Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAINGAPAU, KECAMATAN KOTA WAINGAPU KABUPATEN SUMBA TIMUR, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Nur Alvira Pascawati1
INTISARI Latar Belakang: Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Waingapu menyebutkan bahwa kasus ISPA berada diperingkat pertama dari 10 pola penyakit dengan persentase sebesar 15.37% pada tahun 2010. Variabel yang diteliti adalah tingakat pengetahuan, kebiasaan merokok pada saat bercengkrama bersama balita, jenis bahan bakar yang digunakan, penggunaan kayu bakar, atap,dinding dan lantai rumah. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Waingapu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Metode: Penelitian analitik observasional menggunakan studi cross sectional. Analisis data menggunakan Chi Square dan Fisher’s Exact Test dengan α=0.05 dengan jumlah sampel 115. Teknik pengambilan sampel yang digunakan Accidental Sampling. Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang datang berobat dan bertempat tinggal
di wilayah kerja Puskesmas Waingapu serta memenuhi kriteria inklusi. Hasil: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ISPA (RP=2.34;Sig=0.000), kebiasaan merokok pada saat bercengkrama bersama balita (RP=1.71;Sig=0.000), penggunaan kayu bakar (RP=1.91;Sig=0.000), pemakaian obat nyamuk bakar (RP=1.85;Sig=0.000), dan keadaan fisik rumah (atap,dinding, dan lantai) yang tidak memenuhi syarat, hasilnya secara berturu-turut sebagai berikut (RP=1.95;Sig=0.016,RP=2.09;Sig=0,000; RP=2.25;Sig=0.001) dengan kejadian ISPA pada balita Kesimpulan: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ISPA, kebiasaan merokok pada saat bercengkrama bersama balita, penggunaan kayu bakar, pemakaian obat nyamuk bakar, dan keadaan fisik rumah (atap, dinding, dan lantai rumah) yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita.
Kata Kunci: ISPA, Pengetahuan, Perilaku dan kondisi fisik rumah 1
Peneliti
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
PENDAHULUAN World
Organization
menyerang balita. Penyakit ISPA pada balita
(WHO), memperkirakan jumlah kematian
terbanyak terdapat di Puskesmas Waingapu
ISPA setiap tahun sekitar 2,1 juta (20% dari
dengan persentase sebanyak 15,37%, setelah
seluruh kematian adalah balita). Selain itu
itu
juga
insidensi
lainnya secara berturut-turut sebagai berikut:
pneumonia di negara berkembang dengan
Kambaniru, Lewa, Kawangu, Rambangaru,
angka
Baing,
WHO
Health
memperkirakan
kematian
bayi
diatas
40/1000
diikuti
Puskesmas-puskesmas
Mangili,
kelahiran hidup adalah 15-20% per tahun
Kombapari,
pada golongan usia balita. Kematian balita
Kataka,
1
oleh
Kananggar,
Malahar,
Melolo,
Nggongi,
Lailunggi,
Nggoa,
Tanaraing,
dan
5
90% disebabkan oleh ISPA .
Tanarara .
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
Infeksi
Saluran
Pernapasan
Akut,
merupakan salah satu penyebab kematian
merupakan penyakit yang paling banyak
tersering pada anak di negara berkembang.
diderita oleh anak-anak. Salah satu penyebab
ISPA menyebabkan 4%
penyakit ISPA adalah pencemaran kualitas
dari 15
juta
perkiraan kematian pada anak berusia
udara
dibawah 5 tahun pada setiap tahunnya,
pencemaran
2
di
dalam
ruangan.
dalam
Sumber
ruangan
adalah
sebanyak 2/3 kematian tersebut adalah bayi .
pembakaran bahan bakar yang digunakan
Penyakit saluran pernapasan berada di
untuk
peringkat ke 10 yaitu dengan presentasi
kebiasaan
memasak,
keadaan
menggunakan
rumah obat
dan
nyamuk
6
5,1% sedangkan pneumonia berada di
bakar . Berdasarkan penelitian sebelumnya,
3
peringkat 12 dengan presentasi 3.8% .
kejadian ISPA pada balita dipengaruhi oleh
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
beberapa faktor risiko antara lain: lantai
merupakan penyakit infeksi yang menduduki
rumah, kebiasaan merokok dan dinding7.
peringkat pertama dari 10 pola penyakit
Berdasarkan
terbanyak di puskesmas pada pasien rawat
merupakan faktor risiko terjadi ISPA pada
jalan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
balita8. Berdasarkan hasil Survei, rumah
(NTT) yaitu sebanyak 996.946 kunjungan
sehat
dengan persentase 24,47% dan jumlah
Puskesmas
penderita Pneumonia pada balita di tahun
sedangkan rumah yang tidak sehat 49%
2007 adalah 8.019 jiwa dengan persentase
yang diukur dari beberapa kategori seperti
2,02%. Kondisi ini sangat memprihatinkan
lantai masih tanah, atap tidak diberi plafon
dan perlu mendapat perhatian dari seluruh
atau langit-langit dan bahkan atap rumah
4
penelitian
yang terdapat Waingapu
sebelumya
atap
di wilayah kerja sebanyak
51%
lapisan masyarakat .
masih terbuat dari alang-alang serta dinding
Berdasarkan data yang diperoleh, penyakit
yang masih terbuat dari gedek (bambu yang
ISPA merupakan penyakit nomor 1 yang
dianyam). Kebiasaan merokok dalam rumah,
2
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
memasak menggunakan kayu bakar dan
pada balita. Semakin tinggi pendidikan
menggunakan obat nyamuk bakar pada saat
orang tua maka akan lebih muda menerima
tidur9.
pesan kesehatan dan cara
Infeksi Saluran Pernapasan Akut, pada balita
juga
dapat
disebabkan
10
penyakit
karena
ISPA .
pendidikan
pencegahan
Presentasi
tinggkat
masyarakat yang berada di
kurangnya pemahaman dan pengetahuan
Kecamatan Waingapu, berturut-turut adalah
orang tua tentang tanda dan gejala ISPA.
sebagai berikut: SMA (47,02%), SMP
Pengetahuan
(21,32%), SD (12,68), Perguruan Tinggi
berhubungan
erat
dengan
(10,28%) dan Buta Huruf (8,7%)9.
pendidikan. pendidikan ibu yang rendah merupakan
faktor
risiko
yang
dapat
meningkatkan angka kematian akibat ISPA
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
merupakan
penelitian
sampel
yang
digunakan
Non
analitik observasional menggunakan studi
sampling
dengan
cross sectional, dilakukan di wilayah kerja
Sampling.
Instrumen
Puskesmas
digunakan adalah kuesioner dan Check-list.
Waingapu,
Kecamatan
metode
random
Accidental
penelitian
yang
Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT.
Variabel bebas dalam penelitian ini
Sampel dari penelitian ini adalah sebagian
adalah pengetahuan orang tua, perilaku yang
dari ibu yang datang mengantarkan balita
meliputi kebiasaan merokok,
untuk berobat dan ke Puskesmas Waingapu
bakar yang digunakan untuk memasak, dan
dan jaringanya (Puskesmas Keliling) serta
penggunaan
bertempat
kerja
keadaan fisik rumah yang meliputi, atap,
Kecamatan
dinding, dan lantai sedangkan variabel
Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT
terikat adalah kejadian ISPA pada balita.
dan memenuhi kriteria inklusi dengan
Analisis data menggunakan Chi Square dan
jumlah sampel 115. Teknik pengambilan
Fisher’s Exact Test dengan α=0.05.
Puskesmas
tinggal
di
wilayah
Waingapu,
obat
nyamuk
jenis bahan
bakar
serta
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Univariate 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan disajikan dalam Tabel sebagai berikut:
3
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
Tabel 1. Karakteristik berdasarkan Tingkat Pendidikan responden dan Jenis Kelamin Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur NTT (Juni 2011) Variabel
Sakit
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA/SMK Tamat Perguruan Tinggi Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Persentase (%)
balita
untuk
Persentase (%)
5 47 23 9 2 86
5,8 54,7 26,7 10,5 2,3 100,0
3 3 8 13 2 29
10,3 10,3 27,6 44,8 6,9 100,0
51 35 86
59,3 40,7 100,0
14 15 29
48,3 51,7 100,0
Berdasarkan tabel diatas responden yang membawa
Tidak Sakit
berobat
sebanyak 3orang (10,3%). Balita yang
ke
menderita ISPA paling banyak berjenis
Puskesmas rata-rata berpendidikan SD dan
kelamin
yang menderita ISPA sebanyak 47 orang
(59,3%) dan perempuan berjumlah 35 orang
(54,7%) dan yang tidak menderita ISPA
(40,7%).
2. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan orang tua, perilaku yang meliputi kebiasaan merokok,
jenis bahan
bakar yang digunakan untuk memasak, dan penggunaan
obat
nyamuk
bakar
serta
keadaan fisik rumah yang meliputi, atap, dinding, dan lantai sedangkan variabel terikat adalah kejadian ISPA pada balita.
4
Laki-laki
sebanyak
51
orang
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
Tabel 2. Variabel Penelitian Variabel
Jumlah Orang Persentase (%)
ISPA Ya Tidak Total Pengetahuan Rendah Tinggi Total Merokok pada saat bercengkrama bersama balita Ya Tidak Total Menggunakan kayu bakar Ya Tidak Total Menggunakan obat nyamuk bakar Ya Tidak
86 29 115
74,8 25,2 100,0
79 36 115
68,7 31,3 100,0
90 25
78,3 21,7 100,0
115
Total Atap Baik Tidak baik Total Dinding Baik Tidak baik Total Lantai Baik Tidak baik Total
94 79 115
81,7 68,7 100,0
79 36
68,7 31,3
155
5
100,0 10 105 115
8,7 91,3 100,0
18 97 115
15,7 84,3 100,0
14 101 115
12,2 87,8 100,0
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
Berdasarkan hasil analisis diatas balita yang
menggunakan obat nyamuk bakar 79 orang
menderita ISPA sebanyak 86 orang (74,8%),
(68,7%), atap rumah yang tidak memenuhi
responden yang pengetahuan tentang ISPA
syarat sebanyak 105 rumah (91,3%) dinding
rendah
rumah
sebanyak
79
orang
(68,7%),
yang
tidak
memenuhi
syarat
kebiasaan anggota keluarga merokok pada
sebanyak 97 rumah (84,3%) dan yang
saat bercengkrama bersama balita sebanyak
memiliki lantai yang tidak memenuhi syarat
90 orang (78,3%), kebiasaan menggunakan
sebanyak
101
rumah
(87,8%).
kayu bakar sebanyak 94 orang (81,7%),
B. Hasil Bivariate 1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita Hasil analisis Chi Square untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian ISPA pada balita disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur- NTT (Juni 2011) Variabel ISPA RP CI (95%) Sig X2 Ya % Tidak % Pengetaguan Rendah 72 83,7 7 24,1 2,34 1,541-3,550 0,000 35,8 Tinggi 14 16,3 22 75,9 Total 86 100,0 29 100,0 Berdasarkan menggunakan bahwa
hasil Chi
analisis
Square
pengetahuan
statistik bermakna, yaitu ada hubungan
diketahui
yang
antara
tingkat
pengetahuan
dengan
rendah
kejadian ISPA pada balita (Sig=0,000)
menyebabkan balita responden yang
dan prevalensi ISPA pada balita akan
terkena ISPA lebih banyak dibandingkan
meningkat 2,34 kali pada responden yang
dengan balita responden yang memiliki
pengetahuannya
pengetahuan yang tinggi (baik). Dari 115
dengan responden yang pengetahuan
responden, yang pengetahuannya rendah
tinggi (baik). Komponen pertanyaan
dan balitanya terkena ISPA sebanyak 72
yang diberikan untuk mengetahui tingkat
orang (83,7%) sedangkan yang tidak
pengetahuan
menderita
pengertian,
ISPA sebanyak
(24,1%).
7
dibandingkan
responden gejala,
adalah
penyebab,
cara
yang
penularan, faktor pemberat, dampak, dan
dan
pencegahan. Dari komponen-komponen
terkena ISPA sebanyak 14 orang (16,3%)
pertanyaan tersebut yang mengetahui
sedangkan yang tidak terkena ISPA
pengertian dan cara penularan ISPA
sebanyak 22 orang (75,9%). Secara
sebanyak
pengetahuannya
Responden
orang
rendah
tinggi
(Baik)
6
16,5%,
faktor
pemberat
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
terjadinya ISPA sebanyak 15,7%, gejala
pada balita. Dengan semakin tinggiya
terjadinya
27,8%,
pendidikan orang tua diharapkan akan
sebanyak
lebih muda menerima pesan kesehatan
ISPA
sebanyak
penyebab terjadinya ISPA
32,2%, dampak dari ISPA sebanyak
dan cara pencegahan penyakit.
32,2%, dan pencegahan ISPA 33%.
Hasil ini sejalan dengan penelitian
Pengetahuan responden yang berada di
sebelumya, yang menyatakan bahwa
wilayah Puskesmas Waingapu tentang
masyarakat yang berpendidikan rendah
ISPA rata-rata masih rendah, berdasarkan
lebih
hasil
pengetahuan
ISPA 1,34 kali dibandingkan yang
responden sebesar 31,3%, penyebabnya
tingkat pendidikan tinggi dan secara
adalah
statistik
analisis
proporsi
pendidikan
rendah
yaitu
responden
rata-rata
yang
responden
berpotensi
menderita
bermakna
Pengetahuan
penyakit
(Sig=0,000)11.
seseorang
sangat
berpendidikan SD sebanyak 43,5% serta
dipengaruhi oleh pendidikan, semakin
masih
tinggi
masih
kurangya
penyuluhan
pendidikan
seseorang
maka
12
tentang ISPA, hal ini dapat meningkatkan
semakin baik pengetahuannya .
angka kematian akibat penyakit ISPA 2. Hubungan Kebiasaan Anggota Keluarga yang Merokok pada Saat Bercengkrama Bersama Balita dengan Kejadian ISPA pada Balita Hasil analisis Chi Square untuk melihat
hubungan
merokok
pada
antara saat
bersama balita dengan kejadian ISPA
kebiasaan
pada balita disajikan dalam tabel sebagai
bercengkrama
berikut:
Tabel 4. Hubungan Kebiasaan Merokok Pada Saat Bercengkrama Bersama Balita dengan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesma Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur- NTT (Juni 2011) Variabel ISPA RP CI (95%) Sig X2 Ya % Tidak % Merokok Ya 74 86,0 16 55,2 1,71 1,126-2,605 0,000 12,2 Tidak 12 14,0 13 44,8 Total 86 100,0 29 100,0 Berdasarkan menggunakan
hasil Chi
Square
analisis
bercengkrama
bersama
balita
diketahui
menyebabkan balita responden yang
bahwa kebiasaan merokok pada saat
terkena ISPA lebih banyak dibandingkan
7
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
dengan responden yang tidak merokok
untuk memberitahukan atau melarang
pada saat bercengkrama bersama balita.
tamu tersebut untuk merokok di dalam
Dari 115 responden, yang merokok pada
rumah
saat bercengkrama bersama balita dan
penelitian masih ada yang merokok
balitanya terkena ISPA sebanyak 74
dengan bahan dasar daun lontar yang
orang (86%) sedangkan yang tidak
menghasilkan asap yang sangat banyak
menderita ISPA sebanyak 16 orang
karena tidak ada filter.
(55,2%). Responden yang tidak merokok
sedangkan
Hasil
ini
perokok
didaerah
sejalan
dengan
pada saat bercengkrama bersama balita
penelitian sebelumnya yang dilakukan
dan terkena ISPA sebanyak 12 orang
yang menyatakan bahwa, balita dalam
(14,0%) sedangkan yang tidak terkena
rumahnya terdapat perokok mempunyai
ISPA sebanyak 13 orang (44,8%). Secara
risiko untuk menderita ISPA sebesar 1,
statistik bermakna, yaitu ada hubungan
095 kali dibandingkan balita yang dalam
antara kebiasaan merokok pada saat
rumahnya tidak terdapat perokok dan
bercengkrama bersama balita dengan
secara statistik bermakna (Sig=0,000)7.
kejadian ISPA pada balita (Sig=0,000)
Di
dan prevalensi ISPA pada balita akan
merupakan hal yang dianggap biasa
meningkat 1,71 kali pada responden yang
dalan
memiliki kebiasaan merokok pada saat
pembakaran sebatang rokok mengandung
bercengkrama
bahan-bahan
bersama
balita
Indonesia
kebiasaan
kehidupan
kimia
merokok
sehari-hari.
beracun,
Asap
seperti
dibandingkan dengan responden yang
karbon monoksida, formaline, cadmium,
tidak merokok pada saat bercengkrama
nikel, plonium,tar dan lain sebagainya.
bersama balita. Rata-rata bapak dari
Zat-zat kimia berbahaya ini jika terhirup
balita adalah perokok, responden yang
oleh
merokok sebanyak 87,8% dan mereka
gangguan mekanisme pernapasan dan
cenderung memiliki kebiasaan merokok
jika melebihi ambang batas maka akan
dalam rumah. Proporsi responden yang
menyebabkan
merokok dalam rumah sebanyak 81,7%.
kerja
Responden yang anggota keluarganya
membahayakan adalah kanker
balita
paru
maka
akan
kerusakan dan
mengalami
mekanisme
yang
sangat paru-
13
tidak merokok dapat terkena ISPA
paru .
karena ketika ada orang lain yang datang bertamu dan perokok, responden segan 3. Hubungan Jenis Bahan Bakar yang Digunakan untuk Memasak dengan Kejadian ISPA pada Balita Hasil analisis Chi Square untuk melihat hubungan antara jenis bahan
8
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
bakar yang digunakan dengan kejadian
sebagai
berikut
ISPA pada balita disajikan dalam tabel Tabel 5. Hubungan Jenis Bahan Bakar yang Digunakan untuk Memasak dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur- NTT (Juni 2011) Variabel ISPA RP CI (95%) Sig X2 Ya % Tidak % Kayu Bakar Ya 77 89,5 17 58,6 1,91 1,156-3,160 0,000 13,9 Tidak 9 10,5 12 41,4 Total 86 100,0 29 100,0 Berdasarkan menggunakan bahwa
hasil
Chi
analisis
Square
penggunaan
menggunakan kayu bakar dan terkena
diketahui
sebanyak
9
orang
(10,5%)
bakar
sedangkan yang tidak terkena ISPA
menyebabkan balita responden yang
sebanyak 12 orang (41,4%). Secara
terkena ISPA lebih banyak dibandingkan
statistik bermakna, yaitu ada hubungan
dengan
tidak
antara penggunakan kayu bakar dengan
menggunakan kayu bakar. Dari 115
kejadian ISPA pada balita (Sig=0,000)
responden, yang menggunakan kayu
dan prevalensi ISPA pada balita akan
bakar
meningkat 1,91 kali pada responden yang
responden
dan
balitanya
kayu
ISPA
yang
terkena
ISPA
sebanyak 77 orang (89,5%) sedangkan
memasak
menggunakan
yang tidak menderita ISPA sebanyak 17
dibandingkan dengan responden yang
orang (58,6%). Responden yang tidak
tidak
memasak
kayu
menggunakan
bakar
kayu
bakar. Hal ini disebabkan karena
berdekatan dengan dapur menderita ISPA
responden pada saat memasak membawa
sebanyak 67 orang (77,9%). Kebanyakan
balita ke dapur dan kamar tidur balita
responden menggunakan kayu bakar
yang berdekatan dengan dapur bahkan
karena faktor ekonomi yang rendah dan
masih ada yang tidur di dapur.
kayu bakar mudah didapat tanpa harus
Responden yang memiliki kebiasaan
mengeluarkan biaya.
membawa balita kedapur pada saat
Hasil ini sejalan dengan penelitian
memasak sebanyak 91 orang (79.1%),
sebelumnya yang menyatakan bahwa,
responden
kebiasaan
balita yang rumahnya menggunkan bahan
tersebut, rata-rata balitanya menderita
bakar minyak tanah mempunyai risiko
ISPA yaitu sebanyak 75 orang (87,2%).
10, 194 kali untuk menderita ISPA dari
Kamar tidur balita yang berdekatan
pada balita yang rumahnya menggunakan
dengan dapur dan masih ada yang tidur
bahan bakar gas dan secara statistik
di dapur sebanyak 76 orang (66,1%),
bermakna
rata-rata balita yang kamar tidurnya
udara dilingkungan rumah akan merusak
yang
memiliki
9
(Sig=0,005)6.
Pencemaran
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
mekanisme pertahanan paru-paru, seperti
saluran pernapasan. Pemaran yang terjadi
bahan bakar yang digunakan untuk
tergantung pada lamanya orang berada
memasak karena mengeluarkan asap dan
dalam dapur atau ruang lain yang telah
bau
terpapar oleh bahan pencemar14.
yang
tidak
sedap
sehingga
mempermudah timbulnya gangguan pada 4. Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA pada Balita Hasil analisis Chi Square untuk melihat
pada balita disajikan dalam tabel sebagai
hubungan
berikut
antara
penggunaan
obat
nyamuk bakar dengan kejadian ISPA Tabel 6. Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar dengan ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur NTT (Juni 2011) Variabel ISPA RP CI (95%) Sig X2 Ya % Tidak % Obat nyamuk Ya 69 80,2 10 34,5 1,85 1,296-2,639 0,000 21,1 Tidak 17 19,8 19 65,5 Total 86 100,0 29 100,0 Berdasarkan hasil analisis menggunakan
(Sig=0,000) dan prevalensi ISPA pada
Chi Square diketahui bahwa penggunaan
balita akan meningkat 1,85 kali pada
obat nyamuk bakar menyebabkan balita
responden
responden yang terkena ISPA lebih
nyamuk bakar
banyak dibandingkan dengan responden
responden
yang tidak menggunakan obat nyamuk
menggunakan kayu bakar. Obat nyamuk
bakar.
yang
masih digunakan karena dalam satu
menggunakan obat nyamuk bakar dan
kamar berpenghuni lebih dari 3 orang
balitanya terkena ISPA sebanyak 69
sedangkan kalau menggunakan kelambu
orang (80,2%) sedangkan yang tidak
tidak leluasa sehingga tidur tidak lelap.
Dati
115
responden,
menderita ISPA sebanyak 10 orang (34,5%).
Responden
yang
yang
obat
dibandingkan dengan
yang
Hasil
tidak
menggunakan
ini
tidak
memasak
sejalan
dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan
menggunakan obat nyamuk bakar dan
bahwa,
terkena ISPA sebanyak 17 orang (19,8%)
menggunkan
sedangkan yang tidak terkena ISPA
mempunyai risiko 19,070 kali untuk
sebanyak 19 orang (65,5%). Secara
menderita ISPA dari pada balita yang
statistik bermakna, yaitu ada hubungan
rumahnya
antara penggunakan obat nyamuk bakar
(Sig=0,005)6. Gangguan pernapasan yang
dengan
terjadi diakibatkan karena obat nyamuk
kejadian
ISPA
pada
balita
10
balita obat
tidak
yang
rumahnya
nyamuk
bakar
menggunakan
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
bakar yang mengeluarkan asap dan bau
sebagai alat untuk menghindari gigitan
yang tidak sedap sehingga menyebabkan
nyamuk
adanya pencemaran udara dilingkungan
pertahanan
rumah. Lingkungan rumah yang tercemar
mempermudah
dapat
merusak
mekanisme
paru-paru
sehingga
timbulnya
gangguan
6
oleh obat nyamuk bakar yang bermanfaat
pernapasan .
5. Hubungan Atap Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita Hasil analisis Fisher’s Exact Test untuk melihat hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 7. Hubungan Atap rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur NTT (Juni 2011) Variabel ISPA RP CI (95%) Sig X2 Ya % Tidak % Atap Tidak baik 82 95,3 23 79,3 1,95 0,908-4,199 0,016 7,03 Baik 4 4,7 6 20,7 Total 86 100,0 29 100,0 Berdasarkan hasil analisi diatas diketahui
akan meningkat 1,95 kali pada responden
bahwa, atap rumah yang tidak memenuhi
yang atap rumahnya tidak memenuhi
syarat menyebabkan balita responden
syarat dibandingkan dengan responden
yang
banyak
yang atap rumahnya memenuhi syarat.
dibandingkan dengan responden yang
Rata-rata rumah responden masih terbuat
atap rumahnya memenuhi syarat. Dari
dari Seng tanpa plafon dan bahkan masih
115 responden,
yang atap rumahnya
ada yang menggunakan alang-alang.
tidak memenuhi syarat dan balitanya
Kebiasaan masyarakat untuk menyimpan
terkena ISPA sebanyak 82 orang (95,3%)
hasil panen di langit-langi rumah masih
sedangkan yang tidak menderita ISPA
dilakukan oleh beberapa responden.
terkena
ISPA
lebih
sebanyak 23 orang (79,3%). Responden
Hasil
ini
tidak
sejalan
dengan
yang atap rumahnya memenuhi syarat
penelitian sebelumnya yang menyatakan
dan terkena ISPA sebanyak 4 orang
bahwa, balita yang menderita ISPA lebih
(4,7%)
sedangkan yang tidak terkena
banyak yang tinggal di rumah dengan
ISPA sebanyak 6 orang (20,7%). Secara
jenis atap baik dibandingkan jenis atap
statistik bermakna, yaitu ada hubungan
yang kurang baik (OR=0,973) dan secara
antara atap rumah dengan kejadian ISPA
statistik tidak bermakna (Sig=0,239). Hal
pada balita (Sig=0,016), Significance
ini dapat terjadi karena data yang
yang digunakan adalah Fisher’s Exact
dipergunakan dalam penelitian tersebut
Test karena ada sel yang nilainya kurang
adalah data sekunder yaitu menggunakan
dari 5 dan prevalensi ISPA pada balita
data
11
hasil
Riset
Kesehatan
Dasar
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
(Riskesdas) 2007,
tidak semua daerah
ISSN : 1907 - 3887
rumah. Atap yang memenuhi syarat,
7
melaoporkan kondisi yang sebenarnya .
sebaiknya diberi plafon atau langit-langit,
Salah satu fungsi atap rumah
agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah8.
yaitu melindungi masuknya debu dalam
6. Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita Hasil analisis Fisher’s Exact Test
rumah dengan kejadian ISPA pada balita
untuk melihat hubungan antara dinding
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 8. Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur NTT (Juni 2011) Variabel ISPA RP CI (95%) Sig X2 Ya % Tidak % Dinding Tidak baik 79 91,9 18 62,1 2,09 1,165-3,766 0,000 14,6 Baik 7 8,1 11 37,9 Total 86 100,0 29 100,0 Berdasarkan
hasil
analisis
diatas
kali
pada
responden
rumahnya
tidak memenuhi syarat menyebabkan
dibandingkan dengan responden yang
balita responden yang terkena ISPA lebih
dinding rumahnya memenuhi syarat.
banyak dibandingkan dengan responden
Rata-rata
yang
masih terbuat
syarat.
rumahnya
Responden
memenuhi
responden
dinding
syarat
rumah
dari ayamam bambu
dinding
(gedek). Bambu jika dibiyarkan dalam
tidak memenuhi syarat dan
jangka waktu yang panjang maka akan
balitanya terkena ISPA sebanyak 79
lapuk, debu yang dihasilkan akan dapat
orang (91,9%) sedangkan yang tidak
mengganggu saluran pernapasan.
rumahnya
yang
memenuhi
dinding
diketahui bahwa, dinding rumah yang
dinding
tidak
yang
menderita ISPA sebanyak 18 orang (62,1%).
Responden
ini
sejalan
dengan
dinding
penelitian sebelumnya yang menyatakan
rumahnya memenuhi syarat dan terkena
bahwa, balita yang tinggal di rumah
ISPA
(8,1%)
dengan jenis dindingnya kurang baik
sedangkan yang tidak terkena ISPA
memilki risiko untuk menderita ISPA
sebanyak 11
orang (37,9%). Secara
sebesar 1,069 kali dibanding balita yang
statistik bermakna, yaitu ada hubungan
tinggal dengan jenis dindingnya baik dan
antara dinding rumah dengan kejadian
secara statistik bermakna (Sig=0,002)7.
ISPA
(Sig=0,000),
Rumah yang berdinding tidak rapat
digunakan adalah
seperti papan, kayu dan bambu dapat
Fisher’s Exact Test karena ada sel yang
menyebabkan penyakit pernafasan yang
nilainya kurang dari 5 dan prevalensi
berkelanjutan seperti ISPA, karena angin
ISPA pada balita akan meningkat 2,09
malam yang langsung masuk ke dalam
sebanyak
pada
Significance
7
balita yang
yang
Hasil
orang
12
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
perkembang
terjadinya ISPA, karena dinding yang
bangunan tidak terbuat dari bahan yang
sulit dibersihkan akan menyebabkan
dapat
penumpukan
membahayakan kesehatan antara lain
mengganggu
debu.
Debu
akan
biakan
kuman8.
rumah. Jenis dinding mempengaruhi
melepas
zat-zat
yang
Bahan
dapat
debu15.
sistem pernapasan dan
merupakan media yang baik untuk 7. Hubungan Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita Hasil analisis Fisher’s Exact Test untuk melihat hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 9. Hubungan lantai rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kecamatan Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur NTT (Juni 2011) Variabel ISPA RP CI (95%) Sig X2 Ya % Tidak % Lantai Tidak baik 81 94,2 20 69,0 2,25 1,105-4,565 0,001 12,9 Baik 5 5,8 9 31,0 Total 86 100,0 29 100,0 Berdasarkan hasil analisis
diatas
nilainya kurang dari 5 dan prevalensi
diketahui bahwa, lantai rumah yang tidak
ISPA pada balita akan meningkat 2,25
memenuhi syarat menyebabkan balita
kali
responden yang terkena ISPA lebih
rumahnya
banyak dibandingkan dengan responden
dibandingkan dengan responden yang
yang lantai rumahnya memenuhi syarat.
lantai rumahnya memenuhi syarat, hal ini
Responden yang lantai rumahnya tidak
dapat terjadi karena beberapa alasan.
memenuhi syarat dan balitanya terkena
Rata-rata lantai rumah responden masih
ISPA
terbuat dari tanah, semen kasar (tidak
sebanyak
81
orang
(94,2%)
pada
responden tidak
lantai
memenuhi
syarat
sedangkan yang tidak menderita ISPA
diplester)
sebanyak 20 orang (69,0%). Responden
panggung. Rata-rata responden masih
yang lantai rumahnya memenuhi syarat
kurang memperhatikan kebersihan lantai
dan terkena ISPA sebanyak 5 orang
rumah, karena responden yang memiliki
(5,8%)
sedangkan yang tidak terkena
kebiasaan menyapu lantai rumah kurang
ISPA sebanyak 9 orang (31,0%). Secara
dari 1 kali dalam sehari sebanyak 81
statistik bermakna, yaitu ada hubungan
orang (70,4%) dan balita responden yang
antara lantai rumah dengan kejadian
menderita
ISPA
(Sig=0,001),
kebersihan lantai sebanyak 70 orang
digunakan adalah
(81,4%). Balita responden yang dibiarkan
Fisher’s Exact Test karena ada sel yang
bermain ditanah sebanyak 84 orang
pada
Significance
balita yang
13
serta
yang
ISPA
masih
karena
ada
rumah
kurangnya
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
(73,0%), dan balita yang menderita ISPA
dapat mempengaruhi kejadian penyakit
karena
tanah
ISPA karena lantai yang tidak memenuhi
sebanyak 72 orang (83,7%). Keadaan ini
standar merupakan media yang baik
semakin
adanya
untuk perkembang biakan bakteri atau
kebiasaan dari masyarakat yang memiliki
virus penyebab ISPA. Lantai yang baik
rumah panggung, mereka menempatkan
adalah lantai yang dalam keadaan kering
hewan ternak pada malam hari dibawah
dan tidak lembab8. Bahan lantai harus
rumah demi keamanan hewan-hewan
kedap air dan mudah dibersihkan, jadi
tersebut.
paling tidak lantai perlu diplester dan
dibiarkan
bermain
diperparah
di
dengan
Hasil ini sejalan dengan penelitian
akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau
sebelumnya yang menyatakan bahwa,
keramik yang mudah dibersihkan. Bahan
balita yang tinggal di rumah dengan jenis
bangunan tidak terbuat dari bahan yang
lantai kurang baik memilki risiko untuk
dapat
menderita ISPA sebesar 1,151 kali
berkembangnya
menjadi
tumbuh mikro
dan
organisme
15
dibanding balita yang tinggal dengan
patogen .
jenis lantainya baik dan secara statistik bermakna (Sig=0,000)7. Lantai rumah
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Ada
hubungan
pengetahuan
antara
ibu
tentang
tingkat
4. Ada hubungan antara pemakaian obat
ISPA
nyamuk bakar dengan kejadian ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di
pada
wilayah kerja Puskesmas Waingapu
Puskesmas Waingapu
2. Ada
hubungan
antara
balita
di
wilayah
kerja
kebiasaan
5. Ada hubungan antara atap rumah
merokok anggota keluarga pada saat
dengan kejadian ISPA pada balita di
bercengkrama bersama balita dengan
wilayah kerja Puskesmas Waingapu
kejadian ISPA pada balita di wilayah
6. Ada hubungan antara dinding rumah
kerja Puskesmas Waingapu
dengan kejadian ISPA pada balita di
3. Ada hubungan antara jenis bahan bakar
yang
digunakan
wilayah kerja Puskesmas Waingapu
untuk
7. Ada hubungan antara lantai rumah
memasak dengan kejadian ISPA pada
dengan kejadian ISPA pada balita di
balita di wilayah kerja Puskesmas
wilayah kerja Puskesmas Waingapu.
Waingapu
B. Saran 1. Bagi Puskesmas Waingapu
14
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
Dapat
meningkatkan
ISSN : 1907 - 3887
sistem
membawa balita pada saat memasak,
kewaspadaan dini terhadap kejadian
tidak membiarkan balita bermain di
ISPA pada balita melalui peningkatan
tanah serta lebih
pengetahuan, perilaku dan sanitasi
kebersihan rumah.
fisik rumah dengan cara pemberian
3. Bagi Peneliti Lain
penyuluhan oleh petugas kesehatan
Untuk
kepada setiap ibu, misalnya pada saat
melakukan penelitian tentang ISPA
Posyandu.
pada balita dapat menambah variabel
2. Bagi Masyarakat
peneliti
memperhatikan
lain
yang
ingin
penelitian selain variabel yang telah
Dapat mengurangi perilaku yang
diteliti dengan menggunakan desain
berisiko untuk terjadi ISPA pada
penelitian
balita, misalnya tidak merokok pada
derajatnya.
yang
lebih
tinggi
saat bercengkrama dengan balita, tidak merokok dalam rumah, tidak
DAFTAR PUSTAKA 1.
Bahar, B., St. Fatimah & Muh.Kidri
nttprov.go.Id/ntt/indeks.php.
A.
[Diakses, 11-08-2011; 20:12]
(2007).
Evaluasi
Efek
Terapeutik Terhadap Berat dan
5.
Lama ISPA serta Status Gizi Anak
(2011). Laporan Penemuan Kasus
Balita. Ebers Papyrus-Vol 14. No
ISPA per Puskesmas
1, April 2008: 9-17. 2.
3.
Susi,
N.
6.
[Editor].
(2002).
Nurmaini, I. (2004). Faktor-Faktor kesehatan Lingkungan perumahan
Penanggulangan ISPA pada Anak
yang
di Rumah Sakit Kecil Negara
ISPA pada Balita di Perumahan
Berkembang, Jakarta: EGC.
Nasional
Departemen Kesehatan RI. (2011).
Kecamatan Percut, Kabupaten Deli
Riset Kesehatan Dasar Indonesia
Serdang.
2007.
Nusantara-
[Internet]
http://www.
Yogyakarta: depkes.go.id/.
Mempengaruhi
(Perumnas)
Majalah Vol
Kejadian
Mandala,
Kedokteran 38.
No
3,
September 2005: 232-236.
[Diakses, 16-08-2011; 23:30] 4.
Dinas Kesehatan Sumba Timur.
7.
Hapsari, D., Suraptini. & Miko,
Dinas Kesehatan Nusa Tenggara
H.(2007).
Timur. (2011). Profil Kesehatan
Pencemaran dalam Rumah yang
Propinsi
Berhubungan
NTT
Yogyakarta:
2007.
[Internet] http://www.
Faktor-Faktor
dengan
Kejadian
ISPA pada Balita di Indonesia.
15
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
Jurnal Ekologi Kesehatan-Vol. 9.
8.
15. Mentri
Kesehatan
RI.
(2002).
No 2, Juni 2010: 1238-1247.
Keputusan Mentri Kesehatan RI
Oktaviani, V. (2009). Hubungan
Nomor
antara
tentang
Sanitasi
Fisik
Rumah
dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Desa
Boyolali.
Cepago,
Kabupaten
Skripsi,
Universitas
Puskesmas Profil
Waingapu.
Kesehatan
(2011).
Puskesmas
Waingapu 2011. 10. Sulistyoriny, S dan Anak, (2006).
Determinan
Rumah
dan
A.
Sanitasi
Sosial
Ekonomi
Keluarga Terhadap Kejadian ISPA pada Anak Balita serta Manajemen Penanggulangan
di
Puskesmas.
Jurnal Kesehatan Lingkungan-Vol 3. No 1, Juli 2006: 49-59 11. Mutiatikum dan Noer, E. (2007). Penyakit ISPA Hasil Riskesdas di Indonesia.
Buletin
Penelitian
Kesehatan. 2009: 50-55. 12. Soekanto, Suatu
S.
(2003).
Pengantar.
Sosiologi
Edisi
baru.
Cetakan ke-36, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 13. Triswanto, Smoking,
S.
(2007).
Yogyakarta:
Stop
Progresif
Books. 14. Sulistyorini, S dan Nur, A. (2004). Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita.
Jurnal
829/Menkes/Sk/VII/1990 Persyaratan
Perumahan.
Muhammadiyah Surakarta. 9.
ISSN : 1907 - 3887
Kesehatan
Lingkungan-Vol 1. No 2, Januari 2005: 110-119.
16
Kesehatan
Medika Respati – Vol VI No 1 Januari 2011
ISSN : 1907 - 3887
17