BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
Industri manufaktur merupakan sektor strategis di dalam perekonomian nasional. Hal itu ditegaskan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 yang menyebutkan bahwa sektor manufaktur merupakan salah satu motor bagi pertumbuhan ekonomi. Sebagai motor pertumbuhan, kinerja industri manufaktur nasional terutama yang terkait dengan kemampuan daya saingnya masih belum pulih. Hal itu disebabkan oleh beberapa permasalahan yang membutuhkan penanganan secara saksama.
I.
Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan utama yang dihadapi, antara lain struktur industri yang belum kokoh, iklim usaha yang belum kondusif, penyelundupan yang masih marak, penguasaan teknologi oleh unit usaha yang masih lemah, dan kualitas SDM industri yang belum memadai. Secara lebih rinci, permasalahan yang dihadapi untuk tiap subsektor industri adalah sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi oleh industri makanan, minuman, dan tembakau, antara lain terganggunya pemasaran dalam negeri oleh produk ilegal serta akibat isu negatif penggunaan bahan tambahan pangan yang mengganggu kesehatan; terjadinya tambahan beban biaya operasional akibat kebijakan yang belum kondusif, seperti ketentuan karantina dan retribusi daerah. Permasalahan pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) meliputi (1) permesinan yang sudah tua (80 persen berusia di atas 20 tahun); (2) masih adanya anggapan perbankan bahwa industri TPT masih berisiko tinggi; (3) masih maraknya penyelundupan. Di sub sektor industri alas kaki permasalahannya adalah impor ilegal, kurangnya pasokan bahan baku kulit, terbatasnya kemampuan SDM dalam desain dan teknologi, serta ketergantungan yang tinggi pada buyer/principal luar negeri. Permasalahan pada industri pengolahan kayu (termasuk rotan dan bambu) antara lain adalah (1) adanya kelangkaan pasokan bahan baku kayu dan rotan; (2) masih terdapat produk kayu dan rotan setengah jadi dan asalan yang diekspor; (3) masih belum kondusifnya perdagangan bahan baku kayu, dan (4) lemahnya kemampuan desain dan finishing mebel. Masalah yang dihadapi industri pulp dan kertas di antaranya adalah (1) tuduhan dumping dan subsidi dari negara tujuan ekspor; (2) belum kondusifnya pengelolaan limbah dan lingkungan; (3) masih lemahnya kemampuan hutan tanaman industri (HTI) untuk memasok kebutuhan bahan baku dan belum terbangunnya kemampuan bahan baku alternatif, seperti tandan kosong kelapa sawit. Industri pupuk, kimia, dan karet menghadapi masalah, antara lain, berupa terbatasnya pasokan gas untuk bahan baku/energi di beberapa wilayah, seperti Gresik, Jawa Timur, dan Medan, Sumatera Utara dan adanya kontaminasi terhadap bahan olah karet (bokar) berupa limbah padat kompon karet. Sementara itu, industri semen dihadapkan pada masalah, antara lain kurangnya sarana dan prasarana, bahan baku, dan kontinuitas pasokan batubara. Khusus untuk industri keramik, 18 - 2
permasalahan yang dihadapi adalah ketergantungan pada bahan baku impor serta ketidakstabilan pasokan gas bumi. Permasalahan yang dihadapi industri baja terutama meliputi (1) banyaknya peredaran produk baja non standar di pasar dalam negeri; (2) adanya penanganan limbah peleburan baja (steel slage) sangat memberatkan karena di kategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun; (3) kurang efektifnya perlindungan terhadap produk dalam negeri; dan (4) masih beredarnya barang impor yang ilegal. Industri kendaraan bermotor roda empat masih mengalami permasalahan, antara lain, berupa lemahnya keterkaitan industri perakit dengan industri komponen dan pendukung, belum optimalnya peran lembaga pendukung industri kendaraan bermotor, seperti pusat diklat, lembaga sertifikasi, pusat enginering, perguruan tinggi, dan masih adanya ketergantungan industri terhadap bahan baku impor. Permasalahan yang dihadapi industri mesin listrik dan peralatan listrik, antara lain ketergantungan pada bahan baku luar negeri, seperti turbin dan generator. II.
Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai
A.
Umum
Upaya peningkatan daya saing terus didorong untuk kemajuan industri manufaktur nasional. Koordinasi lintas instansi diarahkan, terutama, agar terus memperbaiki faktor kunci keberhasilan pembangunan industri, dengan melahirkan kebijakan untuk (1) mengembangkan sistem distribusi yang efisien dan efektif untuk produk industri termasuk mengendalikan lalu lintas barang; (2) menciptakan lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif; (3) mengembangkan kemampuan inovasi teknologi; (4) mengembangkan kompetensi inti daerah; (5) menjamin keberlanjutan dan ketersediaan energi bagi pembangunan industri; dan (6) menjaga integritas ekologi bagi kegiatan dan produk industri; (7) mengembangkan kerjasama (aliansi) dalam rangka penguasaan pasar internasional terhadap produk industri.
18 - 3
Secara umum, perkembangan industri pengolahan nonmigas ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhannya yang pada tahun 2006 mencapai 5,27 persen, dan semester pertama tahun 2007 tumbuh 5,92 persen. Secara lebih rinci, disajikan pada Tabel 18.1. berikut. Tabel 18.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas, 2004 – 2007*) (Harga Konstan Tahun 2000) CABANG INDUSTRI
2007*
2004
2005
2006
1). Makanan, Minuman dan Tembakau
1,39
2,75
7,22
8,16
2). Tekstil, Brg. Kulit dan Alas Kaki
4,06
1,31
1,23
-1,53
3). Brg. Kayu dan Hasil Hutan
-2,07
-0,92
-0,66
-2,01
4). Kertas dan Barang Cetakan
7,61
2,39
2,09
10,78
5). Pupuk, Kimia dan Barang Karet
9,01
8,77
4,48
6,96
6). Semen dan Brg.Galian Non Logam
9,53
3,81
0,53
5,60
7). Logam Dasar Besi dan Baja
-2,61
-3,70
4,73
1,08
8). Alat Angkut, Mesin dan Peralatan
17,67
12,38
7,55
7,16
9). Barang Lainnya
12,77
2,61
3,62
-0,04
Industri Non Migas
7,51
5,85
5,27
5,92
)
Sumber: BPS Catatan: *) Semester 1 2007
B.
Perkembangan Beberapa Komoditi Industri
Dalam industri makanan, minuman dan tembakau, langkahlangkah penanganan yang telah dilakukan antara lain (1) koordinasi pelaksanaan UU No.17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan; (2) koordinasi dalam menanggapi isu negatif yang berkenaan dengan
18 - 4
produk pangan; (3) peninjauan kembali berbagai peraturan tentang karantina, izin pemasukan daging dan susu, perdagangan antarpulau untuk gula rafinasi dan Perda tentang retribusi pemasukan makanan dan minuman ke wilayah DKI Jakarta; (4) peninjauan kebijakan penetapan harga dasar dan tarif hasil tembakau; serta pengefektifan Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM). Produksi minyak goreng sawit selama Januari – Desember 2006 menurun sedikit. Produksi pada 6 bulan pertama tahun 2006 menurun dari 1.233.000 ton pada Januari 2006 menjadi hanya 649.000 ton pada Juni 2006, sedangkan pada 6 bulan kedua jumlah produksi bulanan mulai meningkat dengan produksi tertinggi dicapai pada Desember 2006 sebanyak 1.175.000 ton. Pada periode Januari – Maret 2007 produksi minyak goreng kembali menurun dari 1,38 juta ton pada Januari 2007 menjadi hanya 1,18 juta ton pada Maret 2007. Dari jumlah produksi bulanan sekitar 33 persen diperuntukan bagi pasar ekspor dan 22 persen dialokasikan untuk pasar domestik dan sisanya sekitar 45 persen untuk stok nasional. Langkah penanganan bagi industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki yang telah dilaksanakan antara lain (1) fasilitasi restrukturisasi permesinan industri TPT; (2) koordinasi dengan kementerian terkait dalam penanganan limbah batubara fly ash dan buttom ash bagi industri TPT yang membangun PLTU sendiri. Produksi serat periode pada 2006 menunjukkan kecenderungan yang konstan berkisar 60.000 ton per bulan, sedangkan kebutuhan di dalam negeri berada pada tingkat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi produksi pada kisaran 75.000 ton. Pada periode Januari–Maret 2007 produksi serat menunjukkan kecenderungan meningkat, yaitu berkisar 63.000 ton per bulan. Selama tahun 2006 produksi benang berkisar 135.000 ton per bulan. Pada periode Januari–Maret 2007 juga menunjukkan perkembangan yang relatif stabil berkisar 141.000 ton per bulan. Realisasi produksi kain pada tahun 2006 cenderung stabil berkisar 80.000 ton per bulan, demikian pula pada periode Januari– Maret 2007 menunjukkan kecenderungan yang stabil, yaitu berkisar 84.000 ton per bulan. Kecenderungan produksi tersebut seiring 18 - 5
dengan tren ekspor yang berfluktuasi antara 62.000 ton–65.000 ton atau sekitar 78 persen dari jumlah realisasi produksi bulanan. Industri kertas dan barang cetakan, sejak awal tahun 2007 cenderung meningkat. Realisasi produksi pulp periode Januari– Desember 2006 berkisar dari yang terendah di bulan Januari sebesar 450.000 ton sampai dengan yang tertinggi 498.000 ton di bulan Desember 2006, sedangkan realisasi produksi pulp periode Januari– Maret 2007 menunjukkan kecenderungan penurunan dari 502.560 ton di bulan Januari 2007 menjadi 495.870 ton pada bulan Maret 2007 walaupun secara keseluruhan terjadi peningkatan pada triwulan pertama tahun 2007 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2006. Dari realisasi produksi tersebut jumlah yang diekspor berkisar 40 persen. Produksi kertas menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari yang terendah sebesar 645.500 ton di bulan Januari sampai yang tertinggi 839.000 ton di bulan Desember 2006. Realisasi produksi kertas periode Januari–Maret 2007 menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari yang terendah sebesar 806.640 ton pada bulan Januari sampai yang tertinggi 814.240 ton pada bulan Februari 2007. Selama tahun 2006, produksi kertas mencapai sebesar 8,5 juta ton, 5,4 juta ton (63,5%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan sisanya sebanyak 36,5 persen untuk diekspor. Langkah penanganan bagi industri pupuk, kimia, dan barang dari karet yang dilaksanakan, antara lain, adalah mempercepat penyelesaian pasokan gas untuk industri pupuk (PT Petrokimia Gresik) di Jawa Timur dan industri sarung tangan karet di Medan, Sumatera Utara. Di samping itu, telah diberlakukan ketentuan penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) yang bertujuan untuk menjaga pasar domestik dari maraknya produk ban eks-impor yang tidak memenuhi standar yang diwajibkan. Pupuk urea merupakan 70 persen dari keseluruhan pupuk yang diproduksi di Indonesia yang untuk periode Januari–Desember 2006 produksi terendah mencapai 371.000 ton, yaitu pada bulan Februari 2006 dan produksi tertinggi mencapai 564.000 ton, yaitu pada bulan Juli 2006, sedangkan produksi pada periode Januari–Maret 2007 diperkirakan mencapai 1,33 juta ton atau meningkat 10,72 persen 18 - 6
jika dibanding kan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Produksi tertinggi mencapai 472.500 ton, yaitu pada bulan Maret 2007. Keseluruhan produksi pupuk urea ditujukan untuk penggunaan di dalam negeri. Pupuk non urea merupakan 30 persen dari total produksi pupuk di dalam negeri, antara lain, meliputi pupuk ZA, SP36, dan pupuk Phonska. Produksi pupuk ZA periode Januari–Desember 2006 berkisar antara 38.000 dan 79.700 ton. Produksi tertinggi tercapai pada bulan Januari 2006 mencapai 79.700 ton, sedangkan periode Januari–Maret 2007 realisasi produksi berkisar antara 52.000 dan 57.000 ton. Pada tahun 2006 produksi bulanan pupuk SP36 berkisar antara 28.000 dan 81.800 ton, sedangkan produksi selama Januari–Maret 2007 mencapai 166.000 ton atau meningkat sebesar 15,56 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan produksi tertinggi pada bulan Maret 2007 yang mencapai 67.000 ton. Produksi bulanan pupuk Phonska pada tahun 2006 berkisar antara 20.200 dan 64.400 ton, sedangkan periode Januari–Maret 2007 berkisar dari 35.910 hingga 60.000 ton. Keseluruhan pupuk nonurea tersebut diperuntukan penggunaannya di dalam negeri dan tidak untuk diekspor. Selama tahun 2006 produksi ban sepeda motor menunjukkan kenaikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan di dalam negeri. Jumlah produksi ban sepeda motor berkisar antara 1,9 juta dan 2,0 juta unit per bulan, sedangkan konsumsi dalam negeri berkisar antara 1,7 juta hingga 2,0 juta unit per bulan sehingga kelebihan jumlah produksi untuk ekspor. Sementara produksi pada periode Januari– Maret 2007 berkisar antara 1,92 juta dan 1,95 juta unit per bulan, sedangkan konsumsi dalam negeri berkisar antara 1,91 juta hingga 1,95 juta unit per bulan, dan kelebihannya diekspor. Produksi ban mobil selama tahun 2006 berkisar antara 2,6 juta hingga 3,5 juta unit per bulan, sedangkan periode Januari–Maret 2007 menunjukkan kondisi yang lebih baik, yaitu sekitar 3,3 juta unit. Rata-rata konsumsi ban mobil dalam negeri merupakan 20 persen dari realisasi produksi, sedangkan sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor. 18 - 7
Produksi semen nasional tahun 2006 cenderung meningkat dengan jumlah produksi bulanannya berkisar antara 2,5 juta dan 3,2 juta ton. Produksi pada periode Januari–Maret 2007 berkisar antara 2,3 juta ton dan 2,5 juta ton. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, produksi semen turun sebesar 1,52 persen menjadi 7,44 juta ton. Produksi semen nasional sebagian besar dipasarkan di dalam negeri (90 persen), sedangkan sisanya untuk diekspor yang berkisar antara 100.000 ton dan 250.000 ton setiap bulannya. Saat ini terdapat 8 perusahaan semen dengan kapasitas produksi 45,7 juta, dan realisasi produksi pada tahun 2005 sebesar 34,9 juta ton, tahun 2006 sebesar 35, 2 juta ton. Langkah penanganan bagi industri logam dasar, besi, dan baja yang dilaksanakan, antara lain, adalah peningkatan pengawasan penerapan SNI wajib untuk beberapa produk baja. Untuk mengurangi ketergantungan pada biji besi impor, pemerintah telah memfasilitasi PT Krakatau Steel untuk menyusun rencana pendirian industri biji besi di Kalimantan Selatan dengan melakukan survei dan pemetaan cadangan. Di samping itu, sedang disiapkan Pengaturan Ekspor Biji Besi, baik dalam bentuk pengaturan tata niaga, pengawasan maupun pelarangan ekspor sebagaimana sudah diberlakukan untuk biji timah dan konsentratnya agar kebutuhan bahan baku biji besi dalam negeri dapat terpenuhi. Pada tahun 2006, produksi HRC (Hot-Rolled Coil) menunjukkan kecenderungan meningkat tipis, dengan realisasi bulanannya berkisar antara 92.500 dan 187.100 ton, sedangkan produksi periode Januari–Maret 2007 menurun tipis, yaitu berkisar antara 134.600 dan 144.500 ton. Secara kumulatif, produksi selama triwulan I tahun 2007 meningkat sebesar 24,4 persen menjadi 419.800 ton bila dibandingkan dengan triwulan-I tahun 2006. Kebutuhan dalam negeri terhadap produk HRC sebesar 1,95 juta ton selama tahun 2006, sedangkan produksi dalam negeri hanya sekitar 1,66 juta ton. Produksi HRP (Hot Rolled Plate) juga memperlihatkan peningkatan tipis seperti halnya produksi HRC. Pada periode Januari-Desember 2006 produksi HRP berkisar antara 40.900 hingga 95.400 ton per bulan. Selama tahun 2006, total produksi sekitar 835.500 ton dan hanya sekitar 21,6 persen digunakan untuk 18 - 8
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sisanya sekitar 78,4 persen diekspor. Pada periode Januari–Maret 2007 realisasi produksi HRP menunjukkan kecenderungan menurun dari bulan ke bulan, berkisar antara 60.500 dan 76.300 ton per bulan. Namun demikian, secara kumulatif pada periode Januari–Maret 2007 realisasi produksi HRP meningkat sebesar 14,9 persen menjadi 209.600 ton. Langkah penanganan bagi industri alat angkut, mesin listrik, dan peralatan listrik yang dilaksanakan antara lain (1) penghapusan/penurunan PPnBM untuk produk elektronika tertentu; pengawasan terpadu produk ilegal di pasar; (2) penambahan sistem deteksi elektronik untuk pemeriksaan barang impor dalam kontainer untuk mencegah pengenaan tarif bea masuk secara borongan; (4) dorongan dan pemfasilitasan pembelian lampu hemat energi produksi dalam negeri. Produksi kendaraan bermotor roda dua (sepeda motor) pada tahun 2006 cenderung meningkat dan berkisar antara 270.000 dan 400.000 unit per bulan. Produksi tertinggi dicapai pada bulan September sebesar 493.000 unit. Pada Januari–Maret 2007 produksi sepeda motor tetap tinggi berkisar antara 363.708 dan 378.541 unit per bulan. Produksi tertinggi dicapai pada bulan Maret sebesar 366.200 unit. Bila dibandingkan dengan triwulan IV 2006, produksi triwulan pertama tahun ini menurun sebesar 18,67 persen menjadi 1.055.700 unit. Selama tahun 2006 produksi kendaraan bermotor roda empat juga meningkat. Pada periode Maret–Juli tahun 2006 produksi berkisar antara 17.700 dan 22.000 unit. Namun, sejak Agustus 2006 terjadi peningkatan tajam, yaitu dari 27.600 unit menjadi 32.712 unit pada Desember 2006, sedangkan produksi pada Januari–Maret 2007 cenderung menurun. Pada bulan Februari 2007 produksi menjadi 20.580 unit atau menurun sebesar 17,15 persen jika dibandingkan dengan bulan Januari. Produksi baru meningkat lagi pada bulan Maret menjadi 34.357 unit, dan terus meningkat lagi pada bulanJuni mencapai 35.418 unit. Sebagian besar produksi kendaraan bermotor roda empat dipasarkan di dalam negeri. Produksi untuk ekspor berkisar antara 5.000 hingga 12.000 unit per bulan dalam bentuk komponen terurai dan antara 1.500 dan 3.800 per bulan unit dalam bentuk produk utuh. 18 - 9
Produksi televisi selama tahun 2006 menunjukkan peningkatan yang cukup besar, ditandai oleh naiknya permintaan dalam negeri serta meningkatnya ekspor produk televisi. Pada kuartal pertama (Januari–April 2006) produksi televisi berkisar antara 490 ribu dan 560 ribu unit per bulan. Sejak bulan Mei 2006 produksi pada terus meningkat dari 650 ribu pada unit menjadi 850 ribu unit di bulan Agustus dan 1,5 juta unit pada bulan Desember 2006. Selama tahun 2006, produksi televisi mencapai nilai sebesar USD 1,08 miliar, sedangkan permintaan dalam negeri hanya sebesar USD 0,67 miliar dan sisanya diekspor. Realisasi produksi televisi periode Januari–Maret 2007 menunjukkan peningkatan yang cukup berarti yang ditandai dengan naiknya permintaan dalam negeri serta meningkatnya ekspor produk televisi. Pada triwulan pertama 2007 realisasi produksi televisi berkisar antara USD 56,73 juta dan USD 64,38 juta per bulan. Jumlah produksi lemari es periode Januari–Desember 2006 menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan naiknya permintaan dalam negeri dan permintaan ekspor. Pada kuartal pertama (Januari–April 2006) jumlah produksi meningkat dari 20.700 unit pada bulan Januari menjadi 41.300 unit pada bulan April atau naik 99,5 persen selama 4 bulan. Peningkatan signifikan terjadi mulai bulan Agustus yang mencapai 54.100 unit, yang meningkat lagi pada bulan Oktober menjadi 71.600 unit, dan pada bulan Desember menjadi 94.600 unit atau dalam kurun waktu 6 bulan terjadi peningkatan produksi sebesar 74,9 persen. Pada tahun 2006 produksi lemari es mencapai nilai sebesar USD 101,01 juta, yang sebagian besar (97,0%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan pada periode Januari–Maret 2007 juga menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan naiknya permintaan dalam negeri dan permintaan ekspor. Pada triwulan pertama 2007 realisasi nilai produksi meningkat dari USD 3,19 juta pada bulan Januari menjadi USD 6,33 juta pada bulan Maret atau naik 98,43 persen. Produksi MCB (mother circuit board) pada tahun 2006 menunjukkan peningkatan yang berarti dengan jumlah produksi berkisar antara 500.000 dan 700.000 unit per bulan. Pada periode Januari–Maret 2007 produksi juga menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dengan jumlah produksi antara 730.950 unit 18 - 10
dan 770.320 unit per bulan. Kebutuhan akan MCB produksi dalam negeri mencapai 90 persen berkisar antara 658.450 dan 702.690 unit. Produksi MCB juga diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan ekspor berkisar antara 67.640 hingga 72.500 unit per bulan yang rata-rata merupakan 9 persen realisasi produksi. Sementara itu, produksi motor listrik pada tahun 2006 ternyata masih di bawah tingkat kebutuhan di dalam negeri. Produksi motor listrik rata-rata hanya memenuhi kurang lebih 5 persen kebutuhan dalam negeri. Produksi bulanan hanya mencapai 5.000 hingga 7.000 unit, sedangkan kebutuhan dalam negeri mencapai 130.000 hingga 190.000 unit per bulan. Pada periode Januari–Maret 2007, produksi mencapai kisaran 6.780 hingga 7.245 unit, sedangkan permintaan dalam negeri ternyata meningkat sangat pesat mencapai 217.292 hingga 235.694 unit per bulan. Realisasi produksi kWh Meter pada tahun 2006 menunjukkan kecenderungan peningkatan yang ditandai juga dengan kebutuhan konsumsi dalam negeri yang semakin meningkat meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Produksi bulanan berkisar antara 260.000 dan 412.000 unit per bulan dengan produksi tertinggi dicapai pada bulan September 2006 dan Desember 2006 masing-masing mencapai produksi 400.000 unit. Pada periode Januari–Maret tahun 2007 tetap menunjukan peningkatan dengan realisasi produksi bulanan pada periode yang sama berkisar antara 428.530 dan 459.930 unit per bulan dengan produksi tertinggi dicapai pada bulan Maret 2007 yang mencapai produksi 459.930 unit, sedangkan konsumsi dalam negeri rata-rata 50 persen realisasi produksi sehingga produksi yang tersisa dialokasikan untuk pasar ekspor. Agar peranan industri kecil dan menengah semakin meningkat dan tangguh, maka dilakukan perkuatan pendampingan langsung oleh para Tenaga Penyuluh Perindustrian yang tersebar di seluruh nusantara terutama untuk memfasilitasi IKM ke sumber daya produktif.
18 - 11
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Kebijakan sektor industri untuk tahun 2007 diarahkan pada keberlanjutan upaya-upaya untuk a.
melaksanakan perbaikan iklim usaha, baik bagi pembangunan usaha baru maupun pengoperasiannya di setiap matarantai produksi dan distribusi secara lintas lembaga, baik di pusat maupun di daerah terutama menyelesaikan peraturan perundang-undangan penting untuk mempengaruhi kinerja industri;
b.
meningkatkan pengamanan pasar dalam negeri dari produkproduk impor ilegal dan meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri;
c.
merumuskan koordinasi pembangunan dan rencana aksi yang operasional dan terinci untuk mendorong pendalaman industri pada 10 kelompok industri sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasioanl (RPJMN) 2004 – 2009;
d.
memberdayakan peranan industri kecil dan menengah dalam rangka penguatan struktur industri, terutama fasilitasi akses kepada sumber daya produktif;
e.
membantu dunia industri melalui (1) pengembangan penelitian dan pengembangan untuk pembaruan dan inovasi teknologi, (2) peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja, (3) penyediaan layanan informasi pasar, (4) fasilitasi proses alih teknologi dari industri Penenaman Modal Asing (PMA), dan (5) penyediaan sarana dan prasarana umum pengendalian mutu dan pengembangan produk.
18 - 12