...,)
I, If
SISTEMINOVASI dan DAYA SAING INDUSTRI Tinjauan Konseptual dan Studi Kasus pada Industri Makanan
Oleh:
Manaek Simamora, Syahrul Aiman, Kurleni Uk ar, Tulus Tambunan, Firman Tri Ajie, dan Syafrizal Maluclin
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN 11'.00NESIA
UPI Press, Jakarta, Indonesia © 2006 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia All rights reserved. Published 2006 ISBN: 979-26-2413-9 Katalog Dalam Terbitan Sistem Inovasi dan Daya Saing lndustri: Tinjauan Konseptual dan Studi Kasus pada lndustri Makanan/Manaek Simamora, Syahrul Aiman, Tulus Tambunan, Kurleni Ukar, Firman Tri Ajie, dan Syafrizal Maludin xi+ 226 him.; 14,8 x 21 cm ISBN: 979-26-2413-9 I. Sistem Inovasi. 2. Daya Saing Regional 3. Daya Saing Industri 4. Klaster Industri Makanan, 5. Strategi Penguatan UKM.
338.19 Assistant Editor
Siti Kania Kushadiani
Published by UPI Press, member ofIKAPI JI. Gondangdia Lama 39, Menteng, Jakarta 10350 Telp. (021) 314 0228, 314 6942; Fax. (021) 314 4591 e-mail;
[email protected] UPI
[email protected] [email protected] [email protected]
Disposori oleh Program Kompetitif Pengembangan Iptek LIPI Subprogram Kegiatan Otonomi Daerah, Konflik, dan Daya Saing
KATA PENGANTAR Berbagai negara telah menyadari eratnya korelasi antara sistem inovasi dan daya saing baik pada tingkat nasional, industri, maupun perusahaan. Itulah sebabnya negara-negara maju seperti negara-negara angota OECD (Organization of Economic and Cooperation Development) memberikan perhatian yang serius dalam mengembangkan atau memfasilitasi tumbuhnya iklim yang kondusif agar unsur-unsur sistem inovasi dapat saling terkait dan berfungsi secara efektif:Pada tingkat nasional (dan regional), industri, dan perusahaan, Pemerintah memainkan peran yang sangat penting melalui berbagai instrumen kebijakan dan kelembagaan yang dimilikinya.Indonesiajuga telah menyadari arti pentingnya saling keterkaitan antar elemen sistem inovasi pada umumnya dan antar perusahaan pada khususnya. Meskipun pengalaman beberapa negara lain menunjukkan bahwa saling keterkaitan antar elemen sistem inovasi baik pada tingkat nasional, regional, dan bahkan industri dapat berkembang secara alami, tetapi semakin disadari akan perlunya upaya-upaya akselerasi. Persaingan yang semakin ketat antar negara telah menyadarkan para_ pengelola negara bahwa peningkatan daya saing nasional (dan regional) secara sistemati~ dan konsisten menjadi hal mutlak. Llntuk itu, Pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan iklim melalui berbagai kebijakan makro dan mikro. Kebijakankebijakan yang diambil oleh Pemerintah juga dapat diarahkan untuk menciptakan suatu iklim persaingan (competition) dan/atau kerjasama (co-operation). Hal ini misalnya dapat dicapai dengan pendekatan klaster. Kajian tentang sistem inovasi baik pada tingkat nasional, regional, industri, dan perusahaan merupakan kegiatan yang perlu dilakukan secara terns menerus sehingga para pelaku dalam sistem inovasi di setiap tingkatan dapat mempunyai gambaran mengenai sistem yang berjalan dan dapat memposisikan diri dalam mengambil manfaat dari sistem tersebut.
iii
Pusat Inovasi LIPI selain mempunyai misi memfasilitasi peningkatan komersialisasi atau adopsi teknologi dan inovasi hasil lembaga litbang oleh industri,juga berupaya untuk turut berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini dilakukan melalui program penelitian dalam bidang manajemen inovasi dan teknologi. Kajian ini merupakan salah satu implementasi dari program tersebut. Publikasi ini merupakan perbaikan dari Laporan Akhir Program Penelitian dan Pengernbangan Iptek Riset Kompetitif LIPI Tahon
Anggaran 20P? dengan jqd(il penelitian "Strategi Peningkatan Daya Saing: Penerapan Sistern Inovasi pada Klaster Industri Makanan." Kritik dari saran dari para pembaca akan bermanfaat sebagai bahan untuk penyempurnaan selanjutnya. Harapan kami, semoga laporan penelitian ini memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan terkait, baik oleh Pemerintah, sektor industri, dunia pendidikan, dan lembaga riset.
Jakarta, 10 Februari 2006
.
Dr. Ir. Syahrul Aiman Kepala Pusat Inovasi LIPI
iv
DAFTARISI
Kata Pengantar Daftar Isi Bab I
Ill
iv
: PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Sasaran Metodologi 1.4.1 Kerangka pemikiran 1.4.2 Metode penelitian 1.5 Sistematika penulisan
Bab II
. . .. . . . . .. ..
1 5 6 7 7 12 II
: STUDI PUST AKA 2.1 Daya saing industri nasional dan regional 2.1.l Daya saing (industri) nasional .. 2.1.2 Daya saing regional.. . 2.1.3 Ekonomi makro dan daya saing (regional) .. 2.2 Sistem Inovasi 2.2. l Pengertian Sistem Inovasi Nasional . 2.2.2 Daya Saing Regional . 2.2.3 Faktor Pendukung Perlunya SIN .. 2.2.4 Karakteristik SIN . Inti dari SIN adalah inovasi dan Pembelajaran .. Interdependensi dan non linderitas .. SIN merupakan hasil proses sejarah .. Peran institusi sangan penting . Holistik dan inter-disipliner .. Inovasi menyeluruh . Unik di tiap negara . 2.2.5 Sistem lnovasi dan Efisiensi Kolektif .. 2.3 Klaster Industri dan Peran kebijakan Publik .. 2.3.l Kerangka Konseptual . 2.3.2 Klaster Industri dan Inovasi .. 2.3.3 Jenis Jejaring pada Klaster Industri . 2.3.4 Kebijakan Publik dan pembentukan Klaster lndustri . 2.4 Sistem Inovasi pada Klaster Industri Makanan . 2.5 Strategi Penguatan UKM di Daerah . 2.5.l Karekteristik UKM di Indonesia .. 2.5.2 Fokus dan Sasaran kebijakan Penguatan lnovasi UKM
17 17
34 36 48 48 50
54 55 55
56 57 59 59 60 61
63
69 96 72 74 76
80 82
82 87
v
BAB III
Vl
PROFIL FAKTOR-FAKTOR PENETUDAYA SAING 3.1 Kabupaten Subang 3.1.1 Faktor Kondisi Kabupaten Subang 3.1.1. l Letak Geografis 3.1.1.2 Sumber Daya Manusia 3.1.1.3 Sumber Daya Keuangan................................................ 3.1.1.4 lnfrastruktur Fisik 3. I.1.5 lnfrastruktur Komunikasi 3. I.1.6 Infrastruktur Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 3.1.1.7 Potensi Daerah 3.1.2 Demand Condition................................................ 3.1.3 Context for Firm Strategy Rivalry...................................... 3.1.4 Related Supporting 3.1.5 Deskripsi Profil Kabupaten Subang dalam Kerangka 'Model Berlian' Michael Porter........................................ 3.2 Kabupaten Bandung 3.2.1 Faktor Kondisi Kabupaten Bandung 3.2. 1.1 Letak Geografis 3.2. l.2 Sumber Daya Manusia 3.2. l.3 Sumber Daya Keuangan 3.2.l.4 lnfrastruktur Fisik 3.2.1.5 lnfrastruktur Komunikasi .. 3.2.l.6 Infrastruktur llmu Pengetahuan dan Teknologi 3.2.l.7PotensiDaerah............................................................. 3.2.2 Demand Condition 3.2.3 Context for Firm Strategy Rivalry 3.2.4 Related Supporting..................................................................... 3.2.5 Deskripsi Profil Kabupaten Bandung dalam Kerangka 'Model Berlian' Michael Porter.............................................................. 3.3 Kabupaten Garut 3.3.1 Faktor Kondisi Kabupaten Garut 3.3. I.I Letak Geografis 3.3. l.2 Sumber Daya Manusia 3.3.1.3 Sumber Daya Keuangan 3.3.1.4 lnfrastruktur Fisik 3.3.1.5 lnfrastruktur Komunikasi 3.3.1.6 lnfrastruktur Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 3.3.1.7 Potensi Daerah 3.3.2 Demand Condition...................................................................... 3.3.3 Context for Firm Strategy Rivalry............................................ 3.3.4 Related Supporting................................................................... 3.3.5 Deskripsi Profil Kabupaten Garut dalam Kerangka 'Model Berlian' Michael Porter ..
95 95 95 97 97 98 98 99 101 107 107 109 110 111 111 111 111 112 112 113 113 114 121 124 124 125 126 126 126 128 129 132 133 133 134 145 147 150 151
BAB IV
BAB V
SISTEM INOV ASI PADA KLASTER INDUSTRI MIKRO KECIL DAN MENENGAH BIDANG MAKANAN OLAHAN KABUPATN BANDUNG, KABUPATEN SUBANG DAN KABUPATEN GARUT 4.1 Gambaran Sistem Inovasi di 3 Kabupaten 4.1.1 Profit UMKM berdasarkan Status 4.1.2 Pengembangan Produk dan Orientasi pasar 4.1.3 Aspek kelembagaan Pembiayaan 4.1.4 Jenis Pembeli dan Keterkaitan UMKM 4.1.5 Kerjasama antar UMKM dalam sentra 4.1.6 Hubungan dengan lembaga riset universitas dan penyedia jasa lainnya 4.1.7 Layanan Bantuan dari BDS 4.1.8 Layanan Koperasi 4.1.9 Aliran Pertukaran Pengetahuan 4.1. l 0 Kepemilikan HKI 4.1.11 Profil Responden 4.2 Analisa Faktor-faktor Penentu Daya Saing Perusahaan : Kasus Interaksi IMKM Makanan Olahan Berbasis nanas di Kabupaten Subang 4.3 Penerapan Sistem Inovasi dan Peningkatan Daya Saing Perusahaan : Kasus Interaksi UMKM Makanan Olahan berbasis Nenas di Kabupaten Subang 4.3.I Latar Belakang Kelompok Produsen Produk olahan berbasis nenas dalarn sentra 4.3.2 Dampak Keterlibatan Lembaga Litbang 4.3.3 Pemasaran 4.3.4 Hak Kekayaan Intelektual 4.3.5 Kebutuhan 4.3.6 Refleksi 4.3.7 Profit UKM Alam Sari........................................................... PENUTUP Kesimpulan 5.1.1 Daya saing (industri) nasional 5.1.2 Daya saing (industri) regional................................................. 5.1.3 Sistem Inovasi dan Klaster Industri 5.1.4 Strategi Penguatan UKM 5.1.5 Karakteristik faktot-faktor Penentu Daya Saing di Kabupaten Subang, Garut dan Bandung 5.1.6 Pembelajaran dari Penerapan Sistem Inovasi pada UMKM nenas olahan .. . .. 5.2 Rekomendasi
5.1
153 153 · 156 157 158 162 164 167 167 169 173 173
174
180 180 182 188 188 190 190 192
193 193 194 196 20 I 203 207· 208
DAFfAR PUSTAKA
213
LAMP IRAN
221
VII
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR DAFTAR GAMBAR Gambar I.I.
Garnbar 1.2. Gambar 1.3. Gambar 1.4. Gambar 1.5. Garnbar 1.6. Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar2.8. Gambar 2.9. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Garnbar 3.5. Gambar4.l. Gambar4.2. Gambar4.3. Gambar4.4. Gambar4.5. Gambar4.6. Gambar4.7. Gambar4.8.
Roadmap Seri Penelitian Sistem Inovasi (2005 - 2005) Pertumbuhan Indonesia dan Produktivitas Sistem lnovasi dan Daya Saing Faktor-faktor Penentu Daya Saing Spiral Siklus Riset Aksi Alurdan Sistematika Penulisan Beberapa Faktor Penghambat Daya Saing Industri Indonesia....... Skor Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya dalam Hal Kondisi Infrastruktur secara Keseluruhan menurut T11e Global
5 8 9 11 14 15 25,
Competitiveness 2004 - 2005............................................................ Skor Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya dalam Hal Kondisi Kualitas Dari Sistem Pendidikan menurut The Global Competitiveness 2004 - 2005 ~..................................................
27
Sistem Inovasi Nasional, actor. dan Keterkaitan .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. . ... Productivityand'Ihe Regional Business Environment.................... Regional Compefj.t/vfIPiiiloii::-..............................................
Pernbentukan Pfogfam Klaster... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Domain lnovasi : .. .. .. . . .. .. .. .. .. . . . .. . . . .. . . .. Rata-rata pertahun laju pertumbuhan dari produktivitas tenaga kerja di lndustri manufaktur menurut skala usaha (%) Penduduk Usia 10 Tahun menurut Pendidikan yang ditamatkan Persentase Pengeluaran Sektor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kerangka "Model Berlian" Michael Porter kabupaten Subang Kerangka "Model Berlian" Michael Porter kabupaten Bandung..... Kerangka "Model Berlian" Michael Porter kabupaten Garut UMKM yang disurvey Jenis Badan usaha Responden Areal Pasar dalam 3 tahun Terakhir Profil Pembeli Kecenderungan masukan bantuan yang diterima dari pembeli oleh UMKM di Kabupaten Bandung, Garut dan Subang Sumber-sumber informasi untuk peningkatan kemampuan teknis bagi UMKM di kabupaten Bandung, Garut dan Subang Kecenderungan kerjasama antar UMKM dalam sentra UMKM yang membeli produk/bahan baku dari perusahaan lain dalam sentra
Gambar4.9. · Garnbar 4.10. Gambar 4.11.
Vlll
UMKM menjadi pemasok produk/bahan baku bagi perusahaan lain dalam sentra Kecenderungan Penyedia Jasa yang diminta Bantuan/nasihat bisnis dan Jasa Pelatihan Kecenderungan Jenis Layanan yang diminta
28 50 70 71 79 80 86 97 100 110 126 152 154 155 157 158 160 161 162 163 164 165 166
Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar4.17. Gambar 4.18.
Jenis Layanan yang Pernah diterima Oleh UMKM Makanan Olahan . Kecenderungan UMKM Mengalokasikan Anggaran untuk Pelatihan Karyawan . Kecenderungan Sumber lnformasi bagi Pengembangan Perusahaan Pertukaran Pengatahuan/ lnformasi/ Pengalaman dengan Perusahaan Lain di Dalam Negeri . Pertukaran Pengatahuan/ Informasi/ Pengalaman dengan Perusahaan Lain di Luar Negeri . Kecenderungan UMKM yang memiliki HKI . Profit Responden .
168 169 111 . 172
172 173 174
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 2.2 2.3
Posisi related dari Indonesia dalam hal kondisi infrastruktur berdasarkan The global CompetitivenessReport 2004 - 2005 . .. ... . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kinerja infrastruktur di ASEAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Posisi Relatif Indonesia dalam hal Kualitas Pendidikan dan PengembanganTeknologi Menurut The Global Competitiveness 2004 -
2005.............................................................................................................. 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2.17 2.18 2.19
Posisi relatif Indonesia dalam hal kesiapan dan usaha mengembangkan teknologi dari perusahaan-perusahaan domestik menurut The Global Competitiveness 2004 - 2005 RCA dari Jumlah Produk Ekspor Indonesia, I 997v - 2000 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perbedaan Dalam Produktivitas Tenaga Kerja Antara Perusahaan Multinasional dan Preusan nasional/Local di Industri Manufaktur di Indonesia(%rata-rata nilai tambah per pekerja per tahun) Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Negara-negara ASEAN Elemen-elemenkunci dan Teori Klasik Elemen-elemenkunci dari Teori Neo-Klasik . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . Elemen-elemenkunci dari Teori Keynes..................................................... Elemen-elemenkunci dari Ekonomi Pembangunan Elernen-elemenKunci dari Teori PertumbuhanEkonomi baru Elemen-elemenKunci dari Teori PerdaganganBaru Peringkat 10 Teratas dan Terbawah Kabupaten dalam Daya Tarik Investasi Sistem Inovasi Nasional Bcberapa Definisi Fungsi-fungsipemerintahdalam Sistem lnovasi Nasional/Regional........... KlasifikasiKeuntunganAglomerasi Impact of Agglomeration Advantage on Intra-firm Technological Leaming : A Taxonomy . .. .. .. .. .. .. .. .. . . . .. .. .. . .. .. .. Perbedaan produktivitas tenaga kerja di industri manufaktr di Indonesia rnenurutskala usaha usaha dan subsektor,2000 (rata-rata nilai tambah per tenaga kerja dalam rupiah)..........................................................................
26
26 28 29 30 31 33 39 40 41 42 44
45 47 48 62 ·
65 68 84
ix
2.20
2.21 2.22 2.23 2.24 2.25 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 .3.11
Produktivitas tenaga kerja di UMI dan UK di industri manufatur menurut subsektor, 1996 - 2001, (Rp juta per pckerja) :................................... Produktivitas (P) dan pangsa output (Q) di industri manufaktur menurut skala usaha 1999- 2002 Nilai tambah dan UK (termasuk UMI) .rnenurut subsektor di industri manufaktur (harga berlaku) ( Rp. Miliar) Nilai tambah dan UMI menurut subsektor di industri manufaktur (harga berlaku) (Rp Miliar) ,............................................ Klasifikasi Instrumen Kebijakan Penguatan UKM (Studi SMEPO IDRC Canada) ,..................................................................................... Respon Kebijakan terhadap permasalahan UKM dan daerah dalam inovasi : ilustrasi altematifinstrumen dan tujuan kebijakan ......... .'........................... Jumlah Sambungan Telepon di Kabupaten Subang..................................... Kondisi Pendidikan umum tahun 2003~....................................................... Kondisi pendidikan madrasah tahun 2003 Luas tanam dan produksi tanaman pangan tahun 2003 Luas tanam dan produksi perkebunan tahun 2003 Perkembangan populasi temak dan hasii peroduksi temak di Kabupaten Subang tahun 2000- 2001 ,.: ,................. Jumlah produksi perikanan tahun 2003 .'................................. Nama industri/perusahaan besar dan menengah , , ,...... Jumlah industri besardan menengah sektor industri makanan tahun 20Q3. Potensi sentra industri kecil dan rumah tangga sektor pangan di Kabupaten Subang tahun 2003 Perkembangan Jumlah dan Volume Usaha Koperasi di Kabupaten Subang
2001-2003 3.12 3.13 ).14 3.15 3.16 3.17 3.18 3.19 3.20 3.21 3.22. 3.23 3.24 3.25 3.26 3.27 3.28
x
Kondisi pendidikan umum tahun 2003 Produksi pertanian tanaman pangan Produksi perkebunan Produksi perikanan dan petemakan PDRB Kabupaten Bandung tahun 2001 - 2003 PDRB Kabupaten Bandung menurut kelompok sektortahun 201-2003 Jumlah danlaju pertmbuhan penduduka Kabupaten Garut (2002- 2004) Penduduk 10. tahurr ke atas menurut kegiatan utama kabupaten Garut Tahun 2004 Kelembagan koperasi di Kabupaten Garut per 31 Agustus 2004 Perkembangan jumlah dan volume usaha BMT di Kabupaten Garut tahun
84 85 85 85 90 92 99 100 101 102 103 104 105 106 108 108 109 114 117 118 119 122 123 128 129 130
2003 - 2004
132
Kapasitas sentral telepon dan jumlah line services menurut jenis pelanggan di Kabupaten_Garut (SST).......................................................... Hasil penyelenggaraan pendidikan di kabapaten Garut tahun 2004 Kapasitas produksi pertanian t;}nalfiailpangan Komoditas unggulan Ka~n Garut Luas tanarnan perkebunan besar Kapasitas produksi perkebunan besar Kapasitas produksi perkebunan rakyat
133 134 135 137 139 139 139
3.29 3.30 3.31 3.32 3.33 3.34 3.35 3.36 3.37 3.38 4.1 4.2 4.3
4.4 4.5 4.6 5.1 5.2 5.3 5.4
Jumlah populasi dan kapasitus produksi ternak Kabupaten Garut tahun 2004 Potensi perikanan budidaya Kabupaten Garut Kapasitas produksi dan rumah tangga perikanan darat 2004 Kapasitas produksi hasil kelautan Kabupaten Garut lahun 2004 Beberapa indikator makro Kahupaten Garut tahun 2004 - 2004 Komoditas ekspor kabupaten Garut tahun 2004 Kapasitas industri berdasarkan jenis Kabupaten Garut tahun 2()()4 Kapasitas industri berdasarkan jenis Kabupaten Garut tuhun 2004 Perkembangan jumlah dan volume UKM di Kabupaten Garut tahun 200:1 - 2004 '. --:-.~.::.:.................... Perkembangan jumlah dan volume usaha koperusi di Kubupatcn Gurut tahun 2003 - 2004 Jumlah responden Sumber pembiayaan untuk modal kerja ::............ Peningkatan pengetahuan setelah berinteraksi secara intensif dengan lembag litbang
Produk diversifikasi olehan nanas danproduk kompetitiv lainnya Perbandingan efisiensi tanpa dan dengan alat Total produksi Alam Sari Fungsi-fungsi pemerintah dalam Sistem Inovasi Nasional/Regional Karakteristik faktor-faktor penentu daya saing di Kabupaten Suhang dan altematif kebijakan Karakteristik faktor-faktor penentu daya saing di Kabupatcn Garut dan altematif kebijakan Karakteristik faktor-faktor penentu daya saing di kabupaten Bandung dun altematif kebijakan
142 14:1 144 145 14(1 14 7 146 149 150 151 154 158
I 82 I 84 I 86 I 86 198 204 2(J5
2<Jli
/
XI
BABI PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG
Kajian sistem inovasi nasional Indonesia didasarkan pada pemahaman adanya saling keterkaitan (linkages) diantara para aktor dalam sistim inovasi nasional, dan bagaimana institusi-institusi tersebut saling terkait sebagai elemen dari suatu sistem yang kolektif dalam kreasi pengetahuan dan teknologi, difusi dan pemanfaatannya adalah instrumen yang krusial dalam memperbaiki kinerja inovatif nasional. Pada tahun 2003 telah dilakukan kajian mengenai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah yang berkitan dengan Sistim Inovasi Nasional (SIN). Sebagai perbandingan, di dalam kajian ini dibahas kebijakan-kebijakan inovasi yang dikeluarkan oleh negara-negara OECD dan Negara lainnya, seperti Malaysia, Thailand, Singapura dan Korea dalam rangka membangun fondasi daya saing industri yang kuat. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kebijakan SIN dapat menjadi pedoman dalam mengambil kebijakankebijakan sektoral lainnya terutama yang langsung berkaitan dengan penguatan daya saing dalam jangka panjang yaitu kebijakan industri. kebijakan litbang, dan kebijakan dalam bidang pendidikan terutama pendidikan tinggi. Dari hasil perbandingan yang dilakukan terhadap Negara-negara OECD dan negara tetangga lainnya, maka kesimpulan yang didapat memberikan gambaran bahwa kebijakan SIN di Indonesia· belum memperlihatkan struktur yang jelas dan kebijakan inovasi nasional Indonesia praktis belum secara formal ada dan dipahamik oleh unsur-unsur sistem inovasi nasional-terutama sektor industri, institusi litbang, dan lernbaga pendidikan tinggi. Selain itu, diketahui
pula bahwa berbeda dengan negara-negara maju seperti anggota OECD · dan beberapa negara anggota ASEAN lainnya dimana pengendalian pencanangan dan pelaksanaan kebijakan inovasi nasional ada pada satu tim khusus yang berada langsung di bawah kepala pemerintahan. Hal ini demikian karena kebijakan inovasi nasional meliputi berbagai sektor dan lintas kementerian, sehingga tuga tersebut tidak dapat diembankan kepada satu kementerian saja untuk menghindari lahirnya kebijakankebijakan yang. bersifarsektoral semata. Selain itu, pengendalian langsung oleh kepala pemerintahan ini juga dimaksudkan agar kebijakan inovasi nasional yang diambil benar-benar menjadi acuan bagi semua sektor terkait sehingga upaya-upaya peningkatan daya saing merupakan kegiatan yang sinergi. Dengan melihat pada basil kajian pada tahun 2003 yang telah menggambarkan beberapa faktor penyebab rendahnya pertalian antar elemen sistem inovasi nasional, dan pada tahun 2004 pada tingkat industri dan regional ditemukan bukan hanya pertalian antar elemen sistem inovasi pada industri makanan olahan rendah, tetapi juga terdapat jurang yang lebar antara penyedia jasa teknologi dalam hal ini lembaga riset dan universitas dan pengguna jasa teknologi atau industri. Hal ini berakibat pada rendahnya daya saing industri itu sendiri. Sistem lnovasi diklasifikasikan pada tiga tingkat, yaitu, sistem inovasi pada tingkat nasional, sistem inovasi pada tingkat industri dan/ atau regional, dan sistem inovasi pada tingkat perusahaan. Penelitian dua tahun pertama memetakan kondisi sistem inovasi pada level nasional dan level industri, dan pada tahun ketiga cakupan sistem inovasi dilakukan pada tingkat perusahaan dengan penekanan implementasi rekomendasi penelitian yang dilakukan pada tahun kedua. Berikut beberapa basil yang telah dicapai pada kegiatan penelitin kompetitif pada tahun 2003 dan 2004. Hasil penelitian Sistem _lnovasi Nasional Indonesia yang dilakukan pada tahun 2003 antara lain: . ~ Pertalian (linkages) antara elemen sistem inovasi nasional
Indonesia masih sangat lemah.
2
•
•
•
Faktor-faktor penyebab kondisi tersebut antara lain adalah tidak adanya strategi imovasi nasional Clan lembaga yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi lahirnya kebijakan inovasi nasional yang menjadi acuan bagi pembuat kebijakan di berbagai sektor, Dengan · kata lain, Indonesia belum mempunyai strategi inovasi nasional. Akibatnya, berbagai kebijakan yang terkait dengan sistem inovasi nasional lebih berfokus pada kepentingan sektoral. Salah satu rekomendasi yang diajukan adalah perlunya pengembangan sistem inovasi nasional dipimpin langsung oleh Kepala Pemerintahan dibantu oleh satu tim yang kredibel sehingga kebijakan yang diambil akan mengikat secara lintas sektoral. Hasil penelitian ini telah dipresentasikan di Bangkok, Thailand pada tanggal 1-2 April 2004 pada The First Asialic International
Conference on Innovation System: Challenges and Regional Integration dengan jugul National Innovation System of Indonesia: A Journey and Challenges. Hasil penelitian Sistem Inovasi pada Klaster lndustri Kecil dan Menengah Makanan pada tahun 2004 antara lain: • UMKM dalam suatu lingkungan geografis tertentu (sentra) dapat menimbulkan terjadinya transaksi antar perusahaan dalam sentra. Hal ini dapat menciptakan terjadinya efisiensi seperti rendahnya biaya transportasi, komunikasi, delivery time, dan menekan tingkat kerusakan produk atau bahan baku. Karenanya dimungkinkan terciptanya apa yang disebut dengan efisiensi kolektif (collective efficiency). • Pertalian antara elemen sistern inovasi belum berjalan denga efekti f. Faktor-faktor penyebab antara lain adanya informasi asimetris antara lembaga riset dan lembaga pendidikan di satu pihak dan industri di pihak lain; dan tidak adanya fasilitator yang memainkan . peran untuk memfasilitasi terjadinya pertalian antar unsur sistem inovasi. • Koperasi, baik pada tingkat dinas, kabupaten, dan kecamatan, maupun koperasi sebagai badan usaha merupakan lembaga yang berinteraksi lebih intensif dengan UMKM dibandingkan berbagai 3
•
•
•
•
institusi lainnya seperti lembaga riset dan lembaga pendidikan. Berbagai bantuan pemerintah kepada UMKM mengalir melalui lembaga ini. Business Development Services (BOS) merupakan suatu institusi baru yang lahir sejak tahun 2001 dan telah ada di semua propinsi dan di berbagai kabupaten. BOS mempunyai tugas utama untuk melakukan pendampingan terhadap UMKM. Namun basil penelitian menunjukkan bahwa interaksi dan kontribusi institusi ini terhadap perkembangan UKM di daerah yang disurvey masih sangat rendah. Untuk meningkatkan pertalian antar elemen sitem inovasi direkornendasikan untuk mendorong lahirnya program-program bersama (joint program) dalam bidang-bidang prioritas di daerah.
Untuk mengatasi informasi asimetris yang ada, direkomendasikan lembaga riset dan universitas untuk mendukung lembaga yang sudah ada di daerah dan dekat dengan UMKM yaitu koperasi dan BOS. Lembaga riset dan pendidikan tinggi juga dapat memanfaatkan dua institusi lainnya yang sudah ada di daerah untuk mengkomunikasikan berbagai informasi iptek kepada UMKM. Dengan pendekatan-pendekatan ini maka aliran informasi dari penyedia jada iptek akan lebih mudah dapat diakses oleh UMKM di daerah. Publikasi dalam bentuk buku berjudul "Sistem Inovasi dan Daya Saing Berkelanjutan: Suatu tinjauan pada klaster industri makanan, disunting oleh Syahrul Aiman dan Manaek Simamora diterbitkan pada bulan Februari 2005 oleh LIPI Press.
Seperti disebutkan di atas, kegiatan penelitian tahun 2004 merekomendasikan beberapa langkah yang perlu diambil. Langkahlangkah atau strategi tersebut meliputi peningkatan pertalian (linkages) dengan melahirkan kebijakan-kebijakan yang diinisiasi oleh Pemda seperti pengembangan joint program oleh elemen sistem inovasi, . pemanfaatan dan penguatan lembaga yang sudah ada merata di setiap propinsi dan kabupaten sebagai jembatan atau penghubung antara penyedia jasa teknologi dan pengguna jasa teknologi untuk mengatasi 4
informasi asimetris, dan fasilitasi pengembangan percontohan industri berbasis teknologi dimana elemen-elemen sistem inovasi memainkan peran penting di dalamnya. Pada tahun 2005, beberapa saran dan rekomendari tersebut akan dicoba diterapkan. Penerapan ini menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam suatu kegiatan inovasi, karena inovasi tidak dapat berhenti pada tataran konsep. Kegiatan penelitian pada tahun 2005 diharapkan dapat menjadi katalisator implementasi strategi penerapan sistem inovasi pada klaster industri makanan di daerah terpilih, terutama terjadinya implementasi pertalian lembaga riset, universitas dan industri dimana akan dapat dilihat dampak positif pertalian tersebut terhadap daya saing industri (khususnya UKM-UKM terpilih yang akan menjadi proyek percontohan). Peran Pemerintah Daerah melalui kebijakan yang kondusif akan sangat menentukan dalam penerapan sistem inovasi pada tingkat perusahaan. Demikian juga halnya dalam memfasilitasi terjadinya interaksi di antara elemen sistem inovasi, Pemda juga memainkan peran penting. 2003 Gambamn Sistem Inovasi N~sional Indonesia: • Penalian antar elemen SIN sangal lemah
• Faktor Pcnyehab: I) Tdk ada kcbijalcan inovasi nasional dan 2) Tdk ada lemhaga yg ber tj dalam pengembangannya-pendckatan sektornl
2004 Peta slslem lnovasl pada klaster IMKM makanan (Uni:katlndustrl) - pertalian antar elemen oislemlnovasl rendah • Instltasl koperasl dan BOS tersebar merata - Stralegi clan rtkomendasl
Fasilitasl penerapan sistem lnovasl pada UMKM percontohan makanan BerbasisTekno·
2005 Penerapan slralegl Si.•l<m lnovmi: I ) Joi nl program 2) Pemanfaatan dan pcnguat:.m bridging institutions-1&2 policies 3) Fasilitasi penerapan sistem inovasi pd tkl peni.
Ad 3. · Selek_.d polensl daerah • Seleksl UMKM YI! akun jadi nwdel UMKM - kajian leknologi lerkuit
logi (LIP!)
Gambar 1.1. Roadmap seri penelitian sistem inovasi (2003-2005)
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Kajian Sistem Inovasi pada klaster industri makanan olahan · antara lain perlu memahami tiga faktor utama yang saling mendukung, 5
yaitu; 1) Posisi daya saing; 2) karakter kluster dan sistem inovasi dalam. klaster; dan 3) perangkat kebijakan yang mendukung. Deskripsi dan analisis atas ketiga faktor tersebut diperlukan untuk memberikan bahan pertimbangan dalam melakukan penyesuaian dan perbaikan dalam penerapan atau pengembangan sistem inovasi pada klaster industri tsb. Penelitian sistem inovasi pada klaster industri makanan pada tahun . 2004 telah menggambarkan kondisi pertalian sistem inovasi pada klaster industri makanan dan diajukan beberapa rekomendasi dan tindak lanjut yang dapat dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan di Dae rah. Untuk merealisasikan beberapa tindak lanjut dan rekomendari hasil penelitian tahun 2004 tersebut, maka pada tahun 2005 penelitian diarahkan pada fasilitasi untuk mendorong lahimya dan diterapkannya kebijakan-kebijakan terkait yang dapat mendorong terciptanya saling keterkaitan antar elemen sistem inovasi di Daerah. Pada skala mikro, kontribusi dari saling keterkaitan tersebut dapat tercermin dari meningkatnya daya saing dari suatu perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: I) Bagaimanakah kebijakan terkait dalam mendorong peningkatan saling keterkaitan (linkages) di antara elemen-elemen sistem
inovasi pada klaster industri makanan dapat diterapkan? 2) Strategi· apa yang diperlukan untuk menerapkan berfungsinya sistem inovasi dalam meningkatkan daya saing perusahaan? 1.3
TUJUAN DAN SASARAN
1.3.1 Tujuan 1) Mengembangkan strategi untuk mendorong berfungsinya sistem inovasi pada klaster industri makanan di Daerah. 2) Melaksanakan strategi peningkatan pertalian (linkages) di antara elemen sistem inovasi pada klaster industri makanan dalam meningkatkan daya saing-industri khususnya UMKM.
6
3) Memfasilitasi suatu percontohan yang dapat menjadi salah satu model dimana dapat dilihat pertalian antar elemen sistem inovasi berkontribusi positif terhadap meningkatnya daya saing industri melalui eksploitasi potensi khas sumber daya lokal. 1.3.2 Sasaran 1) Terbentuknya dan terlaksanakannya strategi peningkatan pertalian elemen-elemen sistem inovasi pada klaster industri makanan melalui lahirnya kebijakan yang kondusif dan pelaksanaan program bersama antar elemen sistem inovasi (joint programs).
2) Termanfaatkannya dan menguatnya lembaga-lembaga di daerah sebagai bridging institutions sehingga informasi asimetris antara penyedia jasa teknologi dan pengguna jasa teknologi dapat dijembatani. 3) Terfasilitasinya peningkatan daya saing UMKM makanan percontohan yang menggambarkan adanya kontribusi dari terjadinya pertalian elemen-elemen sistem inovasi dalam meningkatkan daya saing industri khususnya dalam mengeksploitasi sumberdaya spesifik daerah. Dengan sasaran seperti disebutkan di atas, maka hasil yang ingin dicapai adalah: a. Mulai terimplementasikan secara konkrit pertalian antara elemen sistem inovasi di daerah terpilih dengan menerapkan rekomendasi basil penelitian tahun 2004. b. Ada satu UMKM makanan percontohan meningkat daya saingnya sebagai dampak dari meningkatnya pertalian di antara elemen sistem inovasi pada tingkat perusahaan. 1.4
METODOLOGI
1.4.1 Kerangka Pemikiran Michael Porter menyebutkan bahwa sumber-sumber paling penting yang berkontribusi terhadap kemakmuran bukanlah faktor7
faktor warisan (inheritance) tapi diciptakan (created). Kemakmuran tersebut ditentukan oleh tingginya daya saing sebagai akibat tingginya kapasitas inovasi baik pada tingkat nasional, daerah, atau industri. Kemakmuran
DayaSaing/ Produktivitas
Kapasitas Inovasi Sumber: Porter, 2003:2
Gambar 1.2 Pertumbuhan Inovasi dan Produktivitas
Gambar 1.2. menunjukkan hubungan kapasitas inovasi, daya saing, dan kemakmuran. Kapasitas inovasi (innovation capacity) akan ditentukan oleh adanya dan berfungsinya secara efektif saling keterkaitan sistemik dan komunikasi interaktif antara para aktor inovasi, baik pada tingkat nasional, daerah (regional), ataupun industri. Dengan demikian berfungsinya sistem inovasi baik pada tingkat nasional, regional, industri, atau perusahaan akan menentukan daya saing di masing-masing tingkatan seperti dapat dilihat pada Gambar 1.3. Porter (2003) selanjutnya rnengatakan bahwa tingkat kemakmuran suatu negara atau daerah akan sangat tergantung pada tiga ha! pokok, yaitu: I) Bagaimana (bukan apa) industri dalam suatu negara atau daerah berkompetisi (dan/atau bekerjasama). 2) Tingkat produktivitas dari semua industri 3) Inovasi merupakan unsur yang vital untuk peningkatan jangka panjang produktivitas.
8
Kemakmuran
u
)
Daya Saing/ Produktivitas Kapasitas Inovasi
Sistem Inovasi Gambar1.3 Sistem Inovasi dan Daya Saing Bagaimana suatu industri dalam suatu negara atau daerah berkompetisi dan/atau bekerjasama akan menentukan tingkat aliran pengetahuan dalam kawasan tersebut (knowledge flow). Karena pentingnya unsur 'pertukaran' pengetahuan tersebut, maka dilakukan berbagai upaya sehingga iklim yang kondusif, terutama antara perusahaan, atau bahkan antar industri dapat berinteraksi satu sama lain. Pendekatan klaster industri merupakan satu strategi yang dapat mengakselerasi atah bahkan menciptakan saling keterkaitan yang lebih sistemik. Pendekatan klaster telah menjadi inisiatif yang banyak mendapat perhatian sejak tahun 1990-an, yaitu sejak Michal Porter meluncurkan konsep tersebut melalui bukunya The Competitive Advantage of Nations. Dalam argumennya, Porter menggarisbawahi bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi saling berdekatan dengan satu atau kelompok perusahaan lain dan institusi pendukung lainnya dalam suatu lokasi atau kawasan sering lebih berdaya saing daripada perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara terisolasi. Hal · ini disebabkan oleh faktor kompetisi dan kerjasama (dalam Mertins, 2002). Kedua aspek tersebut dapat menimbulkan pembelajaran kumulatif bagi perusahaan-perusahaan di dalam klaster.
9
Tingkat produktivitas semua industrijugajelas menjadi faktor penentu tingkat daya saing. Satu sektor industri hanya akan berdaya saing jika didukung oleh sektor industri lainnya dengan tingkat produktivitas yang tinggi pula. Industri makanan olahan misalnya hanya akan menjadi berdaya saing apabila didukung oleh industri pertanian dan juga industri pengemasan. Tingkat produktivitas pada industri se~ara keseluruhan dengan demikian menjadi syarat mutlak dalam meningkatkan daya saing industri nasional. Praktek manajemen dan proses produksi yang secara terus menerus diperbaharui dengan konsep dan teknologi terbaru (bagi pelaku industri) merupakan faktor penentu dalam peningkatan produktivitas dan daya saing. Inovasi telah terbukti menjadi faktor utama dalam peningkatan jangka panjang daya saing suatu industri bahkan negara. Pengalaman negara-negara seperti China, Korea Selatan, India, Singapura, Malaysia, dan Thailand beberapa negara Asia yang terkena darnpak krisis moneter pada tahun 1997 telah membuktikan ketangguhan negara-negara tersebut sehingga krisis tersebut tidak menimbulkan dam pat negatif yang berkepanjangan. Kapasitas inovasi negara-negara tersebut menjadi fondasi yang kuat dalam mendukung peningkatan daya saing secara berkelanjutan. Dengan kapasitas inovasi yang dimiliki, maka ketergantungan kepada negara-negara lain dapat diminimalisir. Contoh pengalaman beberapa negara di Asia tersebut di atas menunjukkan bahwa peran pemerintah sangat menentukan dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi terciptanya daya saing berkelanjutan melalui instrument kebijakan dan intervensi baik langsung maupun tidak langsung yang dapat dimainkan. Namun demikian, faktor penentu dari kebijakan Pemerintah juga dapat menimbulkan dampak lain yang sebaliknya, yaitu menciptakan iklim yang tidak kondusif. Hasil kajian klaster mesin diesel di India, misalnya, menyebutkan terjadinya suatu kebijakan yang malah membatasi arus pengetahuan dalam suatu klaster sehingga tercipta suatu kondisi 'keusangan teknologi' (technological obscelence) pada klaster (Basant,
2002:52). Inilah yang menyebabkan mengapa berbagai negara dan
10
daerah secara terus-menerus melakukan pemetaan terkini sistem inovasi pada negara atau daerah sehingga kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Pemahaman konsep klaster industri dan hubungannya dengan · inovasi menjadi sangat penting, khususnya bagi Pemerintali Daerah dalam upayanya meningkatkan daya saing industri di daerah. Michael Porter menyebutkan ada tiga dampak positif dari suatu klaster industri yang dinamis, yaitu klaster: 1) meningkatkan produktivitas/efisiensi 2) menstimulasi dan memampukan (enable) inovasi
3) memfasilitasi komersialisasi lmdhulyaag meadulamg twnbubllya kolaborul
L Sumber: Porter, ~001:38
Gambar 1.4 Faktor-Faktor Penentu Daya Saing
Untuk mengakselerasi pencapaian dampak tersebut, intervensi yarig tepat oleh Pemerintah melalui kebijakan-kebijakan terkait dengan pengembangan sistem inovasi sangat memegang peran pentirrg"Untuk 11
menghasilkan kebijakan inovasi yang tepat perlu diperoleh informasi tentang gambaran faftor-faktor daya saing di daerah seperti pada gambar berikut.
1.~.2 Metode Penelitian
/'
·'... f
. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif analitik. Dengan metoda ini akan digambarkan kondisi sistem inovasi pada tingkat perusahaan, khususnya UKM, yang akan menjadi percontohan UMKM berbasis teknologi. Selanjutnya dilakukan pemetaan kondisi faktor-faktor penentu daya saing pada klaster industri makanan dan pertalian antar unsur sistem inovasi di tiga daerah tingkat II (Subang, Kab/Kota Bandung, dan Garut) sebagai landasan bagi para aktor lokal dan pengambil kebijakan dalam menyusun dan menerapkan kebijakan sistem inovasi terkait di ketiga daerah ini seperti melalui dilaksanakannya program bersama (joint program) antar elemen sistem inovasi yang terfokus dan berkelanjutan. Sedangkan metode eksperimen dilakukan melalui kerjasama antar elemen sistem inovasi, yaitu sektor pendidikan, lembaga riset, :r~~ektor pendukung lainnya dengan UMKM yang diseleksi dalarn Y8.fuengeksploitasisumber daya khas lokal (faktor kondisi) menjadi suatu produk yang bernilai tambah. Dengan pendekatan ini, dilakukan suatu proyek percontohan (pilot project) melalui mana ketiga unsur sistem inovasi saling terkait dalarn meningkatkan daya saing perusahaan terpilih yang diharapkan dapat menjadi model UKM berbasis teknologi. Dalam rangka penerapan sistem inovasi pada klaster industrri makanan dan rnendorong lahirnya satu model UMKM berbasis teknologi, metode penelitian yang dilakukan adalah dengan rnetode riset aksi (action research, Dick dalam Altrichter, 2002). Riset aksi adalah salah satu dari riset metodologi yang mengejar aksi (atau perubahan) dan riset (atau pemahaman) pada saat yang sama. Dalam berbagai bentuknya yang paling umum hal ini dilakukan melalui , -aksi dan refleksi kritis dan pada siklus berikutnya, terus memperbaiki metode, data dan interpretasi dengan mempertimbangkan pemahaman yang dikembangkan pada siklus sebelumnya (Altrichter et.al., 2002). 12
Riset aksi mengadopsi suatu pendekatan iterative mencakup identifikasi permasalahan, rencana aksi, implementasi, evaluasi, dan refleksi. Pemahaman yang diperoleh dari siklus awal memberikan masukan pada perencanaan pada siklus berikutnya dimana rencana aksi dimodifikasi dan proses riset diulang. Pengertian riset aksi tersebut menampilkan beberapa ciri yang jelas dari riset aksi, yaitu: "penyelidikan kolaboratif kritis oleh para praktisi yang berefleksi yang bertanggungjawab dalam membuat hasilhasil dari penyelidikannya diketahui public, evalusai sendiri dalam pelaksanaan, dan melibatkan pemecahan masalah secar partisipatif dan melanjutkan pengembangan professional. Kotak berikut memuat definisi operasional dari suatu riset aksi (action research): Dikatakan riser aksi, jika: • Orang merefleksi dan memperbaiki ( atau mengembangkan) pekerjaan mereka dan siiuasi mereka sendiri • Dengan ketat sating mengaitkan refleksi dan aksi; dan • Juga membuat pengalaman mereka diketahui publik bukan hanya di antara para peserta tapi juga kepada orang atau pihak lain yang tertarik dan peduli terhadap situasi dan kondisi ... Dan jika suatu situasi dimana terjadi peningkatan: • Pengumpulan data oleh peserta sendiri ( atau dengan bantuan orang lain) dalam hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri • Peserta (dalam menghadapi masalah dan menjawab permasalahan) dalam pengambilan keputusan .... • Kolaborasi diantara anggota kelompok sebagai suatu "komunitas yang kritis" • Refleksi-diri, evaluasi sendiri, dan pengelolaan sendiri oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan otonom dan kelompok • Secara progresif (dan publik) belajar dengan mengerjakan (learning by doing) dan dengan membuat kesalahan-kesalahan dalam sautu 'spiral refleksi' dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi, perencanaan kembali, dst. • Refleksi yang mendukung ide dari 'praktisi refleksi sendiri' Maka dalam situasi tersebut riser aksi sedang terjadi. Sumber: Altrichter, 2002: I 30
13
Proses siklus riset aksi dengan demikian akan menyerupai gambar spiral seperti dilihat pada gambar berikut:
/8
=~ Rtfleb0
/ Re@Re
ksi
ncana
Obse
8
Aksi
Sumbu:Alllrichllr. d aL. 2002:1.10
Gambar 1.5 Spiral Siklus RisetAksi
Dengan metode riset aksi, para aktor di daerah akan menjadi pelaku utama dalam penerapan saling keterkaitan antar unsur sistem inovasi pada industri makanan di daerah terpilih. Pelaksanaan pendekatan ini secara konsisten akan dapat mendorong terciptanya keberlanjutan program karena dilakukan melalui suatu proses pembelajaran/refleksi yang selanjutnya diakomodir dalam menentukan rencana kegiatan pada tahun-tahun berikutnya. 1.5
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan akan mengikuti alur seperti digambarkan secara garis besar pada Gambar 1.6.
14
r - -
'
r+ llalar
~ 'I\tjuan,
~
2 'IlJljwan Pustaka
3.Ganmrai Prdil Jlierah MxJel Berlian
'-
t
-
4.s:Nan hXM1Si Ul\l<M
Smaran
4
Mikanan
I-+
5. Sintesa • Siiupsis • Sann dat Rekanmdasi
.....
Gambar 1.6 Alur dan Sistematika Penulisan
Kajian pada Bab I diawali dengan penjelasan latar belakang kajian, permasalahan, tujuan, serta sasaran yang hendak dicapai; metodologi yang terdiri dari kerangka pemikiran dan metode penelitian yang dipergunakan. Pada Bab II dilakukan tinjauan literatur untuk memperoleh pemahaman terhadap konsep daya saing, klaster industri dan sistem inovasi, dan strategi penguatan UKM dengan memberikan penekanan .pada kerangka 'model berlian' dari Michael Porter. Gambaran profil daerah Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut berdasarkan kerangka "Model Berlian" dari Porter disajikan pada Bab III. Selanjutnya Bab IV memuat deskripsi dan analisis hasil survey sistem inovasi pada klaster industri makanan di Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut. Bab - V merupakan Bab Penutup yang berisi kesimpulan, saran, dan Rekomendasi. Beberapa Lampiran yang relevan disajikan pada bagian akhir.
15
BAB II STUD! PUSTAKA
Bab ini menguraikan konsep daya saing-nasional, regional, dan industri-dan dua konsep utama utama lainnya yang akhir-akhir ini semakin disadari merupakan bagian tidak terpisahkan dengan konsep daya saing, yaitu: sistem inovasi dan klaster industri 1• Pada bagian awal dari bab ini akan dibahas pengertian konsep daya saing nasional dan regional diikuti dengan pembahasan konsep sistem inovasi nasional, klaster industri, dan kebijakan penguatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Bagian akhir dari bab ini akan menguraikan penerapan kedua konsep tersebut dalam industri makanan. 2.1
DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN REGIONAL
2.1.1 Daya Saing (industri) Nasional Menurut Michael Porter (1985, 1986, 1990), dan beberapa pakar lainnya2, hal-hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh setiap perusahaan atau industri untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, kewirausahaan, dan efisiensi atau produktivitas yang tinggi, kualitas produk yang baik, promosi yang luas dan agresif, pelayanan puma jual (service after sale) yang baik, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan/pendidikan, etas kerja, disiplin, komitmen, kreativitas dan motivasi yang tinggi, proses 1
2
Pembahasan sistem lnovasi dan klaster industri dicuplik dari Aiman dan Simamora (2005). Lihat juga, antara lain, Daniels dan Radebaugh ( 1989), Grossman dan Helpman
(1993), dan Krugman (1988).
17
produksi dengan skala ekonomis, diferensiasi produk, modal dan prasarana serta sarana lainnya yang cukup, jaringan distribusi di dalam dan terutama di luar negeri yang luas serta diorganisasikan dan dikelola secara profesional, proses produksi dilakukan dengan sistem just-in-
time (TIT). Semua faktor keunggulan kompetitif yang disebut ini dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dunia saat ini menjadi sangat · penting. Pada tingkat nasional, menurut Porter, daya saing sebuah negara sangat tergantung pada kapasitas masyarakatnya (terutama pengusaha) untuk berinovasi dan melakukan pembaharuan terus menerus, dan untuk ini diperlukan teknologi dan SDM. Oleh karena itu, berbeda dengan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif sifatnya sangat dinamis: teknologi berubah terus, demikian juga kualitas SDM berkembang terus. Perubahan-perubahan ini yang membuat keunggulan suatu negara di dalam persaingan global juga tidak selalu tetap, melainkan bisa di atas atau di bawah negara lain. Hal ini bisa dilihat dari menurunnya tingkat daya saing atau dominasi AS terhadap Jepang dalam spesialisasi internasional untuk produk-produk manufaktur tertentu di pasar global, seperti perabotan elektronik rumah tangga, dan kemajuan yang dicapai negara-negara industri baru di Asia dari kelompok NICs seperti Korea Selatan, Taiwan dan Singapura selama 4 dekade terakhir ini. 3 Inti dari paradigma Porter ini adalah bahwa keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh keunggulan kompetitif dari perusahaan-perusahaan yang ada di negara tersebut, dan, seperti telah dibahas sebelumnya, keunggulan kompetitif suatu perusahaan tergantung pada kemampuannya dalam melakukan inovasi. Dalam kata lain, suatu perusahaan mencapai keunggulan kompetitif melalui tindakan inovasi, termasuk penciptaan teknologi baru maupun cara produksi, cara pemasaran, atau cara bersaing yang baru. Inovasi dapat J
, .
Pembahasan mengenai perubahan pola persaingan global dan semakin pentingnya spesialisasi intemasional serta perubahan posisi AS dibandingkan Jepang, Eropa dan lainnya di pasar dunia; sebagai akibat dari kemajuan teknologi, dapat dilihat antara lain di Dollar dan Wolf (1993).
18
juga diwujudkan dalam suatu rancangan produk baru, dan suatu cara yang baru dalam melaksanakan pelatihan atau pendidikan dalam usaha meningkatkan SOM di dalam perusahaan. Banyak inovasi menciptakan keunggulan kompetitif dengan kesempatan pasar baru atau dengan. . melayani suatu segmen pasar yang masih belum dimasuki oleh pesaing. Pada saat para pesaing lambat dalam memberikan respons terhadap perubahan pasar, inovasi seperti ini menghasilkan keunggulan kompetitif. Sebagai contoh, dalam industri otomotif dan perabotan elektronik rumah tangga, perusahaan-perusahaan Jepang mendapatkan keunggulan di pasar dunia dengan pembuatan model-model yang lebih kecil, lebih ringkas dan lebih murah daripada para pesaing dari negaranegara lain, termasuk AS. Keunggulan kompetitif dari perusahaanperusahaan Jepangjuga disebabkan oleh kemampuan yang tinggi dari perusahaan-perusahaan tersebut dalam mengantisipasi dan merespon kebutuhan pasar domestik maupun internasional. Sekali sebuah perusahaan mencapai keunggulan kompetitif lewat suatu inovasi, misalnya memperkenalkan suatu produk baru, perusahaan tersebut dapat bertahan lama di pasar hanyajika dilakukan perbaikan terus menerus terhadap produk tersebut, sesuai perubahan permintaan pasar dan perubahan teknologi. Dengan inovasi, sebuah perusahaan bisa mengejar kekalahannya, bahkan akhirnya menyamakan atau melebihi keunggulan kompetitif pesaingnya. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan Korea Selatan dalam industri otomotif, televisi berwarna, VCR, dan handphone (HP) telah berhasil menyamai
kemampuan perusahaan-perusahaan Jepang. Perusahaan-perusahaan Brazilia telah mempu merakit teknologi dan rancangan produksi yang setara denga para pesaingnya dari Italia dalam membuat alas kaki kasual dari kulit. Suatu perusahaan di suatu negara juga bisa mengalahkan pesaingnya di negara lain dengan melakukan inovasi produk ke tipetipe yang lebih canggih. Hal ini yang dilakukan oleh perusahaan-. perusahaan mobil di Jepang. Pada awalnya di tahun 60-an mereka melakukan penetrasi pasar asing seperti AS dan Ero pa dengan ti petipe mobil yang ringkas dan murah dengan kualitas yang memadai dan bersaing atas dasar biaya TK yang lebih murah. Walaupun pada saat
19
itu memiliki keunggulan kompetitif dalam harga, perusahaanperusahaan otomotif Jepang secara terus menerus melakukan inovasi dengan investasi yang sangat besar dan membangun pabrik-pabrik moderen d_en~an.k?pasitas produksi yang lebih luas untuk mendapatkan skala ekonomis. Inovasi ini akhirnya membuat mereka menjadi inovator dalam teknologi proses pembuatan mobil, merintis produksi JIT, dan praktik-praktik untuk mempertahankan/menyempurnakan kualitas dan produkti vitas. Inovasi ini juga membuat perusahaan-perusahaan mobil Jepang saat ini dapat membuat berbagai maca model mobil dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan 30 tahun lalu. Di dalam modelnya Porter, ada empat variabel domestik penting yang secara individual dan sebagai suatu sistem menentukan daya saing suatu negara (Gambar 1), yakni sebagai berikut: 1) Ko.ndisi faktor (tenaga kerja, modal, tanah, iklim, teknologi, kewirausahaan, faktor-faktor produksi lainnya, SDA dan infrastruktur). 2) Kondisi permintaan. 3) Kondisi industri terkait dan industri pendukung. 4) Strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Keempat faktor tersebut menciptakan lingkungan nasional yang mempengaruhi kinerja dan daya saing global dari suatu perusahaan di suatu negara. Perbedaan dalam faktor-faktor ini membuat mengapa suatu perusahaan/industri di suatu negara bisa berinovasi, mampu mengatasi hambatan substansial terhadap perubahan pasar dan teknologi atau lingkungan secara umum dibandingkan di negara lain. Selain keempat variabel tersebut, ada dua variabel tambahan tetapi di luar model tersebut (disebut variabel luar), yakni peluang dan pemerintah. Dalam hal kondisi faktor, penekanan Porter adalah pada penciptaan faktor produksi berkualitas tinggi, seperti SDM yang berketerampilan atau suatu dasar ilmiah. Pemahaman Porter mengenai faktor produksi yang diperlukan sebuah perusahaan atau negara untuk . mencapai keunggulan kompetitifnya dapat juga dikutip dari penjelasan di Cho dan Moon (2003) sebagai berikut: Faktor produksi yang paling
20
penting adalah yang melibatkan investasi yang bertahan lama ..... dan terspesialisasi. Faktor-faktor dasar seperti kumpulan tenaga kerja atau sumber bahan mentah lokal, tidak menyatakan keunggulan dalam industri padat pengetahuan. Perusahaan dapat mengaksesnya secara . mudah melalui strategi global atau memotongnya melalui teknologi . . ... Untuk mendukung keunggulan kompetitif, suatufaktor harus sangat terspesialisasi pada kebutuhan tertentu dari sebuah industri - suatu lembaga ilmiah melakukan spesialisasi dalam hal optik, sekutnpulan modal ventura mendanai perusahaan perangkat lunak. Faktor-faktor ini lebih langkah, lebih sulit bagi para pesaing asing untuk mengawalinya - dan mereka perlu menciptakan investasi yang bertahan lama. Negara berhasil dalam industri di mana mereka secara khusus baik dalam penciptaan faktornya. Keunggulan kompetitif berasal dari keberadaan institusi kelas dunia yang pertama kali menciptakanfaktoryang terspesialisasi dan selanjutnya secara terusmenerus bekerja untuk memperbaharuinya. Denmark memiliki dua rumah sakit yang berkonsentrasi dalam mempelajari dan merdwat diabetes - dan suatu posisi ekspor yang memimpin di dunia dalam bidang insulin. Belanda memiliki lembaga penelitian perdananya di dalam pengolahan, pengemasan, dan pengiriman bunga, di mana negara ini adalah pemimpin ekspor dunia (hal.83).
Dalam hal kondisi permintaan dalam negeri, besarnya permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk produk dari industri tertentu sangat penting bagi pengembangan kemampuan bersaing dari industri tersebut. Cho dan Moon (2003) menjelaskan peran dari kondisi permintaan di dalam negeri terhadap peningkatan daya saing nasional sebagai berikut: Negara memperoleh keunggulan kompetitif dalam industri di mana permintaan dalam negeri memberi perusahaan suatu gambaran yang lebih jelas atau lebih awal tentang kebutuhan pembeli yang mengemuka, dan di mana para pembeli yang · mengajukan permintaan menekan perusahaan yang berinovasi lebili cepat dan mencapai keunggulan kompetitif yang lebih berpengalaman dibandingkan dengan para pesaing asingnya Ukuran permintaan dalam negeri terbukti jauh kurang signifikan dibandingkan dengan
21
karakter permintaan dalam negeri.Kondisi permintaan dalam negeri membantu membangun keunggulan kompetitif pada saat suatu segmen industri tertentu Lebih besar atau Lebih dapat dilihat dalam pasar domestik daripada dalam pasar asing. Segmen pasar yang Lebih besar di dalam sebuah negara menerima sebagian besar perhatian dari perusahaan negara tersebut; perusahaan menganggap segmen yang lebih keci/ atau kurang diinginkan sebagai suatu prioritas yang lebih rendali (hal.85). Lebih lanjut Cho dan Moon mengatakan bahwa sifat
dari pembeli domestik sangat penting. Suatu perusahaan di suatu negara akan mendapatkan keunggulan kompetitif jika para pembeli domestik bukan konsumen biasa melainkan masyarakat yang sering membeli barang-barang impor atau sering bepergian ke luar negeri (disebut pembeli dunia) yang paling berpengalaman soal kualitas dan paling membutuhkan barang atau jasa yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Dalam hal industri terkait dan pendukung, kemajuan dalam industri nasional dan perdagangan internasional dari negara-negara industri maju maupun negara-negara industri baru (NICs) menunjukkan bahwa mereka maju karena juga didukung oleh industri terkait dan industri pendukung mereka yang maju dan kompetitif. Pengalaman dari negara-negara ini memberi suatu kesan bahwa suatu industri hilir di suatu negara akan semakin kompetitif di pasar dunia jika industriindustri terkait dan pendukungnya di dalam negeri juga mempunyai keunggulan kompetitif di tingkat internasional. Manfaat ini bagi industri hilir dijelaskan oleh Cho dan Moon (2003) dengan contoh pengalaman dari beberapa negara maju sebagai berikut Perusahaan di negara tersebut mendapatkan manfaat paling besar pada saat para pemasok, adalah pesaing global. Daya saing pada industri terkait akan memberikan manfaat yang serupa: aliran informasi dan sating tukar dalam hal teknis akan mempercepat tingkat inovasi . Suatu industri terkait di dalam negeri .juga akan meningkatkan kecenderungan bahwa perusahaan akan mencakup keterampilan baru, dan juga memberikan sumber pihak baru yang akan membawa suatu · pendekatan yang baru untuk bersaing. Keberhasilan Swiss dalam bidang farmasi muncul dari keberhasilan internasional sebelumnya
22
dalam bidang industri celup dominasi Jepang dalam bidang keyboard musik elektronik tumbuh dari keberhasilan dalam instrumen akustik yang digabungkan dengan posisi yang kuat dalam produk elektronik konsumen (hal.89).
Menurut Cho dan Moon (2003), industri terkait dan industri pendukung sebagai pemasok industri hilir yang secara internasional kompetitif menciptakan keunggulan bagi industri hilir tersebut dalam beberapa cara .. Sal ah satunya adalah bahwa para pemasok terse but mensuplai input, mesin, atau komponen dengan biaya efektif yang lebih tinggi dalam cara yang lebih efisien, lebih cepat, dan lebih baik kualitasnya dibandingkan impor. Sebagai contoh, perusahaan perhiasan emas dan perak Italia memimpin dunia dalam industri tersebut sebagian karena 2/3 dari mesin pembuatan perhiasan dan mesin daur ulang logam mulia di dunia dipasok oleh perusahaan-perusahaan Italia. lndustri terkait atau pendukung sering juga sebagai sumber inovasi dan pembaharuan dalam produk maupun proses produksi di industri hilir. Kerjasama dalam inovasi dan pembaharuan antara industri pemasok dan industri hilir akan semakin optimal jika hubungan kedua industri tersebut semakin erat, dan lebih lagi jika mereka berlokasi di tempat yang sama (kluster) sehingga jalur komunikasi pendek dan bisa memanfaatkan fasilitas R&D bersarna. Dalam hal strategi perusahaan, struktur, dan persaingan, kondisi nasional menciptakan kecenderungan kuat dalam hal bagaimana lahimya perusahaan-perusahaan dan bagaimana pola dan struktur organisasi serta pengolaannya. Juga kondisi nasional sangat menentukan sifat persaingan domestik antara perusahaan-perusahaan yang ada. Di banyak negara, jumlah perusahaan didominasi oleh usaha skala kecil dan menengah yang lebih fleksibel dalam proses produksinya, menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang lebih informal dan kebanyakan merupakan usaha keluarga; seperti banyak · ditemukan misalnya di Italia dan Indonesia. Sedangkan di Jerman dan Inggris struktur perusahaan lebih didominasi oleh perusahaanperusahaan besar dengan hirarki organisasi dan praktik manajeen yang lebih kaku. Persaingan bebas antar sesama perusahaan lokal juga
23
membuat perusahaan-perusahaan tersebut semakin kompetitif. Salah satu contoh, persaingan antar sesama perusahaan farmasi di Swiss memberikan kontribusi yang besar pada posisi Swiss sebagai pemimpin dunia dalam perdagangan dan industri farmasi. Dalam hal peran pemerintah, menurut Porter, peran yang tepat bagi pemerintah adalah sebagai suatu katalis dan penantang, dengan maksud untuk merangsang atau mendorong para pelaku usaha meningkatkan kinerjanya, melakukan inovasi, dan hal-hal lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing mereka. Menurut Porter, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terfokus pada penciptaan faktor terspesialisasi; menghindari campur tangan dalam proses pasar, termasuk kebijakan penentuan harga faktor dan kurs nilai tukar (seperti kebijakan devaluasi); memperkuat standar produk, keamanan, dan lingkungan yang ketat; secara tajam membatasi kerja sama langsung di antara para pesaing industri; mempromosikan tujuan yang mengarah pada investasi yang bertahan lama; melakukan deregulasi persaingan; dan menjalankan kebijakan antitrust domestik
yang kuat. Sementara, agenda perusahaan antara lain adalah melakukan inovasi dan pembaharuan secara agresif dan terns menerus; mencari pesaing yang paling kapabel sebagai motivator; menciptakan persaingan .domestik; melakukan globalisasi untuk membuka jalan keungguian selektif di negara lain; membangun aliansi dengan perusahaan lain secara selektif, hanya yang betul-betul strategis ( disebut aliansi strategis); dan menempatkan home base untuk mendukung keunggulan kompetitif. Dari keempat kondisi utama penentu daya saing menurut model Porter, dapat dikategorikan bahwa hanya kondisi permintaan/pasar domestik yang dapat dikatakan sebagai sumber utama pertumbuhan industri di dalam negeri selama ini. Sedangkan ketiga kondisi lainnya, khususnya kondisi faktor dan industri pendukung masih sangat lemah. Saat ini faktor-faktor utama penyebab masih rendahnya daya saing industri Indonesia diilustrasikan pada Gambar 1. Khususnya kondisi .. infrastruktur dan SDM merupakan dua penghambat besar peningkatan daya saing industri nasional.
24
·90
.c
c ..... ..
0
o"""'
25
Sebagai
ilustrasi
emprris,
The Global
berdasarkan
Competitiveness Report 2004-2005, dalam hal kondisi infrastruktur secara keseluruhan, Indonesia berada pada peringkat 44 dari 104 negara yang disurvei dengan nilai 4.2, sedangkan Denmark sebagai perbandingan berada pada peringkat teratas dengan skor 6.8. Indonesia masih lebih buruk dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia clan Thailand (Gambar 2.1.). Dua komponen terburuk dari infrastruktur di Indonesia adalah kualitas telefon/fax dan jaringan telefon terpasang per 1000 penduduk, yang peringkatnya rnasingmasing, 85 dan 86 (Tabel 2.1). Di dalarn kelompok ASEAN, posisi Indonesia juga sangat buruk dalam hal infrastruktur (Tabel 2.2.). Tabel 2.1 Posisi relatif dari Indonesia dalam hal kondisi infrastruktur berdasarkan The Global Comnetitiveness Renart 2004-2005.
., ::::= :'~~i:,: ·: ,·J~.:'!·.~~;;;;;;,] l Kualitas secara kesehnuhan
·! Pembangunanjalan ! ·Pelabuhan laut
.!
j Penerbangan udara
I
! ! !
44 28 40 61 68 57
:1
kereta api
Suplai listrik Efisensi pos
l
=i
'j '1
Telefon/fax
85
!
Jaringan telefon per 1000 penduduk
86
!:.:~?.:~~:.~~~~:~5.~PR.n:::.::::::::::::::::.::::::::::::'.1:::::::::::::::::::::.:::::::::::::.:::::::::::::::.-:.-.-.-::.Sumber. The Global Competitive Report 2004-2005
i \1 i1 '.i ·:
l !
l . .-.-:.!
Table 2.2 Kineria infrastruktur di ASEAN
- • • · · · ~~:~~~-: ~: ;[:~it·.:·r ::;;:~~: ; '
!
: l.
, [
Tingkat elektrisitas (%) 1' · l ti (o ) Aks annk g~ t~ e .on tetabp "kYo (o") es e samtasi yang at zo Akses ke air bersih (%) . ial (km 1 armganj anraya per 1000
!
.
:
l:
;1 , :1
53 4 . 55 78 1 7
· :'!:.-.-.-:::::.-.-:.-:.-::::::::::::::.g~eg~.1:~:~!::::::::::::::::::::::::::.- .:.U . ::::::::::.,.~ . . . . Sumber: World Bank (2005).
26
·;
.l
.
!!
ij
,, q
:1
d · 12 1 11 an negara 1 12 dari 12 negara d · . l 7 11 d~ negara :I 7 an 11 negara =i d . q 8 12
I
:.-::::)L z::..:::::::~::::::::~-:~ ..~ ..~:::::!.i
........
- -
.....
""'""
Gambar2.2 Skor Indonesia Dan Beberapa Negara Lainnya Dalam Hal Kondisi Infrastruktur Secara Keseluruhan Menurut The Global Competitiveness Report 2004-2005.
Dalam hal pendidikan dan teknologi, kondisi di Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2. juga tidak berada dalam peringkat yang rendah. Seperti yang dapat dilihat di Tabel 2.3 Indonesia berada pada peringkat 35 untuk kualitas dari sistem pendidikan, dan untuk . kesiapan teknologi, Indonesia berada pada peringkat ke 57 dari 104 negara. Namun demikian, dibandingkan dengan misalnya Korea Selatan dan China, kualitas dari sistem pendidikan di Indonesia masih relatif baik (Gambar 2.3).
27
Tabel 2.3 Posisi Relatif Indonesia dalam Hal Kualitas Pcndidikan Pengernbangan Teknologi
clan
Peringkat
lndikator
(Total 104 negara)
Kualitas sistem pendidikan Kualitas sekolah umum Kualitas perdidikan matematik clan sairs j Persentase penduduk yang mengikuti pendidikan dasar (data sekunder; 2001 atau tahun terakhir yang tersedia) Persentase penduduk yang mengikuti pendidikan sekt.mder (data sekunder; 2001 atau tahun terakhir yang tersedia) Persentase penduduk yang mengikuti pendidikan tersier (data sekunder; 2001 atau tahun terakhir yang tersedia) ~siapan teknologi
35
48 57 23
I
81
74 57
Sumber : The Global Competitiveness Report 2004-2005.
Finland
Singapore
Australia
Malaysia
USA
Japan
Indonesia
India
Korea
Chino
S11111ber : Tlte Global C~Jmpetitiveness Report 2004-2005
Gambar 2.3 Skor Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya dalam hal kualitas dari sistem pendidikan-
Di dalam model Porterdisebutjuga strategi perusahaan sebagai salah satu kondisi penting yang sangat menentukan daya saing suatu perusahaan. Misalnya tingkat kemampuan teknologi dari suatu
28
perusahaan sangat ditentukan oleh strategi yang diterapkan oleh perusahaan itu sendiri, yang salah satunya tercerrninkan oleh besamya pengeluaran perusahaan untuk kegiatan R&D sendiri. Sekarang pertanyaan, bagaimana strategi perusahaan-perusahaan di Indonesia secara umum dalam usaha penguasaan teknologi. Sebagai ilustrasi empiris, berdasarkan the Global Competitiveness Report 2004-2005,
Tabel 4 menyajikan peringkat Indonesia untuk sejumlah indikator yang mencerrninkan kemampuan teknologi dan usaha perusahaan dalam mengembangkan atau mendapatkan teknologi baru. Walaupun bervariasi menurut indikator, namun secara umum peringkat Indonesia relatif rendah yang mencerrninkan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia pada umumnya masih lemah dalam hal pengembangan teknolgi atau usaha ke arah sana masih kecil. Tabel 2.4 Posisi relatiflndonesia dalam hal kesiapan dan usaha mengembangkan teknologi dari perusahaan-perusahaan domestik
Tingkat penyerapan teknologi perusahaan Pengeluaran perusahaan untuk R&D Kapasitas untuk inovasi Kecanggihan proses produksi Usaha mendapatkan lisensi teknolog~ asinL
85 28 28 45 --·--·
Z!
Sumber : The Global Competitiveness Report 2004-2005.
Relatif masih lemahnya Indonesia dalam kondisi-kondisi utama penentu daya saing menurut model Porter (terkecuali kondisi perrnintaan karena memang pasar domestik indonesia sangat luas) tercerminkan pada relatif rendahnya daya saing dari banyak produkproduk manufaktur Indonesia. Salah satu indikator daya saing yang umum digunakan adalah revealed comparative advantages (RCA), dan di Tabel 5 dapat dilihat basil perhitungan RCA oleh UNCTAD/WTO dari sejumlah produk ekspor penting Indonesia untuk periode 19972003. Di tabel yang sama ditunjukkan juga peringkat Indonesia · berdasarkan perhitungan RCA untuk masing-masing produk tersebut
29
dari total 189 negara yang masuk di dalam analisis UNCTAD. Satu ha! yang menarik dari hasil perhitungan ini adalah bahwa walaupun Indonesia memiliki nilai RCA di atas satu (1 ), tidak selalu berarti bahwa
Indonesia lebih unggul dari negara-negara lain yangjuga memproduksi dan mengekspor barang yang sama. Misalnya, RCA Indonesia untuk . produk-produk dari kayu adalah 3,26. Namun demikian, ada 17 negara lain yang RCA mereka untuk produk-produk kayu di atas 3,26, sehingga untuk kelompok barang ini Indonesia berada di posisi ke 18 di pasar internasional. Tabel 2.5 RCA dari sejumlah produk ekspor Indonesia, 1997-2003 ...
~-~ --
.
Produk N;.,
I
RCA
I
_J
••"""'·-----------·-·• _'
Produk-produk dari kayu Tekstil Teknologi inforrnasi dan barangbarang elektronik rumah tangga Produk-produk dari kulit Komponen-komponen elektronik Mineral Pakaian jadi Manufaktur lainnya Produk-produk kimia Makanan yang telah diolah Mesin non-elektronik Produk-produk manufaktur dasar Alat-alat transportasi 1
L
j.
Makanan ~~~-a!_-··--···------_J
I
18 20 23 37 47 49 50 61 66 68 74 77 78 97
3,26 1,89 0,80 1,65 0,50 2,62 1,98 0,60 0,56 1,62 0,21 0,64 0,11 1,74 j
Sumber: UNCTADIWTO (ITC!Comtrade).
Indikator lainnya adalah tingkat produktivjjas relatif dari perusahaan-perusahaan Indonesia dibandingkan perusahaanperusahaan asing. Pemikiran teoritisnya sederhana: produktivitas rendah membuat biaya produksi per satu unit output rendah yang selanjutnya membuat daya saing harga rendah. Hal ini akan tambah burukjika dikombinasikan dengan kualitas produk yangjuga rendah, 30
lemahnya promosi, buruknya sistem pemasaran, mahalnya biaya distribusi akibat lemahnya jaringan bisnis, dll. Takii and Ramstetter (2005) menganalisis perbedaan dalam produktivitas di sektor industri .. manufaktur di Indonesia antara perusahaan-perusahaan dengan tingkat
kemilikanasing yang berbeda (sepenuhnya,mayoritas dan minoritas)dan perusahaan-perusahaan nasional/lokal. Hasilnya menunjukkan bahwa walaupun terjadi variasi antar ·kelompok industri, pada umumnya produktivitasdi perusahaan-perusahaanasing lebih tinggi dibandingkan di perusahaan-penisahaanlokal. Misalnya, di industri manufaktur secara keseluruhan, produktivitas di perusahaan-perusahaan niultinasional (sepenuhnyamilik asing) antara 164% hingga 542% lebih tinggi daripada di perusahaan-perusahaanlokal. (Tabel 6). Tabel 2.6 Perbedaan dalam produktivitas tenaga kerja antara perusahaan multinasional dan perusahaan nasionaJ/lokal di industri :tpanufaktur di Indonesia (% rata-rata nilai tambah per pekerja per tahun)
Manuf'actur (semua kelompok industri)
Sepenulnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas Makanan Sepenulnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas
542 594 388
' 351 533 ·499
164 487 650
375 501 745
401 562 707·
281 . 436 468
505 608 183
508 394 437
322 445 226
448 441 283
677 398 394
347 382 289
230 442 168
156 474 139
78 313 281
108 366 266
247 412 175
124 218 113
-78 -36 -36
-10 58 -20
83 102 107
108 163 134
158 368 167
662 132 78 .
202 288
80 245 26
83 14 -2
67 80 4
138 172 38
183 50
Tekstil
Sepenulnya milik asing Asing mayoritas Asing minori tas Pakalan Sepenulnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas Alaskaki Sepenulnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas
95
bersambung
31
I
Produk-produk kimia Sepenulnya milik asing Asing mayoritas Asing minori tas Produk-produk dari karet SepenuJnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas Produk-produk dari plastik SepenuJnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas Produk-produk dari logam Sepenuhnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas Elektronik & mesin Sepenuhnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas Alat-alat transponasi Sepenuhnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas Lainnya Sepenuhnya milik asing Asing mayoritas Asing minoritas
1rnwrnrn~
.)08~
85
91
94
97
99
1)1
190 295 375
'1:10 '1:11
392
214 465 334
325 379 345
381 524 555
168 246 147
134 161 42
181 104 303
106 80 99
152 198 24
104 193 18
178 193 -6
24 1,431650
l
387 680
125 185 145.
2,076 221 322
418 310 195
232 234 167
1,534 394 182
402 280
148 728 513
149 553 238
264 1,166 487
121 816 242
146 355 324
'1:11 '1:17
Il9 83 135
90 146
109 41
77
229 86 56
344
-32
44
228 139
288 527
-
-54 257 283
450 281 360
161 214 509
225 121 832
938 743 334
410 786 410
200 561 1,406
265 591 1,705
454 487 1,294
246 395 664
-
_J l Sumber: dari Table 5 di Takii dan Ramstetter (2005).
Seperti telah diketahui bahwa pada akhimya daya saingsuatu negara akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masyara-katnya. Salah satu indikator penting yang sering dipakai adalah PDB per kapita suatu negara.
32
33
Tabel 2.7 menunjukkan bahwa PDB per kapita Indonesia pada tahun 2003 (US$973) lebih rendah dari capaian pada tahun 1997 (US$1128) . Penurunan PDB tersebutjuga berarti penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat. Adalah juga menarik dilihat bahwa Vietnam, meskipun PDB-nya masih lebih rendah dari Indonesia, tetapi dari tahun 1996 s/ d tahun 2003 negara ini mengalami pertumbuhan yang konsisten. Hal · ini juga berarti meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat secara konsisten pula. 2.1.2 Daya Saing Regional Pada dasamya konsep daya saing industri di daerah sama seperti konsep daya saing industri di tingkat nasional. Terutama dalam era otonomi daerah sekarang ini, setiap daerah harus dilihat sebagai wilayah-wilayah ekonomi yang mempunyai kemandirian hingga tingkat tertentu; sama seperti negara-negara bagian di misalnya Amerika Serikat (AS). Hanya saja, karena daerah (apa lagi pada tingkat kecamatan atau kota) lebih kecil daripada negara dari sisi pasar domestik, maka pengembangan suatu industri di daerah akan menghadapi kendala skala ekonomis jika hanya me)ayani pasar lokal. Jika volume produksi di suatu industri di Indonesia bisa mencapai titik optimal walaupun tidak melakukan ekspor, suatu industri di daerah harus melakukan ekspor ke daerah lain; terkecuali untuk industriindustri skala menengah atau kecil yang tingkat efisiensi yang tinggi dapat tercapai dalam volume produksi yang relatif kecil yang sepenuhnya dapat diserap oleh pasar lokal. Makanya tidak heran kenapa sebagian besar pengusaha Indonesia tidak terlalu agresif dalam melakukan ekspor dibandingkan rekan-rekannya di Singapura atau Hongkong. Berbeda dengan istilah daya saing nasional, istilah daya saing regional (regional competitiveness) merupakan suatu istilah yang belum
banyak dikenal atau digunakan (Martin, 2003). Namun, akhir-akhir ini konsep ini semakin banyak mendapat perhatian seiring dengan inisiatif-inisiatif penguatan daya saing dengan pendekatan kawasan dan/atau daerah. Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah di 34
Indonesia, perhatian terhadap daya saing regional juga semakin meningkat.. Daya saing regional, menurut the Sixth Periodic Report on the Regions, EU (1999), dapat didefinisikan sebagai "kemampuan
meproduksi barang dan jasa yang memenuhi persyaratan atau ujian; · dari pasar internsional, dimana pada saat yang sama mempertahankan tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau secara umum, kemampuan (daerahlregion) untuk menghasilkan tingkat pekerjaan (employment) dan pendapatan yang tinggi dimana pada saat yang sama dihadapkan pada persaigan dari luar" (dalam Martin, 2003:2-3). Dengan kata lain, agar suatu daerah4 berdaya saing atau kompetitif, adalah penting untuk menjamin baik kualitas maupun kuantitas dari pekerjaan. Dalam mendekati daya saing regional, ada dua perspektif yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1) bahwa daya saing regional merupakan hasil agregat dari daya saing perusahaan dan 2) daya saing regional merupakan produk turunan kebijakan makro ekonomi. Keberadaan perusahaan-perusahaan dalam suatu daerah atau region yang mampu secara konsisten dan menguntungkan menghasilkan produk barang dan jasa yang memenuhi persyaratan pasar terbuka dilihat dari aspek harga, kualitas, dll. Asumsi yang mendasari adalah bahwa kepentingan perusahaan-perusahaan dan daerah adalah paralel. Perspektif ini, dalam beberapa aspek, tidak sepenuhnya. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan-perusahaan akan selalu berusaha keras untuk meningkatkan produktivitas dan keuntungan, sementara daya saing daerahjuga perlu mencakup tingkat pekerjaan, seperti disebutkan pada definisi daya saing daerah oleh the Sixt Periodic Report seperti disebutkan di atas. Uni Eropa misalnya menekankan bahwa definisi hendaklah mencakup pemahaman bahwa meskipun dalam kenyataannya terdapat perusahaanperusahaan yang berdaya saing tinggi dan tidak berdaya saing di setiap 4
Dalam tulisan ini istilah daerah, kawasan, dan region atau regional digunakan secara bergantian dan mengandung pengertian yang sama.
35
daerah, ditemukan ciri-ciri umum dalam suatu daerah yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan yang berlokasi di sana. Lebih lanjut, meskipun produktivitas jelas merupakan sesuatu yang penting, meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor yang menimbulkan produktifitas adalah masukan esensial dalam pengembangan strategi daya saing regional. Altematif definisi daya saing daerah yang rrierefleksikan pemahaman ini dapat dikemukakan, yaitu "keampuan ekonomi regional untuk mengoptimasi aset lokal
( indegenous asset) agar dapat bersaing an makmur di pasar global dan nasional dan beradaptasi terhadap perubahan di pasar tersebut (Martin, 2003). Namun demikian, perspektif tersebut di atas memiliki keterbatasan. Misalnya, hukum yang mengatur perdagangan internasional tidak beroperasi pada tingkat sub-nasional. Tidak seperti suatu negara, pergerakan nilai tukar dan fleksibilitas harga-upah juga tidak selalu diatur pada tingkat regional. Faktor-faktor antar kawasan yang selalu bergerak, seperti modal dan tenaga kerja, dapat menjadi ancaman bagi daerah-daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh ekonomi makro akan berdampak langsung terhadap daya saing baik nasional dan regional. Menjadi penting untuk memahami teori ekonomi makro dan perkembangannya dan mencoba melihat implikasinya dengan daya saing regional. 2.1.3 Ekonomi Makrodan Daya Saing (Regional) Pemahaman tentang perkembangan teori ekonomi makro dan implikasinya pada daya saing regional dapat memberikan perspektif kepada para pengambil kebijakan pada tingkat daerah. Masing-masing dari pemikiran teori ekonomi berikutjuga membawa implikasi-eksplisit atau implisit-terhadap konsep daya saing dalam kaitannya dengan negara dan dalam beberapa kasus, perusahaan, dan yang juga dapat berkaitan langsung dengan diskursus daya saing regional: a) Classicaltheory b) Neo-classical theory 36
c) Keynesian economic theory d) Development economics
e) New economic growth theory-endogenous theory j) New trade theory (Smith, 2003) Teori Klasik (Classical Theory) Teori ekonomi klasik olehAdam Smith (1776) mengemukakan bahwa spesialisasi dalam bentuk pembagian tugas (division of labor) memberikan skala ekonomi dan perbedaan dalam produktifitas di seluruh negara. Bagi Smith, investasi modal (peningkatan kualitas mesin, misalnya) dan perdagangan (meningkatkan besaran pasar) memfasilitasi terjadinya spesialisasi dan meningkatkan produktifitas dan pertumbuhan output. Lebih lanjut, pertumbuhan itu sendiri dapat saling memperkuat sebab peningkatan output menciptakan pembagian kerja lebih lanjut dan karenanya menciptakan pertumbuhan berikutnya. Teori Adam Smith ini mendemonstrasikan keuntungan dari perdagangan diperoleh ketika bergerak dari situasi autarki ke perdagangan bebas ketika negara-negara mempunyai keunggulan absolut (absolute advantage) dalam produksi barand-barang yang berbeda. Jika satu negara dapat menghasilkan suatu barang degan input yang lebih sedikit (buruh) dalam produksi, dia akan mempunyai keunggulan absolut dan hendaklah melakukan ekspor; atau negera alternatif hendaklah mengimpor barang-barang yang diproduksi oleh pihak atau negara lain dengan lebih sedikit input (dimana dapat diproduksi lebih murah). Jadi, perdagangan dihubungkan dengan perbedaan (absolut) dalam produktifitas. Kalau Adam Smith memberikan penekanan pada keunggulan absolut, David Ricardo ( 1817) mendemonstrasikan bawha keuntungan dari perdagangan dapat diperoleh apabila dua negara melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dengan mana mereka memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage). Dalam model Ricardo, Dalam ketiadaan suatu model, perbedaan teknologi produksi antar industri dan antar negara menciptakan perbedaan dalam 37
produktifitas tenaga kerja komparatif (output per tenaga kerja). Menutur Ricardo (dalam Martin, 2003), dalam "two countries two goods
representation" walaupun pekerja pada suatu negara lebih produktif dalam produksi kedua barang (mempunyai keunggulan absolut pada kedua barang), jika mereka lebih produktif secara relatif pada satu dari barang tersebut (memiliki suatu keunggulan komparatif) maka mereka hendaklah memilih spesialisi produksi satu barang tesebut dan menarik diri dari memproduksi barang lainnya. Beberapa implikasi penting dari kerangka Ricardo ini dapat disebutkan: • Perbedaan penguasaan teknologi antara negara dan pada semua sektor industri memberikan dorongan atau motivasi untuk perdagangan intemasional • Superioritas teknologi (produktifitas tenaga kerja yang lebih tinggi) tidak merupakan jaminan bahwa suatu industri akan mampu dan berhasil bersaing. Walaupun keunggulan secara teknologi terhadap produsen luar negeri, suatu industri domestik akan hilang apabila juga tidak mempunyai suatu keunggulan komparatif. • Meskipun upah dapat lebih rendah pada industri di luar negeri, ini tidak berarti matinya produksi domestik dalam perdagangan bebas. Upah yang lebih tinggi dapat dipertahankan dalam suatu negara dengan industri yang memiliki keunggulan komparatif dan superior secara teknologi. Hal ini dimungkinkan sebab komponen buruh (diasumsikan) tidak bergerak bebas secara internasional dan konsekuensinya teori nilai buruh (labor theory of value)tidak berlaku pada semua negara karena faktor teknologi tadi. Tabel 2.8. mendeskripsikan unsur-unsur teori ekonomi klasik dan kemungkinan implikasinya terhadap daya saing regional.
38
Tabel 2.8 Elemen-Elemen
Kunci dari Teori Klasik
I Asumsi-Asumsi Kunci ! • Pembagian tugas (division oflabor) memungkinkan perbedaan-perbedaan teknologi antara negara (perbedaan antar , negara dalam ~roduktifitas) • • Perdagangan dtdasarkan pada keunggulan I absolut (Smith) dan kemudian pada l keunggulan komparatif(Ricardo) • Dalam negara, faktor-faktor produksi (buruh) secara sempuma bergerak pada semua industri
I
Faktor-Faktor Pendorong Kunci • lnvestasi pada modal (teknologi yang semakin membaik) meningkatkan pembagian tenaga kerja (spesialisasi) dan oleh karenanya meningkatkan produktivitas • Perdagangan (bergerak dari autarki ke perdagangan bebas) menyediakan suatu 'penggerak' bagi pertumbuhan (rnanfaat statis dari perdagangan).
lmplikasi Bagi Daya Saing (Regional) . --· • Semua negara memiliki peran dalam pembagian tenaga kerja didasarkan pada keunggulan komparatif. Tetapi jika teknologi, dan karenanya produktifitas, adalah sama di semua negara (daerah), maka tidak ada basis untuk perdagangan • Meskipun suatu negara Iebih produktif (keunggulan absolut/efisiensi produktifitas) dalam produksi barang-barang, dapat saja dilihat industri ini menurun dalam perdagangan bebas.
/Sumber: Smith, 2003
Teori Neo-Klasik (Neo-classical theory) Dengan asumsi inti dari teori neo-klasik-informasi sempuma, imbal basil constant terhadap dan skala, dan divisibilitas dari semua faktor-memberikan kondisi yang diperlukan bagi persaingn dunia yang sempurna. Secara singkat, Tabel 2.9 menguraikan elemen-elernen kunci dari teori neo-klasik.
39
!
Tabel 2.9 Elemen-Elemen
Kunci dari Teori Neo-Klasik
Asumsi-Asumsi Kunc! • lnformasi sempurna (teknologi sama di semua negara), imbal hasil konstan ke skala, dan divisibilitas penuh • Perdagangan didasarkan pada faktor anugerah (buruh dan modal) • Pada negara-negara, faktor-faktor produksi (buruh dan modal) secara sempurna bergerak antar industri lmplik7';; Bagi Daya Saing (Regionali
Faktor-Faktor Pendorong Kunci • Perdagangan (dari autarki ke perdagangan bebas) menyedia-kan mesin bagi pertumbuhan
_
• Semua negara memiliki peran dalam pembagian tugas (division of labor) didasarkan atas proporsi faktor-faktor relatif mereka.Tapi jika faktor proporsi sama di semua negara (region), tidak ada lagi basis untuk perdagangan. Teori ini paling relevant bari negara-negara Utara-Selatan atau Maju-Sedang Berkembang (dimana negara-negara menampilkan perbedaan utama dalam proporsi faktor). • Faktor ekualisasi harga dapat bermakna convergensi dari imbal hasil buruh dan modal. • Dengan mengadop persaingan sempurna (unversal), ide daya saing menjadi tidak rclevan dalamjangka panjang. -------· Sumber: Smith. 2003
--
-- ---------------·
Keynesian economic theory Keynesian theory berbeda pada poin esensial dari teori klasik terutama fungsi pasar. Berbeda dengan pendahulunya, Keynes tidak percaya bahwa harga-harga akan selalu menyesuaikan pada pasar (prices cleare markets at all time).Kekakuan harga ini dapat rnenimbulkan penyesuaian dalam kuantitas (produksi). Perbedaan penting lainnya adalah pandangan mengenai modal dan tenaga kerja (buruh). Apabila teori klasis memperlakukan modal dan buruh sebagai dua dua faktor produksi yang independen, teori Keynes menganggap modal dan buruh saling melengkapi (complementary). Pada Tabel 2.10 dideskripsikan elemen-elemen kunci teori Keynes.
40
Tabel 2.10 Elemen-Elemen Kunci dari Teori Keynes Asumsi-Asumsi Kunci • Penyesuain harga dapat berjalan lambat, mengarah pada penyesuian dalam kuantitas • Pasar tidak serta merta dalam equilibrium: kekurangan (shortages) atas permintaan dan penawaran • Modal dan tenaga kerja adalah komplemetari (saling melengkapi)
Faktor-Faktor Pendorong Kunci • Intensitas modal • lnvestasi • Pengeluaran pemerintah seperti investasi pada domain publik dan subsidi/pemotongan pajak bagi perusahaan-perusahaan
lmplikasi Bagi Daya Saing (Regio11al) • Pemerintah dapat mengintervensipada siklus ekonomi: ketepatan waktu (timing) menjadi krusial • Assumsi pasar tidak sempuma memungkinkan perbedaan regional • Konvergensi antar daerah dapat dicapai melalui kebijakan ekonomi • }!1!~sitas modal meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan
I
Sumber. Smith, 20q3
Ekonomi Pembangunan (Development Economics) Teori tahap-tahap pembangunan oleh Ro stow ( 1960) mengklasifikasikan masyarakat berdasarkan lima tahap yang berbeda, yaitu: 1) tradisional, 2) transisional, 3) lepas landas (take-ojj), 4) dewasa (maturity), dan 5) konsumsi massa yang tinggi (high mass consumption). Masing-masing tahapan pembangunan mempunyai karakteristik dan kondisi sendiri yang harus dipenuhi sebelum suatu ekonomi dapat mencapai tahapan yang lebih tinggi. Meskipun teori ini banyak mendapat kritik, tapi telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dengan menekankan pentingnya pertanian dan peran investasi dalam meningkatkan tingkat pertumbuhan. Tabel 2.11. memberikan gambaran elemen-elemen utama dari teori ekonomi pembangunan.
41
Tabel 2.11 Elemen-Elernen Kunci dari Teori Ekonomi Pembangunan
i Asumsi-Asumsi
Kunci (fakta-fakta : yang diobservasi)
Faktor-Faktor Pendorong Kunci (Observasi)
, • Pendapatan tidak serta merta konvergen 1 • Beberapa negara berkembang Iebih ; bcrhasil dari yang Iain ·j • Kebijkan ekonomi memainkan peran J penting dalam menentukan kcberhasilan ini.
•
I
~~·
-·
• • •
Pindah dari sektor pertanian ke sektor yang bemilai tambah lebih tinggi Keterbukaan terhadap perdagangan Investasi Iangsung dari luar negeri (FDI) Dana pembangunan ( dari luar negeri)- foreign development fund
---·-----------------------
: lmplikasi Bagi Daya Saing (Regional)
· • Pemerintah Pusat dengan keunggulan produktifawal yang dimiliki mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan kepemimpinannya atas daerah-daerah feriferi yang kurang produktif ! • Pengejaran (catch-up) dalam produktifitas an tar region akan melalui proses yang lebih lambat I • Kebijakan-kebijakan agar mempertimbangkan tahapan pembangunan suatu 11 daerah • _Kebijakan-kebijakan diperlukan untuk mempromosikan dampak sebaran (spread effect), mis. Mealui FDI atau dana-dana pembangunan
l
f"s~;,11ber: Smith, 2003
Seperti disebutkan, rneskipun banyak dikritik, teori ini pemah banyak diadopsi oleh banyak negara terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dalam kenyataannya, tahapan pembangunan tidak selaku secara linear mengikuti pola ini. Bahkan salah satu faktor pendorong utama, dana pembangunan (development fund) yang sering dalam bentuk pinjaman dan hibah dari luar negeri, tepatnya dari negara maju ke negara berkembang serhing tidak membawa dampak positif jangka panjang, bahkan sering menimbulkan ketergantungan dari negara penerima dana tersebut. New economic growth theory-endogenous
theory
Untuk jangka waktu yang cukup lama, kemajuan teknologi · : diasumsikan sebagai exogenous atau bersumber dari luar. Asumsi ini ten tu kontra-intuitif sebab akumulasi pengetahuan dan modal manusia (human capital) adalah basil dari tindakan-tindakan dari masa Ialu, 42
bukan sesuatu yang datang begitu saja dari sumber lain. Inklusi teknologi kedalam model-model ekonomi sebagai variabel lokal adalah area dari apa yang disebut dengan teori pertumbuhan indigenus (endogenous growth theory) atau teori pertumbuhan barn (new growth theory). Teori pertumbuhan barn dimaksudkan memberikan suatu teori sejarah ekonomi dalam arti bahwa teori ini bernsaha menjelaskan mengapa beberapa ekonomi berhasil dan yang lain gagal. Asumsi utama teori ini adalah bahwa akumulasi pengetahuan rnenghasilkan imbal basil yang meningkat. Pengetahuan dan knowhow tidak didesiminasikan secara seketika (instant)-tidak antar negara, daerah, sektor, atau perusabaan-tapi perlu (diusahakan) diperoleh, Hal ini berarti bahwa pasar belum tentu menghasilkan basil optimal untuk menciptakan diseminasi pengetahuan tersebut: perusahaan-perusahaan mempunyai insentif untuk mempertahankan pengetahuan mereka sendiri agar dapat memonopoli keuntungan. Oleh karenanya, pemerintah perlu menyeimbangkan antara penyebaran pengetahuan pada satu sisi dan perlindungan kekayaan intelektual pada sisi lain sehingga membuat investasi pada bidang penelitian dan pengembangan menjadi menguntungkan dan menarik, Hal penting lain dari teori pertumbuhan baru ini adalah formalisasi dari pentinganya modal .sumber daya manusia (human capital). Pekerja ahli cenderung lebih produktif dan inovatif dan dengan demikian menjadi krusial bagi perusahaan dan ekonomi. Implikasinya adalah bahwa pernsahaan dan pemerintah mempunyai insentif untuk investasi dalam pelatihan karyawan dan sekolah yang mencukupi bagi semua penduduk. Tabel 2.12. memberikan gambaran elemen-elemen kunci dari teori pertumbuhan.
43
· ·
,' Tabel 2.12 Elemen-Elemen Kunci dari Teori Pertumbuhan Ekonomi Baru sumsi-Asumsi Kunci (fakta-fakta yang diobservasi) • Kemajuan teknologi, 'roti tidak turun ~ dari sorga" (no manna from heaven)
i
• Peningkatan imbal hasil dari akumulasi pengetahuan - Pengenalan modal SDM (human capital) sebagai faktor produksi • Ketergantungan pola (path dependency)
i /;;;plikasi Bagi Daya Salng (RegionaQ-
Faktor-Faktor Pendorong Kunci (Observasi) • Pengeluaran penelitian dan pengembangan • Inovasi (innovativeness=patents) • Tingkat pendidikan • Pengeluaran berupa investasi dalam modal SDM (sekolah dan pelatihan) • Mekanisme diseminasi yang efektif (Pusat-pusat pengeta-huan)
---
---- . ·---··-· -----
1 • Perbedaan antar region dalam produktifitas dan pertumbuhan dapat dijelaskan
i
dengan perbedaan dalam teknologi dan modal SDM (human capital) Perbaikan dalam teknologi dan modal SDM adalah mesin pertumbuhan Perdagangan terbuka dapat mendukung pembangunan teknologi dan pertumbuhan , • Investasi dalam penelitian dan pengembangan adalah krusial I • Perbaikan modal SDM (melalui sekolah dan pelatihan) adalah kunci yang sangat penting.
i •
I•
'
i
f Sumber: Smith, 2003
-~---------------------___J
Dapat dilihat bahwa teori ini memposisikan pengetahuan, teknologi, dan inovasi sebagai suatu faktor yang penting dalam mempertahankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Teori Perdagangan Baru (New Trade Theory) Teori perdagangan tradisional (klasis dan neo-klasik) secara tidak langsung menyatakan bahwa perdagangan akan terjadi antara negara-negara dengan teknologi/faktor anugerah yang berbeda. Teori tersebut tidak dapat menjelaskan mengapa perdagangan antar negaranegara yang mempunyai kemiripan teknologi dan faktor anugerah dapat terjadi dan mengapa struktur produksi yang berbeda akan terjadi pada region yang mirip. Fakta menunjukkan bahwa ciri utama dari periode paska perang dunia kedua adalah pertumbuhan perdagangan antara ne$ara-negara industri yang mempunyai kemiripan dalam faktor anugerah kelaziman perdagangan intra-industri. Sebab struktur produksi dan faktor anugerah dianggap mempunyai kemiripan relatif
44
di semua negara-negara industri, teori yang didasarkari pada keunggulan kornparatif merijadi 'ti(iak"ffiencukupi untuk menjelaskan pola-pola perdagangan intra-industri (barang-barang yang terdifferensiasi pada kategori produk yang sama) di anara sesama negara-negara industri.: . Untuk menjelaskan hal ini, teori perdagangan baru difokuskan pada skala ekonomi, differensiasi, dan persaingan tidak sempumya (imperfect competition) sebagai penjelasan dari pola-pola perdagagan antar negara industri. Beberapa model untuk menjelaskan fenomena tersebut termasuk: 1) Model Marshalian economies of scale dan 2) model kompetisi monopolistik yang mempertimbangkan skala ekonomis dan differensiasi produk. Secara ringkas, elemen-elemen utama dari teori ini diuraikan pada Tabel 2.13. Tabel 2.13 Elernen-Elernen Kunci dari Teori Perdazanzan Baru Asumsi-Asumsi Kunci
Faktor-Faktor Pendorong
Kunci (Observasi) • Teknologi adalah suatu faktor produksi Faktor-faktor yang eksplisit dan indigenus (lokal) mempengaruhi keunggulan "first • Produksi teknologi baru merefleksikan imbal mover", mis. menurun (decreasing return) atas aplikasi • Tenaga kerja terlatih modal dan tenaga kerja • Infrastruktur khusus • Terdapat imbal meningkat (increasing return) atas skala penggunaan teknologi • Networks pemasok • Sementara teknologi bergerak-mobi/e • Teknologi yang dilokalisir (antar perusahaan dan negara), terdapat (localized technology) mobilitas yang tidak sempurna atas · kemampuan menggunakan teknologi • Persaingan tidak sempurna (imperfect .--co_m__p_e_tz_'ti_on_J ,. -----·---· ---------------------! Implikasi Bagi Daya Saing (Regional) • Spesialisasi diperlukan pada tingkat industri/cabang agar memungkinkan dicapainya skala ekonomis • Besar pasar lokal adalah krusial untuk medapatkan skala ekonomies internal • lnvestasi dalam tenaga terlatih/ahli, infrastruktur khusus, network pemasok dan teknologi lokal meningkatkan skala ekonorni,
,
·I
Dapat dilihat bahwa teori-teori ekonomi makro tersebut juga dapat menjelaskan semakin pentingnya teknologi dalam meningkatkan daya sairig suatu perusahaan, industri, dan pada gilirannya daerah, dan
45
suatu negara, Atau dengan kata daya saing semakin ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) yakni
faktor-faktor yang diciptakan oleh manusia, dibandingkan faktor-faktor komparatif yang bersifat alami (Tambunan, 2005). Keunggulan kompetitif ini pulalali yang diyakini semakin menentukan keunggulan suatu bangsa di dalam era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dewasa ini. lntervensi positif oleh pemerintah dalam bidang ini terutama dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya budaya inovatif menjadi diperlukan. Intervensi yang dimaksud menjadi lebih penting lagi terutama dalam meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah seperti akan diuraikan kemudian. Seperti halnya dalam diskursus -daya saing nasional dimana setiap negara berusaha membuat dirinya 'semenarik' mungkin agar para investor dan sumber-sumber daya lainnya datang mengalir yang pada gilirannya meningkatkan daya saing negara yang bersangkutan, demikian juga halnya ditemukan adanya persaingan antar daerah atau region. Industri yang berdaya saing tinggi di daerah adalah industri yang mampu membuat produk bertaraf nasional (jadi tidak hanya melayani pasar lokal) atau intemasional (dapat diekspor) dan mampu mendominasi pasar lokal dalam persaingannya dengan produk-produk yang sama buatan daerah-daerah lain atau impor. Prinsip Porter dengan empat (4) kondisinya yang dibahas di atas juga berlaku bagi penentuan daya saing suatu industri di suatu daerah. Paling tidak secara teori dapat dikatakan bahwa daerah-daerah dengan kondisi infrastruktur dan kualitas SDM yang baik, industri pendukung yang maju, jumlah penduduk yang banyak dengan pendapatan per kapita yang tinggi (yang menentukan luas pasar domestik/lokal), kaya SDA, letak geografinya yang strategis, kebijakan pemerintah daerah yang mendukung, dan mempunyai jaringan bisnis (ekspor dan impor) yang kuat dengan daerah-daerah Iainnya, baik di Indonesia maupun dengan negara-negara tetangga, akan memiliki industri-industri berdaya saing tinggi · · dibandingkan di daerah-daerah yang tidak memiliki semuanya itu. '
.' 46
-
Setiap tahun Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan survei untuk menentukan peringkat daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia. Secara teori, dacrah dcngan peringkat daya tarik investasi yang tinggi adalah juga daerah yang memiliki potensi besar untuk menghasilkan industri-industri berdaya saing tinggi. Ada lima (5) faktor pembentuk daya tarik yang menjadi dasar pemeringkatan, yang sebagian juga adalah kondisi-kondisi Ji dalam model Porter. Kelima faktor tersebut adalah: (i) kelernbagaan: aparatur, perda/indikator perda, keuangan daerah dan kepastian hukum: (ii) keamanan, sosial politik, dan budaya; (iii) potensi dan struktur ekonomi daerah; (iv) ketersediaan, biaya dan produktivitas lenaga kcrja; dan (v) ketersediaan serta kualitas infrastruktur fisik. Sebagai suatu ilustrasi empiris, berdasarkan hasil pemeringkatan tahun 2003 dari l 5(i kabupaten di Indonesia, Tabel 2.14. menunjukkan peringkatan I 0 teratas dan 10 terbawah kabupaten dalam daya tarik investasi. Tabel 2.14 Peringkat 10 Teratas dan Terbawah Kabupaten dalam Daya Tarik Investasi :_, .. ·
,--N '
l
I
0
·- ·1--; 1
•
'
2 3
1
4
'
5
'
6
!
7 8 9 10
I
;
:
I
I
10 teratas Purwakarta ---Magetan Bulungan Jembrana Kuningan Enrekang Barito Utara J eneponto Tasikmalaya Banggai
1-----r. ·I
10 terbawah
No
-
I 2
3 4 5
6 7
8 9 I0
!
Bondowoso Mojokerto Bima Lampung Timur Bantu] Jember Lampung Selatan Pamckasan Ponorogo Flores Timur
Sumber: KPPOD database.
Dari 161 kabupaten yang disurvey oleh KPPOD pada tahun 2005, peringkat kabupaten subang pada tahun 2004 berada pada urutan 93, kabupaten Bandung pada urutan 30, dan Kabupaten Garut pada urutan 80. Peringkat ini menunjukkan bahwa selain kabupaten Bandung yang berada pada posisi yang tidak terlalu buruk (rating BBB), dua
47
kabupaten lainnya termasuk dalam kategori yang kurang menarik bagi jnvestasi. Pemerintah daerah setempat perlu mengambil strategi .penguatan sistem inovasi di daerah masing-masing secara sistematis.
·2.2
SISTEM INOVASI
2.~.~ Pengertian Sistem Inovasi Nasional ,A •• Sistem Inov~i Nasional ad.alah suatu konsep yang muncul di ncgara-negara maju untuk menggambarkan kondisi perkembangan ilmu perigetahuan teknologi di su~tu negara (maju). Meskipun seorang ~K,:dnom Jerman, Frederich List, pernah mengemukakan konsep serupa .I?ad,a).1c4~r. ab~d I~. namun konsep SIN sebagaimana bentuknya yang s~kih-aiig pertiima kali dicetuskan oleh Freeman pada tahun 1987. Tabel 2.15 memuat beberapa ·definl.si SIN yang sering menjadi acuan oleh para pakart ..._ ·
"i'
pan·
Tabel 2.15 Sistem Inovasi Nasional : Beberapa definisi I. '? .: the network of institutions in the public and private sectors whose activities and interactions initiate, import, modify and diffuse new technologies." (Freeman,
1987)
(l
. .
\
2.
? .. the elements and relationships which interact in the production, diffusion and 11se of new. and el:imotnically useful, knowledge ... and are either located within or roottd inside the borders of a'nation state." (Lundvall, 1992)
3.
? ... a set of institution~ whose interactions determine the innovative perfomzance ... of national jinns.""(J\lelson, 1993)
4.
? .. the national institutions, their incentive structures and their competencies, that determine lite rafe 'and direction of technological teaming (or the volume and composition of change generating' activities} in a country." (Patel and Pavitt, 1994)
5.
" .. that set of distinct institutions which jointly and individually contribute to the development and diffusion of new technologies and which provides the framework within which governments form and implement policies to influence the innovation ·•..proce$$. As such it is a system of interconnected institutions ':lo create, store and ,,,trcnsfer t~e kno111l~dge, skills and artefacts w~ich define. new technologies."
.
I
"'(Metcalfe, 1995) t.J'.J.l
48
qtj'!'{>er: OECD ( 1997)
I'
Identik dengan definisi SIN di 'atas, sitem- inovasi regional didefinisikan sebagai "regions which po_ssess the full panoply of innovation organizations set in an institution milieu, where systemic linkage and interactive communication among the innovation actors: · is normal ... " atau daerah-daerah yang mempunyai kelengkapan organisasi-organisasi .inovasi dalam saling keterkaitan dimana keterkaitan sistemik dan komunikasi interaktif di antara para aktor inovasi adalah sesuatu yang biasa (Cooke and Morgan, in Niosi, 2000: 17)'. .Dengan kata lain sistem inovasi regional tersebut dikatakan berfungsi apabila saling keterkaitan dan komunikasi di antara mereka sudah menjadi sesuatu hal yang biasa. Tentu untuk mencapai kondisi ini, diperlukan upaya-upaya yang sistemik pula dari para aktor, terutama dari pihak pemerintah, Meskipun terdapat banyak definisi dari SIN sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.15, namun tampaknya semua definisi ini memiliki elemen yang sama, yakni adanya jejaring interaksi di antara berbagai komponen dalam sistem, baik organisasi publik maupun swasta, Dan kegiatan inti dari jejaring ini adalah proses Inovasi dan pembelajaran (Edquist, 1997). Inilah iriti dari konsep SIN,jejaring yang terbentuk di antara perusahan sebagai sektor produktif yang menggunakan teknologi dengan universitas dan lembaga litbang sebagai sektor penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula ada interaksi antara perusahaan dengan lembaga keuangan perbankan maupun nonperbankan, dengan organisasi pendidikan dan pelatihan. Secara diagramatik, sistem inovasi nasional bisa direpresentasikan dengan Gambar 2.16.
49
.
Sumber: OECD, 1999:23
Khlerjo Dupo: Pertambu:hu,Lap:mpn Ktrjo, Doyo Sala&
Gambar 2.4 Sistem Inovasi Nasional, Aktor dan Keterkaitan
2.2~2 KomponenUtama Dalam Siste~ Inovasi Kita mengetahui baik secara intuitif maupun berdasarkan pengalaman bahwa berbagai institusi dan organisasi. adalah penting untuk proses inovasi. Oleh karena itu, organisasi dan institusi dapat dikatakan sebagai komponen yang utama dari sistem inovasi. Dalam literatur terdapat kesepakatan umum bahwa memang · organisasi dan institusi merupakan komponen utama. Sebelumlebih jauh berbicara tentang organisasi dan institusi, perbedaan antara kedua istilah ini perlu diperjelas terlebih dahulu. Organisasi adalah struktur formal dengan suatu tujuan eksplisit dan diciptakan secara sadar (Edquist dan Johnson, 1997). Mereka .. adalah pemain atau aktor, Beberapa organisasi yang penting didalam
SIN adalah: 50
•
• • • •
Badan usaha atau perusahaan (yang dapat berupa para penyalur, pelanggan atau pesaing dalam hubungan dengan perusahaan yang lain), universitas atau perguruan tinggi lainnya, Organisasi litbang pemerintah maupun swasta organisasi modal ventura dan lembaga atau badan perumus kebijakan inovasi.
Institusi adalah serangkaian adat kebiasaan yang umum, prosedur standar atau rutin, aturan atau hukum yang mengatur hubungan dan interaksi antara individu.ikelompok dan organisasi ( Edquist dan Johnson, 1997). Kesemua ini adalah ·aturan permainan yang berlaku. Contoh dari institusi yang penting didalam SIN adalah hukum paten dan norma-norma yang mempengaruhi hubungan antara universitas dengan perusahaan, Edquist dan Johnson ( 1997) mengarahkan perhatian utamanya pada bangunan institusi (Institutional set-up), yang memiliki empat fungsi. Pertama, Institusi (hukum paten, norma-norma untuk periode pembayaran kembali dll.) dapat mengurangi ketidak-pastian, baik dengan menyediakan informasi tentang perilaku agen ekonomi maupun dengan mengurangi jumlah informasi yang diperlukan. Kedua, institusi mengatur konflik dan kerjasama antar individu maupun kelompok. Sebagai contoh, jaminan sosial dan pengaturan pasar tenaga kerja dapat mengurangi konflik yang kemungkinan terjadi di antara pekerja dengan pengelola perusahaan. Ketiga, Institusi dapat menyediakan insentif untuk terlibat dalam proses pembelajaran dan untuk mengambil bagian di dalam proses kreasi inovasi. Insentif dapat mengambil berbagai bentuk, misalnya: pajak pendapatan, hak intelektual. Akhimya, institusi seperti aturan pajak, subsidi pemerintah dan alokasi sumber daya ke universitas mengarahkan sumber daya ke aktivitas-aktivitas inovatif. Walaupun ada kesepakatan bahwa organisasi dan institusi adalah komponen.yang utama dalam SIN, tidak ada kesepakatan dalam literatur tentang apa yang dimaksud oleh kedua terminologi ini. Sebagai contoh, institusi bagi Nelson dan Rosenberg adalah berbagai macam bentuk organisasi (sebagaimana didefinisikan di atas), sedang bagi
51
Lundvall insitusi berarti ketentuan-ketentuan aturan bermain ( Nelson dan Rosenberg, 1993; Lundvall, 1992). Karenanya, dalarn literatur, istilah 'institusi' digunakan dengan dua pengertian seperti tersebut terdahulu dan kedua pengertian ini sering dipertukarkan bahkan oleh pengarang yang sama. Kekaburan dan kerancuan konseptual di seputar istilah 'institusi' belum dapat dicarikan pemecahannya. lni adalah suatu isu yang belum terpecahkan (Edquist,1997). SIN di berbagai negara dapat sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan dapat dilihat dari spesialisasi produk yang dihasilkan, anggaran belanja litbang, dan lain lain. Sebagai contoh, industri di Amerika Serikat jauh lebih banyak menghasilkan produk high-tech yang sangat litbang-intensif dibanding dengan produk yang dihasilkan oleh industri di Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) (Fagerberg 2001, Edquist dan Texier 1996). Lebih lanjut, di dalam MEE, intensitas litbang sangat beragam antara suatu negara dengan negara lainnya. Di sarnping itu, organisasi dan institusi yang menjadi komponen sistem sangat beragarn. Sebagai contoh, lembaga Iitbang dan departemen litbang dari industri merupakan organisasi yang sangat penting di suatu negara (Jepang misalnya), sementara itu litbang universitas merupakan organisasi yang lebih penting di negara lain (Amerika misalnya). Demikian pula, institusi seperti seperti hukum, norma-norma, dan nilai-nilai sangat berbeda antara satu SIN dengan SIN lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesepakatan dalam literatur bahwa komponen yang utama didalam SIN adalah organisasi dan institusi. Namun demikian, spesifikasi dari komponen ini bervariasi antara satu sistemdengan sistem lainnya. Hubungan antara organisasi dan institusi adalah sangat penting bagi inovasi dan bagi beroperasinya sistem inovasi. Organisasi dapat sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh institusi; organisasi dapat dikatakan berada dalam kungkungan lingkungan institusional (kelembagaan) atau serangkaian aturan, yang meliputi sistem perundang-undangan, norma-norma, standard, dan lain lain. Namun
52
sebaliknya, institusi juga dapat berada dalam kungkungan organisasi. Contohnya adalah praktek spesifik perusahaan berkenaan dengan pembukuan atau berkenaan dengan hubungan antara para manajer dan karyawan; banyak institusi berkembang di dalam organisasi perusahaan. Karenanya, ada suatu hubungan keterkaitan dua arah yang cukup kompleks antara institusi dan organisasi, dan hubungan ini mempengaruhi proses inovasi dan kinerja serta evolusi SIN. ( Edquist dan Johnson, 1997) Bentuk hubungan lainnya antara organisasi dan institusi adalah bahwa beberapa organisasi secara langsung menciptakan institusi. Contoh adalah organisasi yang menciptakan standard dan organisasi publik yang merumuskan dan mengimplementasikan berbagai kebijakan inovasi ( Edquist dan Johnson, 1997). Sebaliknya, dapat pula terjadi bahwa institusi menjadi dasar bagi pendirian organisasi. Hal ini dapat terjadi misalnya ketika pemerintah membuat peraturan yang mendorong pembentukan organisasi. Di samping interaksi antara institusi dan organisasi, terdapat pula interaksi antara suatu insitusi dengan institusi lainnya, misalnya antara hukum paten dengan aturan informal mengenai pertukaran informasi antara perusahaan. Institusi yang beragam dapat mendukung dan menguatkan satu sama lain, tetapi mungkinjuga saling berlawanan antara satu dengan lainnya. Hubungan antara organisasi dan institusi adalah sangat kompleks dan sering juga dicirikan dengan hubungan timbal balik. Penekanan pada kompleksnya hubungan antara institusi dan organisasi merupakan sisi menguntungkan dari kerangka konsep SIN. Pada saat yang bersamaan ini juga merupakan tantangan karena pengetahuan kita tentang hubungan ini sangat terbatas. Hubungan antara dua . fenomena tidak bisa diteliti dengan memuaskan jika keduanya tidak bisa dibedakan secara konseptual. Oleh karena itu; membedakan dengan jelas secara konseptual antara institusi dan organisasi adalah sangat penting bagi upaya memahami hubungan antara keduanya.
53
2.2.3 Faktor Pendorong Perlunya Konsep SIN Menurut salah satu kajian OECD (OECD, 1997), perlunya pengkajian SIN dalam wacana kebijakan IPTEK dilandasi oleh tiga alasan pendorong. Pertama, meningkatnya peran pengetahuan (knowledge) dalam perekonomian (knowledge-based economy) .. . economies which are directly based on the production, distribution and use of knowledge and information (OECD, 1996b)..... Economic activities are becoming more and more knowledge- intensive as seen in the growth in high-technology industries and the increasing demandfor highly skilled people. Investments in knowledge, such as in research and development, education and training, and innovative work approaches are considered key to economic growth. Kondisi seperti diuraikan dalam kutipan tersebut di atas adalah kondisi ekonomi yang menjadi ciri khas negara-negara maju semenjak awal tahun 1990-an. Kondisi ini sangat kompatibel dengan konsep SIN yang memang menekankan pentingnya flows of knowledge dari dan ke berbagai komponen dalam SIN, serta menempatkan kegiatan Leaming dan Inovasi sebagai kegiatan utama dalam SIN (Edquist, 1997). Faktor pendorong kedua adalah meningkatnya cara pikir sistemik di kalangan pengambil kebijakan menggantikan model linier inovasi yang temyata tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi di dunia. Semenjak awal tahun 1980-an teori inovasi linier telah banyak diperdebatkan. Teori ini cukup menarik karena kesederhanannya. Dia menjelaskan proses lahimya inovasi sebagai proses linier yang dimulai dengan penelitian dasar, dilanjutkan dengan penelitian terapan yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan eksperimental yang berujung dengan lahirnya inovasi produk atau, pro§eS yang ba111 dan siap dipasarkan. Namun sayangnya, fakta di lapangan berbicara lain . . . Proses lahimya sebuah inovasi tidak berlangsung secara linier seperti digambarkan di atas. Melainkan terjadi dengan melalui serangkaian interaksi umpan balik di antara berbagai tahapan-tahapan tersebut.
54
Dengan demikian inovasi tidak lahir melalui proses yang mulus teratur, tetapi lahir melalui proses yang kompleks sebagai hasil interaksi berbagai aktor dan organisasi dalam keseluruhan SIN yang menuntut pemahaman sistemik. Faktor pendorong ketiga adalah meningkatnya jumlah
organisasi yang terlibat dalam kreasi pengetahuan. Dengan berkembang pesatnya dunia perguruan tinggi,jumlah para ilmuwan yang menguasai berbagai pengetahuan tersebar di berbagai organisasi. Ada yang bekerja di perguruan tinggi, lembaga-lebaga penelitian pemerintah maupun swasta, lembaga penelitian swadaya masyarakat dan berbagai organisasi lainnya seperti perusahaan konsultasi, bahkan organisasi keuangan. Lahirnya inovasi menuntut interaksi yang tepat dari berbagai aktor yang tersebar di berbagai organisasi ini untuk menjamin terjadinya flows of knowledge yang diperlukan untuk membentuk knowledge mix yang tepat untuk melahirkan inovasi. 2.2.4 Karakteristik SIN SIN memiliki beberapa karakteristik (Edquist, 1997): 1) Inti dari SIN adalah Inovasi dan Pembelajaran (Learning) 2) Interdependesi dan Non-linieritas 3) SIN merupakan basil proses sejarah 4) Peran Organisasi sangat penting 5) Holistik dan interdisiplin 6) Inovasi menyeluruh 7) Unik tiap Negara Inti dari SIN adalah Inovasi dan Pembelajaran (Learning) Berbeda dengan pemahaman ekonomi neoklasik, prinsip utama dari konsep SIN adalah bahwasanya perubahan teknologi bersifat endogenous, terbangun di dalam sistem. Karena Perubahan teknologi tidak akan terwujud apabila tidak ada proses pembelajaran, maka inovasi dan pembelajaran merupakan inti dari konsep SIN.
55
Sebagaimana telah diuraikan di atas, inovasi bisa berupa pengetahuan barn maupun kombinasi barn dari pengetahuan yang sudah ada. Adapun pembalajaran atau learning dapat mengambil berbagai
bentuk, dan kesemua bentuk ini barns mendapat perhatian yang memadai dalam melihat sebuah sistem inovasi: a) Pendidikan formal tentunya mernpakan bentuk yang pertama. Melalui pendidikan formal, seseorang menjalani proses pembelajaran di bidang tertentu. b) Penelitlan dan pengembangan juga mernpakan bagian dari proses pembelajaran yang sangat penting. Kegiatan litbang ini mernpakan sarana para peneliti untuk mengakumulasi pengetahuan dan keterampilan di bidangnya. Bagi pernsahaan yang melakukan litbang, kegiatan litbang ini merupakan proses pembelajaran untuk menguasai teknik-teknik tertentu. c) Learning by doing adalah bentuk pembelajaran yang sangat penting dalam upaya berinovasi. Berbagai studi inovasi menunjukkan bahwa proses learning by doing yang dilakukan pernsahaan-pernsahaan di Korea dan Taiwan telah membawa mereka pada tingkat yang memungkinkan mereka untuk melahirkan berbagai inovasi. d) Learning by using tidak kalah pentingnya dari learning by doing .. Dengan sering menggunakan peralatan tertentu dan rnernikirkan upaya-upaya perbaikan kinerja alat tersebut, para teknisi seringkali bisa sampai pada ide inovatif yang luar biasa. e) Learning by interacting juga mernpakan hal penting dalam SIN. Dewasa ini, sulit dibantah bahwa banyak inovasi yang lahir dari basil interaksi antara produser suatu teknologidengan para penggunanya. Interdependensi dan non-linieritas Inovasi banyak lahir di pernsahaan dalam konteks bisnis. Hal · : ini mudah dimengerti, karena menurut definisi seperti telah dikemukaan di atas, inovasi adalah penemuan yang kemudian berhasil masuk ke pasar dan menghasilkan keuntungan. Pengertian "interdependesi" 56
menekankan bahwa perusahan yang melakukan inovasi tidak berada dalam ruang hampa sehingga tidak dipengaruhi oleh dunia sekitarnya. Sebaliknya, pengertian "interdependensi" menekankan bahwa perilaku . inovatif perusahaan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar perusahaan, seperti ketersediaan sumber daya manusia yang terampil dan berpengetahuan memadai, tersedianya sumber-sumber pengetahuan berkualitas seperti lembaga litbang dan perguruan tinggi dari mana perusahaan bisa memperoleh pengetahuan yang diperlukan. Dan tentu saja iklim usaha yangfo.ir dan kompetitif lebih menungkinkan lahirnya inovasi di perusahaan dari pada iklim usaha yang monopolistik. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa ketergantungan antara satu elemen dengan elemen lainnya dalam SIN tidak bersifat linear. Hubungan interdependesi ini dicirikan dengan hubungan yang bersifat timbal balik interaktif dan mekanisme umpan balik yang tidak sederhana, yang kesemua ini lebih sering dikoordinasikan oleh mekanisme pasar. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan berupaya mengefektifkan fungsi-fungsi pasar. Yang lebih banyak berperan adalah faktor permintaan dari pasar. Pemerintah dituntut untuk mengelola kebijakannya sehingga bisa rnenghasilkan faktor permintaan yang tepat melalui berbagai instrumen kebijakan seperti regulasi, insentif pajak dan subsidi. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa perlu ada semacam pembagian kerja (division of labor) yang jelas antara
pernerintah dengan sektor bisnis. Sektor bisnis berupaya untuk berinovasi dan pemerintah berkewajiban untuk menciptakan fasilitas dan iklim yang kondusif bagi lahirnya inovasi di perusahaan.
SIN merupakan basil proses sejarah Sistem lnovasi Nasional terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang. Hal ini juga berkaitan dengan kenyataan bahwa inovasi bersifat path-dependance. Suatu pengertian yang telah lama dibuktikan oleh berbagai studi inovasi semenjak tahun 80-an di Eropa dan Amerika Utara. •
57
Dosi ( 1988) rnengemukakan fakta-fakta penting yang menjadi karakteristik dari inovasi. Karakteristik ini meliputi hal-hal sebagai berikut: pertama, basil dari sebuah proses inovasi pada dasamya adalah
tidak pasti dan tidak bisa diketahui dari awal proses. Kedua, inovasi semakin bergantung pada kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya output ilmu pengetahuan dari perusahaan, Ketiga, kegiatan pencarian solusi teknis telah berubah dengan · berjalannya waktu ke arah pencarian melalui organisasi formal. Keempat, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Rosenberg ( 1976, 1982), sebagian besar inovasi merupakan basil kumulatif dari proses 'grubby and pedestrian' pembelajaran informal. Ke/ima, perubahan teknologi adalah aktifitas kumulatif dan kompetensi teknologi dibangun dalam jangka waktu yang lama. Pengakuan terhadap sifat kumulatif dan inkremental dari perubahan teknologi telah menggeser perhatian dari kebijakan yang mendukung perubahan radikal ke arah kebijakan yang mendukung proses transfer teknologi yang inkremental. Sifat kumulatif dari perubahan teknologi telah menghasilkan sejumlah kajian penting tentang sifat 'ketergantungan' (pathdependant) dari perubahan teknologi. Maka lahirlah konsep-konsep seperti 'technological lock-in', paradigma teknologi, dan lintasan teknologi (technological trajectory). Selain itu, ada dua kajian teoritis dan .empiris yang penting, muncul di tahun 1980-an. Pertama, kajian empiris yang mulai menunjukkan pentingnya pengetahuan tak tampak . . , (tacit) terhadap perubahan teknologi, dan temyata memasukan sifat intrinsik ini ke dalam kerangka teoritis merupakan hal yang sulit. Kedua, sosiologi teknologi dan sejarawan yang mengerti sosiologi telah menunjukkan bagaimana faktor-faktor non-ekonomi yang ada dalam kontrol kelompok tertentu bisa mempengaruhi proses inovasi. Kesemua ini mengisyaratkan bahwa proses kreasi inovasi pada level tertentu sangat ditentukan oleh keberadaan inovasi pada level sebelumnya, dan biasanya ini akan berlangsung lama. Perlu dicatat di sini, meskipun disadari bahwa SIN merupakan hasil proses sejarah, sangat sedikit sekali kajian tentang SIN yang · · berupaya menjelaskan dinamika proses pembentukan SIN. Kebanyakan
58
kajian dan studi SIN di negata maju bersifat memotret kondisi sekarang dan menganalisa upaya-upaya meningkatkan efektivitasnya. Dengan demikian, dilihat dari perspektif negara berkembang yang belum memiliki SIN, basil kajian SIN di negara maju tidak memberi petunjuk dan arahan bagaimana membangun sebuah sistem inovasi nasional. Sejarah perkembangan ilmu dan teknologi di Eropa dan Amerika Utara yang menunjukkan proses evolusi perguruan tinggi dan industri sehingga mereka sampai pada kondisi sekarang yang dicirikan dengan interaksi yang sangat erat diantara keduanya. Kondisi SIN yang sangat baik di kedua wilayah ini merupakan basil dari sebuah proses evolusi yang cukup panjang.
Peraninstitusi sangat penting Konsep SIN menekankan pentingnya institusi dalam proses kreasi inovasi. Hal ini tampak dari beberapa definisi SIN seperti telah dikemukan dalam Bab I. Freeman menyebutkan istilah "the network of institutions", Nelson: "a set of institutions", Patel & Pavitt: "the national institutions", dan Metcalfe: "that set of distinct institutions". Dalam sejarah perkembangan studi inovasi, perhatian terhadap pentingnya peran institusi, terutama institusi non-pasar, baru dimulai pada akhir tahun 80-an. Dewasa ini sudah cukup terkumpul bukti yang kuat tentang pentingnya peran institusi pemerintah maupun swasta dalam proses kreasi inovasi. Perlu dikemukakan di sini bahwa pengertian institusi secara lengkap mencakup institusi fisik yang sering disebut organisasi dan institusi non-fisik seperti norma, budaya dan peraturan seperti hukum paten. Namun adapula yang memisahkan secara tegas antara keduanya dengan menyebut institusi fisik sebagai organisasi dan institusi nonfisik sebagai institusi. Studi ini mengadopsi pengertian terakhir ini. Holistik dan Interdisiplin Sebagaimana pendekatan sistemik lainnya, konsep SIN bersifat holistik dan interdisiplin. Konsep SIN memetakan selengkap mungkin 59
semua elemen yang berpengaruh dalam sistem. Oleh karena itu, SIN tidak hanya memuat elemen perguruan tinggi dan Iembaga litbang, tetapi juga mengandung elemen lainnya yang mempengaruhi proses kreasi inovasi di sektor bisnis atau industri, seperti lembaga keuangan, lembaga pendidikan Jainnya selain perguruan tinggi, faktor ekonomi dan sosial politik. Konsep SIN menggabungkan dan menganalisa semua elemen tersebut secara bersamaan dalam konteks proses kreasi inovasi di industri. Dengan kata lain, konsep ini tidak bersifat reduksionis yang cenderung memperkecil cakupan analisa dan mengisolasi suatu aspek dari aspek lainnya, Namun perlu dicatat bahwa sifat SIN yang holistik ini telah menimbulkan .kritik tentang kejelasan batasan dari sistem. Kritik yang lain mengatakan bahwa konsep SIN tidak bisa secara eksplisit menjelaskan hubungan antara elemen yang satu dengan elemen lainnya dalam sistem. Karena sifatnya yang holistik, maka pemahaman terhadap konsep SIN menuntut pendekatan interdisiplin. Pendekatan ekonomi jelas diperlukan karena SIN berkaitan dengan proses kreasi inovasi untuk menciptakan kemakmuran. Teori organisasi dan manajemen telah menunjukkan kontribusinya dalam memahami perilaku perusahaan dan organisasi lainnya dalam sistem. Demikian pula sosiologi telah memberikan manfaat dalam upaya memahami proses sosial yang terlibat dalam SIN. Namun demikian perlu dicatat bahwa sifat SIN yang holistik ini tetap memerlukan analisa sub-sistem, yang dapat memberikan gambaran tantang sub-sistem tertentu dan menganggap sub-sistern lainnya sebagai eksogenus.
Inovasi menyeluruh Karena sifatnya yang holistik, inovasi yang menjadi bahasan dalam konsep SIN adalah inovasi yang menyeluruh. Inovasi yang tidak hanya menyangkut inovasi produk, tetapi juga inovasi proses dan inovasi manajerial dan organisasional. Perubahan teknologi sangat · · terkait erat dengan perubahan organisasi. Bahkan sebenarnya esensi dari inovasi adalah perubahan organisasi untuk senantiasa tanggap 60
terhadap kondisi eksternal yangjuga berubah dengan cepat. Di samping itu, seringkali perubahan teknologi tidak mungkin terjadi tanpa adanya perubahan organisasi. Unik di tiap Negara SIN dari suatu negara berbeda dengan SIN di negara lainnya. Setiap negara memiliki struktur SIN yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena beberapa karakteristik terdahulu, terutama karaktersitik SIN yang merupakan hasil proses sejarah. Di samping itu setiap negara memiliki sistem hukum, norma, tata pemerintahan yang berbeda. Semua ini telah membentuk SIN ke arah yang tidak seragam. Dengan kata lain, struktur SIN dari suatu negara adalah unik, tidak sama dengan SIN di negara lainnya. Keunikan ini dapat dilihat dari berbagai aspek. Dilihat dari spesialisasi dari industrinya, kita akan mendapatkan negara yang memiliki industri kuat berbasis sumber daya alam dan ada pula yang memiliki industri kuat berbasis pengetahuan (Knowledge based
industry). Demikian pula ada negara yang peran litbang swastanya sangat dominan seperti J epang dan Korea, ada pula negara yang peran perguruan tingginya sangat besar seperti Amerika Serikat. · Uniknya SIN suatu negara membawa akibat tidak adanya suatu struktur sistem yang dapat dikatakan optimal berlaku bagi seluruh negara. Masing-masing negara akan memiliki kondisi sistem optimal yang berbeda-beda. Yang dapat dan memang perlu dilakukan adalah membandingkan kondisi SIN di suatu negara dengan kondisi SIN di negara lainnya dengan senantiasa mengingat karakteristik yang berbeda dari kedua negara tersebut. Meskipun masing-masing negara memiliki sistem yang berbeda dan oleh karenanya dapat menempuh rute dan kebijakan yang berbeda, secara umum pemerintah mempunuai fungsi-fungsi penting yang dapat diperankan dalam menstimulasi berkembangnya dan berfungsinya secara efektif sistem inovasi nasional dan regional. Fungsi-fungsi tersebut dapat dikategorikan kedalam dua kelompok, yaitu l) fungsi
61
ekslusif clan 2) fungsi pelaksanaan bersama seperti dapat dilihat pada
Tabel. 2.16. Tabel 2.16 Fungsi-fungsi Pemerintah dalam Sistem Inovasi Nasional/ . Regional
I
F' llllgSi l a
b
c d
e
. f
2 a
b
c
E kskl usif
Fllll~i kebijakan dan alokasi sumber daya Formulasi implementasi dan pementauan dan evaluasi kajian kebijakan (policy reviews) dan perencanaan berkai tan dengan kegiatan iptek nasional Linkages kebijakan SIN R dengan kebij akan kebij akan lain ( seperti ekonomi perdagangan dan industri pendidikan kesehatan lingkungan pertahanan) Alokasi sumberdaya dalam b idang iptek dari total anggaran Penciptaan skema skema insentif untuk menstimulasi inovasi dan kegiatan kegiatan iptek lainnya Penciptaan kapasitas untuk melaksanakan kebijakan kebijakan dan mengkoordinasi kegiatan kegiatan terkait dengan inovasi dan iptek Penciptaan kapasi tas untuk forecasting dan mengkaji arah perubahan dan perkembangan teknologi F llll~i R eirul asi Penciptaan suatu si stem nasional meterol ogi standardi sas i dan kalibrasi Penciptaan si stem nasional lJ!ltuk identifikasi dan perli~ kekayaan intelektual Penciptaan sistem nasional dalam perlindwgan keselamatan kesehatan dan linskmaan
Sumber: Anon (2003)
62
:.· !~
II
~ I Pembtaiaan
-
Pelaksanaan
B ersama
g!;gjatan terkait den&!!J!
~
a Pengelolaen si stem pembiayaan yang sesuat dengan imp! ementasi dari fungsi fungsi lain dalam SIN R b. Pemanfaatan keuatan daya beli pemerintah (government purchasing power) sebagai suatu pendorong terhadap inovasi dalam produksi barang dan jasa yang diperlukan (terutama pada tahap awal pengembangan kemampuan inovasi nasional)
.
2 F llll~i 11elaksanaan a Pelaksana litbang b Penciptaan joint ventures jejaring atau konsorsi mn Iitbang c Penycdi aan j asa teknis tennasuk pengl!jiart produk kalibrasi dan survey sumber daya d Penciptaan rnekanisme yang sesuai dalam menghubungkan luaran litbang dengan kegunaan praktis e Penciptaan mekan isme untuk memperbaiki akses UK M terhadap teknologi yang dibutuhkan f Penclptaan Saling keterkaitan (linkages) antara kepentingan wilayah regional program dan kegi atan nasi onal g Penciptaan linkages .kegiatan kegiatan Iptek' internasional h Penclptaanmekanisme untuk evaluasi pencari an dan di fusi praktek praktek teknologi terbaik
I
2.2.5 Sistem Inovasi dan Efisiensi Kolektif
Sebagai kerangka konseptual, sistem inovasi memberikan penekanan pada proses interaktif dimana perusahaan-perusahaan berinteraksi satu sama lain dan didukung oleh institusi dan organisasi seperti asosiasi industri, lembaga riset, badan-badan standard, pusat pelatihan vokasional dan universitas, jasa-jasa analisis dan pengumpul informasi, perbankan dan mekanisme pembiayaan, memainkan peran kunci dalam membawa produk dan proses baru serta bentuk-bentuk organisasi baru ke dalam pemanfaatan.ekonomis, Dalam perspektif kebijakan, pendekatan sistem inovasi rnemberikan perhatian terhadap perilaku para aktor lokal dalarn hubungannya dengan tiga faktor utama dalam proses inovasi, yaitu: pembelajaran (learning), keterkaitan (linkages) dan investasi (investment) (Mytelka dalam Mytelka dan Farineli, 2000). Di negara berkembang hal ini menjadi sangat penting mengingat perilaku para aktor menunjukkan praktek dan kebiasaan berkaitan dengan ketiga faktor tersebut sering bertentangan dengan inovasi. UMKM misalnya mempunyai kecenderungan yang tinggi menghindari resiko .(risk adverse), rendah saling keterkaitan yang diperlukan untuk terjadigya pembelajaran dan pembiayaan untuk mendukung proses inovasi berkelanjutan. Padahal telah diakui dengan luas bahwa agar para pengusaha (entrepreneurs) rnenjadi tenaga penggerak dari irrovasi, mereka harus mampu meyakinkan perbankan untuk menyediakan pinjaman membiayai inovasi. Resiko dan biaya transaksi yang tinggi yang melekat pada UMKM menyebabkan perbankan enggan mernberikan pinjarnan kepada UMKM. Dalarn kondisi seperti ini, langkah-langkan yang perlu diambil perlu dirancang, waktu kebijakankebijakan yang dimaksudkan untuk menstimulasi perilaku inovatif menjadi kebiasaan dan praktek umum pada aktor lokal. Pendekatan sistem inovasi juga merubah pendapat tradisional yang melihat inovasi sebagai suatu proses perubahan radikal pada teknologi terdepan dari industri. Semakin diakui bahwa inovasi mencakup ruang lingkup yang luas di luar kegiatan-kegiatan formal litbang sehingga termasuk didalainnya perbaikan terns menerus dalam 63
mutu dan disain produk, perubahan dalam praktek manajemen dan bentuk organisasi, kreativitas dalam pemasaran dan modifikasi proses produksi yang dapat menurunkan harga, meningkatkan efisiensi dan menjamin keberlanjutan lingkungan hidup. Dalam konteks ini inovasi mempunyai arti " ... proses dengan mana perusahaan [ organisasi] menguasai dan mengimplementasikan disain dan produksi barang dan jasa yang baru bagi perusahaan [ organisasi] terlepas dari apakah disain dan produksi barang dan jasa tersebut baru kepada pesaing-domestik atau Juar negeri" (Earns, Mytelka & GAniatsos dalam Mytelka dan Farinelli, 2000:8). Penekanan
inovasi dalam pengertian ini bukan berarti meniadakan peran yang dapat dimainkan oleh Iembaga Iitbang dalam menghasilkan pengetahuan baru. Pemahaman ini dimaksudkan untuk mencegah penekanan yang berlebihan pada litbang dan mendorong pembuat kebijakan untuk mengambil perspektifyang lebih luas pada kesempatan pembelajaran dan inovasi pada UMKM dan pada apa yang disebut industri tradisional. Bagi UMKM, pengelompokan industri dalam suatu klaster diyakini dapat memberikan kesempatan yang unik untuk terlibat dalam keterkaitan yang luas antara pengguna dan produsen dan antara penghasil atau penyedia pengetahuan dan teknologi (universitas dan lembaga litbang) dan sektor-sektor penghasil barang dan jasa dalam suatu ekonomi yang dapat menstimulasi pembelajaran dan inovasi. Hubungan vertikal (vertical relationship) yang stabil antara pengguna dan produsen, misalnya, dapat menurunkan biaya-biaya terkait dengan komunikasi dan informasi, resiko terkait dengan introduksi produkproduk baru dan waktu yang dibutuhkan untuk 'memindahkan' inovasi dari laboratorium atau meja disain ke pasar. Kolaborasi hozontal (horizontal collaboration) antara sektor UKM yang sama dapat juga menghasilkan efisiensi kolektif (collective efficiencies) dalam bentuk menurunnya biaya transaksi, inovasi yang terakselerasi melalui pemecahan permasalahan lebih cepat dan akses ke pasar lebih besar. Klaster industri khususnya UKM di negara-negara berkembang , . didominasi pendekatan efisiensi kolektif [Caniels dan Romijn, 2003:1256). Ide utama dari pendekatan ini adalah bahwa daya saing
64
UKM dapat didorong dengan menjadi bagian aglomerasi UKM ·regional dalam bidang-bidang usaha yang sejenis atau saling melengkapi (complementary). Dengan demikian menjadi penting untuk memahami bagaimana efisiensi kolektif dapat menstimulasi, memfasilitasi atau meningkatkan kegiatan interaksi yang dapat bermuara pada terciptanya akuisisi kemampuan teknis atau pembelajaran dalam perusahaanperusahaan dalam klaster. Apakah akuisisi kemampuan atau pembelajaran akan tercipta tergantung padajenis efisiensi kolektif yang ada di klaster, yaitu apa yang disebut dengan efisiensi kolektif pasif atas efisiensi kolektif aktif (Caniels dan Romijn, 2003). Tabel 2.17 Klasifikasi Keuntungan Aglomerasi
Proses Terjadinya (Occurrence)
Sp on tan (Efisiensi kolektif pasif) Difasilitasi (Efisiensi kolektif aktif)
Jenis-Jenis keuntungan Penghematan biaya (cost savings) timbul dari skala ekonomis, cakupan, dan transaksi I
utama aglomerasi Tetesan pengetahuan (knowledge spillover) dari pertukaran informasi teknis, dll. III
II
IV
Sumber:Caniels and Romijn, 2003:1258
Seperti ditunjukkan pada Tabel 2.17 baik efisiensi passif maupun efisiensi aktif terdiri dari dua jenis manfaat utama sebagai dampak ekstemal perusahaan, yaitu: 1) penurunan biaya akibat dari skala ekonomis, economies of scope sebagai akibat, misalnya, meningkatnya cakupan pasar atau menurunnya biaya pemasaran, dan menurunnya biaya transaksi, dan 2) tetesan pengetahuan (knowledge spillover). Perbedaan di antara kedua jenis efisiensi ini adalah bahwa bahwa pada efisiensi passif, terjadinya efisiensi adalah secara spontan oleh perusahaan-perusahaan dalam klaster sebagai akibat dari lokasi (co-location), sedangkan pada efisiensi aktif terjadi akibat adanya fasilitasi yang terencana dalam bentuk koordinasi kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan, Dengan demikian, dilihat
65
dari aspek efisiensi, manfaat aglomerasi dalam suatu klaster dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:
• •
Spontaneous cost advantages-manfaat biaya spontan ( quadran I); Facilitated cost advantages-manfaat biaya yang terjadi karena difasilitasr{ quadran II); • Spontaneous knowledge spillover-tetesan pengetahuan secara spontan (quadran III); dan • Facilitated knowledge spillover-tetesan pengetahuan yang terjadi karena difasilitasi ( quadran IV) (Caniels dan Romijn, 2003: 1258). Klaster industri juga menunjukkan adanya pengaruh-pengaruh luar positif (positive externalities) dihasilkan oleh aglomerasi seperti ketersediaan tenaga kerja ahli, jenis-jenis infrastruktur tertentu, pertukaran informal berka:itandengan inovasi, dan pembelajaran yang dimungkinkan melalui adopsi praktek-praktek terbaik. Kajian lain menekankan peran'. pendukung (supporting role) yang dapat dimainkan dari sisi kebijakan dan oleh institusi sosial dan politik dalam pengernbangan aktivitas kemitraan dan dalam menstimulasi transformasi jejaring ke dalam sistem inovasi dan produksi yang lebih luas pada tingkat lokal, regional, dan nasional. Begitu pentingnya klaster industri tersebut, membuat pemerintah pada setiap tingkat-kota, regional, dan nasional, terutama di negara eropa, mengambil berbagai langka untuk mendorong tumbiihnya taman industri dan teknologi (S&Tparks), incubator, zonazona eksport dan cekungan teknologi (technopoles). Belakangan, pemerintah di negara berkembang telah mencoba mengikuti kebijakankebijakan tersebut dan mengusahakan inisiatif-inisiatif pembentukan klaster industri. Berbagai studi kasus empiris yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa klaster industri dimana terjadi banyak kerjasama dan jejaring (networking) di dalam klaster kelihatan lebih dinamis dibandirigkan dengan apabila perilaku seperti itu tidak ada. Itulah sebabnya, kebijakan dan program yang ditujukan untuk memperkuat · · lembaga-lembaga yang_ dapat memfasilitasi dan menstimulasi aksi bersama, kerjasarna antar perusahaan, danjejaring (networking) seperti
66
dapat digambarkan pada quadran II dan quadran IV pada Tabel 2.17 sangat direkomendasikan. Pada sisi lain, kecenderungan non-kolaborasi dengan pihak eksternal seperti keadaan pada quadran I dan quadran III pada Tabel 2.17. tidak mendapat perhatian yang banyak dari berbagai pihak karena dilihat dampaknya tidak memainkan peran yang substansial dalam mendorong pertumbuhan dan daya saing regional. Kedekatan (proximity) perusahaan-perusahaan dan isntitusi
dalam satu lokasi-dan pertukaran informasi yang berulang diantara mereka-membangun saling kepercayaan dan koordinasi yang lebih baik. Dengan demikian, klaster mengurangi permasalahanpermasalahan yang terdapat dalam hubungan jangkauan yang jauh tanpa pemaksaan infleksibilitias integrasi vertical atau manajemen tantangan dalam menciptakan dan memerlihara saling keterkaitan (linkages) seperti jejaring (networking), aliansi (alliances), dan kemitraan (partnership) (Porter, 1998). Seperti dapat digambarkan pada Tabel 2.18. pada prinsipnya penghematan biaya (cost saving) dalam produksi dan transaksi secara tidak langsung mempunyai arti bahwa perusahaan-perusahaan berbagai jenis dalam klaster mempunyai sumber daya keuangan untuk upayaupaya peningkatan kapasitas teknologi atau inovasi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berada pada 'non-klaster.'
67
· ·
Tabel ·wS-Jropa£!.2f!gglomeration learning: a taxonomy --:-.-..,....-Occurrence
Spontaneous (passive collective efficiency)
advantages on intra-firmtechnological
Main types of agglomeration advantages Cost savings arising ftOm economics of Spi11ovcr arising from technological scale, scope and transaction change
I
llI
(a) Economics of scales due to high local demand leave local input suppliers with more reso-urces for technological effort (b) Keen local competition puts pressure on prices charged by input suppliers. leaving users fi nns with more resources for technological effort (c) Critical local minimum demand for
(a) Changing attitudes and motivations favorable to innovation spread easily through demonstration effects and informal
innovations makesit worthwhile for !inns to invest in technological effort needed to introduce them (d) Local pressure presence of specialized suppliers attracted by large mali
II (a) Low cost transaction costs create possibilities for firms to team up in their technological efforts, resulting in cost-and risk-sharing. (b) Low local transaction costs created new possibilities for joint investment in large technological effort-projects that are beyond the scope of individual firms.
communicadon. (b) Human capital formation (i.e, attitudes and motivations favorable
to innovation, as wen as assimilation of trade-specific technical skills) is facilitated through informal learning-by-doing (c) Technological transfer is facilitated through inter-firm movement of trained labour; trade journals. meetings, trade fairs and other for a for inter-personal exchange; and user-producer interactions.
IV (a) Identical in content to llla (b) Identical in content to lllb (c) Identical in content to Ille However, in contast to the spillover in cell Ill, these spillover can only occur as a result of deliberate inter-firm cooperation.
Sumber: Caniels and Romijn, 2003: 1260
Misalnya, klaster dapat menghasilkan permintaan minimum produk atau jasa khusus barn yang tidak dapat diproduksi secara menguntungkan di tempat lain. Hal ini menstimulasi investasi dalam upaya untuk penguasaan produksi barang atau jasa tersebut. Lebih lanjut, kehadiran pemasok masukan khusus (specialized inputs) seperti penyedia suku cadang, jasa pelatihan, lembaga keuangan, agen-agen pemasaran, dll. yang 'ditarik' oleh permintaan lokal yang besar dapat mengarah pada turunnya biaya transaksi pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh industri dalam klaster. Dengan cara seperti ini aktifitas dalam klaster menurunk.an biaya bahan baku dan pendukung · yang selanjutnya dapat dialokasikan untuk upaya-upaya peningkatan kapasitas teknologi.
68
. t · ...
Klaster juga menawarkan 'peluang bagi perusahaan-perusahaan untuk bergabung dalam jaringan para innovator (networks of
innovators) sebagai akibat rendahnya biaya transaksi berkaitan dengan interaksi lokal. Kondisi ini dapat mengarah pada diperolehnya manfaat biaya dari pembiayaan bersama (sharing costs) dan pembagian resiko (risk sharing). Freeman (dalam Caniels dan Romijn, 2003) menyebutkan bahwa jejaring innovator (innovator networks)
2.3. KLASTER INDUSTRIDAN PERAN KEBUAKANPuBLIK 2.3.1 Kerangka Konseptual Adalah lebih mudah untuk untuk menelusuri perjalanan dan pengalaman suatu lembaga litbang, universitas, perusahaan, dan lembaga-lembaga pelatihan teknis daripada memahami perubahan atau perkembangan interaksi di antara mereka. Menurut Lundvall (2003), · dari interaksi satu sama lain lembaga-lembagaformal atau elemen-elemen sistem inovasi menjadi sangat penting dalam memahami berfungsinya sistem inovasi. Lundval lebih lanjut mengemukakan bahwa tujuan suatu analisis komprehensif suatu sistem inovasi antara lain dimaksudkan untuk dapat memahami bagaimana perbedaanperbedaan internasional baik dilihat dari infrastruktur teknologi fisik dan·pengaruh perilaku luaran-luaran inovasi (Lundvall, 2003:7). Sistem inovasi nasional dan sistem inovasi regional mempunyai karakteristek dasar yang sama, yakni memberikan penekanan pada interaksi dan interdependensi antar elemen dari suatu sitem inovasi itu sendiri dan terhadap dampak kinerja inovasi sebagai akibat dari berjalannya saling keterkaitan tersebut. Berangkat dari konsep interdependensi tersebut, maka pemahaman sistem inovasi pada suatu klaster industri di suatu daerah mengungkap berbagai aspek penting bukan hanya dalam mengidentifikasi kondisi saat ini tetapi lebih penting lagi adalah dalam memahami faktor-faktor penyebab kondisi, Faktor-faktor penyebab ini menjadi masukan penting bagi para aktor sistem inovasi baik dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan suatu klaster yang 0
69
dianggapprospektif atau mengalihkan perhatian dari suatu klaster yang kurang mempunyai prospektif. Pilihan-pilihan tersebut perlu diambil dalam rangka alokasi sumber daya yang terbatas secara optimal. Dengan demikian analisis suatu sistem inovasi pada klaster industri haruslah dilakukan dengan metodologi yang baku dan teruji untuk meyakinkan hasil yang dapat dipercaya sehingga keputusan yang . diambil dengan mempertimbangkan hasil analisis tersebut dapat dipertanggungjawabkan terutama secara ilmiah. Salah satu kerangka kerja untuk menganalisis suatu sistem inovasi pada klaster industri adalah seperti yang dikembangkan oleh Michael Porter seperti dapat dilihat pada Gambar 2.5. dan Gambar 2.6. berikut.
ludtado•• for conaboratlol!f Attitudes
Sumber: Porta; 2001:38
Gambar2.5 Productivity and the Regional Business Environment
Kerangka kerja seperti dapat dilihat pada Gambar 2.5.. : menunjukkan bahwa daya saing suatu industri dapat dilihat dari fungsi sating keterkaitan antar elemen sitem inovasi dalam hal ini tingkat 70
persaingan antar perusahaan (firm strategy rivalry), kondisi pennintaan
atau pembeli (demand-conditions), keberadaan industri pendukung terkait (related supporting industries), dan kondisi input termasuk suplai berbagai sumber daya (factor input conditions). Hasil analisis atas faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu, kategori yang menguntungkan (advantages) dan kategori yang tidak mehguntungkan atau menghambat (disadvantages) seperti dideskripsikan pada Gambar 2.5. Kesederhanaan dan hasil analisis dari kerangka kerja ini membuat berbagai Negara telah menerapkannya dalam membantu menganalisis daya saing suatu industri dan mengambil kebijakan dalam mengembangkan suatu klaster industri berdasarkan hasil kajian.
":i°"l ~coy>
• MaoufacNrinc bu otabllizcd
Dum.1ap1,fB, . Low lcvell or
l
1
~ .r·
.·
l--~~~~_..
I
.
colllboralionwidiia thccru1 -~
,
... ~
Ad...._,Bg. · Numbc
~&r.~· leomia& liom loco!
%
pt~·m---~
1t
l
Sumber: Porter, Z00/:40
t
I
Ad.. •lap,f!e. • Tnditional cluotoni have ellablidled 11:ppH
__ _._
__
cwitomcrs
· Loc&I dcl?lllld not perceived to ~.an
!
~advan1a&•
·~ -
- ---.J
_ _ __J
Gambar 2.6 Regional Competitive Position
71
Kondisi klaster pada Gambar 2.6., misalnya adalah basil analisis Porter terhadap daya saing suatu klaster indusri di Pittsburgh Amerika Serikat. Dengan informasi tersebut, pengambil kebijakan baik di sektor pemerintah maupun sektor swasta dapat mengambil strategi yang diperlukan dalam merespons atau memanfaatkan kondisi tersebut. . Hasil analisis juga dapat dipergunakan untuk memutuskan klaster industri mana yang perlu mendapat prioritas untuk diakselerasi atau bahkan dibangun.
2.3.2 Klaster Industri dan lnovasi Berbagai negara seperti negara-negara anggota OECD dan beberapa anggota negara Asean menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalarn pengembangan klaster industri secara terencana. Memang pemah ada pemahaman bahwa klaster industri tidak dapat diciptakan tetapi tumbuh secara alami. Peran pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan iklim yang kondusif (Johnston, 2003). Namun semakin disadari bahwa unsur waktu atau kecepatan (speed) merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam daya saing. Karenanya diperlukan intervensi secara sistematis untuk mendorong berkembangnya suatu klaster industri dan kerangka kerja Porter (Porter Framework) seperti di atas menjadi salah satu alat yang dapat digunakan untuk memotret kondisi daya saing suatu klaster industri di suatu daerah. Hasil .kajian tersebut kemudian digunakan oleh pembuat kebijakan untuk mengakselerasi pertumbuhan klaster yang menjadi prioritas. Michael Porter (2001) mengemukakan keterkaitan antara klaster industri dan inovasi dapat dilihat terutama dalam tiga hal. Pertama, klaster industri dapat meningkatkan produktivitas/efisiensi. Beberapa faktor penyebab antara lain: • Akses yang efisien terhadap specialized inputs, tenaga kerja, informasi, lembaga pendukung, dan 'public goods' seperti program pelatihan dan lembaga-lembaga pelatihan teknis. • Memudahkan koordinasi lintas perusahaan • Difusi yang cepat atas praktek-prakter terbaik (best practices). 72
•
Pembandingan kinerja secara nyata dan berkelanjutan dan insentif peningkatan kemampuan melawan pesaing.
Kedua, klaster industri dapat menstimulasi dan memberdayakan inovasi misalnya melalui: • Kemampuan yang lebih baik dalam mempersepsikan peluang inovasi • Keberadaan berbagai pemasok dan Iembaga membantu penciptaan pengetahuan Ketiga, klaster industri memfasilitasi komersialisasi: • Peluang-peluang bagi perusahaan-perusahaan baru dan usahausaha baru menjadi Iebih nyata bagi perusahaan. • Hambatan yang rendah (low barriers to entry) ke klaster disebabkan
oleh keahlian yang tersedia. Ketiga aspek daya saing dengan demikian secara fundamental dapat diperkuat dengan keterbukaan ke dunia luar dan saling keterkaitan antar perusahaan, antar elemen sistem inovasi, dan lembaga-lernbaga pendukung. Pemahaman atas kondisi tersebut dan faktor yang melatarbelakanginya menjadi bermanfaat dalam pengembangan klaster industri. Dari berbagai variasi konsep sistem inovasi yang ada, sistem inovasi menekankan pada dua dimensi-esensial dari inovasi, yaitu: • Interaksi antar pelaku yang berbeda dalam proses inovasi, khususnya antara pengguna dan produsen bahan baku (intermediate products) dan antara masyarakat dunia usaha dan masyarakat riset atau ilmiah adalah krusial terhadap keberhasilan inovasi (interdependensi) • Aspek kelembagaan merupakan faktor penting karena proses inovasi melekat secara lembaga dalam kerangka sistem produksi (karakter sistem). (Roelandt dan Hertog, 1999:10) Konsep sistem inovasi pada klaster niemusatkan perhatian pada pertalian (linkages) antara elemen-elernen sistem inovasi pada suatu industi dalam suatu kawasan geografis tertentu. 73
Pertama, industri makanan merupakan salah satu sektor industri yang penting dalam perekonomian propinsi regional atau daerah. Sektor industri ini mempunyai karakteristik terdiri dari industri besar dan UKM dengan komposisi industri menengah dan besar di satu pihak dan industri kecil dan rumah tangga. Kedua, usaha kecil dan menengah makanan adalah esensial terhadap pembangunan ekonomi di propinsi daerah. Fakta menunjukkan bahwa usaha kecil dan menengah ( dapat) menjadi sumber penyedia lapangan kerja utama di daerah pedesaan. Oleh karenanya keberadaan dan pertumbuhan industri kecil dan menengah makanan olahan untuk mengolah sumber-sumber produk-produk pertaninan, petemakan, perikanan, dan perkebunan lokal menjadi sangat penting dan strategis. Dengan demikian pengembangan usaha kecil dan menengah dapat menjadi salah satu cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ketiga, usaha kecil dan menengah berlokasi di pedesaan perlu diarahkan untuk memproduksi produk khas daerah. Produk-produk ini dapat berbeda dengan atau diarahkan untuk melengkapi produk yang dihasilkan oleh perusahaan besar. Pada umumnya perusahaan besar mempunyai orientasi pasar nasional atau pasar ekspor. Dengan demikian cenderung memfokuskan pada produk-produk berskala massal. Perusahaan kecil dan menengah pada pihak lain mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan spesifik masyarakat lokal. 2.3.3 Jenis JejaringPada Klasterlndustri
Kontribusi atas pentingnya pengguna (users) dalam proses irtovasi dan kolaborasi antara produsen dan pengguna utama (/eadusers) telah lama mendapat perhatian dalam upaya memahami interaksi antara kedua elemen tersebut-user-producer interaction. Namun dalam hubungannya dengan sistem inovasi dalam suatu klaster industri, interaksi diantara sesama pesaing (horizontal linkage) juga penting · dalam proses inovasi dan pada gilirannya daya saing industri itu sendiri. Dengan kata lain, tingkat atau kualitas jejaring industri (industrial 74
networks) menjadi penting dalam mendukung berfungsinya sistem inovasi pada suatu klaster industri ( dalam hal ini industri makanan dan minuman). Terdapat dua jenis jejaring industri, yaitu jejaring perdagangan (trade network) dan jejaring pengetahuan (knowledge network). Jejaring perdagangan mempunyai fokus perhatian pada keterkaitan antara pengguna (users) dan produsen (producers) barang dan jasa yang diperdagangkan. Sedangkan jejaring pengetahuan mempunyai fokus perhatian pada arus informasi dan pertukaran pengetahuan dalam industri tanpa melihat hubungannya dengan arus atau pertukaran barang dan jasa(Gelsing, 1992). Dalam banyak kasus, kedua jenis jejaring ini sering berjalan secara simultan. Namun, pada kasus yang ekstrem, masing-rnasing jejaring dapat berjalan secara terpisah. Konsep jejaring sangat erat hubungannya dengan klaster industri. Keberadaan klaster industri memungkinkan terciptanya saling keterkaitan dan interaksi antar perusahaan dalam klaster dan juga dengan lernbaga-lembagayang ada di sekitarnya (sering disebut dengan organizational set). Jejaring dapat terjadi dalam suatu keterkaitan yang kuat (strong ties) dan keterkaitan yang longgar (loose ties). Klaster industri dengan demikian dapat mempunyai karakteristik dari salah satu atau kedua jenis keterkaitan ini. Perusahaan dapat memperoleh manfaat dari tipe keterkaitan yang longgar dengan melalui akses terhadap informasi yang tidak mungkin diperoleh tanpa keterkaitan ini. Namun kelemahan dari keterkaitan yang longgar ini adalah adanya kecenderungan anggota jejaring memperoleh informasi yang banyak dari segi volume, namun sedikit yang relevan atau terkait dengan perusahaan masing-masing. Informasi dari keterkaitan yang kuat pada pihak lain lebih terbatas dari segi volume, tapi cenderung lebih sesuai dengan kebutuhan perusahaan penerima. Deskripsi dari kedua jenis jejaring dan keterkaitan akan dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan baik oleh lembaga pemerintah maupun industri. Analisis jejaring industri diarahkan pada 1) penekanan pada peristiwa-peristiwa dan perkembangan diantara pen.isahaan dan organisasi daripada melihat pada peristiwa atau kejadian di dalam
75
perusahaan-perusahaan, 2) penekanan pada hubungan spesifik daripada fokus pada hubungan yang umum antara perkembangan intemasional, nasional, dan regional, dan 3) fokus pada dinamika-suatu jejaring tidak pemah stabil atau seimbang, tapi selalu berubah dalam berbagai aspek dan arah. Perubahan-perubahan tersebut menuntut penyesuaian kebijakan dalam upaya mempertahankan atau meningkatkan daya saing industri. Tanpa pemahaman yang baik akan perubahan tersebut kebijakan bisa menghasilkan dampak yang sebaliknya, menghambat tumbuhnya daya saing. 2.3.4 Kebijakan
Publik Dan Pembentukan
Klaster lndustri5
Apakah ada katalis untuk mentransformasikan potensi kolaborasi antar elemen kepada suatu kondisi dimana saling melengkapi sehingga perusahaan-perusahaan pada kawasan geografis tertentu menjadi suatujejaring dari perusahaan-perusahaan yang saling terkait dan kemudian menjadi suatu klaster industri. Pertalian antar perusahaan ini baik secara vertikal maupun secara horizontal merupakan esensi dari klaster industri. Aspek pertalian ini menjadi penting untuk membedakannya dengan pengelompokan geografis suatu industri dimana satu perusahaan dengan yang lainnya sebenernya saling terisolasi. Untuk itu, maka diperlukan suatu katalis yang dapat mendorong terciptanya pertalian-pertalian tersebut. Kebijakan publik yang kondusif merupakan salah satu earn untuk mendorong terjadinya pertalian dalam klaster. Kebijakan publikjuga dapat diarahkan untuk memfasilitasi lahimya klaster UKM dimana antar elemennya terjadi pembelajaran yang sebagian besar didasarkan pada hubunganhubungan informal melalui jaringan (network). l}ebijakan publik yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk bersama-sama berdiskusi membahas kebutuhan-kebutuhan kolektifuntuk pengembangan industri dan membantu pemerintah untuk
5
Pada bagian lain tulisan ini juga dibahas mengenai fokus kebijakan yang diarahkan untuk memperkuat sistem Inovasi regional dan Inovasi perusahaan
76
merancang pendekatan-pendekatan yang diperlukan. Dalam banyak kasus ditemukan potensi klaster tetapi sering perusahaan-perusahaan (industri) tidak mempunyai kebiasaan untuk saling bertukas informasi .. satu sama lain. Dalam dunia pendidikan misalnya ditemukan adanya · kecenderungan untuk memenuhi 'kebutuhan' para mahasiswa daripada kebutuhan industri di sekitarnya. Kenyataan bahwa para lulusan perguruan tinggi pada suatu daerah mempunyai kecenderungan untuk mencari kerja pada industri di luar daerahnya merupakan salah satu indikator rendahnya keterkaitan antara dunia pendidikan dan industri. Kebijakan publik yang diarahkan untuk mendorong adanya saling keterkaitan antar lembaga pendidikan, industri, dan lembaga riset di daerah menjadi penting. Marceau ( 1999) mengemukakan tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan publik dalam rangka menciptakan iklim yang mendorong berkembangnya klaster industri, sbb: a) Dengan mempertimbangkan struktur ekonomi, kebijakan publik harus meyakinkan bahwa pemain-pemain perusahaan-perusahaan terbesar adalah yang terbaik. Perusahaan besar harus tidak diijinkan untuk 'tidak kreatif' karena 'ketergantungan' daerah terhadapnya. b) Diyakinkan bahwa pemain-pemain baru dapat dengan mudah memasuki sector industri. Kebijakan-kebijakan khusus diarahkan untuk mendorong masuknya perusahaan-perusahaan baru yang inovatif sehingga ekonomi bergerak maju secara meyakinkan. Kondisi ini mendorong lahirnya perusahaan-perusahaan yang berdaya saing tinggi, karena hanya perusahaan-perusahaan yang inovatif dan efisienlah yang dapat bertahan. Persaingan domestik atau lokal menjadi salah satu faktor penentu daya saing. c) Pengembangan kebijakan yang dapat membantu industri kecil sehingga industri ini dapat mencapai suatu skala yang bukan hanya '. ·
memungkinkan mereka untuk berinvestasi dalam bidang penelitian :·: dan pengembangan, tetapi juga kegiatan-kegiatan inovatif lainnya, -Kegiatan-kegiatan ini akan memberikan landasan yang kuat bagi usaha kecil untuk meningkatkan daya saing seperti kemampuan
untuk memasuki pasar-pasar utama dan melayani pelangganpelanggan utama baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Kebijakan-kebijakan saling terkait dengan ketiga faktor tersebut di atas dapat menjadi kekuatan penggerak atau stimulus dalam pengembangan atau penguatan klaster secara sistematik. Kebijakankebijakan ini memerlukan kolaborasi lintas sektor, departemen, atau lembaga-lembaga publik lainnya. Mohd. Harisudin mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi turunnyajumlah industri kecil dan rumah tangga sebagai berikut: 1) Kurangnya kebijakan pemerintah yang melindungi komoditas pertanian melalui penerapan tarif dan tata niaga, 2) Beredamya produk pangan impor illegal, 3) Masuknya perusahaan multinasional dalam industri pangan, 4) Biaya produksi yang tinggi (listrik dan bahan bakar minyak/BBM), 5) Penerapan standar produk yang kurang dapat dipenuhi industri kecil, 6) Masuknya investasi asing yang menyebabkan beberapa industri kecil semakin terjepit. Misalnya, kehadiran hypermarket yang menjual banyak produk termasuk produk pangan dari luar negeri, 7) Terbatasnya kemampuan manajerial dari pengusaha kecil maupun rumah tangga dalam perencanaan, implementasi serta pengendalian usaha (Harisudin, 2004:1). Dapat dilihat bahwa kebijakan pemerintah mempunyai pengaruh penting terhadap keseluruhan faktor-faktor tersebut di atas. Fungsi kelembagaan pendukung misalnya dalam bentuk adanya kebijakan yang berpihak pada peningkatan daya saing industri dalam negeri. Namun perlu ditekankan, bahwa keberpihakan dalam hal ini tidak selalu diidentikkan dengan 'proteksi' yang diberikan pada industri dalam negeri, tetapi lebih pada penciptaan iklim yang kondusif bagi industri dalam negeri seperti dorongan untuk meningkatkan inovasi. Perumusan dan implementasi kebijakan publik dengan demikian haruslah mempertimbangkan dampak yang diharapkan dan 78
.,.
e-
peran berbagai pelaku lintas sektor dan kelompok · berkepentingan (stakeholders). Kelompok berkepetingan dalam hal ini dapat dikelompokkan pada: Klaster UKM, semua kelompok UKM Pembeli, pegadang, pemasok . Pemerintah daerah (Bappeda, Dinas-Dinas) Institusi pendukung publik, akademik dan swasta, KADIN Lembaga keuangan
1--------------------~--~~----- .... I I
.
.
. .
.
.
' .
.
I
f~~~-=i i
[
Pcmda (Bappeda, Dinas, UKM)
] i _
1
Sumber:Jica; 2004:21 dengan modifikasi
Gambar 2.7 Pembentukan Program Klaster
Gambar 2.7. menunjukkan bahwa berbagai aktor dengan peran yang berbeda diperlukan dalam upaya membangun atau memperkuat atau mengakselerasi efektifitas suatu klaster. Dapat dilihat bahwa diperlukan adanya suatu 'Champion' atau kelompok atau institusi atau fasilitator yang memainkan peran dalam mengorkestrasi harmoni di antara berbagai unsur klaster baik unsut inti maupun unsur pendukung. Peran optimal dari setiap elemen diarahkann terutama pada terciptanya tetesan pengetahuan (knowledge spU/over) di antara anggota inti klaster dan juga sektor pendukung Iainnya, 79
. 2.4
'
SISTEM INOVASI PADA KLASTER INDUSTRI MAKANAN
lndustri makanan harus menghadapi berbagai issue standar dan regulasi yang semakin ketat berkaitan dengan kualitas dan keamanan produk, globalisasi, ·kris"is pangan, berkembangnya jaringan hypermarket multinasional, yang kesemuanya memaksa industri ini untuk terns berinovasi. Industri makanan yang sering dianggap sebagai industri 'mature dan rendah teknologi' dengan dana litbang yang rendah dan data paten yang rendah, ternyata tidak kurang inovatif dibandingkan dengan industri lainnya. Jika demikian, maka industri makanan mungkin mempunyai cara lain untuk berinovasi selain melalui litbang. Untuk dapat menjelaskan hal ini, perlu dipahami konsep inovasi yang mencakup lebih dari inovasi produk berbasis-teknologi yang radikal. Lundvall (1992) mendefinisikan inovasi sebagai "an ongoing process of leaving, searching, and exploring which results in ( 1) new products, (2) new technologies, (3) new forms of organization; and (4) new _markets." Dengan pengertian seperti ini, domain inovasi dapat digambarkan sebagai berikut:
INOVASI PRODUK (I) Barang (2) Jasa (3) Ide
INOVASI PROSFS (I) Tcknologi (2) lnfrastruktur
~
a
. INOV ASI ORGANISASI (I) Pcmasaran (2) Pcngadaan dan pcnjualan (3) Administrasi (4) Manajemcn (5) Kebijakan kcpegawaian
~
~
INOVASI PASAR (I) Eksploitasi tcritori baru (2) Pcnctrasi scgmcn pasar
Sumber: Clarysse et: Al (1998) dan Lundvall (1992) dalam Avem1aete et.al (2003:10)
Gambar 2.8 Domain Inovasi Inovasi produk dapat dilihat sebagai barang, jasa atau ide yang dianggap oleh seseorang sebagai barn (Kotler,1991) Karenanya, suatu 80
produk dapat dianggap sebagai suatu inovasi bagi satu orang atau organisasi, namun tidak bagi yang lain (Johannessen et al, 2001)
Inovasi produk dapat disebabkan oleh perubahan struktur organisiasi, . misalnya produk yang Iebih berkualitas karena perbaikan kontrol keamanan produk oleh perusahaan. Atau produk baru bisa timbul dari eksploitasi segmen pasar yang baru, misalnya saja makanan organik, makanan beku atau 'prepared meal' bagi keluarga sibuk, makanan khusus bagi vegetarian, dan sebagainya.Namun, pada umumnya inovasi produk terkait dengan inovasi proses. Inovasi proses termasuk adaptasi dari jalur produksi yang telah ada, instalasi infastruktur baru, dan implementasi teknologi baru. (Avemaeteet al, 2003). Proses inovasi umumnya merupakanjalan untuk menciptakan poduk baru. Inovasi proses juga diperlukan untuk membantu perubahan organisasi dan penetrasi segmen pasar yang baru. Kajian mengenai inovasi organisasi masih sangat terbatas. Contoh nyata adalah penerapan standar ISO atau standar mutu Iainnya di perusahaan. Dengan penetapak standar ISO maka perilaku organisasi dikondisikan dalam suatu sistem tertentu sehingga semua anggota organisasi memahami dan mempraktekkan proses-proses yang sudah disepakati dalam mencapai tujuan. Inovasi pasar didefinisikan sebagai eksplotasi teritori pasar yang baru dan penetrasi segmen pasar yang baru. Contoh nyata adalah tumbuhnya berbagai produk susu yang ditujukan khusus bagi segmen konsumen usia tertentu mulai dari bayi, I thn, 3 tahun, usia Janjut dan masih banyak lagi. Atau produknya bisa saja sama namun organisasi memperbesar pangsa pasarnya dengan promosi produk kepada konsumen atau segmen pasar yang Iebih luas. Berdasarkan survey yang dilakukan antara tahun I 994 sampai 1997, diketahui bahwa ada tiga sumber inovasi yang dianggap penting oleh industri makanan di Norwegia yaitu pemasok mesin dan peralatan, litbang, dan hubungan pelanggan. (Branadland,T.E, 2000) Industri ini menghabiskan hampir 50 % dana inovasinya untuk membeli peralatan dan mesin baru. Walaupun dana yang dikeluarkan untuk melakukan litbang secara langsung cukup rendah, riarriun industri ini menggunakan
.g l
teknologi terbaru. Dapat dikatakan bahwa industri ini banyak mengaplikasikan tenologi yang dikembangkan oleh sektor industri Jainnya, misalnya saja otomasi pabrik dengan komputer, mesin-mesin pengolah yang baru dan sebagainya. Menurut Braadland T.E (2000), sebagian besar dana litbang industri digunakan secara in-house dan hanya sepertiga yang dilakukan
oleh lembaga litbang lain seperti university dan lembaga litbang lokal, lainnya diperoleh dari luar negeri, atau dari perusahaan lainnya seperti konsultan. Dengan demikian perlu ada keselarasan antara kegiatan riset yang dilakukan oleh industri dan lembaga litbang atau universitas sehingga kegiatan riset di antara keduanya dapat saling mendukung. Misalnya, kegiatan riset di lembaga riset dan universitas lebih memfokuskan kegiatan risetnya pada bidang-bidang strategis dan berjangka panjang. Dengan demikian pasokan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi industri dapat berjalan.Bidang riset strategis dan berjangka panjang membutuhkan dana yang cukup besar sementara hasilnya tidak selalu dapat diperoleh dalam jangka pendek. Sektor industri biasanya menghindari kegiatan riset ini. Hubungan pelanggan merupakan faktor yang dianggap penting dalam inovasi di sektor makanan ini. Perusahaan di bidang ini menghabiskan lebih banyak biaya penelitian pasar daripada industri lainnya di Norwegia. Kebutuhan pengguna dan customer trend sangat berpengaruh pada portofolio produk oleh industri. 2.5
STRATEGJ PENGUATAN
UKM
DI DAERAH
2.5.1 Karakteristik UKM di Indonesia Salah satu karakteristik usaha kecil dan menengah (UKM) di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) yang membedakannya dengan UKM di negara-negara maju adalah rendahnya produktivitas.6 Data BPS menunjukkan bahwa sumbangan UKM terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) lebih besar dibandingkan 6
Lihat misalnya Liedholm dan Mead (1999), dan Berry dan Mazumdar (1991).
82
usaha besar (UB), tetapijumlah unit usaha dan tenaga kerja di kelompok pertama juga jauh lebih banyak daripada di kelompok kedua tersebut. Jadi, sumbangan PDB dari UKM lebih besar daripada UB tidak menandakan bahwa tingkat produktivitas di UKM lebih tinggi .. dibandingkan di UB, melainkan melainkanjumlah unitnya yang sangat banyak sehingga secara total UKM menghasilkan output dalam jumlah yang juga besar. Di dalam kelompok UKM itu sendiri ada perbedaan dalam produktivitas. Database dari Deperindag mengenai produktivitas tenaga
kerja di sektor industri manufaktur menurut skala usaha yang diperlihatkan di Tabel 8 memberi kesan adanya korelasi positif antara produktivitas dan skala usaha. Rasio nilai tambah terhadap tenaga kerja di usaha mikro (UMI), yakni skala usaha paling kecil dengan jumlah tenaga kerja paling banyak 4 orang, paling kecil daripada di skala usaha lainnya, yakni usaha kecil (UK), usaha menengah (UM) dan usaha besar UB yang produktivitasnya paling tinggi (terkecuali di kelompok industri logam). Juga data dari BPS (Tabel 9 dan Tabel 10) menunjukkan hal yang sama bahwa produktivitas tenaga kerja lebih baik di skala usaha yang lebih besar. Satu hal yang menarik dari Tabel 8 adalah bahwa untuk semua skala usaha, produktivitas tenaga kerja di subsektor makanan dan minuman termasuk rendah dibandingkan di subsektorsubsektor lainnya; walaupun nilai tambah yang dihasilkan di subsektor ini paling banyak dibandingkan di sektor-sektorlain (Tabel 11 dan Tabel 12). Perbedaan yang besar dalam produktivitas tenaga kerja antara UKM dan UB sebenarnya bukan merupakan hal yang aneh, melihat kenyataanbahwa kondisi UB jauh lebih baik dibandingkan UKM, dan di dalam kelompok UKM itu sendiri, kondisi UM pada umumnya lebih baik daripada UK dalam ha! ketersedian input-input yang sangat krusial bagi peningkatan seperti tenaga kerja trampil, teknologi, modal, pengetahuan . mengenai manajemen dan organisasi, informasi, dll. Apalagi, UK didominasiolehUMI yang olehBPS disebutindustrirumah tangga. Karena
· .. 83
keterbatasan ini, sangat sulit bagi UKM untuk bisa meningkatkan produktivitasnya.7
Tabel 2.19 Perbedaan produktivitas tenaga kerja di industri manufaktur di Indonesia menurut skala usaha clan subsektor, 2000 (rata-rata nilai tambah per tenaga kerja; dalam rupiah) ~1·~~m~i[J~··~i:::;:::;:::~~::::::=;:s=u~b·ektor=.;::=:::=::::·==·===·=-~J:l~l&U~:-Y!Ll~w.i:J 31 32 33 34 35
Makanan, minuman & tcmbakau Tekstil, palcaianjadi, kulit & alas k.aki Kayu & produk -produk kayu ' Kertas, pen:etakan & publibsi I =-produkkimia(tennasukpupuk),karet&
2.339 1.746 2.103 3.981 1.782
!
i Semen & produk -produk bukan logam
36 37 38
I
...JL_j
I I
mesin & peralatannya
Manufakturlainn,_a_.
25.806 24.271 12.403 18.953 50.849
67.309 27.237 30.236 103.938 68.968
3.071 8.849 ?.Oil ! 395.344 5.402 ' 45.127 ~ ..Q2?_. 12.701
63.327 142.243 130.589 22.946
6.7435.723 7.812
3.346 I 3.374 · 5.492 _,,__4.'?_?~-'-
Logam dasar Alat-alat transportasi,
12:5391 4:855 I
Sumber: Deperindag ( database).
Tabel 2.20 Produktivitas Tenaga Kerja di UMI dan UK di industri Manufaktur menurut subsektor, 1996-2001 (Rp juta per pekerja)
1~~·]!,
~kalnl8ha0
lcxm:J
-
~~
~.~~-J~-----· ·- ~---- - I ~:~ I .zt4_t_)~~LJ.JtL1Jft ... ,lnl ~ n:r-1 :9~:8 l :9~ ,I I ;ri I
2,1 8,9
I
I
~:! I ~3~s !I 18i1 I :~:i !i_ _ I '"(j,~ _ j[ 13s~ ol . :o,18
34
I~
ru-_
n;;r-:IT.1""_ S,l ~~ l lS,3 i[ 1'1..! l 17J l
20.!
l
IL
I ;;~ J ~:~-l~~J -~~~ .I .~: ~
I
3_: 38
~-
I~
'rI ;--!_ UUKMI • 7
11
I
~~r;:lir-s;9""~
I
3,8
I
S,6
:I
S,2
I
10,0
_;~8 .
I
8,3
I :~ I :;,4 ·I :!:~ ·I ::~
.I ;~~
~n;z-'~nr,981i'S,'7 I 7,9 I 8,1 JI
I
I
UM! 2,8 Tot.I UK 7,4 Catalan: • l:aJegorlsektor indwtrl /that Tabel 2.19. Sumber:BPS
I
S,96 14,3
,,
n
8,4
I
lS,4
6,1 13,9
11
6,4 lS,97
-
I :~~ J
~I;; r.-:-1 UM! ·I .... UK
7
1'9~1
lr;;-l ~ L ., YK
I
-
12,3' 7,S 19,7
Lihat studi-studi dari a.l. Rice dan Abdullah (2000), Sandee (1996), Sandee dan Weijland (1989), Sandee dan van Hulsen (2000), Sandee dkk. (1994, 2000, 2002), Sato (2000), Smyth (1990), Tambunan (1994), dan Tambunan and Keddie (1998) mengenai kinerja UKM dengan berbagai masalah yang terkait.
84
Tabel 2.21 Produktivitas (P) dan Pangsa Output (Q) di Industri Manufak.tur menurut skala Usaha,.1992-2002
i[;;;::. ==_J:: ; ::..:===1;;;::i ; ;f I
l •
'2•'!1-.
__ ,__ C!."":)C]LJL-1:.-.!I I
1
!I . ·
.
11 UM&UB 115,28 ?0,52 1143,99 :1 91,65 :1164,7 I UMI & UK 8,35 I 9,48 9,11 • 8,35 10,98 Catalan: P dalamjuta rupiah dan Q dalam %. Sumber:BPS
I
2101· ·
H.
I
91,5 8,5
I
· 2e02
J
P:JLJL
Q__,r.:::L]L:Ji::Jl
166,31 ; 12,36 I
89,9 10,06
Tabel 2.22 Nilai Tambah dari UK (termasuk UMI) Menurut subsektordi Iindustri Manufak.tur (harga berlaku}(Rp.miliar)
lti£J1--:: T:1=1f L
[h
S.bukter•
lM!P'!!*Juu'!!!:~!L [2~.5..9.1..L
I
I
31
32
I I
I I
"
I
35
I I
I
I
3.452,7 1.414,1
22.910, 7 3.769,7 · 2.511,8
1 · - 950,s-
34
t
12.355,3
__
u~ I I I
36 37 38
II
II
1.113 1
25.199,2 3.995,5 2.611,4
I
I
:..74
fl
2M
.i8:J~5-. L _5},6'/.IJ_: _ 25.931,3
1.315,9
4.506,5 2.840,8
1.
29.470,2 I
I
S.429,0
I
0.,2:J.. 0,24
0,12 --,,..,..,..-....,,
1.s.!3,2_
4.673 9
I I
t.543,2 8,1 873,5 3o5,6
I
3,
J_
~~JiJLl2w.J
2.026,3 11, 1
•I 'I
2.152,0
I I
3.102,7
0,28 n,1 14,9 23,3 1 t.415P --1-.99-5-,52.675,6 ;----~• 385,3 ==:;3~15r:;,9=:===46;:;1::::,4~1
Tabel 2.23 Nilai tambah dari UMl menurut subsektor di industri manufak.tur (harga belaku) (Rp.miliar)
r-··,, ··-~·~-·-· --W'-l1
: __~t;?J[:=1 !
! "'~--.a.'.-,,.};
Manafaktarnon-micu 31
32
____ a; 34 ___
_,3,.,,s 36
I 28.993, 7 'I L - 13.468,2 I
. O~J [ _2,wi]
I
869,4
11
3'
I
J.8~ii] 529,1 11
0,17
I
un,1 I
o.i1
I
I
om o,o9
28.595,3
28.79~,! JQt.54~
54.381,0
2.953 4 ~5
.L. ~--- I 4.84~o 11 __ 5"~.1.! ·4 l _ ~ J ·I 3.t89,9 I 0,08 J
1.311,6
1.511,5
!:9~·!.
:;:;::;::J3g1_:=_:;:_:_=:_;:_:l[:;J;45~!·~£JJ~=~~i=~~[: [
I
47.267,4
l.--_1~.19=)._1~!1•~~-.;,__1_.2~89_,8_ I 115,3 11 889, 4
38
:I
42.543, 9
'I
1.955,5 •I 986,o .1
2.381,4 1.080,4
377,9 [ 584,5
I
~__J
_ugJ [ 7J!L1 [ __ Q,\2. 252,6 ·I 311,9 I .0,12
Catatan: • kategorl seaor industri lihat Tabel2.19. Stmrber: BPS, 2003
85
Banyak studi yang telah dilakukan untukmenganalisis produktivitas tenaga kerja di UKM. Misalnya, dengan memakai data sensus BPS mengenai sektor manufaktur un~ periode 191.5-1996, estimasi ~ ~ce dan Abdullah (2000) menunjukkan bahwa pada tahun 1975, rasio nilai tambah -terhadap tenaga kerja (1990 Rp'OOO) di UMI sekitar 132 dan naik ke 572 tahun 1996, dan di UK naik dari 959 ke 1.371. Untuk periode yang sama, produktivitas tenaga kerja di UM dan UB juga naik, masing-masing, dari 4.088 dan 9.055 di tahun 1975 ke 9.055·dan 12.495 tahun 1996. Dengan memakai data sensus yang sama, estimasi dari Berry dkk. (2001) menunjukkan bahwa jarak dalam produktivitas L antara UKM dan UB tetap besar. Tahun 1975 rasionya 9,4 dan 9,l tahun 1996. Selama periode 1975-96, perbandingan antara nilai tambah dan tenaga kerja kelihatan meningkat paling banyak di UMI, dengan estimasi yang tidak terlalu besar atau relatif sama di UK, UM dan UB. Namun demikian, estimasi mereka memberi kesan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja di UB terus berlangsung, sedangkan kemungkinan menurun di usaha-usaha dengan skala lebih kecil (Gambar 4). 18 16 14 12 10 8 6 4
•UMI
•uK CUM [JUB
2 0 ·2
Sumber: BPS. 1997
Gambar 2.9
Rati:rata. per tahun laju pertumbuhan
dari produktivitas tenaga kerja di industri manufaktur menurut skala usaha, (%)
Dari pembahasan di atas, jelas bahwa strategi penguatan UKM harus pada capacity building dengan fokus pada peningkatan kemampuan teknologi dan sumber daya manusia Untuk itu, kerjasama yang erat antara . UKMdengan lembaga-lembagaR&D dan pendidikanmerupakan prioritas · · dalam kebijakan pengembangan UKM di Indonesia. UB, tennasuk perusahaan-perusahaan multinasional (PMA), juga bisa berperan di sini
86
lewat kemitraan, bukan seperti yang diterapkan pada zaman Orde Baru yang dikenal dengan Bapak Angkat, tetapi dalam kegiatan produksi yakni subcontracting; seperti yang diterapkan selama ini oleh PT Astra Internasional (Soepardi, 1996). 8 Karena teaming by doing dari proses · · keterkaitan produksi seperti ini yang sifatnya jangka panjang sangat membantu UKM untuk menambah pengetahuan termasuk dalam hal teknologi dan keterampilan. Untuk itu diperlukan kebijakan dan program nasional dan regional yang dapat menciptakan iklim bagi dunia usaha, lembaga litbang, dan lembaga pendidikan tinggi agar saling melengkapi dalam upaya meningkatkan daya saing industri nasional. 2.5.2 Fokus dan Sasaran kebijakan penguatan Inovasi UKM
Dari sisi kebijakan
kebijakan dan program l;JKM perlu semakin difokuskan pada sektor-sektor dan aktor-aktor yang punya potensi untuk bertumbuh. Hasil survey yang disponrosi oleh ADB9 di empat propinsi, yaitu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara pada tahun 2005 berkaitan dengan kebijakan-kebijakan penguatan UKM di Indonesia menyatakan bahwa banyak kebijakan dan program yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing UKM didasarkan pada asumsi bahwa semua UKM mempunyai potensi -untuk bertumbuh; UKM berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. MenurutADB (2005) asumsi ini tidak tepat. Dalam kenyataan sebagian besar yang disebut sebagai UKM berada dalam kategori usaha mikro. Karakteristik usaha dalam kategori ini antara lain ditandai dengan aktifitasnya yang mayoritas bergerak dalam sektor subsisten. ADB Jebih lanjut menyebutkan bahwa sangat sedikit jumlah usaha dari sektor mikro ini yang dapat bertumbuh atau menjadi besar. Oleh karenanya, bantuan kepada sektor mikro ini sebenarnya lebih merupakan bantuan pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan, dan untuk tujuan-
8 9
Lihatjuga misalnya Thee (1984, 1985). Survey dilakukan oleh The Asia Foundation bekerjasama dengan Departemen Perindustrian
87
tujuan jarring pengaman sosial lainnya. Sektor ini tidak akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Agar program-progam peningkatan daya saing UKM dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan, program hendaklah difokuskan pada usaha-usaha kecil dan menengah yang dapat dan akan bertumbuh. Disadari bahwa kebijakan dan program memang tidak dapat mengidentifikasi usaha mana saja yang akan dapat sebagai 'champion' atau 'winner.' Namun program dapat diarahkan untuk mendukung proses yang dapat mengidentifikasi kandidat usaha yang diharapkan dapat bertumbuh. Secara umum, perusahaan yang termasuk dalam kategori ini mempunyai karakteristik 'suka mencari bantuan' (growing firms seek
help). Kelompok usaha inilah yang harus menjadi fokus perhatian berbagai program pernerintah dan pihak-pihak terkait. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan banyak anggaran untuk menemukan kelompok usaha ini; sektor keuangan seperti perbankanlah yang harus menemukan mereka dan berinvestasi untuk mempercepat pertumbuhan kelompok · usaha potensial tersebut. Kebijakan-kebijakan dan program peningkatan daya saing UKM di Indonesia melihat UKM sebagai kelompok ekonomi lemah yang memerlukan bimbingan. Progam dan bimbingan ini pada umumnya dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah dari berbagai kementerian dengan program yang sering tidak saling melengkapi (ADB, 2005). Juga banyak ditemukan bahwa program yang dilakukan oleh berbagai instansi dimana fokus kegiatan kurangjelas dan sedikit koordinasi lintas lembaga. Demikian juga halnya dengan kelompok sasaran (target group) dari program pada umumnya sangat luas. Berdasarkan kenyataan di atas, ADB merekomendasikan bahwa program penguatan daya saing UKM agar difokuskan pada kelompok sasaran yang tepat yaitu usaha-usaha kecil yang mempunyai potensi untuk bertumbuh dan usaha-usaha skala mengengah. Kebijakan yang diarahkan membantu UKM tidak perlu harus selalu berupa . . "kebijakan UKM." Tetapi dapat berupa kebijakan-kebijakan pengembangan sektor swasta yang akan menolong semua usaha.
88
Misalnya, kebijakan persaingan usaha yang sehat yang saat ini sudah mulai diimplementasikan di Indonesia, regulasi yang 'bersahabat' dengan duniausaha, daya saing sektor keuangan yang akan berdampak positif bagi dunia usaha, penyediaan infrastruktur dasar seperti transportasi, energi, telekomunikasi, dll. Berdasarkan basil pengamatan di lapangan, ada kecenderungan pengambilan suatu kebijakan penguatan UKM yang sifatnya seragam. Dalam pengambilan keputusan, pengambil kebijakan berasumsi bahwa pennasalahan dan kebutuhan UKM adalah homogen. Dalam kenyataan, bukan hanya setiap sektor industri berbeda, tetapi pennasalahan setiap perusahaan juga berbeda. Menurut Nauwelaers and Wintjes (1999) diperlukan berbagai jenis instrument kebijakan yang dimaksudkan untuk mendorong Inovasi pada UKM. Instrumen perlu mempunyai tujuan-tujuan yang berbeda, misalnya, menghubungkan UKM dengan lembaga-lembaga penghasil litbang atau memperkuat kualitas sumber daya manusia dalam perusahaan. Dukungan juga dalam berbagai bentuk, seperti dukungan keuangan, atau layanan dari pusat-pusat teknologi ataubroker teknologi, atau dalam kategori kebijakan klaster. Lebih penting lagi, instrumen kebijakan agar menyentuh area yang berbeda jalur inovasi dari setiap perusahaan atau kelompok perusahaan, Misalnya, satu pendekatan mungkin dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan mendorong kemampuan inovasi perusahaan sehingga setelah itu akan dapat menerima bantuan lain yang lebih standard ketika mereka sudah mempunyai kemampuan dasar. Berbeda balnya misalnya dengan pendekatan yang sering dilakukan di Indonesia dalam pemberdayaan UKM dalamm suatu sentra dimana semua perusahaan langsung mendapatkan bantuan yang sama, misalnya keuangan dalarn besaran yang sama pula tanpa mempertimbangkan diversitas setiap
UKM. Diversitas UKM ini merupakan suatu fakta bila dilihat dalam konteks regional dan terutama dalam proses inovasinya. Terlepas dari keberagaman itu, Nauwelaers and Wintjes ( 1999) berpendapat bahwa dapat dibuat apa yang disebut dengan "klasifikasi dua-dimensi umum dan sederbana instrumen kebijakan seperti diuraikan pada Tabel 2.24.
89
· ·
Tabel 2.24 Klasifikasi lnstrumen Kebijakan Penguatan UKM (Studi SMEPO IDRC Canada) ,- s~~~~~:ngan:-1
~~e~pa.B~n:~k~~ ~~~~s-~uk~~-~-_-1_n-ovas;----· Instrumen reaktlf pengalokasia.n
I Orientasiperusahaan
I input untuk lnovasi r-----·
, lntrumen proaktlf fokus pada pembelajaran_ untuk inovasi
___::._· -",....-,.----------
• Subsidi untuk upah teknisi pada ' • Subsidi untuk mempekerjakan UKM manajer inovasi di UKM • Subsidi litbang dan pinjaman • J!injaman untuk atau hibah inovasi untuk pengemtiangan kompetensi perusahaan • Nasehat di bidang manajemen • Modal berisiko (risk capital) • Modal beresiko dengan fungsi • Bantuan pelatihan mitra kerja • lnkubator dengan dukungan • Inkubator dengan dukungan peralatan (hard support) keahllian (soft support) • Pusat riset • Pusat lnovasi 'Bisnis, Pusat • Unit alih teknologi di lnovasi universitas • Pusat-Pusat alih teknologi • Skerna-skema alih teknologi yang proaktif • Audit dan pemantauan kebutuhan • Pelatih atau mentor inovasi . Skema inteligens tcknoekonomi I Skema-skcma SMART lainnya
I
I I
I• I
Orientasl (sistem)
; regio11al
• Mobilitas skema-skema penelitian-industri • Skema-skema kerjasama perguruan tinggi-industri • Subsidi untuk proyek-proyek kerjasama penclitian dan pengembangan • Subsidy mempromosikan pemakaian layanan-layanan bisnis • Pusat-Pusat lnovasi atau teknologi yang berorientasi kepada pengguna
•
• Boker, pemadu-pasangan (match-maker) yang proaktif • Kebijakan klaster • Dukungan untuk networking perusahaan-perusahaan • Skema-skema payung • Rencana strategis lokal • Skema-skema membangun budaya inovasi • Program-program pengembangan sistem inovasi regional
Sumber: Diadaptasi dari Nauwelaers dan Wintjes, 1999:16
Tabel 2.24 Menunjukkan bahwa Instrument kebijakan dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik fundamental kunci berikut: • Tingkat sasaran dukungan: Orientasi perusahaan atau orientasi (regional) sistem Istilah sistem merujuk pada sistem regional. Ini 90
tidak berarti bahwa sistem nasional atau global menjadi tidak relavan sebagai basis dalam koordinasi ekonomi, tapi sekadar menekankan pentingnya lingkungan regional untuk berkembangnya Inovasi bagi . UKM. Beberapa instrument fokus pada Inovasi dan pembelajaran dalam perusahaan dan lainnya fokus sampai di luar perusahaan yang dimaksudkan untuk menciptakan eksternalitas atau sinergi dari komplementari dalam kawasan sebagai satu sistem Inovasi. • Bentuk dan fokus dari dukungan: Fokus padad alokasi sumber daya sebagai input untuk inovasi atau fokus pada pembelajaran bagi perilaku tambahan (behavioral additionality). Pada satu sisi ekstrim
pendekatan kebijakan adalah meningkatakan faktor anugerah, stock kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan dan region sebagai input Inovasi. Dalam cara intervensi yang reaktif instrument kebijakan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas lnovasi dengan menyediakan input sumber daya yang diperlukan. Pada sisi ektrim lainnya adalah instrument yang fokus pada pembelajaran, mencoba merubah aspek perilaku seperti budaya organisasi, strategi Inovasi, manajemen, dan mentalitas atau tingkat kesadaran. Kebijakan ini fokus pada penciptaan dan perubahan peluang dan permasalahan berkaitan dengan Inovasi. Model ini bersifat proaktif (model atau sisi ekstrim lainnya lebih bersifat reaktif). Ide utama dari pendekatan ini adalah bahwa aktor yang terlibat (swasta dan pemerintah, secara individu atau secara kelompok) belajar dengan melakukan (learn by doing), dengan menggunakan, dan dengan beristeraksi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa perbedaan region dalam kemampuan inovasi menginginkan bauran intrumen kebijakan yang sesuai pula. Untuk itu, karakteristik region secara keseluruhan dan tantangan khusus inovasi dari UKM diambil sebagai titik awal dalam merumuskan kebijakan. Dalam mencapai tujuan identifikasi portofolio kebijakan Tabel berikut mengajukan suatu gambaran kebijkan yang dihasilkan dari analisis potensi kemunduran dari suatu sistem inovasi regional, dan analisi hambatan-hambatan yang dialami oleh perusahaan dalam bidang inovasi.
91
Tabel 2.25 Respons kebijakan terhadap permasalahan UKM dan Daerah dalam Inovasi: ilustrasi alternatif instrument dan tujuan kebijakan
ll- - -
K;butuhu_U_KM __u_llt_u_k __ -----Permasalahan lnovasl -·i---Kdemahan --
1
---'--I
t!!.il.!!!.!!t
.---' Teknologl
. Mcnyanng
I
I
i
Doron¥perusahaan untuk 5ersaing ke pasar global. fasilitdSi hubungan de1Jgan mitra
I I I intemasianal dan I sumnberdaya
_ . . ....
I 1
finansial dari luar
r-----I
I
teknologi, mengadapatasinya sesuai dengan kondisi UKM
proyek lnovasi: dengan I modal beresiko (risk
Kembangkan speslallsasl mengan mengkomblnastkan dukungan telmologi dan keuangan
I capital) I
· Dukung pembentukan dana-dana modal ventura ·sektor speslfik
\
I
11
i l I
memperomosikan kef1!.ilraaninternasional
Dorong perusahaan 11ntuk -
antara perusahaan dan sumber-sumber
mencori opsl-opsl teknologi baru
teknologi: Broker
I dapat dlakses: Skema kerjasama perguruan tinggi-UKM
pengadaan kolektif dalam sumber daya kolektif: Pusat-pusat teknologi
I
Restruktur industri yg sudah jenuh dengan menarik dan
Sediakan 'jembatan •
1 Promoslkan lnvestasi dan
I
baru: modal awal (seed capital)
Hubungkan
Siapkan teknologi yang
I
Dukung penclptaan
perusahaan-perusahaan
perusahaan dengan sumberdaya teknologi di luar daerah
1
. - Lock-la.
panjang bagi proyek-
j
. . ops1-ops1
·-..
t
zs«: ;- ]'Wn;;lkeuanganjangka
liiiih perusaiiaan berhubungan dengan sumberdaya keuangan
l perusahaan inovatlf
II
Biaya/ perusahaan untuk mengakses pusat-pusat teknologi
Dorong okses ke sumberdaya di luar daerah: Kemltraan lnternasional Restruktur lnfrastruktur
dukungan teknologi ke arah sektor dan tekno/ogl bani
Gunakan pusat
litbang swasta sebagai .. 1111berdaya tekno/ogi baji
II
perusahaanperusahaan lain:
ISumber
I II
. __ _ _
penahankan perusahaan-
I
-- ·- --
Fragmentasl
~Tarik dan
Finansial Memperolch modal kctilca 1 pasar lebih menyukai investasi yang pasti dan 1 imbal hasil (relum)jangka , pendek
I'
orcaalsasl (orga,,isaswnal
Sl1tem lnovul Daerab
Gunakan sumberdaya berkualitas dalam perusahaan; investasi pada pelatihan
I 92
Voucher teknologl T'arik/pertahankan pe/cerjaahli
Daya Manusla
I
I
Kemb,;nifc;;;p;;.,-;J;;;;~pengetahuan tertulls dan tasit: Skema perusahaan pembelajaran
Dukung programprogram pelatihan kolelctif
I
Kembangkan simpulsimpu! antar perusahaan untuk bekerjasama: pekerjakan peneliti di UKM
Bangun "ia{X;sita; krtatif' darl pekerja: Skema-skema pelatlhan
Persona/freelance untuk inovasi: Subsidi menggaji teknlsl atau manajer lnovasl
bersambung
Kebutuban
UKM untuk lnovasl
Permasalahan
Sistem lnovasl Daerah
f
Kelemaban
organlsasl
Fragmentul
(o17fanisasional --------
Keterbukaan clan slkap pembolajaran
r belajar dari pihak lain;
I
, kembangkan 'antena' ke dunia luar
f!!i'!n,,efl_ __.,J
r Promos! networking antara sesama persuahaan, antar kl aster pada set lap ska/a geograjis
I:
Lock-la
I ~B-an_tu_p_erus-ah~aa-n--,, Buka pejUD11g (windows mengidenJifikas~ opportunities) bagi UKM: mengartikulasi dan Skema pJ'l)IDOSi imelijen mengurai kebutuhan tekno:ekono_mi;pe~atihan mereka: Pelatihlmentor manajemen movasi inovasi
I
Undang perusahaan secara kolektif uniuk membantu dalam ; memformulaslkan suatu 1 strateg! lnovasi reg/anal:
' Sistem lnovasi Regional
of
·1
i
I.-S~u""""~,b~~-r: _-/'fo-.u-we""""1a-'!'IJ-da~'!.c..:.!Y!:;..·n!)'-·es. ""'19""¥9... !-7----'--=----=~'--------'-------I .:. :, Tabel 2.24. memberikan pemahaman bahwa pembuat kebijakan perlu mempertimbang-kan kondisi objektif dari permasalahan sehingga solusi yang ditawarkan melalui kebijakan yang akan diambil menjadi relevant dalam mengatasi hambatan inovasi tertentu. Tabel ini juga dapat' dibaca bahwa tidak ada satu sistem kebijakan yang cocok untuk semua atau (no 'one-size-fits-all' policy system): semuanya akan tergantung pada permasalahan dan peluang yang dihadapi pada konteks saat ini. Itulah sebabnya audit kapasitas inovasi pada tingkat regional dan perusahaan perlu terus dilakukan secara periodik dan konsisten seperti telah dilakukan oleh beberapa negara-negara OECD sejak tahun 1990-an. Hal ini juga menunjukkan perlunya kebijakan untuk memberikan dukungan holistik dan berjangka panjangterhadap inovasi dalam segala aspeknya. Namun demikan adalah mungkin untuk mengembangkan rekomendasi per kategori permasalahan perusahaan (garis horizontal pada Tabel 2.24), per konteks regional (garis vertikal pada Tabel 2.24), dan per tipe kebijakan (dalam setiap sel pada tabel 2.24). Menjadi jelas bahwa peran utama dari pembuat kebijakan adalah penentuan prioritas menurut permasalahan yang dipersepsikan di wilayahnya sesuai dengan orientasi dari kebijakan pembangunan ekonomi di region. 93
Urain tersebut diatas memberikan pemahaman atas empat hal, yaitu: • bahwa situasi regional, yaitu kebutuhan dan peluang khusus (unutk dukungan inovasi) UKM dan sistem inovasi regionjal secara keseluruhan adalah dipetkan, dikomunikasikan, dan dimengerti dengan baik oleh perancang kebijakan; • bahwa tujuan-tujuan intrumen kebijakan secara jelas diekspressikan berdasarkan perubahan dan aktifitas ekonomi yang diantisipasi (ex-ante) dalam kerangka koheren global dan bahwa hasil yang dibarapkan terukur,
•
bahwa hasil dan dampan dari instrument dipantau sebagaimana mestinya .dan kemudian dievaluasi oleh pihak ketiga yang independent; · -· ·· • bahwa -pembelajaran ·dari evaluasi diakui dan disebarkan serta drkonfrontasikan dengan maksud-maksud kebijakan, sehingga dapar menyesuaikan pendekatan kebijakan dan instrumen yang terkait, · Pada kebanyakan kawasan atau region, keempat faktor di atas belum dipahami dengan baik: pengetahuan mendalam kekhususan sistem inovasi regional sering tidak memadai atau bahkan tidak ada, tidak disebarkan selayaknya dalam bahasa yang dapat dimengeri oleh pembuat kebijakan, atau tidak diperbaharui secara reguler; dampak kebijakan sering diukur dengan hanya pendekatan "dana yang dibelanjakan"; evaluasi tidak dibangun dari rancagan program; dalam banyak kasus, tidak ada evaluasi independen hasil dan dampak; eksperimen bottom-up tidak dikaji selayaknya, dan ada kegagalan dalam menangkap pelajaran dari eksperimen-eksperimen; dan pembelajaran kebijakan pada umummnya kurang berkembang. Klasifikasi kebijakan dan respons kebijakan dalam menguatkan sistem inovasi regional dan kapasitas inovasi perusahaan atau UKM seperti di bahas di atas dapat menjadi satu alternatif pemecahan berbagai kelemahan ini.
94
BAB ID GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR SAING KABUPATEN
PENENTU DAYA SUBANG
Bab ini memberikan deskripsi faktor-faktor penentu daya saing kabupaten Subang, kabupaten Bandung, dan kabupaten Garut. Kerangka yang digunakan untuk memetakan faktor-faktor penentu daya saing tersebut adalah "model berlian" dari Michael Porter, yaitu 1) faktor kondisi, 2) faktor permintaan (demand condition), 3) persaingan antar perusahaan (context for firm strategy rivalry), dan 4) industri pendukung terkait (related supporting industries). Keempat faktor penentu daya saing tersebut kernudian dianalisis kekuatan dan kelemahan masing-masing dalam satu kerangka 'model berlian'. Implikasi kebijakan dan tindak lanjut yang dapat dipertimbangkan untuk mempengaruhi faktor-faktor penentu daya saing tersebut dirumuskan pada Bab Penutup. 3.1
KABUPATEN SUBANG
3.1.1 Faktor Kondisi Kabupaten Subang 3.1.1.1 Letak Geografis Kabupaten Subang adalah wilayah yang cukup strategis karena Ietaknya yang dekat dengan ibukota republik maupun dengan ibukota propinsi (Bandung), dan berada padajalur transportasi ke jawa tengah. Secara Geografis, Kabupaten Subang terletak dibagian utara Propinsi Jawa Barat yaitu antara 107° 31' - 107° 54' Bujur Timur dan 6° 11' - 6° 49' lintang selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
95
A. Sebe]ah utara berbatasan dengan Jaut jawa B. Sebe]ah timur berbatasan dengan kabupaten indramayu dan Sumedang C. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bandung D. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten purwakarta dan karawang
Luas Wilayah Kabupaten Subang, dibagi menjadi 22 kecamatan dan 252 desa.Luas wilayah kabupaten subang adalah 205.176,95 hektar atau 6,34 % dari luas propinsi jawa barat. KeadaanAlam Secara umum, kabupaten subang beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun 2.117 mm denganjumlah hari hujan 106 hari dan bulan kering terjadi selama 4 bulan dan bulan basah 4 bulan. Menurut Schmit dan Ferguson keadaan iklim di Kabupaten Subang terdiri atas Aw agak kering, Am basah, Af basah dan Af sangat basah. Berdasarkan bentang alamnya Kabupaten Subang memiliki 3 zone daerah dengan ketinggian antara 0-1.500 m dpl, yaitu: • Daerah pegunungan dengan ketinggian antara 500-1.500 m dpl (sekitar 20 % dari luas wilayah) merupakan daerah resapan air. Lokasi : Kecamatan Jalancagak, Sagalaherang, Cisalak dan Tanjungsiang. •
Daerah bergelombang/berbukit dengan ketinggian antara 50-500 m dpl (sekitar 34,85 % dari luas wilayah) merupakan daerah penyangga. Lokasi: Kecamatan Subang, Cibogo, Cijambe, Cipunagara, Pagaden, Kalijati dan Cipeundeuy.
•
Daerah pedataran sampai pantai Laut Jawa dengan ketinggian 050 m dpl (sekitar 45,15 % dari luas wilayah) merupakan daerah pengembangan I budidaya. Lokasi : Kecamatan Binong, Compreng, Pusakanagara, Pamanukan, Ciasem, Blanakan, Pabuaran, Patokbeusi, Legon kulon dan Cikaum.
96
3.1.1.2 Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk di Kabupaten Subang pada tahun 1999 berjumlah 1.274.920 jiwa, sedangkan pada tahun 2003 berjumlah 1.347.472 jiwa. . Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Subang adalah 656,74 jiwa/Km2• Tingkat kepadatan di Kabupaten Subang pada tahun 2003 ada pada Kecamatan Subang yaitu 1391,95 jiwalkrn2, sedangkan kepadatan penduduk terendah pada Kecamatan Sagalaherang yaitu 390 jiwa/km2.
2002 2003
488385 442573
4121>29 448792
132075 145745
64983 86856
23330 23550
3086 4983
5256 6974
3490 8796
Gambar 3.1 Penduduk usia I 0 thn keatas menurut pendidikan yang ditamatkan
3.'J.1.3 Sumber Daya Keuangan Bank yang beroperasi di Kah Subang terdiri dari Bank Pemerintah maupun swasta, yaitu BRl, BPD, BKPD, BNI, BTN, BCA, Bank Danamon, BTPN. Selain menyalurkan dana pinjaman umum, BPD dan BKPD juga ditunjuk oleh Pemda Kab Subang untuk menyalurkan dana pinjaman modal bagi UKMK yang berasal dari APBN/APBD. 97
Rata - rata per bulan jumlah posisi simpanan di Bank selama tahun 2000 tercatat sebesar 385.895 jutarupiah denganjumlah nasabah sebanyak 257 .222 orang. Dari keseluruhan simpanan, rata- rata terbesar tercatat disimpan melalui kelompok "Tabungan lainnya" yang merupakanjenis tabungan unggulan pada masing-masing Bank sebesar 192.914 juta rupiah, sedangkan terbesar kedua disimpan melalui "Simpanan Berjangka" sebesar 96.661 juta rupiah, sedangkan sisanya disimpan melalui "Giro" dan ''Tabanas dan TASK.A".
3.1.1.4
Infrastruktur Fisik (Sarana perhubungan)
Panjang jalan di Kab Subang pada tahun 2003 adalah 1.054,55_ km (tidak termasukjalan propinsi yang masih dipegang dinas PU Prop Bandung). Jalan dengan permukaan di aspal sekitar 77,1 %, kerikil sekitar 17 ,31 % dan sisanya merupakanjalan tanah dan berbatu. Kondisi jalan 19,6 % baik, 14,2 % sedang dan sisanya dalam kondisi rusak. Selain itu, Kabupaten Subang juga mempunyai 7 buah perhentian/halte kecil angkutan kereta api yang cukup banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. · Dapat dikatakan bahwa dilihat dari ketersediaan infrastruktur perhubungan di Kabupaten Subang telah mendukung lalulintas barang dan jasa,
3.1.1.5 Infrastruktur Komunikasi Di Kabupaten Subang sudah tersedia I dibangun STO (Station Telephon Otomat) yang dipancarkan dengan sistem satelit sehingga bisa menjangkau langsung keluar negeri. Sampai dengan tahun 2003 jumlah pelanggan mencapai 27,144, Jumlah pelanggan telpon setiap tahunnya bertambah, sebagai berikut:
98
Tabel 3.1 Jumlah Sambungan Telpon di Kabupaten Subang
I
~-TAHUN 2003
I
1999
_
l
21:144 __ 123:8!2_
;.____
2002 ~- 2001 -~-2000
Telpo~
.
·I
I I
Te~on u~um
L __ 1.18~_
I
_1.304
I
Wartel
·1._
232 190
I.
!.::1~7-. _ t _1 z1 z.o.s_~~- __ _ii _ ~J.:7.!}J_ _ I_ ... -9A. 1-2:8?~ ... _; L_ _ _ 2.2?~:I ·- ..?9 _ z.~.1-~ __ 1
L
q
Jumlab
.1
28-560
I
25.313
:1
23.022
'I
22.363
I
22.235
Sumber : Kab Subang da/am angka 2003
Selain jaringan telepon ada jaringan internet yang saat ini di usahakan oleh swasta (masyarakat) berupa warnet (warung internet), terutama di kota ibu kota kabupaten. Disamping itu juga telah tersedia jasa komunikasi sistem sellular atau handphone, terbukti dengan telah terbangunnya beberapa stasiun rellay di Kata Subang maupun kota-kota kecamatan di Kabupaten Subang Di kabupaten Subang terdapat 18 kantor pos dan didukung oleh beberapa pos keliling, namun penggunaan sarana ini cenderung menurun dari tahun ke tahun. 3.1.1.6 Infrastruktur llmu Pengetahuan dan Teknologi Di Kabupaten Subang terdapat Lembaga Penelitian yaitu Balai Besar Teknologi Tepat Guna LIPI,. Balai Penelitian tanaman Padi (Balitpa) - Deptan, dan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Balitkanwar). Total Anggaran Pembangunan Daerah Tahun 2003 mencapai Rp. 357 .206.151.000 namun alokasi dana untuk Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Penelitian hanyalah sebesar Rp 579.647.000 atau sekitar 0, 16 %. Berikut adalah perkembangan persentase pengeluaran sektor iptek oleh Pemda Subang:
99
o/o pengeluaran sektor iptek Kab Su bang 0,40%
I o.soss
i
0,20%
~ 0,10% 0,00% 2000
2001
2.002
2003
Tahun Gambar 3.2 Persentase Pengeluaran Sektor IPTEK
Kabupaten Subang memiliki 7 perguruan tinggi, yaitu Sekolah Tinggi IlmuAdministrasi (STIA) Kutawaringin, Sekolah Tinggi Teknik (STT) Kutawaringin, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Sutaatmadja, Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP), Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Komputer (STMIK), Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Pamanukan .Akademi Perawat (AKPER) Subang. Tabel 3.2 Kondisi Pendidikan Umum Tahun 2003
I
Taman kanakkanak
I Sekolah Dasar I SMP I SMU I SLB I SMK
11 Jumlah sekolah 81
I
907
I
75 27 8 22
11
I
II
Jumlah murid
Jumlahguru
I
2.159
230
153.189
5.798
I
45.040
1.460
12.941
715
I
264 8.289
I'I II
76 652
I
I I I I
Sumber : Kabupaten Subang dalam Anglea (2003)
Seperti terlihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3., pengembangan . : pendidikan masih terfokus pada pendidikan dasar. Namun demikian hal yang cukup menggembirakan adalah banyaknya Sekolah Menengah -=100
Kejuruan yang ada di Kab Subang, hampir sebanding dengan SMU yang ada. Selain dari itu, masih ada lembaga pendidikan keagamaan berupa pondok pesantren dan madrasah. Kondisi di tahun 2003 adalah sbb: Tabel 3.3 Kondisi Pendidikan Madrasah Tahun 2003
I
Jenis
Jumlah s~k()l . ~h
-~~d_ras~h __ l_~~~i.Js_!!?_~t~
I D!n!y~I I
Ibtidaiyah
Tsa_J:Elw!Ya~. . . [ Aliyah
J .I
I_ ~
.1. !~5 .. 3
·[
4
l ·1
102 49 17
:j
Jumlah murld
:[ l}_ege~ I_
I
_ 479
r
653
·I
I
negeri
I
13.927 ' 9.190 ,I
I
7 .697 1.526
'I .. 2001 .J
----'-------
Jumlah guru
swasta
------
I I
I
swasta
60
J70l' 653
125 S2
r- 325
I I
784
-
----
_ .J
Sumber : Kabupaten Subang dalam Angka (2003)
3.1.1. 7 Potensi daerah Struktur ekonomi di Kabupaten Subang pada tahun 2002 didominasi oleh: 1) Sektor Pertanian sebesar 40% 2) Sektor Perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 29,28% 3) Sektor Jasa-jasa sebesar 9,36 % Padi merupakan produk unggulan kab Subang yang kemudian diolah ~ menjadi.tepung beras oleh salah satu .industri besar disaiiaSelain itu, nenas '}uga· merupakan buah and;iim yang diolah menj;di berbagai ' produk makanan seperti dodol,jus dan selai. Salah satu produk makanan yang sudah berhasil menembus export adalah gula aren. Produk-produk ini masih sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian Kabupaten Subang dikenal sebagai penghasil beras(lumbung pangan) bagi Provinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjang oleh penggunaan lahan pertanian terutama padi yang mencapai 86.103 Ha atau 41.97% dari seluruh luas Kabupaten Subang, belum termasuk lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman pangan lainnya seperti buah-buahan dan 101
sayur-sayuran dengan luas 17.613,324 Ha atau 8,58% dari luas K.abupaten Subang. Tabel 3.4 Luas Tanam dan Produksi Tanaman Pangan Tahun 2003
IPadi (Paddy)
II
IJagung (Com)
II
IKedelai (Soybean) . I Kacang Tanab (Peanut) IUbi Kayu (Cassava)
IBw. Merah (Red Onion)
I II II
I
84.714
843.812
4.000
11.000
3.000
3.552
5.000
11.455
1.700
22.085
. 25
2.000
300
26.482
175
11.389
2.660
22.505
IKentang (Potatoes)
150
2.998
INe~as (Pinneaples)
3.500
I
82.258
IRaml:iutan (Lychee)
. 8.726
I
26.655
I
Cabe Merah (Ordinary. . Chili) . IToma~_(fomato)
.
Kacang Panjang (Green beans):
I Manggis ~anggistan) . · , ..
4.800
I Mangga (M~ggo)
2.875
I Durian (Durians) IPis~g {Banana)
I II
386 5.228
Sumber : Kabupaten Subang dalam Anglea (2003)
102
II
II II II
~93 283 1.151 29.400
Perkebunan
Kegiatan perkebunan yang dilaksanakan di Kabupaten Subang .. merupakan Perkebunan Negara dan Perkebunan Rakyat. Komoditi perkebunan yang cukup menonjol di Kabupaten Subang adalah Teh, tebu, karet, coklat, kopi, kelapa dan kina. Seperti dapat dilihat pada Tabel 3.5. berbagai komoditas hasil perkebunan di Kabupaten Subang dapat mendukung ketersediaan bahan baku bagi industri makanqn olahan. Tabel 3.5 Luas Tanam dan Produksi Tanaman Perkebunan Tahun 2003 -
fT1111{1ll!Ti'<-11
1.2
IK.aret (Rubber) ITeh (Tea)
II II
5.924
II
I I
275.202:000
I
!Kina (Quininet)
I
305
lcengkeh (Clove)
II
1.244
IKopi (Coffe) ·
I
875 888
II
II
4.232
II
II II
II
I ·1
449.450
I I I I
7.954.000 2.556.080
II
262.020
I
44
I
81.310
II
885
II
I
421.878
241
IKencur (Galingale)
I
305
IMelinjo (Gnetum Gnemot) II IPisang (Banana)
,.
I
3.076.000
5.701
jKelapa (Coconuts)
3.335.000
3.378
ITebu (Sugar Cane)
ITanaman Obat
II
.-.·
·7:_;.~~,,T;.-,/+;
3.848
I
I
Sumber : Kabupaten Subang dalam Angka (2003)
Peternakan Petemakan di Kabupaten Subang selain yang dikelola secara . khusus seperti sapi perah (penghasil susu), sapi potong dan ayam petelur serta ayam potong. Masih banyak juga ternak-ternak yang 103
pengelolaanya masih secara tradisional oleh para petani temak seperti sapi, kerbau yang dimanfaatkan sebagai tenaga pembajak di sawah. Jika ditinjau dari potensi lahan/kesedian lahan dan kecocokan iklimnya Kabupaten Subang masih memungkinkan untuk dikembangkan usaha petemakan dengan pola Kemitraan /Kerjasama. Pengembangan usaha . dibidang petemakan di Kabupaten Subang dapat dilihat pada tabel berikut: ·
Tabel 3.6 Perkembangan Populasi Temak dan Hasil Produksi Temak di Kabupaten Subang Tahun 2000 - 2001
Daging a. Sapi Potong b. Kerbau c. Kambing · d.Domba e. Ayam Buras f. Ayam ras Pedaging g. ltik Telur a. Ayam Buras b. Ayam ras petelur c. Itik ISusu , : a. Sapi Perah
I
4.4470.774,90 204.532,90 42.079,20 479.012,70 846.245,40 6.681. 732,50 207.559,80
4.476.736,90 120.044,93 48.414,72 633.758,25 1.220.588,39 7.967.463,97 306.227,65
0,85 42,71 15,03 27,51 44,24 19,24 47,54
734.541,00 459,60 2.993.289,60
808.659,11
10,09 drop 6,79
469.956,ooll
3.196.665,79 677.414,4011
44,14
.1
Sumber : Kabupaten Subang da~am Anglea (2003)
Potensi Perikanan Kegiatan usaha perikanan di Kabupaten Subang dibagi menjadi dua jenis kegiatan, yaitu: - Perikanan Laut Kabupaten Subang sangat potensial untuk pengembangan penangkapan ikan lepas pantai dengan menggunakan armada kapal 104
yang cukup modem maupun jenis lainya. Disamping potensi laut Kabupaten Subang juga mempunyai pelabuhan pendaratan ikan yang diolengkapi dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).' Hanya saja pelabuhan pendaratan ikan di Kabupaten Subang inasih perlu dikembangkan/dibenahi, sehingga dapat disandari/tempat berlabuh oleh kapal ukuran besar.
Perikanan Darat Perikan darat di Kabupaten Subang dibagi 2 (dua) jenis kegiatan yaitu Perikanan Tambak dan PerikanAir Deras I Kolam. Usaha budi daya ikan air tawar mempunyai peluang cukup besar terutama untuk pengembangan agroindustri. Tabel 3. 7 Jumlah Produksi Perikanan Tahun 2003
Penangkapan laut (sea) a. Ikan Tenggiri b. Ikan Kembung c. Ikan Mayung d. Ikan Bawal e. Ikan Dogal
1.109,50 23,00 1.005,40 2.049,60 409,60
Tambak (Fresh Water Fish) a. Udang Windu b. Lobster c. Ikan Bandeng
1.726,10
AirTawar a. Ikan Mas (gold fish) b. Ikan Nila c. Kolam Air Deras
6.823,40 257,00 708,00
1.719,70
Sumber : Kabupaten Subang dalam Angka (2003)
Potensi Industri Kebijakan pembangunan di sektor industri sesuai dengan perencanaan daerah kawasan industri dimana Perda Subang menetapkan l~an seluas 11.250 Ha sebagai Zona Industri, namun yang 105
..
sudah digunakan baru seluas 2.279 Ha. Sisa pencadangan kawasan ini 8.971 Ha, ini merupakan peluang inves~si.
Tabel 3.8 Nama Industri/perusahaan besar dan menengah
!~~=======~~~==~==~~ 77~1$ ll&aka ·< ~J -
- -
~!~
!;
$
1,
#,~"e'k
j
•¥.
I PT. Ado Intemasional
11 Cipeundeuy
11 Gorden '
l
I PT. Benang Sari lndah
11 Cipeundeuy
11 Pernintalan Benang
I
lPT. Budi Makmur Perkasa llPatokbeusi
llTepung Beras dan Bihun
I
IPT. Comando P
llPurwadadi
I i~r:lahan
IPT. Erinaka Perdana
llKalijati
I Fiberglas
1~~~:tas Surya,Afam
llCipeundeuy
I Klosan Benang
Anyaman
:=================:~========~ IPT. Kondolo Testindo llcipeundeuy I Pernintalan Benang lPT. Perkakas Rekadaya N.11Jalancagak
I Pengujian Alat Pertanian
IPT. Perkasa Indobaja
llAlat-alat Mesin
llPabuaran
IPT. Perkasa Heavyndo E. llPabuaran
llAutomotif
lPT. Papertech
llPabrik Kertas
llcipeundeuy
IPT. Sinkona Indonesia L. llJalan cagak
lllndustri Kinidin
!PT. Systech Indonesia
llcipeundeuy
11 Elektronika
l~J;:
111>amanukan
llPengolahan Kayu
1:I PT. ===============~ Tirta Dermaga P. 11 Cisalak 11 Air Mineral !:=================~::===========: Superin~o
!:I PT. ===================: Unionindo Karya P. 11 Pagaden
: ~-engawetan Kayu
Dari 16 perusahaan skala menengah dan besar pada Tabel 3 .8., terdapat dua perusahaan sektor makanan dan minuman, yaitu, PT. Budi 106 .
Makmur Perkasa (bahan baku berupa tepung besar dan bihun) dan PT. Tirta Dermaga P (produsen air mineral). Selain itu, dalam sektor perdukung terdapat perusahaan yang bergerakm dalam pembuatan alatalat mesin. 3.1.2 Demand Condition Jumlah penduduk Subang tahun 2003 mencapai 1, 27 jutajiwa, atau sekitar 3,4 % dari total penduduk jawa barat. Walaupun jumlah ini tidak terlalu banyak sebagai konsumen lokal bagi sektor industri makanan, namun produk-produk makanan dari Subang dapat didistribusikan d~gan mudah ke Jakarta maupun ke daerah Jawa Barat lainnya. Selain it , Subang dikunjungi oleh wisatawan domestik dan asing, baik yang enginap maupun yang tidak menginap, meskipin jumlahnya belum signifikan. Ini dapat terlihat dari jumlah rata-rata tamu hotel yang mencapai 32,84 tamu/hari. Produk-produk makanan olahan merupakan buah tangan yang dicari oleh para wisatawan ini. PDRB perkapita Kabupaten Subang atas dasar harga berlaku pada tahun 1998 adalah sebesar Rp 3.085.189,52, atau telah mengalami kenaikan sebesar 59,49% dari Rp 1.934.378,00pada tahun 1997. PDRB atas dasar harga berlaku secara kesehiruhan mengalami peningkatan dari Rp 2.412.459 milyar pada tahun 1997 menjadi Rp 3.515.548 milyar pada tahun 1998. Namun berdasarkan harga konstan tahun 1993, PDRB Kabupataen Subang telah mengalami penurunan pada tahun 1998 sebesar 0,23% dari Rp 1.381.045,00 pada tahun 1997 menjadi Rp 1.377.801,19. 3.1.3 Context for Firm Strategi Rivalry Dilihat dari jumlah perusahaan yang ada tingkat persaingan pada sektor industri makanan dan minuman di Kabupaten Subang cukup ketat terutama paa sektor usaha skala mikro dan kecil seperti pada Tabel 3.10.
107
Tabel.3.9
Jumlah Industri Besar clan Menengah Sektor Industri Makanan
Tahun 2003 ~tri .....
besar dU•. {tU1lll~~
11
II
Sektor industri mlPllaR 4an mi11uDto
ll.:=11:-1 ~~
l:=!=umI=ah=pe=rus=ah=aan===::::::":=====lO===::::::ll
. I Jumlah tenaga kerja :
11
11
2.552
IQO
27
9.652
I~
Sumber : Kabupaten Subang dalam Anglea (2003)
Ketatnya persaingan antar perusahaan pada skala usaha mikro dan kecil .ini, telah menimbulkan terjadinya peningkatan kualitas pada beberapa komoditas'". Kecenderungan tni misalnyai dapat dilihat pada produk dodol nenas dan Rangginang/Opak dimana para produsen berlomba untuk memperbaiki mutu produk dan kemasan. Tabel 3.10 Potensi Sentra. Industri Kecil dan Rumah Tangga Sektor Pangan di Kab Subang Tahun 2003
II I
I I
I I
'~lT•dak
..
JI: II
GulaAren
II II
Ikan Asin12mdang Oncom/Tempe
..
I I
344 236
II
II
II
1.124 725 481
111
367
KrupukAci
101
404
Rangginang:'.'.Opak
188
411
10
44
I
Dodo! Nenas
II
Terasi
I Lainnya I
866
I . Ten~~Kerja I
Tahu
I Aci Aren/Singkong I I
U~asaha
20 55
II
170
Total IMK ~angan 11 Total IMK (pangan & non ~angan}. IKM panganffotal IKM
2.101
I II
6.745 31,15 o/e
I
80
II
II
II
II
5.151.815 1.686.850 931.542 131.700
II II
241.000
II II
4.286
II
18.328.501
15.873
I
55.746.302
II
I
II
514
27%
Berdasarkan wawancara clan observasi lapangan
108
II
3.716.553 2.108.025
136
J
10
II II
Nilai Prollaksi .{OOt}. 2.163.710
II II
82.500 2.114.806
32,88 %
II
I
I I
I
I
I I I I I
I I
3.1.4 Related Supporting
Dilihat dari segi ketersediaan jenis bahan baku yang dapat diolah menjadi produk makanan, maka Kabupaten Subang mempunyai potensi yang baik. N amun demikian, perlu penanganan di sektor hulu yang lebih baik untuk menjadikannya potensial bagi pengembangan industri besar di bidang ini. Dari sisi · sektor pendukung lainnya seperti perbengkelan dan permesinan cukup tersedia di daerah ini, walaupun dari sektor industri pengemasan dan industri pemasok bahan penolong masih tergantung pada daerah lain. Dari sektor perhubungan.. akses ke propinsi Bandung dan Jakarta cukup baik dan mudah. Sementara industri keuangan seperti telah digambarkan terdahulu, dilihat dari sisi kelembagaan sudah tersedia. Tab el 3 .11., misalnya memberikan gambaran tentang perkembanganjumlah dan volume usaha koperasi di kabupaten Subang pada tahun 2003 Tabel 3. 11 Perkembangan Jumlah dan Volume Usaha Koperasi di
Kabupaten Subang Tahun 2001-2003
[Al! [lJ I
' . • ':ti'~aiiif~ Jumlah Koperasi
_ DI -
Koperasi Non KUD
Dl-KUD
WI
GJ I WI QI I
j[
I I 11·
~1·
II
lff:r···
I
698 unit
I
661 unit 39 unit
I
I
39unit
Jumlah Anggota KoEerasi
I
18.331 orang
Jumlah Simpanan (Rp. 000}
I
26.577.664
20.490.055
5.451.471
5.643.591
34.373.805
52.756.972
Jumlah Cadangan (Rp. 000) Jumlah Hutang (Rp. 000)
I
I
27.504 orang
HL~1• I I I I II
I
I I
I
I
706 unit 39 unit
46.775 orang 68.009.645 11.618.948 155.878.995
I I
I
I I
Sumber: Diolah dari Kabupaten Subane Dalam Angka 2003
109
3.1.5 Deskripsi profil kabupaten subang dalam kerangka 'model berlian' Michael Porter Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka 'Model Berlian' Michael Porter untuk Kabupaten Subang seperti pada Gambar 2.3.:
Gambar 3.3 Kerangka "Model Berlian" Michael Porter Kabupaten Subang . .
110
3.2 Kabupaten Bandung 3.2.1 Faktor Kondisi Kabupaten Bandung 3.2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung mengelilingi Kota Bandung yang merupakan ibukota Propinsi Jawa Barat. Kabupaten bandung berbatasan dengan Purwakarta dan Subang di sebelah utara, sementara di sebelah timur berbatasan dengan Sumedang dan Garut, di sebelah selatan berbatasan dengan Cianjur dan Garut dan di sebelab barat berbatasan dengan Cianjur. Sehingga Kabupaten Bandung merupakan daera penyangga bagi Kota Bandung.
Luas Wilayah Kabupaten Bandung dibagi atas 45 Kecamatan dan luas wilayah 307,371 ha.
Keadaan Alam Kabupaten Bandung mempunyai rata-rata ketinggian minimum 110 m dan maksimum 2.429 rri dari permukaan laut. Kemiringan Wilayah bervariasi antara 0-8%, 8-15%, hingga di atas 45 %. Beriklim tropis dan dipengaruhi oleb iklim muson dengan curah bujan rata-rata 1,500 mm - 4,000 mm pertahun. Suhu udara berkisar antaa 19-24°C dengan peyimpangan barian mencapai 5°C dan kelembaban antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau.
3.2.1.2 Sumber Daya Manusia
Penduduk KabupatenBandung berjumlah 4,335,578 orang pada tahun 2004 terdiri dari 2,221,740 orang laki-laki dan 2,113,838 orang perempuan. Siswa SD sebanyak 504,210 orang, siswa SLTP 164,936 orang dan siswa SLTA 94,648 orang.
111
Kepadatan
penduduk rata-rata mencapai 1,308 jiwa/km2 dan laju
pertumbuhan penduduk mencapai 3 .19 % . Dari jumlah penduduk sebesar itu, tercatat jumlah pengangguran terbuka sebanyak 390,026 orang pada tahun 2004. sedang pada tahun sebelumnya 2003 tercatat sebanyak 3831833 orang dan 376,156 orang pada tahun 2002. 3.2.1.3 Sumber Daya Keuangan Kelembagaan keuangan sebagai sektor pendukungbergeraknya roda ekonomi daerah di Kabupaten Bandung berjumlah 81 lembaga. Terdiri dari 4 kantor cabang Bank pemerintah, 12 kantor cabang bank swasta, 1 kantor bank pembangunan daerah dan 64 BPR sebagai ujung tombak dalam pemberian dana kredit untuk UMKM. 3.2.1.4 lnfrastruktur Fisik
Sarana Perhubungan Potensi yang dimiliki di sektor transportasi adalah panjang jalan di Kabupaten Bandung yaitu sepanjang 3,455.28 km terdiri dari jalan nasional 85.42 km dalam keadaan 100%baik, jalan propinsi 202.6 km dalam keadaan 90% baik, jalan kabupaten 1,297.92 km dengan kondisi 60%,baik danjalan desa 1,869.88 km dengan kondisi rata-rata 40% baik. Untuk mendukung sarana perhubungan, tahun 2001 dimulai program pengembangan manajemen dan rekayasa lalu lintas, dalam kurun waktu tahun 2001-2004 program ini telah menyediakan rambu sebanyak 932 unit, marka 7,000 m dan traffic cones sebanyak 510 buah yang dipasang di lokasi raan macet. Program lain yakni pengembangan sistem pelayanan angkutan umum telah menghasilkan master plan jaringan lalu lintas angkutan barang dan jaringan trayek angkutan penumpang ada tahun 2003 dan direncanakan akan disusun perencanaan angkutan massal kridor leuwipanjang, ciwidey, cileunyi · · dan rancaekek pada tahun 2005. tetapi perencanaan koridor ini, sampai dengan akhir tahun 2005 belu terealisasikan dengan baik akibat adanya 112
tanggapan yang kurang positif dari pihak-pihak pengelola transportasi yang selama ini menjalankan rute tersebut dalam jarak tempuh yang terputus.
3.2.1.5 Tnfrastruktur Komunikasi Sampai pertengahan tahun 2005, di Kabupaten.Bandung tercatat ada 64,589 SST ( Satuan Sambungan Telepon), yang terdiri atas sambungan bisnis, residen, Sosial dan telepon umum. Tetapi jumlah sebesat ini dirasakan tidak sebanding dengan luas wilayah yang begitu luas. Beberapa daerah di kawasan Kabupaten Bandung masih belum bisa diakses oleh pelayanan fixed phone; Wilayah Pelayanan Kabupaten Bandung berada dibawah Dinas Pelayanan Kota Bandung. Jumlah seluruhnya SST di bawah Din Yan Kota Bandung sekitar 425,638 SST, yang berarti bahwa hanya sekitar 15% saja jumlah SST yang berada di kawasan Kabupaten Bandung. Untuk Pelayaan Pos, Kabupaten Bandung dilayani oleh 28 Kantor Pos. Layanan pas di kab Bandung masih cukup diminati jika dilihat dari transaksi penerimaan dan pengiriman surat pas yang mencapai lebih dari 1,6 Juta unit pada tahun 2003 dan jumlah wesel yang diterima oleh kantor pos wilayah Kabupaten Bandung mencapai Rp.29,87 miliar, ini menandakan bahwa- kantor pos masih menjadi sarana utama bidang pelayanan pengiriman uang.
3.2.1.6 lnfrastruktur llmu Pengetahuan dan Teknologi Perguruan tinggi di Kabupaten terdapat 5 lembaga perguruan tinggi yang dikelola oleh pihak swasta. Dan 1 perguruan tinggi milik pemerintah (departemen dalam negeri) yakni, ST,PDN. Kelima perguruan tinggi tersebut adalah : STIE Al-Ghipari, universitas Nurtanio, STIPER Bale Bandung, STIKIP Bale Bandung dan STIKINDO Wirautama. Pada tahun 2004 telah dirintis pendirian universitas daerah yang diharapkan daoat memberikan layanan pendidikan tinggi kapada penduduk Kabupaten Bandung.
113
\
Tabel 3.12 Kondisi Pendidikan Umum Tahun 2003
I JenisSe~; I SD/MI I SMP/MTs I SMU/SMK I Universitas/PT
ll
Jumlalt Selrolala
II II II
2,440 453 164 5
II
II II II II
II
J~Mul'id 529,166 164,936 94,648
-
II II
II II II
Jumllllil
G-.ru
16,233 11,497 4,640
-
l I ·1
I I
Sumber : Kabupaten Bandung dalam Angka (2003)
Jika dilihat dari tabel diatas menunjukkan bahwa peran dan fokus pemerintah daerah khususnya dinas pendidikan masih terfokus pada pengembangan pendidikan dasar. Program yang banyak diadopsi oleh dinas pendidikan kabupaten Bandung berupa pemeliharaan sarana terutama untuk sarana pendidikan dasar dan menengah. Sekolah Menengah Kejuruan Bidang Pertanian dan Tekstil diharapkan memberikan kontribusi tenaga kerja siap pakai untuk kelas pekerja lapangan, tetapi hal 'int tidak didukung oleh ketersediaan pendidikan tinggi pada sektor tersebut. Sektor pendidikan tinggi masih didominasi oleh peran swasta dengan jurusan yang tersedia adalah manajemen, keperawatan, ilmu keguruan dan informatika, Letak Kabupaten Bandung yang mengelilingi Kota Bandung memberikan keuntungan dengan keberadaan Lembaga Pendidikan Negeri ataupun Swasta di wilayah Kota Bandung. Dengan demikian keterbatasan ketersediaan laboratorium pembantu industri dapat terpenuhi. Begitupula dengan keberadaan lembaga penelitian seperti UPI, BATAN dan LEN di Kota bandung dapat mendukung industri di Kabupaten Bandung. 3.2.1. 7 Potensi Daerah Potensi Kabupaten Bandung Secara geografis Kabupaten Bandung terletak diantara 60.41'70.19' LS clan 107.022'-108.05 BT, Kabupaten Bandung mempunyai · · rata-rata ketinggian minimum 110 m dan maksimum 2.429 m dari
114
permukaan laut. Kemiringan Wilayah bervariasi antara 0- 8 %, 8 - 15 %, hingga di atas 45 %. Kabupaten Bandung berpotensi untuk rriengembangkan: · industri olahan kentang. Produksi kentang sangat mencukupi untuk membangun industri pengolahannya. Hasil produksi kentang pada tahun 2004 adalah sebanyak 261,388 ton. Kentang dapat diolah menjadi produk olahan seperti kentang kering, kentang beku, kentang kalengan, keripik kentang, hash, stews dan lain sebagainya. Selain itu kentang ·bisa dipergunakan dalam pengolahan wool, sutera, tekstil dan industri lainnya sebagai bahan pembuatan glukosa, sirop, permen, cat, tepung untuk roti dan kerupuk. Hasil produksi pertanian lainnya adalah kubis sebesar 221,685 ton,jagung 82,119 ton, ubijalar 39,335 ton, kacang kedelai 3,049 ton dan berbagai tanaman dan buah-buahan lainnya. Tanaman teh jugamerupakan salah satu komoditi yang diproduksi di kawasan kabupaten bandi.mg. Tetapi untuk pengolahanriya sebagian besar masih dilempar ke kabupaten garut yang mempunyai lebih dari 50 perusahaan pengolahan teh dengan produksi pertahun sebesar 2,308,539 ton, Kabupaten Bandung berpotensi mengembangkan industri pariwisata karena banyak memiliki wilayah dengan panorama yang cukup menarik dan suhu rata-rata sekitar 15-l 8°C. wilayah pegunungan seperti Ciwidey, Pasir jambu, Pangalengan, Lembang dan kerta sari disukai oleh wisatawan dikarenakan selain panorama yang cukup indah ditambah dengan seni budaya sunda yang menarik selain itu merupakan wilayah-wilayah penghasil produk sayur-sayuran, bisa dikatakan sebagai wilayah dengan konsep ,agrowisata. Pemerintah Kabupaten Bandung dapat mengkonsentrasikan diri dalam pengembangan sector pertanian khususnya sayur-sayuran seperti kentang dan kubis, tetapi juga harus ditunjang dengan industri pendukung lain sebagai industri pengolahan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. -Untuk ha) ini, Pemerintah kabupaten perlu menyusun kebijakan yang mendukung dalam pembangunan sectorpertanian baik dari segi kuantitas ataupun
115
segi kualitas, pembukaan peluang pasar baru bagi produk-produk pertanian karena kerapkali sector pemasaran merupakan kelemahan bagi sebagian besar petani, pengembangan kualitas berbagai sumber daya demi terciptanya efisiensi system produksi, perbaikan system informasi usaha pertanian, penerapan sistim agribisnis yang merupakan usaha pertanian rakyat secara terpadu, penyediaan sarana produksi, · dan peningkatan peranan koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi disektor tersebut. Wilayah.Kabupaten Bandung yang cocok untuk perindustrian adalah wilayah Bandung Selatan, Bandung Timur dan Bandung Barat,
· Wilayah tersebut bisa dijadikan wilayah perindustrian yang mendukung dari hasil pertanian di K.abupatenBandung. Keadaan sekarang wilayah .:·:· . Bandung Timur merupakan kawasari pengembangan industri tekstil begitu juga kawasan Bandung selatan danBandung Barat yang sebagian besar didominasi industri tekstil dan pengolahan makanan. Wilayah Bandung Utara, saat ini menjadi wilayah ·wisata karena keindahan alamnya, Potensi Ekonomi.
::. ·. ",
Untuk sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, selain permasalahan yang diuraikan diatas yakni seputar pemasaran. Permasalah,_a!1yang mendasar yad~ ketiga sektorJersebut adalah tendahnya~ihgkaf p~ridapa~iimfara--p'efani 'dah~.Petetnak; ~tlal ini diperparah dengan rendahnya kualitas pengetahuan petani dan petemak yang terlibat di sektor tersebut sehingga mengakibatkan rendahnya mutu produk yang dihasilakan yang berimbas langsung pada rendahnya daya saing produk tersebut dipasar. Sebagai contoh pada kasus peternak sapi perah di Kabupaten Bandung yang diyakini menghasilkan 50% total produksi susu Propinsi Jawa Barat, tetapi pada kenyataannya bahwa hanya sebagian saja produk susu yap.g diserap oleh industri besar untuk dijadikan produk olahan lain seperti susu bubuk dan . : sebagainya. Sebagian besar bahan baku susu untuk kebutuhan industri pengolahan susu masih dipasok oleh susu impor yang didatangkan dari Australia dan Selandia Baru. 116
.··,
Berikut ini uraian tentang berbagai potensi ekonomi di Kabupaten Bandung dan diurutkan dari tingkat yang paling _potensial. Potensi ekonomi yang akan dikemukakan pada bagian .ini berupa potensi sector pertanian, perkebunan, perikanan, petemakan, industri dan sector lain yang bisa menjadi andalan untuk memajukan perekonomian daerah.
Potensi Pertanian Pada sector pertanian, Kabuapten Bandung menghasilkan cukup banyak padi' dengan luas area tanam 117,999 ha dengan jumlah· produksi 655,221 ton pada tahun 2004.'Produk lain yang menghasilkan cukup besar diantaranya Ubi kayu menghasilkan 139,469 ton, kubis 221,685 ton, dan kentang sebesar 261,388 ton. Selain itu terdapat tanaman pertanian lain yang menghasilkan produk dalamjumlah sedikit sepertijagung 82,119 ton kacang kedelai 3,049 ton, kacangtanah4,195 ton dan kacang hijau 84 ton. Untuk buah-buahan, buah yang menghasilkan produk besar adalah pisang sebesar 37,190 ton, nangka menghasilkan 5,814 ton, Jambu biji menghasilkan 5,286 ton, dan papaya menghasilkan 6,625 ton. Tabel 3.13 Produksi Pertanian Tanaman Pangan
:=::::J=e=n=is::::,T=. amt=··::::•::::•:::::••:::::· ::.::!l I L11a11 .A.real@ Padi Ubi Kayu
II
:::::=============: II :::::=============: :=K=u=b=is======:lf I Kentang
I
117,999 10,887 11,554 13,184
I :=:I II
=P=rod==•=kli=!* :=:(!!ti=·=·· ·=··'::::::::I
l:=I
==22=1=,6=8=5 ===:I 261,388
655,221 :==============~I II 139,469 :===============~I
I
Sumber : Kabupaten Bandung dalam Angka (2003)
Namun demikian, bahwa bidang pertanian merupakan bidang yang menjadi titik utama pada pembangunan di kawasan kabupaten Bandung, tetapi jika dilihat dari perkembangan luas wilayah tanam untuk lahan ·pertanian semakin menyempit, hal ini- didukung pula dengan semakin menurunnya angka atau jumlah penduduk yang terlibat 117
..
pada sektor ini dan hal ini berbanding terbalik keadaannya dengan kondisi sektor industri terutama industri tekstil yang mencatat peningkatan jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan.
Potensi Perkebunan Iklim Kabupaten Bandung yang sejuk sangat mendukung . tumbuh suburnya tanaman the. Perkebunan the di Kabupaten Bandung menghasilkan produksi 30, 117.5 ton. Hasil ini diddapatkan dari hasil akumulasi produksi perkebunan milik rakyat, Negara dan perkebunan swasta. Hasil perk~1fiiuanlain yang. menghasilkan produk cukup besar adalah kelapa yang menghasilkan 1,656 ton, kopi yang menghasilkan 304.06 ton, dan produksi-karet sebesar 1,112.8 ton. Disamping itu t~r4ap.at tanaman lain dengan produksi lebih kedl seperti iqiP.\lk~(tprt,~~~ngkeh254 ton, pinang 4.12 ton, aren 250 ton, vanili: l ·ton",'. kapolaga" 2.03 ton, serehwangi 36.19 ton, tembakau 146.39 ton, kemiriS ton, bulgarium falcatum 18 ton dan melinjo 17.8 tOT).. Berikut ini data basil perkebunan terbesar di Kabupaten Bandung Tabel 3.14 Produksi Perkebunan
I
I r·--
Jenis Tanaman
f Teh
fKelapa
I
Karet
r Kopi
I I I
Luas Areal (ha) 24,775.86 1,609.74
1 ·
2,532
I
922.86
I I
Produksi (ton)
I I I
1,656
30, 111.75
1,112.8 304.06
Sumber : Kabupaten Bandung dalam Angka (2003)
Potensi Perikanan dan Peternakan Sektor perikanan tidak terlalu potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bandung. Hal ini terlihat dari produksi ikan tawar yang , : hanya menghasilkan 25,586.86 ton. Denganjurnlah tangkapan sebesar itu sebagian besar produksi ikan terserap oleli pasar lokal dengan sedikit 118
industri pengolahan ikan yang tumbuh. Hal yang menarik bahwa jumlah ikan laut yang masuk ke kabupaten Bandung jauh lebih besar dibandingkan dengan produksi ikan air tawar .. hal ini diimbangi dengan banyak tumbuhnya industri kecil pengolahan ikan air laut dengan · · metoda pengolahan sederhana seperti pemindangan dan pengasapan.
Sektor petemakan, temak yang cukup banyak ditemakan di. adalah ayam, itik, domba dan sapi. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah penyumbang susu segar terbesar di Indonesia, hampir 50% dari total produksi susu segar di Indonesia disuplai dari wilayah Jawa Barat diantaranya Kabupaten Bandung yang menyumbang susu segar sebesar 94,584 ribu liter per tahun dengan jumlah temak sekitar 44,680 ekor sapi perah yang berarti mendekati angka 45% dari total jumlah temak sapi perah di Jawa Barat. Tabel 3. 15 Produksi Perikanan dan Petemakan '·
J«lis~' ,-
.
~-
;
,,,.,
>
H
I I I I I
Sapi Potong Sapi Perah Kerb au . Kuda Kambing
~) 7,468 44,680 7,468. 7:031 62,096
Domba
499,032
· Susu Sapi (ribu liter)
94,584
AyamBuras
4,142,422
Ras Petelur
492,590
Ras Potong
4,050,886
ltik
l
Telur Ayam Buras (ribu butir) Telur Ras Petelur (ribu butir) Telur Itik (ribu butir)
I
I I I
509,102 61,851 56,155 43,822
I I
I I I I I I
I I I I I I
I 119
Pada tahun 2004SDM di bidang petemakan tercatat sebanyak 693 kelompok petemak dengan jumlah anggota peternak 44,339 petemak, 228 kelompok tani ikan dan penyerapan tenaga kerja disektor
perikanan sebanyak 107,283 orang.
Potensi Industri Di Kabupaten Bandung terdapat 621 perusahaan yang berkecimpung di bidang tekstil, pakaian jadi dan kulit. Terdapat pula 71 perusahaan makanan, minuman dan tembakau. Dan 68 perusahaan kimia, barang dari kimia, minyak bumi, batubara, karet dan plastik. Kawasan Cekungan Bandung (termasuk kabupaten bandung) ditetapkan menjadi wilayah pengembangan industri tekstil oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Tetapi jika melihat perkembangan saat ini, produk tekstil yang dihasilkan oleh industri di Indonesia umumnya dan Jawa Barat khusunya tidak dapat bersaing dengan produk-produk tekstil murah dari wilayah RRC dan India. Dengan keadaan seperti ini, bukan hal yang bijak pengembangan industri tekstil tetap menjadi prioritas pengembanganekonomi daerah. Selain itu faktor ketersediaan bahan baku utama industri tekstil yang bergantung pada suplai impor menyebabkan industri tekstil tidak dapat bersaing serta faktor ketertinggalan teknologi yang diadopsi memberi warna tersendiri bagi kemunduran industri tekstil di wilayah Kabupaten Bandung. Permasalahan internal yang dihadapi oleh pihak pemerintah Kabupaten Bandung sendiri adalah permasalahan penataan ruang kota. Berbagai lokasi yang menjadi sentra industri seperti industri tekstil yang berpusat di Majalaya, Marga asih, Margahayu, Dayeuh Kolot dan Katapang, keberadaannya persis ditengah permukimam penduduk yang padat. Sehingga berbagai konflik terutama konflik lingkungan seperti pencemaran menjadi titik perhatian yang perlu dibenahi oleh pihak Pemda. Hal ini diperparah dengan kondisijalan yang tidak cukup memadai untuk menampung jumlah pegawai tiap industri untuk . bertransportasi sehinggamenimbulkan kemacetan disaatjam kerja telah usai .
. ·120
Melihat situasi seperti ini, Pemda berusaha melakukan penataan dengan keluamya Perda pada tahun 2001 no. 1 bahwa pemanfataan wilayah didasarkan berdasarkan pada basis perekonomian industri manufaktur, agribisnis dan pariwisata. Dalam perda tersebut direncanakan pengembangann kawasan industri yang memisahkan industri yang polutif dan non polutif. Untuk kegiatan industri yang menggunakan air dalam jumlah cukup besar dan menyebabkan polusi, akan diarahkan ke kawasan industri cipeundeuy (1500 hektar), sedangkann industri yang tidak menggunakan air dalam jumlah besar dan non polusi akan ditempatkan di kawasan industri Margaasih (400 hektar). Kawasan-kawasan industri dalam radius 50 km dari kota Bandung, secara tidak langsung diperuntuk ikut mendukung perdagangan dan pasar tenaga kerja di kota tersebut, begitu pula dengan kawasan industri yang berada di kabupaten Bandung. Potensi yang cukup menarik untuk dikaji adalah pengembangan industri berbasis potensi lokal seperti telah diulas pada seksi pertanian bahwa industri yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan adalah industri berbasis pertanian seperti industri pengolahan kentang. Lebih dari 50% luas lahan tanaman kentang Jawa Barat berada diwilayah Kabupaten Bandung dengan demikian hal ini menjadi faktor keunggulan dibanding daerah lain di J awa Barat. 3.2.2
Demand Condition
(Faktor Permintaan)
Penduduk Kabupaten Bandung berjumlah 4,335,578 orang pada tahun 2004 merupakan pasar yang cukup potensial sebagai sasaran perdagangan. Terlebih lagi denan lokasi yang mengelilingi Kota Bandung merupakan pasar lain yang potesial untuk melemparkan berbagai produk yang dihasilkan oleh pengusaha di kawasan Kabupaten Bandung. Pendapatan
Penduduk
Tabel 3.16 memperlihatkan bahwa nilai PDRB Kabupaten Bandung tahun 2004 atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp.26,957 121
.
Triliun yang mengalami peningkatan sebesar 13,09% dibandingkan dengan PDRB tahun sebelumnya sebesar Rp. 23,836 Triliun. Tabel 3.16 PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2001-2003 Tahun
PDRB Atas Dasar Barga Berlaku (milyar)
PDRB Atas Dasar Barga Konstan (milyar)
2001 2002 2003 2004
18.596,41 21.301,94 23.833,13 26,957,348
6.125,74 6.428,77 6.754,82 7,108.586-
Sumbei :' Kabupaten Bandung-dalam Angka (2003)
Pertumbuhan PDRB tahun 2004 yang lebih besar dibandingkan tahun 2003 membuktikan bahwa PDRB Kabupaten Bandung tahun 2004, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan menunjukkarr tren yang meningkat. PDRB Kabupaten Bandung atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 sebesar'Rp 23,83 triliun meningkat pada tahun 2004 menjadi Rp26,957 triliun. Begitu pula atas dasar harga konstan meningkat dari Rp6,75 triliun tahun 2003 menjadi Rp7,108 triliun pada tahun 2004.
122
Tabel 3.17
PDRB K.abupaten Bandung MenurutKelompok 2001-2003
Sektor.Tahun
Atas Dasar Barga Berlaku • Sektor Primer • Pertanian • Pertambangan & Penggalian • Selctor Sekunder • Sektor Tersier
2.023,46 1.887,21 136,25 11.119,32 5.453,63
2.267,40 2.111,17 156,23 12.777,88 6.256,66
2.413,92 2.240,26 173,66 14.222,23 7.196,97
Atas Dasar Barga Berlaku • Sektor Primer • Pertanian • Pertambangan & Penggalian • Sektor Selrundcr • Sektor Tersier
755,02 696,78 58,24 3.535,81 1.834,91
787,17 725,31 61,86 3.708,30 1.933,30
808,39 743,94 64,45 3.879,03 2.067,40
Perekonomian Kabupaten Bandung tahun 2003 menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,07 persen dibandingkan tahun sebelumnya. yang mengalami pertumbuhan sebesar 4,95 persen (Tabet 3 .16). Peningkatan ini relatif tinggi bila dibandingkan dengan perfumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat yang tumbuh sebesar 4,38 persen. Pertumbuhan yang positif merupakan momentum yang sangat berarti kareha hal ini menunjukkan adanya proses recovery dalam perekonomian Kabupaten • Bandung, bahkan merupakan angka tertinggi-setelah krisis ekonomi tahun 1998. Kondisi yang meningkat ini hen~ya dapat dilanjutkan dengan mengoptimalkanseluruh sumberdaya yang;fimiliki oleh daerah. Tetapi apabila dihitung dengan menggunakan bar.fa konsta~ tahun 1993, PDRB per kapita hanya mempunyai seli'fi1!, Rp. 1>714,578 dengan PDRB tahun 2004 dan PDRB tahun 2003 yakni Rp. 1,681,316 atau hanya mengalami peningkatan sekitar 2%•. hal ini menandakan bahwa tingkat kemakmuran masyarakt Kabupaten Bandung pada tahun 2004 berdasarkan harga konstan hanya meningkat sebesar 2%, jika
.
·I·.
123
dibandingkan dengan tingkat inflasi yang mencapai nilai 7,47% terlihat bahwa tingkat kemakmuran masyarakat sebenarnya belum mengalami peningkatan yang cukup berarti. 3.2.3 Context for Firm Strategy Rivalry ( Iklim Persaingan Domestlk) Jika dilihat dari peta potensi industri besar Kabupaten Bandung Di Kabupaten Bandung terdapat 621 perusahaan yang berkecimpung · di bidang tekstil, pakaian jadi dan kulit. Terdapat pula 71 perusahaan makanan, minuman dan tembakau. Dan 68 perusahaan kimia, barang dari kimia, minyak bumi, batubara, karet dan plastik. Sedang untuk Industri kecil dan menengah tercatat ada 20,846 unit yang terdiri dari 6,400 unit industri basil pertanian dan kehutanan (IHPK), 7 ,635 unit industri logam, mesin dan kimia (ILMK) dan 6,811 unit industri aneka (IA). Pembinaan sentra industri kecil dilaksanakan dari tahun 2001 sampai dengan 2004 yaitu sebanyak 16 sentra pada tahun 200 I, 27 sentra pada tahun 2002, 36 sentra pada tahun 2003 dan 44 sentra pada tahun 2004. program yang dilaksanakan olah dinas terkait ini juga meliputi pengenalan pengetahun mengenai SNI pada tahun 2004 telah tersebar pengetahun SNI·pada sekitar 520 pengusaha. · Dengan kondisi seperti ini, iklim persaingan cukup tinggi mengingat letak geografis Kabupaten Bandung yang berdekatan dengan Kota Bandung, Kah. Sumedang dan Kab. Subang, bukan hal yang tidak mungkin terjadi persaingan antar industri baik didalam kawasan kabupaten ataupun antar kota/ kabupaten. 3.2.4 Related Supporting
Industries
(lndustri
Pendukung
Terkait)
Potensi koperasi di Kabupaten Bandung dapat dilihat dari besaran volume usaha asset dan jumlah modal serta jumlah koperasi. . Jumlah koperasi yang berada saat ini di Kabupaten Bandung tercatat sebanyak 1,671 koperasi (unit yang aktif sebanyak 1,466 unit dan yang tidak aktif sebanyak 205 unit) terdiri dari koperasi konsumsi sebanyak
124
1,025 unit, koperasi produksi sebanyak 188 unit, koperasi simpan pinjam sebanyak 13 unit, koperasi jasa sebnayk 18 unit, koperasi pemasaran sebanyak 63 unit, koperasi unit desa 46 unit, koperasi serba . usaha 141 unit, koperasi pondok pesantren 148 unit, koperasi Baitul Mal Wa Tanwil sebanyak 38 unit dan koperasi pusat 3 unit. Jumlah Anggota koperasi sebanyak 1,257,452 orang, jumlah modal Rp. 464,2 Milyar, Volume usaha Rp. 799,9 Milyar,jumlah asset Rp,553,5 milyar dan pelaku UKM sejumlah 3,488 unit, jika dilihat darijenis usahanya, UKM tersebut terdiri darijenis usaha perdagangan 863 unit, j asa 21 Q unit dan industri 2,414 unit dengan total tenaga
kerja yang terserap sebanyak 22,284 orang. Sektor pertanian merupakan sektor yangmasih digeluti sebagai mata pencaharian oleh sebagian besar penduduk di'kabupaten Bandung, tetapi keberadaan industri makanan olahan sangat minim khususnya industri keciljika dibanding dengan keberadaan industri tekstil. Meski demikian industri pendukung seperti industri produk pengemasan dan pembuat teknologi khususya teknologi tepat guna telah ada di wilayah · kabupaten bandung. Selain itu keberadaan bengkel sangat mendukung untuk berkembangnya industri kecil di wilayah kabupaten Bandung. \
\3.2.5 Deskripsi profil Kabupaten Bandung dalam kerangka 'model berlian' Michael Porter Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dideskripsikan kerangka Model berlian Michael Porter untuk Kabupaten Bandung sepesti pada Gambar 3.4.:
125
• -• Jumlah _JI!_
penduduk Kabupatsn Bandung seldtamya msrupel
a.n
ra1a-ra1a;
I ""-----
;;i
Gambar 3.4 Kerangka "Model Berlian" Michael Porter Kabupaten Bandung
3.3
KABUPATEN GARUT
3.3.1 Faktor Kondisi 3.3.1.1 Letak Geograjis Secara Geografis, Kabupaten Garut terletak dibagian selatan Propinsi Jawa Barat yaitu antara 107°25'8" - 108°7'30" Bujur Timur
126
dan 6°56'49" - 7 °45'00" Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : ' A. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten bandung dan kabupaten sumedang B. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten tasikmalaya C. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia D. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten bandung dan kabupaten cianjur Kabupaten Garut secara geografis berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, dan merupakan daerah pendukung bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Oleh karena itu, Kabupaten Garut mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung sekaligus pula berperan
di dalam mengendalikan keseimbangan lingkungan Luas Wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi 42 kecamatan, 19 kelurahan dan 400 desa. Luas wilayah administratifnya adalah 306.519 Ha (3.065,19 km2). Keadaan Alam Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate). Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan rnencapai 3500-4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24°C - 27°C. lbukota Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 m dpl dikelilingi oleh Gunung Karacak (1838 m), Gunung Cikuray (2821 m), Gunung Papandayan (2622 m), dan Gunung Guntur (2249 m). Berdasarkan bentang alamnya Kabupaten Garut memiliki 3 zone daerah dengan ketinggian antara 0-1.500 m dpl, yaitu:
127
•
•
Daerah pegunungan dengan ketinggian antara diatas 1.500 m dpl berada di daerah Pakenjeng dan Pamulihan sedangkan wilayah dengan ketinggian antara 500-1.500 m dpl berada di Cikajang, Pakenjeng-Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu. Daerah bergelombang/berbukit dengan ketinggian antara 50-500 m dpl, berada di Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan
Bungbulang. Daerah pedataran sampai pantai Samudera Indonesia Jawa dengan ketinggian 0-50 m dpl, berada di kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk.
•
3.3.1.2 Sumber Daya Manusia Berdasarkan data dari BPS, perkembangan jumlah penduduk kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 3.18. Tabel 3.18 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Garut
(2002-2004)
I
.----.---------.---------------
Tahun r 2002 j
2003 2004
Jumlah penduduk 2.149.492jiwa
2.173.623 jiwa ~-2-.-204.175jiwa
I
Laju pertumbuhan penduduk 1 1,84% ---!
1,61 % ,--·----1,61%---
Sumber : Kabupaten Garut dalam Angka (2003)
Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupater Garut adalah 709 jiwa/km2. Tingkat kepadatan tertinggi terdapat di Garut kota yang mencapai 5.lAl jiwa/km2, sedangkan tingkat kep datan terendah terdapat di Kee Cikelet yang hanya dihuni oleh 120 jiwa/km2.
128
Tabel 3.19 Penduduk 10 Tahun Ke'Atas menurut Kegiatan-Utama Kabunaten Garut Tahun 2004
IAngkatan Kerja
I
674.16711
310.72811 984.8951
1:n1Bekerja =;-;===================::======~~======:::::; . II 583.86011 205.18011
789.0401
LJIMencari Pekerjaan
90.30711
105.54811
19~.8551
IBukan Angkatan Kerja
I I
179.9S711
· 517.82111
697.8081
n1seko1ah
11
14s.o03 II
138.38811
LJIMei:igurusRumah Tangga. dll IJumlah
l I
286.391
I
31.98411
379.43311 411.4171
854.15411
S28.54911 t.682.7031
lsumber: Disnakertransos Kab. Garut Tahun 2004.
I
Data pada Tabel 3.19 menunjukkan bahwa dari 984.895 orang angkatan kerja yang ada, terdapat 80,1% yang bekerja dan sisanya sebesar 19.8% tidak mempunyai pekerjaan. Dengan kata lain tingkat pengangguran di Kabupaten Garut masih cukup tinggi. 3.3.1.3 Sumber daya keuangan (Capital Resources) Di Kabupaten Garut terdapat 5 Bank Umum Milik Pemerintah yaitu Bank Jabar, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan Bank BTN. Selain itu terdapat pula 4 Bank Umum Swasta yaitu BCA, Bank Lippo, Bank Panin dan Bank Danamon. Sumber pendanaan lainnya bisa didapat dari Asuransi yaitu Bumi Putra, Jiwasraya, ACA dan juga Pegadaian. Kabupaten Garut mempunyai badan usaha koperasi yang juga · memainkan peran penting dalam menyalurkan pendanaan bagi UMKM di kabupaten Garut seperti dapat dilihat pada Tabel 3.20.
129
Tabel 3.20 Kelembagaan Koperasi di Kllb.upa'ten Garut Pl'.f 31 Agustus
2004
f#:~~.~=~~i'~j!a! ~ .. :~ ..·~ . 1t~b_ ~,,-g I (..-*CW~. . '.'.i·;_ ,....,,
B
N . ~. .• :::==Jeais=Kop=er=~· ~'
)
.
ITJjKop.Unit Desa (KUD) [2]1Kop.Serba Usaha
I II
35
[Djskoperasi Konsumsi
132 117.539
016.2.KOPTI 016.3.Kop.Pertanian 016.4.Kop.Peternakall 016.s.Kop.Perikanan 016.6.Kop.Pekebunan
I
II I I II I II
016.7.Kop.Pertambanganll Olsub
Jumlah 6
:.
. '
..
11904.196
1118.749.571.Jj27.751
1152.326.340 1138.848.596 1145.156
IG~EJBEJ 501
1157.811
I I
1133.14U30 1184.026.520 111.277.9001
17
11125
1
11449
35
114.636
8
11418
6
11228
119.916
117.209
11199
J
7
11358
118.570
!114.958
I
-
II-
!Ins
. I t.428
I-
11286
::==:::I
74
116.814
!124.945.157 1134.200.719 1192.134
9
11628
I t6.112
01Koperasi Pemasaran ll
20
114.520
0lKop.
3
!1128
[2JjKoperasiiasa
Sekupder
11 ·
I I
I 1112289 1189.380 !12220 I 118.959.530 112.722.821 1139.221 I 1115.941.525 1131.174.305 1149.255 I llu.899 11192.046 !Ins I
01Kop_erasi Produksi 016.LKopinkra
.
11133.8061142.529.937 1172.880.288 11.691.678 J
[TijKop.Pondok Pesantrenll 143 118.847 Gl~:=iSimpan
..
11570.012
113.102
11655.963
I 1.445.316
1159.206
112.349.245
113.730.421
1195.056
I 160.1s5.1251!210.166.192112.332.612I I Sumber : Dinos Koperasi dan Pasar Kabupaten Gtm1t · I Ol1um1ah 1s.d9
11 989 11226.665
Tabel 3.20 menunjukkan bahwa terdapat 35 unit KUD mandiri, · · 73 unit koperasi simpan pinjam, clan 501 unit koperasi konsumsi. Data tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2004 terdapat 72 unit koperasi simpan pinjam (KSP)dengan volume usaha sebesar Rp. 3,3 miliar dan 130
total asset Rp. 15,7 miliar. Dan SHU pada pada tahun 2004 sebesar Rp. 40.7 juta. Melihat total aset yang dimiliki dibandingkan dengan volume usaha atau omset per tahun serta besar SHU yang diterima oleh anggota koperasi, maka secara implisit dapat dikatakan bahwa sumbangan sumber pembiayaan ini terhadap UMKM masih rendah yang ditandai dengan rendahnya kinerja koperasi tersebut. Di pihak lain, 35 unit KUD mandiri dengan total asset Rp. 72 miliar mempunyai volume usaha sebesar Rp. 42 miliar dan SHU sebesar Rp. 691,7 juta. Dengan kata lain, KUD mandiri memperoleh tingkat keuntungan bersih sebesar 16,5% dari omset usaha atau rasio ROE
(return on asset) hampir 10%. Melihat perbedaan kinerja antara koperasi simpan pinjam dan KUD Mandiri ini, dapat berimplikasi pada kebijakan terkait oleh Pemda, misalnya, apakah perlu meningkatkan jumlah KUD agar dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada para nasabah (termasuk uMKM) dan meningkatkan kapasitas KSP atau bahkan mungkin mengurangi jumlah KMP kalau pengelolaannya tidak efisien. Di luar lembaga keuangan perbankan, koperasi, 'dan modal ventura, ditemukan dalah satu alah satu beniuk lembaga keuangan mikro yang saat ini sedang berkembang di Kabupaten Garut yaitu BMT (Baitul Mal Tanwil). Perkembangan BMT dapat dilihat pada tabe~berikut ini.
131
Tabel 3.21 Perkembangan Jumlah dan Volume.Usaha BMT*) di Kabupaten Garut Tahun 2003~2004
EJI. rai . ~lIl 01~~~!ta 11
281)3
0
[JJl1umlah BMT
44 3.873
II
QJIModai BMT
G]Volume Usaha
1
1.052.452.216 38.635.507
IJ]lsHU II GJIManajer II CiJIKaryawan II [DjAset
981.116.622
II
44 S2
-
~I IEJI IC1LJI
11 ·Unit II
lD84
52 3.818
l[~JI
1.290.595.404
IQLJI
51.507.150
II II
Orang 0rang
II II
IQLJI
1.293.915.000
52 76 2.995.396.102
I Perke;:)•Bf8D. I I Unit I IBI I 1 II I [~JI I 11·
18,182
(1,420) 31,463
Rp
22,943
I Rp !I Orang I Orang 1 . Rp
Sumber : Dinas Kaperasi dan Pasar Kabupaten Garut, 2005 \ *) BMT: Baitul Mal Tanwil
I I I
I
33,316
.j
18,182
!
46,154
J '
3.3.J.4 Infrastruktur Fisik (Sarana perhubungan} Infrastruktur pekerjaan umum di Kabupaten Garut antara lain
meliputi jaringan jalan, jembatan, dan prasarana pengairan. Panjang jalan negara mencapai 4022,59 Km, yang terdiri dari 30,08 Km jalan nasional, 274,43 Km jalan propinsi, 1,139 Km jalan kabupaten, dan 2.883 Km jalan desa. Jalan nasional seluruhnya di hotmix dan dalam kondisi baik. Jalan propinsi 63 % di hotmix dan 38 % di aspal dengan kondisi 63,3 % baik, 36,3 % sedang dan 0, 4 % rusak. Sedangkanjalan kabupaten hanya 5,9 % yang di hotmix dan 65,3 % yang di aspal selebihnya dilapisi kerikil atau berupa tanah. Dilihat dari konsisinya, 28 % baik, 46,6 % sedang dan selebihnya rusak atau rusak berat. (Sumber : Dinas Bina Marga) Jumlah jembatan di Kabupaten Garut mencapai 317 buah dengan total panjang sebesar 2.565,20 m. Sedangkan prasarana irigasi/ pengairan teknis sekunder adalah 1.1"50 m dan teknis tersier 4.500 m.
132
3.3.1.5 Infrastruktur komunikasi Pada tahun 2004, di Kabupaten Garut telah terjadi perkembangan kapasitas line telepon yang tersedia menjadi 34.970 .. SST dari tahun sebelumnya sebesar 30.478 SST dengan line in service· sebesar 32.831 SST dari 28:556 SST pada tahun 2003, sebagaimana tersaji dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.22 Kapasitas Sentral Telepon Dan Jumlah Line In Services Menurut Jenis Pelanggan Di Kabupaten Garut (SST)
Di Kabupaten Garut, jasa pos dilayani di oleh 19 unit kantor Pos. Layanan pos di kab garut masih cukup diminatijika dilihat dari transaksi penerimaan dan pengiriman surat pos yang mencapai lebih dari 500.000 unit pada tahun 2004.
3.3.1.6 Infrastruktur I/mu Pengetahuan dan Teknologi Kabupaten Garut tidak memiliki lembaga penelitian dan. pengembangan. Kegiatan litbang dilakukan melalui kerjasama dengan badan litbang di daerah lain, terutama dari kotamadya Bandung. Kabupaten Garut memiliki jumlah mahasiswa sekitar 3.000 orang lebih dan dosen sekitar 250 orang yang tersebar ke dalam perguruan tinggi di wilayah Kabupaten Garut sebagai berikut: 1. Universitas Garut (UNIGA) menyelenggarakan pendidikan D3,Sl,S2 2.. Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STK.IP) 3. Akademi Manajemen, Informatika, dan Komputer (AMIK) 4. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Yasa Anggana 5. Sekolah Tinggi Teknologi Garut (STTG)
. 133
6. 7. 8. 9. I 0. I I. 12.
Sekolah Tinggi Agama Islam Musadaddiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Arqam Sekolah Tinggi Agama Islam Siliwangi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Garut Akademi Keperawatan Karya Husada Akademi Keperawatan PEMDA Garut Sekolah Tinggi Hukum Garut
Tabel 3.23 Hasil Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Garut Tahun
2004 1 Tingkat
! Ju;Iah
[ Ruang 1' J~Iah·-r.Jumlah-1· j~mla-h--T~--1- Kellis Guru . Murid engu ang
I
! sekolah ! Kelas
. :rK-:-1 236
r-=-1
In
560
I 5 219
- RA-
r-J82-2t41.
214
894
16069°-I
,~ So-"
J)',~?\?840 !
10 503
9 003
f M::lli.f;;:_,(
799
I
j139j764j
666
[ 2 884
I
921
I_
I sMP-
1
I M.Ts.
I
SMU
150 -136
48
,_M.~1!.:_-f-_~8.
,· 931 I _l_l_l
~I
11. 224 ~ 221
I
957 .1 __ l
1753
I
293 662 2683
I I
~:hun
Putu; Sekolah
r-6 647
l
I I
1 314
l
_
I
L23226-1.
. rs:~~;~ -~~::Pend~:an ~ab::;,~n ~a~; 2~~:
1
I
6 901
~1_1_11_~11 20~:
1'
11
43
j1s5
--
~JI
----~----
26
1
17
22
. :;;-.~::}~::· .:.·. . · 3.3.1.7' Potensi daerah ,·'
Struktur ekonomi Kabupaten Garut dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Dengan komposisi ini Garut tergoiong kabupaten yang berbasis pertanian yang berpeluang mendorong roda perekonomian Garut khususnya, bahkan lebih memberi andil terhadap perekonomian Jawa Barat.
134
Tabel 3.24 Kaoasitas Produksi Pertanian Tanaman Pangan
v· LJI
l(o1119dltas
I
11l~#-l[3]1FE·~ l (Ha)
Satuan Padi sawah dan ladang
II 134.04211
I
(Ton)
I
(Kw/Ha)
685.23111
s1,12j
Palawija l1agung
54.94611
293.86611
53,481
IKedelai
8.93311
12,141
I Kacang Tanah
7.361 II 20.34611
29.55411
14,531
IKacang Hijau
2.11011
1.63411
7,741
22.82711
501.98411
219,911
5.44211
49.20311
90,o81
IUbiKayu
.
IUbi Jalar
113.03211
885.17411
78,311
Sayuran I Bawang Merah
IJumlah
91011
76.69311
.• 84,281
I Bawang Putih ·
2211
2.211 II
100,501
I Bawang Daun
2.48411
251.80511
101,371
IKentang
5.noll
1.204.70011
210,611
!Kubis
4.35111 1.043.37311
239,8ol
I Kembang kol
I
14211
23.52711
165,681
IPetsay
II
1.79811
260.40511
144,83
lwortel
II
1.48311
252.23711
170,091
ILobak
II
011
I Kacang Merah IKacang Panjang
011
r
ol
3.881 II
243.17111
62,661
78211
89.72411
114,741
. 6.05611
20011
0,031
lcabeBesar
2.73311
412.58911
150,971
lcabeRawit
1.66911
177.57611
106,401
618.27911
207,201
IJamur
ITomat
I
2.98411
ITerung
II
42811
67.431
i
157,551
IBuncis
II
1.04911
135.04211
123,441
II
I
ii
II
135
[
.
Komoditas Sayuran
11
I
-
- --
Produksi
I[
167,211
ILabuSiam
1sll
2.11311
117,391
~gkung
1211
95711
79,751
laayam
611
21011
45,ool
II
37.385 S.005.60511
Satuan
I
I
(Pobon)
IA!pukat
I
IBelimbing
II
I
(Kw)
I
1.3391 (Kw/Pohon)
190.89411 427.72111
I 22,411
8.78311
4.08311
4,651
69911
65611
9,381
JDurian
17.94411
28.21511
15,721
IJambuBiji
63.32111
43.68611
6,901
!~bu Air
19.97411
11.68611
5,851
j
140.80811
67.601 II
4,8oJ
IMangga
II
279.41711
339.96311·
12,111
IManggis
II
2.93911
3.12711
10,641
42.69011
25.74011
6,031
IJeruk Siam/Keprok
INangka
I
INenas
81.741
IPepaya
I
96.98711
IPisang
1.135
J[ _
21.21011
4.819.111II1.062.834JI
IRambutan
0,141 2,811 2,211
51.16311
8,971
I
2.62311
58oJI
2,211
II
8.28711
8.90511
10,751
lsirsak
II
44.68311
61.10311
13,671
lsukun
II
18.20011
9.46011
5,201
lsalak lsawo
57.05911
I
27.49611
20.59511
7,491
IMelinjo
II
17.09611
t.86Sll
1,091
I J eruk Besar
II
98111
48811
4,971
5.99111
mil
0,961
JPetai
!Markisa
II
IJumlah 5.947. 784112.198.4491 I II ISumber: Dinos Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kab. Garut ( 2004)
136
I
Produktlvitas
143.30211
IDuku
:
-
85711
IKetimun
IJumlah Buah-buahan
I[
Lua~~!::Uah
3,7ej
,. Beberapa komoditas pertanian unggulan yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pada industri olahan makanan adalah di K.abupatenGarut antara lain adalah kentang, alpukat; jagung, dan padi (beras). Namun tidak banyak ditemukan UKM di daerah ini yang mempunyai aktifitas usaha dalam pengolahan bahan baku pertanian tersebut. Sebagian besar dari komoditas tersebut 'diekspor ' ke luar daerah dalam bentuk bahan mentah. Tabel 3.25 menunjukkan daftar komoditas pertanian unggulan di K.abupatenGarut.
· . BB
Tabel 3.25 Komoditas Unggulan Kabupaten Garst Koll&Dditas
h'iJii•jjllilit
.
"
1.1,Padi LJ
) ·~n ~~;f~:Fi
==:I
Sawah l;::S=el=uruh=· =~=ec=:i-m=atan=di='=Ka=b=.=Garu==t kecuah Cikajang
80EJ EJ;: Jagung
Kedelai
8§:] Kacang Tanah
GEJ 8EJ Kentang
Limbangan, Selaawi, Sukawening, Banyuresmi, Cilawu,=Ma=l=an=g=bo=n=g=, Kadungora, Le=l=es=,=Le=u=wi=·g=o=on=g=, Karangpawitan, Tarogong", Wanaraja"
II.__======: . r-
.
===:8
Karangpawitan, Wanaraja", Karangtengah, Sukawening, Banyuresmi, Cibatu, Tarogong"
:::=::============: Caringin, Bungbulang, Pakenjeng, Cibalong, Cibatu, Malangbong, Limbangan, Selaawi, Cikelet, Pameungpeuk :=:=================: Cikajang, Cilawu, Bayongbong", Cisurupan, Sukaresmi, Samarang, . Pasirwangi, Wanaraja"
GE]
~=.
79.298 '--=Ban--dun_g_,__,, Sukabumi
DD
BB
B
23.421
;::C=ika=~=.an=g=,=B=ay=o=ng=b=on=g=•=, C=i=suru==p=an=,=:EJ~ Sukaresmi, Samarang, Pasirwangi, 98.559 Wanaraja* :=:====================: Talegong, Cikajang, Cilawn, C b B Bayongbong, Cisurupan, Sukaresmi, 49_252 a e esar Samarang, Pasirwangi. Tarogong", ._B_an~yur_e_slDl_· _,
Kubis
I
~~~,c~.0: ( ·
B
Bandung, Jatim
Bandung, Jakarta, Batam · B~
Bandung, Jakarta, Batam
137
i .."">.
BE] Alpukat
Cikajang, Bayongbong, Cisurupan, Wanaraja, Samarang .
Karangpawitan,
hn· I ~~~~i!.i-
0 LJ ·•
1
Cisompet
EJ 1:.:11 ·~ Bandung, Jakarta, Tasik
824.191
·
L_::.::::_j
B~IKarangpawitan, Banyuresmi, Leles II
61.318
I
I
B~!~g,
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2004)
Keterangan : •) Sebelum dimekarkan
Perkebunan Potensi perkebunan di Kabupaten Garut cukup besar. Luas perkebunan di Kabupaten Garut pada tahun 2004 mencapai 49.804,32 Ha, yang terbagi atas tanaman perkebunan rakyat 24.209,05 Ha (48,61 % ), perkebunan besar negara (PTP) sebesar 13 .162,90 Ha(26,43%), dan perkebunan besar swasta sebesar 12.432,37 Ha (24,96%). Tabel 3.28 menunjukkan bahwa komoditas yang banyak dibudidayak:anoleh masyarakat di Kabupaten Garut ada 23 jenis, dan komoditas perkebunan besar terdiri dari : teh, karet, kak:ao, dan kelapa · · "sawit.
138
Tabel 3.26 Luas Tanamari Perkebunan Besar
I Komoditas 11 I ITeh I IKaret I IKakao I I ITeh I Kelapa Sawit I IKaret II
Muda(Ha)
11 Produktif (Ha) 11 Rusak (Ha) 11 Jumlah (Ha) · · l"enebunan
Bear~;., .
I
I
53,4311
2.020,731
2.836,0811
011
3.758,701
704,Q311
011
704,031
5,7511
1.267,091
167,7611
1.799,5411
922,6211 011
I
Petkebunan ·Beus. SlWl~· ·
69,3111
1.192,0311
765,9411
5.701,491
4.935,551~1
51,4411
011
254,611
306,041
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Angka Tahun 2003
Ta~~~
Kapasitas Produksi Perkebunan Besar
I Prod'ftksi (Kg) JI Barga Rata-~~)f:· · Nilai Prochdui (Rp);
.Komomtas
1Kel~pa . Sawit · · jKaret ITeh
~I
1.026,2711
4.00011
II.
15.268,9911
10.98011
11.
4.076,9611
8.5soll
·1
4.105.080.000·1 167.653.510.0001 34.858.008.0001
I
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Anglea Tahun 2003
E:JI ·
Tabel 3.28 Kapasitas Produksi Perkebunan Rakyat '
•
LwTn•-(1&>
.
:\!Ir:.
· •
• ..
.:
M,Jkw!f11ktifll ~uak
laambu
I I I
jcengk:eh
II
1.Akaj. Wangi IAren
,o;ooll 478,1~11 o,ooJI 448,7511
.
· .....,.;,.;;
l~L~a) I [ ;}11mlah
j NUai
.
l (ODOO,)l 85,5611 Minyak II I Wujud
1.581,QOll 99,ooll 1.680,0011 1.121,7011 143,4011 1.743,2011 i.031,3111 0u1a 323,1011 o,ooll 323,1011 698,5611 Batang 1.918,4011 255,1011 2.622,2511 581,9811 Kering
11
I
I
I
II
I
139
BrEJBf L-T
...... •(H•) R~ak
JI
. Jmnlah
II
oduksi
JI J\XD!ah Jlw UJ·oojj (Ton)
i1a11e I o ooll 1 zso 1slc::I§l 1 2s1 1sll I J arnbu Mete I s 1011 377011 ooo!I 42 sol! l1arak II is ooll oooll o ooll is ooll IKakao i o ooll 20011 s ooll 1 ooll IKapokRandulL 1101! 600011 s 2011 69 Joli IKapolaga I oooll 1s soil 2 ooll so soil IKayumanis II 4 ooll s soil o ooll 12 soil IKelapa ]11 661 ooll 27921sl[s_@l s 31S ool[i IKencur I oooll 69 soil oooll 69 soil !Kina I 1000!1 28-3011 91011 48 ooll IKopi I 204 sol! 610 6sll 49 ssll 8647011 IKunir I o ooll 204 sol! o ool[ 204 soil !Lada I 10 ooll 49poJI rs ooll 740011 IN ii am II 144 ooJI 312 ooll oooll 4S6 ooll 'Pala I oooji 40011 oooJI 40011 IPanili II s soil 622011 37 9011 lOS 6011 IPinang II rs ooll 11 rn!Lo.ill 29 ssl! IT ch 111 249 1sll 4 409ooll1 391 ssll 10491011 ITembakau II II 2 139 6011 1 soil 2 141 101! JIE!lalt 1124 209 osll I lsumber: DinasPerkebunan Kabupaten Garut
. ••
.
.
i
Nila! , (OOORp)
12 997 1sll Basalt I I is ssll Keringll : llMinyakll I 1 4111Kerilll11 I 33 11 I Kering I I 11 7811 Keringll I s 0811 Kering I[ I ~s::@l KennglL __ _J 622 4111 Basalt I I 22 6111 Keringll I S87 ss llBerasanll I 1 762 1sll B asah I I is 4Sll Keringll I 220 1911Minyakll I 277411 Keringll I 434111 Kering1c==i II KeringlL _ =:J 3 9S3 2~1 Kering I j 1S9S571~ 26 s63 691c=JI I
;
Dinas Perkebunan Kabupaten Garut mengelompokkan jenis komoditas perkebunan di Kabupaten Garut dingan tiga klasifikasi yaitu: • · Komoditas Unggulan, termasuk : Teh, akar wangi, tembakau, dan kopi . : • Komoditas prospektif, misalnya: Cengkeh, Jahe, Lada, Nilam, Kunir, Kerlcur, Kelapa, Aren, Panili, Bambu dan Karet
140
Komoditas rintisan, antara lain : Jambu Mete, Haramay, Kapolaga, Kapuk, Jarak, Pala, Pinang , Sereh Wangi, Kayu Manis, Melinjo, Kemiri, Kina, Kakao, dan Kelapa Sawit. Apabila dilihat dari volume produksi komoditas perkebunan rakyat seperti pada Tabel 3.28 maka dapat disimpulkan bahwa bahan baku tersebut tidak cukup untuk memasok kebutuhan industri besar, misalnya untuk memenuhi pasar ekspor. Besaran volume produksi bahan b~ku ini hanya dapat memenuhi kebutuhan sektor industri kecil dan menengah.
Peternakan Kabupaten Garut memiliki potensi peternakan yang sangat baik. Produk unggulan peternakan Kabupaten Garut adalah Domba dan Sapi Perah. Luas lahan penggembalaan di Kabupaten Garut kurang lebih mencapai 3,293,89 Ha yang menghasilkan produksi pakan ternak sebanyak 93 .187,08 Ton, sehingga produktivitas lahan penggembalaan dalam menghasilkan pakan sebesar 28,29 Ton/Ha. Pencapaian populasi ternak Kabupaten Garut apabila dibandingkan dengan tahun 2003, rata-rata mengalami pertumbuhan antara 0,2% sampai dengan 18,66%,kecuali pada populasi unggas yang terkena dampak isyu wabah flu burung. Peningkatan pertumbuhan populasi tersebut diperoleh antara lain melalui fasilitasi program pengembangan ternak dan breeding, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, peternak maupun swasta. Adapun, jumlah populasi dan kapasitas produksi ternak besar dan unggas di Kabupaten Garut diuraikan dalam tabel di bawah ini.
141
· ·
Tabel 3.29 Jumlah Populasi dan Kapasitas Produksi Temak Kabupaten Garut Tahun 2004 . ... , \-
--··
J~nlsTer~a~---- ~-
i
·:=. ..r-- - - ~·:.~·J
-!
.. ~ ~-' .{Ekol-)--.t[·n~l~~(T~n! I Sapi Perah .------"'-'-" --., , ..~ ~a_pi Potong -·
'
I '1
Ternak Besar
i_-=--1(e.:ba~\
111
23.849
1'1 ·
![
6.345
j_
16.SOS"L426.38-I
I
Domba
·r
j
Kambing
I
,-
Jumbh
;-Tsi5s9-~
--
I
ltik
··
·
934.362
1:534.703'
96.124 768.804
Buras
I
Ra-;
r· ~,;;;
~---
- Jumlah
-fii95.862 [ 2.7S0.451
24.527
_
I
11.619
3.995.880
I
Susu~~r)_
I
· .
-1
Telur(Kg)_
26.698.164
-
I .: 1
- -,-_--
I
-I
-
---r-- -. ---
40.S39--lz6.981.164-r
1.
-
.
I
,
o
2.664.018
r --~--r----! r - - . =- -- I _-~- :--
4.695.08f-
I . ---
!4.860.sos-1-o I
I
6.sss--·12~-1---
/ 1.295.910 1 Unggas I Ayam Ras Pedaging 398.820 '·,' -;-- Ayam Petelur --[ 398.820
jAyam
202.312
,
:Fl
-~\4.486
m:o36:---I61.102 10.ss1
-~~rod'~- .
~ullt(~~r~_
6:395.544--1'40~839-
I
·;
697 .620
-ro · gj}s6.:,,9-! f~4__!:~~7~~
J
iSumber : Di'!~_!!temaka_n~. ~erikilnan dan ~elau~n Ka~upa!!!' Garut _ -----·---
Tabel 3 .29 menunjukkan bahwa produk susu sapi merupakan satu jenis produk yang volume produksinya sangat besar, yaitu lebih dari 26 juta liter susu pada tahun 2004. Ketersediaan bahan baku ini telah mendorong lahirnya usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah yang bergerak dalam pengolahan susu. Perikanan Kabupaten Garut memiliki potensi perikanan air tawar sebesar 26.000 Ha, mencakup perikanan budidaya dan perikanan tangkap di perairan kolam (kolam air tenang), kolam air deras, mina padi, perairan umum. Potensi budidaya air payau berupa calon areal tambak seluas kurang lebih 1.000 Ha. Potensi perikanan di Kabupaten Garut digambarkan dalam tabel berikut ini :
142
a.Kolam
• Pcmbcsaran • Pembcuihan • Kolam Air Deras b. Tambak • Udang • Minapadi
3.500ha 500ha 0,74 ha
2.991,34ba 186,50 ha 74unit
183 Desa (42 Kee.) 183 Desa (42 Kee.) 30 Desa (15 Kee.)
lOOOha
46ha
21 Desa(6Kec.)
258ha
258ha
311,22 ton/th
774,17km
774,17km
369,20 ton/ha
15.052 ton/th 195.044 ribek/th 280,64 ton/th
v·
Komoditas unggulan perikanan Kabupaten Garut adalah Ikan Mas, Nilem, Nila dan Udang. Beberapa sentra/produsen yang bisa dihubungi antara lain : • Udang Galah di Kp. Situgede Desa Situjaya Kecamatan Karangpawitan • Nilem di Kp. Cipari Desa Sukarasa Kecamatan Pangatikan • Mas dan Nilem di Kp. Cigedogan Desa Sukasenang Kecamatan Bayongbong, Desa Pananjung Keeamatan Tarogong Kaler • Ikan hias Darat : BBi Bayongbong, Pasar Il6m. 'Tarogong. Komposisi produksi ikan di Kabupaten Garut adalah: Ikap M3s (58,79%), Nilem (11,93%), Nila {l l,81 %), Mujair { 4,33%), Lele (1,41%), Udang (2,17%), Gurame, dll (5,61 %). Populasi tersebut tersebar dan dibudidayakan di beberapa tempat dengan kapasitas produksi pada tahun 2003 sebagai berikut:
143
Tabel 3.31 Kapasitas Produksi dan Rumah Tangga Perikanan Darat 2004
I
S..k
IKolam
lsawah IAirDeras
~1 II
I
2.991,3411
I I
lnanau/Rawal I lsungai I l1umlah II
21.000,0011 74 Unitll 25sll 774,1711
-II
Produksi (Ton) .
1.NboI
14.418,2611
Rumah Tangga PenangkapaDI Pemeliharaan
130.948.91411
7.170,321111.703.200.00011 280,6411
25.077.10511
18.8171 7.5191 641
311,1211 2.053.392.00011
1101
228.904.ooo 11
6571
22.549,541174.141.522.01911
27.2271
369,2011
Sumber : Dinas Petemakan, Perikanan & Kelautan Kabupaten Garut
Daerah yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia adalah 21 desa di 6 wilayah Keeamatan dengan panjang garis pantai 80 km. Dari areal wilayah kelautan yang tersedia, wilayah yang diusahakan adalah seluas 0-4 mil dengan produksi perikanan tangkap wilayah teritorial sebesar 10.000 ton/th dan wilayah ZEE sebesar l66.677 ton/th. Selainjasa wisata dan industri keluarga , potensi sumber daya kelautan terdiri dari : Estraria (24 Ha), Terumbu karang (525 Ha), Padang lamun (75 Ha) Mangrove (50,9 Ha) Perikanan tangkap ·1aut1erdiri dari Layur (49 %), Tongkol I tuna.(12 %), 'Udang/Lobster (0,6 %), Kakap ( 6,99 %), Cueut (5 %), Lainnya (26, 41 %). Beberapa daerahnominatif pengolah/penghasil potensi kelautan adalah : • Udangwindu di desa Mekarsari Keeamatan Cibalong • Udang Karang/Lobster di Desa Pamalayan Keeamatan Cikelet dan Desa Maneagahar Kee Pameungpeuk • Ikan Rias Laut di Kp. Manalusu Desa Cigadog Keeamatan Cikelet • Rumput laut di Desa Pamalayan Kecamatan Cikelet dan Desa Mancagahar, Kee Pameungpeuk · Adapun kapasitas produksi hasil kelautan di Kabupaten Garut tahun 2004 dapat dilihat seperti pada Tabel 3.32. ·
144
Tabel 3.32 Kapasitas Produksi Hasil Kelautan Kabupaten Garut Tahun . 2004
lcaringin
I Mekarmukti
1.518,7411
13.288.9751
::::===============~ 40,2411 352.1001 ::===============~ 377,6411 3.304.3501 ::::=====::::::::;;::::=:=======: 2.147,5111 18.790.7121 ::===============~ 82,8211 . 72.4621 ::::===============~ 493,2011 3.927:4211 :::===============~ 4.660;2011 ~9.736.0201
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan & Kelautan Kab~p~ten Garut
·Total jumlah penduduk Kabupaten Garut pada tahun 2003 ada
3.3.2 Demand Condition
sebanyak 2, 1 juta jiwa dimana sekitar 15,5 % di antaranya merupakan golongan penduduk miskin. Dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Garut sebesar Rp. 4 juta pada tahun 2004, daya beli penduduk termasuk rendah dibandingkan dengan Produk Domestik Brute (PDB) per kapita Indonesia pada tahun 2003 sekitar US$973. Tabel 3.32 Menggambarkan beberapa indikator makro Kabupaten Garut. .
145
Tabel 3.33 Beberapa Indikator Makro Kabupaten Garut Tahun
2002-2004
umber : Diadaptasi dari BPS Kabupaten Garut (2004)
'Perdagangan Ekspor Perkembangan perdagangan ekspor nonmigas Kabupaten Garut ditandai dengan keragaman komoditas dan nilai ekspor, Jenis komoditas yang diekspor terdiri dari teh hitam, teh hijau, karet, bulu mata palsu, minyak akar wangi, jaket kulit, kulit tersamak, kerajinan dari akarwangi, vanili dan kain sutera dengan negara tujuan ekspor yaitu: USA, lnggris, Belanda, Rusia, Mesir, Jepang, Singapura Irak, Iran, Srilanka, India, Korea, Kanada, Jerman Taiwan,Thailand.. Vietnam dan Malaysia. Nilai ekspor tahun 2004 mencapai US$ 16.234.399 meningkat sebesar 35,85 % dari tahun 2003 sebesar US$ 11.949.959,,. . . Perkembangan realisasi ekspor non migas Kabupaten Garut tahun 2004 dapat dilihat pada tabel berikut :
. 146
Tabel 3.34 Komoditas Ekspor Kabupaten Garut Tahun 2004
. , Je,,·~.lt ,;~~ · 1Bt.:~1
DD
IT.b lfimm
4
J
~::a~%~- .
LJIK~et: .
II
.
.
!GI
· ., Bulu.Mata Pa.. l~u
7111271~11 L:J 13.ooolGJI
D
i:a;:;kAkar
[laket
Kulit
J.527.04~,811~:::~~P:ada,
7.882.100
Spanyol, Srilanka, 3.087.286,0 Thailand, Jerman, Mexico, Jepang, Korea Selatan, Malaysia
· i9.JOO
.
I
r;,-1 LJ Ku/it Tersamak I. LIIKainSutera
. EJ
@=]jMinyakNi/am ~::a~~:::ari
@Jlvanila
I
13.ooo,olkerman, Belan~
Psg ·
GG
.
Italia, Jerman, Maroko
1.558.2JOjB~BI
· 5.
6515293,31;=~~=~=.=~=;:=;=:;=~da=. B=. ;=,';=/';'=. g,==;i
Jepang, Singapura. 1.875.920,0 Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, India
Kg
5.1001[~1
258.651,ol 8.J.an;::::;:isi::::sia,
1.700.0oolis;ll
I I
I
I Jumlah
1.700.500·01 Sin~apura: Malaysia, L.::~_J::=======~~=============H ' '. Taiwan, Cina
61.0oolc=DI
747.250,0lEfepang, USA ~======~:==============:I 315.802,511Singapura, Jepang, USA 6.0001[~]~=3=0:=30=0=,0~,: =~=~=a=rpu=r=a=. M.=a=lay=sw= .• =~I
10.9501~1
825[~]1
163.260,olluSA,Inggris
I~=====~:=============:I 16.234.3091
jsumber: DinasPertndustrian, Perdagangan dan PM-LKPJ 2005
3.3.3
Context for Firm Strategi Rivalry
Kabupaten Garut bukan merupakan kawasan industri, tetapi merupakan kawasan pertanian. Oleh karena itu, sebagaimana visi .Kabupaten Garut dalam mewujudkan daerah argoindustri maka jenis industri terbesar yang ada-di Kabupaten Garut adal~ industri Argo dan Hasil Hutan, Jumlah unit usaha jenis industri ini mencapai 72% dari jenis industri lainnya dengan jumlah tenaga kerja mencapai 66% 147
dari tenaga kerja pada industri lainnya. Adapun jumlah sentra, unit. usaha, tenaga kerja,. investasi, dan nilai produksi dari empat jenis industri di Kabupaten Garut dipaparkan dalam tabel-tabel berikut ini. 'Iabel 3.35 Kapasitas Industri Berdasarkan Jenis Kabupaten Garut Tahun
2004
2711
1~~:!:hll
I I Formal I
~I !Total I
I
Jumlah Unit Usaha
431 I
13111
15211
7.72911
1.00611
1.5981[31
8.16011
1.13711
1.75011
I
7661
5211
10.8151 53411
11.5811
66911
8.9911
I
Tenaga Kerja
!Formal I
3.56811
3.87811
l·~::ma1ll
32.27311
4.37711
7.2281GI
lTotal I I IFormalll
35.84111
8.25511
8.10411
~I
!Total II I lFormalll
87611
45.5911 2.38211
54.5821
I
lnvestasi (000 Rp)
2.279.411 II
4.340.o7511
2.065.23611 20.851.73011
29.536.9541
5.748.45311
8.337.oooll
~.842.4981117.631.000 II
36.558.9511
8.027.86411
12.677.07511
6.908.23611 38.482.73011
66.095.9051
I
Nllai Produksi (090 Rp)
64.561.84811 56.188.82011
5.746.87511 69.661.66211
191.159.2051
l~:::wul 174.756.9991 100.467.35011
102.470.8751163.955.50011
441.650.7241
!Total
108.217.78011128.617.16211
632.809.9291
11239.318.84711 156.656.17011
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kab. Garut
148
Tabel 3.36 Kapasitas Industri Berdasarkan Jenis Kabupaten Garut Tahun 2003
510 Jumlah Unit Usaha
Fonna111-
I Non Formal I I Total II. I I Formal II I NonFonnalll Total I
601
12311
10311
4711
7.72911
82611
1.59811
38211
10.5351
8.0;;111
94911
1.70111
42911
11.1361
8.3571
I
Tenaga Kerja
3.26811
3.11011
10111
61811
31.37311
3.99711
7.25811
1.70811
44.3361 .
7.76711
7.95911
2.32611
52.6931
34.641
I
I
Investasi (000 Rp)
I
2.086.27111
4.154.ooo 11
1.989.50011 18.003.50011 26.233:2111
Non Fonnalll
5.748.45311
1.130.00011
5.107.99811 16.631;00011·..34.617.4511
Total II
7.834.72411
11.284.ooo 11
7.097.49811 34.634.soo 11 60.850. 122 I
Formal
Nilai Produksl (000 Rp)
Formal INonFormalll
I
I I
32811
I
60.200.841 II
53.171.79011
174.756.99911
64.210.10011
Totalll 234.957.84011 111.442.49011
I
5.179.12511 62.689.29oll 1si.241.046I 102A10.81s
I
63.955.50011405.454.0741
101.650.00011126.644.79011586.695.120 I
Sumber : Dinas Peindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kab. Garut
Dari segi jumlah usaha dan jumlah tenaga kerja yang diserap, UMKM di K.abupaten Garur memegang peran penting. Namun jika dilihat dari kontribusinya ke.PDRB Kabupaten Garut kelompok usaha ini belum memberikan kontribusi yang berarti, yakni pada tahun 2004 hanya 5,54% (Rp. 520 miliar dari Rp. 9,4 triliun-Tabel 3.37). Selain itu, apabila dilihat dari komoditas pertanian yang dihasilkan daerah 149
ini, maka dapat disimpulkan bahwa komoditas pertanian sebagian besar diperdagangkan dalam bentuk bahan mentah tanpa melalui proses pengolahan. Sehingga nilai tambah yang seharusnya dapat diperoleh daerah ini berpindah ke daerah-daerah lain terutama ke Jakarta dan . Bandung. Tabel 3.37 Perkembangan Jumlah dan Volume UKM di Kabupaten Garut Tahun 2003-2004
81 OJI
.
Uraian
I
..
~~,~~:
~.:..
21n·~0· · -.t_,··>"'·:.
.· ]!:
~·
2~0~
. :
.
I
1Perkemban1an (%) •
3.195 Unit
II
5.045 unit
I
57,9031
Rp. 202.562.107.000
I
Rp. 236.588.545.002
16,7981
[Tijvoiume Usahall Rp. 374.462.580.000
II
I
Rp. 520.380.639.300
01 01 01
Jumlah UKM 11 J~::idal
I
Aset
11 Rp. 231.500.598.ooo 11
Modal luar
Rp. 68.109.339
11.
[Ill Tenaga Kerja I
9.519 orang
II
II
Rp. 291.501.409.675 Rp. 143. .109.500 13.100 orang
I I I
I
38,9671 25,9181 110,1111 37,6191
Sumber : Kabupaten Garut dalam Anglea
3.3.4 Related Supporting Dilihat dari sektor hulu, yaitu ketersediaan jenis bahan baku yang dapat diolah menjadi produk makanan, kabupaten Garut mempunyai potensi yang baik, Namun dari sisi sektor pendukung lainnya seperti industri pengemasan dan industri pemasok bahan penolong, daerah ini sangat tergantung pada daerah lain. Dari sektor · transportasi relatif tersedia. Sementara industri keuangan seperti telah digambarkan terdahulu, dilihat dari sisi kelembagaan sudah tersedia (lihat butir 1.3 di atas ). Tabel berikut, misalnya memberikan gambaran tentang perkembanganjumlah danvolume usaha koperasi di kabupaten Garut pada tahun 2004.
150
Tabel 3.38 Perkembangan Jumlah dan Volume Usaha Koperasi di Kabupaten Garut Tahun 2003~2004 No I
2fl03
2004
Perkemballgo (%)
Jumlah Koperasi
971 unit
994unit
2,369
- Kopcrasi Non KUD
936unit
959unit
2,457
- KUD Mandiri
35 unit
35 unit
-
226.425 orang
226. 705 orang
0,124 0,002
Uraian
2
Jumlah Anggota Koperasi
3
Jumlal) Modal Koperasi
Rp. 267.828.606.000
Rp. 267.834.206.000
4
Volume Usaha
Rp. 193.557.190.000
Rp. 193.585.502.000
0,015
5
SHU
Rp. 3.492.010.000
Rp. 3.355.544.000
{3,908)
113 orang · 1.542 orang
113 orang 1.542 orang
-
6
Manajer
7
Kmyawan
Sumber : Dinos Koperasi dan Pasar Kabupaten Garut, 2005
3.3.S Deskripsi prom Kabupaten Garut dalam kerangka "model berlian' Michael Porter Berdasarkan uraian di atas, maka dapat cligambarkan kerangka Model berlian Michael Porter untuk Kabupaten Garut sebagai berilrut:
151
...... ...,
'c:.-t•
_
.............. _.bqUI, ftMMpwlat:afJ;t ,din
_~-- ...........,.._ .....
~-.
din
.,.... ..... ...,_,,..........,, ,......._,_........, _.,.........,._, .,.. ...... ......... .......
dlri-llirl
................ -pqofllwt. ........ -..
_111111
...................... ,......... ~ ....
polnl
Gambar 3.S Kerangka 'Model Berlian" Michael Porter Kabupaten Garut
152
BAB IV SISTEM INOVASI PADA KLASTER INDUSTRI MIKRO K.ECIL AN MENENGAH BIDANG MAKANAN OLAHAN Dl KABUPATEN BANDUNG, KABUPATEN SUBANG DAN KABUPATEN GARUT
4.1
GAMBARAN SISTEM INOVASI DI
3
KABUPATEN
Bab ini menggambarkan dan membahas kondisi sistem inovasi pada industri mikro, kecil dan menengah di kabupaten Subang, kabupaten Bandung, dan kabupaten Garut. Aspek yang dibahas dan dianalisis terutama berkaitan dengan tingkat saling keterkaitan antara unsur sistem inovasi, yaitu industri (dalam hal ini UMKM), lembaga litbang, dan lembaga pendidikan tinggi serta sektorpendukung lainnya seperti sektor keuangan/pembiayaan dan institusi pendukung seperti lembaga-lembaga penghubung dan aktor-aktor sistem inovasi yang ada di daerah. Penekanan pada aspek saling keterkaitan antar unsur sistem inovasi ini disebabkan aspek pembelajaran yang dapat diperoleh dan menjadi inti atau salah satu faktor utama sumber peningkatan daya saing yang berkelanjutan. 4.1.1 Profil UMKM berdasarkan status dan jenis produk Telah dilakukan survey terhadap beberapa UMKM makanan olahan di ketiga kabupaten yang dilakukan oleh petugas survey dari · Dinas Koperasi dan UKM Kah Bandung, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kab Garut dan PusatInovasi untuk daerah Subang. Responden dipilih berdasarkan masukan dari dinasdinas terkait. Jumlahresponden yang disurvey adalah:
1-53
l
\
Tabet 4.1
Jumlah responden
;.._:====---=K=a:::~::::u~a=t=en========l JumlabResponden-
J
j~B~an==dun=1==--g·-----======-~ --=-___:=5=-2-========:1 I 1 G_a=ru=-t ___::.:___=====-1 41 -·--] I Subangj .-----2-6---'--==.,I ;._I
~====~:__-====--========I TOTAL -JI Dilihat dari bidang usahanya, disurvey adalah sebagai berikut:
J
119
maka profil UMKM yang
[~iiiiiiiiiT~~~;f1f'~-,..T:':7:~r--:-~---r~~,
:;. . _.: ·---·
10
..
JO
Jumlah
Gambar 4.1 UMKM yang disurvey
Gambar diatas menunjukkan babwa UMKM yang disurvey di ketiga kabupaten di jawa barat pada dasarnya terdiri dari 5 jenis produk yaitu kerupuk/keripik, opak/rangginang, dodol/wajit, kalua jeruk dan keremes. Ada beberapa produk sejenis yang diproduksi di ketiga kabupaten iru yaitu kerupuk/keripik dan opak/ranginang, namun ada pula produk yang khas lokal dengan memanfaatkan bahan baku lokal, yaitu dodo) strawberi serta kalua jeruk dari kabupaten bandung, keremes dari garut dan dodo) nenas dari subang
154
Dilihat dari jenis badan usahanya, sebagian besar UMKM yang disurvey adaJah usaha perorangan, 1 PD dan 5 badan usaha lainnya. Hanya sedikit UMKM produk makanan olahan ini yang berbadan hukum. Hal ini mengindikasikan belum tumbuhnya kesadaran untuk mengelola usaha secara lebih profesional dengan orientasi jangka panjang. Perlu dilakukan fasilitasi yang intensif unti.i.k. meningkatkan jumlah UMKM yang berstatus badan hukum. Selain itu, dengan status badan usaha yang mayoritas perorangan skema-skema penguatan inovasi bagi para UKM menjadi sulit dilakukan secara efektif karena, antara lain, ketidaktersediaan data historis dari perusahaan yang diperlukan baik dalam merancang program kegiatan, pemantauan pelaksanaan program, dan evaluasi secara terukur hasil program atau kebijakan penguatan inovasi dan daya saing UKM tersebut.
0 --0-
Gambar 4.2 Jenis Bahan Usaha Responden
Walaupun di Kab Subang telah ada program peningkatan kelas untuk IKM dari non formal ke formal yang dinyatak:anmencapai nilai kesuksesan 35%, namun rupanya program ini kurang menyentuh UMKM di bidang makanan olahan. Hal ini dapat dilihat dari komposisi UMKM dalam kategori perorangan sebesar 96%.
155
4.1.2 Pengembangan produk dan orientasi pasar Dari keseluruhan UMKM yang disurvey,hanya 7% (8 UMKM) yang mengaku mengeluarkan produk barn dalam 3 tahun terakhir ini. Hanya ada satu UMKM yang mengeluarkan 5 produk barn yaitu dodo} strawberi, yang lainnya hanya mengeluarkan I - 2 produk baru. Sangat menarik untuk diamati bahwa usaha dodo! strawberi yang relatifbaru dengan memanfaatkan perkembangan usaha budidaya strawberi dapat menggandakan omsetnya dari 60 juta (dari 1 jenis produk) menjadi 360 juta (dari 5 jenis produk) dalam 1 tahun. Berbeda dengan kaluajeruk yang sudah lama menjadi salah satu makanan khas di Kabupaten Bandung namun ternyata kurang menunjukkan pertumbuhan yang berarti, terutama tanpa adanya perubahan I inovasi produk maupun proses. Fakta ini mengindikasikan adanya pengelolaan perusahaan berorientasi kepada pasar. Kemampuan melakukan pengembangan produk dari 1 jenis menjadi 5 jenis produk dalam satu tahun merupakan salah satu contoh adanya strategi perusahaan yang memberikan penekanan kepada kebutuhan pelanggan. Sementara perusahaan-perusahaan lain yang sudah lama beroperasi tidak mempunyai kemampuan dan/atau keinginan untuk memberikan respons terhadap permintaan pasar. Sebagian besar (94 %) mengaku tidak mengalokasikan basil penjualannya untuk biaya penelitian dan pengembangan, namun demikian ada 4 UMKM yang mengalokasikan antara 0 - 10 %, 1 UMKM mengalokasikan 10 - 15 % dan 2 UMKM mengalokaikan lebih dari 15 % basil penjualannya untuk kegiatan pengembangan penelitian dan pengembangan produk. Dilihat dari jenis kegiatannya, keseluruhannya merupakan kegiatan pengembangan, tidak ada kegiatan penelitian terapan apalagi dasar. Areal pasar dalam tiga tahun terakhir ini dinyatakan oleh sebagian besar UMKM sebagai tetap (60 % dari keseluruhan UMKM yang disurvey), namun 22 % UMKM menyatakan arealnya berkurarig dan 17 % menyatakan bertambah. Jika dilihat kondisi per kabupaten · maka kondisinya adalah sbb:
156
Gambar 4.3 Areal pasar dalam 3 tahun terakhir Sedangkan dari sisi orientasi pasar, bampir seluruhnya berorientasi lokal (dalam propinsi). Hanya 8 % (6 UMKM di Bandung
dan 4 UMKM di Subang) yang juga berorientasi nasional, clan hanya 3 % (4 UMKM di Bandung) yang menyatakan berorientasi eksport. Hal ini merupakan implikasi, antara lain, dari skala usaba yang kebanyakan skala mikro. Pada segmen usaha ini, pada umumnya para 'pengusaha' mempunyai tujuan hanya untuk mempertahankan h.idup. Sementara tujuan urituk mengembangkan usaha ke skala yang lebih besar sering tidak dipikirkan. Hal ini terungkap misalnya dari kenyataan sangat sedikit UMKM dalam kategori ini yang menyatakan bahwa PERTUMBUHAN usaha merupakan salah satu tujuan perusahaan. ltulah sebabnya, upaya-upaya untuk memperluas cakupan pasar sering tidak mendapat perhatian secara serius.
4.1.3
Aspek Kelembagaan Pembiayaan
Untuk dana investasi, sebagian besar (83 % responden) rnemakai modal sendiri, 12 % memanfaatkan pinjaman Bank,' I % dari koperasi, I % dari modal ventura dan 4 % dibantu sumber lainnya. Sedangkan untuk: modal kerja, semua responden di Kabupaten Bandung dan Garut serta 85 % responden di kab Subang menyatakan 157
mengeluarkan modal sendiri. Selain itu, mereka mendapatk:an tarnbahan modal kerja dari sumber lainnya yaitu: Tabel 4.2 Sumber Pembiayaan Untuk Modal Kerja
I Teman/masl'.arakat
I sekitar
Bandun
'I
J[_
[K~erasi UM dr pembeli/agen
Garut
4%
[_ 8%
Modal ventura
II
6%
Lainnya
iL4%
I
[ [ [ ~[
II
SubangJ
I
,[
__ J
Bank
I
2%
[
5%
J
2~1 NA [ 5%
I[
4%
!
27% 23% -
Seperti terlihat pada Gambar4.2., lembaga pembiayaan seperti bank masih sangat menarik bagi UMKM di Kab Garut dan Subang namun tidak banyak UMKM di Kab Bandung yang memanfaatkannya. Selain itu, pemanfaatan modal ventura cukup signifikant di Kab Subang namun tidak demikian halnya di dua kabupaten lainnya. Kondisi ini mungkin terkait dengan kebijakan Pemda Subang yang mempunyai proram peningkatan daya saing industri kecil dan menengah antara lain berupa bantuan peminjaman modal yang disalurkan melalui BPR dan BPD.
4.1.4 Jenis Pembeli dan Keterkaitan UMKM Profit pembeli dari UMKM yang disurvey adalah sebagai berikut: PTOftlPembell 100%
158
Gambar 4.4. memperlihatkan bahwa di kab Bandung, pembeli terbanyak adalah pembeli perorangan namun di Kab Garut dan Subang, pembeli terbanyak adalah pedagang. UMKM yang menjual produknya ke agen, ritel dan pembeli lainnya masing-masing kurang dari 20 %...
Hal ini ada kaitannya dengan skala usaha yang sebagian terbesar · tergolong dalam sektor usaha mikro. Selain itu, orientasi pasar seperti disebutkan di atas juga berkontribusi terhadap kondisi profil pembeli produk UMKM irii. Gambar .. juga memperlihatkan bahwa persentasi pembeli kategori pedagang di kabupaten Garut dan kabupaten Subang lebih dua kali lipat dari yang kondisi kabupaten Bandung. Selain faktor orientasi pasar seperti disebutkan di atas, faktor kondisi permintaan dapat menjelaskan hal ini. Dengan kondisi jumlah penduduk dan per kapita yang rendah di kabupaten Garut dan Subang memaksa pare pengusaha untuk melempar hasil produksinya ke pasar lain di luar daerah (lihat gambar areal pasar). UM:J{Mjuga mendapatkan berbagai jenis masukan/bantuan dari pembeli seperti digambarkan berikut, Oambar 4.5. memperlihatkan bahwa di Kabupaten Bandung, lebih dari 90 % menyatakan menerima bantuan/masukan dari pembeli, paling banyak dalam bentuk uang muka, mutu produk dan bantuan lainnya. Di Kah Garut, kurang dari 50 % yang menyatakan menerima bantuan dari pembeli, paling banyak dalam bentuk mutu produk. Sedangkan di Kab Subang, sekitar 60 5 UMKM menyatakan menerima bantuan dari pembeli, terutama dalam hal mutu produk dan peningkatan proses produksi.
159
.......... n/b•nlu•n yang dlterlm. darl p•m bell UllKll di Kab Bandung, Ga rut dan Su bang
rungan
•l•h
30"-'
""""""-
"'" ....
....
...
""
"'
...
... .... ...
........ ...
....
Gambar4.5 UMKM memanfaatkan berbagai sumber informasi untuk meningkatkan kemampuan teknisnya (Gambar 4.5.). Pelatihan publik yang diselenggarakan oleh Pemda/departemen teknis setempat merupakan sumber utama dalam peningkatan kemampuan teknis para UMKM di ketiga kabupaten. Temuan ini mempunyai implikasi bahwa kebijakan dan program yang diarahkan untuk meningkatkan interaksi antara UMKM dengan para pembeli perlu terns didorong. Misalnya melalui pameran, temu konsumen, temu industri, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang secara khusus dirancang. Pada program dan aktifias seperti ini, pihak pelaksana program perlu mengekspos UKM yang dengan karakteristik punya potensi untuk bertumbub. Dengan kata lain, target sasaran UMKM yang akan diperkuat harus jelas sehingga basil basil yang diharapkan a.kan lebih optimal dan program dapat dievaluasi secara terukur. 160
-.u•b•r bag
••I
Inform untuk panfngkatan kamam puan teknl• I UM KM d I Ka b Bandung, Ga ru I d an Sub an g 70%
30%
2°" 1°" °" •P•l•rlh•tt Oep(.
Publllt
{Pttndt
&
Gambar4.6 Sangat menarik untuk diamati bahwa di Kab Bandung, sumber informasi penting lainnya adalah dari perusahaan lainnya di sekitar sentra (20 %) diikuti oleh pembeli/peagan/agen (16 %) baru kemudian lembaga pelatihan swasta (11 %). Sementara lembaga riset dan Universitas tidak dianggap sebagai sumber informasi penting bagi responden di kabupaten ini. Di Kab Garut, ada beberapa responden (6 UMKM atau 14 %) rnenyatakan tidak ada sumber informasi bagi peningkatan kemampuan teknisnya. Sumber informasi yang dianggap penting adalah sumber lain yang tidak disebutkan secara spesifik (26 %), kemudian pembeli/ pedagan/agen (7 %). Sebaliknya di Kab Subang, sumber informasi lain yang dianggap penting adalah lembaga riset (23 %) dan universitas (7 %). lni menunjukkan bahwa walaupun dampak kegiatan lembaga riset dan universitas terhadap peningkatan kemampuan teknis para UMKM
161
secara rata-rata masih dianggap sangat rendah, narnun di kabupaten ini keberaaannya cukup dirasakan. Hal ini cukup relevan dengan kenyataan bahwa di Kab Subang memang tersedia Lembaga Riset yang dapat membantu UMKM dalam meningkatkan kemampuan teknisnya sedangkan di Kab Garut tidak ada lembaga riset. Kabupaten Bandung sebenarnya memiliki beberapa lembaga riset, namun mungkin bidangnya kurang sesuai untuk membantu UM.KM produk makanan olahan. 4.1. 5 Kerja Sama an tar UM.KM dalam Sentra
Di Kab Bandung dan Kab Subang, lebih dari 60 % responden ( 33 dari 52 UM.KM di Bandung dan 17 dari 26 UMKM di Subang) menyatakan tidak ada kerjasama antar UMKM dalam sentra, sedangkan di Kab Garut, hanya 15 % responden (6 dari 41 UMKM) yang menyatakan tidak ada kerjasama dalam sentra. Dari responden yang menyatakan ada kerjasama, diperoleh gambaran mengenai kecenderungan jenis kerjasama yang pernah dilakukan sebagai berikut: ......r-~~~~~~~~~~~~~--. kerjaaama antar UMKM dalam sentra
20% 0% 38%
•Pemasaran
2%
oProcJuksi • PengadaanbM baku
11%
EJ Pengadaanperalatan dan mesin
11%
Gambar4.7
162
60%
Kecenderungan jenis kerjasama yang dilak:ukan di ketiga kabupaten cukup berbeda. Di kabupaten bandung, kerjasama produksi (40 %) dan pemasaran (38 %) adalah yang palingpenting. Di Kabupaten Garut, kerjasama dalam pengadaan bahan baku (60 %) dianggap sangat penting. Hal ini berkaitan dengan manfaat efisiensi kolektif yang dapat diperolah dari kerjasama tesebut. Dalam bidang kerjasama pemasaran (38 %) respondent di kabupaten Garut melakukanjenis kerjasama ini. Di Kabupaten Subang, kerjasama pemasaran (45 %) yang terpenting lalu kerjasama produksi (36 %). lnformasi ini menunjukkan bahwa
kerjasama antar UMKM yang mendominasi di tiap daerah sangat tergantung dari karakteristik dan kebutuhan tiap daerah, namun demikian dapat disimpulkan bahwa kerjasama dalam bidang pemasaran dianggap penting oleh semua daerab. lnteraksi UMKM dalam Sentra juga dapat dilihat dari banyaknya UMKM yang membeli/menjual produk atau bahan baku dari/ke perusahaan lain dalam Sentra. membell produk/bahan baku dari
100% 50%
0%
~Ya OTidak
Gambar 4.8
163
I pemasok perusahaan
produk/bahan
baku bagi
lain dalam Sentra
100% 50% 0% ~Ya OTidak
Gambar 4.9 Dua gambar diatas menunjukkan bahwa di Kabupaten Bandung dan Garut, banya sedik.it UM.KM (kurang dari 30 %) yang menyatakan membeli atau menjadi pemasok produk/bahan baku dari/ke perusahaan lain dalam sentra. Di Kabupaten Subang, lebih dari 50 % UMKM yang menyatakan membeli atau menjadi pemasok produk/bahan baku dari/ ke perusahaan lain dalam sentra. Hal ini menunjukkan bahwa jejaring perdagangan (tradenetwork) telah berkembang di Kab Subang namun belum begitu berkembang 'di dua kabupaten lainnya.
4.1.6 Hubungan dengan Lembaga Riset, Uoiversitas dao Penyedia jasa laionya Jenis-jenis lembaga atau institusi pengbubung yang sering dirninta bantuannya oleb UMKM dapat dilibat pada Tabet berikut ini.
164
111•n penyedl• Jan yang dim lnta bantuanlnulhet )8N palatlhanoleh UMKM
mn
50%
blanla
_,,.--:--------.J!lr--------,
""' _J..t---------mr--------i ..J..t---------::fl.ilt---------i 35" _J..t-------30% ..J..t-------40%
25"
..JA---------
20%
..u-----1!llr--------
15% 10%
5"
m Lombega
Ponelnian
°"
OUnlvetlltas 1ZiJ Perosahaon ska/a besa/
m Pombell, pedagang, agoo l':!)Asos/asl industrl l?)KADIN IS]LSM. BOS
!Z111dal
Gambar 4.10 Garnbar diatas menunjukkan bahwa di kabupaten Bandung, masukan terbanyak diperoleh dari pembeli/pedagang/agen dan LSM/ BDS, kemudian perusahaan skala besar. Masukan dari lembaga riset dan universitas tidak terlalu signifikan. Di Kab Garut, sebagian besar responden (50 %) menyatakan tidak menerirna masukan apapun dari institusi pendukung, ada 39 % responden yang menyatakan menerima bantuan dari sumber lain dan 9 % responden menerima bantuan dari pedagang/pembeli/agen. Di kab Subang, 27 % responden menyatakan menerima masukan dari lembaga riset serta sumber lainnya, dan 15 % responden menyatakan menerima masukan dari LSM/BDS.
165
Adanya KADIN, asosiasi industri serta konsultan kurang atau bahkan tidak dirasakan oleb responden di ketiga kabubaten yang disurvey. Hal ini makin memperkuat temuan sebelumnya bahwa kerjasama antara penyedia teknologi dan pengguna di Kabupaten Subang sudab mulai terjalin, namun tidak di dua kabupaten lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa pertalian antar pelaku utama sistem inovasi masih sangat rendah. Kondisi para UMKM di kabupaten Garut tidak mempergunakan jasa dari lembaga litbang dan universitas dalam pengembangan usaha dan peningkatan kemampuan teknisnya secara implisit bermakna bahwa UMKM di daerah ini belum menyadari arti pentingnya inovasi dan teknologi bagi keberhasilan perusahaan. Pemerintah kabupaten Garut tidak memperbaiki keadaan ini, maka hampir dapat dipastikan babwa dalam jangka panjang daya saing industri di daerah ini akan terus menurun. Pada era persaingan yang semakin ketat saat ini, inovasi dan teknologi merupakan salab satu unsur yang sangat penting dalam menentukan daya saing perusahaan . ..... cler1 peny<Mlla j ... oleh UMKM Makanan Olahan di Km Bandung,a.rut clan Bubang
2"
Gambar 4.11 166
""
Secara rata-rata, pelatihan ketrampilan teknis, jasa pemasaran dan manajemen dibutuhkan oleh responden di ketiga kabupaten. Selain itu, jasa keuangan dan pembukuan/akuntansi cukup banyak diminati oleh responden di Kab Bandung dan Subang namun tidak di Kab Garut.
Dapat dilihat bahwa pelatihan dan keterampilan teknis merupakan salah satu jasa yang paling sering diminta oleh para UMKM di ketiga daerah ini. Hal ini semakin memperkuat kekhawatiran daya sain~ UMKM di kabupaten Garut dimana pada UMKM-nya tidak terekspose kepada tiga sumber utama (informasi) keterampilan teknis, inovasi, dan teknologi, yaitu lembaga litbang, perguruan tinggi, dan konsultan seperti dibahas di atas. '
•
4.1.7 Layanan Bantuan oleh Business Development Services (BDS) Dari survey yang dilakukan, responden di Kab Garut dan Subang seluruhnya menyatakan. tidak mengetahui keberadaan BDS. Sementara 22 responden (42 %) di kabupaten Bandung menyatakan tidak mengetahui keberadaan :SOS; 'dan responden yang mengetahui keberada~Il:BDS menyatakan kinerja BDS· biasa-biasa saja. 4.1.8 Layanan Koperasi Gambar 4.12. menunjukkan bahwa di Kab Bandung, 58 % responden menyatakan menerima bantuan dari koperasi terutama dalam hal pengumpulan dan penyebaran informasi pasar serta pelatihan. Di Kab Garut, kurang dari 20 % yang menyatakan menerima bantuan dari koperasi, dan banyak diantaranya yang menyatakan tidak ada koperasi dalam komoditi dimaksud. Di KabSubang, lebih dari 60 % responden menyatakan menerima bantuan dari koperasi yang cukup merata dalam keenam jenis layanan yaitu informasi pasar, distribusi, pengadaan bahan baku, pengadaan peralatan, pelatihan dan keuangan. Karakteristik UMKM makanan olahan di kabupaten Garut seperti ditunjukkan pada Gambar 4.12. layak mendapat perhatian. Kalau di kabupaten Subang dan kabupaten BAndung secara umum, intensitas UMKM yang menggunakan berbagai jenis layanan dari
167
s
koperasi relative cukup tinggi, mesk.ipun sebanyak 42% responden di kabupaten BAndugn menyatakan tidak mernpergunakan layanan koperasi. Sementara kabupaten Garut UMKM yang memanfaatkan berbagai jenis layanan koperasi di bawab 10%. h dltarlmaoleh UMKM dari Koperasi
"°" 30%
20%
r
10%-i/
0%
+ I
."""""""'"''*"'~lriorrraslOOil:ll'lbtll/dlwlJ)IJIWlrrtJllTlpeUitl811
~a~blnll
I
D~ps>/-d!w!rrasln
·~ •F'Wa8/wJ
aLllf>.Uln
.,_odo
Gambar4.12
168
4.1.9
Aliran dan Pertukarao Pengetahuan
Dari survey yang dilakukan, hampir seluruh responden di ketiga kabupaten menyatakan tidak mengalokasikan anggaran untuk informasi teknologi (komputer, telpon dll), hanya ada satu responden di Kab Bandung yang menyatakan mengalokasikan anggaran untuk ha] ini walaupun masih dirasa kurang. Alokasi anggaran yang rendah dalam bidang teknologi informasi dam komunikasi ini dapat disebabkan oleh orientasi pasar yang sebagian besar masih lokal. Sarana teknologi informasi dan komunikasi yang sudah ada dirasakan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan. Karakteristik pembeli yang mayoritas berupa peroranganjuga dapat menjelaskan rendahnya tingkat perhaitn UMKM terhadap peran tek:nologi informasi dan komunikasi terhadap daya saing perusahaan. Dengan kategori pembeli seperti itu, maka para UMKM tidak merasakan adanya kebutuhan untuk berinvestasi dalam · bidan teknologi informasi dan komunikasi ini. •"
UMKM mengalokasikan anggaran untuk pelatihan karyawan 100% 50% 0%
I!!!! Ya, tdk setiap thn
12%
39%
23%
88%
61%
62%
O Ya, setiap thn I!!!! Tidak
ambar
15%
.1
Dari segi pelatihan karyawan, lebih dari 60 % responden menyatakan tidak mengalokasikan anggaran untuk hat ini. Responden yang mengalokasikan anggaran untuk pelatihan walaupun tidak setiap tahun ada 12 % di kab bandung, 39 % di kab garut dan 23 % di kab
169
subang. Hanya ada 15 % respondedn di kab Subangiyang-menyatakan mengalokasikan anggaran untuk pelatihan setiap-tahunnyai Sumber informasi bagi pengembangan- perusahaan /tJMKMI yang paling tinggi adalah dari dalam perusahaan- sendiri, namun. demikian responden di Kah Garut mengaku bahwa- sumber informasiterpenting adalah dari pemasok/pembeli. Paten, pamerarn konferensi dan seminar dianggap sebagai informasi penting:bagj.40lo/o.responded.n di kab bandung, namun hanya dinyatakan oleh- 1:2' % responden dari kab Subang dan tidak oleh responden di garut. Peran dari universitas/lembaga riset pemerintah-dianggap-lebih rendah daripada peran pesaing, konsulan, lembaga.riset swasta, Temuan kembali mengkonfirmasi bahwa lembaga litbangidan perguruanitinggi masih belum merupakan sumber peningkatanikemampual1'teknisJ~agi mayoritas UMKM. Para pengambil kebijakamdi.daeraluperlu.mengatasi kesenjangan ini dengan menyelenggarakan ~:oognam-pr"'°grall:l1 ~ng langsung menyentuh kebutuhan para UMKM se~~ tepat sasatan, _ Gambaran UMKM di kabupaten Garun sepenti
170
........... ......._.
bagl pengembangan
40% 20%
afam perusahaan sendirl
afen, ,,,.,,_, konfelensi, dan
Gambar 4.14 Dalam hal pertukaran pengetahuan seperti ditunjukkan pada Garn bar 4.15, hanya 10% responden di kab bandung yang menyatakan bertukar pengetahuan/ pengalaman/informasi dengan perusahaan lain yang sejenis di dalam negeri. Sebaliknya 56 % responden di Kab Garut dan 73 % responden di kab Subang menyatakan bertukar pengetahuan/ pengalaman/informasi dengan perusahaan lain yang sejenis di dalam negen.
171
ertukaran pengetahuan/informasi/pengalaman dengan perusahaan lain di dalam negeri 100% 50% 0%
Bandung
Ga rut
~Ya
10%
56%
73%
OTidak
90%
44%
27%
Subang
Gambar 4.15 Gambar 4.16 menunjukkan bahwa pertukaran pengetahuan dengan perusahaan lain di luar negeri tidak. dilakukan oleh responden di kab Bandung dan garut, namun ada 8 % responden di kab Subang yang menyatakan bertukar pengetahuan/pengalaman/ informasi dengan perusahaan sejenis lainnya di luar negeri . ..,.....,....,... getahuan/informasl/pengalaman dengan perusahaan lain di luar negeri 100%
50%
Bandung ~Ya
O Tidak
Gambar 4.16
172
100%
100%
4.1.10
Kepemilikan
HKI
Kecenderungan UMKM yang memlliki HKI 100% 80% 60% 40% 20% 0%
Bandung
!!!Paton
2%
CJ Marek
12%
• Rshssls Dsgsng
2%
QHBkClpts
2%
I!!Dlsslnlndustrf
2%
fllT/dBkBdB
Gsrut
-88"
Gambar 4.17
Dari hasil survey, diperoleh gambaran bahwa kesadaran akan Hak Kekayaan intelektual sangat rendah di kabupaten Bandung dan Garut. Di Kabupaten Subang, 58 % responden menyatakan telah memiliki merek, namun tidak memiliki bentuk HK! Jainnya. Peningkatan kesadaran akan adanya dan pentingnya HKI lainnya, seperti rahasia dagang, perlu ditingkatkan dalam rangka mengantisipasi semakin ketatnya persaingan. 4.1.11 Profil Responden Gambar 4.18 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para responden yang berpendidikan SLTA/SMU ke atas di kctiga kabupaten masing-masing di bawah 40%. Suatu profil pengusaha atau pengurus VMKM yang kurang menggcmbirakan. Dapat diprediksi kemarnpuan para UMKM untuk dapat bersaing di pasar nasional atau internasional akan sangat terbatas. 173
~~~ 20%
~~~
10% 0%
Bandung
G81111
• Tldak tamat SD
2%
E]Tamal SD
15%
17"
•Tamai SMPISLTP
23%
37"
a TamaiSLTAISMU
33%
32"
Subang
!!!Diploma 1dan2
!!! Satjana (Sf)
4%
ea TldakJawab
23"
feK
Gambar 4.18 4.2
ANALISA FAKTOR-FAKTOR PENENTU DAYA SAING DAN SISTEM INOVASI PADA KLASTER
174
UMKM DI TIGA
KABUPATAN JAWA BARAT
-~
...!!
175
176
177
178
179
4.3
PENERAPAN
SISTEM INOVASI DAN PENINGKATAN
PERUSAHAAN:
KASUS INTERAKSI
JMKM
DAYA SAING
MAKANAN OLAHAN
BERBASIS NENAS DJ KABUPATEN 8UBANG1
4.3.1 Latar belakang kelompok produsen produk olahan berbasis nenas dalam sentra Produksi dodo! nenas pertama kali diperkenalkan pada masyarakat Subang pada tahun 1997 oleh Dinas Pertanian setempat. Saat itu Dinas Pertanian mengadakan pelatihan tentang cara pembuatan dodo! nanas kepada masyarakat Jalan Cagak yang wilayahnya berada di sekitar perkebunan nanas. Pelatihan tersebut diikuti oleh sekitar 30 peserta. Pasca pelatihan, para peserta membentuk suatu kelompok produksi dodol nanas yang diberi nama "Mekar Sari" yang pada saat itu beranggotakan 28 orang. Lokasi produksi berada di kediaman salah seorang anggota yang kemudian ditunjuk sebagai ketua kelompok. Sejak saat itu produksi dodol nenas dilakukan secara bersama-sama. · Pada awal penjualannya, minat masyarakat terhadap produk dodol nanas masih rendah. Banyak dodol yang telah diproduksi tidak terjual, stok menumpuk hingga kondisinya rusak. Beberapa anggota kelompok berusaha mencari jalan untuk memperoleh pasar, antara lain dengan cara menawarkan langsung ke tempat-tempat yang banyak dikunjungi orang serta meminta bantuan pihak Pemda untuk memasarkannya. Hasilnya cukup lumayan, tapi belum menghasilkan keuntungan dan kondisi seperti ini terus berlangsung hingga kurang lebih selama tiga tahun. Setelah tiga tahun, kurang lebih pada tahun 2000, produk dodol nanas mulai dikenal oleh masyarakat yang ditandai dengan 11
Penelitian lapangan dan penulisan kasus banyak dibantu oleh Ragil Yoga Edi, S.H. UMKM yang menjadi kasus dan sentra nenas yang dibahas dalam kasus ini berada di Desa Tambak Mekar Kee. Jalan Cagak; Subang Kabupaten subang dan peneliti utama. UMKM ini saat ini sering mendapat kunjungan dari berbagai instansi dan para pegawai yang dalam masa persiapan pensiun seperti staff BNJ dari berbagai daerah.
180
meningkatnya permintaan atas produk makanan tersebut. Seiring dengan hal tersebut hubungan dengan pihak lain mulai meningkat baik hubungan dengan konsernen, pemerintah daerah serernpatjuga dengan istansi terkait lainnya. Produk dodo! nanas menjadi populer dikalangan masyarakat bahkan Pemerintah Daerah setempat menjadikan dodol · nanas sebagai produk unggulan dan andalan daerah sebagai diversifikasi pengolahan buah nanas. Melihat kemajuan yang pesat dun peluang pengembungun wirausaha bagi kelompok masyarakat, banyak pihak yang memherikan bantuan kepada Mekar sari. Bantuan tersebut berupa permodalan dan peralatan pengolahan makanan. BPTTG - UPI, Subang merupakan salah satu instansi yang memberikan alat pengolah buah sekaligus memberikan bimbingan teknis kepada kelompok yang ada di sana pada tahun 2001. Beberapa instansi ·Iainnya juga memberikan bantuan peralatan kepada Mekar Sari. Peralatan diinstalasikan di tempat pimpinan kelompok yang memang memiliki areal yang cukup Iuas dan memadai. Setelah pemberian peralatan tersebut, kelompok Mekar Sari mengembangkan produksi tidak hanya pada produk dodo! nenas, melainkan juga beberapa produk baru lainnya seperti keripik buah, wajit nenas, olahan kacang, manisan kering, dan beberapa makanan kering lainnya. Seperti halnya dodo! nanas, produk-prnduk baru tersebut cukup banyak diminati. Seiring berjalannya waktu, pengetahuan dan kernampuan para anggota kelompok kian bertambah. Pada sekitar tahun 2002, eksistensi dan peran kelompok mulai dipertanyakan, terutama menyangkut penguasaan alat-alat produksi milik bersama yang secara de facto
beradadi bawah kontrol pimpinan kelompok. Kelompok dinilai sudah tidak lagi mewakili kepentingan bersama sehingga beberapa anggota yang memiliki pengetahuan cukup memisahkan diri dan membentuk usaha produksi dodo! nenas mandiri. Diantara anggota kelompok yang . memisahkan diri adalah Pak Ade Fatas yang mendirikan produksi dodo! nanas dengan nama Alam Sari. Pak Ade juga telah memodifikasi rasa dan tampilan dodo! nanas sedemikian rupa sehingga memiliki cita rasa yang khas. Saat ini alam sari menjadi produsen dodo! nanas yang
' 181
relatif memiliki daya saing cukup kuat. Dalam uraian selanjutnya, pengumpul data akan menggali informasi lebih banyak tentang pengalaman Alam Sari sebagai UKM yang cukup representatif berkaitan dengan kajian daya saing.
4.3.2 Dampak keterlibatan lembagalitbang 4.3.2.1. Peningkatan Pengetahuan dan Diversifikasi Produk Keterlibatan lembaga litbang dalam kegiatan produksi, terutama dalam bentuk pemberian pelatihan dan peralatan produksi memberikan dampak yang besar terhadap perilaku produksi para perajin dodol nenas. Mereka mulai memahami pentingnya higienitas seluruh sarana produksi. Meskipun sarana produksi yang mereka miliki relatif sederhana dan tradisional, namun higienitas dapat tetap terjaga. Hal ini terbukti dari diperolehnya sertifikasi dari Dinas Kesehatan setempat dimana pengujiannya melalui pemeriksaan baik terhadap proses maupun sarana produksi. Pengetahuan lain yang tampak meningkat adalah dari segi manajemen produksi. Meskipun pemahaman tentang manajemen masih tetap dalam katagori rendah, namun beberapa UKM telah berupaya mengubah cara-cara pengelolaan konvensional ke arah manajemen modern. Salah satu indikasi hal ini adalah dengan dilakukannya pembukuan atau pencatatan atas produksi yang dilakukan. Persaingan produksi juga sudah mulai tampak dalam kinerja antar sesama UKM. Tabel 4.3 Peningkatan Pengetahuan Setelah Berinteraksi secara Intensif dengan Lembaga Litbang
. Higienitas produksi
1
Higienitas mulai menjadi
'. .!~r.a~aik~~--- . . _ ... ·---- _ .J;;:..···:::2n=·o=r=it=as==·--=====:: ![Manajemen Konvensional Manajemen DiperbaikLJ
II
1lJ>ersaingan tidak ada
182
![Persaingan mulai muncul
I
Alam Sari merupakan salah satu contoh UKM yang memperoleh keuntungan dari interaksi dengan lembaga litbang setempat. Sebagai UK,M yang baru berkembang, Alam Sari dengan segera berhasil memperkuat posisi produk melalui strategi pemasaran yang terarah dan terprogram dengan baik, Alam Sari mulai mencari alternatif pengembangan produksi untuk mendukung daya saing dengan produk-produk yang dihasilkan oleh UKM lainnya. Lebih-lebih lagi pihak Pemerintah Daerah sedang mendorong UKM agar melahirkan produk diversifikasi lain dari pengolahan buah nanas dan berjanji akan membantu dalam hal pemasaran. Akan tetapi terbatasnya kemampuan
teknis serta minimnya teknologi yang dimiliki menjadi kendala bagi Alam Sari untuk menghasilkan produk diversifikasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Mekar Sari. Pada saat yang bersamaan, tepatnya pada tahun 2004, LIP! yang dalam hal ini diwakili oleh Pusat Inovasi - LIP! tengah melakukan pengembangan produksi Selai Lembaran. Setelah melakukan uji kelayakan, akhirnya UPI menunjuk Alam sari sebagai UKM percontohan untuk memproduksi Selai Lembaran. Untuk keperluan tersebut, LIP! memberikan 2 (dua) unit alat pengolah nanas yaitu: 1) Chopper atau penghancur buah nanas, (seharga Rp6.500.000,-) . 2) Mixer atau pengaduk dodol/ adonan bubur nanas olahan (seharga Rp13.500.000,-) Meskipun dalam tahap awal produksi Selai Lembaran hanya berskala uji coba, namun ekspektasi pasar atas produk tersebut cukup tinggi. Produk contoh selalu habis dan pennintaan pun meningkat. Sayangnya, produk Selai Lembaran merupakan produk dengan teknologi advance tidak hanya dari proses pembuatan, melainkan juga dari segi pengemasan. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa kemasan yang kurang memadai mempengaruhipenampilan dan kualitas produk. Disamping itu, tanggapan peminat atas produk Selai Lembaran adalah bahwa produk tersebut seharusnya diproduksi dengan skala fabrikasi dan alangkah sayangnya jika diproduksi oleh UKM yang kemampuan teknisnya sangat terbatas. Hingga saat ini, teknik
183
..
pengemasan masih menjadi kendala utama dalam kelanjutan produksi Selai Lembaran. Bersamaan dengan hal tersebut, LIP! yang dalam hal ini diwakili oleh B2PTIG-Subang kembali mengadakan pelatihan tentang proses pembuatan jus , selai curah dan saus nanas. Para pesertanya adalah seluruh produsen dodol nanas yang sebagaian besar adalah "eks. anggota" Mekar Sari. Dari hasil evaluasi diperoleh keterangan bahwa pelatihan ini sangat bermanfaat dan sangat dibutuhkan oleh peserta. Peserta berpendapat bahwa pelatihan seinacam ini sangat mudah dipahami karena materi utamanya adalah praktik pembuatan dimana para peserta terlibat langsung dalam proses pengolahannya. Tabel 4.4 Produk Diversifikasi Olahan Nenas dan Produk Kompetitif Lainnya
I~ ll
PRODUK MAKA.NA!(.
c:c:JI DodolNanas ~I WajitNanas o=JI Jus Nanas· 8=JI Sel~i Nanas Curah IT:::JI Selai Nanas Lembaran CLJI Saus Nanas CLJI KriEik Nanas [I:=] I KeriEik Buah lainnya ~I Enting-enting Kacang
I
.
.
Dalam pelatihan ini, LIP! memberikan tiga macam alat yang dititipkanuntuk dikelola oleh para peserta untuk keperluan produksi. Ketiga alat tersebut adalah : I) Cup Sealer yaitu alat perekat kemasan penutup gelas plasik, 2) Plastic Sealer yaitu alat perekat kemasan plastik, 3) Cup Presser yaitu alat pengepres skrup/tutup botol. Meskipun dipergunakan secara bergiliran, alat ini cukup bermanfaat terbukti dengan adanya beberapa peserta yang telah 184
memproduksi jus, selai curah maupun saus nanas. Keterangan yang kami peroleh menunjukkan bahwa peminat ketiga produk diversifikasi ini cukup banyak apalagi saat menjelang hari raya (terutama produk selai curah untuk bahan pelengkapt kue).
4.3.2.2 Peningkatan Kapasitas Produksi Berdasarkan informasi yang diperoleh dari UKM Alam Sari, alat yang dipergunakan untuk mengolah Selai Lembaran dapat digunakan untuk keperluan pembuatan dodo! nanas dan produk diversifikasi lainnya. Alat penghancur nanas misalnya, alat ini merupakan alat kunci dalam proses produksi seluruh olahan nanas. Sebelum adanya alat ini, proses pembuatan bubur nanas sebagai bahan baku utama dilakukan dengan cara memarut yang dilakukan oleh dua orang. Proses pemarutan dengan cara konvensional ini memiliki kelemahan, antara lain : 1) Melibatkan ban yak orang, 2) Waktu pemarutan lebih lama, 3) Melukai tangan pemarut baik karena gesekan dengan parutan maupun akibat reaksi zat kimia yang ada pada nanas. Kehadiran chopper mampu mengatasi hal tersebut secara efektif. Kerja alat tidak memerlukan banyak orang sehingga membantu efisiensi biaya. Berdasarkan keterangan diperoleh keberadaan alat tersebut dapat mengurangi alokasi biaya untuk pemarutan yang sebelumnya menggunakan 2 (dua) tenaga kerja pemarut dengan biaya Rpl5.000,-/hari untuk setiap orang. Selain efisiensi dari segi biaya yang dihasilkan dari penggunaan alat tersebut tidak terlalu besar, juga diperoleh manfaat lain yang cukup berarti yaitu kecepatan dalam merespon permintaan pasar. Dis amping itu, penggunaan chopper juga mempercepat proses produksi dimana alat tersebut hanya memerlukan waktu 5 (lirna) menit untuk menghancurkan 1 (satu) kwintal buah nanas. Pemarutan dengan tenaga manusia memerlukan waktu sekitar 8 jam untuk menyelesaikan pemarutan. Kompensasi biaya tenaga listrik tidak diperhitungkan karena cepatnya kerja alat dalam proses pemarutan berpengaruh secara 185
.
signifikan menekan biaya pemakaian tenaga listrik. Keluhan luka pada tangan pun tidak ada lagi karena penggunaan alat tidak memerlukan kontak langsung baik dengan alat pemarut maupun dengan buah nanas. Tabel 4.5 Perbandingan Efisiensi tanpa dan dengan Alat
.:Jl1:<.
TAMPA ALAT I I Memerlukan banl:'.ak: orang I Waktu Earut lama I Bial:'.a besar I Melukai Eemarut
ll II
. . DENGAN AlM.· 1 orang OEerator Waktu Earut sebentar
'·
11 · Bial:'.a sedikit 11 Tidak:melukai pemarut
I I I I I
Selain efisiensi sebagaimana telah ditunjukkan di atas, data yang kami terima dari Alam Sari menunjukkan bahwa pembekalan kemampuan teknis dan bantuan peralatan dari LIPI berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan produks. Pada awalnya peningkatan produksi hanya dilakukan berdasarkan permintaan pasar, itupun dipenuhi dalam jumlah yang masih terbatas mengingat alat-alat bantu belum ada. Setelah peralatan bantuan diberikan, peningkatan produksi untuk pemenuhan pasar mulai dapat terpenuhi. Pada Tahun 2005 ini produksi dodol nanas Alam Sari telah mengalami peningkatan hingga mencapai 3 ton lebih per bulan dan direncanakan pada tahun 2006 akan ditingkatkan total produksi sekitar 4 ton per bulan belum termasuk produk diversifikasi lainnya. Tabel 4.6 Total Produksi Alam Sari
I
.
• TAIItJN'~}~) k.ltln TOTAL PRODUKSI
1,2 ton per bulan
l~Ma;1kii~ 1,8 ton per bulan
2,4 ton per bulan
u
2005 >3 ton per bulan
II
20&6
I
Direncanak:an 4 ton perbulan
Data pada Tabel di atas menunjukkan bahwa dengan peningkatan teknologi produksi secara sederhana berupa alat pengupas . : dan pengaduk nenas, dilihat dari sisi produksi, perusahaan mengalami pertumbuhan secara konsisten dari tahun 2002 s/d 2005, yaiilf'rata-
186
rata sebesar 3 6.11 %. Meskipun volume usaha masih dalam skala usaha kecil, namun pertumbuhan yang konsisten tersebut selama kurun waktu 4 tahun merupakan capaian yang signifikan bagi suatu jenis usaha dengan tingkat persaingan lokal yang tinggi. Alat pengaduk pun bermanfaat untuk proses pembuatan dodol : · nanas. Pengadukan berjalan efisien karena tenaga manusia tidak lagi digunakan serta tenaga rotasi pengadukan menghasilkan hasil adukan yang merata. Akan tetapi, alat yang diberikan tersebut dikeluhkan menghasilkan adukan yang gosong. Setelah diselidiki, hal ini disebabkan oleh cacatproduk, yakni kesalahan pada konstruksi stang pengaduk. Seharusnya .garpu pengaduk tidak berspasi sehingga proses sirkulasi pengadukan berjalan secara merata. Pihak Alam. Sari telah mengajukan perbaikan kepada pihak B2PTTG selaku penyedia alat, namun diperoleh informasik bahwa pihak B2PTTG tampak enggan menangani masalah tersebut karena alasan "beli-putus".
4.3.2.3 Pertukaran Informasi antar UKM Meskipun para perajin dodo! saat ini berproduksi secara mandiri, namun interaksi dan komunikasi masih tetap berlanjut. Materi yang biasanya dibahas dalam pertemuan adalah informasi seputar kegiatan produksi dan peningkatan kemampuan teknis. Terlebih lagi, setiap pelatihan dan pembinaan yang diberikan oleh UPI lebih menekankan tentang pentingnya kelompok, terutama dalam pencapaian tujuan bersama. Disamping itu, beberapa sarana yang diberikan kepada mereka pasca pelatihan diperuntukka bagi kegiatan kelompok. Interaksi antar kelompok menjadi intensif, terlebih lagi yang berkaitan dengan pembinaan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, dengan adanya kegiatan pelatihan samakin meningkatkan intensitas penyebaran informasi dan pengetahuan di antara sesama anggota kelompok Selain peningkatan interaksi antar sesama anggota kelompok, peningkatan interaksi juga terjadi dengan Iembaga pembina seperti UPI. Kesadaran akan pentingnya penguasaan teknologi mulai
187
dirasakan seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dan persaingan usaha. Saat ini UKM sudah lebih terbuka dan sering mengunjungi lembaga pembina (dalam hal ini LIP!) baik untuk meminta bantuan, berkonsultasi mengenai masalah teknis dan produksi ataupun hanya sekedar mencari informasi. Bagi lembaga pembina, mengetahui tentang keluhan dan kendala yang dihadapi para UKM merupakan umpan balik bagi peningkatan kualitas dan kapasitas teknologi yang dihasilkannya. 4.3.3 Pemasaran Pemasaran merupakan faktor yang banyak dikeluhkan oleh para produsen. Bagi mereka yang memiliki kemampuan berinteraksi dengan pihak lain, pemasaran tidak menjadi masalah yang rumit. Akan tetapi, bagi sebagian lainnya pemasaran sangat sulit dilakukan. Anggota kelompok UKM juga meminta LIPI untuk mencarikan pasar bagi produk mereka. Sebagian menyatakan bahwa mereka siap memproduksi berapapun kapasitas yang dibutuhkan sepanj ang ada pihak yang mau membeli/menampung produknya. Sejauh ini, mereka yang tidak memiliki akses pasar lebih banyak menitipkan produk-produk mereka di toko-toko, tempat-tempat tertentu atau showroom-showroom yang dimiliki anggota kelompok
lainnya. showroom adalah tempat semacam toko atau galeri untuk menjual produk mereka yang biasanya terletak di pinggir jalan raya. Keberadaan showroom cukup efektif dalam pemasaran, terutama bagi mereka yang memiliki relasi atau pelanggan yang relatif luas. Showroom juga menjadi simbol prestise bagi anggota kelompok. 4.3.4 Hak Kekayaan Intelektual Seperti UK.M pada umumnya, para produsen dodol nanas di Jalancagak belum memahami pentingnya HKI bagi usaha mereka. Hal ini tampak dari kasus masih digunakannya merek Mekar Sari oleh para anggota yang tidak lagi bergabung dalam kelompok Mekar Sari. Bagi · 'mereka yang pemasarannya lemah, mendompleng nama Mekar Sari
188
merupakan keuntungan tersendiri karena reputasi dan jangkauan pasamya. Konfliknama dagang ini akhimya dapat diselesaikan dengan penggunaan nama lain untuk produk dodol mereka, meskipun kata "Mekar" dan "Sari"masih membayangi nama dagang tersebut, misalnya · "Alam Sari", "Retno Sari", "Mekar Jaya", dll. Namun apabila diamati, ada dua alasan mengapa para anggota memilih menggunakan nama dagang lain. Alasan pertama adalah karena adanya konflik yang berimplikasi adanya larangan duplikasi nama Mekar Sari bagi mereka yang telah mengundurkan diri dari keanggoataan kelompok Mekar Sari. Alasan kedua agak bertolak belakang dengan alasan pertama dan lebih bersifat taktis dimana penggunaan merek lain ditujukan sebagai pembeda dari produk dodol yang dihasilkan Mekar Sari. Nama Alam Sari misalnya, berdasarkan keterangan disimpulkan bahwa nama tersebut ditujukan untuk melindungi cita rasa dan reputasi yang berbeda dengan Mekar Sari. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan pada saat itu dimana pada awalnya konsumen hanya mengenal Mekar sari sebagai nama dagang bagi dodo! nanas. Konsumen belum mengetahui telah ada produk dodo! nanas lain yang citra rasanya telah dimodifikasi. Karenanya, penggunaan nama dagang lain menjadi hal yang sangat strategis untuk dilakukan. Ironisnya, dalam sudut pandang hukum merek penggunaan nama-nama tersebut di atas tidak memenuhi syarat untuk didaftarkan karena nama-nama dagang tersebut pada umumnya telah didaftarkan sebagai merek produk lain. Bahkan nama Mekar Sari sekalipun yang notabene adalah merek dagang yang pertama digunakan untuk produk dodol nanas. Hal ini diperkuat dengan informasi dari Dinas Depperindag setempat yang menolak membantu mendaftarkan merek dagang sebagaimana yang mereka gunakan saat ini. Dua merek dagang baru yang memang lain dari yang lain telah didaftarkan masing-masing oleh Mekar Sari dan Alam Sari.
189
4.3.5 Kebutuhan Dari informasi yang kami himpun, sebagian besar anggota kelompok membutuhkan dua hal bantuan, yaitu : 1) Bantuan pemasaran, yaitu diperolehnya akses pasar atas produk mereka. 2) Bantuan peralatan atau teknologi atau bantuan teknis lainnya dalam pengembangan usaha mereka. 4.3.6
Refleksi/lessons learned
Refleksi dari pendampingan dan pengamatan LIPI terhadap penguatan daya saing UKM yang dijadikan sebagai suatu contoh penerapan sistem Inovasi pada industri kecil dan menengah produsen makanan olahan nenasa di kabupatenn Subang dapat diambil beberapa hal penting berikut: • UMKM yang secara terns menerus memperbaiki kemampuan teknis dan melakukan pengembangan produk baru daya saingnya lebih baik dibandingkan dengan UMKM yang tidak melakukannya. • Ketersediaan dan kedekatan secara geografis lembaga litbang dan universitas di satu pihak dan UMKM di pihak lain dapat mendorog interaksi antara UMKM dengan sumber-sumber teknologi dan Inovasi-kemudahan akses terhadap sumber Inovasi dan teknologi. • Kedekatan geografis antara UMKM dengan sumber-sumber Inovasi dan teknologi memberikan manfaat strategis bagi lembaga litbang karena dengan berkembangnya interaksi anatar kedua belah pihak membuka jendela informasi kebutuhan atau permasalahan rii perusahaan atau industri yang menjadi masukan dalam merancang kegiatan penelitian. • Agar program penguatan daya saing UMKM dapat membawa dampak yang Pernilihan pelaku usaha (UMKM) yang akan dibantu menjadi salah satu faktor kunci. Program haruslah diarahkan bagi UMKM yang memang mempunyai potensi untuk bertumbuh. Selama ini banyak program 'pemberdayaan UMKM' yang diselenggarakan oleh berbagai instansi pemerintah belum
190
•
•
•
melakukan identifikasi kelompok sasaran yang ketat. Program MAP (Modal Awal Padanan) misalnya didistribusikan pada anggota satu sentra secara merata (dengan besaran yang sama pula) tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan spesifik UMKM .. dalam sentra. Pendampingan oleh lembaga riset dan/atau universitas haruslah ditujukan pada UMKM yang kelompok sasaran yang tepat. Salah satu ciri UMKM yang mempunyai indikasi untuk berkembang adalah bahwa adanya antusiame yang tinggi dalam mencari 'bantuan' atau tepatnya 'asistensi' dari berbagai sumber. UMKM dengan ciri inilah yang harus menjadi fokus a tau sasaran 'bantuan' sesuai dengan keperluannya, Pemberian bantuan baik dana maupun peralatan haruslah didasarkan pada adanya kebutuhan riil dari UMKM yang akan menerima fasilitas. Sedapat mungkin dibuat skema dimana penerima bantuan mempunyai kewajiban untuk mengembalikan bantuan tersebut dengan berbagai cara. Hal ini untuk memastikan bahwa fasilitas yang diberikan dimaksudkan sebagai alat untuk meningkatkan kapasitas. Bukan merupakan bantuan seperti dalam konteks j aring pengaman sosial, tetapi diperlakukan sebagai 'transaksi bisnis.' Capaian yang diperoleh UMKM Alam Sari saat ini antara lain merupakan akumulasi dari pemanfaatan berbagai program yang dilakukan oleh aktor-aktor sistem inovasi di daerah seperti dinar perindustrian, dinas koperasi, dan lembaga litbang seperti LIPI. Kontribusi sektor pendidikan tinggi sampai saat ini masih belum signifikan,
191
4.3.7
Profil UKM Alam Sari I. PEMILIK USAHA 1. Nama Usia 2. Pendidikan 3. Alamat
Ade Fatas 39 Tahun SLA Desa Tambak Mekar, Jalan Cagak Kah. Subanz
II. PRODUKSI 4.
Lama Usaha
5.
Jenis Produk
8 Tahun 1. Dodol Nanas 2. Wajit Nanas 3. Selai Lembaran (Baru) 4. Jus Nanas (Barn)
III. TENAGA KERJA & PERALATAN
6. 7.
192
Jumlah Tenaga Keria
15 Orang
Peralatan
a. b. c. d.
Kuali Tungku Chopper Pengaduk
BABV PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
5.1.1 Daya Saing (Industri)Nasional (a) Keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh keunggulan kompetitif dari perusahaan-perusahaan yang ada di negara tersebut dan keunggulan kompetitif suatu perusahaan tergantung pada kemampuannya dalam melakukan inovasi. Dalam kata lain, suatu perusahaan mencapai keunggulan kompetitif melalui tindakan inovasi, termasuk penciptaan teknologi barn maupun cara produksi, cara pemasaran, atau cara bersaing yang baru. Inovasi dapat juga diwujudkan dalam suatu rancangan produk baru, dan suatu cara yang baru dalam melaksanakan pelatihan atau pendidikan dalam usaha meningkatkan SDM di dalam perusahaan. Banyak inovasi menciptakan keunggulan kompetitif dengan kesempatan pasar baru atau dengan melayani suatu segmen pasar yang masih belum dimasuki oleh pesaing. Menurut Michael Porter, hal-hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh setiap perusahaan atau industri untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, kewirausahaan, dan efisiensi atau produktivitas yang tinggi, dan kualitas produk yang baik (b) Relatif masih lemahnya Indonesia kondisi-kondisi utama penentu · daya saing, dalam model Porter (terkecuali kondisi permintaan karena memang pasar domestik indonesia sangat luas ), tercermin pada relatif rendahnya daya saing dari banyak produk-produk manufaktur Indonesia. Rendahnya daya saing industri nasional
193
dapat dilihat misalnya dari rendahnya revealed comparative advantage (RCA) yang menjadi salah alah satu indikator daya saing yang umum. Dua lembaga pemeringkat daya saing negara-negara di dunia, yaitu, IMD World Competitiveness Yearbook {IMD WCY) dan the Global Competitiveness Report (GCR) sama-sama melaporkan posisi daya saing berada pada peringkat 10 besar dari bawah (IMD WCY) dan peringkat 44 dari 105 negara (GCR) pada tahun 2004. (c) Indikator lain yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat daya saing suatu industri naisonal adalah tingkat produktivitas relatif dari perusahaan-perusahaan Indonesia dibandingkan perusahaan-perusahaan asing. Pemikiran teoritisnya sederhana: produktivitas rendah membuat biaya produksi per satu unit output tinggi yang selanjutnya membuat daya saing rendah-harga tinggi. Fakta seperti pada Tabel 2.5. menunjukkan bahwa walaupun terjadi variasi antar kelompok industri, pada umumnya produktivitas di perusahaan-perusahaanasing lebihtinggi dibandingkandi petusahaanperusahaan lokal. ( d) Daya saing suatu negara pada akhirnya dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu indikator penting yang sering dipakai adalah Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita suatu negara. Kondisi PDB Indonesia pada tahun2004 lebih rendah dari tahun 1996. Di pihak
5.1.2 Daya Saing(Industri)
Regional
(a) Pada dasarnya konsep daya saing industri di daerah sama seperti konsep daya saing industri di tingkat nasional. Terutama dalam era otonomi daerah sekarang ini, setiap daerah harus dilihat sebagai wilayah-wilayah ekonomi yang mempunyai kemandirian hingga
194
tingkat tertentu. Hanya saja, karena daerah (apa lagi pada tingkat kecamatan atau kota) lebih kecil daripada negara dari sisi pasar domestik, maka pengembangan suatu industri di daerah akan menghadapi kendala skala ekonomis jika hanya melayani pasar : . lokal. Jika volume produksi di suatu industri di Indonesia bisa mencapai titik optimal walaupun tidak melakukan ekspor, suatu industri di daerah harus melakukan ekspor ke daerah lain; terkecuali untuk industri-industri skala menengah atau kecil yang tingkat efisiensi yang tinggi dapat tercapai dalam volume produksi yang relatif kecil yang sepenuhnya dapat diserap oleh pasar lokal. (b) Daya saing regional dapat didefinisikan sebagai "kemampuan
meproduksi barang dan jasa yang memenuhi persyaratan atau ujian dari pasar internsional, dimana pada saat yang sama mempertahankan tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau secara umum, kemampuan ('daerah/region) untuk menghasilkan tingkat pekerjaan (employment) dan pendapatan yang tinggi dimana pada saat yang sama dihadapkan padapersaigan dari luar" (dalamMartin, 2003:2-3). Dengan kata lain, agar suatu daerah berdaya saing atau kompetitif, adalah penting untuk menjamin baik kualitas maupun kuantitas dari pekerjaan. (c) Dalam mendekati daya saing regional, ada dua perspektif yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1) bahwa daya saing regional merupakan basil agregat dari daya saing perusahaan dan 2) daya saing regional merupakan produk turunan kebijakan makro ekonomi. (d) Pemahaman tentang perkembangan teori ekonomi makro dan implikasinya pada daya saing regional dapat memberikan perspektif kepada para pengambil kebijakan pada tingkat daerah. Masingmasing dari pemikiran teori ekonomi makro berikut juga membawa · implikasi-eksplisit atau implisit-terhadap konsep daya saing dalam kaitannya dengan negara dan dalam beberapa kasus, perusahaan, dan yang juga dapat berkaitan langsung- dengan diskursus daya saing regional:
195
(a) (b) (c) (d) (e)
Classical theory Neo-classical theory Keynesian economic theory Development economics New economic growth theory-endogenous
(j)
New trade theory
theory
Setiap setiap teori tersebut mempunyai pandangan yang berbeda tentang peran inovasi dan teknologi terhadap daya saing suatu negara atau daerah. Dua teori yang terakhir, new economic growth theory dan new trade theory, memberikan penekanan yang sangat besar terhadap peranan inovasi dan teknologi meskipun pada teori ekonomi klasik Adam Smith juga telah menyebutkan pentingnya peran inovasi dai kewirausahaan terhadap daya saing ekonomi suatu bangsa.
5.1.3 Sistem lnovasi dan KlasterIndustri (a) Sistem lnovasi Nasional adalah suatu konsep yang muncul di negara-negara maju untuk menggambarkan kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu negara yang menjadi sumber utama lahirnya inovasi-inovasi bagi industri. Inovasi disadari merupakan merupakan faktor fundamental dalam menentukan daya saing industri yang pada gilirannya daya saing nasional. Untuk mendorong tumbuhnya inovasi-inovasi dalam skala industri nasional, diperlukan pendekatan sistemik. Itulah sebabnya berbagai negara mengambil kebijkan nasional dalam rangka memperkuat sistem inovasi nasional masing-masing. (b) Sistem Inovasi Nasional (SIN) adalah suatu konsep "saling keterkaitan antara berbagai lembaga-lembaga yang berbeda yang secara bersama-sarna maupun secara sendiri-sendiri berkontribusi terhadap pengembangan dan penyebaran teknologi-teknologi barn dan dimana terdapat suatu kerangka bari pemerintah membentuk dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi proses-proses inovasi." Dengan demikian, SIN adalah suatu sistem saling keterkaitan antar lembaga untuk menciptakan, 196
menyimpan, dan menyebarkan dan/atau mengalihkan pengetahuan, keahlian, dan hasil-hasil temuan lainnya yang akan mendefinisikan teknologi (Metcalfe dalam OECD, 1997). ( c) Lembaga yang dimaksud dalam definisi SIN tersebut di atas merupakan Elemen-elemen sistem inovasi nasional atau daerah terdiri dari industri, lembaga riset dan pendidikan, dan lembaga pendukung lainnya seperti sektor keuangan dan perbankan, infrastruktur pedukung seperti metrology, hukum dan regulasi. Sistem inovasi nasional berfungsi secara efektif apabila terdapat saling keterkaitan dan interaksi yang sistemik dalam produksi, difusi, dan penggunaan pengetahuan. Dengan demikian kebijakan inovasi nasional dan inovasi daerah harus merupakan kebijakan yang bersifat lintas sektor. (d) Berfungsinya suatu sistem Inovasi nasional ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: a) adanya kebijakan inovasi nasional yang menjadi acuan bagi pengambilan kebijakan sektoral berkaitadan dengan pengerribangan inovasi nasional yang merupakan kunci dalam peningkatan kapasitas inovasi nasional, b) adanya institusi yang mempunyai fungsi mengendalikan pengembangan kapasitas nasional secara lintas sektor (aspek kelembagaan). Di beberapa negara, fungsi ini langsung berada di bawah kendali kepala pemerintahan, sehingga kebijakan yang dihasilkan oleh tim di bawah kepala pemerintahan tersebut menjadi acuan bagi semua departemen dan lembaga terkait. ( e) Beberapa institusi yang pen ting didalam SIN adalah: (a) Badan usaha atau perusahaan (yang dapat berupa para penyalur, pelanggan atau pesaing dalam hubungan dengan perusahaan yang lain), (b) universitas atau perguruan tinggi lainnya, (c) Organisasi litbang pemerintah maupun swasta ( d) organisasi modal ventura dan (e) lembaga atau badan perumus kebijakan inovasi. Terciptanya saling keterkaitan di antara elemen-elemen tersebut akan sangat ditentukan oleh Pemerintah melalui berbagai intrumen
197
kebijakan yang diambilnya. Fungsi Pemerintah dalam penguatan sistem inovasi nasional/regional tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu: a) fungsi eksklusif dan b) fungsi pelaksanaan bersama seperti kembali ditampilkan pada Tabel berikut: Tabel 5.1. Fungsi-fungsi Pemerintah dalam Sistem Inovasi Nasional/ Regional Fungsi Eksklusif I. Funi:si ke!;zijakan dan aI2kasl sumber dava a. Forrnulasi, implementasi. dan .. pernentauan clan evaluasi, kajian kebijakan (policy reviews). dan perencanaan berkaitan dengan kegiatan iptek nasional b. Linkages kebijakan SIN/R dengan kebijakan-kebijakaa Jain (seperti ekonomi, perdagangan dan industri, pendidikan, kesehatan, · lingkungan, pertahanan) c. Alokasi sumberdaya clalam biclang iptek dari total anggaran d. Penciptaan skema-skem« insentif untuk menstlmulasl inovasi dan kegiatan-kegiatan iptek lainnya. e. Penciptaan kapasitas untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dan mengkoordinasi kegiatankegiatan terkait dengan inovasi clan iptek f. Penciptaan kapasitas untuk forecasting clan mengkaji arah perubahan dan perkembangan teknologi 2. Funi:si Rei:ulasi a. Penciptaan suatu system nasional meterologi, standardisasi. dan kalibrasi b. Penciptaan system nasional untuk identifikasi clan perlindungan kekauyaan intelektual c. Penciptaan system nasional dalam perlindungan keselamatan, kesehatan, dan lingkungan
198
Fungsi Pelaksanaan Bersama l.Pembla:):aan kei:latan terkait deni:an lnovasi a . Pengelolaan sistem pembiayaan yang sesuai dengan implementasi clari fungsi-fungsi lain dalam SIN/R b. Pemanfaatan keuatan daya beli pemerintah (government purchasing power) sebagai suatu pendorong terhadap inovasi dalam produksi barang dan jasa yang diperlukan {terutama pada tahap awal pengembangan kemampuan i110l'CISi nasional) 2.fu111:1l 12elj!ksanaan a. Pelaksana litbang b. Penciptaanjoint ventures, jejaring atau konsorsium litbang c. Penyediaan jasa te)cnis termasuk penguj ian produk, kalibrasi, dan survey sumber daya d. Penciptaan mekanisme yang sesuai dalam menghubungkan luaran litbang dengan kegunaan praktis e. Penciptaan mekanisme untuk memperbaiki akses UKM terhadap teknologi yang dibutuhkan f. Penciptaan saling keterkaitan (linkages) antara kepentingan wilayah/regional, program, dan kegiatan nasional a. Penciptaan linkages kegiatankegiatan iptek intemasional b. Penciptaan mekanisme untuk evaluasi, pencarian, dan difusi praktek-praktek teknologi terbaik
(f) Identik dengan definisi SIN di atas, sitem inovasi regional didefinisikan sebagai daerah atau kawasan yang mempunyai kelengkapan organisasi-organisasi inovasi dalam saling keterkaitan dimana keterkaitan sistemik dan komunikasi interaktif di antara para aktor inovasi adalah sesuatu yang biasa (Cooke and Morgan, in Niosi, 2000: 17). Dengan kata lain sistem inovasi regional tersebut dikatakan berfungsi apabila sating keterkaitan dan komunikasi di antara elemen-elemen sistem inovasi sudah menjadi sesuatu hal yang biasa, sehingga proses pembelajaran dan hal-hal baru yang bermanfaat bagi usaha menjadi suatu kegiatan yang terusmenerus dan berkelanjutan (budaya inovasi tumbuh). (g) Penelitian UPI pada tahun 2003 menunjukkan bahwa fungsi pengembangan kebijakan inovasi nasional masih didekati secara terfragmentasi oleh berbagai kementerian-belum ada satu kebijakan nasional yang menjadi acuan. Kalaupun ada seperti dalam dokumen Kebijakan Strategi Nasional IPTEK, hal ini tidak sepenuhnnya dipahami oleh lembaga lain seperti pengambil kebijakan di Departemen Perindustrian dan Departemen Pendidikan "Nasional. Pada tahun 2004, penelitian UPI juga menemukan kondisi yang sama pada tingkat daerah (regional)
dimana belum ada suatu kebijakan yang diarahkan untuk membangun kapasitas inovasi daerah dan menciptakan iklim menumbuhkan saling keterkaitan antar elemen sistem inovasi. (h) Klaster industri merupakan pengelompokan industri terdiri dari satu industri inti dan industri pendukung dalam suatu lingkup geografis. Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya keterkaitan antara klaster industri dan inovasi dapat dilihat terutama dalam tiga hal: (i) Klaster industri dapat meningkatkan produktivitas/efisiensi .. Beberapa faktor penyebab antara lain: • Akses yang efisien terhadap specialized inputs, tenaga kerja, informasi, lembaga pendukung, dan 'public goods ' seperti program pelatihan dan lembaga-lembaga pelatihan teknis. • Memudahkan koordinasi lintas perusahaan
199
• Difusi yang cepat atas praktek-prakter terbaik (best practices). • Pembandingan kinerja secara nyata dan berkelanjutan dan insentif peningkatan kemampuan melawan pesaing. (ii) Kedua, klaster industri dapat menstimulasi dan memberdayakan inovasi misalnya melalui: • Kemampuan yang lebih baik dalam mempersepsikan peluang inovasi • Keberadaan berbagai pemasok dan lembaga mcmbantu penciptaan pengetahuan (iii)Ketiga, klaster industri memfasilitasi komersialisasi: • Peluang-peluang bagi perusahaan-perusahaan baru dan usaha-usaha baru menjadi lebih nyata bagi perusahaan. • Hambatan yang rendah (low barriers to entry) ke klaster disebabkan oleh keahlian yang tersedia. (i) Melihat manfaat yang dapat diperoleh dari barfungsinya saling keterkaitan dalam satu klaster industri, maka berbagai negara berupaya untuk secara sistematis menciptakan iklim untuk mendorong tumbuhnya klaster-klaster industri. Indonesia misalnya, sejak 10 tahun terakhir telah melaksanakan berbagai program pengembangan klaster ini melalui berbagai skema penguatan 'sentra-sentra' industri mikro, kecil, dan menengah (IMKM). Sentra-sentra IMKM ini lebih merupakan pengelompokan produsen dalam satu lingkup geografis, dan belum merupakan suatu klaster dalam arti yang sebenarnya. Namun demikian, basil penelitian LIPI pada tahun 2004 dan 2005 di propinsi Lampung dan propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa keberadaan sentra-sentra ini, dalam beberapa tingkatan, telah menciptakan apa yang disebut dengan efisiensi kolektif terutama balam bentuk transaksi perdagangan yang terjadi di antara anggota sentra (trade network). Sementara pertukaran informasi dan pengetahuan di antara anggota sentra (knowledge network) yang menjadi indikator utama berfungsinya · · sistem inovasi belum terjadi secara berarti.
200
(j) Salah satu faktor penyebab rendahnya saling keterkaitan antara IMKM dalam sentra adalah belum adanya aktor lokal yang berfungsi secara efektif dalam memfasilitasi interaksi antar IMKM dan elemen sistem inovasi lainnya di daerah. Business Development : · Services (BDS) yang sudah ada di hampir semua kabupaten di Indonesia, belum dapat memainkan fungsi 'fasilitasi' interaksi ini dengan baik. Terutama dalam sektor makanan olahan, kotribusi BDS belum berdampak positir terhadap IMKM.
5.1.4 Strategi Penguatan UKM (a) Salah satu karakteristik usaha kecil clan menengah (UKM) di negaranegara berkembang (termasuk Indonesia) yang membedakannya dengan UKM di negara-negara maju adalah rendahnya produktivitas. Data BPS menunjukkan bahwa sumbangan UKM terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) lebih besar dibandingkan usaha besar (UB), danjumlah unitusaha dan tenagakerjadi kelompok pertama juga jauh lebih banyak daripada di kelompok kedua tersebut. Meskipun sumbangan PDB dari UKM lebih besar daripada UB ti.dak menandakan bahwa tingkat produktivitas di UKM lebih tinggi dibandingkan di UB, melainkan melainkanjumlah unitnya yang sangat banyak sehingga secara total UKM menghasilkan output dalamjurnlah yangjuga besar. (b) Peningkatan produktivitas UKM dengan demikian akan berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan PDB. Oleh karena itu strategi penguatan kapasitas (capacity building) UMKM di berbagai negara difokuskan pda peningkatan kemampuan teknologi dan sumber daya manusia. Untukitu, kerjasama yang erat antara UKM dengan lembagalembaga litbang clan pendidikan merupakan prioritas dalam kebijakan pengembangan UKM di Indonesia. (c) Agar program-progam peningkatan daya saing UKM dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan, program hendaklah difokuskan pada usaha-usaha kecil dan menengah yang dapat dan akan bertumbuh. Disadari bahwa kebijakan dan program memang tidak
201
dapat mengidentifikasi
usaha mana saja yang akan dapat sebagai
'champion' atau 'winner.' Namun program dapat diarahkan untuk mendukung proses yang dapat mengidentifikasi kandidat usaha yang diharapkan dapat bertumbuh. Secara umum, perusahaan yang termasuk dalam kategori ini mempunyai karak.teristik'suka mencari bantuan' (growingfirms seek help). Kelompok usaha inilah yang harus menjadi fokus perhatian berbagai program pemerintah dan pihak-pihak terkait seperti lembaga riset dan perguruan tinggi. (d) UMKM di Indonesia seperti halnya di negara lain mempunyai beragam perrnasalahan dan kebutuhan. Implikasi kebijakan dari kondisi ini adalah bahwa strategi penguatan UMKM harus didekati sesuai dengan mempertimbangkan karakteristik tersebut. Dengan kata lain tidak ada satu kebij akan yang cocok untuk semua UMKM (no 'one-size-fit-all' policy system). Program pendanaan melalui MAP (Modal Awal Padanan) dari Departmen Koperasi kepada UMKM:ifi1salnya menunjukkan ciri 'satu kebijakan cocok untuk semua' UMKM dimana semua anggota klaster yang ditetapkan mendapatkan dana yang sama besamya terlepas dari kebutuhan riil UMKM tersebut (mis. Sentra sumpia di Pasir Koj a, Bandung). Karenanya, pemetaan dan analisis faktor-faktor penentu daya saing klaster industri menjadi penting untuk' dilakukan sebelum suatu kebijakan dan program dibuat. Untuk melakukan pemetaan dan analisis terse but, kerangka 'model berlian' Porter dapat dipergunakan. Melalui analisis klaster industri ini akan diperoleh deskripsi atau karakteristik faktor-faktor penentu daya saing dan tingkat intensitas interaksi di antara UMKM dalam sentra atau klaster. (e) Keberagaman permasalahan dan kebutuhan UMKM tersebut terutama dikaitkan dengan penguatan kapasitas inovasi UMKM memerlukan instrumen kebijakan yang sesuai dengan kelompok sasaran UMKM yang akan didukung dan orientasi sistem inovasi di daerah. Kebijakan juga perlu diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu instrumen kebijakan reaktif dan instrumen kebijakan proaktif. Kedua jenis instrumen kebijakan ini diperlukan sesuai
202
dengan kondisi UMKM yang ada. Sebagai pedornan, kerangka yang diajukan oleh Nauwelaers dan Wintjes (1999) pada Tabel ... mengenai Klasifikasi Instrumen Kebijakan dan kerangka respons kebijakan terhadap permasalahan UMKM pada Tabel ... dapat . dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan dalam menyusun kebijakan penguatan UMKM yang tepat sasaran.
5.1.5 Karakteristikfaktor-faktorpenentu daya saing di kabupatenSubang, Garut,dan Bandung Berdasarkan karakteristik profil faktor-faktor penentu daya saing seperti diuraikan pada Bab ill dan analisis sistem inovasi pada klaster industri makanan di ketiga kabupaten pada Bab IV berikut gambaran (bukan preskripsi) beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dipertimbangkan:
203
Tabel 5.2. Karakteristik Faktor-Faktor Penentu Daya saing di Kabupaten
Subang dan Altematif kebij akan !Urakterlstfk Faktor Kondlsl Keuntun:an • Sarana perhubungan dan telckomunikasi saiigat baik untuk mengakses pasar di wilayah lainnya (akscs ke tolbandung dan OKI) • T ersedia infrastraktur litbang yang bisa mcnsupply kcbutuhan teknologi • Posisi geografis dalam mengakses pasar utama .• jumlah SMK berimbang dcngan SMU Kelemahan • SOM tingkat pcndidikan pcnduduk rcndah (hanya 8,6% yang bcrpendidikan SL TP kc atas. • Mayoritas tingkat pcndidikan pengusaha/pengurus UMKM di bawah SMU Faktor Permlntaan • Keuntungan • Sebagian penduduk berusia muda dan produktif (57,9%) • Kedekatan dengan dua pasar besar (OKI Jakarta dan Bandung).
.
• Kelemahan • jumlah penduduk tidak terlalu banyak dcngan pendapatan per kapita yang rcndah Konteks rlvalltas antar oerosahaan Keuntun:an Sudah ada wadah yang mcmbina scntra yaitu dinas
kopperindag Jumlah perusahaan/UMKM cukup bcsar Kelemahan Oricntasi pasar lokal Lcmah hubungan dcngan industri besar
..
lnduslrl Dendukune lerkall Keuntun11n • Scktor pcrtanian scbagai penunjang utama industri makanan bcrkcmb11ng dcngan baik dengan bcrbagai jcnis komoditas yang dapat menjadi bahan baku makanan olahan • Jumlah lcmbaga kcuangan yang mcmadai • lndustri penunjang seperti bcngkel tcrscdia dan produscn perkakas Kelemahan. • Bclum tcrlihat hubungan kcljasama dcngan industri penunjang lainnya eeperti industri packaging dan industi ocralatan
204
Alternatlf
. . ..
.
KeblJakan/nroeramlk..,latan
Kcmbangkan program pcngembangan kcwirausahaan bagi para lulusan SMK dan SMU Skema pcnguatan institusi lokal sebagai yang akan mcmfasilitasi intcraksi antara UMKM dgn lcmbaga litbang, universitas, dan para pembeli/pcmasok
program kcwirausahaan program fasilitasi networking antara UMKM dcngan pasar di luar dacrah secara pcriodik/program lelang bcrkala-promosi produk kc luar dacrah
Program pengcmbangan produk unggulan seeara selektif dan tcrfokus
• Pcrkuat lcmbaga swadaya masyarakat BDS untuk turut mcmfasilitasi pendamplngan di bidang tcknologi dan
.
inova.d program fasilitasi networking antara UMKM dcngan pasar di luar dacrah secara pcriodik/program lelang bcrkalalcromosi croduk kc luar daerah
• Skcma inscntifbagi perusahaan-perusahaan mcngolah bahan baku lokal
.
(baru) yang
Skcma pembiayaan bagi usaha-usaha baru bcrbasis tcknologi dan mcngcksploitasi sumber daya lokal
Tabel 5.3 Karakteristik Faktor-Faktor Penentu Daya saing di Kabupaten Garut danAltematifkebijakan Karakterlstlk Faktor Kondlsl • Sarana perhubungan cukup baik, • Terdapat ST Teknologi dan UNIQA yg dapat mensupply kebutuhan SOM teknis Kelemahan • Tidak ada infrastruktur litbang. Kebutuhan litbang didapat dr daerah lain. Ekspose industri terbatas kepada sumbcr-sumbcrlnovasi I • Posisi geografis rclatif jauh dari pasar utama
Alternatif Krbiiakanluro!!:rantlkcolata
.. .
I
FaktorPermlntaan Keuntun:an Sebagian penduduk berusia muda dan produktif Sarana telekomunikasi yang mernadai Kelemahan jumlah penduduk tidak terlalu banyak dengan pcndapatan per kapita yang rendah Konteks rtvalltas antar nerusahaan Keuntungan • Sudah adawadah yang mcmbina scntra yaitu dinas kopperindag • Jumlah perusahaan/UMKM cukup besar Kelemaban • Jumlah pcrusahaan/UMKM cukup besar • Produktivitas UMKM rendah
lndustrl nendukuno terkalt Keuntungan • Scktor pertanian sebagai penunjang utarna industri makanan berkernbang dengan bailc Kelemahan. lndustri eeneemasan tldak berkembang
.
. .. . . . .
11
Dorong investasi dalam infrastruktur Iitbang Fasilitasi pengenalan UMKM yang punya potensi untuk bcrtumbuh dengan sumber-sumbcr teknolodi di luar daerah lnscntif bagi UMKM produk olahan rnakanan berbasis bahan baku lokal
program fasilitasi networking anrara UMKM dengan pasar di luar daerah secara periodiklprogrnm lelang berkala-promosi produk ke luar daeruh Program kewirausahaan Skema pengembangan usaha-usaha baru
Progarn pameran produk bersarna kc luar daerah secara berkala yang diikuti olch UMKM yang punya potcnsi untuk bertumbuh
Pelatihan bersarna bidang aspck tcknis produksi
Pclatihan praktis pengcmbangan pengelolaan usaha
produk dun
Fasilitasi temu industri antara UMKM dengan perusahaan-perusahaan pengernasan (ekspose)
205
Tabel 5.4 Karakteristik Faktor-Faktor Penentu Daya saing di Kabupaten Bandung dan Altematif kebijakan K8J'8kterlstlk Faktor Kondlsl Keuntungan .. • Sarana perhubungan dan telekomunikasi • Pcrguruan tinggi (don juga akses ke PT di Koday Bandung)
.
Kelemahan • SOM yang tingkat pendidikannya masih rendah • lnfrustruktur litbang kumng memadai
.
Faktor Permlntaan Keuntungan • Sebagian penduduk bcrusia muda don produktif
.
Kelemahan • jumlah penduduk tidak terlalu banyak dcngan pendapatan per kapita yang rend.ah • PDRB per kapita rendah • Peng.ungguran meningkat
.
.
Konteks rlvalltas antar oerusahaan Keuntungan • Sudah nda wadah yang membin:i sentra yaltu dinas kopperindag • Jumlah perusahaan/UMKM cukup besar Kelemahan • Interaksi antar sesama UMKM rend.ah lndustrl oendukun2 terkalt Keuntungan • Sektor pertaniun sebagai penunjang utama industri mukunan berkembang dcngan baik • lndustri perbengkelan Kelemahan. • lndustri pcngemasan sedikit (akes ke kodya Bandung)
Allernotlf KebllakonlorOl!ramlkel!latan
. . .
Program pclatihan atau lokakarua mengenai pemanfeeren sarana telekornunlkasl dan tcknologi informasi dnlnm bisnis. seperti pcmasaran ..
Fa•ilita•i pengenalan UMKM yang punya potensi untuk bertumbuh dcngan sumbcr-sumbcr tcknolodi di lour dacrah, khususnya di kodya Bandung (aksca kc infrastruktur di kodaya Bandung)
Program kewirausahaan praktis dan pcngembangan produk berbasiskan bahan baku unggulan dacrah
Skema pembiayaan UMKM yang inovatif dan usahausaha bnru potensial berbasis tcknologi dan bahan baku lokal
Pasilitasi forum-forum industri secara tematik dan peningk.at.an interaksi antar UMKM yang punya prospck sepertl mclalui pameran bcrsamu, pelauhan, penghargaan terhadap perusahaan inovatif olch Pemda (tdk harus ke Jkt)
lnscntif bagi perusahaan/UMKM baru yang punyu potensi untuk berturnbuh (kriteria ada) den memonfantkan komodltas unggulan daerab. Fasiliuui networking entare UMKM maknmm olahan dengan perusahaan pengernasan (mis.kunjungun onmeranl
Deskripsi alternatif program/kegiatan seperti pada Tabel 5.2 s/d 5.3 di atas selanjutnya dapat diklasfifikasi berdasarkan kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, di ketiga daerah ini pr9gram yang dimaksudkan untuk mendorong lahirnya usaha-usaha baru dalam bidang makanan olahan menjadi sesuatu yang layak dipertimbangkan, Sementara, di pihak lain ketiga daerah mempunyai karakteristik yang sama, yaitu tingkat pendidikan sebagian besar berada di bawah SMU . dan PDRB per kapita jauh di bawah PDB per kapita nasional. Pengembangan usaha-usaha produktif yang mengolah bahan baku lokal menjadi salah satu tujuan kebijakan yang perlu dicapai.
206
Untuk itu, ketiga daerah misalnya perlu mengembangkan program-program pelatihan praktis di bidang kewirausahaan dan pengembangan produk. Kelompok sasara program ini haruslah merekamereka yang dianggap mempunyai potensi untuk bertumbuh. Karakteristik ketiga daerah dalam faktor permintaan juga mempunyai kemiripan, yaitu jumlah pembeli potensial relatif rendah. Program yang ditujukan untuk mengekspos pengusaha dan produk lokal ke daerah lain perlu dilakukan seperti mengikut pameran-pameran di luar daerah. Kecuali kabupaten Subang, dua kabupaten lainnya mempunyai masalah fundamental yang akan berdampak bagi industri daerah masing-masing dalam jangka panjang, yaitu berupa minimnya infrastruktur iptek. Secara khusus infrastruktur litbang di kabupaten Garut tidak mendukung terhadap tumbuhnya budaya inovasi industri di daerah ini. Dalamjangka pendek ekspose perusahaan lokal terhadap sumber-sumber teknologi dan inovasi di daerah lain perlu menjadi bagian dari kebij akan Pemda kabupaten Garut dan Pemda kabupaten Bandung. Pelaksanaan fasilitas kegiatan ini dapat dilakukan oleh aktoraktor lokal seperti Dinas Koperasi dan Dinas Perindustrian dan Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Kadinda.
5.1.6 Pembelajaran dari Penerapan sistem inovasi pada UMKM nenas olahan (a) Fasilitasi percontohan penerapan sistem inovasi pada UMKMAlam Sari produsen nenas di Subang membuktikan bahwa adopsi inovasi oleh perusahaan dapat meningkatkan daya saing perusahaan, dalam hal ini, melalui efisiensi proses produksi dan efektifitas-respons yang cepat untuk memenuhi permintaan pasar. Selama 3 tahun terakhir, yaitu semenjadk UMKM Alam Sari berinteraksi dengan UPI terjadi peningkatan volume penjualan rata-rata di atas 30% setiap tahun. Dengan kata lain, perusahaan ini mengalami pertumbuhan yang konsisten selama periode tersebut. (b) Selain indikator kuantitaf tersebut di atas, keinginan dan kemampuan pengusaha UMKM Alam Sari untuk mengadopsi 207
teknologi baru berupa paten lembaran selai nenas telah mendorong UMKM Alam Sari untuk menciptakan produk-produk baru sesuai dengan permintaan pasar. Dengan kata lain, meskipun secara bisnis UMKM Alam Sari belum mendapatkan keuntungan yang berarti dari produk selai lembagan nenas, tetapi pengalaman terse but telah menciptakan suatu sikap baru bari pengusaha Alam Sari yaitu tumbuhnya perilaku (terlalu cepat untuk disebut sebagai budaya) inovatif. ( c) Ada paling sedikit dua faktor penyebab utama berlanjutnya proses adopsi inovasi pada kasus UMKM Alam Sari ini. Pertama, Asistensi teknis yang diberikan oleh LIP! didasari pada kebutuhan riil dari UMKM itu sendiri. Kedua, UMKM yang didampingi mempunyai ciri ingin maju (mempunyai need for achievement yang tinggi)
dengan tingkat pendidikan yang mencukupi (SMU). Dengan kata lain, target sasaran dari asistensi ini tepat. (d) Keberhasilan UMKM Alam Sari telah mendorong tumbuhnya UMKM-UMKM pengikut lainnya dalam lokasi yang sama sehingga meningkatkan tingkat persaingan di antara sesama produsen yang berimplikasi pada peningkatan kualias produk. Saat ini anggota sentra, lebih tepatnya kelompok (18 orang), sudah menyadari nilai dari kemasan suatu produk. ( e) Melihat karakter volume produksi buah nenas di kabupaten Subang dimana saat ini produksi masih mampu seluruhnya diserap oleh pasar lokal dan berbagai daerah di Indonesia, maka penguatan IMKM olahan nenas perlu menjadi salah satu prioritas kebijakan dan progam Pemda setempat. Lahimya industri yang dikelola oleh SDM lokal yang potensial perlu mendapat dukungan yang proforsional. 5.2
R.EKOMENDASI
Rekomendasi berikut didasarkan pada hasil kegiatan seri penelitian sistem Inovasi sejak tahun 2003 s/d 22005.
208
1)
Sebagai kunci daya saing nasional yang berkelanjutan, kapasitas Inovasi nasional Indonesia perlu dikembangkan secara sistematis oleh Pemerintah Indonesia dan mendorong berfungsinya secara efektif Sistem Inovasi Nasional. Dua hal berikut mendesak perlu dilakukan adalah: • Presiden sebagai kepala Pemerintahan rnemimpin langsung pengembangan sistem Inovasi nasional dengan dibantu oleh satu tim yang tidak mewakili kepentingan satu sektor manapun1
(biasanya dipimpin oleh senior scientist yang credible dan non partisan). Sekretariat tim .ad-hoc Inovasi ini sebaiknya tidak berada dalam satu kementerian atau departemen tetapi dalam suatu lembaga nasional yang mengkoordinasi semua kegiatan pemerintahan seperti Sekretariat Kabinet atau Bappenas. • Mengembangkan kebijakan Inovasi nasional (white paper) yang menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan-kebijakan sektoral lainnya. • Mengimplementasikan kebijakan Inovasi Nasional oleh sektorsektor terkait melalui lahimya regulasi dan peraturan yang mendukung serta program-program aksi yang berkelanjutan dan konsisten 2) Tanpa menunggu lahimya kebijakan Inovasi nasional, Pemerintah daerah tingkat UU dapat mendorong peningkatan saling keterkaitan anta elemen sistem Inovasi di daerah (industri, lembaga litbang, pendidikan tinggi, dan sektor pendukung lainnya). • Bappeda tingkat II perlu mengkoordinasi perencanaan program saling mendukung di antara ketiga unsure sistem Inovasi tersebut, sementara pelaksanaannya dikoordinasi oleh Sekretaris Daerah sehingga dapat menjamin, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program Dinas-Dinas teknis terkait mengarah pada pencapaian pembangunan kapasitas Inovasi di daerah. Hal ini untuk menghindari lahirnya kebijakan-kebijakan nasional yang sarat dengan kepentingan sektorallsempit dan tidak merupakan bagian dari grand designlstrategi nasional.
209
•
Kebijakan inovasi daerah yang akan diambil harus merefleksikan kondisi objektif dari faktor-faktor penentu daya saing di daerah. Untuk memetakan faktor-faktor penentu daya saing tersebut, kerangka kerja 'model berlian, yang diperkenalkan oleh Porter dapat dipergunakan; sementara untuk I'nendapatkan infonnasi tentang tingkat saling keterkaitan di rnasing-masing-sektor industri yang menj adi perhatian dapat dianalisis dengan melakukan survey. Instrument (questionnaire) survey yang dipakai dalam penelitian ini (lihat lampiran) dapat dipakai2• Berdasarkan basil kedua infonnasi
tersebut, maka kebijakan dan program yang akan dikembangkan akan sesuai dengan kebutuhan, peluang, dan/ atau permasalahan yang ada.sementara 3) Lembaga-lembaga intennediasi yang sudah ada di daerah perlu diperkuat dan dimanfaatkan untuk memfasilitasi peningkatan saling keterkaitan antar unsur-unsur sistem Inovasi di daerah. • BDS dan lembaga swadaya masyarakat lainnya perlu diperkuat untuk memfasilitasi interaksi ini terutarna dalam meningkatkan akses UMKM terhadap sumber-sumber teknologi dan inovasi. • Program bersama (joint program) antar unsur sistem Inovasi tersebut diselenggarakan s~a berkala sehingga dalam rangka membangun interaksi dan mengungkap saling mernbutuhkan di antara mereka. Joint program dalarn bentuk peningkatan kapasitas SDM seperti pelatihan teknis produksi, pengembangan produk praktis, dan kewirausahaan merupakan area yang banyak dibutuhkan oleh UMKM. Pelaksanaan program ini dilakukan oleh lembaga-lembagayang professional dalam bidang masing-masing.3 Penyelenggaraan pameran 2
Lebih lanjut mengenai pengembangan kebijakan lnovasi daerah dapat dilihat dalam bu/cu Taufik.T. (2005) J Pemda dapatmemainkan peran sebagai 'pemilik'program dan fasilitator; sementara pelaksanaan teknis berkaitan dengan dunia usaha sebaiknya dilakukan oleh lembaga teknis terkait, universitas, dan pihak-pihak swasta sesuai dengan kompetensinya.
210
teknologi tepat guna dari berbagai sumber juga perlu diakomodasi dalam program daerah. 4) Instrumen kebijakan penguatan kapasitas Inovasi UMKM perlu mempertimbangkan keberagaman permasalahan dan kebutuhan UMKM. Diversitas perrnasalahan dan kebutuhan UMKM kernudian diklasifikasi untuk rnenghasilkan kebijakan yang fokus pada kategori perrnasalahan dan kebutuhan tersebut. Meski dernikian, dalarn pelaksanaan kebijakan yang dituangkan dalarn bentuk program dan kegiatan haruslah tetap mempertimbangkan karakteristik masing-masing UMKM. Kebijakan dalam kategori 'one-size-fit-all' agar dihindari. Untuk beberapa hal berikut dapat membantu untuk mencapai efektifitas pelaksanaan program penguatan UMKM: • Fokus sasaran program dan kegiatan pada bidang dan sektor yang benar-benar prioritas. • ldentifikasi kelornpok sasaran UMKM yang akan difasilitasi peningkatan kapasitasnya. Di antara beberapa kriteria yang ada, dua kriteria berikut perlu diperhatikan: 1) UMKM mempunyai potensi untuk bertumbuh dan 2) pengusaha UMKM secara proaktif mencari bantuan untuk pengembangan usahanya. • Jenis dan besaran asistensi yang akan diberikan kepada UMKM disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan UMKM dan dalam beberapa aspek terutama yang berkaitan dengan bantuan finansial harus diperlakukan dalam skema komersial sehingga ada kewajiban untuk mengembalikan dengan syarat-syarat sesuai dengan kemampuan UMKM. Agar ini bisa berhasil, proses identifikasi UMKM seperti disebutkan di aas menjadi krusial. • Pemda memfasilitasi peningkatan interaksi UMKM unggulan dengan lembaga-lembaga litbang dan universitas sehingga rnengekspos mereka dengan ide-ide inovatif yang mungkin dapat diadopsi.
211
DAFI'AR PUSTAKA ADB (2005), Provincial SME Development: Draft Final Report, ADB PPTA4281 INO, Jakarta Aiman, S. dan Simamora, M. (2005), Sistem Inovasi dan Daya Saing Berkelanjutan: Suatu Tinjauan pada Klaster Industri Makanan, LIP! Press, Jakarta ASEAN (2004), ASEAN Finance and Macroeconomic Surveillance Unit (FMSU) Database, Asean Secretariat, Jakarta Basan, R. (2002), Knowledge Flows and Industrial Clusters: An Analytical Review of Literature, East West Center Working Papers, Honolulu Berry, Albert and Mazumdar, D. (1991), "Small-Scale Industry in the Asian-Pacific region", Asian-Pacific Economic Literature, 5(2). Berry, Albert, Edgard Rodriguez and Henry Sandee (2001 ), "Small and Medium Enterprise Dynamics in Indonesia", Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37(3). Braadland, T.E, (2000) Innovation in the Norwegian food system', STEP Arbeidnnotat Working Paper A-05 Caniel, M.C.J. and H.A. Romijn (2003), Firm-Level Knowledge Accumulation and Regional Dynamics, Industrial and Corporate Change, Vol. 14 No. 6, hal. 1253-1278 Commonwealth of Australia (1997), Going for Growth: Business Programs for Investment, Innovation and Export, Canberra . Cho, Dong-Sung dan Hwy-Chang Moon (2003), From Adam Smith to Michael Porter. Evolusi Teori Daya Saing, Jakarta: Salemba Empat.
213
John D. dan Radebaugh, Lee H. (1989), International Business, Environments and Operation, Edisi ke 5, AddisonWesley Publishing Company. Dollar, David dan E.N. Wolf (1993), Competitiveness, Convergence, and International Specialization, Cambridge, Mass.: the MIT Press Garelli, Stephane (2005), Competitiveness of Nations: The · Fundamentals, IMD World Competitiveness Year Book (WCY), New York Grossman, G.M. dan E. Helpman (1993), Innovation and Growth in the Global Economy, Cambridge, Mass.: the MIT Press Hauknes, J. (1999), Innovation Systems and Capabilities, STEP Working Paper, STEP Gruppen, Oslo JICA (2004), Studi Penguatan Kapasitas Klaster UKM di Republik Indonesia, KR! International Corp. Johannessen, J.A; Olsen B, Lumkin G.T (2001) Innovation as newness : what is new, how new, and new to whom?, European Journal of Innovation Management, Vol 4 No 1, pp 20-31 Kotler P (1991) Marketing Management - Analysis, Planning, Implementation and Control, Prentice Hall, London KPPOD (2005), Daya "Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia, 20Q4: .Persepsi Dunia Usaha, Jakarta Krugman, P.R. (1988), "Introduction: New Thinking about Trade Policy", dalam Krugman, P.R. dkk. (ed.), Strategic TradePolicy and New International Economics, Cambridge, Mass.: the MIT Press Liedholm,Carl and Donald Mead (1999),Small Enterprisesand Economic Development: TheDynamicRole ofMicro and Small Enterprises, Routledge, London. Daniels,
Lundvall, B.A (1992), National Systems of Innovation : Towards a Theory of Innovation and Interactive Leaming, Frances Pinter, London
214
Ronald L. (2003), A Study of the Factors of Regional Competitiveness: A Draft Final Report for the European Commission Directorate-General Regional Policy, EU, Cambridge Mertins, K. (Ed) (2002), Innovation in Indonesia: Assessment of the : · National Innovation System and Approaches for Improvement, Fraunhofer, Stuttgart Mytelka, L. and Farinellim, F. (2000), Local Clusters, Innovation Systems and Sustained Competitiveness, The United Nations University Nauwelaers, C. and R. Wintjes (1999), SME Policy and the Regional Dimension of Innovation: Towards a New Paradigm for Innovation Policy?, University ofMaastricht, the Netherlands Niosi, J. (2000), Regional System of Innovation: Market Pull and Government Pull,??, Hal. 1-22 Porter, M.E. (2003), Cluster of Innovation: Regional Foundation of US. Competitiveness, Council of Competitiveness Porter, M.E. (1998), Clusters and the New Economies of Competition, Harvard Business Review, Nov. Dec, 77 - 90 Porter, Michael E. (1980), Competitiveness Strategy: Techniques for analyzing industries and companies, New York: Free Press. Porter, M.E. (1985), Competitive Advantage, New York: Free Press. Porter, M.E. (ed.)(1986), Competition in Global Industries, Boston: Harvard Business School Press. Porter, M.E. (1990), The Competitive Advantage of Nations, New York: Free Press. Porter, M.E. (1998a), The Competitive Advantage of Nations: With a New Introduction, New York: The Free Press. Porter, M.E. (1998b), On Competition, Boston: Harvard Business School Press. Rice, R. and I. Abdullah (2000), "A Comparison of Small and Medium/ Large Indonesian Manufacturing Enterprises from 1986 and 1996 by Sector", mimeo, Partnership for Economic Growth Project, USAID, Jakarta Martin,
215
Rudjito (2003), Peran Perbankan dalam 'Mengembangkan UMKM, Seminar dan Pameran Gen-E Entrepreneurship Expo 2003, Bandung Sandee, Henry ( 1994), "The Impact of Technological Change on Interfirm Linkages. A Case Study of Clustered Rural SmallScale RoofTile Enterprises in Central Java", in P.O. Pedersen, A. Sverrisson, and M.P. van Dijk (eds.), Flexible Specialization.
Vie Dynamics ofSmall-Scale Industries in the South, Intermediate Technology Publications, London. Sandee, Henry ( 1995), "Innovation Adoption in Rural Industry: Technological Change in Roof Tile Clusters in Central Java, Indonesia", unpublished PhD dissertation, Vrije Universiteit, Amsterdam. Sandee, Henry ( 1996), "Small-Scale and Cottage Industry Clusters in Central Java: Characteristics, Research Issues, and Policy Options", paper presented at the International Seminar on Small Scale and Micro Enterprises in Economic Development Anticipating Globalization and Free Trade, Satya Wacana Christian University, November 4-5, Salatiga. Sandee, Henry and H. Weijland (1989), "Rural Cottage Industry in Transiti-on: the roof tile industry in kabupaten Boyo-lali, Central Java", Bulle-tin of Indonesian Economic Studies, 25(2). Sandee, Henry and S.C. van Hulsen (2000), "Business development services for small and cottage industry clusters in Indonesia: A Review of Case Studies from Central Java", paper presented at International Conference "Business Services for Small Enterprises in Asia: Developing Markets and Measuring Performance", Hanoi, April 3-6. Sandee, Henry, P. Rietveld, Hendrawan Supratikno, and P. Yuwono ( 1994), "Promoting Small Scale and Cottage Industries. An Impact Analysis for Central Java", Bulletin of Indonesian Economic Studies,30 (3): 115-142. Sandee, Henry, Roos KitiesAndadari and Sri Sulandjari (2000), "Small Firm Development during Good Times and Bad: The Jepara
216
Furniture Industry", in C. Manning and P. van Dierman (eds.),
Indonesia in Transition: Social Aspects of Reformasi and Crisis, Indonesia Assessment Series, Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University, Canberra, and Institute of Southeast Asian Studies, Singapore. Sandee, Henry, B. Isdijoso, and Sri Sulandjari (2002), SME clusters in
Indonesia: An analysis of growth dynamics and employment conditions, Jakarta: International Labor Office (Il.:O). Sato, Yuri (2000a), "Linkage Formation by Small Firms: The Case of a Rural Cluster in Indonesia", Bulletin of Indonesian Economic Studies, 36(1). Sato, Yuri (2000b ), "How Did the Crisis Affect Small and MediumSized Enterprises? From a Field Study of the Metal-Working Industry in Java", The Developing Economies, XXXVIII(4): 572-595. Smyth, Ines A. (1990a), "Agglomeration of Small Scale Industries in Developing Countries: A Case Study of the Indonesian Rattan Industries", paper presented at the Research Seminar on Rural Development Studies, 10 January, Institute of Social Studies, The Hague. Smyth, Ines A. (1990b), "The Rattan Industry of Tegalwangi (Indonesia): A Success Story for Small-Scale Enterprises?, mimeographed, Institute of Social Studies, The Hague. Smyth, Ines A. (1990c), "Collective efficiency and selective benefits: the growth of the rattan industry ofTegalwangi", Working Paper Series, B.11, December, AKATIGA, Bandung. Soepardi ( 1996), "Pengalaman PT Astra International dalam Pembinaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi" (the experience of PT Astra International in Assisting Small and Medium Business and Cooperative ), paper presented at the International Seminar on Small Scale and Micro Enterprises in Economic Development Anticipating Globalization and Free Trade, 4-5 November, Satya Wacana Christian University, Salatiga.
217
Takii, Sadayuki and Eric D. Ramstetter (2005), "Multinational Presence and Labour Productivity Differentials in Indonesian Manufacturing, 1975-2001 "iBulletin of Indonesian Economic
Studies, 41(2):221-42. Tambunan, Tulus T.H. ( 1994), The Role of Small-Scale Industries in Rural Economic Development. A Case Study in Ciomas Subdistrict, Bogor District, West Java, Indonesia.Amsterdam, Thesis Publishers. Tambunan, Tulus T.H. (1998), "Present Status and Prospect of Supporting Industries in Indonesia", in IDEA, "Present Status and Prospects of Supporting Industries in ASEAN (I), Philippines and Indonesia", March, Tokyo: Institute of Developing Economies, Japan External Trade Organization. Tambunan, Tulus T.H. (2000), Development of Small-Scale Industries During the New Order Government in Indonesia, Aldershot, et.al.: Ashgate. Tambunan, Tulus T.H. and James Keddie (1998), "Draft Cluster Diagnosis And Action Plan. Yogyakarta Area Leather Goods Cluster", Study report, February, UNIDO, Jakarta. Tambunan, ·T. (2005a), Perkembangan Daya Saing Produk Makanan Indonesia dalam Pasar Global, dalam Mahmud Toha: Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Makanan Olahan di Indonesia dalam Era Globalisasi, PPE-LIPI, Jakarta Taufik, T.A. (2005b), Pengembangan Si stem Inovasi Daerah: Perspektif Kebijakan, BPPT, Jakarta Thee Kian Wie(l984), "Subcontracting in the Engineering Sub-sector in Indonesia: A Preliminary Survey", Study Report, September, PEP-UPI. Jakarta. Thee Kian Wie (1985), "Kaitan-kaitan vertikal antara perusahaan dan pengembangan sistim subkontraktor di Indonesia: beberapa hasil studi permulaan'{Vertical Integrations between Firms and Development of Subcontracting System in Indonesia: Some Results of Preliminary Study), Masyarakat Indonesia, XII(3).
218
Thiruchelvam,
K. (2004), Towards a Dynamic National System of
Innovation in Malaysia: Enhancing the Management of R&D in Public Research Institute and Universities, Journal of Innovation, Journal of Technology and Innovation Vol. 12/2, . STEPI , WEF (2004), The Global Competitiveness Report 2004-2005, Oxford University Press. World Bank (2005), "Averting an Infrastructure Crisis", Infrastructure Policy Brief, January, Jakarta.
219
LAMPIRAN 1: Questinnalre Penelllian Sistem Inovasl pada Kloster lndustrl (mis.. pengobhan ikandi ...•.•.•••.. Nam:a Klaster: Untuk rertanvaan-eertanvaan tertentu. isilah denean infonmsi vane diminta atau bcrilah tanda 'v' Nama Perusabaan: A. Gambann Umum Perusahaan I Rata-rata omser pcnjualan per tahun 2002: Rp. 2003:Rp.•..•..... 2QO.l:Rp. atau eer bulan Alau ocr bulan, 2002:Ro 2003: Ro 2004:Ro. 2. Ra1a--ra1a persentasl Leunlungan dari 20().I: ...... 2002: . " .. 200): ...... total eeniualan oerta.hunatau eer bulan 3. Jumlah pcgawai/pckerja (direk:si+ Akhir 2002= •.•... or.ang Akhir 200..lc ..•••. or.an; Akhir 2004= ...... orJng man:iicr+buvawan)
I
scluruhnya
a. Telmis!omduksi ronsionaJ) b. Administrasi '"'"•ional) 4. Jenis Droduk
5. Jumla~Jenls produkboru tiga tahun CerakhJr (scbulkan) 6. Volume produksi (unit? Ton'! Buah)
II
I Athir 2003= ...•.. crane I Athir 2003= •••••• or.tnl!': Akhir 2002• ...•.• orane Jumlah icnis ( .•..•. ienis) 2002 I 2003 a.( I •idak ado "-I I tidakod• b. I I ad._ .... icnis b. I I •da. .... ienis 2002= I 2003= •••.• % dari total pcnjualan Akhir 2002• ...... orane
I
Akhir 2004= ••.••. crane Akhir 2004= ••.••• or.inr
20().I •·I I tidak :ida b. I lada..... ien is I 2004= I
I
I
7. Rata-rata pcrscntni penjualan dari produk- produk b411.1 llga tahun 1erakhir (oerkira:m) 8. Tahun berdiri perusahaan Tahun .....•.••••.••.••... 9. Jcnis bad3n U5.3ha I a. YT b. I CV e, I I Kooerasi d. I IUD e. I I PD f.l I Peroraneun n. Lain-bin ( 8. Amrk Pemasaran dan Penlualan • Jcnis pembeli I I peror.mgan I I pedagang I I •gen I I ritel I I lain-lain. scbutkan. _ (bcrilah tanda 'v' DIOMJ killau lcbih dari I jenis pembcli. urutkanhah berd:w.rkan pdoritas. l untuk ocmbeli vane oafin2 banval. 2 oembeli tcrbolnvak tcdua. dst. 2. Jumlahocmbeli(opsional) 2002• I 2003s I 2()().1; . Bantuan apa yang Anda pcrolch dari I I disain produlc I I iwlum acknis pcmbcli. mis. ~cang. sgen. rilcl? I J pcningkatan proses produbi I I pcmbiayaan lnvestasi s~rilnh tanda v p(U/a butir rrurrra I Jjaminan mutu produt I I pembiaya:m operJSional St'mua infor s11ja y1u1g u111ui. ( I uang muka I I lidak ada ~HAS/A.lap I I lain-lain( •i11,r:taJa11um. I--+-. -Pe-n-ga-la_ma_n~d~ab_m_m-ema-,.-,-k-an---+-'1-li..:odo=='-'--------------'----------l prcxluk langsung (tidak lewa1 agen, I I tidak eda eedaeane. etau perantara) 5. ko~di~i pe~Ju~lan I J s:s.ngat rendah dari yang dihar.1pbn I I hampir &1.JN dcngun yan~ a. harp produk diharapkan I I sediklt lebih rcndah dari yan2 diharapkan I I lebih tinJU:i dari yang dlharapkan ·b. TeJmin pembayaran -~Las ?CnJu~i~n I ) sama sekali tidat puas I I kurang pua.s I I puas.. tetapi 1crgantung pembelinya I I puas produk. Pilihl11h s11lali saw dengan memberi tanda
'110}
Rata-rata tiga tahun tcrakhir I I berkuran• I I rerao I I meluas h. Nasional (luar propinsi): % 7. Orientasi pasar produkJKemana saja "' Lokut (dalam provinsi): % oroduk celah diiual? c.Eks""' : % C. Keterampllan dan Teknolotrl . Tingb• kerusakandalamproduksi(% duri tolal 2002: 2004, 2003, oroduksll ~. Tingbt penolakanprodukoleh pembelipaska 2002: 2003, 1 2004: ocniualan (% dari total) • Sumbcr peningkatan telmfs di perusah3an Anda I I pelatihan publik(Sepeni Pemda.Depanemem)I I lembugariscl I I perusahaonyang berrlekatan I I unlversitas (berilah tanda 'r' pada brlllrmana saja yang sesttal dmr berilah tanda 'V'ptula b11dr yang I I pelarihanswosta I I pembeli.pedagang. pa/111gefekli/) a&;en I I lain-lain I. Apabh Anda rnembuatsuotupeningkatan.perbaikan 2003 2004 atau modifikasi 1ig11ahun terak.hlr? (beri/ah tanda 'v' pada b"'ir ,vong sesuai} h.f J a) pro1e1 (mis. pemasaran. produksi) o.l IY• b.f I •dk o. f 1i.11 1idak. ldk va h.11 b) produk a.1 ]ya b. j I •·I I ya b.) lldk a. I tldak va tdk 6. Areal pasar secara gi:ogr.afis
I I
...
I
'
•. , ,,. I
I
I I
I I
221
)
Pertalian denPn Jarlnean . Jenis 'kerjasama' sepertl apa pcrusahun Anda miliki dengan UKM lain dalam •scntra' yang sama? UntukJ,nl.r Kegialan. Pilihlah butir mana saja y:mg sesuai menurut Anda dctigan mernberikan tn11da 'v' ®lam kotak yang sesuai Beritah penilaian 'Ar1l 1Nntlnrn1t1' kerjasama tasebut denp.n mcmberi tanda 'v' padu kot1lk yung'se;.,~ Informasikanlah, nerusah:lan Anda tclah meneadakan keriasama denaan 'beraoa banyak oerusahaan' rallM'a~ liea tabun terakhir. L Jenis Kc•iaran b. Arti Pentlneva keriasama bolnyuknva ~rusahaan ( ._),. I Kee:i1tan oemasnran I I al'Jlk ocnting I penliRI." I I 14nnat pct1Cin@ , I kee:iatan oroduksi I la~koentine: ~nlina I I mne:u eentlna _____ J. _______ _J___________ -I I auk ocntine oendn11: I ) sanl!ilt oendna ,__J_ ________) ------I nfl>noadaan bahan baku ___(_, ___ __J______ I I oak ocntin• i oentint I I sanJ?at eentlna I oen2adaan peralaWId1m mesin __i ______ J__ ___ ) r lain·lain ( I I ink oentin• I oenllne J 1 saneat eemtne I tidak ada Apakah (pen1sahun) Anda l J tidak Ida l I ya memberik.an 'pesanan produk' 1llu Jika ya. bag:limana kecendeiungan volume pesanan lersebut? pengadaan kcpada pcrusahaan di [ I menurun l I menlngkat l I terap dalam scntra yang sama (perusnhaan Anda .J~ba.rt1i Dembelil? . Apakah Andu mcncrima 'pesanan' I I lid•k ada I I ya atau memasok produk atau blahan Jika ya. bagaimana kccenderungan volume pesanan tersebut? batu kcpada perusuhaan lain d:ilam I I menurun I I meningk1n I ltetap sentra (Anda sbx sr,pp//er)? E. Lembaga l. Layal\a.n sepeni apakah yang dlbcrikan olch kopensi di serara Anda? pllihlah butir mana saja yang scsuai dengan mcmbcri tanda •y' pada kolak berilah eenualan terhadao ani eeetinenve lavanan van21elah dioilih tersebut dcnnn membcri tanda 'v' oada kolak I I pcni:umoulan dan ~vcbar:m informasi pasar 11 tidak be2itu pentin2 J loentin2 I I saneat penlin2 [ 1 distribusi dan penerimaan nesanan [ ) tidak begitu penting I I oentin£ I I sangat pentin2 b I 1 nen•adaan bahan baku e I l lidak bc2itu eeeune eentlne r san2at peming I ) ocn•adaan oeralaran dan mesin [ I tidok bctitu 0<11ling d I pentin2 l sangat nenting I saneat rrntinP r 1 eelatlhan r 1 tidak beelm oentlna e eeeune I keuanean l I tidak beelru eentine I eentlns I saneat eeeuee f ) I N"ntine lain-lain ( l I tidak bel!iw eeenea I I sane.at oentine. F. Manalemen keuannn dan ~blavaan Apakah penasahaan Anda mcmbuat pembukuan kegiatan usaha.1 I I tidak I Jya Jiia yn, pilih butlr mana 1aja yon& .1e1ual d~ngan tMmberi ( I buku kas I I buku ragi laba l I buku neraco tandn 'v' oada 1.:otak) f I Lain (sebutkan: Scbulkanlah sumbcr pembiayaan yang pcrnah Anda gunakan (pllihlah butirmana snja yang sesunl dengnn memberi ltu1dn 'v' pat/a D.
___ __
__________
1 1
•
•
'
Wtttlcl.a. Modal
kcr.P
I J Modal aendiri termasuk dari kcluarg3 l l Teman dan masyarukat setempat I I pembeli pedagana & agcn bcrupa uang muk.o. I I Bank I I Koperasi I I modal """'"'" ) I I lain-lain ( ( I Modal sendiri termasuk dari kclu.ari;a I I Teman dan Jl\ll$yarakat aetcmp11 I I Koperasi I I pembcli pedagang & agen bcrupa uang muka I ) modal ventura l I Bank I I lain-lain ( \
b. Biaya investui (perala&an. mesin. bongunan pobrlk)?
G. PenorrnnaanLava1mn I. Apakah Anda pemah mcminra bannaanlnaseh.o.t bisnis danlauau jasa peJatihan dari penyedia jasa o.tuu sumber-sumber berikul ini? Dan scbcrap;a serin2 Anda meminta butuantencbul? (Berikrh landa 'v' pada butir mnna 1ala vcin.s .tesuui) lemba~ oenelitian scdikit kadan2kala I Jserin• I lidak oemah universitas sediklt I scrinP kadan2kalo b I tidat pemah konsultan sedikit I scrinit kadan•kalo I tidak oemah < pcrusahaan skala bcSAr sedikit lc:adaMkala d I serin"" I tidlkoemah I tidak nomah pembcli rwfanne. aeen I scrim!' &edikil kadaMkala e Asosiasi industri kodangkal• I sering f I sedikit I lidakoemah Kamar Da .. n• din lnduslri (KADIN) I scdikit kadan•kalo I serine: I lidak Demah lemban swadava masvarakat BOS tidak nemah sedikil kadan•kalo I scrin"" h lain-lain ( I scdikit 1 scrim! i kodan•kala l tidak oemah 2. Layanan auaujasa apa saja ya111 pernah Anda minra? Dan seberapa sering Anda meminta layanan tcrsebu1? (berilllh lnndn 'v' pada butlrmana 1alri vnn• iemai) I l akses ke .....,. & oemasaran I J sedikit I kadan•kala I I scrin2 I tidak oemah f 1 tidak nemah 1 kad4ngkalo I I scrim~: b I 1 manaiemen I scdikit I \ lidak oemah I sedikil 1 kadanl"kala lse:rim!' r I oercncanun bisnis c ( ) DCla.tihanketeramoilan teknis I scdikit )scrim! d l I tidak ocmah I kadan•kala I 1 keuannn dan nembukuan/akuntansi I llidak ocmah I sedikil l kadanl!:kala I scrin2 •f I serim! J 1 iasa hukum I Hidak oemah I sedikit I kadan•kala ) I kadan2kala ] scrin2 J 1 Lain-lain ( I 1 tidak ocmoh I scdikil
•
.
•
.. •
222
.
3. Apakah Anda membcri bayaran unwk ]Asa yana Inda terima terscbut?
I lddat I 1 ya. scdikh
4. Bag.aimana penilaian Anda tentang; kinerja Busineu Development Service (BOS)? (Pilihlah 1alah aatu d1ngan memberl tanda 'v' pada kotak}
I 1 ddak ada BOS I 1 ddak iertarit I ltidakpuH
!
1 kadan&kala I 1 ya. penuh
I l tidak talw ada aiau ddak BOS I 1 bcgitu-bcgitu saja I lpuas
S. Apakah Anda mcmbcri bayaran unwk jasa yana I I tidak I 1 ya. scditit I 1 kadanskala I 1 ya. penuh anda tcrima dari BOS? ILlnOYasl Berapa perscn dari penjualan Anda alokasikan untuk kegiatan penelitian dan pengcmbangan produk (r.lll·ra.ta tiga tahun tcrakhir) I I tldak ada I 1 .... 'I> dari ocniualan 2. AD11ka Anda oernah mclakukan keriasama oenelirfan dan penrembannn nroduk den an in11ilusi bcrikut ini (: tidak ocmah sedikit kadan• kala t scrin" a. Lc~bag!_PCRelitia~~~~!!!;i_h lscrin2 b. Unlveniw tidak pemah I I scdikit kadan• kala tidat oemah r ( ICdikh bdan1 kala c. Perusahaan lain 1 scrin• ) serine. tidak ccmah r 1 ICdikit kadan• kala d.-Lcmba'i!i ,swad!~ ma.syaraka! C. I oin.loln ( ) tidak oemah r l sedikit kadan• kala 1 serine: itlan van2 ocrnah dilakukan oado. tie:a tahun 1cralc.hir (berilah tanda 'v' oat/a butll' monn saia yan.r sesu"il. 2. I I lldakada r ldaw I I teraoen I I penzembanaan J. Thu1. tahun tcrakhir, aoakah ocrusahaan Anda mcnralokasikan anaaaran unwt haJ·hal berikut7 lnfonnasi teknologi (seperti komputer. intemeL I J tidak [ 1 ya. tapi masih kuran11 11 ya. dan dirasa mcncukupi ieiatinR) b. Pelatihan karvawan I Iva.. taoi lidat sctiao cahun I J Ya. sctiaJ) tahun I I ltidak 4. Pada umumnya dari mana saja sumber infonnasi yang Anda peroleh be.rkaitAn denaan pcngembangan perusahaan? (li11gk.aril11h butlr mana sata 'Wlll• ns11t1IJ a. Dari dalam oerusahaan sendiri d. unlversitaa oem lembua rlset oem. lembua alih teknoloci oem. b, Dari oesainiz. konsultan, lembaoa riaet swasta e, patent, oameran, konfcrcnsi. seminar c. dari r¥:masok/sunnlier. nt!:Mbeli 5. Apakah perusahaan Anda mcmpunyai hak ketavun intelektual? a. Patent I ltidak ada I I •da ....... notent lsebut iumlahnya) b. Merck terdaftar and tidak tcrdaflardi I l tidak ada I 1 ada. ..... merct (tcrdaftar. ....... Tdk tenfaftar: ....... ) Deruirt.-men KehaJdman c. Rahasia dae:aniz ddak ada I I ada. ..... lscbut iumlahnval d. hak cicta rcoov rl•ht) 1 ddak ada r l ada. ..... (sebut iumlahnval e, disain industri I tidal< ada r Jada. ..... (scbut iumlahnva) L Pertukaran -etahu1n I.Apakah perusahaan Anda atau karyawan pcrusahaan Ando bertukar pengalaman atau t ltidak I Iva oenJ:ctahuan berkaitnn denrran hal·hal baru den~an ~rusahaan lain? 2. Apakah peruuhaan Anda mempunyai pengalaman bertukar pcngalaman atau pengetahuan I I tidat I Iva denran aihak-oihaJc atau DCrusahaan dl luar ne2erl? J. Prom Resoonden ) I !Lain( I.Jabatan I locmilik I lDlrckwr I 1 Manaier I 1 Pen•urus 2. Jcnis Kelamln I 1 laki-lilki I '""'""'"""" 1151-60 I 160 lahunkcatas 3. Usia [ J 20< l 120-30 I 131-40 [ 141-50 4. Tingkal pendidikan terakhir I l Tidak lamat SD I I Tamat SLA/SMU I 1 Srujana (Sil (Pilihtah salah satu) ( !TamatSD I l Mosler/Magistcr (S2) I I Diploma I. 2 I lTamatSMP I I Dokior {S3) I I Sariana Muda. 03 I I S-10 4. Lamanva di oerusahaan ini I IS< I 110- IS I I <15 tahun S. Nama ya diwawancarai. Alamat dan Nomor telpon
..
-
-
I I
K
L
Lembap lntermedlasl Untuk menjcmbatani arus infomwsi teknologi darl penycdla jlWI teknologi scpenl lcmbaga riscL unh1crsitas. dan perusahaan swast.i kepada UKM. aebutkanlah bcrdasaR:an urutan priorhas dg.a lembaga 11au orpnisasi yang Anda harapkan dapot menjembalani penyaluran infonnasl teknologi tersebut (mis. BDS. Din1111'kanU>r koperasi. asosiasi. dll.}: L' 111 r~r Lain-Lain: Jika ada, tulislah secara 1pesifik din &ingkat (pointers) haJ.hal pendna yan& ingin disampaikan oleh yang dlwawancaral (Resoondent) scocnl masalah tcknl~ pemasaran. ocnnodalan. kebl]akan, sosial. dll.
Nama Petue.u Survev/Pewawanc1ra :
-'
......... ......................................
Tai.: ..............................................
TenmaKas1h
223
Lampiran 2. Struktur lndustri Indonesia
I~
1997
1998
1999
Jumlah
Komposlsl
Jumlah
Komposlsl
Jumlah
Komp.
39,704,661
99.84%
36,761,689
60,449
0.15%
51,889
0.14%
51,800
0.14%
2,097
0.01%
1,831
0.049%
1,900
0.01
39,767,207 100% Sumber: Rudjito, Dirut BRI, 2003
36,815,409
100% 37,853,700
100%
Usaha Kecil Usaha Menenaah Usaha Besar '·· Jumlah
99.85% 37,800,000 99.86%
Lampiran 3. Definisi Pengelompokan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Keterangan MICROENTERPRISE • Employees • Total Assets • Total Annual Sales • Credit Amount SMALL ENTERPRISE • Employees
•
Total Assets
•
Total Annual Sales
•
Credit Amount
MEDIUM ENTERPRISE • Employees
•
Total Assets
•
Total Annual Sales
• Credit Amount . . Sumber: Rudjito, 2003
224
World Bank
Pem. Indonesia
10 or less $100,000 or less $100,000 or less
MOS Bl dengan Menko Kesra Rp. 50 juta
Between 1 O and 50 $100,000 to $3 million $100,000 to $3 million
Max. Rp. 200 juta Max.1 miliar Rp. 500 juta
Between 50 and 300 $3 million to $15 million $3 milion to $15 million
Rp. 200 juta Rp.1 M
Rp. 50 miliar?
Lampiran 4. Kelompok UKM (Berdasarkan Laporan Kelompok Pakar UKM APEC) KELOMPOKA: UKM yang sudah masuk ke Pasar Global. Kelompok ini telah menjadi subkontraktor dari perusahaan multinasional terutama yang bergerak di sector otomotif dan elektronik KELOMPOKB: UKM yang sudah/pernah masuk ke pasar lntemasional. Kelompok ini sudah .· mengekspor hasil produksinya tetapi didasarkan atas pesanan dari luar 'ii"(;! negeri. Jadi bukan atas hasil upaya pemasaran ekspor yang agressif KELOMPOKC: UKM yang belum pernah melakukan transaksi luar negeri tetapi memiliki potensi yang cukup besar KELOMPOKD: UKM yang memang tidak memiliki orientasi ke pasar luar negeri, dan mayoritas UKM ada di kelomook ini. Sumber: Rudjito, 2003
225
Lampiran 5. Nilai Produksi Industri Makanan dan MinumanPropinsi Jawa Barat 2000-2001
·-·· ""'
JAWA IARAT (d•l•m Rp OOO> 2000 2001
ICATEGORI
KODE ISIC
llnsum Pekin 1erni11.1 utan nan i;iU co1111c v.1n ... emu1n11u11 a uon1-, M1e, :.p11en , n, >0 un oan se en11 "1nyu t.ior1111 aan M1nya11. ~1apa )aw t tnt01.1h1n Ten van IPliOPI cu aan St fn 11"111
""'
....
·~. "'
1549' 1549' 1$494 15491 UU9 15Jlt 15492
,il:Hl,11
ol'-111'1',D..,.
....,..,,,v,,e .. • ID;J, IYll111V;J
ol:llD
101,:14:1,J:>U
JJO,,U:J,,HU
....
, <41,IJO,ll.'ll
. . . ..,,........,._ ...... ,.,,J04,4.lJ
,001,l.l/
...... ,,. .. ,,1111
fl.J,UJO,'MI
lll"l,Ul.J, .. 01
11a,u1,.,01.i IDY,"11111,10)
1,m,•6<,011
... . .... ,,. ..... '"'
~Clp •moe1uan
lun
a.n 1tota P9ralr•"
lalnnya
........... ,
.11,110.i,1w,.i1
.. o,,, 11v,.111•
611111, ...........
IUl,:t":t"0,0"'1
~4,,U4,llY
10111,1 .. 1,01 ..
l,,01"1/,JlY
m,m,•01
ewmat1n
DUln • ooanan
can uyur1n
usu
.......... . .... ~ ........ , .......
'''°"
l:ll1UGO,lU
•n101anan aon 16•n1ow.can OGJ#lf
...................
.JO,JlY,30"1 03,YIN,ll
lnyu "Ult ( M ny1 Makan ) uan N1Datl din ntw1n 1 1nan yana oeu.n ttrmasuM ke1ompok mi.napl.ft
•"' JllY,UlU,llO
"''•"'•'""
1 ... an untuk ternall lllnnya
tcerupuk Clan HJenlsny1 Tempe Kut·kue btsah Pen1olahan dan P.n11wt1n lafnnya Pern1tllln11n Padl du Penyosoh1n Beras
,,
:tu 48,928,114
"·""'·"'
''0
..
00,uto,1.tt 4,J62,05
..........
1521)
Kopra EsKrlm
"·'"· '°' 1 1 , U,4
:N,032,
15)11
Pengupuan
dan p•mbtt'Mh.t.n Umbl·umblan
"""fG •nfdll It.on aan 111ota P.ralran
m,o•o,'4•
1...:,110,
4>,"7,0>I
Ubl Kayo T1pk>k1
J111/"l,lll,OOJ
'§i:i,.llU,011111
oo,m,,.o .. 9,6.1.1,4
,1110-.,;;i.1:1
10 ..
n2n
Makanan
o,u1J,:i1
15•21 1St4i
PenllMllahan Gula lalnnva sel.1ln slrop
J,:i1T,•l1
19,241,'167 37,80 ,1q ),698,118
l,~Ul,.JJ:I
IH,487,:iQIJ 111,.JlO,.J~
'·"'·"'
'60,~u
1U1S
Berb111
Macam Pat Palma
PenHrln11n Buah • buahan din S.vuran Pen1uo1111t Clan oemti.rslhan Kool Pall Lannya Mlnyak 1r• lalnnya dr nabltl a haward Pen111\tn91n dan '•mbf."lhan PacU•pad\an lalnny• Gula Merah 111oan lkan a biota air lllLn P«nlncl1n11n lkan dan llot.a Peratran latnnya Pen1otahan Penu1ln1~
din hn awetln lhn dan hralran talftnv1 I Ptmanfnn luah • buahln dan S1yuran
Tepunt Terltu Mlnyak makln 11 wmH lalnny1 PtnlUPISll'I.
Ptmberilhan
dr
nabatl a hew1nt
dan Penirnl'11an Bl l·bl lln
Total Nllal Produktl IND. Makanan a, Toti Niia. Proclulul Pakan b. Total MU•I Prod, Pen11mn1an din PenlUPa&n Total Nllal Proaukal Maki.nan A Total Nllal Produktl Maklnan A·b
Sumber: BPS 2000-2001 (Diolah)
226
,,.,.,.,,
......
1,uw, ... uu
·"'·'" ~ ,,
•.. u u
•tV,TJ)
........
1'0,0llO
. ,,,,
,4ll,6)0
~,uw u u
•ou,wu u
"·"'" u
u
.
10,1611,1"
u u
" .1,•14,~),NY
........ u,..,.. .. 00YIU0\1Uto.ll 1,111,1111u1
.
9,041,104,u"6 ,J.!l,ll),U01
..,,.,, .,
,r1~00IO,YD:I
1,61
,1t7,5;zu
.... . . ..
,
,Y0004:l,,,..ll4: "1,1.tU,JOO,Jll 8),688,701 406,650.871 2),'IY8 • .c&4,296 6]6,)87,SOl
900,709,365 1,126,168,756 1,996,567,310 34,276,166 201,058,422 165,735,46) 1,)70,892,900 541,886,38-4 5 .. 6,520,566 632,770,338 22,3D1,5•9
22,648,398
)1,779,88"
.. l,24$,192 .Ctl !117,209 ll,865,19
tl 209,521 491,969,108 1M,l50,25'4
5, 57,915 68,lU
551
36,290,756 6,710,811,479
,4U,486
" 12,.111:i,Jo1,0oo
l 251,776
159 432 476 361,197,914
o
o
ZM,'70,856
lS615,292 116l,9U,515
1+4,lU
fJ),144,JZ/ 1llJ,O'U.,OlO 9,780,lZ7,661 d0,067,41]
n,llS,570 106,680,455 1,259,819,762 214,317,7~
l+t,196,200
58,300,251 1,201,824,166 J9",446,791
8,459,671
.an
,48 ,69J,6t5 1,U•4l,O::i1,u6 ,.,,,,,HQ, IJ o,u• ,IOJ,JlD
425,954,2:i0 137,254.257
.. , .. l6,l3:i 114:111U.t, .. JY .u1,wY,IHJ
,UJU,YJ,
188 l25,279 325,792,lU
1T,"7,0J0 1:1,.l:U.J,W;ll IJ,lUl,"llU
,01
6,0ll, ...
.. ,6,050,618 198,856,874
1
Lolnnyo Makan1n 11lnnya darl Kec:i.lal Pern9up11an. Ptmbel'llhart di.n Pen~lntan Coklat
Mar11rtrw Guta lalnnva P.,,1up111n dan pem~tllhln Kac111t-kac1n11n ~n19a1omanl1HAJn'lttJCA IJian dan biota p•raltan loin
. ........... , 202,216,128 762,9'42,452 616,713,051
15491 1!)14
darl >USU
10J,.J4 I 9 U,ll9,14l,)HI
1,768,010,001 11,486,325 61,776,894
'·"'·"'"
,c:ll'n,898,"IV;! J,)VU,Wf,UlU
zo ,819,JJ8
0.11,1.1.1, .. ,,1
.1:.l:O,U;M1YJO
1Ul111111"'o;ll;ll;ll ll'l,.JlV,.11111 OU,)O),Wa) :i:i,"l"IU,
............... .. .
''·'""·'" J8,111,l99
11U2 tU21
:N1,6]4,.,,
-'""'•11.J,UIU
mioronftln n•won
l.4,859,\144
15t2S 1\Ut
··"'·'"·"'
•puna een Dehan naoeu 111nnya
.1:00/Y.J,llY'I
15t41 t'UH 1S422 Ul.u
1Cl''f00YOO,IDYU
Ul,.Hf
Pen11l•nt1n 8ulh • buah1n dan Slyuran Mlnyak Gorena dul Mlnv1k Kel.apa
ISJ24 lt1J4 IS31J ISJH
...
.,.,,,., ,
UDUk~Ollllt
Patl
ISJU Ulll
,'481, .. ,,.
1,nu.~>. t4
,:lUJ,.UJ
1501 IUO
"''
,.,
IU11',Hl18Jl,.J.JI
,., ..o,.H:o,a.i
';l1•1JYU1D"
nnJ
,,,.,
NHklnat
,..,..,
YO ,IH
IJO,l.l.01YfU
umbum&iik oan Penye:aap-M..an
.....
...... "·"'
!108.619
46)
1,]24,414,075 10,]76,777 2n,9"'1,2ov 1s6,at9,162 2,1 .. 5,0M 7,074,563 552,955,169 419,549,7M
1,9!<,0\lO 5,9)1,946,186 40),474,510 )29 656.&44
M 491129,392 ,151,776 4,70l,19S,424 ....... 7,170,616
10),291,557,90] 655,071,887 S,677,102,002 102,636,416,016
79 771,975,192
96,959,114,014