eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2017, 5 (1) 89-102 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2015
MEMBANGUN KEAMANAN ENERGI ASEAN MELALUI INTEGRASI LISTRIK REGIONAL (IMPLEMENTASI ASEAN POWER GRID) DI KALBAR-SARAWAK Heny Kristama Sinambela1 Nim. 1002045238 Abstract Countries in Southeast Asia is the country that has potential energy. To harness the advantage of a range of existing energy, the ASEAN member countries have agreed to cooperate in regional interconnection project called ASEAN Power Grid, a cooperation on the development of electric power and trade, as well as ensuring the resilience of regional energy. The ASEAN Power Grid has 16 interconnection project, and the focus of research is on the the interconnection project of West Borneo-Sarawak. The purpose of this research is to explain and analyze the integration of electricity in Southeast Asia in the implementation of the ASEAN Power Grid in West Borneo-Sarawak. The result of this research showed that the project of interconnection of West Borneo and Sarawak which became the focus of the research have connected on 20 January 2016. The ASEAN Power Grid interconnection project in West Borneo-Sarawak has successfully connected and both countries work together for 20 years into future to buy and sell electric power. The cooperation of the two countries can be said to be successful because both countries equally benefit by increasing the supply of electrical power to the system so it doesn't happen to the deficit, as well as lowering the cost of providing the electric power. Keywords : Keamanan Energi ASEAN, Integrasi Listrik, Kalimantan Barat, Sarawak. Pendahuluan Asia Tenggara merupakan suatu wilayah yang banyak memiliki sumber energi. Dengan banyaknya energi di kawasan tersebut, setiap negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) mengembangkan potensi energinya untuk memajukan perekonomian negara dan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Dalam upaya pembangunan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, keberadaan energi memiliki peran yang sangat penting. Permintaan energi dalam negara-negara kawasan ASEAN meningkat setiap tahunnya. Badan Energi Intenasional (IEA) memprediksi, permintaan energi di kawasan ASEAN akan meningkat hingga 30 tahun ke depan atau hingga 2035 mendatang.
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 89-102
Menurut Asian Development Bank (ADB), keamanan pasokan energi di kawasan ASEAN harus ditunjang dengan tiga pilar yang ke depan harus diperhatikan, yakni kecukupan dan keandalan pasokan energi secara fisik, kelestarian lingkungan, dan akses energi yang terjangkau. (www.listrikindonesia.com, diakses pada 14 Februari 2014) Memastikan akan kecukupan dan keandalan pasokan energi yang ada secara fisik adalah sebagai investasi energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan listrik, serta meningkatkan perekonomian antar negara-negara di kawasan ASEAN. ASEAN menggagas sebuah proyek interkoneksi regional yang disebut ASEAN Power Grid (APG) untuk memperkuat kerangka kerja bagi negara-negara anggota, dan untuk bekerjasama mengenai pengembangan interkoneksi tenaga listrik dan perdagangan serta memastikan ketahanan energi regional. ASEAN Power Grid merupakan salah satu bagian dari program kerjasama ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang akan diselesaikan tahun 2015, dan ditandai dengan diratifikasinya MoU (Memorandum of Understanding) ASEAN Power Grid pada tahun 2007 di Singapura yang diwakili oleh para menteri energi negara-negara anggota. Kerjasama sektor energi ini meliputi bidang minyak dan gas bumi, batubara, kelistrikan, energi baru dan yang dapat diperbaharui serta konservasi energi (www.asean/sustaible-energy-energy.net, diakses pada 21 Oktober 2015), serta kesepakatan bersama mengenai pembebasan dari impor, ekspor atau transit biaya, tugas, pajak atau biaya yang dikenakan pemerintah lainnya dan biaya pembangunan, operasi, dan pemeliharaan ASEAN Power Grid. (www.aseansec.org, diakses pada 15 Agustus 2015) ASEAN Power Grid memiliki 16 (enam belas) proyek interkoneksi yang dapat dilihat pada Gambar 1.3, yakni: 1) Semenanjung Malaysia-Singapura; 2) ThailandSemenanjung Malaysia; 3) Sarawak-Semenanjung Malaysia; 4) Semenanjung Malaysia-Sumatera; 5) Batam-Singapura; 6) Sarawak-Kalimantan Barat; 7) FilipinaSabah; 8) Sarawak-Sabah-Brunei Darusalam; 9) Thailand-Laos; 10) Laos-Vietnam; 11) Thailand-Myanmar; 12) Vietnam-Kamboja; 13) Laos-Kamboja; 14) ThailandKamboja; 15) Sabah Timur-Kalimantan Timur; 16) Singapura-Sumatera. (www.asean.org, diakses pada 27 Mei 2015) Terdapat 3 total proyek interkoneksi APG antara Indonesia dan Malaysia, yakni: 1) Proyek Sarawak-Kalimantan Barat; 2) Proyek Sumatera-Semenanjung Malaysia; 3) Proyek Sabah-Kalimantan Utara. Di antara ketiga proyek tersebut, yang telah selesai hingga saat ini merupakan proyek Kalimantan Barat-Sarawak. Interkoneksi Indonesia dan Malaysia dapat dilakukan karena memiliki wilayah yang saling berbatasan, sehingga jual-beli tenaga listrik dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik dari dua negara. Pemerintah Indonesia-Malaysia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) akan membangun saluran transmisi lintas negara yang menghubungkan Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia. PT PLN (Persero) bekerjasama dengan Sarawak Electric Supply Company (SESCO) berencana untuk membangun jaringan listrik interkoneksi yang melintasi Indonesia dan Malaysia. Rencana ini ditandai dengan telah ditandatanganinya kesepakatan bersama antara Direktur Perencanaan PLN Nasri Sebayang dengan Chief of Executive Officer Sarawak Energy Berhad (SEB), Mr.
90
Membangun Keamanan Energi ASEAN melalui Integrasi Listrik Regional (Heny Kristama S)
Torstein Dale Sjotveit di Jakarta, 18 Juli 2011. Acara ini juga disaksikan oleh Second Minister of Planning and Resource Management & Minister of Public Utilities Negara Bagian Serawak The Honourable Datuk Amar Hj. Awang Tengah Ali Hasan. Pokok-pokok kerjasama antara dua perusahaan listrik ini dituangkan dalam bentuk Term Sheets of West Kalimantan-Sarawak Power. Kesepakatan ini merupakan wujud kerjasama jangka panjang bagi terciptanya interkonektivitas ASEAN dalam program kerjasama ASEAN Power Grid. (www.esdm.go.id, diakses pada 10 November 2016) Jaringan interkoneksi lintas negara ini akan dibangun dengan menggunakan transmisi 275 kV High Voltage Transmission Line (HVTL) yang berjalan dari Mambong, Sarawak ke Bengkayang, Kalimantan Barat. Proyek ini mempunyai total panjang jaringan transmisi 128.2 kilometer HVTL. Terdapat 45.6 km HVTL dari Mambong sampai ke perbatasan Malaysia dan Indonesia, dan 82.6 km HVTL dari perbatasan Malaysia/Indonesia ke Bengkayang, Kalimantan Barat. (www.adb.org, diakses pada 10 November 2016) Kerjasama ketenagalistrikan ini menyepakati untuk selama 5 tahun pertama, Perusahaan Listrik Negara (PLN) Indonesia akan mengimpor 50 MW listrik untuk digunakan pada saat bukan waktu beban puncak (non-peak load time) dan maksimum 230 MW pada saat waktu beban puncak (peak load time) tanpa dikenakan biaya. Selanjutnya, pertukaran tenaga listrik ini akan dilakukan sesuai skema komersial. (www. kbrikualalumpur.org, pada 16 Februari 2016) Kerjasama interkoneksi listrik antara Kalimantan Barat-Sarawak dilakukan karena kurangnya pasokan listrik di Kalimantan Barat yang menyebabkan seringnya terjadi mati lampu. Hal ini terjadi karena PT PLN tidak mampu memberikan pasokan listrik sesuai kebutuhan. Dengan adanya suatu program kerjasama di bidang interkoneksi listrik ASEAN atau yang disebut ASEAN Power Grid, transfer listrik dari Serawak akan dilakukan secara proporsional sehingga tidak merugikan satu pihak. Jadi, Indonesia yang memiliki kebutuhan pasokan listrik yang besar akan terpenuhi dengan adanya interkoneksi. Keuntungan lainnya dengan adanya suatu program ASEAN Power Grid adalah dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memberikan manfaat bagi setiap negara anggota dengan pengelolaan energi yang baik untuk memperkuat sistem tenaga listrik di kawasan Asia Tenggara. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Keamanan Energi (Energy Security) Keamanan Energi (Energy Security) menurut Daniel Yergin merupakan sebuah konsep dimana sebuah negara mampu mempertahankan diri dan melakukan pembangunan dengan mengutamakan keamanan dan ketersediaan cadangan energi yang memadai dengan harga yang terjangkau, baik minyak ataupun variasi jenis energi lainnya. (Daniel Yergin, 2006) Menurut Florian Baumann, ketersediaan suplai energi menjadi masalah yang cukup signifikan. Pertama, jika suplai energi menurun, maka akan menimbulkan kenaikan harga energi yang berakibat pada turunnya daya beli energi. Kedua, dengan ditemukannya sumber energi baru, maka hal ini dapat menunda kelangkaan energi yang mungkin terjadi dan dapat mengamankan cadangan energi dalam kurun waktu tertentu. (Florian Baumann, 2008) Jonathan Elkind, dari bagian Kebijakan dan Energi Internasional pada US Department of Energy, menyebutkan bahwa keamanan energi memiliki empat
91
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 89-102
indikator, yaitu: 1) Ketersediaan (availability); 2) Keandalan (reliability); 3) keterjangkauan (affordability); 4) Keberlanjutan (sustainability). (Jonathan Elkind, 2010:119-148) Energi baru dan terbarukan (EBT) mulai mendapat perhatian sejak terjadinya krisis energi pada tahun 1970-an. Berdasarkan konferensi PBB di Nairabo pada tanggal 1 Oktober 1981, yang termasuk dalam kategori EBT adalah tenaga matahari, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga air, biomassa, kayu bakar, arang, serpih minyak, konversi panas akibat adanya perbedaan suhu air laut, tenaga gelombang laut, tenaga pasang surut, gambut, dan tenaga tradisional. Jenis EBT yang lain pada umumnya masih berupa proyek percontohan atau pengembangan dan pemanfaatan pada skala kecil. Pengembangan dan pemanfaatan EBT masih relatif kecil dibandingkan dengan pengembangan energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batu bara). Namun, upaya pengembangan yang telah dilakukan selama dua dasawarsa terakhir sangat bermanfaat untuk memperoleh pengalaman dalam meletakkan dasar bagi pemanfaatannya secara lebih luas di masa mendatang. (Tim Penyusunan Buku Sejarah Pertambangan dan Energi, 2009:293) Energi tak terbarukan berasal dari sumber yang akan habis atau tidak dapat diisi ulang selama masa kehidupan, atau bahkan dalam kehidupan ke depannya. Sebagian besar sumber energi tak terbarukan adalah bahan bakar fosil, yakni batubara, minyak bumi, dan gas alam. Karbon adalah unsur utama dalam bahan bakar fosil. Untuk alasan ini, periode waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya bahan bakar fosil (sekitar 360300.000.000 tahun yang lalu) disebut periode Carboniferous. Kelebihan dari bahan bakar fosil adalah sumber energi yang berharga. Sumber energi ini relatif murah diolah. Bahan bakar fosil dapat disimpan dan dialirkan melalui pipa, serta dapat dibawa ke seluruh dunia. Sedangkan kekurangannya adalah bahan bakar fosil berbahaya bagi lingkungan. Ketika batubara dan minyak yang terbakar, mereka dapat mencemari udara, air, dan tanah. Menurut Indarto, dilihat dari segi pemakaian, maka sumber energi dibedakan atas energi primer dan energi sekunder. Energi primer adalah energi yang diberikan oleh alam dan belum mengalami proses pengolahan lebih lanjut, dan energi sekunder adalah energi primer yang telah mengalami proses lebih lanjut. (Indarto, 2006:3) Energi primer yang digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik adalah tenaga air, tenaga panas bumi, BBM (yang terdiri dari minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar), batubara dan gas bumi. Integrasi Regional Konsep integrasi regional diartikan dari dua kata, yaitu integrasi dan regional. Menurut Ernest B. Haas, integrasi yaitu proses dimana aktor-aktor politik nasional dari berbagai negara diminta menyerahkan loyalitas, harapan dan kegiatan politik mereka ke institusi yang dan lebih besar, yang lembaga-lembaganya memiliki atau mengambil alih yurisdiksi yang semula di tangan negara-negara dan bangsa. (T. May Rudy, 2001:24) Sedangkan regional yang berasal dari kata region menurut Fawcett ada suatu unit atau zona berdasarkan kelompok, negara, atau wilayah, yang dalam zona tersebut memiliki kesamaan-kesamaan sehingga memungkinkan mereka untuk bekerjasama. Menurut Joseph Nye mengatakan bahwa konsep region ini merupakan suatu pendekatan imajiner, yang mana terdiri dari negara atau kelompok atau manusia yang berkumpul karena identitas dan latar belakang yang sama lalu menjalin
92
Membangun Keamanan Energi ASEAN melalui Integrasi Listrik Regional (Heny Kristama S)
hubungan untuk memenuhi sifatnya yang saling ketergantungan. (Fawcet Louis, 2005:24) Jadi, sebuah model integrasi regional yang diajukan oleh Ernest Haas yang saat ini dianut oleh para penstudi merupakan penyatuan kelompok negara dalam suatu kawasan yang menyerahkan suatu harapan dan kegiatan politiknya kepada suatu institusi atau lembaga. Interkoneksi menurut Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan sebuah jaringan penghubung antar beberapa pembangkit yang mensuplai pelanggan yang ada dalam sistem. Jadi, listrik yang dihasilkan oleh semua pembangkit dikumpulkan menjadi satu dan disalurkan ke seluruh sistem interkoneksinya. Menurut Hettne, terdapat tiga faktor yang mendorong terjadinya integrasi, yakni: 1) Dukungan dari kekuatan besar di dalam kawasan (regional great power); 2) Tingkat interaksi antar negara dalam kawasan; 3) Saling kepercayaan antar negara dalam kawasan. W. S. Jones menyebutkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses integrasi itu antara lain: (Walter S. Jones, 1993:438-439) 1) Memaksimalkan potensi ekonomi 2) Memaksimalkan potensi politik 3) Penyelesaian konflik regional. Untuk mendukung terjadinya integrasi regional perlu dilakukan kerjasama-kerjasama yang membuat keberhasilan dari integrasi tersebut. Kerjasama regional menurut Holsti dan Tahrir merupakan kegiatan yang dilakukan antara dua negara atau lebih yang berada dalam suatu kawasan dengan membuat perjanjian-perjanjian yang telah disepakati demi terciptanya suatu tujuan bersama. Kerjasama yang dilakukan dapat berupa kerjasama ekonomi, keamanan, politik, dan sosial. Beberapa indikator adanya pembentukan kerjasama regional, antara lain: 1. Membangun rasa aman baik secara ekonomis maupun politis di antara negara yang berdekatan. 2. Mengelola friksi perdagangan, artinya dengan adanya kerjasama regional di suatu kawasan, negara-negara dapat mengelola sendiri sistem kawasan perdagangan bebas. 3. Peningkatan kapasitas untuk pembangunan, kerjasama regional yang dibangun tentunya akan menguntungkan bagi setiap kawasan. Dengan keuntungan yang diperoleh setiap negara, maka bukan tidak mungkin mereka meningkatkan pembangunan negara mereka, dari negara miskin menjadi negara berkembang bahkan negara maju. 4. Kebijakan menjamin diplomasi perdagangan, dengan melakukan kerjasama regional mempermudah negara-negara kawasan untuk melakukan diplomasi perdagangan. 5. Persaingan untuk mendapatkan penanaman modal asing, selain kerjasama yang dilakukan antara negara anggota. Dengan membangun sistem produksi bersama diharapkan dapat memancing penanam modal asing untuk berinvestasi di kawasan tersebut.
93
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 89-102
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif, karena peneliti akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai bagaimana kondisi keamanan energi listrik di kawasan Asia Tenggara, dan juga akan menjelaskan bagaimana interkoneksi listrik regional ASEAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang berasal dari buku, media massa, artikel, internet, dan sumber-sumber lainnya yang membahas permasalahan mendukung. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tinjauan pustaka (library research). Teknik analisis data yang telah digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, yang menjelaskan dan menganalisis data dengan cara menggambarkan hasil penelitian melalui sejumlah data yang berhasil diperlukan penulis, kemudian menyajikan hasil dari penelitian tersebut yaitu Implentasi ASEAN Power Grid di Kalimantan Barat-Sarawak. Hasil Penelitian Kondisi Energi di Kawasan Asia Tenggara Asia Tenggara memiliki keadaan energi yang berbeda-beda. Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki potensi sumber daya energi yang sangat besar, baik dari sumber energi fosil, maupun dari sumber enegi yang dapat dibaharui. Dapat dilihat dari negara-negara yang memiliki cadangan energi cukup banyak, seperti Indonesia yang memiliki potensi energi fosil cukup tinggi (minyak bumi, gas alam, dan batu bara), serta potensi dari energi terbarukan yang cukup memadai (panas bumi, air, angin, biomassa). Malaysia dan Brunei Darussalam juga merupakan negara potensi energi minyak bumi dan gas alam yang berlimpah. Sedangkan Myanmar merupakan salah satu negara penghasil batu bara dan gas alam. Terdapat pula Filipina yang merupakan negara ASEAN berpotensi tinggi dalam sumber energi panas bumi. Dilihat dari bagaimana Filipina yang merupakan negara produsen, namun juga menjadi negara pengkonsumsi panas bumi secara efektif. Sedangkan negara-negara minim cadangan energi seperti Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, dan juga Singapura merupakan negara-negara ASEAN yang memilih untuk lebih banyak mengembangkan energi terbarukan. Kamboja yang memiliki banyak limbah kayu dan juga limbah pertanian, memilih untuk mengembangkan dan menggunakan energi biomassa sebagai sumber energi dalam negeri. Sedangkan Laos mempunyai sumber energi hydropower yang cukup berpotensi. Vietnam dan Thailand lebih memilih untuk mengembangkan sumber energi alternatif biofuel sebagai pengganti bahan bakar fosil untuk menjamin keamanan energi. Sedangkan Singapura yang lebih banyak mengimpor energi untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri lebih memilih untuk mengembangkan energi terbarukan yang lebih sehat seperti matahari, air, dan juga bahan bakar sel, serta banyak melakukan penelitianpenelitian terkait energi terbarukan. Keadaan Energi Kalimantan Barat dan Sarawak Sumber daya energi Kalimantan Barat yang melimpah berupa minyak bumi, batu bara, gas bumi, panas bumi, tenaga air, dan tenaga matahari umumnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena pemanfaatan sumber energi tersebut memerlukan program konservasi, diversifikasi, intensifikasi energi. Pembangunan sumber energi
94
Membangun Keamanan Energi ASEAN melalui Integrasi Listrik Regional (Heny Kristama S)
yang tidak merata di Indonesia membuat sebagian wilayah mendapatkan aliran listrik yang tidak merata. Sebagian daerah Kalimantan Barat terutama di perbatasan dipenuhi dari impor negara tetangga. Impor listrik merupakan kondisi yang sangat mendesak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah perbatasan meliputi Kabupaten Sambas, Sanggau, Sintang, Bengkayang, dan Kapuas Hulu. Wilayah di Kalimantan Barat sangat luas, sumber listrik tidak tersebar secara merata. Banyak desa di pedalaman tidak teraliri listrik hingga saat ini. Pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok dalam peningkatan pemanfaatan energi di wilayah terpencil dan terisolasi. Masyarakat di pedalaman menggunakan sumber listrik secara mandiri baik dengan tenaga surya atau mesin disel yang memerlukan biaya cukup besar. Pemadaman listrik menjadi fenomena yang biasa terjadi di Kalimantan Barat. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangi dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014 besarnya 74,2, masih di bawah 100 persen dan lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen. Wilayah Pulau Kalimantan Barat secara keseluruhan memiliki rasio elektrifikasi yang rendah karena luas wilayahnya dan jarak antar rumah tangga cukup jauh.53 Neraca daya total sistem di Kalimantan Barat memiliki daya mampu sebesar 499 MW, beban puncak 481 MW, dan cadangan sebesar 18 MW. Pembangkit Listrik di Kalimantan Barat saat ini, terdiri dari pembangkit listrik PLN, pembangkit listrik swasta, captive power genset serta pembangkit listrik dari energi baru terbarukan (PLTMH/PLTS). Pembangkit PLN Wilayah Kalimantan Barat pada tahun 2014 memiliki kapasitas terpasang sebesar 502 megawatt, dengan beban puncak mencapai 454 megawatt meningkat 39,97 persen dibanding tahun 2013. Selama tahun 2014 jumlah energi listrik produksi sendiri (termasuk sewa) sebesar 2,2, juga megawatt hour (MWh) dengan peningkatan 5,7 persen dari tahun sebelumnya. PLN juga sedang dalam proses membangun Sistem Transmisi NgabangTayan yang terkoneksi dengan sistem Transmisi Bengkayang-Ngabang, yang merupakan koneksi sistem Transmisi Jagoi Babang-Kuching, yang dalam jangka pendek dengan pertimbangan efisiensi waktu dan biaya akan menggunakan sumber listrik yang dibeli dari Kuching. Pembelian listrik ini diharapkan akan dapat mengatasi kebutuhan listrik dalam waktu lebih cepat sebelum mampu menyediakan listrik sendiri. Sedangkan untuk Sarawak, skema pembangkitan sistem Sarawak tahun 2009 terdiri atas 11% dengan tenaga air, 58% dengan turbin gas, 11.4% PLTU Batubara, dan 19% dengan diesel. Sistem kelistrikan di wilayah Sarawak dikelola oleh Sarawak Electric Supply Company (SESCo). Total kapasitas pembangkitan di wilayah ini adalah 877 MW pada tahun 2003. Kebutuhan energi di wilayah Sarawak pada tahun 2012 dipenuhi oleh 44 buah pembangkit yang tersebar di 5 lokasi. Pada Tahun 1979, Pemerintah Sarawak mengidentifikasi total 155 situs tenaga air yang potensial, dimana 51 yang terdaftar untuk dieksplorasi sebagai potensi energi tenaga air terbarukan yang menghasilkan hingga 20.000 MW listrik dengan output energi total 87.000 GWh per tahun. Sarawak Energy telah mengidentifikasi lebih jauh lagi situs
95
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 89-102
untuk pembangunan bendungan. Menambah kapasitas 2.400 MW dari proyek PLTA Bakun yang dimiliki Pemerintah Malaysia, dan 944 MW dari proyek Murum, negara Malaysia akan memiliki potensi dekat dengan 7.400 MW pada 2025. Dikombinasikan dengan energi yang dihasilkan batu bara, diesel, dan gas, akan memberikan energi yang cukup untuk pertumbuhan negara di luar tahu 2030 dan juga memungkinkan untuk ekspor internasional. Integrasi Listrik Regional ASEAN Dalam Program Kerjasama ASEAN Power Grid di Kalimantan Barat-Sarawak Telah diketahui bahwa kerjasama ASEAN Power Grid memiliki 16 proyek. Dari ke16 proyek tersebut, yang telah terintegrasi hingga tahun 2016 baru 7 proyek, yakni Semenanjung Malaysia-Singapura, Semenanjung Malaysia-Thailand, KambojaThailand, Laos-Vietnam, Sarawak-Kalimantan Barat, Thailand-Laos, dan VietnamKamboja. Indonesia telah meratifikasi MoU ASEAN Power Grid melalui Perpres Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pengesahan MoU on the ASEAN Power Grid. Terdapat 4 proyek interkoneksi antara Indonesia dan Malaysia dalam kerangka APG, yaitu: 1) Proyek Sarawak-Kalimantan Barat; 2) Proyek Sumatra-Semenanjung Malaysia; 3) Proyek Batam-Singapura; dan 4) Proyek Sabah-Kalimantan Timur. Dari empat proyek tersebut yang menjadi fokus penelitian peneliti adalah proyek interkoneksi antara 'Kalimantan Barat-Sarawak'. 1. Tahapan Implementasi Dalam membangun jaringan listrik interkoneksi yang melintasi Kalimantan Barat, Indonesia dan Sarawak, Malaysia, PT PLN (Persero) bekerjasama dengan perusahaan listrik Serawak Electricity Supply Corporation (SESCO). PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN (Persero)) merupakan perusahaan listrik milik negara yang bertanggung jawab untuk pembangkit, transmisi dan distribusi listrik di Indonesia. PT PLN (Persero) adalah sebuah badan dari Kementerian energi dan sumber daya Mineral. Sedangkan Sarawak Electricity Supply Corporation (SESCO), dikenal sebagai perusahaan pemasok listrik Sarawak. SESCO mengoperasikan sistem listrik di Sarawak dan merupakan cabang dari Sarawak Energy Berhad (SEB). a.
96
Lokasi Proyek dan Rute Proyek interkoneksi terletak di bagian Barat pulau Kalimantan, mencakup Malaysia (Sarawak) dan Indonesia (Kalbar). Pengerjaan proyek di Indonesia sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yakni suatu penilaian lingkungan di bawah persyaratan pemerintah Indonesia adalah 275 kV Regional HVTL interkoneksi yang membentang dari perbatasan Bengkayang, serta 150 kV HVTL berjalan dari Bengkayang ke Ngabang, dari Ngabang ke Tayan di Kalimantan Barat, dan interkoneksi 275 kV di Malaysia telah berjalan dari Mambong ke perbatasan. a.1. 275 kV Interkoneksi Regional HVTL (Sarawak dan Kalimantan Barat) Total panjang dari jaringan transmisi HVTL interkoneksi regional adalah sepanjang 128.2 km. Dari Malaysia 275 kV HVTL akan berlansung sepanjang 45.6 km dari Mambong ke Serikin di perbatasan Malaysia/Indonesia, melewati kawasan Kuching dan Bau. Sedangkan
Membangun Keamanan Energi ASEAN melalui Integrasi Listrik Regional (Heny Kristama S)
a.2.
b.
dari Indonesia 275 kV HVTL akan berjalan sepanjang 82.6 km dari perbatasan selatan Malaysia/Indonesia ke Bengkayang di bagian utara Kalimantan Barat. Rute melewati 5 kecamatan Kabupaten Bengkayang, yakni: Jagoi Babang, Seluas, Sanggau Ledo, Ledo, dan Bulan. Ketinggian berkisar dari 40 sampai 70 Mdpl. 150 kV HVTL (Kalimantan Barat) 150 kV HVTL akan berjalan 90 km dari Bengkayang ke Ngabang dan 55 km dari Ngabang ke Tayan, Kalimantan Barat. Garis tersebut akan melewati 3 Kabupaten (Bengkayang, Landak, Sanggau) dan 8 Kecamatan (Bengkayang, Teriak, Banyukehulu, Manyuke, Ngabang, Tayan Hilir, Balai dan Jelimpo).
Menara Transmisi Terdapat tiga jenis menara transmisi yang akan digunakan, yakni tangent tower, angle towers, dan dead end towers. Panjang badan tower disesuaikan, dan menara dirancang sesuai dengan jarang ruang minimun konduktor dari tanah, pohon, struktur pada daerah dan lokasi. Untuk wilayah Sarawak, menara akan dirancang tidak terlalu tinggi untuk mempertahankan jarang ruang 7 meter dari tanah. Setiap menara akan memiliki ukuran 5 x 5 meter dengan masing-masing empat kaki menara yang didukung oleh pondasi yang dirancang sesuai kondisi tanah di lokasi. Ketinggian menara juga akan disesuaikan. Hal ini memungkinkan setiap kaki menara dapat menyesuaikan dengan lereng lokasi tanah sehingga dapat mencegah erosi dan tanah runtuh di sekitar tower. Lokasi tower adalah 20 x 20 m (400 m2) untuk garis singgung (tangent towers), dan 25 x 25 m (625 m2) untuk sudut menara (angle towers). Terdapat tiga gardu yang dibangun di Kalimantan Barat. Gardu 275/150/20 kV akan dibangun di Bengkayang, yang akan terhubung ke kedua jaringan transmisi 275 kV berjalan dari Mambong di Sarawak dan jaringan transmisi 150 kV berjalan dari Bengkayang ke Ngabang. Gardu di Bengkayang akan di bangun di desa Magmagan, Kecamatan Bulan. Gardu Ngabang akan terhubung melalui jaringan tranmisi 150 kV dengan Bengkayang dan gardu Tayan, sementara gardu Tayan dihubungkan dengan gardu Ngabang melalui jaringan transmisi 150 kV di Gardu Sanggau dan Siantan. Gardu Ngabang terletak di desa Amwabang, Kecamatan Ngabang, sedangkan gardu Tayan terletak di desa Tebang Benua, Kabupaten Tayan Hilir. Gardu-gardu tersebut akan mudah diakses dari jalan utama, dan setiap gardu memerlukan daerah sekitar 4 ha.
c.
Fase Pelaksanaan Proyek c.1 Tahap Pra-Konstruksi Survey topografi dilakukan untuk menentukan rute untuk pengembangan jaringan transmisi 275 dan 150 kV, yang mencakup masalah teknis, ekonomi, dan lingkungan. Survey mekanika tanah dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi tanah, dan permukaan tanah. Hasil survey diperlukan untuk merencanakan penggalian dan tiang pancang, serta menyediakan desain konstruksi. Tanah akuisisi di Sarawak untuk menara
97
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 89-102
jaringan transmisi 275 kV sekitar 6 ha, dan dilakukan pembersihan pohon sepanjang 45.6 km, dan lebar 40 m, serta bangunan yang ada akan diratakan. Di Kalimantan Barat, total tanah akuisisi untuk jaringan transmisi 275 kV diperkirakan sekitar 22 ha. c.2 Fase Konstruksi SESCO dan PLN akan menunjuk kontraktor untuk membangun proyek interkoneksi di Kalbar dan Sarawak. Diperkirakan tenaga kerja yang diperlukan adalah sekitar 10-20 orang per menara. Tenaga kerja yang diperlukan akan diambil dari warga daerah setempat, khususnya tenaga kerja yang terampil. Beberapa pekerja juga direkrut dari luar daerah sesuai dengan pengaturan yang ditunjuk oleh kontraktor. Kontraktor yang ditunjuk akan membentuk serangkaian pekerja kelompok yang akan bekerja secara bersamaan pada pengembangan menara dan gardu. Sebagian besar jaringan transmisi akan dibangun sejajar dengan jalan yang ada pada jarak 200-600 meter. Menara transmisi tersebut akan terbuat dari kisi-kisi baja, yang dirancang untuk dapat menahan angin. Kabel dan kekuatan konduktor akan dibuat secara mekanis menurut ketegangan sehingga dapat mencegah kerusakan kabel yang disebabkan tergosok tanah atau tumbuh-tumbuhan. Bangunan akan dibuat pada titiktitik persimpangan jalan, sungai, jalur lalu lintas, jalur listrik dan telepon atau daerah-daerah yang berpenduduk padat untuk tujuan keselamatan publik. c.3 Tahap Operasi Sebelum beroperasi secara penuh, pengujian listrik akan dilakukan meliputi energi baris. Selanjutnya fase operasi dan pemeliharaan akan dimulai. Pemantauan akan dilakukan untuk memastikan izin yang diperlukan dapat dipertahankan di bawah garis dan bangunan yang telah diatur. Pekerjaan pemeliharaan akan dilakukan seperti yang diperlukan pada menara, isolator, konduktor, dan aksesoris. Pembersihan tumbuhtumbuhan selama berlangsungnya operasi akan dilakukan menggunakan peralatan tangan, tanpa menggunakan alat berat. d.
98
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan sipil dan teknik untuk membangun di kedua negara akan memakan waktu sekitar 2 tahun untuk diselesaikan. Konstruksi tersebut diharapkan akan dimulai pada akhir tahun 2011. Sedangkan jangka waktu kerjasama jual beli tenaga listrik antara PT PLN (Persero) wilayah Kalimantan Barat dengan Serawak Electricity Supply Corporation (SESCO) adalah selama 20 tahun yang terdiri dari: 1. Fase pertama (5 tahun): skema take and pay, dimana PLN (Persero) wilayah Kalbar mengimpor tenaga listrik dari SESCO mulai dari 50 MW dan naik secara bertahap tergantung kesiapan jaringan transmisi di Indonesia dan membayar sesuai dengan jumlah energi listrik yang diimpor.
Membangun Keamanan Energi ASEAN melalui Integrasi Listrik Regional (Heny Kristama S)
2.
Fase kedua (15 tahun): skema take or pay, dimana dimungkinkan bagi kedua pihak untuk saling bertransaksi jual beli tenaga listrik dengan kapasitas jual beli yang akan dibicarakan kemudian.
e. Anggaran Proyek Total biaya pembangunan proyek diperkirakan 155.37 juta USD. Dana yang diperlukan untuk proyek di Indonesia akan berasal dari ADB, Agence Française de Développement (AFD), dan PT PLN (Persero) akan memberikan sisa dana yang diperlukan. Sedangkan pendanaan untuk pembangunan di Malaysia berasal dari ADB dan SESCO. f. Manfaat Integrasi Listrik Sistem interkoneksi antara Kalimantan Barat-Sarawak ini memberikan manfaat bagi kedua negara. Pertama, interkoneksi Kalimantan Barat-Sarawak menambah pasokan daya pada sistem sehingga tidak terjadi defisit. Hal ini dapat dilihat dari sebelum beroperasinya sistem interkoneksi, neraca daya sistem mengalami defisit sebesar 27 MW (daya mampu sebesar 258,4 MW dan beban puncak sebesar 285,4 MW). Sedangkan setelah beroperasinya sistem interkoneksi, neraca daya sistem memiliki cadangan sebesar 17 MW (daya mampu sebesar 308,4 MW dan beban puncak sebesar 291,4 MW). Manfaat yang kedua adalah dengan beroperasinya sistem interkoneksi di Kalimantan Barat-Sarawak, menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Sebelum beroperasinya sistem interkoneksi, BPP tenaga listrik sekitar RP 1.977/kWh. Sedangkan setelah beroperasinya sistem interkoneksi, BPP tenaga listrik adalah sekitar RP 1.642/kWh. 2. Faktor yang mendorong terciptanya integrasi listrik ASEAN Integrasi sistem listrik menjadi salah satu target dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ASEAN menyadari infrastruktur listrik mempunyai peran yang penting bagi upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan dengan menjamin sistem yang kuat dan efisien. Dalam menciptakan suatu integrasi sistem listrik yang saling terhubung di kawasan Asia Tenggara, maka terdapat 3 faktor yang mendorong terciptanya integrasi, yaitu: 2.1. Dukungan dari ASEAN. Dimana ASEAN yang merupakan organisasi internasional regional Asia Tenggara mendukung penuh akan berjalannya proses interkoneksi. Dilihat dengan dibentuknya Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities (HAPUA), sebagai Specialised Energy Body (SEB), ditugaskan untuk memastikan keamanan regional energi dengan mempromosikan pemanfaatan yang efisien dan berbagi sumber daya. Program dari HAPUA adalah untuk mempercepat pengembangan interkoneksi tenaga listrik ASEAN, mengoptimalkan sektor pembangkit sumber energi yang tersedia di wilayah tersebut, dan mendorong serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ASEAN, seperti pendanaan, keahlian, dan produk untuk mengembangkan generasi, sektor transmisi, dan distribusi. 2.2. Tingkat interaksi di ASEAN.
99
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 89-102
Interaksi antar negara-negara region Asia Tenggara terlihat cukup aktif dalam berbagai bidang, baik dalam bidang politik, budaya dan ekonomi, bahkan keamanan wilayah. Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Dalam berbagai kerjasama yang dilakukan setiap negara dalam kawasan Asia Tenggara ini dapat dikatakan bahwa hubungan yang baik telah dilakukan secara terus menerus sejak dulu. Dalam perkembangan kerjasama dalam bidang energi, ASEAN telah menetapkan sebuah kerjasama yang disebut ASEAN Plan for Action Energy Cooperation (APAEC) yang dimulai dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2025 mendatang. Kerjasama ini merupakan kebijakan untuk mendukung pelaksanaan kerjasama multilateral energi dalam memajukan integrasi regional dan konektivitas di ASEAN. 2.3. Saling kepercayaan antar negara di ASEAN. Kepercayaan menjadi kunci dalam terciptanya suatu hubungan kerjasama untuk menciptakan sebuah integrasi, baik itu dalam hubungan antara satu negara dengan negara lain, terlebih lagi suatu hubungan kerjasama yang melibatkan banyak negara. ASEAN sebagai organisasi internasional dipercaya sebagai fasilitator yang dapat mengekplorasi sumber energi yang ada di setiap negara anggota ASEAN, mendorong negara anggota agar dapat saling bekerjasama menciptakan kepercayaan bahwa integrasi listrik regional bukan hal yang mustahil untuk dapat dilakukan. Kesimpulan Proyek interkoneksi ASEAN Power Grid di Kalimantan Barat-Sarawak telah berhasil terhubung dan kedua negara bekerjasama selama 20 tahun ke depan untuk jual beli tenaga listrik. Kerjasama kedua negara dapat dikatakan berhasil karena kedua negara sama-sama merasakan manfaat dengan bertambahnya pasokan daya pada sistem kelistrikan sehingga tidak terjadi defisit, serta menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Perbedaan yang terjadi di Kalimantan Barat sebelum adanya proyek interkoneksi dengan Sarawak adalah seringnya terjadi pemadaman listrik disana. Pemadaman listrik di Kalimantan Barat menjadi hal yang biasa. Setelah selesainya proyek interkoneksi, memberikan tambahan daya secara perlahan sehingga daerah-daerah yang dulunya sering mengalami pemadaman listrik menjadi daerah yang tidak lagi mengalami pemadaman. Sedangkan untuk Sarawak, Malaysia, yang menjadi negara pengekspor listrik untuk Kalimantan Barat, tentunya mengalami keuntungan dalam hal menjual tenaga listrik mereka untuk 5 tahun ke depan atau dalam fase pertama perjanjian. Dalam fase kedua, Kalimantan Barat yang ke depannya akan mengalami kemajuan dalam pengembangan tenaga listriknya, dapat bertransaksi menjual tenaga listrik untuk Sarawak, Malaysia. Daftar Pustaka A, Tahrir & Holsti.1998. Politik Internasional Kerangka Untuk Analisis Jilid 2, Jakarta, Erlangga.
100
Membangun Keamanan Energi ASEAN melalui Integrasi Listrik Regional (Heny Kristama S)
About
Hydropower, diakses http://www.sarawakenergy.com.my/index.php/hydroelectricprojects/about-hydropower pada 26 September 2016.
dari:
Analisis
Provinsi Kalimantan Barat 2015, diakses dari: http://simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis%20Pro vinsi%20Kalimantan%20Barat%202015_ok.pdf pada 26 September 2016.
B. Hettne. 2000. New Regionalism: A Prologue. Jurnal The Regionalism and the Future of Security Developnebt, Vol. 4. 2000. Diakses dari: download.portalgaruda.org/article.php?article=134493&val=5640 pada tanggal 16 Oktober 2014. Baumann, Florian. 2008. Energy Security As Multidimensional Concept. Jurnal CAP Policy Analysis. No. 1. Diakses dari: http://www.cap.lmu.de/download/2008/CAP-Policy-Analysis-2008-01.pdf pada tanggal 16 Oktober 2014. Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, diakses dari: http://Asean/sustaible-energyenergy.net/document/libraries/001/HAPUASecretary akhir Bangkok 6-1006.pdf pada tanggal 21 Oktober 2015. Indarto. 2006. Sumber, Konversi dan Konservasi Energi. Yogyakarta. Jones S. Walter. 1993. Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi Politik dan Tata Dunia. Bandung, Gramedia. Diakses dari: download.portalgaruda.org/article.php?article=134493&val=5640 Louis, Fawcett. 2005. Regionalism from an Historical Perspective. Terdapat dalam Mary Farrel, Bjorn Hettne, Luk Van Legenhove, "Global Politics of Reginalisme: Theory and Practice". London, Pluto Press. May Rudy, T. 2002. Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung, PT Refika Aditama. Mengenal
ASEAN Power Grid, diakses http://www.djk.esdm.go.id/index.php/detail-berita?ide=4119 Agustus 2016.
dari: pada 25
Memorandum of Understanding on the ASEAN Power Grid, diakses dari http://www.asean.org/communities/asean-economiccommunity/item/memorandum-of-understanding-on-the-asean-power-grid pada tanggal 9 Juli 2015. MoU ASEAN Power Grid, Pasal III, Isu Lintas Perbatasan, diakses dari: http://www.aseansec.org/20918.htm pada tanggal 15 Agustus 2015.
101
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 89-102
Non-renewable Energy, diakses dari: education.nationalgeographic.com/encyclopedia/non-renewable-energy/ pada tanggal 15 September 2015. Programme Area No. 1: ASEAN Power Grid, diakses dari: http://www.asean.org/news/item/programme-area-no-1-asean-power-grid pada tanggal 27 Mei 2015. Situasi
Biomassa di negara-negara Asia, diakses dari: http://www.jie.or.jp/biomass/AsiaBiomassHandbook/Indonesian/Part7_I.pdf pada 20 Agustus 2016.
Southeast
Asia Energy Outlook, diakses dari: http://www.iea.org/newsroomandevents/speeches/131002WEO2013Specia lReportASEANSLIDES.pdf pada tanggal 03 Agustus 2015.
Tim Kajian Keamanan Energi. 2010. Strategi Pengelolaan Keamanan Energi Nasional: Perspektif Keamanan Non-Militer. Jakarta, LIPI Press. Tim Penyusunan Buku Sejarah Pertambangan dan Energi. 2009. Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa (Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia). Jakarta, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Yergin, Daniel. 2006. Ensuring Energy Security. Jurnal Foreign Affair. Vol. 85 No. 2. Diakses dari: https://www.foreignaffairs.com/articles/2006-0301/ensuring-energy-security pada tanggal 16 Oktober 2014.
102