03 Wahai Remaja, Ayo Ikut Pesantren Kilat!
EDISI 55
Membumikan Syiar Islam 04
Minimal 5 Persen APBA untuk Penerapan Dinul Islam MASIH kurangnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan dianggap menjadi penyebab utama belum maksimalnya pelaksanaan program Dinul Islam, yang merupakan salah satu program prioritas pada masa Pemerintahan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf.
06
Masjid Raya tampung 15.000 jamaah Setelah Renovasi BANYAK manfaat yang akan dirasakan dari pelebaran halaman dan peningkatan prasarana dan sarana infrastruktur Masjid Raya Baiturrahman. Bukan hanya sekedar untuk menambah daya tampung masjid dari 7.000 orang jamaah menjadi 15.000 orang jamaah, tapi lebih dari itu.
12
Pentingnya Regulasi Halal di Serambi Mekkah SEBAGAI daerah bersyariat Islam, Aceh idealnya menjadi pelopor dalam melaksanakan sistem jaminan sertifikasi makanan halal yang dikeluarkan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Pemerintah Aceh, diharapkan secepatnya mengeluarkan regulasi untuk mewujudkan makanan halal bagi masyarakat.
FOTO: CANDRA/TABANGUN ACEH
JUNI 2016
2
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016
Mewujudkan Ketahanan Pangan Aceh K
ETAHANAN pangan merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi dunia. Sebagai salah satu dari komitmen global yang tercantum dalam Suistainable Development Goals (SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), ketahanan pangan mempunyai arti dan peran yang sangat strategis bagi kehidupan suatu bangsa. Dalam dokumen yang terdiri dari 17 tujuan, 169 target dan 240 indikator ditegaskan bahwa pada tahun 2030 setiap negara harus dapat mengakhiri kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang untuk memperoleh makanan yang aman, bergizi dan cukup sepanjang tahun. Aceh merupakan salah satu daerah lumbung pangan nasional, tapi masih banyak terdapat kecamatan yang tergolong rawan pangan. Hal ini disebabkan karena ketahanan pangan tidak hanya dinilai dari aspek produksi, namun juga pada distribusi dan kemampuan rumah tangga dan individu untuk mengkonsumsi pangan tersebut. Masih tingginya angka kekurangan gizi pada anak di bawah lima tahun menjadi salah satu indikator bahwa ketahanan pangan dan gizi masih menjadi persoalan di Aceh. Selain itu, fenomena menjual gabah yang diproduksi oleh petani ke luar Aceh terutama Sumatera Utara amat membahayakan ketahanan pangan di Aceh. Gabah yang dijual kepada tauke di Medan dan setelah menjadi beras dibeli kembali oleh orang Aceh dengan harga yang lebih tinggi turut menyumbang tingginya angka kemiskinan karena banyak masyarakat terutama yang berpenghasilan minim tidak mampu membeli kebutuhannya sehari-hari. Dengan wilayah yang luas dan subur sesungguhnya Aceh memiliki potensi untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan pangan dan gizi masyarakatnya. Fakta selama ini, jenis pangan dominan di Aceh adalah beras. Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) tahun 2014 yang dilaksanakan di 33 Provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa di Aceh, beras dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat Aceh (99,2 %). Sementara penduduk di provinsi-provinsi lain
Oleh : Setiawaty
Gabah yang dijual kepada tauke di Medan dan setelah menjadi beras dibeli kembali oleh orang Aceh dengan harga yang lebih tinggi turut menyumbang tingginya angka kemiskinan karena banyak masyarakat, terutama yang berpenghasilan minim, tidak mampu membeli kebutuhannya sehari-hari.
ada yang mengonsumsi mie sebanyak 20,3 persen, kentang 7,4 persen dan ubi 4,3 persen penduduk. Disamping beras dan mie, umbi-umbian, jagung, sagu juga merupakan sumber karbohidrat yang diperlukan oleh tubuh sebagai penghasil tenaga. Namun, sepertinya komoditas ini hanya digunakan sebagai makanan ringan/kudapan. Minimnya konsumsi terhadap umbi-umbian tak lepas dari stigma yang melekat sehingga ada anggapan bahwa ubi adalah makanan kampungan, tidak elit, ketinggalan zaman dan tidak bergizi. Selain itu, cita rasa aneka pangan dari ubi dianggap kalah dan tampilannya tidak menarik. Hidangan berupa ubi rebus dan jagung rebus tentu saja sangat monoton dan membuat orang bosan untuk mengkonsumsinya. Untuk itu teknik pengolahan menjadi penting agar tampilan makanan bisa menimbulkan selera bagi siapa pun yang melihatnya. Masifnya penayangan iklan di berbagai media massa terutama televisi atau karena alasan praktis menyebabkan banyak orangtua yang lebih memilih ubi atau kentang instant seperti quetela, potato untuk dijadi-
Salam Redaksi
kan makanan ringan anak-anak yang tinggi akan natrium dan pada akhirnya berdampak buruk pada kesehatan. Tingginya angka kejadian penyakit degeneratif seperti stroke pada usia lebih muda dibandingkan tahuntahun sebelumnya merupakan salah satu akibat dari buruknya pemilihan makanan yang dikonsumsi. Perhatian pemerintah terhadap pengembangan potensi pangan lokal terasa masih sangat kurang. Sedianya telah banyak kebijakan pemerintah terkait pemanfaatan pangan lokal namun tidak berlanjut dalam implementasi. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Bahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB), yang tugas dan fungsinya tidak terkait langsung dengan ketahanan pangan pernah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 10 tahun 2014 yang salah satu instruksinya agar semua kegiatan pemerintah dalam pertemuan atau rapat agar menyiapkan hi-
OPINI
dangan pangan dengan dasar pangan lokal untuk efisiensi anggaran. Tidak berjalannya instruksi tersebut mungkin disebabkan tidak adanya evaluasi dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Dukungan lintas intansi Pengembangan pangan lokal sebagai bagian dalam mewujudkan ketahanan pangan perlu dilakukan oleh semua kalangan. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh misalnya dapat menyusun kebijakan diversifikasi konsumsi pangan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh melakukan pemetaan luas lahan dan produksi untuk setiap jenis pangan lokal di setiap daerah serta pendataan secara regular dan terstruktur berkelanjutan untuk setiap jenis pangan lokal, meningkatkan produksi dan produktivitas pangan lokal. Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan pemetaan industri pengolahan pangan lokal di tingkat rumah tangga, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dan industri besar di setiap kabupaten/kota. Sementara itu, Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian lainnya melakukan kajian studi perubahan preferensi masyarakat terhadap pangan lokal dan pangan modern termasuk faktor pendukung dan kendalanya di setiap daerah. Sedangkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melakukan promosi melalui berbagai media massa di ruang publik seperti hotel dan bandara. Pada sisi lain, seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dan instansi vertikal lainnya beserta sektor swasta agar dapat menyediakan pangan lokal menjadi snack utama dalam beragam kegiatan kenegaraan, keagamaan, upacara pernikahan, rapat-rapat, dan aktivitas lainnya. Untuk tahap awal mungkin dapat diagendakan pada hari tertentu saja sambil dievaluasi permasalahan dalam penyediaan pangan lokal tersebut. Dalam hal ini, lembaga-lembaga Pemerintah Daerah (SKPA) dapat menginisiasi penyediaan snack pada kegiatan rapat-rapat dengan menyajikan pangan dari bahan pangan lokal. Semoga! Penulis adalah PNS di Bappeda Aceh, email:
[email protected]
Redaksi menerima kiriman berita kegiatan pembangunan Aceh dan opini dari masyarakat luas. Tulisan diketik dengan spasi ganda dan disertai identitas dan foto penulis, dapat pula dikirim melalui pos atau e-mail
Membumikan Dinul Islam
PEMERINTAH Aceh memberikan perhatian besar terhadap penarapan nilai-nilai Islami dalam kehidupan masyarakat Aceh. Perhatian besar ini tentu tak terpisahkan dari kenyataan bahwa nilai-nilai Islami memiliki latar historis yang sangat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh. Ada ungkapan yang sangat familiar yang menggambarkan karakter masyarakat Aceh yang agamis, yaitu ungkapan hukom (Islam) ngon adat lage zat ngon sifeut. Ungkapan ini menunjukkan bagaimana prinsip dan nilai-nilai Islam berintegrasi dengan seluruh aspek prilaku budaya masyarakat Aceh. Oleh karena itu penerapan Syariat Islam di Aceh sebagaimana diamanahkan oleh UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dimana salah satu kewenangan yang diberikan Pemerintah Pusat dalam UUPA tersebut adalah penerapan syariat Islam secara kaffah, meliputi akidah, ibadah, muamalah, syariah, pembelaan Islam dan syiar Islam; sesungguhnya adalah keniscayaan sejarah yang sudah sepatutnya disyukuri oleh
rakyat Aceh Menyahuti amanah undang-undang ini Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Zaini Abdullah – Muzakir Manar telah berkomitmen untuk menyelenggarakan dan mengawal terlaksananya prikehidupan Islami di Aceh, dengan menuangkannya menjadi salah satu misi Pemerintahan Aceh yang berbunyi, menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Nilai-Nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat, yang bermakna membangun masyarakat Aceh yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, beretika dan berkarakter, dengan mengangkat kembali budaya Aceh yang bernafaskan Islami dalam upaya pengembalian harkat dan martabat masyarakat Aceh. Mengiplementasikan budaya Aceh dan nilai-nilaiDinul Islam dalam tatanan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat secara efektif dan tepat. Untuk menyukseskan misi ini, pemerintah Aceh telah menetapkan Dinul Islam, Adat, dan Budaya sebagai salah satu program prioritas pembangunan Aceh tahun
2012-2017. Sebagai turunannya Pemerintah Aceh telah mengembangkan beberapa program strategis di bidang Dinul Islam diantaranya adalah Peningkatan Sarana dan Prasarana Keagamaan, Pembinaan Dakwah dan Syiar Islam, Peningkatan Kualitas Pemahaman dan Pengamalan Agama dan Pembinaan Kerukunan Beragama, Pembinaan Syariat Islam, Pembinaan Lembaga Sosial Keagamaa, Peningkatan Pemahaman Wawasan Islam dll. Programprogram ini dirancang oleh Pemerintah Aceh secara sinergis dan komplementer antara satu sama lain. Namun tentu saja harus digaris-bawahi bahwa iktiar dan upaya besar tidak akan berhasil tanpa dukungan dan partisipasi dari seluruh elemen masyarakat Aceh. Dukungan dan partisipasi aktif masyarakat Aceh adalah kunci sukses dari programprogram Pemerintah dalam membumikan nilai-nilai Islami di Aceh yang kita cinta ini. Semoga. n Zulkifli Hs
Redaksi Gubernur Aceh, Wakil Gubernur Aceh, Sekretaris Daerah Aceh | Pengarah Kepala Bappeda Aceh | Penanggung Jawab Kapala Biro Humas Setda Aceh, Sekretaris Bappeda Kasubbag Umum Bappeda Aceh | Pemimpin Redaksi Aswar Liam | Redaktur Pelaksana Hasan Basri M. Nur | Dewan Redaksi Ridwan, Bulman, M. Iskandar |Sekretaris Redaksi Mohd. Meidiansyah, Putra, Zulliani, Farid Khalikul Reza | Editor Zamnur Usman | Reporter Heri Hamzah, D Zamzami, Riyadi | Reportasi da Notulensi Mansurdin| Lay out & editor foto Irvan | Ilustrasi kartun dan grafis Jalaluddin Ismail | Fotografer Candra Irani | IT Maimun Riansyah | Staf Logistik dan Layanan Umum Samsul Bahari, Sarini, Khairul Amar, Firdaus Pelindung
Aceh|
Pemimpin umum
Alamat Redaksi
Bappeda Aceh Jl.Tgk. H. Muhammad Daud Beureueh No. 26 Banda Aceh
Telp.
(0651) 21440
Fax.
(0651) 33654 |
Web:
bappeda.acehprov.go.id
email:
[email protected]
Tabloid ini diterbitkan oleh Pemerintah Aceh melalui kerjasama Bappeda Aceh dengan Biro Humas Setda Pemerintah Aceh
CERMIN
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016
3
OLEH:
Muhammad Yasir Yusuf
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Ar Raniry
HALALAN THAYYIBAN HAI sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Al Baqarah: 168) Allah memerintahkan setiap muslim untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik (halalan thayyiban). Perintah ini bukan tidak mempunyai tujuan, bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah. Dalam surat al Maidah; 88, Allah mengatakan: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”. Manfaat memakan makanan halal lagi baik bagi tubuh manusia di samping memberikan efek kesehatan dan vitalitas bagi tubuh, makanan halalan thayyiban juga memengaruhi pembentukan karakater manusia untuk menjadi orang produktif dalam bekerja dan beramal shaleh. Di sinilah keterkaitan antara makanan halalan thayyiban dengan taqwa. Makanan halal bukan berarti hanya dilihat dari zatnya saja seperti keharaman zat yang terdiri babi, anjing, darah dan hewan yang disembelih tanpa membaca basmalah, melainkan juga dilihat dari sumber bagaimana cara mendapatkan makanan tersebut. Kalau sumber dan cara pendapatan itu haram seperti seperti harta yang didapat dari korupsi, mencuri, merampok, menipu dan praktek riba, maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetap menjadi haram. Begitu pula dengan kualitas barang, makanannya halal seperti ikan akan tetapi tidak lagi baik karena sudah dicampur dengan borax, pewarna atau dimasukkan penyedap yang berbahaya bagi kesehatan, maka ikan tersebut tidak baik untuk dikosumsi karena merusak kesehatan. Disinilah peran penting pemerintah dan pengusaha pada level apapun untuk memastikan bahwa makanan yang diproduksi dan dijual ke masyarakat mempunyai sertifikasi halal. Sertifikasi halal dimaksudkan bahwa sumber dana, cara pengolahan produk, distribusi barang dipastikan tidak mengandung unsur yang diharamkan dan produk tersebut tidak merusak kesehatan masyarakat. Masyarakat yang unggul dimulai dari asupan makanan yang baik, berkualitas dan halal. Wallahu’lam.
Ayo Ikut Pesantren Kilat! ULAN Ramadhan adalah bulan istimewa bagi umat Islam. Pekerjaan baik yang dilakukan di bulan ini dilipatgandakan pahalanya. Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memanfaatkan bulan ini secara optimal. Khusus bagi anakanak dan remaja sejatinya memanfaatkannya dengan mengikuti kajian-kajian keagamaan melalui pesantren kilat. Apalagi sekolah-sekolah diliburkan di bulan ini. Di Aceh adanya pesantren kilat sudah menjadi rutinitas pada bulan Ramadhan. Namun masih banyak anak-anak dan remaja yang kurang memperhatikan hal ini dan orangtuanya pun tidak terlalu antusias dalam menanggapinya. Hal ini dapat terlihat dari keadaan sebagian remaja dan anak-anak yang lebih mengutamakan bermain melalaui berbagai media, seperti gadget dan games
online. Padahal pesantren kilat berperan penting dalam mencetak generasi berakhlak. Pesantren kilat bisa mengurangi perilaku anakanak dan remaja yang dapat membuat risih orang tua dan masyarakat. Pesantren kilat juga sangat mempengaruhi pribadi seorang remaja dan anak-anak untuk menjadi pribadi yang bagus moralnya dan spiritualnya meningkat. Melalui pesantren kilat dapat membantu para orang tua mengurangi kemerosotan perilaku remaja saat ini. Maka, mari kita dorong remaja masjid untuk ramairamai mengadakan pesantren kilat untuk anak-anak dan remaja di lingkungannya. Kepada orangtua agar mendaftarkan anak-anak ke pesantren kilat terdekat. Dengan bagitu, visi Dinul Islam yang dicanagkan Gubernur Zaini akan mudah tercapai. Semoga!
AIDA FITRI Mahasiswa jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry. Email:
[email protected], FB: aida fitri el-bustany, Pin BB: 5f8368e5, ig: aida fitri.
4
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016
Minimal 5 Persen APBA untuk Penerapan Dinul Islam “Pemahaman dan pengamalan agama di kalangan peserta didik juga belum memuaskan. Ini disebabkan antara lain masih kurangnya materi dan jam pelajaran agama dibandingkan dengan pelajaran umum,” -- Drs. H. Zulkifli Hs, MM -Kepala Bappeda Aceh
P
EMERINTAH Aceh mengalokasikan dana sedikitnya 5 persen APBA untuk program/kegiatan strategis di bidang pemahaman dan pengamalan nilainilai Islam (Dinul Islam). Masih kurangnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan dianggap menjadi penyebab utama belum maksimalnya pelaksanaan program Dinul Islam, yang merupakan salah satu program prioritas pada masa Pemerintahan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. “Pemahaman dan pengamalan agama di kalangan peserta didik juga belum memuaskan. Ini dise-
babkan antara lain masih kurangnya materi dan jam pelajaran agama dibandingkan dengan pelajaran umum, kuatnya pengaruh globalisasi negatif yang umumnya tidak sejalan serta bertentangan dengan tuntunan Dinul Islam”, kata Kepala Bappeda Aceh, Drs. H. Zulkifli Hs, MM, kepada Tabangun Aceh, Senin (6/6/2016) di ruang kerjanya. “Hal ini ikut mempengaruhi dan mendorong perilaku masyarakat Aceh ke arah yang negatif. Oleh sebab itu, penanaman nilai-nilai Dinul Islam perlu dilaksanakan sejak usia dini, baik di lingkungan
formal dan informal,” katanya. Di samping itu, lanjut Kepala Bappeda, perbaikan kurikulum, peningkatan kualitas dan kapasitas tenaga pendidik, sarana dan prasarana pendidikan, penataan regulasi pendidikan dan penciptaan atmosfir edukasi dalam kehidupan masyarakat Aceh perlu ditingkatkan. “Untuk menjawab beberapa hambatan dan tantangan di atas Pemerintah Aceh di dalam APBA 2016 telah mengalokasikan dana minimal paling sedikit 5 persen dari APBA untuk melaksanakan beberapa program strategis,” kata Zulkifli. Dikatakannya, Pemerintah
Badan Dayah Sediakan Beasiswa untuk Anak Muallaf “Uang kita kirim ke rekening dayah yang dipilih. Tidak kita kirimkan ke rekening orangtua. Kita akan membiayai anakanak muallaf ini mulai kelas 1 tingkat SMP hingga tamat SMA,” -- Bustami Usman -Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh
B
ADAN Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh memberi perhatian khusus kepada anak-anak muallaf usia SMP dan SMA. BPPD menyedikan beasiswa khusus kepada anak-anak muallaf yang mau melanjutkan pendidikan di dayah, baik dayah salafi maupun modern. “Kita menyediakan biaya kepada anak-anak muallaf yang mau mondok di dayah sebesar Rp 500 ribu per anak. Kita berikan kebebasan kepada mereka untuk memilih dayah mana saja dan di mana saja yang mereka suka,” kata Kepala BPPD Aceh, Dr. H. Bustami Usman, M.Si, kepada Tabangun Aceh di ruang kerjanya, Rabu (25/5/2016). “Uang kita kirim ke rekening dayah yang dipilih. Tidak kita kirimkan ke rekening orangtua. Kita akan membiayai anak-anak muallaf ini mulai kelas 1 tingkat SMP hingga tamat SMA,” sambung Bustami.
Aceh mengalokasikan dana pada kegiatan seperti penataan peraturan perundang-undangan, peningkatan sarana dan prasarana keagamaan di seluruh pelosok Aceh. “Program pembinaan syariat Islam antara lain berupa Program Pengembangan dan Pemberdayaan Peradilan Adat, Pembinaan Gampong Percontohan Syariah, Penyebaran Informasi Keislaman, dan Penyusunan Buku Panduan Pelaksanaan Syariat Islam,” kata Zulkifli. Kemudian, Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan dan Pengamalan Alquran, seperti persiapan pemberangkatan kafilah untuk mengikuti STQ/MTQ tingkat Nasional yang diadakan di Makasar dan Malaka serta pelatihan bagi peserta MTQ Tingkat Nasional di Banda Aceh. Program Pembinaan Dakwah dan Syiar Islam itu untuk kegiatan peningkatan kualitas dakwah dan penyemarakan syiar Islam serta mengkoordinasikan dai-dai wilayah perbatasan dan daerah terpencil, pelatihan Takmir Masjid se Aceh, Seminar Penguatan Syiar Islam bagi Mahasiswa dan Pemuda dan kegiatan pembinaan dan penyelenggaraan pengajian bakda magrib
di gampong-gampong di seluruh Aceh. Seterusnya Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama; Peningkatan Kualitas Pemahaman, Pengamalan Agama sesuai Al-Qur'an dan Hadist, Pembinaan Kerukunan Beragama; Pembinaan Syariat Islam; Pembinaan Lembaga Sosial Keagamaan; Pembinaan Dakwah dan Syiar Islam; dan Program Isbath Nikah, Pemberdayaan Peradilan Syariah yang dilaksanakan oleh Dinas Syariat Islam. Baitul Mal juga melaksanakan program pembinaan Dinul Islam dan program pembinaan lembaga Sosial Keagamaan seperti Program 1 (satu) KK 1 (satu) Sarjana, beasiswa penuh untuk Tahfidh al-Qur'an tingkat SLTP, SMA, Pemberdayaan Ekonomi bagi muallah,dan bantuan renovasi Masjid/Meunasah di daerah rawan aqidah. Selain itu, dana-dana kegiatan keagamaan juga dianggarkan pada Badan Pendidikan dan Pembinaan Dayah, Biro Kesejahteraan dan Keistimewaan Aceh, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Sekretariat Wali Nanggroe, Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) dan dinas-dinas terkait lainnya.(putra)
Indomaret Berkomitmen Kembangkan Pasar Produk Lokal “Pastinya memang ada persyaratan yang harus dilengkapi sesuai standar yang ada, seperti izin dari Depkes, label halal, BBPOM, dan yang penting juga adalah kemasan yang baik dan aman.” -- Joko Pamungkas -Branch Manager Indomaret Sumatera Utara-Aceh
M
KEPALA Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh, Dr Bustami Usman menyerahkan bantuan kepada anak yatim pada peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, Selasa (24/2/2016). | FOTO: HUMAS ACEH
“Badan Dayah Aceh memogramkan sebanyak 200 beasiswa untuk anak-anak muallaf. Tapi saat ini baru 120 orang yang termanfaatkan dari jatah 200 orang yang kita proyeksikan”, urai dia. “Sekarang pun boleh kalau ada anak-anak muallaf yang ingin belajar di dayah. Badan Dayah siap memverifikasi dan selanjutnya membiayai mereka hingga tamat SMA. Kita rekrut anak-anak muallaf melalui kabupaten masing-masing,” jelas mantan Ketua BKPRMI ini. Bustami menginginkan agar banyak anak muallaf yang belajar di dayah sampai tuntas. “Saya ada program agar anak-anak muallaf yang alumni dayah bisa mengelola dayah khusus bagi muallaf di perbatasan Aceh. Badan Dayah siap membantu pembangunan dayah khusus untuk dikelola oleh para muallaf,” katanya.
Dayah perbatasan Saat ini terdapat empat dayah di perbatasan Aceh. Satu di Tamiang, satu di Singkil, satu di Subulussalam, dan satu di Aceh Tenggara. Manajemen dayah perbatasan berada di bawah BPPD Provinsi. Dayah perbatasan ini awalnya dibangun dengan dana sisa Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias. Tujuannya untuk membentengi Aceh dari pengaruh agama lain provinsi tetangga, budaya dan sebagainya. Anak-anak yatim, piatu dan anak-anak muallaf dibiayai penuh meliputi biaya makan dan biaya hidup di dayah perbatasan ini. “Tapi khusus anak-anak muallaf kita siap membiayai dimana saja mereka berada, tidak hanya yang belajar di dayah perbatasan. Mereka boleh memilih dayah mana saja yang mereka inginkan. Program ini sudah berlangsung sejak tahun 2014,” pungkas Bustami. (hasan basri m nur)
ENJELAJAHI pasar retail (ritel) alias pasar besar, pastinya menjadi cita-cita setiap pemilik usaha kecil menengah. Tapi sayang, banyak pemilik UMKM mengeluhkan keterbatasan modal dan jumlah produksi menjadi kendala masuk ke pasar besar dengan daya saing yang tinggi. Faktanya, tidak ada persyaratan yang terlalu berat bagi pelaku UMKM untuk bisa menembus pasar besar, seperti halnya pasar ritel Indomaret. Branch Manager Indomaret yang membawahi Sumatera UtaraAceh, Joko Pamungkas, mengatakan ada banyak kesempatan bagi pelaku UMKM, untuk bisa memasukkan hasil produksinya di pasar besar, terutama Indomaret. “Pastinya memang ada persyaratan yang harus dilengkapi sesuai standar yang ada, seperti izin dari Depkes, label halal, BBPOM, dan yang penting juga adalah kemasan yang baik dan aman,” jelas Joko Pamungkas. Saat ini, sebut Joko, UMKM di Aceh memiliki peluang besar untuk memasarkan produk-produk mereka ke pasar besar, khususnya Indomaret, karena Indomaret juga memberikan peluang tersebut.
Joko menjelaskan, ada dua cara bagi UMKM untuk bisa memasarkan produk mereka di Indomaret. Pertama, pelaku UMKM bisa meregister produk mereka unuk dipasarkan di Indomaret sesuai dengan persyaratan yang ada, dan pendaftaran bisa dilakukan di bagian merchandising Indomaret di Sumatera Utara. Kedua, pelaku UMKM bisa memanfaatkan teras Indomaret untuk menjual produknya. Dengan syarat, produk tersebut, berbeda dengan produk-produk yang ada di Indomaret, dan bisa melakukan pendaftaran di bagian development Indomaret. “Tapi untuk metode kedua ini masih belum ada yang memanfaatkan, saya belum tahu alasannya. Padahal beberapa bulan lalu, kita sudah sosialisasikan saat bertemu dengan banyak UMKM yang difasilitasi oleh PLUT Aceh,” jelas Joko Pamungkas. Saat ini, lanjut Joko, baru ada satu produk lokal di Aceh, berupa juice yang sudah masuk ke ritel Indomaret. Di luar itu ada satu produk tepung tapioka saat ini sedang diproses verifikasi. “Yang jelas Indomaret terus berkomitmen untuk pengembangan produk-produk lokal,” tutur Joko Pamungkas.(yayan)
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016
5
Ini Program Strategis Dinas Syariat Islam Aceh “Untuk mencapai target program strategis ini, sangat tergantung kebersamaan dan kerja keras semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya.” -- SYAHRIZAL ABBAS -Kepala Dinas Syariat Islam Aceh
D
INAS Syariat Islam Provinsi Aceh telah menetapkan sejumlah program strategis yang akan dilaksanakan pada tahun 2016 ini. Semuanya bertujuan untuk menunjang pembangunan dalam bidang pengembangan syariat, sebagaimana dicita-citakan oleh Pemerintahan Aceh di bawah pimpinan Gubernur Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Muzakkir Manaf. Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof Dr Syarizal Abbas MA menyebutkan, di antara program stategis yang akan dilaksanakan pada tahun ini adalah pembinaan dan peningkatan kualitas da’i di wilayah perbatasan dan wilayah terpencil. “Program ini sangat terasa manfaatnya bagi warga kita yang berdomisili di daerah perbatasan, terutama dalam rangka menangkal masuknya beberapa aliran yang tidak sesuai dengan syariat Islam,” ungkap Prof Syarizal kepada tabloid Tabangun Aceh, akhir Mei 2016. Program stategis kedua yang tak kalah penting adalah pelaksana itsbat nikah bagi masyarakat miskin, korban konflik, dan korban tsunami. Program ini sangat terasa manfaatnya bagi keluarga yang anak-anaknya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi maupun bagi anak-anak yang ingin masuk menjadi anggota TNI dan Polri.
Selanjutnya, pembinaan dan penyelenggaraan pengajian di gampong. Di beberapa kabupaten/kota, program ini sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Namun ada juga beberapa kabupaten yang masih perlu diberikan perhatian lebih. “Pembinaan pengajian di gampong sangat diperlukan oleh semua anak-anak kita dalam rangka menghadapi kecanggihan informasi di dalam perkembangan dunia saat ini, terutama informasi dari negara negara nonmuslim,” ujarnya. Selain itu, pihak Dinas Syariat Islam juga menyelenggarakan bimbingan teknis Hukum Jinayah dan Hukum Acara Jinayah bagi aparat kepolisian, kejaksaan, dan mahkamah syariah, di seluruh Aceh. Kegiatan ini dalam rangka menyukseskan pelaksanaan syariat Islam di segala lapisan masyarakat dalam provinsi ini. Program yang juga menjadi fokus Dinas Syariat Islam adalah dalam bidang mencetak ahli tahfiz, tafsir, tafthim, dan kattil Quran. Program ini dianggap sangat strategis agar Aceh yang dikenal dengan julukan Serambi Mekkah tidak pernah kekurangan ahli berbagai disiplin ilmu Alquran. “Untuk mencapai target program strategis ini, sangat tergantung kebersamaan dan kerja keras semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaannya. Karena apa pun program, kalau di lapangan tidak jalan, berarti program itu sia-sia saja,” ujarnya. “Tapi dalam program kita, semua berjalan sesuai dengan keinginan kita semua. Ini berkat kerja sama kita dengan semua pihak berjalan sesuai dengan harapan semua pihak,” imbuh Prof Syahrizal. Ia melanjutkan, berdasarkan evaluasi pada tahun 2015, semua program stategis ini terealisasi 100 persen. Misalnya, pembinaan dan peningkatan kualitas dai daerah
perbatasan dan wilayah terpencil yang ditargetkan sebanyak 170 orang pada tahun 2015, tercapai dengan sempurna. Sehingga pada tahun 2016 ini jumlah dai yang masuk dalam program ini ditingkatkan menjadi 200 orang. Untuk pelaksanaan itsbat nikah bagi masyarakat miskin, korban konflik dan korban tsunami, karena keberhasilannya juga tercapai 100 % (125 orang), maka pada tahun 2016 ini jumlahnya ditingkatkan menjadi 400 orang. Sementara untuk pembinaan dan penyelenggaraan pengajian di gampong, jumlah targetnya diturunkan menjadi 220 orang. Hal ini dilakukan seiring dengan semakin kecilnya sasaran/target, menyusul keberhasilan program tahun sebelumnya yaitu dengan jumlah 600 orang atau target tercapai 100 persen. Penurunan target juga dilakukan untuk program bimbingan teknis Hukum Jinayah dan Hukum Acara Jinayah bagi kepolisian dan
mahkamah syariah di seluruh Aceh. Untuk tahun ini jumlah sasarannya sebanyak 364 orang. Sementara tahun lalu 450 orang. “Penurunan target ini salah satunya karena badan yang bekerja sama dengan kita juga mempunyai kepentingan yang hampir sama dengan program kita,” ujarnya. Lebih lanjut, Kadis Sariat Islam Provinsi Aceh ini menjelaskan, untuk program Pembinaan Gampong Percontohan Syariah dan Tas’mir Masjid masih tetap seperti target sebelumnya, yaitu dua gampong di kabupaten yang berbeda dari sebelumnya. Sedangkan untuk program tahfiz, tafsir, tafthim, dan khattil Quran, targetnya ditingkatkan, dari tahun lalu 25 orang, menjadi 44 orang pada tahun ini. “Program ini sangat perlu, termasuk dalam rangka menghadapi beberapa even ke depan, seperti MTQ tingkat Nasional,” demikian Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof Dr Syarizal Abbas MA.(mansurdin)
SAFARI Ramadhan Gubernur Zaini Abdullah sekaligus berbuka puasa bersama masyarakat di Masjid Tangse, Kabupaten Pidie, Kamis 4 Juni 2016. | FOTO: HUMAS ACEH
Kemenag Aceh Luncurkan Program PDF untuk Dayah “Awal tahun 2015, Tgk Ahmadi dari Dayah Babussalam menghadiri acara launching PDF di Jawa Timur. Selanjutnya pada tanggal 10 Juni 2015 diresmikan pilot project PDF di Dayah Babussalam Aceh Utara,” -- H. Abrar Zym -Kabid PD Pontren Kanwil Kemenag Aceh
B
IDANG Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kanwil Kemenag Aceh baru-baru ini memperkenalkan Program Diniyah Formal (PDF) untuk Aceh. Program ini merupakan berada di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Kepala bidang PD Pontren Kanwil Kemenag Aceh, H. Abrar Zym S.Ag mengatakan, PDF adalah program terbaru dalam rangka memperkuat tradisi Tafaqquh Fiddin. PDF yang lahir berdasarkan Peraturan Menteri Agama [PMA] Nomor 13 Tahun 2014 diselenggarakan oleh dan berada di dayah secara terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal, dari
tingkat dasar hingga tingkat tinggi, dimana para santri diwajibkan mukim pada pondok pesantren atau dayah. “Nomenklatur pendirian PDF ini merupakan entitas pendidikan keagamaan Islam yang bersifat formal untuk menghasilkan lulusan yang Mutafaqquh Fiddin (ahli ilmu agama Islam) guna memberikan Civil Effect bagi dunia dayah sebagai bagian dari ikhtiar konservasi dan pengembangan disiplin ilmu-ilmu keislaman, “ ujar Abrar Zym di ruang kerjanya, Senin (30/5/2016). Dia menambahkan, program PDF ini merupakan bagian dari upaya penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sehingga
berhak untuk mendapatkan layanan yang sama seperti halnya kelembagaan pendidikan formal lainnya, seperti madrasah dan sekolah. “Jenjang PDF dimulai dari Tingkat Ula, Wustha, Ulya dan terakhir Ma’had ‘Aly. Jadi jenjangnya sama dengan MI, MTs, MA dan Perguruan Tinggi Agama Islam. Waktunya pendidikannya juga sama,” tambah Abrar Zym. Perbedaan antara PDF dengan madrasah dan sekolah, menurut Abrar, jika sekolah dan madrasah sangat terbatas mata pelajaran agama Islam, maka PDF ini seluruh mata pelajarannya adalah mata pelajaran kitab-kitab yang selama ini telah diajarkan di dayah-dayah di Aceh yaitu seperti Alqur’an,
Tauhid, Tarikh, Hadist-Ilmu Hadits, Fiqh-Ushul Fiqh, AkhlaqTasawuf, Tafsir-Ilmu Tafsir, Bahasa Arab, Nahwu-Sharf, Balaghah, Ilmu Mantiq. Plus Ilmu Kalam, Ilmu ‘Arudh dan Ilmu Falak. Sementara itu, lima mata pelajaran umum yang ditetapkan dalam kurikulum PDF seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Seni dan Budaya akan diajarkan sepenuhnya berdasarkan tradisi pesantren yang berbasis kitab kuning dan terintegrasi di dalamnya nilai-nilai Islam. PDF Memperkuat Dayah Untuk tahap pertama, Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara terpilih untuk menyelenggarakan program ini setelah berhasil memenuhi hampir seluruh kriteria dan persyaratan pokok yang ditetapkan oleh Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI. “Awal tahun 2015, Tgk Ahmadi dari Dayah Babussalam menghadiri acara launching PDF di Jawa Timur. Selanjutnya pada tanggal 10 Juni 2015 diresmikan pilot project PDF di Dayah Babussalam Aceh Utara,” kata Abrar Zym. Sementara itu, pimpinan Dayah Babussalam, Tgk H. Sirajuddin Hanafi mengaku gembira
dengan Program Diniyah Formal ini, sebab program ini tidak mengurangi sistem salafiyah yang sudah diterapkan selama ini, bahkan ada dua mata pelajaran kitab kuning yang ditambah, yakni ilmu falak dan ilmu ‘aruth. Kurikulum PDF ini diajarkan sejak habis shubuh sampai menjelang siang. Siang dan malam tetap seperti biasa bagi santri yang ikut program diniyah formal ini. Mereka belajar seperti santri lainnya juga. Malam mulai belajar setelah maghrib sampai jam 23.00 WIB, dan siang dari jam 14.00 sampai tiba waktu Ashar. Syarat Pendirian PDF Syarat pendirian Pendidikan Diniyah Formal ini adalah adanya santri mukim (menetap) minimal 300 orang selama 10 (sepuluh) tahun terakhir yang dibuktikan dengan perkembangan jumlah santri mukim laki-laki dan perempuan dari tahun ke tahun berikutnya yang ditanda tangani oleh pimpinan pesantren. Syarat lain yang harus dipenuhi oleh pesantren yang ingin menyelenggarakan PDF ini antara lain memiliki calon peserta didik paling sedikit 30 (tiga puluh) orang, dan mendapatkan rekomendasi dari Kankemenag provinsi. (***/teuku zulkhairi)
6
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016
Masjid Raya tampung 15.000 jamaah Setelah Renovasi “Setelah proyek pelebaran dan peningkatan sarana dana prasarana ibadah di Masjid Raya ini nanti selesai pada Juni 2017 mendatang. Masjid Raya ini akan memberikan kesan yang lebih.” -- dr H Zaini Abdullah -- Gubernur Aceh
DESAIN 3D renovasi Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. |
P
EMERINTAH Aceh menggelontorkan anggaran senilai Rp 458 miliar untuk merenovasi Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Masjid kebanggaan rakyat Aceh yang menjadi salah satu masjid terindah dan bersejarah di dunia ini, nantinya diharapkan akan semakin indah dengan halaman yang luas. Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah mengatakan, banyak manfaat yang akan dirasakan dari pelebaran halaman dan peningkatan prasarana dan sarana infrastruktur Masjid Raya Baiturrahman. Bukan hanya sekedar untuk menambah daya tampung masjid dari 7.000 orang jamaah menjadi 15.000 orang jamaah, tapi lebih dari itu. "Anggaran senilai Rp 458 miliar yang kita alokasikan untuk pembangunanan 12 unit payung besar, pelebaran halaman, tempat wudhu dan lapangan parkir bawah tanah, tujuannya untuk memperindah, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi orang yang datang beribadah ke Masjid Raya. Kita akan merasakan ketenanga, kesenangan, dan kebahagiaan," kata gubernur kepada Tabangun Aceh, di Meuligoe Aceh, Minggu (5/6/2016). Aceh, kata Gubernur, tersohor dengan julukan Serambi Mekkah. Bukan semata karena bentuk menara dan kubah Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh, mirip dengan Masjidil Haram di Kota Mekkah, tapi juga karena Aceh pernah menjadi persinggahan bagi calon jamaah haji yang ingin mencapai Tanah Suci. Dari berbagai literatur disebutkan, pada zaman keemasan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, orang-orang muslim dari penjuru Nusantara, yang ingin menunaikan rukun Islam ke lima, naik haji ke Baitullah di Mekkah, lebih dulu singgah dan melaksanakan ibadah shalat di Masjid Raya Baiturrahman Koetaradja. Pada masa kemerdekaan, Masjid Raya Baiturrahman ditetapkan sebagai masjid Provinsi Aceh. Masjid ini juga ditetapkan sebagai bangunan situs bersejarah nasional, karena merupakan salah satu masjid tertua dan memiliki keindahan yang tidak dimiliki masjid lainnya di Indonesia, maupun Asia Tenggara. Selama masa kemerdekaan, Masjid Raya Baiturrahman sudah mengalami beberapa kali pelebaran. Mulai masa Gubernur Aceh, Prof Dr Ibrahim Hasan MBA, sampai masa pemerintahannya sekarang ini.
SUMBER: DINAS CIPTA KARYA ACEH.
Meski telah beberapa kali mengalami renovasi dan pelebaran, namun tetap mempertahankan bentuk asli. Semua ukiran, relif, dan seni di dalam masjid, termasuk keaslian bentuk kubah dan menara masih tetap seperti asli saat dibangun pertama dulu. Hanya ada penambahan dari tiga kubah menjadi lima kubah. Seiring dengan semakin berkembangnya Aceh, terutama pascatsunami dan perdamaian, areal Masjid Raya Baiturrahman, terasa semakin sempit. Pada waktuwaktu tertentu, misalnya tarawih, maulid, maupun dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), jamaah shalat meluber hingga ke badan jalan di sekitar kawasan masjid. Kini, pada masa Pemerintahan Gubernur dr Zaini Abdullah yang sedang memerintah Aceh saat ini, Masjid Raya Baiturrahman kembali menjadi salah satu fokus pembenahan. Pada tahap pertama ini, sasarannya adalah melebarkan halaman dan memasang 12 unit payung raksasa, di halaman depan dan samping kiri masjid, seperti yang terlihat di halaman Masjid Nabawi, di Madinah. Selain itu, proyek senilai Rp 458 miliar ini juga mencakup pembangunan basement (bawah tanah) untuk lapangan parkir mobil dan sepeda motor. Dalam perencanaannya, areal parkir bawah tanah ini bisa menampung 254 unit mobil dan 343 sepeda motor. Di basement itu nantinya akan dilengkapi tempat wudhu, serta toilet pria dan wanita yang semua bahannya terbuat dari batu marmar dari Italia atau Spanyol, seperti yang dipasang di Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekkah. Sementara untuk bagian atas, pada pinggiran halaman akan ditanami 33 pohon kurma. Sedangkan di tengah halaman, dibangun kawasan hijau dengan cara menanam rumput hijau dan berbagai jenis bunga warna warni, dengan maksud untuk memberikan kesejukan dan keindahan. "Setelah proyek pelebaran dan peningkatan sarana dana prasarana ibadah di Masjid Raya ini nanti selesai pada Juni 2017 mendatang. Masjid Raya ini akan memberikan kesan yang lebih," ungkap Gubernur Zaini Abdullah. Jika seluruh proyek ini rampung nantinya, kaum muslimin yang ingin malaksanakan ibadah shalat di Masjid Baiturrahman, bisa langsung memarkirkan kenderaan-
nya di basement, lalu mengambil wudhu, baru kemudian naik ke lantai atas halaman Masjid Raya dengan eskalator. Gubernur Zaini Abdullah mengatakan, bagi yang sudah pernah pergi ke Tanah Suci, suasana di Masjid Raya Baiturrahman ini akan mengingatkan mereka ke Masjid Nabawi di Madinah. Begitu juga yang pernah pergi ke Kota Mekkah, ia akan teringat sedang shalat di Masjidil Haram. Karena, ada beberapa bagian dari bentuk kedua masjid itu (Masjid Nabawi dan Masjidil Haram), ada di dalam lingkungan Masjid Raya Baiturrahman. Misalnya menara masjid Raya Baiturrahman dan kubahnya, mirip dengan menara Masjidil Haram. Berikutnya 12 unit payung besar otomatis yang akan dipasang di halaman Masjid Raya Baiturrahman, mirip dengan payung yang dipasang di halaman Masjid Nabawi. Landscape baru yang dibangun dan dibuat PT Waskita Karya, selaku kontraktor, PT Perent Jana Djaja, selaku konsultan perencana, dan PT Artifak Arkindo, selaku manajemen kontruksi, untuk Masjid Raya Baiturrahman, memberikan kenyamanan dan ketenangan yang mendalam untuk beribadah. Pengalaman ini tidak akan bisa dilupakan kaum muslim di Aceh untuk selalu ingin datang dan beribadah di dalam masjid dan lingkungan Masjid Raya Baiturrahman. Masjid di daerah Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah mengatakan, program peningkatan prasarana dan sarana rumah ibadah, tidak hanya difokuskan kepada Masjid Raya Baiturrahman saja, tapi untuk masjid-masjid kabupaten/kota, kecamatan dan desa yang membutuhkan bantuan dana untuk penyelesaiannya. Hal ini dimaksudkan agar bisa memberikan kenyamaman dan ketenangan bagi masyarakatnya untuk melaksanakan ibadah shalat. "Semua masjid yang membutuhkan penyelesaian, tetap kita berikan bantuan sesuai ketersediaan anggaran yang ada dalam APBA setiap tahunnya," ujar Doto Zaini. Contohnya Masjid Keumala di Pidie, serta Masjid Kabupaten di Aceh Tenggara yang telah diresmikan bulan lalu, serta puluhan masjid lainnya. Pada tahun 2016 ini, untuk bantuan pembangunan dan masjid dialokasikan dana Rp 103 miliar, baik usulan dari Pemerintah Aceh maupun usulan aspirasi anggota DPRA.(heri hamzah)
GUBERNUR Zaini Abdullah meninjau progres ronovasi Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. | FOTO: HUMAS ACEH
PROFIL MASJID Nama Masjid Raya Baiturrahman Lokasi Banda Aceh Spesifikasi 7 kubah dan 5 menara Masa-masa penting: • Dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam pada tahun 1022 H/1612 M • Dibakar oleh tentara Belanda pada, Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April 1873 Masehi • Dibangun kembali oleh Belanda pada tahun 1879 • Selesai dibangun pada 1882 dengan hanya memiliki satu kubah • Pada tahun 1935 M, mengalami perluasan bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Proyek ini menelan biaya 35.000 gulden, dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M • Pada tahun 1975 kembali dilakukan perluasan dan menambah dua kubah serta dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M • Pada tahun 1991-1993, perluasan disponsori oleh Gubernur Dr. Ibrahim Hasan, yang meliputi halaman depan dan belakang serta areal tempat shalat (bagian dalam masjid) dengan segala fasilitas, seperti perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula, dan tempat wudhu • Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk • Menjadi tempat berlindung (pengungsian) warga saat banjir besar melanda Banda Aceh, tahun 2000 • Menjadi lokasi berkumpulnya rakyat Aceh menuntut referendum, 8 November 1999 • Menjadi tempat bagi rakyat Aceh berlindung juga sebagai tempat evakuasi jenazah para korban tsunami, 26 Desember 2004 • Menjadi tempat berkumpulnya rakyat Aceh untuk menyaksikan penandatanganan MoU Damai Helsinki, melalui layar lebar, 15 Agustus 2005 • Selasa (28/7/2015), Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah, meresmikan proyek pembangunan landscape dan infrastruktur Masjid Raya. Mega proyek ini ditargetkan selesai pada Mei 2017.
DESAIN 3D renovasi Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. | SUMBER: DINAS CIPTA KARYA ACEH.
DESAIN 3D renovasi Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. |
SUMBER: DINAS CIPTA KARYA ACEH.