METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL QURAN SURAT AL MAIDAH AYAT 67 DAN AL NAHL AYAT 125 ( KAJIAN TAFSIR AL MISBAH)
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh MOCHAMAD MANGSUR NIM 11110077
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015
SKIRPSI METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL QURAN SURAT AL MAIDAH AYAT 67 DAN AL NAHL AYAT 125 (KAJIAN TAFSIR AL MISBAH) DISUSUN OLEH MOCHAMAD MANGSUR NIM : 111 10 077
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 30 Maret 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Drs. A. Bahrudin. M.Ag
_______________
Sekretaris Penguji
: M. Ghufron, M.Ag
_______________
Penguji I
: Muna Erawati, M. Psi
_______________
Penguji II
: Dr. M. Zulfa, M.Ag
_______________
Salatiga, 10 April 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M. Pd NIP. 19670112 199903 1 002 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
بِس ِْم ه َّللاِ الرهحْ َم ِن ال هر ِح ِيم
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Mochamad Mangsur
NIM
: 111 10 077
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 9 Januari 2015 Yang Menyatakan,
Mochamad Mangsur NIM : 111 10 077
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunnya maka skripsi Saudara:
Nama
: Mochamad Mangsur
NIM
: 111 10 077
Fakultas Jurusan Judul Skripsi
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan : Pendidikan Agama Islam : METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL QURAN SURAT AL MAIDAH AYAT 67 DAN AL NAHL AYAT 125 ( KAJIAN TAFSIR AL MISBAH)
telah kami setujui untuk dimonaqosyahkan.
Salatiga, 9 Januari 2015 Pembimbing
M. Ghufron, M. Ag NIP 19611024 198903 1 002
MOTTO
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S Al-Alaq 1-5)
PERSEMBAHAN
Teruntuk Ibuku tercinta ( Ibu Rusyati) terimakasih namaku selalu engkau sebut dalam setiap doa-doamu selama ini, pengorbanan yang tiada pernah terhenti walaupun aku tahu tubuhmu sudah cukup letih untuk tetap bekerja demi anakmu dan keluargamu, kasih sayang yang tak pernah bisa tergantikan oleh apapun, semoga selalu diberi kekuatan, kesehatan, dan umur panjang. Bapakku (Bapak Nur Rochmad) yang telah dulu mendahului kami, teriring doa semoga dalam rahmat dan ampunan Allah SWT. selalu menyertaimu sehingga menjadikan lapangnya kuburmu. Terimakasih telah menjadi orang tua terbaik dan sempurna di dunia ini untuk kami anak-anakmu. Terimakasih untuk keluarga besarku, saudaraku, keponakan-keponakanku yang selalu membesarkan hatiku, sahabatku, dan perempuan yang selalu menemani, memahami, dan membantu setiap kesulitan diriku maupun keluargaku. Terucap kasih dan sayang untuk kalian semua. Semua ini aku persembahkan untuk mereka yang selalu membimbingku, mendo‟akanku, dan menyayangiku.
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Metode Pendidikan Islam dalam Perspektif Al Quran Surat Al Maidah Ayat 67 dan Al Nahl Ayat 125 (Kajian Tafsir Al Misbah)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang
sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.
2.
Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3.
Bapak Rasimin, SPd.I, M.Pd Selaku Ketua Program Studi PAI IAIN Salatiga.
4.
Bapak M. Ghufron M. Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, bimbingan, pengarahan, dan sumbangan pemikiran dalam masa bimbingan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5.
Ibu Dra.Siti Farikhah,M Pd.Selaku dosen pembimbing akademik.
6.
Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan bagian akademik IAIN Salatiga.
7.
Kyai Ahmad Qomarudin dan Nyai Nurul Hidayah (Pengasuh PonPes Nurul Musthofa) yang secara terus menerus menjaga dan menata rohaniku
8.
Bapak (Nur Rochmad) dan Ibu (Rusyati) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materi serta dengan tulus ikhlas tiada henti mendoakan agar dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.
9.
Semua teman-teman PAI angkatan 2010 (khususnya PAI B), PPL, dan KKN yang selalu memotivasi dan saling mendukung agar cepat menyelesaikan perkuliahan ini.
Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang tentunya masih terdapat kekurangan. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran pendidikan Islam, berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin…
Salatiga, 9 Januari 2015 Penulis
Mochamad Mangsur 111 10 077
ABSTRAK Mangsur, Mochamad. 2015. METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL QURAN SURAT AL MAIDAH AYAT 67 DAN AL NAHL AYAT 125 ( KAJIAN TAFSIR AL MISBAH). Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Instutut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing. M. Ghufron, M. Ag,. Kata kunci
: Metode Pendidikan Islam, Surat Al Maidah, Surat Al Nahl, dan Mishbah.
Tafsir Al
Penelitian ini membahas metode pendidikan Islam dalam ayat Al-Quran khususnya ayat dalam surat Al Maidah dan surat Al Nahl. Fokus penelitian yang dikaji adalah: 1. Bagaimana prinsip-prinsip pelaksanaan metodologi pendidikan Islam. 2. Bagaimana metode pendidikan Islam yang ada dalam surat Al Maidah ayat 67 dan surat Al-Nahl ayat 125. Penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian kepustakaan (Library Reseach) atau “kualitatif literal”. Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan mengumpulkan kepustakaan atau bahan-bahan bacaan untuk mencari dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan tentang metode pendidikan Islam, kemudian dianalisa untuk mendapatkan tujuan penelitian. Secara garis besar penulis menghendaki hasil penelitian ini memberi kontribusi dalam nuansa keilmuan pendidikan berkaitan dengan metode-metode pendidikan Islam, khususnya untuk memberi kemudahan pengajar dalam menunjukkan keberadaan dalil-dalil yang ada dalam Al-Quran berhubungan dengan metode yang digunakan pada proses belajar mengajar. Hasil penelitian menunjukan bahwa prinsip-prinsip pelaksanaan metodologi pendidikan Islam antara lain: Mengetahui motivasi (dorongan batin), kebutuhan dan minat anak didiknya. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan, serta perubahan anak didik. Mengetahui perbedaan-perbedaan karakter individu di dalam anak didik. Metode dalam proses pendidikan memiliki fungsi yang sangat signifikan. Banyak pendapat yang menyatakan seberapa urgensi dari metode pendidikan seperti “Al-Thariqatu Ahammu min alMaddati” artinya adalah metode jauh lebih penting dibanding materi. Dengan demikian menunjukkan bahwa metode dalam proses pendidikan sejak dahulu memiliki peran yang sangat penting. Berkaitan dengan skripsi ini ditemukan beberapa metode pendidikan Islam yang ada dalam Al-Quran seperti metode ceramah yang dianggap sudah tidak relevan karena terliat ketinggalan zaman dengan kecanggihan teknologi dan informasi dewasa ini.
DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar Riwayat Hidup 2. Daftar nilai SKK 3. Lembar Konsultasi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN............................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...........................................
iv
HALAMAN MOTTO ...........................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................
vi
KATA PENGANTAR ...........................................................................
vii
ABSTRAK ..............................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................
x
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................
1
B. Pembatasan Masalah ..........................................
10
C. Rumusan Masalah................................................
10
D. Tujuan Penelitian ................................................
11
E. Manfaat Penelitian .............................................
11
F. Metode Penelitian ...............................................
12
1. Jenis Penelitian..............................................
12
2. Metode Pengumpulan Data...........................
12
3. Metode Analisa Data ....................................
12
G. Sistematika Penulisan .........................................
14
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Metode Pendidikan Agama Islam......
16
B. Fungsi Metode Pendidikan Agama Islam............
19
C. Prinsip Metode Pendidikan Agama Islam............
21
D. Karakteristik Metode Pendidikan Agama Islam..
33
E. Pendekatan-Pendekatan Metode Pendidikan Agama Islam........................................................ 35 F. Macam-Macam Metode Pendidikan Islam.......... BAB III
39
TAFSIR SURAT AL-MAIDAH AYAT 67 DAN AL-NAHL AYAT 125 DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISHBAH A. Tafsir Al-Mishbah................................................
64
1. Biografi Mufassir .........................................
64
2. Sistematika Tafsir Al-Mishbah......................
66
B. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 67 dan Al-Nahl Ayat 125............................................................... 70
BAB IV
1. Surat Al-Maidah Ayat 67...............................
70
a. Penjelasan Ayat........................................
70
b. Asbabun Nuzul.........................................
72
c. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 67................
73
d. Kandungan Isi Surat Al-Maidah Ayat 67.
78
2. Sutar Al-Nahl Ayat 125...................................
80
a. Penjelasan Ayat..........................................
80
b. Tafsir Surat Al-Nahl Ayat 125..................
83
c. Kandungan Isi Surat Al-Nahl Ayat 125....
92
METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-MAIDAH AYAT 67 DAN AL-NAHL AYAT 125 MENURUT TASFIR AL-MISHBAH A. Metode Pendidikan Islam dalam Surat Al-Maidah Ayat 67...................................................................
94
1. Metode Pendidikan dalam Surat Al-Maidah Ayat 67..............................................................
94
2. Metode Pendidikan dalam Surat Al-Nahl Ayat 125............................................................
99
B. Relevansi Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 67 dan Al-Nahl Ayat 125 dalam Kehidupan Sehari-Hari...
105
1. Surat Al-Maidah Ayat 67.................................. 105 2. Surat Al-Nahl Ayat 125..................................... 107 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan...........................................................
109
B. Saran ....................................................................
113
C. Penutup ................................................................
114
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk termulia dari segenap makhluk yang ada di alam ini. Dalam Al-Quran banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaanya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal fikiran (al-Rasyidin, 2005:1). Sebagai makhluk pilihan yang mengemban banyak tugas maka Tuhan membedakannya dengan makhluk lain seperti hewan, jin, dan malaikat. Di samping itu manusia juga dibekali bentuk fisik yang sempurna, harmonis dan indah.
Artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Departemen Agama RI, 2007: 903)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa secara jelas manusia diberi kelebihan bentuk fisik yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Manusia dilengkapi dengan pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba, akal atau daya untuk berpikir, dan hati yang selalu merasakan.
Setiap manusia yang diciptakan setidaknya memiliki
kelengkapan tersebut terutama akal dan perasaan. Akal pusatnya di otak dan fungsinya untuk berfikir. Perasaan pusatnya di hati, fungsinya untuk merasa dan dalam tingkat yang paling tinggi ia melahirkan “kata hati”. Fungsi fikir dan rasa tidak dapat dipisahkan, karena misalnya orang yang merasa, sekaligus juga berfikir
(Djumransyah, 2007:29). Begitu juga dengan orang yang memikirkan sesuatu pasti juga terlahirah sebuah perasaan tertentu hasil dari akal yang bekerja dalam otak manusia. Sebagai makhluk yang Allah sertakan dengan akal dan perasaan maka manusia memungkinkan untuk mengembangkan dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan seterusnya menghasilkan kebudayaan. Untuk lebih jelasnya akal adalah alat untuk menuntut ilmu, dan ilmu merupakan solusi dari setiap kesulitan manusia dan untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan demikian Islam memerintahkan untuk menuntut ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya, agar memiliki pengetahuan yang dapat digunakan untuk tercapainya menjadi makhluk yang sempurna. Faktor terbesar yang membuat makhluk manusia itu mulia adalah karena ia berilmu. Ia dapat hidup senang dan tenteram karena memiliki dan menggunakan ilmunya. Ia dapat menguasai alam ini dengan ilmunya. Iman dan takwanya dapat meningkat dengan ilmu juga (Darajat, 2011:7). Ilmu juga yang membedakan antara manusia yang dimuliakan dan yang tidak dimuliakan.
Artinya “ .... Katakanlah (hai Muhammad): "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Departemen Agama RI, 2007:660)
Karena selain secara fisik dan psikologis manusia sebagai makhluk terbaik, ia juga secara fitrah memiliki nilai-nilai kemanusiaan (Munir, 2003:25). Tugas lain yang
tidak kalah penting adalah menjadi khalifah Allah di muka bumi. Manusia yang diberi wewenang secara langsung oleh Tuhan untuk mendiami, mengurus, dan mengolah dengan sebaik-baiknya sehingga dapat dipergunakan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia. Tanggung jawab besar dipikul oleh manusia sebagai khalifah dalam kaitanya dengan mengurus alam semesta sehingga dapat mengambil manfaat dari kerja kerasnya.
Artinya: “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Departemen Agama, 2007:202)
Manusia sebagai makhluk pedagogik yang memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga memiliki tugas mulia yakni menjadi penguasa, maka dibutuhkan ilmu pengetahuan yang cukup. Dalam hubungan ini, pendidikan memegang peran utama untuk mencapai kesempurnaan berfikir. Tidak ada jalan lain selain melalui proses pendidikan, agar akal pikiran dapat kembali kefitrahnya. Manusia dibekali fitrah, untuk membedakan yang baik dan buruk (Munir, 2003:25). Dengan kata lain, manusia yang dianggap sebagai khalifah Allah tidak akan menjunjung tinggi tanggung jawab kekhalifahannya, kecuali dilengkapi dengan potensi-potensi yang memungkinkannya mampu melaksanakan tugasnya. Al-Quran menegaskan, manusia
itu memiliki karakteristik-karakteristik unik. Atribut pertama yang penting adalah manusia dilengkapi dengan fithrah yang dimiliki sejak lahir (Abdullah, 1994:56). Malalui pendidikan manusia juga akan menjadi manusia yang dimanusiakan sebagai hamba Allah yang mampu mentaati ajaran-ajaran-Nya. Pendidikan adalah proses untuk menuju kedewasaan seseorang yakni adanya interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang mewariskan pola-pola tingkah laku yang didasarkan pada tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu setiap situasi pendidikan harus disesuaikan dengan tujuan-tujuan khusus yang akan dicapai, materi yang akan diberikan, dan metode yang akan dipergunakan sehingga proses belajar mengajar itu dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Sementara itu, pendidikan merupakan usaha membimbing dan membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual pribadi anak didik ke arah kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Maka pendidikan Islam adalah sebuah proses dalam membentuk manusia-manusia muslim yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan dan merealisasikan tugas dan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT., baik kepada Tuhannya, sesama manusia dan sesama makhluk lainnya (Arief, 2002:41). Sebagai salah satu komponen pokok dalam pendidikan, metode berperan sangat penting dalam upaya mencapai tujuan pendidikan, karena ia menjadi sarana untuk menyampaikan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan, agar dapat dipahami oleh peserta didik, dan menjadi pengertian yang fungsional bagi tingkah lakunya.
Pengertian pendidikan seperti sekarang ini di zaman Nabi belum lazim pakai atau diketahui, tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan perintah agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih
ketrampilan berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang. Seperti halnya masyarakat Arab Makah yang tadinya kafir, musyrik, dan bertabiat buruk, atas usaha dan kegigihan Nabi untuk mengimankan dan mengislamkan mereka kemudian mereka berubah menjadi penyembah Allah yang taat dan berakhlak mulia. Dengan demikian Nabi telah menjadi pendidik yang membina, mendidik, dan mengajar kepribadian masyarakat Jahiliyah secara tidak langsung untuk membentuk pribadi muslim sesuai Al-Quran dan keberhasilan beliau sangat diakui dunia pendidikan Islam. Apa yang beliau lakukan dalam membentuk kepribadian manusia yang mulia, kita rumuskan sekarang dengan pendidikan Islam. Cirinya adalah perubahan sikap dan perilaku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Untuk itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat, dan lingkungan yang menunjang.
Pendidikan merupakan persoalan yang kompleks, menyangkut semua komponen yang terkandung di dalamnya. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan AlQuran dan As-Sunnah selain mempunyai tujuan keilmuan, juga mempunyai tujuan menjadikan manusia sebagai khalifah yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik (Arief, 2002:29). Jadi untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam tidak semudah membalikkan telapak tangan, oleh karena itu perlu adanya kegigihan, kesungguhan, dan kesabaran dalam menjalankannya serta pandai-pandai dalam memilih metode yang cocok untuk proses pembelajaran sesuai materi maupun kondisi dan kebutuhan. Di sinilah pentingnya sebuah metode atau jalan untuk mencapai sesuatu tujuan yang dikehendaki sehingga Allah SWT. menegaskannya dalam Surat Al-Maidah ayat 35.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (Departemen Agama RI, 2007: 150)
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri. Sebuah adigum mengatakan bahwa “Al-Thariqat Ahammu min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dibanding materi), adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik, karena disampaikan disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri kurang dapat dicerna oleh peserta didik (Arief, 2002:39). Hubungan antara metode dan tujuan pendidikan merupakan hubungan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dapat berhasil dengan baik jika didukung oleh pemakaian dan pemilihan metode pendidikan yang tepat. Subjek pendidikan juga perlu memiliki kompetensi yang mahir dalam menerapkannya sehingga peserta didik dapat belajar dengan senang hati dan proses belajar mengajar menimbulkan kesan yang menggembirakan. Dengan demikian tujuan yang telah disepakati dapat tercapai.
Tujuan pendidikan Islam tidak hanya sesederhana yang ingin membentuk kepribadian manusia yang baik tetapi pendidikan Islam menitik beratkan semua aspek pendidikan agama yang berupa aqidah, syariah, dan akhlak. Kongres se-dunia ke II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad menyatakan bahwa: Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik pen.) secara menyeluruh dan seimbang dan yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu, pendidik hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia (Al-Rasyidin, 2005:38). Dari sangat kompleksnya tujuan yang akan dicapai maka dibutuhkan juga pendekatan dan metode yang sesuai dengan materi-materi ajaran Islam yaitu metode-metode pendidikan yang ada dalam Al-Quran. Metode pendidikan yang disajikan di dalam Al-Quran banyak sekali variannya. Oleh karena itu, pendidik dituntut untuk dapat memilih dan menggunakan metode yang mempertimbangkan aspek efektivitasnya dan relevansinya dengan materi yang disampaikan, akan tetapi realita di lapangan masih banyak sekali kendala yang dihadapi khususnya pendidik dalam proses penyampaian materi. Dalam penggunaan metode masih sering ditemui ketidak cocokan antara bahan ajar dengan cara menyampaikannya maupun penggunaan metode yang kurang variatif.
Al-Quran adalah pedoman untuk seluruh umat manusia, sehingga begitu kompleks sekali isi kandungannya, juga terdapat banyak sekali metode pendidikan yang terdapat di dalam Kalam Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, tersebut.
Menyadari pentingnya metode yang tepat dalam menyampaikan materi dalam proses belajar mengajar sehingga mempengaruhi keberhasilan peserta didik maka penulis terdorong menyusun skripsi yang berjudul METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL QURAN SURAT AL MAIDAH AYAT 67 DAN AL NAHL AYAT 125 (KAJIAN TAFSIR AL-MISHBAH). Judul ini dipilih karena ketertarikan penulis terhadap nuansa keilmuan dunia pendidikan Islam yang minim dengan kecakapan tenaga pengajar yang kurang profesional dalam melaksanakan tugas pengajarannya. Kecakapan guru yang dirasa kurang dalam kaitannya dengan proses pengajaran salah satunya adalah kemampuan dalam menggunakan metode pembelajaran, dengan demikian penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dalam mengembangkan
dan memberi alternatif sajian pengetahuan yang positif
dalam proses belajar mengajar melalui skripsi ini. Ada pun pemilihan tafsir AlMishbah sebagai pedoman utama kajian karena dianggap cakap dan kompetendan diakui dalam dunia penafsiran Al-Quran sehingga untuk menjelaskan tema yang diangkat penulisbisa secara jelas dapat dimengerti. Penjelasan yang berupa tafsir dari mufassir bisa mudah dipahami dan dapat menghasilkan kesimpulan keilmuan dengan bentuk skripsi.
B. Pembatasan Masalah Sehubungan dengan singkatnya waktu pelaksanaan penyusunan skripsi, peneliti membatasi pembahasan hanya pada ayat 67 surat Al Maidah dan ayat 125 dalam surat Al Nahl, karena di dalam ayat-ayat tersebut dirasa terdapat banyak metode pendidikan yang dikehendaki.
C. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat terumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana prinsip-prinsip pelaksanaan metodologi pendidikan Islam? 2. Bagaimana deskripsi metode pendidikan Islam yang terdapat dalam surat Al Maidah ayat 67 dan Al Nahl ayat 125?
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pelaksanaan metodologi pendidikan Islam. 2. Untuk mengetahui deskripsi metode pendidikan Islam yang terdapat dalam surat Al Maidah ayat 67 dan Al Nahl ayat 125. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberi wacana kepada pendidik tentang metode-metode pendidikan Islam yang dapat dikaji kembali sehingga termotivasi untuk menggunakan dalam proses belajar mengajar baik manfaat secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah menambah khasanah temuan penelitian baru mengenai metode pendidikan Islam dalam Kitab Suci.
2. Manfaat Praktis Manfaat secara praktis dari pelaksanaan penelitian ini untuk seorang pengajar adalah dapat mengetahui dan memahami secara benar penafsiran yang ada dalam ayat-ayat Al-Quran dalam kaitannya dengan cara pengajaran sehingga dalam proses pengajaran dapat berjalan dengan lancar karena pemilihan metode pengajaran yang sesuai atau cocok dengan materi yang disampaikan.
F. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian kepustakaan (Library Reseach) atau “kualitatif literal”. Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan mengumpulkan kepustakaan atau bahan-bahan bacaan untuk mencari dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan tentang metode pendidikan Islam, kemudian dianalisa untuk mendapatkan tujuan penelitian. 2. Metode Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber utama yakni Al-Quran dan buku-buku yang membahas tentang metode pendidikan Islam. Seperti buku yang berjudul prinsip-prinsip dan metoda pendidikan Islam, ilmu pendidikan Islam, serta tafsir Al-Mishbah, dan tafsir lainnya sebagai rujukan pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji. 3. Metode Analisa data Metode Analisa data yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode tafsir. Metode ini adalah metode dengan pendekatan penafsiran para ahli tafsir
(mufassirin) terhadap makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan metode pendidikan dan pendapat para ahli pendidikan. Berdasarkan pemaknaan yang terkandung dalam ayat-ayat berdasarkan penafsiran para ahli dan buku-buku yang relevan, maka disusunlah secara logis sehingga menjadi dua hal yang saling bersinergi dan saling melengkapi.
Adapun metode tafsir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Metode tafsir maudhu‟i Metode maudhu‟i ialah metode tafsir yang membahas ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbabun nuzul, kosa kata dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik dari argumen itu berasal dari Al-Quran, hadis, maupun pemikiran rasional (Baidan, 2000: 151). Adapun langkah-langkah penerapan metode ini sebagaimana dijelaskan Farmawi antara lain. Pertama, menghimpun ayat-ayat yang berkenaaan dengan judul. Kedua, menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) jika ada. Ketiga, meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai. Keempat, mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufassir. Kelima, semua dikaji secara tuntas sesuai fakta-fakta yang ditemukan (Baidan, 2000:153)
b. Metode Induktif Metode induktif yaitu melakukan analisis dari pengetahuan yang bersifat khusus guna menarik kesimpulan yang bersifat umum. Metode ini digunakan dngan cara menganalisa fakta-fakta dan persoalan yang khusus kemudian ditarik kesimpulan yang umum, yakni dengan cara menganalisa data tentang konsep metode pendidikan Islam dalam Surat Al-Maidah ayat 67 dan Al-Nahl ayat 125. c. Metode Komparatif Metode komparatif yaitu metode untuk membandingkan dua fenomena atau lebih sehingga menghasilkan satu kesimpulan. Cara kerjanya semisal dengan menyajikan perbandingan antara tafsir Al-Mishbah dengan tafsir lain kemudian bisa diambil kesimpulan terhadap kajian yang dikehendaki.
G. Sistematika Penulisan BAB I
Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
Kajian Pustaka, berisi tentang pengertian, fungsi, prinsip, karakteristik, dan pendekatan metode, serta beberapa pendapat ahli pendidikan tentang metode pendidikan Islam.
BAB III
Tafsir Surat Al Maidah ayat 67 dan Al Nahl ayat 125 dalam perspektif tafsir Al-Mishbah.
BAB IV
Analisis Metode pendidikan Islam dalam Surat Al Maidah ayat 67 dan Al Nahl ayat 125 Menurut Tafsir Al-Mishbah dan Relevansi dengan Kehidupan Masa Kini.
BAB V
Penutup berisi tentang kesimpulan, saran-saran, dan penutup.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Metode Pendidikan Islam Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berati suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan, dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah: “Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”, sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Arief, 2002:40). M. Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman peserta didik. Sementara Abdul Aziz mengartikan metode sebagai cara-cara memperoleh informasi, pengetahuan, pandangan, kebiasaan berpikir, serta cinta kepada ilmu, guru, dan sekolah (Roqib, 2009:92).
Sedangkan
pendidikan
Islam
atau
pendidikan
agama
Islam
(PAI)
sesungguhnya adalah pendidikan yag berorientasi pada penanaman nilai-nilai Islami baik yang bersumber dari ajaran Islam (Al-Quran-Sunnah), maupun bersumber dari nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam (Yasin, 2008:158). Di sisi lain pendidikan Islam adalah sebuah proses dalam membentuk manusia-manusia muslim yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan dan merealisasikan tugas dan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT., baik kepada Tuhannya, sesama manusia dan sesama makhluk lainya (Arief,
2002:41). Pendidikan Islam juga dapat dipahami sebagai pendidikan khusus yang berorientasi pada nilai-nilai agama yakni akidah, syari‟ah dan akhlak sebagai landasan pendidikan sehingga Al-Quran, As-Sunnah, Ijma‟ dan Qiyas sebagai rujukan awal pengambilan materi pendidikan dan juga sebagai sumber hukum Islam.
Pendidikan adalah keniscayaan dalam pembentukan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dengan demikian maka hukum Islam adalah pegangan yang wajib digunakan untuk mencapai tujuan manusia sebagai penguasa. Dapat dipahami bahwa tujuan kekhalifahan manusia adalah sama dengan tujuan hukum Islam yang akan dilaksanakan dalam kesehariannya. Adapun tujuan hukum Islam adalah, mencegah kerusakan (mufsadah) dan mendatangkan kemashlahatan bagi ummat manusia, mengurus dunia dengan bijak, serta menunjuki jalan yang ditempuh oleh akal manusia, baik untuk kesejahteraan dunia maupun kebahagiaan di akhirat (Naim, 2009:134).
Di samping pengertian di atas, secara terminologi para ahli pendidikan Islam telah mencoba menformulasikan pengertian pendidikan Islam. Di antara batasan yang variatif tersebut (Al-Rasyidin, Nizar, 2005:31) adalah: 1. Al-Syaibani; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. 2. Muhammad Fadhil al-Jamaly; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya mengembalikan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia dengan
proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi perserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatannya. 3. Ahmad D. Marimba : mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil). 4. Ahmad Tafsir; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan Islam adalah prosedur umum dalam menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pendidikan yang didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakekat Islam sebagai supra sistem (Roqib, 2009:91). Dengan bahasa yang sederhana, metode pendidikan Islam adalah cara yang dapat dilakukan dalam memudahkan tercapainya tujuan pendidikan Islam yakni menjadikan manusia yang berkepribadian sempurna (insan kamil) berdasarkan AlQuran dan Sunnah dengan adanya urutan kerja yang terencana, sistematis, dan merupakan hasil eksperimen ilmiyah.
B. Fungsi Metode Pendidikan Islam Berdasarkan definisi metode pendidikan Islam di atas, dapat dipahami bahwa fungsi metode adalah alat untuk memudahkan tercapainya tujuan yang sudah ditentukan dapat diterima peserta didik dengan mudah. Kerena pentingnya fungsi metode dalam pendidikan Islam, pengajar hendaknya mampu menguasai dan mahir
dalam kaitannya dengan metode pendidikan sehingga dapat memilih dan menggunakan dengan optimal agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Secara essensial metode sebagai alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan itu mempunyai fungsi ganda (Al-Rasyidin, 2005:67) yakni: 1. Polipragmatis, yaitu manakala metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda (multi purpose). Misalnya metode tertentu pada situasi tertentu dapat dipergunakan untuk merusak, pada situasi dan kondisi yang lain dapat digunakan untuk membangun atau untuk memperbaiki. Kegunaanya dapat bergantung kepada si pemakai atau pada corak dan bentuk serta kemampuan dari metode sebagai alat. Contoh konkrit dalam hal ini seperti Audio Visual Methods yang mempergunakan video casette recorder yang dapat merekam dan menayangkan semua jenis film, baik yang moralis maupun pornografis. 2. Monopragmatis, yaitu yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan saja. Misalnya metode eksperimen ilmu alam yang menggunakan laboratorium ilmu alam, hanya dapat dipergunakan untuk eksperimen-eksperimen bidang ilmu alam, dan tidak dipergunakan untuk eksperimen ilmu-ilmu lain seperti ilmu sosial dan lain-lain. Pada prinsipnya fungsi metode pendidikan Islam adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan dalam belajar mengajar berdasarkan pada bakat dan minat peserta didik, serta mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik. Selain itu, fungsi metode pendidikan adalah memberi inspirasi peserta didik melalui hubungan yang serasi antara pendidik dan peserta didik yang seiring dengan tujuan pendidikan Islam.
Di samping itu, fungsi metode pendidikan mempunyai prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana yang menyenangkan, menggembirakan, dan penuh motivasi sehingga materi dapat dengan mudah diterima. Dalam menyampaikan materi pendidikan perlu ditetapkan metode yang berdasar pada pandangan dalam menghadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaanya, yaitu jasmani, rohani dan dilengkapi akal perasaan yang mengarahkannya agar menjadi manusia yang sempurna. C. Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam Prinsip pada dasarnya sama dengan asas, yakni kebenaran yang menjadi dasar pemikiran, berperilaku dan sebagainya. Dalam kaitannya dalam metode pendidikan Islam prinsip atau asas yang dimaksud adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam melaksanakan metode pendidikan Islam, sehingga perlu dipahami terlebih dahulu prinsip-prinsip metodologi pendidikan Islam sebagai dasar pijakan dalam nuansa keilmuan. Secara esensial metode pendidikan Islam merupakan alat yang bisa dicapai untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, dan ini dianggap oleh para ilmuan pendidikan sebagai bagian penting dalam sistem pendidikan Islam. Dalam syair dikatakan bahwa “Al-Thariqatu Ahammu min al Maddah” maksutnya bahwa metodologi itu dianggap lebih penting dari pada penguasaan materi. Rasionalisasi dari pernyataan di atas adalah apabila seorang pendidik menguasai banyak materi, namun tidak memahami bagaimana materi tersebut bisa dididikan ke peserta didik (tidak menguasai metodologi), maka proses transformasi dan pewarisan nilai-nilai pendidikan Islam sulit dicapai. Namun sebaliknya, apabila seorang pendidik hanya menguasai
sejumlah
atau
sedikit
materi,
tetapi
penguasaan
berbaga
cara/strategi/teknik pembelajaran, maka dimungkinkan peserta didik akan kreatif dalam mencari dan mengembangkan materi sendiri dan tidak harus menerima materi dari pendidiknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan para filosof pendidikan dari Barat bahwa “pendidikan itu pada hakikatnya adalah proses pemberian kail untuk digunakan mencari ikan, dan bukan proses memberi ikan untuk dimakan oleh anak didik” (Yasin, 2008:133). Dalam adagium ushuliyah dikatakan bahwa “Al-Amru Bi Sya‟i Amru Biwasailihi, Walil Wasaili Hukmul Maqosidi.” Artinya perintah terhadap sesuatu termasuk di dalamnya adalah pendidikan maka perintah pula mencari mediumnya (metode), dan bagi medium hukumnya sama halnya dengan apa yang dituju (Muhaimin, Mujib, 1993: 229). Oleh karena itu penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efesien. Prinsip-prinsip pelaksanaan metodologi pendidikan Islam menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Saibaby adalah (Arief, 2002:93) sebagai berikut: 1. Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya; 2. Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksaan pendidikan. 3. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan, serta perubahan anak didik. 4. Mengetahui perbedaan-perbedaan individu di dalam anak didik. 5. Memperhatikan kepahaman, dan mengetahui hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutanya, keaslian, pembaruan dan kebebasan berfikir. 6. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik. 7. Menegakan “uswah hasanah”.
Muhtar Yahya (Muhaimin, Mujib, 1993: 241-242) menyebutkan ada empat asas umum metode pendidikan Islam, yaitu: 1. At-Tawassu‟ Fil Maqashid la fi Alat (prinsip pencarian ilmu yang dimaksud bukan ilmu alat) Prinsip yang menganjurkan untuk menuntut ilmu sebagai tujuan bukan sebagai alat. Prinsip ini sebagai antisipasi dari berkembangnya asumsi bahwa ilmu terbagi kepada dua: pertama, ilmu yang digunakan untuk dzatnya sendiri, seperti ilmu agama dll., dan kedua, ilmu yang berfungsi sebagai alat untuk membantu ilmu-ilmu yang lain, seperti ilmu Nahwu, Saraf, Balaghah dll. 2. Mura‟tul Isti‟dad Wa Thab‟i (prinsip memperhatikan minat dan tabiat) Sebuah
prinsip
yang
sangat
memperhatikan
pembawaan
dan
kecenderungan anak didik. Dengan memperhatikan prinsip ini, maka metode yang digunakan pun adalah metode yang dapat disesuaikan dengan pembawaan dan kecenderungan tersebut. 3. At-Tadarruj Fi Talqien (prinsip pemberian pengajaran bertahap) Al-Ghazali menyebutkan “Berilah pelajaran kepada anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan mereka”. Atas dasar pemikiran bahwa anak didik memiliki tingkatan-tingkatan kematangan dalam berfikir, maka setiap pendidik seyogyanya mempertimbangkan metode mana yang tepat diaplikasikan sesuai dengan tingkat berfikir anak didik. Ibn Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Muhtar Yahya mengatakan, bahwa ada tiga tahap dalam mengaplikasikan metode pendidikan Islam (Arief, 2002:94-95), yaitu:
a) Tahap awal (Al-Marhalah Al-Ula), pendidik memberikan masalah-masalah yang menjadi topik pokok suatu bab, lalu menerangkan secara global dengan memperhatikan kesanggupan otak anak didik untuk memahaminya. b) Tahap kedua (Al-Marhalah al-Tsani), pengulangan mempelajari tiap-tiap bab dari suatu mata pelajaran dengan keterangan dan penjelasan yang lebih luas sebagai tangga untuk mempelajari secara mendalam. c) Tahap ketiga (Al-marhalah al-Tsalits), dipelajari setiap mata pelajaran dengan mendalam, sehingga anak didik dapat menguasai masalah-masalah dengan sempurna. 4. Min al-Mahsus Ila al Maq‟ul (prinsip pengajaran dari yang khusus menuju yang filosofis) Tidak dapat dibantah bahwa setiap manusia merasa lebih mudah memahami segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indranya. Sementara hal-hal yang bersifat hissi atau rasional apalagi hal-hal yang bersifat irrasional, kemampuan akal sulit untuk menangkapnya. Oleh karena itu prinsip berangsurangsur merupakan prinsip yang sangat perlu diperhatikan untuk memilih dan mengaplikasikan sebuah metode dalam proses belajar mengajar. Inti prinsip-prinsip pemakaian metode pendidikan agama Islam (Arief, 2002:95) dapat dibagi kepada: 1. Pengenalan yang utuh terhadap peserta didik; umur, kepribadian dan tingkat kemampuan mereka, 2. Berstandar kepada tujuan, oleh karena metode diaplikasikan untuk mencapai tujuan. 3. Menegakan “uswah hasanah” (contoh tauladan yang baik) terhadap peserta didik.
Secara sederhana Muhammad Abdul Qodir Ahmad (Muhaimin, Mujib, 1993: 241) merumuskan tiga asas pokok metode pendidikan Islam, yaitu: 1. Adanya relevansi dengan kecenderungan dan watak anak didik, baik dari aspek intelegensinya, serta aspek sosial, ekonoomi dan status keberadaan orang tuanya. 2. Memelihara prinsip-prinsip umum, seperti: a) Berangsur-angsur dalam pengajaran dari yang mudah menuju yang sulit. b) Berangsur-angsur dalam pengajaran dari yang jelas dan terperinci menuju pada yang pengajaran ganda yang terstruktur. c) Berangsur-angsur dalam pengajaran dari yang konkret menuju yang abstrak. d) Berangsur-angsur dalam pengajaran dari yang indrawi (kebenaran ilmiah) menuju pada yang ma‟quli (kebenaran filosofis). 3. Memperhatikan
perbedaan-perbedaan
antar
individu,
baik
dilihat
dari
kemampuan, kepribadian, etika, intelegensi, watak, dan produktivitasnya. Sesungguhnya metode pendidikan Islam memiliki asas-asas di mana ia tegak berdiri dan memperoleh unsur, tujuan dan prinsip-prinsip. Asas-asas tersebut pada prinsipnya tidak banyak berbeda dengan asas-asas tujuan dan kurikulum pendidikan Islam. Konsep ini menggambarkan bahwa seluruh komponen yang terkait dalam proses pendidikan Islam adalah merupakan satu kesatuan yang membentuk suatu sistem. Adapun prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis yang memperlancar proses kependidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah sebagai berikut (Rosyadi, 2004:215): 1. Prinsip memberikan suasana kegembiraan. 2. Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah-lembut.
3. Prinsip kebermaknaan bagi peserta didik. 4. Prinsip pra-syarat. 5. Prinsip komunikasi terbuka. 6. Prinsip pemberian pengetahuan yang baru. 7. Prinsip memberikan perilaku yang baik. 8. Prinsip praktek secara aktif. 9. Prinsip kasih sayang dan pembinaan kepada anak didik dan lain sebagainnya. Secara umum, asas-asas metode pendidikan Islam itu menurut al-Syaibany, (AlRasyidin, 2005:68) adalah: 1. Asas Agama, yaitu prinsip-prinsip, asas-asas dan fakta-fakta umum yang diambil dari sumber asasi ajaran Islam, yakni Al Quran dan Sunnah Rasul 2. Asas Biologis, yaitu dasar yang mempertimbangkan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia peserta didik. 3. Asas Psikologis, yaitu prinsip yang lahir di atas pertimbangan kekuatan psikologis, seperti motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesedihan, bakat dan kecakapan akal atau kapasitas intelektual. 4. Asas Sosial, yaitu asas yang bersumber dari sosial manusia seperti tradisi, kebutuhan-kebutuhan, harapan dan tuntutan kehidupan yang senantiasa maju dan berkembang. Sementara dari sudut pelaksanaanya, asas-asas metode pendidikan Islam dapat diformulasikan kepada (Muhaimin, Mujib, 1993:234-240): 1. Asas Motivasi, yaitu usaha pendidik untuk membangkitkan perhatian peserta didik ke arah bahan pelajaran yang sedang disajikan.
2. Asas Aktivitas, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk ambil bagian secara aktif dan kreatif dalam seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. 3. Asas Apersepsi, yaitu mengupayakan respon-respon tertentu dari peserta didik sehingga mereka memperoleh perubahan tingkah laku, perbendaharaan konsep, dan kekayaan akan informasi. 4. Asas Peragaan, yaitu memberikan variasi dalam cara-cara mengajar dengan mewujudkan bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam bentuk aslinya maupun tiruan. 5. Asas Ulangan, yaitu usaha untuk mengetahui taraf kemajuan atau keberhasilan belajar peserta didik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap. 6. Asas Korelasi, yaitu menghubungkan suatu bahan pelajaran dengan bahan pelajaran lainnya, sehingga membentuk mata rantai yang erat. 7. Asas konsentrasi, yaitu memfokuskan pada suatu pokok masalah tertentu dari keseluruhan bahan pelajaran untuk melaksanakan tujuan pendidikan serta memperhatikan peserta didik dalam segala aspeknya. 8. Asas Individualisasi, yaitu memperhatikan perbedaan-perbedaan individual peserta didik. 9. Asas Sosialisasi, yaitu menciptakan situasi sosial yang membangkitkan semangat kerja sama antara peserta didik dengan pendidik atau sesama peserta didik dan masyarakat, dalam menerima pelajaran agar lebih berdaya guna. 10. Asas Evaluasi, yaitu memperhatikan hasil dari penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai umpan balik pendidik dalam memperbaiki cara mengajar.
11. Asas Kebebasan, yaitu memberikan keleluasaan keinginan dan tindakan bagi peserta didik dengan dibatasi atas kebebasan yang mengacu pada hal-hal yang positif. 12. Asas Lingkungan, yaitu menentukan metode dengan berpijak pada pengaruh lingkungan akibat interaksi dengan lingkungan akibat interaksi lingkungan. 13. Asas Globalisasi, yaitu memperhatikan reaksi peserta didik terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, sosial dan sebagainya. 14. Asas Pusat-Pusat Minat, yaitu memperhatikan kecenderungan jiwa tetap ke jurusan suatu yang berharga bagi seseorang. 15. Asas Ketauladanan, yaitu memberikan contoh terbaik untuk ditiru dan ditauladani peserta didik. 16. Asas Pembiasaan, yaitu membiasakan hal-hal positif dalam diri peserta didik sebagai upaya praktis dalam pembinaan mereka. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara metode (termasuk juga strategi dan teknik) dalam pendidikan Islam dengan metode dalam pendidikan lain. Jika diperhatikan, perbedaannya hanya terletak pada nilai spiritual dan mental yang menyertainya pada saat metode tersebut dilaksanakan atau dipraktikan. Prinsip metode pendidikan Islam yang mengandung unsur-unsur pembeda tersebut (Roqib, 2009:95) antara lain: 1. Niat dan orientasi dalam pendidikan Islam, yakni untuk mendekatkan hubungan antara manusia dengan Allah dan sesama makhluk. Pendekatan kepada Allah dilakukan dengan banyak mengingat-Nya yang disertai dengan tauhid, mengesakan Allah SWT. Tauhid ini yang menjadi ruh bagi setiap muslim. Prinsip ketauhidan inilah yang membedakan metode dalam pendidikan Islam dengan
metode yang lain. Penerapan metode apa pun diperbolehkan asalkan mampu memperkuat keimanan dam pengabdian kepada Allah SWT. Keimanan dan ketakwaan yang meningkat secara vertikal tersebut akan berdampak secara horizontal sehingga peserta didik menjadi lebih harmonis dengan sesama manusia dan sesama makhluk hidup lain di dunia ini. 2. Keterpaduan (integrative, tauhid), dalam arti bahwa dalam pendidikan Islam ada kesatuan antara Iman-Ilmu-Amal, Iman-Islam-Ihsan, dzikir-fikr (hati dan pikir), zhahir-batin (jiwa-raga), dunia akhirat, serta yang dulu-sekarang-akan datang. Semuanya harus seimbang, selaras,dan menyatu. Kesatuan dan kesalingterkaitan ini merupakan artikulasi dari ketauhidan yang menjadi karakteristik pendidikan Islam. 3. Bertumpu pada kebenaran; dalam arti bahwa materi yang disampaikan itu harus benar, disampaikan dengan cara yang benar, dan dengan dasar niat yang benar. Mencari kebenaran dan jalan lurus ini harus terus dilakukan selama manusia masih menghembuskan nafas. 4. Kejujuran dan amanah (sidq – amanah). Berbagai metode yang dipakai dalam pendidikan Islam harus memegang teguh prinsip kejujuran (akademik). Kebohongan dan dusta (kidzb) dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. Jika realitas (politik) bertentangan dengan hasil penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya, seorang pendidik (peneliti) harus tetap menyampaikan kebenaran tersebut: katakan kebenaran meski terasa pahit (qul al-haqqa walau kana murran). 5. Keteladanan. Dalam pendidikan Islam ada kesatuan antara Iman-Ilmu-Amal. Pendidik dituntut menjadi contoh teladan bagi peserta didiknya. Tidak diperkenankan ada kata “saya hanya mengajar”. Pengajar shalat, misalnya, ia
harus juga bisa menjadi contoh bagaimana ia menjalankan shalat dengan baik dan benar. Meskipun demikian, ada dispensasi (rukhshah) jika pendidik berhalangan secara syar‟i semisal ia mengajar tentang haji sementara ia belum memiliki biaya untuk naik haji sehingga belum mampu berhaji. 6. Berdasar pada nilai. Metode pendidikan Islam tetap berdasarkan pada nilai etikamoral (al-akhlaq al-karimah). Pengajar yang mengajar praktikum kimia atau geologi misalnya, dia tetap harus menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan, tidak berdua-duaan (di ruang tertutup) yang bisa mengakibatnya munculnya fitnah. Hal ini karena metode pendidikan Islam sarat nilai, tidak bebas nilai. 7. Sesuai dengan usia dan kemampuan akal anak (biqadri uqulihim). Pendidikan hendaknya diberikan kepada peserta didik setelah mereka berusia minimal tujuh tahun,
sehingga
mereka
mampu
merangsang
pemikiran
serta
memperteguhkeimanan dan daya kreatifnya. 8. Sesuai dengan kebutuhan peseta didik (child center), bukan sekadar untuk memenuhi keinginan pendidikan, apalagi untuk proyek semata. 9. Mengambil pelajaran pada setiap kasus atau kejadian (ibrah) yang menyenangkan ataupun yang menyedihkan. Mengambil pelajaran ini dimulai dengan berpikir positif dan menerima perjalanan hidup dengan tidak berlebihan dalam menyikapinya. 10. Proporsional dalam memberikan janji (wa‟d, targhib) yang menggembirakan dan ancaman (wa‟id, tarhib) untuk mendidik kedisiplinan. Proporsional karena harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik. Metode
pendidikan
Islam
harus
dipahami,
diolah,
digunakan,
dan
dikembangkan dengan mengacu pada asas-asas sebagaimana dikemukakan di atas.
Melalui aplikasi nilai-nilai Islam dalam proses penyampaian seluruh materi pendidikan Islam, diharapkan proses tersebut dapat diterima, difahami, dihayati dan diyakini sehingga pada gilirannya memotivasi peserta didik untuk mengamalkannya dalam bentuk nyata. Di samping itu, dalam asas metode pendidikan Islam juga diperlukan prinsip variasi dan inovasi, karena kedua prinsip ini membawa situasi dan kondisi baru yang dapat menumbuhkan gairah semangat belajar anak didik. Cara yang ditempuh pada prinsip bervariasi adalah pergantian pendidik, variasi pergantian pendidik untuk tiap jam pelajaran, variasi pemberian aspek-aspek materi yang yang meliputi perilaku, hubungan sosial dan kesulitan belajar. Selain itu, juga diperlukan variasi kegiatan anak didik, misalnya mendengar, menulis, mengamati, membahas, menggambar, bermain, mencari, menyelesaikan, bertanya, berdiskusi, membuat proyek/eksperimen, dan sebagainya. Tidak kalah penting adalah prinsip inovasi dalam proses belajar dan mengajar yang berkaitan dengan ketangkasan pendidik memunculkan atau melahirkan kondisi yang baru maupun dalam kaitannya dalam penyampaian materi pendidikan.
D. Karakteristik Metode Pendidikan Islam Beberapa karakteristik metode pendidikan Islam adalah: 1. Keseluruhan
proses
pembentukannya,
penerapan
penggunaannya
metode sampai
pendidikan pada
Islam,
mulai
pengembangannya
dari tetap
didasarkan pada nilai-nilai asasi Islam sebagai ajaran yang universal. 2. Proses pembentukannya, penerapannya dan pengembangannya tetap tidak dapat dipisahkan dengan konsep al-akhlak al-karimah sebagai sebagai tujuan tertinggi dari pendidikan Islam.
3. Metode pendidikan Islam bersifat luwes dan fleksibel dalam artian senantiasa membuka diri dan dapat menerima perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupi proses pendidikan Islam tersebut, baik dari peserta didik, pendidik, materi pelajaran dan lain-lain. 4. Metode pendidikan Islam berusaha sungguh-sungguh untuk menyeimbangkan antara teori dan praktek. 5. Metode pendidikan Islam dalam penerapannya menekankan kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan mengambil prakarsa dalam batas kesopanan dan alakhlak al-karimah. 6. Dari segi pendidik, metode pendidikan Islam lebih menekankan nilai-nilai keteladanan dan kebebasan pendidik dalam menggunakan dan mengkombinasikan berbagai metode yang ada dalam mencapai tujuan pengajarannya. 7. Metode pendidikan Islam dalam penerapannya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi terciptannya interaksi edukatif dan kondusif. 8. Metode pendidikan Islam merupakan usaha untuk memudahkan proses pengajaran dalam mencapai tujuannya secara efektif dan efesien. Seluruh karakteristik tesebut di atas wajib difahami oleh pendidik muslim. Dalam kaitan ini, yang paling penting adalah pendidik mampu menggunakan metode dalam proses kependidikan Islam sehingga mampu membimbing, mengarahkan dan membina peserta didik menjadi manusia yang dewasa dalam sikap dan kepribadiannya, sehingga tergambar dalam dirinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam atau al-akhlak al-karimah. E. Pendekatan-Pendekatan Metode Pendidikan Islam
Secara umum pendekatan pendidikan terbagi menjadi dua bagian, yakni pendekatan yang menjadikan pendidik lebih dominan dalam proses belajar mengajar dan peserta didik menjadi dominan dalam proses belajar mengajar. Dari dua pendekatan ini masing-masing memiliki peran dan kegunaan yang berbeda sehingga perlu difahami lebih lanjut. Metodologi pendidikan Islam yang dinyatakan dalam Al-Quran menggunakan sistem multi approach yang meliputi antara lain (Arief, 2002:41): 1. Pendekatan religius, bahwa manusia diciptakan memiliki potensi dasar (fitrah) atau bakat agama. 2. Pendekatan filosofis, bahwa manusia adalah makhluk rasional atau berakal pikiran untuk mengembangkan diri dan kehidupannya. 3. Pendekatan rasio-kultural, bahwa manusia adalah makhluk bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga latarbelakangnya mempengaruhi proses pendidikan. 4. Pendekatan scientific, bahwa manusia memiliki kemampuan kognitif, dan afektif yang harus ditumbuhkembangkan. Berdasarkan multi approach tersebut, penggunaan metode harus dipandang secara komperhensif terhadap anak. Karena anak didik tidak saja dipandang dari segi perkembangan, tetapi juga harus dilihat dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Pendekatan metode pendidikan Islam dikategorikan menjadi enam macam, (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993:224) yakni: 1. Pendekatan tilawah Pendekatan tilawah ini meliputi membacakan ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai ayat Allah, mempunyai keyakinan bahwa
semua ciptaan Allah mempunyai keteraturan yang bersumber dari Robbul „Alamin, serta memandang bahwa segala yang ada tidak diciptakan-Nya secara sia-sia belaka. Bentuk tilawah mempunyai indikasi tafakkur dan dzikir, sedangkan aplikasinya adalah pembentukan kelompok ilmiah bimbingan ahli, kompetisi ilmiah dengan landasan akhlak Islam, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya, misalnya penelitian, pengkajian, seminar, dan sebagainya. 2. Pendekatan tazkiyah Pendekatan ini meliputi: menyucikan diri mereka dengan upaya amar ma‟ruf dan nahi munkar (tindakan proaktif dan tindakan reaktif). Bentuk ini bertujuan untuk memelihara kebersihan diri dari lingkungan, memelihara dan mengembangkan akhlak yang baik, menolak dan menjauhi akhlak yang tercela, berperan serta dalam memelihara kesucian lingkungannya. Indikator pendekatan ini adalah penyucian diri secara fisik dan rohani, serta penyucian lingkungan fisik dan sosial. Aplikasi pendekatan ini adalah adanya gerakan kebersihan, kelompok-kelompok usrah, riyadhoh keagamaan, ceramah, tabligh, pemeliharaan syiar Islam, kepemimpinan terbuka, teladan pendidikan, serta pengembangan kontrol sosial (social control). 3. Pendekatan ta‟lim Alkitab Mengajarkan Alkitab yang menjelaskan halal dan haram. Bentuk pendekatan ini bertujuan untuk membaca, memahami, dan merenungkan Al-Quran dan As-Sunah sebagai keterangannya. Pendekatan ini bukan hanya memiliki fakta tetapi juga makna dibalik fakta sehingga dapat menafsirkan informasi secara kreatif dan produktif. Indikatornya adalah Alkitab dengan aplikasi pelajaran membaca AlQuran, diskusi tentang Al-Quran di bawah pimpinan para ahli, memonitoring
pengkajian atas Islam, kelompok diskusi, kegiatan membaca literatur Islam, dan lomba kreativitas. 4. Pendekatan ta‟lim Al-Hikmah Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan ta‟lim Alkitab, hanya saja bobot dan proporsi, serta frekwensinya diperluas dan diperbesar. Indikator utama pendekatan ini adalah mengadakan perenungan (reflective thinking), reinovasi, dan reinterprestasi terhadap pendekatan ta‟lim Alkitab. Aplikasi pendekatan ta‟lim AlHikmah ini dapat berupa studi banding antarlembaga pendidikan, antarlembaga pengkajian, antarlembaga penelitian, dan sebagainya, sehingga terbentuk suatu konsensus umum yang dapat dipedomani oleh masyarakat Islam secara universal dan sebagai pembenahan atas kekurang relevannya pendekatan ta‟lim Alkitab. 5. Yu‟allimukum malam takunu ta‟lamun Suatu pendekatan yang mengajarkan suatu hal yang memang benar-benar asing dan diketahui, sehingga pendekatan ini membawa peserta didik pada suatu alam pemikiran yang benar-benar luar biasa. Pendekatan ini mungkin hanya dapat dinikmati oleh Nabi dan Rosul saja, seperti adanya mu‟jizat, isra‟ dan mi‟raj dan sebagainya, sedangkan manusia biasa hanya dapat menikmati sebagian kecil saja. Indikator pendekatan ini adalah penemuan teknologi canggih yang dapat membawa manusia pada penjelajahan ruang angkasa, sedangkan aplikasinya adalah mengembangkan produk teknologi yang dapat mempermudah dan membantu kehidupan manusia sehari-hari, dan sebagainya. 6. Pendekatan ishlah Pelepasan beban dan belenggu-belenggu yang bertujuan memiliki kepekaan terhadap penderitaan orang lain, sanggup menganalisis kepincangan-kepincangan yang lemah, memiliki komitmen memihak bagi kaum yang tertindas dan berupaya
menjembatani perbedaan paham. Di samping itu, pelepasan beban dan belenggu ini bertujuan memelihara ukhuah Islamiyah dengan aplikasinya kunjungan ke kelompok dhu‟afa, kampanye amal saleh, kebiasaan sedekah, dan proyek-proyek sosial serta mengebangkan Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh (Bazis). Pendekatan ini memilih untuk memertemukan dengan maksud memperbaiki pola kehidupan Islami dari berbagai persoalan yang berbeda, terjadi konflik yang berlandaskan kepentingan tertentu. Mahmud Yunus dalam buku A. Fatah Yasin yang berjudul Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (2008:141), berpendapat bahwa cara mendidikkan agama Islam kepada peserta didik perlu menggunakan berbagai pendekatan, yakni: 1. Apabila dimensi yang dibangun itu aspek afektif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi, dan pendekatan kisah keteladanan. 2. Untuk membangun dimensi kognitif manusia (peserta didik) terhadap masalah yang diimani, dapat menggunakan pendekatan rasional. 3. Untuk membangun aspek psikomotorik dalam menggunakan pendekatan praktik dan pengalaman lapangan.
F. Macam-Macam Metode Pendidikan Islam Secara garis besar metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian, (Usman, 2002:33) yakni: 1. Metode mengajar konvensional, dan 2. Metode mengajar inkonvensional. Metode mengajar konvensional yaitu metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional. Sedangkan metode mengajar
inkonvensional yaitu suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti metode mengajar dengan modul, pengajaran berprogram, pengajaran unit, machine program, masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan ditetapkan di beberapa sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guru-guru yang ahli menanganinya. Beberapa metode mengajar konvensional, antara lain: a) Metode ceramah b) Metode diskusi c) Metode tanya jawab d) Metode demonstrasi dan eksperimen e) Metode resitasi f) Metode kerja kelompok g) Metode sosio-drama dan bermain peranan h) Metode karya wisata i) Metode drill j) Metode sistim regu
Pendapat para pakar pendidikan antara lain: 1. Al-Ghazali Berbicara mengenai metode yang digunakan dalam mendidik, Al-Ghazali mengemukakan beberapa metode alternatif (Arief, 2002:44) antara lain: a) Mujadalah dan Riyadlah Nafsiyah (kekuatan dan latihan jiwa). Yaitu mendidik anak dengan cara mengulang-ulangi pengalaman. Hal ini akan meninggalkan
kesan yang baik dalam jiwa anak didik dan benar-benar akan mengakui sehingga terbentuk akhlak dan watak dalam dirinya. b) Mendidik anak hendaknya menggunakan beberapa metode. Penggunaaan metode yang bervariasi
akan membangkitkan motivasi belajar dan
menghilangkan kebosanan. c) Pendidik hendaknya memberikan dorongan berupa pujian, penghargaan dan hadiah kepada anak yang berprestasi. Sedangkan memberikan hukuman hendaknya bersifat mendidik dengan maksud memperbaiki perbuatan yang salah agar tidak menjadi kebiasaan. Pemberian hukuman jasmani disyaratkan bila anak telah sampai usia 100 tahun, dan kalaupun harus melakukan hukuman jasmani hendaknya pukulan tidak melebihi 3 kali, hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bertaubat kepada siterdidik. 2. Ibnu Khaldun Pendapat Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan (Arief, 2002:45) adalah sebagai berikut: a) Metode ilmiah yang modern, yaitu menumbuhkan kemampuan memahami ilmu dengan kelancaran berbicara dalam diskusi untuk menghindari verbalisme dalam pelajaran. b) Metode gradasi (pentahapan) dan pengulangan. Pengetahuan bersifat global bertahap dan terperinci, agar penjelasan sesuai dengan tingkat berfikirnya. c) Menggunakan media (alat peraga) untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran. d) Melakukan karya wisata agar siswa mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. e) Menghindari sistem pengajaran materi dalam bentuk ikhtisar (ringkasan).
f) Memberikan sanksi yang proporsional untuk menumbuhkan motivasi (semangat) belajar siswasanksi yang positif dapat dilakukan dengan pemberian pujian atau hadiah terhadap segala bentuk karya atau tingkah laku positif anak didik. Sementara sanksi negatif berupa hukuman hanya dilakukan bila anak didik berperilaku negatif, namun hendaknya dengan pendekatan yang lebih bijaksana. 3. H.M Arifin. Beberapa metode pendidikan yang dilontarkan H.M. Arifin, bisa dikaitkan dengan mewakili metode modern ahli pendidikan dewasa ini (Arief, 2002:46), yaitu: a) Metode situasional dan kondisional dalam pembelajaran. b) Metode tarhib dan targhib, untuk mendorong minat belajar anak didik agar terlepas dari paksaan atau tekanan. c) Metode kebermaknaan, yaitu menjadikan anak bergairah belajar dengan menyadarkan bahwa pengetahuan itu bermakna dalam hidupnya. d) Metode dialog, melahirkan sikap saling terbuka antara guru dan murid. e) Metode pemberian contoh keteladanan yang baik, yang akan mempengaruhi tingkah laku dan sikap mental anak didik. f) Metode diskusi, memantapkan pengertian dan sikap mental anak terhadap suatu masalah g) Metode induktif dan deduktif. h) Metode demonstrasi. i) Metode eksperimen j) Metode hadiah dan hukuman.
4. Berkaitan dengan metode pendidikan Islam, Fatah Yasin menyebutkan beberapa metode pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh yang antara lain: a) Metode ilmiah-rasional b) Metode munazharah (berdebat) c) Metode berdiskusi (mujadalah) 5. An-Nahlawi menyebutkan 7 metode pendidikan Islam dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam (1989). a) Metoda hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi. b) Mendidik dengan kisah-kisah Qurani dan Nabawi. c) Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi. d) Mendidik dengan memberi teladan. e) Mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman. f) Mendidik dengan mengambil „ibarah (pelajaran) dan mau‟idhah (peringatan). g) Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut). 6. Zakiyah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam mengatakan ada beberapa metode pengajaran yang dikenal secara umum, antara lain adalah: a) Metode ceramah, memberikan pengertian dan uraian sesuatu masalah. b) Metode diskusi, memecahkan masalah dengan berbagai tanggapan. c) Metode eksperimen, mengetahui proses terjadinya suatu masalah. d) Metode demonstrasi, menggunakan alat peraga memperjelas sebuah masalah. e) Metode pemberian tugas, dengan cara memberi tugas tertentu secara bebas dan bertanggung jawab. f) Metode sosiodrama, menunjukkan tingkah laku kehidupan. g) Metode drill, mengukur daya serap terhadap pelajaran.
h) Metode kerja kelompok. i) Metode tanya jawab. j) Metode proyek, memecahkan masalah dengan langkah-langkah secara ilmiah, logis dan sistematis (Arief, 2002:41). 7. Al-Syaibani Pendapat lain yang lebih diarahkan kepada pengguna metode pendidikan Islam secara formal adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Syaibani (al-Rasyidin, 2005:74) yaitu: a) Metode Induksi (Pengambilan Kesimpulan). b) Metode Perbandingan (Qiyasah). c) Metode Kuliah. d) Metode Dialog Dan Perbincangan. e) Metode Halaqah. f) Metode Riwayat. g) Metode Mendengar. h) Metode Membaca. i) Metode Imla‟. j) Metode Hafalan. k) Metode Pemahaman. l) Metode Lawatan Untuk Menuntun (Pariwisata). 8. Muhaimin dan Abdul Mujib menyebutkan macam-macam metode pendidikan Islam dalam buku yang berjudul Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (Yasin, 2008:152) antara lain: a) Metode diakronis (menelaah secara sosio-drama), yakni suatu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menekankan pada aspek
pemahanan terhadap suatu kepercayaan, sejarah, dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan historis yang sesuai dengan konteks waktu, tempat, budaya, tradisi, yang muncul. Dalam metode ini peserta didik berusaha memahami dan mentransformasikan ajaran Islam sesuai dengan sumber dasarnya yaitu AlQuran dan hadis, kemudian dipahami sesuai dengan konteks masyarakat dan tradisi pemikirannya. b) Metode singkronik-analitik (analisis teoritis), yakni metode pendidikan Islam dengan menekankan pada aspek analisis teoritis untuk mengembangkan keimanan dan mental-intelektual peserta didik. c) Metode problem solving (hullul musykilat), yakni metode yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk memecahkan berbagai masalah dengan mencari solusinya. d) Metode Empiris (tajribiyah), yakni metode yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk mempelajari ajaran Islam melalui proses realisasi, aktualisasi, dan internalisasi norma-norma dan kaidah Islam dan mengaplikasikannya dalam interaksi sosial. e) Metode induktif (al-Istiqraiyah), yakni metode yang digunakan oleh pendidik untuk mengajak peserta didik dalam memahami materi dengan menunjukkan suatu peristiwa atau kejadian khusus untuk digeneralisasi kepada kesimpulan umum. f) Metode deduktif (al-Istimbathiyah), yakni metode digunakan oleh pendidik untuk mengajak peserta didik dalam memahami materi tentang suatu peristiwa atau kejadian yang bersifat umum untuk disimplifikasi kepada kesimpulan yang bersifat khusus.
Sebelum menggunakan metode pendidikan seperti tersebut di atas, seorang pendidik terlebih dahulu menyadari tentang kepribadianya sebagai muslim, sehingga langkah-langkah pengajaranya mampu mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan anak didik dan mampu menghubungkan semua disiplin ilmu pengetahuan secara Islami.
Pendidik
seyogyanya
bisa
sedikit
banyak
meniru
dan
mampu
mengimplementasikan apa yang menjadi cara Rasulullah dalam mendidik sahabatsahabatnya. Metode pendidikan Rasulullah dalam menyampaikan ajaran Islam, sekaligus mendidik dan membina umatnya, Rasulullah menggunakan berbagai metode sesuai keadaan, kemampuan dan kebutuhanorang atau umat yang dihadapinya. Menurut M. Alawi Al Maliki, Rasulullah dalam mengajar, mendidik, dan berdakwah menggunakan beberapa metode, (Muchtar, 2008:230-236) yaitu: 1. Metode bil hikmah, mauizhah hasanah, dan mujadalah. 2. Metode bertanya. 3. Metode penyegaran. 4. Metode mengenal kapasitas. 5. Metode mengalihkan realitas indrawi kepada realitas kejiwaan. 6. Metode peragaan. 7. Metode kiasan. 8. Metode bertahap. 9. Metode mengapresiasi pertanyaan. 10. Metode mendekatkan realitas abstrak dalam bentuk konkret. 11. Metode argumentasi 12. Metode kisah dan cerita. 13. Metode pendekatan perumpamaan.
14. Metode mengarahkan kepada pemikiran yang bernilai tinggi. Berdasarkan pembagian waktunya, pengembangan metode pendidikan Islam terbagi menjadi 3 masa yaitu: 1. Masa Klasik (610 – 1259M) Metode pendidikan yang digunakan adalah sebagai berikut: a) Ceramah; b) Hafalan; c) Membaca tadarus; d) Tanya jawab; e) Bercerita; f) Menulis; g) Metode khusus; 2. Masa Pertengahan (1258 – 1800M) Pada masa ini metode yang digunakan antara lain: a) Ceramah; b) Hafalan; c) Membaca-menulis; d) Membaca-tadarus; e) Tanya jawab; f) Cerita lewat buku; g) Menulis Al-Quran mulai ada titik; h) Keyakinan/pembenaran; i) Mudzakarah; j) Umum dan sederhana;
k) Metode khusus; l) Menyuluh; m) Pemberian contoh; n) Membimbing; 3. Masa Modern (1800 – sekarang) Metode berikut ini adalah pengembangan metode-metode di masa klasik dan pertengahan yaitu: a) Ceramah menggunakan media; b) Hafalan mandiri; c) Membaca dengan pemahaman; d) Murid bertanya dan menjawab; e) Cerita lewat media; f) Menulis Al-Quran secara utuh; g) Sintesis analisis; h) Diskusi; i) Deduktif; j) Induktif; k) Komprehensip; l) Demonstrasi; Moh Roqib dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menyebutkan ada15 metode klasik-kontemporer, antara lain: a. Metode imitasi (qudwah) atau uswatun hasanah. b. Metode ceramah ( khithabah, qoul). c. Metode menulis (kitabah, khat).
d. Metode dialog (hiwar) dan tanya jawab (as‟ilah wa ajwibah). e. Metode diskusi (musyawarah) dan brainstorming (mujadalah, bahtsul masa‟il). f. Metode refleksi-kontemplasi (tafakur-tadzakkur) dan introspeksi diri (muhasabah an-nafs). g. Metode bercerita (qhiyashah) dan metafora (amstal, simbolik). h. Metode demonstrasi (tathbiq). i. Metode permainan dan simulasi. j. Metode drill (mumarasat). k. Metode inquiry (kerja kelompok). l. Metode discovery (penemuan). m. Metode micro teaching. n. Metode modul belajar. o. Metode eksperimen.
Dari pendapat-pendapat para ahli tersebut di atas, secara sederhana metodemetode pendidikan Islam dapat diringkas sebagai berikut: a. Metode ceramah Metode yang dianggap paling tua dalam proses pendidikan dan memiliki peran yang sangat besar dalam berkontribusi mencerdaskan peserta didik adalah metode ceramah (khutbah). Walaupun dianggap kurang modern akhir-akhir ini namun metode ini masih saja diminati dan selalu digunakan pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada anak didik. Dalam istilah lama metode ini disebut juga metode memberitahukan. Di samping itu ada juga yang menyebutnya metode penyampaian informasi atau metode cerita (bercerita) (Nawawi, 1993:250). ceramah ini dipergunakan sejak dari masa-masa Nabi dan
Rasul untuk menyampaikan perintah-perintah Tuhan, seperti difirmankan di dalam surat Al-A‟raaf ayat 35 berikut ini:
Artinya: “Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka Barangsiapa yang bertakwa dan Mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”(Departemen Agama RI, 2007:207). Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dimana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan (Zuhairini,1981:83). Metode ini sudah lazim digunakan para guru di sekolah sebagai teknik penyampaian pesan pengajaran secara lisan dan murid sebagai penerima pesan dengan mendengarkan, memperhatikan dan mencatat apa yang dianggap penting dari keterangan yang disampaikan. Dalam penyampaian sebuah materi pendidikan hendaknya pendidik memiliki kemampuan berbicara yang baik untuk menyampaikan pesan-pesan berupa fakta dan informasi yang akan disajikan kepada murid-murid. Integritas dan kredibilitas juga penting dalam diri penceramah karena secara psikologi akan mempengaruhi kepercayaan anak didik terhadap apa yang diutarakan walaupun belum pernah menjadi pelaku sejarah secara langsung mengalami. Metode ceramah atau khutbah sering juga didekatkan dengan istilah tabligh yang makna secara esensi sangat mirip yaitu menyampaikan suatu ajaran
dengan lisan. Di zaman dahulu metode tabligh sangat sering digunakan Nabi dan Rasul dalam menyampaikan risalah yang Allah tunjukkan kepada seluruh manusia. Oleh karena itu sampai sekarang ini metode ceramah atau tabligh menjadi populer dalam pengajaran agama Islam sebab dianggap mudah, murah dan tidak memerlukan peralatan. b. Metode hiwar Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik mengarah kepada suatu tujuan (AnNahlawi, 1989:284). Metode ini sedikit berbeda dengan metode tanya jawab karena mekanisme pelaksanaanya tidak sama. Metode tanya jawab biasanya dilakukan dengan sebelumnya memberi materi untuk dipelajari dan kemudian jika mengalami kesuliatan maka peserta didik secara spontan akan bertanya kepada pendidik. Metode hiwar biasanya dilakukan oleh dua pihak yang berbeda pandangan sehingga terjadi pertukaran argumentasi sebagai informasi yang dapat diambil oleh kedua belah pihak. Terkadang terjadi sebuah kesepakatan kesimpulan atas perdebatan itu akan tetapi jika ada satu pihak yang kurang puas dengan pendapat yang lain maka tidak menjadi persoalan. Metode
ini
dapat
mendorong
kreativitas
peserta
didik
dengan
memfokuskan topik yang jelas dan mempunyai fungsi yang tinggi dalam keseharian. Model dialog akan merangsang ide-ide kreatif yang dapat tumbuh seiring dengan motivasi yang berkembang dalam diri peserta didik. Metode dialog biasanya digunakan dalam kondisi-kondisi untuk memecahkan masalah dimana dikhawatirkan ada pihak yang terjadi kesalah pahaman.
c. Metode diskusi Metode diskusi (mujadalah) ialah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif (Usman, 2002:36). Metode ini sering disebut musyawarah dalam kaitannya dengan rapat-rapat yang bertujuan untuk memecahkan masalah tertentu. Dari segi pendidikan diskusi merupakan ajang untuk melatih diri dalam berfikir kritis, bersikap dengan bijak, dan berbicara untuk berani mengemukakan pendapatnya secara rasional dan objektif dalam pemecahan suatu masalah. Untuk lebih memotivasi anak didik untuk ikut serta dalam kegiatan ini dibutuhkan permasalahan yang memiliki jawaban beragam sehingga membuka ruang berfikir yang seluas-luasnya bagi peserta akan tetapi hendaknya permasalahan diambil dari permasalahan yang up to date dengan demikian minat peserta untuk mengikuti sangat antusias. Kaitannya dengan pendidikan akhlak, metode diskusi juga mampu sebagai wahana di mana antar peserta diskusi dapat mengontrol dan menahan diri untuk sekedar mendengarkan apa yang disampaikan orang lain
sehingga mampu
menghormati dan menghargai pendapat orang lain. Sikap inilah yang berarti besar dalam kehidupan bermasyarakat. Di samping itu keikutsertaan dalam pemecahan masalah akan menumbuhkan rasa tenggang rasa dan ikut bertanggung jawab mewujudkan tujuan musyawarah yang disepakati bersama. d. Metode perintah dan larangan Metode perintah dan larangan dalam pendidikan adalah sebagai upaya preventif dalam menanggulangi adanya tindakan-tindakan yang dapat merugikan
anak didik dalam proses belajar mengajar maupun dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat di luar sekolah. Dalam kaitannya pendidikan larangan sangat penting dalam mencegah terjadinya kekerasan maupun perilaku yang kurang sesuai dengan norma, apabila metode ini tidak diterapkan dikhawatirkan akan mengakibatkan dilanggarnya aturan-aturan tata tertib dan norma-norma yang ada di sekolah maupun di masyarakat.
e. Metode keteladanan Salah satu metode pendidikan yang dianggap besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses belajar mengajar adalah metode pendidikan dengan keteladanan. Dimaksud Metode Keteladanan disini yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada para pesera didik, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan (Muchtar, 2008:224). Pendidik menjadi objek perhatian sehingga dituntut untuk selalu menampilkan segala bentuk kebaikan dalam bersikap dan berperilaku. Sedangkam murid cenderung untuk mudah meneladani apa yang dilihat dari pendidiknya. Keteladanan adalah sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan dan dalam proses pendidikan. Sebab untuk merealisasikan segala apa yang dikehendaki oleh pendidik yang terdapat pada materi harus diterjemahkan dalam kawasan yang salah satu medianya adalah keteladanan.
Metode keteladanan sering disebut dengan istilah uswah hasanah menurut bahasa Arab. Di dalam Al-Quran kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik
(Nata, 1997: 95). Keteladanan yang hendaknya diambil oleh peserta didik dari figur seorang guru adalah cukup yang baik-baik saja tetapi karena ketidak sempurnaan manusia terkadang pendidik juga memperlihatkan kekurangannya dihadapan murid sehingga anak condong untuk ikut melakukan.
Secara psikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini adalah sifat pembawaan. Taqlid (meniru) adalah salah satu sifat pembawaan manusia (Tafsir, 2008:143). Murid meniru guru, umat meneladani Rasul, dan Rasul meneladani wahyu-wahyu yang diturunkan oleh Allah melewati Malaikat Jibril. Allah SWT. berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21.
Artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(Departemen Agama RI, 2007:595) Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam diri seorang utusan Tuhan telah diberikan kesempuraan agar menjadi contoh oleh umatnya. Di antara Rasul Allah yang dapat diteladani adalah Nabi Muhammad SAW. karena dalam pribadinya terdapat interprestasi Al-Quran secara nyata, hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung. Dengan kepribadian, sifat, tingkah laku dan pergaulannya bersama manusia, Rasulullah SAW. benar-benar merupakan interprestasi praktis yang manusiawi dalam kehidupan hakikat, ajaran, adab dan
tasyri Al-Quran, yang melandasi perbuatan pendidikan Islam serta penerapan metode pendidikan Qurani yang terdapat di dalam ajaran tersebut (Rosyadi, 2004: 231). Oleh karena itu, metode keteladanan dianggap terpenting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak atau pendidikan adab yang termasuk dalam kawasan afektif yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. f. Metode bilhikmah Metode hikmah dapat dipahami sebagai cara yang digunakan dalam proses pendidikan Islam untuk tercapainya tujuan pendidikan Islam secara umum yakni dengan kebijaksanaan, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, ucapan yang santun, perilaku yang sopan, dan berdasar pada ilmu, keadilan dan kebenaran. Sebagai contoh perintah Allah terhadap Nabi Musa dan Harun untuk menghadap Fir‟aun yang kejam dan mengaku-ngaku Tuhan dengan metode yang bijaksana dan tidak sebaliknya melawan dengan kekerasan walaupun Fir‟aun tetap pada kesesatannya, karena pada prinsip hikmah adalah amar ma‟ruf hendaklah dilakukan dengan cara yang ma‟ruf dan mencegah kemungkaran tidak diperkenankan dengan kemungkaran juga tetapi dengan tanpa kekerasan, pemaksaan, ataupun dengan disertai pengrusakan yang malah bisa menimbulkan kemungkaran yang lain. g. Metode mau‟idhah hasanah Metode mau‟idhah hasanah artinya adalah pemberian nasehat dan peringatan tentang kebaikan dan kebenaran dengan cara yang lembut sehingga dapat menusuk kalbu dan tergugah untuk mengamalkannya. Maka dari itu metode ini sering disebut dengan metode nasehat. Secara terminologi nasehat adalah memerintahkan atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi
dan ancaman (Munir, 2003:249). Sering kali nasehat diberikan kepada orang yang membutuhkan dalam kaitannya kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kualitas keagamaan maupun nilai-nilai kehidupan. Sehingga biasanya orang yang membutuhkan yang dimaksud adalah orang yang bertaubat atas dosa-dosa yang dilakuakan maupun kesalahan yang diperbuat. Dalam dunia pendidikan metode nasehat umumnya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan, dan ini biasa terjadi. Murid-murid yang melakukan kesalahan berupa pelanggaran peraturan biasanya akan mendapat nasehat dengan catatan bahwa pelanggaran yang diperbuat tidak terlalu di luar batas kewajaran kenakalan anak-anak. Peran serta kepribadian yang baik dari pendidik juga dibutuhkan untuk menjadi penasehat yang baik. Nasehat akan optimal jika seorang guru memiliki kepribadian yang mulia sehingga dalam lingkungan sekolah menjadi figur teladan. Anak akan cenderung mendengarkan nasehat guru yang perangainya santun, bijak dan patut dicontoh. Oleh karena itu penting bagi pendidik dalam menyampaikan nasehat hendaknya bersih dari penyakit-penyakit hati seperti riya dan yang mengundang orang lain beranggapan bahwa perbuatannya itu memiliki tujuan khusus yang sifatnya sangat personal dan menguntungkan pribadi pendidik. Di dalam Al-Quran sering kali nasehat disebutkan dalam kaitannya nasehat seorang Nabi terhadap umatnya, orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tuanya sampai nasehat dari orang-orang bijak seperti Lukman al-Hakim. Seperti nasehat Nabi Saleh dalam surat Al-A‟raaf ayat 79 di bawah ini.
Artinya: “Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat".(Departemen Agama RI, 2007:215) Dari ayat di atas menjadi dasar bahwa dalam Al Quran mengisyaratkan nasehat menjadi sebagai metode dalam menyampaikan ajaran dakwah atau yang sekarang lebih ditekankan dalam dunia pendidikan yakni penyampaian materi ajar. Islam juga merupakan agama nasehat (al-Din al-Nasihah) (Yasin, 2008:145). Karenanya
sebagai
sesuatu
metode
pengajaran
nasehat
dapat
diakui
kebenarannya. h. Metode targhib dan tarhib Di antara sebagian besar metode pendidikan Islam metode targhib dan tarhib adalah strategi terakhir yang dipergunakan dalam pendidikan. Jika terjadi kebuntuan untuk menyikapi perilaku anak didik metode ini diperolehkan untuk memecahkan persoalan akan tetapi setelah dirasa nasehat tidak lagi dapat menyelesaikan.
Muhammad
Quthb
mengatakan
dalam
bukunya
Sistem
Pendidikan Islam bahwa “Bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman (Nata,1997:103). Metode ini sama dengan metode pemberian hukuman dan ganjaran, atau motivasi dan intimidasi. Pemberian hukuman untuk mereka yang melanggar aturan dan ganjaran diperuntukkan oleh orang-orang yang taat dan patuh terhadap
perintah. Dalam pendidkan Islam sering dipahami bahwa orang yang patuh akan mendapat kenikmatan di dunia maupun akhirat dengan bentuk kebahagiaan di dunia dan surga balasan di akhirat. Sedangkan orang yang tidak patuh terhadap perintah maka neraka tempat yang paling pantas. Hasil penelitian Ahmad Tafsir (1994: 148-149) menyatakan bahwa ada dua metode lagi dalam pendidikan Islam yang belum banyak diuraikan oleh para ahli pendidikan Islam, metode tersebut adalah: 1. Metode pepujian, yaitu metode yang dikumandangkan melalui suara-suara spiritual di mushalla, masjid dan pesantren pada saat menjelang waktu shalat. Suara-suara tersebut berisi tentang bacaan ayat-ayat Al-Quran, shalawat Nabi, doa-doa, kalimat-kalimat sindiran dan lain-lain, namun menurut hasil penelitian Tafsir, metode ini dapat menggugah perasaan manusia (umat Islam), sampai menusuk jantung hati yang dalam, terutama ketika manusia dalam keadaan berselimut di waktu subuh. 2. Metode wirid, yakni metode pendidikan Islam melalui pengucapan doa-doa, yang dilakukan secara berulang-ulang baik oleh individu atau berjamaah. Metode ini kata Tafsir dapat memperdalam rasa iman seseorang terhadap Tuhan. Tuhan selalu disebut-sebut dalam wirid itu, sehingga seolah-olah Tuhan selalu menyertai diri manusia, dan ini bisa menjadikan manusia selalu berhati-hati dalam melakukan perbuatan negatif dalam hidup ini. Dalam Al-Quran juga dikatakan bahwa salah satu di antara ciri-ciri orang yang beriman itu adalah apabila disebut nama Allah SWT. hatinya bergetar. Metode ini umumnya berada di masyarakat, namun hal tersebut bisa dan perlu ditradisikan di lembaga pendidikan formal (sekolah-madrasah) apabila materinya adalah pendidikan Islam.
Dari sekian banyak metode pendidikan yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam Al-Quran terdapat berbagai macam metode pendidikan Islam. Yang telah dipaparkan di atas adalah sebagian kecil dari banyaknya metode yang dapat digunakan dalam proses pendidikan Islam. Hendaknya pendidik selalu berkreasi, berinovasi dan mensinergikan antara metode satu dengan metode yang lain sehingga menjadikan ketertarikan tersendiri bagi anak didik. Pendidik hendaknya juga mempertimbangkan betul-betul dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan metode pendidikan tertentu seperti tujuan, materi ajar, karakter anak didik, kemampuan guru, sarana prasarana, maupun situasi dan kondisi keberlangsungan proses belajar mengajar.
BAB III TAFSIR SURAT AL-MAIDAH AYAT 67 DAN AL-NAHL AYAT 125 DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISHBAH A. Tafsir Al-Mishbah 1. Biografi Mufassir Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan,
pada 16
Februari 1944. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, dia melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyah (Shihab, 1994: 6) . Beliau seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al-Quran dan pernah menjabat Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998). Beliau berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Beliau dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Melihat bakat bahasa Arab yang dimilikinya, dan ketekunannya untuk mendalami studi keislaman, beliau beserta adiknya Alwi Shihab dikirim oleh ayahnya ke AlAzhar Kairo. Mereka berangkat ke Kairo pada 1958, saat usianya baru 14 tahun, dan diterima di kelas dua I‟dadiyah Al Azhar (setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia). Pada 1967, beliau meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama pada tahun 1969. Beliau meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Quran
dengan
Karim (Kemukjizatan
tesis
berjudul
Al-Qur‟an
“al-I‟jaz Al-Karim
at-Tasryri‟i dari
Al-Qur‟an Segi
Al-
Hukum)”.
http://fika017.blogspot.com
/2013/12/metode-penafsiran-tafsir-al-mishbah
.html,
diakses selasa 20 Januari 2015 18:15. Di sela-sela segala kesibukannya itu, beliau juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. Di samping kegiatan tersebut M. Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal, termasuk di media televisi. Beliau diterima oleh semua lapisan masyarakat karena mampu menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, dengan tetap lugas, rasional, serta moderat. Berikut karya-karya yang pernah ditulis oleh Quraisy Shihab: a. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, b. Studi Kritis Tafsir al-Manar, c.
Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Quran
d. Tafsir al-Qur‟an al-Karim: Tafsir Surat-surat Pendek, e. Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, dll.
2. Sistematika Tafsir Al-Mishbah Karya Quraisy Shihab diberi judul: Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, yang kemudian biasa disingkat dengan tafsir al-Mishbah saja. Tafsir ini terdiri dari 15 jilid yang membahas 30 juz, dengan rincian jilid 1 terdiri dari surah al-Fatihah sampai dengan al-Baqarah, Jilid 2 surah Ali Imran sampai dengan an-Nisa, jilid 3 surah al-Maidah, jilid 4 surah al-An‟am, jilid 5 surah al-A‟raf sampai dengan at-Taubah, jilid 6 surah Yunus sampai dengan ar-Raa‟d, jilid 7 surah Ibrahim sampai dengan al-Isra, jilid 8 surah al-Kahf sampai dengan al-Anbiya, jilid 9 surah al-
Hajj sampai dengan al-Furqan, jilid 10 surah asy-Syu‟ara sampai dengan al-„Ankabut, jilid 11 surah ar-Rum sampai dengan Yasin, jilid 12 surah as-Saffat sampai dengan az-Zukhruf, jilid 13 surah ad-Dukhan sampai dengan al-Waqi‟ah, jilid 14 surah alHadad sampai dengan al-Mursalat, dan jilid 15 surah Juz A‟mma. Sistematika penulisan tafsir Al-Mishbah ini dimulai dari penulisan ayat-ayat Al-Qur‟an, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Setelah itu menguraikan makna-makna penting dalam tiap kosa kata, makna kalimat, dan maksud ungkapan berdasarkan ijtihad Quraish Shihab sendiri dan para mufassir. Jika melihat sistematika yang demikian terperinci maka metode yang dipergunakan dan yang dipilih dari penafsirannya adalah metode Tahliliy. Tafsir Tahliliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari seluruh aspeknya (Farmawi, 1996: 12). Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya yaitu dengan menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan susunannya yang terdapat dalam mushaf. Quraisy Shihab (1994: 85) memberikan arti kosakata dari setiap ayat kemudian menjelaskan makna ayat dilihat dari seluruh aspeknya, menguraikan asbab al-nuzul, memaparkan kaitan antar ayat bahkan antar surat. Namun Quraisy Shihab tetap berpijak pada asumsi bahwa ayatayat yang ditafsirkan terintegrasi dalam satu tema. Hal ini yang membedakan metode tahliliy yang digunakan Quraisy Shihab dengan metode tahliliy yang digunakan mufassir
terdahulu,
yang
cenderung
memaparkan
seluruh
ayat
tanpa
mengkategorisasikan dalam tema-tema tertentu. Namun di sisi lain Quraish Shihab mengemukakan bahwa metode tahliliy memiliki berbagai kelemahan, maka dari itu penulis tafsir ini juga menggunakan metode Maudhu‟i atau tematik, yang menurutnya metode ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya metode ini dinilai dapat menghidangkan pandangan dan pesan Al-Qur‟an secara mendalam dan menyeluruh
menyangkut tema-tema yang dibicarakannya.Dengan demikian, metode penulisan AlMishbah mengkombinasikan metode tahliliy dengan metode maudhu‟i. Adapun corak yang dipergunakan dalam tafsir Al-Misbah adalah corak alAdabi Ijtima‟i atau kemasyarakatan, sebab uraian-uraiannya mengarah pada masalahmasalah yang berlaku atau terjadi di masyarakat. Corak tafsir ini terkonsentrasi pada pengungkapan balaghah dan kemukjizatan al-Qur‟an, menjelaskan makna dan kandungan sesuai hukum alam, memperbaiki tatanan kemasyarakatan umat, dan lainnya.
http://anamko.blogspot.com/2013/08/kajian-kitab-tafsir-di-indonesia-
tafsir.html, diakses selasa 20 Januari 2015 pukul 18:30 Mengenai sumber penafsiran ini, dapat dinyatakan bahwa tafsir al-Misbah dapat dikelompokan pada al-Tafsir bi al-Ra‟yi. Kesimpulan yang seperti ini dari pernyataan penulisannya sendiri yang mengungkapkan pada akhir “sekapur sirih” yang merupakan sambutan dari karya ini. Beliau menulis: “Akhirnya, penulis merasa sangat perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Umar al-Biqa‟I (W 885 H/1480 M), demikian juga karya tafsir tertinggi al-Azhar dewasa ini. Sayyid Muhammad Thanthawi, Syeikh Mutawalli al-Sya‟rawi dan tidak ketinggalan pula Sayyid Quttub, Muhammad Thahir Ibn As-Ssyur, Sayyid Muhammad Husein Thobathoba‟I dan beberapa pakar tafsir lainnya”. Adapun metodologi yang digunakan dalam tafsir al-Mishbah, dilihat dari sumber penafsiran Quraisy Shihab menggunakan metode al-iqtiran. Yaitu metode yang memadukan antara sumber bi al-ma‟tsur dan bi al-ra‟yi, yaitu cara menafsirkan al-Qur‟an yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan sahih dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.
Dilihat dari cara penjelasan tafsirnya, Quraisy Shihab menggunakan metode muqarin, yakni suatu metode yang mengemukakan penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an yang ditulis oleh sejumlah mufassir (Farmawi, 1996: 30). Dalam hal ini Quraish Shihab begitu tampak dalam mengadopsi sejumlah pemikiran para mufassir sebelumnya, sebelum mengemukakan pendapatnya sendiri, atau terkadang dia hanya memilihkan
pendapat
ulama‟
tertentu
untuk
diikuti
oleh
pembaca
tanpa
mengemukakan pemikirannya. Nama-nama yang seringkali disebut oleh Quraisy Shihab dalam penafsirannya adalah Ibrahim ibn „Umar al-Biqa‟i, Mahmud Shaltut, Sayyid Qutub, Syekh Muhammad al-Madani, Muhammad Hijazi, Ahmad Badawi, Muhammad Ali Sabuni, Muhammad Sayyid Tanthawi, Mutawalli as-Sha‟rawi dan lain-lain. Dari sekian nama, ulama‟ yang paling sering disebut dan pendapatnya seringkali dikemukakan ole shihab adalah al-Biqa‟i. Dia menilai ulama‟ inilah yang paling berhasil dalam mengupayakan pembuktian terhadap keserasian hubunganhubungan bagian al-Qur‟an. Hal ini tidak mengherankan karena karya al-Biqa‟i yang berjudul Nazm Durar fi tanasub al-ayat wa al-suwar ketika masih dalam bentuk manuskrip dijadikan refrensi primer Shihab dalam menulis disertasi di Universitas alAzhar. Hal inipun menunjukkan bahwa keterpengaruhan tafsir al-Mishbah oleh karya al-Biqa‟i
ini
sangat
kental.
(http://jhonisamual.blogspot.com/2013/06/analisis-
terhadap-tafsir-al-mishbah.html, diakses selasa 20 Januari 2015 pukul 18.25) Dalam keluasan penjelasan, Quraish Shihab menguraikannya secara bertahap dengan
penyampaian
secara
global
(ijmaly)
terlebih
dahulu,
kemudian
menguraikannya secara rinci atau tafsily. Penyampaian secara ijmaliy tampak terlihat pada saat dia menguraikan arti ayat-ayat al-Qur‟an, perkata dan atau per kalimat sambil menyisipkan penjelasan diantara arti-arti kata sebagaimana pernah disebutkan di atas. Penjelasan secara rinci begitu tampak ketika setelah menjelakan ayat secara
global, Shihab menjelaskan secara detail perkalimat dan bahkan memberikan makna dengan
detail
terhadap
kata-kata
yang
dianggap
perlu
(http://jhonisamual.blogspot.com/2013/06/analisis-terhadap-tafsir-almishbah.html,diakses selasa 20 Januari 2015 pukul 18.25).
B. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 67 Dan Al-Nahl Ayat 125 1. Surat Al-Maidah Ayat 67
Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Departemen Agama RI, 2007:158)
a. Penjelasan Ayat Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. supaya menyampaikan apa yang telah diturunkan kepadanya tanpa menghiraukan besarnya tantangan di kalangan Ahli Kitab, orang musyrik dan orang-orang fasik.
Ayat ini menganjurkan kepada Nabi Muhammad SAW. agar tidak perlu takut menghadapi gangguan dari mereka dalam membentangkan rahasia dan keburukan tingkah laku mereka itu karena Allah menjamin akan memelihara Nabi Muhammad dari gangguan, baik masa sebelum hijrah oleh kafir Quraisy maupun sesudah hijrah oleh orang Yahudi. Apa yang telah diturunkan kepada Muhammad
adalah
amanat
yang
wajib
disampaikan
seluruhnya
kepada
manusia.
Menyampaikan sebagian saja amanat-Nya dianggap tidak menyampaikan sama sekali. Demikianlah kerasnya peringatan Allah kepada Muhammad. Hal tersebut menunjukkan bahwa tugas menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Tugas menyampaikan tersebut tidak boleh ditunda meskipun penundaan itu dilakukan untuk menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya, karena masa penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian terhadap amanat Allah (Departemen Agama RI, 2009:437-438).
Tegasnya, ayat 67 ini mengancam orang-orang yang menyembunyikan amanat Allah sebagaimana tersebut dalam Al-Quran:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknat” (Departemen Agama RI, 2007: 30) Demikianlah Allah SWT. secara sungguh-sungguh melarang dengan ancaman yang sangat keras terhadap orang-orang yang ingkar terhadap amanat yang diperintahkannya untuk disampaikan kepada umat. Selanjutnya akhir ayat 67 ini menegaskan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang kafir yang mengganggu Nabi Muhammad dan pekerjaan mereka dipastikan olah Allah menjadi pekerjaan yang sia-sia karena Allah selalu menjaga Nabi-Nya dan akan menjaga kalimat-Nya.
b. Asbabun Nuzul Allah ta‟ala berfirman sambil mengkhitabi hamba dan Rasul-Nya Muhammad SAW. dengan ungkapan “Rasul” dan menyuruhnya supaya menyampaikan seluruh perkara yang dibawanya dari Allah. Dan, Nabi SAW. telah melaksanakan perintah itu dan menjalankan risalah dengan sempurna. Sehubungan dengan ayat ini, Nasa‟i meriwayatkan dari Aisyah r.a.
عه ابي, اوب سعيد به ابي عروبة, اوب جعفر به عون,اخبروي ابرهيم به يعقوة ومه زعم ان محمد.... : عه عب ئشة قب لت, عه ابرهيم عه مشروق,معشر ( : واهلل يقو, م كتم شيئب مه الوحي.ص (An-Nasa‟i, 1991: 335-336)) Aisyah berkata “Barang siapa yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad menyembunyikan sesuatu dari apa yang diturunkan Allah kepadanya maka sungguh berdustalah orang itu, dan Dia berfirman, „Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.‟” Demikianlah bunyi hadits ini secara ringkas (ar-Rifa‟i, 1999: 123)
c. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 67 Berkaitan dengan penafsiran ayat tersebut di atas, penulis menyajikan pendapat mufassir secara jelas yakni:
Artinya. “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Departemen Agama RI, 2007:158) Thahir ibn Asyur menilai penempatan ayat ini di sini merupakan suatu yang musykil, karena - tulisanya - surah al-Maidah merupakan salah satu surah terahir turun - kalau bukan yang terahir, sedang ketika itu Rasul SAW. telah menyampaikan ajaran agama dan semua apa yang turun hingga ketika itu. Seandainya ayat ini turun pada masa awal kenabian, maka apa yang diperintahkan disini dapat dimengerti dan dipahami sebagai mengukuhkan Nabi SAW. dan meringankan beban mental beliau. Tetapi karena surah ini merupakan salah satu surah terahir turun, dan beliau sendiri telah menyampaikan tugas risalah, agamapun telah disempurnakan, maka karena itu, hanya ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan menyangkut penempatan ayat ini dalam surah ini dan sesudah uraian ayat-ayat sebelumnya (Shihab, 2002: 138-139). Berkaitan dengan penjelasan ayat ini, Quraisy Shihab (2002:139) menyebutkan dua kemungkinan. Pertama; ayat ini turun untuk satu sebab tertentu, yang mengundang adanya ayat yang pengukuhkan beliau agar menyampaikan apa yang berat untuk beliau sampaikan. Atau kedua; ayat ini turun sebelum turunya surah ini. Thahir ibn Asyur menolak kemungkinan kedua, karena katanya, ini berarti ayat telah bertahun-tahun turun dan dibaca tanpa ada tempatnya pada satu surah, dan dengan demikian tulisnya, semua riwayat yang menguraikan sebab turunya ayat ini pada masa-masa sebelum turunnya surah al-Maidah semuanya tertolak. Fakhruddin ar-Razi sendiri menyebut sepuluh sebab nuzul,
tidak mengandalkan sebab itu untuk menguraikan penempatan ayat ini di sini (Shihab, 2002:139). Thabathaba‟i yang juga secara panjang lebar juga membahas penempatan ayat ini, menegaskan bahwa ayat ini berbicara tentang satu masalah agama yang sangat khusus, yang bila tidak disampaikan maka ajaran agama secara keseluruhan tidak beliau sampaikan. Hal tersebut terasa berat untuk beliau sampaikan karena adanya hubungan kemaslahatan pribadi dan keistimewaan menyangkut apa yang harus beliau sampaikan itu, apalagi hal ini juga harus disampaikan itu juga yang diinginkan oleh orang lain. Karena itu, beliau khawatir menyampaikanya sampai turunya ayat ini. Menurut Thabathaba‟i yang bermadzhab syiah, hal yang diperintahkan untuk disampaikan itu adalah persoalan kedudukan Ali bin Abi Thalib sebaga wali dan pengganti beliau dalam urusan agama dan keduniaan. Ini baru beliau sampaikan di Gadir Khum, setelah melaksanakan haji Wada‟. Dan karena itu pula, beliau dipanggil dengan gelar Rasul, karena gelar itulah yang paling sesuai dengan kandungan apa yang harus disampaikan ini (Shihab, 2002: 140). Teguran-teguran keras yang disampaikan kepada Ahl al-Kitab itulah yang dihadapkan pada sikap lemah lembut Nabi SAW. yang merupakan hal khusus, dan yang mengantar pada turunya peringatan tentang kewajiban menyampaikan risalah disertai dengan jaminan keamanan beliau. Itulah inti dari firman-Nya; Hai Rasul, sampaikanlah kepada siapapun khususnya Ahl alKitab, apa, yakni petunjuk Allah yang diturunkan kepadamu dari Tuhan yang selalu memeliharamu. Dan jika emgkau kerjakan apa yang diperintahkan ini, walau hanya meninggalkan sebagian kecil yang harus engkau sampaikan, maka itu berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya secara keseluruhan.
Jangan khawatir sedikitpun menyangkut akibat penyampaian ini. Allah memliharamu dari gangguan yang berarti manusia, khususnya dari Ahl alKitab yang bermaksud buruk terhadapmu akibat teguran-teguran keras itu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir termasuk orang-orang Yahudi dan Nasrani itu sehingga tidak tercapai maksudnya terhadapmu. (Shihab, 2002: 141) Dalam Tafsir Nurul Quran, Allamah Kamal Faqih Imani (2004:452453) menjelaskan secara terperinci bahwa: Dalam ayat ini, yang diajak berbicarahanya Nabi SAW. Ayat ini hanya menyatakan keajiban beliau. Teks ayat di atas dimulai dengan kata-kata “Wahai Rasul!” dan selanjutnya secara eksplisit dan penuh penekanan ia memerintahkan kepada beliau demikian, ...sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu... Kemudian, untuk penekanan lebih lanjut, ia memperingatkan beliau bahwa jika beliau tidak melaksanakan hal itu (sesuatu hal yang tidak akan pernah terjadi pada beliau), berarti beliau tidak menyampaikan sama sekali risalah-Nya kepada umat manusia. Ayat di atas mengatakan, Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berati) kamu sama sekali tidak menyampaikan risalah-Nya. Setelah itu, wahyu di atas menghibur Nabi SAW. seolah-olah beliau cemas dan khawatir bahwa akan terjadi insiden tertentu, dan mengatakan kepada beliau agar tidak merasa takut terhadap manusia dalam melaksanakan kewajiban ini. Ayat di atas mengatakan, Allah akan memelihara kamu dari (gangguan) manusia ...
Dan di akhir ayat, sebagai ancaman dan hukuman bagi mereka yang menolak atau mengingkari pesan khusus ini dan dengan keras hatinya menolaknya, ayat di atas mengatakan, Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. Sungguh, betapa pentingnya masalah yang ada dalam bulan-bulan terakhirdari kehidupan Nabi, yang disebutkan ayat di atas, sehingga jika ia tidak disampaikan kepada masyarakat
maka hal itu sama dengan tidak
disampaikannya risalah kerasulan itu sendiri secara keseluruhan. Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai salah satu mukjizat AlQur‟an dengan alasan keterbuktian kebenaran jaminan pemeliharaan itu kendati berbagai upaya telah dilakukan oleh kaum musyrik Mekah dan orang Yahudi untuk membunuh Rasul SAW. Menurut Quraish Shihab, walaupun jaminan ini terbukti kebenaranya, dan sekaligus menunjukan kebenaran informasi Al-Qur‟an, namun ia belum dapat dinilai sebagai salah satu mukjizat, antara lain karena unsur tantangan untuk melakukan hal serupa yang harus menyertai sesuatu yang dinamai mukjizat tidak ditemukan disini. Apalagi keterbuktian tersebut terjadi setelah beliau wafat (Shihab, 2002: 141). d. Kandungan Isi Surat Al-Maidah Ayat 67
Surat Al-Maidah turun setelah Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah. Namanya yang populer adalah surat Al-Maidah yang secara harfiyah bermakna “hidangan” dan terdiri atas 120 ayat. Dinamai demikian karena dalam rangkaian ayat-ayatnya terdapat uraian tentang hidangan yang dimohonkan oleh Nabi Isa agar ditunaikan atas permintaan umatnya (ayat 112-115). Surat ini juga dikenal
dengan nama Al-Uqud (akad-akad perjanjian) dikarenakan dalam permulaan surat memerintahkan kaum beriman untuk memenuhi ketentuan aneka akad perjanjian. Ada juga yang menamai surat Al-Akhyar, yakni “orang-orang baik” karena yang memenuhi tuntutannya menyangkut aneka ikatan perjanjian itu pastilah orang baik.. Adapun isi kandungan surat Al-Maidah ayat 67 sebagai berikut: 1) Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW. untuk menyampaikan wahyu yang sudah diterima dengan baik tanpa ada yang dirahasiakan atau disembunyikan. 2) Allah SWT dengan tegas memberikan cara untuk berdakwah yakni dengan metode penyampaian. 3) Allah SWT memberi jaminan keselamatan bagi Rasul dalam cobaan berdakwah dari orang-orang kafir, munafik dan orang fasik. 4) Allah SWT. memberi ancaman terhadap orang yang tidak menyampaikan amanat yang telah diberikan kepada Rasul. 5) Di akhir ayat, Allah SWT. menegaskan bahwasannya hidayah akan diberikan kepada hamba yang tidak ingkar dan mengganggu Rasul-Nya.
2. Surat Al-Nahl Ayat 125
Artinya: “125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Departemen Agama RI, 2007:383)
a. Penjelasan Ayat Dalam Tafsir Muyassar, „Aidh al-Qarni menjelaskan penafsirannya terhadap surat Al-Nahl ayat 125 (2007:475) sebagai berikut: Wahai Nabi dan pengikut beliau, serulah manusia untuk memeluk agama Islam dan menjalankan hukum-hukum Islam serta akhlak Islam, dengan cara yang baik serta metode yang baik. Lembutlah dalam menyeru mereka dan sopanlah ketika berbincang dengan mereka sesuai dengan aturan Al-Quran dan Sunnah. Jangan marah, bersikap kasar ataupun mengucapkan kata-kata yang menyakitkan. Berikanlah mereka kemudahan dan jangan mempersulit mereka. Sampaikanlah kabar gembira kepada mereka dan jangan buat mereka lari ketakutan darimu. Doronglah mereka untuk berbuat kebaikan dan wanti-wantilah mereka dari berbuat keburukan. Nasihatilah mereka dengan lemah lembut dan debatlah mereka dengan cara yang baik, sopan, dan lemah lembut. Berdiskusilah dengan mereka dengan memberikan ide dan tanggapan, dengan menjauhi celaan, dan segala hal yang bisa menyakiti mereka serta menghindari sikap bangga diri dan sombong. Sebab yang diwajibkan bagimu hanyalah menyampaikan dengan jelas dan menasihati dengan benar. Kamu yang menyampaikan dan Allah yang memberi hidayah. Allah mengetahui siapa yang
menyimpang dari jalan yang lurus dan siapa yang meniti jalan yang lurus. Keduanya akan dibalas sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Dalam ayat ini, Allah memberikan pedoman kepada Nabi Muhammad tentang cara mengajak manusia (berdakwah) ke jalan yang benar. Allah SWT. meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah yang berisi (Departemen Agama RI, 2009: 418419): Pertama, Allah menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju rida-Nya, bukan dakwah dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun golongan kaumnya. Kedua, Allah SWT. menjelaskan kepada Rasul agar berdakwah dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti: pertama, pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keberadaanya. Kedua, perkataan yang terpat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan). Ketiga, mengetahui hukum-hukum Al-Quran, paham Al-Quran, paham agama, takut kepada Allah, serta benar perkataan dan perbuatan. Dengan demikian dakwah dengan hikmah dapat diartikan sebagai dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar dakwah ini dapat dipahami umat. Ketiga, Allah SWT. menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat
diterima dengan baik. Tidak sebaliknya, pengajaran yang menimbulkan rasa gelisah, cemas, dan ketakutan dalam jiwa manusia. Keempat, Allah SWT. menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli Kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik. Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya
sifat
negatif
seperti
sombong,
tinggi
hati,
dan
berusaha
mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela. Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah SWT., karena hanya Dialah yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia. Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa diantara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, sehingga diaa menjadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT. b. Tafsir Surat Al-Nahl Ayat 125
Artinya. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Departemen Agama RI, 2007:383)
Allah Ta‟ala berfirman sambil menyebut hamba dan Rasul-Nya Muhammad SAW. dengan ungkapan “Rasul” dan menyuruhnya supaya menyampaikan seluruh perkara yang dibawanya dari Allah. Dan Nabi SAW. telah melaksanakan perintah itu dan menjalankan risalahnya dengan sempurna (Ar-Rifa‟i, 1999: 123). Nabi Muhammad SAW. yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim a.s. sebagaimana terbaca pada ayat yang lalu, kini diperintahkan lagi untuk mengajak siapapun agar mengikuti pula prinsipprinsip ajaran Bapak para Nabi dan Pengumandang tauhid itu. Ayat ini menyatakan: Wahai Nabi Muhammad, serulah yakni lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan yang ditunjukan Tuhanmu yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka yakni siapapun yang menolak atau meragukan ajaran Islam dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara berdakwah yang hendaknya engkau tempuh
menghadapi
manusia
yang
beranekaragam
peringkat
dan
kecenderunganya; jangan hiraukan cemoohan atau tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musyrikin dan serahkan urusanmu dan urusan mereka pada Allah, karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu Dialah sendiri yang lebih mengetahui dari siapapun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalanNya dan Dialah saja yang juga lebih mengetahui orang-orang yang sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk (Shihab, 2002: 386). Ayat ini dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan
menyampaikan dakwah dengan hikmah yakni dialog dengan kata-kata bijak sesuai
dengan
tingkat
kepandaian
mereka.
Terhadap
kaum
awam,
diperintahkan untuk menerapkan mauizdah yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf kemampuan mereka yang sederhana. Sedang terhadap ahl kitab dan penganut agama-agama lain yang diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan. Dalam sebuah nasihat yang baik, dikatakan bahwa seorang juru dakwah harus berbuat dan beramal sesuai dengan apa yang diucapkannya; sementara perdebatan yang baik adalah perdebatan yang tidak disertai katakata yang menyakiti perasaan atau menghina lawan debat (Faqih, 2005:721722). a) Dengan begitu, kewajiban pertama para nabi adalah berdakwah: (Wahai Nabi!) Serulah (manusia).... b) Semua kerja dakwah harus berorientasi pada Tuhan: ....kepada jalan Tuhanmu... c) Setiap kegiatan dakwah memiliki hirarki (kebijaksanaan lewat ceramah, dan perdebatan yang baik; kebijaksanaan menyediakan metode yang rasional, sementara ceramah diarahkan untuk menyentuh emosi): ...dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik, d) Ceramah harus dilakukan dengan cara yang ramah, baik yang menyangkut isi, bentuk, maupun ungkapan-ungkapan yang digunakan: ...dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik... e) Mengemukakan dampak dan manfaat dari segenap apa yang baik serta mengungkapkan efek-efek buruk dan bahaya dari segenap hal yang jahat
dan buruk, termasuk metode dakwah (kebijaksanaan berarti memahami masalah baik dan buruk berdasarkan pengetahuan dan penalaran). f) Kita hanya diwajibkan melaksanakan kewajiban-kewajiban kita dan tidak bertanggung jawab atas konsekwensi yang terjadi. g) Kebijaksanaan dan demonstrasi selamanya merupakan sarana yang memadai untuk meyakinkan orang lain. Sekalipun demikian, ceramah dan perdebatan dapat saja dilakukan dengan cara yang baik maupun buruk (istilah „baik‟ dan „paling baik‟ tidak digunakan dalam kasus kebijaksanaan). h) Kepada para pemeluknya, Islam menawarkan gizi mental (dengan kebijaksanaan) serta pengayaan spiritual (nasihat yang baik) seraya menganjurkan metode-metode logis manakala menghadapi lawan dialog. i) „Kebajikan‟ dalam pengertiannyayang paling luas, termasuk ihwal menghadapi lawan, bermakna bahwa ketika menghadapi musuh, kita harus berpegang pada prinsip-prinsip akhlak Islam: ...dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik... j) Kemurahan hati dan kebaikan merupakan dua metode dasar dalam semua jenis seruan kampanye jika dilakukan pada saat yang tepat yang semestinya. Di sisi lain, pendapat ini tidak disepakati ulama. “Bisa saja ketiga cara ini dipakai dalam satu situasi/sasaran, di kali lain hanya dua cara, atau satu, masing-masing sesuai sasaran yang dihadapi. Bisa saja cendekiawan tersentuh mauizhah, dan tidak mustahil pula orang-orang awam memperoleh manfaat dari jidal dengan yang terbaik. Demikian Thabathaba‟i, salah seorang ulama yang menolak penerapan metode dakwah itu terhadap tingkat kecerdasan
sasaran. Thahir Ibn „Asyur yang berpendapat serupa dan menyatakan bahwa jidal adalah bagian dari hikmah dan mauizhah. Hanya saja, tulisannya, karena tujuan jidal adalah meluruskan tingkah laku atau pendapat, sehingga saasaran yang dihadapi menerima kebenaran, maka kendati ia terlepas dari hikmah atau mauizhah, ayat ini menyebutnya secara tersendiri berdampingan dengan keduanya guna mengingat tujuan dari jidal itu (Shihab, 2002:388). Allah Ta‟ala menyuruh Rasulullah SAW. agar mengajak makhluk kepada Allah dengan hikmah, yakni dengan berbagai larangan dan perintah yang terdapat di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, agar mereka waspada terhadap siksa Allah (ar-Rifa‟i, 1999:1078) Kata hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi terjadinya madharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali, karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan, atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dua hal yang buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Thahir Ibn Asyur menggaris bawahi bahwa hikmah adalah segala himpunan segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah pada perbaikan keadan dan kepercayaan manusia secara bersinambung. Thabathaba‟i mengutip ar-Raghib al-Asfahani yang menyatakan secara singkat bahwa hikmah adalah segala sesuatu yang
mengena kebenaran berdasarkan ilmu dan akal. Dengan demikian, menurut Thabathaba‟i hikmah adalah argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengundang kelemahan tidak juga kekaburan (Shihab, 2002:386-387). Pakar tafsir al-Biqa‟i menggaris bawahi bahwa al-hakim yakni yang memiliki hikmah, harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya, sehingga dia tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu, atau kira-kira dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba. Kata al mau‟izhah diambil dari kata wa‟azha yang berarti nasihat. Mauizhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar pada kebaikan. Demikian dikemukakan oleh banyak ulama. Sedang kata jadilhum diambil dari kata jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikanya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu oleh semua orang maupun hanya oleh sebagian m itra bicara (Shihab, 2002:387). Ditemukan di atas, bahwa mauizhah hendaknya disampaikan dengan hasanah/baik, sedangkan perintah berjidal disifati dengan kata ahsan/yang terbaik, bukan sekadar yang baik. Keduanya berbeda dengan hikmah yang tidak disifati oleh satu sifat pun. Ini berarti bahwa mau‟izhah ada yang baik dan ada yang tidak baik, sedang jidal ada tiga macam, yang baik, yang terbaik, dan yang buruk. Hikmah tidak perlu disifati dengan sesuatu karena dari maknanya telah diketahui bahwa ia adalah sesuatu yang mengena kebenaran berdasarkan ilmu dan akal, seperti tulis ar-Raghib, atau seperti tulis
Ibn „Asyur, ia adalah segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan dan kepercayaan manusia secara bersinambung. Di sisi lain, hikmah yang disampaikan itu adalah yang dimiliki oleh seorang hakim yang dilukiskan maknanya oleh al-Biqa‟i seperti penulis nukil di atas dan ini tentu saja akan disampaikannya setepat mungkin, sehingga tanpa menyifatinya dengan satu sifat pun, otomatis dari namanya dan sifat penyandangnya dapat diketahui bahwa penyampaiannya pastilah dalam bentuk yang paling sesuai (Shihab, 2002:387). Adapun mauizhah, maka ia baru mengena dalam hati sasaran bila ucapan yang disampaian itu disertai dengan keteladanan dari yang menyampaikanya. Nah, inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak, ia adalah yang buruk, yang seharusnya dihindari. Di sisi lain, karena mauizhah biasanya bertujuan mencegah sasaran dari sesuatu yang kurang baik, dan ini dapat mengundang emosi, baik dari yang menyampaikan, lebih-lebih yang menerimanya, maka mauizhah adalah sangat perlu untuk mengingatkan kebaikannya itu. Firman Allah, “Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” berdialoglah dengan mereka dengan lembut, halus, dan sapaan yang sopan, sebagaimana hal ini pun diperintahkan Allah kepada Musa dan Harun tatkala diutus menghadap Fir‟aun, seperti difirmankan, “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut."(Thaha:44). Jidal terdiri dari tiga macam: pertama, yang buruk adalah yang disampaikan dengan kasar, yang mengundang kemarahan lawan serta menggunakan dalih-dalih yang tidak benar. Kedua, yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan, serta menggunakan dalil-dalil atau
dalih walau hanya yang diakui oleh lawan, tetapi ketiga, yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik, dan dengan argumen yang benar, lagi membungkam lawan (Shihab, 2002:388) Penyebutan urutan ketiga macam metode itu sungguh serasi. Ia dimulai dengan hikmah yang disampaikan tanpa syarat, disusul dengan mauizhah dengan syarat hasanah, karena memang ia hanya terdiri dari macam, dan yang ketiga adalah jidal yang dapat terdiri dari tiga macam yang buruk, baik dan terbaik, sedang yang dianjurkan adalah yang terbaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa Al-Quran, demikian juga cara berdakwah Nabi Muhammad SAW., mengandung tiga metode di atas. Ia diterapkan kepada siapa pun sesuai dengan kondisi masing-masing sasaran. c. Kandungan Isi ayat 125 Surat Al-Nahl terdiri atas 128 ayat. Banyak ulama‟ menilainya Makiyah, yakni turun kota Makkah dan sebelum Nabi Muhammad SAW. berhijrah ke Madinah. Ada juga yang mengecualikan beberapa ayat tentang hijrah dan ayat 126 dan ayat seterusnya yang memerintahkan Nabi tidak membalas kejahatan kecuali setimpal dengan perbuatannya. Mereka menilai ayat-ayat ini turun setelah hijrah tepatnya setelah paman Nabi, Hamzah terbunuh dengan kondisi sangat kejam dan mengerikan. Semua itu terjadi ketika terjadi perang Uhud bertepatan pada tahun ketiga hijriyah.
Nama Al-Nahl terambil dari kata nahl yang berarti lebah yang disebut pada ayat 68 surat ini. Kata tersebut hanya sekali disebut dalam Al-Quran yaitu dalam dalam ayat tersebut. Ada juga yang berpendapat surat ini dinamai surat al-Niam karena di dalam surat ini disebutkan banyak kenikmatan Allah yang diuraikan
seperti hujan, buah-buahan, tumbuhan, matahari dan banyak lainnya. Adapun isi kandungan surat Al-Nahl ayat 125 antara lain: 1) Perintah Allah SWT. kepada Rasulullah untuk menyerukan perkara yang hak dan yang batil. 2) Allah SWT. menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah adalah untuk agama Allah semata bukan kepentingan pribadi pendakwah atau golongannya maupun umatnya. 3) Allah SWT. menjelaskan kepada Rasul SAW. agar berdakwah dengan hikmah. 4) Allah SWT. menjelaskan kepada Rasul SAW. agar dakwah dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan mengejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik. 5) Allah SWT. menjelaskan bahwa apabila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun Ahli Kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik.
BAB IV Analisis Metode Pendidikan Islam dalam Surat Al-Maidah Ayat 67 dan Al-Nahl Ayat 125 Menurut Tafsir Al-Mishbah A. Metode Pendidikan Islam dalam Surat Al-Maidah Ayat 67 dan Al-Nahl Ayat 125. 1. Metode Pendidikan dalam Surat Al-Maidah Ayat 67.
Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Departemen Agama RI, 2007:158)
Dari ayat tersebut dapat diambil kata kunci yakni ballig. Ballig artinya “sampaikanlah”. Terambil dari kata al-balag atau al-bulug yaitu “sampai ke tujuan yang dimaksud baik berupa tempat, masa atau lainnya”. Sedangkan masdarnya tabligh artinya ajakan atau seruan dengan jelas dan gamblang, karena pada masa awal-awal Islam tabligh tersebut disampaikan secara diam-diam dan bersembunyi. Kata ballig dalam ayat tersebut tidak menyebutkan objeknya, ini berarti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan menyampaikan ajaran agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Ayat ini pun merupakan pelajaran yang indah bagi hamalatul‟ilmi (orang berilmu), agar tidak menyembunyikan sedikitpun dari ilmu yang ia miliki (Departemen Agama RI, 2009:436).
Quraisy Shihab (2002: 140-141) dalam tafsirnya sependapat dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa pertama, ayat ini merupakan janji Allah kepada Nabi-Nya untuk memeliharanya dari gangguan dan tipu daya orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kedua, ayat ini mengingatkan Rasul agar menyampaikan ajaran agama kepada Ahl alKitab tanpa menghiraukan kritik dan ancaman mereka. Ketiga, ayat ini dianggap bukan sebagai mukjizat walaupun ulama menjadikan ayat ini sebagai salah satu mukjizat AlQuran dikarenakan keterbuktian baru terjadi setelah beliau wafat. Dari firman-Nya; Hai Rasul, sampaikanlah kepada siapapun khususnya Ahl alKitab, apa, yakni petunjuk Allah yang diturunkan kepadamu dari Tuhan yang selalu memeliharamu. Dan jika emgkau kerjakan apa yang diperintahkan ini, walau hanya meninggalkan sebagian kecil yang harus engkau sampaikan, maka itu berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya secara keseluruhan. Jangan khawatir sedikitpun menyangkut akibat penyampaian ini. Allah memeliharamu dari gangguan yang berarti manusia, khususnya dari Ahl al-Kitab yang bermaksud buruk terhadapmu akibat teguran-teguran keras itu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir termasuk orang-orang Yahudi dan Nasrani itu sehingga tidak tercapai maksudnya terhadapmu (Shihab, 2002: 141). Ayat ini sebagaimana diperjelas dengan ayat-ayat sebelumnya tentang teguran-teguran keras untuk Ahl al-Kitab, Quraisy Shihab menyimpulkan bahwasannya ayat ini sebagai landasan diwajibkannya menyampaikankan risalah kenabian (berceramah) disertai dengan jaminan keamanan yang diberikan kepada Nabi. Dilihat dari sighatnya, kata balligh termasuk dalam fi‟il amar yang mengandung arti perintah atau suruhan yang diharuskan dilakukan. Nabi Muhammad SAW. diperintah untuk berdakwah menyampaikan perintah Allah SWT. seluruhnya kepada manusia
sebagai tugas kerasulan. Amanat yang disampaikan kepada umat manusia berupa firmanfirman Allah yang tercantum dalam Al-Quran. Penyampaian amanat Allah SWT. harus sepenuhnya dan tanpa menunda-nunda waktu atau situasi dan kondisi yang tepat dalam memyampaikan karena Allah SWT. memerintahkan utusannya untuk berbuat maka Allah SWT. juga telah memberikan jaminan terhadapnya atas konsekuensi yang akan menjadi akibat dari sebuah tindakan perintah Allah SWT. Allah SWT. dalam ayat tersebut juga menekankan bahwa pentingnya menyampaikan amanat dengan ancaman kepada Rasul sebagai pembawa kabar jika melakukan penyimpangan dalam menyampaikan amanat seperti mengurangi, menambah maupun menunda tersampainya amanat yang dipikul kapada umatnya. Walaupun Nabi disempurnakan dengan sifat maksum tetapi juga tidak terlepas dari kehidupan pribadi Nabi. Terkadang Nabi juga menahan diri demi kesopanan dalam menyampaikan wahyu dan juga untuk menjaga perasaan umat maupun untuk menghindarkan pikiran-pikiran dan tuduhan-tuduhan kaum yang tidak sependapat dengan wahyu yang turun berkaitan dengan pribadi sendiri. Dari keterangan di atas maka dapat diambil suatu metode pendidikan Islam yang ada dalam Al-Quran yakni Allah SWT. memerintahkan Nabi Muhammad SAW. menyampaikan amanat yang diberikannya kepada umat manusia seluruhnya sepanjang hayat masih dikandung badan. Metode tersebut antara lain metode tabligh dalam pendidikan Islam atau sering disebut metode ceramah dalam pendidikan nasional. Kedua, metode perintah dan larangan yang diambil dari kata balligh yang mengandung makna amar atau perintah. Metode targhib dan tarhib yang tercermin dalam tafsir al-Mishbah di atas yang menyebutkan bahwa “Allah memeliharamu dari gangguan yang berarti dari
manusia, khususnya dari Ahl-al-Kitab yang bermaksud buruk terhadapmu akibat teguranteguranmu yang keras itu”. Tabligh/Ceramah adalah metode yang tertua dalam pendidikan Islam. Metode ceramah adalah upaya yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan cara menyampaikan secara langsung materi-materi yang dikehendaki dengan tujuan yang juga sudah ditetapkan baik secara lisan ataupun isyarat. Walaupun dianggap metode yang ketinggalan zaman atau dianggap sangat konvensional atau tidak lagi relevan dengan era informatika yang sangat canggih dewasa ini, tetapi ceramah sangat berperan penting sehingga sangat dibutuhkan untuk tersampainya pesan keilmuan atau materi kepada peserta didik. Dengan demikian metode ini masih tetap relevan dan perlu dipertimbangkan untuk dipergunakan dalam proses pendidikan saat ini.
Dari terusan penafsiran al-Mishbah ayat tersebut, diperoleh sebuah metode pendidikan Islam yaitu metode perintah dan larangan. Melalui ayat ini, Allah SWT. melarang Nabi Muhammad SAW. untuk tidak menyampaikan amanat-Nya walaupun sedikit ataupun hanya penundaan waktunya atau memerintahkan Nabi untuk selalu menyampaikan apa yang menjadi kewajibannya sebagai Rasul. Dari pemahaman ini dapat disimpulkan sebuah metode pendidikan Islam yakni metode perintah dan larangan.
Implikasi metode larangan dalam pendidikan adalah sebagai upaya preventif dalam menanggulangi adanya tindakan-tindakan yang dapat merugikan anak didik dalam proses belajar mengajar maupun dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat di luar sekolah. Dalam kaitannya pendidikan larangan sangat penting dalam mencegah terjadinya kekerasan maupun perilaku yang kurang sesuai dengan norma, apabila metode ini tidak diterapkan dikhawatirkan akan mengakibatkan dilanggarnya aturan-aturan tata tertib dan norma-norma yang ada di sekolah maupun di masyarakat
Sedangkan di akhir ayat, Tafsir Al-Mishbah mengisyaratkan metode targhib dan tarhib atau pemberian hadiah dan ganjaran atau pemberian motivasi dan intimidasi. Metode ini secara tersirat dengan memberikan motivasi berupa janji Allah SWT. terhadap Nabi Muhammad SAW. secara khusus dan umatnya secara umum. Motivasi tersebut yakni Allah akan selalu memelihara Nabi dari gangguan musuh ketika dalam berdakwah dan secara umum diperuntukkan bagi para pendakwah semua. Hadiah dalam pendidikan sekarang ini perlu untuk diberikan dengan ketentuan hadiah yang diberikan tidak selalu berupa benda-benda yang bernilai jual, berharga maupun makanan karena mengakibatkan timbulnya sifat komersial anak didik. Contoh kecil seorang anak tidak mau melakukan pekerjaan sesuai dengan perintah apabila tidak diberi imbalan berupa upah atau hadiah dan sejenisnya. Cukup dengan sebuah motivasi atau pujian yang tidak berlebihan. Begitu juga dengan pemberian ganjaran sangat perlu diberikan dengan batas wajar untuk memberikan control terhadap anak atas perilaku yang kurang sesuai atau perbuatan yang melanggar aturan bahkan sebagai cambuk untuk tidak lagi mengulangi hal yang sama. Terkadang menjadi berbahaya jika anak melanggar aturan kemudian tidak diberi teguran maka dikhawatirkan menyimpulkan bahwasannya hal yang dilakukan adalah hal yang lazim dan dapat dibenarkan.
2. Metode Pendidikan dalam Surat Al-Nahl Ayat 125
Artinya. “125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Departemen Agama RI, 2007:383)
Potongan ayat yang berbunyi: “ud‟u ila sabili robbika” maksudnya adalah serulah ummatmu wahai para Rasul dengan seruan agar mereka melaksanakan syari‟at yang telah ditetapkannya berdasarkan wahyu yang diturunkannya, dengan melalui ibarat dan nasehat yang terdapat di dalam Kitab yang diturunkannya. Dan hadapilah mereka dengan cara yang lebih baik dari lainnya sekalipun mereka menyakitimu, dan sadarkanlah dengan cara yang baik (Nata, 2010:171). Berdasarkan keterangan ini dapat dipahami bahwasannya agama Islam sangat mementingkan pendidikan. Yaitu pemberian pengetahuan dan pemahaman melalui pengajaran yang langsung maupun tidak langsung atau secara formal, informal atau nonformal. Allah SWT. menjelaskan pentingnya menyampaikan pengajaran dalam Al-Quran Surat Fussilat/41 ayat 33:
Artinya.“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: „Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?‟” (Departemen Agama RI, 2007:688)
Dari ayat tersebut Allah SWT. menyebut kegiatan pendidikan (mengajar) dengan sebutan ahsanul-qaul ( ucapan atau perbuatan yang paling baik). Dan dari ayat yang lain, Allah SWT. memberi predikat kepada pelaku pendidikan dengan sebutan khoiru ummah (umat yang paling baik) karena telah telibat aktif dalam kegiatan pendidikan yakni dengan
menyeru kepada hal yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar (Departemen Agama RI, 2009: 441). Pernyataan ini sesuai dengan Firman Allah SWT surat Ali Imran ayat 110:
Artinya. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orangorang yang fasik.” (Departemen Agama RI, 2007:80)
Ayat 125 ini Quraisy Shihab (2002: 386) menjelaskan, sekurang-kurangnya ada tiga cara atau metode dalam pendidikan Islam, yakni metode hikmah, metode mau‟idzah hasanah dan metode mujadalah. Metode tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda dalam pendidikan Islam.
Pertama, metode hikmah mengandung pengertian yang sangat luas. Qusaisy Shihab (2002: 386) menyatakan bahwa kata hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi terjadinya madharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali, karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan mengarah ke arah yang tidak
diinginkan, atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dua hal yang buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Dengan demikian metode hikmah dapat dipahami sebagai cara yang digunakan dalam proses pendidikan Islam untuk tercapainya tujuan pendidikan Islam secara umum yakni dengan kebijaksanaan, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, ucapan yang santun, perilaku yang sopan, dan berdasar pada ilmu, keadilan dan kebenaran. Sebagai contoh perintah Allah terhadap Nabi Musa dan Harun untuk menghadap Fir‟aun yang kejam dan mengaku-ngaku Tuhan dengan metode yang bijaksana dan tidak sebaliknya melawan dengan kekerasan walaupun Fir‟aun tetap pada kesesatannya, karena pada prinsip hikmah adalah amar ma‟ruf hendaklah dilakukan dengan cara yang ma‟ruf dan mencegah kemungkaran tidak diperkenankan dengan kemungkaran juga tetapi dengan tanpa kekerasan, pemaksaan, ataupun dengan disertai pengrusakan yang malah bisa menimbulkan kemungkaran yang lain.
Metode ini cocok diterapkan pada peserta didik maupun golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka harus dididik dengan metode hikmah, yaitu dengan alasan-alasan atau dalil-dalil yang dapat diterima oleh kekuatan doa mereka.
Kedua, metode yang terdapat dalam ayat tersebut adalah metode mauizhah hasanah. Dalam tafsir al-Mishbah (2002:387) mau‟izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Mauizhah hasanah adalah ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, kabar gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, mauizhah hasanah sebagai metode pendidikan Islam dapat diartikan sebagai cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar atau dalam mendidik dengan menggunakan kata-kata yang masuk dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar aib atau kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.
Metode ini dapat diimplementasikan untuk orang awam yang kebanyakan belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum bisa memahami pemahaman yang tinggi-tinggi, mereka ini diseru/diajarkan dengan cara mauizhah hasanah dengan anjuran, nasehat, wasiat, cerita-cerita, dan didikan yang baik-baik dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami seperti ceramah-ceramah mubaligh dalam acara-acara pengajian atau khutbah yang bersifat doktriner.
Ketiga, mujadalah dalam ayat yang sama juga merupakan sebuah metode pendidikan Islam. Quraish Shihab (2002: 387) memaknai kata jidal adalah diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara. Jidal terdiri dari tiga macam yakni, pertama yang
buruk adalah yang
disampaikan dengan kasar, yang mengandung kemarahan lawan serta yang menggunakan dalih-dalih yang tidak benar. Kedua yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan, serta menggunakan dalil-dalil atau dalih walau hanya yang diakui oleh lawan, tetapi ketiga yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik, dan dengan argumen yang benar, lagi membungkam lawan (Shihab, 2002: 388). Metode mujadalah yang dimaksud adalah suatu upaya tukar pendapat, yang dilakukan dua orang atau lebih dengan
menyampaikan argumen-argumen tanpa mementingkan kepentingan pribadi, disertai dengan bukti atau dalil yang kuat atau juga dapat diartikan sebagai perbincangan yang dialogis.
Metode mujadalah sering digunakan setelah upaya penggunaan pendekatan hikmah dan juga setelah dirasa tidak dapat lagi diupayakan untuk dinasehati dari hati ke hati seperti golongan orang awam. Biasanya metode ini digunakan oleh pihak-pihak yang suka membahas sesuatu hal. Golongan ini diperintahkan Allah SWT. untuk diseru untuk dinasehati dengan metode mujadalah billati hiya ahsan yakni dengan cara bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir sehat satu dan lainnya dengan cara yang baik sehingga tidak menonjolkan ego masing-masing. Jika tidak demikian maka sebuah proses tukar pikiran yang terjadi adalah dilandasi dengan nafsu sehingga tidak lagi dapat disebut dengan kegiatan jidal yang sehat atau tidak berdasar pada asas dialog keislaman.
B. Relevansi Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 67 dan Al-Nahl Ayat 125 dengan Kehidupan Masa Kini
1. Surat Al-Maidah ayat 67 Dalam kaitannya dengan kehidupan dewasa ini tafsir ayat ini masih sangat relevan terlebih dalam kaitannya proses belajar mengajar dan secara umum dalam pendidikan Islam. Ayat ini mengintruksikan seorang utusan untuk menyampaikan amanah yang telah diwajibkan atasnya tanpa menghiraukan besarnya tantangan yang dihadapi karena dalam permulaan ayat ini disebutkan dengan jelas kata “sampaikanlah”. Kata ini dapat dimaknai dengan seruan untuk mengadakan kegiatan pengajaran/ceramah/pengajian baik di masa kerasulan maupun masa kini. Begitu pula
dengan seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan terlebih-lebih ilmu agama. Golongan ini diwajibkan untuk terus menerus menyampaikan apa yang mereka ketahui atau ilmu yang dimiliki kepada orang yang belum mengetahui. Dengan demikian dalam kaitannya pendidikan sekarang ini seorang guru yang bertugas mengajar, mendidik, dan membimbing anak didik berkewajiban untuk selalu menyampaikan ilmu yang dimilikinya sebagai pertanggungjawaban atas dirinya kepada Allah SWT.
Kemajuan teknologi informatika yang sangat maju dan canggih sekarang ini sehingga akses informasi dan komunikasi sangat mudah dan cepat menuntut untuk kemandirian dalam belajar. Belajar tanpa pengajar dimungkinkan dapat berjalan dengan baik karena siswa dapat mencari bahan-bahan pelajaran atau materi dengan sendiri tanpa bantuan dari guru tetapi dengan bantuan internet. Diakui atau tidak akses informasi memang sangat cepat dan tampak semua ada di dalamnya terlebih-lebih materi pelajaran.
Dalam proses belajar, penyampaian seorang guru masih sangat diperlukan malaupun terkadang dengan belajar sendiri atau dengan membaca refrensi yang diunggah dari internet sudah dapat memahami sebuah materi. Dianggap penting karena dalam memahami sebuah informasi dibutuhkan bantuan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan pemahaman pengajar. Terlebih jika dalam memahami materi mendapatkan kesulitan maka jalan keluar yang dibutuhkan adalah penjelasan seorang guru agar tidak terjadi kesalah fahaman dalam memahami sesuatu hal atau penafsiran yang kurang benar sehingga mengakibatkan faham yang salah.
2. Surat Al-Nahl ayat 125 Secara garis besar, tafsir ayat ini Allah SWT. memberikan pedoman kepada Rasul-Nya tentang tata cara berdakwah/mengajar/mendidik maupun menyampaikan pesan keagamaan untuk mengikuti jalan yang lurus yakni agama Allah dengan mengikuti syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Adapun tata cara yang terkandung di dalamnya adalah pengajaran dengan cara hikmah, maudzah hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan yang kesemuanya masih sangat dibutuhkan dan relevan masa kini sehingga dapat diterapkan dalam pendidikan Islam sebagai metode pendidikan yang berfungsi sebagai alat tercapainya pesan pendidikan yang diinginkan. Penggunaan metode bil hikmah sekarang ini dianggap penting untuk digunakan dalam kaitannya menghadapi golongan-golongan atau perorangan yang memiliki kemampuan berfikir yang baik seperti pelajar, akademisi maupun para ilmuan sehingga mendapatkan hasil yang dituju secara baik. Penggunaan cara ini tidak lain dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang luhur dan kebijaksanaan sehingga pikiran mampu sampai dalam tahap pencarian faedah, hikmah ataupun rahasia dibalik sebuah fenomena yang Allah maksud berdasarkan kesesuaian situasi dan kondisi agar dapat mudah dipahami. Cara mauidzah hasanah juga dianggap sangat relevan dengan kondisi masa kini dan sangat diperlukan dengan bukti masih sering diadakannya ceramah-ceramah keagamaan, pengajian-pengajian di kampung-kampung maupun yang sering didengar adalah khutbah yang sampaikan setiap jumat. Walaupun dianggap kuno, kurang efektif dan efisien metode ini masih cukup diminati. Metode ini juga tidak terlepas
dengan pembawaan pendakwah. Ceramah dengan pembawaan yang sedikit dibumbui dengan humor tampaknya lebih diminati untuk diikuti walaupun terkadang kurang fokus sehingga ilmu yang disampaikan kurang mengena. Yang kesemuanya itu tidal lain dan tidak bukan hanya untuk menghasilkan hati yang lembut karena mudah diterima oleh umat. Metode Mujadalah akhir-akhir ini sangat mudah terlihat dalam acara manapun seperti acara-acara televisi. Diskusi-diskusi di dalam kelas masih sering dijalankan sebagai upaya pemecahan masalah akademis juga diskusi-diskusi kenegaraan banyak dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam negara. Ini menunjukkan bahwa mujadalah sebagai bagian dari hasil penafsiran ayat ini memiliki relevansi yang masih bisa dirasakan masa kini sebagai metode penyampaian informasi, materi ajar maupun pesan keagamaan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa Surat AlMaidah adalah surat kelima dalam Al-Quran, turun setelah Nabi hijrah ke kota Madinah sehingga dinamakan Surat Madaniyah dan terdiri dari 120 ayat. Di dalamnya mengandung pokok-pokok isi ajaran agama Islam secara garis besar. Sedangkan surat Al-Nahl tergolong surat Makkiyyah dan terdiri atas 128 ayat secara keseluruhan turun sebelum Nabi hijrah kecuali ayat 126 dan seterusnya yang turun tahun ke tiga setelah Nabi hijrah ke Madinah bertepatan pada perang Uhud. Di dalam kandungan isi surat keduanya memiliki kesamaan tentang ayat-ayat pendidikan yang membahas cara-cara atau metode pendidikan Islam. Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai alat dalam mentransfer ilmu pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri. Adapun urgensi darimetode pendidikan Islam antara lain: Pertama, sebuah adigum mengatakan bahwa “Al-Thariqat Ahammu min alMaddati” (metode jauh lebih penting dibanding materi), adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik, karena disampaikan disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri kurang dapat dicerna oleh peserta didik. Kedua, pernyataan para filosof pendidikan dari Barat bahwa “Pendidikan itu pada hakikatnya adalah proses pemberian kail untuk digunakan mencari ikan, dan bukan proses
memberi ikan untuk dimakan oleh anak didik” artinya bahwa hakikat dari pendidikan adalah proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang di dalamnya terdapat sebuah metode pendidikan yang menjadi alat untuk proses pendidikan. Ketiga, dalam adigum ushuliyah juga disebutkan bahwa “Al-Amru bi Sya‟i Amru Biwasailihi, Walil Wasaili Hukmul Maqosidi”. Artinya perintah pada sesuatu (termasuk di dalamnya adalah pendidikan) maka perintah pula mencari mediumnya (metode), dan bagi medium hukumnya sama halnya dengan apa yang dituju. Dari syair, pernyataan filosof Barat, maupun adigum ushuliah tersebut menunjukkan bahwa metode dalam proses belajar mengajar mempunyai kedudukan yang sangat signifikan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan metodologi pendidikan Islam sebagai dasar pijakan dalam pelaksanan pemberian sebuah metode dalam menyampaikan materi antara lain sebagai berikut: 8. Mengetahui motivasi (dorongan batin), kebutuhan dan minat anak didiknya. 9. Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksaan pendidikan. 10. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan, serta perubahan anak didik. 11. Mengetahui perbedaan-perbedaan karakter individu di dalam anak didik. 12. Memperhatikan kepahaman, dan mengetahui hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutanya,keaslian, pembaruan dan kebebasan berfikir. 13. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik. 14. Menegakan “uswah hasanah” artinya selalu berperilaku luhur dengan tujuan yang mulia agar menjadi pribadi yang pantas dicontoh anak didiknya.
Secara umum metode pendidikan Islam sangat beragam macamnya seperti metode metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode demonstrasi dan eksperimen, metode resitasi, metode kerja kelompok, metode sosio-drama dan bermain peranan, metode karya wisata, metode drill, dan metode sistim regu. Adapun metode pendidikan Islamyang terkandung dalam surat Al-Maidah ayat 67 dan AlNahl ayat 125 antara lain: 1. Metode Tabligh/Ceramah. Metode ceramah adalah upaya yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan cara menyampaikan secara langsung materi-materi yang dikehendaki dengan tujuan yang juga sudah ditetapkan baik secara lisan atau pun isyarat. Metode ini sesuai dengan permulaan ayat 67 dalam surat Al-Maidah. 2. Metode perintah dan larangan. Perintah untuk bersabar dalam menjalankan tugas kerasulan walaupun Nabi terlihat kesal terhadap perlakuan kaum kafir Qurasy terhadap pamannya yang terbunuh dan diperlakukan secara keji. Larangan terhadap Rasul atas kesedihan yang dialami terhadap perlakuan kaum Quraisy. Metode ini sesuai dengan ayat 67 dalam surat Al-Maidah. 3. Metode targhib dan tarhib. Metode targhib dan tarhib dipergunakan pengajar untuk memberikan imbalan kepada pelajar atas usaha yang dilakukan berupa hadiah untuk yang berprestasi dan hukuman untuk pelajar yang melakukan kesalahan. Metode ini sesuai dengan ayat 67 dalam surat Al-Maidah. 4. Metode hikmah. Metode hikmah adalah metode dengan kebijaksanaan, ilmu yang luhur, akal yang mulia dan kelapangan dada yang perlu digunakan seorang pengajar untuk menarik minat dan gairah belajar sehingga memberikan semangat untuk mempelajari agama secara baik dan mengamalkannya. Metode ini sesuai dengan surat Al-Nahl ayat 125.
5. Metode mauidzah hasanah. Metode mauidzah hasanah merupakan metode yang mengandung unsur bimbingan, pengajaran dan pendidikan untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasehat dengan lemah lembut agar berkemauan untuk merubah diri lebih baik. Metode ini sesuai dengan surat Al-Nahl ayat 125. 6. Metode mujadalah adalah suatu upaya tukar pendapat, yang dilakukan dua orang atau lebih dengan menyampaikan argumen-argumen tanpa mementingkan kepentingan pribadi, disertai dengan bukti atau dalil yang kuat atau juga dapat diartikan sebagai perbincangan yang dialogis. Metode ini sesuai dengan surat AlNahl ayat 125.
B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka pribadi penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Seorang pengajar hendaknya berusaha selalu belajar terus menerus tidak hanya cukup puas dengan pengetahuan yang dimiliki mengingat ilmu yang Allah berikan kepada manusia begitu sangat luas. 2. Seorang pengajar hendaknya berusaha menggunakan metode pendidikan Islam yang terdapat di dalam Al-Quran dan diantaranya yang telah disebutkan di atas dan kemudian berusaha menggali metode-metode lain di dalam Al-Quran sehingga dapat dipergunakan untuk mendidik manusia mengingat Al-Quran sebagai pedoman segala urusan manusia. 3. Yang terakhir dan tidak kalah penting seorang pengajar harus mampu memahami dan mengaplikasikan metode pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dibutuhkan dalam proses belajar mengajar.
C. Penutup Alhamdulillahirobbil „alamin segala puji bagi Allah SWT. atas karunia yang diberikan, sehingga penulis diberikan kekuatan, kemudahan, dan kelancaran untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari kekurangan dan kesalahan atas keterbatasan pribadi penulis sehingga besar harapannya untuk mendapat kritik dan saran demi perbaikannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk diri penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Amin ya Robbal „alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrohman Saleh. 2005.Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran. Jakarta : Rineka Cipta Al-Farmawi, Abd. Al-Hayy. 1996. Metode Tafsir Mawdhu‟iy: Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada An-Nahlawi, Abdurrohman.1989. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung : Diponegoro An-Nasai, Abi Abdirrohman Ahmad Bin Suaib. 1991. Sunan Kubro. Libnan : Darul Kitab Al-Alamiah Al Rasyidin, Samsul Nizar. 2005. Fillsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta : Ciputat Press Al-Qarni, „Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta : Qisthi Press Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta. Ciputat Press Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. 1999. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press Baidan, Nashrudin. 2000. Metodologi penafsiran Al-Quran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Departemen Agama RI. 2007. Al-Quran Dan Terjemah. Jakarta : Fajar Mulia ................., 2009. Al-Quran Dan Tafsirnya. Jakarta : Lembaga Percetakan Al-Quran Departemen Agama
................., 2009. Tafsir Al-Quran Tematik: Etika Berkeluarga,Bermasyarakat, dan Berpolitik. Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Daradjat, Zakiyah Dkk. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara Djumransyah, M. Abdul Malik Karim Amrullah. 2007.
Pendidikan Islam: Menggali
“Tradisi” Menegakkan Eksistensi. Malang : UIN-Malang Press Faqih, Allamah Kamal. 2004. Tafsir Nurul Quran. Jakarta. Nur Al-Huda Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Bandung. Remaja Rosdakarya Muhaimin, Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya Bandung: Tri Genda Karya Munir, M. 2003. Metode Dakwah. Jakarta : Prenada Media Na‟im, Ngainun. 2009. Sejarah Pemikiran Hukum Islam: Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Teras Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya : Al-Ikhlas Nata, Abudin. 2010. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta : Rajawali Press ................, 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat : Logos Wacana Ilmu Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta : Lkis
Shihab, M. Quraish. 1994. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan ................., 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran. Jakarta : Lentera Hati ................, 2012. Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surat-Surat Al-Quran. Tangerang : Lentera Hati Tafsir, Ahmad. 2008. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya Usman, Basyirudin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta : Ciputat Press Yasin, A. Fatah. 2008. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang Press Zuhairi, Abdul Ghafir, Slamet As. Yusuf. 1997. Methodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional Kahfi, Ahmad Ashabul. 2011. Kajian Kitab Tafsir di Indonesia (Tafsir al-Mishbah M. Quraish Shihab), (Online), http://anamko. blogspot.com/ 2013 /08/ kajian-kitabtafsir-di-indonesia-tafsir.html, diakses 20 Januari 2015). Kunoichi, Fika. 2013. Metode Penafsiran "Tafsir Al-Mishbah" Karya Quraisy Syihab, (Online), (Http://Fika017.Blogspot.Com /2013/12/ Metode-Penafsiran-Tafsir-AlMishbah.Html, diakses 20 Januari 2015). Samual, Jhoni. 2013. Analisis Terhadap Tafsir Al-Mishbah (Karya M. Quraish Shihab), (Online), (http://jhonisamual.blogspot .com/2013/06/analisis-terhadap-tafsir-almishbah.html, diakses 20 Januari 2015).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI Nama
: Mochamad Mangsur
Nama Ayah
: Bp. Nur Rochmad
Nama Ibu
: Ibu Rusyati
Tempat, Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 13 Maret 1992
Alamat
: Krajan Barat Rt 03, Rw 03, Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, Jawa Tengah
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Tinggi atau Berat Badan
: 170 cm/55kg
RIWAYAT PENDIDIKAN Pendidikan Formal 1998 – 2004
MI Arrosyad Bergaslor, Bergas, Kab. Semarang
2004 – 2007
SMP N 3 Bawen, Kab. Semarang
2007 – 2010
SMA N 1 Bergas, Kab. Semarang
2010 – 2015
Program Sarjana (S1) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.