Meraih Kembali Mimpi Amerika! ujuh orang dari kalangan profesi wartawan, legislator, peneliti, dan aktivis diundang oleh ProRep (Pro Representasi) untuk bergabung dengan 50 pemuda (usia 25-40 tahun) dari seluruh dunia untuk hadir dalam forum ACYPL (American Council of Young Political Leaders) yang diselenggarakan oleh Chemonics. Acara ini bertepatan dengan masa kampanye dan pemilu Presiden Amerika Serikat 2012, sehingga program ini dinamakan ”2012 US Elections Exchange Program” dan dibiayai oleh USaid. Banyak dari alumni ACYPL adalah politisi- politisi yang menduduki posisi strategis di Amerika Serikat. Rangkaian kegiatan diawali dengan berbagai pertemuan dan diskusi di Washington DC, termasuk bertemu Partai Republik, Partai Demokrat, organisasi sayap seperti Young Democrats of America, komentator CNN (Maria Cardona dan Lenny McAlister), lembaga- lembaga yang mengadakan survei (polling), para pencari dana kampanye, pelobipelobi muda yang mumpuni,para ahli strategi kampanye, federasi buruh Amerika, dan lain-lain, sebelum kemudian delegasi dibagi ke beberapa negara bagian yang berbeda untuk mengikuti jalannya pemilihan presiden. Rombongan kami bertolak ke Orlando,Florida,pada 2 November 2012.Yakni, dalam rangkaian kegiatan mendatangi lembaga seperti KPUD (Supervisor of Elections) Orange County dan Staf Congresswoman Partai Demokrat yang humanis dan sangat filosofis. Selain itu melihat langsung campaign rally Partai Republik yang sangat mengusik pikiran,kampus University of Central Florida di mana Michelle Obama akan hadir, markas-markas tim sukses dari kedua partai, peran tokoh-tokoh agama terutama kulit hitam di gereja dan Presiden Islam Inc, media massa Orlando Sentinel, Liga Pemilih Perempuan, mengikuti proses saat perhitungan suara di GOTV, dan masih banyak lagi. Kesempatan ini merupakan semacam ”utopia”bagi saya yang secara pribadi mulai merasa ”datar”dengan kemungkinan kandidat calon presiden Indonesia 2014 yang 4L (sori-red: Lu Lagi Lu Lagi). Masih sangat berharap akan ada kejutan kandidat calon presiden Indonesia 2014: bisa perempuan, rising star, dan lain-lain, yang penting ada element of surprise dan punya kompetensi sehingga Indonesia tidak berkesan ”krisis sumber daya manusia berkualitas”.
Bahkan berjiwa martir atau ”rela berkorban” untuk rakyat Indonesia. Proses kampanye Barack Obama dan Mitt Romney sempat terganggu karena adanya badai Sandy di Pantai Timur AS, dan pada 30 Oktober 2012 rombongan kami sempat ”terdampar” di Bandara Narita,Tokyo-Jepang. Pesawat direncanakan take-off dari pukul 11.10 diundur jadwalnya ke pukul 19.10.Namun, perjalanan dimudahkan sehingga kami bisa mengikuti acara sesuai agenda yang dijadwalkan serta menjadi saksi sejarah pesta demokrasi ala Amerika Serikat saat menyambut pemimpinnya. Dingin dan Sendu Washington DC Jelang Pilpres Tidak ada baliho kandidat calon presiden yang menghiasi jalan-jalan Washington DC yang lebih dingin dan sendu dari yang biasanya pernah saya rasakan karena dampak badai Sandy, berbeda dengan moratmaritnya Jakarta sebagai ibu kota saat masa kampanye menjelang pemilihan presiden. Estetika bisa dipastikan tidak ada lagi,hanya kesemrawutan,apalagi dalam pengalaman pribadi saya sebagai calon anggota legislatif menjelang Pemilu 2009. Suasana sepi ini bukan karena ada masa tenang,tetapi konon salah satu staf ACYPL Elections Exchange menjawab dengan sumir bahwa orang-orang di Washington DC terlalu serius, senang membaca, dan tidak peduli dengan retorika-retorika kampanye. Staf lain juga kehilangan kesempatan memilih karena mengurusi program ini,dan mengatakan bahwa ia tidak terlalu kecewa karena suaranya tidak berpengaruh mengingat Washington DC adalah sarang Demokrat. Dingin dan sendu ini menjawab pertanyaan saya ketika saya belum berangkat ke Washington DC, salah satu sekretaris politik Kedutaan Besar AS memberikan kepada saya CD The Postal Service, yang salah satunya adalah lagu The District Sleeps Alone Tonight. Rangkaian kegiatan di DC memberikan semacam prolog dan introduksi terhadap sebuah proses perhelatan pesta politik yang megah, ideologis, dan jauh berbeda dengan Indonesia dalam banyak aspek yang bisa terpikirkan,sebelum kami berpencar ke negara-negara bagian. Dalam sebuah pergerakan tren politik di Indonesia,di mana figur publik, utamanya artis, semakin mempunyai kesempatan untuk alih profesi menjadi politisi, maka satusatunya artis yang kami temui di Washington DC adalah presiden dari Young Democrats of America, Rod Snyder. Snyder menjabat sebagai presiden sejak 2010. Snyder adalah semifinalis ajang mencari bakat musik, American Idol, season 4, dan pernah mengeluarkan album Leaving Hollywood Behind pada 2006. Bahkan Simon Cowell mengatakan saat Snyder tereliminasi, ”Kabar buruknya kamu tereliminasi, kabar baiknya kamu bisa kembali ke politik sekarang.” Pertemuan dengan Snyder,sebagai salah satu ujung tombak pemuda Demokrat, mengingatkan pada kesuksesan Obama meraup sukses di kalangan pemilih muda pada 2008,walaupun tanpa sistem compulsory voting seperti di Australia. Perolehan suara signifikan ditandai dengan margin sehat dengan menggunakan metode gabungan antara kampanye online dan tradisional seperti door-to-door, ke kampus, dan menelepon. Juru bicara
yang mumpuni dan cukup atraktif seperti Snyder tampaknya juga merambah berbagai dialog televisi baik untuk menjawab serangan Partai Republik maupun sekaligus untuk meraup dukungan orang-orang muda untuk memilih karena potensi pilihan pemuda tentunya Obama. Dengan berbagai pertimbangan bahwa pemilih muda di Amerika Serikat sangat mobile dibandingkan kelompok usia lain, sebuah opsi seperti same-day registration atau mendaftarkan diri pada hari yang sama dengan saat memilih akan menghasilkan partisipasi pemilih muda yang tentunya bisa lebih tinggi. Pertemuan dengan Snyder menstimulasi keingintahuan tentang beberapa hal. Di antaranya terkait dengan sistem popular votes dan electoral college, super PAC, dan swing states/purple states/battleground states. Sebuah pengalaman pahit pernah dialami mantan wakil presiden AS,Al Gore, pada 2000. Sistem Electoral College merenggut kesempatannya menjadi presiden AS. Gore menyerukan agar sistem ini disudahi saja karena banyak pemilih yang tinggal di luar +/- 12 purple states dicurangi karena walaupun menang pada perolehan suara popular votes, bisa kehilangan kesempatan menang karena terhadang sistem electoral college yang mana pada tingkat state level berbasis prinsip ”winner-takes-all”. Gore meminta agar pemilihan presiden ditentukan dengan sistem popular vote, agar pengalaman pahitnya saat berhadapan dengan George Bush tidak terulang. Gore mendapat lebih banyak suara dari Bush dengan popular votes, tetapi kalah dengan electoral college sehingga gagal mendapatkan tiket masuk ke White House. Ada 12 negara bagian yang termasuk dalam purple states dan menjadi medan tempur elektoral 2012 adalah Ohio,Virginia,Colorado,Florida, Iowa, Michigan, Nevada, New Hampshire,New Mexico, North Carolina, Pennsylvania,dan Wisconsin.Kubu Partai Republik menolak mentahmentah perubahan proses electoral college,baik secara konstitusi atau pun cara lainnya. Saya memahami pilihan panitia ACYPL yang mengajak kami ke negara bagian Florida karena termasuk purple state.Dalam peta perpolitikan pilpres AS,sebuah purple state adalah negara bagian yang tidak satu capres pun memiliki dukungan kuat untuk mengamankan perolehan suara electoral college.Negaranegara bagian tersebut menjadi target dari kedua partai politik dalam pilpres, karena menang di sini adalah kesempatan terbaik untuk sebuah partai politik memperoleh suara electoral college. Negaranegara bagian lainnya disebut safe states karena setiap kandidat bisa memprediksi akan menang atau kalah di negara bagian tersebut. Red states adalah sebutan bagi negara-negara bagian yang seorang kandidat dari Partai Republik mempunyai ekspektasi menang, seperti Texas, Mississippi,Alabama, dan South Carolina. Negara-negara bagian ini mempunyai budaya konservatif, sangat religius, dan dengan riwayat memilih kandidat Partai Republik. Sebaliknya, blue states, basis dukungan Partai Demokrat, termasuk California, Vermont, Massachusetts,Oregon, Hawaii, Connecticut, Illinois, Rhode Island,dan New York. Tidak aneh jika setelah kehebohan badai Sandy mereda,Obama maupun Romney bergegas melanjutkan kampanye ke purple
states. Sepanjang akhir pekan sampai Senin, jadwal Obama berturut-turut ke Ohio,Wisconsin, Iowa, Virginia, Florida, New Hampshire, dan Colorado. Termasuk kami yang akan berkesempatan melihat langsung peran Michelle Obama sebagai surrogate Barack Obama di Florida pada hari Senin, 5 November 2012. Sementara Romney dijadwalkan untuk berkampanye di Ohio,Wisconsin, New Hampshire,Colorado,dan Pennsylvania. Dalam hasil jajak pendapat yang dirilis 1 November 2012, Obama hanya memimpin sedikit di Nevada dan Wisconsin. 8 dari 9 survei penting sepanjang pekan lalu menunjukkan Obama menang tipis di Ohio. Obama tetap mempertegas pentingnya agenda bagi kelas menengah, sementara Romney mengklaim dirinyalah sebagai agen perubahan dan bukan pemerintahan sekarang.Termasuk jika terpilih sebagai presiden AS,Romney akan membatalkan ObamaCare yang dianggap sosialis. Manuver ini terkesan sebagai upaya Romney membalik serangan Obama tentang ketidakberpihakan Romney terhadap kelas menengah. Harus diakui bahwa Obama Care/ The Health Care for America adalah kebijakan Obama yang menjadi bulan-bulanan Partai Republik dan para pendukungnya. Berbagai situs internet pendukung Obama berusaha menjelaskan tentang ObamaCare sebagai sebuah kelanjutan dari kebijakan yang sudah ada sejak sebelum kepemimpinan Obama, yaitu Patient Protection and the Affordable Care Act dalam upaya untuk mereformasi industri pelayanan kesehatan. ObamaCare juga bertujuan untuk memberikan asuransi kesehatan terjangkau bagi seluruh warga negara AS. Political Action Committee (PAC) Topik Super PAC banyak mengisi substansi dialog di Washington DC. PAC adalah organisasi apa pun di AS yang berkampanye untuk atau menentang seorang kandidat atau sebuah legislasi. Pada state level, sebuah organisasi menjadi sebuah PAC jika menerima atau menghabiskan lebih dari USD1.000 untuk memengaruhi sebuah pemilu federal. Ada beberapa jenis PAC,salah satunya adalah Super PAC, yang secara resmi dikenal sebagai komite ”independent-expenditure only” yang tidak boleh memberikan kontribusi untuk kampanye atau parpol seorang kandidat, tetapi boleh terlibat dalam pengeluaran politik yang tak terhingga secara independen. Juga berbeda dari PAC tradisional, diperbolehkan untuk mengumpulkan dana dari perusahaan,serikat, dan grup-grup lain, dan dari individuindividu, tanpa batasan legal. Mekanisme ini dianggap tidak akuntabel dan merupakan sebuah bentuk kampanye negatif, terutama Romney yang dianggap menikmati Super PAC melalui kucuran dana sebuah perusahaan yang mengarahkan pemilih untuk memilih Romney. Lantas mengapa mekanisme ini bisa dilaksanakan di AS? Super PAC mempunyai landasan yudisial.Pertama, pada Januari 2010, Mahkamah Agung AS menerima gugatan agar pemerintah tidak boleh melarang serikat dan perusahaan untuk menghasilkan expenditure independen dengan tujuan politis.
Dan diputuskan bahwa selama PAC tidak menerima kontribusi untuk kandidat tertentu atau partai, maka dapat menerima kontribusi tak terbatas dari individu, serikat, dan perusahaan (baik untuk profit atau nonprofit).Menurut Komisi Pemilihan Federal,Super PAC tidak boleh berkoordinasi secara langsung dengan kandidat atau partai politik. Tujuannya untuk mencegah terjadinya koordinasi kampanye yang memberikan dukungan kepada kandidat yang mereka dukung atau terlibat dalam negosiasi antara donor dan kandidat atau pejabat publik. Namun, legal bagi kandidat dan manajer Super PAC untuk membahas strategi dan taktik kampanye melalui media.Wajar jika Snyder dan kawan-kawan mempunyai misi untuk mengadvokasi amendemen terhadap kekuatan yudisial yang melindungi keberadaan Super PAC ini, mengingat pada April 2012 sebuah Super PAC ”Restore Our Future”, yang dianggap sebagai pendukung kampanye pemilihan presiden Romney, telah menghabiskan USD40 juta. Romney tidak hanya berhenti pada blessing in disguise dengan keberadaan Super PAC. Dalam pertemuan tentang Pesan Kampanye dan Media dengan sebuah perusahaan periklanan, advokasi, dan konsultan politik, GMMB, yang beroperasi di DC dan Seattle, saya melihat sebuah anomali dari fenomena Romney. Sebuah grafik Horserace: Obama vs Romney menampilkan hasil kompilasi survei Wall Street Journal/NBC News (Oktober 2011-Oktober 2012). Romney menunjukkan tren naik dari 43% mencapai 47%; Sementara Obama dari 46% sempat ke 50% dan turun ke 47%. Untuk tampilan grafis ”Favorable/ Unfavorable: Obama vs Romney”, tampak bahwa Obama lebih favorable daripada Romney,sementara Romney lebih unfavorable daripada Obama. Juga dalam sebuah tayangan iklan televisi berjudul Mitt vs Mitt,Romney mendapat julukan ”Flip-Flop” karena inkonsisten dan sering berganti sikap terhadap berbagai isu penting, di antaranya terkait perubahan iklim, imigrasi, stimulus, edukasi, Ronald Reagan,aborsi, dan lain-lain. Sebaliknya, iklan-iklan televisi Obama seperti kisah seorang perempuan tua berkulit hitam, Edith Childs, yang menyemangati Obama di Virginia dengan slogan ”Fired up! Ready to Go!”masih menyisakan efek ”merinding” karena ada kesan ketulusan, sebuah kepolosan, dan determinasi untuk melanjutkan perjuangannya dalam slogan ”4 More Year.Forward.” Menyaksikan langsung dinamika politik pemilihan presiden AS, saya pribadi tidak sabar berkunjung ke purple state seperti Florida dan merasakan betul berbagai pergulatan ideologis, emphatic attunement, citacita program, kritik kebijakan, dan upaya meraih kembali mimpi Amerika sebagai negara adidaya di seluruh dunia. Melalui pemilihan presiden 6 November mendatang. Setidaknya, kesan AS bukan lagi negara adidaya begitu gencar didengungkan dalam campaign rally Partai Republik, untuk menjatuhkan Obama. Padahal, tidak akan ada negara yang sanggup mengejar AS dan sekutunya dalam hal penguasaan energi dunia dan kemajuan teknologi. Bahkan sebenarnya istilah adidaya juga sudah tidak relevan di era seperti sekarang ini karena berbagai negara saling membutuhkan dan saling tergantung. Ko-eksistensi.
Sumber : seputar-indonesia.com