Metamorfosis Srikandi RRIRosalita Niken Widiastuti, Direktur Utama LPP RRI Profil Oleh : Darman Tanjung NO. 36 TAHUN XX/09 - 15 JANUARI 2012 Rosalita Niken Widiastuti (Farid/FORUM)Bekerja keras mewujudkan agar RRI menjadi menjadi lembaga yang besar, bermanfaat bagi banyak orang. Tak hanya itu, RRI juga mampu membawa kesejahteraan kepada angkasawan-angkasawati RRI
Rosalita Niken Widiastuti, demikian nama lengkap Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia itu. Mengenakan stelan abu-abu, Niken terlihat anggun ketika bertemu Forum di kantornya, Gedung RRI, Jalan Merdeka Barat, penghujung 2011 lalu. “Memang saya cinta bangat sama RRI,” kata Niken mengawali perbincangan.
Niken lahir di Yogyakarta, 30 Oktober 1960. Sejak remaja ia sudah menjadi pendengar berat radio. Baginya tiada hari tanpa mendengar radio. Radio lokal dan RRI menjadi ‘sarapan pagi’ sebelum memulai aktivitas. Terinspirasi dari penyiar-penyiar radio yang didengarnya saban hari, diam-diam Niken ingin menjadi penyiar seperti mereka.
Entah kenapa, saat mendaftar di perguruan tinggi, ia justru memilih jurusan Sosiatri di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Di kampus, Niken tergolong mahasiswi aktif. Selain aktif menjadi anggota Badan Permusyawaran Masiswa UGM. Ia juga rajin mengikuti kegiatan di bidang seni budaya. Bahkan, dalam acara-acara kampus ia kerap didaulat sebagai MC.
Darah seni di tubuh Niken mengalir dari ibundanya yang juga sering tampil di RRI Yogyakarta mengisi acara karawitan. Ayahnya yang seorang pamong desa juga memiliki hobi berkesenian.
Suatu hari, saat Niken asyik menguping siaran RRI, ia mendengar RRI Yogyakarta sedang membuka lowongan calon reporter. Tanpa pikir panjang ia langsung melamar. Setelah melalui serangkain tes, ia salah satu yang diterima di antara 600 pelamar. Bergabung dengan RRI Yogyakarta, baginya tentu sebuah mimpi yang jadi kenyataan. Impian yang sudah dipendamnya sejak usia belia.
“Menjadi karyawan RRI tidak mudah, ada banyak tahapan yang harus dilewati seperti tes tertulis, membuat berita tiga bahasa, dan latihan menjadi penyiar. Diterima di RRI tentu sangat bangga, apalagi waktu itu saya masih kuliah di tingkat 3,” kata Niken mengenang awal karirnya di radio kebanggan miliki bangsa ini.
Bergabung dengan RRI Yogyakarta, Niken dituntut untuk pintar-pintar membagi waktu antara pekerjaan dengan kuliah. Sebab sebagai pemula ia juga harus turun kelapangan untuk melakukan peliputan berita.
Salah satu pengalaman paling berkesan baginya adalah saat melakukan reportase kehidupan pekerja seks komersial (PSK) di salah satu desa di Yogyakarta. Selama dalam peliputan tak jarang Niken mendapat intimidasi dari para mucikari yang merasa terganggu dengan berita-berita seputar kehidupan PSK.
Semua itu tak membuat nyali ibu tiga anak ini ciut. Program investigatif reporting yang mereka buat sebenarnya bukan hanya sekadar mengeksplotasi para PSK, tetapi juga berupaya memberi solusi. Alhasil, setelah siaran ditayangkan banyak pihak yang tersentuh hatinya. Para PSK akhirnya mendapat bantuan penyuluhan kesehatan secara berkala. Mereka juga dididik berbagai macam keterampilan mulai dari kursus komputer, menjahit, sampai saloon kecantikan.
“Dulu kebetulan saya produser acaranya. Jadi saya berusaha supaya program-program yang saya tangani tidak hanya sekedar berita. Tapi harus bisa mencari solusi,” tutur Niken mantap.
Meski bukan berlatar belakang jurnalistik, namun Niken mengaku ilmu sosiologi yang didapat di perguruan tinggi sangat membantu dalam menjalankan pekerjaannya. Sebab, dengan ilmu sosiologi yang didapatnya, ia dengan mudah melakukan interaksi sosial di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan untuk menjadi penyiar, kata Niken, seseorang harus memiliki pengetahuan yang luas. Setiap detik ucapan yang ke luar dari mulut penyiar harus memberi manfaat kepada pendengar. Baik berupa informasi, kritik, menghibur dan hal-hal berguna lainnya.
Di awal-awal menjadi penyiar, Niken mengaku terpaksa mengumpulkan kliping koran sebagai bahan bacaan untuk menambah informasi. Sebab informasi yang didapat tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang penyiar agar tidak blank saat berdialog dengan narasumber. “Dulu tidak ada internet, kita terpaksa mengumpulkan bahan dari kliping. Sekarang sudah enak, tinggal klik apa pun ada di internet,” tegas Niken yang juga aktif menulis artikel tentang jurnalistik ini.
Niken memang seorang perempuan yang dinamis. Meski telah berhasil menjadi penyiar, ia tidak berhenti sampai di situ. Di RRI Yogyakarta ia terus mengasah diri dengan memperdalam manajemen siaran. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan riset kepada pendengar radio. Menurut dia, riset sangat bermanfaat untuk mengetahui model siaran yang diinginkan masyarakat.
Sukses di RRI Yogyakarta, Niken ditarik ke Jakarta. Saat pindah ke Jakarta si sulung Swangga, masih duduk di kelas 5 SD. Sedangkan Nitya Wikaniswara kelas 2 SD dan si bungsu Sista Wikaniswara masih TK.
Sebagai ibu yang berpisah jauh dari anak-anaknya, Niken berusaha mendidik ketiga buah cintanya dengan menanamkan nilai-nilai agama. Selain itu, untuk menumbuhkan kekuatan mental, ketiga anaknya sejak kecil ikut latihan beladiri Taekwondo. Anak pertama dan keduanya kini sudah menyandang sabuk hitam. “Mereka sering ditinggal.
Jadi ilmu beladiri itu sangat berguna bagi mereka terutama untuk disiplin dan keberanian,” katanya.
Ketika pulang ke Yogyakarta, Niken senang menghabiskan waktu berkumpul dengan anak-anak dan suaminya Ir. Priyo Sembodo. “Biasanya sih anak-anak senang masak bareng. Menata rumah sama-sama. Mereka senang mengerjakan sesuatu bersama-sama. Padahal saya nggak bisa masak,” katanya sambil tertawa kecil.
Meski kini menduduki posisi orang nomor satu di RRI, Niken mengaku tak pernah lupa dengan perjuangannya menjadi penyiar. Mars RRI pembuka siaran membawa dirinya terbang ke masa lalu. “Kalau mendengar itu, saya sangat terharu. Dulu sebelum menjadi penyiar kita harus melewati traning selama 3 bulan,” kenang Niken sambil berkaca-kaca.
Niken tetap lah orang yang rendah hati. Ia mengaku apa yang dicapainya sekarang tidak lepas dari perjuangan angkasawan-angkasawati dan seluruh jajaran RRI di manapun berada. Ia juga mengaku bangga dengan jajaran RRI di daerah yang sangat antusias dalam menggalang aksi-aksi sosial pada setiap kegiatan yang dilakukan.
Pada peringatan Hari Radio tahun lalu RRI menyelenggarakan serangkaian acara seperti Indonesia Berdonor, Indonesia Bersepeda, serta RRI Peduli Penyandang Distabilitas. Bahkan untuk acara RRI gerak jalan penyandang cacat tersebut RRI mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia. Kegiatan yang berlangsung meriah tersebut dihadiri oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Apa yang diaraihnya sekarang, tentu saja bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Semua lewat perjuangan dan kerja keras. Bahkan saat menjabat direktur, Niken mengaku biasa bekerja hingga larut malam. “Saya ingin RRI bukan hanya jadi pelapor, tapi juga pelopor. Saya ingin RRI menjadi lembaga yang besar, bermanfaat bagi banyak orang, dan membawa kesejahteraan kepada angkasawan-angkasawati RRI,” ujar Niken berharap.
*****
Tanggal 14 Oktober 2010 boleh jadi merupakan hari kelahiran kedua bagi Rosarita Niken Widiastuti. Hari itu, ia dilantik sebagai Direktur Utama LPP RRI periode 2010-2015 menggantikan Parni Hadi yang habis masa jabatannya. Niken mencatat sejarah baru diamana dirinya tampil sebagai wanita pertama yang mencapai puncak karir di RRI .
Perjalanan Niken menduduki posisi orang nomor satu di radio kebanggaan milik bangsa tentu tak diperoleh dengan mudah. Ia dipilih melalui proses penyaringan yang bersifat administrasif serta uji kelayakan dan kepatutan oleh Dewan Pengawas RRI.
Karier Niken di RRI tergolong cepat menanjak. Ia memulai kariernya sebagai karyawan RRI di Yogyakarta sebelum hijrah ke Jakarta. Di RRI Pusat, Niken banyak memproleh kesempatan mencatat prestasi antara lain mewakili LPP RRI dalam penyusunan draf RUU Penyiaran, tim penyusun PP Nomor 11 , 12 dan 13 tentang Lembaga Penyiaran Publik, LPP RRI dan LPP TVRI. Dengan berbagai prestasi itu, Niken mendapatkan kenaikan pangkat istimewa saat memegang jabatan Direktur Program dan Produksi. Jauh sebelum jadi direktur, Niken pernah pula didapuk menjadi Kepala RRI Cirebon, Jawa Barat.
Menduduki posisi puncak tentu ia dituntut bekerja ekstra membenahi RRI baik secara internal maupun eksternal. Salah satu tanggung jawab yang harus dilaksanakan adalah memuluskan usulan RRI memiliki mata anggaran tersendiri di APBN. Pasalnya, selama ini anggaran RRI berada di mata anggaran bencana yang sangat riskan mengingat seluruh program RRI harus tetap jalan.
Meski pada awalnya mendapat penolakan dari Kementerian Keuangan, namun perjuangan Niken tak sia-sia. Mulai 2012 pemerintah dan DPR menyetujui RRI memiliki mata anggaran tersendiri dengan kode 116. “Kita berterimakasih atas dukungan semua pihak terutama DPR, Presiden, dan BPK,” ucap Niken.
RRI sebagai satu-satunya radio yang menyandang nama negara tentu harus diimbangi dengan memberikan yang terbaik kepada seluruh anak bangsa. Siaran-siaran RRI harus sejalan visi LPP RRI sebagai ‘radio berjaringan terluas, pembangun karakter bangsa dan berkelas dunia.’
RRI dituntut untuk menjadi LPP yang independen, netral dan tidak komersial yang berfungsi memberikan pelayanan siaran informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol social, serta menjaga citra positif bangsa di dunia internasional. RRI juga berfungsi sebagai perekat sosial, pemersatu bangsa, mencerminkan identitas bangsa, merefleksikan keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan. Di samping itu RRI harus turut serta dalam menjaga Kedaulatan NKRI.
Untuk mewujudkan visi itu, Niken melakukan berbagai langkah strategis dengan melakukan revitalisai program sesuai amanat UU. Programa 1, dijadikan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Programa ini ditujukan kepada kelompok masyarakat pedesan, nelayan, petani, ekonomi kerakyatan, lingkungan hidup, perempuan, dan anakanak. Orientasinya untuk memotivasi masyarakat membangun kreativitas dari pada konsumerisme. Salah satunya program andalannya adalah ‘Satu Desa Satu Komunitas’ dengan mengangkat produk unggulan di tiap-tiap desa. Di sini RRI bukan hanya membantu masyarakat berprofesi, tapi juga membantu melakukan pelatihan manajemen dan pemasaran.
Programa 2, merupakan pusat kreatifitas anak muda. Tujuannya untuk memberi ruang kepada generasi muda berkreasi dengan berbagai kegiatan semacam festival band Indie, lomba design busana daerah, lomba design kerajinan. Selain itu ada lomba debat remaja, puisi, dan sebaginya. Programa 2 diharapkan menjadi ajang anak-anak muda bertemu, bertukar pengalaman dan menampilkan kreatifitas masing-masing.
Programa 3 menjadi jaringan berita nasional. Tujuannya adalah memberikan informasi terpercaya kepada masyarakat sehingga tercapai keadilan informasi. Keadilan informasi
itu ditujukan kepada masyarakat yang tinggal di daerah yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga.
Niken menjelaskan, negara-negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia menyadari betapa pentingnya arti informasi. Oleh karena itu, mereka sudah terlebih dahulu menguasi ruang informasi di daerah-daerah tersebut. Namun demikian, dengan hadirnya RRI di daerah-daerah perbatasan seperti Malinau, Nunukan, Pulau Sebatik, Saumlaki, Entikong, Atambua, Bovendigul, Sekau, Kaimana, Sabang, Tahuna, Ranai, mampu membakitkan rasa nasionalime masyarakat di perbatasan. Sebab selama ini mereka lebih mengenal pejabat-pejabat negara tetangga ketimbang pejabat Indonesia sendiri. Bahkan, mereka banyak yang tidak mengenal Pancasila dan Lagu Indonesia Raya.
“Bersama-sama dengan TNI dan Polri, kita melakukan berbagai kegiatan yang membangkitkan nasionalisme mereka, seperti lomba menghapal Pancasila. Sesungguhnya hanya ada tiga ‘I’ yang menjaga perbatasan kita yakni TNI, Polri, dan RRI,” timpal wanita murah senyum itu.
Untuk itu RRI juga membuat program ‘Presiden Menyapa’. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan siaran tiga dalam sebulan untuk mendengar keluhan masyarakat di berbagai pelosok Tanah Air.
Sedangkan Programa 4 menjadi pusat siaran kebudayaan dari berbagai daerah di Indonesia. Pro4 menampilkan beragam lagu-lagu daerah seperti Jawa, Sunda, Batak, Minang, Aceh, Ambon, Bali, Bugis. Siaran-siaran di Pro4 tujuannya adalah untuk membangun karakter bangsa.
Pada tahun pertama menduduki jabatan Direktur Utama, Niken berupaya memperkuat peran perwakilan RRI di luar negeri. Perwakilan RRI Hongkong misalnya, intensitas siaran yang tadinya hanya sekali seminggu kini ditingkatkan menjadi tiga kali seminggu.
Perwakilan Hongkong umumnya mengangkat tema seputar permasalahan yang dihadapi TKI hingga kisah sukses mereka selama bekerja di Hongkong.
Awak RRI di luar negeri umumnya adalah pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di sana. RRI sendiri sudah memiliki perwakilan di 11 negara antara lain Hongkong, Taiwan, Jepang, Brunai Darussalam, Suriname, Malaysia, India, dan Vietnam.
Bahkan perwakilan RRI di Jepang dan Taiwan diisi oleh ilmuan Indonesia bergelar professor. “Di Jepang koordinatornya seorang profesor riset yang sudah lama menetap di Tokyo. Waktu kita membuat workshop menjaring calon reporter peminatnya sangat banyak,” pungkas Niken.
Untuk lebih menancapkan citra Indonesia di luar negeri, RRI juga menjalin kerjasama dengan radio-radio asing yang tergabung dalam Asia-Pasific Broadcasting Union (ABU). Kerjasama yang dilakukan bukanya hanya sebatas program, tapi juga teknologi penyiaran. Lebih membanggakan lagi, pada 2008, Niken terpilih sebagai Vice Chair Person Program Committee di organisasi yang beranggotan 600 radio dan televisi dari 62 negara ini.
Biodata: Nama
: Rosarita Niken Widiastuti
Jabatan
: Direktur Utama LPP RRI
Tempat/Tgl Lahir
: Yogyakarta, 30 Oktober 1960
Alamat
: Perum Deppen N0 63, Seturan, Yogyakarta
Pendidikan Formal
:
S1- Sosiatri, Fisipol UGM (1984) S2- Sosiologi Komunikasi Sosial Fisipol UGM (2004) Pendidikan Jenjang ADUM (2000)
:
SPAMA (2001) Diklat PIM II (2008)
Pendidikan Profesi
:
Pendidikan Dasar Siaran, Jakarta (1986) Pendidikan Penyiaran Lanjut, Yogyakarta (1985) Regional Course on Woman Broadcaster and Program for The Children (IABD) di Malaysia (1988) Training for High Ranking Management, Tokyo (2007) Radio Production Workshop (RIDC,AIBD, RTF) Yogyakarta Pengalaman Kerja
:
Dosen Multimedia Training Centre (MMTC) Dosen PPKP Universitas Negeri Yogyakarta Dosen Universitas Atma Jaya Dosen Akademi Komunikasi Yogyakarta Dosen Universitas Gajah Mada Suami Anak
: Ir. Priyo Sembodo : 1. Swangga (Geologi UGM) 2. Nitya Wikaniswara (ITB) 3. Sista Wikaniswara (SMAN 6 Yogyakarta)