BAB III MEMBACA DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-‘ALAQ AYAT 1-5 A. Al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5 Surat ini oleh para ulama’ disepakati turun di Makah sebelum nabi Muhammad saw. hijrah. Para ulama juga sepakat, bahwa wahyu al-Qur’an yang pertama turun adalah lima ayat pertama surat al-‘Alaq. Atas dasar inilah, Thabathaba’i berpendapat, dari konteks uraian ayat-ayatnya, maka tidak mustahil bahwa keseluruhan ayat-ayat surat ini turun sekaligus.1 Berbeda dengan pendapat di atas, Ibnu Asyur sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab berpendapat bahwa lima ayat surat al-‘Alaq turun pada tanggal 17 Ramadhan.2 Pendapat kedua inilah yang banyak diikuti oleh kebanyakan ulama. Nama yang populer pada masa sahabat Nabi saw. adalah surat Iqra’ Bismi Rabbika. Namanya yang tercantum dalam sekian banyak mushaf adalah surat al-‘Alaq, namun juga ada yang menamainya dengan surat iqra’.3 Menurut Ibnu Katsir bahwa surat al-‘alaq ayat 1-5 merupakan surat yang berbicara tentang permulaan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya, awal dari nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya dan sebagai tanbih (peringatan) tentang proses awal penciptaan manusia dari ‘alaqah. Ayat ini juga menjelaskan kemuliaan Allah SWT. yang telah mengajarkan manusia sesuatu hal (pengetahuan) yang belum diketahui, sehingga hamba dimuliakan Allah dengan ilmu yang merupakan qudrat-Nya.4 Sementara itu, menurut Ali al-Shabuni bahwa surat al-‘Alaq disebut juga dengan surat Iqra’, ayat ini turun di Makah dengan memuat 3 hal: 1. menjelaskan awal turunnya wahyu kepada nabi Muhammad saw; 2. menjelaskan kekuasaan Allah tentang penciptaan
Muhammad Husain al-T}abat}aba’i, al-Miza>n fi Tafsi>r al-Qur’a>n, Juz 10, (Beirut: Lebanon: t.th.), hlm. 369. 2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 15. (Jakarta: Lentera Hati, 2004), hlm. 391. 3 Ibid. 4 Abu Fida al-Hafiz ibn Katsir al-Dimisqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Jilid 4, (Beirut: Dar-al-Fikr, t.th.), hlm. 645. 1
41
42 manusia ; 3. menjelaskan tentang kisah celakanya Abu Jahal sebab mencegah (melarang) nabi Muhammad saw. melaksanakan shalat.5 1. Redaksi Ayat dan Terjemahnya
ﻚ ﺑﺭ ﻭ ﺮﹾﺃ (ﺍ ﹾﻗ2)ﻋ ﹶﻠ ٍﻖ ﻦ ﺎ ﹶﻥ ِﻣﻧﺴﻖ ﹾﺍ ِﻹ ﺧ ﹶﻠ (1)ﻖ ﺧ ﹶﻠ ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﺑﺭ ﺳ ِﻢ ﺮﹾﺃ ِﺑﺎ ﺍ ﹾﻗ 5 : )ﺍﻟﻌﻠﻖ.(5)ﻢ ﻌ ﹶﻠ ﻳ ﻢ ﻣﺎ ﹶﻟ ﺎ ﹶﻥﻧﺴﻢ ﺍ ِﻹ ﻋ ﱠﻠ (4)ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘ ﹶﻠ ِﻢ ﻋ ﱠﻠ (ﺍﱠﻟﺬِﻱ3)ﺮﻡ ﹾﺍ َﻷ ﹾﻛ (1(1)Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan (2) Dialah Yang Menciptakan manusia dari segumpal darah (3)Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam (5) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-‘Alaq: 1-5)6 2. Muna>sabah Ayat Secara etimologi, muna>sabah berarti al-musyakalah dan almugharabah yang berarti “saling menyerupai dan saling mendekati”.7 Salain arti itu, berarti pula “persesuaian, hubungan atau relevansi”.8 Secara terminologis, muna>sabah adalah “adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan”.9 Menurut Abdul Djalal mendefinisikan muna>sabah dengan hubungan persesuaian antar ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat lain yang sebelum sesudahnya.10 Hubungan tersebut bisa berbentuk keterikatan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti hubungan sebab musabab, hubungan kesetaraan dan
5
Muhammad ‘Ali al-S{abuni, Safwah al-Tafa>si>r, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), hlm.
580. 6
Soenarjo dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 1079. Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 91. 8 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 154. 9 Ramli Abdul Wahid, loc. cit. 10 Abdul Djalal, loc. cit. 7
43 hubungan perlawanan. Muna>sabah juga dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.11 Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai muna>sabah, para mufassir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa al-Qur’an serta korelasi antar ayat.12 Karena seperti diketahui, penyusunan ayat-ayat al-Qur’an tidak didasarkan pada kronologi masa turunnya, tetapi pada korelasi makna ayat-ayatnya, sehingga kandungan ayat terdahulu selalu berkaitan dengan kandungan ayat kemudian.
Muna>sabah surat al-‘Alaq ayat 1-5 dapat dilihat dari muna>sabah ayat dan muna>sabah surat sebagai berikut: a. Muna>sabah ayat Surat al-‘Alaq ayat 1-5 memiliki muna>sabah dengan ayat sesedahnya, yaitu ayat 6 sebagai berikut:
(6 :ﻰ )ﺍﻟﻌﻠﻖﻴ ﹾﻄﻐﺎ ﹶﻥ ﹶﻟﻧﺴﻼ ِﺇ ﱠﻥ ﺍ ِﻹ ﻛﱠ Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas (QS. Al-‘Alaq: 6)13 Kata ﻼ ﻛ ﱠdalam ayat di atas digunakan untuk menegur dengan keras. Ayat ini juga memberikan pengertian, bahwa kandungan kalimat sesudahnya berlawanan dengan isi pernyataan sebelumnya, yaitu betapa naifnya manusia. Meski telah jelas keadaannya dan amat parah kemiskinannya dalam dirinya sendiri, dan tidak ada lagi keraguan, bahwa Allah SWT. adalah Sang Pemilik segalanya, namun manusia tetap bersikap melampaui batas. Ia menolak
Muna>sabah sangat penting perannya dalam penafsiran, di antaranya karena untuk 1. menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat atau ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an, sehingga bagian dari al-Qur’an saling berhubungan dan tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral; 2. mempermudah pemahaman al-Qur’an; 3. memperkuat keyakinan atas kebenaran sebagai wahyu Allah; 4. menolak tuduhan, bahwa susunan al-Qur’an kacau. Ramli Abdul Wahid, op. cit., hlm. 94-95. 12 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Mizan: Bandung, 1998), hlm. 135. 13 Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 1079. 11
44 menunjukkan kepatuhannya kepada Tuhannya, sementara ia bertindak zalim terhadap makhluk-Nya.14
b. Muna>sabah surat Surat al-‘Alaq ayat 1-5 memiliki muna>sabah dengan surat sesudahnya, yaitu surat al-Ti>n sebagai berikut:
(4 :ﺗ ﹾﻘ ِﻮ ٍﱘ )ﺍﻟﺘﲔ ﺴ ِﻦ ﺣ ﺎ ﹶﻥ ﻓِﻲ ﹶﺃﻧﺴﺎ ﺍﹾﻟِﺈﺧ ﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﺪ ﹶﻟ ﹶﻘ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. al-Ti>n: 4)15 Kandungan surat sebelumnya, al-Ti>n lebih memfokuskan pembicaraannya tentang aneka nikmat yang telah dianugerahkan Allah SWT. kepada nabi Muhammad saw., sedangkan surat al-‘Alaq mengingatkan beliau tentang kebersamaan Allah yang tujuan agar nabi tidak ragu atau berkecil hati dalam menyampaikan risalah sesuai dengan perintah-Nya. Menurut Wahbah al-Zuhaili, bahwa korelasi ayat di atas dengan surat al-‘Alaq sebagai penjelasan dengan bentuk manusia ( )اﻟﺼﻮرةyang merujuk pada surat al-‘Alaq ayat 2, yaitu ﻋ ﹶﻠ ٍﻖ ﻦ ﺎ ﹶﻥ ِﻣﻧﺴﻖ ﹾﺍ ِﻹ ﺧ ﹶﻠ ,16 bahwa manusia diciptakan dari segumpal darah serta dalam bentuk yang paling sempurna (paling baik dibandingkan dengan bentuk makhluk lainnya). Di samping itu, surat al-‘Alaq juga menjelaskan tentang keadaan akhirat yang merupakan penjelas bagi ayat sebelumnya.17 Selain surat al-Ti>n ayat 4, surat al-‘Alaq juga memiliki korelasi dengan ayat terakhir surat al-D{uha ayat 11 sebagai berikut:
(11 :ﺙ )ﺍﻟﻀﺤﻰ ﺪ ﹾ ﺤ ﻚ ﹶﻓ ﺑﺭ ﻤ ِﺔ ﻌ ﺎ ِﺑِﻨﻭﹶﺃﻣ 14
Muhammad ‘Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, terj. Muhammad Bagir, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 252. 15 Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 1076. 16 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi Akidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Lebanon: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.th.), hlm. 311. 17 Ibid.
45 Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebutnyebutnya (dengan bersyukur). (QS. al-D{uha: 11)18 Menurut Quraish Shihab, bahwa nabi saw. di sini diperintahkan untuk membaca guna lebih memantapkan lagi hati beliau. Ayat di atas bagaikan menyatakan: bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu, tetapi dengan syarat hal tersebut engkau lakukan “dengan” atau “demi” nama Tuhanmu yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang menciptakan semua makhluk kapan dan di manapun.19 3. Setting Sosial Budaya Bangsa Arab Waktu Turunnya Ayat 1-5 a. Zaman Jahiliyah Periode sebelum Islam, masyarakat Arab dikenal dengan “zaman Jahiliyah”. Disebut demikian karena adanya ketidakteraturan politik, agama dan masyarakat sebelum datangnya Islam. Namun sebenarnya ada sifat-sifat baik yang dialami di kalangan orang Arab sebelum Islam. Sifat-sifat tersebut akan menjadi salah satu ciri bangsa ini setelah zaman Islam. Mereka merupakan bangsa yang pintar berpidato, lancar bicara, kuat ingatan, tegas keputusan, mahir berkuda, loyal, amanah dan bebas dari pengaruh luar. Abul Hasan Ali Nadqi menulis: “Tetapi isolasi yang berabad-abad di dalam Jazirah dan desakan yang tidak wajar terhadap kepercayaan nenek moyang mereka mengakibatkan moral dan kesehatan jiwa meraka sangat tidak menentu. Pada abad ke-6 M mereka berada di lembah kebobrokan moral,
kebejatan
dan
kemusyrikan
yang
gelap
dan
selalu
memperturutkan nafsunya mengikuti sifat-sifat kehidupan primitif yang lain”. 18 19
Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 1071. M. Quraish Shihab, Tafsir ..., op. cit., hlm. 392.
46 Selama berabad-abad tidak ada Nabi di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, tidak ada Nabi lagi setelah nabi Isma’il ‘alaihissalam. Mereka tidak mempunyai ideology agama dan pengetahuan yang berdasarkan wahyu. Adapun tentang keadaan bangsa Arab pada zaman Jahiliyah dapat ditinjau dari beberapa kondisi, di antaranya: 1) Kondisi sosial 2) Kondisi politik 3) Kondisi keagamaan.20 Untuk lebih memperjelas kondisi dan keadaan bangsa Arab tersebut, perlulah penulis jelaskan kondisi dan keadaan bangsa Arab di atas. 1) Kondisi social Kondisi sosial bangsa Arab makin lama makin memburuk, mereka lebih suka bermabuk-mabukan dari kehidupan itu sendiri. Kesusatraan Arab kuno berbau minuman keras dan banyak mengekspresikan minuman-minuman tersebut, took-toko minuman keras lengkap dengan spanduknya dihiaasi dengan hiasan yang semarak. Kesenangan berikutnya yang juga banyak digemari adalah judi. Mengurangi perjudian dianggap pekerjaan tidak hormat, seorang penjudi akan emmpertaruhkan segala yang dimiliki dalam sekali taruhan, setelah kalah tentu akan pulang dengan muka menunduk penuh duka. Riba juga sangat mereka gemari. Orang yang berhutang terkadang harus membayar melebihi hutangnya kepada pemilik uang. Wanita di kalangan mereka tidak mempunyai hak dan kehormatan sosial, mereka merupakan makhluk Tuhan yang paling menderita kala itu. Mereka memandang wanita sebagai barang yang bergerak dan sangat meremehkannya. Laki-laki bebas 20
27.
Majid Alikhan, Muhammad saw. Rasul Terakhir, (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 26-
47 mengawini wanita berapapun dan kemudian menceraikannya kapanpun diingini. Hak wariss wanita dicabut dengan semenamena. Para jandaa tidak diizinkan menikah lagi. Mereka juga mengalami diskriminasi makanan dan aspek yang lain dalam kehidupan berumah tangga. Orang Arab kala itu malu mempunyai anak perempuan, seringkali si bapak langsung mengubur bayi perempuannya hiduphidup walaupun tentu jiwanya menjerit-jerit. Banyak pula membunuh anaknya karena takut miskin. Kesombongan dan takut miskin merupakan sebab utama dilakukannya kekejaman ini.21 Salah satu tradisi umum dalam masyarakat Jahiliyah adalah mengawini ibu tiri, bahkan kadang-kadang saudara perempuan sendiri. Seorang anak laki-laki tertua mengawini janda ayahnya (ibu tiri) sebagai warisan, seperti hak milik lainnya. “Kehidupan yang menyedihkan itu mereka lakukan sebelum dating Rasulullah saw., beliaulah yang kemudian mengangkat deerajat wanita dari lembah kehinaan ke posisi yang terhormat dan bermartabat”. Dan perbudakan juga sangat umum di klangan bangsa Ara, budak diperlakukan sangat tidak manusiawi. Pemilik budak memegang otoritass hidup matinya budak. Mereka tidak diizinkan untuk kawin, baik di antara mereka sendiri maupun dengan orang merdeka, bila melanggar mereka akan mendapat hukuman yang menakutkan.22 2) Kondisi politik Seluruh
bangsa
Arab
benar-benar
menikmati
kemerdekaannya, kekaisaran yang dipandang maju waktu itu. Kekaisaran Romawi dan Persia tidak memperhatikan bangsa Arab, malahan
menganggapnya
masyarakat
biadab,
miskin
dan
kelaparan. Bangsa Arab sendiri terbagi dalam beberapa suku 21 22
Ibid., hlm. 27. Ibid., hlm. 28.
48 bngsa, setiap suku mempunyai syeikhnya sendiri. Saling curiga antar suku sudah demikian umum, sehingga insiden kecil saja dapat membawa permusuhan dan dendam yang berlangsung sampai
beberapa
generasi.
Pepatah
mereka
mengatakan:
“Tolonglah saudaramu, baik sedang menganiaya ataupun dianiaya, mereka sangat dipengaruhi oleh pepatah di atas. Kesombongan antar suku sudah demikian kuat,
sehingga
setiap
orang
menganggap dirinya dari keturunan yang paling mulia. Insiden yang sangat remehpun dapat menyulut api peperangan antar suku, seluruh Jazirah seperti sarang penyengat. Sehingga seseorang tak pernah bisa menduga bilakah akan dirampok atau dibunuh. Banyak orang diculik di depan mata teman-temannya sendiri ketika sedang melakukan perjalanan dalam kafilah. Kerajaan yang berkuasa waktu itu emmerlukan armadaa yang kuat dan jaminan keselamatan dari kepala suku bila kafilah mereka atau delegasi mereka hendak melakukan perjalanan ke tempat lain.23 3) Kondisi keagamaan Bangsa Arab adalah bangsa penyembah berhala, agama mereka tidak bisa memberi sumbangan, baik material maupun spiritual kepada mereka. Pada mulanya berhala yang mereka sembah diperkenalkan sebagai perantara untuk menyembah Tuhan, tetapi kemudian berubah status, setelah mereka mempertuhankan berhala tersebut. Setiap kota, suku dan tempat mempunyai dewa atau dewi sendiri-sendiri. Berhala-berhala tersebut mereka bikin dengan bentuk yang bebas sesuai keinginan mereka. Ka’bah yang dibangun nabi Ibrahim dan Isma’il di kelilingu 360 berhala, empat yang utama al-Uzza, al-Latta, Manat dan Hubal sangat dipuja-puja dan diharap-harap oleh hampir seluruh bangsa Arab. Dan setiap rumah tangga di Makkah memiliki berhala pribadi, sehingga bila ia 23
Ibid., hlm. 29.
49 hendak melakukan perjalanan jauh, maka langkah terakhir sebelum berangkat adalah menyembah dan memohon karunia kepada dewa keluarga tersebut. Mereka juga mempercayai malaikat, roh, jin, binatang, matahari dan bulan. Malaikat mereka anggap sebagai puteri Tuhan, sedang jin dianggap sebagai pemegang kekuasaan bersama Tuhan dalam mengendalikan dunia dan beberapa pohon juga mereka beri status dewa. Karena itu masyarakat Arab sebelum Islam, tenggelam dalam keburukan berbarisme dan tahyul. Kondisi moral dan spiritual bangsa Arab sangat menyedihkan, begitu juga di bagian dunia yang lain, sehingga sangat memerlukan campur tangan Tuhan.24 Karena itu ketika manusia merintih akibat penindasan dan penganiayaan, kezhaliman dan ekkejaman, kemungkaran dan tahyul, Allah yang Maha Kuasa mengirim utusan-Nya yang terakhir Rasulullah Muhammad saw., untuk menyadarkan dan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan ke jalan yang terang.25 b. Kondisi Bangsa Arab Untuk mengetahui kondisi dan wilayah bangsa Arab secara mendalam dapat dilihat dari empat aspek, yaitu aspek geografis, antropologis, sosiologis, dan ekonomisnya. 1) Geografis Jazirah Arab terletak di Asia Baratdaya. Ketiga pantainya dikelilingi oleh Laut Merah di Barat, Teluk Arab dan Teluk Oman di Timur serta Laut Arab di Selatan, menempati posisi yang unik dalam peta dunia kuno, ketika Amerika dan Benua Australia belum ditemukan. Ia terletak dititik pertemuan tiga benua Asia, Afrika dan Eropa. Jazirah Arab merupakan Jazirah terbesar di dunia, 24 25
Ibid., hlm. 30-31. Ibid., hlm. 32.
50 luasnya kira-kira 1.300.000 mil persegi. Secara geologis jazirah ini merupakan perluasan sahara Afrika, dari sana kemudian dipisahkan oleh celah Nil dan cekungan Laut Merah. Jazirah ini dibagi menjadi beberapa bagian, yang terpenting ialah Hijaz, Nejd, Yaman, Hadramaut dan Oman. Dataran tinggi jazirah Arab membentang di sepanjang pantai mencapai ketinggian antara 6000 sampai 9000 kaki di Hijaz, tempat lahirnya Islam dengan dua kota suci Makkah dan Madinah. Daerah di bagian Baratdaya, Yaman merupakan satu-satunya daerah yang hujannya teratur dalam jazirah yang gersang ini, sehingga terjaminlah pemanfaatan lahan. Nejd merupakan pusat keramaian di jazirah tengah bagian utara, baik untuk padang pengembalaan ternak. Selain kedua daerah ini hampir seluruh bumi jazirah ini merupakan lahan tandus tetapi beberapa oase tersebar di berbagai tempat. Di sana tidak ada sungai dan hutan yang tetumbuhannya selalu menghijau. Di seluruh jazirah hanya ada empat kelompok kolam (hampir serupa dengan danau), yakni Ahsa, Kharj, Aflaj dan Najran. Di samping itu banyak terdapat sumber air dan sumursumur di beberapa daerah, khususnya di Madinah, Tha’if, Yaman, Hadhramaut, Oman dan Makkah. Zamzam merupakan sumber air yang paling terkenal di jazirah Arab.26 2) Antropologis Orang-orang kuno yang ti9nggal di Arabia membentuk suku-suku atau keluarga-keluarga. Sebagian dari mereka ada yang membangun rumah tinggal permanen dan membangun perkotaan, dengan
demikian
jadilah
mereka
penduduk
kota.
Tetapi
kebanyakan mereka hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain mencari padang rumput yang subur untuk kambing serta domba-domba mereka. Mereka dikenal sebagai suku Badui, 26
Ibid., hlm. 34-35.
51 penghuni padang pasir. Bila mereka berhenti sementara waktu di suatu tempat, mereka tinggal dalam tenda-tenda. Selera hidup mereka sama sekali berbeda dengan orang ko0ta. Mereka sangat tergantung pada susu dan daging kambing atau onta, mereka tidak suka bercocok tanam dan tidak mencoba mengembangkan perdagangan dan kerajinan.27 3) Sosiologis Bangsa Arab sebelum Islam, hidup bersuku-suku (kabilahkabilah) dan berdiri sendiri, satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional, yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar perhubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa ashabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bilamana terjadi salah seorang di antara mereka teraniaya, maka seluruh anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka “tolong saudaramu baik dia menganiaya atau teraniaya”. Sesudah bangsa Arab itu memeluk agama Islam, mulailah dengan cepat rasa kekabilahan itu lenyap dari mereka, dan timbullah dengan suburnya rasa kesatuan persaudaraan dan kesatuan agama, yaitu kesatuan umat manusia id bawah satu naungan panji kalimah syahadah. Dasar pertalian darah diganti dengan dasar pertalian agama. Demikianlah bangsa Arab yang tadinya hidup bercerai-berai, berkelompok-kelompok dan berkat agama Islam mereka menjadi satu kesatuan bangsa, kesatuan umat yang mempunyai pemerintahan pusat dan mereka tunduk kepada satu hukum yaitu hukum Allah dan Rasul-Nya. 4) Ekonomis Meskipun
terdapat
beberapa
perhatian
yang
bersifat
konservatif, penaklukan Arab, pendudukan sebagian besar penduduk Arab pada sejumlah pusat-pusat perkampungan militer 27
Ibid., hlm. 37.
52 dan konsolidasi rezim baru melahirkan gerakan perubahan yang luas mengenai pola-pola perdagangan internasional, perniagaan wagra kota dan pertanian. Dengan menyatukan beberapa wilayah bagian Sasania dan Bizantium di Timur Tengah menajdi sebuah pemerintahan, beberapa halangan politis dan strategis perdagangan menjadi hilang dan sebuah fondasi utama untuk kebangkitan perdagangan telah terhampar. Euphrate yang membatasi antara Persia dan wilayah Bizantium telah musnah dan Transoxiana, untuk pertama kalinya dalam sejarah disatukan menjadi sebuah imperium Timur Tengah. Sekalipun demikian muncul beberpa perbatasan baru antara Syiria dan Anatolia yang semula merupakan bagian dari sebuah pemerintahan. Keprihatinan akan kemajuan perdagangan mengilhami ekspansi Arab ke Asia Tengah dan India, dan pengembangan kota-kota di Syiria Utara, Iraq, Iran dan Transoxiana,
Baasrah
dan
belakangan
disusul
Baghdad
berkembang menjadi dua kota sangat makmur.28 Pada saat yang sama, pemukiman juga mendukung hancurnya perbedaan penduduk Arab dan non Arab. Sebagai sebuah ibukota dan pusat perdagangan, Basrah menarik hasrat pemukiman non Arab. Tentara dan administrator dari rezim lama tergolong sebagia kelompok besar. Gubernur Arab memulangkan pasukan dari wilayah Timur untuk bertugas sebagai polisi dan pengawal. Juru tulis, pengumpul pajak, manajer perkebunan, kepala-kepala kampung dan pemilik tanah bersama-sama menuju pemerintahan pusat. Selain itu pedagang musiman, perdagangan jarak jauh dan pekerjaan rendahan, termasuk di dalamnya para nelayan tempat pemandian, tukang tenun dan pemintal berpindah ke kota baru. Basrah yang berkembang menjadi pusat administrasi dan menjadi pusat industri pakaian dan sebagai kota perdagangan 28
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam¸terj. Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 68.
53 yang berhubungan dengan Iran, India, Cina dan Arabia, maka warga Arab menjadi pengusaha, pedaagang, seniman dan pekerja untuk
melengkapi
minimnya
gaji
militer
mereka
dengan
pendapatan tambahan tersebut.29 B. Hakikat membaca dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5 1. Makna Membaca dalam Surat al-‘Alaq Ayat 1-5 Kata iqra’ ( )ا ْﻗ َﺮ ْأterambil dari kata kerja qara’a ( )ﻗﺮأyang pada mulanya berarti menghimpun, sehingga apabila huruf atau katanya dirangkai dan mengucapkan rangkaian kata itu, maka berarti telah menghimpunnya atau membacanya. Kata ini berbeda artinya dengan
nad}ara, ra’a> dan bas}ar. Nad}ara berarti ﺗﺄﻣﻞ اﻟﺸﻲء ﺑﺎﻟﻌﻴﻦ. Artinya mencitacitakan sesuatu dengan mata.30 ra’a> adalah melihat dengan mata dengan memperhitungkan satu hal yang diperhitungkan. Ra’a biasanya dikaitkan dengan ilmu, sehingga berarti pandangan dengan mata dan hati.31 Bas}ar adalah sama dengan mata ( )اﻟﻌﻴﻦyang berarti kuatnya penglihatan dan kuatnya idra’.32 Dengan demikian, realisasi perintah ا ْﻗ َﺮ ْأpada ayat tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, dan tidak pula harus diucapkan, sehingga terdengar oleh orang lain. Karena dalam beberapa kamus ditemukan beraneka ragam arti dari kata tersebut, antara lain:
menyampaikan,
menelaah,
membaca,
mendalami,
meneliti,
mengetahui ciri-ciri sesuatu dan lain sebagainya yang semua bermuara pada arti menghimpun. Di samping itu, bila diteliti ayat tersebut juga tidak menyebutkan objek bacaan, dan ketika itu Jibril as. Ketika itu juga tidak membaca teks tertulis. Oleh karena itu, dalam suatu riwayat dinyatakan
29
Ibid., hlm. 74. Abu Fadl Hambal al-Di>n Muhammad ibn Mukarram ibn Manz}ur al-Afriki al-Misri, Lisan al-‘Arab, Jilid 5, (Beirut: Dar al-Sadir, t.th.), hlm. 215. 31 Ibid., Jilid 14, hlm. 291. 32 Ibrahim Anis dll., al-Mu’ja>m al-Wasi>t,} Juz 1, (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1996), hlm. 59. 30
54 bahwa nabi saw. bertanya: “ma aqra’?” ()ﻣﺎ أﻗﺮأ, apakah yang harus saya baca?33 Menurut Quraish Shihab bahwa objek membaca pada ayat-ayat yang menggunakan akar kata qara’a ditemukan bahwa ia terkadang menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari Tuhan (al-Qur’an dan kitab suci sebelumnya), misalnya dalam surat al-Isra ayat 45 dan Yunus ayat 94, namun juga terkadang juga objeknya adalah suatu kitab yang merupakan himpunan karya manusia atau dengan kata lain bukan bersumber dari Allah, misalnya dalam surat al-Isra’ ayat 14.34 Banyak penafsiran yang dikemukan oleh para ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat wahyu-wahyu alQur’an, sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-Qur’an ketika dia turun nanti. Ada juga yang berpendapat objeknya adanya ismi rabbika sambil menilai huruf ba’ yang menyertai kata ismi adalah sisipan, sehingga berarti bacalah dengan nama Tuhanmu atau berdzikirlah. Namun demikian, mengapa Nabi saw. menjawab: “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berdzikir tentu beliau tidak menjawab demikian, karena jauh sebelum datang wahyu beliau senantiasa melakukannya.35 a. Abu Fida al-Hafiz ibn Katsi>r al-Dimisqi Menurut Ibn Katsi>r, bahwa surat al-‘Alaq ayat i-5 merupakan salah satu permulaan rahmat Allah dari sekian ni’mat Allah kepada hambanya. Hal ini dapat dilihat dari ungkapannya sebagai berikut:
،ﺎ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺎ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﺍﻭﻝ ﻧﻌﻤﺔ ﺍﻧﻌﻢ ﺍﷲ ﻭﻫﻦ ﺍﻭﻝ ﺭﲪﺔ ﺭﺣﻢ ﺍﷲ ﻭﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﺘﻨﺒﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﻋﻠﻘﺔ ﻭﺍﻥ ﻣﻦ ﻛﺮﻣﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﺍﻥ 36
33
.ﻋﻠﻢ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﺎﱂ ﻳﻌﻠﻢ ﻓﺸﺮﻓﻪ ﻭﻛﺮﻣﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ
M. Quraish Shihab, Tafsir ..., op. cit., hlm. 393. M. Quraish Shihab, Membumikan .., loc. cit. 35 M. Quraish Shihab, Tafsir ..., loc. cit. 36 Abu Fida al-Hafiz ibn Katsi>r al-Dimisqi, op. cit., hlm. 645. 34
55 Artinya: Itu adalah awal dari salah satu rahmat-rahmat Allah yang diberikan kepada hambanya, dan awal dari salah satu ni’mat-ni’mat Allah yang diberikan kepada hambanya. Di dalam ayat itu mengandung peringatan tentang awal penciptaan manusia dari segumpak darah. Sesungguhnya salah satu dari kemuliaan Allah adalah mengajarkan manusia dari sesuatu yang ditidak tahu, kemudian memuliakan manusia dengan ilmu. b. Fahr al-Ra>zi Menurut Fahr al-Ra>zi, bahwa ﻚ ﺑﺭ ﺳ ِﻢ ﺮﹾﺃ ِﺑﺎ ﺍ ﹾﻗdalam surat al-‘Alaq ayat 1 berarti perintah membaca al-Qur’an dengan meminta pertolongan kepada Allah SWT. Karena membaca ini sebagai alat untuk mencapai kemudahan.37 Sementara itu, Firman Allah SWT. ﻋﱠﻠ َﻢ َ ﺑِﺎ ْﻟ َﻘ َﻠ ِﻢmemiliki dua maksud, sebagai berikut:
ﺎ ﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﻘﻠﻢ ﻭﺟﻬﺎﻥ ﺃﺣﺪﳘﺎ ﺍﻥ ﺍﳌﺮﺍﺩ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﻠﻢ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﺍﻟﱴ ﺗﻌﺮﻑ ﻭﺟﻌﻞ ﺍﻟﻘﻠﻢ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﻋﻨﻬﺎ ﻭﺍﻟﺜﺎﱏ ﺃﻥ ﺍﳌﺮﺍﺩ ﻋﻠﻢ,ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﻐﺎﺋﺒﺔ 38
.ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﺑﺎﻟﻘﻠﻢ
Artinya: redaksi ‘allama bi al-Qalam memiliki dua maksud. Maksud pertama, bahwa dengan pena dapat digunakan untuk menulis segala sesuatu yang yang belum diketahui (gaib), sehingga fungsi pena ini adalah untuk menuliskannya. Kedua, berarti menerangkan kepada manusia bahwa untuk menulis digunakan alat bantu pena. Pada ayat selanjutnya Allah berfirman: ن َﻣﺎ َﻟ ْﻢ َﻳ ْﻌ َﻠ ْﻢ َ ﻋﱠﻠ َﻢ ا ِﻹ ْﻧﺴَﺎ َ, artinya: Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ayat ini pada dasarnya memiliki hubungan makna dengan ayat sebelumnya, ﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﻘﻠﻢ. Menurut Fahr al-Ra>zi, ayat ini berarti ن ﺑﺎﻟﻘﻠﻢ َﻣﺎ َﻟ ْﻢ َﻳ ْﻌﻠَﻤﻪ َ ﻋﱠﻠ َﻢ ا ِﻹ ْﻧﺴَﺎ َ .39 Artinya, Dia mengajarkan kepada manusia dengan perantaraan qalam terhadap apa yang tidak diketahuinya.
Fahr al-Ra>zi, Tafsir Fahr al-Ra>zi, Juz 31, (Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.), hlm. 13. Ibid., hlm. 17. 39 Ibid. 37 38
56 c. Abi Laits al-Samarqandi Menurut Abi Laits al-Samarqandi, bahwa membaca dalam surat itu adalah membaca dengan nama memohon pertolongan Allah SWT. dan membaca wahyu yang telah diberikan nabi Muhammad saw. Oleh karen itu, ﻚ ﺑﺭ ﺳ ِﻢ ﺮﹾﺃ ِﺑﺎ ﺍ ﹾﻗdalam ayat ini mengandung maksud untuk mengingat Allah SWT. yang telah menciptakan makhluk.40 d. Muhammad ‘Ali al-S{abuni Muhammad ‘Ali al-S{abuni, menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: 41
ﻭﻗﺪ ﺩﻝ ﻋﻠﻰ ﻛﻤﺎﻝ ﻛﺮﻣﻪ ﺃﻧﻪ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻣﺎﱂ ﻳﻌﻠﻤﻮﺍ
Artinya: “Sesungguhnya ayat tersebut menunjukkan kesempurnaan kemuliaan Allah. Dialah dzat yang memberi pengetahuan kepada hamba-hamba-Nya terhadap sesuatu yang belum mereka ketahui” Kata ‘alaq (ﻖ ٍ ﻋ َﻠ َ ) sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad ‘Ali al-S{abuni adalah jama’ dari kata ‘alaqah ( )ﻋﻠﻘﺔyang berarti ،اﻟﺪم اﻟﺠﺎﻣﺪ ﺳﻤﻴﺖ ﻋﻠﻘﺔ ﻷﻧﻬﺎ ﺗﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﺮﺣﻢ, artinya: darah yang menggumpal, dinamakan ‘alaqah karena berhubungan dengan rahim.42 Ayat kedua ini menjelaskan tentang penciptaan manusia, yaitu berupa nutfah, yaitu segumpal air yang telah terpadu dari mani laki-laki dan mani perempuan, yang setelah 40 hari lamanya. Air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (mud}gah). e. Ahmad Must}afa al-Maraghi Menurut al-Maraghi, bahwa manusia dapat membaca pada dasarnya berkat kekuasaan Allah dan kehendak Allah yang telah menciptakannya. Karena sebelum itu, manusia tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Allah agar manusia membaca, 40
Abu Laits Nashr ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Ibrahim al-Samarqandi, Tafsi>r al-
Samarqandi>, (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 493. 41 Muhammad ‘Ali al-S{abuni, loc. cit. 42
Ibid., hlm. 554.
57 sekalipun tidak bisa menulis. Sebab Allah SWT. menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya.43 Perintah ا ْﻗ َﺮ ْأsebagaimana dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5 merupakan perintah Allah yang diulang-ulang, sebab membaca tidak bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah dilakukan dengan berulang-ulang dan dibiasakan, sehingga membaca menjadi suatu bakat. Karena dalam suku pertama saja, bacalah, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini, selanjutnya Nabi saw., disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu atas nama Allah, Tuhan yang telah menciptakan sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat al-‘Alaq ayat 2 sebagai berikut: ﻦ ْ ن ِﻣ َ ﻖ ْا ِﻹ ْﻧﺴَﺎ َ ﺧ َﻠ َ ﻖ ٍ ﻋ َﻠ َ . Artinya, Dialah Yang Menciptakan manusia dari segumpal darah. f. Wahbah al-Zuhaili Menurut Wahbah al-Zuhaili, bahwa ا ْﻗ َﺮ ْأdalam surat al-‘Alaq ayat 1-5 adalah perintah membaca yang diawali dengan menyebut nama Tuhan atau membaca dengan meminta pertolongan kepada Allah dengan menyebut namanya, yaitu dzat yang mewujudkan dan menciptakan segala makhluk. Ayat ini mengandung isyarat, bahwa Allah mensifatkan dzatnya sebagai khaliq sebagai peringatan terhadap permulaan ni’mat-ni’mat Allah SWT. dan keagungan-Nya.44 Wahbah al-Zuhaili menambahkan, bahwa membaca ( )ا ْﻗ َﺮ ْأdalam potongan ﺮﹾﺃ ﺍ ﹾﻗ ﺮﻡ ﻚ ﹾﺍ َﻷ ﹾﻛ ﺑﺭ ﻭ adalah sebagai li ita’ki>d ( )ﻟﻠﺘﺄآﻴﺪsebagai penguat, bahwa membaca tidak akan berhasil, kecuali dengan mengulang-ulang dan mengulang kembali.45
g. Muhammad Abduh
Ahmad Must}afa al-Maraghi, Tafsi>r al-Mara>ghi, Juz 28, (Mesir: Must}afa Bab al-Halabi, t.th.), hlm. 198. 44 Wahbah al-Zuhaili, op. cit., hlm. 316. 45 Ibid., hlm. 317. 43
58 Bagi Muhammad Abduh, bahwa kelima ayat pertama dari surat al-‘Alaq adalah komunikasi verbal pertama Allah SWT. kepada nabi Muhammad saw. Menurutnya, dalam ayat ini bahwa yang dibaca adalah nama (َﺳ ِﻢ َرﺑﱢﻚ ْ ) ِﺑﺎ, sebab “nama” mengantarkan kepada pengetahuan tentang dzat. Penciptaan kemampuan membaca akan menarik perhatian manusia ke arah pengetahuan tentang dzat (Allah SWT.) serta sifat-sifat-Nya semuanya. Karena membaca merupakan suatu ilmu yang tersimpan dalam jiwa yang aktif, sedangkan pengetahuan tersebut masuk ke dalam pikiran manusia atas perkenan dan ijin Allah SWT., melalui kemurahan-Nya, ilmu-Nya, qudrat-Nya serta iradah-Nya.46 h. Hamka Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh berarti buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca dan menulis. Meskipun tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya diajarkannya, sehingga dia dapat menghafalnya di luar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Allahlah yang menciptakan semuanya, Rasul saw. yang tidak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya, sehingga jika wahyu-wahyu itu telah turun kelak. Bacaan itu diberi nama alQur’an, karena al-Qur’an berarti bacaan, sehingga seakan-akan Allah berfirman: bacalah, atas qudrat-Ku dan iradat-Ku.47 Sedangkan nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu adalah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada makhluk-Nya: ﻋﱠﻠ َﻢ ﺑِﺎ ْﻟ َﻘ َﻠ ِﻢ َ اﱠﻟﺬِي, artinya: Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Itulah kekuasaan Allah dan kemuliaan-Nya yang tertinggi, yang mengajarkan manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci 46 47
Muhammad ‘Abduh, op. cit., hlm. 249. Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 10, (Singapura: Pustaka Nasional, 1999), hlm. 8059.
59 untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam (pena), di samping lidah untuk membaca, Allah pun mentakdirkan pula, bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat dipahamkan oleh manusia.48 i. Quraish Shihab Setelah Allah memerintahkan membaca dengan nama Allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, maka Allah meneruskan lagi menyuruh membaca dengan nama Tuhan. Sebagaimana tercermin dalam surat sesudahnya: ﻚ ْا َﻷ ْآ َﺮ ُم َ ا ْﻗ َﺮ ْأ َو َر ﱡﺑ, artinya: Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Berkaitan dengan ayat ini, Quraish Shihab berpendapat, bahwa kata rabbika disebut dalam al-Qur’an sebanyak 224 kali. Kata tersebut biasa diterjemahkan dengan Tuhanmu. Kata rabb (ّ )ربberasal dari kata tarbiyah ( )ﺗﺮﺑﻴﺔyang berarti “pendidikan”. Kata-kata yang bersumber dari akar kata ini memiliki arti yang berbeda-beda, namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu pada arti pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan serta perbaikan. Kata rabb apabila berdiri sendiri, maka yang dimaksudkan adalah Tuhan yang tentunya antara lain karena Dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan serta perbaikan makhluk yang didik-Nya.49 2. Urgensi Membaca dalam Surat al-‘Alaq Ayat 1-5 Perintah membaca sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah SWT. dalam surat al-‘Alaq 1-5 sebagai wahyu pertama pada dasarnya memuat perintah Nabi untuk membaca. Menurut Quraish Shihab, bahwa perintah membaca (iqra’) adalah kata pertama dari wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Karena pentingnya kata ini, maka dalam ayat tersebut diulang dua kali dalam rangkaian surat tersebut. 48
Hamka, op. cit., hlm. 8060. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’am al-Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 82. 49
60 Mungkin mengherankan bahwa perintah tersebut ditujukan pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kitab sebelum turun alQur’an, bahkan Nabi dikenal sebagai pribadi yang tidak pandai membaca suatu tulisan sampai akhir hayatnya. Namun keheranan ini akan hilang jika disadari bahwa arti iqra’ adalah bentuk perintah yang tidak hanya ditujukan kepada pribadi nabi Muhammad saw. semata-mata, namun juga untuk umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi/perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.50 Semangat membaca sebagaimana dipesankan dalam surat al-‘Alaq tersebut menurut Chabib Thoha memiliki empat prinsip pokok, yaitu: 1. Membaca Asma dan kemuliaan Allah 2. Membaca teknologi genetika 3. Membaca teknologi komunikasi 4. Membaca segala yang belum terbaca51 Chabib Thoha menambahkan, bahwa perintah membaca di sini secara historis bukan hanya bersifat individual, melainkan menjadi sebuah gerakan. Kebangkitan ini disertai dengan semangat kebersamaan dalam menuntut ilmu. Kebersamaan antara pria dan wanita bukan sekedar memiliki hak yang sama, melainkan semua kewajiban untuk menuntut ilmu yang disertai dengan semangat keterbukaan dan tenggang rasa yang tinggi.52 Hal ini sebagaimana tercermin dalam surat al-Mud}asir ayat 1-3 sebagai berikut:
(3-1 :( )ﺍﳌﺪﺛﺮ3)ﺮ ﺒﻚ ﹶﻓ ﹶﻜ ﺑﺭ ﻭ (2)ﺭ ﻧ ِﺬﻢ ﹶﻓﹶﺄ ( ﹸﻗ1)ﺮ ﺪﱢﺛ ﻤ ﺎ ﺍﹾﻟﻳﻬﺎﹶﺃﻳ (1) Hai orang yang berkemul (berselimut), (2) bangunlah, lalu berilah peringatan! (3) dan Tuhanmu agungkanlah (QS. al-Mud}asir: 1-3) Menurut Endang Saefudin Anshari, bahwa makna iqra adalah bacalah dan bacakanlah dan ajarkanlah. Kandungan makna iqra’ secara luas berarti wa tawasaubil haqq (ﻖ ﺤ ﱢ َ ﺻﻮْا ﺑِﺎ ْﻟ َ ) َو َﺗﻮَاdalam surat al-As}r ayat 3 50 51
Quraish Shihab, Membumikan ..., op. cit., hlm. 167 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 17 52
Ibid.
61 yang berarti” saling berwasiat kebenaran, yang mengandung arti: mencari, menggali untuk menemukan kebenaran dan mengajarkan kebenaran kepada orang lain.53 Kata iqra’ adalah fi’il amr (kata perintah) dari kata kerja qara’a (membaca) dan dari masdar qira’atan dan qur’atan (bacaan). Dalam ilmu Ushul fiqh, fiil amr itu menunjukkan pada wajib dan kewajiban, sesuatu yang
harus
dikerjakan,
dengan
ketentuan apabila
kewajiban
itu
dilaksanakan, maka pelaksanaannya itu mendapat pahala. Sebaliknya apabila kewajiban itu tidak dikerjakan, maka orang yang wajib mengerjakannya itu berdosa. Dengan demikian, ber-iqra’ berarti membaca dan membacakan, mempelajari dan mengajarkan, mencari, menggali untuk menemukan
kebenaran,
kemudian
pada
gilirannya
menyampaikan
kebenaran tersebut kepada orang lain, penilaian dan kepastian hukumnya wajib, sesuatu yang harus ditunaikan, dengan pengertian lain apabila tugas itu dilaksanakan, maka pelaksanaannya berpahala, dan sebaliknya bila tugas itu tidak ditunaikan, maka orang yang bertugas itu berdosa.54 Atas dasar inilah, Muhammad ‘Ali al-S{abuni berpendapat sebagai berikut:
ﻫﺬﺍ ﺃﻭﻝ ﺧﻄﺎﺏ ﺍﳍﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﱃ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻓﻴﻪ ﺩﻋﻮﺓ ﺍﱃ ﺍﻯ ﺍﻗﺮﺍﺀ ﻳﺎ ﳏﻤﺪ. ﻷﻧﻪ ﺷﻌﺎﺭ ﺩﻳﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ،ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﻭﺍﻟﻌﻠﻢ
، ﺍﻟﺬﻯ ﺧﻠﻖ ﲨﻴﻊ ﺍﳌﺨﻠﻮﻗﺎﺕ،ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻣﺒﺘﺪﺋﺎ ﻭﻣﺴﺘﻌﻴﻨﺎ ﺑﺎﺳﻢ ﺭﺑﻚ ﺍﳉﻠﻴﻞ 55
ﻭﺍﻭﺟﺪ ﲨﻴﻊ ﺍﻟﻌﻮﺍﱂ
Artinya: Ayat ini merupakan awal seruan ilahi kepada nabi saw. Di dalamnya terkandung nilai dakwah (ajakan) untuk membaca, menulis dan hikmah. Karena hal itu merupakan usaha syiar agama Islam. Maksudnya bacalah hai Muhammad al-Qur’an dengan diawali dan dengan pertolongan nama Tuhanmu yang
53
Endang Saefudin Anshari, “Iqra’ sebagai Mabda” dalam M. Chabib Thoha, F. Syukur dan Priyono, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 87. 54 Ibid., hlm. 88. 55 Muhammad ‘Ali al-S{abuni, op. cit., hlm. 554.
62 Maha Luhur, yaitu dzat yang menciptakan segala makhluk, mewujudkan segala ilmu. Perintah baca dari Allah dalam konteks mencari kearifan (wisdom) juga mempunyai implikasi membacaa fenomena alam dan fenomena sosial dengan segala dinamika yang tidak pernah berhenti. Alam dan lingkungan seharusnya merupakan kelas terbuka untuk aktivitas pembelajaran. Dampak positif dari cara pandang ini adalah alam dipandang sebagai the mother nature (ibu pertiwi). Sebagai ibu yang dihormati setiap anak, haram besar untuk dikotori dengan tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab. Lingkungan sekitar biasa memperlihatkan kenyataan, bahwa manusia sering memperlakukan bumi sebagai prostitute dalam rangka pemuasan diri tanpa batas.56 Dengan demikian, membaca bukan sekedar fenomena melihat tulisan sebagai catatan, namun juga peka terhadap situasi dan kondisi sekitar. Dengan demikian, surat al-‘Alaq ayat 1-5 memiliki korelasi dengan pembelajaran. Sebab surat al-‘Alaq ayat 1-5 merupakan alat pendidikan yang secara langsung memperkenalkan tradisi baca dan tulis.
56
Abdurrahman Mas’ud, Antologi Studi Agama dan Pendidikan, (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), hlm. 73.