Antologi, Volume ..., Nomor ..., Juni 2015 1
PEMBELAJARAN DENGAN MODEL OSBORN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA Ridla Rahmi Aulia, Nenden Ineu Herawati 1, Tita Mulyati 1 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected]
ABSTRAK Kemampuan berpikir kritis matematis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dimilliki setiap siswa agar siap menghadapi tantangan di abad ke-21 yang sangat kompetitif. Kemampuan tersebut diharapkan dapat dibentuk dan ditingkatkan melalui pembelajaran matematika. Namun demikian, pada kenyataannya dalam pembelajaran matematika di sekolah selama ini belum banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah dengan menerapkan model Osborn. Proses kegiatan pembelajaran pada model Osborn akan memfasilitasi siswa untuk aktif mengemukakan pendapat dan berdiskusi sehingga dapat menanamkan kemampuan berpikir kritis sejak dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Osborn. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen nonequivalent control group design. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa SDN Sirnagalih tahun ajaran 2014/2015 dengan sampel penelitian yaitu kelas V-A sebagai kelompok eksperimen dan V-B sebagai kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tes berpikir kritis matematis (pretest-posttest). Hasil analisis data kuantitatif terhadap uji gain ternormalisasi dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mampu menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebesar 0,41 dan 0,21 dengan interpretasi sedang dan rendah. Hal tersebut diperkuat dengan perolehan kesimpulan berdasarkan hasil uji hipotesis yaitu: 1) Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model Osborn; 2) Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional; 3) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model Osborn lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Dengan demikian model Osborn merupakan model yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Kata kunci: Berpikir Kritis Matematis, Osborn
1
Penulis Penanggung Jawab
Aulia, Herawati, Mulyati Pembelajaran dengan Model Osborn terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 2
THE LEARNING WITH OSBORN MODEL TO INCREASE STUDENT’S MATHEMATIC CRITICAL THINKING SKILLS Ridla Rahmi Aulia, Nenden Ineu Herawati 1, Tita Mulyati 1 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] ABSTRACT The critical thinking skills are the ability to thinks mathematically high level that should be owned by every student in order to be ready to face the challenges of the highly competitive in the 21st century. The capability is expected to be established and improved through learning mathematics. However, in reality in mathematics at school has not been widely provides the opportunity for students to improve their abilities. One of alternative learning that can be applied to teachers to improve students' critical thinking skills are by applying mathematical models of Osborn. The method used is quasi-experimental nonequivalent control group design. In this study, the population is all students SDN Sirnagalih academic year 2014/2015 with a sample of this research is class VA and VB as an experimental group as a control group. Instrument used in this study include mathematic critical thinking test (pretest - posttest). The quantentative data analysis to test the normalized gain of the experimental group and the control group were able to show the students' ability to think critically mathematical interpretations of 0.41 and 0.21 with medium and low. It is strengthened by the acquisition of a conclusion based on the results of hypothesis testing are: 1). There is an increase in mathematic critical thinking skills of students by using a Osborn model; 2). There is an increase in mathematic critical thinking skills of students by using conventional learning; 3). Increase mathematic critical thinking skills of students by using Osborn model better than students who received conventional learning. Those the Osborn model is a model that can enhance students' mathematical critical thinking skills. Keywords : Mathematic Critical Thinking, Osborn
Pada abad ke-21 ini, anak-anak harus menguasai keterampilan berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi selain berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam segala bidang kehidupan, tak terkecuali pada proses pembelajaran matematika yang merujuk pada kegiatan pemecahan masalah sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam konteks relevan pada kehidupan sehari-hari. Johnson (2010, hlm. 188) mengungkapkan bahwa “Pemikiran kritis bukanlah sesuatu yang sulit dan esetoris
yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki IQ berkategori genius. Sebaliknya berpikir kritis merupakan sesuatu yang dapat dilakukan semua orang”. Berdasarkan pendapat Johnson tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis bukan hanya suatu kemampuan yang dibawa sejak lahir melainkan suatu kemampuan yang bisa dikembangkan. Ennis (dalam Kowiyah, 2012, hlm. 177) menyatakan bahwa “Critical thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do”. Lebih lanjut Abidin (2014, hlm. 182) menyatakan bahwa,
Antologi, Volume ..., Nomor ..., Juni 2015 3 “kompetensi berpikir kritis merupakan kemampuan mendayagunakan daya pikir dan daya nalar seseorang sehingga mampu mengkritisi berbagai fenomena yang terjadi di sekitarnya”. Eggen dan Kauchak (2012, hlm. 119) mendefinisikan bahwa “berpikir kritis adalah kemampuan dan kecenderungan untuk membuat dan melakukan asesmen terhadap kesimpulan yang didasarkan pada bukti”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis pada prinsipnya tidak akan begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati dan mengevaluasi sebelum menentukan apakah mereka akan menerima atau menolak informasi tersebut. Adapun pengertian berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis pada bidang ilmu matematis. Dengan demikian berpikir kritis matematis adalah proses berpikir kritis yang melibatkan pengetahuan matematika, penalaran matematika, dan pembuktian matematika. Kemampuan berpikir kritis memiliki beberapa indikator yang tediri dari lima kelompok besar sebagai titik tolak dalam pengambilan keputusan. Ennis (Yuniar dalam Mustofa, 2011, hlm.15) mengemukakan indikatorindikator kemampuan berpikir kritis diantaranya yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut, dan mengatur strategi dan taktik. Melihat kondisi pembelajaran matematika saat ini, khususnya di tingkat sekolah dasar (SD) menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di kelas masih kurang dalam mengembangkan aktivitas berpikir siswa. Pembelajaran yang terjadi selama ini masih bersifat konvensional. Dalam kegiatan pembelajaran konvensional guru menggunakan metode ekspositori dimana guru menjelaskan konsep dengan metode
ceramah sedangkan siswa mendengarkan, mencatat, dan sedikit bertanya. Setelah dianggap mengerti dengan konsepnya, siswa diberikan contoh-contoh soal latihan berikut cara penyelesaiannya dan terakhir siswa diberikan evaluasi berdasarkan apa yang telah mereka peroleh dari contoh guru dan bersesuaian dengan contoh guru tersebut. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan, maka diperlukan model pembelajaran yang lebih baik dari sebelumnya dan dapat menstimulus kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dipilih guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah model Osborn. Model Osborn adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan teknik brainstorming atau curah pendapat. Teknik brainstorming merupakan perpaduan dari metode tanya jawab dan diskusi yang dipopulerkan oleh Alex F. Osborn dalam bukunya Applied imagination. Menurut Osborn (Hyde dalam Sugandi, 2013, hlm.30) mengartikan bahwa „Brainstorming adalah suatu teknik yang dilakukan tiap kelompok untuk mencoba menemukan solusi dari suatu masalah dengan mengumpulkan ide-ide yang mucul secara spontan dari suatu masalah dari setiap anggota kelompok”. Model Osborn memiliki enam tahapan dalam pembelajarannya yaitu tahap orientasi, analisis, hipotesis, pengeraman, sintesis, dan verifikasi (Susilawati, 2012, hlm.147). Berikut ini penjelasan keenam tahapan model Osborn. Tahap pertama dalam model Osborn adalah tahap orientasi (pemberian informasi dan motivasi). Pada tahap ini, guru menyajikan suatu permasalahan, beserta latar belakangnya dan mengajak peserta didik untuk menyumbangkan pemikirannya.
Aulia, Herawati, Mulyati Pembelajaran dengan Model Osborn terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 4 Tahap kedua yaitu tahap analisis. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang diberikan. Peserta didik diundang untuk memberikan ide penyelesaian masalah sebanyak-banyaknya dan berdiskusi dengan kelompoknya. Tahap ketiga yaitu tahap hipotesis. Pada tahap ini semua ide penyelesaian masalah yang masuk ditampung dan diusahakan untuk tidak dikritik. Gagasan siswa dituliskan dalam kolom pendapat. Tahap keempat yaitu tahap pengeraman. Pada tahap ini siswa secara individual mencoba merumuskan pemecahan masalah. Semua rumusan pemecahan masalah dituliskan dan didiskusikan dengan anggota lainnya untuk menemukan solusi yang dianggap paling tepat. Tahap kelima yaitu tahap sintesis. Pada tahap ini guru membuat diskusi kelas. Setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya. Semua saran dan masukan peserta ditulis. Tahap keenam yaitu tahap verifikasi (penyepakatan). Pada tahap ini guru bersama-sama dengan siswa mencoba menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang disetujui. Setelah puas maka diambil pemecahan masalah beserta argumennya yang dianggap paling tepat. METODE Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen nonequivalent control group design. Namun sebelum mengunakan desain kuasi eksperimen, peneliti terlebih dahulu menggunakan pre experimental design pada desain pretest dan posttest sebuah kelompok (the one group pretest posttest design) untuk menjawab hipotesis kesatu dan kedua mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis di salah satu kelompok. Pada desain ini tidak ada kelompok pembanding, peneliti hanya
membandingkan skor posttest dan skor pretest pada masing-masing kelompok. Desain selanjutnya yang digunakan setelah desain pre-eksperimen the one group pretest posttest design adalah menggunakan nonequivalent control group design. Nonequivalent control group design merupakan desain penelitian yang digunakan untuk menjawab hipotesis ketiga dalam penelitian ini. Desain ini digunakan untuk melihat apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Osborn lebih baik jika dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Ruseffendi (2010, hlm. 52) mengemukakan bahwa “Desain kelompok kontrol non-ekivalen tidak berbeda dengan desain kelompok pretespostes, kecuali mengenai pengelompokan subjek”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah pengelompokan subjek pada desain kelompok kontrol non-ekivalen tidak dikelompokan secara acak. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Gugus Enam, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. Sampel dalam penelitian dipilih dua kelas dari kelas V. Satu kelas sebagai kelompok eksperimen dengan diberikan perlakuan menggunakan model Osborn dan kelas lainnya sebagai kelompok kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa soal tes yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematis dalam bentuk uraian bebas yang menuntut siswa dapat menguraikan pemahamannya secara terbuka yang telah diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya dan lembar observasi yang berfungsi untuk menjaga konsistensi peneliti dalam menggunakan model Osborn dalam proses pembelajaran
Antologi, Volume ..., Nomor ..., Juni 2015 5 Teknik analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji statistika parametrik dan non parametrik. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Data Hasil Penelitian Tahap awal yang dilakukan terhadap kedua kelompok sampel adalah memberikan pretest dengan tujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum mendapatkan pembelajaran yang berbeda berdasarkan kelompoknya. Tahap selanjutnya yaitu masingmasing kelompok mendapatkan sembilan kali pembelajaran. Pada kelompok eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model Osborn, sedangkan pada kelompok kontrol pembelajaran dilakukan dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Kegiatan selanjutnya yaitu masingmasing kelompok diberikan posttest dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran yang berbeda. Hasil analisis data pretest dan posttest dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1 Rekapitulasi Nilai Statistik Berpikir Kritis Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Descriptive Statistics N
Min
Max
Mean
Std. Dev
Pretest Eksperimen
30
25,00
67,90
47,38
10,65
Pretest Kontrol
30
28,60
63,40
45,84
9,42
Posttest Eksperimen
30
46,40
96,40
68,21
12,10
Posttest Kontrol
30
39,30
82,10
56,90
10,72
Selain melakukan analisis data pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol maka langkah selanjutnya yaitu menghitung gain ternormalisasi pada kedua kelompok. Hasil gain ternormalisasi didapatkan melalui pembagian antara
selisish nilai posttest dan nilai pretest dengan selisih nilai maksimal dan nilai pretest. Hasil gain ternormalisasi ditujukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil analisis indeks gain ternormalisasi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2 Rekapitulasi Nilai Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Descriptive Statistics
Gain Ternormalisasi Eksperimen Gain Ternormalisasi Kontrol
2. a.
N
Min
Max
Mean
Std. Dev
30
0,20
0,91
0,41
0,16
30
0,00
0,50
0,21
0,10
Analisis Data Penelitian Pengujian Prasyarat Analisis Pengujian prasyarat analisis dilakukan sebelum data pretest, data posttest dan gain ternormalisasi diuji hipotesis melalui uji perbedaan rerata. Data yang terkumpul terlebih dahulu harus diuji normalitas dan homogenitasnya. Uji normalitas dimaksudkan dengan tujuan untuk mengetahui data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, sedangkan uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang variansya sama atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik KolmogorovSmirnov karena data . Berdasarkan data hasil uji normalitas pretest kelompok eksperimen dengan signifikansi = 0,05, didapatkan hasil pretest KolmogorovSmirnov statistik 0,130, dengan df=30 dan signifikansi di atas 0,05 yaitu 0,200. Uji Kolmogorov-Smirnov statistik 0,120 pada kelompok kontrol dengan df = 30 dan signifikansi di atas 0,05 yaitu 0,200. Nilai signifiknasi pretest kelompok
Aulia, Herawati, Mulyati Pembelajaran dengan Model Osborn terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 6 eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal karena nilai signifikansi kedua kelompok lebih besar dari 0,05 (≥0,05). Hasil uji normalitas posttest kelompok eksperimen dengan signifikansi = 0,05, didapatkan hasil posttest Kolmogorov-Smirnov statistik 0,110, dengan df=30 dan signifikansi di atas 0,05 yaitu 0,200. Uji KolmogorovSmirnov statistik 0,095 pada kelompok kontrol dengan df = 30 dan signifikansi di atas 0,05 yaitu 0,200. Nilai signifikasi posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hal tersebut karena nilai signifikasni kedua kelompok lebih besar dari 0,05 (≥0,05). Hasil uji normalitas gain ternormalisasi kelompok eksperimen didapatkan hasil gain ternormalisasi Kolmogorov-Smirnov statistik 0,182, dengan df=30 dan signifikansi 0,05, yaitu 0,012. Kolmogorov-Smirnov statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol 0,085, dengan df=30 dan signifikansi 0,05, yaitu 0,200. Nilai signifikasi gain ternormalisasi kelompok eksperimen menunjukkan data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, sedangkan kelompok kontrol menunjukkan data berasal dari populasi yang bersidtribusi normal. Uji homogenitas digunakan untuk memperlihatkan bahwa dua kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variance sama. Digunakan taraf signifikansi 0,05. Uji homogenitas pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan uji-F (Levene’s test) diperoleh hasil signifikansi kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebesar 0,605 (homogen). uji homogenitas postest kelompok eksperimen dan kontrol berpikir kritis matematis siswa sebesar 0,535. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua data baik pretest maupun
posttest berasal dari populasi yang memiliki variance yang sama (homogen) karena nilai signifikansi lebih dari 0,05. b. Pengujian Hipotesis Uji perbedaan rerata bertujuan untuk menguji hipotesis dalam membuktikan bahwa kemampuan awal siswa mengenai kemampuan berpikir kritis matematis itu sama, maka dilakukan uji rerata dalam bentuk two tailed. Pengujian yang digunakan adalah uji t (t-test Sample Independent) dengan asumsi data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Hasil tersebut menunjukan bahwa 0,556 ≥ 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pengujian hipotesis untuk membuktikan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah diberikan peelakuan megalami perbedaan, maka dillakukan uji rerata dalam bentuk two tailed. Pengujian yang digunakan adalah uji t (t-test Sample Independent) dengan asumsi data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa 0,00 ≤ 0,05 sehingga Ho ditolak, yaitu terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah yang pertama dilakukan untuk membuktikan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelompok eksperimen. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan data gain ternormalisasi kelompok eksperimen pada uji-t satu sampel (one sample t-test). Berdasarkan perhitungan uji perbedaan rerata dengan uji-t satu sampel (one sample t-test) diperoleh nilai signifikansi yaitu 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa 0,000 < 0,05 sehingga H0 ditolak. Artinya terdapat peningkatan kemampuan
Antologi, Volume ..., Nomor ..., Juni 2015 7 berpikir kritis matematis siswa menggunakan model Osborn. Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah yang kedua dilakukan untuk membuktikan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelompok kontrol. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan data gain ternormalisasi kelompok kontrol pada uji-t satu sampel (one sample t-test). Berdasarkan perhitungan uji perbedaan rerata dengan uji-t satu sampel (one sample t-test) diperoleh nilai signifikansi yaitu 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa 0,000 < 0,05 sehingga H0 ditolak. Artinya terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional. Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga dilakukan untuk membuktikan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Osborn lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan data gain ternormalisasi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan rerata uji Mann-Whitney karena data gain berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal dengan nilai signifikansi satu pihak (I-tailed). Berdasarkan perhitungan uji perbedaan rerata gain ternormalisasi menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh nilai signifikansi dua pihak (2tailed) perbedaan rerata gain ternormalisasi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu 0,000. Untuk pengujian menggunakan uji hipotesis one tailed, maka nilai p-value (sig.2-tailed) harus dibagi dua menjadi Hasil tersebut menunjukkan bahwa 0,000 < 0,05
sehingga Ha diterima, yaitu peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Osborn lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Pembahasan Terdapat beberapa kelemahan penggunaan model Osborn terhadap pembelajaran di kelompok eksperimen berdasarkan analisis lembar observasi, yaitu: a. Dalam menerapkan keenam tahapan dalam model Osborn memerlukan persiapan yang cukup matang terutama dalam hal pengaturan waktu. Terkadang pada setiap tahapan pembelajaran tidak terlaksana dengan maksimal karena siswa menghabiskan waktu terlalu lama pada tahapan sebelumnya. b. Kelemahan lainnya yang terjadi adalah penerapan model Osborn menuntut setiap siswa memberikan pendapatnya pada setiap permasalahan yang diberikan. Terkadang ada siswa yang memberikan pendapat yang sama dan tidak mau memikirkan pendapatnya sendiri. Beberapa siswa terlihat berdiam diri ketika guru mengarahkan siswa untuk menuliskan pendapatnya Penggunaan model Osborn dalam pengaplikasiannya juga memiliki beberapa kelebihan, yaitu diantaranya: a. Dalam pembelajaran dengan model Osborn, siswa belajar menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan media pembelajaran berupa gambargambar bangun datar. Sehingga siswa tidak terpaku pada penjelasan guru dan hanya mengerjakan soal latihan saja, melainkan mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka. Penggunaan media pembelajaran membantu siswa memahami materi sifat-sifat bangun datar dan hubungan antar bangun datar.
Aulia, Herawati, Mulyati Pembelajaran dengan Model Osborn terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 8 b.
c.
Dalam pembelajaran dengan model Osborn, siswa menemukan konsep sendiri serta menjalin hubungan antara sesama siswa dan guru sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Dengan kata lain, interaksi sosial yang terjalin di dalam kelas dapat membuat para siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa interaksi sosial yang di-setting dalam pembelajaran kelompok di kelas memiliki peranan penting dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep, penalaran logis dan berpikir kritis serta pengambilan keputusan. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Vygotsky (dalam Trianto, 2009, hlm. 38) “…fungsi sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan”. Dimana, fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya akan muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu. Dalam model Osborn ini, siswa akan lebih banyak berdiskusi, baik saat melakukan diskusi kelompok maupun dalam diskusi kelas, sehingga akan lebih banyak ide yang dikeluarkan siswa. Proses pembelajaran seperti ini akan memudahkan siswa dalam merekonstruksi pengetahuannya yang pada akhirnya mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya karena siswa tidak diarahkan untuk menerima atau menolak suatu pendapat atau pernyataan begitu saja melainkan mengaktifkan daya pikir dan daya nalarnya. Hal ini sejalan dengan seseorang yang sudah memiliki kemampuan berpikir kritis yang pada dasarnya adalah orang
yang tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Abidin (2014, hlm. 182) yang menyatakan bahwa, “kompetensi berpikir kritis merupakan kemampuan mendayagunakan daya pikir dan daya nalar seseorang sehingga mampu mengkritisi berbagai fenomena yang terjadi di sekitarnya”. Dalam pembelajaran dengan model Osborn, suasana demokrasi dan disiplin bisa dikembangkan. Hal tersebut karena pada saat menentukan kesimpulan akhir dilakukan dengan pemungutan suara dari para anggota kelompok.
d.
Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
80 60 40
Pretest
20
Posttest
0 Eksperimen
Kontrol
Berdasarkan diagram batang di atas, dapat dilihat kenaikan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis kelompok eksperimen yaitu 20,83 sedangkan kenaikan kemampuan berpikir kritis matematis pada kelompok kontrol yaitu 11,06. Lebih lanjut, peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan dilihat berdasarkan uji gain ternormalisasi, didapatkan hasil perhitungan pada kelompok eksperimen sebesar 0,41 yaitu berada pada taraf interpretasi peningkatan sedang, sedangkan pada kelompok kontrol peningkatan kemampuan beprikir matematis siswa yaitu sebesar 0,21 yaitu berada pada taraf interpretasi peningkatan sedang. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Antologi, Volume ..., Nomor ..., Juni 2015 9 1.
2.
3.
Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan model Osborn. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional Kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada pembelajaran matematika menggunakan model Osborn lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama. Eggen, P. & Kauchak, D. (2012). Strategi dan model pembelajaran. Jakarta: Indeks. Johnson, E. (2010). Contextual teaching learning: menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikan dan bermakna. Penerjemah: Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa. Kowiyah (2012). Kemampuan berpikir kritis. Jurnal Pendidikan Dasar; 3 (5), hlm 175-179. Mustofa, I. (2011). Penerapan model Osborn untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMA. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Ruseffendi, E. T. (2010) Dasar-dasar penelitian dan bidang non-eksakta lainnya. Bandung: Tarsito. Sugandi, M. (2013). Penerapan model pembelajaran Osborn untuk meningkatkan literasi dan disposisi matematis siswa SMP. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Susilawati, W. (2012). Belajar dan pembelajaran matematika. Bandung: Insan Mandiri. Trianto (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivis. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.