Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah
ANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH FINANCING ANALYSIS PROCUREMENT OF REPLACEMENT STOCK BETWEEN DEVELOPMENT CENTRE OF DAIRY CATTLE Iip Latipah¹, Sri Rahayu², dan Cecep Firmansyah³ Universitas Padjadjaran ¹Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 e-mail :
[email protected] ²Dosen Fakultas Peternakan Unpad ³Dosen Fakultas Peternakan Unpad
ABSTRAK Penelitian mengenai pembiayaan pengadaan calon induk sapi perah telah dilakukan pada bulan Maret sampai April 2015 di wilayah sentra pengembangan sapi perah yaitu Tanjungsari dan Pangalengan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui besarnya perbedaan biaya pembesaran dan pembelian dara bunting serta membandingkannya di kedua wilayah yaitu Tanjungsari dan Pangalengan. Responden sebanyak enam puluh orang diambil dengan teknik multistage random sampling dari peternak yang melakukan pembesaran pedet dan pembelian calon induk sapi perah. Perbedaan biaya dihitung dengan menggunakan analisis biaya sedangkan perbandingan biaya dianalisis menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan biaya pembesaran untuk menghasilkan dara siap IB dan dara bunting 3 bulan masing-masing Rp 10.617.336/ekor dan Rp 13.351.509/ekor lebih tinggi daripada harga beli sapi betina pada kisaran umur yang sama, sedangkan biaya pembesaran untuk menghasilkan dara bunting 6 bulan dan 9 bulan masingmasing Rp 15.811.238/ekor dan Rp 18.486.436/ekor lebih rendah daripada harga beli sapi betina pada kisaran umur yang sama. Biaya pembesaran pedet sapi perah di wilayah Pangalengan lebih mahal dibandingkan dengan biaya pembesaran di wilayah Tanjungsari. Perbedaan biaya tersebut mencapai Rp. 1.680.385,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara siap IB, Rp 2.042.558,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 3 bulan, Rp 2.433.158,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 6 bulan, dan Rp 2.161.794,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 9 bulan, sehingga harga calon induk sapi perah di wilayah Pangalengan relatif lebih tinggi dari harga calon induk di wilayah Tanjungsari. Kata kunci : biaya, pengadaan calon induk, wilayah
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah ABSTRACT Research on financing the procurement of replacement stock has been conducted march and april 2015on dairy development centers in Tanjungsari and Pangalengan. The study aims to determine the differences in the cost of rearing and purchasing replacement stocks and to make compareison in two regions, Tanjungsari and Pangalengan. Sixty respondents were chosen through multistage random sampling technique, which selected according to farmers who rear and purchase replacement stock. The difference in cost is calculated using the cost analysis, while cost comparisons were analyzed using t-test. The results showed the cost of rearing in the current heifer and 3 month old pregnant heifer is consequently IDR 10.617.336/head dan IDR 13.351.509/head higher than their purchased price, while the cost of rearing for 6 month old and 9 month old pregnant heifer is consequently IDR 15.811.238/head dan IDR 18.486.436/head lower than their purchased price. The rearing cost in Pangalengan is more expensive than in Tanjungsari. The difference in cost reach IDR 1.680.385 for rearing in the current heifer, IDR 2.042.558 for 3 month old pregnant heifer, IDR 2.433.158 for 6 month old pregnant heifer, and IDR 2.161.794 for 9 month old pregnant heifer, until the purchased price of the replacement stock in Pangalengan is more expensive than in Tanjungsari. Key words : cost, procurement of replacement stock, region
PENDAHULUAN Perkembangan usaha sapi perah sangat tergantung pada ketersediaan input, salah satu input utama dalam usaha sapi perah adalah induk sapi perah. Komposisi populasi ternak sapi perah dalam suatu kegiatan usaha merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha tersebut. Beberapa peneliti menyatakan bahwa peternak sapi perah dapat menikmati keuntungan dengan kepemilikan minimal 6 ekor dan proporsi sapi laktasi (produktif) mencapai 70% dari total populasi (Akoso, 2012). Setiap tahun, 30% sapi-sapi betina dewasa diapkir dari kelompoknya karena telah mengalami penurunan produksi susu yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu langkah penyiapan calon induk pengganti, agar dapat mempertahankan populasi dan produksi susu. Penyiapan calon induk sapi perah dapat dilakukan melalui usaha pembesaran pedet sapi perah dan pembelian langsung calon induk sapi perah siap produksi berupa dara bunting. Kedua bentuk pengadaan ini tentunya memiliki nilai biaya masing – masing yang harus dikeluarkan. Wilayah Tanjungsari dan Pangalengan merupakan binaan Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari dan Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) dimana di dalamnya terdapat peternak yang melakukan kegiatan usahaternak sapi perah. Secara umum kedua wilayah tersebut memiliki perbedaan pada letak geografis dan manajemen koperasi karena dikelola oleh koperasi
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi keunggulan komparatif wilayah masing – masing. Tingkat manajemen dapat membedakan motivasi usaha, tujuan usaha, pengetahuan, dan keberhasilan usaha, sehingga akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan pada kegiatan pembesaran pedet sapi perah. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian yang berjudul “Analisis Pembiayaan Pengadaan Calon Induk Sapi Perah antar Wilayah Sentra Pengembangan Sapi Perah” dilaksanakan. OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Objek penelitian adalah peternak sapi perah yang melakukan pengadaan calon induk sapi perah dengan cara usaha pembesaran (rearing) dan pembelian dara bunting di wilayah Tanjungsari Kabupaten Sumedang dan Pangalengan Kabupaten Bandung. 2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Survei dilakukan terhadap peternak sapi perah yang melakukan usaha pembesaran (rearing) dan peternak yang membeli dara bunting. Survei adalah suatu penelitian dengan cara menghimpun informasi dari sampel yang diperoleh dari suatu populasi, dengan tujuan untuk melakukan generalisasi sejauh populasi dari mana sampel tersebut diambil (Paturochman, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Secara geografis Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu daerah penyangga (buffer) bagi Kabupaten Sumedang di wilayah barat, memiliki luas 34,62 km² (3.462 Ha) dengan jarak antara wilayah utara ke selatan sepanjang 8,5 km dan dari arah barat ke timur 4,07 Km. Jarak ke ibukota Kabupaten Sumedang ±18km dan jarak ke ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) ± 24 km. Kecamatan Tanjungsari berada pada ketinggian tempat antara 500-2000 mdpl (sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian 500-1000 mdpl), dengan suhu udara berkisar antara 21,5 - 25 °C. Kecamatan Pangalengan berada di sebelah selatan ibu kota Kabupaten Bandung dengan ketinggian 1.447,80 meter di atas permukaan laut, suhu udara berkisar antara 16 - 20 °C dengan kelembaban relatif antara 60-70% dan curah hujan sebesar 1.382,85 mm pertahun. Jenis
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah lingkungan tersebut sesuai dengan syarat lingkungan ternak sapi perah supaya dapat berproduksi dengan baik. Luas wilayah sebesar 589,946 ha dengan topografi berupa daratan, lereng atau punggung bukit.
2. Umur Responden Mayoritas usia peternak di wilayah Pangalengan dan Tanjungsari merupakan umur produktif, dengan kisaran umur 15 – 55 tahun sebesar 85,19% di Pangalengan dan 84,85% di Tanjungsari. Banyaknya peternak dengan umur yang masih produktif merupakan salah satu faktor yang dapat memungkinkan adanya perkembangan usaha sapi perah di daerah tersebut. Selain itu, dengan umur peternak yang produktif memungkinkan penerimaan inovasi dan penyerapan ilmu pengetahuan akan cepat diterima. Data umur responden disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Umur Responden No
Jumlah Responden
Rentang Umur KPBS 15 – 55 > 55 Jumlah
1 2
…orang… 23 4 27
…%... 85,19 14,81 100,00
KSU Tandangsari …orang… …%... 28 84,85 5 15,15 33 100,00
3. Pekerjaan Responden Pekerjaan peternak sapi perah di wilayah Pangalengan adalah sebagai peternak murni, yaitu sebesar 59,26%. Keadaan tersebut berbeda dengan wilayah Tanjungsari, dimana sebanyak 51,52% responden bermata pencaharian sebagai peternak sekaligus petani. Hal ini karena telah kita ketahui bahwa wilayah Tanjungsari sebagian besarnya merupakan lahan pesawahan yang dikelola langsung oleh penduduk sekitar dan sudah menjadi pekerjaan utama sejak dulu, sehingga sebagian peternak memelihara sapi perah hanya sebagai pekerjaan sampingan. Berbeda dengan peternak di wilayah Pangalengan yang sudah menjadikan kegiatan usahaternak sapi perah sebagai pekerjaan utama dan merupakan sumber pendapatan keluarga. Pekerjaan responden di sajikan pada Tabel 2.
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah Tabel 2. Jenis Pekerjaan Responden No 1 2 3 4
Jenis Pekerjaan Peternak Peternak + Petani Peternak +Buruh Tani Peternak +Wiraswasta Jumlah
KPBS …orang… 16 7 0 4 27
Jumlah Responden KSU Tandangsari …%... …orang… …%... 59,26 13 39,39 25,93 17 51,52 0,00 2 6,06 14,81 1 3,03 100,00 33 100,00
4. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak responden di KPBS dan KSU Tandangsari telah cukup berpengalaman dalam usaha sapi perah. Responden di wilayah Tanjungsari sebagian besar lebih lama pengalaman beternaknya, dibandingkan Responden di wilayah Pangalengan, namun di wilayah Pangalengan terdapat 11,11% Responden berpengalaman lebih dari 30 tahun. Jumlah Responden yang berpengalaman 5 – 10 tahun relatif banyak di wilayah Pangalengan, hal ini menunjukkan adanya ketertarikan pada usaha sapi perah yang berarti di Pangalengan banyak peternak yang baru memulai usaha, atau banyak penduduk yang beralih profesi ke usaha sapi perah. Pengalaman beternak responden disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengalaman Beternak Responden No 1 2 3 4 5 6
Pengalaman Beternak (Tahun) 5 -10 > 10-15 > 15-20 > 20-25 > 25-30 > 30-35 Jumlah
Jumlah Responden KPBS …orang… 9 1 4 5 5 3 27
…%... 33,33 3,70 14,81 18,52 18,52 11,11 100,00
KSU Tandangsari …orang… …%... 5 15,15 10 30,30 10 30,30 6 18,18 2 6,06 0 0,00 33 100,00
5. Skala Usaha Skala usaha sapi perah yang dikelola oleh peternak di wilayah Tanjungsari dan Pangalengan sangat beragam, mulai dari kepemilikian skala kecil (< 3 ekor per peternak) sampai skala
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah kepemilikan besar (> 7 ekor per peternak). Skala usahaternak sapi perah di kedua wilayah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Skala Usahaternak Sapi Perah di KSU dan KPBS No 1 2 3
Jumlah Responden
Skala Usaha …ekor… Kecil (< 4) Sedang (4-7) Besar (>7) Jumlah
KPBS …orang… 8 12 7 27
…%... 29,63 44,44 25,93 100,00
KSU Tandangsari …orang… …%... 5 15,15 19 57,58 9 27,27 33 100,00
6. Analisis Biaya Pengadaan Calon Induk Sapi Perah Pengadaan calon induk sapi perah merupakan salah satu upaya untuk menentukan keberlanjutan usaha sapi perah. Bentuk pengadaan calon induk sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melakukan pembesaran pedet sapi perah, dan membeli calon induk dari bandar atau pasar hewan. Fakta di lapangan mengindikasikan bahwa sebagian besar peternak memelihara pedet betina sapi perah dari umur 0-3 bulan (lepas sapih). Namun, hanya sebagian kecil peternak yang memelihara pedet yang ditujukan sebagai induk pengganti (replacement stock), dikarenakan risiko pemeliharaan yang tinggi, dan waktu yang cukup lama sampai mendapatkan induk laktasi (Rahayu, 2014). Pembesaran pedet sapi perah di wilayah Tanjungsari dan Pangalengan dilakukan secara kombinasi dengan usahaternak sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Firman, dkk (2010) bahwasanya kegiatan pembesaran pedet sapi perah ditingkat peternak harus dilakukan secara kombinasi dengan usaha produksi susu, agar peternak tetap mendapatkan pendapatan bulanan dari usaha produksi susunya. Pengadaan calon induk sapi perah baik dengan melakukan kegiatan pembesaran, maupun membeli dara bunting memerlukan biaya, dan harus diperhitungkan, hal ini dilakukan agar dapat mengetahui perbedaan besaran biaya yang dikeluarkan pada masing – masing kegiatan. Biaya merupakan korbanan ekonomis yang dikeluarkan untuk membeli input produksi yang diperlukan dalam suatu kegiatan. Terdapat beberapa komponen biaya yang dihitung dalam kegiatan pembesaran pedet sapi perah, yaitu biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variable Cost). Analisis biaya pembesaran calon induk sapi perah secara ringkas disajikan pada Ilustrasi 1.
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah
Interval Biaya
20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 Dara Siap IB Biaya Pembesaran
Dara btg 3 Bulan
Dara btg 6 Bulan
Dara btg 9 Bulan
10,617,336 13,351,509 15,811,238 18,486,436
Harga Beli Calon Induk 9,500,000
12,666,667 16,000,000 18,500,000
Ilustrasi 1. Perbandingan antara Biaya pembesaran pedet dengan Harga Beli Calon Induk Menurut Umur Kebuntingan
Ilustrasi 1 menunjukkan adanya trend meningkat, baik biaya pembesaran maupun harga beli calon induk. Jumlah biaya yang berbeda dikarenakan perbedaan lama pemeliharaan setiap periode pembesaran. Semakin lama periode pembesaran, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Kegiatan pembesaran dan pembelian calon induk oleh peternak dilakukan pada berbagai umur ternak, mulai dari pedet sampai dara bunting 9 bulan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya pembesaran pedet sapi perah dapat lebih mahal dari harga beli calon induk atau sebaliknya. Pembesaran pedet sampai menghasilkan dara siap IB dan dara bunting 3 bulan relatif lebih mahal dari harga belinya, dengan perbedaan harga Rp 1.117.336,00 untuk dara siap IB dan Rp 684.842,00 untuk dara bunting 3 bulan. Besarnya biaya pembesaran dapat diakibatkan oleh faktor teknis, yaitu besarnya sejumlah penggunaan faktor-faktor produksi oleh peternak, seperti pakan, tenaga kerja keluarga yang tidak efisien, atau faktor kesehatan dan reproduksi ternak. Meskipun biaya pembesaran yang lebih tinggi pada periode ini, namun peternak tetap melakukan kegiatan pembesaran dikarenakan kegiatan ini merupakan tabungan bagi peternak atau sebagian peternak tidak memiliki uang untuk membeli sapi dara bunting. Selain itu, pedet yang dibesarkan merupakan keturunan induk yang bagus sehingga peternak tetap melakukan kegiatan pembesaran pedet. Biaya pembesaran saat menghasilkan dara bunting 6 bulan dan 9 bulan relatif lebih murah dari harga beli calon induk dengan perbedaan harga Rp 188.762,00 pada usia dara bunting 6 bulan dan Rp 13.564,00 pada usia dara bunting 9 bulan. Salah satu faktor yang membuat harga
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah beli dara bunting 6 dan 9 bulan lebih besar dibandingkan dengan biaya pembesaran salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekonomis, dimana harga jual dara bunting 6 dan 9 bulan cukup tinggi karena tidak lama lagi sapi akan berproduksi, yaitu menghasilkan susu dan pedet. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peternak – peternak yang mengurangi biaya produksi pada saat melakukan pembesaran pedet sapi perah, karena keterbatasan modal yang dimiliki. Secara ekonomis, biaya pembesaran pedet samapai dara bunting 6 dan 9 bulan lebih murah dibandingkan harga beli dara bunting 6 dan 9 bulan, namun masih ada peternak yang membelinya dengan alasan bahwa kegiatan pembesaran pedet terlalu lama, sementara peternak menginginkan ternak yang dipeliharanya segera berproduksi. Peternak yang membeli dara bunting tersebut menurut hasil observasi adalah peternak yang relatif memiliki modal yang cukup. Biaya tetap pada pembesaran pedet sapi perah terdiri dari biaya pembelian pedet umur 3 bulan sebagai calon induk yang akan dibesarkan dan penyusutan kandang. Harga pedet lepas sapih (3 bulan), yaitu Rp 4.383.333/ekor merupakan harga rata-rata pedet yang pernah dibeli oleh peternak di wilayah Pangalengan dan Tanjungsari. Perbedaan biaya pada keempat periode ini terletak pada penggunaan input variabel seperti pakan, tenaga kerja, peralatan habis pakai, dan biaya kesehatan. Biaya terbesar dari kelima biaya variabel adalah biaya penggunaan pakan dan susu, yaitu berkisar antara 34,30% – 45,47% dari biaya keseluruhan. Biaya kedua terbesar pada kegiatan pembesaran pedet sapi perah yaitu biaya tenaga kerja yang berkisar antara 21,78% – 28,59% dari total biaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Folley (1973) bahwa biaya tenaga kerja merupakan pengeluaran kedua terbesar setelah pakan. Biaya tenaga kerja yang cukup besar pada kegiatan pembesaran pedet sapi perah menunjukkan kurang efisiennya usaha yang dilakukan, karena jumlah ternak yang dipelihara sedikit. Hartono (2005) mengatakan bahwa semakin banyak sapi yang dipelihara maka curahan tenaga kerja keluarga di usahatani sapi perah semakin efisien. Pernyataan tersebuit dibuktikan dengan penelitiannya yang menunjukkan bahwa Curahan tenaga kerja keluarga untuk sapi perah masing-masing skala I (< 5 UT), II (5-10 UT) dan III (> 10 UT) adalah 226,77 JKSP/UT/tahun, 134,52 JKSP/UT/tahun dan 68,69 JKSP/UT/tahun atau secara agregat rata-rata curahan tenaga kerja keluarga di sapi perah adalah 143,33 JKSP/UT/tahun. Biaya kesehatan dan reproduksi pada kegiatan pembesaran pedet sapi perah terdiri dari biaya pengobatan dan biaya Inseminasi Buatan (IB). Jenis obat yang biasa diberikan pada sapi dari usia 3 bulan sampai dara siap IB yaitu obat cacing, yang diberikan sebanyak satu sampai lima
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah kali, mulai dari usia tiga bulan sampai usia 15 – 18 bulan (dara siap IB) dengan interval pemberian obat cacing sebanyak tiga bulan satu kali. Layanan inseminasi buatan pertama (kawin pertama) dilakukan saat sapi berusia minimal 15 bulan, namun tingkat keberhasilan dari IB yang dilakukan pada birahi pertama ini sangat rendah, karena dipengaruhi oleh kondisi bobot badan ternak yang kecil. Perkawinan pertama seekor sapi perah dara tergantung pada dua faktor utama yaitu umur dan bobot badan. Hasil penelitian pada usaha peternakan dan pembibitan menunjukkan bahwa validasi bobot badan dan umur sapi dara untuk kawin pertama pada usaha peternakan yaitu dara umur 19 bulan dengan bobot badan 283,81 kg, sedangkan pada usaha pembibitan didapat pada umur 15 bulan tercapai bobot badan 328,38 kg (Budimulyati, 2014). Bentuk pengadaan calon induk sapi perah yang kedua, yaitu pembelian dara bunting banyak dilakukan sebagian peternak dengan alasan terlalu lamanya proses pembesaran pedet sapi perah. Selain membeli secara langsung calon induk sapi perah berupa betina muda, dara siap IB, ataupun dara bunting, peternak pun biasa melakukan tukar tambah dengan ternak yang dimiliki berupa pedet betina atau jantan, betina muda, ataupun induk apkir. Calon induk sapi perah biasanya dibeli dari bandar di wilayah Pangalengan ataupun Tanjungsari. Harga calon induk yang ditawarkan bandar di kedua wilayah tersebut hampir sama, yaitu Rp 9.000.000- Rp 10.000.000/ekor untuk dara siap IB, Rp 12.000.000 – Rp 13.000.000/ekor untuk dara bunting 3 bulan, Rp 15.000.000 – 16.000.000/ekor untuk dara bunting 6 bulan dan Rp 18.000.000 – Rp 19.000.000/ekor untuk dara bunting 9 bulan. Hal ini karena sebagian calon induk diperoleh dari wilayah Jawa Barat termasuk Tanjungsari dan Pangalengan. Namun demikian, harga calon induk yang dijual di Pangalengan cenderung lebih mahal dibandingkan dengan Tanjungsari. Calon induk yang dibeli peternak langsung diantar ke kandang, dengan demikian biaya transportasi telah termasuk kedalam harga yang telah disepakati. Jika dibandingkan dengan pembesaran pedet sapi perah, pembelian secara langsung calon induk sapi perah memerlukan biaya yang lebih rendah. Namun demikian, membeli sapi perah dari luar mengundang banyak resiko, apabila catatan atau milk recording belum dilakukan sepenuhnya. Selain itu, jarang peternak sapi perah yang mau menjual sapi perahnya yang berproduksi tinggi, kecuali dengan harga yang sangat mahal (Siregar, 1995).
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah 7. Perbandingan Biaya Pengadaan Calon Induk Sapi Perah di Wilayah Sentra Pengembangan Sapi Perah Tanjungsari dan Pangalengan merupakan dua wilayah yang berbeda baik dari segi geografis, topografi, dan potensi masing – masing wilayah. Perbedaan potensi wilayah di Tanjungsari dan Pangalengan mempengaruhi terhadap prioritas pekerjaan penduduknya, dimana sebanyak 59,26% dari 27 responden di Pangalengan berprofesi sebagai peternak sapi perah, 25,93% bermata pencaharian sebagai peternak dan petani, dan 14,81% responden bekerja sebagai peternak dan wiraswasta. Presentasi terbesar pada mata pencaharian peternak menandakan bahwa pekerjaan sebagai peternak sapi perah merupakan pekerjaan utama sebagian besar penduduk di Pangalengan dan menjadi sumber pendapatan utama.
Hal ini berbeda dengan peternak di
Tanjungsari, sebanyak 51,52% dari 33 responden bekerja sebagai peternak dan petani, sedangkan responden yang berprofesi sebagai peternak saja hanya 39,39%. Keadaan tersebut menandakan bahwa potensi terbesar di wilayah Tanjungsari yaitu dalam bidang pertanian, sedangkan beternak sapi perah masih dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Peternak di kedua wilayah penelitian dibina oleh koperasi peternak Tanjungsari yang dibina oleh KSU Tandangsari dan peternak di Pangalengan dibina oleh KPBS Pangalengan. Kedua koperasi tersebut memiliki perbedaan dalam manajemennya. Keunggulan masing – masing wilayah dan cara kerja koperasi dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan usahaternak sapi perah, begitu pula pada kegiatan usaha pembesaran pedet sapi perah, sehingga hal ini akan mempengaruhi terhadap perbedaan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pengadaan calon induk sapi perah. Perbedaan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pembesaran pedet sapi perah pada dua wilayah ini dapat dilihat dalam Ilustrasi 2.
Interval Jumlah Biaya
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah
25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 -
Dara Siap IB
Dara btg 3 Bulan
Dara btg 6 Bulan
Dara btg 9 Bulan
9,959,273
12,559,483
14,871,646
17,618,936
Pangalengan 11,639,658
14,602,041
17,304,804
19,780,730
Tanjungsari
Ilustrasi 2. Perbandingan Biaya Pembesaran Calon Induk Sapi Perah diantara Wilayah Tanjungsari dengan Pangalengan Ilustrasi 2 menunjukkan terdapat perbedaan biaya pembesaran pedet sapi perah di kedua wilayah.
Biaya pembesaran di wilayah Tanjungsari lebih rendah dibandingkan di wilayah
Pangalengan. Perbedaan biaya tersebut mencapai Rp. 1.680.385,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara siap IB, Rp 2.042.558,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 3 bulan, Rp 2.433.158,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 6 bulan, dan Rp 2.161.794,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 9 bulan. Perbedaan biaya di kedua wilayah dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan pada kegiatan pembesaran yang dilakukan, yaitu dari segi teknis seperti pemberian susu untuk pedet, pakan hijauan dan konsentrat, penggunaan tenaga kerja, manajemen kesehatan, serta peralatan yang digunakan. Calon induk sapi perah yang berkualitas baik dapat diperoleh dari bibit yang unggul, kondisi lingkungan yang baik, manajemen pemeliharaan yang bagus, perawatan kesehatan yang memadai, dan pemberian pakan yang baik (Akoso, 2012). Produktivitas calon induk sapi perah akan tinggi jika semua faktor tersebut dipenuhi, atau dengan kata lain genetik yang baik akan keluar secara optimal dari pedet yang dibesarkan. Induk sapi perah merupakan mesin biologis, dimana kualitas dan kuantitas input (pakan hijauan dan konsentrat) yang diberikan akan menentukan produksi susu yang dihasilkan. Pemberian pakan yang berkualitas baik dengan jumlah yang memadai pada saat kegiatan pembesaran akan menghasilkan menghasilkan calon induk dengan produktivitas tinggi. Namun, hal ini akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang dikeluarkan pada kegiatan pembesaran.
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah Folley (1973), menyebutkan bahwa biaya pakan merupakan komponen biaya produksi paling besar yaitu mencapai 50% - 70% dari total biaya produksi. Peternak di wilayah Pangalengan dan Tanjungsari memiliki perbedaan dalam hal manajemen pemberian pakan pada saat pembesaran. Sebagian besar peternak di Pangalengan memiliki ekspektasi tinggi terhadap produksi susu yang akan diperoleh dari calon induk yang diberi pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik, meskipun biaya yang harus dikeluarkan lebih besar. Maka dari itu banyak peternak di Pangalengan yang tetap memberikan pakan tambahan pada saat kegiatan pembesaran secara terus menerus meskipun dalam jumlah sedikit. Perbedaan manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan oleh peternak di Tanjungsari dan Pangalengan berpengaruh pada rata-rata jumlah produksi susu yang dihasilkan, yaitu 12,5 liter/ekor/hari dengan harga Rp 4.000/liter di Tanjungsari dan 15 liter/ekor/hari dengan harga Rp 4.500/liter. Hal ini menunjukkan, lebih besarnya biaya yang dikeluarkan oleh peternak di Pangalengan berkorelasi positif terhadap kualitas calon induk yang dihasilkan dengan ditunjukkannya produksi susu yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah Tanjungsari. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa peternak di Pangalengan tidak memandang calon induk sapi perah sebagai output produksi, tetapi lebih kepada proses pengadaan input produksi untuk usahaternak sapi perah. Secara keseluruhan, perbedaan biaya di wilayah Pangalengan dan Tanjungsari ini ditunjukkan pula oleh uji t. Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji t dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 4.Perbandingan Biaya Pembesaran antar Kelompok Umur Pedet Sapi Perah di Wilayah Pangalengan dan Tanjungsari No 1 2 3 4
Umur Calon Induk Dara Siap IB Dara Bunting 3 Bulan Dara Bunting 6 Bulan Dara Bunting 9 Bulan
Selisih Biaya …(Rp)… 1.680.385 2.042.558 2.433.158 2.161.794
T hitung
Signifikan
2,07 2,11 2,18 1,60
Nyata Nyata Nyata Nyata
Keterangan : Ttabel = 1,17 Tabel 4 menunjukkan bahwa pembiayaan setiap periode pembesaran yang dilakukan di wilayah Tanjungsari dan Pangalengan memiliki perbedaan. Hal ini dibuktikan oleh lebih besarnya Thit dibandingkan Ttabel pada setiap periode pembesaran. Biaya yang dikeluarkan untuk
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah kegiatan pembesaran pedet sapi perah di Pangalengan lebih besar dibandingkan dengan wilayah Tanjungsari. Harga pembelian calon induk sapi perah di wilayah Tanjungsari dan Pangalengan relatif sama, karena ternak yang dibeli oleh bandar berasal dari kedua daerah ini pula, selain dari Lembang, Subang, Garut, dan wilayah lainnya. Harga calon induk sapi perah di wilayah Tanjungsari dan Pangalengan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Harga Beli Calon Induk Sapi Perah No
Jenis Calon Induk Sapi Perah
Kisaran Harga (Rp)
Harga Rata-rata (Rp)*
1
Dara Siap IB
9.000.000-10.000.000
9.500.000
2
Dara Bunting 3 Bulan
12.000.000-13.000.000
12.666.666
3
Dara Bunting 6 Bulan
15.000.000-16.000.000
16.000.000
4
Dara Bunting 9 Bulan
18.000.000-19.000.000
18.500.000
Keterangan : diukur berdasarkan data dari sejumlah responden yang melakukan pembelian calon induk sapi perah Tabel 5 menunjukkan kisaran harga calon induk sapi perah yang terdapat di wilayah Tanjungsari dan Pangalengan. Hasil wawancara dilakukan kepada peternak sapi perah yang melakukan pembelian calon induk sapi perah menunjukkan bahwa harga beli ternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi calon induk (bunting atau tidak), kondisi tubuh ternak, produksi susu (jika sapi laktasi), dan selera pembeli/peternak. Selain itu, pedet yang akan dibesarkan harus memiliki kriteria bentuk tubuh proporsional, dada lebar dan perut berukuran besar memanjang seimbang dengan tubuhnya, kulit kencang, halus, licin, lentur, dan lunak. Sapi juga harus memiliki silsilah serta kriteria yang sesuai sebagaimana ciri dasar dari rumpun aslinya (Akoso, 2012 B). Secara umum, harga calon induk di wilayah Pangalengan cenderung tinggi dibandingkan dengan Tanjungsari. Hal ini karena selain produksi susu yang lebih tinggi di Pangalengan, biaya produksi yang dilakukan di Pangalengan pun lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Tanjungsari.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1) Biaya pembesaran untuk menghasilkan dara siap IB dan dara bunting 3 bulan masingmasing Rp 10.617.336/ekor dan Rp 13.351.509/ekor lebih tinggi daripada harga beli sapi betina pada kisaran umur yang sama, sedangkan biaya pembesaran untuk menghasilkan
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah dara bunting 6 bulan dan 9 bulan masing-masing Rp 15.811.238/ekor dan Rp 18.486.436/ekor lebih rendah daripada harga beli sapi betina pada kisaran umur yang sama. Perbedaan biaya yang dikeluarkan tersebut dipengaruhi oleh faktor teknis berupa manajemen pemeliharaan, faktor ekonomis berupa tinggi rendahnya harga calon induk dan jumlah modal yang dimiliki peternak untuk melakukan pembesaran pedet sapi perah serta faktor sosial yaitu alasan peternak melakukan pengadaan calon induk sapi perah. 2) Biaya pembesaran pedet sapi perah di wilayah Pangalengan lebih besar dibandingkan dengan biaya pembesaran di wilayah Tanjungsari. Perbedaan biaya tersebut mencapai Rp. 1.680.385,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara siap IB, Rp 2.042.558,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 3 bulan, Rp 2.433.158,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 6 bulan, dan Rp 2.161.794,00 pada kegiatan pembesaran pedet sampai dara bunting 9 bulan, sehingga harga calon induk sapi perah di wilayah Pangalengan relatif lebih tinggi dari harga calon induk di wilayah Tanjungsari. 2. Saran 1) Kegiatan pembesaran pedet sapi perah ditujukan untuk mengganti induk yang sudah tidak berproduksi lagi, maka jika peternak bermaksud untuk menjual calon induk hasil pembesaran, keuntungan yang relatif besar dapat dengan diperoleh dengan penjualan dara bunting 6 dan 9 bulan, karena harga jual pada periode ini cukup tinggi, dan sapi akan menghasilkan anak dan berproduksi susu. 2) Para peternak hendaknya memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap keuntungan yang akan diperoleh dalam melakukan kegiatan pembesaran pedet sapi perah, karena keberlanjutan usahaternak sapi perah ini ditentukan oleh calon induk yang dibesarkan.
DAFTAR PUSTAKA Akoso, B.T. 2012. Budidaya Sapi Perah Jilid 1. Airlangga University Press. Surabaya. A. hal 18,23,28 Budimulyati, L.S. 2014. Model Pertumbuhan Sapi Fries Holland dari Lahir sampai Siap Kawin. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. hal 31 Firman, A., S.B.K. Prayoga., Hermawan. 2010. Peran Usaha Perbibitan dalam Pengembangan Ternak Sapi Perah di Indonesia. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 10 No. 1, 7-13 Folley, R. C., D.L. Bath., F.N. Dickinson., dan H.A. Tuker. 1973. Diary Cattle, Principles, Practices, Problem, Profit. Leand and Febringer. Philadelphia
Pengadaan Calon Induk Sapi Perah…………………………………………………..…Iip Latipah Hartono, B. 2005. Curahan Tenaga Kerja Keluarga Di Usahaternak Sapi Perah Kasus Di Desa pandesari, Kecamaiai\I Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Buletin Peternakan Vol 29 (3). Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang Paturochman, M. 2012. Penentuan Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel. Unpad Press. hal 132 Rahayu, S., C. Firmansyah, D. Suryadi, dan S. Kuswaryan. 2014. Model Rekayasa Zooteknis dan Sosial-Ekonomi Pemeliharaan Pedet Betina sebagai “Replacement Stock” Induk di Wilayah Non Sentra Budidaya Sapi Perah. Universitas Padjadjaran Siregar, S.B. 1996. Sapi Perah, Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. PT Penebar Swadaya. Jakarta. hal 44,115