Metakognisi
Berpikir Mengenai Pemikiran Jason diberi tugas proyek ilmiah, tetapi ia tidak memiliki ide bagaimana memulainya. Ia duduk dan menatap keluar jendela sejenak lalu mengangkat tangannya, dan berkata pada guru “Saya tidak mengerti,” katanya. “Baiklah,” kata guru, “mari pikirkan beberapa hal yang mungkin kau lakukan untuk memulai.” “Saya dapat membuat sebuah daftar hal yang harus saya lakukan.” “Apalagi yang dapat kau lakukan?”
Mengajarkan Metakognisi Lihat beberapa cara dimana guru menggabungkan metakognisi ke dalam kelas berbasis proyek.
“Saya dapat berpikir tentang apa yang saya lakukan pada proyek saya yang lalu.”
Pelajari lebih lanjut >
“Ide yang bagus.” “Terakhir kali saya pergi ke perpustakaan dan mencari di komputer. Saya membuang banyak waktu tanpa menemukan apapun.” “Apa hal berbeda yang dapat kau lakukan kali ini?” “Mungkin kali ini saya dapat meminta Holly untuk membantu saya mencari kata-kata. Ia sangat mahir dalam hal itu.” “Hal itu terdengar seperti awal rencana yang bagus.” Jason anak yang cerdas dan tertarik pada ilmu pengetahuan alam, tetapi ia memiliki kekurangan dalam kemampuan yang dapat membantunya melakukan proyek yang kompleks. Dalam dialog bersamanya, guru membantunya berpikir secara metakognitif sehingga ia dapat mengembangkan kewaspadaam mengenai proses berpikirnya, merencanakan strategi untuk menyelesaikan proyek, dan memantau kesuksesan strategi tersebut. Metakognisi, atau “berpikir tentang pemikiran” ditujukan untuk proses mental yang mengendalikan dan memberikan perintah bagaimana orang berpikir. Metakognisi terutama sangat penting dalam proyek karena siswa harus membuat keputusan tentang strategi apa yang mereka gunakan dan bagaimana menggunakan mereka, Penelitian Marzano (1998) mengenai 4000 intervensi pengarahan berbeda menemukan bahwa hal yang paling efektif dalam mengembangkan pembelajaran siswa adalah yang berfokus pada bagaimana siswa berpikir tentang proses pemikiran mereka dan apa yang siswa rasakan mengenai diri mereka sendiri sebagai pelajar.
Komponen Metakognisi Komponen yang paling dasar dari metakognisi adalah kewaspadaan dari proses berpikir. Kewaspadaan ini termasuk dua cara apakah siswa biasanya melakukan pendekatan pada tugas dan cara alternatif yang mungkin mereka lakukan. Pelajar yang baik waspada akan bagaimana mereka berpikir dan dapat membuat pilihan yang cerdas megenai strategi yang efektif. Komponen rencana dari metakognisi adalah bertanggung jawab untuk “mengidentifikasi dan mengaktifkan kemampuan, taktik, dan proses tertentu yang akan digunakan dalam “mencapai cita-cita” (Marzano, 1998, h. 60). Siswa pada tahap
ini memiliki dialog dalam dirinya mengenai apa yang dapat ia lakukan dan apa yang paling efektif dalam situasi ini. Jika tugasnya sederhana, orang mungkin tidak waspada akan pilihan apa yang ia buat. Dengan tugas yang kompleks, bagaimana pun, proses metakognitif lebih terbuka saat siswa memilih pilihan yang lain di dalam pikirannya. Komponen akhir dari metakognisi adalah pemantauan. Fungsi ini bekerja pada keefektifan rencana dan strategi yang digunakan. Sebagai contoh, siswa kelas biologi tahun kedua memutuskan untuk membuat peta dalam komputer untuk meninjau bab untuk sebuah tes. Setelah beberapa menit, ia menyadari bahwa ia menghabiskan waktu yang lebih mencari tahu tentang software daripada berpikir mengenai konten dan memutuskan untuk menggambar peta di atas kertas. Seorang siswa kelas lima yang mengumpulkan data mengenai temperatur dan kelembaban mulai menambahkan daftar angka yang panjang lalu menyadari bahwa pekerjaan akan menjadi lebih cepat dan akurat jika ia menggunkan program lembar kerja. Pemantauan proses pemikiran yang konsisten dan membuat perubahan yang diperlukan adalah komponenyang penting dari metakognisi.
Referensi Marzano, R. J. (1998). A theory-based meta-analysis of research on instruction. Aurora, CO: McREL. www.mcrel.org/PDF/Instruction/5982RR_InstructionMeta_Analysis.pdf*
(PDF; 172 halaman)
Desain Proyek Efektif: Metakognisi
Mengajarkan Metakognisi
Mengajarkan Siswa untuk Berpikir tentang Pemikirannya Kemampuan metakognitif siswa bertumbuh dan sukses dalam sebuah lingkungan di mana proses pemikiran yang sebenarnya adalah bagian penting dari pengajaran dan percakapan selama sehari. Untuk membuat lingkungan ini guru dan siswa harus mengembangkan sebuah bahasa pemikiran yang mereka semua gunakan secara konsisten. Saat guru menggunakan kata seperti “strategi”, “proses”, dan “metakognisi” secara teratur, mereka mengomunikasikan kepentingan mereka untuk siswa dan menekankan proses yang penting untuk pembelajaran yang efektif. Tishman, Jay, dan Perkins (1992) menyarankan menempelkan poster di sekeliling ruangan untuk mengingatkan siswa untuk berpikir mengenai pemikirannya. Anjuran seperti “Apakah ini strategi terbaik bagi tugas?” atau “Apakah rencana Anda bekerja sebaik perkiraan?” membantu siswa mengingat untuk menjadi metakognitif. Memberikan siswa waktu dan alat untuk membantu mereka menjadi lebih metakognitif dalam pembelajaran mereka adalah satu cara yang paling efektif untuk mengembangkan prestasi siswa (1998). Jurnal dan catatan pelajaran dapat membantu siswa mengidentifikasi strategi yang mereka gunakan atau mungkin akan mereka gunakan dan mengevaluasi keefektifannya. Memberikan pijakan dalam bentuk sinyal atau anjuran seperti “Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?” “Sebagaimana baik strategi Anda bekerja?” dapat memberikan struktur pada siswa yang membutuhkan mereka untuk menjadi metakognitif. Banyak siswa, khususnya siswa dengan kebutuhan tersendiri dapat mengambil keuntungan dari instruksi terbuka dan berulang-ulang dalam strategi metakognitif. Sebagai contoh, guru dapat memulai dengan berpikir-kritis untuk mengartikulasikan pemikiran metakognitif: Baik. Apa yang akan saya lakukan selanjutnya pada proyek ini? Saya harus memasukkan semua informasi yang telah saya kumpulkan ke dalam laporan. Saya dapat meletakkan tiap informasi pada kartu catatan dan mengatur mereka dalam sebuah sketsa, tapi hal itu akan membuang banyak waktu dalam membuat kartu catatan. Saya dapat melihat semua catatan saya dan memberi tanda kategori pada setiap catatan, lalu memberi tanda silang pada semua catatan yang tidak akan saya pakai. Saya akan lihat bagaimana hal itu bekerja. Walaupun menyebutkan proses kognitif yang sesungguhnya adalah bagian dari proses pembuatan metakognitif, penting sekali untuk melakukan proses berpikir untuk mengikutsertakan kemampuan adaptasi diri siswa. Membuat strategi belajar, seperti metode untuk mengerti teks (seperti menanyakan pertanyaan) atau memecahkan permasalahan kata (seperti mengidentifikasi variabel) adalah metode yang efektif untuk mengajarkan siswa strategi belajar, tetapi kecuali kesadaran, perencanaan, dan memonitor pemikiran terbuka, pembuatan strategi tidak akan memiliki efek pada metakognisi siswa. Sumber lain untuk pengajaran metakognisi, terutama dengan siswa yang lebih senior, dapat berbentuk biografi, jurnal, surat, dan tulisan pribadi lainnya daru ahli yang terkenal dalam bidang yang mereka pelajari. Pengenalan pada strategi pemecahan masalah dari pemikir terkenal dapat menjadi sangat inspirasional dan informatif bagi siswa. Setelah pembuatan model metakognisi, langkah selanjutnya adalah memberikan siswa kesempatan untuk berlatih menggunakan kemampuan metakognitif dengan dukungan guru. Siswa dapat melakukan sendiri berpikir-kritis dengan
pasangan atau dalam kelompok kecil. Mendengarkan bagaimana teman mereka melakukan pendekatan dengan permasalahan kompleks dapat membantu seluruh siswa memperluas cakupan mereka akan strategi yang memungkinkan. Pada akhirnya, gunakan anjuran seperti, “Apa yang dapat Anda lakukan selanjutnya?” “Apa lagi yang dapat Anda coba?” dan “Sebarapa baik strategi Anda bekerja?” mengingatkan siswa untuk memikirkan pemikiran mereka saat mereka bekerja.
Pertanyaan untuk Mendukung Metakognisi Kesadaran
Bagaimana pendekatan saya pada tugas ini?
Apa yang saya lakukan saat saya mengerjakan proyek ini?
Apa yang saya lakukan saat saya tidak mengerti apa yang saya baca?
Saat saya mengatasi masalah, apa yang saya lakukan?
Apa yang saya pikirkan saat saya membaca?
Perencanaan
Tugas macam apakah ini?
Apakah cita-cita saya?
Informasi apakah yang saya butuhkan?
Masalah apakah yang mungkin akan datang saat saya bekerja dan bagaimana saya akan mengatasinya?
Strategi apakah yang akan membantu saya?
Sumber apakah yang saya punya?
Sebarapa lama tugas akan memakan waktu?
Apakah tugas yang lebih kecil yang ada dalam proyek?
Apakah yang harus saya lakukan dalam urutan khusus dan apa yang dapat saya lakukan kapan saja?
Masyarakat dan acara apakah yang harus saya koordinasi?
Siapa yang dapat membantu saya?
Apa yang ingin saya pelajari dari proyek ini?
Pemantauan
Apakah yang saya lakukan berhasil?
Apa yang tidak saya mengerti tentang tugas ini?
Bagaimana saya melakukan hal ini secara berbeda?
Apakah saya harus mengulang dari awal kembali?
Dapatkah saya merubah sedikit cara saya bekerja agar menjadi lebih efektif?
Apa yang dapat saya kendalikan mengenai lingkungan kerja saya?
Bagaimana saya merespon tantangan tidak terduga?
Apa yang saya pelajari?
Apa yang dapat saya lakukan untuk belajar lebih dan lebih baik?
Apakah ini cara terbaik untuk melakukan tugas ini?
Referensi Marzano, R. J. (1998). A theory-based meta-analysis of research on instruction. Aurora, CO: McREL.
www.mcrel.org/PDF/Instruction/5982RR_InstructionMeta_Analysis.pdf* Tishman, J, E. Jay & D. N. Perkins. (1992). Teaching thinking dispositions: From transmission to enculturation. Cambridge, MA: ALPS. http://learnweb.harvard.edu/alps/thinking/docs/article2.html*