Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011 MENSINERGIKAN BALANCE SCORECARD DAN STRATEGI BISNIS SUN-TZU DALAM METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT V. Santi Paramita
Abstrak Makalah ini merupakan studi literatur yang bertujuan memformulasikan strategi yang sistematis dan holistis. Formulasi strategi baru ini mengggunakan analisis SWOT untuk mengembangkan key performance indicator dalam balance scorecard (BSC), mengkombinasikannya dengan Sun Tsu strategi dan pada akhirnya mensinergikan dalam metode Quality Function Deployment (QFD). Perumusan strategi perusahaan perlu dikaitkan dengan tujuan pencapaian kinerja perusahaan yang dapat diukur dengan balance scorecard (BSC). BSC tidak dapat digunakan untuk pembuatan keputusan strategi, sehingga perlu memanfaatkan matriks SWOT sebagai penentu indikator kinerja utama (KPI) dalam pengukuran kinerja perusahaan. BSC juga tidak dapat menjawab “bagaimana menterjemahkan keinginan pelanggan dan mewujudkannya dalam karakteristik mutu produk sesuai dengan keinginan pelanggan”. Pendapat inilah yang kemudian memicu pemikiran untuk menghubungkan BSC dengan QFD dalam perumusan strategi perusahaan. Pengintegrasian BSC dalam QFD diwujudkan dengan menerapkan BSC dalam mendefinisikan “What”. Namun BSC belum dapat menjawab “how” dalam QFD. Hal inilah yang memicu pemikiran untuk menggunakan Sun-Tzu strategi dalam penentuan “how”. Pada akhirnya formulasi strategi pemikiran Lee dan Ko ini menghasilkan formulasi strategi baru yang lebih sistematis dan holistis. Strategi ini menyeimbangkan strategi dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan yang pada akhirnya bertujuan memenangkan persaingan global. Kata kunci : Manajemen Strategi, Balanced Scorecard, Strategi Sun Tzu, Quality Function Deployment (QFD
I. PENDAHULUAN Dalam situasi persaingan global saat ini dimana permintaan serta arus perpindahan barang dan jasa tidak lagi mengenal batas wilayah dan negara, tingkat persaingan menjadi sangat tinggi. Tingginya tingkat persaingan mengakibatkan setiap pimpinan perusahaan harus mampu merumuskan strategi perusahaan yang terbaik agar dapat memenangkan persaingan dan tetap eksis dalam jangka panjang. Dalam rangka memenangkan persaingan, para manajer perusahaan berupaya selalu menawarkan produk dan jasa berkualitas yang memiliki keunggulan dibandingkan pesaingnya. Namun lingkungan bisnis, terutama lingkungan bisnis eksternal yang seringkali berubah sangat cepat memaksa para manajer perusahaan berpikir keras untuk 44
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment merumuskan strategi perusahaan yang tepat agar dapat diterapkan secara dinamis. Namun demikian pada kenyataannya, hanya sedikit perusahaan yang dapat bertahan di tengah ketatnya situasi persaingan global saat ini. Mengapa? Hal ini mungkin disebabkan karena ketidaktepatan mereka dalam merumuskan strategi, sehingga tidak dapat bertahan dalam menghadapi rumitnya situasi perubahan yang bergerak sangat cepat dan berlangsung dalam jangka panjang. Oleh karena itu sebelum merumuskan strategi perusahaan, penting bagi para manajer untuk melakukan analisis SWOT. Pemahaman tentang seberapa besar kekuatan dan kelemahan perusahaan untuk menggapai peluang bisnis serta mengatasi atau bahkan mengantisipasi ancaman bisnis, harus mereka kuasai sebelum merumuskan strategi perusahaan. Namun pada perkembangannya kemudian, beberapa pakar strategi perusahaan berpendapat bahwa merumuskan stategi berdasarkan analisis SWOT saja dinilai kurang tepat. Para akademisi di seluruh dunia, melalui berbagai jurnal menawarkan beberapa alternatif usulan perumusan strategi perusahaan. Beberapa diantaranya bahkan menawarkan formulasi sistem manajemen strategis yang menggabungkan berbagai konsep ilmu yang relevan. Lee dan Ko (2000), menggagas formulasi strategi yang mengkaitkan antara balanced scorecard dengan analisis SWOT dalam merumuskan strategi perusahaan. Ia bahkan mengekplorasi lebih lanjut tentang formulasi strateginya dengan mengintegrasikan balanced scorecard dan strategi bisnis Sun Tzu ke dalam metodologi Quality Function Deployment (QFD). Balance scorecard adalah alat pengukur kinerja perusahaan yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1990) dengan memperhatikan 4 (empat) perspektif, yaitu pelanggan, proses internal serta pembelajaran dan pertumbuhan, serta keuangan secara berimbang. Balanced scorecard menerjemahkan visi dan misi perusahaan ke dalam kesatuan strategi yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kinerja perusahaan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa balanced scorecard dapat diterapkan pada berbagai jenis organisasi, seperti pada perusahaan swasta (Pessanha and Prochnik, 2000), perusahaan nirlaba (Ronchetti and Naperville, 2006), bank (Anand, Sahay and Saha, 2005; Ittner, Larcker, and Meyer, 2003), dan perusahaan asuransi (Wegman, 2007). Lebih lanjut Champbell, Datar, Kulp, Narayanan (2002) berpendapat bahwa balanced scorecard dapat digunakan sebagai sistem kontrol sekaligus sistem revisi strategi perusahaan. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian empiris yang dilakukan Malina and Selto (2001). Balanced scorecard efektif digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan strategi perusahaan. Namun demikian pada perkembangan selanjutnya, McAdam dan O'Neill (1999) menilai bahwa balance scorecard hanya dapat mengukur keefektifan strategi perusahaan. Menurutnya,balance scorecard tidak dapat digunakan untuk pembuatan keputusan strategi. Berdasarkan kritikan tersebut, Lee dan Ko (2000) menyampaikan gagasan untuk memadukan analisis SWOT dengan konsep Balanced Scorecard. Hasil analisis SWOT digunakan sebagai indikator kinerja utama (KPI) dalam konsep balanced scorecard. Dengan demikian dalam perumusan strategi perusahaan akan terdapat keseimbangan antara kekuatan dan kelemahan perusahaan untuk mengoptimalkan peluang dan mengatasi hambatan persaingan bisnis. Konsep ini dapat memperbaiki fungsi balanced scorecard, sehingga tidak hanya dapat digunakan untuk mengukur pencapaian kinerja 45
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011 perusahaan, tetapi juga dapat digunakan sebagai dasar perumusan strategi yang terukur keefektifan pencapaiannya. Namun McAdam dan O’Neil (1999) juga menilai bahwa konsep balanced scorecard hanya fokus pada upaya memberikan kepuasan pelanggan. Ia mengkritik bahwa balanced scorecard tidak dapat menjawab “bagaimana menterjemahkan keinginan pelanggan dan mewujudkannya dalam karakteristik mutu produk sesuai dengan keinginan pelanggan”. Pendapat inilah yang kemudian memicu pemikiran Lee dan Ko (2000) untuk mengkaitkan konsep balanced scorecard dengan konsep Quality Function Deployment (QFD) dalam perumusan strategi perusahaan. QFD merupakan suatu metode desain dan rekayasa untuk mengubah permintaan pelanggan menjadi atribut kualitas produk. Konsep QFD pada awalnya digunakan oleh perusahaan galangan kapal Mistubishi Heavy Industries, Ltd, Jepang pada tahun 1972. Konsep QFD berupaya memahami kebutuhan konsumen sebelum perusahaan menterjemahkannya ke dalam kesatuan atribut produk yang akan dihasilkan. Konsep QFD juga membandingkan atribut produk perusahaan dengan atribut produk pesaing untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan setiap atribut produk yang akan dihasilkan perusahaan. Metodologi QFD ini dibagi menjadi berbagai langkah-langkah analitis, sebagian besar didokumentasikan dalam bentuk grafik. Proses QFD terdiri dari tiga langkah: kualitas desain, detail desain dan proses penyebaran. Proses QFD merupakan pengembangan mekanisme operasi untuk mengubah harapan pelanggan dalam persyaratan desain manufaktur yang spesifik(Straker, 1995). Konsep QFD dijabarkan dalam House of Quality, suatu matriks yang terdiri dari “apa yang diinginkan pelanggan” (what) serta “bagaimana perusahaan memenuhi keinginan tersebut” (how). Berdasarkan publikasi hasil penelitian pada berbagai jurnal internasional menunjukkan bahwa penerapan konsep QFD terbukti mampu mengantarkan perusahaan meraih kesuksesan (Halbleib et. all, 1993; Erikkson et. all., 1993; Hauser et. all, 1988; Stubbs et. all., 1994). Selanjutnya Lee dan Ko (200) mengembangkan formulasi strategi perusahaan dengan mengintegrasikan BSC ke dalam QFD. Dalam konsep QFD, BSC berada pada sumbu vertikal untuk mengetahui “apa yang diinginkan pelanggan” (what). Sedangkan untuk menjawab “bagaimana perusahaan memenuhi keinginan tersebut” (how) pada sumbu horizontal, Lee dan Ko (2000) menggunakan strategi Sun-Tzu‟s. Strategi SunTzu‟s merupakan strategi militer dari sejarah kuno Cina yang sarat dengan nilai filosofi untuk memenangkan persaingan. Kepopuleran filosofi strategi Sun Tzu‟s menginspirasi beberapa pelaku bisnis dan akademisi untuk memperdalam strategi tersebut dan menerapkannya sebagai strategi bisnis dalam situasi persaingan yang sangat dinamis. Pada akhirnya pemikiran Lee dan Ko (2000) menghasilkan formulasi sistem manajemen strategis baru yang lebih sistematis dan holistis. Sistem manajemen strategis ini menyeimbangkan strategi dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan yang pada akhirnya bertujuan memenangkan persaingan global. Sistem manajemen strategis ini memadukan antara Balanced Scorecard dengan Strategi Sun Tzu dalam metolodogi Quality Function Deployment. Pada perkembangannya kemudian, hasil pemikiran Lee dan Ko ini diperkuat oleh pendapat Ceng (2003) yang menyatakan bahwa perpaduan antara strategi Sun Tzu‟s dan balanced scorecard sangat tepat jika diterapkan sebagai strategi bisnis modern. 46
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment Perpaduan strategi ini diyakininya dapat membantu perusahaan dalam merumuskan strategi untuk memenangkan persaingan bisnis. Sebelumnya Ceng (2003) mengkritik bahwa filosofi Sun Tzu sebagian besar hanya membahas proses penetapan tujuan dan arah untuk mencapai sasaran. Strategi Sun Tzu tidak menjelaskan rincian pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan. Hal ini karena dalam pertempuran kuno, hanya ada dua kriteria pencapaian tujuan, yaitu menang atau kalah. Tanpa penafsiran yang tepat ke lingkungan bisnis yang sebenarnya dalam jaman modern, strategi Sun Tzu itu hanya teori. Oleh karena itu, ia sangat mendukung pendapat Lee dan Ko (2000) yang mengkombinasikan antara strategi Sun Tzu‟s untuk perumusan strategi bisnis dengan balanced scorecard sebagai penilai kinerja perusahaan. Dukungan terhadap formulasi strategi Lee dan Ko (2000) juga disampaikan oleh Clegg dan Tan (2007) yang melakukan penelitian dengan mengimplementasikan usulan formulasi strategi Lee dan Koo, ke dalam perencanaan dan analisis e-bisnis usaha skala kecil di Inggris. Hasilnya, formulasi strategi Lee dan Koo sangat bermanfaat jika diterapkan pada usaha kecil untuk memenangkan persaingan, yang implementasinya menggunakan dukungan teknologi informasi. Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut : (1) Pendahuluan; (2) Kajian Literatur; (3) Memadukan Balanced Scorecard dengan SWOT Analisis; (4) Memadukan Balanced Scorecard dengan Metodologi Quality Function Deployment; (5) Memadukan Balanced Scorecard dan Strategi Sun Tzu‟s ke dalam Metodologi Quality Function Deployment, dan (6) Kesimpulan II.
KAJIAN LITERATUR
Makalah ini bertujuan membangun formulasi sistem manajemen strategis yang sistematis dan holistis dengan mengggunakan analisis SWOT untuk mengembangkan KPI dalam balance scorecard (BSC) serta penerapan BSC dan strategi Sun Tzu dalam metodologi Quality Function Deployment (QFD). Telaah akan dilakukan berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai literatur dari berbagai Jurnal Internasional. 2.1. Pengertian Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (1996), “Balanced Scorecard is a multi-dimensional framework for describing, implementing and managing strategy at all levels of an enterprise by linking objectives, initiatives, and measures to an organization’s strategy.” Lebih lanjut Kaplan dan Norton (1996) menyatakan bahwa “Balanced scorecard merupakan alat pengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan 4 (empat) perspektif sebagai indikator kinerja utama, yaitu kepuasan pelanggan, proses bisnis internal, kegiatan pembelajaran dan pertumbuhan serta keuangan. Melalui balanced scorecard, misi dan strategi perusahaan diterjemahkan menjadi serangkaian tolok ukur kinerja yang seimbang dengan menyediakan kerangka kerja bagi pengukuran hasil penerapan manajemen strategis". Keempat perspektif dalam balanced scorecard dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut ini :
47
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011
Gambar 2.1. Perspektif Balanced Scorecard Sumber : Kaplan dan Norton (1996) Malina & Selto (2001) menyatakan bahwa balanced scorecard (BSC) merupakan sistem pengukuran kinerja komprehensif yang secara eksplisit terfokus pada hubungan antara keputusan bisnis dan hasil untuk memandu strategi pengembangan, implementasi, dan komunikasi. Sedangkan Anand, Sahay dan Subhashish (2005) berpendapat bahwa balanced scorecard menggambarkan strategi perusahaan yang menggunakan hubungan sebab-akibat dan menerapkannya dengan mendefinisikan tujuan, rencana tindakan, hasil, dan insentif. Lebih lanjut Irala (2007) mengatakan bahwa balanced scorecard termasuk alat pengukur kinerja perusahaan yang melengkapi ukuran kinerja dengan langkah-langkah operasional pada kepuasan pelanggan, proses internal dan inovasi organisasi serta perbaikan kegiatan operasional sebagai pendorong kinerja keuangan masa depan. Sedangkan menurut Wegmann (2007), balanced scorecard merupakan alat manajemen yang relevan untuk mendorong tujuan perusahaan yang memadukan antara pendekatan “control strategy” dengan teori “knowledge management”. Pada akhirnya Taylor (2009), berpendapat bahwa balanced scorecard dapat digunakan sebagai alat evaluasi penerapan strategi perusahaan oleh manajer. Manajer yang diberi kepercayaan untuk menetapkan ukuran scorecard menurut penalaran dan preferensi mereka akan termotivasi untuk menerapkan strategi dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan. Menarik dicermati pendapat yang disampaikan oleh Ronchetti (2006), berdasarkan hasil penelitiannya ia menyatakan bahwa balanced scorecard merupakan perencanaan strategis dan alat kinerja pengukuran yang dapat diterapkan pada perusahaan nirlaba setelah mengkombinasikannya dengan model teori gereja. Hal ini membuktikan bahwa balanced scorecard dapat diterapkan secara fleksibel, bahkan pada organisasi yang tidak berorientasi laba, meskipun indikator kinerja organisasi yang dipergunakan salah satunya adalah aspek keuangan. 48
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat dikatakan bahwa konsep balance scorecard (BSC) yang mengukur kinerja perusahaan dari berbagai perspektif secara berimbang, berkembang menjadi alat manajemen strategis untuk mencapai tujuan perusahaan. Konsep BSC ini dinilai berbagai pihak dapat menyempurnakan penilaian kinerja perusahaan konvensional yang hanya menekankan pengukuran kinerja pada aspek keuangan saja. Sebelum konsep balanced scorecard berkembang, pimpinan perusahaan tradisional pada umumnya melihat kinerja perusahaan dengan meninjau aspek keuangan. Namun demikian, jika hanya memandang faktor keuangan saja, tidak terdapat gambaran yang komprehensif tentang keberhasilan suatu organisasi, karena ukuran kinerja cenderung hanya mengukur kinerja masa lalu. Oleh karena itu, bagaimana jika sebuah organisasi tahu apa yang telah terjadi namun tidak bisa menjelaskan tentang "mengapa terjadi" (Sanger, 1998). Konsep balanced scorecard sangat mirip dengan "Teori Y" yang dikembangkan oleh McGregor pada tahun 1960. "Teori X" yang dicetuskan oleh McGregor menyatakan bahwa, sistem manajemen tradisional mengasumsikan "rata-rata manusia memiliki kecenderungan kurang menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya jika dia bisa" (Dinesh dan Palmer, 1998). "Teori Y" McGregor's mengasumsikan sebaliknya dalam sifat manusia dan menyatakan bahwa "rata-rata orang menganggap bekerja sebagai suatu kegiatan alami seperti bermain atau istirahat". Berdasarkan pada "Teori Y", McGregor menyimpulkan, "Seorang karyawan, jika terlibat langsung dalam proses penetapan sasaran, diharapkan dia akan memiliki motivasi dan pengendalian diri yang baik untuk meraih sasaran tersebut.” Dengan demikian akan terjadi peningkatan produktivitas terbaik yang selaras dengan dengan tujuan strategis yng ditetapkan perusahaan. "(Dinesh dan Palmer, 1998). Hampir 40 tahun kemudian, konsep balanced scorecard Kaplan dan Norton mulai dikembangkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dalam upaya meningkatkan kinerja (Dinesh dan Palmer, 1998). Dengan menghubungkan balanced scorecard Kaplan dan Norton dengan "Teori Y" McGregor's, orang harus mencatat bahwa "Teori Y" berhubungan dengan kinerja individu, dan "balanced scorecard" berkaitan dengan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan akan tercapai jika terjadi akumulasi peningkatan kinerja individu-individu yang terlibat di dalamnya. Konsep balanced scorecard pada akhirnya berkembang pesat karena merupakan suatu sistem manajemen kinerja holistik yang diarahkan untuk mendefinisikan tolok ukur kinerja dan mengkomunikasikan tujuan dan visi untuk organisasi (Roest, 1997). Namun demkian pada perkembangan selanjutnya, terdapat beberapa kritikan terhadap konsep balanced scorecard. McAdam dan O'Neill (1999) berpendapat bahwa BSC telah terbukti efektif dalam sistem pengukuran kinerja perusahaan. Tetapi ia mengkritik bahwa BSC menunjukkan 3 (tiga) kekurangan utama, yaitu : 1. BSC merupakan alat untuk mengukur kinerja organisasi dan bukan suatu cara untuk menentukan strategi. 2. BSC tidak menunjukkan bagaimana pelanggan dan pasar baru dapat teridentifikasi, karena BSC hanya fokus pada masalah internal. Perspektif pelanggan hanya mengacu pada pendapat bahwa organisasi dapat mengidentifikasi target pasar. 49
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011 3. Perspektif keuangan yang merupakan salah satu pilar keseimbangan pada BSC tidak berlaku untuk semua lembaga. Sebagai contoh, organisasi non-profit tidak benar-benar mengukur kinerja mereka pada ukuran finansial. Lebih lanjut Ittner, Larcker, Meyer (2003) menyatakan bahwa implementasi balance scorecard memungkinkan terjadinya subyektifitas dalam pembobotan kinerja yang ditetapkan oleh manajer, oleh karena itu pembobotan kinerja harus mendapatkan persetujuan atasan. Jika pencapaian kinerja berdasarkan balance scorecard dijadikan dasar untuk penetapan bonus, hal itu hanya akan mendukung pencapaian kinerja perusahaan jangka pendek, tetapi mengabaikan pencapaian kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Sebuah artikel baru-baru ini (Anonymous, 1999) yang dikutip oleh Ceng (2003) bahkan mengatakan bahwa BSC bukan suatu konsep baru. Konsep manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives - MBO) yang dicetuskan pada tahun 1954 oleh Peter F Druker merupakan kerangka pertama dari BSC. Druker menunjukkan sebuah kerangka kerja konseptual yang menyarankan perlunya tujuan kuantitatif yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran, inovasi, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, produktivitas, dan sebagainya. Tapi Druker tidak pernah mengembangkan analisa lebih jauh dalam "langkah-demi-langkah" seperti konsep BSC. 2.2. Pengertian Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan untuk mengetahui posisi perusahaan dibandingkan pesaingnya. Analisis ini mengkaji kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam analisis lingkungan internalnya yang dapat dipergunakan perusahaan sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi persaingan. Sedangkan analisis lingkungan eksternal akan memberi gambaran bagi perusahaan tentang peluang usaha yang mungkin dapat dicapai dan ancaman yang menghadangnya. Berbekal analisis SWOT, perusahaan dapat menyusun kekuatan perusahaan untuk meraih peluang usaha dan mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi. Dengan demikian, strategi perusahaan yang disusun berdasarkan analisis SWOT, diharapkan dapat mengantarkan perusahaan mendapatkan profit secara terus menerus dan tetap bertahan dalam situasi persaingan yang ketat. Weihrich (1982) berpendapat bahwa ketika menerapkan analisis SWOT untuk merencanakan serangkaian strategi, pedoman berikut harus digunakan. : 1. Kekuatan Tentukan kekuatan organisasi anda. Penilaian tentang kekuatan organisasi dilakukan oleh pelanggan internal dan eksternal. 2. Kelemahan Tentukan kelemahan organisasi anda, bukan hanya dari sudut pandang anda, tetapi yang lebih penting adalah pendapat dari pelanggan anda. 3. Peluang Faktor utama lainnya adalah menentukan bagaimana organisasi Anda dapat terus tumbuh dalam pasar. Bagaimanapun, peluang dapat muncul di mana-mana pada waktu yang tak terduga, sebagai dampak dari perubahan teknologi, penetapan kebijakan pemerintah, pola sosial, dan sebagainya. 50
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment 4. Ancaman Tidak ada yang suka berpikir tentang ancaman, tetapi kita harus mengetahui dan menghadapinya. Meskipun pada kenyataannya, ancaman merupakan faktor-faktor eksternal yang berada di luar kendali kita. Lebih lanjut Weihrich (1982) menyatakan bahwa kekuatan analisis SWOT adalah mencocokkan faktor-faktor internal dengan faktor-faktor eksternal sehingga menciptakan matriks strategis. Faktor-faktor internal berada dalam kendali organisasi Anda, seperti operasi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia. Sedangkan faktor-faktor eksternal di luar kendali organisasi, seperti faktor politik, ekonomi, teknologi, kompetisi, dan kebijakan pemerintah. Analisis SWOT dapat menghasikan 4 (empat) kombinasi strategi, yang disebut strategi Maxi-Maxi (Strengths / Kesempatan), Maxi-Mini (Kekuatan / Ancaman), Mini-Maxi (Kelemahan / Peluang), dan Mini-Mini (Kelemahan / Ancaman), dengan penjelasan sebagai berikut : Strategi 1: Maxi-Maxi (S / O) Merupakan kombinasi yang menunjukkan kekuatan organisasi yang dapat dimanfaatkan untuk meraih kesempatan. Pada intinya, organisasi harus berupaya memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang-peluang baru (Weihrich, 1982). Strategi 2: Maxi-Mini (S / T) Merupakan kombinasi yang menunjukkan kekuatan organisasi dalam mengantisipasi ancaman, misalnya ancaman dari pesaing. Pada intinya, sebuah organisasi harus berusaha untuk menggunakan kekuatan untuk menangkis atau meminimalkan ancaman. Strategi 3 : Mini-Maxi (W / O) Merupakan kombinasi yang menunjukkan kelemahan organisasi dalam upaya meraih peluang. Organisasi harus berupaya untuk menaklukkan kelemahannya untuk dapat meraih peluang peluang baru (Weihrich, 1982). Strategi 4 : Mini Mini (W / T) Merupakan kombinasi yang menunjukkan kelemahan organisasi dibandingkan dengan ancaman eksternal saat ini. Ini adalah strategi defensif yang paling jelas, yang berupaya meminimalkan kelemahan internal organisasi untuk menghindari ancaman eksternal (Weihrich, 1982). 2.3. Pengertian Strategi Bisnis Sun-Tzu’s Menurut Lee dan Ko (2000), Sun Tzu's The Art of War adalah pekerjaan yang paling terkenal pada operasi militer di Cina kuno. Sun Tzu's The Art of War merupakan strategi perang yang menjadi salah satu kajian paling dihormati dan dikenal di luar konteks militer Cina. Filosofi Sun Tzu‟s, yang merupakan warisan budaya bangsa Cina, menjadi risalah militer tertua di dunia. Makna dari filosofi Sun Tzu adalah menciptakan strategi untuk memenangkan peperangan dalam situasi yang sangat tidak menentu. Dalam upaya mengantisipasi kompetisi bisnis dan perdagangan pada situasi perekonomian global, kata-kata Sun Tzu sangat bermanfaat dan tepat untuk mengevaluasi strategi manajemen bisnis. Filsafat Sun Tzu dalam lingkungan militer diidentifikasi dan dikaitkan dengan lingkungan bisnis yang sebenarnya. Namun demikian, penting untuk memahami dan mengidentifikasi perbedaan antara kuno dan modern serta antara strategi militer dan strategi operasi bisnis sehingga dapat diluncurkan strategi 51
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011 manajemen yang tepat. Perencanaan strategis yang mangadopsi filosofi Sun Tzu‟s dalam perang cina kuno menyoroti tampilan dokumen manajemen strategis. Tujuannya adalah untuk meniru model yang ditetapkan oleh Sun Tzu, kemudian menyajikan esensinya dalam mengatur strategi bisnis. Uraian di atas memberikan gambaran betapa pentingnya strategi bisnis bagi kelangsungan suatu perusahaan. Perusahaan harus memiliki rencana strategis yang perlu ditinjau secara terus-menerus, kemudian disesuaikan dengan situasi kompetisi yang senantiasa berubah. Wee et. all. (1991) menyatakan bahwa banyak perusahaan kehilangan modal kerja karena perencanaan yang buruk. Dalam perang, perencanaan yang buruk juga dapat menyebabkan hilangnya orang, peralatan dan pertempuran itu sendiri. Dengan demikian, implementasi strategi Sun Tzu‟s dalam strategi perusahaan diharapkan dapat mengantarkan perusahaan untuk memenangkan persaingan. Lebih lanjut Sawyer (1994) berpendapat bahwa Strategi Sun Tzu's "Art of War" banyak dipergunakan oleh pebisnis dan akademisi Barat untuk mencari inspirasi dan nasihat tentang bagaimana memenangkan persaingan dalam situasi yang sangat kompetitif. Dengan demikian pendapat tersebut selaras dengan pendapat Lundell (1998) yang menyatakan bahwa strategi Sun Tzu's merupakan "seni berperang" yang memberikan inspirasi terbaik untuk merumuskan strategi bisnis secara efektif. Ia mengajarkan taktik bagaimana melawan dan kapan harus mundur. Senada dengan pendapat tersebut, Wen Chih (2003) menyatakan bahwa strategi Sun Tzu‟s merupakan "seni perang" yang berpusat di sekitar strategi dan filosofis. Lebih lanjut, Lee et all., (1998) menyampaikan bahwa Sun Tzu's Art of Business Management, bisa ditafsirkan sebagai berikut : Pertama : memahami situasi aktual untuk memutuskan rencana tindakan. Kedua : menganalisis dan membandingkan kondisi internal dan eksternal, baik dari faktor negatif dan faktor positif. Ketiga : informasi yang benar dan persiapan yang tepat akan membantu membuat implementasi strategi menjadi lebih berhasil. 2.4
Pengertian Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) adalah teknik yang memungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi dan memprioritaskan kebutuhan pelanggan secara efektif dan menyeluruh, kemudian memasukkannya dalam atribut produk dan layanan perusahaan untuk pengguna akhir (Wassermann, 1993). Sedangkan menurut Heizer dan Render (2006), “Quality Function Deployment (QFD) merupakan suatu proses menetapkan keinginan pelanggan (apa yang diinginkan pelanggan) dan menterjemahkannya menjadi atribut (bagaimana) agar tiap area fungsional dapat memahami dan melaksanakannya. QFD pada awalnya digunakan oleh Mitsubishi Heavy Industries Ltd, perusahaan galangan kapal di Kobe, Jepang pada tahun 1972. Pada era tahun1990-an, banyak contoh industri yang sukses menerapkan QFD secara efektif sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Halbleib et al., (1993); Erikkson et al., (1993); Hauser et al., (1988); Stubbs et al., (1994). Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan tersebut menerapkan QFD sebagai suatu metode rekayasa untuk mengubah 52
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment permintaan pelanggan menjadi karakteristik mutu produk. Selanjutnya, perusahaan dapat mengembangkan desain produk secara sistematis untuk menterjemahkan tuntutan pelanggan ke dalam karakteristik produk. Metodologi QFD ini dibagi menjadi berbagai langkah-langkah analitis, sebagian besar didokumentasikan secara grafik. Proses QFD terdiri dari tiga langkah, yaitu : kualitas desain, detil desain dan proses penyebaran. Ini adalah pengembangan mekanisme operasi untuk mengubah harapan pelanggan dalam desain dan manufaktur spesifik persyaratan (Straker, 1995). QFD menggunakan analisis matematis dalam serangkaian matriks untuk menunjukkan hubungan fungsional antara kebutuhan konsumen dengan produk yang akan dihasilkan perusahaan. Melalui analisis hubungan dari berbagai komponen fungsional tersebut, seseorang mampu mengukur kualitas dan menetapkan prioritas. Sebenarnya, QFD bukan hanya alat tetapi juga sebuah proses perencanaan. QFD didefinisikan oleh Dr Yoji Akao sebagai: "Mengubah tuntutan pelanggan menjadi karakteristik mutu produk dan mengembangkan desain kualitas untuk produk jadi dengan mengkaji hubungan sistematis diantara kedua unsure tersebut. Kajian dimulai dari penetapan kualitas masing-masing komponen fungsional dan menjabarkannya ke dalam kualitas masing-masing bagian dan proses. Kualitas keseluruhan produk akan dibentuk sesuai informasi yang diperoleh dari hubungan jaringan (Mallon et al., 1993). "Matriks dan grafik QFD terintegrasi ke dalam suatu sistem untuk memahami kebutuhan pelanggan, fungsi, persyaratan kualitas, dan definisi produk yang akan diwujudkan melalui metode produksi. QFD menggunakan matriks untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan unsur-unsur yang berkaitan untuk mengakomodir kebutuhan pelanggan berdasarkan karakteristik mutu, persyaratan mutu / biaya, fungsi / keandalan, dan sebagainya. QFD juga menunjukkan semua informasi yang membantu organisasi menetapkan target atau menentukan prioritas aksi yang harus diambil. Di samping itu, matriks juga membandingkan produk atau jasa dengan produk atau jasa pesaing, sehingga organisasi dapat membuat perbaikan pada tahap desain sesudahnya. Tujuan utama dari QFD adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan melalui peningkatan kualitas produk dan menarik pelanggan melalui inovasi. QFD membantu sebuah organisasi membuat perencanaan yang efektif berkaitan dengan penentuan kualitas produk berdasarkan isu penting yang diharapakan pelanggan. Oleh karena itu, maka organisasi harus menggunakan proses QFD sebagai salah satu alat perencanaan utama mereka dalam penerapan Total Quality Management (TQM). Pemilihan prioritas dalam penetapan atribut produk dalam meningkatkan kepuasan pelanggan membantu perusahaan untuk fokus produk yang berbeda. Dalam aspek manajemen, QFD juga membantu: 1. Mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan pelanggan yang diperoleh dari berbagai sumber. 2. Menganalisis rincian desain dan perbaikan proses untuk memenuhi kebutuhan insinyur. 3. Merangsang perbaikan terus-menerus. 4. Mendorong komunikasi dan membangun kerja sama tim dalam sebuah organisasi. 5. Mengurangi lead-time, teknik mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan kualitas. 6. Membangun kemitraan dengan pelanggan. 53
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011 Lebih lanjut, hasil penelitian Clegg dan Tann (2000) menunjukkan bahwa QFD dapat digunakan sebagai bagian dari struktur perencanaan dan kerangka analisis untuk usaha mikro dalam membangun e-bisnis mereka. Pendekatan studi kasus yang dilakukannya, menghasilkan kerangka kerja terpadu yang mengintegrasikan balanced scorecard, rantai nilai dan QFD ke dalam E-Planning Analysis Framework (E-PAF). Studi kasus ini menunjukkan bahwa kerangka kerja tersebut dapat diterapkan dengan sukses pada usaha mikro (yang memiliki karyawan lebih dari sepuluh) yang berhasil membuat rencana pengembangan strategis baru. Keterbatasan dari hasil penelitian ini adalah implementasinya yang hanya menerapkan studi kasus tunggal. Hasil penelitian tersebut menyediakan kerangka baru yang dapat berlaku umum untuk perusahaan lain yang berukuran hampir sama dalam meningkatkan kemampuan ebisnis. Oleh karena itu perusahaan harus fokus dan jelas dalam merumuskan strategi ebisnis (Butler, 2000). Berkaitan dengan hasil penelitian ini, Porter (2001) berpendapat bahwa ancaman terbesar bagi perusahaan yang menerapkan e-bisnis adalah gagal untuk menyebarkan Interneti, atau gagal untuk menyebarkan strategis tersebut. Oleh karena itu perusahaan bisa mengadopsi e-bisnis hanya untuk melengkapi kebutuhan strategisnya. Karena tidak semua mekanisme e-bisnis tepat diterapkan pada setiap perusahaan (Lord, 2000). III. MEMADUKAN ANALISIS SWOT DENGAN BALANCED SCORECARD McAdam dan O'Neill (1999) meninjau Balanced Scorecard berdasarkan kerangka manajemen mutu total (TQM) dan kritik utamanya adalah sebagai berikut “"TQM menjadi suatu hal yang strategis jika dikaitkan dengan tujuan bisnis". Kaplan dan Norton (1996) telah menetapkan empat perspektif (keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan) sebagai elemen-elemen kunci dari strategi organisasi yang harus diukur. Oleh karena itu BSC tetap merupakan cara mengukur strategi yang efektif. Namun demikian, BSC tidak dapat digunakan untuk merumuskan strategi perusahaanyang efektif.Karena perumusan strategi perusahaan perlu mempertimbangkan analisis lingkungan internal dan eksternal yang dikenal dengan analisis SWOT. Hal inilah yang menjadi alasan utama bagi Lee dan Ko (2000) untuk memadukan analisis SWOT sebagai batu loncatan untuk membangun indikator kinerja kunci (KPI) dari BSC. Dengan demikian, pengukuran kinerja perusahaan menggunakan BSC menjadi lebih efektif karena penentuan indikator kinerja kunci berawal dari perumusan strategi hasil dari analisis SWOT. Kaplan dan Norton (1996) menyatakan bahwa langkah pertama dari pelaksanaan balanced scorecard secara nyata adalah memperjelas visi dan strategi perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut, Lee dan Ko (2000) menilai bahwa penerapan analisis SWOT untuk mengembangkan serangkaian strategi yang masuk akal, akan berfungsi sebagai batu loncatan terhadap penerapan balanced scorecard yang tepat.
54
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment IV. MEMADUKAN BALANCED SCORECARD DENGAN METODOLOGI QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) Lebih lanjut dalam kajiannya, Lee dan Ko (2000) menilai bahwa pemahaman perusahaan terhadap kepuasan pelanggan sangat penting. BSC telah melakukan pekerjaan yang besar dalam memperkuat hubungan antara pelanggan dengan strategi perusahaan. Namun, BSC tidak menunjukkan bagaimana pelanggan dan pasar baru dapat diidentifikasi (McAdam dan O'Neill, 1999). Oleh karena itu dalam usulan formulasi strategi perusahaan berikutnya, Lee dan Ko (2000) menghubungkan BSC dengan Quality Function Deployment (QFD) untuk mengatasi kelemahan tersebut. Organisasi dapat menerapkan QFD sebagai alat perencanaan strategis (Maddux et al., 1991). Konsep QFD unik dan mampu berfungsi sebagai alat untuk memberikan jaminan kualitas dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan dan menyesuaikannya dengan sumber daya internal dalam proses perancangan dan pengembangan produk atau jasa (Pitman, 1996). Inti dari QFD adalah matriks yang disebut "rumah kualitas" (HOQ). Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yang "What" dan "Bagaimana". Bila menggunakan QFD, tugas-tugas paling penting adalah endefinisikan dan memahami "What" – sebagai kebutuhan pelanggan serta menentukan "bagaimana" perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan (Tan, 1998). BSC berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk mendefinisikan "What" dalam QFD. Namun, tidak menunjukkan "bagaimana". Oleh karena itu, Lee dan Ko (2000) merasa bahwa dengan menghubungkan BSC dengan QFD, akan membuat sistem manajemen strategis perusahaan menjadi lebih holistik. V. MEMADUKAN BALANCED SCORECARD DAN STRATEGI SUN TZU KE DALAM METODOLOGI QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD). Balanced scorecard (BSC) adalah sebuah sistem manajemen strategis bagi organisasi untuk mengukur kinerja mereka. Sun Tzu's "The Art of War" adalah karya dari strategi militer sejarah kuno dari Cina. Banyak artikel membahas dan mencoba menerjemahkan strategi militer ke dalam strategi bisnis modern. Kerangka tersebut untuk menggabungkan perumusan strategi Sun Tzu dengan pengukuran balanced scorecard menjadi satu model. Menurut Ceng (2003), setiap organisasi termasuk perusahaan dan organisasi non-profit dapat mengadopsi balanced scorecard dan strategi Sun Tzu dalam merumuskan strategi dan mengukur kinerja. Sun Tzu's The Art of War digunakan untuk mengembangkan "bagaimana" dari QFD sebagai strategi pengelolaan bisnis . Strategi Sun Tzu's The Art of War terdiri atas 13 strategi manajemen bisnis, sebagai kriteria dasar untuk melakukan evaluasi strategi bisnis masa depan. Dengan memadukan strategi ini dengan metodologi QFD, manajer senior dapat mengidentifikasi, memprioritaskan, dan memperbaiki posisi mereka dan situasi lingkungan bisnis yang berubah sangat cepat. Krause (1996) telah memodifikasi ke-13 strategi Sun Tzu The Art of War for Executives menjadi Sun Tzu's The Art of Business Management. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip yang diterapkan oleh Sun Tzu, seseorang bisa mendapatkan wawasan yang bermanfaat dalam manajemen strategis dalam dunia bisnis. The Art of War oleh Sun Tzu terdiri dari 13 bab yang dapat diterapkan dalam konteks manajemen, terdiri dari (Lee et al., 1997): 1 Perencanaan - perencanaan strategi, estimasi dan kepemimpinan. 2 Kompetitif tindakan - tindakan sumber daya dan kompetitif. 55
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kompetitif strategi - kompetitif strategi dan kebijaksanaan. Posisi - posisi dan penargetan, kekuatan dan kelemahan estimasi. Peluang dan waktu - kesempatan, waktu dan struktur manajemen. Kontrol - kontrol situasi pasar dan iklim. Mengelola konflik - manajemen konflik dan menghindari konfrontasi. Fleksibilitas - fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi. Manuver - mengamati. Jenis situasi kompetitif dan penyebab kegagalan. Kondisi dan strategi ofensif - aliansi dan visi. Perusakan reputasi. Mengumpulkan intelijen - informasi. Ke-13 strategi dari filosofi Sun Tzu's tersebut dapat digunakan sebagai pedoman bagi perusahaan untuk menetapkan atibut produk yang sesuai kebutuhan pelanggan („„bagaimana” dalam QFD) agar dapat memenangkan persaingan bisnis. VI. KESIMPULAN Lee dan Ko (2000) menyampaikan konsep formulasi strategi baru, yang merupakan perpaduan antara analisis SWOT, balanced scorecard, strategi Sun Tzu dan Quality Function Deployment (QFD) . Ada dua tahap perkembangan utama dalam usulan formulasi strategi yang sistematis dan holistik dalam sistem manajemen strategis. Tahap pertama menggabungkan antara analisis SWOT dengan BSC. Analisis SWOT digunakan untuk mengembangkan indikator kinerja utama (KPI) dalam empat perspektif Balanced Scorecard. Tahap kedua memanfaatkan metodologi QFD dengan KPI BSC untuk mengidentifikasi "What" dan strategi Sun Tzu untuk menjabarkan "bagaimana" dalam QFD. Formulasi strategi baru ini dapat digunakan untuk organisasai laba maupun organisasi nirlaba dalam mengembangkan rencana strategis yang holistik. Balanced scorecard (BSC) merupakan alat pengukur kinerja organisasi yang sangat berperan dalam pengembangan manajemen strategis. BSC dinilai efektif sebagai sarana pengukur kinerja organisasi untuk mengetahui pencapaian yang jelas tujuan organisasi. Meskipun dalam dalam perkembangannya banyak kritikan terhadap penerapan BSC, namun hingga saat ini BSC masih sangat popular dan dipergunakan oleh berbagai perusahaan di dunia. Sebagai jawaban atas beberapa kelemahan BSC inilah Lee dan Ko (2000) kemudian merumuskan suatu formulasi strategi baru yang holistik. QFD telah berhasil diterapkan dalam manajemen kualitas perencanaan strategis. Sebagai alat untuk menetapkan perencanaan strategis, QFD efisien dan efektif dalam memprioritaskan kelemahan suatu organisasi yang harus mengambil tindakan untuk perbaikan. QFD mengutamakan pentingnya kegiatan internal organisasi untuk memberikan perhatian lebih dalam upaya mewujudkan kepuasan pelanggan. Dalam memahami filosofi Sun Tzu, penting untuk mengidentifikasi bagaimana dan dalam cara apa filosofi ini dapat diterapkan dalam strategi bisnis. Orang-orang dalam setiap organisasi akan menghadapi berbagai macam persaingan. Pesaing dapat datang dalam konstituen organisasi maupun individu. Menang atau kalah dalam persaingan bisnis sangat banyak didasarkan pada bagaimana memenuhi persepsi dan pendapat konstituen secara efisien. Mereka yang memiliki informasi paling akurat up-to-date berpeluang 56
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment memenangkan persaingan. Informasi tersebut akan membantu dalam proses analisis dan proses pengambilan keputusan. VII. REKOMENDASI Formulasi strategi Lee dan Ko menghasilkan strategi perusahaan menjadi lebih holistik karena memperhatikan berbagai aspek penting. Namun demikan, perpaduan antara analisis SWOT, balanced scorecard, strategi Sun Tzu dan Quality Function Deployment (QFD) dalan formulasi strategi tersebut menjadi sangat rumit dalam penerapannya. Oleh karena itu pengembangan software pengukur kinerja organisasi yang mampu menterjemahkan strategi Lee dan Ko untuk beberapa organisasi sejenis tentunya akan sangat mendukung kemudahan implementasi strategi tersebut. Hasil penelitian di Inggris telah membuktikan bahwa strategi Lee dan Ko ini dapat diterapkan pada perusahaan kecil dalam mewujudkan rencana strategis mereka secara efektif. Belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi tersebut pada perusahaan skala menengah atau besar dengan skala kegiatan global. Oleh karena itu disarankan adanya penelitian lanjutan pada berbagai perusahaan sejenis di berbagai negara. DAFTAR PUSTAKA Anand, Manoj; Sahay , B. S.; Saha, Subhashish, 2005,“Balanced Scorecard in India Company, Vikalpa Journal, Vol. XXX, No. 20, hal 11. Campbell, Dennis; Datar, Srikant; Kulp, Susan Cohen; Narayanan, V.G, 2002, Using the Balanced Scorecard as a Control System for Monitoring and Revising Corporate Strategy, Harvard NOM Research Paper, No. 02-35. Ceng, Wen Chih, 2003, Recreating Sun Tsu’s “Art of War” as A StrategyOriented Balanced Scorecard for Business, Web Journal of Chinese Management Review, Vol. VI, No.1, hal. 47. Clegg, Ben and Tan, Boon, 2007, Using QFD For E-Business Planning And Analysis In A Micro-Sized Enterprise, International Journal of Quality & Reliability Management, Vol. XXIV, No. 8, hal 813 Dinesh, D. and Palmer, E., 1998, “Management by Objectives and The Balanced Scorecard : Will Rome Fall Again?, Management Decision Journal, Vol. 36 No. 6. Erikkson, I. and McFadden, F., 1993, Quality Function Deployment : A Toll to Improve Software Quality”, Information and Spftware Technology, Vol. 35, 57
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011
pp. 491-8 Halbleib, L., Wormington, P., Cieslak., W. and Street, M, 1993, Application of Quality Deployment to The Design of Lithium Battery, IEEE Transaction on Components, Hybrids, and Manufacturing Technology, Vol. 16. No. 8, pp 802-7 Hauser J.R and Clausing, D., 1988, The House of Quality, Harvard Business Review, pp. 63-73 Hepworth, P. 1998, Weighing It Up - A Literature Review For The Balanced Scorecard, Journal of Management Development, Vol 17, No 8. Irala, Lokanandha Reddy, 2007, Performance Measurement Using Balanced Scorecard, JEL Classification, G00, J33, M40, M52 Ittner, Christopher D; Larcker, David F, Meyer, Marshall W. , 2003, Subjectivity and The Weighting of Performance Measures : Evidence from A Balanced Scorecard, Citibank Behavioral Science Research Council. Kaplan, R.S. and Norton, D.P. 1996, The Balanced Scorecard : Translatting Strategy into Action, Harvard Business School Press, Cambridge, MA Krause, D.G., 1996, Sun Tzu : The Art of War for Executives, Nicholas Brealey, London. Lee, S.F., 1998, The Use Of Chinese Philosophies To Assist Achievement Of World-Class Business Excellence, PhD thesis, University of Warwick, UK. Lee, S.F., Roberts, P., Lau, W.S. and Bhattacharyya, S.K., 1997, The Use of Chinese Pholisophies to Assist Achievement of World Class Business Exellence”, CIRP International Symposium on Advanced Design and Manufacture in The Global Manufacturing Era, August, pp. 21-22 Lee, S.F., Roberts, P., Lau, W.S. and Bhattacharyya, S.K., 1998, Sun Tzu’s The Art of War as Business and Management Strategies for World Class Business Excellent Evaluation under QFD Methodology, Business Process Management Journal, Vol. 04, pp. 96-113, ISSN: 1355-2503
58
Mensinergikan Balance Scorecard Dan Strategi Bisnis Sun-Tzu Dalam Metode Quality Function Deployment Lee, S. F., and Ko, Sai On, 2000, Building Balanced Scorecard with SWOT Analysis and Implementing Sun Tzu’s The Art of Business Management Strategies on QFD, Managerial Accounting Journal, Vol. XV, No. 68, hal 68. Maddux, G.A., Amos, R.W. and Wyskida, A.R., 1991, Organization Can Apply Quality Function Deployment As Strategicplanning Tool, Industrial Engineering, pp. 33-7 Journal of Construction Engineering and Management, Vol. 119 No. 3, pp.516-31. Malina, Mary A.,and Selto, Frank H., 2001,Communicating and Controling Strategy : An Empirical Study of The Efectiveness of The Balanced Scorecard, University of Colorado. McAdam, R. and O'Neill, E., 1999, Taking A Critical Perspective To The European Business Excellence Model Using A Balanced Scorecard Approach: A Case Study In The Service Secto", Managing Service Quality Journal, Vol. 9 No. 3. Pitman, G., Motwani, J., Kumar, A. and Cheng, C.H., 1996, QFD Application in An Educational Setting – A Pilot Field Study, International Journal of Quality and Reability Management, Vol. 13 No. 4. Roest, P., 1997, The Golden Rules For Implementing The Balanced Business Scorecard, Information Management & Computer Security, Vol. 5 No. 5. Ronchetti, Jan L., 2006, An Integrated Balanced Scorecard Strategic Planning Model for Nonprofit Organization, Journal of Practical Consulting , Vo. I, Iss. 1, hal 25. Schalkwyk, F.C., 1998, Total Quality Management And The Performance Measurement Barrier, The TQM Magazine, Vol. 10 No. 2. Straker, D., 1995, A Tool-book for Quality Improvement and Problem Solving, Prentice Hall International Ltd, Hemel Hempstead. Stubbs, N. and Diaz, M., 1994, Impact Of QFD Utilisation In The Development Of A Non-Destructive Damage Detection System For Aerospace Structures, International Journal of Materials and Product Technology, Vol. 9 No. 1/2/3, pp. 3-22. 59
Portofolio Vol. 8 No. 1 Mei 2011
Tan, K.C., Xie, M. and Chia, E., 1998, Quality Function Deployment And Its Use In Designing Information Technology Systems, International Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 15 No. 6. Wassermann, G.S., 1993, On How To Prioritise Design Requirements During QFD Planning Process, IIE Transactions,pp. 59-65. Weihrich, H., 1982, The TOWS Matrix - A Tool For Situational Analysis", Journal Of Long Range Planning, Vol. 15, No. 2. Wegmann Gregory, 2007, The Balanced Scorecard as A Knowledge Management Tool : A French Experiece in a Semi-Public Insurance Company, The International Joint Conference on e-Commerce,eAdministration, e-Society, and e-Education, Hongkong. BIODATA : V. Santi Paramita, adalah dosen tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Unjani
60