
'
'
0,0
-0,5
-1,5
L-~---'--~---'--~---'--~----' F1
F2
-o-
-o ·
Cluster 1 Cluster 2
··-<>-·
Cluster 3
F3
Variables
Gambar 33 . Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Aktivitas Ekonomi Berdasarkan basil analisis gerombol yang menggunakan data faktor skor yang dihasilkan dari ana1isis faktor mengbasilkan 3 (tiga) kelompok wilayah, Dari basil analisis tipologi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa di tiap wilayah ada yang memiliki tipologi wilayah tinggi, sedang atau rendah. Kecamatan-kecamatan yang terdapat di wilayah tipologi I merupakan wilayah dengan karakteristik rasio kepala keluarga petemakan besar kecil terhadap jumlah temak besar kecil dan rasio kepala keluarga peternak unggas terbadap jumlah ternak unggas tinggi, Ha.I ini secara logis menunjukkan semakin tinggi angka pada basil analisis menjelaskan bahwa kecamatan.-kecamatan di Kawasan Joglosemar tersebut merupakan daerah yang surplus kapasitas
107
pcngelolaan ternak. Anglea tersebut juga dapat menunjukkan indeks kapasitas
tcrnak di wilayah itu. Se.bin hal tersebut kondis.i ini dapat juga rnenjelaskan skala pengelulaan peternakan di wilayah tersebui. Semakin kecil angka pada faktor
loading maka skala pengelolaan petemakannya semakin besar, tapi apabila angka pada faktor loadi'lgnya semakin besar menunjukkan skala pengelolaan temak semakin kecil. Kecamatan-kecamatan yang masuk tipologi U, merupakan wilayah dengan karakteristik intcnsitas populasi temalc besar kecil clan in
wilayah di kecarnatan-Jcecamatan tecsebut merupakan kawasaa petemakan seh.ingga mats pencalwian penduduk di daerah tersebut menjadi lebih beragam. Sementata itu daerah yang berada di luar kawasan p:temakan tersebut nwa pcncaharian penduduk relatif Iebih bomogen, Kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar yang termasuk dalam wilayah ripologi Ill dicirikan dengan rasio kepala keluarga pertaniaa terhadap luas
lahan pertanian dan intensitas pertanian tanaman pangan sedang, K.ondisi ini berkaitan dengan pusat-pusat informasi misalnya pasar. dimana semakin jauh dari posat pasar maka inten.,i:ta-; pemanfaatan lahan juga akan rendah. Pola inensitas pemanfoatan lahan pertanian juga terkait dengan karakteristik wilayah, rnisalnya di kecamatan-kecamatan yang merupakan wilayah perko\aao intensitas \ahan wltuk pertanian rendah jika. dibandingkan de.ngan intensitas pemanfaatan lahan di wilayah perdesaan. Berdasarkan ha~il analisis kehmpok diatas maka karakteristik dari tiga kelompok lipologi wilayah aktivilas ckonomi di Kawasan Joglosemar dap111 llilihat pada lampiran I 2 dan dipetakan seperti pada gambar bcrikut.
108
PETA KONFIGURASI
SPASIAL
AKTIVITA8 EKONOMI DI l
KUometaf"s
Logonda /',/Jalan fipologl
L:!!il •
Tlp~logl I npo1og;11 Tipologl 111
Sumber; Data Pod~s ST 2003 & SE 2006 Ha .U AnaJi•i• Kinter
•
llmu Pw911Qanaan Wllayah P.a~sal'j1na - IPe 2007
Keterangan : Tipologi I : Rasio KK perernakan terhadap populasi temak tinggi. Tipologi Il : Intensitas populasi ternak besar kecil & indeks diversitas entropy pencaharian sektor pertanian tinggi. Tipologi lll : Rasio KK pertanian terhadap luas lahan pertanian & intensitas pertanian tan.pangan sedang,
Gambar 34. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Aktivitas Ekonomi
Pewilayahan dan Tipologi Pengendalian Ruang Proses analisis komponen utama terhadap tipologi pengendalian ruang di kecamatan-kecamatan Kawasan Joglosemar menghasilkan 4 (empat) faktor utama yang merupakan kombinasi linier dengan variabel aslinya (13 variabel) yang bersifat sating bebas. Ke-empat faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 79 % yang merupakan nilai akar ciri (eigenvalue).
Angka ini
menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 25).
109
Tabel 25. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Pengendalian Ruang Eigenvalue 1 2 3 4
% Total variance
1,852484 1,466128 1,221997 1,004618
Cumulative Eigenvalue
26,46406 20,94468 17,4571 14,35169
Cumulative%
1,852484 3,318612 4,540608 5,545227
26,46406 47,40874 64,86583 79,21753
S umber : Data hasil o lahan Berdasarkan sumberdaya
kriteria Factor loading > 0, 7 hasil PCA dari 13 variabel
alam, terdapat 7 (tujuh) variabel yang memiliki pengaruh nyata
terhadap variabel baru. Ke-tujuh variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 4 (empat) faktor utama dan memiliki korelasi cukup erat dengan variabel yang dianalisis (tabel 26). Tabet 26. Nilai Factor loading Tiap Variabel Indikator Pengendalian Ruang Kode Pru 4 Pru 5
Pru 7 Pru 8 Pru 1 l
Pru 12 Pru 13
Variabel Diskriesi Konversi ladang ke lahan terbangun Rataan skala penguasaan Iahan Tanaman pangan oleh petani Rataan skala penguasaan lahan Kehutanan Pola penggunaan lahan pertanian Persentase lahan pertanian dikuasai pernilik Persentase lahan pertanian dikuasai Pemilik dan penggarap Persentase lahan pertanian dikuasai EenggaraE
Factor l -0, 11
0,81
2 0,05 0,05
-0,07
4 -0,07 -0,03
-0,02
0,005
0,0002
0,99
0,86 0,17
0,02 -0,91
0,23 -0,12
0,004 0,009
0,42
0,80
-0, 18
0,02
0,26
-0,07
0,79
0,09
1,49 0,21
1,36 0,19
l,005 0,14
Expl.Var 1,69 Prp.Totl 0,24 Su:mber: Data hasil olahan Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata. Faktor 1
merepresentasikan
3
o.so
sekitar 24 % dari keragaman data. V ariabel
penciri utamanya adalah rataan skala penguasaan
lahan tanaman pangan oleh
petani (Pru 4) dan pola penggunaan lahan pertanian (Pru 8). Antar variabel penciri utama di faktor 1 berkorelasi positif, dimana semakin besar rataan skala penguasaan
lahan tanaman pangan oleh petani di wilayah
tersebut maka pola penggunaan
lahan pertanian juga semakin besar, dengan
koefesien
sampai 0,86.
korelasi
antara 0,81
Faktor ini dapat dianggap
JIO
rnencerrninkan
yang tcrkait deogan kinerja pengodalian
feoomcoa-ferorrena
roans di kawasan Joglosemac kareoa sebagian besar wilayah ini penduduknya bermata pencaharian dari sektor perlanian maka apabila terjadi perubahan raraen
skala pengusaaa lahan tanaman pengan, pola penggunaan lahan pertanian juga akan berubah. Pola penggunaan lahan pertaaian merupakan proporsi penggunaan
lahan untuk pertenian, Jadi skala
IJCU!>""""""
lahan pertaniaa rnendorong pola
pengguna.an lahan pertanian. F aktor 2 rnerepre.sentasikan sekitar 21 % dari keragama.n data. V ariabel pcnciri utarnanya adalah persentase
lahan pertenian yang di.lcuasai pemilik
(Pru 11) daa persentase laban pertanian yang dikuasai pemilik
Antar variabel penciri utams di faldor 2 berkorelasi negerif, di.mana semakin besar persentase Jahan pertantan }ang dikuasai pemilik dan penggarap di wilayab J()gfosemar, rnaka persentase lahan pertanian yang dikuasai o leh pernilik alum scmakin rendah dengan koefisien korclasi antara 0,80 sampai 0,91. Faktor ini dapat dianggap mencerminkan fenomena-feoomena yang terkait dengan lcinerja pengendalian
ruang di Kawasae
Joglosemar, dimana
lahan pertanian
yang
dikuasai o leh pemilik secara guntai Johan tersebut ban yak yang tidak digarap atau
dirnanfaatkan
daripada
lahan penanian iersebut dikuasai oleh pemilik dan
penggarap .. .o\rtinya bahwa jika lahan tenebut dikuasai secara bersama antara pemilik dan peoggarap maka Joban tmebut mcrupekan lahan produktif yang
mampu rnenghasilkan, Sementara itu apabila Jahan tersebut dimiliki secara guntai oleh pemilik maka lahan tersebut hanya sebagai aset surnberdaya lahan yang tidak dimanfaatkan dan hanya bersifat spekulatif scbagai bcntuk investasi.
Faktor 3 mercpresemasjkan ::ekitar 19 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya
adalah konversi !Mang ke lahan terbengun (Pru 4) dan
persentase lahan pertanian yang dikuasai oleh penggnrop (Pru I 3 ). Vanabel penciri utama di faktor 3 berkorelasi positif dimana semakin besar terjadi konversi perscntase
ladang ke lahsn tetbangun di wilayah
Joglosernar,
malca
lahsn pertanian yang dikuasai oleh penggarap juga scmakin besar
dengan koefisieu korelasi araara 0,79 ""mpai 0,80. Faktor ini dapai dianggap
meneerminkan fenomena-fcnomena yang terkait dengan kinerja pengendalian
111
ruang di Kawasan Joglosemar. Kondisi ini secara logis menunjukkan bahwa konvcrsi lahan umunmya terjadi di lahan deagan drainase yang baik dan lahan tersebut biasanya berupa Jadang. SehUo itu ladang tecsebut sebagian besar dikuasai oleh penggarap, karena posisi penggarap tidak sebagai pengambi) keputusan jadi apabila pemilik Jahan tersebut akan menjual maka lahan it u akan mudah sekali dikonversi ke laban terbagun. Untuk mengalasi keodisi tersebut
perlu dilakukan pemeliharaan irigasi dan roeoentukan status kepemilikan .lahan deng(ll} senifikasi sehingga mampu mengendalikan konversi lahan, Faktor 4 rnerepresentasikan
sekitar 14 % dari keragaman data. Vanabel
penciri utamanya adalan rataan skala pengusaan lahan kehutanan (Pru 7). V ariabe t penciri utama di faktor 4 berkorelasi positif, dimana semakin besar skor fakwr tersebut iwka rataan skala peogusa.an laha.n kehutanan di wilayah
Joglosemar semakin besar pula dengan k.oefisien korelasi 0.99. Setelah didapatkan oilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisi« lanjutan
meoggunakao
analisis kelompok (cluster
analysis) dengan metode K-Means untuk meminimumkan keragaman di dalam kelornpok dan memaksimumkan keragaman antar kelompok. Berdesarkan dua faktor utama yang dipcro\eh dari analisis komponen utama didapatkan 3 (tiga) kelompok besar kecamatan di Kawasan Joglosemar dengan karakterisriknya masing-masing seperti dapat dilibat pada Gambar 35 _ Berdasarkan kritcria jarak terkecil/terdekat
dari basil analisis klaster (0, 7)
karakteristik pusat klaster dapat druuegorikan kedalam : I) ? o, 7 dianggap tinggi; 2) 0,7 sampai -0.7 dianggap =lang dan 3) $ --0,7 dianggap reodah, untuk tiap rataan variabcl pcncirinya, Garnbar 3 5 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok kecamatan yang rnenggambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk masing-mestng kelompok, Nilai 1eogah tertinggi dan terendah untuk masingmasing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari masing-tnasing kelornpok.
Berdasarkan basil amlisis geromboI yang menggunakan data faktor skor
yang dihasilkan dari analisis faktor meogha:.-ilkan 3 (1iga) kelompok wilayah. Dari
112
hasil analisis tipologi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa di tiap wilayah ada yang memiliki tipologi wilayah tinggi, sedang atau rendah, Plot of Means for Each Cluster
1.5 .-------~-~~~---~----.....------, 1.0 0,5
o.o -0,5
-1.0
-
-
-
~~····· ''
-
-~-
_ .. -
-
···-.. -,
-
...... ,
,, '
-
-
/a - - /
-
- -
--
/ / )l,'·,~.0---········'·········":.1;1
' - - ~~ ~--=---,..........--=P--::,._- ' ' /
-
Cl
-
-1,5 -2,0
-2,5 -3,0
-3.5 -4,0 -4,5 -5.0 '--~--~-~-~-~~___,_ F1 F2 F3
____..____ __, F4
--<>-- Cluster 1
- a - Cluster 2
·--o--· Cluster 3
Variables
Gambar 35 . Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Pengendalian Ruang Kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar yang masuk ke dalam wilayah tipologi I merupak:an wilayah yang dicirikan oleh rataan skala penguasaan lahan pertanian oleh petani dan po la penggunaan lahan pertanian rendah. Hal ini menunjukkan bahwa wilayab dengan karakteristik tersebut merupakan wilayab yang sebagai besar petaninya hanya memiliki rata-rata penguasaan lahan pertanian kecil sehingga pola penggunaan lahan pertanian tersebut juga akan keciL Secara umum skala penguasaan lahan pertanian oleh petani akan menentukan pola penggunaan lahan pertanian tersebut. Misalnya petani yang memiliki lahan yang 1uas maka petani tersebut dapat menaman tanaman pertanian tidak hanya satu jenis komoditas tetapi dilakukan secara tumpang sari sehingga akan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani itu.
113
Kecamatan-kecamatan
yang terdapat dalam wilayah tipologi TI merupakan
wilayah yang memiliki karateristik persentase lahan pertanian yang dikuasai pemilik saja dan dikuasai baik oleh pemilik maupun penggarap rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar lahan-lahan di wilayah tersebut dikuasai oleh penggarap saja. Pemilik lahan tersebut kemungkinan tidak berada a.tau tinggal di wilayah tersebut. Jadi lahan yang ada di kecamatan-kecamatan itu disewakan oleh pemiliknya yang tinggal di wilayah lain untuk di garap. Wilayah kecamatan-kecamatan daerah dengan ciri
yang termasuk
tipologi
III merupakan
persentase lahan pertanian yang dikuasai pernilik saja dan
dikuasai baik oleh pemilik maupun penggarap tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa lahan-lahan pertanian di wilayah tersebut banyak dimiliki secara guntai sehingga banyak lahan-lahan yang tidak digarap. Selain itu banyak juga lahan yang selain dikuasai oleh pemilik juga dikuasai oleh penggarap. Berdasarkan hasil analisis kelompok
diatas maka karakteristik dari tiga
kelompok tipologi wilayah pengendalian ruang di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada Jampiran 13 dan dipetakan seperti pada gambar berikut. PETA KONFJGUAASI SPASIAI.. PE14GENDAl..IAN RUANG
OIKAWASANJOGLOSEUAR
/
J
Jeton
I.umber: sr 200.3 & SE 2006 Haal An1l1i1 Klaom
Dato Podtt
•
Keterangan : Tipologi I Tipologi II Tipologi Ill
BmuP~.n~art VIMl;-Jih ~UN ..... %007 .;
.
: Rataan skala penguasaan lahan oleh petani clan pola penggunaan lahan pertanian rendah. : Lahan pertanian yang dikuasai pernilik, pemilik dan penggarap rendah, : Lahan pertanian yang dikuasai pemilik, pemilik dan penggarap tinggi.
Garnbar 36. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Pengedalian Ruang
114
Pewilayahao dao Tipologi Iotrastruktur dan Fasilitas Publik Proses analisis komponen utama terhadap tipologi infrastruktur dan fasilitas publik di kecamatan-kecamatan Kawasan Joglosemar menghasilkan 3 (tiga) faktor utama yang merupakan kombinasi linier dengan variabel aslinya (24 variabel) yang bersifat
sating bebas. Ke-tiga faktor utama
ini mampu menjelaskan
keragaman data sebesar 75 % yang merupa.kan nilai akar ciri (eigenvalue). Angka ini menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai a.kar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 27).
Tabel 27. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Infrastruktur dan Fasilitas Publik Eigenvalue I 2 3
% Total variance
2,891894 1,416619 1,000795
41,31277 20,23741 14,29707
Cumulative Eigenvalue 2,891894 4,30851.3 5,309308
Cumulative% 41,31277 61,55018 75,84726
Sumber: Data hasil olahan Berdasarkan kriteria Factor Loading > 0,7 hasil PCA dari 24 variabel sumberdaya alam, terdapat 7 (tujuh) variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-tujuh variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 3 (tiga) faktor utama dan memiliki korelasi cukup erat dengan variabel yang dianalisis (tabel 28). Tabel 28.
Kode lib 2 lib 5 lib 8 lfb 16 Ifb 21 Ifb 22 lfb 24
Nilai Factor loading Tiap V ariabel Indikator Infrastruktur dan Fasilitas Publik Variabel Diskripsi Rasio SL TP per l 000 penduduk Rasio Universitas per l 000 penduduk Rasio dokter per 1000 penduduk Rasio toko terhadap luas wilayah Rasio hotel terhadap jumlah penduduk Rasio hotel terhadapluas wilayah Rasio KUD dan non KUD terhadap luas wila ah
Expl.Var Prp.Totl
Sumber : Data hasil olahan Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata,
l 0,04
Factor 2 0,12 0,12 -0,04 0,22
0,78
0,92 0,18
3 0,89 0,22 0,33 -0, 11 0,13 0,01 -0,25
2,48 0,35
1,78 0,25
1,04 0,15
0,73 0,79 0,82 0, 12 0,16
0,91
115
Paktor 1 mcrcprcscntasikan sekitar 35 % dari kcregaman data. Variabcl penciri utamanya : rasio univcrsitas per l 000 penduduk (lfb 5), rasio dokter per 1000 pendeduk (lfb 8), rasio toke terhadap luas wilayah (Ilb 16) dan rasio KUD
dan non KUD terbadap Illas wilayah (lib 24).
Antar variabel peneiri utama di faktor 1 berkorelasi positit, dimana semakin besar rasie universitas per 1000 penduduk maka rasio dokter
pet
\000 pcnduduk,
rasio toko terhadap lua~ wilayah den rasio KUO dan non KUD rerbadap luas wilayah juga sernakin besar, dengan koefesien korelasi antara 0, 13 sampai 0,82.
Faktor ini dapat dianggap meooenninkan fenomena-fenomena yang terkait dengan kincrja infrastruktur dan fasilitas publi.k di kawasan Joglosemar karena di kawasan ini banyak berdiri univeesnes-umveesitas besar baik negeri maupun swasta yang berada di Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Suraksrta dan Kota Yogyakarta serta beberapa kobup11tenllota di sekitorny11 sehinggu dengon semakm banyaknyo perguruan tinggi yang berada di kawasan tersebut yang rnerupakan salah satu fasilitas publik dalam upaya peningkatan snmberdaya manusia maka fasilitas publik yang lain dalam hal ini jumlah dokter dan toko juga akan mcningkat.
Selain itu karena wilayah Joglosemar ini didominasi oleh masyarakat dengan rnata pencaharian utama dari sektor pertanian maka fasilitas publik berupa KUO dan non KUO yang melaywti kebutuhan petaai dalam bidang pertanian juga semakin meningkat. Faktor 2 merepresentasikan sekitar 25 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya
ada!ab
ra.sio jumlah hotel terbadap jumlah penduduk (lib 21)
dan rasio jumlah hotel terhadap luas wilayah (lfb 22 ). Antar variabel penciri utama di faktor 2 berkorelasi positif, dimana semakin
besar rasio hotel terhadap jumlah penduduk di wilayah Joglosemar, maka rasio hotel terhadap luas wilayah akan !!Cmaki.11 besar pula dengan koefisien korelasi antara 0,91 sampai 0,92. Faktor ini dapat dianggap menecrminkan fenomenafeoomena yang terkait. dengan kinerja in&aslruktur dan fusilitas publik di Kawasan Joglosemar karena wilayah ini sebagai besar juga merupakan
tujuan
wisata di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Y. Faktor J merepresentasikan sekitar 15 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah rasio jumlah SLTP per 1000 pendmluk (Ifb 2).
116
Varia be I pencir! utama di faktor 3 berkorelasi posttit, dimana semakin besar skor faktor ini, maka rasio jumlah SLTP per I 000 penduduk juga akan meningkat dengan koefisien korelasi 0,89. Hal ini disebabken karcna dcngan bertarobahnya rasio jwnlah SLtl' per IOOO pendudnk di Kawasan Joglosemar akan mampu
meningkatkan kualnas sumberdaya manusia. Berdasarkan faktor loading dapat diperoleh informasi bahwa rasio juniklh SLTP per 1000 penduduk tidal: berkairan (independen) dengan rasio jumlab unverssas per I 000 penduduk. Hal ini disebabkan brena lcenrungkinan sebagian besar lulusan SLTP tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sampai ke univershas,
Setetah didapatkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan mengguoakan analisis kelompok (clu.tter analysis) dengan metode K-Mean.s untuk rneminimumkan keragarnan di dalam kelompok dan memaksirnwnkan ke.ragaman antar kelompok. Berdasarkan dua fakter
UUUna
yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 (tiga)
kelompok bcsai- kccamabn di Kawasan Joglosemar dengan karakteristiknya masing-masing sepeni depat dilihat pada Gambar 37 . Berdasarkan kriteria jarak terkecil!terdekat dari basil analisis klastcr (0, 7) karakteristik pusat klaster dapat dikatcgorikan kedalam : 1) ~ 0, 7 dianggap tinggi: 2) 0,7 sampai -0,7 dianggap sedaug dan 3) ~ -0,7 diaoggap rendab, untulc tiap
rataan variabel pencirinya. Gambar 37 memperlihatkan perbedaan karakteristik aotara ke1iga kelompok keeamatan yaog menggambarkan nilai 1eogah dari setiap faktor UlarM untuk masing-masing kelompok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk ma>~-
masing fal:tor
utama
akan menjadi karaktcristik pembeda dari masing-masing
kelornpok.
Berdasarkan basil analisis gerombol yang menggunakan data faktor skor yaqi djhasilkan dari analisis faktor menghasilkan .3 (tiga) k.elompok wilayah. Dari hasil analisis tipologi yang dilekukan, dapat diketahui bahwa di tiap wil.i1yah ada yang memiliki tipologi wilayah tinggi, sedang atau rendah,
117
Plot of Means for Each Cluster 4,0
3,5 3,0
'\
2,5
2,0 1,5 1,0
,..a
0,5
,
0,0
'f?"_.-:•••• :-••••.....•• ~--·····rCf
··-
.
····· .....
-0,5
.... T.i
-1,0 -1.5 L-~~~~.__~~~__,.__~~~___.-~~~---.J
Factor
Factor
Factor
-o- ...
Cluster 1 Cluster2
•• -<>·· Cluster 3
Variables
Gambar 37 . Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi lnfrastruktur dan Fasilitas Publik Kecamatan-kecamatan yang terdapat dalam wilayah tipologi I merupakan wilayah dengan karakteristik rasio universitas dan dokter dalam melayani 1000 penduduk dan rasio toko, KUD dan non KUD terhadap luas wilayah serta rasio hotel baik terhadap luas wilayah maupun jumlah penduduk tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa kecamatan-kecamatan
yang memiliki
ciri
tersebut
merupakan pusat-pusat pelayanan publik, dimana jenis-jenis pelayanan memusat di bebarapa kecamatan saja dan di Kawasan Joglosemar pusat-pusat pelayanan ini hanya berada di kota-kota besar saja. Kecamatan-kecamatan yang masuk tipologi II, merupakan wilayah yang pusat pendidikan khususnya SLTP. Hal ini menunjukkan bahwa wilayab dengan karakteristik tersebut jumlah pusat pendidikan khususnya SLTP berada dan menyebar di beberapa kecamatan secara merata di Kawasan Joglosemar. Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam wilayah tipologi III merupakan kecamatan-kecamatan dengan rasio hotel baik terhadap jumlah penduduk maupun luas wilayah dianggap sedang.
118
Berdasarkan
basil analisis kelompok diatas rnaka karakteristik dari tiga
kelompok tipologi wilayah infrastruktur dan fasilitas publik di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada larnpiran 14 dan dipetakan seperti pada garnbar berik.ut. PETA KOllFIGURASI SPA SIAL llFRASTllUKTOR & FALISITAS P\IBLIK DI KAl"IA SAii JOG LO SE MAR
A10
10
0
20
Klcme-mrt Legenda, I"\_/
Jelon
Tlpologl
c::J Tlpolog!I
c:J Tlpologi II -Tlpologllll
Sumber: Data Podes ST 2003 & SE 2006 HHI Anallll• Kluter
Keterangan : Tipologi I Tipologi IJ Tipologi m
: Rasia universitas,dokter,toko,KUD,Non : Rasia pendidikan SLTP tinggi. : Rasia hotel sedang.
KUD dan hotel tinggi.
Garnbar 38. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Infrastruktur dan Fasilitas Publi.k
Pewilayaban dan Tipologi Penganggaran Belanja Proses analisis komponen utarna terhadap tipologi penganggaran belanja di kecamatan-kecamatan Kawasan Joglosemar menghasilkan 4 (empat) faktor utarna yang merupakan kombinasi linier dengan variabel aslinya (9 variabel) yang bersifat sating bebas. Ke--empat faktor utarna ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 90 % yang merupakan nilai akar ciri (eigenvalue).
Angka ini
menunjukk.an suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 29).
119
Tabel 29. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Penganggaran Belanja Eigenvalue
% Total variance
I 2,909421 2 1,834491 3 1,534631 4 1,001201 Sumber : Data basil olahan
36,36777 22,93113 19,18289 12,51502
Cumulative Eigenvalue 2,909421 4,743912 6,278543 7,279745
Cumulative% 36,36777 59,2989 78,48179 90,99681
Berdasarkan kriteria Factor Loading > 0,7 hasil PCA dari 9 variabel sumberdaya alam, terdapat 8 (delapan) variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-tujuh variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 4 ( empat) faktor utama dan memiliki korelasi cukup erat dengan variabel yang dianalisis (tabel 30).
Tabel 30.
Nilai Factor loading Tiap Variabel Indikator Penganggaran Belanja
0,007
Factor 3 2 0,98 0,04
0,11
0,07
0,98
0,02
0,02
-0,15
0,03
0,97
-0,07
0,51
0,07
-0,06
0,77
-0,31
-0,08
-0,71
-0,59
0,80
-0,01
-0,07
0,23
-0,01
0,07
0,07
0,94
0,95
0,08
0,04
0,01
ExpJ.Var 1,94 Pq~.Totl 0,243 Sumber: Data hasil olahan Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata,
1,96 0,244
1,48 0,185
1,89 0,237
Kode Pbe 1 Pbe 2 Pbe 3
Pbe4
Pbe 5
Pbe6 Pbe7 Pbe 9
Variabel Diskri~si Rataan perkapita total anggaran Belanja kecamatan Rataan per luas lahan total anggaran Belanja kecamatan Rasia pengeluaran anggaran rutin Terhadap total realisasi anggaran Kecamatan Rasio pengeluaran anggaran Pembangunan terhadap total realisasi Anggaran kecamatan Rasio pengeluaran anggaran Lain-lain terhadap total realisasi Anggaran kecarnatan Rasio dana perimbangan terhadap Total pendapatan kecamatan Rasio dana bantuan pemerintah Pusat terhadap total bantuan Rasia dana bantuan pernerintah Kabueaten terhadaE total bantuan
l
4
120
Faktor I
merepreseotasikan sekiw 24 o/o dari kcragaman data. Variabel
penciri utamanya adalah rasio dana pommoongaa terhadap total pendapatan kecamatan (Pbe 6) dan rasio dana banruan pemerintah .kabupaten terbadap total bantuan {l'be 9).
Antar variabe l pcncir i utama di fakior 1 berkorelasi positif, dirnana semakin besar rasio dana perimbangan terhadap total pendapatan kecamatan di wilayah
tersebut maka rasio dana bantuan pernerinuh kabepaten terhadap total bantuan juga semskin besar, dengan koefesien korelasi antara O,RO sampai 0,95. Faktor ini dapat dianggap mencerminkan fcoomeoa-fun-Omena yang terkait dengan kinerja
penganggaran belania di kawasan Joglo51emai. Faktor 2 merepresentasikan sekiw 24,4 % dari keragaman data. Variabel penciri utarnanya adalah rataan perkopita total anggaran belanja kecamatan (Pbe I) dan rataan per luas lahan total anggaran belanja kecamatan (Pbe 2).
Antar variabel penciri utama di filktor 2 berkorelasi positit, dimana semakin besar raiaan perkapita tot.al anggaran belanja kecamntan di wilayah Jo glosemar, maka rataan per luas laban total aoggaran belanja kecamatan akan semakin besar
pula dengan koefisien korelasi 0,98. Faktor ini dapat dianggap mencerminkan fenornena-fenomem yang terkait deogan killerja penganggaran
belanja
di
Kawasan Joglosemar, Faktnr 3 rnerepresentasikan sekitar 18 % d.ari keragaman data. Variabel penciri utnrnanya adalah rasio pengeluaran anggaran rutin terhadap total realisasi anggaran kecamatan (Pbe 3) dau rasio peogduaran anggaran Jain-lain terhadap
total realisasi anggaran kecamatan (Pbe 5). Vanabel penciri utama di faktor 3 berkorelasi negatif. dimana semakin besar
rasio penge luarau anggaren rutin terhadap total realisasi anggaran kecamatan di wilayah Joglosemar, maka rasio pengehW'an anggaran lain-Jain terhadap total realisasi aoggaran keeamatan akan bedurang dengan koefisien korelasi antara
0.71 sampai 0,91. Faktor ini dapat dianggap mcoceeminkan feoomena-fcnomena yang terkait dengan kineria penganggaran belanja di Kawasan Jogloscmar karena jumlah
pengeluaran
anggaran
untuk
lain-lain
dialihkan
pengalokasian
anggarannya untuk pengeluaran anggaran belanja rutin kecamatan di wilayah
.loglosemar.
121
Faktor 4 merepresemasikan sekitar 24 % dari keragaman data. Variabel peoc iri utamanya adalah rssio pefl2Cluaran anggaran pembangunan terhadap total realisasi anggaran kecamatan (Pbe 4) dan rasio dana bantuan pemerintah posat
terhadap total bantuan (Pbe 7). Variabel penciri utams di faktor 4 berkoretasi positif, dimana semakin besar
rasio pengelueran anggaran pembanguaan maka akan semakin besar pula rasio dana bantuan pemerintah pusat di wilayah kecarnaran Kawasan Joglosemar dengsn koefisien korelllsi antara 0,77 sampai 0,94. Secara logis kondisi ini dapal
dijda.3kan bahwa scbagain besar anggaran pcmbangunan di semua vvilayah lebih
banyak mengandalkan banruan dari pemei illtah pusat daripada dana yang berasal dari wilayah itu sendiri dan bantuan yang dia.lolcasikan oteh pernerintah pusat cukufJ efektif untuk program pcmbaogunan di kecamatan-kecameian tersebut,
Scte!ah didapatkan nilai komponen
utama
:yang salah samnya beropa nilai
skor, dilakukan analisis lanjutan menggunalcan analisis kelompok (cluster ana/y3is) dengan merodc K-Means urruk meminimumkan keragaman di dalam
kelompok dan memaksirnumkan keregsman amar kelolllp(lk. Berdasarkan dua faktor utama yang diperoleh dari anahsis komponen utarna didapetkan 3 (tiga)
kelornpok besar kecarratan di Kawasaa Joglosemar dengan kcrnkteristiknya masing-masing seperti dapat dilihat pada Oambar 39 _ Berdasarka.n kriteria jarak terkecilfterdekat dari basil analisis klaster (1,1) karakteristik pusat klaster dapat dikotegorikan kedalam : I) ~ I , I dlanggap tinggi; 2) 1,1 sarnpai -1,1
Gambar 39 meenperli hatkan pei'oedun karaXteristik antara lcetiga kelompok
kecamatan yang menggarubarkan nilai reogah dari seciap faktor utama untuk masing-masing
k.elompok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masing-
masing faktor utama akan menjadi karakteristilt pembeda dari masing-rrasmg kelompok.
Berdasarkan basil analisis gcrombol yang rnenggunakan data faktor skor yang dihasilkan dari aralisis faktor menghasilkan 3 (tiga) kelompok wilayah. Dari basil analisis tipologi yang dilakukan, dapat diketaltui bahwa di nap wilayah sda
yang memiliki tipo Jog i wi laya h tinggi, sedang a.tau rendah,
122
Plot of Means for Each Cluster
2,0
1,5
1,0 0,5
0,0
-0,5
····o -1,0
.
···-······.o
-1,5 -
-2,0 '-----~---~---~---~--~~ F2 F1 F3 F4 Variables
Cluster 1
-o ·Cluster 2 ··~·- Cluster 3
Gambar 39 . Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Penganggaran Belanja Kecamatan-kecamatan yang terdapat dalam wilayah dengan tipologi I merupakan wilayah dengan karakteristik rasio dana perimbangan terhadap totaJ pendapatan kecamatan dan rasio dana bantuan pemerintah kabupaten terhadap total bantuan tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa wilayah dengan ciri tersebut merupakan kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar yang rasio dana perimbangan bantuan pemerintah lebih besar daripada pendapatan wilayah itu sendiri, sehingga sumber dana pembangunanlebih banyak mengandalkan alokasi dari pemerintah dalam hal ini pemerintah kabupaten masing-masing. Sedangkan rasio pengeluaran anggaran untuk pembangunan yang dialokasikan oleh pusat ke wilayah kecamatan cenderung rendah. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah kecamatan-kecarnatan tersebut kurang efektif dalam memanfaatkan alokasi anggaran pembangunan yang berasal dari pemerintah pusat.
123
Kecamaran-kccamatan
yang masuk tipologi £1, merupakan wilayah
kecamatan dimana rasio pengeluaran anggaran pembangunan yang berasal dari pcmerintah pusat cendcrung tinggi. Kondisi ini mcnunjukkan bahwa kecarnatankecamatan tersebut menggunakan bantuan yang berasal dari pemerintah J)!IMt untulc program-program pembangunan secara efektif. Kecamatan-kecamatan yang tcrmasuk dalam wilayah tipologi Ill merupakan
kecamatan-kecamatan dengan rasio pengeluaran anggaran pembangunan dan rasio dana bantuaa pemerintah pusat cenderung rerdah SelRin itu rasio anggaran mtin terhadap reatisasi anggaran d1111 rasio pengeluaran anggaran lain-lain juga
cenderung rendah. Hal ini secara logis menunjukkan bahwa v.ilayah kecamaiankecamatan tersebut dalam mengelola pegeluaran untuk pembangunan yang dialokasikan oleh pemerinteh pusat kumng efektif yang berdampak kepada
rnembeogkaknye pengeluaran anggaran rutin untuk keperlaan anggaran lain-lain. Wilayah-wilayah yang masuk dalam tipologi III ini secara geografis berada di daerah yang memilik! sumberdaya alam maupun sumbcrdaya manusia yang
terbatas dan termasuk daerah kering serta berkapur sehingga alokasi anggaran dari pusat untul: pembangunar. daerah belum efektivitasnya masih rcndah. Kondisi ini dapat diperbaiki antara lain meningkatkan kualitas sumberdaya manusia,
me.lakukan pengawasan secara ketat terhadap pengefuaran anggaran lain-lain sehingga tidak mengurangi anggaran rut in dan pembangunan, Berdasarkan basil analisis kelompok diatas maka karakteristi.k. dari tiga kelompok. tipologi wilayah pcnganggaran bebnja di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada lampiran 15 dan dipetakan seperti pada gambar berikw.
124
PETA KONFIGURASI SPASIAL PENGANGGARAN SELANJA OJ KAWASAN JOGLOSEMAR
A 10
0
10 20
l&g&nde;
Tlpolo~
""'""
c=JTipologll C]Tlpol:>!lill
•rrpolo!Jitll sumber: Data Podita ST 2003 & SE 2C()I! Hull AnalaJ1 Kluter
•
Umu Perl'1canun WMayan P.. c.awrJana - IPB 2007
. ~.
Keterangan : Tipologi I : Rasio dana perimbangan dan dana pernerintah kabupaten tinggi. Tipologi IT : Rasio pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat cenderung tinggi. Tipologi Ill : Rasio pengeluaran anggaran pembangunan yang berasal dari pemerintah pusat rendah.
Gambar 40.
Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Penganggaran Belanja
PewUayahan dan Karakteristik Kawasan Joglosemar Hasil pewilayah dan tipologi 7 (tujuh) kelompok telah
dianalisis,
selanjutnya
digabungkan
untuk
indeks komposit yang
melihat
pewiJayah
dan
secara umum dari seluruh kelompok indeks
karakteristik Kawasan Joglosemar komposit tersebut. Proses analisis kecamatan
komponen utama terhadap
Kawasan Joglosemar
menghasilkan
karakteristik
di kecamatan-
4 (empat) fak:tor utarna yang
merupakan kombinasi linier dengan variabel aslinya (22 variabel) yang bersifat saling bebas. Ke-empat faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar
79,5
% yang merupakan
nilai akar ciri (eigenvalue).
Angka ini
menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 31 ).
125
Tabel 31. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Karakteristik Kawasan Joglosernar Eigenvalue
% Total variance
2,200081 2 1,212988 3 1,113315 4 1,037887 Sumber: Data hasil olahan I
Berdasarkan
31,42973 17,32841 15,9045 14,82695
Cumulative Eigenvalue 2,200081 3,413069 4,526384 5,564271
Cumulative% 31,42973 48,75813 64,66263 79,48958
kriteria Factor Loading > 0, 7 hasil PCA dari 22 variabel
sumberdaya alam, terdapat 7 variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-tujuh variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 4 faktor utama dan memiliki korelasi cukup erat dengan variabel yang dianalisis (tabel 32).
Tabet 32. Nilai Factor loading Tiap Variabel Indikator Karakteristik Kawasan Joglosemar.
Kode F2Kpe F2Sda F2Sdm F4Sdm FlAek
F3Pbe F4Pbe
Variabel DiskriEsi Kapasitas Fiskal Daerah Wilayah dengan topografi berbukit dan keragaman jenis tanaman pangan Pencaharian utama penduduk dari Sektor perkebunan dan kehutanan Pencaharian utama penduduk dari Sektor peternakan Intensitas populasi temak besar kecil dan keragaman pencaharian penduduk Sektor pertanian Rasio pengeluaran anggaran rutin Pengeluaran angg.[!emb dari f!USat
Expl.Var
PrE.Totl Sumber: Data hasil olahan Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata. Faktor 1
Factor 1 0,10 0,86
2 0,75 0,02
3 0,27 0,07
4 0,31 -0,12
0,81
-0,00
-0,25
0,09
-0,06
0,80
-0,23
-0,27
0.87
0,02
0, 12
-0,10
0,02 0,10 2,17 0,31
0,004 0,01 l,21 0,17
-0,94 0,04 1, 11 0, 16
0,03 -0,93 1,07 0, 15
merepresentasikan sekitar 31 % dari keragaman data. Variabel
penciri utamanya : wilayah dengan topografi berbukit dan keragaman jenis tanaman pangan (F2Sda), pencaharian utama penduduk sektor perkebunan dan kehutanan (F2Sdm), dan intensitas populasi temak besar kecil serta keragaman pencaharian penduduk dari sektor pertanian (FIAek).
126
Antar variabel peneiri ulama di faklor 1 berkorelasi positif, dimana semakin besar wilayah deogan lnpografi berbukit dan keragaman jenis tanaman pangan maka pencaharian utama penduduk sektor perkebwwn dan kehutanan,
intensitas
populasi temak besar kecil serta kercigaman pencaharian pcruluduk dari sektor pertanan di wilayah tersebut semakin besar, dengan koefesien korelasi ancara 0,81 sampai 0,87. Faktor ini dapar dianggap mencerminkan fenomena-fenomcna
yang terkait looodisi di kawasan Joglosemar dimana sektor perkebunan dan kehutanan dikembangkan di wilayah yang berbakit karena lanaman perkebunan dan kebutsnan dimanfaatkan untuk konseevasi laban selain sebagai matn pencahdan penduduk yang 1i11ggal di wilityah dengim topograti berbukit. Selain itu populasi temak besar dan kecil juga berkembang baik di claerah tersebur
karena hal ini terkalt dengan persyaratan tumbuh bagi ternak. Falctor 2 uierepresentasikan sekitar 17 % dari keraga.rrum data. Vanabel penciri utamanya adalab kapasitas fiskal daerah {F2Kpe) dan pencahariann utama penduduk dari sektor peteenakan (F4Sdm). Aotar variabel peeciri utama di faktor 2 berkore~i posaif, dimana semakin besar kapasitas fiskal daerah di wiiayah Joi;losemar, rnaka penduduk yang mata pencaharian utamanya dari sektor pctcrnakan juga semakin besar juga dengan
koefisien korelasi antara 0, 15 sampai 0,80. Hal ini disebabkan karena dengan
semaldn banyak penduduk dengan mata pencaharian utama dari sektor peternakan pada umumnya akan mcndorong peni.ngkatan kapasires fiskal daerah di kawasan Jogloscmar.
Faktor 3 mcreprescntasikan
sekitar 16 % dari keragaman data. Variabel
penciri ulamanya adalah rasio pengeluaran anggaran rutin terhadap terhadap total
rcalisasi anggarao. (F3Pbc) dan pcngeluaran imggarilll pembangunan yang berasal dari pemerinrah pusat (f4Pbe }. Variahcl perJCiri utama di faklor 3 berkorelasi ne~atif, dimana semalcin besar skor faktor ini di suatu wilayah maka semnkin kecil pengeluaran anggaran rutin
di wilayah tersebut, dengan knefesien koretasi 0,94. Faktor 4 merepresenrasikan
sekitar 15 o/. dari keragaman data. Vanabel
pcnciri utamanya adalah pengcluaran anggaran pembangunan yang berasal dari bantuan pemerintah pusat (F4Pbc }.
127
Variabcl penciri utama di faktor 4 berkorelasi negatif, dirnana semakin besar
skor faktor ini di suaru wilayah maka semakin kecil pengeluaran anggaran pembangunan yang berasal dari bentuan pcmerintah pusat, dengan kocfisien korctasi 0,93. Hal ini dijelaskan bahwa wilayah tersebut tidak lagi bergantung po.dn alokasi bantuan daci pemerintah pusat dalam pembangunan wilayahnya
tetapi mencoba memanfaatkan dana dari pendapatan dacrah dan dari kabupaten dirnana wilayah tersebut berada. Setelah did:ipatkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan menggunakan analisis kelompok (cluster analy.•i.•) dengan metode J<-Meant untuk meminimumkan kC1'3b'8mall di dalam kclompok dan memaksimumkan ~agaman antar kelompok. Berdasarkan dua faktor utama yang diperoleh dari aoalisi~ komponen utama didapatkan 3 (tiga)
kelompok besar kecamatan di Kawasan Joglosemar deogan karakteristiknya masing-masing seperti dapat dilihal pads Oambar 41. Berdasarkan kriteria jarak terkeciVterdekat dari hasil analisis klaster (0,7)
karakteristik pusat klasterdapat dikategorikan kedalam: 1) 2:: 0,7 dianggap tinggi; 2) 0,7 sampai -0.7 dianggap sedang dan 3) ::;: 0, 7 dianggap rcndah. untuk tiap
rataau variahel pencirinya. Gambar 41 rnemperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok kecamatan yang rncnggambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untok masing-masing kelompok. Nilai tcngah lertinggi clan terendah untuk masmgmasing faktot utama alum menjadi karakteristilt pembeda dmi masing-masillg kelompok.
Bcrdasarkan basil analisill gerombol yang menggunabn data fu\uor skor mengllasilkan 5 (lima) kelompok wilayah. Dari hasil lllll11isis tipologi yang dilalcukan, dapat dikdahni habwa di tiap wilayah ada yang memiliki tipologi
wilayah tmggi, sedang, atau rendah. Kecamalan-kecamatan
di l
merupakan wilayah dengan topografi berbukit dan keragaman jenis tanarnan pangan dan h.ias scrta intensitas populasi temak besar kecil serta keragaman mata
pencaharian dari sektor perkebunan dan kebutanan rendah. Hal ini secara logis menunjuk.kan babwa di wilayah ini beeada di daetah datar dcngan jenis tan.aman
128
pangan yang homogen, populasi ternak besar kecil rendah dan pencaharian penduduk dari perkebunan dan kehutanan rendah. Umumnya daerah ini merupakan daerah pertanian khusus tanaman padi sehingga sebagian besar penduduk hanya mengelola sawahnya tanpa melakukan diversifikasi usaha tanin ya.
Plot of Means for Each Cluster 2,0 1,5 1,0 I-
0,5
- -
' -
0,0 -0,5
-
..,_
-
~--<: --~ / ,, /
-
-
/·..
-.--C
-
--
7
-
- -
e.!•-
/
" ···......
"CJ-
.. -
- ";;/' .,:_ - - -~
,.
/ -
»>: --
'
'
---
-
' ':: :\
:_;:;, \
__ ''
-1,0
D
-1,5 -.;
-2,0 -2,5 -3,0 '-----~---_.... Factor 1 Factor 2
...__ Factor 3
_,_ Factor 4
_,
-o- Cluster 1 - o - Cluster 2 --<>·- Cluster 3 -· Cluster 4 -
Clusters
Variables
Gambar 41.
Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Karakteristik Kawasan Joglosemar.
Kecamatan-kecamatan yang masuk tipologi II, merupakan wilayah yang memiliki karakteristik pengeluaran anggaran pembangunan yang berasal dari pemerintah pusat rendah Hal ini dapat menunjukkan bahwa sumber pendanaan pembangunan di Kawasan Joglosemar yang masuk tipologi Il yang berasal dari pendapatan daerah sendiri (PAD) dan bantuan dari pemerintah Kabupaten mampu menjadi modal dasar pembangunan di wilayah tersebut. Kecamatan-kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah tipologi III merupakan kecamatan-kecamatan yang memiliki karakteristik pengeluaran anggaran rutin rendah namun pengeluaran anggaran untuk pembangunan yang
129
berasal
dari bamuan pemenneah
menjelaskan
bahwa
pusat tinggi. Hal ini secara logis dapat
dengan karakteristik
wilayah
seperti
tipologi
UJ ini
merupakan wilayah yang anggaran pembangunannya bergamung pada banluan
pemerintah pusat.
Wilayah-wilayah yang masuk kc dalaJn tipologi IV merupakan kecamatankecamatan
yang
memiliki
karakteristik
pengeluaran
anggaran
rutin
dan
pengeluaran anggaran untuk pembangunan yang berasal dari bantuan peW1:rin1ah
pusat tinggi, Hal ini mcnunjuJ.:kan wilayah ini merupakan wilayah belum mampu rnembiayai pembangunan dari pendapatan daerah sendiri karena sebagian besar pengeluaran rutin digunakan untuk kebuuhan gaji pegawai dan kebutuhan rutin
dalazn pemerintahan.
Wilayah kecamataa karakteristik
y.uig
masu1 tipologi V merupabn wilayah dengan
wilayah dcngan topografi berbukit clan keragaman jenis tanaman
pangan dan bias serta intensitas populasi temak besar kecil serta keragaman mata pencaharian
dari sektor pertanian dan peogeluarao untuk pembangun.an yang
berasal dari pemerintah pusat tinggi. Ila) ini ineDUnjuilan
bahwa program-
program pembangurum yang digunakan llllWk pengembangan sektor petemakan berasa I dari pemerintah pusat, Berdasarkan hasil analisis kelomp>lc diatas maka karaktcristik dari lima kelompok tipologi wilayah gabungan di Kawasan Joglosernar dapat dipetakan
seperti pada gam bar berikui.
130
PETA KONFIGURASl SPASIAL 01 KAWASAN JOGLOSEMAR
rn o
10
20
Sumi>«: Data Pod .. ST 2003 &. SE 2008
Hull Anallala Kla.tttr
flmu Pwenc•nun Willlyah ~uculf'jafta · IPS 2001
.
Keterangan : Tipologi I Tipologi I.I Tipologi ill Tipologi
rv
Tipologi V
Wilayah dengan topografi berbukit, keragaman jenis tanaman pangan, intensitas pupolasi ternak besar kecil. dan pencaharian sektor perkebunan dan kehutanan rendah, Wilayah yang pengeluaran anggaran pernbangunan dari pemerintah pusat rendah. Wilayah yang pengeluaran anggaran rutin rendah namun anggaran pembangunan dari pemerintah pusat tinggi. Wilayah yang pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembangunan dari pemerintah pusat tinggi. Wilayah dengan ropografi berbukit, keragaman jenis tanarnan pangan dan hias, intensitas populasi tenak besar kecil, keragaman pencaharian sektor pertanian dan pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat tinggi,
Gambar 42. Peta Konfigurasi Spasial Karakteristik Kawasan Joglosemar
lnteraksi Spasial di Kawasan Joglosemar
Suatu daerah yang berada daJarn saru kawasan satu sama lain saling
roempcngaruhi dan saling bcrhubungan, semak in dekat jarak suatu daerah deugan daerah
lain, maka hubungan
atan interaksi spasial semakin besar jika
dibandingkan deogan daerah yang jaraknya
satu dengan yang Jain saling
bcrjauhan, U ntuk trengenatisis interaksi spesial amar daerah di Kawasan J oglosemar dengan melihat pengaru h keterkaitan sumben:layn alam, sumberdaya
an(ar
ukwan kinerja pembangunan,
mannsia clan
sosial, aktivitas ekonorai,
pengendalian ruang, penyediaan infrasuuktur dan fllsilitas publik, penganggaran helanja daerah clan keterkaitan ant.ar daerah (matriks jarak) yang mendorong kinerja pembangunan ekonomi daeruh axnggunakan Model Durbin Spasial (LeSage, 1999). Indeks komposit yang dihasilkan dari Analisis Komponen Utama (PCA) di1akukan staru:larisasi dan selanj utnya dikalikan dengan matriks jarak sehlngga terbeotuk matriks contigutiy. Setelah proses analisis komponeo utama ditentukan variabel tujuan (Y) dimana pada ~
ini terdapat 2 (dua) variabel tujuan yaitu
Kapasitas F iskal Daerah { Y 1) dan Kesejahteroan Masyarakot (Y 2). Has ii terse but dianalisis lebih lanjut dengan Spatial .Durbm Model sehingga ditenrukan 2 (dua) roodcl yaitu model kapasitas fiskal dan roodel kesejahteraan masyarakar. Vanabel bebas yang dihasilkan dari proses analisis ini adalah melihat clastisitas variabelvariabcl terikatnya, dimana apabila ~ya
> I dikategorikan elastis
sementara itu jilca elastisitasnya < I dianggap tidak elastis. Elastisitas ini meaunjukkan seberapa elastis suatu variabel terikat tersebut tcrhadap perubahan variabel bebas baik yang ditentukau ukh faktor-faktor dari dalam wilavan
maupaun dari luar wila yah. Model Kesejahteraan Muyarakat Hasil analisis secara garis besar dapat dilihat pada tabel 3 3 yang menguji
model Kesejahteraan Masyarakai.
132
Tabel 33. Hasil l'engujian Model Kesejahteraan Masyarakat Vanabel
Koefisien Regresi
Intercept
-12,7388 -0,1524 0, 1253 -0,1623 0,2907
LnF,Kpe Lnf,Sda LnF,Sdm LnF,Aek LnF,Aek LnF,Aek LnF1Ptu LnF,Pbe LnF,Pbe Wl..nF,Kpe WLnF,Sda WLnFslfb
0,7063 -0,1463 0, I 1 0,1778 -0, 1091 -3,4964 -1,943'( -4,6835
Galat 9aktJ
Tara! Nyata
20.76139 0,04224
-0,61359
0,540014
-3,6072
0,000369
005773
2,17037
0,06022 0,10992 0,16549 0,06226 0,05557 0,07949 0,05208 1,28429
-2,69586
0,030857 0,001465 0,008669 0,000027
o.nese 1,76442
2,64429 4,26797 ·2,34987 1,97919
2.23695 -2,0948 -2,72403
-2,50215 -2.65442
0,019506 0,048818 0.026112 0,037127 0,006873 0,012941 0.00842
Sumber : Hasil Analisis, R= 0,69 R2 = 0,47 Adjusted R2 = 0,37
Keterangan : Lnfzl
WL11F1Kpe WLnF,sda W\.nl',lfb
: Pangsa PAO dslam lotal pendapalan daerah di luar sisa anggaran. P an~a areal topografi dalaJ' lQ pencal'laria~ utama temak ooggas : KK pertan1an terhaclap luas lahan pertanian
, tntensrtas pertaruan tanaman p~n dan ti;as. KK peternakan lerhadap JUITilah temak. Rataan skala penguasaan dan pola pengguoaan lahan : Rasio pengeJuaran anggaran Jaio-4ain terhadap total realisasi anggaran kecanatan · Rasio pengeluaran enggaan terhadap total realisasi anggaran kecamatm. · TirQkat kem iskinan di wilayah .sekitar dalam kawasa n, : lndeks divet'Sltas entropy jenis lanaman pengan Clan Mas di wilayall sektlar dalam kawasai • : Rasio SLTP per 1000 penduduk di wilayah Selcitar dalam kawasan
Model Persamaan Regresi Liaier : lnF,Kpe(-) "'-12,7 + .(),15 IDF1Kpe + 0,12 lnF1Sda + -11,16 lnF4Sdm + 0,29 lnFiAek + O, 71 lnF,Aek + -0,15 l11F)Aek + 0,11 lnF1Pru + 0.18 lnF:il'be+-0,11 t.F4Pbe+-3,511 WlnF1l<.pe+ -1,94 WlnF1Sda + -4,118 WIJlF 3Jib
133
Hasi I perhituogan model durbin seperti pada label diatas diperuleh basil
anatisis sebagai berikut : 1.
Kapasitas Fiskal di wilayah sendiri memberikan dampak negatif terhadap tingkat kcmiskinan di wilayah tersebut dengan taraf nyata 5 %. Variabel ini bersifat tidak elastis aninya peningkatan kapasitas fiskal di wilayah sendiri mempunyai pengaruh y.mg sangat kecil ( elastisitns 0, 15) terhadap
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
di suani wilayah.
Hal
ini
menunjukkan bahwa kapasita~ fiskal di wilayah sendiri berpengaruh walaupun kccil tcrlwlap peningl(atan kcscjahteraan masyarakal berarti menurunkan tingkat kem.islc.1nan. 2. Wilayah ymig berada di dataran rendah dengan topografi yang datar mcndorong
peningkatan kcscjahtcraan masyarakat di wilayah sendiri
dengan tarctf nya1a 5 %. Variabei mi bersifat tidal: elastis artinya semakin luas wilaysh
dengan topografi datar dan berada di dataran rendah
mempunyai pengaroh yang saogal kecil (elastisitas 0,12) terhadap J)CllinJkatan
kesejahteraan masyarakal. Kondisi ini menunjuk.k:an bahwa
aktivitas penduduk yang dapat meningkatka» kesejahreraan masyarakat berada di wilayah datacan rendah dcngan ropografl datar, Hal l.ui didukuog dengan alcsesibilitas beruca jalan yaog jauh lcbih bailc dibanding dengan wilayah yang berada di dataran tinsgi dan juga pusat-pusat pasar, pusct
aktivitas ekonorni juga berada di wilayah dengau kw:nkterislik tersebut. ). Wilayah Y81lil mcruiliki mata peecaharian utama penduduknya dari sektor peteroakan terutama unggas memberikan damp ale negat if terbodap tingkat kesejahteraan masyarnkat iii wilayah sendiri dengao taraf nyata 5 %. Variabel ini bersiflll tidalc ~lastis llrtinya semakin blmyllk peoduduk dengan mata
pencaharian
utarna dari scktor peternakan
k~usnya unggas
mempunyai pengaruh yang :;angat kecil (elastisitas 0, 16) terhadap peningkatan kesejahtcraan masyarakat di wilayah sead.iri. Hal ini menunjukkan bahwa jeais petemakan unggas belurn dapat mcningkatkan kesejahreraan masyarakat, baJ ini terkait dcngan skala pengusshaan yang
ceoderung kecil dan hiasanya masyacalcat mengusabakan ternak unggas hanya sebegai sampingan usaha temak bcsar yang dikelolanya.
134
4. Wilayah yang memiliki rasio kepala keluarga pertanian terlladap luas
lahan pertanian mcndorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah sendiri dengan taraf nyata 5 %. V ariabcl ini beraifat tidak elastis
artinya semakin banyak jumlah kepala keluarga pertanian yang menguasai lahan pertanian mempunyai pengaruh yang sangat kecil (elastisitas 0,:29) tcrhadap pcningkatan kesejabtcraan masyarakat di wilayah sendiri. Hal ini
menunjulOOm babwa sebagian wilayah di Kawasan Joglosemar merupakan sentra pertanian dengan i:eblgian besar penduduknya berada di perdesaan
sehingga dengan mendorong aktivitas ynng bcrbasis pada pcrtanian akan dapat meningkatkan kesejahteraan nwyarakat . .'i. Wilayah yang memilild intensitas pertaman tanaman pangan dan hias mendoroeg
peningkatan
kesejohteraan
masyarakat
di wilayah sendiri
dcogan taraf nyata 5 %. Variabel ini bersifat tidak elastis aninya semakin tinggi intensitas pertanian tanaman pangan dan hias mempunyai pengaruh yang saogat kecil (elastisitas 0,71) terhadap
pcningkatan kesejahteraan
masylifttkat di wilayah sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengembangkan
aktivitas
di sektor
pertanian
akan
meningkatkan
intensitas pertanian sehingga akan meningkatk:m pendapetan masyarakat.
6. Wilayah yang memiliki rasio kepata keluarga peternakan terhadap jumlah populasi temak berdampak ncgatif terhadap peningkatan kesejahteraen masyarakat di wilayah sendiri dengan larafnyata 5 %. Vuriobel ini bcrsifat tidak ela.stis artinya semakin besar rasio kepala keluarga peternakan terhadap jumlah populasi ternak rnenipunyai pengaruh yang sangat kecil ( elastisites
0, 1 S) terhadap peningka!aJJ kesejahteraen
masyarakat
di
wilayeh scndiri. Hal ini mcnunjukkau bahwa :setiap kepala keluarga petemak memiliki batasan kapasaas pengelolaan, sehiagga jika melebihi
kapasitas tersebut maka imensitas pengelolaan terhadap temaknyo menjadi berkurang sehingga akan menurunkao pendapatanya.
7. Wilayah Yani.t mcmiliki raiaan skala penguasaan lahan olch petani dan pola penggunaan lahan pertanian mendoroog pemngkatsn kesejahteraan masyarakat di wilayah sendiri dengan taraf nyata 5 %. Variabcl ini beesifat
tidak elasus artinya semakin luas skala pengusaan lahan oleh petani
135
rnempunyai pengaruh yang sangat kecll ( elastisilas 0, 1 l} terhadap peningkatan
kesejahreraan
masyarnkat
di wilayah
sendiri.
Hal
ini
menunjukkan bahwa semakin besar skala pcngusahaan lahan oleh petani akan mempengaruhl pola peoggunaan Jahan menjadi lebih intensif sehingga dapat rneningkarkan peedapatan petani, 8. Wilayah yang memiliki rosio pcngeluaran anggaran lain-lain terlmJap total realisasi anggaran mendorong peningkatan ltesejahteraan masyarakat di wilayah sendiri dengan taraf nyata 5 %. Variabel ini bersifat tidak elastjs
artinya semakin besar memiliki rasio pengeluaran
anggaran lain-Jain
terhadap total realisasi anggaran mempunyai pengaruh yang sangat keeil (elllstisitas
0, I 8) terhadap
peningkatan
kesejahteraan
mosyaralcot di
wilayah sendiri. Hal ini mcmmjukkan bahwa '()\'ngelwsran anggaran Jainlain lebih banyak dialokasikan WllUk. bantuan program-program yang
terkait dengan program pengentasan kemiskinan. 9. Wilayah yang memiliki rasio peogcl1111NJ1 anggaran untuk pembangunan dan rasio dana bantuan pemerintah pusat berdampak negatif terbadap
peningkatan kesejahieraan masyarakat di wilayah sendiri dongan taraf nyata 5 %. Variabel ini bersifat lhl.ik elastis aninya semakln besar rasio
pengcluara.n anggaran untulc pcmbangunan dsn rasic dana bantuan pemeriotah pusat rnempunyai pcogaruh yong sangat kecil ( elastisitas 0, 11)
terhadap peningkstan kescjabtensan masyarakal di wilayah sendiri, Hal ini
menunjuklwl baawa pengeluwan anggaran uatuk pembangunan yang dialokasikan o!eh pemec-intah puset belwn cfektif menguraugi tingkat kemiskinau, 10. Tingkat kemiskinan
masyarabt
di wilayah
sekitar
daiam kaW3S3Jl
memberi dampak negatif tetbadap pcningkatan kesejahteraan masyarakat
di wilayab scndiri dengan taraf nyata 5 %. Variabcl ini bersifat elastis 3,50 artinya jika tingkat kesejabteraan masyarakat di wilayah sekitar dalam
kawasan ditingkatkan sebeear I %, maka akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayab sendiri sebessr 3,5 %. Hal ini menunjukkao hahwa tlngkat kemisl:inan merupakan fenomena kawasan sebingga penyebab kcmiskinan suaru wilayah ditentekan juga olt:h ringkat
136
kemiskinan di wilayah lain, schingga untuk meoingkatkan kesejahteraan masyarakai pcrlu. adanya kerjasama antar wilayab, 11. Wilayah yang memiliki ropografi berbukit dan indeks diversnas entropy jenis tanaman pangan di wilayah sekitar dalam kawasan berdampak negatif terradap peningkatan kesejabteraan rnasyarakat di wilayah sendiri dengan taraf nyata 5 %. Vanabel ini bersifat elastis 1,94 artinya apabila luas wilayah Je1~an topograli berbukit dan Lingginya keragaman jenis
tanaman pangan di wilayah sekitar dalam kawasan maka akan menarunken tingkat kesejahteraan masyarak.at di wilayah sendiri. Hal ini mcnunjukkan bahwa
wilayah
tetang&>J
dengan
lopografi
berbukit
meoyulitkan
aksesibilitas masyaralcat di wilayah seodiri untuk mendapatkan iniormasi, memasarkan produk pertaniannya sehingga pendapatan masyarakat yong berada di wilayah perbatasan deogan topografi yang berbukit menjadl
berkurang. 12. Wilayah yong memiliki r11Sio SLTP di wililynh sekitar dalaro kawM11n
bt:rdampak neg~tif terhadap peniogkatan kesejahteraan masyarakat
memenuhi kualitas sumberdayo. m.o.nusia pada era sekarang, dimana tuntutan kunlitas SOM jauh lebih ungg]. Kondisi inl dlsebabkan karena lemhaga pendidikan SLTP helum becbasis kompetensi sesuai deogan lepangan pekcrjaan yang tersedia,
Secara ringkas basil model kesejahteraan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut :
137
Keterangan : : Variabel Elastis : Variabel Tidak Elastis
Gambar 43. Diagram Model Kesejahteraan Masyarakat
Berdasarkan basil analisis pengujian model kesejahteraan masyarakat, dapat dipero leh informasi : 1. Faktor-faktor yang dapat
menghambat
peningkatan kesejahteraan
masyarakat adalah (a) kapasitas fiskal daerah, (b) pencaharian utama penduduk se bagai petemak:anunggas, (c) rasio kepala keluarga peternakan, (d) pengeluaran anggaran pembangunan, (e) tingkat kemiskinan di wilayah sekitar dalam kawasan, (f) indeks diversitas entropy tanaman pangan di wilayah sekitar dalam kawasan, dan (g) rasio SLTP di wilayah sekitar dalam kawasan. 2. Fak:tor-faktor
yang
dapat
mendorong
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat antara lain (a) wilayah dengan areal topografi datar, (b) rasio kepala keluarga pertanian, (c) intensitas pertanian tanarnan pangan, (d) skala penguasaan dan po la penggunaan lahan pertanian, dan (e) pengeluaran anggaran untuk lain-lain.
138
Mudd Kap115ibts Fis.kal
Ilasil analisis secara garis besar dapat dilihat pada tabel 36 yang menguji model kapasnas fiskal daerah Tabel 34. Hasil l'engujian Model Kapasitas Fiskal Daerah Variabel
Koefisien
Regresi -13,2082 --0,3039
Intercept LnF,Kpe LnF,Sda
-0. 1926
Lnf,Sdm
o. 1723
LllF2Pni WLnF1Sdm WlnF1Aek WLnF2PN WlnFzPN WLnF,Pru WlnF,PN
0.2497 3,6996
29,3333 0,08426 0,08344 0,07965 0,12302 1.67116
-8,6676 7, 1049
3,30582
7,8277 -5,1108
3,73471 2,30112 5,49707
11,8287
t
Galat Baku
3.25671
Tarsf Nyata
-0,45028 -3,6072 -2,3085 2,163n 2,0'2938 2,21382 -2.62192 2,18161
2.09593 -2,221 2, 15182
0,652872 0,000369 0,021733 0,031369
0.043408 0,027683
0,009244 0,030007 0,037027
0,027187 0,032305
Sumber : Hasil Analisis. R= 0,55 R2 = 0,31 Adjusted R2 = 0,18
Keterangan : LnF,Kpe
LnF,Sda LnF.Sdm LnfzPru
WLnF,$dm
: T1ngkat kem1skinan : Pangsa a~al Lot!fdasalkan eleva$1 1001-2000 m. LQ pencaharian utama temak besar clan kecil. · Persentase lahan pertarian dikuasai pemikk : LQ pencahanan Ulama perkelxman dan kehutanan Iii wilayah Sek1tar dalam kawasan. lntensitas populasi ternak besar kecd d1 wilayah sek1tar datam
kawilsan : Persentase lallari pertan1an dtkuasai pemilik di wlayah sekitar dalam Wl.nF1PtU
kawasan. · Pel'$enl!l&e lahan pert.&nian dikuasai pemilik dan peoggarap di wllayah sekitar dalcn kawasan. · Kofwersi ladang ke lahan terban9un d1 wilayah sek1tar dalam kawasan. · Rataan skala penguasaan lahen kehutanan di wilayah sekltar dalam
kawasan
Model Persamaaa Regresi Linier : lnFzKpe
= -13,21 + -0,.10
loF1Kpe + -0,19 l11F,Sda + 0,17 laF,Sdm + 0,25
lnF1Pru + J,70 WIDF1Sdm + -8,67 WluF1Aek + 7,Hl WlnFzl'ru ~ 7,83 WlnFzPru + -5.11WlnF3Pru+11,83
WloF4Pru
lJ9
Hasil perhnungan model durbin seperti pada label diatas diperoleh hasil analisis sebagai rerikut :
I . Tingkar kcmiskinan masyarakat di wilayah sendiri memberi dampak negatif terhadap peningkatan kapasitas fiskal di wilayah tersebut pada taraf nyata :') %. Variabel in i bersifar tidak elasi:is artinya semakin tinggi tingkat kemiskinan di wilayah sendiri akan mempunyai pcngaruh yang
sangat kecil (elastisitas 0,30) terhadap kapasitas fiskal wilayah itu sendiri. Berarti apabila di wilayah itu sendiri tingkat kemiskinannya tinggi ak.an menurunkan kapasitas fiskal wilayah tersebut. Hal ini dapat dijelaskan secara logis jika tmgkat kemiskinan tinggi di wilayah tersebut maka daya
beli masyarakat rendah maka alum rnenurunkan pendapatan wilayah tcrsebut. 2. Wilayah yang memiliki pangsa areal berada di dataran tinggi (10012000 m) memberi dampak ncgatif terhadap peningkatan kapasitas fiskal di wilayah tersebut pada taraf nyata 5 %. V ariabcl ini bersifat tidak elastis artinya semakin besar pangsa areal wilayah itu yang berada di dataran
tinggi akan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kapasitas fiskal walaupun sangat kecil ( elastisjtas 0, l 9). Ini menunjukloon nahwa scbagai
besar wilayal1 di Kawasan Joglosemar berada di da!aran rendah dan daerah
tersebut merupakan pusat-pusat aktivitas ekonomi masyarakat antara lain : pusat pasar, sentra pcrtanian dan sarana fasilitas publik. Selain itu wilayah yang berada di dataran rendah memiliki aksesibilltas berupa jalan yang lebib baik sehingga mampu mendorong penmgkatan kapasitas fiskal.
3. Wilayah-wilayah di Kawawan Joglosernar yang mempunyai pemusaton aktivnas mata percaharian penduduk dari sektor petemakan termama
temak besar dan kecil mendomng peoingkatan kapasitas tiskal di wilayah tersebut pada taraf nyata 5 %. Vanabel ini bersifar tidak elastis artinya semakin menyebarnya pemusatan aktivaas
penduduk dari sektor
petemakan rnempunyai pengaruh yang sangat kecil (elastisitas 0, 17) terhadap peningkatan kapasltas fiskal. Hal ini menunjukkan wilayah-
wilayah yang mcnjadi senna petemakan dllpal mendorong peningkatan pendapatan daerah tcrutama daerah-daerah yang memiliki sumberdaya
140
alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial yang mendukung berkernbangnya sektor peternakan terutama temak besar dan kecil, 4. Persentase la.ban pertama» yang dikuasai oleh pemilik di wilayah sendit'i mampu mendomng peningkatan kapasitas fiskal wilayah sendiri pada taraf nyata 5 %. variabel ini bersifar tidak elast.is artinya semakin besar Persentase lahan penaniau yang dikuasai oleh pemilik di wilayah sendiri mempunyai
pengaruh
peningkatan
kapasnas
yang sangat kecil (elastisitas 0,25) terhadap flskal.
Hal
ini meounjukkan
bahwa status
kepemilikan alas lahan meniadi fakror penting dalam peningketkan pendapatan daerah artinya de~an kepemilikan yang jelas maka pajllk terhadap tanah tersebet dapat beban pajak ditanggung oleh pemilik lahan itu dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah,
5. Pemusatan mata pencaharian utama penduduk dari sektor perkebunan dan kehutanan di wilayah sekiuu: da!am kawasen akan mendorong peningkatan
kapasitas ftskal di wilayah sendirl pada taraf nyata S %. Varibel ini berslfu.t elastis 3,70 artinya semakin menyelw l)CIDl.ISRlftn mata pencaharian utama
penduduk dari sektor perkebunan daa kehutanan di wilayah sckitar dalam kawasan akan member] dampalc yan& relatif besar terhadap penlnglcatan kapasi111s fiskal wilayah sendjri. Hal ini menunjuk.kan di wiiayah tetangga sebagien besar mata pcncahaeian penduduknya dari sektor perkeb111111n dan
kchutanan, tetapi pusat-pusat pengolahan hasll perkebunan dan kehutanan ada di wilayah sendiri sehingga akan mendorong peningkatan
fiskal
wilayah sendiri, 6. lntensitas populasi ternak besar kecil di wilayah sekitar dalam kawasan berdampak
negatif terhadap peningjrntan kapasaas fiskal di wilayah
sendiri pada taraf nyata 5 %. Vanabel ini bersifat elasti~ 8,68 artinya
semakin besar populasi ternak dan sernakm beragam mata pencaharian penduduk di wilayah sekitar dalam kawasan akan memberi darnpak yang besar terhadap pemngkatan kapasitas
fiskal wilayah sendiri. Hid ini
mcnunjukkan suatu Jcccamatan yang bertetangga dengan
kepadatan
temak tinggi dan beragamnya
dengan kecamatan mata pcncabarian
penduduk maka kapasltas fiskal wilayah sendiri menjadi rendah. Wilayah
141
yang kcpadarsn ternaknya tinggi (overgrazing) di wilayah sekitar dalam kawasan akan mempengoruhi pola penggunaan lahan di wilayah tetangga
meniadi kurang ba ik sehingga pendapatM masyarakat jug a akan rend ah dan pada akhimya me!\Unmkan pendapaian daerah itu seodiri. 7. Persentase lahan pertanian dikuasai pcmilik di wilayah sekitar dalam kawasan mendorong peningkatan kapasitas fiskal wilayab sendiri pada taraf nyara 5 %. Variabe! ini bersifat elastis 7, 10 artinya semakin beS81 persentase lahan yang dikuasai oleh pemilik di wilayah sekitar
telaogga dimili.ki o leh masyaraket yang ada di wilayab :scndiri, sehingga pada saat pemungutan 1)8.jak dibcbankan pada pemilik yang tinggal di
wilayah sendiri sehingga akan meodorong peninslcatan pendapatan daerah sendiri. 8. Persersase Jahan pertanran dikuasai oleh pemilik dan penggarap di wilayah
sekitar dalam kawasan a.km mendorong peningkatan kapasitas fiskal pada l11taf nyata S %. Varabel ini bersifat elastis 7,83 artinya seinakin besar
persentase lahan pcrtanian dikuasai olch pernilik dan penggarap di wilayah sekitar
dalarn
kawasan
akan
belpeogaruh
relstif
besar
terhadap
peningkatan kapasita.~ fiskal, 9. Konversi ladang ke lahan terbangun di wilayah sekitar dalam kawasan mempunyni dampak negstif terbadap peningkaten ltapusitas fisknl padu taraf nyata 5 %. Variabel ini bersifat elasris 5, 11 artinya semakin besar konversi ladang ke lahan terbangun di wilayah sekitar dalarn kawasan
mempunyai pengsruh yang besar terhadap penurunan kapesitas fiskal wilayah !!elldiri. Hal ini inenunjukkan wilayah. tetangga yang diduminasi nleh lahan pertanian apabila ierjadi hmversi lahan ke lahan terbangun akan juga mcmpcngaruhi tcrjadinya konversi lahan di wilayah yang
berbatasan sehingga akan menyebabkan penurunan peodepatan daerab sendiri, Selain itu apabila aktiviW ekonomi di wilayah tetangga terganggu karena konversi lahan yang tioggi akan mempengeruhi wilayah sendiri
142
yang berbatasan sehingga pada akhirnya akan menurunkan
pendapatan
daerah di wilayah sendiri. 10. Rataan
skala penguasaan
lahan kehutanan
di wilayah sekitar dalam
kawasan akan mendorong peningkatan kapasitas fiskal pada taraf nyata 5 %. Variabel ini bersifat elastis 11,83 penguasaan
lahan kehutanan
artinya semakin
besar skala
di wilayah sekitar dalam kawasan akan
memberi pengaruh yang relatif besar terhadap peningkatan kapasitas fiskal. Hal ini menunjukkan bahwa skala penguasaan lahan kehutanan dalam hal ini hutan rakyat di wilayah tetangga akan mempengaruhi aktivitas dan pola penggunaan lahan di wilayah sendiri sehingga jika skala penguasaan lahan kehutanan
di wilayah
sekitar
dalam
kawasan
berubah
maka akan
berdampak besar terhadap peningkatan kapasitas fiskal wilayah sendiri. Secara ringkas basil model kesejahteraan
masyarakat dapat digambarkan
sebagai berikut :
Keterangan : : Variabel Elastis : Variabel Tidak Elastis
Gambar 44. Diagram Model Kapasitas Fiskal,
143
Berdasarkan basil analisis pengujian model kapasitas fiskal dapat diperoleh
informasi : I. Faktor-Iakror yang dapar u1enghambat peningkaran kapashas Iiskal adalah (a} tingkat kemiskillan, (b} wilayah dengan areal dataran tinggi, (c) intensitas populasi ternak di wilayah sekitar dalam kawasan dan (d)
konversi ladang kt: lahan terbangun di wilayah seutar dalam kawusan. 2. Faktor-faktor yang dapat mendorong peningketan kapasitas fiskal adalah (a) pencaharjan
utama pendudulc dari sektor petemakan,
pertanian dfkuasai pemilik, (c) peacaharian
(b) lahan
utama perkebunan dan
kehutan.an di wilayah sekitar dalam kawasan, (d) lahan pertanian dikuasai pcmilik di wilayah sck.itnr dalmn lww•san. (e) lahan pcrtaninn dikuasai
pemilik dan pc:nggarap di wilayah sekitar dalam kawasan, dan ({) ska.la penguasaan lahan kehutanan di wilayah sclc:itar dalam kawasan. Ke-doa model ldncrja pembengunan el.cooom.i daerah menunjukll:ao bahwa variabel-varlabel yang berpengaruh nyata (signifikan) dan elaSlit tcrhadap variabel tujwm yaitu kinccja pcmbangunan ekonomi daerah di dominasi oleh varlabel yang tcrkait deugan wilayah sekitar dalam kawasan Kondisi ini rnerrunjukkan bahwa pcmtingnya lcujasama lUllar wilayah (inter-l'tgionolMtwork)
dalarn merencanaktin clan mclaksanalwi pembangwian lerutama umuk mengates! perrnasalahan-permasalahan
pembanguoan yang selalu muncul akibat proses
pembangunan itu sendiri. Pendekatan pembangunan
daciah ~
sclama ini dilaksauakaJ1 terlalu
menekal*an pada batas-batas administrasi yang sering tidak mengakomodas! keragaman potensi wilayah, permasalaban bkal dan adanya keterlcaitan antar daereh. Keragaruan potensi ya.ng dimiliki masing-masing wilayab dan kctcrbarasan baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia menunjuldan pentingnya kerjasama antar wilayah terutama dalam bentuk pengembangan kerjasarna kawasan strategis, Penti.ognya peagembaogan kerjasama kawasan s\rategis antara lain dapat ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, spa.~ial, bu
144
wilayah
dengan
menyediakan
sarana dan prasaran
dasar yang memadai.
Keterkaitan antara daerah hu lu dan daerah hilir akan memberikan pengaruh posisrif bagi pcrkcmbangan ckonomi di wilayah-wilayah kerjasama and forward li'1~gl!s), sehingga diharapkan dapat memberikan (multiplier effect) yang cukup besar terhadap pertumbuhan wilayah
kcrjasama
yang
pada akhimya
dapat
(backward efek ganda
ekonomi dalam
memberikan
peningkatan
kesejahteraan masyarakat. tidak saja dipusat-pusar pemunbuhan {grt1wth c1m1re) namun juga di kawasan-kawasan pinggirnya (laimer/and).
Pembabasan Umum dan lmplikasi Kebijakan Terhadap Pembangunan Daerah di Kawasan Joglos e mu Pengembangan wiloyah di KaW838n Joglosemar harus dilaksanakan dalam kerangka
pengembangan wllayah terpadu untuk mewujudlc.an pertumbuhan
wilayah yang berimbang dan sating memperkuat antar wilayah di da1am kawasan tersebut. Untuk mencapai kinerja pcmbanguean daerah yang ba.ik berdasarkan
basil analisls dapat disarikan beberana hal penting dan dikaitkan dengan impli.ka.si kebiiakan yang harusdilakukan, 11nt11m lain : I.
Model peningkatan kcscjahtcraan masylllllkat mengl111silkll.R variabel nyara
dan etasrts tingkat kemiskinan di wilayah sekitar daJam kawasan mengbambat
pencapaian
kinerja pembangunan
daerah di Kawasan
Joglosemar. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kemiskimm merupakan fenomena kawasan artinya apabila suatu wilayah miskin maka akan mendorong wilayah diseksarnya juga menjadi miskin.
Bentuk kerjasama
yang dikcmbangkan di Kawasan Jogjosemar untuk mengurangi tingkat
kemiskiaan adalah dengan melakukan program pengeraasan kemiskinan dengan kerjasama antar daerah secara bersama sehingga akan lcbih efisien baik dari sisi biaya maupun dari sisi waktu. Gambaran secara spasial wilayah-wilayah dengan karaktetistik pada Gambar 45 berjkut ini :
tingkat kemiskiaan dapat dilihal
145
PETA TING:KA T KEMISKINAN DI KAWASAN JOGL.OSEMAR
10
o to
20
Klk>meten
D
'HngkalKemilJdnanTinggi Tlnglcal Kemil*inon Sedanw
-TlnQkm:Kemllklnan Rendol>
Sumber: Data PodH ST 2003 & SE 2008
Hull Anallala Klaater llmu Per..,unun Wi"'J•h Pllsca.sa1J.uu • IPB
2007
>.UIUOE
lllOOrtE SUI
111
Gambar 45. Peta Tingkat Kemiskinan
2. Model peningkatan kesejahteraan masyarakat menghasilkan variabel nyata dan elastis indeks diversitas entropy tanaman pangan dan hias di wilayah sekitar dalam kawasan menghambat pencapaian kinerja pembangunan daerah di Kawasan Joglosemar. Hal ini terjadi di wilayah-wilayah yang berada di daerah berbukit dimana keragaman jenis tanaman pangan dan hias tinggi. Wilayah dengan karakteristik tingkat keragaman jenis tanaman pangan yang tinggi tidak mempunyai komoditas unggulan yang jelas sehingga pengembangan komoditas yang potensial baik dari sisi pasar maupun kualitas belum ditentukan. Tidak fokusnya pengembangan komoditas unggulan menyebabkan wilayah tersebut dalam penyediaan anggaran
untuk
sektor
pertanian
menjadi
tidak jelas.
Padahal
penganggaran sektor pertanian untuk pengembangan kornoditas unggulan menjadi kunci keberhasilan pembangunan sektor pertanian di Kawasan .Joglosemar.
Bentuk kerjasama yang dapat dikembangkan antara lain
menjalin kerjasama antar daerah untuk menentukan komoditas unggulan sesuai dengan karakteristik wilayah sehingga masing-masing wilayah akan
146
memiliki komoditas yang berbeda sehingga jika terjadi masa panen harga komoditas tersebut tidak mengalami penurunan. Selain itu juga harus dikembangkan
industri
kecil yang
mampu
menyerap
produk-produk
unggulan di wilayah tersebut maupun di wilayah lain. Gambaran secara spasial wilayah dengan karakteristik indeks diversitas entropy tanaman pangan dan hias dapat dilihat pada Gambar 46 berikut ini :
PETA l~DEKS 01\ICRSITASENTROPY TAllAMAffPAtlGAll & HIAS DI KAWASAN JOGLOSEfAAR
A 10
0
fO 20
Klomentr1 lojiellda: /
Jol"'1
CJ
'~"::~:.:r:~~a:~=:~
D
~aCS:::_~Q"'a!':~~a:':::o
- ~!~~~':~~.:~::~h Sumber: Dita Pode:1 sr 2003 a HaailAn•li•is Kluter
se 2006
Umu Per....,..naan Wilay•h PHCllHrpn1 ·IPB 2Ca7
.·:,,
.
. ,,
Gambar 46. Peta Indeks Diversitas Entropy Tanaman Pangan dan Hias
3. Model peningkatan kesejahteraan masyarakat menghasilkan variabel nyata dan elastis rasio SLTP di wilayah sekitar dalam kawasan menghambat pencapaian
kinerja pembangunan daerah di Kawasan Joglosemar.
Keberadaan SLTP di Kawasan Joglosemar hampir merata tersebar di seluruh wilayah karena SLTP merupakan tingkat pendidikan lajut yang harus disediakan oleh pemerintah sampai tingkat kecamatan, namun kompetensi pendidikan tersebut juga harus disesuaikan dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Selain itu kualitas pendidikan setingkat SL TP masih kurang baik sehingga akan berdampak pada kualitas pendidikan
147
pada jenjang yang lebih tinggi.
Lembaga pendidikan adalah usaha untuk
membangun kompetensi, namun jika kompetensinya tidak sesuai dengan lapangan pekerjaan yang tersedia maka ketersediaan lembaga pendidikan tersebut menjadi menghambat pencapaian kinerja pembangunan daerah. Apabila kualitas pendidikan belum sesuai baik dari sisi kualitas maupun kompetensi maka akan mempengaruhi pencapaian kinerja pembangunan daerah. Bentuk kerjasarna yang perlu dikembangkan adalab peningkatan
lembaga pendidikan yang berbasis kompetensi terhadap jenis lapangan kerja sehingga lulusan dari lembaga pendidikan tersebut dapat bekerja sesuai dengan bidangnya. Selain itu peningkatan kualitas guru melalui program pelatihan bersama antar wilayah sehingga terjadi tranfer ilmu antara wilayah yang maju dengan wilayah yang tertinggal merupakan salah satu usaha peningkatan kompetensi. Gambaran secara spasial wi.layah dengan karakteristik rasio SLTP dapat dilihat pada Gambar 4 7 berikut ini :
"
"'
PE TA RASIO SLTP Cl KAWASAN JOGLOSEMAR
t\ 10
0
10 20
Kfomemn legenda:
/'
v
JellJlll
D Rallo SLTP Tinggl c::::::J R•lo SLTPSedang -
R.. lo Sl.TPRendoll
Sumber: Oat.a Pode. ST 2003 & SE 2006 Hull Anall•I• KIHltr
•
Bmuf"tf'-.win Wllayato
~UHrjUI> ·IP&
..
~
.· #.
rJ~
"' Gambar 47. Peta Rasio SLTP.
~
148
4. Model peningkatan kapasitas fiskal daerah menghasilkan variabel nyata dan elastis intensitns populasi ternak di wilayah sckitat dalarn kawasan
rnenghambat pencaeaian kinerja pembangunan daerah, Terjadinya ledakan populasi temak di wilayah lain !Oemeotara sumberdaya lahan terbatas akan berpeogaruh tcrhadap wilayah sekitamya Untuk itu perfu kerjasama antar
wilayah dalam mengontrol popolasi temak di wilayah tctangga maupun di wilayah sendiri sehingga tidak terjadi overgrazing. Populasi temak yang
tidak tcrk.cndali akan mempengaruhi pola penggunaan 1aban dimana lahan yang produktif uruuk pertllnian lllef)jadi berubah fungsi sehingga akan mengganggu pendapatan masyarakat dan akhllnya akan mempengaruhi kapasitas fiskat daerah. Menjaga keseimbangan popelasi temak dengan
daya dukung laha.n akan sanga\ mempengaruhi pola penggunaan 1ahan sehingga sumber daya lahan yang sifatnya terbatas mrunpu dimanfaatkan secera optimal oleh
111<1$y&laluil.
Bentuk kerjasama yang hams
dikembangkan adalab merq>erbaiki jalur tata niaga pemasaran produk tcmak
schingga marnpu menyerap persediaan (supply) p-oduksi di
Kawasan Joglosemar dan wilayah sekitar, Adaoya peningkatan penawaran produk peternakan perlu juga dipikirakan untuk mendorong peniagkatan dari sisi perrnintaan seh.ingga antara supply dan demand akan seimbsng.
Sclain ltu mcnciptakan industti pengolahan basil teroak di wilayahwilayah yang memiliki iotensitas populasi temak tinggi, sehingga dapat member] nilai tambah prodsk petcrnakan clan diversifikasi prodok. Ni.lai tarnbah y~ng
petemakan akan berdampak kepada peoingkatan pendapatan masyarakat terutama petemak yang pada aliliimya akan mcningkatkan kapasitas fiskoJ
daerah tersebut, Gambaran seeara spasial wilayah dengan karakteristik intcositas populasi temak dapat dilibat pada Gamhar 48 heril
149
PETA INTEtHITAS POPULASI TEAllAK DI KAWA SAN JDGLOSEUAA
10
a
A 10
20
KUonte&ers
-lruaraltm Populatl Temlic Ting;! lnten•kl!S Pop"I"' l Tern... Sedan -lntonsltBI PopuloolTtmmc A<111da
Sumber: Data Pode. 8T 2003 & Hau Anallsls Klaster
se 2006
"' Gambar 48. Peta Intensitas Populasi Ternak.
5. Model peningkatan kapasitas fiskal daerah menghasilkan variabel nyata dan elastis konversi ladang ke lahan terbangun di wilayah sekitar dalam kawasan menghambat pencapaian kinerja pembangunan daerah. Konversi ini umumnya terjadi di wilayah dengan mata pencaharian utama sektor pertanian dengan drainase
baik, jika lahan tersebut dik.onversi maka
penduduk penduduk dengan pencaharian utama sektor pertanian akan kehilangan pekerjaan. Faktor penyebab terjadinya konversi bisa dijelaskan melalui teori Land Rent. Terbatasnya pengetahuan dan informasi juga mendorong terjadinya konversi. Sisi penjual melihat harga jual lahannya tinggi kalau dibandingkan dengan nilai hasil penggunaan lahan tesebut, namun jika dari sisi pembeli harga belinya lebih rendah daripada harapan nilai yang akan diperoleh. Konversi ladang ke lahan terbangun di wilayah sekitar menghambat peningkatan kapasitas fiskal dapat diatasi dengan melakukan kerjasama antar wilayah dalam hal mengendali.kan konversi lahan di wilayah tetangga misalnya meningkatkan produktivitas tanaman dengan memperbaiki sarana prasarana penunjang pertanian seperti
150
ketersediaan sarana produk.si, air, pilihan komoditas, inforrnasi pasar dan akses terhadap modal. Selain itu kerjasama mengembangkan
instrumen
perijinan dan pajak juga dapat mengendalikan konversi. Gambaran secara spasial wilayah dengan karakteristik konversi ladang ke lahan terbangun
dapat dilihat pada Garnbar 49 berikut ini : 111
PETA KON\IERSI L.A.OANG KE l.AHAN lERBANGUN Ill KAWAllAN JOGLOSEM.AR
A D
10
10
20
Kiometen Leg.enda:
/
Jelan F.llll\ltrmL•i•!lQ r•f'l:.!IS Jr - ~;i;
~it_.?:,.,
o~:neflolUUit~l.•
.era-
-~<11QY.t' ~111"; 4(;11·1-$11Sll.J'l•llW'U-¥1.J!1J T•"'b1g .. r Kenl)fi1
Sumber: Data Podff ST2003 & SE 200ll Hult Anatlsl& KIHter
UmuPenncmnn Wllayall PallCIHljana- ll"B 2007
•· #.
110
~
111
Gambar 49. Peta Konversi Ladang ke Lahan Terbangun.
6. Model peningkatan kapasitas fiskal daerah menghasilkan variabel nyata dan elastis pencaharian utama perkebunan dan kehutanan di wilayah sekitar dalam kawasan mendorong pencapaian kinerja pembangunan daerah. Kondisi ini berkembang di wilayah hutan rakyat dan perkebunan yang ditanami komoditas utama dengan nilai ekonomi yang tinggi, Kerjasama yang perlu dilakukan agar pencaharian utama perkebunan dan kehutanan di wilayah sekitar akan lebih dapat mendorong peningkatan kapasitas
fiskal
daerah,
antara
lain
melalui
program-program
pengembangan tanaman perkebunan dan kehutanan terutama hutan rakyat. Beberapa wilayah Temanggung,
di
Kawasan Joglosemar
Kabupaten
Wonosobo
dan
misalnya Kabupaten Kabupaten
Magelang
151
mengemban.gkan tanaman kopi Arabika dan Robusta. Produktivitas dan kualitas hasil kopi akan dapat lebih ditingkatkan jika ada kerjasama baik dalam hal proses pemeliharaan,
tranfer teknologi,
informasi pasar dan
proses pengolahan yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kapasitas fiskal di wilayah tersebut maupun di wilayah sekitar. Selain itu juga mengembangkan
industri pengolahan basil hutan dan perkebunan
sehingga selain mampu menyerap produksi basil hutan di wilayah itu sendiri maupun di wilayah sekitar tetapi juga untuk memberikan nilai tambah terhadap produk basil hutan dan perkebunan tanpa mendorong terjadinya konversi. Gambaran secara spasial wilayah dengan karakteristik pencaharian utama perkebunan dan kehutanan dapat dilihat pada Gambar 50 berikut ini :
PETA PENCAHARIAN UTAMA PeRKE8UNAll & KEHUTAllAll 01 KAWASAN JOG~OSEMAR
A 10
0
10 20
Jallll1
mPanc.lh.lnan Vtama P-•bunon& l<elwl•n•n Tlnggl Pene1h1nan Utama
[::] Perl<•bun•n& ~llutanan Sll
CJ~::;:.,n::~~!:::.'aumn Renelah Sumber: Data Podu ST2003 & SE2008 Huil Ana&sis Kinter
.
Gambar 50. Peta Pencaharian Utarna Perkebunan dan Kehutanan
Model peningkatan kapasitas fiskal daerah menghasilkan variabeJ nyata dan elastis lahan pertanian dikuasai oleh pemilik dan penggarap maupun dilruasai oleh pemilik saja di wilayah sekitar dalam kawasan mendorong
152
pencapaian kinerja pembangunan daerah di Kawasan Joglosemar. Lahan yang dikuasai oleh pemilik dan penggarap umumnya dimiliki secara guntai dan dikerjakan oleh orang Jain, semeruara lahan yang dikuasai oleh pemiliknya
saja walaepun
tidak dikcrjakan letapi dapal meningkatkan
kapasitas fl.lKal daerah karena hal ini lerkail dengan pengenaan pajak atas lahan tersebut. Bentuk
kerjasama yallJl dikembangkan antara lain
mendorong rnasyarekat berkaitan dengan status kepemilikan Jahan
misalnya dengan program sertifikasi taaah, Hal ini perlu dilalrukan kareaa status kepemili.kan lahan yang tidak jelas akan memberi dampak negatif tcrhadap pcningkatan kapasitas flskal daerah. Scbaliknya jika status kepemilikan lahan sudah jelas, maka akan mendoroog peningkatan lcapasitas fiskal dacrah karena hal ini terkait dengm prosedur pengenaan obyck pajak. Kcjclasan atas kcpemilikan lahan akan meningkatkan produktivitas
lahan tersebet, apalagi ji.ka diduk~
oleh pemilihan
komodnas unggulan, tersedianya sarana taktor produksi yang memadai (pupuk, bibit, air, akses terhadap modal d.an informasi pasar) akan meningkatkan pendapatan petani sehingga akan meodorong daya beli masyarakat yang pada akhimya akan meningkmkan kapasitas fiskal daerah
Gambw:an secara spasial wilayah dengao koraktcristik laben pcrtanian dikuasai pemihk dan penggarap dapat dilihat pada Gambar 51 dan
gambaran secara spasial wilayah dengan karakteristik Jahan pertanian dikuasai pemilik saja dapat dilihat pada Gamber 52 berikut ini :
153
PETA LAHAN PERTANIAN DIKUASAI PEMILIK & PENGGARA
DI KAWASAN JOGLOSEMAR
A 10
0
10 20
laiJendo: r> / Jolon
- ~!~~~n,:~.d:~~.~~01
- ~:~~:::~~;~~-:~·e: .10 D
~~::n:,::::~~aan
Sumb&r: Dalli Podu ST2003& SE2006 Hui Anallsl• Klaster llmu P..-tnconunwa.yall
Pu
•
.
'·
• !C
Gambar 51. Peta Laban Pertanian Dikuasai Pemilik dan Penggarap
PETA LAftAN PERTANIAN DIKUA SAi PEMILIK
Cl KAWASAN JOGLOSEMAR
A 1001020 Klom•tan L09<11da. /
/
J•lan
-LthanPsum., daulul Ptftdki'n9;f Ql..lhtn Perunfttt dll:IMHI Pemlllk S.CU~ LaNn Pe111n1., dlkueffll P1!!n'9lcR91dfh
Sumi>«: Data Podq ST2003& SE2006
Ha•UAn•li•i• Kf11ter
Gambar 52. Peta Lahan Pertanian Dikuasai Pemilik.
154
7. Model peningkatan
kapasitas fiskal daerah menghasilkan
variabel nyata
dan elastis skala penguasaan lahan kehutanan di wilayah sek.itar dalam kawasan mendorong pencapaian kinerja pembangunan daerah di Kawasan Joglosemar. Hal ini dapat dijelaskan secara logis bahwa masyarakat yang
memiliki mata pencaharian utama dari sektor kehutanan akan meningkat pendapatannya apabi]a skala penguasaan lahan kehutanan tetap tinggi. Selain itu mempertahankan lahan hutan bermanfaat dari sisi lingkungan yang pada ak.hirnya berdampak secara ekonomi, Bekerjasama antar wilayah dalam menjaga areal hutan dengan mengurangi terjadinya konversi lahan hutan menjadi lahan terbangun baik di wilayah sendiri maupun di wilayah sek.itar. Misalnya dengan mengembangkan bangunan hemat lahan (bangunan vertikal) sehingga tidak akan mengurangi lahan hutan yang ada di wiJayah sekitar. Wilayah ini juga tepat dikembangkan sebagai agrowisata yang merupakan salah satu strategi untuk menekan terjadinya konversi tetapi memberi tambahan pendapatan terhadap masyarakat di sek.itar hutan. Gambaran secara spasial wilayah dengan karakteristik lahan pertanian dikuasai pemilik dan penggarap dapat dilihat pada Gambar 5 3 berikut ini : PET.O. SKAL.O. PENGUAS.O.AN LAHAN KEHUTANAN DI KAWASAN JOGLO$EM.o.R
10
~
A 18
2~
KYomemn
Le;enda Jatan
-=~~,'i:::!•.:n
Tinogl
C::J~nFft:,0u:nn,ea ..no c:J ~::1P:"..!'uu:::1r<m4M1 Sumber: Oaa Podes ST2003& SE2006 Haell .O.nall•I• Kinter
•
lfmu Pft'encan.aan WH.ay•h P••caurjtna · IPB
2007 -·;,.
~
Gambar 53. Peta Skala Panguasaan Laban Kehutanan.
155
Secara ringka.~ imphkasi kebijakan kinerja pembangunan daerah di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada Lampiran 16, selain menjelaskan model kinetja pembangunan daecah, variabel nyata dan elasus, pengac-uh antar va:fiabel dan implilcasi kebijakan juga
disajikan lokasi urama yang menjadi
priotias
pengembangan kawasan kcrjasama sebagai upaya mencapai kinerja pembangunan daerah yang lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kemnplllan Berdasarkan
hasil pembahasan
pada bab-bab sebelurnnya, maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan sebegai berUut : I.
Berdasarkan Inrensitas aliran batang antar kabupatenikota di Jawa Tengah dan OJY ditentukan interaksi spasial yang relatif kuar clan menunjukkan
bentuk hubungan kerjasama anlar daerali dengan Kota Yogyalcarta, Koza Surakana
dan
kawasan/berbatasan
Kota
Semarang
dan
berada
dalam satu
blok
secara adulinisttasi, maka Kawasan Joglosemar terdiri
deri 22 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten
Karangaayw,
Kabepaten
Sragen,
Kabupaten
Grobogan, Kabupsren Blora, Kabupaten Demak., Kabupaten Semarang, Kabopaten Temanggung, Kota Magelang. Kola Surakarta, Kota Salatiga. Kota Semarang. Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bamul, Kabupaten Gunung .Kidul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. 2.
Derdasarkan analisi.s LQ, Ana1isis Faktor dan Analisis Klaster di simpulkan
babwa sektor penanian m:rupakan sektor yang memusat di daerah perdesaan
karena sebagian
besar 11\eruJ)akan wilayah sentra pertsnian
sch.ingga sektor pertanian mev.jadi selrtor utama di Kawasan Jog losemar,
sedangkan sektor listrik, gas dan air miruun, sektor penganglcutan dan knmunjkasi, sektor keuangan, peisewaan dan sektor jasa lebih mem11sat di daerah perkotaan sehingga perlu dikembangkan
kerjasama antar deerah
sehingga aktivitas ekonomi di Kawasan Joglosemar cnenjadi lebih efisien. 3.
Berdasarkan
basil Analisis Klaster tcrbadap komponen utama vari.abel
tipologi daerah mersmjukkan bahwa konfigurasi spasial tipologi wilayah di kawasan Joglosernar dapat dikekunpokkan lllenji111i 5 (lima) tipol1>gi yaitu (I) Tipologi I dicirikan wilayah dcngan topograti berbukit, keragarnan jenis
ta113111an pangan, Intensues populasi temak besar kecil dan pencabarian sektor perkebunan dan kehutaaan yaag reodah, (2) Tipologi II dicirikan wilayah dengan pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat yang rendah, (3) Tipologi
Ill dicirikan wilayah dengan pengcluaran
157
anggaran rutin rendah tetapi anggaran pcmbangunan dari pemeritah pusat
yang tinggi, (4) Tipclogi IV dicitikan wilayah dengan pengeluaran anggaraa rutin dan anggaran pembangunan yang tinggi dan (5) Tipologi V dicirikan wilayah dengan topografi berbukit, keragaman jcnis tanaman panglUl don
hias. intensitas populasi temak besar keeil, keragaman pencaharian sektor pertanian dan pengeluaran anggaran pemhangunat1 dari pemerintah pesat YlilJ& tioggi.
4.
Analisis juga menunjukkan behwa banya faktor-faktor eksternal yang nyata dan elast is meneotUlcan lcinerja pemllmtgunan daerah antara lain : (a) Kinerja pembangunaa
bidang kcsejahteraan
ma.syarakat alcan sernokin
terbambat dengan semakin tingginya rataan spasial daerah sekitar dalam ha! tingkat kemiskiaan, kegagalan peoetapan folrus komoditas unggulan dan tingkat pcmusatan kctersedwm Jemboga pendidikan.
lb) Kinerja pembangunan bidang kapasitas fiskal akan semakin terhambat dengan semal::in tinggiJ!ya rataan lq)aSial daerah sekitar dalam ha! tingkat ketirnpaegan
produksi
dengan
mntai pengolahanlpemosnr.m dan lo.ju
konversi lahan pertanian, serta semakin rendahnya status kepemilikan dan
skala pemguasaan lahan pertania.n. 5.
Hasil temuan analisis secara keseluruban merekomeadasjkan bahwa untuk
rnendorong pellingkatan kinerja pemblmgunan daerah dalam kawasan kerjasama Joglosemar secara nyata. perlu di):)el'kuat kerjasama antar daerah khususnya
dalam
pengenta.san
kemiskillll11
rnelalui
keberimbangan
ketersediaan lembaga pendidikan, pcogendalian konversi, peningkaten siatus
kepernilikan dan konsolodasi manajemen lahan pertanian, penetapan futus komoditas
unggulan
pertaoian
pengo laban/pemaseran produk perttnian.
dan
peogembangan
rantai
158
S.V.n Bcrdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran yang bertujuan uniuk lebih mengembangkan
kerjasama antar daerah di Kawasan
Joglosemar : I . /\rahan strategi pengembangan kawasan kerjasama Jc>glosemar perlu lebih menekankan pada lerja=na antar daerah dalam haJ kebijabn pendid ikan, kebijakan pertaoahan, dan kebijakan bisnis dan industri yang bert>asis sumberdaya
lok.al untuk rneningka(kan kesejahteraan
masyarakai, 2. Unruk lebih menyempuma\:sn model penelitian ini perlu dilakukan
anal isis optirnas! untuk meoentukan kerjasama antar daerah yang optimal sehingga mampu 111eningkafum kesejahteraaa masyarakat,
DAtT AR PUS'l'AKA Adiningsih, Sri. 2002. Relevankah "SustainableDevelopmenl''?-KompasSenin
i 7 .luni 2002. Anwar, Atfondi. 2005. KeJimpangrm Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Tinjauan Ktitis. Bogor:P4 W Press. Anwar A, Hadi S. 1996. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Majalah Kajian Ekonomi dan Sosial, Prisma Tahun 1996: Nomor Khusus 25 Tahun Prisma 1971-1996 . .Jakarta:LPJI:S.
Anwar
A.
Rustiadi E. 2003. Altertlatif Sistem Perencanaan Pembangunan Bagi
Masa Depan Indonesia. Mllkalah daJam Seminar Nasional Sistem Perencanean Pembangunan Nasional mm Ekonomi Politik Baro Pasca TJUD 1945 dan
Peresmian
ffnnpunan
Perencanaan
Pembangonan
Wil1>yt1h dan Pedesaan, Jakarta. AriefS. 1993. Metodologi PenelitianF:konomi Jakarta: UI Press. (Bappeda]
Baden
Perencanaan
Pembangunan
Provinsi
Jawa
Tengah.2003.
Rencana Strategis Pemerisuah. Provinsi Jawa Tengah, Bappeda Provinsi Jawa Tengah. Pembongun.an Nasional. 2004. Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan uniuk Percepatan Pembangunan Doerah Jakarta : DiNktorat Pcngembangan Kawasan Khusus dan Tertiaggal Bappenas.
[Bappenas]
Badan Perencanaan
Blakely l:J. 1994. Planning local Eco71wmic Development: Ed. ke-Z, J .ondon: Sage Publications. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006 . .Jawn Tengah Dalam Angka Tahun 2006.
Semarang: RPS. !BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Daetab Istimewa Yogyakarta Dalam Angka Tahun 20<J6. Yogyakana: BPS. Dahuri R, Nugroho I. 2004. Pengembangan WilayahPerspc/r.JifEkonomi, Sosial dan Linglcungan. Jakarra:LP3ES. Daryanto A 2004. Keunggulan.
Daya Saing dan Tekntk Identifikasi Komodttas Unggulan dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Regional AGRIMEDIA Volume 9 Nomor2 Desember 2004. Boger: MMA-JPB.
160
M. 2002. Pergeseran Pendekman dalam Perencanaan Pengembangan Wilayah/Kawasan di Indonesia. Di dalam; Haryo Winnrsu, Pradoo, Denny Zulkaidi. Miming Miharja, penyunting. Pemikiran dan Praktek Pcreocanaan dalarn Era Transformasi di Indonesia. Bandung.Departemen Teknik Planologj-ITB. Him 9-26.
Deni R. Djumantri
Djajadiningrat Suma Tjabja. 2001. l'emikiran Tantangan don Permasalahon
Lingku11gan u11tuk Generasi Masa Depan, Studio Tekno Ekonomi ITB, Bandung,
Emesto M, Pemia and J.M. Ian S. Salas. 2006. lm•estment Climate, Productivity, and Regional .Development in a Developing Country. Asian Development Journal Volume 23, pg. 70-89. ESRI. 1999. Arc View GIS 3.2. Evironmental System Research Institute (ESRI), Inc.
finnan T. J 992. Studi Perencanaan Ruang Kuwo.ran-kawas(lll Straregis. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Nomor 3 Triwulan I/Maret 1992. Bandung.Lembaga Penehtian Perencanaan Wilayah dan Kota-lT.B. Glasson I. 1978. An Introduction to Regional Plonmng, Concepts, Theory and Practice. Great Britain: The Anchor Press Ltd. Hagget, P ., A.H. Cliff dan A. Frey. 1977. Locational Analysi.f in Human Geoxraphy. John Willey and Sons. 605 pp. Isard, W. 1975. lmroduaion tu Regional Science. Prentice-Hal Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Johnston, R.J. 1976. Classification in GP.ngraphy. CA TMOG 6, Geobooks,
Norwich. Kay R, Alder J. 1999. Coastal Planing and Management. Hand fN Spon. Kelly ED, Backer B. 2000. Community Planning. An Iraroductio« io The
Comprl!hensive Plan. Island Press, 478p. Kusumawati, Dyah, 2005. Keterkaitan Stktor Unggulan dan Karakteristik Tipulogi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis. Tesis Program Pascasarjana, IPB. Boger. Lesage. James P.1999. Spatial Economeincs: Dalam The Web Book ofRegiona!
Science RegioJnal Reseorcl« Intitute, West Virginia Univ. Diakscs 25 Oktoher 2()07 pada hlln:/.'W•\ 1~ .rri. ') l U.t':lu.' Mansury,
Y. 20<)7. Promoting Inter-regional Cooperation Between Israel and Palestine · A Structural Path Analy.yis Approach. Urban Studies Journal,
KDI School of Public Policy and Management.
161
Ma~huri Mascbab. 2002. Lesson Learned dalam Pemberdayaan Elwnomi, Forum l'engembangan Partisipasi Masyarakat (l'l'PM). Murty. S. 2000. Regional Disparines : Ne1<1l and Measure for Balanced
Development in Regional Planning and Sustainable Development. Shukla. A (Ed). Kanishka Publishers, Distributors. New Delhi-I I 0 002. Pearce David, Barbier, Edward, 2000. Sustainable Development: Economlc and Environment in the Third Wol'ld. Earthscan Publications Ltd. Richardson, H.W. 1969. Regional Economic. location Theory, Urban Structure, and Rexional Change. World University Weidenfeld and NicholslJn. 5 Winsley Street London WI. Riyadi dan Deddy S.B.2004. Perencanaan Pembafli(Unon Daerah. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama. Riyadi D. 2002. Pengembangan Wilayah Teori dan Konsep Dasar, Di dalam Urbanus\.:l.A, Socia Prihawantoro, penyunting. Pengembangan Wilayah
dan Otonomi Daerah; Kaftan Konsep dan Pengembangan. Jakarta: PPKTPPW-BPPT.hlm 47-65 Rustiadi E., Saifulhakim S., Panuju D.R.,.2006. Perencanaan Pengemhangan Wilayah. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Somber daya Laban. Jurasaa Tanah, Fakultas Pertanian. IPB. Saefulhakim. H. R. Sunsun. 1998. Evaluast Program-program Terdohu/11 )IO'IK Berkattan dengan Upaya Penguotan Keterkauon Desa-Kota. StUdi PARUL Project. UNDP dan BAPPENAS, Jakarta. Saefulhakim. IJ.R. Sunsun. 2004. Permodelan Perencanaan Pengembangan
Sumberdaya Lohan. Laboratorium
Perencanaan
Pengembangan
Sumberdaya Laban. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. H. R. Sunsun. 2007. Model Spasio-.
Saefuihskim,
Saefulhakim, H. R. Sunsun. 2008. Model Pemetaan Potens! Ekonmni untufc Perumusan Kebijakon Pembanguna11 /)aerah (Konsep, Metode, Aplikasi
don Telcnik Kompulasi). Community and Regional Development Institute of Aqwati (CORDIA), Aqwati Center-Begor, Sumarsono S. 2004. Peron Pemerintuh dolam Afendukung Konsolidasi don
l<elwatan lo/col Pemhangunan. Makalah SeminQC Na3ional Rcgionalisasi l'erspektif Otonomi Daerah dan Pembangunan Wilayah. Scntan1J1g:MPWK-UNDIP.
dalam
bnr
:J!!11\\..h.und1p.,1~,jd!~i:1J1inru::agus1~,1!~(lO~imtko;.11hn. hnnl(3-S-2007).
162
Tarigan . 2004a. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksam. Jakarta. Tarigan _ 2004b_ Ekonom! Regional, Teori dan Aphkas'. Rumi Aksara. Jakarta. Tjahjati B. 1992. Regional Development in Indonesia: Goal and Policies. Jumal Perencanaan W1layah dan Kola Nomor J Triwulan I/Maret 1992. Bandung:Lembaga Penelitian Perencanaan Wilayah dan Kota-lTB. Todaro, Michael P. /.000. PP.mhangunanF.knm1mi di Duma Ketiga. Alih Bahasa Drs. Han Munandar. M.A. Erlangga, Jakarta. Turner K, Pearce D, Bateman I. 1994. Environmental Economics, An Elementary Introduction: Great Britain:T.J. Press (Padstow) Ltd, Cimwall.
Warseno. 2000. Tim Koordinasi sebagai Altematif Lembaga Pengelola Kawasan Andalan. Di dalem: Suhandojo, Sri Handoyo Mukti, Tukiyet, Penyuming. Pengembanga» Wilayuh Perdesoan dan Kawasan Tertentu. Jakarta : Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah BPPT. Him 275-2&8.
Yuwono, Margo. 2005. Model Transformasi Struktur Ekonomi Wilayah dart Berbasis Seksor Pertambangan ke Sektor Pertanian. Tesis Program Pascasarjana, JPB. Begor. 7.en l\ff.
2001. Falsafah Dasar Pengembangan
Wilayah : Memherdayakan
Manusia, Di dalam : Alkadri, Muchdie, Suhandojo, penyunting, Tiga Pilar Pengembanean Wilayah, Sumher Daya Alum, Sumber Daya Manusia dan 1eicn(l/ogi. Jakarta: PPKTl'W-Rl'PT. Him 4·20.
LAMP IRAN
163
e
164
c
.... ee
..
.c -" .,
"" .c
..,"' ....."'
"
;: E
..,3 .....::> I
II
II
41
16S
-l!I c:
..!li
166
I 67
II
11
II
II
II
I
I
II I
I
r.emprran 2 ::tata Pa~gsa Outftow asn Kota SJrakarta, KQta Semarang dal\ KOia Yogyaka!ta
oumowdart ~
II'.
~
<(
o ~
"'O! <(
"' w ... "'... :>
Daetah Tu1uan
~
<(
>· (!)
~
~
0 >-
ez
(!)
I-
w ~ ...., NAMADAERAH JATENG KAB CILACAP JATENG KA8 BANYUMAS JATENG KAB PURBALINGGA JATENG KAB BANJARNEGARA JAfENG KAB KEBUMEN Jll.TENG KAB PUR\NOREJO JATENG KAB WONOSOBO JATENG KAB MAGELANG JATENG KAB BOYOl.Jlll JATENG KAB KlATEN JATENG KAB SUKOHARJO JATENG KAB WONOGIRI JATENG t
~
z w
0
~ ....,
s
lo:
>-
3372 3374 :J471 4,50 1,38 14,!lO 0.75 3,31:1 3,14 0,00 0,32 0,08 0,19 0,74 (),DO 3,96 0,14 C,40 0,58 5,07 1,38 0,34 0,72 0,19 9,92 1,29 6,79 0,75 1,89 0, 16 1,01 0,60 c.sa 2.01 0,13 C,08 31,29 0,59 0,13 10,52 0,17 0,18 2.12 0,2S 0,43 1,34 1,02 0,13 :J,33 II. t;:.! :J,53 0,00 0,93 0,24 4,iSG 12,23 1,25 8.44 0,19 0,00 1,94 0,59 1,S!i 19.89 46,64 1.73 B,3& 0,44 2,94 1,92 0,20 3,38 10,34 O,OS 0.28 :>.11 0.1~ 2,71 2,62 0,07 0,70 0,43 0,06 0,71 3,25 0.00 0.00 0, 16 006 Q,2S 0.00 O,OC 4,56 1,90 0.2~ 5,62 0,00 0,00 0,00 O,DO 1,09 1,37 0,00 U,00 1,12 Cl,00 0,00 0,00 0,86 2,48 0,06 0,09 3,72 0,00 1,2a 0,76 Cl,75 2,95 ~.61 2,86 0,00
o.oo
o.ec
168
169 Data Pangsa Inflow ke Kola Su,,~a1a, Kota Semarang don Kola Yogyakarta
s
z < a:
< I-
::i
ILi
;2 < >-
I-
0
,,.<
< :s (/}
"'0 e"
C)
w
ILi
I-
2'
I-
< ....,
NAMADAERAH JATENG KAB CILACAP JATENG KA8 BANYUMAS ,IATENG· KAB PURBAUNGGA JATENG KAB. BANJARNF.GARA JATENG KAB KEBUMl!N JATENG KAB PURWOREJO JATENG KAB WONOSOBO JA TENG· KAB MAGEIANG JATENG KAB BOYOLALI JATENG KAB. KLATE:-1 JATENG KAB SLKOHARJO JATENG KAB WONOGIRI JATENG KAB KARANGANYAR JATENG KAB.SHAGEN JATENG KAB GROOOGAN JAT£NG KAB BLORA JATE"IG KAB REMBAN3 JAH:.NG KAl:l PATI JATE"IG KAB KUDVS JATENG KAB .EPARA JATENG KAB DEMAK JATENG KAB SEMARANG JATENG KAB TEMANGGUNG Jf\ TENG KAB KENC>AL JATENG KAB BATANG JATENG KAB PEKALONGAN JATFNG KAB PEMAJ.ANG JATENG KAB. TEGAL JATENG KAB BR~BES JATENG KOT MAGEIANG JATENG·KOT.SURAKARTA JATE:NG K.OT. SAU"TIGA IJATENG KOT SEMARAN<.; JATENG KOT PEKALONGAN JATENG KOT TEGAL OIY KAD KULON PROGO DIY KA8 BANTUL DIY KAB GUNUNG KIOUL D1Y KAB SlEMAN DIY KOT YOGYAKAATA
C)
~
tr
Da~rahAsal
Inflow ke
0 ><:
z
...
~ 3372 3374 6,98 O,QO 0,61 0,00 0,04 0,00 0, 10 0,00 2,19 0,00 1,35 0,00 0,36 0,00 1,61 0,00 11,96 0,00 3,Z2 0,00 4,42 0.00 7,93 0,00 8,09 0,00 10,75 0,00 6,99 0,00 5,52 0,00 0,14 0,00 1,45 0,JC 1.96 0,JC 1, 14 O,JO 3,37 0,()0 1,37 86,79 0,48 0,00 0,61 0,00 0,61 0,00 0,36
0,05 0,39 1,79
1,03 0,00 1,28 6,41 0.90 0,36 0,31 1,03
o,n 0,90 1,74
a:: (!)
>I-
0
le:
>-
B 3471 5,91
3,17 6,94
1, 10 1,72 3,41 2,27 552 1 01 b4'.l
4.39 0,50 1, 15
0.56 0,48
2,70 2,91 0,5' 0.5~
1,24 0,00 2,63 2,04 0.00 0,32 0,00 0,82 o.eo 0,35 0,00 0,16 J,00 1,2!1 5.56 0,00 0,00 4,05 0,21 0,99 0,00 5,86 5, 13 0,00 2,31 0,68 0,00 2,31 0,00 4.24 0,00 g_39
0,00 !J,61 0,()0 0,UIJ
l70
= = e =
t: .::ii=
-=
00 Q
~ •t:
=
~
;t
sc :::
a"'i:::
~
e,
x
~ ~
-= ";j
=
e, 00
..:! Q
=--
M
;>.,
0:)
c "'=
=~
eo §
~ ~ Q)
~ ..c
~
~ ~QI)
~Hr~ ~
·g 1::1
g
3t
§'$P:l
iH[n
=
~ .s E--< '? ....... -
~
~C)
~ ....
. :. . <S a=
~~::I~~ ~ J2 ~ ·~:
8
3t ~ ~c ~ ;::i
~.
bl).
=·-""'=
Q.
·~
bl)"'
·"' Q
<:JC>
•
;a~
Q)bl)C)i::l
*~
l 71
172
.
in
....=e e~
Q.
~
173
Lamporan6 Falr Pangsa Inlow ke dan OUtfkM< dan Factor Scores (lnte<>ortas Afl'8fl SaranE) Rota\!On Varimax 00<ma11Ze<1 Extradron Prrretpal coml)Of1eflt$
1 JATENG 2 JATENG 3 JATENG 4 JATENG 5 JATENG 6 JATENG 7 JA TENG 8 JATENG 9 JATENG 1 O JATENG 11 JA'TCNG 12 JA TENG 13 JATENG 14 JATENG 15 JATErlG 16 JA TENG 17 JATF.tlG 18 JATENG 19 JATENG 20 JATENG 21 JATENG 22 JATLNG 2:J JATENG ~4 JATENG 25JATENG 20 JATEN
KAB cu ..ACJI!' KAB BANYUMAS KA6 PURllAUNGGA
Kl'.S BAN~NEGARA Kl>.S KEBLIMEN KAl3 KAB KAB KAB KAB KAB
PURWORF.JO YIONOSOOO MAGEJ..ANG BOYOLAU l.GEVJ«l KOl SA:.ATIGA KOT PEKALONGAN KOT TE.GAL KUl.ON PRCGO BANTUl GUNUNGKIDUL SLEl.\AN
F'actor
Facior
Factor 1
2
0,710 0,1<6 -0,521 -0,357 -0,431 0,245 -0.368 0,032 -0,094 -0,382
0,643 -0,575 -0,996 -0.~43 184
o.
-0.513 -0,566
3 -1,087 -0,256 -0,!)1.6
0,024 -0,0tlU -0.15' -0, 163
-0,75<
-0.4:l9 -0,294
0,405 1,610 -0.203 o, 198 4,063 1,962 1,647
-0,246
0,874
0,152
-0,104 -G.367 1,028 O,G<1 -0, 155 5,427 -0,254 -0,237 0,846
0,659
-0,291 -C,250 -0.050 0.513
-0,4i2 -O,Si4
-o.rss -0,'\2$
-0,38·r --0,025 -0,411 -0,44()
IJ,266 -0,307 --0,319
.0.409 -0.~1;/ -0.559
-0,396
-0,892 -0,253 ·O, 182
-0,399 0.1~7 0,991 -0,285 -0,207 -ll.405 -0,238 -0,441 -0,410
-0.256 --0,'342 --0,395 --0,2?1 --0,506 -0,597 ..0,362 --0.761 -1 :252
c. 113
-0,672 -0,503 0,361 0,081
0.102
0,047 -G. 187 4,951 -<:o.045 ~,713 C.215 0,216 0.128
0,305 -0,035 C,477
C,304 C.520 C,236 -0,22€ -0,483 -1.318
-2,012
174
.... ~
I :a
l ~
......
~
:;; -"
.', e
I)'.
Ii
! ~
"
~
"" "" 0
N
c
"5
.s: c
~ c 0
~
j~ :;
e-
:ii ~
8~ f
<(
a:
" c"'...
,_)
175
Lampran 8.
F aktor Skor Analisis Kluster Hcrarki Pemusatan Aktivitas Sektor Ekooomi di Kawasan Joglosemar faetor Scores (Penusatan Aktivitas) Rotation: Varimax normalized
Extraction: Principal oompments
K11b. Purwon:jo Kab. Wonosobo Kab. Magel.ang
Boyolali Kab.Klatcn K:ih.
.Kab. Sukoharjo Kab. Kar~ll)llr
Kab. Sra~ Kab. Grobogan .Kab. aiora Kab. Dern:i.k Kab. Semar311g
Kab. I tmanggung Kota Magelang Koia Surakaru Kota Salati@a Kota Semarang Knb. Kulon Progo l<Jlb. Samul Kab. Ounung KiJul Kab. Sleman Kota Yogyakana
Factor 1 -0,679')3 -0,749S8 -0,S63l7 -0,11199 -0.61049 -0,29969 0,.22118 -0,53704 ..0,Slt69 -1,173.S
-0,94699 -0,09171 -0,45524 1,91148 1,20312 2. 73 0,112044 -0, l 2491 -0,11567 -0,69106 0,0308J 1,36833
Factor Factor 2 3 0,48229 0,40769 0,63016 1,26013 -0,41007 0,71153 0,40226 ·l,08&43 ·0,36217 ·l,37879 -0,~793 -1,37863 ·2,3R.~73 1,21826 -0,34614 0,309 l,3'3721 0,09354 1,01506 0,80638 0,2743 0,07886 ·1,86817 --0,732119 -0,27486 0,43888 1,14417 1,59951 .(),03462 ·l,52496 -0,07849 0,9577 -1,SJ l97 -O.OS294 0,2749 0.3 l 545 O.OSl67 -O, l6S63 0,28854 0,8914 0,71487 -0.97682 1,59471 -1.75924
176
• "'"!!•!? ..
~ ~
c "'
~i
.• . -=- ~. :=i ~ .. e
c~ "'~
'll
j ~.. . !I- ;. " .... "'
;!'M -2~ !!
~ :! -<
2
=
~:I:
;:::
~~ e.., ~
I!
!!' a.
f• .... "' ~ti It
i 1 J
I..
C"
~
s w
~
"'
"' .!!
E~ ....
0
177
~ ~
i
i~
!!
~•
ic
Ji ~~ ~~ ~~ ~~
.M
1$ _l ~~
17S
..
~
.!!
3:
I
179
...• i
s:
.
~=, c
-e " ~ l! II o.
'S s~ "O ~
I ..." ~
~ -
.. ¥
:.:
"
• ~ :i
~ Ii IQ e ~ .2
,;;l! ti -·-
~ s~ ~
j ~
~~/it ~1 "'<JU 00 o o l>UOOUUOOO;: ~wwwwww~www~www~~ uuVooo~~~~vvvvyv~~~¥~~
~~~ ~s~ gwz~zz~~~
~~ ~ ~:!; -W ~ ~ l;~ ~
~
~~;~m~
~~~~~~~~~ZZZZZZZZ%~~i~~~~~~~~~~
~j
L~~h~Ui ~ <.i <> <> <.i v w !:! !:! ~. <J
I.) <) ..;
!l! !:! !l! !:I.. ~.
""~~~~~~!i~u
~SS~~~~~~~ ~ii~~~~~~~ "~~~~~~~~:i
iil~~ ~ ~il!~~~V)
Q,,
c
0Wz
...
~ ~ .0 ~
ov >-o o oo ,. o~0 00~~~ ~ <2~~~zSo~ z ~ m J ~J 0 < ~0«2~oca - <~- 0-0 ~ ~ ~OJWW ~z~~~
~ ~
.
OOUUO 0 ~~W ww~w~~OUoQ~~~z~
'!!
<
z .. <
w
S
-000~0
~~oc~zw
<~~z<~O 0
-~Z>~~~~~>C~~~JJQ4Z <~< ~~~~~
Y.~~~~~www~uvv~vuv · · ~~~xwwwwwwwu ~¥¥~«««~~ <<<<<00000 000000 x~~~~~xw~ooo~r~>>Ww~ww w~,,, ,,,zzzz2~x~~~ · ~w~~m Q~~o %-------~~~~OC<<<<~
iE
-"' :I
"'l!
~~~g~~~~~~~~~~j~3Z2~~~ 0~~~~~ffiffiffiffi :;:::;:::;:::;:::;::~wwwwooooooc~~ooo~~~<
"
oc~OC~« OOOO>>>>>>>ssx~~ ««<<<<< J~JJJ~~~~~nnooooc JJJ<~~~~~~~~~ ~~a~~ ~~~~~m~x~wnw~
5C
0"' - ill
...lo<. !1
g"«~~
~~~~~~«««~O:O:O:O:O:~a««oco:9999999999 ww~~wwo~oo~~~~~~~oooommmmmmmmGm
~ e ~
...
•1i11~t
z
u~o~oo~~~boObbOOCoooo««««
o
.!ll .... +::
~~
Q
"";; "• Zffiffiffiffiffioooo~oooooogooo , , ~~~<••CCC4,<< k~~~~¥~~~~ .. . . . .. w oooogooooocmggi<<<<~<<<<< .! IE•
;if
.t.l!~~
il;' "' =~
~! ~!~~~ • J ~~-!z~~ ~~~ ~~~sQi~~~~~§~~~ ~~~~~~~~~~mo~~ e
c
el!•!!' .Zt!I .. .cil c11
;;: ~
t
..
• 8-"'
~~
I!
~&
c
-
~ c .!! ~~
0
kl~~~~ «'.
0
c::
a::
0
0::
~~~~~~~~~~ =><.:=>:>~wo...,3 u..wmxw""°'3:w{,!) ..
~ U} &J L3
iJ a)
. Cl
i:o "'
5~555g&J@Sl5 :;:::;:::;:::;:::;::0000..,
«1:t::«i:::r::cc:Zz~z 0 => ::i ;;I:>;> 0 0 00< 0.. .. 0. .. 0.
~ c
~
;I
=
3::;:: :;:::;::2
180
.....
.!! 0
;:
181
182
"'! I
I!!
•
"
c
j
.. ~
." ·~
j
..• "
l...."'
183
184
185
186
187
s
....-,~
188
0
;::
=
]89
0 0
190
191
1i
!it"
I
192
193
;:
194
.•
"
l
-a
J
.il
195
.."
i
i!
..
.. e c~
.. i
iii ... .c _Iii ,,~..
cI!! "'0. ..
.;i
•
i I! ~ a g~
e
!I ...
"'
ll'.
.2
,::"
i 3
196
g ;:
197
·;
l
J..
. a
i'i
:;
~j
.I
11' 'I Ii
! "'!• x
• c c,• • ~•• • • Iiz • ~ •• I ~ ~• • " 0! ~ c• c, f 0
D
..
:"'
!!! l!
~ ~ 1'-
s • s
~
198
199
• e
•
200
e
I "
i
201
i !!
• 'i
f •
"
202
•
•
"
203
•
"
I
204
•