Mas}lah}}ah Scorecard (MaSC) Sistem Kinerja Bisnis Berbasis Maqa>s}id al-Shari>’ah
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Doktor (S3) Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Achmad Firdaus NIM 09.3.00.0.08.01.0060
Promotor Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MA. Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Rab semesta alam. Yang Maha Memiliki Ilmu. Yang Maha Memberi Kenikmatan. Yang Maha Memberi Kemaslahatan. KepadaNyalah Syukur selalu dipanjatkan. KepadaNya, segala harapan disandarkan. Salawat dan salam semoga selalu tercurah ke haribaan Nabi Besar Muhammad SAW, qudwah h}asanah bagi kita semua. Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orangorang yang berserah diri". QS al-Ahqaf 46: 15 Dalam kesempatan ini, peneliti menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: Ibunda Hj. Rokayah, yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, mengajarkan, mendidik, dan mencontohkan kepada peneliti tentang hidup dan kehidupan, tentang target hidup, doa, syukur, dan peningkatan hidup. Almarhum Agus Sirad, ayahanda tercinta yang telah mengajarkan dan memberikan arah dan fondasi kehidupan. Hj. Eni Yuhaeni, istri terkasih beserta anak-anak tersayang Muhammad Al Fatih, Muhammad Anggi Baihaqy dan Izzudin Ahmad al Firdausy, atas segala pengorbanan baik materi maupun non materi. Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, atas segala bimbingan dan pengajaran.
Bpk. Prof. Dr. Ahmad Rodoni MA. dan Prof. Dr. Fathurrahman Djamil MA. selaku Promotor atas segala arahan dan masukan. Prof. Dr. Sri-Edi Swasono, SE., Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD., Prof. Dr. Abdul Hamid, ME, selaku Penguji atas segala arahan dan bimbingannya. Prof. Dr. Suwito, MA., Dr. Yusuf Rahman, MA., Dr. Fuad Jabali MA., Dr. Suparto M.Ed atas segala diskusi dan pembelajaran. Seluruh, Dosen, Staff Administrasi, Perpustakaan dan keluarga besar Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala budi baik dan bantuannya Pimpinan dan seluruh Staff Perpustakaan Pusat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala bantuannya. Sahabat Amarullah S.Ag atas diskusi dan segala masukannya. Teman-teman mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Angkatan 2009 (Genap) atas segala bantuan dan kebaikannya. Seluruh teman-sahabat yang senantiasa menjadi variabel bebas kehidupan peneliti. Anda semua yang mempengaruhi pencapaian kinerja peneliti saat ini. Ya Allah di usia yang telah melampaui empat puluh tahun ini, semoga saya belum terlambat untuk memohon kepadaMu, segala ampunan atas segala kekurangan. Kekurangan untuk selalu mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan. Akhirnya melalui buah karya disertasi ini, ijinkan saya Ya Allah untuk mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami sekeluarga. Ya Allah perkenankan doa kami: Ya Allah berilah ampunan kepada ayahanda kami Agus bin Sirad, kakek nenek kami: KH. Sirad, Hj Rohmah, Bp. Rasjan, Ibu Tasmi. Berilah ampunan atas segala kesalahan yang pernah mereka lakukan semasa hidupnya. Terimalah amal kebaikannya. Jadikanlah amal kebaikannya cahaya di alam kuburnya. Ya Allah berikanlah taufik, hidayah, rahmat, dan hikmah kepada Ibunda kami Hj Rokayah, semoga tetap menjadi wanita saleha. Berikanlah sebaikbaiknya nikmat berupa husnul khotimah. Ya Allah berikanlah pula taufik, hidayah, ramat dan hikmah kepada istri saya, Eni Yuhaeni,
Bapak Mertua Sayudi dan Ibu mertua Kartini agar tetap menjadi orang-orang yang soleh dan soleha. Ya Allah semoga anak-anak kami Muhammad Al Fatih, Muhammad Anggi Baihaqi dan Izzudin Ahmad Al Firdausy, dapat menjadi orang-orang yang soleh yang selalu berbakti kepada agama, orang tua dan bermanfaat bagi bangsa, negara dan masyarakat sekitar. Ya Allah berikan kebaikan kepada orang-orang yang pernah menjadi bagian dari kehidupan kami. Guru-guru di SDN Paoman I Indramayu, Guru-guru di SMPN 2 Sindang Indramayu, Guru-guru di SMA Negeri 1 Sindang Indramayu, Dosen-dosen di Jurusan Físika FMIPA UI, Dosen-dosen di Sekolah Pasca Sarjana Management Science FE UI, Dosen-dosen di Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, rekan-rekan di PT. SANYO Jaya Components Indonesia, di Group Takaful Indonesia, di PT. Mega Performa Utama, di PT. Delta Buana Putra dan di Yayasan Dai Annur Losarang Indramayu. Terimalah segala niat baiknya sebagai amal kebaikan yang pahalanya tidak terputus sebagaimana yang telah Engkau janjikan. Ya Allah berikanlah keberkahan ilmu pengetahuan sebagai amal jariyah yang tak terputus pahalanya kepada orang-orang yang telah saya sebut di dalam disertasi ini, yang telah berjasa memberikan pencerahan ilmu pengetahuan kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini. Amin Ya Robbal Alamiin Depok, 2013
Achmad Firdaus
ABSTRAK Penelitian ini membuktikan dua hal yaitu pertama, bahwa konsep maqa>s}id al-shari>’ah yaitu terjaga dan terpeliharanya: agama (h}ifz}u al-di>n), jiwa (h}ifz}u al-nafs), keturunan (h}ifz}u al-nasl), akal (h}ifz}u al-‘aql) dan harta (h}ifz}u al-ma>l) dapat dijadikan dasar bagi pengembangan sistem kinerja bisnis. Kedua, bahwa aspek mas}lah}ah d}aru>riyah atau mas}lah}ah dasar yaitu: agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), akal (al-‘aql) dan harta (al-ma>l) dapat dikembangkan menjadi berbagai orientasi kinerja bisnis berbasis maqa>si} d al-shari>’ah. Sistem kinerja bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah atau mas}lah}ah scorecard (MaSC) terdiri atas enam orientasi kemaslahatan bisnis yaitu orientasi ibadah sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya agama di dalam bisnis. Orientasi proses internal sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya jiwa bisnis. Orientasi tenaga kerja sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya keturunan. Orientasi pembelajaran sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya akal. Orientasi pelanggan sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya hubungan dengan pelanggan. Orientasi harta kekayaan sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya harta. Mas}lah}ah scorecard (MaSC) diterapkan dengan mengukur kinerja proses (process oriented) dan kinerja hasil. Pengukuran kinerja proses dilakukan dengan membandingkan antara kinerja bisnis sebenarnya terhadap standar mas}lah}ah scorecard (MaSC). Pengukuran kinerja hasil dilakukan dengan membandingkan antara pencapaian target setiap orientasi kemaslahatan bisnis terhadap target kemaslahatan yang sudah ditetapkan. Penelitian ini mendukung pendapat beberapa peneliti yaitu Amartya Kumar Sen (1992), Mubyarto (1997), Chris Gardiner (2002), Sri Edi Swasono (2003), M. Umer Chapra (2007) yang menyatakan bahwa etika, moral dan akuntabilitas sosial memegang peranan penting bagi kelanggengan pembangunan ekonomi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana etika, moral, akuntabilitas sosial adalah fondasi kemaslahatan. Adapun kelanggengan kemanfaatan bisnis di dunia dan akhirat merupakan indikator
tercapainya kinerja kemaslahatan bisnis. Pencapaian di atas dapat terwujud dengan menyelaraskan pengelolaan bisnis terhadap tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi (Bung Hatta dalam Sri Edi Swasono, 1992), Muhammad Akram Khan (1994). M. Umer Chapra (2007). Mas}lah}ah scorecard (MaSC) memerlukan keseimbangan pencapaian pada seluruh aspek dari mas}lah}ah (M. Houssem Eddine Bedoui, 2012). Mas}lah}ah scorecard (MaSC) menerapkan siklus peningkatan berkesinambungan merujuk pada Max Moullin (2004).
ABSTRACT This study proves two things: first that concept of maqa>s}id al-shari>’ah (al-Shāt}ibi>, n.d) is preservation and protection of: religion (h}ifz}u al-di>n), life (h}ifz}u al-nafs), progeny (h}ifz}u al-nasl), intellect (h}ifz}u al-‘aql) and wealth (h}ifz}u al-ma>l) can be used as the basis for developing a business performance system. Second, that aspect of mas}lah}ah d}aru>riyah (al-Shāt}ibi>, n.d) is: religion (al-di>n), life (al-nafs), progeny (al-nasl), intellect (al-‘aql) and wealth (alma>l) can be developed into a few of orientation of business performance system based maqa>s}id al-shari>’ah. The Maqa>s}id al-shari>’ah based business performance system or mas}lah}ah scorecard (MaSC) consists of six business‟s orientations. First, worship orientation as a perspective on preservation and protection of religion in business. Second, internal process orientation as a perspective on preservation and protection of life of business. Third, workforce orientation as a perspective on preservation and protection of progeny of business. Fourth, learning orientation as a perspective on preservation and protection of intellect of business. Fifth, customer orientation as a perspective on preservation and protection of customer relation. Sixth, wealth orientation as a perspective on preservation and protection of wealth. Mas}lah}ah scorecard (MaSC) has been applied to measure performance of process (process oriented) and performance of results. Performance of process has been conducted by comparing between existing business performance system against mas}lah}ah scorecard (MaSC) standard. Performance of result has been conducted by comparing between target achievement on each orientation against targets setting. This study supports the idea of some researchers. They are Amartya Kumar Sen (1992), Mubyarto (1997), Chris Gardiner (2002), Sri Edi Swasono (2003), M. Umer Chapra (2007) who are state that ethical, moral and social accountability have an important role for sustaining economic development. This is in line with the results of studies that ethics, moral, social accountability are foundation of mas}lah}ah. And sustainability of business benefit in
the world and the hereafter are an indicator of performance achievement of business. The Achievement can be realized by aligning business management to the human task as the vicegerent of Allah on earth (Bung Hatta in Sri Edi Swasono, 1992), Muhammad Akram Khan (1994). M. Umer Chapra (2007). Mas}lah}ah scorecard (MaSC) need a balance achievement in all aspects of mas}lah}ah (M. Houssem Eddine Bedoui, 2012). Mas}lah}ah scorecard (MaSC) apply a continuous improvement cycle refers to Max Moullin (2004).
امللخص دلت ىذه الرسالة إىل أن املصاحل الضرورية أو االساسية اليت تتكون على حفظ الدين وحفظ النفس وحفظ النسل وحفظ العقل وحفظ املال ميكن تطويرىا إىل نظام يقدر بو أداء مصلحة األعمال .ويتناول ىذا النظام ستة أوجو ملصاحل األعمال :وجو العبادة ىو عبارة عن قيام الدين يف جمال األعمال ) ، (h}ifz}u al-di>nووجو العمل ىو عبارة عن النظر لتقوم العناصر الداخلية لألعمال يف حفظ روح األعمال ) ،(h}ifz}u al-nafsووجو قوة الرجال وىو عبارة عن مداومة حفظ النسل ) ،(h}ifz}u al-naslووجو التعليم ىي عبارة عن وجود حفظ العقل ) .(h}ifz}u al-‘aqlووجو الزبائن كوجهة النظر يف حفظ العالقات بني العمالء ،ووجو املال ىي عبارة عن النظر يف حفظ املال ).(h}ifz}u al-ma>l ومتّ أداء العمل على أساس املقاصد الشريعة مبنهجي قياس أداء العمليات للمصلحة ) (process orientedوقياس أداء النتائج للمصلحة) . (result orientedفاألول يقوم من خالل مقارنة عدة خطوات يف نظام األداء حنو تطبيقها .والثاين من خالل املقارنة بني حتقيق أوجو ستة ملصاحل األعمال واألىداف املقررة قبلها. ورجحت ىذه الرسالة بعض الباحثني السابقني ومنهم :أمرتيا كمار سني A.K Sen
( ، )2991موبرينتو ،)2991( Mubaryantoكريس جردينري ( ، )1001سري إيدي سواسونو ، )1002( Sri-Edi Swasonoحممد عمر جتفرا M. , )1001( Umer Chapraبأن السلوك واألخالق واحملاسبة االجتماعية هلا دور عظيم يف بقاء التنمية اإلقتصادية كما دل عليها ىذا البحث .ويكون وجود نفع العمل إشارة إىل وجود مصاحل األعمال دنيوية وأخروية وال يقوم ذلك إال من خالل مناسبة توجيو العمل حنو وظيفة االنسان كاخلليفة يف األرض ( Bung hattaيف ،)2991( ،Sri-Edi Swasono )1001( M. Umer Chapra ،(2993( Muhammad Akram Khan Cris Gardiner
يتم أداء العمل على أساس املقاصد الشريعة إال مع التوسط بني العوامل اليت قامت هبا وال ّ املصاحل ( .)M. Houssem Eddine Bedoui, 2012ورجع اىل ما قالو Max ) Moulin (2004أنو ستقوم تلك املصاحل بالتحسني املستمر واالرتقاء املتواصل يف أداءىا.
PEDOMAN TRANSLITERASI Pedoman transliterasi Arab – Latin dalam disertasi ini mengacu pada Pedoman ALA – RC Romanization Tables. A. Konsonan Huruf Arab
ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص
Huruf Latin b t th j h} kh d dh r z s sh s}
Huruf Arab
ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن ةه و ئ
t} d} ‘(ayn) gh f q k l m n h w y
B. Vokal dan Diftong Pendek Lambang Ditulis a
Huruf Latin d}
Panjang Lambang Ditulis a>
u
i>
i
u>
a^
aw
ay C. Shaddah atau tashdi>d dilambangkan dengan konsonan ganda seperti shawwa>l D. Kata Sandang Kata sandang ditulis dengan huruf kecil dan dipisahkan dengan tanda (-), contoh al-ittiha>d, al-asl
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI SURAT PERSETUJUAN KETUA SIDANG SURAT PERSETUJUAN PROMOTOR SURAT PERSETUJUAN PENGUJI ABSTRAK PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah……………………………… C. Pembatasan Masalah……….…………………….. D. Perumusan Masalah….……................................... E. Penelitian Terdahulu yang Relevan………............ F. Tujuan Penelitian……….…................................... G. Manfaat / Signifikansi Penelitian………………… H. Metodologi Penelitian………………..................... I. Sistematika Pembahasan.………..…......................
iii vii ix xi xv xx xxvi xxviii xxxi xxxii
BAB II PERAN BISNIS BAGI PEREKONOMIAN.......... A. Sistem Perekonomian Indonesia ………………… B. Sistem Perekonomian Indonesia Dalam Sistem Ekonomi Islam …………………………………... C. Nilai Spiritualitas Ekonomi Berlandaskan Tawhi>d. D. Kehidupan Akhirat Sebagai Balasan Atas Seluruh Aktifitas Ekonomi di Kehidupan Dunia ….……… E. Pentingnya Partisipasi dan Kerjasama Dalam Aktifitas Ekonomi………..………………………. F. Terselenggaranya Ekonomi Berlandaskan Persaudaraan dan Distribusi Berkeadilan …...…… G. Terwujudnya Kesejahteraan Sosial Sebagai Sasaran Ekonomi…………………………………. H. Kemandirian Ekonomi Untuk Menegakan Harga
20 22
1 1 3 5 5 6 10 11 12 18
25 31 34 35 40 46
BAB III A. B. C. D. E.
Diri Umat………………………………………….
53
URGENSI MAS}LAH}AH DALAM SISTEM KINERJA BISNIS Pengukuran Kinerja Bisnis Fala>h Sebagai Tujuan Bisnis………………….….. Mas}lah}ah Sebagai Sasaran Perantara Bisnis…….. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Mas}lah}}ah individu. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Mas}lah}ah Bisnis….
56 56 69 75 101 110
BAB IV PENGEMBANGAN MODEL SISTEM KINERJA BISNIS BERBASIS MAQA>S}ID AL-
SHARI>’> AH A. Siklus PDCA Sistem Kinerja MaSC....................... B. Orientasi Ibadah atau Worship Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Agama (H}ifz}u al-Di>n)…. C. Orientasi Proses Internal Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Jiwa (H}ifz}u al-Nafs)……………... D. Orientasi Tenaga Kerja Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Keturunan (H}ifz}u al-Nasl)………. E. Orientasi Pembelajaran Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Akal (H}ifz}u al-‘Aql)….. F. Orientasi Pelanggan Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Hubungan dengan Pelanggan……. G. Orientasi Harta Kekayaan Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Harta (H}ifz}u al-Ma>l)…………….. BAB V
A. B. C. D. E. F. G.
STUDI KASUS PENERAPAN SISTEM KINERJA BISNIS BERBASIS MAQA>S}ID ALSHARI>’AH ……..………………………………... PT. Asuransi Takaful Keluarga (PT. ATK)............ Pengolahan Data Survey…………………………. Kinerja Orientasi Ibadah…………………………. Kinerja Orientasi Proses Internal………………… Kinerja Orientasi Tenaga Kerja……………..…… Kinerja Orientasi Pembelajaran………………….. Kinerja Orientasi Pelanggan………………………
125 127 134 158 172 182 194 203
219 219 220 225 230 235 240 245
H. Kinerja Orientasi Harta Kekayaan……………….. I. Kinerja Hasil MaSC……………………………… J. Kinerja Proses MaSC………..…………................
248 252 253
BAB VI PENUTUP……..…………………………………. A. Kesimpulan…………………….............................. B. Rekomendasi…...………………………………… DAFTAR PUSTAKA…………………………….. LAMPIRAN……………………………………… GLOSARI………………………………………… INDEKS………………………………………….. BIODATA PENULIS…………………………….
256 256 258 260 277 349 354 358
DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3 Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7. Tabel 5.8.
Unsur Fala>h Perilaku Individu (Tingkat Mikro) dan Perilaku Kolektif (Tingkat Makro) Scorecard Orientasi Ibadah………………….. Scorecard Orientasi Proses Internal…………. .Scorecard Orientasi Tenaga Kerja…………. Scorecard Orientasi Pembelajaran…………. Scorecard Orientasi Pelanggan….………….. Scorecard Orientasi Harta Kekayaan……… Scorecard Orientasi Ibadah PT. ATK………. Scorecard Orientasi Proses Internal PT. ATK……………………………………... Scorecard Orientasi Tenaga Kerja PT. ATK……………………………………... Scorecard Orientasi Pembelajaran PT. ATK……………………………………... Scorecard Orientasi Pelanggan PT. ATK …………………………………….. Scorecard Orientasi Harta Kekayaan PT. ATK……………………………………... Total Kinerja Hasil Kemaslahatan PT. ATK……………………………………... Total Kinerja Proses Kemaslahatan PT. ATK..
72 157 171 182 194 203 218 229 234 239 244 248 252 253 255
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5
Kesetimbangan Pemenuhan Kebutuhan Dasar……………………………………….. Hubungan Kepentingan Pemenuhan Kebutuhan Dasar…………………………… Tingkatan Prioritas Individu……………….. Model Maqa>s}id……………………………. Orientasi Ibadah Sebagai Pusat dari Seluruh Orientasi……………………………………. Sinergitas dan Tata Kelola Lima Orientasi Mas}lah}ah…………………………………… Alur Hubungan Antar Manusia…………… Enam Orientasi Mas}lah}ah untuk Bisnis…… Siklus PDCA Sistem Pengukuran Kinerja Kemaslahatan Bisnis………………………. Pengelompokan Langkah Sistem Kinerja MaSC Sesuai Siklus PDCA ……………….. Orientasi Ibadah……………………………. Value Chain Analysis……………………….. Sistem Kerja dan Proses Kerja…………….. Orientasi Proses Internal…………………… Orientasi Tenaga Kerja……………………. Orientasi Pembelajaran……………………. Siklus Pengelolaan Suara Pelanggan……… Orientasi Pelanggan……………………….. Siklus Mendapakan Harta dan Membelanjakan Harta.................................... Orientasi Harta Kekayaan….……………. Perencanaan Orientasi Ibadah PT. ATK… Perencanaan Orientasi Proses Internal PT. ATK……………………………………. Disain Sistem Kerja PT. ATK……………... Perencanaan Orientasi Proses InternaATK………………………………… Grafik Perkembangan Rasio Premi Bruto thd Opex PT. ATK………………………….
9 86 87 89 105 109 112 124 129 130 135 164 165 166 175 186 196 199 209 211 226 230 232 237 238
Gambar 5.6
Perencanaan Orientasi Pembelajaran PT. ATK………………………………………...
Gambar 5.7
Grafik Realisasi Biaya DikLat, Alokasi dan Biaya SDM…………………………………………………
Gambar 5.8 Gambar 5.9 Gambar 5.10
Perencanaan Orientasi Pelanggan PT. ATK Grafik Market Share PT. ATK…………….. Perencanaan Orientasi Harta Kekayaan PT. ATK………………………………………... Kontribusi Bruto (Premi) PT. ATK………... Pembayaran Zakat PT. ATK………………
Gambar 5.11 Gambar 5.12
241 243 246 247 249 250 251
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam menekankan bahwa bisnis diciptakan untuk mewujudkan fungsi manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Oleh karena itu, bisnis harus memberikan kemanfaatan bagi banyak orang. Hal inilah yang dimaksud dengan sejalannya tujuan bisnis terhadap tujuan shari>’ah (maqa>s}id al-shari>’ah). Prinsip ini berbeda dengan pandangan para ahli bisnis pada umumnya bahwa bisnis diciptakan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Pandangan tersebut dilatarbelakangi oleh paham kapitalis bahwa kesejahteraan pemegang saham menjadi tujuan utama bisnis karena merekalah yang memiliki modal (capital). Kesadaran para pelaku ekonomi terhadap tujuan sebenarnya dari bisnis terus bertumbuh dan berkembang. Hal ini terlihat dari pesatnya pertumbuhan industri bisnis berbasis shari>’ah, khususnya di Indonesia1. Namun demikian, pesatnya pertumbuhan bisnis shari>’ah belum dapat memberikan gambaran tentang besarnya 1
Halim Alamsyah, “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 20151” (paper dipresentasikan pada ceramah ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012). Deputi Gubernur Bank Indonesia tersebut menyampaikan bahwa sampai dengan Bulan Februari 2012, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 155 BPRS. Total jaringan kantor mencapai 2.380 yang tersebar di seluruh nusantara. Total aset perbankan syariah mencapai Rp149,3 triliun (BUS & UUS Rp145,6 triliun dan BPRS Rp3,7 triliun) atau tumbuh sebesar 51,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Industri perbankan syariah menunjukkan akselerasi pertumbuhan rata-rata 40,2% per tahun (2007-2011). Sedangkan rata-rata pertumbuhan perbankan nasional 16,7% per tahun. Isa Rachmatarwata, “Expanded Role of Actuaries – Balancing Policy Holder, Share Holder and Regulatory Expectations” (paper dipresentasikan pada International Conference, Jakarta, Hotel Shangri-la, 14 Mei 2012). Kepala Biro Asuransi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) tersebut menginformasikan bahwa Indonesia tercatat sebagai negara dengan pertumbuhan industri asuransi syariah tercepat. Total premi bruto industri asuransi syariah Indonesia mencapai Rp 4,97 triliun pada 2011. Itu berarti terjadi pertumbuhan dengan nilai 10 kali lipat dibandingkan tahun 2006 (Rp499 miliar).
manfaat bisnis yang diterima oleh para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan belum adanya metodologi yang tepat untuk mengukur kinerja kemanfaatan bisnis dalam bentuk kontribusi bisnis bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat umum. Keterbatasan jumlah penelitian tentang pengukuran kinerja kemanfaatan bisnis menyebabkan kinerja kemanfaatan bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah belum dapat diukur dengan akurat. Beberapa penelitian tentang pengukuran kinerja kemanfaatan bisnis yang telah dilakukan diantaranya adalah penelitian pengukuran kinerja dengan menggunakan indeks maqa>s}id oleh Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri Abdul Razak 2, maqasid shari>’ah based performance oleh Bedoui3 dan mas}lah}ah scorecard (MaSC) oleh Achmad Firdaus4. Di sisi lain penelitian tentang pengukuran kinerja bisnis konvensional berjumlah sangat besar. Devinney5 mendapatkan bahwa selama tahun 2005 hingga tahun 2007 terdapat 722 jurnal penelitian tentang pengukuran kinerja bisnis. Jurnal tersebut terdapat pada Academy of Management Journal sebanyak 188, Administrative Science Quarterly sebanyak 49, Journal of International Business Studies sebanyak 157, Journal of Management sebanyak 120 dan Strategic Management Journal sebanyak 208. Data ini menunjukan bahwa penelitian tentang
2
Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri Abdul Razak, “The Performance Measures of Islamic Banking Based on the Maqasid Framework” (paper dipresentasikan pada The IIUM International Accounting Conference (INTAC IV), Putra Jaya, 2008). 3 M. Houssem Eddine Bedoui, “Shari„a-Based Ethical Performance Measurement Framework,” Working Paper in Islamic Economics and Finance 1020 (2012). 4 Achmad Firdaus, “Mas}lah}ah Scorecard, Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis Berbasis Maqasid Sha>riah” (paper dipresentasikan pada Call for Paper Islamic Banking & Finance Conference 2012, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 15 September 2012). 5 Pierre J. Richard Devinney, George S. Yip dan Gerryn Johnson, “Measuring Organizational Performance: Towards Methodological Best Practice,” Journal of Management 35, No. 3 (2009).
pengukuran kinerja bisnis merupakan obyek penelitian yang sangat menarik buat para peneliti. B. Identifikasi Masalah Al-Ghazali6 menjelaskan bahwa hasil yang diharapkan dari segala aktifitas adalah keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia. Inilah yang dimaksud dengan fala>h. Fala>h dapat diwujudkan dengan memperjuangkan tercapainya pemenuhan kebutuhan manusia secara seimbang atau mas}lah}ah. Keseimbangan baik material maupun non material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Jadi dapatlah disebutkan bahwa mas}lah}ah7 adalah langkah perantara menuju tujuan hidup manusia yang sebenarnya yaitu fala>h}. Hal ini berarti sejalan dengan tujuan utama shari>’ah 8 yaitu menjaga dan memelihara al-di>n (agama), menjaga dan memelihara jiwa / life (h}ifz}u ‘ala> al-nafs), menjaga dan memelihara akal / intellect (h}ifz}u ‘ala> al-‘aqal), menjaga dan memelihara keturunan / progency (h}}ifz}u ‘ala> al-nasl), dan menjaga dan memelihara harta / wealth (h}ifz}u ‘ala> al-ma>l). Al-Shāt}ibi membagi mas}lah}ah menjadi tiga tingkatan. Mas}lah}ah tingkat paling rendah yaitu pemenuhan terhadap kebutuhan pokok disebut mas}lah}ah d}aru>riyah (kebutuhan dasar umat manusia di dunia dan akhirat). Mas}lah}ah tingkat kedua disebut mas}lah}ah al-hajiyah (kebutuhan pendukung) dan mas}lah}ah tingkat ketiga disebut mas}lah}ah tahsinat (kebutuhan pelengkap).
6
Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya‟ Ulum al-Din, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997). 7 Dalam al-Quran turunan dari akar kata s} – l - h banyak digunakan meskipun di dalamnya tidak terdapat kata mas}lah}ah. Al-Quran menggunakan kata z}alama (berbuat dzalim) QS al-Ma>idah 5: 39 dan fasada (merusak) QS alSha‘ara> 26: 123, QS al-Naml 27: 142, QS: al-Baqarah 2: 220, QS al-An’a>m 6: 76, QS Ibra>hi>m 14: 5, QS al-Isra> 17: 28, QS al-Kahfi 18: 21, QS al-Naml 27: 55, QS al-Baqarah 2: 269, QS al-Nu>r 24: 41, QS al-Dha>riya>t 51: 56, QS Hu>d 11: 61 8 Abu Ishāq al-Shāt}ibi> Ibra>hi>m bin Mu>sa> al-Lakhmi> al-Gharna>ti> alMa>liki>, al-Muwa>faqa>tu fi>> Us}ul> al-Shari>ah. Bairu>t (Libanon: Da>rul Kutub al-‘ al‘Ilmiya>h).
Al-Shāt}ibi> menyebutkan bahwa mas}lah}ah dasar (mas}lah}ah d}aru>riyah ) bagi kehidupan manusia terdiri atas: al-di>n (agama / religion), al-nafs (jiwa / life), al-nasl (keturunan / progency), al-ma>l (harta / wealth) dan al-‘aql (akal / intellect). Agar manusia dapat hidup bahagia, maka dia harus dapat memenuhi mas}lah}ah d}aru>riyahnya. Apabila mas}lah}ah d}aru>riyah tidak terpenuhi, maka kebahagiaan hidup tidak tercapai. Achmad Firdaus9 menjelaskan bahwa dalam konteks bisnis, tercapainya kemaslahatan bisnis sangat bergantung pada pemenuhan enam aspek orientasi kemaslahatan bisnis yaitu orientasi ibadah untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya penerapan agama (al-di>n) di dalam bisnis10. Orientasi proses internal untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya jiwa bisnis (al-nafs) . Orientasi tenaga kerja untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya keturunan (al-nasl). Orientasi pembelajaran untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya akal (al-‘aql). Orientasi Pelanggan untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya hubungan dengan pelanggan11. Orientasi harta kekayaan untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya harta (al-ma>l). Kemaslahatan bisnis memiliki makna bahwa bisnis menciptakan nilai secara keberlanjutan12. Kemaslahatan bisnis 9
Achmad Firdaus, “Mas}lah}ah Scorecard, Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis Berbasis Maqasid Sha>riah” (paper dipresentasikan pada Call for Paper Islamic Banking & Finance Conference 2012, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 15 September 2012). 10 Kata ibadah yang dimaksudkan dalam orientasi ibadah adalah ibadah dalam arti yang sangat luas yaitu segala usaha dan aktifitas yang dilakukan oleh bisnis dalam rangka beribadah kepada Yang Maha Pemberi Rizki 11 Pelanggan merupakan faktor yang sangat penting dan sangat menentukan bagi bisnis. Pelanggan adalah perantara atau media atas rizki yang diberikan oleh Allah kepada bisnis. Tanpa pelanggan tidak akan mungkin tercipta fungsi kemaslahatan bisnis, untuk itu dalam rangka mewujudkan kemaslahatan diperlukan Orientasi Pelanggan. 12 Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila anak Adam -yakni manusia- meninggal dunia, maka putuslah amalannya -yakni tidak dapat menambah pahalanya lagi-, melainkan dari tiga macam perkara, yaitu sedekah jariah atau ilmu yang dapat diambil kemanfaatannya atau anak yang shalih yang suka mendoakan untuknya." (Riwayat Muslim)
tidak dibatasi oleh usia bisnis atau usia pengelola bisnis. Kemaslahatan bisnis akan terus menerus mengalir bahkan ketika bisnis maupun pengelola bisnis sudah meninggal dunia. Oleh sebab itu, keberlanjutan kemaslahatan bisnis adalah tujuan yang harus dijaga dan dipelihara. Kemaslahatan adalah konsep bersifat kualitatif. Oleh karena itu, dibutuhkan metodologi yang tepat untuk mengukur penerapan kemaslahatan di dalam bisnis. Dalam hal ini, diperlukan keberadaan skor kuantisasi pada pengelolaan kinerja pemenuhan kebutuhan dasar bisnis (kemaslahatan). Hal inilah yang menjadi alasan, mengapa sistem pengelolaan kinerja bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah disebut pula dengan mas}lah}ah scorecard atau disingkat MaSC. Ini sejalan dengan Kaplan dan Norton yang mengatakan bahwa “jika anda tidak dapat mengukur organisasi, maka anda tidak akan dapat mengelola organisasi tersebut”13 C. Pembatasan Masalah Permasalahan yang dicakup pada penelitian ini sangat luas. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi dengan cakupan sebagai berikut: i. Penerapan konsep maqa>s}id al-shari>’ah yaitu terjaga dan terpeliharanya: agama (h}ifz}u al-di>n), jiwa (h}ifz}u al-nafs), keturunan (h}ifz}u al-nasl), akal (h}ifz}u al-‘aql) dan harta (h}ifz}u al-ma>l) untuk dikembangkan menjadi sistem kinerja bisnis. ii. Penggunaan aspek-aspek mas}lah}ah d}aru>riyah atau mas}lah}ah dasar yaitu agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), akal (al-‘aql) dan harta (al-ma>l) untuk dikembangkan menjadi berbagai orientasi sistem kinerja MaSC. iii. Studi kasus penerapan sistem kinerja MaSC pada PT. Asuransi Takaful Keluarga (PT. ATK).
13
Robert S Kaplan dan David P Norton, Balanced Scorecard, Translating Strategy Into Action (Boston: Harvard Business School Press, 1996).
D. Perumusan Masalah Mas}lah}ah scorecard yaitu sistem kinerja bisnis yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana usaha kemaslahatan yang telah dilakukan oleh bisnis dan seberapa besar kemanfatan yang telah dihasilkan oleh bisnis bagi para stake holders-nya. Landasan pengembangan MaSC adalah konsep mas}lah}ah d}aru>riyah. Penelitian ini dilakukan dengan perumusan masalah sebagai berikut: i. Apakah konsep maqa>s}id al-shari>’ah yaitu terjaga dan terpeliharanya: agama (h}ifz}u al-di>n), jiwa (h}ifz}u al-nafs), keturunan (h}ifz}u al-nasl), akal (h}ifz}u al-‘aql) dan harta (h}ifz}u al-ma>l) dapat dijadikan dasar bagi pengembangan sistem kinerja bisnis? ii. Bagaimana penggunaan konsep mas}lah}ah d}aru>riyah yang terdiri dari agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (alnasl), akal (al-‘aql) dan harta (al-ma>l) dapat dikembangkan menjadi berbagai orientasi sistem kinerja MaSC? iii. Bagaimana penerapan sistem kinerja MaSC pada PT. ATK. E. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian tentang pengukuran kinerja pada bisnis berbasis shari>’ah yang telah dilakukan diantaranya Mohammed14 yang melakukan pengukuran kinerja enam bank Islam di Asia. Bankbank tersebut dievaluasi dan diperingkatkan berdasarkan: Pertama, rasio kinerja yang terdiri dari education grant / total income, research expense / total expense, training expense / total expense, publicity expense / total expense, net profit / total asset, zakah / net income, investment deposit / total deposit). Ke-dua, indikator kinerja dengan menghitung rata-rata tertimbang aspek penerapan mas}lah}ah mengacu pada Abu> Zaharah15 yaitu tahdhib al-fard (educating the individual), iqamah al-‘adl (establishing justice) dan 14
Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri Abdul Razak, “The Performance Measures of Islamic Banking Based on the Maqasid Framework” (paper dipresentasikan pada The IIUM International Accounting Conference (INTAC IV), Putra Jaya, 2008). 15 Muhammad Abu> Zaharah, Usul al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1997).
jalb al-mas}lah}ah (promoting welfare). Ke-tiga, indeks maqa>s}id dengan menghitung jumlah keseluruhan dari indikator kinerja. Berdasarkan perhitungannya, peringkat ke-enam bank amatan adalah Sudanese Islamic Bank, Islamic International Arab Bank, Bahrain Islamic Bank, Bank Syariah Mandiri, Islami Bank Bangladesh dan Bank Muamalat Malaysia. Penelitian ini menggunakan pendekatan pengukuran yang dikembangkan oleh Sekaran16 Ismail17 melakukan pengukuran kinerja lembaga keuangan mikro Amanah Ikhtiar Malaysia (AIM) dengan pendekatan maqa>s}id shari>’ah. Mereka mengamati proses mendapatkan harta, proses distribusi harta yang berkeadilan dan kinerja keuangan yang tidak hanya dilihat dari rasio keuangan tetapi juga dari kemampuan Institusi Keuangan Malaysia (MFI) dalam mendistribusikan pendapatan yang berkeadilan. Penelitan ini memiliki kelebihan yaitu dapat menggali proses mendapatkan dan mendistribusikan harta tetapi sayangnya penelitian ini hanya berfokus pada pengukuran kinerja keuangan. Ukuran kinerja keuangan yang digunakanpun sama dengan ukuran kinerja keuangan pada perusahaan konvensional yaitu Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Operational Sustainability (OST), Financial Sustainability (FST) dan Profit Margin (PM). Mereka mendapatkan bahwa profit dari investasi AIM hanya mencukupi untuk biaya administrasi. Achmad Firdaus18 mengembangkan MaSC (mas}lah}ah scorecard) sebagai sistem pengukuran kinerja bisnis berlandaskan maqa>s}id al-shari>’ah. Kemaslahatan bisnis akan dapat tercapai bila 16
Uma Sekaran, Research Methods for Business: a Skill Building Approach (New York: John Wiley & Sons, 2000). 17 Abdul Ghafar Ismail dan Noraziah Che Arshad, “Financial Ratio and Maqasid Shariah in Evaluating the Performance of Microfinance Institutions” (Paper dipresentasikan pada The 2nd International Workshop in Islamic Economics Theory: Islamic Micro-finance Towards Global Poverty Alleviation and Sustainable Development, Bangi, 8-9 December 2010). 18 Achmad Firdaus, “Mas}lah}ah Scorecard, Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis Berbasis Maqasid Sha>riah” (paper dipresentasikan pada Call for Paper Islamic Banking & Finance Conference 2012, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 15 September 2012).
enam orientasi kemaslahatan bisnis terpenuhi. Ke-enam orientasi kemaslahatan bisnis adalah orientasi ibadah, orientasi proses internal, orientasi tenaga kerja, orientasi pembelajaran, orientasi pelanggan dan orientasi harta kekayaan. Sani M.D19 dalam penelitiannya berargumen bahwa metode pengukuran kinerja yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja bank konvensional seperti Data Envelopment Approach (DEA), Econometric Frontier Approach (EFA) dan Stochastic Frontier Approach (SFA) tidak dapat digunakan untuk mengukur kinerja bank shari>’ah. Hal ini karena terdapat perbedaan dalam prinsip operasional maupun praktek antara bank shari>’ah dan bank konvensional. Dia selanjutnya melakukan pengukuran kinerja bank shari>’ah dengan pendekatan maqa>s}id sebagaimana yang digunakan oleh Mohammed yaitu melalui sasaran strategi proses pendidikan individu / educating the individual (tahdhib al-fard), menegakan keadilan / establishing justice (iqamah al-`adl) dan mempromosikan kesejehteraan / promoting welfare (al-mas}lah}ah). Metodologi yang digunakan oleh Sani MD sama dengan yang dilakukan oleh Mohammed. Namun demikian, secara operasional strategi yang digunakan belum mewakili keseluruhan maqa>s}id al-shari>’ah. Mughees Shaukat20, melakukan pengukuran kinerja tiga bank shari>’ah yaitu Meezan Bank (Pakistan), Bank Islam (Malaysia), Emirates Bank (UAE) dengan metode yang sama dengan Mohammed. Mereka mengukur tiga aspek penerapan mas}lah}ah mengacu pada Abu> Zaharah21 yaitu proses pendidikan individu / educating the individual (tahdhib al-fard), menegakan keadilan / establishing justice (iqamah al-`adl) dan mempromosikan kesejehteraan / promoting welfare (al- mas}lah}ah) serta mengukur kinerja keuangan: Profitability Ratios (Return on asset (ROA), Return of equity (ROE), Profit expense ratio (PER)), Liquidity 19
Sani, M. D, “A Conceptual Model of Measuring Performance Efficiency of Islamic Banks: Objectives of Islamic Law (Maqasid al-shariah) Approach,” http://ssrn.com/abstract=2070397 (diakses pada 5 Agustus 2012). 20 Mughees Shaukat, “the Recent Financial Growth of Islamic Banks and their Fulfillment of Maqāsid Al-Sharī„ah, Gap Analysis,” INCEIF (n.d). 21 Muhammad Abu> Zaharah, Usul al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1997).
Ratios (Cash deposit ratio (CDR), Loan deposit ratio (LDR), Current ratio, Current asset ratio (CAR), Debt to total asset ratio (DTAR), Equity multiplier (EM), Loan to deposit ratio (LDR). Ketiga bank yang menjadi obyek penelitiannya adalah Meezan Bank (Pakistan), Bank Islam (Malaysia) dan Emirates Bank (UAE). Penelitian ini menggunakan pendekatan operasional pengukuran yang dikembangkan oleh Sekaran22. Bedoui23 mensinyalir bahwa pengukuran kinerja penerapan maqa>s}id al-shari>’ah dari para cendekiawan masih menonjolkan aspek harta / keuangan saja. Dia menyatakan bahwa penerapan konsep maqa>s}id al-shari>’ah seharusnya berdasarkan keseimbangan di antara ke-lima kebutuhan dasar. Konsep pengukuran dilakukan baik melalui metode grafik maupun metode numerik. Bentuk grafik yang dipaparkan oleh Bedoui adalah berbentuk sarang laba-laba yang mewakili lima aspek mas}lah}ah sebagaimana Gambar 1.1. Gambar 1.1 Kesetimbangan Pemenuhan Kebutuhan Dasar24 Human Self
Faith
Wealth
`
Posterity
22
Intellect
Uma Sekaran, Research Methods for Business: a Skill Building Approach (New York: John Wiley & Sons, 2000). 23 M. Houssem Eddine Bedoui, “Shari„a-Based Ethical Performance Measurement Framework,” Chair for Ethics and Financial Norms (January 2012). 24 M. Houssem Eddine Bedoui, “Shari„a-Based Ethical Performance Measurement Framework,” Chair for Ethics and Financial Norms (2012): 5.
Sementara pengukuran kinerja dengan metode numerik diukur dengan formula:
⁄
o o o o o
25
p1 ukuran kinerja agama (al-di>n) p2 ukuran kinerja jiwa (nafs) p3 ukuran kinerja intelektual (aql) p4 ukuran kinerja keturunan (nasl) p5 ukuran kinerja kekayaan (ma>l)
Nilai p1, p2, p3, p4, p5 memiliki nilai terendah 1 (kinerja tidak memuaskan, jauh dibawah yang diharapkan) dan tertinggi 5 (nilai kerja jauh melampaui yang diharapkan). Bila seluruh aspek memiliki kinerja yang jauh di atas yang diharapkan, maka performance maqa>s}id akan sebesar = Kelebihan penelitian ini adalah adanya keseimbangan pengukuran dari seluruh aspek mas}lah}ah yaitu agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), akal (al-‘aql) dan harta (al-ma>l). Kelemahan dari penelitian ini adalah penelitian hanya mengukur hasil kinerja tanpa menjelaskan proses kinerja. F.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan: i. Menganalisis konsep maqa>s}id al-shari>’ah yaitu terjaga dan terpeliharanya: agama (h}ifz}u al-di>n), jiwa (h}ifz}u al-nafs), keturunan (h}ifz}u al-nasl), akal (h}ifz}u al-‘aql) dan harta (h}ifz}u al-ma>l) untuk dijadikan dasar bagi pengembangan sistem kinerja bisnis. 25
⁄
berarti Sinus (360º/5) atau Sinus (72º) = 0,951.
ii.
iii.
Merumuskan konsep pengembangan sistem kinerja MaSC melalui pendekatan mas}lah}ah d}aru>riyah yang terdiri atas agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), harta (alma>l) dan akal (al-‘aql). Berbagai aspek mas}lah}ah d}aru>riyah selanjutnya dikembangkan menjadi berbagai orientasi kinerja bisnis. Menganalisis penerapan sistem kinerja MaSC melalui studi kasus pada PT. ATK.
G. Manfaat / Signifikansi Penelitian Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi berbagai kalangan. Secara khusus manfaat penelitian akan didapatkan bagi kalangan praktisi bisnis juga bagi para akademisi / peneliti. 1. Pengembangan Sistem Kinerja MaSC Berbagai konsep ilmu yang dikembangkan terutama yang berpaham materialistis belum dapat menjelaskan mengapa konsep etika bisnis dalam prakteknya tidak dapat mencegah terjadinya pelanggaran atas etika dan moral itu sendiri. Sistem pengukuran kinerja bisnis kapitalis secara jelas menekankan bahwa tujuan didirikannya bisnis adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi para pemegang saham. Sementara indikator untuk menunjukan keberhasilannya selalu saja diidentikkan dengan rasio-rasio keuangan. Konsep organisasi maupun kepemimpinan spiritual selanjutnya mulai banyak diperbincangkan oleh para ahli. Munculah konsep homo spiritualis26 untuk menggantikan posisi homo economicus. Penelitian tentang pengembangan sistem kinerja bisnis melalui pendekatan mas}lah}ah d}aru>riyah memberikan jalan bagi pengembangan sistem kepemimpinan spiritual berlandaskan maqa>s}id al-shari>’ah. Ini merupakan ide baru dan tentu saja dapat menjadi obyek penelitian yang sangat menarik.
26
Curry dan Shibut dalam Hershey H. Friedman dan Linda W. Friedman, “Can homo Spiritualis Replace Homo Economicus in the Business Curriculum?,”e-Journal of Business Education & Scholarship of Teaching 2, No. 2: (2008): 1-11
2. Praktisi Organisasi Konsep mas}lah}ah dapat menjadi acuan dalam penyusunan tujuan organisasi baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Melalui konsep mas}lah}ah, pengelola organisasi dapat menjabarkan perilaku etika moral dan spiritual agar mendapatkan kemaslahatan bagi para pemangku kepentingan. Para manajer organisasi pun dapat menggunakan konsep mas}lah}ah sebagai acuan dalam mengembangkan organisasinya. Hasil peningkatan tentunya berbanding lurus dengan kemaslahatan yang diciptakan. Karena salah satu kriteria mas}lah}ah adalah memiliki keturunan yang baik, maka para pengelola organisasi dapat memanfaatkan konsep mas}lah}ah sebagai acuan dalam menciptakan kepemimpinan yang berkelanjutan. Kelangsungan hidup (sustainability) organisasipun benar-benar dapat diciptakan. 3. Akademisi / Peneliti Aplikasi konsep spiritualitas di dalam teori organisasi, sistem pengukuran kinerja, bisnis, kepemimpinan maupun teori tentang motivasi telah berkembang dengan sangat pesatnya. Hal ini dipicu dengan tidak mampunya konsep ekonomi kapitalis dalam menjawab berbagai persoalan ekonomi yang disebabkan oleh kurangnya etika dan moral. Etika bisnis yang dikembangkan oleh ekonomi kapitalispun tidak mampu membendung pelanggaran etika yang dilakukan oleh para praktisi organisasi. Konsep mas}lah}ah merupakan konsep baru dalam realisme ilmu pengetahuan. Hal ini dapat membuka ruang yang seluasluasnya bagi para akademisi / peneliti untuk menggali pengembangan konsep mas}lah}ah seluas-luasnya. Mas}lah}ah adalah konsep kesufian yang diterapkan dalam kehidupan bisnis. Tentunya ini akan menjadi subjek penelitian yang menarik. H. Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan metodologi sebagai berikut:
1. Tipe Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksplorasi (exploratory studies)27. Penelitian dilakukan dengan cara menginvestigasi temuan konsep baru melalui pengembangan dari konsep yang telah ada sebelumnya. Konsep mas}lah}ah d}aru>riyah atau kebutuhan dasar yang terdiri dari agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), harta (al-ma>l) dan akal (al-‘aql) dikembangkan menjadi berbagai orientasi sistem kinerja bisnis. Orientasi kinerja bisnis terdiri dari orientasi ibadah28, orientasi proses internal, orientasi tenaga kerja, orientasi pembelajaran, orientasi pelanggan dan orientasi harta kekayaan. Studi eksplorasi (exploratory studies) yang digunakan merupakan kombinasi antara teknik kualitatif dan teknik experience survey29. Teknik kualitatif dilakukan melalui studi kepustakaan atau analisis dokumen-dokumen terkait. Teknik ini digunakan untuk: i. Menganalisis konsep maqa>s}id al-shari>’ah yaitu terjaga dan terpeliharanya: agama (h}ifz}u al-di>n), jiwa (h}ifz}u al-nafs), keturunan (h}ifz}u al-nasl), akal (h}ifz}u al-‘aql) dan harta (h}ifz}u al-ma>l) yang akan dijadikan dasar untuk mengembangkan konsep sistem kinerja MaSC. 27
Donald R. Cooper dan Pamela S. Schindler, Business Research Methods (Singapore: McGraw-Hill, 1998). Cooper menyatakan bahwa studi eksplorasi biasanya bertujuan untuk mengembangakan suatu hipotesis atau mengembangakan pertanyaan bagi penelitian selanjutnya. Sementara penelitian formal sebagai lawan dari pada penelitian studi eksplorasi dimulai dari pertanyaan yang dihasilkan oleh penelitian studi eksplorasi. 28 Yang dimaksudkan dengan ibadah dalam hal ini adalah bukanlah hanya ibadah ritual peribadatan kepada Allah Yang Maha Menciptakan tetapi dalam makna yang lebih luas bahwa segala tindak tanduk sehari-hari yang kita lakukan, seluruhnya didedikasikan untuk beribadah kepada Sang Maha Kuasa dan Maha Pemberi Rizki. 29 Cooper dan Schindler mengatakan bahwa kualitas adalah karakter penting atau sifat dari sesuatu, sementara kuantitas adalah jumlah. Kualitas adalah tentang APA sedangka kuantitas tentang berapa. Kualitatif merujuk kepada makna/arti, definisi atau analogi atau model atau metapora dalam mengkarakteristikan sesuatu. Sedangkan kuantitatif adalah mengasumsikan makna / arti dan merujuk kepada ukuran sesuatu. Sedangkan teknik experience survey dilakukan melalui wawancara atau survey.
ii.
Merumuskan konsep pengembangan sistem kinerja MaSC melalui pendekatan mas}lah}ah d}aru>riyah yang terdiri dari: agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), akal (al‘aql) dan harta (al-ma>l), sehingga dapat dikembangkan menjadi berbagai orientasi sistem kinerja bisnis.
Teknik experience survey dilakukan untuk memvalidasi rumusan konsep sistem kinerja MaSC. 2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Studi kepustakaan (library research) dan analisis dokumen dilakukan pada sumber utama (primer) maupun sumber pendukung (sekunder) yang diterbitkan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir dan diperoleh secara offline maupun online terdiri dari: i. Al-Quran dan terjemahannya juga hadist. ii. Buku, jurnal, artikel yang berkaitan dengan konsep mas}lah}ah dan bisnis shari>ah. iii. Buku, jurnal, artikel yang berkaitan dengan etika, moral dan spiritualitas. iv. Buku, jurnal, artikel, majalah yang berkaitan dengan demokrasi ekonomi. v. Buku, jurnal, artikel, majalah yang berkaitan dengan ekonomi etika dan kesejahteraan. vi. Buku, jurnal, artikel yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dan manajemen strategis. vii. Berbagai kepustakaan lainnya yang mendukung referensi penelitian ini. Data tersebut dieksplor dan diolah secara kualitatip melalui studi kepustakaan untuk menunjang teori dan konsep penelitian. Teknik experience survey dilakukan melalui survey lapangan dengan membuat kuisoner. Obyek survey adalah karyawan Kantor Pusat PT. Asuransi Takaful Keluarga dengan jabatan setingkat Staff Senior hingga Kepala Divisi. Pemilihan obyek penelitian pada karyawan Kantor Pusat PT. Asuransi Takaful Keluarga dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan berbasis shari>’ah. Kuisoner disusun dengan menggunakan skala likert dengan skala sbb:
1. 2. 3. 4. 5.
= Sangat Tidak Setuju = Tidak Setuju = Ragu-ragu = Setuju = Sangat Setuju Jumlah sampel kuisoner ditentukan dengan pendekatan Isac 30 Michel
n = Jumlah sampel p = Proporsi populasi. Z = Nilai Z yang setara pada tingkat kepercayaan tertentu. e = Marjin error. q = 1- p Proporsi populasi (p) diambil sebesar 0,3, sehingga q = 1 – p = 0,7. Tingkat kepercayaan sebesar 90%, maka α = 1 – 0,9 = 0,1 atau α/2 = 0,1 / 2 = 0,05. Berarti nilai di bawah kurva normal sebesar 1- 0,05 = 0,95. Nilai tersebut sebanding dengan nilai Z sebesar 1,64 (nilai 1,64 diperoleh melalui Tabel Z), sehingga jumlah sampel yang seharusnya diambil berjumlah:
orang responden Uji instrumen kuisoner dilakukan melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Validitas31 merujuk pada taraf suatu uji yang mengukur apa yang seharusnya diukur. Kuisoner yang valid merupakan instrument yang tepat untuk mengukur sesuatu yang 30
Syofian Siregar, Statistika Deskriptif untuk Penelitian, Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010). 31 Donald R. Cooper dan Pamela S. Schindler, Business Research Methods (Singapore: McGraw-Hill, 1998).
diharapkan. Sebaliknya, kuisoner yang tidak valid, tidak dapat digunakan sebagai instrument pengukuran karena kuisoner tidak mengukur yang seharusnya diukur. Reliabilitas berarti melakukan pengukuran dengan prosedur yang memiliki akurasi dan presisi. Hal ini berarti bahwa alat ukur yang reliable akan memiliki konsistensi dan stabilitas yang baik. Kuisoner yang reliable memiliki konsisitensi dan stabilitas terhadap perubahan situasi apapun. Hasil pengolahan data digunakan untuk memvalidasi rumusan konsep sistem kinerja MaSC. Studi kasus sistem kinerja MaSC dilakukan dengan menganalisis data keuangan maupun data non keuangan yang diperoleh dari Kantor Pusat PT. ATK Jln. Mampang Prapatan Raya No 100 Jakarta Selatan, mulai dari tahun 2002 hingga tahun 2012. Data diperoleh baik melalui pengamatan lapangan maupun pengolahan statistik. Alasan dipilihnya PT. ATK sebagai studi kasus penelitian adalah berdasarkan pengamatan peneliti selama bekerja pada perusahaan tersebut (2005-2009), PT ATK sudah menerapkan sistem pengukuran kinerja bisnis berbasis maqa>si} d al-shari>’ah meskipun belum ideal sebagaimana yang diharapkan. 3. Hipotesis Hipotesis yang dikembangkan pada penelitian ini adalah: i. Konsep maqa>s}id al-shari>’ah yaitu terjaga dan terpeliharanya: agama (h}ifz}u al-di>n), jiwa (h}ifz}u al-nafs), keturunan (h}ifz}u al-nasl), akal (h}ifz}u al-‘aql) dan harta (h}ifz}u al-ma>l) dapat dijadikan dasar bagi pengembangan sistem kinerja bisnis. ii. Aspek mas}lah}ah d}aru>riyah atau mas}lah}ah dasar yaitu: agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), akal (al‘aql) dan harta (al-ma>l) dapat dikembangkan menjadi berbagai orientasi kinerja bisnis berbasis maqa>s}id alshari>’ah.
4. Tekhnik Perhitungan Kinerja Bisnis Berbasis Maqa>s}id
al-Shari>’ah MaSC dilakukan dengan mengukur kinerja bisnis baik kinerja proses (process oriented) maupun kinerja hasil (result oriented). Pengukuran kinerja proses (process oriented) bisnis dilakukan dengan membandingkan antara standar sembilan langkah MaSC terhadap penerapannya. Pengukuran kinerja proses dihitung dengan: ∑
P(p) i
= Kinerja proses MaSC. = Bobot langkah ke-i MaSC. = Langkah ke-i MaSC =
1, 0,
langkah sistem kinerja diterapkan langkah sistem kinerja tidak diterapkan
Bobot setiap langkah MaSC ( ) adalah sebesar 0,111 yang diperoleh dari 100% / 9 langkah. Penilaian kinerja proses MaSC memiliki range antara 0,000 (tidak menerapkan keseluruhan sistem) sampai dengan 1,000 (menerapkan keseluruhan langkah kinerja sistem). Pengukuran kinerja hasil (result oriented) MaSC dilakukan dengan membandingkan antara pencapaian kinerja hasil setiap orientasi kemaslahatan terhadap target yang sudah ditetapkan oleh PT. ATK. ∑
P(r) I
= Kinerja hasil MaSC = Orientasi ke-i kinerja MaSC = Jumlah target yang tercapai pada orientasi ke-i kinerja MaSC
= Jumlah target yang ditetapkan pada orientasi ke-i kinerja MaSC = bobot orientasi ke-i kinerja MaSC Bobot setiap orientasi kinerja MaSC ( ) adalah sebesar 0,166 yang diperoleh dari 100 % / 6 orientasi kemaslahatan bisnis. Oleh karena itu, penilaian kinerja hasil MaSC memiliki range antara 0,000 (seluruh target kemaslahatan tidak tercapai) sampai dengan 1,000 (seluruh target kemaslahatan tercapai). I.
Sistematika Pembahasan Pembahasan disertasi disusun dengan sistematika sbb: Bab I. Pendahuluan yang berisi: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian, manfaat / signifikansi penelitian, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II. Peran bisnis bagi perekonomian yang berisi: sistem perekonomian Indonesia, sistem perekonomian indonesia dalam sistem ekonomi Islam, nilai spiritualitas ekonomi berlandaskan tawhi>d, kehidupan akhirat sebagai balasan atas seluruh aktifitas ekonomi di kehidupan dunia, pentingnya partisipasi dan kerjasama dalam aktifitas ekonomi, terselenggaranya ekonomi berlandaskan persaudaraan dan distribusi berkeadilan, terwujudnya kesejahteraan sosial sebagai sasaran ekonomi, kemandirian ekonomi untuk menegakan harga diri umat. Bab III. Urgensi mas}lah}ah dalam sistem kinerja bisnis berisi: pengukuran kinerja bisnis, fala>h} sebagai tujuan bisnis, mas}lah}ah sebagai sasaran perantara bisnis yang berisi tiga tingkatan mas}lah}ah, sifat dan tingkatan mas}lah}ah d}}aru>riyah, upaya pemenuhan mas}lah}ah individu, upaya pemenuhan kebutuhan mas}lah}ah bisnis. Bab IV. Pengembangan model sistem kinerja bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah yang berisi: siklus PDCA kinerja MaSC, orientasi ibadah atau worship sebagai cara pandang atas terpeliharanya agama (h}ifz}u al-di>n), Orientasi proses internal sebagai cara pandang terpeliharanya jiwa (h}ifz}u al-nafs), Orientasi tenaga kerja sebagai cara pandang terpeliharanya keturunan (h}ifz}u
al-nasl),
Orientasi pembelajaran sebagai cara pandang terpeliharanya akal (h}ifz}u al-‘aql), Orientasi pelanggan sebagai cara pandang terpeliharanya hubungan dengan pelanggan, Orientasi harta kekayaan sebagai cara pandang terpeliharanya harta (h}ifz}u alma>l). Bab V. Studi kasus penerapan sistem kinerja bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah yang berisi: PT. Asuransi Takaful Keluarga (PT. ATK), pengolahan data survey, kinerja orientasi ibadah, kinerja orientasi proses internal, kinerja orientasi tenaga kerja, kinerja orientasi pembelajaran, kinerja orientasi pelanggan, kinerja orientasi harta kekayaan, kinerja hasil MaSC, kinerja proses MaSC. Bab VI. Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.
BAB II PERAN BISNIS BAGI PEREKONOMIAN Dalam pandangan umum, ekonomi dipahami dengan ilmu yang berkaitan dengan aktifitas manusia yang senantiasa memperhitungkan biaya, mengharapkan balasan (reward), juga orang yang secara membabibuta melakukan apa saja demi mendapatkan apa yang diinginkannya32. Prinsip ini menjadi pegangan utama bagi orang yang berpaham kapitalis. Kapitalis adalah pemahaman yang menempatkan kapital (modal) sebagai tujuan utama dalam pengembangan ekonomi. Paham ini mengembangkan asumsi bahwa: kebutuhan manusia tidak terbatas, sumber-sumber ekonomi relatif terbatas dan pengejaran terhadap pemenuhan kebutuhan individu (utility maximation of self interest) relatif tidak terbatas33. Asumsi ini memiliki latar belakang pemahaman bahwa setiap orang memiliki kepentingan pribadi (self-interest) yang harus diutamakan untuk dipenuhi. Inilah prinsip individualisme yang menghendaki adanya kebebasan tanpa batas (liberalisme). Kedua prinsip ini didukung oleh prinsip laissez-faire34. Keseluruhannnya membentuk pemahaman bahwa antar orang perseorang senantiasa saling bersaing atau berkompetisi bebas melalui mekanisme pasar bebas. Pasar bebas sebagai representasi dari kepentingan orang yang memiliki modal, dengan sendirinya mengatur kepentingan ekonomi. Oleh karena itu, dalam sistem kapitalis peran modal dan pemilik modal adalah sangat sentral dan
32
Mohamed Ariff, “Economics and Ethics,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics (Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007). 33 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 34 Laissez-faire diterjemahkan dengan membiarkan sesuatu menuju sebagaimana yang diinginkan, membiarkan seseorang melakukan sebagaimana yang diinginkannya, masalah akan ditangani oleh mereka sendiri tanpa aturan dari negera.
peran rakyat terpinggirkan. Pandangan kaum kapitalis ini dikenal dengan neoclassical mainstream economics35. Anggapan ini bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya bahwa manusiapun ada yang bersifat baik. Oleh karena itu, ilmu ekonomi yang dikembangkan seharusnya berlandaskan pada kebaikan. Sri-Edi Swasono36 menyebutkan bahwa llmu ekonomi adalah ilmu moral. Ilmu ekonomi seharusnya juga mengenal keadilan, peduli dengan persamaan dan pemerataan, kemanusiaan serta menghormati nilai-nilai agama. Paham neoclassical mainstream economics mendapatkan pertentangan dari kaum strukturalis. Di Indonesia, penganut paham strukturalis mengembangkan demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi menempatkan manusia sebagai tujuan utama dalam pengembangan ekonomi. Dasar dari demokrasi ekonomi adalah paham kebersamaan (mutualisme) dengan asas kekeluargaan (brotherhood). Sistem ekonomi ini mengutamakan kepentingan masyarakat (mutual-interst) bukan kepentingan orang per seorang. Masyarakat yang terdiri dari individu merupakan makhluk sosial (homo socius). Mereka telah tercipta dengan sendirinya (given). Masyarakat membentuk konsensus sosial antara anggotaanggotanya. Individu-individu di dalam masyarakat hidup secara kolektif dengan harmonis, saling berbagi, saling bekerjasama. Kepentingan bersama senantiasa mengatur pasar. Pasar harus tunduk pada kepentingan bersama37. Oleh karena itu, negara sebagai institusi tertinggi mendisain dan menata perekonomian 35
Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press, 2004). 36 Pada Bagan III halaman 138, Sri-Edi Swasono menjelaskan bahwa sebagai ilmu moral, ekonomi memiliki ukuran moral: Pertama, moral sentiments (homo economicus vs homo ethicus). Ke-dua, ideology, mutualism / brotherhood vs individualism / liberalism. Ke-tiga, justice, fairness, equity, goodness, goodwill, altruism. Ke-empat, Equality, humanity, brotherhood, solidarity, religious values. Ke-lima, Competition, cooperation, coopetition (saling meningkatkan daya saing) . Ke-enam, Liberty and pursuit of happiness vs social welfare and social justice. Ke-tujuh, Nationalism. 37 Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010): Lampiran I.
guna mewujudkan kepentingan bersama yaitu kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. A. Sistem Perekonomian Indonesia Berbagai asumsi yang dikembangkan oleh kaum kapitalis sangat bertolak belakang, baik dengan sistem perekonomian Indonesia maupun dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Indonesia bukanlah sistem ekonomi tengah-tengah antara neoclassical economics dan sistem ekonomi sosialis, juga bukan sistem ekonomi campuran diantara keduanya. Sistem ekonomi Indonesia adalah suatu jalan lurus, jalan ke-tiga yang menempatkan ekonomi sebagai ilmu moral. Sistem ekonomi Indonesia mengarah pada suatu bentuk sistem ekonomi baru yaitu sistem ekonomi Pancasila38. Sistem ekonomi Pancasila identik dengan demokrasi ekonomi. Sistem ekonomi ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Tidak hanya mencakup lapangan politik, tetapi juga perekonomian. Sumbersumber produksi pada pokoknya juga berada dalam penguasaan rakyat. Artinya, rakyat suatu negara yang menganut paham kedaulatan rakyat berhak sepenuhnya atas sumber-sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran mereka sendiri39. Sistem ekonomi Pancasila40 adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh ideologi Pancasila, yaitu sistem ekonomi yang merupakan usaha bersama berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan nasional. Ekonomi Pancasila menurut Sri-Edi Swasono41 memiliki karakteristik adanya kebersamaan (mutualisme) dan 38
Sri-Edi Swasono, “Demokrasi (Volkssouvereiniteit / Kedaulatan Rakyat,” (paper dipresentasikan pada Deklarasi Gerakan Pemantapan Pancasila, 5 Juli 2012). 39 Sri-Edi Swasono, “Demokrasi Ekonomi: Komitmen dan Pembangunan Indonesia,” (paper dipresentasikan pada pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1988). 40 Mubyarto, Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan (Jakarta: LP3ES, 1987): 32 41 Sri-Edi Swasono, “Pandangan Islam dalam Sistem Ekonomi Indonesia,” (paper dipresentasikan pada pidato ilmiah wisuda sarjana negara ketiga, Universitas Muhammadiyah, Medan, 14 Maret 1987).
kekeluargaan (brotherhood), bermoral non diskriminasi dan non eksplotatory, anti monopoli, strukturalisme, kerjasama (cooperative), bernilai religius, bernilai institusional, non-usurious, social well-being. Mubyarto42 menyebutkan bahwa ekonomi Pancasila memiliki ciri-ciri: (1) Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral. (2) Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan pemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas kemanusian. (3) Prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi. (4) Koperasi merupakan soko guru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkrit dari usaha bersama. (5) Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan sosial. Landasan hukum sistem ekonomi Pancasila43 adalah Pasal 44 33 UUD 1945 yang dilatarbelakangi oleh Pembukaan UUD 1945, didukung dan dilengkapi oleh Pasal-pasal: 1845, 2346, 27 ayat (2)47 dan 3448. 42
Mubyarto dalam Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008). 43 Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008): 16. 44 Pasal 33 UUD 1945 terdiri dari tiga ayat. Pasal 33 mengalami perubahan menjadi lima ayat setelah dilakukan amandemen yang ke-empat. Ayat (1), (2) dan (3) tetap dan ditambah dengan 2 ayat tambahan sebagai ayat (4) dan (5). 45 Bab VI Pemerintah Daerah Pasal 18 UUD 1945 terdiri atas satu ayat yang berbunyi Pembagian Daerah atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sidang Pemerintahan Negara dan hakhak asal-usul dalam daerah yang bersifat Istimewa. Setelah diamandemen berubah menjadi Bab VI Pemerintah Daerah, Pasal 18 (terdiri tujuh ayat), Pasal 18A (terdiri dua ayat), Pasal 18B (terdiri dua ayat). Seluruh ayat perubahan, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
Pasal 33 UUD 1945 mengatur tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial49. Pasal 33 UUD 1945 memiliki dua kandungan nilai transformasi yaitu transformasi ekonomi dan transformasi sosial50. Transformasi ekonomi mengandung makna menegakkan demokrasi ekonomi, melaksanakan usaha bersama, melaksanakan asas kekeluargaan, menolak azas perorangan, penyesuaian KUHD kolonial merujuk pada pasal 33 UUD 1945. Transformasi sosial mengandung makna membentuk hubungan ekonomi, membentuk kerjasama kemitraan, dan melaksanakan tiga co yaitu co-ownership, co-determination dan co-responsibility. Ayat (1) Pasal 33 UUD 1945 memiliki empat kata kunci sistem perekonomian Indonesia yaitu: perekonomian, disusun, usaha bersama dan asas kekeluargaan51. Sri-Edi Swasono 46
Pasal 23 UUD 1945 sebelum diamandemen terletak pada Bab VIII Hal keuangan, terdiri atas enam ayat, tetapi setelah dilakukan amandemen kedua, Pasal 23 menjadi tiga ayat, ditambah dengan Pasal 23A, 23B, 23C, 23D, Bab VIIIA Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 23E, 23F, 23G, selengkapnya pada Lampiran. 47 Pasal 27 UUD 1945 terdiri dari dua ayat yaitu (1) Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 27 mengalami perubahan menjadi tiga ayat setelah dilakukan amandemen yang ke-dua. Ayat (1) dan (2) tetap sedangkan ayat (3) berbunyi Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. 48 Pasal 34 UUD 1945 terdiri dari satu ayat yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Setelah dilakukan amandemen ke-empat menjadi empat ayat, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. 49 Sri-Edi Swasono dalam testimoni yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi tentang Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 oleh DPP SP-PLN Tentang Ketenagalistrikan berkaitan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa dengan diamandemennya judul Bab XIV UUD 1945 menjadi “Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial”, maka melalui amandemen tersebut harus dimaknai bahwa segala kegiatan ekonomi nasional akhirnya harus berujung pada tercapainya kesejahteraan sosial bersama dari seluruh masyarakat dalam konteks societal welfare atau societal well-being. 50 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 51 Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945, Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010).
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan „perekonomian‟ pada ayat tersebut adalah konsepsi triple-co yaitu co-ownership (ikut serta dalam kepemilikan bersama), co-determination (ikut serta menilik dan ikut menentukan kebijaksanaan perusahaan dan coresponsibility (ikut serta bertanggung jawab). Kata „disusun‟ pada Ayat (1) Pasal 33 UUD 1945 dimaknai sebagai sistem yang tidak dibiarkan dengan sendirinya atau diserahkan sepenuhnya pada pasar. Negara menyusun dan mendisain sistem perekonomian. Adapun kata „usaha bersama‟ dan „asas kekeluargaan‟ memiliki makna bahwa bentuk ketersusunan sistem perekonomian adalah dalam bentuk usaha bersama (mutual endeavor) berdasarkan kepentingan bersama (mutualisme). Bentuk usaha bersama dikelola berdasarkan asas kekeluargaan (brotherhood) dan gotong royong (cooperative). Ayat (2) Pasal 33 UUD 194552 dimaksudkan oleh para the founding father sebagai usaha untuk menyelamatkan kedaulatan ekonomi negara dan untuk mengutamakan kepentingan rakyat (demokrasi ekonomi). Kata „menguasai‟ dalam ayat tersebut bermakna bahwa negara menguasai sekaligus memiliki cabangcabang produksi. Penguasaan tanpa disertai dengan kepemilikan akan mengakibatkan penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi menjadi tidak efektif. Ayat (3) Pasal 33 UUD 194553 mempertegas makna demokrasi ekonomi, bahwa perekonomian diselenggarakan demi kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Kepentingan rakyat yang utama bukan kepentingan orang-seorang. Ayat ini juga mempertegas bahwa demokrasi Indonesia berdasarkan atas asas kebersamaan (mutualisme), bukan asas perorangan atau liberalisme. Tentu saja pemahaman ini berbeda dengan paham dunia Barat yang cenderung mengartikan “demokratisasi” dengan “privatisasi”.
52
Sri-Edi Swasono, “Testimoni Sri-Edi Swasono,” Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 oleh DPP SP-PLN Tentang Ketenagalistrikan berkaitan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, (2010). 53 Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010).
B. Sistem Perekonomian Indonesia Dalam Sistem Ekonomi Islam Chapra54 menyebutkan bahwa goal dari suatu sistem ekonomi secara esensial ditentukan oleh pandangan keduniaan dari sistem ekonomi tersebut. Islam sebagai sistem ekonomi memiliki pandangan kedunian berdasarkan pada tiga konsep yang mendasar yaitu tawhi>d, khilafah dan keadilan. Tawhi>d adalah dasar yang paling penting diantara dua konsep lainnya karena dua konsep tersebut merupakan konsekuensi logis dari tawhi>d. Tawhi>d adalah pemahaman terhadap keesaan Tuhan. Pemahaman bahwa alam semesta didisain dan diciptakan oleh Sang Maha pencipta55 dengan tujuan tertentu. Segala sesuatu diciptakan olehNya bukan tanpa sebab atau secara ketidak sengajaan. Tujuan ini pula yang menyertai penciptaan alam semesta termasuk didalamnya manusia sebagai bagian dari alam semesta. Manusia sebagai makhluk ciptaanNya harus mematuhi tujuan tersebut. Hal inilah yang disebut sebagai bentuk peribadatan manusia kepada Tuhannya. Sebagai khalifah56, manusia diperintahkan oleh Allah untuk menjaga dan mengelola bumi57. Oleh karena itu, seluruh aktifitas ekonomi menjadi bagian dari menjalankan tugas dan fungsi kekahlifahan manusia di bumi58. Konsekuensinya adalah aktifitas ekonomi yang dilakukan harus selalu mengacu kepada petunjuk atau panduan yang diberikan oleh Allah. Petunjuk tersebut berisi keyakinan, tata nilai dan hukum tentang perilaku, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran dan hadist nabi. Khilafah pada dasarnya berpihak kepada asas kesatuan (unity) dan persaudaran antar umat manusia (brotherhood of
54
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development (New Delhi: Adam Publishers & Distributors, 2007). 55 QS Ali-‘Imra>n 3: 191, QS S}ad 38: 27. 56 QS al-Baqarah 2: 29-30, QS al-An’a>m 6: 165, QS al-Fat}ir 35:39, QS S}ad 38: 28. 57 Dalam QS al-Nu>r 24: 33 dijelaskan bahwa “...berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu…” 58 A. Riawan Amin, The Celestial Management (Jakarta: Embun Publishing, Nopember 2007).
mankind)59. Persaudaraan / kekeluargaan hanya akan menjadi konsep yang kosong apabila tidak disertasi dengan keadilan. Islam menempatkan keadilan sebagai suatu keutamaan yang harus diperjuangkan karena menegakkan keadilan merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan ilmu, anugerah, dan kemampuan yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia60. Oleh karenanya, ekonomi Islam sangat mengedepankan sisi kemanusian dalam seluruh aktifitasnya. Sifat kemanusian seperti: kemerdekaan, kemuliaan, keadilan, persaudaraan, saling mencintai, saling tolong menolong, menjadi satu kewajiban yang harus ditegakkan. Sementara sifat-sifat yang bertentangan dengan sifat kemanusiaan seperti permusuhan, dengki, saling membenci, berbuat curang, menindas, ketidakadilan adalah dilarang untuk dilakukan. Monzer Kahf61 menyebutkan bahwa sistem ekonomi Islam memiliki tiga prinsip utama yaitu: pertama, prinsip kepemilikan adalah pada Allah. Bumi62 dan isi yang terkandung di dalamnya bahkan jagad raya alam semesta adalah ciptaan Allah dan milik Allah63. Implikasinya adalah bahwa kepemilikan seseorang terhadap berbagai sumber daya bersifat terbatas dan tidak absolut. Penggunaan berbagai sumber daya oleh manusia akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak. Kedua, prinsip keseimbangan atau non-partisanship. Meskipun satu sumber daya alam dimiliki oleh suatu kelompok dan sumber daya lainnya dimiliki oleh individu lain namun penggunaannya tetap mempertimbangkan kepentingan sosial dan kepentingan individu.
59
Istilah brotherhood digunakan dalam sistem ekonomi Indonesia dengan kekeluargaan. 60 Yusuf Qardhawi, Da>rul Qiyam Wa al-Akhlak Fil Iqtis}adil Islami, Terjemahan Bahasa Indonesia (Jakarta: Robbani Press, 2004). 61 Monzer Kahf, “Islamic Economics System – A Review,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics (Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007) 62 Lihat QS al-A’ra>f 7: 128 63 Lihat QS al-H}adi>d 57: 5
Ketiga, prinsip keadilan64. Adil berarti menggunakan hak pribadi tanpa mengabaikan hak orang lain. Ekonomi Pancasila seiring dan selaras dengan ekonomi Islam. Kedua sistem ekonomi tersebut saling compatible meski tidak sepenuhnya substitutable65. Kekhalifaan manusia di bumi dalam bahasa yang digunakan oleh Bung Hatta66 adalah „Dunia ini adalah kepunyaan Allah semata-mata yang disediakan untuk tempat kediaman manusia sementara, dalam perjalanannya menuju dunia yang baka. Kewajiban manusia tidaklah memiliki dunia, kepunyaan Allah, melainkan memeliharanya sebaik-baiknya dan meninggalkannya kepada angkatan kemudian dalam keadaan yang lebih baik dari yang diterimanya dari angkatan yang terdahulu‟. Sementara Sri-Edi Swasono menggunakan istilah „mandataris‟ untuk menjelaskan tentang fungsi kekhalifaan manusia di bumi 67. Segala bentuk kepemilikan oleh manusia di bumi adalah atas mandat dari Allah. Selanjutnya Allah membebani si pemilik dengan kewajiban-kewajiban. Adapun kepemilikan diperoleh melalui upaya mencari rizki yang tentunya memiliki batas-batas tertentu. Sejumlah kewajiban dan batas-batas tersebut terwujud dalam larangan terhadap monopoli kepemilikan, kewajiban membayar zakat dan infak. Kutukanpun berlaku bagi yang mempraktekan monopoli kepemilikan sebagaimana telah dibuktikan kepada Qorun dan Abu Lahab. Hal inilah yang menurut Sri-Edi Swasono sebagai keadilan ekonomi dan demokrasi
64
Kahf menyebutkan bahwa keadilan dan kata keturunannya adalah kata ketiga terbanyak yang disebut oleh Allah di dalam al-Quran. Kata terbanyak yang disebut oleh Allah adalah kata Allah dan ilmu. 65 Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008). 66 Sri-Edi Swasono dan Fauzie Ridjal, Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press,1992): 143 67 Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press: 2004).
ekonomi, dimana azas kekeluargaan (brotherhood) sebagai dasarnya dan kebersamaan (mutualism) sebagai landasannya. Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 berbunyi Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan. Pernyataan di atas menunjukan prinsip kemaslahatan yang dikandung oleh ekonomi Pancasila68. Al-Gha>zali69 menjelaskan bahwa mas}lah}ah berarti sesuatu yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan mud}arat (kerusakan). Itu berarti mencegah segala tindakan yang menyimpang dan mendatangkan kerusakan merupakan kegiatan untuk mencapai kemaslahatan. Penjajahan suatu bangsa atas bangsa lainnya adalah kegiatan penindasan yang menghasilkan ketimpangan dan peyimpangan. Penyimpangan dari keadilan ke penindasan, dari kesejehteraan ke kemiskinan, dari persaudaraan ke permusuhan, dari kasih sayang ke kekerasan, dari kebahagiaan ke sengsaraan. Kegiatan-kegiatan tersebut mendatangkan kemudaratan atau kerusakan. Alinea ke-dua Pembukaan UUD 1945 berbunyi Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pernyataan di atas menunjukan bagian dari makna yang dikandung oleh prinsip fala>h dalam ekonomi Islam. Ra>ghib al-As}faha>ni> dalam Muhammad Akram Khan70 menyebut bahwa konsep fala>h} di kehidupan dunia menggambarkan tiga hal yaitu: kelangsungan hidup / kesinambungan dalam kebaikan, kebebasan berkeinginan/ kekayaan dan kekuatan,
68
Konsep kemaslahatan dibahas lebih lanjut pada Bab III. Abu> H}a>mid Al-Gha>zali, al-Arba`in fi> Us}ul al-Di>n (Bayrut: Dar alAfaq al-Jadidah, 1982). 70 Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) 69
kemuliaan dan kehormatan. Muhammad Akram Khan71 menyebutkan bahwa fala>h} memiliki konsep multi dimensi yang akan berimplikasi terhadap perilaku individu (tingkat mikro) dan perilaku kolektif (tingkat makro)72. Kebahagiaan, keselamatan, sentosa, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur adalah kondisi dan perilaku di tingkat mikro (individu) maupun tingkat makro (kolektif) yang terkandung dalam pengertian kelangsungan hidup / kesinambungan dalam kebaikan, kebebasan berkeinginan/ kekayaan dan kekuatan, kemuliaan dan kehormatan, sebagaiman makna yang dikandung di dalam fala>h}. Pasal 33 UUD 1945 ayat (1) yang mendasari sistem ekonomi Pancasila yaitu landasan kebersamaan (mutualism) dan asas kekeluargaan (brotherhood) adalah selaras dan sejalan dengan konsep khilafah yang berprinsip atas asas kesatuan (unity) dan persaudaran antar umat manusia (brotherhood of mankind) sebagaimana dijelaskan oleh Chapra73. Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan ayat (3) yang menjelaskan peran Negara dalam menciptakan kemakmuran rakyat juga sejalan dengan kebijakan Islam dalam menjaga keseimbangan pasar, kesatuan ekonomi dalam upaya menjaga keadilan dan meningkakan kemakmuran rakya. Fatah74 menyebutkan bahwa pada era Abbasiyah, lembaga ekonomi yang permanen dan independen yang disebut lembaga hisbah telah berperan aktif dalam menjaga keseimbangan dan keadilan ekonomi. Pada masanya pula, khalifah banyak mengangkat petugas pengawas perekonomian (muh}tasib) yang bertugas untuk mengawasi aktifitas ekonomi. Keberadaan lembaga hisbah menunjukan peran aktif pemerintah dalam melakukan penataan terhadap aktifitas ekonomi. 71
Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994). 72 Secara lengkap dijabarkan pada Tabel 3.1, halaman 55 73 Istilah brotherhood digunakan dalam sistem ekonomi Indonesia dengan kekeluargaan. 74 Dede Abdul Fatah, Pasar & Keadilan dalam Perspektif Ekonomi Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, Januari 2012).
Pasal 33 UUD 1945 yang menjadi dasar dari sistem ekonomi Pancasila memiliki nilai transformasi sosial yaitu nilai non-usurious system75. Sri-Edi Swasono 76menyebutkan bahwa riba adalah ideological mindset yang mengisi suatu sistem ekonomi yang dasarnya adalah kepentingan pribadi (self-interest), kerakusan, perampasan, (rip-off) hegemonik yang berawal dari liberalisme. Hal ini sejalan dengan konsep pelarangan riba pada sistem ekonomi Islam. Nilai moral ekonomi Pancasila yang nondiskriminatori, noneksploitatori, anti monopoli, anti konsentrasi penguasaan asset produktif, etika ketuhanan, berkeadilan sosial (emansipatori ekonomi) dan mengutamakan kerja sama (asas kebersamaan dan kekeluargaan), pada dasarnya memiliki nilai luhur yang juga dikandung dalam sistem ekonomi Islam. Seluruh penjelasan di atas menyiratkan adanya hubungan yang sangat erat antara sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Islam. C. Nilai Spiritualitas Ekonomi Berlandaskan Tawhi>d Spiritualitas berarti proses pencarian terhadap makna hidup. Pemaknaan diri bahwa terdapat suatu gaya yang sangat besar yang mempengaruhi diri. Sesuatu yang dimaksud adalah sesuatu yang bersifat non materi77. Spiritualitas78 tercermin pada kepercayaan kepada Tuhan, mencintai sesama, ketekunan, gerakan, daya tahan, kealiman, kerendahan hati, kepercayaan kepada Tuhan, kedewasaan, layanan, kebaikan, harapan di masa yang akan datang, ikhlas menerima, optimisme, kebajikan, kepuasan, rasa syukur, 75
Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 76 Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008). 77 Mathew L Sheep, “Nurturing the Whole Person: a Model of Spirituality at Work and Performance,” Academy of Management Conference, Management, Spirituality and Religion Interest Group (2003). 78 Kamran Janfeshan dkk, “Spirituality in the Work Place and Its Impact on the Efficieny of Management,” (paper dipresentasikan pada 2nd International Conference on Business and Economic Research (2nd ICBER 2011) Proceeding, 2001).
kejujuran, ekonomi, ketiadaan ketergantungan, pengorbanan juga kesetiaan. Unsur spiritual dalam diri manusia79 membuat dirinya senantiasa bertanya mengapa mengerjakan sesuatu dan membuatnya mencari cara-cara yang lebih baik untuk melakukannya. Unsur spiritual membuat dirinya berharap agar hidup dan upaya yang dilakukannya memiliki makna. Spiritualitas dapat menciptakan etos sosial80. Etos tersebut diyakini, dihayati dan diamalkan secara konsekuen, sehingga menimbulkan dampak sosial tertentu yang diasosiasikan dengan seseorang dan kelompok masyarakat tertentu81. Spiritualitas adalah dimensi batin (esoteric dimension) atau jiwa agama. Di kehidupan abad modern, spiritualitas meliputi kualitas iman, kualitas jiwa, kualitas mental kualitas kecerdasan emosi, dan kualitas kecerdasan spiritual yang bersumber dari keyakinan agama82. Para pendiri Bangsa Indonesiapun menyadari pentingnya spiritulitas dalam kehidupan berbangsa. Sehingga 79
Danah Zohar dan Ian Marshal, Spiritual Capital, Wealth We Can Live by Using Our rational, emotional, and Spiritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture (London: Bloomsbury Publishing Plc, 2004). 80 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah Cendekiawan Muslim (Bandung: Penerbit Mizan, 1999). 81 Rahardjo menyebutkan bahwa etos sosial adalah sikap dasar seseorang atau sekelompok orang yang menjadi ciri dari suatu masyarakat tertentu. 82 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir al-Quran Tematik, Kitab Spiritualitas dan Akhlak (Jakarta: 2010), disebutkan bahwa pengertian spiritualitas adalah hal-hal yang menyangkut kejiwaan. Dalam al-Quran sendiri tidak ditemukan dasar kata dari spirit, namun ada makna yang lebih dekat daripadanya yaitu kata ruh atau yang berkaitan dengannya yaitu ru>hani dan ru>haniyyah yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia (Kamus Besar Bahasa Indoensia) menjadi roh, rohani dan rohaniah dengan arti 1. Sesuatu yang hidup yang tidak berbadan jasmani yang berakal budi dan berperasaan, 2. Jiwa, badan halus, itu artinya rohani atau rohaniah diartikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan roh. Sedangkan Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta menyebutkan bahwa spirit berarti: 1. jiwa, sukma, roh, 2. Semangat, sedangkan spiritualisme berarti aliran filsafat yang mementingkan kerohanian (lawan dari materialism).
dirasa perlu untuk menghadirkan sisi spiritualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar tentang pemahaman spiritual antara cendekiawan Barat dengan cendekiawan Timur (Islam). Perbedaan itu terletak pada apakah spiritual berkaitan dengan ajaran agama ataukah tidak? Weber (1958)83, Chaleff (1998)84, Guillory (2000)85, Friedman (2008)86 menyebutkan bahwa spiritual berbeda dengan agama. Spiritual dan agama sebagai dua hal yang berbeda meskipun memiliki fenomena yang berkaitan. Spiritualitas berasal dari kesadaran dalam diri, di luar sistem keyakinan, apakah sistem-sistem ini diajarkan atau dipelajari di dalam agama. Sementara dalam Islam, spiritualitas merupakan bagian daripada sistem agama yang diyakini, dihayati dan diamalkan. Islam mengajarkan bahwa spiritualitas merupakan bentuk peribadatan dari seorang makhluk kepada Yang Maha Penciptanya. Peribadatan yang harus dilakukan untuk menjalankan fungsi khalifah manusia di bumi. Perwujudan fungsi manusia sebagai khalifah di bumi mengarahkan manusia untuk dapat memiliki visi yaitu mencapai kebahagiaan hidup di akhirat tanpa mengabaikan kesuksesan hidup di dunia. Kesuksesan hidup di dunia merupakan sasaran perantara, batu loncatan (milestone), berjangka waktu pendek dan bukan segala-galanya. Puncaknya adalah kebahagiaan hidup di akhirat, berjangka waktu panjang dan abadi. Sebuah pencapaian yang 83
Max Weber, The Protestant Ethnic and The Spirit of Capitalism (New York: Charles Scribner‟s Sons, 1958). 84 Ira Chaleff, “ Spiritual Leadership,” Executive Excellence 15 (May 1998). 85 William A Guillory, “The Living Organization: Spirituality in the Workplace,” Innovations International (2000). 86 Hershey H. Friedman dan Linda W. Friedman, “Can 'Homo Spiritualis' Replace Homo Economicus in the Business Curriculum?,” Friedman & Friedman, e-Journal of Business Education & Scholarship of Teaching 2, No. 2 (2008).
sepenuhnya harus diperjuangkan. Sebuah goal yang harus menjadi tujuan dari segala aktifitas kehidupan. Kecenderungan seorang muslim terhadap kehidupan akhirat bukan berarti bahwa dirinya tunduk dan pasrah kepada takdir. Ketergantungan dirinya terhadap berbagai keadaan dan kesempatan, serta perasaan tidak mampu untuk berusaha dan berkarya tetapi merupakan sebuah ungkapan perasaan sebagai khalifah Allah di bumi87. Bagi seorang muslim, kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat adalah cita-cita yang harus diperjuangkan dan dipahami sebagai: i. Bahwa yang namanya kesuksesan tidak hanya dari sudut pandang antar manusia tetapi juga dari sudut pandang antara manusia dengan Allah Yang Maha Pencipta. ii. Bahwa yang namanya bahagia tidak hanya yang tampak pada jasmani tetapi juga ruhani. iii. Bahwa yang namanya kesuksesan tidak hanya dilihat dari fisik material tetapi non fisik dan non material. iv. Bahwa yang namanya kesuksesan bukan hanya dari sudut pandang pemahaman diri sendiri tetapi atas penilaian dari orang lain. v. Bahwa bila manusia selamat, maka sebaiknya keselamatan tersebut tidak hanya dinikmati oleh diri sendiri tetapi juga oleh orang lain. vi. Bahwa kesuksesan tidak hanya sekedar memiliki harta benda yang banyak tetapi juga tumbuhnya rasa bahagia ketika harta benda tersebut dapat dinikmati oleh orang lain. vii. Bahwa kesuksesan dan keselamatan adalah ketika hal-hal tersebut di atas dilakukan dengan motivasi untuk beribadah kepada Yang Maha Menciptakan bukan untuk yang lain. Bila seluruh aktifitas di dunia disajikan dalam kerangka akhirat dan bekerja dengan orang lain diberi kualitas „kewajiban‟ dan dimaknai sebagai ibadah, niscaya perenungan seorang muslim terhadap yang ghaib akan mengalami transformasi menjadi 87
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008).
kekuatan penggerak bagi terciptanya partisipasi terbesar demi mendongkrak tingkat perekonomian88. D. Kehidupan Akhirat Sebagai Balasan Atas Seluruh Aktifitas Ekonomi di Kehidupan Dunia Al-Ghazali89 menjelaskan bahwa kehidupan akhirat adalah tempat akhir pembalasan bagi manusia atas segala yang dilakukan semasa hidup di dunia. Pembalasan tersebut dapat berupa pahala (reward) ataupun hukuman (punishment). Itu berarti kehidupan dunia tidak saja bersifat sementara tetapi juga tempat perjuangan dan persiapan menuju hari pembalasan. Dapatlah dikatakan bahwa kehidupan dunia hanyalah sasaran perantara atau tujuan jangka pendek sedangkan kehidupan akhirat adalah tujuan akhir atau tujuan jangka panjang. Untuk itu, perjuangan yang dilakukan di dunia tidak sekedar mengejar kepentingan yang bersifat keduniaan tetapi harus didedikasikan untuk mendapatkan kebaikan di kehidupan akhirat. Berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan keselamatan di akhirat, Al-Ghazali90 membagi orang menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok pertama adalah orang-orang yang mengabaikan kehidupan akhirat dengan memanjakan dirinya pada segala sesuatu yang bersifat keduniaan, mereka ini akan dihancurkan. Kelompok kedua adalah orang yang di kehidupan dunianya senantiasa mengejar kehidupan akhirat. Mereka akan mendapatkan kesuksesan. Kelompok ketiga adalah orang yang mengikuti jalan tengah yaitu orang yang dalam segala aktifitas kehidupan dunianya senantiasa mengikuti aturan shari>’ah, termasuk dalam aktiftas ekonominya, mereka akan mendapatkan keselamatan. Berkaitan dengan kehidupan dunia, tentu mudah untuk diamati, diobservasi, dianalisis dan diambil satu keputusan 88
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008). 89 Mohammad S. Ghazanfar dan Abdul Azim Islahi, “Economic Thought of Al-Ghazali (450-505 A.H. / 1058-1111 A.D.),” Islamic Economics Research Series (1997). 90 Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya’ Ulum al-Din, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997).
terhadap satu hal yang diperbincangkan tetapi tidak demikian halnya dengan kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat tidak bisa diobservasi karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh manusia91. Namun demikian karena kehidupan akhirat merupakan akibat dari segala apa yang dilakukan di kehidupan dunia, maka kinerja di kehidupan akhirat masih dapat diprediksikan dari pencapaian kinerja di kehidupan dunia. Dalam bahasa matematika sederhana dapatlah dikatakan bahwa kehidupan dunia adalah variabel bebas (independent variable) sementara kehidupan akhirat adalah variabel terikat (dependent variable). E. Pentingnya Partisipasi dan Kerjasama Dalam Aktifitas Ekonomi Dalam melakukan kegiatan ekonomi, tentu saja terdapat persaingan diantara para pelaku ekonomi. Namun demikian, bukan berarti bahwa persaingan yang dilakukan harus mengabaikan pertalian atau persaudaraan. Kerja sama disertai sikap hidup yang saling bergotong royong dan saling menolong merupakan kekuatan utama ekonomi. Kerjasama dan saling menolong adalah tali penghubung agar persaingan yang dilakukan tidak mengabaikan persaudaraan92. Persaingan dan kerjasama adalah kekuatan kembar yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan dalam menggerakkan kehidupan ekonomi dunia secara nyata93. Persaingan dan kerjasama dalam ekonomi kerakyatan dilakukan secara selaras dengan landasan kebersamaan (mutualism) dan kekeluargaan 94 (brotherhood) . Azas kekeluargaan memiliki makna persaudaraan, tolong menolong dan gotong royong. Hal ini sejalan dengan hadis nabi: 91
QS al-Naml 27: 66 Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya. 92 QS al-Ma>idah 5: 2 93 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 94 Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press: 2004).
Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim). (HR. Ahmad)
Persaingan yang diwujudkan dalam pasar bebas menjadi dasar bagi kaum kapitalis untuk saling gontok-gontokan, saling tidak rukun bahkan saling melumpuhkan. Hal ini berbeda dengan prinsip kerja sama (cooperative) yang saling memelihara keberadaan setiap kekuatan ekonomi95. Persaingan menjadi penggerak utama sistem ekonomi kapitalis. Meski merekapun menyadari bahwa hasil persaingan telah berdampak buruk dengan terjadinya Perang Dunia I dan II. Pasca perang besar tersebut terjadilah kevakuman. Justeru kerjasamalah yang menjadikan dunia kembali bergairah dengan terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa (Pasca PD I) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (Pasca PD II). Kerja sama atau tolong menolong dalam kegiatan ekonomi menjadi ciri dari sistem ekonomi Islam96. Akram97 menyebutkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu studi yang bertujuan untuk menciptakan fala>h} yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam yang ada di bumi dengan berlandaskan pada kerjasama dan partisipasi. Kerjasama akan menciptakan keharmonisan sistem. Pembelajaran setidaknya dapat diperoleh dari keharmonisan di alam semesta. Keharmonisan tersebut terlihat pada teraturnya rotasi bumi terhadap porosnya, juga pada peredaran bumi terhadap matahari98, peredaran bulan, bintang dan matahari99, siklus hujan100, siklus pertumbuhan manusia di dalam rahim101, siklus kehidupan, kematian dan kebangkitan dari alam kubur102. 95
Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010) 96 QS al-Ma>idah 5: 2, QS al-Tawbah 9: 71 97 Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) 98 QS al-A’Ra>f 7: 54, QS 99 QS al-Ra’ad 13: 2, QS Ibra>hi>m 14: 33, QS al-Anbiya> 21: 33, QS Ya>si>n 36: 40 100 QS al-Baqarah 2: 22
Choudhury103menyatakan bahwa persamaan dan kerjasama di dalam ekonomi Islam adalah manifestasi dari prinsip tawhi>d dan persaudaraan (brotherhood). Prinsip tawhi>d mengajarkan bahwa sejatinya manusia awalnya satu. Lantas Allah menciptakan pasangannya kemudian dari pasangan tersebut Allah memperkembangbiakkan manusia104. Adapun Allah menciptakan ketidaksamaan pada diri manusia dalam perbedaan fisik, pengetahuan, harta, kekuatan bukanlah dimaksudkan sebagai ketidakharmonisan tetapi memiliki tujuan agar diantara manusia dapat saling melengkapi satu sama lain105, saling meminta106 dan saling bersaudara107. Semangat berpartisipasi adalah perilaku yang diajarkan oleh Rasulallah. Larangan memerangi orang non muslim selama mereka berpartisipasi dalam membayar pajak. Berbagi makanan kepada seluruh orang108. Berbagi dengan mengutamakan kepentingan
101
QS al-Haj 22: 5,: QS al-Mu’minu>n 23: 12-16 103 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economic (New York: St. Martin‟s Press, 1986). 104 QS al-Nisa> 4: 1 105 QS al-Zukhruf 43: 32 106 QS al-Nisa> 4: 1 107 QS al-H}ujura>t 49:10 108 Hadis riwayat Abdurrahman bin Abu Bakar ra., ia berkata: Kami berjumlah 130 orang sedang bersama Nabi saw. Lalu Nabi saw. bertanya: Adakah salah seorang di antara kalian mempunyai makanan? Ternyata ada seorang yang mempunyai kira-kira satu sha` gandum yang lalu dibuat adonan. Kemudian datang seorang lelaki musyrik tinggi yang kusut rambutnya menggiring kambing. Nabi saw. bertanya: Ini dijual atau diberikan atau dihadiahkan? Orang itu menjawab: Dijual! Rasulullah saw. membeli seekor kambing darinya. Setelah disembelih, Rasulullah saw. menyuruh diambil hatinya untuk dipanggang. Kata Abdurrahman bin Abu Bakar: Demi Allah! Kami berseratus tiga puluh orang seluruhnya mendapatkan sepotong hati kambing dari Rasulullah saw. Jika orang itu hadir, maka Rasulullah saw. memberikannya dan kalau tidak ada Rasulullah saw. menyimpannya. Makanan itu dibagi dalam dua talam. Kami semua makan dari kedua talam itu dan kenyang. Sisa yang ada pada kedua talam tersebut aku bawa ke atas unta. (Shahih Muslim No.3832) 102
orang lain tanpa pamrih109. Berbagi harta rampasan perang secara adil110. Pembagian zakat bagi yang wajib menerimanya111. Ajaran Islam senantiasa mengingatkan kepada kita terhadap pentingnya kerjasama dan partisipasi. Adanya ketentuan hukum bahwa dari setiap harta yang didapatkan, pada dasarnya terdapat hak bagi orang lain112. Adanya ketentuan larangan pembuatan kontrak bisnis yang melibatkan satu jenis kontrak secara eksklusif tanpa membagi risiko113. Adanya ketentuan larangan pembuatan kontrak bisnis yang cenderung membuat perselisihan diantara pihak yang terlibat114, ataupun adanya larangan memakan riba115. Terkait dengan pelarangan riba, para ahli fiqih sepakat bahwa riba dilarang karena memiliki unsur mendominasi dan mendzalimi bagi masing-masing pihak. Hak kreditor untuk menerima bunga telah terjamin tanpa memperdulikan kenyataan bahwa asetnya tersebut meningkatkan nilai tambah ataukah tidak bagi orang lain. Riba juga membuat satu pihak memakan harta pihak lain tanpa berjerih payah dan berisiko. Riba didapatkan bukan dari imbalan kerja atau jasa juga mengabaikan aspek kemanusiaan demi mendapatkan materi. Kebersamaan dan saling berpartisipasi juga merupakan nilai yang dianut oleh sistem ekonomi Pancasila. Sistem ekonomi yang dikenal pula dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan adalah pengertian dan konsep asli Bangsa Indonesia. Ekonomi rakyat merupakan satu kesatuan kata dan bukan sekedar rangkaian kata „ekonomi‟ dan „rakyat‟. Kata rakyat dalam ekonomi rakyat
109
QS al-H}asyr 59: 9 QS al-H}asyr 59: 7 111 QS al-Tawbah 9: 60 112 QS al-Nisa> 4: 32, QS al-Dha>riya>t 51: 19 113 Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Islamic Law and Finance, Religion, Risk, and Return (the Hague, the Netherlands: Kluwer Law International, 1998). 114 Akram menyebutkan bahwa kontrak-kontrak demikian dilarang di dalam islam karena memiliki kecenderungan eksploitasi dari satu pihak kepada pihak lainnya. 115 QS al-Baqarah 2: 275, 276, 278, QS Ali-‘Imra>n 3: 130, QS al-Nisa> 4: 161. 110
berkaitan dengan kebersamaan, saling mendukung, berpartisipasi dsbnya116. Ekonomi rakyat memiliki makna bahwa pembangunan ekonomi berpusat kepada rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai tujuan pembangunan ekonomi disamping menempatkan rakyat sebagai sarana dan pelaku pembangunan. Hal ini sejalan dengan sistem ekonomi Islam yang menempatkan manusia sebagai tujuan dari segala aktifitas ekonomi disamping sebagai sarana dan pelaku ekonomi. Pembangunan ekonomi rakyat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas rakyat117 dan melakukan utilisasi terhadap sumber daya yang tersedia secara efektif. Inilah yang disebut sebagai strategi grass roots - based dan resources - based. Pembangunan ekonomi rakyat juga dilakukan dengan pendekatan partisipatori dan emansipatori yang bersifat bottom - up. Keseluruhannya dilakukan untuk mempercepat transformasi ekonomi dan transformasi sosial118. Partisipasi rakyat dalam pembangunan ekonomi akan menjamin nilai tambah ekonomi yang dihasilkan dapat secara langsung diterima oleh rakyat119. Pemerataan akan tercapai seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Rakyat akan menjadi aset pembangunan (human insvesment). Hal ini akan mendorong tumbuhnya golongan menengah. Pertumbuhan golongan menengah akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga masyarakat mampu membangun dirinya sendiri. Kondisi ini akan meningkatakan posisi tawar secara kolektif. Rakyat menjadi lebih aktif dan produktif. Nilai tambah ekonomipun menjadi meningkat. Pembangunan ekonomi rakyat akan menyesuaikan terhadap sumber 116
Mubyarto, “Paradigma Pembangunan yang Bertumpu pada Kekuatan Ekonomi Rakyat,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo (Jakarta: PT. Intermasa, 1997). 117 Catatan peneliti: Dalam hal ini, rakyat dijadikan sebagai asset nasional. 118 Sri-Edi Swasono, “Prospek dan Perkembangan Perekonomian Rakyat: Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Pasar,” Kedaulatan Rakyat, Jumat, 02 Agustus 2002. 119 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003).
daya dan people centered. Pembangunan ekonomi lebih menyerap tenaga kerja. F. Terselenggaranya Ekonomi Berlandaskan Persaudaraan dan Distribusi Berkeadilan Para pendiri Bangsa Indonesia telah menyatakan bahwa keadilan sosial adalah tujuan dari pendirian Negara Indonesia sebagaimana dinyatakan pada Pembukaan UUD 1945. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia Jimly Asshiddiqie120 menjelaskan bahwa keadilan sosial dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-empat tersebut, dirumuskan sebagai “suatu” yang sifatnya konkrit, bukan hanya abstrak-filosofis yang tidak sekedar dijadikan jargon politik tanpa makna. Keadilan sosial juga bukan hanya sebagai subjek dasar negara yang bersifat final dan statis, tetapi merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara dinamis dalam suatu bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sementara Sri-Edi Swasono menyebutkan bahwa keadilan sosial yang dimaksudkan pada Pembukaan UUD 1945121 adalah sebagaimana dijelaskan pada Pasal 27 ayat (2) juga Pasal 33 UUD 1945, yaitu mengutamakan kepentingan rakyat demi tegaknya daulat rakyat bukan daulat pasar. Dengan melaksanakan asas kekeluargaan dan kebersamaan sebagaimana Pasal 33 UUD 1945, maka Bangsa Indonesia dapat mewujudkan keadilan sebagaimana yang diidamkan. Hal ini terjadi karena asas kekeluargaan akan melahirkan akhlak homo ethicus yang mengutamakan keadilan. 120
Jimly Asshiddiqie, “Pesan Konstitusional Keadilan Sosial,” http://www.jimly.com_makalah_namafile_75_PESAN_KEADILAN_SOSIAL (diakses pada 25 Januari 2012). 121 Sri-Edi Swasono, “Jangan Menjual Indonesiaku,” Swara 33 eBulletin Mubins, Edisi 001 (Mei 2011): 5-6
Sementara bagi penganut paham individualisme dan berasas liberalism memaknai keadilan sebagai kekuasaan. Penilaian terhadap rasa adil atau tidak adil tergantung pada keputusan dari yang berkuasa yaitu yang memiliki modal besar. Paham individualisme menghasilkan akhlak homo economicus dengan tingkah perbuatan homo homini lupus122. Konsep keadilan kaum kapitalis mendapat kritikan dari John Rawls. Rawls mengatakan bahwa keadilan tidak akan dapat diwujudkan melalui pasar bebas. Rawls mengembangkan teori keadilan123. Keadilan menurut Rawls adalah bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar. Agar keadilan di antara mereka dapat tercapai, maka struktur konstitusi, politik, ekonomi dan peraturan tentang hak milik, harus berlaku sama untuk semuanya. Setiap orang harus mengenyampingkan atribut-atribut yang membedakannya dengan orang-orang lain (veil of ignorance). Atribut yang dimaksudkan adalah kemampuan, kekayaan, posisi sosial, pandangan religius dan filosofis, maupun konsepsi tentang nilai. Rawls menekankan konsep keadilan pada kepemilikan barang-barang sosial utama oleh orang per seorang. Ketidaksetaraan merupakan problem yang disebabkan oleh anggota masyarakat yang tidak memiliki barangbarang sosial secara merata. Rawls menyatakan bahwa kepada warga msyarakat yang kurang beruntung memiliki barang-barag sosial tersebut, berhak mendapatkan kompensasi. Diperlukan institusi yang dapat mengelola ketidak setaraan di atas. Dworkin124 menyatakan bahwa ketidaksetaraan yang muncul diantara warga masyarakat tidak dilihat dari kepemilikan barang-barang oleh individu di dalam masyarakat. Ketimpangan disebabkan karena pilihan-pilihan yang diambil oleh individu untuk menggunakan barang-barang sosial yang dimilikinya. Dworkin menekankan tanggungjawab (responsibility) yang dimiliki oleh 122
Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press: 2004). 123 John Rawls, a Theory of Justice (Harvard University Press, 1999). 124 Robert Kane, “Responsibility And Free Will In Dworkin‟s Justice For Hedgehogs,” The University of Texas at Austin (n.d).
individu dalam menentukan pilihan untuk menggunakan barang sosial. Amartya Sen sependapat dengan Rawls maupun Dworkin tentang penekanan akal budi sebagai penelusur proses keadilan. Namun demikian Sen memberikan kritik tajam pada teori keadilan Rawls maupun Dworkin. Sen125 menyebutkan bahwa konsep keadilan berkaitan dengan empat hal yaitu: fokus pada kehidupan dan kebebasan, menghubungkan antara tanggung jawab (responsibility) terhadap kekuatan efektif (effective power), komparatif bukan transcendental, assessment dan mencakup hal yang tidak terlarang secara global (globally unrestricted coverage). Dalam pandangan Sen, institusionalisme yang diusung oleh Rawls menghasilkan Kew Garden principle126 yaitu pandangan yang menganggap institusi sebagai agen moral (penjaga moral). Sen berpendapat bahwa yang disebut „hak asasi generasi kedua‟ menyangkut kewajiban sempurna (menegaskan bahwa negara sebagai institusi penjaga keadilan) juga kewajiban tak sempurna (tidak secara tegas menyebut siapa sebagai agen moral) juga menyangkut penderitaan sesama dari negeri lain. Sen berpandangan bahwa kesetaraan (equality) harus dilihat dari usaha masyarakat dalam mencapai apa yang direncanakan dan apa yang diinginkan di dalam hidupnya. Sen memandang bahwa kesejahteraan tidak dilihat dari barang sosial yang harus dimiliki oleh individu atau masyarakat tetapi pada sejauh mana individu atau masyarakat memiliki kesempatan untuk mewujudkan kebebasan. Sejauh mana individu dapat mengkonversikan sumber daya yang dimiliki (resources) untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Dengan demikian, kebebasaan akan terlihat dari kapabilitas (capability) dalam mencapai cita-cita. 125
Amartya Sen, “The Idea of Justice,” Journal of Human Development 9, No.3 (November 2008). 126 Sen membuat contoh ilustrasi seorang gadis diserang di Kew Gardens New York pada malam hari. Sang Gadis berteriak minta tolong tapi tak seorang pun yang tinggal di sekitar menolongnya. Bahkan untuk sekedar menelepon pihak kepolisian untuk memintakan pertolonganpun tidak. Hal ini karena mereka menganggap bahwa pihak yang bertindak sebagai agensi moral (pihak yg berkewajiban) untuk menolong adalah institusi / polisi. Akhirnya gadis itu terbunuh, tanpa ada seorang pun yang menolongnya
Konsep persaudaraan dalam sistem ekonomi Islam timbul dari pembaharuan spiritual dan bukan dari pembedahan sosial127, sebagaimana dilakukan dalam sistem ekonomi komunisme. Sistem ekonomi komunisme menerapkan persaudaraan dalam rangka menjamin keamanan sosial. Islam memiliki pandangan bahwa, Allah menciptakan manusia dengan berbagai suku dan bangsa dimaksudkan agar mereka saling mengenal128. Persaudaraan adalah nikmat yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam dimana pada masa jahiliyah mereka saling bermusuhan129. Nikmat persaudaraan juga telah diberikan oleh Allah kepada kaum Muhajirin dan kaum Ansar juga kaum sebelum mereka130. Beberapa hadis Nabi juga menjelaskan keutamaan persaudaraan: menyambung tali persaudaraan adalah amalan yang dapat mendekatkan diri pada surga dan menjauhkan dari neraka 131. Persaudaraan umat lebih utama dari kepentingan pribadi132. 127
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice. (Islamabad: Houder and Stoughton, 1970). 128 QS al-H}ujura>t 49: 13 129 QS Ali-‘Imra>n 3: 103 130 QS al-H}asyr 59: 10 131 Hadis riwayat Abu Ayyub Al-Anshari RA.:Bahwa Seorang badui menawarkan diri kepada Rasulullah saw. dalam perjalanan untuk memegang tali kekang unta beliau. Kemudian orang itu berkata: Wahai Rasulullah atau Ya Muhammad, beritahukan kepadaku apa yang dapat mendekatkanku kepada surga dan menjauhkanku dari neraka. Nabi saw. tidak segera menjawab. Beliau memandang para sahabat, seraya bersabda: Ia benar-benar mendapat petunjuk. Kemudian beliau bertanya kepada orang tersebut: Apa yang engkau tanyakan? Orang itu pun mengulangi perkataannya. Lalu Nabi saw. bersabda: Engkau beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan salat, menunaikan zakat dan menyambung tali persaudaraan. Sekarang, tinggalkanlah unta itu. (Shahih Muslim No.14) 132 Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw di kala sakit, yang beliau wafat dalam sakit itu, keluar dengan mengikat kepala beliau dengan potongan kain. Beliau duduk di mimbar lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda, 'Tidak ada seorang pun yang lebih dermawan terhadapku dalam jiwa dan hartanya daripada Abu Bakar bin Abu Quhafah. Seandainya aku mengambil kekasih dari manusia niscaya aku mengambil Abu Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi, persahabatan Islam lebih utama.' (Dalam satu riwayat: 'Akan tetapi, dia adalah saudaraku dan sahabatku.' 4/19]." Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas, "Adapun ucapan Rasulullah saw., 'Seandainya aku mengambil kekasih dari umat ini niscaya aku ambil Abu Bakar, tetapi
Sri-Edi Swasono menggunakan makna kekeluargaan untuk menyebut persaudaraan (brotherhood) sebagai asas penerapan sistem ekonomi Pancasila. Asas kekeluargaan (brotherhood) berarti hubungan antara sesama warga ibarat keluarga besar, katakanlah sebagai hubungan ber-ukhuwah, yang bagi Indonesia yang pluralistik, berarti ber-ukhuwah wathoniah. Jadi asas kekeluargaan bukanlah asas kekerabatan (kinship) yang nepotistik133. Persaudaraan dilakukan dalam usaha menegakkan keadilan. Ajaran Islam menekankan persaudaraan berbingkai ketawhidan134. Prinsip tawhi>d mengajarkan kepada manusia tentang hubungan dan interaksi dengan orang lain. Interaksi dan hubungan tersebut adalah sebagaimana dia berhubungan dengan Allah Sang Maha Penciptanya. Oleh karenanya, seluruh aktifitas ekonomi seperti: pertukaran pasar, alokasi sumberdaya, maksimalisasi utilitas dan keuntungan senantiasa memiliki dasar ketawhidan. Keadilan bukanlah sesuatu yang ilmiah dan nyata, yang dapat diukur atau diamati atau menjadi subyek pengujian eksperimental tetapi merupakan suatu estimasi dan penilaian moral. Keadilan dalam sistem ekonomi Islam merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Sistem ekonomi Islam menjunjung tinggi ditegakkannya ideologi keadilan. Hal ini berbeda dengan ilmu ekonomi lainnya yang berisikan teori keadilan yang menjelaskan realitas kehidupan ekonomi dan terpisah dari ideologi atau cita-cita keadilan135. Doktrin keadilan yang harus ditegakkan adalah sebagaimana perintah Allah136. Ayat ini menunjukan bahwa persaudaraan Islam itu lebih utama atau lebih baik,' maka beliau mengucapkan yang demikian ini karena beliau menempatkan atau menetapkan Abu Bakar sebagai ayah (mertua).' 8/7) 'Tutuplah dariku setiap pintu di masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.'" 133 Sri-Edi Swasono, “Testimoni Sri-Edi Swasono,” Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 oleh DPP SP-PLN Tentang Ketenagalistrikan berkaitan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, (2010). 134 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economic (New York: St. Martin‟s Press, 1986). 135 Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008). 136 QS al-Ma>idah 5: 8
menegakkan keadilan berkaitan erat dengan ketaqwaan manusia kepada penciptanya137. Naqwi138 menjelaskan bahwa implikasi dari ayat tersebut adalah adanya jaminan kemerdekaan bagi individu dalam menghadapi penyalahgunaan kekuasaan, ekonomi, sosial atau fisik oleh orang-orang yang memilikinya. Keadilan sosial berlaku bagi seluruh struktur kemasyarakatan baik yang kaya maupun yang miskin dalam seluruh aspek kehidupan manusia139. Keadilan sosial harus dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari dan harus tetap ditegakkan meskipun terhadap orang yang dibenci sekalipun140. Berbuat adil berarti tidak berbuat curang dengan mencukupkan ukuran atau takaran, sehingga tidak merugikan pihak lain141. Dalam sistem ekonomi Islam, keadilan ditegakkan dengan prinsip bahwa: i. Semua yang ada di alam semesta adalah milik Allah142. ii. Manusia dapat memilikinya tetapi atas karunia dari Allah143 dan terikat dengan ketentuan yang mengatur penggunaannya. iii. Allah menjadikan ketidaksamaan pendapatan marjinal untuk merangsang inisiatif individu144. Islam tidak mengindahkan semua kegiatan ekonomi anti sosial yang tidak mendorong pada kesejahteraan bersama. Hal inilah yang menjadi dasar dilarangnya kegiatan monopoli dan spekulatif di dalam Islam karena kegiatan tersebut tidak bermanfaat juga mengambil keuntungan di atas penderitaan orang lain145. Oleh karena itu, mewujudkan keadilan sosial seharusnya berakar dari keimanan manusia kepada Allah146 137
QS al-A’Ra>f 7: 29 Syed Nawab Haider Naqwi, Ethiics and Economics: an Islamic Synthesis, Terjemahan Bahsa Indonesia (Bandung: Penerbit Mizan, 1985). 139 QS al-Nisa> 4:135 140 QS al-Ma>idah 5:8 141 QS Hu>d 11: 85 142 QS Ali-‘Imra>n 3: 180. 143 QS al-Haj 22: 65 144 QS al-An’a>m 6: 165 145 Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice. (Islamabad: Houder and Stoughton, 1970). 146 QS al-An’a>m 6: 82. 138
G. Terwujudnya Kesejahteraan Sosial Sebagai Sasaran Ekonomi Mubyarto147 menyebutkan bahwa sistem ekonomi yang tidak ditujukan untuk mensejahterakan rakyat, cepat atau lambat akan menemui jalan buntu, jika tidak hancur. Sistem ekonomi apapun hanya akan berjalan lancar apabila didukung oleh masyarakat yang memperoleh peluang berpartisipasi sekaligus mengambil manfaat dari partisipasinya. Sinyalemen yang dijelaskan oleh Mubyarto pernah diprediksi oleh Wilhelm Roepke (1899-1966)148 yang memprediksi kehancuran ekonomi kolektif Uni Sovyet dan negara - negara sosialis Eropa Timur pada bukunya berjudul The Moral Foundations of Civil Society. Roepke menjelaskan bahwa ekonomi kolektif yang dikembangkan oleh Uni Sovyet dan negara - negara sosialis Eropa Timur, diterapkan dengan paksaan. Ekonomi sosialis dibangun untuk melawan kapitalis barat bukan untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Konsep kesejahteraan dalam sistem perekonomian Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan ke adilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta 147
Mubyarto, “Paradigma Pembangunan yang Bertumpu pada Kekuatan Ekonomi Rakyat,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo (Jakarta: PT. Intermasa, 1997). 148 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah Cendekiawan Muslim (Bandung: Penerbit Mizan, 1999).
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun penerapan kesejahteraan sosial adalah sebagaimana UUD 1945 Pasal 33. Bung Hatta149 sebagai bapak pendiri bangsa menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial yang dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah terpenuhinya berbagai keperluan hidup rakyat Indonesia. Landasan di atas menjadi dasar bagi Negara Indonesia untuk menjadi negara berkesejahteraan (welfare state). Konsep ini merupakan pilihan politik ekonomi yang diambil oleh para pendiri Bangsa Indonesia saat itu. Amartya Sen150 menjelaskan tentang pilihan para pendiri bangsa dengan kiasan seekor unta yang dapat saja dianggap sebagai seekor kuda. Unta tentu bukan kuda tetapi para pengambil keputusan melalui kompromi politik saat itu, dapat saja menyatakan unta sebagai kuda. Di sisi lain unta dapat saja dipandang sebagai berbentuk setengah kuda atau setengah lainnya151. Sen menjelaskan maksud dari perumpaman tersebut adalah dapat saja hasil pilihan publik tersebut sebagai sesuatu yang bersifat agung tetapi dapat juga sebagai sesuatu yang membingungkan. Pilihan sebagai negara berkesejahteraan belum dapat terwujud. Hal ini terjadi karena sejak jaman penjajahan Belanda, Bangsa Indonesia melakukan aktifitas ekspor untuk memenuhi berbagai keperluan rakyat dan bangsa penjajah. Sementara setelah
149
Bung Hatta dalam Sri-Edi Swasono dan Fauzie Ridjal, Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press,1992), menyatakan bahwa perekonomian suatu negeri ditentukan oleh tiga hal yaitu kekayaan tanah, kedudukan terhadap negeri lain dalam lingkungan internasional dan sifat dan kecakapan rakyat terhadap cita-citanya. Khusus untuk Bangsa Indonesia menurut Bung Hatta harus ditambah dengan satu hal lagi yaitu sejarah Bangsa Indonesia sebagai tanah jajahan. 150 Amartya Sen, “The Possibility of Social Choice,‟ Nobel Lecturer. (8 Desember 1998). 151 Kiasan di atas menurut Sen untuk memaknai sebuah pilihan sosial publik. Pilihan publik dapat menunjukkan keagungan cita-cita tetapi dapat pula menjadi membingungkan karena terlalu mengakomodir kepentingan yang banyak berbeda.
kemerdekaan 1945 hingga saat ini152, Negara Indonesia melakukan aktifitas ekonomi untuk memenuhi berbagai keperluan negara asing bukan untuk memenuhi kesejahteraan rakyatnya153. Kondisi inilah yang membuat bangsa dan rakyat Indonesia belum merasakan kesejahteraan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 33 UUD 1945. Pembangunan ekonomi dikatakan berhasil apabila dalam proses pembangunan ekonomi menghasilkan akumulasi nilai tambah, baik yang fisik maupun proses kehidupan manusia, baik yang bersifat dapat dihitung (tangible) maupun yang tidak dapat dihitung (intangible). Termasuk ke dalam nilai tambah adalah peningkatan nilai materi, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan produktifitas dan peningkatan efisiensi154. Kesejahteraan sosial menurut Sri-Edi Swasono155 meliputi sandang, pangan, tempat tinggal, upah buruh di atas minimum, kesehatan, jiwa, pendidikan, kesabaran, kepercayaan diri dsbnya. Seluruh keperluan di atas menurut Sri-Edi Swasono dapat terpenuhi 152
Mubyarto, “Ekonomi Indonesia Terjajah Kembali”, Swara 33 eBulletin Mubins, Edisi 001 Mei 2011: 9-13 153 Mubyarto menjelaskan bahwa banyak daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam terhisap kekayaannya oleh pemerintah pusat atau oleh investor asing. Hal ini dapat dilihat dari derajat keterhisapan yaitu dengan membandingkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dengan Nilai Pengeluaran Konsumsi per kapita. Jika nilai PDRB per kapita jauh lebih tinggi dibanding Nilai Pengeluaran Konsumsi per kapita penduduknya, berarti sebagian besar produksi daerah tidak dinikmati oleh penduduk setempat. Hal ini menunjukan sebagian produksi memang “dikirimkan” kembali kepada pemiliknya atau investor dari luar daerah. Mubyarto mendapatkan bahwa di tahun 1996 propinsi-propinsi yang paling kaya sumber daya alam yaitu NAD, Riau, Kalimantan Timur, dan Papua (Irian Jaya), “derajat penghisapannya” sangat tinggi, masing-masing 81%, 84%, 89%, dan 82%. Artinya dari setiap 100 nilai produksi, bagian yang dinikmati penduduk setempat hanya 19% (NAD), 16% (Riau), 11% (Kaltim), dan 18% (Papua), dan selebihnya dinikmati investor dari luar. Propinsi DKI Jakarta yang menjadi pusat peredaran uang Indonesia ternyata juga “dihisap” pemodal dari luar negeri yaitu sebesar 78%, atau hanya 22% yang dinikmati penduduk DKI Jakarta sendiri. 154 Bacharuddin Jusuf Habibie, “Pembangunan Sumber Daya Manusia Berorientasi NilaiTambah,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo (Jakarta: PT. Intermasa, 1997). 155 Sri-Edi Swasono dan Fauzie Ridjal, Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press, 1992).
dengan membangun semangat kerjasama dan saling menolong. Tentu saja bila dibuatkan pareto prioritas maka terpenuhinya kesejahteraan masyarakat luas lebih utama dibandingkan dengan kesejahteraan orang per orang. Adapun menurut Muhammad Abdul Manan kesejahteraan meliputi dua kriteria yaitu bersifat obyektif dan subyektif156. Kriteria obyektif adalah kesejahteraan yang dapat diukur dengan faktor keuangan dan kriteria subyektif yaitu kesejahteraan yang diukur dari segi etika yang didasarkan atas perintah Allah di dalam al-Quran maupun hadis. Termasuk dalam kriteria obyektif adalah meningkatnya pendapatan para pekerja, meningkatnya jumlah pekerja yang terlibat dalam proses produksi, meningkatnya jumlah dan mutu barang dan jasa yang bermanfaat. Sedangkan kriteria subyektif adalah tidak memproduksi minum-minuman keras, menghindari sistem riba dsbnya. Mannan menjelaskan bahwa apabila produksi barang dan jasa hanya memenuhi kriteria obyektif, maka barang dan jasa yang dihasilkan tidak akan menjamin kesejahteraan rakyat secara maksimal. Siddiqi157 menyebutkan bahwa terdapat beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu pertama, kebutuhan yang sangat mendasar yaitu sandang pangan dan tempat tinggal. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi apapun kondisi rakyat dan negaranya. Kebutuhan yang tergantung pada iklim dan cuaca seperti: air minum, bahan bakar dan listrik. Kebutuhan yang tergantung pada lokasi seperti perawatan medis, pemberantasan buta huruf, kebutuhan transportasi untuk masyarakat yang tinggal di kota besar, dukungan keuangan untuk perkawinan, dukungan keuangan untuk membayar hutang. Kedua, kebutuhan untuk pengajaran agama. Hal ini sering dicontohkan oleh Rasulallah juga sahabat. Rasulallah mengutus Sa’id bin al-A’s untuk mengajar orang-orang Madinah menulis dan membaca. Umar bin Abdul Aziz merekrut tenaga guru untuk
156
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice. (Islamabad: Houder and Stoughton, 1970). 157 Muhammad Nejatullah Siddiqi, Role of the State in the Economy (Leicester, UK: The Islamic Foundation, 1996).
mengajar orang-orang di pedesaan. Umar bin Abdul Aziz juga memberikan hadiah bagi warga yang menikah. Ketiga, kebutuhan berkaitan dengan masyarakat umum. Kebutuhan ini harus merujuk pada standar hidup rata-rata suatu negara. Bagi negara miskin atau tidak memiliki surplus yang tinggi maka standar kehidupan didefinisikan sebagai lebih dari persyaratan hidup dengan efisiensi yang masuk akal atau standar hidup minimum. Sedangkan bagi negara kaya dimana terdapat surplus dari zakat dan fay158, maka pemenuhan kebutuhan pada tingkat rata-rata hidup warga. Berbagai pendapat tentang kesejahteraan di atas sejalan dengan pendapat Amrtya Sen159 bahwa kondisi sosial ekonomi satu individu dapat diperbandingkan dengan individu lainnya melalui focal variable yaitu variabel yang digunakan untuk menilai (assess) keadilan, atau dapat pula dikatakan bahwa focal variable adalah variabel pembeda. Termasuk ke dalam focal varible adalah tingkat pendapatan, kesehatan, hak, kebebasan, kesempatan, pendidikan dll. Sen menyatakan bahwa penilaian terhadap distribusi keadilan dalam kesetaraan menjadi tidak relevan bila yang dimaksud dengan kesetaraan adalah kepemilikan terhadap suatu barang atau komoditas ekonomi. Hal ini disebabkan terdapatnya perbedaan keberuntungan dan ketidakberuntungan pada masingmasing individu. Keberuntungan dan ketidakberuntungan tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan, sosial, fisik suatu individu. Sejak lahir satu individu telah memiliki perbedaan terhadap individu lainnya yaitu dalam hal jenis kelamin, kondisi sosial, karakter fisik, keturunan, lingkungan dsbnya. Oleh karena itu, penilaian kesetaraan antara satu individu terhadap individu lainnya tidaklah tepat apabila kesetaraan hanya dipandang dari sisi pendapatan atau kepemilikan atas suatu komoditas ekonomi. Focal variable menjadi dasar bagi Sen untuk menilai kesetaraan individu dalam suatu kelompok masyarakat.
158
Pengelolaan harta pampasan perang. Amartya Kumar Sen, Inequality Reexamined (UK: Oxford Clarendon Press, 1992) 159
Sen berpendapat bahwa individu dalam mencapai citacitanya (well-being) akan dipengaruhi oleh kebebasan (freedom) dan kapabilitas. Kebebasan yaitu kebebasan yang dimiliki oleh individu dalam mencapai cita-citanya. Kapabilitas adalah kemampuan individu untuk menggunakan kebebasan yang dimiliki untuk mencapai cita-citanya. Pencapaian keteraturan sosial satu individu ditentukan oleh dua hal yaitu pencapaian sebenarnya (actual achievement) dan kebebasan untuk meraih pencapaian (freedom to achieve). Pencapaian sebenarnya adalah usaha individu untuk mendapatkan pencapaian. Adapun kebebasan untuk meraih pencapaian adalah berkaitan dengan kesempatan yang dimiliki oleh individu untuk meraih pencapaian. Penilaian pencapaian individu atau kelompok dalam mencapai keteraturan sosial dilakukan (assess) pada dua pespektif yaitu pencapaian aktual (the extent of achievement) dan kebebasan untuk mencapainya (freedom to achieve). Pencapaian aktual adalah kepemilikan terhadap barang sosial utama (social primary goods)160 dan resources161. Sedangkan kebebasan pencapaian yaitu kebebasan untuk menjamin penciptaan cita-cita hidup atau well being. Berbagai aktifitas yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial162 disebut mas}lah}ah atau utilitas163. Al-Ghazali dan al-Shatibi (di dalam Anas Zarqa) membagi utilitas sosial menjadi tiga tingkatan yaitu kebutuhan (necessities), kenyamanan (conveniences) dan peningkatan (refinements)164.
160
John Rawls, a Theory of Justice. (UK: Oxford University Press,
1971). 161
Ronald Dworkin, Sovereign Virtue, the Theory and Practice of Equality (USA: Harvard University Press, 2000). 162 Amartya Kumar Sen menggunakan bahasa freedom to achieve. 163 Anas Zarqa, “Islamic Economics: An Approach to Human Welfare,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics (Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007). 164 Ketiga tingkatan yang dimaksud oleh Zarqa adalah: d}aru>riyah (primer / necessities), h}a>jiyah (sekunder / conveniences) dan tah}si>niyah (tertier / refinements)
Kebutuhan terdiri dari seluruh aktifitas dan segala sesuatu yang penting untuk memelihara lima kebutuhan pokok individu maupun kehidupan sosial yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kenyamanan terdiri dari seluruh aktifitas dan segala sesuatu yang tidak fital bagi pemeliharaan kebutuhan pokok individu maupun kehidupan sosial tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan atau kesukaran di dalam kehidupan. Termasuk dalam katagori kenyamanan adalah memiliki kendaraan untuk transportasi, kebutuhan tempat tidur yang nyaman dll. Ketika kendaraan ataupun tempat tidur banyak diperlukan oleh masyarakat, maka industri pembuatan kendaraan dan tempat tidur termasuk dalam katagori peningkatan. Kesejahteraan sosial dapat dicapai melalui sikap ihsan165 yaitu sikap menyerahkan dengan sepenuh hati sesuatu yang terbaik kepada sesama, yang didedikasikan bagi Sang Maha Pencipta166. Choudhury mengatakan bahwa kunci utama terciptannya sikap ihsan adalah taqwa dan akhirat. Taqwa berarti kebajikan yang diinspirasi oleh rasa takut kepada Allah. Akhirat yaitu keyakinan terhadap adanya pembalasan di kehidupan lain atas segala tindakan yang telah dilakukan di dunia. 165
Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economic (New York: St. Martin‟s Press, 1986). 166 Dalam Hadis Arbain An-Nawawi dijelaskan bahwa ihsan adalah menjadikan sesuatu menjadi baik. Hakikat ihsan berbeda-beda sesuai dengan kontek perbincangan. Dalam kontek ibadah, maka hakikat ihsan adalah sebagaimana dijelaskan pada hadis ke-dua dari Hadis Arbain yang berbunyi: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” (HR Muslim) Dalam kontek hubungan antar manusia (muamalah), maka hakikat ihsan adalah menunaikan hak-hak sesama dan tidak menzholiminya. Sebagaimana hadis ke-tujuh belas dari Hadis Arbain: Dari Abu Ya‟la Syaddad bin Aus rodhiallohu „anhu, Rosululloh sholallahu „alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya Alloh mewajibkan (kalian) berbuat baik terhadap segala sesuatu, maka bila kalian hendak membunuh orang (dalam peperangan ataupun yang lainnya), bunuhlah dengan cara yang baik, dan bila kamu menyembelih (binatang), maka sembelihlah dengan cara yang baik, hendaklah kalian menajamkan pisau dan memperlakukan hewan sembelihan dengan lembut.” (HR Muslim)
H. Kemandirian Ekonomi Untuk Menegakan Harga Diri Umat Pernyataan kemandirian bangsa dinyatakan pada Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dalam paragraf ke-dua Pembukaan UUD 1945 tersebut, pernyataan “merdeka dan berdaulat” dituliskan dalam satu rangkaian kalimat. Hal ini menunjukan bahwa kedaulatan dan kemandirian merupakan suatu rangkaian kondisi. Tidaklah mungkin tercipta kemandirian tanpa adanya kedaulatan. Kemandirian telah menjadi tuntutan politis bagi Indonesia merdeka. Kemandirian adalah bagian integral dari makna merdeka itu sendiri. Tidak ada kemerdekaan yang sebenar-benarnya merdeka tanpa kemandirian. Makna kemandirian bagi suatu bangsa yang merdeka adalah dimana kemandirian merupakan martabat bangsa. Kemerdekaan, kemandirian dan martabat bangsa pada hakekatnya adalah perolehan makna rahmatan lilalamiin bagi bangsa tersebut167. Kemandirian bangsa dan negara akan tercipta apabila pembangunan ekonomi yang dilakukan memihak kepada rakyat yaitu pembangunan ekonomi yang menempatkan sektor ekonomi rakyat sebagai sokoguru ekonomi nasional. Hal ini merupakan upaya strategis agar ekonomi nasional tumbuh dan berakar di dalam negeri. Sehingga terbangun fundamental ekonomi domestik168.
167
Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 168 Sri-Edi Swasono, “Prospek dan Perkembangan Perekonomian Rakyat: Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Pasar,” Kedaulatan Rakyat, Jumat, 02 Agustus 2002.
Keberpihakan kepada rakyat dilakukan dengan menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan bidang ekonomi yang lebih banyak mengabdi pada rakyat kecil yaitu petani, nelayan, usaha kecil dsbnya daripada konglomerasi169. Namun demikian usaha untuk melakukan hal tersebut menurut Sulistyono tidaklah mudah karena selama ratusan tahun kita telah mengkonsumsi sistem hukum ekonomi yang berkualitas liberal atau mengabdi pada kepentingan negara-negara kapitalis. Diperlukan usaha dan kerja keras untuk mewujudkan hal tersebut. Kemandirian umat bermakna bahwa umat hendaknya memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan dirinya baik material maupun spiritual. Kemandirian umat diupayakan dengan diberlakukannya hukum fardu kifayah dalam ilmu, amal, industri dan kemampuan lainnya170. Pemberlakukan ini ditujukan agar umat dapat melaksanakan urusan agama dan dunianya dengan baik. Kemandirian umat menyebabkan umat tidak menggantungkan dirinya kepada umat lainnya, juga agar umat lainnya tidak mengendalikannya. Kemandirian umat akan menegakan izz 171(harga diri) umat Islam yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada mereka172. Kemandirian umat akan menciptakan terwujudnya umat pilihan dan teladan bagi umat lainnya173. Kemandirian umat juga berarti kemerdekaan, terbebas dari penganiyayaan dan ketertindasan. Kemandirian harus ditempatkan sebagai target utama dalam 169
Adi Sulistyono, “Pembangunan Hukum Ekonomi Untuk Mendukung Pencapaian Visi Indonesia 2030,” (paper dipresentasikan pada pengukuhan Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 17 Nopember 2007). 170 Yusuf Qardhawi, Da>rul Qiyam Wa al-Akhlak Fil Iqtis}adil Islami, Terjemahan Bahasa Indonesia (Jakarta: Robbani Press, 2004). 171 Akram dalam Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) menyebutkan bahwa ’izz memiliki makna kekuatan, kemuliaan dan kehormatan di kehidupan dunia. Di kehidupan akhirat Izz memiliki makna kemuliaan abadi tanpa kehinaan. 172 QS al-Muna>fiqu>n 63: 8 173 QS Ali-‘Imra>n 3: 110
pembangunan nasional. Sementara target-target lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, seharusnya ditempatkan sebagai peran pendukung174.
174
Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan
Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003).
BAB II PERAN BISNIS BAGI PEREKONOMIAN Dalam pandangan umum, ekonomi dipahami dengan ilmu yang berkaitan dengan aktifitas manusia yang senantiasa memperhitungkan biaya, mengharapkan balasan (reward), juga orang yang secara membabibuta melakukan apa saja demi mendapatkan apa yang diinginkannya175. Prinsip ini menjadi pegangan utama bagi orang yang berpaham kapitalis. Kapitalis adalah pemahaman yang menempatkan kapital (modal) sebagai tujuan utama dalam pengembangan ekonomi. Paham ini mengembangkan asumsi bahwa: kebutuhan manusia tidak terbatas, sumber-sumber ekonomi relatif terbatas dan pengejaran terhadap pemenuhan kebutuhan individu (utility maximation of self interest) relatif tidak terbatas176. Asumsi ini memiliki latar belakang pemahaman bahwa setiap orang memiliki kepentingan pribadi (self-interest) yang harus diutamakan untuk dipenuhi. Inilah prinsip individualisme yang menghendaki adanya kebebasan tanpa batas (liberalisme). Kedua prinsip ini didukung oleh prinsip laissez-faire177. Keseluruhannnya membentuk pemahaman bahwa antar orang perseorang senantiasa saling bersaing atau berkompetisi bebas melalui mekanisme pasar bebas. Pasar bebas sebagai representasi dari kepentingan orang yang memiliki modal, dengan sendirinya mengatur kepentingan ekonomi. Oleh karena itu, dalam sistem kapitalis peran modal dan pemilik modal adalah sangat sentral dan
175
Mohamed Ariff, “Economics and Ethics,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics (Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007). 176 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 177 Laissez-faire diterjemahkan dengan membiarkan sesuatu menuju sebagaimana yang diinginkan, membiarkan seseorang melakukan sebagaimana yang diinginkannya, masalah akan ditangani oleh mereka sendiri tanpa aturan dari negera.
peran rakyat terpinggirkan. Pandangan kaum kapitalis ini dikenal dengan neoclassical mainstream economics178. Anggapan ini bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya bahwa manusiapun ada yang bersifat baik. Oleh karena itu, ilmu ekonomi yang dikembangkan seharusnya berlandaskan pada kebaikan. Sri-Edi Swasono179 menyebutkan bahwa llmu ekonomi adalah ilmu moral. Ilmu ekonomi seharusnya juga mengenal keadilan, peduli dengan persamaan dan pemerataan, kemanusiaan serta menghormati nilai-nilai agama. Paham neoclassical mainstream economics mendapatkan pertentangan dari kaum strukturalis. Di Indonesia, penganut paham strukturalis mengembangkan demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi menempatkan manusia sebagai tujuan utama dalam pengembangan ekonomi. Dasar dari demokrasi ekonomi adalah paham kebersamaan (mutualisme) dengan asas kekeluargaan (brotherhood). Sistem ekonomi ini mengutamakan kepentingan masyarakat (mutual-interst) bukan kepentingan orang per seorang. Masyarakat yang terdiri dari individu merupakan makhluk sosial (homo socius). Mereka telah tercipta dengan sendirinya (given). Masyarakat membentuk konsensus sosial antara anggotaanggotanya. Individu-individu di dalam masyarakat hidup secara kolektif dengan harmonis, saling berbagi, saling bekerjasama. Kepentingan bersama senantiasa mengatur pasar. Pasar harus tunduk pada kepentingan bersama180. Oleh karena itu, negara sebagai institusi tertinggi mendisain dan menata perekonomian 178
Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press, 2004). 179 Pada Bagan III halaman 138, Sri-Edi Swasono menjelaskan bahwa sebagai ilmu moral, ekonomi memiliki ukuran moral: Pertama, moral sentiments (homo economicus vs homo ethicus). Ke-dua, ideology, mutualism / brotherhood vs individualism / liberalism. Ke-tiga, justice, fairness, equity, goodness, goodwill, altruism. Ke-empat, Equality, humanity, brotherhood, solidarity, religious values. Ke-lima, Competition, cooperation, coopetition (saling meningkatkan daya saing) . Ke-enam, Liberty and pursuit of happiness vs social welfare and social justice. Ke-tujuh, Nationalism. 180 Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010): Lampiran I.
guna mewujudkan kepentingan bersama yaitu kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. I.
Sistem Perekonomian Indonesia Berbagai asumsi yang dikembangkan oleh kaum kapitalis sangat bertolak belakang, baik dengan sistem perekonomian Indonesia maupun dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Indonesia bukanlah sistem ekonomi tengah-tengah antara neoclassical economics dan sistem ekonomi sosialis, juga bukan sistem ekonomi campuran diantara keduanya. Sistem ekonomi Indonesia adalah suatu jalan lurus, jalan ke-tiga yang menempatkan ekonomi sebagai ilmu moral. Sistem ekonomi Indonesia mengarah pada suatu bentuk sistem ekonomi baru yaitu sistem ekonomi Pancasila181. Sistem ekonomi Pancasila identik dengan demokrasi ekonomi. Sistem ekonomi ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Tidak hanya mencakup lapangan politik, tetapi juga perekonomian. Sumbersumber produksi pada pokoknya juga berada dalam penguasaan rakyat. Artinya, rakyat suatu negara yang menganut paham kedaulatan rakyat berhak sepenuhnya atas sumber-sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran mereka sendiri182. Sistem ekonomi Pancasila183 adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh ideologi Pancasila, yaitu sistem ekonomi yang merupakan usaha bersama berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan nasional. Ekonomi Pancasila menurut Sri-Edi Swasono184 memiliki karakteristik adanya kebersamaan (mutualisme) dan 181
Sri-Edi Swasono, “Demokrasi (Volkssouvereiniteit / Kedaulatan Rakyat,” (paper dipresentasikan pada Deklarasi Gerakan Pemantapan Pancasila, 5 Juli 2012). 182 Sri-Edi Swasono, “Demokrasi Ekonomi: Komitmen dan Pembangunan Indonesia,” (paper dipresentasikan pada pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1988). 183 Mubyarto, Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan (Jakarta: LP3ES, 1987): 32 184 Sri-Edi Swasono, “Pandangan Islam dalam Sistem Ekonomi Indonesia,” (paper dipresentasikan pada pidato ilmiah wisuda sarjana negara ketiga, Universitas Muhammadiyah, Medan, 14 Maret 1987).
kekeluargaan (brotherhood), bermoral non diskriminasi dan non eksplotatory, anti monopoli, strukturalisme, kerjasama (cooperative), bernilai religius, bernilai institusional, non-usurious, social well-being. Mubyarto185 menyebutkan bahwa ekonomi Pancasila memiliki ciri-ciri: (1) Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral. (2) Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan pemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas kemanusian. (3) Prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi. (4) Koperasi merupakan soko guru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkrit dari usaha bersama. (5) Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan sosial. Landasan hukum sistem ekonomi Pancasila186 adalah Pasal 187 33 UUD 1945 yang dilatarbelakangi oleh Pembukaan UUD 1945, didukung dan dilengkapi oleh Pasal-pasal: 18188, 23189, 27 ayat (2)190 dan 34191. 185
Mubyarto dalam Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008). 186 Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008): 16. 187 Pasal 33 UUD 1945 terdiri dari tiga ayat. Pasal 33 mengalami perubahan menjadi lima ayat setelah dilakukan amandemen yang ke-empat. Ayat (1), (2) dan (3) tetap dan ditambah dengan 2 ayat tambahan sebagai ayat (4) dan (5). 188 Bab VI Pemerintah Daerah Pasal 18 UUD 1945 terdiri atas satu ayat yang berbunyi Pembagian Daerah atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sidang Pemerintahan Negara dan hakhak asal-usul dalam daerah yang bersifat Istimewa. Setelah diamandemen berubah menjadi Bab VI Pemerintah Daerah, Pasal 18 (terdiri tujuh ayat), Pasal 18A (terdiri dua ayat), Pasal 18B (terdiri dua ayat). Seluruh ayat perubahan, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
Pasal 33 UUD 1945 mengatur tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial192. Pasal 33 UUD 1945 memiliki dua kandungan nilai transformasi yaitu transformasi ekonomi dan transformasi sosial193. Transformasi ekonomi mengandung makna menegakkan demokrasi ekonomi, melaksanakan usaha bersama, melaksanakan asas kekeluargaan, menolak azas perorangan, penyesuaian KUHD kolonial merujuk pada pasal 33 UUD 1945. Transformasi sosial mengandung makna membentuk hubungan ekonomi, membentuk kerjasama kemitraan, dan melaksanakan tiga co yaitu co-ownership, co-determination dan co-responsibility. Ayat (1) Pasal 33 UUD 1945 memiliki empat kata kunci sistem perekonomian Indonesia yaitu: perekonomian, disusun, usaha bersama dan asas kekeluargaan194. Sri-Edi Swasono 189
Pasal 23 UUD 1945 sebelum diamandemen terletak pada Bab VIII Hal keuangan, terdiri atas enam ayat, tetapi setelah dilakukan amandemen kedua, Pasal 23 menjadi tiga ayat, ditambah dengan Pasal 23A, 23B, 23C, 23D, Bab VIIIA Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 23E, 23F, 23G, selengkapnya pada Lampiran. 190 Pasal 27 UUD 1945 terdiri dari dua ayat yaitu (1) Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 27 mengalami perubahan menjadi tiga ayat setelah dilakukan amandemen yang ke-dua. Ayat (1) dan (2) tetap sedangkan ayat (3) berbunyi Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. 191 Pasal 34 UUD 1945 terdiri dari satu ayat yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Setelah dilakukan amandemen ke-empat menjadi empat ayat, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. 192 Sri-Edi Swasono dalam testimoni yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi tentang Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 oleh DPP SP-PLN Tentang Ketenagalistrikan berkaitan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa dengan diamandemennya judul Bab XIV UUD 1945 menjadi “Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial”, maka melalui amandemen tersebut harus dimaknai bahwa segala kegiatan ekonomi nasional akhirnya harus berujung pada tercapainya kesejahteraan sosial bersama dari seluruh masyarakat dalam konteks societal welfare atau societal well-being. 193 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 194 Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945, Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010).
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan „perekonomian‟ pada ayat tersebut adalah konsepsi triple-co yaitu co-ownership (ikut serta dalam kepemilikan bersama), co-determination (ikut serta menilik dan ikut menentukan kebijaksanaan perusahaan dan coresponsibility (ikut serta bertanggung jawab). Kata „disusun‟ pada Ayat (1) Pasal 33 UUD 1945 dimaknai sebagai sistem yang tidak dibiarkan dengan sendirinya atau diserahkan sepenuhnya pada pasar. Negara menyusun dan mendisain sistem perekonomian. Adapun kata „usaha bersama‟ dan „asas kekeluargaan‟ memiliki makna bahwa bentuk ketersusunan sistem perekonomian adalah dalam bentuk usaha bersama (mutual endeavor) berdasarkan kepentingan bersama (mutualisme). Bentuk usaha bersama dikelola berdasarkan asas kekeluargaan (brotherhood) dan gotong royong (cooperative). Ayat (2) Pasal 33 UUD 1945195 dimaksudkan oleh para the founding father sebagai usaha untuk menyelamatkan kedaulatan ekonomi negara dan untuk mengutamakan kepentingan rakyat (demokrasi ekonomi). Kata „menguasai‟ dalam ayat tersebut bermakna bahwa negara menguasai sekaligus memiliki cabangcabang produksi. Penguasaan tanpa disertai dengan kepemilikan akan mengakibatkan penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi menjadi tidak efektif. Ayat (3) Pasal 33 UUD 1945196 mempertegas makna demokrasi ekonomi, bahwa perekonomian diselenggarakan demi kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Kepentingan rakyat yang utama bukan kepentingan orang-seorang. Ayat ini juga mempertegas bahwa demokrasi Indonesia berdasarkan atas asas kebersamaan (mutualisme), bukan asas perorangan atau liberalisme. Tentu saja pemahaman ini berbeda dengan paham dunia Barat yang cenderung mengartikan “demokratisasi” dengan “privatisasi”.
195
Sri-Edi Swasono, “Testimoni Sri-Edi Swasono,” Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 oleh DPP SP-PLN Tentang Ketenagalistrikan berkaitan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, (2010). 196 Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010).
J.
Sistem Perekonomian Indonesia Dalam Sistem Ekonomi Islam Chapra197 menyebutkan bahwa goal dari suatu sistem ekonomi secara esensial ditentukan oleh pandangan keduniaan dari sistem ekonomi tersebut. Islam sebagai sistem ekonomi memiliki pandangan kedunian berdasarkan pada tiga konsep yang mendasar yaitu tawhi>d, khilafah dan keadilan. Tawhi>d adalah dasar yang paling penting diantara dua konsep lainnya karena dua konsep tersebut merupakan konsekuensi logis dari tawhi>d. Tawhi>d adalah pemahaman terhadap keesaan Tuhan. Pemahaman bahwa alam semesta didisain dan diciptakan oleh Sang Maha pencipta198 dengan tujuan tertentu. Segala sesuatu diciptakan olehNya bukan tanpa sebab atau secara ketidak sengajaan. Tujuan ini pula yang menyertai penciptaan alam semesta termasuk didalamnya manusia sebagai bagian dari alam semesta. Manusia sebagai makhluk ciptaanNya harus mematuhi tujuan tersebut. Hal inilah yang disebut sebagai bentuk peribadatan manusia kepada Tuhannya. Sebagai khalifah199, manusia diperintahkan oleh Allah untuk menjaga dan mengelola bumi200. Oleh karena itu, seluruh aktifitas ekonomi menjadi bagian dari menjalankan tugas dan fungsi kekahlifahan manusia di bumi201. Konsekuensinya adalah aktifitas ekonomi yang dilakukan harus selalu mengacu kepada petunjuk atau panduan yang diberikan oleh Allah. Petunjuk tersebut berisi keyakinan, tata nilai dan hukum tentang perilaku, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran dan hadist nabi. Khilafah pada dasarnya berpihak kepada asas kesatuan (unity) dan persaudaran antar umat manusia (brotherhood of
197
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development (New Delhi: Adam Publishers & Distributors, 2007). 198 QS Ali-‘Imra>n 3: 191, QS S}ad 38: 27. 199 QS al-Baqarah 2: 29-30, QS al-An’a>m 6: 165, QS al-Fat}ir 35:39, QS S}ad 38: 28. 200 Dalam QS al-Nu>r 24: 33 dijelaskan bahwa “...berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu…” 201 A. Riawan Amin, The Celestial Management (Jakarta: Embun Publishing, Nopember 2007).
mankind)202. Persaudaraan / kekeluargaan hanya akan menjadi konsep yang kosong apabila tidak disertasi dengan keadilan. Islam menempatkan keadilan sebagai suatu keutamaan yang harus diperjuangkan karena menegakkan keadilan merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan ilmu, anugerah, dan kemampuan yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia203. Oleh karenanya, ekonomi Islam sangat mengedepankan sisi kemanusian dalam seluruh aktifitasnya. Sifat kemanusian seperti: kemerdekaan, kemuliaan, keadilan, persaudaraan, saling mencintai, saling tolong menolong, menjadi satu kewajiban yang harus ditegakkan. Sementara sifat-sifat yang bertentangan dengan sifat kemanusiaan seperti permusuhan, dengki, saling membenci, berbuat curang, menindas, ketidakadilan adalah dilarang untuk dilakukan. Monzer Kahf204 menyebutkan bahwa sistem ekonomi Islam memiliki tiga prinsip utama yaitu: pertama, prinsip kepemilikan adalah pada Allah. Bumi205 dan isi yang terkandung di dalamnya bahkan jagad raya alam semesta adalah ciptaan Allah dan milik Allah206. Implikasinya adalah bahwa kepemilikan seseorang terhadap berbagai sumber daya bersifat terbatas dan tidak absolut. Penggunaan berbagai sumber daya oleh manusia akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak. Kedua, prinsip keseimbangan atau non-partisanship. Meskipun satu sumber daya alam dimiliki oleh suatu kelompok dan sumber daya lainnya dimiliki oleh individu lain namun penggunaannya tetap mempertimbangkan kepentingan sosial dan kepentingan individu.
202
Istilah brotherhood digunakan dalam sistem ekonomi Indonesia dengan kekeluargaan. 203 Yusuf Qardhawi, Da>rul Qiyam Wa al-Akhlak Fil Iqtis}adil Islami, Terjemahan Bahasa Indonesia (Jakarta: Robbani Press, 2004). 204 Monzer Kahf, “Islamic Economics System – A Review,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics (Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007) 205 Lihat QS al-A’ra>f 7: 128 206 Lihat QS al-H}adi>d 57: 5
Ketiga, prinsip keadilan207. Adil berarti menggunakan hak pribadi tanpa mengabaikan hak orang lain. Ekonomi Pancasila seiring dan selaras dengan ekonomi Islam. Kedua sistem ekonomi tersebut saling compatible meski tidak sepenuhnya substitutable208. Kekhalifaan manusia di bumi dalam bahasa yang digunakan oleh Bung Hatta209 adalah „Dunia ini adalah kepunyaan Allah semata-mata yang disediakan untuk tempat kediaman manusia sementara, dalam perjalanannya menuju dunia yang baka. Kewajiban manusia tidaklah memiliki dunia, kepunyaan Allah, melainkan memeliharanya sebaik-baiknya dan meninggalkannya kepada angkatan kemudian dalam keadaan yang lebih baik dari yang diterimanya dari angkatan yang terdahulu‟. Sementara Sri-Edi Swasono menggunakan istilah „mandataris‟ untuk menjelaskan tentang fungsi kekhalifaan manusia di bumi 210. Segala bentuk kepemilikan oleh manusia di bumi adalah atas mandat dari Allah. Selanjutnya Allah membebani si pemilik dengan kewajiban-kewajiban. Adapun kepemilikan diperoleh melalui upaya mencari rizki yang tentunya memiliki batas-batas tertentu. Sejumlah kewajiban dan batas-batas tersebut terwujud dalam larangan terhadap monopoli kepemilikan, kewajiban membayar zakat dan infak. Kutukanpun berlaku bagi yang mempraktekan monopoli kepemilikan sebagaimana telah dibuktikan kepada Qorun dan Abu Lahab. Hal inilah yang menurut Sri-Edi Swasono sebagai keadilan ekonomi dan demokrasi
207
Kahf menyebutkan bahwa keadilan dan kata keturunannya adalah kata ketiga terbanyak yang disebut oleh Allah di dalam al-Quran. Kata terbanyak yang disebut oleh Allah adalah kata Allah dan ilmu. 208 Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008). 209 Sri-Edi Swasono dan Fauzie Ridjal, Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press,1992): 143 210 Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press: 2004).
ekonomi, dimana azas kekeluargaan (brotherhood) sebagai dasarnya dan kebersamaan (mutualism) sebagai landasannya. Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 berbunyi Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan. Pernyataan di atas menunjukan prinsip kemaslahatan yang dikandung oleh ekonomi Pancasila211. Al-Gha>zali212 menjelaskan bahwa mas}lah}ah berarti sesuatu yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan mud}arat (kerusakan). Itu berarti mencegah segala tindakan yang menyimpang dan mendatangkan kerusakan merupakan kegiatan untuk mencapai kemaslahatan. Penjajahan suatu bangsa atas bangsa lainnya adalah kegiatan penindasan yang menghasilkan ketimpangan dan peyimpangan. Penyimpangan dari keadilan ke penindasan, dari kesejehteraan ke kemiskinan, dari persaudaraan ke permusuhan, dari kasih sayang ke kekerasan, dari kebahagiaan ke sengsaraan. Kegiatan-kegiatan tersebut mendatangkan kemudaratan atau kerusakan. Alinea ke-dua Pembukaan UUD 1945 berbunyi Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pernyataan di atas menunjukan bagian dari makna yang dikandung oleh prinsip fala>h dalam ekonomi Islam. Ra>ghib al-As}faha>ni> dalam Muhammad Akram Khan213 menyebut bahwa konsep fala>h} di kehidupan dunia menggambarkan tiga hal yaitu: kelangsungan hidup / kesinambungan dalam kebaikan, kebebasan berkeinginan/ kekayaan dan kekuatan,
211
Konsep kemaslahatan dibahas lebih lanjut pada Bab III. Abu> H}a>mid Al-Gha>zali, al-Arba`in fi> Us}ul al-Di>n (Bayrut: Dar alAfaq al-Jadidah, 1982). 213 Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) 212
kemuliaan dan kehormatan. Muhammad Akram Khan214 menyebutkan bahwa fala>h} memiliki konsep multi dimensi yang akan berimplikasi terhadap perilaku individu (tingkat mikro) dan perilaku kolektif (tingkat makro)215. Kebahagiaan, keselamatan, sentosa, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur adalah kondisi dan perilaku di tingkat mikro (individu) maupun tingkat makro (kolektif) yang terkandung dalam pengertian kelangsungan hidup / kesinambungan dalam kebaikan, kebebasan berkeinginan/ kekayaan dan kekuatan, kemuliaan dan kehormatan, sebagaiman makna yang dikandung di dalam fala>h}. Pasal 33 UUD 1945 ayat (1) yang mendasari sistem ekonomi Pancasila yaitu landasan kebersamaan (mutualism) dan asas kekeluargaan (brotherhood) adalah selaras dan sejalan dengan konsep khilafah yang berprinsip atas asas kesatuan (unity) dan persaudaran antar umat manusia (brotherhood of mankind) sebagaimana dijelaskan oleh Chapra216. Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan ayat (3) yang menjelaskan peran Negara dalam menciptakan kemakmuran rakyat juga sejalan dengan kebijakan Islam dalam menjaga keseimbangan pasar, kesatuan ekonomi dalam upaya menjaga keadilan dan meningkakan kemakmuran rakya. Fatah217 menyebutkan bahwa pada era Abbasiyah, lembaga ekonomi yang permanen dan independen yang disebut lembaga hisbah telah berperan aktif dalam menjaga keseimbangan dan keadilan ekonomi. Pada masanya pula, khalifah banyak mengangkat petugas pengawas perekonomian (muh}tasib) yang bertugas untuk mengawasi aktifitas ekonomi. Keberadaan lembaga hisbah menunjukan peran aktif pemerintah dalam melakukan penataan terhadap aktifitas ekonomi. 214
Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994). 215 Secara lengkap dijabarkan pada Tabel 3.1, halaman 55 216 Istilah brotherhood digunakan dalam sistem ekonomi Indonesia dengan kekeluargaan. 217 Dede Abdul Fatah, Pasar & Keadilan dalam Perspektif Ekonomi Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, Januari 2012).
Pasal 33 UUD 1945 yang menjadi dasar dari sistem ekonomi Pancasila memiliki nilai transformasi sosial yaitu nilai non-usurious system218. Sri-Edi Swasono 219menyebutkan bahwa riba adalah ideological mindset yang mengisi suatu sistem ekonomi yang dasarnya adalah kepentingan pribadi (self-interest), kerakusan, perampasan, (rip-off) hegemonik yang berawal dari liberalisme. Hal ini sejalan dengan konsep pelarangan riba pada sistem ekonomi Islam. Nilai moral ekonomi Pancasila yang nondiskriminatori, noneksploitatori, anti monopoli, anti konsentrasi penguasaan asset produktif, etika ketuhanan, berkeadilan sosial (emansipatori ekonomi) dan mengutamakan kerja sama (asas kebersamaan dan kekeluargaan), pada dasarnya memiliki nilai luhur yang juga dikandung dalam sistem ekonomi Islam. Seluruh penjelasan di atas menyiratkan adanya hubungan yang sangat erat antara sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Islam. K. Nilai Spiritualitas Ekonomi Berlandaskan Tawhi>d Spiritualitas berarti proses pencarian terhadap makna hidup. Pemaknaan diri bahwa terdapat suatu gaya yang sangat besar yang mempengaruhi diri. Sesuatu yang dimaksud adalah sesuatu yang bersifat non materi220. Spiritualitas221 tercermin pada kepercayaan kepada Tuhan, mencintai sesama, ketekunan, gerakan, daya tahan, kealiman, kerendahan hati, kepercayaan kepada Tuhan, kedewasaan, layanan, kebaikan, harapan di masa yang akan datang, ikhlas menerima, optimisme, kebajikan, kepuasan, rasa syukur, 218
Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 219 Sri-Edi Swasono, “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008). 220 Mathew L Sheep, “Nurturing the Whole Person: a Model of Spirituality at Work and Performance,” Academy of Management Conference, Management, Spirituality and Religion Interest Group (2003). 221 Kamran Janfeshan dkk, “Spirituality in the Work Place and Its Impact on the Efficieny of Management,” (paper dipresentasikan pada 2nd International Conference on Business and Economic Research (2nd ICBER 2011) Proceeding, 2001).
kejujuran, ekonomi, ketiadaan ketergantungan, pengorbanan juga kesetiaan. Unsur spiritual dalam diri manusia222 membuat dirinya senantiasa bertanya mengapa mengerjakan sesuatu dan membuatnya mencari cara-cara yang lebih baik untuk melakukannya. Unsur spiritual membuat dirinya berharap agar hidup dan upaya yang dilakukannya memiliki makna. Spiritualitas dapat menciptakan etos sosial223. Etos tersebut diyakini, dihayati dan diamalkan secara konsekuen, sehingga menimbulkan dampak sosial tertentu yang diasosiasikan dengan seseorang dan kelompok masyarakat tertentu224. Spiritualitas adalah dimensi batin (esoteric dimension) atau jiwa agama. Di kehidupan abad modern, spiritualitas meliputi kualitas iman, kualitas jiwa, kualitas mental kualitas kecerdasan emosi, dan kualitas kecerdasan spiritual yang bersumber dari keyakinan agama225. Para pendiri Bangsa Indonesiapun menyadari pentingnya spiritulitas dalam kehidupan berbangsa. Sehingga 222
Danah Zohar dan Ian Marshal, Spiritual Capital, Wealth We Can Live by Using Our rational, emotional, and Spiritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture (London: Bloomsbury Publishing Plc, 2004). 223 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah Cendekiawan Muslim (Bandung: Penerbit Mizan, 1999). 224 Rahardjo menyebutkan bahwa etos sosial adalah sikap dasar seseorang atau sekelompok orang yang menjadi ciri dari suatu masyarakat tertentu. 225 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir al-Quran Tematik, Kitab Spiritualitas dan Akhlak (Jakarta: 2010), disebutkan bahwa pengertian spiritualitas adalah hal-hal yang menyangkut kejiwaan. Dalam al-Quran sendiri tidak ditemukan dasar kata dari spirit, namun ada makna yang lebih dekat daripadanya yaitu kata ruh atau yang berkaitan dengannya yaitu ru>hani dan ru>haniyyah yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia (Kamus Besar Bahasa Indoensia) menjadi roh, rohani dan rohaniah dengan arti 1. Sesuatu yang hidup yang tidak berbadan jasmani yang berakal budi dan berperasaan, 2. Jiwa, badan halus, itu artinya rohani atau rohaniah diartikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan roh. Sedangkan Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta menyebutkan bahwa spirit berarti: 1. jiwa, sukma, roh, 2. Semangat, sedangkan spiritualisme berarti aliran filsafat yang mementingkan kerohanian (lawan dari materialism).
dirasa perlu untuk menghadirkan sisi spiritualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar tentang pemahaman spiritual antara cendekiawan Barat dengan cendekiawan Timur (Islam). Perbedaan itu terletak pada apakah spiritual berkaitan dengan ajaran agama ataukah tidak? Weber (1958)226, Chaleff (1998)227, Guillory (2000)228, Friedman (2008)229 menyebutkan bahwa spiritual berbeda dengan agama. Spiritual dan agama sebagai dua hal yang berbeda meskipun memiliki fenomena yang berkaitan. Spiritualitas berasal dari kesadaran dalam diri, di luar sistem keyakinan, apakah sistem-sistem ini diajarkan atau dipelajari di dalam agama. Sementara dalam Islam, spiritualitas merupakan bagian daripada sistem agama yang diyakini, dihayati dan diamalkan. Islam mengajarkan bahwa spiritualitas merupakan bentuk peribadatan dari seorang makhluk kepada Yang Maha Penciptanya. Peribadatan yang harus dilakukan untuk menjalankan fungsi khalifah manusia di bumi. Perwujudan fungsi manusia sebagai khalifah di bumi mengarahkan manusia untuk dapat memiliki visi yaitu mencapai kebahagiaan hidup di akhirat tanpa mengabaikan kesuksesan hidup di dunia. Kesuksesan hidup di dunia merupakan sasaran perantara, batu loncatan (milestone), berjangka waktu pendek dan bukan segala-galanya. Puncaknya adalah kebahagiaan hidup di akhirat, berjangka waktu panjang dan abadi. Sebuah pencapaian yang 226
Max Weber, The Protestant Ethnic and The Spirit of Capitalism (New York: Charles Scribner‟s Sons, 1958). 227 Ira Chaleff, “ Spiritual Leadership,” Executive Excellence 15 (May 1998). 228 William A Guillory, “The Living Organization: Spirituality in the Workplace,” Innovations International (2000). 229 Hershey H. Friedman dan Linda W. Friedman, “Can 'Homo Spiritualis' Replace Homo Economicus in the Business Curriculum?,” Friedman & Friedman, e-Journal of Business Education & Scholarship of Teaching 2, No. 2 (2008).
sepenuhnya harus diperjuangkan. Sebuah goal yang harus menjadi tujuan dari segala aktifitas kehidupan. Kecenderungan seorang muslim terhadap kehidupan akhirat bukan berarti bahwa dirinya tunduk dan pasrah kepada takdir. Ketergantungan dirinya terhadap berbagai keadaan dan kesempatan, serta perasaan tidak mampu untuk berusaha dan berkarya tetapi merupakan sebuah ungkapan perasaan sebagai khalifah Allah di bumi230. Bagi seorang muslim, kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat adalah cita-cita yang harus diperjuangkan dan dipahami sebagai: viii. Bahwa yang namanya kesuksesan tidak hanya dari sudut pandang antar manusia tetapi juga dari sudut pandang antara manusia dengan Allah Yang Maha Pencipta. ix. Bahwa yang namanya bahagia tidak hanya yang tampak pada jasmani tetapi juga ruhani. x. Bahwa yang namanya kesuksesan tidak hanya dilihat dari fisik material tetapi non fisik dan non material. xi. Bahwa yang namanya kesuksesan bukan hanya dari sudut pandang pemahaman diri sendiri tetapi atas penilaian dari orang lain. xii. Bahwa bila manusia selamat, maka sebaiknya keselamatan tersebut tidak hanya dinikmati oleh diri sendiri tetapi juga oleh orang lain. xiii. Bahwa kesuksesan tidak hanya sekedar memiliki harta benda yang banyak tetapi juga tumbuhnya rasa bahagia ketika harta benda tersebut dapat dinikmati oleh orang lain. xiv. Bahwa kesuksesan dan keselamatan adalah ketika hal-hal tersebut di atas dilakukan dengan motivasi untuk beribadah kepada Yang Maha Menciptakan bukan untuk yang lain. Bila seluruh aktifitas di dunia disajikan dalam kerangka akhirat dan bekerja dengan orang lain diberi kualitas „kewajiban‟ dan dimaknai sebagai ibadah, niscaya perenungan seorang muslim terhadap yang ghaib akan mengalami transformasi menjadi 230
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008).
kekuatan penggerak bagi terciptanya partisipasi terbesar demi mendongkrak tingkat perekonomian231. L. Kehidupan Akhirat Sebagai Balasan Atas Seluruh Aktifitas Ekonomi di Kehidupan Dunia Al-Ghazali232 menjelaskan bahwa kehidupan akhirat adalah tempat akhir pembalasan bagi manusia atas segala yang dilakukan semasa hidup di dunia. Pembalasan tersebut dapat berupa pahala (reward) ataupun hukuman (punishment). Itu berarti kehidupan dunia tidak saja bersifat sementara tetapi juga tempat perjuangan dan persiapan menuju hari pembalasan. Dapatlah dikatakan bahwa kehidupan dunia hanyalah sasaran perantara atau tujuan jangka pendek sedangkan kehidupan akhirat adalah tujuan akhir atau tujuan jangka panjang. Untuk itu, perjuangan yang dilakukan di dunia tidak sekedar mengejar kepentingan yang bersifat keduniaan tetapi harus didedikasikan untuk mendapatkan kebaikan di kehidupan akhirat. Berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan keselamatan di akhirat, Al-Ghazali233 membagi orang menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok pertama adalah orang-orang yang mengabaikan kehidupan akhirat dengan memanjakan dirinya pada segala sesuatu yang bersifat keduniaan, mereka ini akan dihancurkan. Kelompok kedua adalah orang yang di kehidupan dunianya senantiasa mengejar kehidupan akhirat. Mereka akan mendapatkan kesuksesan. Kelompok ketiga adalah orang yang mengikuti jalan tengah yaitu orang yang dalam segala aktifitas kehidupan dunianya senantiasa mengikuti aturan shari>’ah, termasuk dalam aktiftas ekonominya, mereka akan mendapatkan keselamatan. Berkaitan dengan kehidupan dunia, tentu mudah untuk diamati, diobservasi, dianalisis dan diambil satu keputusan 231
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008). 232 Mohammad S. Ghazanfar dan Abdul Azim Islahi, “Economic Thought of Al-Ghazali (450-505 A.H. / 1058-1111 A.D.),” Islamic Economics Research Series (1997). 233 Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya’ Ulum al-Din, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997).
terhadap satu hal yang diperbincangkan tetapi tidak demikian halnya dengan kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat tidak bisa diobservasi karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh manusia234. Namun demikian karena kehidupan akhirat merupakan akibat dari segala apa yang dilakukan di kehidupan dunia, maka kinerja di kehidupan akhirat masih dapat diprediksikan dari pencapaian kinerja di kehidupan dunia. Dalam bahasa matematika sederhana dapatlah dikatakan bahwa kehidupan dunia adalah variabel bebas (independent variable) sementara kehidupan akhirat adalah variabel terikat (dependent variable). M. Pentingnya Partisipasi dan Kerjasama Dalam Aktifitas Ekonomi Dalam melakukan kegiatan ekonomi, tentu saja terdapat persaingan diantara para pelaku ekonomi. Namun demikian, bukan berarti bahwa persaingan yang dilakukan harus mengabaikan pertalian atau persaudaraan. Kerja sama disertai sikap hidup yang saling bergotong royong dan saling menolong merupakan kekuatan utama ekonomi. Kerjasama dan saling menolong adalah tali penghubung agar persaingan yang dilakukan tidak mengabaikan persaudaraan235. Persaingan dan kerjasama adalah kekuatan kembar yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan dalam menggerakkan kehidupan ekonomi dunia secara nyata236. Persaingan dan kerjasama dalam ekonomi kerakyatan dilakukan secara selaras dengan landasan kebersamaan (mutualism) dan kekeluargaan (brotherhood)237. Azas kekeluargaan memiliki makna persaudaraan, tolong menolong dan gotong royong. Hal ini sejalan dengan hadis nabi: 234
QS al-Naml 27: 66 Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya. 235 QS al-Ma>idah 5: 2 236 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 237 Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press: 2004).
Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim). (HR. Ahmad)
Persaingan yang diwujudkan dalam pasar bebas menjadi dasar bagi kaum kapitalis untuk saling gontok-gontokan, saling tidak rukun bahkan saling melumpuhkan. Hal ini berbeda dengan prinsip kerja sama (cooperative) yang saling memelihara keberadaan setiap kekuatan ekonomi238. Persaingan menjadi penggerak utama sistem ekonomi kapitalis. Meski merekapun menyadari bahwa hasil persaingan telah berdampak buruk dengan terjadinya Perang Dunia I dan II. Pasca perang besar tersebut terjadilah kevakuman. Justeru kerjasamalah yang menjadikan dunia kembali bergairah dengan terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa (Pasca PD I) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (Pasca PD II). Kerja sama atau tolong menolong dalam kegiatan ekonomi menjadi ciri dari sistem ekonomi Islam239. Akram240 menyebutkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu studi yang bertujuan untuk menciptakan fala>h} yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam yang ada di bumi dengan berlandaskan pada kerjasama dan partisipasi. Kerjasama akan menciptakan keharmonisan sistem. Pembelajaran setidaknya dapat diperoleh dari keharmonisan di alam semesta. Keharmonisan tersebut terlihat pada teraturnya rotasi bumi terhadap porosnya, juga pada peredaran bumi terhadap matahari241, peredaran bulan, bintang dan matahari242, siklus hujan243, siklus pertumbuhan manusia di dalam rahim244, siklus kehidupan, kematian dan kebangkitan dari alam kubur245. 238
Sri-Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010) 239 QS al-Ma>idah 5: 2, QS al-Tawbah 9: 71 240 Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) 241 QS al-A’Ra>f 7: 54, QS 242 QS al-Ra’ad 13: 2, QS Ibra>hi>m 14: 33, QS al-Anbiya> 21: 33, QS Ya>si>n 36: 40 243 QS al-Baqarah 2: 22
Choudhury246menyatakan bahwa persamaan dan kerjasama di dalam ekonomi Islam adalah manifestasi dari prinsip tawhi>d dan persaudaraan (brotherhood). Prinsip tawhi>d mengajarkan bahwa sejatinya manusia awalnya satu. Lantas Allah menciptakan pasangannya kemudian dari pasangan tersebut Allah memperkembangbiakkan manusia247. Adapun Allah menciptakan ketidaksamaan pada diri manusia dalam perbedaan fisik, pengetahuan, harta, kekuatan bukanlah dimaksudkan sebagai ketidakharmonisan tetapi memiliki tujuan agar diantara manusia dapat saling melengkapi satu sama lain248, saling meminta249 dan saling bersaudara250. Semangat berpartisipasi adalah perilaku yang diajarkan oleh Rasulallah. Larangan memerangi orang non muslim selama mereka berpartisipasi dalam membayar pajak. Berbagi makanan kepada seluruh orang251. Berbagi dengan mengutamakan kepentingan
244
QS al-Haj 22: 5,: QS al-Mu’minu>n 23: 12-16 246 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economic (New York: St. Martin‟s Press, 1986). 247 QS al-Nisa> 4: 1 248 QS al-Zukhruf 43: 32 249 QS al-Nisa> 4: 1 250 QS al-H}ujura>t 49:10 251 Hadis riwayat Abdurrahman bin Abu Bakar ra., ia berkata: Kami berjumlah 130 orang sedang bersama Nabi saw. Lalu Nabi saw. bertanya: Adakah salah seorang di antara kalian mempunyai makanan? Ternyata ada seorang yang mempunyai kira-kira satu sha` gandum yang lalu dibuat adonan. Kemudian datang seorang lelaki musyrik tinggi yang kusut rambutnya menggiring kambing. Nabi saw. bertanya: Ini dijual atau diberikan atau dihadiahkan? Orang itu menjawab: Dijual! Rasulullah saw. membeli seekor kambing darinya. Setelah disembelih, Rasulullah saw. menyuruh diambil hatinya untuk dipanggang. Kata Abdurrahman bin Abu Bakar: Demi Allah! Kami berseratus tiga puluh orang seluruhnya mendapatkan sepotong hati kambing dari Rasulullah saw. Jika orang itu hadir, maka Rasulullah saw. memberikannya dan kalau tidak ada Rasulullah saw. menyimpannya. Makanan itu dibagi dalam dua talam. Kami semua makan dari kedua talam itu dan kenyang. Sisa yang ada pada kedua talam tersebut aku bawa ke atas unta. (Shahih Muslim No.3832) 245
orang lain tanpa pamrih252. Berbagi harta rampasan perang secara adil253. Pembagian zakat bagi yang wajib menerimanya 254. Ajaran Islam senantiasa mengingatkan kepada kita terhadap pentingnya kerjasama dan partisipasi. Adanya ketentuan hukum bahwa dari setiap harta yang didapatkan, pada dasarnya terdapat hak bagi orang lain255. Adanya ketentuan larangan pembuatan kontrak bisnis yang melibatkan satu jenis kontrak secara eksklusif tanpa membagi risiko256. Adanya ketentuan larangan pembuatan kontrak bisnis yang cenderung membuat perselisihan diantara pihak yang terlibat257, ataupun adanya larangan memakan riba258. Terkait dengan pelarangan riba, para ahli fiqih sepakat bahwa riba dilarang karena memiliki unsur mendominasi dan mendzalimi bagi masing-masing pihak. Hak kreditor untuk menerima bunga telah terjamin tanpa memperdulikan kenyataan bahwa asetnya tersebut meningkatkan nilai tambah ataukah tidak bagi orang lain. Riba juga membuat satu pihak memakan harta pihak lain tanpa berjerih payah dan berisiko. Riba didapatkan bukan dari imbalan kerja atau jasa juga mengabaikan aspek kemanusiaan demi mendapatkan materi. Kebersamaan dan saling berpartisipasi juga merupakan nilai yang dianut oleh sistem ekonomi Pancasila. Sistem ekonomi yang dikenal pula dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan adalah pengertian dan konsep asli Bangsa Indonesia. Ekonomi rakyat merupakan satu kesatuan kata dan bukan sekedar rangkaian kata „ekonomi‟ dan „rakyat‟. Kata rakyat dalam ekonomi rakyat
252
QS al-H}asyr 59: 9 QS al-H}asyr 59: 7 254 QS al-Tawbah 9: 60 255 QS al-Nisa> 4: 32, QS al-Dha>riya>t 51: 19 256 Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Islamic Law and Finance, Religion, Risk, and Return (the Hague, the Netherlands: Kluwer Law International, 1998). 257 Akram menyebutkan bahwa kontrak-kontrak demikian dilarang di dalam islam karena memiliki kecenderungan eksploitasi dari satu pihak kepada pihak lainnya. 258 QS al-Baqarah 2: 275, 276, 278, QS Ali-‘Imra>n 3: 130, QS al-Nisa> 4: 161. 253
berkaitan dengan kebersamaan, saling mendukung, berpartisipasi dsbnya259. Ekonomi rakyat memiliki makna bahwa pembangunan ekonomi berpusat kepada rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai tujuan pembangunan ekonomi disamping menempatkan rakyat sebagai sarana dan pelaku pembangunan. Hal ini sejalan dengan sistem ekonomi Islam yang menempatkan manusia sebagai tujuan dari segala aktifitas ekonomi disamping sebagai sarana dan pelaku ekonomi. Pembangunan ekonomi rakyat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas rakyat260 dan melakukan utilisasi terhadap sumber daya yang tersedia secara efektif. Inilah yang disebut sebagai strategi grass roots - based dan resources - based. Pembangunan ekonomi rakyat juga dilakukan dengan pendekatan partisipatori dan emansipatori yang bersifat bottom - up. Keseluruhannya dilakukan untuk mempercepat transformasi ekonomi dan transformasi sosial261. Partisipasi rakyat dalam pembangunan ekonomi akan menjamin nilai tambah ekonomi yang dihasilkan dapat secara langsung diterima oleh rakyat262. Pemerataan akan tercapai seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Rakyat akan menjadi aset pembangunan (human insvesment). Hal ini akan mendorong tumbuhnya golongan menengah. Pertumbuhan golongan menengah akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga masyarakat mampu membangun dirinya sendiri. Kondisi ini akan meningkatakan posisi tawar secara kolektif. Rakyat menjadi lebih aktif dan produktif. Nilai tambah ekonomipun menjadi meningkat. Pembangunan ekonomi rakyat akan menyesuaikan terhadap sumber 259
Mubyarto, “Paradigma Pembangunan yang Bertumpu pada Kekuatan Ekonomi Rakyat,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo (Jakarta: PT. Intermasa, 1997). 260 Catatan peneliti: Dalam hal ini, rakyat dijadikan sebagai asset nasional. 261 Sri-Edi Swasono, “Prospek dan Perkembangan Perekonomian Rakyat: Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Pasar,” Kedaulatan Rakyat, Jumat, 02 Agustus 2002. 262 Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003).
daya dan people centered. Pembangunan ekonomi lebih menyerap tenaga kerja. N. Terselenggaranya Ekonomi Berlandaskan Persaudaraan dan Distribusi Berkeadilan Para pendiri Bangsa Indonesia telah menyatakan bahwa keadilan sosial adalah tujuan dari pendirian Negara Indonesia sebagaimana dinyatakan pada Pembukaan UUD 1945. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia Jimly Asshiddiqie263 menjelaskan bahwa keadilan sosial dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-empat tersebut, dirumuskan sebagai “suatu” yang sifatnya konkrit, bukan hanya abstrak-filosofis yang tidak sekedar dijadikan jargon politik tanpa makna. Keadilan sosial juga bukan hanya sebagai subjek dasar negara yang bersifat final dan statis, tetapi merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara dinamis dalam suatu bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sementara Sri-Edi Swasono menyebutkan bahwa keadilan sosial yang dimaksudkan pada Pembukaan UUD 1945264 adalah sebagaimana dijelaskan pada Pasal 27 ayat (2) juga Pasal 33 UUD 1945, yaitu mengutamakan kepentingan rakyat demi tegaknya daulat rakyat bukan daulat pasar. Dengan melaksanakan asas kekeluargaan dan kebersamaan sebagaimana Pasal 33 UUD 1945, maka Bangsa Indonesia dapat mewujudkan keadilan sebagaimana yang diidamkan. Hal ini terjadi karena asas kekeluargaan akan melahirkan akhlak homo ethicus yang mengutamakan keadilan. 263
Jimly Asshiddiqie, “Pesan Konstitusional Keadilan Sosial,” http://www.jimly.com_makalah_namafile_75_PESAN_KEADILAN_SOSIAL (diakses pada 25 Januari 2012). 264 Sri-Edi Swasono, “Jangan Menjual Indonesiaku,” Swara 33 eBulletin Mubins, Edisi 001 (Mei 2011): 5-6
Sementara bagi penganut paham individualisme dan berasas liberalism memaknai keadilan sebagai kekuasaan. Penilaian terhadap rasa adil atau tidak adil tergantung pada keputusan dari yang berkuasa yaitu yang memiliki modal besar. Paham individualisme menghasilkan akhlak homo economicus dengan tingkah perbuatan homo homini lupus265. Konsep keadilan kaum kapitalis mendapat kritikan dari John Rawls. Rawls mengatakan bahwa keadilan tidak akan dapat diwujudkan melalui pasar bebas. Rawls mengembangkan teori keadilan266. Keadilan menurut Rawls adalah bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar. Agar keadilan di antara mereka dapat tercapai, maka struktur konstitusi, politik, ekonomi dan peraturan tentang hak milik, harus berlaku sama untuk semuanya. Setiap orang harus mengenyampingkan atribut-atribut yang membedakannya dengan orang-orang lain (veil of ignorance). Atribut yang dimaksudkan adalah kemampuan, kekayaan, posisi sosial, pandangan religius dan filosofis, maupun konsepsi tentang nilai. Rawls menekankan konsep keadilan pada kepemilikan barang-barang sosial utama oleh orang per seorang. Ketidaksetaraan merupakan problem yang disebabkan oleh anggota masyarakat yang tidak memiliki barangbarang sosial secara merata. Rawls menyatakan bahwa kepada warga msyarakat yang kurang beruntung memiliki barang-barag sosial tersebut, berhak mendapatkan kompensasi. Diperlukan institusi yang dapat mengelola ketidak setaraan di atas. Dworkin267 menyatakan bahwa ketidaksetaraan yang muncul diantara warga masyarakat tidak dilihat dari kepemilikan barang-barang oleh individu di dalam masyarakat. Ketimpangan disebabkan karena pilihan-pilihan yang diambil oleh individu untuk menggunakan barang-barang sosial yang dimilikinya. Dworkin menekankan tanggungjawab (responsibility) yang dimiliki oleh 265
Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian (Jakarta: UNJ Press: 2004). 266 John Rawls, a Theory of Justice (Harvard University Press, 1999). 267 Robert Kane, “Responsibility And Free Will In Dworkin‟s Justice For Hedgehogs,” The University of Texas at Austin (n.d).
individu dalam menentukan pilihan untuk menggunakan barang sosial. Amartya Sen sependapat dengan Rawls maupun Dworkin tentang penekanan akal budi sebagai penelusur proses keadilan. Namun demikian Sen memberikan kritik tajam pada teori keadilan Rawls maupun Dworkin. Sen268 menyebutkan bahwa konsep keadilan berkaitan dengan empat hal yaitu: fokus pada kehidupan dan kebebasan, menghubungkan antara tanggung jawab (responsibility) terhadap kekuatan efektif (effective power), komparatif bukan transcendental, assessment dan mencakup hal yang tidak terlarang secara global (globally unrestricted coverage). Dalam pandangan Sen, institusionalisme yang diusung oleh Rawls menghasilkan Kew Garden principle269 yaitu pandangan yang menganggap institusi sebagai agen moral (penjaga moral). Sen berpendapat bahwa yang disebut „hak asasi generasi kedua‟ menyangkut kewajiban sempurna (menegaskan bahwa negara sebagai institusi penjaga keadilan) juga kewajiban tak sempurna (tidak secara tegas menyebut siapa sebagai agen moral) juga menyangkut penderitaan sesama dari negeri lain. Sen berpandangan bahwa kesetaraan (equality) harus dilihat dari usaha masyarakat dalam mencapai apa yang direncanakan dan apa yang diinginkan di dalam hidupnya. Sen memandang bahwa kesejahteraan tidak dilihat dari barang sosial yang harus dimiliki oleh individu atau masyarakat tetapi pada sejauh mana individu atau masyarakat memiliki kesempatan untuk mewujudkan kebebasan. Sejauh mana individu dapat mengkonversikan sumber daya yang dimiliki (resources) untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Dengan demikian, kebebasaan akan terlihat dari kapabilitas (capability) dalam mencapai cita-cita. 268
Amartya Sen, “The Idea of Justice,” Journal of Human Development 9, No.3 (November 2008). 269 Sen membuat contoh ilustrasi seorang gadis diserang di Kew Gardens New York pada malam hari. Sang Gadis berteriak minta tolong tapi tak seorang pun yang tinggal di sekitar menolongnya. Bahkan untuk sekedar menelepon pihak kepolisian untuk memintakan pertolonganpun tidak. Hal ini karena mereka menganggap bahwa pihak yang bertindak sebagai agensi moral (pihak yg berkewajiban) untuk menolong adalah institusi / polisi. Akhirnya gadis itu terbunuh, tanpa ada seorang pun yang menolongnya
Konsep persaudaraan dalam sistem ekonomi Islam timbul dari pembaharuan spiritual dan bukan dari pembedahan sosial270, sebagaimana dilakukan dalam sistem ekonomi komunisme. Sistem ekonomi komunisme menerapkan persaudaraan dalam rangka menjamin keamanan sosial. Islam memiliki pandangan bahwa, Allah menciptakan manusia dengan berbagai suku dan bangsa dimaksudkan agar mereka saling mengenal271. Persaudaraan adalah nikmat yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam dimana pada masa jahiliyah mereka saling bermusuhan272. Nikmat persaudaraan juga telah diberikan oleh Allah kepada kaum Muhajirin dan kaum Ansar juga kaum sebelum mereka273. Beberapa hadis Nabi juga menjelaskan keutamaan persaudaraan: menyambung tali persaudaraan adalah amalan yang dapat mendekatkan diri pada surga dan menjauhkan dari neraka 274. Persaudaraan umat lebih utama dari kepentingan pribadi275. 270
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice. (Islamabad: Houder and Stoughton, 1970). 271 QS al-H}ujura>t 49: 13 272 QS Ali-‘Imra>n 3: 103 273 QS al-H}asyr 59: 10 274 Hadis riwayat Abu Ayyub Al-Anshari RA.:Bahwa Seorang badui menawarkan diri kepada Rasulullah saw. dalam perjalanan untuk memegang tali kekang unta beliau. Kemudian orang itu berkata: Wahai Rasulullah atau Ya Muhammad, beritahukan kepadaku apa yang dapat mendekatkanku kepada surga dan menjauhkanku dari neraka. Nabi saw. tidak segera menjawab. Beliau memandang para sahabat, seraya bersabda: Ia benar-benar mendapat petunjuk. Kemudian beliau bertanya kepada orang tersebut: Apa yang engkau tanyakan? Orang itu pun mengulangi perkataannya. Lalu Nabi saw. bersabda: Engkau beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan salat, menunaikan zakat dan menyambung tali persaudaraan. Sekarang, tinggalkanlah unta itu. (Shahih Muslim No.14) 275 Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw di kala sakit, yang beliau wafat dalam sakit itu, keluar dengan mengikat kepala beliau dengan potongan kain. Beliau duduk di mimbar lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda, 'Tidak ada seorang pun yang lebih dermawan terhadapku dalam jiwa dan hartanya daripada Abu Bakar bin Abu Quhafah. Seandainya aku mengambil kekasih dari manusia niscaya aku mengambil Abu Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi, persahabatan Islam lebih utama.' (Dalam satu riwayat: 'Akan tetapi, dia adalah saudaraku dan sahabatku.' 4/19]." Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas, "Adapun ucapan Rasulullah saw., 'Seandainya aku mengambil kekasih dari umat ini niscaya aku ambil Abu Bakar, tetapi
Sri-Edi Swasono menggunakan makna kekeluargaan untuk menyebut persaudaraan (brotherhood) sebagai asas penerapan sistem ekonomi Pancasila. Asas kekeluargaan (brotherhood) berarti hubungan antara sesama warga ibarat keluarga besar, katakanlah sebagai hubungan ber-ukhuwah, yang bagi Indonesia yang pluralistik, berarti ber-ukhuwah wathoniah. Jadi asas kekeluargaan bukanlah asas kekerabatan (kinship) yang nepotistik276. Persaudaraan dilakukan dalam usaha menegakkan keadilan. Ajaran Islam menekankan persaudaraan berbingkai ketawhidan277. Prinsip tawhi>d mengajarkan kepada manusia tentang hubungan dan interaksi dengan orang lain. Interaksi dan hubungan tersebut adalah sebagaimana dia berhubungan dengan Allah Sang Maha Penciptanya. Oleh karenanya, seluruh aktifitas ekonomi seperti: pertukaran pasar, alokasi sumberdaya, maksimalisasi utilitas dan keuntungan senantiasa memiliki dasar ketawhidan. Keadilan bukanlah sesuatu yang ilmiah dan nyata, yang dapat diukur atau diamati atau menjadi subyek pengujian eksperimental tetapi merupakan suatu estimasi dan penilaian moral. Keadilan dalam sistem ekonomi Islam merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Sistem ekonomi Islam menjunjung tinggi ditegakkannya ideologi keadilan. Hal ini berbeda dengan ilmu ekonomi lainnya yang berisikan teori keadilan yang menjelaskan realitas kehidupan ekonomi dan terpisah dari ideologi atau cita-cita keadilan278. Doktrin keadilan yang harus ditegakkan adalah sebagaimana perintah Allah279. Ayat ini menunjukan bahwa persaudaraan Islam itu lebih utama atau lebih baik,' maka beliau mengucapkan yang demikian ini karena beliau menempatkan atau menetapkan Abu Bakar sebagai ayah (mertua).' 8/7) 'Tutuplah dariku setiap pintu di masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.'" 276 Sri-Edi Swasono, “Testimoni Sri-Edi Swasono,” Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 oleh DPP SP-PLN Tentang Ketenagalistrikan berkaitan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, (2010). 277 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economic (New York: St. Martin‟s Press, 1986). 278 Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008). 279 QS al-Ma>idah 5: 8
menegakkan keadilan berkaitan erat dengan ketaqwaan manusia kepada penciptanya280. Naqwi281 menjelaskan bahwa implikasi dari ayat tersebut adalah adanya jaminan kemerdekaan bagi individu dalam menghadapi penyalahgunaan kekuasaan, ekonomi, sosial atau fisik oleh orang-orang yang memilikinya. Keadilan sosial berlaku bagi seluruh struktur kemasyarakatan baik yang kaya maupun yang miskin dalam seluruh aspek kehidupan manusia282. Keadilan sosial harus dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari dan harus tetap ditegakkan meskipun terhadap orang yang dibenci sekalipun283. Berbuat adil berarti tidak berbuat curang dengan mencukupkan ukuran atau takaran, sehingga tidak merugikan pihak lain284. Dalam sistem ekonomi Islam, keadilan ditegakkan dengan prinsip bahwa: iv. Semua yang ada di alam semesta adalah milik Allah285. v. Manusia dapat memilikinya tetapi atas karunia dari Allah286 dan terikat dengan ketentuan yang mengatur penggunaannya. vi. Allah menjadikan ketidaksamaan pendapatan marjinal untuk merangsang inisiatif individu287. Islam tidak mengindahkan semua kegiatan ekonomi anti sosial yang tidak mendorong pada kesejahteraan bersama. Hal inilah yang menjadi dasar dilarangnya kegiatan monopoli dan spekulatif di dalam Islam karena kegiatan tersebut tidak bermanfaat juga mengambil keuntungan di atas penderitaan orang lain288. Oleh karena itu, mewujudkan keadilan sosial seharusnya berakar dari keimanan manusia kepada Allah289 280
QS al-A’Ra>f 7: 29 Syed Nawab Haider Naqwi, Ethiics and Economics: an Islamic Synthesis, Terjemahan Bahsa Indonesia (Bandung: Penerbit Mizan, 1985). 282 QS al-Nisa> 4:135 283 QS al-Ma>idah 5:8 284 QS Hu>d 11: 85 285 QS Ali-‘Imra>n 3: 180. 286 QS al-Haj 22: 65 287 QS al-An’a>m 6: 165 288 Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice. (Islamabad: Houder and Stoughton, 1970). 289 QS al-An’a>m 6: 82. 281
O. Terwujudnya Kesejahteraan Sosial Sebagai Sasaran Ekonomi Mubyarto290 menyebutkan bahwa sistem ekonomi yang tidak ditujukan untuk mensejahterakan rakyat, cepat atau lambat akan menemui jalan buntu, jika tidak hancur. Sistem ekonomi apapun hanya akan berjalan lancar apabila didukung oleh masyarakat yang memperoleh peluang berpartisipasi sekaligus mengambil manfaat dari partisipasinya. Sinyalemen yang dijelaskan oleh Mubyarto pernah diprediksi oleh Wilhelm Roepke (1899-1966)291 yang memprediksi kehancuran ekonomi kolektif Uni Sovyet dan negara - negara sosialis Eropa Timur pada bukunya berjudul The Moral Foundations of Civil Society. Roepke menjelaskan bahwa ekonomi kolektif yang dikembangkan oleh Uni Sovyet dan negara - negara sosialis Eropa Timur, diterapkan dengan paksaan. Ekonomi sosialis dibangun untuk melawan kapitalis barat bukan untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Konsep kesejahteraan dalam sistem perekonomian Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan ke adilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta 290
Mubyarto, “Paradigma Pembangunan yang Bertumpu pada Kekuatan Ekonomi Rakyat,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo (Jakarta: PT. Intermasa, 1997). 291 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah Cendekiawan Muslim (Bandung: Penerbit Mizan, 1999).
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun penerapan kesejahteraan sosial adalah sebagaimana UUD 1945 Pasal 33. Bung Hatta292 sebagai bapak pendiri bangsa menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial yang dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah terpenuhinya berbagai keperluan hidup rakyat Indonesia. Landasan di atas menjadi dasar bagi Negara Indonesia untuk menjadi negara berkesejahteraan (welfare state). Konsep ini merupakan pilihan politik ekonomi yang diambil oleh para pendiri Bangsa Indonesia saat itu. Amartya Sen293 menjelaskan tentang pilihan para pendiri bangsa dengan kiasan seekor unta yang dapat saja dianggap sebagai seekor kuda. Unta tentu bukan kuda tetapi para pengambil keputusan melalui kompromi politik saat itu, dapat saja menyatakan unta sebagai kuda. Di sisi lain unta dapat saja dipandang sebagai berbentuk setengah kuda atau setengah lainnya294. Sen menjelaskan maksud dari perumpaman tersebut adalah dapat saja hasil pilihan publik tersebut sebagai sesuatu yang bersifat agung tetapi dapat juga sebagai sesuatu yang membingungkan. Pilihan sebagai negara berkesejahteraan belum dapat terwujud. Hal ini terjadi karena sejak jaman penjajahan Belanda, Bangsa Indonesia melakukan aktifitas ekspor untuk memenuhi berbagai keperluan rakyat dan bangsa penjajah. Sementara setelah
292
Bung Hatta dalam Sri-Edi Swasono dan Fauzie Ridjal, Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press,1992), menyatakan bahwa perekonomian suatu negeri ditentukan oleh tiga hal yaitu kekayaan tanah, kedudukan terhadap negeri lain dalam lingkungan internasional dan sifat dan kecakapan rakyat terhadap cita-citanya. Khusus untuk Bangsa Indonesia menurut Bung Hatta harus ditambah dengan satu hal lagi yaitu sejarah Bangsa Indonesia sebagai tanah jajahan. 293 Amartya Sen, “The Possibility of Social Choice,‟ Nobel Lecturer. (8 Desember 1998). 294 Kiasan di atas menurut Sen untuk memaknai sebuah pilihan sosial publik. Pilihan publik dapat menunjukkan keagungan cita-cita tetapi dapat pula menjadi membingungkan karena terlalu mengakomodir kepentingan yang banyak berbeda.
kemerdekaan 1945 hingga saat ini295, Negara Indonesia melakukan aktifitas ekonomi untuk memenuhi berbagai keperluan negara asing bukan untuk memenuhi kesejahteraan rakyatnya296. Kondisi inilah yang membuat bangsa dan rakyat Indonesia belum merasakan kesejahteraan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 33 UUD 1945. Pembangunan ekonomi dikatakan berhasil apabila dalam proses pembangunan ekonomi menghasilkan akumulasi nilai tambah, baik yang fisik maupun proses kehidupan manusia, baik yang bersifat dapat dihitung (tangible) maupun yang tidak dapat dihitung (intangible). Termasuk ke dalam nilai tambah adalah peningkatan nilai materi, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan produktifitas dan peningkatan efisiensi297. Kesejahteraan sosial menurut Sri-Edi Swasono298 meliputi sandang, pangan, tempat tinggal, upah buruh di atas minimum, kesehatan, jiwa, pendidikan, kesabaran, kepercayaan diri dsbnya. 295
Mubyarto, “Ekonomi Indonesia Terjajah Kembali”, Swara 33 eBulletin Mubins, Edisi 001 Mei 2011: 9-13 296 Mubyarto menjelaskan bahwa banyak daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam terhisap kekayaannya oleh pemerintah pusat atau oleh investor asing. Hal ini dapat dilihat dari derajat keterhisapan yaitu dengan membandingkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dengan Nilai Pengeluaran Konsumsi per kapita. Jika nilai PDRB per kapita jauh lebih tinggi dibanding Nilai Pengeluaran Konsumsi per kapita penduduknya, berarti sebagian besar produksi daerah tidak dinikmati oleh penduduk setempat. Hal ini menunjukan sebagian produksi memang “dikirimkan” kembali kepada pemiliknya atau investor dari luar daerah. Mubyarto mendapatkan bahwa di tahun 1996 propinsi-propinsi yang paling kaya sumber daya alam yaitu NAD, Riau, Kalimantan Timur, dan Papua (Irian Jaya), “derajat penghisapannya” sangat tinggi, masing-masing 81%, 84%, 89%, dan 82%. Artinya dari setiap 100 nilai produksi, bagian yang dinikmati penduduk setempat hanya 19% (NAD), 16% (Riau), 11% (Kaltim), dan 18% (Papua), dan selebihnya dinikmati investor dari luar. Propinsi DKI Jakarta yang menjadi pusat peredaran uang Indonesia ternyata juga “dihisap” pemodal dari luar negeri yaitu sebesar 78%, atau hanya 22% yang dinikmati penduduk DKI Jakarta sendiri. 297 Bacharuddin Jusuf Habibie, “Pembangunan Sumber Daya Manusia Berorientasi NilaiTambah,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo (Jakarta: PT. Intermasa, 1997). 298 Sri-Edi Swasono dan Fauzie Ridjal, Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press, 1992).
Seluruh keperluan di atas menurut Sri-Edi Swasono dapat terpenuhi dengan membangun semangat kerjasama dan saling menolong. Tentu saja bila dibuatkan pareto prioritas maka terpenuhinya kesejahteraan masyarakat luas lebih utama dibandingkan dengan kesejahteraan orang per orang. Adapun menurut Muhammad Abdul Manan kesejahteraan meliputi dua kriteria yaitu bersifat obyektif dan subyektif299. Kriteria obyektif adalah kesejahteraan yang dapat diukur dengan faktor keuangan dan kriteria subyektif yaitu kesejahteraan yang diukur dari segi etika yang didasarkan atas perintah Allah di dalam al-Quran maupun hadis. Termasuk dalam kriteria obyektif adalah meningkatnya pendapatan para pekerja, meningkatnya jumlah pekerja yang terlibat dalam proses produksi, meningkatnya jumlah dan mutu barang dan jasa yang bermanfaat. Sedangkan kriteria subyektif adalah tidak memproduksi minum-minuman keras, menghindari sistem riba dsbnya. Mannan menjelaskan bahwa apabila produksi barang dan jasa hanya memenuhi kriteria obyektif, maka barang dan jasa yang dihasilkan tidak akan menjamin kesejahteraan rakyat secara maksimal. Siddiqi300 menyebutkan bahwa terdapat beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu pertama, kebutuhan yang sangat mendasar yaitu sandang pangan dan tempat tinggal. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi apapun kondisi rakyat dan negaranya. Kebutuhan yang tergantung pada iklim dan cuaca seperti: air minum, bahan bakar dan listrik. Kebutuhan yang tergantung pada lokasi seperti perawatan medis, pemberantasan buta huruf, kebutuhan transportasi untuk masyarakat yang tinggal di kota besar, dukungan keuangan untuk perkawinan, dukungan keuangan untuk membayar hutang. Kedua, kebutuhan untuk pengajaran agama. Hal ini sering dicontohkan oleh Rasulallah juga sahabat. Rasulallah mengutus Sa’id bin al-A’s untuk mengajar orang-orang Madinah menulis dan membaca. Umar bin Abdul Aziz merekrut tenaga guru untuk 299
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice. (Islamabad: Houder and Stoughton, 1970). 300 Muhammad Nejatullah Siddiqi, Role of the State in the Economy (Leicester, UK: The Islamic Foundation, 1996).
mengajar orang-orang di pedesaan. Umar bin Abdul Aziz juga memberikan hadiah bagi warga yang menikah. Ketiga, kebutuhan berkaitan dengan masyarakat umum. Kebutuhan ini harus merujuk pada standar hidup rata-rata suatu negara. Bagi negara miskin atau tidak memiliki surplus yang tinggi maka standar kehidupan didefinisikan sebagai lebih dari persyaratan hidup dengan efisiensi yang masuk akal atau standar hidup minimum. Sedangkan bagi negara kaya dimana terdapat surplus dari zakat dan fay301, maka pemenuhan kebutuhan pada tingkat rata-rata hidup warga. Berbagai pendapat tentang kesejahteraan di atas sejalan dengan pendapat Amrtya Sen302 bahwa kondisi sosial ekonomi satu individu dapat diperbandingkan dengan individu lainnya melalui focal variable yaitu variabel yang digunakan untuk menilai (assess) keadilan, atau dapat pula dikatakan bahwa focal variable adalah variabel pembeda. Termasuk ke dalam focal varible adalah tingkat pendapatan, kesehatan, hak, kebebasan, kesempatan, pendidikan dll. Sen menyatakan bahwa penilaian terhadap distribusi keadilan dalam kesetaraan menjadi tidak relevan bila yang dimaksud dengan kesetaraan adalah kepemilikan terhadap suatu barang atau komoditas ekonomi. Hal ini disebabkan terdapatnya perbedaan keberuntungan dan ketidakberuntungan pada masingmasing individu. Keberuntungan dan ketidakberuntungan tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan, sosial, fisik suatu individu. Sejak lahir satu individu telah memiliki perbedaan terhadap individu lainnya yaitu dalam hal jenis kelamin, kondisi sosial, karakter fisik, keturunan, lingkungan dsbnya. Oleh karena itu, penilaian kesetaraan antara satu individu terhadap individu lainnya tidaklah tepat apabila kesetaraan hanya dipandang dari sisi pendapatan atau kepemilikan atas suatu komoditas ekonomi. Focal variable menjadi dasar bagi Sen untuk menilai kesetaraan individu dalam suatu kelompok masyarakat.
301
Pengelolaan harta pampasan perang. Amartya Kumar Sen, Inequality Reexamined (UK: Oxford Clarendon Press, 1992) 302
Sen berpendapat bahwa individu dalam mencapai citacitanya (well-being) akan dipengaruhi oleh kebebasan (freedom) dan kapabilitas. Kebebasan yaitu kebebasan yang dimiliki oleh individu dalam mencapai cita-citanya. Kapabilitas adalah kemampuan individu untuk menggunakan kebebasan yang dimiliki untuk mencapai cita-citanya. Pencapaian keteraturan sosial satu individu ditentukan oleh dua hal yaitu pencapaian sebenarnya (actual achievement) dan kebebasan untuk meraih pencapaian (freedom to achieve). Pencapaian sebenarnya adalah usaha individu untuk mendapatkan pencapaian. Adapun kebebasan untuk meraih pencapaian adalah berkaitan dengan kesempatan yang dimiliki oleh individu untuk meraih pencapaian. Penilaian pencapaian individu atau kelompok dalam mencapai keteraturan sosial dilakukan (assess) pada dua pespektif yaitu pencapaian aktual (the extent of achievement) dan kebebasan untuk mencapainya (freedom to achieve). Pencapaian aktual adalah kepemilikan terhadap barang sosial utama (social primary goods)303 dan resources304. Sedangkan kebebasan pencapaian yaitu kebebasan untuk menjamin penciptaan cita-cita hidup atau well being. Berbagai aktifitas yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial305 disebut mas}lah}ah atau utilitas306. Al-Ghazali dan al-Shatibi (di dalam Anas Zarqa) membagi utilitas sosial menjadi tiga tingkatan yaitu kebutuhan (necessities), kenyamanan (conveniences) dan peningkatan (refinements)307.
303
John Rawls, a Theory of Justice. (UK: Oxford University Press,
1971). 304
Ronald Dworkin, Sovereign Virtue, the Theory and Practice of Equality (USA: Harvard University Press, 2000). 305 Amartya Kumar Sen menggunakan bahasa freedom to achieve. 306 Anas Zarqa, “Islamic Economics: An Approach to Human Welfare,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics (Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007). 307 Ketiga tingkatan yang dimaksud oleh Zarqa adalah: d}aru>riyah (primer / necessities), h}a>jiyah (sekunder / conveniences) dan tah}si>niyah (tertier / refinements)
Kebutuhan terdiri dari seluruh aktifitas dan segala sesuatu yang penting untuk memelihara lima kebutuhan pokok individu maupun kehidupan sosial yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kenyamanan terdiri dari seluruh aktifitas dan segala sesuatu yang tidak fital bagi pemeliharaan kebutuhan pokok individu maupun kehidupan sosial tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan atau kesukaran di dalam kehidupan. Termasuk dalam katagori kenyamanan adalah memiliki kendaraan untuk transportasi, kebutuhan tempat tidur yang nyaman dll. Ketika kendaraan ataupun tempat tidur banyak diperlukan oleh masyarakat, maka industri pembuatan kendaraan dan tempat tidur termasuk dalam katagori peningkatan. Kesejahteraan sosial dapat dicapai melalui sikap ihsan308 yaitu sikap menyerahkan dengan sepenuh hati sesuatu yang terbaik kepada sesama, yang didedikasikan bagi Sang Maha Pencipta309. Choudhury mengatakan bahwa kunci utama terciptannya sikap ihsan adalah taqwa dan akhirat. Taqwa berarti kebajikan yang diinspirasi oleh rasa takut kepada Allah. Akhirat yaitu keyakinan terhadap adanya pembalasan di kehidupan lain atas segala tindakan yang telah dilakukan di dunia. 308
Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economic (New York: St. Martin‟s Press, 1986). 309 Dalam Hadis Arbain An-Nawawi dijelaskan bahwa ihsan adalah menjadikan sesuatu menjadi baik. Hakikat ihsan berbeda-beda sesuai dengan kontek perbincangan. Dalam kontek ibadah, maka hakikat ihsan adalah sebagaimana dijelaskan pada hadis ke-dua dari Hadis Arbain yang berbunyi: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” (HR Muslim) Dalam kontek hubungan antar manusia (muamalah), maka hakikat ihsan adalah menunaikan hak-hak sesama dan tidak menzholiminya. Sebagaimana hadis ke-tujuh belas dari Hadis Arbain: Dari Abu Ya‟la Syaddad bin Aus rodhiallohu „anhu, Rosululloh sholallahu „alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya Alloh mewajibkan (kalian) berbuat baik terhadap segala sesuatu, maka bila kalian hendak membunuh orang (dalam peperangan ataupun yang lainnya), bunuhlah dengan cara yang baik, dan bila kamu menyembelih (binatang), maka sembelihlah dengan cara yang baik, hendaklah kalian menajamkan pisau dan memperlakukan hewan sembelihan dengan lembut.” (HR Muslim)
P. Kemandirian Ekonomi Untuk Menegakan Harga Diri Umat Pernyataan kemandirian bangsa dinyatakan pada Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dalam paragraf ke-dua Pembukaan UUD 1945 tersebut, pernyataan “merdeka dan berdaulat” dituliskan dalam satu rangkaian kalimat. Hal ini menunjukan bahwa kedaulatan dan kemandirian merupakan suatu rangkaian kondisi. Tidaklah mungkin tercipta kemandirian tanpa adanya kedaulatan. Kemandirian telah menjadi tuntutan politis bagi Indonesia merdeka. Kemandirian adalah bagian integral dari makna merdeka itu sendiri. Tidak ada kemerdekaan yang sebenar-benarnya merdeka tanpa kemandirian. Makna kemandirian bagi suatu bangsa yang merdeka adalah dimana kemandirian merupakan martabat bangsa. Kemerdekaan, kemandirian dan martabat bangsa pada hakekatnya adalah perolehan makna rahmatan lilalamiin bagi bangsa tersebut310. Kemandirian bangsa dan negara akan tercipta apabila pembangunan ekonomi yang dilakukan memihak kepada rakyat yaitu pembangunan ekonomi yang menempatkan sektor ekonomi rakyat sebagai sokoguru ekonomi nasional. Hal ini merupakan upaya strategis agar ekonomi nasional tumbuh dan berakar di dalam negeri. Sehingga terbangun fundamental ekonomi domestik311.
310
Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003). 311 Sri-Edi Swasono, “Prospek dan Perkembangan Perekonomian Rakyat: Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Pasar,” Kedaulatan Rakyat, Jumat, 02 Agustus 2002.
Keberpihakan kepada rakyat dilakukan dengan menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan bidang ekonomi yang lebih banyak mengabdi pada rakyat kecil yaitu petani, nelayan, usaha kecil dsbnya daripada konglomerasi312. Namun demikian usaha untuk melakukan hal tersebut menurut Sulistyono tidaklah mudah karena selama ratusan tahun kita telah mengkonsumsi sistem hukum ekonomi yang berkualitas liberal atau mengabdi pada kepentingan negara-negara kapitalis. Diperlukan usaha dan kerja keras untuk mewujudkan hal tersebut. Kemandirian umat bermakna bahwa umat hendaknya memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan dirinya baik material maupun spiritual. Kemandirian umat diupayakan dengan diberlakukannya hukum fardu kifayah dalam ilmu, amal, industri dan kemampuan lainnya313. Pemberlakukan ini ditujukan agar umat dapat melaksanakan urusan agama dan dunianya dengan baik. Kemandirian umat menyebabkan umat tidak menggantungkan dirinya kepada umat lainnya, juga agar umat lainnya tidak mengendalikannya. Kemandirian umat akan menegakan izz 314(harga diri) umat Islam yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada mereka315. Kemandirian umat akan menciptakan terwujudnya umat pilihan dan teladan bagi umat lainnya316. Kemandirian umat juga berarti kemerdekaan, terbebas dari penganiyayaan dan ketertindasan. Kemandirian harus ditempatkan sebagai target utama dalam 312
Adi Sulistyono, “Pembangunan Hukum Ekonomi Untuk Mendukung Pencapaian Visi Indonesia 2030,” (paper dipresentasikan pada pengukuhan Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 17 Nopember 2007). 313 Yusuf Qardhawi, Da>rul Qiyam Wa al-Akhlak Fil Iqtis}adil Islami, Terjemahan Bahasa Indonesia (Jakarta: Robbani Press, 2004). 314 Akram dalam Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) menyebutkan bahwa’izz memiliki makna kekuatan, kemuliaan dan kehormatan di kehidupan dunia. Di kehidupan akhirat Izz memiliki makna kemuliaan abadi tanpa kehinaan. 315 QS al-Muna>fiqu>n 63: 8 316 QS Ali-‘Imra>n 3: 110
pembangunan nasional. Sementara target-target lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, seharusnya ditempatkan sebagai peran pendukung317.
317
Sri-Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003).
BAB III URGENSI MAS}LAH}AH DALAM SISTEM KINERJA BISNIS A. Pengukuran Kinerja Bisnis Alexander Gash dan John Wanna318 mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai proses untuk memonitor, menilai, dan melaporkan pemenuhan tugas menuju manajemen yang lebih baik. Pengukuran kinerja dapat menjangkau area yang lebih luas berkaitan dengan produktifitas meliputi ekonomi, efisiensi, efektivitas, dampak, mutu, ketepatan waktu, dan keselamatan. Sementara Hanine Salem319 menjelaskan bahwa pengukuran kinerja harus dipertimbangkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem kinerja dan dapat dipandang sebagai proses kuantisasi dari efisiensi dan efektifitas suatu tindakan. Menurutnya dalam sektor publik, literatur tentang kinerja selalu berbicara tentang 3E yaitu: ekonomi, efisiensi dan efektifitas. Tujuan dilakukannya pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui sejauh mana bisnis dapat mencapai tujuan. Berbagai cara dilakukan oleh para peneliti maupun praktisi untuk melakukan pengukuran kinerja. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan ilmu manajemen. Pengukuran kinerja melalui ilmu manajemen, pertama kali dijabarkan oleh Frederick Taylor. Adapun aplikasinya pertama kali digunakan oleh Henry Ford320. Untuk menilai apakah kinerja sudah bisa dikatakan berhasil ataukah gagal, dapat dilihat dari indikator321 keberhasilan. 318
Alexander Gash dan John Wanna, “Performance Measurement,” Encyclopedia of Governance (SAGE Publications, 2006). 319 Hanine Salem, “Organizational Performance Management and Measurement, The Lebanese Experience,” Economic and Social Commission for Western Asia (Beirut: July, 2003) 320 Alexander Gash, dan John Wanna, “Performance Measurement,” Encyclopedia of Governance, SAGE Publications 2006, http://www.sageereference.com/governance/Article_n388.html (diakses pada 4 Mei 2010). 321 The Encyclopedia of Evaluation, “Performance Indicator”,. SAGE Publications, (2004), http://www.sageereference.com/evaluation/Article_n408.html (diakses pada 20 September 2012) menjelaskan bahwa Performance indicator is a term used to describe a range of techniques for monitoring performance by using a standardized measure. It is often expressed as a percentage, index, or rate and is monitored at regular
Pengukuran kinerja dilakukan dengan cara membandingkan antara target kinerja yang ditetapkan di awal periode dengan kinerja sesungguhnya yang dicapai di akhir periode. Hasil perbandingan digunakan sebagai bahan evaluasi atas pencapaian kinerja individu, unit kerja atau organisasi. Pengukuran kinerja merupakan langkah yang sangat penting dalam pengelolaan bisnis. Robert S. Kaplan dan David P. Norton mengatakan bahwa “jika anda tidak dapat mengukur organisasi, maka anda tidak dapat mengelola organisasi tersebut”322 Sebagian peneliti mendefinisikan kinerja sebagai serangkaian kemajuan berdasarkan angka-angka ataupun rasio keuangan323. Sebagian lainnya meyakini bahwa kinerja tidak hanya ukuran keuangan, tetapi juga non keuangan. Diantara mereka adalah Kaplan dan Norton melalui konsep balanced scorecard (BSC)324. Sebenarnya jauh sebelum mereka memperkenalkan konsep BSC, pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan telah diterapkan oleh kelompok usaha General Electric (GE)325. Pada tahun 1950-an GE melakukan proyek pengembangan pengukuran kinerja bagi ke-lima unit bisnisnya. Saat itu tim penyusun merekomendasikan bahwa kinerja divisi diukur dengan satu ukuran keuangan dan tujuh ukuran non keuangan. Ke-delapan intervals. For example, if a program or organization is attempting to improve parenting skills, a performance indicator could be the proportion of parents who feel they are coping better with parenting their children at the end of the program. There are many standard instruments available that are used as performance indicators, such as quality of life surveys, health inventories, sales records, and so on. 322 Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Balanced Scorecard, Translating Strategy Into Action (Boston: Harvard Business School Press, 1996). 323 Hano Johannsen dan G. Terry Page, “Performance Measurement”. Encyclopaedia of Management Dictionary of Management 7 (New Delhi: Crest Publishing House, 1999). 324 Robert S. Kaplan dan David P. Norton,“The Balanced Scorecard Measures that Drive Performance,” Harvard Business Review 70, no.1 (JanuaryFebruary, 1992). 325 Lewis dalam Robert S. Kaplan, “Conceptual Foundations of the Balanced Scorecard,” Handbook of Management Accounting Research 3 (Elsevier, 2009)
ukuran tersebut adalah profitability (keuangan), market share (pelanggan), productivity, product leadership, public responsibility yaitu perilaku legal dan etika dan tanggung jawab kepada stakeholders (proses internal), personnel development dan employee attitudes (pembelajaran dan pertumbuhan) serta yang kedelapan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Sayang, tujuan besar projek GE tidak mengakar kuat ke dalam sistem manajemen dan struktur insentif unit bisnis. Terbukti adanya tekanan dalam pencapaian profit jangka pendek dari para manajer korporasi. Hal ini mengarahkan para manajer untuk mengkompromikan tujuan jangka panjang dan tanggung jawab publik mereka. Prinsip BSC326 sebagai alat pengukur kinerja bisnis adalah dengan mempertimbangkan manajemen akunting. Efisiensi penggunaan modal untuk investasi tidak berumur panjang dalam meningkatkan keunggulan kompetisi (competitive advantage) dibandingkan dengan pertambahan faktor lain seperti intellectual capital, knowledge dan customer orientation. Sehingga untuk dapat meningkatkan keunggulan kompetisi, suatu bisnis sudah seyogyanya dalam mengukur kinerja dirinya tidak melulu pada faktor keuangan saja, tetapi juga faktor lain yang sangat mempengaruhi pencapaian kinerja keuangan. Faktor modal intelektual, pengetahuan, pembelajaran dan orientasi pelanggan merupakan faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh bisnis. Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi bahkan 326
BSC bila diterjemahan secara bebas berarti suatu kartu yang berisi skor penilaian kinerja yang pengukurannya dilakukan secara seimbang. Kata seimbang adalah untuk menunjukkan bahwa kinerja individu, unit kerja atau organisasi diukur secara berimbang dari aspek: jangka pendek (keuangan) dan jangka panjang (non keuangan), berwujud / tangible (keuangan) dan tidak berwujud / ittangible (non keuangan), orientasi hasil (keuangan) dan orientasi proses (non keuangan), sisi internal organisasi (sudut pandang organisasi) dan sisi ekternal (pelanggan), antara pengukuran hasil usaha masa lalu (keuangan) dan pengukuran yang mendorong kinerja di masa yang akan datang (non keuangan), ukuran hasil yang bersifat objektif / mudah dikuantifikasi (keuangan) dan faktor penggerak kinerja (drivers) dari berbagai ukuran proses yang subjektif / kualitatif (non keuangan).
dapat mengendalikan kinerja bisnis di masa depan. Memang pada saat pengukuran kinerja saat ini, faktor non keuangan belum menampakan hasilnya, namun di masa depan faktor tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan secara signifikan. Alka Bramhandkar, Scott Erickson dan Ian Applebee 327 pada tahun 2007 melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja modal intelektual pada industri farmasi. Mereka melakukan penelitian pada 139 perusahaan obat. Temuan yang diperoleh adalah perusahaan dengan pengelolaaan ittangibel asset (modal intelektual) yang tinggi memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan dengan pengelolaaan ittangibel asset rendah. Temuan mereka seharusnya menjadi acuan bagi para manajer bisnis. Dalam hal ini, apabila manajer bisnis mengharapkan kinerja keuangan bisnis menjadi baik, maka mereka harus memperhatikan ittangible asset. Kaplan dan Norton mengajukan BSC sebagai sistem pengukuran kinerja bisnis melalui empat perspektif yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif Keuangan Perspektif keuangan merupakan cara pandang BSC terhadap kinerja bisnis dari aspek keuangan. Angka-angka atau rasio keuangan yang tertulis di dalam catatan akuntansi menjadi titik tolak penilaian terhadap kinerja bisnis. Sasaran (objective) bisnis biasanya berkaitan dengan keuntungan (profitabilitas). Suatu bisnis dikatakan berhasil bila mendapatkan keuntungan dan dikatakan tidak berhasil bila merugi. Kaplan dan Norton328 menyatakan bahwa sasaran keuangan bisnis sangat tergantung pada siklus hidup bisnis yang bersangkutan. Tujuan bisnis yang berada di tahapan awal yaitu 327
Alka Bramhandkar, Scott Erickson dan Ian Applebee, “Intellectual Capital and Organizational Performance: an Empirical Study of the Pharmaceutical Industry,” Electronic Journal of Knowledge Management 5 (2007). 328
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action (Boston: Harvard Business School Press, 1996)
bertumbuh (growth) berbeda dengan tujuan bisnis yang berada di dalam siklus bertahan (sustain), juga berbeda dengan tujuan bisnis yang berada di tahapan siklus menuai (maturity - harvest). Pada masa pertumbuhan, bisnis beroperasi dengan arus kas yang negatip dan tingkat pengembalian modal investasi yang rendah. Hal ini terjadi karena bisnis sedang berfokus pada pengembangan dan peningkatan produk dan jasa, pembangunan dan perluasan sarana produksi juga investasi yang sangat besar dalam pengembangan sistem, infrastruktur, jalur distribusi, pemeliharaan serta pengembangan pasar. Pada situasi ini, bisnis sangat membutuhkan sumber daya yang cukup tinggi. Bisnis yang berada di tahapan bertumbuh memiliki tujuan keuangan berupa persentase tingkat pertumbuhan pendapatan dan tingkat pertumbuhan penjualan pada segmen pasar yang dibidiknya. Pada masa bertahan, bisnis sudah memiliki daya tarik bagi penanaman investasi maupun reinvestasi dengan harapan tingkat pengembalian modal yang cukup tinggi. Oleh karena itu, bisnis diharapkan dapat mempertahankan pangsa pasar yang sudah dimiliki juga dapat mengembangkan pasar lainnya. Bisnis melakukan investasi dalam rangka mengatasi berbagai kendala, perluasaan kapasitas produksi juga peningkatan perbaikan berkesinambungan. Pada situasi ini bisnis memiliki tujuan keuangan yang berkaitan dengan profitabilitas, seperti laba operasi dan marjin kotor. Pada masa menuai, bisnis memanen hasil investasi yang telah dilakukan pada dua siklus sebelumnya. Bisnis tidak membutuhkan investasi besar lagi, tetapi cukup untuk pemeliharaan peralatan dan kapasitas. Bila ada investasi baru, maka diharapkan investasi tersebut berumur singkat juga pasti. Hal ini dimaksudkan agar investasi yang dilakukan segera dapat menghasilkan nilai kepada bisnis. Tujuan keuangan bisnis yang berada pada masa menuai adalah arus kas operasi dan penghematan di berbagai kebutuhan modal kerja. Ukuran kinerja perspektif keuangan yang digunakan oleh bisnis untuk mengukur kinerja adalah laba operasi (profit), marjin bruto, keuntungan bersih (net profit), tingkat pengembalian investasi (returns on investment, ROI) juga penjualan (sales),
tingkat pengembalian modal per karyawan (return on capital employee, ROCE), nilai tambah ekonomis dan nilai bagi pemegang saham. Dalam literatur pengukuran kinerja, beberapa peneliti menggunakan ukuran berbeda untuk menilai kinerja bisnis dari perspektif keuangan. Pierre J. Richard, Timothy M. Devinney, George S. Yip dan Gerryn Johnson 329 membagi ukuran kinerja keuangan dalam empat bagian besar yaitu ukuran akunting (accounting), ukuran pasar uang (financial market), campuran akunting dan pasar uang (mixed) serta survive (survival). Gumbus and Lyons (2002)330 menggunakan tiga ukuran keuangan yaitu: pertambahan returns on investment (ROI) dan pertambahan returns on assets (ROA) sebagai ukuran produktifitas. Pertambahan profit margins sebagai ukuran pertumbuhan revenue dan market share. Sementara Ellingson and Wambsganss, (2001), Hoque and James (2000), Maiga and Jacobs (2003) dan Yeniyurt (2003) menggunakan operating cost dan penggunaan material / asset sebagai ukuran cost structure.
Perspektif Pelanggan Kaplan dan Norton menyebutkan bahwa pelanggan concern dengan empat hal yaitu: waktu, kualitas, kinerja dan layanan (service). Oleh karenanya, mereka mengelompokan perspektif 329
Pierre J. Richard dkk, “Measuring Organizational Performance: Towards Methodological Best Practice, Journal of Management 35, No.3, (Juni, 2009). Termasuk dalam ukuran akunting ini diantaranya adalah cash flow, earning before interest and tax (EBIT), earning before interest taxes depreciation and amortization (EBITDA), market share, net operating profit, profit margin, return on asset (ROA), return on book-valued assets, return on capital employeed (ROCE), return on equity (ROE), return in investment (ROI), sales, sales growth. Termasuk dalam ukuran pasar uang diantaranya beta coefisien, earning per share, Jensen alpha, market value, stick price. Termasuk dalam ukuran mixed diantaranya BSC, cash flow per share, cash flow per share, cash flow return on investment economic value added. Termasuk dalam ukuran survival diantaranya proses adaptasi, merger. 330 Chen-Yuan Chen dkk, “Linking the Balanced Scorecard (BSC) to Business Management Performance: A preliminary Concept of Fit Theory for Navigation Science and Management,” International Journal of the Physical Sciences 5, No. 8 (4 August, 2010).
pelanggan dalam tiga nilai yaitu atribut produk dan layanan, hubungan pelanggan dan image dan reputasi. Sementara dari sudut pandang konsep Total Quality Management (TQM), pelanggan menilai bisnis dari aspek QCDMS (Quality, Cost, Delivery, Morale dan Safety). Berkaitan dengan waktu, tentu saja pelanggan mengharapkan lead time sesingkat-singkatnya. Adapun kualitas, pelanggan mengharapkan: ketahanan atau umur produk, fitur, layanan purna jual, keindahan, zero defect, pemenuhan terhadap persyaratan produksi dll. Dalam kaitannya dengan layanan, pelanggan mengharapkan pelayanan yang baik, murah, cepat, penuh senyum, memahami kebutuhan pelanggan, terbuka dengan masukan, rasa simpati dsbnya. Sebelum menentukan sasaran dan ukuran kinerja perspektif pelanggan, bisnis terlebih dahulu harus mengidentifikasi siapa pelanggannya. Proses identifikasi pelanggan berarti mencari tahu kepada siapa produk barang atau jasa akan dihantarkan? Nilai atau value apa yang dibutuhkan oleh pelanggan? Dengan cara bagaimana nilai atau value seharusnya dihantarkan kepada pelanggan? Dimana biasanya pelanggan mencari nilai atau value yang dibutuhannya? Philip Kotler dan Gary Armstrong331 331
Philip Kotler dan Gary Armstrong, Principles of Marketing (New Jersey: Pearson Education Inc., 2010). Kelima hal yang harus dipahami menurut Kotler dan Amstrong adalah yang pertama keperluan dasar (needs), keinginan (wants) dan kebutuhan (demand). Keperluan dasar (needs) adalah keperluan bersifat fisik yang sangat mendasar bagi manusia. Termasuk dalam kelompok ini adalah keperluan terhadap makan, pakaian, kehangatan, keamanan, keperluan sosial untuk memiliki dan saling mempengaruhi, keperluan individu terhadap pengetahuan ataupun ekspresi diri. Keperluan-keperluan ini merupakan bagian dasar dari diri manusia, jadi tidak dapat diciptakan oleh pihak luar. Keinginan (wants) adalah keperluan manusia yang terbentuk oleh budaya ataupun personality individu331. Sedangkan kebutuhan (demands) merupakan suatu kondisi yang tingkatannya lebih tinggi dibandingkan keinginan (wants). Individu akan merasa terpuaskan apabila kebutuhan atau demands-nya telah terpenuhi. Oleh karenanya, untuk memenuhi kebutuhan atau demands terkadang dibutuhkan sumber daya yang cukup besar. Penyediaan sumber daya dalam rangka pemenuhan kebutuhan atau demands akan terkait dengan daya beli. Kedua adalah penawaran pasar (market offering) yaitu kombinasi antara produk, layanan, informasi dan pengalaman yang ditawarkan di pasar untuk memuaskan keperluan (needs) ataupun keinginan (wants). Ketiga adalah nilai dan kepuasan,
menyebut langkah ini dengan langkah memahami dan mengidentifikasi konsep lima inti pelanggan dan pasar. Bila suatu bisnis tidak dapat mengidentifikasi pelanggan dan pasar, maka Kotler dan Armstrong menyebut bahwa bisnis terkena marketing myopia yaitu suatu situasi dimana bisnis menyediakan barang dan jasa, tetapi bukan barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan oleh pelanggan. Setelah memahami pasar, maka bisnis selanjutnya harus mengenali segmentasi pasar. Kotler dan Armstrong mengatakan bahwa melakukan segmentasi pasar berarti menjawab pertanyaan ”Pasar seperti apa yang akan kita layani?” Tentu saja bila pertanyaan ini disampaikan kepada para manajer bisnis, maka jawaban mereka berbeda-beda. Penyebab terjadinya perbedaan jawaban adalah karena besarnya ukuran pasar atupun karena pasar tidak homogen. Proses segmentasi pasar berarti proses membagi pasar yang sangat besar juga heterogen menjadi segmen pasar yang lebih kecil, sehingga dapat dicapai dengan lebih efisien, lebih efektif dengan produk dan jasa yang unik. Sasaran perpektif pelanggan yang harus ditetapkan adalah mengidentifikasi pelanggan dan melakukan segmentasi pasar. Sedangkan ukuran yang digunakan sebagi indikator kinerja menurut Kaplan dan Norton adalah kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan dan pangsa pasar. Beberapa peneliti menggunakan ukuran yang berbeda untuk menilai kinerja perspektif pelanggan, diantaranya: Ellingson and Wambsganss (2001)332 menggunakan pengukuran kesiapan merek
nilai yaitu sesuatu yang dituntut atau dikehendaki oleh pelanggan, sedangkan kepuasan adalah keadaaan perasaan yang dirasakan oleh pelanggan apabila keinginannya dapat terpenuhi oleh nilai yang ditawarkan oleh pasar. Keempat adalah pertukaran dan hubungan, pertukaran yaitu tindakan untuk memperoleh object yang diharapkan dari seseorang yang menawarkan. Sedangkan hubungan yaitu kondisi apabila telah terjadi pertukaran, maka akan menciptakan hubungan antara orang yang membutuhkan dengan orang yang menyediakan. Kelima adalah pasar, yaitu tempat dimana pertukaran dan hubungan terjadi. 332 Chen-Yuan Chen dkk, “Linking the Balanced Scorecard (BSC) to Business Management Performance: A preliminary Concept of Fit Theory for
(brand) untuk mengukur image perusahaan. Kualitas dan fungsionalitas untuk mengukur atribut produk, waktu respon pelanggan dan kepuasan pelanggan untuk mengukur customer relationship dan image dan reputasi untuk mengukur image bisnis. Peneliti lainnya menurut Ellingson and Wambsganss yaitu Banker (2004), Gumbus and Lyons (2002), Yeniyurt (2003), Hoque and James (2000), Kaplan dan Norton (2004), Libby (2004), Maiga and Jacobs (2003) menggunakan ukuran reputasi dan kesiapan brand untuk mengukur image bisnis. Penilaian dari sudut pandang pelanggan sangatlah penting. Penilaian ini diperlukan agar tingkat keberhasilan bisnis tidak bias atau bersifat bubble. Penilaian dari pelanggan adalah ril dari pihak luar, apa adanya dan obyektif.
Perspektif Proses Bisnis Internal Setelah bisnis mengetahui yang dibutuhkan oleh pelanggan, langkah selanjutnya adalah mengadakan perbaikan ataupun inovasi pada proses bisnis. Perbaikan proses bisnis internal dilakukan terus menerus dan konsisten agar dapat menyesuaikan terhadap kebutuhan pelanggan. Kita mengetahui bahwa kebutuhan pelanggan secara alamiah selalu berubah-ubah. Perbaikan dan inovasi diharapkan mampu membuat perubahan ke arah yang baik dalam rangka pemenuhan kepuasan pelanggan. Bisnis juga harus dapat mengevaluasi, apakah teknologi yang sedang digunakan masih sesuai dengan kebutuhan pelanggan? Kondisi di atas, dibutuhkan oleh bisnis yang menganut prinsip perbaikan terus menerus (continuous improvement). Sangat menarik dengan budaya kaizen yang dimiliki oleh Bangsa Jepang. Kaizen dalam Bahasa Jepang berarti perbaikan kecil yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten (continuous improvement)333. Kaizen merupakan jalan hidup Bangsa Jepang dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya adalah Navigation Science and Management,” International Journal of the Physical Sciences 5, No. 8 (4 August, 2010). 333 George Alukal dan Anthony Manos, Lean Kaizen: a Simplified Approach to Process Improvements (Milwaukee: American Society for Quality, Quality Press, 2006)
kehidupan kerja, kehidupan sosial maupun kehidupan di tempat tinggal. Berkat budaya kaizen, Bangsa Jepang memiliki keunggulan kompetitip (competitive advantage) yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa lainnya. Perbaikan yang dipahami oleh kaizen adalah perbaikan yang berskala kecil namun dilakukan secara kontinu dan konsisten. Sekecil apapun perbaikan namun bila dilakukan secara kontinu dan konsisten, maka pada akhirnya akan berdampak besar bahkan bisa dikatakan dramatis bagi kehidupan nyata baik di lingkungan rumah, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Perbaikan di proses bisnis internal dapat dilakukan melalui metode analisis rantai nilai (value chain anaysis) yaitu suatu analisis yang memandang bisnis sebagai proses sekuen dari suatu aktifitas dalam rangka menciptakan nilai. Mulai dari proses memperoleh bahan baku hingga penyampaian produk jadi kepada pelanggan. Michael Porter 334 seorang pakar bisnis memperkenalkan konsep value chain analysis untuk menjelaskan tentang proses bisnis internal. Sasaran perspektif proses bisnis internal yang digunakan adalah operations management, customer management dan innovation. Ukuran kinerja yang digunakan oleh para peneliti menurut Chen-Yuan Chen dkk335 adalah: Banker (2004), Gumbus and Lyons (2002) menggunakan kualitas proses internal sebagai ukuran manajemen operasi. Ellingson dan Wambsganss (2001), Hoque dan James (2000), Maiga dan Jacobs (2003), Seddon (2002) menggunakan the dependability of the delivery sebagai ukuran manajemen operasi. Kaplan dan Norton (2004) menggunakan customer selection untuk ukuran customer management. Ellingson dan Wambsganss (2001), Libby (2004) menggunakan customer acquisition untuk ukuran customer management. Ellingson and Wambsganss (2001), Libby (2004) 334
Michael E. Porter, Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance (New York: The Free Press, 1998). 335 Chen-Yuan Chen, dkk, “Linking the Balanced Scorecard (BSC) to Business Management Performance: A preliminary Concept of Fit Theory for Navigation Science and Management,” International Journal of the Physical Sciences 5, No. 8 (4 August, 2010)
menggunakan customer acquisition untuk ukuran customer management. Ellingson dan Wambsganss (2001), Yeniyurt (2003) menggunakan target customer retention sebagai ukuran customer management. Adapun inovasi diukur dengan innovative opportunities oleh Hoque dan James (2000), Maiga dan Jacobs (2003) dan Yeniyurt, (2003) juga dengan time needed for product innovation oleh Hoque dan James (2000), Maiga dan Jacobs (2003).
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perubahan melalui perbaikan proses bisnis internal yang terus menerus tidak akan terjadi apabila tidak ada proses pembelajaran. Oleh karenanya, bisnis harus mengembangkan proses pembelajaran di lingkungan bisnis. Pembelajaran merupakan kunci untuk menghasilkan inovasi berkelanjutan. Inovasi akan memberikan kemudahan kepada bisnis untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Fleksibilitas bisnis terhadap perubahan lingkungan akan meningkatkan keunggulan kompetitif bisnis dibandingkan pesaing. Kondisi ini menjadikan bisnis menjadi bisnis pembelajar (learning organization). Kaplan dan Norton336 menyatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah terciptanya infrastruktur agar tujuan dari ketiga perspektif lainnya dapat tercapai. Kinerja bisnis perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari tiga faktor yaitu sumber daya manusia (kapabilitas pekerja), sistem informasi (kapabilitas sistem informasi) dan sumber daya bisnis (motivasi, pemberdayaan, keselarasan). Oleh karenanya, Kaplan dan Norton menggunakan tiga tujuan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu modal insani, modal informasi dan modal bisnis. Ukuran kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan modal insani adalah kepuasan pekerja. Pengukuran tingkat kepuasan pekerja dilakukan melalui metode kuisoner. Ukuran kinerja perspektif pembelajar dan pertumbuhan lainnya adalah retensi karyawan, yaitu prosentase pekerja pemegang jabatan kunci 336
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Balanced Scorecard, Translating Strategy into Action (Boston: Harvard Business School Press, 1996)
yang keluar atau mengundurkan diri dari organisasi. Ukuran yang ketiga adalah produktifitas pekerja yaitu ukuran perbandingan antara keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut Berkaitan dengan modal sistem informasi, Michael Wade dan John Hulland337 mengungkapkan bahwa sumber daya sistem informasi dapat menjadi penggerak penting bagi bisnis dalam rangka menciptakan keunggulan kompetitip dan kinerja jangka panjang asalkan bersifat unik, bernilai dan tidak dapat ditiru oleh kompetitor. Maris Martinsons, Robert Davison, Dennis Tse 338 mengingatkan bahwa penggunaan sistem informasi dapat meningkatkan produktifitas individu dalam rangka mencapai tujuan bisnis. Kinerja sistem informasi diukur dengan: efisiensi aktifitas yang berkaitan dengan pengembangan dan operasi sistem informasi dan efektifitas kontribusi sistem imformasi untuk meningkatkan produktifitas individu. Modal organisasi terdiri dari motivasi, pemberdayaan dan keselarasan. Motivasi sangat penting bagi para pekerja karena pemberdayaan pekerja maupun dibukanya akses informasi seluasluasnya bagi para pekerja, tidak akan berdampak luas bagi organisasi secara keseluruhan apabila motivasi para pekerja tidak baik. Salah satu metode untuk meningkatkan motivasi kerja bagi para pekerja adalah dengan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan maupun aktifitas lainnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Pekerja didorong untuk dapat menyampaikan usulan atau saran kepada manajemen dan selanjutnya pihak manajemen akan menindaklanjuti usulan tersebut. Dalam sistem manajemen mutu, kegiatan pengajuan sumbang saran disebut suggestion system. Sistem sumbang saran339 337
Michael Wade dan John Hulland, “Review: The Resource-Based View and Information System Research: Review, Extension, and Suggestions for Future Research,” MIS Quarterly, 28, No. 1 (2004). 338 Maris Martinsons, Robert Davison, Dennis Tse, “The Balanced Scorecard: a Foundation for The Strategic Management of Information Systems,” Decision Support Systems 25 (1999) 339 Gregory H. Jacobson, dkk, “Kaizen: a Method of Process Improvement in the Emergency Department,” the Society for Academic EmergencyMedicine (Nashville: 2009)
adalah hal penting dalam menerapkan kaizen. Sistem ini merupakan karakteristik budaya kaizen. Sistem sumbang saran dapat memberdayakan tiap individu yang terlibat dalam pemecahan permasalahan. Setiap usulan menerima respon dan setiap kesuksesan atas penerapan usulan akan dipublikasikan, sehingga dapat diketahui oleh banyak orang. Hal ini merangsang semua orang untuk melakukan perbaikan. Oleh karena itu, ukuran kinerja yang digunakan untuk mengukur tujuan motivasi adalah jumlah saran yang diajukan oleh pekerja dan ditindaklanjuti oleh manajemen. Keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan merupakan metode yang tepat dalam pembinaan karyawan. Salah satu dampak atau hasil yang diharapkan dari pemberdayaan karyawan adalah bertambahnya proses peningkatan (improvement). Oleh karena itu, kinerja tujuan pemberdayaan diukur dengan banyaknya jumlah peningkatan (improvement) yang dilakukan. Sasaran modal organisasi lainnya adalah keselarasan yaitu selarasnya tujuan individu, tujuan unit kerja dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Keselarasan antara individu dalam organisasi, unit kerja dan organisasi dapat tercipta apabila hubungan antar individu, hubungan antara atasan dan bawahan adalah sebagaimana halnya team work yang padu. Untuk itu kinerja modal organisasi harus dapat diukur dengan ukuran kinerja tim. Beberapa peneliti340 menggunakan ukuran berbeda untuk mengukur kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan diantaranya: Ellingson and Wambsganss, (2001), Libby (2004), Ullrich and Tuttle (2004) menggunakan ukuran employee skill untuk tujuan modal insani sedangkan Kaplan dan Norton 341 menggunakan know-how. Untuk tujuan (objective) modal organisasi, Kaplan dan Norton menggunakan dua ukuran yaitu sharing of worker knowledge dan shared vision, objectives dan 340
Chen-Yuan Chen dkk, “Linking the Balanced Scorecard (BSC) to Business Management Performance: A preliminary Concept of Fit Theory for Navigation Science and Management,” International Journal of the Physical Sciences 5, No. 8 (4 August, 2010). 341 Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Measuring the Strategic Readiness of Intangible Assets (Boston: Harvard Business School Press, 2004).
values. Untuk tujuan (objective) modal informasi, Kaplan dan Norton menggunakan ukuran knowledge management capabilities dan accessibility of information. Sedangkan Maris Martinsons, Robert Davison, Dennis Tse 342 menggunakan ukuran business value, user orientation, internal process dan future readiness untuk mengukur kinerja sistem informasi. Ketersediaan informasi dari ke-empat perspektif BSC, menurut Kaplan dan Norton343 adalah untuk menjawab empat pertanyaan dasar dalam pengelolaan organisasi yaitu: how do we look to shareholders? (perspektif keuangan), how do customers see us? (perspektif pelanggan), what must we excel at? (perspektif proses bisnis internal), can we continue to improve and create value? (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan). Kaplan dan Norton344 menambahkan empat variable pengukuran BSC yaitu: i. Objective (sasaran), merupakan jawaban atas pertanyaan “What do we need to achieve to become successful?” ii. Measures (ukuran), merupakan jawaban atas pertanyaan “What parameters will we use to know if we are successful?” iii. Targets (target), merupakan jawaban atas pertanyaan “What quantitative value will we use to determine success of the measure?” iv. Initiatives (inisiatif), merupakan jawaban atas pertanyaan “What will we do to meet our objectives?” B. Fala>h} Sebagai Tujuan Bisnis345
342
Maris Martinsons A, Robert Davison, Dennis Tse, “The Balanced Scorecard: a Foundation for The Strategic Management of Information Systems,” Decision Support Systems (1999). 343 Robert S. Kaplan dan David P. Norton, “The Balanced Scorecard Measures that Drive Performance,” Harvard Business Review 70, no.1 (JanuaryFebruary, 1992): 174. 344 Robert S. Kaplan dan David P. Norton, “Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management System,” Harvard Business Review (January – February 1996): 2.
Bahagia adalah suatu kondisi yang menjadi idaman atau cita-cita bagi seluruh umat manusia. Walau dalam kenyataannya, tidak semua orang dapat menikmati rasa bahagia. Tidak sedikit orang yang kebutuhan materi berupa makan, minum, rumah, pakaian telah terpenuhi, tetapi masih belum merasa berbahagia. Hal ini terjadi karena kebutuhan non materi berupa ketenangan jiwa dan pengakuan status sosial masih belum terpenuhi. Kebahagiaan hakiki sebagaimana dijelaskan di dalam alQuran adalah keberuntungan346 atau kesuksesan baik materi maupun non materi dan berdimensi waktu di kehidupan dunia dan kehidupan akhirat347 atau disebut juga dengan fala>h}348. Konsep kebahagiaan yang tercakup dalam istilah fala>h} meliputi dimensi fisik, intelektual, emosi, spiritual, sosial, lahir, batin, dunia dan akhirat. Kebahagiaan hakiki hanya dapat diperoleh melalui perjuangan yang konsisten sepanjang hidup dalam rangka membersihkan jiwa (tazkiyatun-nafs) dari kekufuran, kemusyrikan, kemunafikan, kezaliman, dan perbuatan keji dan dosa besar349. Al-Ghazali350 menjelaskan bahwa tujuan utama segala aktifitas adalah kebahagiaan dan kesuksesan hidup di akhirat. Oleh karena itu, segala aktifitas termasuk aktifitas ekonomi, seharusnya tidak sekedar mengejar hal bersifat keduniaan, tetapi harus mempertimbangkan balasan di akhirat kelak. Lebih lanjut al345
Dalam berbagai literatur tentang ekonomi islam, dikatakan bahwa
fala>h adalah tujuan hidup manusia, diantaranya M. Umer Chapra (2007), Muhammad Akram Khan (1994). 346 Lihat QS Ali>-‘imra>n 3: 104, 130, QS al-A’ra>f 7: 8, 157, QS al-Tawbah 9: 88, QS al-Mu’minu>n 23: 1, 102, QS al-Nu>r 24: 51, QS al-H}ashr 59: 9, QS alTagha>bun 64: 16, QS al-A’la> 87: 14, QS al-Shams 91: 9 347 Lihat QS an-Nah}l 16: 30, Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. 348 M. Umer Chapra, “The Islamic Vision of Development in the Light of Maqāsid Al-Sharī„ah,” (2007). 349 Lihat QS al-A’la` 87: 14-19 350 Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya’ Ulum al-Din, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997).
Ghazali memperingatkan para pebisnis ataupun pedagang bahwa dalam mengembangkan usahanya, mereka tidak mengabaikan tujuan utama. Dia menekankan faktor „ketepatan‟ niat dalam melakukan aktifitas ekonomi. Bila niatnya sejalan dengan shari>’ah, maka aktifitas para pebisnis ataupun pedagang akan setara dengan ibadah. Al-Ghazali menyebut orang tersebut sebagai „orang religius‟. Kebahagiaan yang kaffah (holistik dan komprehensif) tidak akan pernah dirasakan oleh orang yang mempertahankan pola hidup dan budaya kezaliman, maupun pola hidup bergelimang dosa, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial351. Pada hakekatnya, kebahagiaan hakiki tidak akan diperoleh orangorang yang memiliki budaya yang dibangun atas ideologi kebohongan terhadap Allah dan tidak sejalan dengan fitrah manusia. Budaya yang dimaksud adalah sebagaimana dianut oleh orang materialism dan hedonism. Bagi mereka, kebahagiaan hidup adalah mengacu pada penampilan fisik yaitu kekayaan materi352. Al-Quran tidak secara langsung menyebut kata fala>h}, tetapi dengan berbagai kata turunannya yaitu muflih}u>n, tuflih}u>n dan aflah}. Fala>h}353 dalam Bahasa Arab berasal dari akar kata f l h, bentuk kata kerjanya adalah aflah, yuflihu yang berarti tumbuh dengan subur, berkembang, menjadi berbahagia, memiliki peruntungan atau kesuksesan, menjadi sukses. Sementara menurut Ibnu Manzu>r354 secara bahasa fala>h} berarti al-fawzu wannaja>tu wal baqa>w fi>nna’i>mi wal khayri (keberuntungan, keselamatan, dan kesinambungan dalam kenikmatan dan kebaikan).
351
Lihat QS al-An‘a>m 6: 21, 135, QS Yu>suf 12: 23, QS Yu>nus 10: 17 dan QS al-Qas}as} 28: 37 352 Lihat QS al-Wa>qi’ah 56: 41-47 353 Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) 354 Sebagaimana dikutip oleh tafsir tematik dari Jama>luddi>n Abi> al-Fad}l Muhammad bin Makram Ibnu Manzu>r al-Ans}ari> al-Ifriqi> al-Mis}ri>, Lisa>nul ‘Arab, (Beirut: Da>rul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003M / 1424 H)
Muhammad Akram Khan 355 menyebut bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai fala>h} yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sejalan dengan pendapat A. Riawan Amin bahwa bisnis adalah proses manajemen yang memandang bisnis sebagaimana kehidupan manusia, maka tujuan didirikannya bisnispun adalah untuk mencapai fala>h}, bukan yang lain. Tabel 3.1 Unsur Fala>h Perilaku Individu (Tingkat Mikro) dan Perilaku Kolektif (Tingkat Makro)356. Unsur fala>h
Tingkat Mikro Kelangsungan hidup biologi : kesehatan fisik, bebas dari penyakit
Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup ekonomi: kepemilikan faktor produksi
Kebebasan Berkeinginan
Kekuatan dan Harga Diri
Kekangsungan hidup sosial: persaudaraan dan hubungan antar personal yang harmonis Kelangsungan hidup politik: kebebasan dan partisipasi dalam hubungan potitik Mengurangi kemiskinan Kemandirian hidup: bekerja lebih baik dibandingkan malas seperti parasite Harga diri Kebebasan, perlindungan terhadap kehormatan dan
355
Tingkat Makro Keseimbangan ekologi, lingkungan yang sehat, perlengkapan medis untuk semua orang Pengelolaan sumber daya alam untuk menghasilkan kesempatan kerja bagi semua penduduk. Kebersamaan sosial yang baik, ketiadaan konflik diantara kelompok yang berbeda Kemandirian dan jati diri sebagai satu kelompok Penyediaan sumber daya untuk seluruh penduduk Penyediaan sumber daya bagi generasi yang akan datang Kekuatan ekonomi dan kebebasan dari hutang Kekuatan militer
Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) 356 Dikutip dari Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994): 35.
hidup
Fala>h} dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akhirat357. Ra>ghib al-As}faha>ni>358 menyebut fala>h} sebagai konsep dua alam yaitu dunia dan akhirat. Di kehidupan dunia, fala>h} menggambarkan tiga hal yaitu: baqa> (kelangsungan hidup / kesinambungan dalam kebaikan), ghana> (kebebasan berkeinginan/ kekayaan) dan ’izz (kekuatan, kemuliaan dan kehormatan). Untuk kehidupan akhirat, fala>h} meliputi empat pengertian yaitu baqa> bila> fana> (kelangsungan hidup yang abadi / keabadian tanpa kemusnahan), ghana bila> faqr (kekayaan tanpa kefakiran / kesejahteraan abadi), ’izz bila> dhul (kemuliaan abadi tanpa kehinaan) dan ‘ilm bila> jahl (pengetahuan abadi, bebas dari segala kebodohan). Fala>h} menurut Khan359, memiliki makna berkembang, menjadi berbahagia, untuk mendapatkan keberuntungan atau kesuksesan, menjadi penuh kesuksesan. Fala>h} memiliki konsep multi dimensi yang akan berimplikasi terhadap perilaku individu (tingkat mikro) dan perilaku kolektif (tingkat makro). Uraian di atas menjelaskan bahwa tujuan hidup manusia tidak hanya bersifat materialis (dunia), tetapi juga spiritualis (akhirat). Secara lengkap makna fala>h} sebagaimana dimaksudkan oleh Ra>ghib al-As}faha>ni dapat dilihat pada Tabel 3.1. Al-Ghazali360 membagi orang menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok pertama adalah orang-orang yang mengabaikan kehidupan akhirat dengan memanjakan dirinya pada segala sesuatu 357
Lihat QS al-‘Imra>n 3: 104, 130, QS al-A’ra>f 7: 8, 157, QS al-Tawbah 9: 88, QS al-Mu’minu>n 23: 1, 102, QS al-Nu>r 24: 51, QS al-H}ashr 59: 9, QS atTagha>bun 64: 16, QS al-A’la> 87: 14, QS al-Shams 91: 9 358 Sebagaimana dikutip oleh Muhammad Akram Khan dari Ra>ghib alIsfaha>ni, al-Mufrada>t fi> Ghari>b al-Quran, Karachi Noor Mohammad, Ka>rkhanah-i Tija>rat-I Kutub. 359 Muhammad Akram Khan, Introduction to Islamic Economics (Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994) 360 Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya’ Ulum al-Din, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997).
yang bersifat keduniaan, mereka akan dihancurkan. Kelompok kedua adalah orang yang di kehidupan dunia senantiasa mengejar kehidupan akhirat, mereka mendapatkan kesuksesan. Kelompok ke-tiga adalah orang yang mengikuti jalan tengah yaitu orang yang dalam segala aktifitas kehidupan dunia senantiasa mengikuti aturan shari>’ah, termasuk dalam aktiftas ekonominya, mereka akan mendapatkan keselamatan. Hal ini sejalan dengan makna fala>h} sebagaimana dijelaskan di atas. Konsep kebahagiaan dibangun atas prinsip: keimanan yang mantap, komunikasi personal dengan Allah melalui shalat yang khushu, pola hidup yang efisien dan efektif dengan menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, kepedulian dan tanggung jawab sosial dengan membayar zakat dan memberikan infaq dan sedekah kepada kaum dhuafa, memelihara hubungan seksual hanya dengan pasangan yang terikat dalam pernikahan yang sah. Konsep kebahagiaan yang tercakup dalam fala>h} meliputi dimensi fisik, intelektual, emosi, spiritual dan sosial, lahir bathin, dunia akhirat. Adapun tindakan361 yang harus dilakukan untuk mendapatkan fala>h} adalah dengan: i. Mencintai Allah, tidak sekedar percaya bahwa Allah ada, tetapi disertai peng-esa-an uluhiyah – rububiyah dan komitmen. Sifat-sifat Allah diaplikasikan di dalam kehidupan. ii. Bertaqwa kepada Allah dalam segala aspek aktifitas: ekonomi, iptek, sosial, budaya, dll iii. Ibadah kepada Allah, segala aktifitas diniatkan ibadah kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada Allah iv. Berjihad di jalan Allah sesuai dengan ketentuan dan aturan Allah Untuk dapat mewujudkan tujuan bisnis yaitu hidup mulia dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat (fala>h}), maka bisnis harus dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara seimbang. Suatu kondisi yang dihasilkan dari terciptanya pemenuhan kebutuhan 361
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir al-Quran Tematik, Kitab Spiritualitas dan Akhlak (Jakarta: 2010)
secara seimbang disebut mas}lah}ah. Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan baik material maupun non material, jangka pendek (dunia) maupun tujuan jangka panjang (akhirat) yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Jadi dapatlah disebut bahwa (fala>h)} adalah tujuan utama (ultimate goal) dan mas}lah}ah362 merupakan sasaran perantara menuju tujuan hidup manusia yang sebenarnya. C. Mas}lah}ah Sebagai Sasaran Perantara Bisnis Dalam tata Bahasa Arab mas}lah}ah merupakan bentukan dari akar kata s} – l - h363. Kata kerja s}oluha dipakai untuk menunjukan keadaan sesuatu atau seseorang manakala ia menjadi baik, sehat, benar, adil, bijak, jujur atau secara alternatif untuk menunjukan suatu keadaan yang memiliki nilai-nilai tersebut. Bila digunakan dengan kata depan li, maka bermakna kecocokan. Adapun arti relasionalnya memiliki makna sebab, sarana, kesempatan atau tujuan yang baik. Mas}lah}ah juga digunakan untuk sesuatu, urusan atau bisnis yang kondusif terhadap kebaikan atau yang ditujukan untuk kebaikan. Bentuk jamak dari mas}lah}ah adalah mas}halih. Sedangkan lawan kata dari mas}lah}ah adalah mafsadah. Abu> H}a>mid al-Gha>zali sebagaimana dikutip oleh Muhammad Khalid Masud mendefinisikan mas}lah}ah sbb: dalam artian pokoknya (as}lan), mas}lah}ah adalah ungkapan untuk mencari sesuatu yang bermanfaat atau untuk menghilangkan sesuatu yang merugikan. Arti tersebut bukanlah yang dimaksudkan karena mencari kemanfaatan dan menghilangkan kerugian adalah tujuan (maqa>s}id) dari penciptaan manusia (human goal). Mas}lah}ah berarti memelihara tujuan shari>’ah (maqa>s}id al-shari>’ah) 364 yang Dalam al-Quran mas}lah}ah disebut dengan banyak istilah, z}alama (berbuat zalim) QS 5: 39, fasada (merusak) disebut dalam QS al-Sha ‘ara> 26: 123, QS al-Naml 27: 142, QS al-Baqarah 2: 220, QS al-An ‘a>m 6: 76, QS Ibrahi>m 14: 5, QS al-Isra> 17: 28, QS al-Kahfi 18: 21, QS al-Naml 27: 55, QS alBaqarah 2: 269, QS al-Nu>r 24: 41 363 Muhammad Khalid Masud, Islamic Legal Philosophy, a Study of Abu Ishaq al-Syathibi‟s Life and Thought (Islamabad Pakistan: Islamic Research Institute, 1977) 364 Abu> H}a>mid al-Ghaza>li> menyebutkan bahwa ada dua tujuan shari>’ah yaitu tujuan untuk di kehidupan akhirat (di>ni>) dan untuk kehidupan di dunia 362
mencakup lima hal yaitu memelihara agama, memelihara kehidupan, memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara harta benda. Sesuatu untuk memastikan terpeliharanya lima prinsip ini (us}ul) adalah mas}lah}ah dan yang merugikan terpeliharanya adalah mafsadah dan menghilangkan hal-hal yang merugikan itu adalah mas}lah}ah365. Pada bagian lain al-Gha>zali menjelaskan arti mas}lah}ah dengan kalimat min ba>bi it}la>qi ism al-musabab ‘ala> al-sababa„ yang diungkapkan sebabnya, tetapi yang dimaksud adalah akibatnya‟. Artinya, bila disebutkan bahwa berbisnis dan mencari ilmu merupakan mas}lah}ah, maka yang dimaksudkan adalah kegiatan berbisnis dan mencari ilmu merupakan asbab / penyebab untuk memperoleh manfaat yang berbentuk materi maupun non materi. Al-Gha>zali366 menjelaskan bahwa menurut asalnya mas}lah}ah berarti sesuatu yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan mud}arat (kerusakan) atau jalb almanfa’ah wa daf’a al-mad}arrah. Itu berarti mas}lah}ah adalah perbuatan yang mendorong kepada kebaikan pada diri manusia. Namun menurutnya, mas}lah}ah pada hakekatnya adalah almuh}a>faz}ah ‘ala> maqs}u>dishshar‘i atau memelihara tujuan shari>’ah. Secara fitrah, manusia cenderung mencari kebahagiaan dan kehidupan yang lebih baik. Kondisi ini tidak dapat dicapai jika mereka tidak bekerja sama dengan yang lain. Sementara kerjasama (dunyawi>). Untuk di kehidupuan dunia, tujuan shari>’ah adalah terlindunginya atau terpeliharanya agama, kehidupan (jiwa), akal, keturunan dan harta benda. 365 Definisi ini menurut Imran Ahsan Khan Nyazee menyiratkan bahwa a. Pencapaian tujuan manusia berdasarkan alasan manusia bukan apa yang dimaksudkan oleh mas}lah}ah. b. Mas}lah}ah adalah mengamankan tujuan atau nilai yang ditentukan oleh Pembuat Hukum sebagaimana di dalam shari>’ah. c. Tujuan yang ditentukan oleh Pembuat Hukum di dalam shari>’ah akan atau tidak akan sejalan dengan nilai yang ditentukan oleh manusia. Terkadang alasan yang berlandaskan pada prinsip utilitas atau analisi ekonomi dapat diterima oleh shari>’ah, tetapi di lain waktu bisa saja ditolak oleh shari>’ah ketika terjadi perselisihan nilai. 366 Abu> H}a>mid al-Gha>zali, al-Arba`in fi> Us}ul al-Di>n (Bayrut: Dar alAfaq al-Jadidah, 1982).
tidak mungkin dilakukan bila tidak ada kedamaian. Kondisi damai dan aman tidak dapat dicapai bila tidak ada aturan yang memproteksi kesamaaan hak. Bagaimanapun aturan dan legalitas tidak akan ada gunanya tanpa sumber otoritas yang mengatur pelaksanaan aturan dan legalitas tersebut. Shari>’ah atau hukum Islam dibuat untuk menciptakan mas}alih atau manfaat. Sementara Abu Ishāq al-Shāt}ibi367 menjelaskan tentang mas}lah}ah dengan dua sudut pandang yaitu dari sudut pandang terjadinya mas}lah}ah 368 dan dari adanya tuntutan shari>’ah terhadap mas}lah}ah. Menurutnya, mas}lah}ah adalah segala sesuatu menyangkut rizki manusia, pemenuhan penghidupan manusia, kebaikan bagi manusia, kepentingan manusia, kesejehteraan manusia, kepentingan umum, kegunaan, kesejahteraan, segala sesuatu yang menyangkut kelangsungan hidup manusia, keseluruhan cara hidupnya, serta pemerolehan apa yang dituntut oleh emosional, dan intelektual manusia dari dirinya dalam pengertian mutlak. Adapun dilihat dari sisi tujuan penetapan hukum shari>’ah, dia berpendapat bahwa tujuan dari ditetapkannya hukum shari>’ah adalah untuk menciptakan kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Abu Ishāq al-Shāt}ibi> membagi mas}lah}ah dalam tiga tingkatan yaitu d}aru>riyah (primer / necessities), h}a>jiyah (sekunder / needs) dan tah}si>niyah (tertier / complmentary)369. Berdasarkan sisi peruntukan atau tujuannya, Abu Ishāq al-Shāt}ibi> membagi mas}lah}ah menjadi dua kelompok yaitu mas}lah}ah dunyawi> yaitu kemaslahatan yang diperoleh semasa hidup di dunia dan mas}lah}ah ukhrawi> yaitu kemaslahatan yang diperolah ketika hidup di akhirat kelak. 367
Abu Ishāq al-Shāt}ibi> Ibra>hi>m bin Mu>sa> al-Lakhmi> al-Gharna>ti> alMa>liki>, al-Muwa>faqa>tu fi>> Us}ul> al-Shari>ah (Bairu>t, Libanon: Da>rul Kutub al-‘ al‘Ilmiyah). 368 Abu Ishāq al-Shāt}ibi menyebut dengan istilah „sesuatu yang membuat kembali pada tegaknya kehidupan manusia, sempurna hidupnya, tercapai apa yang dikehendaki oleh syahwat dan akal. 369 Abu Ishāq al-Shāt}ibi menjelaskan konsep mas}lah}ah pada sebuah kitab yang diberi judul al-Muwa>faqa>tu fi>> Us}ul> al-Shari>ah. Kitab ini terdiri atas 4 buku. Dari ke-empat buku tersebut, konsep tentang tingkatan mas}lah}ah sangat detail dibahas pada buku kedua.
Mas}lah}ah dunyawi> dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek eksistensinya sebagai mas}lah}ah di dunia dan aspek keterkaitannya dengan hukum shari>’ah. Eksistensi atau keberadaan mas}lah}ah dunyawi> menurut Abu Ishāq al-Shāt}ibi> tidak berdiri sendiri (tidak murni hanya mas}lah}ah saja), tetapi biasanya disertai, didahului atau diiringi oleh taklif (pembebanan kewajiban atau hukum) dan kesulitan-kesulitan untuk mendapatkannya. Sebagai contoh untuk memperoleh makan, minum, pakaian dll, maka kita harus bersusah payah dan penuh rintangan untuk mendapatkannya. Hal yang sama terjadi juga pada mafsadah di dunia. Mafsadah tidak saja berupa kerusakan, tetapi biasanya disertai, didahului atau diiringi oleh kenikmatan-kenikmatan manfaat lainnya. Sebagai contoh memiliki atau mendapatkan harta kekayaan dengan cara yang bathil, dapat menyebabkan rusaknya tataran sosial, namun bisa saja dibarengi dengan meningkatnya kepemilikan harta si pelakunya. Ditinjau dari aspek keterkaitan dengan hukum shari>’ah, apabila sesuatu hal memiliki kadar mas}lah}ah yang lebih dominan dibandingkan dengan mafsadah-nya, maka dia tergolong mas}lah}ah yang sesuai atau sejalan dengan tujuan shari>’ah. Tetapi apabila kadar mafsadah yang dikandungnya lebih dominan dibandingkan mas}lah}ah, maka sesuatu tersebut tergolong pada mafsadah yang ditolak shari>’ah. Sebagai contoh, meminum minuman keras. Hal ini dilarang Allah SWT karena mafsadah yang dikandung oleh minuman keras jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya. Minuman keras mungkin saja bagi sebagian orang memiliki manfaat untuk menghangatkan tubuh, namun pengaruh buruk atau dampak buruk dari meminum minuman keras ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya dimana minum minuman keras dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, akal sehat bagi orang yang meminumnya. Mas}lah}ah ukhrawi> dibagi menjadi 2 kelompok yaitu mas}lah}ah atau mafsadah murni (khalis}ah) dan mas}lah}ah atau mafsadah yang bercampur. Mas}lah}ah atau mafsadah murni (khalis}ah) yaitu berupa kenikmatan yang kelak diterima di surga atau berupa siksa yang diterima di neraka. Mas}lah}ah atau mafsadah yang bercampur yaitu kenikmatan dan siksaan yang diterima oleh seorang mukmin yang karena amal tidak baiknya ketika di dunia,
dia mengalami siksaan di neraka, tetapi karena keimanan yang masih dimilikinya sebagai contoh masih ada dari bagian anggota tubuhnya yang bersujud kepada Allah, maka akan mengakibatkan dia tidak tersentuh api neraka. Situasi dimana si mukmin masuk neraka merupakan mafsadah sedangkan anggota tubuh yang tidak tersentuh api neraka merupakan mas}lah}ah. Sejalan dengan al-Gha>zali juga Abu Ishāq al-Shāt}ibi, Imran Ahsan Khan Nyazee 370 menyebutkan bahwa mas}lah}ah dapat disebut juga dengan manfa„ah (benefit) atau utilitas yaitu sesuatu yang mendorong pada berbagai jenis manfaat. Makna mas}lah}ah yang lebih umum berarti menarik atau menghasilkan keuntungan atau kesenangan atau al-manfa’ah, juga menolak atau menghindarkan dari yang haram atau kerusakan atau al-mad}arrah. Bila makna harfiah ini diperdalam lagi, maka maknanya memiliki kesamaan dengan prinsip utilitas yang berarti mengamankan kebahagiaan manusia secara maksimal. Imran berpendapat bahwa pencarian terhadap kebahagiaan akan berimplikasi pada tiga hal yaitu: i. Bahwa kebahagiaan yang dicari bergantung dari keinginan dan alasan dari manusia itu sendiri. Pengejaran terhadap kebahagaiaan akan atau tidak akan bersamaaan dengan bentuk manfaat yang diharapkan oleh shari>’ah. ii. Penekanan pada bentuk kebahagiaan akan selalu berada pada utilitas kolektif yaitu kebahagiaan komunitas, sehingga ketertarikan secara individu akan dikebelakangkan. iii. Pengejaran terhadap utilitas yang murni akan mendorong pada analisis ekonomi dari hukum, dengan kata lain seluruh keputusan hukum harus dikurangi menjadi analisis biaya manfaat dari keuangan atau ekonomi. Al-Gha>zali sebagaimana dikutip oleh Nyazee mengatakan bahwa tujuan ditetapkannya shari>’ah adalah untuk menjamin kepentingan manusia yang ditujukan untuk kepentingan hidup di akhirat. Oleh karena itu, menurut al-Gha>zali tujuan shari>’ah terbagi dua yaitu di>ni (untuk tujuan kehidupan akhirat) dan dunyawi (untuk tujuan hidup di dunia). Tujuan kehidupan di dunia adalah 370
Imran Ahsan Khan Nyazee, Islamic Jurisprudence (Selangor, Malaysia: The Other Press 607 Mutiara Majestic, 2003)
untuk menjaga dan memelihara kepentingan al-di>n (agama / religion), Islam telah menentukan tujuan bagi kehidupan umat manusia yaitu kebahagiaan dan kesuksesesan hidup di dunia dan akhirat. Seluruh permasalahan ataupun aktifitas yang ditujukan untuk mencapai sasaran disebut mas}alih (bentuk jamak dari mas}lah}ah) atau utilitas dan lawan daripadanya adalah mafasid atau disutilities371. 1. Tiga Tingkatan Mas}lah}ah Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Abu Ishāq al-Shāt}ibi membagi mas}lah}ah menjadi tiga tingkatan yaitu d}aru>riyah (primer / necessities), h}a>jiyah (sekunder / needs) dan tah}si>niyah (tertier / complmentary / wants). a.
D}aru>riyah D}aru>riyah adalah kebutuhan dasar (primer) atau unsur
pokok dalam kehidupan manusia yang mutlak harus dipenuhi agar dapat mewujudkan kebahagiaan hidup baik di kehidupan dunia maupun di kehidupan akhirat. Mas}lah}ah d}aru>riyah mencakup pemeliharaan terhadap lima hal yaitu h}ifz}u ‘ala> al-di>n (memelihara agama / religion), h}ifz}u ‘ala> al-nafs (memelihara jiwa / life), h}ifz}u ‘ala> al-nasl (memelihara keturunan / progency), h}ifz}u ‘ala> al-ma>l (memelihara harta / wealth) dan h}ifz}u ‘ala> al-‘aql (memelihara akal / intellect). Jika salah satu dari kebutuhan primer di atas tidak terpenuhi atau dengan kata lain terdapat ketidakseimbangan dalam pemenuhan terhadap kebutuhan primer, maka situasi ini dapat mengakibatkan kehancuran di kehidupan dunia yang berakibat hilangnya keselamatan dan rahmat di kehidupan akhirat. Pemenuhan terhadap mas}lah}ah d}aru>riyah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pelaksanaan dari sudut pandang al-wuju>d (mengokohkan eksistensi atau bersifat positif) dan al-‘adam (menjaga atas hal-hal yang bisa merusak ataupun menggagalkan, 371
Anas Zarqa, “Islamic Economics: An Approach to Human Welfare,” Studies in Islamic Economics (1980): 13.
atau bersifat preventif. Aktifitas yang termasuk dalam kelompok alwuju>d misalnya ibadah (ritus, penyembahan), ‘adat (adat istiadat, kebiasaan) serta muamalat (perniagaan). Sedangkan aktifitas yang termasuk dalam kelompok al-‘adam adalah adanya hukum pidana (jina>ya>t)372. Contoh pemenuhan mas}lah}ah dasar atau mas}lah}ah d}aru>riyah dengan pendekatan al-wuju>d adalah pemeliharaan agama pada diri kita dengan ibadah shalat, zakat, puasa dan haji. Pemenuhan atas kebutuhan jiwa dengan cara memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. Pemenuhan kebutuhan atas terpeliharanya keturunan melalui pemenuhan pendidikan yang baik kepada anak-anak kita agar dapat menjadi orang yang shaleh. Pemenuhan agar perpeliharanya harta benda dengan cara bekerja yang baik dan halal untuk mendapatkan harta benda. Pemenuhan terhadap kebutuhan akal melalui ilmu pengetahuan yang didapat dari pelatihan dan pendidikan. Adapun contoh pemenuhan mas}lah}ah dasar atau mas}lah}ah d}aru>riyah dengan pendekatan al-‘adam adalah dengan disyariatkannya hukum jina>ya>t373. Abu Ishāq al-Shāt}ibi 372
Dalam bahasa manajamen melalui siklus PDCA (Plan – Do – Check Action), pendekatan al-wuju>d dan al-‘adam merupakan dua rangkaian proses yang tidak dapat dipisahkan yaitu langkah Do (melaksanakan) dan Action (melakukan tindakan standardisasi yag bertujuan agar tindakan yang telah dilakukan pada Do dapat terjaga atau konsisten dilakukan. 373 yaitu suatu hukum berkaitan dengan bentuk perbuatan kejahatan yang berkaitan dengan pembunuhan, perzinahan, menuduh zina, pencurian, mabuk dan berbuatan-perbuatan kejahatan lainnya. Islam mengenal hukum jina>ya>t seperti qis}as},diyat, had, ta’zir. Qis}as} adalah hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana dimana jenis hukumannya sama dengan jenis perbuatan yang dilakukannya, seperti hukuman bagi pembunuh, maka hukumannya adalah dibunuh. Diyat (tebusan darah) adalah hukuman berupa konpensasi atas terbunuhnya seseorang berupa uang darah ( diyat) yang harus dibayar oleh aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh. Disini qis}as dan diyat ditetapkan untuk melindungi jiwa. Had adalah hukuman terhadap tindak pidana yang jenis hukumannya sudah ditentukan dalam nash al-Quran maupun hadis. Had terhadap diharamkannya minuman keras adalah dalam rangka melindungi akal. Had diharamkannya zinah adalah dalam rangka melindungi nasab atau keturunan. Ta‟zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan oleh hakim atau perbuatan dosa yang hukumannya belum ditentukan oleh nash al-Quran maupun hadis.
mendefinisikan jina>ya>t sebagai apa-apa yang menyangkut ke-lima komponen mas}lah}ah dasar, yang dilakukan secara preventive atau tindakan pencegahan. Dalam hal ini jina>ya>t disyariatkan untuk menghindari / mencegah adanya perbuatan kriminal bukan sematamata untuk melakukan penghukuman melalui potong tangan ataupun hukuman cambuk, dll. Mas}lah}ah d}aru>riyah merupakan nilai-nilai perantara yang memiliki tujuan berupa kehidupan yang baik bagi manusia. Baik sebagai mahkluk individu maupun sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat. Tujuan berupa kehidupan yang baik hanya dapat tercipta apabila lima hal yang mendasar (d}aru>riyah) dapat terpenuhi. b. H}a>jiyah
H}a>jiyah adalah kebutuhan sekunder yaitu sesuatu yang keberadaannya diperlukan untuk menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima kebutuhan primer atau pokok menjadi lebih baik lagi. Hal ini diperlukan dalam rangka mempermudah kehidupan manusia. Jika sesuatu tersebut tidak ada, maka ketiadaannya hanya berdampak pada kesulitan dalam menjalani hidup namun tidak mengakibatkan terjadinya kehancuran sebagaimana halnya dengan ketiadaan d}aru>riyah. H}a>jiyah berlaku pada ibadah, adat (tradisi), mu‟amalah dan jina>ya>t. Beberapa contoh h}a>jiyah dalam kegiatannya dengan ibadah adalah terkait dengan pelaksanaaan perintah shalat dan puasa bagi orang yang sedang sakit atau sedang dalam perjalanan atau musafir. Bila tidak ada keringanan bagi orang yang sedang sakit atau dalam melakukan perjalanan, maka pastilah akan menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan ibadah shalat dan puasa. Adapun contoh h}aj> iyah dalam hal adat kebiasaan adalah diperbolehkannya berburu atau bersenang-senang melalui hiburan sepanjang kegiatan tersebut dilakukan masih dalam batas-batas kehalalan. Adapun dalam masalah muamalah, yang masuk ke dalam tingkatan h}aj> iyah adalah memiliki kendaraan, tanah, bangunan dan lain-lain. Contoh lain h}aj> iyah dalam kegiatan muamalah adalah qirad}374, Abu Ishāq al374
Pemberian modal dari seseorang kepada orang lain untuk dijadikan modal usaha dan untungya dibagi diantara mereka yang sesuai dengan
Shāt}ibi> menyebutkan bahwa seluruh jenis mu‟amalah yang tidak termasuk dalam d}aru>riyah dapat dikelompokan dalam h}aj> iyah. c. Tah}si>niyah
Tah}si>niyah adalah kebutuhan tertier yaitu sesuatu yang
sepatutnya ada karena tuntutan kesopanan dan adat istiadat. Keberadaan tah}si>niyah dimaksudkan agar manusia dapat melakukan yang terbaik menuju pada penyempurnaan dalam rangka pemeliharaan atas lima kebutuhan primer atau pokok. Ketiadaan tah}si>niyah akan berdampak pada cederanya kesopanan dan ketidakpatutan atau ketidakpantasan. Namun ketiadaan tah}si>niyah tidak akan menyebabkan rusaknya d}aru>riyah. Contoh tah}si>niyah adalah menutup aurat dalam melaksanakan ibadah dan menjauhi makanan dan minuman yang najis. Setiap tingkat tah}si>niyah harus memenuhi syarat yaitu tidak boleh membatalkan hukum asal. Hal ini karena sebagai pelengkap, tah}si>niyah akan gugur bersamaan gugurnya hukum asli. Atas dasar hal ini, maka terdapat dua ketentuan: i. Jika hukum asal gugur, maka hukum tah}si>niyah pun gugur. Kondisi ini dapat terjadi karena tah}si>niyah adalah seperti sebuah sifat yang melekat pada sesuatu. Jika sesuatu tersebut tidak ada, maka sifatnyapun akan tiada atau hilang. ii. Jika terdapat pertentangan antara mas}lah}ah d}aru>riyah dan mas}lah}ah tah}si>niyah, maka sekalipun mas}lah}ah tah}si>niyah dapat terwujud dengan gugurnya mas}lah}ah d}aru>riyah, tetapi mas}lah}ah d}aru>riyah tetap didahulukan. Dalam situasi lain, mas}lah}ah tah}si>niyah boleh didahulukan selama mas}lah}ah d}aru>riyah tidak gugur. Sebagai contoh hukum asal jual beli adalah d}aru>riyah, sedangkan dilarangnya gha>rar (ketidak jelasan) dalam jual beli adalah mas}lah}ah tah}si>niyah. Jika kita dihadapkan pada dua pilihan, maka memilih d}aru>riyah kesepakatan dari keduanya atau ketiganya dst. Islam memperbolehkan qirad} dengan landasan unutk saling bekerjasama dengan tolong menolong, sebagaimana QS al-Ma>idah, 5: 2, "Dan tolong-menolonglah kamu dal am (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya"
adalah yang lebih utama. Sebagai contoh pada saat kita menjalankan ibadah shalat dalam posisi bermakmum. Saat itu kita mengetahui bahwa yang menjadi imam adalah orang yang tergolong fajir (sering berbuat dosa). Maka kita hendaknya tetap mengikuti shalat berjamaah oleh karena imam shalat yang adil merupakan pelengkap (mas}lah}ah tah}si>niyah). Kita sebaiknya tidak meninggalkan shalat berjamaah dengan alasan karena imamnya fajir. Menjalankan amal secara berjamaah adalah bagian dari syiar agama Islam yang sangat dianjurkan. Disini berlaku ketentuan bahwa mas}lah}ah asal, tidak menjadi batal oleh karena ketiadaan mas}lah}ah pelengkap. Abu Ishāq al-Shāt}ibi> menjelaskan bahwa ketiga tingkatan mas}lah}ah (d}aru>riyah, h}aj> iyah dan tah}si>niyah) berlaku secara deret urut, artinya bila ada sebuah kasus menyangkut pertentangan antara d}aru>riyah dan h}aj> iyah atau tah}si>niyah, maka yang diutamakan adalah yang d}aru>riyah. Misalnya dalam masalah pelaksanaan shalat, pada saat itu kita tidak bisa menutup aurat, maka shalatnya tetap harus dilakukan dan tidak boleh menggugurkan shalat garagara tidak bisa menutup aurat. Namun dalam kondisi atau keadaan normal, tingkatan mas}lah}ah ini saling melengkapi, yang tah}si>niyah melengkapi h}aj> iyah kemudian melengkapi d}aru>riyah. Abu Ishāq alShāt}ibi menjelaskan pula bahwa d}aru>riyah adalah dasar bagi h}aj> iyah dan tah}si>niyah. Ketika d}aru>riyah gugur, maka yang lainpun ikut gugur, tetapi hal ini tidak berlaku untuk sebaliknya. Namun terkadang gugurnya h}aj> iyah dan tah}si>niyah secara mutlak dapat mempengaruhi kualitas d}aru>riyah oleh arena itu h}aj> iyah dan tah}si>niyah perlu dipelihara untuk menjaga d}aru>riyah. Secara ringkas hubungan ketiga tingkatan mas}lah}ah di atas dijelaskan sebagaimana di bawah: i. Mas}lah}ah d}aru>riyah adalah asal atau dasar dari seluruh tingkatan mas}lah}ah. ii. Gugurnya mas}lah}ah d}aru>riyah berdampak kepada gugurnya mas}lah}ah h}aj> iyah dan tah}si>niyah secara mutlak. iii. Gugurnya mas}lah}ah h}a>jiyah dan tah}si>niyah belum tentu berdampak kepada gugurnya mas}lah}ah d}aru>riyah.
Namun demikian, terkadang gugurnya mas}lah}ah h}aj> iyah dan tah}si>niyah berdampak kepada gugurnya mas}lah}ah d}aru>riyah. v. Pemeliharaan mas}lah}ah h}aj> iyah dan tah}si>niyah adalah perlu demi terjaganya mas}lah}ah d}aru>riyah. Dari berbagai pendapat tentang makna mas}lah}ah di atas, peneliti mencatat terdapat perbedaan arti mas}lah}ah dari sisi bahasa dan dari sisi hukum (shari>’ah). Mas}lah}ah dalam pengertian bahasa, merujuk pada tujuan pemenuhan kebutuhan manusia. Sedangkan mas}lah}ah dalam pengertian shari>’ah adalah sesuatu yang menjadi titik tolak rujukan atau tujuan dari ditetapkannya shari>’ah (maqa>s}id al-shari>’ah). Tujuan penetapan shari>’ah adalah untuk memelihara atau melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda. Dapatlah dikatakan bahwa mas}lah}ah adalah sesuatu yang dipandang baik atau sejalan dengan shari>’ah karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan keburukan atau kerusakan, untuk kehidupan di dunia maupun kehidupan akhirat, bersifat lahir maupun bathin, berwujud (jiwa, keturunan dan harta benda) maupun tidak berwujud (agama, akal), bagi seluruh umat manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan dilakukan dalam rangka melindungi atau memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda. Sebagai salah satu contoh adalah diharamkannya tindakan menguasai harta orang lain dengan cara bat}il seperti mencuri ataupun tindakan korupsi375. Larangan ini menurut akal sehat mengandung kebaikan yaitu melindungi kerusakan terhadap mental atau jiwa, akal dan keturunan dari para pelakunya. Larangan ini sejalan dengan tujuan shari>’ah yaitu melindungi hak-hak orang lain berupa terpeliharanya harta benda miliknya. Larangan inipun dikeluarkan karena tindakan menguasai harta benda milik orang lain dengan cara yang bat}il akan merugikan tidak hanya bagi iv.
375
Lihat QS al-Nisa> 4: 29 Allah SWT melarang tindakan mencuri ataupun korupsi: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil , kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
pemilik harta benda, tetapi juga bagi pelakunya, keluarganya, keturunannya bahkan akan berdampak bagi sosial kemasyarakan secara keseluruhan. 2. Sifat dan Tingkatan Mas}lah}ah D}aru>riyah Al-Gha>zali376 membagi tujuan shari>’ah ke dalam dua kepentingan yaitu untuk kehidupan dunia dan untuk kepentingan kehidupan akhirat. Diantara dua kepentingan tersebut, meletakkan tujuan hidup di akhirat merupakan tujuan utama dari shari>’ah. Hal ini berarti tujuan hidup di akhirat memiliki prioritas yang lebih tinggi dibandingkan tujuan hidup di dunia. Al-Gha>zali juga menyatakan bahwa tujuan utama shari>’ah di kepentingan dunia adalah untuk menjaga dan memelihara al-di>n (agama). Oleh karenanya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya berupa memelihara jiwa / life (h}ifz}u ‘ala> al-nafs), memelihara akal / intellect (h}ifz}u ‘ala> al-‘aql), memelihara keturunan / progency (h}}ifz}u ‘ala> al-nasl), dan memelihara harta / wealth (h}ifz}u ‘ala> alma>l), manusia harus mengedepankan / memprioritaskan terpeliharanya agama (al-di>n). Nyazee377 menggambarkan hubungan kepentingan dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagaimana (Gambar 3.1). Gambar 3.1 Hubungan Kepentingan Pemenuhan Kebutuhan Dasar 378
376
Imran Ahsan Khan Nyazee, Islamic Jurisprudence (Selangor, Malaysia: The Other Press 607 Mutiara Majestic, 2003), 377 Imran Ahsan Khan Nyazee, Islamic Jurisprudence (Selangor, Malaysia: The Other Press 607 Mutiara Majestic, 2003), 378 Diadopsi dari Imran Ahsan Khan Nyazee, Islamic Jurisprudence (Selangor, Malaysia: The Other Press 607 Mutiara Majestic, 2003): 20.
al-di>n
al-nafs
al-nasl
al-‘aqal
al-ma>l
Berkaitan dengan urutan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar , al-Gha>zali menyatakan bahwa h}ifz}u ala> al-di>n (memelihara agama / religion) memiliki hak / prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan h}ifz}u ‘ala> al-nafs (memelihara jiwa / life). H>}ifz}u ‘ala> al-nafs (memelihara jiwa / life) memiliki hak / prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan h}ifz}u ‘ala> al-nasl (memelihara keturunan / progency). H}i} fz}u ‘ala> al-nasl (memelihara keturunan / progency) memiliki hak / prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan h}ifz}u ‘ala> al-‘aql (memelihara akal / intellect). H}ifz}u ‘ala> al-‘aql (memelihara akal / intellect) memiliki hak / prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan h}ifz}u ‘ala> al379
379
Tentang urutan prioritas, terdapat perbedaan pandangan oleh banyak ahli yang membahas tentang maqa>s}id al-shari>’ah. Sebagaimana diungkapkan oleh M. Umer Chapra dalam “The Islamic Vision of Development in the Light of Maqāsid Al-Sharī„ah (2007). Chapra mengatakan bahwa antara al-Shātībī dan Ghazālī pun terdapat perbedaan dalam mengurutkan ke-lima kebutuhan dasar ini. al-Shātībī menulis dengan urutan yang sama dengan Ghazālī pada halaman 38 dari Vol.1 (al-Muwāfaqāt fī Usūl al-Sharī‘ah, Cairo:al-Maktabah al- Tijariyyah al-Kubrā. n.d.), tetapi pada halaman 46-7 dari Vol.3 menulis dengan urutan priorits pemenuhan al-dīn, al-nafs, al-nasl, al-māl, dan al-‘aql, Bahkan Fakhr alDīn al-Rāzi (d.606/1209) ratusan tahun setelah al-Ghazālī, menuliskan urutan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar dengan menempatkan al-nafs pada urutan pertama. Para ahli menuliskan urutan sesuai dengan tujuan diskusi yang sedang dibahasnya, sehingga dapat saja urutan tersbut diubah sendiri sesuai tujuan pembahasan saat itu. Chapra mengurutkan kelima kebutuhan dasar dengan urutan al-nafs, al-dīn, al-‘aql, al-nasl dan al-māl. Disamping urutan pemenuhan kebutuhan dasar, keterkaitan antar kebutuhanpun masih menjadi pembicaraan para ahli, apakah antara kebutuhan satu dengan lainnya merupakan hubungan sebab akibat ataukah masing-masing kebutuhan adalah kebutuhan yang berdiri sendiri.
ma>l (memelihara harta / wealth). Nyazee menggambarkan tingkatan hak / prioritas individu manusia dengan penggambaran kulit sebagaimana Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Tingkatan Prioritas Individu380 al-di>n (agama / religion) al-nafs (jiwa / life) al-nasl (keturunan / progency). al-‘aql (akal / intellect) al-ma>l (harta / wealth)
Sejalan dengan al-Gha>zali maupun Imran, Ridzwan381 mengatakan bahwa mas}lah}ah agama dan diri lebih diutamakan terhadap mafsadah harta. Sebagai contoh kita diperbolehkan memberikan harta kepada musuh untuk membebaskan tentara Islam yang ditawan apabila tidak ada jalan lain untuk membebaskan mereka. Meskipun dengan memberikan harta kepada musuh berarti akan mendatangkan mafsadah karena kehilangan harta juga dapat memperkuat ekonomi musuh, namun dengan 380
Diadopsi dari Imran Ahsan Khan Nyazee, Islamic Jurisprudence (Selangor, Malaysia: The Other Press 607 Mutiara Majestic, 2003): 23. 381 Ridzwan Ahmad, “Metode Pentarjihan dan Ms}lah}ah dan Mafsadah Dalam Hukum Islam Semasa,” Shariah Journal 16, No. 1 (2008): 107-143.
perhitungan bahwa dengan dibebaskannya tentara Islam, maka akan mencegah penderitaan tentara Islam dari perlakuan jahat musuh bahkan juga mencegah kehilangan nyawa tentara Islam. Kembalinya tentara Islam juga dapat menambah kekuatan Islam. Berkaitan dengan kedudukan mas}lah}ah keturunan dibandingkan dengan mafsadah harta, Ridzwan menyatakan bahwa mas}lah}ah keturunan lebih tinggi dibandingkan dengan mafsadah harta. Sebagai contoh memberikan harta kepada seorang lelaki jahat yang ingin melakukan perzinaan atau memperkosa perempuan. Apabila tidak ada jalan lain lagi, maka tindakan memberikan harta dalam kasus ini tidak berarti sedang membayar upah kepada seseorang, tetapi demi memelihara mas}lah}ah keturunan yang lebih utama dibandingkan dengan mafsadah harta. Kehilangan harta merupakan mafsadah namun kehilangan maruah dan keturunan tidak dapat digantikan. Sesungguhnya tingkatan hak atau prioritas di atas merupakan hak atau prioritas manusia sebagai individu, padahal dalam realitasnya manusia merupakan makhluk berkelompok (sosial). Tentu saja menurut al-Gha>zali, tingkatan hak / prioritas kelompok lebih tinggi dibandingkan dengan individu. Di atas itu semua, hak atau prioritas Allah sebagai Maha Pencipta lebih tinggi dari hak atau prioritas kelompok. Ketiga tingkatan mas}lah}ah bersumber dari al-Quran dan hadist. Mashhad Al-Allaf382 mengajukan model maqa>s}id yang menggambarkan hubungan sumber dengan mas}lah}ah sebagai orbit mas}lah}ah. Mas}lah}ah d}aru>riyah, mas}lah}ah h}aj> iyah dan mas}lah}ah tah}si>niyah beredar pada al-Quran dan hadist sebagai pusat peredarannya (Gambar 3.3). Gambar 3.3 Model Maqa>s}id383
382
Mashhad Al-Allaf, “Islamic Divine Law (Shariah) the Objective (Maqosid) of the Islamic Divine Law or Maqasid Theory” (n.a) 383 Dikutip dari Mashhad Al-Allaf, “Islamic Divine Law (Shariah) the Objective (Maqosid) of the Islamic Divine Law or Maqasid Theory”: 3
Terpeliharanya Agama (H}ifz}u al-Di>n) Memeluk agama adalah hak dasar atau hak azasi manusia atau dalam istilah lain dapat dikatakan bahwa memeluk agama adalah fitrah dan naluri manusia sejak lahir. Oleh karena itu, kebebasan dalam beragama atau berkeyakinan harus dijaga dan dipelihara. Di dalam al-Quran dijelaskan bahwa tidak boleh ada pemaksaan dalam memeluk agama384. Tafsir tematik Kementrian Agama385 menyebutkan bahwa Allah menggunakan kata al-rushd yang berarti kecerdasan dan kedewasaan bukan al-hu>da atau al-haq dengan maksud bahwa meskipun memeluk agama merupakan kebebasan seseorang namun dia cenderung untuk memeluk agama yang benar, bila ia memiliki tingkat kecerdasan yang murni dan kedewasaan yang tinggi. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999386 tentang Hak Asasi Manusia pada bagian Penjelasan I Umum menyebutkan a.
384
Lihat QS al-Baqarah 2: 256, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. 385 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Tafsir Tematik, Hukum, Keadilan, dan Hak Azasi Manusia, 5 (2010) 386 Di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 juga disebutkan bahwa
bahwa kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban juga berlaku bagi setiap bisnis pada tataran manapun, terutama negara dan pemerintah. Negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Kewajiban menghormati hak asasi manusia, tercermin pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Deklarasi Universal HAM Pasal 18387 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bebas berpikir, bertobat, dan beragama. Hak ini meliputi kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dalam bentuk beribadah dan menepatinya, baik secara sendiri maupun dilakukan bersama dengan orang lain, di tempat umum maupun tempat privat. Amirul mukminin U>>mar bin Khat}t}ab pernah membuat surat perjanjian kepada penduduk Eliya (al-Quds) yang berisi jaminan perlindungan kebebasan beragama juga kebebasan tempat 1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 387 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) pada Pasal 18 disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
peribadatan dan syiar mereka388. Jauhar menjelaskan, inilah keamanan yang diberikan oleh hamba Allah SWT, Umar Amirul Mukminin kepada penduduk Eliya. Dia memberikan jaminan keamanan untuk jiwa, harta, gereja, biarawan dan agama mereka. Gereja mereka tidak didiami, dirobohkan dan dikurangi atau dipersempit ruang geraknya. Mereka juga tidak dipaksa dalam masalah agama. Berbagai uraian di atas, menjelaskan kepada kita semua bahwa kebebasan dalam memeluk agama tertentu merupakan hak dasar manusia yang tidak boleh dihalang-halangi oleh orang lainnya. Dalam memenuhi kebutuhan agama, Allah telah mensyariatkan agama yang wajib dipelihara oleh setiap orang389. Pemeliharaan agama bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang martabatnya lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Agamalah yang membedakaan nurani seorang makhluk dibandingkan makhluk lainnya. Penjagaan terhadap agama bukanlah berarti hanya menjaga agama dari paksaan orang-orang yang tidak menyukai terhadap agama yang kita pegang teguh. Namun juga, menjaga agama dari dorongan hawa nafsu dunia. Muhammad Abu> Zahrah390 menggunakan istilah al-muh}a>fazah ‘ala> al-di>n atau jaminan keselamatan agama yang dilakukan dengan cara menghindari timbulnya fitnah dan keselamatan dalam agama serta mengantisipasi dorongan hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kerusakan secara penuh. Rasulallah SAW pun 388
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, “Maqa>s}idu al-Shari> ’ati fi>l Isla>m,”
(n.d.) 389
Lihat QS al-Asu>ra> 42: 13, “Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepadaNya)”. 390 Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh (Cairo: Da>rul Fikri al-Arabi>, 1958)
mengingatkan kepada kita semua untuk senantiasa menjaga agama yang kita miliki dengan cara menahan hawa nafsu berlomba-lomba mencari harta dunia391. Abu Ishāq al-Shāt}ibi menjelaskan bahwa tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga agama adalah dengan menciptakan kondisi yang memfasilitasi ibadah dan dengan melaksanakan ibadah itu sendiri yaitu melalui pendekatan al-wuju>d seperti melaksanakan ibadah syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji392. Juga dengan pendekatan al-‘adam berupa jihad di jalan Allah393 391
Dari 'Amr bin 'Auf al-Anshari r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan Abu 'Ubaidah al-Jarrah r.a. ke daerah Bahrain -sebuah daerah yang masuk wilayah Irak- dan kedatangannya ke situ ialah untuk mengambil pajak. Kemudian setelah selesai tugasnya, datanglah ia dengan membawa harta dari Bahrain itu. Kaum Anshar sama mendengar akan kedatangan Abu Ubaidah, mereka lalu menunaikan shalat fajar -yakni subuh- bersama Rasulullah s.a.w. Setelah Rasulullah s.a.w. selesai bershalat, beliaupun lalu kembali, kemudian mereka menuju kepadanya untuk menemuinya. Rasulullah s.a.w. lalu tersenyum ketika melihat mereka itu terus bersabda: "Saya kira engkau semua sudah mendengar bahwasanya Abu Ubaidah tiba dari Bahrain dengan membawa sesuatu harta." Mereka menjawab: "Benar, ya Rasulullah." Beliau selanjutnya bersabda: "Bergembiralah engkau semua dan bolehlah mengharapkan sesuatu yang akan menyenangkan engkau semua. Demi Allah, bukannya kekafiran itu yang saya takutkan mengenai engkau semua, tetapi saya takut jikalau harta dunia ini diluaskan untukmu semua -yakni engkau semua menjadi kaya raya-, sebagaimana telah diluaskan untuk orang-orang yang sebelummu, kemudian engkau semua itu saling berlomba-lomba untuk mencarinya sebagaimana mereka juga berlomba-lomba untuk mengejarnya, lalu harta dunia itu akan merusakkan agamamu semua sebagaimana ia telah merusakkan agama mereka. (Muttafaq 'alaih) Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. duduk di atas mimbar dan kita duduk di sekitarnya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya salah satu yang saya takutkan atasmu semua sepeninggalku nanti ialah apa yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasanhiasannya -yakni bahwa meluapnya kekayaan pada umat Muhammad inilah yang amat ditakutkan, sebab dapat merusakkan agama jikalau tidak waspada mengendalikannya." (Muttafaq'alaih) 392 Ibadah yang dimaksudkan oleh Abu Ishāq al-Shāt}ibi adalah ibadah dalam pengertian khusus. Abuddin Nata dalam “Kajian Tematik al-Quran tentang Fiqih Ibadah” menyebutkan bahwa ibadah dalam pengertian khusus adalah segala kegiatan yang ketentuannya telah ditetapkan oleh al-Quran dan asSunah. Semua ibadah yang dalam pengertian khusus ini telah diatur dengan sempurna oleh nash-nash al-Quran maupu hadis dan kegiatan itu tidak
Pelaksanaan peribadatan pada diri seseorang akan berdampak pada etika moral di kehidupan sehari-hari. Hubungan ini dijelaskan Abuddin Nata394 bahwa bila seseorang telah beriman kuat lagi benar dan melaksanakan ibadah dengan penuh keikhlasan dan kekhusyukan, maka orang tersebut idealnya akan bermoral atau berakhlak mulia. Seorang hamba yang telah meyakini adanya Allah dengan segala sifat kesempurnaanNya yakin sepenuhnya bahwa Allah hanya menyukai hal-hal yang baik. Allah Maha Mengetahui apa yang sudah atau yang sedang maupun yang akan dikerjakan oleh hambaNya. Tidak ada sesuatupun yang lepas dari penglihatan dan pengetahuan Allah. Manusia tidak berada sendirian di bumi karena Allah selamanya seakan berada di sampingnya dan melihat apa yang sedang dikerjakan oleh hambaNya. b. Terpeliharanya Jiwa (H}ifz}u al-Nafs) Kebanyakan dari kita meyakini bahwa jiwa diciptakan oleh Tuhan dan dijadikan satu dengan tubuh pada saat kelahiran, diambil dari tubuh ketika kematian dan digabungkan kembali dengan tubuh pada saat hari pembalasan395. Namun demikian menurut ensiklopedi tersebut, soul sebagaimana yang dimaksud, dalam Bahasa Arab memiliki dua kata yang penggunaannya dapat ditukar yaitu ru>h (yang bermakna breath, spirit) dan nafs yang bermakna diri (self). Ru>h di dalam al-Quran diulang sebanyak dua puluh satu kali, selalu berbentuk kata benda tunggal. Ru>h sering merujuk kepada perintah wahyu (spirit of revelation) yang dikirim oleh Tuhan kepada nabiNya396. Ru>h juga merujuk kepada Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu kepada nabiNya 397. Ru>h dapat
menerima perubahan, penambahan ataupun pengurangan. Di dalam ibadah dalam pengertian khusus berlaku prinsip „semua perbuatan ibadah bterlarang dan tidak sah kecuali yang telah diatur dan ditetapkan oleh nash. 393 Lihat QS al-Ha>j 22: 78. 394 Abuddin Nata, Kajian Tematik al-Quran tentang Fiqih Ibadah (Bandung: Penerbit Angkasa 2008) 395 Jane Dammen McAuliffe, Encyclopedia of the Qur’a>n, Volume Five Si-Z Brill, (Leiden – Boston, 2006) 396 Lihat QS al-Mu’min 40: 15, QS al-Nahl 16: 2, 397 Lihat QS al-Ma ‘a>rij 70: 4, QS al-Qodr 97: 4.
bermakna sebagai nafas kehidupan (breath of life)398. Makna sebenarnya dari ru>h itu sendiri hanyalah Allah Yang Maha Mengetahuinya399. Kata al-nafs adalah turunan dari akar kata udara, nafas dan kehidupan. Kata kerja al-nafs berarti bernafas. Di dalam al-Quran kata nafs juga dituliskan sebagai nafs, anfus dan nufus yang diulang-ulang di dalam al-Quran sebanyak 250 kali. Al-nafs (diri)400 merujuk kepada manusia, jin dan syetan juga Tuhan401. Makna yang terkandung di dalam kata al-nafs (diri) adalah bukan sesuatu yang bersifat spiritual, tetapi merefleksikan karakter atau tabiat manusia seperti egoism (selfishness)402, tanggung jawab diri, suara hati. Nafs (diri) juga memiliki makna yang lebih umum syaitu menyangkut kehidupan manusia403. Di sisi lain nafs (diri) memiliki makna diri manusia itu sendiri404. Ahmad al-Mursi Husain Jauhar 405 menggunakan istilah nyawa untuk menyebut jiwa. Pada proses meninggalnya seseorang, maka ruh akan meninggalkan tubuh manusia406. Di sini ada perbedaan yang mendasar antara kematian dan pembunuhan. Menurut Jauhar, kematian adalah proses keluarnya ruh dari tubuh manusia dimana struktur tubuh manusia dalam kondisi yang sehat (sempurna). Hanya Allah lah yang kemudian mematikan. Adapun proses pembunuhan, terdapat kejadian pengrusakan atau penghancuran struktur tubuh manusia yang dilakukan oleh pembunuh terhadap korban. Seseorang yang meninggal, maka ruh (nyawa) dicabut dari tubuh manusia. Manusia dapat hidup karena 398
Lihat QS al-Sajadah 32: 9, QS al-Hijr 15: 29, QS Sho>d 38: 72, QS Lihat QS al-Isro> 17: 85 400 Lihat QS Ali>-imro>n 3: 61 401 Lihat al-An ‘a>m 6: 12, 130, QS al-Kahfi 18: 51, QS al-Anbiya> 21: 43 402 Lihat al-Isra> 17: 25, QS Yu>nus 10: 108, QS Ali>-imra>n 3: 117 403 Lihat al-Qasas} 28: 33, QS al-Anbiya> > 17: 33, QS al-Kahfi 18: 74, QS al-Furqa>n 25: 68, QS al-Ma> idah 5: 45, QS al-Sa>f 61:11, QS al-Taubah 9: 20, 41, 44,81, 88. 404 Lihat QS al-Mudas}ir 74: 38, QS al-Mu’minu>n 23: 62, QS al-Infita>r 82: 3. 405 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqa>s}idu al-Shari> ’ati fi>l Isla>m (--406 Ayat-ayat di dalam al-Quran yang mendefinisikan jiwa dengan nyawa atau ruh diantaranya QS al-Zumar 39: 42, QS al-Ma>’idah 5: 45, 399
memiliki ruh (nyawa) dan manusia meninggal pada saat ruh (nyawa) nya dicabut dari tubuhnya. Ketika berbicara tentang perlindungan terhadap jiwa, maka hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari hak seseorang untuk dapat hidup, dimana hak untuk hidup merupakan hak azasi manusia. Untuk menjaga dan memelihara hak untuk hidup ini, Allah telah mensyariatkan berbagai hukum seperti qis}as}407 atau pembalasan yang seimbang (QS al-Baqarah 2: 178, 179). Dalam ayat ke 179 dijelaskan bahwa di dalam hukum qis}as} sesungguhnya terdapat sistem jaminan kelangsungan hidup bagi umat manusia. Adanya hukum qis}as} menyebabkan orang merasa takut untuk membunuh. Dapatlah dikatakan bahwa hukum qis}as merupakan sistem pencegahan dalam sebuah sistem hukum. Ujung dari pada pemberlakukan hukum ini adalah agar kita semua menjadi orang yang bertakwa. Sementara Muhammad Abu> Zahrah 408 menggunakan istilah al-muh}a>fazah ‘ala> al-nafs atau jaminan keselamatan jiwa yaitu jaminan keselamatan atas hak hidup yang terhormat dan mulia. Termasuk dalam jaminan keselamatan jiwa ini adalah jaminan keselamatan nyawa, anggota badan dan terjaminnya kehormatan kemanusiaan seperti kebebasan memilih profesi, kebebasan berfikir atau mengeluarkan pendapat, kebebasan berbicara, kebebasan memilih tempat tinggal. Abu Ishāq al-Shāt}ibi menyebutkan bahwa kebutuhan jiwa dapat terjamin dengan menciptakan kondisi untuk kelangsungan 407
Lihat QS al-Baqarah 2: 178, 179, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qis}as} berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih” (178). “Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (179). 408 Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh (Cairo: Da>rul Fikri al-Arabi>, 1958)
hidup yaitu melalui pendekatan al-wuju>d yang dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan makan dengan makanan bergizi, menjaga kesehatan, kebutuhan sandang dan kebutuhan papan. Juga dengan pendekatan al-‘adam yaitu dengan pemberlakuan berbagai hukum Islam yang dikenal dengan hukum jina>ya>t seperti qis}as}, diyat, had dan ta’zir. Terpeliharanya Keturunan (H}ifz}u al-Nasl) Islam sangat menekankan terpeliharanya keturunan. QS alNisa> 4: 9409 menyebutkan bahwa sebagai orangtua sudah semestinya kita merasa khawatir terhadap lemahnya anak-anak kita sepeninggal kita kelak. Rasa khawatir inipun hendaknya merupakan perwujudan atas tanggung jawab kita yang telah diberikan amanat oleh Allah untuk menjaga, merawat dan membina anak-anak kita. Oleh karenanya, kita harus memperjuangkan terpeliharanya keturunan. Muhammad Abu> Zahrah410 menggunakan istilah almuh}a>fazah ‘ala> al-nasl atau jaminan keselamatan keturunan atau keluarga yaitu jaminan kelestarian populasi umat manusia agar tetap hidup dan berkembang sehat dan kokoh, baik pekerti serta agamanya. Hal ini dapat dilakukan melalui penataan kehidupan rumah tangga dengan memberikan pendidikan dan kasih sayang kepada anak-anak agar memiliki kehalusan budi pekerti dan tingkat kecerdasan yang memadai. Abu Ishāq al-Shāt}ibi menyebutkan bahwa kebutuhan keturunan didukung dengan memfasilitasi dan melaksanakan kehidupan berkeluarga yaitu melalui pendekatan al-wuju>d dengan menjaga kesehatan jiwa keluarga dan melalui institusi pernikahan dengan tujuan meneruskan keturunan. Juga dengan pendekatan al‘adam yaitu dengan memberlakukan berbagai hukum seperti c.
409
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. 410 Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh (Cairo: Da>rul Fikri al-Arabi>, 1958)
hukum perkawinan411, menetapkan berbagai pihak yang digolongkan tidak boleh untuk dinikahi412, diaturnya tatacara bercerai413, diharamkannya zinah 414dan pemberlakuan hukum had berupa hukum cambuk415 ataupun diaturnya persoalan anak angkat adalah dalam rangka melindungi nasab atau keturunan.
d. Terpeliharanya Akal (H}ifz}u al-‘Aql) Akal fikiran merupakan karunia yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang menjadi pembeda atas maklhluk Allah lainnya. Pembeda ini pula yang menjadikan manusia memiliki kelebihan dengan yang lainnya416. Akal merupakan sumber hikmah, lentera di kegelapan dunia, sumber daya tak ternilai harganya, pintu gerbang ma‟rifat, penentu kondisi dari satu yang belum baik kepada satu yang lebih baik, juga media menuju kebahagiaan baik dunia maupun akhirat. Ahmad al-Mursi Husain Jauhar417 mengatakan bahwa akal dinamakan ‘aql karena ia bisa mengikat dan mencegah pemiliknya untuk melakukan hal-hal buruk dan mengerjakan kemungkaran. Dinamakan inipun karena akal pun menyerupai ikatan unta, sebuah ikatan akan mencegah manusia menuruti hawa nafsu yang sudah tidak terkendali. Sebagaimana ikatan yang dapat mencegah unta untuk melarikan diri. Tingginya nilai dan eksistensi akal banyak disebutkan di dalam al-Quran diantaranya, orang yang berakal yaitu orang yang senantiasa mengingat dan memperhatikan mahkluk ciptaan Allah418. Akal diciptakaan oleh Allah dengan tujuan untuk 411
Lihat QS al-Nisa> 4: 3-4, Lihat QS al-Nisa> 4: 22-24, QS al-Baqarah 2: 221. 413 Lihat QS ath-Thala>q 65: 1-7, QS al-Baqarah 2: 226-237, QS alAhza>b 33: 49 414 Lihat QS al-Nu>r 24: 30-31, QS al-Isra> 17: 32, 415 Lihat QS al-Nu>r 24: 2-9 416 Lihat QS al-Isra> 17: 70. 417 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqa>s}idu al-Shari> ’ati fi>l Isla>m,” () 418 Lihat QS al-‘Imra>n 3: 190,191, QS al-Zumar 39: 21, QS al-Shu ‘a ra> 26: 28. 412
memfilter yang baik kemudian menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah419. Akal digunakan untuk mempelajari sejarah dan menjadikannya sebagai pelajaran420. Orang yang menggunakan akal sebagaimana fungsinya, maka dia digolongkan sebagai orang yang beriman421. Di sisi lain al-Quran menjelaskan tentang rendahnya nilai martabat manusia bagi yang tidak menggunakan akal pikirannya422. Muhammad Abu> Zahrah423 menggunakan istilah almuh}a>fazah ‘ala> al–‘aql atau jaminan keselamatan akal yaitu terjaminnya akal fikiran dari kerusakan yang menyebabkan orang yang bersangkutan menjadi tidak berguna di tengah masyarakat atau menjadi sumber kejahatan. Upaya pencegahan yang dilakukan shari>’ah Islam sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan akal fikiran dan menjaganya dari hal-hal yang dapat membahayakannya. Seperti diharamkannya minuman keras atau segala yang memabukan adalah untuk mencegah rusaknya akal fikiran. Penjagaan dan perlindungan akal dapat dilakukan dengan menjaga antara akal itu sendiri dengan ujian dan bencana yang bisa melemahkan dan merusakkannya atau menjadikan pemiliknya sebagai sumber kejahatan dan sampah dalam masyarakat atau menjadi alat dan perantara kerusakan di dalamnya424. Sementara menurut Abu Ishāq al-Shāt}ibi bahwa kebutuhan akal dijaga melalui pertumbuhan intelektualitas yaitu melalui pendekatan al-wuju>d dengan cara menuntut ilmu pengetahuan. Sedangkan tindakan yang dilakukan melalui pendekatan al-‘adam yaitu dengan diharamkannya minum minuman keras425 yang dapat merusak intelektualitas.
419
Lihat QS al-Zumar 39: 18. Lihat QS Yu>suf 12: 111. 421 Lihat QS al-Thala>q 65: 10. 422 Lihat QS al-Baqarah 2: 170-171, QS al-A’ra>f 7: 179, 423 Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh (Cairo: Da>rul Fikri al-Arobi>, 420
1958)
424 425
Ahmad al-Mursi> Husain Jauhar, Maqa>s}idu al-Shari> ’ati fi>l Isla>m,”(-) Lihat QS al-Ma> idah 5: 90
Mengapa minuman keras diharamkan? Ahmad al-Mursi Husain Jauhar mengatakan bahwa sukr atau mabuk adalah ketidaksadaran akal karena mengkonsumsi khamr atau sejenisnya. Mabuk berarti menutup akal namun tidak sampai pada tingkat menghilangkannya, berbeda dengan kondisi gila yang menghilangkan akal. Mabuk merupakan kondisi kehilangan perasaan atau kemampuan berkehendak dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh pengaruh penggunaan jumlah cairan atau zat yang memabukkan.
Terpeliharanya Harta (H}ifz}u al-Ma>l) Allah memberikan hak sepenuhnya kepada orang yang dititipi harta, untuk menggunakan harta sesuai kebutuhannya, baik kebutuhan untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang426. e.
426
Satu keunikan dalam proses penitipan harta ini adalah meskipun Allah yang menitipkan harta kepada manusia namun proses untuk mendapatkan barang titipan ini berbeda dengan konsep titipan barang dalam hubungan antar manusia. Ambil contoh sederhana: penitipan sandal / sepatu di loker masjid misalnya atau penitipan barang melalui proses gadai di pegadaian. Pada proses penitipan barang antar manusia, pihak yang menitipkan barang harus mendatangi pihak yang dititipi barang. Pernahkan kita melihat seorang penitip sandal / sepatu di masjid meminta kepada penjaga loker untuk mengambilkan sandal / sepatu yang sedang kita pakai untuk selanjutnya dia taruh di loker? Di sisi lain, setelah sandal sepatu dititipkan maka si penitip harus membayar sejumlah uang kepada penjaga loker. Pada bagian lain, pernahkah kita mendengar seorang yang menggadaikan motor ke pegadaian meminta kepada pihak pegadaian untuk mengambil sendiri motor yang akan digadai di rumah nasabah? Disamping itu setelah barang dititipkan, si penitip mendapatkan uang gadai dimana uang tersebut harus dikembalikan kepada pegadaian dengan jumlah tambahan uang tertentu. Pihak pegadaian sendiri tidak peduli uang yang diberikan kepada penggadai akan digunakan untuk apa. Pembayaran gadai pun diatur dengan ketentuan bahwa apabila penggadai terlambat dalam pengembalian uang maka dia akan dikenakan denda sesuai dengan angka yang sudah ditentukan. Sebaliknya bila penggadai dapat membayar sesuai ketentuan, tidak ada bonus baginya.
Tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga terpeliharanya harta menurut Muhammad Abu> Zahrah 427 adalah dengan menggunakan istilah al-muh}a>fazah ‘ala> al-ma>l atau jaminan keselamatan harta benda yang dilakukan dengan meningkatkan kekayaan secara proporsional melalui cara-cara yang halal bukan mendominasi kehidupan perekonomian dengan cara yang zalim dan curang. Abu Ishāq al-Shāt}ibi menyebutkan bahwa kebutuhan harta benda dijaga melalui penciptaan kondisi yang mendukung pertumbuhan harta benda yaitu melalui pendekatan al-wuju>d dengan cara bekerja yang baik dan halal untuk mendapatkan harta benda. Sedangkan tindakan yang dilakukan melalui pendekatan al‘adam yaitu dengan memberlakukan berbagai hukum seperti hukum potong tangan bagi orang yang mencuri428, dilarangnya Bagaimana bila transaksi penitipan harta dilakukan antara Allah dengan manusia. Harta defaultnya adalah milik Allah. Allah meminjamkannya kepada manusia yang dia kehendaki. Allah memberikan standar operasi tentang cara mendapatkan dan cara pemanfaatan harta ini melalui al-Quran dan Hadist (shari>’ah). Bila cara mendapatkan ataupun cara memanfaatkannya tidak sesuai dengan aturan yang diberikan oleh Allah, maka Allah berhak menarik seluruh harta titipannya tsb dimanapun dan kapanpun. Sebaliknya bila cara mendapatkan dan cara memanfaatkannya sesuai standar operasi, maka Allah akan menambah harta titipannya tersebut. Dan bila Allah meridhoi atas apa yang dilakukan oleh orang tersebut, maka Allah pun akan memberikan bonus pemanfaatan harta kepadanya. Bonus yang diberikan oleh Allah tidak hanya ketika si pemegang hak pemanfaatan hidup di dunia, tetapi Allah akan melipat gandakan bonus di kehidupan akhirat nanti. Besarnya bonus tersebut berlipat-lipat kali dari jumlah harta yang diamanahkan kepada si pemegang hak pemanfaatan. Dapatlah dikatakan Allah hanya memberikan down payment pemanfaatan harta kepada pemegang hak pemanfaatan. Sementara total pembayaran seluruhnya diberikan Allah di akhirat nanti, Subhanallah. Sudut pandang pemanfaatan tidak hanya untuk tujuan duniawi tapi juga untuk hari akhir (Akhirat) sebagaiamana QS al-‘Ankabu>t 29: 64. Otoritas Allah SWT untuk mengambil, menambah dan mengurangi harta yang ditiitpkan kepada manusia akan sangat bergantung pada keberkahan harta titipan. Semakin berkah harta titipan, maka semakin banyak harta lainnya yang diberikan kepada manusia. Hal ini berarti hak pengelolaan bersifat amanah, jadi harus dipertanggungjawaban kepada Allah kelak di kemudian hari. 427 Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh (Cairo: Da>rul Fikri al-Arabi>, 1958) 428 Lihat QS al-Ma> idah 5: 38
saling memakan harta sesama dengan cara yang tidak baik429, kewajiban membayarkan infaq dari harta yang diperolehnya, hal ini dikarenakan sebagian dari yang kita peroleh terdapat hak bagi orang-orang yang tidak mampu430, diharamkannya riba431, diaturnya hutang piutang432 dll. D. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Mas}lah}ah Individu Mas}lah}ah d}aru>riyah adalah kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok yang mutlak harus dipenuhi guna mewujudkan kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Jika terdapat salah satu dari ke-lima kebutuhan primer tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan hidup di dunia. Kondisi ini dapat mengakibatkan tidak tercapainya kemanfaatan, keselamatan, dan kesuksesan di kehidupan akhirat. Kebutuhan terhadap agama sangatlah penting. Betapa banyak orang yang memiliki intelektual yang tinggi yaitu berpendidikan sarjana bahkan bergelar master atau doktor, dengan kekayaan berlimpah yang dimilikinya namun karena tidak memiliki pegangan agama, melakukan tindakan korupsi. Rumah tangga menjadi hancur, anak-anak menjadi terlantar, bahkan dirinyapun harus menjalani kehidupan di penjara433. Betapa banyak, orang berpendidikan tinggi memiliki banyak perusahaan, harta berlimpah namun semuanya menjadi 429
Lihat QS al-Nisa> 4: 29 Lihat QS adh-Dha>riya>t 51: 19, QS al-Ma’a>rij 70: 24-25 431 Lihat QS al-Baqarah 2: 275-279, QS al-‘Imra>n 130, 432 Lihat QS al-Baqarah 2: 280-283 433 Berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi tahun 2010 yang diakses tanggal 10 Nopember 2012 dari http://www.ti.or.id/media/documents/2011/12/01/f/i/file_2.pdf , diketahui bahwa Indonesia berada pada peringkat 100 dari 183 negara yang disurvey. Data primer bersumber dari Corruption Perception Index 2010: Long Methodological Brief; Transparency International. Indeks Persepsi Korupsi adalah indikator agregat yang mengukur tingkat persepsi tentang korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik dan politisi di Negara bersangkutan. Nilai indeks persepsi merupakan data hasil survei tentang persepsi korupsi yang dilakukan oleh berbagai institusi yang terpercaya. Nilai indeks survey memiliki rank dari 0 hingga 10. Nol dipersepsikan sangat korup hingga 10 yang dipersepsikan sangat bersih. Indonesia pada survey persepsi korupsi tahun 2010 memiliki nilai indeks tiga. 430
musnah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya keturunan yang memiliki visi dan misi yang sama dengan dirinya. Harta benda yang telah dikumpulkan, habis akibat pertentangan yang terjadi diantara anak-anak mereka. Perebutan harta warisan hingga melibatkan pihak ketigapun tak terhindarkan. Tidak terhitung biaya yang dihabiskan untuk membayar sengketa keluarga. Ujungujungnya kebangkrutan yang didapat434. Betapa banyak pengusaha sukses dengan harta berlimpah, mengalami stress berlebihan akibat tekanan pekerjaan. Kondisi jiwa labil, meskipun secara fisik - jasmaninya sehat. Kehidupan 434
Berita yang dirilis dari BBC Indonesia 28 Februari 2012 - 16:05 WIB melalui http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/02/120228_samsunginheritance.sht ml (diakses 3 Juni 2012), Direktur utama Samsung electronik, Lee Kun-hee, digugat oleh adik perempuannya Lee Sook-hee, akibat kasus perebutan warisan saham. Gugatan terhadap Direktur Lee, 70 berisi tuntutan terhadap aset senilai 190 miliar won (sekitar Rp1,5 triliun) yang ditiggalkan mendiang ayah mereka. Gugatan ini juga senada dengan gugatan yang diajukan dua pekan sebelumnya oleh kakak lelaki Direktur Lee, Lee Maeng-hee. Gugatan anak laki-laki tertua Lee tersebut bernilai 700 miliar won (setara dengan Rp5,7 triliun) dalam bentuk saham pada perusahaan utama kerajaan bisnis itu, Samsung Electronics, serta Samsung Life Insurance, juga dalam bentuk dana segar. Menurut dokumen pengadilan yang diajukan oleh Lee Maeng-hee, "saham tersebut merupakan aset yang dimasukkan dalam sebuah badan pengelola atas nama orang yang bukan merupakan pewaris, padahal mestinya itu merupakan jatah bagi para pemilik hak waris menurut hukum". Lee Kun-hee dituding ingin menguasai saham untuk dirinya sendiri. Ayah dari para penggugat dan tergugat Lee Byung-chull, meninggal dunia tahun 1987, setelah mendirikan Samsung sebagai perusahaan penjual ikan kering di Korea Selatan tahun 1938. Kini Samsung Group berkembang menjadi konglomerasi dengan bidang usaha termasuk pembuatan kapal, telekomunikasi, elektronik dan konstruksi dengan angka penjualan mencapai $220 miliar (Rp2000 triliun) pada tahun 2010. Lee Kun-hee menjadi pejabat pengganti di kursi tertinggi Konglomerasi Samsung tahun 1987. meski demikian pada April 2008, dirinya mundur setelah dirundung kasus dugaan penghindaran pajak dan melanggar kepercayaan penanam modal. Akhirnya Lee dikenai dakwaan pelanggaran hukum pajak, namun diberi ampunan presiden tahun 2009, sehingga bisa kembali ke kursi Direktur Utama Samsung tahun 2010. Menurut daftar orang terkaya Majalah Forbes tahun 2010, Lee adalah orang terkaya di Korea Selatan dengan kekayaan pribadi mencapai $7,9 miliar (Rp72 triliun).
malam menjadi jalan keluar. Namun sakitnya jiwa435 menyebabkan stress kembali menimpa. Jalan pintaspun dilakukan, melakukan tindak kekerasan rumah tangga, tindak kekerasan pada orang lain bahkan bunuh diripun dilakukan. Betapa banyak orang dengan terpaksa harus berganti agama oleh karena kemiskinan yang dideritanya. Iming-iming perubahan kehidupan dunia yang lebih baik dibandingkan sebelumnya, mudah mengubah aqidah orang dengan agama baru. Kemiskinan juga dapat membuat orang mudah hilang akal, mudah melakukan tindak kejahatan, mudah melakukan berbagai penyimpangan sosial. Kemiskinan dapat menyebabkan kerawanan sosial masyarakat. Saking pentingnya permasalahan kemiskinan, membuat siapapun yang menjadi presiden, selalu saja isu pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama program pemerintah436. Begitupun dengan miskin akal akan membuat orang mudah melakukan tindak kejahatan di masyarakat. Miskinnya akal akan menyebabkan orang mengabaikan etika dan moral. Orang yang kurang akal akan dengan mudah berbuat curang, berjudi, menipu, 435
Konstitusi WHO (WHO, “mhGAP, Mental Health Gap Action Programme Scaling up Care for Mental, Neurological, and Substance Use Disorders”, 2008:1) mendefinisikan kesehatan sebagai a state of complete physical, mental, and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity. Riset yang dilakukan oleh WHO dalam beberapa tahun terakhir menunjukan bahwa kesehatan mental, saling mempengaruhi dan tidak terpisahkan. Kesehatan mental mempengaruhi kesehatan fisik dan kesehatan fisik mempengaruhi kesehatan mental. 436 Kusumaatmadja dalam M. Enoch Markum (M. Enoch Markum, “Pengentasan Kemiskinan dan Pendekatan Psikologi Sosial.” Psikobuana I, no. 1 (2009): 1-12, menyebutkan bahwa seluruh presisden di republik ini senantiasa memiliki program pengentasan kemiskinan. Presiden Soekarno menuangkan program pengentasan kemiskinan dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun, Presiden Soeharto membuat program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Kesejahteraan Sosial (Prokesos). Presiden Habibie membuat program Jaringan Pengaman Sosial, Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Presiden Abdurrahman Wahid membuat program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Presiden Megawati Soekarnoputri membuat program Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Presiden SBY dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), Bantuan Langsung Tunai (BLT).
berbohong, berdusta ataupun merampok. Orang yang berada dalam kondisi mabuk, akan dengan mudah menyakiti, menindas bahkan membunuh orang lain. Akal adalah alat untuk memahami dan mengetahui baik-buruk dan benar-salah. Sementara otak adalah penyampai data kepada akal. Baik atau buruk adalah berkaitan dengan ketentuan sosial kemasyarakatan sedangkan benar atau salah adalah berkaitan dengan kesesuaian atau pelanggaran terhadap norma agama (shari>’ah). Pemenuhan kebutuhan perlindungan al-dīn dilakukan melalui orientasi ibadah. Pemenuhan kebutuhan perlindungan alnafs dilakukan melalui orientasi jiwa. Pemenuhan kebutuhan perlindungan al-nasl dilakukan melalui orientasi keturunan. Pemenuhan kebutuhan perlindungan al-‘aql dilakukan melalui orientasi akal. Pemenuhan kebutuhan perlindungan al-māl dilakukan melalui orientasi harta kekayaan. Pemenuhan perlindungan al-dīn merupakan prioritas utama sebagaimana dijelaskan oleh al-Ghazali dan Nyazee. Setelah itu, kebutuhan al-nafs, al-nasl, al-‘aql dan al-māl. Disamping itu terdapat hubungan sebab akibat antara pemenuhan kebutuhan satu dengan pemenuhan kebutuhan lainnya. Orientasi ibadah merupakan pusat dari seluruh orientasi kemaslahatan. Hal ini berarti bahwa orientasi ibadah merupakan orientasi pertama yang harus diperjuangkan sebelum memperjuangkan orientasi lainnya. Tingginya prioritas pemenuhan orientasi ibadah oleh karena orientasi ibadah merupakan pondasi bagi terbangunnya tatanan kemaslahatan. Lemah terhadap salah satu orientasi akan berdampak kecil terhadap orientasi lainnya. Namun lemah pada orientasi ibadah akan menyebabkan runtuhnya tatanan kemaslahatan. Oleh karena itu, untuk membangun tatanan kemaslahatan, orientasi ibadah menjadi prioritas tertinggi. Orientasi ibadah adalah pusat kendali pergerakan ke-empat orientasi lainnya. Titik pusat orientasi ibadah merupakan titik pusat peredaran orientasi lain. Sebagaimana matahari sebagai pusat peredaran planet. Sebagaimana ka‟bah yang merupakan pusat dari pergerakan orang-orang yang sedang melaksanakan thawaf. Dapat dikatakan bahwa orientasi ibadah adalah pusat orbit ke-empat orientasi lainnya.
Orientasi ibadah adalah otak bagi orientasi lainnya. Artinya orientasi ibadah merupakan pusat komando bagi orientasi lain. Otaklah yang mengatur organ lain. Tanpa otak tentu saja fungsi organ lain menjadi tidak berfungsi sebagaimana layaknya437. Sama halnya dengan inti bumi yang mampu menggerakan lempeng tektonik bumi, maka orientasi ibadah mampu menggerakkan orientasi lain. Sebenarnya tanpa energi dari orientasi ibadah, orientasi lain masih tetap mampu berjalan dengan sendirinya. Hal ini karena masing-masing orientasi pada dasarnya memiliki nilainilai intrinsik masing-masing. Bagi orientasi lain, Orientasi ibadah menjadi gaya luar yang mampu memberikan percepatan pada masing-masing orientasi. Pergerakan yang dihasilkan oleh seluruh orientasi menjadi lebih besar. Gambar 3.4 Orientasi Ibadah Sebagai Pusat dari Seluruh Orientasi
437
Catatan peneliti: (mohon maaf tidak bermaksud untuk hal lain), ketiadaan salah satu anggota tubuh seseorang akan menyebabkan kehidupan orang tersebut hidup tidak sebagaimana kehidupan orang yang anggota tubunya lengkap namun demikian kehidupan orang tersebut masih dapat berjalan dengan baik, bahkan dengan kelebihan pada bagian tubuh lainnya, kehidupan orang yang tidak lengkap tersebut melebih kehidupan orang yang masih memiliki kelengkapan anggota tubuh. Namun tidak demikian halnya seseorang yang memiliki kekurangan pada otak, meskipun anggota tubuhnya lainnya lengkap, tetapi bila memiliki kekurangan pada otak, maka banyak anggota tubuh lainnya menjadi tidak berfungsi.
Orientasi Harta
Orientasi Jiwa
Orientasi Ibadah
Orientasi Akal
Orientasi Keturunan
Orientasi ibadah adalah mesin penggerak. Keberadaan mesin sangat penting bagi sebuah kendaraan. Tanpa mesin, kendaraan tidak mungkin dapat bergerak. Orientasi ibadah juga berperan sebagai persneling percepatan bagi kendaraan yang sedang bergerak, tanpa persneling, maka kendaraan tidak dapat meningkatkan percepatan. Orientasi ibadah adalah cara pandang atas terpeliharanya agama (h}ifz}u al-di>n). Agama Islam memiliki tiga aspek yaitu aqidah, shari>’ah dan akhlak. Agar fungsi orientasi ibadah dapat terwujud sebagaimana mestinya, maka pemahaman dan penerapan ke-tiga aspek menjadi sangat mutlak. Akhlak merupakan perwujudan pelaksanaan dari keseluruhan sistem agama Islam. Tanpa akhlak, maka agama Islam hanya merupakan tataran konsep tanpa aplikasi. Akhlak menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan makhluk Allah lainnya seperti malaikat, rasul, kitab-suci samawi, hari akhir, takdir, keluarga, tamu, tetangga, guru, lingkungan dll, maka orientasi ibadah harus mencakup seluruh hubungan ini. Untuk itu orientasi ibadah harus dapat menjawab pertanyaan „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana
menerapkan agama di kehidupan sehari-hari kepada Allah, kepada orang lain dan kepada mahkluk Allah lainnya?‟ Orientasi ibadah sebagai sentral energi dapat menggerakan tiap-tiap orientasi (Gambar 3.4). Seluruh orientasi yang menerima energi dari orientasi ibadah bereaksi terhadap energi orientasi ibadah. Orientasi jiwa memiliki kelembaman yang paling kecil dibandingkan dengan orientasi lain. Sehingga orientasi jiwa merespon orientasi ibadah lebih cepat dibandingkan orientasi lain. Orientasi ibadah akan meningkatkan jiwa menjadi lebih tenang, lembut, sabar, optimis dsbnya. Kondisi ini akan mempermudah tercapainya keselamatan diri, sehingga terpenuhinya orientasi jiwa438. Orientasi jiwa adalah cara pandang terpeliharanya jiwa (h}ifz}u al-nafs). Keberadaan jiwa sangatlah penting. Tanpa jiwa, tubuh tidak memiliki makna. Ketiadaan jiwa juga menyebabkan tubuh tidak berdaya. Jiwa yang menyebabkan wajah rupawan menjadi tidak menawan. Jiwa pula yang membuat makhluk hidup dapat tumbuh dan berkembang. Jiwa mendorong orang untuk memiliki cita-cita dan mencapainya. Begitu pentingnya jiwa, sehingga Islam memberlakukan hukum qis}as bagi seorang pembunuh bahwa orang yang telah menjadi penyebab jiwa seseorang tercabut, maka jiwa orang itupun harus dicabut439. Manusia terdiri atas dua komponen yaitu tubuh yang berdimensi fisik dan jiwa atau batin yang berdimensi non fisik. AlGhazali membagi jiwa dengan dua hal berbeda yaitu nafs / spirit 438
Hawa (2004) dalam Naail Mohammed Kamil, Ali Hussain AlKahtani dan Mohamed Sulaiman memberikan pendapat bahwa membersihkan jiwa melalui pelaksanaan ibadah seperti berdoa, shalat, zakah, haji, membaca alQuran dan berpuasa. Membaca al-Quran adalah cara yang siginifikan untuk menerangi jiwa dan ini merupakan pelengkap dari shalat, zakat, puasa dan haji dalam merealisasikan spiritualitas perilaku. Pada beberapa kasus, orientasi jiwa menjadi awal dari pemenuhan kebutuhan dasar, sebagaiaman dijelaskan oleh M. Umer Chapra dalam “The Islamic Vision of Development in the Light of Maqāsid Al-Sharī„ah, 2007. Namun demikian M. Umer Chapra juga menegaskan bahwa urutan pemenuhan kebutuhan dasar juga tergantung permasalahan yg dibahas. Hal ini dijelaskan pula dalam QS al-A’la> 87: 14-15.. 439 Ayat-ayat di dalam al-Quran yang mendefinisikan jiwa dengan nyawa atau ruh diantaranya QS al-Zumar 39: 42, QS al-Ma> idah 5: 45,
(sewaktu manusia hidup) dan ruh / soul (sewaktu manusia meninggal)440. Jiwa menurut al-Ghazali memiliki empat karakteristik sifat yang berbeda yaitu: karakteristik hewan (syahwat / nafsu memandu memenuhi keinginan hasrat), karakteristik setan (karakteristik jahat, buruk), karakteristik liar (imajinasi) dan karakteristik spiritual (sifat malaikat yang selalu beribadah). Orientasi jiwa harus dapat menjawab pertanyaan „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana mengelola jiwa‟. Orientasi keturunan adalah cara pandang terpeliharanya keturunan (h}ifz}u al-nasl). Keturunan adalah pewaris silsilah atau nasab. Tanpa keturunan silsilah akan terputus. Keturunan akan meneruskan tugas-tugas yang belum selesai dilakukan. Keturunan berarti meneruskan tongkat estafet kekhalifaan. Adanya keturunan berarti menjaga keberlanjutan kekhalifaan (sustainability). Untuk itu orientasi keturunan harus dapat menjawab pertanyaan „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan kepada anak / keturunan / keluarga? Bila kemampuan mengontrol diri jauh lebih baik, kesabaran diri tercapai, ketenangan jiwa mulai terasakan, maka akan berdampak kepada keluarga. Terciptalah keturunan yang saleh, anak-anak memiliki prestasi yang baik di bidang akademis ataupun non akademis, rumah tangga menjadi harmonis, sehingga tercapailah orientasi keturunan. Hal ini menciptakan kemaslahatan bagi keluarga. Ketenangan jiwa terpenuhi, keharmonisan keluarga terpenuhi, maka akan menjadikan diri dan keluarga lebih mudah untuk mengambil hikmah dari segala apa yang terjadi. Bercermin diri, mengoreksi dan mengevaluasi diri atas segala ujian yang diterima. Proses pembelajaran akan semakin sering dilakukan. Tentu saja proses pembejaran akan meningkatan proses perbaikan (corrective action), proses pencegahan (preventive action) juga
440
Al-Ghaza>li dalam Kamil, Mohammed Naail, Ali Hussain Al-Kahtani dan Mohamed Sulaiman, “The Components of Spirituality in the Business Organizational Context: the Case of Malaysia,“ Asian Journal of Business and Management Sciences1, No. 2: 166-180
proses peningkatan yang terus menerus (continuous improvement), tercapailah orientasi akal. Orientasi akal adalah cara pandang terpeliharanya akal (h}ifz}u al-‘aql). Fungsi akal adalah untuk merenung, memikirkan, mengevaluasi, muhasabah, atas tugas-tugas yang diemban oleh manusia. Hasil perenungan akan menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan pembelajaran secara berkesinambungan. Apabila fungsi akal tidak digunakan sebagaimana fungsinya, maka proses pembelajaran akan mandeg. Tidak ada perbaikan di dalam diri. Kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat akan terbengkalai. Untuk itu orientasi akal harus dapat menjawab pertanyaan „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan pembelajaran apa yang harus dilakukan?‟ Semakin sering melakukan proses pembelajaran, maka akan menggerakan fungsi humanisme pada diri sendiri dan keluarga bahwa ketenangan yang mereka dapatkan, kebaikan yang mereka terima, kesuksesan yang mereka dapatkan harus dibagikan kepada orang lain. Namun demikian untuk berbagi dengan orang lain diperlukan tambahan biaya. Tambahan dana dan tambahan harta. Oleh karenanya, diperlukan kegiatan-kegiatan lain dalam usaha meningkatkan kekayaan yang ditujukan untuk berbagi dengan orang lain. Bila tambahan harta kekayaan441 sudah didapat dan sudah dibagikan kepada orang lain, maka terpenuhilah kemaslahan dan terwujudlah orientasi harta. Gambar 3.5 Sinergitas dan Tata Kelola Lima Orientasi Mas}lah}ah „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, usaha apa yang harus dilakukan dalam mendapatkan harta kekayaan dan membelanjakan harta kekayaan? 441
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana mengelola jiwa?
Dalam kaitannya dengan pemenuhan kemaslahatan, al-Ghazali membagi pemenuhan harta kekayaan dengan 3 tingkatan yaitu kebutuhan (necessities), kenyamanan (comforts) dan kemewahan (luxuries). S. Mohammad Ghazanfar and Abdul Azim Islahi, “Economic Thought of al-Ghazali (450-505 A.H. / 1058-1111 A.D.), ”Islamic Economics Research Series, King Abdulaziz University (Jeddah, Saudi Arabia: Scientific Publising Centre King Abdulaziz University, October, 1997)
ORIENTASI HARTA
ORIENTASI JIWA
PEMENUHAN HARTA KEKAYAAN
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana kita menerapkan agama dikehidupan sehari-hari kepada Allah?
ORIENTASI AKAL
PEMENUHAN PEMBELAJARAN
PEMENUHAN JIWA ORIENTASI IBADAH PEMENUHAN AQIDAH
Shari>’ah PEMENUHAN AKHLAK :
ALLAH
MANUSIA
MAKHL UK
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana kita menerapkan agama dikehidupan seharihari kepada orang lain?
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan pembelajaran apa yang harus dilakukan?
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana kita menerapkan agama dikehidupan sehari-hari kepada makhluk Allah? ORIENTASI KETURUNAN
PEMENUHAN KELUARGA
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan kepada anak / keturunan / keluarga?
Orientasi harta adalah cara pandang terpeliharanya harta (h}ifz}u al-ma>l). Kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat hendaknya tidak hanya dinikmati sendirian. Justru bukanlah bernama selamat dan sukses apabila hanya dinikmati oleh diri sendiri. Selamat dan sukses harus dibagi kepada orang lain, tetapi untuk dapat berbagi keselamatan dan kesuksesan ternyata dibutuhkan tambahan uang, harta dan kekayaan. Untuk itu orientasi harta harus dapat menjawab pertanyaan „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, usaha
apa yang harus dilakukan dalam mendapatkan harta kekayaan dan membelanjakan harta kekayaan?‟ Lima orientasi kebutuhan dasar yaitu: orientasi ibadah, orientasi jiwa, orientasi keturunan, orientasi akal dan orientasi harta merupakan konsekuensi atau jawanban yang harus dilakukan agar pemenuhan kebutuhan dasar mencapai keseimbangan. Sinergitas dan tata kelola ke-lima orientasi mas}lah}ah dapat dijelaskan pada Gambar 3.5. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Mas}lah}ah Bisnis Dalam konteks bisnis, bisnis didirikan untuk merealisasikan tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Untuk itu bisnis hendaknya didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Oleh karenanya, pengelola bisnis harus menyadari dengan sepenuhnya bahwa bisnis yang mereka dirikan adalah sebagai sarana untuk memberikan kemaslahatan tidak hanya bagi diri sendiri dan keluarganya, tetapi juga kemaslahatan bagi orang banyak yaitu para pekerja dan keluarganya, pelanggan, vendor, mitra dan lingkungan442. Konsekuensinya adalah pengelolaan bisnis dilakukan bukan semata-mata karena keinginan pribadi, tugas, regulasi, kewajiban paksaan, tetapi sebagai sarana peribadatan kepada Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Memberi Rizki, Yang Maha Memberi Kesuksesan, Yang Maha Memberi Keselamatan. Kemaslahatan bisnis memiliki makna bahwa bisnis menciptakan nilai secara keberlanjutan443. Artinya kemaslahatan E.
442
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action (Boston: Harvard Business School Press, 1996). Kaplan tidak menganggap bahwa lingkungan sebagai keunggulan komptetif (competitive advantage) bisnis. Dia mengatakan bahwa dia pernah berdiskusi dengan pemimpin bisnis yang hendak memasukan kepedulian perusahaan terhadap lingkungannya ke dalam perspektif BSC, namun dia tidak setuju dengan pendapat tersebut. Selanjutnya dia menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada pengelola bisnis. 443 Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila anak Adam -yakni manusia- meninggal dunia, maka putuslah amalannya -yakni tidak dapat menambah pahalanya lagi-, melainkan dari tiga macam perkara, yaitu sedekah jariah atau ilmu yang dapat diambil
bisnis tidak dibatasi oleh usia bisnis atau usia pengelola bisnis. Kemaslahatan bisnis akan terus menerus mengalir bahkan ketika bisnis ataupun pengelola bisnis sudah meninggal dunia. Oleh karena itu, keberlanjutan kemaslahatan merupakan tujuan yang harus dijaga dan dipelihara. Tercapainya kemaslahatan dalam pengelolaan bisnis, sangat bergantung pada pemenuhan enam aspek orientasi bisnis yaitu orientasi ibadah, orientasi proses internal, orientasi tenaga kerja, orientasi pembelajaran, orientasi pelanggan dan orientasi harta kekayaan. Orientasi Ibadah adalah untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya agama di dalam bisnis. Orientasi ibadah merupakan jawaban atas pertanyaan „agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana bisnis menerapkan agama di kehidupan sehari-hari kepada Allah, stake holders dan lingkungan?‟. Kata ibadah yang dimaksudkan dalam orientasi ibadah adalah ibadah dalam arti yang sangat luas bukan ibadah dalam arti ritual peribadatan seorang manusia kepada Tuhannya. Ibadah dalam arti ritual peribadatan, dilakukan oleh seseorang di waktu tertentu (shalat,puasa, haji, zakat, qurban) atau pada tempat yang khusus (masjid, musola). Ibadah dalam orientasi ibadah memiliki makna, hadirnya Allah bagi seseorang pada setiap aktifitasnya. Seseorang melakukan sesuatu dengan kesadaran bahwa Allah melihat dan mendengar atas apa yang dilakukannya. Sehingga seluruh aktifitas yang dilakukannya, pada dasarnya adalah interaksi antara dirinya dengan Allah. Kehadiran Allah dalam seluruh aktifitas akan memberikan dampak kepada orang tersebut untuk senantiasa melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan Allah. Islam mengajarkan bahwa pelaku bisnis yang melakukan bisnis dengan kejujuran dan dia melakukan hal tersebut karena menjalankan perintah Allah, maka Allah akan memberikan balasan berupa pahala atau kebaikan di kehidupan akhirat kelak444. kemanfaatannya atau anak yang shalih yang suka mendoakan untuknya." (Riwayat Muslim) 444 Sayyid Fayyaz Ahmad, ”The Ethical Responsibility of Business: Islamic Principles and Implications,” Islamic Principles of Business
Dalam mengawal tugas manusia sebagai khalifah di bumi, Allah membekali manusia dengan berbagai petunjuk yang terkandung di dalam hukum shari>’ah. Segala sikap, perilaku yang dilakukan selalu merujuk pada ketentuan tersebut. Oleh karenanya, apapun yang dilakukan, hendaknya senantiasa didedikasikan untuk menjalankan amanah kekhalifaan. Itu berarti, apapun yang dilakukan pada dasarnya merupakan peribadatan makhluk kepada Yang Maha Memberikan Amanah kekhalifaan. Seseorang bersikap baik kepada orang lain bukan semata-mata karena dia mencintai orang tersebut. Bertutur kata dengan baik, sopan, santun, murah senyum bukan karena ingin dihargai oleh orang lain, tetapi oleh karena ketentuan yang telah diatur oleh Sang Maha Pencipta adalah demikian. Semuanya dilakukan karena semata-mata kecintaan kepada Sang Maha Pencipta. Gambar 3.6 Alur Hubungan Antar Manusia Allah
Pihak 1
Pihak 2
Gambar 3.6 menjelaskan bahwa bila salah satu pihak berinteraksi kepada pihak lain, maka hendaklah interaksi tersebut dilakukan oleh karena kecintaan kepada Allah bukan karena kecintaan kepada pihak lainnya445. Kondisi ini akan menciptakan Organization and Management (New Delhi: Qazi Publishers & Distributors, 1995). 445 Bila seseorang mencintai orang lain karena seseuatu yang dimiliki oleh orang tersebut secara langsung, maka apabila sesuatu tersebut berkurang atau bahkan tidak sebaik yang diduga, maka sudah pasti kecintaan kepada pihak tersebut akan berkurang atau menjadi hilang. Tetapi bila kecintaan kepada pihak lain oleh karena Allah, maka berkurang atau ketiadaan sesuatu yang dimiliki oleh
orientasi ibadah. Dapatlah dikatakan bahwa orientasi ibadah merupakan keterkaitan antara Islam, iman dan ihsan446. Penerapan agama secara konsisiten harus dikedepankan sebagai usaha untuk menjaga dan memelihara agama. Proses pihak lain tersebut tidak akan mengurangi atau bahkan menghilangkan kecintaan kepada pihak lain. Sebagai contoh: pelayanan kepada pelanggan dilakukan karena Allah, sehingga bila pada saat pelayanan, pelanggan tidak respek terhadap pelayanan yang diberikan, maka orang tersebut akan tetap berusaha memberikan respon sebaik-baiknya. Hal ini dilakukan karena dia mencintai Allah bukan sekedar karena ingin pelanggan puas. 446 Dari Umar RA juga, beliau berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi shollallohu „alaihi wasallam, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata: ”Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang islam.” Kemudian Rosululloh shollallohu‟alaihi wasallam menjawab: ”islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq disembah kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh. Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Alloh jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata: ”Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. (Rosululloh) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.”Orang tadi berkata: ”Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” Orang itu berkata lagi:”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.” (Beliau) mejawab:“Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata: ”Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” (Beliau) menjawab: ”Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orangorang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.” Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi SAW bersabda: ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu?”. Aku menjawab:”Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: ”Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.”(HR. Muslim).
penjagaan dan pemeliharaan agama harus dilakukan secara proaktif447, bukan bersifat protektif. Artinya pemeliharaan dan penjagaan agama harus dilakukan dengan cara menerapkan seluruh prinsip agama Islam secara holistik di kehidupan sehari-hari. Kebaikan yang dilakukan kepada Allah Sang Maha Pencipta, stake holders dan lingkungan adalah untuk mendapatkan kesuksesan hidup dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Hal ini berarti, melakukan kebaikan kepada Allah Sang Pencipta, stake holders dan lingkungan merupakan suatu musabab (sebab) untuk mendapatkan atau meraih tujuan hidup (akibat)448. Prinsip ini akan membawa kepada pemahaman bahwa kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat tidak akan dapat diraih apabila tidak melakukan kebaikan kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, stake holders dan lingkungan 449. Orientasi proses internal untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya jiwa bisnis. Orientasi proses internal merupakan jawaban atas pertanyaan ‟agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana mengelola proses internal?‟. Sebagaimana dijelaskan oleh al-Ghazali450 bahwa manusia terdiri atas dua komponen yaitu tubuh yang berdimensi fisik dan jiwa atau batin yang berdimensi non fisik. Tubuh adalah bagian dari manusia yang secara fisik dapat dilihat atau dirasakan karena tubuh memiliki sifat materi sedangkan jiwa atau batin tidak dapat dirasakan oleh panca indera karena bersifat non materi. Kedua komponen tersebut memegang peranan yang penting. Tubuhlah yang menjadi identitas seseorang. Nyawa tanpa tubuh akan menyebabkan orang menjadi takut. Hal yang sama dapat dijelaskan untuk entitas bisnis. Tubuh di dalam entitas bisnis adalah infrastruktur, IT, perlengkapan, Hal ini mengacu pada pendekatan al-wujud yang disampaikan oleh Abu Ishāq al-Shāt}ibi. 448 Lihat QS al-Baqarah 2: 25, 58, 112 449 Lihat QS al-Baqarah 2: 59, 81, 85 450 Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya’ Ulum al-Di>n, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997). 447
mesin, material, uang, gedung, jalur distribusi dsbnya451. Jiwa dari entitas bisnis adalah: sistem, tata nilai, strategi, kompetensi inti, budaya kerja, brand image dll. Orientasi tenaga kerja untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya keturunan. Orientasi tenaga kerja merupakan jawaban atas pertanyaan ‟agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan kepada tenaga kerja?‟. Keberlanjutan entitas bisnis dimaknai sebagai keberlanjutan kemanfaatan entitas bisnis bagi pengelola bisnis. Keberlanjutan kemanfaatan (sustainability of benefit) sangatlah penting. Pada saat seseorang meninggal dunia, maka terputuslah kesempatan untuk berbuat kebaikan. Tidak ada lagi usaha yang dapat dilakukan untuk menambah pahala kecuali tiga hal yaitu sedekah amal jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang senantiasa mendoakan orangtuanya452. Dapatlah dikatakan bahwa ketiga amalan tersebut adalah the real pasive income bagi umat manusia dalam meraih kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat453. Dapat dikatakan juga bahwa ke-tiga amalan di atas sebagai mesin penghasil pahala yang terus menerus menghasilkan pahala
451
Peneliti mengelompokan sumber daya yang bersifat materi atau fisik sebagai tubuh bagi entitas bisnis sedangkan sumber daya yang bersifat non materi ataupun non fisik sebagai jiwa dari entitas bisnis. 452 Pengaruh keturunan sangat penting bagi kehidupan.Hal ini pulalah yang menjadikan salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan untuk berumah tangga sebagaimana dinyatakan oleh Rasulallah “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dari Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani. 453 Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila anak Adam -yakni manusia- meninggal dunia, maka putuslah amalannya -yakni tidak dapat menambah pahalanya lagi-, melainkan dari tiga macam perkara, yaitu sedekah jariah atau ilmu yang dapat diambil kemanfaatannya atau anak yang shalih yang suka mendoakan untuknya." (Riwayat Muslim)
meskipun pemilik mesin sudah tidak produktif menghasilkan kebaikan. Hal yang sama terjadi juga pada bisnis. Bisnis harus memiliki keberlanjutan pahala meskipun pengelola bisnis telah meninggal dunia. Untuk mencapai hal tersebut, maka bisnis harus melakukan tiga hal yaitu banyak melakukan amal jariyah, banyak melakukan pembelajaran dan pendidikan dan mempersiapkan sistem talent yang baik. Orientasi tenaga kerja adalah proses peningkatan yang dilakukan dalam mempersiapkan talent agar estafet kepemimpinan berjalan lancar. Keberlanjutan kemanfaatan bisnispun terus berjalan. Pengelolaan talent untuk keberlanjutan kepemimpinan dilakukan dengan menempatkan tenaga kerja pada kedudukan yang tinggi. Ajaran Islam sangat memperhatikan kedudukan tenaga kerja di dalam bisnis. Sebelum pekerja mulai bekerja, mereka harus mengetahui upah yang akan diterimanya454. Upah buruh harus dibayarkan sesegera mungkin455. Rasulallah mengancam kepada pengelola bisnis yang tidak membayar upah456. Allah mengelompokan perbuatan dzalim terhadap buruh ke dalam kelompok dosa besar457. Choudhury458 menjelaskan bahwa upah individu harus sebanding dengan jumlah kerja dan katagori pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Jumlah kerja biasanya dihitung dengan man hours. Sementara katagori pekerjaan akan
454
Nabi Saw melarang memperkerjakan seorang buruh sebelum jelas upah yang akan diterimanya. (HR. An-Nasaa'i) 455 Berikanlah kepada buruh upahnya sebelum kering keringatnya. (HR. Abu Ya'la) 456 Ada tiga golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi musuhku. Barangsiapa menjadi musuhku, maka aku memusuhinya. Pertama, seorang yang berjanji setia kepadaku lalu dia ingkar (berkhianat). Kedua, seorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan uang harga penjualannya. Ketiga, seorang yang mengkaryakan (memperkerjakan) seorang buruh tapi setelah menyelesaikan pekerjaannya orang tersebut tidak memberinya upah. (HR. Ibnu Majah) 457 12. Menzhalimi upah terhadap buruh termasuk dosa besar. (HR. Ahmad) 458 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economic (New York: St. Martin‟s Press, 1986).
spesifik untuk masing-masing profesi. Hal ini menjelaskan bahwa upah pekerja berkaitan dengan produktifitas kerja. Doktrin ini sangat berbeda dengan pemahaman kapitalis. Kapitalis menempatkan tenaga kerja setara dengan barang. Ricardo459 menyebutkan bahwa buruh adalah sebagaimana halnya barang lainnya (other things) yang dibeli dan dijual dan yang mungkin bertambah atau habis secara kuantitas. Buruh memiliki kewajarannya dan harga pasar. Harga wajar buruh adalah harga yang diperlukan agar buruh mampu, antara satu dengan lainnya mendapatkan nafkah dan untuk mempertahankan kelompok buruh tanpa bertambah ataupun berkurang. Kekuatan buruh untuk mendukung dirinya dan keluarganya yang diperlukan untuk menjaga jumlah buruh, tidak bergantung pada jumlah uang yang dia terima dari gaji, tetapi bergantung pada jumlah makanan, kebutuhan dan kesenangan. Ke-tiganya sangat bergantung pada perilaku pembelanjaan. Dengan demikian, menurut Ricardo, upah wajar buruh bergantung pada harga makanan, kebutuhan dan kesenangan yang diperlukan untuk mendukung buruh dan keluarganya. Pandangan ini menunjukan bahwa upah buruh tidak berkaitan dengan produktifitas buruh, tetapi pada faktor eksternal. Bila harga makanan dan kebutuhan naik, maka upah buruh naik, bila harga makanan dan kebutuhan turun, maka upah buruhpun turun. Ricardo menjelaskan bahwa jumlah kelompok buruh harus dipertahankan. Apabila jumlah kelompok buruh meningkat, maka supply buruh bertambah, sehingga harga pasar buruh menurun. Bila jumlah kelompok buruh menurun, maka supply buruh menurun, sehingga harga pasar buruh bertambah. Agar jumlah buruh dapat dipertahankan, maka upah buruh tidak boleh terlalu jauh dari harga wajar. Dalam bahasa lain dapat dikatakan bahwa bila buruh sejahtera, maka keluarga buruh akan bertambah, jumlah buruh akan meningkat menyebabkan harga pasar buruh menjadi rendah, buruh akan menderita. Bila buruh tidak sejahtera, maka keluarga buruh akan berkurang, jumlah buruh akan menurun menyebabkan harga pasar buruh menjadi tinggi, pengusaha akan menderita. 459
David Ricardo, the Principles of Political Economy and Taxtion. (New York: Dover Publications Inc, 2004): 52
Manajemen bisnis seharusnya menyadari bahwa ketika tenaga kerja telah bergabung atau menjadi bagian dari entitas bisnis, pada hakekatnya Allah telah memilih tenaga kerja tersebut sebagai khalifah Allah dalam lingkup pengelolaan bisnis. Orientasi pembelajaran untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya akal. Orientasi pembelajaran merupakan jawaban atas pertanyaan ‟agar keselamatan hidup di dunia dan kesuksesan hidup di akhirat dapat berkelanjutan, kegiatan pembelajaran apa yang harus dilakukan?‟ Al-Ghazali 460 mendefinisikan akal dengan empat sebutan yaitu: i. Kualitas yang membedakan antara manusia dengan hewan, sehingga dengannya manusia dapat memahami dan meraih ilmu pengetahuan teoritis (nazaiyah) dan ilmu yang bersifat abstrak (fikriyah) 461. ii. Kata akal / intellect digunakan untuk memahami aksioma, memahami munculnya kemungkinan dari sesuatu yang mungkin terjadi atau memahami ketidakmungkinan dari sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Sebagai contoh adalah akal akan dapat memahami bahwa dua semestinya lebih besar daripada satu, tidaklah mungkin satu lebih besar daripada dua. Contoh lain adalah apabila seseorang hadir di suatu tempat, maka tidaklah mungkin pada saat yang bersamaan dia hadir di tempat yang lain iii. Kata akal / intellect digunakan untuk ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman (empiris) juga pendidikan. iv. Kata akal / intellect digunakan apabila kekuatan insting berkembang lebih dari yang umumnya. Biasanya orang yang memiliki insting demikian, dapat menceritakan kesudahan dari sesuatu. Akal diciptakan oleh Allah agar manusia dapat memahami tujuan Allah menciptakan dirinya yaitu sebagai khalifah di bumi. Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya‟ Ulum al-Di>n, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997). 461 QS al-Isra> 17:70 460
Allah memperlihatkan tanda-tanda kekhalifaan kepada manusia melalui penciptaan alam semesta. Tanda-tanda tersebut dituliskan oleh Allah pada al-Quran maupun hadist. Oleh karena itu, akal hendaknya digunakan oleh manusia untuk memikirkan alam semesta (kauniyah). Akal juga hendaknya digunakan untuk memikirkan ayat-ayat yang tersurat (kauliyah) di dalam pedoman hidup berupa a-Quran dan hadist. Pentingnya kedudukan akal pada diri manusia, dijelaskan oleh Allah pada banyak ayat di dalam al-Quran462. Al-Quran menjelaskan tentang orang yang menggunakan akal dengan kalimat „mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal‟, atau „Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal‟463. Sedangkan untuk orangorang yang tidak menggunakan akal pikirannya, al-Quran menyebut dengan kalimat „apakah kamu tidak berakal?‟, „apakah kamu tidak berfikir?‟464. Akal atau intelektual adalah sumber ilmu. Ilmu senantiasa terpancar dari akal. Terpancarnya ilmu dari akal sebagaimana cahaya terpancar dari matahari. Sebagaimana buah yang dihasilkan dari tumbuhan. Sebagaimana pandangan yang terpancar dari mata. Akallah yang membuat situasi gelap menjadi terang, dari yang awalnya tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari yang tadinya tidak memahami menjadi memahami, dari yang awalnya tidak mengenali sumber permasalahan menjadi mengenali sumber permasalahan465. Namun demikian akal memiliki keterbatasan. Akal hanya dapat menjangkau hal-hal yang bersifat nalar. Padahal di dalam 462
QS Yu>suf 12: 111, QS al-Shu’ara> 26: 28, QS al-T}ola>q 65: 10, QS al-Ma>idah 5: 58, 100, QS al-Baqarah 2: 179, 197, QS T}o>ha> 20: 54, 128, QS Hu>d 11: 78, 87, QS A>li ’imra>n 3: 7, QS al-Zumar 39: 17, 18, 21, 43, QS al-’Ankabu>t 29: 35, QS Ibra>hi>m 14: 52, QS al-Ja>siyat 45: 5, QS al-Ru>m 30: 28, QS al-Fajr 89: 5, QS al-Ra’d 13: 19. 463 QS al-Zumar 39: 18, 21, QS Yu>suf 12: 111, QS al-Shu’ara> 26: 28, QS al-Thala>q 65: 10 464 QS al-Ma>idah 5: 58, QS al-Jin 72: 4 465 Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya‟ Ulum al-Di>n, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997).
kehidupan, banyak hal yang tidak dapat dijangkau dengan nalar. Untuk menjangkau hal yang demikian, pendekatannya adalah keimanan. Akal adalah insting yang dipersiapkan oleh Allah bagi manusia untuk mengenali berbagai macam informasi bersifat nalar. Selanjutnya Allah menciptakan hati untuk menjangkau hal-hal yang bersifat tidak nalar. Proses pembelajaran yang terlalu menekankan akal tanpa melibatkan hati terbukti telah berdampak buruk dan fatal bagi entitas bisnis. Kasus dibubarkannya Arthur Andersen pada tahun 2002 menjadi pelajaran berharga buat kita semua. Andersen 466 adalah perusahaan jasa profesional terbesar di dunia dengan staff berjumlah 85.000 orang tersebar di delapan puluh empat negara. Pendapatan Andersen mencapai lebih dari US $ 9 milyard. Andersen membuat standar bagi akunting yang jujur dan taat hukum. Munculah slogan „ada jalan Andersen dan ada jalan yang salah‟. Filosofi Andersen diajarkan kepada seluruh pegawainya di seluruh dunia melalui berbagai team building dan berbagai latihan yang dapat meningkatkan moral. Seorang pegawai Andersen mendapatkan pelatihan selama 135 jam467 dalam setahun. Budaya etika yang diterapkan oleh Andersen adalah budaya etika yang mengedepankan akal dibandingkan dengan hati. Budaya etika demikian, tidak memiliki kekuatan yang menghujam ke dasar hati sanubari para individu Andersen. Andersen pun bubar pada tahun 2002 yang disebabkan oleh pelanggaran etika dari para pengelolanya Agar hati dapat menjadi pendamping akal dalam proses pembelajaran, maka hati harus diberikan makanan. Bila hati tidak diberikan makanan, maka hati bisa menjadi mati. Makanan hati adalah ilmu dan ilmu diperoleh melalui akal. Artinya Sinergitas antara akal dan hati sangat dibutuhkan oleh manusia dalam proses pembelajaran. Duet pasangan antara akal dan hati telah 466
N. Craig Smith dan Michelle Quirk, “From Grace to Disgrace: the Rise & Fall of Arthur Andersen,” Journal of Business Ethics Education I, No. 1 (2004) 467 Dalam dunia pengembangan sumber daya manusia (HRD) disebut man days yaitu jumlah rata-rata hari pelatihan yang diikuti oleh seorang pekerja dalam setahun. 135 mandays berarti seorang pekerja mengikuti pelatihan ratarata 135 hari dalam setahun.
dipersiapkan oleh Allah untuk manusia dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagai khalifah di bumi. Akal dan hati membuat manusia menjadi pribadi pembelajar. Orientasi pelanggan adalah untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya hubungan dengan pelanggan. Orientasi pelanggan merupakan jawaban atas pertanyaan ‟agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan bagi pelanggan?‟ Pelanggan merupakan faktor yang sangat penting dan sangat menentukan bagi bisnis. Pelanggan adalah representasi dari jumlah kebutuhan (demand). Tidak ada bisnis bila tidak ada kebutuhan, sehingga tidak ada bisnis bila tidak ada pelanggan.. Ukuran bisnis dan kemampuan bisnis untuk berkelanjutan (sustainability) juga sangat bergantung pada pelanggan. Berdasarkan pemikiran tersebut, diperlukan adanya penyesuaian terhadap penerapan konsep mas}lah}ah bagi bisnis yaitu dengan ditambahkannya orientasi pelanggan. Pelanggan adalah perantara atas rizki yang diberikan oleh Allah kepada bisnis. Artinya semakin banyak pelanggan akan berbanding lurus dengan rizki yang akan didapatkan. Semakin dekat dengan pelanggan tentunya juga akan memperbesar peluang untuk mendapatkan rizki. Namun demikian pelanggan hanyalah media perantara untuk mengunduh rizki yang telah ditentukan oleh Allah sebagai Yang Maha Pemberi Rizki. Allah lah penentu besar–kecilnya rizki yang diterima. Bila Allah menyampaikan rizki kepada bisnis melalui pelanggan, bukanlah berarti bahwa Allah tidak dapat memberikan rizki tersebut secara langsung. Allah menggunakan media pelanggan untuk menghantarkan rizki dengan tujuan agar bisnis dapat berinteraksi atau berakhlak baik terhadap pelanggan. Interaksi antara entitas bisnis dengan pelanggan tidak semata-mata hubungan ekonomis transaksional antara pihak yang membutuhkan produk atau jasa dengan pihak yang memberikan produk atau jasa. Allah juga menjadikan interaksi antara keduanya sebagai hubungan sosial dalam rangka merealisasikan kewajiban manusia sebagai khalifah Allah.
Orientasi harta kekayaan adalah untuk menjelaskan terjaga dan terpeliharanya harta. Orientasi harta kekayaan merupakan jawaban atas pertanyaan „‟agar keselamatan hidup di dunia dan kesuksesan hidup di akhirat dapat berkelanjutan, usaha apa yang harus dilakukan dalam mendapatkan harta kekayaan dan membelanjakan harta kekayaan?‟ Harta kekayaan (al-ma>l) adalah segala sesuatu yang dicintai oleh manusia468. Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia sangat mencintai hal-hal yang bersifat materi seperti wanita-wanita, anakanak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Harta kekayaan diperlukan untuk beraktifitas. Tanpa harta, umat manusia tidak dapat beraktifitas secara optimal. Namun sayang banyak yang salah dalam mempersepsikan harta. Harta lebih sering dijadikan sebagai tujuan. Berbagai cara dan strategi dilakukan untuk mendapatkan harta. Harta menjadi tujuan utama. Oleh karena itu, tata cara dalam memperoleh harta tidak diperhatikan. Batas halal dan haram diabaikan padahal tata cara memperoleh harta akan berdampak pada keberkahan harta. Harta yang tidak berkah akan menyebabkan munculnya pengeluran tidak terduga. Harta yang diperoleh dapat kembali habis tidak bersisa, hal ini karena harta kekayaan bersifat reversible. Tidak sedikit seorang kaya raya, hartanya kembali habis tak bersisa. Terjadi juga pejabat pemerintah yang korup, sisa hari tuanya harus dihabiskan di penjara. Ajaran Islam mengajarkan bahwa harta digunakan sebagai media atau alat untuk mencapai tujuan. Baik tujuan jangka pendek yaitu kesuksesan hidup di dunia maupun tujuan jangka panjang yaitu keselamatan hidup di akhirat. Islam mengatur kedudukan harta sebagai berikut: i. Harta adalah titipan Allah469 bukan milik manusia. Kepemilikan manusia terhadap harta bersifat nisbi (tidak 468
469
QS A>li ‘imra>n 3: 14
QS al-Nu>r 24: 33, sebagian ayat tersebut mengatakan „dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu‟
mutlak). Sebagai konsekuensinya, kepemilikan terhadap harta berprinsip amanah atau akan ada pertanggungjawaban di akhirat. ii. Proses mendapatkan dan membelanjakan harta kekayaan harus sesuai shari>’ah 470. Tata cara mendapatkan dan membelanjakan harta kekayaan akan berdampak pada keberkahan harta. Harta yang tidak berkah akan menyebabkan munculnya pengeluaran tidak terduga. Sebaliknya bila tata cara mendapatkan dan membelanjakan sesuai aturan yang diberikan oleh Allah, maka Allah akan menambah harta titipanNya. iii. Sudut pandang pemanfaatan harta kekayaan tidak hanya untuk tujuan yang bersifat duniawi, tetapi juga untuk ukhrowi471. Harta akan mendapatkan keberkahan apabila dimanfaatkan di jalan yang benar (halal) dan baik. Halal berarti cara mendapatkan harta dan membelanjakannya dilakukan sesuai dengan tuntutan shari>’ah. Sedangkan makna baik berarti cara mendapatkan harta dan membelanjakannya dilakukan dengan cara yang baik sesuai kaidah etika sosial kemasyarakatan. Adaptasi konsep mas}lah}ah untuk bisnis selengkapnya adalah sebagaimana dijelaskan Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Enam Orientasi Mas}lah}ah untuk Bisnis
470
471
Qal-Nisa> 4: 29, QS al-Nahl 16: 114 QS al-‘Ankabu>t 29: 64
ORIENTASI HARTA KEKAYAAN PEMENUHAN HARTA KEKAYAAN
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, usaha apa yang harus dilakukan dalam mendapatkan dan membelanjakan harta kekayaan?
ORIENTASI PELANGGAN
ORIENTASI PROSES INTERNAL
PEMENUHAN PELANGGAN
PEMENUHAN PROSES INTERNAL
PEMENUHAN PEMBELAJARAN
PEMENUHAN AQIDAH - SHARIAH PEMENUHAN AKHLAK LINGKUNGAN
ORIENTASI PEMBELAJARAN
ORIENTASI IBADAH
STAKEHOLDER
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana bisnis menerapkan agama dikehidupan sehari-hari kepada Allah?
ALLAH
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan bagi pelanggan?
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana bisnis menerapkan agama dikehidupan seharihari kepada lingkungan?
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana bisnis menerapkan agama dikehidupan sehari-hari kepada stakeholder?
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan pembelajaran apa yang harus dilakukan?
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana mengelola proses internal?
ORIENTASI TENAGA KERJA PEMENUHAN TENAGA KERJA
Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan kepada tenaga kerja?
BAB IV PENGEMBANGAN MODEL SISTEM KINERJA BISNIS BERBASIS MAQA>S}ID AL-SHARI>’AH
Penelitian ini mengembangkan sistem kinerja MaSC yaitu sistem kinerja bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah dengan landasan konsep mas}lah}ah. Sistem pengukuran kinerja ini didukung oleh beberapa alat manajemen yaitu empat varibel Balanced Scorecard (BSC)472 sebagai variabel pengukuran dan siklus Plan –Do – Check – Action (PDCA) sebagai metodologi pengukuran. Sistem kinerja MaSC dikembangkan dengan 473 mempertimbangkan pendekatan „radar‟ . Radar berarti results, approach, deploy, assess and refine. Sistem kinerja MaSC berorientasi pada hasil. Sistem ini terintegrasi dengan perencanaan dan pengembangan pendekatan yang menghubungkan pencapaian di saat ini dan di masa datang. Sistem kinerja MaSC memiliki tahapan sosialisasi yang dilakukan secara sistematis untuk mempermudah penerapan sistem kinerja dan melibatkan seluruh staff. Sistem kinerja MaSC tidak hanya melakukan proses pengukuran kinerja, tetapi melakukan pula proses tinjau ulang atau review melalui proses monitoring dan analisis terhadap hasil yang dicapai. Hasil review selanjutnya menjadi bahan pembelajaran untuk perbaikan di masa datang. Sistem kinerja MaSC memenuhi delapan kriteria sistem pengukuran kinerja yang baik, sebagaimana dijelaskan oleh Max Moullin474. Moullin menjabarkan delapan kriteria sistem pengukuran kinerja yang baik yaitu penggunaan keseimbangan ukuran yang menggambarkan seluruh aktiftas dan area, memastikan bahwa apa yang diukur adalah permasalahan yang terkait dengan user (pengguna) dan stake holders, melibatkan 472
Robert S Kaplan and David P Norton, Balanced Scorecard, Translating Strategy Into Action (Boston: Harvard Business School Press, 1996). Pada halaman 22, Kaplan menyebutkan bahwa Balanced Scorecard is a strategic performance management system that enables Organization to translate its vision, mission and strategy into a set of measurable actions. 473 M. Sokovic, D. Pavletic, K. Kern Pipan, “Quality Improvement Methodologies – PDCA Cycle, RADAR Matrix, DMAIC and DFSS,” Journal of Achievement in Materials and Manufacturing Engineering 43, No 1 (November 2010). 474 Max Moullin, “Eight Essentials of Performance Measurement,” International Journal of Health Care Quality Assurance 17, No 3 (2004).
seluruh staff dalam menentukan ukuran, memasukan ukuran yang bersifat persepsi juga memiliki indikator kinerja, menggunakan kombinasi antara outcome dan ukuran proses, memasukan unsur biaya efektifitas dan nilai yang dihantarkan kepada pelanggan, memiliki sistem yang jelas untuk menterjemahkan strategi organisasi ke dalam ukuran-ukuran kinerja dan yang terakhir, sistem pengukuran kinerja harus berpola pada perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) bukan sistem yang lebih banyak menyalahkan sesuatu apabila kinerja tidak sesuai dengan harapan (target). Sistem kinerja MaSC mencakup seluruh proses di dalam bisnis. Hal ini berarti sistem kinerja MaSC memenuhi kriteria sebagai sistem pengukuran kinerja yang baik menurut Andy Neely475. Neely menjelaskan bahwa area di dalam bisnis yang kinerjanya harus diukur adalah dari sisi akunting, marketing dan operasi. Sistem kinerja MaSC terdiri atas enam aspek pengukuran kinerja yang masing-masing aspek disebut orientasi. Ke-enam orientasi tersebut adalah orientasi ibadah, orientasi proses internal, orientasi tenaga kerja, orientasi pembelajaran, orientasi pelanggan dan orientasi harta kekayaan. Kemaslahatan akan tercapai apabila masing-masing orientasi kemaslahatan terpenuhi secara seimbang476. Sistem kinerja MaSC menggunakan empat varibel utama pengukuran kinerja sebagaimana digunakan oleh BSC477. Ke-empat variabel tersebut adalah i. Sasaran Strategis yaitu merupakan jawaban atas pertanyaan „apa yang kita lakukan untuk mendapatkan kesuksesan?‟
475
Andy Neely, Business Performance Measurement, Theory and Practice (Cambridge: Cambridge University Press, 2004). 476 M. Houssem Eddine Bedoui, “Shari„a-based ethical performance measurement framework,” Chair for ethics and Financial Norms (January 2012). 477 Robert S. Kaplan dan David P. Norton, “Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management System,” Harvard Business Review (1996).
ii.
Ukuran yaitu merupakan jawaban atas pertanyaan „Parameter apa yang akan kita gunakan untuk mengetahui bahwa kita mendapatkan kesuksesan? iii. Target yaitu merupakan jawaban atas pertanyaan „Nilai kuantitatif apa yang akan kita gunakan untuk menentukan kesuksesan‟. iv. Inisiatif Strategis yaitu merupakan jawaban atas pertanyaan „Apa yang akan kita lakukan untuk mencapai sasaran strategis?‟. Dalam melakukan pengukuran, sering ditemukan satu kebutuhan untuk menjelaskan ukuran dengan lebih rinci, oleh karena itu diperlukan variabel tambahan yaitu formula. Formula berarti rumus atau cara menghitung ukuran atau merupakan jawaban atas pertanyaan „Bagaimana cara menghitung ukuran? Dengan demikian, sistem kinerja MaSC menggunakan lima variabel pengukuran yaitu sasaran strategis, ukuran, formula, target dan inisiatif strategis. A. Siklus PDCA Sistem Kinerja MaSC Siklus PDCA identik dengan sistem manajemen Jepang. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena meskipun Deming adalah pemrakarsa siklus PDCA namun Bangsa Jepanglah yang mempopulerkan siklus ini. Pada masa pasca Perang Dunia II dimana Negara Jepang mengalami kehancuran akibat bom atom dari negara sekutu di Hiroshima dan Nagasaki. Bangsa Jepang mendapatkan pengajaran siklus PDCA dari Deming melalui perkuliahan yang dilakukan pada tahun 1950. Bangsa Jepang selanjutnya menerapkan siklus PDCA pada kegiatan Quality Control (QC) dan Total Quality Control (TQC) di bidang bisnis terutama manufaktur. Berkat penerapan siklus PDCA, Bangsa Jepang bangkit dari keterpurukan akibat kekalahan ketika Perang Dunia II. Industri Jepang mulai merambah dunia. Jepang bangkit dalam segala aspek kehidupan. Pada tahun 1970-an industri Jepang sudah benar-benar menguasai dunia. Bangsa Amerika mulai mengadopsi siklus PDCA pada tahun 1986 melalui perkuliahan yang dilakukan oleh Deming. Ketertarikan Amerika menerapkan siklus PDCA pada segala sisi
kehidupan terutama industri dan bisnis tidak terlepas dari keberhasilan Jepang dalam mengadopsi siklus PDCA. Itu artinya Amerika sebagai negara maju, saat itu sudah terlambat 30 tahun dibandingkan Jepang. Penerapan siklus PDCA bagi industri dan bisnis pada dasarnya adalah penerapan metodologi sain dan tekhnologi ke dalam kedua bidang tersebut. Siklus PDCA adalah siklus empat langkah pemecahan masalah yang meliputi plan (mendefinisikan problem dan hipotesis tentang penyebab masalah dan usulan solusi), do (menerapkan solusi), check (mengevaluasi hasil) dan action (mengambil tindakan perbaikan bila hasil tidak sesuai harapan atau melakukan standardisasi juga peningkatan apabila hasil sesuai dengan harapan)478. PDCA menekankan pencegahan terhadap berulangnya kesalahan yang sama. Oleh karena itu langkah standardisasi sangat penting untuk dilakukan479. Siklus PDCA adalah pendekatan manajemen yang bersifat generik. Siklus ini memiliki kelebihan dapat diaplikasikan pada segala jenis aktifitas. Pengembangan langkah-langkah pada proses siklus PDCA dilakukan sesuai kebutuhan. Sebagai contoh dalam lingkup proses peningkatan (improvement), siklus PDCA diadaptasi menjadi enam langkah proses peningkatan480 yaitu: mendefinisikan kemungkinan untuk peningkatan, menggambarkan proses saat ini, melakukan analisa proses saat ini, merencanakan dan menerapkan perubahan, melakukan dengan cara yang baru, memvalidasi perubahan dan meneruskan proses peningkatan. 478
Ronald Moen, Clifford Norman, “Evolution of the PDCA Cycle, http://pkpinc.com/files/NA01MoenNormanFullpaper.pdf (diakses 10 September 2012). 479 Langkah standardisasi dapat diibaratkan sebagai pengganjal pada kendaraan, agar kendaraan tidak mundur ke belakang apabila sedang berhenti di suatu tanjakan maka roda kendaraan harus diganjal. Dalam hal ini agar kesalahan yang sama tidak terjadi kembali setelah dilakukan tindakan perbaikan maka diperlukan pengganjal berupa standardisasi. 480 “The PDCA Improvement Process, A Guide to Foster Continuous Improvement, Customer Satisfaction and Teamwork,” Quality Journal, April, 1995, http://logmgt.nkmu.edu.tw/news/articles/The%20PDCA%20Improvement%20Pr ocess.pdf (diakses 14 September 2012).
Penerapan siklus PDCA sebagai metodologi pengukuran kinerja pada sistem kinerja MaSC disesuaikan dengan kebutuhan. Aplikasi siklus PDCA adalah: plan merencanakan pengukuran, do melaksanakan pengukuran, check mengevaluasi proses pengukuran kinerja dan action memperbaiki, standardisasi kinerja dan meningkatkan kinerja. Sistem kinerja MaSC dilakukan dengan motodologi siklus sebagaimana (Gambar 4.1.). Terdapat sembilan langkah sistem kinerja MaSC. Oleh karena itu metodologi sistem kinerja MaSC disebut juga dengan sembilan langkah sistem kinerja MaSC. Pengelompokan sembilan langkah sistem kinerja MaSC adalah sebagaimana (Gambar 4.2). Gambar 4.1 Siklus PDCA Sistem Kinerja MaSC. Mengidentifikasi fondasi kemaslahatan yang diperlukan oleh tiap-tiap orientasi bisnis untuk mencapai kemaslahatan Melakukan perbaikan dan peningkatan
9
Melakukan evaluasi hasil pengukuran kinerja
Menentukan perilaku yang dibutuhkan oleh tiap-tiap orientasi bisnis untuk mencapai kemaslahatan
1 2
8
3
7 Melakukan pengukuran kinerja
Menentukan sasaran strategis tiap-tiap orientasi bisnis
6 4 Menentukan inisiatif strategis
5 Menetapkan target tiap-tiap ukuran yang ingin dicapai
Menentukan ukuran dan Formula untuk mengukur kinerja tiap-tiap orientasi bisnis
Langkah pertama sistem kinerja MaSC adalah mengidentifikasi fondasi yang diperlukan untuk mencapai orientasi kemaslahatan. Langkah ini merupakan langkah mengidentifikasi infrastruktur yang harus disediakan untuk satu orientasi kemaslahatan. Sebagaimana halnya fungsi fondasi pada sebuah bangunan. Fondasi kemaslahatan merupakan infrastruktur fital yang harus tersedia. Tanpa fondasi yang kuat, bangunan kemaslahatan tidak akan tahan terhadap goncangan. Bangunan kemaslahatan akan mudah roboh dan tidak bertahan lama. Gambar 4.2 Pengelompokan Langkah Sistem Kinerja MaSC Sesuai Siklus PDCA
ACTION
PLAN
(LANGKAH 9
(Langkah 1-6)
CHECK
DO
(Langkah 8)
(Langkah 7)
Langkah ke-dua sistem kinerja MaSC adalah mendapatkan perilaku yang dibutuhkan bagi tiap-tiap orientasi kemaslahatan untuk mencapai kemaslahatan. Perilaku kemaslahatan adalah sikap, sifat, perilaku, nilai yang harus dimiliki oleh entitas bisnis sebagai modal dasar menjadi entitas bisnis yang memberikan kemanfaatan untuk seluruh stake holders. Langkah ke-tiga sistem kinerja MaSC adalah menentukan sasaran strategis pada masing-masing orientasi kemaslahatan. Sasaran strategis merupakan sasaran perantara menuju bisnis yang
berkemaslahatan. Sasaran strategis berfungsi sebagai batu pijakan dari serangkaian tangga kemaslahatan. Langkah ke-empat sistem kinerja MaSC adalah menentukan ukuran dan formula untuk mengukur kinerja MaSC. Ukuran merupakan indikator yang menunjukan keberhasilan atau kesuksesan entitas bisnis dalam mencapai sasaran strategis. Sementara formula adalah pendekatan, rumus atau cara menghitung ukuran. Langkah ke-lima sistem kinerja MaSC adalah menetapkan target yang ingin dicapai. Target dapat berbentuk waktu, prosentase, jumlah, frekuensi, rasio dll. Agar target mudah untuk dimengerti oleh seluruh tingkatan di dalam bisnis, target sebaiknya berbentuk kuantitatif. Target dapat saja berbentuk kualitatif, tetapi agar mudah dimengerti, target sebaiknya disusun dalam suatu range atau interval. Langkah ke-enam sistem kinerja MaSC adalah menentukan inisiatif strategis yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran strategis. Inisiatif strategis adalah action plan yang akan dilakukan oleh entitas bisnis dalam rangka mencapai sasaran strategis. Langkah pertama hingga ke-enam merupakan penjabaran proses perencanaan (plan). Perencanaan pengukuran kinerja merupakan langkah yang sangat penting dalam sebuah proses pengukuran kinerja. Ketepatan dalam merencanakan pengukuran kinerja akan menentukan ketepatan dan keakuratan hasil pengukuran kinerja bisnis. Bila perencanaan kurang teliti maka pengukuran kinerja bisnis akan menghasilkan keputusan yang bias. Langkah ke-tujuh sistem kinerja MaSC adalah melaksanakan pengukuran (do). Kinerja MaSC diukur melalui dua area yaitu kinerja proses kemaslahatan dan kinerja hasil kemaslahatan. Kinerja proses kemaslahatan adalah kinerja bisnis dalam menerapkan sistem kinerja MaSC. Sedangkan kinerja hasil kemaslahatan yaitu outcome kinerja kemanfaatan bisnis yang dirasakan oleh seluruh stake holders. Pengukuran kinerja proses (process oriented) kemaslahatan dilakukan dengan membandingkan antara penerapan setiap langkah kinerja MaSC terhadap standar sembilan langkah sistem kinerja MaSC. Pengukuran kinerja proses dihitung dengan:
∑ P(p) i =
= Kinerja proses MaSC = Bobot langkah ke-i kinerja MaSC = Langkah ke-i kinerja MaSC 1, 0,
langkah kinerja kemaslahatan diterapkan langkah kinerja kemaslahatan tdk diterapkan
Bobot setiap langkah kinerja MaSC ( ) adalah sebesar 0,111, diperoleh dari 100% / 9 langkah kinerja MaSC. Bobot setiap langkah kinerja MaSC memiliki nilai yang sama. Pertimbangannya adalah keseimbangan pemenuhan kemaslahatan. Kinerja proses kemaslahatan memiliki range antara 0,000 sampai dengan 1,000. Entitas bisnis yang memiliki nilai kinerja proses kemaslahatan sebesar 0,000 berarti entitas bisnis tidak menerapkan kinerja MaSC. Entitas bisnis yang memiliki nilai kinerja proses kemaslahatan sebesar 1,000 berarti entitas bisnis menerapkan kinerja MaSC secara penuh. Pengukuran kinerja hasil (result oriented) kemaslahatan dilakukan dengan mengukur hasil pencapaian kinerja MaSC. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan antara pencapaian kinerja hasil setiap orientasi kemaslahatan terhadap target masingmasing orientasi kemaslahatan yang sudah ditetapkan. Pengukuran kinerja hasil kemaslahatan dihitung dengan ∑
P(r) I
= Kinerja hasil MaSC = Orientasi ke-i kinerja MaSC = Jumlah target yang tercapai pada orientasi ke-i kinerja kemaslahatan = Jumlah target yang ditetapkan pada orientasi ke-i
kinerja MaSC = bobot orientasi ke-i kinerja MaSC Bobot setiap orientasi kemaslahatan ( ) adalah sebesar 0,166, diperoleh dari 100% / 6 orientasi kemaslahatan bisnis. Bobot setiap orientasi kemaslahatan bisnis memiliki nilai yang sama. Pertimbangannya adalah keseimbangan pemenuhan kemaslahatan. Kinerja hasil kemaslahatan memiliki range antara 0,000 sampai dengan 1,000. Entitas bisnis yang memiliki nilai kinerja hasil kemaslahatan sebesar 0,000 berarti entitas bisnis tidak memberikan kemaslahatan bagi stake holders. Entitas bisnis yang memiliki nilai kinerja hasil kemaslahatan sebesar 1,000 berarti entitas bisnis memberikan kemaslahatan secara penuh kepada stake holders. Sistem kinerja MaSC dilakukan dengan dua metode yaitu pengukuran kinerja hasil (result oriented) kemaslahatan dan pengukuran kinerja proses kemaslahatan (process oriented). Hal ini mengacu pada481 Amartya Kumar Sen bahwa untuk penciptaan kesejahteraan mengacu pada dua perspektif yaitu pencapaian aktual (the extent of achievement) dan kebebasan untuk mencapainya (freedom to achieve). Pengukuran kinerja hasil kemaslahatan adalah the extent of achievement yaitu obyek pencapaian kinerja. Sementara pengukuran kinerja proses kemaslahatan adalah menunjukan kebebasan maupun kesempatan yang dimiliki bisnis dalam mewujudkan kemaslahtan (freedom to achieve). Langkah ke-delapan sistem kinerja MaSC adalah melakukan evaluasi (check) atau analisis terhadap hasil sistem kinerja MaSC pada masing-masing orientasi kemaslahatan. Entitas bisnis melakukan evaluasi target mana yang sudah tercapai dan target mana yang belum tercapai. Langkah ke-sembilan sistem kinerja MaSC terdiri atas tiga sub aktifitas yaitu: mengambil tindakan perbaikan, tindakan pencegahan atau tindakan peningkatan, melakukan standardisasi dan merencanakan kinerja MaSC selanjutnya. Tindakan perbaikan dan peningkatan dilakukan setelah entitas bisnis melakukan evaluasi. Apabila hasil pengukuran menunjukan bahwa kinerja 481
Amartya Kumar Sen, Inequality Reexamined (UK: Oxford Clarendon Press, 1992)
yang dicapai adalah sesuai dengan harapan (selisih bernilai positip) maka entitas bisnis melakukan proses peningkatan (improvement) dan inovasi. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja agar menjadi lebih baik lagi. Apabila hasil pengukuran menunjukan bahwa kinerja yang dicapai tidak sesuai dengan harapan (selisih bernilai negatif) maka entitas bisnis melakukan tindakan perbaikan (corrective action) 482. dan tindakan pencegahan (preventive action)483. Proses perbaikan dan pencegahan dilakukan dengan memastikan bahwa sumber utama permasalahan (root cause) sudah ditemukan. Bila tindakan perbaikan atau pencegahan dilakukan bukan pada penyebab utama, maka hasil perbaikan tidak akan menghilangkan sumber permasalahan utama sehingga terdapat probabilitas yang tinggi dimana permasalahan yang sama akan timbul kembali. Hal ini mengakibatkan pencapaian kinerja pada periode berikutnya tidak akan mencapai target yang diharapkan. Tindakan perbaikan dan tindakan peningkatan selanjutnya distandardisasi menjadi suatu ketetapan yang harus secara kontinyu dilakukan oleh setiap komponen di dalam entitas bisnis. Selanjutnya entitas bisnis membuat perencanaan kinerja MaSC berikutnya. Hal ini merupakan penghubung antara satu siklus kinerja MaSC dengan siklus kinerja berikutnya. B. Orientasi Ibadah atau Worship Sebagai Cara Pandang atas Terpeliharanya Agama (H}ifz}u al-Di>n) Bisnis membutuhkan tuntunan tata nilai baik berbentuk perintah maupun berbentuk larangan yang seluruhnya terdapat pada agama. Agama Islam adalah agama universal yaitu agama yang keberadaannya melintasi batas ruang dan waktu. Islam sudah ada sejak orang pertama di bumi diciptakan dan Islam pun ada hingga akhir jaman nanti. Islam melingkupi seluruh ruangan atau tempat, 482
Dalam Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 Klausul 8.5.2. Tentang Tindakan Korektif disebutkan bahwa tindakan korektif atau tindakan perbaikan adalah tindakan yang diambil untuk menghilangkan penyebab ketidak sesuaian untuk mencegah terulangnya suatu kejadian. 483 Dalam Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 Klausul 8.5.3. Tentang Tindakan Preventif disebutkan bahwa tindakan preventif atau tindakan pencegahan adalah tindakan yang diambil untuk menghilangkan penyebab yang berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian.
bukan hanya sebatas negara, benua, bumi bahkan seluruh jagad alam raya semesta. Agama Islam adalah agama yang komprehensif dimana ajaran Islam melingkupi seluruh sisi kehidupan, tidak hanya ideologi, politik, ekonomi, sosial juga budaya. Oleh karenanya berpegang teguh kepada agama sangatlah penting. Tiga aspek yang dimiliki oleh agama Islam yaitu: aqidah, shari>’ah dan akhlak memiliki perannya masing-masing. Aqidah484 adalah keimanan yang benar dan kuat di dalam hati setiap mukmin. Aqidah berarti beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhirat dan takdir (qadar) baik / buruk485. Beriman kepada Allah dalam tiga aspek yaitu iman terhadap rububiyah Allah, beriman terhadap uluhiyah Allah dan beriman pada nama-nama Allah (asmaul husna) dan sifat-sifatnya. Beriman terhadap rububiyah Allah memiliki makna pengakuan atas perbuatan-perbuatan Allah Yang Maha Mengatur dan Menata alam semesta. Gambar 4.3 Orientasi Ibadah
484
Abuddin Nata, Kajian Tematik al-Quran tentang Fiqih Ibadah, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2008) 485 Ahmad bin Muhammad Al Imran, Tahifatu al Muslim Fil Aqi>dah wal Si>rah, (Riyadh: Dar Ibnu Atsir, 2009).
Agama
Aqidah
Shariah
Syahadat Shalat Zakat Puasa Haji
Allah Malaikat Rasul Kitab Hari Kiamat Takdir
Akhlak
Quran Hadist Fiqih
Allah Malaikat Rasul Kitab Hari Kiamat Takdir
Regulasi
Lingkungan Kompetitor Masyarakat Alam
Sabar
Peduli
Cermat
Menciptakan entitas bisnis yang memiliki fleksibilitas dan kecekatan terhadap perubahan
Shareholder Pelanggan Karyawan Mitra Vendor Pemerintah
Adil
Jujur
Terbuka (Open Mind)
Konisten
Mewujudkan entitas bisnis yang patuh dan konsisten
Patuh
Problem Solver
Pembelajar
Goal Achievement
Percaya diri
Optimis
Berfikir Positif
Mewujudkan pengelola bisnis yang visioner
Stake Holder
Meningkatkan fungsi sosial
Fonda si Kema slahat an
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
Orientasi Ibadah
Hal ini berarti mengimani rububiyah Allah adalah wujud pengakuan seorang hamba bahwa hanya Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Memberi Rizki, Yang Maha Mengatur dan Menata, Yang Maha Memberi dan Menahan, Yang Maha Mengangkat dan Maha Menjatuhkan, Yang Memuliakan dan Yang Menghinakan, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan486. Beriman terhadap uluhiyah Allah memiliki makna pengakuan atas pernyataan la> ila>ha illa Alla>h yang bermakna tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah487. Beriman terhadap nama-nama Allah dan sifatNya adalah konsekuensi dari rububiyah Allah yaitu keyakinan terhadap kesempurnaan mutlak yang dimiliki Allah yang terjabarkan di 486
QS al-Shu>ra> 42: 11-12, QS Hu>d 11: 6, QS al-An’a>m 6:59, QS Luqma>n 31: 34, 487 QS Maryam 19: 65, QS al-Baqarah 2: 255, QS al-H}ashr 59:22-24, QS al-Shu>ra> 42: 49-50,
dalam nama-nama asmaul husna488 dan sifat-sifatnya. Hal ini bermakna bahwa Allah memiliki nama yang indah dan sifat-sifat sempurna lagi agung. Beriman terhadap malaikat489, berarti mengimani keberadaannya dan tugas yang diemban olehnya. Ada di antara mereka yang bertugas menyampaikan wahyu kepada para rasul dan nabi. Ada yang bertugas mengurusi hujan dan tumbuh-tumbuhan, meniupkan sangsakala ketika kiamat, mencabut ruh orang yang meninggal, mengurusi gunung-gunung, menjaga neraka, mengurusi janin di dalam rahim, menjaga anak-anak, mencatat amal setiap orang dimana setiap orang senantiasa didampingi oleh dua orang malaikat490 - satu malaikat mencatat amal kebaikan dan satu malaikat mencatat amal buruk, dua malaikat akan bertanya kepada orang yang telah meninggal ketika di kubur dimana satu malaikat bertanya tentang amal kebaikan dan malaikat lain tentang amal buruk juga ada yang bertugas mengurusi surga. Beriman kepada kitab memiliki makna mengimani kitabkitab yang pernah diturunkan Allah kepada para rasul dan nabiNya491. Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa AS untuk umat Bani Israel, Kitab Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa sebagai pembenar dan penyempurna Kitab Taurat, Kitab Zabur yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud, Kitab Suhuf kepada Nabi Ibrahim dan Kitab AlQuran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beriman kepada para rasul memiliki makna bahwa Allah telah mengutus rasul dan nabi kepada hambanya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan492. Beriman kepada hari akhir yaitu meyakini adanya hari akhir berupa kiamat yang tidak ada lagi hari setelah itu. Juga keyakinan bahwa akan datang hari kebangkitan dimana seluruh orang yang meninggal dunia akan dibangkitkan493. Setelah itu tiba waktunya penimbangan atas amal 488
QS al-A’ra>f 7: 180 QS al-Anbiya> 21:26-27 490 QS Qaf 50: 17-18, 491 QS al-H}adi>d 57:25, QS al-Ma>idah 5: 44, 46, QS al-H}ijr 15: 9, 492 QS al-Nisa> 4: 165, 493 QS al-Zumar 39:68, QS al-Anbiya> 21: 104. 489
perbuatan manusia semasa hidupnya494. Bagi orang yang memiliki amal kebaikan lebih besar dibandingkan dengan amal keburukan maka akan mendapatkan hadiah (reward) berupa surga495, tetapi bagi orang yang memiliki amal keburukan lebih besar dibandingkan amal kebaikan maka akan mendapatkan hukuman (punishment) di dalam neraka496. Beriman kepada takdir (qadar)497 baik dan takdir buruk yaitu mengimani segala ketetapan Allah yang berlaku bagi seluruh makhluknya498 yaitu apapun yang terjadi sudah ditetapkan oleh Allah. Namun demikian Allah masih membuka peluang bagi para hambanya untuk melakukan ikhtiar atau usaha untuk mendapatkan hasil yang lebih baik499. Aqidah juga berarti melaksanakan rukun Islam yang lima 500 yaitu syahadat, shalat, zakat, haji, puasa501. Syahadat adalah 494
QS al-Mu’minu>n 23: 102-104, QS al-An’A>m 6:160. QS al-Sajadah 32:17, QS al-T}ala>q 65:11. 496 QS al-Kahfi 18:29, 497 Shaikh Muhammad bin Jamil Zeno, The Pillars of Islam & Iman & What Every Muslim Must Know about His Religion (Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 1996) mengatakan bahwa terdapat empat tingkatan takdir yaitu meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, mengetahui yang telah terjadi, yang akan terjadi dan bagaimana proses kejadiannya. Penulisan yaitu meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat nanti, telah ditulis oleh Allah dalam lauhun mahfudz. Kehendak yaitu keyakinan bahwa apa yang terjadi di langit dan bumi bergantung kepada kehendakNya, apa yag Dia kehendaki pasti akan terjadi dan apa yang tidak Dia kehendaki maka mustahil terjadi. Penciptaan yaitu keyakinan bahwa Allah Maha Menciptakan segala sesuatu. Memelihara ciptaanNya, apa-apa yang ada di antara langit dan bumi adalah kepunyaanNya. 498 QS al-Haj 22:70. 499 QS al-Ra’d 13: 11. 500 Shaikh Muhammad bin Jamil Zeno, The Pillars of Islam & Iman & What Every Muslim Must Know about His Religion (Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 1996). 501 Dari Abu> Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Khat}t}ab Rad}iyallahu ‘Anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu „alaihi wasallam bersabda: ‟Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim) 495
membaca syahadat sebagai tanda keislaman seseorang. Syahadat terdiri dari dua kalimat yaitu la> ila>ha illa-Alla>h tidak ada sesembahan selain Allah dan Muhammadar Rasululla>h, Muhammad adalah rasul Allah. Shalat yaitu melaksanakan shalat lima waktu yang terdiri dari subuh, dhuhur, ashar, magrib dan isha pada waktu yang telah ditentukan. Zakat adalah kewajiban atas muslim apabila dia memiliki 85 gram emas atau uang yang setara dengannya maka 2,5% dari nilai harta tersebut harus dibayarkan setiap tahun502. Ibadah haji dikenakan bagi yang memiliki kemampuan secara fisik dan keuangan untuk pergi ke tanah suci. Puasa di Bulan Ramadhon yaitu tidak makan, minum dan menahan hawa nafsu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga tenggelamnya matahari 503. Aqidah yang kuat akan menimbulkan rasa kedekatan kepada Allah. Perasaan ini timbul karena Allah senantiasa mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepadaNya504. Hal ini
502
Peneliti tidak membahas lebih detail tentang zakat, haji dan puasa oleh karena itu penjelasan tentang zakat haji dan puasa bisa dilihat pada literaur tentang zakat haji dan puasa. 503 Dari Abu> Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Khat}t}ab Radhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu „alaihi wasallam bersabda: ‟Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim). 504 QS al-Baqarah 2: 186 Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Dalam salah satu Hadits Qudsi, Allah SWT juga mengatakan: Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Nabi SAW. Bersabda: “Allah Ta‟ala berfirman:”Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepadaKu sehasat maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu
membuat jiwa menjadi tenang sehingga selalu berfikiran positif terhadap Allah. Apa saja yang direncanakan, lantas berdoa kepada Allah sebelum melaksanakannya maka akan memunculkan keyakinan bahwa pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik atas campur tangan Allah. Tentu saja ini akan membangkitkan rasa optimis. Perasaan optimis akan membuat rasa percaya diri serta selalu bersemangat bahwa pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan hasil yang baik. Ketika terjadi permasalahan, lantas mengingat Allah dan berdoa agar diberikan jalan keluar maka Allahpun memberikan petunjukNya. Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik sehingga masalah yang dihadapi dapat terpecahkan. Perilaku ini membuat seseorang terbiasa untuk membuat target atau goal sebelum mengerjakan pekerjaan. Usaha pun dilakukan untuk merealisasikan target atau goal. Adapun pencapaian hasil sepenuhnya dipasrahkan kepada Allah505. Siklus pekerjaan berupa membuat perencanaan matang, berdoa kepada Allah, menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tata cara dan akhlak yang dishariahkan oleh Allah, memonitor apakah yang dikerjakan sudah sesuai dengan perencanaan ataukah tidak 506. Apabila siklus ini secara konsisten dilakukan maka akan berdampak pada perilaku pembelajar yang senatiasa menerapkan perbaikan terus menerus (continuous improvement). Aqidah menjadi jembatan hubungan atau ikatan batin antara seorang makhluk dengan Sang Maha Penciptanya. Orang yang memiliki aqidah yang kuat akan memiliki visi yang jelas. Visi untuk menggapai tujuan jangka panjang yaitu keselamatan hidup di akhirat tanpa mengabaikan terciptanya tujuan jangka pendek yaitu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil. (HR Bukhari). 505 QS al-Baqarah 2: 197, QS A>li-‘imra>n 3: 159. 506 Barangsiapa dikaruniai Allah kenikmatan, hendaklah dia bertahmid (memuji) kepada Allah, dan barangsiapa merasa diperlambat rezekinya hendaklah dia beristighfar kepada Allah. Barangsiapa dilanda kesusahan dalam suatu masalah hendaklah mengucapkan "Laa haula walaa quwwata illaa illaahil'aliyyil'adzhim." (Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)" (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii').
kesuksesan hidup di dunia. Orang yang memiliki aqidah kuat, akan menyadari dengan sepenuhnya bahwa visi jangka panjang dapat dicapai melalui pelaksanaan misi bahwa hidup di dunia adalah sebagai khalifah Allah di Bumi. Untuk itu hendaknya segala apa yang dilakukan senantiasa memberikan kemaslahatan baik untuk diri sendiri, keluarga, keturunan juga untuk orang banyak. Dalam mencapai visinya tersebut tidaklah mungkin dia menyakiti, menindas atau merugikan orang lain. Orang yang memiliki aqidah yang kuat akan memiliki komitmen bahwa hubungan sosial antar manusia merupakan pengejawantahan terhadap pengabdian diri kepada Yang Maha Penciptanya, sehingga interaksinya dengan orang lain pada hakekatnya adalah merupakan peribadatan dan penyembahan diri kepada Yang Maha Penciptanya. Shari>’ah adalah hukum dan tata aturan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat, berisi perintah dan larangan yang ditetapkan oleh Allah Sang Maha Pencipta kepada hambaNya. Hal itu berarti shari>’ah adalah pegangan hidup, pedoman (manual), panduan (guidance), aturan, regulasi atau aturan main dari Allah yang diberikan kepada seluruh manusia melalui rasulnya Muhammad SAW. Sumber utama shari>’ah adalah al Quran dan hadist. Shari>’ah mengatur dua perkara yaitu ibadah dan 507 muamalah . Shari>’ah yang mengatur tatacara beribadah sudah ditentukan oleh Allah melalui Rasulallah sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan tersebut. Apabila seseorang melakukan ritual ibadah yang tidak diatur oleh Allah maka ritual tersebut dikelompokan ke dalam bid‟ah508. Terkadang dalam 507
Ibadah yang dimaksudkan disini adalah peribadatan yang dilakukan oleh manusia kepada Allah Sang Maha Pencipta dalam ritual peribadatan seperti shalat, membayar zakat, haji dan puasa. Sementara muamalah adalah interaksi atau hubungan antara manusia dengan sesama dalam kegiatan hidup seperti ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan lainnya. 508 Ahmad bin Muhammad Al Imran, Tahifatu al Muslim Fil Aqi>dah wal Si>rah (Riyadh : Dar Ibnu Atsir, 2009) mengatakan bahwa Bid‟ah secara bahasa adalah berasal dari kata al-bid‘u yang berarti menciptakan sesuatu tanpa didahului sebuah contoh. Dalam kalimat „Allah menciptakan bumi dan langit‟ hal ini disebut sebagai menciptakan karena contoh bumi dan langit belum ada sebelum Allah menciptakannya. Sementara bila membuat sesuatu yang sudah ada contohnya disebut dengan menemukan.
melaksanakan shari>’ah, diperlukan penterjemahan dari para ahli (ulama) untuk memahaminya. Penterjemahan ini disebut dengan fiqh509. Itu berarti fiqh merupakan standar operating procedure (SOP), instruksi kerja (working instruction), tata naskah (takah), tertib administrasi, petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk tekhnis (juknis), referensi dsbnya. Shari>’ah dan fiqh juga mengatur tentang pemecahan masalah (trouble shooting). Acuan dalam proses pemeliharaan (maintenance). Acuan dalam melakukan proses perbaikan (corrective action) ketika terjadi permasalahan. Acuan untuk melakukan tindakan pencegahan (preventive action) terhadap halhal yang dapat menyebabkan salah arah dalam kehidupan. Acuan untuk melakukan proses peningkatan kehidupan (improvement) menuju yang lebih baik. Acuan bagi penentuan arah strategi kehidupan (strategic management) untuk mencapai tujuan utama (ultimate goal) kehidupan yaitu kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Analogi dari kondisi di atas adalah bahwa dalam menciptakaan suatu produk, pastilah pabrik akan menyertai produk tersebut dengan buku manual. Buku manual menjelaskan tentang komponen penting dari produk, cara mengoperasikan produk, larangan yang seharusnya tidak dilakukan terhadap produk, bagaimana cara merawat produk, apa yang harus dilakukan bila produk mengalami masalah juga kemana harus menghubungi dealer untuk layanan purna jual. Semakin canggih produk maka semakin detail penjelasan di dalam buku manual. Semakin peduli terhadap kepuasan pelanggan maka semakin detail pabrikan membuat buku manual. Demikian pula dengan penciptaan alam semesta termasuk di dalamnya manusia. Allah sebagai Yang Maha Pencipta, 509
Imran Ahsan Khan Nyazee, Islamic Jurisprudence (Selangor, Malaysia: The Other Press 607 Mutiara Majestic, 2003): 18 mengatakan bahwa fiqh digunakan secara literal untuk memaknai „pemahaman‟ dan „pembedaan‟. Pada halaman 24 Nyazee menyebut perbedaan sebenarnya antara shari>’ah dan fiqh adalah: shari>’ah adalah hukum itu sendiri sementara fiqh adalah pengetahuan dari hukum atau biasa disebut jurisprudence.
menciptakan alam semesta dengan manual yang begitu detail dan lengkap yang terkandung di dalam shari>’ah (al Quran dan hadist). Shari>’ah menjelaskan tentang siapa diri manusia. Apa tujuan hidupnya?, Dimana harus berawal?. Kemana akan berakhir? Kapan berawal? Kapan akan berakhir?. Bagaimana cara mewujudkan visi dan misi? dan Mengapa visi dan misi harus diperjuangkan?. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang ditugaskan untuk menjadi khalifah Allah di bumi, tentu saja manusia senantiasa melaksanakan tugas dengan baik asalkan sesuai dengan panduan dan kode etik (code of conduct). Kelengkapan dan fleksibilitas shari>’ah pun mempermudah manusia untuk dapat mempergunakan shari>’ah sebagai pegangan hidup manusia. Oleh karena manusia hanyalah makhluk maka mereka harus tunduk, patuh dan berserah diri kepada Sang Maha Penciptanya510. Aqidah yang kuat juga akan menimbulkan rasa keyakinan bahwa segala apa yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Sang Maha Pencipta adalah melalui seorang perantara penyampai risalah yaitu Rasulallah SAW. Aqidah yang kuat akan senantiasa menyandarkan tindak tanduk dirinya kepada contoh kehidupan yaitu kehidupan Rasulallah SAW. Segala permasalahan hidup dapat dicarikan jalan keluarnya pada panduan. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya dan setiap jalan keluar adalah yang terbaik untuk manusia. Pengelola bisnis menjaga amanah, mengontrol anggaran dengan benar, patuh kepada regulasi, menghindari kegiatan penyuapan, menjauhkan dari kegiatan perjudian, memberikan informasi dengan benar bukan karena adanya ketentuan good corporate governance atau lainnya, tetapi karena patuh kepada Sang Pembuat Hukum. Pengelola bisnis melakukan itu semua karena mereka menyadari dengan sepenuhnya bahwa Allah yang Maha Menciptakana, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Membuat Hukum. Pengelola bisnis patuh kepadaNya karena mereka berharap akan mendapatkan kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat.
510
QS al-Baqarah 2: 40, 116, 128, 131, 133, 136, QS al-An’a>m 6: 42, 43, QS al-A’ra>f 7: 54, 94, QS al-H}aj 22: 34, QS al-Mu’min 40: 66, QS al-Ru>m 30: 26,
Bila hal ini dilakukan secara konsisten maka akan menciptakan manusia yang memiliki integritas yang tinggi. Satunya kata dengan perbuatan. Apa yang dikatakan selalu merujuk pada shari>’ah dan apa yang dikerjakan adalah yang dikatakan. Apa yang dikerjakan selalu dituliskan. Apa yang ditulis selalu dikerjakan. Akhlak adalah implementasi shari>’ah dari seorang mukmin. Tentunya diharapkan seorang mukmin senantiasa berperilaku sesuai dengan shari>’ah sehingga memberikan sentuhan atau dapat mewarnai di setiap sisi kehidupan sosial kemasyarakatan sesuai tuntutan aqidah dan tuntunan shari>’ah. Itu berarti akhlak adalah etika, moral, perilaku (behavior), sikap (attitude) sesuai tuntutan aqidah dan tuntunan shari>’ah. Akhlak dalam bahasa manajemen adalah segala aktifitas dalam mengimplementasikan shari>’ah di kehidupan sehari-hari baik di kehidupan rumah tangga maupun di kehidupan masyarakat, baik di kehidupan rumah maupun di kegiatan sosial, politik, ekonomi, hukum dan lainnya. Berperilaku sesuai shari>’ah merupakan keharusan bagi seorang mukmin. Ketidaksesuaian terhadap shari>’ah baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja memiliki konsekuensinya sendiri511. Untuk itu seorang mukmin dituntut untuk senantiasa melakukan audit internal bagi dirinya sendiri. Apakah dalam perilaku kesehariannya baik di lingkungan keluarga, sosial kemasyarakatan, bisnis, pemerintahan sudah sesuai shari>’ah. Pengejawantahan peribadatan seorang mukmin terhadap Sang Maha Pencipta berdampak pada etika moral di kehidupan sehari hari. Abuddin Nata512 menjelaskan bahwa bila
511
Ketidak sesuaian terhadap shari>’ah yang disengaja maksudnya adalah seseorang yang telah mengetahui hukum tertentu namun tidak mematuhi, tidak menerapkan atau melanggar hukum tersebut dengan kesadarannya sendiri. Ketidaksesuaian terhadap shari>’ah yang tidak disengaja maksudnya adalah seseorang yang belum mengetahui hukum tertentu sehingga tidak mematuhi, tidak menerapkan atau melanggar hukum tersebut ataupun seseorang yang telah mengetahui hukum tertentu namun karena situasi yang mendesak atau dalam situasi terpaksa (darurat) yang menyebabkan tidak mematuhi, tidak menerapkan atau melanggar hukum tersebut. 512 Abuddin Nata, Kajian Tematik al-Quran tentang Fiqih Ibadah, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2008)
seseorang telah beriman kuat lagi benar513 dan melaksanakan ibadah dengan penuh keikhlasan dan kekhusyukan514 maka orang tersebut idealnya akan memiliki moral atau berakhlak mulia. Aqidah yang kuat akan menimbulkan rasa dekat dengan Sang Maha Pencipta. Rasa selalu diawasi oleh Sang Maha Maha Kuasa. Rasa ketergantungan kepada Sang Maha Pemberi Rizki. Hal ini akan membawa pada kondisi kepedulian yang tinggi. Ketika dia harus bersikap sabar dalam melayani, merespon keluhan pelanggan, aktif mendengarkan suara pelanggan, senantiasa berusaha memenuhi harapan pelanggan, berusaha untuk selalu dekat dengan pelanggan, responsif terhadap ketidak puasan pelanggan, bertutur kata yang baik, sopan, santun, murah senyum kepada vendor, mitra kerja, tenaga kerja, bawahan ataupun atasan bukan karena ingin dihargai oleh mitra bisnis, tetapi oleh karena mematuhi ketentuan yang telah diatur oleh Sang Maha Pencipta. Pengelola bisnis menjaga lingkungan, menanam pohon, melakukan penghijauan, menjaga gas buang, mengelola sampah, mengendalikan bahan limbah berbahaya, hemat energi, mengendalikan tingkat kecelakaan kerja bukan semata-mata karena adanya peraturan dari Kementrian Lingkungan Hidup, Corporate Social Responsibility (CSR), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), ketentuan ISO 14001, AMDAL, Peraturan Daerah ataupun ketentuan lainnya. Bisnis melakukan hal demikian karena rasa peduli pengelola bisnis sebagai reperesentasi dari rasa mencintai Sang Maha Pencipta bukan karena yang lain. Mereka memahami bahwa Allah melarang manusia untuk merusak lingkungan515. Kerusakan lingkungan akan membawa dampak negatip bagi kehidupan manusia, flora dan fauna. Aqidah, shari>’ah dan akhlak merupakan tiga aspek penting dalam Islam. Orang yang tidak memiliki aqidah, maka dirinya tidak memiliki tugas untuk menerapkan shari>’ah. Sebaliknya bila seseorang tidak menerapakan shari>’ah maka orang tersebut dapat 513
Catatan peneliti: menunjukan bahwa yang bersangkutan memiliki
aqidah yang kuat. 514
Catatan peneliti: melaksanakan shari>’ah. 515 QS Al-Baqarah 2: 11
menunjukan
bahwa
yang
bersangkutan
dikatakan tidak memiliki aqidah. Adapun akhlak merupakan faktor penting untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan memiliki aqidah dan shari>’ah516. Hubungan aqidah, shari>’ah dan akhlak dapat diasosiasikan pada suatu lomba (racing) dimana aqidah adalah visi, misi, target juara dari seorang pembalap sementara shari>’ah adalah peta / denah lintasan lomba, GPS, manual operasi mobil balap, aturan dan ketentuan lomba sedangkan akhlak adalah etika perilaku pembalap ketika mengikuti balapan mulai dari start hingga finish. Seorang pembalap yang bermental juara akan memiliki visi dan misi untuk memenangkan lomba siapapun lawan lombanya, dimanapun tempat lombanya dan apapun kondisi lingkungan balapnya. Selanjutnya dia menentukan target juara dalam seluruh perlombaan yang diikutinya. Dalam berlomba diapun berperilaku sesuai ketentuan yang telah diatur oleh ketentuan perlombaan. Penafsiran aqidah dan akhlak relatif tidak berubah (konstan) terhadap tempat dan waktu atau dalam bahasa matematika dapat dikatakan bahwa aqidah dan akhlak bukan merupakan fungsi tempat dan waktu517. Kondisi pemahaman dan penerapan pada diri seseorang dapat saja berubah sesuai situasi yang dialami oleh orang tersebut. Al-Ghazali518 mengatakan bahwa akhlak seseorang dapat berubah atau diubah melalui tindakan oleh karena itu hendaklah mereka senantiasa berusaha menundukan kemarahan, syahwat dan kejahatan. Adapun penafsiran shari>’ah (fiqh) senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan sangat bergantung pula dengan taraf kehidupan atau peradaban manusia dimana mereka berada. Dalam
516
Mustafa Edwin Nasution, “Islamic Spirit and Morale in Economics,” Journal of International Development and Cooperation 15, No 1-2 (2009): 113124. 517 Hubungan atau relasional antara aqidah dan akhlak dapat dituliskan dalam bahasa matematika sebagai f(aqidah dan akhlah) ≠ f (x, t) 518 Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya’ Ulum al-Di>n, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997).
bahasa matematika dikatakan bahwa shari>’ah adalah fungsi tempat dan waktu519. Akhlak dalam bahasa yang lebih mudah dipahami adalah etika atau ethics, meskipun memang jangkauan akhlak jauh lebih luas daripada etika. Hal ini menurut Mustafa E. Nasuiton520 karena akhlak tidak dapat mengabaikan nilai transcendental 521. Sementara etika hanya berbicara tentang nilai-nilai universal. Tidak heran meskipun etika bisnis memiliki banyak teori dan pendekatan namun karena hanya bersifat normatif maka terkadang terasa sulit dalam penerapannya. Etika522 dipahami sebagai standar perilaku moral yaitu perilaku yang diterima oleh kehidupan sosial sebagai kebenaran melawan kesalahan. Adapun perilaku etis melibatkan dua hal yaitu mengetahui apa yang benar dan salah serta berperilaku sesuai dengannya. Dalam kehidupan berbisnis, legalitas adalah standar etis yang utama. Laura Nash523 menjelaskan bahwa etika bisnis adalah studi tentang bagaimana norma moral seseorang yang digunakan dalam beraktifitas untuk mencapai goal bisnisnya. Nash menyatakan bahwa etika bisnis berkaitan erat dengan tiga area dasar pengambilan keputusan yaitu pertama, pilihan tentang hukum apa yang seharusnya menjadi sandaran dan apakah seharusnya hukum tersebut diikuti?, Ke-dua, pilihan tentang isu ekonomi dan sosial yang berada di luar domain hukum. Ke-tiga, pilihan tentang prioritas kepentingan pribadi terhadap kepentingan perusahaan. Itu berarti pengelola bisnis akan dikatakan berperilaku etis apabila dalam mengambil keputusan, dia mampu membedakan Relasional shari>’ah dapat dituliskan dalam bahasa matematika sebagai f(shari>’ah) = f (x, t) 520 Mustafa Edwin Nasution, “Islamic Spirit and Morale in Economics,” Journal of International Development and Cooperation 15, No 1-2 (2009): 113124. 521 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), menyebutkan Transcendental adalah 1. sangat, teramat. 2. sukar dipahamkan, di luar pengertian dan pengalaman manusia biasa. 522 William G. Nickels, James M. McHugh dan Susan M. McHugh, Understanding Business (New York: McGraw-Hill, 2002) 523 Laura Nash, Good Intention Aside; a Manager‟s Guide to Resolving Ethical Problem (Boston: Harvard Business School Press, 1990) 519
apakah keputusan tersebut legal ataukah tidak terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama. Bila dia mengambil keputusan yang benar sesuai dengan ketentuan bersama maka dikatakan bahwa dia telah berperilaku etis, tetapi bila dia mengambil keputusan yang salah yaitu tidak sesuai dengan ketentuan bersama dengan pemangku kepentingan maka dikatakan dia tidak berperilaku etik. Sampai tataran sandaran dan pelaksanaannya, antara akhlak dan etika adalah sama dimana keduanya merupakan sikap dan perilaku yang disandarkan pada suatu standar acuan. Tetapi terdapat perbedaan yang sangat mencolok bahwa akhlak merupakan tataran sikap dan perilaku yang mengacu pada shari>’ah berdasarkan aqidah (sudah ditentukan oleh Sang Pencipta Hukum). Sedangkan etika adalah tataran sikap dan perilaku yang mengacu pada peraturan atau hukum yang dibuat oleh manusia. Aturan dan hukum yang sangat bergantung pada tempat dan waktu. Oleh karenanya, akhlak bersifat obyektif karena tidak bergantung tempat dan waktu, tetapi etika bersifat subyektif karena bergantung tempat dan waktu. Dalam kaitan dengan etika bisnis, Yuhao Li 524 menyebut bahwa etika bisnis adalah pokok yang paling penting bagi orangorang yang melakukan bisnis. Dia berpendapat bahwa etika bisnis merupakan jiwa bisnis. Sehingga pada saat Arthur Andersen harus bubar, seluruh dunia menjadi terheran-heran. Arthur Andersen adalah sebuah perusahaan akuntan publik yang menetapkan standar akunting yang jujur dan taat hukum. Arthur Andersen menjadikan budaya etika sebagai sesuatu yang patut dibanggakan dan dijalankan dengan kompak di dalam perusahaan525. Andersen
524
Yuhao Li, “The Case Analysis of the Scandal of Enron,” International Journal of Business and Management 5, No. 10 (October 2010). 525 Akuntan Publik Arthur Andersen didirikan pada tahun 1913 oleh Arthur Andersen yang memiliki sertifikasi sebagai Certified Public Accountant bersama Clarence DeLany yang memiliki sertifikasi Ajun Akunting. Awalnya merupakan perusahaan auditing kecil di pusat keramaian Chicago. Pada tahun 1918 DeLany mengundurkan diri, perusahaanpun berubah nama menjadi Andersen & Company. Andersen memiliki ketentuan dalam perekrutan karyawanya, dimana hanya lulusan dari perguruan tinggi top saja yang diterimanya. Karyawan baru selanjutnya diajarkan oleh Arthur Andersen dengan
membangun perusahaan melalui banyak team building dan pelatihan-pelatihan tentang etika. Namun sayang budaya etika yang diterapkan oleh Arthur Andersen adalah budaya etika yang berlandaskan pada uang dan kekayaan, bukan berlandaskan spiritualitas. Budaya etika ini tidak memiliki kekuatan yang menghujam ke dasar hati sanubari para individu. Arthur Andersen bubar pada tahun 2002 yang disebabkan oleh pelanggaran etika dari para pengelolanya. Sasaran Strategis Orientasi Ibadah Orientasi ibadah memiliki sasaran strategis yaitu mewujudkan pengelola bisnis yang visioner, mewujudkan entitas bisnis yang patuh dan konsisten, menciptakan entitas bisnis yang memiliki fleksibilitas dan kecekatan terhadap perubahan dan meningkatkan fungsi sosial. Pengelola bisnis yang visioner memiliki visi hidup yang jelas dan berjangka panjang yaitu visi untuk meraih kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat 526. Untuk meraih kebaikan tersebut senantiasa dia mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan dari Yang Maha Menciptakannya, Yang Maha Mengaturnya, Yang Maha Memberi Rizki527. Pengelola bisnis yang visioner akan mampu beradaptasi dengan perubahanperubahan yang ada di lingkungan sekitar, sepanjang perubahan tersebut tidak bertentangan dengan shari>’ah. Sasaran strategis mewujudkan pengelola bisnis yang visioner bertujuan menciptakan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan bisnis sebagai orang yang memiliki visi jangka panjang yaitu visi yang tidak hanya melihat bisnis sebagai tujuan mencapai kesuksesan di dunia, tetapi juga untuk meraih keselamatan di akhirat. Orang yang memiliki visi kehidupan dunia maupun akhirat akan senantiasa menjaga tindak tanduknya sebagaimana tuntunan di dalam shari>’ah dan tuntutan dalam aqidah Islam. slogan „think straight and talk straight‟. Slogan ini menjadi value yang selalu dipegang teguh oleh perusahaan. 526 Lihat QS al-Baqarah 2: 201, yang artinya Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". 527 QS al-Baqarah 2: 124.
Sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis yang patuh dan konsisten bertujuan untuk menciptakan individu pengelola bisnis yang patuh terhadap shari>’ah maupun regulasi bisnis. Kepatuhan yang dimiliki tentunya kepatuhan yang secara konsisten atau terus menerus, bukan kepatuhan yang sifatnya temporer. Patuh yang bukan karena ada keinginan tertentu, tetapi patuh karena Allah. Sasaran strategis menciptakan entitas bisnis yang memiliki fleksibilitas dan kecekatan terhadap perubahan. Fleksibel dan cekat adalah sikap entitas bisnis yang merespon baik dan dilakukan dengan cepat terhadap segala bentuk perubahan. Perubahan dapat disebabkan oleh adanya perubahan regulasi, lingkungan persaingan, persyaratan pelanggan, perubahan harapan stake holders dsbnya. Dalam merespon perubahan, entitas bisnis tidak saja fleksibel, tetapi juga cekatan terhadap perubahan. Fleksibel tanpa cekatan berpotensi tergilasnya bisnis oleh perubahan lingkungan. Sasaran strategis mewujudkan fungsi sosial entitas bisnis memiliki posisi yang sangat tinggi dalam mengejawantahkan fungsi kekhalifaan bisnis khususnya untuk memberikan kemaslahatan bagi stake holders. Salah satu program perwujudan fungsi sosial entitas bisnis adalah melalui kegiatan CSR dan kemitraan. Ukuran Orientasi Ibadah Ukuran adalah parameter yang akan digunakan untuk menilai pencapaian sasaran strategis masing-masing aspek mas}lah}ah. Dalam kaitannya dengan penerapan agama, terdapat beberapa ukuran yang digunakan oleh para ahli diantaranya adalah Peter C. Hill dan Ralph W. Hood Jr528 membuat tujuh belas ukuran penerapan agama yaitu skala keimanan dan praktek agama (scale of religious beliefs and practices), skala perilaku agama (scales of religious attitudes), skala orientasi agama (scales of religious orientation), skala pengambangan agama (scales of religious developments), skala keterlibatan dan komitmen agama (scales of religious commitment and involvement), skala pengalaman 528
Peter C. Hill dan Ralph W. Hood Jr., Measures of Religiosity (Birmingham Alabama: Religious Education Press, 1999).
beragama (scales of religious experiences), skala nilai moral religious dari karakteristik personal (scales of religious moral values of personal characteristics), skala agama multidimensi (multidimensional scales of religiousness), skala menghadapi dan memecahkan permasalahan agama) (scales of religious coping and problem solving), skala spiritualitas dan mistis (scale of spiritual and mysticism), skala konsep Tuhan (god concept scales), skala fundamentalis agama (scales of religious fundamentalism), skala pandangan tentang kematian dan hari akhir (scale of death / afterlife views of), skala atribusi agama (scale of divine intervention / religious attribution), skala taubah (scale of forgiveness), skala institusisasi agama (scale of institusional religion), skala keterkaitan pemahaman (scale of related constructs). Hisham Abu Raiya529 mengembangkan enam ukuran penerapan agama dalam Psychological Measure of Islamic Religiousness (PMIR), ke-enam ukuran tersebut adalah Islamic Beliefs, Islamic Ethical Principles & Universality, Islamic Religious Struggle, Islamic Religious Duty, Obligation & Exclusivism, Islamic Positive Religious Coping & Identification dan Punishing Allah Reappraisal. Hamza Khraim530 mengemukaan tiga ukuran penerapan agama untuk perilaku konsumen yaitu isuisu Islam terkini (current Islamic issues), pendidikan agama (religious education) dan produk-produk sensitive (sensitive products). Penelitian ini mengembangkan beberapa ukuran untuk seluruh strategi orientasi ibadah yaitu ukuran keterkaitan visi, misi, nilai dan tujuan bisnis terhadap maqa>s}id untuk sasaran strategi mewujudkan pengelola bisnis yang visioner. Ciri-ciri orang visioner adalah senantiasa menjaga perilaku sesuai tuntunan shari>’ah dan tuntutan aqidah Islam. Ukuran yang dapat digunakan
529
Hisham Abu Raiya, “a Psychological Measure of Islamic Religiousness: Evidence for Relevance, Reliability and Validity,” (Ph.D. diss., College of Bowling Green, State University, August 2008) 530 Hamza Khraim, “Measuring Religiosity in Consumer Research from Islamic Perspective,” International Journal of Marketing Studies 2, No. 2 (November 2010)
untuk mengukur pencapaian sasaran strategis ini adalah: jumlah produk yang free of interst Pemimpin yang visioner memiliki karakteristik yaitu senantiasa mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan dari Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengatur, Yang Maha Memberi Rizki. Patuh kepadaNya berarti juga patuh pada regulasi bisnis sepanjang regulasi tersebut tidak betentangan dengan maqa>s}id al-shari>’ah. Untuk melihat kinerja kepatuhan pemimpin pada maqa>s}id al-shari>’ah maupun regulasi lainnya dilakukan melalui proses audit. Ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur pencapaian sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis yang patuh dan konsisten adalah temuan audit, dan penyusunan code of conduct531. Sementara untuk mengukur reaktifitas pengelola bisnis terhadap perubahan: regulasi, lingkungan persaingan, persyaratan pelanggan, perubahan harapan stake holders dsbnya, digunakan ukuran: penyusunan business plan atau Rencana Kerja Jangka Panjang (RKJP) dan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Sasaran strategis meningkatkan fungsi sosial adalah dengan berpartisipasi aktif dalam program CSR. Dalam sudut pandang Islam, CSR dilakukan untuk berbagi kesejahteraan dengan para stake holders532. Islam melarang pengumpulan kekayaan tanpa ada pemanfaatan. CSR juga tidak sekedar untuk meningkatkan fungsi dan kewajiban sosial entitas bisnis terhadap lingkungan, tetapi untuk mengejawantahkan fungsi entitas bisnis sebagai khalifah Allah di bumi533. Sehingga CSR dilakukan karena ketaqwaan (God531
Code of conduct adalah buku panduan dari suatu oragnisasi yang mengatur tentang tata kelola god corporate governance (GCG). 532 A. Riawan Amin, The Celestial Management (Jakarta: Embun Publishing, Nopember 2007). Bisnis diciptakan sebagai pusat 3W yaitu bisnis sebagai pusat peribatan atau penyembahan, bisnis sebagai pusat berkumpul dan terbaginya kesejahteraan, bisnis sebagai pusat pertempuran untuk pemberdayaan umat. 533 Sayd Farook, “Social Responsibility for Islamic Financial Institutions: Laying Down A Framework,” Journal of Islamic Economics, Banking and Finance. Sayd Farook menggunakan istilah Islamic Social Responsibility (ISR) untuk menyebut CSR.
consciousness) kepada Allah Yang Maha Menciptakan534. Ukuran yang digunakan adalah presentase profit yang disalurkan untuk kegiatan CSR. Formula yang digunakan untuk sasaran strategis mewujudkan pengelola bisnis yang visioner adalah jumlah produk yang free of interst / total produk. Sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis yang patuh dan konsisten memiliki dua ukuran yaitu temuan audit dan waktu penyusunan code of conduct. Formula yang digunakan adalah jenis dan jumlah temuan audit dan waktu penyusunan. Sasaran strategis menciptakan entitas bisnis yang memiliki fleksibilitas dan kecekatan terhadap perubahan memiliki ukuran penyusunan business plan atau Rencana Jangka Panjang (RKJP). Formula yang digunakan adalah durasi waktu penyusunan. Sasaran strategis meningkatkan fungsi sosial dengan ukuran prosentase profit yang disalurkan untuk kegiatan CSR memiliki formula Biaya CSR / Net Profit. Target Orientasi Ibadah Target adalah besaran yang menunjukan keberhasilan pencapaian kinerja oleh entitas bisnis. Oleh karena perencanaan kinerja harus dibuat per lima tahun maka target yang dibuatpun sebaiknya berupa target lima tahunan. Selanjutnya dibuatkan milestone kinerja per tahun yaitu target lima tahunan yang di-break down menjadi target tahunan. Sasaran strategis mewujudkan pengelola bisnis yang visioner, memiliki ukuran jumlah produk yang free of interst dan target yang ingin dicapai adalah 100 % pada tahun ke-lima. Milestone target lima tahunan adalah: tahun pertama (80%), tahun ke-dua (85%), tahun ke-tiga (90%), tahun keempat (95%), tahun ke-lima (100%). Sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis yang patuh dan konsisten memiliki ukuran temuan audit dan waktu penyusunan code of conduct. Target lima tahunan dari ukuran temuan audit adalah maksimal sepuluh temuan minor dan tidak ada temuan mayor. Milestone target adalah: tahun pertama sebanyak Sembilan 534
Asyraf Wajdi Dusuki dan Nurdianawati Irwani Abdullah, “Maqasid al-Shari`ah, Maslahah, and Corporate Social Responsibility,” The American Journal of Islamic Social Sciences 24:1
belas temuan minor dan tidak ada temuan mayor, tahun ke-dua sebanyak tujuh belas temuan minor dan tidak ada temuan mayor, tahun ke-tiga sebanyak lima belas temuan minor dan tidak ada temuan mayor, tahun ke-empat sebanyak tiga belas temuan minor dan tidak ada temuan mayor dan tahun ke-lima sebanyak sepuluh temuan minor dan tidak ada temuan mayor. Target lima tahunan dari ukuran waktu penyusunan code of conduct adalah sebelum Bulan September tahun kedua. Milestone targetnya adalah: tahun pertama (-), tahun ke-dua (OK). Sasaran strategis menciptakan entitas bisnis yang memiliki fleksibilitas dan kecekatan terhadap perubahan memiliki ukuran penyusunan business plan atau Rencana Kerja Jangka Panjang (RKJP) memiliki target lima tahunan sebelum 1 Desember tahun sebelumnya. Milestone targetnya adalah: tahun pertama = sebelum 1 Desember tahun sebelumnya, tahun ke-dua = sebelum 1 Desember tahun sebelumnya, tahun ke-tiga = sebelum 1 Desember tahun sebelumnya, tahun ke-empat = sebelum 1 Desember tahun sebelumnya, tahun ke-lima = sebelum 1 Desember tahun sebelumnya. Sasaran strategis meningkatkan fungsi sosial dengan ukuran presentase profit yang disalurkan untuk kegiatan CSR memiliki target lima tahunan. Milestone targetnya adalah: tahun pertama= 2 %, tahun ke-dua = 4 %, tahun ke-tiga = 6 %, tahun ke-empat = 8 %, tahun ke-lima = 10 %. Inisiatif Strategis untuk Mencapai Orientasi Ibadah Abu Ishāq al-Shāt}ibi menjelaskan bahwa menjaga agama dilakukan melalui dua strategi yaitu pertama dengan menciptakan kondisi yang dapat memfasilitasi ibadah dan ke-dua dengan melaksanakan ibadah itu sendiri. Inisiatif ini oleh Abu Ishāq alShāt}ibi disebut dengan pendekatan al-wuju>d. Penerapannya adalah melalui pelaksanaan syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji535. 535
Ibadah yang dimaksudkan oleh Abu Ishāq al-Shāt}ibi adalah ibadah dalam pengertian khusus. Abuddin Nata dalam “Kajian Tematik al-Quran tentang Fiqih Ibadah” menyebutkan bahwa ibadah dalam pengertian khusus adalah segala kegiatan yang ketentuannya telah ditetapkan oleh al-Quran dan asSunah. Semua ibadah yang dalam pengertian khusus ini telah diatur dengan
Syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji dilaksanakan untuk meningkatkan intensitas ibadah di dalam diri. Sementara inisiatif yang ke-dua adalah pendekatan al-‘adam yang pada hakekatnya adalah inisiatif bersifat preventive – proaktif. Penerapannya adalah dengan diberlakukannya hukum jihad untuk melindungi agama 536. Muhammad Abu> Zahrah537 menggunakan istilah almuh}a>fazah ‘ala> al-di>n atau jaminan keselamatan agama yang dilakukan dengan cara menghindari timbulnya fitnah dan keselamatan dalam agama serta mengantisipasi dorongan hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kerusakan secara penuh. Sebagaimana hadist Rasulallah SAW yang mengingatkan kepada umat manusia untuk senantiasa menjaga agama yang dimiliki dengan cara menahan hawa nafsu berupa berlomba-lomba mencari harta dunia538. Muhammad Abu> Zahrah sempurna oleh nas}-nas} al-Quran maupun hadis dan kegiatan itu tidak menerima perubahan, penambahan ataupun pengurangan. Di dalam ibadah dalam pengertian khusus berlaku prinsip „semua perbuatan ibadah bterlarang dan tidak sah kecuali yang telah diatur dan ditetapkan oleh nas}. 536 Lihat QS al-Haj 22: 78. 537 Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi 1997) 538 Dari 'Amr bin 'Auf al-Anshari r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan Abu 'Ubaidah al-Jarrah r.a. ke daerah Bahrain -sebuah daerah yang masuk wilayah Irak- dan kedatangannya ke situ ialah untuk mengambil pajak. Kemudian setelah selesai tugasnya, datanglah ia dengan membawa harta dari Bahrain itu. Kaum Anshar sama mendengar akan kedatangan Abu Ubaidah, mereka lalu menunaikan shalat fajar -yakni subuh- bersama Rasulullah s.a.w. Setelah Rasulullah s.a.w. selesai bershalat, beliaupun lalu kembali, kemudian mereka menuju kepadanya untuk menemuinya. Rasulullah s.a.w. lalu tersenyum ketika melihat mereka itu terus bersabda: "Saya kira engkau semua sudah mendengar bahwasanya Abu Ubaidah tiba dari Bahrain dengan membawa sesuatu harta." Mereka menjawab: "Benar, ya Rasulullah." Beliau selanjutnya bersabda: "Bergembiralah engkau semua dan bolehlah mengharapkan sesuatu yang akan menyenangkan engkau semua. Demi Allah, bukannya kekafiran itu yang saya takutkan mengenai engkau semua, tetapi saya takut jikalau harta dunia ini diluaskan untukmu semua -yakni engkau semua menjadi kaya raya-, sebagaimana telah diluaskan untuk orang-orang yang sebelummu, kemudian engkau semua itu saling berlomba-lomba untuk mencarinya sebagaimana mereka juga berlomba-lomba untuk mengejarnya, lalu harta dunia itu akan merusakkan agamamu semua sebagaimana ia telah merusakkan agama mereka. (Muttafaq 'alaih)
mempertimbangkan bahwa penjagaan terhadap agama dilakukan dengan dorongan dari dalam diri sendiri yaitu berupa menahan hawa nafsu dunia yang dapat melupakan kepentingan agama. Ini merupakan inisiatif untuk membangkitkan jiwa / ruhiyah. Senada dengan Muhammad Abu> Zahrah, M. Umer Chapra539 mengatakan bahwa memelihara agama adalah dengan cara membersihkan atau mensucikan jiwa terlebih dahulu540. Hal ini menjadi dasar bagi M. Umer Chapra untuk menempatkan urutan pemenuhan pemeliharaan jiwa pada urutan pertama pemenuhan kebutuhan dasar. Setelah kebutuhan jiwa terpenuhi, inisiatif untuk memelihara agama adalah dengan menjaga perilaku dan tata nilai (values) di kehidupan sehari-hari, memberikan motivasi (motivation) dalam melaksanakan agama dan yang ketiga melalui pendidikan (education). Bila diamati maka ketiga inisiatif yang dijelaskan oleh M. Umer Chapra adalah melalui membangkitkan jiwa / ruhiyah (menjaga perilaku dan tata nilai di kehidupan seharihari, memberikan motivasi) dan pembiasaan atau standardisasi (pendidikan/ education). Naail Mohammed Kamil, Ali Hussain Al-Kahtani dan Mohamed Sulaiman541 menjelaskan inisiatif yang harus dilakukan untuk menjaga dan memelihara agama adalah melalui ritual peribadatan (ibadah), bersikap memaafkan & taubat (al-a’fw), keyakinan (iman kepada Allah) dan dzikir mengingat Allah (zikrullah). Pelaksanaan ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan ibadah haji akan meningkatkan hubungan spiritualitas antar Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. duduk di atas mimbar dan kita duduk di sekitarnya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya salah satu yang saya takutkan atasmu semua sepeninggalku nanti ialah apa yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasanhiasannya -yakni bahwa meluapnya kekayaan pada umat Muhammad inilah yang amat ditakutkan, sebab dapat merusakkan agama jikalau tidak waspada mengendalikannya." (Muttafaq'alaih) 539 M. Umer Chapra dalam, “The Islamic Vision of Development in the Light of Maqāsid Al-Sharī„ah (2007). 540 Hal ini sesuai dengan QS al-A’la>: 87: 14-15. 541 Mohammed Naail Kamil, Ali Hussain Al-Kahtani and Mohamed Sulaiman, “The Components of Spirituality in the Business Organizational Context : the Case of Malaysia,“ Asian Journal of Business and Management Sciences, Vol. 1 No. 2 166-180.
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia. Apabila aktifitas ritual ibadah tidak dijaga secara teratur maka akan menyebabkan hubungan spiritualitas menjadi lemah. Allah telah mewajibkan ibadah melalui aktifitas harian (shalat lima waktu), mingguan (shalat jumat) dan tahunan (puasa Bulan Ramadhon). Hal ini akan memperkuat dan meningkatkan keyakinan dan membersihkan hati dari kesalahan dan dosa. Zikrullah yaitu aktifitas mengingat Allah oleh para pekerja di lingkungan pekerjaan. Hal ini dilakukan agar dapat memperkuat ikatan spiritual antara para pekerja dengan Allah sehingga pada saat pengambilan berbagai keputusan di tempat kerja akan melibatkan intervensi Allah. Taubah dan memaafkan secara operasional merujuk pada pemberian toleransi dan menghapus rasa bersalah serta membalas keburukan dengan kebaikan sehingga orang yang melakukan kesalahan mendapatkan ampunan dari Allah. Iman kepada Allah secara operasional menyiratkan kesetiaan kepada Allah di tempat kerja bersamaan dengan usaha untuk mencapai target pekerjaannya. Inisiatif yang digunakan oleh Kamil dkk adalah inisiatif membangkitkan jiwa / ruhiyah (bersikap memaafkan dan taubat dan dzikir mengingat dan inisiatif pelaksanaan ibadah. Inisiatif strategis yang dilakukan untuk mencapai sasaran strategis orientasi ibadah adalah melalui rekruit talent dan membuat program management development. Rekrut talent melalui program pengembangan manajemen bertujuan untuk mempersiapkan talent yang mampu di dalam mengembangkan produk-produk shari>’ah. Diharapkan dengan adanya program pengembangan manajemen dapat dilahirkan talent masa depan terutama dalam pengembangan produk. Inisiatif strategis kebijakan membaca alquran sepuluh menit sebelum bekerja di seluruh unit kerja bertujuan untuk meningkatkan gairah spiritulitas bagi tenaga kerja di dalam lingkungan kerja. Hal ini diperlukan untuk menjaga semangat beribadah di lingkungan kerja. Inisiatif menetapkan tim penyusun code of conduct adalah bertujuan agar penyusunan code of conduct dapat lebih fokus dan tidak mengganggu pekerjaan utama.
Inisiatif strategis lainnya, membentuk tim untuk menyusun kode etik (code of conduct) kepatuhan. Kode etik berisi ketentuanketentuan tentang kepatuhan (shari>’ah compliance). Kode etik disusun oleh tim counterpart dengan melibatkan pula DPS. Kode etik disahkan oleh pimpinan puncak, selanjutnya disosialisasikan kepada seluruh jajaran di dalam entitas bisnis. Sosialisasi yang dilakukan berbentuk indoktrinasi yaitu proses memberikan doktrin kepada seluruh jajaran terutama pada tingkat manajamen karena biasanya penyelewenangan kode etik terjadi pada tingkat ini. Inisiatif strategis mengintegrasikan sistem penilaian kinerja tenaga kerja (performance management system) dengan Spiritual Quotient (SQ). Dalam inisiatif strategis, unsur-unsur pelaksanaan agama dimasukan ke dalam sistem penilaian kinerja tenaga kerja. Item yang dapat dimasukan dalam penilaian diantaranya hafalan beberapa ayat alquran atau hadist, puasa sunah, shalat tahajud, shalat dhuha dsbnya, Jenis item disesuaikan dengan kondisi di area kerja. Tujuan daripada integrasi kegiatan ibadah ke dalam sistem penilaian adalah agar kegiatan ibadah dapat menjad kebiasaan yang melekat pada diri tenaga kerja. Tabel 4.1 Scorecard Orientasi Ibadah. Sasaran Strategis
Ukuran
Formula
Mewujudkan pengelola bisnis yang visioner
Jumlah produk yang free of interst
Mewujudkan entitas bisnis yang patuh dan konsisten
Temuan audit
Jumlah produk yang free of interest / total produk Jenis dan jumlah temuan audit
Waktu Penyusunan code of conduct
Waktu penyusunan
Target (5 tahun) 100 %
Maksimal 10 temuan minor dan Tidak ada katagori mayor Sebelum 1 April tahun ke dua.
Inisiatif Strategis - Rekruit talent dan membuat program management development. - Baca alquran 10 menit sebelum bekerja - Tim menyusun code of conduct. - Integrasi
Menciptakan entitas bisnis yang memiliki fleksibilitas dan kecekatan terhadap perubahan Meningkatkan Fungsi Sosial
Penyusunan business plan atau Rencana Jangka Panjang (RKJP)
Waktu penyusunan
Sebelum 1 Desember tahun sebelumnya
Presentase profit yang disalurkan untuk kegiatan CSR
Biaya CSR/ Net profit
10 %
Performance management dengan SQ.
Program beasiswa
Inisiatif strategis berupa penyaluran beasiswa merupakan insisatif dalam rangka meningkatkan fungsi sosial entitas bisnis. Program dapat saja dilakukan langsung oleh bisnis, tetapi dapat juga bekerja sama dengan lembaga sosial lainnya. Seluruh uraian di atas menjelaskan bahwa orientasi ibadah atau worship sebagai cara pandang atas terpeliharanya agama (h}ifz}u al-di>n). Aspek ini merupakan jawaban atas pertanyaan, „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana bisnis menerapkan agama di kehidupan sehari-hari kepada Allah, kepada stake holders dan kepada lingkungan? Seluruh pembahasan tentang orientasi ibadah, dijabarkan dalam bentuk tabel scorecard orientasi ibadah sebagaimana Tabel 4.1. C. Orientasi Proses Internal Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Jiwa (H}ifz}u al-Nafs) Tercapaianya orientasi proses internal diawali dengan mengidentifikasi faktor-faktor bisnis baik yang berbentuk fisik maupun non fisik. Tubuh dan jiwa entitas bisnis sebagaimana halnya tubuh dan jiwa manusia, ibarat ladang sawah yang menjadi tempat bercocok tanam. Hasil cocok tanam akan digunakan tidak hanya untuk kepentingan dan kemanfaatan bagi diri sendiri, tetapi juga digunakan untuk kepentingan dan kemanfaatan orang banyak. Tubuh dan jiwa entitas bisnis dituntut untuk dapat berperan serta secara ekonomi dan sosial bagi para stake holders. Tubuh dan jiwa entitas bisnis harus dipupuk dan dikembangkan tidak hanya untuk survive di kehidupan dunia, tetapi juga meraih keselamatan hidup di akhirat.
Beberapa peneliti memaparkan kebutuhan dasar jiwa untuk memenuhi maqa>s}id, diantaranya M. Umer Chapra. Chapra 542 memaparkan duabelas kebutuhan jiwa yang harus dipenuhi dalam skala ekonomi makro yaitu martabat (dignity) - rasa hormat (self respect) - persaudaraan manusia (human brotherhood) dan persamaan sosial (social equality), keadilan (justice), terangkatnya spiritual dan moral (spiritual and moral uplift), keamanan hidup (security of life) - hak milik (property) dan kehormatan (honour), kebebasan (freedom), pendidikan (education), pemerintahan yang baik (good governance), pemenuhan kebutuhan (need fulfillment), lapangan pekerjaan (employment) dan pekerjaan mandiri (selfemployment), keseimbangan distribusi pendapatan dan kekayaan (equitable distribution of income and wealth), pernikahan dan asuh anak (marriage and proper upbringing of children), keluarga dan solidaritas sosial (family and social solidarity). Pemenuhan ke-duabelas kebutuhan tersebut diharapkan menciptakan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan ketigabelas yaitu berkurangnya tingkat kejahatan (minimization of crime and anomie). Bila ke-tiga belas kebutuhan sudah terpenuhi dengan tepat, orang dapat berharap bahwa kebutuhan ke-empat belas yaitu kedamaian mental dan kebahagiaan (mental peace and happiness) juga akan terpenuhi. Dalam skala mikro Hubert K. Rampersad543 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kesejahteraan tenaga kerja terhadap kinerja organisasi dan terdapat pula hubungan yang sangat erat antara kebahagiaan tenaga kerja terhadap keterikatan tenaga kerja pada organisasi. Tenaga kerja yang berbahagia akan meningkatkan keterikatan tenaga kerja terhadap organisasi. Rampersad mensinyalir bahwa kurangnya keterikatan dan kebahagiaan tenaga kerja menyebabkan tingginya biaya proses dan menyebabkan perusahaan dalam kondisi underperform. Tentu saja hal ini akan menciptakan ketidakpuasan bagi para pelanggan. 542
M. Umer Chapra, “The Islamic Vision of Development in the Light of Maqāsid Al-Sharī„ah,” (2007) 543 Hubert K. Rampersad, The Personal Balanced Scorecard; The Way to Individual Happiness, Personal Integrity and Organizational Effectiveness (Greenwich, USA: Information Age Publishing Inc, June 2006).
Rampersad menyatakan bahwa keterikatan individu terhadap organisasinya dilakukan dengan menyelaraskan antara scorecard individu (personal scorecard) dengan scorecard organisasi (organizational scorecard)544. Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri Abdul Razak545 juga Mughees Shaukat546 menggarisbawahi bahwa penerapan maqa>s}id pada institusi keuangan shari>’ah dapat dilihat dari produk, moral dan etika operasional juga prinsip keadilan547. Untuk itu setiap inovasi yang dilakukan pada institusi keuangan shari>’ah dan legalitas produk harus sesuai dengan shari>’ah. Dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan penjagaan harta tentunya larangan menjalankan sistem bunga (interest) harus ditegakkan karena sistem ini akan menghancurkan sistem kepemilikan seseorang. Sistem bunga memberikan dampak kerusakan (madarrah) bagi sistem kepemilikan. Maqa>s}id al-shari>’ah akan menjamin institusi keuangan shari>’ah menyediakan layanan yang dapat menolak kerusakan (madarrah) yang umumnya terdapat pada isntitusi keuangan barat seperti hedging terhadap volatilitas harga ataupun pembelian barang dengan sistem forward548. 544
Personal scorecard adalah scorecard individu karyawan yang mengeksplorasi visi, misi, kunci peran pribadi, faktor kesuksesan, sasaran, pengukuran kinerja dan tindakan peningkatan pribadi karyawan. Menurut Rampersad, salah satu penyebab karyawan tidak merasa berbahagia di tempat kerja oleh karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi personal scorecardnya. 545 Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri Abdul Razak, “The Performance Measures of Islamic Banking Based on the Maqasid Framework,” (Paper dipresentasikan pada the IIUM International Accounting Conference (INTAC IV), Putra Jaya Marroitt, 25 June 2008) 546 Mughees Shaukat, “the Recent Financial Growth of Islamic Banks and their Fulfillments of Maqāsid Al-Sharī„ah, Gap Analysis,” INCEIF (n.d.) 547 Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri Abdul Razak juga Mughees Shaukat menterjemahkan keadilan dengan merujuk pada Muhammad Abu Zaharah, Usul al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi 1997) yaitu berkaitan dengan transaksi yang fair, produk dan jasa yang dihasilkan dan penghapusan ketidakadilan. 548 Forward adalah membeli barang saat sekarang, dibayar dan dikirimkan pada waktu yang ditentukan setelah itu. Harga pembelian di set pada saat kontrak dibuat. Memang masih ada ketidak setujuan di kalangan ahli fiqih tentang hal ini. Banyak yang mengatakan kontrak forward diijinkan sepanjang
Kontrak atau akad memegang peranan penting. Institusi keuangan shari>’ah juga dituntut dapat berperan secara ekonomi dan sosial yaitu dari sisi kemanfaatan entitas bisnis bagi para stake holders. Sebagai contoh bila institusi keuangan shari>’ah justru menarik orang jatuh ke dalam hutang dan menjadi bangkrut maka menjadi sulit untuk menjelaskan tentang fungsi dan peranan institusi keuangan shari>’ah sebagai alternatif yang baik bagi keuangan konvensional. Ibn „Ashur 549 menyatakan bahwa untuk memenuhi maqa>s}id maka institusi bisnis seharusnya memenuhi kebutuhan dasarnya mulai dari pemeliharaan pesanan (order), mempromosikan kesejahteraan manusia, pencegahan korupsi, penegakan keadilan dan menjaga stabilitas dan keharmonisan. Penjelasan Ibn „Ashur ini menyiratkan bahwa proses internal pada satu institusi bisnis seharusnya menunjang kepada keberlanjutan bisnis secara keseluruhan (sustainability), menjunjung tinggi keadilan dan menjaga kestabilan dan keharmonisan. Bagi entitas bisnis, berbagai pertimbangan di atas memberikan arahan bahwa untuk mengelola proses internal yang baik maka bisnis harus mendisain sistem kerja dan proses kerja dan menjalankannya sebagaimana yang diharapkan. Disain sistem kerja dan proses kerja harus dapat mengantisipasi segala perubahan lingkungan. Maqasid shari>’ah harus menjadi sumber utama input dan menjadi acuan utama menghasilkan output550. Entitas bisnis selanjutnya menentukan input sistem kerja dan proses kerja551
memenuhi persyaratan kontrak, sementara yang lainnya mengatakan bahwa sistem ini termasuk dalam judi / gambling (maisir) yang mengandung unsur kerusakan dan ketidak adilan (zulm). 549 Ibn „Ashur, M. al-Tahir, Maqasid al-Shari‟ah al-Islamiyyah (Kuala Lumpur: al-Basa‟ir, 1998). 550 Unsur-unsur sistem kerja diantaranya: sasaran strategis, ukuran kinerja, struktur organisasi, tenaga kerja, sisitem manajemen (BSC, ISO 9001, ISO 17025, ISO 14001 dsbnya), penilaian risiko, manual mutu, prosedur, kebijakan-kebijakan dsbnya. 551 Pembuatan sistem kerja dan proses kerja dapat mengacu kepada value chain analysis yang dikembangkann oleh Michael E. Porter, lihat Michael
dengan mempertimbangkan berbagai persyaratan stake holders, membuat disain sistem kerja dan proses kerja, menerapkan dan mengontrolnya untuk memberikan kepuasan kepada para stake holders. Jadi sistem kerja dan proses kerja yang dibuat harus memiliki input berupa persyaratan stake holders berlandaskan pada maqa>s}id al-shari>’ah. Input sistem kerja dan proses kerja dapat bersumber dari ketentuan shari>’ah, fatwa-fatwa, masukan DPS, kompetensi inti (core competence), analisis kekuatan dan kelemahan bisnis, kesempatan dan tantangan dari lingkungan, persyaratan pelanggan, persyaratan regulasi, input dari vendor dan mitra, RKJP, RKAP, survey kepuasan pelanggan, survey kepuasan tenaga kerja, kinerja bisnis sebelumnya, improvement dan inovasi, temuan audit, rapat tinjauan manajemen maupun feed back pelanggan. Demikian pula perubahan persyaratan pelanggan akan mengubah keinginan dan harapan pelanggan. Perubahan regulasi dapat berdampak buruk pada produk dan layanan maupun metode pendistribusian produk dan jasa. Perubahan technologi akan berdampak pada perubahan siklus produk dengan cepat. Bila entitas bisnis tidak menyikapinya dengan bijaksana maka segala aktiftas maupun produk akan menjadi cepat usang dan terlindas jaman. Output bisnis berupa kepuasan stake holders dengan merujuk pada maqasid shari>’ah552. Hal ini dilakukan untuk memberikan nilai tambah secara ekonomis dan sosial kepada seluruh stake holders. Selanjutnya entitas bisnis harus dapat mengenali proses internal, diantaranya proses utama (core process), proses pendukung, proses mengelola peningkatan (improvement), proses menjamin keberlangsungan, proses untuk mengantisipasi risiko, proses untuk mengantisipasi keadaan darurat dan pengelolaan bencana juga proses untuk menjamin kepatuhan kepada shari>’ah dan peraturan lainnya.
E. Porter, Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performanc (New York: The Free Press, 1998). 552 Bila terdapat input atau output dari sistem kerja dan proses kerja yang tidak sesuai maqa>s}id al-shari>’ah maka input dan out tersebut termasuk ke dalam golongan yang ditolak shari>’ah.
Sistem kerja dan proses kerja harus menciptakan rasa bahagia (happiness) bagi seluruh tenaga kerja yang terlibat di dalam entitas bisnis. Tenaga kerja yang senantiasa dalam kondisi berbahagia akan menciptakan gairah bekerja sehingga motivasi kerjapun bertambah. Kondisi berbahagia juga akan berdampak pada etika, moral dan spiritualitas kerja tenaga kerja (akhlak). Tenaga kerja yang senantiasa termotivasi untuk bekerja akan berdampak pada tingginya proses peningkatan (improvement). Hal ini akan memicu tingginya tingkat inovasi kerja. Peningkatan dan inovasi akan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktifitas. Tidak kalah pentingnya adalah pemenuhan maqa>s}id al-shari>’ah di dalam proses internal bisnis yaitu mengedepankan kepentingan umum (public interest) dengan cara menghindari segala bentuk magrib (maisir, gharar dan riba) juga kedzaliman. Pencegahan dilakukan melalui proses pemilihan, penentuan dan evaluasi pemasok, tata cara pembelian bahan mentah (raw material), akad (kontrak kerja), penempatan inventory dan barang setengah jadi (work in process), pemrosesan produk dan jasa, penyimpanan barang jadi, pendistribusian barang akhir hingga penyerahan barang dan jasa kepada para pelanggan. Dalam berinvestasi entitas bisnis harus dapat mengendalikan risiko kerugian investasi. Tidak hanya itu, kejadian force major berupa bencana alam banjir, gempa, perubahan cuaca dan iklim, letusan gunung berapi, kebakaran akan berdampak pada entitas bisnis. Entitas bisnis harus dapat menjamin bahwa kejadiankejadian di atas tidak berdampak buruk bagi proses internal. Back up data, pemulihan dari kondisi terburukpun harus diantisipasi dengan baik. Down time atas kejadian bencana dan keadaan darurat harus dijamin sehingga tidak mengganggu kontinuitas layanan dan keberlanjutan (sustainablility) bisnis. Dua hal penting yang saling berkaitan erat yaitu kegiatan peningkatan (improvement) dan inovasi dan sistem strategis dan keberlanjutan (sustainability) adalah proses yang harus dikendalikan dan dikembangkan. Tanpa kedua proses ini, bisnis akan berjalan di tempat. Tanpa kedua proses ini bisnis tidak dapat berlari dengan cepat dalam lintasan persaingan di industrinya. Improvement dan inovasi akan membawa entitas bisnis dari satu
posisi ke posisi lainnya. Sementara sistem strategis dan keberlanjutan (sustainability) akan memberikan arah bagi entitas bisnis yaitu arah tujuan kemana entitas bisnis harus melangkah. Dari sisi tata kelola dan kepemimpinan, entitas bisnis harus dapat mendisain sistem kerja dan proses kerja553 yang berlandaskan pada maqa>s}id al-shari>’ah sehingga dapat mencegah terjadinya berbagai praktek kecurangan seperti pencurian, penindasan, korupsi ataupun penyalahgunaan wewenang. Kepatuhan pada shari>’ah, kepatuhan pada regulasi yang mendasari keberadaan entitas bisnis, kepatuhan pada sistem standardisasi yang dijalankan oleh entitas bisnis seperti ISO 9001, ISO 14001, ISO 17025, SMK3, OHSAS dll merupakan dasar utama sistem kerja. Kepatuhan dan keterbukaan dalam pengelolaan bisnis harus dijunjung tinggi sebagai perwujudan kepatuhan pada shari>’ah (shari>’ah complience). Sedangkan kepedulian entitas bisnis terhadap permasalahan sosial terlihat pada seberapa jauh entitas bisnis berkontribusi bagi tanggung jawab sosialnya (corporate social responsibility).
Gambar 4.4
553
Sistem kerja mengacu pada National Institute of Standards and Technology, “2011–2012 Criteria for Performance Excellence,” Baldrige Performance Excellence Program. adalah merujuk pada bagaimana pekerjaan organisasi diselesaikan. Sistem Kerja melibatkan tempat kerja, pemasok dan mitra, sub kontraktor, kolaborasi dan komponen-komponen lain yang berkaitan dengan jalur supply chain yang diperlukan untuk memproduksi dan menghantarkan produk, bisnis dan proses pendukung. Sistem Kerja mengkoordinasikan proses kerja internal dan sumber daya eksternal yang dibutuhkan untuk mengembangkan, memproduksi dan menghantarkan produk kepada pelanggan dan untuk menjadi sukses di pasar.
Value Chain Analysis554
Disain sistem kerja dan proses kerja dibuat melalui metode analisis rantai nilai (value chain anaysis)555. Michael Porter556 memperkenalkan konsep value chain analysis untuk menjelaskan tentang proses bisnis internal. Ide tentang value chain analisis dibangun atas pandangan bahwa organisasi merupakan kompilasi dari berbagai mesin, perlengkapan, orang-orang, uang, material, juga metode. Pengaturan tersistemisasi dari seluruh sumber daya dan rangkaian aktifitas dapat menciptakan nilai (value) yang sangat diharapkan oleh pelanggan. Porter memisahkan antara aktifitas utama (core) dan aktiftas pendukung. Aktifitas utama adalah aktifitas yang secara langsung berkaitan dengan penciptaan nilai yang akan dihantarkan kepada pelanggan. Aktifitas utama dikelompokan dalam lima area utama yaitu: inbound logistics, operations, outbound logistics, marketing dan sales, dan service. Masing-masing dari aktifitas utama 554
Diadopsi dari Michael E. Porter, Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance (New York: The Free Press, 1998): 10. 555 Analisis Rantai Nilai adalah suatu analisis yang memandang organisasi sebagai proses sekuen dari suatu aktifitas untuk menciptakan nilai. Mulai dari proses memperoleh bahan baku hingga penyampaian produk jadi kepada pelanggan. 556 Michael E. Porter, Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance (New York: The Free Press, 1998).
terhubung dengan aktifitas support yang membantu efektifitas dan efisiensi aktifitas utama. Aktiftas support terdiri dari empat area utama yaitu: procurement, technology development (termasuk R&D), human resource management, dan infrastructure (yaitu system untuk perencanaan, keuangan, kualitas atau manajemen informasi dsbnya). Analisis value chain secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.5 Sistem Kerja dan Proses Kerja INPUT
maq a>s}id alshar i>’ah
OUTPUT P E R S Y A R A T A N S T A K E H O L D E R
Shariah Complient Pengelolaan Bencana dan Keadaan Darurat
Legal Complient
Risk Management
CSR
K E P U A S A N
Proses Inti (Utama)
Penciptaan Nilai
Proses Pendukung
Improvement dan Inovasi
Strategic & Sustainability
S T A K E H O L D E R
maq a>s}id alshar i>’ah
Disain sistem kerja dan proses kerja untuk bisnis yang berlandaskan pada maqa>s}id al-shari>’ah sebagaimana Gambar 4.5. Disain tersebut bersifat generik untuk berbagai jenis bisnis baik jasa (services) maupun pabrikan (manufacture). Perbedaan kedua jenis bisnis akan terlihat pada proses inbound logistic, operation dan outbound logistics.
Gambar 4.6
Orientasi Proses Internal Proses Internal
Fisik Bersifat Materi Tangible
Non Fisik Bersifat Non Materi Itangible
Out Put
Shariah & Legal Complience
Pengelolaan Risk Management
Pengelolaan Bencana & Tanggap Darurat
Proses Keberkangsungan
Proses Peningkatan
Proses Inti
Proses Pendukung
Input
Maqosid di Input – Proses - Output
Mewujudkan keadilan
Orientasi Proses Internal
Sasaran Strategis Orientasi Proses Internal Untuk mencapai orientasi proses internal, entitas bisnis harus membuat disain sistem kerja dan proses kerja dan melaksanakannya secara konsisten. Disain sistem kerja dan proses kerja harus dapat mengantisipasi segala bentuk perubahan baik yang berasal dari internal maupun eksternal bisnis. Perubahan internal maupun eksternal bisnis akan memberikan dampak secara ekonomis bagi entitas bisnis. Untuk itu disain dan pelaksanaan sistem kerja dan proses kerja harus memberikan kontribusi secara
Keberlanjutan
Produktifitas
Peningkatan / Inovasi
Kepedulian
Kepatuhan
Pengendalian Bencana & Keadaan Darurat
Pengendalian Risiko
Non – MAGRIB dan dholim
Keadilan
Akhlak
Suasana Bahagia
Meningkatkan Fungsi Ekonomi
Fondasi Kemaslahat an
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
ekonomis bagi entitas bisnis. Perwujudan peran ekonomi entitas bisnis ditunjukan dengan peningkatan efisiensi biaya produksi. Efisiensi berarti mengurangi tingkat kesalahan, menghilangkan pemborosan waktu, mengurangi pemborosan barang defect, meningkatkan jumlah usulan perbaikan, mengurangi kegiatan nonvalue added juga pengurangan biaya proses produksi. Sementara keadilan berarti seimbang antara hak dan kewajiban, penghargaan atas kinerja sesuai dengan pencapainnya, adil bagi entitas bisnis juga adil bagi pengawai, adil bagi entitas bisnis juga adil bagi para pemasok, adil bagi entitas bisnis juga adil bagi para pelanggan. Agar orientasi proses internal tercapai maka entitas bisnis seharusnya menetapkan sasaran strategis berupa meningkatkan fungsi ekonomi dan mewujudkan keadilan (Gambar 4.6). Ukuran Orientasi Proses Internal Orientasi proses internal memiliki sasaran strategis meningkatkan fungsi ekonomi dan mewujudkan keadilan. Sasaran strategis mewujudkan keadilan merujuk pada keadilan yang dimaksudkan oleh Abu Zahara557 yaitu melalui transaksi yang adil atau fair, produk atau jasa yang dihasilkan dan usaha yang dilakukan untuk menghapus ketidakadilan. Adapun formula yang digunakan adalah profit / total income untuk menunjukan transaksi yang adil atau fair, hutang tak tertagih / total investasi untuk menunjukan produk atau jasa yang dihasilkan dan pendapatan tanpa bunga / total pendapatan untuk menunjukan usaha yang dilakukan untuk menghapus ketidakadilan Pada bagian purchasing atau pengadaan barang jasa, kinerja menghapus ketidakadilan dapat diukur dengan ukuran waktu pembayaran kepada pemasok dan mitra. Sementara pada pengadaan tenaga kerja (outsorcing), kinerja entitas bisnis diukur dengan ukuran jumlah tenaga kerja outsorcing yang diangkat 557
Muhammad Abu> Zahrah dalam dalam Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri Abdul Razak, “The Performance Measures of Islamic Banking Based on the Maqasid Framework” (Paper dipresentasikan pada the IIUM International Accounting Conference (INTAC IV), Putra Jaya Marroitt, 25 June 2008)
menjadi tenaga kerja tetap dengan formula tenaga kerja outsorcing / total tenaga kerja. Sasaran strategis meningkatkan fungsi ekonomi ditunjukan dengan efisiensi proses. Efsiensi proses akan identik dengan efisiensi biaya terutama biaya produksi. Oleh karena itu ukuran yang digunakan pada sasaran strategis meningkatkan fungsi ekonomi adalah efsiensi produksi. Adapun formula yang digunakan adalah biaya produksi / total biaya. Target Orientasi Proses Internal Sasaran strategis berupa mewujudkan keadilan memiliki ukuran kinerja: transaksi yang adil atau fair, produk atau jasa yang dihasilkan, usaha yang dilakukan untuk menghapus ketidakadilan, waktu pembayaran kepada pemasok dan mitra, jumlah tenaga kerja outsorcing yang diangkat menjadi tenaga kerja tetap. Rincian target untuk masing-masing ukuran adalah sebagai berikut: transaksi yang adil atau fair, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 40%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (20%), tahun ke 2 (25%), tahun ke 3 (30%), tahun ke 4 (35%), tahun ke 5 (40%). Produk atau jasa yang dihasilkan, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 5%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (15%), tahun ke 2 (12%), tahun ke 3 (10%), tahun ke 4 (8%), tahun ke 5 (5%). Usaha yang dilakukan untuk menghapus ketidakadilan, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 100%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (60%), tahun ke 2 (70%), tahun ke 3 (80%), tahun ke 4 (90%), tahun ke 5 (100%). waktu pembayaran kepada pemasok dan mitra, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 100%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (60%), tahun ke (70%), tahun ke 3 (80%), tahun ke 4 (90%), tahun ke 5 (100%). Jumlah tenaga kerja outsorcing yang diangkat menjadi tenaga kerja tetap, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 20%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (10%), tahun ke 2 (15%), tahun ke 3 (20%), tahun ke 4 (25%), tahun ke 5 (30%). Sasaran strategis meningkatkan fungsi ekonomi dengan ukuran efisiensi biaya produksi, target yang ingin dicapai pada tahun ke lima adalah 60 %. Milestone target lima tahunan adalah:
tahun ke 1 (80%), tahun ke 2 (75%), tahun ke 3 (70%), tahun ke 4 (65%), tahun ke 5 (60%). Inisiatif Strategis Untuk Mencapai Orientasi Proses Internal Muhammad Abu> Zahrah 558 menjelaskan tentang inisiatif yang harus dilakukan untuk menjaga dan melindungi jiwa dengan menggunakan istilah al-muh}a>fazah ‘ala> al-nafs atau jaminan keselamatan jiwa yaitu jaminan keselamatan atas hak hidup yang terhormat dan mulia. Termasuk dalam jaminan keselamatan jiwa ini adalah jaminan keselamatan nyawa, anggota badan dan terjaminnya kehormatan kemanusiaan seperti kebebasan memilih profesi, kebebasan berfikir atau mengeluarkan pendapat, kebebasan berbicara, kebebasan memilih tempat tinggal. Adapun menurut Abu Ishāq al-Shāt}ibi, kebutuhan jiwa dapat terjamin dengan menciptakan kondisi untuk kelangsungan hidup yaitu melalui pendekatan al-wuju>d yang dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan makan dengan makanan bergizi, menjaga kesehatan, kebutuhan sandang sandang, juga kebutuhan papan. Juga dengan pendekatan al-‘adam yaitu dengan jina>ya>t seperti qis}as},diyat, had dan ta’zir. Penelitian ini mengembangkan inisiatif strategis yang harus dilakukan oleh entitas bisnis guna mencapai sasaran strategis orientasi proses internal. Inisiatif strategis tersebut adalah melakukan launching produk-produk baru yang free of interest, melakukan survey kepuasan vendor, mengevaluasi partner outsorcing, melakukan program cost cutting. Sebagai usaha mewujudkan keadilan, inisiatif yang dilakukan adalah melalui launching produk-produk baru yang free of interest. Produk memiliki siklus yang sudah diperhitungkan matang sehingga akan membuat pelanggan memiliki banyak pilihan. Disamping juga akan meningkatkan posisi tawar entitas bisnis dibandingkan dengan kompetitor. Jangan dilupakan bahwa produk dengan spesifikasi ini sangat ditekankan oleh maqa>s}id al558
1997)
Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi
shari>’ah. Sehingga realisasi pengembangan produk yang free of interest adalah juga sebagai pemenuhan terhadap persyaratan shari>’ah. Mewujudkan keadilan juga dapat dilakukan pada proses pembelian. Beberapa perusahaan besar memberlakukan kebijakan bagi para pemasoknya, barang-barang pembelian yang diterima hari ini, pembayarannya dilakukan dua atau tiga bulan kemudian. Tentu saja kebijakan ini sangat memberatkan bagi para pemasok terutama pemasok yang memiliki permodalan yang kecil. Oleh karena itu membuat standar pembayaran kepada para pemasok dengan mempertimbangkan unsur keadilan juga harus dilakukan. Dalam area ketenagakerjaan, pengadaan tenaga kerja outsorcing juga perlu dimasukan sebagai sasaran strategi mewujudkan keadilan. Saat ini khususnya di Indonesia outsorcing menjadi isu utama ketenagakerjaan. Pihak tenaga kerja merasa bahwa outsorcing merupakan wajah yang menakutkan bagi ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satu yang menjadi momok bagi para pekerja adalah tidak adanya kebijakan tentang pengangkatan tenaga kerja tetap bagi tenaga outsorcing yang telah bekerja cukup lama. Hal ini bagi para tenaga kerja dianggap sebagai ketidakadilan. Inisiatif strategis melakukan program cost cutting ditujukan pada sumber-sumber pemborosan biaya. Biaya produksi, biaya supporting, biaya pengadaan barang cetakan, biaya lembur, biaya operasional dsbnya. Berkaitan dengan biaya produksi, program terutama ditujukan pada pengurangan defect atau tingkat kesalahan dalam proses. Hal ini tercernin dari berkurangnya prosentase produk yang reject (not go). Pada proses pelayanan, berkurangnya defect dapat ditunjukan dengan meningkatnya kepuasan pelanggan, berkurangnya tingkat komplen atau berkurangnya ketidakpuasan pelanggan. Program ini berfokus pada terkendalinya biaya mutu (cost of quality) sesuai dengan target yang sudah ditetapkan. Biayabiaya mutu merupakan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam pengelolaan atau pengontrolan mutu (quality control). Bila terjadi produk defect yaitu produk yang tidak memenuhi persyaratan / standar maka entitas bisnis harus mengecek produk tersebut,
mencari tahu sumber permasalahan, mengambil tindakan perbaikan maupun pencegahan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya defect yang dikerjakan ulang (rework). Produk sejenis yang masih ada di tempat penyimpanan harus dicek ulang keseluruhan. Produk yang sudah berada di pelanggan harus ditarik kembali. Seluruh biaya yang timbul dari proses di atas disebut sebagai biaya mutu (cost of quality). Pada entitas bisnis yang berbasis jasa pelayanan, biaya mutu (cost of quality) dapat timbul apabila terjadi ketidak sesuaian produk yang mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan. Entitas bisnis selanjutnya harus mengganti jasa pelayanan sejenis atas ketidakpuasan pelayanan tersebut. Biaya mutu (cost of quality) tidak hanya berbentuk biaya (materi), tetapi dapat juga berbentuk non materi (abstrak) seperti brand image (merk). Buruknya pelayanan akan berdampak buruk pada brand image bisnis. Tabel 4.2 Scorecard Orientasi Proses Internal. Sasaran Strategis Mewujudkan Keadilan
Meningkatkan Fungsi Ekonomi
Ukuran
Formula
Transaksi yang adil atau fair
Profit / total income
Produk atau jasa yang dihasilkan Usaha yang dilakukan untuk menghapus ketidakadilan
Recv Acc / total income Pendapatan bebas bunga/total income Waktu < 30 hari
5%
Jumlah Tenaga Kerja
30 %
Biaya Produksi/Total Biaya
60 %
Waktu pembayaran kepada pemasok dan mitra Jumlah tenaga kerja outsorcing yang diangkat menjadi tenaga kerja tetap Efisiensi Biaya Produksi
Target (5 ahun) 40 %
Inisiatif Strategis Launching produkproduk baru free interest
100 %
100%
- Survey kepuasan vendor - Evaluasi partner outsorcing Cost Cutting Program
Bagian penting dari kesejahteraan manusia adalah banyaknya jumlah pilihan yang dimiliki dan kebebasan untuk memilih diantara pilihan-pilihan tersebut. Hal ini berarti bahwa ketika konsumen membeli barang tapi tidak punya pilihan, maka kesejahteraan konsumen dapat ditingkatkan dengan memberikan lebih banyak pilihan kepadanya. Seluruh uraian di atas memberikan penjelasan bahwa orientasi proses internal sebagai cara pandang terpeliharanya jiwa (h}ifz}u al-nafs). Aspek ini merupakan jawaban atas pertanyaan, „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, bagaimana mengelola proses internal?. Seluruh pembahasan tentang orientasi proses internal, dijabarkan dalam scorecard orientasi proses internal Tabel 4.2. D. Orientasi Tenaga Kerja Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Keturunan (H}ifz}u al-Nasl) Orientasi ibadah sebagai sentral energi mengirimkan energi prositif spiritual kepada seluruh komponen entitas bisnis. Hubungan spiritualitas antara entitas bisnis dengan Yang Maha Menciptakan, hubungan spiritualitas antara entitas bisnis dengan stake holders maupun hubungan spiritualitas antara entitas bisnis dengan lingkungannya memberikan aura yang baik bagi sikap dan perilaku tenaga kerja. Bekerja adalah ibadah dimaknai oleh tenaga kerja bukan sekedar pada tataran filosofi atau konsep, tetapi masuk ke dalam tataran implementasi. Di sisi lain tercapainya orientasi proses internal juga memberikan energi positip kepada tenaga kerja. Hubungan kerja antara atasan dan bawahan semakin baik dan harmonis. Tenaga kerja lebih sering melakukan evaluasi diri, kesadaran terhadap potensi dan peran penting dirinya bagi entitas bisnispun meningkat. Hal ini tentunya berdampak positif bagi peningkatan kapasitas dan kapabilias tenaga kerja559. Terciptalah tenaga kerja yang senantiasa 559
Kapasitas tenaga kerja adalah identik dengan wadah, daya tampung, daya muat, ukuran seberapa besar tenaga kerja dapat menampung aqidah, shari>’ah, akhlak, wawasan, pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman. Sementara kapabilitas adalah identik dengan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh tenaga kerja untuk meningkatkan isi aqidah, shari>’ah,
berbahagia dalam bekerja. Bekerja penuh semangat dan inovatif. Kondisi ini terjadi tidak hanya pada diri pekerja, tetapi juga pada keharmonisan rumah tangga mereka. Tenaga kerja yang inovatif dan bermental spiritual tinggi akan berpengaruh terhadap kecekatan atau kegesitan (agility) entitas bisnis. Hal ini meningkatkan proses peningkatan berkelanjutan (continuous improvement process) baik individu maupun organisasi yang terorganisir. Entitas bisnis akan semakin fleksibel terhadap perubahan lingkungan. Pengelola bisnis semakin menyadari peran penting tenaga kerja bagi keberlanjutan entitas bisnis. Sebagai khalifah Allah dalam pengelolaan bisnis, tentu saja tenaga kerja harus memiliki aqidah yang tinggi. Hal ini diperlukan agar tenaga kerja dapat berperilaku atau berperilaku sesuai tuntutan aqidah dan sesuai dengan tuntunan shari>’ah. Dengannya tenaga kerja dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai kaidah akhlak yang diajarkan oleh Rasulallah SAW. Sebagai pengelola bisnis, tenaga kerja juga dituntut untuk memiliki wawasan sesuai lingkup pekerjaan. Tenaga kerja juga harus memiliki pengetahuan tentang uraian kerja. Tenaga kerja dituntut untuk mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan beban kerja yang dimiliki. Tenaga kerja juga harus terampil dan mahir dalam menyelesaikan pekerjaan tanpa harus selalu diberikan instruksi tentang pekerjaan. Tenaga kerja dituntut pula untuk memiliki tingkat pendidikan yang sesuai dengan lingkup pekerjaan. Bahkan dalam banyak hal tenaga kerja dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya sendiri dengan menghimpun pengalaman sehingga dapat menyelesaikan hal-hal baru. Tanpa itu semua, tenaga kerja tidak akan dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas. Kompetensi merupakan sumasi atau jumlah dari wawasan, pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman. Kompetensi tentang orientasi ibadah terepresentasikan pada aqidah, shari>’ah dan akhlak. Kompetensi tentang pengelolaan bisnis terepresentasikan pada wawasan, pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman. Ke-dua akhlak, wawasan, pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman ke dalam wadah (kapasitas) nya. Dapat diambil contoh: kapasitas adalah cangkir sedangkan kapabilitas adalah air yang akan diisi ke dalam cangkir tersebut
kompetensi tersebut diharapkan mampu memotivasi tenaga kerja untuk dapat berkomitmen bahwa ketika mereka bekerja, pada dasarnya tidak semata-mata untuk mencari nafkah, tetapi sebagai media menjalankan kewajiban sebagai khalifah Allah. Orientasi ibadah dan kompetensi dalam pengelolaan bisnis mendorong motivasi tenaga kerja untuk terlibat dalam pengelolaan bisnis. Dalam keterlibatannya, tenaga kerja seharusnya menghadirkan seluruh potensi yang dimilikinya baik fisik, fikiran, hati maupun perasaan di area kerja. Di era informasi tekhnologi saat ini, kehadiran hati, fikiran, mental dan perhatian justru jauh lebih penting dibandingkan dengan kehadiran secara fisik. Rampersad560 mensinyalir bahwa kurangnya keterlibatan tenaga kerja menjadi penyebab dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Bukan itu saja ketidakterlibatan tenaga kerja dapat mengakibatkan perusahaan berada dalam kondisi yang under perform. Tentu saja hal ini berdampak pada ketidakpuasan dari para pelanggan. Rampersad melaporkan bahwa di Belanda diestimasi ketidakhadiran mental dan fikiran tenaga kerja di tempat kerja menimbulkan biaya sebesar $30,000 / tenaga kerja / tahun. Hal yang sama terjadi di Amerika Serikat. Optimize Magazine pada April 2005 melaporkan bahwa terdapat kecenderungan penurunan semangat bekerja sejak 1995. Tercatat pada laporan tahunan, kerugian di Amerika Serikat akibat ketidakterlibatan para manager dan tenaga kerja menimbulkan biaya sebesar $300B US (Gallup Poll, 2005)561. Namun demikian untuk meningkatkan kinerja individu, tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan keterlibatan tenaga kerja saja. Diperlukan lingkungan kondusif untuk menciptakan tenaga kerja sebagai representasi khalifah Allah dalam pengelolaaan bisnis. The Malcolm Baldrige National Quality 560
Hubert Rampersad, “Why Your Employees Are Not Happy and Engaged; Personal Balanced Scorecard as Roadmap for Employees Happiness and Engagament,” http://www.bfi.web.id/blc/docs/EBook%20Personal%20Ballanced%20Scorecard.pdf (diakses 20 September 2012). 561 Hubert Rampersad mengutip data tersebut dari “The Gallup Organization, Princeton, NJ. 2006, data juga dapat diakses dari Gallup Management Journal di http://gmj.gallup.com/
Award562 menjelaskan bahwa terdapat dua area penilaian kinerja pada orientasi tenaga kerja yaitu lingkungan tenaga kerja (workforce environment) dan keterlibatan tenaga kerja (workforce engagement). Lingkungan tenaga kerja (workforce environment) adalah standar tentang bagaimana membangun lingkungan kerja yang efektif dan saling mendukung. Sementara keterlibatan tenaga kerja yaitu standar tentang bagaimana melibatkan tenaga kerja untuk mencapai kesuksesan pribadi dan kesuksesan organisasi. Gambar 4.7 Orientasi Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja
Lingkungan yang Kondusif
Pengalaman
Pendidikan
Keterampilan
Pengetahuan
Wawasan
Akhlak
Shariah
Aqidah
Orientasi Ibadah
Organisasi
Fondasi Kemaslah atan
Pengembangan & Pemberdayaan
Perilaku yang harus dimiliki
Kompetensi
Keterlibatan Tenaga Kerja
Menciptakan produktifitas yang tinggi
Meningkatkan kepuasan tenaga kerja.
Menjamin Keberlanjutan Kepemimpinan
Sasaran strategis
Orientasi Tenaga Kerja
562
National Institute of Standards and Technology,”2011–2012 Criteria for Performance Excellence”, Baldrige Performance Excellence Program.
Lingkungan kondusif akan menjadi wahana untuk mengembangkan tenaga kerja menjadi talent kepemimpinan di masa yang akan datang. Lingkungan kondusif mendukung dan memberdayakan tenaga kerja sehingga dapat mencapai keunggulan pada setiap tingkat atau jabatan. Lingkungan kondusif harus dapat membangkitkan motivasi tenaga kerja sehingga dapat mencapai sasaran maupun target pribadi dan organisasi yaitu mencapai kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Lingkungan kondusif akan menciptakan tenaga kerja yang senantiasa berada dalam lingkungan yang mendukung mereka dalam mengambil risiko dan selalu berfikir “outside of the box”. Dua hal pokok di atas menjadi pertimbangan dalam penelitian ini menyangkut bagaimana membuat lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kapasitas dan kapabilitas tenaga kerja dan juga bagaimana mengembangkan tenaga kerja khususnya menyangkut kapasitas dan kapabilitas. Lingkungan kondusif merupakan habitat yang baik untuk mengembangkan orang-orang yang baik menjadi lebih baik lagi. Beberapa hal harus dikelola oleh entitas bisnis untuk dapat menciptakan lingkungan tenaga kerja yang kondusif yaitu: perencanaan ketenagakerjaan (workforce planning), pengembangan tenaga kerja dan pengelolaan kinerja tenaga kerja. Sasaran Strategis Orientasi Tenaga Kerja Di atas sudah dijelaskan bahwa untuk mencapai orientasi tenaga kerja, diperlukan keterlibatan tenaga kerja dan lingkungan kondusif yang mampu mengembangkan dan memberdayakan kapasitas dan kapabilitas tenaga kerja. Lingkungan tenaga kerja dan keterlibatan tenaga kerja membawa pada situasi dimana tenaga kerja menjadi kreatif dan inovatif. Tenaga kerja menjadi terbiasa berada dalam lingkungan yang mengutamakan proses perbaikan dan peningkatan serta bersudut pandang pencapaian goal (goal achievement). Tenaga kerja menjadi lebih produktif. Jumlah usulan perbaikan kerja meningkat. Pelaksanaan pekerjaan melalui pengembangan berbagai metode terus menerus dilakukan. Jumlah produksi meningkat, tingkat kesalahan menurun. Waktu pengerjaan tugas senantiasa meningkat menjadi lebih cepat. Tenaga kerja dapat
lebih fokus pada pekerjaan. Kegiatan non value added dapat dikurangi. Respon tenaga kerja terhadap ketidak puasan dari para pelanggan semakin cepat. Hal ini berimbas pada kepuasan stake holders terutama para pelanggan, tingkat komplenpun menurun. Oleh karenanya menciptakan produktifitas yang tinggi menjadi sasaran strategis pada orientasi tenaga kerja. Tenaga kerja yang memiliki orientasi ibadah dan kompetensi pengelolaan bisnis akan menjadi talent atau calon penerima estafet kepemimpinan dalam pengelolaan bisnis apabila berada pada lingkungan yang mampu mengembangkan dan memberdayakannya. Talent merupakan modal dasar bagi keberlanjutan kepemimpinan dalam pengelolaan bisnis. Ini merupakan solusi bagi permasalahan yang timbul pada saat ini. Khususnya di Indonesia dimana perkembangan lembaga keuangan shari>’ah tidak dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki orientasi ibadah dan kompetensi pengelolaan bisnis. Untuk itu menjamin keberlanjutan kepemimpinan merupakan sasaran strategis orientasi tenaga kerja yang ke-dua. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang dapat membangkitkan motivasi tenaga kerja sehingga senantiasa merasa berbahagia berada di lingkungan kerja. Perasaan berbahagia akan diperoleh tenaga kerja apabila mereka mendapatkan kepuasan di dalam bekerja. Oleh karenanya kepuasan tenaga kerja merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh entitas bisnis (Gambar 4.7). Ukuran Orientasi Tenaga Kerja Pencapaian sasaran strategis menciptakan produktifitas yang tinggi diukur dengan ukuran penjualan produk dan jasa, biaya defect produk dan jasa. Penjualan produk dan jasa adalah kriteria penilaian kinerja bisnis. Semakin tinggi nilai penjualan menunjukan bahwa kinerja binis semakin baik. Tingginya tingkat penjualan produk dan jasa bukanlah berarti menunjukan keberhasilan dari satu bagian tertentu saja, tetapi menunjukan keberhasilan dari seluruh komponen di dalam entitas bisnis. Ukuran lain yang dapat digunakan untuk menunjukan produktifitas adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengelola produk yang
defect. Biaya ini muncul oleh karena adanya produk yang tidak sesuai dengan persyaratan pelanggan. Sasaran strategis meningkatkan kepuasan tenaga kerja menggunakan ukuran indeks kepuasan tenaga kerja. Kegiatan ini dilakukan melalui survey yang secara tekhnis dapat dilakukan sendiri oleh entitas binis, tetapi dapat juga dilakukan bekerjasama dengan pihak ketiga (konsultan). Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tenaga kerja merasakan kepuasan di dalam bekerja. Biaya kegiatan survey kepuasan tenaga kerja yang dilakukan sendiri oleh internal bisnis biasanya lebih rendah daripada dengan menggunakan tenaga pihak ketiga. Namun demikian survey kepuasan tenaga kerja yang dilakukan oleh pihak ketiga memiliki kredibilitas hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan melakukan sendiri. Sasaran strategis menjamin keberlanjutan kepemimpinan menggunakan ukuran jumlah tenaga kerja yang memiliki sertifkasi keahlian. Pada beberapa jenis usaha, jumlah tenaga kerja yang memiliki kualifikasi tertentu sangat dipersyaratkan oleh pengatur regulasi atau lainnya, seperti kualifikasi manager investasi, kualifikasi aktuaria, kualifikasi pengelola human resources, kualifikasi auditor, pengelola keuangan dsbnya. Jumlah tenaga ahli di bidangnya tersebut terkadang sangat dipersyaratkan, oleh karena itu semakin memenuhi ketentuan yang berlaku akan semakin memberikan jaminan keberlanjutan kepemimpinan pengelolaan bisnis. Ukuran penjualan produk dan jasa merupakan gambaran pertumbuhan revenue (revenue growth) oleh karena itu formula yang digunakan untuk penjualan produk dan jasa adalah revenue tahun ini / revenue tahun lalu. Biaya defect produk dan jasa merupakan gambaran besarnya biaya yang timbul karena adanya defect. Biaya yang dihitung merupakan rasio antara biaya defect terhadap biaya keseluruhan produksi sehingga formula yang digunakan adalah biaya defect / biaya produksi. Formula yang digunakan untuk mengukur indeks kepuasan tenaga kerja tergantung pada metodologi survey yang dilakukan.
Bila survey menggunakan metode analisis deskriptif563 maka formula yang digunakan adalah dengan menghitung rata-rata persepsi tenaga kerja terhadap variable pengukuran. dimana x = nilai yang akan dihitung, f = jumlah frekuensi untuk setiap variable, I = katagori dalam variable yang bersangkutan, dan N = jumlah responden. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang memiliki sertifkasi keahlian dihitung dengan formula jumlah tenaga kerja bersertifikat atau berkualifikasi khusus. Target Orientasi Tenaga Kerja Sasaran strategis berupa menciptakan produktifitas yang tinggi memiliki ukuran kinerja: penjualan produk dan jasa, biaya proses produk dan jasa, biaya defect produk dan jasa. Rincian target untuk masing-masing ukuran adalah sebagai berikut: penjualan produk dan jasa, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 15%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (10%), tahun ke 2 (11%), tahun ke 3 (12%), tahun ke 4 (13%), tahun ke 5 (15%). Biaya defect produk dan jasa, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 100%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (60%), tahun ke 2 (70%), tahun ke 3 (80%), tahun ke 4 (90%), tahun ke 5 (100%). Sasaran strategis berupa meningkatkan kepuasan tenaga kerja memiliki ukuran kinerja: indeks kepuasan tenaga kerja, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 95%. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (85%), tahun ke 2 (90%), tahun ke 3 (90%), tahun ke 4 (95%), tahun ke 5 (95%). Sasaran strategis berupa menjamin keberlanjutan kepemimpinan memiliki ukuran kinerja: Jumlah tenaga kerja yang memiliki sertifkasi keahlian, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 15 orang. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (7 orang), tahun ke 2 (9 orang), tahun ke 3 (11 orang), tahun ke 4 (13 orang), tahun ke 5 (15 orang). 563
Freddy Rangkuti, Measuring Customer Satisfaction, Tekhnik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Plus Analisis Kasus PLN – JP (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008).
Inisiatif Strategis untuk Mencapai Orientasi Tenaga Kerja Guna mencapai sasaran strategis menciptakan produktifitas yang tinggi, menjamin keberlanjutan kepemimpinan dan meningkatkan kepuasan tenaga kerja, entitas bisnis seharusnya melakukan inisitaif strategis: mengelola perencanaan tenaga kerja yang dapat mengantisiapasi perubahan bisnis, melakukan proses rekruitmen dan seleksi yang professional dan melakukan proses pengembangan dan pemberdayaan tenaga kerja serta dengan mengelola kinerja tenaga kerja. Inisiatif strategis menetapkan proses perencanaan kebutuhan tenaga kerja (man power planning) secara sistematis dilakukan berdasarkan informasi dari Rencana Kerja Jangka Panjang (RKJP) maupun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang telah dibuat oleh entitas bisnis. Di dalam RKJP dan RKAP terdapat informasi tentang kapasitas maupun kapabilitas tenaga kerja yang dibutuhkan, diantaranya adalah jenis dan volume pekerjaan yang harus dipersiapkan oleh entitas bisnis. Selanjutnya entitas bisnis menentukan karakteristik tenaga kerja yang harus dimiliki oleh calon tenaga kerja. Karakteristik tenaga kerja tersebut dijabarkan dalam uraian kerja (job description)564 yang berisi tentang uraian tugas pokok, uraian jabatan, spesifikasi pekerjaan dan kompetensi. Karakteristik sebagai khalifah Allah tergambarkan pada ketentuan aqidah, shari>’ah dan akhlak yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja. Sementara karakteristik sebagai pengelola bisnis akan tergambarkan pada wawasan, pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman tenaga kerja sesuai jabatan dan fungsinya. Inisiatif strategis melakukan proses rekruitmen dan seleksi secara professional dilakukan dengan menggunakan tool dan metode yang sesuai. Kegiatan dimaksudkan agar mendapatkan tenaga kerja yang benar-benar merepresentasikan khalifah Allah 564
Untuk menyesuaikan diri pada perubahan yang terjadi, uraian kerja (job description) harus secara rutin ditinjau ulang. Kaji ulang uraian kerja dilakukan sesuai kebutuhan entitas bisnis. Penyusunan uraian kerja mengacu pada disain sistem kerja dan proses kerja.
dalam lingkup pengelolaan bisnis. Kecocokan atau kesesuaian antara calon tenaga kerja terhadap persyaratan yang telah ditentukan adalah sangat penting karena screening terhadap calon tenaga kerja pada dasarnya tidak hanya mencari tenaga kerja yang cocok terhadap persyaratan kapasitas dan kapabilitas (persyaratan sebagai pengelolaan bisnis) saja, tetapi juga terhadap visi, misi, tata nilai dan budaya kerja organisasi (persyaratan sebagai khalifah Allah). Calon tenaga kerja yang akan direkrut dan diseleksi dapat bersumber dari internal entitas bisnis maupun dari eksternal bisnis. Sumber internal berasal dari tenaga kerja yang posisinya lebih rendah, tetapi setelah melalui pengamatan memiliki kapabilitas yang lebih tinggi maka kepadanya juga diberikan kesempatan untuk menaikan kapasitasnya. Sumber internal lainnya berasal dari tenaga kerja yang berstatus outsorcing namun setelah melalui proses pengamatan ternyata memiliki kriteria yang sesuai dengan persyaratan tenaga kerja yang dibutuhkan, kepadanya diberikan prioritas dalam proses rekruitmen dan seleksi. Terkadang entitas bisnis tidak dapat melakukan proses rekruitmen dan seleksi sendiri untuk posisi-posisi tertentu. Hal ini disebabkan posisi tersebut sangat spesifik atau membutuhkan proses yang cukup panjang atau karena penyebab lain maka dapat saja proses rekruitmen dan seleksi dilakukan dengan bantuan pihak ketiga yang independen (konsultan). Hal ini bertujuan untuk menjaga kredibilitas dan profesionalitas entitas bisnis. Inisiatif strategis mengembangkan dan memberdayakan tenaga kerja secara berkesinambungan dilakukan dengan tujuan agar tenaga kerja senantiasa berada pada situasi bahagia dan nyaman dalam bekerja. Pengembangan dan pemberdayaan tenaga kerja juga bertujuan agar tenaga kerja dapat bersama-sama mencapai tujuan utama bisnis. Tenaga kerja akan merasa terikat dengan bisnis. Tumbuhlah rasa bertanggung jawab terhadap kekhalifaan. Sistem pengembangan dan pemberdayaan tenaga kerja harus dapat mendorong tenaga kerja agar senantiasa memperbaiki diri untuk mendapatan hasil kerja yang lebih baik (continuous improvement). Sistem sumbang saran dan brainstorming digunakan dalam berbagai aktifitas untuk menyelesaikan masalah. Aktifitas ini
akan berdampak pada kejiwaan tenaga kerja. Tenaga kerja semakin merasa dilibatkan dalam segala pengambilan keputusan. Inisiatif strategis melakukan proses pengelolaan kinerja tenaga kerja yang berkeadilan, dilakukan untuk mendorong kinerja tenaga kerja agar senantiasa menjadi lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Pengelolaan kinerja tenaga kerja diatur dengan sistem yang baik dan selalu beradaptasi pada segala bentuk perubahan. Tentu saja pengembangan kinerja tenaga kerja harus melibatkan sistem hadiah (reward) dan hukuman (punishment) yang adil dan menjauhkan diri dari berbuat dzalim. Tata kelola sistem kompensasi dan benefit diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kemanfaatan baik bagi tenaga kerja dan keluarganya juga tetap mengedepankan prinsip keadilan bagi bisnis. Hak-hak normatip tenaga kerja seperti upah, hendaknya dibayarkan sesuai pada waktunya. Hak cuti untuk beristirahatpun diberikan sesuai ketentuannya. Semua kegiatan berujung pada suatu kondisi dimana tenaga kerja merasa berbahagia dan merasa ada keterikatan dengan tempat kerjanya sebagaimana disampaikan oleh M. Umer Chapra dan Hubert Rampersad. Seluruh uraian di atas menjelaskan bahwa orientasi tenaga kerja merupakan cara pandang terpeliharanya keturunan (h}ifz}u al‘nasl). Aspek ini merupakan jawaban atas pertanyaan, „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan kepada tenaga kerja? Seluruh pembahasan tentang orientasi tenaga kerja dijabarkan dalam bentuk tabel scorecard orientasi tenaga kerja sebagaimana Tabel 4.3. Tabel 4.3 Scorecard Orientasi Tenaga Kerja Sasaran Strategis
Ukuran
Formula
Menciptakan produktifitas yang tinggi
Penjualan produk dan jasa
Revenue tahun ini / revenue tahun kemarin Biaya defect / biaya produksi Indeks
Meningkatkan kepuasan tenaga
Biaya defect produk dan jasa Indeks kepuasan tenaga kerja
Target (5 tahun) 15 %
10 % 95 %
Inisiatif Strategis - Menetapkan perencanaan kebutuhan kerja (man planning) - Melakukan rekruitmen
proses tenaga power proses &
kerja Menjamin Keberlanjutan Kepemimpinan
- Jumlah tenaga kerja yang memiliki sertifkiasi keahlian.
Jumlah tenaga kerja
15
seleksi secara professional. - Mengembangkan dan memberdayakan tenaga kerja secara berkesinambungan - Melakukan proses pengelolaan kinerja tenaga kerja yang berkeadilan
E. Orientasi Pembelajaran Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Akal (H}ifz}u al-‘Aql) Göran Roos dan Johan Roos565 menjelaskan bahwa terdapat lima katagori utama modal intelektual. Ke-lima katagori modal intelektual tersebut adalah modal manusia (human capital), modal pelanggan dan hubungan (customer & relationship capital), modal organisasi (organization capital). Modal organisasi terdiri dari dua sumber yaitu modal proses bisnis (business processes capital) dan bisnis berulang dan modal pengembangan (business renewel & development capital). Sementara Kaplan dan Norton566 menyatakan bahwa kinerja organisasi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari tiga faktor yaitu sumber daya manusia (kapabilitas pekerja), sistem informasi (kapabilitas sistem informasi) dan sumber daya organisasi (motivasi, pemberdayaan, keselarasan). Oleh karenanya, Kaplan menggunakan tiga tujuan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini yaitu modal insani, modal informasi dan modal organisasi. Modal manusia bersumber dari akal tenaga kerja, modal pelanggan & hubungan bersumber dari pelanggan dan juga hubungan baik yang terus dijaga, modal organisasi bersumber dari 565
Göran Roos dan Johan Roos, “Measuring Your Company‟s Intellectual Performance,” Long Range Planning, Special Issue on Intellectual Capital 30, No. 3 (1997): 413-426. 566 Robert S Kaplan dan David P Norton, “Balanced Scorecard, Translating Strategy into Action,” (Boston: Harvard Business School Press, 1996)
organisasi. Organisasi memiliki bisnis proses juga bisnis berulang dimana keduanya menjadi sumber dari modal intelektual. Ajaran Islam menekankan bahwa proses pembelajaran tidak hanya oleh akal tetapi juga hati567. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang bersifat nalar, sementara hal-hal yang tidak bersifat nalar hanya bisa didekati dengan hati. Oleh karena itu dalam mengembangkan pembelajaran manusia, akal dan hati menjadi sumber utama pembelajaran. Akal dan hati akan menciptakan orientasi ibadah dan kompetensi dimana keduanya merupakan modal bagi tenaga kerja untuk menjadi individu pembelajar. Kompetensi568 merupakan jumlah keseluruhan dari wawasan, pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), pengalaman (experience) dan pendidikan (education). Wawasan adalah adalah cara pandang seseorang terhadap sesuatu hal. Wawasan akan sangat bergantung pada pendidikan, latar belakang keluarga, latar belakang lingkungan, masa kerja, pengalaman hidup dsbnya. Dalam lingkup pekerjaan biasanya wawasan seorang manager lebih luas dibandingkan wawasan seorang operator, tetapi tidak selamanya wawasan operator lebih sempit dibandingkan seorang manager. Keluasan dan kesempitan wawasan manager dan operator sangat bergantung dari lingkup pekerjaaan atau latar belakang pendidikan Pengetahuan adalah berbagai gejala, fenomena yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal, atau dalam bahasa sederhananya, pengetahuan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh akal. Makanan akal adalah berfikir, hasil dari berfikir adalah pengetahuan. Tanpa berfikir, akal tidak akan menghasilkan pengetahuan. Di lingkup pekerjaan, pengetahuan dapat diperoleh dari masalah yang pernah diketemukan, informasi
Al-Ghaza>li dalam Ahmad Zidan, Al-Ghazali‟s Ihya‟ Ulum al-Di>n, revitalization of The Sciences of Religion (Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997) 568 Kompetensi menurut standard ISO 9001: 2008 Quality Management System (QMS) Requirements Klausul 6.2.2 adalah pendidikan, keterampilan dan pengalaman 567
dari bawahan atau atasan, feed back dari pelanggan, benchmarking dengan kompetitor, buku standar, manual SOP, regulasi dsbnya. Keterampilan adalah kemampuan, kecakapan, kebolehan, keahlian yang dimiliki oleh seseorang. Keterampilan biasanya diperoleh dari pengalaman, masa kerja, pelatihan dan pendidikan. Keterampilan mengemudi forklift diperoleh seseorang setelah mengikuti pelatihan mengemudi forklift. Keterampilan memintal benang wol diperoleh operator setelah bekerja selama 1 tahun. Keahlian mengaudit hasil welding diperoleh setelah seseorang ahli melakukan pengelasan. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dijalani atau dialami. Seorang operator bekerja mengoperasikan mesin CNC selama lima tahun. Itu berarti operator tersebut sudah selama lima tahun mengoperasikan mesin CNC. Pendidikan adalah sistem yang terencana untuk memberikan pengajaran kepada seseorang. Posisi manager memiliki kualifikasi minimum S1, itu berarti untuk posisi manager harus diisi oleh orang yang sekurang-kurangnya telah lulus sistem pendidikan setingkat S1. Modal organisasi bersumber dari sistem kerja dan proses kerja. Sebagaimana telah dijelaskan pada orientasi proses internal, sistem kerja dan proses kerja didisain dan diterapkan dengan membreakdown seluruh proses yang ada di dalam entitas binis. Sistem kerja dan proses kerja diawali dengan memahami maqa>s}id alshari>’ah yang berhubungan dengan sifat entitas bisnis yang dilakukan. Selanjutnya entitas bisnis harus mendapatkan inputinput sistem kerja dan proses kerja yang berasal dari harapan atau yang menjadi persyaratan dari para stake holders. Disain sistem kerja dan proses kerja disusun dengan memperhatikan proses-proes yang menjadi kompetensi inti, proses-proses pendukung, pengelolaan sistem peningkatan dan inovasi, perencanaan strategis dan keberlanjutan, kepatuhan terhadap shari>’ah, kepatuhan kepada regulasi, pengelolaan bencana dan keadaan darurat, pengelolaan risiko dan keterlibatan entitas bisnis secara sosial bagi lingkungan. Seluruh proses-proses di atas menjadi sumber pembelajaran bagi entitas bisnis. Perubahan regulasi yang menyebabkan perubahan layanan kepada pelanggan, tentunya akan menjadi masukan untuk melakukan inovasi pelayanan. Sering terjadi
bencana kebakaran, kebanjiran, kekeringan, gempa bumi seharusnya menjadi perhatian entitas bisnis agar tingkat kerugian dapat dikendalikan. Pengelolaan risiko investasi didapatkan dari data tahun sebelumnya bahwa investasi free based interest masih sangat jauh dari target. Hal ini akan menjadi perhatian entitas bisnis untuk melipatgandakannya di tahun berjalan. Informasi ketidakpuasan pelanggan seharusnya dikelola dengan baik oleh entitas bisnis untuk menjadi bahan pembelajaran agar entitas bisnis dapat memperbaiki kinerjanya. Sementara informasi kepuasan pelanggan menjadi bahan masukan bagi entitas bisnis untuk mengembangkan produk dan layanan kepada pelanggan. Proses pembelajaran merupakan proses yang sangat dibutuhkan bagi entitas bisnis. Tanpa proses pembelajaran tidak mungkin terjadi perbaikan proses internal bisnis yang terus menerus. Oleh karenanya organisasi harus mengembangkan proses pembelajaran di lingkungan organisasinya. Pembelajaran merupakan kunci untuk menghasilkan inovasi berkelanjutan. Inovasi akan mempermudah organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Fleksibilitas organisasi terhadap perubahan lingkungan akan meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi dibandingkan pesaing. Kondisi ini akan menjadikan organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Sasaran Strategis Orientasi Pembelajaran Dalam lingkup pengukuran kinerja bisnis melalui BSC, Kaplan569 menyatakan bahwa sasaran yang hendak dicapai dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah terciptanya infrastruktur yang harus dibangun oleh organisasi sehingga sasaran dari ketiga perspektif lainnya dapat tercapai. Kinerja organisasi dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari tiga faktor yaitu sumber daya manusia (kapabilitas pekerja), sistem informasi (kapabilitas sistem informasi) dan sumber daya organisasi (motivasi, pemberdayaan, keselarasan). Oleh karenanya, Kaplan menggunakan tiga sasaran untuk perspektif pembelajaran 569
Robert S Kaplan dan David P Norton, “Balanced Scorecard, Translating Strategy into Action,” (Boston: Harvard Business School Press, 1996)
dan pertumbuhan yaitu modal insani, modal informasi dan modal organisasi.
Gambar 4.8 Orientasi Pembelajaran.
Pembelajaran
Human Capital
Akal
Hati
Sistem Kerja
Proses Kerja
Disain
Penerapan
Kompetensi
Orientasi Ibadah
Terbangunnya budaya kerja pembelajar
Pengalaman
Pendidikan
Keterampilan
Pengetahuan
Wawasan
Akhlak
Shariah
Aqidah
Terwujudnya Pemberdayaan tenaga kerja
Organizationl Capital
Terintegrasinya infrastuktur IT sebagi media pembelajar
Terbangunnya Sistem Reward berbasis pembelajar
Fondasi Kemaslah atan
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
Orientasi Pembelajarn
Tiga hal yang disebutkan oleh Kaplan di atas yaitu modal manusia, modal informasi dan modal organisasi telah dijabarkan di dalam disain sistem kerja dan proses kerja. Dalam pandangan peneliti, tiga hal ini saja belumlah cukup. Manusia bagaimanapun juga tetap memerlukan dorongan untuk membangkitkan motivasi pembelajarannya. Dorongan ini dapat berupa penghargaan dalam bentuk materi maupun non materi. Sehingga untuk dapat menciptakan orientasi pembelajaran, entitas bisnis hendaknya juga menyusun sasaran strategis orientasi pembelajaran dengan: terwujudnya pemberdayaan tenaga kerja, terbangunnya budaya kerja pembelajar, terintegrasinya infrastuktur IT sebagi media pembelajar dan terbangunnya sistem reward berbasis pembelajar.
Modal yang dimiliki oleh manusia dan memiliki peran yang sangat penting adalah motivasi. Motivasi terasa penting karena pemberdayaan pekerja maupun dibukanya akses informasi seluasluasnya bagi para pekerja, tidak akan berdampak luas bagi organisasi secara keseluruhan apabila motivasi para pekerja tidak baik. Salah satu metode untuk meningkatkan motivasi kerja bagi para pekerja adalah dengan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan ataupun aktifitas lainnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Pekerja didorong untuk dapat menyampaikan usulan atau saran kepada manajemen dan selanjutnya pihak manajemen akan menindaklanjuti usulan tersebut. Dalam sistem manajemen mutu, kegiatan pengajuan sumbang saran ini disebut suggestion system. Sistem sumbang saran dapat mewujudkan pemberdayaan tenaga kerja. Sistem sumbang saran570 adalah hal yang paling penting di dalam menerapkan kaizen. Sistem ini merupakan salah satu ciri atau karakteristik dari budaya kaizen. Sistem sumbang saran dapat memberdayakan tiap-tiap individu yang terlibat dalam pemecahan permasalahan. Setiap usulan akan menerima respon dan setiap kesuksesan atas penerapan usulan akan dihargai dengan penghargaan (reward). Hal ini merangsang semua orang untuk melakukan perbaikan. Berkaitan dengan modal sistem informasi, Michael Wade dan John Hulland571 mengungkapkan bahwa sumber daya sistem informasi dapat menjadi penggerak penting bagi organisasi untuk menciptakan keunggulan kompetitip dan kinerja jangka panjang asalkan bersifat unik, bernilai dan tidak dapat ditiru oleh kompetitor. Sementara Maris Martinsons, Robert Davison, Dennis Tse 572 mengingatkan bahwa penggunaan sistem informasi dapat 570
Gregory H. Jacobson dkk, “Kaizen: a Method of Process Improvement in the Emergency Department,” the Society for Academic Emergency Medicine (2009) 571 Michael Wade dan John Hulland, “Review: The Resource-Based View and Information System Research: Review, Extension, and Suggestions for Future Research,” MIS Quarterly, 28, No. 1 (2004). 572 Maris Martinsons, Robert Davison, Dennis Tse, “The Balanced Scorecard: a Foundation for The Strategic Management of Information Systems,” Decision Support Systems 25 (1999).
meningkatkan produktifitas individu. Dalam penerapannya, kinerja sistem informasi harus dapat diukur dengan dua hal yaitu: pertama, efisiensi aktifitas yang berkaitan dengan pengembangan dan operasi sistem informasi. Kedua, kontribusi sistem informasi untuk meningkatkan produktifitas individu. Maris Martinsons, Robert Davison, Dennis Tse mengatakan efisiensi berkaitan dengan proses internal sedangkan efektifitas ditujukan pada nilai bisnis dan berorientasi pada user. Individu pembelajar tidak dapat berpengaruh besar bagi entitas bisnis apabila individu-individu ini tidak dimobilisasi, dikelola dan dikemas dengan baik. Entitas bisnis seharusnya mengorganisasi berbagai macam sumber daya bisnis untuk mengkondisikan pembelajaran di dalam entitas bisnis sebagai budaya organisasi. Budaya pembelajaran sebagai budaya kerja organisasi dapat dilakukan dengan memasukan tujuan pembelajaran di dalam visi – misi dan tujuan organisasi. Hal ini dilakukan agar segala aktifitas pembelajaran dapat dipahami dan dijalankan terus menerus dengan menggunakan berbagai media yang ada di dalam entitas bisnis, baik bersifat sendiri-sendiri maupun dilakukan secara bersama-sama. Berdasarkan pertimbangan di atas, sasaran strategis orientasi pembelajaran yang seharusnya dicapai oleh entitas bisnis adalah terwujudnya pemberdayaan tenaga kerja, terbangunnya budaya kerja pembelajar, terintegrasinya infrastuktur IT sebagi media pembelajar dan terbangunnya sistem reward berbasis pembelajar (Gambar 4.8). Ukuran Orientasi Pembelajaran Beberapa peneliti573 menggunakan ukuran yang berbedabeda untuk mengukur kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan diantaranya: Ellingson and Wambsganss, (2001), Libby (2004), Ullrich and Tuttle (2004) menggunakan ukuran
573
Chen-Yuan Chen dkk, “Linking the Balanced Scorecard (BSC) to Business Management Performance: A preliminary Concept of Fit Theory for Navigation Science and Management,” International Journal of the Physical Sciences 5, No. 8 (4 August, 2010).
employee skill untuk sasaran modal insani. Adapun Kaplan574 menggunakan know-how untuk sasaran modal insani. Untuk sasaran modal organisasi, Kaplan menggunakan dua ukuran yaitu sharing of worker knowledge dan shared vision. Untuk sasaran modal informasi, Kaplan menggunakan ukuran knowledge management capabilities dan accessibility of information. Sedangkan Maris Martinsons, Robert Davison, Dennis Tse 575 menggunakan ukuran business value, user orientation, internal process dan future readiness untuk mengukur kinerja sistem informasi. Pada penelitian ini, orientasi pembelajaran memiliki empat sasaran strategis yaitu terwujudnya pemberdayaan tenaga kerja, terbangunnya budaya kerja pembelajar, terintegrasinya infrastuktur IT sebagi media pembelajar dan terbangunnya sistem reward berbasis pembelajar. Sasaran strategis terwujudnya pemberdayaan tenaga kerja memiliki ukuran: jumlah improvement yang dilakukan / tahun. Individu pembelajar adalah individu yang senantiasa belajar dari masalah yang dihadapinya. Masalah yang timbul akan menjadi sumber ide perbaikan dan peningkatan. Ide perbaikan dan peningkatan hendaknya dikelola dengan baik oleh entitas bisnis menjadi suatu kekuatan. Segala ide yang disampaikan selanjutnya ditindaklanjuti menjadi perbaikan dan peningkatan di tempat kerja (gemba kaizen). Oleh karema itu jumlah perbaikan dan peningkatan di area kerja menjadi salah satu ukuran keberhasilan orientasi pembelajaran. Sasaran strategis terbangunnya budaya kerja pembelajar memiliki ukuran kinerja jumlah sharing knowledge dan jumlah mandays. Sharing knowledge adalah budaya saling mentransfer ilmu pengetahuan kepada orang lain di dalam suatu organisasi. Sumber-sumber knowledge dapat diperoleh dari pelatihan, pendidikan, self development, magang, membaca, menulis dsbnya. 574
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, “Measuring the Strategic Readiness of Intangible Assets,” (Boston: Harvard Business School Press, 2004). 575 Maris Martinsons dkk, “The Balanced Scorecard: a Foundation for The Strategic Management of Information Systems,” Decision Support Systems (1999).
Sharing knowledge bukanlah insiatif individu, tetapi harus dikelola dan dilembagakan oleh entitas bisnis dengan menjadikannya bagian dari kewajiban para tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan, tugas dinas, survey proyek, audit mitra, audit pemasok dll. Sharing knowledge seharusnya menjadi budaya kerja di dalam entitas bisnis. Mandays adalah jumlah hari pelatihan rata-rata yang diterima oleh satu orang tenaga kerja dalam satu tahun. Sasaran strategis terintegrasinya infrastuktur IT sebagi media pembelajar memiliki ukuran kepuasan pelanggan terhadap layanan IT. Respon kepuasan dan ketidak puasan dari para pelanggan terhadap layanan IT dapat berbentuk pertanyaan, keluhan, masukan, survey atau lainnya. Ini digunakan sebagai ukuran sasaran strategis dengan maksud untuk mengintegrasikan infrastruktur IT dengan layanan kepada para pelanggan. Sasaran strategis terbangunnya sistem reward berbasis pembelajar memiliki ukuran kinerja tunjangan keahlian. Dalam organisasi pembelajar tenaga kerja dituntut untuk memiliki keahlian tertentu. Tiap tingkat memiliki standar keahlian yang berbeda. Apabila keahlian tersebut tidak dapat dipenuhi maka akan berpengaruh pada penilaian kinerja tahunan individu. Terlihat sepertinya sistem demikian sangat memberatkan bagi tenaga kerja, tetapi keuntungan yang diperoleh tenaga kerja adalah bagi yang memenuhi kriteria sebagaimana yang dipersyaratkan terdapat reward yang diterima oleh tenaga kerja. Perusahaan-perusahaan Jepang bahkan memberlakukan budaya kaizen melalui small group activities (SGA). Tim kecil tersebut terdiri atas tiga hingga lima orang yang menganalisa berbagai hal di area kerjanya. Tim selanjutnya mengusulkan perbaikan untuk ditindaklanjuti. Bila disetujui maka kegiatan perbaikanpun dilakukan. Seluruh unit kerja didorong untuk menerapkan SGA. Dalam selang waktu tertentu seluruh group SGA mengikuti konvensi yaitu pemaparan hasil perbaikan oleh seluruh tim SGA. Bagi tim yang menurut penilain juri memenuhi kriteria maka akan mendapatkan perghargaan dari manajemen. Kegiatan ini secara rutin dilakukan. Ini membuktikan bahwa individu pembelajar seharusnya difasilitasi oleh entitas bisnis untuk dikembangkan dan diberdayakan, sehingga tercipta organisasi
pembelajar yaitu organisasi yang mampu mengelola pembelajaran dan menghubungkannya dengan sistem reward. Target Orientasi Pembelajaran Sasaran strategis terwujudnya pemberdayaan tenaga kerja memiliki ukuran kinerja jumlah improvement yang dilakukan / tahun. Target lima tahunan yang ingin dicapai adalah 25 / unit kerja. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (10), tahun ke 2 (12), tahun ke 3 (15), tahun ke 4 (20), tahun ke 5 (25). Sasaran strategis terbangunnya budaya kerja pembelajar memiliki ukuran masing-masing jumlah sharing knowledge dan jumlah mandays. Rincian target untuk masing-masing ukuran adalah sebagai berikut: jumlah sharing knowledge, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 12 kegiatan /unit kerja/bulan. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (7), tahun ke 2 (9), tahun ke 3 (11), tahun ke 4 (13), tahun ke 5 (15). Jumlah mandays, target lima tahunan yang akan dicapai adalah 60 mandays. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (24), tahun ke 2 (30), tahun ke 3 (36), tahun ke 4 (48), tahun ke 5 (60). Sasaran strategis terintegrasinya infrastuktur IT sebagi media pembelajar. Target lima tahunan yang ingin dicapai adalah 95 %. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (85 %), tahun ke 2 (90 %), tahun ke 3 (90 %), tahun ke 4 (95 %), tahun ke 5 (95%). Sasaran strategis terbangunnya sistem reward berbasis pembelajar. Target lima tahunan yang ingin dicapai adalah 85 % tenaga kerja. Milestone target lima tahunan adalah: tahun ke 1 (65 %), tahun ke 2 (70 %), tahun ke 3 (75 %), tahun ke 4 (80 %), tahun ke 5 (85 %). Inisiatif Strategis untuk Mencapai Orientasi Pembelajaran Beberapa inisiatif strategis dilakukan untuk mewujudkan orientasi pembelajaran, diantaranya adalah mengimplementasikan Total Quality Management System (TQM). TQM adalah sistem manajemen strategi yang melibatkan seluruh lapisan tenaga kerja di dalam organisasi. TQM mengusung proses manajemen berdasarkan kualitas, team work, produktifitas dan kepuasan pelanggan. TQM
memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara berkesinambungan pada setiap tingkat operasi atau proses dengan memberdayakan SDM dan modal yang tersedia. Adawiyah576 bersama rekan melakukan penelitian tentang penerapan prinsip TQM pada Bank shari>’ah di Jawa Tengah. Mereka menemukan bahwa penerapan TQM memiliki pengaruh yang tinggi terhadap komitmen manajemen. Sementara nilai-nilai spiritual di tempat kerja dapat menghubungkan komitmen tenaga kerja terhadap pemberdayaan, komitmen organisasi juga fokus pelanggan. Untuk itu Adawiyah bersama rekan memberikan rekomendasi kepada bank shari>’ah untuk menerapkan TQM. Pengembangan diri (self development) sangat diperlukan oleh individu pembelajar. Setiap individu hendaknya menyadari dengan sepenuhnya bahwa pengembangan dan pemberdayaan diri bukan hanya kebutuhan organisasi, tetapi pada dasarnya adalah kebutuhan dasar dari individu dalam merealisasikan dirinya sebagai khalifah Allah. Pengembangan diri dapat dilakukan melalui pengembangan hati nurani, kepedulian, keberanian, kepercayaan diri untuk mencapai suatu tujuan. Cara yang dapat dilakukan adalah melalui pembiasaan diri tampil mengemukaan pendapat, menulis, saling berargumentasi dengan benar dsbnya. Pengembangan tenaga kerja dilakukan melalui program pelatihan yang tepat. Pelatihan dilakukan melalui siklus PDCA. Perencanaan pelatihan dimulai dengan training needs analysis (TNA). Sedangkan kebutuhan pelatihan sendiri dapat bersumber dari penilaian kinerja individu tenaga kerja, kebijakan manajemen, feed back pelanggan, analisis risiko, temuan audit dsbnya. Pelaksanaan pelatihan dapat dilakukan melalui in house training, on the job training, eksternal training, magang, pendampingan, group discussion dsbnya. Evaluasi kegiatan pelatihan dilakukan melalui evaluasi reaksi yaitu evaluasi tentang materi, nara sumber, metode dll. Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan membandingkan antara pemahaman peserta pelatihan setelah 576
Wiwiek Rabiatul Adawiyah dkk,”Workplace Spirituality as a Moderator in the Relationship between Soft TQM and Organizational Commitment,” International Journal of Business and Social Science 2, No. 10 (June 2011).
kegiatan pelatihan terhadap pemahaman peserta pelatihan sebelum kegiatan pelatihan. Seyogyanya terjadi perubahan pada diri peserta setelah mendapatkan pelatihan. Evaluasi perilaku dilakukan untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap pelaksanaan pekerjaan seharihari. Semestinya pelatihan memberikan dampak yang lebih baik kepada peserta pelatihan terhadap pekerjaannya. Diharapkan setelah pelatihan peserta menjadi lebih cepat, lebih cermat, lebih hati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan dilakukan dengan tujuan untuk mengubah wawasan, pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, perilaku menjadi lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti pelatihan. Pelatihan juga ditujukan untuk memperbaiki aqidah, shari>’ah dan akhlak peserta sehingga menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelum pelatihan. Inisiatif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dilakukan dengan mengintegrasikan masukan, feed back maupun keluhan melalui fasilitas online yang dapat diakses langsung oleh pelanggan. Respon entitas bisnis terhadap masukan, feed back maupun keluhan pelanggan akan sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan. Fasilitas on line juga diharapkan dapat memaksimalkan akses para pelanggan kepada produk jasa dan layanan entitas bisnis. Fasilitas on line juga dapat menjadi sumber pengetahuan baik bagi pelanggan atau lainnya dalam mencari informasi tentang entitas bisnis. Oleh karena itu memaksimalkan fungsi jaringan online merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi entitas bisnis. Seluruh uraian di atas menjelaskan bahwa orientasi pembelajaran merupakan cara pandang terpeliharanya akal / intellect (h}}ifz}u al-‘aql). Aspek ini merupakan jawaban atas pertanyaan, „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan pembelajaran apa yang harus dilakukan? Seluruh pembahasan tentang orientasi pembelajaran dijabarkan dalam bentuk tabel scorecard orientasi pembelajaran sebagaimana Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Scorecard Orientasi Pembelajaran. Sasaran Strategis
Ukuran
Formula
Terwujudnya pemberdayaan tenaga kerja
jumlah improvement yang dilakukan / tahun Jumlah sharing knowledge
Improveme nt/unit kerja
Terbangunnya budaya kerja pembelajar
Jumlah mandays Terintegrasinya infrastuktur IT sebagi media pembelajar Terbangunnya sistem reward berbasis pembelajar
Kepuasan pelanggan terhadap layanan IT -Tunjangan keahlian
Target (5 tahun) 25 / unit kerja
Inisiatif Strategis
Sharing knowledge / bulan / unit kerja Hari pelatihan
15 /unit kerja /bulan
- Promote Development
60 mandays
indeks
95 % keluhan
- Merancang pelatihan berbasis Orientasi Ibadah dan kompetensi On line process
1 X Take home pay / keahlian
85 % tenaga kerja.
- Propose TQM
- Inhouse Training (language) - Speech Contest
F. Orientasi Pelanggan Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Hubungan dengan Pelanggan Dalam kegiatan pemasaran dikenal beberapa strategi pengembangan yaitu market development, market penetration, product development dan diversification577. Pengembangan pasar adalah strategi pertumbuhan perusahaan dengan mengidentifikasi dan mengembangkan segmen pasar baru bagi produk saat ini. Penetrasi pasar adalah strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan meningkatkan penjualan produk saat ini kepada segmen pasar saat ini tanpa mengubah produk. Pengembangan produk adalah strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan produk-produk modifikaisi ataupun produk baru untuk segmen pasar saat ini. Diversifikasi adalah strategi untuk pertumbuhan
577
Self
Philip Kotler dan Gary Amstrong, Principles of Marketing. New Jersey: Pearson Education, Inc, 20110.
perusahaan dengan mencari bisnis di luar produk dan pasar yang sudah ada. Ke-empat strategi pengembangan di atas pada intinya adalah strategi pengembangan perusahaan dengan mempertahankan pelanggan yang loyal atau pelanggan lama juga dengan mendapatkan calon pelanggan atau pelanggan baru578. Keduanya menjadi target pengembangan pasar yang artinya mereka diharapkan menjadi media rizki yang diberikan oleh Allah kepada bisnis. Disain sistem kerja dan proses kerja dibuat sebagaimana Gambar 4.5. menempatkan dan mengutamakan harapan, keinginan dan hasrat pelanggan yang kesemuanya disebut sebagai persyaratan pelanggan. Selanjutnya entitas bisnis harus menetapkan dan menyatakan harapan, keinginan dan hasrat pelanggan secara tertulis di dalam disain sistem kerja dan proses kerja. Disain sistem kerja dan proses kerja pada Gambar 4.5. memasukan persyaratan stake holders (termasuk di dalamnya pelanggan) ke dalam input sistem kerja dan proses kerja. Input ini dapat bersumber dari ketentuan shari>’ah, fatwa-fatwa, masukan DPS, kompetensi inti (core competence), analisis kekuatan dan kelemahan bisnis, kesempatan dan tantangan dari lingkungan, persyaratan pelanggan, persyaratan regulasi, input dari vendor dan mitra, RKJP, RKAP, survey kepuasan pelanggan, survey kepuasan tenaga kerja, kinerja bisnis sebelumnya, improvement dan inovasi, temuan audit, rapat tinjauan manajemen maupun feed back pelanggan. Persyaratan tersebut selanjutnya dipenuhi dan dilaksanakan oleh entitas bisnis melalui serangkaian proses kerja yang tersebar pada proses improvement dan inovasi, proses-proses pendukung, proses-proses inti (utama), proses pengelolaan bencana dan keadaan darurat, proses risk management, proses CSR, proses shari>’ah compliance, proses legal compliance. Seluruh proses menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing untuk menciptakan nilai (value). Proses penciptaan nilai itupun 578
Pelanggan lama adalah pelanggan yang sudah menggunakan produk barang dan jasa sedangkan calon pelanggan adalah orang atau pihak yang menjadi target pelanggan baru.
menghasilkan output yaitu kepuasan stake holders (termasuk di dalamnya pelanggan) dengan merujuk pada maqa>s}id al-shari>’ah579. Pada persyaratan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008580 dijelaskan pada klausul 5.2. tentang Orientasi Pelanggan bahwa manajemen puncak harus menjamin bahwa persyaratan pelanggan ditetapkan dan dipenuhi dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Hal ini berarti bahwa terdapat siklus pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai orientasi pelanggan yaitu penetapan persyaratan pelanggan, memenuhi atau menjalankan ketentuan persyaratan pelanggan dan pelanggan menjadi puas. Dalam usaha mengidentifikasi persyaratan pelanggan, penetapan persyaratan pelanggan dan kepuasan pelanggan, dilakukan melalui strategi pengelolaan suara pelanggan / voice of customers581. Dua proses yang dilakukan dalam mengelola suara pelanggan adalah mendengarkan pelanggan dan melibatkan pelanggan. Gambar 4.9 Siklus Pengelolaan Suara Pelanggan. Merencanakan
Mendengarkan Mengevaluasi Tindakan
Mengambil Tindakan
579
Memahami
Bila terdapat input atau output dari sistem kerja dan proses kerja yang tidak sesuai dengan maqa>s}id al-shari>’ah maka input dan out tersebut termasuk ke dalam golongan yang ditolak shari>’ah. 580 Whittington & Associates.(n.d.), “ISO 9001:2008 Requirements” 581 National Institute of Standards and Technology,”2011–2012 Criteria for Performance Excellence,” Baldrige Performance Excellence Program.
Gambar 4.9. menunjukan siklus proses pengelolaan suara pelanggan. Siklus tersebut terdiri atas langkah merencanakan yaitu mengidentifikasi pelanggan, menentukan metode mendengarkan pelanggan, menentukan waktu dan tempat mendapatkan suara pelanggan, menetapkan tim (kerjasama dengan pihak ketiga atau dilakukan oleh internal bisnis sendiri). Proses mendengarkan pelanggan dilakukan melalui kuisoner, interview, angket, talk show dsbnya. Proses memahami data atau informasi yang disampaikan oleh pelanggan dilakukan dengan menganalisis dan mengevaluasi data dengan menggunakan tool yang cocok. Bila diperlukan, metode analisis berbasis statistik dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk mempermudah pengambilan keputusan. Proses mengambil tindakan akan sangat bergantung pada isi informasi atau data yang disampaikan oleh pelanggan. Bila informasi atau data merupakan keluhan pelanggan yang dapat ditindaklanjuti pada saat itu juga maka petugas yang ditunjuk agar segera menindaklanjuti temuan tersebut. Bila informasi yang diterima memerlukan analisis yang lebih mendalam maka harus diselesaikan dengan tim. Hasil mendengarkan pelanggan akan dijadikan sebagai sumber masukan untuk mendisain sistem kerja dan proses kerja. Keterlibatan pelanggan dilakukan melalui dukungan kepada pelanggan dan memastikan adaya kepuasan pelanggan. Dukungan kepada pelanggan dapat dilakukan dengan memberikan dukungan dalam bentuk membuka layanan call center 24 jam yang bertugas memberikan layanan, keluhan maupun pengaduan kepada pelanggan. Tersedianya unit peduli pelanggan (customer care unit) yang berfungsi untuk memberikan layanan dan konsultasi secara langsung kepada pelanggan juga untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan, keluhan dan info dari pelanggan. Tersedianya kolom suara pelanggan pada majalah, buletin selebaran dll yang berfungsi sebagai media komunikasi antara entitas bisnis dan pelanggan. Pelayanan website dan email. Audiensi langsung dengan pelanggan pada momen-momen tertentu. Pengisian tanggapan dan pendapat pelanggan melalui kuisoner yang disediakan di customer service. Proses memahami keluhan atau masukan dilakukan dengan mengindentifikasi keluhan
atau masukan pelanggan sehingga diperoleh data tentang harapan pelanggan. Keluhan atau masukan harus segera diputuskan apakah harus ditindaklanjuti ataukah harus dikomunikasikan terlebih dahulu kepada unit kerja terkait. Kecepatan respon atas keluhan dan masukan pelanggan akan mempengaruhi persepsi pelanggan kepada entitas bisnis. Untuk keluhan dan masukan yang memerlukan penanganan khusus sebaiknya di tindaklanjuti dengan siklus PDCA (plan – do – check – action): i. Menganalisis permasalahan dan mencari sumber penyebab utama (root cause) terjadinya permasalahan. ii. Merancang berbagai alternatif solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan dan keluhan yang dihadapi peserta. iii. Memilih dan menetapkan solusi terbaik yang akan digunakan untuk mengatasi permasalahan. iv. Menentukan standar pelayanan yang akan digunakan. v. Menerapkan standar pelayanan yang sudah ditetapkan sebagai solusi menyelesaikan masalah. vi. Menilai dan mengevaluasi efektivitas solusi dengan membandingkan respon peserta terhadap standar pelayanan yang dilakukan. vii. Melakukan standardisasi pelayanan dan melakukan upaya perbaikan secara terus menerus. Keterlibatan pelanggan juga dilakukan melalui penawaran produk atau jasa yang cukup jelas bagi pelanggan. Pelanggan berhak mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang produk atau jasa yang ditawarkan. Entitas bisnis seharusnya menghindari berbagai cara atau metode yang menjadikan pelanggan merasa tertipu atau terdzolimi. Kejujuran dalam menjual barang dan jasa merupakan kewajiban entitas bisnis yang dapat terpenuhi melalui terwujudnya orientasi ibadah. Keterlibatan pelanggan harus dibangun melalui budaya kerja. Hal ini berarti bahwa kepedulian terhadap kepuasan pelanggan tidak hanya tertulis di dalam sistem kerja dan proses kerja, kebijakan mutu, ataupun di dalam kebijakan manajemen,
tetapi telah dijalankan dan dipertahankan pelaksanaannya. Kepedulian terhadap kepuasan pelanggan juga hendaknya dapat dipahami dan dijalankan oleh seluruh lapisan entitas bisnis, mulai dari tenaga kerja pada tingkat paling bawah hingga manajemen puncak. Gambar 4.10 Orientasi Pelanggan Pelanggan
Pelanggan Lama
Persyaratan Pelanggan
Calon Pelanggan
Penetapan Persyaratn Pelanggan
Kepuasan Pelanggan
Mendengarkan Pelanggan
Melibatkan Pelanggan
Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
Mewujudkan Pemberdayaan Pelanggan
Fondasi Kemaslah atan
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
Orientasi Pelanggan
Sasaran Strategis Orientasi Pelanggan Sasaran strategis orientasi pelanggan yang teridentifikasi adalah meningkatkan kepuasan pelanggan dan mewujudkan pemberdayaan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan perantara dari tercapainya orientasi kemaslahatan pelanggan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pelanggan adalah media rizki yang disampaikan Allah kepada bisnis. Peningkatan
jumlah pelanggan akan berbanding lurus dengan rizki yang dihantarkan. Semakin banyak pelanggan maka semakin tinggi peluang untuk mendapatkan rizki. Di sisi yang lain peningkatan jumlah pelanggan juga seharusnya berbanding lurus dengan tingkat kepuasan pelanggan kepada entitas binis. Semakin pelanggan merasa puas maka pelanggan semakin loyal kepada entitas bisnis. Pelanggan yang loyal tidak akan berpindah kepada yang lain. Pelanggan yang loyal justru dapat menjadi media marketing yang baik bagi entitas bisnis. Pelanggan yang loyal cenderung akan menjadi media pemasar yang baik. Pelanggan akan merekomendasikan bisnis kepada calon pelanggan yang lain. Oleh karena itu sasaran strategis meningkatkan kepuasan pelanggan sangat penting bagi entitas bisnis. Sasaran strategis mewujudkan pemberdayaan pelanggan adalah sasaran yang ingin dicapai dari sisi keterlibatan pelanggan. Pemberdayaan pelanggan berarti mengikutsertakan pelanggan dalam penentuan input, proses, dan output dari sistem kerja yang dilakukan oleh entitas bisnis. Hal penting dalam proses pemberdayaan pelanggan adalah kesukarelaan pelanggan untuk menjadi bagian dari proses keterlibatan pelanggan. Entitas bisnis tidak mungkin melakukan proses pemberdayaan pelanggan apabila pelanggan tidak memiliki keinginan untuk terlibat dalam proses ini. Oleh karenanya entitas bisnis harus dapat menarik minat pelanggan. Cara terbaik untuk dapat menarik minat pelanggan adalah dengan meningkatkan kecepatan respon terhadap harapan, informasi, feed back, keluhan atau ketidak puasan pelanggan. Sejatinya ketika pelanggan mengalami ketidakpuasan terhadap pelayanan, ketidakpuasan tersebut dapat segera direspon oleh entitas bisnis. Oleh karenanya mewujudkan pemberdayaan pelanggan merupakan sasaran strategis yang mendesak untuk dicapai (Gambar 4.10). Ukuran Orientasi Pelanggan Survey dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Survey tingkat kepuasan pelanggan dilakukan pada aspek: pemahaman terhadap produk dan jasa, prosedur, fasilitas pelayanan, personil dan keberterimaan produk. Untuk itu ukuran
yang dapat digunakan pada sasaran strategis meningkatkan kepuasan pelanggan adalah indeks kepuasan pelanggan. Adapun sasaran strategi mewujudkan pemberdayaan pelanggan sangat dipengaruhi oleh respon entitas bisnis terhadap segala masukan atau informasi yang mereka sampaikan. Oleh karena itu durasi waktu respon terhadap keluhan pelanggan menjadi ukuran keberhasilan dari sasaran strategis mewujudkan pemberdayaan pelanggan. Formula yang digunakan untuk indeks kepuasan pelanggan adalah tergantung pada metodologi survey yang dilakukan, bila survey menggunakan metode analisis deskriptif582 maka formula yang digunakan adalah dengan menghitung rata-rata persepsi pelanggan terhadap variable pengukuran. dimana x = nilai yang akan dihitung, f = jumlah frekuensi untuk setiap variable, i = katagori dalam variable yang bersangkutan, dan N = jumlah responden. Formula yang digunakan untuk waktu respon terhadap keluhan pelanggan adalah waktu (bulan, minggu, hari, jam). Target Orientasi Pelanggan Perencanaan target dibuat per lima tahun, untuk itu perlu dibuatkan milestone pencapaian kinerja per tahun. Milestone sasaran strategis meningkatkan kepuasan pelanggan: tahun ke 1 (80%), tahun ke 2 (85%), tahun ke 3 (85%), tahun ke 4 (90%), tahun ke 5 (95%). Milestone sasaran strategis mewujudkan pemberdayaan pelanggan: tahun ke 1 (1 minggu), tahun ke 2 (5 hari kerja), tahun ke 3 (3 hari kerja), tahun ke 4 (2 hari kerja), tahun ke 5 (1 day service). Inisiatif Strategis Orientasi Pelanggan Dalam usaha meningkatkan kepuasan pelanggan, entitas bisnis melakukan peninjauan ulang seluruh prosedur pelayanan. 582
Freddy Rangkuti, Measuring Customer Satisfaction, Tekhnik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepausan Pelanggan Plus Analisis Kasus PLN – JP (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008).
Peninjauan dilakukan pada prosedur-prosedur yang tidak efektif. Prosedur yang cenderung menghambat waktu pelayanan dibuat lebih simple, prosedur yang terlalu birokratis ditinjau ulang untuk dilakukan metode lainnya dstnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah, mempersingkat dan memberikan kenyamanan, kehandalan dan kecepatan pelayanan kepada pelanggan. Tanpa melakukan studi tentang kepuasan pelanggan, belumlah cukup bagi entitas bisnis untuk dapat menilai bahwa pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sudah baik atau masih buruk. Oleh karena itu entitas bisnis harus dapat mengukur tingkat kepuasan pelanggan melalui survey kepuasan pelanggan. Survey dapat saja dilakukan mandiri oleh entitas bisnis, juga dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga yaitu konsultan. Survey oleh pihak ketiga dilakukan untuk menjaga kredibilitas hasil survey. Jelas dari sisi kepercayaan terhadap hasil suvery, survey yang dilaksanakan oleh pihak ketiga memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi dibandingkan dengan survey yang dilakukan sendiri oleh entitas bisnis. Bila dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka brand image konsultan juga sangat mempengaruhi kepercayaan terhadap hasil survey. Oleh karena itu pemilihan konsultan survey juga sangat menentukan. Pemberdayaan pelanggan dilakukan dengan mendisain produk sesuai keinginan pelanggan maupun atas trend yang terjadi di masyarakat. Produk disosialisasikan dengan benar kepada pelanggan. Segala kelebihan maupun kekurangan produk sebaiknya diinformasikan kepada pelanggan583. Kontrak atau akad juga dibuat lengkap, tetapi sesederhana mungkin, agar pelanggan merasa tidak dipermainkan. Pengelolaan keluhan dan ketidakpuasan dikendalikan dengan benar. Pelanggan dengan sukarela memberikan masukan, feed back, sumbang saran dll. Oleh karena itu inisiatif yang dilakukan adalah meningkatkan kegiatan mobilisasi pelanggan dan membentuk komunitas pelanggan. Kegiatan memobilisasi pelanggan adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan menghimpun pelanggan melalui berbagai 583
Sebagai contoh adalah yang telah dilakukan oleh produk obat, yaitu mencantumkan kontra indikasi bagi orang-orang tertentu apabila meminum obat tersebut.
aktifitas. Hal ini akan menjadi sarana komunikasi yang baik antara entitas bisnis dengan pelanggan. Kegiatan membentuk komunitas pelanggan akan membangkitkan rasa memiliki sehingga akan meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap produk dan jasa. Uraian di atas memberikan penjelasan bahwa orientasi pelanggan merupakan cara pandang terpeliharanya hubungan dengan pelanggan. Aspek ini merupakan jawaban atas pertanyaan, „agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, kegiatan apa yang harus dilakukan bagi pelanggan?‟. Seluruh pembahasan tentang orientasi pelanggan, dijabarkan dalam bentuk tabel scorecard orientasi pelanggan sebagaimana Tabel 4.5. Tabel 4.5 Scorecard Orientasi Pelanggan Sasaran Strategis Meningkatkan kepuasan pelanggan
Ukuran
Formula
Indeks kepuasan pelanggan
indeks
Target (5 tahun) 90 %
Mewujudkan pemberdayaan pelanggan
Waktu respon terhadap keluhan pelanggan
Jumlah hari
1 hari kerja
Inisiatif Strategis Tinjau ulang seluruh prosedur pelayanan Survey Kepuasan Pelanggan bekerja sama dengan pihak ke tiga. Meningkatkan kegiatan mobilisasi pelanggan Membentuk komunitas pelanggan
G. Orientasi Harta Kekayaan Sebagai Cara Pandang Terpeliharanya Harta (H}ifz}u al-Ma>l) Orientasi pembelajaran akan menciptakan kesadaran, keinginan, harapan dan hasrat pada pencapaian cita-cita untuk meningkatkan kemanfaatan bisnis tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi bagi stake holders dan lingkungan. Ini merupakan perwujudan dari kekhalifahan. Untuk itu bisnis harus meningkatkan harta kekayaan, dimana dengan harta dan kekayaan itulah bisnis dapat meningkatkan zakat, infaq, shadaqoh, wakaf, qurban, corporate social responsibility (CSR), haji bagi tenaga kerja maupun stake holders atau kegiatan sosial lain sehingga meningkatkan fungsi ekonomi dan sosial bisnis.
Dahan584 menyebutkan bahwa terdapat tiga fase kegiatan pengelolaan harta kekayaan sesuai shari>’ah yaitu pengumpulan harta (the proper acquisition of wealth) adalah proses untuk mendapatkan harta kekayaan. Pemeliharaan dan pembelanjaan harta (preservation of wealth and correct expenditure) adalah proses membelanjakan harta untuk keperluan utama. Distribusi harta (distribution of wealth) adalah membelanjakan harta untuk keperluan lainnya. Pendapat Dahan sejalan dengan pandangan bahwa pengelolaan harta harus sejalan dengan maqa>s}id yaitu sejalan pada cara mendapatkan harta kekayaan dan cara membelanjakan harta kekayaan. Dahan menggunakan strategi pengalokasian harta kekayaan (asset allocation) dalam membelanjakan harta. yaitu untuk pemeliharaan dan pembelanjaan harta (preservation of wealth and correct expenditure) dan distribusi harta (distribution of wealth). Berkaitan denga proses membelanjakan harta kekayaan, AlGhazali dalam Mohammad S. Ghazanfar dan Abdul Azim Islahi585 menyatakan bahwa dalam membelanjaan harta kekayaan, yang pertama kali harus dilakukan adalah pemenuhan kebutuhan dasar yaitu makanan, pakaian dan tempat tinggal. Selanjutnya adalah distribusi harta untuk pemenuhan kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, kewajiban agama, kegiatan refreshing dll. Seiring dengan perkembangan zaman maka kebutuhan lain-lainpun muncul. Hal ini memaksa orang untuk menabung atau bahkan melakukan investasi. Berbagai alasanpun dijadikan dasar untuk melakukan kegiatan ini seperti untuk 584
Mohd, Hayati Dahan, Noryati Ahmad dan Faziatul Amillia Mohamad Basir, “Factors Inhibiting Islamic Will Adoption: Focus on Muslim Community,” (Paper dipresentasikan pada 3rd International Conference on Business and Economic Research (3rd ICBER 2012) Proceeding, Bandung, Indonesia, 12 - 13 Maret 2012). 585 Menurut Al-Ghaza>li, dalam Mohammad S. Ghazanfar dan Abdul Azim Islahi. “Economic Thought of Al-Ghazali (450-505 A.H. / 1058-1111 A.D.),” Islamic Economics Research Series, King Abdulaziz University (1997) bahwa seluruh aktifitas ekonomi dilakukan dalam memenuhi tiga kebutuhan dasar manusia yaitu: makanan (food), pakaian (clothing) dan tempat tinggal (shelter). Ketiga kebutuhan dasar ini fleksibel dan inklusif bergantung pada kondisi tempat dan waktu juga harus konsisten terhadap shari>’ah Islam.
keamanan di masa depan, mengantisipasi pengeluaran di masa depan juga sebagai pengelolaan risiko. Pendekatan yang berbeda dikemukakan oleh Ruslinda Sulaiman586 yang menjelaskan tentang pengelolaan harta kekayaan dengan pendekatan perencanaan keuangan islami (islamic financial planning). Pengelolaan harta kekayaan terdiri dari penciptaan kekayaan (wealth creation), menghasilkan kembali kekayaan (wealth generation). pemurnian kekayaan (wealth purification), memproteksi kekayaan (wealth protection) dan distribusi kekayaan (wealth distribution). Penciptaan kekayaan (wealth creation) adalah proses yang dilakukan oleh orang untuk mendapatkan harta kekayaan. Harta dalam Islam adalah rizki yang diberikan oleh Allah dan bukan semata-mata usaha dari manusia itu sendiri. Rizki diberikan oleh Allah kepada manusia oleh karena kasih sayang Allah kepada mereka. Adapun usaha yang dilakukan oleh manusia dianggap sebagai proses yang akan memiliki konsekuensi pada hasil yang negatif ataupun positif. Segala sesuatu yang ada di bumi diciptakan oleh Allah bagi kehidupan manusia, namun tetap saja Allahlah pemiliknya587. Ruslinda Sulaiman menjelaskan bahwa penciptaan harta kekayaan adalah bukan semata-mata atas usaha manusia, tetapi karena Allahlah yang membuatnya menjadi mungkin. Menghasilkan kembali kekayaan (wealth generation) adalah proses mengembangkan harta kekayaan yang sudah ada menjadi lebih besar atau lebih banyak lagi. Islam sangat mendukung pengembangan harta kekayaan. Islam bahkan melarang harta kekayaan yang dibiarkan idle, untuk itu harta kekayaan harus diinvestasikan lagi588. Islam mengatur proses pengembangan harta 586
Ruslinda Sulaiman, “Realising Maqasid Al-Shariah in Islamic Financial Planning,” The 4E Journal 11, No. 1, 1Q (2011): 13-17. 587 Lihat QS al-Nah}l 16: 80 yang artinya „Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa) nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)‟. 588 Dalam Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani dijelaskan:
kekayaan sesuai shari>’ah yaitu menghindari pegembangan harta kekayaan dari faktor-faktor riba, maysir and gharar. Pemurnian kekayaan (wealth purification) adalah proses membersihkan atau mensucikan harta kekayaan dari sesuatu yang bukan haknya. Tujuan dari pembersihan atau pensucian ini adalah untuk membersihkan pendapatan dari hal-hal yang bersifat illegal juga untuk memberikan hak atau bagian dari delapan asnafs589. Pembersihan atau pensucian harta kekayaan dalam Islam disebut sebagai zakat. Proses ini merupakan kegiatan yang sangat penting di dalam perencanaan keuangan islami590 bahkan dapat dikatakan Hadits ke-142, Dari Urwah, dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa memakmurkan tanah yang tidak dimiliki oleh siapapun maka ia lebih berhak dengan tanah tersebut." Urwah berkata: Umar memberlakukan hukum itu pada masa khilafahnya. Riwayat Bukhari. Hadits ke-143, Dari Said Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu miliknya." Riwayat Imam Tiga. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan ia berkata: hadits itu diriwayatkan dengan mursal dan ada perselisihan tentang shahabatnya. Ada yang mengatakan (shahabatnya ialah) Jabir, ada yang mengatakan 'Aisyah, dan ada yang mengatakan Umar. Yang paling kuat ialah yang pertama. 589 Adalah orang-orang yang berhak mendapatkan zakat sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Tawbah 9: 60 „Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana‟. 590 Ancaman dan hukuman akan ditimpakan kepada orang-orang yang tidak membayar zakat adalah sebagaimana dijelaskan oleh Rasulallah (HR Bukhari) dalam hadisnya . Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah, namun tidak mengeluarkan zakatnya, maka harta itu akan dijadikan seperti ular jantan botak (karena banyak racunnya dan sudah lama usianya). Ular itu mempunyai dua taring yang mengalungi lehernya pada hari kiamat. Kemudian ular itu menyengatnya dengan kedua taringnya. Ia mencengkeram kedua rahangnya dengan berkata, 'Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu.' Kemudian beliau membaca ayat, 'Sekali-kali janganlah orang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Tetapi, kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak akan dikalungkan di leher
sebagai pembeda dari perencanaan keuangan konvensional. Keuntungan yang diperoleh dengan membayar zakat adalah adanya janji dari Allah bahwa zakat justru akan menggandakan harta kekayaan berlipat-lipat591. Proteksi kekayaan (wealth protection) adalah proses pengalokasian harta kekayaan yang ditujukan untuk mengelola risiko yang mungkin akan terjadi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengikuti asuransi (takaful). Pengelolaan risiko di dalam Islam adalah sangat dianjurkan oleh karena manusia tidak dapat memprediksikan sesuatu di hari esok. Kejadian di hari esok hanya Allahlah yang mengetahui592. Distribusi kekayaan adalah proses mendistribusikan harta kekayaan pada saat seseorang meninggal dunia. Hukum Islam menentukan bahwa bila seseorang meninggal dunia maka harta yang ditinggalkannya seharusnya didistribusikan sebagaimana
mereka di hari kiamat. Kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (Dalam satu jalan periwayatan dengan redaksi yang berbunyi: 'Harta simpanan seseorang dari kamu itu besok pada hari kiamat akan menjadi ular jantan yang botak, dan pemiliknya lari menjauhinya. Tetapi, ular itu mengejarnya sambil berkata, 'Aku adalah harta simpananmu.' Rasulullah bersabda, 'Demi Allah, ular itu terus mengejarnya. Sehingga, ia membentangkan tangannya, lalu ular itu mengunyahnya dengan mulutnya.' Sabda beliau selanjutnya, 'Apabila pemilik binatang ternak itu tidak memberikan haknya (zakatnya), niscaya ternak itu akan dikuasakan atasnya pada hari kiamat. Lalu, akan menginjak-injak wajahnya dengan telapak kakinya.' 8/60)." 591 Dalam QS al-Baqarah 2: 261 dijelaskan bahwa „Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui‟. 592 Pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w., yaitu ada seorang sahabatnya yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu ditinggalkan. Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah s.a.w. tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda: Artinya: "Ikatlah dulu lalu bertawakkallah." Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam (Riyadus}s}alih}i>n Imam Nawai)
ketentuan QS al-Nisa> 4: 11-12593. Ketentuan tersebut dijalankan manakala seluruh kewajiban dari orang yang meninggal dunia telah terpenuhi seperti: pelunasan hutang, klaim pihak ketiga dsbnya. Sama halnya dengan Mohd, Hayati Dahan, Noryati Ahmad dan Faziatul Amillia Mohamad Basir, Ruslinda Sulaiman pada prinsipnya membagi dua proses besar pengelolaan harta kekayaan yaitu mendapatkan harta (wealth creation) dan membelanjakan harta (wealth generation, wealth purification, wealth protection dan wealth distribution). Strategi yang digunakan oleh Ruslinda Sulaiman untuk membelanjakan hartapun sama dengan Mohd, Hayati Dahan, Noryati Ahmad dan Faziatul Amillia Mohamad 593
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibubapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS al-Nisa> 4: 11) Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun (QS al-Nisa> 4: 12)
Basir yaitu strategi pengalokasian harta kekayaan (asset allocation). Berkaitan dengan cara mendapatkan harta, Ahmad Hidayat Buang Harta594 menyatakan bahwa ajaran Islam mengenal berbagai macam cara untuk mendapatkan harta kekayaan diantaranya Ihya’ al-mawat atau mendapatkan harta dari tanah tak berpenghuni atau tanah tidak digunakan atau ditinggalkan oleh pemiliknya, atau memang belum pernah ditinggali oleh orang lain, al-sayd atau berburu yaitu berburu binatang buas atau dari memancing, pampasan perang (ghanimah) yaitu hasil dari kemenangan perang, dsbnya. Seiring dengan peradaban manusia, maka tatacara mendapatkan harta kekayaan dilakukan dengan cara yang lebih beradab. Perdagangan dan bisnis menjadi cara utama untuk mendapatkan harta kekayaan. Islam adalah agama yang memiliki banyak aturan berkaitan dengan pengumpulan harta. Perdagangan dan bisnis benar-benar dikontrol melalui moralitas. Adapun hasil perdagangan dan bisnis ditujukan untuk pemenuhan kepentingan umum. Segala transaksi yang bertentangan dengan hukum atau bertentangan dengan moral dan kepentingan umum dianggap ilegal dan tidak syah. Apa yang dijelaskan oleh Ahmad Hidayat Buang adalah mengenai sumber-sumber mendapatkan harta (when - where). Namun mengacu pada fungsi dan kedudukan harta dalam Islam, jauh lebih penting adalah tinjauan tentang bagaimana proses untuk mendapatkan harta (how). Gambar 4.11. menjelaskan bahwa proses mendapatkan harta dan proses membelanjakan harta merupakan satu siklus. Berawal dari orientasi ibadah dan berakhir di orientasi ibadah pula. Inilah yang disebut dengan siklus kinerja MaSC yaitu usaha untuk mendapatkan harta dan membelanjakannya sesuai dengan ketentuan maqa>s}id al-shari>’ah dengan pendekatan mas}lah}ah.
594
Ahmad Hidayat Buang, “Appreciation of Syari‟ah Principles in Property Management in Contemporary Malaysia Society,” Shariah Journal 16 (2008): 555-566.
Gambar 4.11 Siklus Mendapakan Harta dan Membelanjakan Harta Orientasi Ibadah
Orientasi Akal
Mendapatkan Harta
Orientasi Tenaga Kerja
Orientasi Proses Internal
Membelanjakan Harta
Orientasi Proses Internal
Orientasi Pelanggan
Orientasi Tenaga Kerja
Orientasi Pembelajar an
Orientasi Pelanggan Orientasi Harta Kekayaan
Cara mendapatkan harta kekayaan harus memenuhi ketentuan kemaslahatan yaitu mendapatkan harta kekayaan melalui proses pemenuhan orientasi ibadah, orientasi proses internal, orientasi tenaga kerja, orientasi pembelajaran dan orientasi pelanggan. Dapat dijelaskan lebih detail bahwa untuk mendapatkan harta, seseorang harus memintanya terlebih dahulu kepada Yang Maha Memiliki Harta. Bila tidak meminta ijin kepada Yang Maha Memiliki maka tindakan tersebut termasuk dalam katagori pencurian. Permintaan ijin dilakukan melalui berdoa. Doapun harus dibarengi dengan usaha untuk mendapatkannya karena Allah tidak akan memberikan harta secara langsung tanpa ada usaha untuk mendapatkannya. Dalam melaksanakan usaha tentu saja harus berinteraksi dengan orang lain. Disini, akhlak akan sangat mempengaruhi hasil usaha. Perlu juga diingat bahwa yang namanya usaha tidak ada yang langsung berhasil, Allah pasti akan
memberikan ujian. Oleh karenanya doa dan usaha harus tetap dilakukan untuk mendapatkan harta yang telah dijanjikan oleh Allah. Seluruh aktifitas di atas menjelaskan terpenuhinya orientasi ibadah. Perbaikan pada diri sendiri maupun perbaikan di dalam proses internal harus senantiasa dievaluasi. Bila proses mendapatkan harta kurang gigih atau tidak optimal maka rizki yang telah ditentukan oleh Allah masih terasa terlalu jauh untuk didapatkan. Untuk itu perlu dilakukan proses evaluasi pada seluruh aktifitas. Apakah proses pembelian barang sudah memenuhi prinsip halal dan t}oyib?. Proses mana saja yang masih boros waktu, boros tenaga, boros bahan baku, boros tenaga kerja, boros biaya? Hasil evaluasi selanjutnya menjadi masukan untuk dilakukannya tindakan perbaikan. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan proses menuju proses yang lebih efisien dan efektif. Upaya yang dilakukan ternyata memerlukan mobilisasi tenaga kerja. Keterlibatan mereka sangat diperlukan untuk melipatgandakan harta yang diharapkan. Oleh karena itu entitas bisnis harus berusaha membuat mereka berbahagia. Rasa bahagia akan memotivasi tenga kerja untuk bekerja lebih baik lagi. Bila motivasi kerja meningkat maka tenaga kerja akan secara sukarela dan ikhlas akan terlibat dalam pencarian harta kekayaan yang telah dijanjikan oleh Allah. Sampai langkah ini orientasi tenaga kerja telah terpenuhi. Allah akan terus menguji manusia, apakah mereka dapat mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah?. Muhasabah atau perenungan diri atas apa yang telah dilakukan harus senantiasa dijaga. Belajar dari pengalaman, nasihat dari orang lain dan dari sumber-sumber lainnya semakin membuat manusia dapat memaknai hidup bahwa mencari harta semata-mata untuk mencapai tujuan mulia yaitu kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Untuk itu dalam mengejar harta, tetaplah di jalur maqa>s}id al-shari>’ah jangan menggunakan cara atau metode lainnya. Sampai langkah ini orientasi pembelajaran telah terpenuhi.
Gambar 4.12 Orientasi Harta Kekayaan. Harta Kekayaan
Cara Mendapatkan
Cara Membelanjakan
Fondasi Kemaslah atan
Maslahah
Orientasi Pelanggan
Mewujudkan kebersihan harta
Orientasi Pembelajaran
Orientasi Tenaga Kerja
Orientasi Proses Internal
Orientasi Ibadah
Mewujudkan Double Profit
Mewujudkan entitas bisnis menjadi organisasi yang efisien.
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
Orientasi Harta Kekayaan
Usaha perbaikan (corrective action) dan usaha peningkatan (continuous improvement) pada proses internal, usaha dalam melibatkan tenaga kerja dan proses pembelajaran yang dilakukan, seluruhnya ditujukan kepada para pelanggan , tetapi didedikasikan kepada Allah agar Allah simpati. Pelanggan akan merasa respek apabila suara mereka didengar. Pelayanan dengan akhlak yang baik, merespon keluhanpun dengan akhlak yang baik sehingga pelanggan akan merasa puas. Rizki yang dijanjikan oleh Allahpun
dapat diraih. Sampai langkah ini orientasi pelanggan telah terpenuhi. Rizki yang dijanjikan oleh Allah sudah diterima maka harus ditindaklanjuti dengan bersyukur kepada Allah. Bila rizki yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan maka berserah diri kepada Allah. Allah pasti akan memberikan rizki yang lebih baik di waktu yang lain dan melalui media yang lain. Sampai disini orientasi harta kekayaan telah terpenuhi. Inilah siklus mendapatkan harta. Sementara cara membelanjakan harta kekayaan juga harus memenuhi ketentuan kemaslahatan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa membelanjakan harta adalah melalui alokasi asset (asset allocation) sehingga tidak berdasarkan urutan pemanfaatan. Ada beberapa hal yang wajib dilakukan sebelum mengalokasikan harta kekayaan, diantaranya adalah pembayaran hutang. Hutang terkadang dilakukan karena seseorang ingin memenuhi satu kebutuhan namun pada saat itu pemenuhannya bukan bersumber dari pendapatan. Hutang juga disebabkan karena tingkat pendapatan seseorang yang lebih kecil dibandingkan pengeluarannya. Namun perlu diingat bahwa hutang dapat menyebabkan seseorang pada kekufuran 595. Hutang juga dapat menyebabkan seseorang menjadi tidak jujur596. Pada saat seseorang meninggal dunia maka kewajiban yang harus dipenuhi terlebih dulu adalah melunasi hutang-hutangnya dan wasiat yang ditinggalkannya, pembagian harta warisan sesuai ketentuan pada QS an-Nisa> 4: 11-12. Pengalokasian harta kekayaan selanjutnya adalah pemenuhan terhadap mas}lah}ah. Pemenuhan kebutuhan orientasi harta kekayaan bertujuan untuk menghasilkan kembali harta kekayaan: investasi, deposito, tabungan, giro dsbmya. Pemenuhan kebutuhan orientasi pelanggan diantaranya adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendengarkan suara 595
"Aku berlindung diri kepada Allah dari kekufuran dan hutang. Kemudian ada seorang laki-laki bertanya: Apakah engkau menyamakan kufur dengan hutang ya Rasulullah? Ia menjawab: Ya!" (Riwayat Nasa'i dan Hakim) 596 "Ya Tuhanku! Aku berlindung diri kepadaMu dari berbuat dosa dan hutang. Kemudian ia ditanya: Mengapa Engkau banyak minta perlindungan dari hutang ya Rasulullah? Ia menjawab: Karena seseorang kalau berhutang, apabila berbicara berdusta dan apabila berjanji menyalahi." (Riwayat Bukhari)
pelanggan, biaya untuk melayani pelanggan, biaya untuk mengelola feed back dan biaya untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggan (customer relationship)597. Pemenuhan kebutuhan orientasi pembelajaran: biaya pelatihan, pengembangan infrastruktur learning organization. Pemenuhan terhadap kebutuhan orientasi tenaga kerja: biaya rutin gaji, biaya cuti, bonus, asuransi tenaga kerja dan keluarga, car allowance, home allowance, biaya kesehatan, medical chaeck up. PT. Asuransi Takaful Keluarga bahkan sudah memberlakukan biaya penggantian pengobatan yang menggunakan pengobatan alternatif ala nabi (tibun nabawi) seperti bekam, herbal, pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dibayarkan pada dua minggu sebelum ramadhon, juga diberikannya cuti i‟tikaf kepada tenaga kerja di sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhon. Pemenuhan kebutuhan orientasi proses internal: biaya produksi, biaya mutu, biaya antisipasi risiko (asuransi), biaya infrastruktur kondisi tanggap darurat. Pemenuhan kebutuhan orientasi ibadah meliputi 3 alokasi yaitu beribadah kepada Allah Yang Maha Pemberi Rizki: zakat, infaq, shadaqoh, wakaf, haji dan qurban. Hubungan dengan stake holders: CSR, PKBL, sponsorship dll. Hubungan dengan lingkungan: biaya pengendalian limbah, biaya penghijauan, biaya daur ulang limbah, biaya pengendalian barang B3 dll. Termasuk dalam biaya orientasi ibadah yaitu biaya yang harus dibagikan kepada para pemegang saham (dividen), biaya investasi, biaya cadangan dll. Sasaran Stratategis Orientasi Harta Kekayaan Orientasi harta kekayaan pada dasarnya adalah siklus cara mendapatkan harta kekayaan dan cara membelanjakan harta kekayaan sesuai dengan maqa>s}id al-shari>’ah. Tentu saja yang 597
Salah satu produsen jamu nasional mengalokasikan dana khusus untuk customer relationship yaitu biaya untuk pulang mudik bareng di setiap Idul Fitri bersama para agen jamunya. Biaya yang dikeluarkan sangat besar namun hasil yang didapat adalah adanya loyalitas dari para agen terhadap produk jamu. Pabrik otomotif membina para pelanggannya dengan membentuk club otomotif. Berbagai kegiatanpun secara rutin dilaksanakan seperti gathering, bakti sosial dll. Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit namun memberikan hasil yaitu loyalitas pelanggan terhadap kendaraan bermotor buatannya.
dimaksud dengan siklus cara mendapatkan dan cara membelanjakan harta kekayaan bukanlah berarti bahwa orientasi harta kekayaan adalah berorientasi pada proses mendapatkan dan proses membelanjakan tanpa mempertimbangkan hasil. Justeru dari siklus tersebut terlihat dengan jelas bahwa orientasi harta kekayaan adalah berorientasi hasil. Tidaklah mungkin membelanjakan harta kekayaan kalau siklus tersebut tidak memiliki outcome. Siklus mendapatkan dan membelanjakan harta kekayaan adalah siklus yang bersifat „tarik‟ atau „pull‟. Itu berarti proses membelanjakan harta menarik proses mendapatkan harta. Artinya, Islam mengharuskan umatnya untuk mendapatkan harta yang baik dan benar dalam rangka memenuhi seluruh kebutuhannya. Alasan agar berfokus pada hasil juga telah diajarkan oleh Siti Hajar ketika berlari-lari dari Bukit Shofa dan Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Siti Hajar hanya fokus mendapatkan sumber mata air untuk minum Ismail anaknya. Siti Hajar tidak memperdulikan usaha yang dilakukannya. Siklus mendapatkan dan membelanjakan harta juga memberikan pelajaran bahwa situasi yang terbaik adalah pendapatan lebih besar dari pada pembelanjaan. Surplus pendapatan terhadap pembelanjaan dalam konteks bisnis berarti profit. Situasi ini dapat menjadi pendorong bagi bisnis untuk mencapai sasaran strategis berupa perwujudan double profit yaitu suatu kondisi dimana profit yang diperoleh adalah dua kali dari profit periode sebelumnya. Dalam membelanjakan harta, entitas bisnis seharusnya mengutamakan pos pengeluaran yang memiliki prioritas tinggi. Terpenuhinya kebutuhan dasar merupakan prioritas utama dari proses membelanjakan harta. Tidak boros tetapi juga tidak terlalu kikir merupakan sifat yang selalu diajarkan oleh Rasulallah SAW. Entitas bisnis seharusnya efisien dan efektif dalam mengelola pos pengeluaran. Oleh karena itu efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan pengeluaran dapat menjadi sasaran strategis dalam orientasi harta kekayaan.
Harta kekayaan yang diperoleh juga harus dibersihkan melalui proses pensucian harta yaitu zakat598. Zakat disamping berfungsi sebagai pen-suci harta kekayaan juga berfungsi sebagai pengungkit (leverage)599 pendapatan. Hal ini terjadi karena zakat dapat meningkatkan keberkahan bagi harta yang tertinggal. Dalam hal ini pembayaran zakat disamping sebagai sasaran strategis juga dapat berfungsi sebagai inisiatif strategis. Ukuran Orientasi Harta Kekayaan Sasaran strategis mewujudkan double profit adalah kondisi dimana profit bersih menjadi dua kali lipat dari periode sebelumnya. Profit bersih adalah keuntungan setelah pembayaran pajak. Ukuran yang dapat digunakan untuk sasaran strategis mewujudkan double profit adalah keuntungan bersih (net profit). Sasaran strategis mewujudkan kebersihan harta bertujuan agar harta kekayaan yang diperoleh bersih dari hak-hak orang lain. Sebagaimana diketahui bahwa dari setiap harta yang didapatkan, sesungguhanya di dalam harta tersebut masih terkandung hak-hak orang lain. Oleh karena itu harta yang diperoleh harus segera dibersihkan melalui pembayaran zakat. Ukuran yang digunakan untuk sasaran strategis mewujudkan kebersihan harta adalah jumlah pembayaran zakat. Hal ini merujuk pada Muhammad Abu Zaharah600. Ukuran kinerja ini juga digunakan oleh Mohammed & Dzuljastri Abdul Razak (2008) dan Shaukat601. Seluruh aktifitas yang dilakukan oleh bisnis harus ditunjang dengan pendanaan yang tepat. Perencanaan aktifitas termasuk di dalamnya anggaran kegiatan dilakukan dengan membuat perencanaan di awal peirode. Agar pendanaan yang dianggarkan 598
Lihat QS al-Tawbah 9: 103, lihat pula Ruslinda Sulaiman, “Realising Maqasid Al-Shariah in Islamic Financial Planning,” The 4E Journal 11, No. 1, 1Q (2011): 13-17. 599 Lihat QS al-Ru>m 30: 39 600 Muhammad Abu> Zahrah, Usul al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1997) 601 Mughees Shaukat, “Tha Recent Financial Growth of Islamic Banks and Their Fulfillments of Maqāsid Al-Sharī„ah, Gap Analysis,” INCEIF, http://instituteofhalalinvesting.org/mughees/islamic-financial-growth-versestheir-maqasid-alshariah.pdf (diakses 20 September 2012)
tepat sasaran maka seluruh kegiatan tersebut harus disusun berdasarkan skala prioritas. Dengan demikian, penyusunan rencana kerja dan anggaran dan proses monitornya menjadi ukuran keberhasila sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis menadi organisasi yang efisien. Formula yang digunakan untuk sasaran strategis mewujudkan double profit adalah net profit tahun ini / net profit tahun lalu. Formula untuk sasaran strategis mewujudkan kebersihan harta adalah jumlah zakat tahun ini yang akan dibayarkan / jumlah zakat tahun lalu yang sudah dibayarkan. Formula untuk sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis menjadi organisasi yang efisien adalah jumlah kegiatan terlaksana / jumlah rencana kegiatan. Target Orientasi Harta Kekayaan Perencanaan target dibuat per lima tahun, untuk itu perlu dibuatkan milestone pencapaian kinerja per tahun. Milestone sasaran strategis mewujudkan double profit: tahun ke 1 (40%), tahun ke 2 (80%), tahun ke 3 (120%), tahun ke 4 (160%), tahun ke 5 (200%). Milestone sasaran strategis mewujudkan kebersihan harta: tahun ke 1 (40%), tahun ke 2 (80%), tahun ke 3 (120%), tahun ke 4 (160%), tahun ke 5 (200%). Milestone sasaran strategis mewujudkan produktifitas kemitraan: tahun ke 1 (20%), tahun ke 2 (40%), tahun ke 3 (60%), tahun ke 4 (80%), tahun ke 5 (100%). Milestone sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis menjadi organisasi yang efisien: tahun ke 1 (20%), tahun ke 2 (40%), tahun ke 3 (60%), tahun ke 4 (80%), tahun ke 5 (100%). Inisiatif Strategis Orientasi Harta Kekayaan Untuk mencapai target tersebut beberapa inisitaif strategis yang dapat dilakukan diantaranya adalah: sasaran strategis mewujudkan double profit: Target profit dua kali lipat dibandingkan dengan tahun ini merupakan target yang cukup tinggi. Milestone menunjukan bahwa net profit setiap tahun harus meningkat sebesar 40%. Untuk itu diperlukan perbaikan proses yang sifatnya perbaikan besar bukan sekedar perbaikan kecil. Salah
satu yang diusulkan adalah adanya proses Business Process Reenginering (BPR) pada sistem channel distribution. Sasaran strategis mewujudkan kebersihan harta dengan target pembayaran zakat yang dua kali lipat dibandingkan tahun ini, merupakan target yang luar biasa. Jumlah angka yang akan disalurkan akan bernilai sangat besar. Dapat saja entitas bisnis bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk menyalurkan zakat produktif dimana zakat yang disalurkan digunakan untuk keperluan yang bersifat produktif bukan konsumtif. Kerjasama dengan LAZ dilakukan dengan penjabaran program kerja produktif di sektor ril. Sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis menjadi organisasi yang efisien dilakukan dengan membuat grand strategy yang menghubungkan antara visi, misi, tujuan, target, sasaran dan action plan terhadap anggaran. Grand strategy tersebut dimonitor secara tahunan, semester, tri wulan maupun bulanan. Seluruh uraian di atas menjelaskan bahwa orientasi harta kekayaan merupakan cara pandang terpeliharanya harta (h}ifz}u alma>l). Hal ini merupakan jawaban atas pertanyaan „Agar keselamatan hidup di akhirat dan kesuksesan hidup di dunia dapat berkelanjutan, usaha apa yang harus dilakukan dalam mendapatkan dan membelanjakan harta kekayaan?. Seluruh pembahasan tentang orientasi harta kekayaan, dijabarkan dalam bentuk tabel scorecard orientasi Harta Kekayaan sebagaimana Tabel 4.6. Tabel 4.6 Scorecard Orientasi Harta Kekayaan Sasaran Strategis Mewujudkan Double Profit
Ukuran
Formula
Net Profit
Mewujudkan kebersihan harta Mewujudkan efisiensi dan efektifitas
Jumlah pembayaran zakat
Net Profit tahun ini / Net profit tahun lalu Zakat tahun ini / zakat tahun lalu
penyusunan jumlah rencana kegiatan kerja dan terlaksana /
Target (5 Tahun) 200 %
200 %
100%
Inisiatif Strategis Business Process Reengineering pada sistem jaringan distribusi Kerjasama LAZ
Grand strategy yang menghubungkan
pengelolaan pengeluaran
anggaran dan proses monitornya
jumlah rencana kegiatan
antara visi, misi, tujuan, target, sasaran dan action plan terhadap anggaran
BAB V STUDI KASUS PENERAPAN SISTEM KINERJA BISNIS BERBASIS MAQA>S}ID AL-SHARI>’AH A. PT. Asuransi Takaful Keluarga (PT. ATK) PT. Asuransi Takaful Keluarga (PT. ATK) lahir melalui pembentukan sebuah tim yang diberi nama Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI)602 pada 16 tahun silam. Tim terbentuk atas prakarsa Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, bersama Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, dan beberapa pengusaha Muslim Indonesia, serta bantuan teknis dari Syarikat Takaful Malaysia, Bhd. (STMB). TEPATI mendirikan PT Syarikat Takaful Indonesia (Takaful Indonesia) pada 24 Februari 1994, sebagai pendiri asuransi shari>’ah pertama di Indonesia. Selanjutnya, pada 5 Mei 1994 Takaful Indonesia mendirikan PT ATK yang bergerak di bidang asuransi jiwa shari>’ah dan PT Asuransi Takaful Umum (Takaful Umum) yang bergerak di bidang asuransi umum shari>’ah. PT. ATK kemudian diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu, Mar‟ie Muhammad dan mulai beroperasi sejak 25 Agustus 1994. PT. ATK memiliki Visi: Menjadi Role Model Bisnis shari>’ah di Indonesia dengan Profesional, Amanah dan Memberikan Manfaat bagi Masyarakat. Sedangkan Misi adalah: Menjadikan Asuransi Takaful Keluarga sebagai Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Di Indonesia, Menjadikan Sumber Daya Manusia sebagai salah satu aset bagi pertumbuhan perusahaan, Memberikan pelayanan yang terbaik dengan dukungan teknologi Sasaran utama PT. ATK tahun 2012 adalah Pertumbuhan Bisnis yang Berkelanjutan, Memberikan Pelayanan Prima, Memperkuat Pengawasan dan Kepatuhan dan Menyiapkan Sumber Daya Insani yang Handal dan Kredibel. Pada visi, terlihat dengan jelas goal yang ingin dicapai oleh perusahaan ini yaitu menjadi teladan bagi perusahaan lain sebagai 602
http://www.takaful.co.id/public/static/view/ctgr/profile/title/sekilas_ta kaful_keluarga diakses 19 September 2012
sebuah perusahaan shari>’ah. Goal yang lainnya adalah senantiasa untuk memberikan kemaslahatan bagi masyarakat. Visi yang dicanangkan tersebut setidaknya sudah mencerminkan keberlangsungan sebagai sebuah entitas bisnis yaitu selalu menjadi teladan. Visi untuk memberikan kemaslahatan juga menunjukan bahwa perusahaan memiliki tujuan agar dapat memberikan kemaslahatan bagi orang banyak. Adapun misi yang diemban oleh PT. ATK memiliki tiga struktur yaitu organisasi, sumber daya manusia dan tekhnologi informasi. B. Pengolahan Data Survey Kuisoner terdiri atas tujuh belas pertanyaan / pernyataan. Perinciannya adalah: Orientasi Pembelajaran
Tenaga Kerja
Proses Internal
Pelanggan
Harta Kekayaan Ibadah
Item Pemenuhan akal dan hati Pemenuhan sistem kerja dan proses kerja Pemenuhan pengembangan & pemberdayaan. Pemenuhan orientasi ibadah dan kompetensi. Pemenuhan atas sumber daya bisnis yang dapat dihitung (tangible) maupun yang tidak dapat dihitung (tangible) Persyaratan pelanggan Penetapan persyaratan Kepuasan pelanggan Cara mendapatkan harta Cara membelanjakan harta Aqidah, shari>ah , akhlak
Pertanyaan / pernyataan 2 (No 1 dan No 2) 2 (No 3 dan No 4) 1 (No 5) 2 (No 6 dan No 7) 1 (No 8) 1 (N0 9)
1 (No 10) 1 (No 11) 1 (No 12) 1 (No 13) 2 (No 14 dan No 15) 2 (No 16 dan No 17)
Penentuan jumlah pertanyaan / pernyataan pada masing-masing orientasi bergantung pada item yang diwakilinya. Daftar pertanyaan / pernyataan lengkap dapat dilihat pada Lampiran. Survey untuk menguji instrument kuisoner dilakukan kepada karyawan Kantor Pusat PT. Asuransi Takaful Keluarga pada tanggal 3 September 2012. Lima belas kuisoner dibagikan dan diisi oleh karyawan setingkat Staff Senior sampai dengan Kepala Divisi. Keseluruhan kuisoner dikembalikan kepada peneliti.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data terhadap sepuluh dari lima belas jawaban kuisoner. Uji validitas terhadap sepuluh jawaban kuisoner dilakukan pada n=10, α = 5% atau dengan r (0,05, n-2) diperoleh r table product moment sebesar 0,707. Hasil uji validitas menunjukan bahwa pertanyaan / pernyataan No 6, 8, 14, 15, 17 adalah valid, sedangkan pertanyaan / pernyataan No 1,2,3,4,5,7, 9, 10, 11, 12, 13, 16 adalah tidak valid. Hasil uji menunjukan bahwa instrument penelitian tidak valid. Untuk itu diperlukan perbaikan terhadap daftar pertanyaan / pernyataan yang tidak valid. Selanjutnya disusun pertanyaan / pernyataan sbb: i. Orientasi Pembelajaran Tujuan untuk mengetahui sejauh mana orientasi pembelajaran menjadi kebutuhan dasar sistem kinerja MaSC. Orientasi pembelajaran bersumber dari internal tenaga kerja berupa terpenuhinya akal dan hati. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan akal dan hati adalah: 1) Saya memerlukan pengembangan akal? 2) Saya senantiasa memerlukan pertimbangan hati sebelum mengambil keputusan? Orientasi pembelajaran juga bersumber dari organisasi berupa sistem kerja dan proses kerja. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan sistem kerja dan proses kerja adalah 3) Manajemen mendukung pengembangan akal? 4) Manajemen memiliki program muhasabah (evaluasi diri bagi karyawan)? ii. Orientasi Tenaga Kerja. Tujuan untuk mengetahui sejauh mana orientasi tenaga kerja menjadi kebutuhan dasar sistem kinerja MaSC. Orientasi tenaga kerja bersumber dari organisasi berupa pengembangan dan pemberdayaan. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan pengembangan & pemberdayaan adalah: 5) Perusahaan memiliki program pendidikan, latihan dan pengembangan?
Orientasi tenaga kerja juga bersumber dari internal tenaga kerja berupa terpenuhinya orientasi ibadah dan kompetensi. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan orientasi ibadah dan kompetensi adalah: 6) Saya senantiasa melibatkan spiritualitas dalam pengambilan keputusan? 7) Saya bekerja pada area yang sesuai dengan kompetensi saya? iii. Orientasi Proses Internal. Tujuan untuk mengetahui sejauh mana orientasi proses internal menjadi kebutuhan dasar sistem kinerja MaSC. Orientasi proses internal bersumber dari sumber daya bisnis baik yang bersifat dapat dihitung (tangible) maupun yang bersifat tidak dapat dihitung (intangible). Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan terhadap kedua sumber daya bisnis tersebut adalah: 8) Produk harus mendapatkan persetujuan DPS sebelum dijual? 9) Manajemen meninjau ulang proses kerja? iv. Orientasi Pelanggan. Tujuan untuk mengetahui sejauh mana orientasi pelanggan menjadi kebutuhan dasar sistem kinerja MaSC. Orientasi pelanggan bersumber dari pemenuhan terhadap persyaratan pelanggan, penetapan persyaratan dan kepuasan pelanggan. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan terhadap ketiga kebutuhan di atas adalah: 10) Harapan pelanggan menjadi dasar bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan pemasaran? 11) Perusahaan menetapkan berbagai harapan pelanggan secara tertulis di dalam SOP? 12) Perusahaan melakukan survey kepuasan pelanggan secara rutin? v. Orientasi Harta Kekayaan.
Tujuan untuk mengetahui sejauh mana orientasi harta kekayaan menjadi kebutuhan dasar sistem kinerja MaSC. Orientasi harta kekayaan bersumber dari cara mendapatkan harta kekayaan berupa terpenuhinya tata cara mendapatkan harta dengan baik dan halal. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan tata cara mendapatkan harta dengan baik dan halal adalah: 13) Manajemen menjunjung tinggi etika dan spiritualitas dan mengajarkannya kepada seluruh pegawai? Orientasi harta kekayaan juga bersumber dari cara membelanjakan harta kekayaan berupa terpenuhinya tata cara membelanjakan harta dengan baik dan halal. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan tata cara membelanjakan harta dengan baik dan halal adalah: 14) Perusahaan memiliki program sosial? 15) Perusahaan rutin membayar zakat? vi. Orientasi Ibadah. Tujuan untuk mengetahui sejauh mana orientasi ibadah menjadi kebutuhan dasar sistem kinerja MaSC. Orientasi ibadah bersumber dari aqidah, shari>ah, akhlak. Pertanyaan / pernyataan yang digunakan untuk mewakili pemenuhan aqidah, shari>ah, akhlak adalah: 16) Perusahaan memiliki program spiritual? 17) Program spiritual tertulis dalam SOP / IK? Survey untuk menguji kembali instrument pertanyaan / pernyataan dilakukan kepada karyawan Kantor Pusat PT. Asuransi Takaful Keluarga pada tanggal 2 Oktober 2012. Lima belas kuisoner dibagikan dan diisi oleh karyawan setingkat Staff Senior sampai dengan Kepala Divisi. Keseluruhan kuisoner dikembalikan kepada peneliti. Selanjutnya dilakukan pengolahan data terhadap sepuluh dari lima belas jawaban kuisoner. Uji validitas terhadap sepuluh jawaban kuisoner dilakukan pada n=10, α = 5% atau dengan r (0,05, n-2) diperoleh r table product moment sebesar 0,707. Hasil uji validitas menunjukan
bahwa tujuh belas pertanyaan / pernyataan adalah valid. Sedangkan nilai alpha cronbach adalah sebesar 0,977 yang berarti bahwa instrument adalah realibel. Sehingga daftar pertanyaan / pernyataan tersebut dapat dijadikan instrument pada penelitian ini. Experience survey yang bertujuan untuk mem-validasi rumusan konsep sistem kinerja MaSC berlandaskan pendekatan mas}lah}ah d}aru>riyah dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2012. Obyek survey adalah karyawan Kantor Pusat PT. Asuransi Takaful Keluarga dengan jabatan setingkat Staff Senior hingga Kepala Divisi. Jumlah kuisoner yang dibagikan adalah seratus lembar dengan harapan 60% (enam puluh lembar) kuisoner dikembalikan kepada peneliti. Kuisoner yang diisi dan dikembalikan kepada peneliti berjumlah enam puluh tujuh lembar. Lima puluh enam603 lembar diantaranya diolah. Hasil perhitungan adalah sebagimana di bawah. Orientasi Pembelajaran
No Pertanyaan / pernyataan 1 2 3 4
Tenaga Kerja
Proses Internal Pelanggan
5 6 7 8 9 10 11 12
Harta Kekayaan
603
13 14 15
Jawaban Terbanyak 4 (Setuju) 3 (Ragu-ragu) 4 (Setuju) 3 (Ragu-ragu) 4 (Setuju) 3 (Ragu-ragu) 4 (Setuju) 4 (Setuju) 3 (Ragu-ragu) 4 (Setuju) 4 (Setuju) 4 (Setuju) 4 (Setuju) 4 (Setuju) 3 (Ragu-ragu) 4 (Setuju) 3 (Ragu-ragu) 4 (Setuju) 4 (Setuju) 4 (Setuju) 4 (Setuju)
Merujuk pada Isac Michel dengan persamaan
Nilai Rata-rata 48,2 % 42,9 % 35,7 % 46,4 % 39,3 % 42,9 % 33,9 % 44,6 % 41,4 % 30,4 % 48,2 % 55,4 % 44,6 % 42,9 % 45,6 % 42,9 % 35,7 % 33,9 % 39,3 % 48,2 % 41,1 %
Ibadah
16 17
4 (Setuju) 4 (Setuju)
42,9 % 33,9 %
Hasil pengolahan data di atas menunjukan bahwa rumusan konsep sistem kinerja bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah dengan berlandaskan pada pendekatan mas}lah}ah d}aru>riyah adalah valid. C. Kinerja Orientasi Ibadah PT. ATK membangun fondasi kemaslahatan bisnis dengan menerapkan tiga aspek dasar agama secara holistik yaitu aqidah, shari>’ah dan akhlak pada segala aktifitas bisnisnya. Manajemen mengarahkan tenaga kerja, unit kerja maupun organisasi untuk membudayakan perilaku sabar dalam kehidupan sehari-hari baik kepada peserta takaful, rekan kerja, atasan, bawahan, mitra, vendor, pemegang saham maupun masyarakat sekitar. Kepedulian PT. ATK ditunjukan dengan keterlibatan Yayasan Amanah Takaful (YAT) dalam berbagai aktifitas sosial seperti santunan anak yatim dan dhuafa, pengadaan wakaf alquran, hadir di tengah masyarakat yang terkena musibah dan bencana. Tenaga kerja dituntut untuk bekerja dengan cermat. Hal ini terlihat dari konsistensi pelaksanaan Kebijakan Mutu ISO 9001: 2008. Perilaku adil dan jujur diterapkan oleh PT. ATK melalui pengembangan produk dan akad-akad yang senantiasa menjunjung tinggi kesesuaian dengan shari>’ah. Bagian Shari>’ah Complience terlibat secara aktif dalam pengembangan produk. Koordinasi antara Bagian Aktuaria dan Shari>’ah Complience menghasilkan draft produk untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Pengawas shari>’ah (DPS)604. Kepatuhan dan konsistensi PT. ATK dibuktikan dengan adanya Bagian Internal Audit, Bagian Shari>’ah Complience dan Bagian Legal Complience. Tim Audit Mutu Internal ISO 9001: 2008 secara rutin melakukan kegiatan audit mutu internal 604
Perilaku terbuka dilakukan oleh PT. ATK dengan membuka akses 24 jam call center pelayanan peserta di 0807 100 3456 dan email
[email protected]. Sementara telepon dan fax PABX selama jam kerja adalah Tel. (021) 799 1234 dan (021) 799 2345, fax. (021) 790 1435 dan (021) 790 1944. Dalam hal keterbukaan pengelolaan keuangan PT. ATK selalu mempublikasikan Laporan Keuangan Tahunan pada Harian Republika.
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Sementara audit dari pihak eksternal yaitu lembaga sertifikasi ISO 9001: 2008 DNV dilakukan sekali dalam setahun. Gambar 5.1 Perencanaan Orientasi Ibadah PT. ATK Agama
Aqidah
Shariah
Syahadat Shalat Zakat Puasa Haji
Allah Malaikat Rasul Kitab Hari Kiamat Takdir
Akhlak
Quran Hadist Fiqih
Allah Malaikat Rasul Kitab Hari Kiamat Takdir
Regulasi
Lingkungan Kompetitor Masyarakat Alam
Fondasi Kemasla hatan
Sabar
Meningkatkan fungsi sosial
Sasaran strategis
Peduli
Perilaku yang harus dimiliki
Cermat
Menciptakan entitas bisnis yang senantiasa siap sedia menghadapi perubahan
Shareholder Pelanggan Karyawan Mitra Vendor Pemerintah
Adil
Jujur
Terbuka (Open Mind)
Konisten
Mewujudkan entitas bisnis yang patuh secara konsisten
Patuh
Problem Solver
Pembelajar
Goal Achievement
Percaya diri
Optimis
Berfikir Positif
Mewujudkan pengelola bisnis yang memegang teguh amanah
Stake Holder
Orientasi Ibadah
Problem solver, pembelajar, goal achievement, percaya diri, optimis, berpikir positip ditunjukan oleh PT.ATK dengan berbagai program improvement dan inovasi. Berbagai strategi seperti rekayasa bisnis proses sistem keagenanpun dilakukan. Sejak tahun 2012 PT. ATK telah memberlakukan sistem keagenan penuh. Agen takaful didorong untuk memiliki entreprenurship yang tinggi. Mereka diberikan kesempatan untuk memiliki hak pengelolaan bisnis (Gambar 5.1). Scorecard orientasi ibadah dilakukan dengan menyusun empat variable utama kinerja kemaslahatan yaitu sasaran strategis, ukuran, target dan inisiatif strategis. Orientasi ibadah diterapkan
melalui inisiatif strategis berupa empat program utama peningkatan keimanan yaitu tilawah alquran, berbakti kepada orang tua, berinfaq setiap hari, qiyamullayl. Kegiatan membaca alquran dilakukan dengan target dua lembar / hari bagi setiap karyawan mulai dari tingkat paling bawah hingga tingkat yang paling atas. Program ini dikontrol melalui laporan yang dibuat oleh karyawan kepada atasannya masingmasing setiap minggu dan bulan. Program ditunjang pula dengan kegiatan mengkhatamkan alquran yang dibagi per divisi. Program berbakti kepada orang tua. Program ini pada penerapannya diserahkan sepenuhnya kepada karyawan, baik jenis kegiatan, jumlah kegiatan, durasi kegiatan, target kegiatan dll. Program bersedekah setiap hari bagi seluruh tingkat karyawan. Program ini dikendalikan oleh Divisi Human Resources, dimana setiap hari penanggung jawab dari masing-masing unit kerja melaporkan jumlah sedekah yang terkumpul. Target pengumpulan sedekah akan berbeda untuk setiap tingkat karyawan. Sebenarnya secara tekhnis kegiatan ini dapat saja dilakukan melalui pemotongan gaji karyawan setiap bulan, namun hal ini tidak dilakukan dengan maksud agar nilai pembelajaran bersedekah benar-benar terasa oleh setiap karyawan. Qiyamullayl atau shalat tahajud dilakukan oleh masingmasing karyawan di rumah dengan target sekurang-kurangnya 1 kali / minggu yang berlaku untuk seluruh karyawan. Perusahaan setiap hari mengirimkan sms remainder waktu shalat tahajud yg dikirimkan pada no HP seluruh karyawan. Dua program tambahan juga dilakukan untuk mendukung Program Utama yaitu memberlakukan puasa sunah setiap Hari Senin dan Hari Kamis bagi seluruh karyawan kecuali yang sedang berhalangan juga bagi para tamu. Kegiatan ini juga didukung dengan diadakannya kegiatan pembacaan hadist-hadist pilihan yang dilakukan setiap selesai Shalat Dhuhur berjamaah. Sasaran strategis mewujudkan pengelola bisnis yang memegang teguh amanah memiliki dua ukuran kinerja. Pertama keterlibatan Bagian Shari>’ah Complience dalam pengembangan produk. Ukuran kinerja ini memiliki target yaitu 100% Bagian Shari>’ah Complience menghadiri rapat pembahasan tentang
pengembangan produk. Hasil kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa Bagian Shari>’ah Complience selalu menghadiri (100%) rapat pembahasan tentang pengembangan produk. Ukuran kinerja yang kedua yaitu pembuatan laporan keuangan perusahaan memiliki target berupa 100% catatan akuntan publik „Wajar Tanpa Pengecualian‟. Oleh karena laporan keuangan tahun 2012 belum dilakukan, maka kinerja belum dapat diukur. Namun demikian, laporan tahunan sebelumnya menunjukan bahwa catatan akuntan publik „Wajar Tanpa Pengecualian‟. Sasaran strategis mewujudkan entitas bisnis yang patuh secara konsisten memiliki ukuran kinerja berupa temuan internal audit. Ukuran kinerja ini memiliki target berupa 100% temuan audit ditindaklanjuti. Hasil kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa seluruh bagian telah menindaklanjuti temuan audit dan berstatus „closed‟. Sasaran strategis menciptakan entitas bisnis yang senantiasa siap sedia menghadapi perubahan memiliki dua ukuran kinerja yaitu rapat manajemen dan rapat tinjauan manajemen ISO 9001: 2008. Ukuran kinerja rapat manajemen memiliki target berupa 100% hasil rapat manajemen ditindaklanjuti. Hasil kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa rapat manajemen yang dilaksanakan setiap Hari Selasa, 100% telah ditindaklanjuti. Memang ditemukan ada beberapa hasil rapat manajemen yang belum selesai dikerjakan oleh karena masih dalam proses penyelesaian (in progress) dan membutuhkan koordinasi dengan dengan pihak lainnya. Ukuran kinerja rapat tinjauan manajemen ISO 9001: 2008 memiliki target berupa 100% hasil rapat tinjauan manajemen ditindaklanjuti. Kinerja tahun 2012 belum dapat diukur karena rapat tinjauan manajemen ISO 9001: 2008 belum dilaksanakan. Hal ini karena Internal Audit ISO 9001: 2008 untuk tahun 2012 baru saja dilaksanakan pada Bulan September 2012 dan belum ada agenda yang ditetapkan berkaitan dengan rapat tinjauan manajemen ISO 9001: 2008. Sasaran strategis meningkatkan fungsi sosial memiliki ukuran kinerja berupa kegiatan sosial Yayasan Amanah Takaful (YAT). Ukuran kinerja ini memiliki target rata-rata jumlah kegiatan sosial YAT sebanyak 1 kali / bulan. Kinerja tahun 2012
adalah 108 % dimana YAT sampai dengan Bulan September 2012 telah melaksanakan kegiatan sebanyak 13 kali. Scorecard hasil pengukuran kinerja orientasi ibadah tahun 2012 secara lengkap dijabarkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Scorecard Orientasi Ibadah PT. ATK Sasaran Strategis
Ukuran
Mewujudkan pengelola bisnis yang memegang teguh amanah
Keterlibatan Bagian Pembahasan
Mewujudkan entitas bisnis yang patuh secara konsisten Menciptakan entitas bisnis yang senantiasa siap sedia menghadapi perubahan Meningkatkan fungsi sosial
Formula
Shari>’ah
Complience dalam pengembangan produk Pembuatan Laporan Keuangan Perusahaan Temuan Internal Audit Rapat Manajemen Rapat Tinjauan Manajemen (ISO 9001: 2008)
Kegiatan sosial YAT
Pengembangan Produk. Catatan Akuntan Publik ‟Wajar Tanpa Pengecualian‟
Status Tindak lanjut temuan Audit Internal Tindak lanjut Rapat Manajemen Tindak Lanjut Rapat Tinjauan Manajemen (ISO 9001: 2008) Jumlah Rata-rata Kegiatan Sosial YAT
Target 2012 100 %
Inisiatif Strategis
Empat Program Utama Peningkatan Keimanan: a. Membaca alquran 2 lembar / hari bagi setiap tenaga kerja mulai dari tingkat paling bawah hingga tingkat yang 100 paling tinggi. Program ini ditunjang % pula dengan kegiatan mengkhatamkan alquran yang dibagi per divisi. b. Program berbakti kepada orang tua, 100% c. Program bersedekah setiap hari oleh Closed seluruh tingkat tenaga kerja. d. Shalat tahajud dilakukan di rumah dengan target sekurang-kurangnya 1 100 kali / minggu yang berlaku untuk % seluruh tenaga kerja. Dua Program Tambahan: Puasa sunah setiap Senin dan Kamis 100 bagi seluruh tenaga kerja kecuali yang % sedang berhalangan. 12 kali Telaah hadist pilihan setelah Shalat Dhuhur berjamaah.
Hasil 2012 100%
Kinerja 100 %
Belum terlaksana
-
100% Closed
100% Closed
100 %
100 %
Belum terlaksana
-
13 kali
108%
D. Kinerja Orientasi Proses Internal PT. ATK berhasil membangun fondasi kemaslahatan bisnis orientasi proses internal sebagaimana Gambar 5.2. Gambar 5.2 Perencanaan Orientasi Proses Internal PT. ATK Proses Internal Bisnis
Fisik Bersifat Materi Tangible
Non Fisik Bersifat Non Materi Itangible
Out Put
Shariah & Legal Complience
Pengelolaan Risk Management
Pengelolaan Bencana & Tanggap Darurat
Proses Keberkangsungan
Proses Peningkatan
Proses Inti
Proses Pendukung
Input
Maqosid di Input – Proses - Output
Keadilan
Kepatuhan
Kepedulian
Pengendalian Risiko
Menghindari Maysir, Gharar, Riba dan Dhalim
Peningkatan / Inovasi
Produktifitas
Pengendalian Bencana & Keadaan Darurat
Keberlanjutan
Meningkatkan Fungsi Ekonomi
Fondasi Kemasla hatan
Perilaku yang harus dimiliki
Mewujudkan keadilan
Orientasi Proses Internal
Proses input, penciptaan nilai dan proses output teridentifikasi sejalan maqa>s}id al-shari>’ah dengan adanya Dewan Pengawas shari>’ah (DPS). DPS secara rutin mengadakan rapat pembahasan tentang pelaksanaan shari>’ah di perusahaan. Persyaratan stake holders diperoleh melalui survey kepuasan pelanggan meskipun kegiatan tersebut belum secara rutin dilakukan oleh PT. ATK. Informasi persyaratan stake holders juga diperoleh melalui media
Sasaran strategis
call center, email layanan peserta, agen takaful. Persyaratan dari tenaga kerja diperoleh melalui komunikasi yang baik antara pihak Serikat Pekerja (SP) dengan pihak perusahaan. Persyaratan stake holders lainnya diperoleh dari berbagai kegiatan sosial yang sudah secara rutin dilakukan dalam bentuk pengajian, kegiatan kesehatan gratis, olah raga, klub motor karyawan, juga sosialisasi kepada masyarakat tentang asuransi shari>’ah. Proses penciptaan nilai dilakukan oleh proses marketing, proses aktuaria, proses underwriting, proses health, proses services dan proses klaim. Proses peningkatan dilaksanakan melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008. PT. ATK telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 sejak tahun 2003. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi Det Norske Veritas (DNV) Norwegia. Proses CSR dilakukan oleh Yayasan Amanah Takaful (YAT). Proses kepatuhan kepada shari>’ah dilakukan oleh proses shari>’ah complience. Proses kepatuhan kepada regulasi bisnis dikelola oleh proses legal. Proses internal audit secara rutin dikontrol oleh Bagian Internal Audit. Proses keberlanjutan dilaksanakan oleh Bagian Corporate Strategic. Perlindungan data peserta untuk mengantisipasi keadaaan darurat dan bencana dilakukan oleh Bagian IT. Pengelolaan risiko dilakukan oleh Bagian Risk Management. Kelengkapan proses di atas akan menjamin terjaga dan terpeliharanya: keadilan bisnis bagi stake holders, kepatuhan baik pada shari>’ah maupun pada regulasi, sensitifitas bisnis yang tercermin pada kepedulian bisnis terhadap kehidupan masyarakat sekitar, pengendalian terhadap risiko yang mungkin akan diterima oleh bisnis, tercegahnya bisnis dari maysir, gharar, riba dan dhalim, peningkatan produktifitas bisnis, minimisasi risiko dari bencana dan keadaan darurat, dengan demikian keberlanjutan bisnis pun dapat terjaga. Keseluruhan proses di atas dapat dilihat secara detail pada disain sistem kerja PT. ATK (Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Disain Sistem Kerja PT. ATK
INPUT
M A Q O S I D S H A R I A H
P E R S Y A R A T A N S T A K E H O L D E R
Internal Audit
Shariah Complience
Legal Complience
IT Disaster and Emergency System
Risk Management
YAT OUTPUT
Proses Inti (Utama)
M A R K E T I N G
U N D E R W R I T I N G
A K T U A R I A
Finance Accounting
H E A L T H
S E R V I C E S
INVESTASI
K L A I M
HR
Proses Pendukung
ISO 9001: 2008
K E P U A S A N
S T A K E H O L D E R
M A Q O S I D S H A R I A H
Corporate Strategic
Scorecard orientasi proses internal dilakukan dengan menyusun empat variable utama kinerja kemaslahatan yaitu sasaran strategis, ukuran, target dan inisiatif strategis. Inisiatif strategis yang dilakukan berupa mengubah sistem keagenan secara penuh. Sistem ini merupakan rekayasa proses bisnis. Sebelumnya sistem keagenan takaful dilakukan dengan sistem yang tidak penuh dimana agen takaful merupakan tenaga free lance atau tenaga PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). Mereka dibawah pengendalian langsung tenaga marketing takaful. Keagenan secara penuh memberikan peluang seluas-luasnya kepada agen takaful untuk berkembang sesuai dengan yang diharapkannya. Mereka didorong untuk memiliki jiwa entrepreneurship dengan membentuk struktur tenaga pemasaran sendiri. Konsekuensinya
adalah tenaga marketing memiliki kesempatan untuk membuka kantor perwakilan dengan tanggung jawab penuh olehnya. PT. ATK akan memfasilitasi pembukaan kantor perwakilan ini. Agen takaful yang memiliki jiwa bisnis dan memiliki harapan yang tinggi terhadap bisnis shari>’ah akan mampu mewujudkan mimpinya tersebut atas dukungan PT. ATK. Konsekuensi dari pembukaan Kantor Perwakilan Takaful yang dikelola oleh agen takaful adalah adanya alih fungsi Kantor Pemasaran Takaful yang sebelumnya bertindak sebagai kantor pemasaran dan kantor pelayanan menjadi hanya untuk Kantor Pelayanan saja. Hal ini akan meningkatkan fungsi ekonomi tidak hanya bagi agen takaful, tetapi juga untuk PT. ATK. Efisiensi lain yang diperoleh PT. ATK adalah beberapa Kantor Perwakilan dapat dilayani oleh satu Kantor Pelayanan. Hal ini akan berdampak positip bagi biaya operasional perusahaan. Inisiatif strategis lainnya adalah kerjasama dengan PT. POS untuk pembayaran iuran peserta (premi) dan pembayaran klaim peserta yang non risk. Salah satu produk yang non risk adalah Produk Tahapan Siswa dimana pada masa tertentu (misalkan ahli waris peserta meneruskan sekolah ke jenjang SMP, SMA, kuliah atau masa tertentu lainnya), peserta dapat mengajukan klaim produk Tahapan melalui PT. POS terdekat. Bila dokumen persyaratan klaim lengkap maka pembayaran premi dapat dilakukan pada hari yang sama atau selambat-lambatnya dua hari kerja. Sasaran strategis meningkatkan fungsi ekonomi memiliki ukuran kinerja berupa jumlah kantor perwakilan. Ukuran kinerja ini memiliki target yaitu jumlah kantor perwakilan sebanyak 40 kantor. Kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa kantor perwakilan yang telah diresmikan adalah sebanyak 30 kantor. Itu berarti telah tercapai kinerja sebesar 75 % atau selisih (10). Sasaran strategis mewujudkan keadilan memiliki ukuran kinerja berupa proses pembayaran klaim. Ukuran kinerja ini memiliki target berupa waktu pembayaran klaim yang berisiko rendah (low risk) selama sembilan hari. Waktu tersebut dihitung mulai dari aplikasi klaim yang dilampiri dengan seluruh dokumen persyaratan, diterima oleh Bagian Pelayanan sampai dengan waktu
pembayaran klaim. Kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa 100% pengajuan klaim yang berisiko rendah dibayarkan dengan waktu rata-rata selama 7,5 hari. Hal ini berarti target 100% pembayaran klaim berisiko rendah selama 9 hari tercapai. Scorecard hasil pengukuran kinerja orientasi proses internal tahun 2012 secara lengkap dijabarkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Scorecard Orientasi Proses Internal PT. ATK Sasaran Strategis Meningkat kan Fungsi Ekonomi Mewujudk an keadilan
Ukuran
Formula
Jumlah Kantor Perwakilan
Jumlah Kantor Perwakilan / tahun
Proses Pembayaran Klaim
Waktu pembayaran klaim low risk 9 Hari
Target 2012 40
100%
Inisiatif Strategis a. Sistem Keagenan secara penuh. b. Mengalihfungsikan Kantor Pemasaran menjadi Kantor Pelayanan. c. Kerjasama dengan PT. POS untuk pembayaran iuran peserta dan klaim.
Hasil 2012 30
Kinerja 75%
100%
100%
E. Kinerja Orientasi Tenaga Kerja Orientasi tenaga kerja dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi seluruh tenaga kerja. Suasana kekeluargaan dan kekerabatan diciptakan melalui keteladanan dan kepemimpinan. Motivasi kerja juga diciptakan dengan memenuhi kebutuhan dasar tenaga kerja. Kebutuhan kesehatan jasmani tenaga kerja terpenuhi dengan diberlakukannya aturan reimbursement untuk pengobatan ala nabi (tibun nabawi) seperti bekam, acupressure, habatussauda, madu, medical check up. Pemenuhan terhadap terjaganya kesehatan jasmani juga dilakukan dengan dibentuknya kelompok-kelompok olahraga seperti bulutangkis, futsal, fitness, klub sepeda dan klub motor. Pemenuhan kebutuhan rohani tenaga kerja dilakukan dengan diberikannya cuti i‟tikaf bagi tenaga kerja setiap 10 hari terakhir Bulan Ramadhon605. Bagi tenaga kerja yang masih belum mahir membaca alquran, perusahaan juga memberikan fasilitas pembelajaran alquran disamping kelompok-kelompok pengajian lainnya. Dalam hal pengembangan organisasi dan pengembangan diri, perusahaan melakukan rotasi tenaga kerja secara rutin. Hal ini dimaksudkan agar setiap tenaga kerja berada dalam kondisi siap dan mampu mengerjakan berbagai tugas dengan baik dan penuh amanah. Tentu saja dalam melaksanakan kebijakan ini perusahaan memenuhi segala sesuatu yang menjadi hak tenaga kerja seperti tunjangan akomodasi, tunjangan pulang kampung dsbnya. Perencanaan tenaga kerja dilakukan oleh Bagian Human Resources (HR) pada saat penyusunan RKAP. Sementara kebutuhan terhadap peningkatan kompetensi dilakukan melalui sistem rekruitmen dan seleksi yang terencana. Kualifikasi tentang pendidikan, pengalaman, keterampilan, pengetahuan, wawasan, akhlak, shari>’ah dan aqidah ditentukan sesuai dengan jabatan maupun posisi yang dibutuhkan. Kebijakan HR menggarisbawahi bahwa mendapatkan calon tenaga kerja yang benar-benar sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan bukanlah perkara yang mudah. Oleh karena itu bagi calon tenaga kerja yang belum memiliki pemahaman tentang shari>’ah sesuai kualifikasi masih diberikan 605
Pengajuan cuti i‟tikaf diatur dengan mekanisme tertentu sehingga tidak mengganggu pelayanan dan kinerja unit kerja.
kesempatan untuk diterima menjadi tenaga kerja pada PT. ATK, tetapi bagian HR selanjutnya akan memberikan pendidikan tambahan kepada yang bersangkutan. Berkaitan dengan sistem pendidikan dan pelatihan, kegiatan ini didukung dengan anggaran yang telah disepakati pada saat penyusunan RKAP. . Beberapa kekurangan yang masih terlihat pada pemenuhan orientasi tenaga kerja ini adalah survey tentang kepuasan tenaga kerja terhadap perusahaan tidak secara rutin dilakukan. Survey kepuasan tenaga kerja pernah dilakukan pada tahun 2006 dan tahun 2008, tetapi setelah itu survey kepuasan tenaga kerja belum lagi dilakukan. Hal lain adalah belum adanya sistem career development yang terintegrasi dengan sistem HRD lainnya menyebabkan talent pool belum dikelola dengan baik. Keterlibatan tenaga kerja dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja untuk memberikan masukan kepada perusahaan. Perusahaan memberlakukan adanya pertemuan harian antara atasan dan bawahan sebelum memulai bekerja di setiap unit kerja. Pertemuan diawali dengan bersama-sama membaca alquran dan diakhiri dengan doa bersama. Pada sore hari menjelang pulang bekerja, seluruh tenaga kerja kembali membaca doa bersama. Pertemuan manajemen juga secara rutin dilakukan seminggu sekali. Pada pertemuan inipun manajemen memberikan peluang seluas-luasnya kepada tenaga kerja untuk menyampaikan berbagai masukan. Setelah melalui pengkajian yang lebih mendalam, masukan dari tenaga kerjapun ditindaklanjuti untuk diterapkan. Pengembangan dan pemberdayaan tenaga kerja dilakukan melalui sistem pendidikan dan pelatihan, rotasi jabatan, promosi jabatan maupun melalui penugasan. Pelatihan in house maupun eksternal dikelola oleh Bagian HR dengan anggaran yang telah disusun di dalam RKAP. Keseluruhan proses di atas dapat dilihat secara detail pada Gambar 5.4. Sasaran strategis menciptakan produktifitas yang tinggi memiliki ukuran kinerja berupa perbandingan antara premi bruto terhadap biaya operasi. Ukuran kinerja ini memiliki target sebesar 10.0. Kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa rasio premi bruto terhadap biaya operasi adalah sebesar 15.66 itu. Itu berarti kinerja tercapai sebesar 157 %. Sementara rasio rata-rata premi bruto
terhadap biaya operasi selama periode tahun 2001 s.d 2011 adalah sebesar 9.50. Grafik rasio premi bruto terhadap opex (Gambar 5.5) mengindikasikan trend yang menanjak. Hal ini menunjukan bahwa produktifitas PT. ATK selama periode tahun 2001 sd 2011 memiliki kinerja yang baik. Gambar 5.4 Perencanaan Orientasi Tenaga Kerja PT. ATK Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja
Lingkungan yang Kondusif
Pengalaman
Pendidikan
Keterampilan
Pengetahuan
Wawasan
Akhlak
Shariah
Aqidah
Orientasi Ibadah
Organisasi
Fondasi Kemaslah atan
Kompetensi
Keterlibatan Tenaga Kerja
Pengembangan & Pemberdayaan
Perilaku yang harus dimiliki
Menciptakan produktifitas yang tinggi
Meningkatkan kepuasan tenaga kerja.
Sasaran strategis
Orientasi Tenaga Kerja
Sasaran strategis meningkatkan kepuasan tenaga kerja memiliki ukuran kinerja berupa indeks kepuasan tenaga kerja.
Ukuran kinerja ini memiliki target hasil survey 90% tenaga kerja merasa puas. Target ini tidak tercapai karena survey kepuasan tenaga kerja tahun 2012 tidak dilakukan. Scorecard hasil pengukuran kinerja orientasi tenaga kerja tahun 2012 secara lengkap dijabarkan pada Tabel 5.3. Gambar 5.5 Grafik Perkembangan Rasio Premi Bruto thd Opex PT. ATK Rasio Premi Bruto thd Opex
15,64
15,66
16,00 14,19 12,00
11,48 9,93
8,00
4,00
7,76
4,58 2002
5,24
2003
5,27
2004
2005
5,78
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tabel 5.3 Scorecard Orientasi Tenaga Kerja PT. ATK Sasaran Strategis
Ukuran
Formula
Menciptakan produktifitas yang tinggi
Perbandingan antara premi bruto terhadap biaya operasi Indeks Kepuasan Pelanggan
Rasio Premi Bruto / Opex
Meningkatkan Kepuasan Tenaga kerja
Indeks Survey
Target Inisiatif Strategis 2012 10 Reimbursrment tibun nabawi .00 Penggunaan anggaran diklat sesuai perencanaan Klub olah raga 90 % Kelompok pengajian. Puas Rotasi tenaga kerja dan pemberdayaan
Hasil 2012 15.66
Belum terlaksana
Kinerja 157%
-
F. Kinerja Orientasi Pembelajaran Fondasi kemaslahatan yang berhasil diidentifikasi oleh PT. ATK untuk mencapai orientasi pembelajaran adalah berasal dari human capital (modal manusia) dan organizational capital (modal organisasi). Modal manusia yang dikembangkan dan diberdayakan adalah akal dan hati. Modal manusia yang terdiri dari pengalaman, pendidikan, keterampilan, pengetahuan, wawasan, aqidah, shari>’ah dan akhlak dapat tercukupi melalui sistem rekruitmen dan seleksi yang sangat selektif. Tenaga kerja tidak hanya berkompetensi dalam tekhnis pengelolaan takaful, tetapi juga memiliki kompetensi dalam menerapkan agama di kehidupan sehari-hari. Era tekhnologi informasi yang berkembang pada saat ini, mempermudah Bagian HR untuk mendapatkan informasi tentang latar belakang, pengalaman, aktifitas keseharian seorang calon tenaga kerja. Modal organisasi dikembangkan melalui disain sistem kerja dan proses kerja sebagaimana Gambar 5.3. Pihak manajemen memiliki komitmen terhadap proses pembelajaran. Komitmen ini direalisasikan dengan pengalokasian anggaran pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Anggaran diatur dan dikontrol sedemikian rupa sehingga memenuhi azas keadilan bagi seluruh tingkat jabatan karyawan. Kemutahiran tekhnologi juga dimanfaatkan oleh PT. ATK dalam membudayakan individu dan organisasi pembelajar. Jaringan intranet dan internet menjadi sarana bagi PT. ATK untuk berkomunikasi tidak hanya bagi karyawan, tetapi juga bagi seluruh stake holders perusahaan. Website menjadi sarana untuk menciptakaan keterbukaan. Berbagai informasi tentang takaful, informasi terkini, perkembangan produk, kegiatan sosial perusahaan dan informasi lainnya disampaikan pada website http://www.takaful.co.id. Jejaring media sosial juga dimaksimalkan oleh PT. ATK untuk menjadi media pembelajaran. Akun http://www.facebook.com/takafulkeluarga.asuransisyariah adalah sarana memberikan pencerahan yang baik tentang takaful. Keseluruhan proses di atas dapat dilihat secara detail pada Gambar 5.6.
Gambar 5.6 Perencanaan Orientasi Pembelajaran PT. ATK Pembelajaran
Human Capital
Akal
Organizationl Capital
Hati
Proses Kerja
Komitmen Manajemen
Pemanfaaatan Tekhnologi
Kompetensi
Orientasi Ibadah
Sistem Kerja
Pengalaman
Pendidikan
Keterampilan
Pengetahuan
Wawasan
Akhlak
Shariah
Aqidah
Terbangunnya budaya kerja pembelajar
Terbangunnya Sistem Reward berbasis pembelajar
Orientasi Pembelajarn
Orientasi pembelajaran diciptakan dengan mengalokasikan dana khusus untuk pelatihan. Anggaran ditentukan pada saat penyusunan RKAP. Prasyarat terhadap terpenuhinya orientasi ibadah dilakukan pula melalui kegiatan malam bina ketaqwaan
Fondasi Kemaslah atan
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
(Mabit). Kegiatan perenungan atas jatidiri khalifah Allah di bumi, diikuti oleh seluruh tenaga kerja. Kegiatan ini sudah secara rutin dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Motivasi kerja tenaga kerja juga dirangsang melalui sistem penghargaan (reward) berupa hadiah umroh bagi tenaga kerja yaitu karyawan dan para agen yang berprestasi. Khusus bagi agen, PT. ATK juga memfasilitasi para agen takaful untuk bersosialisasi dengan komunitas asuransi lainnya baik yang shari>’ah maupun konvensional. PT. ATK sudah secara rutin mengirimkan wakil agen takaful untuk mengikuti ajang MDRT (Million Dollar Round Table). Ajang ini merupakan pemberian penghargaan bagi para agen berprestasi. Momen inilah yang menjadi pembuktian atas prestasi agen takaful kepada publik. Perusahaan juga secara rutin menyelenggrakan pengajian Dhuha setiap hari jumat mulai dari jam 8.00-9.30. Sasaran strategis terbangunnya budaya kerja pembelajar memiliki ukuran kinerja berupa man hours training yang menggambarkan rata-rata jumlah jam pelatihan yang diikuti oleh seorang karyawan dalam satu tahun. Ukuran kinerja ini memiliki target sebesar 20 jam pelatihan / karyawan / tahun. Kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa rata-rata seorang karyawan PT. ATK telah mengikuti pelatihan selama 35 jam pelatihan per tahun. Itu berarti telah tercapai kinerja sebesar 175%. Prosentase man hours training di atas terlihat sangat baik, namun bila kita melihat lebih seksama pada analisis data keuangan yaitu rasio antara anggaran pendidikan pelatihan yang terealisasi terhadap anggaran pendidikan pelatihan yang telah dialokasikan, terlihat bahwa sejak tahun 2001 hingga tahun 2011, biaya pendidikan pelatihan tidak seluruhnya terpakai bahkan prosentase realisasi biaya pendidikan dan pelatihan terhadap alokasi biaya pendidikan dan pelatihan semakin tahun semakin rendah, -29,58 % pada tahun 2001 menjadi -91.29 % pada tahun 2011 (Gambar 5.7). Hal ini membuktikan bahwa anggaran pendidikan dan pelatihan belum secara maksimal diberdayakan untuk pemenuhan orientasi pembelajaran. Sasaran strategis terbangunnya sistem reward berbasis pembelajar memiliki ukuran kinerja berupa hadiah ibadah umroh bagi karyawan dan agen takaful. Ukuran kinerja ini memiliki 2
target: pertama target agen yang mendapat hadiah umroh tergantung pada pencapaian target marketing dari masing-masing tingkat agen. Sedangkan target hadiah untuk karyawan adalah 1 orang karyawan. Kinerja tahun 2012 menunjukan bahwa terdapat 24 orang agen yang mendapatkan hadiah umroh dan 2 orang karyawan yang mendapatkan hadiah umroh. Itu berarti untuk hadiah umroh bagi karyawan tercapai sebesar 200%. Scorecard hasil pengukuran kinerja orientasi pembelajar tahun 2012 secara lengkap dijabarkan pada Tabel 5.4 Gambar 5.7 Grafik Realisasi Biaya DikLat, Alokasi dan Biaya SDM Realisasi Biaya Diklat, Alokasi dan Biaya SDM 45 40
Biaya SDM,
Biaya (Milyard)
35 30 25
20 15 10 5 0
Alokasi Realisasi Diklat 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tabel 5.4 Scorecard Orientasi Pembelajaran PT. ATK Sasaran Ukuran Strategis Terbangunnya Man Hour budaya kerja Training pembelajar
Formula Jumlah jam pelatihan / karyawan / tahun
Target 2012 20 MHT
Terbangunnya Hadiah Jumlah agen Sesuai target Sistem Ibadah Umroh umroh per tahun marketing Reward bagi Jumlah karyawan 1 orang / tahun berbasis karyawan dan umroh per tahun pembelajar agen takaful
Inisiatif Strategis
Hasil 2012
a. Malam Bina Ketaqwaan 35 MHT (Mabit). b. Reward umroh bagi karyawan dan agen takaful 24 c. Kontes agen terbaik d. Partisipasi aktif dalam kegiatan 2 MDRT bagi agen takaful. e. Kuliah Dhuha setiap Hari Jumat pagi f. Kelompok Pengajian Karyaan
Kinerja 175%
200%
G. Kinerja Orientasi Pelanggan PT. ATK fokus pada orientasi pelanggan melalui dua jenis pelanggan yaitu calon pelanggan dan pelanggan lama. Pelayanan terhadap kedua jenis pelanggan ini dilakukan oleh Divisi Sercives yaitu pada Bagian Customer Relation Management (CRM) dan Policy Owner Services (POS). Segmentasi pelanggan lama dilakukan melalui dua jenis pelayanan pelanggan yaitu pelanggan regular dan pelanggan prime. PT. ATK mendapatkan informasi persyaratan pelanggan melalui umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, informasi pelanggan, ketentuan shari>’ah, fatwa-fatwa ulama, masukan DPS, kompetensi inti (core competence), analisis kekuatan dan kelemahan bisnis, kesempatan dan tantangan dari lingkungan industri, persyaratan regulasi, input dari vendor dan mitra, survey kepuasan pelanggan, kinerja bisnis sebelumnya, opportunity for improvement (OFI) ISO 9001: 2008, temuan audit operasional, temuan audit mutu ISO 9001: 2008 juga rapat tinjauan manajemen (ISO 9001: 2008). Persyaratan pelanggan yang teridentifiksai selanjutnya ditetapkan secara tertulis oleh PT. ATK, baik pada Kebijakan Mutu, Manual Mutu, Prosedur Mutu (SOP) maupun pada Instruksi Kerja. Ketetapan tersebut selanjutnya disosialisasikan oleh manajemen kepada seluruh karyawan untuk dilaksanakan agar tercipta budaya kepuasan pelanggan. Media yang digunakan untuk mensosialisasikan penetapan persyaratan pelanggan ini adalah website, email, fax, telepon, buletin, rapat, pelatihan dan pendampingan. Dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan PT. ATK melakukan kegiatan mendengarkan pelanggan dan melibatkan pelanggan. Proses mendengarkan pelanggan dilakukan dengan dibukanya fasilitas call center yang dapat melayani pelanggan selama 24 jam penuh. Keluhan, informasi, umpan balik dari para pelanggan dilayani melalui call center, email, fax, telepon layanan juga disediakan sebagai fasilitas mendengarkan pelanggan. Seluruh media di atas dimanfaatkan dengan baik oleh para pelanggan. Keterlibatan pelanggan membuat PT. ATK mendapatkan informasi penting yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai inovasi dan perbaikan layanan kepada peserta takaful. Akses email, fax,
telepon dan staff CS606 dikelola oleh Bagian CRM607. Sementara pelayanan kepada pelanggan lama diefektifkan oleh Bagian POS yang melayani segala bentuk mutasi pelanggan maupun layanan lainnya. Gambar 5.8 Perencanaan Orientasi Pelanggan PT. ATK Pelanggan
Pelanggan Lama
Persyaratan Pelanggan
Calon Pelanggan
Penetapan Persyaratn Pelanggan
Fondasi Kemaslah atan
Kepuasan Pelanggan
Mendengarkan Pelanggan
Melibatkan Pelanggan
Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
Meningkatkan Jumlah Pelanggan
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
Orientasi Pelanggan
Kerjasama dengan PT. POS dimaksudkan agar pelayanan terhadap pembayaran klaim non risk dapat langsung dilakukan di seluruh jaringan PT. POS. Hal ini sangat menguntungakan bagi para peserta yang berlokasi jauh dari Kantor Pelayanan Takaful 606 607
Customer Service Customer Relation Management
maupun Kantor Perwakilan Takaful. Jaringan PT. POS yang selalu ada di tiap Kabupaten ataupun Kotamadya mempermudah proses pembayaran klaim non risk. Peserta mengajukan klaim kepada PT. ATK melalui PT. POS dengan dilengkapi seluruh dokumen sesuai persyaratan. Bila dokumen sudah lengkap maka pembayaran klaim selambat-lambatnya dibayarkan oleh PT. POS keesokan harinya (dua hari kerja). Keseluruhan proses di atas dapat dilihat secara detail pada (Gambar 5.8). Sasaran strategis yang teridentifikasi untuk menciptakan orientasi pelanggan adalah meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan jumlah pelanggan. Ukuran untuk sasaran strategis meningkatkan kepuasan pelanggan adalah indeks kepuasan pelanggan. Ukuran sasaran strategis meningkatkan jumlah pelanggan adalah market share. Dalam hal ini market share menunjukan jumlah kontribusi bruto (premi) PT. ATK dibandingkan dengan jumlah kontribusi bruto industry. Data pencapaian market share dapat dilihat pada (Gambar 5.9). Gambar 5.9 Grafik Market Share PT. ATK Market Share PT. ATK 0,70% 0,65% 0,60% 0,55% 0,50% 0,45% 0,40% 0,35% 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Data menunjukan bahwa sejak tahun 2002 hingga tahun 2011, market share PT. ATK memiliki trend yang menurun.
2011
Bahkan market share tiga tahun terakhir justru lebih kecil dibandingkan dengan market share tahun 2002. Memang terjadi peningkatan market share di tahun 2008. Pada masa itu market share PT. ATK sebesar 0,65%, tetapi itulah market share tertinggi untuk masa sepuluh tahun terakhir. Tabel 5.5 Scorecard Orientasi Pelanggan PT. ATK Sasaran Strategis Meningkat kan Kepuasan Pelanggan Meningkat kan Jumlah Pelanggan
Ukuran
Formula
Indeks Kepuasan Pelanggan
Indeks survey
Market Share
Premi bruto PT. ATK / premi bruto industri
Target Inisiatif Strategis 2012 90 % Kerjasama dengan puas. PT. POS untuk pembayaran iuran peserta dan klaim. 2.00 % Pendidikan Pelatihan bagi tenaga agen dan tenaga pelayanan. Call center
Hasil 2012 Belum terlaksa na
Kinerja -
0.40%
H. Kinerja Orientasi Harta Kekayaan Manajemen PT. ATK menyadari sepenuhnya bahwa cara mendapatkan harta kekayaan harus sesuai dengan tuntutan aqidah dan tuntunan shari>’ah yaitu halal dan baik, karena hal itu akan mempengaruhi keberkahan harta yang didapat. Oleh karenanya, PT. ATK dalam mendapatkan harta senantiasa memenuhi orientasi ibadah, orientasi proses internal, orientasi tenaga kerja, orientasi pembelajaran dan orientasi pelanggan. Untuk mendapatkan harta, manajemen PT. ATK mengajarkan kepada para tenaga kerjanya agar senantiasa berdoa kepada Yang Maha Memiliki Harta. Selesai berdoa seluruh tenaga kerja bekerja sesuai dengan amanah yang telah diberikan kepadanya. Manajemen juga selalu mengingatkan kepada seluruh tenaga kerja bahwa yang namanya usaha tidak ada yang langsung berhasil, Allah pasti menguji mereka. Oleh karenanya berdoa dan berusaha dengan akhlak sesuai tuntunan shari>’ah dan tututan aqidah harus tetap ditegakkan sebagai sarana mendapatkan harta yang telah dijanjikan oleh Allah. Sementara cara membelanjakan harta kekayaan juga harus sesuai dengan tuntutan aqidah dan tuntunan shari>’ah yaitu halal dan
2 0%
baik. Manajemen PT. ATK menyadari dengan sepenuhnya bahwa PT. ATK adalah pengelola dana kebajikan yang dikumpulkan oleh para peserta takaful. Dana tersebut merupakan dana titipan yang akan dikeluarkan sebagai derma kepada peserta takaful lain yang sedang menerima risiko. Oleh karena itu proses membelanjakan harta yang dilakukan melalui alokasi asset pada orientasi harta kekayaan, orientasi pelanggan, orientasi pembelajaran, orientasi tenaga kerja, orientasi proses internal dan orientasi ibadah harus dilakukan dengan penuh amanah. Kepercayaan yang telah diberikan oleh peserta takaful kepada PT. ATK sebagai pengelola dana harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Gambar 5.10 Perencanaan Orientasi Harta Kekayaan PT. ATK
Harta Kekayaan
Cara Mendapatkan
Cara Membelanjakan
Fondasi Kemaslah atan
Berkah
Orientasi Pelanggan
Orientasi Pembelajaran
Orientasi Tenaga Kerja
Orientasi Proses Internal
Orientasi Ibadah
Mewujudkan ‘T’ Gross Kontribution
Mewujudkan kebersihan harta
Perilaku yang harus dimiliki
Sasaran strategis
Orientasi Harta Kekayaan
Alokasi harta kekayaan untuk pemenuhan kebutuhan orientasi harta kekayaan bertujuan untuk menghasilkan kembali harta kekayaan. Investasi melalui berbagai instrument shari>’ah harus dilakukan dengan penuh hati-hati dan cermat. Pemenuhan kebutuhan orientasi pelanggan dilakukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan market share. Pemenuhan kebutuhan orientasi pembelajaran dilakukan untuk kegiatan pelatihan, sosialisasi, pendampingan dan pengembangan karyawan. Pemenuhan terhadap kebutuhan orientasi tenaga kerja dilakukan untuk biaya rutin gaji, biaya cuti, bonus, asuransi tenaga kerja dan keluarga, car allowance, home allowance, biaya kesehatan,
medical chaeck up. PT. ATK bahkan sudah memberlakukan biaya penggantian pengobatan yang menggunakan pengobatan alternatif ala nabi (tibun nabawi) seperti bekam, herbal, pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dibayarkan pada dua minggu sebelum ramadhon. Gambar 5.11 Kontribusi Bruto (Premi) PT. ATK Kontribusi Bruto (Milyard) 360,37
323,92 249,93
305,43
246,91
157,91
67,45
2002
84,33
2003
107,39
2004
123,18
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Pemenuhan kebutuhan orientasi proses internal dilakukan untuk biaya pelayanan, biaya reasuransi untuk mengantisipasi risiko, biaya infrastruktur Kantor Perwakilan. Pemenuhan kebutuhan orientasi ibadah berkaitan dengan ibadah kepada Allah dilakukan melalui zakat, infaq, shadaqoh, wakaf (quran), haji (karyawan dan agen takaful) dan qurban. Berkaitan dengan stake holders, YAT senantiasa hadir di berbagai kegiatan sosial seperti khitanan masal, pengobatan gratis, donor darah, santunan yatim dhuafa, santunan korban musibah dan bencana. Berkaitan dengan lingkungan, PT. ATK senantiasa menjaga lingkungan dengan memenuhi ketentuan pemerintah daerah DKI maupun regulasi lainnya. Keseluruhan proses di atas dapat dilihat secara detail pada Gambar 5.10.
Gambar 5.12 Pembayaran Zakat PT. ATK. Pembayaran Zakat PT. ATK (Juta) 700 600 500 400 300 200 100 0 2004
2005
2006
2007
Perusahaan, Peserta & Karyawan
2008
2009
2010
Perusahaan
Sasaran strategi mewujudkan „T‟ Gross Contribution dimaksudkan untuk memasuki satuan trilyun pada perolehan premi bruto. Hal ini dilakukan sebagai usaha mencapai lompatan besar PT. ATK karena mulai dari kelahiran PT. ATK hingga tahun 2011, perolehan premi masih dalam satuan milyard. Hasil kinerja menunjukan bahwa hingga tahun 2011 premi bruto baru tercapai sebesar 360,37 Milyard (Gambar 5.11). Dibutuhkan kerja yang lebih keras lagi dari seluruh komponen PT. ATK untuk menembus angka bersatuan trilyun. Sasaran strategis mewujudkan kebersihan harta dilakukan dengan pengelolaan pembayaran zakat perusahaan, zakat peserta dan zakat karyawan (Gambar 5.12). Scorecard hasil pengukuran kinerja orientasi harta kekayaan tahun 2012 secara lengkap dijabarkan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Scorecard Orientasi Harta Kekayaan PT. ATK Sasaran Strategis
Ukuran
Formula
Target 2012
Inisiatif Strategis
Hasil 2012
Kiner ja
Mewujudkan „T‟ Gross Contribution Mewujudkan Kebersihan Harta
Premi bruto Pembay aran Zakat
Jumlah Premi Bruto Jumlah Zakat
1T
Tidak ada target
Sistem Keagenan secara penuh. Pembukaan Kantor Perwakilan (RO) dengan jumlah yang significant di seluruh wilayah Indonesia
0,36 T
I.
Kinerja Hasil MaSC PT. ATK memiliki kinerja hasil kemaslahatan sebesar 0,691. Hal ini dapat dijelaskan sbb: orientasi ibadah memiliki jumlah target sebanyak 6, jumlah target yang tercapai sebanyak 4. Orientasi proses internal memiliki jumlah target sebanyak 2, jumlah target yang tercapai sebanyak 2. Orientasi tenaga kerja memiliki jumlah target sebanyak 2, jumlah target yang tercapai sebanyak 1. Orientasi pembelajaran memiliki jumlah target sebanyak 3, jumlah target yang tercapai sebanyak 3. Orientasi pelanggan memiliki jumlah target sebanyak 2, jumlah target yang tercapai sebanyak 1. Orientasi harta kekayaan memiliki jumlah target sebanyak 2, jumlah target yang tercapai sebanyak 1. Data tersebut selanjutnya diproses dengan formula ∑ =
=[ [
orientasi ibadah + orientasi proses internal + orientasi tenaga kerja + orientasi pembelajaran+ orientasi pelanggan + harta kekayaan. x x
/ ]+[ / ]+[
x x
/ ]+[ / ]+[
x x
/ /
]+ ]
= [0,166 x 4/6] + [0,166 x 2/2] + [0,166 x 1/2] + [0,166 x 3/3] + [0,166 x 1/2] + [0,166 x 1/2] = 0,692. Tabel 5.7 Total Kinerja Hasil Kemaslahatan PT. ATK
36%
-
-
0.166
Jumlah Target 6
Pencapaian Target 4
Orientasi Proses Internal
0.166
2
2
0.166
3
Orientasi Tenaga Kerja
0.166
2
1
0.083
4
Orientasi Pembelajaran
0.166
3
3
0.166
5
Orientasi Pelanggan
0.166
2
1
0.083
6
Orientasi HartaKekayaan
0.166
2
1
0.083
No
Orientasi Kemaslahatan
Bobot
1
Orientasi Ibadah
2
Total Bobot
0.996
Total Kinerja Hasil
Pencapaian 0.111
0.692
Kinerja hasil kemaslahatan memiliki range antara 0,000 sampai dengan 1,000. Kinerja 0.000 menunjukan bahwa bisnis tidak memberikan kemaslahatan bagi para stake holders. Kinerja 1.000 menunjukan bahwa bisnis memberikan kemaslahatan secara penuh kepada stake holders. Kinerja hasil kemaslahatan PT. ATK sebesar 0,692 menunjukan bahwa PT. ATK telah memberikan kemaslahatan kepada seluruh stake holders. J.
Kinerja Proses MaSC PT. ATK memiliki kinerja proses kemaslahatan sebesar 0,666. Hal ini dapat dijelaskan sbb: langkah mengidentifikasi fondasi kemaslahatan telah dilakukan. Langkah menetapkan perilaku kemaslahatan telah dilakukan. Langkah menetapkan sasaran strategis telah dilakukan. Langkah menentukan ukuran kinerja telah dilakukan. Langkah menetapkan target belum dilakukan secara konsisten. Langkah menetapkan inisiatif strategis telah dilakukan. Langkah melakukan pengukuran kinerja telah dilakukan. Langkah melakukan evaluasi kinerja belum dilakukan. Langkah melakukan tindakan perbaikan dan peningkatan belum dilakukan. PT. ATK dinilai belum melaksanakana langkah menetapkan target oleh karena sistem kinerja MaSC merupakan sistem kinerja yang mengutamakan kesinambungan usaha. Target yang ditetapkan haruslah berjangka menengah (lima tahunan). Oleh karena itu sebaiknya PT. ATK membuat target jangka menengah lima tahun.
Target tersebut di-break down dalam target tahunan melalui milestone. Kinerja proses kemaslahatan PT. ATK sebesar 0,666 diperoleh melalui perhitungan: ∑ =
=[ [ [
langkah 1 + langkah 2 + langkah 3 + langkah 4 + langkah 5 + langkah 6 + langkah 7 + langkah 8 + langkah 9 x ]+[ x ]+[ x ]
x ]+[ x ]+[
x ]+[ x ]+[
x ]+ x ]+
= [0,111 x 1] + [0.111 x 1] + [0,111 x 1] + [0.111 x 1] + [0,111 x 0] + [0,111 x 1] + [0,111 x 1] + [0,111 x 0] + [0,111 x 0] = 0,666 Kinerja proses kemaslahatan memiliki range antara 0,000 – 1,000. Kinerja 0.000 menunjukan bahwa bisnis tidak menerapkan kinerja kemaslahatan. Bisnis yang demikian didirikan bukan untuk tujuan kebaikan bahkan cenderung dimaksudkan untuk merusak dan bertentangan dengan tujuan shari>’ah. Kinerja 1,000 menunjukan bahwa bisnis telah menerapkan sistem kinerja kemaslahatan secara penuh. Kinerja proses kemaslahatan PT. ATK sebesar 0,666 menunjukan bahwa PT. ATK telah menerapkan sistem kinerja kemaslahatan meskipun belum secara penuh melakukannya. Tabel 5.8 Total Kinerja Proses Kemaslahatan PT. ATK No
Nama Proses
Bobot
Pelaksanaan Sistem Ya Tidak
Bobot Pencapaian
2
Mengidentifikasi fondasi kemaslahatan Menetapkan perilaku kemaslahatan
3
Menetapkan sasaran strategis
0.111
1
0.111
4
Menentukan ukuran kinerja
0.111
1
0.111
5
Menetapkan target
0.111
6
Menentukan inisiatif strategis
0.111
1
0.111
7
Melakukan pengukuran kinerja
0.111
1
0.111
8
Melakukan evaluasi kinerja Melakukan perbaikan dan peningkatan Total Bobot
0.111
1
0.000
0.111
1
0.000
1
9
0.111
1
0.111
0.111
1
0.111
1
0.000
0.666
BAB VI PENUTUP Sebagai penutup atas hasil penelitian ini, menyampaikan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. A. Kesimpulan
peneliti
Tujuan diciptakannya bisnis adalah untuk mencapai kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Tujuan tersebut dapat tercapai melalui penyelarasan pengelolaan bisnis terhadap tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi (Bung Hatta dalam Sri Edi Swasono, 1992), Muhammad Akram Khan (1994). M. Umer Chapra (2007). Oleh karena itu bisnis harus dikelola dengan mengedepankan etika dan moral (Sri Edi Swasono, 2004), akuntabilitas sosial (Amartya Sen, 1992), dan keimanan Muhammad Akram Khan (1994) M dan Umer Chapra (2007). Indikator tercapainya kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia secara seimbang atau terpenuhinya mas}lah}ah d}aru>riyah (al-Shāt}ibi>, n.d). Kebutuhan dasar tersebut meliputi agama (al-di>n), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), akal (al-‘aql) dan harta (al-ma>l). Hal ini sejalan dengan tujuan shari>’ah (maqa>s}id al-shari>’ah) yaitu terjaga dan terpeliharanya: agama (h}ifz}u al-di>n), jiwa (h}ifz}u alnafs), keturunan (h}ifz}u al-nasl), akal (h}ifz}u al-‘aql) dan harta (h}ifz}u al-ma>l) (al-Shāt}ibi>, n.d), (Al-Ghazali dalam Zidan, 1997) Dalam konteks bisnis, kebutuhan dasar bisnis meliputi enam orientasi kemaslahatan yaitu orientasi ibadah sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya agama di dalam bisnis. Orientasi proses internal sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya jiwa bisnis. Orientasi tenaga kerja sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya keturunan. Orientasi pembelajaran sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya akal. Orientasi pelanggan sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya hubungan dengan pelanggan. Orientasi harta kekayaan sebagai cara pandang atas terjaga dan terpeliharanya harta. Kemaslahatan adalah konsep bersifat kualitatif, oleh karena itu dibutuhkan metodologi yang tepat untuk mengukur penerapan kemaslahatan di dalam bisnis. Diperlukan keberadaan skor kuantisasi untuk mengelola kinerja pemenuhan kebutuhan dasar bisnis (kemaslahatan). Sistem yang dimaksud adalah sistem pengelolaan kinerja bisnis berbasis maqa>s}id al-shari>’ah atau disebut pula dengan mas}lah}ah scorecard (MaSC) .
Usaha untuk mencapai kemaslahatan dilakukan dengan pendekatan siklus PDCA yang disesuaikan dengan kebutuhan bagi sistem pengukuran kinerja (Moen, 2012). Siklus PDCA diadaptasi menjadi sembilan langkah sistem kinerja MaSC yaitu pertama, mengidentifikasi fondasi yang diperlukan untuk mencapai orientasi kemaslahatan. Ke-dua, mendapatkan perilaku yang dibutuhkan bagi tiap-tiap orientasi kemaslahatan untuk mencapai kemaslahatan. Ketiga, menentukan sasaran strategis orientasi kemaslahatan. Keempat, menentukan ukuran kinerja dan formula untuk mengukur kinerja orientasi kemaslahatan. Ke-lima, menetapkan target yang ingin dicapai. Ke-enam, menentukan inisiatif strategis yang akan dilakukan. Ke-tujuh melaksanakan pengukuran. Ke-delapan, melakukan evaluasi atau analisis terhadap hasil pengukuran kinerja MaSC pada masing-masing orientasi kemaslahatan. Ke-sembilan, mengambil tindakan perbaikan dan peningkatan. Pengukuran kinerja MaSC dilakukan dengan dua metode yaitu pengukuruan pada usaha untuk mencapai kemaslahatan dan pengukuran pada pencapaian hasil kemaslahatan. Pengukuruan usaha dalam mencapai kemaslahatan (process oriented) dilakukan dengan membandingkan antara standar sembilan langkah sistem kinerja MaSC terhadap penerapannya. Pengukuran pencapaian hasil kemaslahatan dilakukan dengan membandingkan antara pencapaian target setiap orientasi kemaslahatan terhadap target yang sudah ditetapkan. PT. Asuransi Takaful Keluarga (PT. ATK) memiliki kinerja hasil kemaslahatan sebesar 0,692. Secara kualitatif angka tersebut menunjukan bahwa PT. ATK memberikan kemaslahatan bagi stake holder. Range kinerja hasil kemaslahatan adalah: 0,000 yang mengindikasikan bahwa bisnis tidak memberikan kemaslahatan dan 1,000 yang mengindikasikan bahwa bisnis memberikan kemaslahatan. PT. ATK memiliki kinerja proses kemaslahatan sebesar 0,666. Secara kualitatif angka tersebut menunjukan bahwa PT. ATK belum secara penuh menerapkan sistem kinerja MaSC. Range kinerja proses kemaslahatan adalah: 0.000 yang mengindikasikan bahwa bisnis tidak melaksanakan kinerja MaSC dan 1.000 yang mengindikasikan bahwa bisnis telah melaksanakan kinerja MaSC secara penuh.
B. Rekomendasi Beberapa rekomendasi untuk menindaklanjuti penelitian ini adalah: 4. Rekomendasi Bagi Pengembangan Sistem Kinerja MaSC. Sistem kinerja MaSC merupakan sistem manajemen kepemimpinan spiritual. Sistem ini mendukung konsep manusia sebagai makhluk spiritual / homo spiritualis (Friedman, 2008) atau homo ethicus (Sri Edi Swasono, 2004). Tentu saja keberadaan sistem kinerja MaSC masih perlu digali lebih dalam lagi. Beberapa hal yang masih memerlukan pengembangan adalah standardisasi penilaian (assessment) untuk menilai kinerja MaSC. Pengembangan dilakukan dengan membuat instrument pengukuran kinerja MaSC, menentukan interval penilaian kemaslahatan dan kriterianya, baik untuk kinerja proses kemaslahatan maupun kinerja hasil kemaslahatan. Untuk tujuan yang lebih luas yaitu standardisasi kinerja MaSC, diperlukan proses sertifikasi kemaslahatan bagi seluruh institusi bisnis. 5. Rekomendasi Bagi Praktisi Organisasi Konsep mas}lah}ah dapat menjadi acuan dalam penyusunan tujuan strategis organisasi baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Oleh karena itu sistem kinerja MaSC juga dapat mendukung tersusunnya corporate strategic. Dalam mengevaluasi kinerja, bisnis seharusnya mengukur kinerja tidak hanya berfokus pada hasil kinerja, tetapi juga proses kinerja. Kinerja hasil mencerminkan kinerja jangka pendek sementara kinerja proses akan menentukan kinerja di waktu yang akan datang juga sangat menentukan bagi kelanggengan atau keberlanjutan bisnis. 6. Rekomendasi Bagi Akademisi / Peneliti Aplikasi konsep spiritualitas di dalam teori organisasi, kepemimpinan maupun teori tentang motivasi telah berkembang dengan sangat pesatnya. Hal ini dipicu dengan tidak mampunya konsep ekonomi kapitalis dalam menjawab berbagai persoalan
ekonomi yang disebabkan oleh kurangnya etika dan moral. Etika bisnis yang dikembangkan oleh ekonomi kapitalispun tidak mampu membendung pelanggaran etika yang dilakukan oleh para praktisi organisasi. Sistem kinerja MaSC dapat membuka ruang bagi penelitian lain dalam bidang sistem manajemen strategis spiritual berlandasakan konsep mas}lah}ah. Sistem kinerja MaSC telah memposisikan diri sebagai landasan atau fondasi ke arah penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abu Bakar, Mahyuddin Haji. “Towards Achieving the Quality of Life in the Management of Zakat Distribution to the
Rightful Recipients (The Poor and Needy).” International Journal of Business and Social Science 2. No. 4 (March 2011): 237-245. Abu Bakar, Raslan Amir dan Rugayah Hashim. “Knowledge Management Innovation: Perspectives from the Islamic Development Bank.” Journal of Organizational Knowledge Management (2011). Abu> Zaharah, Muhammad. Usul al-Fiqh. Cairo: Dar al-Fikr alArabi, 1997. Ahmad, Ridzwan. “Metode Pentarjihan dan Maslahah dan Mafsadah Dalam Hukum Islam Semasa.” Shariah Journal 16, No. 1 (2008): 107-143. Ahmad, Sayyid Fayyaz. “The Ethical Responsibility of Business: Islamic Principles and Implications.” Islamic Principles of Business Organisation and Management (1995). Al-Allaf, Mashhad.”Islamic Divine Law (Shari‟ah), The Objectives (Maqasid) of The Islamic Divine Law or Maqasid Theory.” (n.d). Al-Alwani, Taha Jabir. “Toward Islamization of Organizational Behavior.” Islamic Principles of Business Organisation and Management (1995). Alamsyah, Halim. “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 20151.” (paper dipresentasikan pada ceramah ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012). Alawneh, Shafiq Falah. “Human Motivation: an Islamic Perspective.” The American Journal of Islamic Social Science 15 (n.d) : 4. Al-Qudsy, Sharifah Hayaati, Syed Ismail dan Asmak Ab Rahman. “Effective Governance in the Era of Caliphate `Umar Ibn AlKhattab (634-644).” European Journal of Social Sciences 18, No. 4 (2011): 612-624. Al-Mubarikfuri, Safi ur Rehman. Ar-Raheeq Al-Makhtum. The Sealed Nectar, Biography of The Noble Prophet. Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 2002.
Al-Sanani, Muhammad bin Ismail. Bulugh Al-Maram, Attainment of The Objevtive According to Evidence of The Ordinances. Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 2002. Al-Shāt}ibi>, Abu Ishāq> Ibra>hi>m bin Mu>sa> al-Lakhmi> al-Gharna>ti> al-Ma>liki>. Al-Muwa>faqa>tu fi>> Us}ul> al-Shari>ah, 4 Vols. Bairu>t, Libanon: Da>rul al-Kutub al-‘Ilmiyah, (n.d) Al-Gha>zali, Abu> H}a>mid. Al-Arba`in fi> Us}ul al-Di>n. Bayrut: Dar alAfaq al-Jadidah, 1982. Amin, A Riawan. The Celestial Management. Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2007. Amiri, Seyed Reza Salehi, Esmaeil Kavousy dan Seyed Yahya Azimi, “The Role of Cultural Strategic Planning in Increasing Organizational Productivity, Development and Perfection.” European Journal of Social Sciences 15, No. 2 (2010). An-Nabahani, Taqiuddin. The System of Islam. London: AlKhilafah Publications, 2002. Ariff, Mohamed. “Economics and Ethics, ” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics. Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007. Ash-Shadr, Muhammad Baqir. Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna. Jakarta: Zahra Publishing House, 2008. Asshiddiqie, Jimly. “Pesan Konstitusional Keadilan Sosial,” http://www.jimly.com_makalah_namafile_75_PESAN_KE ADILAN_SOSIAL (diakses pada 25 Januari 2012). Awang, Rohila Norhamizah dan Mohd Zulkifli Mokhtar. “Comparative Analysis of Current Values and Historical Cost in Business Zakat Assessment: An Evidence from Malaysia.” International Journal of Business and Social Science 3, No. 7 (April 2012): 286. Azmi, Sabahuddin. “An Islamic Approach to Business Ethics College of Islamic Banking.” World Al-Lootah University, Dubai (n.d). Abbasi, Abdus Sattar, Kashif Ur Rehman dan Amna Bibi. ”Islamic Management Model.” African Journal of Business Management 4, No. 9 (August, 2010): 1873-1882.
Barskey, N.P. dan Marchant, G. “Measuring and Managers Intellectual Capital.” Strategic Finance (February 2000). Bedoui, M. Houssem Eddine. “Shari„a-Based Ethical Performance Measurement Framework.” Chair for ethics and Financial Norms, Working Paper in Islamic Economics and Finance No. 1020 (January 2012) Bhandal, H. S. “Spirituality, Workplace and Leadership.” (Disertasi Ph.D., College of Defence Management, 2006). Bramhandkar, Alka, Scott Erickson dan Ian Applebee. “Intellectual Capital and Organizational Performance: an Empirical Study of the Pharmaceutical Industry.” Electronic Journal of Knowledge Management 5 (2007). Bris, Arturo. “The Lehman Brothers Case, a Corporate Governance Failure, not a Failure of Financial Markets.” IMD International (May 2010). Bruce, C, Skaggs dan Mark Youndt. “Strategic Positioning, Human Capital, and Performance in Services Organizations: a Customer Interaction Approach.” Strategic Management Journal 25 (2004): 85-99. Buang, Ahmad Hidayat. “Appreciation of Syari‟ah Principles in Property Management in Contemporary Malaysia Society.” Shariah Journal 16 (2008): 555-566. Bukh, P.N., H.T. Larsen, and J. Mouritsen, "Constructing Intellectual Capital Statements.” Scandinavian Journal of Management 17 (2001): 87-108. Bullock, S dan N Pimlott. “How to Help Young People Explore and Develop Their Spirituality, Working Towards a Faith and Culturally Sensitive Youth Sector.” Glimpses, National Youth Agency, Leicester (2008). Catherine, Morrison dan Donald Siegel. “Knowledge Capital and Cost Structure in the US. Food and Fiber Industries.” American Journal of Agricultural Economics 80, No. 1 (Feb., 1998): 30-45. Cathy, A. Enz. Hospitality Strategic Management: Concepts and Cases. John Willey and Son Inc, April 2009. Chapra, M. Umer. “The Islamic Vision of Development in the Light of Maqāsid Al-Sharī„ah.” (September 2007).
Chapra, M. Umer. Islam and Economic Development. New Delhi: Adam Publishers & Distributors, 2007. Chaleff, Ira. “Spiritual Leadership.” Executive Excellence 15 (May 1998). Chen, Chen Yuan dkk. “Linking the Balanced Scorecard (BSC) to Business Management Performance: A preliminary Concept of Fit Theory for Navigation Science and Management.” International Journal of the Physical Sciences 5. No. 8 (4 August 2010). Choudhury, Masudul Alam. Contributions to Islamic Economic Theory, a Study in Social Economics. New York: St. Martin‟s Press, 1986. Choudhury, Masudul Alam. The Universal Paradigm and the Islamic World System, Economy – Society – Ethics – and Sciences. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, 2007. Çizakça, Murat. “Democracy, Economic Development and Maqasid Al-Shari’ah.” Review of Islamic Economics 11, No 1 (2007): 101-118. Cizek, Gregory J. “Performance Standards: Selected Response Item Formats.” Encyclopedia of Psychological Assessment, SAGE Publications (2003), http://www.sageereference.com/psychassessment/Article_n148.html (diakses 4 Mei 2010). Cokins, Gary. Performance Management, Finding the Missing Pieces (to closer he Intelligence Gap). New Jersey: John Wiley & Sons. Inc, 2004. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler. Business Research Methods. Singapore: McGraw-Hill, 1998. Cunningham, M. Gary dan Jean E. Harris. “Enron and Arthur Andersen: the Case of the Crooked E and the Fallen A.” Global Perspectives on Accounting Education 3 (2006). Curry, Timothy dan Shibut, L. “The Cost of the Savings and Loan Crisis: Truth and Consequences, FDIC Banking Review, http://www.fdic.gov/bank/analytical/banking/2000dec/brv1 3n2_2.pdf. 2000 (diakses 10 Mei 2011).
Dahan, Mohd Hayati, Noryati Ahmad dan Faziatul Amillia Mohamad Basir. “Factors Inhibiting Islamic Will Adoption: Focus on Muslim Community.” Paper dipresentasikan pada 3rd International Conference on Business and Economic Research (3rd ICBER 2012) Proceeding, Bandung, Indonesia, 12 - 13 Maret 2012. Devinney, Pierre J. Richard, George S. Yip dan Gerryn Johnson. “Measuring Organizational Performance: Towards Methodological Best Practice.” Journal of Management 35, No. 3 (2009). Dusuki, Asyraf Wajdi dan Nurdianawati Irwani Abdullah. “Maqasid al-Shari`ah, Maslahah, and Corporate Social Responsibility.” The American Journal of Islamic Social Sciences 24:1: 26-45. Dworkin, Ronald. Sovereign Virtue, the Theory and Practice of Equality. USA: Harvard University Press, 2000. El-Ghazali, Abdel Hamid. “Man is the Basis of the Islamic Strategy for Economic Development.” Islamic Economics Translation Series No 1. (1994). Fahd bin ‘Abdil ‘Azi>zil Su ‘u>d, Kha>dim al-Haramain ashShari>fain. Al-Quran dan Terjemahannya. Jeddah, Arab Saudi: Darussalam Publications, 1971. Fairchild, Alea M. “Knowledge Management Metrics via a Balanced Scorecard Methodology.” Hawaii International Conference on System Sciences (2002). Farook, Sayd. “Social Responsibility for Islamic Financial Institutions: Laying Down A Framework.” Journal of Islamic Economics, Banking and Finance 62 (n.d.): 61-82. Fatah, Dede Abdul. Pasar & Keadilan dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jakarta: Gaung Persada Press, Januari 2012. Figge, Frank dkk, “The Sustainability Balanced Scorecard Linking Sustainability Management to Business Strategy.” Business Strategy and the Environment Bus. Strat. Env. 11 (2002). Firdaus, Achmad. “Maslah}ah Scorecard, Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis Berbasis Maqosid Sha>riah.” Call for Paper Islamic Banking & Finance Conference 2012, Islamic Economy Revivalism: Between Theory and Practice,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (15 September 2012). Firdaus, Achmad. “Pengukuran Kinerja PT. Asuransi Takaful Keluarga dengan Menggunakan Sistem Pengukuran Kinerja Mas}lah}ah Scorecard (Masc).” Call for Paper The 1st Islamic Economics and Finance Research Forum (ISEFRF), New Era of Indonesian Islamic Economics and Finance. The Indonesian Association of Islamic Economist, Bank Indonesia dan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru (21-22 November 2012). Friedman, Hershey.H dan Linda W. Friedman. “Can „Homo Spiritualis‟ Replace Homo Economicus in the Business Curriculum?.” e-Journal of Business Education & Scholarship of Teaching 2, No. 2 (2008). Froilan, William S. “Performance Modeling”. Encyclopedia of Counseling. SAGE Publications (2008). http://www.sageereference.com/counseling/Article_n567.ht ml (diakses 4 Mei 2010). Fry, Louis W, Laura L. Matherly dan J. Lee Whittington. “Spiritual Leadership as an Integrating Paradigm for Servant Leadership”, Integrating Spirituality and Organizational Leadership (2007): 70-82. Fry, W. Louis dan Laura L. Matherly. “Spiritual Leadership and Organizational Performance: An Exploratory Study.” Tarleton State University – Central Texas (n.d). Fry, W. Louis (Jody) dan J. Lee Whittington. “Spiritual Leadership as a Paradigm for Organization Transformation and Development.” Tarleton State University – Central Texas, University of Dallas Irving, Texas (n.d). Fry, W. Louis (Jody) Fry dan Laura L. Matherly. “Spiritual Leadership as an Integrating Paradigm for Positive Leadership Development.” Tarleton State University – Central Texas, University of Dallas Irving, Texas (n.d). Fry, W. Louis. “Toward a Theory of Spiritual Leadership.” The Leadership Quarterly 14 (2003): 693–727.
Fry, W. Louis dan John W Slocum Jr. “Maximizing the Triple Bottom Line through Spiritual Leadership.” Organizational Dynamics 37, No. 1 (2008): 86–96. Fry, Louis W. (Jody) and Laura L. Matherly, “Performance Excellence through Spiritual Leadership.” March 29 2006 http://www.iispiritualleadership.com/ (diakses pada 27 April 2012). Gardiner, Chris. “Balanced Scorecard Ethics.” Business & Professional Ethics Journal 21, No. ¾, (2002). Gash, Alexander dan John Wanna. “Performance Measurement,” Encyclopedia of Governance. SAGE Publications (2006). http://www.sageereference.com/governance/Article_n388.html (diakses 4 May 2010). Ghazanfar, Mohammad S. dan Abdul Azim Islahi. “Economic Thought of Al-Ghazali (450-505 A.H. / 1058-1111 A.D.).” Islamic Economics Research Series, King Abdulaziz University- (1997). Guillory, William A. “The Living Organization Spirituality in the Workplace.” Innovations International, Salt Lake City, UT (1997). Haberberg, Adrian dan Alison Rieple. Strategic Management, Theory and Application. Oxford University Press, 2007. Habibie, Bacharuddin Jusuf. “Pembangunan Sumber Daya Manusia Berorientasi NilaiTambah,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo. Jakarta: PT. Intermasa, 1997. Hassan, Abul, Abdelkader Chachi, dan Salma Abdul Latiff. “Islamic Marketing Ethics and Its Impact on Customer Satisfaction in the Islamic Banking Industry.” JKAU: Islamic Econ 21, No. 1, (2008 A.D./1429 A.H.): 27-46. Hasan, Zulkifli. “Corporate Governance of Islamic Financial Institutions.” (paper dipresentasikan pada Conference on Malaysian Study of Islam, University of Wales, Lamperter, United Kingdom, 28-29 Juni 2008). Hill, Peter C. dan Ralph W. Hood Jr. Measures of Religiosity. Birmingham Alabama: Religious Education Press, 1999.
Hj. Don, Abdul Ghafar dan Jaffary Awang. “Knowledge Management and Its Impact on Islamic Da‟wah: a Historical Perspective.” Journal of Islamic and Arabic Education I (2) (2009): 61-68. Howard, Barbara B, dan Stephen R. White, “Spiritual Intelligence and Transformational Leadership: A New Theoretical Framework.” Journal of Curriculum and Instruction (JoCI) 3, No. 2 (November 2009). Hunger, David dan Thomas. L. Wheelen. Essentials of Strategic Management Authors 4th Edition. Publisher: Prentice Hall, 2006. Ismail, Abdul Ghafar dan Noraziah Che Arshad. “Financial Ratio and Maqasid Shariah in Evaluating the Performance of Microfinance Institutions,” (paper dipresentasikan pada The 2nd International Workshop in Islamic Economics Theory: Islamic Micro-finance Towards Global Poverty Alleviation and Sustainable Development, Bangi, 8-9 December 2010). James, S., Coleman. “Social Capital in the Creation of Human Capital.” The American Journal of Sociology, 94, Supplement: Organizations and Institutions: Sociological and Economic Approaches to the Analysis of Social Structure (1988): S95-S120. Janfeshan, Kamran dkk, “Spirituality in the Work Place and Its Impact on the efficieny of Management.” (paper dipresentasikan pada 2nd International Conference on Business and Economic Research (2nd ICBER 2011) Proceeding (2001). Johannsen, Hano dan G. Terry Page. “Performance Measurement.” Encyclopaedia of Management Dictionary of Management 7. New Delhi: Crest Publishing House, 1999. Jones, Catherine Cartwright. “The Functions of Childbirth and Postpartum Henna Traditions.” Kent State University (2002). Kahf, Monzer. “Maqasid al Shari‟ah in the Prohibition of Riba and their Implications for Modern Islamic Finance,” (paper dipresentasikan pada IIUM International Conference on Maqasid al Shari‟ah, 8-10 August 2006).
Kahf, Monzer. “Islamic Economics System – A Review,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics. Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007. Kalin, Kate. “Organisational Spirituality: A Way Forward for Business Coaching?.” (2008). Kamali, Mohammed Hashim. “Al-Maqasid A-l-Shari;ah The Objectives of Islamic Law.” International Islamic University Malaysia (n.d). Kamali, Mohammad Hashim. Principles of Islamic Jurisprudence. Malaysia: International Islamic University, March 1991. Kankanhalli, Atreyi dan Bernard C.Y. Tan. “A Review of Metrics for Knowledge Management Systems and Knowledge Management Initiatives.” (paper dipresentasikan pada 37th Hawaii International Conference on System Sciences, 2004). Kamil, Mohd bin Mokhtar. “Al Hibah: The Principles and Operational Mechanism in The Contemporary Malaysian Reality.” Masters of Science Thesis, Universiti Teknologi Malaysia, April 2007. Kamil, Naail Mohammed, Mohamed Sulaiman, Aahad OsmanGani dan Khaliq Ahmad. “Spirituality in the Workplace: The Role of Taqwa Towards the Advancement of the Contemporary Organization.” Social Science Research Network, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=171894 6 (diakses 11 April 2012). Kamil, Naail Mohammed, Ali Hussain Al-Kahtani dan Mohamed Sulaiman. “The Components of Spirituality in the Business Organizational Context : the Case of Malaysia.“ Asian Journal of Business and Management Sciences 1, No. 2: 166-180. Kane, Robert. “Responsibility And Free Will In Dworkin‟s Justice For Hedgehogs,” The University of Texas at Austin (n.d). Kaplan, R.S dan D.P. Norton. “The Balanced Scorecard - Measures that Drive Performance.” Harvard Business Review 70, No.1 (January-February 1992): 71-79. Kaplan, R.S dan D.P. Norton. “Using the Balanced Scorecard as a
Strategic Management System.” Harvard Business Review, (January – February 1996). Kaplan, R.S dan D.P. Norton. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Boston: Harvard Business School Press, 1996. Kaplan, RS dan D.P. Norton. The Balanced Scorecard: Translating Vision into Action. Boston: Harvard Business School Press, 1996. Kaplan, R.S dan D.P. Norton. Measuring the Strategic Readiness of Intangible Assets. Boston: Harvard Business School Press, 2004. Kaplan, R.S dan D.P. Norton. The Strategy – Focused Organization, How Balanced Scorecard Companies Thrive in The New Business Environment. Boston: Harvard Business School Publishing Corporation, 2001. Kaplan, R.S dan D.P. Norton. Strategy Maps, Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes. Boston: Harvard Business School Publishing Corporation, 2004. Khan, Muhammad Muhsin. Summarized Sahih Al- Bukhari. Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 1996. Khan, Muhammad Akram. Introduction to Islamic Economics, Islamabad, Pakistan: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies, 1994. Khan, Muhammad Akram. “The Role of Government in The Economy.” The American Journal of Islamic Social Sciences 14, No. 2 (n.d): 155-171. Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama. Tafsir Tematik, Spiritualitas dan Akhlak, Seri 1. Jakarta: 2010. Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama. Tafsir Tematik, Hukum, Keadilan, dan Hak Azasi Manusia, Seri 5. Jakarta: 2010. Laluddin, Hayatullah, Zuliza Mohd. Kusrin, dan Mohd. Al-Adib Samuri. “Maslahah and Its Potential Role in Formation of Islamic Perspective on Sociology.” International Business Management. 6, No. 2 (2012): 256-263.
Li, Yuhao. “The Case Analysis of the Scandal of Enron.” International Journal of Business and Management 5, No. 10 (October 2010). Lumpkin, Dess. Strategic Management, Creating Competitive Advantage. New York: McGraw-Hill, 2003 Lungu, Carmen Claudia. “The Role of Human Resources from Hotel Industry for Improving Organizational Performance.” The Business Review Cambridge 9, No. 2 (Summer 2008). Manan, Muhammad Abdul. “The Economics of Poverty in Islam with Special Reference to Muslim Country.” Distributive Justice and Need Fulfilment in an Islamic Economy. (1988). Mannan, Muhammad Abdul. Islamic Economic: Theory and Practice. Islamabad: Houder and Stoughton, 1970. Mannan, Muhammad Abdul. “The Making of Islamic Economic Society, Islamic Dimension in Economics Analysis.” International Association of Islamic Banks, Cairo, Egypt (1984). Martinsons, Maris, Robert Davison dan Dennis Tse. “The Balanced Scorecard: a Foundation for The Strategic Management of Information Systems.” Decision Support Systems.25 (1999). Masud, Muhammad Khalid, Islamic Legal Philosophy, a Study of Abu Ishaq al-Syathibi‟s Life and Thought.” Islamabad, Pakistan: Islamic Research Institute, 1977. Mawdudi, Abul A‟la. Islamic Law and Constitution. Lahore: Islamic Publication, 1960. McAuliffe, Jane Dammen. Encyclopedia of the Qur’a>n. Vol. 5, SiZ. Brill. Leiden – Boston, 2006. McGhee, Peter dan Patricia Grant. “Spirituality and Ethical Behaviour in the Workplace: Wishful Thinking or Authentic Reality.” EJBO Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies 13, No. 2 (2008): 61-69. McClung, Emily, Grossoehme, D.H., dan Jacobson, A.F. “Collaborating with Chaplains to Meet Spiritual Needs.” Med / Surg Nursing, 15, No. 3 (2006). Mihaela, Curpăn Alina and Bâtcă Viorel. “The Dashboard as Managerial Instrument of Measuring Performance in Medical–Sanitary Institutions.” Tom XVIII - IV - Section:
Management and Marketing, University of Orade Publishing House, 2009. Mitchell, Hugh. “Strategic Worth of Human Resources: Driving Organizational Performance.” Universalia (August 2002). Mohammed, Mustafa Omar dan Dzuljastri Abdul Razak. “The Performance Measures of Islamic Banking Based on the Maqasid Framework.” (paper dipresentasikan pada The IIUM International Accounting Conference (INTAC IV), Putra Jaya, 2008). Moullin, Max. “Eight Essentials of Performance Measurement.” International Journal of Health Care Quality Assurance 17, No. 3 (2004). Mubyarto. “Paradigma Pembangunan yang Bertumpu pada Kekuatan Ekonomi Rakyat,” Wawasan dan Visi Pembangunan Abad 21, Editor M. Dawam Rahardjo. Jakarta: PT. Intermasa, 1997. Mubyarto. “Ekonomi Indonesia Terjajah Kembali,” Swara 33 eBulletin Mubins 001, Mei 2011: 9-13. Mubyarto. Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan. Jakarta: LP3ES, 1987. Muhsin, Muhammad Khan dan Muhammad Taqi-ud-Din Al- Hilal. Interpretation of The Meanings of The Noble Quran. Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 1996. Naqwi, Syed Nawab Haider. Ethiics and Economics: an Islamic Synthesis, Terjemahan Bahsa Indonesia . Bandung: Penerbit Mizan, 1985. Nasution, Mustafa Edwin “Islamic Spirit and Morale in Economics.” Journal of International Development and Cooperation 15, No 1-2 (2009): 113-124. Nata, Abuddin. Kajian Tematik al-Quran tentang Fiqih Ibadah. Bandung: Penerbit Angkasa, 2008. National Institute of Standards and Technology. ”2011–2012 Criteria for Performance Excellence.” Baldrige Performance Excellence Program (n.d). Neely, Andy. Business Performance Measurement, Theory and Practice. Cambridge: Cambridge University Press, 2004.
Nicou, Katinka. “Spirituality in the Workplace: What Are Implication for Modern Organizations as Society Embrace New Concepts of Spiritualism?.” (2002). Nofal, Nabil. “Al-Ghazali, (A.D. 1058-1111; A.H. 450-505).” Prospects: The Quarterly Review of Comparative Education. Vol. 23, no. 3/4, 1993. UNESCO: International Bureau of Education (2000): 519-542. Nor, Mohd Roslan Mohd dkk, ” Historical Development of Islamic Institutions: A Case of Malaysian Government.” African Journal of Business Management 6, No. 8 (29 February 2012): 2766-2772. Nyazee, Imran Ahsan Khan, Islamic Jurisprudence. Selangor, Malaysia: The Other Press 607 Mutiara Majestic, 2003. Oliveira, Arnaldo. “The Place of Spirituality in Organizational Theory.” EJBO Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies 9, No. 2 (n.d): 17-21. Pandey, Ashish dan Gupta, R. K. “Spirituality in Management: a Review of Contemporary and Traditional Thoughts and Agenda for Research.” Global Business Review, 9, No. 1, (2008). Pearce, John A. dan Richard B. Robinson, Jr. Strategic Management, Formulation, Implementation and Control. 10th Ed. New York: McGraw-Hill, 2007. Petrisor, Ioan. “Managerial Ethics – Strategic Issues”, The Scientific Journal Facta Universitatis Series: Economics and Organization 1, No 6 (1998): 43 – 47. Pfeffer, Jeffrey. “Business and the Spirit: Management Practices that Sustain Values.” Research Paper No. 1713, Graduate School of Business, Stanford University, October 2001. Porter, E. Michael. Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance.” New York: The Free Press, 1998. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII & Bank Indonesia. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Qardhawi, Yusuf. Da>rul Qiyam Wa al-Akhlak Fil Iqtis}adil Islami, Terjemahan Bahasa Indonesia. Jakarta: Robbani Press, 2004. Rachmatarwata, Isa. “Expanded Role of Actuaries – Balancing Policy Holder, Share Holder and Regulatory Expectations.” (paper dipresentasikan pada International Conference, Jakarta, Hotel Shangri-la, 14 Mei 2012). Rahardjo, M. Dawam. Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah Cendekiawan Muslim. Bandung: Penerbit Mizan, 1999. Rane, Halim. “Maqasid, Contextualisation and Social Science Towards a Contemporary Methodology of Interpreting the Quran.” Islamic Perspective. 1, No. 2 (2009): 55-85. Rawls, John. a Theory of Justice. Harvard University Press, 1999. Ricardo, David. the Principles of Political Economy and Taxtion. New York: Dover Publications Inc, 2004: 52 Robert, A. Giacalone, dan Carole L Jurkiewicz. The Soul of the Firm”, Handbook of Worksplace Spirituality and Organizational Performance. Indian: Spring Books, 2004. Rokhman, Wahibur. “The Effect of Islamic Work Ethics on Work Outcomes”, EJBO Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies 15, No. 1 (2010): 21-27. Roni, Rusli Abdul, dan Mahlindayu Tarmidi. “The Application of Maslahah Concept in Information Technology Governance.” (Paper dipresentasikan pada 3rd International Conference on Business and Economic Research (3rd ICBER 2012) Proceeding, Bandung, Indonesia, 12 - 13 Maret 2012). Roos, Göran, dan Johan Roos. “Measuring your Company‟s Intellectual Performance.” International Journal of Strategic Management, Special Issue on Intellectual Capital 30, No. 3 (1997): 413-426. Saeed, Muhammad Mohtsham, Syed Zulfiqar Shah dan Tahir Masood Qureshi, “Organizing and Executing a Strategy for Firms Operating in and from the Islamic World.” African Journal of Business Management 4, No, 13 (4 October 2010): 2899-2902.
Sani. “A Conceptual Model of Measuring Performance Efficiency of Islamic Banks: Objectives of Islamic Law (Maqasid alshariah) Approach,” http://ssrn.com/abstract=2070397 (diakses pada 5 Agustus 2012) Sarif, Suhaili dan Nor `Azzah Kamri. “A Theoretical Discussion of Zakat for Income Generation and Its Fiqh Issues.” Shariah Journal 17, No. 3 (2009): 457-500. Sekaran, Uma. Research Methods for Business: a Skill Building Approach. New York: John Wiley & Sons, 2000. Sen, Amartya. “The Idea of Justice,” Journal of Human Development 9, No.3 (November 2008). Sen, Amartya Kumar. “The Possibility of Social Choice,‟ Nobel Lecturer. (8 Desember 1998). Sen, Amartya Kumar. Inequality Reexamined. UK: Oxford Clarendon Press, 1992.
Serrat, Olivier. “Picking Investments in Knowledge Management.” Asian Development Bank. Mandaluyong City, Philippines (December 2008). Shaharuddin, Amir. “Maslahah-Mafsadah Approach in Assessing the Shari‟ah Compliance of Islamic Banking Products.” International Journal of Business and Social Science 1 No. 1, (October 2010): 129-136 Shaheed, Shah Ismail. Taqwiyat ul Iman, Strengthening of The Faith. Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 1995. Sharma, Subhash. ”Towards Holistic Performance Scorecard: A New Strategic Imperative.” Indian Business Academy Bangalore & Greater Noida (n.d). Shaukat, Mughees, “The Recent Financial Growth of Islamic Banks and Their Fulfillments of Maqāsid Al-Sharī„ah, Gap Analysis.” INCEIF(n.d). Sheep, Mathew. L. “Nurturing the Whole Person: a Model of Spirituality at Work and Performance,” Academy of Management Conference, Management, Spirituality and Religion Interest Group (2003). Shomali, Mohammad Ali. “Key Concepts in Islamic Spirituality: Love, Thankfulness and Humbleness.” Message of Thaqalayn 11, No. 2 (Summer 2010).
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. “The Guarantee of a Minimum Level of Living in an Islamic State.” Distributive Justice and Need Fulfilment in an Islamic Economy. Leicester, UK: The Islamic Foundation, 1988. Siddiqi, Mohammad Nejatullah. “Economics of Tawarruq, How its Mafasid overwhelm the Masalih.” Workshop on Tawarruq: A Methodological issue in Sharī`a - Compliant Finance (1 February 2007). Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Role of the State in the Economy, an Islamic Perspective. Leicester, UK: The Islamic Foundation, 1996. SˇKerlavaj, Mihadkk. “Organizational Learning Culture, The Missing Link between Business Process Change and Organizational Performance.” Int. J. Production Economics 106 (2007): 346–367. Sokovic, M, D. Pavletic, K. Kern Pipan. “Quality Improvement Methodologies – PDCA Cycle, RADAR Matrix, DMAIC and DFSS.” Journal of Achievement in Materials and Manufacturing Engineering 43, No 1 (November 2010). Strohhecker, Jürgen. “Does a Balanced Scorecard Management Cockpit Increase Strategy Implementation Performance?” Frankfurt School of Finance and Management, Frankfurt (July 2007). Sulaiman, Ruslinda. “Realising Maqasid Al-Shariah in Islamic Financial Planning.” The 4E Journal 11, No. 1, 1Q (2011): 13-17. Sulistyono, Adi. “Pembangunan Hukum Ekonomi Untuk Mendukung Pencapaian Visi Indonesia 2030,” Pidato Pengukuhan Guru Besar Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta , 17 Nopember 2007. Swasono, Sri-Edi dan Fauzie Ridjal. Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan. Jakarta: UI Press,1992: 143 Swasono, Sri-Edi. Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan, Mutualism & Brotherhood, Kerkayatan, Nasionalisme, dan Kemandirian. Jakarta: UNJ Press: 2004.
Swasono, Sri-Edi. Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas. Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, 2003. Swasono, Sri-Edi. “Prospek dan Perkembangan Perekonomian Rakyat: Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Pasar,” Kedaulatan Rakyat, Jumat, 02 Agustus 2002. Swasono, Sri-Edi. “Jangan Menjual Indonesiaku,” Swara 33 eBulletin Mubins, Edisi 001 Mei 2011, 5-6. Swasono, Sri-Edi. Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme. Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010. Swasono, Sri-Edi. “Demokrasi (Volkssouvereiniteit / Kedaulatan Rakyat,” (paper dipresentasikan pada Deklarasi Gerakan Pemantapan Pancasila, 5 Juli 2012). Swasono, Sri-Edi. “Demokrasi Ekonomi: Komitmen dan Pembangunan Indonesia,” (paper dipresentasikan pada pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1988). Swasono, Sri-Edi. “Pandangan Islam dalam Sistem Ekonomi Indonesia,” (paper dipresentasikan pada pidato ilmiah wisuda sarjana negara ke-tiga, Universitas Muhammadiyah, Medan, 14 Maret 1987). Swasono, Sri-Edi. “Ekonomi Islam dalam Pancasila” (paper dipresentasikan pada International Seminar on Implementation of Islamic Economic, Annual Meeting of Indonesian Economics Experts Association, Unibersitas Airlangga, Surabya, 1-3 Agustus 2008).
Swasono, Sri-Edi. “Testimoni Sri Edi Swasono,” Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 oleh DPP SP-PLN Tentang Ketenagalistrikan berkaitan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, (2010). Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jilid 2. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999. Thompson, A. dan A.J. Strickland. Strategic Management: Concepts and Cases. Boston: McGraw Hill, 2002. Ul-Islam, Sheikh dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Kitab Tauhid, The Book of Monotheism. Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 1996.
Abdurrahman. Fursan Min Madrasatin Nubuwwah,Terjemahan Bahasa Indonesia. Jakarta: Embun
Umairah,
Publishing, 2006. Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes, III, Islamic Law and Finance, Religion, Risk, and Return (the Hague, the Netherlands: Kluwer Law International, 1998).
Weber, Max. The Protestant Ethnic and The Spirit of Capitalism. New York: Charles Scribner‟s Sons, 1958. Zaman, Hasanuz. “Economics Functions of an Islamic State.” The Islamic Foundation. Karachi, Pakistan (1991). Zarqa, Anas. “Islamic Economics: An Approach to Human Welfare,” Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics. Kualalumpur, Malaysia: Cert Publication, 2007. Zeno, Shaikh Muhammad bin Jamil. The Pillars of Islam & Iman & What Every Muslim Must Know about His Religion. Saudi Arabia: Darussalam Publications, September 1996. Zidan, Ahmad. Al-Ghazali‟s Ihya’ Ulum al-Din, revitalization of The Sciences of Religion. Cairo Egyp: Islami Inc. for Publishing and Distribution, 1997). Zohar, Danah dan Ian Marshal. Spiritual Capital, Wealth We Can Live by Using Our rational, emotional, and Spiritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture. London: Bloomsbury Publishing Plc, 2004.
LAMPIRAN A. Pasal 33 Amandemen Ke-tiga UUD 1945.
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Pasal 33 Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
B. Pasal 34 Amandemen Ke-empat UUD 1945.
(1) (2)
(3)
(4)
Pasal 34 Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
C. Tabel Data Tabel.C.1. Data Premi Bruto dan Operational Expenses (Milyad) PT. ATK608
2001
Premi Bruto (M) 55.84
2002
67.45
14.73
4.58
2003
84.33
16.11
5.24
2004
107.39
20.37
5.27
2005
123.18
15.86
7.76
Tahun
608
Opex (M)
Rasio
6.84
8.16
2006
157.91
27.31
5.78
2007
249.93
25.18
9.93
2008
323.92
22.83
14.19
2009
246.91
21.5
11.48
2010
305.44
19.53
15.64
2011
360.37
23.01
15.66
Sumber: PT. Asuransi Takaful Keluarga
Tabel.C.2. Biaya DikLat, Biaya SDM dan Realisasi (Milyard) PT. ATK609 Tahun
2001
Realisasi Biaya Diklat (Milyard) 0.36
Biaya SDM (Milyard) 7.15
Alokasi Anggaran (5% Biaya SDM) 0.51
% Reailisasi Biaya Diklat terhadap Alokasi -29.58
2002
0.35
7.43
0.55
-36.60
2003
0.37
9.85
0.97
-61.86
2004
0.38
11.86
1.41
-72.98
2005
0.39
14.06
1.98
-80.27
2006
0.68
15.65
2.45
-72.24
19.46
3.79
-88.38
2007
0.44
2008
0.91
22.63
5.12
-82.23
2009
0.52
18.88
3.56
-85.41
2010
0.65
24.31
5.91
-89.00
2011
0.81
30.5
9.30
-91.29
Tabel.C.3. Kontribusi Bruto PT. ATK, Kontribusi Bruto Industri dan Market Share PT. ATK (Milyard)610
609 610
Sumber: PT. Asuransi Takaful Keluarga Sumber: PT. Asuransi Takaful Keluarga
Tahun
Kontribusi Bruto Industri (Milyard) 11343.97
Market Share
2002
Kontribusi Bruto PT. ATK (Milyard) 67.45
2003
84.33
13898.51
0.61%
2004
107.39
18239.70
0.59%
2005
123.18
22718.72
0.54%
2006
157.91
27510.36
0.57%
2007
249.93
45548.63
0.55%
2008
323.92
49593.32
0.65%
2009
246.91
61316.69
0.40%
2010
305.43
74523.95
0.41%
2011
360.37
89567.93
0.40%
0.59%
D. Kuisoner Lama (Tidak Valid) KUISONER
Kepada Bapak / Ibu Di Tempat
Segala puji hanya bagi Allah, Rab semesta alam. Salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, contoh teladan kita bersama. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua, amin. Sebelumnya perkenalkan saya adalah Achmad Firdaus, Mahasiswa S3 Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang menyelesaikan disertasi yang berjudul “Mas}lah}ah Scorecard (MaSC), Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis Berbasis Maqasid Shari>’ah”. Penelitian ini merumuskan sistem pengukuran kinerja bisnis shari>’ah dengan menggunakan pendekatan mas}lah}ah khususnya mas}lah}ah d}aru>riyah. Mas}lah}ah Scorecard (MaSC) terdiri atas enam orientasi kemaslahatan bisnis yaitu Orientasi Ibadah, Orientasi Proses Internal, Orientasi Tenaga Kerja, Orientasi Pembelajaran, Orientasi Pelanggan dan Orientasi Harta Kekayaan.
Kami mohon bantuan Bapak / Ibu untuk dapat membantu mengisi kuisoner sebagaimana terlampir. Adapun pengisian kuisoner adalah dengan cara melingkari pilihan yang tersedia. Atas segala bantuan dan kerjasamanya, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Bapak / Ibu sekalian. Terima kasih. Achmad Firdaus 081213319968 Anda dimohon melingkari angka yang ada di dalam baris atau kolom pengisian.
6. 7. 8. 9. 10. I.
Tingkat Persepsi = Sangat Tidak Setuju = Tidak Setuju = Ragu-ragu = Setuju = Sangat Setuju Jenis Kelamin
II.
Jabatan III. a. Staff b. Kasie / AsMen c. Kabag / Manager d. KaDiv/ Senior Manager
IV.
Usia a. < 20 tahun b. 20 – 30 tahun c. 30 – 40 tahun d. 40 – 50 tahun e. > 50 tahun
Area Kebutuhan akal dan hati
1. 2. 3. 4.
Kebutuhan Tenaga
5. 6.
a.
L
b. P
Bekerja di Takaful Keluarga a. <1 tahun b. 1 s.d 3 tahun c. 3 s.d 5 tahun d. > 5 tahun
V.
Pendidikan Terakhir a) SLTA b) D3 c) S1 d) S2 e) S3
Pertanyaan Atasan mendukung proses pembelajaran. Program manajemen mendukung penjagaan dan pemeliharaan hati. Program manajemen mendukung penjagaan dan pemeliharaan akal. Program pelatihan dan pengembangan sesuai dengan harapan saya. Saya merasa nyaman di lingkungan kerja. Saya senantiasa melibatkan spiritualitas dalam
1 1
Tingkat Persepsi 2 3 4 5 2 3 4 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
Kerja 7. Kebutuhan Proses Internal
8.
Kebutuhan Pelanggan
11. 12.
Kebutuhan Harta
13.
Kebutuhan Ibadah
9. 10.
14. 15. 16. 17.
pengambilan keputusan. Fasilitas pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan saya. Produk harus mendapatkan persetujuan DPS sebelum dijual. Saya memiliki sahabat di lingkungan kerja. Atasan saya adalah teman diskusi yang baik dalam memecahkan masalah pekerjaan. Perusahaan memperhatikan pelangganan. Kritik dan saran pelanggan menjadi masukan untuk perusahaan Manajemen secara rutin melakukan evaluasi keuangan Perusahaan memiliki program sosial Perusahaan rutin membayar zakat. Manajemen memiliki program spiritual Program spiritual tertulis dalam SOP / IK.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1
2
3
4
5
1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
4 4 4 4
5 5 5 5
E. Kuisoner Baru (Valid) KUISONER (Baru)
Kepada Bapak / Ibu Di Tempat
Segala puji hanya bagi Allah, Rab semesta alam. Salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, contoh teladan kita bersama. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua, amin. Sebelumnya perkenalkan saya adalah Achmad Firdaus, Mahasiswa S3 Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang menyelesaikan disertasi yang berjudul “Mas}lah}ah Scorecard (MaSC), Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis Berbasis Maqasid Shari>’ah”. Penelitian ini merumuskan sistem pengukuran kinerja bisnis shari>’ah dengan menggunakan pendekatan mas}lah}ah khususnya mas}lah}ah d}aru>riyah. Mas}lah}ah Scorecard (MaSC) terdiri atas enam orientasi kemaslahatan bisnis yaitu Orientasi Ibadah, Orientasi Proses Internal, Orientasi Tenaga Kerja, Orientasi Pembelajaran, Orientasi Pelanggan dan Orientasi Harta Kekayaan.
Kami mohon bantuan Bapak / Ibu untuk dapat membantu mengisi kuisoner sebagaimana terlampir. Adapun pengisian kuisoner adalah dengan cara melingkari pilihan yang tersedia. Atas segala bantuan dan kerjasamanya, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Bapak / Ibu sekalian. Terima kasih.
Achmad Firdaus 081213319968 Anda dimohon melingkari angka yang ada di dalam baris atau kolom pengisian.
11. 12. 13. 14. 15. VI. VII.
IX.
Tingkat Persepsi = Sangat Tidak Setuju = Tidak Setuju = Ragu-ragu = Setuju = Sangat Setuju Jenis Kelamin b. L b. P Jabatan VIII. Bekerja di Takaful Keluarga e. Staff – Senior Staff e. <1 tahun f. Kasie / AsMen f. 1 s.d 3 tahun g. Kabag / Manager g. 3 s.d 5 tahun h. KaDiv/ Senior h. > 5 tahun Manager Usia X. Pendidikan Terakhir f. < 20 tahun f) ≤ D3 g. 20 – 30 tahun g) S1 h. 31 – 40 tahun h) S2 i. 41 – 50 tahun i) S3 j. > 50 tahun
Area Kebutuhan akal dan hati
Kebutuhan Tenaga
Pertanyaan 18. Saya memerlukan pengembangan akal 19. Saya senantiasa memerlukan pertimbangan hati sebelum mengambil keputusan 20. Manajemen mendukung pengembangan akal 21. Manajemen memiliki program muhasabah (evaluasi diri bagi karyawan) 22. Perusahaan memiliki program pendidikan, latihan dan pengembangan
1 1
Tingkat Persepsi 2 3 4 5 2 3 4 5
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1
2
3
4
5
Kerja
Kebutuhan Proses Internal
Kebutuhan Pelanggan
Kebutuhan Harta
Kebutuhan Ibadah
23. Saya senantiasa melibatkan spiritualitas dalam pengambilan keputusan 24. Saya bekerja pada area yang sesuai dengan kompetensi saya 25. Produk harus mendapatkan persetujuan DPS sebelum dijual. 26. Manajemen meninjau ulang proses kerja 27. Harapan pelanggan menjadi dasar bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan pemasaran 28. Perusahaan menetapkan berbagai harapan pelanggan secara tertulis di dalam SOP. 29. Perusahaan melakukan survey kepuasan pelanggan secara rutin 30. Manajemen menjunjung tinggi moral etika dan mengajarkannya kepada seluruh pegawai 31. Perusahaan memiliki program sosial. 32. Perusahaan rutin membayar zakat. 33. Perusahaan memiliki program spiritual 34. Program spiritual tertulis dalam SOP / IK
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
4 4 4 4
5 5 5 5
GLOSSARY Azas kekeluargaan Azas ekonomi kerakyatan yang memiliki makna persaudaraan, tolong menolong dan gotong royong. BSC Balanced Scorecard, alat sistem manajemen strategis yang membuat organisasi mampu menterjemahkan visi – misi dan strategi ke dalam serangkaian tindakan yang terukur. BSC memiliki empat perspektif pengukuran kinerja yaitu pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis internal, pelanggan dan keuangan. Doktrin
Cara atau metode yang dipilih dan diikuti masyarakat dalam kehidupan ekonominya serta dalam memecahkan setiap problem praktis yang diikuti. Ekonomi kerakyatan Pembangunan ekonomi yang berpusat kepada rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai tujuan pembangunan ekonomi disamping menempatkan rakyat sebagai sarana dan pelaku pembangunan.
Fala>h} Keberuntungan, kesuksesan, keselamatan, kemuliaan, kebahagiaan baik materi maupun non materi dan berdimensi waktu di kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Fondasi kemaslahatan Kondisi dasar yang harus dimiliki oleh bisnis dalam rangka mewujudkan pemenuhan kemaslahatan.
Homo economicus Sifat manusia yang senantiaasa mengedepankan sisi ekonomi dalam segala aktifitasnya. Homo ethicus Sifat manusia yang mengedepankan etika dalam melakukan aktifitasnya.
’Izz Kekuatan, kemuliaan dan kehormatan di kehidupan dunia. Di kehidupan akhirat ’izz memiliki makna kemuliaan abadi tanpa kehinaan. Kinerja proses kemaslahatan Kinerja bisnis dalam proses memenuhi kemaslahatan.
Kinerja hasil kemaslahatan
Kinerja hasil kemaslahatan yang dicapai oleh bisnis.
Mafsadah. Kerusakan, lawan kata dari mas}lah}ah.
Maqa>si} d al-shari>’ah
Tujuan ditetapkannya shari>’ah yaitu untuk menjaga dan melindungi: agama (h}ifz}u ‘ala> al-di>n), jiwa (h}ifz}u ‘ala> al-nafs), keturunan (h}ifz}u ‘ala> al-nasl), harta (h}ifz}u ‘ala> al-ma>l), akal (h}ifz}u ‘ala> al-‘aql).
Mas}lah}ah Suatu kondisi yang dihasilkan dari terciptanya pemenuhan kebutuhan secara seimbang. Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan baik material maupun non material, jangka pendek (dunia) maupun tujuan jangka panjang (akhirat).
Mas}lah}ah d}aru>riyah Pemenuhan lima kebutuhan dasar (primer) manusia di dunia dan akhirat yang meliputi agama, jiwa, keturunan, harta dan akal.
Mas}lah}ah hajiyah Kebutuhan pendukung (sekunder) yaitu kebutuhan yang keberadaannya diperlukan untuk menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima kebutuhan primer atau pokok menjadi lebih baik lagi.
Mas}lah}ah tahsinat / tah}si>niyah Kebutuhan pelengkap (tertier) yaitu kebutuhan yang sepatutnya ada karena tuntutan kesopanan dan adat istiadat. Kebutuhan tahsinat / tah}si>niyah dimaksudkan agar manusia dapat melakukan yang terbaik menuju pada penyempurnaan dalam rangka memelihara lima kebutuhan primer (mas}lah}ah d}aru>riyah)
Mas}halih. Bentuk jamak dari mas}lah}ah
Mas}lah}ah scorecard Sistem kinerja kemaslahatan bisnis yaitu sistem kinerja berbasis maqa>s}id al-shari>’ah dengan memenuhi enam orientasi kemaslahatan bisnis yang terdiri dari: orientasi ibadah, orientasi proses internal, orientasi tenaga kerja, orientasi pembelajaran orientasi pelanggan dan orientasi harta kekayaan. Milestone Batu loncatan, sasaran tahapan untuk mencapai target yang besar Operational Sustainability (OST), Efisiensi operasional, persentase operasi dan pengeluaran. OST>100% menunjukan bahwa perusahaan dapat meng-cover seluruh biaya-biaya operasi. PDCA Siklus manajemen yang terdiri dari Plan (merencanakan) – Do (mengerjakan) – Check (mengevaluasi) – Action (mengambil tindakan). Profit Margin (PM). Jumlah bersih rupiah yang didapatkan setelah dikurangi dengan berbagai biaya.
Return on Assets (ROA), Ukuran pendapatan operasi bersih merupakan perbandingan pendapatan bersih terhadap total asset. Return on Equity (ROE). Ukuran pendapatan operasi bersih merupakan perbandingan pendapatn bersih terhadap asset bersih.
Rububiyah Pengakuan atas perbuatan-perbuatan Allah Yang Maha Mengatur dan Menata alam semesta. Hal ini berarti mengimani rububiyah Allah adalah wujud pengakuan seorang hamba bahwa
hanya Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Memberi Rizki, Yang Maha Mengatur dan Menata, Yang Maha Memberi dan Menahan, Yang Maha Mengangkat dan Maha Menjatuhkan, Yang Memuliakan dan Yang Menghinakan, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Rububiyah berarti mengimani Allah sebagai subyek atas yang dilakukannya. ⁄ Sinus, suatu fungsi trigonometri. Sinus
⁄
berarti Sinus
(360/5) = Sinus 72 = 0.253823
Tazkiyatun-nafs Membersihkan jiwa dari kekufuran, kemusyrikan, kemunafikan, kezaliman, perbuatan keji dan dosa besar. Transformasi ekonomi Menegakkan demokrasi ekonomi, melaksanakan usaha bersama, melaksanakan asas kekeluargaan, menolak azas perorangan, menjunjung tinggi pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 dalam aktifitas ekonomi. Transformasi sosial Sifat sosial dari aktifitas ekonomi. Dilakukan dengan coownership, co-determination dan co-responsibility.
Uluhiyah
Pengakuan atas pernyataan la> ila>ha illa Alla>h yang bermakna tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah.
Uluhiyah bermakna Allah sebagai obyek atau yang mejadi tujuan atas yang dilakukan oleh manusia.
INDEKS A. Abdul Ghafar Ismail. 7. Abudin Nata. 93, 134, 143. Achmad Firdaus. 2, 4, 7. Adi Sulistyono. 54, 35, 54. Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar. 91, 94, 97, 98. Ahmad bin Muhammad Al Imran. 134, 140. Ahmad Hidayat Buang. 208. Ahmad Zidan, 3, 35, 70, 73, 114, 118, 119, 143, 182. Al-‘adam. 80, 81, 92, 95, 96, 98, 100. Alexander Gash. 56. Al-Ghaza>li. 29, 75, 77, 85, 108, 182, 203. Alka Bramhandkar. 59. Al-Shāt}ibi 3, 76, 77, 83, 113.
Al-wuju>d. 80, 92, 95, 96, 98, 100, 113. Amartya Sen. 42, 47, 50, 51, 132. Anas Zarqa. 51, 79. Andy Neely. 125. Asyraf Wajdi Dusuki. 150, ‘Aql. 3, 4, 5, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 80, 85, 86, 87, 93, 94, 95, 103, 104, 106, 107, 182, 193, 255. A. Riawan Amin. 26, 150. ATK (PT. Asuransi Takaful Keluarga). 5, 10, 13, 14, 15, 16, 218, 219, 222, 223. B. Bacharuddin Jusuf Habibie. 48. Balanced scorecard (BSC). 55, 56. 57, 59, 61, 63, 65, 68, 69, 110, 124, 125, 160, 186, 187. Baqa>. 73. Bung Hatta. 47.
C. Chen Yuan Chen. 61, 63, 65, 68, 188. Continuous improvement. 64, 108, 125, 127, 139, 140, 172, 180, 211. Corrective action. 108, 132, 140, 140. Curry. 11. D. Danah Zohar. 31, D}aru>riyah, 3, 4,5, 10, 11,12,13, 15. David Ricardo. 116. Dede Abdul Fatah. 30, Di>n, 3, 4, 5, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 80, 85, 86, 87, 93, 94, 95, 103, 104, 106, 107, 133, 153, 157, 255. Diyat. 91, 96, 159. Doktrin. 45. Donald R. Cooper, 12, 13, 15. E.
Exploratory studies. 12, 13. F.
Fajir. 83.
Fala>h}, 3, 16, 69, 70, 71, 72, 73, 74. Frank E. Vogel. 38 Freddy Rangkuti. 177, 200. G. George Alukal. 64. Ghana>. 73.
Gha>rar. 83. Gregory H. Jacobson. 67, 187. H.
Had. 81, 97. Hajiyah. 3. Halim Alamsyah. 1. Hamza Khraim. 149. Hanine Salem. 56. Hano Johannsen. 57. Harta, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 12, 13, 15, 16. Hershey H. Friedman. 33. Hisham Abu Raiya. 149. Homo economicus, 11, 41. Homo ethicus. 41. Homo homini lupus. 41. homo socius. 21. Homo spiritualis, 11. Hubert K. Rampersad. 158, 173, 181. I. Ibn „Ashur, M. al-Tahir. 160, Imran Ahsan Khan Nyazee, 78, 85, 86, 87. Intangible. 48, 68, 188, 221. Ira Chaleff. 33.
Izz. 54, 73. J. Jane Dammen McAuliffe. 93. Jimly Asshiddiqie. 40,
Jina>ya>t. 80, 81, 82, 96, 168. John Rawls. 41, 51, K. Kamran Janfeshan. 31,
Kapitalis, 1, 10, 11, 12, Keadilan. 7, 8, 18, 21, 23, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 50, 89, 157, 159, 160, 166, 167, 168, 169, 170, 180, 181, 230, 232, 233, 239. Kebersamaan. 21, 22, 25, 28, 30, 31, 36, 39, 41. Kekeluargaan. 21, 22, 23, 25, 27, 28, 30, 36, 41, 44. Kerakyatan. 36, 39, 47. Kesejahteraan, 1,2 10, 16, 22, 24, 25, 40, 43, 46, 47, 48, 49, 50, 51. 52, 73, 77, 96, 103.132, 150, 158, 160, 171, Keturunan, 3, 4, 5, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16. Khalifah. 1, 26, 30, 33, 110, 112, 117, 118, 120, 121, 139, 141, 150, 172, 173, 173, 179, 192, 203, 240, 255. Kinerja, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16. L. Laura Nash. 145, M.
Mafsadah. 75, 77, 78, 87, 88. Ma>l, 3, 5, 9, 10, 12, 13, 15, 16. 80, 85, 86, 87, 93, 94, 95, 103, 104, 106, 107, 203, 217, 255. Mandataris. 28,
Maqa>s}id al-shari>’ah, 2,4, 6, 7, 8, 10, 15, 75, 84, 86, 124, 150, 159, 160, 161, 162, 165, 169, 184, 195, 209, 211, 213, 161, 195. 218, 223, 229, 255, 256. Maris Martinsons. 67, 68, 187, 188. Maruah. 88. Mashhad Al-Allaf. 88, 89. Masudul Alam Choudhury. 44, 52, 116. Mas}lah}ah. 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 18, 29, 51, 56, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 83, 84, 85, 87, 88, 89, 101, 109, 110, 121, 123, 124, 148, 209, 212, 223, 255, 256, 257, 258. Mas}lah}ah scorecard (MaSC). 2, 4, 5, 7, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 220, 221, 222, 251, 251, 256, 257. Mathew L Sheep. 31. Max Moullin. 124. Max Weber. 33. M. Dawam Rahardjo. 32, 46. M. Houssem Eddine Bedoui. 2, 8, 9,125. M. Sokovic. 124. Michael E. Porter. 65, 160, 163. Michael Wade. 66, 187. Mohamed Ariff. 20. Mohammad S. Ghazanfar. 34. Mohammed Naail Kamil. 106, 154 Monzer Kahf. 27, 28.
Moral. 11, 12, 21, 22, 23, 31, 42, 45, 46, 93, 103, 120, 142, 143, 145, 149, 157, 159, 161, 209, 255, 258. Mubyarto. 22, 23, 39, 46, 48.
Mud}arat. 29, 76. Mughees Shaukat. 8, 159, 215, Muhammad Abdul Mannan, 43, 46, 49. Muhammad Abu> Zahrah. 6, 8, 91, 95, 96, 98, 100, 153, 167, 168, 215. Muhammad Akram Khan. 29, 37, 38, 54, 71, 72, 73. Muhammad Baqir Ash-Shadr. 33, 34, 45. Muhammad Khalid Masud. 75. Muhammad Nejatullah Siddiqi. 49 M. Umer Chapra. 26, 70, 86, 154, 157, 181. Muhasabah. 108, 211, 220. Mustafa Edwin Nasution. 144, 145, Mustafa Omar Mohammed. 2, 6, 158, 159. N.
Nafs. 3, 4, 5, 6, 10, 13, 16, 18,70, 80, 85, 86, 87, 93, 94, 95, 103, 104, 106, 107, 157, 171, 255.
Nasl. 3, 4, 5, 6, 10, 13, 16, 18, 80, 85, 86, 87, 93, 94, 95, 103, 104, 106, 107, 171, 181, 255. Needs. 62, 77, 79, 192. O. Orientasi agama. 4, 7, 13, 18, 19, 148, Orientasi harta. 4,7, 13, 18, 19, 104, 108, 109, 110, 111, 121, 125, 203, 210, 212, 213, 214, 215, 216, 217, 221, 222, 247, 248, 250, 251, 252, 255. Orientasi ibadah. 4, 7, 13, 18, 19,103, 104, 105, 106, 110, 111, 113, 125, 133, 134, 147, 148, 149, 151, 152, 155, 156, 157, 171, 172, 173, 176, 183, 193, 198, 209, 210, 213, 219, 220, 221, 222, 224, 225, 227, 240, 247, 249, 251, 252.255. Orientasi jiwa. 4, 7, 13, 18, 19, 103, 106, 107, 110, Orientasi keturunan. 4, 7, 13, 18, 19, 103, 107, 110, Orientasi pelanggan. 4, 7, 13, 18, 19, 58, 111, 120, 121, 125, 194, 196, 198, 199, 200, 201, 202, 209, 211, 212, 221, 244, 245, 246, 247, 248, 251, 252, 255. Orientasi pembelajaran. 4, 7, 13, 18, 19, 111, 117, 125, 182, 185, 186, 188, 189, 190, 191, 193, 194, 203, 209, 211, 213, 220, 239, 240, 241, 243, 247, 249, 251, 252, 255. Orientasi tenaga kerja. 4, 7, 13, 18, 19, 111, 115, 125, 171, 174, 175, 176, 178, 181, 209, 211, 213, 220, 234, 235, 236, 237, 238, 247, 249, 251, 252, 255. P.
PDCA. 18, 80, 124, 126, 127, 129, 192, 197, 256. Peter C. Hill. 148, Philip Kotler. 62, 194, Pierre J. Richard Devinney. 2, 61, Preventive action. 108, 132, 140, Process oriented. 16, 130, 132, 256. Profit. 6, 7, 8, 151, 152, 156, 166, 170, 214, 215, 216, 217.
Q.
Qirad}. 82, Qis}as},81, 168, 95, 96, 107, R. Radar. 124 Ra>ghib al-As}faha>ni. 29, 72, 73, Result oriented. 6, 7, 8 Return on Assets. 6, 7, 8 Return on Equity. 6, 7, 8 Reward. 136, 180, 186, 187, 188, 189, 190, 191, 193, 241,243 Riba. 30, 31, 38, 39, 49, 100, 161, 205, 230 Ridzwan Ahmad. 87, RKAP. 150, 160, 179, 195, 234, 235, 240, Robert Kane. 42, Robert S. Kaplan. 5, 57, 59, 66, 68, 69, 110, 124, 125, 182, 186, 188, Ronald Dworkin. 51, Ronald Moen, Clifford Norman. 127,
Rububiyah. 74, 135, Ru>h. 93, 94, Ruslinda Sulaiman. 204, S. Sani M.D. 8, Sayd Farook. 150, Sayyid Fayyaz Ahmad. 111, Shaikh Muhammad bin Jamil Zeno, 136, 137. Sekaran. 7, 9,
Spiritualitas Syed Nawab Haider Naqwi. 45, Syofian Siregar. 15, Sri-Edi Swasono. 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 30, 36, 40, 41, 44, 47, 49, 53, 55 Stake holders. 5, 111, 114, 125, 129, 130, 132, 148, 150, 157, 159, 160, 161, 171,175, 184, 194, 195, 202, 203, 213, 229, 230, 239, 249, 252,
Supply. 117, Sustainability. 7, 13, 107, 115, 121, 160, 162. T.
Tahsinat / tah}si>niyah 3, 77, 79, 82, 83, 84, 89 Taklif. 77. Tangible. 48, 58. Ta‟zir. 81, 96.
Tuflih}u>n. 71. U.
Uluhiyah. 74, 135. V. Value. 21, 61, 62, 65, 68, 69. W. Wants. 62, 79, Welfare. 6, 8, 21, 24, 47, 51.79. William A Guillory. 33. William G. Nickels.145. Wiwiek Rabiatul Adawiyah. 191. X. Y. Yuhao Li. 146, Yusuf Qardhawi. 27, 52, Z. Zakat. 6, 28, 38, 44, 50, 74, 80, 93, 106, 111, 113, 137, 152, 154, 203, 205, 206, 213, 214, 215, 216, 217,
BIODATA PENULIS Nama saya Achmad Firdaus. Saya anak ke-lima dari sebelas bersaudara. Saya adalah anak laki-laki tertua di keluarga. Semua kakak saya perempuan dan adik-adik saya – lima perempuan dan satu laki-laki. Ibu dan kakak pernah bercerita kepada saya bahwa saya terlahir di Indramayu dengan nama Toto Sugiharto pada tanggal 12 Muharam 1388 H - 11 April 1968 M. Saya lahir ketika perekonomian keluarga sedang mencapai masa puncak tertinggi. Ayah meskipun seorang pegawai PEMDA Indramayu tetapi memiliki banyak usaha seperti CV Indra Karya, perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor bangunan. Usaha transportasi berupa
angkutan kota di Indramayu. Usaha transportasi berupa becak di Jakarta. Usaha pangkalan pasir bahan bangunan. Usaha peternakan ayam dan bebek dll. Itulah alasan ayah mengapa memberikan saya nama Toto Sugiharto, yang artinya sugi harta (kaya dengan harta). Ibu bertutur bahwa ketika saya berusia balita, kami sekeluarga kedatangan seorang tamu berperawakan tinggi besar, dengan wajah dan pakaian mirip orang Arab. Beliau mengaku sebagai kawan dekat kakek saya, KH Sirad. Seorang Ustadz yang cukup punya nama untuk kawasan Indramayu dan sekitarnya pada masanya. Orang tersebut mengatakan bahwa dia adalah teman baik kakek saya ketika berada di Arab. Kakek memang pernah tinggal beberapa lama di Arab untuk menuntut ilmu. Orang tak dikenal itupun mengutarakan maksud kedatangannya yaitu untuk bersilaturahmi dengan kakek. Namun sayang, saat dia datang ke rumah, kakek sudah wafat. Ketika melihat saya, diapun menanyakan nama saya. Ayah lantas menyebutkan nama saya yaitu Toto Sugiharto. Ayah meskipun tidak lancar berbahasa Arab namun masih bisa berkomunikasi dengan sahabat kakek tersebut. Mendengar nama Toto Sugiharto, lantas orang tersebut membopong saya, meletakan badan saya dengan posisi tengkurab di atas kedua pahanya. Di atas punggung saya, sahabat kakek menuliskan suatu rangkaian huruf Arab. Ayah, ibu dan kakak mencoba memahami liukan jari sahabat kakek tersebut. ”Achmad Firdaus?”, tanya ayah. Pertanyaan ayahpun dijawab dengan anggukan kepala oleh sahabat kakek. Sejak saat itu pula saya berganti nama menjadi Achmad Firdaus. Tahun 1979 ayah meninggal dunia. Saat itu beliau baru berusia 39 tahun. Ayah meninggal dunia karena berbagai penyakit yang diidapnya. Tidak dapat dipungkiri salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit tersebut adalah karena beban mental yang ditanggungnya. Dalam masa kurang dari dua tahun kami ditinggalkan berturut-turut oleh keempat adik-adik kami. Satu persatu adik-adik kami yang masih balita dipanggil oleh Allah SWT. Khairunnisa, Istiqomah, Nurbaeti dan Nunung adalah keempat adik kami yang meninggal dalam usia balita. Genap 2 tahun dari kematian seluruh adik kami, ayah meninggal dunia. Penyebab kematian ayah, paling tidak disebabkan juga oleh
beruntunya kematian yang menimpa adik-adik kami. Cobaan beruntun tersebut mengakibatkan ayah terserang komplikasi berbagai penyakit. RSU Indramayu, RS Gunung Jati Cirebon dan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, pernah menjadi tempat opname ayah. Kelak setelah ayah meninggal dunia seluruh usaha ayah dikuasai oleh saudara-saudaranya yang menjadi kepercayaannya tersebut. Orang-orang yang tidak amanah. Orang-orang yang justru meninggalkan kami pada saat ayah sudah tidak ada. Saat ayah meninggal dunia, kakak tertua baru duduk di kelas 3 SMEA. Kakak kedua kelas 1 SMA, di bawahnya kelas 2 SMP, kelas 5 SD, saya kelas 4 SD, kedua adik masing-masing kelas 2 SD dan kelas 1 SD. Ketika ayah meninggal dunia kami bertujuh saudara dan ibu hanya tinggal di sebuah kamar. Saya menyebutnya kamar karena rumah warisan ayah hanyalah tanah seluas 3 x 3 meter atau 9 meter persegi. Di atas tanah warisan itulah ibu berusaha membuatkan kami sebuah ”rumah”. Bisa dibayangkan kamar seluas 9 meter persegi harus dihuni oleh 8 orang sekaligus. Jangankan untuk belajar untuk tidurpun kami harus bergantian. Untuk mandi kami harus menebeng pada tetangga yang bernama Bapak Kuat. Keluarga Pak Kuat adalah pendatang dari daerah Majalengka. Mereka sudah cukup lama menetap di Indramayu. Kebetulan sumur keluarga Bapak Kuat terletak di belakang rumah. Sumur tersebut sebenarnya adalah tempat pencucian daging hewan sembelihan. Maklum keluarga Bapak Kuat adalah penjual hewan sembelihan berupa sapi dan kerbau. Jadi untuk urusan mandi pagi, kami harus melakukannya menjelang subuh dan untuk mandi sore kami harus melakukannya selepas isya. Bisa dibayangkan terkadang sehabis mandi badan kami bukannya bersih malah bau daging hewan sembelihan. Untuk urusan buang hajat, kami memiliki seni manajemen tersendiri. Kami harus melakukannya di pesawahan yang terletak 1 km dari rumah. Kami harus mengatur waktu perjalanan antara rumah dan pesawahan yang bila ditempuh dengan jalan kaki memakan waktu 15 menit. Kalo kami lagi punya sedikit uang maka untuk urusan yang satu ini kami melakukannya di WC umum di pasar.
Ibu saya bernama Rokayah, dilahirkan di Desa Kandanghaur. Desa yang sampai saat ini terkenal dengan istilah Pasar Jodoh. Pasar dimana tempat bertemunya anak muda untuk mencari jodoh. Ibu pernah bertutur bahwa konon bila seorang gadis tertarik pada seorang pemuda atau sebaliknya. Maka sang gadis harus rela tinggal di rumah orang tua pemuda tersebut. Selama beberapa hari, dia harus mengalami ‟masa magang‟ menjadi seorang istri yang baik. Membantu calon mertua melakukan urusan rumah tangga. Tentu saja minus ‟tugas khusus‟ istri melayani suami. Bila aturan yang satu ini dilanggar maka sanksi sosial dari masyarakat sekitar akan dijatuhkan pada mereka. Manakala calon mertua merasa cocok maka sang pemuda berkewajiaban menikahi si gadis. Tapi bila calon mertua tidak merasa cocok maka urusan menjadi selesai dengan sendirinya. Ibu dilahirkan dengan bekal mental baja. Mental seorang surviver. Saya tidak bisa membayangkan mental seorang wanita yang ditinggal oleh lima orang yang dicintainya hanya dalam masa dua tahun. Rata-rata setiap lima bulan sekali satu persatu orang – orang yang dicintainya dipanggil oleh Allah SWT. Sejak kematian ayah, ibu berperan berganda-ganda. Ayah memang memiliki banyak saudara. 2 kakak dan 4 adik. Namun kematian ayah tidak membuat mereka berbelas kasihan pada kami. Dari segi ilmu mereka paham bahwa menyantuni anak yatim adalah hukumnya wajib. Mereka pun paham bahwa sesungguhnya adalah ancaman dari Allah SWT terhadap orang yang menelantarkan anak yatim. Tapi ilmu tinggallah ilmu, kami yang yatim harus berjuang sendirian. Ibu memulai kehidupan baru sebagai pembantu rumah tangga. Kebetulan berdekatan dengan rumah kami, ada sebuah rumah kontrakan karyawan PT. Nisconi. Nisconi adalah perusahaan rekanan pertamina yang berasal dari Negara Jepang. Ibu menjadi pembantu rumah tangga di rumah tersebut. Mencuci baju, memasak makanan, membersihkan isi rumah dsbnya, dikerjakan oleh ibu dengan ikhlas. Pagi hari ba‟da subuh ibu sudah harus menuju rumah kontrakan tersebut. Oleh karenya kami ke sekolah jarang sarapan pagi. Siang harinya, ketika kami pulang dari sekolah ibu membawakan kami makan. Kami makan bergiliran
karena jatah makan yang ibu bawa terbatas, kami memakluminya. Untuk makan malam, kami harus menunggu hingga ibu pulang, terkadang hingga larut malam kami harus menunggu ibu pulang. Suatu saat kontrakan rumah tempat para karyawan Nisconi pun pindah. Ibu terpaksa berhenti bekerja. Ibu mencoba peruntukan dengan berdagang kue yang dia buat sendiri. Sebelum subuh dia sudah sibuk dengan masakannya. Kami semua ikut membantu meskipun dia tidak memintanya. Dengan penghasilan yang tidak menentu membuat ibu harus banyak berhutang kepada warung, toko atau bahkan kepada rentenir sekalipun. Semuanya dia lakukan untuk mempertahankan masa depan kami semua. Akhirnya ibu tidak kuat menahan segala cercaan saudara-saudara ayah maupun orang-orang yang tidak bisa hidup berdampingan dengan 7 orang anak yatim. Ibu memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Ibu memutuskan untuk menjadi penjaga toko di salah sebuah toko milik orang China. Toko tersebut berada di Pasar Senin. Setiap bulan ibu pulang ke Indramayu. Ibu membawa sedikit uang untuk kami. Rupanya setiap kepulangan ibu dari Jakarta ke Indramayu menjadi bahan cerita yang lucu bagi sebagian orang. Ejekan hinaan, cercaan orang-orang yang tidak mau berdampingan dengan 7 anak yatim selalu terjadi pada saat ibu pulang dari Jakarta. Ibu tidak tahan dengan kondisi tersebut. Akhirnya diputuskan bahwa perjumpaan kami dengan ibu dilakukan di Kandanghaur, tempat tinggal nenek kami. Karena perjalanan dari rumah ke Kandanghaur membutuhkan ongkos yang tidak sedikit, diputuskan bahwa pertemuan setiap bulan dilakukan dengan cara bergilir. Bila bulan ini saya bersama kakak, maka bulan berikutnya dengan kakak yang lain. Bisa dibayangkan pertemuan kami setiap bulan selalu diawali dan diakhiri dengan tangisan kami berdelapan. Ibu mengajarkan kami tentang berbagai bentuk kesabaran dan ketabahan, bukan dengan berbagai teori atau konsep tapi belajar dari kehidupan nyata. Upah hasil menjadi penjaga toko di Pasar Senin tidaklah cukup untuk membiayai kami semua, oleh karena itu ibu memutuskan untuk mencari tambahan penghasilan lainnya. Kebetulan ada kerabat ibu yang memiliki usaha pembuatan garam
di daerah Eretan (Indramayu). Ibu ditawari pekerjaan untuk melakukan pengiriman garam dari daerah Eretan ke Pasar Kramat Jati. Garam dikirim dari daerah Eretan jam 12 malam dan tiba di Pasar Kramat Jati sekitar subuh. Ibu bertugas mengawal pengiriman garam tersebut ke tengkulak yang ada di Pasar Kramat Jati. Ibu melakukan tugas tersebut seminggu sekali, sementara tugas sebagai penjaga toko tetap dia lakukan. Subhanallah, Allah telah memberikan kekuatan yang luar biasa kepada ibu, dengan kondisi yang begitu berat, Allah memberikan kekuatan baik jasmani maupun rohani. Pada saat ibu bekerja di Jakarta kendali kami sekeluarga di Indramayu dipimpin oleh kakak kami yang pertama. Saya masih ingat betul, saat-saat magrib adalah saat dimana kami harus menunggu kedatangan mbok tua penjual rumbah. Rumbah adalah nama sejenis pecel atau gado-gado. Kami menunggu kedatangan mbok tua karena kami tahu, saat magrib adalah saat dimana mbok tua pulang dari berdagang rumbah keliling. Biasanya sambel atau bumbu rumbah akan berlebih. Kami membeli sambel tersebut, untuk selanjutnya kami tambahkan air lagi sehingga menjadi lebih banyak, lalu kami bagi air atau kuah rumbah tersebut untuk dijadikan teman makan malam kami. Terkadang kami mendapati mbok tua tidak memiliki sisa kuah rumbah oleh karena rumbah dagangannya sudah habis terjual, maka saat itulah kami harus bersabar untuk tidak makan malam lagi. Masya Allah, Ya Allah Engkau telah memberikan kepada kami kekuatan yang tiada taranya sehingga meskipun kami terkadang tidak makan malam tetapi kami masih tetap dapat diberi kesabaran dan kekuatan. Singkat cerita, tahun 1986 (saat itu Ibu sudah kembali tinggal di Indramayu atas permintaan kami). Saya diterima di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Indonesia Depok melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK) artinya saya masuk UI tanpa melalui test, subhanallah. Suka duka kuliah saya lalui. Saya hanya dikirimi uang oleh ibu sebesar Rp 5.000 hingga Rp 10.000,- per minggu. Pengiriman uang dilakukan melalui surat. Uang lima ribu dibungkus kertas karbon lalu dimasukan ke dalam amplop. Cukup aman untuk mengelabui orang yang iseng. Pernah suatu ketika saya mendapati
surat yang ibu kirim ternyata tidak berisi uang sebagaimana biasanya. Rupanya ada orang yang tahu isi surat tsb dan mengambil uang yang ada di dalam amplop. Entah oleh petugas pos ataukah orang lain, yang jelas saya ikhlas dengan kehilangan uang tersebut. Kalo sudah begitu maka waktunya bagi saya untuk makan dengan teratur yaitu sehari makan dan sehari puasa. Alhamdulillah akhirnya saya lulus dari Jurusan Fisika UI pada Juli 1993. Saya langsung mengikuti tes seleksi di PT. SANYO Jaya Components Indonesia sebagai QC Supervisor. Saat itu saya membuat target perbaikan hidup bahwa 10 tahun yang akan datang saya sudah harus lulus S2. Tahun 1997 saya mendapatkan promosi jabatan menjadi Assisten Manajer QC dan pada tahun 2000 kembali mendapatkan promosi menjadi Training Manager. Tahun 2001 saya mendapatkan pendidikan tentang HR & IT Implementation in Business di tiga kota besar di Negeri Jepang yaitu Tokyo, Kyoto dan Chiba. Pada tahun 2002 saya mulai kuliah di Post Graduates Program in Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tahun 2003 dengan alasan ingin fokus pada kuliah, saya mengajukan pensiun dini dari PT. SANYO JCI. Tahun 2003 adalah tahun dimana Allah kembali menunjukan kebesarannya. Saat itu Ibu diberikan oleh Allah penghargaan berupa panggilan ke tanah suci untuk beribadah haji. Alhamdulillah di Tanah Suci menurut penuturan ibu, Ibu berdoa agar nikmat ke Tanah Suci tidak hanya diberikan kepada Ibu tetapi juga kepada anak dan cucunya. Tahun 2004 saya lulus dari Sekolah Pasca Sarjana FE UI. Februari 2005 saya kembali bekerja yaitu di PT. Asuransi Takaful Keluarga sebagai HR Manager. Tahun 2007 saya mendapat kesempatan menjadi Strategic Alliances Manager. Tahun 2009 kembali saya mengundurkan diri dari bekerja. Tahun itu pula saya memulai kuliah di Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan target menyelesaikan kuliah selama 3 tahun. Tahun 2010 Allah mengabulkan doa ibu, saya bersama istri juga kakak nomor dua beserta suami berangkat haji secara bersamaan. Sebuah nikmat yang luar biasa buat kami semua. Pada tahun 2010 pula kakak nomor empat beserta suami sudah mendapatkan kepastian porsi keberangkatan haji untuk di tahun
2013. Tidak itu saja pada tahun 2011, Allah kembali menjawab doa ibu, seorang cucunya yang hafal 30 juz dan kuliah di Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran Bandung mendapat hadiah umroh dari Yayasan Al-Multazam pondok pesantren almamaternya ketika SMP dan SMA. Hadiah diberikan atas prestasinya yang hafal 30 juz juga sebagai siswa teladan sejak kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMA dan masuk PTN. Tahun 2012 Saya bersama seorang teman mendirikan PT. MEGA Performa Utama sebuah perusahaan konsultan manajemen terutama manajemen kinerja (BSC, Malcom Baldrige, Kriteria Kinerja Unggul) dan kualitas (TQM, ISO 9001: 2008). Beberapa proyek telah ditangani seperti PT. ASABRI (Persero), PT. Tauba Zakka Atkia, STEI TAZKIA. Atas permintaan kerabat, sayapun ikut mengelola PT. Delta Buana Putra, sebuah perusahaan penyalur tenaga security. Aktifitas sosialpun saya lakukan dengan ikut membina sebuah sekolah SMA di tanah kelahiran Indramayu. Saya juga memiliki aktifitas lain yaitu mengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta untuk mata kuliah Matematika Ekonomi juga Statistik. Hingga saat ini, beberapa karya tulisan yang telah saya publikasikan diantaranya: I.
Buku Media Sukses, Jakarta, November 2006. Cara Mudah Menjadi Karyawan Multi Income, Tips Sukses Memperoleh Penghasilan Tambahan Tanpa Mengganggu Pekerjaan di Kantor.
II. Jurnal Pengukuran Kinerja PT. Asuransi Takaful Keluarga Dengan Menggunakan Sistem Pengukuran Kinerja Mas}laha Scorecard (Masc). Call for Papers, “The 1st Islamic Economics and Finance Research Forum, New Era of Indonesian Islamic Rconomics and Finance,” The Indonesian Association of Islamic Economist and UIN Suska, Riau, 21-22 November 2012. Paper ini meraih Juara Pertama untuk katagori LKS. Maslaha Scorecard (MaSC), Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis
Berbasis Maqosid Shariah, Call for Papers, “Islamic Economy Revivalism: Between Theory and Practice”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 15 September 2012 III. Artikel 2007 Pembelajaran dari Tanah Liat, Human Capital Magazine, June 2007 Edition. Belajar dari Archimedes, SWA Magazine, 05 / XXIII / 1-14 March 2007. Membangun Organisasi Melalui SDM Berbakat, People & Business Magazine, March 09, 2007. 2005 Relationship Building, Mengapa Penting?, HRD Newsletter, Japan – Indonesia HRD Association, 9 Edition, March. 2004 Budaya Kerja Perusahaan Jepang: Dari Seiri, Seiton hingga Sitsuke, HRD Magazine, MAY Edition. Mengubah Informasi Menjadi Inovasi, HRD Newsletter, Japan – Indonesia HRD Association, 7 Edition, March. 2003 Horenso, Budaya Kerja di Perusahaan Jepang, HRD Newsletter, Japan – Indonesia HRD Association, 6 Edition, October. Peranan Pelatihan untuk Memenuhi Kebutuhan Perusahaan, HRD Newsletter, Japan – Indonesia HRD Association, 5 Edition, March. Belajar dari Punahnya Dinosaurus, Manajemen Magazine, January Edition. 2002 Siapkah SDM Kita Memasuki Perdagangan Bebas ASEAN 2003? HRD Newsletter, Japan – Indonesia HRD Association, 4 Edition, September. IV. Tulisan Prasyarat Promosi
2012. Sistem Pengukuran Kinerja Kemaslahatan Bisnis: Pengembangan Balanced Scorecard dengan Pendekatan Konsep Maslahah (Dissertation of Post Graduates Program in Islamic Economics, State Islamic University Syarif Hidayatullah). 2004 Tracking Error Analysis, A Study between Jakarta Stock Exchange Composite Index and Jakarta Islamic Index (Thesis of Post Graduates Program, Management Science – FE, University of Indonesia). 2000 Theory of Constrain (TOC). Plan to be implemented in Training Section of SANYO JCI VTR Division (paper to get a promotion to be training manager). 1996 Conditioning Creativity and Innovation in working environment (Paper to get a promotion to be Assistant Manager) 1993 Programming on PC of Visualising Digital Data of „PAC‟ in Supporting The Real Time Earthquakes Monitoring System (Thesis of under graduates, PHYSICS - FMIPA UI). 1991 Determining Moment of Inertia of Rigid Cylinder, Non Rigid Cylinder and Rectangle Plate by Using “Moment Puntir Methods” (Colloquium, FMIPA).