MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS TINGKAT TINGGI DENGAN COMPUTER-BASED PROBLEM SOLVING PADA SISWA SMP Oleh : Yurniwati Abstract Purpose of this research is to know improvement difference of Higher Order Mathematical Thinking Skills (HOMTS) in consequence of learning through Computer-Based Problem Solving (CBPS) and conventional. Population of the research is 208 Secondary School student in Grades VII divided in 3 experimental classes and 3 control classes from different rank quality school (good, middle and low) with Cluster Sampling technique. The findings of this research are: (1) CPBS can increase student’s HOMTS better than conventional; (2) Applying of CPBS in middle school quality is giving improvement of HOMTS better than good and low quality school. Kata-kata Kunci: Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi (KBMTT), Computer-Based Problem Solving (CBPS).
PENDAHULUAN Pada abad ke-20 terjadi perubahan paradigma pembelajaran dalam dunia pendidikan. Pandangan konstruktivis yang menekankan pembelajaran terpusat kepada siswa dan siswa aktif telah menggeser pandangan behaviorisme yang mengutamakan stimulus dan respon. Penerapan behaviorisme dalam pembelajaran matematika cenderung menghasilkan siswa yang mempunyai pengetahuan banyak (khususnya pengetahuan faktual), tetapi miskin dalam kemampuan berpikir dan pemecahan masalah (Asikin, 2001). Sebaliknya konstruktivisme lebih menekankan kepada aspek kognitif dan afektif siswa atau lebih tepatnya bagaimana dan apa yang terjadi apabila mereka belajar matematika secara
dinamis, termasuk faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi cara berpikir atau belajar matematika. Direktorat SLTP (2002) menyatakan bahwa hasil pembelajaran di sekolah dasar dan menengah di Indonesia adalah ketidakmampuan anakanak menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari.Ashari (2007) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika saat ini adalah untuk mencapai target kelulusan. Banyak hal yang berperan sebagai faktor yang menyebabkan kegagalan siswa dalam pembelajaran antara lain faktor siswa, guru, proses pembelajaran dan kurikulum. Ditinjau dari faktor kurikulum, bila
dicermati dari Kurikulum 1975, 1984, 1994, KBK dan KTSP maka dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memperoleh kemampuan bernalar yang tercermin melalui berpikir kritis, logis, sistematis dalam memecahkan masalah matematis, atau secara umum disebut kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam hal ini, kurikulum kita sudah mewadahi pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Ditinjau dari faktor guru, dipahami bahwa tentu ada beberapa kelemahan guru dalam kegiatan belajar-mengajar matematika. Hasil survei IMSTEP-JICA (1999) menunjukkan bahwa penurunan kualitas pemahaman matematika SD dan SMP disebabkan oleh proses pembelajaran, yang pada umumnya terlalu berkonsentrasi kepada penyelesaian soal yang bersifat prosedural. Armanto (2002) mengemukakan pola pembelajaran di SMP cenderung text book oriented dan tidak terkait dengan kehidupan seharihari Mengapa kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat penting dimiliki oleh siswa? Berpikir tingkat tinggi diperlukan untuk kepentingan jangka panjang dan jangka pendek. Untuk tujuan jangka panjang, pada era globalisasi dan era informasi diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, kritis, kreatif, logis, dan konsisten dan dapat bekerja
sama. Sedangkan untuk tujuan jangka pendek, kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat membantu siswa untuk bernalar, membuat model masalah dunia nyata, membuat kesimpulan dan generalisasi sehingga menghasilkan dampak positif terhadap hasil belajar siswa. Terkait dengan masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa di SMP sampai saat ini, sudah saatnya untuk membenahi proses belajarmengajar matematika terutama mengenai metode, pendekatan atau teknik belajar yang digunakan guru agar terjadinya peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran matematika mulai dari tahap perencaaan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar sampai pada tahap evaluasi. Menurut Kickbush (1993) berpikir tingkat tinggi tidak diajarkan dalam mata pelajaran atau topik terpisah, melainkan dikembangkan dalam proses pembelajaran atau aplikasikan materi yang telah mereka pelajari ketika dihadapkan pada permasalahan kehidupan diluar sekolah dalam bentuk pemecahan masalah. Department for Education and Skill (DfES) tahun 2005 mengemukakan kegiatan belajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi belajar kelompok, penyelesaian masalah,
mengembangkan kemampuan berpikir yang berbeda. Salah satu pendekatan pembelajaran yang memenuhi kriteria pembelajaran yang diuraikan di atas adalah pembelajaran berbasis masalah. Bay (dalam Shinn et al., 2003) menjelaskan pembelajaran berbasis masalah dalam matematika adalah mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk pemecahan masalah. Masalah disajikan sebagai konteks dan stimulus untuk belajar.Seiring dengan kemajuan teknologi, teknologi komputer juga memasuki dunia pendidikan. Banyak software pembelajaran matematika tersedia yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Komputer mempunyai fasilitas visualisasi dan animasi yang dapat mengembangkan kemampuan multi representasi, meningkatkan pemahaman, dan mengakomodasi gaya belajar yang berbeda (Alagic dalam Conway, 2005). Mengacu kepada uraian di atas maka rumusan masalah penelitian adalah: (1) Apakah terdapat perbedaan peningkatan KBMTT antara siswa yang belajar dengan CBPS dan secara konvensional?; (2) Apakah ada perbedaan peningkatan KBMTT dikarenakan oleh interaksi antara pendekatan pembelajaran dan peringkat sekolah? Memperhatikan rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan peningkatan KBMTT
antara siswa yang belajar dengan CBPS dan siswa yang belajar secara konvensional; (2) Interaksi antara pendekatan pembelajaran dan peringkat sekolah terhadap peningkatan KBMTT. METODE Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri yang terletak di Jakarta Timur. Diantara SMP tersebut dipilih yang telah memiliki infrastruktur (ketersediaan laboratorium komputer) yang lengkap, karena hal ini menjadi salah satu persyaratan dalam penelitian ini. Sampel penelitian dipilih dengan teknik kelompok atau cluster sampling, yaitu pengambilan sampel secara random yang didasarkan kepada kelompok, tidak didasarkan kepada individu (Ruseffendi, 1998).Dalam penelitian ini dilibatkan tiga peringkat sekolah yaitu baik, sedang dan kurang. Penentuan peringkat sekolah berdasarkan kepada pengelompokkan yang dibuat oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta tahun ajaran 2006/2007. Kemudian pada setiap peringkat sekolah dipilih satu sekolah secara acak. Dari setiap sekolah dipilih dua kelas secara random, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Disain penelitian adalah kelompok kontrol pretes-postes. Sampeldipilih secara acak , selanjutnya untuk kelompok eksperimen diberikan perlakuan CPBS dan pada kelompok
kontrol belajar secara konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes KBMTT dan lembar observasi. Tes KBMTT berbentuk soal uraian yang terdiriatas 8 (delapan) butir soal untuk mengukur KBMTT siswa.Penyusunan instrumen KBMTT mengikuti saran pembimbing dan berpedoman pada Silabus Kurikulum Matematika Kelas II SMP. Lembar observasi bertujuan untuk mencatat kejadian atau peristiwa khusus yang terjadi selama proses pembelajaran. Berdasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 1994) dapat disimpulkan bahwa instrumen tes KBMTT dapat digunakan karena mempunyai koefisien reliabilitas = 0,785 (termasuk kategori tinggi) dan semua soal valid sehingga instrumen tes KBMTT layak digunakan. Pengolahan data diawali dengan menguji terpenuhinya persyaratan statistik yang
diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis antara lain uji normalitas dan homogenitas baik terhadap bagian-bagiannya maupun secara keseluruhan. Uji normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov. Uji homogenitas dilakukan dengan Uji Barlett karena banyaknya data pada setiap kelompok berbeda. Selanjutnya dilakukan Anova dua jalur yang disesuaikan dengan permasalahannya. Pengujian setelah Uji Anova dilanjutkan dengan uji Tukey. Seluruh perhitungan statistik menggunakan bantuan komputer program Minitab 14.
Dari Gambar 1. tampak perbedaan peningkatan KBMTT terbesar terjadi pada siswa yang mengalami pembelajaran dengan CBPS. Pada siswa yang mengalami pembelajaran dengan
CBPS terjadi perbedaan peningkatan KBMTT yang
HASIL a. Peningkatan KBMTT Siswa Menurut Pembelajaran dan Peringkat Sekolah Hasil perhitungan uji Anova tentang peningkatan KBMTT siswa menurut pembelajaran dan peringkat sekolah dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1 Grafik Hasil Perhitungan Anova Gain KBMTT menurut Pembelajaran dan Peringkat Sekolah
signifikan pada siswa di sekolah peringkat baik, sedang dan kurang. Perbedaan peningkatan KBMTT terbesar terjadi pada siswa di sekolah peringkat sedang. Selain itu terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor peringkat sekolah. Dengan demikian pembelajaran dengan CBPS dan peringkat sekolah secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan KBMTT siswa. b. Peningkatan KBMTT Siswa Menurut Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Siswa pada Sekolah Peringkat Baik .
Hasil perhitungan uji Anova tentang peningkatan KBMTT siswa menurut pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa dijelaskan pada Gambar 2. Pada Gambar 2. tampak bahwa perbedaan peningkatan KBMTT pada siswa yang belajar dengan CBPS lebih besar daripada siswa yang belajar dengan konvensional. Pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan CBPS terjadi perbedaan peningkatan KBMTT yang signifikan antara siswa berkemampuan tinggi, menengah dan rendah. Perbedaan peningkatan KBMTT terbesar terjadi pada siswa berkemampuan tinggi Grafik Hasil Perhitungan Anova Gain KBMTT menurut Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Siswa di Sekolah Peringkat Baik
Gambar 2
Selanjutnya ditemukan interaksi antara faktor pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor pembelajaran dan faktor tingkat kemampuan siswa secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan KBMTT. c. Peningkatan KBMTT Siswa Menurut Pembelajaran dan
Tingkat Kemampuan Siswa pada Sekolah Peringkat Sedang
Hasil perhitungan uji Anova tentang peningkatan KBMTT siswa menurut pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa dijelaskan pada Gambar 3.
menurut Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Siswa di Sekolah Peringkat Sedang
Gambar 3 Grafik Hasil Perhitungan Anova Gain KBMTT
Dari Gambar 3 tampak bahwa terdapat perbedaan peningkatan KBMTT antara siswa yang belajar dengan CBPS daripada siswa yang belajar dengan konvensional. Pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan CBPS terjadi perbedaan peningkatan KBMTT yang signifikan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Perbedaan peningkatan KBMTT terbesar terjadi pada siswa berkemampuan tinggi. Ditemukan terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor tingkat kemampuan siswa.
Dengan demikian faktor pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan KBMTT siswa. d. Peningkatan KBMTT Siswa Menurut Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Siswa Pada Sekolah Peringkat Kurang Hasil perhitungan uji Anova tentang peningkatan KBMTT siswa menurut pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa dijelaskan pada Gambar 4.
menurut Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Siswa di Sekolah Peringkat Kurang
Gambar 4 Grafik Hasil Perhitungan Anova Gain KBMTT
Gambar 4 memperlihatkan perbedaan peningkatan KBMTT terbesar terjadi pada siswa yang mengalami pembelajaran dengan CBPS. Tetapi selisih peningkatan KBMTT pada siswa yang mengalami pembelajaran dengan CBPS antara siswa berkemampuan tinggi, menengah dan rendah tidak signifikan. Dengan demikian tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor tingkat kemampuan siswa. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini telah dihasilkan beberapa temuan tentang peningkatan KBMTT siswa melalui penerapan CBPS dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Temuan ini kemudian dianalisis berdasarkan faktor peringkat sekolah (baik, sedang, kurang), pendekatan pembelajaran (CBPS, Konvensional) dan tingkat kemampuan siswa (tinggi, menengah, kurang). Berikut ini temuan penelitian dibahas sesuai dengan faktor-faktor tersebut. 1. CBPS Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa siswa yang belajar matematika dengan CBPS (50,1%) mengalami peningkatan KBMTT yang lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional (33,7%).Temuan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Herman (2006) yang juga menemukan bahwa
pembelajaran berbasis masalah lebih baik secara signifikan dalam meningkatkan KBMTT siswa. Terjadinya peningkatan KBMTT melalui CBPS disebabkan oleh adanya perbedaan mendasar yang terjadi selama proses pembelajaran pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan CBPS dan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional. Perbedaan mendasar antara CBPS dan pembelajaran konvensional terletak pada orientasi belajar. Pada pembelajaran konvensional siswa memperoleh pengetahuan tentang fakta, konsep dan prosedur seperti aturan dan rumus-rumus dari guru dan buku sumber. Kemudian pengetahuan tersebut digunakan untuk menjawab soal-soal bersifat mengulang dan aplikasi prosedur pada masalah rutin. Sedangkan pada pembelajaran berbasis masalah yang terjadi adalah sebaliknya, pada awal pembelajaran siswa dihadapkan pada masalah. Bertitik tolak dari masalah siswa bekerja dalam kelompok mencari solusi masalah. Dalam upaya mencari solusi masalah, siswa melakukan eksplorasi, menemukan pola, membuat kesimpulan dan membuat generalisasi. Dalam proses pemecahan masalah tersebut siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru. Tidak seperti dalam pembelajaran secara konvensional, suasana kelas dalam CBPS bersifat dinamis.
Siswa dikondisikan dan terlihat sibuk berdiskusi dalam kelompoknya dalam upaya menyelesaikan masalah. Kesibukan siswa tersebut terjadi karena dalam CBPSpembelajaran tidak saja menekankan pada pengetahuan tetapi juga keterampilan yang diperlukan dalam belajar seperti pemecahan masalah, pemerolehan pengetahuan dan bekerja sama. Hal ini merupakan salah satu karakteristik pembelajaran berbasis masalah yaitu pembelajaran terpusat kepada siswa, karena dalam pembelajaran berbasis masalah siswadituntut berusaha dengan bersungguh-sungguh mencari penyelesaian masalah, mengidentifikasi apa yang dipelajari dan bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Siswa perlu mengetahui bagaimana mengidentifikasi informasi yang penting yang perlu mereka pelajari, dimana memperoleh informasi dan bagaimana menggunakan informasi tersebut untuk menyelesaikan masalah. Aspek penunjang lain dalam CBPS adalah siswa belajar dalam kelompok kecil. Ketika siswa bekerja dalam kelompok tampak adanya interaksi yang sangat baik di antara siswa seperti mereka saling menolong, menghargai usaha atau pendapat teman dan memberi penghargaan berupa pujian atas keberhasilan teman menemukan solusi masalah. Hal ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional,
setiap siswa bekerja secara individu sehingga menimbulkan adanya rasa persaingan di antara mereka. Sebaliknya pada PBM, muncul rasa tanggung jawab kepada kelompok akibatnya setiap individu ingin membantu anggota kelompok lainnya dan setiap anggota memberi kontribusi kepada pencapaian tujuan kelompok. Kemampuan interpersonal turut berkembang karena dalam kelompok terlibat aspek komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan dan refleksi tentang kemajuan yang berhasil dicapai kelompok. Selanjutnya komunikasi yang terjadi pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan CBPS semakin efektif karena adanya fasilitas teknologi komputer. Geogebra mempunyai interface yang menarik dan kemampuan visualisasi yang cepat dan tepat. Siswa mempunyai rasa ingin tahu yang besar ketika mengamati tampilan GeoGebra sehingga secara spontan mereka bertanya jawab, memprediksi, berargumentasi sesama mereka. Teknologi sebagai alat kognitif yang dipergunakan untuk mencari informasi, membuat model dan menyajikan solusi meningkatkan kolaborasi, berbagi ide, motivasi dan perilaku sosial. Berkenaan dengan belajar kelompok, penelitian-penelitian sebelumnya juga menunjukkan kontribusi belajar kelompok terhadap kualitas belajar siswa. Jackson (2001) menyimpulkan belajar kelompok meningkatkan
self esteem, prilaku sosial dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Senada dengan pendapat tersebut, Charles (2001) menemukan bahwa belajar kolaboratif dan belajar aktif berperan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir tingkat tinggi.
2. Peringkat Sekolah Dalam penelitian ini faktor sekolah dibedakan atas tiga kategori yaitu peringkat baik, sedang dan kurang. Selanjutnya ketiga kategori tersebut dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa. Ditinjau dari pendekatan pembelajaran, terjadi peningkatan KBMTT pada siswa di peringkat sekolah sedang (63%) lebih baik dari pada siswa di peringkat sekolah baik (50%) dan kurang (39%). Kesimpulannya adalah CBPS dapat meningkatkan KBMTT siswa di semua peringkat sekolah termasuk siswa di peringkat sekolah kurang. Temuan ini tidak bertentangan dengan temuan Zohar dan Dori (2003) yang menyimpulkan bahwa siswa yang berkemampuan rendah juga mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Peningkatan KBMTT yang dicapai oleh siswa peringkat sedang disebabkan oleh kerja sama yang berlangsung dengan baik dalam kelompok. Setiap anggota merasa sebagai bagian
dari kelompok akibatnya mereka mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mencapai tujuan kelompok yaitu menyelesaikan masalah dengan baik. Mereka saling berbagi pendapat, mendengarkan dan menanggapi pendapat teman dengan baik. Selain itu pada sekolah peringkat sedang, perbedaan kemampuan antara siswa yang pandai dan sedang tidak terlalu jauh. Hal ini membuat diskusi diantara mereka berlangsung lebih baik. Pada sekolah peringkat baik, belajar kelompok tidak berfungsi dengan baik karena siswa pada peringkat sekolah baik mempunyai kecendrungan untuk bersaing diantara mereka. Setiap siswa ingin menunjukkan kemampuannya kepada siswa lain sehingga esensi yang terdapat dalam belajar kelompok seperti tanggung jawab kepada tugas kolompok, interaksi antar siswa dan komunikasi terjadi. Berbeda dengan siswa peringkat sekolah baik dan sedang, siswa pada sekolah peringkat kurang sering mengalami “kebuntuan” dalam kelompok. Artinya terjadi situasi siswa tidak menemukan ide sehingga mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, informasi apa yang diperlukan dan bagaimana memperoleh informasi. Meskipun guru telah berusaha “menghidupkan” kelompok dengan memberi petunjuk kecil (hint), pemberitahuan tentang kekeliruan dalam memahami soal, mengarahkan siswa pada informasi tertentu,
menyederhanakan masalah dan berusaha agar siswa tidak frustasi. Namun interaksi antara siswa berjalan lambat karena siswa mengalami kesulitan memahami masalah, membuat representasi masalah, menjelaskan pendapat atau memahami pendapat dari teman. Walaupun demikian siswa pada sekolah peringkat kurang sangat terbantu dengan adanya fasilitas visual yang dimiliki sofware GeoGebra. Pendapat ini sesuai dengan Robyler et al (1998) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis komputer lebih efektif pada siswa berkemampuan rendah daripada siswa berkemampuan tinggi. Kegiatan manipulatif yang dilakukan siswa dengan animasi visual membantu siswa memahami konsep abstrak. Menurut teori belajar Bruner yang membagi tahapan belajar atas tiga tingkat yaitu enaktif (belajar menggunakan benda kongkret), ikonik (belajar menggunakan gambar) dan simbolik (belajar dengan menggunakan simbul). Dalam hal ini siswa peringkat sekolah kurang berada pada tahap ikonik yaitu memerlukan gambar untuk memahami konsep abstrak. Temuan Mencermati interaksi yang terjadi antara faktor pembelajaran dan faktor peringkat sekolah dapat disimpulkan peningkatan KBMTT tergantung kepada peringkat sekolah. CBPS efektif meningkatkan KBMTT pada siswa sekolah peringkat sedang. Hal ini dapat dipahami karena
aspek keterlibatan siswa secara aktif, dan belajar kelompok berlangsung dengan baik pada siswa sekolah peringkat sedang. 3. KBMTT Kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi kemampuan memecahkan masalah tidak rutin, melakukan penalaran untuk menemukan pola, membuat kesimpulan, mengkomunikasikan ide matematika dan koneksi matematis. Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa yang mendapat pembelajaran melalui CBPS lebih baik daripada siswa yang belajar secara konvensional. Peningkatan tersebut disebabkan oleh aktivitas siswa dalam proses pemecahan masalah. Peningkatan aktivitas siswa tersebut meliputi pengamatan yang dilakukan oleh siswa ketika bereksplorasi untuk menentukan pola, membuat kesimpulan dan terjadinya komunikasi yang intensif melalui lisan dan tulisan ketika siswa memahami masalah, mengungkapkan pendapat dalam kelompok. Selain itu teknologi komputer sebagai alat kognitif turut menunjang peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini tidak bertentangan dengan temuan Stoney dan Oliver (2000) dan Ranee (2006). Mereka menyimpulkan bahwa teknologi komputer dapat
melibatkan siswa secara mental dan mengkondisikan siswa untuk berpikir tingkat tinggi. Pada siswa yang mengalami pembelajaran CBPS, jika ditinjau dari banyak siswa yang mendapat skor tes akhir KBMTT lebih dari 40 (skor ideal = 80) maka di sekolah peringkat sedang terdapat 80,55% siswa, di peringkat sekolah baik terdapat 70,27% siswa dan di peringkat sekolah kurang terdapat 24% siswa. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa peningkatan KBMTT tidak selalu diiringi dengan kualitas nilai yang diperoleh siswa. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus bahwa CBPS kurang tepat digunakan untuk meningkatkan KBMTT siswa di sekolah peringkat kurang. KESIMPULAN DAN SARAN 1.Kesimpulan a. Berdasarkan kelompok penelitian, siswa yang mengalami pembelajaran matematika dengan pendekatan PBMBK mempunyai KBMTT lebih baik secara signifikan daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional. b. Prosentase pencapaian KBMTT yang tinggi pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan PBMBK terjadi lebih banyak pada siswa peringkat sekolah sedang daripada siswa sekolah peringkat baik. Sedangkan prosentase
pencapaian KBMTT yang paling rendah terjadi pada siswa sekolah peringkat kurang. c. Menurut peringkat sekolah, siswa yang mengalami pembelajaran dengan PBMBK mempunyai KBMTT yang lebih baik secara signifikan daripada siswa yang belajar secara konvensional. Perbedaan peningkatan KBMTT terbesar berturut-turut terjadi pada sekolah peringkat sedang, baik dan kurang. d. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor peringkat sekolah. Peningkatan KBMTT melalui PBMBK tergantung kepada peringkat sekolah. Peningkatan KBMTT melalui PBMBK lebih efektif pada siswa di sekolah peringkat sedang. e. Berdasarkan tingkat kemampuan siswa, perbedaan peningkatan KBMTT terbesar terjadi pada siswa berkemampuan tinggi di sekolah peringkat baik, sedang dan kurang. 2. Saran a. PBMBK dapat digunakan untuk meningkatkan KBMTT pada siswa di peringkat sekolah baik dan terutama di sekolah peringkat sedang, diharapkan PBMBK terus dikembangkan di lapangan secara meluas. b. Berdasarkan pada penggunaan Software GeoGebra yang tidak
terbatas pada materi persamaan garis maka dianjurkan untuk memperluas penerapan PBMBK pada topik matematika lain seperti geometri. c. Perlu dilakukan sosialisasi kepada guru
tentang KBMTT dan PBMBK serta pengembangannya dalam proses pembelajaran. d. Perlu penelitian lanjut tentang upaya peningkatan KBMTT melalui CBPS pada siswa di sekolah peringkat kurang.
DAFTAR PUSTAKA Ashari, A. (2007). Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika 15 – 16 Maret 2007 Di P4TK (PPPG) Matematika. [Online]. Tersedia: http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07lapsemlok_limas_.pdf. [14 Agustus 2008] Asikin, M. (2001). Daspros Pembelajaran Matematika I. [Online]. Tersedia: http://ocw.unnes.ac.id/ocw/matematika/pendidikan-matematikas1/kk411103-dasar-dasar-proses-pembelajaranmatematika/DIKTAT%20KULIAH%20 DASPROS%20PEMB%20MAT1.doc. [Februari2009] Sousa, D. A. (2005). How Brain Learns. [Online]. Tersedia: http://books.google.co.id/books?id=hXr5oKs7_y0C&pg=PA94&lpg= PA94&dq=The+learning+Pyramid+National+training+laboratories,+ Bethel,+ME&source=bl&ots=Ne8sAEQBCN&sig=tqRe1a7fx5rFwRg 0PoERmGB5BE&hl=id&ei=DcNrSpD0Co7YtgPujLmWBQ&sa=X&oi=boo k_result&ct=result&resnum=1. [15 Agustus 2008] Kickbush, K. (1993). Teaching for Understanding; Educating Students for Performance. [Online]. Tersedia di http://www. Weac.org/ . [3 Maret 2006] DfES. (2005). A Meta-analysis of The Impact of The Implementation of Thinking Skills Approaches on Pupils. [Online]. Tersedia: Error! Hyperlink reference not valid.. [3 November 2006] Ekstig, K. (2004). Improved Understanding in Mathematics through Computer Based Problem Solving. [Online]. Tersedia di www.vxu.se/msi/picme10/L5EK.pdf. [5 Mei 2007] Shinn, G.C. et al. (2003). Improving student achievement in mathematics: An important role for secondary agricultural education in the 21st Century. [Online]. Tersedia: Liu, M. (2005). Motivating Students Trough Problem-based Learning. [Online]. Tersedia: http://library.sullivan.edu/QEC/Problem_Based Learning/Liu _NECCOS_handoutMinLiu_RP.pdf. [2 Juni 2007] Conway, P., Sloane, F. (2005). International Trends in Post-primary Mathematics Education. Research Report Commissioned by the National Council for Curriculum and Assessment. Ruseffendi, E.T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Herman, T. (2006) Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi. SPS UPI. Jackson, L. (2000). Increasing Critical Thinking Skills to Improve ProblemSolving Ability in Mathematics.[Online]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdocs2sql/content_storag e_01/0000019b/80/16/9e/bd.pdf. [10 September 2007] Charles, J. (2001). Fostering Colaboration and Developing Higher-Order Thinking with Digital Video. [Online]. Tersedia: http://center.uoregon.edu/ISTE/ uploads/NECC2005/KEY_7435090/Charles_NECC2005Conference Paper1_RP.txt. \ . [5 Februari 2007] Robyler et al. (1998). Learning Technologies and Student Performance. [Online]. Tersedia: http://www.soe.vcu.edu/merc/briefs/brief4.htm. [19 November 2006] Zohar,A. dan Dori, Y.J. (2003). Higher Order Thinking Skill and Low Achieving Students: Are There Mutually Exclusive?. [Online]. Tersedia di http://www.cc.gatech.edu/lst/jls/vol12no2.html#Article1. [15 September 2007] Ranee, S. (2002). Computer based Simulations in Enhancing HigherOrder Tinking in Mathematics. [Online]. Tersedia: http://math.ecnu.edu.cn/ earcome3/sym3/Earcome3_Selva%20Ranee_sym3.doc. [17 Agustus 2007]