BERITA
w w w. k o m n a s p e r e m p u a n . o r . i d
KOMNAS PEREMPUAN EDITORIAL
Edisi 9 JULI 2012
Meneguhkan Komitmen Negara Pada Mekanisme HAM Perempuan
D
Dok. Komnas Perempuan
i tengah masih milyar. Dengan demikian, sisa banyaknya kasus anggaran program Komnas pelanggaran hak Perempuan tahun 2012 hanya asasi manusia sekitar 600 juta. Komnas yang belum tuntas dan Perempuan terancam tidak dapat terus berulangnya berbagai melakukan berbagai program yang pelanggaran HAM, negara justru telah direncanakan dengan seluruh terkesan melakukan pengerdilan mitra di Indonesia. terhadap Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia, termasuk Situasi ini sungguh ironi di tengah lembaga Komnas Perempuan. munculnya kebutuhan masyarakat Padahal, dalam konteks akan peran Komnas Perempuan pelanggaran HAM, perempuan yang lebih efektif, juga peran dan anak menjadi lapisan NHRI lain seperti Komnas HAM Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji menerima utama yang rentan mengalami dan Komisi Perlindungan Anak poster hak konstitusional warga negara dari Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti kekerasan dan diskriminasi. Chuzaifah usai memberikan keynote speech dalam Konstultasi Nasional tentang Indonesia. Sebagai negara yang Karenanya, dalam kondisi ini Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional Bagi Perempuan, Senin (12/3/12) memantapkan diri menjadi negara seharusnya negara berperan demokrasi, sudah seharusnya dibarengi dengan komitmen tinggi lebih efektif dalam memberikan dukungan bagi kerja Lembaga mendorong mekanisme HAM bekerja efektif dalam mengawasi Nasional Hak Asasi Manusia. dan mendorong pemenuhan HAM dan HAM perempuan di Indonesia. Salah satu dukungan negara diantaranya adalah dengan memberikan anggaran yang cukup bagi lembaga HAM. Sayangnya, melalui keputusan Menteri Keuangan No. S-163/ MK.02/2012 tanggal 7 Maret 2012, menyusul program penghematan yang diamanatkan oleh Presiden RI, seluruh Kementerian/Lembaga Negara terpangkas anggarannya, tak terkecuali Komnas Perempuan. Secara prinsip, Komnas Perempuan mendukung upaya penghematan kas negara tersebut. Namun, karena pola pukul rata yang diterapkan dalam pemotongan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2012, maka hal tersebut berpotensi menciderai komitmen negara atas pemenuhan HAM. Sebagai mekanisme HAM perempuan, kerja Komnas Perempuan tidak hanya memastikan sejauh mana korban pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM masa lalu memeroleh haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan, namun juga mendorong terciptanya sistem yang menjamin bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM tidak terulang di masa mendatang. Pemotongan APBN tersebut, berdampak pada hilangnya sumber dana program Komnas Perempuan sebanyak 85% dari Rp. 3.9
Newsletter Komnas Perempuan edisi 9 ini menyajikan kerja-kerja Komnas Perempuan dalam rangka pemenuhan HAM perempuan di tengah keterbatasan dana. Hasil pemantauan Komnas Perempuan tentang kekerasan terhadap warga Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat akibat konflik sumber daya alam diulas dalam rubrik Pantau. Sementara, potret kekerasan terhadap perempuan yang ditangani lembaga pengada layanan di 31 provinsi di Indonesia ditulis dalam Fokus Utama. Edisi ini juga memaparkan wawancara dengan Anis Hidayah, aktivis Migrant Care terkait ratifikasi Konvensi Migran dan Keluarganya. Kerja Komnas Perempuan tidak terlepas dari dukungan lembaga pengada layanan, karenanya, newsletter juga mengangkat kerja lembaga pengada layanan dalam rubrik profil. Redaksi berharap, segenap informasi dalam newsletter edisi 9 dapat menambah pemahaman pembaca tentang berbagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan baik di tingkat lokal dan nasional. Selamat membaca! n
www.komnasperempuan.or.id 2012 EDISI 9 Berita Komnas Perempuan
| 1
AKTIVITAS Perlu Sinergitas dengan Semua Kelompok Kepentingan untuk Memutus Rantai Diskriminasi terhadap Perempuan
P
Dok. Komnas Perempuan
untuk mencegah dan ada bulan Maret 2012, Komnas menangani kebijakan Perempuan diskriminatif menjadi menyelenggarakan agenda mendesak. Dalam konsultasi nasional yang kerangka kerja bersama bertajuk “Meneguhkan ini, Komnas Perempuan Komitmen Pemenuhan Hakmemandang penting untuk Hak Konstitusional bagi membangun penguatan Perempuan”. Dalam konsultasi kerja sama lintas institusi ini terlibat 130 perwakilan antara pemerintah, dari DPRD, Pemda dan lembaga legislatif, dan elemen masyarakat sipil dari masyarakat sipil. 17 Kabupaten/Kota di 10 Provinsi. Konsultasi Nasional Peserta konsutasi nasional “Meneguhkan Komitmen Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional bagi Perempuan” berfoto bersama usai acara, Kamis (15/3/12) Konsultasi ini juga berhasil bertujuan memberikan ruang memetakan perkembangan bagi berbagai pihak untuk lebih memahami peran kebijakan daerah yang kondusif bagi pemenuhan hak-hak masing-masing agar dapat bersinergi dalam upaya konstitusional, implementasi dan identifikasi peluang serta meningkatkan pemenuhan hak-hak konstitusional tantangan advokasi kebijakan. Pemetaaan tersebut dilakukan perempuan, khususnya akses perempuan korban berdasarkan wilayah peserta berasal yaitu Aceh, Jambi, terhadap keadilan, kebenaran dan pemulihan. Bengkulu, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Komnas Perempuan mencatat pada akhir 2011 ada Timur, DIY, Solo, DKI Jakarta, Tangerang, Kalimantan 207 kebijakan diskriminatif. Ini artinya, terdapat Selatan, NTB, Bali, dan Papua. penambahan 53 kebijakan diskriminatif sejak Komnas Perempuan melaporkannya pada otoritas Dalam kerja sama yang digagas, Komnas Perempuan memberi nasional, termasuk Presiden pada awal tahun perhatian pada penyusunan indikator bersama tentang 2009. Kebijakan diskriminatif ini berakibat pada pemenuhan hak-hak konstitusional, sinergitas lembagapengikisan kewibawan hukum dan bahkan dapat lembaga negara untuk penanganan kebijakan, pengembangan berujung pada disintegrasi bangsa Indonesia, selain sistem pengawasan dan evaluasi implementasi kebijakan, serta juga mengakibatkan hilangnya hak-hak warga menguatkan sistem pembuatan kebijakan partisipatif. n negara, utamanya perempuan. Oleh karenanya, (Dahlia Madanih) Komnas Perempuan mendorong kerangka kebijakan
DAFTAR ISI Editorial
1
Aktivitas
2, 4, 6, 9
Fokus Utama
3
Pendapat Pakar
5
Info Hukum
7
Pantau
8
Profil
10
Resensi
11
Glosarium
12
Terobosan Kebijakan
12
2
| Berita Komnas Perempuan
Penanggung Jawab: Sub Komisi Partisipasi Masyarakat: Andy Yentriyani, Arimbi Heroepoetri, Neng Dara Affiah Redaktur Pelaksana: Nunung Qomariyah, Christina Yulita Purbawati Kontributor: Alip Firmansyah (foto), Dahlia Madanih, Dela Feby Situmorang, Nurseli Debora, Siti Maesaroh, Siti Nurjanah, Soraya Ramli, Theresia Yuliwati Alamat Redaksi: Jl. Latuharhary No. 4B, Jakarta 10310, Telp. (021) 3903963, Fax. (021) 3903922 www.komnasperempuan.or.id Komnas Perempuan-Group Silakan kirim masukan dan kritik Anda ke:
[email protected] EDISI 9 2012 www.komnasperempuan.or.id
FOKUS UTAMA Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2011:
Stagnansi Sistem Hukum Menggantung Asa Perempuan Korban Oleh Dela Feby Situmorang Divisi Pemantauan, Komnas Perempuan
Catahu 2011 menghimpun 119.107 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh 393 lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan yang tersebar di 31 provinsi. Lebih dari 95 persen (113.878 kasus) adalah kekerasan yang terjadi di ranah personal. Sementara 5.187 kasus (4.35%) terjadi di ranah publik, dan sisanya 42 kasus (0.03%) terjadi di ranah negara. Hampir 3.6% (4.335 kasus) dari seluruh kasus adalah kekerasan seksual dalam bentuk pencabulan, perkosaan, percobaan perkosaan, persetubuhan, pelecehan seksual, dan kategori kekerasan seksual lain (seperti aborsi, eksploitasi seksual, prostitusi, dan pornografi). 1 Catahu Komnas Perempuan diterbitkan setiap tanggal 7 Maret menjelang Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret. Catahu merupakan gambaran umum tentang kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh lembaga pengada layanan baik yang berakar di komunitas, maupun yang dibentuk oleh pemerintah di seluruh Indonesia selama kurun waktu setahun. Catahu juga memuat kompilasi data kekerasan terhadap perempuan yang dipantau oleh Komnas Perempuan dalam satu tahun.
Dok. Komnas Perempuan
M
emeringati Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2012, Komnas Perempuan meluncurkan potret kondisi penanganan perempuan korban kekerasan melalui Catatan Tahunan (Catahu).1 Catahu 2011 menyoroti pokok persoalan kekerasan terhadap perempuan yang belum tersentuh di tengah munculnya banyak terobosan hukum yang melindungi hak-hak perempuan. Berdasarkan data kasus kekerasan yang ditangani 393 lembaga pengada layanan pada tahun 2011, Komnas Perempuan melihat, penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan masih bersifat parsial, belum terbangun sistem hukum yang berperspektif HAM dan gender yang efektif dan menyeluruh. Hal ini terlihat dari berbagai kasus dimana perempuan korban dilaporkan balik oleh pelaku, sementara hampir semua laporan korban tidak berlanjut atau terhambat bahkan dihentikan. Akibatnya, persoalan utama yakni kekerasan terhadap perempuan terabaikan.
Peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2012 dalam Rangka Memeringati Hari Perempuan Internasional, Rabu (7/3/12)
Catahu 2011 juga mencatat 73 kebijakan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten yang kondusif bagi pemenuhan hak-hak perempuan. Sejumlah 44 diantaranya adalah kebijakan tentang layanan bagi perempuan korban kekerasan. Sayangnya, Komnas Perempuan juga mencatat penambahan jumlah kebijakan diskriminatif menjadi 207 kebijakan, yang semula berjumlah 189 kebijakan di tahun 2010. Kebijakan diskriminatif ini tersebar baik di tingkat nasional maupun lokal di 26 provinsi seluruh Indonesia. Dari seluruh kasus yang ditangani, Provinsi Jawa Tengah adalah yang paling banyak jumlah kasus kekerasannya (25.628 kasus), disusul Jawa Timur (24.555), Jawa Barat (17.720), dan DKI Jakarta (11.286). Besarnya kasus kekerasan di daerah tersebut, justru menunjukkan kualitas, kapasitas, jumlah lembaga layanan dan juga pengetahuan masyarakat serta akses yang memadai di daerah itu.
Kekerasan seksual Seperti disebutkan sebelumnya, jumlah kasus kekerasan seksual yang ditangani tahun 2011 adalah 4.335 kasus, lebih dari 67% atau 2.937 kasus terjadi di ruang publik. Termasuk dalam kekerasan seksual tersebut adalah kasus perkosaan di transportasi umum yang marak terjadi di Jakarta. Dalam kondisi ini sangat disayangkan masih berkembang sikap menyalahkan korban. Terlebih, sikap tersebut muncul dari pejabat publik, misalnya Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.
www.komnasperempuan.or.id 2012 EDISI 9 Berita Komnas Perempuan
| 3
Pernyataan tersebut terkesan menuding cara berpakaian perempuan sebagai penyebab kejahatan seksual. Meski pada akhirnya Fauzi Bowo meminta maaf, namun pernyataan itu menunjukkan ketidakpahaman pada kompleksitas persoalan kekerasan seksual. Berdasarkan dokumentasi Komnas Perempuan selama 14 tahun, kekerasan seksual bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu, penting untuk terus mendorong pemahaman yang berkeadilan gender, terutama di kalangan pejabat publik. Reviktimisasi Perempuan Korban Komnas Perempuan juga mencatat bahwa perempuan masih mengalami diskriminasi hukum. Perempuan korban kekerasan, terutama korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual, mengalami reviktimisasi (korban berulang) akibat proses hukum yang hanya mengutamakan tata cara prosedural semata dan belum menghadirkan keadilan bagi korban.
Sepanjang tahun 2011, Komnas Perempuan menerima pengaduan 20 kasus reviktimisasi. Korban dilaporkan balik oleh pelaku/suami yang bertujuan untuk melemahkan laporannya. Celakanya, hampir semua laporan korban tidak berlanjut dan atau terhambat, sebaliknya laporan pelaku diproses lebih dahulu oleh polisi bahkan beberapa korban diantaranya saat ini mendekam di Rumah Tahanan. Sebagai contoh adalah kasus KDRT yang dialami TM yang diadukan ke Komnas Perempuan dan kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 31 Oktober 2011. Sehari setelah laporan tersebut, suaminya balik melaporkan TM dengan tuduhan melakukan KDRT fisik di Pengadilan Negeri Bekasi. Berdasarkan putusan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut umum melakukan penahanan rumah selama 30 hari pada TM. Ini berarti, TM berada dalam satu atap bersama suami yang telah dilaporkannya melakukan KDRT kepada TM. Seluruh kondisi inilah yang dimaknai oleh Komnas Perempuan sebagai stagnansi sistem hukum karena seluruh terobosan hukum tadi belum mampu memenuhi hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. n
AKTIVITAS Penting Melibatkan Guru dalam Integrasi Modul HAM Berbasis Gender
Modul HAMBG merupakan hasil kerja sama antara Komnas Perempuan dengan Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat selama lebih dari tiga tahun. Sebelum siap digunakan, modul terlebih dahulu diujicobakan melalui forum lokakarya bersama dengan para guru setingkat Sekolah Menengah Atas yang mengampu mata pelajaran sejarah, kewarganegaraan, sosiologi dan bimbingan konseling. Lokakarya ini dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia seperti
4
| Berita Komnas Perempuan
Dok. Komnas Perempuan
S
ejak tahun 1998, Komnas Perempuan mendokumentasikan kekerasan terhadap perempuan di berbagai wilayah di Indonesia. Kekerasan tersebut akibat dari kuatnya sistem nilai, baik patriarki, agama dan budaya yang mendiskreditkan perempuan. Komnas Perempuan meyakini, perubahan sikap yang lebih adil pada perempuan dapat terjadi salah satunya melalui pendidikan. Karenanya, pada tahun 2007 Komnas Perempuan mengembangkan modul pendidikan HAM Berperspektif Gender (HAMBG) berdasarkan pengalaman perempuan korban kekerasan. Modul ini diharapkan dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan nasional sebagai materi ajar.
Peserta pelatihan modul pendidikan HAM Berperspektif Gender berfoto bersama usai acara, Senin, (18/6/12)
Jakarta, Makassar, Papua, Ambon, Nusa Tenggara Timur guna mendapatkan masukan. Saat ini proses mendapat masukan masih dilakukan, agar modul ini dapat digunakan dengan baik dan maksimal. Komnas Perempuan melihat antusiasme dan dukungan dari para guru agar modul HAMBG ini sungguh dapat menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional. Berbagai upaya di atas dilakukan guna menyiapkan generasi penerus bangsa yang dapat menghormati perbedaan, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memutus rantai kekerasan, utamanya kekerasan terhadap perempuan. n(Siti Nurjanah)
EDISI 9 2012 www.komnasperempuan.or.id
PENDAPAT PAKAR Anis Hidayah:
P
Dok. Komnas Perempuan
Ratifikasi Konvensi Pekerja Migran adalah Upaya Mendorong Pemenuhan HAM Pekerja Migran ada tanggal 12 April 2012, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hakhak seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Keberhasilan ini merupakan kerja bersama dan solidaritas segenap individu, pemerhati dan organisasi isu buruh migran. Untuk melihat dampak dari konvensi tersebut bagi pemenuhan HAM pekerja migran, Christina Yulita dari Redaksi Komnas Perempuan melakukan wawancara dengan Anis Hidayah, aktivis perempuan yang saat ini menjadi direktur pada Migrant Care-Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat.
Pekerja migran juga kerap mengalami bentuk pelanggaran HAM seperti, dipaksa bekerja tanpa waktu istirahat, bekerja dengan lebih satu majikan tanpa upah yang layak, tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan orang lain, tidak mendapat libur, penganiayaan dan kekerasan seksual. Migrant Care mencatat, pada 2010 setidaknya ada 89.544 buruh migran Indonesia yang mengalami masalah di luar negeri, 1.075 orang diantaranya kehilangan nyawa.
Bagaimana kondisi pekerja migran Indonesia saat ini?
Setelah ratifikasi seharusnya pemerintah sudah merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan. Misalnya, pertama, pemerintah mengkaji ulang dan melakukan harmonisasi berbagai bentuk kebijakan bagi pekerja migran; kedua, berdasarkan konvensi ini, salah satu kewajiban negara pihak yang meratifikasi adalah membentuk badan-badan yang layak, sehingga hak yang dijamin dalam konvensi bisa diimplementasikan secara maksimal. Oleh karenanya, pemerintah perlu mengevaluasi badan-badan terkait pekerja migran yang sudah ada untuk melihat seberapa jauh badan tersebut telah melakukan fungsi dan tugasnya.
Praktik diskriminasi terhadap pekerja migran semakin menguat ketika terjadi feminisasi migrasi.1 Berdasarkan data Migrant Care, ada 600 ribu perempuan keluar negeri setiap tahun untuk bekerja di sektor domestik, terutama sebagai pekerja rumah tangga. Sayangnya, meski jumlahnya sangat besar, perlindungan terhadapnya belum mumpuni. Hal ini nampak dari Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang tidak mengatur secara tegas perlindungan bagi pekerja migran. Selain tiadanya payung hukum yang melindungi pekerja migran, dalam beberapa kasus pemerintah justru menempatkan pekerja migran sebagai pihak yang bertanggung jawab jika terjadi permasalahan, misalnya dengan ungkapan “Salahnya sendiri berangkat keluar negeri sebagai PRT”. Padahal uang yang dikirim pekerja migran mencapai US$ 6,73 miliar atau sekitar Rp 60,5 triliun ke Indonesia selama tahun 2011. Perputaran uang tersebut tentu menjadi salah satu faktor pertumbuhan ekonomi di tanah air. 1
Lihat bagian Glosarium untuk penjelasan feminisasi migrasi
Apa yang perlu dilakukan agar konvensi ini dalam implementasinya tepat sasaran dan menjamin hak pekerja migran dan keluarganya?
Pandangan yang berkembang bahwa ratifikasi konvensi tidak akan banyak manfaatnya bagi pekerja migran Indonesia, justru hanya melindungi pekerja asing di Indonesia. Menurut Mbak Anis? Pekerja asing di Indonesia rata-rata bekerja pada sektor yang aman, memiliki posisi pekerjaan yang baik dan terlindungi. Berbeda dengan pekerja migran Indonesia, tidak mendapat perlindungan di wilayah pekerjaannya. ratifikasi akan menjadi alat negosiasi baru bagi pemerintah Indonesia untuk membuat kesepakatan secara bilateral dengan negara penerima pekerja
www.komnasperempuan.or.id 2012 EDISI 9 Berita Komnas Perempuan
| 5
migran. Ratifikasi ini penting untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia di mata negara lain dalam memperbaiki penegakan HAM pekerja migran secara komperhensif di bawah standar HAM Internasional. Tanpa ratifikasi, sulit bagi Indonesia melakukan hal itu. Sebagai mekanisme HAM perempuan, apa yang perlu dilakukan Komnas Perempuan untuk mendorong jaminan terhadap hak pekerja migran? Komnas Perempuan perlu membuat instrumen pemantauan untuk memastikan setiap perempuan yang berangkat ke luar negeri, hingga kembali ke tanah air dijamin haknya. Membuat indikator yang terukur untuk pemantauan sehingga bisa mengontrol secara periodik dari keseluruhan proses bermigrasi. Terlebih, satu tahun setelah ratifikasi, pemerintah harus membuat laporan ke United Nations (UN) melalui The Committee on the Protection of the
Rights of All Migrant Workers and Members of their Families (CMW). Oleh karenanya, penting bagi Komnas Perempuan membuat instrumen pemantauan tersebut. Mekanisme seperti apa yang perlu disiapkan agar ketika pekerja migran pulang ke Indonesia siap dengan lapangan pekerjaan? Ini refleksi bagi pemerintah melalui BNP2TKI. kurikulum pra pemberangkatan tidak memberikan pembekalan tentang pentingnya membuat rencana ketika mereka pulang ke tanah air. Ke depan, perlu menambahkan bagian penting ini dalam kurikulum, termasuk berapa yang perlu disisihkan agar dapat membangun pemberdayaan ekonomi dengan kemampuannya di daerah masing-masing. Upaya ini bagian dari tugas pemerintah yang perlu diatur secara serius. n
AKTIVITAS Meneruskan Perjuangan Pemenuhan HAM Perempuan Papua Melalui “TIKI’
S
emangat untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Papua, salah satunya dinyatakan dengan TIKI. Kata TIKI berasal dari bahasa Suku Me di daerah Paniai Papua, artinya Stop Sudah! Dalam laporan berjudul ‘Stop Sudah!’, Komnas Perempuan mendokumentasikan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan sejak 1963-2009 bersama kelompok kerja pendokumentasian kekerasan dan pelanggaran HAM perempuan Papua. Para dokumentator bersepakat untuk meneruskan perjuangan bagi pemenuhan HAM perempuan Papua sesuai dengan rekomendasi dalam buku tersebut. Dari sana, lahirlah TIKI Jaringan Kerja HAM Perempuan Papua. Sejak terbentuknya TIKI Oktober 2010, Rapat kerja jaringan telah dilaksanakan empat kali. Pertemuan seluruh anggota jaringan ini biasanya digunakan untuk memeroleh informasi terkini tentang kondisi para korban, baik korban “lama”, yang sudah disebut dalam Buku Stop Sudah! maupun korban “baru” yang nama dan ceritanya belum masuk dalam buku Stop Sudah!
6
| Berita Komnas Perempuan
Dalam rapat TIKI 11-13 April 2011 di Jayapura, peserta sepakat untuk terus berjuang mempertahankan hidup dan keluarganya serta tidak lelah menuntut hak-haknya yang belum dipenuhi oleh negara di tengah situasi konflik yang membuat perempuan Papua merasa tidak aman. Selain bertemu dengan anggota jaringan, Komnas Perempuan juga mengupayakan bertemu dengan lembaga pemerintah, adat, dan agama. Namun, sepanjang tahun 2011, tidak ada dari empat pemerintah kabupaten di Papua yakni Wamena, Merauke, Timika, dan Biak yang dapat melakukan dialog bersama dengan Komnas Perempuan. Bagi anggota TIKI dan kelompok perempuan korban, kehadiran Komnas Perempuan masih perlu untuk menganyam noken,1 terlebih meminta negara memberikan hak korban yang hingga kini masih terabaikan. n (Nurseli Debora) 1 anyam noken adalah mekanisme pendokumentasian yang terintegrasi dengan pemulihan bagi korban maupun dokumentator yang berbasis adat, untuk mendapatkan kedekatan kesejarahan dengan perempuan.
EDISI 8 9 2012 www.komnasperempuan.or.id
INFO HUKUM Putusan Mahkamah Konstitusi:
Meneguhkan Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan dan Anak Wawancara Redaksi Komnas Perempuan pada Tumbu Saraswati, Komisioner Komnas Perempuan
K “
omnas Perempuan menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012,” demikian dinyatakan Tumbu Saraswati, Komisioner Komnas Perempuan.
Putusan MK menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yakni “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat. untuk itu, Pasal 43 ayat (1) kini harus dibaca “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya, yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”. “Putusan MK tersebut semakin meneguhkan pelaksanaan jaminan hak konstitusional bagi perempuan dan anak,” imbuh Tumbu. Jauh sebelum putusan tersebut, pada tahun 1987 dan 1993, Tumbu Saraswati telah menangani dua kasus perlindungan anak di luar pernikahan. Salah satunya kasus yang dialami A (penggugat). A telah hidup bertahun-tahun bersama laki-laki (tergugat) yang merupakan ayah biologis dari anaknya. A menggugat pada laki-laki tersebut karena dalam perjalanannya ia tidak lagi mau mengakui anaknya. Dengan tidak diakuinya anak tersebut, maka tanggung jawab tergugat memberikan semua hak anak, termasuk nafkah, pendidikan dan kasih sayang terabaikan. Meski Pengadilan Negeri Jakarta pada 26 Mei 1988 menolak gugatan penggugat, namun dalam permohonan kasasi, Mahkamah Agung justru mengabulkan gugatan tersebut. Hakim menyatakan tergugat telah melakukan ingkar janji yang dengan demikian melakukan perbuatan melanggar hukum pasal 1365 KUHP Perdata. Berdasarkan saksisaksi, tergugat telah memberikan perhatian lebih, berjanji mengawini penggugat, memberikan biaya
persalinan, menyewakan rumah dan memberikan biaya hidup penggugat dan anak sebesar 1 juta rupiah setiap bulannya. Dengan semua fakta hukum tersebut, MA memberikan sanksi perdata pada tergugat dengan membayar kepada penggugat sebesar Rp. 500.000,- setiap bulan terhitung sejak April 1987 sampai dengan putusan dilaksanakan. Tumbu menambahkan, putusan MK tanggal 17 Februari 2012 dapat menjadi landasan hukum bagi pemenuhan hak perempuan dan anak. Bagaimanapun anak perlu tahu siapa ayah biologisnya, serta sang ayah wajib memberikan semua hak anak. Sebelumnya, Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Putusan MK tanggal 17 Februari 2012 menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat. Pasal 43 ayat (1) kini harus dibaca “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya, yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”. Apalagi dalam budaya patriarki, dalam kondisi yang tidak memberikan pilihan apapun bagi perempuan, seringkali terjadi kehamilan di luar nikah, termasuk ketika seorang perempuan diperkosa. Kondisi tersebut semakin menempatkan perempuan dan anak rentan mengalami kekerasan dan kehilangan hak-haknya. Oleh karena itu, putusan MK justru menjadi peringatan keras bagi lakilaki yang ingin main-main dan tidak bertanggung jawab atas hubungan seksualnya. Melalui putusan MK, laki-laki yang lari dari tanggung jawab mengabaikan hak anaknya dapat dikenai sanksi perdata. Tumbu melihat, putusan MK adalah langkah maju bagi pemenuhan hak perempuan dan anak yang lahir dari hubungan di luar nikah. n
www.komnasperempuan.or.id 2012 EDISI 9 Berita Komnas Perempuan
| 7
PANTAU Perempuan dalam Konflik Sumber Daya Alam:
Laporan Pemantauan Komnas Perempuan di Sape-Bima Oleh Nunung Qamariyah dan Soraya Ramli Divisi Partisipasi Masyarakat
“Di lokasi penambangan terdapat sumber air, lahan pertanian yang kami tanami sesuai musim. Di situ juga ada peninggalan bersejarah berupa sumur tua. Akibat dari aksi tersebut, suami saya ditahan, dan kami akhirnya makan apa saja yang bisa dimakan. Kami sudah siap dengan apapun yang terjadi, asal SK. Bupati dicabut” (Korban Sape Bima).
P
emantauan Komnas Perempuan menunjukkan, perempuan dan anak selalu menjadi korban kekerasan dalam setiap konflik, tak terkecuali dalam Konflik Sumber Daya Alam (SDA) yang terjadi di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 24 Desember 2011. Konflik bermula saat keluar SK. Bupati Bima No.188.45/357/004/2010 tanggal 28 April 2010 tentang Persetujuan Penyesuaian Ijin Usaha Pertambangan eksplorasi kepada PT Sumber Mineral Nusantara. Akibatnya, warga melakukan aksi meminta Bupati Bima mencabut SK tersebut, karena eksplorasi tambang di tiga kecamatan yaitu, Kecamatan Lambu, Kecamatan Sape dan Kecamatan Langgudu dapat merusak lingkungan seperti tanah, air yang merupakan sumber mata pencaharian warga. Aksi ini dilakukan sejak Oktober 2010 hingga Desember 2011. Puncaknya, pada 24 Desember 2011, warga melalukan aksi di pelabuhan Sape, namun dibubarkan oleh aparat keamanan dengan mengeluarkan tembakan ke arah massa yang mengakibatkan jatuhnya korban. Komnas Perempuan melihat bahwa, dalam seluruh tahapan pengungkapan kebenaran, dan penyelesaian konflik, partisipasi perempuan sangat minim. Akibatnya, kebutuhan dan pengalaman perempuan menghadapi kekerasan tidak menjadi bagian dari proses penyelesaian konflik itu. Inilah yang melatarbelakangi Komnas Perempuan melakukan pemantauan langsung pasca terjadinya konflik di Sape Bima. Selama delapan hari (26 Januari-2 Februari 2011) melakukan pemantauan di Sape Bima, Komnas Perempuan menemukan bahwa, perempuan aktif terlibat menentang ijin eksplorasi tambang yang dikeluarkan oleh Bupati Bima, NTB. Selain melakukan unjuk rasa secara langsung bersama dengan laki-laki,
8
| Berita Komnas Perempuan
secara khusus perempuanlah yang menyiapkan bahan makanan bagi warga yang melakukan aksi. Komnas Perempuan juga menemukan, sebanyak 49 orang menjadi korban dalam aksi tersebut, 2 diantaranya meninggal, dan 47 lainnya mengalami luka akibat peluru, tendangan, tamparan dan bentuk-bentuk kekerasan fisik lainnya. Sejumlah 9 korban diantaranya adalah perempuan dan 1 anak. Selain itu, 51 orang ditahan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Selain kekerasan fisik yang jelas terlihat, secara psikologis kelompok perempuan dan anak mengalami trauma akibat berbagai aksi kekerasan yang terjadi, juga karena suami, anak, dan saudara mereka ditahan oleh aparat penegak hukum. Seluruh kondisi ini menempatkan perempuan menjadi kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan dan diskriminasi. Dalam pemantauan tersebut, Komnas Perempuan bertemu dengan sejumlah pihak seperti Kapolres Kota Bima dan jajarannya, kelompok masyarakat sipil di Bima dan Mataram, Kepala Kejaksaan Kab. Bima, Ketua Pengadilan Negeri Bima, Kepala Rutan, Kepolisian Daerah NTB di Mataram, Kepala Kejaksaan Tinggi Mataram, Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, Wakil Gubernur NTB beserta Kepala Dinas Kesehatan, Bagian Pemberdayaan Perempuan, Kepala Biro Hukum, Kepala Rumah Sakit dan RS Jiwa Mataram. Komnas Perempuan juga bertemu langsung dengan masyarakat di Kecamatan Lambu, Bima. Dalam pertemuan dengan berbagai pihak tersebut, para pemangku kepentingan menyadari belum menaruh perhatian pada isu kekerasan terhadap perempuan berbasis gender1 dan dampak konflik 1
Lihat bagian Glosarium untuk definisi kekerasan terhadap perempuan berbasis gender
EDISI 9 2012 www.komnasperempuan.or.id
SDA bagi perempuan dan anak. Melihat kondisi ini, Komnas Perempuan menghimbau agar para pemangku kepentingan melibatkan perempuan dalam setiap proses pengambilan keputusan baik dalam pencegahan dan penyelesaian konflik, maupun dalam usaha pemulihan korban pasca konflik. Peristiwa kekerasan di Sape, Bima akibat konflik sumber daya alam hanya satu contoh. Pantauan Komnas Perempuan menunjukkan, ada tiga kasus kekerasan lainnya yang diakibatkan oleh konflik SDA sepanjang Desember 2011, yakni Mesuji – Lampung, Pulau Padang – Riau dan Pekasa – NTB. Bahkan, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) melansir, sepanjang tahun 2011 terdapat 103 kasus konflik SDA. Komnas Perempuan berpendapat, berulangnya kasus kekerasan akibat konflik SDA merupakan dampak dari ketidakadilan penguasaan sumber daya alam, yang mendorong akumulasi penguasaan lahan pada sekelompok orang. Hal ini diperparah dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara
yang semakin melepaskan kontrol negara pada sumber daya alam, dan justru memberikan hak pengelolaan seluas-luasnya pada swasta tanpa disandingi dengan tanggung jawab sosial pada masyarakat lokal. Akibatnya, jika terjadi kerusakan lingkungan, masyarakat lokal yang dirugikan, terlebih perempuan. Misalnya dalam kasus tercemarnya air, perempuan akan menempuh puluhan kilometer untuk mencari air bersih demi kebutuhan keluarga. Begitu pula akibat penguasaan lahan hutan atau pesisir pantai, perempuan tidak bisa lagi memungut hasil hutan seperti rotan, sawit, kayu atau berbagai tanaman obat, juga kehilangan akses berjualan di pesisir pantai, mencari ikan atau rumput laut. Masyarakat juga semakin tersingkir, jika terjadi pelanggaran HAM, karena baik pemerintah maupun swasta tidak memberikan jaminan pengungkapan kebenaran, keadilan dan pemulihan serta ketidakberulangan pelanggaran HAM itu. n
AKTIVITAS Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara: Peran Komnas Perempuan bersama Para Perempuan Adat Pembela HAM
D
alam rangkaian kongres AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) IV, diselenggarakan Temu Nasional Perempuan Adat pada tanggal 15 – 16 April 2012. Temu Nasional ini berhasil mendeklarasikan sayap perempuan di AMAN, memilih tujuh orang perempuan yang duduk di Dewan Perempuan Adat-berasal dari perwakilan wilayah Sumatra, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, Sulawesi dan Papua. Lebih dari 200 orang terlibat sebagai peserta. Pada akhir pertemuan, perempuan adat mendeklarasikan bahwa 16 April 2012 sebagai Hari Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara. Temu Nasional perempuan adat sangat penting karena, meskipun perempuan dianggap sebagai salah satu tetua adat, tetapi belum dapat berpartisipasi sepenuhnya dalam pengambilan keputusan secara adat, sekalipun di dalamnya memutus persoalan perempuan. Padahal, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga pada kongres pertama menyatakan bahwa, setiap wilayah aliansi diwakili oleh
seorang perempuan dan seorang laki-laki. namun, ketentuan tersebut menjadi tidak terpenuhi dalam setiap kongres berikutnya. pendanaan yang kurang dan faktor budaya sehingga perempuan sulit meninggalkan rumah dalam jangka waktu yang lama adalah beberapa penyebabnya. Melihat kondisi di atas, bersama dengan Panitia Perempuan Adat AMAN, pada Kongres IV kali ini, Komnas Perempuan mendorong keterlibatan perempuan secara penuh. Para perempuan adat dapat berpartisipasi dalam kongres, bertemu dan berbagi pengalaman dengan perempuan adat dari seluruh penjuru nusantara, serta merumuskan solusi dalam menghadapi masalah perempuan dalam masyarakat adat. Kongres AMAN IV dilaksanakan 14-25 April 2012 dan dihadiri oleh 2000-an anggota Aliansi masyarakat Adat Nusantara di berbagai wilayah di Indonesia. n (Tim Resource Center Komnas Perempuan)
www.komnasperempuan.or.id 2012 EDISI 9 Berita Komnas Perempuan
| 9
PROFIL Tundung Hastuti, Ketua Aliansi Perempuan Merangin, Jambi:
Tak Berhenti Memutar Harapan Menjadi Perubahan Oleh Siti Maesaroh Divisi Partisipasi Masyarakat
dan Pengadilan Negeri. MoU ini memungkinkan proses komunikasi dengan dan antar aparat penegak hukum menjadi penuh keberpihakan kepada korban. MoU yang digagas APM ditandatangani Bupati Merangin, Drs. Nalim dalam rapat kerja camat seluruh kabupaten Merangin pada tahun 2011. Bagi APM, MoU ini merupakan bukti dari komitmen pemimpin di Kabupaten Merangin pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Pilihan hidup yang ia jalani, tanpa ia duga, membawa perubahan yang mengantarkannya menjadi agen perubahan. Dimulai dari usaha membuka lahan baru, menjadi guru honorer, kini Tundung telah memimpin Aliansi Perempuan Merangin (APM) selama dua periode, yang akan berakhir pada 2012. APM adalah organisasi perempuan di kabupaten Merangin dan telah berdiri lebih dari 10 tahun.
Selain piawai dalam mengembangkan strategi penanganan kasus, Tundung juga kreatif dalam mengampanyekan peningkatan kesadaran masyarakat untuk gerakan anti kekerasan terhadap perempuan. APM adalah salah satu mitra kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (K16HAKTP) yang difasilitasi Komnas Perempuan secara nasional. Pada masa kampanye tahun 2011, Tundung mengadakan ”Parodi Talk Show” dengan tema kekerasan seksual. Hal ini dimaksudkan agar isu kekerasan seksual yang rumit mudah dipahami melalui cara-cara yang menghibur.
Sepanjang periode kepemimpinannya, berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan ia tangani. Namun demikian, kasus Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) yang ia dampingi bersama anggota APM lainnya pada tahun 2009 dianggap paling berhasil. Ketika menangani kasus KDP ini, Tundung menghadapi kerumitan yang khas dialami perempuan korban kekerasan seksual. Keluarga pelaku misalnya, melakukan teror supaya korban mencabut laporannya. Apalagi keluarga pelaku punya ”wibawa” sehingga intimidasi juga dilakukan oleh tokoh masyarakat. Hal ini mengakibatkan korban dan keluarga bimbang melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum. Akhirnya setelah 6 bulan proses hukum, hakim menjatuhi pelaku 9 tahun hukuman penjara. “Proses ini termasuk sangat cepat, biasanya kasus semacam ini bisa berlangsung hingga 1.5 tahun,” ungkapnya. Ke depan APM semakin yakin dapat membantu menghadirkan keadilan bagi korban. Ini karena telah ada Nota Kesepahaman (MoU) penanganan kasus bersama antara Kepolisian, Rumah Sakit, Kejaksaan,
10
| Berita Komnas Perempuan
Prestasi terus menjadi pencapaian Tundung seiring dengan aktivismenya. Tahun ini, Tundung baru mengantarkan PKK Kabupaten Merangin menjadi juara 1 dalam pencegahan KDRT di tingkat nasional. Keterlibatan Tundung dalam kegiatan PKK dimulai pada 2009 ketika ia didaulat menjadi ketua Pokok Kerja (Pokja) 1 bidang Hak Asasi Manusia (HAM), Gender, Kekerasan terhadap perempuan dan Perundang-undangan se-Kabupaten Merangin. Tundung melihat bahwa kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi di komunitasnya. tahun 2011 saja terdapat 112 kasus kekerasan yang dilaporkan ke APM. Meski kasus yang ditangani banyak, namun sumber dana untuk penanganan kasus terbatas. ”Kita tidak bisa hanya mengurusi KDRT saja, tanpa melakukan penggalangan dana. Jika tidak ada uang, kegiatan bisa terbengkalai,” jelas Tundung. Saat ini sudah ada MoU dengan sebuah PT untuk membangun pabrik pengolahan minyak kelapa berkapasitas 5 ton. Hasilnya akan dikelola dalam koperasi perempuan mandiri, dan dimaksudkan sebagai dana kegiatan, termasuk penanganan kekerasan terhadap perempuan. n
EDISI 9 2012 www.komnasperempuan.or.id
Dok. Komnas Perempuan
M
enciptakan perubahan dalam komunitasnya, khususnya untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan, tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tundung Hastuti datang ke Jambi sebagai keluarga transmigran dari pulau Jawa pada tahun 1980. Bersama suaminya yang saat itu menjadi ketua rombongan, Tundung hanya berharap memulai hidup tenang setelah pernikahannya tidak direstui keluarga.
RESENSI Pemenuhan Etika dan Hak Korban pada Pemberitaan Media tentang Kekerasan Seksual Meningkat Oleh Nunung Qamariyah Divisi Partisipasi Masyarakat, Komnas Perempuan Mengam
p
Ka jia u Pengawal R Khusun pemberit eformasi: a di dela snya Kasus an isu pere Ke m pan Ko ran ce Kerasan seKpuan, taK, 20 sual, 11
M
engampu Pengawal Reformasi (2012) merupakan hasil kajian Komnas Perempuan terhadap pemberitaan di delapan media cetak pada bulan Maret, November dan Desember 2011. Kedelapan media tersebut adalah The Jakarta Globe, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pos Kota, Republika, Seputar Indonesia, dan The Jakarta Post. Sebelumnya, pada tahun 2010 Komnas Perempuan juga melakukan kajian serupa. Tujuan dari kajian ini untuk mendorong media terlibat aktif dalam menciptakan situasi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, khususnya dalam hal pemenuhan hak perempuan korban kekerasan. NATIO VIOLENNAL COMM
KOMI CE AGAIN ISSION ON SI NA ST SIONA WOMEN KO L AN MNA TI KE S PERE KERA SAN MPUAN TERH ADAP PERE MPUA N
2012
Secara khusus, kajian ini menekankan bagaimana media memberitakan tentang kekerasan seksual. Persoalan kekerasan seksual memerlukan perhatian serius karena masih banyak masyarakat, aparat penegak hukum, dan bahkan pejabat negara serta media belum memahami persoalan ini. Karenanya, alih-alih memeroleh keadilan dan dukungan, lebih banyak korban yang mengalami diskriminasi dan stigmatisasi akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Hasil kajian Komnas Perempuan dari 1210 berita di delapan media cetak pada bulan Maret, November dan Desember 2011 menunjukkan media telah memenuhi etika dan hak korban sebesar 64 %, naik lebih dari 10 persen dari tahun sebelumnya dalam pemberitaan isu kekerasan seksual. Komnas Perempuan menengarai, kenaikan ini adalah upaya terus-menerus dari berbagai pihak, seperti Aliansi Jurnalis Independen, Komnas Perempuan, dan organisasi lain yang mengampanyekan tentang persoalan kekerasan seksual di kalangan media. Dalam pemberitaan isu perempuan secara umum, pemenuhan etika dan hak korban sangat tinggi mencapai 79%.
i: Refor mas Pengawal u a kasus p y n m s a u g s n n, khu a ku: Me u u p B m l re u e d Ju isu p , 2011 mberitaan elapan koran cetak e p n a ji a K id seksual, d kekerasan erempuan s a Komn P : it rb e n e P 012 Tahun: 2 Hal: 38
Berdasarkan kode etik Aliansi Jurnalis Independen dan kebutuhan perlindungan dan dukungan bagi perempuan korban kekerasan seksual untuk dapat memeroleh hakya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan, maka pemenuhan etika media dan hak korban yang dimaksud adalah ketika berita tersebut tidak mengungkap identitas korban kekerasan seksual, tidak berisi informasi yang berkonotosi cabul dan sadis, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Selain itu, pemberitaan juga harus menghindari stigmatisasi, pengukuhan stereotipi dan penghakiman pada korban, serta penggunaan diksi dan narasumber yang tidak bias dan tidak melakukan replikasi kekerasan. Hal lain yang menjadi sorotan dalam kajian ini adalah bahwa berita tentang perempuan masih menjadi isu pinggiran. Dari 1210 berita selama tiga bulan tersebut, lebih dari 59% dari pemberitaan, atau 715 berita, diletakkan pada rubrik sekunder. Sisanya berada di rubrik primer (477 berita), 10 berita di rubrik tambahan dan delapan berita di rubrik khusus perempuan. Dengan kondisi ini, maka Komnas Perempuan merekomendasikan agar media mulai menambah frekuensi, variasi dan menempatkan isu perempuan dalam rubrikasi utama, termasuk meminta media untuk memperkuat kapasitas jurnalis dalam melakukan peliputan,khususnya terkait isu kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, terutama tentang kasus kekerasan seksual. n
www.komnasperempuan.or.id 2012 EDISI 9 Berita Komnas Perempuan
| 11
Pundi Perempuan Jadilah Sahabat Pundi Perempuan
Pundi Perempuan adalah wadah dana solidaritas dari publik untuk perempuan korban kekerasan. Dana diperuntukkan bagi pendampingan korban dan rumah aman, dukungan pemulihan perempuan korban dan keluarganya, dan dukungan akses untuk kesehatan perempuan pembela HAM. Sejak tahun 2003, Pundi Perempuan telah menyalurkan dukungan bagi 43 lembaga pengada layanan, 3 organisasi komunitas perempuan korban dan keluarganya, dan 1 perempuan pembela HAM. Jadilah Sahabat Pundi Perempuan dan mendukung dengan cara: 1. Berpartisipasi dalam kegiatan publik Pundi Perempuan 2. Membeli alat kampanye Pundi Perempuan berupa, payung, kaos atau mug 3. Menyumbang secara tunai melalui kegiatan publik Pundi Perempuan atau dengan mentransfer ke rekening Pundi Perempuan atas nama Yayasan Sosial Indonesia Untuk Kemanusiaan: a. b. c.
Bank Niaga Cab. Matraman No.Rek. 025-01-00098-00-3 Bank. BCA Cab. Matraman No.Rek. 3423059008 Bank Mandiri No.Rek. 1230005290004
Informasi lebih lanjut silakan hubungi: • •
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Indonesia Untuk Kemanusiaan (IKA)
Jl. Kemandoran Raya I, No. 97 Jakarta Selatan 12210 Telp. 021. 966 49224. Fax. 021. 548 3918 Email:
[email protected] website: www.ysik.org Sahabat Ysik
12
| Berita Komnas Perempuan
GLOSARIUM fenomena igrasi adalah Feminisasi M mpuan re pe a jumlah migrasi di man atau ak ny ba h ran lebi yang bermig fik ni an at secara sigi terus meningk ki. Hal -la ki dengan la an dibandingkan ng pa la s an jeni ini terkait deng h bi le ng ya , ia rsed kerja yang te terampilan butuhkan ke em m ak ny ba rja rumah ke pe misalnya, perempuan, n perawat asuh anak da ai sumber) tangga, peng rb dur dari be ag isa (D a. tu g oran
nder adalah Kekerasan Berbasis Ge ditujukan ng gsu kekerasan yang lan an karena pu rem pe g ran terhadap seo u , ata hal-hal yang dia adalah perempuan rempuan secara pe memberi akibat pada sebut termasuk ter l Ha l. na tidak proporsio g mengakibatkan tindakan-tindakan yan n fisik, mental taa kerugian atau penderi -ancaman an cam an u dan seksual ata rampasan pe n da an ksa pa , seperti itu er. mb Ayat 6 kebebasan lainnya. (Su .19 Komite No um Rekomendasi Um tuk Diskriminasi Ben ala Seg n Penghapusa 92) tentang terhadap Perempuan (19 puan) em Per Kekerasan terhadap
Kekerasan terhadap P erempuan adalah setiap tindakan ber dasarkan pembedaan jenis kelamin yang berakibat atau m kesengsaraan ungkin berakibat atau pender itaan perempuan secara fisik, se ksual, atau psikolo gis, termasuk anca perbuatan te rtentu, pemak man saan atau perampasan kemerdekaa n secara sewenang-w enang, baik yang terjadi di depan um um maupun dalam kehidupan p ribadi. (Sumb er. Pasal1 Deklarasi Peng hapusan Keke rasan terhadap Pere mpuan 1993 )
Ratifik as Tindak i an inte rnasion Negara al d m melahir enyatakan ke imana suatu sediaan kan pe rse n suatu p erjanjia tujuan untuk ya atau n intern diikat o ratifika si t as leh baru m idak berlaku ional. Karena surut, m itu engika ts e ratifika si. (Sum ejak penanda lainkan tangan ber: Pas 1969) an al 2 Kon vensi W ina
TEROBOSAN KEBIJAKAN 2. Ratifika si Kon i Pasal 43 us tit ns Ko ah tentang Pe vensi Internasional m ka rl 1. Putusan Mah 1 Tahun 1974 tentang Pekerja Mig indungan Hak-hak ayat (1) UU No ra ri ua br Fe gal 17 Keluargany n dan Anggota a telah disa Perkawinan tang kamah Kontitusi h DPR RI pad Mah a tanggal 1 kan oleh 2012. Putusan k yang dilahirkan di 2 m na e “A la n lu ka ta i U ya ndang-und April 2012, men nyai an hanya mempu Indonesia an in aw rk n pe da ar No. 6 Tahu g Republik ya lu an ibun ng de n 2012. a K at o rd n pe v e nsi ini men an hubungan ekankan p rtentangan deng ik be In ”, ya d o un n emerin ib e si ga am publ keluar Dasar Negara Re rat. perlindung emiliki standar baku tah g an nd U gan ba a rsya Und dan anggo n hak-hak pekerja mig gi n 1945 secara be harus ta Indonesia Tahu ran ut k e eb lu rs te a rg at anya. ian ay Dengan demik ng dilahirkan di luar ya dibaca, “Anak punyai hubungan em m an in aw rk arga pe ibunya dan kelu perdata dengan an laki-laki sebagai No. 3 ng Menaker lecehan n ra a d ibunya serta de pat dibuktikan E e da 3. Surat 2011 tentang P tanggal ayahnya yang uan dan ah et Kerja ng tahun pe u ilm i Tempat edaran d l in berdasarkan a la i u kt s k bu e at S urat atau al l 2012. S erja dan bungan teknologi dan/ ri hu p ai A ny 5 pu 1 em m Tenaga K menurut hukum bungan perdata Menteri si memberikan han hu uk as rm te ra a h, dara Transmig tentang penceg t ga ayahnya”. ar lu ke an n p a ng de m a pedom ksual di te e s n a h e pelec kerja.
EDISI 9 2012 www.komnasperempuan.or.id