PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP Oleh: Fery Ferdiansyah (1) Erman Suherman (2) Kartika Yulianti (2) ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP, sehingga perlu untuk ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model tradisional, juga untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran Osborn. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 10 Bandung Kelas VIII dengan sampel dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes berpikir kreatif matemastis dan instrumen non tes seperti lembar observasi, angket skala sikap siswa. Hasil penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model tradisional. Siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran Osborn. Kata kunci: Model Pembelajaran Osborn, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ABSTRACT The research was motivated by the low of mathematics creative thinking ability junior high school, so it needs to be improved. The purpose of this research was to determine whether the mathematics creative thinking abilities of students who use the Osborn learning model better than students who are learning to use the traditional model, also to find out how students' attitudes toward learning mathematics using Osborn learning model. The research was carried out using the method of quasi-experimental and non-equivalent control group design. The populations in this research were all students of SMP Negeri 10 Bandung Class VIII with two classes of samples as the experimental class and control class. The instruments used in this research consisted of mathematics creative ability instruments test and nontest instruments such as observation sheets and questionnaires of students attitude scale. The results of this research is the increase in mathematics creative thinking abilities of students who use the Osborn learning model better than students who are learning to use the traditional model.
*) Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI **) Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UP I
2
Students responded positively to the learning of mathematics that uses the Osborn learning model. Key Words: Osborn Learning Model, Mathematics Creative Thinking ability. PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Munandar, 2009: 6). Dengan pendidikan akan lahir generasi-generasi penerus yang berkualitas dan diharapkan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Kualitas hasil pendidikan tidak terlepas dari pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan pada tiap jenjang satuan pendidikan. Pelaksanaan pembelajaran termasuk didalamnya adalah pembelajaran matematika. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menyatakan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dimulai dari sekolah dasar. Dengan tujuan siswa dapat memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama secara efektif. Merujuk pada tujuan pembelajaran yang dinyatakan dalam permendiknas tersebut, jelas bahwa dalam belajar matematika siswa tidak hanya dilatih untuk menghitung cepat dan menghafal rumus. Suherman (Astuti, 2012) menjelaskan bahwa belajar adalah proses pengembangan potensi diri, akal (kognitif), rasa (afektif-emosi), nurani (spiritual), dan keterampilan (psikomotorik). Dengan demikian, belajar matematika merupakan serangkaian proses yang harus dilalui seseorang dengan mengembangkan segala potensi dirinya untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Dengan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru-guru saat ini (Teacher Centered), mutu pendidikan di Indonesia dinilai kurang memuaskan. TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) mencatat data bahwa peringkat prestasi matematika siswa kelas VIII (SMP) Indonesia pada tahun 2009 berada diperingkat ke-38 dari 42 negara dengan skor 386, turun 11 poin dari hasil TIMSS pada 2007 yaitu 397 (Litbang Kemendikbud, 2011).
3
Skor ini sungguh rendah bila dibandingkan dengan rata-rata skor internasional yaitu 500. Sedangkan menurut survei PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2009, Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara yang disurvey dengan skor ratarata kemampuan matematika siswa Indonesia yaitu 371, skor tersebut masih di bawah ratarata internasional yaitu 496 (Litbang Kemendikbud, 2011). Berdasarkan data tersebut, jelas mutu pendidikan matematika menurut TIMSS masih rendah karena dibawah rata-rata skor internasional. Sedangkan menurut survei PISA, didapat fakta bahwa literasi matematika siswa Indonesia juga rendah. Siswa Indonesia hanya mampu memecahkan masalah sederhana, dan tidak bisa memecahkan masalah-masalah yang tidak rutin. Hal ini berarti bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi matematik siswa seperti berpikir kreatif masih kurang. Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerjasama sudah lama menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika di sekolah, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan matematika (Siswono, 2009). Tetapi fokus dan perhatian pada upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika masih jarang dikembangkan. Padahal dalam konteks pembelajaran matematika, kemampuan ini adalah kemampuan yang merangsang siswa untuk menemukan solusi yang beragam dari pemecahan masalah. Sehingga, siswa dituntut untuk tidak lagi terbatas pada pemikiran yang konvergen melainkan pemikiran yang divergen. Dalam konteks yang lebih luas di luar pembelajaran, Mahmudi (2010) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif menjadi penentu keunggulan suatu bangsa. Daya kompetitif suatu bangsa dalam persaingan global sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya manusianya. Dengan demikian, kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang perlu untuk ditingkatkan.
4
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya suatu perbaikan dalam proses pembelajaran matematika untuk membantu siswa dalam mengembangkan kreativitasnya. Pembelajaran yang dilakukan tentunya harus tepat dengan melibatkan siswa secara aktif. Proses kreativitas muncul karena adanya gagasan dari siswa. Jadi dengan kata lain pembelajaran yang dilakukan harus dirancang sedemikian rupa agar dapat memunculkan gagasan-gagasan kreatif dari siswa. Salah satu model pembelajaran yang dinilai tepat dalam memunculkan gagasan yang kreatif adalah model pembelajaran Osborn. . Model pembelajaran Osborn adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan metode atau teknik brainstorming. Menurut Guntar (Afifah, 2010) teknik brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang nyeleneh, liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif. Taylor (Farhan, 2012) mengungkapkan bahwa teknik brainstorming dapat menanamkan inhibisi pada pemikiran kreatif, karena ide-ide aneh yang muncul dapat menggoncangkan gairah berpikir siswa. Evaluation of ideas is not allowed, tidak perlu penilaian apa idenya yang penting harus menampung ide sebanyak-banyaknya (Alma, 2009). Sentral dari brainstorming adalah konsep menunda keputusan. Empat ketentuan dasar dari brainstorming (wikipedia) adalah fokus pada kuantitas, penundaan kritik, sambutan terhadap ide yang tidak biasa, kombinasikan dan perbaiki ide. Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran Osborn. Adapun rumusan masalah yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya
5
menggunakan model pembelajaran tradisional? (2) Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Osborn?
METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan sebab akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Perlakuan yang diberikan terhadap variabel bebas dilihat hasilnya pada variabel terikat. Dalam hal ini, peneliti menguji sebuah perlakuan yaitu model pembelajaran Osborn sebagi variabel bebas terhadap kemampuan berpikir kreatif sebagai variabel terikat, yang diberi perlakuan khusus dan dikontrol oleh peneliti. Sejatinya, penelitian seperti ini disebut penelitian eksperimen, tetapi pengambilan sampel pada penelitian ini tidak secara acak siswa, melainkan acak kelas. Sehingga, berdasarkan metodenya, menurut Ruseffendi (2005: 31) penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini, terdapat dua kelompok yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan khusus, dalam hal ini model pembelajaran Osborn. Sementara itu, kelas kontrol menggunakan pembelajaran tradisional. Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelas tersebut diberikan tes awal (pretest). Setelah perlakuan diberikan, dilakukan tes akhir (posttest). Desain eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen seperti yang digambarkan dalam diagram berikut ini (Ruseffendi, 2005: 52): Diagram 1 Desain Kelompok Kontrol Non-ekivalen 0 X 0 0
0
Keterangan: 0
: Pretest / posttest
X
: Pembelajaran dengan model pembelajaran Osborn
6
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Bandung, dengan sampel kelas VIII-A sebagai kelas kontrol dan kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes berupa tes kemampuan berpikir kreatif matematis dan instrumen non-tes berupa angket sikap siswa dan lembar observasi. Pengolahan data yang diperoleh dari tes kemampuan berpikir kreatif matematis ini dianalisis dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 20 for windows sedangkan data angket dan lembar observasi berupa data kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif dengan dan diolah dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah deskriptif nilai pretest dari kedua kelas yang diteliti :
N Kelas Tradisional Kelas Osborn
38 37
Tabel 1 Deskriptif Data Pretest Skor Maksimum Min Maks Mean Std. Deviation Ideal 40 0 14 5,7105 3,01266 40 0 21 5,0270 4,11964
Data pretest dianalisis terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji yang akan dilakukan adalah uji kesamaan dua rata-rata. Untuk dapat melakukan uji tersebut, langkah pertama yang dilakukan adalah uji normalitas dengan uji Shapiro Wilk. Tabel 2 Hasil Uji Normalitas Data Pretest Shapiro-Wilk Kelas Statistic df Sig. Skor Pretest Tradisional 0,923 38 0,012 Osborn 0,857 37 0,000
H0 ditolak ditolak
Tabel 2 diatas menunjukan bahwa data pretest dari kedua kelas berasal dari sampel yang berdistribusi tidak normal. Karena data kedua kelas tidak berdistribusi normal, maka tidak
7
diperlukan uji homogenitas. Setelah mengetahui bahwa kedua data tidak berdistribusi normal, langkah selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney Tabel 3 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretest Test Statistics Mann-Whitney U 574,500 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,170
. Tabel 3 menunjukkan hasil uji Mann Whitney, Pada uji ini diperoleh signifikansi 0,170, ini artinya H0 diterima karena signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05. Ini berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan kata lain implikasinya kemampuan awal kedua kelas sama. Setelah pengolahan data pretest, dilakukan proses pembelajaran sesuai penerapan model pembelajaran Osborn. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, maka setelah pembelajaran dilaksanakan posttest. Dikarenakan kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama, maka data yang digunakan adalah data posttest. Untuk dapat menjawab hipotesis pada penelitian ini, akan digunakan uji perbedaan dua ratarata satu pihak. Langkah-langkah yang digunakan dalam analisis data posttest ini sama dengan analisis data pretest. Berikut adalah deskriptif nilai tes akhir (posttest) kedua kelas :
N Kelas Tradisional Kelas Osborn
38 37
Tabel 4 Deskriptif Data Posttest Skor Maksimum Min Maks Mean Ideal 40 6 30 15,7632 40 4 40 18,6216
Std. Deviation 8,01834 6,23321
Uji pertama yang dilakukan adalah uji normalitas dengan uji Shapiro Wilk, dan diperoleh bahwa data posttest kelas tradisional berdistribusi tidak normal sedangkan data posttest kelas
8
Osborn berdistribusi normal. Hasil uji normalitas kedua data posttest dapat dilihat pada tabel berikut :
Skor Posttest
Tabel 5 Hasil Uji Normalitas Data Posttest Shapiro-Wilk Kelas Statistic df Sig. Tradisional 0,939 38 0,040 Osborn 0,942 37 0,053
H0 ditolak diterima
Karena terdapat salah satu data yang berdistribusi tidak normal, maka tidak diperlukan uji homogenitas. Uji yang dilakukan selanjutnya adalah uji Mann-Whitney. Tabel 6 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Posttest Test Statistics Mann-Whitney U 532,000 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,070 Tabel 6 menunjukkan hasil uji Mann Whitney data posttest, adapun nilai signifikansi yang diperoleh pada uji ini bahwa
1 2
Sig.(2-tailed) = 0,035 dimana 0,035 < 0,05, yang artinya H0
ditolak. Ini berarti rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang telah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Osorn lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional. Hal ini berimplikasi bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Kenyataan ini dimungkinkan karena dalam pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru. Dimana guru memberikan pembelajaran yang prosedural seperti penerapan rumus dan siswa hanya mengerjakan latihan soal yang diberikan guru. Siswa tidak diberikan kebebasan berpendapat dalam mengkonstruksi sebuah konsep. Sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa tidak terlatih. Berbeda dengan model pembelajaran Osborn, pembelajaran berpusat pada siswa dan guru bertindak sebagai fasilitator. Pada pembelajaran ini siswa dapat
9
mengembangkan kerangka berpikirnya. Siswa menganalisis suatu permasalahan, lalu membuat hipotesis dari hasil analisis yang dilakukan. Selanjutnya siswa diminta memilih pendapat terbaik yang dimiliki anggota pada kelompoknya, pada tahap ini memungkinkan siswa untuk berpikir aktif dalam pemilihan pendapat terbaik. Melakukan diskusi kelas (sintesis), dalam tahapan ini siswa berpikir aktif dalam penyusunan kesimpulan akhir yang di fasilitasi guru, siswa jadi mengetahui kelemahan dan kelebihan dari pendapat yang dimilikinya. Proses yang terjadi pada pembelajaran dengan model Osborn sejalan dengan apa yang disampaikan Torrance (Munandar, 2009: 21) tentang proses berpikir kreatif, beliau mengungkapkan bahwa berpikir kreatif adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasilhasilnya. Sehingga keterkaitan tersebut yang membuat adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kelas eksperimen. Meskipun peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Osborn lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan model pembelajaran tradisional, tetapi rata-rata kedua kelas masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan yaitu 75. Hal ini terjadi karena adanya kekurangan pada penerapan model pembelajaran Osborn. Pertama, keterbatasan waktu yang mengakibatkan tidak optimalnya tahapan-tahapan pembelajaran Osborn. Kedua, soal atau masalah yang diberikan guru berbeda dengan soal yang biasa diberikan pada pembelajaran-pembelajaran sebelumnya, sehingga siswa belum terbiasa dan merasa kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat terbuka. Ketiga, pengalaman penulis yang baru tiga bulan mengajar menyebabkan komunikasi pembelajaran belum optimal sehingga terkadang siswa kesulitan dalam menangkap instruksi penulis.
10
Untuk mengetahui sikap siswa dalam penerapan model pembelajaran Osborn adalah dengan menggunakan angket. Angket ini terdiri dari 20 pernyataan yang mencakup tentang tanggapan siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Osborn, serta tanggapan siswa tentang kemampuan berpikir kreatif matematis. Hasil dari angket siswa secara umum dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-Rata Sikap Siswa Terhadap Model Pembelajaran Osborn Rata-rata Aspek Sikap Siswa Sikap Siswa Sikap siswa terhadap matematika Sikap siswa terhadap Pembelajaran dengan model pembelajaran Osborn Sikap siswa terhadap Kemampuan berpikir kreatif matematis
3,46
Positif
3,64
Positif
3,84
Positif
Berdasarkan skor rata-rata tiap butir pernyataan, diperoleh bahwa respon siswa terhadap model pembelajaran Osborn secara keseluruhan 3,64 > 3,00. Ini berarti bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Osborn adalah positif. KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa hal yang dapat kita simpulkan berdasarkan pengolahan dan hasil analisis data adalah sebagai berikut. Pertama, Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran model pembelajaran Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional. kedua, siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Osborn. Berdasarkan penerapan model pembelajaran Osborn yang telah dilakukan, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut ini. 1. Model pembelajaran Osborn memerlukan waktu yang relatif lama sehingga diperlukan perencanaan dan persiapan yang matang sebelum diterapkan di kelas.
11
2. Sebelum penerapan model pembelajaran Osborn, sebaiknya memperhatikan kemampuan siswa dalam beradaptasi terhadap sesuatu yang baru dan kesiapan siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. 3. Pengalaman mengajar sangat diperlukan dalam penerapan model pembelajaran Osborn, terutama komunikasi guru dan siswa sehingga tahapan pembelajaran dapat berjalan optimal. DAFTAR PUSTAKA Afifah, L. N. (2010). Model Pembelajaran Osborn untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan. Alma, B. (2009). Guru Profesional (Menguasai Metode dan Terampil Mengajar). Bandung: Alfabeta. Astuti, C. (2012). Pengembangan Model Bahan Ajar Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif (Cognitive Conflict) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan. Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey Internasional PISA [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasionalpisa. Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey Internasional TIMSS [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/surveiinternasional-timss. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permendiknas No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan. Farhan. (2012). Pengertian metode pembelajaran brainstorming [Online]. Tersedia : http://www.farhan-bjm.web.id/2011/09/pengertian-metode-pembelajaran.html Mahmudi, A. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis [Online].Tersedia:http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ali%20Mahmudi ,%20S.Pd,%20M.Pd,%20Dr./Makalah%2014%20ALI%20UNY%20Yogya%20for% 20KNM%20UNIMA%20_Mengukur%20Kemampuan%20Berpikir%20Kreatif%20 _.pdf. Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta. Ruseffendi. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito Bandung. Siswono, T.Y. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. [Online]. Tersedia: http://suaraguru.wordpress.com/2009/02/23/meningkatkan-kemampuan-berpikirkreatif-siswa/.
12
____.
Ground Rules of Brainstorming http://en.wikipedia.org/wiki/Brainstorming.
[Online].
Tersedia: