Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006
Fokus Pengawasan
Mewujudkan Pakta Integritas Aparatur Departemen Agama
TIDAK DIPERJUALBELIKAN
Daftar Isi
Fokus Pengawasan Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2006 Dewan Penyunting: Pembina: A. Qodri A. Azizy Pengarah: Ichtiono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Chamdi Pamudji, Wardi Idris Penanggung jawab: Ali Hadiyanto Ketua: Maman Taufiqurrohman Sekretaris: Ali Rokhmad Anggota: Mudjimah, O. Sholehuddin, Abdul Karim, Nur Arifin, Arif Nurrawi, Nugraha Stiawan Pelaksana: Tamriyanto, Sugina, Sarmin, Nurman Kholis, Ispawati Asri, Feriantin Erlina Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Departemen Agama, Jalan M.H. Thamrin No.6, Jakarta 10340 Telp. (021) 3192-4509, 3193-0565 Telefax: (021) 314-0135, 3192-6803 e-mail:
[email protected]
Surat Pembaca ............................. 3 Pengantar ..................................... 4 Fokus Utama Pakta Integritas ???..... .................. 5 APIP and Integrity Pact.. ................ 6 Meretas Good Governance ............ 7 Langkah Pelaksanaan PI ............. 11 Implementasi Pakta Integritas ...... 16 Penyelesaian TLHP ..................... 18 Opini Indikator Kinerja JFA .....................21 Audit PNBP di Depag ................... 25 Pendidikan Anti Korupsi ............... 29 Kesiapan Riil Madrasah ............... 32 Evaluasi PPA terhadap KKN ........ 36 Lika Liku Auditor Suka Duka Auditor di Daerah ....... 40 SAP Penyusunan Anggaran ................. 42 Randang SE/03/M.PAN/7/2005........................ AMO Pengembangan Sikap Positif ....... 48 TI Memproteksi File Rahasia ........... 52 Hikmah Menghargai Kepercayaan ............ 56 Renungan Pemimpin ..................................... 59 Relaksasi .................................... 62
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, diutamakan dalam bentuk soft copy.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
2
Surat Pembaca KIRIM FP KE LEUWEULIANG
FP MENAMBAH WAWASAN Assalamu’alaikum wr.wb. Beberapa waktu yang lalu, saya mengikuti diklat substansi widyaiswara. Pada waktu yang bersamaan diadakan juga diklat calon wiyaiswara yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Dep. Agama RI. Salah satu peserta diklat calon widyaiswara meminjamkan sebuah majalah kepada saya. Lumayanlah untuk mengisi waktu luang di saat istirahat malam. Awalnya saya hanya membaca tulisan seorang teman di rubrik AMO. Selanjutnya sayapun membaca seluruh isi majalah itu yang akhirnya saya ketahui bernama FP. Ternyata isinya banyak memuat informasi aktual seputar kegiatan pengawasan di lingkungan Dep. Agama. Dan sebagai widyaiswara tentu saja informasi tersebut memperkaya wawasan saya. Mulai saat itu saya selalu minta dikirimkan majalah FP oleh teman saya yang ada di Itjen. Wassalamu’alaikum wr.wb. Dimyati, Bali FP: Terimakasih atas apresiasi Saudara, memang diharapkan kehadiarn FP dapat menambah wawasan terutama bidang pengawasan.
Assalamu’alaikum wr.wb. Di awal bulan Nopember 2006, sekolah kami kedatangan tim monitoring pelayanan pendidikan dari Itjen. Sambil menunggu waktu shalat Dzuhur, kami berbincang-bincang seputar tugas masing-masing. Dari perbincangan itu kami mengetahui bahwa Itjen menerbitkan majalah khusus pengawasan yang isinya antara lain memuat tentang berbagai peraturan dan perundangan. Kami sangat tertarik sekali untuk membacanya. Dan kami yakin bahwa selain peraturan dan perundangan masih banyak lagi informasi seputar kegiatan pengawasan yang perlu diketahui oleh segenap pegawai di lingkungan Dep. Agama. Menurut informasi dari salah seorang anggota tim monitoring tersebut, bahwa majalah FP didistribusikan ke seluruh Indonesia. Oleh karena itu kami ingin bertanya, apakah distribusi majalah itu langsung ke setiap unit kerja? Kenapa hingga saat ini kami belum sekalipun menerima majalah FP? Kami menghimbau kepada pihak pengelola agar mengirimkan majalah tersebut ke sekolah madrasah yang ada di Leuweuliang, Kab. Bogor untuk menambah wawasan kami dan mengetahui perkembangan kegiatan pengawasan di lingkungan Dep. Agama. Demikian penyampaian kami, harap menjadi perhatian. Wassalamu’alaikum wr.wb. M. Taufiqurrahman, Kepala Sekolah MAN Leuwiliang
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
3
Pengantar
Kejujuran adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap aparatur negara, karena dengan kejujuran permasalahan bangsa dapat diselesaikan. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik maka harus dibangun komitmen untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai ketentuan yang berlaku. Karena tanpa komitmen semua pihak pelaksanaan tugas tidak akan berjalan dengan lancar. Pakta Integritas (PI) adalah salah satu cara yang diambil untuk menumbuhkembangkan komitmen tersebut. Negara-negara maju telah menerapkan cara ini sebagai usaha untuk tetap menjalankan pemerintahan pada rel yang benar. Dan, dengan bangga kita sebagai sebuah negara berkembang, juga telah melaksanakan PI. Secara substantif Pakta Integritas merupakan jiwa dari pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Oleh karena itu, Pemerintah membentuk Tim Koordinator Monitoring dan Evaluasi (Kormonev) Pemberantasan Korupsi yang kemudian mengeluarkan kebijakan tentang Pakta Integritas
sebagai jiwa pelaksanaan Inpres dimaksud. Diktum KESEBELAS angka 4 huruf e Inpres Nomor 5 Tahun 2004 menyatakan bahwa Menteri Negara PAN mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Inpres ini. Oleh karena itu Menneg PAN pun mengeluarkan Surat Edaran No.: SE/06/ M.PAN/4/2006 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas yang berisi tentang Penandatanganan Pakta Integritas oleh Men.PAN pada 9 Desember 2005 dan Penandatanganan Pakta Integritas oleh pejabat eselon I, II, dan Tim Pemantau Independen pada 17 April 2006. Selain itu, Departemen Komunikasi dan Informasi, Departemen Pertanian yang telah mewujudkan PI di Departemennya masing-masing. Oleh karena itu, sangatlah terpuji jika Departemen Agama juga mewujudkan pelaksanaan PI. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk te-rus meningkatkan citra Departemen Agama yang akhir-akhir ini semakin baik. Dan, yang pertama harus dlakukan adalah adanya komitmen dari semua unsur pimpinan untuk “mau” melakukannya. Karena tanpa adanya komitmen tersebut sangatlah mustahil. Sebagai langkah awal, marilah kita belajar dan menggali tentang PI secara benar dan mendalam. Fokus Pengawasan edisi kali ini mencoba untuk menyajikan materi PI kehadapan pembaca sekalian. Dengan harapan semoga dapat dipahami dengan benar.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
4
Fokus Utama
PAKTA INTEGRITAS??? Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, edisi kedua, terbitan Modern English Press, Jakarta, 1995, pakta berarti: “persetujuan, perjanjian internasional” dan integritas berarti “kejujuran; keterpaduan; kebulatan; dan keutuhan” sehingga secara harfiyah pakta integritas dapat diartikan persetujuan atau perjanjian atas kejujuran”. Sementara itu dalam Modul Pakta Integritas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara diuraikan bahwa Pakta integritas adalah pernyataan/janji tentang komitmen untuk melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pakta integritas diberlakukan untuk mencegah terjadinya korupsi di jajaran birokrasi yang meliputi: a)Korupsi administrasi; b)Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa publik; c)Korupsi dalam pelayanan publik; dll. Korupsi tidak seluruhnya dapat dipantau, namun dapat dikontrol melalui kombinasi etika dan perilaku, dan tindakan hukum yang tegas Pakta integritas dapat berfungsi sebagai katalisator keduanya. Pakta integritas adalah alat control dengan menekankan azas-azas sebagai berikut: a)Tidak mementingkan diri sendiri; b)Integritas yang tinggi; c)Objektivitas; d)Akuntabilitas; e)Keterbukaan; f)kejujuran; dan g) Kepemimpinan. Penerapan pakta integritas di instusi publik untuk: a)memastikan bahwa semua kegiatan dan keputusan di instusi publik dilakukan secara transparan; b)semua proyek atau
pekerjaan yang dilaksanakan, jasa yang diberikan atau diterima, serta barang atau material, dipasok ke institusi oleh pemasok tanpa adanya manfaat atau keuntungan finansial tambahan dalam bentuk apapun di luar yang ditetapkan secara hukum; dan c)menjamin keputusan-keputusan yang diambil oleh para pejabat tidak dipengaruhi kepentingankepentingan tertentu di luar institusi. Beberapa elemen dan karakteristik dari pakta integritas adalah adanya: a)proses pengambilan keputusan yang dibuat sederhana dan transparan; b)pernyataan/janji dari pejabat dan karyawan yang ditandatangani baik secara individu maupun secara bersamasama dengan kontraktor/pemasok dalam bentuk pakta integritas; c)mekanisme untuk pengaduan atas pelanggaran pakta integritas; d)pihak pemantau independen atas pelaksanaan pakta integritas; e)mekanisme insentif dan disinsentif; f)mekanisme penyelesaian konflik yang cepat, murah, dan efisien; dan g)perlindungan bagi saksi pelapor. Modul Pakta Integritas adalah kumpulan aturan pelaksanaan yang rinci meliputi segala aspek yang diperlukan dalam rangka melaksanakan Pakta Integritas secara benar dan efektif. Negara-negara yang telah melaksanakan pakta integritas adalah Meksiko, Venezuela, Brazil, Pakistan, India, Bosnia, Latvia, Jerman, Inggris, Cheko, Hongkong, Malaysia, Korea Selatan, Filipina, dan Indonesia.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
5
Fokus Utama
APIP AND INTEGRITY PACT Pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Korupsi tidak hanya merupakan permasalahan sebuah institusi, tapi merupakan permasalahan negara bahkan telah menjadi permasalahan internasional. Menjadi koruptor memang sangat menyenangkan. Dengan gaji kecil, seorang koruptor dapat memiliki kekayaan yang begitu melimpah. Memberantas korupsi bukanlah hal yang mudah. Korupsi adalah perbuatan pidana yang sulit untuk dibuktikan dengan hukum formal karena berkaitan pula dengan moral. Pencegahan, itulah hal yang terbaik. MUNGKINKAH??? Mencegah korupsi, yang bekerja bukan hanya kepatuhan hukum, namun juga komitmen moral, kuatnya integritas (melalui penandatanganan pakta integritas). Kelebihan pakta integritas adalah menjadi dokumen tertulis, dan ditandatangani dengan sukarela. Oleh karena itu dipercaya memiliki keunggulan yang berbasiskan kesadaran. Sebuah basis yang bisa menjadikan penyelenggaraan negara yang bersih. Berlapis-lapisnya ikatan moral itu diharapkan dapat lebih efektif mencegah terjadinya korupsi. Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sebaiknya lebih mengkonsentrasikan diri sebagai internal auditor yang mengevaluasi dan memonitor pejabat publik secara periodik untuk pencegahan tindak pidana korupsi. Pemeriksaan APIP dapat berjalan bersama dengan aparat penegak hukum.
On 9 December 2004, The President of Indonesia released The Instruction of President Number 5 Year 2004 about Acceleration of Corruption Eradication. Corruption is not only represents an institution’s problems, but also represent problems of state even it has come to be international problems. Become a corruptor is very pleasant. From the low salary, a corruptor can have properties which so abundance. Fighting against corruption is not easy. Corruption is crime which difficult to be proved by formal law because it also interconnected with moral. Preventive, that is the best way. IS IT POSSIBLE??? Preventing the corruption is not only from the compliance punishment of law punish, but also moral commitment, the power of integrity (by signing the integrity pact). The strength of integrity pact is become written document, and signed voluntarily. Therefore integrity pact trusted have excellence which based on awareness. A based which can clean the management of the state. In the layers of it, moral is expected can be more effective in preventing the happening of corruption. Government Officer Supervisor of Internal Government, Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) should be more concentrate as an internal auditor that evaluate and monitor the public functionary periodically to prevent the crime of corruption. Inspection of APIP could be together with the law of government officers. -Yanis Naini, SE- (Staff at General Inspectorate - Department of Religous Affairs)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
6
Fokus Utama
Meretas Good Governance dengan Pakta Integritas “Banyak jalan menuju Roma”. Pribahasa ini menjelaskan bahwa untuk mencapai suatu tujuan dapat dilakukan dengan berbagai jalan. Peribahasa tersebut juga dapat diungkapkan untuk menggambarkan liku-liku perjalanan berbagai pihak dalam memberantas korupsi. Ada yang berjuang dalam menyelesaikan kasus korupsi yang telah terjadi, ada yang berjuang untuk menciptakan sistem agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan korupsi, dan ada pula yang berjuang melalui kedua langkah tersebut. Salah satu perjuangan melalui sistem agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan korupsi adalah dengan Pakta Integritas yang dibuat pertama kali oleh Transparency International (TI). Lembaga yang berpusat di Berlin Jerman ini pun telah menyusun pedoman tentang Pakta Integritas yang salah satunya dikemas dalam dokumen berjudul “Transparency International (Berlin): The Integrity Pact. The Concept, the Model and the Present Applications. A Status Report”, as of December 31st, 2002. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa Pakta Integritas (PI) merupakan suatu bentuk kesepakatan tertulis mengenai tranparansi dan pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa barang publik melalui dokumen-dokumen yang terkait, yang ditandatangani kedua belah pihak, baik sektor
publik maupun penawar dari pihak swasta. Pelaksanaan dari Pakta ini dipantau dan diawasi baik oleh organisasi masyarakat madani maupun oleh suatu badan independen dari pemerintah atau swasta yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut atau yang memang sudah ada dan tidak terkait dalam proses pengadaan barang dan jasa itu. Komponen penting lainnya dalam pakta ini adalah mekanisme resolusi konflik melalui arbitrasi dan sejumlah sanksi yang sebelumnya telah diumumkan atas pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati yang berlaku bagi kedua belah pihak. Adapun tujuan pemberlakuan Pakta Integritas, yaitu: 1)mendukung sektor publik agar dapat menghasilkan barang dan jasa pada harga bersaing tanpa adanya korupsi yang menyebabkan penyimpangan harga dalam pengadaan barang/jasa dan 2)mendukung pihak penyedia pelayanan dari swasta agar dapat diperlakukan secara transparan, dapat diperkirakan, dan dengan cara yang adil agar dapat terhindar dari adanya upaya “suap” untuk mendapatkan kontrak dan hal ini pada akhirnya akan dapat mengurangi biaya-biaya dan meningkatkan daya saing. Mengacu kepada definisi dan kedua tujuan tersebut, salah satu implementasi dari Pakta Integritas dilakukan dengan penandatanganan sebuah piagam oleh pejabat pemerintah dan
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
7
Fokus Utama pelaku bisnis. Dalam piagam yang ditandatangani ini berisi pernyataan pejabat pemerintah yang bersumpah tidak akan menerima suap, sementara pelaku bisnis bersumpah tidak akan melakukan suap kepada pejabat pemerintah. Impelementasi Pakta Integritas telah dijalankan dengan sukses di berbagai manca negara, antara lain: Kolumbia, Pakistan, dan Korea Selatan. Indonesia pun belajar dari Transparency International Korea Selatan, yang telah memfasilitasi dan memfungsikan Pakta Integritas di Pemerintah Metropolitan Seoul. Oleh karena itu TI Indonesia mengundang Direktur Eksekutif Transparency International Korea Selatan untuk berbagi pengalaman dengan para pejabat di Indonesia dalam sebuah seminar di awal bulan November 2002. Implementasi Pakta Integritas di Indonesia Setelah melalui 4 (empat) kali lokakarya, pada tanggal 10 November 2003 dilakukan penandatanganan dokumen Pakta Integritas Pemerintah Kabupaten Solok. Penandatanganan itu dihadiri oleh Deputi IV Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN), Bapak Gunawan. Secara simbolis, Bupati, Wakil Bupati, dan Perwakilan Dinas beserta Staf Pemda Kabupaten Solok membubuhkan tanda tangan di atas spanduk yang bertuliskan “Pakta Integritas Kabupaten Solok”. Acara Penandatanganan juga dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari GTZ-SFGG (lembaga kerjasama Jerman-Indonesia), TI-Indonesia, Indonesia Procurement Watch, sejumlah pengurus LSM
di Kabupaten Solok, pemuka masyarakat/agama/adat dan beberapa wartawan dari koran lokal, RCTI, RRI, dll. Dengan ditandatanganinya Pakta Integritas ini, maka Kabupaten Solok merupakan pelopor kabupaten di Indonesia yang memberlakukan Pakta Integritas. TI-Indonesia juga berupaya memperkenalkan konsep Pakta Integritas ke lembaga pemerintahan lain, seperti departemen, KPU, dan BUMN. Secara substantif Pakta Integritas merupakan jiwa dari pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Oleh karena itu, Pemerintah membentuk Tim Koordinator Monitoring dan Evaluasi (Kormonev) Pemberantasan Korupsi yang kemudian mengeluarkan kebijakan tentang Pakta Integritas sebagai jiwa pelaksanaan Inpres dimaksud. Diktum KESEBELAS angka 4 huruf e Inpres Nomor 5 Tahun 2004 menyatakan bahwa Menteri Negara PAN mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Inpres ini. Oleh karena itu Menneg PAN pun mengeluarkan Surat Edaran No.: SE/ 06/M.PAN/4/2006 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas yang berisi tentang Penandatanganan Pakta Integritas oleh Men.PAN pada 9 Desember 2005 dan Penandatanganan Pakta Integritas oleh pejabat eselon I, II, dan Tim Pemantau Independen pada 17 April 2006. Surat Edaran ini ditujukan kepada Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; Jaksa Agung Republik Indonesia; Panglima Tentara Nasional Indonesia; Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; Para Pim-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
8
Fokus Utama pinan Kesekretariatan Lembaga Negara dan Lembaga Iainnya; Para Gubernur; dan Para BupatiIWalikota. Isi surat edaran ini juga menjelaskan bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kredibilitas Pemerintah Indonesia di mata internasional dalam pemberantasan korupsi yang saat ini masih rendah, pada tanggal 9 Desember 2004 Presiden RI mengeluarkan Instruksi Presiden No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada hakikatnya, Inpres ini merupakan instrumen untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, dimulai dari pencegahan terhadap praktik-praktik korupsi di Iingkungan instansi masing-masing. Agar pelaksanaan Inpres ini dilandasi dengan integritas yang tinggi, setiap pimpinan instansi pemerintah perlu menegaskan komitmennya melalui pernyataan janji kepada masyarakat untuk selalu berpegang teguh pada nilainilai integritas dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Berkenaan dengan urgensi implementasi Pakta Integritas tersebut, Bappenas menyelenggarakan seminar “Menerapkan Pakta Integritas (Komitmen Kejujuran): Dialog Nasional Berantas Korupsi, “Membangun Pulau-pulau Integritas” pada tanggal 11 Januari 2006. Pada kesempatan ini Menteri PPN/Ketua Bappenas menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak mudah, tidak dapat ditangani konvensional. Inpres 5/2004 ada instruksi umum dan instruksi khusus. Oleh karena itu Bappenas menyusun RAN-PK 2004-2009 yang dibahas di Sidang Kabinet 18 Februari 2005. Dengan demikian, dibutuhkan lingkungan kon-
dusif membangun pulau-pulau integrias di pemerintahan, swasta, dan masyarakat madani. Di samping itu, mewujudkan good governance bukan sematamata tugas pemerintah tetapi harus ada beberapa unsur yang harus berkoordinasi, yaitu: pelayanan publik yang prima, pemerintah dan dunia usaha yang menjunjung tinggi etika bisnis, dan masyarakat madani sebagai pilar pengawasan masyarakat. Sejalan dengan penjelasan Menteri PPN/Ketua Bappenas, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam kapasitasnya sebagai Guru Besar Universitas Djuanda (Unida) Bogor, dalam seminar tersebut mengajak bangsa Indonesia untuk melakukan berbagai langkah menuju good governance dan menjelaskan pola Pakta Integritas di Unida sebagai berikut: (1)Mulailah dengan melihat faktorfaktor yang mempengaruhi kemajuan dan kemakmuran Indonesia (globalisasi, SWOT: strengths, weaknesses, threats, opportunities; kinerja, dan pembangunan bangsa); (2)Perhatikan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kompetitif, QCD (quality, cost, delivery), penguasaan dan penerapan iptek, iklim usaha kondusif, etos kerja bangsa (kreatif, kerja keras, wirausaha, hemat, taat hukum, dan imtaq); (3)Universitas Djuanda memiliki fakultas pertanian, teknologi pertanian, ekonomi, ilmu sosial dan ilmu politik, hukum, dan studi Islam. Visi: menjadi universitas berkualitas untuk mencerdaskan bangsa yang menyatu dalam tauhid. Misi: aktivitas perguruan tinggi
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
9
Fokus Utama dengan manajemen yang baik, mengembangkan dan mengamalkan iptek dan imtaq menuju kesejahteraan, dan meningkatkan kepuasan pelayanan masyarakat; (4)Penting dibangun, Visi Maritim dan Pulau Integritas (negara laut, peran pulau-pulau, gerakan moral budaya integritas, bersih-transparan-profesional, good governance, good public governance, good corporate governance, good university governance, gerakan membangun budaya wirausaha BTP; membangun kemitraan perguruan tinggi, dunia kerja dan masyarakat sekitar kampus khususnya, dan masyarakat luas umumnya; (5)Dengan model yang dinamik, dibangun dan dihasilkan lulusan yang berintegritas dan berjiwa wirausaha yang BTP, penelitian unggulan, sosialisasi, dan pengabdian masyarakat, membangun mahasiswa yang jujur, bertanggungjawab, hemat, kreatif dan pintar, peduli, kerja keras, sabar, rendah hati, dan ikhlas;
(6)Laksanakan berbagai pelatihan: kepemimpinan (komunikasi efektif, pembuatan keputusan, berorganisasi, bekerja dalam tim); kepribadian (mengenal diri sendiri, memahami karakter orang lain, menyesuaikan lingkungan), motivasi (menumbuhkan motivasi diri sendiri dan mengembangkan kreativitas), budaya wirausaha (peluang usaha, inovasi, daya saing, pasar), perencanaan dan pengembangan (teknis survai, rencana usaha, bisnis plan, perencanaan pemasaran, proposal kredit, akses permodalan), manajemen usaha (pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, promosi, teknologi informasi). Membangun lulusan Universitas Djuanda dengan perubahan sikap dan perilaku, dari boros ke hemat, egois ke peduli, curang ke jujur, pasif ke aktif dan kreatif, malas ke kerja keras, instant ke sabar, sombong ke rendah hati, dan berintegritas yang beriptek, berimtaq, dan ikhlas, diyakini sebagai syarat diturunkannya keberkahan negeri Indonesia. (nurman k)
Komitmen Pimpinan: Penandatanganan Piagam Pakta Integritas oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, tanggal 9 Desember 2005
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
10
Fokus Utama
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PAKTA INTEGRITAS Pada Konsultasi Koordinator Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan di lingkungan Departemen Agama Tahun 2006, di Hotel Mambruk Anyer, Banten, tanggal 20 September 2006, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) yang diwakili Drs. Komarudin, MA, selaku Staf Ahli Menpan Bidang Sistem Manajemen menyajikan makalah yang berjudul “Perwujudan Pakta Integritas Bagi Aparatur Departemen Agama”. Dalam makalah tersebut diuraikan langkah-langkah pelaksanaan pakta integritas yang telah dilakukan oleh Kementerian PAN yaitu dimulai dengan menerapkan tujuan dan strategi pelaksanaan pakta integritas. Tujuan yang ditetapkan adalah; (a)memperkuat komitmen bersama dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui langkah-langkah yang efektif); (b)menjadikan Kementerian PAN sebagai Role Model pemberantasan korupsi di lingkungan lembaga pemerintah; dan (c)memberikan kontribusi terhadap upaya peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, dari 2,0 pada 2005 mencapai 5,0 pada 2010 (dalam skala 1-10). Adapun penetapan strateginya adalah: (a)meningkatkan disiplin dan melaksanakan kode etik, sumpah jabatan, serta sumpah dan janji PNS yang dilakukan secara bertahap dimulai dari
hal-hal yang sederhana; (b)menurunkan atau mengurangi perbuatan perilaku koruptif melalui perbaikan berbagai sistem secara bertahap; dan (c)memfungsikan forum pemantau independen. Langkah berikutnya adalah: Inventarisasi perilaku dan sistem yang menimbulkan peluang korupsi; Peningkatan disiplin pegawai (absensi, pakaian seragam, penggunaan prasarana dan sarana kerja, pengelolaan anggaran, pengadaan barang dan jasa pemerintah, tidak memberi/menerima uang di luar aturan yang berlaku, tidak menerima/memberikan suap, dan melakukan penghematan penggunaan sarana dan prasarana kerja aparatur); Pembenahan sistem (sistem dan prosedur, pengadaan barang dan jasa, manajemen SDM, sanksi dan penghargaan, pengelolaan keuangan, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan, dan kebijakan); Pembentukan Forum Independen Pemantau Pelaksanaan Pakta Integritas atau Forum untuk mendorong Keberhasilan Pakta Integritas (FKPI), bersama dengan TII (Transparency International Indonesia), IPW (Indonesia Procurement Watch), dan MTI (Masyarakat Tansparansi Indonesia). Rencana Aksi (jangka pendek, aksi nyata: perumusan modul, penerbitan SE Menpan agar tidak memberi/menerima sesuatu dalam berurusan dengan Kementerian PAN, penerbitan Per-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
11
Fokus Utama Menpan tentang berlaku efektifnya Pakta Integritas Kementerian PAN, 1 April 2006, pencetakan dan penempatan atribut pakta integritas di tempat strategis Kempan, pengoperasian kotak suara/saran Pakta Integritas dan penyediaan formulir dukungan pelaksanaan pakta integritas) dan jangka panjang (menuju birokrasi yang bersih, jujur, akuntabel, transparan, dan pelayanan prima). Rencana Aksi Pakta Integritas dapat menggunakan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) yang dibuat Bappenas berkoordinasi dengan lembaga terkait, sebagai acuan atau referensi, Rencana Aksi Reformasi Birokrasi (yang sedang dalam proses penyusunan), dan Rencana Aksi Nasional Pakta Integritas yang masih harus disusun. Sebagai contoh, Pakta Integritas Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Solok di bawah kepemimpinan Bupati Gamawan Fauzi, sekarang menjadi Gubernur Sumatera Barat (tidak akan melakukan praktik KKN, tidak meminta/ menerima/memberi sesuatu yang bersangkutan dengan jabatan dan pekerjaan, tidak memberi/menjanjikan akan memberikan sesuatu berkaitan dengan jabatan/pekerjaan, menjamin tidak melakukan pelangggaran atas aturan, menegakkan transparansi, menciptakan lingkungan kondusif, tidak diskriminatif, memberikan informasi selengkap mungkin, memberikan bantuan/dukungan atas upaya pengungkapan praktik suap dan KKN, dan membangkitkan sikap dan perilaku bersih dan anti KKN. Contoh lainnya, Pakta Integritas pengadaan barang dan jasa
pemerintah, sosialisasi internal dan eksternal, dan ajakan kepada semua pihak untuk jujur, adil, akuntabel, transparan, dan tidak melakukan perbuatan tindak pidana Penerapan Pakta Integritas di Kementerian PAN Dimulai oleh Menpan pada 9 Desember 2005, dilanjutkan dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh para pejabat eselon 1 dan eselon 2 pada 1 April 2006, dan dibentuk Lembaga Independen yang memantau pelaksanaan Pakta Integritas. Melaksanakan Modul Pakta Integritas (MPI) Penyelenggara Negara dan memulai pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang bebas KKN (penerapan e-Procurement dan transparansi). Langkah selanjutnya menghimbau dan mengajak jajaran di bawah koordinasi langsung Menpan, yaitu ANRI, BKN, BPKP, dan LAN, melaksanakan Pakta Integritas, serta penyelenggara negara lainnya (telah dilakukan di Bappenas, 11 Januari 2006 dan di Departemen Kominfo, 2 Agustus 2006: Menkominfo dan Mentan menandatagani Pakta Integritas, MenPPN/Ketua Bappenas akan menyusul. Pada waktu yang bersamaan, Menteri Koordinator, Menteri, Menteri Negara, Kepala LPND, Pimpinan Lembaga Pemerintah lainnya, Gubernur, Bupati, Walikota, dihimbau melaksanakan Pakta Integritas. Tepat satu tahun usia Inpres 5/ 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, pada Pertemuan Tiga
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
12
Fokus Utama Pilar Kemitraan dengan Kementerian PAN, Menpan menandatangani Pakta Integritas dan Tiga Pilar Kemitraan memberikan penghargaan kepada 3 (tiga) tokoh pemberantasan korupsi dan membangun Bangsa Indonesia yang Bersih, Transparan, dan Profesional, yaitu Kompas, Gamawan Fauzi, dan Guru SMA XIII Jakarta Utara, La Biru. Modul Pakta Integritas Surat Edaran Menpan Nomor SE/ 06/M.PAN/4/2006 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas, difokuskan pada (1)larangan menerima dan memberi sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan; (2)pengadaan barang dan jasa pemerintah yang bebas korupsi; (3)pelaksanaan anggaran sesuai UU 17/2003 tentang Keuangan Negara; dan (4)penegakan disiplin karyawan/karyawati. Adapun Modul Pakta Integrias terdiri atas Pendahuuan, Pakta Integritas di Kementerian PAN, Forum Pemantau Independen yang berisi kode etik dan pedoman operasional, serta catatan penutup. Pemerintah harus memerangi korupsi; pengalaman dalam menerapkan pakta integritas di Argentina, Colombia, Ecuador, Italia, Mexico, South Korea, and Pakistan, yang berhasil menekan biaya dan mengurangi perbuatan korupsi/penyelewengan. Perlu diupayakan penandatanganan Pakta Integritas oleh elemen penting bangsa Indonesia secara bersama, mengambil pengalaman Korea, yaitu penandatanganan Pakta Integritas secara bersama oleh pemerintah, penegak hukum, dunia usaha/swasta,
politisi, tokoh masyarakat, dan masyarakat. Mewujudkan Pulau Integritas Departemen Agama Pertama, Pembangunan PulauPulau Integritas: ke dalam dan ke luar. Kedua, Membangun Pulau-pulau Integritas, sesuaikan dengan penugasan Inpres 5/2004: Pertama, buatlah LHKPN sesuai ketentuan sejalan dengan itu lakukan pendataan kepegawaian yang harus makin diperjelas. Kedua, bantu KPK dalam pelaporan, pendaftaran, pengumuman, dan pemeriksaan LHKPN di lingkungan instansi masing-masing (fasilitasi, bantuan, sosialisasi). Ketiga, penetapan kinerja dengan pejabat di bawahnya secara berjenjang: laksanakan pada masing-masing unit kerja. Keempat, peningkatan kualitas yanlik, jasa/perijinan (persyaratan, target waktu penyelesaian, tarif biaya). Hindari pungli dan kecurangan. Tegakkan standarisasi pelayanan. Upayakan obyektivitas, transparansi, bebas KKN dan pungli, anti suap, dan tepat waktu dalam pemberian pelayanan. serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat. Kelima, penetapan program dan wilayah yang menjadi lingkup tugas, wewenang dan tanggung jawab, sebagai program wilayah bebas koprupsi: pelayanan tertentu, pelayanan umum. Keenam, pengadaan barang dan jasa pemerintah secara teratur dan tertib, dan cegah kebocoran dan pemborosan keuangan negara: sosialisasi,
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
13
Fokus Utama sisdur, mekanisme, dan sanksi/penghargaan. Ketujuh, penerapan kesederhanaan dalam kedinasan/kehidupan pribadi serta penghematan penyelenggaraan kegiatan yang berdampak langsung kepada keuangan negara: hidup sederhana, hindari pola hidup mewah, ciptakan keteladanan, kedepankan pelayanan, hindari pesta dinas dan seminar di hotel mewah, sederhanakan acaraacara, hindari dan kurangi kegiatan seremonial. Kedelapan, beri dukungan kepada Polri, Kejagung, dan KPK dengan mempercepat pemberian info yang berkaitan dengan tipikor dan ijin permeriksaan terhadap saksi/tersangka: MoU, pertukaran informasi, penyelidikan, penyidikan, dan cegah-tangkal. Kesembilan, kerjasama dengan KPK dalam penelaahan dan kajian sistem berpotensi menimbulkan tipikor: MoU, pertemuan rutin, forum., dan pengawasan bersama. Kesepuluh, penyadaran budaya pengawasan dan bina aparatur untuk meniadakan perilaku koruptif: was berjenjang, waskasus rawan, penindakan tegas terhadap pelaku kejahatan, penerapan hukum, disiplin, kode etik, kontrol masyarakat, dan pengaduan masyarakat. Kesebelas, optimalkan upaya pemeriksaan dan penisikan terhadap tipikor untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara: intensifkan penindakan, konsolidasi, kerjasama, pelacakan arus dana hasil kejahatan, illegal logging, llegal mining, dan perjudian dan sejenisnya; cegah
dan berikan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pegawai dalam rangka penegakan hukum: tindak tegas, tingkatkan kerjasama dengan Instansi Penegak Hukum (Polri, Kejaksaan, BPK/BPKP, PPATK dan instiitusi negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tipikor: MoU, pemeriksaan/operasi gabungan, dan kerjasama). Pakta Integritas merupakan bagian penting dalam pemberantasan korupsi. Dalam Inpres 5/2004, pakta integritas yang dituangkan dalam bentuk “Wilayah Bebas Korupsi” tercantum pada butir 4 Instruksi Umum, di mana pada Kepmenpan Nomor KEP/94/M.PAN/8/2005 tentang Kormonev Inpres 5/2004 dijabarkan sebagai berikut: “Metoda penetapan program dan wilayah bebas korupsi secara terbatas dapat diterapkan di beberapa instansi pemerintah pusat maupun daerah. Melalui penerapan metoda ini, masing-masing instansi dapat melakukan uji coba berbagai instrumen pemberantasan korupsi, dan mengamati hasilnya dalam lingkup yang terbatas (program atau wilayah).Apabila uji coba ini menunjukkan hasil yang menggembirakan, instrumen yang diujicobakan dapat diadopsi pada skala yang lebih besar, yaitu lingkup seluruh instansi. Di lain pihak, apabila hasilnya kurang menggembirakan, instrumen yang diujicobakan dapat disempurnakan atau diganti dengan instrumen yang lain, sampai mendapatkan hasil yang menjanjikan”. Butir-butir terkait lainnya, mengenai pengadaan barang dan jasa peme-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
14
Fokus Utama rintah (Kepres 80/2003), kajian sistem yang menimbulkan korupsi, serta upaya pengawasan dan pembinaan aparatur. Pakta Integritas diharapkan dapat diterapkan di lingkungan pemerintah (eksekutif, legislatif, yudikatif), swasta/ dunia usaha, masyarakat (civil society), dan politik (politisi). Di sektor publik, pakta integritas antara lain berisi komitmen dan janji mengubah perilaku ke antikorupsi, memperbaiki sistem pemberantasan korupsi, memperbaiki kelembagaan, mendorong keterbukaan dan akuntabilitas, partisipasi, dan penguatan kode etik dan budaya kerja aparatur. Di sek-tor politik, antara lain kode etik, pendanaan, kepatuhan pada aturan, dan mengutamakan kepentingan umum. Di sektor swasta, didorong manajemen yang efektif, anti suap, transparan, bersih, akuntansi yang transparan, dan akuntabilitas sosial. Di sektor masyarakat, antara lain partisipasi, kepatuhan, kemitraan, transparansi, akuntabilitas, manfaat bagi masyarakat, budaya kerja, dan keterlibatan dalam proses pembangunan. Faktor Pendukung Pakta Integritas Untuk mencapai keberhasilan Pakta Integritas, beberapa pendukung perlu diperhatikan dan diterapkan, antara lain kode etik (code of ethics), etika kehidupan berbangsa, perilaku aparat negara, kepemimpinan (leadership), budaya kerja (work culture), kinerja (performance) dan penyesuaian diri (conformance), kepercayaan manajemen (management beliefs) dan nilainilai (values), pedoman pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang transparan dan bebas KKN, ombudsman, komitmen pemerintah yang kuat, keteladanan pemimpin, penindakan hukum yang obyektif, serta dukungan penuh dan partisipasi masyarakat. Kesimpulan Pakta Integritas merupakan JANJI atau KOMITMEN KEJUJURAN oleh setiap pribadi/insan aparatur negara/aparatur pemerintah. Tahap awal, pelaksanaan Pakta Integritas masing-masing Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah. Di lingkungan Kementerian PAN, dimulai dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh Menpan pada 9 Desember 2005. Pada Februari 2006, diharapkan Pakta Integritas dapat ditandatangani oleh para Pejabat Eselon I, II, III, dan IV. Tahap berikutnya, perluasan ke instansi terkait di Pusat dan Daerah membangun Pulau-pulau Integritas. Tahap akhir adalah terbangunnya Sistem Integritas Nasional (National Integrity System), menyangkut sustainable development, rule of law, dan quality of life dari lingkungan legislature, executive, judiciary, auditor general, ombudsman, watching agencies, public service, media, civil society, private sector, dan international actors. Materi uraian di atas diharapkan dapat dijadikan masukan dalam menyusun, membangun, dan melaksanakan Pakta Integritas di lingkungan Departemen Agama. (nugrahas)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
15
Fokus Utama
IMPLEMENTASI PAKTA INTEGRITAS DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA Kebijakan Pakta Integritas Semangat pemerintah dalam menciptakan Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menegaskan tekad bangsa untuk senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai langkah tindak lanjut Ketetapan MPR RI No.XI/ MPR/1998 dan UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih serta bebas KKN serta Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Dalam rangka mewujudkan keinginan tersebut pada tanggal 9 Desember 2005 Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN beserta seluruh jajarannya) telah menandatangani Pakta Integritas (PI) yang berupaya akan meningkatkan komitmen dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan penuh integritas. Diharapkan dengan adanya PI tersebut, seluruh instansi pemerintah lainnya mengikuti langkah dimaksud sebagai wujud komitmen pencegahan korupsi yang dimulai dari instansi masingmasing. Setiap Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan adanya PI berupaya membuat pedoman/komitmen bagi instansinya masing-masing dalam mencegah terjadinya korupsi. Diharapkan dengan adanya PI dimaksud dapat menjadi langkah yang jelas dalam pencegahan dan penindakan korupsi.
Departemen Agama (Depag) dalam kaitan ini berupaya pula untuk menyelesaikan (menyusun) PI yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh jajaran Depag dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Adapun nilai lebih dari eksistensi PI ini adalah dalam hal komitmen penuh/tanggungjawab secara utuh, sehingga diharapkan tugas-tugas dimasa yang akan datang dapat terlaksana dengan baik. Implementasi Pakta Integritas Terkait dengan upaya pemberantasan korupsi dapat dilihat dari kebijakan/keputusan para pejabat/ pimpinan yang ada di Kabinet Indonesia, antara lain upaya yang dilakukan oleh Jaksa Agung RI (Abdurahman Saleh) yang menindak tegas para Jaksa yang melakukan penyimpangan dan Menteri Kehutanan RI (MS Kaban) yang menindak tegas para pembalak kayu liar (illegal logging). Depag dalam hal ini mempunyai tanggungjawab yang lebih besar dibanding instansi pemerintah yang lain dalam memberantas korupsi. Alasan riil mungkin sebagai institusi yang menangani masalah-masalah moral. Hal ini karena nuansa yang dikandung PI sangat mulia yaitu rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap tugas dan kewajiban dalam kedinasan. Selanjutnya untuk lebih memacu upaya pemberantasan korupsi Menteri Agama bertekad untuk melakukan perbaikan citra Depag agar menjadi lebih baik dan berwibawa, serta berupaya menjadi departemen percontohan dari departemen lain. Untuk itu diinstruksikan kepada seluruh jajaran Depag baik
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
16
Fokus Utama di pusat maupun di daerah agar mampu menjadi pelopor dan suri tauladan dalam pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Implementasi PI tersebut ditunjukkan dengan adanya tekad dari Depag dalam memerangi tindak korupsi dengan upaya perbaikan kinerja dan hal ini direspon positif oleh semua unit kerja. Salah satunya adalah dengan pengetatan penerapan fungsi pengawasan kinerja Depag yang dengan tegas menindak temuan berupa praktik korupsi di lingkungan Depag yang melibatkan pejabat pusat dan daerah. Hal-hal Urgen PI adalah pernyataan/perjanjian kejujuran yang ditandatangani diatas sehelai kertas bermaterai tentang komitmen untuk melaksanakan segala tugas dan tanggungjawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Upaya untuk keberhasilan dalam pembuatan/ penyusunan keberhasilan PI tidak terlepas dari kerjasama pihak terkait untuk membuat komitmen dan melaksanakannya antara lain: komitmen dari pimpinan untuk bersungguh-sungguh secara pro aktif berupaya mencegah dan memberantas korupsi serta tidak melibatkan diri dalam perbuatan tercela dan memerintahkan para pejabat dan karyawan dilingkungannya untuk menandatangani PI dan melaksanakannya secara konsisten. Komitmen pejabat dan karyawan tidak akan berhasil tanpa dukungan jajaran dibawahnya dengan memberikan penghargaan dan sanksi (reward and punishment) secara konsisten. Disamping itu komitmen Dunia Usaha yang berkaitan dengan departemen/ LPND tersebut yang sering mengadakan kerjasama agar tidak memberikan celahcelah atau peluang-peluang yang dapat menimbulkan/ menciptakan korupsi.
PI yang telah dibuat tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya Pemantau Independen dari masyarakat untuk mengawasi, memberikan kritik membangun dan memberikan saran untuk perbaikan apabila ada yang menyimpang dari komitmen yang dibuat. Mekanisme penyelesaian konflik apabila terdapat perbedaan-perbedaan pendapat agar diselesaikan dengan baik yang tidak merugikan pihak-pihak yang terkait serta dicarikan jalan keluar yang terbaik dari konflik yang ada. Metode pemantauan yang disepakati bersama antara pembuat komit-men dengan pihak pemantau agar terjadi kerjasama yang baik antara yang diawasi dengan yang mengawasi bukan sematamata hanya mencari kesalahan untuk menjatuhkan dari pimpinan atau kepentingan-kepentingan pribadi tetapi pemantauan dengan dasar keinginan untuk memperbaiki dan membangun, sehingga dapat tercapai hasil yang maksimal dan baik untuk pencegahan tindak pidana korupsi. Perlindungan saksi atau pelapor pelanggaran PI perlu diberikan, agar saksi tidak terancam keamanannya karena informasi penting yang telah diberikan terkait dengan adanya penyimpangan dari PI tersebut dan adanya tindak pidana korupsi. Dengan harapan apabila informasi tersebut benar maka saksi tersebut dapat memberikan buktibukti yang dipegangnya untuk dapat mengungkap kebenaran penyimpangan tersebut. Kunci keberhasilan PI adalah kesungguhan dari pihak-pihak terkait dengan kesungguhan hatinya akan melaksanakan apa yang telah dituangkan dalam komitemennya dan kerja keras semua pihak untuk suksesnya PI yang telah dibuat. (Budi Setyo Hartoto).
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
17
Fokus Utama
PENYELESAIAN TLHP: KENDALA DAN KOMITMEN Seiring dengan telah ditandatanganinya Pakta Integritas oleh Menteri Negara PAN beserta jajarannya pada tanggal 9 Desember 2005, maka setiap instansi pemerintah juga diharapkan segera menyusun (dan menandatangani) Pakta Integritas tersebut. Pada intinya apa yang tertuang dalam Pakta Integritas adalah kesungguhan/janji setiap instansi cq para Pejabat untuk meningkatkan komitmen dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan penuh integritas. Dalam konteks tersebut, Departemen Agama saat ini sedang dan terus mempersiapkan Pakta Integritas dimaksud. Tentunya hal ini memerlukan persiapan yang benar-benar matang dalam arti semua aspek terkait harus disinkronkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan organisasi kerja. Tidak kalah penting adalah kesiapan SDM yang akan melaksanakan Pakta Integritas tersebut. Salah satu kontens dari implementasi/konsekuensi dari eksistensi Pakta Integritas, khususnya di lingkungan Departemen Agama, adalah menyangkut penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (TLHP) dengan baik, cepat, tepat dan akurat. Sebagaimana diketahui, dari berbagai aspek dalam pengawasan, salah satunya aspek urgen adalah berkenaan dengan bagaimana penyelesaian TLHP oleh Auditan. Semakin banyak dan cepat suatu temuan hasil pengawasan yang
ditindaklanjuti, maka akan berarti pula adanya upaya yang signifikan untuk turut mensukseskan tugas-tugas pengawasan. Hal ini juga jelas mendukung suksesnya Pakta Integritas. Kendala Dalam upaya penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (TLHP), memang tidak dipungkiri ada berbagai kendala yang dihadapi, baik secara teoritis maupun teknis. Ada beberapa masalah yang terjadi pasca pengawasan cq audit yaitu masalah yang sering muncul/terjadi, khususnya pada saat temuan-temuan akan ditindaklanjuti, antara lain: 1. Auditan perlu waktu yang lebih untuk memahami suatu peraturan perundang-undangan, sehingga suatu temuan menjadi terlambat untuk ditindaklanjuti. 2. Adanya pekerjaan proyek/fisik bangunan yang belum dapat diselesaikan, sementara Rekanan/Kontraktor sudah lepas tangan atau tidak ada lagi di lokasi. 3. IMB yang sulit diurus setelah suatu proyek/fisik bangunan berdiri, karena harus melibatkan berbagai instansi terkait. Begitu pula dengan aspek finansialnya. 4. Kewajiban setor ke Kas Negara oleh pejabat/pegawai atau eks pejabat/ pegawai, sementara ybs tidak kooperatif atau sulit dihubungi.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
18
Fokus Utama 5. Barang milik negara yang belum dihapuskan, baik yang ada di dalam/ di luar kantor, selama ini prosesnya sulit dilaksanakan. Beberapa contoh di atas sebenarnya merupakan cerminan riil betapa dalam upaya menindaklanjuti hasil-hasil pengawasan cq audit tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang signifikan, bahkan dalam beberapa masalah terhitung lama. Bagi Inspektorat Jenderal Departemen Agama tindak lanjut yang cepat akan dapat mendukung peningkatan kinerja pengawasan secara keseluruhan. Namun demikian jika ada kendala seperti tersebut di atas, maka sudah merupakan kewajiban sebagai katalisator dan konsultan manajemen untuk turut membantu memecahkan masalah tersebut. Jangan Auditan dibiarkan begitu saja dalam menghadapi kesulitan yang merupakan implikasi dari suatu proses pengawasan cq audit. Apalagi saat ini sedang dan terus digencarkan upaya pemerintah dalam menciptakan “clean-government” dan “goodgovernance”. Upaya tersebut tentunya memerlukan adanya sinergi antara Auditor dengan Auditan secara proporsional dan profesional. Aspek proporsionalitas menitikberatkan pada upaya yang sungguh-sungguh untuk bagaimana suatu masalah selesai dengan sebaikbaiknya dan tidak ada tendensi apapun. Sedangkan aspek profesionalitas menitikberatkan pada penyelesaian masalah sesuai prosedur dan kebijakan yang berlaku.
Komitmen Selama ini setiap instansi pemerintah (departemen/LPND) senantiasa berupaya untuk dapat melaksanakan tindak lanjut hasil pengawasan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan bobot masalah yang ada. Namun demikian dari segi waktu memang masih banyak temuan yang belum dapat ditindaklanjuti dalam waktu segera (waktu untuk menindaklanjuti temuan yang lama). Hal ini tentunya akan berpulang pada inti/hakiki dari tindak lanjut hasil pengawasan yaitu adanya komitmen dari Auditan untuk merealisasikan saran tindak lanjut dan Auditor dalam hal turut mensukseskan/membantu Auditan menyelesaikan masalah. Dalam penjelasan sebelumnya dinyatakan bahwa ada 5 masalah yang sering muncul berkenaan dengan upaya penyelesaian masalah sebagai hasil temuan dari Auditor. Tentunya kelima masalah tersebut akan dapat dipastikan ada jalan keluarnya sesuai dengan bobot masalah masing-masing. Jalan keluar suatu masalah yang dihadapi khususnya oleh Auditan selain menjadi tanggung jawab Auditan, akan menjadi pemikiran pula bagi Auditor untuk senantiasa siap turut membantu menyelesaikan masalah tersebut (tentunya dalam koridor yang wajar). Dengan demikian dari beberapa masalah tersebut di atas, dapat dicarikan alternatif pemecahan masalah yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan, yaitu: 1. Bagi setiap Auditan yang memang belum memahami peraturan per-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
19
Fokus Utama undang-undangan, dan perlu waktu, maka Inspektorat Jenderal Departemen Agama melalui para Auditor khususnya dapat terus mensosialisasikan secara aktif pada saat tugas di lapangan, maupun saat di kantor (antara lain dengan cara konsultasi/penjelasan singkat via telepon, dlsb). Akan lain halnya jika sudah berulang kali dijelaskan, namun pihak Auditan tetap belum memahami peraturan dimaksud. Ini akan membutuhkan “treatment” lainnya. 2. Jika memang secara riil ditemukan suatu pekerjaan fisik bangunan yang belum dapat diselesaikan, sementara Rekanan/Kontraktor sudah lepas tangan atau tidak ada lagi di lokasi, maka harus ada solusi yang profesional dan proporsional, artinya harus ada langkah konkrit yang cepat, tepat dan akurat sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku. 3. Untuk IMB yang sulit diurus, karena harus melibatkan instansi terkait, maka Inspektorat Jenderal Dep. Agama harus membantu mendorong aspek koordinasi, integrasi dan sinkronisasi-nya. Jika ada kendala finansial, baru solusi lebih lanjut yang diagendakan. 4. Adanya kewajiban setor ke Kas Negara oleh pejabat/pegawai atau eks pejabat/pegawai, sementara ybs tidak kooperatif atau sulit dihubungi memang kendala tersendiri. Selain Auditan yang pusing, juga Auditor terkadang dibuat pu-
sing juga. Upaya kooperatif dengan mendatangi/mencari orang ybs harus dilakukan, baru jika terpaksa sekali harus melibatkan pihak berwajib. Inipun perlu pemikiran yang cermat/seksama. 5. Untuk Barang Milik Negara (BMN) yang belum dihapuskan, baik yang ada di dalam/di luar kantor, selama ini prosesnya memang dapat dikatakan sulit dilaksanakan. Pada umumnya memang demikian, namun hal ini menyangkut prosedur yang harus dilalui dan para Auditan harus mengikuti prosedur tersebut sesuai dengan kebijakan Pimpinan. Alternatif ini sebenarnya dapat lebih dikembangkan lagi sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan. Namun yang lebih utama adalah bagaimana setiap permasalahan yang muncul dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Mengingat semakin banyaknya masalah yang ada saat ini, maka harus semakin diperbanyak pula formula yang jitu untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Pada akhirnya, upaya optimal dari pihak Auditan dan Auditor untuk menyelesaikan masalah yang ada sebagai hasil temuan dari suatu proses pengawasan adalah komitmen riil dalam hal penyelesaian TLHP. Jika hal ini dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab, maka ada optimisme bahwa tugas-tugas pengawasan di masa mendatang akan menuai hasil yang signifikan. InsyaAllah. (Arif Nurrawi; Auditor Ahli Muda Irwil III Itjen Dep. Agama)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
20
Opini
INDIKATOR KINERJA JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR Oleh Achmad Ghufron * Penilaian prestasi kerja seseorang akan obyektif apabila telah ditentukan standar keberhasilan yang disusun berdasarkan tugas pokok, sejauh mana pelaksanaan tugas dilaksanakan dengan melalui tahap-tahap yang telah ditentukan. Jabatan fungsional dengan indikator jumlah angka kredit yang dikumpulkan dalam jangka waktu tertentu bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan, sehingga penilaian bisa diberikan. Tanpa standar keberhasilan penilaian akan bersifat subyektif, penilaian hanya berdasarkan asumsi/ perkiraan semata. Tolok ukur keberhasilan jabatan struktural maupun staf belum ada patokan yang jelas, untuk itu perlu ditentukan standar keberhasilan yang pasti berdasarkan tugas dan fungsi yang telah ditentukan. Berbeda dengan jabatan fungsional yang telah menggunakan angka kredit dari hasil pelaksanaan tugas, sebagai standar penilaian untuk meningkatkan prestasi kerja. Angka kredit inilah bukti prestasi kerja jabatan fungsional, sebab angka kredit adalah nilai dari hasil pelaksanaan tugas, semakin besar didapat berarti menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi. Penghargaan diberikan bagi PNS yang telah berprestasi antara lain berupa kenaikan pangkat sebagaimana tersebut dalam UU No. 43 Tahun 1999 pasal 20 yang berbunyi “untuk lebih menjamin obyektifitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dengan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja. Selanjutnya dalam PP No. 99 Tahun 2000 pasal 13 huruf b dinyatakan bahwa PNS yang menduduki jabatan
fungsional bisa dinaikkan pangkatnya apabila sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam pangkat terakhir, telah memenuhi angka kredit yang ditentukan, dan setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP 3) minimal bernilai baik (76-90) dalam 2 tahun terakhir. Dalam penjelasan PP No. 99 Tahun 2000 angka 1 antara lain dinyatakan bahwa kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian PNS yang bersangkutan terhadap negara. Jabatan fungsional auditor sebagaimana jabatan fungsional lainnya, sejak berlakunya Kep. Menpan No. 19/ 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, maka ukuran untuk bisa diberikan kenaikan pangkat didasarkan jumlah kumulatif minimal angka kredit yang dikumpulkan dalam waktu tertentu, sekurang-kurangnya dalam waktu 2 tahun. Dengan dasar inilah untuk menilai standar prestasi kerja tidak terlepas dari jumlah pengumpulan angka kredit yang dihasilkan. Penulis ingin mencoba mengukur tingkat keberhasilan (indikator kinerja)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
21
Opini jabatan fungsional auditor, baik tingkat terampil maupun tingkat ahli, yang dimulai dari auditor pelaksana lanjutan (gol/ ruang III/a) sampai auditor penyelia (gol/ ruang III/d) atau auditor ahli pertama (gol/ruang III/a) sampai auditor ahli utama (gol/ruang IV/d dan IV/e) walaupun kita pahami bersama, bahwa tingkat keberhasilan (indikator kinerja) bagi jabatan fungsional adalah jumlah kumulatif angka kredit yang dihasilkan. Untuk jabatan auditor pelaksana (gol/ruang II/ b) tidak dibahas, sebab kebijakan pimpinan untuk mengangkat jabatan auditor sekurang-kurangnya memiliki pangkat Penata Muda (gol/ruang III/a). Rentangan nilai sama dengan Dp3, yaitu: 91-100 = amat baik 76-90 = baik 61-75 = cukup 50-60 = kurang Indikator Kinerja Auditor Ahli 1. Indikator kinerja auditor ahli pertama gol/ruang III/a. Jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 125 kum nilainya 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 150 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke III/b, perinciannya: a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik). b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik). c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik). d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup). e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup).
2. Indikator kinerja auditor ahli pertama gol/ruang III/b. Jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 175 kum nilainya 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 200 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke III/c, perinciannya: a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik). b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik). c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik). d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup). e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup). 3. Indikator kinerja auditor ahli muda gol/ruang III/c. Jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 250 kum nilainya 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 300 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke III/d, perinciannya: a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik). b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik). c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik). d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup). e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup). 4. Indikator kinerja auditor ahli muda gol/ruang III/d. Jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 350 kum nilainya
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
22
Opini 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 400 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke gol/ruang IV/a, perinciannya: a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik) b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik) c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik) d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup) e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup) 5. Indikator kinerja auditor ahli madya gol/ruang IV/a. Jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 475 kum nilainya 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 550 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke gol/ruang IV/b, perinciannya: a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik) b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik) c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik) d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup) e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup) 6. Indikator kinerja auditor ahli madya gol/ruang IV/b. Jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 625 kum nilainya 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 700 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke gol/ruang IV/c, perinciannya:
a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik) b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik) c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik) d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup) e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup) 7. Indikator kinerja auditor ahli madya gol/ruang IV/c. Jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 775 kum nilainya 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 850 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke gol/ruang IV/d, perinciannya: a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik) b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik) c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik) d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup) e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup) 8. Indikator kinerja auditor ahli utama gol/ruang IV/d. jika dalam waktu 1 tahun memperoleh angka kredit 925 kum nilainya 96 (amat baik). Jika jumlah angka kredit 1050 kum telah dipenuhi untuk kenaikan pangkat ke gol/ruang IV/e, perinciannya: a. dikumpulkan dalam waktu 2 tahun, nilainya 96 (amat baik) b. dikumpulkan dalam waktu 3 tahun, nilainya 91 (amat baik)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
23
Opini c. dikumpulkan dalam waktu 4 tahun, nilainya 81 (baik) d. dikumpulkan dalam waktu 5 tahun, nilainya 75 (cukup) e. dikumpulkan dalam waktu 6 tahun, nilainya 70 (cukup) Indikator Kinerja Auditor Terampil Pada prinsipnya sama nilainya, yaitu: a. Auditor pelaksana lanjutan gol/ ruang III/a, sama dengan auditor ahli pertama gol/ruang III/a b. Auditor pelaksana lanjutan gol/ ruang III/b, sama dengan auditor ahli pertama gol/ruang III/b c. Auditor penyelia gol/ruang III/c, sama dengan auditor ahli muda gol/ ruang III/c d. Auditor penyelia gol/ruang III/d, sama dengan auditor ahli muda gol/ ruang III/d. Kesimpulan Untuk menilai tingkat keberhasilan PNS secara obyektif dalam pelaksanaan tugas, diperlukan adanya standar
kinerja yang disusun berdasarkan kesepakatan bersama antara unit pengawasan dengan unit kerja sesuai dengan tugas dan fungsi (struktur organisasi), tanpa standar (indikator) kinerja, penilaian akan bersifat subyektif sesuai dengan asumsi penilai, yang tentunya sangat tidak adil. Bagi pejabat fungsional (termasuk jabatan fungsional auditor) indikator kinerja didasarkan pada perolehan angka kredit yang telah ditetapkan oleh tim penilai (PAK), tentunya semakin cepat terkumpul angka kredit, nilainya lebih tinggi dari pada yang terlambat. Angka kredit merupakan nilai hasil pelaksanaan tugas dan fungsi secara professional. Untuk jabatan struktural, indikator kinerja didasarkan pada visi, misi, pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai struktur organisasi, dengan memperhatikan input, out put dan out comes.
(*Penulis adalah Inspektur Wilayah III Itjen Dep. Agama)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
24
Opini
AUDIT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA Oleh H. Chamdi Pamudji * Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional disegala bidang dan semakin terbatasnya sumber daya alam khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas bumi yang pernah menjadi primadona bagi peneriman negara, namun akhir-akhir ini sumber penerimaan negara beralih pada sumber lain yaitu yang berasal dari perpajakan dan non pajak yang dalam hal ini penerimaan negara akibat dari jasa kegiatan dan pelayanan pemerintah yang lebih dikenal dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP mempunyai arti dan peran yang sangat penting dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional. Oleh karena-nya, diperlukan langkah-langkah peng-administrasian yang efisien, efektif dan ekonomis, agar penerimaan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI). Hal yang paling pokok dalam upaya menertibkan penerimaan negara yang berasal dari non perpajakan adalah adanya kepastian hukum yang selama ini masih banyak ragam dan tingkatannya sehingga belum mencerminkan kepastian hukum. Banyak dan beragamnya bentuk pengaturan juga mengakibatkan kekurang tertiban dan kerumitan dalam pengelolaan peneri-
maan negara bukan pajak. Maka dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, dimana hal tersebut sebagai acuan dalam berbagai hal khususnya pelaksanan audit. Sedang arah dan tujuan lahirnya undang-undang dimaksud adalah sebagai upaya: a. Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan melalui optimalisasi sumber-sumber penerimaan negara bukan pajak dan ketertiban administrasi pengelolaan penerimaan negara bukan pajak serta penyetoran penerimaan negara bukan pajak ke kas negara. b. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatan-kegiatan yang menghasilkan penerimaan negara bukan pajak. c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta investasi diseluruh wilayah Indonesia. d. Menunjang upaya terciptanya aparat pemerintah yang kuat, bersih, dan berwibawa, penyederhanaan prosedur dan pemenuhan kewajiban, peningkatan tertib administrasi keuangan dan anggaran negara, serta peningkatan pengawasan.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
25
Opini Sebagai upaya peningkatan pengawasan maka pada prinsipnya pelaksanaan audit tentu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif dan ekonomis, sehingga atas dasar tersebut audit dilaksanakan untuk menguji apakah peraturan perundang-undangan tersebut dapat dilaksanakan (taat hukum) atau tidak yaitu dengan membandingkan apakah pelaksanaan telah sesuai dengan yang seharusnya atau belum. Adapun ruang lingkup penerimaan negara bukan pajak yang ada dilingkungan Departemen Agama adalah yang berasal dari pelayanan pernikahan yaitu jasa Nikah dan Rujuk (NR), pelaksanaan pendidikan pada perguruan tinggi, hasil pengelolaan kekayaan negara dari sewa, penjualan aset/ barang milik negara dari lelang, hibah, denda dan ganti rugi lainya. Dasar Hukum 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. 5. PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 52 Tahun 1998. 6. PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata cara Penggunan Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu. 7. PP Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Dep. Agama. 8. PP Nomor 01 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi PNBP. 9. PP Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. 10. PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. 11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik/ Kekayaan Negara 12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 115/KMK.06/2001 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP pada Perguruan Tinggi Negeri. 13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 338/KMK.06/2001 tentang Ijin Penggunaan Sebagian Dana PNBP yang bersumber dari Pelayanan jasa Nikah dan Rujuk dan Pelayanan Jasa dari Peradilan Agama Departemen Agama. 14. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Negara Nomor Per-22/PB/2005 tentang Mekanisme Penggunaan Anggaran yang Pagu Dananya Bersumber Dari Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk. 15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
26
Opini 16. PMA Nomor 21 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk. Pengertian Dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 Bab I Pasal 1 menyebutkan bahwa penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, sedang dalam Bab II Pasal 2 yang dikelompokkan dalam penerimaan negara bukan pajak meliputi: a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah. b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam. c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah. e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi. f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah. g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Sedang didalam penjelasannya yang dikategorikan penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah antara lain penerimaan jasa giro, sisa anggaran pembangunan dan sisa anggaran rutin dan penjelasan huruf b tentang penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam antara lain royalti dibidang pertambangan, khususnya mengenai penerimaan dari minyak dan gas bumi, namun karena didalamnya terkandung banyak unsurunsur perpajakan, maka penerimaan
yang merupakan bagian pemerintah dari minyak dan gas bumi tidak termasuk jenis penerimaan bukan pajak. Sementara penjelasan huruf c, penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan meliputi deviden, bagian laba pemerintah, dan pembangunan semesta serta hasil penjualan saham pemerintah, kemudian penjelasan huruf d tentang penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah adalah pelayanan pendidikan, kesehatan, pelatihan, pemberian hak paten, merk, hak cipta, pemberian visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di lingkungan Departemen Agama telah ditetapkan melalui PP No. 47 Tahun 2004 tentang tarif atas penerimaan negara bukan pajak yaitu penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan penerimaan dari kantor urusan agama kecamatan tentang biaya pencatatan nikah dan rujuk. Langkah-langkah Audit Satu, Tahap Persiapan. Sebagai langkah awal dalam pelaksanaan audit adalah menyusun program kerja audit dengan menentukan sasaran, ruang lingkup dan tujuan audit, adapun tujuan audit meliputi: a)Menilai pelaksanaan sistem pengendalian manajemen untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa tugas dan fungsi telah dilaksanakan secara efektif dan efisien; b)Menilai keekonomisan, efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya dan dana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi; c)Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
27
Opini dalam melaksanakan tugas dan fungsi; d)Memberikan informasi tentang hasil pelaksanaan kegiatan auditan kepada pihak yang berwenang; dan e)Memberikan rekomendasi perbaikan atas kelemahan yang ditemukan. Berikutnya adalah menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan PNBP, menghimpun bahan-bahan dan datadata yang berkaitan dengan PNBP, rencana dan program kerja serta mendapatkan DIPA, selanjutnya menentukan waktu pelaksanaan audit. Dua, Tahap Pelaksanaan. Dalam pelaksanaan audit PNBP yang utama perlu diketahui baik pada pelaksanaan peristiwa nikah dan rujuk ataupun pelaksanaan pelayanan pendidikan adalah: a)Menanyakan rencana PNBP berdasarkan hasil perhitungan/penetapan yang diperkirakan akan diterima dalam satu tahun yang akan datang; b)Laporan realisasi PNBP yang memuat daftar PNBP yang telah dicapai/ diperoleh dalam periode tertentu; c)Mengetahui data peristiwa nikah, buku akta nikah yang dipergunakan, bukti setoran ke kas negara (SSB); d)Mendapatkan jumlah keseluruhan mahasiswa, jumlah mahasiswa yang mendaftar ulang dan jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan yang diterima; e)Teliti apakah ada barang milik negara yang dimanfaatkan oleh pihak lain, apakah ada barang milik negara yang hilang, dan apakah ada barang milik negara yang dihapuskan; f)Teliti apakah ada denda keterlambatan pekerjaan; g)Teliti apakah ada sisa anggaran yang belum disetorkan kembali ke kas negara;
h)Teliti berapa anggaran yang dapat terealisasi yang pagu dananya bersumber dari PNBP; i)Teliti apakah penggunaan PNBP sesuai PO yang ada. Tiga, Tahap Pelaporan. Sebagai salah satu pertanggungjawaban dan memenuhi standar audit yang perlu dipenuhi dalam pelaksanaan audit adalah membuat laporan hasil audit. Seluruh hasil audit baik temuan yang bersifat positif ataupun yang perlu ditindak lanjut segera dilaporkan kepada pemberi tugas dan selanjutnya ke pihak-pihak yang berkepentingan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Laporan hasil audit harus memuat kondisi/fakta auditan yang dilengkapi bukti-bukti, penyebab, akibat dan kriteria dari kondisi tersebut serta rekomendasinya. Empat, Tahap Tindak Lanjut. Standar audit terakhir dari pelaksanaan audit adalah tindak lanjut, temuan hasil audit dikatakan cacat apabila temuan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti. Untuk itu suatu temuan perlu memuat kondisi, penyebab, akibat, kriteria dan rekomendasi serta adanya tanggapan dari pihak auditan. Standar tindak lanjut yang berlaku dilingkungan Dep. Agama minimal 6 (enam) bulan jika auditan tidak menanggapi hasil tindak lanjut tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai PP 30 tahun 1980.
(*Penulis adalah Inspektur Wilayah IV Itjen Dep. Agama)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
28
Opini
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI BAGI PEGAWAI (Tinjauan Aspek Pengawasan) Oleh Ali Rokhmad Kita mulai pembahasan ini dengan menyamakan persepsi tentang pendidikan. Sesuai Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, yang dimaksud dengan pendidikan intinya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kreatifitas, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan agama. Dalam Undang-undang tersebut terdapat perbedaan dominan dengan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 1998, dimana dominan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 bukan pada guru yang berperan utama dalam menentukan atau membentuk hasil belajar anak didik, tetapi guru hanya sebagai pendorong dan penyulut (firing). Oleh karena itu, pendidikan pencegahan perilaku korupsi dilakukan dengan memperhitungkan pedoman undang-undang pendidikan. Yaitu bagaimana mendidik para pegawai agar mampu melakukan pencegahan perilaku korupsi, termasuk pegawai di lingkungan Departemen Agama. Departemen Agama sebagaimana departemen lainnya memiliki aparat pengawasan fungsional yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Agama.
Tugasnya adalah menyelenggarakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen Agama berdasarkan kebijakan menteri. Dalam melaksanaan tugas pengawasan tersebut kaitannya dengan pendidikan pencegahan perilaku korupsi setidaknya terdapat dua hal yang perlu digarisbawahi yaitu pengawasan sebagai tindakan preventif dan represif atau kuratif ataupun korektif. Langkah kegiatan pendidikan pencegahan perilaku korupsi mengacu kepada kegiatan pencegahan (preventif) dengan tujuan untuk menciptakan kegiatan yang efektif dan efisien, dan tindakan korektif yang merupakan tindakan pembetulan terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pegawai serta mengganggu kondisi optimal dari proses pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen Agama. Hal tersebut berkaitan dengan dimensi perilaku penyimpangan dan sudah terjadi. Tindakan koreksi dilakukan agar tindakan dimaksud tidak menjadi berlarut-larut atau sering disebut tindakan kuratif. Kaitannya dengan pengawasan, dua jenis dimensi tindakan yang diadaptasikan kepada pegawai di lingkungan Departemen Agama, yaitu: 1)Dimensi pencegahan (preventif) merupakan tindakan mengatur pegawai, peralatan kerja, dan format ke-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
29
Opini giatan dengan tepat sehingga menumbuhkan kondisi menguntungkan bagi berlangsungnya proses kegiatan yang efektif, efisien, dan ekonomis. Tatacara pencegahan atau tindakan preventif merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan Inspektorat Jenderal dalam rangka mengawasi perilaku pegawai dan formulasi kegiatan yang tepat. Dalam hal ini pengawasan merupakan sistematika langkah-langkah yang harus direncanakan Inspektorat Jenderal untuk menciptakan suatu kondisi yang fleksibel, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. 2)Dimensi kuratif atau represif merupakan tindakan bagi pegawai yang sudah terlanjur melakukan penyimpangan, agar kejadian tersebut tidak berlarut-larut. Inspektorat Jenderal harus berusaha dapat menumbuh-kan kesadaran dan tanggung jawab pegawai untuk memperbaiki diri dari penyimpangan yang telah dilakukan sehingga pelaksanaan tugas sesuai dengan yang diharapkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pencegahan Perilaku Korupsi Pencegahan merupakan tindakan yang tepat sebelum timbulnya penyimpangan. Keberhasilan pencegahan perilaku korupsi merupakan salah satu indikator penting dalam keberhasilan pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Hal tersebut terkait dengan tugas Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam menentukan langkah-langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek maupun
jangka panjang melalui proses pendidikan dan pelatihan serta pengawasan yang sistematis. Tentunya tidak hanya dilihat pada aspek pegawai yang diawasi tetapi juga pegawai yang mengawasi, dalam hal ini adalah tugas para auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Adapun langkah-langkah pencegahan antara lain: a)Peningkatan Kesadaran Diri Sebagai Pengawas. Sikap pengawas terhadap profesinya banyak mempengaruhi terciptanya kondisi dan lingkungan kerja. Oleh karena itu, langkah strategi yang mendasari kegiatan pengawasan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran diri para pengawas. Implikasi kesadaran diri pengawas akan tampak dalam sikapnya yang cerdas, teliti, tegas, dan arif dalam melakukan audit dengan menunjukkan kepribadian pengawas yang stabil dan berwibawa. Sikap ini pada akhirnya akan menumbuhkan reaksi dan respons yang positif dari obyek yang diawasi (auditan). b)Peningkatan Kesadaran Pegawai yang Diawasi. Meningkatnya kesadaran diri sebagai pengawas harus diimbangi dengan peningkatan kesadaran pegawai yang diawasi. Apabila pegawai yang diawasi tidak atau kurang memiliki kesadaran terhadap dirinya, maka tidak akan terjadi interaksi positif dalam kegiatan pengawasan. Kurangnya kesadaran pegawai yang diawasi
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
30
Opini ditandai dengan sikap negatif yang mudah tersinggung dan kecewa. Sikap tersebut memungkinkan pegawai melakukan tindakan penyimpangan yang kurang terpuji. Untuk mencegah munculnya sikap negatif tersebut, pengawas harus berupaya meningkatkan kesadaran pegawai yang diawasi melalui pendidikan dan pembinaan sebagai berikut: a)Mengingatkan pegawai yang diawasi tentang kewajiban dan hak sebagai PNS; b)Memperhatikan kebutuhan pegawai dan mendorong kinerjanya; dan c)Menciptakan suasana saling pengertian antara pengawas dan yang diawasi terkait dengan tugas dan tanggung jawab. c)Menumbuhkan Sikap Ikhlas Beramal Pengawas maupun pihak yang diawasi dituntut untuk bersikap polos, tulus dan ikhlas. Maksudnya tindakan pengawas maupun yang diawasi dalam kesehariannya selalu apa adanya sesuai dengan tugas dan kewajibannya serta melaksanakannya dengan ikhlas. Sikap demikian akan mendorong energi positif bagi pegawai lain, sehingga akan memberikan respons atau reaksi positif terhadap pengawas. Penciptaan nuansa sosial dalam kegiatan pengawasan akan banyak dipengaruhi oleh nilai ikhlas tidaknya pengawas dalam melaksanakan tugas dan memberikan data/ informasi/keterangan dengan ikhlas dan benar bagi yang diawasi.
d)Menciptakan “Kontrak Sosial” Kontrak sosial pengawasan berkaitan dengan standar perilaku, yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang rekomendasi tugas kerja pengawas dalam upaya memenuhi kebutuhan pengawasan fungsional pada Departemen Agama, baik yang sifatnya individual maupun institusi. Dengan kata lain, kontrak sosial dalam Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah standar perilaku dalam penyelenggaraan pengawasan. Kontrak sosial merupakan persetujuan umum tentang bagaimana sesuatu pengawasan dilakukan dengan benar, dan sikap pengawas yang diperbolehkan. Standar perilaku ini tidak membatasi kebebasan pegawai lain akan tetapi merupakan tindakan yang menandai pengarahan perilaku yang diharapkan dalam berbagai situasi kegiatan kerja. Standar perilaku pengawas harus dibentuk melalui kontrak sosial dengan pegawai yang diawasi. Dalam arti bahwa aturan terkait dengan nilai atau norma yang berasal dari kebijakan Inspektorat Jenderal harus dihormati dan ditaati. Oleh sebab itu perumusannya perlu dibicarakan dan disosialisasikan kepada seluruh jajaran di lingkungan Departemen Agama. Demikian, pokok-pokok pikiran tentang pendidikan pencegahan korupsi dari aspek pengawasan, diharapkan menjadi bahan renungan kita semua. Penulis adalah Kasubag Ortala pada Sekretariat Itjen Dep. Agama.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
31
Opini
KESIAPAN RIIL MADRASAH MEREALISASIKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) oleh: Arif Nurrawi Perkembangan pendidikan nasional dalam kurun waktu 3 tahun ini sangat menarik untuk disimak. Mulai dari perubahan Kurikulum 1994 ke Kurikulum 2004 atau yang lebih akrab dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai pada yang terakhir ini dari KBK ke KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Bagi para praktisi pendidikan, perubahan ini merupakan suatu tantangan tersendiri, karena berarti harus segera menyesuaikan diri dengan pola/ sistem baru yang memang mengarah pada upaya optimal untuk mencerdaskan bangsa. Dalam kaitan perubahan kurikulum ini, maka perlu disikapi positif dalam kerangka kepentingan kemajuan pendidikan nasional. Untuk itu KTSP harus terus disosialisasikan secara intensif, komprehensif dan terpadu untuk sekolah/madrasah. Dengan pertimbangan perkembangan dunia pendidikan yang semakin kompleks/ canggih, maka kehadiran KTSP pada dasarnya lebih merupakan suatu kebutuhan riil. Hal ini berarti bahwa KTSP selanjutnya harus menjadi “ruh” bagi para Guru dan Pengelola pendidikan. KTSP harus hadir dalam setiap sisi kehidupan pendidikan nasional yang membutuhkan nuansa baru guna peningkatan mutu pendidikan mulai dari dari SD/MI, SMP/MTs dan
SMA/SMK/MA. Pada dasarnya, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Jadi disini otoritas sekolah/madrasah yang bersinergi dengan Komite Sekolah/Madrasah sangat menentukan untuk bagaimana mengembangkan kurikulum setempat sesuai dengan potensi riil. Dari sisi praktis, maka sebenarnya KTSP ini masih sangat relevan dengan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yaitu suatu cara pengelolaan sekolah yang menitikberatkan pada aspek mutu. Sekolah/madrasah dalam hal ini diberi otonomi secara khusus untuk mengatur administrasi, keuangan/ anggaran, kepegawaian, dan kurikulum sesuai dengan kebijakan/ prosedur yang berlaku. Keberhasilan sekolah dapat dikatakan akan sangat tergantung pada mutu SDM guru, karyawan, siswa, lingkungan sekolah, dan partisipasi masyarakat. Dengan kondisi demikian, konsep MBS ini sebenarnya mempunyai keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang memfokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM terintegrasi dengan proses peningkatan mutu pendidikan. Jadi sinergi antara KTSP dan MBS merupakan suatu kebutuhan yang harus direalisasikan.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
32
Opini Kondisi riil madrasah Sebagai bagian dari institusi pendidikan nasional di bawah naungan Departemen Agama, madrasah harus turut serta mensukseskan program KTSP. Dengan potensi keunggulan pada aspek pendidikan agama, diharapkan madrasah dapat lebih maju lagi di masa mendatang sesuai dengan muatan KTSP. Secara riil kita ketahui bahwa tingkatan mutu pada madrasah (madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah) secara khusus perlu perhatian khusus dari Departemen Agama cq Ditjen Pendidikan Islam. Apalagi dengan adanya implementasi KTSP yang menuntut madrasah harus terus memperhatikan mutu/profesionalisme guru. Dari hasil pengawasan cq audit Inspektorat Jenderal Dep. Agama pada madrasah di seluruh Indonesia, masih ada satu masalah pokok yang perlu perhatian khusus yaitu masih adanya guru-guru yang mengajar belum sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Padahal dalam konsep KTSP, syarat kesesuaian seorang guru pada mata pelajaran yang diajarkan menjadi basis utama. Adanya kebijakan Ditjen Pendidikan Islam Dep. Agama untuk secara kontinu meningkatkan profesionalisme guru melalui pelatihan/penataran bagi para guru yang mengajar belum sesuai dengan latar belakang pendidikannya memang dapat terus dilaksanakan. Namun harus disertai dengan langkah sertifikasi dan uji kompetensi, agar SDM guru benar-benar dapat diandalkan.
Memang upaya tersebut merupakan langkah strategis, karena bila harus mengganti para guru yang belum sesuai latar belakang pendidikannya di seluruh Indonesia akan sangat berat (jumlahnya juga sangat banyak). Untuk itu selain pada penerimaan guru yang akan datang memprioritaskan kesesuaian guru mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan, juga harus segera dilaksanakan sertifikasi dan uji kompetensi bagi para guru madrasah di seluruh jajaran Kanwil Dep. Agama. KTSP dan Kesiapan Madrasah Bagaimanapun juga KTSP merupakan kebijakan baru yang ketika pengawasan cq audit dilaksanakan sejak awal 2006 masih terlihat perlu adanya sosialisasi lebih gencar lagi bagi madrasah. Ditjen Pendidikan Islam dalam hal ini bertanggungjawab penuh terhadap pengembangan KTSP, khususnya bagi mata pelajaran agama. Dari beberapa sosialisasi yang sudah dilaksanakan Depdiknas, dapat diambil suatu benang merah dan prinsip mengenai KTSP, yaitu berkaitan dengan komponen KTSP, acuan operasional KTSP, struktur dan muatan KTSP, penyusunan KTSP serta pengembangan KTSP. Secara garis besar dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Komponen KTSP menyangkut visi, misi, dan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan, silabus, dan RPP. 2. Acuan operasional KTSP, yaitu berupa peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia; peningkatan
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
33
Opini
3.
4.
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik; keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan; kondisi sosial budaya masyarakat setempat; kesetaraan jender; dan karakteristik satuan pendidikan Struktur dan muatan KTSP meliputi mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri, pengaturan beban belajar, kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan, pendidikan kecakapan hidup, serta pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Dalam rangka menyusun KTSP, setiap madrasah harus memperhatikan: (a)Analisis potensi dan kekuatan/kelemahan yang ada di madrasah yaitu peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program yang ada di madrasah; (b)Analisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar: komite/ majelis madrasah, dewan pendidikan, dinas pendidikan/kandepag, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya; (c)Mengidentifikasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan;(d)Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dapat dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah; (e)Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, kepala madrasah, komite madrasah, dan nara sumber dengan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama; (f)P e n y u s u n a n kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/ madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/ atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru; (g)Tahap kegiatan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun; (h)Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah serta diketahui oleh komite madrasah dan oleh
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
34
Opini departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama; (i) Kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah, berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP; (j)Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP; (k)Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Untuk itu KTSP yang disusun agar memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia; (l)Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya; dan (m)Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan
keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah. Dengan beberapa kebijakan baru yang tertera dalam KTSP yang pada hakikinya merupakan pengembangan lebih lanjut dari KBK, memang madrasah dalam hal ini perlu secara khusus mendalami materi/muatan KTSP tersebut. Secara substansial banyak hal positif dan menjanjikan bila KTSP disikapi dengan baik dalam koridor untuk peningkatan mutu pendidikan nasional. Satu hal urgen dalam kaitan realisasi KTSP, khususnya di lingkungan madrasah adalah bagaimana secara proaktif, komprehensif dan terus menerus setiap guru di madrasah berupaya mendalami, memahami dan merealisasikan KTSP. Insya Allah madrasah siap dalam merealisasikan KTSP. (Peulis adalah Auditor Ahli Irwil III Itjen Dep. Agama)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
35
Opini
EVALUASI PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA TERHADAP KKN Oleh Drs. H. PRAMONO, M.Si. Workshop Pengawasan Dengan Pendekatan Agama yang baru diselenggarakan pada tanggal 9 dan 10 Agustus tahun 2006 ini gaungnya cukup meriah dan megah, karena diselenggarakan di Hotel Millenium Jakarta. Hadir pada acara ini Bapak Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni sekaligus membuka acara workshop ini walaupun terlambat 15 menit dari jadual yang telah ditetapkan. Model Pengawasan Dengan Pendekatan Agama ini juga dihadiri oleh para tokoh Agama yang terdiri dari Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Wakil Sekretaris Umum PGI, Ketua DPP Walubi, Dirjen Bimas Kristen, Parisada Hindu Dharma, Perwakilan Agama Katolik serta para Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama, dan Auditor dari Instansi Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah. Sebagai nara sumber pada acara ini antara lain Bapak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam hal ini diwakili oleh Bapak Komarudin, dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bapak Syahrudin Rasul, dan dari Deputi Bidang Politik, Hukum & Hankam Kementerian Perencanaan Pemba-ngunan Nasional/ Bappenas, Deputi Bidang Pengawasan Kenterian PAN, Bapak Wiharto, Lukman Sukarma, Ibu Diani.
Dari beberapa paparan dan presentasi yang telah disampaikan para narasumber pada masing-masing tokoh agama tentang pandangannya terhadap KKN sangatlah mengutuk dan melaknat perbuatan itu. Dalam Islam dijelaskan bahwa perbuatan KKN merupakan tindak kejahatan atau perbuatan munkar yang hukumnya adalah haram, sebab akibat korupsi telah menimbulkan sejumlah permasalahan pada masyarakat yang sangat pelik dan kompleks, misalnya meningkatnya angka kemiskinan, terputusnya pendidikan anak usia sekolah, meluasnya tingkat kriminalitas dan kekerasan, serta bertambahnya jumlah pengangguran. Bahkan bukan hanya itu korupsi pun telah merusak tatanan ekonomi, hukum, dan budaya kita. Semua efek yang negatif yang disebutkan diatas dapat menghancurkan kemaslahatan, kebahagiaan dan harapan masa depan masyarakat. Bahkan jika kita amati dan renungkan secara mendalam, sesungguhnya korupsi merupakan salah satu faktor utama di negara ini yang mengakibatkan keterpurukan bangsa ini. Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Ar Rum ayat 41: Yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagai akibat dari
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
36
Opini
perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar. Menurut Pandangan Agama Kristen. Korupsi sama saja dengan mencari uang/kekayaan /kedudukan/status dengan cara yang tidak halal karena bagi umat Kristiani tidak berharap pada perkara lahiriah, tapi berharap kepada perkara diatas (Bandingkan Matius 6: 33). Dan yang lebih utama perlu di camkan adalah “Kaya Secara Lahiriah” tapi miskin rohaniah bukanlah kehendak Tuhan. Yang dikehendaki Tuhan adalah agar kaya secara rohani sekaligus secara jasmani, walaupun yang terbaik kaya secara rohani dan jasmani supaya menjadi berbuat bagi banyak orang (diberkati untuk menjadi berkat). Menurut Pandangan Agama Hindu. Seseorang yang tidak menjalankan dharma, dan memperoleh kekayaan dengan kecurangan, yang selalu merugikan dan menyakiti pihak lain, maka mereka tidak akan pernah berbahagia di dunia ini. Menurut Pandangan Agama Buddha. Jangan berbuat jahat, berbuatlah kebajikan, sucikan hati dan pikiran, inbilah ajaran pada Buddha. Untuk membentuk prilaku yang baik dalam menjalankan tugas yang diemban, maka perlu mengembangkan Hiri dan Ottapa: Yakni Hiri punya perasaan malu untuk melakukan kejahatan, sedangkan ottapa adalah takut akan akibat perbuatan jahatnya.
Evaluasi Pengawasan dengan Pendekatan Agama Terhadap KKN. Adalah M. Slamat Anwar, (Irjen Dep. Agama, 1984 s.d 1991). Beliau adalah pencetus dan perintis keberadaan Koordinator Tindak Lanjut Hasil pengawasan di daerah serta penyusunan buku petunjuk Pelaksanaan Pengertian dan Kesadaran Pengawasan Melalui Jalur Agama (PPKPMJA) sekaligus penyelenggaraan diklat bagi tenaga penyuluh PPKPMJA. Kemudian secara estafet dilanjutkan oleh AHMAD GOZALI (1991 s.d. 1996), beliau mengembangkan diskusi dan penyu-luhan hingga menjangkau hampir seluruh provinsi. E. Sukarya (Irjen Dep. Agama, 1996 s.d 1998) melaksanakan penyuluhan PPKPMJA hingga pada tingkat Kabupaten. Sedangkan Luthfi Dahlan (1998 s.d 2000) lahir di Malang, 28 Februari 1945, beliau melakukan pemantapan peran pengawasan melalui penajaman sasaran pemeriksaan yang rawan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta melakukan pembinaan wilayah yang disebut temu wicara pengawasan (Murawas). Muchtar Zarkasyi (2000 s.d 2004). Kepemimpinan beliau tegas dan memegang teguh prinsip. Pesan yang sering disampaikan “AUDITOR HARUS PROFESIONAL DAN OBYEKTIF”. Seiring dengan restrukturisasi Dep. Agama dengan KMA No. 1 tahun 2001 Inspektorat Jenderal melakukan penataan kembali pemeriksaan berdasarkan wilayah regional, bukan lagi bidang kegiatan.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
37
Opini Kegiatan Murawas dilanjutkan bersamaan program PPKPMJA. Slamet Riyanto (2000 s.d 2005). Dalam pelaksanaan tugas pengawasan ditetapkan 3 paradigma baru yaitu Auditor sebagai Mitra, Pembina dan Konsultan Menejemen bagi pelaksana dalam meningkatkan kinerja organisasi. Beliaulah yang mengubah dari PPKPMJA menjadi Pengawasan Melalui Pendekatan Agama. A.Qodri A. Azizy (2005 s.d sekarang). Beliaulah yang melakukan langkah atau terobosan sangat fundamental. Adapun langkah atau terobosan yang ditempuh antara lain: (1)Pemantapan sistem pelaksanaan audit melalui percepatan penyelesaian LHA; (2)Peningkatan kualitas dan profesionalisme Auditor melalui Diklat JFA; (3)Pembentukan Character building melalui training ESQ; dan (4)Pengembangan PPA dengan melakukan upaya pemantapan RAN PK melalui kegiatan workshop di Hotel Millenium Jakarta. Kata Kata Mutiara beliau antara lain: “Membersihkan jalan yang kotor harus dengan sapu yang bersih”; “Don’t delay till tomorrow what you can do to day”; dan “Al haqqu bila nidzam sayaghlibu al bathil bi al nizham”. Implementasi Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi melalui PPA antara lain: Satu, Program PPA merupakan salah satu pendekatan pengawasan kepada aparatur negara untuk tidak berbuat menyimpang dangan menanamkan nilai nilai ajaran agama dalam setiap perilaku kehidupan sehari-hari.
Dua, PPA dapat dijadikan model pemberantasan korupsi dengan melakukan sentuhan hati nurani dan menggugah kesadaran manusia untuk tidak melakukan perbuatan menyimpang, karena setiap perilaku manusia senantiasa dalam pengawasan Tuhan dan dapat berakibat pada siksa di neraka kelak. Tiga, sebagai aparatur negara yang memiliki tugas dan fungsi membangun masyarakat Indonesia di bidang Agama, Departemen Agama dapat mengembangkan pendekatan pengawasan melalui jalur agama. Dalam ajaran semua ajaran agama pasti mengatur tentang ajaran kebaikan dan menghindari perbuatan buruk. Empat, terkait dengan RAN PK yang telah dicanangkan oleh Kementerian PAN, PPA dapat dijadikan sebagai salah satu metode pendukung yang terintegrasi didalamnya, sehingga langkah nyata dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dapat segera diwujudkan. Peran PPA dalam Pencegahan KKN. Pertama, sebagai Pengendali. Kepada seluruh aparatur negara diwajibkan untuk benar-benar menyadari, menghayati, dan mengamalkan ajaran agamanya, agar masing-masing diri merasa senantiasa mendapatkan pengawasan Allah SWT, dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan bagaimanapun, sehingga akan timbul budaya pengawasan, malu untuk berbuat menyimpang, dan senantiasa mengerjakan tugas dengan ikhlas.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
38
Opini Kedua, sebagai Pemberi Motivasi. Ajaran agama memberikan pedoman yang jelas kepada setiap pemeluknya untuk menegakkan kebenaran secara adil dan mendapat balasan sesuai dengan apa yang telahg dilakukannya. Dengan memberikan kesadaran kepada para penegak hukum bahwa bersikap jujur, adil dan bijaksana merupakan perbuatan yang harus dilaksanakan. Ketiga, sebagai Sarana Rehabilitasi Bagi Pelaku Korupsi. Dalam kehidupan dunia, kesalahan akibat melakukan korupsi akan dihukum dengan kurungan penjara, selama masa rehabilitasi diharapkan dapat memperbaiki perilaku dimasa yang lalu, menyesal, dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan dimasa yang akan datang. Peran agama sangat pentIng dalam mengembalikan hati dan jiwa pelaku korupsi kepada jalan yang benar.
Kesimpulan Dari beberapa pandangan tokoh agama dan para Alim Ulama serta nara sumber berpendapat bahwa korupsi pada dasarnya merupakan perbuatan yang harus dibasmi serta berdasarkan kesepakatan para tokoh agama dan Alim Ulama dari semua agama mendukung agar KKN diberantas sampai ke akar-akarnya, sehingga negara dan bangsa ini hidup dalam keadaan adil, makmur, sejahtera, aman damai, dan sentosa bagaikan hidup di surga. (Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofur), Namun berdasarkan realita yang ada hampir menjelang seperempat abad yang silam gaung pengawasan melalui jalur agama yang dicanangkan dan diproklamirkan dari Pusat sampai ke tingkat Kabupaten bahkan ke Kantor Urusan Agama tingkat Kecamatan, belum menunjukkan hasil yang signifikan, bahkan sekarang KKN semakin merambah pada tataran masyarakat tingkat bawah (Grass root). What is wrong ?. (Penulis adalah Auditor Irwil IV Itjen Dep. Agama).
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
39
Lika Liku Auditor
SUKA DUKA AUDITOR DI DAERAH Seiring bergulirnya waktu, akhirnya kami harus berangkat juga menunaikan tugas dinas ke Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Membayangkan daerahnya saja mungkin bagi mereka yang sudah pernah ke sana akan memberikan komentar beraneka ragam. “Wah, medannya sulit dan jauh lho”, kata seorang kawan. Namun dengan tekad dan niat yang mantap, kami berikhtiar Insya Allah tugas kami lancar dan senantiasa mendapat perlindungan dari Allah SWT. Kami berangkat dari Jakarta pagi 12 Desember 2005 dan mendarat dengan selamat di Pontianak. Rencana langsung dengan pesawat Twin-Otter, tetapi tidak jadi karena jadwal ke Putussibau baru ada beberapa hari kemudian. Akhirnya kami memutuskan naik bis malam jurusan Pontianak – Putussibau sore hari itu juga. Jarak yang akan kami tempuh cukup lumayan yaitu + 600 km. Diperkirakan tiba di Putussibau besok siang. Setelah 200 km kami lewati memang belum terasa medan yang berat, baru setelah melewati Kabupaten Landak medan mulai terasa berat. Jadi jarak 400 km lagi menurut informasi dari kru bis jalannya buruk. Mulai memasuki km ke 300 jalan ternyata rusak parah, banyak lubang dan kami ketir-ketir juga. Akibatnya semalaman kami tidak bisa tidur. Kurang lebih di km 500 sebelum memasuki Kecamatan Jongkong, ada truk terperosok. Waktu itu menunjukkan pukul 02.10 WIB. Akhirnya setelah dibantu semua kendaraan yang malam
itu melewati jalan tersebut, truk dapat didongkrak dan jalan kembali. Sekitar pukul 05.15 WIB, bis berhenti untuk memberikan kesem-patan penumpang yang akan sholat subuh sekaligus istirahat pagi dan sarapan alakadarnya, karena daerahnya memang nun jauh di hutan. Memasuki pagi nan cerah, kami mulai terasa panasnya. Akan tetapi serba bingung juga, karena bila ditutup kaca panas, tidak ditutup debunya luar biasa. Benar-benar kami seperti dipanggang di dalam bis, apalagi setelah menjelang siang. Dengan perjuangan yang begitu melelahkan, akhirnya rombongan tiba di Kab. Kapuas Hulu pada pukul 16.15 WIB. Kawan-kawan dari Kandepag Kab. Kapuas Hulu sudah menunggu dengan was-was sekitar 1 jam. Alhamdulillah ya Allah, akhirnya kami tiba juga. Benar-benar kami bersyukur sudah bisa mendarat dengan selamat. Sampai di penginapan ceritanya juga sepanjang perjalanan dari Pontianak ke Putussibau. Salah seorang pejabat dari Kandepag sampai berujar “Hebat, Pak ! bisa menaklukkan rasa takut dan waswas selama di jalan dan tiba di Putussibau. Kami hanya berkata: “Alhamdulillah, kami akhirnya tiba dan dapat bersilaturahmi dengan kawan-kawan dari Kandepag dan madrasah”. Besok harinya, kami entry-briefing dan selanjutnya memulai tugas-tugas audit. Memasuki hari kedua, kami rasakan suhu udara sangat panas, bahkan pakaian kami saja basah dengan keringat. Memang hampir seluruh daerah
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
40
Lika Liku Auditor di Putussibau adalah daerah rawa dan bangunan 90 % adalah bangunan panggung. Bila musim kemarau kering dan panas luar biasa, tetapi bila masuk musim hujan sering pula terjadi banjir. Namun beberapa kali hujan di sana, kami bersyukur tidak sampai banjir. Pada hari ke delapan, setelah dari madrasah yang kami audit dan kebetulan berbatasan/dekat dengan salah satu kampung Suku Dayak, kami diajak oleh Kasi Mapenda meninjau perkam-
yan deras. Tapi saya pribadi salut dengan salah seorang kawan yang ikut menyeberang, meskipun seorang ibu, tapi mempunyai nyali yang tidak kalah dengan bapak. “Hebat juga Ibu ya berani menyeberang, kata seorang Staf madrasah. Kami saja yang sudah lama disini justru takut bila akan menyeberang ke perkampungan tersebut. Setelah selesai melaksanakan tugas audit, kami akhirnya bersiap-siap pulang. Karena sudah merasakan
pungan mereka. Tetapi harus menyebrang Sungai Kapuas yang lebar dan dalam. Akhirnya kami hanya berempat menyeberang, sedang yang lain menunggu. Kami berkesempatan bertemu dengan Kepala Suku dan keluarganya, serta diterima dengan baik dan penuh rasa kekeluargaan. Setelah kami mengabadikan lokasi perkampungan, karena memang harus ijin dahulu (Lokasi Cagar Budaya), akhirnya kami pulang. Kami menyeberang dengan perahu kecil yang memuat 4-6 orang dan ketar ketir juga sewaktu di tengah sungai dengan arus yang luma-
dengan naik bis, dan ternyata pesawat tidak bisa berangkat, ya akhirnya kami putuskan naik bis lagi. Namun kali ini kami dapat yang AC, sehingga agak lumayan tidak begitu kepanasan. Setelah lebih selama 1 hari perjalanan, kami tiba kembali di Pontianak dengan selamat untuk selanjutnya kembali ke Jakarta. Benar-benar, tugas yang berat dari segi medan yang selama ini pernah kami jalani, namun Alhamdulillah semuanya berjalan lancar dan kami semua dapat berkumpul lagi dengan kawan-kawan di kantor. Sampai sua lagi Putussibau.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
41
S A P
PENYUSUNAN ANGGARAN Oleh Endang Sulistyowati
Proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu penting yang menjadi sorotan masyarakat. Pidato Presiden setiap bulan Agustus menjadi indikator perekonomian negara selama satu tahun ke depan. Bahkan tidak jarang APBN tersebut menjadi alat politik yang digunakan baik oleh pemerintah sendiri maupun oleh pihak oposisi. Pengertian Anggaran Menurut Freeman (2003), anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhankebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik yang tentunya berkeinginan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki, disinilah fungsi dan peran penting anggaran. Anggaran dapat juga dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial. Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik terutama pemerintah, merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan.
Berbeda dengan penyusunan anggaran di perusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil. Bagi organisasi sektor publik seperti pemerintah, anggaran tidak hanya sebuah rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolaan dana publik yang dibebankan kepadanya. Pendekatan Dalam Penyusunan Anggaran Proses penyusunan anggaran di Indonesia telah memasuki babak baru seiring dengan berjalannya reformasi pengelolaan keuangan negara. Jika sebelumnya pendekatan tradisional masih banyak dipakai dalam beberapa tahun terakhir Indonesia telah menggunakan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) sebagai pendekatan penyusunan anggarannya. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan. Tingkat keluaran kegiatan yang direncanakan dan biaya satuan keluaran menjadi dasar bagi alokasi anggaran dan prakiraan maju pada program yang bersangkutan.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
42
S A P Menyadari bahwa sering kali terjadi inkonsistensi antara perencanaan dan penganggaran, bangsa kita telah mengambil lompatan besar untuk menggunakan pendekatan PPBS (Planning, Programming, and Budgeting System) atau sering dikenal dengan anggaran terpadu dalam penyusunan anggaran negara. Konsep PPBS adalah konsep luas yang memandang bahwa penyusunan anggaran bukanlah proses terpisah yang berdiri sendiri melainkan sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari proses perencanaan dan perumusan program kegiatan suatu organisasi. PPBS merupakan upaya sistematis yang memperhatikan integrasi dari perencanaan, pembuatan program, dan penganggaran. Pada PPBS sasaran, manfaat dan tujuan harus diterjemahkan secara eksplisit sehingga program strategis yang berorientasi pada hasil dapat diidentifikasi. Dari sini akan dihasilkan informasi tentang anggaran yang membantu pengalokasian sumber daya secara efektif. Sebelum PPBS dapat diimplementasikan, suatu organisasi harus mengembangkan kemampuan analisisnya untuk memahami secara mendalam tujuan organisasinya, termasuk kemampuan mengembangkan program beserta indikator hasil untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik tentang tujuan strategis akan membantu pengembangan program dan kegiatan yang baik. Secara teknis tahapan tersebut diawali dengan proses identifikasi kebutuhan dan evaluasi keterbatasan sumber daya. Berdasarkan
pengukuran kebutuhan dan evaluasi keterbatasan sumber daya, sasaran dan tujuan ditentukan. Berikutnya, dikembangkan struktur program organisasi secara keseluruhan. Berdasarkan program-program yang telah dibuat, disusun indikator kinerja dan alokasi sumber daya keuangan seperti halnya dalam pendekatan anggaran berbasis kinerja. Bedanya dalam PPBS, indikator dan alokasi keuangan akan memiliki keterkaitan yang erat dengan perencanaan strategis karena proses pengembangan program yang didasarkan pada rencana strategis organisasi. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 14 menyatakan: “Rencana kerja dan anggaran disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang disusun” selanjutnya secara lebih eksplisit di dalam penjelasan dinyatakan bahwa perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintah membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri atas sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan KPJM (Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah). Beberapa permasalahan yang sangat mendasar dalam sistem penganggaran di Indonesia yang sering kali dikemukakan oleh berbagai pihak termasuk lembaga-lembaga Internasional adalah: 1)Tidak terlaksananya keterkaitan antara kebijakan, perencanaan dan penganggaran karena seringkali kebijakan disusun tanpa memper-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
43
S A P timbangkan sumber daya yang tersedia, pengalokasian anggaran tidak mencerminkan prioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah, 2)Rendahnya kinerja penyediaan pelayanan masyarakat karena penekanan diberikan pada kontrol terhadap input bukan pada pencapaian output dan outcomes, serta kurang memperhatikan prediktabilitas dan kesinambungan daripada pendanaannya. 3)Kurangnya disiplin fiskal, karena total belanja negara tidak disesuaikan dengan kemampuan penyediaan pembiayaannya, dan perumusan kebijakan fiskal hanya terfokus pada stabilitas ekonomi makro jangka pendek Menurut PP 21/2004, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya
keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam Prakiraan Maju. Pedoman Penyusunan Anggaran Negara menggunakan KPJM telah dijelaskan dalam PMK Nomor 054/PMK/ 2005. Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah yang meliputi: 1)Penyusunan proyeksi kerangka ekonomi makro untuk jangka menengah, 2)Penyusunan proyeksi/rencana kerangka/target-target fiskal jangka menengah, 3)Rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, pembiayaan) jangka menengah yang menghasilkan pagu total belanja pemerintah, 4)Pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing kementerian/lembaga. 5)Penjabaran pengeluaran jangka menengah masingmasing kementerian/lembaga ke masing-masing program dan kegiatan.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
44
Randang
MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
SE/03/M.PAN/7/2005 Jakarta, 20 Januari 2005 Segera 1 (satu) lembar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)
Kepada Yth; 1. Para Menteri kabinet Indonesia Bersatu 2. Panglima Tentara Nasional Indonesia 3. Jaksa Agung Republik Indonesia 4. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 5. Para Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departeman 6. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara dan Lembaga Lainnya 7. Para Gubernur 8. Para Bupati/Walikota di Tempat.
Dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan Bersama antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang Peningkatan Koordinasi Pencegahan Korupsi Melalui Penerapan Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur tanggal 25 Mei 2004, dan berdasarkan Diktum Pertama dan Kedua Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
45
Randang Korupsi, serta Surat Edaran MenPAN Nomor:268/M.PAN/10/ 2002 tanggal 14 Oktober 2002, maka disamping Penyelenggara Negara yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya sebagaimana yang ditetapkan pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, MenPAN menegaskan kembali bahwa kepada pejabat sebagaimana tercantum dibawah ini, diwajibkan menyampaikan LHKPN kepada KPK.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Adapun pejabat yang dimaksud adalah: Pejabat Eselon II dan Pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara; Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; Pemeriksa Bea dan Cukai; Pemeriksa Pajak; Auditor, Pejabat yang mengeluarkan perijinan; Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan Pejabat pembuat regulasi.
Mengingat setiap instansi mempunyai tugas, fungsi serta nomenklatur jabatan yang berlainan, kami mengharapkan Saudara agar: a. Memperbaharui Surat Keputusan tentang Penetapan Wajib Lapor Harta Kekayaan bagi pejabat yang memangku jabatan strategis dan Potensial/Rawan KKN di lingkungan instansi dan atau berada dibawah pembinaan Saudara (sesuai dengan kategori angka 1 sampai dengan 8 diatas, dan menyampaikan daftar nama pejabat Wajib Lapor Harta Kekayaan tersebut, sebagaimana formulir terlampir, kepada KPK dan Kementrian PAN. b. Memeriksa dari daftar tersebut, nama-nama pejabat yang sudah dan belum menyampaikan LHKPN kepada KPK, dan memerintahkan kepada pejabat yang belum menyerahkan LHKPN untuk segera memenuhi kewajibannya. c. Memberi peringatan para pejabat dalam kategori angka 1 sampai dengan 8 diatas, yang belum menyampaikan LHKPN
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
46
Randang kepada KPK, dan mengenakan sanksi hukuman disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. d. Melaporkan kepada KPK dan Kementerian PAN setiap terjadi promosi, penggantian/mutasi, mengakhiri jabatan dan atau pensiun. e. Menunjuk pejabat sebagai penanggungjawab pengurusan LHKPN di lingkungan instansi Saudara. f. Menyampaikan daftar tambahan formulir LHKPN serta rencana pendistribusiannya sesuai dengan kebutuhan kepada KPK c.q. Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi. Atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami sampaikan terima kasih
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ttd Taufik Effendi Tembusan Yth. 1. Presiden Republik Indonesia; 2. Wakil Presiden Republik Indonesia; 3. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
47
AMO
PENGEMBANGAN SIKAP POSITIF DALAM BEKERJA Ispawati Asri*
Keberadaan manusia di dunia ini bukan hanya makan, berkembang biak, mengindera, bergerak dan bertindak, melainkan juga berpikir dan berkehendak dengan kenyataan dan realitas sesungguhnya. Dalam dunia kerja, seorang manusia dihadapkan pada kenyataan lingkungan yang tidak selalu sesuai yang diinginkannya. Pada kondisi persaingan yang semakin ketat, seorang pekerja dituntut dapat berprestasi. Kalau tidak, lambat laun ia akan “tergusur” dari arena pekerjaan. Saat ini bukan lagi zaman senioritas. Di instansi pemerintah seperti Departemen Agama sering kita mendengar “masih pegawai baru kok sudah dinas, sedangkan pegawai yang sudah 10 tahun lebih bekerja saja jarang diikutkan kegiatan”. Tapi ada juga pegawai lama yang justru mendukung dan menfasilitasi pegawai-pegawai baru yang memang dianggap layak untuk dilibatkan dalam suatu kegiatan. Mengapa tidak? Kalau memang pegawai baru tersebut punya prestasi dan mampu bekerja dengan baik. Individuindividu seperti inilah yang memiliki sikap positif dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Bagaimana kita mengembangkan sikap positif dalam bekerja? Positive Thinking Berfikir merupakan aktivitas fisik yang bertujuan untuk memahami ling-
kungannya dengan menghubungkan makna yang satu dengan yang lainnya, dan mengambil kesimpulan yang logis dari padanya dengan ukuran penilaian benar atau salah. Berfikir /bersikap positif menurut De Hammachek, ditandai dengan: a)Meyakini betuk nilai-nilai dan prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat; b)Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannnya; c)Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang; d)Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan; e)Merasa aman dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya; f)Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orangorang yang ia pilih sebagai sahabatnya; g)Dapat menerima pujian tanpa purapura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah; h)Menga-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
48
AMO ku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kecewa sampai kepuasan yang mendalam; i)Menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, ungkapan diri yang kreatif, atau sekedar mengisi waktu; j)Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan pengorbanan orang lain. Berfikir Positif mempunyai arti bahwa manusia dalam memandang obyek yang ada disekitarnya yang pertama adalah mementingkan lingkungannya terlebih dahulu; Mudah untuk menyesuaikan diri kepada kaidah atau norma yang terdapat dalam masyarakat; Baginya obyek menjadi primer, sedangkan diri sendiri dianggap sebagi sekunder; Selalu timbul pertanyaan dalam diri “Apa artinya saya bagi masyarakat?”. Berfikir negative mempunyai arti bahwa manusia dalam memandang obyek yang ada di sekitarnya yang pertama kali adalah mementingkan dirinya dahulu; Sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan-nya; Dirinya sebagai primer, obyek di sekitarnya sebagai sekunder; Dalam hati berkata “Apa arti masyarakat bagi saya?”; Untuk orang semacam ini menghendaki lingkungan yang menyesuaikan diri kepadanya. Menurut pakar ternama Norman Vincent Peale dalam bukunya “The Power of Positive Thinking” mengatakan bahwa kunci dari kesuksesan
dalam menggapai cita-cita adalah dengan mmemberikan diri Anda dan semuanya dalam proyek yang ditangani. Atau lakukanlah semua pekerjaan tidak setengah-setengah, bulatkan tekad, kemauan, keinginan untuk pencapaian tujuan. Survey telah membuktikan bahwa salah satu penyebab utama mengapa orang tak pernah benar-benar total dalam melakukan sesuatu adalah karena mereka tidak pernah menyempatkan diri untuk mengelola, merealisasikan, serta mendefinisikan keinginannya secara pasti. Akan tetapi sangat mudah sekali memperbaikinya, dengan menyempatkan diri melakukan kendali sebuah keinginan. Apabila Anda tahu keinginan Anda, keadaan akan mulai memihak kepada Anda. Motivasi Dan Perubahan Sikap Motif adalah kondisi seseorang yang mendorong untuk mencari suatu kepuasan atau mencapai suatu tujuan (FK Berrien & Wendell H. Bash), atau motif adalah daya gerak yang mendorong seseorang berbuat sesuatu. Motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki (Michel J.Jucius). Motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka suatu keputusan atau tujuan. Suatu motif timbul berdasarkan kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia ada dua jenis, yaitu: 1)Kebutuhan primer atau kebutuhan psikologis, yaitu: sandang, pangan dan papan,
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
49
AMO dll.; 2)Kebutuhan sekunder atau kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan ini kurang begitu pasti dibandingkan dengan kebutuhan primer oleh karena merupakan kebutuhan bagi pikiran dan rohani. Kebutuhan yang kedua berkembang sejalan dengan usia yang semakin bertambah. Kebutuhan kedua atau motif sekunder itu berpengaruh kepada tingkah laku seseorang. Motif yang sama bisa menimbulkan tingkah laku yang berbeda pada saat yang berbeda. Sebaliknya suatu tingkah laku yang sama dapat disebabkan oleh berbagai motif. W.A. Gerungan mengklasifikasikan motif menjadi tiga jenis: 1)Motif biogenetis. Awal mula motif ini timbul karena dalam diri manusia menginginkan suatu kebutuhan organismenya demi kelangsungan hidup secara biologis. Motif ini bersifat universal, asli dan berkembang dengan sendirinya, tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan kebudayaan. 2)Motif sosiogenetis. Lingkungan dan kebudayaan merupakan hal yang harus dipelajari manusia. Motif jenis ini tidak berkembang dengan sendirinya melainkan tumbuh sebagai akibat dari interaksi atau sebagai pengaruh kebudayaan tertentu sehingga beraneka ragam sesuai jenis serta corak kebudayaan di dunia; 3)Motif Theogenetis. Motif yang timbul pada individu sebagai akibat dari hubungannya kepada Tuhan menurut agama yang dianutnya. Hal tersebut terlihat dalam kehidupannya sehari-hari ketika menunaikan tugasnya sebagai umat manusia
yang berpegang teguh kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya Paul Mayer mengklasifikasikan motivasi juga dalam tiga jenis: 1)Fear motivation. Motivasi ini menyebabkan kita melakukan suatu kegiatan yang disebabkan ketakutan akan konsekuensi yang ditimbulkan jika tidak melakukannya. Fear motivation dilakukan oleh karyawan dalam hubungan dengan peraturan atau instruksi yang dikenakan padanya, sehingga mereka melaksanakannya dengan kesungguhan. Sebab apabila tidak, mereka akan dikenakan hukuman skorsing atau mutasi jabatan; 2)Incentive motivation. Motivasi ini mempunyai keterkaitan dengan keuntungan atau ganjaran. Para karyawan akan bekerja dengan rajin dikarenakan insentif dalam berbagai bentuk seperti pujian, kenaikan gaji, promosi atau honorarium. 3)Attitude motivation atau self-motivation didasari kepada pemahaman tentang sifat dan tabiat manusia. Setidaknya attitude motivation mempunyai hubungan dengan suatu perangkat tujuan yang bersifat pribadi, bukan perangkat tujuan yang ditetapkan oleh orang lain. Untuk itu perencanaan secara pribadi memegang peranan penting dalam mempengaruhi attitude motivation.
Membentuk Percaya Diri (Self Confidence) Menghargai diri sendiri. Seseorang yang menutup diri, selain karena konsep diri negative juga timbul karena
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
50
AMO kurang percaya diri. Orang yang tidak percaya diri merasa dirinya: 1)Tidak mampu mengatasi persoalan; 2)Menghindari sedapat mungkin situasi komunikasi; 3)Takut orang lain mengejek atau menyalahkannya; 4)Dalam situasi diskusi, ia lebih banyak diam. 5)Dalam pidato ia berbicara terpatah-patah. Berani melakukan komunikasi. Ketakutan melakukan komunikasi mengakibatkan: 1)Menarik diri dari pergaulan; 2)Jarang berkomunikasi, berbicara apabila terdesak; 3)Pembicaraan tidak relevan. Menumbuhkan konsep diri yang sehat: 1)Konsep diri negative cenderung mempersepsi hanya reaksi negative pada diri sendiri. 2)Bila merasa diri bodoh, maka tidak akan memperhatikan penghargaan orang lain pada karya Anda. 3)Orang yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain. Nah, ini bahaya karena bisa berakibat hancurnya mahligai rumah tangga, tergantung pada orang lain apalagi orang yang dicintainya punya potensi dalam bidang pekerjaannya, menjadi gunjingan rekan kerja semakin membuat tidak percaya diri. Satu lagi, kantor tempat untuk mengukir prestasi kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi, bukan biro jodoh atau tempat cari “TTM”. Meningkatkan daya tarik fisik (physical attractive): 1)Orang yang memilik wajah tampan/cantik, dinilai lebih berhasil dalam hidupnya. 2)Daya tarik fisik sering menjadi penyebab utama atraksi personal, orang yang tampan/ cantik sangat mudah memperoleh
simpati atau perhatian. Bagaimana seandainya Anda merasa tidak tampan/ cantik? Jangan khawatir, kecantikan dari dalam atau inner beauty lebih sempurna dan abadi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi daya tarik sese-orang: a)Perbanyak senyum, jangan bergunjing, dan optimis meraih masa depan; b)Memperhatikan cara berpakaian yang baik, bersih, rapi, karena itu akan menambah serta menunjukkan rasa percaya diri, rasa bangga pada diri, dan kepribadian seseorang; c)Pandangan mata ketika berkomunikasi menunjukkan kepribadian, tata krama, dan menunjukkan kewibawaan seseorang. Meningkatkan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dari pada kita, atau lebih berhasil dalam hidup. Oleh karena itu motivasi diri Anda untuk senantiasa meningkatkan kemampuan seperti mengikuti pendidikan dan latihan, melanjutkan pendidikan, bertanya pada rekan sekerja mengenai pekerjaan tertentu, atau berdiskusi dengan pimpinan, dll. Beberapa cara mengasah kemampuan:1)Mulailah lebih mendalami sesuatu yang telah kita pelajari sebelumnya. Jika sebelumnya hanya sebatas mengenal suatu pengetahuan, mengapa tidak kita coba untuk mendalaminya sekarang; 2)Perbanyaklah membaca; 3)Cobalah melakukan kegiatan-kegiatan baru; 4)Gunakanlah kemampuan yang telah anda miliki dalam kehidupan sehari–hari. (*Penulis adalah Widyaiswara Pusdiklat Tenaga Administrasi Dep. Agama RI).
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
51
T eknologi Informasi Teknologi
MEMPROTEKSI FILE RAHASIA Oleh Kamalul Iman Billah Komputer merupakan alat serba bisa yang sangat membantu berbagai hal pada saat ini, terlebih menyangkut pekerjaan kantor. Ada banyak hal yang dapat dilakukan menjadi lebih mudah setelah adanya alat canggih ini. Salah satu kebisaan komputer yang sangat membantu adalah mempermudah penulisan surat dan data lain yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan mesin tik. Dengan adanya komputer, kita tidak hams mengetik ulang semua naskah bila ada koreksi atau edit, begitu juga untuk penggandaannya. Kita tinggal mengoreksi kesalahan lalu mencetak ulang hasilnya. Bila ingin kita gandakan, kita cetak sejumlah yang kita inginkan. Kelebihan lainnya adalah data yang kita buat bisa disimpan dan sewaktu-waktu bisa kita buka kembali. Namun, tidak semua kelebihan dan kemudahan yang diberikan komputer dalam penulisan dan penyimpanan data tersebut memberikan keuntungan bagi kita. Ada kalanya malah bisa merugikan kita atau bahkan orang lain. Apa mungkin hal ini bisa terjadi? Ya, sangat mungkin terjadi bila data yang kita simpan berisi rahasia, baik rahasia pribadi maupun orang lain, dan data tersebut dibuka orang yang tidak berhak membukanya, atau disalahgunakan. Para pejabat/auditor di Inspektorat Jenderal adalah orang yang sangat sering berhubungan dengan data rahasia menyangkut hasil audit dan para auditan dalam berbagai aspeknya. Oleh arena itu, memproteksi data-data rahasia adalah hal yang sangat perlu.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Aneka jenis file Banyak macam program komputer yang dapat digunakan untuk memperlancar kegiatan di kantor, baik program pengolah data maupun program grafis. Kalau pada komputer lama, sebelum lahirnya prosesor Pentium dan Intel Corporation dan prosesor canggih lainnya, yang dipadukan dengan operating system Windows dan Microsoft, umumnya program yang dipakai antara lain adalah WS, Lotus, dan WP. Namun setelah munculnya kecanggihan produk prosesor komputer dan programnya, saat ini pada umumnya program yang digunakan untuk mengolah data di perkantoran adalah Microsoft Office. Dan yang umum digunakan dalam Microsoft Office adalah Microsoft Word, Excel, Power Point, dan Access. Sementara Outlook (untuk pengiriman e-mail), Front Page (untuk membuat halaman website), dan Publisher (untuk pembuatan brosur dan sejenisnya), jarang digunakan, karena digunakan untuk kepentingan khusus. Selain itu, keempat program pertama itulah yang banyak digunakan untuk membuat file, termasuk file pribadi dan rahasia. Untuk lebih mudah dalam memahami proteksi setiap file, kita perlu mengetahui aneka jenis file program komputer. Setiap file dalam setiap program komputer memiliki ciri yang membedakan dan file program lainnya. Ciri pembeda itu berada di belakang nama file, dipisahkan dengan titik. Ciri
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
52
T eknologi Informasi Teknologi pembeda ini disebut dengan ekstensi. Sebagai contoh, untuk file Microsoft Word ekstensinya adalah “.doc”, Excel adalah “.xls”, Power Point adalah “.ppt”, dan Access adalah “.mdb”. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang ekstensi file in bisa kita buka di control panel>folder options>file types. Pemahaman tentang ekstensi file ini sangat berguna untuk memproteksi file rahasia. Aneka cara memproteksi file Kejahatan bisa dilakukan dengan berbagai cara dan sasarannya tidak hanya terhadap harta benda. Pada masa serba digital saat ini, banyak data digital memiliki nilai tinggi, seperti database bank, data-data intelejen, data hasil riset, dan sebagainya. Maka, pencurian data pun menjadi bagian dari kejahatan model baru. Beberapa virus komputer yang beredar di internet dijadikan sebagai sarana kejahatan pencurian data, bahkan ada juga yang digunakan sebagai alat pemerasan mengancam pemusnahan data-data penting. Di setiap institusi pengawasan, Laporan Hasil Audit (LHA), Saran Tindak Lanjut (STL), dan data lain yang menyangkut hasil audit merupakan data rahasia yang tidak boleh dibaca semua orang. Proteksi terhadap datadata tersebut merupakan bagian dan pekerjaan auditor untuk menjaga kerahasiaan. Lebih-lebih ketika pembuatan data-data tersebut di daerah, dan bukan tidak mungkin, para auditor khususnya mengunakan komputer auditan dalam pembuatannya. Oleh karena itu, sikap hati-hati merupakan langkah antisipasi terbaik. Sikap hati-hati terse-but bisa dilakukan dengan cara mem-proteksi data-data tersebut dengan berbagai cara.
Hati-hati Dalam Menghapus File Seiring dengan percepatan kinerja instansi, maka para auditor dituntut untuk segera membuat LHA setelah pelaksanaan audit. Salah satu caranya adalah pembuatan LHA dilakukan di daerah. Karena keterbatasan laptop milik kantor yang dibawa ke daerah, maka cara yang paling mudah adalah meminjam komputer auditan. Sebenarnya langkah ini sangat rawan, karena LHA bisa saja dibaca oleh auditan bila tidak hati-hati dalam menangani file. Untuk menghindari kebocoran isi data, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, antara lain: a. Menggunakan flashdisk untuk menyimpan data Penyimpanan data di flashdisk maksudnya adalah semua file yang dibuat langsung disimpan (baca: save) dalam flashdisk, sehingga tidak ada satu pun data yang disimpan dalam harddisk komputer auditan. Cara ini cukup aman, tetapi bila sering kita lakukan seperti ini, risikonya adalah flashdisk cepat rusak, karena berulang kali digunakan untuk memroses data. Bila menggunakan disket, cara seperti ini lebih fatal. Bila di tengah proses disket rusak, maka data akan hilang dan susah diselamatkan. b. Menghapus file di harddisk setelah di-copy Bila kita tidak ingin flashdisk cepat rusak, cara yang lebih aman adalah dengan menyimpan file dalam harddisk komputer, tetapi yang perlu diperhatikan adalah setelah selesai, kita harus segera meng-copy data ke flashdisk atau disket dan segera menghapus file yang ada di komputer. Agar data yang kita
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
53
T eknologi Informasi Teknologi hapus tidak tersisa, caranya adalah ketika menekan tombol “del” bersamaan dengan menekan tombol “shift” pada keyboard, sehingga file tidak masuk ke dalam recycle bin yang mungkin bisa di-restore dan dibuka kembali. Bila ingin lebih berhati-hati, cara yang lebih aman digunakan adalah dengan meng-cut file dan di-paste ke flashdisk, sehingga data tidak tersisa di harddisk. Untuk lebih meyakinkan, setelah langkah copy atau delete kita lakukan, kita buka recycle bin untuk memastikan bahwa file yang kita hapus tidak masuk dan tersisa. Yang perlu kita perhatikan adalah ada program khusus yang bisa mengamankan semua file yang dihapus, sehingga bisa dibuka kembali. Contohnya program “Norton Antivirus” yang dilengkapi dengan proteksi terhadap recycle bin. Untuk itu, kita perlu memastikan agar file kita benar-benar telah lenyap tak bersisa. Bila data itu sangat penting dan sangat rahasia, akan lebih baik jika kita buat di komputer kita sendiri, karena setiap data yang disimpan dalam harddisk, walaupun sudah dihapus, bahkan harddisk sudah diformat, sebenarnya bisa dibuka kembali dengan menggunakan software khusus. Tetapi kemungkinannya sangat kecil, karena di samping prosesnya rumit, kalau menggunakan jasa orang biayanya cukup mahal. Membuat Password Setiap File Membuat password adalah cara yang lebih mudah mengamankan file. Keempat program Microsoft Office yang sering digunakan di perkantoran (Word, Excel, Power Point, dan Access) memiliki fasilitas pembuatan password.
Adapun cara pembuatan password adalah sebagai berikut: a. Microsoft Word Semua file Microsoft Word yang memiliki ekstensi “.doc” bisa diproteksi dengan password, baik yang Microsoft Office versi 97, 2000, XP, maupun 2003. pada windows explorer biasanya icon yang tampak dominan adalah huruf “w”. Namun yang perlu diperhatikan adalah, tidak semua file yang ber-icon huruf “w” berekstensi “.doc”, ada juga yang berekstensi “.rtf’ atau rich text format. File “.rtf’ memiliki kelebihan bisa dibuka dengan semua versi aplikasi Microsoft Word, baik dibuat dengan versi yang lebih rendah maupun lebih tinggi. Kelemahannya, file jenis ini tidak bisa diproteksi dengan password. Untuk Ms Word, ada dua cara membuat password, yaitu: (1)Bila file sudah dibuat dan diberi nama, caranya adalah pada taskbar kita klik tools>options>security. Di situ akan tampak dua pilihan pembuatan password, yaitu “password to open” dan password to modify”. Yang pertama untuk memproteksi file agar tidak bisa dibuka kecuali dengan password. Yang kedua untuk memproteksi pengubahan atau edit isi file. Keduanya bisa digunakan atau salah satunya. Kalau kita gunakan kedua-duanya, kelebihannya adalah bila password untuk membuka bisa terbongkar orang lain, maka dia tidak bisa mengubah isi file kecuali harus menyimpannya dengan file baru, karena isi file asli tidak bisa diubah tanpa password. (2)Bila kita membuat file baru, maka kita bisa buat password dengan cara klik save, nanti akan muncul dilog box “save as”. Pada barisan atas kita
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
54
T eknologi Informasi Teknologi klik menu tools>security options, lalu kita buat password. Sebenarnya ada banyak pilihan untuk memproteksi file pada security options yang bisa dipelajari lebih lanjut. Yang perlu diingat adalah, ketika kita membuat password dan kita klik “ok”, akan ada permintaan konfirmasi password dan jangan lupa untuk di-save. Tanpa disimpan, password tidak akan berfungsi. Selain itu, kita juga harus memperhatikan apakah tombol “Caps Lock” pada keyboard aktif atau tidak. Sebab, password bisa dibuat dengan kombinasi angka, huruf simbol, dengan atau tanpa “Caps Lock” aktif. Bila ada perbedaan dalam memasuk-kan password ketika kita buat dan ketika membuka file, maka dapat dipastikan file tidak akan bisa terbuka, walau perbedaan huruf besar (kapital) dan huruf kecil. Bila ini terjadi, maka kita sendiri yang akan rugi. Untuk meyakinkan, sebaiknya setelah kita buat password, kita close, lalu kita buka lagi. Kalau muncul permintaan untuk memasukkan password berarti file yang kita buat sudah benar terproteksi dengan password. Akan lebih baik bila kita belum pemah mempraktikkan pembuatan password dengan latihan mencobanya pada file yang baru dan bukan file penting/rahasia. b. Microsoft Excel dan Microsoft Power Point Microsoft Excel adalah file yang berekstensi “.xls” dan biasanya digunakan untuk membuat file yang berhubungan tabel, diagram, grafik, statistik, dan file-file lain yang berhubungan dengan angka. Program Ms. Excel diformulasikan untuk memudahkan pembuatan file yang berhubungan
dengan penghitungan dan angka-angka, walaupun bisa juga digunakan untuk keperluan lainnya. Sementara Ms. Power Point adalah program yang diformulasikan untuk pembuatan tampilan untuk presentasi dengan ekstensi “.ppt”. Pembuatan password pada kedua jenis program ini sama dengan pada Ms. Word, sehingga tidak perlu ditulis panjang lebar, cukup merujuk pada point di atas. c. Microsoft Access Berbeda dengan ketiga program sebelumnya, Ms. Access yang memiliki ekstensi “.mdb” merupakan program yang diformulasikan untuk database. Pembuatan password-nya pun berbeda. Database atau basis data biasanya digunakan untuk mengakses beraneka data, sehingga ada kemungkinan di dalamnya terdapat data yang bersifat umum, dapat diakses oleh semua orang di kantor, ada yang bersifat khusus, yang hanya boleh diketahui oleh atasan, ada juga yang lebih khusus lagi, yang hanya boleh diketahui, diubah, dan di-input oleh administrator, atau pengendali data. Oleh karena itu pembuatan passwordnya pun berlapis, sehingga proteksi data lebih ketat. Password berlapis tersebut bisa dibuat dengan cara klik pada tool bar tools>security. Selanjutnya ada beberapa pilihan proteksi data dengan password, yaitu “set database password”, “workgroup administrator”, “user and group permission”, “user and group account”, “user-level security wizard”, dan “encrypt/decrypt database”. Penggunaan password masing-masing akan lebih jelas apabila program Ms. Access ini kita pelajari dengan baik.
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
55
Hikmah
Belajar Menghargai Kepercayaan dari Sang Pencuri Suatu hari seorang pencuri datang menemui Rasulullah. Ia ingin menyatakan diri masuk Islam. Setelah itu ia mengisahkan penyakit mentalnya bahwa ia suka mencuri. Lalu Rosul memintanya untuk berjanji, bahwa dirinya tidak akan berbohong. Lelaki itu pun berjanji. Kemudian pergi menjalani hari-harinya lantas teringat janjinya kepada Rosulullah. Beberapa waktu kemudian, keinginan untuk mencuri itu muncul kembali. Tetapi ia lantas teringat janjinya kepada Rasulullah, bahwa ia tidak boleh berbohong. Ia lantas membayangkan, bila ia mencuri, lalu kelak ditanya Rasulullah maka bila ia berbohong berarti ia telah menyalahi janjinya. Tapi bila ia berterus terang, ia akan mendapatkan hukuman, sejak itu ia tidak mau lagi mencuri. Sang pencuri itu telah belajar arti kepercayaan. Belajar pula bagaimana menjaga dan membuktikannya. Ia telah membunuh penyakitnya dengan semangat kepercayan. Ia dipercaya Rasulullah untuk mengatur dirinya. Dan ia mengerti bagaimana merawat kepercayaan Rasulullah itu. Ia benar-benar seorang pencuri yang mengerti bagaimana menjaga kepercayaan. Sikap itu pula yang kemudian mengantarkan dirinya menjadi seorang muslim yang baik. Sikap itu adalah percaya dan pada saat yang sama juga dapat dipercaya. Sikap itu pula yang telah menyelamatkan kekayaan orang lain yang
selama ini menjadi incarannya. Mengerti dan bisa dipercaya telah memberikan keselamatan pada orang-orang yang selama ini telah menjadi korban pencuriannya. Dalam lingkup yang lebih luas, kepercayaan adalah roh stabilitas. Mata air rasa aman, dan nafas keberlangsungan hidup. Bila pembantu di rumah kita bisa dipercaya untuk menjaga anakanak dengan ramah dan rasa sayang tentu kita akan merasa aman. Bila murid-murid dan mahasiswa dapat dipercaya untuk tidak menipu dalam mengejar nilai dan gelar, kita akan bisa melangsungkan kehidupan dengan memiliki generasi penerus yang berkualitas. Sama ketika kita memiliki bendahara negeri, petugas pajak, dan para pejabat yang dapat dipercaya bahwa mereka tidak menilap hasil perasan keringat kita, kita akan sedikit rela mengeluarkan bayaran-bayaran itu. Tetapi kepercayaan adalah rahasia hidup yang paling rumit. Sebab ia harus berjalan secara timbal balik. Seperti kehidupan suami istri, atasan dan bawahan di kantor, rakyat dan pemimpin, masyarakat dan tokohnya, saudara dengan saudaranya. Kepercayan satu arah tidak akan bisa menjadi jaring kebersamaan. Kepercayaan satu arah sering kali menyakitkan bahkan kadang menistakan. Seperti para penguasa yang selalu meminta rakyatnya berprasangka baik, padahal mereka selalu menunjukkan
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
56
Hikmah tingkah laku memuakkan. Korupsi, menindas, menyelewengkan otoritas atau kewenangan, menjual aset-aset bangsa yang strategis. Mereka adalah penguasa yang hanya ingin hidup diatas prasangka baik rakyatnya tanpa mau memenuhi hak-hak prasangka baik itu. Atau suami yang merayu istrinya untuk percaya pada dirinya, padahal ia tak lebih hanya lelaki culas, mengejar uang dari sumber yang tak jelas, dia adalah lelaki yang tertipu dengan fatamorgana kepercayaan. Wakil rakyat yang meminta rakyatnya percaya, bahwa ia tidak punya maksud buruk atas segala keputusankeputusannya menyetujui kebijakan kontroversial, hal ini adalah orang-orang yang tidak bisa menghargai kepercayaan, begitulah seterusnya. Para dai yang meminta prasangka baik umatnya, atas segala kesalahankesalahan kasat mata yang dilakukannya, dengan berdalih itu merupakan bagian dari dakwah, ini adalah orangorang yang hanya ingin hidup di atas pujian dan kultus umatnya. Kepercayaan sejujurnya tidak bisa diukur oleh sesuatu yang sifatnya materiil. Surat perjanjian, surat kesepakatan, surat pernyataan, atau bahkan undang-undang sekalipun, hanyalah alat mengikat kebersamaan. Tetapi rohnya sekali lagi tetap pada soal kepercayaan. Dahulu Aisyah istri Rasulullah yang mulia pernah dituduh dengan tuduhan keji oleh orang-orang munafik. Biang tuduhan itu bersumber dari seorang pemuka besar, Abdullah bin Ubay. Ia yang bernafsu menjadi penguasa Madinah menjadi orang yang merusak jaringjaring kebersamaan yang telah dirajut.
Maka seni hidup yang dibangun di atas serat kepercayaan, seperti dalam kisah sejarah yang melegenda itu, sesungguhnya milik orang-orang yang punya keinginan baik. Meski ia seorang mantan pencuri. Dalam ranah yang sangat sederhana, kepercayaan menjadi mutiara hidup yang membahagiakan. Tetapi entahlah, sepertinya para penguasa, atau orang-orang yang haus kekuasaan, sangat mudahnya mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan bahkan diiringi dengan menyebarkan dusta. Ada trilogi yang mengekalkan kepercayaan. Yang pertama, adalah jangan ada yang disembunyikan diantara kita. Jangan sampai terbetik perasaan bahwa si fulan akan mengambil keuntungan pribadi. Atau perasaan fulan telah memanfaatkan seseorang. Inilah kiamat bagi kepercayaan; yakni ketika sesama kita dirundung saling curiga bahwa yang lain lebih mendapat keuntungan. Bersikap oportunistik. Jadi demi langgengnya kepercayaan harus dipastikan tidak ada agenda terselubung. Kedua, senantiasa berprasangka baik pada sesama. Ini untuk meredam isu-isu yang tidak benar tentang seseorang. Kalaupun sudah tidak bisa diredam, paling tidak diminimalisir agar permasalahannya tidak meluas. Kultur berprasangka baik membuat energi sosial kita dapat difokuskan pada halhal yang produktif. Selama tidak ada bukti seseorang melakukan kesalahan, maka prasangka buruk yang tak berdasar hanyalah alat untuk membunuh karakter seseorang saja. Ketiga, adil ketika memang harus berhadapan dengan perkara. Ketika
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
57
Hikmah memang didapati cukup bukti bahwa seseorang melakukan kesalahan maka segeralah bertindak dengan adil. Apabila kesalahannya itu dianggap ringan mungkin cukup dengan teguran yang bersifat mendidik. Kalau agak berat mungkin perlu sangsi administratif. Perlu semacam reward dan punishment sebagaimana yang dikenal dalam teori-teori organisasi. Sehingga kehidupan diantara sesama segera dapat pulih. Tapi kalau berat kita harus berani bertindak tegas dengan memberi hukuman yang setimpal. Ketidakadilan dalam memutuskan perkara akan menurunkan tingkat kepercayaan. Kalau meluas maka akan runtuhlah bangunan kepercayaan itu. Di dalam Islam kita tidak dibolehkan menyembunyikan kebenaran. Kalau ada pembicaraan dalam sebuah perkumpulan, dilarang dua orang diantaranya saling berbisik agar tidak didengar yang lainnya. Islam juga sangat keras memberikan peringatan pada kita agar tidak berprasangka buruk. Dalam surat Al-Hujurat, Alloh telah menegas-
kan hal ini. Tapi apabila dihadapkan pada perkara, Islam memerintahkan kita untuk adil. Tidak boleh karena kebencian terhadap satu kaum menjadi motif untuk berperilaku tidak adil. Berbuat adillah karena adil itu lebih dekat dengan ketakwaan. Trilogi mengekalkan kepercayaan ini berlaku pada dimensi pertemanan, keluarga, masyarakat, pemerintahan bahkan ditingkat diplomasi antar negara. Jika kita bisa terbuka, berprasangka baik dan adil, niscaya akan mendapat kepercayaan yang dalam dan luas. Dengan saling percaya kita akan merasa ringan mengarungi hidup yang penuh tantangan dahsyat ini. Akhirnya, kepercayaan adalah suara hati, bukan suara keangkuhan. Kepada seorang pencuri di zaman Nabi kita bisa mengambil i’tibar atau pelajaran bahwa menjadi orang yang dapat dipercaya dan yang dapat menjaga kepercayaan adalah pilihan serius bagi yang meng-inginkan kesudahan yang menentram-kan. Wallohu A’lamu bishshowab. (Fachrurozi)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
58
Renungan
PEMIMPIN Dalam bahasa agama, masyarakat dinamai ummat, sedangkan pemimpinnya adalah imam. Keduanya, imam dan umat terambil dari akar kata yang sama, yang berarti “sesuatu yang dituju”. Pemimpin menjadi imam karena kepadanya mata dan harapan masyarakat tertuju. Di sisi lain, masyarakat dinamai umat karena aktivitas dan upaya-upaya imam harus tertuju demi kemaslahatan umat. Prof. Dr. H.M. Quraish Syihab dalam bukunya Lentera Hati mengungkapkan bahwa Kesamaan akan kedua kata di atas sekaligus mengisyaratkan bahwa imam adalah wakil masyarakat, atau dalam batas tata negara dinamakan mandataris. “Tidak diangkat seorang imam di dalam atau diluar shalat kecuali untuk diikuti,” demikian sabda Nabi. Karena itulah menjadi kewajiban bagi umat untuk mengikuti dan menaati perintahnya, walaupun “imam itu seorang bekas budak yang berkulit hitam. Karena imam atau mandataris diangkat oleh umat maka ia berkewajiban membela seluruh umat, seluruh anggota masyarakat. Abu Bakr AlShiddiq, imam pertama dalam sejarah Islam sesudah Rasulullah Saw, ketika beliau diangkat sebagai Kholifah beliau berkata “Yang lemah di antara kamu, kuat di mata saya, hingga saya menyerahkan kembali haknya kepadanya dan yang kuat di antara kamu, lemah di mata saya, hingga saya mengambil kembali hak orang lain yang ada padanya,”. Quraish Syihab mengungkapkan bahwa Islam juga menamai imam atau mandataris sebagai Waly Al-
Amr. Waly dapat diartikan sebagai “pemilik”, sedangkan al-amr adalah “urusan” kata “perintah”, dalam arti imam atau Waly Al-Amr rnendapat amanat untuk menangani urusan dan kepentingan umat sekaligus memiliki kewenangan memerintah. “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul serta para Waly Al-Amr di antaramu,” demikian firman Allah dalam surah AlNisa ayat 59 yang ditujukan kepada umat. Memilih Pemimpin Al-Quran memberi petunjuk secara tersurat atau tersirat dalam berbagai kehidupan umat manusia, termasuk upaya menjawab “siapakah yang layak kita pilih untuk menjadi pemimpin? Quraish Shihab menegaskan lagi dalam bukunya “ Dari celah ayat-ayat Al-Quran ditemukan paling sedikit dua sifat pokok yang harus disandang oleh seorang yang memikul suatu jabatan yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat (pemimpin). Kedua hal itu hendaknya diperhatikan dalam menentukan pilihan. “Sesungguhnya orang yang paling baik engkau tugaskan adalah yang kuat lagi terpercaya,” demikian ucapan putri Syu’aib yang dibenarkan dan diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Qashash ayat 26. Tidak mudah terhimpun dua sifat tersebut dalam diri seseorang untuk dipilih sebagai seorang pemimpin, namun apabila kedua syarat tersebut tidak keduanya ada, pilihlah yang paling sedikit kekurangannya. Anda boleh
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
59
Renungan menetapkan pertimbangan namun selalu ingatlah sabda Rosulullah” Siapa yang mengangkat seseorang untuk satu jabatan yang berkaitan dengan urusan masyarakat sedangkan dia mengetahui ada yang lebih tepat, maka sesungguhnya ia telah menghianati Allah, Rosul, dan kaum muslim. Manusia diciptakan ke dunia ini adalah sebagai pemimpin. Pemimpin bagi semua makhluk terlebih-lebih bagi manusia itu sendiri. Penguasa/pemimpin adalah naungan Tuhan di bumi, kepadanya berlindung hamba-hamba Allah yang teraniaya. Apabila ia berlaku adil, maka ia memperoleh ganjaran, dan adalah kewajiban rakyat untuk bersyukur. Jika ia bersalah, ia memiliki dosa, dan kewajiban rakyatlah untuk bersabar. Begitu juga dalam pemerintahan, seorang Presiden, Menteri, Dirjen dan jabatan lainnya merupakan pemimpin bagi rakyatnya. Sebagai seorang pemimpin pastilah akan diminta pertanggungjawabannya, entah itu di dunia atau di kehidupan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rosul yang artinya “Setiap kamu adalah pemimpin dan kelak akan diminta pertanggungjawaban tentang segala yang dipimpin”. (H.R. Bukhori Muslim). Dalam arti sempit, orang tua khususnya, ayah merupakan pemimpin bagi keluarga. Baik tidaknya kehidupan keluarga tidak terlepas dari peran seorang ayah dan ibu. Keluarga akan harmonis, bahagia atau mungkin akan hancur tergantung bagaimana orang tua memimpin anggota keluarganya agar tetap dalam jalur nilai-nilai agama. Allah Swt dalam al-Qur’an surat atTahrim ayat 6 berfirman, yang artinya “Hai orang-orag yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (Q.S. at-Tahrim: 6). Namun sejauh ini banyak kita lihat ternyata peran orang tua terutama ayah sebagai kepala kelurga sangatlah lemah, Ayah hanya sebagai symbol kepala keluarga yang tugas pokoknya hanya mencukupi materi. Mereka tidak memikirkan bagaimana pendidikan agama bagi anak-anaknya. Sehingga menjadikan anak-anak mereka penerus-penerus bangsa yang feodalis dan konsumtif. Pantaskah mereka menjadi pemimpin bagi Nusantara ini. Pemimpin yang berprinsip Agar sebuah organisasi berjalan dengan baik dan sesuai dengan visi misi yang ada. Seorang pemimpin harus mempunyai prinsip yang kuat, Stephen R. Covey dalam bukunya Principle Centered Leadership mengungkapkan tentang ciri-ciri pemimpin yang berprinsip. Pertama, pemimpin yang berprinsip adalah pemimpin yang mempunyai keinginan untuk terus belajar. Dia akan merasa bahwa ilmunya baru sebatas ujung kuku. Belajar dari pengalaman adalah guru yang terbaik. Kedua, pemimpin yang berprinsip menurut Stephen adalah berorientasi pada pelayanan. Pemimpin harus memikirkan kesejahteraan orang lain terutama anak buahnya tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Walaupun seorang pemimpin mempunyai kapasitas intelektual diatas rata-rata namun bila kepentingan ataupun kesejahteraan bawahannya tidak diutamakan maka dia bukanlah termasuk pemimpin berprinsip. Ketiga mempunyai energi positif, energi positif dimaksud adalah mampu mempengaruhi kepada bawah-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
60
Renungan an atau orang lain untuk selalu berbuat lebih baik. Sehingga bawahan akan merasa segan atau mengormati dirinya tanpa beban. Penghormatan diberikan bukanlah sebuah paksaan atau formalitas namun yang akan timbul adalah bentuk penghormatan secara ikhlas disebabkan mereka mempunyai energi positif baik secara pemikiran atau fisiknya. Keempat, mempercayai orang lain, pemimpin yang berprinsip akan selalu mempercayai bawahannya/dalam setiap pekerjaan, mereka sadar bahwa dibalik ketidakmampuan bawahannya dalam bekerja, ada kelebihan yang terpendam dalam diri mereka, namun hanya belum nampak. Sehingga seorang pemimpin mampu membentuk jaringan komunitas, secara baik vertikal atau horizontal di lingkungan kerjanya. Kelima Ciri-ciri pemimpin yang berprinsip menurut Stephen R. Covey adalah hidup seimbang. Pemimpin yang berprinsip bukanlah seorang extrimis. Seorang pemimpin harus mampu menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan kantor, mampu menguasai diri, dan tidak berat sebelah. Mereka bukanlah budak rencanarencana, tidak fanatik dan juga tidak gila kerja. Sehingga seorang pemimpin akan memandang bahwa keberhasilan akan selalu berdampingan dengan kegagalan. Keenam, pemimpin berprinsip adalah melihat hidup sebagai sebuah petualangan. Mereka memandang hidup sebagai sesuatu yang baru, sehingga mereka menikmati hidup. Hal ini juga mengakibatkan kepercayaan yang tinggi, inisiatif, inovatif, selalu timbul dalam diri mereka. Dengan ber-
pandangan demikian prinsip-prinsip hidup mereka selalu dipegang walaupun berat taruhanya. Ketujuh, sinergistik. Pemimpin berprinsip harus mampu menjembatani bagi kelompok-kelompok atau bawahannya yang berseberangan. Mereka selalu mampu menjadi pemecah dalam setiap permasalahan, bukan hanya menerima atau bahkan memperkeruh permasalahan. Sehingga mereka akan dipandang oleh orang lain sebagai sebagai sosok yang koordinatif. Kedelapan, pemimpin berprinsip akan selalu menyeimbangkan empat dimensi kepribadian manusia yaitu mental, fisik, emosi dan spiritual. Keempat dimensi tersebut selalu dilatih secara terus menerus, mereka berusaha untuk selalu lebih baik dari hari kemarin. Hal ini mengakibat karakter mereka sangat kuat, tidak mudah goyah dengan tantangan-tantangan yang ada. Sebuah organisasi/unit kerja akan mampu mencapai visi dan misi yang di rencanakan apabila pemimpinnya mampu mengimplementasikan kewajiban sesuai dengan rencana yang ada. Mereka harus mampu menyamakan visi atau mengupayakan agar orang-orang bersedia bekerjasama dalam semangat kekeluargaan. Prinsip membina kerjasama dalam upaya meningkatkan keterpaduan potensi organisasi melalui penyamaan tujuan dan memelihara rasa saling percaya diantara anggota organisasi merupakan tuntutan bagi setiap sistem organisasi yang baik, dan yang lebih terpenting lagi adalah dalam menjalankan roda organisasi seorang pemimpin tidak akan meninggalkan ajaran- ajaran agamanya. (Miftahul Huda)
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
61
Relaksasi GOOF-OFF (MENGHINDARI TUGAS) Penggunaan istilah “Goof-off” menjadi terkenal selama Perang Dunia II dalam aplikasinya pada tentara yang terus menerus menemukan cara menghindari tugas-tugas yang diberikan. Jika anda dituduh punya bakat “goofing-off” oleh teman sejawat, tidak masalah bagi anda, tetapi jika anda benar-benar disebut goof-off oleh atasan anda, maka itu mungkin menjadi masalah besar bagi karier anda. Sampai seberapa jauhkah anda mempunyai bakat goof-off? cobalah test dengan pernyataan dibawah ini. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan positif (+) bila sesuai dengan anda, atau negatif (-) bila tidak sesuai dengan anda. 1. (...) Saya patuh pada pimpinan, tetapi pada saat-saat tertentu saja, 2. (...) Saya hampir selalu meng-iyakan tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan tetapi melakukannya sesuai dengan selera saya. 3. (…) Saya tidak keberatan mengerjakan perintah orang lain, jika perintah itu sesuai dengan kebutuhan saya. 4. (…) Saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk rehat kopi dan sejenisnya. 5. (…) Saya mengakui bahwa di kantor lebih banyak menghabiskan waktu di kantin untuk mengobrol. 6. (…) Saya menggunakan waktu makan siang yang lebih lama. 7. (…) Saya lebih banyak merokok/ mengobrol, keluyuran atau pulang cepat.
8. (…) Saya sangat pandai menggunakan semua kesempatan selama libur. 9. (…) Saya agak lelah dan harus libur untuk mengganti energi yang hilang. 10. (…) Saya selalu menyelesaikan tugas, tetapi hampir selalu terlambat mengerjakannya. Kunci jawaban : 1. (+) 2. (+) 5. (+) 6. (+) 9. (+) 10. (+)
3. (+) 7. (+)
4. (+) 8. (+)
Berilah nilai 1 (satu) bagi yang sesuai kunci, dan 0 (nol) bila tak sesuai kunci. Bila anda mendapat nilai : (a) 9 – 10 : Anda adalah contoh orang yang selalu menghindar tugas dan egoistis (bakat goofing-off anda sangat besar). (b) 6 – 8 : Anda adalah orang yang sering menghindar tugas, dengan alasan pekerjaan terlalu sulit dan berat, perhatian mudah terpecah, atau alasan social (bakat goofing-off anda besar) (c) 3 – 5 : Anda jarang menghindari tugas dan mengerjakan perintah dengan patuh sesuai dengan perintah (bakat goofing-off anda rata-rata) (d) < 3 : Anda patuh pada pemberi tugas (tidak punya bakat goofing-off) Adalah penting untuk dicatat, hampir tidak ada orang yang memberikan label bakat goofing-off pada diri sendiri. Istilah itu diberikan dari perspek-
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
62
Relaksasi tif orang lain. Orang itu (pimpinan, orang tua, teman, dsb) mencoba memerintah atau membuat anda harus melakukan sesuatu untuknya, untuk instansinya atau keluarga bahkan untuk kebaikan anda sendiri. Banyak dari tugas-tugas itu bukan pilihan anda sendiri. Kita dapat mengatakan bahwa beberapa goofing-off adalah orangorang egoistis, daripada dikatakan malas atau menghindar. Pada kenyataannya beberapa goof-offs adalah orang yang suka menghindar atau menangguhkan menyelesaikan, pada sesuatu kewajiban yang sulit (lihat no 1 dan 10). Yang lainnya disebut goof-off karena sedang tidak stabil, perhatian mudah terpecah (lihat soal no 4, 7, 9). Atau oleh karena kebutuhan-kebutuhan sosial (lihat no 4 dan 5). Tetapi secara jujur beberapa goofing-off cukup sehat (Yulianti Rini Fadillah, Sumber: buku “Bakat, Minat, Sikap dan Personality” karangan Dr. H. Yul Iskandar, Ph.D) Salah masuk restoran Suatu hari di pagi yang cerah, kantor kami kedatangan tim pemantau Inspektorat Jenderal Dep. Agama RI. Kedatangan mereka dalam rangka monitoring pelayanan pendidikan di beberapa madrasah di wilayah Bogor. Dua orang anggota tim tersebut wanita, ibu Arie dan Ibu Feri yang nampak bercakap-cakap. Tanpa disengaja percakapan mereka terdengar oleh saya. Rupanya ibu Arie yang berdomisili di Depok dan sudah langganan ke kota Bogor sedang mengajak ibu Feri untuk membeli oleh-oleh macaroni panggang. Ibu Arie: “Fer, selesai mengunjungi madrasah di wilayah Leuwiliang mampir yuk beli macaroni panggang di Bogor, enak loh”.
Ibu Feri: “Boleh, emang tau tempatnya?” Ibu Arie: Udah lama sih gak ke sana, tapi ntar tanya-tanya aja deh. Kebetulan rumah saya dekat dengan lokasi penjual macaroni panggang, dengan ragu-ragu saya menawarkan diri untuk menunjukkan lokasi yang dimaksud. Ibu Arie dan Ibu Feri menyetujui sekalian mereka pulang ke Jakarta naik kereta api. Kegiatan monitoring di wilayah Leuwiliang selesai pukul 16.00 WIB. Bertepatan jam kantor selesai maka saya tawarkan kembali untuk menunjukkan lokasi macaroni panggang kepada Ibu Arie dan Ibu Feri. Fat: “Bu, ayo atuh saya tunjukin tempat beli macaroni panggang, dekat rumah saya sekalian saya pulang.” Dengan percaya diri saya menemani kedua ibu tersebut menuju tempat jajanan yang cukup dikenal warga Bogor dan sekitarnya. Ibu Arie: “Tunggu sebentar bu, saya sekalian beli kue pie dulu, mumpung udah nyampe Bogor”. Selesai Ibu Arie membeli kue pie, kami masuk ke salah satu restoran. Kami memesan macaroni panggang dan nasi timbel. Pelayan: “Maaf bu, kami tidak jual macaroni”. Ibu Feri: “yaaaa, habis yah. Padahal pengen banget nyobain, maklum baru pertama ini ke daerah sini. Padahal kata bu Arie enak ya…”. Pelayan: ‘Dari dulu juga di sini tidak jual macaroni bu”. Ibu Ari: “Loh, salah masuk restoran dong. Maaf ya…, aduh gimana ini bu Fat? Kok bisa nyasar gini? Padahal ini kan daerah kekuasaan ibu. Aduh maluuuuu rasanya, menawarkan diri menunjukkan lokasi malah nyasar he he he…..
Fokus Pengaw asan, Nomor 11 Tahun III Triwulan III 2006 Pengawasan,
63