MANAJEMEN RISIKO BAHAN BAKU PRODUK KARANGAN BUNGA DI PASAR BUNGA WASTUKENCANA BANDUNG
SKRIPSI
MARKHAMAH H34086053
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN MARKHAMAH. Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan HARMINI). Kesejahteraan masyarakat yang meningkat diikuti oleh meningkatnya pendapatan dan gaya hidup menuju ke alam (green living movement) mengakibatkan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang tidak terpaku lagi pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan sudah menuntut suasana lingkungan nyaman, sehat, dan menarik (keindahan/estetika) serta kebutuhan saling menghargai antar individu. Produk karangan bunga difungsikan sebagai ucapan dalam berbagai acara atau perayaan, juga sebagai simbol penghargaan antar individu. Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pusat perdagangan tanaman hias, bunga potong dan produk-produk bunga lainnya terbesar di Kota Bandung. Karakteristik penjualan produk karangan bunga, terlihat pada jumlah permintaan yang tidak menentu, latar belakang konsumen tertentu, serta bahan baku utama yang bersifat perishable dan adanya sistem perjanjian pengiriman bahan baku yang bersifat tetap (abodemen). Studi kasus dilakukan pada Florist X yang memiliki permasalahan berupa risiko dalam usaha penjualan produk karangan bunga. Dari beberapa karakteristik di atas, risiko yang dihadapi oleh Florist X, salah satunya adalah risiko bahan baku. Penggunaan bahan baku yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari jumlah pasokan bahan baku, yang mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang menyebabkan adanya fluktuasi pendapatan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi risiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana (2) Menganalisis probabilitas dan dampak risiko bahan baku (3) Menyusun alternatif strategi pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana dalam mengantisipasi risiko yang terjadi. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Florist X merupakan salah satu florist yang sudah lama bergelut dalam usaha penjualan produk karangan bunga sejak Pasar Bunga Wastukencana berdiri. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Juli sampai Agustus 2010. Pengukuran risiko terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitas dilakukan dengan menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan pengukuran yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Aproksimasi, yaitu dengan menggunakan Expert Opinion. Indikasi adanya risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga dapat dilihat dengan adanya fluktuasi penggunaan bahan baku setiap periode pengiriman barang (abodemen) yang dialami Florist X. Risiko tersebut mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu, sehingga menimbulkan kerugian. Pada saat permintaan menurun, pasokan bahan baku berlebih hingga tidak terpakai karena menjadi busuk. Sedangkan pada saat permintaan meningkat,
mengalami kekurangan bahan baku, hingga harus mencari pasokan lain di luar abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal. Risiko lainnya adalah sistem quality control yang kurang baik dari petani pemasok bahan baku, sehingga menyebabkan pasokan bahan baku tidak 100 persen berkualitas baik dan memenuhi standar. Selain itu, belum adanya penanganan yang tepat terhadap bahan baku oleh Florist X, sehingga apabila terjadi penumpukkan bahan baku, akan mengakibatkan banyaknya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal. Dari hasil pengukuran risiko dengan menggunakan Z-score dan Value at Risk, nilai probabilitas penggunaan bahan baku yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar dari 120 ikat pada Florist X adalah 52,6 persen, sedangkan nilai Value at Risk yang diperoleh sebesar Rp 200.220,515. Dalam peta risiko, risiko bahan baku terdapat pada kuadran I. Strategi penanganan risiko yang dilakukan terbagi menjadu dua, yaitu: preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan II. Strategi mitigasi diakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan III. Penganganan preventif bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Penanganan preventif yang dilakukan berupa memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen). Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap penjualan periode berikutnya. Identifikasi kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang dapat diketahui dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang lalu dengan data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab dari naik turunnya permintaan. Secara historis, Florist X dapat melakukan peramalan penjualan untuk periode-periode berikutnya, kemudian diturunkan dalam kebutuhan bahan baku untuk periode berikutnya, sehingga pemesanan bahan baku dapat diantisipasi. Strategi selanjutnya adalah melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku. Selain itu, mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki fasilitas fisik. Sedangkan penanganan mitigasi bertujuan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Penanganan mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan baku pada pemasok bahan baku, melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong. Selain itu, melakukan kontrak dengan Koppas Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan tanggungjawab kerja dan ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang jelas, dan pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih. Alternatif strategi penanganan risiko bahan baku adalah prevent at source. Permasalahan karyawan, jobdesk dan pemasaran yang belum maksimal dengan detect and monitor, sedangkan piutang tak tertagih dan keteledoran karyawan dengan monitor. Teknik pemasaran yang masih konvensional dengan low control.
MANAJEMEN RISIKO BAHAN BAKU PRODUK KARANGAN BUNGA DI PASAR BUNGA WASTUKENCANA BANDUNG
MARKHAMAH H34086053
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung
Nama
: Markhamah
NIM
: H34086053
Disetujui, Pembimbing
Ir. Harmini, MSi. NIP. 19600921 198703 2 002
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Illahi Rabbi atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung”. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko bahan baku dan alternatif strategi penanganan risiko usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Bogor, Nopember 2010 Markhamah
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2010
Markhamah H34086053
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 08 Januari 1987 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Suwardi, M.Pd. dan Ibu Tati Hartati. Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1993 di SD Negeri Karanganyar VI Indramayu dan lulus pada tahun 1999. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan penulis pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Kandanghaur, Indramayu. Tahun 2005 penulis menyelesaikan Pendidikan Menengah Atas di SMU Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur reguler pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis, Direktorat Program Diploma III dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 pula penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Direktorat Program Sarjana Ekstensi, Institut Pertanian Bogor melalui jalur reguler.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Ir. Harmini, MSi. Selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan, waktu serta kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
2.
Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberi do’a, kasih sayang, dukungan moral dan materiil untuk ananda tercinta.
3.
Pihak Pasar Bunga Wastukencana dan Puspa Indah Forist atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
4.
Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan V atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaan dan ketulusan dari sebuah persahabatan.
Bogor, Oktober 2010 Markhamah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL. .................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
v
I.
PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Perumusan Masalah................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian................................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
1 6 8 9 9
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
11
2.1 Agribisnis Florikultura ........................................................... 2.2 Karakteristik Komoditas Flotikultura ..................................... 2.3 Produk Karangan Bunga ......................................................... 2.4 Definisi dan Peran Florist ....................................................... 2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ......................................................
11 13 13 15 15
KERANGKA PEMIKIRAN.......................................................
22
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko ........................................... 3.1.2 Sumber Risiko ............................................................... 3.1.3 Sikap Individu Terhadap Risiko..................................... 3.1.4 Manajemen Risiko......................................................... 3.1.5 Proses Pengelolaan Risiko ............................................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
22 22 23 25 29 29 34
METODOLOGI PENELITIAN .................................................
37
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ...................................... 4.3 Metode Pengolahan Data......................................................... 4.3.1 Analisis Deskriptif......................................................... 4.3.2 Pengukuran Risiko......................................................... 4.3.3 Pemetaan Risiko ............................................................ 4.3.4 Strategi Penanganan Risiko ...........................................
37 37 38 38 39 42 44
II.
III.
IV.
V.
VI.
GAMBARAN UMUM.................................................................
49
5.1 Pasar Bunga Wastukencana ..................................................... 5.2 Karakteristik Florist X ............................................................ 5.3 Produk Karangan Bunga.......................................................... 5.4 Kegiatan Penjualan Produk Karangan Bunga........................... 5.4.1 Penyediaan Bahan Baku ................................................ 5.4.2 Dekorasi (Proses produksi) ............................................ 5.4.3 Pemasaran .....................................................................
49 49 50 54 54 55 55
ANALISIS RISIKO BAHAN BAKU PRODUK KARANGAN BUNGA ..............................................
56
6.1 Identifikasi Sumber Risiko ...................................................... 6.1.1 Unit Produksi................................................................. 6.1.2 Unit Pemasaran (Penjualan)........................................... 6.1.3 Unit Pasar...................................................................... 6.1.4 Unit Sumber Daya Manusia ........................................... 6.1.5 Unit Keuangan............................................................... 6.2 Analisis Kuantitatif Risiko Bahan Baku................................... 6.2.1 Analisis Probabilitas Risiko Bahan Baku ....................... 6.2.2 Analisis Dampak Risiko Bahan Baku............................. 6.3 Pemetaan Risiko Bahan Baku.................................................. 6.4 Strategi Penanganan Risiko .....................................................
56 56 57 58 58 59 62 63 67 70 71
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
84
7.1 Kesimpulan ............................................................................. 7.2 Saran.......... .............................................................................
84 88
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
89
LAMPIRAN......... .................................................................................
91
VII.
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2007-2008 (Milyar Rupiah) ............................................................................... 1 2.
Data Pedagang Tanaman Hias dan Kelembagaan Kelompok Tani di Kota Bandung Tahun 2008 .......................................................... 5
3.
Pemanfaatan Jenis Bunga Potong dalam Berbagai Kegiatan ............ 14
4.
Daftar Penelitian Terdahulu............................................................. 21
5.
Jenis, Kualifikasi, dan Pemakaian Bahan Baku Produk Karangan Bunga pada Florist X ...................................................................... 51
6.
Data Penggunaan Bahan Baku Setiap Periode Abodemen Pada Florist X Periode Juni-Juli 2010 (ikat) .................................... 64
7.
Hasil Analisis Probabilitas Risiko pada Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga Florist X Periode Juni-Juli 2010 ........................... 66
8.
Dampak Risiko Bahan Baku pada Florist X Periode Juni-Juli 2010 ..................................................................... 69
9.
Data Penjualan dan Pemakaian Bahan Baku Florist X dari Agustus 2009-Juli 2010 ............................................................ 74
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Grafik Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga pada Florist X di PWB Periode Juni-Juli 2010................................... 7
2.
Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan ............................... 26
3.
Hubungan Fungsi Kepuasan, Pendapatan, dan Ukuran Tingkat Kepuasan ............................................................................. 27
4.
Hubungan Risk dan Return ................................................................ 28
5.
Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan............................................... 30
6.
Alur Kerangka Pemikiran Operasional............................................... 36
7.
Diagram Pemetaan Risiko ................................................................. 44
8.
Peta Preventif Risiko ......................................................................... 45
9.
Peta Mitigasi Risiko .......................................................................... 46
10. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko............................................... 48 11. Struktur Organisasi Florist X............................................................. 50 12. Peta Hasil Identifikasi Risiko............................................................. 61 13. Hasil Pemetaan Risiko....................................................................... 71 14. Strategi Preventif Risiko.................................................................... 77 15. Strategi Mitigasi Risiko ..................................................................... 80 16. Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Florist X ........................ 82
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Data Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga Pada Florist di PBW per Periode Pengiriman Barang dari Bulan Juni Sampai Bulan Juli 2010 ..................................................................... 91
2.
Peta Lokasi Pasar Bunga Wastukencana ............................................ 92
3.
Gambar Aktivitas di Pasar Bunga Wastukencana............................... 93
v
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor agribisnis yang banyak memberikan kontribusi bagi pendapatan nasional Indonesia.
Kontribusi
komoditas hortikultura tercermin dalam Produk Domestik Bruto (PDB) yang menjadi salah satu indikator ekonomi makro bagi pendapatan nasional. Kontribusi komoditas hortikultura terhadap pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat, pada tahun 2007 total nilai PDB sebesar 76.795 milyar rupiah dan mengalami peningkatan sebesar 4,55 persen pada tahun 2008 yakni sebesar 80.292 milyar rupiah. Peningkatan persentase PDB tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi di berbagai sentra produksi dan kawasan hortikultura, meningkatnya luas areal produksi dan areal panen, serta meningkatnya nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya1. Peranan Komoditas Hortikultura dalam meningkatkan PDB Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2007-2008 (Milyar Rp) No 1 2 3 4
Komoditas Hortikultura Buah-buahan Sayuran Tanaman Hias Biofarmaka Total
Tahun 2007 42.362 25.587 4.741 4.105 76.795
2008 42.660 27.423 6.091 4.118 80.292
Perkembangan (%) 4,02 7,18 28,48 0,32 4,55
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura www.sinartani.com (21 Mei 2010) (diolah)
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa komoditas hortikultura meliputi buahbuahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka. Masing-masing dari komoditas hortikultura mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2008. Dari 1
Sinartani. 2008. Kontribusi Terhadap PDB. http://www.sinartani.com/sorotan/kontribusiterhadap-pdb [Mei 2010]
data tersebut terlihat bahwa komoditas hortikultura yang mengalami peningkatan cukup tajam adalah komoditas tanaman hias atau florikultura, nilai PDB florikultura mengalami peningkatan sebesar 1.350 milyar rupiah atau sekitar 28,48 persen.
Sedangkan peningkatan nilai PDB terendah untuk komoditas
hortikultura yaitu biofarmaka sebesar 13 milyar rupiah atau sekitar 0,32 persen. Florikultura merupakan salah satu subsektor yang memiliki potensi sebagai pusat pertumbuhan baru sektor pertanian. Selain itu florikultura di Indonesia menjadi salah satu industri yang sedang dikembangkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani, memperluas lapangan pekerjaan, pariwisata serta menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman. Menurut Saragih (2001), Agribisnis florikultura adalah keseluruhan kegiatan bisnis yang terkait dengan bunga-bungaan dan terdapat tiga alasan yang mendukung perkembangan florikultura di Indonesia yaitu: (1) Potensi keragaman jenis tanaman hias yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (2) Potensi pasar produk tanaman hias baik domestik maupun ekspor, dan (3) Potensi ketersediaan lahan bagi pengembangan tanaman hias di Indonesia yang masih cukup luas. Perkembangan florikultura di Indonesia telah dimulai pada akhir 1980-an ketika para petani dapat memenuhi kebutuhan primernya dari usaha tanaman hias. Pengusahaan bunga dan tanaman hias ternyata mampu mengubah pola usahatani dari sekedar hobi menjadi usaha komersial yang prospektif.
Seiring dengan
pertumbuhan perekonomian, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pemukiman dan industri pariwisata maka area produksi tanaman hias pun semakin meningkat walaupun dengan persen peningkatan yang rendah.
Pada tahun 1993 area
produksi tanaman hias tercatat mencapai 1.823 hektar dan pada tahun 1995 menjadi 1.996 hektar, atau meningkat satu persen per tahun. Menurut Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo), Agribisnis florikultura termasuk tangguh melalui masa krisis ekonomi dan moneter di Indonesia pada tahun 1997-19982. Produksi tanaman hias di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai tahun 2007 sebesar 179.374.218 tangkai, hal ini membuktikan bahwa potensi Indonesia terhadap Agribisnis florikultura sangat besar.
2
Binaukm. 2010. Peluang usaha bunga potong bisnis buat ukm. http://binaukm.com. [23 Nopember 2010]
2
Berikut perkembangan produksi tanaman hias di Indonesia periode 2003-2007 pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Tanaman Hias di Indonesia Periode 2003-2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Komoditas Anggrek Anthurium Anyelir Gerbera(Herbras) Gladiol Heliconia Krisan Mawar Sedap Malam JUMLAH Dracaena 1) Melati 2) Palem 3)
2003 6.904.109 1.263.770 2.391.113 3.071.903 7.114.382 681.920 27.406.464 50.766.656 16.139.563 115.739.880 2.553.020 15.740.955 668.154
Produksi (tangkai) 2004 2005 2006 8.027.720 7.902.403 10.903.444 1.285.061 2.615.999 2.017.534 1.566.931 2.216.123 1.781.046 3.411.126 4.065.057 4.874.098 16.686.134 14.512.619 11.195.483 804.580 1.131.568 1.390.117 27.683.449 47.465.794 63.716.256 61.540.963 60.719.517 40.394.027 37.516.879 32.611.284 30.373.679 158.522.843 173.240.364 166.645.684 1.082.596 1.131.621 905.039 29.313.103 22.552.537 24.795.996 530.325 751.505 986.340
2007 9.484.393 2.198.990 1.901.509 4.931.441 11.271.385 1.427.048 66.979.260 59.492.699 21.687.493 179.374.218 2.041.962 15.775.751 1.171.768
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura www.hortikultura.go.id (23 Nopember 2010) Ket : 1) Satuan Produksi dalam Batang 2 ) Satuan Produksi dalam Kg 3 ) Satuan Produksi dalam pohon
Kota Bandung adalah salah satu kota yang akan dijadikan sebagai Kawasan Percontohan Agribisnis Perkotaan (Dispertan Kota Bandung 2008) yang diharapkan pada masa yang akan datang mampu menjadi suatu Kawasan Pengembangan
Tanaman
Hias
yang
representatif,
sehingga
mampu
meningkatkan produksi, kualitas, dan pendapatan bagi masyarakat di Kota Bandung. Harapannya adalah mampu memiliki fasilitas pengembangan tanaman hias yang lengkap seperti sentra penjualan yang dilengkapi dengan adanya jasa konsultasi, pelatihan dan pendidikan, ruang pameran, klinik tanaman hias, Jasa dekorasi, landscaping, jasa pembuatan taman dan pusat informasi tanaman hias yang dikelola oleh petani. Kota Bandung merupakan ibu kota propinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 16.729,65 hektar dengan jumlah penduduk mencapai 2.339.928 jiwa (BPS Kota Bandung 2007) dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 16.524 jiwa per km2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung mengalami 3
peningkatan 77,15 pada tahun 2003 menjadi 78,09 pada tahun 2007. Salah satu komponen penentu IPM tersebut adalah daya beli, yang dapat digunakan untuk meninjau
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
juga
tingkat
pemerataan
kesejahteraannya. Sedangkan nilai indeks daya beli masyarakat Kota Bandung tahun 2005 sebesar 63,84 poin atau setara dengan 574.120 rupiah. Angka daya beli ini sedikit lebih tinggi dari angka daya beli Propinsi Jawa Barat. Menurut Dinas Pertanian Kota Bandung, salah satu strategi yang tepat dalam pengembangan pertanian di Kota Bandung ialah dengan mengembangkan pertanian perkotaan melalui pemilihan komoditas pertanian unggulan yang memiliki produktivitas tinggi, mempunyai nilai ekonomis tinggi, memiliki peluang pasar terbuka dan berdaya saing, salah satunya adalah komoditas florikultura. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendapatan dan gaya hidup menuju ke alam (green living movement), menciptakan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang tidak terpaku lagi pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan sudah menuntut suasana lingkungan nyaman, sehat, dan menarik (keindahan/estetika) serta kebutuhan saling menghargai antar individu3.
Di kota-kota besar seperti Bandung, persepsi
masyarakat terhadap produk bunga semakin positif, sehingga penggunaan produk bunga khususnya bunga potong tidak hanya terbatas untuk sekedar hiasan, tetapi dapat difungsikan sebagai ucapan dalam bentuk karangan bunga (ucapan selamat dan bela sungkawa). Selain itu, produk bunga juga dapat digunakan sebagai bahan dekorasi dalam berbagai acara, seperti pesta pernikahan, khitanan, peresmian gedung, ulang tahun, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi bunga di kota-kota besar semakin meningkat, prospek usaha rangkaian bunga cukup cerah bila dikelola secara intensif dan komersial. Hal tersebut selaras dengan meningkatnya PDB tanaman hias pada tahun 2008 (Tabel 1), oleh karena itu pemerintah perlu memperhatikan komoditas florikultura tersebut. 3
Asbindo. 2009. Bunga dan Pernak-pernik Bisnis Politiknya. http://saribincang.wordpress.com [Mei 2010]
4
Salah satu produk bunga potong yang memiliki nilai tambah adalah produk karangan bunga. Produk karangan bunga difungsikan sebagai perwakilan ucapan atau penyampaian isi hati si pengirim kepada si penerima.
Produk
karangan bunga biasanya dijual oleh toko bunga (florist) dengan merubah bentuk bunga potong segar menjadi sebuah bentuk karangan disertai dengan tulisan pada papan bunga. Pada perkembangan selanjutnya dalam usaha dan budidaya produkproduk
florikultura,
mampu
meningkatkan
pendapatan
petani
sehingga
berpengaruh besar terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga petani. Selain itu dapat memberikan dampak positif yang lebih luas yaitu terciptanya Kawasan Agrowisata.
Banyaknya
kegiatan-kegiatan
resmi
seperti
pernikahan
membutuhkan berbagai produk-produk bunga, sehingga pasokan produk bunga cukup tinggi. Industri tanaman hias yang juga dikembangkan adalah pelayanan jasa konsultasi pembuatan taman/landscaping, penataan dekorasi ruangan, rental tanaman, produk-produk karangan dan rangkaian bunga, pelatihan perbanyakan tanaman dengan penerapan teknologi kultur jaringan, dan toko-toko bunga (florist). Menurut data dari Dinas Pertanian Kota Bandung (2008), total jumlah petani dan pedagang masih sekitar 512 orang dengan total luas areal usaha tanaman hias 9,14 hektar, masih memiliki potensi pengembangan areal sekitar 16 hektar. Omzet penjualan tanaman hias dan produk-produk bunga lainnya di Kota Bandung berkisar 1.972.450.000 rupiah per bulan atau setara dengan 23.669.400.000 rupiah per tahun. Selain itu, keragaan tanaman hias Kota Bandung tersebar di seluruh wilayah Kota Bandung. Tanaman Anggrek berada di Kecamatan Ujungberung, Kiaracondong, Cibeunying Kaler, Cibeunying Kidul, dan Buah Batu. Produksi tanaman hias daun berada di Kecamatan Rancasari, Arcamanik, dan Sukasari. Sedangkan sentra produksi tanaman Sedap Malam berada di Kecamatan Gedebage, Ujungberung, dan Kiaracondong.
Selain itu kawasan sentra
perdagangan tanaman hias yang ada di wilayah Kota Bandung berada di Kecamatan Bandung Wetan, Regol, Cibeunying Kaler, Sukasari, Wastukencana serta beberapa titik jalur utama jalan-jalan di Kota Bandung. Pada Tabel 3 dapat
5
menunjukkan data pedagang tanaman hias dan kelembagaan kelompok tani di Kota Bandung tahun 2008 beserta luas lahan usahanya.
Tabel 3. Jumlah Pedagang Tanaman Hias dan Jumlah Kelompok Tani di Kota Bandung Tahun 2008
No
Kecamatan
1
Arcamanik
1
4
Luas Lahan Usaha (m2) 1.950
2
Bandung Wetan
2
88
4.385,5
Buahbatu Cibeunying Kaler Cibeunying Kidul
1
9
1.049
1
10
1.045
1
15
1.045
6
Cibiru
3
12
3.203
7 8
Gedebage Kiaracondong
1 1
10 10
10.000 1.122
9
Lengkong
1
10
1.622
10
Rancasari
1
25
6.125
11
Regol
1
43
1.670
12
Ujungberung
3
23
2.896
3 4 5
Jumlah Kelompok Tani
Jumlah Petani/ Pedagang
Keterangan Kelompok Tani Kebon Cisaranten Kelompok Pedagang Tanaman Hias dan Bunga Potong Taman Cibeunying dan Pasar Bunga Wastukencana Kelompok Tani Pertiwi Kelompok Tani Anggrek Bozongkenong Kelompok Pedagang Tanaman Hias Puspa Yudha Kelompok Tani Mandiri, Pemuda Tani Jamur Manglayang, dan Sabila Lestari Kelompok Tani Gotong Royong Kelompok Tani Javanica Perkumpulan Pedagang tanaman Hias Turangga Kelompok Tani Kembang Rancasari Kelompok Pedagang Bunga dan Tanaman Hias Tegalega Kelompok Tani Cattleya, Mitra Asri, dan Paci 07
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung (2008)
Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pusat perdagangan tanaman hias, bunga potong dan produk-produk bunga lainnya di Kota Bandung. Produk karangan bunga merupakan produk yang paling banyak diperjual-belikan dan menjadi produk unggulan bagi Pasar Bunga Wastukencana. Pasar Bunga Wastukencana memiliki 30 toko bunga (florist) yang melakukan usaha penjualan produk karangan bunga yang memiliki karakteristik usaha yang sama (homogen) dan sudah menjadi ikon di Kota Bandung sebagai tempat penjualan produk karangan bunga terlengkap, seperti produk bunga papan ucapan (krans, standing flower stik bahagia, stik sukses, stik duka cita). Pada Tabel 3 disebutkan bahwa Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pasar bunga terbesar di Kota Bandung yang mempunyai jumlah pedagang dan petani yang banyak. Pasar 6
Bunga Wastukencana dapat dijadikan sampel untuk menganalisis bagaimana gambaran risiko dari usaha penjualan produk karangan bunga di Kota Bandung.
1.2 Perumusan Masalah Pasar Bunga Wastukencana merupakan pasar bunga terbesar di Kota Bandung yang berdiri sejak tahun 1950 dalam usaha penjualan produk karangan bunga.
Pasar Bunga Wastukencana memiliki 28 kios bunga (florist) yang
memiliki kesamaan dalam usahanya yaitu dari jenis dan bentuk produk yang dijual, harga produk, status usaha, teknik pemasaran, dan pasokan bahan baku dari masing-masing florist. Studi kasus dalam penelitian ini adalah Florist X yang merupakan florist yang berdiri paling lama sejak tahun 1970 di Pasar bunga Wastukencana. Usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana tidak bisa lepas dari risiko usaha dalam setiap kegiatannya. Risiko terjadi pada tiap aktivitas usahanya.
Produk karangan bunga berbeda
dengan produk bunga potong lainnya. Produk karangan bunga biasanya dijual pada florist-florist yang berskala usaha kecil, namun omzet penjualan dapat dikatakan sangat tinggi karena produk karangan bunga memiliki nilai tambah yang besar.
Permintaan produk ini tergantung dari banyaknya konsumen yang
membutuhkan karangan bunga sebagai perwakilan ucapan dalam suatu kegiatan perayaan atau acara. Oleh karena itu, permintaan produk karangan bunga setiap hari tidak dapat diprediksi jumlahnya. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut Florist X membutuhkan manajemen risiko yang baik untuk meminimalisir dampak dari risiko tersebut, terutama yang berkaitan dengan pasokan bahan baku yang akan digunakan. Berdasarkan observasi studi pendahuluan di lapangan, diperoleh bahwa kegiatan penjualan produk karangan bunga bagi setiap florist di Pasar Bunga Wastukencana memiliki karakteristik. Karakteristik penjualan produk karangan bunga, terlihat pada jumlah permintaan yang tidak menentu, karena bergantung dari banyak sedikitnya acara. Karakteristik lain adalah bentuk usaha penjualan produk karangan bunga yang homogen antara satu florist dengan florist lainnya. Selain itu, konsumen produk karangan bunga memiliki latar belakang ekonomi dan sosial tertentu. Biasanya dari kalangan pejabat, pengusaha, instansi negeri 7
maupun swasta, perusahaan, dan lain sebagainya.
Karakteristik selanjutnya
adalah bahan baku utama berupa bunga potong yang bersifat perishable/mudah rusak serta adanya sistem perjanjian pengiriman bahan baku (abodemen). Dari beberapa karakteristik di atas, usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana memiliki risiko. Risiko yang dihadapi oleh Florist X, salah satunya adalah risiko yang terjadi pada bahan baku utama seperti bunga potong segar (Crysant, Gladiol, Suyok, Dahlia, Hebras, Rose, dan Baby Aster) yang bersifat mudah rusak dan terikat dalam sistem perjanjian abodemen, yaitu pengiriman bahan baku yang waktu, harga, dan jumlahnya tetap dan kontinyu setaip periode pengiriman. Tabel 4 memperlihatkan pemakaian bahan baku selama 18 periode pada bulan Juni-Juli 2010 pada Florist X.
Tabel 4. Data Penggunaan Bahan Baku Setiap Periode Abodemen pada Florist X Periode Juni-Juli 2010 (Ikat) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Pasokan Bahan Baku 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Penggunaan Bahan Baku 96 69 77 82 64 95 54 81 70 116 54 153 71 121 115 51 83 76
Bahan Baku Terbuang 4 31 23 18 36 5 46 19 30 46 29 49 17 24
Tambahan Bahan Baku 16 53 21 15 -
Dari tabel di atas, pemakaian bahan baku terlihat tidak menentu, tidak semua pasokan bahan baku setiap periodenya terpakai 100 persen. Penggunaan 8
bahan baku yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari jumlah pasokan bahan baku. Apabila bahan baku yang terpakai lebih kecil dari 100 ikat, maka bahan baku menjadi bersisa atau tidak terpakai. Sedangkan pada saat pemakaian bahan baku lebih besar dari 100 ikat, maka Florist X mencari pasokan bahan baku di luar pasokan abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal. Keadaan ini mengakibatkan adanya risiko kerugian yang dihadapi Florist X dan dapat berpengaruh pada pendapatan yang berfluktuasi. Fluktuasi tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 1. Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana Periode Juni-Juli 2010
Grafik di atas diperoleh dari data pendapatan usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana per periode pengiriman barang dari bulan Juni sampai bulan Juli 2010 sebanyak 18 periode, secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Fluktuasi pendapatan dapat terlihat secara jelas pada Gambar 1. Pendapatan terendah terjadi di periode 16 yaitu sebesar Rp 2.300.000,00.-, sedangkan pendapatan tertinggi terjadi di periode 12 sebesar Rp 8.080.000,00.-. 9
Pada penelitian ini, pengukuran risiko dan strategi penanganannya dapat membantu Florist X untuk mengetahui seberapa besar tingkat risiko dari pemakaian bahan baku yang dihadapi sehingga risiko dapat dikendalikan dan diantisipasi oleh Florist X dengan melakukan strategi-strategi penanganan risiko. Risiko di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak risiko yang dihadapi Florist X dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Sumber-sumber risiko apa saja yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana?
2.
Bagaimana dampak risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga?
3.
Bagaimana alternatif strategi usaha penjualan produk karangan bunga dalam mengantisipasi risiko yang terjadi?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Mengidentifikasi risiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana.
2.
Menganalisis probabilitas dan dampak risiko bahan baku.
3.
Menyusun alternatif strategi pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X dalam mengantisipasi risiko yang terjadi.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya : 1.
Bagi florist X dapat memberikan manfaat dalam menganalisis risiko penjualan yang terjadi untuk produk-produk karangan bunga pada kondisi saat ini, terutama risiko bahan baku, sehingga dapat mendukung kemajuan usaha.
10
2.
Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai acuan dan perbandingan mengenai analisis risiko usaha untuk penelitian selanjutnya, serta dapat memberikan ide bisnis produk karangan bunga (florist).
3.
Bagi penulis, penelitian ini merupakan pengalaman, informasi, dan wawasan baru sekaligus untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan pada kondisi aktual di masyarakat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Beberapa ruang lingkup penelitian analisis risiko penjualan produk-produk karangan bunga adalah: 1.
Produk yang dikaji adalah produk karangan bunga yang jenisnya terdiri dari papan bunga ucapan (krans, standing flower, stik bahagia, stik sukses, stik duka cita). Komoditas ini adalah produk unggulan dari sebagian besar florist di Pasar Bunga Wastukencana.
2.
Pengamatan dan identifikasi risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga dilakukan pada proses produksi (penyediaan bahan baku, penanganan bahan baku, dan perangkaian produk karangan bunga) sampai pada pemasarannya.
3.
Penelitian ini akan difokuskan pada analisis risiko bahan baku terhadap pendapatan usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana.
4.
Penelitian ini mengambil studi kasus pada Florist X yang terdapat pada Pasar Bunga Wastukencana.
5.
Abodemen adalah suatu kesepakatan bersama antara pemilik florist dengan pemasok/petani mengenai pengadaan bahan baku (bunga potong) dalam kurun waktu, harga dan jumlah tertentu yang bersifat tetap dan kontinyu.
6.
Periode abodemen yang disepakati oleh pihak florist dan pemasok terbagi menjadi dua kali periode, yakni Periode I dan Periode II dalam satu minggunya; Periode I; Rabu, Kamis, dan Jumat dengan pengiriman barang terjadi pada hari Selasa, sedangkan Periode II; Sabtu, Minggu, Senin, dan Selasa dengan pengiriman barang terjadi pada hari Jumat.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agribisnis Florikultura Agribisnis secara umum adalah suatu sistem yang terdiri dari empat subsistem yang terintegrasi secara fungsional. Sub-sistem pertama adalah agribisnis hulu (up-streem agribusiness) berupa ragam kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi pertanian. Kedua adalah pertanian primer (on-farm agribusiness) yang menghasilkan komoditas pertanian primer dengan menggunakan saprotan. Ketiga, agribisnis hilir (down-stream agribusiness) berupa ragam kegiatan industri pengolahan hasil pertanian dan perdagangan. Sub-sistem keempat adalah lembaga jasa. Satu dari sub-sistem tersebut saling tergantung secara fungsional, sehingga keterbelakangan salah satu sub-sistem akan menghambat perkembangan sub-sistem lainnya (Sitorus 2001). Uraian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis saling terkait dan saling mempengaruhi. Kegiatannya berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on-farm agribusiness) yang berhubungan dengan penerapan teknologi dan keunggulan sumberdaya manusia untuk perolehan nilai tambah (off-farm agribusiness), serta memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari skala usaha kecil dan rumah tangga hingga skala usaha raksasa, atau dari yang berteknologi sederhana hingga yang berteknologi tinggi. Menurut Saragih (2001) prospek agribisnis florikultura di Indonesia dapat dilihat dari sisi penawaran (potensi sumberdaya) maupun dari sisi permintaan (potensi pasar). Dari sisi potensi sumberdaya, prospek agribisnis florikultura di Indonesia antara lain ditunjukkan hal-hal berikut: 1.
Indonesia merupakan wilayah tropis yang memiliki agroklimat tropis (wilayah dataran rendah dengan ketinggian di bawah 500 meter dari permukaan laut) dan agroklimat (mirip) sub tropis (wilayah dataran tinggi dengan ketinggian di atas 500 meter dari permukaan laut). Dengan kedua agroklimat yang demikian hampir seluruh komoditas agribisnis florikultura yang terdapat di dunia, dapat dikembangkan di Indonesia.
2.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumberdaya florikultura yang cukup besar baik jenis florikultura dataran rendah maupun dataran tinggi.
Dengan keragaman florikultura yang ada memungkinkan
untuk memenuhi hampir semua segmen pasar florikultura Internasional memungkinkan dimasuki Indonesia. 3.
Indonesia masih memiliki lahan yang relatif luas sehingga ruang gerak pengembangan agribisnis yang relatif bersifat land based seperti florikultura pada umumnya masih cukup besar.
4.
Teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengembangan florikultura relatif tersedia. Pusat-pusat teknologi florikultura baik di lembaga penelitian pemerintah maupun di perguruan tinggi telah berkembang. Demikian juga sumberdaya manusia, keberagaman sunberdaya manusia di Indonesia (mulai dari “pekerja otot” sampai “pekerja otak”) bukan kendala bagi pengembangan agribisnis melainkan potensi karena setiap kualifikasi tenaga kerja memiliki relung pada agribisnis florikultura. Selanjutnya Saragih (2001) juga menjelaskan dari segi potensi pasar,
prospek agribisnis florikultura masih cukup cerah, baik pasar domestik maupun internasional: 1.
Jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dengan kecenderungan peningkatan pendapatan ke depan, merupakan pasar yang besar bagi produk agribisnis florikultura. Saat ini Indonesia masih tergolong negara dimana konsumsi per kapita florikultura terendah di dunia.
Sehingga pasar
florikultura di dalam negeri masih merupakan emerging market. 2.
Terdapat sejumlah perubahan di masa yang akan datang yang membuka kesempatan bagi agribisnis florikultura Indonesia baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
Perubahan yang dimaksud adalah sebagai
berikut : (1) Kawasan Asia Pasifik khususnya kawasan ASEAN dan Asia Timur di masa yang akan datang merupakan lokomotif perekonomian dunia menggeser kawasan atlantik saat ini. Pertumbuhan kawasan tersebut akan merupakan kawasan pemukiman, perkantoran, dan real estate lainnya yang cukup besar.
Pertumbuhan real estate tersebut akan meningkatkan
permintaan tanaman bunga; dan (2) Meningkatnya pendapatan masyarakat serta meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kesegaran dan keindahan juga akan meningkatkan permintaan akan bunga potong.
13
2.2 Karakteristik Komoditas Florikultura Menurut Soekartawi dalam Syarif (2005) Komoditas bunga potong secara umum dicirikan oleh karakteristik agribisnis yang berbeda dengan bisnis lainnya. Karakteristik alami komoditas pertanian yang umumnya bulky dan perishable mengakibatkan agribisnis bunga potong menjadi usaha yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat waktu, bersifat musiman dan memiliki biaya tata niaga serta risiko tingkat usaha (pengembalian investasi) yang tinggi akibat ketergantungan yang besar terhadap faktor eksternal seperti iklim dan kondisi alam.
Oleh karena itu, dalam agribisnis bunga potong diperlukan kegiatan
pengelolaan yang baik agar tuntutan kualitas dapat dipenuhi. Menurut Purba (2010), ada beberapa hal yang terkait dalam menguasai perilaku pasar dan trend terhadap tanaman hias (florikultur) yaitu: 1.
Perilaku pasar sangat dinamis sehingga memaksa kita untuk tetap proaktif mengikutinya.
2.
Data dan Informasi untuk tanaman hias, perlu sosialisasi antar sesama pelaku pasar sejenis.
3.
Trend masyarakat terhadap tanaman cepat berubah.
4.
Channel Distribution di dalam pengembangan pasar tanaman hias. Perilaku pasar terhadap tanaman hias terbukti cepat berubah karena hal ini
terkait dengan selera konsumen, misalnya mengenai informasi tentang manfaat dan harga pasarannya. Terkait trend masyarakat yang cepat berubah sehingga perlunya sosialisasi antar sesama pelaku pasar tanaman hias. Budidaya tanaman hias menuntut penanganan yang spesifik dan berbeda-beda. Oleh karena itu, usaha agribisnis tanaman hias ini akan lebih baik bila dikelola dalam suatu lembaga khusus dan secara berkelompok misal seperti Koperasi Bunga dan sejenisnya.
2.3 Produk Karangan Bunga Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Eropa (2004) dalam Anwari (2006), memberikan batasan ruang lingkup florikultura menjadi empat kelompok yaitu akar/bonggol (roots/tubers), tanaman hias (live-plants), bunga potong (cutflower), serta daun dan tanaman (foliage, branch of plants). Bunga potong adalah 14
bunga yang biasa digunakan untuk keperluan dekorasi, acara perkawinan, dan hari-hari khusus, seperti Idul Fitri, hari Kemerdekaan, hari Valentine, Peresmian gedung dan lain-lain. Sedangkan bunga hias adalah bunga yang biasa digunakan untuk keperluan taman (Hanapi 2006).
Menurut Syarif (2005), diversifikasi
produk dari komoditas florikultura yang mempunyai nilai tambah salah satunya adalah produk-produk karangan bunga seperti papan bunga ucapan, bouquet, standing flower, mobil hias, dan dekorasi taman. Fungsi dari produk-produk karangan bunga adalah sebagai karangan bunga ucapan pada hari-hari besar atau perayaan hari nasional, kampanye, peresmian gedung dan kantor, perayaan keagamaan, acara pernikahan, kematian, kelahiran, dan sebagainya.
Hasil
rangkaian yang terpadu antara warna dan jenis bunga serta dekor seni yang bagus dan ditata menarik dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan hati, pujian, simpati kepada yang berduka, ucapan selamat, perayaan dan sebagainya. Pemanfaatan berbagai jenis bunga potong dalam berbagai fungsi kegiatan atau acara dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pemanfaatan Jenis Bunga Potong dalam Berbagai Kegiatan No Kegiatan 1 Perkawinan 2 3 4 5 6 7
Jenis Bunga yang Digunakan Anggrek, Gladiol, Mawar, Krisan, Melati, Sedap Malam, Anyelir, Aster, Lily, Garbera Upacara/Peresmian Anggrek, Melati, Krisan, Gladiol, Mawar, Aster, dan Garbera Ucapan Selamat Anggrek, Mawar, Krisan, Gladiol, Sedap Malam, Aster, dan Garbera Hari Besar Islam Anggrek, Mawar, Gladiol, Sedap Malam, Aster, dan Garbera Natal dan Tahun Baru Anggrek, Mawar, Krisan, Sedap Malam, Lily, dan Garbera Imlek Anggrek, Gladiol, Sedap Malam, Mawar, Lily, dan Garbera Kematian Anggrek, Krisan, Aster, Melati, Gladiol, Sedap Malam, dan Garbera
Sumber: Buletin Penelitian Tanaman Hias 2 (2);12 (1994) dalam Syarif (2005)
15
2.4 Definisi dan Peran Florist Menurut Soekartawi dalam Syarif (2005) florist adalah orang yang aktif menggeluti bidang usaha bunga dan dapat berupa pengusaha atau perangkai bunga. Florist dikategorikan sebagai pedagang pengecer karena merupakan mata rantai terakhir yang menghubungkan produsen tanaman hias dan bunga potong dengan konsumennya. Peranan pedagang pengecer dalam konteks pemasaran komoditas bunga potong sangatlah strategis, yaitu mempercepat penyampaian produk ke konsumen.
Sesuai dengan sifatnya yang sangat mudah rusak
(perishable) maka pemanfaatan bunga potong oleh konsumen diupayakan secepat mungkin agar masa penggunaan menjadi cukup lama. Florist dalam kegiatan usahanya lebih banyak menggunakan kios atau toko untuk memasarkan produknya. Produk-produk florist diantaranya berupa papan bunga ucapan (stik), buket meja, buket besar (pakai kaki), standing flower (krans), mobil hias, dan dekorasi taman serta juga melayani pembelian eceran per tangkai. Nilai tambah produk bunga potong yang didapatkan florist cukup besar, karena dengan mengolah atau mengubah bunga potong menjadi beberapa produk yang dirangkai menarik sebagai hiasan ataupun ucapan (Syarif 2005).
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang diperlukan untuk penelitian analisis risiko penjualan produk-produk karangan bunga di Florist X adalah penelitian yang berhubungan dengan manajemen risiko dan florist. Oleh karena itu, beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kedua topik tersebut diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Arfah (2009), Lubis (2009), Safitri (2009), Tarigan (2009), dan Wisdya (2009). Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada topik tanaman hias pada penelitian Arfah (2009), Safitri (2009), dan Wisdya (2009). Sedangkan alat analisis yang dipakai sama dengan penelitian Lubis (2009) yaitu Z-score yang digunakan untuk menentukan probabilitas dan Value at Risk untuk menentukan dampak risiko. Sedangkan perbedaanya adalah terletak pada risiko yang dianalisis.
Penelitian ini diharapkan mampu
memperkaya penelitian mengenai risiko. Penelitian ini menganalisis risiko usaha
16
dari penjualan produk karangan bunga dari florist-florist yang terdapat di Pasar Bunga Wastukencana. Arfah (2009) menganalisis tentang risiko penjualan anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini adalah mengenai anggrek Phalaenopsis dan bagaimana risiko penjualannya. Analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variance) pada kegiatan spesialisasi dan analisis pendapatan, selain itu juga menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk menganalisis manajemen risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko penjualan pada kegiatan spesialisasi berdasarkan realisasi penjualan anggrek Phalaenopsis pada pasar lokal dan ekspor diperoleh risiko tertinggi yaitu pasar ekspor sebesar 0,114832332 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,114832332. Sedangkan risiko yang terendah adalah pada pasar lokal sebesar 0,099549102 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,099549102. Hal ini dikarenakan penjualan anggrek Phalaenopsis pada pasar ekspor sangat rentan terhadap klaim penjualan yang mengakibatkan pengembalian dan pemusnahan tanaman serta kerusakan mekanis dibandingkan dengan pasar lokal. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang tertinggi yaitu pasar lokal sebesar 0,249112134 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,249112134. Sedangkan yang terendah adalah pasar ekspor yaitu 0,170427671 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,170427671. Hal ini dikarenakan perbedaan harga yang terjadi dan biaya yang dikeluarkan untuk pasar lokal relatif besar meskipun realisasi penjualannya tinggi. Alternatif manajemen risiko dalam mengatasi risiko penjualan anggrek Phalaenopsis yaitu dengan melakukan peningkatan teknologi pengaturan cahaya green house, penerapan teknologi biopestisida sebagai pengendali hama dan penyakit, bimbingan manajemen mutu dan pasca panen, penerapan sistem SOP (standar operasional) terhadap kebijakan mutu produk, serta menciptakan fungsifungsi manajemen yang terarah dengan baik. 17
Lubis (2009) menganalisis manajemen risiko produksi dan penerimaan Padi Semi Organik (studi kasus Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy, Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi dan risiko penerimaan, menganalisis dampak risiko, serta menganalisis strategi penanganan risiko pada Gapoktan Silih Asih. Alat analisis yang digunakan adalah menggunakan alat analisis sekuen, identifikasi sumbersumber risiko dan teknik pendukung lainnya, dengan alat analisis ini akan diperoleh daftar risiko yang akan digunakan untuk mengetahui ukuran risiko dan kemudian dilanjutkan untuk mengetahui status risiko dan peta risiko. Analisis selanjutya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi padi semi organik.
Pengukuran probabilitas atau kemungkinan
terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar yang dikenal dengan analisis z-score.
Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan
menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan data produksi dan harga produk.
Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko
penerimaan memiliki dampak besar dan probabilitas kecil, sedangkan rsisiko produksi memiliki probabilitas dan dampak yang besar. Strategi penanganan risiko diklasifikasikan pada dua kelompok yaitu preventif (penghindaran risiko) dan mitigasi (pencegahan risiko). Alternatif penanganan risiko penerimaan adalah monitor, sedangkan untuk kerugian produksi dengan prevent at source. Monitor akan menurunkan tingkat risiko yang disebabkan serangan hama dan penyakit maupun adanya kecelakaan kerja. Prevent at source ditujukan untuk mengurangi risiko penggunaan pupuk kimia dan pengaturan musim tanam sesuai dengan iklim. Safitri (2009) menganalisis risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh PT PDMA dan menganalisis strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi daun potong di PT PDMA. Produk yang dikaji adalah daun potong jenis Asparagus bintang dan Philodendron marble. Hal ini disebabkan karena jenis tersebut merupakan komoditas unggulan perusahaan dan banyaknya permintaan, selain itu luasan lahan yang diusahakan untuk komoditas ini lebih besar daripada jenis yang lain.
Data yang digunakan adalah data 18
produksi dari tahun 2007-2008. Penelitian ini difokuskan pada analisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan
melalui pendekatan deskriptif yang digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan umum perusahaan dan manajemen risiko yang diterapkan perusahaan. Analisis kuantitatif terdiri dari analisis risiko yang meliputi analisis risiko pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi. Hasil analisis risiko menunjukkan adanya risiko produksi pada usaha daun potong. Adanya risiko produksi disebabkan oleh faktor iklim atau cuaca, tingkat kesuburan lahan serta serangan hama penyakit. Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan bersih yang diperoleh dari Asparagus bintang dan Philodendron marble. Philodendron marble mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan dengan Asparagus bintang yaitu 0.48.
Demikian halnya dengan nilai standart deviation pada
Philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan Asparagus bintang yaitu 0.69. Koefisien variasi diukur dari rasio standar deviasi dengan Expected return. Nilai coefficient variation menunjukkan bahwa Asparagus
bintang
mempunyai
nilai
yang
lebih
rendah
dibandingkan
Philodendron marble. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap satu satuan yang dihasilkan ternyata Philodendron marble menghadapi risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan Asparagus bintang.
Berdasarkan informasi di atas
terlihat bahwa Asparagus bintang memiliki risiko produksi paling tinggi berdasarkan pendapatan bersih dibandingkan dengan Philodendron marble. PT Pesona Daun Mas Asri melakukan diversifikasi dari beberapa kegiatan usahanya yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dengan melakukan diversifikasi Asparagus bintang dan Philodendron marble, ternyata lebih rendah jika dibandingkan risiko produksi tunggal yaitu produksi Asparagus bintang atau Philodendron marble.
Strategi yang dilakukan oleh PT PDMA untuk dapat
mengatasi risiko yang ada yaitu dengan diversifikasi dan pola kemitraan. Tarigan (2009) menganalisis tentang risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis risiko produksi dalam pengelolaan sayuran organik pada kegiatan 19
spesialisasi dan diversifikasi dan juga menganalisis alternatif dalam mengatasi risiko produksi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan expected return. Risiko produksi diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting.
Sedangkan komoditas yang dianalisis pada
portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksiberdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting diperoleh risiko yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah bayam hijau yaitu 0,225 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,225. Sedangkan yang paling rendah adalah cabai keriting yakni 0,048. Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim penghujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah cabai keriting yaitu 0,80. Sedangkan yang paling rendah adalah brokoli yakni 0,16. Hal ini dikarenakan penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi. Penanganan untuk mengatasi risiko produksi Permata Hati Organic Farm dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Dengan adanya diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya.
Oleh karena itu,
diversifikasi usahatani merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi produksi. Sealin itu, untuk penanganan risiko juga dapat dilakukan kemitraan produksi dengan petani sekitar yang memproduksi sayuran organik serta kemitraan dalam penggunaan input serta perlu adanya peningkatan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsifungsi manajemen yang terarah dengan baik. Wisdya (2009) menganalisis risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi Anggrek Phalaenopsis pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi menggunakan bibit mericlone dan seedling, selain itu tujuan lainnya adalah menganalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi Anggrek 20
tersebut. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan dan data sekunder yang diperoleh dari PT EGF yang meliputi luas lahan, harga produk, biaya-biaya yang dikeluarkan selama produksi berlangsung, jumlah produksi serta data pendukung lainnya.
Analisis yang dilakukan dengan
menggunakan Variance, Standard deviation, dan Coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah tanaman Anggrek yang menggunakan bibit teknik seedling dan tanaman Anggrek teknik mericlone, sedangkan kegiatan portofolio adalah tanaman Anggrek menggunakan bibit teknik seedling dan mericlone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas pada tanaman Anggrek menggunakan bibit teknik seedling dan mericlone diperoleh risiko yang paling tinggi adalah tanaman Anggrek teknik seedling yaitu sebesar 0,078 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,078.
Anggrek teknik
seedling sangat rentan terjadi reject yang dikategorikan ke dalam adanya mutan, serangan hama penyakit dan kerusakan mekanis dibandingkan dengan tanaman Anggrek teknik mericlone, karena tanaman Anggrek dengan teknik seedling memiliki banyak variasi dalam pertumbuhannya sehingga tidak seragam dan seringkali terjadi mutasi genetik atau kelainan dari bentuk yang diinginkan perusahaan oleh karena itu harus dimusnahkan dan menyebabkan persentase keberhasilan produksi menurun. Selain itu serangan hama dan penyakit juga rentan terjadi pada musim penghujan atau peralihan sehingga banyak serangga yang menyerang tanaman Anggrek. Penanganan untuk mengatasi risiko produksi PT EGF dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada.
Dengan adanya
diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya. Selain itu untuk penanganan risiko juga dapat dilakukan kerjasama penyediaan bibit dengan konsumen, dan usaha pembungaan berupa rangkaian bunga dalam pot sehingga tanaman dengan kategori rusak mekanis masih dapat dimanfaatkan.
21
Daftar penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Daftar Penelitian Terdahulu No
Nama
1.
Arfah (2009)
2.
Lubis (2009)
3.
Safitri (2009)
4.
Tarigan (2009)
5.
Wisdya (2009)
Topik Metode RISIKO Analisis Risiko Penjualan Expected Return, Ragam Anggrek Phalaenopsis (Variance), Simpangan Baku (Standard Deviation), dan Koefisien Variasi (Coefficient Variance) Analisis manajemen Produksi Z-Score dan Value at Risk dan Penerimaan Padi Semi (VaR) Organik Analisis Risiko Produksi Daun Expected Return, Variance, Potong Standard Deviation, dan Coefficient Variation Analisis Risiko Produksi Variance, Standard Sayuran Organik Deviation, dan Coefficient Variation Analisis Risiko Produksi Variance, Standard Anggrek Phalaenopsis Deviation, dan Coefficient Variation
22
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko Secara sederhana, risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan, sedangkan ketidakpastian merupakan situasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya ketersediaan informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Apabila suatu kejadian terjadi dan kejadian tersebut mengandung unsur kerugian maka kejadian tersebut disebut sebagai masalah, bukan risiko. Ada perbedaan yang sangat jelas antara masalah dan risiko. Masalah adalah kejadian yang sudah terjadi, sedangkan risiko adalah kejadian yang belum terjadi, yang bisa saja terjadi bisa juga tidak terjadi (Kountur 2008).
Ketidakpastian yang dihadapi oleh perusahaan dapat berdampak
merugikan atau menguntungkan. berdampak
menguntungkan
maka
Apabila ketidakpastian yang dihadapi disebut
dengan
istilah
kesempatan
(opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko. Oleh sebab itu, risiko adalah sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Kountur (2008) juga menyebutkan terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian (2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, bisa terjadi atau tidak terjadi dan (3) Jika terjadi, akan menimbulkan kerugian. Risiko (risk) adalah kemungkinan merugi (possibility of loss or injury). Oleh karena itu, peluang akan terjadinya suatu kejadian telah diketahui terlebih dahulu yang diadasarkan pada pengalaman. Ketidakpastian (uncertainty) adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya (the quality or state of being uncertain; something that is uncertain) sehingga peluang terjadinya merugi belum diketahui sebelumnya (Robinson & Barry 1987).
3.1.2 Sumber Risiko Menurut Harwood, et al (1999), risiko yang sering terjadi pada pertanian dan dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu: 1.
Risiko produksi Risiko yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan produk, mutu produk yang tidak sesuai, biasanya disebabkan karena kejadian yang tidak terkontrol, misalnya kondisi alam yang ekstrim, curah hujan, cuaca, iklim, dan serangan hama dan penyakit.
2.
Risiko harga atau pasar (penjualan) Risiko harga dapat disebabkan oleh naiknya harga karena dampak inflasi, biasanya kenaikan harga input akan mempengaruhi harga produksi, sehingga berdampak pada kenaikan harga jual produk (output). Sedangkan risiko pasar diantaranya permintaan menurun (rendah), mutu produk yang tidak sesuai, kekuatan daya tawar pembeli, ketatnya persaingan, strategi pemasaran yang tidak baik, dan ketidakpastian penjualan produk.
3.
Risiko institusi (kelembagaan) Institusi juga dapat mempengaruhi kondisi pertanian melalui kebijakan dan peraturan, misalnya kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan proses produksi, distribusi, dan harga input-output. Terkadang kebijakan-kebijakan tersebut dapat mempersulit para pelaku pertanian, seperti pembatasan impor bibit.
4.
Risiko manusia Risiko ini disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaanya. Sumberdaya manusia yang terlibat dalam keseluruhan proses produksi perlu diperhatikan untuk menghasilkan output yang optimal. Risiko yang disebabkan oleh manusia dapat menimbulkan kerugian seperti kelalaian sehingga menimbulkan kebakaran, pencurian, dan rusaknya fasilitas produksi.
5.
Risiko keuangan Risiko keuangan biasanya berkaitan dengan modal, modal yang dimiliki dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan output. Risiko yang muncul seperti sumber modal dari pinjaman, piutang tak tertagih, aliran uang 24
yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, laba yang menurun akibat krisis, dan lain-lain. Menurut Kountur (2008), risiko dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya risiko adalah dari sudut pandang: 1.
Penyebab timbulnya risiko
2.
Akibat yang ditimbulkan
3.
Aktivitas yang dilakukan
4.
Kejadian yang terjadi
3.1.2.1 Risiko dari Sudut Pandang Penyebab Apabila dilihat dari sudut pandang sebab terjadinya risiko, ada dua macam risiko yaitu: (1) Risiko Keuangan, dan (2) Risiko Operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing.
Jadi, risiko yang disebabkan oleh terjadinya
perubahan harga, perubahan tingkat bunga, atau perubahan mata uang asing disebut sebagai risiko-risiko keuangan.
Sedangkan risiko operasional adalah
risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non-keuangan.
Faktor-faktor
non-keuangan tersebut yaitu manusia, teknologi, dan alam.
3.1.2.2 Risiko dari Sudut Pandang Akibat Risiko bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan. Ada dua kategori risiko jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan: (1) Risiko Murni, dan (2) Risiko Spekulatif. Risiko murni adalah suatu kejadian berakibat hanya merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan. Sedangkan risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan.
3.1.2.3 Risiko Dari Sudut Pandang Aktivitas Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Misalnya risiko pemberian kredit oleh bank, risikonya disebut risiko kredit. Demikian juga seseorang yang melakukan perjalanan menghadapi risiko yang disebut risiko 25
perjalanan. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas yaitu sebanyak jumlah aktivitas yang ada.
3.1.2.4 Risiko Dari Sudut Pandang Kejadian Risiko sebaiknya dinyatakan berdasarkan kejadiannya.
Misalnya,
kejadiannya adalah kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Jika kejadiannya adalah nilai tukar mata uang rupiah dibandingkan dengan mata uang asing yang anjlok maka disebut risiko anjloknya nilai tukar rupiah, dan lain-lain.
Perlu
diketahui bahwa dalam suatu aktivitas pada umunya terdapat beberapa kejadian, sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas. Seseorang yang ahli dalam bidang Enterprise Risk Management harus dapat memahami beberapa kategori risiko sehingga dapat mengetahui dan bisa menjelaskan mengapa begitu banyak istilah risiko yang ada dan memahami bahwa sebenarnya istilah-istilah tersebut dikatakan demikian oleh karena dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Namun, agar risiko dapat dikelola dengan baik seharusnya dinyatakan berdasarkan kejadiannya. Hanya dengan menyatakan risiko berdasarkan kejadian baru dapat diketahui cara-cara apa yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko tersebut (Kountur, 2008).
3.1.3 Sikap Individu Terhadap Risiko Menurut Moschini dan Hennessy (1999), analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model.
Model ini digunakan karena adanya
kelemahan yang terdapat pada expected return model, yang ingin dicapai oleh seseorang yaitu bukan nilai (return) tetapi kepuasan (utility). Menurut Debertin (1986), kepuasan atau utilitas yang diterima petani (manajer) dari setiap pengeluaran dalam skala besar menentukan strategi yang akan dijalankan. Maksimisasi utilitas menjadi kriteria pilihan yang dibuat oleh manajer. Tujuan yang ingin dicapai manajer adalah maksimisasi utilitas dan 26
bukan peningkatan pendapatan semata. Hubungan antara fungsi kepuasan dan pendapatan (income) serta ukuran tingkat kepuasan dapat dilihat pada Gambar 2.
Utility (U)
Margin Utility (MU)
Income (I)
Expected Income (EI)
Gambar 2. Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan Sumber: Debertin, 1986
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan fungsi kepuasan dengan pendapatan adalah positif, dimana jika kepuasan meningkat maka pendapatan yang akan diperoleh juga meningkat. Menurut Robinson dan Barry (1987), sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu : 1.
Risk Aversion Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.
2.
Risk Taker Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan.
27
3.
Risk Neutral Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan. Risiko adalah konsekuensi dari setiap kegiatan yang dilakukan. Seluruh
kegiatan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung risiko. Risiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil risiko.
Semakin besar risiko yang dihadapi umumnya dapat
diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar.
Pola
pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan risiko. Hubungan antara risiko dengan return dapat dilihat pada Gambar 3.
Return
Expected Return
Risk Gambar 3. Hubungan Risk dan Return Sumber: Barron’s, 1993
Gambar 3 dapat memperlihatkan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi maka semakin besar pula return yang diperoleh yaitu high risk high return. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko yang diterima semakin kecil pula return yang dihasilkan.
28
3.1.4 Manajemen Risiko Menurut Kountur (2008), Manajemen risiko perusahaan atau yang sangat dikenal dengan istilah Enterprise Risk Management (ERM) adalah suatu cara (proses atau metode) yang digunakan perusahaan untuk menangani risiko-risiko yang dihadapi dalam usaha mencapai tujuannya atau cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja.
Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari
manajemen.
Ada beberapa fungsi manajemen yang sudah dikenal yaitu
perencanaan, mengorganisasi, mengarahkan dan melakukan pengendalian atau planning, organizing, actuating, controlling (POAC).
Dengan demikian
ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani risiko. Ada beberapa alasan mengapa penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi manajemen: 1.
Manajer adalah orang yang harus bertanggung jawab atas risiko-risiko yang terjadi di unitnya. Semua manajer bertanggung jawab atas risiko di unitnya masing-masing. Itu sebabnya manajemen risiko merupakan pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manajer sehingga menjadi salah satu fungsi manajemen yang tidak boleh diabaikan.
2.
Walaupun ada unit di dalam perusahaan yang melakukan pekerjaan manajemen risiko, bukan berarti tanggung jawab risiko lepas dari setiap manajer. Manajer yang membawahi suatu unit bertanggung jawab atas risiko yang terjadi pada unitnya. Manajemen risiko adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manajer.
3.1.5 Proses Pengelolaan Risiko Kountur (2008) menjelaskan bahwa pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi perusahaan, untuk mendapatkan suatu daftar risiko. Setelah daftar risiko dibuat, proses selanjutnya adalah mengukur risiko-risiko yang telah diidentifikasi untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan seberapa besar konsekuensi dari risiko tersebut. Maksud dari pengukuran risiko ini adalah supaya dapat menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko 29
sebenarnya adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga kita bisa mengetahui mana risiko yang lebih berisiko dan mana risiko yang tidak terlalu berisiko dari yang lain. Sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu peta sehingga kita bisa mengetahui dimana risiko berada dalam suatu peta. Berdasarkan peta risiko dan status risiko, manajemen malakukan penanganan risiko. Penanganan risiko dimaksudkan untuk memberikan usulan apa yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah terpetakan. Usulan penanganan risiko ini kemudian dilaporkan kepada manajemen risiko perusahaan yang akan digunakan untuk memonitor pelaksanaan usulan-usulan tersebut. Evaluasi merupakan aktivitas selanjutnya dari proses manajemen risiko perusahaan. Proses pengelolaan atau manajemen risiko perusahaan berlangsung terus-menerus, setelah selesai satu proses kembali lagi melakukan proses awal, dan seterusnya.Proses pengelolaan risiko perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4.
PROSES Identifikasi Risiko
Evaluasi
OUTPUT
Daftar Risiko
Pengukuran Risiko Peta Risiko Status Risiko Penanganan Risiko
Usulan (Penanganan Risiko)
Gambar 4. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan dan Output yang Dihasilkan Sumber : Kountur (2008)
30
3.1.5.1 Lingkup Identifikasi Risiko Identifikasi dilakukan pada setiap unit di dalam perusahaan. Mulai dari unit yang terkecil, kemudian unit yang lebih besar, seterusnya sampai unit yang paling besar yaitu perusahaan.
Dengan demikian lingkup identifikasi risiko
adalah unit atau bagian di dalam organisasi. Identifikasi risiko dimulai dari unit dimana ada seseorang yang mengepalai bagian unit tersebut di dalam perusahaan (Kountur, 2008). Ada begitu banyak risiko dan tidak mungkin dapat diidentifikasi seluruhnya. Menurut hukum Pareto yang sering dikenal dengan hukum 80:20 atau 20:80, aplikasi hukum Pareto pada risiko ialah bahwa 80 persen kerugian perusahaan disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Krusial apabila unit risiko tidak dapat menghasilkan produk atau jasa oleh karena aktivitas yang bersangkutan terganggu atau tidak berjalan dengan semestinya.
Jika dapat
menangani 20 persen risiko yang krusial saja maka dapat menghindari 80 persen kerugian.
Langkah-langkah dalam proses identifikasi risiko adalah sebagai
berikut: 1.
Menentukan unit risiko
2.
Memahami proses bisnis dari unit tersebut
3.
Menentukan satu atau beberapa aktivitas yang krusial dari unit tersebut
4.
Menentukan barang dan orang yang ada pada aktivitas krusial tersebut
5.
Mencari tahu kerugian yang dapat terjadi pada barang dan orang dari aktivitas krusial tersebut
6.
Menentukan penyebab terjadinya kerugian atau risiko
7.
Membuat daftar risiko
3.1.5.2 Pengukuran Risiko Menurut Kountur (2008), ada beberapa metode pengukuran kemungkinan terjadinya risiko diantaranya: Metode Poisson, Metode Binomial, Metode Nilai Standar (z-score), dan Metode Aproksimasi.
31
1.
Metode Poisson Metode Poisson digunakan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Ada data historis tentang kejadian yang serupa sebelumnya, Datanya dalam bentuk diskrit (data berangka bulat), dan Ada periode waktu ke depan yang ditetapkan.
2.
Metode Binomial Metode Binomial diguanakan untuk mengetahui kemungkinan atau probabilitas terjadinya risiko apabila menghadapi situasi-situasi sebagai berikut: Ada data historis tentang peristiwa yang terjadinya pada suatu lokasi, Datanya dalam bentuk diskrit, dan Diketahui sesuai dengan data historis ada probabilitas berhasil dan gagal.
3.
Metode Nilai Standar (Z-score) Metode nilai standar (Z-score) digunakan apabila: Ada data historis, dan Data dalam bentuk kontinus.
4.
Metode Aproksimasi Metode Aproksimasi adalah cara untuk mengetahui probabilitas dan dampak risiko dengan cara menanyakan kira-kira berapa probabilitas dan dampak dari suatu risiko kepada orang lain. Pengumpulan informasi pada metode ini dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara berikut ini: Expert opinion, Consensus, atau Delphy.
3.1.5.3 Pemetaan Risiko Hasil pengukuran risiko tersebut dapat dimasukkan ke dalam peta risiko (Kountur,2008). Pemetaan risiko ini akan membantu memperlihatkan posisi risiko yang dievaluasi dan membantu perusahaan untuk merancang tindakan yang tepat untuk menghadapi risiko tersebut. Menurut Kountur (2008) peta risiko ini dikelompokkan ke dalam empat kuadran dan alternatif penganannya, yaitu : 1.
Dampak kecil dan probabilitas kecil (kuadran 4) = low control
2.
Dampak kecil dan probabilitas besar (kuadran 2) = detect and monitor
3.
Dampak besar dan probabilitas kecil (kuadran 3) = monitor
4.
Dampak besar dan probabilitas besar (kuadran 1) = prevent at source 32
Probabilitas merupakan kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang dari suatu sumber risiko yang dapat merugikan perusahaan dan biasanya dihitung dalam satuan persentase (%), sedangkan dampak adalah jumlah kerugian yang ditanggung perusahaan akibat terjadinya risiko tersebut.
3.1.5.4 Penanganan Risiko Berdasarkan peta risiko kemudian dapat diketahui strategi penanganan risiko seperti apa yang paling tepat untuk dilaksanakan.
Ada dua strategi
penanganan risiko (Kountur 2008) yaitu: 1.
Preventif; dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : (1) membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur (2) mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.
2.
Mitigasi; strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah: a) Diversifikasi Diversifikasi adalah cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat sehingga jika salah satu kena musibah maka tidak akan menghabiskan semua aset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko. b) Penggabungan Penggabungan ini merupakan salah satu cara penanganan risiko yang dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain, contoh strategi ini adalah perusahaan yang melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi.
33
c) Pengalihan risiko Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Cara ini bertujuan untuk mengurangi kerugian yang dihadapi oleh perusahaan. Cara ini dapat dilakukan melalui asuransi, leasing, autosourcing, dan hedging.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana memiliki karakteristik. Karakteristik penjualan terlihat pada jumlah permintaan yang tidak menentu, karena bergantung dari banyak sedikitnya acara. Karakteristik lain adalah bentuk usaha penjualan produk karangan bunga yang homogen antara satu florist dengan florist lainnya. Kesamaan usaha dapat terlihat dari jenis dan bentuk produk yang dijual, harga produk, status usaha, teknik pemasaran, dan pasokan bahan baku dari masing-masing florist.
Selain itu,
konsumen produk karangan bunga memiliki latar belakang ekonomi dan sosial tertentu, seperti pengusaha, kalangan pejabat, instansi baik negeri maupun swasta, perusahaan, dan lain sebagainya. Karakteristik selanjutnya adalah bahan baku utama berupa bunga potong yang bersifat perishable serta adanya sistem perjanjian abodemen, untuk itu perlu penanganan khusus dalam merawat bahan baku agar kualitasnya tetap terjaga. Studi kasus dalam penelitian ini adalah Florist X yang merupakan florist yang berdiri paling lama sejak tahun 1970 di Pasar bunga Wastukencana. Dari beberapa karakteristik di atas, usaha penjualan produk karangan bunga memiliki risiko. Langkah awal dalam menganalisis risiko pada Florist X adalah dengan mengidentifikasi risiko-risiko yang terjadi pada aktivitas di setiap unit di dalam perusahaan tersebut. Mulai dari unit produksi, unit pemasaran (penjualan), unit pasar, unit SDM, dan unit keuangan. Salah satu risiko yang paling besar pada Florist X terjadi pada bahan baku utama yaitu bunga potong segar (Crysant, Gladiol, Suyok, Dahlia, Hebras, Rose, dan Baby Aster). Penggunaan bahan baku yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari 100 ikat (jumlah pasokan bahan baku tiap periode pengirimannya).
Keadaan ini 34
berdampak pada pemakaian bahan baku yang tidak menentu, sehingga apabila pemakaian bahan baku kurang dari 100 ikat per periodenya, maka sisa bahan baku terbuang. Sedangkan apabila pemakaian bahan baku lebih besar dari 100 ikat per periodenya, maka florist terpaksa mencari bahan baku dari luar pasokan abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal.
Kondisi ini
mengakibatkan adanya risiko kerugian yang dihadapi Florist X dan dapat berpengaruh pada pendapatan yang berfluktuasi. Analisis yang akan dilakukan adalah
dengan
menghitung nilai
kemungkinan (probabilitas) dengan menggunakan Z-score, tujuannya adalah untuk melakukan pengukuran pertama yang dilakukan secara kuantitas sehingga mengungkapkan seberapa besar probabilitas risiko terjadi atas pengambilan keputusan.
Dengan mengetahui Z-score kita bisa mengetahui besarnya
kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai yang berbeda lebih besar atau lebih kecil dari rata-ratanya.
Setelah menganalisis nilai probabilitas, kemudian
dilakukan analisis dampak, tujuannya adalah untuk mengetahui besarnya akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Metode yang akan digunakan adalah metode Value at Risk, yaitu kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Setelah dilakukan analisis probabilitas dan analisis dampak dari risiko, selanjutnya dilakukan pemetaan. Manajemen akan mampu menilai suatu risiko dengan adanya pengelompokkan terhadap risiko dalam pemetaan ini. Prinsip pemetaan adalah menyusun risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter masing-masing risiko hingga menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko, misalnya dengan preventif, mitigasi, dan strategi alternatif.
Alur kerangka
pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
35
Karakteristik Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana
Florist X
Identifikasi Sumber Risiko
Risiko Bahan Baku
Pendapatan Berfluktuasi
Analisis Probabilitas (Z-score)
Analisis Dampak (Value at Risk)
Peta Risiko
Strategi Preventif Mitigasi Strategi Alternatif
Gambar 5. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
36
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pasar Bunga Wastukencana, Bandung dengan studi kasus pada Florist X yang beralamat di Jl.Wastukencana 34 b.7, Babakan Ciamis, Sumur Bandung, Bandung, Jawa Barat, 40117.
Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu sentra perdagangan bunga terbesar di Kota Bandung dan Florist X merupakan florist yang berdiri paling lama sejak tahun 1970 di Pasar bunga Wastukencana. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Juli 2010 sampai Agustus 2010. Pemilihan lokasi penelitian di Pasar Bunga Wastukencana berdasarkan sejarah dan perannya sebagai pasar yang konsisten dalam menjual produk karangan bunga dan juga sebagai pelopor berdirinya pasar-pasar sejenis dari tahun sebelum masa kemerdekaan sampai saat ini. Pasar Bunga Wastukencana terdiri dari toko bunga-toko bunga (florist) yang semuanya bergerak dalam perangkaian dan penjualan produk-produk karangan bunga untuk wilayah Bandung, Jakarta, dan sekitarnya.
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data-data tersebut berbentuk data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana memerlukan sejumlah data-data pendukung yang berasal dari florist X yang terdapat dalam Pasar Bunga Wastukencana. Dalam penelitian ini data-data yang diperlukan dapat diperoleh dengan menggunakan dua macam cara pengumpulan data, yaitu : 1.
Data Primer Data primer diantaranya berupa teknik pengelolaan risiko atau manajemen risiko yang dilakukan oleh perusahaan. Data diperoleh dari : 1) Observasi (pengamatan), yaitu mengamati secara langsung semua kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Observasi dilakukan selama sebulan di tempat penelitian dengan mengikuti dan mencatat beberapa aktivitas florist dari mulai produksi sampai pemasarannya. 2) Wawancara, yaitu mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan dengan pihak florist dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat secara tertulis dan sistematis.
Proses wawancara dilakukan dengan pemilik
florist, karyawan dan pihak yang terkait dengan topik penelitian. 2.
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki
oleh pihak lain, yaitu berupa data dan informasi perusahaan (Profil perusahaan, laporan penjualan, dan pemasaran perusahaan), studi pustaka dari perpustakaan, lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi yang terkait seperti Badan Pusat Statistika (BPS), Dinas Pertanian (Deptan), Perpustakaan LSI IPB baik skripsi, disertasi, buku-buku ekonomi, risiko, dan pertanian, serta informasi atau berita elektronik yang diperoleh dari internet.
4.3 Metode Pengolahan Data Data primer dan data sekunder akan diolah dan dianalisis untuk dijadikan ukuran dalam penelitian ini. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif
dan kualitatif (deskriptif).
Analisis kuantitatif digunakan untuk
menjawab tujuan penelitian yang pertama dan kedua, yaitu menganalisis risikorisiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana. Analisis kualitatif atau deskriptif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga, yaitu menganalisis alternatif strategi penanganan risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana.
4.3.1 Analisis Deskriptif Analisi deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang.
Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, 38
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen risiko perusahaan, baik risiko operasional maupun risiko pasar yang diterapkan oleh usaha penjualan produk karangan bunga. Analisis deskriptif juga dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber yang menjadi penyebab risiko yang muncul pada aspek teknis maupun ekonomis.
Analisis dilakukan berdasarkan penilaian
pengambil keputusan di Florist X secara subjektif yang dilakukan untuk melihat apakah manajemen risiko yang diterapkan efektif untuk meminimalkan risiko. Metode analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan Florist X dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan pemilik Florist X, karyawan, dan pihak yang terkait.
4.3.2 Pengukuran Risiko Pengukuran risiko dilakukan setelah tahapan identifikasi. Risiko dapat diketahui dengan menentukan probabilitas terjadinya risiko dan mengetahui dampak risiko tersebut terhadap usaha penjualan produk karangan bunga. Pengukuran risiko selalu mengacu pada dua ukuran. Ukuran pertama adalah probabilitas dan juga digunakan istilah kemungkinan (likelihood). Kesemuanya tersebut mengacu kepada seberapa besar probabilitas (P) risiko tersebut terjadi atau akan terjadi. Ukuran kedua adalah dampak (D) atau akibat, dan juga disebut sebagai ukuran kuantitas risiko. Dampak adalah ukuran seberapa besar akibat yang ditimbulkan bila risiko tersebut benar-benar terjadi.
4.3.2.1 Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas) Kemungkinan terjadinya risiko dapat ditentukan oleh data historis yang ada pada masa sebelumnya. Data historis yang digunakan adalah data bahan baku dan data pendapatan yang dimiliki oleh Florist X.
Probabilitas merupakan
pengukuran pertama yang dilakukan secara kuantitas sehingga mengungkapkan seberapa besar probabilitas risiko terjadi atas pengambilan keputusan. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah dengan metode nilai standar (z-score). 39
Z-score adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai menyimpang dari rata-ratanya pada distribusi normal. Dengan mengetahui zscore kita bisa mengetahui besarnya kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai yang berbeda lebih besar atau lebih kecil dari rata-ratanya. Pada penelitian ini yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana. Data yang digunakan untuk menghitung kemungkinan terjadinya risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga adalah data bahan baku yang tidak terpakai dan data pendapatan selama bulan Juni-Juli 2010. Menurut Kountur (2008), langkah yang dilakukan untuk menghitung kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode: 1.
Menghitung Rata-Rata Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata adalah:
Dimana: i = periode pengiriman bahan baku (bunga potong) Rata-rata kerugian dari pemakaian bahan baku selama 18 periode Data pemakaian bahan baku periode ke-i n = Jumlah data (total 18 periode) Rata-rata yang dimaksud pada rumus ini adalah rata-rata terjadinya risiko yang dianggap dapat menimbulkan risiko ketidakpastian dalam penggunaan bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi florist.
Data-data kuantitatif diperoleh dari florist X melalui
wawancara dan pengisian tabel pertanyaan. 2.
Menghitung Nilai Standar Deviasi (s)
40
3.
Menghitung Nilai Standar (Z-Score) risiko
Dimana: x = Batas risiko yang dianggap masih ditolerir Florist X dan nilainya ditentukan oleh Florist X 4.
Menghitung Probabilitas Terjadinya Risiko Probabilitas diperoleh dari tabel distribusi z dengan pencarian nilai z pada sisi kiri dan bagian atas, pertemuan antara nilai z pada sisi tabel merupakan probabilitas yang dicari.
4.3.2.2 Pengukuran Dampak Risiko Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Metode-metode tersebut diantaranya adalah metode Value at Risk (VaR), pendapat individu, konsensus, dan Delphy. Namun metode yang dipakai pada penelitian ini menggunakan metode VaR dan Expert Opinion. Value at Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas observasi statistik atas data-data historis. Metode ini dianggap sebagai metode standar yang digunakan untuk mengukur risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga karena adanya fluktuasi pendapatan yang diakibatkan oleh adanya risiko bahan baku yang tidak terpakai. Tahapan dalam perhitungan VaR antara lain: 1.
Menentukan kejadian yang akan diamati.
2.
Pengumpulan data historis tentang besarnya kerugian yang dialami selama jangka waktu tertentu dari kejadian tersebut.
3.
Menghitung rata-rata kerugian dan standar deviasi kerugian dari rangkaian kejadian tersebut. Pada penelitian ini, VaR digunakan untuk mengukur besarnya kerugian
yang ditimbulkan jika risiko terjadi. Pengukuran dampak dari risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga menggunakan data bahan baku yang terbuang 41
atau tidak terpakai dan data pendapatan yang diperoleh dari florist X pada bulan Juni-Juli 2010.
Menurut Kountur (2008), rumus yang digunakan untuk
menghitung VaR adalah:
Dimana: VaR = Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya risiko Rata-rata kejadian merugikan x z = Nilai z diperoleh dari tabel distribusi normal dengan nilai alfa 5% s = Standar deviasi n = Frekuensi kejadian merugikan
Untuk menghitung probabilitas dan dampak risiko pada risiko-risiko yang tidak memiliki data historis akan dilakukan dengan menggunakan metode Aproksimasi, yaitu dengan menggunakan metode expert opinion. Metode ini dilakukan dengan melakukan wawancara pada beberapa orang yang dianggap expert/ahli pada bidangnya.
Penggunaan metode ini juga dilengkapi dengan
observasi langsung di lapangan dari Bulan Juli sampai Agustus 2010.
4.3.3 Pemetaan Risiko Pengukuran risiko selanjutnya adalah pemetaan risiko. Manajemen akan mampu menilai suatu risiko dengan adanya pengelompokkan terhadap risiko dalam pemetaan ini. Prinsip pemetaan merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter masing-masing risiko hingga menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko. Pemetaan risiko dapat dilakukan dengan menggunakan matriks frekuensi atau kemungkinan dan signifikansi (dampak) risiko. Teknik ini cukup sederhana karena tidak melibatkan kuantifikasi yang rumit. Risiko dapat dikelompokkan pada dua dimensi, yaitu dimensi frekuensi dan dampak. Nilai probabilitas dan dampak digunakan dalam pemetaan risiko operasional pada matriks frekuensi dan 42
signifikansi.
Probabilitas terjadinya risiko dibagi menjadi dua bagian yaitu
probabilitas besar dan probabilitas kecil. Batas antara kemungkinan besar dan kemungkinan kecil ditentukan oleh manajemen, tetapi pada umunya risiko yang probabilitasnya 20 persen atau lebih dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil. Demikian pula dengan batas dampak besar dan kecil dari risiko. Batas ini ditentukan oleh perusahaan (Kountur, 2008).
Pada usaha penjualan produk karangan bunga,
florist X menetapkan nilai standar yang membatasi antara probabilitas kecil dan besar adalah sebesar 20 persen. Nilai yang membatasi antara dampak besar dan kecil yang disebabkan oleh terjadinya risiko adalah sebesar Rp 120.000,00.- . Peta risiko adalah suatu grafik yang menggambarkan kedudukan risiko diantara dua sumbu dimana sumbu vertikal dan grafik tersebut menggambarkan kemungkinan, dan sumbu horizontal menggambarkan akibat. Diagram pemetaan yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 6.
Pada kuadran 1 didefinisikan
sebagai area yag memiliki tingkat probabilitas dan dampak besar. Risiko yang terdapat pada kuadran ini termasuk ke dalam prioritas I (utama). Kuadran 2, merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko dalam prioritas II. Risiko yang terdapat pada kuadran ini memiliki tingkat dampak kejadian kecil, namun probabilitasnya besar bila risiko tersebut menjadi kenyataan. Kuadran 3, memiliki tingkat dampak kejadian yang besar namun probabilitas (frekuensi kejadiannya) rendah.
Kejadian risiko yang terdapat pada kuadran ini akan menyebabkan
gangguan yang tidak signifikan untuk mempengaruhi kegiatan penjualan produk karangan bunga. Sedangkan kuadran 4 memuat risiko dengan tingkat probabilitas yang rendah. Risiko yang ada pada kuadran ini memiliki dampak kecil pada pencapaian tujuan dan target perusahaan.
43
Probabilitas (%)
Besar Kuadran 2
Kuadran 1
Kuadran 4
Kuadran 3
20%
Kecil
Kecil
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp) Gambar 6. Diagram Pemetaan Risiko Sumber: Kountur, 2006 Keterangan: -Dampak: jumlah ditentukan risiko -Probabilitas: besarannya ini ditentukan oleh florist
4.3.4 Strategi Penanganan Risiko Penanganan risiko dilakukan karena adanya dampak yang akan terjadi pada aktivitas Florist X. Proses ini disebut juga dengan manajemen risiko yang berupa strategi perusahaan dalam pengambilan kebijakan usaha. Pola pengelolaan Florist X dalam menghadapi risiko memiliki dua pemilihan umum. Kedua pilihan itu adalah penghindaran risiko (preventif) dan mitigasi (mengurangi) risiko.
4.3.4.1 Penghindaran Risiko (Preventif) Strategi yang dapat dilakukan pada saat pertama kali berhadapan dengan risiko adalah strategi menghindar.
Kountur (2008), menjelaskan bahwa
penghindaran risiko dilakukan apabila: 1.
Risiko yang dihadapi terlalu besar yaitu kemungkinan terjadinya besar dan akibat yang ditimbulkan juga besar. Ini adalah risiko-risiko yang sangat besar atau yang berada pada kuadran kanan-atas pada peta risiko, walaupun tidak semua risiko yang tinggi atau yang berada pada kuadran kanan-atas harus dihindari. 44
2.
Risiko yang dihadapi tidak dapat dikendalikan manajemen dan tidak dapat ditangani dengan strategi-strategi penanganan risiko yang lain. Strategi
penghindaran
terhadap
risiko
dapat
dianalisis
dengan
menggunakan peta preventif (penghindaran) risiko. Hasil pengambilan keputusan dari data-data identifikasi risiko diperoleh dari pemetaan risiko. Untuk preventif dapat dilakukan dengan cara memasukkan tiap-tiap faktor risiko ke dalam kuadran-kuadran peta (Gambar 7). Penempatan besar dan kecilnya risiko yang dialami Florist X berasal dari dua kondisi kerugian bagi florist yang terjadi pada setiap periode abodemennya. Kondisi yang pertama adalah bahan baku yang tidak terpakai dan kondisi yang kedua adalah Florist X menambah pasokan bahan baku saat terjadi kekurangan bahan baku. Dimana apabila risiko menimbulkan dampak di atas ambang batas yang terjadi, maka akan menimbulkan dampak yang besar bagi Florist X. Hal ini dapat menyebabkan Florist X mengalami kerugian. Dengan kegiatan preventif yang dilakukan florist, maka risiko yang memiliki frekuensi kejadian besar akan pindah pada kuadran risiko dengan frekuensi kejadian kecil.
Strategi untuk menangani risiko yang berada pada
kuadran 1 dan 2 adalah strategi preventif. Strategi ini akan membuat sedemikian rupa sehingga risiko-risiko yang berada pada kuadran 1 bergeser ke kuadran 3 dan risiko-risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 4.
Probabilitas (%)
Besar
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
Kuadran 4
Kuadran 3
Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 7. Peta Preventif Risiko Sumber: Kountur, 2008
45
4.3.4.2 Mitigasi Risiko Strategi ini juga disebut dengan mengurangi yang diperuntukkan dalam memperkecil kemungkinan terjadinya risiko kerugian pada perusahaan. Sasaran utamanya adalah bagaimana agar kemungkinan atau probabilitas terjadinya suatu kejadian yang merugikan dapat diatur jadi sekecil mungkin. Strategi mitigasi adalah strategi untuk membuat risiko yang berada kuadran kanan-atas bergeser ke kuadran 2 atau risiko yang berada pada kuadran kanan-bawah untuk pindah ke kuadran 4 seperti yang tampak pada Gambar 8. Dampak risiko yang sangat besar pada pemetaan risiko dapat dianalisis dengan strategi mitigasi. Beberapa mitigasi yang dapat dilakukan oleh Florist X untuk memperkecil kerugian akibat pengambilan risiko adalah diversifikasi, penggabungan atau penahanan, pengalihan risiko dan pengendalian risiko.
Probabilitas (%)
Besar
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
Kuadran 4
Kuadran 3
Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 8. Peta Mitigasi Risiko Sumber: Kountur, 2008
Penanganan lain yang digunankan dalam menganalisis strategi untuk menghadapi risiko adalah beberapa alternatif strategi yang dinilai mampu memberikan solusi bagi masalah risiko. Alternatif strategi untuk menghadapi risiko selain penanganan dengan cara preventif dan mitigasi.
Dengan 46
mengelompokkan risiko pada masing-masing kuadran yang tersedia, maka akan diperoleh beberapa kemungkinan risiko yang dihadapi dan dampaknya bagi perusahaan.
Proses analisis strategi ini digolongkan Hanafi (2004) dalam
Trangjiwani (2008) menjadi empat yaitu: 1.
Probabilitas kecil dan dampak kecil Kelompok risiko ini berada pada kuadran 4 dengan alternatif strategi yang diusulkan adalah low control. Perusahaan dapat menerapkan pengawasan yang rendah terhadap risiko.
2.
Probabilitas kecil dan dampak besar Posisi risiko yang berada pada pada kuadran ini dinamakan dengan monitor. Deskripsi dari risiko-risiko yang berada pada kuadran 2 ini yaitu: apabila risiko muncul perusahaan dapat mengalami kerugian yang sangat besar dan bila dibiarkan akan menyebabkan kebangkrutan.
3.
Probabilitas besar dan dampak kecil Probabilitas besar dengan dampak kecil terdapat pada kuadran 3 dengan deskripsi detect and monitor. Risiko yang dapat menimbulkan kerugian pada kuadran ini mewajibkan petani untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian-kejadian yang menimbulkan risiko. Risiko-risiko yang berada pada daerah ini diharapkan tetap dalam kondisi normal.
Dimana tidak
mempengaruhi pada aktivitas usaha penjualan pada Florist X. 4.
Probabilitas besar dan dampak besar Kejadian ini menyebabkan perusahaan tidak dapat lagi mengendalikan risiko yang dapat menimbulkan kerugian pada Florist X.
Kondisi seperti ini
dideskripsikan sebagai prevent at source. Alternatif strategi untuk mengatasi risiko-risiko yang dikelompokkan pada kuadran 1 ini hanya dapat dilakukan dengan penghindaran.
47
Seluruh proses pendeskripsian risiko-risiko hingga dapat diketahui alternatif strategi bagi pihak manajemen di atas dapat dilihat pada Gambar 9.
Probabilitas (%)
Besar
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
Detect and monitor
Prevent at source
Kuadran 4
Kuadran 3
Low control
Monitor
Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 9. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko
48
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Pasar Bunga Wastukencana Pasar Bunga Wastukencana (PBW) sudah berada lebih dari 60 tahun dalam memasarkan produk-produk bunga. Awalnya terdapat lebih dari 50-60 kios bunga (florist) yang berukuran kecil, kemudian terjadi perubahan dimana beberapa kios kecil menginginkan tambahan kios.
Beberapa kios bergabung
untuk menjadi satu ukuran yang lebih besar dalam satu kepemilikan usaha, sehingga jumlah kios yang berada di PBW sekarang sebanyak 28 kios bunga. Florist-florist yang terdapat pada Pasar Bunga Wastukencana cenderung bersifat homogen dalam usahanya, baik dari sisi bentuk dan jenis produk, harga produk, pasokan bahan baku, sistem perjanjian abodemen dan bentuk kerjasamanya dengan PEMDA Kota Bandung. Beberapa dari florist di PBW merupakan usaha turun temurun, sebagian dari florist tersebut meneruskan usaha ini dari sepeninggalan orang tuanya. Sedangkan tanah dan bangunan kios di PBW adalah milik PEMDA Kota Bandung, sehingga pemilik usaha kios-kios tersebut hanya menggunakan hak guna pakai. Hak guna pakai dapat diperpanjang kembali jika sudah habis waktunya. Perpanjangan bangunan oleh pengusaha/pedagang bunga di PBW dengan Kota Bandung ini dilakukan setiap 20 tahun sekali. Perdagangan bunga di PBW ini merupakan usaha perdagangan bunga yang pertama kali mempelopori pemasarannya melalui penjualan online di Kota Bandung. Namun tidak semua pengusaha bunga yang ada di PBW ini melakukan pemasarannya melaui penjualan online, banyak dari mereka juga masih melakukan penjualan yang sederhana.
Florist-florist yang belum melakukan
penjualan secara online, biasanya melakukan penjualannya secara langsung via telepon dan fax.
5.2 Karakteristik Florist X Studi kasus dalam penelitian ini adalah Florist X yang dapat mewakili populasi seluruh florist di Pasar Bunga wastukencana. Florist X merupakan salah satu florist yang sejak tahun 1970 sudah memulai usahanya di PBW. Bapak Tardjo Rusmana sebagai penerus sekaligus pemilik Florist X hingga saat ini.
Status tanah dan bangunan usaha penjualan produk karangan bunga yang terdapat pada Florist X sama seperti florist-florist lainnya yaitu kontrak dengan pihak PEMDA Kota Bandung dengan membayar Hak Guna Usaha (HGU). Jumlah karyawan Florist X sebanyak 7 orang, diantaranya laki-laki 6 orang dan 1 orang perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, karyawan Florist X terdiri dari 3 orang di tingkat SMP, 2 orang di tingkat SMA dan 2 orang di tingkat S1. Usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X memiliki unit-unit dalam kegiatan usahanya. Unit-unit tersebut merupakan pembagian pekerjaan (job description) untuk masing-masing unit, diantaranya: unit produksi, unit pemasaran, unit pasar, unit SDM, dan unit keuangan.
Semua unit tersebut
langsung berada di bawah pemilik florist. Berikut gambar struktur organisasi pada Florist X.
Pemilik
Unit Produksi
Unit Pasar
Unit Pemasaran
Unit Keuangan
Unit SDM
Gambar 10. Struktur Organisasi Florist X
5.3 Produk Karangan Bunga Produk karangan bunga yang terdapat di Pasar Bunga Wastukencana memiliki beragam bentuk, ukuran, dan harga.
Berikut uraian mengenai
keterangan produk masing-masing karangan bunga dan juga proporsi pemakaian bahan baku utama (bunga potong) dalam satuan ikat pada masing-masing produknya:
50
Tabel 7. Jenis, Kualifikasi, dan Pemakaian Bahan Baku Produk Karangan Bunga pada Florist X Jenis Produk
Kualifikasi
Pemakaian Bahan Baku
STIK MERK SUKSES bunga papan s.003 2x1m
6 ikat
Rp 400.000,00 Bunga Ucapan Peresmian
Papan Event
bunga papan s.002 1x1m
5 ikat
Rp 300.000,00 bunga papan ulang tahun bunga papan s.005 2x1,25m
9 ikat
Rp 600.000,00 Bunga Papan
bunga papan s.006 2x1,25m
10 ikat
Rp 700.000,00 bunga papan
51
Tabel 7. Lanjutan bunga papan s.008 2x1,5m
12 ikat
Rp 900.000,00 Bunga sukses
papan
bunga papan s.009 2x1,5m Semi Full
20 ikat
Rp 1.750.000,00 Bunga papan semi full bunga
bunga papan s.010 2x2m Full Bunga
35 ikat
Rp 2.500.000,00 Bunga Papan Full Bunga
bunga papan b.005 2x1m
7 ikat
Rp 450.000,00 bunga papan pernikahan
bunga papan b.018 full bunga
30 ikat
Rp 2.000.000,00 Bunga Papan Pernikahan full bunga
52
Tabel 7. Lanjutan STANDING FLOWER standing 001
flower
7 ikat
Rp 450.000,00 standing wedding
flower
standing 004
flower
8 ikat
Rp 500.000,00 standing flower sukses, gabrera, lily, anthurium KRANS Krans 001
duka cita
6 ikat
Rp 400.000,00 Standing Flower Duka Cita tripel
krans 003
duka
cita
4 ikat
Rp 250.000,00 standing duka cita krans 004
flower
duka
cita
5 ikat
Rp 300.000,00 krans duka cita
53
5.4 Kegiatan Penjualan Produk Karangan Bunga Kegiatan
penjualan
produk
karangan
bunga
pada Pasar Bunga
Wastukencana melalui tiga tahap, yaitu penyediaan bahan baku, dekorasi (proses produksi), dan pemasaran.
5.4.1 Penyediaan Bahan Baku Bahan baku yang dibutuhkan dalam memproduksi produk karangan bunga terbagi menjadi dua, yaitu: bahan baku utama dan bahan baku pendukung. Bahan baku utama terdiri dari bunga potong segar yang terdiri dari berbagai macam bunga, seperti; Crysant, Suyok, Bunga daun dan Baby Aster. Sedangkan bahan pendukung yang dibutuhkan untuk produk karangan bunga terdiri dari: floral foam (oasis), sterofoam, spon, kawat, paku, vas, dan rangka dari bambu. Sebagian besar bahan baku utama (bunga potong segar) dipasok atau didatangkan sebagian besar dari daerah Lembang, Bandung. Sistem dari pasokan bunga potong ini biasanya kontrak (abodemen) dalam hal pengiriman, baik kuantitas maupun harga antara pihak florist dengan petani penghasil bunga potong atau pemasok. Kontrak pengiriman bunga potong dilakukan seminggu dua kali, yang terbagi dalam dua periode, yaitu:
Periode I adalah pengiriman bahan baku untuk hari Rabu, Kamis, dan Jumat yaitu pada hari Selasa.
Periode II adalah pengiriman bahan baku untuk hari Sabtu, Minggu, Senin, dan Selasa yaitu pada hari Jumat. Jumlah bahan baku utama (bunga potong) pada setiap periode pengiriman
bahan baku tetap, yaitu sebanyak 100 ikat dengan harga Rp 300.000,00.- yang jenis bunganya adalah Baby Aster, Crysant, Suyok, dan Bunga daun, dengan harga setiap ikatnya sama dari keempat jenis bunga di atas. Kontrak penyediaan bahan baku ini telah disepakati antara kedua belah pihak sebelumnya. Sedangkan bahan baku pendukung dipasok dari koperasi bahan baku yang terdapat di Pasar Bunga Wastukencana dengan sistem jual beli biasa (bukan kontrak).
54
5.4.2
Dekorasi (Proses produksi) Pada proses mendekor, keahlian karyawan (SDM) sangat berperan.
Dibutuhkan ketelitian, kesabaran, dan kreativitas dalam menghasilkan dekorasi produk karangan bunga.
Waktu yang dibutuhkan dalam mendekor produk
karangan bunga berbeda-beda mulai dari 30 menit sampai 2 jam, tergantung produk karangan bunga yang dikerjakan (produk bunga papan ucapan (krans, standing flower, stik bahagia, stik sukses, dan stik duka cita).
5.4.3 Pemasaran Setelah produk karangan bunga selesai didekorasi, proses selanjutnya adalah pengiriman barang.
Untuk pengiriman produk yang berada di Kota
Bandung dan sekitarnya (kabupaten), pengiriman dilakukan oleh karyawan khusus pengantar produk karangan bunga dari Pasar Bunga Wastukencana yang dikenal dengan istilah “Loper”. Sedangkan pengiriman produk untuk wilayah Jakarta dan kota-kota besar lainnya dilakukan dengan pengiriman khusus (paket) dengan biaya charge atau tambahan khusus untuk biaya pengiriman luar kota.
55
VI. ANALISIS RISIKO BAHAN BAKU PRODUK KARANGAN BUNGA
6.1 Identifikasi Sumber Risiko Langkah pertama manajemen risiko adalah mengidentifikasi mengenai sumber-sumber risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga, mulai dari risiko produksi, risiko harga atau pasar, risiko institusi, risiko manusia, dan risiko keuangan. Identifikasi dilakukan pada setiap unit di perusahaan, unit-unit pada Florist X dalam usaha penjualan produk karangan bunga diantaranya adalah unit produksi, unit pemasaran (penjualan), unit pasar, unit SDM, dan unit keuangan. Untuk memperoleh informasi mengenai penyebab risiko dan kejadian-kejadian yang menyebabkan kerugian bagi pengambil keputusan, setiap unit berperan dalam mengidentifikasi risiko-risiko yang terjadi pada unit itu sendiri. Sumber risiko yang diidentifikasi pada usaha penjualan produk karangan bunga adalah kegiatan-kegiatan yang krusial bagi Florist X. Kegiatan yang memiliki nilai krusial adalah kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Florist X dalam usahanya, bila tidak berjalan dengan baik maka produk karangan bunga tidak dapat diproduksi.
Pada usaha penjualan produk karangan bunga terdapat beberapa
risiko yang dihadapi di setiap unit pada Florist X, diantaranya adalah sebagai berikut:
6.1.1 Unit Produksi Pada unit produksi dimulai dari proses pengadaan bahan baku, dan proses produksi (dekorasi).
Beberapa risiko yang terjadi pada unit produksi adalah
sebagai berikut: 1.
Risiko terjadi pada saat permintaan produk karangan bunga menurun, sedangkan kuantitas pasokan bahan baku dari petani atau pemasok kontinyu tiap minggunya (sesuai perjanjian abodemen), hal ini akan mengakibatkan penimbunan pasokan bahan baku yang tidak terpakai dan menjadi busuk. Sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi florist.
2.
Risiko lainnya terjadi pada saat permintaan pasar terhadap produk karangan bunga tinggi karena banyaknya acara, florist membutuhkan bahan baku lebih
banyak, sedangkan kuantitas pasokan bahan baku utama dari petani tetap (sesuai perjanjian abodemen), hal ini menyebabkan kurangnya bahan baku sehingga beberapa permintaan tidak bisa terpenuhi atau terpaksa mencari pemasok atau petani lain dengan harga yang lebih tinggi.
Hal tersebut
menyebabkan adanya tambahan biaya yang tak terduga untuk membeli bahan baku dalam upaya melancarkan proses produksi. 3.
Selain risiko di atas, risiko juga terjadi karena belum adanya sistem quality control yang baik dari petani pemasok bahan baku, sehingga menyebabkan pasokan bahan baku tidak 100 persen berkualitas baik dan memenuhi standar, akibatnya tidak semua bahan baku bisa terpakai dan membutuhkan penyortiran ulang bagi pihak florist, yang hasilnya hanya 75-90 persen yang berkualitas baik dan bisa digunakan.
4.
Risiko juga terjadi apabila florist tidak dapat menangani bahan baku (bunga potong) dengan baik tiap harinya, maka dapat mengakibatkan bahan baku menjadi busuk dan tidak dapat terpakai.
Oleh karena itu, florist
membutuhkan manajemen penanganan bahan baku yang baik dan terstandardisasi agar bahan baku tetap terjaga kualitasnya. 5.
Jika terjadi penumpukkan bahan baku, terpaksa bahan baku itu dibuang, karena biasanya bahan baku yang menumpuk mengakibatkan banyaknya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal.
6.1.2 Unit Pemasaran (Penjualan) Pada unit pemasaran terjadi beberapa risiko yang dapat teridentifikasi dalam usaha penjualan produk karangan bunga ini. Beberapa risiko diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Karena harga produk karangan bunga sudah standar pada seluruh florist di Pasar Bunga wastukencana, maka tidak terjadi persaingan yang berarti. Akibatnya tidak ada florist yang melakukan terobosan atau ide-ide marketing, sehingga usaha penjualan produk karangan bunga cenderung konvensional.
2.
Keberadaan Pasar Bunga Tegalega memberi dampak yang cukup besar bagi Pasar Bunga Wastukencana, karena secara tidak langsung memberi 57
persaingan dalam hal penjualan produk karangan bunga, padahal Pasar Bunga Tegalega dulunya hanya terfokus pada penjualan tanaman hias saja. 3.
Risiko juga terjadi pada beberapa florist di Pasar bunga Wastukencana yang pemasarannya belum menggunakan website, florist-florist ini cenderung melakukan pemasaran hanya di pasar saja, artinya konsumen yang datang langsung ke Pasar Bunga Wastukencana, sehingga kurang efektif dalam melakukan penawaran produk kepada konsumen luas.
6.1.3 Unit Pasar Unit pasar adalah sistem yang mengatur hubungan antara pihak Dinas Pasar dengan florist-florist yang terdapat di Pasar Bunga Wastukencana. Beberapa risiko yang terjadi adalah sebagai berikut: 1.
Adanya monopoli bahan baku pendukung dari koperasi bahan baku di Pasar Bunga Wastukencana, seperti: floral foam (oasis), sterofoam, spon, kawat, paku, vas, dan rangka dari bambu, sehingga florist secara tidak langsung terpaku pada harga yang sudah ditetapkan oleh koperasi pasar.
2.
Sistem kontrak antara pihak florist dengan pemerintah Kota Bandung yang berupa Hak Guna Usaha (HGU), menyebabkan adanya biaya tanggungan yang besar bagi florist. Besar biaya HGU adalah 50 juta per 20 tahun untuk setiap florist, biaya ini harus dibayarkan di awal pendirian usaha dan selanjutnya setiap 20 tahun sekali.
6.1.4 Unit Sumber Daya Manusia Unit SDM mengidentifikasi beberapa risiko, salah satunya adalah risiko karyawan florist, baik dari sisi kualitasnya maupun kuantitasnya. Risiko tersebut diantaranya sebagai berikut: 1.
Beberapa karyawan tidak selalu ada di tempat, baik saat ada poses produksi, maupun tidak ada proses produksi. Hal ini mengakibatkan tidak adanya kejelasan dalam hal deskripsi pekerjaan.
Kadang-kadang pada saat
permintaan banyak, Florist X kekurangan karyawan atau tidak ada yang mengerjakan pesanan, sehingga menghambat proses produksi. 58
2.
Pada saat pemilik tidak ada di tempat, hanya karyawan yang menjaga florist. Risiko dapat terjadi pada saat pemesanan yang terjadi lewat telepon atau konsumen datang langsung ke florist, kadang-kadang karyawan tidak dengan cermat menanyakan informasi atau keterangan lengkap identitas dari si konsumen atau pemesan. Hal ini menyebabkan beberapa pesanan dibatalkan secara sepihak.
3.
Belum adanya jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan sehingga karyawan bekerja secara tidak terkoordinir dengan jelas, yang mengakibatkan pembagiaan pekerjaan tidak merata pada masing-masing karyawan.
6.1.5 Unit Keuangan Unit keuangan pada penelitian ini berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan oleh florist untuk kelangsungan usaha. Beberapa risiko keuangan yang muncul antara lain: 1.
Pada saat persediaan bahan baku (bunga potong) tidak mencukupi atau terjadi penambahan bahan baku akibat pesanan meningkat, florist akan mencari pasokan bahan baku tambahan dari luar pemasok abodemen dengan harga dua kali lipat dari harga normal. Hal ini menyebabkan adanya tambahan biaya untuk pembelian bahan baku.
2.
Adanya retribusi harian dari pihak pengelola pasar, sehingga adanya pengeluaran dari sisi biaya bagi Florist X.
3.
Pada saat terjadi piutang, pihak florist kadang harus menunggu satu sampai dua minggu untuk menerima pembayaran pesanan dari konsumen atau pelanggan. Seluruh sumber-sumber risiko yang teridentifikasi merupakan kegiatan
krusial dari usaha penjualan produk karangan bunga. Kegiatan-kegiatan yang menghasilkan sumber risiko didapat dari kegiatan-kegiatan vital dari produksi produk karangan bunga, mulai dari penyediaan bahan baku sampai pemasarannya. Apabila kegiatan vital itu tidak dilaksanakan atau tidak dicari solusi dari risiko yang ada, maka akan menyebabkan kerugian dan terancamnya masa depan usaha. Identifikasi sumber-sumber risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga dilanjutkan pengukuran risiko dengan analisis probabilitas dan dampak. 59
Pengukuran terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan pengukuran yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Aproksimasi, yaitu dengan menggunakan Expert Opinion, yaitu cara pengumpulan informasi dimana seseorang yang dianggap ahli (pemilik, karyawan, dan pihak pasar) diwawancarai untuk mendapatkan informasi tentang berapa besar kemungkinan/probabilitas dan berapa besar dampak risiko yang terjadi dari suatu risiko. Setelah pengukuran selesai, dilanjutkan dengan menempatkan risiko dalam peta risiko. Risiko-risiko yang sudah diidentifikasi, yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak florist dimasukkan ke dalam peta risiko sesuai dengan kemungkinan dan dampaknya terhadap keberlanjutan usaha penjualan produk karangan bunga. Penentuan besar kecilnya probabilitas adalah berdasarkan tingkat persentase terjadinya sumber risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga. Sementara untuk ukuran besar kecilnya dampak risiko digolongkan pada tingkat kerugian yang diderita karena terjadinya risiko merugikan oleh Florist X pada usaha penjualan produk karangan bunga. Penggolongan risiko dari tingkat probabilitas dan dampak, selanjutnya akan dituangkan dalam peta hasil identifikasi sumber risiko. Sumber-sumber risiko yang telah teridentifikasi dapat diklasifikasikan kedalam empat kuadran risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut.
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui posisi
masing-masing risiko pada penelitian ini adalah Top-down.
Pendekatan ini
menjelaskan wawancara yang dilakukan memiliki pendekatan pada bagian teratas dari Florist X yaitu pemilik florist. Wawancara yang dilakukan untuk menempatkan posisi masing-masing risiko pada peta risiko berdasarkan pada perkiraan subjektif. Pemilik Florist X diminta menentukan risiko yang dapat menyebabkan kerugian atau kebangkrutan. Kriteria dan batasan yang digunakan untuk menentukan besar-kecilnya probabilitas dan dampak ditetapkan oleh Florist X. Probabilitas yang kurang dari 20 persen dinyatakan sebagai probabilitas kecil, sedangkan probabilitas yang lebih besar dari 20 persen dinyatakan sebagai probabilitas besar. Dampak yang lebih 60
kecil dari 120.000 rupiah dinyatakan sebagai dampak kecil, sedangkan dampak yang lebih besar dari 120.000 rupiah dinyatakan sebagai dampak besar. Risiko yang sering terjadi dan berdampak besar berada pada kuadran 1, kemudian risiko yang sering terjadi namun memiliki tingkat kerugian kecil, yang diletakkan pada kuadran 2. Sumber risiko yang memiliki frekuensi kecil dan dampak kecil bagi florist diletakkan pada kuadran 4.
Sementara kuadran 3 berisi risiko yang
menurut florist jarang terjadi tapi berdampak besar.
Berikut hasil pemetaan
sumber-sumber risiko yang terjadi pada Florist X (Gambar 11). Sumber risiko yang berada pada masing-masing kuadran disesuaikan dengan identifikasi risiko terhadap florist.
Kuadran 1 yang terdiri dari
penimbunan pasokan bahan baku, kebutuhkan bahan baku lebih banyak saat permintaan tinggi sehingga terpaksa mencari pemasok lain dengan harga yang lebih tinggi, belum adanya sistem quality control dari petani pemasok bahan baku, munculnya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal, dimana menurut florist risiko ini memiliki probabilitas dan dampak besar. Pada kuadran 2 berisikan persaingan dengan Pasar Bunga Tegalega, pemasaran beberapa florist kurang efektif, ada yang sudah memakai website ada juga yang belum menggunakan website, dan karyawan tidak berada di tempat saat proses produksi berlangsung, dimana menurut florist sumber risiko ini memiliki probabilitas besar dan dampak kecil. Piutang yang harus ditunggu satu sampai dua minggu untuk menerima pembayaran dari konsumen, keteledoran karyawan yang tidak menanyakan keterangan lengkap dari si pemesan, dan besar biaya HGU yang harus dibayarkan di awal pendirian usaha dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali berada pada kuadran 3, yang menggambarkan probabilitas kecil namun dampaknya besar. Kuadran 4 yang menggambarkan probabilitas kecil dan dampak kecil terdiri dari adanya monopoli bahan baku pendukung dari koperasi pasar, usaha penjualan produk karangan bunga cenderung konvensional sehingga tidak ada terobosan atau ide-ide marketing yang baru, dan adanya retribusi harian dari pihak pengelola pasar sebagai sumber risiko.
61
Probabilitas (%)
Besar
20 %
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
Keberadaan Pasar Bunga Tegalega memberi dampak persaingan dalam usaha penjualan produk karangan bunga Pemasaran beberapa florist kurang efektif dalam melakukan penjualan produk, ada yang sudah memakai website ada juga yang belum menggunakan website Beberapa karyawan tidak selalu berada di tempat, Hal ini mengakibatkan pada saat permintaan banyak, florist kekurangan karyawan atau tidak ada yang mengerjakan pesanan, sehingga harus menyewa karyawan harian di pasar. Belum adanya jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan.
Saat permintaan menurun, mengakibatkan penimbunan pasokan bahan baku yang tidak terpakai dan menjadi busuk Saat permintaan tinggi, membutuhkan bahan baku lebih banyak, menyebabkan permintaan tidak bisa terpenuhi atau terpaksa mencari pemasok lain dengan harga dua kali lipat dari harga normal Belum adanya sistem quality control dari petani pemasok bahan baku, sehingga menyebabkan pasokan bahan baku tidak 100 persen dapat terpakai Jika terjadi penumpukkan bahan baku, terpaksa bahan baku itu dibuang karena dapat mengakibatkan munculnya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal
Kuadran 4
Kuadran 3
Usaha penjualan produk karangan bunga cenderung konvensional sehingga florist tidak melakukan terobosan atau ide-ide marketing Adanya monopoli bahan baku pendukung dari koperasi pasar sehingga terpaku pada harga yang sudah ditetapkan koperasi Adanya retribusi harian dari pihak pengelola pasar, sehingga adanya pengeluaran dari sisi biaya bagi florist
Pada saat terjadi piutang, pihak florist kadang harus menunggu satu sampai dua minggu untuk menerima pembayaran pesanan dari konsumen atau pelanggan Keteledoran karyawan yang tidak menanyakan keterangan lengkap dari si konsumen atau pemesan. Hal ini menyebabkan beberapa pesanan di batalkan secara sepihak Besar biaya HGU adalah 50 juta per 20 tahun untuk setiap florist, biaya ini harus dibayarkan di awal pendirian usaha dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali
Kecil
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp) Gambar 11. Peta Hasil Identifikasi Risiko
6.2 Analisis Risiko Bahan Baku Untuk risiko bahan baku, pengukuran nilai probabilitas dan dampak risiko dilakukan dengan pengukuran yang bersifat kuantitatif, dimana data yang diperoleh dari perusahaan adalah data pemakaian bahan baku tiap periode 62
pengiriman bahan baku selama 18 periode dari bulan Juli sampai Agustus 2010. Berikut akan dihitung besarnya probabilitas dan dampak risiko bahan baku dengan menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) an Value at Risk.
6.2.1 Analisis Probabilitas Risiko Bahan Baku Analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X, risiko terbesar terdapat pada bahan baku, risiko ini dapat dihitung melalui penggunaan bahan baku selama periode abodemen, baik yang terbuang/tidak terpakai dan data bahan baku tambahan pada tiap periode abodemen (periode pengiriman bahan baku). Risiko ini berada pada kuadran I, dimana memiliki probabilitas dan dampak yang tinggi sehingga perusahaan harus mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko ini agar risiko bahan baku dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan. Selama 18 periode abodemen, bahan baku yang terbuang dan tambahan setiap periodenya cukup banyak dan menjadi risiko pada proses produksi produk karangan bunga.
Bahan baku yang terbuang dan bahan baku tambahan
mengakibatkan pendapatan yang tidak menentu sehingga mengindikasikan adanya risiko dalam usaha penjualan produk karangan bunga ini. Pasokan bahan baku dalam satu periode pengiriman barang (abodemen) adalah tetap dan kontinyu sebesar 100 ikat, namun dalam kenyataanya florist sering mengalami bahan baku yang berlebih dan atau pernah juga mengalami kekurangan bahan baku. Penggunaan bahan baku bisa kurang dari 100 ikat atau bisa juga lebih dari 100 ikat per periodenya, ketidakpastian dalam penggunaan bahan baku ini bisa disebabkan karena permintaan yang tidak sama setiap harinya. Hal ini lebih disebabkan oleh karakteristik dari produk karangan bunga itu sendiri yang penjualannya bergantung dari banyak sedikitnya acara eksternal. Dari data historis selama 18 periode, didapatkan data penggunaan bahan baku per periodenya ternyata penggunaan bahan baku tidak tepat 100 persen atau 100 ikat tetapi bervariasi. Variasi yang bisa ditolerir adalah kurang lebih 20 persen atau sebanyak 20 ikat (Ketentuan ini ditetapkan oleh Florist X dan sesuai dengan teori Kountur), jadi selama penggunaan bahan baku diantara 80 dan 120 ikat dianggap penyimpangannya tidak begitu besar. Data pemakaian bahan baku setiap 63
periodenya selama 18 periode abodemen, baik yang tidak terpakai/terbuang maupun
bahan
baku
tambahan
per
periode
abodemen
menunjukkan
penyimpangan dari distribusi normal yang terlihat pada Tabel 4. Kemungkinan terjadinya risiko dapat dihitung dengan menggunakan distribusi normal atau biasa dikenal dengan istilah distribusi z yang menggunakan nilai standar (Z-score). Hasil perhitungan pada data penggunaan bahan baku setiap periode abodemen menunjukkan persen kemungkinan terjadinya risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga. Perhitungan probabilitas dibagi pada dua keadaan. Keadaan pertama menunjukkan besarnya risiko yang terjadi pada saat pemakaian bahan baku lebih kecil dari 80 ikat. Keadaan yang kedua menunjukkan besarnya risiko yang terjadi pada saat pemakaian bahan baku lebih besar dari 120 ikat. Hasil perhitungan besarnya risiko pada pemakaian bahan baku untuk memproduksi produk karangan bunga dalam 18 periode abodemen pada dua keadaan/kondisi (x1=80 ikat dan x2=120 ikat) dapat dilihat pada tabel 8. Dari hasil perhitungan pada Tabel 8, rata-rata dari pemakaian bahan baku dalam 18 periode abodemen sebesar 84,889. Sehingga dapat diketahui standar deviasinya sebesar 26,97687221. Dalam menghitung Z-score dan nilai probabilitas terbagi pada dua bagian/keadaan.
Keadaan pertama adalah mencari besarnya
kemungkinan terjadinya risiko apabila penggunaan bahan baku lebih kecil dari 80 ikat, dimana nilai x yang pertama (x1) adalah 80 ikat. Keadaan yang kedua adalah mencari besarnya kemungkinan terjadinya risiko apabila penggunaan bahan baku lebih besar dari 120 ikat, dimana x yang kedua (x2) adalah 120 ikat. Pada keadaan yang pertama (x1) dapat diketahui besarnya z-score adalah 0,181225194. Angka z-score yg minus menunjukkan bahwa nilai z tabel berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal.
Sedangkan nilai
probabilitas pada keadaan yang pertama sebesar 42,9 persen. Pada keadaan yang kedua (x2) dapat diketahui besarnya z-score adalah 1,301526391. Angka z-score yg positif menunjukkan bahwa nilai z tabel berada di sebelah kanan nilai rata2 pada kurva distribusi normal.
Sedangkan nilai
probabilitas pada keadaan yang kedua adalah sebesar 9,7 persen. Jadi dari hasil perhitungan di atas, dapat diketahui nilai probabilitas penggunaan bahan baku 64
yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar dari 120 ikat pada Florist X adalah 52,6 persen.
Tabel 8. Hasil Analisis Probabilitas Risiko pada Usaha Penjualan produk Karangan Bunga Florist X Periode Juni-Juli 2010
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Penggunaan Bahan Baku (ikat) 96 69 77 82 64 95 54 81 70 116 54 153 71 121 115 51 83 76 1528 84,889
Jumlah Rata-rata Standar deviasi x1 (pemakaian bahan baku lebih kecil dari 80 ikat) z-score z tabel Probabilitas (%)
80 -0,181225194 0,429 42,9
x2 (pemakaian bahan baku lebih besar dari 120 ikat) z-score z tabel Probabilitas (%) Probabilitas total (%)
120 1,301526391 0,097 9,7 52,6
(xi-x rata-rata) 11,111 (15,889) (7,889) (2,889) (20,889) 10,111 (30,889) (3,889) (14,889) 31,111 (30,889) 68,111 (13,889) 36,111 30,111 (33,889) (1,889) (8,889)
(xi-x rata-rata)2 123,4567901 252,4567901 62,2345679 8,345679012 436,345679 102,2345679 954,1234568 15,12345679 221,6790123 967,9012346 954,1234568 4639,123457 192,9012346 1304,012346 906,6790123 1148,45679 3,567901235 79,01234568 12371,77778 26,97687221
65
Probabilitas risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga sangat dipengaruhi oleh beberapa risiko di atas. Risiko terbesar terdapat pada pemakaian bahan baku yang berada pada kuadran 1. Oleh karena karakter produk karangan bunga adalah permintaanya bergantung dari banyak sedikitnya acara atau perayaan, bahan baku (bunga potong) yang bersifat mudah rusak, ditambah lagi dengan adanya sistem kontrak abodemen (pengiriman barang) bahan baku yang jumlah dan harganya sudah ditetapkan dalam kontrak sehingga menyebabkan pemakaian bahan baku tidak menentu, bisa lebih dan tidak terpakai/terbuang, bisa juga kekurangan bahan baku.
Hal ini menyebabkan risiko yang tinggi bagi
penjualan produk karangan bunga itu sendiri.
6.2.2 Analisis Dampak Risiko Bahan Baku Metode yang paling efektif digunakan untuk mengukur dampak risiko adalah Value at Risk (VaR). Setiap kali terjadi risiko akan memberikan dampak kerugian. Pada umumnya kerugian dapat dihitung dalam satuan rupiah, sehingga jika terjadi risiko, perusahaan dapat mengetahui besar kerugian yang diderita dalam rupiah. Dampak risiko yang merugikan bagi Florist X terjadi akibat tidak menentunya pemakaian bahan baku (bunga potong).
Hal ini terkait dengan
karakteristik produk karangan bunga yang perishable, konsumen berasal dari kalangan tertentu, dan jumlah permintaan sesuai dengan banyak sedikitnya acara. Pemakaian bahan baku yang tidak menentu, sedangkan pasokan bahan baku tetap sesuai abodemen mengakibatkan timbulnya risiko kekurangan atau kelebihan bahan baku pada saat berlangsungnya proses produksi. Risiko ini membutuhkan manajemen persediaan bahan baku yang baik agar pemakaian bahan baku bisa disesuaikan dengan banyaknya produksi dalam satu periode pengiriman bahan baku (abodemen). Besarnya dampak merugikan akibat permasalahan di atas dapat diketahui melalui Value at Risk. Dampak risiko dengan tingkat keyakinan yang diinginkan sebesar 95 persen.
Dari hasil perhitungan, rata-rata kejadian merugikan sebesar
Rp
160.666,6667, di mana standar deviasi yang diperoleh sebesar 102.013,8399. Nilai z dari tabel pada tingkat keyakinan 95 persen atau pada signifikansi 5 persen (0,05) adaah 1,645.
Sehingga Value at Risk yang diperoleh sebesar Rp 66
200.220,515, artinya kerugian yang diderita maksimal Rp 200220,515 namun, ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari Rp 200.220,515. Apabila terjadi kerugian di atas nilai tersebut maka dinyatakan adanya risiko yang besar dari penggunaan bahan baku. Besarnya dampak ataupun kerugian yang diderita oleh Florist X disebabkan oleh pemakaian bahan baku yang tidak menentu sehingga mengakibatkan bahan baku berlebih atau kekurangan bahan baku pada saat proses produksi berlangsung. Berikut uraian dari hasil perhitungan dampak risiko bahan baku pada Tabel 9.
Tabel 9. Dampak Risiko Bahan Baku pada Florist X Periode Juni-Juli 2010 (Rupiah) Kerugian (xi-x rata-rata) (xi-x rata-rata)2 (Rp) 1 4 24000 -136666,6667 18677777778 2 31 186000 160666,6667 25813777778 3 23 138000 -22666,66667 513777777,8 4 18 108000 160666,6667 25813777778 5 36 216000 55333,33333 3061777778 6 5 30000 -130666,6667 17073777778 7 46 276000 115333,3333 13301777778 8 19 114000 -46666,66667 2177777778 9 30 180000 19333,33333 373777777,8 10 16 96000 -64666,66667 4181777778 11 46 276000 115333,3333 13301777778 12 53 318000 157333,3333 24753777778 13 29 174000 13333,33333 177777777,8 14 21 126000 -34666,66667 1201777778 15 15 90000 -70666,66667 4993777778 16 49 294000 133333,3333 17777777778 17 17 102000 -58666,66667 3441777778 18 24 144000 -16666,66667 277777777,8 Total 482 2892000 176916000000 Rata-rata kejadian merugikan 160666,6667 Standar Deviasi 102013,8399 Tingkat keyakinan yg diinginkan 95% atau pada tingkat signifikansi 5% z (5% atau 0,05) 1,645 VaR 200220,515 Periode
Kerugian (ikat)
67
6.3 Pemetaan Risiko Bahan Baku Besar atau kecilnya risiko dibatasi oleh sumbu horizontal berupa probabilitas dan sumbu vertikal yang menggambarkan dampak risiko. Pada usaha penjualan produk karangan bunga, Florist X menetapkan nilai standar yang membatasi antara probabilitas kecil dan besar adalah sebesar 20 persen. Pada penelitian ini nilai pembatas probabilitas sebesar 20 persen ditentukan oleh pihak florist melalui wawancara dan menurut teori Kountur (2008). Dengan ini berarti tingkat kemungkinan terjadinya risiko yang dapat diterima oleh Florist X memiliki ambang batas 20 persen. Penentuan pada nilai probabilitas sama dengan penentuan dampak risiko pada Florist X. Nilainya adalah Rp 120.000,00.- yang didasarkan pada ambang batas kerugian dari bahan baku yang tidak terpakai dan juga berdasarkan penambahan bahan baku jika terjadi kekurangan bahan baku pada florist. Nilai ini diperoleh dari 20 persen dari total pasokan bahan baku dalam satu kali abodemen dengan satuan ikat. Penambahan dampak akan terjadi pada dua kondisi atau keadaan, yang pertama pada saat bahan baku terbuang atau tidak terpakai, kondisi ini akan mengakibatkan kerugian.
Keadaan yang kedua adalah pada saat florist
membutuhkan bahan baku lebih banyak dari pasokan abodemen (100 ikat), hal ini akan mengakibatkan adanya biaya tambahan untuk bahan baku karena harga bahan baku dari luar pemasok abodemen dua kali lipat harganya dari harga normal pemasok abodemen. Analisis mengenai besaran probabilitas dan dampak risiko yang terjadi, menunjukkan besarnya risiko bagi usaha penjualan produk karangan bunga. Risiko yang ditanggung oleh Florist X dalam 18 periode abodemen (periode pengiriman barang) pada Bulan Juni-Juli 2010. Pemetaan risiko digolongkan atas klasifikasi besarnya dampak dan probabilitas. Penempatan risiko didasarkan pada hasil perhitungan dari dampak dan probabilitas risiko. Pada usaha penjualan produk karangan bunga menunjukkan tingkat probabilitas sebesar 52,6 persen. Sementara hasil dari analisis terhadap tingkat dampak yang diperoleh pada usaha penjualan produk karangan bunga adalah Rp 200.220,515.
Faktor ini akan
menjadi penentu posisi risiko bahan baku dalam pemetaan (Gambar 12).
68
Probabilitas (%)
Besar
Kuadran 2
Kuadran 1 Risiko Bahan Baku
20%
Kecil
Kuadran 4
Kecil
Kuadran 3
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp) Gambar 12. Hasil Pemetaan Risiko Bahan Baku
Hasil pemetaan menunjukkan bahwa risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X terdapat pada kuadran I. Artinya bahwa risiko bahan baku memiliki kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) dan dampak yang besar bagi perusahaan.
Risiko bahan baku
memiliki nilai probabilitas sebesar 52,6 persen dan dampak sebesar Rp 200.220,515.
Risiko yang telah dipetakan akan ditindaklanjuti dengan
penanganan risiko untuk mengubah posisi risiko pada kondisi minim akan kerugian.
6.4 Strategi Penanganan Risiko Perusahaan dapat melakukan strategi dalam penanganan risiko yang dihadapi agar kerugian perusahaan menjadi seminimal mungkin. Pada umunya cara untuk menangani risiko, dilakukan dengan dua cara, antara lain: penghindaran risiko (preventif) dan mengurangi terjadinya risiko (mitigasi). Beberapa strategi preventif yang secara umum dilakukan oleh florist dalam mengatasi sumber-sumber risiko adalah sebagai berikut:
69
A. Penghindaran Risiko (Preventif) Preventif dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Risiko-risiko yang berada pada kuadran I dan II adalah risiko yang probabilitas atau kemungkinan terjadinya besar, dengan demikian strategi untuk menangani risiko-risiko pada kuadran I dan II adalah strategi preventif.
Strategi preventif akan membuat
sedemikian rupa sehingga risiko-risiko yang berada pada kuadran I bergeser ke kuadran III dan risiko-risiko yang berada pada kuadran II bergeser ke kuadran IV. Berikut sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan II: 1.
Risiko terjadi pada saat permintaan menurun, hal ini akan mengakibatkan penimbunan pasokan bahan baku yang tidak terpakai dan menjadi busuk.
2.
Risiko lainnya terjadi pada saat permintaan pasar terhadap produk karangan bunga tinggi, kebutuhan bahan baku akan lebih banyak, hal ini menyebabkan kurangnya bahan baku sehingga beberapa permintaan tidak bisa terpenuhi atau terpaksa mencari pemasok atau petani lain dengan harga yang lebih tinggi dua kali lipat.
3.
Belum adanya sistem quality control yang baik dari petani pemasok bahan baku, sehingga
hasilnya hanya 75-90 persen bahan baku yang bisa
digunakan. 4.
Jika tidak dapat menangani bahan baku (bunga potong) dengan baik tiap harinya, maka dapat mengakibatkan bahan baku menjadi busuk dan tidak dapat terpakai.
5.
Jika terjadi penumpukkan bahan baku akan mengakibatkan banyaknya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal.
6.
Keberadaan Pasar Bunga Tegalega memberi dampak yang cukup besar bagi Pasar Bunga Wastukencana.
7.
Risiko juga terjadi pada beberapa florist di Pasar bunga Wastukencana yang pemasarannya belum menggunakan website.
8.
Beberapa karyawan tidak selalu ada di tempat, baik saat ada poses produksi, maupun tidak ada proses produksi.
9.
Belum adanya jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan
70
Strategi preventif yang dilakukan Florist X terhadap sumber-sumber risiko di atas antara lain: 1.
Memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen) Sistem pasokan bahan baku florist-florist di PBW adalah menggunakan sistem abodemen. Sistem abodemen merupakan suatu kesepakatan bersama antara pemilik florist dengan pemasok/petani mengenai pengadaan bahan baku (bunga potong) dalam kurun waktu, harga dan jumlah tertentu yang bersifat tetap dan kontinyu. Pengiriman bahan baku dilakukan dua periode dalam seminggu. Periode abodemen yang disepakati oleh pihak florist dan pemasok terbagi menjadi dua kali periode, yakni Periode I dan Periode II dalam satu minggunya; Periode I; Rabu, Kamis, dan Jumat dengan pengiriman barang terjadi pada hari Selasa, sedangkan Periode II; Sabtu, Minggu, Senin, dan Selasa dengan pengiriman barang terjadi pada hari Jumat. Jumlah pengiriman bahan baku setiap periodenya sebanyak 100 ikat bunga potong (Crysant, Gladiol, Suyok, Daun Potong dan Baby Aster). Perbaikan sistem abodemen yang dilakukan adalah dari sisi waktu dan kuantitasnya. Perbaikan dari sisi waktu pengiriman adalah pasokan dilakukan tiap hari dengan penyesuaian kuantitas pasokan bahan baku setiap pengirimannya, yaitu menghapus perjanjian tentang 100 ikat per pengiriman. Penyesuaian ini dilakukan dengan memesan kuantitas bahan baku sesuai dengan kebutuhan florist setiap harinya, sehingga bahan baku tidak banyak bersisa.
Florist harus dapat memperkirakan berapa bahan baku yang
dibutuhkan dan disesuaikan dengan pesanan pada hari itu juga. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap penjualan
periode
berikutnya.
Penjualan produk
karangan
bunga
mengandung unsur ketidakpastian, agar pemesanan bahan baku terencana dengan baik maka pola dari penjualan harus diidentifikasi.
Identifikasi
kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang dapat diketahui dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang lalu dengan data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab dari naik turunnya permintaan. Selama satu tahun diperoleh data sebagai berikut.
71
Tabel 10. Data Penjualan dan Pemakaian Bahan Baku Florist X dari Agustus 2009-Juli 2010
Bulan Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09 Jan-10
Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10
Penjualan (Rp) 15.035.000 6.495.000 14.885.000 6.320.000 2.700.000 5.540.000
Pemakaian Bahan Baku (Ikat) 248 143 192 102 42 82
1.715.000 3.050.000 5.650.000 33.350.000 45.825.000 56.300.000
28 46 86 802 806 863
Bulan Islam Sya'ban-Ramadhan Ramadhan-Syawal Syawal-Dzulqaidah Dzulqaidah-Dzulhijjah Dzulhijjah-Muharram Muharram-Shafar
Shafar-Rabi'ul Awal Rabi'ul Awal-Rabi'ul Akhir Rabi'ul Akhir-Jumadil Awal Jumadil Awal-Jumadil Akhir Jumadil Akhir-Rajab Rajab-Sya'ban
Status Permintaan Tinggi Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah
Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
Keterangan HUT RI Ultah Bandung
Tidak bagus untuk perkawinan/perayaan acara
Perkawinan Perkawinan Perkawinan
Berdasarkan data yang tersedia di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada bulan Mei sampai Agustus, permintaan cenderung tinggi. Dalam sistem kalender Islam, bulam Mei sampai bulan Agustus jatuh pada bulan Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, dan Sya'ban. Pada bulan-bulan Islam tersebut, banyak terjadi perayaan atau acara perkawinan, hal ini dikarenakan pada bulan bulan Islam tersebut sangat dianjurkan untuk sebuah pesta perkawinan dan perayaan lainnya, atau orang awam menyebutnya sebagai bulan baik untuk sebuah perayaan. Pada bulan Agustus sendiri adalah terdapat perayaan HUT RI, oleh karena itu, permintaan pada keempat bulan tersebut, dari Mei sampai Agustus cenderung meningkat.
Selain keempat bulan berturut-turut itu, pada bulan
Oktober terdapat perayaan hari ulang tahun Kota Bandung, sehingga permintaan pada bulan tersebut juga tinggi. Penurunan permintaan terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, dan April. Dalam sistem kalender Islam, bulan-bulan tersebut masuk dalam bulan Dzulhijjah, Muharram, Shafar, Rabi'ul Awal dan Rabi'ul Akhir. Pada bulan-bulan Islam tersebut cenderung tidak banyak perayaan atau acara, sehingga permintaan rendah. Pada Bulan Shafar terutama, masyarakat awam menyebutnya sebagai bulan yang kurang baik untuk sebuah perayaan terutama acara perkawinan, sehingga permintaan pada bulan Shafar menurun drastis. 72
Secara historis, Florist X dapat melakukan peramalan penjualan untuk periode-periode berikutnya, sehingga dapat diturunkan dalam kebutuhan bahan baku periode berikutnya, sehingga pemesanan bahan baku dapat diantisipasi agar tidak bersisa maupun kekurangan bahan baku secara berlebihan. Dari keterangan di atas, Florist X mampu mengidentifikasi penyebab dari tinggi rendahnya permintaan pada bulan-bulan tertentu, sehingga Florist X akan mampu memperkirakan kebutuhan bahan baku pada setiap bulannya berdasarkan data dan kesimpulan dari Tabel 13. Hal ini akan mempermudah florist dalam melakukan perubahan terhadap perjanjian abodemen dalam hal jumlah bahan baku yang dipesan. Dalam penelitian ini hanya tersedia data penjualan selama satu tahun kebelakang, sehingga data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan tidak memenuhi syarat peramalan secara kuantitatif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini strategi peramalan hanya bersifat kualitatif. 2.
Strategi berikutnya adalah dengan melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku (bunga potong), yaitu: a.
Membuat tempat dan ruangan penyimpanan bahan baku yang baik dan memenuhi standar.
b. Simpan dalam suhu normal dan konstan; simpan bunga dalam suhu 7-10 derajat Celcius atau 15-17 derajat Celcius. c.
Hindari dari sinar matahari langsung.
d. Tidak menyemprotkan air dalam bunga; penyemprotan air pada bunga akan membuat bunga cepat layu dan daya tahanhanya hanya satu hari. e.
Memotong tangkai bawah 1 cm setiap hari; Saat bunga disimpan dalam wadah berisi air, tangkai paling bawah akan menyerap air, semakin lama disimpan dalam wadah, bunga akan menyerap lebih banyak air. Memotong 1 cm tangkai bawah setiap hari, akan membuat bunga tidak kebanyakan air.
f.
Mengatur volume air dalam wadah; air dalam wadah bunga sebaiknya diisi setinggi 2 cm dari tangkai paling bawah dan mengganti air setiap 12 hari.
73
g. Memberi zat preservatif atau penyegar bunga; larutan penyegar bunga berisi nutrisi yang dilarutkan dalam air. Penyegar umumnya berisi nutrisi (glukosa, sukrosa atau gula pasir) dan antimikroba (hidrokuinon, phisan, perak nitrat, hidrokuinolin sulfat, hidrokuinolin sitrat atau perak tiosulfat) dan penambahan asam sitrat digunakan untuk mengasamkan larutan agar penyerapan lebih mudah dan bersifat antiseptik. h. Riset baru menemukan bahwa, potongan tanaman yang disemprot dengan senyawa sintetik, Thidiazuron atau TDZ akan bertahan lebih lama dalam beberapa hari. 3.
Mengembangkan sumber daya manusia Karyawan merupakan salah satu kunci keberhasilan pada suatu usaha. Wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan sangat dibutuhkan untuk menunjang kompetensi karyawan (SDM).
Oleh karena itu, pembinaan SDM pada
karyawan di Florist X sangat dibutuhkan.
Salah satu cara untuk
mengembangkan SDM adalah dengan melakukan pelatihan-pelatihan, baik pelatihan on-the-job ataupun pelatihan eksternal. Hal ini sangat bagus untuk merangsang karyawan agar memiliki tanggung jawab yang besar pada pekerjaanya dan lebih kreatif. 4.
Memasang dan memperbaiki fasilitas fisik Penggunaan website dalam mendukung penjualan dan pemasaran Florist X sangat dibutuhkan.
Hal ini agar dapat menjaring konsumen yang lebih
banyak lagi, sehingga promosi tidak hanya dilakukan di dalam pasar saja melainkan dapat dilakukan pada lingkup yang lebih luas. 5.
Membuat jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan agar tugas dari masing-masing karyawan dapat dipertanggungjawabkan. Proses identifikasi terhadap sumber-sumber risiko yang kemudian
dilanjutkan dengan pemetaan sumber risiko. Proses penanganan risiko berupa strategi preventif (penghindaran) risiko yang telah dijelaskan di atas. Hal ini akan dilanjutkan dengan mengelompokkan strategi penanganan risiko berdasarkan kuadran sumber risiko pada peta risiko berikut ini (Gambar 13).
74
Probabilitas (%) Kuadran 2 Besar
1. 2.
3.
Kuadran 1
Mengembangkan sumber daya manusia Memasang dan memperbaiki fasilitas fisik (website) Membuat jobdesk untuk masing-masing karyawan
1. Menyesuaikan sistem pasokan bahan baku (abodemen) serta meramalkan pemakaian bahan baku untuk periode mendatang 2. Melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku
Kecil Kuadran 4
Kuadran 3
Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 13. Strategi Preventif Risiko
Strategi pereventif dilakukan untuk sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan II. Penghindaran terhadap risiko yang terdapat pada kuadran I adalah penanganan pada kejadian-kejadian dengan probabilitas dan dampak besar. Penanganan preventif yang dilakukan berupa memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen) serta meramalkan penggunaan bahan baku untuk periode mendatang, melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku, dan melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku.
Strategi ini akan menggeser posisi
kelompok kuadran I menuju kuadran III. Pada kuadran III digambarkan adanya dampak besar dan probabilitas kecil. Kejadian berisiko merugikan yang awalnya memiliki probabilitas besar akan menjadi kecil. Penghindaran terhadap risiko yang terdapat pada kuadran II adalah penanganan pada kejadian-kejadian dengan probabilitas besar dan dampak kecil. Penanganan preventif yang dilakukan berupa mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki fasilitas fisik serta membuat jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan. Strategi ini akan menggeser posisi kelompok kuadran II menuju kuadran IV. Pada kuadran IV digambarkan adanya 75
probabilitas kecil dan dampak kecil. Sehingga kejadian berisiko merugikan yang awalnya memiliki probabilitas besar akan menjadi kecil. B. Mitigasi Risiko Strategi mitigasi adalah cara yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan III dimana dampak risikonya besar maka dilakukan cara mitigasi.
Sumber risiko pada kuadran I tidak hanya menggunakan strategi
preventif tetapi juga menggunakan mitigasi. Hal ini dimaksudkan agar risiko yang berada pada kuadran I dapat bergeser ke kuadran II dengan dampak yang lebih kecil dan risiko-risiko yang berada pada kuadran III dapat bergeser pada kuadran IV dengan dampak yang kecil juga. Dengan demikian, strategi mitigasi adalah strategi penanganan risiko apabila dampak risiko sangat besar. Berikut sumber-sumber risiko yang berada pada kaudaran I dan III: 1.
Risiko terjadi pada saat permintaan menurun, hal ini akan mengakibatkan penimbunan pasokan bahan baku yang tidak terpakai dan menjadi busuk.
2.
Risiko lainnya terjadi pada saat permintaan pasar terhadap produk karangan bunga tinggi, kebutuhan bahan baku akan lebih banyak, hal ini menyebabkan kurangnya bahan baku sehingga beberapa permintaan tidak bisa terpenuhi atau terpaksa mencari pemasok atau petani lain dengan harga yang lebih tinggi dua kali lipat.
3.
Belum adanya sistem quality control yang baik dari petani pemasok bahan baku, sehingga
hasilnya hanya 75-90 persen bahan baku yang bisa
digunakan. 4.
Jika tidak dapat menangani bahan baku (bunga potong) dengan baik tiap harinya, maka dapat mengakibatkan bahan baku menjadi busuk dan tidak dapat terpakai.
5.
Jika terjadi penumpukkan bahan baku akan mengakibatkan banyaknya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal.
6.
Pada saat terjadi piutang, pihak florist kadang harus menunggu satu sampai dua minggu untuk menerima pembayaran pesanan dari konsumen atau pelanggan. 76
7.
Keteledoran karyawan yang tidak menanyakan keterangan lengkap dari si konsumen atau pemesan. Hal ini menyebabkan beberapa pesanan di batalkan secara sepihak.
8.
Besar biaya HGU adalah 50 juta per 20 tahun untuk setiap florist, biaya ini harus dibayarkan di awal pendirian usaha dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali. Strategi mitigasi yang dilakukan Florist X terhadap sumber-sumber risiko
di atas antara lain: 1.
Strategi mitigasi dalam menangani bahan baku adalah melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku, caranya adalah dengan menawarkan kelebihan bahan baku untuk digunakan oleh florist lain sebagai pasokannya. Dengan kata lain antar florist saling bekerjasama dalam hal bahan baku yang berlebih atau kekurangan. Apabila florist yang satu kekurangan bahan baku, maka florist lainnya akan mensupplai bahan baku yang dimiliki dan tidak terpakai dalam proses produksinya. Begitu juga sebaliknya pada saat terjadi kelebihan bahan baku. Startegi ini disebut sebagai strategi pengalihan risiko.
2.
Melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan baku dari pemasok bahan baku, sehingga risiko bahan baku yang berlebih dapat diantisipasi kualitas dan kuantitasnya.
3.
Melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dengan kata lain memperbanyak jenis dan bentuk produk.
4.
Kontrak dengan Koperasi Pasar Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal. Koperasi ini bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pengadaan bahan baku penunjang bagi kegiatan florist di PBW.
5.
Penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong.
Bunga kertas ini
berfungsi sebagai pembentuk huruf-huruf pada papan bunga yang pemakaiannya cukup banyak dalam satu papan bunga. Bunga kertas atau biasa disebut dengan suyok kertas yang dipasok dari Surabaya sebagai alternatif apabila bunga potong tidak tersedia. 77
6.
Meningkatkan tanggungjawab kerja dan ketrampilan melalui briefing setiap hari dan pembagian jobdesk yang jelas.
7.
Pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih. Proses identifikasi terhadap sumber-sumber risiko yang kemudian
dilanjutkan dengan pemetaan sumber risiko dalam strategi mitigasi.
Proses
penanganan risiko berupa strategi mitigasi risiko yang telah dijelaskan di atas. Hal ini akan dilanjutkan dengan mengelompokkan strategi penanganan risiko berdasarkan kuadran sumber risiko pada peta risiko berikut ini (Gambar 14).
Probabilitas (%) Kuadran 1 Besar
1. Melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku 2. Melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan baku dari pemasok bahan baku 3. Melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket 4. Penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong
Kuadran 2
Kuadran 3 1. Kontrak dengan Koppas Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal. 2. Meningkatkan tanggungjawab kerja dan ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang jelas 3. Pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih
Kuadran 4 Kecil
Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 14. Strategi Mitigasi Risiko
78
Strategi
penanganan
risiko
dengan
mitigasi
bertujuan
untuk
mengendalikan risiko-risiko merugikan dengan dampak besar. Strategi mitigasi dilakukan untuk sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan III. Strategi mitigasi terhadap risiko yang terdapat pada kuadran I adalah penanganan pada kejadian-kejadian dengan probabilitas dan dampak besar.
Penanganan
mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan baku dengan pemasok bahan baku, melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong. Strategi ini akan menggeser posisi kelompok kuadran I menuju kuadran II. Pada kuadran II digambarkan memiliki probabilitas besar dan dampak kecil. Kejadian berisiko merugikan yang awalnya memiliki dampak besar akan berubah menjadi kecil. Strategi mitigasi terhadap risiko yang terdapat pada kuadran III adalah penanganan pada kejadian-kejadian dengan probabilitas kecil dan dampak besar. Penanganan mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kontrak dengan Koppas Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan tanggungjawab kerja dan ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang jelas, dan pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih. Strategi ini akan menggeser posisi kelompok kuadran III menuju kuadran IV. Pada kuadran IV digambarkan adanya probabilitas kecil dan dampak kecil. Sehingga kejadian berisiko merugikan yang awalnya memiliki dampak besar akan menjadi kecil. Tindakan preventif dan mitigasi risiko oleh Florist X dapat dilengkapi dengan alternatif strategi penanganan risiko.
Alternatif strategi yang dapat
digunakan oleh Florist X untuk penanganan risiko terdapat pada Gambar 15.
79
Probabilitas (%) Kuadran 2
Besar
20 %
Karyawan tidak selalu ada di tempat Persaingan dengan PB Tegalega Pemasaran yang kurang efektif Belum adanya jobdesk yang jelas
Prevent at source
Detect and monitor
Kuadran 4
Teknik pemasaran yang masih konvensional Monopoli bahan baku penunjang oleh PBW Adanya retribusi harian dari PBW
Kecil
Kuadran 1
Pemakaian bahan baku yang tidak menentu Penenganan bahan baku yang belum maksimal Belum adanya sistem quality control pada pasoakan bahan baku
Low control
Kecil
Kuadran 3
Piutang tak tertagih Keteledoran karyawan Biaya HGU dibayarkan di awal pendirian usaha dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali
Monitor
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp) Gambar 15. Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Florist X
Pada kuadran I terdapat sumber risiko yang paling krusial dengan dampak dan probabilitas besar, sehingga harus dilakukan strategi Prevent at Source. Florist X harus selalu mencatat kebutuhan dan pemakaian bahan baku setiap harinya dan selanjutnya menyesuaikan pesanan pada pihak pemasok, sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap kelebihan ataupun kekurangan bahan baku serta melakukan penanganan yang tepat untuk terjaganya kualitas bahan baku. Penanganan bahan baku dari sisi kualitas dengan melakukan quality control yang baik, agar bahan baku yang ada dapat terhindar dari risiko rusak dan pembusukan Pada kuadran II terdapat risiko yang menyebabkan dampak besar apabila terjadi pada Florist X. Strategi yang dilakukan adalah dengan Detect and Monitor. Penanganannya adalah dengan melakukan deteksi dan monitoring terhadap kualitas karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Memperjelas jobdesk masingmasing karyawan sehingga tidak terjadi penumpukan pekerjaan. 80
Pada kuadran III yang memiliki probabilitas kecil dan dampak yang besar harus dilakukan monitoring atau pengawasan terhadap tugas yang diemban masing-masing karyawan, peneguran dilakukan apabila karyawan menyalahi aturan kerja. Untuk piutang tak tertagih, dilakukan persyaratan pembelian dengan membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, sehingga dapat meminimalisir risiko piutang tak tertagih. Pengawasan yang rendah dilakukan pada risiko yang memiliki dampak dan probabilitas kecil yang terjadi pada kuadran IV yaitu mengenai teknik pemasaran yang masih konvensional dan cenderung jarang melakukan terobosan atau ide-ide baru dalam pemasaran produk karangan bunga sehingga Florist X harus melakukan pembaruan terhadap teknik pemasaran, misalnya dengan memasang website atau bergabung dalam milis-milis promosi produk (Yahoo, Facebook, Kaskus, dan lain-lain) dalam mengiklankan produknya secara luas agar terjadi peningkatan terhadap penjualan.
Dengan
alternatif strategi yang dilakukan, Florist X dapat menghindari dan melakukan penanganan terhadap kejadian-kejadian merugikan tersebut.
81
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Identifikasi sumber risiko yang dilakukan pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana ditemukan beberapa risiko yang krusial diantaranya adalah pemakaian bahan baku yang tidak menentu, penanganan bahan baku yang belum maksimal, belum adanya sistem quality control yang baik dari petani pemasok bahan baku, teknik pemasaran yang kurang efektif, keteledoran karyawan, dan belum adanya jobdesk yang jelas bagi karyawan, serta piutang tak tertagih. Identifikasi dilakukan pada setiap unit usaha yang terdapat pada florist, yaitu: unit produksi, unit pemasaran (penjualan), unit pasar, unit SDM, dan unit keuangan. Pengukuran risiko menggunakan analisis probabilitas dan dampak. Pengukuran terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitas dilakukan dengan menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan pengukuran yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Aproksimasi, yaitu dengan menggunakan Expert Opinion. Untuk risiko bahan baku, pengukuran nilai probabilitas dan dampak risiko dilakukan dengan pengukuran yang bersifat kuantitatif selama 18 periode dari bulan Juli sampai Agustus 2010.
Nilai
probabilitas penggunaan bahan baku yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar dari 120 ikat pada Florist X dengan menggunakan metode Z-score adalah 52,6 persen. Sedangkan dampak risiko yang dialami Florist X dengan menggunakan metode Value at Risk adalah sebesar Rp 200.220,515. Strategi penanganan risiko yang dilakukan terbagi menjadu dua, yaitu: preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan II. Strategi mitigasi diakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan III. Penganganan preventif bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko.
Penanganan preventif yang dilakukan berupa
memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen), strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap penjualan periode berikutnya. Identifikasi kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang
dapat diketahui dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang lalu dengan data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab dari naik turunnya permintaan.
Secara historis, Florist X dapat melakukan
peramalan penjualan untuk periode-periode berikutnya, kemudian diturunkan dalam kebutuhan bahan baku untuk periode berikutnya, sehingga pemesanan bahan baku dapat diantisipasi. Strategi selanjutnya adalah melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku. Selain itu, mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki fasilitas fisik. Sedangkan penanganan mitigasi bertujuan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Penanganan mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan baku pada pemasok bahan baku, melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong. Selain itu, melakukan kontrak dengan Koppas Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan tanggung jawab kerja dan ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang jelas, dan pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih. Sedangkan alternatif strategi untuk penanganan risiko bahan baku pada kuadran I adalah prevent at source.
Detect and monitor dilakukan untuk menghadapi
permasalahan karyawan, jobdesk dan pemasaran yang belum maksimal yang terdapat pada kuadran II. Strategi alternatif untuk risiko pada kuadran III yaitu piutang tak tertagih dan keteledoran karyawan dengan monitor, sedangkan Teknik pemasaran yang masih konvensional pada kuadran IV dengan low control.
83
7.2 Saran 1.
Mengubah sistem perjanjian pengiriman bahan baku (abodemen) dari sisi waktu pengiriman dan kuantitasnya. Pengiriman sebaiknya dilakukan setiap hari dengan jumlah atau kuantitas yang disesuaikan dengan banyaknya pesanan produk karangan bunga pada saat itu. Sehingga tidak akan terjadi kelebihan ataupun kekurangan bahan baku.
2.
Mencari solusi bersama antara pihak florist-florist di Pasar Bunga Wastukencana dengan Koperasi Pasar Bunga Wastukencana dalam penyediaan pasokan bahan baku utama (bunga potong). Sehingga apabila pasokan bahan baku utama dibawah pengawasan dan tanggung jawab Koppas, maka dapat memperkecil risiko bahan baku bagi pihak florist.
3.
Bagi setiap florist, sebaiknya membentuk unit bahan baku untuk bertanggung jawab dalam pasokan dan penanganan bahan baku. Apabila setiap florist memiliki unit bahan baku maka jobdesk yang dimiliki karyawan dalam unit ini jelas, sehingga karyawan lebih bertanggung jawab terhadap pengadaan dan pemeliharaan bahan baku serta dapat memperkecil kemungkinan terjadinya risiko pada bahan baku.
4.
Masing-masing unit mencatat permasalahan apa saja yang terjadi dalam setiap aktivitas usaha, baik itu masalah besar atau kecil, sehingga florist bisa membuat daftar risiko yang akan mempermudah dalam penanganannya.
5.
Agar pelaksanaan manajemen risiko dilakukan dengan efektif, dianjurkan untuk membentuk Enterprise Risk Management (bersifat permanen) atau Risk Management Committee (bersifat non permanen), yaitu suatu unit yang bertanggunga jawab atas pelaksanaan manajemen risiko dalam suatu perusahaan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Agrina. 2009. Prospek Agribisnis Florikultura. Jakarta: http://www.agrinaonline.com [21 Mei 2010] Arfah S. 2009. Analisis risiko penjualan anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Barron’s. 1993. Mengatur Keuangan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Basyaib F. 2007. Manajemen Risiko. Jakarta: PT Grasindo. Debertin D.L. 1986. Agricultural Production Economics. New York: Macmillan Publishing Company. Dinas Pertanian Kota Bandung. 2008. Profil Tanaman Hias Kota Bandung. Bandung. Direktorat Jendral Hortikultura. 2007-2008. Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura. Jakarta: http://www.hortikultura.go.id [21 Mei 2010] Elton E.J, Gruber M.J. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. Fifth Edition. New York: John Wiley and Sons Inc. Harwood, et al. 1999. Market and Trade Economics Division and Resource Economics Division. US Department of Agriculture. Kountur R. 2008. Manajemen Risiko. Jakarta: Abdi Tandur. Lam J. 2008. Enterprise Risk Management. Jakarta Pusat: PT Ray Indonesia. Moschini G, Hennessy D.A. 1999. Uncertainty, Risk Aversion and Risk Management for Agricultural Producers. Elsevier Science Publisher. Amsterdam. Muslich M. 2007. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Purba
F. 2010. Peluang Pasar Internasional Tanaman Hias. Jakarta: http://agribisnis.net [21 mei 2010] Robinson L.J, Barry P.J. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London: Macmillan Publisher. Safitri N. 2009. Analisis risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Saragih. 2001. Agribisnis (Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian). Bogor: PT Loji Grafika Griya. Soekartawi, R dan E. Damaijati. 1995. Risiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono, Dr., Prof. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Syarif A. 2005. Analisis kepuasan konsumen bunga potong dalam bentuk rangkaian pada Florist S Bogor [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Trangjiwani W. 2008. Manajemen risiko operasional CV Bimandiri di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
90
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data pendapatan usaha penjualan produk karangan bunga pada florist X di Pasar Bunga Wastukencana per periode pengiriman barang dari bulan Juni sampai bulan Juli 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total Pendapatan
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Pendapatan 4.185.000,00 4.000.000,00 4.050.000,00 4.250.000,00 3.160.000,00 5.100.000,00 2.500.000,00 4.285.000,00 3.285.000,00 6.100.000,00 2.510.000,00 8.080.000,00 3.090.000,00 6.200.000,00 5.440.000,00 2.300.000,00 4.285.000,00 2.465.000,00 75.285.000,00
Keterangan: Periode I Abodemen = Rabu-Kamis-Jumat Periode II Abodemen = Sabtu-Minggu-Senin-Selasa
91
Lampiran 2. Peta Lokasi Pasar Bunga Wastukencana
92
Lampiran 3. Gambar Aktivitas di Pasar Bunga Wastukencana
93
Lampiran 3. Lanjutan
94
Lampiran 3. Lanjutan
95