MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN KOMPARATIF DUKUNGAN FISKAL DAN INSENTIF
ENHANCING INDUSTRY COMPETITIVENESS THROUGH R&D: COMPARATIVE STUDY ON FISCAL SUPPORT AND INCENTIVES
Eddy Mayor Putra Sitepu Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Ged. R.M. Notohamiprodjo Lt. 6, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta 10710
Abstract Human resources and technology are the greatest capital of a nation at this time. Innovation and technology as a driving force of growth requires investment in enormous amount. Studies show that tax incentives and fiscal support contribute significantly to the level of investment in research and development. The varying forms of tax incentives and fiscal support results in different impact on the development of technology and innovation. This study aims to conduct a comparative study of the various forms of tax incentives and fiscal support for research and development as well as provide recommendations on the suitable form of tax incentives and fiscal support to be implemented in Indonesia. Methodology used in this research is literature study by using descriptive analysis. There are broadly three forms of tax incentives and fiscal support given in various countries, namely: (i) super deduction; (ii) tax credit; and (iii) direct subsidy. The results of this study indicate that Indonesia needs to take aggressive measures in encouraging innovation and technology to improve global competitiveness. To support these measures, an aggressive tax incentives formulation is also required in the midst of the competition and to keep pace with other countries in the region. Tax incentives given need to be focused on the areas where Indonesia has comparative advantage. Keywords: Tax incentive; Fiscal support; Research and development; Global competitiveness; Comparative advantage
Abstrak Sumber daya manusia dan teknologi merupakan modal terbesar suatu bangsa pada saat ini. Inovasi dan teknologi sebagai motor penggerak pertumbuhan membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Hasil penelitian membuktikan bahwa insentif pajak dan dukungan fiskal berperan signifikan terhadap tingkat investasi di sektor R&D. Bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang berbeda-beda memberikan dampak yang berbeda pula terhadap perkembangan teknologi dan inovasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan R&D serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan di berbagai negara, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax credit; dan (iii) direct subsidy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu melakukan langkah agresif dalam mendorong inovasi dan teknologi untuk meningkatkan daya saing global. Untuk mendukung langkah tersebut, diperlukan formulasi insentif pajak yang agresif pula di tengah-tengah persaingan dan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di kawasan. Pemberian insentif pajak perlu dititikberatkan pada bidang-bidang yang merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Indonesia. Kata Kunci: Insentif pajak; Dukungan fiskal; R&D; Daya saing global; Keunggulan komparatif 1
PENDAHULUAN Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Hal ini dapat terlihat antara lain dari produk domestik bruto (PDB) per kapitaperiode 2004-2014yang meningkat sebesar 52,73 %dari Rp. 7.561.379,61menjadi Rp. 11.134.017,58(berdasarkan harga konstan tahun 2000). Tingkat pertumbuhan PDB pada periode yang sama mencapai 5,76 %, lebih tinggi dari Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Bahkan setelah terjadinya krisis keuangan global, perekonomian Indonesia masih tumbuh sebesar 4,63 % pada tahun pada tahun 2009. Terlepas dari fakta di atas, perekonomian Indonesia digambarkan tengah menghadapi ancaman jebakan negara pendapatan menengah (middle income trap) (Tho 2013),yaitu situasi di mana pertumbuhan suatu negara melambat setelah mencapai tingkat pendapatan menengah sehingga transisi ke tingkat pendapatan tinggimenjadi tak terjangkau(Global Economic Symposium 2014). Studi empiris menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB per kapita biasanya melambat secara substansial pada tingkat pendapatan antara US $ 10.000 dan US $ 15.000. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju yang telah mengalami industrialisasi sejak 250 tahun yang lalu, inovasi teknologi telah terbukti menjadi pendorong pembangunan ekonomi (Janeway 2013). Pertumbuhan yang berkelanjutan menuju tingkat pendapatan tinggi harus semakin ditandai dengan kelimpahan relatif modal sumber daya manusia dan ketersediaan sumber daya teknologi dan manajerial. Negara berpenghasilan menengah terjepit di antara negara miskin dengan upah rendah yang menguasai industri yang sudah matang/dewasa dan negara-negara kaya yang menjadi inovator yang mendominasi industri perubahan teknologi yang cepat. Dukungan pemerintah untuk mendorong investasi swasta di bidang R&D antara lain dalam bentuk pemberian insentif fiskal yang memberikan kemudahan serta keringanan pajak. Selain itu, dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk bantuan langsung (hibah) bagi lembaga yang 2
melaksanakan R&D dengan menjalin kemitraan dengan pihak swasta. Keterlibatan dan peran aktif pemerintah tersebut diharapkan dapat menjadi katalisator dalam menggerakkan pertumbuhan inovasi dan memajukan teknologi untuk mendorong daya saing industri. Hakim dalam Kompas (2014a) berpendapat bahwa ada tiga kendala dalam mengembangkan riset, yaitu masalah kelembagaan, terbatasnya peneliti, dan kebijakan moneter serta fiskal yang belum berpihak kepada riset. Kendala yang terakhir meliputi juga masih rendahnya insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan di bidang R&D. Mengingat peran penting dukungan insentif pajak, pemerintah perlu merancang skema insentif pajak dan dukungan fiskal yang agresif pula. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan R&D serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia.
METODE PENELITIAN Metodologi yang digunakan adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif dengan melakukan eksplorasi terhadap penerapan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan R&D di negara yang menjadi referensi. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax credit; dan (iii) direct subsidy. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap bentuk insentif yang berbeda-beda tersebut dan terhadap kondisi sektor R&D di Indonesia serta potensi yang dimiliki. Dari hasil analisis tersebut, dapat disusun rekomendasi kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan R&D di Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Penelitian ini hendak meninjau beberapa negara untuk dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan terkait dukungan fiskal yang diberikan oleh pemerintah terhadap sektor R&D. Terdapat 4 negara yang dipilih yang kesemuanya merupakan negara-negara yang unggul dalam hal kemajuan teknologi dan inovasi. Beberapa indikator yang digunakan dalam pemilihan negara acuan adalah: (i) besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk belanja di sektor R&D (Amerika Serikat); (ii) luasnya cakupan insentif yang diberikan (India & Jerman); serta (iii) keberpihakan terhadap pengembangan R&D di sektor atau golongan usaha tertentu (Inggris). Masing-masing insentif pajak dan dukungan fiskal di keempat negara tersebut akan diuraikan berikut ini.
India Pemerintah India menawarkan insentif meliputi super deduction untuk biaya-biaya R&D oleh perusahaan manufaktur, kontribusi yang diberikan kepada lembaga penelitian, pembebasan bea masuk untuk impor barang modal tertentu, dan lain-lain (Deloitte 2011). Insentif pajak langsung Insentif pajak langsung dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Insentif untuk biayakegiatan R&D berkaitan dengan usaha berupa super deduction sebesar 100 % atas biaya perolehan pendapatan dan biaya modal (kecuali biaya akuisisi tanah). b. Insentif untuk perusahaan manufaktur yang melaksanakan kegiatan R&D berupa pengurangan tertimbang (weighted deduction) sebesar 200 % untuk in-houseR&D, termasuk biaya modal (kecuali tanah dan bangunan). Pemanfaatan insentif tersebut tidak lagi dibatasi hanya untuk perusahaan manufaktur saja, namun tersedia untuk semua industri.
4
c. Kontribusi bagi kegiatan R&D berupa pengurangan sebesar 125–175 % atas kontribusi yang diberikan kepada asosiasi penelitian ilmiah, universitas, sekolah tinggi, atau institusi lainnya yang digunakan untuk penelitian ilmiah. d. Penyusutan dipercepat sebesar 40 % diperbolehkan atas pabrik dan mesin yang digunakan dalam manufaktur selain yang dikecualikan dengan menggunakan teknologi asli India. Tarif depresiasi yang normal adalah 15 %. Insentif pajak tidak langsung Insentif pajak tidak langsung dikelompokkan ke dalam tiga bagian: Bagian I: Insentif untuk R&D yang dibangun di dalam perusahaan (in-house) 1. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme. Pengadaan barang modal untuk kegiatan pra-produksi, produksi dan pasca-produksi dapat diberikan tarif bea masuk yang lebih rendah dengan komitmen ekspor produk yang dihasilkan. 2. Pembebasan bea masuk untuk impor barang tertentu untuk R&D di bidang farmasi dan bioteknologi dengan tarif bea masuk 0% atau dengan tarif yang direndahkan yaitu 5 % tergantung sifat barang yang diimpor. 3. Pembebasan bea masuk atas impor barang tertentu untuk perusahaan manufaktur di bidang agro kimiayang mengekspor minimal 200 juta rupee dalam tahun sebelumnya dan memiliki unit R&D yang terdaftar, dapat diberikan insentif pembebasan bea masuk untuk tujuan R&D. Bagian II: Insentif untuk melakukan kegiatan R&D sebagai pekerjaan kolaboratif Pembebasan atas bea masuk umum dan tambahan dapat diberikan untuk impor peralatan, instrumen, bahan mentah, komponen, mesin pra-cetak, dan perangkat lunak komputer yang diimpor untuk proyek R&D. Bagian III: Insentif untuk kegiatan R&D yang dilakukan untuk pihak lain 5
1. Served From India Scheme (SFIS). Perusahaan India yang menjadi penyedia jasa yang memperoleh pendapatan dalam valuta asing paling sedikit 1 juta rupee pada tahun sebelumnya berhak mendapatkan kupon kredit bea masuksetara dengan 10 % atas valuta asing yang diperoleh selama tahun berjalan. 2. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme, juga diberikan untuk pekerjaan kegiatan penelitian pengembangan bagi pihak lain. 3. Pembebasan bea masuk atas bea masuk tambahan dan pengurangan menjadi 5 % diberikan terhadap instrumen ilmiah dan teknik, bahan-bahan, peralatan, suku cadang, binatang hidup (untuk tujuan eksperimental), perangkat lunak komputer, dan prototipe. Insentif ini berlaku untuk kegiatan R&D yang dikerjakan untuk pihak lainatau untuk kegiatan R&D yang dikerjakan secara kolaboratif. 4. Pembebasan cukaiatas semua barang kena cukai yang diproduksi di lembaga teknik, pendidikan dan penelitian dalam rangka pelaksanaan eksprerimen atau penelitian. Inisiatif pemerintah daerah Pemerintah daerah juga mengambil peran dengan membuat inisiatif pemberian insentif untuk mendorong pengembangan bidang R&D berdasarkan keunggulan masing-masing daerah dan disusun dalam bentuk paket kebijakan.
Amerika Serikat Insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat adalah dalam bentuk kredit pajak (tax credit)yang disediakan untuk biaya-biaya penelitian yang memenuhi syarat (Deloitte 2013). Pemerintah Amerika Serikat menawarkan kredit pajak untuk meng-offset kewajiban pajak federal dan negara bagian pada periode saat ini, sebelumnya, maupun yang akan datang. Kredit pajak yang tidak terpakai dapat dibawa ke belakang (carried back) untuk periode 1 tahun
6
dan dibawa ke depan (carried forward) untuk periode 20 tahun. Bagi perusahaan kecil dengan pendapatan kotor kurang dari 50 juta dollar AS diberikan kelonggaran dengan 5 tahun carry back dan 20 tahun carry forward. Semua industri yang mengadakan penelitian memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit pajak atas kegiatan penelitian. Biaya-biaya yang dapat dimasukkan dalam rangka mendapatkan kredit pajak antara lain: gaji untuk tenaga kerja internal perusahaan, 65 % dari tenaga kerja kontrak, dan perlengkapan yang digunakan dalam proses penelitian,kecuali biaya overhead dan biaya modal.Tidak ada batasan wilayah dimana kekayaan intelektual berlokasi,asalkan aktivitas dilakukan di wilayah Amerika Serikat dan biaya-biaya terkait dikeluarkan oleh wajib pajak Amerika Serikat.
Inggris Inggris menawarkan dua insentif berbasis volume: yang pertama adalah insentif yang disediakan untuk perusahaan yang memenuhi definisi usaha kecil dan menengah (UKM), dan yang kedua adalah insentif bagi perusahaan yang tidak memenuhi definisi tersebut (perusahaan besar) (Deloitte 2013). Fasilitas perpajakan yang diberikan: -
Untuk perusahaan besar: super deduction 130 %;
-
Untuk UKM: super deduction 225 %; dan
-
Kredit tunai: tersedia untuk UKM dalam posisi rugi, mencapai 24,75 % dari pengeluaran yang memenuhi syarat.
Insentif pajak yang tidak dimanfaatkan dapat di-carry forward untuk jangka waktu yang tidak terbatas untuk diselisihkan dengan laba di masa depan yang berasal dari perdagangan yang sama asalkan tidak ada perubahan kepemilikan dan perubahan sifat perdagangan dalam waktu tiga tahun. Saat ini tidak ada pembatasan maksimal besarnya biaya R&D yang dapat dikurangkan 7
untuk perusahaan besar. Namun demikian, untuk UKM ada pembatasan maksimal insentif pajak yang dapat diberikan, yaitu 7,5 juta euro untuk setiap proyek R&D. Belanja modal dikecualikan dari super deduction, tapi pengurangan penuh untuk barang modal yang digunakan dalam kegiatan R&D dapat diklaim pada tahun terjadinya biaya tersebut; bukan diamortisasi untuk penghitungan pajak sesuai dengan ketentuan yang umum. Rezim Patent Box memperbolehkan perusahaan untuk mengajukan tarif pajak penghasilan badan yang lebih rendah untuk laba yang dihasilkan setelah 1 April 2013 yang diperoleh dari penemuan yang dipatenkan dan inovasi tertentu lainnya. Tarif yang diterapkan adalah 10 %, lebih rendah dari tarif umum yang berkisar antara 20-24 %. Pemberian insentif tidak melihat jenis industri,namun semata-mata didasarkan pada sifat aktivitas yang dilakukan.
Jerman Insentif yang diberikan oleh pemerintah Jerman untuk kegiatan R&Dberdasarkan proyek, yang sering kali bersifat kolaboratif,terutama dalam bentuk hibah tunai (Deloitte 2013). Persentase pendanaan hibah dapat mencapai 50 % dari biaya proyek yang disetujui. Pelaku UKM dapat memperoleh persentase pendanaan yang lebih tinggi. Kriteria pemilihan proyek yang layak mendapatkan insentif hibah tunai tersebut antara lain: (i) tingkat inovasi; (ii) tingkat risiko teknis; dan (iii) tingkat risiko ekonomi. Perusahaan-perusahaan dalam industri berikut biasanya mengajukan permintaan untuk mendapatkan hibah: (i) bioteknologi dan ilmu hayat; (ii) teknologi informasi dan komunikasi; (iii) manufaktur; dan (iv) energi dan utilitas. Namun demikian, beberapa industri biasanya dikecualikan untuk mendapatkan dukungan pembiayaan: (i) bank dan perusahaan jasa keuangan; dan (ii) perusahaan asuransi.
8
Biaya-biaya yang dapat dibiayai dari hibah atau pinjaman antara lain: upah tenaga kerja, bahan baku, biaya overhead, biaya subkontrak, amortisasi, dan biaya perjalanan. Hibah tunai secara umum diberikan untuk mengganti biaya-biaya yang sudah dikeluarkan. Kegiatan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pendanaan antara lain: -
Penelitian dasar (fundamental research) – pekerjaan eksperimental atau teoretikal yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru;
-
Penelitian industri (industrial research) – penelitian dengan tujuan praktis yang spesifik yang dimaksudkan untuk mengembangkan produk baru, proses baru, atau pelayanan baru atau untuk memperbaiki yang sudah ada; dan
-
Penelitian eksperimental (experimental research) – penelitian yang ditujukan untuk menghasilkan draft, rencana, dan prototipe.
Kegiatan R&D dan biaya yang timbul harus terjadi di wilayah Jerman. Eksploitasi terhadap hasil proyek tersebut, termasuk hak kekayaan intelektual, harus tetap berlangsung di Jerman.
Indonesia Insentif yang Sudah Ada Saat Ini Bercermin pada pengalaman negara-negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal dalam memberikan insentif pajak dan dukungan fiskal bagi kegiatan R&D. Ketentuan terkait insentif pajak tersebut terserak di berbagai tingkatan perundang-undangan baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini menyulitkan bagi para pelaku R&D untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Akibat dari informasi yang tidak diperoleh secara utuh, berbagai insentif pajak yang sudah tersedia tersebut menjadi kurang menarik karena manfaat yang bisa diperoleh dianggap tidak signifikan. Pada kenyataannya, fasilitas insentif pajak
9
tersebut memang
hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
menyelenggarakan kegiatan R&D. Apabila ditelaah lebih jauh, insentif pajak yang diberikan masih sangat terbatas bahkan dapat dikatakan pemerintah masih pelit dalam memberikan fasilitas. Terkait dengan fasilitas pajak penghasilan, insentif yang diberikan adalah dalam bentuk tambahan waktu 1 tahun untuk kompensasi kerugian apabila mengeluarkan biaya R&D di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5 % dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun. Fasilitas pajak penghasilan tersebut merupakan bagian dari insentif untuk wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha tertentu atau daerah-daerah tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga diatur bahwa fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dapat dimanfaatkan setelah Wajib Pajak merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit 80 %. Di samping itu, pemerintah juga memberikan insentif berupa pengurangan yang diperbolehkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak. Insentif pengurangan sampai jumlah tertentu tersebut diperbolehkan atas sumbangan dalam rangka R&D, yang merupakan sumbangan untuk R&D yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga R&D. Bentuk insentif pajak lainnya yang sudah ada untuk kegiatan R&D adalah dalam bentuk pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan R&D. Barang impor yang dapat diberikan fasilitas tersebut adalah barang untuk keperluan R&D ilmu pengetahuan adalah barang yang benar-benar digunakan untuk memajukan ilmu pengetahuan, termasuk untuk penyelenggaraan penelitian dengan tujuan untuk mempertinggi tingkat ilmu pengetahuan yang ada. Terkait dengan barang yang berasal dari impor, selain fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai, pemerintah juga memberikan insentif tidak dipungut pajak penghasilan pasal 22 atas barang untuk keperluan R&D ilmu pengetahuan. 10
Secara spesifik pembebasan cukai juga dapat diberikan atas etil alkohol dengan kadar paling rendah 85 % yang digunakan untuk keperluan R&D ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh pembebasan cukai dimaksud, pengusaha atau importir mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai. Terakhir, untuk lembaga milik pemerintah yang bergerak di bidang R&D dapat memanfaatkan insentif pembebasan bea masuk. Insentif ini berlaku untuk barang untuk kepentingan umum yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas barang impor tersebut, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Apabila berbagai bentuk insentif pajak dibandingkan satu dengan yang lain, maka dapat diketahui potensi dampak pemberian insentif tersebut bagi kemajuan teknologi dan inovasi. Sebagai contoh adalah pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan R&D. Insentif ini diterapkan untuk memberi kemudahan bagi lembaga-lembaga R&D untuk mengimpor barang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatannya. Dengan demikian, kemungkinan dampaknya adalah semakin meningkatnya impor barang dari luar ke dalam wilayah Indonesia. Selain itu, kegiatan R&D di Indonesia akan tergantung pada pasokan barang dari luar negeri, baik itu dalam bentuk bahan, peralatan, suku cadang, maupun purwarupa atau desain. Hal ini bila berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan kontra produktif terhadap usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas R&D yang asli Indonesia. Rekomendasi Kebijakan Dengan merujuk pada data World Development Indicators sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Indonesia harus mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, salah satunya dengan kebijakan pemberian insentif dan dukungan fiskal yang agresif. Dalam kaitan tersebut, 11
berikut ini adalah beberapa rekomendasi terkait rancangan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk mendorong inovasi dan kemajuan teknologi. 1. Insentif diprioritaskan untuk sektor agroindustri yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia Warisan ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive perlu ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian menjadi human capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang menguasai teknologi dan inovasi sangat diperlukan ketika Indonesia memasuki tahap innovation-driven economies. Dalam kaitan tersebut, sektor pertanian yang menyerap sekitar 46 % dari total angkatan kerja mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan produktivitas. Lebih jauh, peningkatan dari factor driven economy menjadi innovation-driven economy perlu diaplikasikan di sektor pertanian sebagai agroindustri. Agroindustri mempunyai peran penting karena 2 alasan, yaitu: 1) Agroindustri mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia. Jika hanya mengandalkan komoditas primer, Indonesia akan senantiasa berada pada posisi penerima harga (price taker) dalam pasar internasional; 2) Agroindustri mampu menciptakan dan menahan nilai tambah sebesar mungkin di dalam negeri, serta mendiversifikasi produk dengan mengakomodir preferensi konsumen baik yang berkembang di dalam negeri maupun di pasar internasional (Himpro Agri Unpad 2014). Karena itu, pengembangan agribisnis perlu diarahkan pada pendalaman struktur agroindustri yang lebih ke hilir yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan, baik berupa produk antara (intermediate product), produk semi-akhir (semifinished product), maupun produk akhir (final product). Untuk pengembangan agroindustri yang berkelanjutan, perlu didukung dengan aktivitas R&D yang masif sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing bahkan dapat menguasai pangsa 12
pasar internasional. Dengan R&D yang intensif, maka akan dihasilkan pengembangan produk, proses, serta jasa yang unggul dengan efisiensi yang tinggi. Investasi yang substantif dalam kegiatan R&D di sektor ini juga diperlukan. Karena itu, perlu dirancang kebijakan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi tersebut. Insentif pajak penghasilan diperlukan untuk merangsang agar investor bergairah untuk menanamkan modalnya dalam R&D agroindustri. Insentif pajak penghasilan dimaksud dapat diberikan dalam bentuk penyusutan yang dipercepat untuk pabrik dan mesin-mesin yang digunakan. Dengan penyusutan yang dipercepat, maka akan berdampak pada bergesernya biaya penyusutan di tahun-tahun awal investasi sehingga laba perusahaan menjadi kecil dan sebagai konsekuensinya pajak yang terutang pun menjadi rendah. Dalam beberapa tahun kemudian, ketika usaha sudah berjalan dengan baik dan menghasilkan laba yang tinggi, maka pajak yang terutang juga semakin tinggi seiring dengan semakin kecilnya beban penyusutan. Selain itu, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) juga perlu diberikan mengingat produk olahan hasil pertanian sudah dikenakan PPN berdasarkan Undang-Undang. Fasilitas bebas PPN penting untuk diberikan bagi produk hasil agroindustri yang dipasarkan di dalam negeri sehingga harganya menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan produk sejenis dari luar negeri. Untuk tujuan pasar internasional, produk ekspor sudah dibebaskan PPN sebagaimana juga diterapkan oleh negara-negara lain. Penguasaan pangsa pasar domestik Indonesia sangat penting dan strategis mengingat saat ini pasar dalam negeri Indonesia dengan jumlah konsumen yang terus meningkat menjadi incaran produk-produk dari negara lain. 2. Insentif dalam bentuk super deduction didesain untuk mendukung peran UMKM di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian yang berasaskan kerakyatan. Terbukti bahwa UMKM dapat bertahan dalam terpaan krisis,bahkan dalam periode 2006-2010 jumlah UMKM di Indonesia terus tumbuh mencapai 9,8 %dan 13
pertumbuhan kapitalisasi mencapai 23,85 %. Kontribusi terhadap total ekspor non-migas sebesar rata-rata 17,03 % per tahun. Porsi ini masih tergolong kecil mengingat UMKM menguasai lebih dari 99 % dari total unit usaha di Indonesia. Ke depan kontribusi UMKM terhadap ekspor diharapkan akan meningkat melalui peningkatan kapasitas dan daya saing barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor UMKM (Sitepu 2013a). Sektor teknologi informasi merupakan salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh Indonesia. Berdasarkan data industri mikro kecil periode 2010-2013 (BPS 2014), subsektor yang terkait dengan bidang TIK yaitu subsektor industri komputer, barang elektronika dan optik serta subsektor industri mesin dan perlengkapan yang tidak termasuk lainnya. Dari data tersebut diketahui bahwa industri mikro di kedua subsektor tersebut mengalami kecenderungan penurunan dalam hal jumlah perusahaan, nilai output, serta nilai tambah berdasarkan harga pasar. Di pihak lain, industri kecil justru menunjukkan peningkatan dalam ketiga indikator tersebut dalam periode yang sama. Fakta ini menarik untuk dicermati. Peningkatan pada industri kecil patut diapresiasi, karena salah satu faktor pendorong peningkatan tersebut adalah industri mikro yang naik kelas menjadi industri kecil. Namun, mengingat sebagian besar pelaku usaha di bidang TIK adalah industri mikro yang berawal dari kreativitas satu atau sekelompok kecil orang, penurunan yang terjadi di kelompok industri mikro perlu mendapat perhatian serius. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah menurunnya minat pelaku usaha industri mikro untuk terjun ke industri di bidang TIK. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah iklim usaha yang tidak mendukung. Salah satu bentuk dukungan kelembagaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator,yaitu lembaga yang menyediakan layanan penumbuhan wirausaha baru dan perkuatan akses sumber daya kemajuan usaha kepada UMKM sebagai mitra usahanyasesuai dengan potensi dan sumber daya ekonomi lokal. Berdasarkan data dari 14
Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi (MIKTI), pada tahun 2014, bekerja sama dengan PT Telkom,MIKTI membangun 20 pusat inkubator di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar (Kompas 2014b). Selanjutnya akan dibangun juga di Palembang, Pekanbaru, Medan, Balikpapan dan Makassar. Yang sudah berjalan saat ini di Bandung dan Yogyakarta Digital Valley. Dalam pusat inkubator, para pemula di bidang kreatif digital dapat merealisasikan idenya melalui sejumlah bantuan teknis. Hingga saat ini karya lokal belum mampu menggeser minat konsumen pada produk-produk berbasis digital impor. Sekitar 80 % minat konsumen masih pada produk impor, khususnya animasi, gim online, dan perangkat lunak bisnis. Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha industri TIK antara lain adalah lemahnya permodalan dan pemasaran. Insentif pajak yang diberikan dapat berupa super deduction atas biaya R&D untuk kategori usaha mikro dan kecil sebagaimana diterapkan oleh Inggris. Pemberian insentif tersebut akan mendorong pelaku usaha di bidang TIK untuk mengembangkan inovasi mengingat perubahan yang sangat cepat di bidang industri ini. Karena bentuk insentif berupa super deduction belum diterapkan di Indonesia, maka perlu diterbitkan landasan hukum untuk implementasi kebijakan tersebut. Dasar hukum dimaksud berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan sebagai ketentuan pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. 3. Insentif berupa hibah (cash grant) untuk mendukung penelitian dasar dan pengembangan eksperimental Dukungan berbentuk hibah ini sudah dijalankan melalui sebuah lembaga yang bernaung di bawah Kementerian Keuangan yaitu Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dengan mengelola dana abadi (endowment fund) yang berasal dari alokasi dana pendidikan. Dalam rangka mendorong riset strategis dan/atau inovatif yang implementatif dan menciptakan nilai tambah melalui pendanaan riset, LPDP mengelola pendanaan dalam bentuk Bantuan Dana Riset 15
Inovatif Produktif (RISPRO) yang dibagi ke dalam 2 kategori berdasarkan bidang yang menjadi fokus R&D-nya. Dukungan dana riset melalui LPDP diberikan untuk kegiatan penelitian industrial (industrial research) atau penelitian terapan (applied research), yaitu penelitian atau investigasi kritis yang terencana yang ditujukan pada pengembangan produk baru, proses atau jasa atau untuk membawa perbaikan yang signifikan dalam produk, proses atau layanan yang sudah ada (InnoviSCOP 2014). Memang dukungan terhadap penelitian terapan akan menghasilkan imbal balik yang dapat langsung dirasakan dan dapat dikomersialkan dalam waktu singkat. Namun demikian, penelitian terapan sifatnya hanya sementara dan merupakan proses hilir dalam suatu alur R&D. Nilai tambah yang dihasilkan sebenarnya tidak besar karena hanya berupa pengembangan dari produk, proses atau jasa yang sudah ada. Untuk dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi, pengembangan proses, produk atau jasa harus diawali dengan tahapan yang lebih mendasar, yaitu penelitian dasar (fundamental research), yaitu karya eksperimental atau teoritis yang dilakukan terutama untuk memperoleh pengetahuan baru tentang dasar-dasar yang melandasi fenomena dan fakta yang dapat diamati, tanpa adanya aplikasi praktis atau penggunaannya (InnoviSCOP 2014b). Penguasaan terhadap penelitian dasar menjadi modal yang kuat bagi negara-negara yang maju untuk menjadi pemimpin dalam bidang teknologi dan inovasi, sedangkan negara-negara lain yang tidak menguasai penelitian dasar hanya akan menjadi pengikut dan peniru. Tahapan selanjutnya dari penelitian dasar adalah pengembangan eksperimental, yaitu kegiatan memperoleh, menggabungkan, membentuk, dan menggunakan pengetahuan di bidang ilmiah, teknologi, dan bisnis serta ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya untuk memproduksi rencana atau pengaturan atau desain untuk produk, proses atau jasa yang baru, telah diubah atau diperbaiki (InnoviSCOP 2014c).
16
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, pemberian dukungan fiskal dalam bentuk hibah tunai sebaiknya lebih diutamakan kepada penelitian dasar dan pengembangan eksperimental. Hal ini diperlukan agar pihak-pihak yang bergerak dalam kegiatan R&D lebih terpacu untuk melakukan penelitian dasar dan pengembangan eksperimental daripada penelitian terapan. Memang hasil dari penelitian tersebut tidak akan dapat dirasakan dalam waktu yang singkat, namun dalam jangka panjang, penelitian dasar dan pengembangan eksperimental akan menghasilkan produk inovasi dan teknologi yang menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di bidang tersebut. 4. Insentif diintegrasikan dengan konsep pengembangan kawasan Berkaca pada pengalaman India pada bagian sebelumnya, penentuan fokus pengembangan industri berdasarkan wilayah perlu ditunjang dengan pemberian insentif pajak dan dukungan fiskal. Daerah-daerah yang mempunyai keunggulan di sektor tertentu dikembangkan menjadi kawasan industri yang terintegrasi. Di Indonesia, konsep pengembangan kawasan tersebut telah disusun dalam bentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu kawasan dengan batas tertentu yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Pengembangan KEK dimaksudkan untuk meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Konsep yang diusung dalam pengembangan KEK merupakan model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan (Sitepu 2013b). Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas fasilitas fiskal, yang berupa 17
perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, dan fasilitas nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain KEK, kebijakan pengembangan kawasan lainnya yang telah diimplementasikan adalah: (i) Kawasan Berikat; (ii) Kawasan Industri; (iii) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; dan (iv) Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan Bebas Pulau Batam, Bintan, dan Karimun (Kementerian Keuangan 2013). Kecuali untuk kawasan perdagangan bebas dan kawasan berikat, fasilitas perpajakan belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini terjadi karena beberapa faktor mendasar yang belum tersedia seperti infrastruktur dan konektivitas yang belum baik dengan pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menerapkan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal dengan desain khusus bagi kegiatan R&D yang terintegrasi dengan konsep pengembangan kawasan.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan Indonesia agar terhindar dari middle-income trap adalah sumber daya manusia dan teknologi. Untuk mendorong inovasi dan kemajuan teknologi, diperlukan peran serta berbagai pihak termasuk pemerintah dan swasta. Pemerintah berperan tidak hanya dalam menciptakan iklim investasi yang mendukung, namun lebih jauh perlu memberikan insentif pajak dan dukungan fiskal yang dapat menggerakkan kegiatan R&D. Hasil eksplorasi terhadap pengalaman beberapa negara yang dijadikan acuan memperlihatkan bahwa negara-negara yang maju dalam bidang R&D menerapkan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal yang masif dan berdampak besar. Berbagai bentuk insentif dijalankan selaras
18
dengan kebijakan pengembangan industri. Indonesia yang jauh tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perlu membuat formulasi insentif pajak dan dukungan fiskal yang agresif agar dapat memenangkan persaingan. Beberapa rekomendasi yang diberikan yaitu: (i) insentif diprioritaskan untuk sektor agroindustri yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia; (ii) insentif dalam bentuk super deduction didesain untuk mendukung peran UMKM di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK); (iii) insentif berupa hibah (cash grant) untuk mendukung penelitian dasar dan pengembangan eksperimental; dan (iv) insentif diintegrasikan dengan konsep pengembangan kawasan.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. (2014). Data industri mikro kecil periode 2010-2013. Deloitte. (2013). 2013 Global Survey of R&D Tax Incentives. UK: Deloitte Global Services Limited. Deloitte. (2011). Research & Development expenditure: A concept paper. New Delhi: Deloitte Touche Tohmatsu India Private Limited. Global Economic Symposium. (2014). Escaping the middle income trap.Diakses 27 Agustus 2014, dari http://www.global-economic-symposium.org/knowledgebase/escaping-themiddle-income-trap Himpro Agri Unpad. (2014). Perkembangan Agroindustri Indonesia oleh ICT Club. Diakses 3 September 2014, dari http://himproagriunpad.blogspot.com/2013/06/perkembanganagroindustri-indonesia.html Indopuro. (2014). Peranan Agroindustri Dalam Perekonomian Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan Masa Datang. Diakses 3 September 2014, dari http://indopuro.wordpress.com/2012/04/29/peranan-agroindustri-dalam-perekonomianindonesia-masa-lalu-sekarang-dan-masa-datang/ InnoviSCOP. (2014a). Industrial research – Definition. Diakses pada 4 September 2014, dari http://www.innoviscop.com/en/definitions/industrial-research InnoviSCOP. (2014b). Fundamental research – Definition. Diakses pada 4 September 2014, dari http://www.innoviscop.com/en/definitions/fundamental-research InnoviSCOP. (2014c). Experimental development – Definition. Diakses pada 4 September 2014, dari http://www.innoviscop.com/en/definitions/experimental-development Janeway, W. (2013). The Two Innovation Economies. Diakses 17 Juni 2014, dari https://www.project-syndicate.org/commentary/china-and-the-frontiers-of-innovation-bywilliam-janeway 19
Kementerian Keuangan. (2013). Dukungan Kebijakan Perpajakan pada Konsep Pengembangan Wilayah Tertentu di Indonesia. Diakses pada 4 September 2014, dari http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2013_kajian_pkpn_dukungan%20perpajaka n%20pada%20pengembangan%20kawasan%20indonesia.pdf Kompas. (2014a). Anggaran Riset Stagnan. Surat Kabar Harian Kompas tanggal 20 Mei 2014. Kompas. (2014b). Industri Digital Lamban. Surat Kabar Harian Kompas tanggal 20 Mei 2014. LPDP. (n.d.). Buku Pedoman Riset Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kementerian Keuangan. OECD. (2010). R&D tax incentives: rationale, design, evaluation. Paris: OECD. Sitepu, E. (2013a). Peningkatan Akses UMKM terhadap KUR dalam Rangka Scaling-Up. Tidak dipublikasikan. Sitepu, E. (2013b). Kawasan Ekonomi Khusus: Motor Penggerak Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Tidak dipublikasikan. Tran, V.T. (2013). The Middle-Income Trap: Issues for Members of the Association of Southeast Asian Nations. ADBI Working Paper 421. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Available: http://www.adbi.org/workingpaper/2013/05/16/5667.middle.income.trap.issues.asean/ World Bank. (2014). World Development Indicators: Science and technology. Washington D.C: World Bank. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2011 Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan R&D, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan R&D, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Cukai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2007 tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.011/2011 20
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan R&D Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2007
21