Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
PROGRES REPORT #7
MONITORING PENGADILAN TANJUNG PRIOK
Melihat Tiga Tuntutan Jaksa Pengadilan HAM Tanjung Priok
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
Jalan siaga II No 31 Pejaten Barat Jakarta 12510 Indonesia Tel : (62-61) 797 2662, 791 92564 Fax : (62-61) 791 92519 Email :
[email protected] website : www.elsam.or.id
1
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Melihat Tiga Tuntutan Jaksa Pengadilan HAM Tanjung Priok I. PENDAHULUAN Pengadilan HAM kasus Tanjung Priok di PN Jakarta Pusat Agustus 2004 ini memasuki tahaptahap akhir, yaitu tahap pembacaan putusan hakim. Ada 3 Berkas perkara yang akan dibacakan putusannya yakni berkas perkara Mayjen TNI (Purn). Pranowo (Mantan Kapomdam V Jaya), berkas perkara Mayjend TNI. Sriyanto (Danjen Kopassus/mantan Kasi-2/Ops Kodim 0502 Jakarta Utara) dan berkas perkara Sutrisno Mascung dkk (mantan anggota Yon Arhanudse-6 Jakarta Utara).. Sedangkan satu berkas lainnya, yaitu berkas perkara Mayjend TNI (Purn). R. A. Butar-Butar (Mantan Komandan Kodim Jakarta Utara) telah diputus, dengan putusan dan terbukti bersalah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum , dan divonis 10 tahun penjara pada 30 April 2004 lalu. Pada bulan Juli 2004, Jaksa Penuntut Umum ad hoc telah mengajukan tuntutan pidana (requisitor) terhadap tiga berkas perkara yang masih diadili di Pengadilan HAM Tanjung Priok. Tuntutan pidana ini akan menjadi dasar pertimbangan bagi hakim untuk memutuskan apakah para terdakwa telah terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum, atau sebaliknya dinyatakan tidak terbukti, dan oleh karenanya harus dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum . Dari tiga tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum perkembangan yang menarik untuk disimak adalah dicantumkannya permohonan para korban Tanjung Priok untuk mendapatkan kompensasi atas terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat di Tanjung Priok pada September 1984. Diakomodasinya tuntutan korban dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum ad hoc untuk mendapatkan kompensasi ini memberikan harapan baru bagi korban, terutama yang berkenaan dengan pemenuhan atas hak-hak korban sebagai pihak yang telah mengalami penderitaan atas terjadi pelanggaran HAM yang berat. Laporan ini akan memaparkan analisa terhadap tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap para terdakwa dalam tiga berkas yang berbeda, yaitu dalam berkas Sutrisno Mascung, berkas Sriyanto dan Pranowo. Analisa terhadap tuntutan ini akan didasarkan pada konsistensi Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan dan mempertahankan surat dakwaannya di pengadilan dan analisa Jaksa Penuntut Umum terhadap fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
2. SURAT DAKWAAN Surat dakwaan terhadap ketiga berkas perkara ini menjadi dasar dari proses pemeriksaan dipengadilan HAM ad hoc yang melingkupi peristiwa yang terjadi dikaitkan dengan pelanggaran terhadap pasal-pasal kejahatan terhadap kemanusiaan
2
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
2.1 Surat Dakwaan Terhadap Sutrisno Mascung, dkk (11 orang) 1 Sutrisno Mascung, dkk oleh Jaksa Penuntut Umum 2 didakwa telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, sehingga perbuatan terdakwa Sutrisno Mascung dkk telah melanggar ketentuan pasal 7 huruf b jis pasal 9 huruf a, pasal 37 Undang-undang No. 26 tahun 2000, pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum mendakwa Sutrisno Mascung dkk telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa percobaan pembunuhan yang diancam dengan pasal 7 huruf b jis pasal 9 huruf a, pasal 41, pasal 37 Undang-undang No. 26 tahun 2000, pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, pasal 53 ayat (1) KUHP. Disamping pembunuhan dan percobaan pembunuhan, Sutrisno Mascung dkk juga didakwa telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penganiayaan yang diancam dengan pasal 7 huruf b jis pasal 9 huruf h, pasal 40 Undang-undang No. 26 tahun 2000, pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kejahatan terhadap kemanusiaan yang didakwakan Sutrisno Mascung dkk terjadi pada tanggal 12 September 1984 bertempat di Jl. Yos Sudarso Jakarta Utara. Saat itu terdakwa bersama anggota Arhanud-6 regu III melakukan penembakan terhadap massa penduduk sipil, bahkan terhadap massa yang lari untuk menyelamatkan diripun masih dilakukan penembakan. Perbuatan para terdakwa tersebut telah mengakibatkan jatuh korban penduduk sipil sebayak 23 orang atau setidak-tidaknya sebayak 14 orang meninggal dunia.
2.2 Surat Dakwaan Terhadap Sriyanto 3 Kapten Inf. (sekarang Mayjen TNI) Sriyanto didakwa telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, percobaan pembunuhan dan penganiayaan, yang diancam dengan pidana pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a, pasal 37 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP 4, pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a, pasal 37 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, Pasal 53 ayat 1 KUHP 5 dan Pasal 7 huruf b jis Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP 6. Kejahatan yang didakwakan kepada terdakwa dalam konteks dakwaan Jaksa Penuntut Umum terjadi pada tanggal 12 September 1984 yang bertempat di Jl. Yos Sudarso di depan Mapolres Jakarta Utara. Pada saat itu, terdakwa selaku Kasi 2/Ops Kodim Jakarta Utara memimpin 13 orang anggota Yon Arhanud 6 yang di BKO-kan ke Makodim Jakarta Utara untuk mengamankan Mapolres Jakarta Utara. 1
Surat Dakwaan No. Reg Perkara : 01/HAM/TJ. PRIOK/09/03
2 Jaksa Penuntut Umum ad hoc untuk terdakwa Sutrisno Mascung, dkk adalah Widodo Supriyadi, SH, MM dan Hazran, SH.
4
Surat Dakwaan No. Reg Perkara : 04/HAM/TJ. PRIOK/09/03 Dakwaan Kesatu
5
Dakwaan Kedua Primer
6
Dakwaan Kedua Subsider
3
3
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Di dalam perjalanan menuju Mapolres Jakarta Utara, pasukan yang dipimpin oleh Kapten Inf. Sriyanto melihat iring-iringan massa dalam jumlah besar yang menuju ke arah Mapolres atau Makodim Jakarta Utara. Selanjutnya Kapten Sriyanto mencoba melakukan negoisasi dengan pimpinan massa agar massa meninggalkan Mapolres Jakarta Utara, namun ditolak oleh pimpinan massa. Setelah negoisasi gagal dilakukan, ke 13 (tiga belas) orang anggota Pasukan Arhanudse-6 regu III dibawah pimpinan terdakwa Kapten Sriyanto dan saksi Serda Sutrisno Mascung selaku Danru langsung menembakkan senjatanya beberapa kali ke arah massa, bahkan terhadap massa yang lari untuk menyelamatkan diri masih dilakukan penembakan oleh pasukan tersebut. Selanjutnya, setelah massa mendengar banyak tembakan mereka bertiarap selanjutnya terdakwa Kapten Sriyanto berteriak kepada massa untuk meninggalkan tempat kalau tidak akan ditembak, sehingga massa meninggalkan tempat kearah utara, barat dan timur namun pasukan dibawah pimpinan terdakwa Kapten Sriyanto masih melakukan penembakan-penembakan kearah massa. Akibat dari penembakan yang dilakukan oleh 13 orang anggota pasukan Yon Arhanudse-6 tersebut 23 orang atau setidak-tidaknya 10 orang meninggal dunia, 64 orang atau setidaktidaknya 11 orang terkena tembakan dan 64 orang atau setidak-tidaknya 11 orang terluka.
2.3 Surat Dakwaan Terhadap Pranowo 7 Mayjend TNI (Purn). Pranowo didakwa telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenangwenang yang diancam dengan pasal 7 huruf b jis pasal 9 huruf e, pasal 37 Undang-undang No. 26 tahun 2000, pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP 8, pasal 64 KUHP 9. Kejahatan yang didakwakan kepada Mayjend TNI (Purn) Pranowo dalam konteks ini terjadi pada tanggal 13 September sampai dengan 8 Oktober 1984 bertempat di Rumah Tahanan Militer Cimanggis Jakarta Timur dan POMDAM Jaya V Jakarta Selatan. Terdakwa yang saat itu selaku Kepala Pomdam V Jaya telah menerima tahanan kasus Tanjung Priok yang di tempatkan di Mapomdam V Jaya Jl. Sultan Agung-Guntur. Sejak tanggal 13 September 1984 sampai tanggal 8 Oktober 1984 terdakwa secara bertahap menerima titipan tahanan kasus Tanjung Priok kurang lebih berjumlah 169 orang. Terdakwa memerintahkan memasukkan para tahanan tersebut ke dalam sel tahanan yang sempit dan gelap antara 1-15 hari tanpa dilengkapi dengan surat perintah penahanan yang resmi dari pihak berwenang 10, selama berada dalam tahanan tersebut para tahanan tidak diperbolehkan
7
No. Reg.Perkara 03/HAM/TJ-Priok/09/2003
8 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP : dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan. 9 Pasal 64 KUHP menyatakan ” jika antara beberapa perbuatan, meskipun masingmasingmerupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikan rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut maka hanya diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat”. 10 Surat perintah penahanan diberikan setelah beberapa hari setelah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh tim gabungan. Selama penahanan pihak keluarga tidak diberitahu dimana tempat para tahanan tersebut berada.
4
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
kelua. Akibat lumpuh.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
dari perbuatan terdakwa tersebut beberapa tahanan mengalami stres dan
Disamping itu, Mayjend TNI (Purn). Pranowo juga dianggap tidak melakukan pengendalian secara patut terhadap pasukan dibawah pengendaliannya yang efektif atau dibawah dibawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, yaitu terdakwa mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu itu seharusnya mengetahui bahwa pasukannya sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran HAM yang berat berupa penyiksaan yang diancam dengan pasal 42 ayat (1) huruf a dan b jis pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf f, pasal 39 Undang-undang No. 26 tahun 2000, pasal 64 KUHP. Dalam dakwaan ini terdakwa dituduh telah melakukan pembiaran anggotanya yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif melakukan tindak pidana kejahatan terhadap kemanusian berupa penyiksaan terhadap para tahanan atau orang yang berada di bawah pengawasannya. Dari dakwaan tersebut para tahanan yang telah mendapat penyiksaan diketahui sebanyak 14 orang. 11
3. TUNTUTAN PIDANA Sesuai dengan sistematika hukum acara yang berlaku di Indonesia, maka setelah pembacaan dakwaan dan proses pembuktian, maka Jaksa Penuntut Umum berkewajiban untuk membuktikan unsur-unsur kejahatan yang didakwakan kepada terdakwa yang dikonstruksinya berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Uraian di bawah ini akan memaparkan bagaimana Jaksa Penuntut Umum menyimpulkan fakta hukum dan membuktikan unsur-unsur dalam surat dakwaannya.
3.1 Tuntutan Terhadap Sutrisno Mascung, dkk Dalam menyusun tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum ad hoc dalam membagi sistematika tuntutannya menjadi 5 bagian, yaitu : Pertama, pendahuluan. Kedua, surat dakwaan. Ketiga, faktafakta yang terungkap dalam persidangan. Keempat, analisa yuridis/pembahasan unsur-unsur tindak pidana. Kelima, tuntutan pidana. Dari sistematika yang dikonstruksi Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya, ternyata Jaksa Penuntut Umum menggabungkan paparan mengenai keterangan saksi dan terdakwa dengan bagian fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Dengan penggabungan paparan ini, maka rentetan fakta peristiwa yang dipaparkan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menjadi tidak begitu jelas tergambarkan sebagai suatu paparan atau gambaran yang utuh mengenai kronologis atau rangkaian suatu peristiwa. Hal ini disebabkan karena setiap keterangan para saksi dan keterangan terdakwa mempunyai kronologis yang tidak runtut, hal ini berbeda jika Jaksa Penuntut Umum membuat paparan yang terpisah, yaitu paparan mengenai keterangan saksi dengan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan, dimana pada akhirnya fakta-fakta hukum ini akan dikonstruksi untuk memaparkan atau menggambarkan suatu fakta hukum yang korelasinya akan dikaitkan dengan pasal-pasal yang didakwakan. Fakta hukum yang diajukan oleh jaksa dilihat model keterkaitan antara fakta hukum dengan pasal-pasal yang didakwakan adalah bahwa dengan mendasarkan pada keterangan para 11 Lihat dakwaan terhadap Mayjen TNI (Purn) Pranowo No. Reg.Perkara 03/HAM/TJPriok/09/2003 halaman 15
5
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
terdakwa dimana mereka para terdakwa menyadari dan memahami bahwa dengan didengarnya bunyi alarm menunjukkan bahwa para terdakwa harus berkumpul dengan membawa senjata lengkap dengan pelurunya.. Dengan dibawanya senjata beserta pelurunya tersebut terlebih dengan dasar adanya bunyi alarm maka terdakwa menyadari bahwa mereka nantinya diperkirakan akan menggunakan senjata beserta pelurunya. Jaksa Penuntut Umum berdasarkan keterangan para terdakwa menyimpulkan bahwa perencanaan dimulai saat dikumpulkan dengan persenjataan serta amunisi lengkap dan secara bersama-sama dibawa ke Makodim Jakarta Utara yang selanjutnya diberi arahan oleh Kasi II Ops untuk menghadapi rombongan massa yang sedang menuju ke Makodim. Setelah pengarahan, perencanaan pembunuhan semakin matang dan jelas karena tanpa mendapat komando selanjutnya para terdakwa serentak mengisikan peluru pada senjata yang masing-masing dibawa oleh mereka. Para terdakwa langsung menghadang rombongan massa yang baru sampai beberapa meter sebelum Mapolres Jakarta Utara (yang masih kira-kira 2 km dari tujuan rombongan massa yaitu ke Makodim Jakarta Utara). Sifat para terdakwa menunjukkan keagresifan yang berlebihan terlebih saat para terdakwa melihat bahwa rombongan massa ternyata tidak membawa senjata atau peralatan yang berbahaya bagi keamanan. Para terdakwa sesuai dengan rencana sebelumnya tanpa terlebih dahulu memberikan tembakan peringatan langsung menembaki rombongan massa kearah yang vital (bukan ke kaki dengan tujuan melumpuhkan) sehingga korban yang terkena tembakan cukup banyak yaitu menimbulkan matinya 23 orang walaupun yang teridentifikasi hanya 14 orang serta 64 orang mengalami luka tembak walaupun yang teridentifikasi 11 orang. 12 Adapun mengenai unsur-unsur dakwaan yang diajukan, Jaksa Penuntut Umum menguraikannya menjadi dua bagian, yaitu dakwaan kesatu menjadi 4 (empat) unsur, yaitu : a) Setiap orang, b) Telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan sebagai bagian yang meluas atau sistematik, c) Yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, d)Yang melakukan dan atau turut serta melakukan perbuatan. Sedangkan untuk dakwaan kedua primer menjadi 5 (lima) unsur yaitu a) Setiap orang, b) Telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan sebagai bagian yang meluas atau sistematik, c) Yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa percobaan pembunuhan, d) Sehingga mengakibatkan jatuh korban penduduk sipil menderita luka-luka, e) Yang melakukan dan atau turut serta melakukan perbuatan. Setelah melakukan analisis terhadap unsur-unsur dalam dakwaan kesatu dan kedua primer 13, menyatakan bahwa dakwaan kesatu dan kedua primer telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Dan oleh karenanya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Sutrisno Mascung dkk pidana penjara selama 10 tahun. Disamping mengajukan tuntutan pidana kepada para terdakwa, 12 Fakta ini disarikan dari uraian Jaksa Penuntut Umum saat membuktikan unsure telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik dan unsure tentang yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipi berupa pembunuhan. 13 Sedangkan untuk dakwaan kedua subsidair, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa dakwaan kedua subsidair ini tidak perlu lagi dibuktikan, karena unsur dakwaan kedua primer sudah terbukti. Surat tuntutan hal 158
6
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
secara khusus Jaksa Penuntut Umum juga telah mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar mengabulkan permohonan para korban pelanggaran HAM Tanjung Priok untuk mendapatkan kompensasi. Permohonan Jaksa Penuntut Umum ini dilakukan berdasarkan permohonan 15 (lima belas) orang korban pelanggaran HAM Tanjung Priok melalui Jaksa Penuntut Umum yang disampaikan pada tanggal 30 Juni 2004.
3.2 Tuntutan Terhadap Mayjend TNI. Sriyanto Dalam menyusun tuntutan terhadap terdakwa Mayjend TNI. Sriyanto, Jaksa Penuntut Umum ad hoc membuat sistematika menjadi 6 (enam) bagian, yaitu : a) Pendahuluan, b) Surat dakwaan, c) Hasil pemeriksaan/Fakta-fakta Persidangan, d) Fakta-fakta hukum, e) Analisa yuridis dan f) Kesimpulan dan materi tuntutan pidana. Sistematika yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum yang dipimpin oleh Darmono, S.H, tersebut disusun dengan sistematika yang runtut dan sistematis. Hal ini disebabkan karena, Jaksa Penuntut Umum telah membagi atau membedakan antara fakta-fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi dengan fakta-fakta yang ditetapkan sebagai hukum. Sistematika yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum ini lebih memudahkan dalam memahami suatu rangkaian peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pelanggaran HAM Tanjung Priok. Hal ini tentunya akan lebih membantu Jaksa Penuntut Umum , terutama majelis hakim, dalam memahami konstruksi tuntutan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum . Jaksa Penuntut Umum dan majelis hakim akan lebih mudah untuk menentukan dan memilah fakta-fakta, apakah sebagai fakta persidangan atau fakta hukum, sehingga tidak akan mengalami kesulitan dalam mengambil kesimpulan mengenai apakah telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Tanjung Priok atau tidak. Fakta hukum yang disimpulkan oleh Jaksa Penuntut Umum ad hoc adalah bahwa pada tanggal 12 september 1984 malam sekitar jam 21.00 WIB diselenggarakan acara ceramah agama/tablik akbar. Dari takblik akbar tersebut muncul tuntutan untuk dibabaskannya 4 orang yang ditahan di Makodim Jakarta Utara disertai dengan ancaman. Ancaman juga disampaikan ke Kodim melalui telepon yang diterima oleh petugas piket yang diteruskan kepada terdakwa (Kapten Sriyanto) yang kemudian diteruskan ke atasan terdakwa yaitu RA Butar-butar selaku Dandim Jakarta Utara. 14 Berdasarkan laporan dari terdakwa maka komandan kodim kemudian menghubungi terdakwa untuk segera melakukan koordinasi dengan Yon Arhanudse 6 Tanjung Priok guna minta bantuan pengamanandan malam harinya menjelang jam 22.00 WIB Dandim menerima laporan lagi dari terdakwa bahwa Amir Biki menuntut lagi agar kodim segera membebaskan 4 orang temannya yang ditahan. Kemuadian muncul perintah dari Dandim agar terdakwa menghubungi Danyon Arhanudse 6 Jakarta Utara guna meminta bantuan pasukan untuk pengamanan wilayah Makodim dan Mapolres Jakarta Utara. Terdakwa selaku Pasi II ops Kodim 0502 Jakarta Utara sebagai unsur staf pada Kodim 0502 dapat menyampaikan masukan, saran atau pendapat pada pimpinan cq. Komandan kodim 0502 Jakarta Utara dalam rangka mengambil kebijakan tertentu.
Dalam fakta hukum jaksa kelihatan tidak runtut dalam menjelaskan kronologis peristiwa karena jaksa menyelipkan fakta tentang massa yang berhadapan dengan pasukan. Fakta hukum tersebut adalah bahwa Setelah tidak dipenuhi tuntutan pembebasan sampai dengan batas waktu yang ditentukan maka massa peserta pengajian dibagi menjadi 2 yaitu kearah Koja dan lainnya kearah polres atau Kodim Jakarta Utara. Massa yang menuju mapolres tidak sampai kesasaran karena ditengah jalan berpapasan dan terhadang oleh 13 orang pasukan regu 3 Yon Arhanudse 6 (terdakwa Sutrisno Mascung dkk). 14
7
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Batalyon Arhanudse 6 Tanjung Priok memberikan bantuan 2 pleton (50 sampai 60 orang) yang setelah melalui apel luar biasa, 2 pleton tersebut sebanyak 40 orang dengan mengendarai truk reo menuju Makodim Jakarta Utara. Bahwa satu pleton pasukan yang masing-masing anggotanya memakai pakaian PDL dan senjata laras panjang jenis SKS yang dilengkapi dengan peluru tajam sebanyak satu rangkum (10 Butir) sampai di Makodim yang di BKO kan di Makodim Jakarta Utara yang diterima oleh petugas piket dan kemudian diantar mengahdap terdakwa selaku pasi 2 ops kodim Jakarta utara yang kemudian oleh terdakwa diberi pengarahan dan membagi pasukan menjadi 3 regu diantara regu III yang di BKO kan ke Polres Jakarta Utara dibawah pimpinan Serda Sutrisno Mascung. Terdakwa berdasarkan pada pertanyaan satu anggota pasukan menjelaskan bahwa dilapangan ketika menghadapi massa yang brutal maka terdakwa menjawab kalau ada massa yang beringas beri tembakan peringatan tiga kali keatas, apabila masih beringas beri tembakan kebawah dan bila tetap beringas lakukan tembakan untuk melumpuhkan. Setelah memberikan pengarahan kemudian terdakwa dengan pasukan yang akan di BKO kan di Polres Jakut menuju polres jakut dengan mengendari truk reo. Pasukan ini tidak sampai ke halaman Mapolres Jakut dan walupun secara lisan pasukan telah diserahkan tetapi de facto belum terjadi pengambilalihan komando/kendali pasukan dari terdakwa kepada pihak polres Jakarta Utara karena menjelang kantor Mapolres Jakarta Utara, pasukan telah berpapasan dengan massa yang baru saja bubar mengikuti acara tablig akbar yang menuju ke Polres/Kodim Jakarta Utara untuk membebaskan 4 orang yang ditahan di Makodim Jakarta Utara. Pasukan telah melihat iring-iringan massa dengan menggunakan sepeda motor sambil mengacung-acungkan benda sejenis kayu, bamboo/golok. Selanjutnya pasukan berpapasan dengan massa ribuan orang di jalan Yos Sudarso/menjelang Mapolres Jakarta Utara. Terdakwa bersama pasukan turun dari kendaraan truk dan dihadapan Danru sutrisno mascung mengeluarkan aba-aba untuk mengikuti terdakwa yang diikuti oleh serda sutrisno mascung. Sutrisno Mascung kemudian memerintahkan agar pasukan berbaris dalam posisi bersyaf dan tetap waspada dengan tujuan untuk menghalangi massa dan kemudian bersama terdakwa mendekati massa untuk keperluan negosiasi. Terdakwa sempat menanyakan tentang siapa pimpinan massa yang dijawab oleh massa bahwa tidak ada kompromi dengan ABRI. Massa yang bergerak kearah Makodim kemudian terus mendesak pasukan bersama-sama dengan terdakwa dan kemudian terjadi bentrok. Pasukan yang berada di tempat kejadian bersama-sama dengan terdakwa tidak dilakukan upaya mencegah timbulnya bentrokan tetapi pasukan tersebut kemudian melakukan penembakan dengan menggunakan senjata laras panjang jenis SKS yang berisi peluru tajam yang mula-mula dengan tembakan keatas kemudian kebawah. Penembakan yang dilakukan oleh pasukan yang berada di tempat kejadian bersama-sama dengan terdakwa berakibat timbulnya banyak korban manusia yang berjatuhan sekitar 52 orang atau setidak-tidaknya sekitar 23 orang dan menimbulkan korban masssa yang mengalami lukaluka. Korban yang meninggal maupun luka-luka berjumlah seluruhnya 68 orang yang merupakan penduduk sipil. Selain bentrokan antara aparat dengan massa di depan Mapolres Jakarta Utara juga terjadi bentrokan di daerah Koja yang menimbulkan korban jiwa dan pembakaran bangunan, toko-toko, apotik dan gudang dan lain-lain milik WNI keturunan cina di sekitar koja. Fakta hukum yang diajukan oleh jaksa juga menyentuh mengenai situasi keamanan negara pada saat itu yang termasuk situasi tertib sipil atau tidak dalam keadaan darurat sipil, darurat militer dan tidak pula dalam keadaan pemberlakuan hukum keadaan perang. Bahwa penembakan dalam yang dilakukan oleh pasukan tersebut terkait dengan kebijakan penguasa yaitu kebijakan penguasan yang bersifat umum yaitu kebijakan yang kemudian ditentang oleh massa yang
8
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
meliputi asas tunggal pancasila, keluarga berencana dan larangan pelajar putrid memakai jilbab. Sedangkan kebijakan yang bersifat khusus yaitu adanya prosedur tetap (protap) dilingkungan militer (ABRI/TNI) terhadap kemungkinan adanya serangan dari massa atau dalam rangka menghadapi perusuh sebagaimana yang disampaikan terdakwa dihadapan pasukan. Jaksa Penuntut Umum juga menguraikan tentang adanya pencabutan keterangan dari para saksi yang oleh jaksa dianggap tidak sesuai dengan alas an-alasan rasional yang sah menurut hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keterangan saksi yang telah diberikan kepada penyidik seluruhnya telah dibarikan dibawah sumpah maka Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa keterangan saksi didapan penyidik tersebut disamakan nilainya dengan keterangan saksi dibawah sumpah yang diucapkan dimuka persidangan. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum berusaha untuk melakukan pembahasan/analisis yuridis atas surat dakwaan yang dibuatnya dengan terlebih dahulu melakukan pembahasan terhadap dakwaan kesatu. Dalam uraiannya terhadap dakwaan kesatu, Jaksa Penuntut Umum membagi unsur-unsur dakwaan kesatu menjadi lima bagian, yaitu a) Setiap orang, b) Yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana), c) Sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik, d) Serangan tersebut diketahuinya ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, dan d) Sebagai kelanjutan dari kebijakan yang berhubungan dengan organisasi. Setelah melakukan analisis terhadap unsur-unsur dakwaan kesatu tersebut di atas, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa “mencermati semua fakta yang terungkap di persidangan dan dihubungkan dengan materi analisa yuridis terhadap surat dakwaan yang mencakup semua unsur pidana dari dakwaan kesatu, maka dakwaan kesatu tersebut telah dapat terpenuhi serta dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan, sehingga dengan demikian perbuatan pidana yang didakwakan atas diri terdakwa telah pula dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan” 15. Selanjutnya, untuk dakwaan kedua, Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan unsur-unsur sebagaimana terhadap dakwaan kesatu. Alasan yang dikemukakan Jaksa Penuntut Umum adalah bahwa “perbuatan yang didakwakan atas diri terdakwa Kapten Inf. Sriyanto (sekarang Mayjend TNI) pada dakwaan kedua primer pada dasarnya adalah sama dengan perbuatan yang didakwakan pada dakwaan kesatu. Perbedaannya terletak pada bentuk/cara perbuatan tersebut dilakukan, yaitu pada dakwaan kesatu adalah dalam bentuk selesai, sedangkan pada dakwaan kedua primer adalah dalam bentuk percobaan/belum selesai” 16. Terhadap dakwaan kedua primer ini, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa “tidak selesainya perbuatan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri (kehendak si pelaku) telah terbukti secara sah dan meyakinkan, sehingga dengan demikian perbuatan pidana bentuk “percobaan” sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) KUHP telah pula dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan” 17. Sedangkan untuk dakwaan kedua subsidair, Jaksa Penuntut Umum tidak menguaraikannya secara lebih lanjut. Hal ini disebabkan, karena menurut Jaksa Penuntut Umum , “surat dakwaan yang disusun dalam bentuk kombinasi kumulatif subsider, dimana dakwaan kesatu dan kedua primer sebagaimana telah diuraikan di
15
tuntutan Sriyanto hal 146
16
ibid hal 148
17
ibid hal 151
9
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
atas, sudah terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terhadap dakwaan selebihnya (kedua subsider) tidak perlu dibuktikan lagi” 18.
3.3 Tuntutan Terhadap Mayjend TNI. (Purn) Pranowo. Dalam menyusun tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum membagi sistematika tuntutannya menjadi 6 (enam) bagian, yaitu a) Pendahuluan, b) Surat dakwaan, c) Fakta persidangan (yang meliputi keterangan para saksi, saksi ahli, keterangan terdakwa, dan barang bukti), d) Fakta hukum, e) Analisa yuridis dan f) Tuntutan pidana. Fakta hukum dalam surat tuntutan ini adalah bahwa tanggal 12 september 1984 terdakwa mendapatkan laporan bahwa terdapat bentrokan massa dengan petugas dan terdakwa mendapatkan telpon agar menerima titipan tahanan kasus Tanjung Priok karena mereka melawan petugas. Kemudian terdakwa menerima apel seluruh jajaran bahwa RTM Guntur akan menerima titipan tahanan dari Laksusda Jaya yaitu yang terlibat kerusuhan tanggal 12 september 1984, semua peserta diminta untuk disiplin dalam menjalankan tugas dan dilarang melakukan hal-hal diluar kewenangan dan dilarang melakukan penyiksaan. Kemudian terdakwa melakukan briefing kepada anak buahnya. Ka Pomdam Guntur (terdakwa) mendapatkan titipan tahanan secara bertahap dari tanggal 13 September 1984 sampai dengan tanggal 8 Oktober 1984 dari Kodim Jakarta Utara, RSPAD dan Laksus yang dilengkapi dengan surat pengantar dan daftar nama para titipan tahanan tersebut. Para tahanan tersebut adalah warga sipil yang mengikuti tablig akbar sebelumnya dan diantara para tahanan tersebut ada beberapa tahanan yang tidak ikut tablik akbar tetapi namun ditangkap juga oleh aparat keamanan dan ditahan di RTM Guntur maupun RTM Cimanggis. Para tahanan kemudian dicatat dan dilakukan penggeledahan di ruang tertutup dan dengan prosedur yang berlaku. Kemudian ada tim Teperda yang akan memilah-milah tahanan dan dilakukan bersama para jaksa yang tergabung dalam Tim Teperda. Tim Teperda terdiri dari institusi kejaksaan, kepolisian, 4 orang militer aktif dan 8 PNS sebagai unsur pelayanan. Tim jaksa dan polisi melakukan pemilahan apakah melakukan tindak pidana umum atau tindak pidana subversi. Selama para tahanan berada di RTM Guntur maupun RTM Cimanggis dilengkapi dengan surat perintah penahanan baik dari kepolisian maupun dari Kejaksaan Tinggi DKI dan pihak keluarga pernah menjenguk karena mengetahui dimana mereka berada yang ijin bezoek tahanan dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI dan Polda. Setelah terbentuknya Tim Teperda maka masalah penanganan tahanan tersebut beralih kepada Tim Teperda. Tim penyidik melakukan pemeriksaan dan para tahanan berada dalam keadaan sehat dan tidak pernah terlihat bekas penyiksaan ditubuh mereka. Pemeriksaan dihentikan kalau para tahanan merasa capai dan kalau sakit dikirim ke poliklinik di RTM Cimanggis atau RSPAD. Selama pemeriksaan tidak pernah terdengar teriakan para tahanan. Selama dalam tahanan, para tahanan tersebut didampingi para pengacara. Para tahanan tetap ditahan dan diperpanjang penahanannya sesuai dengan KUHAP. Bahwa Tim Teperda selama melakukan pemeriksaan tidak pernah melakukan penyiksaan terhadap para tahanan. Kondisi tempat tahanan di RTM Guntur tidak mencukupi kemudian atas permintaan Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung RI, Menteri Kehakiman menetapkan bahwa RTM Guntur dan RTM Cimanggis sebagai cabang Rutan Salemba sehingga terdakwa diperintahkan agar para tahanan yang berada di RTM Guntur dipindahkan ke Inherab RTM Cimanggis.
18
ibid hal 152
10
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Para tahanan ada yang dibezoek oleh keluarganya atas ijin Kejaksaan Tinggi DKI dan pelaksanaan teknis tata tertib berkunjung disusun oleh Terdakwa sebagai penanggung jawab RTM Cimanggis. Bahwa Mayor jenderal MH Ritonga bersama-sama dengan Jaksa Tinggi DKI didampingi oleh terdakwa dan pejabat lainnya beberapa kali sidak ke ruang tahanan di RTM Cimanggis dan menyempatkan berdialog dengan tahanan yang nampaknya semua sehat-sehat saja. Ada beberapa saksi yang menyatakan bahwa selama ditahan di RTM Guntur maupun RTM Cimanggis tidak pernah disiksa dan tidak melihat tahanan lain disiksa, dijemur serta tidak mendengar teriakan-teriakan dari tahanan lain akibat disiksa. Setelah BAP para tahanan dilimpahkan ke pengadilan negeri untuk disidangkan, para tahanan dipindahkan dari RTM Ciamanggis ke Rutan Salemba yang kondisi rutannya lebih buruk. Dari para tahanan yang disidangkan tersebut kemudian dijatuhi pidana yang berlainan dan dipotong masa tahannya. Beberapa saksi yang menyatakan disiksa dalam keterangan di pengadilan banyak mencabut keterangan bahwa mereka disiksa dengan alasan bahwa keterangan yang diberikannya seperti dalam BAP tersebut karena kondisi saat itu yang emosi dan dalam rangka proses islah. Beberapa saksi lainnya tetap memberikan keterangan yang sama dengan di dalam BAP yang menyatakan mereka disiksa dengan berbagai macam alasan. Saksi tertentu tidak dapat melaporkan penyiksaan terhadap dirinya karena tidak diperbolehkan keluar ruangan tahanan selama berada di RTM Guntur dan para tahanan juga tidak mengetahui nama-nama petugas yang melakukan penyiksaan. Selama dalam tahanan ruangan tahanan dikunci dan digembok oleh petugas piket dan kuncinya disimpan oleh petugas piket. Terdakwa sebagai Ka Pomdam V Jaya Guntur berdasarkan surat Keputusan Kasad Skep/77/II/1983 sampai dengan Pebruari 1983 dan saat itu berpangkat sebagai kolonel sejak tahun 1983 sampai dengan tahun 19985 yang merangkap sebagai penaggung jawab RTM Guntur sedangkan penanggung jawab RTM Cimanggis adalah Letkol. Dulhadi. Bahwa sebagai Ka Pomdam V Jaya menyelenggarakan fungsi-fungsi pelaksanaan tugas pokok sebagai a) penyelidikan kriminal, b) Pemeliharaan Ketertiban, c) Penyidikan, d) pengurusan dan pembinaan Tahan/tuna Wajib Militer, dan e) fungsi organic. Tugas Ka Pomdam V Jaya adalah sebagai pendukung bagi Pangdam V jaya dalam tugas Kepolisian Militer. Wewenang Ka Pomdam V Jaya adalah di dalam fungsi teknis berkaitan dengan tugas melakukan tindakantindakan dari mulai pemeriksaan sampai penahanan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan penahanan itu. Selama tahanan berada di RTM Guntur tidak pernah ada laporan dari manapun, baik dari para tahanan, dari para penyidik maupun petugas Pomdam Guntur bahwa telah terjadi penyiksaan terhadap pada tahanan titipan Tim Teperda yang dilakukan anggota terdakwa, penyidik atau orang luar TNI yang menyusup ke dalam ruang tahanan. Terdakwa selaku Ka Pomdam V jaya tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap para aparat keamanan (pasukan) yang bentrok dengan massa karena harus menjalani proses ankum dan pepera dan terdakwa juga tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap militer bewahannya (anggota Pomdam) karena militer bawahannya tidak melakukan pelanggaran maupun tidak melakukan penyiksaan terhadap para tahanan Tanjung Priok dan tidak ada laporan bahwa para tahanan mengalami penyiksaan selama berada di RTM Guntur. Bahwa situasi saat itu di wilayah Jakarta Utara secara umum situasi politik sedang memanas sehubungan dengan reaksi penolakan masyarakat tentang konsep asas tunggal pancasila, larangan berjilbab bagi siswi, Masalah TAP MPR RI Nomor: II/MPR/1987 tentang P-4 dan ekses dari Rancangan Undang-undang Keormasan yang ditentang oleh sebagian umat Islam. Pada tahun 1984 Kopkamtib masih berwenang melakukan penangkapan kepada para perusuh yang mengganggu ketertiban dan keamanan negara.
11
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Berdasarkan fakta-fakta hukum diatas kemudian dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menguraikan unsur-unsur dari surat dakwaannya menjadi dua bagian, yaitu unsur-unsur dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua. Untuk dakwaan kesatu, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa pasal 7 huruf b UU No. 26 tahun 2000 yang mengatur mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur oleh Rome Statute of International Criminal Court (pasal 6 dan pasal 7) tidak terlepas dari pasal 9 huruf e UU No. 26 Tahun 2000 yang mengatur tentang uraian apa yang dimaksud dengan “kejahatan terhadap kemanusiaan”, yang dalam hal ini meliputi unsur-unsur 19 yaitu a) Setiap orang, b) Melakukan perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik/lain secara sewenang-wenang, d) Sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik, e) Serangan tersebut diketahui ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, f) Sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan organisasi. Selanjutnya untuk dakwaan kedua, Jaksa Penuntut Umum menguraikan unsur-unsur dakwaannya sebagai berikut a) Setiap orang, b) Melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penyiksaan, c) Sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik, d) Serangan tersebut diketahui ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, e) Sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan organisasi. Terhadap unsur-unsur dalam dakwaan kesatu dan kedua ini, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa “dakwaan kesatu dan dakwaan kedua tersebut tidaklah berbeda, dimana letak perbedaannya hanyalah terdapat pada unsur pasal 9, dimana dalam dakwaan kesatu berupa pasal 9 huruf e mempunyai unsur kejahatan terhadap kemanusiaan berupa “perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang”, sedang dalam dakwaan kedua berupa pasal 9 huruf f mempunyai unsur kejahatan terhadap kemanusiaan berupa “penyiksaan”, sehingga setiap unsur yang dijumpai dalam dakwaan kedua ini, yang juga ada, serta sama dalam dakwaan kesatu serta yang telah dapat kami uraikan, maka seyogyanya tidak perlu lagi kami bahas dan kami uraikan” 20. Setelah melakukan pembahasan terhadap unsur-unsur dari dakwaan kesatu dan kedua, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa “ berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan terbuktinya seluruh unsur-unsur pada dakwaan kesatu dan kedua, maka dakwaan terhadap terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan”, dan oleh karenanya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun.
4. ANALISA ATAS TUNTUTAN JPU Analisa atas tuntutan Jaksa Penuntut umum ini akan menguraikan tentang beberapa bagian dari tiga berkas tuntutan yaitu tentang fakta-fakta hukum yang menjadi faktor penting dari dasar penuntutan, analisa yuridis dari tiap dakwaan yang dinyatakan terbukti oleh jaksa penuntut umum, tuntutan pidana dan permohonan kompensasi oleh korban.
4.1. Fakta Hukum Tentang Peristiwa Pelanggaran HAM Yang Berat. Berdasarkan uraian dari surat dakwaan dan fakta hukum dalam surat tuntutan menunjukkan bahwa peristiwa yang menjadi latar belakang diajukannya terdakwa Sutrisno Mascung dkk 19
Tntutan Pranowo hal 169
20
ibid 178
12
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
dengan terdakwa Sriyanto adalah sama, terutama berkaitan dengan terjadinya peristiwa tanggal 12 September 1984. Kesamaan peristiwa ini mencakup kesamaan locus dan kesamaan tempos delictie yaitu proses selama terjadinya penembakan yang mengakibatkan timbulnya korban meninggal maupun luka-luka. Meskipun peristiwa yang melatarbelakangi sama tetapi dalam fakta hukum ternyata terdapat perbedaan-perbedaan penyimpulan fakta yang akan potensial berpengaruh terhadap putusan pengadilan. Perbedaan fak-fakta yang muncul tersebut adalah berkenaan dengan massa yang pada saat peristiwa membawa senjata tajam dan berkaitan dengan proses terjadinya penembakan terhadap masa oleh pasukan Arhanudse 6 Tanjung Priok. Dalam tuntutan dengan terdakwa Sutrisno Mascung dkk, Jaksa Penuntut Umum ad hoc menyatakan bahwa terdapat fakta yang menunjukkan bahwa tidak ada yang melihat adanya massa yang membawa senjata tajam atau clurit serta tidak ada yang melakukan pelemparan. 21 Fakta ini berbeda dengan fakta hukum yang dimunculkan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan terdakwa Sriyanto yang menyatakan bahwa pasukan melihat iring-iringan massa dengan menggunakan sepeda motor sambil mengacungacungkan benda sejenis kayu, bamboo/golok. Perbedaan fakta yang lain adalah berkaitan dengan proses tertembaknya penduduk sipil oleh pasukan Arhanudes 06 dimana dalam surat tuntutan terhadap terdakwa Sutrisno Mascung dkk adalah karena adanya tembakan langsung terhadap massa dan tidak ada tembakan peringatan terlebih dahulu. 22 Fakta ini berbeda dengan fakta yang terdapat dalam surat tuntutan terhadap terdakwa Sriyanto dimana pada saat kejadian pasukan Arhanudse 6 dibawah pimpinan Sutrisno Mascung bersama-sama dengan terdakwa tidak melakukan pencegahan terhadap terjadinya bentrokan tetapi kemudian melakukan penembakan dengan menggunakan senjata laras panjang jenis SKS yang masing-masing berisi peluru tajam yang mula-mula dengan tembakan keatas kemudian kebawah (kerumunan massa). Perbedaan ini adalah berkaitan dengan ada atau tidaknya tembakan peringatan terlebih dahulu terhadap massa tetapi dalam dua surat tuntutan tersebut menyatakan bahwa ada tembakan yang diarahkan kepada massa. Perbedaan-perbedaan diatas akan mempengaruhi apakah para terdakwa ini melakukan proses penembakan berdasarkan prosedur yang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku artinya menjadi dasar legitimasi bahwa memang sejak semula ada niatan untuk melakukan penembakan/pembunuhan terhadap massa. Perbedaan atas kondisi massa yang pada saat terjadinya penyerangan juga menjadi faktor penting karena argumentasi terjadinya penembakan oleh pasukan adalah karena kondisi massa yang diperlukan tindakan pembelaan diri. Fakta-fakta yang berbeda tersebut adalah fakta-fakta kunci yang akan mempengaruhi proses pembuktian jika dikaitkan dengan unsur-unsur dalam tindak pidana yang didakwakan. Pembelaan tim penasehat hukum terdakwa juga menyentuh tentang adanya massa yang melakukan penyerangan terhadap aparat sehingga muncul argumen tentang pembelaan diri. Argumen ini akan sangat logis jika tidak secara tegas dinyatakan bahwa apakah memang ada penyerangan atau tidak terhadap pasukan sehingga pasukan perlu melakukan penembakan yang menimbulkan korban jiwa.
21 Fakta ini juga terdapat dalam replik Jaksa Penuntut Umum ad hoc atas pembelaan Tim Penasehat Hukum Personel TNI dalam perkara Pelanggaran HAM yang berat di Tanjung Priok A.N. Terdakwa Sutrisno Mascung, dkk. Hal. 16. 22 Fakta ini dalam surat tuntutan terlihat dari keterangan saksi Yusron dan saksi Irta Sumitra, sedangkan saksi yang di BAP memeberikanketerangan seperti ini ada yang dilakukan pencabutan. Fakta ini juga diperkuat dengan replik Jaksa Penuntut Umum atas pembelaan tim penasehat hokum terdakwa.
13
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Terhadap ketidaksamaan fakta ini, meskipun dalam berkas yang berbeda, menjadi bahan pertanyaan terutama berkaitan dengan metodologi penyimpulan yang dilakukan oleh jaksa terhadap keterangan-keterangan saksi. Dalam proses persidangan atas dua berkas perkara ini, saksi-saksi yang diajukan relatif sama dan keterangan yang diberikan juga tidak jauh berbeda. Jaksa penuntut umum seharusnya juga melakukan analisa dan metode yang sama dalam melakuan proses atau penyimpulan keterangan saksi. Proses ini sangat penting mengingat pengalaman pengadilan HAM ad hoc kasus pelanggaran HAM di Timor-timur, berbedaan penyimpuan fakta hukum dalam melihat peristiwa dengan locus dan tempo delictie yang sama menjadikan kelemahan-kelamahan dan menghasilan keputusan yang berbeda.
4.2.
Analisa Yuridis dikaitkan dengan fakta-fakta hukum
4.2.1. Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan Terdakwa Sriyanto Dakwaan berupa kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan yang dilakukan secara besama-sama diberlakukan kepada terdakwa Sutrisno Mascung dkk dan terdakwa Sriyanto. Dakwaan ini menekankan bahwa antara terdakwa Sutrisno Mascung dkk dengan Sriyanto adalah perbuatan pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan ketentuan dalam pasal 55 ayat (1) ke–1 KUHP. Konstruksi dakwaan yang sama terhadap para terdakwa ini menjadi pertanyaan kenapa kemudian dalam berkas perkara yang terpisah? padahal dari dakwaan yang diajukan kepada terdakwa Sriyanto tidak ada delik yang berkaitan dengan tanggung jawab komandan. Sejak awal Jaksa Penuntut Umum untuk terdakwa Sriyanto melalaikan atau menafikan posisi terdakwa sebagai pihak yang memiliki jabatan atau pangkat lebih tinggi dari pasukan Arhanudse 06 yang dipimpin oleh Sutrisno Mascung. Jaksa Penuntut Umum dalam konstruksi dakwaan tidak cermat memahami posisi terdakwa yang sebetulnya punya otoritas terhadap pasukan arhanudse 06 pada saat peristiwa terjadi, sehingga pelanggaran yang dilakukan oleh anak buah terdakwa dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada terdakwa. Dengan tidak mencantumkan pasal tentang tanggung jawab komandan seperti dalam UU No. 26 Tahun 2000 maka akan menurunkan tingkat pertanggungjawaban terdakwa, yang pada kondisi nyatanya terdakwa mempunyai kewenangan yang lebih besar terhadap pihak lain yang melakukan pelanggaran secara bersama-sama. Surat tuntutan terhadap terdakwa Sriyanto dalam analisa yuridis untuk membuktikan dakwaan kesatu ini terlebih dahulu menguraikan tentang terbuktinya pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 340 KUHP yang kemudian diikuti dengan pembuktian tentang unsur meluas atau sistematik dimana serangan tersebut ditujukan kepada penduduk sipil dan merupakan kelanjutan dari kebijakan yang berhubungan dengan organisasi (lihat uraian tuntutan pidana terhadap terdakwa Sriyanto). Fokus utama yang mendapatkan perhatian khusus pada analisa yuridis jaksa penuntut umum ini adalah berkaitan dengan adanya niat atau kesengajaan untuk melakukan pembunuhan secara berencana melakukan perampasan jiwa orang lain. Dalam uaraiannya Jaksa Penuntut Umum cukup jelas menjabarkan keterkaitan antara tindakan terdakwa dengan unsur-unsur pidananya. Kesengajaan terdakwa untuk melakukan pembunuhan ini dibuktikan dengan tidak adanya upaya pencegahan terhadap timbulnya bentrokan tetapi terdakwa yang berada dilokasi bersama
14
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
13 orang pasukan Arhanudse 6 ternyata melakukan penembakan dengan menggunakan senjata laras panjang jenis SKS yang masing-masing berisi peluru tajam. Mula-mula dilakukan dengan tembakan keatas kemudian kebawah (kerumunan massa) hal ini dikuatkan dengan adanya laporan visum/laporan penggalian kuburan dan pemeriksaan kerangka dari Tim forensik yang merjelaskan hubungan antara penembakan yang dilakukan dengan kondisi korban yang meninggal karena tembakan. Jaksa Penuntut Umum secara jelas menyatakan bahwa dengan hubungan antara terjadinya penembakan dan sasaran penembakan adalah bagian-bagian tubuh yang mematikan maka yang dilakukan oleh pasukan Arhanudse 6 yang berada ditempat kejadian bersama-sama dengan terdakwa telah memenuhi unsur kesengajaan. 23 Unsur dengan rencana terlebih dahulu mendasarkan pada adanya waktu dan kesempatan yang cukup untuk memikirkan atau menimbang secara matang tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang harus dilakukan beserta akibat-akibat yang akan timbul. Unsur ini telah terpenuhi dengan melihat kronologis kejadian dimana disimpulkan bahwa terdakwa dengan pasukan arhanudse telah menyadari adanya ancaman dari sekelompok massa dan tidak melakukan pencegahan timbulnya korban tetapi malah melakukan penembakan kepada massa sehingga jatuh korban. Fakta ini juga sekaligus membuktikan unsur menghilangkan nyawa atau merampas jiwa orang lain. Unsur meluas atau sistematik oleh Jaksa Penuntut Umum dinyatakan terbukti dengan melihat bahwa korban serangan adalah penduduk sipil yang baru selesai mengikuti pengajian di koja, jumlah korban adalah sebanyak kurang lebih 23 orang meninggal dunia, dan fasilitas yang dipergunakan adalah fasilitas milik umum/negara antara lain berupa senjata laras panjang SKS serta dengan persiapan yang matang antara lain melalui proses pem BKOan. Fokus lain dari jaksa dalam membuktikan dakwaan adalah berkaitan dengan penggunaan pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yaitu tentang penyertaan dimana pasal ini akan melihat siapa saja dan apa peranan masing-masing atas terjadinya perbuatan pidana kejahatan terhadap kemanusiaan. Syarat dalam penyertaan ini adalah adanya kerjasama yang disadari (oleh terdakwa) untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan pelaksanaan perbuatan yang dilarang tersebut. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap, jaksa pada kesimpulannya menyatakan bahwa pelaku (dader) adalah para anggota pasukan Arhanudse 6 sedangkan posisi terdakwa sebagai orang yang turut serta melakukan melakukan perbuatan pidana (mededader) sehingga dakwaan jaksa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa terdakwa adalah pihak yang turut serta dalam kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan. Terhadap penguraian analisa yurisdis yang dilakukan oleh jaksa ini telihat bahwa jaksa cukup mampu menjelaskan secara detail terutama dalam menjabarkan unsur pidana dikaitkan dengan fakta hukum yang ada, Jaksa juga cukup mampu memberikan argumentasi yuridis dari berbagai sumber yang cukup lengkap untuk mendukung tuntutannya. 24 23 Kesengajaan ini adalah kesengajaan sebagai kepastian dalam artian bahwa dengan melakukan penembakan memakai senjata laras panjang dengan peluru tajam kearah massa/orang menurut kewajaran dapat dipastikan akan menimbulkan kematian terhadap korban. Tolak ukur lainnya adalah berdasarkan yurisprudensi MA RI No. Reg. 1295 K/Pid/1985 pengertian kesengajaan untuk menghilangkan nyawa orang lain dapat dinyatakan/dapat dibuktikan dengan alat yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan tempat atau sasaran pada korban yang dilukai alat itu. 24 Dalam setiap menguraikan analisa yuridis Jaksa Penuntut Umum mendasarkan pada teori-teori umum hukum pidana. Dan pendapat para ahli juga mendasarkan pada pengertian-pengertian tertentu
15
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Kritik terhadap tuntutan pidana jaksa ini terutama berkaitan dengan digunakannya pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang penyertaan yang ternyata dalam pembuktiannya terdakwa hanya dinyatakan sebagai orang yang turut serta melakukan, padahal jika melihat posisi terdakwa pada saat kejadian terdakwa adalah pihak yang mempunyai otoritas lebih tinggi juka dibandingkan dengan para pelaku sehingga mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Dalam uraian jaksa secara jelas menunjukkan posisi terdakwa yang mempunyai otoritas untuk memberikan perintah atau anjuran kepada pasukan dibawahnya dan terbukti anjuran tersebut dipatuhi dan efektif .
Sutrisno Mascung dkk Analisa yuridis dalam tuntutan terhadap terdakwa Sutrisno mascung dkk terhadap delik ini mendasarkan pada terbuktinya unsur-unsur yang menjadi elemen of crimes dari dakwaan (lihat uraian tuntutan pidana Sutrisno Mascung dkk). Berbeda dengan runtutan pembuktian terhadap terdakwa Sriyanto yang mendahulukan pembuktian mengenai unsur pembunuhan, maka dalam tuntutan pidana ini unsur yang dibuktikan terlebih dahulu adalah unsur kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematik. Jaksa dalam menguraikan unsur ini membagi atau terlebih dahulu mengurai tentang pengertian serangan terhadap penduduk sipil, meluas dan definisi tentang sistematik. Jaksa juga menguraikan bahwa pembuktian terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan adalah adanya unsur material yang berfokus pada perbuatan (conduct), akibat (consequences) dan keadaankeadaan (circumtances) juga unsur mental yang relevan dalam bentuk kesengajaan (intent), dan pengetahuan (knowledge) atau keduanya. Dengan pengertian unsur-unsur diatas dikaitkan dengan fakta hukum yang ada jaksa menyimpulkan bahwa unsur tersebut terbukti dengan adanya penembakan dari pasukan terhadap massa sebagai kriteria perbuatan (conduct), adanya keadaan yang menyertai perbuatan dengan melihat penyebab timbulnya penembakan yaitu gerakan massa yang meminta pembebasan tahanan yang dilanjutkan dengan diterjunkannya regu Yon III Arhanudse 6 untuk menghentikan dan menghadang massa yang akhirnya melakukan penembakan sebagai unsur keadaaan (circumtances), dan pasukan yang menggunakan senjata SKS mempunyai dampak mematikan bila senjata tersebut ditembakkan sehingga para terdakwa seharusnya mengetahui tentang bahaya senjata (knowledge). Unsur serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan dijelaskan dengan menunjukkan fakta hukum dengan melihat ada perencanaan yang cukup nyata yakni perencanaan dimulai pada saat para terdakwa dikumpulkan, kemudian dibawa ke Makodim dan diberikan arahan oleh Kapten Sriyanto untuk menghadapi massa, yang kemudian dilanjutkan oleh para terdakwa (tanpa mendapat komando) langsung melakukan pengisian peluru untuk menghadang atau menghadapi rombongan massa yang datang menuju Makodim. Para terdakwa langsung menghadang massa yang baru sampai didepan Mapolres dan tanpa memberikan tembakan peringatan sebelumnya langsung melakukan penembakan terhadap massa kearah vital sehingga jatuh korban yang cukup banyak dan kemudian berselang 30 menit setelah penembakan datang regu lainnya yang bertugas mengangkut mayat ke dalam truk serta
berkaiatan dengan delik yang didakwakan dari putusan-putusan pengadilan ham ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM ad hoc Timor-timur.
16
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
adanya pembersihan lokasi oleh petugas pemadam kebakaran serta adanya kehadiran atasan terdakwa yang memberikan selamat. 25 Pembuktian adanya kesengajaan pembunuhan dibuktikan oleh jaksa dengan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dalam melakukan penembakan rombongan massa dengan menggunakan senjata SKS yang biasa digunakan perang pada bagian vital menunjukkan kesimpulan bahwa para terdakwa memang menghendaki adanya kematian bagi rombongan massa. Unsur lain yang perlu dibuktikan, sebagaimana dalam dakwaan untuk terdakwa Sriyanto, adalah pembuktian pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yaitu unsur yang melakukan atau turut serta melakukan. Unsur yang melakukan atau turut serta melakukan oleh jaksa dinyatakan terbukti karena berdasarkan keterangan para saksi diperoleh fakta bahwa asal mula tembakan adalah berasal dari depan rombongan massa yaitu dari regu Arhanudse 06 yang mengakibatkan timbulnya korban 23 meninggal yang bisa diidentifikasi 14 orang dan 64 orang yang luka yang kesemuanya akibat luka tembak. Tembakan tersebut (tindakan penembakan dilakukan oleh lebih dari satu orang) oleh keterangan saksi terlihat dengan banyaknya bunga api (senapan) yang berasal dari regu III. Selain itu para terdakwa juga menyatakan bahwa tidak ada regu lainnya selain regu mereka pada saat penembakan terjadi. Dengan fakta-fakta tersebut maka kesimpulan yang diambil adalah adanya dari para terdakwa yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan pelanggaran HAM yang berat tersebut. Analisa yuridis yang dilakukan jaksa dalam tuntutannya ini meskipun telah menunjukkan para terdakwa telah terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan tetapi tidak cukup menggambarkan peristiwa penembakan pada saat kejadian. Ketidakjelasan ini terutama dengan tidak cukup jelasnya keberadaan dan hubungan antara para terdakwa dengan pihak lain dalam hal ini keberadaan Pasi II Ops Kodim Jakarta Utara Kapten Sriyanto (menjadi terdakwa dalam berkas yang lain), yang secara de facto adalah pimpinan yang membawa para terdakwa dari Kodim Jakarta Utama ke Mapolres Jakarta Utara. Dengan pembuktian ini, seolah-olah pasukan yang melakukan penembakan tersebut bukan merupakan sebuah kesatuan yang terikat pada jalur komando tertentu padahal pasukan yang melakukan penembakan tersebut adalah regu yang mempunyai pimpinan (terlebih lagi bahwa pada saat itu juga terdapat perwira dari Makodim) yang efektif dan dapat memberikan komando kepada pasukan (lihat keterkaitannya dengan perkara dengan terdakwa Sriyanto).
4.2.2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Berupa Percobaan Pembunuhan Terdakwa Sriyanto Analisa yuridis untuk membuktian dakwaan ini adalah dengan mengambil alih unsur lainnya yang telah dibuktikan sebelumnya dan khusus membuktikan adanya kejahatan berupa percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa. Percobaan pembunuhan ini adalah pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 UU No 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang juga dikaitkan dengan pasal 53 (1) KUHP.
25 Atasan terdakwa dalam hal ini adalah kehadiaran LB Mordani dan Try Sutrisno yang menyalami salah seorang terdakwa.
17
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Ketentuan pengenai percobaan pembunuhan sesuai dengan pasal 41 UU No. 26 Tahun 2000 tidak cukup memberikan pengertian yang memadai sehingga pembuktian unsur percobaan ini dilakukan dengan cara membuktikan elemen-elemen percoban perbuatan pidana sesuai dengan teori hukum pidana. Tindak pidana percobaan terkait dengan tidak selesainya perbuatan yang dimaksud tetapi telah terjadi perbutan atau adanya niat dan tidak selesainya perbuatan tersebut bukan semata-mata diakibatkan oleh kehendaknya sendiri. Kehendak untuk melakukan pembunuhan dikaitkan dengan fakta hukum adalah bahwa terdakwa setelah memberikan arahan kepada pasukan atas ancaman massa yang akan menyerang Makodim. Kemudian terdakwa bersama-sama dengan pasukan yang akan diBKOkan ke Polres Jakarta Utara mengendarai truk Reo menuju Mapolres Jakarta Utara. Pasukan yang sedang menuju ke Mapolres kemudian berpapasan dan terdesak oleh massa, oleh 13 anggota pasukan bersama-sama dengan terdakwa tidak melakukan upaya pencegahan timbulnya bentrokan tetapi melakukan penembakan dengan menggunakan senjata laras panjang jenis SKS yang berisi peluru tajam yang mula-mula dengan tembakan keatas kemudian kearah bawah (kerumunan massa) yang berakibat menimbulkan korban yang luka-luka dibagian tubuh. Bahwa tembakan dengan senajata SKS yang mematikan ini tidak mengenai bagian tubuh yang mematikan sehingga korban tidak meninggal bukan karena kemauan si pelaku sehingga selesainya perbuatan bukan semata-mata disebabkan oleh kehendak si pelaku sendiri.
Terdakwa Sutrisno Mascung Pembuktian tindak pidana percobaan dalam tuntutan terhadap terdakwa Sutrisno Mascung dkk dilakukan dengan membuktikan 3 unsur yaitu harus ada rencana dimana rencana itu telah terwujud dengan permulaan perbuatan dan permulaan perbuatan itu tidak selesai disebabkan beberapa masalah yang tidak tergantung pada si pelaku. Dalam membuktikan dakwaan ini juga dilakukan dengan cara mengambilalih sebagian pembuktian yang telah dialakukan sebelumnya dan hanya membuktikan dalik percobaanya saja. Jaksa dalam membuktikan unsur diatas banyak menggunakan fakta-fakta dalam membuktian dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan. Adanya perencanaan sampai dengan terwujudnya permulaan perbuatan dapat dibuktikan dengan dimulainya bunyi alarm, kemudian para terdakwa berkumpul dengan senjata lengkap beserta peluru, dijemput truk kemudian diturunkan/dihadapkan dengan rombongan massa dan dilakukan penembakan langsung kearah rombongan massa. Akibat dari penembakan tersebut kemudian menimbulkan korban yang mengalami luka-luka dan tidak meninggal dunia dimana tidak meninggalnya tersebut bukan karena kehendak para terdakwa sehingga fakta ini merupakan pembuktian atas unsur tidak selesainya perbuatan.
4.2.3. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Berupa Penyiksaan Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penyiksaan ini merupakan dakwaan kedua dari terdakwa Pranowo setelah dakwaan pertama tidak terbukti. Analisa atas dakwaan kedua ini juga menggunakan sebagian analisa dari dakwaan pertama. Penyiksaan dalam penjelasan pasal 9 huruf f UU No 26 Tahun 2000 adalah dengan sengaja atau melawan hukum menimbulkan kesulitan atau penderitaan yang berat baik fisik maupun mental terhadap seorang tahanan atau seseorang dibawah pengawasan. Penyiksaan ini diartikan sebagai kesengajaan untuk menimbulkan perasaan sakit atau sesuatu luka pada orang lain sehingga opzet pelaku haruslah menimbulkan luka pada tubuh atau untuk merugikan kesehatan orang lain.
18
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan tindak pidana ini menggunakan fakta hukum yang tidak secara jelas menunjukkan sikap atas terjadinya penyiksaan yang dialami oleh para tahanan dibawah kewenangan terdakwa. Jaksa menguraikan tentang fakta-fakta hukum yang menunjukkan bahwa memang ada keterangan saksi yang mengalami penyiksaan tetapi ada saksi-saksi lain yang menyatakan tidak mengalami penyiksaan. Dalam penyimpulan fakta-fakta hukum, jaksa juga lebih condong mengungkapkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa penyiksaan tidak cukup terbukti. Jaksa sangat jelas terlihat setengah hati dalam membuktikan tindak penyiksaan ini dengan tidak mampu menyimpulkan secara jelas tentang bentuk penyiksaan yang dialami oleh korban. Keterangan saksi yang menerangkan bahwa ada penyiksaan terhadap diri mereka dimentahkan oleh jaksa dengan penyimpulan yang didukung dengan ketiadaan bukti tetapi fakta ini secara kontradiktif disimpulkan telah terjadi penyiksaan dan terpenuhinya tindak pidana penyiksaan yang dituduhkan kepada terdakwa.
5. Tuntutan Pidana Tuntutan pidana terhadap para terdakwa dalam ketiga berkas ini merupakan tuntutan minimal yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam artian bahwa tuntutan ini merupakan ancaman minimum pidana sesuai dengan ketentuan Undang-undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Tidak ada satupun dari terdakwa yang dituntut melebihi batasan minimal sesuai ketentuan undang-undang. Terdakwa Sriyanto yang dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan dan percobaan pembunuhan dituntut 10 tahun. 26 Amar tuntutan yang diajukan terhadap terdakwa Sutrisno Mascung dkk adalah 10 tahun penjara untuk keseluruhan terdakwa. Dengan tuntutan yang sama terhadap keseluruhan terdakwa ini Jaksa Penuntut Umum ad hoc tidak konsisten dengan uraian dalam bagian sebelumnya dimana Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa amat wajar jika dalam amar tuntutan nantinya terjadi perbedaan terhadap besar dan rendahnya tuntutan. Alasan bahwa amar tuntutan akan berbeda ini didasarkan pada jenis pertanggungjawaban yang dibebankan kepada para pelaku sesuai dengan tingkat kesalahannya dimana jaksa membagi kedalam dua kategori yaitu; a) terdakwa yang bertindak sebagai pemimpin atau komandan yang mengambil kebijakan atau keputusan dengan serta selalu memberi perintah kepada bawahan atau anak buah dalam hal ini Sutrisno Mascung selaku komandan regu dan b) pihak lain yang diperintah. Selain itu pihak yang diperintah juga dibagi tentang tanggung jawab dengan melihat parameter pada frekuensi atau jumlah tembakan yang dilepaskan serta diarahkan kerombongan massa oleh masing-masing terdakwa tersebut. Tetapi ternyata dalam amar tuntutan tidak ada pembedaan dan kesemua terdakwa dituntut minimal yaitu selama 10 tahun penjara. Jaksa tidak menggunakan parameter pembedaan tuntutan yang telah diuraikan sebelumnya terlebih jaksa dengan yakin mampu membuktikan bahwa para terdakwa itu telah melakukan pelanggaran HAM yang berat yaitu terbuktinya dakwaan kesatu dan dakwaan kedua primer sehingga seharusnya ada komulasi mengenenai tuntutan atas terbuktinya kedua dakwaan tersebut.
26 Dengan lengkapnya tuntutan pidana yang diajukan jaksa untuk keseluruhan terdakwa kasus pelanggaran HAM yang berat di Tanjung Priok tidak ada satupun terdakwa yang dituntut melebihi batas minimal dari ketentuan undang-undang. Terdakwa RA butar-butar yang telah diputus bersalah dan dijatuhi pidana 10 tahun juga dituntut dengan tuntutan 10 tahun penjara.
19
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
Terhadap terdakwa Pranowo, jaksa menuntut 5 tahun penjara yang juga merupakan tuntutan minimal untuk delik yang dinyatakan terbukti yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penyiksaan (yang dilakukan secara berturut/berlanjut). Jaksa terkesan tidak punya intensi yang cukup memadai dalam menuntut terdakwa karena tidak secara tegas menyatakan bahwa benar telah terjadi penyiksaan dalam kasus Tanjung Priok. 27
6. Permohonan Kompensasi oleh Korban Tiga berkas Surat Tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut menyertakan tentang permohonan kompensasi bagi korban pelanggaran HAM yang berat di Tanjung Priok. Tuntutan dengan disertai permohonan kompensasi ini baru pertama kalinya dalam artian secara formal diajukan melalui tuntutan jaksa dimana sebelumnya tuntutan terhadap adanya kompensasi ini juga dimintakan secara lisan oleh beberapa korban pada saat memberikan kesaksian. 28 Putusan terhadap RA Butar-butar disamping memutuskan bahwa terdakwa bersalah dan dijatuhi hukuman 10 Tahun penjara juga disertai dengan putusan mengenai adanya kompensasi bagi korban namun tidak mencantumkan dengan detail berapa mengenai besarnya kompensasi untuk korban. Dalam putusan ini, besarnya kompensasi diserahkan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Putusan mengenai kompensasi ini merupakan putusan yang pertama kali dalam sejarah peradilan HAM. Putusan dengan model menyerahkan besaran kompensasi kepada korban ini dapat dilihat sebagai sebuah upaya untuk mengakomodir hakhak terhadap korban tetapi akan sangat sulit dalam pelaksanaannya karena tidak secara jelas menghitung besarnya kompensasi atau model kompensasi yang bagaimana yang akan diberikan kepada korban. Surat tuntutan yang mencantumkan tentang permohonan kompensasi oleh korban ini telah disertai dengan jumlah besarnya nilai kerugian kepada masing-masing korban. Hal ini merupakan kemajuan karena disamping tuntutan secara pidana atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat juga ada tuntutan untuk ganti kerugian atas penderitaan korban. Permohonan kompensasi dengan mencantumkan jumlah dan perincian permohonan kompensai akan menjadi acuan yang jelas bagi majelis hakim. Majelis Hakim dalam memberikan putusan tentang kompensasi kepada korban seharusnya sekaligus mencantumkan besaran dan model kompensasinya karena sesuai dengan PP No. 3 tahun 2002 yang menyatakan bahwa besarnya ganti kerugian dan pemulihan kebutuhan dasar korban pelanggaran HAM yang berat diserahkan kepada majelis hakim yang bersangkutan. 29 27 Ketidakcukupan niat jaksa untuk melakukan tuntutan ini bias juga dilihat pandangan jaksa ketika dimintai komentanya berkenaan dengan tuntutan yang diajukan. Dalam sebuah wawancara jaksa menyatakan bahwa alas an dituntutnya terdakwa 5 tahun ini adalah daripada terdakwa tidak dihukum. Wawancara dengan jaksa Roemanadi setelah pembacaaan tuntutan pidana terhadap terdakwa Pranowo tanggal 2 Juli 2004.
28
Surat Tuntutan Terhadap terdakwa RA Butar-butar tidak disertai dengan permohonan secara resmi dalam surat tuntutan jaksa penuntut Umum. Dalam penjelasan umum PP No. 3 Tahun 2002 dinyatakan bahwa ganti kerugian atau pengembalian hak, misalnya pengembalian kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan non fisik, yang masuk dalam lingkup kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diputus oleh Pengadilan HAM di setiap tingkatan pengadilan. Mengenai besarnya ganti kerugian atau pemulihan kebutuhan dasar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang memutus perkara yang dicantumkan dalam amar putusannya. Jadi, hakim diberikan kebebasan sepenuhnya secara adil, layak, dan cepat mengenai besarnya 29
20
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
7. PENUTUP Dari paparan dan analisis diatas, ada beberapa catatan khusus yang perlu disampaikan berkaitan dengan tiga tuntutan dari Jaksa Penuntut umum, yakni : •
Bahwa peristiwa pelanggaran HAM yang berat dalam kasus Tanjung Priok ini seharusnya sebuah peristwa yang mempunyai locus dan tempo delictie yang sama, terutama terhadap berkas dengan terdakwa Sutrisno Mascung dkk, Sriyanto dan RA Butar-butar, namun fakta yang terungkap berdasarkan tuntutan Jaksa ternyata ditemukan perbedaan-perbedaan fakta yang akan menjadikan penyimpulan atas suatu peristiwa pelanggaran HAM yang berat menjadi tidak memadai dan mengaburkan seluruh fakta yang justru ingin ditemukan dalam pengadilan ini. Oleh karena itu Putusan Majelis Hakim dalam tiga berkas terakhir ini harus mampu memberikan keadilan dan kepastian terutama tentang peristiwa pelanggaran HAM yang berat di Tanjung Priok terlebih sudah ada putusan terhadap terdakwa lainnya yang menyatakan bahwa peristiwa Tanjung Priok adalah pelanggaran HAM yang berat dan terdakwa dinyatakan bersalah.
•
Dalam membuktikan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk penyiksaan, Jaksa terkesan tidak serius dan tidak punya niat yang cukup dalam menuntut terdakwa Oleh karena itu Majelis Hakim nantinya dalam memberikan keputusan seharusnya tidak hanya cukup mendasarkan pada surat tuntutan jaksa penuntut umum tetapi juga melakukan proses penyimpulan fakta-fakta secara lebih mendalam terutama berkaitan dengan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penyiksaan.
•
Tuntutan terhadap para terdakwa kesemuanya adalah tuntutan minimal. seharusnya jaksa bisa melakuan tuntutan pidana melebihi ketentuan minimal terlebih lagi terhadap dakwaan pidana yang bersifat komulasi dan terbukti
•
Permohonan kompensasi oleh korban yang diajukan dalam tuntutan Jaksa Penuntut umum merupakan langkah maju terlebih pengajuan kompensasi tersebut disertai dengan perincian permohonan sehingga upaya korban untuk mendapatkan reparasi terakomodir dalam proses peradilan HAM. Upaya ini merupakan preseden yang baik bagi proses pemenuhan hak-hak terhadap korban melalui mekanisme pengadilan HAM. Dengan telah adanya permohonan korban atas reparasi melalui Surat Tuntutan Jaksa Penuntut umum maka Majelis Hakim harus memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada korban dengan menyertakan bentuk-bentuk reparasi kepada korban secara adil, layak dan cepat.
Jakarta, 9 Agustus 2004 LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT
ganti kerugian tersebut berdasarkan hasil penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, serta pemeriksaan di sidang pengadilan beserta bukti-bukti yang mendukungnya.
21
Tim Monitoring Pengadilan HAM Tanjung Priok Jakarta, 9 Agustus 2004
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Tanggal Progress Report VII
TIM MONITORING PENGADILAN HAM AD HOC KASUS TANJUNG PRIOK Koordinator Supriyadi Widodo Eddyono Analis Ifdhal Kasim Indriaswati Dyah Saptaningrum Amiruddin Al Rahab Agung Yudhawiranatha Koordinator Lapangan Wahyu Wagiman Observer Zainal Abidin Film dan Dokumentasi Made Ardhian
22