INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM DEVELOPING INDEPENDENCE OF INDONESIA ECONOMY BASE ON COOPERATIVE AND SMEs Johnny W. Situmorang Peneliti Utama Kementerian KUKM & Pengajar ABFII Perbanas Jl. HR. Rasuna Said Kav. 3-4 Jakarta Selatan Email:
[email protected] Diterima 21 November 2014; diedit 24 November 2014; disetujui 1 Desember 2014 Abstrak Kemandirian ekonomi adalah pilar pembangunan ekonomi Indonesia untuk menghapuskan kemiskinan di dalam menghadapi globalisasi. Struktur perekonomian Indonesia dewasa ini sangat rentan dimana stabilitas perekonomian makro tidak disertai dengan pemerataan ekonomi. Terjadi ketimpangan ekonomi antar individu, antar kelompok, dan antar wilayah karena KUMKM belum dijadikan basis perekonomian meskipun KUMKM telah mewarnai struktur perekonomian Indonesia dengan jumlah pelaku usahanya yang banyak, penyerapan tenaga kerja yang besar dan penyebaran meluas sampai dari perkotaan ke perdesaan. Oleh karena itu, kemandirian ekonomi Indonesia semestinya berbasis pada pembangunan KUMKM. Peran pemerintah, terutama Kementerian KUKM, adalah sangat penting untuk menjadikan KUMKM sebagai basis kemandirian ekonomi Indonesia. Sejalan dengan perubahan lingkungan strategis, reformasi birokrasi adalah kunci sukses kemandirian ekonomi melalui pembangunan KUMKM. Kementerian KUKM melaksanakan amanah sebagai lembaga pelayanan yang fokus pada sinkronisasi dan koordinasi pembangunan dan pemerintahan daerah sebagai pelaksana perencanaan strategis pembangunan KUMKM. kata kunci: kemandirian ekonomi, KUMKM, reformasi birokrasi, manajemen pembangunan. Abstract Economic independence is an essential foundation to eradicate the poverty in facing the globalization. The structure of Indonesia economy today is very vulnerable, while the macro economy stability does not go in parallel with the economic parity. The economic disparity between individuals, groups, and regions occur because CSMEs has not taken its role as the foundation of economy though it has involved a large number of players, absorbed a lot of workforce and covered a wide range of geographic scope from urban to rural. Therefore, economic independence has of Cooperative and SMEs is very critical to increase CSMEs contribution to the economy. In line with the changes in strategic environment, bureaucratic reform is a key success to accelerate economic independence through CSMEs development. The Ministry of Cooperative and SMEs carries out the mandate as the service agency that focus on synchronization and coordination of development with the support of local government as the executor of CSMEs development strategic planning. keywords: economic independence, CSMSEs, bureaucracy reform, development management
28
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
Pendahuluan Penghapusan kemiskinan (poverty alleviation) sesungguhnya merupakan sasaran pembangunan ekonomi semua bangsa dan negara. Manakala negara-negara maju mampu menghapuskan kemiskinan struktural di negara masing-masing, sementara tingkat kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang menjadi anggota G-20. Antara negara-negara maju G-20 dan Indonesia terdapat perbedaan Inggris, Jerman, dan Jepang berbeda jauh dengan Indonesia. Tingkat pendapatan per kapita Indonesia jauh lebih rendah daripada negara maju G-20, distribusi pendapatan timpang, dan tingkat kemiskinan tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan kecenderungan peningkatan pendapatan per kapita, Indonesia masih belum mampu menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan kesejahteraan. Kondisi perekonomian Indonesia semakin lemah karena ketimpangan tidak hanya antar individu, juga antar daerah dan ketergantungan (dependensi) Indonesia terhadap ekonomi internasional yang tinggi. Sementara perubahan tatanan perekonomian global mengarah pada hubungan inter-dependensi (saling ketergantungan). Dengan kata lain kemandirian ekonomi Indonesia lemah yang terlihat dari struktur perekonomian yang tidak kuat, terutama integrasi mikro dan makro ekonomi. Kemandirian ekonomi Indonesia adalah arah yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi Indonesia di masa datang. Kemandirian ekonomi yang terpadu dengan kedaulatan politik dan kepribadian budaya maka Indonesia akan mampu menjadi bangsa dan negara yang hebat (Indonesia Hebat) dalam percaturan global. Kemandirian ekonomi berbasis pada keterlibatan rakyat secara langsung dalam proses pembangunan dan menikmati hasil pembangunan. Kemandirian akan dapat terwujud apabila Koperasi dan Usaha-usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (KUMKM) menjadi pemain utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam proses pembangunan ekonomi selama Indonesia merdeka, pembangunan KUMKM telah menjadi agenda pembangunan. Bahkan pemerintah membentuk kementerian khusus yang mengurusi pembangunan KUMKM. Demikian juga pada tingkat daerah (provinsi, kabupaten, kota), pemerintah membentuk dinas yang khusus mengurus pembangunan KUMKM. Namun sampai saat ini, KUMKM, walaupun menjadi tumpuan rakyat dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, belum sepenuhnya sebagai “tulang punggung” perekonomian dalam membangun struktur perekonomian yang kokoh. Dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah harus lebih memperhatikan keberadaan KUMKM agar mampu menjadi tulang-punggung kemandirian perekonomian Indonesia menuju “Indonesia Hebat”. Keterlibatan pemerintah secara langsung dan tidak langsung didukung oleh “institutional arrangement” melalui UU 25/1992 tentang Perkoperasian, UU 20/2008 tentang UMKM, dan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara. Ketiga UU tersebut menyatakan bahwa pemerintah wajib memberdayakan KUMKM untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, kemandirian ekonomi, dan kemakmuran rakyat. Tulisan ini merupakan pemikiran pembangunan KUMKM sebagai basis kemandirian ekonomi untuk sebagaimana visi dan misi Presiden RI, Joko Widodo, masa bakti 2014-2019 menyangkut “Trisakti Pembangunan” dan “Nawacita”, Kabinet Kerjanya, dan reformasi birokrasi. Pembangunan Ekonomi Indonesia: Pertumbuhan Dengan Ketimpangan Selama ini pembangunan ekonomi Indonesia dianggap oleh rejim yang berkuasa telah berhasil membawa Indonesia dari krisis ekonomi menjadi negara yang stabil perekonomiannya. Hal itu ditunjukkan oleh performa perekonomian makro yang kuat
29
INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
yang ditandai oleh beberapa indikator eknomi makro yang tinggi dan stabil. Pada tabel 1 terlihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan cenderung naik selama 2004 – 2008. Dengan pertumbuhan ekonomi antara 5.03% sampai 6.01% maka PDB Indonesia diperkirakan mencapai Rp9,083.97 triliun pada tahun 2013. Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 ternyata meleset, yaitu 5.3% yang merupakan sumbangan terbesar dari pengeluaran konsumsi masyarakat. Dari sisi sektoral, tiga besar penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi adalah sektor sektor pengangkutan dan komunikasi (10.2%), sektor keuangan, persewaan, dan jasa usaha (7.6%), dan konstruksi (6.6%). Sedangkan sektor pertanian hanya menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 5.8%. Dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6% maka Pemerintah mengharapkan PDB menjadi Rp10,000.00 triliun pada tahun 2014 dengan target pertumbuhan ekonomi 5.8%, sejalan dengan selesainya masa bakti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Anonim, 2014). Pencapaian tingkat PDB ini menjadikan pendapatan per kapita rakyat Indonesia meningkat dan mencapai Rp37.54 juta pada tahun 2013 atau US $3,413. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi itu juga mengantarkan Indonesia sebagai anggota G-20, yaitu negaranegara yang berpendapatan tertinggi di dunia, bersama dengan Amerika Serikat dan beberapa negara maju (Situmorang, 2014). Namun, perkembangan perekonomian tersebut tidak disertai dengan perbaikan perekonomian nasional yang akhirnya tidak memperkuat struktur perekonomian. Transformasi struktural hampir tidak terjadi karena kontribusi sektor pertanian terhadap PDB relatif sama, bahkan kontribusi sektor manufaktur cenderung turun. Ini mendukung pendapat yang menyatakan terjadinya de-industrialisasi Indonesia di tengah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kualitas sumberdaya manusia memang cenderung naik, namun masih rendah, yakni dengan IPM 73.29 pada tahun 2013. Jumlah orang miskin
30
masih banyak, 28.07 juta orang, dengan tingkat kemiskinan masih tinggi, yaitu 11.37%. Sejalan dengan MDGs, Indonesia akan gagal memenuhi perjanjian yang mengikat karena dipersyaratkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 50% pada tahun 2014 dari tahun 2008. Struktur dunia usaha Indonesia menunjukkan dominansi UMKM sebanyak 99.99% dan usaha skala besar (UB) hanya 0.01%. Jumlah badan usaha koperasi sangat banyak dan meningkat sepanjang tahun 2004-2013. Kalau pada tahun 2004 sebanyak 27.52 ribu unit maka pada tahun 2008 dan 2013 masing-masing menjadi 154.96 ribu unit dan 200.81 ribu unit. Perkembangan perekonomiam makro tidak sejalan dengan peningkatan kualitas pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi Indonesia disertai dengan multiketimpangan (disparitas). Pada tabel 2 terlihat bagaimana ketimpangan itu terjadi. NTP (Nilai Tukar Petani) naik menjadi 101.96 naik sangat rendah. Artinya, kesejahteraan petani hanya naik 3%. Ini didukung oleh upah buruh tani harian hanya Rp27,017.00 dan upah buruh industri kecil Rp590.80 ribu sebulan. Indeks Gini meningkat, menjadi 0.413 pada tahun 2013 dari 0.363 dan 0.35 pada tahun 2004 dan 2008. Indeks Gini (IG) menunjukkan pemerataan pendapatan dimana semakin tinggi IG semakin tak merata distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat miskin dan kaya. Ketimpangan kesejahteraan rakyat juga terlihat dimana kemiskinan di perdesaan jauh lebih tinggi daripada perkotaan. Pada tahun 2013 masih terdapat 14.32% rakyat miskin atau rata-rata 17.79% per tahun sedangkan di perkotaan 8.39% atau rata-rata 10.72%. Ketimpangan pendapatan secara regional juga masih menandai perekonomian Indonesia. Pada tahun 2013, rakyat di wilayah P. Jawa menikmati lebih besar PDB, sebesar 55.94% atau rata-rata 57.75% per tahun, sedangkan pada tahun 2013 rakyat wilayah luar P. Jawa menikmati PDB sebesar 44.06% atau ratarata 42.25%. Arus urbanisasi (desa ke kota) dan regionalisasi (luar Jawa ke Jawa) akan semakin besar dan membebani kota dan Jawa.
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
Tabel 1. Perkembangan Perekonomian Indonesia Berdasarkan Indikator Terpilih 2004 – 2013
Sumber: BPS (2014) dan Kemen KUKM (2014) , Situmorang (2014) *Kecuali pertumbuhan ekonomi, semua angka sangat sementara; **Tahun 2012 Walaupun jumlah penduduk lebih banyak di P. Jawa daripada luar P. Jawa, ketimpangan ini sangat berbahaya dari sisi nasionalisme dan NKRI. Transformasi struktural yang tak terjadi perekonomian Indonesia ketika ketimpangan terjadi antar-sektoral. Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian turun 43.33% pada tahun 2004 menjadi 41.33% dan turun lagi menjadi 34.36% pada tahun 2013 atau rata-rata 39.67% per tahun. Sedangkan penyerapan tenaga kerja sektor industri (manufaktur) naik dari 11.81% menjadi 12.55% pada tahun 2008 dan naik lagi menjadi 13.43% pada tahun 2013 atau ratarata 12.60% per tahun. Bila dikaitkan dengan kontribusi sektoral terhadap PDB yang hampir tidak berubah maka tenaga kerja yang keluar sektor pertanian tidak sepenuhnya terserap
sektor industri manufaktur. Tenaga kerja yang tidak terdidik dari sektor pertanian adalah “push-out” dan menjadi tenaga kerja sektor informal di perkotaan. Ini merupakan ancaman di perkotaan dalam hal kependudukan, pemukiman, dan kesejahteraan atau ekonomi dan sosial bahkan juga terhadap budaya dan keamanan serta politik. Ketimpangan juga terjadi antar dunia usaha. Dengan jumlah UMKM sebanyak 99.99% unit, sumbangannya terhadap PDB rata-rata hanya 56.71%. Sedangkan Usaha Besar (UB) dengan jumlah hanya 0.01% menyumbang rata-rata 45.29% selama 2004 rendah dibandingkan UB dan yang lebih menikmati pembangunan adalah perusahaan skala besar. Porsi UMKM dalam ekspor masih rendah, yakni 15%. Pembiayaan
31
INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
Tabel 2. Ketimpangan Di Bawah Rejim Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, Tahun 2004 - 2013
Sumber: Situmorang (2014), BPS (2014); *Angka sangat sementara; **Tahun 2012 perdagangan (ekspor) salah satu yang penting untuk meningkatkan peran KUMKM dalam perdagangan internasional. Pembiayaan ekspor juga salah satu topik pembahasan dalam forum APEC terkait peran UMKM. Disparitas itu semakin terasa bila membandingkan penyerapan tenaga kerja UMKM dan UB. Beban UMKM dalam lapangan kerja adalah rata-rata 96.85% sedangkan UB hanya 3.15% selama tahun 2004 – 2012. Tidak terjadi 32
perubahan struktural dalam lapangan kerja selama masa tersebut. Disparitas kesejahteraan semakin terlihat dengan memperhatikan pengangguran terdidik (lulusan akademi dan universitas) di Indonesia selama tahun 2004 – 2013. Jumlah pengganggur terdidik masih sangat banyak. Pada tahun 2004 adalah sebanyak 586.36 ribu orang atau 5.71% dari seluruh penggangguran terbuka dan pada tahun 2013 adalah sebanyak 626.11 ribu
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
orang atau 8.50% dari pengangguran terbuka. Dengan kontribusi yang timpang terhadap PDB, struktur penyerapan lapangan kerja, dan pengangguran terdidik tersebut adalah petunjuk kemiskinan pada masyarakat dan peran KUMKM yang masih lemah. Padahal dalam kerangka pemberantasan kemiskinan, KUKM termasuk kategori klaster III yang dikenal sebagai Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil sesuai Perpres nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang mengamanatkan percepatan penurunan angka kemiskinan hingga 8-10 % pada akhir tahun 2014 (www.tnp2k). Pengangguran terdidik adalah suatu ironi pembangunan ekonomi. Ini merupakan permasalahan serius bagi Indonesia. Semestinya, rakyat yang telah menempuh pendidikan tinggi (terdidik) yang kenyataannya membayar mahal adalah untuk tidak menganggur. Faktanya, setelah memperoleh ijazah mereka menganggur. Karena ketimpangan regional, pada umumnya penganggur terdidik berasal dari perguruan tinggi di daerah luar P. Jawa dan daerah tertentu di P. Jawa, tidak mampu bersaing dengan lulusan universitas ternama di P. Jawa. Sehingga mereka terpaksa menganggur dan urbanisasi ke P. Jawa dan menjadi kelompok orang miskin yang terpaksa (involuntary poverty). KUMKM dapat menjadi solusi bagi mereka yang secara akademik tidak sepantasnya menganggur dengan merekrut tenaga terdidik sebagai tenaga pendamping di koperasi atau UMKM. Perbandingan dengan negara lain di dunia juga menunjukkan rendahnya posisi Indonesia dalam percaturan global. Posisi Indonesia berdasarkan GNI selama tahun 2004 – 2013 tidak lebih baik. Peringkat Indonesia pada tahun 2004 adalah 121 dari 180 negara, tahun 2008 adalah 121 dari 179 negara, dan tahun 2013 adalah 102 dari 161 negara. The World Economic Forum (2014) menerbitkan Global Competitiveness Index (GCI) negara-negara
dimana daya kompetisi Indonesia pada posisi ke-38 dari 148 negara, di bawah Singapore (2), Hong Kong (7), Taiwan (12), Malaysia (24), Korea Selatan (25), Brunei Darusalam (26), China (29), dan Thailand (37). Dalam kawasan ASEAN saja yang akan masuk dalam AEC, posisi Indonesia semakin melemah dibandingkan anggota ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, dan Viet Nam, terlihat dari ekspor Indonesia yang turun sehingga ekspor neto negatif. Secara kualitas, peringkat ini menunjukkan posisi yang semakin melemah padahal total PDB ASEAN-10 mencapai US $2,327.6 miliar (Situmorang, 2013). Majalah “Tempo” (2014) menyatakan bahwa Indonesia gamang menjelang 2015, peluang terbuka tapi hambatan menyebar di seantero nusantara. Peringkat wisata Indonesia adalah ke-70, di bawah Singapura (10), Malaysia (34), dan Thailand (43). Biaya logistik dan infrastruktur Indonesia juga tinggi, yakni biaya logistik 27% dari PDB, sehingga sulit menjadi basis produksi industri otomotif, kalah dengan Singapura (8%), Malaysia (13%), Thailand (20%), dan karet Indonesia (0.6 ton/ha), kalah jauh dari Viet Nam (1.72 ton/ha), Thailand (1.7 ton/ ha), dan Malaysia (1.4 ton/ha). Bisnis produk kayu Indonesia dengan ekspor US $1.4 miliar, tertinggal dari China (US $40 miliar), Viet Nam (US $4.0 miliar) dan Malaysia (US $2.4 miliar), padahal sumber kayu Indonesia mencapai 40 juta hektar. Ekspor produk kayu Indonesia pada tahun 2013 turun menjadi US $1,750.0 miliar dibandingkan tahun 2012, sebesar US $1,760.0 miliar. Pada tahun 2013, ekspor non-migas Indonesia ke negaraekspor US $30.1 miliar dan impor US $30.3 adalah terhadap Thailand, sebesar US $5.4 miliar dan bahkan dengan Viet Nam juga menggambarkan bahwa daya saing Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara lainnya (Situmorang, 2014).
33
INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
KUMKM Dalam Pemerataan Kesejahteraan dan Menghapuskan Kemiskinan di Indonesia Kondisi kesejahteraan yang tidak merata di Indonesia bersifat struktural. Ini menyebabkan “asymetry information” dan iklim usaha yang tidak kondusif. Aksesibilitas rakyat rendah terhadap sumberdaya apalagi didukung oleh infrastruktur yang tidak memadai sampai ke perdesaan. Investasi nasional lebih dominan usaha skala besar daripada KUMKM. Insentif investasi (pajak dan bea) dan kemudahan lain lebih dinikmati usaha skala besar, baik asing maupun domestik. Sementara sistem industri dengan kemitraan yang semestinya melibatkan KUMKM dalam model industri pendukung (supporting industrial) tidak nyata terwujud. Kritik terhadap model pembangunan dengan pengarus-utamaan pertumbuhan ekonomi sudah sering terlontarkan baik oleh para penganut ekonomi kelembagaan dan ekonom penerima Nobel Ilmu Ekonomi dari negara maju. Gustav Papanek, ekonom terkemuka dunia dan Presiden Boston Institute for Developing Economies (BIDE), menyatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan biaya ekonomi tinggi (high cost economy) dimana infrastruktur dan korupsi menjadi penyebab high cost economy tersebut . Mereka menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi itu memang perlu (necessary) tapi tidak cukup memajukan suatu bangsa dan negara. Dibutuhkan syarat kecukupun ( ), yaitu kelembagaan yang kuat agar pemerataan terjadi bersamaan dengan peningkatan kesejahteraan. Hal ini dapat merujuk pada posisi KUMKM di Indonesia yang semestinya menjadi fondasi perekonomian Indonesia. Keberadaan koperasi sebagai solusi masalah kemiskinan masih belum nyata. Dengan jumlah anggota koperasi yang terus meningkat, pada tahun 2013 mencapai 34.69 juta orang, semestinya kesejahteraan rakyat sudah tinggi karena koperasi hadir untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Semestinya, keberadaan koperasi dengan 34
jumlah lembaga ratusan ribu unit dan jumlah anggota puluhan juta orang akan dapat menghapuskan kemiskinan di Indonesia. Namun ternyata menurut data pada Tabel 1, jumlah orang miskin pada tahun 2013 masih tinggi, yaitu 28.07 juta orang. Kalau orang miskin ini merupakan bagian dari anggota koperasi maka pembangunan koperasi tidak berhasil. Kalau jumlah orang miskin di luar (on top) anggota koperasi maka sesungguhnya jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat banyak, melebihi 28.07 juta. Studi korelasi koperasi dengan penghapusan kemiskinan masih langka. Salah satunya adalah diungkapkan oleh Situmorang dan Sijabat (2011) bahwa probabilitas koperasi mengatasi kemiskinan di Indonesia sekitar 15%. Ini menunjukkan ada sesuatu yang perlu diperbaharui secara nyata dalam kerangka membangun koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat padahal lembaga kementerian untuk pembangunan KUKM telah ada, tetapi belum sepenuhnya mampu menjadikan koperasi sebagai instrumen mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan sampai saat ini. Sementara koperasi di negara lain telah mampu menjadi korporasi yang mempercepat globalisasi yang ditunjukkan oleh performa 300 koperasi global dengan omzet triliunan rupiah (Situmorang, 2013). Perubahan Lingkungan Strategis Dewasa ini perubahan tatanan perekonomian dunia terus menerus terjadi yang ditandai oleh globalisasi. Perubahan tersebut cenderung mengubah pola relasi antar negara yang sebelumnya lebih pada unilateral yang bersifat dependensi menjadi pola hubungan bilateral, multilateral, dan regional yang bersifat inter-dependensi. Hubungan tersebut membentuk kesepakatan yang mengikat dalam dalam hal perdagangan dan investasi bebas (free trade and investment), seperti AFTA, CAFTA, dan WTO, dan kawasan pertumbuhan (regional), serta kesepakatan tak mengikat, seperti APEC dan G-20, sampai pada unionisasi regional, seperti Uni Eropa dan kemudian akan menyusul di kemudian
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
hari Uni Asean. Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi pertanyaan besar sejauhmana Indonesia memperoleh manfaat (trade creation) dari perubahan pola hubungan tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Perubahan lingkungan strategis eksternal akan dihadapi oleh Indonesia di kawasan ASEAN, berupa Asean Economic Community (AEC), Asean Poltical Community (APC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). Dalam waktu dekat, pada tahun 2015, AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah perubahan lingkungan ekonomi yang secara nyata dan langsung akan dihadapi oleh Indonesia. Secara teoritis, AEC akan membuka peluang dalam memajukan ekonomi sepanjang bangsa dan negara yang dapat memperkuat diri. Salah satu agenda utama MEA adalah mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkeadilan (equity economic development) antar negara anggota MEA melalui peran UMKM. Sebagai contoh, Viet Nam dewasa ini telah berhasil memanfaatkan perubahan lingkungan tersebut sehingga mengalahkan Indonesia dalam ekspor TPT (textile and product textile) dengan keterlibatannya sebagai anggota TPP ( ) suatu perjanjian ekonomi yang mengikat dipimpin oleh Amerika Serikat dan anggota Asean lainnya yang terlibat adalah Malaysia, Singapura, dan Brunei Darusalam. Indonesia hanya ikut dalam CREP (Comprehensive Regional Economic Partnership) yang dipimpin oleh China. KUMKM Indonesia akan dapat menjadi kekuatan ekonomi menghadapi MEA bila terjadi perubahan “mindset”, kepemimpinan, dan manajemen atau teknologi (Wibowo dan Artati, 2012; Situmorang, 2012; Suarja A.R, 2012). Perubahan lingkungan strategis internal juga menonjol di Indonesia. Itu ditandai oleh otonomisasi daerah, demokratisasi, dan penerapan hak azasi manusia universal. Otonomi daerah memberikan kekuasaan besar pada pemerintah daerah untuk mengurus pemerintahan dan sumberdaya lokal. Kekuasaan kepala daerah menurut undang-
undang RI sangat tinggi untuk mengatur sumberdaya daerah. Apapun yang terjadi dengan perubahan lingkungan eksternal, sepanjang kepala daerah tidak mempunyai kapasitas maka hal itu tidak akan mampu mengubah daerah menjadi hebat dan rakyatnya sejahtera. Demokratisasi memberikan akses besar rakyat dalam proses politik dan kebijakan dan juga penerapan HAM universal. Perubahan ini memaksa model pembangunan yang membolehkan pemerintah campurtangan melalui pemberdayaan ekonomi rakyat harus menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan eksternal dan internal. Pemberdayaan pemerintahan daerah yang terintegrasi dengan pemerintah pusat merupakan salah satu sasaran untuk mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia berbasis KUMKM agar KUMKM juga mampu berperan dalam globalisasi (Situmorang dan Subandi, 2012; Hasan, 2013, Situmorang, 2013; Tambunan, 2013,). Arah Pembangunan KUMKM Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Sejalan dengan kondisi dan kecenderungan perubahan lingkungan strategis, mewujudkan kemandirian ekonomi adalah suatu keharusan. Indonesia tetap membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk meningkatkan kapasitas ekonomi nasional. Perkembangan sisi permintaan (demand side) yang merupakan ukuran perkembangan prospek pasar Indonesia secara domestik dan internasional maka manajemen suplai (supply side) harus sejalan dengan demand side. Perkembangan sisi suplai ini dapat membawa Indonesia sebagai negara maju dan besar serta mandiri dalam perekonomian di kemudian hari. Kemandirian ekonomi ditunjukkan oleh struktur perekonomian yang usaha yang kondusif. Kemandirian ekonomi juga harus terkait dengan perekonomian dan dayasaing yang tinggi. Oleh karena itu, kemandirian ekonomi Indonesia bersama
35
INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
dengan kedaulatan politik dan berkepribadian budaya akan mewujudkan prinsip “Trisakti Pembangunan”. Kemandirian ekonomi Indonesia dapat terwujud bila perekonomian rakyat sebagai basis struktur perekonomian Indonesia. Struktur perekonomian Indonesia yang kuat berbasis pada KUMKM. Lingkungan internal KUMKM yang menonjol terlihat pada kualitas sumberdaya manusia yang rendah, khususnya menyangkut pendidikan, keterampilan, dan kewirausahaan. Bentuk usaha UMKM, khususnya usaha-usaha mikro dan kecil, pada umumnya informal, tidak memiliki legalitas usaha. Kelemahan ini menyebabkan aksesibilitas KUMKM terhadap teknologi, pasar, dan pembiayaan sangat lemah. Lembaga-lembaga formal yang semestinya mendukung dan mitra usaha KUMKM tidak terjangkau oleh KUMKM. Sistem industri pendukung (supporting industry) dan kemitraan bisnis antara KUMKM dan usaha besar sebagaimana terjadi di negara maju, tidak terwujud. Fasilitas penanaman modal lebih banyak dinikmati oleh perusahaan asing dan dalam negeri yang pada umumnya adalah usaha skala besar. Kontribusi UMKM dalam perdagangan internasional Indonesia masih sangat rendah, sekitar 15% dan alokasi pinjaman perbankan juga rendah, sekitar 18%. Sejalan dengan visi, misi, dan analisis lingkungan strategis internal dan eksternal maka arah pembangunan KUMKM Indonesia ke depan adalah mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia dengan memperkuat struktur perekonomian nasional yang menjamin pemerataan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, serta daya saing internasional Indonesia. Strategi dasar pembangunan KUMKM adalah mencakup lingkungan internal, yaitu penguatan kelembagaan dan usaha KUMKM dan lingkungan eksternal KUMKM, mencakup peningkatan kualitas iklim usaha, infrastruktur, dan energi. Faktor eksternal tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan lingkungan lebih luas. Penguatan sektor perdesaan dan sektor pembangunan, seperti pertanian, pertambangan, industri, dan 36
perdagangan harus paralel dengan lingkungan KUMKM. Strategi tersebut mencakup: 1.
Peningkatan kualitas manusia KUMKM
sumberdaya
Sumberdaya manusia adalah titik sentra kekuatan KUMKM dalam menentukan dayasaing ekonomi Indonesia. Dengan jumlah anggota koperasi lebih dari 34 juta orang dan pengusaha UMKM lebih dari 54 juta orang dayasaing Indonesia masih rendah. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia menjadi sasaran utama pembangunan KUMKM dalam rangka membangun wawasan (mindset) internasionalisasi (the word class), inovasi, dan kreatif.. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia KUMKM mencakup kewirausahaan, kepemimpinan, dan keterampilan. Indonesia membutuhkan sedikitnya 5.5 juta wirausaha untuk memajukan bisnis atau sedikitnya 2% dari jumlah penduduk mengacu pada tesis McClelend, dewasa ini rasionya baru 1.5%. Pengembangan secara menyeluruh inkubator bisnis dan pelatihan adalah program yang tepat meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia KUMKM. 2.
Penguatan kelembagaan KUMKM.
Penguatan kelembagaan mencakup lembaga, organisasi, dan manajemen. Dengan jumlah koperasi lebih dari 200 ribu unit maka mewujudkan setidaknya 25% koperasi yang kuat dan mengakar akan mampu memperkuat kelembagaan perekonomian “akar rumput” yang memiliki daya saing internasional sebagaimana koperasi di negara maju yang telah berkelas dunia (the world class cooperatives). Dengan jumlah anggota koperasi sebanyak 34.69 juta orang yang pada umumnya adalah pelaku UMKM maka setidaknya terdapat 8.67 juta UMKM yang akan mampu menjadi entitas bisnis yang berdayasing tinggi dan orientasi ekspor. Penguatan kelembagaan ini sekaligus menguatkan ekonomi perdesaan. Penguatan kelembagaan ekonomi rakyat tersebut dilakukan dengan peningkatan kapasitas
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
lembaga koperasi dan formalisasi bentuk usaha UMKM. 3.
Penguatan usaha KUMKM
Kemampuan koperasi dalam bisnis pada tahun 2013 masih rendah, yaitu Rp119.18 triliun. Transaksi bisnis setiap koperasi dan terkait anggota sangat rendah, yakni Rp593.50 juta per koperasi dan Rp3.44 juta per anggota. Setiap bulan rata-rata transaksi bisnis hanya Rp49.46 juta per koperasi dan Rp286.30 ribu per anggota. Nilai transaksi bisnis koperasi harus ditingkatkan, setidaknya 25 kali atau total Rp2,979.50 triliun. Koperasi telah menunjukkan performa sebagai badan usaha yang dapat berskala besar (Anonim, 2013). Dengan jumlah 99.99% unit usaha, nilai output UMKM ditingkatkan setidaknya 70% dari PDB yang pada gilirannya meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan pekerja. Penyediaan lembaga pembiayaan dan penjaminan khusus merupakan salah satu tugas penting pemerintah untuk mendukung pembangunan KUMKM. Pada saat ini yang telah ada adalah sumber pembiayaan khusus dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) LPDB-KUMKM. Lembaga ini hanya bergerak dalam kerangka pembiayaan modal kerja KUMKM. Sementara lembaga penjaminan khusus belum tersedia untuk melengkapi Salah satu strategi mengatasi pengangguran tenaga kerja terdidik (intelek) adalah dengan program konsulensi (pendampingan) koperasi. Tenaga kerja terdidik setiap tahun 150,000 orang direkrut untuk menjadi pendamping koperasi dalam rangka mewujudkan koperasi berkelas dunia. Sehingga selama lima tahun (jangka menengah), pengangguran terdidik akan teratasi dan mereka akan menjadi wirausaha tangguh yang berbasis sumberdaya primer dan perdesaan. Mereka akan menjadi pemicu pengembangan usaha KUMKM dan program ini akan dapat serta mengatasi urbanisasi.
4.
Penciptaan iklim usaha dan investasi.
Salah satu penyebab rendahnya daya saing KUMKM dan aksesibilitas KUMKM terhadap teknologi, pembiayaan, dan pasar rendah adalah iklim usaha atau investasi yang tidak kondusif. Regulasi dan birokratisasi menjadi sumber high cost economy Indonesia dan memperburuk infrastruktur. Pemerintah (pusat dan daerah) mengembangkan iklim usaha dengan prinsip deregulasi dan debirokratisasi serta pelayanan publik yang prima dan mendorong ekspor serta iklim usaha yang kondusif di perdesaan. Pelayanan publik dalam rangka legalitas dan perizinan KUMKM diselenggarakan oleh pemerintah dengan sistem . 5.
Pengembangan infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur memengaruhi dayasaing KUMKM. Kuantitas dan kualitas infrastruktur untuk meningkatkan peran KUMKM masih belum memadai sehingga dayasaing KUMKM juga rendah. Infrastruktur mencakup terutama jalan, pelabuhan, dan pemasaran hasil sampai ke perdesaan. Tempat pasar (market place) di perdesaan salah satu yang paling mendukung keberhasilan KUMKM meningkatkan pendapatan rakyat dimana koperasi sebagai pengelola pasar tradisional. Salah satu faktor keberhasilan negara maju dalam ekonomi perdesaan adalah penerapan sistem lelang. Produsen sektor pertanian memperoleh jaminan harga dan pendapatan yang tinggi. Pengembangan sistem lelang komoditas pertanian di Indonesia menjadi pilihan yang tepat menjamin kestabilan harga tingkat petani. Pemerintah daerah diarahkan menerbitkan Peraturan Daerah tentang sistem lelang pemasaran hasil pertanian. 6.
Penyediaan energi murah dan ramah lingkungan
Energi berupa listrik dan bahan bakar minyak dan gas sangat dibutuhkan
37
INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
oleh KUMKM sebagai input produksi. Ketersediaan energi yang murah dan ramah lingkungan adalah upaya untuk meningkatkan dayasaing KUMKM. Program energi baru dan terbarukan merupakan upaya yang tepat untuk mendukung dayasaing KUMKM menuju kelas dunia. 7.
Pengembangan kerjasama bangunan KUMKM
pem-
Relasi antar negara dan antar perusahaan yang berubah menjadi inter-dependensi menuntut kerjasama (kemitraan) baik antar negara maupun antar perusahaan. Indonesia menjadi anggota berbagai forum dunia dan aktif dalam kegiatan forum bilateral, multilateral, dan regional. Kerjasama harus dimanfaatkan untuk memperkuat kemandirian ekonomi dan KUMKM. Salah satu sistem yang membuat Jepang, Korea Selatan, China, dan Taiwan mampu menjadi negara industri dan maju adalah terbangunnya sistem kemitraan yang saling ketergantungan antara usaha besar dan UMKM dalam format “supporting industrial”. Oleh karena itu pengembangan kerjasama (kemitraan) dalam format supporting industrial dan kerjasama internasional baik antar pemerintah maupun antar swasta merupakan strategi yang tepat untuk membangun kemandirian ekonomi Indonesia. Dalam kerangka integrasi program maka semua kementerian dan lembaga teknis serta Pemerintah Daerah (provinsi, kabupaten, kota) yang terlibat dalam pembangunan KUMKM menuju kemandirian ekonomi akan terkoordinasi di bawah lembaga pemerintah pusat yang membidangi khusus pembangunan KUMKM. Pengorganisasian Pembangunan KUMKM Untuk mencapai maksud tersebut di atas maka pengorganisasian pembangunan KUMKM mutlak diperlukan. Di semua negara maju, peran pemerintah sebagai pengemban tugas pembangunan sangat menonjol meskipun tidak harus berbentuk lembaga kementerian. Misalnya, di Amerika Serikat dalam bentuk 38
SBA (Small Business Administration) dan di Jepang di bawah Ministry of Internasional Trade and Industry (MITI). Di negara-negara Asean, pada umumnya pembangunan KUMKM di bawah kementerian tertentu. Misalnya, di Filipina di bawah DTI (Department of Trade and Industry), di Malaysia di bawah Kementerian yang membidangi ekonomi dan ilmu pengetahuan. Di Korea Selatan di bawah kementerian yang membidangi ekonomi dan industri. Negara-negara tersebut membentuk lembaga khusus pengembangan UMKM sebagai eksektor kebijakan pembangunan UKM. Pengorganisasian pembangunan KUMKM di Indonesia diwakili oleh Kementerian KUKM dan pengembangan strateginya sangat tergantung pada visi dan misi Presiden RI terpilih, Joko Widodo. Namun secara tata negara, peraturan kepada Presiden RI untuk membentuk lembaga kementerian yang khusus mengurus pemerintahan dan pembangunan KUMKM. UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU 39/2008) telah menjadi dasar pembentukan lembaga Kementerian Negara. Sesuai dengan UU 39/2008, Kementerian Negara yang selanjutnya disebut kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 1 ayat 1) dan pembentukan Kementerian berdasarkan tiga alasan. Kementerian yang mengurus pembangunan KUMKM merupakan Kementerian di kelompok ketiga, yaitu urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah (pasal 4 ayat 2, huruf C), berkaitan dengan urusan pemerintahan bidang koperasi, usaha kecil dan menengah (pasal 5 ayat 3). Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3) menyelenggarakan fungsi a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya; b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya; c, Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan d. pengawasan atas
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
pelaksanaan tugas di bidangnya. Visi dan misi Presiden RI. Joko Widodo, pada periode 20142019 adalah mensyaratkan perubahan birokrasi dari birokratisasi ke pelayanan. Meskipun UU 39/2008 tidak menyebut secara eksplisit Kementerian Koperasi dan UMKM sebagai kementerian yang menjalankan program dan kegiatan secara operasional, namun terdapat peraturan perundang-undangan yang membolehkan Kementerian KUKM untuk melaksanakan program dan kegiatan secara langsung. Ruang lingkup penugasan yang berkaitan erat dengan bidang KUMKM, terutama termaktub dalam UU nomor 25/1992 tentang Perkoperasian (UU 25/1992) dan UU nomor 20/2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah (UU 20/2008). Sejalan dengan otonomi daerah, UU nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU 32/2004) dan perubahannya mengamanatkan urusan pemerintahan di bidang KUMKM adalah urusan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Artinya, ujung tombak operasionalisasi pembangunan KUMKM ada pada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota). Konkordansi semua UU tersebut di atas menyatakan dengan tegas upaya pemberdayaan KUMKM dalam perspektif pembangunan ekonomi Indonesia yang mandiri. Mengacu pada Trisakti Pembangunan, pemerintah harus berperan dalam pemberdayaan KUMKM sebagai dasar bangunan kemandirian ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pengorganisasian pembangunan KUMKM dapat berdiri sendiri di bawah Kementerian KUKM yang fokus pada sinkronisasi dan koordinasi pembangunan KUMKM. Pengorganisasian
pembangunan
dunia dengan orientasi pelayanan prima. Oleh karena itu, reformasi birokrasi menjadi sangat penting untuk mendukung kemandirian ekonomi berbasis KUMKM. Reformasi birokrasi juga telah diamanahkan dan sesuatu yang wajib menurut peraturan perundangundangan. Menurut Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi bahwa reformasi birokrasi
merupakan pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia menyongsong abad 21 (Situmorang, 2014). Sebagai “benchmarking” reformasi birokrasi adalah Kementerian Keuangan dimana dalam satu dekade terakhir telah berhasil meningkatkan pelayanan lembaga kepada masyarakat dengan tingkat kepuasan layanan yang cukup tinggi (Anonim, 2013). Gambaran pengorganisasian pembangunan KUMKM mengacu pada proses manajemen pembangunan nasional di bidang KUMKM, yaitu sebagai berikut: 1.
Proses manajemen pembangunan KUMKM yang terdiri dari perencanaan pembangunan, implementasi perencanaan pembangunan, dan pengendalian implementasi perencanaan pembangunan menjadi tugas pokok Pemerintah RI yang terpadu secara nasional.
2.
Pemerintah Pusat (Kementerian) bertugas untuk mengurus secara langsung perencanaan strategi pembangunan nasional dan pengendalian implementasi perencanaan pembangunan KUMKM.
3.
Pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) bertugas untuk mengurus secara langsung implementasi perencanaan pembangunan KUMKM.
Fungsi dan tugas ini untuk menjamin pencapaian visi dan misi Presiden RI dalam masa bakti kepemimpinannnya dan keterpaduan pemerintahan dari lokal (kabupaten dan kota), regional (provinsi), sampai nasional dan internasional (pemerintah pusat). Dari format itu maka pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian KUKM, akan memenuhi tugas pokoknya sesuai peraturan perundang-undangan, yaitu, sinkronisasi, koordinasi, dan fokus (pasal 5 ayat 3 UU 39/2008). Semua regulasi dan kebijakan Kementerian KUKM harus menjadi acuan implementasi perencanaan dan pengendalian implementasi perencanaan pembangunan KUMKM. Konsekuensi dari format seperti itu adalah organisasi yang ramping dengan personal yang berkualitas dunia.
39
INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
Dengan memperhatikan lingkungan strategis internal dan eksternal, khususnya visi dan misi Presiden Joko Widodo, struktur organisasi Kementerian KUKM yang ramping cukup dengan 5 (lima) jabatan setingkat Pimpinan Tinggi Madya (PTM) yang setara Eselon 1, yaitu: Pertama, PTM yang membidangi Kesekretariatan. Kesekretariatan merupakan elemen internal untuk memperkuat posisi dari sisi lingkungan internal kementerian. Kedua, PTM yang membidangi Riset, Perencanaan Strategis, Data & Informasi, Perumusan Kebijakan, dan Kerjasama pembangunan KUMKM. Kelima fungsi tersebut sangat penting dalam pembangunan KUMKM dalam kerangka sinkronisasi, koordinasi, dan hubungan antar lembaga. Misalnya, perumusan kebijakan dalam rangka pengembangan iklim kondusif dan kerjasama dalam rangka memenuhi kerjasama nasional dan internasional dalam bisnis (kemitraan) dan kerjasama bilateral, multilateral, regional, dan lainnya. Demikian juga menyangkut pembiayaan pembangunan KUMKM yang terpadu lintas lembaga dan lintas pemerintahan daerah akan menjadi bagian tugas dari PTM ini. Ketiga, PTM yang membidangi Pengembangan Sumberdaya Manusia Pembangunan KUMKM menyangkut pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Hal ini untuk mempercepat peningkatan kapasitas pelaku KUMKM yang berwawasan global dan dayasaing ekonom Indonesia dalam persaingan regional, khususnya MEA, dan global Keempat, PTM yang membidangi Pelayanan Kelembagaan dan Usaha KUMKM. Menurut peraturan perundang-undangan, KUMKM wajib memenuhi asas legalitas dan berbagai administratif dan perizinan. Bidang ini menyangkut pelayanan Badan Hukum (BH) koperasi, perijinan operasional dan pengawasan simpan-pinjam serta formalisasi bentuk usaha UMKM untuk memperkuat posisi KUMKM sesuai peraturan perundang-undangan
40
Kelima, PTM yang membidangi Pengendalian Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan KUMKM. Bidang ini menyangkut pengawasan internal dan menjamin tercapainya sasaran strategi pembangunan nasional yang integratif sebagaimana visi dan misi Presiden RI menjadikan KUMKM membentuk kemandirian ekonomi Indonesia. Penutup Tulisan ini merupakan analisis kebutuhan pembangunan dan pengorganisasian pembangunan KUMKM. Tentunya belum sempurna namun setidaknya merupakan
menghapuskan kemiskinan dan ketimpangan. Pemikiran ini bila diterapkan akan mampu menjawab masalah pembangunan kemandirian ekonomi. Konsekuensi positif memperkuat struktur perekonomian yang mandiri dan berbasis KUMKM sangat luas ditinjau dari berbagai aspek. Konsekuensinya adalah, antara lain, partisipasi rakyat yang luas dalam proses “memetik dan menikmati hasil pembangunan” sehingga menguatkan struktur perekonomian Indonesia dalam globalisasi yang kompetitif terutama memasuki era ASEAN Economic Community (AEC) yang dimulai Desember 2015. Reformasi birokrasi menjadi prasyarat utama untuk membangun KUMKM sejalan dengan reorientasi pemerintahan ke pelayanan dan otonomi daerah. Di samping itu, sumber pembiayaan pembangunan akan meningkat tajam sejalan dengan peningkatan kemampuan KUMKM membayar pajak. Secara politik, pemberdayaan KUMKM sebagai ekonomi rakyat yang melibatkan puluhan juta orang anggota koperasi akan secara nyata meningkatkan “popular vote” untuk mewujudkan demokrasi yang bermartabat dan cerdas karena kesejahteraan rakyat terpenuhi. Partai politik yang memerintah tidak akan sulit mendapatkan simpati rakyat sepanjang tercipta kesempatan kerja, pendapatan, dan
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
kesejahteraan sosial akibat campur tangan yang tulus dari pemerintah dalam pembangunan ekonomi rakyat ini.
antar negara.
Dalam kerangka AEC, Indonesia dari sisi potensi, dengan ketersediaan sumberdaya manusia dan alam, harus dapat memimpin perekonomian kawasan. Indonesia tidak boleh dipandang lagi sebagai negara “kecil” yang hanya tergantung pada sistem perdagangan bebas melainkan pemain utama yang dapat memengaruhi perdagangan bebas dan pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Demikian juga dalam kerangka WTO, Indonesia akan semakin berperan dan dapat berperan aktif untuk merumuskan kesepakatan yang dengan perdagangan bebas yang adil. Partisipasi Indonesia dalam forum internasional lainnya, seperti APEC, kawasan
Strategi pembangunan ekonomi mandiri melalui pembangunan KUMKM akan berhasil bila didukung oleh pembiayaan yang sesuai. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus menyediakan dana untuk pembiayaan program secara menyeluruh yang tidak kalah dengan anggaran sektor pendidikan. Setidaknya 10% dana dalam APBN dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan KUMKM secara nasional yang akan mampu membangun perekonomian Indonesia yang mandiri dan menjadikan “Indonesia Hebat”, sejalan dengan Trisakti Pembangunan. Reformasi birokrasi Kementerian KUKM akan menghemat dana pembangunan dan dengan organisasi Kementerian KUKM yang ramping cukup mempekerjakan 300 – 500 personal dengan
untuk membangun hubungan yang simetris
pelayanan prima.
41
INFOKOP VOLUME 24 NO. 2 - Desember 2014 : 28-43
Daftar Pustaka Anonim. 2013. Kinerja Koperasi Peserta Program Koperasi Skala Besar. Laporan Akhir. Sekretariat Kementerian KUKM, Biro Umum kerjasama dengan Tim Koordinasi Penyelenggaraan Penelitian KUMKM (TKPP-KUMKM) Kementerian KUKM, Jakarta. ................... 2013. Survei Opini Stakeholders Kementerian Keuangan RI. Kerjasama Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Institut Pertanian Bogor. ................... 2014. Melanjutkan Reformasi Bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi Yang Berkeadilan. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrembangnas) Tahun 2014. Dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah(RKP) Tahun 2015. Kementerian PPN/Bappenas Jakarta, April. Hasan, Sjarifuddin. 2013. Mewujudkan Koperasi Kelas Dunia. INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta. ISSN: 0216-813X, Vol 23 nomor 1 Tahun 2013, hal 1-8. Situmorang, Johnny W dan Saudin Sijabat. 2011. Studi Relasi Koperasi Dan Penanggulangan Kemiskinan Di Indonesia. Tinjauan Probabilitas Tingkat Anggota Koperasi Dan Tingkat Kemiskinan Propinsi”. JURNAL. Pengkajian KUKM, volume 6 September 2011, hal 43-69, ISSN 1978-2896. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta.
42
Situmorang, Johnny W dan Slamet Subandi. 2012. Reforma Birokrasi Dalam Rangka Revitalisasi Koperasi. Belajar Dari Model Birokrasi Jepang Dalam Pembangunan UKM. INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta. ISSN: 0216-813X, Vol 20 Juni 2013, hal 31-35. Situmorang, Johnny W. 2012. Menilik Performa Koperasi Kelas Dunia: Pelajaran Pengembangan Koperasi Indonesia Menyambut Asean Economy Community. INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta. ISSN: 0216-813X, Vol 21 Oktober 2012, hal 53-71. ................... 2013. Toward Asean Economic Community: Challange or Opportunity? Studium General Civitas Academica Universitas Simalungun Indonesia (USI), P. Siantar, Monday, 27 Mei ................... 2013. Uang, Koperasi, dan Moneterisasi Perekonomian “Akar Rumput”. INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta. ISSN: 0216-813X, Vol 23 nomor 1 Tahun 2013, hal 97-113. ...................
2014.
Ukuran Dayasaing.
dan Upaya Peningkatannya”. Staf Ahli Menteri Hubungan Antar Lembaga Kementerian KUKM, Jakarta. Hotel Salak, Bogor, 18 Agustus.
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS KOPERASI DAN UMKM (Johnny W. Situmorang)
................... 2014. Reformasi Birokrasi Pembangunan KUMKM. Focus Group Discussion Isyu-isyu Strategis Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Kementerian KUKM Jakarta, Kamis 18 September. ................... 2014. Karakteristik Koperasi Sebagai Lembaga Finansial Inklusif. INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta. Vol 24 nomor 1 Oktober 2014, hal 1-17. Suarja A. R, Wayan. 2012. Analisis Kebutuhan Teknologi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Dalam Mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta. ISSN: 0216-813X, Vol 21 Oktober 2012, hal 72-93.
Rintangan Utama Bagi Koperasi Indonesia Menuju Koperasi Global. INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian KUKM, Jakarta. ISSN: 0216-813X, Vol 23 nomor 1 Tahun 2013, hal 9-23. Website www.weforum.org/gcr. The Global Competitiveness Index 2013-2014 rankings. © 2013 World Economic Forum. Diunduh pada 5 Mei 2014. Survey%20Opini%20Stakeholders%20 2013.pdf. Diunduh pada 1 Desember 2014, pukul 15.50. http://www.tnp2k.go.id/id/program/sekilas/. Diunduh pada 1 Desember 2014, pukul 16.05. http://bisnis.news.viva.co.id/news/ read/458428-2014--wirausaha-mudadi-indonesia-tembus-4-7-juta. Diunduh pada 2 Desember 2014, pukul 14.40.
43