Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
MEMAKNAI CINTA KEPADA RASÛLULLÂH SAW [caption id="attachment_190" align="alignleft" width="150"]
dr. Syaefudin Ali Akhmad[/caption] Muqaddimah Cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallammerupakan sebuah konsekwensi logis dari pernyataan syahadat seorang Muslim khususnya dari ikrar syahadat kedua (syahadat rasul). Ikrar atau sumpah dan kesaksian dalam syahadat kedua merupakan konsekwensi dari syahadat tauhid (syahadat pertama). Di dalam al-Qur’an Allah telah mewajibkan dan memerintahkan kepada semua hamba-Nya yang mengaku cinta kepada Allah untuk mau mentaati Rasulullâh dan mengikutinya serta sekaligus mencintainya (QS Ali’imrân [3] : 31)dr. Syaefudin Ali Akhmad
Cinta kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam merupakan ukuran kesempurnaan iman bagi seseorang. Cinta kepada Nabi juga menjadi ruh dari iman itu sendiri. Selain itu cinta kepada Nabi menjadi esensi dari ajaran al-Qur’an dan kehidupan agama. Sebaliknya jika cinta kepada Nabi hilang maka ritual agama dan kepatuhan agama menjadi kosong sehingga agama hanya menjadi maklumat atau informasi tentang kebaikan saja yang jauh dari amal nyata. Cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan demikian menjadi sebuah kewajiban dan tuntutan bagi setiap Muslim. Sayangnya perasaan cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada umumnya sekarang ini hanya sebatas pengakuan saja sehingga tidak terbukti dalam perbuatan sehari-hari. Cinta seperti ini jelas cinta palsu dan cinta yang tidak akan mendapatkan balasan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Bahkan di akhirat kelak malaikat Jibril akan mengusir para pengikut nabi yang akan meminta air telaga kepada Rasulullâh karena sewaktu di dunia mereka berpaling dari petunjuk nabi dan menyelisihi sunah nabi meskipun mereka adalah pemeluk Islam. Untuk menghindari keadaaan tersebut maka penting bagi umat muslimin untuk memaknai, menumbuhkan, dan mimiliki cinta sejati kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Lantas bagaimana sesungguhnya memaknai hakikat cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam itu sehingga kelak kita mendapatkan jaminan Nabi di akhirat sebagai pengikutnya yang akan mendapatkan syafaat darinya. Tulisan ini dibuat dalam rangka menumbuhkan cinta
1/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam sekaligus juga untuk mengenang jasa dan perjuangan beliau serta kelahiran beliau (maulid nabi). Mengapa Harus Mencintai Rasulullâh? Secara dogmatis cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallammerupakan sebuah kewajiban sesudah cinta kepada Allah. Prinsip dalam beragama adalah menunaikan kewajiban dan meninggalkan larangan. Sesuatu itu baik menurut agama jika sesuai dengan kewajiban (deontologi). Perintah atau kewajiban mencintai Rasulullâh terdapat dalam QS al-Taubah [9]: 24, ???? ???? ????? ???????????? ??????????????? ??????????????? ??????????????? ???????????????? ??????????? ??????????????????? ??????????? ?????????? ?????????? ??????????? ????????????? ??????? ?????????? ???? ????? ???????????? ????????? ??? ?????????? ?????????????? ?????? ???????? ????? ?????????? ??????? ??? ??????? ????????? ?????????????? “24. Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS alTaubah [9]: 24) Dalam ayat tersebut mencintai rasul adalah priotitas kedua setelah cinta kepada Allah. Bagi mereka yang menempatkan cinta terhadap 8 perkara keduniaan melebihi cinta kepada 3 perkara akhirat maka tergolong orang yang fasik dan diancam dengan datangnya keputusan Allah berupa azab di dunia dan akhirat. Semoga diri kita dan bangsa Indonesia sedang tidak menunggu keputusan Allah dengan datangnya bencana yang bertubi-tubi karena terlalu cinta kepada 8 perkara keduniaan tersebut. Dari ayat tersebut juga ditekankan akan pentingnya cinta kepada rasul sebagai salah satu cara untuk menghindarkan diri dari ancaman Allah dan terhindar dari perbuatan orang fasik. Dalam sudat pandang kebaikan dari segi teologi atau utilitarianisme maka mencintai nabi akan membuat manusia terhindar dari azab Allah dan tidak tergolong menjadi orang fasik. Pandangan teologi berpegang pada prinsip bahwa kebaikan itu adalah semua perbuatan yang memberikan manfaat atau kegunaan. Dari segi manfaat jika seseorang mencintai rasul maka akan mendapatkan berupa syafaat dari Nabi dan masuk surga bersama Nabi. Alasan lain mengapa kita harus mencintai rasul adalah adanya tuntutan dari Allah untuk membuktikan cinta kepada Allah hanya dengan mengikuti Rasulullâh atau mencintai Rasulullâh. Menurut KH Abdul Halim seorang pendakwah ulung dari Ponpes Al-Wihdah Sragen bahwa cinta kepada Allah ada 2 yaitu cinta yang shadiq (benar) dan cinta yang kadzib (palsu). Cinta yang shadiq harus memenuhi syarat supaya diterima cintanya sehingga orang tersebut tidak sekedar mengaku mencintai tetapi juga dicintai oleh Allah SWT. Ungkapan “Ana uhibbullahu” yang berarti saya mencintai Allah hanya akan menjadi buah bibir saja yang siapa saja bisa
2/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
mengucapkan termasuk anak-anak TK bahkan burung beo saja bisa melafalkannya. Untuk diterimanya ucapan tersebut harus ada persyaratannya atau masyru’ yaitu fattabi’ûni yaitu ikutilah Aku Muhammad. Di dalam QS Ali‘imrân [3]: 31 Allah memberikan syarat jika benarbenar cinta kepada Allah maka syaratnya harus mau mengikuti (mencintai) Rasulullâh. ???? ???? ???????? ??????????? ????? ??????????????? ???????????? ????? ?????????? ?????? ???????????? ??????? ???????? ????????? “31. Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.` Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS Ali’imrân. [3]: 31) Dalam tafsir ayat tersebut diterangkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan seruan Rasulullâh kepada Ka’ab bin al-Asyraf dan orang yahudi yang mengikutinya supaya mereka beriman. Para pendeta Yahudi dan pengikutnya mengatakan “kami ini anak-anak Allah dan kekasih-Nya. Kemudian Allah menyuruh rasul mengatakan kepada mereka bahwa "Aku ini utusan Allah kepadamu sekalian, akan menyeru kamu agar beriman kepada Nya. Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku dan kerjakanlah perintahku. Niscaya Allah mencintai dan meridhai kamu. Ayat ini memberikan keterangan yang kuat untuk mematahkan pengakuan orang-orang yang mengaku mencintai Allah pada setiap saat, sedang amal perbuatannya berlawanan dengan ucapan-ucapan itu. Bagaimana mungkin dapat berkumpul pada diri seorang cinta kepada Allah dan mendurhakai perintah-perintah-Nya. Siapa yang mencintai Allah, tapi tidak mengikuti jalan dan petunjuk Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam maka pengakuan cinta itu adalah palsu dan dusta, Rasulullâh bersabda: "Barangsiapa melakukan perbuatan tidak berdasarkan perintah kami maka perbuatan itu ditolak". (HR Bukhari) Pertimbangan lainnya mengapa kita harus mencintai Rasulullâh adalah karena besarnya jasa Rasûlullâh kepada kita. Rasûlullâh rela menderita hidup sederhana dalam keadaan miskin, terusir dari kampung halamannya, mendapat julukan majnun (gila) dan dimusuhi kaumnya demi memperjuangkan kebenaran iman yang bisa kita nikmati saat ini. Jasa Rasûlullâh terlalu banyak dan terlau besar kepada kita sampai melebihi jasa orang tua kita sendiri dan melebihi jasa guru kita. Rasûlullâh rela mengorbankan segala yang dimilikinya demi tegaknya Islam untuk keselamatan dan kedamaian diri kita sampai akhirat kelak. Demi memikirkan umatnya termasuk diri kita maka Rasûlullâh lebih makan sehari tidak sehari puasa, lebih memilih menjadi seorang hamba daripada seorang raja, lebih memilih miskin daripada kaya serta lebih memilih akhirat daripada dunia dan wanita. Kehidupan beliau adalah kehidupan terbaik yang menjamin keridhaan Allah karena budi pekertinya yang agung, kedalaman ilmunya, kebersihan hatinya dan paling ringan beban dunianya. Cara Menumbuhkan Cinta Kepada Rasûlullâh Pertanyaan yang sangat mendasar adalah bagaimana cara menumbuhkan cinta kepada rasul. Menurut pengalaman biasanya seseorang dicintai karena adanya kelebihan dan keutamaan dimiliinya baik dari aspek fisik karena kecantikan atau ketampanannya, aspek ekonomi karena hartanya, aspek penampilan karena keindahan perhiasannya, aspek bakatnya karena
3/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
keterampilan yang luar biasa dan aspek sosial karena kebaikan akhlaq kepada sesama, aspek ruhani karena keshalihan kepada sang pencipta, aspek rasio karena kepintaraannya dan aspek emosi karena lembut perasaannya. Cinta kepada orang tua atau kepada istri tentunya tumbuh karena ada keutamaan-keutamaan yang melekat kepada orang tua atau istri sehingga menjadi kebaikan yang tertanam dan membuahkan rasa cinta. Untuk memahami betul keutamaan dan kelebihan atau kebaikan dari seseorang sehingga kita akan mencintainya hanya dapat dilakukan jika kita telah mengenal secara baik orang tersebut dari luar dan dalam. Secara alamiah jika sudah mengenal betul kebaikannya maka akan timbul rasa cinta. Oleh karena itu cinta tidak akan bisa dipaksakan meskipun cinta bisa juga ditumbuhkan dengan tipuan sehingga timbul cinta terlarang atau tipuan cinta. Timbulnya cinta terlarang ini atau tertipu oleh cinta ini karena salah manajemen cinta dalam hidupnya sehingga banyak manusia yang sengsara justru karena cinta tersebut. Untuk bisa mencintai Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam jalan pertama yang harus ditempuh adalah banyak mengenal pribadi Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam sampai menemukan keutamaan, kelebihan dan kebaikan Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam secara lengkap dan utuh. Membaca sejarah nabi atau sirah nabawi bisa memunculkan kepedulian dan rasa simpati kepada perjuangannya sehingga timbul rasa kagum dan tumbuh rasa cinta kepadanya. Mungkin saja rasa cinta umat ini kepada nabi tidak tumbuh karena ketidaktahuan akan kemuliaan nabi tersebut atau karena tidak mengenal perjuangan nabi. Berbeda dengan para sahabat yang hidup bersama Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan menyaksikan langsung perilaku Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang begitu mulia akhlaqnya sehingga membuat sahabat merasa nyaman dan tenteram serta terhibur. Perhatian Nabi, kesederhanaan Nabi, ketinggian akhlaq Nabi telah menjadi daya tarik seperti magnet bagi para sahabat untuk mencintainya dalam keadaan apapun. Usaha untuk menumbuhkan cinta kepada rasul harus dimulai dari mengenal Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam secara biografi, mengenal orang tua, mengenal keluarganya (ahlul bait) termasuk anak dan istrinya, mengenal perjuangannya, mengenal perilakunya atau kebiasaan sehari-harinya, mengenal penderitaanya, mengenal sahabatnya, mengenal mutu ibadahnya dan mengenal sifat-sifat mulianya. Pembacaan kitab Barzanzi sebenarnya dalam rangka mengenal secara dekat dengan Rasulullâh sejak lahir sampai mati namun sayang pembacaan kitab itu berubah menjadi sebuah tradisi ritual belaka. Cara berikutnya untuk menumbuhkan dan menjaga cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mempraktekkan gaya hidup Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam (sunah) dalam kehidupan kita selama 24 jam sejak bangun tidur sampai tidur kembali. Apabila hal ini bisa dilakukan maka secara pelan-pelan cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam semakin bertambah sampai akhirnya timbul keinginan untuk menjadikan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan dalam hidupnya. Sosok Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam akan dijadikan panutan atau teladan yang cocok untuk segala profesi atau kedudukan baik sebagai orang tua, anak, sahabat, guru, dokter, pedagang, pemimpin, penggembala, hamba atau raja.
4/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Langkah berikutnya untuk memantapkan cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah melanjutkan perjuangan beliau dalam menyampaikan agama kepada seluruh umat manusia sampai datangnya hari kiamat. Dalam QS al-Jumu’ah [62]: 2 ditegaskan tugas Nabi Muhammad untuk membacakan ayat-ayat Allah (dakwah), menyucikan jiwa dengan dzikir dan ibadah dan mengajrkan ilmu dan hikmah. ??????????? ?????? ??? ??????????????? ????????? ???????? ????????? ?????????? ?????????? ??????????????? ??????????????? ?????????? ????????????? ?????? ???????? ???? ?????? ????? ??????? ???????? “2. Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS al-Jumu’ah [62]: 2) Mendakwahkan kepada sesama manusia bahwa kejayaan atau kesuksesan hidup terdapat dalam pengamalan sunah nabi. Bahkan dikatakan oleh Rasulullâh barang siapa menghidupkan sunah Rasulullâh pada zaman yang fasad (rusak) akan mendapatkan pahala 100 orang mati syahid. Padahal untuk mati syahid pada zaman Rasulullâh begitu sulit dan penuh penderitaan tetapi bagi umat akhir zaman bisa mendapatkan pahala mati syahid lebih mudah dan lebih banyak. Contoh lain yang menunjukan di dalam sunah ada kejayaan adalah seseorang yang minum dengan gelas dilarang bernafas di dalam gelas supaya tidak tersedak. Menurut Syeikh M. Sa’ad salah satu cara menumbuhkan rasa cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah dengan membaca shalawat kepada Nabi setelah shubuh dan setelah ashar masing-masing 100 kali. Rasulullâh menyampaikan bahwa orang yang utama di sisiku pada hati kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku. Hadits lain menyatakan bahwa barang siapa yang membaca shalawat 100 kali sehari maka Allah akan memenuhi 100 hajatnya yaitu 30 di dunia dan 70 hajatnya di akhirat kelak,“Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa’atku.” [HR Thabarani]. Seyogyanya kita merasa bangga dengan bershalawat kepada Nabi karena shalawat merupakan amalan yang dikerjakan oleh Allah dan para malaikat-Nya. Dari berbagai pendekatan tersebut maka akan lahirlah panggilan hati untuk mengekspresikan cinta kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam secara benar yang sesuai syariat. Secara sederhana oleh orang jawa dikatakan bahwa witing tresna jalaran saka kulina tumbuhnya cinta karena sering bersama-sama dan karena terbiasa. Dengan membiasakan cara hidup Nabi dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan menumbuhkan cinta kepada Nabi. Dosis minimal untuk membiasakan hidup ala Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam sehingga timbuh rasa cinta sejati kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah dengan meluangkan waktu 10 persen dalam hidup ini. Dalam sehari minimal 2,4 jam atau 2,5 jam dimantapkan dalam menjaga amalan harian supaya sunah Nabi bisa terjaga. Dalam waktu sebulan meluangkan waktu 3 hari untuk mengamalkan sunah nabi secara sempurna selama 24 jam. Hal ini sesuai dengan firman Allah, Man Jâ’a bi al-hasanati falahu ‘asyru amtsaaliha “Barang siapa beramal baik maka akan mendapatkan balasan10 kali lipat,”
5/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Dengan demikian 2,5 jam perhari jika dikalikan 10 kali menjadi 25 jam atau satu hari lebih satu jam, 3 hari dikalikan 10 menjadi 30 hari sama halnya seperti 1 bulan mengamalkan sunah Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Satu tahun kurang lebih 365 hari maka dipakai 36,5 hari khusus untuk mengamalkan sunah nabi secara sempurna atau dibulatkan menjadi 40 hari sudah dinilai mengamalkan sunah secara sempurna selama 365 hari. Semua itu hanya cara dan tujuan akhirnya adalah mencapai kesempurnaan 100 % selama 24 jam, 30 hari dan 365 hari bisa mengamalkan sunah Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Upaya terkhir untuk menjadikan cinta sejati kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah dengan cara berdoa kepada Allah agar diberi hakikat cinta kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dalam bulan rabi’ul awal ini bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad pada tanggal 12 Rabi’ul Awal bisa menjadi wasilah untuk mengenang kembali kisah kehidupan Nabi Muhammad sejak lahir sampai diangkat menjadi rasul dan mendakwahkan agama sampai akhir hayatnya. Peringatan maulid Nabi meskipun bukan merupakan ibadah mahdhoh bisa dijadikan momentum untuk menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad asal dimaknai dengan benar bukan sekedar tradisi.
Potret Cintanya Sahabat Kepada Rasûlullâh. Manusia yang paling memahami Rasûlullâh adalah para sahabat. Mereka bertemu dengan Rasûlullâh langsung sehingga bisa merasakan kemuliaan budi pekertinya dan keindahan tutur katanya. Tidak heran jika sahabat adalah orang yang paling bisa merasakan cinta sejati kepada baginda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Sebagai tolak ukur untuk kita semua umat akhir zaman dalam memahami dan memaknai cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya maka perlu membandingkan, menakar dan memotret cintanya para sahabat kepada baginda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah sebaikbaik generasi yang memilki rasa cinta luar biasa kepada Nabinya. Sabahat Ali mengatakan bahwa NAbi Muhammad adalah manusia yang paling kami cintai melebihi kecintaan kepada hidup kami sendiri, melebihi kecintaan kepada anak-anak kami, melebihi kecintaan kepada pasangan kami, orang tua, nenek kami bahkan melebihi kesenangan kami kepada air dingin yang diminum saat keadaan haus sekali. Pada suatu hari Umar bin Khaththab berkata kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasûlullâh sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Rasûlullâh pun menjawab, “Tidak demi Allah hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Maka umar berkata, “Demi Allah sekarang engkau labih aku cintai daripada diriku sendiri.” (HR Bukhari). Kisah lainnya perbincangan yang terjadi antara Abu Sufyan bin Harb sebelum ia masuk Islam dengan sahabat Zaid bin al-Datsinah radhiyallâhu ‘anhu ketika beliau ditawan oleh kaum musyrikin lantas dikeluarkan oleh penduduk Mekah dari tanah haram untuk dibunuh. Abu Sufyan berkata, “Ya Zaid, maukah posisi kamu sekarang digantikan oleh Muhammad dan penggal lehernya, kemudian engkau kami bebaskan kembali kepada keluargamu?” Serta merta Zaid menjawab, “Demi Allah aku sama sekali tidak rela jika Muhammad sekarang berada
6/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
dirumahnya tertusuk sebuah duri, dalam keadaan aku berada dirumahku bersama keluargaku. Maka Abu Sufyan pun berkata tidak pernah aku mendapatkan sesorang yang mencintai orang lain seperti cintanya para sahabat Muhammad kepada Muhammad. Kisah lain diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, “Ditengah-tengah berkecamuknya peperangan Uhud, tersebar desas-desus di antara penduduk Madinah bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam terbunuh, hingga terdengarlah isakan tangis di penjuru kota Madinah. Maka keluarlah seorang wanita dari kalangan Anshar dari rumahnya, ditengah-tengah jalan dia diberi tahu bahwa bapaknya, anaknya, suaminya dan saudara kandungnya telah tewas terbunuh di medan perang. Ketika dia memasuki sisa-sisa kancah peperangan, dia melewati mayat yang bergelimpangan, “Siapakah ini? Tanya perempuan itu. “Bapakmu, saudaramu, suamimu dan anakmu, jawab orang-orang di situ. Perempuan itu segera menyahut, “Apa yang terjadi dengan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam?” Mereka menjawab, Itu ada di depanmu”. Maka perempuan itu bergegas menuju Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan menarik bajunya seraya berkata, “Demi Allah wahai Rasûlullâh, aku tidak akan memperdulikan apapun yang menimpa diriku selama engkau selamat.” Kisah lainnya saat perang tabuk dalam kondisi musim panas luar biasa, para sahabat mengalami paceklik dan kelaparan, bekal sangat kurang untuk perang melawan tentara Romawi yang berjumlah 100.000 orang dengan perjalanan sangat jauh kurang lebih 1 bulan perjalanan. Di saat itulah terpanggil rasa cinta kepada perjuangan Nabi Muhammad sehingga Abu Bakar radhiyallâhu ‘anhu menginfaqkan semua hartanya, Umar radhiyallâhu ‘anhu separo hartanya dan Utsman radhiyallâhu ‘anhu menginfaqkan 300 unta dan 1000 dinar. Para sahabat yang miskin mereka memohon kepada Nabi untuk bisa berangkat dengan meminta bekal dan kendaraan kepada Nabi akan tetapi Nabi tidak bisa memenuhi permintaan mereka. Akhirnya mereka para sehabat yang miskin hanya bisa menangis menumpahkan kesedihan tidak bisa menyertai Rasûlullâh. Di pihak lain terdapat 3 orang sahabat Nabi yaitu Ka’ab bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, Murarah bin Rabi’ radhiyallâhu ‘anhu dan Hilal bin Umaiyah radhiyallâhu ‘anhu yang tidak bisa berangkat perang dengan tidak ada udzur apapun. Ketiga orang tersebut mengakui dengan jujur di depan Rasûlullâh bahwa mereka tidak berangkat ke tabuk padahal tidak ada satu masalah pun yang menghalangi mereka. Karena kejujuran mereka maka Allah pun memberikan pelajaran kepada mereka akibat tidak mau mengikuti perintah Rasûlullâh. Padahal ketiganya dikenal sebagai sahabat yang cinta kepada Rasûlullâh karena terlibat dalam peperangan beberapa kali dalam rangka membela Rasûlullâh dan memperjuangkan agama Islam. Akhirnya mereka mendapatkan hukuman berupa pengasingan 50 hari sampai datang keputusan Allah. Mereka tidak diajak bicara, tidak diberi salam dan salam mereka tidak ada yang mau menjawab bahkan istri mereka dilarang untuk disentuh selama 50 hari. Itulah gambaran atau potret kecintaan sahabat kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam di saat Nabi kesusahan dan penuh penderitaan maka dengan tidak berpikir panjang mereka segera mencarikan jalan keluarnya. Sebaliknya ketika mereka tidak bisa menjaga komitmen cinta kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam maka mereka siap untuk mendapatkan hukuman asalkan bisa diterima kembali untuk membantu lagi perjuangan baginda Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dari kisah perang tabuk ini juga ditekankan bahwa amalan dakwah dan perjuangan agama harus dinomor satukan dari yang lainnya karena
7/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
dakwah adalah amalan para nabi kekasih Allah Azza wa Jalla. Desersi dari tanggung jawab dakwah merupakan pelanggaran berat yang berisiko mendapatkan kemurkaan Allah. Kecintaan sahabat Nabi yang bernama Uwais al-Qarni yang merupakan satu-satunya sahabat yang tidak pernah bertemu dengan Rasûlullâh. Beberapa ulama ada yang menggolongkan Uwais al-Qarni menjadi tabi’in karena semasa hidup Nabi tidak pernah bertemu dengan Nabi Muhammad. Ketika ditanya oleh Umar radhiyallâhu ‘anhu mengenai giginya yang tanggal maka Uwais al-qorni menjawab bahwa gigi ini sengaja ditanggalkan karena setelah mendengar kabar bahwa pada saat perang uhud gigi Rasûlullâh tanggal terkena pukulan atau lemparan batu sehingga secara spontan saya tanggalkan gigi sayadenganbatubatasebagai bukti rasa cinta saya kepada Nabi Muhammad. Khadijah al-Kubra radhiyallâhu ‘anha karena cintanya kepada Rasûlullâh rela menghabiskan semua hartanya dan semua tokonya untuk perjuangan dakwah. Khadijah rela menjalani hidup serba sederhana bahkan serba kekurangan demi cintanya kepada Nabi. Sampai-sampai Fathimah yang masih menyusu saat itu terpaksa harus meminum darah karena air susu Khadijah telah kering. Khadijah bahkan rela tulang-tulangnya dipakai oleh Nabi untuk membuat jembatan supaya pasukan kaum muslimin bisa menyeberangi sungai dalam rangka perjuangan agama. Hakikat Cinta Kepada Rasûlullâh Sesungguhnya segala sesuatu pasti ada hakikatnya. Cinta sebagai ekspresi jiwa yang mengandung sikap positif terhadap objek yang dicintainya pasti akan memunculkan tindakan yang positif berupa rasa suka, rasa rindu, perhatian, kepuasan, keterikatan, kebersamaan, rasa memiliki dan kerelaan berkorban demi sang kekasih. Cinta adalah panggilan hati, ekspresi dan konsekuensi, begitulah kata Kahlil Gibran dalam syairnya, “Apabila cinta memanggilmu, ikutlah dia walau jalannya terjal berliku-liku dan apabila sayapnya merangkulmu pasrah dan menyerahlah walau pedang yang tersembunyi disela sayap itu melukaimu.” Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullâh berkata, “Kecintaan yang benar mengharuskannya mengikuti dan mencocoki di dalam kecintaan apa-apa yang dicintai dan kebencian di dalamapaapa yang dibenci. Maka barangsiapa mencintai Rasûlullâh dengan kecintaan yang benar dari hatinya, hal itu menyebabkan dia mencintai –dengan hatinya- apa yang dicintai rasul, dan dia membenci apa yang dibenci oleh rasul, ridha dengan apa yang diridhai rasul, murka terhadap yang dimurkai oleh rasul, dan dia menunjukkan kecintaan dan kebenciannya ini dengan anggota badannya”. Secara sederhana perasaan cinta itu bisa ditandai dengan 5 hal sesuai dengan 5 huruf dalam kata CINTA itu sendiri. Huruf C berarti ‘cepat’ datang ketika dipanggil oleh Rasûlullâh dan juga cepat menunaikan perintah Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Perwujudan dari kriteria ini adalah menomorsatukan perintah dan sunah nabi sebagai priotitas pertama dan utama sesuai dengan QS al-Taubah [9]: 24. Dalam QS al-Nur [24]:51 Allah Azza wa Jalla telah menegaskan sifat dari orang beriman ketika dipanggil Rasûlullâh selalu menjawab dengan kami dengar dan kami taat (sami’nâ wa atha’nâ).
8/9
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
$yJ¯RÎ) tb%x. tAöqs% tûüÏZÏB÷sßJø9$# #sŒÎ) (#þqããߊ ’n
9/9 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)