Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
ANALISIS PENGARUH PROFESIONALISME DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP PRESTASI KERJA MELALUI KEPUASAN KERJA PADA AUDITOR KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI SURABAYA Marwan N. M. Martak Freelance Researcher ABSTRAK Fokus pertama dari penelitian ini adalah cenderung untuk menguji pengaruh profesionalisme dan komitmen organisasi terhadap hasil kerja individu. Ini menunjukkan manajemen organisasi tentang nilai dan pentingnya menjaga profesionalisme dan komitmen pribadi dalam organisasi. Yang bekerja adalah hasil kepuasan kerja dan prestasi kerja. Dan fokus utama dari penelitian kedua ini cenderung pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi kerja. Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka ada lima hipotesis yang akan diuji. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dan menggunakan analisis jalur untuk menguji hipotesis. Tujuan dari penelitian ini adalah individu, auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dengan rasio kritis 4.391 dan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, (2) komitmen organisasi memiliki kepuasan kerja berpengaruh signifikan dengan rasio kritis 4.195 dan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, (3) kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dengan rasio kritis 2.026 dan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, (4) profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dengan rasio kritis 4.510 dan tingkat signifikansi kurang dari 0, 05, (5) komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dengan rasio kritis 2.220 dan tingkat signifikansi kurang dari 0,05. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai koefisien standar antara variabel yang nilai terbesar adalah hubungan antara profesionalisme dan prestasi kerja, yaitu sebesar 0.456. Kata kunci: profesionalisme auditor, komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan prestasi kerja ABSTRACT The first focus of this study is tend to test the effect of the professionalism and organizational commitment to the individual work outcomes. This indicating an organization's management about the value and importance of maintaining professionalism and personal commitment in the organization. That works outcomes are job satisfaction and job performance. And the second focus of this studi is tend to the effect of job satisfaction on job performance. Based on the theoretical basis and the formulation of the problem that proposed in this study, then there are five hypotheses to be tested . This study method is a quantitative research, and use path analysis to test hypotheses. An object of this study is individual, auditors who work in public accounting firm in Surabaya. The results showed that: (1) professionalism has significant effect on job satisfaction with a critical ratio of 4,391 and significance level less than 0,05, ( 2 ) organizational commitment has significant effect job satisfaction with a critical ratio 4,195 and significance level less than 0,05, (3) job satisfaction has significant effect on work performance with critical ratio 2,026 and significance level less than 0,05, (4) professionalism has significant effect on job performance with the critical ratio 4,510 and significance level less than 0,05, (5) organizational commitment has significant effect on job performance with critical ratio 2,220 and significance level less than 0,05. This study results also show that the value of standardized coefficient between variables which the largest value is relationship between professionalism and work performance, that is equal to 0,456 Keywords: auditor's professionalism, organizational commitment, job satisfaction, and job performance
- 54 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam lingkungan bisnis yang turbulent dan kompetitif seperti saat ini, setiap profesi berupaya untuk mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Sejalan dengan perubahan lingkungan bisnis tersebut, suatu profesi perlu meningkatkan kemampuan. Peningkatan kemampuan menjadi penentu keberhasilan suatu profesi dalam menjaga agar jasa yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan tetap bernilai tambah. Profesi auditor merupakan salah satu profesi yang berkembang dan menyesuaikan dengan perubahan pada lingkungan organisasi/ perusahaan, dan aktivitas serta standar/peraturan yang berlaku. Fungsi ini terus mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan perekonomian dan proses bisnis. Profesi ini harus membangun keunggulan kompetitifnya dalam masyarakat melalui pengembangan secara berkelanjutan standar profesional bertaraf internasional. Pengembangan tesebut dimaksudkan agar jenis dan kualitas jasa yang disediakan oleh profesi akuntan publik memenuhi kebutuhan masyarakat. Profesionalisme yang tinggi dibutuhkan oleh diri seorang auditor baik sebagai anggota organisasi profesi maupun sebagai staf profesional dari Kantor Akuntan Publik (KAP). Saat ini organisasi menghadapi banyak tantangan dalam hal manajemen sumber daya manusia. Setiap waktu, baik organisasi labamaupun nirlaba dihadapkan pada data yangberkenaan dengan tingkat profesional karyawan yang rendah dan ketidakpuasan yang tinggi yang hampir pasti keduanya akan menjadi variabel anteseden dari rendahnya prestasi kerja karyawan. Hal ini tentu sangat memberatkan bagi organisasi untuk dapat bertahan dalam situasi persaingan yang semakin kompetitif. Oleh karena itu diperlukan penanganan secara efektif sehingga sumber daya manusia yang ada mampu bersikap profesional yang akan memberikan kontribusi terhadap suksesnya pembentukan citra organisasi. Hal tersebut memerlukan proses pembentukan profesionalisme kerja dari sisi kompetensi dan keterampilan prima yang dilengkapi dengan kemampuan interpersonal yang tinggi dan kemampuan adaptasi. Sikap dan tindakan profesionalmerupakan tuntutan pada berbagai bidang profesi, tidak terkecuali profesi sebagai auditor. Seorang auditor dikatakan profesional, bila dalam melaksanakan pemeriksaan ia menghasilkan audit yang memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh organisasi dan sesuai dengan kode etik atau standar profesi. Profesionalisme adalah
sikap kerja. Sikap karyawan yang rendah dapat dilihat dari ketidakpedulian karyawan terhadap pekerjaannya. Pekerjaan dilakukan dengan asal-asalan, tidak ada upaya perbaikan dalam cara bekerja dan sikap tidak menghargai terhadap hasil kerjanya sendiri. Sikap profesionalisme akuntan adalah meliputi standar profesionalisme, pengetahuan dan kecakapan, hubungan antar manusia dan komunikasi, pendidikan berkelanjutan, dan ketelitian profesional (Sawyer, 2003). Profesionalisme merupakan mutu, kualitas, atau perilaku yang menunjukan profesi seseorang atau orang yang profesional. Dalam praktiknya, profesionalisme seorang auditor tercermin dari upayanya dalam melaksanakan tugas dan wewenang dengan sebaik-baiknya sesuai dengan etika profesi. Selain hal tersebut, adanya komitmen para anggota untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus merupakan sebuah implementasi dari profesionalisme kerja Dalam menghadapi persaingan global dewasa ini, semua profesi berupaya terus meningkatkan profesionalitasnya, termasuk profesionalitas profesi auditor. Studi tentang tingkat profesionalisme profesi auditor belum banyak dilakukan oleh akademisi. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa profesionalisme merupakan suatu keharusan agar profesi tersebut tetapsurvive di masa yang akan datang. Untuk itu dibutuhkan suatu persiapan yang cukup. Salah satu persiapan tersebut adalah peningkatan profesionalisme para profesional. Profesionalisme seorang profesional akan menjadi semakin penting apabila profesionalisme tersebut dihubungkan dengan hasil kerja individunya, sehingga pada akhirnya dapat memberi sumbangan karya bagi perusahaan atau organisasi profesi tempat dimana mereka bekerja. Bagi perusahaan atau organisasi, bila secara empiris terbukti adanya hubungan antara tingkat profesionalisme individu dengan hasil kerja individu, maka hal ini akan menjadi nilai bagi perusahaan dalam pemeliharaan profesionalisme personal. Komitmen organisasi sebagai dorongan dari dalam individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Wiener, 1982, dalam Agustia, 2005). Komitmen organisasi merupakan sikap kesetiaan karyawan terhadap organisasi serta menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai. Sementara, kepuasan kerja menjadi sesuatu yang cukup penting untuk diupayakan agar terpenuhi karena terbukti besar manfaatnya, baik bagi individu,
- 55 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
industri, maupun masyarakat secara luas. Kepuasan kerja umumnya mengacu pada sikap seseorang karyawan mengenai seperangkat perasaan menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Tingkat kepuasan kerja merupakan sebuah pernyataan empiris yang sering muncul dalam studi atas profesi. Penghargaan dan imbalan yang tinggi secara tipikal dikaitkan dengan status profesional yang diharapkan akanberakibat pada kepuasan kerja yang tinggi. Para individu yang merasakan ketidakmampuan untuk mencapai aktualisasi profesional akan merasa tidak puas. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan, maka semakin tinggi tingkat kepuasan.Kepuasan kerja memfokuskan pada sikap karyawan terhadap pekerjaan mereka, sedangkan komitmen organisasional memfokuskan pada sikap mereka terhadap organisasi secara keseluruhan. Beberapa hasil studi membuktikan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, walaupun fokus komitmen organisasi dan kepuasan kerja berbeda. Prestasi kerja pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor individu dan faktor situasi. Terdapat perbedaan prestasi kerja antara sesorang dengan yang lainnya di dalam suatu situasi kerja. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik dari individu, dan juga orang yang sama dapat menghasilkan prestasi kerja yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Prestasi kerja merupakan evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan melalui atasan langsung, rekan kerja sendiri atau bawahan langsung. Penelitian ini menduga adanya pengaruh diantara variabel-variabel hasil-kerja individu. Kepuasan kerja diduga mempunyai hubungan dengan prestasi kerja. Dasar dugaan tersebut berawal dari asumsi bahwa kepuasan yang tinggi akan menimbulkan prestasi yang tinggi. Gibson et al. (1997) menyatakan bahwa ada masalah yang sering diperdebatkan dan berlawanan dalam studi kepuasan kerja yang hubungannya dengan prestasi kerja. Selanjutnya Gibson et al. (1997) menyatakan bahwa terdapat tiga pandangan mengenai hubungan kepuasan kerja dengan prestasi kerja, yaitu (1) kepuasan kerja menimbulkan prestasi kerja; (2) prestasi kerja menimbulkan kepuasan kerja; dan (3) tidak ada hubungan antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja, apabila tidak ada unsur imbalan sebagai variabel antara. Beberapa studi berikutnya, dinyatakan oleh Gibson et al. (1997) bahwa pada awal seseorang karyawan bekerja, kepuasan kerja berpengaruh pada
prestasi kerja, akan tetapi semakin lama masa kerja karyawan, kepuasan kerja menjadi makin kurang berpengaruh terhadap prestasi kerja. Namun demikian masih ada yang menyarankan bahwa hubungan kepuasan kerja dan perstasi kerja mungkin ada dengan berbagai macam tingkatan yang bergantung pada situasi tertentu. Oleh karena itu penelitian yang menguji hubungan antara profesionalisme dengan hasil-kerja individu (work-outcomes) merupakan satu topik yang menarik dan banyak kegunaannya dalam penelitian-penelitian bidang akuntansi perilaku. Hal tersebut yang menjadi dasar dalam studi ini yang fokus pada dua hal, yaitu pertama, untuk menganalisis pengaruh profesionalisme auditor terhadap hasil-kerja individu, dan kedua, untuk menganalisis pengaruh antar variabel-variabel hasil-kerja individu. Kalbers dan Fogarty (1995) menyatakan bahwa hasil-kerja individu (workoutcomes) tersebut adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan prestasi kerja. Penelitian ini bertujuan menganalisa variabel-variabel anteseden dari perilaku auditor dan mengetahui konsekuensinya terhadap prestasi kerja auditor tersebut. Melalui pendekatan model struktural memungkinkan diperoleh serangkaian hubungan baik kausalitas maupun korelasional antarvariabel-varlabel tersebut secara simultan, sehingga dapat ditemukan pendekatan yangefektif untuk meningkatkannya. Atas dasar ketidak konsistenan antara hasil penelitian yang satu dengan yang lainnya, maka dalam penelitian ini digunakan sampel dari perusahaan jasa audit (KAP) di Surabaya dengan kemungkinan memberikan hasil/temuan yang berbeda dari penelitian terdahulu yang sebagian besar mengambil sampel auditor internal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris terhadap manajemen organisasi berdasarkan kepercayaan, khususnya pada organisasi untuk perusahaan kantor akuntan di Indonesia, di mana personalnya merupakan kelompok profesional (auditor). Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang menjadi pokok persoalan dalam penelitian ini ialah: (1). Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap kepuasan kerja? (2). Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja? (3). Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja? (4). Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap prestasi kerja?
- 56 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
(5). Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap prestasi kerja? Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini ialah : (1). Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme terhadap kepuasan kerja pada auditor. (2). Untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja pada auditor. (3). Untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi kerja pada auditor. (4). Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme terhadap prestasi kerja pada auditor. (5). Untuk mengetahui pengaruh komitemen organisasi terhadap prestasi kerja pada auditor.
huan, khususnya dalam bidang perilaku organisasi dan akuntansi perilaku melalui analisis dan pengujian kesesuaian penerapan teori profesionalisme, komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan prestasi kerja. (2). Hasil studi ini dapat digunakan sebagai referensi studi lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan masalah profesionalisme, komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan prestasi kerja dengan ruang lingkup yang lebih luas, sehingga hasilnya lebih sempurna. (3). Hasil studi dapat digunakan sebagai informasi dan referensi operasional bagi para pimpinan perusahaan dalam memahami perilaku para profesional sebagai sumber daya manusia perusahaan.
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian diatas, maka hasil studi ini diharapkan akan mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut: (1). Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengeta-
LANDASAN TEORI Profesionalisme Profesionalisme merupakan dasar pemberian reward dan dalam pengangkatan auditor ke dalam suatu jabatan terentu. Hall (1968) dalam Kalbers dan Fogarty (1995) mengemukakan lima dimensi profesionalisme. Pertama, community affiliation (hubungan dengan sesama profesi), yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi. Kedua, autonomy demand (kemandirian), yaitu merupakan suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerimah, klien, serta orang-orang yang bukan anggota profesi). Setiap adanya intervensi yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian/otonomi secara profesional. Banyak orang menginginkan pekerjaan yang memberikan mereka hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut karyawan yang bersangkutan dalam situasi khusus. Dalam pekerjaan yang terstruktur dan dikendalikan manajemen secara ketat,
akan sulit menciptakan tugas yang menimbulkan rasa kemandirian dalam tugas. Ketiga, belief self regulation (keyakinan terhadap diri sendiri), yaitudimaksudkan bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan "orang luar" yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. Keempat, dedication (pengabdian pada profesi) dicerminkan dari dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan berkurang, sikap ini adalah ekspresidari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi. Kelima, social obligation (kewajiban sosial), merupakan pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Meskipun keberadaan lima dimensi tersebut belum diuji secara luas, bukti empiris yang ada menunjukkan bahwa profesionalisme itu bersifat multi dimensional, akan tetapi tidak identik untuk setiap anggota dari kelompok yang berbeda. Kelima dimensi tersebut diatas menggambarkan profesionalisme auditor.
- 57 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Profesionalisme dalam penelitian ini menggunakan parameter yang dikembangkan oleh Hall (1968), dan digunakan dalam penelitiannya oleh Kalbers dan Fogarty (1995). Konsep ini banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari sikap dan perilaku. Komitmen Organisasi Konsep komitmen organisasi telah didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Robbins (2003) mengemukakan komitmen organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka terhadap organisasi tempat bekerja. Komitmen organisasi merupakan suatu keadaan atau tingkatan sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Konstruksi dari komitmen organisasi memusatkan perhatian kepada kesetiaan karyawan terhadap organisasi. Ketika karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi maka mereka akan suka bekerja dengan organisasi tersebut. Komitmen organisasi didalam literatur akuntansi didefenisikan sebagai: (1) keyakinan yang kuat dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi; (2) kesediaan untuk berusaha yang keras atas nama organisasi; dan (3) keinginan yang kuat untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi (Aranya et al., 1981; Harrell et al., 1986). Meyer dan Allen (1984) mengembangkan sebuah model komitmen organisasi yang terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) Affective commitment, dimana seseorang memiliki ikatan emosional terhadap organisasi dan menjadi bagian dari organisasi tersebut; (2) Continuance commitment, berarti seseorang menyadari biaya-biaya yang timbul jika meninggalkan suatu organisasi; dan (3) Normative commitment mengacu pada perasaan dan kewajiban terhadap suatu organisasi. Selanjutnya, Meyer et al. (1993) mengemukakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi komponen komitmen organisasi. Job conditions dan met expectations adalah faktor-faktor yang menimbulkan affective commitment. Karyawan merasa memiliki nilai-nilai yang sama dengan organisasi. Continuance commitment timbul dari manfaat yang diperoleh, seperti gaji dan tersedianya pekerjaan. Hal ini juga berarti kemauan individu untuk tetap bertahan dalam organisasi karena tidak menemukan pekerjaan lain atau karena penghargaan ekonomi tertentu. Sedangkan normative commitment dihasilkan dari nilai-nilai individu karyawan, adanya kesadaran bahwa berkomitmen terhadap organisasi merupakan hal yang
memang seharusnya dilakukan oleh seorang karyawan. Karyawan akan tetap bekerja atau menjadi anggota organisasi walaupun merasa tidak puas, karena ada kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi adalah kewajiban. Dapat disimpulkan bahwa anggota organisasi dengan komitmen yang tinggi akan bersedia mengerahkan cukup banyak usaha meningkatkan prestasi kerjanya semaksimal mungkin demi tercapainya kepentingan organisasi. Komitmen organisasi dapat dianggap sebagai faktor pendukung yang penting bagi prestasi kerja yang dihasilkan. Pengukuran ketiga dimensi komitmen organisasi sebagai variabel independen dengan self-report scales menggunakan parameter yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1984). Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Kepuasan kerja dapat mengarahkan kepada sikap positif terhadap kemajuan suatu pekerjaan. Alasan utama mempelajari kepuasan kerja adalah untuk menyediakan gagasan bagi para manajer tentang cara meningkatkan sikap karyawan. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya (Gibson et al., 1997). Sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) kepuasan kerja berpangkal dari berbagai aspek kerja seperti, upah, kesempatan promosi, supervisor dan rekan kerja, (2) kepuasan kerja berasal dari faktor-faktor lingkungan kerja, seperti gaya supervisi, kebijaksanaan dan prosedur, keanggotaan kelompok kerja, kondisi kerja dan tunjangan. Sementara Kinicki (2002) menyatakan bahwa terdapat enam aspek yang dianggap paling dominan dalam studi kepuasan kerja yaitu: (1) gaji (pay) jumlah upah yang diterima dan dianggap wajar; (2) kondisi pekerjaan (working conditions); (3) kelompok kerja (work group), seberapa baik rekan kerja menunjukkan sikap bersahabat dalam menolong; (4) supervisi (supervision), kemampuan supervisor untuk menunjukkan minat terhadap karyawan; (5) promosi (promotion), seberapa besar karyawan mendapatkan kesempatan promosi; dan (6) pekerjaan itu sendiri (the work it self), seberapa besar tugas pekerjaan dianggap menarik, memberikan kesempatan untuk belajar dan bertanggung jawab, termasuk kondisi fisik tempat kerja. Kepuasan kerja bisa menjadi variabel dependen maupun variabel anteseden terhadap sikap profesionalisme individu. Seseorang yang tidak mempunyai kemampuan mengaktualisasikan diri secara profesional menjadi tidak puas dalam bekerja (Sorensen &
- 58 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Sorenses, 1974; dalam Kalbers & Fogarty, 1995). Seseorang yang tidak puas terhadap pekerjaannya menjadikan kurang profesional. Studi yang dilakukan oIeh Norris dan Neibuhr (1984); Kalbers dan Forgaty (1995) menunjukkan adanya hubungan positif antara sikap profesionalisme dengan kepuasan kerja. Meskipun perlu disadari bahwa mengukur kepuasan pekerjaan bukanlah suatu konsep yang sedarhana, karena pekerjaan bukan hanya sekedar aktivitas fisik, setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan banyak faktor seperti hubungan dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang kurang ideal, dan lain sebagainya. Prestasi Kerja (Job Performance) Prestasi kerja adalah ukuran mengenai apa yang tidak dan apa yang dikerjakan oleh karyawan. (Luthans, 1995). Prestasi kerja memerlukan evaluasi periodik untuk dikonfirmasikan dengan standar kinerja. Tujuan evaluasi prestasi kerja adalah untuk membuat keputusan-keputusan tentang penempatan personil secara umum, mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan kriteria pengembangan, serta sebagai dasar pengalokasian penghargaan reward. Larkin dan Schweikart (1992) melakukan survei yang hasilnya menunjukkan bahwa prestasi kerja berhubungan dangan kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Prestasi kerja berkaitan erat dengan tujuan, sebagai suatu hasil perilaku kerja seseorang. Prestasi kerja sebagai hasil pola tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar prestasi, kualitatif maupun kuantitatif, yang telah ditetapkan oleh individu secara pribadi maupun oleh perusahaan tempat individu bekerja. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Seringkali dijumpai istilah yang tumpang tindih antara prestasi kerja dengan produktivitas. Dibandingkan dengan produktivitas, prestasi kerja lebih sempit sifatnya, yaitu hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan oleh seseorang dari tingkah laku kerjanya. Prestasi kerja pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan faktor situasi. Prestasi kerja setiap orang berbeda dalam suatu situasi tertentu, hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaaan karakteristik dari individu, dan juga orang yang sama dapat menghasilkan prestasi kerja yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula.
Untuk mempermudah pengukuran prestasi kerja, Maier (1965, dalam Agustia, 2005) mengelompokkan pekerjaan menjadi dua jenis, yaitu (1) pekerjaan produksi, dimana kuantitatif orang bisa membuat standar yang objektif, dan (2) pekerjaan non produksi, dimana penentuan sukses tidaknya seseorang di dalam tugas biasanya didapat melalui human judgements atau pertimbangan subjektif. Ada beberapa cara yang lazim ditempuh untuk hal tersebut, antara lain melalui penilaian oleh atasan, teman (peer rating), dan juga self rating. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pengukuran prestasi kerja tergantung kepada jenis pekerjaannya dan tujuan organisasi perusahaan yang bersangkutan. Definisi prestasi kerja pada penelitian ini bersifat evaluasi mandiri (self evaluation) terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Untuk mengukur variabel prestasi kerja sebagai variabel dependen digunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kalbers dan Fogarty (1995), yang meliputi aspek kompetensi (kualitas pelaksanaan audit), tanggung jawab (disiplin waktu, solusi dan rekomendasi bagi auditee), integritas (inisiatif, kreativitas, dan hasil akhir), objektivitas (keterlibatan), dan independensi auditor. Dikombinasikan dengan instrumen yang dikembangkan oleh Borman dan Motowidlo (1993). Hubungan antara Profesionalisme dan Kepuasan Kerja Penelitian Norris dan Neibuhr (1984) menemukan profesionalisme dengan kepuasan kerja berhubungan positif. Sedangkan pada temuan penelitian yang dilakukan oleh Schoeder dan Imdieke pada tahun 1977 terhadap 172 akuntan publik pada 16 perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara profesionalisme dengan kepuasan kerja. Menurut Kalbers dan Fogarty (1995) hasil penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak konsisten, disamping itu beberapa penelitian memiliki kelemahan-kelemahan seperti, kurangnya jumlah sampel penelitian dan kurang mewakili konsep profesionalisme. Oleh karena itu Kalbers dan Fogarty (1995) mengemukakan dimensi profesionalisme yang lebih kompleks dari penelitian sebelumnya. Dimensi-dimensi profesionalisme tersebut merupakan taksonomi profesionalisme yang dikemukakan oleh Hall (1968) yang digunakan dalam penelitian Morrow dan Goetz (1988, dalam Kalbers dan Fogarty, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Kalbers dan Fogarty (1995) terhadap 455 internal auditor dari 13 organisasi yang 60 persen diantaranya mempunyai
- 59 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
latar belakang pendidikan akuntansi, untuk menguji hubungan profesionalisme tersebut terhadap kinerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi, serta keinginan untuk pindah, disamping hubungannya terhadap pengalaman internal auditor pada berbagai jenis industri di Amerika Serikat. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa menyimpulkan bahwa hanya dimensi profesionalisme community affiliation berhubungan secara positif dan signifikan dengan kepuasan kerja. Sedangkan empat dimensi profesionalisme yang lain tidak berhubungan dengan kepuasan kerja. Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Gregson (1992) mengemukakan konstruk kepuasan kerja merupakan anteseden konstruk komitmen organisasi. Pasewerk dan Strawser (1996) menemukan kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Begitu pula dengan Bateman dan Strasser (1984) yang menyimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan predictor atau pertanda awal terhadap kepuasan kerja. Dalam studinya Aranya et.al., (1982) menganalisis efek komitmen organisasional dan profesional pada kepuasan kerja para akuntan. Dengan menggunakan komitmen organisasi dan komitmen profesional sebagai prediktor kepuasan kerja, penelitian ini menemukan suatu korelasi nyata secara statistik antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Sifat dari komitmen organisasional dapat berubah sepanjang waktu seperti dilihat dari akuntan senior dan junior atau jabatan. Karyawan pada kedudukan yang lebih tinggi merasa lebih puas karena mereka memiliki otonomi yang lebih besar, pekerjaannya lebih bervariasi dan memiliki kebebasan dalam melakukan penilaian. Karyawan pada level bawah lebih besar kemungkinannya mengalami ketidakpuasan dan kebosanan karena pekerjaan yang kurang menantang dan tanggung jawab yang kecil. Hal itu biasa terjadi pada karyawan level bawah yang berpendidikan tinggi yang memperoleh pekerjaan yang tidak sepadan dengan kemampuan keahliannya. Penelitian yang dilakukan oleh Meyer et al. (1993), Hackett et al. (1994) serta Ketchand dan Strawser (2001) menunjukkan bahwa affective commitment berhubungan positif dengan kepuasan kerja dan continuance commitment berhubungan negatif dengan kepuasan kerja.
Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Prestasi Kerja Gibson et al., (1997) menyatakan bahwa sebagian manajer berasumsi bahwa kepuasan kerja yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi kerja yang tinggi, akan tetapi asumsi tersebut tidaklah benar, Karyawan yang puas boleh jadi adalah karyawan yang berproduksi tinggi, sedang, atau rendah, dan mereka cenderung meneruskan tingkat prestasi yang menimbulkan kepuasan bagi mereka. Terdapat tiga pandangan dalam hubungan antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja, yaitu (1) kepuasan kerja menimbulkan prestasi kerja; (2) prestasi kerja menimbulkan kepuasan kerja; dan (3) adanya unsur imbalan yang berpengaruh baik pada kepuasan kerja maupun terhadap prestasi kerja. Oleh karena itu manajer harus mengakui bahwa kepuasan kerja bukan merupakan prediktor yang konsisten dari prestasi kerja (Gibson et al., 1997). Bahwa sebenarnya prestasi turut berkontribusi terhadap timbulnya kepuasan kerja yang tinggi, dengan tahapan bahwa prestasi yang lebih baik akan menimbulkan imbalan ekonomi, sosiologis, dan psikologis yang lebih tinggi, dan apabila imbalan tersebut dipandang adil, maka timbulah kepuasan kerja yang lebih besar, karena karyawan merasa bahwa mereka menerima imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Sebaliknya apabila imbalan dipandang tidak sesuai dengan tingkat prestasinya, maka cenderung akan timbuk ketidakpuasan. Dengan kata lain, melalui tingkat keadilan imbalan, akan terdapat garis hubungan antara kepuasan dan prestasi kerja. Namun, apabila tuntutan kerja yang dibebankan pada individu tidak sesuai dengan kemampuannya (ability) maka kinerja yang diharapkan akan sulit tercapai. Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja menjadi tidak jelas sejak Ahmad et al., (2010) menemukan korelasi yang tidak signifikan antara kedua variabel tersebut. Hubungan antara Profesionalisme dan Prestasi Kerja Prestasi kerja bagi seorang yang profesional umumnya mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi terhadap pekerjaannya. Hal ini dikarenakan seorang yang profesional mempunyai tuntutan yang tinggi terhadap keahlian dan juga komitmen moral yang mencakup tanggung jawab dan integritas. Profesionalisme menjadi elemen dan motivasi yang memberikan
- 60 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
kontribusi kepada seseorang agar memiliki prestasi yang tinggi. Prestasi kerja seringkali identik dengan kemampuan seorang auditor bahkan berhubungan dengan komitmen terhadap profesi (Larkin dan Schweikart, 1992). Adapun profesionalisme itu sendiri menjadi elemen motivasi dalam memberikan kontribusi terhadap prestasi kerja (Kalbers dan Fogarty, 1995). Prestasi kerja auditor yang berpengalaman dalam melakukan pemilihan dan analisis risiko yang terjadi dalam pelaksanaan audit ternyata dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Hasil penelitian Kalbers dan Fogarty (1995) menyebutkan bahwa hanya dua dimensi profesionalisme yang berhubungan secara positif dan signifikan dengan prestasi kerja, yaitu dimensi community affiliation dan autonomy demands. Para auditor yang secara pribadi terlibat dalam community affiliation atau yang meyakini autonomy demands cenderung lebih jelas dalam menilai kontribusi mereka terhadap organisasi. Larkin dan Schweikart (1992) mengemukakan bahwa prestasi karyawan dipengaruhi oleh profesionalisme dan motivasi kerja merupakan kemauan individu untuk menggunakan usaha yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Apabila tuntutan kerja yang dibebankan pada individu tidak sesuai dengan kemampuannya (ability) maka kinerja yang diharapkan akan sulit tercapai. Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Prestasi Kerja Penelitian yang terkait dengan pengujian hubungan antara komitmen organisasional dengan prestasi kerja yang ada saat ini relatif sedikit. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa penelitian-penelitian
RERANGKA KONSEPTUAL Rerangka Konseptual Fokus pertama penelitian ini adalah meneliti dan menganalisis pengaruh profesionalisme dan komitmen organisasi auditor terhadap hasil kerja individu. Hal tersebut menunjukkan manajemen suatu organisasi tentang nilai dan pentingnya pemeliharaan profesionalisme dan komitmen organisasi personal dalam organisasi tersebut. Hasil-hasil kerja tersebut adalah kepuasan kerja dan prestasi kerja. Profesionalisme dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan hasil-hasil kerja individu seorang staf organisasi. Para individu yang mempunyai profesio-
awal gagal untuk mengungkap hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dengan prestasi kerja (Shawa et al., 2003, dalam Ahmad et al., 2010). Diasumsikan bahwa komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan tingkat kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerja dari individu yang bersangkutan (Meyer et al., 2002). Ketikaprestasi kerja karyawan meningkat, maka hal tersebut akan mempengaruhi kinerja perusahaandan pada akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yousaf (1998, dalam Ahmad et al., 2010) menunjukkan bahwa karyawan yang lebih puas dengan pekerjaannya akan memiliki komitmen organisasi yang lebih tinggi, dan pada akhirnya akan menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik. Sementara, studi Larkin dan Schweikart (1992) yang melakukan survei menunjukkan bahwa prestasi kerja berhubungan dangan kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Kemudian, Ketchand dan Strawser (2001) yang menguji berbagai dimensi dari komitmen organisasi menunjukkan adanya hubungan positif antara komitmen organisasi dengan prestasi kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Meyer et al. (2002) menemukan bahwa dari tiga instrumen komitmen organisasi terdapat dua instrumen, yaitu affective commitment dan normative commitment yang memiliki korelasi yang paling kuat dengan tingkat prestasi kerja. Sementara continuance commitment tidak berhubungan, atau berhubungan negatif dengan prestasi kerja kerja.
nalisme yang tinggi akan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi. Profesionalisme dapat menjadi sebuah elemen motivasi yang memberikan sumbangan terhadap kepuasan kerja yang akan berdampak terhadap prestasi kerja dengan keterampilan yang tinggi yang dimiliki oleh seorang individu. Seorang profesional selalu berupaya mencapai kesempurnaan hasil kerjanya. Begitu pula halnya dengan komitmen organisasi, seorang individu dengan komitmen yang tinggi akan cenderung untuk bekerja semaksimal mungkin bagi organisasinya, disamping juga mengacu pada sikap loyal kepada suatu organisasi. Komitmen organisasi merupakan suatu sikap kerja yang penting karena setiap individu diharapkan menunjukkan kesediaannya untuk bekerja lebih keras
- 61 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
guna mencapai tujuan organisasi dan merupakan suatu keinginan yang besar untuk tetap berada pada suatu organisasi. Anggota organisasi dengan komitmen yang tinggi akan bersedia mengerahkan cukup banyak usaha meningkatkan prestasi kerjanya semaksimal mungkin demi tercapainya kepentingan organisasi.
Hipotesis dan Model Analisis Berdasarkan permasalahan yang sudah dirumuskan, tujuan penelitian, dan landasan teori yang telah disebutkan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah : 1. H1: Profesionalisme mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
Fokus kedua dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi kerja. Sebagian pemimpin suatu organisasi berasumsi bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan menimbulkan prestasi kerja yang tinggi. Apabila organisasi memperhatikan pentingnya kepuasan kerja, maka organisasi tersebut akan berupaya untuk memenuhi indikator-indikator dari kepuasan kerja, dengan harapan apabila kepuasan kerja terpenuhi, maka karyawan akan lebih berkonsentrasi untuk dapat meningkatkan prestasi kerja. Prestasi kerja berkaitan erat dengan tujuan, sebagai suatu hasil perilaku kerja seseorang yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar prestasi, kualitatif maupun kuantitatif, yang telah ditetapkan oleh individu secara pribadi maupun oleh perusahaan tempat individu bekerja. Prestasi kerja juga sering kali identik dengan kemampuan seorang auditor bahkan berhubungan dengan komitmen terhadap suatu profesi.
2. H2: Komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sampel non-probabilitas (nonprobability sampling methods). Dalam metode ini, elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Indriantoro dan Supomo, 1999: 130). Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan convenience sampling, yaitu teknik penentuan sampel dari populasi, dimana yang paling mudah diakses dipilih sebagai responden (Sekaran, 2003). Hair (dalam Ferdinand, 2002) menyarankan bahwa ukuran sampel minimum adalah sebanyak 5-10 observasi untuk setiap parameter yang diestimasi atau dari indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Dalam penelitian ini, jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten berjumlah 17 indikator, sehingga apabila dikalikan 10 jumlahnya ialah 170 sampel untuk minimumnya, sedangkan jumlah sampel dalam penelitian ini sendiri berjumlah 185 sampel. Subjek dalam penelitian ini adalah individu, yaitu perilaku auditor secara individual atau personal, bukan
3. H3: Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja. 4. H4: Profesionalisme mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja. 5. H5: Komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja. Model analisis dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Profesionalisme (X1)
Kepuasan Kerja (Z)
Prestasi Kerja (Y)
Komitmen Organisasi (X2)
institusi. Populasi dari penelitian ini adalah para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berdomisili di Surabaya. Untuk menentukan sampel, digunakan direktori Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Departemen Keuangan tahun 2012, bahwa terdapat 474 auditor di 36 Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya. Penelitian dilakukan dengan cara menyebar 240 kuisoner ke auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berdomisili di Surabaya, baik secara mail survei maupun langsung kepada responden. Dari jumlah 240 kuisoner tersebut, jumlah yang kembali untuk dilakukan pengolahan data ialah sebanyak 191 kuisoner. Sebanyak 6 kuisoner tidak layak untuk dilanjutkan ke proses pengolahan data, sehingga jumlah yang dapat dilakukan proses lebih lanjut sebanyak 185 kuisoner. Uji Validitas dan Uji Realibilitas Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur mengukur apa yang ingin diukur. Jika peneliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusun harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Menurut Solimun (2002: 81) indikator dinyatakan valid jika
- 62 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
(1) r (korelasi antara skor butir dengan skor total seluruh butir) harus positif; (2) r hitung harus lebih besar atau sama dengan r standar 0,3 Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama dan hasil yang diperoleh relatif konsisten, maka alat tersebut reliable. Dengan kata lain, realibilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Sekaran, 2003). Dalam penelitian ini, reliabilitas diukur dengan pendekatan reliabilitas konsistensi internal, yaitu konsistensi diantara butirbutir pertanyaan atau pernyataan dalam suatu instrumen. Untuk mengukur konsistensi internal, peneliti hanya memerlukan sekali pengujian dengan menggunakan teknik statistik tertentu terhadap skor jawaban responden yang dihasilkan dari penggunaan instrumen yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan teknik Cronbach's alpha yang koefisiennya bervariasi dari 0-1. Jika koefisien alpha kurang dari 0,6 berarti item pengukuran tidak reliable (Malhotra, 2004: 268).
kinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan melalui satu atau beberapa variabel bebas dengan satu atau beberapa variabel terikat (Ferdinand, 2002: 7). Analisis jalur didasarkan pada perhitungan kuatnya hubungan kausal antara korelasi dari beberapa variabel (Ferdinand, 2002: 135). Asumsi yang digunakan dalam penggunaan analisis jalur (Winarsunu, 2002 ; Ferdinand, 2002) adalah: 1. Variabel berskala interval atau rasio. 2. Hubungan bersifat rekursif atau satu arah dalam sistem. 3. Normalitas data univariate dan multivariate tercapai apabila nilai CR skewness (kemiringan data) dan kurtosis (keruncingan data) berada pada interval ± 2,58.
4. Pengujian hipotesis diketahui dengan melihat critical ratio dan juga nilai signifikansi dari critical ratio (< 5%).
Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis), yaitu teknik statistikal yang memung-
ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Hasil Berikut adalah tabel hasil pengujian analisis jalur berdasarkan nilai koefisien jalur: Nilai Koefisien Jalur Pengaruh Antar Variabel standardized Variabel Nilai Coefficient Profesionalisme → Kepuasan Kerja Komitmen Organisasi → Kepuasan Kerja Kepuasan Kerja → Prestasi Kerja Profesionalisme → Prestasi Kerja Komitmen Organisasi → Prestasi Kerja
0,426 0,423 0,206 0,456 0,195
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai koefisien jalur bertanda positif untuk seluruh hubungan antar variabel. Tanda positif menunjukkan perubahan yang searah, yaitu jika perubahan elemen profesionalisme auditor meningkat maka kepuasan kerja akan meningkat, dan sebaliknya apabila perubahan elemen profesionalisme auditor menurun, maka kepuasan kerja juga akan menurun dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,426, begitu pula dengan hubungan lainnya. Berdasarkan nilai koefisien jalur yang terstandarisasi di atas dapat diketahui bahwa nilai koefisien jalur antar variabel dengan nilai terbesar adalah yang menghubungkan profesionalisme auditor dengan prestasi kerja dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,456
Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Nilai Estimate 0,379 Profesionalisme → Kepuasan Kerja 0,399 Komitmen Organisasi → Kepuasan Kerja 0,274 Kepuasan Kerja → Prestasi Kerja 0,542 Profesionalisme → Prestasi Kerja 0,245 Komitmen Organisasi → Prestasi Kerja
- 63 -
S.E. 0,086 0,095 0,135 0,120 0,110
C.R. 4,391 4,195 2,026 4,510 2,220
P 0,000 0,000 0,043 0,000 0,026
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui bagaimana kuatnya pengaruh variabel-variabel. Apabila tingkat signifikansi kurang dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa pengaruh tersebut signifikan, atau terdapat pengaruh antara variabel. Dapat dikatakan bahwa hubungan antar variabel seluruhnya memiliki pengaruh yang signifikan. Pembahasan Pada pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa profesionalisme mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Adanya sikap profesionalisme yang ditunjukkan oleh para auditor, maka mereka akan dihargai oleh organisasi tempat mereka bekerja. Adanya penghargaan tersebut membuat auditor tersebut merasa puas dengan pekerjaannya, sehingga para auditor tersebut merasa termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik dan seoptimal mungkin, dan merasa antusias dalam menjalankan pekerjaan yang dilakukan, serta memiliki keinginan untuk tetap menjadi staf auditor. Kesimpulannya, terdapat kesimbangan antara profesionalisme yang mereka tunjukkan dengan hasil yang mereka terima dari organisasi dapat mempengaruhi kepuasan auditor dalam bekerja. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa komitmen yang diberikan oleh para auditor kepada organisasi tempat mereka bekerja dapat mempengaruhi hasil yang mereka terima dari organisasi sehingga akan dapat mempengaruhi kepuasan auditor dalam bekerja. Perasaan senang bekerja di KAP saat ini dan tidak adanya keraguan terhadap KAP tempat mereka bekerja saat ini merupakan bentuk dari komitmen yang diberikan oleh auditor terhadap organisasi sehingga membuat organisasi memberikan penghargaan yang dapat membuat mereka merasa puas bekerja di KAP ini. Adanya komitmen yang tinggi dari auditor terhadap organisasi tempat mereka bekerja menunjukkan adanya rasa puas dari auditor terhadap organisasi. Pada pengujian hipotesis yang ketiga dapat diketahui bahwa kepuasan kerja berpengaruh langsung dan signifikan terhadap prestasi kerja. Adanya pengaruh antara kepuasan kerja dan prestasi kerja menunjukkan bahwa seorang karyawan yang merasakan kepuasan terhadap pekerjaannya dan hasil kerjanya akan dapat menimbulkan suatu prestasi kerja tersendiri. Dengan demikian, suatu kepuasan yang timbul dari dalam diri karyawan akan dapat berkontribusi menimbulkan prestasi, karena prestasi yang baik dari
seorang karyawan akan dapat berdampak pada peningkatan imbalan secara ekonomi, sosiologis dan prikologis. Apabila imbalan ekonomi, sosiologis, dan psikologis yang diterima tersebut dipandang adil, maka timbulah kepuasan kerja yang lebih besar, karena karyawan merasa bahwa mereka menerima imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Begitu juga sebaliknya, apabila imbalan dipandang tidak sesuai dengan tingkat prestasinya, maka cenderung akan timbul ketidakpuasan. Dengan kata lain, melalui tingkat keadilan imbalan, akan terdapat garis hubungan antara kepuasan dan prestasi kerja, namun apabila tuntutan kerja yang dibebankan pada individu tidak sesuai dengan kemampuannya (ability) maka kinerja yang diharapkan akan sulit tercapai. Pada pengujian hipotesis yang keempat dapat diketahui bahwa profesionalisme auditor berpengaruh langsung dan signifikan terhadap prestasi kerja. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa profesionalisme para auditor dalam bekerja dapat menciptakan suatu prestasi kerja. Sikap profesionalisme kerja yang ditunjukkan dengan pengabdian serorang auditor pada profesi dan rasa kepedulian terhadap pekerjaan untuk melakukan yang terbaik mempunyai hubungan yang besar dengan prestasi kerja. Adanya sikap profesionalisme kerja akan menghasilkan kualitas kerja yang optimal, dan sikap profesionalisme kerja muncul karena adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh para auditor sehingga dapat menghasilkan suatu prestasi dalam bekerja. Profesionalisme kerja dapat dicapai apabila para auditor tersebut memiliki kompetensi dan keterampilan prima yang dilengkapi dengan kemampuan interpersonal yang tinggi dan kemampuan adaptasi, sehingga pada akhirnya dapat memberi sumbangan karya bagi perusahaan atau organisasi profesi tempat dimana mereka bekerja. Nilai koefisien standardizedantara profesionalisme dengan prestasi kerja memiliki nilai pengaruh terbesar dibandingkan dengan pengaruh antar variabel lainnya. Hal ini berarti prestasi kerja bagi seorang yang profesional umumnya mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi terhadap pekerjaannya, dikarenakan seorang yang profesional mempunyai tuntutan yang tinggi terhadap keahlian dan juga komitmen moral yang mencakup tanggung jawab dan integritas. Profesionalisme menjadi elemen dan motivasi yang memberikan kontribusi kepada seseorang agar memiliki prestasi yang tinggi. Pada pengujian hipotesis yang kelima dapat diketahui bahwa bahwa komitmen organisasi auditor berpengaruh langsung dan signifikan terhadap prestasi
- 64 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
kerja. Hasil pengujian menunjukkan bahwa komitmen para auditor terhadap organisasi ditunjukkan dengan adanya perasaan untuk tetap selalu bekerja dan berkarir di KAP dapat mempengaruhi prestasi kerja yang dicapai oleh para auditor. Adanya komitmen yang tinggi dari para auditor menunjang keberhasilan dari organisasi sehingga dapat menciptakan suatu prestasi baik bagi organisasi dan auditor itu sendiri, karena komitmen dari auditor terhadap organisasi merupakan suatu bentuk keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi.
antar variabel lainnya, yaitu sebesar 0,195. Hal ini menandakan bahwa tidak hanya komitmen organisasional saja yang mempengaruhi prestasi kerja, melainkan ada faktor seperti profesionalisme, dan kepuasan kerja yang lebih memiliki hubungan lebih besar terhadap prestasi kerja. Dengan kata lain, dari hasil penelitian, komitmen organisasi auditor lebih memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap kepuasan kerja dibandingkan terhadap prestasi kerja, walaupun demikian komitmen yang ditunjukkan oleh auditor tersebut juga merupakan faktor seorang auditor dalam memperoleh prestasi kerja.
Nilai koefisien standardized hubungan ini merupakan yang terkecil dibandingkan dengan hubungan
sesuatu yang cukup penting untuk diupayakan agar terpenuhi karena terbukti besar manfaatnya, terutama bagi KAP sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja para auditor.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Menurut hasil dan pembahasan pada hasil pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Profesionalismeberpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, yang ditunjukkan dengan nilai p value 0,000 (p < 0,05), sehingga hipotesis penelitian ini dapat diterima. 2. Komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, yang ditunjukkan dengan nilai p value 0,000 (p < 0,05), sehingga hipotesis penelitian ini dapat diterima. 3. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja, yang ditunjukkan dengan nilai p value 0,043 (p < 0,05), sehingga hipotesis penelitian ini dapat diterima.
2. Dalam rangka mempertahankan tingkat profesionalisme para auditor, pihak KAP dapat melakukan langkah-langkah dalam hal pengembangan sumber daya manusia. Salah satu caranya ialah melalui pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan sebagai media bagi KAP untuk memberikan pengetahuan memadai bagi auditornya dengan tujuan untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karir di KAP. Karena profesionalisme merupakan elemen utama dalam mencapai suatu keberhasilan pelaksanaan audit, baik itu keberhasilan perusahaan, maupun individu itu sendiri dalam mencapai kemajuan karir. Dengan demikian pihak manajemen KAP senantiasa untuk selalu menjaga tingkat profesionalitas para auditor
4. Profesionalismeberpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja, yang ditunjukkan dengan nilai p value sebesar 0,000 (p < 0,05), sehingga hipotesis penelitian ini dapat diterima. 5. Komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja, yang ditunjukkan dengan nilai p value sebesar 0,026 (p < 0,05), sehingga hipotesis penelitian ini dapat diterima. Saran Berdasarkan hasil yang telah ditemukan dalam penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Bagi pihak manajemen KAP diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan lebih memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena kepuasan tersebut merupakan
- 65 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
DAFTAR PUSTAKA Agustia, Dian. 2005. Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Prestasi Kerja serta Turnover Intentions di Jawa dan Bali. Disertasi Program S3 Ilmu Ekonomi. Universitas Airlangga Surabaya (Tidak Dipublikasikan). Aranya, N., J. Pollock and J. Armenic. 1981. An Examination of Professional Commitment in Public Accounting. Accounting, Organizations and Society.Vol.6, No.198. 271-280. -------, R. Lachman and J. Armenic. 1982. Accountant Job Satisfaction: A Path Analysis. Accounting, Organization and Society. Vol.7 (3). 201- 215. Bateman, T and S. Strasser. 1984. A Longitudinal Analysis of The Antecedents of The Antecedent of Organizational Commitment. Academy of Management Journal. Vol. 27. 95-112. Borman, W. C., & Motowidlo, S. J. 1993. Expanding the Criterion Domain to Include Elements of Contextual Performance. In N. Schmitt & W. C. Borman, and associates (Eds.), Personnel selection in organizations: 71-98. Curran, Patrick. J, Stephen G. West, and John F. Finch. 1996. The Robustness of Test Statistics to Nonnormality and Specification Error in Confirmatory Factor Analysis. Psychological Methods. Vol 1, No. 1. 16-29 Davis, Keith and John W. Newstrom. 1985. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga. Elder, Randal J., Mark S. Beasley and Alvin A. Arens. 2010. Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach. 13th edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen. Edisi Kedua. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Ghozali, Imam. 2008. Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 16.0. Edisi Ketiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gibson, J.L., Ivancevich. L., and Donnely, J. 1997. OrganisasiPerilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta: Penerbit Erlangga. Gregson, T. 1992. An Investigation of The Causal Ordering of Job Satisfaction and Organizational Commitment in Turnover Models in Accounting. BehavioralResearch in Accounting. Vol.4. 80-95. Hackett, Rick D., Peter Bycio and Peter A. Hausdorf. 1994. Further Assessment of Meyer and Allen's ThreeComponent Model of Organizational Commitment. Journal of Applied Psychology. Vol. 79. (February). 15-23. Hair, Jr. Joseph F., Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham, William C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Hall, R. 1968. Professionalization and Bureaucratization. American Sociological Review. Vol.33. 92-104. Harrell., Chewning E., and Taylor. M. 1986. Organization-Profession Conflict and the Satisfaction and Turnover Intentions of Internal Auditing. Auditing: a Journal of Practice &Theory (Spring). 109 - 121. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 1999. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Kalbers, L. P., and T. J Fogarty. 1995. Professionalism and Its Consequences: A Study Internal Auditors. A Journal Practice and Theory (Spring). 64 - 85. Ketchand, Alice A., and Jerry R. Strawser. 2001. Multiple Dimensions of Organizational Commitment: Implications for Future Accounting Research. BehavioralResearch in Accounting. Vol.13. 221-251. Kinicki, A. J. 2002. Assessing the Construct Validity of The Job Descriptive Index: A Review and MetaAnalysis. Journal of Applied Psychology. Vol. 87. 14-32.
- 66 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Kreitner, Robert and Angelo Kinicki. 2004. Organizational Behaviour. Sixth Edition. McGraw-Hill Irwin. Larkin, Joseph M., and James A. Schweikart. 1992. A Performance Model for Staff Internal Auditors: Implications for Personnel Management. MAJB. Vol 7, No. 2. Luthans, Fred. 1995. Organizational Behavior. 8th Edition. McGraw-Hill, Inc: USA. Maholtara, K. Navesh. 2004. Marketing Research: An Applied Orientation. New Jersey: Prentice-Hall. Meyer, John. P., & Allen, N.J. 1984. Testing The Side-Bet Theory of Organizational Commitment: Some Methodological Consideration. Journal of AppliedPsychology. Vol.69. 372-378. ------ & Catherin A. Smith. 1993. Commitment to Organizations and Occupations: Extensions and Test of a Three-Component Conceptualization. Journal of Applied Psychology. Vol.78, No.4. 538-551. ------, David J. Stanley., Lynne Herscovitch., and Laryssa Topolnytsky. 2002. Affective, Continuance, and Normative Commitment to The Organization: A Meta-Analysis of Antecedents, Correlates, and Consequences. Journal of Vocational Behavior. Vol61. 20-52. Morrow, P. C, and J. F. Goetz. 1988. Professionalism As a Form of Work Commitment. Journal of Vocational Behavior. Vol.32. 92-111. Nazir, Mohamad. 1998. Metodologi Penelitian. Cetakan Ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia. Norris, D and R. Niebuhr. 1984. Professionalism, Organizational Commitment and Job Satisfaction in Accounting Organization. Accounting, Organizations and Society. Vol. 9 (1). 49-59. Novin, Adel. M., and John M. Tucker. 1993. The Composition of 150-Hour Accounting Programs: The Public Accountans' Point of View. Issues in Accounting Edition. Vol. 8, No. 2. 272-291. Paswerk, W.R and Strawser, J.R. 1996. The Determinant and Outcomes Associated with Job Insecurity in A Proffesional Accounting Environment. BehavioralResearch in Accounting. Vol. 8. 91-113 Puspita, Hanna Dita. 2009. Analisis Pengaruh Elemen Profesionalisme Internal Auditor Terhadap Turnover Intentions: Kinerja sebagai Variabel Intervening. Tesis Magister Akuntansi. Universitas Airlangga Surabaya (Tidak Dipublikasikan). Robbins, Stephens P. 2003. Organizational Behavior: Concept, Controversies,Applications. Seventh Edition. Prentice Hall Inc. Sawyers, Lawrence B., Mortimer A. Dittenhofer, and James H. Scheiner. 2005. Sawyer's Internal Auditing: Audit Internal Sawyer. Edisi kelima. Jakarta: Salemba Empat Schoeder, R, and L.Imdieke. 1977. Local Cosmopolitan and Bereaucratic Perception in Public Accounting Firms. Accounting, Organization and Society. Vol. 2. 39-46. Sekaran, Uma. 2003. Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jilid I. Terjemahan. Jakarta: Prentice-Hall. Shawa J.D., Deleryb J.E., and Abdulla H.A. 2003. Organizational Commitment and Performance Among Guest Workers and Citizens of an Arab Country. Journal of Business Research. Vol 56. 1021-1030. Shotter, M. 2001. Is Management Accounting Theory Breaking Free From The Shackles of Neo-Calssical Economics? A South African Perspective. MeditariAccountancy Research. Vol. 9. 257-284. Sorensen, J and T. Sorensen. 1974. The Conflict of Professionals in Bureaucratic Organizations. Administrative Science Quarterly.98-106. Solimun. 2002. Analysis Multivariate Structural Equation Modelling (SEM) Lisrel dan Amos. Cetakan pertama. Malang: Universitas Negeri Malang. Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi: Seri Manajemen No. 47. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
- 67 -
Tahun XXV, No. 1 April 2015
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Sunggu, Anni Ompu. 2004. Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dalam Peningkatan Kinerja (Studi Empiris Pada Internal Auditor PLN Se-Indonesia). Tesis Magister Sains Akuntansi. Universitas Diponegoro Semarang (Tidak Dipublikasikan). Supranto, J. 2004. Analisis Multivariate: Arti dan Intrepretasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Suwandi dan Nur Indriantoro.1999. Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser: Studi Empiris Pada Lingkungan Akuntan Publik. Jurnal RiselAkuntansi Indonesia.No.2. (Juli). Wiener, Y. 1982. Commitment in Organization: A Normative View. Academy of Management Review. Vol. 7. 418-428.
- 68 -