21
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Pemilihan tempat dan contoh dilakukan secara purposive, yaitu lansia dari enam kecamatan di Bogor. Lansia tersebut adalah peserta Senam Terpadu Lansia yang tergabung dalam Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2012. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Penentuan populasi yang akan dijadikan contoh dalam penelitian atas dasar pertimbangan: (1) Dapat memberikan gambaran tentang karakteristik lanjut usia, (2) Kemudahan dalam akses pengambilan data dan (3) Kegiatan Senam Terpadu Lansia ini dilakukan pada hari sabtu setiap minggu di Plaza Balaikota Bogor. Total contoh dalam penelitian adalah 54 orang, dengan masing-masing 15 orang lansia laki-laki dan 39 orang lansia perempuan. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah contoh berusia ≥60 tahun, sehat, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia diwawancara sebagai responden dan merupakan peserta Senam Terpadu Lansia, sedangkan kriteria ekslusinya adalah bungkuk dan mengalami gangguan pendengaran. Lansia yang tidak termasuk dalam kriteria inklusi sebanyak 14 orang dan 10 orang lansia tidak melengkapi data yang dibutuhkan sehingga didapatkan 30 orang lansia yang dijadikan contoh yaitu 14 orang lansia laki-laki dan 16 orang lansia perempuan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik lansia (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, besar keluarga, status pernikahan, dan living arrangement), kebiasaan sarapan, konsumsi pangan, status gizi, status kesehatan dan daya tahan jantung paru. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh lansia. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keadaaan umum Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI) Kota Bogor. Tabel 4 menunjukan jenis dan cara pengumpulan data primer.
22
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data primer No 1
Variabel Karakteristik Lansia
2
Kebiasaan sarapan pagi
3
Status gizi
-
4
Konsumsi pangan lansia
-
5
Status Kesehatan
6
Daya tahan jantung paru
-
Indikator Usia Jenis kelamin Tingkat pendidikan Pekerjaan Sumber Pendapatan Besar keluarga Status pernikahan Living arrangement Frekuensi sarapan Waktu sarapan Jenis sarapan Sumbangan terhadap energi dan zat gizi lainnya Berat badan Tinggi badan
Sumbangan energi dan zat gizi lainnya - Tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya - Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi - Keluhan kesehatan/jenis penyakit - Lama sakit - Frekuensi sakit - Tindakan pengobatan Pengukuran VO2 max
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner
Wawancara menggunakan kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan seputar kebiasaan sarapan dan mengisi food record Berat badan ditimbang menggunakan timbangan badan digital merek Camry dengan kapasitas maksimum 200 kg dan ketelitian 0.1 kg. Sedangkan, tinggi badan diukur menggunakan microtoise dengan kapasitas maksimum 200 cm dan ketelitian 0.1 cm Wawancara menggunakan food recall 2x24 jam
Wawancara menggunakan kuesioner
Melakukan tes jalan sejauh 1 mil (1,609 km)
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS versi 16.0 for windows. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning dan analisis. Analisis statistik yang dilakukan adalan uji beda Independent Sample t-Test dan uji korelasi Spearman. Uji beda Independent Sample t-Test digunakan untuk mengetahui perbedaan kebiasaan sarapan, asupan zat gizi sarapan, tingkat
23
kecukupan zat gizi, status gizi, status kesehatan dan daya tahan jantung paru antara lansia laki-laki dan perempuan. Sedangkan uji korelasi Spearman digunakan untuk mencari hubungan kebiasaan sarapan dan status gizi, kebiasaan sarapan, status gizi, status kesehatan dengan daya tahan jantung paru. Konsumsi pangan lansia diketahui melalui metode food recall 2 x 24 jam. Data konsumsi pangan yang diperoleh dikonversikan untuk menentukan energi dan zat gizi lansia yang terdiri atas protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan fosfor dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan pangan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij
= Kandungan zat gizi –i dalam bahan pangan –j
Bj
= Berat makan –j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan pangan ke-j
BDDj = Bagian bahan pangan -j yang dapat dimakan Untuk menghitung tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok umur) digunakan rumus sebagai berikut : AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan : AKGI = Angka kecukupan gizi lansia Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan patokan (kg)
AKG
= Angka kecukupan gizi yang dianjurkan WNPG (2004)
Perhitungan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menggunakan rumus di bawah ini : TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan : TKG
= Tingkat kecukupan konsumsi gizi
K
= Konsumsi gizi (food recall 2 x 24 jam)
AKGI = Angka kecukupan gizi lansia Vitamin dan mineral dihitung langsung dengan angka kecukupan gizi (AKG) berdasarkan WNPG (2004), tanpa menggunakan angka kecukupan gizi lansia (AKGI). Perhitungan untuk tingkat kecukupan konsumsi vitamin dan
24
mineral menggunakan rumus seperti pada tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein. Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein dikelompokan menjadi lima kategori, yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (7079% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG), dan lebih (≥120% AKG) (Depkes 1996). Tingkat kecukupan konsumsi vitamin dan mineral dikelompokan menjadi dua, yaitu defisit (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG) (Gibson 2005). Status gizi ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m 2), IMT diklasifikasikan berdasarkan kategori WHO (2005) yaitu underweight (<18.5), normal (18.5-22.9), overweight (23.0-27.5) dan obese (>27.5). Status kesehatan dilihat berdasarkan ada tidaknya lansia yang sakit dalam satu bulan terakhir meliputi keluhan kesehatan, jenis penyakit, lama sakit, dan frekuensi sakit serta tindakan pengobatan. Keluhan kesehatan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak ada, terdapat 1 jenis keluhan, terdapat lebih dari 1 jenis keluhan. Keluhan kesehatan yang ditanyakan antara lain sering buang air besar, susah buang air kecil, pegal-pegal, pusing, sering buang air kecil, tangan/kaki kesemutan dan gatal/alergi. Jenis penyakit yang diteliti mencakup penyakit infeksi dan non infeksi. Lama sakit dikategorikan berdasarkan BPS (2000) yaitu 1-3 hari, 4-7 hari, 8-14 hari dan >14 hari. Frekuensi sakit dikelompokan menjadi 1 kali/bulan, 2 kali/bulan dan ≥3 kali/bulan. Skor mobiditas diperoleh dengan mengalikan lama hari sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit, seperti rumus berikut (Dijaissyah 2011): Skor Morbiditas = Lama hari sakit x Frekuensi sakit Skor morbiditas dikategorikan menurut interval kelas Sugiyono (2009) menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi (40-60). Tindakan pengobatan yang ditanyakan pada penelitian ini adalah tindakan pengobatan melalui puskesmas, rumah sakit, obat warung dan obat tradisional/jamu. Daya tahan jantung paru diukur dengan menggunakan metode tes jalan 1 mil (1.609 km). Lansia yang akan dites diminta untuk menempuh jarak sejauh 1.609 km dengan berjalan kaki. Persiapan sebelum tes atau sehari sebelum tes yaitu lansia tidak boleh melakukan aktivitas fisik yang melelahkan dan makan teratur. Prosedur tes jalan 1 mil (1.609 km) yaitu: 1. Gunakan lintasan sejauh 1 mil (1.609 km)
25
2. Lakukan pengukuran berat badan sebelum tes 3. Gunakan stopwatch untuk menentukan total waktu tempuh jalan kaki dan denyut jantung pada saat latihan 4. Lakukan tes jalan kaki pada lintasan 1 mil (1.609 km) 5. Setelah selesai melakukan tes, cek waktu yang ditempuh dan hitung denyut nadi selama 10 detik, kemudian hasil tersebut dikalikan dengan 6 untuk mengetahui denyut jantung saat latihan. 6. Waktu tempuh dikonversikan dari menit dan detik menjadi detik. 7. Untuk menghitung VO2 maksimum dalam ml/kg/min digunakan rumus sebagai berikut (Hoeger & Hoeger 2005): VO2 Maksimum = 88.786 – (0.0957 x BB dalam pounds) + (8.892 x JK) – (1.4537 x waktu tempuh dalam menit) – (0.1194 x denyut nadi setelah tes) Hasil dari penjumlahan masing-masing data yang dimasukkan kedalam rumus untuk VO2 maksimum kemudian dikategorikan kedalam tingkat daya tahan jantung paru sangat kurang, kurang, sedang, baik, dan sangat baik yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kategori daya tahan jantung paru berdasarkan nilai VO2 max Sangat kurang 50-59 <17.9 Laki-laki 60-69 <15.9 ≥70 ≤12.9 50-59 <14.9 Perempuan 60-69 <12.9 ≥70 ≤11.9 Sumber : Hoeger & Hoeger (2005) JK
Usia
Kurang
Sedang
Baik
18-24.9 16-22.9 13-20.9 15-21.9 13-20.9 12-19.9
25-37.9 23-35.9 21-32.9 22-33.9 21-32.9 20-30.9
38-42.9 36-40.9 33-37.9 34-39.9 33-36.9 31-34.9
Sangat Baik >43 >41 ≥38 >40 >37 ≥35
26
Pengkategorian variabel disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Variabel dan indikator data yang dianalisis Variabel Usia (WHO diacu dalam Komnas Lansia 2008)
Kategori Variabel Usia lanjut (elderly) : ≥ 60- 74 tahun Usia tua (old) : 75-90 tahun
Jenis kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD/sederajat 4. Tamat SMP/sederajat 5. Tamat SMA/sederajat 6. Tamat Perguruan Tinggi 1. Tidak bekerja 2. Buruh bangunan, angkut 3. Pedagang keliling 4. Supir angkut, ojek 5. PNS 6. Pegawai swasta 7. IRT 8. Lainnya 1. Sosial 2. Anak 3. Cucu 4. Sendiri 5. Pensiunan 6. Lainnya 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang (5-6 orang) 3. Besar ( ≥ 7 orang) 1. Tidak menikah 2. Menikah 3. Cerai hidup 4. Cerai mati 1. Tinggal sendiri 2. Tinggal bersama (suami, anak, cucu atau keluarga lain)
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Sumber pendapatan
Besar keluarga (Hurlock 1999) Status pernikahan
Living arrangement
Kebiasaan sarapan lansia a. Frekuensi sarapan
b. Jenis sarapan
c. Waktu sarapan
1. Tidak pernah 2. Jarang (< 4 kali/minggu) 3. Sering (≥ 4-6 kali/minggu) 4. Selalu (7 kali/minggu) 1. Roti/kue 2. Gorengan (bakwan, tahu, tempe) 3. Susu atau teh manis 4. Bubur ayam 5. Nasi+lauk pauk 6. Nasi+lauk pauk+susu 7. Nasi uduk 8. Nasi goreng 9. Bihun goreng 10. Mie goreng 1. Pukul 05.00-06.00 2. Pukul 06.00-07.00 3. Pukul 07.00-10.00
27
Variabel Status Gizi (WHO 2005)
Kategori Variabel 1. IMT<18.5 (underweight) 2. IMT 18.5-22.9 (normal) 3. IMT 23.0-27.5 (overweight)
4. IMT >27.5 (obese) Konsumsi pangan lansia a. Tingkat konsumsi energi dan protein (Depkes 1996) 1. 2. 3. 4. 5. b. Tingkat konsumsi vitamin dan mineral (Gibson 2005) Status Kesehatan a. Keluhan kesehatan
b. Jenis penyakit c. Lama sakit (BPS 2000)
d. Frekuensi sakit
e. Tindakan pengobatan
Defisit tingkat berat (<70%) Defisit tingkat sedang (70-79%) Defisit tingkat ringan (80-89%) Normal (90-119%) Kelebihan (≥120%)
1. Kurang (<77%AKG) 2. Cukup (≥ 77%AKG) 1. Tidak ada 2. Terdapat 1 jenis keluhan 3. Terdapat lebih dari 1 jenis keluhan 1. Infeksi 2. Non infeksi 1. 1-3 hari 2. 4-7 hari 3. 8-14 hari 4. >14 hari 1. 1 kali 2. 2 kali 3. ≥ 3 kali 1. Puskesmas 2. Dokter 3. Obat warung 4. Obat tradisional / jamu
Definisi Operasional Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia ≥ 60 tahun baik pria maupun wanita yang memenuhi kriteria sebagai contoh yaitu sehat, tidak bungkuk, tidak mengalami gangguan pendengaran, dapat diukur tinggi dan berat badannya, dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia diwawancara Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang dijalani oleh lansia, yang diukur dari lamanya pendidikan atau jenjang pendidikan. Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan lansia untuk mendapatkan uang Sumber pendapatan adalah asal biaya yang diperoleh atau dipergunakan lansia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Status pernikahan adalah status hubungan lansia dengan lawan jenisnya yang sah secara hukum (adat, agama, negara, dan sebagainya).
28
Besar keluarga adalah banyaknya orang/jiwa yang tinggal dalam satu keluarga dan menjadi tanggung jawab kepala keluarga dalam pemenuhan keperluan sehari-hari Living arrangement adalah keberadaan tinggal lansia dalam satu rumah, terbagi dua yaitu tinggal sendiri dan tinggal bersama (suami, anak, cucu, atau keluarga lain). Sarapan adalah kegiatan makan yang dilakukan pada pagi hari dengan susunan hidangan terdiri dari makanan pokok, lauk hewani atau nabati, sayuran, buah dan minuman. Status gizi adalah keadaan gizi tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan IMT (kg/m2) dan dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan tinggi badan (cm). Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi lansia yang dapat dilihat dari kebiasaan mengonsumsi jenis-jenis pangan meliputi pangan pokok, pangan hewani, nabati, sayur, dan buah serta tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral yang dihitung melalui perbandingkan konsumsi diperoleh melalui metode food recall 2 x 24 jam Status kesehatan adalah kondisi kesehatan lansia selama satu bulan terakhir yang diukur berdasarkan keluhan kesehatan, jenis penyakit, frekuensi dan lama sakit serta tindakan pengobatan Skor morbiditas adalah keadaan atau kondisi tubuh lansia yang dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit kemudian dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi (40-60). Daya tahan jantung paru adalah kemampuan tubuh lansia memakai oksigen untuk memproduksi energi selama proses olahraga tanpa menimbulkan rasa lelah. Peserta senam terpadu lansia adalah lansia yang mengikuti kegiatan senam terpadu yang diselenggarakan oleh LLI yang dilakukan pada hari sabtu setiap minggu secara rutin.