Jurnal Ilmiah Kopertis Wilayah IV
MASYARAKAT ‘KAMPUNG KOTA’ – LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN UPAYA PERBAIKANNYA ( Studi Kasus Kampung Kota Di RW-09 & RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka - Kota Bandung )
Udjianto Pawitro Teknik Arsitektur – FTSP Institut Teknologi Nasional Bandung ABSTRAK - Di kota-kota besar di Indonesia tengah terjadi fenomena ‘kampung kota’ yang melibatkan sebagian masyarakat penghuninya. Fenomena kampung kota pada dasarnya berlangsung atau terjadi seiring dengan dua proses penting yang terkait dengan ‘the urban areas’, yaitu: (a) proses urbanisasi, dan (b) proses urbanisme. Proses urbanisasi berlangsung dengan terjadinya perpindahan penduduk yang berasal dari kawasan pedesaan menuju kawasan perkotaan. Proses urbanisme berlangsung akibat adanya perubahan budaya masyarakat bersifat pedesaan menjadi masyarakat bersifat perkotaan (the urban society). Dalam membahas fenomena kampung kota pada dasarnya menyangkut dua aspek penting yang tidak dapat lepas didalamnya, yaitu: (a) aspek sosial-budaya dari masyarakat kampung kota, dan (b) aspek sosial-ekonomi masyarakat kampung kota. Pada permukiman kampung kota terdapat masyarakat yang masih mempertahankan budaya ‘kampung’, maka secara fisikal kondisi permukiman yang terjadi terlihat: tidak terencana, tidak tertata / teratur dan cenderung terlihat kusam atau kumuh akibat kurang terawat atau terpelihara. Bahasan masyarakat kampung kota terkait dengan aspek sosial ekonomi pada dasarnya menyangkut tiga hal penting, yaitu: (a) jenis pekerjaan atau mata pencaharian, (b) besar penghasilan atau pendapatan, dan (c) prioritas dari pengeluaran / pembiayaan dalam keluarga. Berkait dengan bidang perumahan-permukiman, aspek sosial ekonomi dari masyarakat kampung kota akan berhubungan dengan tiga hal penting, yaitu: (a) besar dana / tingkat kemampuan menyisihkan dana untuk pemeliharaan rumah tinggal, (b) kemampuan keluarga dalam merawat / memelihara rumah tinggal serta (c) tingkat kemampuan keluarga dalam pemeliharaan rumah tinggal secara periodik. Dalam penelitian ini dibahas tiga topik utama, yaitu : (a) mengenal fenomena kampung kota, dan (b) melihat kondisi sisial-ekonomi masyarakat kampung kota, dan (c) mengamati kondisi permukiman masyarakat kampung kota. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif secara topikal. Penelitian ini mengangkat studi kasus: permukiman dan masyarakat kampung kota di RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka Kota Bandung. Kata kunci : kampung kota, sosial-ekonomi masyarakat, permukiman. ABSTRACT - In the big cities in Indonesia is occurring ‘urban campoong’ phenomenon involving some community inhabitants. The urban campoong phenomenon lasted the village is basically in line with two important processes associated with the urban areas, namely : ( a) the process of urbanization , and ( b ) the process of urbanism. The process of urbanization taking place with the occurrence of migration from rural areas to the urban areas . Urbanism process takes place as a result of changes in the culture of rural communities are becoming urbanized society.
234
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
In discussing the phenomenon of ‘uban campoong’ basically involves two important aspects that can not be separated therein, namely: (a) socio-cultural aspects of urban kampoong society, and ( b ) socio- economic aspects of urban campoong society. In the settlement of urban cmpoong society there are people who still maintain a culture of 'campoong’. The physical condition of the settlement that occurred look : un-well-planned, not organized and tends to look dull or dirty - due to poorly maintained. The urban campoong community discussion related to the socio-economic aspects are basically involves three important things , namely : ( a) the type of job or livelihood of society, (b )the ammont of income of the society, and ( c) the priority of spending or the priority of financing in the family. In relation to the housing and settlement areas, socioeconomic aspects of the urban campoong community will related to three important things, namely: (a) the large of funds or the ability level of funding set aside for residential maintenance , (b) the ability of the family in caring or maintenance of the homes and (c) the level of the family's ability to stay home maintenance periodically. In this study addressed three main topics, namely : ( a) to recognize the phenomenon of the urban campoong, and ( b ) to see the social-economic conditions of the urban campoong community, and (c) to observe the condition of the urban campoong community settlement. The method used in this research is descriptive analysis method with topical. This research raised the case study : the urban campoong community and its settlement in the RW-09 and RW-11 of Block Sekepondok – Padasuka - Bandung. Keywords : urban campoong, socio-economic of communities, its setlement. PENDAHULUAN Pada decade 1980 s/d 2010-an, pertumbuhan dan perkembangan di wilayah perkotaan (urban areas) mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat terutama di kawasan kota-kota besar di dunia termasuk pula kota-kota besar di Indonesia. Sebagai misal kota-kota besar : Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar (Ujung Pandang), dsb. yang secara nyata mengalami partumbuhan wilayah yang sangat pesat. Dalam periode antara tahun 1980-an s/d 2010-an banyak kota-kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Untuk beberapa kota besar di Indonesia pertumbuhannya mencapai tingkat kota metropolitan. Beberapa faktor pendorong dari pertumbuhan kawasan kota diantaranya adalah : (1) laju pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, (2) laju urbanisasi ke kawasan perkotaan yang tinggi, (3) perubahan budaya kehidupan dari corak masyarakat rural ke masyarakat bercorak urban (perkotaan) yang dikenal sebagai proses ‘urbanisme’, (4) makin mahal atau makin tingginya harga jual lahan di kawasan perkotaan, (e) tingginya intensitas penggunaan lahan / tanah untuk kawasan perkotaan, (f) serta tingginya daya tarik ekonomi kawasan perkotaan (lihat pula Hall, 2000). Faktor utama meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan kawasan kota, khususnya untuk kota-kota besar di Indonesia setidaknya terdapat tiga faktor, yaitu: (a) tingginya tingkat urbanisasi di kawasan perkotaan, (b) proses beralihnya masyarakat pinggir kota menjadi kawasan kota besar akibat adanya perluasan area atau wilayah kota, dan (c) daya tarik ekonomi dari kawasan kota yang tinggi menyebabkan area pinggir kota terimbas menjadi kawasan kota. Sedangkang proses urbanisme atau adanya perubahan budaya masyarakat urban, pesat dan lambatnya bergantung pada tingginya tingkat pengaruh dari kota-kota besar sebagai kota induknya.
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
235
Kota dalam pengertian ‘perkotaan’ yang dalam bahasa Inggrisnya disebut ‘urban’, pada dasarnya lebih membahas tentang apa dan bagaimana perkotaan dan permasalahan yang melingkupinya. Sedangkan kata ‘kota’ dalam pengetian lingkungan fisik dalam bahasa Inggris disebut ‘city’. Ada dua kata penting yang berkaitan erat dengan pemahaman ‘urban’ atau perkotaan, yaitu: (a) urbanisasi, serta (b) urbanisme. Urbanisasi diartikan sebagai proses perpindahan penduduk desa ke daerah atau kawasan perkotaan secara fisikal. Sedangkan ‘urbanisme’ diartikan sebagai fenomena atau peristiwa dari proses sosio-kultural masyarakat bercorak perdesaan ke arah masyarakat yang bercorak perkotaan (lihat pula : Salim, 2010). Masyarakat kampung kota yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia pada dasarnya merupakan hal menarik untuk diamati dan dibahas. Fenomena kampung kota pada dasarnya menyangkut aspek sosial-budaya dan sekaligus aspek sosial-ekonomi yang melingkupi keseluruhan penduduk kampung kota. Selain untuk mengamati dan membahas kondisi sosialbudaya dan sosial ekonomi pada masyarakat kampung kota di kawasan perkotaan, juga menarik untuk mengamati dan mencermati latar-belakang serta proses terjadinya ‘urbanisme’ yaitu proses perubahan budaya yang melibatkan pola perilaku dan kebiasaan hidup masyarakat kampung kota. TUJUAN PENELITIAN Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap atau membahas tiga hal penting yang berkaitan dengan judul utama penelitian, yaitu: (a) Apa fenomena ‘kampung kota’ di kota-kota besar di Indonesia, (b) Mengamati kondisi ‘sosial ekonomi’ dari masyarakat kampung kota, dan (c) Mengamati kondisi permukiman dari masyarakat kampung kota. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian berupa metode analisis deskriptif yang dilakukan secara topikal. Adapun tiga topik utama dalam penelitian ini adalah (a) mengamati proses fenomena ‘kampung kota’ yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, (b) mengamati aspek ‘sosio-ekonomi’ pada masyarakat kampung kota, dan (c) mengamati kondisi permukiman dari kampung kota. Untuk mendukung pembahasan dalam penelitian ini dilakukan kegiatan persiapan berupa Survey Lapangan dengan kegiatan penyebaran kuesioner (jumlah responden = 40 kk) dan pengambilan di lapangan. Studi kasus dalam penelitian ini diangkat permukiman dan masyarakat kampung kota di RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka - Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung. Tinjauan Teorotik : Fenomena Kampung Kota dan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Kampung Kota a) Fenomena Masyarakat Kampung Kota. Masyarakat kampung kota (the urban campoong society) adalah kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan yang tetap mempertahankan budaya ‘kampung’ di kawasan tempat tinggalnya. Akibat mempertahankan budaya ‘kampung’ didalam kehidupan sehari-harinya, maka tatanan fisik kawasan kampung kota cenderung tidak tertata dengan baik, cenderung kumuh atau kusam serta cenderung tidak teratur. Masyarakat kampung kota pada dasarnya masih tetap ada mendiami kawasan perkotaan yang pada awalnya berupa kampung (villages) dan kemudian berkembang menjadi kampung di kawasan perkotaan.
236
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
Upaya mengungkap masyarakat kampung kota terutama di kawasan kota-kota besar di Indonesia, adalah bermiripan dengan kondisi yang ada di negara-negara sedang berkembang lainnya. Yaitu menyangkut persoalan sosial ekonomi masyarakat dengan keterpinggiran atau marjinalisasi dari masyarakat kampung kota. Marjinalisasi masyarakat kampung kota diakibatkan karena tidak dapat mengikuti perkembangan budaya kota dan perkembangan ekonomi kota yang ada. Persoalan sosial budaya pada masyarakat kampung kota, lebih disebabkan oleh pola mempertahankan budaya kampung akibat tidak banyak berubahnya kondisi sosial-budaya. Kampung kota yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, pada dasarnya merupakan hal yang menarik untuk diamati dan dibahas. Fenomena kampung kota pada dasarnya menyangkut aspek sosial-budaya dan sosial-ekonomi dari keseluruhan warga masyarakat kampung kota yang akan diamati. Aspek sosial-budaya yang diamati dalam masyarakat kampung kota pada dasarnya meliputi aspek-aspek : etnik, suku bangsa, agama atau kepercayaan, pola perilaku (bihaviour) dan kebiasaan sehari-hari (habits) dari masyarakatnya. Aspek sosial-ekonomi masyarakat kampung kota yang dibahas meliputi aspek-aspek : mata pencaharian atau jenis pekerjaan, tingkat pendapatan atau besar penghasilan, prioritas pembiayaan dalam keluarga, prioritas pembiayaan dalam keluarga, tingkat kemampuan untuk menabung (menyisihkan uang/pendapatan), tingkat kemampuan untuk merawat atau memelihara rumah, tingkat kemampuan pembiayaan untuk menyisihkan dana guna merawat atau memelihara rumah, kemampuan pemeliharaan rumah secara periodek, dsb. (Udjianto Pawitro, 2012). Fenomena masyarakat kampung kota dan lingkungan permukimannya di kota-kota besar di Indonesia, pada dasarnya merupakan hal yang menarik untuk diamati dan dibahas. Dalam mengungkap fenomena kampung kota pada dasarnya melibatkan atau menyangkut aspek sosial-budaya dan sosial-ekonomi dari keseluruhan warga masyarakat kampung kota yang diamati. Latar belakang dan penyebab dari kondisi sosial-budaya dan sosial ekonomi dalam skala yang lebih luas yaitu kawasan perkotaan (urban areas) menjadi penting dan menarik untuk dibahas sebagai bagian dari masyarakat perkotaan (the urban societies). Persoalan sosial ekonomi dan sosial budaya yang menimpa masyarakat kampung kota seperti misalnya : terdapatnya kawasan kumuh (slumb areas), perumahan atau permukiman yang ’tidak teratur’ dan ‘tidak tertata-baik’, kawasan kampung kota cenderung menjadi kumuh atau kusam akibat rumah-rumahnya tidak terpelihara dengan baik. Kondisi sarana dan prasarana kawasan lingkungan permukiman yang tidak memadai serta kondisi lingkungan permukiman yang kurang sehat – memperburuk lingkungan fisikal dari permukimannya. b) Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Kampung Kota. Bahasan berkaitan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat kampung kota, mempunyai tujuan antara lain untuk mengetahui dan mengenal berbagai aspek yang terkait didalamnya. Aspek-aspek yang terkait didalamnya antara lain: (a) aspek sosial : ikatan sosial dan pola kekerabatan, (b) pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari, (c) pola kebiasaan atau ‘habits’ yang biasa dilakukan oleh anggota keluarga, dan (d) nilai dan orientasi kehidupan yang masih tetap dipertahankan dalam keluarga atau kerabat. Sedangkan dalam aspek ekonomi yang terkait didalamnya antara lain adalah : (a) mengetahui jenis pekerjaan / mata pencaharian, (b) tingkat pendapatan atau ;penghasilan dari kepala keluarga, (c) prioritas dari pengeluaran dalam keluarga, dan (d) tingkat kemampuan dana untuk memelihara rumah (tempat tinggal). Tujuan utama diketahui dan dikenalnya kondisi social-ekonomi dari masyarakat kampung kota dalam bidang arsitektur khususnya
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
237
sub-bidang perumahan dan permukiman, adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan keluarga dalam memelihara / merawat rumah (tempat tinggal)-nya. Bagi kelompok masyakarat dengan penghasilan terbatas yaitu kelompok sosial-ekonomi menengah ke bawah, maka didapat catatan bahwa kelompok ini mempunyai batasan atau limitasi kemampuan untuk dua hal penting. Kedua hal penting dimaksud adalah : (a) keterbatasan dalam menyisihkan dana atau pendapatannya untuk memelihara rumah atau tempat tinggalnya. (b) keterbatasan dalam kemampuan merawat dan memelihara rumah (tempat tinggal)-nya secara periodic yang diangap wajar. Oleh karena itu dalam masyarakat kampung kota, dengan adanya keterbatasan dua hal diatas, kondisi fisik permukiman kampung kota menjadi kurang terawat atau kurang terpelihara. Akibatnya banyak areal kampung kota dimaksud yang merubah menjadi kawasan kumuh (kusam). Untuk membahas kondisi sosial-ekonomi dari masyarakat kampung kota di kota-kota besar di Indonesia, perlu untuk merinci variabel yang termasuk didalamnya. Setidaknya unttuk mengenal variabel dalam aspek sosial-ekonomi masyarakat, yaitu: (a) jenis pekerjaan / mata pencaharian dari kepala keluarga, (b) tingkat pendapatan atau besar penghasilan dalam keluarga, dan (c) prioritas dari pembiayaan atau pengeluaran dalam keluarga. Sedangkan yang berkaitan dengan bidang perumahan-permukiman, khususnya aspek pemeliharaan rumah (tempat tinggal) - variabel-variabel yang berkaitan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat kampung kota, adalah: (a) berapa besar dana yang dapat disisihkan untuk memeliharaa rumah (tempat tinggal), (b) tingkat pengeluaran untuk pemeliharaan rumah (tempat tinggal) dalam struktur pengeluaran keluarga, dan (c) periode waktu (tenggang waktu) dalam pemeliharaan rumah (tempat tinggal). Dilihat dari kurun waktu atau periodik dalam pemeiharaan atau perawatan rumah (tempat tinggal), kondisi yang wajar atau baik atau normal adalah dua hingga tiga tahun sekali diadakan kegiatan perawatan dan pemeliharaan rumah. Tentu saja hal di atas akan sangat bergantung pada kemampuan keluarga dalam menyisihkan dana atau penghasilannya untuk keperluan pembiayaan perawatan dan pemeliharaan rumah. Data Lapangan A) Deskripsi Lokasi Masyarakat Kampung Kota: Lokasi : RW-09 dan RW-11 Kelurahan : Blok Sekepondok – Kelurahan Padasuka Kecamatan : Cibeunying Kidul Kota : Bandung. Jumlah kepala keluarga (KK) yang menjadi responden dalam penelitian ini : 40 KK. Tanggal Penyebaran Kuestioner : 10 Mei 2015 s/d 10 Juli 2015. B) Foto Kondisi Permukiman Kampung Kota di RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka – Kecamatan Cibeunying Kidul - Kota Bandung.
Gambar 1. Kondisi Rumah Di Gang Kretek II Permukiman Sekepondok – Bandung.
238
Gambar 2. Kondisi Permukiman Kampung Kota Dimana Rumah Sebagai Warung Lingkungan.
Gambar 3. Kondisi Permukiman Dimana Rumah Tidak Terpelihara Dengan Baik.
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
Gambar 4. Kondisi Rumah Tinggal Yang Kurang Terpelihara Dengan Baik
Gambar 5. Kondisi Bibir Sungai Cidurian – Dimana Kanan-Kiri Terlihat Permukiman Padat.
Gambar 6. Kondisi Anak Sungai Cidurian Yang Surut pada saat Kemarau.
Gambar 7. Kondisi Permukiman Yang Padat Huni Di Blok Sekepondok – Bandung.
Gambar 8. Kondisi Rumah Tinggal dengan Kavling Yang Sempit serta Sangat Padat.
Gambar 9. Pada Beberapa Rumah Tinggal Terlihat Pemeliharaan Yang Kurang.
Tabel 1. data Kuesioner Kondisi Sosio-Ekonomi Masyarakat Kampung Kota, Jenis Pekerjaan / Mata Pencaharian Jenis Pekerjaan / Mata Pencaharian a) Menganggur / Tdk Ada Pekerjaan) b) Sektor Informal / Buruh / Tidak Tetap. c) c) Pegawai Swasta (Sektor Formal) d) Pegawai Negeri (PNS) e) Wirausaha / Dagang, dsb.
Jumlah 1 orang 18 orang 12 orang 2 orang 7 orang
Prosentase 2,50 % 45,00 % 30,00 % 5,00 % 17,50 %
Tabel 2. Jumlah / Besar Penghasilan atau Pendapatan dari Responden Jumlah Prosentase Jumlah / Besar Penghasilan atau Pendapatan a) Dibawah Rp 500.000,- / bulan 2 orang 5,00 % b) Rp 501.000,- s/d Rp 1.000.000,- / bulan 12 orang 30,00 % d) c) Rp 1.001.000,- s/d Rp 1.500.000,- / bulan 20 orang 50,00 % d) Rp 1.501.000,- s/d Rp 2.000.000,- / bulan 5 orang 12,50 % e) Rp 2.001.000,- s/d Rp 2.500.000,- / bulan 1 orang 2,50 % e) Lebih dari Rp 2.500.000,- / bulan -- orang 0.00 % Tabel 3. Prioritas atau Konsentrasi Dalam Pembiayaan (Pengeluaran) Keluarga Prioritas Dalam Pembiayaan (Pengeluaran) Jumlah Prosentase a) Prioritas I - Untuk Biaya Kebutuhan Dasar (Makan) 34 orang 92,50 % b) Prioritas II - Untuk Biaya Pendidikan & Kesehatan 31 orang 87,50 % f) c) Prioritas III - Untuk Biaya Kebutuhan Transportasi. 28 orang 80,00 % d) Prioritas IV- Untuk Biaya Pemeliharaan Rumah. 12 orang 30,00 % a) Prioritas V - Untuk Tabungan, Cadangan & Rekreasi. 4 orang 10.00 % Tabel 4. Kondisi Usia Rumah / Tempat Tinggal Pada Saat Ini Kondisi Usia Rumah / Tempat Tinggal : Jumlah a) Kondisi Rumah Sangat Tua (Usia rumah > 35 tahun) 4 rumah b) b) Kondisi Rumah Tua(Usia rumah 25 tahun s/d 35 tahun) 19 rumah
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
Prosentase 10.00 % 47,50 %
239
g) c) Kondisi Rumah Cukup Tua (Usia rumah 15 s/d 25 tahun) d) Kondisi Rumah Sedang (Usia rumah 5 s/d 15 tahun) e) Kondisi Rumah Masih Baru (Usia rumah < 5 tahun)
14 rumah 3 rumah -- rumah
35,00 % 7,50 % 0.00 %
Tabel 5. Kondisi Tingkat Pemeliharaan Dari Rumah (Tempat Tinggal) Kondisi Tingkat Pemeliharaan Rumah (Tempat Tinggal) Jumlah Prosentase a) Kondisi Sangat Tidak Terawat (Tidak Ada Perawatan) 3 rumah 7,50 % b) Kondisi Tidak Terawat 15 rumah 37,50 % c) c) Kondisi Cukup Terawat 17 rumah 42,50 % d) Kondisi Terawat 4 rumah 10,00 % e) Kondisi Terawat Baik. 1 rumah 2,50 % Tabel 6. Kondisi Tingkat Pemeliharaan Rumah Dilihat Dari Aspek Pembiayaan Tingkat Pemeliharaan Rumah Dari Aspek Pembiayaan Jumlah Prosentase a) Kondisi Sangat Sulit Untuk Pemeliharaan Rumah 5 rumah 12,50 % b) Kondisi Sulit Untuk Pemeliharaan Rumah 19 rumah 47,50 % c) c) Kondisi Sedang/Cukup Untuk Pemeliharaan Rumah 13 rumah 32,50 % d) Kondisi Baik Untuk Pemeliharaan Rumah 2 rumah 5,00 % e) Kondisi Sangat Baik Untuk Pemeliharaan Rumah 1 rumah 2,50 %
Sumber : Data Survey Lapangan (10 Mei s/d 10 Juli 2015). ANALISIS / PEMBAHASAN (a) Pembahasan Fenomena Kampung Kota Femonema kampung kota yang terjadi di area RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung ini dapat dilihat dari sejarah perkembangan dan latar-belakang terjadinya kampung kota tersebut. Dari sejarah perkembangannya, kampung kota ini berawal dari masyarakat pendatang yang mengalami proses urbanisasi dan kemudian berhuni di lokasi kampung kota Blok Sekepondok Kota Bandung. Proses pembentukan kampung kota di lokasi yang diamati dimulai pada awal tahun 1960-an yang kemudian berkembang pesat pada era 1970 s/d 1980-an menjadi kawasan permukiman padat huni. Para pendatang tersebut mendatangi kota Bandung, dengan mendiami area tanah milik sebagian penduduk kawasan yang mempunyai lahan cukup luas. Para pemilik lahan tersebut kemudian menjualnya kepada para pendatang dengan cara membagi-bagi lahan yang tersisa kedalam luasan lahan yang cukup sempit. Para pendatang yang membeli tanah atau lahan dari pemilik lahan sebelumnya berasal dari kota-kota sekeliling kotamadya Bandung dan kota-kota besar di Jawa Barat. Tujuan utama dari para pendatang (para urbanis) tersebut terutama sekali untuk mencari pekerjaan yang lebih layak di kawasan perkotaan. Mereka sebagian besar dari para pendatang menaruh harapan besar untuk dapat hidup layak di wilayah kota Bandung. Seiring dengan berjalannya waktu, serta kemampuan keuangan mereka yang terbatas, mereka secara sendiri-sendiri berupaya mendirikan bangunan sementara yang ‘ala kadarnya’ yang bersifat ‘tidak tetap’ atau ‘temporer’. Beruntung bagi mereka yang dapat membeli lahan atau tanah dari para pemilik sebelumnya – mereka dapat dengan leluasa membangun rumah tempat tinggal dengan kualitas yang lebih baik. Sebagian dari para pendatang tersebut mereka menyewa tanah-tanah milik Pemerintah Kota Bandung dengan biaya sewa yang masih terjangkau. Di atas tanah milik Pemerintah Kota Bandung tersebut (sekitar tahun 1960 s/d 1970-an) mereka mendirikan rumah tempat tinggal untuk berhuni.
240
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
Para penghuni kawasan atau areal ini dapat dikatakan ‘ilegal’ atau ’semi-legal’ karena mereka menduduki tanah milik Pemerintah Kota atau dengan cara menyewa pada pihak Pemerintah Kota. Dari segi hukum sebagian dari mereka ada yang melanggar hukum’ karena tidak disertai kepemilikan yang sah dari tanah yang mereka huni. Kejadian ini terus berlangsung hingga dekade tahun 1980-an dimana mereka sering disebut ‘penghuni liar’ yang menyebabkan terjadinya kawasan kumuh di perkotaan. Pihak Pemerintah Kota Bandung kemudian mulai sadar bahwa banyak lahan milik Pemda Bandung yang diduduki dan dihuni secara tidak sah, inilah awal-mula dari terbentuknya kampung kota. Dengan terjadinya proses urbanisasi yaitu peristiwa perpindahan penduduk dari kawasan pedesaan menuju kawasan perkotaan serta terjadinya fenomena ‘urbanisme’ – masyarakat kampung kota dari hari ke hari terus tumbuh dan berkembang. Terjadinya femonema ‘urbanisme’ yang berlangsung di kawasan ini berlangsung lamban secara sosial-budaya, dikarenakan sebagian dari masyarakat kampung kota lambat untuk beradaptasi dengan perubahan budaya kota yang terus berkembang. Masyarakat kampung kota di blok Sekepondok Kelurahan Padasuka ini sebagian ada yang mengalami ‘marjinalisasi’, terutama faktor penyebabnya adalah sebagian masyarakat tidak mampu mengikuti perubahan pesat di bidang ekonomi kawasan perkotaan. Akibatnya terjadi lambatnya adaptasi masyarakat kampung kota terhadap perubahan budaya kota dan perkembangan ekonomi kawasan perkotaan, sebagian masyarakat kampung kota Blok Sekepondok Kelurahan Kota Bandung ini mengalami proses ‘terpinggirkan’ (economic and cultural marginalization). Permukiman kawasan Sekepondok ini sebagian berkembang dan berubah menjadi kawasan kusam atau kawasan kumuh (the urban slumb areas). Kawasan permukiman Blok Sekepondok ini pada dekade 1970 s/d 1980-an berumabh menjadi kawasan padat huni perkotaan, dimana kawasan ini mempunyai tingkat kepadatan hunian ‘sangat padat’ yaitu dengan kepadatan lebih dari 180 jiwa / hektar. (b) Pembahasan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Kampung Kota. Dilihat dari jenis pekerjaan atau mata pencaharian dari 40 responden yang menjadi masyarakat kampung kota di RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung, didapat data sebagai berikut: (a) terbanyak kesatu adalah Sektor Informal / Buruh / Karyawan Tidak Tetap sebanyak 45%, (b) terbanyak kedua adalah Pegawai Swasta / Sektor Formal sebanyak 30%, (c) terbanyak ke-tiga adalah Wirausaha atau Dagang sebanyak 17,5%. Sisanya PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 5 % dan sebanyak 1 orang = 2,5% adalah Menganggur / Tidak Ada Pekerjaan Tetap. Melihat pada jumlah penghasilan atau pendapatan dari responden (total responden = 40 KK), didapat kondisi sbb.: (a) terbanyak pertama yaitu sebesar 50% responden mempunyai penghasilan antara Rp 1.001.000,- hingga Rp 1.500.000,- perbulan, (b) terbanyak kedua yaitu 30% responden mempunyai penghasilan antara Rp 501.000,- hingga Rp 1.000.000,- perbulan, (c) terbanyak ketiga yaitu sebanyak 12,50% mempunyai penghasilan antara Rp 1.501.000,hingga Rp 2.000.000,- perbulan. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 5% responden mempunyai penghasilan dibawah Rp 500.000,- perbulan, kemudian sebanyak 2,50% responden berpenghasilan diantara Rp 2.001.000,- hingga Rp 2.500.000,- perbulan. Berdasar kondisi diatas maka didapat angka rata-rata penghasilan responden adalah sebesar Rp 1.187.5000,- perbulan. Melihat pada prioritas dalam struktur pembiayaan atau struktur pengeluaran keluarga, didapat urutan-urutan sbb.: (a) Prioritas I - Untuk Biaya Kebutuhan Dasar Keluarga (Sandang-Pangan) sebesar 92,50 % responden, (b) Prioritas II - Untuk Biaya Pendidikan &
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
241
Kesehatan, sebesar 87,50 % responden, (c) Prioritas III - Untuk Biaya Kebutuhan Transportasi / Mobilisasi Keluarga sebesar 80,00 % responden, (d) Prioritas IV- Untuk Biaya Pemeliharaan Rumah hanya sebesar 30,00 % dari responden, dan (e) Prioritas V - Untuk Tabungan, Cadangan & Rekreasi – dengan besaran 10,00 % dari responden. Berdasarkan pada prioritas /konsentrasi pembiayaan dalam keluarga, maka pembiayaan untuk pemeliharaan rumah (tempat tinggal) merupakan prioritas tingkat ke-IV (tingkat kuarter) bagi responden di kawasan kampung kota yang diberada di RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka Kota Bandung. (c) Aspek Kondisi Permukiman Masyarakat Kampung Kota. Hasil pengamatan di lapangan berupa observasi visual menggunakan pengamatan foto terhadap kondisi perumahan dan permukiman serta lingkungannya dari masyarakat kampung kota di wilayah RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok kelurahan Kecamatan Cibeunying Kidul kota Bandung didapat gambaran kondisi sebagai berikut: Penyebaran dari masyarakat kampung kota untuk kawasan RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul kota Bandung, keadaannya tersebar secara tidak merata dengan kondisi terpencar disebagian besar wilayah Blok Sekepondok. Keberadaan masyarakat kampung kota pada dasarnya akan identik dengan keadaan permukiman dan perumahan yang cenderung dalam keadaan kumuh (kotor) yang dikenal dengan ‘slumb areas’. Kawasan permukiman kumuh yang ada serta tetap eksis dan dihuni oleh sebagian besar masyarakat kampung kota disebabkan karena rendahnya kondisi kesehatan lingkungan hal ini jelas terlihat pada permukiman penduduk yang berada di sekitar bantaran sungai Cidurian. Lahan dimana permukiman kumuh yang dihuni oleh sebagian besar warga masyarakat kampung kota, pada awalnya berupa tanah adat serta tanah girig yang berasal dari turuntemurun atau dari orang tua mereka. Sebagian besar dari lahan tersebut diduga berupa memiliki surat keterangan tanah yang bentuknya bukan surat sertifikat tanah. Adanya pemecahan lahan atau split lahan untuk dijual ataupun diwariskan menjadikan bentuk lahan menjadi tidak teratur dan tidak tertata dengan rapih. Akibat dari hal diatas bentukan permukiman di kawasan kampung kota cenderung tidak tertata dan tidak teratur, karena tidak ada perencanaan awal dari kawasan permukimannya. Dari data hasil penyebaran kuesioner kepada 40 kepala keluarga di kawasan permukiman yang diamati didapat data sebagai berikut : (a) terbanyak pertama, usia rumah antara 25 tahun hingga 35 tahun sebanyak 47,50 %, (b) terbanyak kedua, usia rumah antara 15 tahun s/d 25 tahun yaitu sebanyak 35,00 %, (c) terbanyak ketiga, yaitu usia rumah lebih dari 35 tahun sebanyak 10,00% dan sisanya yaitu (d) usia rumah antara 5 tahun s/d 15 tahun sebanyak 7,50%. Dengan demikian, jika diambil umur rumah tinggal rata-rata untuk seluruh responden 20 hingga 30 tahun atau tepatnya 26,20 tahun. Kondisi rumah atau tempat tinggal dari masyarakat kampung kota di wilayah yang di survey cenderung dalam kondisi antara permanen (tetap) hingga kondisi tidak permanen (mudah berubah). Kondisi struktur bangunan dan jenis bahan bangunan yang digunakan pada umumnya berupa: dinding bata (yang telah berumur tua/ lama), konstruksi atap dari bayu dan bahan penutup atap berupa genteng tanah liat, sedangkan pondasi bangunan pada umumnya berupa pondasi batu-kali sederhana. Diperkirakan umur dan keawetan rumah / tempat tinggal mereka-pun beragam, antara: 20 hingga 25 tahun saja. Melihat kondisi tingkat pemeliharaan atau perawatan dari rumah tinggal di kawasan kampung kota di RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul kota Bandung ini, didapat gambaran kondisi sbb.: terbanyak pertama dalam
242
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
kondisi ‘tidak terawat’ yaitu sebanyak 47,50 % (15 rumah), terbanyak kedua dalam kondisi ‘cukup terawat’ sebesar 42,50 % (17 rumah), terbanyak ketiga dalam kondisi ‘terawat’ sebanyak 10,00 % (4 rumah). Sisanya adalah dalam kondisi ‘terawat baik’ sebesar 2,50 % (1 rumah) dan dalam kondisi ‘tidak terawat’ sebesar 7,50 % (3 rumah). Dari kondisi diatas didapat rata-rata kondisi tingkat perawatan atau pemeliharaan rumah adalah antara kondisi ‘tidak terawat’ hingga kondisi ‘cukup terawat’. Dilihat dari aspek pembiayaan pada kegiatan pemeliharaan atau perawatan rumah tinggal, didapat gambaran sebagai berikut : (a) terbanyak pertama dari responden dalam kondisi ‘sulit pemeliharaan‘ untuk pemeliharaan rumah (pemeliharaan sekitar 4 (empat) tahun sekali) yaitu sebesar 47,50 % atau sebanyak 19 rumah, (b) terbanyak kedua dalam kondisi ‘cukup / sedang’ (pemeliharaan sekitar 3 (tiga) tahun sekali) yaitu sebesar 32,50 % atau sebanyak 13 rumah. (c) terbanyak ketiga dalam kondisi ‘sangat sulit’ (pemeliharaan 5 s/d 6 tahun sekali) yaitu 12,50 % atau sebanyak 5 (Lima) rumah, dan yang terakhir dalam kondisi ‘baik / terpelihara’ (pemeliharaan sekitar 2 (dua) tahun sekali yaitu sebesar 5,00 % atau sebanyak 2 (dua) rumah. Secara kuantitatif didapat angka rata-rata kondisi tingkat pemeliharaan adalah kondisi ‘sulit’ dengan pemeliharaan sekitar 3,75 hingga 4 (empat) tahun sekali. Dari data lapangan didapat besaran angka / besaran biaya yang dapat disisihkan untuk kegiatan pemeliharaan atau perawatan rumah sbb.: sekitar +/- 4% hingga 5% dari penghasilan perbulan yang dapat disisihkan atau 0,04 x Rp 1.187.500,- = Rp 53.200,- hingga 0,05 x Rp 1.187.500,-. Jika rata-rata kemampuan memelihara atau merawat rumah didapat angka 4 tahun (= 48 bulan) sekali, maka perkiraan biaya yang dapat disisihkan untuk satu kali periode pemeliharaan rumah adalah = 48 x ( Rp 47.500,- hingga Rp 59.375,-) didapat besaran Rp 2.280.000,- hingga Rp 2.850.000,-. KESIMPULAN Urbanisme atau proses perubahan budaya masyarakat kampung kota pada dasarnya terjadi seiring dengan dua peristiwa penting lainnya, yaitu: (a) urbanisasi atau proses berpindahnya penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, serta (b) proses pembentukan kawasan perkotaan yang terjadi di kota-kota besar. Fenomena urbanisme dapat dilihat sebagai fenomena yang bersifat sosio-kultural maupun yang bersifat sosio-ekonomis. Fenomena urbanisme secara sosiologis difokuskan pada proses perubahan kultur atau budaya ataupun kebiasaan (habits) serta perilaku dari orang-orang yang membentuk masyarakat perkotaan. Penyebaran dari masyarakat kampung kota untuk kawasan RW-09 dan RW-11 Blok Sekepondok kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul kota Bandung, keadaannya tersebar secara tidak merata dengan kondisi terpencar-pencar disebagian besar wilayah Blok Sekepondok. Keberadaan masyarakat kampung kota pada dasarnya akan identik dengan keadaan permukiman dan perumahan yang cenderung dalam keadaan kumuh (kotor) yang dikenal dengan ‘slumb areas’. Kawasan permukiman kumuh yang ada serta tetap eksis dan dihuni oleh sebagian besar masyarakat kampung kota disebabkan karena rendahnya kondisi kesehatan lingkungan hal ini jelas terlihat pada permukiman penduduk yang berada di sekitar bantaran sungai Cidurian. Kondisi perumahan dan permukiman di kawasan kampung kota Blok Sekepondok terlihat kurang tertata dengan baik, tidak teratur serta cenderung kurang terpelihara dengan baik. Akibat dari hal tersebut kondisi permukiman yang ada cenderung menjadi lingkungan yang kusam, kumuh dan kotor. Dengan istilah lain muncul permukiman kumuh atau ‘the sumb areas’. Kondisi kesehatan lingkungan di kawasan permu-kiman dari masyarakat kampung kota ini cenderung rendah atau buruk. Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
243
Kondisi sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang ada juga masih terbatas, mengingat jumlah penduduknya yang banyak serta tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Ketersediaan prasanana umum permukiman yang dinilai cukup penting adalah: (a) sarana supply air besih atau air minum, (b) sarana cuci - mandi – kamus (MCK), (c) sarana pembuangan air kotor dan drainase air hujan, dan (d) sarana pembuangan sampah. Melihat kondisi permukiman khususnya kondisi rumah tinggal di wilayah yang diamati didapat kondisi sbb.: (a) terbanyak ( 47,50%) dari rumah-rumah berumur 25 tahun s/d 35 tahun atau kondisi ‘tua’, (b) angka rata-rata umur bangunan rumah tinggal didapat 26,20 tahun, (c) kondisi tingkat pemeliharaan atau perawatan rumah tinggal adalah ‘tidak terawat’ (47,50%), dan (d) kondisi rata-rata dari perawatan atau pemeliharaan rumah tempat tinggal adalah ‘cukup sulit’ perawatan, serta (e) kondisi rata-rata tingkat perawatan atau pemeliharaan rumah tinggal di lokasi kampung kota yang diamati adalah ‘kurang terawat’ atau ‘rendah perawatan’. Jika dilihat aspek pembiayaan untuk kegiatan perawatan dan pemeliharaan rumah (tempat tinggal), didapat kondisi sebagai berikut : (a) terbanyak responden (47,50%) dalam kondisi ‘sulit pemeliharaan’ karena prioritasnya hanya pada Prioritas IV atau Kuarter, (b) rata-rata periode waktu untuk pemeliharaan rumah tempat tinggal terbanyak (47,50%) dalam waktu 4 (empat) tahun sekali, serta (c) kemampuan menyisihkan dana / uang untuk biaya pemeliharaan rumah atau tempat tinggal di kisaran 4-5% dari pendapatan bersih perbulan. Dalam satu periode perawatan atau pemeliharaan rumah tinggal (yaitu 4 tahun sekali) didapat dana / uang yang dapat disisihkan sebesar Rp 2.280.000,- hingga Rp 2.850.000,-. Upaya perbaikan perumahan dan permukiman di kawasan kampung kota, dapat dilakukan antara lain dengan: (a) meningkatkan kemampuan menabung atau menyisihkan dana dari penghasilan bersih kepala keluarga, (b) meningkatkan akses terhadap sumber-sumber keuangan di tingkat Kelurahan atau Kecamatan (seperti: BPR, Koperasi Simpan Pinjam, Pegadaian, dan sebagainya.), (c) meningkatkan pengetahuan terhadap aspek teknis-teknologis dalam pemeliharaan rumah tempat tinggal sehingga kegiatan perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan dapat berhasil-guna, serta (d) meningkatkan peran-serta anggota masyarakat guna melaksanakan kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana lingkungan permukiman. DAFTAR PUSTAKA Dieter Evers, Hans & Korff, Rudinger, (2002) : Urbanisme Di Asia Tenggara: Makna dan Kekuasaan Dalam Ruang-ruang Sosial, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hall, Peter & Pfeiffer, Ulrich, (2000) : Urban Future 21 : A Global Agenda For 21th Century Cities, E & FN Spon Publishing Company, New York. Match, C. Richard (editor), (1984) : The Scope of Social Architecture, Van Norstrand – Reinhold, Co., New York. Suparti, A Salim (editor), (2010) : Mengusik Tata Penyelenggaraan Lingkungan Hidup Dan Permukiman (70 Tahun Tjuk Kuswartojo), KBK Perumahan & Permukiman SAPPK ITB, Bandung. Udjianto Pawitro, (2012) : Menelaah Fenomena Masyarakat Kampung Kota Sebagai Bagian Dari Emphatic Architecture (Studi Kasus Kampung Kota Di RW-07 Kelurahan Gumuruh Binong Jati Kota Bandung), (Makalah), Seminar Nasional Toward The Emphatic Architecture, Jurusan Arsitektur FT Universitas Kristen Petra, Surabaya, 4-5 Mei 2012 Udjianto Pawitro, (2012) : Masyarakat Kampung Kota: Kondisi Permukimannya Dan Upaya Perbaikan Lingkungan Kampung Kota (Studi Kasus RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya
244
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung), (Makalah), Seminar Pembangunan Jawa Barat, Jarlit Jabar dan LPPM Unpad, Jatinangor, 14-15 Juni 2012. RIWAYAT PENULIS Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI. - Staf Pengajar (Lektor Kepala) Kopertis Wilayah IV pada Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, 1989 – sekarang. - Staf Pengajar Luar Biasa pada Jurusan Teknik Arsitektur FTSP Institut Teknologi Bandung (ITB), 1995-2001.-Research Head Group pada I3APS (Indonesian Institute for Integrated Assesment and Policy Studie), Jakarta-Bandung, 2002 – 2009. - Research Head Group pada IIDS (Indonesian Institute for Development Studies), Bandung, 2009 – sekarang. - Pengurus Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Barat, (a) Bidang Pendidikan Arsitektur (2003-2005), (b) Bidang Pengkajian Arsitektur (2005-2008) dan (c) Bidang Pengabdian Jasa Profesi (20011-2014). - Anggota Profesional IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Nomor . 4701 - Anggota Profesional IAP (Ikatan Ahli Perencanaan) Nomor : 89.114
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 2 Agustus 2017
245