Bab
3
METODE POST-NEWTONIAN Karena persamaan medan Einstein merupakan persamaan yang tidak linear, maka diperlukan adanya suatu metode lain yang dapat memberikan solusi yang tepat untuk persamaan ini. Salah satu metode yang bermanfaat adalah pendekatan post-newtonian. Pendekatan ini digunakan pada suatu sistem partikel yang terikat satu sama lain dan bergerak lambat. Contohnya adalah sistem tata surya.
3.1
Pendekatan Post-Newtonian
¯ , r¯, dan Misalkan ditinjau sistem partikel seperti tata surya∗ . Dimisalkan M v¯ adalah besaran dari massa, jarak, dan kecepatan dari komponen-komponen tata surya. Maka dengan menggunakan Mekanika Newton, di mana energi kinetik suatu benda sebanding dengan energi potensialnya, akan diperoleh: v¯2 ∼
¯ GM . r¯
(3.1)
Pendekatan post-Newtonian merupakan metode untuk memperoleh gerak suatu sistem dengan orde yang lebih tinggi dari suatu dari parameter kecil ¯ /¯ GM r dan v¯2 . Persamaan Post-Newtonian dimulai dari persamaan gerak partikel: d2 xb dxc dxa b + Γ = 0. ca dτ 2 dτ dτ ∗
pembahasan pada bagian ini merujuk pada [20]
20
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
21
Dari persamaan diatas, percepatan dapat dihitung sebagai berikut: " # −1 dt d dt −1 dxi d2 xi = dt2 dτ dτ dτ dτ −2 2 i −3 2 dt d x dt d t dxi = − dτ dτ 2 dτ dτ 2 dτ dxc dxa dxi dxc dxa + Γ0 ca = −Γi ca dt dt dt dt dt atau dapat juga ditulis d2 xi dt2
dxj dxj dxk = −Γi 00 − 2Γi 0j − Γi jk dt dt dt " # j dx dxj dxk dxi 0 0 0 + Γ 00 + 2Γ 0j − Γ jk . dt dt dt dt
(3.2)
Karena dalam pendekatan Newtonian, kecepatan dianggap sangat kecil dan suku yang disimpan hanyalah sampai dengan orde pertama maka, 1 d2 xi ' −Γi 00 ' ∂i g00 . dt2 2 Dengan demikian, pendekatan Newtonian memberikan nilai d2 xi /dt2 sam¯ /¯ pai dengan orde GM r atau v¯2 sehingga tujuan dari penggunaan pendekatan post newtonian adalah untuk menghitung d2 xi /dt2 sampai dengan orde yang diinginkan. Dari solusi Swarzschild, diketahui bahwa suatu koordinat yang tensor metriknya hampir sama dengan tensor Minkowski ηab dapat ditentukan. Koordinat ini ¯ /¯ dapat diekspansi dalam orde v¯2 ∼ GM r. Secara khusus untuk tensor metrik, maka ekspansinya adalah 2
4
g00 = −1 + g 00 + g 00 2
+ ...
4
gij = δij + g ij + g ij + . . . 3
5
gi0 = g i0 + g i0 + . . .
,
,
(3.3)
.
Invers dari tensor metrik didefinisikan sebagai berikut: g ia g0a
= g i0 g00 + g ij gj0 = 0,
g 0a g0a
= g 00 g00 + g 0i g0i = 1,
g ia gja = g i0 gj0 + g ik gjk = δij .
(3.4)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
22
Dengan mensubtitusi persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.4), diperoleh: 2
2
2
g 00 = − g 00 ,
2
3
g ij = − g ij ,
3
g i0 = g i0 ,
dst.
(3.5)
Koneksi affine juga dapat dapat diekspansi ke dalam suku-suku dengan orde yang lebih tinggi melalui persamaan koneksi affine Γa bc =
1 {∂c gdb + ∂b gdc − ∂d gbc } 2
(3.6)
Karena differensiasi terhadap ruang dan waktu bergantung pada r dan v/r, maka differensiasi ini akan memiliki orde sekitar ∂i ∼
1 r¯
∂t ∼
v¯ r¯
Sehingga dengan mensubtitusikan persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.6), maka ekspansi untuk koefisien affine akan terbagi menjadi ekspansi dengan orde genap untuk komponen Γi 00 , Γi jk , dan Γ0 0i sebagai berikut 2
4
Γa bc = Γ a bc + Γ a bc + . . .
(3.7)
dan ekspansi dengan orde ganjil untuk komponen Γi 0j , Γ0 00 , dan Γ0 ij 3
5
Γa bc = Γ a bc + Γ a bc + . . .
(3.8)
.
Ekspansi komponen dari tensor Ricci juga dapat ditentukan dengan mensubtitusikan persamaan (3.7) dan (3.8) ke dalam persamaan kurvatur Riemann Rab = Rc acb = ∂b Γc ac − ∂c Γc ab + Γd ac Γc bd − Γd ab Γc dc sehingga diperoleh, 2
R00 = R 00
4
+ R 00
3
Ri0 = R i0
,
+ ...
,
+ ...
.
5
+ R i0
2
Rij = R ij
+ ...
(3.9)
4
+ R ij
Melalui persamaan
Rab
1 = −8πG Tab − gab T c c 2
(3.10)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
23
komponen tensor tekanan dan energi dapat diekspansi sebagai berikut: 0
T 00 = T 1
T i0 = T 2
T ij = T
2
00
+T
i0
+T
ij
+T
3 4
00
+ ...
,
i0
+ ...
,
ij
+ ...
.
(3.11)
dengan, 0
T 2
T
00
: densitas massa diam
00
: bagian nonrelativistik dari densitas energi
Yang diperlukan adalah: 1 Sab = Tab − gab T c c . 2
(3.12)
Dengan mensubtitusi persamaan (3.3) dan (3.11) ke persamaan (3.12) diperoleh 0
2
S 00 = S 00 + S 00 + . . . 1
,
3
S i0 = S i0 + S i0 + . . . 0
(3.13)
,
2
S ij = S ij + S ij + . . .
.
Secara khusus, 0
1 0 00 T , 2 0 1 2 2 = [T 00 − 2 g 00 T 2
S 00 = 2
S 00 1
S
i0
1
= −T
0i
00
2
+ T ii ] , (3.14)
,
0 0 1 S ij = + δij T 00 . 2 Penyelidikan dari persamaan (3.2) menunjukkan bahwa berbagai kompo-
nen affine dibutuhkan sampai dengan orde-orde berikut: Γi 00
4 sampai dengan orde ke- v¯r¯
,
Γi 0j
3 sampai dengan orde ke- v¯r¯
,
Γi jk
2
sampai dengan orde ke- v¯r¯
3
,
Γ0 00
sampai dengan orde ke- v¯r¯
,
Γ0 0j
2 sampai dengan orde ke- v¯r¯
,
Γ0 jk
sampai dengan orde ke- v¯r¯
.
(3.15)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
24
Dengan mensubtitusikan persamaan (3.7) dan (3.8), maka komponen yang dibutuhkan untuk persamaan (3.15) adalah 2 1 2 Γ i 00 = − ∂i g 00 , 2 4 12 1 4 3 2 Γ i 00 = − ∂i g 00 + ∂t g i0 + g ij ∂i g 00 2 2 i 3 1h 3 2 3 Γ i 0j = ∂j g i0 + ∂t g ij − ∂j g j0 , 2 i 2 1h 2 2 2 Γ i jk = ∂k g ij + ∂j g ik − ∂i g jk , 2 3 1 2 Γ 0 00 = − ∂t g 00 , 2 2 1 2 Γ 0 0i = − ∂i g 00 , 2
,
(3.16)
1
Γ 0 ij = 0 . Dengan memanfaatkan komponen affine di atas, maka tensor Ricci yang dapat dihitung adalah: 2
2
R 00 = −∂i Γ i 00 4
3
, 2
4
2
2
2
R 00 = ∂t Γ i 0i − ∂i Γ i 00 + Γ 0 0i Γ i 00 − Γ i 00 Γ j ij 3
2
R i0 = ∂t Γ 2
2
j
3
ij
− ∂j Γ
j
0i
2
, (3.17)
, 2
R ij = ∂i Γ 0 i0 + ∂j Γ k ik − ∂k Γ k ij
.
yang memberikan 2 1 2 R 00 = ∇2 g 00 , 2 4 1 2 1 12 1 2 4 3 2 2 R 00 = ∂t2 g ii − ∂t ∂i g i0 + ∇2 g 00 − g ij ∂i ∂j g 00 − ∂j g ij ∂i g 00 , 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 + ∂i g 00 ∂i g 00 + ∂i g 00 ∂i g jj , 4 4 3 1 1 1 1 2 3 2 3 R i0 = ∂t ∂i g jj − ∂i ∂j g j0 − ∂t ∂j g ij + ∇2 g i0 , 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 R ij = − ∂i ∂j g 00 + ∂i ∂j g kk − ∂k ∂j g ik − ∂k ∂i g kj ∇2 g ij . 2 2 2 2 2
(3.18)
Bentuk tensor ricci di atas dapat disederhanakan dengan cara memilih suatu sistem koordinat yang sesuai. xa dapat didefinisikan sedemikian sehingga memenuhi kondisi koordinat harmonik g ab Γc ab = 0.
(3.19)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
25
Dengan menggunakan persamaan (3.4) dan (3.5), diperoleh bahwa suku dengan orde ke-3 dari g ab Γ0 ab = 0 adalah 0=
1 2 3 2 ∂t g 00 + ∂i g 0i − ∂t g ii 2
(3.20)
dan suku dengan orde ke-2 dari g ab Γi ab adalah 1 2 2 2 0 = ∂i g 00 + ∂j g ij − ∂i g jj . 2
(3.21)
Dan diperoleh bahwa 1 22 1 2 3 ∂t g ii − ∂i ∂t g i0 + ∂t2 g 00 = 0 2 2 2
2
2
∂t ∂j g ii − ∂i ∂j g i0 − ∂i ∂t g ij
,
= 0
,
∂k ∂j g ij + ∂j ∂i g kj − ∂i ∂k g jj + ∂i ∂k g 00 = 0
.
2
2
2
2
sehingga persamaan sekarang memberikan formula yang lebih sederhana dari tensor Ricci sebagai berikut
2 1 2 R 00 = ∇2 g 00 , 2 4 1 1 3 12 1 4 2 2 R 00 = ∇2 g 00 − ∂t2 g i0 − g ij ∂i ∂j g 00 + (∇2 ∂i g 00 )2 , 2 2 2 2 3 1 3 R i0 = ∇2 g i0 , 2 2 1 2 R ij = − ∇2 g ij . 2
(3.22)
dan,
0
2
∇2 g 00 = −8πG T 4
00
2
(3.23)
,
2
2
2
∇2 g 00 = ∂t2 g 00 + g ij ∂i ∂j g 00 − (∂i g 00 )2 2
−8πG[T
1
3
∇2 g i0 = +16πG T 2
∇2 g ij
0
00 i0 0
= −8πGδij T
0
− 2 g 00 T
2
] + T ii ,
(3.24) (3.25)
,
00
00
.
(3.26)
Dari persamaan (3.23) diperoleh 2
g 00 = −2φ
(3.27)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
26
dimana, φ adalah potensial Newtonian yang didefinisikan oleh persamaan Poisson 0
∇2 φ = 4πG T
(3.28)
00 .
Karena g 2 00 menghilang pada tak hingga, maka solusinya adalah Z T 0 00 (x0 , t) . φ(x, t) = −G d3 x0 |x − x0 |
(3.29)
Dan dari persamaan (3.26), solusi untuk g 2 ij adalah 2
g ij = −2δij φ,
(3.30)
Sedangkan g 3 i0 merupakan vektor baru yang didefinisikan sebagai 3
(3.31)
g i0 = ζi yang solusinya diberikan oleh Z ζi (x, t) = −4G
d3 x0
T 1 i0 (x0 , t) . |x − x0 |
(3.32)
Dengan menggunakan identitas 1 ∂i φ∂i φ = ∇2 φ2 − φ∇2 φ 2
(3.33)
dan persamaan (3.27) dan (3.28), maka persamaan (3.24) disederhanakan menjadi 4
g 00 = −2φ2 − 2ψ
(3.34)
dengan Z ψ(x, t) =
2 d3 x0 1 2 0 ∂ φ(x , t) + G T t |x − x0 | 4π
00 (x 2
∇2 ψ = ∂t2 φ(x0 , t) + 4π[G T
0
2
, t) + G T ii (x , t) , 2
00
0
+ G T ii ].
(3.35) (3.36)
Dari persamaan diatas, terbukti bahwa kondisi koordinat yang dinyatakan oleh persamaan (3.21) telah dipenuhi. Ketika sebuah sistem bintang ganda akan mengalami tumbukan, maka pada tahap awal, kedua bintang ini mengalami fase inspiral yang panjang (adiabatik) yang didorong oleh emisi radiasi gravitasi, atau oleh gaya reaksi radiasi yang diaplikasikan pada orbit. Pada tahap inspiral ini, gerak dinami-
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
27
ka dua objek kompak kemudian menghasilkan gelombang gravitasi. Dinamika kedua bintang dapat didekati dengan sangat baik melalui ekspansi postNewtonian dari relativitas umum. Karena kecepatan orbit yang dapat mencapai 0.3c pada putaran-putaran terakhir dan menyebabkan sistem menjadi sangat relativistik[9], maka dalam kasus inspiral dari sistem bintang ganda, ekspansi post-Newtonian harus dilakukan sampai dengan orde 3PN. Dalam kasus inspiral, struktur internal bintang tidak memainkan peranan karena sistem bintang ganda dapat dianggap sebagai dua partikel titik yang hanya dipengaruhi oleh massa. Perhitungan post-Newtonian untuk sistem bintang ganda yang berada pada tahap inspiral dimulai dengan mengimplementasikan rumusan umum untuk dinamika dan emisi gelombang gravitasi dari sumber terisolasi yang bergerak dengan sangat pelan (walaupun masih cukup relativistik). Karena geraknya yang sangat pelan maka sumber tersebut memiliki parameter post-Newtonian yang kecil, dan dapat dituliskan sebagai berikut ( ) T 0i T ij 1/2 U ε = max 00 , 00 , 2 , (3.37) T T c di mana, batas atas dari ε = 0.3c karena fase inspiral dari sistem bintang. Pada daerah near-zone dimana r/λ = O(ε), pengabaian beberapa suku dari medan gravitasi berdasarkan orde formalnya di ε dapat dilakukan. Hanya pada daerah near-zone inilah pendekatan post-Newtonian dapat diaplikasikan, dan karenanya ekspansi post-Newtonian harus didukung oleh kondisi yang menyamakan medan near-zone dan medan radiasi. Dengan menggunakan pendekatan kuadrupol, formalisme pembangkitan gelombang (pers.(2.65)) dengan orde yang paling rendah dinyatakan oleh formalisme kuadrupol Einstein dimana medan gravitasi hTijT mencakup daerah jauh dari sumber. Formalisme ini diberikan oleh hTT ij =
2G Pijkl (N ) Ikl + O(c− 1) 4 c
(3.38)
di mana, R jarak ke pengamat, Pijkl adalah operator proyeksi Pijkl = Pik Pjl − 1 2 Pij Pkl ,
dengan Pij = δij − Ni Nj , dan N = (Ni ) arah radial dari sumber ke
pengamat Permasalahan yang dihadapi oleh formulasi post-Newtonian yang ada saat
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
28
ini adalah bahwa formalisme ini hanya berlaku untuk distribusi massa yang kontinu saja. Formalisme ini juga mencakup aplikasi terhadap partikel dengan gravitasi diri dan bukan hanya partikel uji. Karena adanya faktor gravitasi diri’ ini, maka perlu dilakukan suatu regularisasi untuk menghilangkannya. Regularisasi yang akan dilakukan untuk menghilangkan secara sistematis medan gravitasi-diri tak hingga dari partikel dikenal dengan nama regularisasi Hadamard. Dengan mengasumsikan adanya regularisasi, maka T ab yang mengandung fungsi delta-Dirac dapat digunakan. Penghilangan suku divergen dilakukan hanya sebagai ansatz tanpa adanya justifikasi yang lebih lanjut, walaupun metode ini pada akhirnya memberikan hasil perhitungan yang cukup konsisten pada beberapa kasus.
3.1.1
Sumber Umum
Dari persamaan medan relativitas umum, amplitudo gelombang gravitasi sebagai variabel dasar dalam koordinat harmonik didefinisikan sebagai hab =
√
−gg ab − η ab ,
(3.39)
di mana gab menyatakan metrik kovarian; g menyatakan determinan dari metrik kovarian; dan ηab menyatakan metrik Minkowski. Kondisi koordinat-harmonik yang memenuhi persamaan (2.48) menghasilkan ∂b hab = 0.
(3.40)
Persamaan (3.39) dan (3.40) memberikan definisi struktur sistem koordinat Minkowski, dengan metrik Minkowski ηab . Kondisi koordinat pada persamaan (3.40) akan menjadi sangat berguna jika gelombang gravitasi di-tinjau sebagai perturbasi dari ruang waktu yang berpropagasi pada manifold Minkowski tertentu dengan metrik latar belakang ηab . Persamaan medan Einstein pada koordinat harmonik dapat ditulis dalam bentuk persamaan d’Alembertian inhomogen hab =
16πG |g|T ab + Λab (h, ∂h, ∂ 2 h) , c4
(3.41)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
29
di mana, Λab merupakan fungsi dari medan , turunan pertama, dan turunan keduanya. Λab dinyatakan sebagai berikut[8] 1 2 ab bc h + ∂cad ∂dh + g ab gcd ∂e hcf ∂f hde Λab = −hcd ∂cd 2 ac bf de bc −g gdf ∂e h ∂c h − g gdf ∂e haf ∂c hde + g cd gef ∂e hac ∂f hbd 1 + (2g ac g bd − g ab g cd )(2gef gpq − gf p geq )∂c heq ∂d hf p . 8
(3.42)
Untuk menggunakan ekspansi post-Newtonian sampai dengan orde yang paling tinggi (3PN), maka diperlukan bagian kuadratis, kubik, dan kuartik dari Λab yang dinotasikan sebagai[2] Λab = N ab [h, h] + M ab [h, h, h] + Lab [h, h, h, h] + O(h5 )
(3.43)
Dari persamaan gravitasi diri tak terabaikan[13], hab = −16π(T ab + τ ab ) ,
(3.44)
diperoleh suatu pseudo-tensor τ ab dari materi dan medan gravitasi yang didefinisikan sebagai τ ab = |g|T ab +
c4 Λab . 16πG
(3.45)
di mana, τ ab bukanlah tensor kovarian yang umum, namun merupakan tensor Lorentz terhadap latar belakang Minkowski. Karena semua benda bergerak di dalam geodesik dari metrik Minkowski, dan dengan demikian ekivalen dengan kekekalan T ab , ∂b τ ab = 0
⇔
∇T ab = 0 .
(3.46)
Solusi yang diperoleh pada bahasan ini diperoleh dengan mengambil hipotesishipotesis berikut: 1. Tensor tegangan-energi dapat merupakan tensor dari penyongkong yang kompak secara spasial. Di luar dari domain ini, saat r > a, suku sumber gravitasi menurut persamaan (3.46) bebas-divergensi ∂c Λac = 0 saat r > a 2. Distribusi materi di dalam sumber ’smooth’ : T ab ∈ C ∞ (R3 ).
(3.47)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
30
3. Sumber adalah sumber post-Newtonian di mana di dalam sumber tersebut terdapat parameter kecil yang didefinisikan oleh persamaan (3.37) . 4. Medan gravitasi tidak bergantung waktu pada masa lalu, i ∂ h ab h (x, t) = 0 saat t ≤ −T . ∂t
(3.48)
Suatu kondisi awal pada masa lalu perlu dipilih untuk menjelaskan perambatan hab pada persamaan medan Einstein (3.37). Pada kondisi awal ini, diasumsikan sistem stasioner sehingga tidak ada radiasi dari sumber-sumber yang jauh yang masuk ke dalam sistem. Karena adanya kemungkinan bahwa kondisi stasioner pada masa lalu terlalu kuat, maka formula yang diperoleh perlu diperiksa untuk menilai apakah formula ini masih berlaku pada situasi fisika yang lebih umum. Kondisi di mana tidak ada radiasi yang datang menyebabkan persamaan (3.41) bertransformasi menjadi 16πG −1 ab R τ c4 Z 4G d3 x ≡− 4 τ ab (x0 , t − |x − x0 |/c) , c (x − x0 )
hab =
(3.49)
dengan, notasi indeks R pada −1 R menyatakan integral retarded d’lambertian, dan notasi (x0 , t − |x0 − x0 |/c) menyatakan fungsi dari bagian ruang dan bagian waktu yang retarded Pada persamaan di atas, dengan menemukan solusi pada bagian eksterior maka masalah pembangkitan gelombang dapat dipecahkan dengan menggunakan deret momen multipol tak hingga dari hab yang dinotasikan sebagai M(hab ), di mana momen multipol harus bisa dihubungkan dengan susunan materi sumber yang dapat dilakukan melalui pendekatan post-Newtonian pada kasus sumber bergerak lambat. Momen multipol berpropagasi sampai dengan jarak yang cukup jauh melalui ekspansi post-Minkowskian dan kemudian berhubungan dengan momen multipol radiatif yang dapat ditinjau oleh pengamat jarak jauh. Karena ekspansi multipol M(hab ) berlaku di daerah manapun di luar sum¯ ab hanya berlaku pada daerah near-zone (r λ), maka ber (r > a), sedangkan h
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
31
untuk kasus sumber bergerak lambat, keberlakuan kedua domain dari multipol dan ekspansi akan saling bertumpukan dalam daerah yang disebut sebagai daerah near-zone eksterior dan dapat dituliskan hubungan a
¯ ab . : M(hab ) = h
(3.50)
Hubungan ini dapat ditransformasikan ke dalam persamaan antara dua deret dengan sifat yang sama, yang secara formal berlaku "dimanapun" yang disebut sebagai "matching equation". Dengan mengekspansi kedua ruas, maka ruas kanan akan menjadi ekspansi dari ekspansi multipol M(hab ) dan ruas ¯ ab ) sehingga kiri menjadi ekspansi multipol dari ekspansi post-Newtonian M(h matching equation dapat ditulis sebagai berikut: ¯ ab ) M(hab ) = M(h
(3.51)
dan menyatakan bahwa ekspansi formal near-zone dari dekomposisi multipol adalah identik suku demi suku dengan ekspansi multipol dari ekspansi postNewtonian. Dengan memenuhi persamaan ini, maka solusi fisis yang unik dari persamaan medan yang berlaku di dalam dan di luar sumber.
3.1.2
Momen Multipol Sumber
Pernyataan persamaan M(hab ) yang memenuhi persamaan Einstein yang awalnya vakum (tanpa adanya radiasi datang) dan persamaan (3.51) adalah +∞
ab
M(h ) =
ab FP−1 ret [(M)(λ )]
4G X (−)l − 4 ∂L c l!
l=0
dengan fungsi multipol STF adalah Z Z ab 3 FL (u) = FP d x¯ xL B=0
1 ab F (t − r/c) r L
(3.52)
1
dzδ1 (z)¯ τ ab (x, u + z|x|/c) .
(3.53)
−1
Integrasi dari z mengandung fungsi "weighting", yaitu fungsi yang mendekati fungsi Delta-Dirac pada limit dari multipol yang besar: liml→+∞ δl (z) = δ(z). Dengan demikian, sumber terlihat semakin besar dan semakin seperti partikel titik saat orde multipol l ditambah. Fungsi ini dinyatakan sebagai δl (z) =
(2l + 1)!! (1 − z 2 )l , 2l+1 l!
(3.54)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
32
yang ternormalisasi sedemikian sehingga Z
1
(3.55)
dzδl (z) = 1 −1
Luc Blanchet [3] mengajukan sebuah teorema berdasarkan dekomposisi dari fungsi multipol (3.53) menjadi bagian-bagian yang tidak bisa direduksi. Teorema 6 Momen multipol STF IL dan JL dari sumber post-Newtonian diberikan, secara formal sampai dengan sembarang orde post-Newtonian, oleh (l ≥ 2) Z IL (u) = FP
3
Z
1
4(2l + 1) (1) δl+1 x ˆiL Σi + 1)(2l + 3) (2) δl+2 x ˆijL Σij (x, u + z|x|/c),
dz δl x ˆL Σ −
d x −1
c2 (l
2(2l + 1) c4 (l + 1)(l + 2)(2l + 5) Z Z 1 3 JL (u) = FP d x dzεabhil δl x ˆL−1ia Σb − +
−1
c2 (l
2l + 1 + 2)(2l + 3)
(3.56) (1) δl+1 x ˆL−1iac Σbc
(x, u + z|x|/c). Kedua momen ini merupakan momen-momen yang harus dimasukkan ke dalam metrik terlinearisasi hab 1 yang merepresentasikan pendekatan paling rendah terP m ab hadap medan post-Minkowki hab n≥1 G hn . ext = Beberapa kerapatan sumber didefinisikan dari ekspansi post-Newtonian dari pseudotensor τ ab oleh τ¯00 + τ¯ii , c2 τ¯00 Σi = , c Σ=
(3.57)
Σij =¯ τ ij , di mana, τ ii ≡ δij τ ij ). Untuk melengkapi formulasi momen multipol, maka empat momen sumber lainnya WL , . . . , ZL yang diparameterisasi oleh vektor gauge ϕa1 yang di-
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
nyatakan sebagai berikut: Z Z 3 WL (u) = FP d x
1
33
2l + 1 δl+1 x ˆiL Σi (l + 1)(2l + 3) −1 2l + 1 (1) (3.58) − 2 δl+2 x ˆijL Σij , 2c (l + 1)(l + 2)(2l + 5) Z Z 1 2l + 1 3 dz XL (u) = FP d x δl+2 x ˆijL Σij , (3.59) 2(l + 1)(l + 2)(2l + 5) −1 Z Z 1 3(2l + 1) (1) 3 dz δl x ˆL Σii + YL (u) = FP d x δl+1 x ˆiL Σi (l + 1)(2l + 3) −1 2(2l + 1) (2) (3.60) − 2 δl+2 x ˆijL Σij , c (l + 1)(l + 2)(2l + 5) Z Z 1 2l + 1 ZL (u) = FP d3 x dzεabhil − δl+1 x ˆL−1ibc Σac . (3.61) (l + 2)(2l + 3) −1 dz
di mana semua momen sumber (3.56), (3.58), (3.59), (3.60), (3.61) ini hanya dapat dihitung saat pendekatan post-Newtonian digunakan. Integral z diekspansi sebagai deret saat c → +∞ sebagai berikut: Z
1
dzδl (z)τ (x, u + z|x|/c) = −1
=∞ X k=0
(2l + 1)!! k 2 k!(2l + 2k + 1)!!
|x| ∂ c ∂u
2k τ (x, u).
(3.62)
Selain momen sumber, terdapat juga momen massa Mij yang mengandung momen kuadrupol dari massa Iij . Momen tersebut dapat dituliskan sebagai berikut i 4G h Mij = Iij − 5 W(2) Iij − W(1) Iij + O c
1 c7
,
(3.63)
dimana W adalah WL yang diberikan pada persamaan (3.63) untuk kasus Newtonian (l = 0). Pada persamaan di atas perbedaan antara kedua momen Mij dan Iij adalah sekitar 2.5 PN. Momen spin dari suatu sumber juga dapat dihitung dengan cara yang sama dengan persamaan (3.63), yang berbeda adalah bahwa momen spin akan mengandung momen Jij dan momen ZL . Momen ini dapat dituliskan sebagai berikut i 4G h (2) 1 (1) Sij = Jij − 5 Z Jij − Z Jij + O 7 . (3.64) c c Momen ML dan SL perlu dijabarkan pada bagian ini karena peranannya yang lebih praktis dalam perhitungan karena menghasilkan iterasi post-Minkowskian yang lebih sederhana. Walaupun demikian, momen multipol sumber IL , JL , . . . , ZL dapat ditinjau sebagai momen yang lebih "mendasar" dibandingkan dengan ML
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
34
dan SL karena keenam momen multipol ini mengambil bentuk pernyataan tertutup sebagai suatu integral eksplisit di sepanjang sumber, sehingga momenmomen multipol ini terhubung dengan lebih baik terhadap deskripsi sumber. Perhitungan momen multipol sumber dan momen multipol akan sangat berguna pada saat perhitungan laju energi yang hilang akibat gelombang gravitasi yang disebabkan oleh interaksi antara dua bintang atau lebih.
3.1.3
Momen Multipol Radiatif
Selain momen sumber dan multipol sumber, terdapat juga momen radiatif kuadrupol. Dalam momen radiatif ini, terdapat ekor gelombang gravitasi kuadratik pada orde 1.5PN. Peristiwa yang dikenal sebagai "ekor gelombang" ini terjadi karena pada orde kuadratik non-linear, terjadi interaksi antara dua multipol yang memiliki peranan yang sangat penting dalam penentuan formulasi momen radiatif sampai dengan orde 3.5 PN. Interaksi yang pertama berasal hanya dari momen kuarupol massa yang mendominasi medan radiasi untuk sumber yang bergerak lambat, dan interaksi yang kedua berasal dari interaksi antara Mij dan momen monopol massa statik M , atau yang lebih dikenal sebagai massa ADM. Secara fisis, interaksi Mij (t) × M disebabkan oleh hamburan dari gelombang linear ke kurvatur ruang waktu yang dibangkitkan oleh total massa-energi sumber, yang lebih dikenal dengan nama ekor gelombang. Ekor gelombang ini merupakan bagian dari medan yang bergantung pada parameter sumber pada setiap waktu dari −∞ sampai dengan waktu retarded T − R/c Terdapat juga suatu interaksi kubik antara momen kuadrupol massa Mij dan dua momen monopol massa M 2 . Secara fisis, interaksi "monopol-monopolkuadrupol" ini menyebabkan peristiwa hamburan dari gelombang kuadrupol linear Mij sampai dengan orde kedua rintang potensial dari metrik Schwarzschild, dan untuk peristiwa hamburan dari ekor kuadratik M × Mjk sendiri sampai dengan orde pertama rintang potensial. Efek yang terakhir kemudian menyebabkan peristiwa yang dikenal dengan istilah "ekor dari ekor" gelombang gravitasi. Istilah ini kemudian digunakan untuk semua interaksi Mij (t) × M 2 . [2] Dengan demikian, formulasi lengkap dari Uij sampai dengan orde 3PN [2]
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
35
adalah, Z cτ 11 2GM +∞ (4) dτ Mij (U − τ ) ln + Ui j(U ) = + c3 2r0 12 0 Z +∞ G 2 (3) (3) + 5 − dτ Ma
a (U − τ ) c 7 0 2 (3) (2) 5 (4) (1) 1 (5) 1 (4) − Maa − Maa + Maa + εaba Sb 7 7 7 3 2 Z +∞ 2 cτ 57 124627 cτ 2G M (5) 2 dτ Mij (U − τ ) ln + + ln + c6 2r0 70 2r0 44100 0 1 +O 7 (3.65) c (2) Mij (U )
. Dari persamaan (3.65), terlihat bahwa semua momen multipol radiatif akan mendapatkan kontribusi ekor-terinduksi, yang dihitung pada orde 1.5PN sebagai berikut: Z 2GM +∞ cτ (l+2) UL (U ) = MlL (U ) + dτ M (U − τ ) ln + κ l L c3 2r0 0 1 (3.66) +O 5 , c Z 2GM +∞ cτ (l+2) l VL (U ) = SL (U ) + dτ SL (U − τ ) ln + πl c3 2r0 0 1 (3.67) +O 5 , c di mana konstanta κl dan πl diberikan oleh l−2
κl =
X1 2l2 + 5l + 4 + , l(l + 1)(l + 2) k k=1
πl =
l−1 + l(l + 1)
l−1 X k=1
1 . k
(3.68)
Ekspansi momen multipol dalam medan radiasi didefinisikan sebagai, ∞
hTijT (U, N )
=
X 1 4G P (N ) {NL−2 UabL−2 (U ) ijab c2 R cl l! l=2
−
2l 1 NcL−2 εcddL−2 (U ) + O (.3.69) c(l + 1) R2
Dekomposisi multipol ini menyatakan formalisme momen kuadrupol yang
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
36
diperumum, dan fluks gravitasi yang berhubungan dapat diturunkan sebagai[19] ∞ X (l + 1)(l + 2) G (1) (1) L(U ) = U (U )UL (U ) c2l+1 (l − 1)ll!(2l + 1)!! L l=2 4l(l + 2) (1) (1) + 2 V (U )VL (U ) . (3.70) c (l − 1)(l + 1)!(2l + 1)!! L Persamaan (3.70) memberikan pernyataan umum untuk L dari semua momen radiatif UL dan VL . Walaupun hubungan momen radiatif dan parameter sumber belum diketahui, namun melalui persamaan (3.67) dan (3.67) kebergantungan eksplisit dari momen multipol sumber sebagai fungsi dari parameter yang terisolasi dapat diturunkan. Dengan adanya penyataan umum dari L, maka energi yang dibangkitkan oleh momen sumber dapat dihitung.
3.1.4
Persamaan Gerak dan Energi untuk Orbit Lingkaran
Parameter massa adalah total massa m = m1 + m2 , perbedaan massa δm = m1 − m2 , massa tereduksi µ = m1 m2 /m dan rasio massa simetris ν≡
µ m1 m2 ≡ . m (m1 + m2 )2
(3.71)
Rasio ini sangat berguna dalam pendekatan post-Newtonian karena memiliki variasi: 0 < ν < 1/4, dengan ν = 1/4 akan diperoleh untuk kasus sistem bintang ganda yang memiliki massa yang sama, dan ν → 0 untuk limit massa dari salah satu bintang. Sebagian besar sistem bintang ganda komapak yang mengalami fase inspiral akan bergerak melingkar saat sistem bintang ini mulai dapat dideteksi oleh LIGO ataupun VIRGO. Dalam kasus orbit berbentuk lingkaran, persamaan gerak menjadi sederhana secara drastis, karena r˙ = nv˙ = O c15 , dan suku-suku sisanya dapat diabaikan pada orde 3PN. Untuk menuliskan pendekatan post-Newtonian yang baik, maka diperlukan adanya suatu parameter post-Newtonian Gm 1 γ≡ 2 =O 2 . rc c
(3.72)
Percepatan relatif dari dua bintang yang bergerak dalam orbit lingkaran pada orde 3PN diberikan oleh 32 G3 m3 ν i v +O a = −ω x − 5 c5 r4 i
2 i
1 c7
,
(3.73)
3.1. PENDEKATAN POST-NEWTONIAN
37
di mana ai ≡ ai1 −ai2 , xi ≡ y1i −y2i , dan ω menyatakan kecepatan sudut dari gerak melingkar. Hubungan antara ω dan r pada persamaan (3.73), didapatkan dari Hukum III Keppler [11] yang dituliskan sebagai 41 Gm 2 2 1 + (−3 + ν)γ + 6 + ν + ν γ 2 ω = r3 4 75707 41 2 19 2 r 3 + −10 + − ν + ν + ν γ3 + π + 22ln 0 840 64 r0 2 1 +O 8 . (3.74) c di mana r00 diberikan oleh 2 konstanta gauge melalui ln r00 = X1 ln r10 + X2 ln r20 . Persamaan energinya diberikan oleh µc2 γ 1 2 7 1 49 E = − ν + ν γ2 1+ − + ν γ+ 2 4 4 8 8 235 46031 123 2 22 r 27 5 + − + − π + ln 0 ν + ν2 + ν3 γ3 64 2240 64 3 r0 32 64 1 +O 8 . (3.75) c Pada persamaan di atas terlihat bahwa E bergantung pada sistem koordinat dengan adanya faktor ln (r/r00 ). Namun nilai numerik E seharusnya tidak bergantung pada sistem koordinat, oleh karena itu maka E perlu dinyatakan dalam suatu parameter, selain γ yang invarian terhadap kerangka sistem. Parameter tersebut diberikan x≡
Gmω c3
2/3
=O
1 c2
,
(3.76)
Dengan mensubtitusi persamaan (3.76) ke persamaan (3.74), maka diperoleh ν 65 γ = x 1+ 1− x + 1 − ν x2 3 12 2203 41 2 22 r 229 2 1 3 + 1+ − − π + ln 0 ν+ ν + ν x3 2520 192 3 r0 36 81 1 +O 8 . (3.77) c
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
38
Persamaan (3.77) kemudian disubtitusi ke persamaan (3.75) dan diperoleh 3 27 19 ν 1 2 µc2 x 1+ − − x + − + ν − ν x2 E = − 2 4 12 8 8 24 155 2 675 34445 205 2 35 3 + − + − π ν− ν − ν x3 64 576 96 96 5184 1 +O 8 . (3.78) c Dari persamaan di atas terlihat bahwa faktor ln (r/r00 ) telah menghilang dari persamaan dan didapatkan pernyataan E yang invarian terhadap kerangka sistem
3.2
Radiasi Gravitasi Sistem Bintang Ganda Kompak
Pada subbab sebelumnya, telah diberikan persamaan gerak dan energi untuk orbit lingkaran (3.73), (3.74). Namun persamaan yang diberikan baru dihitung sampai orde ke 2.5PN, sehingga persamaan tersebut perlu diekspansi sampai dengan orde 3.5PN untuk memberikan hasil yang lebih tepat dari gaya reaksi radiasi. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan formaslisme pada subbab (3.2) untuk menghitung reaksi radiasi L sebagai fluks energi total. Hubungan antara energi dan fluks total diberikan oleh persamaan kesetimbangan, dE = −L. dt
(3.79)
Dengan demikian, persamaan (3.78) belum memberikan solusi yang sepenuhnya dari permasalahan reaksi radiasi gravitasi. Sehingga, solusi lengkap yang perlu dicari adalah dengan menghitung laju penurunan dE/dt atau total fluks L. Untuk menemukan L, maka terlebih dahulu harus dilakukan perhitungan momen multipol sumber IL dan JL dari sistem bintang ganda kompak, dan yang kedua adalah dengan pengaturan dan penentuan ekor gelombang gravitasi dan efek non-linear yang terjadi dalam hubungan antara momen sumber dan momen radiatif UL , VL dari sistem bintang ganda.
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
3.2.1
39
Total Fluks yang Dibangkitkan oleh Momen Multipol Sumber
Salah satu input yang paling penting untuk menghitung fluks total pada orde 3PN adalah momen kuadrupol massa Iij karena momen ini memberikan presisi sampai dengan 3PN. Momen kuadrupol untuk orbit lingkaran diberikan sebagai berikut [8]: 3 1 r12 48 G2 m2 ν x + O 7 Iij = µ Ax + B v + 2 Gm 7 c r12 c
(3.80)
i dan v = v i ≡ v i . Suku ketiga dari persamaan (3.80) di mana xi = xi ≡ y12 i 12
merupakan suku dengan orde 2.5PN dan tidak berpengaruh pada fluks energi. Koefisisen A dan B yang dinyatakan dalam parameter γ dari persamaan (3.77) sampai dengan orde 3PN diberikan oleh:
1 13 461 18395 241 2 2 − ν− ν A = 1+γ − − ν +γ − 42 14 1512 1512 1512 395899 428 r12 88 44 r12 139675 44 3 +γ − − ln − ξ− κ− ln 0 ν + 13200 105 r0 33264 3 3 3 r0 162539 2 2351 3 + ν + ν , 16632 33264 11 11 1681 229 2 2 1607 B = γ − ν +γ − ν+ ν 21 7 378 378 378 357761 428 r12 75091 44 3 +γ − − ln + − + ζ ν 19800 105 r0 5544 3 35759 2 457 3 + ν + ν . (3.81) 924 5544
dimana, ξ, κ, ζ merupakan parameter regularisasi Hadamard yang diberikan sebagai berikut([6],[7], [5], [4]): ζ = −7/33
saat m → 0
κ = 0
(3.82)
ξ = −9871/9240 Selain massa kuadrupol dari persamaan (3.80), (3.81), diperlukan juga momen oktopol Iijk dan momen kuadrupol arus Jij pada orde 2PN, momen 24 -pol massa Iijkl dan momen oktopol arus Jijk pada orde 1PN, momen 25 -pol massa Iijklm dan 24 -pol arus Jijkl pada orde Newtonian untuk menghitung bagian
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
40
instan dari fluks energi total, atau Linst . Momen massa dan arus diberikan sebagai berikut: Iijk =
Jij
=
Iijkl =
Jijk =
Iijklm = Jijkl =
δm 11923 29 2 2 139 µ x ˆijk −1 + γν + γ + ν+ ν m 330 660 110 2 1066 1433 δm r12 21 2 1 +µ x 2 −1 + 2ν + γ + ν− ν +O 5 , m c 165 330 55 c δm 67 2 µ εaba vb −1 + γ − + ν m 28 7 13 4651 1 2 1 2 − + ν+ ν +O 5 , +γ 9 252 168 c 3 25 69 2 µˆ xijkl 1 − 3ν + γ − ν+ ν 110 22 22 2 1 78 r12 2 (3.83) + µx 2 (1 − 5ν + 5ν ) + O 3 , 55 c c 181 109 13 µεaba vb 1 − 3ν + γ − ν + ν2 90 18 18 2 7 r 1 + µ(1 − 5ν + 5ν 2 )εabb xa 12 +O 3 . 2 45 c c 1 δm (−1 + 2ν)ˆ xijklm + O , µ m c δm 1 µ (−1 + 2ν)εaba vb + O . m c
Fluks instan dapat diturunkan dengan mensubtitusi suku UL dan VL ke dalam pernyataan umum fluks L yang diberikan oleh persamaan (3.70) . Dengan mengganti suku UL dan VL dengan momen UL dan VL yang berhubungan dengan momen multipol sumber UL dan VL melalui persamaan (3.63) dan (3.64), diperoleh Linst
1 (3) (3) 1 1 16 (3) (3) (4) (4) = M Mij + 2 M M + S S 5 ij c 189 ijk ijk 45 ij ij 1 1 1 (4) (4) (5) (5) + 4 M M + S S + c 9072 ijkm ijkm 84 ijk ijk 1 1 4 1 (6) (6) (5) (5) Mijkmn Mijkmn + Sijkm Sijkm + O 8 .(3.84) 6 c 594000 14175 c G c5
Dengan memasukkan persamaan (3.80), (3.81), dan (3.83) ke dalam per-
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
41
samaan (3.84), maka diperoleh 32c5 2 5 2927 5 293383 380 Linst = ν γ 1+ − − ν γ+ + ν γ2 5G 336 4 9072 9 r12 53712289 1712 − ln + 1108800 105 r00 383 2 3 50625 123 2 110 r12 ν− + − + π + ln ν γ 112 64 3 9 r00 1 +O 8 . (3.85) c
3.2.2
Kontribusi Ekor Gelombang Gravitasi Terhadap Total Fluks Energi
Selain bagian instan dari fluks, terdapat juga kontribusi dari interaksi momen multipol non-linear yang terkandung di dalam hubungan antara momen sumber dan radiatif. Sehingga momen multipol total merupakan penjumlahan antara fluks yang dibangkitkan oleh momen multipol sumber, momen sumber, dan momen multipol radiatif. Dengan demikian, maka fluks energi total dapat dijabarkan sebagai L = Linst + Ltail + L(tail)2 + Ltail(tail)
(3.86)
dimana, Linst merupakan total fluks yang dibangkitkan oleh sumber seperti yang dijabarkan pada persamaan (3.85). Ltail mengandung informasi tentang semua suku yang merupakan cross product dari momen ML dan SL dan juga integral ekor kuadratik yang berhubungan pada orde 1.5PN (3.67). L(tail)2 merupakan kuadrat dari ekor kuadrupol orde 1.5PN pada persamaan (3.65). Secara fisis, L(tail)2 menyatakan fluks energi yang disebabkan oleh bagian ekor dari gelombang, pada situasi dimana ekor gelombang dapat dipisahkan dari komponen medan lainnya. Ltail(tail) merupakan ekor kuadrupol dari ekor pada persamaan (3.65) dan mengandung cross product dari momen kuadrupol dan integral ekor dari ekor pada orde 3PN. Dengan menggunakan formulasi pada bagian §3.2.1 untuk momen sumber, persamaan (3.67), (3.65) tereduksi menjadi kasus orbit lingkaran. Total massa yang terdapat di depan integral ekor merupakan massa ADM dari bintang ganda yang diberikan oleh penjumlahan kedua massa m = m1 + m2 ditambah
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
42
dengan koreksi relativistik. Pada orde 2PN dimana integral ekor perlu dihitung, didapatkan
ν ν M = m 1 − γ + (7 − ν)γ 2 + O 2 8
1 c6
(3.87)
Dengan menggunakan integral Z
+∞
1 dτ ln τ e−στ = − (C + ln σ), σ 0 Z +∞ 1 π2 2 −στ 2 dτ ln τ e = (C + ln σ) σ 6 0
(3.88)
dimana, C = 0.577 menyatakan konstanta Euler dan σ ∈ C. Karena integral ekor ini tereduksi menjadi persamaan gerak melingkar, maka diperoleh suku ekor kuadratik, kontribusi 1.5PN, 2.5PN, dan 3.5PN sebagai berikut: 32c5 2 5 25663 125 90205 505747 3/2 5/2 Ltail = ν γ 4πγ + − − ν πγ + + ν 5G 672 8 576 1512 12809 2 1 7/2 + ν πγ + O 8 . (3.89) 756 c Karena L(tail)2 dan Ltail(tail) berkontribusi pada fluks energi pada orde 3PN yang sama, maka kontribusi "(tail)2 " dapat diperlakukan dalam indeks bawah yang sama dengan kontribusi "tail(tail)". Sehingga, penjumlahan dari "ekor kuadrat" dan "ekor dari ekor" diberikan sebagai berikut: 32c5 2 5 116761 16 2 1712 1712 r12 L(tail)2 +tail(tail) = ν γ − + π − C+ ln 5G 3675 3 105 105 r00 856 1 ln(16γ) γ 3 + O 8 − (3.90) 105 c Dengan membandingkan persamaan (3.90) dengan persamaan (3.85) maka dengan jelas terlihat bahwa konstanta r0 akan saling menghilangkan. Penjumlahan persamaan (3.85), (3.89), dan (3.90) memberikan 2927 5 293383 380 32c5 2 5 3/2 ν γ 1+ − − ν γ + 4πγ + + ν γ2 L = 5G 336 4 9072 9 25663 125 129386791 16 2 1712 856 + − − ν πγ 5/2 + + π − C− ln(16γ) 672 8 7761600 3 105 105 r12 50625 110 123 2 383 2 3 + − + ln + π ν− ν γ 112 3 64 9 r00 90205 505747 12809 2 1 + + ν+ ν πγ 7/2 + O 8 (3.91) 576 1512 756 c
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
43
Persamaan (3.91) masih dinyatakan dalam parameter post-Newtonian γ dan dengan demikian tidak invarian terhadap kerangka sistem. Karena itu persamaan (3.91) perlu dinyatakan dalam parameter yang bergantung pada frekuensi x. Subtitusikan persamaan (3.77) ke dalam persamaan (3.91) menghasilkan 1247 35 32c5 2 5 44711 9271 65 2 3/2 L = ν γ 1+ − − ν x + 4πx + − + ν + ν x2 5G 336 12 9072 504 18 8191 583 + − − ν πx5/2 672 24 856 6643739519 16 2 1712 + π − C− ln(16x) + 69854400 3 105 105 94403 2 775 3 3 134543 41 2 + π ν− ν − ν x + − 7776 48 3024 324 193385 2 16285 214745 1 7/2 + − + ν+ ν πx + O 8 . (3.92) 504 1728 3024 c
3.2.3
Evolusi Fase Orbit
Pada bagian ini, akan diturunkan pernyataan parameter x sebagai fungsi turunan waktu dengan menggunakan persamaan (3.92), (3.78), dan menggunakan variabel waktu yang tidak berdimensi, Θ≡
νc3 (tc − t), 5Gm
(3.93)
dimana, tc menyatakan waktu tumbukan antara kedua bintang di dalam sistem bintang ganda kompak. Dengan mentransformasikan persamaan (3.80) sebagai persamaan diferensial biasa untuk parameter x, yang kemudian diintegrasikan untuk menghasilkan 1 −1/4 11 24401 31 2 743 1 19583 x = Θ 1+ + ν Θ1/4 − πΘ−3/8 + + ν+ ν Θ1/2 4 4032 48 5 254016 193536 288 11891 109 + − + ν πΘ−5/8 53760 1920 107 Θ 10052469856691 1 2 107 + + π + C− ln 6008596070400 6 420 3360 256 743 451 2 15211 2 25565 3 + − π ν− ν + ν Θ−3/4 4032 3072 442368 331776 113868647 31821 294941 2 1 −7/8 + − − ν+ ν πΘ (3.94) +O 8 433520640 143360 3870720 c Kecepatan frekuensi orbit ω dan periode orbit Pb dapat diturunkan dari per-
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
44
samaan (3.94) dan (3.76) sebagai ω=
c3 x3/2 , Gm
(3.95)
2π . ω
(3.96)
dan Pb =
Fase orbit, yang dinotasikan sebagai sudut φ, berorientasi pada gerak antara separasi kedua bintang dan dalam arah dari node ascending N pada bidang langit, yang disebut sebagai titik pada orbit di mana benda melintasi bidang langit bergerak menuju detektor. Karena
dφ dt
= ω, maka dengan memanfaatkan
persamaan (3.94), (3.93), dan (3.95), maka diperoleh 1 5/8 3715 55 3 −3/8 9275495 284875 1855 2 1/4 φ = Θ 1+ + ν Θ − πΘ + + ν+ ν Θ1/2 ν 8064 96 4 14450688 258048 2048 65 Θ 38645 −5/8 + ν πΘ ln + − 172032 2048 Θ0 107 Θ 831032450749357 53 2 107 − π − C+ ln + 57682522275840 40 56 448 256 126510089885 2255 2 154565 2 1179625 3 + − + π ν+ ν − ν Θ−3/4 4161798144 2048 1835008 1769472 188516689 488825 141769 2 1 −7/8 + + ν− ν πΘ +O 8 . (3.97) 173408256 516096 516096 c
3.2.4
Polarisasi Gelombang Gravitasi
Definisikan suatu triad ortonormal, dimana P dan Q adalah vektor unit polarisasi transvers terhadap arah propagasi. Polarisasi gelombang dihitung dari persamaan (3.38) dan didefinisikan sebagai[1] h+ = h× =
1 (Pi Pj − Qi Qj ) hij T T , 2 1 (Pi Qj + Pj Qi ) hij T T . 2
(3.98) (3.99)
Jika bidang orbit dipilih sebagai bidang x-y dengan fase orbital φ mengukur arah dari unit vektor n = x/r sepanjang vektor separasi relatif, maka ˆ + sin φy ˆ. n = cos φx
(3.100)
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
45
Misalkan dipilih vektor polarisasi P yang terletak di sepanjang sumbu-x dan pengamat berada pada sumbu y-z dengan ˆ + cos iˆz, N = sin iy
(3.101)
dimana i adalah sudut inklinasi orbit (0 ≤ i ≤ π). Dengan definisi ini, maka P terletak di sepanjang titik potong bidang orbit dengan bidang langit dalam arah ascending node, dan fase orbital φ merupakan sudut antara ascending node dengan arah dari, misalkan, bintang pertama. Triad ortonormal (n, λ, ˆz) yang berotasi mengandung informasi tentang gerak sistem bintang ganda kemudian dihubungkan dengna triad polarisasi (N, P, Q) n = cos φP + sin φ(cos iQ + sin iN), λ = − sin φP + cos φ(cos iQ + sin iN),
(3.102)
ˆz = (cos iQ + sin iN). Persamaan (3.80) kemudian diturunkan dua kali terhadap t dan disubtitusikan ke dalam persamaan (3.38) dan polarisasi dalam arah +, × dihitung, sehingga diperoleh h+,× =
2G c4 R
Pi Pj −Qi Qj 2 Pi Qj +Pj Qi 2
I¨ij .
(3.103)
Sehingga persamaan post-Newtonian dalam parameter x (pers. (3.76))untuk polarisasi gelombang sampai dengan orde 2.5PN, dapat dituliskan sebagai berikut h+,× =
2Gνmx n (0) (1/2) (1) (3/2) (2) H+,× + x1/2 H+,× + xH+,× + x3/2 H+,× + x2 H+,× 2 c R 1 5/2 (5/2) +x H+,× + O 6 . (3.104) c
Suku post-Newtonian bergantung pada fase sistem bintang ganda sampai dengan orde 3.5PN melalui variabel fase 2GM ω ω ln , (3.105) c3 ω0 dimana, M = m[1 − νγ/2 + O 1/c4 adalah massa ADM, dan ω0 adalah konψ =φ−
stanta frekuensi yang dapat dipilih sebagai frekuensi input dari detektor laser
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
46
interferometer (misalkan ω0 /π = 10Hz). Untuk polarisasi ’+’ diperoleh, (0)
H+
H (1/2)+ (1)
H+
(3/2)
H+
(2)
H+
=
=
= −(1 + cos2 i) cos 2ψ, (3.106) sin i δm = − (5 + cos2 i) cos ψ − 9(1 + cos2 i) cos 3ψ , (3.107) 8 m 1 19 + 9 cos2 i − cos4 i − ν(19 − 11 cos2 i − 6 cos4 i) cos 2ψ = 6 4 − sin2 i(1 + cos2 i(1 − 3ν) cos 4ψ), (3.108) 3 sin i δm [57 + 60 cos2 i − cos4 i − 2ν(49 − 12 cos2 i − cos4 i)] cos ψ 192 m 27 − [73 + 40 cos2 i − 9 cos4 i − 2ν(25 − 8 cos2 i − 9 cos4 i)] cos 3ψ 2 625 2 2 + (1 − 2ν) sin i(1 + cos i) cos 5ψ − 2π(1 + cos2 i) cos 2ψ(3.109) 2
5 1 22 + 396 cos2 i + 145 cos4 i − 5 cos6 i + ν 706 − 216 cos2 i 120 3 −251 cos4 i + 15 cos6 i − 5ν 2 (98 − 108 cos2 i + 7 cos4 i + 5 cos6 i) cos 2ψ 2 5 2 − sin i 59 + 35 cos2 i − 8 cos4 i − ν(131 + 59 cos2 i − 24 cos4 i) 15 3 2 2 4 +5ν (21 − 3 cos i − 8 cos i) cos 4ψ 81 − (1 − 5ν − 5ν 2 ) sin4 i(1 + cos2 i) cos 6ψ 40 sin i δm [11 + 7 cos2 i + 10(5 + cos2 i) ln 2] sin ψ − 5π(5 − cos2 i) cos ψ 40 m −27[7 − 10 ln(3/2)](1 + cos2 i) sin 3ψ + 135π(1 + cos2 i) cos 3ψ (3.110)
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
(5/2) H+
47
δm 1771 217 1 = sin i cos ψ − 16675120 cos2 i + cos4 i − cos6 i m 5120 9216 9216 681 13 35 1 +ν + cos2 i − cos4 i + 256 768 768 2304 3451 673 5 1 2 2 4 6 +ν − + cos i − cos i − cos i 9216 3072 9216 3072 2 16 14 19 + 3 cos2 i − cos4 i + ν − + cos2 i + cos4 i +π cos 2ψ 3 3 3 3 δm 3537 22977 15309 729 + sin i cos 3ψ − cos2 i − cos4 i + cos6 i m 1024 5120 5120 5120 23829 5529 7749 729 2 4 6 +ν − + cos i + cos i − cos i 1280 1280 1280 1280 27267 1647 2187 2 4 6 2 29127 − cos i − cos i + cos i +ν 5120 5120 5120 5120 16 2 2 + cos 4ψ − (1 + cos i) sin i(1 − 3ν) 3 δm 108125 40625 83125 15625 + sin i cos 5ψ − + cos2 i + cos4 i − cos6 i m 9216 9216 9216 9216 8125 40625 48125 15625 2 4 6 +ν − cos i − cos i + cos i 256 2304 2304 2304 119375 40625 44375 15625 2 2 4 6 +ν − + cos i + cos i − cos i 9216 3072 9216 3072 δm 117649 5 2 2 + cos 7ψ sin i(1 + cos i)(1 − 4ν + 3ν ) m 46080 9 14 7 96 8 28 2 4 2 4 + sin 2ψ − + cos i + cos i + ν − cos i − cos i 5 5 5 5 5 5 56 32 ln 2 2 2 + sin i(1 + cos i) sin 4ψ − − ν (119330 − 32 ln 2) , (3.111) 5 3
Sedangkan untuk polarisasi dalam arah ’×’, diperoleh (0)
H×
(1/2)
H×
(1)
H×
= 2 cos i sin 2ψ, 3 δm [sin ψ − 3 sin 3ψ] , = − sin i cos i 4 m cos3 i = 17 − 4 cos2 i − ν(13 − 12 cos2 i) sin 2ψ 3 8 − sin2 i cos i(1 − 3ν) sin 4ψ), 3
(3.112) (3.113)
(3.114)
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
(3/2)
H×
(2) H×
=
48
sin i cos i δm [63 − 5 cos2 i − 2ν(23 − 5 cos2 i)] sin ψ 96 m 27 − [67 + 15 cos2 i − 2ν(19 − 15 cos2 i)] sin ψ 2 625 2 + sin i(1 − 2ν) sin 5ψ − 4π cos i sin 2ψ, (3.115) 2
5 cos i 68 + 226 cos2 i − 15 cos4 i + ν 572 − 490 cos2 i = 60 3 4 2 2 +45 cos i − 5ν (56 − 70 cos i + 15 cos4 i sin 2ψ 4 5 2 − cos i sin i 55 − 12 cosi − ν(119 − 36 cos2 i) 15 3 2 2 4 +5ν (17 − 12 cos i − 8 cos i) sin 4ψ 81 − (1 − 5ν + 5ν 2 ) cos i sin4 i sin 6ψ 20 3 δm − sin i cos i {[3 + 10 ln 2] cos ψ + 5π sin ψ 20 m −9[7 − 10 ln(3/2)] cos 3ψ − 45π sin 3ψ} ,
(3.116)
3.2. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA KOMPAK
(5/2)
H×
=
49
6 sin2 i cos i ν 5 δm 913 7 + sin i cos i sin ψ − + 189111520 cos2 i − cos4 i m 7680 4608 1165 235 7 2 4 +ν − cos i + cos i 384 576 1152 1301 301 7 2 2 4 +ν − + cos i − cos i 4608 2304 1536 20 34 8 2 2 − cos i − ν − − 8 cos i +π cos i sin 2ψ 3 3 3 δm 12501 12069 1701 + sin i cos i sin 3ψ − cos2 i + cos4 i m 2560 1280 2560 1701 19581 7821 +ν − + cos2 i − cos4 i 640 320 640 11403 5103 2 4 2 18903 − cos i + cos i +ν 2560 1280 2560 32π + sin2 i cos i sin 4ψ − 1 − 3ν) ( δm 101875 6875 21875 + sin i cos i sin 5ψ − + cos2 i − cos4 i m 4608 256 4608 66875 44375 21875 2 4 +ν − cos i + cos i 1152 576 1152 21875 100625 83125 2 4 2 + cos i − cos i +ν − 4608 2304 1536 δm 117649 5 2 + sin i cos i sin 7ψ (1 − 4ν + 3ν ) m 23040 22 154 94 2 2 + cos 2ψ 2 − cos i + ν − + cos i 5 5 5 112 64 ln 2 i + + ν (119315 − 64 ln 2) , (3.117) + sin cos i cos 4ψ − 5 3