Peternakao sapi perah di Indonesia dilihat dari segi teknis dan ekono~nis maupakan salah satu kegiatan ekonomis yang rnergunhmgkan untuk dikenhngkam Usaha ternak sapi perah rnerqakan salah satu j e ~ susaha ternak yang paling
menguntungkan rmruk diusrhakao karem sapi perah m z m p q a i kemanrpuan mengrl>ah rnakanan t e d mnja d protein hew ani dan kalori tertinggi. Memnut Sudono (1999). sapi perah rnempll~yai persentase keefisienm mengubah rnakanan temak menjadi protein hewani dan kalori masingmasing 33.6 % dan 25.8 %.
Selain itu & e n
memelihara sapi perah akan ddapat kelmhngan Iairnya seperli variasi proddcsi yog relatif konstan, jaminan penclapatan yang tetap, rnejaga kesuburan tanah dan dapat rnendayakan hasil sarnpingan prod& pertaman.
Tantangan dan permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah dirmsa datang terutarna di Pulau Jawa addah keterbatasan Iahan. ildim, efisiensi =aha, skala usaha yang rnemberikan kelayakan usaha d m pdayanan lainnya ( H a d i p t o . 1984). Data statistik menmjuldcan adanya k e d k a n rata-rafa produksi sum dari t a m 1984 sampai t a b 1988 sebesar 10.35 % dan data teralihir yang tercatat pada tahun 1991. terjadi kenaikan sebesar 27.67 % (Direktorat Jenderd Petermkan, 1991). Selama perio& 1989-1993, kemampuan prod&
susl
memenuhi p d d a a n konsunen baru mencapai rata-rata 4 3 3
Oh
dalarn negeri &lam (Direktorat Jenderal
Petemakan. 1994). Selanjtlblya ditambahkan bahwa upaya peningkatan pro&lam negeri &pat dilakulcaa antara lain dengan meningkatkan populasi =pi perah
surm
5 Peternak sapi perah mendepatkan cara-cara betermhp secara hrnm-te-
yang tadnya beternak secara sendiri-sendiri lalu lama-kelamaan mereka membeniuk kelompok uotuk bekerja sama urruk menjalankan usahanya. Komposisi peternsk sapi perah d Indonesia diperkirakan terdiri atas 80 % petemak k s i l yang meniliki 4-7
ekor sapi dewasa dan 3 % memiliki lebih dari 7 &or fapi dewasa. Dari komposisi tersebut, 64 % p r o d a susu dimmbangkaot oIeh pekmak skala kecil, 2 8 % peternak skala sedang dan 8 % dari petenrak skala besar (Erwidodo, 1993). Sudono (1999) mengatakan bahwa faktor yang terpenting untuk m d a p a t k a n sukses &lam usaha peternakan sapi perah adalab peternak harm dapat rnenggabuqjcan kernampuan tata laksana y a w baik dengan menentuloln tokasi petemakan yang baik, besarnya peternaha sapi-sapi yang berproduksi ti*,
pemakaian peralatan yang
tepat. tanah yang bubur untuk tanaman b j a u w makanantermk daa pemasaran yang baik. Selanjulqa dkatakan bahwa untuk mendapatkan kemtungan yang baik yang berasal deri penjualan mrm, maka peternak h a m mendapt tempat d i m a p e n m a n mudah, atau rmdah rm&
menyalwkan rmsu karena sifat dari air susu yang cepat rusak.
Keberhasilan usaha sapi perah sangat t e r g a w pada tiga bidang yaitu
p e d i a a n , makanan dan tata iaksana. Urrumnya variasi produkgi % dipeqgaruhi oleh siGt-sifat kebuvnan
(genetik) dan 7 0
O O /
sufll
sapi perah, 30
oleh li&amg&n Untuk itu
dalam usaha sapi perahperlu diperhatikan lebih dahuiu lolcasi, hal im ditinjau dari segi pexlgaruh terhadap produksi maupm terhadap p-saran
hasil.
Barret dan Larkin (1979) rnengatakan bahwa sapi-sapi Eropa akan m e n m produksi summya bile temperatur meningkat hingga 29 OC. Karena itu di Kenya dilaporkan bahwa sapi-sapi Ercpa dpelihara pada dnerah yang memiliki claah w a n di atas 900 mm dengan tata laksana yang baik Sutardi (1981) secara lebih spesifik
6 mengatakan bahwa sapi FEZ (Fries Holland) di kawasan tropika maopdihalkan penampilan yang tidak bersdisih j auh d e w di negeri asalnya bile &u sejuk, yaitu sekitar 18.3
O C
lingkmgaxmya
&ngan klembaban udara sekitar 55 %. Tetapi p r o d M
susu tidak dipengaruhi suhu apabila suhu linghmgan bexkisar antara 15 OC sampai
dengan 26
O C .
Daerah yang cocok lntuk sapi perah di Indonesia addah daerab
pegtunmgan yang berketinggian sekurang-kurangnya800 m di stas permukaan laut. Bila ketinggian itu tunm 100 rn, produksi susu tunm rats-ram 4 Makanan merupakan fnktor li-n
O A
lainnya yang perlu cfiperhatikan karena
biaya rnakanan merupakan biaya yangpaling banyak dkeluarkan dm dari makanan pula kualitas dan kuantitas susu ditentukan. Menurut Fdley e2 al. (1973), bmar biaya produksi uuhk makanan mencapai 50-70 % dari biaya total, sedargkan di Indonesia menurut Sudono et al. (1970) biaya proddssi urtuk makanan mencapai 60-80
%.
Barrett dan Larkin (1979) meqpnjurkan hendalmya oilai gizi dari r a m yang diberikan miuimal mengandung protein sebesar 9 %. Sutardi (1981) menyaradam pe-an
bahan kering asal hijauan sekitar 40 % - 6 0 % dari selunh j d a h bahan
kering ransum dengan tujuan memberikan pencernaan maianan yang ti@,
serta kadar
lemak slsu yang Iebih tinggi. Tata laksana juga perlu diperhatikan cfan hal-ha1 yang dipehatikan actalah urnur
beranak pertarna, lama laktasi, masa kering, efisiensi reproduksi, peremajaan dan "culling" wrta pemakaiantenaga k e j a (Barrett danlarkn, 1979; Sudono. 1999).
Prodnksi Sum S-1
Pnes Holland (pH)
Sapi FH merupakan sapi perah yang berasal dari negeri Belanda yang kemudian
7 Sapi ini m e q u a p i ciri warna bultmya yang hitam putih atau hitam bercakbercak putih hatus
Warna ekor hams putih dan yang terpentiqg mdai dari llrtut ke bawah
berwarna
pWih
Wama
hitam
atau
putih
seluuhnya
menggambmkan
ketidalrrmrnian sapi ini (Judkins clan Keener. 1960). Sapi FH b&na punya sifat tenang, ambing dan badan besar serta puuya kemampuan makan y a w bmyak Tennasuk masak lambat, sapi betina dapat mdai dikawinkan p d a umur 15-18 bulan atau bobot badan telah mencapai 300 kg sehingga diharapkan clapat beranak pada unur 28-30 bulan serta dapat dipelihra sampai umu 10 tahun {Sutardi, 1981).
Punvanto (1983) menyatalcan bahwa berdasarkan skala p&lilcsn
produksi
s u m di daerah w o n mtuk skala kecil rata-rata 11.21 f 3.52 literper k r i . uUuk *la
rnenengah rataamya per ban 10.65 f 2.54 liter serta untuk &la produksinya adalah 1041
+ 2.91 liter per hari.
Selajutnya K-adewa
besar rataan et af. (1977)
menyatakan bahwa produksi susu pada tixgkat petemakan rakyat d Jawa Barat r e rata 10.89 liter per hari, sedangkan di Jawa 'IIrnur mencapai 7.32 liter perharirya. Untuk tingkat perusahaan peternakan d Jawa Barat produksi susu rata-rata addah 8.95
liter per had per ekor. sedangkan di Jawa Tim 7.48 liter. Mekir (1982) melapolkan ha51
penelitianqa IS empat perusahaan
petemakan sspi perah Fries Holland
di Jawa Bar& d m Jawa Tengah , h h w a sapi FB tersebut produksi susunya sekim 2505.10-3548.53 kg/lalctasi dengan lama laktasi 320.98-371.54hari dan masa kering 61.07-100.88hari. Puncak laktasi dicapai pada laktasi lo= II dengan pro*
sebesar 3631.83 kg di PT. Banr AGak, se-n
susu
di PT. L e m b e pmcak laktasi
dicapai pa& laktasi ke I d e w p r o w susu sebesar 3267.49 kg. F'uncak laktam yang namaI dicapai pa& laktasi k e - N olehyayasan Santa Maria clan BPT. Bahlraden
8
delaktasi.
masing-mdng produksi s u s q a sebesar 3542.07 kg clan 2592.69 kg per Sudono
et
al. (1994) mendapatkan pro-
susu di proviusi Jawa Barat
sebesar 4973 liter per l a b s i dan 4347 liter per laktasi untuk provinsi Jawa Tinur, se&ngkan produksi per ekor untuk p.ovirsi Jawa Barat sebesar 16.30 literlhari dan
unhrk provinm Jawa Tiur sebesar 14.25 iiter/hari. Faktor-falrtor yang Mempengruuhl Prod*
Snsu
t T . m m q a produksi sum setiap hari berfluktuasi, ha1 ini dapat dsebsbkan oleh
faktor yang tidak &pat dikontrd dan faktor yang dapat dikortrol. Barret d m Larkin (1979) rnengatakan bahwa mar-fakTor yang mernpengamhi p-oduksi susu yang tidak
dapat dkonlrol adalah : birahi sapi. kebuntingan sapi, umur dan kesehatan terrrak Khusus rnengend kesehatan ternak, hal ini mencakup ke~ehatangizi sapi sebdurn dan
sesudah laktasi. Setain itu p d e d a a n keefisiman dalam mengubah ransum menj adi
znt-zat malenan yang dapat diserap dan dpergimakaq kemampuan mhk meoggurrakan zat makanan unhrk prochrksi susu serta nafsu makan yang berbeda dari seti ap sapi. Selain ha1 tersebw di atas.
Sudono (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang wmpengaruhi prodrlla;i susu antara lain ialah:
banes sapi, lama bunting, masa
laktasi. besarnya sapi, masa birahi, umx sapi, selang beranak niasa kering, gekuensi pemrahan, makanan dan tata lalisana. Ditambahkan oleh Ensdnger (1971) bahwa peralatam pemerahan, keadaan musim dan perbedaan tahm akibat perubahan cuaca, lolalitas makanan serta nilai genetik dapat metnpengtrubi produksi susu Dari usaha sapi perah diharepkan dapat diperoleh hasil berupa sum, sspi dkir.
mak sapi dm kotoran tern&.
Sumr mempkan bahan makananyang paling sempuna
9
karena mempmyai sumnan zat-zat makanan yang sangat seimbang serta daya cema ysng sangat dnggi (Ressang dan N a d o n . 1982). Kelemahan dari susy sepem proU
d
itu,
F.A0.
(1977)
pertadan unuunya addah mudah m a k
merekomendasikan
Iolcasi
petemakan
sebaiknya
mengelompokkan usaha ternak =pi perah dan pendrian "milk plant" yang mmiliki f a d i t a s pengolahan Sapi perah budah dikenal oleh petemak sejak abad ke 19. Urnurmya usaha ternak ini dlakukan oleh rakyat dalam jumlah kecil dan dharapkan untuk dapat mmgatasi pmganggwan serta menambah pendapatan Tetapi saat iri usaha sapi p a a h sudah mengaIalni kemaj uan yang sangat pesat
Peternak mmmmya rendah dalarn segi keterampilan Sudmo el of. (1970)
melaporkan bahwa umuIlnya karena pngelolaan
h n g baik =pi-sapi terlambat
untuk beranak pertama Kernudian masa 1aktzsiq-a terlalu pen&k m u I sma, &miban
pula dengan masa kering dan selgng b e r a m yang terlalu Ian=. Akibatnya d a f m j arlgka parlj ax= maka produksi persatuan l aktasinya mtmj a d mennun.
Lebih spesifik hasif laporan Sudono (1999) di daerah Pangal engas Lembang Bogor, Barnaden, Rawa Seneng dan Cirebon menggambarkan bahwa m u r beranak pertama, l a m laibasi, masa kering dan selang berarraimya lebih lama dari waktu yng
sebaiknya. Umur pertama beranak dari laporan tersebut di atas letih dari 28 bdan, J ama
laktasi lebih dari 10.3 bulan, kecuali di daerah Bogor yang lama laktasinya
ram-ram 8.4 bulaa D d k i a n ptla dengan masa kering yang lebih dari 2.7 btlan, dan selang beranak rata-ratanya lebih dari 13.9 bulan. P
r U s u m beberapa penrsahaan
peternalcan sapi perah di Jawa Barat bervariasi dari 10 liter sampai 14 Iiter per hari per ekor (3Cunimo. 1991). Hardjosubroto et a1 (1990)melaporkan bahwa produlcsi
susu peternakan rakyat Nongkoj aj ar. Pujon dan Batu Jawa Tirmr rata-rata sebesar 14 liter/ekafhari. SelanjLtnya Siregar dan Prabrati (1992) mendapatkan bahwa
p.0-
di daerah L e m b q adalah sebesar 163 li ter/ekor/hari. Batas rataan prod-
susu sapi
perah yang ekonomi s mtuk dipelihara adalah sebesar 9.5 literlekorlhari untuk daerah Bogor, 11.4 liter/ekorhari mtuk daerah Lambang dan 10.5 literlekoalhari unt& daerah Garut (Siregar, 1992).
Menurut Blakeiy dan Bade (1991) a& lima ba-a
sapi perah yang dikenal di
daerah tropik yaitu Ayrshire, Brown Swiss. Guernsey, Jersey, dan Fries Holland. Di Indonesia sapi perah yang dipelihara ununnya adalah bangsa sapi perah Fries Holland
(FH) dan peranakannya. Sapi perah F H merupakan bangsa sapi perah yang memiliki tingkat prod&
air susu tertinggi dengan b d a r lemak susu termdah dibandingkan sapi
perah laimrya, unhk jelasnya dapat dilihat pada Tabel L Tabel 1. F'rohksi Susu dan Kadar Lemak Susu Berbagai B a n p a Sapi Perah Rataan Produksi Susu (k@Mun)
K sdar Lernak Sum ( %)
5000
Guernsey
5000 - 5500 4500
4.0 4.0 4.7
Fries Hdland Jersey
5750 -6250 4000
5.0
Bangsa Sapi Perah Awshire ~ i o w Swiss n
3.7
Sumber : Blakely dan Bade (1991)
Faktor pro-
yang tidak dapat dikmsai seperti ildim. Jumlah makanan yang
diberikan tergantung pgda bobot dan produksi susu yang dihasilkau, untuk sapi perah berbobot 300 sampai 5 0 0 kilogram dengan p r o w s i susu 10 kg dibutuhkan bahan
kering sebanyak 2.30 sampai 2.70 persen dari bobot bichrp (Sutardi. 1981). seda&an
11 pemberian mini-
serat kasar dalam r
m adalah 15 persen dari bahan
kering mtuk sapi dara dan jantan, serta 17 % dari bahan kering untuk sapi laktasi (Sudono. 1999). Menurut Siregar (1990). pemberian hijauan yang telialu banyak apalagi yang berkualitas rendah akan mengakibatkan tidak tezpenubinya kebuluhan zat-zat makanan untllk sapi perah induk yang berproduksi tin@. Di d d a m rumen hijauan relatif lama
tertahan, sehingga waktu fimnentasirrya akan iebih lama. Akibatnya asam asetat yang saxgat dperlukan untuk pembenbrkan lemak susu akan meningkat, sehingga kadar 1emak susurrya meningkat pula. Namun produksi susu rata-rata per hari yang tinggi tidak akan
tercapai. Selmjmwa dikatakan bal~wa konsentrat tidak akan lama tertahan dalam rumen, sehinga walttu fementasinya l e h h sngkat dibandingkan dengan hijauan. Akibafnya asam asetat h a n g tersedia dalam rumen, sehinga lemak susu akan mengalami penurunan. Na-
produksi s u s s rata-rata p a hari yang tinggi akan
tercapai. Pada usaha sapi perah kebuluhn dan pencuahan tenaga kerja tergantung kepada sifat pekerjaan seperti memotong rumput, rnernberi makanan dan minuman,
membersihkan sapi, perbaikan kandang dan memerah susu (Adiwil aga, 1982). U&
rnencapai penggrmaan tenaga kerja yang efisien daiam bidang usaha
peternakan sapi perah rfi Indonesa, s e o r q tenaga kerja dapat memelihara 6 - 7 ekor sapi dewasa (Sudono. 1999).
Hasil penelitian Hadikusumo (1981) meNnjukkan
bahwa w a h yang dibutuhlcan oleh p e t e w k sapi p a a h rakyat di daerah Kecamatan Pasar Mi-
lmluk mmelihara satu satuan ternak adalah 1.65 jam per hari dan wnktu
yarg teabanyak adalah tntuk kegiatan mencari nmrput
12
Dalam ilmu ekonomi kerja diartikan sebagai daya mamsia mtuk me1akukan usaha yang djalankan mtuk memproduksi rmatu hasil beberapa barang atan jasa. Ada
d m ha1 yang diperhatikan dalam mengukur k e j a ini yaitu : (1) Jumlah kerja yang benar-benar dpakai dalarn proses pro*&
(bukan kerja yang terseda) dan (2) k a l a ~ ~
m e n juga kualitas kerja. Unhda memudabkan metlggolmgkannya dalam satu-satuan unit kerja migalnya setara kerja p-ia (Soekartawi et al., 1986).
Ddam peugambilan keputusan usaha tani. seorang petani yang rasional akan
bersedia meIlggunakan input selama rilai tarnbah ya%
&hasilkan ofeh tambahan input
tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya y a s diakibatkan oleh tambahan input itu Secara tersirat prinsip di a b s bahulnmgan dengan eiisiensi ekonomi. yang berarti mernaksimumkan kemhmgan atau mernidmumkan biaya yang akan dikeluarkan pada
tingkat
output tertentu. Efisiensi
ini rnenyangkut proporsi
pe-an
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi suatu usaha tani yang lebih optimum (Bradford d m Johnson, 1953).
Teken dan Asnawi (1977) mengemukakan bahw a kriteria persyaratan dalam penenman ti&at
produksi yang optinurn harus memenuhi syarat kebrusan (merupakan
efisiensi teknis) d i m n a menzmjuldcan hubmgan fisik antara faktor p r o m yang digunakan dengan produksi yang dihasilkan, syarat keclkupan (merupskan efisiensi ekmorni 6 ) . Bishop dan Taussaint (1979) menyatakan bahwa efisiansi produksi yaitu ba&a
hasii produksi fisik yaw diperoleb dari satu satuan faktor procMcsi (input).
13 Mhyarto (1989) menyatakan bahwa perbandingan efisiemi usahatarri besar d e q a n usahatani k e a l tidak &pat ditelplkan secara unum karena t e r m oleh modal dan mesin-mesin e r t a perhartian perseorangdn dari petard clan kerryataan makin k e a l utlit usahatad, maka nrakin teliti rneqysahakamya dan makin t i n e efisiensilry.
Fmgsi produksi merrpakan salah falitor penting dalam serangkaian sistem pengambilan kepuhLsan dalam manajemen produksi. Pengetahuan mengenai t k g s i produksi dapat memberi informmi tentang hat-ha1 yang berkenaan
dengan habungan
timbal-balik ar*ara faktor produksi yang digunakan dengan output yang dihasilkan, sekngga
fiwjgsi produksi
merupakan konsep
penggmaan fktor produksi dalam kep-an
dasar lmtuk memahand masalah
rnanajemen p r o w s i (Ziannerman dan
Swerg, 1979).
Menurut Bishop dan Tausaint (1979). fix@ prodksi adalah h g s i matematis yang rnenggambarkan suatu cara dimana j&ah inplt-illput
jumlah
tertentu
yang
hasil produksi tertentu tagan-
dipergurrakan
Fungsi
prowsi
pada tersebut
menggambarkan lubungan antara input-output yang melukiskan laju dari faktor-faktor
produksi y a s ditramfer mej a d i pro&. Mubyart0 (1989) menyatakan bahwa b g s i produksi merupakan suatu h g s i yang menmjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk matmatik berikut : Y = f ( x , . X . .......m).
Y = Has1 prod-
fisik
fUnsri
p-oduksi ini dapat dtulis sebagai
XI, X2. Xn= faktor-falbor proHubungan artara %or
yang digunakan
produksi dengan produlcsi biasanya diikufi d e h kajdah
kenaikan hasil yang semakin berkurang (h of W'minishing Marginnf Return) artinya satu rnacam input ditambah penggmaannya, sedangkan input-inpt lain tetap, maka tamballan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input mda-mtda meninglcat kemudian setelah melewati titik maksimum m e n m (Boediono, 1982). Ada berrnacam-macam bent&
h g s i produksi
anhra lain b e d l i ~ e r .
kuadratik, polinorrial, akar pangkat dlra serta Cobb-Douglas, d i m n a setiap bent& fimgsi produksi menmjuidan karakteristik dari ef
prod*
tersebut (Soekartawi.
ill. 1986).
Fungsi Cobb-Douglas sdatah svatu fin@
atau persamaan yang melibatkan dua
atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel terikat atau y n g dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel bebas atau yang menj el askan (X). Penyel esaian hubllngan antara Y dan X biasanya dengan care regresi yaitu variasi dari
Y dipeiIgaruEi oleh variasi dari X (Soekartawi, 1994). Menurut Scekartawi (1994) ada tiga alasan pokok mengapa fimgsi
Cobb-
Douglas lebih banyak dpakzi oleh para peneliti.yaitu: 1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandixgkan deugan Gmgsi
y a e lain. 2. Hasil pendugaan garis me1aIui fimgsi Cobb-Doug1as akan m-asilkan
koefisi en
regesi yang sekaligus juga menuajukkan besaran elasti sitas. 3. Penj d a h a n e l a d sitas tersebut (XCF) sekaligus menmjukkan tinglrat besaran
return to scale.
15 Secara mstermtis fur@ Y = b o XI'b X2b2..
produksi Cob-Douglas dapst ditdis sebagai berikut :
.xneUdimana :
Y = peubah tidak bebas
XI.X2....-.. Xn= peubah bebas bo = intersep
bl, b2 ... bn = eladsitas p r d u k s e =2.718 (kanstam) Bila fmgsi produksi Cobb-Douglas di atas dtransformasikan ke dalam belltuk
logaritma nahrral diperot eh persaman linear. LnY=LnM)+bl I n X I + b 2 LnX2+ ...+b U n + U Produklivitas dari faktor-faktor produksi yang digunakan terhadap produksi
yaw dihasilkan, diperlihatkan deh elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang bersangloltaa Besar kecilnya e l a d sitas produksi dalam proses produksi menutljrkkanhulam produksi yang bedah- veken dan Asnawi. 1977).
Efisiensi adalah a r a h ukuran yang menmjlddEanjumiah relatif dari f&-tor-faktor produksi yaug digunakan mtuk menghasilkan output tatentu Menurd Teken dan Aslaw i
(1977) dalam men-an
efiaensi
pengunaan fktor-=or
produksi.
diperlukan dua persyaratan yaitu : 1. S p a t keharusan yang menunjukkan tingkat keeisienan secara t e e s yang
dinyatakan dalam fimgsi pro-.
Efisiemi teknis dapat dilihat dari elastisitas
fkktor produksi yag ada, yaitu : (1) jika elastiatas prochksi tebih besar dari satu
(Z t~,> 1). maka belum tercapai efisiensi teknis karena setiap penambahan =or
16
produksi
satu persen claim proporsi yang tetap akan rnenyebabkan kenaikkan
output yang lebih besar dari satu persen (increasing return t o scale), d e h karena
im pada daerah ini kemumgan perusahaan selalu bisa ditingkatkan deagan cara menambah penggrnaan faktor produksi dalam proporsi yang tetap. Dengan deniki an daerah increasing return t o scale disebut dengan daerah yang tidak rasional; (2) jika elastisitas produksi antara n d dan satu (0 < bl < I), pada saat ini elisiemi
secara
telais telah tercapai. Pada daerah ini kenaikan satu p e r m penggmaan
faldor poduksi dalam proporsi yarg tetsp akan rnenghasilkan kenaikan output antara no1 dan satu persen, dan daerah ini rnerupakan daerah decreasing r e t w n t o scale dan disebutjuga daerah rasional; (3) jika elastisitas p r o w h a n g dari no1
(Z bl < 0), berarti tidak rasioml karena kenaikan p e n m a a n W o r produksi sebesar satu persen akan menghasilkan kenailom nilai output yang negatif (Wun) dan permahaan a b n selaiu menderits k-an 2. Syarat kecukupan, merupakaan s p r a t yang menmjukkan tingkat efisiensi ekonomis,
ha1 ini dcapai jika :