MENGEFEKTIFKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN KTSP MELALUI MGMP SWADAYA Budi Prasetiyo
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ibnu Rusyd, Jl. Raya Tanah Periuk, Tanah Grogot e-mail:
[email protected]
Abstract: The background of this study is the teachers’ ability that has not been optimalized in applying Learning Unit Curriculum (KTSP). One of the reasons is the information about the curriculum given to the teachers is not equal. Therefore, independent teacher discussion (MGMP) was initiated by using Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT) analysis to overcome this problem. The result of this study showed the increase of teachers’ ability in applying the curriculum in the learning process. The increase could be seen from the knowledge both theoretically and practically. The illustration of increase in the teachers’ ability could also be seen through observation process during the MGMP activity and monitoring on practical activity at on service level. Key Words: to make effective, teacher’s ability, KTSP, independent MGMP
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional diselenggarakan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut perlu keterlibatan berbagai komponen (stakeholder) dan berbagai cara implementasinya. Hal tersebut dilakukan agar pengembangan pendidikan, khususnya di sekolah dapat dilakukan dengan baik dan optimal sehingga memberikan peluang yang sangat besar untuk keberhasilan pendidikan. Komponen yang paling penting dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan salah satunya adalah guru. Komponen ini dianggap paling penting karena merupakan ujung tombak pelaksanaan suatu program pendidikan yang dilakukan pada kegiatan pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu, tinggi rendahnya kualitas
guru sangat mempengaruhi tinggi rendahnya keberhasilan tujuan pembelajaran. Artinya adalah bahwa suatu kegiatan pembelajaran akan berjalan dengan baik dan optimal untuk mencapai tujuan yang diharapkan jika guru memiliki kompetensi dan perfomansi pada bidang yang diajarkannya. Sebaliknya, kegiatan pembelajaran tidak akan berhasil dengan baik jika guru tidak memiliki kompetensi dan perfomasi untuk mengelola pembelajaran secara baik dan benar. Di antara kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh seorang guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik salah satunya adalah dalam hal melaksanakan pembelajaran sesuai kurikulum, dalam hal ini Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hal itu penting, karena KTSP yang merupakan landasan guru dalam melaksanakan pembelajaran memiliki nuansa dan paradigma yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Perbedaannya adalah KTSP membutuhkan kreativitas dan inovasi yang lebih tinggi dari guru di dalam menerapkannya. KTSP dapat diartikan sebagai suatu konsep ku-
48
Prasetiyo, Mengefektifkan Kemampuan Guru dalam Menerapkan KTSP Melalui MGMP Swadaya
rikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar perfomansi tertentu. Dengan demikian, hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan kompetensi tertentu. KTSP merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi dan diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, serta minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab (Mulyasa, 2002). Perubahan kurikulum selalu membawa implikasi yang luas bagi dunia pendidikan karena tidak hanya mempengaruhi iklim pembelajaran di kelas, tetapi banyak berkaitan dengan aspek yang kompleks, bahkan cenderung rumit. Pada tataran institusi sekolah misalnya, kesiapan kepala sekolah dan guru untuk memahami dan mengaplikasikan kurikulum itu menjadi salah satu faktor penentu. Hal ini penting dipahami karena pemberlakuan kurikulum baru menghendaki pembaharuan pula dalam penyiapan, pemilihan, dan pengembangan materi, strategi, serta sistem evaluasi pembelajaran. KTSP sudah mulai diberlakukan sejak tahun 2006. SMP Negeri 5 Tanah Grogot sebagai salah satu lembaga pendidikan sudah memulai untuk menerapkan KTSP dalam pelaksanaan pembelajaran sejak tahun pembelajaran 2006/2007. Namun demikian, pelaksanaan KTSP itu belum dapat dilakukan secara maksimal. Hal itu terjadi karena banyak faktor, salah satunya yang paling mendesak adalah belum maksimalnya pemberdayaan kemampuan guru dalam menerapkannya. Masih banyak guru yang belum mumpuni dalam menerapkan kurikulum ini. Hal ini disebabkan belum meratanya fasilitas pelatihan yang diberikan oleh pemerintah dalam melakukan sosialisasi. Indikasinya adalah masih ada guru yang tidak memahami secara jelas konsep KTSP, baik secara teoritis maupun praktis. Misalnya, dalam hal membuat Rencana Pembelajaran (RP), silabus, dan sistem penilaiannya. Hal ini berdampak pada proses pembelajaran yang diciptakan di kelas. Untuk itu, diperlukan solusi agar pelaksanaan KTSP sebagai salah satu kebijakan pemerintah dapat diwujudkan. Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjawab permasalahan dan menemukan solusi itu. Untuk menemukan solusi terhadap permasalahan itu dilakukan melalui analisis Strenght, Weakness, Opportunity, dan Threat (SWOT). Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari
49
keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor, baik internal maupun eksternal (Departemen Pendidikan Nasional, 2001). Dari hasil analisis terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari faktor-faktor yang ada, ditemukanlah solusi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan. Solusi yang dimaksud adalah dengan memberdayakan Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS) di SMP Negeri 5 Tanah Grogot. Solusi yang dimaksud adalah dengan mengadakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) swadaya yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Melalui kegiatan ini diharapkan pengetahuan dan kemampuan guru tentang KTSP secara bertahap akan berkembang. MPBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan bersama atau partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi yang demikian akan membuat sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya. Sekolah akan berupaya dalam mengembang-kan program-program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensinya. Pengambilan keputusan bersama akan meningkatkan rasa memiliki, tanggung jawab, dan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya (Departemen Pendidikan Nasional, 2001). Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/ kemandirian pada seseorang/badan/lembaga untuk dapat mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Adapun otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang didukung kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Dengan demikian, iklim yang diciptakan di dalam mengelola sekolah adalah kebersamaan dan keterbukaan. Dalam hal ini, keputusan dan kebijakan untuk peningkatan dan kemajuan sekolah dilakukan secara partisipatif. Keputusan partisipatif adalah keputusan yang dibuat secara terbuka dan demokratik, karena warga sekolah dan masyarakat terlibat secara langsung dalam proses pembuatan keputusan tersebut. Dengan demikan, semua warga sekolah dan masyarakat akan bertanggung jawab dan berdedikasi se-
50
Jurnal Pendidikan Inovatif, Jilid 4, Nomor 2, Maret 2009, hlm. 48-53
penuhnya untuk menjalankan keputusan tersebut secara benar. MPBS memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik sekolah efektif. Dan hal itu harus dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Karakteristik yang dimaksud meliputi seluruh komponen pendidikan dan perlakuannya pada setiap tahap pendidikan, baik yang berupa masukan (input), proses, maupun hasil (output) pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Pelaksanaan kegiatan pengembangan guru dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahap kegiatan, yaitu inservis dan onservis. Pada tahap inservis kegiatan yang dilakukan dalam MGMP adalah: (1) mengkaji dan membahas tentang konsep dasar KTSP, baik secara teoritis maupun praktis, (2) mengkaji teknik pengembangan silabus dan mengembangkannya, (3) mengkaji cara mengembangkan RPP yang menggambarkan pembelajaran yang sesuai KTSP dan dapat mengembangkannya, (4) mengkaji cara menyusun alat penilaian dan dapat membuatnya, dan (5) melakukan simulasi tentang pembelajaran yang berbasis KTSP. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara aktif, kreatif, inovatif, dan partisipatif oleh semua guru. Peran fasilitator dalam kegiatan ini hanya sebagai pemandu kegiatan dan memberikan solusi pada permasalahan yang mengalami kebuntuan dan stagnasi. Semua dilakukan berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi guru dan dapat memecahkannya sendiri. Sejalan dengan itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan upaya mengefektifkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai KTSP di SMP Negeri 5 Tanah Grogot. Upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai KTSP dilakukan melalui kegiatan MGMP swadaya yang dilakukan secara rutin. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbangan pengetahuan dalam bidang manajemen pengelolaan sumber daya tenaga pengajar di sekolah. Sumbangan pengetahuan tentang manajemen pengelolaan sekolah yang dimaksud adalah program MGMP yang dilakukan secara swadaya oleh sekolah. Sementara itu secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi guru, kepala sekolah, dan masyarakat. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada upaya mengembangkan diri menjadi
guru yang profesional. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pemetaan dan analisis kebutuhan sekolah dan dasar perencanaan kegiatankegiatan sekolah. Adapun bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat bermanfaat pada terciptanya peningkatan pelayanan pada siswa, terutama dalam pelayanan pembelajaran di kelas. METODE Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 5 Tanah Grogot. Subjek data pada penelitian ini adalah semua guru yang mengajar di SMP Negeri 5 Tanah Grogot sebanyak 26 orang. Subjek penelitian itu memiliki latar pendidikan yang berbeda dengan kualifikasi minimal sarjana (S1). Penelitian dilaksanakan sejak bulan November 2007 sampai dengan bulan November 2008. Pelaksanaan penelitian itu sejalan dengan pelaksanaan program MGMP yang dilaksanakan. Pelaksanaan MGMP dilakukan dengan dua pola, yakni inservis dan onservis. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan secara seksama dalam kegiatan MGMP, serta pemantauan yang dilakukan pada saat kegiatan onservis. Proses pemantauan dilakukan kepala sekolah bersama dengan fasilitator untuk mengetahui perkembangan kemajuan guru, baik secara teoritik maupun praktik. Untuk keperluan tersebut, alat pengumpul data yang digunakan adalah format pengamatan dan instrumen pemantauan kegiatan onservis. Adapun secara rinci langkah-langkah kegiatan yang dilaksanakan pada kedua tahap kegiatan itu diuraikan berikut ini. Tahap inservis meliputi: (1) melakukan sosialisasi kegiatan pada komite sekolah/masyarakat, (2) menyusun program kegiatan beserta pendanaan, (3) melaksanakan kegiatan yang dilakukan dalam bentuk diskusi partisipatif (MGMP), (4) mengembangkan pemahaman konsep KTSP, (5) mengembangkan perangkat pembelajaran dan penilaian KTSP, serta (6) menyusun dan mengembangkan materi kegiatan. Sedangkan tahap onservis meliputi: (1) menyusun instrumen monitoring, (2) melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan (3) melakukan diskusi dan umpan balik. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini ada dua. Pertama, analisis SWOT yang digunakan untuk mencari alternatif dan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kedua, analisis kualitatif model alir,
Prasetiyo, Mengefektifkan Kemampuan Guru dalam Menerapkan KTSP Melalui MGMP Swadaya
untuk menganalisis atas semua data dan informasi yang diperolah dalam penelitian. Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor, baik internal maupun eksternal. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman setiap faktor. Analisis terhadap persoalan itu disajikan pada tabel 1 berikut. Berdasarkan formulasi strategi SWOT tersebut, dirumuskanlah strategi yang akan menjadi solusi untuk pencapaian sasaran. Sasaran yang dimaksud adalah tercapainya peningkatan kemampuan guru dalam mengimplementasikan KTSP dalam pembelajaran melalui kegiatan MGMP swadaya. Perumusan sasaran itu juga sebagai hasil analisis terhadap strategi SO, WO, ST, dan WT. Sementara itu, analisis data penelitian yang digunakan adalah analisis data kualitatif ‘model alir’ yang dikembangkan oleh Miles & Huberman (1992). Analisis dilakukan dalam empat langkah, yaitu menelaah data, mereduksi data, menyajikan data, dan menyimpulkan data. Semua informasi yang dilakukan di dalam melakukan perbaikan untuk mencapai sasaran tersebut
Tabel 1
51
dikumpulkan dan dianalisis. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan hasil unjuk kerja guru, baik pada saat inservis maupun pada saat onservis. Semua data yang terkumpul direduksi dan kemudian ditelaah untuk kemudian dibuat penyimpulan terusmenerus. Untuk melaksanakan penelitian tersebut dilakukan melalui pendekatan pemecahan masalah. Pendekatan ini dipakai karena sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Melalui pendekatan ini, diharapkan kemampuan guru di dalam menguasai KTSP dapat berkembang secara bertahap dan berkesinambungan. Guru dapat lebih leluasa untuk mengembangkan dirinya, baik secara individu maupun secara kelompok. Selain itu, keterlibatan semua komponen yang ada di sekolah termasuk kepala sekolah dapat dilihat secara jelas peran dan fungsinya. Semua memiliki tugas dan peran masing-masing dalam melakukan suatu proses. Pendekatan ini dilandasi oleh perpaduan antara teori behaviorisme (perilaku) dengan teori konstruktivisme. Kegiatan ini juga dilandasi prinsip MPBS. HASIL Kegiatan MGMP swadaya dilakukan dalam bentuk dua pola kegiatan. Kedua bentuk pola kegiatan yang dimaksud adalah inservis dan onservis. Ke-
Analisis SWOT Persoalan
Faktor Eksternal
Faktor Internal Strenght (S) (1) Memiliki guru berkualifikasi pendidikan memadai, (2) memiliki guru yang berpotensi sebagai fasilitator, dan (3) memiliki dana.
Weakneeses (W) (1) Tidak semua guru pernah mengikuti sosialisasi KTSP, (2) ratarata guru masih baru/lulusan baru, (3) terbatasnya sarana penunjang.
Opportunities (O) (1) Ada kesempatan dan fasilitas untuk mengadakan MGMP secara swadaya, (2) tenaga insruktur yang memadai, (3) dukungan dana baik, dan (4) kemudahan dari pemda.
Strategi SO Mengoptimalkan guru dan instruktur yang berpotensi sebagai fasilitator.
Strategi WO Tingkatkan kemampuan guru dengan dukungan masyarakat dan pimpinan.
Threats (T) (1) kesempatan untuk mengikuti pelatihan KTSP secara formal yang difasilitasi dinas pendidikan kurang, dan (2) tidak semua guru pernah ikut pelatihan KTSP.
Strategi ST Memanfaatkan dana untuk mengadakan kegiatan MGMP secara swadaya.
Strategi WT Tingkatkan kualitas guru untuk mendapatkan informasi tentang KTSP.
52
Jurnal Pendidikan Inovatif, Jilid 4, Nomor 2, Maret 2009, hlm. 48-53
giatan inservis dilakukan dalam bentuk kegiatan diskusi dan tatap muka antara sesama guru dan fasilitator. Sementara itu, kegiatan onservis dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan inservis dilakukan dengan tujuan untuk membangun pemahaman, pengetahuan, dan kemampuan guru tentang KTSP. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah diskusi interaktif antara sesama guru dengan fasilitator tentang konsep dasar kurikulum. Selain kegiatan diskusi, kegiatan juga dilakukan dalam bentuk workshop sehingga dapat menghasilkan karya dan unjuk kerja. Melalui kegiatan diskusi ini, pemahaman tentang kurikulum dapat lebih baik dan mendalam. Ambiguitas informasi tentang KTSP yang selama ini diperoleh oleh guru dapat diminimalisir. Artinya, guru memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding sebelumnya. Selain pengetahuan dan pemahaman, peningkatan juga terjadi pada kemampuan. Hal itu dapat dilihat dari unjuk kerja yang dihasilkan selama dan setelah kegiatan. Sebagai besar guru (75%) sudah lebih baik dan tidak memiliki kesulitan lagi untuk mengembangkan kurikulum dalam bentuk silabus, RPP, dan instrumen penilaian. Langkah-langkah mengembangkan silabus dapat lebih mudah dipahami melalui kerja yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Hal ini merupakan salah satu perwujudan tujuan pelaksanaan MPBS yakni meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia (Depdiknas, 2001). Sementara itu, pelaksanaan kegiatan onservis dilakukan setelah pemahaman, pengetahuan, dan kemampuan guru tentang KTSP sudah tampak. Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan inservis. Kegiatannya berupa monitoring kegiatan belajar yang dilakukan oleh guru di kelas. Pemantauan dilakukan oleh kepala sekolah dan fasilitator. Pemantauan dilakukan dengan mengacu pada instrumen pemantauan yang telah dibuat sebelumnya. PEMBAHASAN Hasil pemantauan yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan guru dalam mengajar yang sesuai dengan KTSP. Kemampuan guru itu dilihat dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Aspek perencanaan yang digunakan guru di dalam mengajar rata-rata sudah mengacu pada kurikulum dan silabus yang telah dibuat sebelumnya. Perencanaan yang dipakai juga sudah lebih detil se-
hingga benar-benar dapat digunakan sebagai panduan oleh guru dalam mengajar. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, tampak rata-rata guru sudah dapat menciptakan situasi belajar yang benar-benar memberdayakan aktivitas dan kreativitas siswa. Peran guru sebagai fasilitator sudah mulai tampak. Guru juga dapat mengelola waktu belajar dengan baik sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Melalui kegiatan belajar yang demikian, kompetensi-kompetensi yang diajarkan pada setiap mata pelajaran dapat dikuasai dengan baik. Sementara itu, penilaian yang dipakai guru dalam mengukur keberhasilan belajar siswa tidak lagi dengan melihat hasil belajar saja. Guru juga memperhatikan proses kegiatan belajar yang dilakukan siswa. Untuk itu, guru sudah terlebih dahulu mempersiapkan instrumen-instrumen penilaian yang akan digunakannya, seperti rubrik, profil, skala penilaian, format observasi, dan lain-lain. Dengan demikian, penilaian yang dilakukan guru tidak hanya mengukur aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan aspek psikomotorik. Hal itu sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan yang diisyaratkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 26 ayat 1, yang berbunyi: “Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.” Hasil-hasil tersebut di atas sebenarnya tidak terlepas dari tipe kepemimpinan yang diterapkan di sekolah. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan partisipatif karena proses pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama dengan memperhatikan pendapat pimpinan dan bawahan secara langsung memberikan peluang yang lebih besar untuk terselenggaranya manajemen pendidikan di sekolah. Hasil ini sesuai dengan pendapat Dryden (1999) yang menyatakan bahwa mutu profesionalitas guru akan terbentuk, terbina, berkembang, dan meningkat secara optimal bila mereka memiliki kebebasan, kedaulatan, dan keberdayaan untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas profesional mereka. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pelaksanaan MGMP yang dilakukan
Prasetiyo, Mengefektifkan Kemampuan Guru dalam Menerapkan KTSP Melalui MGMP Swadaya
secara swadaya di SMP Negeri 5 Tanah Grogot dapat meningkatkan kemampuan guru mengimplimentasikan KTSP. Keberhasilan peningkatan itu dilihat dari kemampuan guru dalam merancang, melaksanakan, dan melakukan penilaian dalam pembelajaran. Peningkatan terjadi melalui dua kegiatan, yakni kegiatan tahap inservis dan tahap onservis. Pada tahap inservis upaya yang dilakukan adalah melakukan diskusi partisipatif antarsesama guru dengan dipandu oleh fasilitor. Kegiatan diskusi difokuskan untuk mengkaji lebih mendalam tentang konsep kurikulum, dari silabus, perencanaan, penilaian, dan teknik pelaksanaannya. Sementara itu pada tahap onservis upaya yang dilakukan adalah unjuk kerja secara langsung dalam bentuk implimentasi KTSP dalam pembelajaran. Kepala sekolah dan fasilitator melakukan pemantauan dan mendiskusikannya pada kegiatan diskusi berikutnya.
53
Saran Sementara itu, berdasarkan hasil pembahasan dan temuan-temuan dalam penelitian, maka dikemukakan saran-saran kepada berbagai pihak, yakni para kepala sekolah, komite sekolah, dan guru. Saran-saran yang dimaksud adalah sebagai berikut. Kepada kepala sekolah disarankan untuk memprogramkan kegiatan peningkatan sumber daya manusia (SDM) guru melalui MGMP. Kepada komite sekolah atau orang tua siswa disarankan lebih aktif berperan dalam mendukung program peningkatan SDM guru yang dilakukan sekolah, tidak saja dalam hal pendanaan, tetapi juga masukan-masukan untuk perbaikan program. Kepada para guru agar lebih aktif dan kreatif mengembangkan kualitas diri melalui kegiatan pembelajaran yang lebih inovatif sebagai pengembangan kegiatan MGMP yang dilakukan.
DAFTAR RUJUKAN Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Buku 2 Panduan Penyusunan Proposal dan Pelaporan. Jakarta: Direktorat SLTP. Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Dryden, G. & Vos, J. 1999. The Learning Revolution. New Zealand: The Learning Web. Kemmis, S. & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planer. Victoria: Deakin University. Milles, M. B. & Huberman, A. M. Tanpa tahun. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep
Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta: UI. Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Tanpa penerbit. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. 2006. Jakarta: Depdiknas. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung: Citra Umbara.