MENGENALI TINDAK PIDANA KORUPSI DARI MEDIA MASSA DAN ANALISA Oleh : I Made Kastama* Abstrak Korupsi sebagai fenomena sosial yang tidak berkesudahan merupakan realitas perilaku manusia dalam interaksi sosial dalam lingkungan pergaulan dan lingkungan kerja yang dianggap menyimpang serta membahayakan masyarakat dan merugikan negara. Korupsi muncul dalam banyak bentuk, dan membentang dari soal sepele sampai pada soal yang amat besar, bisa menyangkut penyalahgunaan kebijakan seperti soal tarif, kredit, pajak dan sebagainya. Perilaku korupsi adalah mengambil secara tidak benar dan tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang yang diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk kepentingan memperkaya dirinya sendiri. Korupsi sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh kekayaan. Korupsi perlu ditekan seminimal mungkin, oleh karena itu peran masyarakat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dapat diwujudkan dalam bentuk mencari dan memperoleh serta memberikan informasi yang patut diduga bahwa terlah terjadi penyelewengan keuangan negara. Kata Kunci : Korupsi, Akibat Hukum dan Pencegahan
* Dosen Prodi Magister Ilmu Hukum Agama Hindu STAHN-TP Palangka Raya
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
23
I.
PENDAHULUAN Akhir-akhir ini tindak pidana kejahatan menjadi sebuat topik yang mendapat pembahasan di kalangan praktisi maupun teritisi, satu tahun terakhir ini halamanhalaman surat kabar khususnya Kalteng Pos sering kali terisi berita mengenai kejahatan salah satunya adalah tindak pidana korupsi. Fenomena tindak pidana korupsi telah menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap sistem pemerintahan dan sistem hukum yang bisa dikhawatirkan dapat mengakibatkan disfungsionalisasi hukum. Oleh karena itu penanggulangan masalah korupsi harus dilakukan secara komprehensif yang meliputi legal substansi, legal struktur dan legal culture. Korupsi sebagai fenomena sosial yang merupakan realitas perilaku manusia dalam interaksi sosial dalam lingkungan pergaulan dan lingkungan kerja yang dianggap menyimpang serta membahayakan masyarakat dan merugikan negara. Para pelaku tindak pidana korupsi terkesan seolah-olah tidak memperdulikan, atau mengabaikan ketentuan-ketentuan hukum pidana yang telah didesain sedemikian rupa dengan ancaman pidana yang sangat berat, yakni ancaman pidana mati. Sekalipun demikian, ternyata itu saja belum cukup efektif berfungsi mengurungkan niat dan meredam nafsu serakah para koruptor untuk “menggerogoti” kekayaan negara dan masyarakat. Elwi Danil, (2012 : 75). Sejumlah kasus korupsi yang belakangan terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi akan semakin mencengangkan, karena korupsi yang terjadi di sektor pelayanan publik tersebut benar-benar dapat berakibat langsung pada masyarakat banyak. Kasus yang melibatkan mantan bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin misalnya, selain divonis bersalah dalam kasus suap terkait proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang, ia diduga terlibat sejumlah kasus korupsi di sejumlah universitas dan rumah sakit di Indonesia. Pengungkapan ini membuka wajah efek rakusnya korupsi politik dengan sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia, (2014 : 437) Adapun tindak pidana korupsi sering kali terjadi pada proses-proses sebagai berikut : 1. Proyek pengadaan barang/jasa pemerintah dan BUMN/BUMD. 2. Melakukan suap untuk memperlancar proses, misalnya di kepolisian, kejaksaan, pengadilan ataupun di intansi pemerintah lainya. 3. Memberikan hadiah kepada pejabat negara/pegawai negeri sipil atas suksesnya urusan, yakni pejabat negara/pegawai negeri sipil tersebut terlibat baik langsung atau tidak langsung. Rocky Marbun, ( 2011 : 115) Ada indikasi yang bisa dijadikan ukuran atau parameter untuk mengetahui bahwa suatu tindakan seseorang dapat dikatagorikan melakukan tindakan korupsi yaitu ; merugikan keuangan negara, menyalahgunakan kewenangan jabatan dan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Peristiwa korupsi akan muncul setelah akhir kegiatan atau dalam proses kegiatan hingga tahap akhir, sehingga percobaan tindak pidana korupsi dapat diancam dengan pidana melalui Undang-Undang Korupsi.
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
24
II.
KASUS POSISI DAN PELAKU KORUPSI Tindak pidana korupsi yang sering terjadi belakangan ini sangat memprihatinkan, hal ini dikarenakan akibat tindakan para pelaku tersebut mengakibatkan kerugian negara dan kerugian masyarakat, salah satu kasus korupsi yang diberitakan di Kalteng Pos hari Kamis tanggal 25 Juni 2015 pada halaman 32 akan kami sajikan dalam cupikan di bawah ini : PEDAGANG SESALKAN KORUPSI PASAR PELITA HILIR Kasus korupsi pembangunan pasar Pelita Hilir Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya menuai kekesalan dari kalangan pedagang. Bahkan pedagang sangat menyayangkan korupsi berjemaah itu. Apalagi uang negara yang dikorupsi itu nilainya sangat pantastis yakni sebesar Rp. 1,1 miliar. Dari korupsi berjemaah itu sedikitnya empat tersangka yang sudah ditetapkan Kejaksaan Negeri Puruk Cahu. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Mura Agus Sumadi, serta tiga rekan lainnya Sukirno, Fahrudin dan Fahrurazi. Apalagi baru-baru ini, Kajari Puruk Cahu Freddy D. Simandjuntak mengatakan bahwa bakal ada tersangka baru dalam kasus korupsi Pasar Pelita Hilir itu, yakni lebih dari satu orang. Tentu jika itu benar jelas korupsi ini dilakukan secara berjemaah karena melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat masih bertanyatanya siapa yang bakal diseret Kejari menjadi tersangka baru. Dari kasus korupsi berjamaah tersebut di atas jelas merugikan kepentingan umum karena pembangunan pasar Pelita Hilir diperuntukkan untuk kepentingan perekonomian masyarakat. Lain halnya dengan kegiatan pengadaan sewa kendaraan operasional yang bermaksud untuk memperlancar kegiatan pemilihan legislatif namun dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sebagaimana kasus korupsi yang diberitakan di Kalteng Pos hari Kamis tanggal 25 Juni 2015 pada halaman 8 sebagaimana cuplikan di bawah ini : BAWASLU KALTENG TERENDUS KORUPSI (KERUGIAN DITAKSIR MILIARAN RUPIAH) Penggunaan dana yang bersumber dari APBN oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalteng pada Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) pada 2014 lalu terendus aroma penyelewengan. Tepatnya dalam pengadaan sewa kendaraan operasional. Kapolda kalteng Brigjen Pol Fakhrizal melalui Dir Reskrimsus Kombes Pol Anton Sasono menyebutkan, ada dugaan korupsi terkait penggunaan dana anggaran pada 2014 yang digunakan pada pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden. Lebih tepatnya pengadaan sewa kendaraan operasional. Disebutsebut, dana pengadaan itu nilainya mencapai Rp. 2 miliar lebih. Ada 56 unit mobil yang seharusnya dipakai oleh komisioner dan sekretariat kabupaten/kota dalam pemilihan presiden dan legislatif tahun 2014 lalu. “Ya kita saat ini menangani itu, sesuai perintah pimpinan dari penyelidikan yang kita lakukan, mungkin nanti kita naikkan ke penyidikan” kata Komber Pol Anton Sasono Selasa (23/6) siang.
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
25
Pihaknya, ujar dia, saat ini masih mengumpulkan bukti-bukti. Banyak saksi yang sudah dimintai keterangan, termasuk melakukan pendalaman untuk mengungkap kasus ini. Dari informasi yang dihimpun Kalteng Pos, pengadaan sewa kendaraan operasional itu diduga fiktif. Dimana. Setiap komisioner dan sekretariat hanya menerima uang tunai. Nilainya dibawah semsetinya bila dipakai untuk sewa kendaraan. Harga sewa kendaraan yang seharusnya Rp. 9 juta tetapi yang diberikan secara tunai hanya Rp. 5 juta. Ketidakjujuran dalam mengelola keuangan negara mengakibatkan tindak pidana korupsi semakin dilakukan oleh para pejabat yang memiliki kewenangan dan kesempatan untuk melakukan kejahatan tipikor sebagaimana disajikan dalam cupilikan di bawah ini dari berita Kalteng Pos hari Sabtu, 8 Agustus 2015 sebagai berikut : KADISPORA LAMANDAU DITAHAN Setelah beberapa kali diperbaiki, akhirnya berkas kasus dugaan tindak pidana korupsi Alkes RSUD Kabupaten Lamandau tahun 2010 dinyatakan lengkap atau P21. Dengan telah lengkapnya berkas tersebut, maka pihak penyidik Polres Lamandau menyerahkan berkas dan tersangkanya, berikut alat buktinya kepada pihak kejaksaan Negeri (Kejari) Naga Bulik. Arif Sugiharto, SH.,MH. mengungkapkan bahwa alat bukti dan berkas dari Polres Lamandau atas nama BDG sudah diterima pihaknya, dan akan langsung dilakukan penahanan di rutan Palangka Raya. “Berkas terkait kasus dugaan tipikor pada pengadaan alkes RSUD Lamandau pada tahun 2010 lalu ada dua bendel, BDG saat ini menjabat sebagai panitia lelang, dan kerugian hasil audit BPKP sebesar Rp. 849 juta” tandasnya. Ditemui sebelumnya oleh sejumlah awak media, BDG sempat menyampaikan rencananya untuk membuat sebuah pernyataan terkait kasus yang menimpa dirinya, dan akan mengikuti proses hukumnya, biar nanti dipersidangan akan terbukti semuanya, termasuk fakta-fakta baru yang akan muncul pada proses persidangan nantinya. Korupsi terjadi dimana-mana, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, korupsi yang terjadi di tingkat pusat sebagaimana dalam berita Kalteng Pos hari Minggu tanggal 14 Juni 2015 yang penulis sajikan di bawah ini : SDA DIJERAT KORUPSI DOM Penyidikan kasus korupsi penyelenggaraan Haji yang menjerat Suryadharma Ali (SDA) berkembang ke perkara lain. Penyidik KPK kini menjerat SDA dengan sangkaan baru, yakni korupsi penggunaan dana operasional menteri atau DOM. Pimpinan KPK Johan Budi membenarkan adanya pengembangan perkara baru untuk SDA, terkait penggunaan DOM. Sayangnya dia enggan merinci kasus baru itu. Informasinya SDA tetap di proses dengan pasal penyalahgunaan wewenang. Sama persis seperti kasus korupsi penyelenggaraan Haji. Bedanya, SDA kini dijerat
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
26
korupsi penggunaan DOM yang nilainya Rp. 100 juta perbulan. Berkas perkara antara penyalahgunaan DOM dan korupsi penyelenggaraan Haji itu nantinya bakal dipisahkan. Untuk kasus korupsi penyelenggaraan haji, Johan mengaku tak lama lagi berkasnya bakal dinaikkan ke penuntutan. Guna kepentingan itu perpanjangan penahanan SDA telah dilakukan hingga 40 hari ke depan. Kemungkinan tidak sampai batas waktu itulah, perkara SDA sudah bisa naik ke penuntutan. Dikonfirmasi terkait tambahan sangkaan, pengacara SDA , Andreas Nahot menilai hal itu hanya upaya KPK menutupi kesulitan pembuktian korupsi haji, “ saya prihatin pada KPK, jeratan pasal baru ini menandakan begitu sulitnya mereka menemukan atau membuktikan tuduhan yang pertama” ujarnya. Tuduhan pertama yang dimaksud Nahot tentu korupsi penyelenggaraan haji, yang disebut KPK nilainya Rp. 1,8 triliun. Nahot menduga KPK kesulitan membuktikan kasus korupsi haji dengan mengejar kesalahan SDA dalam penggunaan DOM, selama menjabat Menteri Agama. Sebagaimana disampaikan di atas bahwa korupsi terjadi dimana-mana termasuk pembangunan Taman Makam Pahlawan yang kita hormati sebagi pejuang yang mempertahankan kemerdekaan dan pembangunan bangsa Indonesiapun di korupsi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sebagaimana berita Kalteng Pos hari Jumat tanggal 24 Juli 2015 yang penulis buat dalam cuplikan yang penulis sajikan di bawah ini : KASUS TMP, JERAT PEJABAT TINGGI BARTIM Kasus tindak pidana korupsi (tipikor) Taman Makam Pahlawan (TMP) di Desa Jaweten, Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Bartim memasuki babak baru. Pejabat tinggi di lingkup Pemkab Bartim berinisial A disinyalir terlibat dan dalam waktu dekat akan dipanggil guna pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (kejari) Tamiang Layang. Kajari Tamiang Layang Jaya Putra, SH. mengatakan, hingga saat ini kasus dugaan tipikor TMP terus bergulir dan menunjukkan titik terang. “Pejabat ini berinisial A dan segera untuk dipanggil guna pemeriksaan, mudah-mudahan tidak ada kendala sehingga tunggakan kasus ini dapat diselesaikan” ungkap Kajari didampingi tim penyidik kepada awak media. Kasus tersebut lanjut Jaya, terus bergulir dan tidak menutup kemungkinan menjerat pejabat lain. Namun menurutnya, pihak kejaksaan untuk sementara waktu tidak dapat membeberkan secara gamblang guna kepentingan penyidikan lebih lanjut. Kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat yang nakal sangat merugikan keuangan negara, apalagi dana tersebut yang awal diperuntukkan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu tugas dan kewajiban aparat penegakkan hukum untuk ikut menyelamatkan keuangan negara sebagaimana cuplikan berita Kalteng Pos hari Kamis, 23 Juli 2015 yang penulis sajikan sebagai berikut :
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
27
KEJARI SELAMATKAN RP. 4,1 M UANG NEGARA Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas sampai dengan saat ini sudah melakukan penanganan terhadap sejumlah kasus tindak pidana korupsi. Dimana dari beberapa kasus yang ditangani tersebut, total uang negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp. 4,1 miliar lebih. Kajari Kuala Kapuas, Subroto melalui Kasi Pidsus Kejari Kuala Kapuas, Devi Love Marbuhak Oktario Hutapea mengatakan, uang negara tersebut diantaranya berasal dari kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) sejumlah anggogta dewan pada beberapa waktu lalu yaitu sebesar Rp. 2,3 miliar. Kemudian perkara dari Polres Kapuas sebesar Rp. 225 juta dan dari Kejara Kuala Kapuas sebesar Rp. 1,8 miliar lebih. “Selama ini proses yang sedang berlangsung ada beberapa perkara. Denda yang sudah dibayarkan sekitar Rp. 300 juta. Terdiri dari Agung Lintar, Tomotius Mahar, Imanuah, Muhammad Iip Syafruddin, Epok dan Tommy”. Kata Oktario kepada sejumlah awak media sesuai peringatan Hari Adhyaksa, kemarin (22/7). Bagaimana tindak pidana korupsi ini bisa diberantas atau ditekan seminimal mungkin, sedangkan pelakunya tidak ada yang kapok atau jera, apalagi pelakunya adalah kepala daerah yang berambisi untuk duduk menjadi pimpinan daerahnya, sebagaimana berita Kalteng Pos hari Selasa tanggal 21 Juli 2015 pada halaman 3 yang cuplikannya sebagai berikut : KPK BIDIK SUAP KEPALA DAERAH Kepala daerah yang terseret kasus suap sengketa pilkada harus bersiap-siap menjadi tersangka. Pasalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus yang menjerat mantan ketua MK Akil Mocthar itu. Saat ini sudah enam dari total 10 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah itu. Yang terakhir KPK menetapkan Bupati Empat Lawang, Sumatera Selatan, Budi Antoni Al-Jufri bersama istrinya Suzana Budi Antoni sebagai tersangka. Keduanya terbukti menyuap Akil Rp. 10 miliar dan USD 500 ribu. Uang ini diberikan agar Budi yang saat itu berpasangan Syahril Hanafiah kembali duduk sebagai bupati dan wakil bupati di Empat Lawang. Pasalnya dalam pilkada tersebut pasangan itu kalah oleh pasangan Joncik Muhammad dan Ali Halimi. Uang itu ditransfer oleh Suzana ke rekening CV Ratu Semangat milik istri Akil lewat Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat (BPD Kalbar) cabang Jakarta. Namun, dalam persidangan keduanya membantah pernah memberikan uang kepada Akil. Dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ada sekitar sepuluh pemilihan kepala daerah yang menggunakan jasa Akil Mucthar. Enam sudah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan empat lainnya masih didalami oleh penyidik. Diantaranya Zainudin Amali (Ketua Pemenangan Soekarwo – Saifullah Yusuf) dalam putusan Akil disebut menyanggupi memberikan uang Rp. 10 miliar. Samsu Umar Abdul Samiun (Bupati Buton) disebut dalam putusan Akil menyuap Rp. 2.989 miliar. Selain itu Alex Hesegem (mantan wakil gubernur Papua)
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
28
dalam putusan Akil disebut pernah mengirimkan Rp. 125 juta untuk konsultasi sengketa pilkadaMerauke , Asmat dan Boven Digoel. Dan yang terakhir Ryco Menoza (Bupati Lampung Selatan) dalam dakwaan Akil disebut mengirimkan uang Rp. 500 juta. Kepala daerah yang sudah di Penjara : 1. Hambit Bintih (Bupati Gunung Mas) Cornelis Nalau (keponakan) dan Chairun Nisa (anggota DPR) tertangkap tangan menyuap Akil Rp. 3 miliar. Status : perkara ketiganya telah inkracht. 2. Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten) Tubagus Chaery Wardhana (adik Atut), Susy Tur Andayani (pengacara), Amir Hamzah dan Kasmin (keduanya calon bupati Lebak yang gagal) terbukti menyuap Akil untuk sengketa pilgub Banten (Rp. 7 miliar) dan pilkada Lebak (Rp. 1 miliar). Status : Ratu Atut, Tubagus dan Susy telah inkracht, Amir dan Kasmin masih berstatus tersangka. 3. Romi Herton (Walikota Pelembang) dan istrinya Masyito terbukti menyuap Akil Rp. 19.886 miliar. Status : perkara sudah divonis tapi belum inkracht. 4. Raja Bonaran Situmeang (Bupati Tapanuli Tengah) terbukti menyuap Akil Rp. 1,8 miliar. Status : perkara sudah divonis tapi belum inkracht. 5. Rusli Sibua (Bupati Pulau Morotai) disangka menyuap Akil Rp. 1 miliar. Status : baru ditetapkan sebagai tersangka dan belum ditahan. 6. Budi Antoni Al-Jufri (Bupati Empat Lawang) dan istrinya Suzana Budi Antoni, disebut dalam putusan Akil menyuap Rp. 10 miliar dan USD 500 ribu. Status : baru ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan. Masih dalam penyelidikan : 1. Zainudin Amali (Ketua Pemenangan Soekarwo- Saifullah Yusuf) dalam putussan Akil disebut menyanggupi memberikan uang Rp. 10 miliar. 2. Samsu Umar Abdul Samiun (Bupati Buton) disebut dalam putusan Akil menyuap Rp. 2.989 miliar. 3. Alex Hasegem (mantan Wakil Gubernur Papua) dalam putusan Akil disebut pernah mengirimkan uang Rp. 125 juta untuk konsultasi sengketa pilkada Merauke, Asmat dan Boven Digoel. 4. Ryco Menoza (Bupati Lampung Selatan) dalam dakwaan Akil disebut mengirimkan uang Rp. 500 juta. (Data KPK, Kalteng Pos hari Selasa tanggal 21 Juli 2015) Para pelaku kejahatan yang telah divonis dengan kekuatan hukum yang tetap dan telah menjalani hukuman pidana pada lembaga pemasyarakatan pada saat hari raya lebaran diberikan Remisi, namun bagi para pelaku kejahatan tindak pidana korupsi tidak mendapatkan remisi tersebut sebagaimana berita pada Kalteng Pos hari Selasa, tanggal 21 Juli 2015, halaman 12 yang penulis sajikan dalam cuplikan di bawah ini :
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
29
KORUPTOR TIDAK DAPAT REMISI LEBARAN Remisi khusus lebaran Idulfitri 1436 H merupakan berkah bagi para narapidana (napi). Tetapi, kebahagiaan ini tak dirasakan oleh terpidana kasus tindak pidana korupsi (tipikor) di Kalteng, sebab, pemberian remisi untuk para koruptor ditentukan langsung oleh Kemenkum Ham di Jakarta. Kepala Lapas Klas IIA Palangka Raya A Ridar melalui Kasi Binadik Marsito, mengatakan yang mendapatkan remisi khusus Idulfitri 1436 H hanya untuk Pidana Umum dan Narkotika di bawah lima tahun. III. ANALISIS KASUS Dari beberapa kasus yang penulis uraikan di atas, menggambarkan kasus tindak pidana korupsi betul betul merambah ke sistem pemerintahan hal ini dapat kita lihat dari kasus pilkada di atas. Perilaku menyimpang tersebut tidak saja berlangsung secara sistematis yang melibatkan jaringan keluarga dan rekan kerja, juga bersifat istitusional yaitu melibatkan atasan dan bawahan. Perkembangan tindak pidana korupsi telah menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dianalisa yang sejak dulu sulit sekali diberantas dengan cara apapun. Istilah korupsi sering dikaitkan dengan ketidakjujuran atau kecurangan seseorang dalam bidang keuangan negara, atau penyimpangan menyangkut keuangan. Dalam perkembangan publik kalau kita perhatikan tentang kecenderungan terjadinya tindak pidana korupsi dapat diakibatkan dari berbagai faktor terutama menyangkut moral setiap individual, faktor sosial ekonomis kehidupan masyarakat dan sosial kultural yang berkembang, hal ini kesemuanya dapat mempengaruhi kecenderungan terjadinya korupsi dalam lingkungan kerjanya. Dalam kaitannya dengan moral individual yang bersifat psikologis seperti persoalan kerakusan dan keserakahan, ketidakjujuran, keinginan memenuhi berbagai hasrat kehidupan yang berlebihan dari nafsunya, tidak mampu mengendalikan diri serta lemahnya mental seseorang. Sedangkan yang bersumber dari sosial ekonomis menyangkut ketertinggalan ekonomi, rendahnya pendapatan, rasa malu dalam suatu status ekonomi dan banyaknya kebutuhan pokok yang tidak terpenuhi sementara penghasilan tidak mencukupi, termasuk besarnya pengeluaran yang tidak diperhitungkan dengan baik dan sebagainya. Kalau kita cermati para pelaku kejahatan korupsi sebagian besar para pejabat yang memiliki kehidupan yang mapan seperti kepala daerah, pejabat tinggi di Bartim para menteri di pusat dan lain-lain, melakukan korupsi bukan karena faktor ketertinggalan ekonomi, bukan rendahnya pendapatan, tetapi tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh faktor psikologis mental yang kurang kuat, keimanan yang kurang, adanya sifat keserakahan serta peluang besar dihadapan matanya untuk kesempatan melakukan tindak pidana korupsi. Kasus korupsi pembangunan pasar Pelita Hilir Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya yang sangat diharapkan oleh masyarakat setempat demi kenyamanan untuk berdagang bagi para pedagang dan kenyamanan bagi para pembeli kebutuhan
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
30
rumah tangga, namun menimbulkan kekesalan dari kalangan pedagang, akibat adanya korupsi dalam pembangunan pasar tersebut. Harapan untuk lancarnya kegiatan perekonomian perdagangan menjadi terhambat akibat adanya kasus korupsi tersebut. Kalau kita cermati kasus tersebut, para pejabat yang menangani pembangunan pasar tersebut sudah menyalahgunakan wewenangnya. Kriminal korupsi terjadi akibat adanya kesempatan dan niat bagi para pelaku, kalau menyadari dari faktor psikologis walaupun ada kesempatan kalau niatnya tidak ada, maka tidak akan terjadi tindak pidana korupsi, jadi intinya faktor psikologi dalam bentuk niat inilah menjadikan sering terjadinya kejahatan tersebut. Tindak pidana korupsi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sehingga memerlukan penanganan yang luar biasa. Selain itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan serta perlu didukung oleh sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya seperti peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan penegakan hukum guna menumbuhkan kesadaran dan sikap tindak masyarakat yang anti korupsi. (Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 2011 : 19) Terhadap kondisi saat ini pemberantasan korupsi ternyata tidak melewati jalan yang mulus. Di tengah kepedulian dan komitmen kita untuk pemberantasan korupsi, sejumlah pihak yang sangat dirugikan dengan kerja pemberantasan korupsi melawan balik. Berbagai isu dan cara dilakukan, mulai dari cara yang seolah-olah konstitusional, rekayasa hukum, serangan langsung, dan pembiaran secara politik atas nama tidak ingin intervensi dalam proses hukum. Sebagian besar tertuju pada KPK dan sebagian lainnya pada masyarakat sipil. Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia, (2014 : 443) Disisi lain, tentang pemberantasan tidak pidana korupsi di sektor-sektor pelayanan masyarakat umum semakin menimbulkan jurang pemisah yang sangat dalam antara masyarakat sebagai korban dengan pemegang kekuasaan yang kuroptif dalam melaksanakan tugasnya. Sejumlah kasus korupsi yang telah diungkap semakin mencengangkan karena korupsi yang terjadi di sektor pelayanan publik benar-benar berakibat secara langsung pada masyarakat banyak seperti kasus korupsi pengadaan Alkes RSUD Kabupaten Lamandau. Alat kesehatan RSUD betul-betul diperlukan oleh masyarakat setempat terkait dengan kesehatan dan keselamatan jiwa raga masyarakat. Hal ini jelas menimbulkan kerugian bagi masyarakat untuk pengadaan Alkes RSUD Kabupaten Lamandau sangat mengharapkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Mengenai usaha penanggulangan tindakan korupsi memang merupakan persoalan yang sering dan sudah dilakukan, akan tetapi sering kurang membuahkan hasil yang maksimal. Usaha penanggulangan ini ada dua pendekatan hukum yang digunakan sebagai sarana untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu pendekatan “preventive administrative” dan pendekatan “repressive judicial”. Pendekatan preventif administratif disalurkan melalui bekerjanya ketentuan-
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
31
ketentuan hukum tata usaha negara dan pendekatan represif yudisial disalurkan melalui bekerjanya ketentuan-ketentuan hukum pidana. (Elwi Danil, 2012 : 183). Pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan kewajiban aparat penegak hukum untuk memberikan ganjaran yang setimpal agar ada efek jeranya. Begitu juga gerakan anti korupsi sebagai upaya yang strategis agar tetap dikumandangkan di tengah-tengah masyarakat. Dalam pemberantasan korupsi ini juga perlu dibangkitkan motivasi masyarakat agar berpartisifasi dan ikut serta dalam gerakan pemberantasan korupsi. PENUTUP Dalam rangka penegakan hukum dan pemberantasan tidak pidana korupsi memerlukan aparat penegak hukum yang berani, tegas dan bertanggung jawab. Betapapun baik dan hebatnya ketentuan-ketentuan hukum, kalau tidak dibarengi dengan ketegasan aparat penegak hukum sulit untuk memberantas tindak pidana korupsi tersebut. Disamping itu budaya hukum perlu dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat, karena partisifasi masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sangat diperlukan karena masyarakat dapat memberikan data, informasi serta dapat melaorparkan kepada aparat penegak hukum bahwa telah diduga terjadi tidak pidana korupsi. Jadi pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan tanggung jawab kita semua sebagai warga negara dalam rangka penegakan hukum dan keadilan dalam masyarakat. Dalam kesempatan ini dapat disarankan bahwa bagi para Pegawai negeri sipil khususnya yang memegang jabatan, terutama jabatan yang langsung berhubungan dengan keuangan negara, agar selalu berhati-hati dan bertindak sesuai dengan peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku dan selalu diingat Kejahatan muncul karena adanya niat dan kesempatan. DAFTAR PUSTAKA Danil Elwi, 2012. Korupsi, Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia. 2014. Pedoman Anda Memahami Dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Australian AID, Indonesia. Marbun Rocky, 2011. Kiat Jitu Menyelesaikan Kasus Hukum, visimedia, Jakarta. Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Citra Umbara: Bandung. Kalteng Pos hari Kamis, 25 Juni 2015 Kalteng Pos hari Sabtu, 8 Agustus 2015 Kalteng Pos hari Minggu, 14 Juni 2015 Kalteng Pos hari Jumat, 24 Juli 2015 Kalteng Pos hari Kamis, 23 Juli 2015 Kalteng Pos hari Selasa, 21 Juli 2015
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
32
TATACARA BERAGAMA HINDU DALAM PERUBAHAN SOSIAL 0leh: I Made Suyasa* Abtsraks Kitab Suci Weda umat Hindu berisi sumber otoritas untuk ajaran Hindu, yang kemudian dalam sejarah perkembangannya pada kehidupan sosial menyesuaikan dimana Hindu itu tumbuh dan berkembang, sesuai dengan dinamika pembangunan. Ajaran Agama Hindu diturunkan oleh Tuhan melalui Sapta Rsi sebagai cermin dalam kehidupan sehari-hari baik manusia dimasa lalu, sekarang dan manusia yang akan datang. Berdasarkan fakta itu, bayangkan bagaimana kehidupan manusia dimasa lalu dibandingkan dengan sekarang, apalagi yang akan datang. Kalau tata cara beragama Hindu tidak bisa menyesuaikan dengan kehidupan sosial sesuai dengan pembangunan maka akan terus ketinggalan. Kebenaran Weda, adalah kekal abadi, karena berisi ajaran -ajaran realitas spiritual menyesuaikan dengan realitas pembangunan. Agama Hindu sebagai agama paling tua sesuai sejarah mempunyai karakter tersendiri. Karakter itu yang meyebabkan agama Hindu, memungkinkan dirinya mengalami variasi dalam proses perjalanan sejarah panjang yang pernah dilaluinya, sepanjang zaman. Laksana bola karet yang menggelinding semakin jauh, bola karet itu makin besar, dan sekaligus dalam perjalanannya membawa serta apa yang dilaluinya dan dilandanya. Demikianlah keadaan agama Hindu, semakin jauh dan beraneka macam daerah yang dilaluinya, semakin kaya dan beraneka rupa isinya. Muatan itulah yang menjadikan agama Hindu bervariasi keberadaannya dimana Hindu itu tumbuh dan berkembang. Namun demikian, Hindu bukanlah agama yang tidak mempunyai prinsip/standar baku. Religiusitas Hindu merupakan perjumpaan berbagai kreasi yang dapat mengusung visi dan misi Weda menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sesuai dengan kehidupan sosial. Dalam hal prinsip Hindu mengusung sraddha/keyakinan bersumber dari Tuhan diterima oleh para Maha Rsi berupa Wahyu (Sruti) sebagai sesuatu yang bersifat absolut/kekal abadi. Sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna, bagaimana caranya mengembangkan yang absolut itu sehingga mudah diterima/dicerna oleh penganutnya sesuai dengan pembangunan, dibutuhkanlah metodelogi yang valid, berupa pendekatan yang disebut Nutana, yakni pembumian Sraddha yang abstrak tersebut dalam konsep dan konteks nyata, di mana Hindu tersebut berkembang sesuai tuntutan zaman. Pembumian ajaran Hindu sangat adaptif sekali karena sifatnya universal, lentur,dinamis dan relatif. Pendekatan Nutana mengenai konsep bentuk Tuhan yang bisa dipilih oleh penganutnya ( Istadevata ) dan ajaran tentang disiplin/jalan (marga) yang juga bisa dipilih. Dari ajaran dasar Istadevata yakni suatu kebebasan yang diberikan kepada penganut Hindu untuk memilih bentuk dan nama Tuhan, yang diterangkan oleh Kitab Suci Weda, apakah Personal God/Tuhan berpribadi atau Impersonal God/Tuhan yang tidak berpribadi sebagai obyek pemujaan, sepanjang dilandasi sraddha dan kemantapan hati nurani atau atmanastusti melekat dalam hati, itu dapat diterima dalam kehidupan sosial.
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
33
Ajaran dasar Istadevata ini memberikan keunikan pada Hindu, terutama pada teologinya, sehingga berbagai evolusiisme tentang ke Tuhanan dapat diakomudasi oleh Hindu, dari yang primitif seperti keyakinan animisme sampai yang post modern. Max Muller banyak menyelidiki tentang Hindu pada abad ke 19 dan beliau sangat terpesona terhadap bentuk-bentuk pemujaan Deva-Deva dalam agama Hindu. Menurutnya Hindu bukanlah agama polytheisme/menyembah banyak Tuhan, melainkan agama monotheime/menyembah satu Tuhan dengan sebutan banyak nama. Jika seandainya di dalam agama Hindu, terdapat seseorang yang telah memilih satu Deva tertentu untuk dipuja, sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Kitab Suci Weda maka Deva-Deva yang lainnya secara otomatis menjadi sub/bagian dari Deva yang dipuja. Kedudukan para Deva lainnya langsung berada di bawah Deva yang dipujanya. Bentuk pemujaan seperti ini sangat berlainan derngan polytheisme, yakni kedudukan antara Deva yang dipuja dengan para Deva lainnya sejajar dan sama, bahkan masih ada kompetisi kekuatan di antara para Deva tersebut.
* Dosen Prodi Magister Ilmu Hukum Agama Hindu STAHN-TP Palangka Raya
Satya Dharma Volume III No. 1 Oktober 2015
34