MEDIA ASPIRASI DAN INSPIRASI MAHASISWA
MENUJU KAMPUS BEBAS ROKOK
SAPA REDAKSI 2015
Assalamu'alaikum Wr. Wb Salam hangat untuk seluruh penikmat newsletter Ekonomika. Tidak habis-habisnya reporter EKONOMIKA mencari dan mengolah data agar dapat menyajikan informasi yang menarik, mencerahkan juga mencerdaskan. Pada edisi kali ini, reporter kami meliput latar belakang pembuatan kebijakan baru untuk dispensasi SPP semester genap. Kemudian kami juga memaparkan kebijakan larangan merokok yang selama tiga bulan terakhir ini sedang diperdebatkan oleh civitas akademisi FE UII. Tidak hanya itu, reporter kami juga memperkenalkan komunitas sekolah pasar kepada pembaca setia beserta pengetahuan mengenai ekonomi kerakyatan modern yang menjadi kiblat komunikasi tersebut. Masih banyak lagi sajian tulisan menarik dari kami yang tentunya dibuat untuk memuaskan hasrat semua pembaca. Dalam newsletter ke-3 ini semoga apa yang kami suguhkan dapat menambah pengetahuan dan wacana baru bagi penikmat Ekonomika. Wassalamu'alaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI
1 3
Telisik: Menuju Kampus Bebas Rokok Telisik: Perokok Dilarang Dispensasi SPP
5 9
7
Wacana: Sopas, Angin Segar bagi Pasar Rakyat Galeri: Kerajinan Tenun Gamplong
Sosok: Beqi, Humanis masa Kini
11
Info Kampus: Mahasiswa Berbicara
13
Opini: Mei
17
15
Newsyogkarto: Sosrowijayan Kampung Turis ala Djokja
EVERY PLACE IS SCHOOL EVERYONE IS TEACHER
Oase: Nongkrong Bareng Jangan Gosip!
Pemimpin Umum: Ridho Haga Pratama; Wakil Pemimpin Umum: Scanles Fundy Wilma; Sekretaris Umum: Affi Arizka Handayani; Bendahara Umum: Asri Alif Utami; Pemimpin Redaksi: Muhammad Irsan R.; Redpel Newsletter: Kandera Rineko Nindya; Redpel Bacaekon.com: Restin Septiana; Staff Redaksi: Arief Setya Negara, Latifah Putranti, Ahmad Miftah Baiquni, Koor. PSDM: Ayu Irma Fitriani; Staff PSDM: Padma Dwi Haryanto, Fardholi Sahrizal, Arini Nur Dyanah Zain, Muhammad Syahru Romadhon; Koor RPP: Dinmas Masyudin; Staff RPP: Phalini Herman,Chasanah Novambar Andiyansari, Dyah Kartika Putri, Lita Rohma Dewi; Koor Degrato: Ageng Ramadhanta; Staff Degrato: Dimas Putra Raharja, Abdul Aziz Purnama Adi, Muhamad Gifari Pubarianto, Ayu Puspita Dewi, Nafisah Arinilhaq; Koor Perusahaan: Rita Purnamasari; Staff Perusahaan; Reza Yudhistira, Bella Oktaviani, Muhammad Reza Yusuf, Ria Wahyu Liani
EDITORIAL A
da pemandangan familiar yang mungkin hilang, tak lagi ditemukan di pantai, lobby, atau bahkan hall tengah. Orang-orang yang ngobrol masih tetap terlihat di pantai, ada pula yang berkerumun di stand di hall tengah, sisa lainnya bisa ada di lobby, atau tengah melingkar di meja bundar. Satu yang tak lagi jadi bagian dalam rangkaian adegan di tempat-tempat tersebut, yaitu kala batang tembakau di sela-sela jari tangan sesekali dilesapkan satu sisinya ke mulut, tak sampai dua detik di sana, asap segar keluar dari mulut sang empunya tembakau. Adegan ini hilang bersamaan dengan munculnya papan larangan merokok di berbagai tempat di kampus Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Islam Indonesia (UII). Tak akan ada asap jika tak ada api. Pelaksanaan kebijakan baru ini dikatakan oleh dekan sebagai bentuk dukungan atas Peraturan Gubernur tentang larangan merokok pada kawasan-kawasan tertentu, institusi pendidikan seperti UII ini salah satunya. Pernyataan ini menggulirkan pertanyaan lainnya, mengapa peraturan gubernur yang sudah diberlakukan semenjak tahun 2010 silam baru ditanggapi dengan kebijakan yang baru diberlakukan dan disosialisasikan pada November 2014? Ada rentang waktu yang terpaut jauh di sana. Maka benarkah Pergub tahun 2010 itu adalah api penyebab asap dalam papan bergambar lingkar-coreng merah yang kini terpampang di hampir semua area kampus? Kebijakan tak berhenti sampai di sana ternyata, peraturan baru ini juga perlu didukung peraturan lainnya. Syarat adminitrasi dispensasi pembayaran SPP kini harus menyertakan surat pernyataan tidak merokok plus materai yang hanya dberlakukan bagi mahasiswa. Sayang peraturan yang dibuat tak diimbangi dengan kekuatan pengawasan. Memastikan kejujuran mahasiswa masih didasarkan atas kepercayaan akan akhlak yang dibentuk dalam pembinaan agama. Padahal pembinaan yang terangkai dalam program polbangmawa itu sedang dievaluasi oleh wakil rektor tiga karena dinilai kurang efektif. Niat membawa kampus menjadi sehat dan bersih adalah niat baik. Meski begitu, niat baik ini belum lepas dari kendala. Penolakan dengan dalih kebebasan dan privasi sayup-sayup masih terdengar. Mahasiswa yang merokok pun masih didapati, alasan tidak tahu tentang aturannya menjadi tameng ampuh untuk melindungi diri dari hukuman. Ini jadi tantangan yang menunjukkan adanya celah dalam sistem. Bagaimanapun peraturan baru butuh proses sebelum mapan, evaluasi dan penguatan secara berkala perlu dilakukan.
Lpm Ekonomika
Ekonomika Menantang
Halo teman – teman mahasiswa FE UII, kami membuka kesempatan bagi kalian yang ingin berlatih menulis di Newsletter EKONOMIKA. Ada 4 rubrik yang kami sediakan, yaitu Rubrik Opini, Oase, Jejak, dan Rekomendasi. Berikut masing – masing kriterianya: Opini adalah: x Tulisan bertema bebas (Ekonomi, Sosial, Politik, Budaya, Teknologi, dll). x Penilaian tulisan berdasarkan kedalam pembahasan, aktualitas, dan relevansinya dengan kehidupan saat ini. x Tulisan tidak berbau SARA dan pornografi. x Panjang tulisan 500 – 600 kata. Oase adalah: x Tulisan yang bertema Keislaman x Penilaian tulisan berdasarkan kedalaman pembahasan dan pencantuman dalil Al-Qur'an/Sunnah. x Tulisan tidak berbau SARA dan pornografi x Panjang tulisan 500 – 600 kata. Jejak adalah: Tulisan yang mengisahkan catatan perjalanan dan menggambarkan keunikan sebuah tempat wisata atau bersejarah. x Penilaian tulisan berdasarkan detail penggambaran tempat dan keunikannya. x Panjang tulisan 500 – 600 kata. x
Rekomendasi adalah: Tulisan yang didalamnya membahas mengenai resensi buku atau ulasan/review film. x Penilaian berdasarkan lengkapnya isi tulisan (ringkasan isi buku/ringkasan jalannya film, kelemahan dan kelebihan buku/film). x Cantumkan format berikut diawal tulisan: o Judul Buku, Penulis, Penerbit, Cetakan, Jenis Buku, Tebal/Jumlah Halaman, ISSN. (Resensi Buku) o Judul, Sutradara, Produser, Penulis, Durasi, Tanggal Release. (Review Film) Contoh format : Judul Buku : The New Korea Penulis : Myung Oak Kim dan Sam Jaffe Penerbit : PT Elex Media Komputindo Cetakan : 2013 Jenis Buku : Non-fiksi Tebal Buku : 346 halaman ISSN : 978-602-02-1184-8 x
x
Panjang tulisan 500 – 600 kata.
Kirimkan tulisan kalian ke email:
[email protected]. Pada kolom subyek email tuliskan Nama Lengkap_Jurusan_Angkatan_Jenis Rubrik_No.Telpon. (contoh: Adi Subandri_Manajemen_2013_Opini_085745687658). Naskah tulisan akan kami terima paling lambat pada 30 Juni 2015. Bagi tulisan yang terpilih akan dimuat di Newsletter EKONOMIKA.
1 2
Surat Pembaca
Menyediakan dosen yang lebih memiliki antusias dan dapat mentransfer semangatnya kepada mahasiswa. Sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih efektif karena adanya interaksi dua arah antara dosen dengan mahasiswa, sehingga dapat memunculkan kenyamanan mahasiswa dalam mendapatkan materi dan penjelasan dari dosen. Karena kebanyakan dosen lebih terpaku dalam slide. Dalam penyampaian contoh realita dan semangat untuk memunculkan dinamika kelas sedikit kurang. (Rizky Wijayanti, Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi FE UII)
.
3
Menurut saya, struktur bangunan parkiran motor itu kurang nyaman di karenakan tidak adanya atap. Walaupun rumor beredar kalau atap parkiran motor tersebut akan di beri tanaman rambat tetapi menurut saya kurang efektif untuk sekarang, karena pada kenyataannya ketika hujan mengguyur atau cuaca panas terik kondisi kendaraan bermotor mahasiswa tetap basah dan juga panas. Alangkah baiknya bila diberi atap yang permanen karena untuk jangka panjang juga akan lebih melindungi kendaraan mahasiswa. (Fadilla Fanie, Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi FE UII)
Saran saya buat kampus FE tercinta ini alangkah baiknya diarea kampus tumbuhannya lebih diperhatikan lagi, kalau didepan kampus tumbuhan sudah baik dan tidak terlalu dipermasalahkan. Yang menjadi fokus lebih itu sebaiknya diparkiran motor. Tumbuhan yang merambat agar lebih diperhatikan kembali. Mungkin bisa dirawat lagi seperti dikasih pupuk atau diberikan pembatas, agar tanah yang menjadi media untuk tumbuh tidak keras dikarenakan sering dilewati motor yang parkir diarea itu. Pihak kampus juga dapat membuat petugas khusus untuk memantau tanaman tersebut agar tumbuh dengan cepat. Ketika sudah rindangkan bisa menjadi tempat berteduh untuk motor dan mahasiswa yang berjalan diparkiran dari panasnya matahari di siang hari. Yang terlihat saat ini ketika kita berjalan diarea parkiran terasa menyilaukan karena kurang teduhnya diarea parkiran tersebut. Dampaknya juga setelah banyak tanaman akan terlihat lebih asri. Sebaiknya juga mulai dari sekarang kampus FE harus menerapkan go green. (Gigih Aulia H, Mahasiswa Jurusan Akuntansi FE UII)
Ketentuan Surat Pembaca Ketentuan Rubrik Mahasiswa Redaksi LPM Ekonomika membuka Surat Pembaca bagi mahasiswa, dosen, dan karyawan FE UII untuk menyuarakan terkait kritik/saran mengenai kampus FE UII. Selain itu, dapat berisi pula kritikan/saran untuk LPM Ekonomika. Anda juga dapat menuliskan topik yang dapat direkomendasikan untuk dibahas pada Newsletter. Kirimkan Surat Pembaca anda ke email
[email protected] dengan jumlah kata 50 – 100 kata. Pada kolom Subyek email tuliskan Nama Lengkap_Jurusan_Angkatan.
Redaksi LPM Ekonomika menerima kiriman naskah dari rekan – rekan mahasiswa FE UII untuk rubrik Opini, Jejak, Rekomendasi dan Oase. Untuk ketentuan naskah Opini ditulis sebanyak 500 – 600 kata dengan tema bebas, tidak menyinggung SARA dan berbau pornografi. Untuk ketentuan Oase ditulis sebanyak 500 – 600 kata dengan tema Keislaman. Rubrik Jejak ditulis sebanyak 500 – 600 kata yang didalamnya memuat catatan perjalanan ke tempat wisata/unik/bersejarah. Rubrik Rekomendasi ditulis sebanyak 500 – 600 kata yang didalamnya membahas mengenai resensi buku yang direkomendasikan untuk dibaca atau review Film yang menarik untuk dilihat. Kirimkan tulisan kalian ke
[email protected]. Bagi kalian yang beruntung, tulisan akan dimuat pada Newsletter. Pada kolom Subyek email tuliskan Nama Lengkap_Jurusan_Angkatan.
TELISIK
Menuju Kampus Bebas Rokok Oleh : Asri Alif Utami
L
arangan merokok saat ini sedang gencar di terapkan di kampus Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII). Bagaimana tidak, telah banyak papan larangan merokok yang dipasang disetiap sudut wilayah FE. Peraturan larangan merokok ini diberlakukan untuk semua civitas akademik kampus. Peraturan serupa juga sudah diberlakukan di berbagai fakultas lain di UII, sebagai contoh Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UII. Lantas, apa sebenarnya yang mendasari adanya peraturan larangan merokok tersebut? Ditemui di ruangannya pada Kamis 08 Mei 2015, Bekti Hendrie Anto, dosen Ilmu Ekonomi yang juga sebagai Ketua Tim Pelaksana Larangan Merokok menuturkan bahwa adanya peraturan larangan merokok tersebut disebabkan oleh berbagai alasan. Salah satu alasan yang disampaikan adalah terkait alasan yuridis. Alasan yuridis ini adalah berkaitan dengan Peraturan Dekan nomor 01 Tahun 2014 tentang kawasan bebas rokok di lingkungan FE UII. Peraturan dekan ini pun tercetus karena adanya Peraturan Gubernur (Pergub) DIY No. 42 Tahun 2009 Tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM) dan UU No. 32 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa larangan merokok itu berlaku di tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena
1 EKONOMIKA Edisi III
kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Undang – undang yang menjadi dasar adanya larangan merokok tersebut merupakan peraturan tahun 2010. Sementara larangan merokok itu sendiri baru diberlakukan tahun 2015. Oleh karenanya, Anto juga menjelaskan alasan terkait keterlambatan diberlakukannya peraturan tersebut, yaitu berkaitan dengan kesadaran kolektif. Pihak dekanat dinilai tidak cepat dalam melakukan tindakan, bukan karena tidak sadar, melainkan karena adanya prioritas-prioritas lain yang lebih diutamakan. Sementara itu, di tempat dan waktu yang berbeda, Dwipraptono Agus Harjito selaku dekan FE UII menuturkan bahwa peraturan larangan merokok muncul karena adanya kepedulian kampus terhadap kesehatan mahasiswa, serta untuk menciptakan lingkungan yang sehat. “Kan kalo kita nge-rokok cuma ngerugiin diri kita sendiri, nah ini orang yang ikut ngehirup asapnya juga bisa ikut kena dampaknya, kan bahaya,” tutur Agus. Saat ditemui pada Kamis 30 April 2015, Suharto selaku wakil dekan juga menambahkan terkait tujuan dari adanya peraturan larangan merokok yaitu untuk menciptakan kemajuan bagi kampus. “Kita perlu adanya sikap dan cara pandang baru dalam menghadapi situasi baru. Untuk kemajuan butuh perubahan dan pengorbanan,” kata
Ilustrasi: Dimas -Ekon
“Wujud kepedulian terhadap lingkungan, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia menggalakkan program “Kampus Bebas Asap Rokok”. Program ini tidak semata-mata sekadar wacana, namun lebih dari itu, butuh dukungan dari berbagai pihak di dalamnya.”
Suharto atau yang sering disapa Harto ini. Suharto juga menyampaikan bahwa demi mendukung adanya peraturan tersebut, Fakultas Ekonomi mengusulkan kepada rektor untuk mengeluarkan peraturan universitas terkait larangan merokok. “Saya sudah sampaikan ke rektor untuk membuat peraturan rektor, alasannya supaya lebih mudah untuk menanganinya,” ungkap Harto. Larangan merokok di wilayah FE UII telah diberlakukan sejak November 2014 hingga saat ini. Telah banyak papan larangan merokok yang dipasang dibeberapa tempat di kampus, seperti di loby, depan kelas-kelas, ruang lembaga ataupun daerah pantai. “Kita kan masih ada tempat (kawasan kantin-red) untuk
TELISIK nge-rekok,” jelasnya. Saat ditemui tim Ekonomika di ruang kerjanya, Agus menjelaskan peraturan larangan merokok masih berlaku hanya untuk wilayah-wilayah tertentu saja. Namun perlahan pihak kampus akan memberlakukan peraturan itu untuk semua wilayah yang ada di FE UII. “Kapan pelaksanaan dari peraturan baru tersebut masih belum dapat ditentukan waktunya, karena masih harus mengkaji terlebih dahulu efektif atau tidaknya kebijakan awal yang telah dijalankan,” tambah Agus. Demi menyukseskan kebijakan larangan merokok, Agus menuturkan bahwa dekanat telah membentuk tim pengawas yang akan mengawasi jalannya peraturan tersebut. Tim pengawas ini bertugas untuk memantau apakah kebijakan itu berjalan sebagai mana mestinya. Mereka diwajibkan untuk berpatroli ke setiap wilayah kampus. Apabila menemukan mahasiswa maupun sesama karyawan atau dosen yang merokok, mereka harus menegur oknum tersebut, menyuruh untuk mematikan rokoknya dan mengingatkan agar tidak diulangi lagi. Anto menjelaskan ada 3 bentuk sosialisasi yang sudah dan akan segera dijalankan. Pertama, dengan dibuatnya papan bertuliskan larangan merokok yang dipasang di beberapa tempat di kampus. Kedua, melalui buku panduan kawasan bebas rokok. Sejauh ini buku saku tersebut belum disebar ke mahasiswa, dosen dan karyawan. Namun dalam waktu dekat akan segera direalisasikan. Ketiga, melalui sosialisasi secara langsung yang akan dilakukan oleh dosen di setiap kelas tempatnya mengajar. Mengenai mekanisme peraturan tersebut, Anto menyampaikan bahwa memang hingga saat ini belum terlalu efektif dijalankan karena masih dalam tahap percobaan. Tahap percobaan ini akan
dilaksanakan hingga 31 Agustus 2015 dan setelah itu kebijakan ini akan dilaksanakan lebih ketat. Rudi, karyawan FE UII yang juga merupakan salah satu anggota tim pengawas mengutarakan dukungannya terhadap peraturan baru tersebut. “Bagus mbak peraturannya, kampus jadi bersih.” Namun beda halnya dengan Sumarno, salah seorang petugas parkir FE UII. Walaupun ia mengaku dirinya bukan seorang perokok menyampaikan harapannya terkait Smoking Area. Ia berharap agar area merokok tidak hanya di wilayah kantin saja, namun juga ditambah di tempat lain. Dimas Haryo Laksito, mahasiswa Manajemen angkatan 2012 menyatakan ketidaksetujuannya terhadap peraturan tersebut. “Saya kebetulan kurang setuju, karena notabenenya dari pertama masuk itu bisa nge-rokok dimana saja, jadinya agak keberatan kalo kayak di daerah pantai gitu nggak boleh ngerokok, kan itu ruangan terbuka,” ungkapnya ketika ditemui di kantin. Pernyataan berbeda keluar dari Prabaswara, mahasiswa jurusan Manajemen angkatan 2012 yang juga diwawancarai di tempat yang sama bersama Dimas. Selaku mahasiswa ia menyetujui adanya peraturan tersebut. Namun disisi lain ia juga memberikan saran kepada pihak kampus untuk lebih banyak menyediakan tempat membuang puntung rokok, sehingga tidak menimbulkan sampah. Di lain tempat, Rosalia seorang mahasiswi Manajemen angkatan 2013 menyatakan ketidaktahuannya terkait peraturan tersebut. “Emang sih ada tulisannya di depan kelas kalau tidak boleh merokok, tapi di GB (gedung baru-red) saya masih sering liat ada yang nge-rokok kok, jadinya tak kira gak beneran,” ungkap wanita berkulit putih itu. Ketika ditanyai terkait kendala apa yang dirasakan semenjak peraturan ini diberlakukan, Agus mengatakan bahwa masih sering ditemui mahasiswa yang melawan apabila ditegur ketika merokok. Mereka berdalih bahwa
tempat dimana mereka merokok adalah bukan area bebas rokok, karena tidak adanya palang yang bertuliskan dilarang merokok. “Jadi besok kita pasang dari depan kampus tulisan 'dilarang merokok' supaya nanti mereka tidak punya alasan lagi,” jelas Agus yang juga merupakan dosen Manajemen Keuangan. Lalu sanksi apa yang kemudian akan diterima oleh mahasiswa maupun karyawan dan dosen apabila melanggar peraturan ini? Agus menjawab, bagi mahasiswa apabila melanggar peraturan tersebut pada tahap awal hanya akan dikenai sanksi ringan, yaitu sebatas ditegur, disarankan untuk pindah ke smooking area dan diingatkan untuk tidak diulangi lagi. Namun bagi mereka yang telah berulang kali melakukan kesalahan yang sama, tim pengawas akan melakukan pencatatan atas nama-nama mahasiswa tersebut. Nantinya mereka akan dikenai sanksi yang lebih berat berupa sanksi akademik, yaitu ditahannya nilai mahasiswa yang bersangkutan. Sementara apabila yang melakukan pelanggaran adalah dosen dan karyawan, maka sanksi yang diberikan tentu saja akan lebih berat, yaitu dengan diberikan surat peringatan. Surat peringatan ini akan berpengaruh terhadap jumlah kompensasi yang akan diterima. “Hingga sejauh ini belum ada karyawan yang diidentifikasi melanggar peraturan tersebut,” ucap Agus dengan yakin. Pada akhir wawancara, dekan menyampaikan harapannya kepada tim Ekonomika ataupun pihak lain yang telah mengetahui tentang kebijakan tersebut untuk ikut membantu dalam menyukseskannya. “Kalo ada temennya yang ketahuan nge-rokok padahal disitu udah ada tanda larangan merokok, diingatkan ya supaya nggak ngerokok disitu lagi,” pungkasnya.
Reporter: Asri A.U, Affi, Ridho & Ria W
EKONOMIKA Edisi III 2
TELISIK
Perokok Dilarang Dispensasi SPP Oleh: Affi Arizka Handayani
“Salah satu kriteria kampus maju yang beretika global adalah kampus yang memiliki peraturan tegas baik dalam hal kesehatan dan kebersihan. Larangan merokok merupakan salah satunya. Namun benarkah Dispensasi SPP hanya diperbolehkan bagi mereka yang tidak merokok?”
E
nam bulan sudah larangan merokok di area kampus Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) berlangsung. Tidak lama berselang, peraturan baru menyusul, yaitu kewajiban pengajuan surat pernyataan tidak merokok berbumbu materai, sebagai bentuk prosedur administrasi dispensasi SPP bagi mahasiswa. Dengan mendukung kebijakan terdahulu, perihal tersebut menjadi bentuk totalitas dalam mewujudkan kampus dengan etika global. ”Kita ini (elemen kampus-red) perlu punya sikap yang baru, cara pandang yang baru, menghadapi situasi yang baru. Jadi, untuk kemajuan, maka kita butuh perubahan dan pengorbanan,” jelas Suharto selaku Wakil Dekan FE UII saat ditemui di kantornya pada Kamis, 30 April 2015. Ia sendiri membenarkan bahwa prosedur administrasi yang baru ditetapkan sejak bulan April 2015 lalu sebagai penunjang kebijakan larangan merokok. Prosedur tersebut berlaku bagi mahasiswa, terkecuali mahasiswi. “Untuk jangka pendek ini hanya sekadar asumsi bahwa perempuan tidak merokok. Tetapi apabila diperlukan nantinya akan dievaluasi dan akan diberlakukan untuk perempuan juga,” tambah Suharto. Tidak hanya itu, Ia menjelaskan bahwa salah satu kriteria kampus maju yang beretika global adalah kampus yang memiliki peraturan tegas baik dalam hal kesehatan dan kebersihan. Larangan merokok merupakan sebagian
3 EKONOMIKA Edisi III
kecinya saja. “Dalam hal ini kita termasuk ketinggalan. Saya sudah menyampaikan ke rektor, agar rektor membuat peraturan rektor supaya fakultas-fakultas (lain) lebih mudah dalam menanganinya (larangan merokok-red),” jelasnya. Selanjutnya, apakah yang menjadi indikator kejujuran surat pernyataan tidak merokok? Apakah benar bahwa mahasiswa yang membuat surat adalah benar-benar bukan seorang perokok?. Menanggapi pertanyaan tersebut Suharto menjawab, “Belum tentu betul, saya tahu persis itu tapi tentu saja saya tidak punya bukti yang kuat bahwa mereka masih merokok. Harapannya pembinaan agama dan sebagainya dapat membuat mahasiswa tidak mudah membuat pernyataan-pernyataan yang tidak benar. Ada juga yang mengaku bahwa masih merokok, pengakuan seperti itu saya anggap baik, artinya mereka masih kooperatif.” Tidak berbeda jauh dengan wakilnya, selaku Dekan FE UII, Agus Hardjito menjawab, “Sampai sekarang kita tidak punya alat untuk memastikan kalau mahasiswa itu tidak merokok seperti alat untuk uji narkoba itu. Apalagi mengundang dokter untuk menguji. Kita masih menggunakan asumsi bahwa mahasiswa yang menulis surat pernyataan itu jujur,” ujar orang nomor satu di FE UII ini saat di temui di kantornya pada 22 April 2015 lalu. Meskipun dalam jangka pendek ini belum ada sanksi tegas yang dapat diberikan kepada mahasiswa. Untuk
civitas akademik lain, seperti dosen dan karyawan, bagi mereka yang melanggar, DP3(Daftar Penilaian dan Pelaksanaan Pekerja) akan tercoreng. Hal tersebut merupakan langkah ortodoks dalam memberikan contoh terdekat kepada mahasiswa. “Itu (DP3) bisa berpengaruh ke kompensasi yang mereka peroleh, itu menghambat pengembangan karir mereka. Kalo sampe ada yang bilang 'oh saya tak peduli dengan karir, jadi tak apa apa saya merokok' itu gak normal, semua orang pasti mau pengembangan karir yang positif,” jelas Agus Hardjito dalam menanggapi sanksi bagi setiap elemen kampus. Tidak asal melarang dan membuat kebijakan, prosedur tersebut ia korelasikan dengan landasan yuridis, yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 115 ayat (1) tentang Kesehatan dan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok, yang menyebutkan bahwa kriteria “kawasan bebas rokok” adalah fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lainnya. “Mahasiswa punya cukup uang untuk membeli rokok, itu kalo uang beli rokok diakumulasikan, besar lho,” tambah Agus Hardjito. Ketua DPM Universitas Islam Indonesia periode 2014/2015, Redho Teguh saat ditemui di Kampus Hukum pada Senin siang, 27 April 2015 justru
TELISIK berpendapat bahwa kebijakan ini dinilai terdapat muatan diskriminasi antara mahasiswa perokok dan tidak perokok. Menurutnya merokok adalah hak masing-masing, karena instrumen hukum di Indonesia memperbolehkan merokok asalkan pada tempat yang sudah disediakan dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan dispensasi SPP.
Re d h o s e n d i r i l e b i h m e m pertanyakan kenapa dekanat membuat syarat seperti itu karena tidak ada korelasinya, “Efek samping dari tidak adanya korelasi menyertakan persyaratan merokok itu malah terkesan seperti mempersulit. Ibaratnya gini, kamu sudah mandi atau belum mandi kalau berangkat kuliah? Kan lucu, apa hubungannya mandi tidak mandi dengan kuliah,” tambahnya. Terkait dengan peraturan surat tanda tidak merokok, mahasiwa FE UII baik yang sudah
pernah maupun yang belum pernah mengajukan dispensasi SPP banyak yang belum tahu. Muamar Mirza, mahasiswa akuntansi angkatan 2012 ini tidak setuju karena berpendapat bahwa uang yang digunakan untuk membayar SPP dan membeli rokok sumbernya berbeda. Dimana uang yang digunakan untuk merokok berasal dari uang saku bulanan yang tidak mengganggu uang SPP. Iyal (Ilmu Ekonomi 2012) yang mengaku tidak merokok dan sudah tahu peraturan baru berpendapat bahwa dispensasi SPP merupakan hak semua mahasiswa FE UII tanpa terkecuali, bukan hanya mahasiswa yang tidak merokok, “Ini hanya masalah ekonomi, jadi jika memang tujuan kampus untuk mendukung larangan bebas merokok maka tidak seharusnya membuat peraturan surat tanda tidak merokok, karena akan memberi batasan kepada mahasiswa. Belum adanya sosialisasi tentang kebijakan ini dari fakultas maupun DPM membuat keputusan ini seperti diambil tanpa adanya hak suara dari mahasiswa.” Lain lagi dengan mahasiswa manajemen angkatan 2012 yang bernama Yoga, ia mendukung peraturan kampus karena menurutnya kebijakan ini antimainstream, “Namun yang saya heran kenapa kebijakan ini tidak disosialisasikan terlebih dahulu sebelumnya, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan,” tutupnya.
Ilustrasi: Dimas -Ekon
Reporter: Affi, Mimin, Ridho, Gifari
EKONOMIKA Edisi III 4
WACANA Sopas, Angin Segar bagi Pasar Rakyat Oleh : Arini Nur Dyanah Zain dan Restin Septiana
“Sopas dibangun untuk menghidupkan kembali pasar tradisional. Komunitas ini berfokus pada pendidikan sumber daya manusia dan pedagang pasar tradisional.”
Foto: http://www.sekolahpasar.org/
M
enurut Prof. Dr. Mubyarto, sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat dalam prakteknya (Okezone.com 2014). Kesadaran akan pentingnya ekonomi kerakyatan masih belum bisa mengubah realitas yang terjadi, namun dengan tekad dan kemauan, semuanya pasti bisa. Ekonomi kerakyatan adalah salah satu warisan gagasan pendiri bangsa ini, yang mana sesuai dengan sistem dan struktur ekonomi yang terkandung dalam UUD 1945, yaitu: “Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran perorangan. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas ke-keluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi." Berawal dari riset gabungan antara Pusat Studi Ekonomi Kerakyataan Universitas Gadjah Mada (PUSTEK UGM) dan Lembaga Ombudsman Swasta Daerah Istimewa Yogyakarta (LOS DIY) yang mem-
5 EKONOMIKA Edisi III
bandingan antara pasar swasta (pasar modern) dan pasar tradisional (pasar rakyat). Dari riset tersebut memaparkan bahwa diantara keduanya terdapat 2 sistem ekonomi yang bertabrakan di Indonesia. Kemunduran pasar tradisional terlihat dengan banyaknya retail modern yang bermunculan, "Yang satu sistem ekonomi yang sifatnya kapitalistik di mana siapa yang punya modal bisa mengatur semuanya. Sedangkan sistem ekonomi yang satunya, kalau bisa dibilang sih hubungan sosialnya masih ada, terus hubungan komunal antar komunitasnya itu masih ada," jelas Istianto Ari Wibowo, Ketua Divisi Pendidikan Sekolah Pasar Rakyat saat ditemui Tim Ekonomika di Sekretariat Sekolah Pasar Rakyat. Itulah mengapa komunitas Sekolah Pasar Rakyat atau yang akrab disapa Sopas digagas dengan tujuan untuk menghidupkan kembali pasar tradisional yang berfokus pada pendidikan sumber daya manusia dan pedagang pasar tradisional. Sopas adalah sebuah program yang dibuat oleh PUSTEK UGM. Berada di bawah lembaga payung Mubyarto Institute, Sopas dibangun pada tahun 2012. Dalam hal edukasi, Sopas sudah pernah mengedukasi beberapa pasar
yang berada di daerah Klaten, Sleman, Bantul, Purworejo, dan kawasan Yogyakarta lainnya. Sopas periode pertama berlangsung pada bulan Februari hingga Juli 2012 dan dilaksanakan di pasar Kranggan Yogyakarta. "Iya, dulu ada kayak kelas dari Sekolah Pasar. Tapi itu sudah lama sekali ya, Mbak. Ya kayak pelatihan-pelatihan seperti itu memang perlu ya," ungkap Prapti, sekretaris Koperasi Rukun Agawe Santosa (RAS) Pasar Kranggan. Selain itu pada Juli 2012, Sopas mendapat mandat dari Ke-menterian Perdagangan untuk men-dampingi beberapa pasar, seperti pasar Cokrokembang di Klaten dan pasar Grabag di Purworejo. Ada pula bentuk kejasama lain dengan pemerintah yang bersifat event, riset gabungan, dan pelatihan langsung ke pedagang. Terdapat beberapa divisi di Sopas, yaitu Divisi Pendidikan yang di dalamnya mencakup pemberdayaan masyarakat yang akan mendampingi pedagang di pasar. Kemudian ada Divisi Social Marketing yang terkait dengan publikasi dan propaganda. Terdapat 3 sub divisi dalam Divisi Social Marketing, yaitu Produksi, Media, dan Publikasi. Lantas ada Divisi Riset, Jaringan Usaha dan Pengembangan Sumber Daya
WACANA TELISIK Manusia (PSDM). Sementara tiga program Sopas sendiri adalah edukasi, advokasi, dan organisasi. Namun dari ketiga program tersebut, edukasi adalah program Sopas yang dikedepankan. Meski begitu program lain juga tidak dikesampingkan, advokasi misalnya. Sekolah Pasar Rakyat bahkan pernah mengadvokasi pedagang-pedagang Sunday Morning (Sunmor) ketika terjadi konflik relokasi. "Pernah juga mengadvokasi pedagang-pedagang Sunmor pada saat relokasi dulu itu. Karena apa yang disosialisasikan dengan di lapangan tidak ketemu. Jadi mau tidak mau terjadi konflik," ungkap Istianto atau yang akrab dipanggil Antok. Pada program edukasi sendiri didalamnya terdapat tahapantahapan yang harus dilalui oleh pedagang pasar tradisional. Pada tahap pertama pedagang dituntut untuk bisa mengenal diri sendiri dan mengenal bisnis yang sedang dijalaninya. "Soalnya kalau dibilang, pengetahuan mereka bisa saja lebih pintar dari pada sarjana ekonomi atau teman-teman mahasiswa kita. Edukasi yang kita lakukan itu bukan kita mengajari mereka. Tapi sesuai kebutuhan mereka itu apa dan proses pengembangan mereka itu cocok dengan metode seperti apa," imbuh Antok. Setelah tahap mengenal diri sendiri kemudian adalah tahap mengenal orang-orang dalam jaringan pasar tradisional itu sendiri. Hal itu dilakukan untuk melihat dapatkah setiap elemen jaringan di pasar tradisional bekerja sama. Pada program edukasi tersebut terdapat 2 metode yang dijalankan di pasar. Yang pertama kelas pasar dan yang kedua adalah klinik pasar. "Kalau kelas pasar itu sifatnya diskusi (antara relawan Sopas dengan pedagang pasar). Kalau klinik pasar itu pendampingan di kios, los pasar, atau koperasi," jelas Antok. Proses awal sebelum
diskusi sendiri adalah pencarian data yang tidak sekadar membagikan kuisoner tapi juga dilakukan pendekatan dengan pedagang di pasar setelah survei. Dilanjutkan dengan sosialisasi terhadap temuan data tersebut. Proses pencarian data, survei, dan sosialisasi merupakan proses awal sebelum pembuatan kurikulum guna perumusan jangka panjang programprogram Sopas. Secara perumusan rencana jangka pendek, menengah maupun panjang dapat disimpulkan kurikulum tersebut memuat program mulai dari pendidikan dasar, kemudian revitalisasi pasar, bursa koperasi pasar, hingga akhirnya terwujudlah pasar mandiri. Sehingga pada proses edukasi awal setelah pengadaan kelas, pedagang dapat membandingkan teori dan prakteknya. Sementara sasaran tidak saja pada koperasi dan pedagang tapi juga pada pengelola pasar. Mampu atau tidak pengelola pasar memaksimalkan secara produksi, tempat yang nyaman bagi konsumen, tapi juga penataan tata letak kios atau los-los yang ada di pasar. "Ada juga programnya itu merapikan tempattempat di sini (tata letak kios-kios pedagang), nih di sini kan belum rapi," tutur Triyanto sebagai pengelola Pasar Potorono di Jl. Wonosari, sembari melihat sekeliling pasar menunjukan tata letak pasar yang dianggapnya kurang rapi. Sebagai bentuk follow up dari edukasi tersebut, Sopas juga membimbing pedagang untuk membentuk koperasi tanpa dana dari pihak mana pun selain dana yang mereka sediakan sendiri. Hal ini guna menguji seberapa besar keinginan mereka untuk survive dan kemampuan mereka dalam bekerja sama membangun koperasi tersebut. "Nah dari situ pelan-pelan awalnya dari pasarnya dulu, setelah terhubung kemudian ke koperasinya," tambah Antok. Pedagang juga dapat mengaplikasikan praktek edukasi dalam sistem keuangan antar koperasi dan pasar yang kemudian saling di-
hubungkan. Jadi, antar pasar dapat bertukar barang atau komoditi dagangan, menambah jaringan hingga ke pasar lain, dan mendapat informasi tentang supply dan demand. Sehingga pedagang-pedagang antar pasar itu dapat menentukan harga barang dagangannya sendiri sesuai dengan harga pasar yang kompetitif. Hal yang paling sulit dalam setiap proses edukasi adalah penentuan waktu dari setiap tahapan. "Kita kan tidak melihat hasil tapi proses. Tapi kalau yang ada tolak ukurnya itu tahap edukasi awal. Itu kurikulum awalnya biasanya tiga bulan," tandas Antok. Bentuk kelas dalam tahapan pertama tersebut berlangsung 1 kali seminggu atau 2 kali sebulan. "Kalau untuk pengembangan koperasi, kalau lembaganya sudah bagus ya kita lepaskan. Ada juga yang tiga tahun belum selesaiselesai," ungkap Antok. Di sisi lain, Antok mengungkapkan, "Kendala yang dihadapi Sopas dalam edukasi pasar ya paling jarak ya, soalnya yang mengerjakan ini kan mayoritas teman-teman mahasiswa dan mereka punya kesibukan masingmasing ditambah lagi dengan jarak yang jauh.” Bagi Sopas, Jogja adalah Kota Pendidikan dan Budaya. Sebagai Kota Pelajar, edukasi pasar di Jogja juga perlu. Kondisi pasar seharusnya lebih baik daripada pasar-pasar yang berada di daerah yang bukan Kota Pendidikan atau Budaya. Jangan sampai letak pasar yang berdekatan dengan perguruan tinggi memperlihatkan kondisi pasar tradisionalnya seperti tak terurus. Selain kondisi pasarnya harus tertata, keberlangsungannya juga perlu diperhatikan. Di sisi lain, hadirnya Sopas membawa angin segar bagi pedagangpedagang pasar rakyat. "Di kelas Sekolah Pasar kan dikasih pengarahan kayak penjualan dan banyak lagi lah. Ya akhirnya yang saya rasakan lebih bisa mengelola (usaha) dengan baik," tukas Sumarni, salah satu pedagang Pasar Potorono yang pernah mengikuti kelas Sopas selama 6 bulan. Reporter : Arini, Dinmas, Restin
EKONOMIKA Edisi III
6
SOSOK
Beqi, Humanis Masa Kini Oleh: Lita Rohma Dewi
“Cobalah untuk keluar dari zona nyamanmu dan lihatlah lingkungan di sekitarmu. Karena pelajaran hidup itu hanya bisa di dapat di sekelilingmu.”
N
foto: Dok. Beqi
9 EKONOMIKA Edisi III
amanya unik, Ahmad Baiquni. Begitulah dia memperkenalkan nama yang menurutnya sangat unik, sebab ada titik di tengah namanya. Baiquni adalah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) Jurusan Akuntansi angkatan 2011. Laki-laki yang akrab dipanggil Beqi tersebut bergabung dengan komunitas volunteer Save Street Children (SSC) sejak Juni 2013 lalu, yang merupakan tahun ketiga semenjak hadirnya SSC di jogja. Awalnya, Beqi mendapat tawaran dari salah seorang temannya yang telah lebih dulu bergabung di SSC. Pada saat bergabung di SSC, Beqi yang sebelumnya sempat menjadi salah satu anggota Magang LEM FE UII ini, bersama teman-temannya sesama volunteer SSC memperjelas struktur organisasi tersebut. Menurutnya, meskipun SSC adalah komunitas dimana volunteernya datang dan pergi dengan suka rela, setidaknya dengan adanya struktur yang jelas akan mempererat komunikasi dan koordinasi antar volunteer. Dalam struktur organisasi pertama di SSC, Beqi langsung menjabat sebagai sekretaris. Selain menjadi sekretaris, Beqi juga ikut berbaur dengan para anak jalanan dalam berbagai kegiatan SSC se-
TELISIK SOSOK bagaimana layaknya para volunteer. SSC merupakan sebuah komunitas peduli anak jalanan. Awal berdirinya SSC, mereka para volunteer SSC bergerak bersama anak jalanan untuk mengamen. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka menyadari bahwa mengamen bersama anak jalanan itu namanya membantu. Sedangkan yang mereka harapkan dari tujuan utama SCC adalah sesuai namanya, Save yang artinya menyelamatkan. Dari situlah mereka mulai membuka kelas dan berbaur dengan anak jalanan untuk memberikan pemahaman. Pemahaman dari SSC sendiri bervariasi, bisa berbentuk sharing bersama, advokasi, ekonomi kreatif, membantu anak-anak jalanan yang masih sekolah mengerjalan tugas sekolah, sains class, private class dan masih banyak lagi. Bahkan sekarang, SSC berencana akan mengupayakan penghidupan yang layak untuk para anak jalanan, seperti membantu membuatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) agar anak jalanan juga bisa mendapat kesetaraan derajat di negara dan ikut mendaftar di Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) untuk asuransi kesehatan mereka. "Kalau saya itu ya empati. Kalau empati itu kan artinya langsung tertarik, ingin mencoba merasakan apa yg dirasakan mereka." jawab Beqi saat ditanya tentang alasannya bergabung di SSC. Berawal dari rasa empati terhadap orang-orang yang tidak seberuntung dirinya dan adanya rasa tertantang dalam diri, membuat laki-laki yang gemar membaca itu akhirnya memutuskan untuk terjun langsung bersama SSC. Alasan yang klasik, namun sangat berpengaruh dalam hidupnya. Beqi juga memiliki sebuah motivasi humanisme yang memiliki arti mendalam. “Cobalah peka terhadap sekitar. Kita itu hidup bukan untuk makan dan kerja doang."
tidaknya sekarang dia dapat merasakan Memandang masa depan, sebuah dari kerja kerasnya. Di semester benarnya Beqi memiliki sebuat cita-cita delapan ini, Beqi telah mengajukan yang mulia, yaitu membangun sebuah proposal skripsinya dengan nilai akayayasan yang bisa membantu orang demik yang 'hampir' mencapai cumyang kurang mampu. Namun, dia juga laude walaupun dia aktif di luar kampus. menyadari, untuk mencapai cita-citanya Disini dia memberikan pelajaran penting itu, dia harus bekerja. Bagaimanapun bagi kita, sesibuk apapun kita dengan juga, jaman sekarang semuanya memhobi, jangan sampai hal itu mengbutuhkan uang. Itu hal mutlak yang hambat pendidikan. Karena bagaitidak dapat dipungkiri. Dan untuk manapun, menuntut ilmu merupakan memenuhi tuntutan materi tersebut, kewajiban yang penting. Beqi memutuskan untuk berwirausaha. Untuk orang-orang di sekitarnya Namun, Beqi lebih menginginkan mendia selalu berpesan, semasa muda jadi seorang socio entrepreneur. cobalah untuk aktif, kemudian peka Selain di SSC, laki-laki kelahiran terhadap lingkungan sekitar, serta Pekalongan, 19 Oktober 22 tahun yang cobalah untuk ikut merasakan apa yang lalu ini membangun bisnisnya di bidang dirasakan orang-orang yang kurang kuliner bersama keempat temannya. mampu. Karena masa muda adalah Bisnis roti bakar crispy (Robak Crispy) masa perjuangan. Masa yang akan adalah ide yang dicetuskan temannya menentukan bagaimana kita kedepanuntuk kegiatan expo mata kuliah bisnis. nya nanti, masa transisi sebelum kita Setelah expo, mereka berniat untuk benar-benar hidup mandiri dan berbaur melanjutkan bisnis tersebut karena dengan masyarakat sekitar yang kememandang bisnis itu cukup berpotensi adaannya berbeda-beda. menguntungkan. Namun, perlahan orang-orang diantaranya mundur. Hingga saat ini hanya 2 orang saja yang aktif menjalankan bisnis robak crispy tersebut. Beqi dan Tamsis, Discount sang owner utama pencetus bisnis 10% tersebut. Saat ditanya akankah mereka mengembangkan bisnis robak tersebut, Beqi tersenyum, “Kalau ingin mengembangin ya pengen si ya,” ujar Beqi. Namun, adanya kendala di pembuatan grobak membuat perluasan bisnis robak jadi sedikit terhambat. Diakui oleh temannya, Beqi bukanlah orang yang mudah menyerah pada keadaan, bahkan dia agak over action dimana dia akan langsung melakukan apa yang ingin dia lakukan. Hal ini terbukti dari pengakuan Beqi sendiri saat diwawancara, dia mengatakan kala kegiatan volunteer cukup padat berbarengan dengan padatnya jadwal kuliah, Beqi tetap menjalankan keduanya. Dia berusaha tidak meninggalkan kewajibannya untuk tetap kuliah dan menyalurkan minatnya sebagai volunteer. Se-
EKONOMIKA Edisi III
10
INFO KAMPUS
Mahasiswa Berbicara Oleh: Departemen Advokasi LEM FE UII
Foto: Ageng -Ekon
Foto: Ageng -Ekon
B
anyak dari para mahasiswa yang mungkin bertanya. Apakah sudah sebanding antara biaya kuliah yang telah dibayarkan dengan fasilitas yang kita dapatkan?. Misalnya, kita bisa melihat dari biaya Caturdarma, SPP, ujian kompre, dan KKN yang terus meningkat namun seperti tak diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan dan fasilitas kampus. Lalu bagaimana tanggapan mahasiswa FE UII terkait keadaan tersebut? Untuk mengetahui tanggapan mahasiswa tentang keadaan fasilitas kampus yang ada, maka pada tanggal 9,10,11, dan 22 Desember 2014 Departemen Advokasi LEM FE UII melakukan
11 EKONOMIKA Edisi III
penyebaran lembar aspirasi mahasiswa di beberapa lokasi. Lokasi penyebaran tersebut berada di kelas Manajemen Operasi, Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Strategik, Manajemen Keuangan, Magister Manajemen, dan kelas Ekonomi Islam. Lembar aspirasi ini dilakukan dengan menggunakan sampel masingmasing 100 orang dari setiap jurusan yang ada di FE UII. Dari lembar tersebut, terdapat 2 aduan yang paling banyak muncul, yaitu aduan terkait fasilitas kampus yang muncul sebanyak 84 kali. Kemudian terkait Wifi kampus sebanyak 47 kali. Departemen advokasi LEM FE UII
telah memproses lebih lanjut lembar aspirasi yang telah kita sebar kesetiap kelas-kelas dari berbagai macam jurusan ekonomi, baik Akuntansi, Manajemen dan Ilmu Ekonomi. Dari lembaran tersebut cukup banyak mahasiswa yang mengeluhkan kualitas pelayanan dan fasilitas kampus. Keluhan tersebut meliputi transparansi dana SPP, jaringan WiFi, keramahan karyawan, dan kuota mahasiswa yang tidak seimbang dengan fasilitas kampus. Dengan terkumpulnya lembar aspirasi dari mahasiswa FE UII, Departemen Advokasi LEM FE UII melakukan diskusi dengan Dekan FE UII pada tanggal 22 Januari 2015. Diskusi ini berkaitan dengan keluhan mahasiswa terhadap kualitas pelayanan dan fasilitas kampus. Menurut Dekan FE UII, sudah ada rencana pembangunan fasilitas seperti, pembangunan gedung tiga lantai, pelebaran masjid, pembuatan taman untuk mahasiswa berdiskusi, perenovasian kamar mandi, peremajaan fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar mahasiswa seperti komputer, kursi, mikrofon, AC (Air Conditioner) yang sudah tidak layak lagi untuk digunakan. Sedangkan fasilitas olahraga, dekan menganjurkan kepada para mahasiswa untuk menggunakan fasilitas olahraga yang ada di kampus pusat, dikarenakan tidak adanya lahan lagi untuk pembangunan fasilitas olahraga.
TELISIK INFO KAMPUS Dekan menginisiasikan untuk penerapan presensi elektronik untuk mahasiswa dan dosen FE UII serta akan membentuk tim standarisasi kelas yang berfungsi untuk menilai kelayakan kelas yang ada di FE UII secara berkala. Dekan juga menghimbau para mahasiswa untuk mengajukan pembelian buku yang bermutu kepada progam studi untuk menambah koleksi buku perpustakaan FE UII. Dalam hal lain, permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah lahan parkir yang sangat kurang memadai untuk kendaraan mahasiswa. Namun hal tersebut merupakan tanggung jawab Badan Wakaf, sehingga LEM FE UII masih harus berkoordinasi dengan LEM Universitas untuk membahas permasalahan ini secara lebih men-
dalam. Selain masalah fasilitas kampus, masalah mengenai pelayanan karyawan FE UII banyak dikeluhkan oleh mahasiswa. Dekan berinisiasi untuk mengubah sistem pelayanan loket yang sudah ada saat ini menjadi lebih baik, di mana mahasiswa dapat bertatap muka secara langsung dengan karyawan loket seperti pada customer service bank. Segala bentuk pelayanan pada loket akademik sebenarnya tidak dipungut biaya apapun, namun dekan akan melihat kembali SOP pelayanan pada loket tersebut. Kenaikan biaya ujian komprehensif juga banyak dikeluhkan oleh mahasiswa, namun dekan mengatakan bahwa biaya tersebut telah diatur oleh ketetapan rektor. Diskusi ini adalah segelintir kecil usaha dari Departemen Advokasi LEM
FE UII untuk menyampaikan keluh kesah mahasiswa terhadap segala kekurangan kualitas pelayanan dan fasilitas kampus yang harus ditingkatkan dan diperbaiki. Semoga hasil diskusi dan aspirasi teman-teman yang telah kami sampaikan kepada dekan segera ditindaklanjuti oleh pihak kampus, agar kita bisa mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak kita, yang sesuai dengan besarnya biaya yang telah kita bayarkan untuk menempuh pendidikan di FE UII. Departemen Advokasi LEM FE UII menghimbau kepada seluruh mahasiswa FE UII untuk mari bersama-sama terus mengontrol kebijakan yang dilakukan oleh pihak kampus. Jangan sampai uang yang kita bayarkan mengalir menuju tempat yang salah.
Foto: Ageng -Ekon
EKONOMIKA Edisi III
12
OPINI
Mei Oleh : Scanles Fundy Wilma
“
“
Terdidik lah mulai dari hati, otak, lalu perbuatan.
13 EKONOMIKA Edisi III
Nasional Tamansiswa. Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional hingga Indonesia merdeka. Wajah pendidikan dewasa ini sudah sangat terkikis. Sistem yang bergeser membuat pendidikan menjadi mesin kanibal pencetak mesin. Manusia dididik untuk menjadi mesin industri, berorientasi pada industri, bahkan menjadi arena pacu perlombaan pencapaian nilai atau gelar. Kita yang mengenyam pendidikan kebanyakan tidak sadar kenapa harus mengorbankan tenaga, waktu, dan materil untuk bersekolah. Kita melakukan semua alur yang mengharuskan kita menelan hafalan selama 12 tahun lebih, Ilustrasi: Ayu Puspita -Ekon
A
pakah kau tidak mera s a g e l i s a h m e nyambut Bulan Mei? Apakah kau merasa malu meriuhkan perayaan hari yang dianggap sebagai awal revolusi pendidikan? Dan kebangkitan rasa mengejar ketertinggalan bangsa? Dinding-dinding media sosial ramai dengan kampanye yang begitu retoris atas nama nasionalisme. Sekolah tingkat dasar, menengah, hingga atas melakukan upacara dengan berbagai cara. Hanya itu cara kita merayakan? Melakukan hal-hal simbolis dengan tema pendidikan dan kebangkitan? Sahabat, 2 Mei bukan semata harus diingat, dan 20 Mei bukan semata untuk dilihat. Dua hari bersejarah, melewati pergolakan intelektual yang begitu masif. Kita harus menjadikan hari tersebut sebagai langkah titik balik atas kerusakan-kerusakan yang kita hasilkan.
Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan agar manusiamanusia bangsa bisa menjunjung nilainilai kebijaksanaan. Beliau mendirikan sebuah perguruan bercorak nasional yang bernama National Onderwijs Institut Tamansiswa atau Perguruan
TELISIK OPINI mendapatkan gelar atau lembar ijazah, lalu mendapat pekerjaan, kemudian menikmati materi dari pekerjaannya, dan mati. Bukan itu yang Ki Hajar Dewantara harapkan. Pendidikan bukan stimulus untuk otak, pendidikan adalah gizi untuk jiwa. Beliau menginginkan anak-anak bangsa bisa berpikir sebagai seorang terdidik. Terdidik mulai dai hati, otak, lalu perbuatan. Terdidik adalah memiliki nilai-nilai kehidupan yang baik, memiliki filosofis keilmuwan yang mendalam, dan bertindak sebijaksana mungkin. Begitu fundamental bukan sebuah pendidikan? Tapi kita selalu diajarkan untuk menghafal lembarlembar teori. Atmosfer dan stigma yang tertanam membuat kita berlomba untuk sebuah pencapaian. Dan demi pencapaian, kita melakukan segala hal, baik halal atau haram. Pendidikan saat ini tidak mengajarkan untuk beramal dan membangun, pendidikan mengajarkan kita untuk mengeruk segala peluang dan menghabiskan apa yang bisa dieksploitasi. Tidak ada keikhlasan di dalam otak, tubuh, bahkan hati untuk pergi ke sekolah. Dan beberapa tenaga pengajar tak kalah pragmatis. Baginya, mengajar adalah pekerjaan, menggugurkan kewajiban untuk pundi-pundi rupiah. Lalu bagaimana sang regulator? Untuk beberapa dari mereka, pendidikan adalah lahan basah untuk “bisnis”. Pendidikan digerogoti dari hulu ke hilir, sakit, nyaris sakit jiwa. Indonesia menjadi peringkat 103 dunia, negara yang dunia pendidikannya diwarnai aksi suapmenyuap dan pungutan liar. Jika kita tidak terdidik, bagaimana mau bangkit? Sutomo, dr. Tjipto Mangunkusumo, dr. Douwes Dekker, dan yang lainnya memperjuangkan rasa bangkit untuk mengejar ketertinggalan bangsa melalui pendidikan. Mereka semua
memperbaiki lini pendidikan, mereka melawan kebodohan dan pembodohan, guna bangkit dari ketertinggalan. Kebangkitan Nasional ditandai dengan peristiwa penting, yang salah satunya yaitu berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Dimotori Sutomo, tujuan berdirinya Budi Oetomo adalah guna menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa. Ketertinggalan hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun yang disebabkan pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya. Bangkit dalam konteks nasionalisme adalah bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan, dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia. Mari kita bangkit, kita tenun kembali kain-kain pendidikan yang sobek teruarai. Kau dan aku, kita semua, adalah yang bertanggung jawab atas keterkikisan wajah pendidikan hari ini. Buat anak dan cucu kita menjadi manusia-manusia bangsa yang menyambut bulan Mei dengan sebenar-benarnya. Kita wariskan mereka pendidikan yang benar-benar mendidik. Buat mereka menjadi terdidik lalu bangkit, bangkit melawan ketertinggalan bangsa, bangkit melawan kebodohan dan pembodohan. Buat mereka terbebas dari rantai-rantai industri yang mencekik leher. Bangsa kita punya banyak manusia, jangan sulap mereka menjadi mesin. Mari kita ajarkan bangsa kita berpikir seperti manusia, bukan berpikir seperti mesin. Luar biasa bukan Bulan Mei? Ia menyimpan dua titik kemerdekaan, terdidik dan bangkit, maka kita akan merdeka. Selamat menyambut Bulan Mei, selamat menyambut Hari Pendidikan Nasional, selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Muliakanlah Anak-anakmu dan Baguskanlah Pendidikan Mereka (H.R. At-thabrani dan Khatib)
Dari
Keluarga untuk
Bangsa
EKONOMIKA Edisi III
14
NEWSYOGKARTO SOSROWIJAYAN Kampung Turis ala Djokja Oleh : Abdul Aziz P.A, Ayu Puspita D., Phalini Herman
fron : Gu Foto
“Sosrowijayan, kampung turis yang terletak di paru-paru Yogyakarta. Kampung yang tak melunturkan kejogjaannya ini menyuguhkan penginapan terjangkau nan menyatu dengan penduduk.” Foto: Afifudin
B
erawal dari pembicaraan ringan mengenai banyaknya lokasi wisata yang dimiliki oleh kota Yogyakarta, lalu kami penasaran. Dimanakah mereka para wisatawan asing yang tertarik dengan aset hiburan yang dimiliki oleh Jogja, berdomisili selama di Jogja? Apakah mereka menetap dalam jangka waktu yang lama ataukah berpindah-pindah. Pemikiran pertama kami terpusat pada hiruk-pikuk lalulalang berbagai jenis ras yang tersebar di paru-paru Yogyakarta, Malioboro. Perjalanan dimulai dari sepanjang jalanan Malioboro. Disana kami bertemu dengan banyak wisatawan luar negeri. Rasa penasaran pun semakin mengkerucut pada sebuah pertanyaan, dimana sebenarnya mereka tinggal. Sampai pada akhirnya timbullah pemikiran untuk mengikuti saja langkah mereka. Mereka yang kami maksud ini adalah turis yang berpenampilan sangat se-
15 EKONOMIKA Edisi III
derhana tanpa tas punggung yang selalu mereka gendong layaknya backpacker yang sering kita lihat. Dengan seksama kami memperhatikan turis-turis yang terus berjalan, sambil menyiulkan iringan nada. Tak lama kemudian turis yang kami cari muncul dari kejauhan. Berjalan menuju arah utara, menelusuri riuhnya suasana Malioboro. Tak gampang untuk mengimbangi ritme langkah mereka dari belakang supaya tidak kehilangan jejak. Tak jarang kami bersenggolan dengan para penjual maupun pembeli demi menjaga sosok itu agar tetap terpagar mata. Hingga pada akhirnya, langkah panjang kami terbawa memasuki suatu wilayah perkampungan. Seketika kami merasa berada di Eropa. Berdiri tegak membingkai setiap sudut indera penglihatan, bangunanbangunan kuno nan klasik. Banyak turis yang berlalu-lalang dengan ciri khasnya
yaitu cara jalan mereka yang cepat, ditambah hiruk-pikuk suara bule dengan bahasa mereka yang beragam. Namun, ada sesuatu yang mengusik pemandangan kami. Kok ada becak yang terlihat seperti beradu kecepatan dengan turis yang berjalan. Kok ada angkringan, dengan nasi kucingnya yang menggunung karena baru saja buka. Sebenarnya, sedang berada dimana kami? Sebentar… biarkan kami sejenak mengingat. Kami rasa, baru tadi sore memasuki kawasan Malioboro. Melangkah mundur untuk mendapatkan suatu informasi. Oh, ternyata kami tengah memasuki sebuah gang dengan gapura yang bertuliskan Sosrowijayan. Lagi-lagi sebuah tanda tanya besar mengganggu pikiran kami, sebenarnya ada apa dengan Sosrowijayan? Rasa penasaran yang begitu menyesakkan kalbu ini memaksa kami untuk bertanya pada salah seorang laki -
NEWSYOGKARTO TELISIK laki yang merupakan penduduk setempat. Untuk mengetahui Sosrowijayan lebih lanjut, lelaki setengah baya itu mengarahkan kami untuk bertemu dengan Ketua Rukun Tangga (RT)-nya. Arahannya menuntun kami menuju sebuah rumah sederhana. “Sosrowijayan Wetan telah dikenal sebagai Kam-pung Turis sejak tahun tujuh puluhan,” ungkap Supri, Ketua RT yang telah menjabat selama 40 tahun (19752015) di kampung turis tersebut. Dahulu, awal mulanya disebut kampung turis karena adanya satu turis yang berkunjung ke Jogja pada tahun tujuh puluhan. Kebetulan ada satu keluarga yang mempersilahkan kediamannya dijadikan tempat penginapan oleh turis tersebut. Kemudian ketika turis itu meninggalkan Indonesia, rekan-rekan dari turis tersebut silih berganti berdatangan ke kampung ini. Seiring berjalannya waktu, kampung ini pun menjadi semakin ramai dengan banyaknya wisatawan asing yang terus datang untuk berkunjung dan berwisata di tanah Jogja ini. “Jadi kalau tidak salah namanya bapak Suparman yang pertama kali mempersilakan tamu turis untuk menginap di rumahnya,” tambah Supri di sela-sela perbincangannya dengan kami. Selain Sosrowijayan ada tempat lain yang dikenal pula sebagai kampung turis, Prawirotaman namanya. Saat ditanya apa yang membedakan antara Sosrowijayan dengan Prawirotaman, Supri menyebutkan bahwa Sosrowijayan khas dengan kesederhanaannya dan penginapan-penginapan yang relatif murah. Penginapan di kampung ini lebih menyatu dengan penduduk karena kebanyakan terletak di dalam gang. Tentu hal itu memberi kelebihan karena para turis dapat berinteraksi secara langsung dengan penduduk setempat. Hal tersebut berlawanan dengan Prawirotaman yang kebanyakan menyediakan penginapan kelas atas.
Selain keunggulannya dengan penginapan murah nan menyatu dengan penduduk, Kampung Turis Sosrowijayan juga menyediakan fasilitas bookshop. Sebagian besar buku yang dijual di bookshop tersebut adalah novel berbahasa Inggris dan tak ketinggalan juga bukubuku berbahasa Indo-nesia. Ada pula money changer, warnet, wartel, persewaan sepeda motor dan mobil, agen travel, café serta tak luput untuk tetap eksis, café AC alam alias angkringan. Tidak hanya itu, dari data yang kami dapatkan lewat situs yogyes.com bahwa kampung Sosrowijayan juga menawarkan kursus membatik. Kini, tempat kursus membatik yang ditawarkan oleh salah satu penginapan di gang itu tengah sepi sehingga dapat dimanfaatkan untuk belajar membatik lebih intensif. Tak jauh dari penginapan itu, terdapat pula studio batik yang dikelola oleh seorang warga Sosrowijayan. Jenis batik yang digarap di studio tersebut adalah batik lukis, seperti yang di temukan di kampung Taman, sebelah Komplek Istana Air Tamansari. Nilai lebih batik lukis adalah warnanya yang lebih bervariasi dan bercorak masa kini. Kursus membatik dan studio batik tersebut merupakan cara masyarakat guna melestarikan budaya Jogja. Hal itu juga digunakan untuk menarik perhatian para turis agar dapat mempelajari budaya kita yang beraneka ragam. Oleh sebab itu, dengan kedatangan dan keberadaan para turis di kampung ini lah yang menjadikan Sosrowijayan dikenal sebagai kampung turis.
Foto: Iqbal
Foto: Rifan Reporter: Ayu P, Phalini, Ageng
EKONOMIKA Edisi III
16
OASE
Nongkrong Bareng Jangan Gosip ! Oleh : Nafisah Arinilhaq
“
“
Ada baiknya jika pembicaraan semakin mengarah pada gossip, cara yang terbaik adalah menghindarinya.
T
idak sedikit dari kita dapat meluangkan waktunya hanya sekedar untuk minum teh atau kopi bareng teman, atau yang biasa kita sebut dengan istilah nongkrong bareng sambil ngeteh atau ngopi. Bagi kebanyakan orang, nongkrong bareng tentu saja menjadi ajang refereshing untuk mengisi waktu kosong guna melepas penat akan kesibukannya dalam dunia sehari-hari. Sayangnya, sering kali kita jumpai arah dari kegiatan perbincangan dalam nongkrong bareng tersebut malah melenceng dari sekedar melepas beban, tetapi justru ke arah yang bersifat negatif. Perlu kita ketahui, nongkrong bareng adalah kegiatan yang positif untuk menyambung tali silaturahmi. Kegiatan ini juga menyadarkan kita untuk tidak terlalu sibuk mencari dunia masing-masing. Kesadaran bersosial dan peduli dengan orang lain juga dapat tumbuh pada kegiatan seperti ini. Walaupun tidak rutin, nyatanya kegiatan ini selalu dinantikan oleh orang-orang tertentu. Awalnya, dalam nongkrong bareng kita hanya bertemu untuk bercerita mengenai permasalahan yang kita alami. Kemudian, tiba-tiba saja pembicaraan berbelok ke satu arah yang
17 EKONOMIKA Edisi III
Ilustrasi: Ayu Puspita -Ekon
tidak kita ketahui secara pasti darimana sumbernya. Dalam konteks ini, yang secara umum terjadi adalah mengaitkan seseorang untuk dijadikan bahan pembicaraan. Seketika itu juga, kita seperti teringat apa saja yang terkait pada seseorang yang kita bicarakan. Bisa jadi kebaikannya ataupun keburukannya. Menggunjing atau menggosip secara stereotype, menjadi makanan renyah dalam kegiatan nongkrong
bareng tersebut. Gosip bisa diartikan dengan membicarakan orang lain tanpa sepengetahuannya. Manusia memang diciptakan dengan pikiran yang membuatnya akan terus bertanya-tanya alias penasaran. Terkadang kita merasa sulit untuk mengontrol pembicaraan hingga akhirnya kita terus saja bergumam untuk mencari desas-desus. Padahal jika kita kaji menurut Islam, hal tersebut sangat merugikan. Di satu sisi kita tidak mengetahui kebenaran yang
TELISIK OASE terjadi, di sisi lain ada pihak yang kita dzalimi akibat kita bercerita yang tidak sesuai. Sudah jelas sabda Rasulullah mengenai menggunjing orang lain. Beliau bersabda : "Ketika aku dinaikkan ke langit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, "Wahai Jibril, siapa mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka." Abu Dawud berkata, " Yahya bin Utsman menceritakannya kepada kami dari Baqiyyah, tetapi tidak disebutkan di dalamnya nama Anas. Telah menceritakan kepada kami Isa bin Abu Isa As Sailahini dari Al Mughirah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Mushaffa." Dari sabda diatas terlihat sekali bahwa membicarakan orang lain atau yang biasa kita sebut dengan gosip merupakan perbuatan yang berbahaya dan dianalogikan seperti memakan daging saudara kita sendiri. Banyak orang yang salah persepsi bahwa gossip itu masih dianggap hal yang wajar, karena ia hanya menceritakan kembali dan mengatakan bahwa itu salah satu bentuk dari sharing. Padahal kenyataannya benar atau salah tetap
saja gossip. Ada baiknya kita ikut sertakan orang yang menjadi topik agar terhindar dari fitnah atau persepsipersepsi yang salah. Atau bahkan janganlah mengundang topik-topik yang tidak ada manfaatnya atau justru merugikan. Dalam Islam pembicaraan yang mengarah pada membicarakan orang lain yang tidak mereka ketahui adalah perbuatan dosa. Memang bukanlah suatu dosa besar bila harus dibandingkan dengan syirik. Tetapi, jika mulut ini sudah berbicara maka sulit untuk menghentikannya apalagi jika terbawa nafsu dalam diri. Hingga kita tidak mengetahui bahwa dosa kita akan terus menumpuk layaknya gunung yang menjulang tinggi. Sungguh hal ini akan merugikan diri kita yang terus berusaha untuk diridhai oleh-Nya. Disebutkan dalam Al-Quran yang berbunyi : ََ ْ َ أﺣﺪﻛﻢ َ ْ َ وﻻ ْ ﯾﻐﺘ ﻀﺎ أَﯾ ُِﺤ ﱡ أﺧﯿﮫ ً ﻀﻜﻢ َﺑْﻌ ْ ُ ُ ﺐ َﺑْﻌ َ ُ ْ َ أن ُْ ُ َ َ ﺐ ِ ِ َ ﺤﻢ َ ْ ﯾﺄﻛﻞ َﻟ ﱠ ﱠ ُ ﱠ ُ ً َ ْ ﱠ َ َ َْ ٌ ﺗﻮا رﺣﯿﻢ ﷲ ﱠ ِ َ ب ُ ِ ﻣﯿﺘﺎ َ ﷲ ِإن َ ﻓﻜﺮھﺘﻤﻮهُ َواﺗﻘﻮا ٌ “Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).” [QS Al Hujurat: 12] Memang sulit untuk menghindari
hal semacam gosip di kehidupan yang serba modern seperti saat ini. Kita bisa terlena dengan buaian kata-kata yang belum tentu benar dan akhirnya kita pun ikut terjerumus ke dalam jurang kerugian. Sulit untuk lepas dari lingkaran gosip karena ketakutan akan dicemooh teman-teman nongkrongnya atau bahkan dianggap tidak “seru” lagi. Namun perlu digaris bawahi Allah Maha Mengetahui dan Maha Penerima Taubat. Tak perlu takut untuk jadi berbeda asalkan tetap berada di jalan yang benar dan diridhai Allah. Mungkin saja perubahan berawal dari dirimu. Maka hindarilah gosip dari kehidupan kita. Jika kita membicarakan sesuatu yang benar, maka hal tersebut bisa menjadi ghibah. Dan ketika kita membicarakan sesuatu yang salah, maka fitnah lah yang ada dalam pembicaraan tersebut. Ada baiknya jika pembicaraan semakin mengarah pada gosip, cara yang terbaik adalah menghindarinya. Carilah waktu lain untuk berjumpa. Selain itu kita juga bisa membelokan arah pembicaraan ke arah yang benar. Daripada harus membuang waktu untuk hal seperti itu, lebih baik melakukan hal-hal positif yang bermanfaat tanpa mendapatkan dosa akibat menggosip. Maka, lamban laun akan kita dapat terhindar dari bahaya menggunjing orang lain. Jadikanlah nongkrongmu bermanfaat, no gossip!
Marhaban Yaa Ramadhan 1436 H
EKONOMIKA Edisi III
18