PROSIDING Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
ISBN. 978-602-98156-0-3
MEWUJUDKAN KEAMANAN PANGAN PRODUK-PRODUK UNGGULAN DAERAH
Purwiyatno Hariyadi
1
Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar {basic need) manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan; karena itu kebutuhan atas pangan merupakan hak asasi manusia yang paling dasar. Artinya; selain kebutuhan dasar, pangan juga merupakan hak dasar {basic right) manusia. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan tangungjawab pemerintah yang mendasar terhadap rakyatnya. Disinilah muncul konsep ketahanan pangan; yang dididifinisikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik dalam jumlah mutunya, aman, merata dan terjangkau. Terdapat 4 aspek utama katahanan pangan; yaitu (i) aspek ketersediaan pangan (food availibity), (ii) aspek stabilitas ketersediaan/pasokan (stability od supplies), (iii) aspek keterjangkauan (access to supplies), dan aspek konsumsi (food utilization). Secara lebih mendasar, kondisi dan pemenuhan aspek-aspek ketahanan pangan tersebut sangat dipengaruhi oleh komitmen pemerintah; yang dinyatakan sebagai suatu komitmen sosial, buidaya, politik, dan ekonomi nasionalnya. Karena itu, analisis mendasar tentang sistem ketahanan pangan nasional suatu negara sangat terkait dengan sistim sosial, budaya, politik dan ekonomi nasionalnya pula; dimana kaitannya dengan ketahanan pangan dapat dianalisis dengan menggunakan kerangka kerja konseptual sebagaimana dikembangkan oleh Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems (FIVIMS, Gambar 1). Dengan kata lain, sistim sosial politik dan ekonomi suatu negara; akan sangat mewarnai kondisi ketahanan pangan nasionalnya pula. Karena pentingnya faktor struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi ini dalam menentukan ketahanan pangan, maka dalam kerangka kerja konseptual ketahanan pangan, faktor-faktor tersebut disebut sebagai faktor determinan dasar {basic determninant) bagi ketahanan pangan.
1
Prof Dr. Purwiyatno Hariyadi, MSc adalah Guru Besar Rekayasa Proses Pangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB, dan Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, LPPM, IPB. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) peridoe 2006-2008 dan 2008-2010. 1
PROSIDING Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Dae rah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
ISBN. 978-602-98156-0-3
Gambar 1. Kerangka Kerja Konspetual Ketahanan Pangan Nasional (FIVIMS, 2002).
Menurut kerangka analisis FIVIMS (Gambar 1); bisa terlihat bahwa sebagai basic determinant; maka sistim dan struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi yang cocok tentunya sangat ditentukan dengan kondisi sumberdaya yang ada; baik dari sudut lingkungan (termasuk lingkungan alam, lingkungan sosial, dan budaya), teknologi (termasuk kebiasaan dan praktek-praktek keseharian lainnya), dan sumberdaya manusianya. Hal ini berarti bahwa sistim dan struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan sumberdaya lokal (indigenous) yang spesifik. Sumberdaya lokal (indigenous resources) diberi batasan sebagai "set of knowledge and technology existing and developed in, arround and by specific indigenous communities (people) in an specific area (environment), Dalam konteks pangan; maka disinilah muncul peranan pangan lokal. Pangan lokal bisa didifinisikan sebagai produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu; dimana umumnya produk tersebut diolah dari bahan baku lokal; menggunakan teknologi lokal; berdasarkan pada pengetahuan lokal pula. Selain itu, produk pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Karena itu; sering produk lokal ini erat kaitannya dengan budaya lokal setempat. Itu sebabnya produk ini sering pula menyandang nama daerah; seperti Ceriping Magelang, Wajik Salaman, Dodol Garut, Jenang Kudus, Beras Cianjur, Talas Bogor, Mendoan Purwokerto, Gudeg Jogya, dan lain sebagainya. Jelas produk pangan lokal merupakan potensi yang luar biasa dan merupakan ciri khas daerah (Hariyadi, 2003, Hariyadi et al. 2006). 9
Keamanan Pangan Selain menuntut aspek indulgence, pleasure, kenikmatan dari produk pangan, konsumen tetap menghendaki aspek kesehatan dan keamanan. Karena itu, pangan lokal harus selalu dikembangkan untuk menjawab tuntutan konsumen pangan yang terus berkembang. Karena itu; pangan lokal mempunyai peranan strategis dalam pembangunan ketahanan pangan (Hariyadi, 2010). Secara umum, keamanan pangan merupakan merupakan prasyarat universal bagi mutu pangan yang baik. . Secara sederhana, dapat dirumuskan (Gambar 2) bahwa nilai pangan = (a.b).(X/Y) , dimana X adalah faktor-faktor mutu yang perlu ditingkatkan
2
PROSIDING Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
ISBN. 978-602-98156-0-3
(dimaksimalkan) dan Y adalah faktor mutu yang perlu diminimalkan, sedangkan (a.b) adalah faktor keamananan; yang terdiri dari keamanan rohani (kehalalan) dan keamanan jasmani. Dengan kata lain, untuk produk pangan, tidak ada artinya berbicara citarasa dan nilai gizi, atau pun sifat fungsional yang bagus, jika produk tersebut tidak aman untuk dikonsumsi.
Gambar 2.
Faktor-faktor mutu pangan, dimana keamanan pangan merupakan prasyarat untuk pangan bermutu.
Dalam prakteknya, keamanan pangan bisa dibedakan dalam dua hal besar; yaitu aman secara rohani dan aman secara teknis. Keamanan pangan secara rohani ini berhubungan dengan kepercayaan dan agama suatu masyarakat. Untuk sebagian besar konsumen Indonesia yang beragaman Islam, maka faktor kehalalan menjadi suatu prasayarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Adalah kewajiban produsen untuk memberikan jenis pangan yang halal bagi masyarakat konsumen muslim. Hal ini sesuai dengan definisi keamanan pangan dari UU No. 7; yang menyatakan bahwa konsumen berhak untuk terbebas dari jenis pangan yang tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat. Referensi dan edoman produksi pangan halal ini dikeluarkan oleh dan berkonsultasi dengan lembaga formal seperti LPPOM-MUI, Keamanan pangan secara jasmani dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Jenis-jenias bahaya (hazards) yang berpotensi membuat produk pangan tidak aman; dibagi menjadi bahaya kimia, fisik maupun mikrobiologi (Tabel 1). Beberapa contoh bahaya biologi itu misalnya mikroba patogen dapat menyebabkan orang menjadi sakit atau keracunan, sedangkan bahaya kimia dapat menimbulkan penyakit akut maupun kronis, serta bahaya fisik; misalnya adanya potongan kayu bisa mencelakakan konsumennya. Tabel 1. Jenis-jenis bahaya (hazards) Bahaya Biologi • Virus • Bakteri • Protozoa • Parasit • Prion
• • • • • • • •
Bahaya Kimia Mikotoksin Toksin Jamur Toksin Kerang Pestisida, Herbisida, Insektisida Residu Antibiotik & hormon pertumbuhan Pupuk Logam Berat Dioxin
Bahaya Fisik • Gelas • Kayu • Batu • Logam (potongan paku, biji stapler) • Serangga • Tulang • Plastik • Barang personal • Kekenyalan dan ukuran produk 3
PROSIDING Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
ISBN. 978-602-98156-0-3
Menurut catatan Badan Pertanian dan Pangan AS (US-FDA) maka ancaman bahaya atas keamanan pangan ini; berturut-turut dari mulai yang paling berhaya, adalah (1) kontaminasi mikrobiologi, (2) masalah gizi salah atau malnutrisi, (3) kontaminasi bahan kimia berbahaya, (4) bahaya senyawa beracun alami dalam bahan pangan, (5) residu pestisida dan (6) pemakaian bahan tambahan pangan yang salah. Menurut catatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM, Fardiaz, 2006) selama ini ada empat masalah utama keamanan pangan, yaitu (1) pencemaran pangan oleh mikroba karena rendahnya praktek-praktek sanitasi dan higiene, (2) pencemaran pangan oleh bahan kimia berbahaya seperti residu pestisida, residu obat hewan, logam berat, mikotoksin dan sebagainya, (3) penggunaan yang salah (misuse) bahan berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan metanil yellow, dan (4) penggunaan melebihi batas maksimum yang diijinkan (abuse) dari bahan tambahan pangan yang sudah diatur penggunaannya oleh Badan POM. Perlu disadari bahwa upaya peningkatan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah, industri atau produsen pangan, maupun konsumen. Keamanan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis, seperti faktorfaktor air, oksigen, pH, suhu, penanganan (benturan, gesekan), dan waktu (Gambar 3). Dengan demikian upaya peningkatan keamanan pangan bisa diartikan sebagai usaha-usaha komprehensif untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan pengaruh atau interaksi negatif faktor-faktor tersebut pada keamanan pangan. Usaha-usaha ini perlu secara sistematis dilakukan dan dikendalikan dengan baik; melalui suatu kegiatan manajemen mutu dan keamanan pangan. Secara umum, usaha-usaha menjamin keamanan pangan biasa dirumuskan dalam bentuk prosedur-prosedur operasi dan praktek-praktek penanganan dan pengolahan yang baik di sepanjang mata rantai penanganan dan pengolahan pangan. Kekuatan sistim keamanan pangan ditentukan oleh matai rantai penanganan dan pengolahan pangan yang paling lemah (Gambar 4). Oleh karena itu perlu dikembangkan sistim manajemen yang mampu memastikan diaplikasikannya praktek-praktek yang baik di setiap mata rantai pangan. Mata rantai pangan yang dimaksud merupakan suatu rantai tak putus dari mulai sektor hulu sampai ke mata rantai yang paling hilir; yaitu konsumen (Gambar 4); atau yang dikenal dengan istilah "from farm to table " atau "from farm to ford" . Di sepanjang aliran bahan pada sistim agro-industri pangan, industri perlu membangun suatu kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam penangangan pangan yang merupakan prasyarat dasar untuk membangun mutu dan keamanan pangan yang baik.
4
PR0S1D1NG Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
Gambar 3.
ISBN. 978-602-98156-0-3
Faktor-faktor yang perlu dikendalikan dalam rangka pengendalian keamanan pangan
Gambar 4. Mata rantai penanganan dan pengolahan pangan yang paling kritis akan menentukan kondisi keamanan pangan.
Gambar 5. Kebiasaan dan praktek-praktek yang baik di sepanjang aliran bahan pada sistim agro-industri pangan. Keamanan dan mutu produk pangan akan sangat dipengaruhi oleh aplikasi praktekpraktek yang baik (Gambar 5): termasuk praktek penanganan yang baik (good handling practices; GHP), praktek produksi yang baik (good manufacturing practices; GMP) dan praktek transportasai dan praktek distribusi yang baik (good transportation/Distribution parctices). Dalam industri pangan di Indonesia dikenal adanya Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) yang dituangkan dalam bentuk peraturan Menteri Kesehatan. CPMB adalah suatu kumpulan peraturan yang menyatakan persyaratan sanitari dan pengolahan minimum yang diperlukan untuk bisa memproduksi pangan yang aman. Dituangkannya CPMB dalam bentuk peraturan ini menunjukkan suatu upaya formal pemerintah sebagai upaya menjamin keamanan pangan bagi masyarakat umum. Peraturan-peraturan (rules) umum dan "mandatory" yang harus berlaku di semua institusi yang berhubungan dengan produksi pangan, termasuk supplier, distributor, dan usaha ritel.
5
PROSIDING Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
ISBN. 978-602-98156-0-3
Upaya Peningkatan Keamanan Pangan Lokal Jelas bahwa industri pangan lokal; dengan selalu mengunggulkan kekhasan dan etnisitasnya yang tinggi; perlu selalu meningkatkan pemastian keamanan pangannya. Industri pangan lokal perlu secara sadar dapat mengembangkan praktek-praktek yang baik dalam penangangan dan pengolahan pangan dan menanamkan praktek tersebut pada semua staf dan pegawainya sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan, atau bahkan menjadi budaya kerja karyawan. Berikut adalah 6 (enam) hal teknis penting yang perlu dilakukan oleh industri pangan lokal sebagai usaha untuk meningkatkan keamanan pangan; dan dalam upaya pengembangan budaya kerja karyawan yang baik; yaitu : 1. Menghindari pencemaran/kontaminasi silang. Untuk membatasi pertumbuhan dan perkembangan mikroba, maka harus dilakukan pengendalian penyebaran mikroba tersebut. Salah satu yang hal sederhana yang selalu perlu dilakukan adalah memisahkan makanan mentah dan makanan matang. Hal sederhana ini sangat penting karena akan mencegah terjadinya pencemaran/kontaminasi silang; yang terjadi karena kontak makanan yang sudah matang dengan makanan yang masih mentah. Kontak demikian akan membuka peluang terjadinya pencemaran/kontaminasi silang; yaitu perpindahan mikroba dari bahan pangan yang masih mentah ke bahan pangan yang sudah matang. 2. Menjaga Kebersihan dengan program sanitasi dan higiene. Termasuk yang terpenting adalah sanitasi peralatan. Jika peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan pangan selalu dijaga kebersihannya, tidak pernah dibiarkan adanya sisa-sisa makanan yang tertinggal pada mesin dan peralatan, maka itu berarti bahwa mesin dan peralatan tidak menyediakan makanan bagi mikroba untuk tumbuh. Dengan demikian, menjaga kebersihan mesin dan peralatan berarti mengurangi risiko tumbuhnya mikroba berbahaya. Yang kedua adalah Higiene Pegawai. Walaupun secara rutin telah dilakukan upaya-upaya pengendalian dengan baik, masih saja ada kemungkinan terjadinya keracunan yang disebabkan oleh produk makanan olahan. Hal ini sering disebabkan oleh mikroba patogen; yang pada umumnya ditularkan melalui pekerja setelah proses pengolahan. Karena itulah maka penting untuk mengevaluasi dan selalu menanamkan betapa pentingnya kebiasaan-kebiasan sanitasi yang baik bagi para karyawan industri. Dalam hal ini perlu selalu dievaluasi sejauh mana industri melatih dan mengawasi pegawainya untuk selalu menerapkan CPMB, atau khususnya good personal hygiene practices dan prosedur keamanan pangan lainnya. Pelaksanaan good personal hygiene practices yang baik akan memperkecil risiko bahan pangan. 3. Mengendalikan kelembaban dan/atau kadar air. Jika produk pangan merupakan produk kering atau produk yang mempunyai aktivitas air (a ) rendah, maka bakteri tidak bisa tumbuh dengan mudah. Oleh karena itu, produk pangan kering mempunyai risiko yang lebih rendah daripada produk pangan basah. w
4. Mengendalikan Keasaman atau pH. Bakteri tidak suka dengan kondisi asam. Karena itulah proses pengawetan makanan dapat dilakukan dengan menambahkan asam. Makanan berasam tinggi (mempunyai pH rendah) mempunyai risiko lebih kecil tercemar mikroba daripada makanan berasam rendah (pH tinggi).
6
PROSIDING Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
ISBN. 978-602-98156-0-3
5. Mengendalikan proses dengan baik. Salah satu parameter proses yang penting adalah waktu dan suhu. Industri yang baik harus memiliki alat kendali suhu dan waktu yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroba (bakteri, kapang, dan jamur) pada makanan. Membiarkan bahan pangan terlalu lama pada daerah suhu yang berbahaya (danger zone); yaitu pada kisaran suhu 4 - 60°C, dapat mempercepat pertumbuhan mikroba patogen yang berbahaya. Karena itu, kendali suhu dan waktu perlu dilakukan dengan baik untuk keperluan tersebut. 6. Mengendalikan Pengujian Laboratorium. Selain secara rutin melakukan kegiatan-kegiatan pembersihan dan sanitasi untuk setiap mesin dan peralatan, industri perlu pula melakukan pengujian laboratorium, untuk memastikan bahwa sistim kendali yang dilakukannya telah mencapai sasaran yang diinginkan. Pengujian secara rutin yang disertai dengan evaluasi hasil yang baik, akan memberikan input pada manajemen risiko yang lebih baik.
Perlu Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Pengembangan Pangan Lokal Industri pangan adalah industri yang sangat kompetitif. Jelas bahwa industri pangan lokal perlu mendapatkan suntikan capacity building untuk mampu melaksanakan 6 (enam) teknis untuk peningatan keamanan pangan. Lebih dari uut; untuk berhasil dalam kompetisi yang semakain tajam -apalagi dalam tataran global- industri pangan lokal harus mampu menghadirkan produk yang sesuai dengan tuntutan konsumen. Konsumen, dengan informasi, perhatian dan kesadaran mengenai kesehatan yang semakin tinggi; selain semakain mempersyaratkan bahwa produk pangan harus aman (tidak memberikan dampak membahayakan bagi kesehatan), konsumen justru berharap produk pangan yang dikonsumsinya bisa memberikan efek positip bagi kesehatan. Kecenderungan inilah yang mendorong tumbuhnya industri pangan fungsional. Tidak hanya itu; harapan dan kepercayaan konsumen terhadap produk pangan fungsional ini pun semakin tumbuh. Jelas hal ini merupakan tantangan berat bagi industri pangan. Produk pangan lokal Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan pangan lokal fungsional ini. Dengan potensi biodiversity yang luar biasa; Indonesia mampu mengembangkan diri sebagai pemain dalam industri pangan fungsional. Karena itulah maka potensi besar ini perlu dieksplorasi dan perlu dilindungi, Tidak jarang produk tradisional ini -termasuk ingridien pangan khasnya- mempunyai karakteristik unggul yang bisa saja kemudian dikembangkan dan diindustrikan oleh negara lain (Hariyadi, 2003). Contoh jelas dalam hal ini adalah untuk produk dadih; yang sudah dikembangkan di Jepang (dengan nama juga dadih). DI negara maju, perlindungan ini juga diberikan dan dipelihara oleh negara. Telah sejak tahun 1992, Uni Eropa mengembangkan sistim yang disebut sebagai PDO (Protected Designation of Origin), PGI (Protected Geographical Indication) dan TSG (Traditional Speciality Guaranteed). Tujuannya adalah untuk mempromosikan dan melindungi produk dan ingridien pangan khas daerah Eropa tertentu. Itu sebabnya; Anda boleh membuat keju seperti apa yang dilakukan oleh sekelompok orang di Yunani; tetapi Anda tidak boleh menyebut keju itu sebagai keju Feta. Nama keju Feta hanya boleh diberikan kepada keju yang dihasilkan oleh sekelompok orang di daerah tertentu di Yunani. Inilah yang disebut dengan Protected Designation of Origin. Sistim perlindungan ini berkembang dengan pesat sampai saat ini; dan terbukti mampu melindungi produk dan ingridien khas daerah. Sistim ini juga bertujuan untuk
7
PROSIDING Seminar Nasional 2010 "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi" Purwokerto 8-9 Oktober 2010
ISBN. 978-602-98156-0-3
mendorong diversifikasi produk pangan, melindungi nama dan ciri khas produk, serta menghalangi adanya produk tiruan dan imitasi; serta membantu dan memberikan informasi kepada konsumen tentang karakter khusus produk.
PENUTUP Potensi kekayaan pangan lokal Indonesia sungguh sangat besar. Jelas diperlukan suatu kebijakan pemerintah untuk bisa melakukan eksplorasi dan memberikan perlidnungan bagi kekayaan daerahnya, dalam hal ini kekayaan pangannya. Pemastian keamanan pangan perlu dilakukan secara terus menerus; terutama melalui program pemerintah untuk mensosialisasikan praktek pengolahan pangan yang baik. Selain itu; diperlukan kebijakan untuk menggalakkan kegiatan penelitian, penggalian, pemahaman, penguasaan dan pengembangan pengetahuan dan teknologi pangan yang sesuai. Dengan keterlibatan semua pihak; disertai komitmen pemerintah yang kuat; maka sudah saatnya industri pangan lokal kita berkembang menjadi industri yang berdaya saing tinggi.
Daftar Pustaka FIVIMS. 2002. Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems (http://www.fivims.net) Hariyadi, P. 2003. Pengindustrian Aneka Ragam Pangan; Menuju Ketahanan Pangan Nsional Berbasis Sumberdaya Indegenus. Di dalam "Penganekaragaman Pangan: Prakarsa Swasta dan Pemerintah Daerah". Hariyadi, P., Krisnamurti, B dan Winarno, F.G. Eds. Forum Penganekaragaman Pangan. Jakarta. Hal 1 0 1 - 1 1 5 Hariyadi, P., Martianto, D., Arifin, B., Wijaya, B dan Winarno, F.G. 2006. Reknonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk, Prosiding Lokakartya Nasional II Penganekaragaman Pangan. Forum Kerja Penganekaragaman Pangan dan PT ISM Bogasari Flour Mills. Jakarta Hariyadi, P. 2010. Beyond http://www.worldfoodscience.org/cms/?pid= 1004751
Food
Security.
8