PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP Sahlan Suherlan
[email protected] Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung ABSTRAK Latar belakang dari penelitian ini adalah masih rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pemecahan masalah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengetahui sikap siswa terhadap pendekatan pemecahan masalah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretest dan postest. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Pagaden Kabupaten Subang. Sampel pada penelitian ini adalah dua kelas dari kelas VII, yaitu kelas VII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan lembar observasi. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukan adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah. Kata Kunci: pendekatan pemecahan masalah, berpikir kreatif matematis.
PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Oleh karena itu, untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, efektif dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun bidang-bidang lain dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari akan pentingnya matematika, pemerintah telah mewajibkan matematika untuk dipelajari sejak di bangku sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Hal ini tidak lain bertujuan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, efektif, jujur, dan disiplin. Kegiatan matematika yang penuh
dengan penalaran, melakukan pembuktian, pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan akan mampu mempertajam kemampuan berpikir, kritis, logis, kreatif, sistematis, efektif dan objektif. Munandar (Siswono, 2009) berpendapat bahwa pengajaran di sekolah umumnya terbatas pada pemikiran verbal dan pemikiran logis, pada tugastugas yang menuntut pemikiran konvergen, prosesproses pemikiran tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif yang jarang dilatih. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Selain itu, kurikulum dalam pendidikan matematika mencantumkan untuk membentuk kemampuan berpikir kreatif, namun pelaksanaan belum tampak mengarah ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hal ini terlihat jelas dari pihak guru dan siswa pada saat interaksi kegiatan belajar mengajar. Dari pihak guru kesulitan menerapkan KTSP dan siswanya sendiri sulit untuk diarahkan pada kemampuan berpikir kreatif. Dengan adanya kondisi tersebut berimbas pada proses pembelajaran di dalam kelas.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui pembelajaran matematika di sekolah, siswa diharapkan mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, kritis, rasional, jujur dan efektif.
atas. Pembelajaran matematika hendaknya lebih bervariasi metode maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Karena itu, pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif yang bermakna adalah tuntunan yang mesti dipenuhi bagi para guru.
Kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Sudiarta (Mustakim, 2006) mengemukakan bahwa di banyak negara masih rendah prestasi dan minat belajar matematika karena pembelajaran matematika masih didominasi aktivitas latihan-latihan pencapaian mathematical basic skills semata. Dari pengamatan dan hasil tes awal penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa ternyata hanya 3 (tiga) siswa yang termasuk kategori cukup kreatif, 12 (dua belas) siswa termasuk kategori kurang kreatif, dan 20 (duapuluh) siswa termasuk kategori tidak kreatif. Sedangkan di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian OECD PISA (Gumilar, 2010: 3) dukungan Bank Dunia terhadap 7355 siswa usia 15 tahun dari 290 SLTP/ SMU/ SMK se-Indonesia pada tahun 2003, diketahui 70% siswa RI hanya mampu menguasai matematika sebatas memecahkan satu permasalahan sederhana (tahap I), belum menyelesaikan dua masalah (tahap II), belum mampu menyelesaikan masalah kompleks (tahap III), dan masalah rumit (IV).
Pendekatan pembelajaran pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan salah satu alternatif untuk menjawab tuntutan pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan keterampilan. Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari prestasi maupun hasil belajarnya.
Lebih jauh lagi, pada survei PISA tahun 2006, peringkat Indonesia untuk Matematika turun dari posisi 38 dari 40 negara (2003) menjadi urutan 52 dari 57 negara, dengan skor rata-rata turun dari 411 (2003) menjadi hanya 391 (2006) (Gumilar, 2010: 4). Selain itu, hasil TIMSS menurut Gobel (Nurdiana, 2011: 4) menunjukkan bahwa kemampuan siswa SMP di Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin sangat lemah. Sudiarta (Mustakim, 2006) berpendapat bahwa rendahnya prestasi siswa disebabkan karena guru monoton dalam pembelajaran yaitu setelah guru membahas contoh soal dilanjutkan dengan siswa mengerjakan soal-soal latihan dengan langkahlangkah penyelesaian seperti contoh guru. Siswa tidak pernah ditantang untuk mencoba dengan cara lain, atau cara siswa sendiri yang tetap logis. Mencermati hal tersebut, sudah saatnya untuk mengadakan pembaharuan inovasi ataupun gerakan perubahan kearah pencapaian tujuan pendidikan di
Menurut teori yang dikemukakan Gagne (Suherman, 2001:83) bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Kemampuan intelektual tingkat tinggi ini diantaranya adalah kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana penggunaan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif. Melalui penelitian yang diberi judul “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP”. KAJIAN TEORI DAN METODE A. Pendekatan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah adalah suatu proses penemuan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru bagi pemecah masalah (siswa). Hudojo (Aisyah, 2007: 5-3) mengemukakan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan penting dalam matematika sekolah, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematik penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Skemp (Aisyah, 2007: 5-6) mengatakan pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatihkan siswa memecahkan masalah-masalah matematika dengan menggunakan berbagai strategi dan langkah pemecahan masalah yang ada. Ciri–ciri pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah adalah: a) siswa dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka memahami masalah (mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan), b) membuat model matematika, c) memilih strategi penyelesaian model matematika, dan d) melaksanakan penyelesaian model matematika dan menyimpulkan. Untuk menghadapi situasi ini, guru memberikan kesempatan yang sebesar–besarnya bagi siswa untuk mengembangkan ide-ide matematikanya sehingga siswa dapat memecahkan masalah tersebut dengan baik. Dalam garis besarnya langkah-langkah metode pemecahan masalah dapat disarikan sebagai berikut (Depdikbud, 1997: 23): a. Adanya masalah yang dipandang penting; b. Merumuskan masalah; c. Analisa hipotesa; d. Mengumpulkan data; e. Analisa data; f. Mengambil kesimpulan g. Aplikasi (penerapan) dari kesimpulan yang diperoleh; dan h. Menilai kembali seluruh proses pemecahan masalah. Sedangkan menurut Nahrowi Adjie dan Maulana (Mulyana, 2012) langkah-langkah penyelesaian masalah antara lain adalah; (1) memahami soal, (2) memilih pendekatan atau strategi, (3) menyelesaikan model, dan (4) menafsirkan solusi. Pada prinsipnya kedua langkah penyelesaian masalah di atas adalah sama, akan tetapi pendapat yang kedua lebih singkat dan padat. Oleh karena itu, penulis mengambil langkah-langkah pemecahan masalah berdasarkan pendapat kedua, yaitu: (1) memahami soal; (2) memilih pendekatan atau strategi; (3) menyelesaikan model; dan (4) menafsirkan solusi.
B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) (Siswono, 2009). Evans (Siswono, 2009) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus, sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Dalam pendapat ini, hubungan (pola) yang dibentuk itu didasarkan pada informasi-informasi yang ada serta pengalaman belajar yang dimiliki melalui pemikiran secara analogis sampai diperoleh ide-ide baru yang berbeda dengan ide-ide sebelumnya atau sampai individu tersebut mencapai titik jenuh untuk berpikir. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya. Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan. Pengertian ini lebih memfokuskan pada proses individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian berpikir kreatif ini ditandai adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut. Supriadi (Agustiani, 2005: 17) mengemukakan bahwa proses kreatif merupakan suatu proses yang bersifat subyektif, misterius, dan personal. Proses kreatif seseorang tidak mudah diidentifikasi secara jelas, pada tahap mana seseorang berada dalam proses kreatif tidak dapat diamati secara persis. Proses kreatif menurut Wallas (Munandar, 2009 : 39) meliputi empat tahap: (1) persiapan; (2) inkubasi; (3) iluminasi; dan (4) verifikasi. Pada tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebagainya. Pada tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data/ informasi tidak dilanjutkan. Pada tahap ini individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa dia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi
yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra-sadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh. Pada tahap ketiga, timbul “insight” atau “Aha Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Pada tahap keempat, ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan perkataan lain, proses divergensi (berpikir kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (berpikir kritis). Adapun sifat proses kreatif yang dikemukakan oleh Munandar (Agustiani, 2005: 19) meliputi: 1. Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan untuk memunculkan ide-ide secara cepat dan ditekankan kepada kuantitas bukan kualitas. Atau dengan kata lain merupakan kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. 2. Flexibility (keluwesan) adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. 3. Originality (keaslian) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan-gagasan asli. 4. Elaboration (rincian) adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu secara rinci. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Dengan demikian desain eksperimen dari penelitian ini menurut Ruseffendi (2005: 50) adalah sebagai berikut: A A
O O
X O O
Keterangan : A : Sampel diambil secara acak kelas O : Pretest dan Postest yaitu tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa X : Pendekatan Pemecahan Masalah Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Pagaden, Kabupaten Subang. Sampel pada penelitian ini diambil secara acak (random) dari tujuh kelas yang ada, kemudian diambil dua kelas secara acak dan diperoleh kelas VII A sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30 orang dan kelas VII B sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 30 orang. Instrumen Penelitian Instrumen tes yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kreatif matematis yang terdiri dari soal berbentuk uraian berupa pretest dan postest. Setelah
itu soal diujicobakan pada siswa kelas VIII SMPN 3 Pagaden dan dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukarannnya dengan menggunakan software anates. HASIL PENELITIAN A. Nilai Rata-rata Pretest, Postest, dan Indeks Gain Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Indeks Pretest Postest gain Kelas 42,67 71,60 0,498 Eksperimen Kelas 39,67 59,50 0,312 Kontrol B. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Indeks Pretest Postest gain Kelas 0,510 0,024 0,831 Eksperimen Kelas 0,118 0,004 0,213 Kontrol C. Hasil Uji Homogenitas Varians Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pretest Postest Indeks gain 0,223 0,737 D. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pretest Postest Indeks gain
0,299
0,000
0,000
PEMBAHASAN
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Hasil tes awal kemampuan awal berpikir kreatif matematis siswa menunjukkan rata-rata pretest untuk kelas eksperimen adalah 42,67 dan kelas kontrol adalah 39,67. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda. Akan tetapi untuk melihat apakah perbedaan tersebut cukup berarti atau tidak, maka dilakukan uji inferensi diantaranya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesamaan dua rata-rata data pretest kedua kelas tersebut. A.
Hasil uji inferensi data menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pretest antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Artinya, kemampuan awal siswa baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen adalah sama. Dengan kata lain, kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematis di kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan
sama dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di kelas kontrol. Setelah diterapkan pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, kedua kelas tersebut diberikan postest kemampuan berpikir kreatif matematis. Rata-rata postest untuk kelas eksperimen adalah 71,60 dan kelas kontrol adalah 59,50. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata postest kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda. Akan tetapi untuk melihat apakah perbedaan tersebut cukup berarti atau tidak, maka dilakukan uji inferensi diantaranya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesamaan dua rata-rata data postest kedua kelas tersebut. Hasil uji inferensi data postest menunjukkan bahwa rata-rata postest siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Artinya, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan data pretest dan postest di atas, ternyata rata-rata skor postest lebih besar daripada rata-rata skor pretest, baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Hal ini berarti terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kedua kelas tersebut. Untuk mengetahui peningkatan dan kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan analisis terhadap indeks gain masing-masing kelas. Sama seperti data pretest dan postest, pada data indeks gain juga dilakukan uji inferensi yaitu: uji normalitas; uji homogenitas; dan uji kesamaan dua rata-rata. Hasil yang didapatkan dari pengolahan data indeks gain adalah rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas kontrol, dilihat dari interpretasi indeks gain. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada keseluruhan tahap penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Hal
ini menunjukan adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah.
DAFTAR PUSTAKA Agustiani, E. R. 2005. Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur dalam Upaya Meningkatkan Kreativitas Matematika Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Aisyah, N. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengemb anganPembelajaranMatematika_UNIT_5_0.pdf. [14 Maret 2011]. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta Depdikbud. 1997. Pokok-pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994. Jakarta: Depdikbud. Gumilar, A.C. (2010). Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik Melalui Pemodelan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Mulyana, A. 2012. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving). [Online]. Tersedia: http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/metod e-pemecahan-masalah-problem.html. [23 Februari 2012]. Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Mustakim. 2006. Upaya Meningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik dan Prestasi Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. [Onlone]. Tersedia: http://mustakim200671.blogspot.com/2012/03/b erpikir-kreatif-matematik-prestasi.html. [14 Maret 2011]. Nurdiana, E. Pembelajaran Pembelajaran Kemampuan
(2011). Penerapan Model Induktif Versi Hilda Taba dalam Matematika untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif Siswa SMP.
Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bagi Para Peneliti, Penulis Skripsi, Penulis Thesis, Penulis Disertasi, Dosen Metode Penelitian dan Mahasiswa. Bandung: Tarsito. Siswono, T.Y.E. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa [Online]. Tersedia : http://www.slideshare.net/guest361b2c/berpikirkreatif-i [20 Maret 2011]. Sudjana, N. 1992. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : RT. Remada Roda Karya Suherman, E. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer. Bandung : JICA. Suherman, E. 2003. Evaluasi Matematika. Bandung : JICA.
Pembelajaran
Syamsudin, M.A. (2002). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Rosda. Uyanto,S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.