40
BAB III AL-QUR’AN SURAT AN-NAHL AYAT 125
A. Gambaran Umum Surat An-Nahl Surat ini terdiri atas 128 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Surat ini dinamakan An Nahl yang berarti lebah karena di dalamnya, terdapat firman Allah s.w.t. ayat 68 yang artinya : "Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah". Lebah adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan al-Quran al-Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacammacam penyakit manusia (lihat ayat 69). Sedang al-Quran mengandung inti sari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada Nabi-nabi zaman dahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (Lihat surat (10) Yunus ayat 57 dan surat (17) Al Isra' ayat 82). Surat ini dinamakan pula "an-Ni'am" artinya nikmat-nikmat, karena di dalamnya Allah menyebutkan pelbagai macam nikmat untuk hamba-hamba-Nya.1 Adapun pokok-pokok kandungan surat an-Nahl adalah sebagai berikut: 1.Keimanan: Kepastian adanya hari kiamat; keesaan Allah; kekuasaan-Nya dan kesempurnaan ilmu-Nya serta dalil-dalilnya; pertanggungan jawab manusia kepada Allah terhadap segala apa yang telah dikerjakannya. 2.Hukum-hukum: Beberapa hukum tentang makanan dan minuman yang diharamkan dan yang dihalalkan; kebolehan memakai perhiasan-perhiasan yang berasal dari dalam laut seperti marjan dan mutiara; dibolehkan memakan makanan yang diharamkan dalam keadaan terpaksa; kulit dan bulu 1
hlm. 214.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz XII-XIV, cet. II,
41
binatang dari hewan yang halal dimakan; kewajiban memenuhi perjanjian dan larangan mempermainkan sumpah; larangan membuatbuat hukum yang tak ada dasarnya; perintah membaca isti'aadzah (a'uudzubillahi minasyaithaanirrajiim/aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk); larangan membalas siksa melebihi siksaan yang diterima. 3.Kisah-kisah: Nabi Ibrahim a.s. 4.Lain-lain: Asal kejadian manusia; madu adalah untuk kesehatan manusia; nasib pemimpin-pemimpin palsu di hari kiamat; pandangan orang Arab zaman Jahiliyah terhadap anak perempuan; ajaran moral di dalam Islam; pedoman da'wah dalam Islam.2 Surat An-Nahl juga mengandung keterangan tentang sifat-sifat orang musyrikin, dan tingkah laku mereka, serta tantangan mereka terhadap kebenaran hari kiamat dan kerasulan Muhammad SAW., kemudian Allah SWT. menyebutkan peringatan-peringatan-Nya kepada mereka dan azab yang mereka alami sebagai akibat dari sifat perbuatan mereka itu. Dalam surat ini, Allah menunjukkan bukti-bukti ke Esaan-Nya seraya memaparkan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dan surat ini memuat juga hukum-hukum dan ajaran-ajaran tentang akhlak. B. Teks Surat An-Nahl ayat 125 dan Terjemahannya
ِﺇﻥﱠﺴﻦ ﺣ ﻲ ﹶﺃ ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫﺎ ِﺩﹾﻟﻬﻭﺟ ﻨ ِﺔﺴ ﺤ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﻤ ﺍﹾﻟﻤ ِﺔ ﻭ ﺤ ﹾﻜ ِ ﻚ ﺑِﺎﹾﻟ ﺑﺭ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﻉ ِﺇﻟِﻰ ﺩ ﺍ ﺘﺪِﻳﻬ ﻤ ﺑِﺎﹾﻟﻋﹶﻠﻢ ﻮ ﹶﺃ ﻭﻫ ﺳﺒِﻴِﻠ ِﻪ ﻦﺿﻞﱠ ﻋ ﻦ ِﺑﻤﻋﹶﻠﻢ ﻮ ﹶﺃ ﻚ ﻫ ﺑﺭ {125} ﻦ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahkan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang yang lebih mengetahui tentang 2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT Karya Toha Putra, tt.), hlm.. 401.
42
siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.3 C. Mufradat (Arti Kata) Lafal ud’u (ﺩﻉ )ﺍmerupakan fi’il amr (kata kerja perintah) kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyeru manusia kepada jalan Allah SWT (agama Allah SWT). Dalam ayat itu tidak menyebutkan maf’ul bih-nya (obyek). Sebagian besar mufasir (para pentafsir al-Qur’an) mengatakan bahwa obyek seruan Nabi adalah semua manusia. Ini berarti bahwa Nabi diutus untuk umat manusia seluruhnya.4
(ﻚﺭﺑ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ) ditafsiri denganِ ﻳﻨِﻪِﺩ
(agama-Nya) karena agamalah yang bisa mengantarkan manusia kepada negeri kebahagiaan yang abadi.5 Hikmah (ﺔﺤ ﹾﻜﻤ ِ )ﺍﹾﻟadalah argumen pasti yang berguna bagi akidahakidah keyakinan dan meupakan tingkatan seruan yang paling tinggi.6 Ia dapat menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan, tidak juga kekaburan. Hikmah merupakah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan kerancuan.7 Kata mau’idhah (ِﻮ ِﻋ ﹶﻈﺔ ﻤ ) َﺍﹾﻟterambil dari kata
ﻋﻆﹲ ﻭ yang berarti
nasihat. Mau’idhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Mau’idhah hendaknya disampaikan dengan ﻨ ِﺔﺴ ﺤ ﺍﹾﻟ hasanah/baik.8 Ia merupakan seruan dengan cara-cara yang sesuai dengan situasi dan kondisi obyeknya yang bisa diterima oleh manusia dan dapat
3
Ibid., hlm. 421. Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah,1994), juz III, cet. 1, hlm. 175. 5 Ahmad ibn Muhammad ash-Shawy, Hasyiyah ash-Shawy, (Libanon: Dar alKutub al-Ilmiah,1991), hlm. 295. 6 Muhammad Nawawy al-Jawy, Marah Labid, (Libanon: Dar al-Fikr, 1980), juz I, hlm.469. 7 Wahbah al-Zuhailiy, Tafsir Munir, (Libanon: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1994), juz XIII, hlm. 267. 8 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. I, hlm.386 4
43 mengantar kepada kebaikan.9
Dalam mauidhah hasanah ini mencakup
targhib (seruan kearah kebaikan dengan memberi iming-iming balasan kebaikan) dan tarhib (seruan untuk meninggalkan keburukan dengan memberi peringatan dan ancaman bagi mereka yang melanggar).10 ﺴﻦ ﺣ ﻲ ﹶﺃ ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫﺎ ِﺩﹾﻟﻬﻭﺟ kata ﻢﺎ ِﺩﹾﻟﻬ ﺟterambil dari kata ﺍﻝﹲ ِﺟﺪatau ﺩﻟﹶﺔ ﺎﻣﺠ . Ia merupakan bentuk mashdar dari fi’il madli yang mendapat tambahan huruf alif di antara fa’ fi’il dan ain fi’il, sehingga menjadi (ﺍﻝ ) ِﺟﺪyang bermakna berdebat, yaitu bedebat dengan bukti-bukti yang berguna untuk mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.11
D. Asbab al-Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya Ayat 125) Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan surat dan ayat al-Qur’an berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa dakwah nabi, sepeti surat al-Baqarah, al-Hasyr, dan al-‘Adiyat.12 Atau diturunkan karena adanya kebutuhan mendesak akan hokum-hukum Islam, seperti an-Nisa’, alAnfal, at-Thalaq dan lain-lain.13 Kasus-kasus yang menyebabkan turunnya surat atau ayat inilah yang disebut asbab an-nuzul. Mengetahui asbab an-nuzul ini sangat membantu untuk mengetahui ayat al-Qur’an dan untuk mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang dikandungnya. Oleh karena itu, sekelompok ulama 9
Muhammad Nawawiy al-Jawy, loc. cit. Lihat juga Fakhruddin al-Razy, Tafsir Mafatih al-Ghaib, (Libanon: Dar al-Kutb al-Ilmiyah,1990), cet. I, jilid 10, juz XX, hlm. 111. 10 Ahmad bin Muhammad ash-Shawy, op. cit., hlm. 296. 11 Quraish Shihab, loc. cit. 12 Surat al-Baqarah diturunkan pada tahun pertama hijrah. Kebanyakan ayatnya berisi teguran kepada orang-orang Yahudi yang menghalang-halangi kemajuan Islam, dan selebihnya menetapkan beberapa ketentuan hokum, seperti perubahan kiblat, kewajiban puasa, haji dan lain-lain. Surat al-Hasyr diturunkan khusus tentang pengusiran kaum Yahudi Bani Nadhir. Dan surat al-‘Adiyat diturunkan khusus tentang orang-orang Arab Wadi Yabis, atau yang lain. 13 Surat an-Nisa’ membicarakan hukum-hukum perkawinan dan pewarisan. Surat al-Anfal membicarakan harta rampasan perang dan tawanan perang. Dan surat at-Thalaq membicarakan hukum-hukum talak.
44
hadis dari kalangan sahabat dan tabi’in menaruh perhatian besar terhadap hadis-hadis asbab an-nuzul. Mereka banyak meriwayatkan hadis semacam itu.14 Asbabun Nuzul tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal (rasio), tidak lain mengetahuinya harus berdasarkan riwayat yang shahih dan didengar langsung dari orang-orang yang mengetahui turunnya AlQur'an, atau dari orang-orang yang memahami asbab an-nuzul, lalu mereka menelitinya dengan cermat, baik dari kalangan sahabat, tabi'in atau lainnya. dengan catatan pengetahuan mereka diperoleh dari ulama-ulama yang dapat dipercaya. Mengenai sebab turunnya ayat ini, al-Wahidy dalam kitabnya Asbab an-Nuzul mengatakan :
ﺣﺪﺛﻨﺎ:ﺃﺧﱪﻧﺎ ﺍﺑﻮ ﻣﻨﺼﻮﺭ ﺑﻦ ﳏﻢ ﺍﳌﻨﺼﻮﺭﻯ ﻗﺎﻝ ﺍﺧﱪﻧﺎ ﻋﻠﻰ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺍﳊﺎﻓﻆ ﻗﺎﻝ ﺣﺪﺛﻨﺎ: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﳊﺎﻛﻢ ﺑﻦ ﻣﻮﺳﻰ ﻗﺎﻝ:ﻋﺒﺪﺍﷲ ﺑﻦ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰﻗﺎﻝ ﺇﲰﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﻋﻴﺎﺱ ﻋﻦ ﻋﺒﺪﺍﳌﺎﻟﻚ ﺑﻦ ﺍﰊ ﻋﻴﻴﻨﺔ ﻋﻦ ﺍﳊﻜﻢ ﺑﻦ ﻋﻴﻴﻨﺔ ﻋﻦ ﳎﺎﻫﺪ ﻋﻦ ﳌﺎ ﺍﻧﺼﺮﻑ ﺍﳌﺸﺮﻛﻮﻥ ﻋﻦ ﻗﺘﻠﻰ ﺍﺣﺪ ﺍﻧﺼﺮﻑ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ِﺻﻠﻰ:ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﺮﺃﻯ ﻣﻨﻈﺮﺍ ﺳﺎﺀﻩ ﻭﺭﺃﻯ ﲪﺰﺓ ﻗﺪ ﺷﻖ ﺑﻄﻨﻪ ﻭﺍﺻﻄﻠﻢ ﺃﻧﻔـﻪ ﻟﻮﻻ ﺃﻥ ﳛﺰﻥ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺃﻭ ﻳﻜﻮﻥ ﺳﻨﺔ ﺑﻌﺪﻯ ﻟﺘﺮﻛﺘﻪ ﺣﱴ ﻳﺒﻌﺜﻪ:ﻭﺟﺪﻋﺖ ﺃﺫﻧﺎﻩ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﷲ ُﺗﻌﺎﱃ ﻣﻦ ﺑﻄﻮﻥ ﺍﻟﺴﺒﺎﻉ ﻭﺍﻟﻄﲑ ﻻﻗـﺘﻠﻦ ﻣﻜﺎﻧﻪ ﺳﺒﻌﲔ ﺭﺟﻼﻣﻨﻬﻢ ﰒ ﺩﻋﺎ ﺎ ﻭﺟﻬﻪ ﻓﺨﺮﺟﺖ ﺭﺟﻼﻩ ﻓﺠﻌﻞ ﻋﻠﻰ ﺭﺟﻠﻴﻪ ﺷﻴﺄ ﻣﻦ ﺍﻻﺫﺧﺮ ﰒ ﺑﱪﺩﺓ ﻓﻐﻄﻰ ﻗﺪﻣﻪ ﻭﻛﱪ ﻋﻠﻴﻪ ﻋﺸﺮﺍ ﰒ ﺟﻌﻞ ﳚﺎﺀ ﺑﺎﻟﺮﺟﻞ ﻓﻴﻮﺿﻊ ﻭﲪﺰﺓ ﻣﻜﺎﻧﻪ ﺣﱴ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﺳﺒﻌﲔ ﺻﻼﺓ ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻟﻘﺘﻠﻰ ﺳﺒﻌﲔ ﻓﻠﻤﺎ ﺩﻓـﻨﻮﺍ ﻭﻓﺮﻍ ﻣﻨﻬﻢ ﻧﺰﻟﺖ ﻫﺬﻩ ﺍﻻﻳﺔ ﺍﺩﻉ ﺇﱃ ﺳﺒﻴﻞ ﺭﺑﻚ ﺑﺎﳊﻜﻤﺔ ﻭﺍﳌﻮﻋﻈﺔ ﺍﳊﺴﻨﺔ ﺇﱃ ﻗﻮﻟﻪ ﻭﺍﺻﱪ ﻭﻣﺎﺻﱪﻙ ﺇﻻ ﺑﺎﷲ 15 .ِﻓﺼـﱪ ﻭﱂ ﳝﺜﻞ ﺑﺄﺣﺪ 14
M.H. Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terj. A. Malik Madaniy dan Hamim Ilyas, (Bandung: Mizan, 1987), cet. I, hlm. 121. 15 Ali ibn Ahmad al-Wahidy an-Naisabury, Asbab an-Nuzul, (Libanon: Dar alKitab al-‘Araby, 1991), cet. IV, hlm. 232-233.
45
"Dari Abu Manshur Muhammad bin Mahm al-Manshury, dari Ali bin Amr dari Abdullah bin Muhammad bin Abd al-Aziz, dari Hakam bin Musa dari Ismail bin Iyas, dari Abdul Malik bin Abi Uyainah, dari Hakam bin Uyainah dari Mujahid, dari Ibn Abbas berkata: Ketika kaum Musyrikin pulang dari perang Uhud maka Rasulullah pun pulang, lalu beliau melihat suatu pemandangan yang menyedihkannya, juga melihat Hamzah (paman beliau) yang robek perutnya, hidungnya terpotong, kedua telinganya putus. Lalu Rasulullah berkata: “Andaikan tidak karena para wanita itu bersedih atau ada tahun setelahku maka sungguh akan aku tinggalkan dia hingga Allah mengirimkannya ke perut hewan buas dan burung. Sungguh aku akan membunuh tujuh puluh orang dari golongan mereka sebagai penggantinya. Lalu Rasulullah mengambil kain16 untuk ditutupkan di wajahnya tapi kakinya tersembul (masih tampak) lalu kedua kakinya ditutup dengan rerumputan. Rasulullah pun mendekat dan membaca takbir sepuluh kali, lalu orang-orang dipanggil untuk meletakkan Hamzah ke tempatnya. Rasulullah lalu menshalatinya tujuh puluh kali. Korban meninggal (dalam perang itu dari pihak kaum muslimin) berjumlah tujuh puluh orang. Ketike mereka telah dikuburkan semua maka turunlah ayat tersebut (ayat 125) sampai ayat 127. maka Rasulullah pun bersabar dengan kesabaran yang tidak dapat dilakukan oleh siapapun.” E. Munasabah (Hubungan antar kalimat, antar ayat dan antar surat) 1. Munasabah Kalimat ﻉ ﺩ ﺍini merupakan kata kerja yang menunjukkan kata kerja perintah (fi’il amr), yaitu perintah untuk menyeru kepada umatnya. Penggunaan fi’il amr ini menunjukkan bahwa seruan agama harus dilakukan sepanjang masa.17 ﻚﺭﺑ ﺳﺒِﻴ ِﻞ berati jalan Tuhanmu, yang menjadi tujuan dari seruan Nabi Muhammad. Penyandaran kata ﺳﺒِﻴ ِﻞ kepada kata ﺑﻚﺭ ini menunjukkan bahwa Allah lah hakikatnya yang bisa memberi petunjuk kepada seseorang ke jalan yang benar (agama Allah), dan 16
Burdah adalah pakaian atau kain hitam kecil persegi empat yang biasa dipakai oleh orang Arab pedalaman. 17 Muhammad At-Thahir ibn Asyur, Tafsir At-Tahrir wat-Tanwir, (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah,1990), cet. I, juz XIII, hlm.325.
46 orang tersebut harus senantiasa menetapi jalan tersebut.18 Kata tersebut sama dengan kata sabilillah yang akhirnya populer sebagai istilah untuk semua aktifitas membela agama Allah. Dalam menyeru kepada agama Allah dilakukan melalui tiga tahap dan tiga tingkatan, yang mana masing-masing tahap disesuaikan dengan situasi dan kondisi obyek. Tiga tingkatan seruan itu adalah : a) ﻤﺔ ﺤ ﹾﻜ ِ ﺍﹾﻟadalah argumen pasti yang berguna bagi akidah-akidah keyakinan dan merupakan tingkatan seruan yang paling tinggi. Metode ini digunakan kepada mereka yang sudah mampu mempersiapkan diri menuju kearah kesempurnaan.19 b) ﻨ ِﺔﺴ ﺤ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﻤ ﺍﹾﻟ
Mau’idhah hasanah merupakan seruan dengan
cara-cara yang sesuai dengan situasi dan kondisi obyeknya yang bisa diterima oleh manusia dan dapat mengantar kepada kebaikan. Obyek seruan ini sama dengan obyek yang pertama (ﺔﺤ ﹾﻜﻤ ِ )ﺍﹾﻟhanya saja yang ini masih di bawahnya. Mereka belum meningkat ke arah derajat kesempurnaan, tetapi masih tetap pada fitrah ashliah (memegang agama Allah), bersih dari segala kotoran jiwa, bebas dari budaya perselisihan. Mereka adalah manusia kebanyakan.20 c) ﺴﻦ ﺣ ﻲ ﹶﺃ ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫﺎ ِﺩﹾﻟﻬﻭﺟ
Mujadalah adalah diskusi dengan
menggunakan bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.21 Pada dasarnya, seruan itu hanya dengan dua cara di atas (hikmah dan mau’idhah hasanah), 18
Muhammad At-Thahir ibn Asyur, op. cit., hlm.326. Al-Hasan bin Muhammad bin Husain An-Naisaburiy, Ghara’ib al-Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan, (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt.), jilid IV, juz 12-16, hlm. 316. 20 Al-Hasan bin Muhammad bin Husain An-Naisaburiy, loc. cit. 21 Quraish Shihab, loc. cit. 19
47
akan tetapi seseorang ketika mendapat perlawanan yang berat terkadang perlu menggunakan argumen-argumen yang keras dan kokoh yang bisa mengalahkan oarng-orang yang diserunya. Maka dari itulah cara menyeru yang berupa debat ini diikutkan pada pilihan metode menyeru ke jalan Allah SWT. d) ﺘﺪِﻳﻦﻬ ﺑِﺎﹾﻟﻤﻋ ﹶﻠﻢ ﻮ ﹶﺃ ﻭﻫ ﺳﺒِﻴ ِﻠ ِﻪ ﻦﺿ ﱠﻞ ﻋ ﻦِﻣ
Hikmah dari penggunaan
fi’il/kata kerja (ﺿﻞﱠ ) yang ditujukan bagi orang-orang yang tersesat, sementara
untuk orang-orang yang memperoleh
petunjuk dengan menggunakan bentuk isim/kata benda (ﺘﺪِﻳﻦﻬ )ﺍﹾﻟﻤ, ini mengisyaratkan bahwa orang-orang yang pemperoleh petunjuk tersebut akan selalu menetapi fitrah ashliah (menetapi agama Allah), sedangkan orang-orang yang sesat telah mengganti fitrah tersebut dengan prilakuprilaku kesesatan.22 Ditemukan
di
atas,
bahwa
mau’idhah
hendaknya
disampaikan dengan hasanah (baik), sedang perintah mujadalah disifati dengan kata ahsan (yang terbaik), bukan sekedar yang baik. Keduanya berbeda dengan hikmah yang tidak disifati oleh satu sifat pun. Ini berarti bahwa mau’idhah ada yang baik dan ada yang tidak baik, sedangkan mujadalah ada tiga macam; yang baik, yang terbaik, dan yang buruk.23 Hikmah tidak perlu disifati dengan sesuatu karena dari maknanya telah diketahui bahwa ia adalah sesuatu yang mengena kebenaran berdasarkan ilmu dan akal. Adapun mau’idhah, maka ia baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan itu disertai
dengan
pengamalan
dan
keteladanan
dari
yang
menyampaikannya. Nah, inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak, 22 23
Ahmad ibn Muhammad ash-Shawy, loc. cit. Quraish Shihab, loc. cit.
48
ia adalah yang buruk, yang seharusnya dihindari. Di sisi lain, mau’idhah biasanya bertujuan mencegah sasaran dari sesuatu yang kurang baik, dan ini dapat mengundang emosi –baik dari yang menyampaikan,
lebih-lebih
dari
yang
menerimanya-
maka
mau’idhah adalah sangat perlu untuk mengingatkan kebaikannya itu.24 Sedangkan jidal terdiri dari tiga macam, yang buruk adalah yang disampaikan dengan kasar. Yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan, serta menggunakan dalil-dalil atau dalih walaupun hanya yang diakui oleh lawan, tetapi yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik, dan dengan argumen yang benar, lagi membungkam lawan. Penyebutan urutan ketiga macam metode itu sungguh serasi. Ia dimulai dengan hikmah yang dapat disampaikan dengan tanpa syarat, disusul dengan mau’idhah dengan syarat hasanah, karena ia hanya terdiri dari dua macam, dan yang ketiga adalah jidal yang dapat terdiri dari tiga macam; buruk, baik dan terbaik. Sedang yang dianjurkan adalah yang terbaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa alQur’an, demikian juga cara menyeru Nabi Muhammad
SAW
mengandung ketiga metode di atas. Ia diterapkan kepada siapa pun sesuai dengan kondisi masing-masing sasaran.25 2. Munasabah Ayat Dalam ayat sebelumnya, Allah menerangkan tentang Nabi Ibrahim as sebagai pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia, penganut agama tauhid dan penegak ketauhidan. Setelah Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, lalu Allah menerangkan suatu hal yang harus diikuti oleh Nabi Muhammad, yaitu menyeru manusia kepada agama Allah dengan tiga cara tersebut: Hikmah, 24 25
Ibid. Ibid.
49
Mauidhah Hasanah dan Mujadalah dengan cara yang terbaik. Seruan kepada agama dan syariat Allah itu harus dilakukan dengan lemah lembut. Ayat ini (125) juga sebagai menjadi penjelas bagi ayat sebelumnya, yaitu supaya mengikuti seruan Nabi Ibrahim. Yang dimaksud mengikuti seruan Ibrahim adalah menetapi agama Islam, karena agama Islam didasarkan pada ajaran-ajaran yang lurus sebagaimana ajaran Ibrahim. Dengan demikian maka ketika Rasulullah menyeru manusia untuk memeluk Islam itu berarti beliau juga menyeru untuk mengikuti ajaran Ibrahim.26 Lalu Allah memerintahkan untuk selalu berbuat adil dan sabar terhadap segala beban dan musibah. Sabar merupakan kunci keberhasilan.27 Allah memerintahkan untuk berbuat adil, tepat dalam memberi siksa/sangsi, seimbang dalam memenuhi hak dan kewajiban, karena terkadang seruan itu juga bisa menimbulkan kebencian bagi orang lain, memunculkan pertikaian dan peperangan, maka Allah berfirman dalam ayat berikutnya,28 (ayat 126) :
ﻦ ﺎﺑِﺮﻳﺮ ﻟﱢﻠﺼ ﻴﺧ ﻮ ﻢ ﹶﻟﻬ ﺗﺮ ﺒﺻ ﻭﹶﻟﺌِﻦ ﻢ ِﺑ ِﻪﺒﺘﻮِﻗﺎ ﻋﻮﹾﺍ ِﺑ ِﻤﹾﺜ ِﻞ ﻣﺎِﻗﺒﻢ ﹶﻓﻌ ﺘﺒﺎﹶﻗﻭِﺇ ﹾﻥ ﻋ {126} “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.29 Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”30 Maksudnya adalah, kaum muslimin disuruh memberi sangsi kepada orang-orang yang berbuat salah sesuai dengan kadar 26
Muhammad At-Thahir ibn Asyur, loc. cit. Wahbah al-zuhaily, op. cit. hlm. 269. 28 Ibid., hlm. 271. 29 Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita. 30 Departemen Agama RI., op. cit. hlm. 536 27
50
kesalahannya tanpa menambahi atau mengurangi. Memberi sangsi yang lebih dari nilai kesalahan adalah perbuatan dhalim yang tidak disukai oleh Allah. Dalam ayat 126 ini Allah SWT menegaskan kepada kaum muslimin yang akan mewarisi perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam, tentang sikap yang harus menjadi pegangan mereka jika menghadapi permusuhan. Pedoman yang diberikan Allah SWT pada ayat yang lalu adalah pedoman dalam menyeru dengan lisan. Seruan berjalan dalam suasana tenang dan damai. Tetapi jika seruan itu mendapat tantangan yang keras, misalnya berupa siksaan atau pembunuhan, maka Islam menetapkan sikap tegas untuk menghadapi keadaan seperti itu. Dua cara yang diberikan Allah dalam ayat ini: a) Membalas
dengan
balasan
yang
seimbang
dengan
penganiayaan yang dialami. Tidaklah dibenarkan oleh agama melakukan pembalasan atau hukuman yang melebihi kesalahannya.
Tindakan
yang
berlebihan
itu
adalah
kedzaliman. Batas tertinggi dari pembalasan itu adalah sama dan seimbang dengan tingkat kesalahannya. Ayat ini hanyalah
menunjukkan
kebolehan
untuk
melakukan
pembalasan atas suatu kesakahan, asal saja dalam batas seimbang dan sepadan dengan kesalahan itu, dan bukan merupakan perintah harus memberi pembalasan yang bersifat wajib dilakukan. b) Menerima tindakan permusuhan itu dengan hati yang sabar dan memaafkan kesalahan itu bilamana sikap sabar dan pemaafan memberi pengaruh yang baik untuk jalannya dakwah, dan sikap demikian itu menyebabkan permususuhan itu menjadi lenyap. Sikap sabar dan pemaaf baru bisa mengandung arti yang baik bilamana ada kesanggupan dan kekuatan untuk berbuat. Sikap sabar tidak dibenarkan jika
51
mengakibatkan
permusushan
terhadap
dakwah
tidak
berhenti. Sikap sabar dalam arti yang benar sangat terpuji dalam
pandangan
Islam
karena
dmeningkatkan
dan
membentuk diri pribadi yang mulia, sebagaimana ungkapan ayat bahwa sabar itu sangat baik bagi diri mereka sendiri. Dengan sifat sabar itu manusia dapat mengontrol dan mengendalikan jiwanya.31 3. Munasabah Surat Hubungan surat al-Hijr dengan surat an-Nahl a. Sebagaimana umumnya surat-surat yang turun di Mekah sebelum hijrah berisi soal-soal ketauhidan, kerasulan dan hari kiamat, begitu pulalah kedua surat ini. b. Pada bagian akhir surat Al Hijr (ayat 92, 93), Allah menyatakan bahwa manusia akan diminta pertanggungan jawabannya pada hari kiamat terhadap apa yang telah dikerjakannya di dunia ini, maka pada awal surat An-Nahl, Allah menegaskan kepastian datangnya hari kiamat itu, dan pada ayat 93 An-Nahl ditegaskan lagi pertanggungan jawab manusia itu. c. Pada bagian pertama surat Al-Hijr, Allah menerangkan tentang kebenaran Al Quran serta jaminan-Nya untuk memeliharanya, sedang dalam surat An Nahl terdapat ancaman-ancaman terhadap mereka yang mendustakan kebenaran Al Quran itu.32
Hubungan surat an-Nahl dengan surat al Isra' a. Dalam surat An Nahl ini, Allah menyebutkan perselisihan orang-orang Yahudi tentang hari Sabtu, kemudian di surat Al
31
Bustani A. Ghani, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Semarang: PT Citra Effhar, 1993), hlm. 503. 32 Departemen Agama RI., op. cit. hlm. 400.
52
Isra' dijelaskan syariat orang Yahudi yang ditetapkan bagi mereka di dalam Taurat. b. Sesudah Allah s.w.t. menganjurkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. agar bersabar dan melarang beliau agar jangan berduka cita atau berkecil hati disebabkan tipu daya orang-orang musyrikin, maka di surat Al Isra' Allah menerangkan kemuliaan Nabi Muhammad s.a.w. serta martabatnya yang tinggi di hadapan Allah SWT. c. Dalam surat an-Nahl ini Allah menerangkan bermacammacam nikmat-Nya, disamping itu Allah menerangkan, bahwa kebanyakan manusia tidak mensyukuri nikmat itu, kemudian dalam surat Al Israa' disebut lagi nikmat-nikmat yang lebih besar yang diberikan kepada Bani Israil yang mereka tidak
mensyukurinya, malah
mereka berbuat
kerusakan di muka bumi. d. Dalam surat an-Nahl Allah mengatakan, bahwa air madu yang ke luar dari lebah merupakan minuman yang mengandung obat bagi manusia, maka dalam surat Al Isra' diterangkan bahwa Al Quran pun mengandung juga obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.33
F. Kandungan Surat An-Nahl Ayat 125 Dalam ayat ini Allah SWT memberikan pedoman-pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia ke jalan Allah. Yang dimaksud jalan Allah di sini adalah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Allah meletakkan dasar-dasar seruan untuk pegangan bagi umatnya. Dasar-dasar seruan itu ada tiga tingkatan, yaitu : 1. Seruan itu dilakukan dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti34 : 33 34
Ibid., hlm. 422. Bustani A. Ghani, dkk., op. cit., hlm. 501.
53
a) Berarti pengetahuan tentang rahasia dari faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keberadaannya. b) Berarti perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang batal atau meragukan. c) Arti yang lain adalah bahwa kenabian itu dapat mengetahui hukum-hukum al-Qur’an, paham al-Qur’an, takut kepada Allah, benar perkataan dan perbuatannya. Arti yang paling tepat dan dekat dengan kebenaran adalah arti yang pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yang mana pengetahuan itu memberi manfaat.35 2. Allah menjelaskan kepada rasul-Nya agar seruan itu dilakukan dengan mau’idhah hasanah (pengajaran yang baik), yang diterima dengan lembut oleh hati manusia tapi berkesan di dalam hati mereka. Tidaklah patut jika pembelajaran itu selalu menimbulkan rasa cemas, gelisah dan ketakutan pada jiwa manusia. Orang yang jatuh karena dosa disebabkan kebodohan atau tanpa sadar, maka tidaklah wajar jika kesalahan-kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka sehingga menyakitkan hatinya. Pembelajaran yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk menjinakkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman daripada pembelajaran yang yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Jika sesuai tempat dan waktunya, tidak ada jeleknya memberikan pembelajaran yang berisikan peringatan yang keras atau tentang hukumanhukuman dan azab yang diancamkan Allah kepada mereka yang sengaja berbuat dosa (tarhib). 35
114.
Ahmad ibn Muhammad ash-Shawy, op. cit., pada ayat 269 al-Baqarah, hlm.
54
Untuk menghindari kebosanan dalam seruannya, Rasulullah menyisipkan dan mengolah bahan yang menyenangkan. Dengan demikian tidak terjadi kebosanan yang disebabkan urutan-urutan pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan-bahan yang bisa melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.36 3. Allah SWT menjelaskan bahwa bila terjadi perbantahan atau perdebatan maka hendaklah dibantah dengan cara yang terbaik. Pada dasarnya, seruan itu hanya dengan dua cara di atas (hikmah dan mau’idhah hasanah), akan tetapi seseorang ketika mendapat perlawanan yang berat terkadang perlu menggunakan argumen-argumen yang keras dan kokoh yang bisa mengalahkan oarng-orang yang diserunya. Maka dari itulah cara menyeru yang berupa debat ini diikutkan pada pilihan metode menyeru ke jalan Allah SWT.37 Debat itu aslinya bukan merupakan bagian dari metode untuk menyeru, akan tetapi dia hanyalah sebagai alat alternatif ketika seseorang dalam kondisi terdesak setelah tidak berhasil menerapkan dua cara yang tersebut sebelumnya. Satu contoh perdebatan yang baik adalah perdebatan antara Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang kafir yang mana perdebatan tersebut bisa membawa mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri sehingga mereka menemukan kebenaran. Tidaklah baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata-kata yang tajam, karena hal itu dapat menimbulkan susana yang panas. Sebaliknya, hendaklah diciptakan suasana yang nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan hati yang puas. Suatu perdebatan yang baik adalah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat manusia 36 37
Ahmad bin Muhammad ash-Shawy, loc. cit., juz III, hlm. 296. Al-Hasan bin Muhammad bin Husain An-Naisaburiy, op. cit., hlm. 316.
55
yang negatif seperti sombong, tinggi hati, tahan harga diri, karena sisfat-sifat terebut sangat peka. Lawan debat supaya dihadapi sedemikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, karena tujuan utama adalah mencari kebenaran dari Allah SWT dan menghilangkan semua kebatilan, tidak ada tujuan tertentu selain itu.38 4. Allah SWT menjelaskan bahwa ketentuan akhir dari segala usaha dan perjuangan itu ada pada Allah. Hanya Allah sendiri lah yang bisa menganugerahkan iman kepada seseorang. Dialah yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah)dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan hingga dia jadi tersesat. Dia jualah Yang Maha Mengetahui di antara hamba-hamba-Nya yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga terbuka hatinya untuk menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT. G. Pendapat Beberapa Ulama’ Tentang Surat An-Nahl Ayat 125 Di atas telah dikemukakan bahwa sementara ulama membagi ketiga metode ini sesuai dengan tingkat kecerdasan sasaran dakwah. Yakni cendekiawan, yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi diajak dengan hikmah. Yakni cendikiawan, yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi diajak dengan hikmah. Adapun orang awam yang belum mencapai tingkat kesempurnaan akal, tidak juga telah terjerumus dalam kebejatan moral, maka mereka disentuhdengan mau’idhah. Sedang penganut agama lain dihadapi dengan jidal. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama, seperti Fakhruddin ArRazy dalam tafsirnya yang terkenal, at-Tafsir al-Kabir atau Mafatih alGhaib. Dari ayat itu al-Razy menyatakan bahwa untuk menyampaikan suatu ide yang diusung agar orang lain bisa segera menerima dan mengikutinya itu bisa dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode dan tahapan. 38
Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy, Mahasin at-Ta’wil, (Libanon: Dar al-Fikr, 1978), cet. II, jilid 6, juz X, hlm.192.
56
Diantaranya adalah dengan menggunakan dalil-dalil yang jelas dan pasti serta bisa juga dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu berdasarkan akal yang sehat agar misinya bisa tercapai sesuai dengan harapan. Seruan dengan memakai dalil-dalil itulah yang disebut hikmah, dan seruan yang menggunakan logika yang baik sesuai dengan keadaan dan kebutuhan itulah yang disebut mauidhah hasanah.39 Muhammad ash-Shawy juga tidak jauh berbeda dengan pendapat Fakhruddin di atas, bahwa metode seruan dibagi menjadi tiga pilihan tersebut, yaitu hikmah, mau’idhah hasanah dan mujadalah yang terbaik.40 Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat itu mengandung tiga macam metode pembelajaran yang harus disesuaikan dengan sasarannya. Terhadap cendikiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikannya dengan hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awam, diperintahkan untuk menerapkan mauidhah yakni memberi nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf dan pengetahuan mereka yang sederhana. Sedangkan terhadap Ahl al-Kitab dan penganutpenganut agama lain yang diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.41 Akan tetapi tidak semua ulama setuju dengan pendapat ini. Thabathaba’i adalah salah seorang ulama yang menolak penerapan metode dakwah berdasarkan tingkat kecerdasan itu. Dia mengatakan; “Bisa saja ketiga cara ini dipakai dalam satu situasi/sasaran, di kali lain hanya dua cara, atau satu cara, masing-masing sesuai dengan sasaran yang dihadapi. Bisa saja cendekiawan tersentuh oleh mau’idhah, dan tidak mustahil pula orang-orang awam memperoleh manfaat dari jidal dengan yang terbaik.”42 39
Fakhruddin al-Razy, Tafsir Mafatih al-Ghaib, (Libanon: Dar al-Kutb alIlmiyah,1990), cet. I, jilid 10, juz XX, hlm. 111. 40 Ahmad ibn Muhammad ash-Shawy, op. cit., hlm. 295-296. 41 Quraish Shihab, op. cit., hlm.386-387. 42 Muhammad Husain ath-Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, (Libanon: Mu’assasah Al-A’lamy Lilmathbu’at, 1991), juz XII, cet. I, hlm. 373.
57
Thahir ibn ‘Asyur berpendapat serupa dan menyatakan bahwa jidal adalah bagian dari hikmah dan mau’idhah. Hanya saja, tulisnya, karena tujuan jidal adalah meluruskan tingkah laku atau pendapat, sehingga sasaran yang dihadapi menerima kebenaran, maka kendati ia tidak terlepas dari hikmah
atau
mau’idhah,
ayat
ini
menyebutnya
secara
tersendiri
berdampingan dengan keduanya guna mengingat tujuan dari jidal itu.43
H. Simpulan Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusa dalam menata hidupnya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin, di dunia dan di akhirat kelak. Konsep-konsep yang dibawa al-Qur’an selalu memiliki relevansi dengan problematika yang dihadap manusia. Karena itulah ia diturunkan untuk berdialog dengan setiap umat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem tersebut, kapan dan dimanapun mereka berada. Proses hidup dan kehidupan manusia sehari-hari, khusunya di bidang pendidikan sering kali dihadapkan oleh persoalan-persoalan, di mana kadang-kadang persoalan tersebut tidak dapat dipecahkan oleh hanya satu jawaban dan dengan satu cara, akan tetapi memerlukan semacam pengetahuan untuk kemudian disusun satu pemecahan yang mungkin diperoleh. Dengan selalu munculnya problem dalam kehidupan, maka pasti membawa dampak pula dalam pembelajaran. Tentu saja problem pembelajaran itu bermacam-macam sesuai dengan keadaan yang ada. Problem itu harus menemukan pemecahan yang tepat dan memadai. Salah satu cara pemecahan dalam pembelajaran adalah dengan selalu memperbaiki metode pembelajaran agar tujuan yang telah direncanakan bisa diperoleh dengan lebih tepat dan cepat.
43
Muhammad At-Thahir ibn Asyur, loc. cit.
58
Pilihan-pilihan metode tersebut bisa diambil dari berbagai tempat, dan utamanya adalam dari al-Qur’a. al-Qur’an banyak sekali memberi contoh metode pembelajaran, diantaranya adalah dalam surat an-Nahl ayat 125. dalam ayat ini, al-Qur’an menawarkan tiga metode, yaitu hikmah, mau’idhah hasanah dan mujadalah. Ketiganya mempunyai peran sendirisendiri sesuai kebutuhan pembelajaran. Dan guru bisa memodifikasikan ketiga metode tersebut menjadi beberapa metode lagi yang bersifat pengembangan. Bisa juga mengadalan penggabungan di antara ketiga metode tersebut, jika hal itu dibutuhkan dan dianggp lebih baik.