Mewujudkan 29% Penurunan Emisi Carbon Indonesia melalui REDD+ Komunitas Oleh Mohammad Djauhari (Koordinator KpSHK)/081281775573/
[email protected]
Implementasi Plan Vivo pada Unit-unit SHK •
Plan Vivo: sistem sertifikasi hutan lestari berbasis jasa lingkungan (PES) dan carbon hutan yang menggunakan metode: avoid deforestation (mencegah deforestasi/stabilisasi ambang minimum deforestasi), reforestasi/aforestasi dan plan deforestation. Plan Vivo diakui sebagai sistem sertifikasi hutan lestari konteks karbon (P.30/2009). Plan Vivo diterapkan pada hutan-hutan agroforest skala kecil, barbasis masyarakat (kunci: partisipasi masyarakat dalam inventori tegakan/tanaman). Monitoring dan reporting Plan Vivo, setahun pertama setelah mendapat PIN (Project Idea Note)/PDD (Project Design Document) yang dilanjutkan dengan monitoring-reporting per lima tahun. Benefit sharing Plan Vivo sesuai kesepakatan antara pengembang-implementor-komunitas yang mengacu pada PP REDD+ (P.30/2009).
Plan Vivo di Unit SHK •
Syarat (hak carbon) implementasi standar Plan Vivo: 1) ada unit kelola (SHK/sistem hutan kerakyatan), 2) ada status legal (bisa berdasarkan kesepakatan/MoU antar masyarakat adat dan hak pengusahaan Perhutanan Sosial: hutan desa, hkm, htr, hutan rakyat, hutan adat dan kemitraan), 3). ada komunitas dengan manjemen yang baik (entitas kelompok penerima manfaat).
Plan Vivo di Unit SHK •
FPIC: Free, prior, inform and consent adalah indikator penyusunan safeguard REDD+. Plan Vivo menggunakan hak/metode FPIC. Syarat registrasi PIN Plan Vivo: ada pernyataan dari pemerintah lokal/kepala desa/camat, surat kesediaan (pernyataan) dari wakil komunitas pengelola Unit SHK, surat mandat implementor dari komunitas, MoU antara pengembangimplementor dan komunitas.
Plan Vivo di Unit SHK •
Sebaran Sistem Hutan Kerakyatan (nama umum dari sistem kelola sumberdaya hutan yang ada di masyarakat lokal/adat: tembawang, simpuqn, huma, pangale, parak dll) di seluruh Indonesia mencapai 16,7 juta ha (Registrasi Wilayah Kelola Rakyat-KpSHK, 2005), data lain sebaran CBFM/Community Based Forest Management sells 16 juta ha (PT. Skala-MFP2, 2010). Sebagian besar SHK mendapat ‘ijin pengusahaan hutan’ melalui skema Perhutanan Sosial: hutan desa, hkm, htr, hutan adat, hutan rakyat dan kemitraan. Implementasi Plan Vivo pada Unit SHK di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi: 6 kategori “SHK dalam skema Perhutanan Sosial” tersebut yang jumlah ada 15 situs (7 situs dalam proses registrasi PIN Plan Vivo).
“Potensi Carbon dari Unit SHK: 70-200 tonC/ha”
Tabel 1. Unit SHK teregistrasi PIN Plan Vivo No
Mitra Implementor
Project Name (PIN)
Keterangan Lokasi
Luas (HA)
Jumlah Unit SHK
Jumlah Kelompok Pengelola
Jumlah Anggota Kelompok Pengelola (KK)
Jumlah Masyarkat Penerima Manfaat (KK)
1
LTA -‐ Kerinci
Developing Conservation Models for Forest Areas in Regions Managed by Communities in Kerinci District, Jambi, Indonesia
Hutan Adat Kemantan dan Hutan Adat Pungut Mudik
426 + 152
2 Unit (Hutan Adat)
12
20 + 80
1.442 + 275
2
Kelopak -‐ Bengkulu
Developing Agroforestry in AKHKm Bukit Daun Register 5, Kepahiang, Bengkulu
AKHKm. Bukit Daun, HKm.Tebat Monok & Kelilik -‐ Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.
210,5
1 Unit (HKm)
9
184 Orang
2.503 O rang + 644 Orang
3
Watala -‐ Lampung
Development of Community Forestry using AKHKm. Hutan Lindung Bukit Rigis, Multipurpose Plants for Maintaining Carbon HKm.Rigis Jaya & HKm.Mitra Wana Stocks and Improving the Local Economy in West Lestari Sejahtera. District, Lampung”, Bukit Regis Protected Forest, Sumberjaya and Air Hitam sub-‐district in West Lampung District
260,76 + 205,92
2 Unit (HKm)
2
65 Orang + 103 Orang
600 Org
4
Kail -‐ Jember
Critical Land Rehabilitation in Meru Betiri National Park for Agroforestry and Environmental Service Development
Desa Curahnongko. Meru Betiri National Park, East Java Province, Jember District, and Temprurejo Sub-‐ district. Jaketresi (Jaringan Kelompok Tani Rehabilitasi). PHBM. M oU.
410
1 Unit (PHBM)
18
700
700 KK
5
LPMA -‐ Kalsel
“Village F orest Management in Hinas Kanan Village through pant enrichment and forest rehabilitation for water resources sustainability”, Hinas Kanan V illage, District of Hulu Sungai Tengah, Province of South Kalimantan, South Borneo, Indonesia.
Hutan Desa Hinas Kanan. Desa Hinas Kanan, Kec.Hantakan, Kab.Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. IUPHD, SK M enhut.
565
1 Unit (Hutan Desa)
1
128
501 Orang
6
POKKER SHK -‐ Kalteng
Peat Forest Ecosystem Rehabilitation and Prevention in Village F orest Work Area in four villages of Kahayan Hillir Sub-‐District, Pulang Pisau District, East Kalimantan Province, Indonesia.
AKHD. 4 Desa, Kahayan Hilir, Pulang 16.245 Pisau. Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Buntoi, LPHD Mentaren I, LPHD Kalawa, LPHD Gohong). Gambut.
4 Unit (Hutan Desa)
4
7.402 O rang 7.402 O rang (Buntoi 2.556, Gohong 1.768, Kalawa 1.762, Mantaren I 1.316)
7
IMP -‐ Kalbar
“Development of community’s capacity in and access to forest management to guarantee ecosystem’s sustainability as an alternative source of economy and socio-‐cultural development”, Baganak Community Forest, Meragun V illage of Nanga Taman S ub-‐District, Sekadau District, West Kalimantan, Indonesia.
HKm. Beganak (Desa M eragun, Kec.Nanga Taman, Kab.Sekadau). S K Bupati, usulan IUPHKm.
1 Unit (HKm)
1
174 Orang
Total :
2.375
20.850,2 Ha
12 Unit SHK
47 Kelompok
8.856 Orang
300 Orang
14.367 Orang
Tabel 2. Unit SHK teridentifikasi PIN Plan Vivo No
Mitra Implementor
Project Name (PIN)
Keterangan Lokasi
1
ICS -‐ Solok S elatan Community Based Protection of Bukit Parambo Bukit Parambo Customary Forest, Lubuk Gadang Customary Forest Areas inLubukGadang Utara Village, UtaraVillage, Sangir Sub-‐district, Solok S elatan District. in Solok S elatan District, West S umatera Kawasan APL (Areal Penggunaan Lain)
2
LTA -‐ Kerinci
Forest Conservation Model Development at Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Betung Kuning and Lekuk Lima Puluh Tumbi Lempur customary forest area, Kerinci district, Jambi.
3
SD I npers -‐ Jember
Empowering Conservation and Managing systems of Highlands of Hyang Argopuro , Pakis V illage, S ub District Community-‐based in the Highlands of South hills of of Panti, Jember, East Java. Hutan dengan fungsi lindung Hyang Argopuro, District of Jember, East Java (Suaka M argasatwa) dan produksi (PERHUTANI).
4
SAMPAN-‐Kalbar
Meningkatkan ekonomi masyarakat Bentang Pesisir Padang Tikar dengan optimalisasi potensi sumber daya alam hutan pesisir Hasil Hutan Bukan Kayu baik dari tanaman maupun perairan serta jasa lingkungannya, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
5
IMP -‐ Kalbar
6
Luas (Ha)
Kelompok
Anggota (KK)
1 Unit (Hutan Adat/Hutan Rakyat)
6
115
2 Unit (Hutan Adat)
2
80 + 1.118
14.145
1 Unit (PHBM)
1
876
Bentang Pesisir Padang Tikar: 1. Desa Batu Ampar 2. Desa Nipah Panjang 3. Teluk Nibung 4. Desa Medan Mas 5. Desa Tanjung Harapan 6. Desa Padang Tikar Satu 7. Desa Tasikmalaya 8. Desa Sungai Jawi 9. Desa Ambarawa 10. Desa Sungai Besar
77.967
10 Unit (Hutan Desa)
10
33.003 O rang
Meningkatkan aksesibilitas masyarakat dalam penyelamatan ekosistem alam dan ekonomi soial di Tembaga dan Cenayan”
Kelompok Pengelola Hutan Adat di Desa Tembaga dan Desa Cenayan Kecamatan Nanga M ahap, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
300 + 1.972,96
2 Unit (1 Hutan Desa, 1 Hutan Adat)
2
580 + 665
Riak Bumi-‐Kalbar
Pengelolaan Kawasan Hutan Adat Hulu Sungai Leboyan dan M ensiau oleh Kelompok Komunitas Tengkawang
Desa M ensiau, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Sekitar Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum). Kawasan APL, HPT dan Hutan Lindung.
426
1 Unit (Hutan Adat)
1
69
7
YAPPI-‐S ultra
Pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kawasan Produksi dan Hutan Lindung di Desa Ambololi dengan Tanaman M ultiguna untuk Mempertahankan Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan. Cadangan Karbon dan M eningkatkan Perekonomian Masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan
160
1 Unit (HKm)
1
151 Orang
8
BIOMA-‐Kaltim
Pencegahan Alih F ungsi Kawasan Ekosistem Gambut Pada Areal Penggunaan Lain (APL) di Desa M uara Siran, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur
14.045,95
1 Unit (Kawasan Gambut)
1
369
Total :
438.81
Jumlah Unit SHK
Hutan Adat Hiang & Hutan Adat Lempur. Kecamatan 858,95 + 858,30 Sitinjau Laut, Kabupaten Kerinci, Jambi., Ha. Kawasan APL.
Kawasan Perlindungan Gambut Inti, Desa M uara S iran, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
110.314,67 Ha
19 Unit SHK
24 Kelompok
37.026 Orang
Pelajaran Plan Vivo pada Unit SHK •
Plan Vivo karena berbasis pada partisipasi masyarakat maka kunci utama ada pada level metodologi dan hak carbon masyarakat (masyarakat penerima manfaat utama carbon). Dalam pengukuran carbon dari tegakan dan tutupan hutan sangat bergantung dengan jenis vegetasi hutan. Untuk mengetahui vegetasi hutan di hutanhutan yang dikelola masyarakat bergantung pada pengetahuan lokal masyarakat tentang jenis-jenis tanaman/tumbuhan dan biodiversitas (satwa dan tumbuhan)—Inventory Partisipatif. Standar pengukuran dan penghitungan Plan Vivo masih scientific based (analisis citra tutupan hutan dan mengitung-mengukur vegetasi tegakan) sehingga dalam pengembangan metodologi pengukuran dan penghitungan carbon memadukan keilmuan dan pengetahuan lokal masyarakat (inventory hutan secara partisipatif dalam pembuatan plot/petak ukur carbon hutan).
Pelajaran Plan Vivo pada Unit SHK •
Plan Vivo karena berbasis pada partisipasi masyarakat maka kunci utama ada pada level metodologi dan hak carbon masyarakat (masyarakat penerima manfaat utama carbon). Dalam pengukuran carbon dari tegakan dan tutupan hutan sangat bergantung dengan jenis vegetasi hutan. Untuk mengetahui vegetasi hutan di hutanhutan yang dikelola masyarakat bergantung pada pengetahuan lokal masyarakat tentang jenis-jenis tanaman/tumbuhan dan biodiversitas (satwa dan tumbuhan)—Inventory Partisipatif. Standar pengukuran dan penghitungan Plan Vivo masih scientific based (analisis citra tutupan hutan dan mengitung-mengukur vegetasi tegakan) sehingga dalam pengembangan metodologi pengukuran dan penghitungan carbon memadukan keilmuan dan pengetahuan lokal masyarakat (inventory hutan secara partisipatif dalam pembuatan plot/petak ukur carbon hutan).
Pelajaran Plan Vivo pada Unit SHK •
Plan Vivo pada Unit SHK menjadi pemicu lahirnya sistem sertifikasi hutan lestari berbasis carbon hutan/PES di level nasional untuk hutanhutan yang dikelola masyarakat yang lebih sederhana “ramah terhadap pengetahuan komunitas”. Saat ini belum ada sistem sertifikasi carbon hutan nasional untuk perhutanan sosial atau hutan-hutan yang dikelola masyarakat
Pelajaran Plan Vivo pada Unit SHK •
Plan Vivo pada Unit SHK sebagai langkah memperkuat dan mendorong wilayah kelola rakyat atau Unit-unit SHK mendapatkan legalitas di luar skema Perhutanan Sosial. Misal: legalistas hutan adat dan hutan rakyat di area-area non kawasan hutan.
•
Carbon hutan dari hutan-hutan masyarakat menjadi alternatif pengembangan ekonomi kerakyatan atau membangun Indonesia dari pinggiran serta sebagai usaha alternatif pengusahaan/pemanfaatan hasil hutan bukan kayu masyarakat atau jasa REDD+ Komunitas. Contoh: uji coba penjualan dari Plan Vivo pada Unit SHK bisa menghasilkan kompensasi PES (Payment of Environmental Services) dari hibah CSR encapai angka 300 juta rupiah/komunitas-FFI)
Pelajaran Plan Vivo pada Unit SHK •
Plan Vivo karena berbasis pada partisipasi masyarakat maka kunci utama ada pada level metodologi dan hak carbon masyarakat (masyarakat penerima manfaat utama carbon). Dalam pengukuran carbon dari tegakan dan tutupan hutan sangat bergantung dengan jenis vegetasi hutan. Untuk mengetahui vegetasi hutan di hutanhutan yang dikelola masyarakat bergantung pada pengetahuan lokal masyarakat tentang jenis-jenis tanaman/tumbuhan dan biodiversitas (satwa dan tumbuhan)—Inventory Partisipatif. Standar pengukuran dan penghitungan Plan Vivo masih scientific based (analisis citra tutupan hutan dan mengitung-mengukur vegetasi tegakan) sehingga dalam pengembangan metodologi pengukuran dan penghitungan carbon memadukan keilmuan dan pengetahuan lokal masyarakat (inventory hutan secara partisipatif dalam pembuatan plot/petak ukur carbon hutan).
Tantangan Plan Vivo pada Unit SHK •
Bagaimana menciptakan pasar carbon di nasional? Plan Vivo bersifat ‘voluntary’ menjawab adanya permintaan pasar carbon (carbon credit/carbon trading) internasional dan masih di level ujicoba di beberapa negara.
•
Bagaimana mengembangkan metode yang lebih sederhana dan mudah dipahami masyarakat penerima manfaat jasa carbon hutan (secara metodologi penghitungan dan pengukuran carbon hutan dari hutan masyarakat? Plan Vivo sebagai standar sertifikasi carbon walaupun murah dari sisi metodologi bersifat scientific based, bukan community knowledge based.
•
Bagaimana mengembangkan standar nasional pengukuran dan penghitungan carbon hutan dari hutan yang dikelola masyarakat yang lebih sederhana? Walau pun saat ini sudah ada “Normalize Diferentiacy Vegetation Index” (NDVI) level nasional masih peril ada pengembangan sistem sertifikasi carbon hutan “yang ramah terhadap pengetahuan masyarakat”.
•
Bagaimana Pemerintah untuk kepentingan pemenuhan penurunan emisi carbon nasional menciptakan program-program yang meng-cover pembiayaan inisiatif-insiatif voluntary REDD+ (REDD+ Komunitas) yang selama ini berbasis proyek semisal Pelaksanaan Plan Vivo pad Unit-unit SHK dan program serape dan kebijakan yang mendorong “national interest on community REDD+”?
Tantangan Plan Vivo pada Unit SHK •
Bagaimana upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang hampir setiap tahun untuk terhindar dari kebocoran emisi yang terjadi di sekitar wilayah SHKPlan Vivo? Skema proyek Plan Vivo untuk antisipasi kebocoran emisi, 10% wilayah proyek sebagai cadangan pengganti “kebocoran emisi” di sekitar proyek.
•
Bagaimana mencegah konversi hutan menjadi peruntukan lain yang mendorong peningkatan emisi carbon (deforestasi/degradasi)? Beberapa wilayah SHK (tembawang, simpuqn) berubah menjadi lahan perkebunan sawit dan tambang batubara, karena secara ekonomi lebih repat mendatangkan uang (cash money).
•
Bagaimana mewujudkan sistem insentif dari mitigasi-adaptasi perubahan iklim dari sektor Perhutanan Sosial menjadi kenyataan bukan sekadar wacana? Skema REDD+ sebagai insentif dari ekonomi produksi sektor kehutanan dan pertanian masih berupa proyek ujicoba baik yang skala besar maupun skala komunitas. Dan dari tahap ujicoba ini seharusnya sudah menuju ke tahap yang lebih maju: ada program nasional yang mewadahi keberlanjutan proyek-proyek ujicoba tersebut, misal: skema karbon nusantara, program green village, dll.
Antusiasme Pelaku REDD+ Komunitas
“Selama ini tidak ada komunitas pelaku SHK yang menolak tetapi bertanya kapan hutan kami mendapat kompensasi dari perdagangan karbon ini”
Moving Forward REDD+ Komunitas •
Sektor agroforestry bisa memenuhi 26% penurunan emisi tanpa bantuan asing (Van Noordwijk, 2010)—Janji Presiden SBY
•
INDC Indonesia: target 29% dengan jalan BAU hinge 2025
•
Perluasan Perhutanan Sosial hingga 12,7 juta ha sampai dengan 2019—Janji Presiden Jokowi
•
CSO punya kesempatan melegalkan unit kelola Perhutanan Sosial dan potency perluasan REDD+ Komunitas hingga 1,7 juta skema sertifikasi karbon Perhutanan Sosial, 3 juta “jeda tebang” Hutan Rakyat
•
Para pihak melanjutkan dan memperluas program-program seperti: Desa Pro Iklim, Desa Hijau, ERPIN-Kaltim, interest lokal dan national lainnya.