Panduan Bagi Pelatih
MANAJEMEN BELANJA DAERAH KURSUS KEUANGAN DAERAH Edisi Tahun 2013
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Panduan Bagi Pelatih Manajemen Belanja Daerah “Kursus Keuangan Daerah”
Pengarah
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan – Kementerian Keuangan
Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan - Kementerian Keuangan
Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah – DJPK
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah – DJPK
Direktur Dana Perimbangan – DJPK
Direktur Evaluasi Pendanaandan Informasi Keuangan Daerah – DJPK
Editor
John Suprihanto
:
Niniek L Gyat
Kontributor
Asep Agus Hermanto
(DJPK)
Thia Jasmina (Universitas Indonesia) M Nazer (Universitas Andalas)
Nur Khusniyah Indrawati
(Universitas Brawijaya)
Mursalim (Universitas Hasanuddin)
Victor P. K Lengkong
(Universitas Samratulangi)
Tjahjo Winarto
(Sekolah Tinggi Administrasi Negara)
Ventje Llat (Tim QA)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Didukung oleh: Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Decentralisation as Contribution to Good Governance (DeCGG) Program Fiscal Decentralisation Component Jakarta 2013
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
v
Kata Sambutan Kapasitas sumber daya manusia yang handal di seluruh pemerintah daerah merupakan salah satu kunci sukses pengelolaan keuangan daerah yang effisien, transparan, dan akuntabel. Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan pemahaman para aparat pengelolaan keuangan Daerah dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) - Kementerian Keuangan sejak tahun 1981/1982 telah menyelenggarakan Kursus Keuangan Daerah (KKD). Sementara itu, kegiatan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daereah (KKDK) diselenggarakan sejak tahun 2007. Dalam pelaksanaannya, KKD dan KKDK dikerjasamakan dengan 7 perguruan tinggi negeri (yang selanjutnya dikenal dengan sebutan center of knowledge/center), yaitu: Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Andalas (Unan), Univeristas Hasanuddin (Unhas), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Pelaksanaan KKD-KKDK terus mengalami penyempurnaan dan updating terutama terkait dengan kurikulum, satuan acara pembelajaran (SAP), dan modul. Untuk pertama kali, pada tahun 2012, modulmodul kegiatan KKD-KKDK diseragamkan agar setiap lulusan mempunyai pemahaman yang sama atas materi yang diajarkan. Perbaikan kualitas pelaksanaan KKD-KKDK terus dilanjutkan dan pada tahun 2013, DJPK mendapat dukungan dari GIZ untuk melakukan standarisasi Modul KKD-KKDK sehingga modulmodul tersebut diharapkan dapat memenuhi standar modul internasional. Standarisasi modul ini menghasilkan dua produk utama, yaitu: (i) Materi Pelatihan (handbook) ; dan (ii) Panduan Bagi Pelatih (trainer guideline) untuk 6 (enam) jenis pelatihan, yaitu Perencanaan Penganggaran, Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, Barang Milik Daerah, Penatausahaan Perbendaharaan Daerah dan Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Kami mengucapkan terima kasih kepada GIZ yang telah mendukung pelaksanaan standarisasi materi pelatihan dan panduan bagi pelatih ini sehingga memudahkan bagi para pelatih untuk melaksanakan pelatihan sehingga output dari hasil pelatihan ini memiliki standar yang berkualitas tinggi. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penyusun modul, pimpinan dan pengurus center penyelenggara kegiatan KKD-KKDK serta seluruh pihak yang terlibat dalam proses penyusunan standarisasi materi pelatihan KKD-KKDK ini. Diharapkan dengan kehadiran modul yang telah distandarisasi ini akan menjadikan kualitas dari pelaksanaan pelatihan KKD-KKDK terjaga dengan baik dan juga memudahkan para pelatih dan penyelenggara dalam melaksanakan pelatihan KKD-KKDK. Dengan demikian, diharapkan pelaksanaan pelatihan KKD-KKDK dapat berkontribusi pada perbaikan pengelolaan keuangan daerah. Jakarta, Maret 2014 Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah
Adriansyah
Daftar Isi Kata Sambutan
v
Abstract
ix
Materi Pelatihan
x
Program Pelatihan
xi
Metode Pelatihan
xi
Evaluasi dan Penilaian
xii
Sertifikasi
xii
TOPIK 1 DESENTRALISASI FISKAL DAN HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
1
1.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
2
1.2.
ALUR PEMBELAJARAN:
3
1.3.
Penjelasan:
3
1.4.
LEMBAR KERJA KELOMPOK:
5
RINGKASAN MATERI:
7
TOPIK 2 PENGELOLAAN DAN KELEMBAGAAN KEUANGAN DAERAH
23
2.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
24
2.2.
ALUR PEMBELAJARAN:
25
2.3.
RINGKASAN MATERI:
26
TOPIK 3 PENGANTAR PENYUSUNAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH
35
3.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
36
3.2.
ALUR PEMBELAJARAN:
37
3.3
.LEMBAR KERJA KELOMPOK:
38
3.4.
CONTOH HASIL KEGIATAN – CLOUDING
39
3.5.
RINGKASAN MATERI
40
TOPIK 4 PENGANTAR BELANJA DAERAH
49
4.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
50
4.2.
ALUR PEMBELAJARAN:
51
TOPIK 5 KLASIFIKASI BELANJA DAERAH
57
5.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
58
5.1.
Alur Pembelajaran
59
5.2.
Ringkasan Materi:
60
TOPIK 6 STANDAR PELAYANAN MINIMUM (SPM)
63
5.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
64
6.1.
Alur Pembelajaran 1
67
6.2.
Alur Pembelajaran 2.
68
6.3.
Ringkasan Materi:
70
viii
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
6.4.
Lingkup, Tahap dan Langkah Penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah:
TOPIK 7 ANALISIS STANDAR BELANJA
70 73
7.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
74
7.2.
Alur Pembelajaran 2.
78
7.3.
Ringkasan Materi:
81
TOPIK 8 VALUE FOR MONEY
83
8.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
84
8.2.
Alur Pembelajaran
85
8.3.
Ringkasan Materi:
86
TOPIK 9 ANALISA BELANJA MODAL
89
9.1.
90
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
9.2.
ALUR PEMBELAJARAN:
91
9.3.
PENJELASAN KEGIATAN:
91
9.4.
LEMBAR KERJA KELOMPOK:
93
9.5.
STUDI KASUS I (untuk kelompok 1 dan 4)
94
9.6.
STUDI KASUS II (untuk kelompok 2 dan 5)
97
9.7.
STUDI KASUS III (untuk kelompok 3 dan 6)
100
9.8.
RINGKASAN MATERI:
103
9.8.
LATIHAN EVALUASI PROYEK (Pada Saat Presentasi)
115
TOPIK 10 LATIHAN STUDI KASUS
119
KASUS 1 - ANALISIS STANDAR BIAYA (ASB)
120
10.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
120
10.2.
ALUR PEMBELAJARAN:
121
10.3
LEMBAR KERJA KELOMPOK:
122
10.4.
LATIHAN KASUS ANALISIS STANDAR BIAYA: KEGIATAN SOSIALISASI
122
KASUS 2 - ANALISA EVALUASI PROYEK
124
10.5.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
124
10.6.
ALUR PEMBELAJARAN:
125
10.7.
LEMBAR KERJA KELOMPOK:
127
TOPIK 11 PENGANTAR PENGADAAN BARANG DAN JASA
131
11.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
132
11.2
Alur Pembelajaran
133
11.2.
Ringkasan Materi:
134
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
ix
Abstrak Pada dasarnya keuangan daerah adalah bagian dari sistem keuangan negara. Untuk mengetahui hubungan tersebut maka diperlukan pemahaman tentang desentralisasi fiskal, hubungan kewenangan dan keuangan, APBN dan APBD. Selanjutnya pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan dan kelembagaan keuangan daerah serta pengetahuan penyusunan anggaran belanja sangat membantu mewujudkan tata kelola anggaran yang baik, sehingga dapat memenuhi prinsip-prinsip anggaran sektor publik. Prinsip berkeadilan mewajibkan belanja daerah dialokasikan kepada penyediaan pelayanan umum yang adil dan merata supaya dapat dinikmati oleh semua kelompok dalam masyarakat. Keadaan ini hanya dapat dicapai jika pemerintah daerah mempunyai standar pelayanan minimal untuk masyarakat. Selanjutnya standar pelayanan minimal dapat menentukan biaya yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk pelayanan tertentu sekaligus sebagai ukuran kinerja kemampuan pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakatnya.
Pendahuluan PP Nomor 58 Tahun 2005 dalam ketentuan umumnya menjelaskan bahwa, “Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, pengawasan daerah”. Dua hal kepengurusan yang dikandung oleh pengelolaan keuangan daerah adalah kepengurusan umum dan kepengurusan khusus. Kepengurusan umum adalah kepengurusan administrasi dan kepengurusan khusus meliputi kepengurusan bendaharawan. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan berdasarkan prinip-prinsip pokok anggaran sektor publik. Prinsip-prinsip tersebut adalah otorisasi oleh legislasi, komprehensif, keutuhan anggaran, nondiscreasionary appropriation, periodik, akurat, jelas dan diketahui publik. Pemenuhan prinsip-prinsip tersebut akan menghasilkan kemampuan daerah untuk mengelola keuangan dan asset daerahnya secara efektif, efisien, akuntabel dan berkeadilan. Keuangan daerah pada dasarnya adalah bagian dari sistem keuangan negara. Agar daerah lebih bebas dan leluasa dalam pengelolaan keuangannya maka pemerintah menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal. Desentralisasi fikal ini meliputi peningkatan dana transfer ke daerah, redistribusi dana dari daerah di pulau Jawa keluar pulau Jawa dan redistribusi dana dari Kawasan Barat Indonesia ke kawasan Timur Indonesia. Kebebasan dan keleluasaan ini sejatinya dapat meningkatkan efisiensi alokasi karena masingmasing pemerintah daerah lebih tahu kebutuhan daerahnya dari pemerintah pusat. Efisiensi anggaran daerah yang tinggi akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
xi
Pengelolaan belanja mempunyai tiga tujuan pokok yang ingin dicapai yaitu menjamin dijalankannya disiplin fiskal melalui pengendalian belanja, menyesuaikan alokasi anggaran dengan arah kebijakan anggaran dan prioritas anggaran, serta menjamin efisiensi dan efektifitas alokasi anggaran. Pengelolaan belanja akan meyesuaikan arah kebijakan anggaran terutama yang berhubungan dengan kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah daerah seperti “pro poor, pro job dan pro growth”. Pengelolaan belanja daerah harus mengacu kepada prinsip transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, berkeadilan, efisien dan efektif.
Materi Pelatihan Untuk mencapai tujuan pelatihan, dalam modul belanja daerah akan bahas materi-materi sebagai berikut: Tabel Kurikulum Modul Belanja Daerah No.
Judul
Keterangan
Topik I
Desentralisasi dan Hubungan Pusat Daerah
Menjelaskan proses desentralisasi, pembagian kewenangan pusat daerah serta hubungan antara APBN – APBD
3
Topik II
Pengelolaan dan Kelembagaan Keuangan Daerah
Menjelaskan tugas dan kewajiban Pengelola Keuangan Daerah
1
Topik III
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja
Menjelaskan prinsip-prinsin penyusunan anggaran belanja
2
Topik IV
Pengantar Belanja Daerah
Menjelaskan konsep belanja daerah
1
Topik V
Klasifikasi Belanja Daerah
Menjelaskan klasifikasi belanja daerah serta struktur belanja daerah
2
Topik VI
Standar Pelayanan Minimum
Menjelaskan prinsip-prinsip SPM, manfaat dan tujuan SPM, keterkaitan SPM dengan Renstra/Renja dan Belanja Daerah
6
Topik VII
Analisa Standar Belanja
Menjelaskan definisi, tujuan dan manfaat, persyaratan dan asumsi penggunaannya, serta jenis anggaran ASB
7
Topik VIII
Value for Money
Menjelaskan konsep pengelolaan organisasi sektor publik berdasarkan Konsep VFM
1
Topik IX
Analisa Belanja Modal
Menjelaskan definisi proyek dalam belanja modal, tujuan dan manfaat analisa, aspek-aspek evaluasi dan penilaian kelayakan proyek
6
Topik X
Studi Kasus Belanja Daerah
Menganalisa beberapa kasus belanja modal yang sering muncul
4
xii
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Jumlah Sesi
Topik XI
Pengantar Pengadaan Barang/Jasa
Menjelaskan aturan-aturan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan terbaru
4
Total Sesi
37
Program Pelatihan Modul Belanja Daerah memiliki 37 sesi, dan terbagi menjadi 11 topik. Untuk pelaksanaan pelatihan yang optimal dan sesuai dengan penekanan materi, jadwal pelaksanaan ini diusulkan sebagai berikut: Jadwal Pelatihan Modul Belanja Daerah
Jadwal Pelatihan Modul Belanja Daerah Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Pembukaan + Ice Breaking
Quiz
Games
Quiz
Games
Desentralisasi dan Hubungan Pusat Daerah
3
Klasifikasi Belanja Daerah
2
Pengelolaan & Kelembagaan Keuangan Daerah
1
Standar Pelayanan Minimal
2
ISHOMA + Team Building
ISHOMA + Energizer
4
ISHOMA + Energizer
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja
2
Standar Pelayanan Minimal
2
Pengantar Belanja Daerah
1
Latihan SPM
2
7
Analisa Standar Belanja
8
Latihan ASB
Value for Money
1
Analisis Belanja Modal
3
ISHOMA + Energizer 3
7
Latihan ABM
Pengantar Pengadaan Barang/Jasa
Sabtu
4
Ujian
Penutupan
ISHOMA + Energizer 4
8
Studi Kasus Belanja Daerah
4
8
Metode Pelatihan Untuk memahami materi yang diberikan, digunakan pendekatan adult learning dengan metode pembelajaran partisipatif. Untuk itu, struktur dan alur pelatihan akan disesuaikan sebagai berikut: 10% pengantar, 60% praktek/aktivitas, dan 30% integrasi antara teori dan praktek serta rangkuman materi.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
xiii
Di dalam alur pengantar, fasilitator dapat memaparkan teori, regulasi, maupun permasalahan yang mungkin terjadi saat ini. Dalam alur praktek/aktivitas, fasilitator akan dibahas permasalahan yang terjadi saat ini, meminta peserta untuk melakukan kegiatan kelompok untuk membahas permasalahan yang ada, dan menyimpulkan alternatif solusi. Terakhir, pada alur integrasi – perlu dirangkum hasil-hasil kegiatan kelompok tersebut dengan dikaitkan dengan peraturan dan pratek yang ada saat ini. Beberapa metode pembelajaran yang diterapkan antara lain: presentasi, ceramah, tanya jawab, aktivitas kelompok: flashlight, clouding, studi kasus, latihan kelompok dan presentasi kelompok.
Evaluasi dan Penilaian Evaluasi dan penilaian perlu dilakukan untuk mengetahui pencapaian tujuan pelatihan oleh peserta. Metode evaluasi dapat dilakukan sejak awal pelatihan, pada saat pelatihan maupun di akhir pelatihan. Di awal pelatihan, kordinator pelatihan dapat memberikan pre-test dan diakhir dengan post test, dengan menggunakan materi yang sama – namun dengan urutan soal yang berbeda. Sepanjang pelatihan, fasilitator dapat memberikan quiz, tanya jawab, maupun presentasi kelompok. Evaluasi dapat pula dilakukan beberapa saat setelah pelatihan selesai dilaksanakan. Ex-post evaluation ini diterapkan untuk mengetahui manfaat dan dampak pelatihan baik kepada peserta maupun bagi instansi tempatnya bekerja. Untuk pelaksanaan ex-post evaluation yang baik serta tepat sasaran, metode penilaian yang terstruktur dan terencana dengan baik sangat diperlukan.
Sertifikasi Setelah mengikuti pelatihan KKD/KKDK, peserta akan mendapatkan 2 buah sertifikat. Sertifikat mengikuti pelatihan akan diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan dan sementara sertifikat kelulusan pelatihan akan diperoleh dari masing-masing Center.
xiv
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 1
DESENTRALISASI FISKAL DAN HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
1.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang desentralisasi fiskal 2. Menjelaskan tentang anggaran pemerintah dan kebijakan fiskal dalam konteks ekonomi makro 3. Menjelaskan tentang resiko dan kesinambungan fiskal 4. Menjelaskan kepada peserta tentang esensi kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah 5. Menjelaskan alur dana pemerintah pusat ke daerah, baik dan transfer ke pemerintah daerah maupun belanja pemerintah pusat di daerah 6. Menjelaskan proses penyusunan dan struktur APBN dan APBD, serta 7. Mengetahui hubungan APBN dan APBD (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
3 Sesi (135 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
2
Desentralisasi, Otonomi, Desentralisasi Fiskal, Kesinambungan Fiskal Negara Kesatuan, Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Money Follow Function Struktur APBN, Struktur APBD, Keterkaitan APBN dan APBD, Anggaran Pembiayaan, Desifit/Surplus.
• • •
Flashlight Presentasi Kerja Kelompok
• Flipt chart, spidol, laptop, dan infocus. • Handout: Materi Lembar Kerja
• • • • • • • • • • • • •
• •
Presentasi Kelompok Masukan dan Rangkuman
• Bahan Bacaan ‘Desentralisasi dan Hubungan Pusat-Daerah”
Amandemen ke-4 UUD 1945 UU No. 17 Tahun 2003 UU No 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004 UU No. 28 Tahun 2009 PP No. 58 Tahun 2005 PP 38 Tahun 2007 Peraturan terkait lainnya yang ada di Indonesia Nota Keuangan, 2013 Public Finance (Musgrave dan Musgrave) The Economics of Fiscal Federalism and Local Finance (Oates) Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Nick Devas, 1989) Buku Pegangan Pengelolaan Keuangan, DJPK, 2010-2013
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
1.2. ALUR PEMBELAJARAN: Kegiatan 1
Flashlight (10')
2
Presentasi Materi (40')
3
Kerja Kelompok (50')
4
Presentasi Kelompok (25')
5
Masukan dan Rangkuman (10')
1.3. Penjelasan: Kegiatan 1: Flashlight (10 menit) Tujuan: Untuk mengetahui pemahaman peserta mengenai konteks Desentralisasi secara umum
1. Fasilitator menginfokan ke peserta mengenai topik yang akan dipelajari selama 3 sesi ini 2. Fasilitator menanyakan kepada peserta – apa yang peserta pahami ketika mendengar kata “Desentralisasi” 3. Masing-masing peserta secara cepat dan berurutan akan mendeskripsikan arti kata “desentralisasi” dalam (paling banyak) 3 kata 4. Setelah semua peserta mengutarakan ide mereka, Fasilitator akan merangkum input2 tersebut Kegiatan 2: Presentasi Materi (40 menit) Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta akan memahami konteks dan ruang lingkup Desentralisasi Fiskal, Hubungan Pusat dan Daerah, serta Struktur dan Hubungan APBN dan APBD 1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan pembelajaran materi dengan mengaitkan hasil rangkuman kegiatan sebelumnya (3 menit) PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
3
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
2. Memulai presentasi materi (27 menit) 3. Dilanjutkan dengan tanya jawab (10 menit) Kegiatan 3: Kerja Kelompok (50 menit) Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengindentifikasikan kondisi, permasalahan serta mengusulkan solusi untuk memperbaiki permasalahan yang ada 1.
Fasilitator menjelaskan kasus yang harus direview dan dikerjakan oleh peserta dengan menggunakan flipchart/powerpoint. Penjelasan mengenai tugas yang harus dikerjakan dan durasi diskusi dituliskan dalam flipchart.
4. Peserta akan dibagi ke dalam 6 kelompok. Metode pembagian kelompok sesuai fasilitator, misalnya urutan angka 1-6, pembagian permen sesuai kelompok, atau sesuai meja. 5. Setiap kelompok dibagikan handout bacaan, data, dan referensi terkait 6. Fasilitator mendampingi setiap kelompok dalam mengerjakan tugas 7. Peserta menuliskan hasil diskusi dalam kertas flipchart 8. Peserta siap untuk melakukan presentasi di depan kelas Kegiatan 4: Presentasi Kerja Kelompok (25 menit) 1. Setiap kelompok akan menunjuk 1 orang sebagai wakil kelompok yang akan melakukan presentasi. 2. Karena keterbatasan waktu, Fasilitator akan menunjuk hanya 3 kelompok untuk melakukan presentasi. 3. Presentasi per kelompok dilakukan @ maksimal 7.5 menit. 4. Fasilitator memberi ruang tanya jawab antar kelompok dalam batas waktu tertentu. 5. Fasilitator merangkum hasil presentasi masing-masing kelompok dalam catatannya Kegiatan 5: Masukan Akhir dan Rangkuman (10 menit) Tujuan: peserta mendapat masukan akhir dan rangkuman keseluruhan materi
1. Fasilitator memberi rangkuman dan masukan (kekurangan maupun kekuatan) atas hasil diskusi kelompok yang dipresentasikan 2. Fasilitator merangkum materi sesi ini secara keseluruhan.
4
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
1.4. LEMBAR KERJA KELOMPOK: Lembar Kerja Penyusunan APBD Kota Makmur Kelompok Saudara/i adalah Tim Penyusun Anggaran Kota Makmur. Saudara diminta untuk menyusun APBD Kota Makmur tahun 2014, dimana setiap aktivitas kegiatan telah disiapkan oleh setiap SKPD Kota Makmur dalam amplop coklat tertutup. Sementara itu, Anda juga telah memiliki anggaran pendapatan untuk tahun yang sama. Diskusikan struktur APBD dan letakkan setiap aktivitas kegiatan sesuai dengan posisinya di dalam struktur APBD. Susun anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tempelkan pada flipchart yang disediakan. Waktu untuk mengerjakan 50 menit.
Material untuk Kerja Kelompok: Persiapan Fasilitator sebelum mengajar: • Fasilitator mengumpulkan kegiatan-kegiatan APBD yang akan mengisi pos Penerimaan dan Pengeluaran. •
Tempelkan kegiatan-kegiatan tersebut atau tulis kegiatan tersebut dalam karton warna warni berukuran kecil.
•
Masukkan ke dalam amplop tertutup.
•
Buat sebanyak 6 buah amplop, dengan materi yang berbeda-beda.
•
Atur agar setiap kelompok berdiskusi untuk melakukan aktivitas Pembiayaan (baik menerima atau mengeluarkan Pembiayaan).
Bahan Bacaan: Materi presentasi – terutama bagian APDB
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
5
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Perlengkapan yang dibutuhkan: • Bermacam-macam pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang ditulis/ditempel pada karton berukuran kecil – dimasukkan ke dalam amplop coklat besar. •
Siapkan 6 buah amplop berisi pos-pos tersebut.
•
Flipchart
•
Selotip/lem
•
Spidol
CONTOH HASIL KEGIATAN – TIDAK TERSEDIA
6
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
RINGKASAN MATERI: 1. Desentralisasi Fiskal Desentralisasi diartikan sebagai pelimpahan kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang ada dalam wilayahnya. Istilah lain dari desentralisasi adalah otonomi, yang berarti penyelenggaraan urusan sendiri dan menolak intervensi pemerintah pusat untuk semua kewenangan yang sudah diserahkan pada daerah. Istilah otonomi berkonotasi lebih luas dari istilah desentralisasi. Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003) adalah pembagian pendapatan dan belanja negara antar tingkatan pemerintahan dan keleluasaan yang diberikan kepada pemerintah daerah dan regional untuk menetapkan anggaran dengan cara membabankan pajak dan retribusi serta alokasi sumber daya. Pengertian otonomi ataupun desentralisasi lebih jelas jika dikaitkan dengan tugas apa yang mestinya diemban pemerintah baik pusat maupun daerah. Tugas mutlak pemerintah pusat yang tidak mungkin didesentralisasikan adalah (1) politik luar negeri, (2) pertahanan/keamanan, dan (3) moneter. Ketiga urusan ini menyangkut entitas suatu negara. Selain ketiga urusan tersebut, Pemerintah Pusat di Indonesia juga mengatur 3 urusan lainnya, yaitu (4) agama, (5) fiskal nasional, dan (6) yustisi. Sementara itu, selain tiga urusan (atau enam urusan di Indonesia) tersebut pada dasarnya semua kekuasaan dan urusan yang lainnya dapat dilimpahkan ke daerah. Tingkat pelimpahan kekuasaan inilah yang menentukan tingkat otonomi daerahnya. (Lihat Gambar 1.1.) Hal yang tidak mungkin dihindari adalah melekat kekuasaan atau urusan tertentu pada setiap tingkat pemerintahan, misalnya kekuasaan fiskal, penguasaan asset, sumber pembiayaan, tugas-tugas pelayanan dan penyediaan fasilitas umum. Semua kekuasaan itu harus ada pada setiap tingkat pemerintahan. Tidak dikatakan memiliki otonomi suatu daerah jika dia tidak punya anggaran, asset, dan sumber pembiayaan. Disinilah diperlukan suatu kebijakan nasional tentang pembagian sumber pembiayaan agar tidak terjadi tumpang tindih yang akan membebani masyarakat.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
7
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Gambar 1.1. Pembagian Penyelenggaraan Urusan Pemerintah di Indonesia
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Indonesia
Yang Menjadi Kewenangan Pusat
Yang Menjadi Kewenangan Daerah
6 Urusan Absolut : 1. Politik Luar Negeri 2. Pertahanan 3. Keamanan 4. Yustisi 5. Moneter dan Fiskal Nasional 6. Agama
Urusan di luar 6 urusan absolut
-
-
-
Sebagian dapat diselenggarakan sendiri oleh pemerintah. Sebagian dapat diselenggarakan melalui Dekontrasi. Sebagian dapat diselenggarakan melalui Tugas Pembantuan.
Urusan Wajib (Obligatory) : Wajib diselenggarakan terkait dengan pelayanan dasar (basic service) seperti : pendidikan, kesehatan, perumahan, ketahanan pangan, sosial. Urusan Pilihan (Optional) : Terkait dengan potensi keunggulan (core competence) seperti: pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan. kehutanan, pariwisata. CONCURRENT (Urusan Bersama) Diselenggarakan melalui asas Desentralisasi dengan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
Sumber: Handbook Modul Pendapatan Daerah, 2013
Desentralisasi Fiskal mencakup:
8
Kewenangan Perpajakan Daerah à Optimalisasi dan penyempurnaan Kebijakan PDRD melalui UU no. 28 Tahun 2009. Pada UU no. 28/2009, Pajak Kabupaten/Kota maupun Pajak Propinsi bersifat closed list yang berarti hanya pajak-pajak tersebut yang boleh dipungut/dikelola oleh Pemerintah Daerah. Selain itu ada kewenangan pemungutan retribusi daerah yang terdiri dari retribusi jasa usaha, jasa umum, dan retribusi perizinan tertentu. Kewenangan Pemda terkait pajak dan retribusi, tidak hanya dalam pengelolaan, tetapi juga dalam menetapkan tarif pajak dan tarif retribusi terkait. Adapun tujuan penyempurnaan kebijakan PDRD mencakup hal-hal berikut:
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Tabel 1.1. Tujuan Penyempurnaan Kebijakan PDRD
Tujuan Penyempurnaan Kebijakan No
Tujuan
UU 28/2009
1
Sistem Pemungutan
1. Mengubah sistem pemungutan pajak dan restribusi daerah
2
Local Taxing Power
1. Memperluas objek pajak daerah dan retribusi daerah 2. Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah 3. Menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah 4. Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah
3
Sistem Pengawasan
4
Sistem Pengelolaan
1. Mengubah sistem pengawasan 2. Mengenakan sanksi bagi yang melanggar ketentuan PDRD 1. Bagi hasil pajak provinsi 2. Earmarking 3. Insentif pemungutan
Sumber: TOT KKD/KKDK, 2010
Sumber: TOT KKD/KKDK, 2010
•
Keleluasaan untuk Belanja à Desentralisasi fiskal dinilai tidak hanya disisi pendapatan, tetapi juga dari sisi keleluasaan untuk membelanjakan dana yang dimiliki/dikuasai. Kewenangan untuk membelanjakan dana yang dimiliki akan sangat tergantung kepada jenis pendapatan. Pendapatan daerah seperti Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil adalah jenis pendapatan yang kewenangan penggunaannya ada di tangan Pemerintah Daerah. Berbeda dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tidak dapat digunakan secara bebas oleh Pemda karena sudah tertentu penggunaannya dari Pemerintah Pusat.
•
Keleluasaan Ruang Fiskal à Ruang fiskal memperlihatkan bagian dari seluruh penerimaan umum daerah yang leluasa untuk dialokasikan oleh daerah setelah dikurangi belanja wajib. Semakin besar indikator ruang fiskal, semakin besar keleluasaan daerah untuk mengalokasikan dana di daerah.
Kebijakan Fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah, biasanya diwujudkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau APBD. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
9
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
2. Pengertian Hubungan Pusat dan Daerah Hubungan kewenangan antar level Pemerintahan (antara Pusat dengan daerah dan antar daerah) tidak bisa dilepaskan dari bentuk Negara. Menurut beberapa teori modern, bentuk negara yang terpenting sekarang ini adalah Negara Federal/Negara Serikat (The Federal State) dan Negara Kesatuan (The Unitary State). Literatur menyebutkan berbagai bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Devolusi 2. Desentralisasi 3. Dekonsentrasi (Desentralisasi Administrasi) 4. Tugas Pembantuan Dari berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi pada dasarnya adalah suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab dari urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya sehingga urusan-urusan tersebut beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Daerah. Yang tentunya, dibarengi dengan penyerahan dan pengelolaan keuangannya kepada Pemerintah Daerah, seperti tampak pada Gambar 2.1. di bawah ini. Gambar 1.2. Kebijakan Fiskal Nasional Kewenangan Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Pelaksanaan Kewenangan
Sumber Pendapatan BHP & BP APBD Desentralisasi DAU Dekonsentrasi
Dana Perimbangan
Tugas Pembantuan Pemerintah Pusat kepada Daerah
DAK
Hibah, Lain-lain Pendapatan Belanja SiILPA Tahun Lalu
APBN
Surplus/Defisit Dana Cadangan APBD
APBN Pembiayaan
Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pinjaman Daerah
Sumber: TOT KKD/KKDK, 2010
10
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Menurut beberapa ahli, yang terjadi di Indonesia saat ini sesungguhnya adalah bias dari pelaksanaan desentralisasi tersebut. Kesalahan nampaknya bukan pada sistem desentralisasi, melainkan karena adanya penyimpangan dalam pelaksanaannya. Untuk itu yang harus dilakukan adalah perbaikan yang berkelanjutan dalam implementasinya. Yang menjadi pedoman tentunya adalah tujuan desentralisasi (otonomi daerah) tersebut. Tujuan Otonomi Daerah pada banyak literatur menyebutkan sebagai berikut : 1. Dengan otonomi terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dalam segenap aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2. Dengan otonomi, pertanggungjawaban (Accountability) pengelolaan pelayanan pemerintahan semakin meningkat dan mendorong semakin membaiknya pelayanan. 3. Transparansi pengelolaan pemerintahan semakin meningkat. 4. Lebih efisiensi dalam menyediaan pelayanan public. 5. Penyelenggaraan pemerintahan semakin efektif karena partisipasi dan semakin dapat merespon kebutuhan masyarakat. 6. Pelayanan menjadi semakin baik. 7. Otonomi mengakomodasi keanekaragaman sosial budaya masyarakat. Hubungan Keuangan Antar Tingkatan Pemerintahan paling tidak mencakup: 1. Pembagian kewenangan Pendapatan (Perpajakan) 2. System dan mekanisme untuk mengatasi ketimpangan horizontal 3. System dan mekanisme untuk mengatasi ketimbangan vertikal Dari segi pendapatan, pemerintah daerah diberikan dasar pengenaan pajak yang terpisah. Kewenangan perpajakan pemerintah daerah dirumuskan oleh Undang-undang, yaitu UU No. 28/2009. Diberikannya kewenangan perpajakan kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi masyarakat untuk mendanai pelayanan publik lebih tinggi karena masyarakat dapat merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak/retribusi tersebut. Hubungan keuangan pusat-daerah juga ada dalam bentuk transfer dari sebagian Pendapatan Pemerintah Pusat (pendapatan negara) kepada Pemerintah Daerah. Transfer ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fiskal pemerintah daerah yang tidak dapat dipenuhi dengan Pendapatan Asli Daerah, atau untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah serta antar daerah. Di sisi belanja, diberikannya kewenangan fiskal kepada sebuah daerah otonom didasarkan kepada prinsip agar alokasi sumber daya lebih efisien dan efektif. Pemerintah Daerah yang lebih dekat ke masyarakat diasumsikan lebih tahu kebutuhan masyarakat dibandingkan dengan Pemerintah Pusat yang jauh. Sehingga alokasi sumber daya yang dilakukan oleh Pemda akan lebih responsif dan menjawab kebutuhan masyarakat.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
11
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Gambar 1.3. Alur Pendanaan dari Pusat ke Daerah
Belanja Pemerintah Pusat
Melalui Angg. K/L
Melalui Angg. Non K/L
Penyelenggaraan Asas Dekon & Tugas pembantuan
Mendanai Kewenangan 6 Urusan
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Kantor Vertikal di Daerah
Mendanai Program Nasional Kewenangan Bersama
Angg. Non K/L -> anggaran yang dikelola Menkeu sebagai Ben-Um
Belanja APBN Dana Perimbangan
Transfer ke Daerah
Mendanai Kewenangan di Luar 6 Urusan
- DBH - DAU - DAK
Dana Otsus
Bantuan : PNPM, Jamkesmas
BLT, Subsidi (Energi dan Non Energi)
Hibah ke Daerah
- Pajak - SDA
Dana Penyesuaian
Penyelenggaraan Azas Desentralisasi (Masuk APBD)
Keterangan warna Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Sumber: TOT KKD/LKD/KKD, 2010
Ada dua bentuk transfer yang telah dipraktekkan di Indonesia. Pertama, mentransfer sebagian pendapatan tertentu dari pajak pusat dan non-pajak kepada daerah penghasil. Hal ini biasa disebut pendapatan bagihasil (Dana bagi hasil atau DBH). Kedua, adalah bantuan Pemerintah Pusat untuk daerah, yaitu (1) Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan bantuan dengan tujuan umum dan (2) Dana Alokasi Khusus (DAK) yang merupakan bantuan dengan tujuan khusus. Selain bantuan tersebut, ada juga bantuan untuk daerah otonomi khusus dan berbagai bantuan berjenis khusus yang disebut dana penyesuaian. Bentuk lain hubungan keuangan antar pemerintahan di Indonesia adalah Hibah, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Secara teknis, dana-dana tersebut tidak dianggap sebagai bagian dari transfer ke pemerintah daerah. Dana dari Pemerintah dikategorikan sebagai Hibah, jika bersumber dari pinjaman atau hibah dari negara lain atau lembaga internasional. Hibah tidak dimasukkan sebagai bagian dari transfer karena dananya tidak teratur dan prosedur administratifnya unik. Sementara itu, dana tugas pembantuan dan dekonsentrasi pada dasarnya bertujuan untuk membiayai fungsi Pemerintah Pusat yang dijalankan atau dibantu oleh Pemerintah Daerah. Dana tersebut tidak termasuk ke dalam kategori pendapatan pemerintah daerah melainkan pengeluaran Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh atau 12
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
melalui Pemerintah Daerah. Antara Provinsi dan Kota/Kabupaten, juga terdapat beberapa bentuk hubungan keuangan. Di Indonesia, pendapatan suatu Provinsi dibagi dengan Kota/Kabupaten yang berada di wilayah Provinsi tersebut. Pembagian tersebut diatur dalam UU pajak dan retribusi daerah. Selain itu, walaupun tidak ada undangundang yang menetapkannya, beberapa Propinsi juga menyediakan bantuan untuk Kota/Kabupaten. Gambar 1.4. Hubungan Keuangan Antar Pemerintahan di Indonesia
Sumber Pendapatan Nasional
1. Pendelegasian kewenangan perpajakan ke pemerintah daerah berdasarkan berbagai UU. 2. Pendelegasian kewenangan perpajakan ke pemerintah daerah.
2
1
3. Bagi hasil antara pusat dan daerah. 4. Bantuan bersifat umum dari pusat ke daerah.
3
5. Bantuan bersifat khusus dan jenis bantuan lainnya dari pusat ke daerah.
4 5
6. Bagi hasil antara provinsi dengan kabupaten/kota. 7. Bantuan keuangan dari provinsi ke kabupaten/kota.
Pendapatan Pemerintah Provinsi
6
Sumber: TOT KKD/LKD/KKD, 2010
Pendapatan Pajak Dan Bukan Pajak Pemerintahan Pusat
7
Pendapatan Pemerintah Kabupaten/ Kota
1. Pendelegasian kewenangan perpajakan ke pemerintah daerah berdasarkan berbagai UU. 2. Pendelegasian kewenangan perpajakan ke pemerintah daerah. 3. Bagi hasil antara pusat dan daerah. 4. Bantuan bersifat umum dari pusat ke daerah. 5. Bantuan bersifat khusus dan jenis bantuan lainnya dari pusat ke daerah. 6. Bagi hasil antara provinsi dengan kabupaten/kota. 7. Bantuan keuangan dari provinsi ke kabupaten/kota.
Pengertian APBN dan APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
13
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan negara selama satu tahun anggaran. Di tingkat pemerintah daerah, APBD merupakan rencana pendapatan, belanja daerah, dan pembiayaan untuk satu tahun. APBD juga merupakan wujud tahunan dari rencana jangka panjang daerah serta rencana jangka menengah yang dibuat dari visi misi kepala daerah. APBD dipersiapkan oleh Pemerintah Daerah, dibahas dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sehingga pada akhirnya merupakan produk hukum daerah berupa Peraturan Daerah yang harus diikuti oleh segenap lembaga di daerah. Beberapa hal tentang APBN: •
Fungsi APBN à Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara harus memenuhi fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi.
•
Fungsi alokasi Fungsi alokasi pada dasarnya adalah menggunakan berbagai sumber pendapatan untuk menyediakan pelayanan publik. Pendapatan yang paling besar dari pemerintah berasal dari pajak. Dengan pedoman APBN, pendapatan yang diterima yang bersumber dari pajak dapat digunakan untuk membangun sarana-sarana umum seperti jembatan, jalan, taman umum dan pengeluaran lainnya yang bersifat umum.
•
Fungsi distribusi Pendapatan negara dari pajak dan bukan pajak tidak semua digunakan secara langsung untuk menyediakan pelayanan publik. Tetapi dapat juga didistribusikan dalam bentuk dana subsidi dan dana pensiun. Pengeluaran pemerintah semacam ini disebut transfer payment. Transfer payment dapat memindahkan pembayaran ke salah satu sektor ke sektor yang lain. Transfer payment juga dapat dilakukan dengan memindahkan pendapatan dari suatu wilayah ke wilayah yang lain. Fungsi ini disebut juga fungsi distribusi pendapatan.
•
•
Fungsi stabilisasi APBN sebagai ujud kebijakan fiskal bersama-sama kebijakan moneter berfungsi untuk menjaga stabilitas harga, stabilitas nilai tukar, dll. Perekonomian yang stabil adalah prasyarat dapat berjalannya berbagai aktifitas masyarakat. Asumsi APBN Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu: 1. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah 2. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) 3. Inflasi (%) 4. Nilai tukar rupiah per USD 5. Suku bunga SBI 3 bulan (%) 6. Harga minyak indonesia (USD/barel) 7. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
• 14
Struktur APBN PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Tabel 1.2. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional Pendapatan Negara dan Hibah
Penerimaan Perpajakan
1. Penerimaan Dalam Negeri:
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
1. Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas) 2. Bagian Laba BUMN 3. PNBP lainnya
• Pajak Penghasilan (PPh), • Pajak Pertambahan Nilai (PPN), • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. 2. Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor.
Hibah Belanja Negara
Pembiayaan
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat terdiri dari:
Belanja Daerah
Belanja Daerah meliputi: 1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
Pembiayaan Luar Negeri
a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. b. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), Belanja Lainnya.
Di tingkat daerah, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
•
Fungsi APBD
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. Berbagai fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu : PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
15
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
1. Fungsi Otorisasi 2. Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 3. Fungsi Perencanaan 4. Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 5. Fungsi Pengawasan 6. Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang ada. 7. Fungsi Alokasi 8. Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 9. Fungsi Distribusi 10. Anggaran daerah harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan 11. Fungsi Stabilisasi 12. Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
16
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
•
Struktur APBD
Tabel 1.3. Struktur Anggaran Pendatapan dan Belanja Daerah
Pendapatan Daerah
Belanja Daerah
Pembiayaan
•
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain PAD yang sah, yang terdiri dari: • Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; • Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; • Jasa giro; • Pendapatan bunga; • Tuntutan ganti rugi; • Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; • Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Belanja Tidak Langsung
a. Belanja pegawai; b. Bunga;
c. Subsidi;
d. Hibah; e. Bantuan sosial;
f. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan g. Belanja tidak terduga.
Belanja Langsung
a. Belanja pegawai;
b. Belanja barang dan jasa; c. Belanja modal;
Penerimaan pembiayaan mencakup:
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b. Pencairan dana cadangan;
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Penerimaan pinjaman; e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. Pembentukan dana cadangan;
b. Penyertaan modal pemerintah daerah; c. Pembayaran pokok utang; dan
d. Pemberian pinjaman
Hubungan APBN Dan APBD Alur dana dari pusat (APBN) ke daerah (APBD) diilustrasikan sebagai berikut:
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
17
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Gambar 1.5. Hubungan APBN ke APBD APBN
1. Penerimaan Pemerintah : a. Penerimaan Dalam Negeri - Penerimaan dari Pajak - Penerimaan Bukan Pajak b.Hibah 2. Belanja Pemerintah : a. Belanja Pemerintah Pusat b. Belanja Daerah - Provinsi - Kabupaten/Kota 3. Pembiayaan : a. Dalam Negeri b. Luar Negeri - Pinjaman Program/Proyek - Interest Rate dan Pokok Hutang
APBD Propinsi
1. Penerimaan Provinsi : a. Pendapatan Asli Daerah : - Pajak - Bukan Pajak b. Transfer dari Pemerintah Pusat 2. Belanja Pemerintah Provinsi : a. Belanja Pemerintah Provinsi b. Belanja Kabupaten/Kota 3. Pembiayaan : - Pinjaman
APBD Kabupaten/Kota
1. Penerimaan Kabupaten/Kota a. Pendapatan Asli Daerah : - Pajak - Bukan Pajak b. Transfer dari : - Pemerintah Pusat - Pemerintah Provinsi 2. Belanja Kabupaten/Kota 3. Pembiayaan : - Pinjaman
Sumber: TOT KKD/KKDK, 2010
18
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Gambar 1.6. Alur Sumber Dana APBN ke APBD Alur Sumber Dana dari APBN ke APBD
APBN
PENDAPATAN Pajak PNBP Hibah
BELANJA NEGARA I. Pemerintah Pusat - Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Modal - Belanja Sosial - Pembayaran Bunga - Subsidi - Belanja Hibah - Belanja Lain-lain II. Belanja Daerah - Dana Perimbangan - Dana Otsus dan Penyesuaian - Hibah - PDN - Penerusan Hibah LN - Penerusan Pinjaman LN - Dana Darurat
PEMBIAYAAN I. Pembiayaan Dalam Negeri : 1. Perbankan Dalam Negeri 2. Non-Perbankan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) : 1. Penarikan Pinjaman LN (Bruto) 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN PENGELUARAN I. Pengeluaran Pembiayaan Dalam Negeri II. Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (Neto)
APBD Propinsi
PENDAPATAN a. PAD b. Dana Perimbangan c. Pendapatan Lain-Lain - Dana Otsus dan Penyesuaian - Dana Hibah Daerah - Dana Darurat
BELANJA - Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Modal - Pembayaran Bunga - Subsidi - Belanja Hibah - Belanja Sosial - Bantuan Sosial - Belanja Tak Terduga - Belanja Transfer
PEMBIAYAAN I. Penerimaan - SILPA - Pencaian Dana Cadangan - Penjualan Aset yang Dipisahkan - Penerimaan Pinjaman - Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman - Penerimaan Piutang Daerah II. Pengeluaran - Pembentukan Dana Cadangan - Penyertaan Modal - Pembayaran Utang - Pemberian Pinjaman
Sumber: TOT KKD/KKDK, 2010
Peran APBD Terhadap Perekonomian Daerah Keuangan daerah pada dasarnya adalah bagian dari sistem keuangan negara. APBD dapat mempengaruhi perekonomian daerah baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Dari sisi pendapatan, terdapat pengaruh pajak dan retribusi daerah terhadap perekonomian daerah. Pajak dan Retribusi daerah yang dipungut secara membabi buta dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan pendapatan yang baik, dapat menimbulkan high cost economy pada tingkat daerah. Sehingga pendapatan asli daerah yang tinggi tidak selalu berarti positif bagi perekonomian, karena dapat menimbulkan dis-insentif untuk berusaha dan mengganggu pertumbuhan daerah dalam jangka menengah dan jangka panjang. PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
19
Desentralisasi Fiskal Dan Hubungan Pusat Dan Daerah
Di sisi belanja, belanja Pemerintah Daerah juga mempengaruhi perekonomian daerah, walau sangat kecil. Pengaruh belanja pemerintah (G) terhadap perekonomian daerah harus dilihat secara komprehensif dengan mendalami belanja ketiga tingkatan pemerintah (Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota) di daerah. Alokasi belanja pemerintah yang lebih efisien dipastikan akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal yang memberikan keleluasaan kepada Pemda untuk mengalokasikan dananya, pada dasarnya dapat mendorong peningkatan efisiensi belanja karena Pemda lebih tahu kebutuhan masyarakatnya dari pada Pemerintah Pusat.
20
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 2
PENGELOLAAN DAN KELEMBAGAAN KEUANGAN DAERAH
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
2.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang desentralisasi fiskal 2. Menjelaskan tentang anggaran pemerintah dan kebijakan fiskal dalam konteks ekonomi makro 3. Menjelaskan tentang resiko dan kesinambungan fiskal 4. Menjelaskan kepada peserta tentang esensi kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah 5. Menjelaskan alur dana pemerintah pusat ke daerah, baik dan transfer ke pemerintah daerah maupun belanja pemerintah pusat di daerah 6. Menjelaskan proses penyusunan dan struktur APBN dan APBD, serta 7. Mengetahui hubungan APBN dan APBD (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
3 Sesi (135 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
24
Desentralisasi, Otonomi, Desentralisasi Fiskal, Kesinambungan Fiskal Negara Kesatuan, Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Money Follow Function Struktur APBN, Struktur APBD, Keterkaitan APBN dan APBD, Anggaran Pembiayaan, Desifit/Surplus.
• • •
Flashlight Presentasi Kerja Kelompok
• Flipt chart, spidol, laptop, dan infocus. • Handout: Materi Lembar Kerja
• • • • • • • • • • • • •
• •
Presentasi Kelompok Masukan dan Rangkuman
• Bahan Bacaan ‘Desentralisasi dan Hubungan Pusat-Daerah”
Amandemen ke-4 UUD 1945 UU No. 17 Tahun 2003 UU No 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004 UU No. 28 Tahun 2009 PP No. 58 Tahun 2005 PP 38 Tahun 2007 Peraturan terkait lainnya yang ada di Indonesia Nota Keuangan, 2013 Public Finance (Musgrave dan Musgrave) The Economics of Fiscal Federalism and Local Finance (Oates) Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Nick Devas, 1989) Buku Pegangan Pengelolaan Keuangan, DJPK, 2010-2013
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
2.2. ALUR PEMBELAJARAN: Kegiatan 1
Presentasi (30')
2
Tanya Jawab dan rangkuman (15')
PENJELASAN: Kegiatan 1: Presentasi oleh Fasilitator (30 menit) Tujuan: untuk menjelaskan konsep pengelolaan keuangan daerah, yaitu struktur pengelolaan keuangan daerah serta tugas dan kewajiban pejabat pengelola keuangan daerah. 1. Fasilitator menjelaskan ke peserta mengenai topik yang akan dipelajari selama 1 sesi ini 2. Fasilitator melakukan presentasi materi pengelolaan keuangan daerah Kegiatan 2: Tanya Jawab dan Rangkuman (15 menit)
Tujuan: fasilitator dan peserta dapat memperjelas konsep pengelolaan keuangan daerah.
1. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 2. Fasilitator merangkum materi presentasi LEMBAR KERJA (Tidak Diperlukan)
CONTOH HASIL KEGIATAN (Tidak diperlukan)
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
25
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
2.3. RINGKASAN MATERI: A. Struktur Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien melalui tata kelola pemerintahan dan dapat memenuhi pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif, maka ruang lingkup dan pelaksana pengelolaan keuangan daerah merupakan hal yang penting dan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negri No. 13 tahun 2006, yang diperbaharui melalui Peraturan Menteri Dalam Negri No. 59 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negri No. 55 tahun 2008. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pemisahan ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Beberapa aspek pelaksanaan pengolaan keuangan daerah yang diatur oleh pemerintah pusat adalah adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih besar para pejabat pelaksana anggaran, sistem pengawasan pengeluaran dan sistem pembayaran, manajemen kas dan perencanaan keuangan, pengelolaan piutang dan utang, pengelolaan investasi, pengelolaan Barang Milik Daerah, larangan penyitaan Uang dan Barang Milik Daerah dan/atau yang dikuasai negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD, serta akuntansi dan pelaporan. Pemerintah juga memperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah sebagai instansi pengguna anggaran dan pelaksana program dan menetapkan posisi Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai Bendahara Umum Daerah. Dengan demikian, fungsi perbendaharaan akan dipusatkan di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah. 26
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
Gambar 2.1. Kekuasaan Pengelola Keuangan Daerah KEPALA DAERAH (PEMEGANG KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUDA)
SEKRETARIS DAERAH (KORDINATOR PENGELOLAAN KEUDA)
PENGGUNAAN ANGGARAN (KEPALA SKPD)
BENDAHARA
KUASA PA
PPTK
PPK-SKPD
PPKD SELAKU BUD (KEPALA BPKAD)
KUASA BUD
Sumber: Permendagri no 13/2006
Berkaitan dengan sistem pengeluaran dan sistem pembayaran, dalam rangka meningkatkan pertanggungjawaban dan akuntabilitas satuan kerja perangkat daerah serta untuk menghindari pelaksanaan verifikasi (pengurusan administratif) dan penerbitan SPM (pengurusan pembayaran) berada dalam satu kewenangan tunggal (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah), fungsi penerbitan SPM dialihkan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah. Hal ini diharapkan dapat menyederhanakan seluruh proses pembayaran. Dengan memisahkan pemegang kewenangan dari pemegang kewenangan komptabel, check and balance mungkin dapat terbangun melalui (a) ketaatan terhadap ketentuan hukum, (b) pengamanan dinimelalui pemeriksaan dan persetujuan sesuai ketentuan yang berlaku,(c) sesuai dengan spesifikasi teknis, dan (d) menghindari pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan memberikan keyakinan bahwa uang daerah dikelola dengan benar. Selanjutnya, sejalan dengan pemindahan kewenangan penerbitan SPM kepada satuan kerja perangkat daerah, jadwal penerimaan dan pengeluaran kas secara periodik harus diselenggarakan sesuai dengan jadwal yang disampaikan unit penerima dan unit pengguna kas. Untuk itu, unit yang menangani perbendaharaan di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan antisipasi secara lebih baik terhadap kemungkinan kekurangan kas. Dan sebaliknya melakukan rencana untuk menghasilkan pendapatan tambahan dari pemanfaatan kesempatan melakukan investasi dari kas yang belum digunakan dalam periode jangka pendek.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
27
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
Gambar 2.2. Struktur Pengelola Keuangan SKPD
KEPALA DAERAH (PEMEGANG KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUDA)
KUASA PENGGUNA ANGGARAN (Kabid - n1)
KUASA PENGGUNA ANGGARAN (Kabid - n)
KUASA PENGGUNA ANGGARAN (Sekretaris)
Bendahara Penerimaan/ Pengeluaran
PPTK
PPTK
PPK-SKPD
Pembantu Bendahara
1. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan; 2. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; 3. Menyiapakan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
1. Menyiapkan SPM 2. Memverifikasi SPJ 3. Melaksanakan Akuntansi & Pelaporan Keuangan
Membantu Bendahara Penerimaan & Bendahara Pengeluaran: 1. Membuat dokumen 2. Mencatat pembukuan 3. Gaji
Sumber: Permendagri no 13/2006
Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa (1) Laporan Realisasi Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Pengawasan dan Pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK. Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Selain pemeriksaan ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah. Pembinaan Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan meliputi pemberian pedoman,
28
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. Pemberian pedoman mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, penatausahaan, pertanggungjawaban keuangan daerah, pemantauan dan evaluasi, serta kelembagaan pengelolaan keuangan daerah. Gambar 2.3. Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah PEMBINAAN
PENGAWASAN
Pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, dan pengembangan.
DPRD
Perda APBD
Pengendalian Intern
Pengelola Keuangan Daerah
Pemeriksaan Ekstern BPK
Pengelola Keuangan Daerah Laporan Keuangan
Sumber: Permendagri no 13/2006
B. Tugas dan Kewajiban Pengelola Keuangan Daerah Beberapa pemahaman umum mengenai pengelola keuangan daerah antara adalah sebagai berikut: 1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. 2. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. 3. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD. 4. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. 5. Bendahara Umum Daerah (BUD) adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah. 6. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatuprogram sesuai dengan bidang tugasnya. 7. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
29
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
8. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Kepala Daerah Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan mempunyai kewenangan: a.
Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b.
Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c.
Menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;
d.
Menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;
e.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
f.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
g.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
h.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.
Sekretaris Daerah Sekretaris daerah bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang: a.
Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
b.
Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
c.
Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
d.
Penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
e.
Tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah;
f.
Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Selain tugas-tugas di atas, koordinator pengelolaan keuangan daerah juga mempunyai tugas: a.
memimpin tim anggaran pemerintah daerah;
b.
menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD;
c.
menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;
d.
memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD;
e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaankeuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
30
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut: a.
Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b.
Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c.
Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d.
Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah;
e.
Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
f.
Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
PPKD selaku BUD berwenang: a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; b. mengesahkan DPA-SKPD; c.
melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d.
memberikan petunjuk teknis pelaksanaan system penerimaan dan pengeluaran kas daerah;
e.
melaksanakan pemungutan pajak daerah
f.
memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaranAPBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnyayang telah ditunjuk;
g.
mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
h.
menyimpan uang daerah;
i.
menetapkan SPD;
j.
melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi;
k.
melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
l.
menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah;
m. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; n.
melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
o.
melakukan penagihan piutang daerah;
p.
melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
q.
menyajikan informasi keuangan daerah;
r.
melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuankerja pengelola keuangan daerah selaku kuasa BUD. Penunjukan kuasa BUD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD bertanggung jawab kepada PPKD.Kuasa BUD mempunyai tugas: PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
31
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
a.
menyiapkan anggaran kas;
b.
menyiapkan SPD;
c.
menerbitkan SP2D; dan
d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah. Kuasa BUD selain melaksanakan tugas di atas, juga melaksanakan wewenang PPKD sebagai berikut: 1. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk; 2. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD; 3. menyimpan uang daerah; 4. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah; 5. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; 6. melakukan penagihan piutang daerah; Pejabat Pengguna Anggaran Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang daerah mempunyai tugas dan wewenang: a.
menyusun RKA-SKPD;
b.
menyusun DPA-SKPD;
c.
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; e.
melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f.
melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
g.
mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
h.
mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
i. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yangmenjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; j.
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
k.
mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
l.
melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/penggunabarang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah;
m. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Penetapan kepala unit kerja pada SKPD berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/ataurentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. 32
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan Dan Kelembagaan Keuangan Daerah
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD Pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan program dan kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK. PPTK mempunyai tugas mencakup: a.
mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b.
melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;
c.
menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai pejabat penatausahaan keuangan SKPD. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran Kepala daerah atas usul PPKD mengangkat bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada SKPD. Kepala daerah atas usul PPKD mengangkat bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada SKPD. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional. Pengelola Keuangan terkait dengan Proses Pengadaan Barang/Jasa Terkait dengan proses pengadaan barang/jasa pemerintah, Pengguna Anggaran (PA), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mempunyai kewenangan yang diatur dalam Perpres 54/2010 yang diperbaharui oleh Perpres 70/2012. Di bawah PA/KPA terdapat Pejabat Pembuat Komitmen, ULP/Pejabat Pengadaan, serta Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
33
TOPIK 3
PENGANTAR PENYUSUNAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
3.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang anggaran belanja pemerintah daerah 2. Menjelaskan tentang tahapan penyusunan anggaran belanja pemerintah daerah
2 Sesi (90 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
36
• Unified Budget, Performance Base Budgeting, Standar Biaya • Fungsi Perencanaan, Fungsi Pengawasan, Fungsi Koordinasi, dan Anggaran sebagai Pedoman Kerja • RPJP, RPJMD, RK SPKD • KUA, PPAS, RKA SKPD, TAPD, RAPBD, APBD • Clouding • Presentasi • Tanya Jawab
• Karton warna warni • Flipchart • Spidol, selotip
• Laptop dan Infocus
• PP 58/2005 • Permendagri 13/2006, Permendagri 59/2007 • Permendagri tentang pedoman penyusunan anggaran belanja (tahunan)
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
3.2. ALUR PEMBELAJARAN: Kegiatan 1
Penjelasan Awal Materi (5')
2
Clouding (30')
3
Presentasi Materi (40')
4
Tanya Jawab dan Rangkuman (15')
PENJELASAN: Kegiatan 1: Penjelasan Awal mengenai Topik (5 menit)
Tujuan: untuk memberi informasi singkat mengenai topik yang akan diberikan pada sesi ini 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik ini 2. Fasilitator menjelaskan ke peserta mengenai topik dan sub topik yang akan dipelajari selama 2 sesi ini Kegiatan 2: Clouding (30 menit) Tujuan: peserta dapat memahami konteks dan ruang lingkup penyusunan anggaran belanja pemerintah daerah 1. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan beberapa flipchart kosong yang masing-masing diberi judul sub-topik yang akan dipelajari 2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok 3. Kepada para peserta dibagikan karton kecil masing-masing 1 buah 4. Fasilitator menanyakan kepada peserta, apa yang peserta ketahui mengenai sub topik yang akan dipelajari tersebut. 5. Setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam karton tersebut dan menempelkan pada sub topik yang dianggap sesuai 6. Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap sub topik dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteks sub topik. 7. Fasilitator merangkum materi yang akan dibahas sesuai dengan masukan peserta. PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
37
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
Kegiatan 3: Presentasi (40 menit) Tujuan: setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat menjelaskan dan menggambarkan tahapan-tahapan penyusunan anggaran belanja pemerintah daerah 1.
Fasilitator melakukan presentasi materi penyusunan anggaran belanja pemerintah daerah
Kegiatan 4: Tanya Jawab dan Rangkuman (15 menit) Tujuan: fasilitator dan peserta dapat memperjelas konsep penyusunan anggaran belanja pemerintah daerah. 1. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 2. Fasilitator merangkum materi presentasi
3.3 . LEMBAR KERJA KELOMPOK: Perintah Kerja Ruang Lingkup Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Buat 5 kelompok, sesuai dengan jumlah sub topik yang akan dibahas dalam sesi ini, yaitu Sub Topik Unified Budget, Sub-topik MTEF, Sub-topik Performance-Based Budgeting, Sub-topik RKA SPD, dan Subtopik APBN Masing-masing kelompok akan membahas ruang lingkup dari 1 sub topik. Diskusikan pengertian dan ruang lingkup sub topik tersebut. Tuliskan pengertian atau ide atau ruang lingkup yang ada di sub topik tersebut dalam 1 buah karton. Tuliskan satu ide satu karton. Tempelkan karton-karton tersebut sesuai dengan topik dan flipchart yang disediakan. Waktu untuk mengerjakan 20 menit. Waktu untuk pembahasan 10 menit
38
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
Material untuk Kerja Kelompok: Handbook topik Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah. Perlengkapan yang dibutuhkan: 1. Flipchart kosong 5 buah 2. Judul Sub-Topik ditulis dalam karton panjang: Unified Budget, MTEF, Performance Based Budgeting, RKA SKPD, dan APBN 3. Selotip/lem 4. Spidol 5. Karton warna warni
3.4. CONTOH HASIL KEGIATAN – CLOUDING
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
39
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
3.5. RINGKASAN MATERI 1. Pemahaman Dasar tentang Anggaran
Untuk memahami arti penting anggaran daerah, perlu diketahui aspek-aspek anggaran sebagai berikut: 1. Aspek Perencanaan, 2. Aspek Pengendalian,
3. Aspek akuntabilitas publik. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs.
Di samping itu, anggaran daerah memiliki peran penting dalam sistem keuangan daerah: 1. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan 2. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian 3. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi. 4. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggaran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atau pengguna dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat publik. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja dalam organisasi pemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inskonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antarunit kerja. 6. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasikan. 7. Anggaran berfungsi sebgai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisiensi dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya, target kinerja hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah).
40
Anggaran dapat juga digunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan Kebijakan Umum Anggaran. Dalam organisasi sektor publik pada umumnya, penganggaran merupakan suatu proses politik. PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
Secara umum, penganggaran terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran ini dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategis telah selesai dilakukan. Tahap penganggaran sangat penting, karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun. Penganggaran harus diawasi dimulai dari tahap perencanaan, kemudian berlanjut ke tahap pelaksanaan dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika lembaga pengawas khusus yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran melakukan pengawasan.
Gambar 3.1. Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah
PERENCANAAN
PENGAWASAN
PELAKSANAAN, PENATAUSAHAAN
PELAPORAN, PERTANGGUNG JAWABAN
PP No. 58 Tahun 2005, pasal 1
Sumber: Handra, 2010
Dengan perubahan ini, penentuan strategis, prioritas serta kebijakan alokasi anggaran akan lebih berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Mekanisme perencanaan pembangunan dan perencanaan daerah harus merupakan proses yang mengakar (bottom-up planning). Dengan system bottom-up planning, berbagai jenis barang dan jasa publik yang disediakan pemerintah ini diharapkan Daerah dengan preferensi dan prioritas di daerah yang bersangkutan. Pendekatan dalam penyusunan anggaran sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat, mengikuti kebutuhan dalam rangka peningkatan pelayanan publik, transparansi, dan akuntabilitas. Secara umum, terdapat dua pendekatan penyusunan anggaran, yaitu (1) anggaran tradisional atau anggaran konvensional dan (2) pendekatan baru yang dikenal dengan new public management (NPM).
Anggaran tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Cara penyusunan anggaran menggunakan pendekatan incrementalism 2. Struktur dan susunan anggaran bersifat line item 3. Anggaran tradisional bersifat spesifik, tahunan dan menggunakan prinsip anggaran bruto.
Pendekatan NPM merupakan pendekatan penyusunan anggaran yang fokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Adapun ciri dari pendekatan tersebut adalah komparatif, terintegrasi, dan lintas departemen, proses pengambilan keputusan yang rasional, berjangka panjang, spesifikasi tujuan dan adanya skala prioritas, analisis biaya manfaat, PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
41
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
berorientasi pada input, output dan outcome, serta adanya pengawasan kinerja. Saat ini, pemerintah berusaha untuk menerapkan pendekatan penyusunan anggaran sesuai konsep NPM, yaitu anggaran berbasis kinerja atau performance based budgeting (PBB), kerangka pengeluaran jangka menengah (MTEF), dan anggaran terpadu (Unified Budget).
Performance Based Budgeting adalah penyusunan anggaran dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil, yaitu : 1. Mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja dan dampak atas alokasi belanja yang ditetapkan. 2. Disusun berdasarkan sasaran yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. 3. Program dan kegiatan disusun berdasarkan rencana strategis kemernterian/ lembaga atau SKPD.
Adapun tujuan penyusunan anggaran berbasis kinerja yaitu : 1. Meningkatkan kualitas belanja, yaitu efektif dalam mencapai sasaran pembangunan dan efisien dalam pelaksanaan. 2. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, yaitu adanya kejelasan tentang keluaran yang dicapai, kejelasan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai keluaran, dan kejelasan tentang penanggung jawab kegiatan.
Gambar 3.2. Value for Money Output
Input
Output
Output
Output
Pengukuran Kinerja
Sedangkan Medium-Term Expenditure Framework (MTEF) merupakan penyelarasan perumusan kebijakan pengeluaran dengan kemampuan penyediaan dana dan pengeluaran pemerintah yang lebih mencerminkan prioritas pemerintah, memelihara kelanjutan fiskal dan meningkatkan disiplin fiskal, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dengan proses penganggaran serta mendorong pengalokasian sumber dana agar rasional dan realistis. Tujuan MTEF adalah menjamin konsistensi dan kesinambungan kebijakan, yaitu kebijakan tidak akan berubah, kecuali karena berdasarkan hasil evaluasi dan kebijakan yang telah ditetapkan dijamin pendanaannya.
Pendekatan ketiga yaitu Unified Budget, merupakan format baru yang mengubah format anggaran belanja Negara/daerah dengan menyatukan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan, dan reklasifikasi belanja pemerintah pusat/daerah, serta mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.
42
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
Gambar 3.3. Metode Penganggaran New Public Management Unified Budget Konsolidasi anggaran operasional dan anggaran investasi.
MTEF Efisiensi alokasi antar waktu
Implikasi kebijakan financial saat ini di tahun yang akan datang Performance Base Budgeting Biaya terendah untuk menghasilkan barang/jasa
Standar Biaya Perhitungan harga satuan keluaran
2. Tujuan dan Fungsi Anggaran
Tujuan pembuatan anggaran yaitu untuk perencanaan secara konseptual yang terdiri atas formulasi kebijakan anggaran dan perencanan operasional anggaran. Adapun fungsi anggaran dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu fungsi perencanaan, pengawasan, koordinasi, dan anggaran sebagai pedoman kerja.
3. Hubungan Perencanaan dan Penganggaran
Seperti telah dijabarkan di bagian awal, anggaran merupakan alokasi pendanaan dari kegiatan yang telah direncanakan untuk dilaksanakan selama 1 tahun. Penganggaran yang baik haruslah dapat merefleksikan perencanaan yang telah disusun oleh setiap SKPD sesuai dengan Rencana Kerja SKPD. Secara singkat, alur perencanaan dan penganggaran dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 3.4. Hubungan Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Daerah Evaluasi Raperda APBD oleh Gubernur/ Mendagri
Nota Kesepakatan
RPJPD
RPJMD
PPAS
Pedoman Penyusunan RKA-SKPD
RKPD
KUA
RKA-SKPD
RAPBD
APBD
Keterangan warna Perencanaan
Penganggaran
Sumber : Handra, 2010
Dalam tahapan penyusunan anggaran, setiap SKPD akan berpedoman pada RPJMD SKPD dalam menyusun rencana kerja SKPD (Renja SKPD) yang kemudian digabungkan menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
43
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA SKPD)
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD merupakan bentuk pengalokasian sumberdaya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan jumlah anggaran yang diberikan pada SKPD untuk setiap program dan kegiatan, sehingga PPAS digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RKA. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.
RKA SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan, serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya. Proses penyusunan RKA dilakukan sesuai Gambar 1.5. di bawah.
Gambar 3.5. Urutan Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Mencakup : a. PPA untuk setiap program SKPD dan rencana pendapatan pembiayaan. b. Sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD sesuai dengan SPM. c. Batas waktu penyampaian RKA - SKPD kepada PPKD d. Hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD e. Lampiran : - KUA - Format RKA - SKPD - PPA - Analisis Standar Belanja - Kode Rekening APBD - Standar Satuan Harga
Penyusunan Rincian Anggaran Pendapatan
Penyusunan Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung
RKA SKPD 1
RKA SKPD 2.1
Form RKA SKPD 1 disipakan hanya oleh SKPD Pemungut Pendapatan
2
Dari A.2 Penyiapan Pedoman Penyusunan RKA SKPD SE KDH tentang pedoman penyusunan RKA SKPD
1
Penyusunan Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung (Program & Kegiatan)
Penyusunan Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah
Penyusunan Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah
RKA SKPD 2.2.1
RKA SKPD 3.1
RKA SKPD 3.2
Penyusunan Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung (Program & Kegiatan)
RKA SKPD
SE KDH tentang pedoman penyusunan RKA SKPD
Form RKA SKPD 3.1 dan 3.2 disiapkan oleh SKPD yang bertindak sebagai SKPD
RKA SKPD 2.2
RKA SKPD Ke A. 4 Penyiapan Raperda APBD
44
Penyusunan RKA SKPD
Sumber: Permendagri 13/2006
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterangan warna SEKDA
SKPD
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
5. Tahapan Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dalam tahapan penyusunan anggaran terdiri dari persiapan, penyusunan anggaran, pembahasan eksekutif dan legislatif, pengesahan/penetapan, pelaksanaan anggaran, penatausahaan anggaran, pertanggungjawaban anggaran, serta pengawasan anggaran. Proses penyusunan Anggaran di atas dapat dijelaskan menggunakan diagram alur, sebagai berikut:
Gambar 3.6. Proses Penyusunan Rancangan APBD Januari - April
Mei - Agustus
Musrenbang
September - Desember
SE/Pedoman Mendagri
Pembahasan Rancangan KUA & PPAS
Indikatif Tahunan RPJMD/Dokumen Perencanaan Daerah yang Disepakati
Rancangan KUA & PPAS
Rancangan Awal Kerangka Ekonomi Daerah
SE Prioritas Program & Indikasi Pagu
Evaluasi Mendagri/ Gubernur Nota Kesepakatan KUA, Prioritas dan Plafon
Pedoman Penyusunan RKA, SKPD, KUA, Prioritas dan Plafon
Pembahasan RAPBD
Raperda tentang APBD
RAPBD dan Lampiran
Ra PerKDH ttg Penjab APBD
PerKDH ttg Penjab APBD
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Pembahasan Tim Anggaran Pemda
Pemutakhiran Data & Proyeksi Ekonomi & Fiskal
RENSTRA SKPD
Perda ttg APBD
Pembahasan Tim Anggaran Pemda
Lampiran RAPBD (Himpunan RKA-SKPD)
RENJA SKPD
Pengesahan
Draft DPA SKPD
RKA SKPD
DPASKPD
Keterangan warna Depdagri/ Provinsi
DPRD
Kepala Daerah
SEKDA
PPKD
SKPD
Sumber : Handra, 2010
Secara lebih detail, proses penyusunan anggaran secara lengkap dengan jadwal yang harus diacu dijabarkan pada tabel berikut.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
45
Pengantar Penyusunan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah
Tabel 3.1.
Tahapan Penyusunan Anggaran Aktivitas
Pelaksana
Sumber
Dokumen
Waktu
Penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD
Pemda & DPRD
Renstrada, Hasil Penjaringan Aspirasi Masyarakat, Laporan Kinerja HIstoris, Pokok-pokok pikiran DPRD, Kebijakan Keuangan Daerah
Berita Acara (Nota) Kesepakatan
Juni *) Pertengahan Juni (UU KN No. 13/03)
Penyusunan Strategi dan Prioritas APBD
Pemda
Arah dan Kebijakan Umum APBD
Berita Acara Kesepakatan
Juli Agustus
Persiapan Penyusunan Rancangan Anggaran Unit Kerja
Tim Anggaran Eksekutif
Perda Pengelolaan Keuada, Arah Kebijakan Umum APBD, Strategi dan Prioritas APDB, Keputusan KDH tentang Standar Pelayanan, Tingkat Pencapaian Kinerha, dan Standar Biaya
Surat Edaran KDH tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Unit Kerja
Agustus September
Pernyataan Visi, Misi, Tupoksi, Tujuan dan Sasaran Unit Kerja
Unit Kerja
Perda Struktur Organisasi dan Tata Kerja SE, KDH
Pernyataan Anggaran
September Oktober
Perencanaan Program Unit Kerja
Unit Kerja
Tujuan dan Sasaran Unit Kerja, SE, KDH
Pernyataan Anggaran
September Oktober
Perencanaan Kegiatan Unit Kerja
Unit Kerja
Program Unit Kerja, SE, KDH
Pernyataan Anggaran
September Oktober
Perencanaan Anggaran Unit Kerja
Unit Kerja
Kegiatan Unit Kerja, SE, KDH
Pernyataan Anggaran
September Oktober
Penilaian Atas Usulan Anggaran Unit Kerja terhadap Kewajaran Beban Kerja dan Biaya Kegiatan
Tim Anggaran Eksekutif
Arah dan Kebijakan Umum APBD, Strategi dan Prioritas APBD Anggaran Unit Kerja
Rancangan Perda APBD
September Oktober
Penyusunan Rancangan APBD
Tim Anggaran Eksekutif
Arah dan Kebijakan Umum APBD, Strategi dan Prioritas APBD Anggaran Unit Kerja
Rancangan Perda APBD
Oktober November
Pengajuan Rancangan APBD
Pemda
Rancangan APBD
Rancangan Perda APBD
Minggu, 1 Oktober pasal 20 UUKN No. 17/2003
Pembahasan Rancangan APBD
Panitia Anggaran Legislatif dan Tim Anggaran Eksekutif
Rancangan APBD
Perda APBD
November Desember
Pernyataan Anggaran
Sumber: n.a.
46
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 4
PENGANTAR BELANJA DAERAH
Pengantar Belanja Daerah
4.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang anggaran belanja pemerintah daerah 2. Menjelaskan tentang tahapan penyusunan anggaran belanja pemerintah daerah
2 Sesi (90 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
50
• Unified Budget, Performance Base Budgeting, Standar Biaya • Fungsi Perencanaan, Fungsi Pengawasan, Fungsi Koordinasi, dan Anggaran sebagai Pedoman Kerja • RPJP, RPJMD, RK SPKD • KUA, PPAS, RKA SKPD, TAPD, RAPBD, APBD • Clouding • Presentasi • Tanya Jawab
• Karton warna warni • Flipchart • Spidol, selotip
• Laptop dan Infocus
• PP 58/2005 • Permendagri 13/2006, Permendagri 59/2007 • Permendagri tentang pedoman penyusunan anggaran belanja (tahunan)
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Belanja Daerah
4.2. ALUR PEMBELAJARAN: Kegiatan 1
Presentasi Materi (10')
2
Kerja Kelompok (20')
3
Presentasi Kelompok dan Rangkuman (15')
PENJELASAN: Kegiatan 1: Presentasi Materi oleh Fasilitator (10 menit) Tujuan: untuk memperkenalkan secara singkat topik pengantar belanja daerah
1.
Fasilitator menjelaskan ke peserta mengenai topik yang akan dipelajari selama 1 sesi ini (3 menit)
2.
Fasilitator melakukan presentasi materi pengantar belanja daerah secara singkat (7 menit)
Kegiatan 2: Kerja Kelompok (20 menit) Tujuan: setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengidentifikasikan hal-hal penting dalam masing-masing sub topik modul belanja daerah 1.
Peserta akan dibagi ke dalam 6 kelompok (metode pembagian kelompok sesuai fasilitator).
2.
Masing-masing kelompok akan diberi 1 sub topik yang akan dipelajari dalam modul belanja daerah, yaitu sub-topik standar pelayanan minimal, sub-topik klasifikasi belanja, sub-topik analisa standar belanja, sub topik value for money, sub topik evaluasi belanja modal, dan sub topik pengantar pengadaan barang-jasa.
3.
Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan setiap hal/input yang termasuk dalam konteks subtopik tersebut.
4.
Peserta menuliskan setiap input dalam sehelai karton .
5. Karton-karton tersebut kemudian ditempelkan dalam flipchart yang telah dibagikan sehingga terbentuk 1 sub-topik belanja daerah dan materi-materi dalam sub topik tersebut. 6.
Fasilitator mendampingi setiap kelompok dalam mengerjakan tugas.
7.
Peserta siap untuk melakukan presentasi singkat di depan kelas.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
51
Pengantar Belanja Daerah
Kegiatan 3: Presentasi Kelompok dan Rangkuman (15 menit) Tujuan: peserta dapat menjelaskan hasil diskusi kelompoknya kepada peserta kelompok lainnya, sehingga setiap peserta dapat mengetahui materi-materi sub topik lainnya. 1.
Setiap kelompok akan menunjuk 1 orang sebagai wakil kelompok yang akan melakukan presentasi
2.
Presentasi per kelompok dilakukan @ maksimal 3 menit
3.
Fasilitator merangkum hasil presentasi masing-masing kelompok di depan kelas
4.3. LEMBAR KERJA KELOMPOK: Perintah Kerja Isu Penting dalam Sub Topik Modul Belanja Daerah 1. Kelompok anda akan membahas isu-isu penting dalam 1 sub topik belanja daerah. 2. Diskusikan dan tulis setiap isu serta Susun isu2 penting tersebut pada flipchart yang telah disediakan agar membentuk MINDMAP materi sub-topik modul belanja daerah. 3. Kelompok anda siap untuk melakukan presentasi Waktu untuk mengerjakan 20 menit. Material untuk Kerja Kelompok: 1. Karton sebagai judul untuk setiap sub topik belanja daerah
Handout: - tidak ada
Perlengkapan yang dibutuhkan: 1. Karton sebagai judul sub-topik 2. Karton-karton dengan ukuran kecil dalam beberapa warna 3. Spidol 4. Flipchart 5. Selotip/lem
52
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Belanja Daerah
4.4. CONTOH HASIL KEGIATAN
Contoh MINDMAP Suatu Kegiatan
4.5. RINGKASAN MATERI A. Pengertian Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 31 ayat (1) dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan hal tersebut permasalahan yang masih dihadapi oleh pemerintah adalah; Pertama, Alokasi anggaran belanja pada sektor tertentu belum sejalan dengan tuntutan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. Kedua, Ketersediaan anggaran baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang masih minim sehingga sering menjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ketiga, Inefisiensi dalam mengalokasikan dan membelanjakan anggaran. Keempat, Proses/prosedur pelayanan belum transparan dan terstandardisasi. PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
53
Pengantar Belanja Daerah
B. Kedudukan Belanja Daerah Dalam APBD Belanja tidak langsung mencakup: a. Belanja pegawai; b. Bunga;
c. Subsidi;
d. Hibah; e. Bantuan sosial;
f. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan g. Belanja tidak terduga. Belanja langsung mencakup: a. Belanja pegawai;
b. Belanja barang dan jasa; c. Belanja modal; C. Ruang Lingkup Belanja Daerah Dalam pelatihan modul belanja daerah, ruang lingkup belanja daerah yang akan diajarkan meliputi: 1. Value for Money 2. Standar Pelayanan Minimal 3. Analisa Standar Belanja 4. Klasifikasi Belanja 5. Evaluasi Belanja Modal 6. Pengadaan Barang Jasa
54
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Belanja Daerah
Tabel 4.1. Klasifikasi Metode Pengadaan Barang/Jasa sesuai Perpres 54/2010
Jenis Pengadaan Barang/Jasa Pengadaan Barang
Metode Pengadaan Barang/Jasa 1.
Pelelangan a. Pelelangan Umum b. Pelelangan Sederhana
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi
Pengadaan Jasa Konsultansi
2.
Penunjukan Langsung
3.
Pengadaan Langsung
4.
Sayembara/Kontes
1.
Pelelangan Umum
2.
Pelelangan Terbatas
3.
Pemilihan Langsung
4.
Penunjukan Langsung
5.
Pengadaan Langsung
1.
Seleksi a. Seleksi Umum b. Seleksi Sederhana
Pengadaan Jasa Lainnya
2.
Penunjukan Langsung
3.
Pengadaan Langsung
4.
Sayembara
1.
Pelelangan a. Pelelangan Umum b. Pelelangan Sederhana
2.
Penunjukan Langsung
3.
Pengadaan Langsung
4.
Sayembara/Kontes
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
55
TOPIK 5
KLASIFIKASI BELANJA DAERAH
Klasifikasi Belanja Daerah
5.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
Setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan memahami dan mampu menyebutkan serta menjelaskan: 1. Definisi klasifikasi belanja daerah 2. Kedudukan belanja daerah dalam APBD 3. Klasifikasi belanja daerah: belanja tidak langsung dan belanja langsung 4. Kelompok belanja langsung: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.
2 Sesi (90 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
58
1. Klasifikasi Belanja Daerah; 2. Kedudukan dalam APBD 3. Belanja tidak langsung dan belanja langsung 4. Belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.
• • • •
5. Belanja DPRD, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja tidak terduga.
Pemaparan Curah pendapat. Diskusi kelompok Presentasi kelompok
• Flipt Chart, spidol, laptop, dan LCD projector. • Lembar Media Presentasi. • Handout
• Bahan Bacaan ‘Klasifikasi Belanja Daerah’
• Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah • Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 • Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 • Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 903/2429/SJ tanggal 21 September 2005
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Klasifikasi Belanja Daerah
5.1.
Alur Pembelajaran Kegiatan 1
Pemaparan: menjelaskan subtopik (30')
2
Peserta diminta melakukan diskusi kelompok tentang isi per subtopik (30')
3
Presentasi Kelompok (20')
4
Kesimpulan (10')
Penjelasan Kegiatan: Membangun pemahaman bersama tentang Klasifikasi Belanja Daerah Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami dan menjelaskan Klasifikasi Belanja Daerah; Kedudukan dalam APBD; Belanja tidak langsung dan belanja langsung; Belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal; Belanja DPRD, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, dan Belanja tidak terduga yang sah.
Kegiatan 1: Pemaparan Topik Klasifikasi Belanja Daerah (25’) 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik Klasifikasi Belanja Daerah 2. Fasilitator menjelaskan ke peserta mengenai topik dan sub topik yang akan dipelajari selama 2 sesi ini (90’) a. Fasilitator menjelaskan ke peserta mengenai contoh-contoh topik dan sub topik Klasifikasi Belanja Daerah b. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 flipchart kosong yang masing-masing diberi judul subtopik yang akan dipelajari c. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok Kegiatan 2: Diskusi kelompok (35’) 1. Kepada para peserta dibagikan kartu kecil masing-masing 2 buah 2. Fasilitator menanyakan kepada peserta, apa yang peserta ketahui mengenai sub topik dan sub-sub topik yang akan dipelajari tersebut. PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
59
Klasifikasi Belanja Daerah
3. Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi 30 menit 4. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam karton tersebut dan menempelkan pada sub topik atau sub-sub topik (kartu 1) dan contoh (kartu 2) sesuai dengan kesepakatan kelompok. 5. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. 6. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. 7. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (20’) 1. Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan sub topik yang sudah didiskusikan 2. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 3. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. Kegiatan 4: Fasilitator menyimpulkan (10’) 1. Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap sub topik dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteks sub topik atau sub-sub topik. 2. Fasilitator merangkum materi yang akan dibahas sesuai dengan masukan peserta.
5.2. Ringkasan Materi: Rencana-rencana alokasi dana dalam APBD adalah cerminan kebijakan daerah sering disusun secara kurang transparan dan kurang aspiratif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mampu menghasilkan output (produk dan kebijakan), hasil (intermediate outcomes) dan dampak (final outcomes) yang dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial dan ekonomi serta kurang mampu menjawab kebutuhan masyarakat. APBD merupakan kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang disusun berdasarkan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektifitas pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam rangka melaksanakan kewajiban daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Klasifikasi belanja mengacu pada Permendagri 13 tahun 2006 yang kemudian disempurnakan dengan Permendagri 59 tahun 2007. Secara terperinci yang akan dibahas dalam topik ini adalah:
60
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Klasifikasi Belanja Daerah
1. Definisi klasifikasi belanja daerah 2. Kedudukan belanja daerah dalam APBD 3. Klasifikasi belanja daerah: belanja tidak langsung dan belanja langsung 4. Kelompok belanja langsung: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal. 5. Belanja DPRD, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja tidak terduga.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
61
TOPIK 6
STANDAR PELAYANAN MINIMUM (SPM)
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
5.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
Setelah membahas materi ini peserta diharapkan mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan pengertian, konsep, lingkup, tahapan dan langkah penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah serta melaksanakan tahapan pengintegrasian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah;
6 Sesi (270 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
• Pengertian dan konsep SPM, • Lingkup, Tahap dan Langkah Penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah
• • • •
• Pengintegrasian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah;
Pemaparan Curah pendapat. Diskusi kelompok Presentasi kelompok
• Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus. • Lembar Media Presentasi. • Handout
• Bahan Bacaan ‘Standar Pelayanan Minimum’
•
Diktum IV INPRES No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
•
Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri. Konsepsi Dasar, Filosofi dan Hubungan Standar Pelayanan Minimal dengan Pelimpahan Urusan Pemerintahan Berdasarkan UU 32 tahun 2004. Disampaikan Pada Kegiatan Diklat Manajemen Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri Jakarta, 30 April s/d 05 Mei 2007.
•
Direktorat Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri. Konsepsi Dasar, Filosofi dan Hubungan Standar Pelayanan Minimal dengan Pelimpahan Urusan Pemerintahan Berdasarkan UU 32 Tahun 2004.
•
Direktorat Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri. Standar Pelayanan Minimal Dalam Penerapannya Di Daerah. Disampaikan Pada Kegiatan Diklat Manajemen Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri Jakarta, 30 April s/d 05 Mei 2007.
•
64
KEPMENDAGRI No. 100.05-76 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Tim Konsultansi
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal. •
KEPMENDIKNAS No. 053 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah.
•
KEPMENKES No. 1457 Tahun 2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
•
KEPMENPAN No. 28 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
•
KEPMENPERINDAG No. 78 Tahun 2001 Tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perindustrian dan Perdagangan.
•
KEPMENPAN No. 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (Revisi), Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah.
•
KMK No. 828/MENKES/SK/IX/2008 Tentang Petunjuk Teknis SPM Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota.
•
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 197 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
•
Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (Revisi). Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah Direktorat Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah.
•
PERMENDAGRI No. 6 Tahun 2006 Tentang Petujuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.
•
Peraturan Menteri Kehutanan No. 8 Tahun 2007 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Bidang Pembiayaan Pembangunan Hutan.
•
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 392 Tahun 2005 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan TOL.
•
PERMEN Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No. 36 Tahun 2012.
•
PERMENDAGRI No. 62 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pemerintahan Dalam Negeri Di Kabupaten/Kota.
•
PERMENDAGRI No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas PERMENDAGRI No. 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
•
PERMENDAGRI No. 6 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
•
PERMENKEU No. 123.1 Tahun 2006 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Investasi Pemerintah.
•
PERMENKEU No. 99 Tahun 2007 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
•
PP No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
•
PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
•
PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah.
•
PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
65
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
•
PP No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
•
PP No. 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
•
PP No. 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
•
PP Tahun 2001 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pemberdayaan Perempuan di Daerah.
•
Standar Pelayanan Minimum. Workshop Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Manado, 8 – 12 Desember 2010.
•
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
•
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
•
UU No. 15 Tahun 2005 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
•
UU No. 15 Tahun 2005 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
•
UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
•
UU No. 25 tahun 2004 Tentang Perencanaan Pembangunan Nasional.
•
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
•
UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.
•
Ammons, David N. (1995). (Ed.) Accountability for Performance: Measuring and Monitoring in Local Government. Washington D.C.: International City/County Management Association.
•
Bernstein, David J. (2001). “Local Government Measurement Use to Focus on Performance and Results,” Evaluation and Program Planning, vol. 24, pp: 95-101.
•
Breman, David R. (2002). “State-Local Relations: Authority, Finances, Cooperation,” in The Municipal Year Book, 2002. Washington D.C.: International City/County Management Association.
•
Dom, Catherine (2002). “Education Reform in the Context of Decentralization,” Report prepared for Decentralized Strategy for Education Finance (DSEF) project. British Council and World Bank. Jakarta.
•
Eko Subowo, Drs,MBA. 2007. Kebijakan SPM Berdasarkan PP No. 65 Tahun 2005.
•
Ferrazzi, Gabe (2002a). “Legal Standing and Models of Local Government Functions in Selected Countries: Implications for Indonesia,” GTZ. Jakarta.
•
Ferrazzi, Gabe (2002b). “Obligatory Functions and Minimum Service Standards: A Preliminary Review of the Indonesian Approach,” GTZ. Jakarta.
•
Friedman, Joel (2002). “Minimum Service Standards: Current Status and Planned Activities at the Ministry of Home Affairs,” Research Triangle Institute Perform Project. Jakarta.
66
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
6.1.
Alur Pembelajaran 1
(180’: Lingkup, Tahap dan Langkah Penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah) Kegiatan 1
Pemaparan: menjelaskan subtopik (30')
2
Peserta diminta melakukan diskusi kelompok tentang isi per subtopik (30')
3
Presentasi Kelompok (20')
4
Kesimpulan (10')
Penjelasan Kegiatan: Membangun pemahaman peserta tentang pengertian, konsep, lingkup, tahapan dan langkah penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta diharapkan mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan pengertian, konsep, lingkup, tahapan dan langkah penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah;
Kegiatan 1: Fasilitator menjelaskan topik, subtopik Standar Pelayanan Minimal (SPM) (45’) a. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik SPM b.
Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai contoh-contoh topik dan sub topik SPM.
Kegiatan 2: Kelompok diminta mendiskusikan topik & subtopik SPM (60’) a.
Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 fliptchart kosong yang masing-masing diberi judul pilih dari kasus berikut: lingkup, tahapan dan langkah penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah
b.
Peserta dibagi menjadi 5 kelompok
c.
Kepada para peserta dibagikan kartu metaplan kecil masing-masing 4 buah
d. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mendiskripsi kembali secara bersama dan terperinci tentang lingkup, tahapan dan langkah penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah. e.
Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi 20 menit dengan contoh yang sudah ditetapkan.
f.
Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam kartu tersebut dan menempelkan pada sub topik atau sub-sub topik sesuai dengan kesepakatan kelompok.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
67
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
g. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. h. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. i. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (45’) a.
Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan sub topik yang sudah didiskusikan
b. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. c. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. Kegiatan 4: Fasilitator menyimpulkan (30’) a.
Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap sub topik dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteks sub topik atau sub-sub topik.
b.
Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta
6.2. Alur Pembelajaran 2. Latihan pengintegrasian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah) Kegiatan 1
menjelaskan persiapan Latihan Kasus (5’)
2
Peserta diminta mendiskusikan dan menghasilkan solusi Kasus (50’)
3
Presentasi Kelompok (20’)
4
Kesimpulan (15’)
Penjelasan Kegiatan: Mengembangkan keterampilan mengintegrasikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah.
68
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta diharapkan mampu mengintegrasikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah. Kegiatan 1: Fasilitator menjelaskan petunjuk pemecahan Kasus (10’) a.
Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran Latihan Kasus SPM
b.
Fasilitator menjelaskan kepada peserta petunjuk Latihan Kasus SPM.
Kegiatan 2: Kelompok diminta mendiskusikan Kasus SPM (20’) a.
Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 fliptchart kosong yang masing-masing diberi judul pilih dari kasus yang tersedia.
b.
Peserta dibagi menjadi 5 kelompok
Kepada para peserta dibagikan kartu metaplan kecil masing-masing 4 buah. Fasilitator mengarahkan peserta untuk trampil mengintegrasikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah dengan contoh riil di lapangan.
c.
Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi 20 menit dengan contoh sudah ditetapkan.
d. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam kartu tersebut dan menempelkan pada sub topik atau sub-sub topik sesuai dengan kesepakatan kelompok. e. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. f.
Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat.
g. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (20’) a.
Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan kasus yang sudah didiskusikan
b. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. c. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. Kegiatan 4: Fasilitator menyimpulkan (10’) a.
Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap kasus dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteksnya.
b.
Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
69
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
6.3. Ringkasan Materi: Selain inefisiensi pelaksanaan pelayanan, praktik pungutan liar (pungli) dalam pelayanan publik di tubuh pemerintahan juga sudah menjadi rahasia umum. Penyimpangan itu terjadi karena tidak ada standar pelayanan Publik, pelayanan bisa cepat dan bisa lambat tergantung komisi. Standar Pelayanan Minimal sangat dibutuhkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat konsumen dari pelayanan itu sendiri. Bagi pemerintahan daerah, suatu Standar Pelayanan Minimal dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk penyediaan pelayanan tertentu. Sedangkan bagi masyarakat, Standar Pelayanan Minimal akan menjadi acuan untuk menilai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah.
6.4. Lingkup, Tahap dan Langkah Penyusunan Rencana Pencapaian SPM di Daerah: Tahapan penyusunan rencana pencapaian SPM di daerah mengacu pada penjelasan Permendagri No 79/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal. Pedoman tersebut menguraikan secara umum pentahapan dan pertimbangan penyusunan rencana pencapaian SPM di daerah, namun belum secara rinci menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilaksanakan di setiap tahap. Langkah-langkah penyusunan rencana pencapaian SPM dibagi kedalam 4 lingkup utama, 7 tahap dan beberapa langkah: 1. 2. 3. 4.
Menentukan Batas Waktu Pencapaian SPM di Daerah Pengintegrasian Rencana Pencapaian SPM dalam Perencanaan dan Penganggaran Mekanisme Pembiayaan Penerapan SPM Sistem Penyampaian Informasi Pencapaian SPM di Daerah
Lingkup 1. Menentukan Batas Waktu Pencapaian SPM di Daerah Tahap 1. Memulai Proses • Langkah 1. Internalisasi SPM di masing-masing SKPD • Langkah 2. Koordinasi penyusunan rencana pencapaian SPM di daerah Tahap 2. Menyusun Rencana Pencapaian SPM di Daerah • Langkah 1: Menemukenali Indikator SPM • Langkah 2: Pengumpulan data dan informasi pencapaian SPM • Langkah 3: Menentukan tingkat capaian SPM (baseline) • Langkah 4: Menentukan Target Capaian SPM • Langkah 5: Menyusun program dan kegiatan prioritas • Langkah 6: Menghitung kebutuhan pembiayaan 70
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Lingkup 2. Pengintegrasian Rencana Pencapaian SPM dalam Perencanaan dan Penganggaran Tahap 3. Integrasi SPM dalam Perenca.naan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD dan Renstra SKPD) • Langkah 1. Memastikan indikator SPM dalam analisis pelayanan SKPD • Langkah 2. Perumusan rencana program, kegiatan dan pendanaan indikatif Tahap 4. Integrasi SPM dalam Perencanaan Pembangunan Tahunan (RKPD dan Renja SKPD) • Langkah 1. Memastikan target tahunan SPM dalam analisis pelayanan SKPD • Langkah 2. Perumusan rencana program, kegiatan dan pendanaan Lingkup 3. Mekanisme Pembiayaan Penerapan SPM Tahap 5 : Integrasi SPM dalam Penganggaran Tahunan (KUA, PPAS dan RKA-SKPD) • Langkah 1 : Memastikan indikator SPM dalam KUA dan PPAS • Langkah 2 : Penentuan target capaian SPM dan pendanaan indikatif dalam RKA-SKPD Lingkup 4. Sistem Penyampaian Informasi Pencapaian SPM di Daerah Tahap 6. Pengendalian dan Evaluasi Pencapaian SPM • Langkah 1. Mekanisme pengendalian pencapaian SPM • Langkah 2. Evaluasi pencapaian SPM Tahap 7. Penyampaian Informasi Pencapaian SPM • Langkah 1. Penyusunan laporan pencapaian SPM • Langkah 2. Memasukan laporan pencapaian SPM dalam LPPD, LKPJ, dan ILPPD
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
71
TOPIK 7
ANALISIS STANDAR BELANJA
Analisis Standar Belanja
7.1. Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menyebutkan dan memberi contoh aplikasi dengan benar: 1. Penyebab adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis, antar program, dan antar SKPD. 2. Landasan legal formal untuk menyusun Analisis Standar Belanja. 3. Analisis Standar Belanja dalam Skema Keterkaitan Instrumen-instrumen Sistem Anggaran Berbasis Kinerja. 4. Posisi ASB dalam lingkup pengelolaan keuangan daerah 5. Pengertian dan manfaat Analisis Standar Belanja 6. Aspek-aspek penilaian kewajaran beban kerja 7. Langkah Inisiasi Analisis Standar Belanja 8. Nama Kegiatan 9. Pendekatan Activity Based Costing (ABC) 10.Biaya Total, biaya variabel dan biaya tetap 11.Persamaan Regresi Sederhana (ordinary least square: OLS) 12.RKA-SKPD, RKA Wajar, RKA Tidak Wajar. 13.Belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja maksimum Selanjutnya, setelah mengikuti materi ini peserta akan dapat menjelaskan, menghitung dan memberi contoh aplikasi dengan benar terhadap implementasi Analisis Standar Belanja dalam lingkup pengelolaan keuangan daerah.
4 Sesi (180 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
74
1. Analisis Standar Belanja (ASB) 2. Ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja 3. Landasan legal formal dalam ASB 4. Instrumen-instrumen Sistem Anggaran Berbasis Kinerja
• • • •
5. Posisi ASB dalam pengelolaan keuangan daerah 6. Penilaian kewajaran beban kerja 7. Langkah Inisiasi ASB
Pemaparan Curah pendapat. Diskusi kelompok Presentasi kelompok
• Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus. • Lembar Media Presentasi. • Handout
• Bahan Bacaan Analisis Standar Belanja
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Bahan Bacaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (Berita Negara PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); Kementerian Keuangan4.Republik Indonesia, Direktorat yang Jenderal Perimbangan Keuangan Peraturan Menteri Keuangan diterbitkan setiap tahun tentang Standar Biaya Masukan dan Standar Biaya Keluaran (2013) 5. Yance Kardias, 2006, Penyusunan Base Line Data Analisis Standar Belanja Pemerintah Daerah Dengan Pendekatan ABC, PSE-KP UGM.
Bahan Bacaan
2. 3.
4. 5. 6. 7.
7.1.
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Analisis Standar Belanja Republik Indonesia Nomor 4844); Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); Peraturan Menteri Keuangan yang diterbitkan setiap tahun tentang Standar Biaya Masukan dan Standar Biaya Keluaran (2013) Yance Kardias, 2006, Penyusunan Base Line Data Analisis Standar Belanja Pemerintah Daerah Dengan Pendekatan ABC, PSE-KP UGM. Tim KKD FE UGM, Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah Undang-undang Republik Indonesia No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Ritonga, 2009, ASB........, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Alur Pembelajaran 1.
(180’: Kegiatan 1
menjelaskan persiapan Latihan Kasus (5’)
2
Peserta diminta mendiskusikan dan menghasilkan solusi Kasus (50’)
3
Presentasi Kelompok (20’)
4
Kesimpulan (15’)
Penjelasan Kegiatan: Membangun pemahaman bersama tentang Analisis Standar Belanja (ASB) Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami dan menjelaskan: • Penyebab adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis, antar program, dan antar SKPD. • Landasan legal formal untuk menyusun Analisis Standar Belanja (ASB). • ASB dalam Skema Keterkaitan Instrumen-instrumen Sistem Anggaran Berbasis Kinerja. • Posisi ASB dalam lingkup pengelolaan keuangan daerah • Pengertian dan manfaat Analisis Standar Belanja • Aspek-aspek penilaian kewajaran beban kerja • Langkah Inisiasi Analisis Standar Belanja
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
75
Analisis Standar Belanja
Kegiatan 1: Fasilitator menjelaskan topik, subtopik dan formula ASB (30’) 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik Analisis Standar Belanja 2. Fasilitator menjelaskan ke peserta mengenai topik dan sub topik yang akan dipelajari selama 4 sesi ini (180’) a. Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai contoh-contoh topik dan sub topik Analisis Standar Belanja (ASB) b. Fasilitator menjelaskan dan memberi contoh menghitung dengan formula ASB Kegiatan 2: Kelompok diminta mendiskusikan topik & subtopik ASB (30’) 1. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 flipchart kosong yang masing-masing diberi judul sub-topik yang akan dipelajari 2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok 3. Kepada para peserta dibagikan kartu kecil masing-masing 1 buah 4. Fasilitator menanyakan kepada peserta, apa yang peserta ketahui mengenai sub topik dan sub-sub topik ASB tersebut. 5. Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi 30 menit 6. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam karton tersebut dan menempelkan pada sub topik atau sub-sub topik sesuai dengan kesepakatan kelompok. 7. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. 8. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. 9. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (20’) 1. Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan sub topik yang sudah didiskusikan 2. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 3. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. Kegiatan 4: Fasilitator menyimpulkan (10’) 1. Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap sub topik dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteks sub topik atau sub-sub topik. 2. Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta. 76
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisis Standar Belanja
Kegiatan 5: Kelompok diminta mendiskusikan & mengimplementasikan ASB (50’) 1. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 flipchart kosong yang masing-masing diberi nomer kelompok (1 s/d 5) 2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok dan masing-masing diberi 10 kartu metaplan 3. Kepada para peserta dibagikan kartu kecil masing-masing satu lembar kertas buram untuk menghitung ASB 4. Fasilitator mengarahkan peserta, untuk menghitung ASB dengan formula yang sudah dijelaskan sebelumnya. 5. Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi dan menghitung selama 45 menit 6. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam kartu tersebut dan menempelkan pada fleepchart masing-masing. 7. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. 8. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. 9. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 6: Presentasi Kelompok (25’) 1. Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan sub topik yang sudah didiskusikan 2. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 3. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. Kegiatan 7: Fasilitator menyimpulkan (15’) 1. Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap sub topik dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteks sub topik atau sub-sub topik. 2. Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
77
Analisis Standar Belanja
7.2. Alur Pembelajaran 2. (135’: Latihan penghitungan dan penyelesaian kasus ASB) Kegiatan 1
menjelaskan persiapan Latihan Kasus (5’)
2
Peserta diminta mendiskusikan dan menghasilkan solusi Kasus (50’)
3
Presentasi Kelompok (20’)
4
Kesimpulan (15’)
Penjelasan Kegiatan: Membangun ketrampilan bersama tentang penghitungan dan penyelesaian kasus ASB Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta diharapkan mampu memahami, menjelaskan dan menyusun secara bertahap Analisis Standar Belanja
Kegiatan 1: Fasilitator menjelaskan kasus ASB (20’) 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik kasus ASB 2. Fasilitator menjelaskan dan memberi contoh tahapan menghitung dengan formula ASB Kegiatan 2: Kelompok diminta mendiskusikan & mengimplementasikan ASB (60’) 1. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 flipchart kosong yang masing-masing diberi nomer kelompok (1 s/d 5) 2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok dan masing-masing diberi 10 kartu metaplan 3. Kepada para peserta dibagikan kartu kecil masing-masing satu lembar kertas buram untuk menghitung ASB 4. Fasilitator mengarahkan peserta, untuk menghitung ASB dengan formula yang sudah dijelaskan sebelumnya. 5. Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi dan menghitung selama 60 menit 6. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam kartu tersebut dan menempelkan pada fleepchart masing-masing. 7. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok.
78
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisis Standar Belanja
8. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. 9. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (35’) 1. Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusi dan hitungannya sesuai dengan kasus yang disediakan. 2. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 3. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. Kegiatan 4: Fasilitator menyimpulkan (20’) 1. Fasilitator membahas masukan-masukan untuk setiap kelompok dan melakukan penyesuaian hitungan apabila diperlukan. 2. Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta. Jawaban (1) Tabel 7.1 No
Nama Kegiatan
Anggaran (Y)
Jumlah Hari
Peserta
Output (X)
XY
X2
1
Peraturan Perundangundangan Bidang Pendidikan
66,700,000
2
30
60
4,002,000,000
3,600
2
Kebijakan Lingkungan Sehat
52,500,000
3
45
135
7,087,500,000
18,225
3
Peraturan Perundang-undangan Bidang Tataruang
74,500,000
4
50
200
14,900,000,000
40,000
395
25,989,500,000
61,825
Jumlah
193,700,000
Ŷ = 64.566.666, 67
X2 = 17.336,11
n=3
25.989.500.000 – (3)(131, 67)(64.566.666, 67) β = _____________________________________ = 49.473,68
X rata-rata = 131, 67 __ Σ XY – n XY β = ---------------Σ X2 – n X2
61.825 – (3) (17.336, 11)
α = 64.566.666, 67 – (49.473, 68) (131, 67) = 58.052.631, 58 Y = 58.052.631, 58 + (49.473, 68 x Jumlah Peserta x Jumlah Hari) Y = Total Belanja
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
79
Analisis Standar Belanja
Analisis Standar Belanja masing-masing kegiatan, adalah: Tabel 7.2 No
α
Nama Kegiatan
β
X
ASB (Y)
1
Peraturan Perundang-undangan Bidang Pendidikan
49.473,68
60
61.021.052,63
2
Kebijakan Lingkungan Sehat
49.473,68
135
64.731.578,95
3
Peraturan Perundang-undangan Bidang Tataruang
49.473,68
200
67.947.368,42
Jawaban (2) Menentukan batas minimum dan batas maksimum belanja Tabel 7.3 No
Nama Kegiatan
X
Y
ASB (Ŷ)
e = Y-Ŷ
1
Peraturan Perundangundangan Bidang Pendidikan
60
66,700,000
61.021.052,63
5.678.947,37
32,250,443,213,296.50
2
Kebijakan Lingkungan Sehat
135
52,500,000
64.731.578,95
12.231.578,95
149,611,523,545,706.00
3
Peraturan Perundangundangan Bidang Tataruang
200
74,500,000
67.947.368,42
6.552.631,58
42,936,980,609,418.20
Jumlah
224,798,947,368,421.00
Standar error, adalah: Se = 4.741.296,74
_________ Se = √ Σ (Y – Ŷ)2 n-2
Belanja Rata-rata: Ŷ = 58.052.631,58 + 49.473,68 (131,67) = 64.566.666,67 Belanja Minimum = Ŷ - t p . Se = 64.566.666,67 – (12.706) (4.741.296,74) = 4.323.750,29 Persentase Belanja Minimum atas Belanja Rata-rata = 6,70% Belanja Maksimum = Ŷ + t p . Se = 64.566.666,67 + (12.706) (4.741.296,74) = 124.809.583,05 Persentase Belanja Maksimum atas Belanja Rata-rata = 193,30%
80
(e = Y – Ŷ)2
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisis Standar Belanja
Tabel 7.4 Kegiatan No.
7.3.
Anggaran Belanja berdasar RKA
ASB
Batas Minimum Belanja
Batas Maksimum Belanja
Keterangan
1
66,700,000
61.021.052,63
56.932.642,11
178.974.747,37
RKA Wajar
2
52,500,000
64.731.578,95
60.394.563,16
189.857.721,05
RKA Tidak Wajar di bawah Batas Minimum
3
74,500,000
67.947.368,42
63.394.894,74
199.289.631,58
RKA Wajar
Ringkasan Materi:
Tuntutan untuk transparansi dan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan daerah semakin meningkat. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, dilakukan dengan menerapkan value for money yaitu cara pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif (termasuk ekologis dan equality). Dalam PP No.58/2005 Pasal 38 ayat 2 menyebutkan bahwa penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan Standar Pelayanan Minimum. Penyusunan ASB penting dilakukan karena adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis dalam suatu program dan antar SKPD. Dengan menggunakan anggaran kinerja tersebut, maka anggaran pemerintah daerah akan lebih transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu instrument yang diperlukan untuk menyusun anggaran pemerintah daerah dengan pendekatan kinerja adalah Analisis Standar Belanja (ASB). Analisis Standar Belanja (ASB) dikembangkan hanya untuk kegiatan belanja langsung sifatnya strategis yang datanya berasal dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang didasarkan pada pertimbangan bahwa dokumen ini merupakan hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Sehingga hasilnya dapat diharapkan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, eksekutif dan legislatif. Ada 3 (tiga) pendekatan yang digunakan dalam penyusunan analisis standar belanja, yaitu: aktivitas berbasis biaya (activity based costing-ABC), regresi sederhana (ordinary least square) dan metode diskusi kelompok (focused group discussion). Selanjutnya dalam topik ini akan dibahas secara terperinci yaitu: • • • • • • •
Penyebab adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis, antar program, dan antar SKPD. Landasan legal formal untuk menyusun Analisis Standar Belanja. Analisis Standar Belanja dalam Skema Keterkaitan Instrumen-instrumen Sistem Anggaran Berbasis Kinerja. Posisi ASB dalam lingkup pengelolaan keuangan daerah Pengertian dan manfaat Analisis Standar Belanja Aspek-aspek penilaian kewajaran beban kerja Langkah Inisiasi Analisis Standar Belanja
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
81
TOPIK 8
VALUE FOR MONEY
Value For Money
8.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menyebutkan dan memberi contoh aplikasi dengan benar: 1. Penyebab adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis, antar program, dan antar SKPD. 2. Landasan legal formal untuk menyusun Analisis Standar Belanja. 3. Analisis Standar Belanja dalam Skema Keterkaitan Instrumen-instrumen Sistem Anggaran Berbasis Kinerja. 4. Posisi ASB dalam lingkup pengelolaan keuangan daerah 5. Pengertian dan manfaat Analisis Standar Belanja 6. Aspek-aspek penilaian kewajaran beban kerja 7. Langkah Inisiasi Analisis Standar Belanja 8. Nama Kegiatan 9. Pendekatan Activity Based Costing (ABC) 10.Biaya Total, biaya variabel dan biaya tetap 11.Persamaan Regresi Sederhana (ordinary least square: OLS) 12.RKA-SKPD, RKA Wajar, RKA Tidak Wajar. 13.Belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja maksimum Selanjutnya, setelah mengikuti materi ini peserta akan dapat menjelaskan, menghitung dan memberi contoh aplikasi dengan benar terhadap implementasi Analisis Standar Belanja dalam lingkup pengelolaan keuangan daerah.
4 Sesi (180 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
84
1. Analisis Standar Belanja (ASB) 2. Ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja 3. Landasan legal formal dalam ASB 4. Instrumen-instrumen Sistem Anggaran Berbasis Kinerja
• • • •
5. Posisi ASB dalam pengelolaan keuangan daerah 6. Penilaian kewajaran beban kerja 7. Langkah Inisiasi ASB
Pemaparan Curah pendapat. Diskusi kelompok Presentasi kelompok
• Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus. • Lembar Media Presentasi. • Handout
• Bahan Bacaan Analisis Standar Belanja
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Bahan Bacaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (Berita Negara PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); Kementerian Keuangan4.Republik Indonesia, Direktorat yang Jenderal Perimbangan Keuangan Peraturan Menteri Keuangan diterbitkan setiap tahun tentang Standar Biaya Masukan dan Standar Biaya Keluaran (2013) 5. Yance Kardias, 2006, Penyusunan Base Line Data Analisis Standar Belanja Pemerintah Daerah Dengan Pendekatan ABC, PSE-KP UGM.
Value For Money
8.2. Alur Pembelajaran Kegiatan 1
menjelaskan persiapan Latihan Kasus (5’)
2
Peserta diminta mendiskusikan dan menghasilkan solusi Kasus (50’)
3
Presentasi Kelompok (20’)
4
Kesimpulan (15’)
Penjelasan Kegiatan: Membangun pemahaman bersama tentang definisi, konsep, elemen dan pengukuran value for money. Tujuan: •
Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami dan menjelaskan tentang:
•
Definisi Value For Money
•
Konsep Good Governance dalam kaitannya dengan Value For Money
•
Aspek kunci pelayanan publik menurut konsep Value For Money
•
Elemen dasar Value For Money (VFM)
•
Pengukuran Value For Money (VFM)
Kegiatan 1: Fasilitator menjelaskan topik, subtopik Value for Money (10’) 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik Value for Money 2. Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai contoh-contoh topik dan sub topik Value for Money: mengkaitkan input, proses, output dan outcome dengan ekonomis, efisien dan efektif dengan contoh membuat sumur peresapan air hujan. Kegiatan 2: Kelompok diminta mendiskusikan topik & subtopik VFM (20’) 1. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 fliptchart kosong yang masing-masing diberi judul pilih dari kasus berikut: membuat sumur peresapan air limbah rumah tangga; membuat kolam ikan kelompok dengan terpal/plastik; menanam pohon perindang dipinggir jalan; menanam pohon cemara udang di pantai; menanam bakau dipantai; mengeraskan jalan dengan dicor (bukan paving atau conblok); 2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok 3. Kepada para peserta dibagikan kartu metaplan kecil masing-masing 4 buah
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
85
Value For Money
4. Fasilitator menanyakan kepada peserta, bagaimana mengkaitkan input, proses, output dan outcome dengan ekonomis, efisien dan efektif dengan contoh riil di lapangan. 5. Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi 20 menit dengan contoh sudah ditetapkan. 6. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam kartu tersebut dan menempelkan pada sub topik atau sub-sub topik sesuai dengan kesepakatan kelompok. 7. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. 8. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. 9. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (20’) 1. Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan sub topik yang sudah didiskusikan 2. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 3. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. Kegiatan 4: Fasilitator menyimpulkan (10’) 1. Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap sub topik dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteks sub topik atau sub-sub topik. 2. Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta
8.3. Ringkasan Materi: Sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana dan instansi yang selalu merugi. Untuk mengurangi ataupun menghindari iterasi persoalan tersebut, maka pemerintah harus memperhatikan dan menerapkan Value for Money (VFM) dalam menjalankan aktifitasnya. Dalam konteks otonomi daerah, Value For Money (VFM) merupakan jembatan untuk menghantarkan pemerintah daerah dalam mencapai good governance, yaitu pemerintah daerah yang transparan, ekonomis, efisiensi, responsif dan akuntabel. Value For Money (VFM) tersebut harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Value For Money (VFM) adalah istilah digunakan untuk menilai apakah sebuah suatu organisasi termasuk tentunya lembaga sektor publik telah memperoleh manfaat yang maksimum (the maximum benefit) dari barang-barang dan jasa yang tersedia atau dimiliki atau tidak.
86
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Value For Money
Secara terperinci topik ini akan membahas: •
Definisi Value For Money
•
Konsep Good Governance dalam kaitannya dengan Value For Money
•
Aspek kunci pelayanan publik menurut konsep Value For Money
•
Elemen dasar Value For Money (VFM)
•
Pengukuran Value For Money (VFM)
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
87
TOPIK 9
ANALISA BELANJA MODAL
Analisa Belanja Modal
9.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang analisa suatu proyek dalam belanja modal pemerintah daerah 2. Peserta mampu menjelaskan : 3. Definisi proyek/belanja modal 4. Tujuan dan manfaat analisa proyek 5. Aspek-aspek evaluasi proyek 6. Penilaian Kelayakan Proyek 7. Peserta mampu menghitung dan menganalisa kelayakan proyek sektor publik yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah
6 Sesi (270 Menit) Waktu
Kata Kunci
• • • •
Belanja Modal, Investasi Sektor Publik, Definisi Proyek Multiplier Effect, Economic of Scale, Produktivitas Tenaga Kerja Kelayakan Proyek, Kelangkaan Payback Periode, Discounted Payback Periode, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Analysis (BCA)
• Presentasi • Tanya Jawab • Kerja Kelompok
• Presentasi Kelompok • Masukan dan Rangkuman
• Laptop, Infocus • Handout Soal Latihan • Buku Discounted Rate, kalkulator
• Flipt Chart, spidol
Metode
Media
Bahan Bacaan
90
1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 4. Abdul Halim. 2008. Analisis Investasi/Belanja Modal. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah 5. Kasmir dan Jakfar. 2009. Studi kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Kencana. Prenada Media Group. Jakarta
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
9.2. ALUR PEMBELAJARAN: Kegiatan 1
Presentasi (50’)
2
Kerja Kelompok (150’)
3
Presentasi Kelompok (60’)
4
Rangkuman (10’)
9.3. PENJELASAN KEGIATAN: Kegiatan 1: Presentasi Materi dan Tanya Jawab (50 menit) Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta diharapkan memahami konteks dan ruang lingkup analisa proyek dalam belanja modal pemerintah daerah, dan beberapa metode perhitungan analisa kelayakan proyek 1. 2. 3. 4.
Menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan pembelajaran sub topik analisa belanja modal Memulai presentasi materi Bila waktu memadai, dapat dilakukan latihan perhitungan sederhana dalam sesi presentasi Dilanjutkan dengan tanya jawab
Kegiatan 2: Kerja Kelompok (150 menit) Tujuan: setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat melakukan perhitungan analisa kelayakan suatu proyek 1. Fasilitator menjelaskan kasus yang harus direview dan dikerjakan oleh peserta dengan menggunakan flipchart/powerpoint. Penjelasan mengenai tugas yang harus dikerjakan dan lama diskusi dituliskan dalam flipchart1. 2. Peserta akan dibagi ke dalam 5 kelompok (metode pembagian kelompok sesuai fasilitator) 3. Setiap kelompok dibagikan handout bacaan, data, maupun referensi terkait 4. Fasilitator mendampingi setiap kelompok dalam mengerjakan tugas 5. Peserta menuliskan hasil diskusi dalam kertas flipchart 6. Peserta siap untuk melakukan presentasi di depan kelas
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
91
Analisa Belanja Modal
Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (60 menit) Tujuan: peserta dapat menjelaskan hasil diskusi kelompok kepada peserta kelompok lainnya dan dapat memahami solusi-solusi yang didapat dari kelompok lain 1. Setiap kelompok akan menunjuk 1 orang sebagai wakil kelompok yang akan melakukan presentasi 2. Presentasi per kelompok dilakukan @ maksimal 10 menit 3. Fasilitator merangkum hasil presentasi masing-masing kelompok dalam catatannya Kegiatan 4: Masukan Akhir dan Rangkuman (10 menit) Tujuan: peserta mendapat masukan akhir dan rangkuman keseluruhan materi
1. Fasilitator memberi feedback (kekurangan maupun kekuatan) atas hasil diskusi kelompok yang dipresentasikan 2. Fasilitator merangkum materi sesi ini secara keseluruhan.
Lihat Perintah Kerja dalam “Lembar Kerja Kelompok”
92
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
9.4. LEMBAR KERJA KELOMPOK: Perintah Kerja Perhitungan Analisa Kelayakan Proyek Kelompok Sdr/i. diminta untuk menganalisa kelayakan proyek dari investasi sektor publik yang akan dilaksanakan di daerah Anda. Gunakan metode perhitungan yang terbaik menurut kelompok Anda dalam menganalisa apakah proyek ini akan dilaksanakan atau tidak. Diskusikan hasil analisa kelayakan proyek kelompok anda, baik bila hasil akhirnya positif maupun negatif. Tuliskan perhitungan, hasil dan analisa kelayakan proyek pada flipchart yang disediakan. Waktu untuk mengerjakan 150 menit.
Material untuk Kerja Kelompok: Fasilitator akan menyediakan 3 soal latihan dengan kasus yang berbeda-beda untuk 6 kelompok. Peserta dapat menggunakan metode perhitungan yang berbeda-beda sehingga dapat mengasah kerangka berfikir setiap peserta. Handout dan referensi: 1. Handbook topik Analisa Belanja Modal 2. Studi Kasus – Materi Latihan Studi Kasus 3. Buku discounted rate Perlengkapan yang dibutuhkan: 1. 2. 3. 4.
Kalkulator Flipchart Selotip/lem Spidol
Materi Studi Kasus Latihan Analisa Belanja Modal (terlampir)
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
93
Analisa Belanja Modal
9.5. STUDI KASUS I (untuk kelompok 1 dan 4) Pengantar/Instruksi Setiap proyek yang akan dilaksanakan pemerintah daerah harus dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan apakah proyek tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak. Guna memutuskan kelayakan proyek tersebut, peserta diminta untuk menilai apakah investasi tersebut layak untuk dilaksanakan berdasarkan kriteria investasi NPV, Net B/C, dan IRR.
Materi Kasus Analisis Belanja Modal (Evaluasi Proyek) Peningkatan Kualitas Jalan Pemerintah daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum setempat, merencanakan peningkatan kualitas jalan dari sebuah kota kabupaten ke kota kabupaten lainnya sepanjang 101 km dengan perkiraan biaya investasi sebesar 3 miliar rupiah yang akan dialokasikan selama 3 tahun. Dengan dibangunnya jalan tersebut akan menghubungkan antara kecamatan A yang merupakan daerah penghasil buah durian dengan Kecamatan B yang merupakan daerah yang berbasis sektor jasa. Biaya operasi dan pemeliharaan jalan ini dimulai pada tahun keempat dengan perhitungan biaya seperti terlihat dalam Tabel 1 berikut: Tabel 9.1. Biaya Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan Antar Kabupaten (dalam Rp. 000) Tahun
Biaya Investasi
Biaya Pemeliharaan
1
1.000.000
-
2
1.200.000
-
3 4 5 6 7 8 9 10
800.000 -
200.000 300.000 300.000 325.000 325.000 350.000 350.000
Perhitungan benefit dalam proyek-proyek yang dikerjakan oleh pemerintah pada umumnya dilihat dari social benefit yang ditimbulkan terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan di samping financial benefit. Demikian pula dalam proyek peningkatan jalan, yang dianggap sebagai benefit adalah dampak proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan, seperti penurunan biaya transport dan kenaikan frekuensi pengangkutan.
94
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
Untuk menghitung besarnya benefit yang diterima dengan adanya proyek peningkatan jalan ini, dijelaskan melalui Grafik 1: Gambar 9.1. Grafik Penurunan Biaya dan Kenaikan Frekuensi Pengangkutan C, B K3
C1
K2
C2
K1
0
Q
Q2
Q1
Seperti terlihat dalam grafik tersebut, biaya pengangkutan sebelum adanya proyek sebesar OC1 dan setelah adanya proyek turun menjadi OC2. Penurunan biaya sebesar C1C2 adalah benefit dari proyek jalan ini. Total benefit dalam satu tahun dihitung sebesar C1C2K1K3 atau (OQ1XC1C2). Dilihat dari frekuensi pengangkutan sebelum adanya proyek sebesar OQ1 dan setelah adanya proyek naik menjadi OQ2 dan penambahan frekuensi sebesar Q1Q2, juga merupakan benefit dengan total benefit sebesar (Q1Q2XOC2). Berdasarkan hasil evaluasi dan proyeksi terhadap proyek peningkatan jalan ini, diperkirakan pertambahan frekuensi pengangkutan dan penurunan biaya angkutan sebelum dan sesudah adanya proyek terlihat dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut: Tabel 9.2. Biaya Pengangkutan dan Frekuensi Pengangkutan, Sebelum dan Sesudah Adanya Proyek, (dalam Rp 000)
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Biaya Transpor/Traffic
Frekuensi Pengangkutan
Sebelum Proyek
Sesudah Proyek
Sebelum Proyek
Sesudah Proyek
5.000 5.300 5.700 6.000 6.300 7.000 7.500 8.000 9.250 9.450
4.500 5.000 5.500 5.500 5.500 6.000 6.500 7.000 8.000 9.000
200 200 200 210 210 210 220 220 250 250
300 320 330 250 300 300 350 360 400 400
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
95
Analisa Belanja Modal
Tabel 9.3. Perhitungan Benefit Proyek Peningkatan Jalan Antarkota (dalam Rp 000)
Thn
C1C2
OQ1
C1C2XOQ1
Q1Q2
OC2
Q1Q2XOC2
Benefit
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(4) + (7)
1
500
200
100.000
100
4.500
450.000
550.000
2
300
200
60.000
120
5.000
600.000
660.000
3
200
200
40.000
130
5.500
715.000
755.000
4
500
210
105.000
40
5.500
220.000
325.000
5
800
210
168.000
90
5.500
495.000
663.000
6
1.000
210
210.000
90
6.000
540.000
750.000
7
1.000
220
220.000
130
6.500
845.000
1.065.000
8
1.000
220
220.000
140
7.000
980.000
1.200.000
9
1.250
250
312.500
150
8.000
1.200.000
1.512.500
10
450
250
112.500
150
9.000
1.350.000
1.462.500
Tugas Kelompok 1. Diskusikan dalam kelompok studi kasus ini. 2. Jelaskan hasil perhitungan kelayakan Kelompok Saudara/i dan analisa apakah kegiatan ini dapat dilaksanakan atau tidak, dengan justifikasinya. 3. Tuliskan hasil perhitungan, analisa dan kesimpulan serta justifikasinya dalam kertas flipchart yang telah disediakan Peralatan yang dibutuhkan: 1. Handbook topik Analisa Belanja Modal 2. Buku discounted method 3. Kalkulator 4. Kertas Flipchart
-- Selamat Mengerjakan --
96
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
9.6. STUDI KASUS II (untuk kelompok 2 dan 5) Pengantar/Instruksi Setiap proyek yang akan dilaksanakan pemerintah daerah harus dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan apakah proyek tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak. Guna memutuskan kelayakan proyek tersebut, kelompok Saudara/idiminta untuk menilai apakah investasi tersebut layak untuk dilaksanakan berdasarkan kriteria investasi NPV, Net B/C, dan IRR. Materi Kasus Analisis Belanja Modal (Evaluasi Proyek) Peningkatan Kualitas Jalan Pemerintah Daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum setempat, merencanakan peningkatan kualitas jalan dari sebuah kota kabupaten ke kota kabupaten lainnya sepanjang 200 km dengan perkiraan biaya investasi sebesar 3 miliar rupiah yang akan dialokasikan selama 3 tahun. Dengan dibangunnya jalan tersebut akan menghubungkan antara kecamatan A yang merupakan daerah penghasil buah durian dengan Kecamatan B yang merupakan daerah yang berbasis sektor jasa. Biaya operasi dan pemeliharaan jalan ini dimulai pada tahun keempat dengan perhitungan biaya seperti terlihat dalam Tabel 1 berikut: Tabel 9.4. Biaya Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan Antar Kabupaten (dalam Rp. 000) Tahun
Biaya Investasi
Biaya Pemeliharaan
1
4.000.000
-
2
2.200.000
-
3
1.800.000
-
4
-
600.000
5
-
900.000
6
-
900.000 925.000
7
-
8
-
925.000
9
-
1.050.000
10
-
1.050.000
Perhitungan benefit dalam proyek-proyek yang dikerjakan oleh pemerintah pada umumnya dilihat dari social benefit yang ditimbulkan terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan di samping financial benefit. Demikian pula dalam proyek peningkatan jalan, yang dianggap sebagai benefit adalah dampak proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan, seperti penurunan biaya transport dan kenaikan frekuensi pengangkutan. Untuk menghitung besarnya benefit yang diterima dengan adanya proyek peningkatan jalan ini, dijelaskan melalui Grafik 1:
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
97
Analisa Belanja Modal
Gambar 9.2. Grafik Penurunan Biaya dan Kenaikan Frekuensi Pengangkutan C, B K3
C1
K2
C2
0
K1 Q
Q2
Q1
Seperti terlihat dalam grafik tersebut, biaya pengangkutan sebelum adanya proyek sebesar OC1 dan setelah adanya proyek turun menjadi OC2. Penurunan biaya sebesar C1C2 adalah benefit dari proyek jalan ini. Total benefit dalam satu tahun dihitung sebesar C1C2K1K3 atau (OQ1XC1C2). Dilihat dari frekuensi pengangkutan sebelum adanya proyek sebesar OQ1 dan setelah adanya proyek naik menjadi OQ2 dan penambahan frekuensi sebesar Q1Q2, juga merupakan benefit dengan total benefit sebesar (Q1Q2XOC2). Berdasarkan hasil evaluasi dan proyeksi terhadap proyek peningkatan jalan ini, diperkirakan pertambahan frekuensi pengangkutan dan penurunan biaya angkutan sebelum dan sesudah adanya proyek terlihat dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut: Tabel 9.5. Biaya Pengangkutan dan Frekuensi Pengangkutan Sebelum dan Sesudah Adanya Proyek (dalam Rp 000)
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
98
Biaya Transpor/Traffic Sebelum Proyek 10.000 10.600 11.400 12.000 12.600 14.000 15.000 16.000 18.500 18.900
Frekuensi Pengangkutan Sesudah Proyek 9.000 10.000 11.000 11.000 11.000 12.000 13.000 14.000 16.000 18.000
Sebelum Proyek
Sesudah Proyek 200 200 200 210 210 210 220 220 250 250
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
400 420 430 350 400 400 450 460 500 500
Analisa Belanja Modal
Tabel 9.6. Perhitungan Benefit Proyek Peningkatan Jalan Antarkota (dalam Rp 000)
Thn
C1C2
OQ1
C1C2XOQ1
Q1Q2
OC2
Q1Q2XOC2
Benefit
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(4) + (7)
1
500
200
100.000
100
4.500
450.000
550.000
2
300
200
60.000
120
5.000
600.000
660.000
3
200
200
40.000
130
5.500
715.000
755.000
4
500
210
105.000
40
5.500
220.000
325.000
5
800
210
168.000
90
5.500
495.000
663.000
6
1.000
210
210.000
90
6.000
540.000
750.000
7
1.000
220
220.000
130
6.500
845.000
1.065.000
8
1.000
220
220.000
140
7.000
980.000
1.200.000
9
1.250
250
312.500
150
8.000
1.200.000
1.512.500
10
450
250
112.500
150
9.000
1.350.000
1.462.500
Tugas Kelompok 1. Diskusikan dalam kelompok studi kasus ini. 2. Jelaskan hasil perhitungan kelayakan Kelompok Saudara/i dan analisa apakah kegiatan ini dapat dilaksanakan atau tidak, dengan justifikasinya. 3. Tuliskan hasil perhitungan, analisa dan kesimpulan serta justifikasinya dalam kertas flipchart yang telah disediakan Peralatan yang dibutuhkan: 1. 2. 3. 4.
Handbook topik Analisa Belanja Modal Buku discounted method Kalkulator Kertas Flipchart
-- Selamat Mengerjakan --
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
99
Analisa Belanja Modal
9.7.
STUDI KASUS III (untuk kelompok 3 dan 6)
Pengantar/Instruksi Setiap proyek yang akan dilaksanakan pemerintah daerah harus dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan apakah proyek tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak. Guna memutuskan kelayakan proyek tersebut, peserta diminta untuk menilai apakah investasi tersebut layak untuk dilaksanakan berdasarkan kriteria investasi NPV, Net B/C, dan IRR.
Materi Kasus Analisis Belanja Modal (Evaluasi Proyek) Peningkatan Kualitas Jalan Pemerintah Daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum setempat, merencanakan peningkatan kualitas jalan dari sebuah kota kabupaten ke kota kabupaten lainnya sepanjang 200 km dengan perkiraan biaya investasi sebesar 3 miliar rupiah yang akan dialokasikan selama 4 tahun. Dengan dibangunnya jalan tersebut akan menghubungkan antara kecamatan A yang merupakan daerah penghasil buah durian dengan Kecamatan B yang merupakan daerah yang berbasis sektor jasa. Biaya operasi dan pemeliharaan jalan ini dimulai pada tahun keempat dengan perhitungan biaya seperti terlihat dalam Tabel 1 berikut: Tabel 9.7. Biaya Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan Antar Kabupaten (dalam Rp. 000)
Tahun 1
Biaya Investasi
Biaya Pemeliharaan
2.000.000
-
2
1.200.000
-
3
1.800.000
-
4
1.000.000
750.000
5
-
1.000.000
6
-
1.000.000
7
-
1.000.000
8
-
1.250.000
9
-
1.050.000
10
-
1.050.000
Perhitungan benefit dalam proyek-proyek yang dikerjakan oleh pemerintah pada umumnya dilihat dari social benefit yang ditimbulkan terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan di samping financial benefit. Demikian pula dalam proyek peningkatan jalan, yang dianggap sebagai benefit adalah dampak proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan, seperti penurunan biaya transport dan kenaikan frekuensi pengangkutan. 100
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
Untuk menghitung besarnya benefit yang diterima dengan adanya proyek peningkatan jalan ini, dijelaskan melalui Grafik 1: Gambar 9.3. Grafik Penurunan Biaya dan Kenaikan Frekuensi Pengangkutan C, B K3
C1
K2
C2
0
K1 Q
Q2
Q1
Seperti terlihat dalam grafik tersebut, biaya pengangkutan sebelum adanya proyek sebesar OC1 dan setelah adanya proyek turun menjadi OC2. Penurunan biaya sebesar C1C2 adalah benefit dari proyek jalan ini. Total benefit dalam satu tahun dihitung sebesar C1C2K1K 3 atau (OQ1XC1C2). Dilihat dari frekuensi pengangkutan sebelum adanya proyek sebesar OQ1 dan setelah adanya proyek naik menjadi OQ2 dan penambahan frekuensi sebesar Q1Q2, juga merupakan benefit dengan total benefit sebesar (Q1Q2XOC2). Berdasarkan hasil evaluasi dan proyeksi terhadap proyek peningkatan jalan ini, diperkirakan pertambahan frekuensi pengangkutan dan penurunan biaya angkutan sebelum dan sesudah adanya proyek terlihat dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut: Tabel 9.8. Biaya Pengangkutan dan Frekuensi Pengangkutan Sebelum dan Sesudah Adanya Proyek (dalam Rp 000)
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Biaya Transpor/Traffic Sebelum Proyek 10.000 10.600 11.400 12.000 12.600 14.000 15.000 16.000 18.500 18.900
Frekuensi Pengangkutan Sesudah Proyek 9.000 10.000 11.000 11.000 11.000 12.000 13.000 14.000 16.000 18.000
Sebelum Proyek
Sesudah Proyek 200 200 200 210 210 210 220 220 250 250
400 420 430 350 400 400 450 460 500 500
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
101
Analisa Belanja Modal
Tabel 9.9. Perhitungan Benefit Proyek Peningkatan Jalan Antarkota (dalam Rp 000) Thn
C1C2
OQ1
C1C2XOQ1
Q1Q2
OC2
Q1Q2XOC2
Benefit
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(4) + (7)
1
500
200
100.000
100
4.500
450.000
550.000
2
300
200
60.000
120
5.000
600.000
660.000
3
200
200
40.000
130
5.500
715.000
755.000
4
500
210
105.000
40
5.500
220.000
325.000
5
800
210
168.000
90
5.500
495.000
663.000
6
1.000
210
210.000
90
6.000
540.000
750.000
7
1.000
220
220.000
130
6.500
845.000
1.065.000
8
1.000
220
220.000
140
7.000
980.000
1.200.000
9
1.250
250
312.500
150
8.000
1.200.000
1.512.500
10
450
250
112.500
150
9.000
1.350.000
1.462.500
Tugas Kelompok 1. Diskusikan dalam kelompok studi kasus ini. 2. Jelaskan hasil perhitungan kelayakan Kelompok Saudara/i dan analisa apakah kegiatan ini dapat dilaksanakan atau tidak, dengan justifikasinya. 3. Tuliskan hasil perhitungan, analisa dan kesimpulan serta justifikasinya dalam kertas flipchart yang telah disediakan Peralatan yang dibutuhkan: 1. Handbook topik Analisa Belanja Modal 2. Buku discounted method 3. Kalkulator 4. Kertas Flipchart
-- Selamat Mengerjakan --
102
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
9.8. RINGKASAN MATERI: 1. Pengertian Belanja Modal (Proyek) Dalam perspektif teoritis dan perundangan yang digunakan di Indonesia, belanja modal merupakan investasi sektor publik, berupa pengadaan aset tetap berwujud dan memiliki manfaat lebih dari satu tahun. Hal ini ditegaskan dalam PP No. 58/2005 dalam Halim (2008: 5), belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan, dan hewan. Hal yang sama dikemukakan dalam Permendagri 13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari satu tahun untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dan aset tetap lainnya. Hal ini semakin mempertegas bahwa belanja modal merupakan investasi atau proyek. Terdapat beberapa definisi proyek, yaitu: 1. Keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (Benefit). 2. Aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil di masa yang akan datang dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. 3. Suatu rencana untuk menginvestasikan sumber-sumber daya yang bisa dinilai secara cukup independen.
2. Manfaat Proyek Setiap belanja modal merupakan investasi atau proyek yang menjadi instrumen utama dan penting bagi pemerintah daerah sebagai lokomotif percepatan dan akselerasi pembangunan dan aktivitas ekonomi masyarakat. Selain itu, juga diekspektasikan digunakan untuk kegiatan pemerintahan yang bermanfaat baik secara ekonomis, sosial dan atau manfaat lainnya yang dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam melayani masyarakatnya. Secara rinci ada tiga manfaat (benefit) yang diperoleh dari sebuah proyek, yaitu: a.
Manfaat Langsung
Kenaikan dalam Output fisik (Q) atau Kenaikan nilai output (QP) yang disebabkan oleh adanya: •
Perbaikan kualitas (quality)
•
Perubahan lokasi (location) PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
103
Analisa Belanja Modal
b.
•
Perubahan dalam waktu penjualan (time)
•
Penurunan kerugian (losses)
Manfaat Tidak Langsung •
Benefit yang “Induced” oleh proyek, yang biasa disebut Multiplier effect proyek
•
Benefits yang disebabkan karena adanya “economics of scale”
• c.
Benefit yang menimbulkan adanya perubahan dalam produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh perbaikan kesehatan atau keahlian. Manfaat Intangible
•
Perbaikan lingkungan hidup
•
Perbaikan pemandangan
•
Perbaikan distribusi pendapatan
•
Integrasi nasional
•
Pertahanan nasional
3. Tujuan Dan Pentingnya Analisis Proyek Dalam melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat, pemerintah seringkali dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan investasi publik yang diartikan sebagai keputusan pengeluaran investasi/ proyek. Keputusan investasi/proyek tersebut diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program, kegiatan dan fungsi yang menjadi prioritas kebijakan. Pengeluaran untuk investasi/proyek harus mendapat perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran rutin, karena pengeluaran proyek memiliki efek jangka panjang, sedangkan pengeluaran rutin lebih berdampak jangka pendek. Kesalahan dalam melakukan pengambilan keputusan investasi/proyek tidak saja akan berdampak pada anggaran tahun berjalan, namun juga akan membebani anggaran tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, sebelum kegiatan pembangunan proyek dilaksanakan, perlu dilakukan analisis proyek agar proyek yang dilaksanakan tersebut tidak sia-sia dan tidak akan menimbulkan masalah di masa yang akan datang. Bahkan dengan adanya proyek tersebut dapat memberikan berbagai keuntungan dan manfaat kepada berbagai pihak. Kesalahan pemilihan proyek berakibat pada pengorbanan terhadap sumber-sumber yang langka. Tujuan utama dilakukan analisis investas/proyek, dengan demikian, adalah untuk menetapkan pemilihan investasi karena sumber-sumber yang tersedia TERBATAS. Selain itu, tujuan dilakukan analisis investasi atau proyek sebelum suatu investasi atau proyek dilaksanakan antara lain : • • • • 104
Menghindari risiko Memudahkan perencanaan Memudahkan pelaksanaan pekerjaan Memudahkan pengawasan/pengendalian PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
Analisis kelayakan proyek penting dilakukan sebelum diputuskan untuk dilaksanakan. Kelayakan berarti penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain, kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan non finansial bagi pemerintah daerah dan masyarakat luas. Pentingnya melakukan analisis kelayakan proyek dikarenakan berkaitan dengan ketidakpastian di masa yang mendatang. Ketidakpastian tersebut dapat terjadi di berbagai bidang kehidupan, mulai ketidakpastian di bidang ekonomi, hukum, politik, budaya, perilaku, dan perubahan lingkungan masyarakat. semua ketidakpastian ini akan megakibatkan apa yang sudah direncanakan menjadi tidak bisa direalisasikan dengan tepat atau tidak tercapai, sehingga menimbulkan risiko.
4. Aspek-Aspek Evaluasi Proyek Pembuatan dan evaluasi proyek dilakukan melalui tahapan-tahapan. Ada beberapa aspek yang perlu dievaluasi untuk menentukan kelayakan suatu proyek. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Artinya jika salah satu aspek tidak dipenuhi, maka perlu dilakukan perbaikan. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam analisa proyek adalah: 1. Aspek Teknis 2. Analisis/evaluasi input dan output barang dan jasa yang akan diperlukan dan diproduksi oleh proyek 3. Aspek Organisasi 4. Ditujukan pada hubungan antara administrasi proyek dengan bagian administrasi pemerintah lainnya dan untuk melihat apakah hubungan antara masing-masing wewenang dan tanggung jawab diketahui. 5. Aspek Manajerial dan Administrasi 6. Menyangkut kemampuan staf proyek untuk menjalankan administrasi aktivitas dalam ukuran besar 7. Aspek Komersial 8. Menyangkut penawaran input (barang dan jasa) yang diperlukan proyek, baik waktu membangun dan menganalisis pemasaran output yang akan dihasilkan oleh proyek tersebut 9. Aspek Finansial dan Ekonomis 10. Aspek finansial menyangkut terutama perbandingan antara pengeluaran uang dengan revenue earning proyek, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut dan apakah proyek tersebut akan berkembang. Sedangkan aspek ekonomi diperhatikan dalam rangka menentukan apakah proyek akan memberikan sumbangan atau mempunyai peranan yang positif dalam pembangunan ekonomi seluruhnya dan apakah peranan itu cukup besar menjustify penggunaan sumber-sumber yang langka dibutuhkan.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
105
Analisa Belanja Modal
5. Tahap-Tahap Evaluasi Proyek Agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, maka sebelum suatu evaluasi dijalankan perlu dilakukan beberapa persiapan. Selanjutnya, evaluasi itu hendaknya dilakukan mengikuti prosedur yang berlaku, yaitu mulai dari tahap-tahap yang telah ditentukan. Tahap-tahap ini hendaknya dilakukan secara benar agar tidak terjadi penyimpangan dan untuk hasil evalusasi itu sendiri. Adapun tahap-tahap dalam melaukan evaluasi proyek yang umum dilakukan adalah : a.
Pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data dan informasi yang diperlukan selengkap mungkin, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pengumpulan data dan informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya baik secara langsung (primer) atau sekunder.
b.
Pengolahan Data
Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul, maka langkah berikutnya adalah melakukan pengolahan data dan informasi tersebut. pengolahan data dilakukan secara benar dan akurat dengan metode-metode dan ukuran-ukuran yang telah lazim digunakan. Pengolahan ini dilakukan secara teliti untuk masing-masing aspek yang ada. Selanjutnya, dalam hal hitungan hendaknya dilakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan kebenaran hitungan yang telah dibuat sebelumnya.
c.
Analisis Data
Langkah berikutnya adalah melakukan analsisi data dalam rangka untuk menentukan kriteria kelayakan suatu proyek dari seluruh aspek. Kelayakan suatu proyek ditentukan oleh berbagai kriteria investasi yang layak digunakan. Setiap jenis proyek memiliki kriteria tersendiri untuk dikatakan layak atau tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria kelayakan diukur dari setiap aspek untuk seluruh aspek yang telah dilakukan.
d.
Pengambilan Keputusan
Apabila suatu proyek telah diukur berdasarkan kriteria tertentu dan telah diperoleh hasil dari pengukuran, maka langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan terhadap hasil perhitungan berdasarkan kriteria tersebut. Jika suatu proyek tersebut layak, maka tahap selanjutnya adalah mengimplementasikan proyek tersebut. Namun, jika tidak layak sebaiknya dibatalkan dengan menyebutkan alasannya.
e.
Pemberian Rekomendasi
Langkah terakhir adalah memberikan rekomendasi kepada pihak pemerintah daerah terhadap laporan studi yang disusun. Dalam memberikan rekomendasi diberikan juga saran-saran dan perbaikan yang perlu, jika memang masih dibutuhkan, baik kelngkapan dokumen-dokumen maupun persyaratan-persyaratan lainnya. apabila suatu proyek layak untuk dilaksanakan.
106
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
Tahap-tahap dalam evaluasi proyek divisualisasikan pada Gambar 1 berikut ini: Gambar 9.4. Tahapan Dalam Evaluasi Proyek
Dibatalkan
Tidak Layak
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisis Data
Layak
Pengambilan Keputusan
Direkomen dasikan
Dijalankan
6. Kriteria Dan Penilaian Proyek Kegiatan belanja modal mencakup dua langkah: (a) bagaimana mengestimasi aliran kas yang dihasilkan dari investasi/proyek tersebut, dan (b) bagaimana mengevaluasi aliran kas tersebut sehingga bisa diperoleh kesimpulan apakah usulan investasi/proyek tersebut layak dilakukan atau tidak. A. Mengestimasi Aliran Kas 1. Beberapa Pertimbangan dalam Mengestimasi Aliran Kas
Dalam analisis keputusan investasi, ada beberapa langkah yang akan dilakukan: •
Mengestimasi/menaksir aliran kas dari investasi tersebut
•
Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang
•
Mengevaluasi investasi tersebut dengan kriteria investasi seperti Payback period, NPV, dan IRR
•
Mengambil keputusan, apakah investasi diterima atau tidak.
Dalam menaksir aliran kas, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan: •
Aliran kas versus keuntungan akuntansi
•
Incremental cash flow: sunk cost, biaya kesempatan (opportunity cost) dan kanibalisasi pasar
•
Fokus pada aliran kas karena keputusan investasi, bukan karena keputusan pendanaan.
2. Aliran Kas versus Keuntungan Akuntansi Fokus dari manajemen keuangan dan analisis investasi adalah kas, bukannya keuntungan akuntansi. Keuntungan akuntansi tidak selalu berarti aliran kas. Sebagai contoh dari BUMD (profit oriented), penjualan sebagian barangkali merupakan kredit, sehingga belum ada kas yang masuk. Item biaya tertentu, seperti depresiasi, juga tidak melibatkan kas.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
107
Analisa Belanja Modal
Tabel 9.10. Perbandingan Basic Cash Flow dan Laporan Laba-Rugi Akuntansi
Penjualan Biaya tunai (kas) Rp 70.000 Depresiasi Rp 20.000 Laba sebelum pajak Pajak (40%) Laba setelah pajak Aliran kas
= = =
Laporan Laba-Rugi
Kas Masuk/Keluar
Rp. 150.000
Rp 150.000 (Rp 70.000) ----
Rp. 120.000 Rp. 30.000 Rp 12.000 Rp 18.000
(Rp 12.000) Rp 68.000
Laba setelah pajak + depresiasi Rp 18.000 + Rp 50.000 Rp 68.000
3. Incremental Cash Flow Aliran kas yang akan kita perhitungkan adalah aliran kas yang muncul karena keputusan menjalankan investasi yang sedang dipertimbangkan. Aliran kas yang tidak relevan tidak akan masuk dalam analisis. Aliran kas yang relevan tersebut sering diberi nama sebagai incremental cash flow. Contoh aliran kas yang tidak relevan adalah sunk cost. Sunk cost adalah biaya yang sudah tertanam, dan sudah hilang. Keputusan menerima atau menolak usulan investasi tidak akan dipengaruhi oleh sunk cost. Contoh sunk cost adalah biaya feasibility study (studi kelayakan), biaya riset pemasaran. Biaya tersebut sudah keluar pada waktu analisis investasi dilakukan.
Biaya kesempatan (opportunity cost) adalah item lain yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh, jika suatu usulan investasi dilakukan, dan investasi tersebut akan menggunakan gudang. Gudang tersebut sebenarnya bisa disewakan. Karena digunakan oleh proyek baru tersebut, gudang tersebut tidak bisa disewakan. Dengan demikian sewa yang hilang tersebut harus dimasukkan sebagai elemen biaya.
Kanibalisasi produk juga merupakan item yang relevan. Jika produk baru diluncurkan, sebagian pembeli potensial akan meninggalkan produk lama dan beralih ke produk baru. Efek bersih dari produk baru dengan demikian tidak setinggi semula, karena kanibalisasi (yang memangsa produk lama) harus dikurangkan dari perhitungan semula.
4. Fokus pada Keputusan Investasi
108
Dalam analisis investasi, fokus kita adalah pada aliran kas yang dihasilkan melalui keputusan investasi. Aliran kas yang dihasilkan dari keputusan pendanaan harus dihilangkan/dikeluarkan dari analisis. Alasan lainnya adalah, keputusan pendanaan masuk ke dalam perhitungan tingkat discount rate yang dipakai (WACC atau weighted average cost of capital). Jika biaya bunga juga dimasukkan ke dalam perhitungan aliran kas (sebagai pengurang aliran kas masuk), maka terjadi proses double counting, atau perhitungan ganda. Kas masuk dikurangi biaya bunga, sementara kas masuk didiskontokan dengan WACC yang memasukkan keputusan pendanaan. Dengan kata lain, efek keputusan pendanaan hanya akan terlihat di tingkat diskonto (discount rate), bukan pada perhitungan aliran kasnya.
Perlakuan bunga membutuhkan perhatian tersendiri, karena bunga bisa dipakai sebagai PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
pengurang pajak. Karena itu penyesuaiannya menggunakan (1 – pajak) × bunga. Perhitungan aliran kas yang mengeluarkan efek bunga (pendanaan) adalah: Aliran kas = Laba bersih + depresiasi + ((1 – tingkat pajak) × bunga)
Keputusan pendanaan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan aliran kas dalam analisis investasi.
Tabel 9.11. Perbandingan basis Cash Flow dan Laporan Laba-Rugi Akuntansi Dengan Memasukkan Bunga (Keputusan Pendanaan) Laporan Laba-Rugi
Kas Masuk/Keluar
Rp 150.000
Rp 150.000 (Rp 70.000) -------
Penjualan Biaya tunai (kas) Rp 70.000 Depresiasi Rp 50.000 Bunga Rp 20.000 Laba sebelum pajak Pajak (40%) Penyesuaian pajak (0,4 x Rp 20.000) Laba setelah pajak Aliran kas
Rp. 140.000 Rp. 10.000 Rp. 4.000 Rp. 6.000
(Rp 4.000) (Rp 8.000) Rp 68.000
= Laba bersih + depresiasi + [(1- tingkat pajak) x bunga] = Rp 6.000 + Rp 50.000 + [(1-0,4) x Rp 20.000] = Rp 68.000
5. Jenis-jenis Aliran Kas berdasarkan Dimensi Waktu
Berdasarkan dimensi waktu, aliran kas bisa digolongkan ke dalam tiga jenis: • Aliran kas awal (initial cash flow) • Aliran kas operasional (operational cash flow) •. (Aliran kas terminal (terminal cash flow). (a). Aliran Kas Awal (initial cash flow)
Aliran kas awal terjadi pada awal kegiatan investasi. Biasanya diasumsikan terjadi pada tahun ke 0 (sebelum investasi dilakukan). Aliran kas tersebut biasanya merupakan aliran kas keluar (cash outflow), dipakai untuk investasi pada aktiva tetap (pabrik dan aktiva tetap lainnya) dan investasi pada modal kerja.
(b). Aliran Kas Operasional (operational cash flow)
Jika aktiva tetap (misal pabrik) sudah berdiri, investasi mulai menghasilkan aliran kas masuk dari, misal, penjualan. Aliran kas operasional biasanya merupakan aliran kas masuk, yang diperoleh setelah perusahaan beroperasi. Biaya yang dikeluarkan, misal biaya promosi dan biaya operasional lainnya, jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan kas masuk. Investasi modal kerja bisa juga dilakukan pada tahun-tahun ini. Pada tahun-tahun tertentu, ada kemungkinan perusahaan melakukan perbaikan signifikan pada aktiva tetapnya, misal overhaul atau pergantian mesin. Dalam situasi semacam ini, ada kemungkinan kas keluar lebih besar dibandingkan dengan kas masuk.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
109
Analisa Belanja Modal
(c). Aliran Kas Terminal (terminal cash flow)
Aliran kas terminal terjadi pada akhir proyek investasi. Biasanya ada dua item yang terjadi pada akhir proyek: (1) Penjualan nilai residu aktiva tetap, dan (2) modal kerja kembali. Pada akhir proyek, ada kemungkinan aktiva tetap masih mempunyai nilai pasar. Sisa tersebut kemudian bisa dijual dan menghasilkan kas masuk pada akhir proyek. Investasi modal kerja biasanya diasumsikan kembali lagi pada akhir proyek pada tingkat 100%. Investasi modal kerja tidak didepresiasi setiap tahun. Dalam situasi yang lebih realistis, investasi modal kerja mungkin tidak kembali 100% pada akhir proyek.
Latihan: Ilustrasi Perhitungan Aliran Kas suatu usulan Investasi
Suatu produk akan diluncurkan dengan jangka waktu lima tahun. Berikut ini informasi yang relevan. Biaya investasi sebesar Rp100.000. Depresiasi dilakukan dengan garis lurus selama lima tahun, pertahunnya adalah Rp16.000. Pada akhir proyek, aset tersebut diperkirakan bisa dijual dengan harga Rp30.000. Jika dilaksanakan, proyek tersebut akan memakai fasilitas gudang yang sedianya bisa dijual dengan harga Rp150.000. Nilai buku saat ini Rp140.000.
Pada akhir proyek, gudang tersebut bisa dijual dengan harga Rp150.000. Nilai buku saat itu diperkirakan Rp130.000. Investasi untuk modal kerja adalah Rp10.000, Rp15.000, dan Rp15.000 pada tahun ke 0,1, dan 2. Sebelum proyek tersebut diluncurkan, perusahaan melakukan tes pasar dan menghabiskan biaya Rp20.000. Produk baru tersebut akan memakan pangsa pasar produk lama. Kerugian yang dialami karena kanibalisasi tersebut diperkirakan Rp5.000 pertahun, selama lima tahun. Penjualan diperkirakan Rp300.000 pertahun. Biaya operasional diperkirakan Rp50.000 per-tahun. Penjualan dan biaya operasional diasumsikan berupa kas. Pajak adalah 40%. Untuk proyek tersebut, perusahaan meminjam sebesar Rp50.000 dengan tingkat bunga 20% per-tahun. Biaya modal rata-rata tertimbang (discount rate) adalah 20%.
Tabel 9.12. Perhitungan Kas Operasional Laporan Laba-Rugi Akuntansi Penjualan Biaya operasional Depresiasi Laba operasional Pajak (40%) Laba setelah pajak Aliran kas masuk
110
Rp 300.000 Rp 50.000 Rp 16.000 Rp 234.000 Rp 93.600 Rp 140.400
Aliran Kas Rp 300.000 (Rp 50.000) ---(Rp 93.600) Rp 156.400
= Laba bersih + depresiasi = Rp 140.400 + Rp 16.000 = Rp 156.400
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
Tabel 9.13. Perhitungan Aliran Kas Usulan Investasi
Item Aliran Kas
Tahun0
Tahun1
Tahun2
Aliran Kas Keluar 1. Investasi 2. Investasi Modal Kerja 3. Biaya kesempatan gudang 4. Kanibalisme produk
-100.000 -10.000 -146.000
-15.000
-15.000
-5.000
Total Kas Keluar
-256.000
Aliran Kas Masuk 1. Kas masuk operasional 2. Penjualan Nilai Residu 3. Penjualan Gudang 4. Modal Kerja Kembali Total Kas Masuk Aliran Kas Bersih
-256.000
Tahun3
Tahun4
Tahun5
-5.000
-5.000
-5.000
-5.000
-20.000
-20.000
-5.000
-5.000
-5.000
156.400
156.400
56.400
156.400
156.400 26.000 142.000 40.000
156.400
156.400
156.400
156.400
364.400
136.400
136.400
151.400
151.400
359.400
Berikut ini ringkasan aliran kas tersebut (dari Tabel 4 di muka, baris terakhir). 0
1
-256.0
113.7
2
3
4
5
94.7
87.6
73.0
144.4
Baris paling atas menyajikan tahun, sementara baris terbawah menyajikan aliran kas untuk tahun yang berkaitan. Dengan demikian, ada aliran kas keluar sebesar Rp256.000 untuk tahun awal, dan ada aliran kas masuk sebesar Rp136.400 untuk tahun pertama, dan seterusnya.
Apakah Usulan Investasi Tersebut diterima?
7. Mengevaluasi aliran kas Beberapa kriteria penilaian investasi bisa digunakan untuk mengevaluasi aliran kas. Kriteria penilaian investasi mencakup beberapa teknik seperti benefit cost ratio, accounting rate of return, payback period, internal rate of return, net present value, dan profitability index. Secara umum kriteria penilaian tersebut dikelompokkan menjadi dua metode atau pendekatan yang digunakan dalam menganalisis kelayakan proyek, yakni Metode atau pendekatan Konvensional dan Metode atau pendekatan Non-Konvensional.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
111
Analisa Belanja Modal
Tabel 9.14. Perbandingan Metode Konvensional dan Metode non Konvensional 1) Metode atau pendekatan Konvensional: Pendekatan yang digunakan dalam menilai kelayakan investasi dengan tidak memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money): payback period, discounted payback period, accounting rate of return, benefit cost ratio. a)
Payback Period Method
Payback period method ingin melihat seberapa lama investasi bisa kembali. Semakin pendek jangka waktu kembalinya investasi, semakin baik suatu investasi. Berapa Payback Period Proyek di muka? Payback period = 136,4 + (119,6 / 136,4) (tahun 1) (0,88 tahun) Maka payback period = 1,88 tahun, artinya proyek akan balik modal dalam 1,88 tahun. Kelemahan dari metode payback period adalah: a. Tidak memperhitungkan nilai waktu uang, dan b. Tidak memperhitungkan aliran kas sesudah payback period. Seperti yang dibicarakan dalam bagian mengenai nilai waktu uang, yang sebaiknya diperhatikan dan digunakan untuk menghitung.
b)
Discounted Payback Period
Aliran kas di-present value-kan sebelum dihitung payback period-nya. Metode discounted payback period tidak bisa menghilangkan kelemahan yang kedua, yaitu tidak memperhitungkan aliran kas diluar payback period. Berapa Discounted Payback Period Proyek di muka? 0 1 2 3 4 5 -256.0
113.7
94.7
87.6
73.0
144.4
Payback period = 113,7 + 94,7 + 47,6/87,6 (thn 1) (thn 2) (0,54) Dengan demikian discounted payback periodnya adalah 2,54 tahun. Model tersebut tetap tidak memperhitungkan aliran kas sesudah periode payback (kelemahan payback periode belum sepenuhnya diatasi) c)
Accounting Rate of Return (AAR)
d)
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Metode ARR menggunakan keuntungan sesudah pajak, dibagi dengan rata-rata nilai buku investasi selama usia investasi. AAR mempunyai kelemahan yang mencolok, yang sama dengan payback period: a. AAR menggunakan ‘input’ yang salah, yaitu laba akuntansi, bukannya aliran kas. Input yang salah akan menghasilkan output yang salah juga (garbage in garbage out). b. AAR tidak memperhitungkan nilai waktu uang. Kemudian besarnya cut-off rate juga tidak mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Berapa ARR proyek dimuka? Investasi awal adalah 100.000, dengan depresiasi pertahun adalah 16.000. Rata-rata investasi adalah: (100.000 + 84.000 + 68.000 + 52.000 + 36.000 + 20.000) / 6 = 60.000 Pendapatan pertahun adalah 140.400 (lihat Tabel 9.3 di muka). AAR dengan demikian bisa dihitung sebesar: 140.400/60.000 = 2,34 atau 234% Menghitung Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dengan menggunakan formula
n
NetB / C =
∑ NB
1( + )
∑ NB
1( − )
i =1 n
i =1
112
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
2) Metode atau Pendekatan Non-Konvensional Pendekatan non-konvensional merupakan pendekatan yang digunakan dalam menilai kelayakan investasi dengan memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money). Metode yang termasuk dalam kelompok ini yaitu net present value, internal rate of return, dan profitability index. Net Present Value (NPV)
Net present value adalah present value aliran kas masuk dikurangi dengan present value aliran kas keluar. Dengan kata lain, menghitung Net Present Value dari arus Benefit dan Biaya (NPV) dengan menggunakan formulasi: n
NPV = ∑ N B 1 (1 + i ) − n i =1
atau n
−
−
NPV = ∑ B1 − C1 i =1
NB C B i n
= Net Benefit = Benefit – Cost = Biaya investasi + Biaya operasi = Benefit yang telah didiscount = Discount factor = Tahun (waktu)
Keputusan investasi adalah sebagai berikut ini. NPV > 0 usulan investasi diterima NPV < 0 usulan investasi ditolak Berapa NPV Proyek dimuka? (discount rate=20%) 136,4 136,4 151,4 151,4 359,4 NPV = [ ------------ + ------------- + ------------ + ------------ + ------------- ] - 256 (1+0,20)1 (1+0,20)2 (1+0,20)3 (1+0,20)4 (1+0,20)5 NPV = 513,5 – 256 = + 257,5 Karena NPV > 0 , maka proyek tersebut diterima Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menyamakan present value aliran kas masuk dengan present value aliran kas keluar. Keputusan investasi: IRR > tingkat keuntungan yang disyaratkan usulan investasi diterima IRR < tingkat keuntungan yang disyaratkan usulan investasi ditolak Menghitung Internal Rate of Return (IRR) dengan menggunakan = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1 I1 I2 = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2 IRR = i1 +
NPV1 * (i1 − i2 ) ( NPV1 − NPV2 )
Berapa IRR proyek dimuka? Biaya modal (discount rate)=20% 256 =
136,4 136,4 151,4 151,4 359,4 [ ------------- + -------------- + ------------- + ------------- + ----------- ] (1+IRR)1 (1+IRR)2 (1+IRR)3 ( 1+IRR)4 (1+IRR)5
IRR dihitung melalui metode trial error atau dengan menggunakan software/kalkulator finansial. Dengan Excel, IRR dihitung dengan formula =IRR(A1..A6). Hasilnya adalah 54%. Karena 54%>20%, maka proyek tersebut diterima.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
113
Analisa Belanja Modal
Profitability Index
Profitability Index (PI) adalah present value aliran kas masuk dibagi dengan present value aliran kas keluar. Keputusan investasi adalah sebagai berikut ini. PI > 1 = usulan investasi diterima PI < 1 = usulan investasi ditolak PI mempunyai manfaat lain, yaitu dalam situasi keterbatasan modal (capitalrationing). Dalam situasi tersebut, PI digunakan untuk meranking usulan investasi. Menghitung Profitability Ratio dengan menggunakan formulasi: n
NetB / C =
∑ NB i =1
n
1
M −∑ O n
i =1
∑I i =1
1
1
Berapa PI proyek di muka? PI = 513,4 / 256 = 2,01 Keterangan : 513,4 adalah PV penerimaan kas masuk total, 256 adalah PV aliran kas keluar. Karena 2,01 > 1, maka proyek tersebut diterima PI juga bisa digunakan untuk meranking usulan investasi. Ranking tersebut bermanfaat jika perusahaan menghadapi kendala modal dan harus menjatah modal (capital rationing): Usulan investasi
PV kas keluar
PV kas masuk
NPV
PI
A
20
40
20
2
B
50
70
20
1.4
C
30
40
10
1.3
Untuk memilih usulan investasi yang akan dilakukan, kita bisa meranking usulan investasi dengan metode PI. Ada dua alternatif: (1) semua diinvestasikan ke proyek B, dan (2) kombinasi antara proyek A dengan C. Alternatif nomor 2 (kombinasi A dengan C) memberikan NPV sebesar 30, sementara alternatif 1 (investasi pada proyek B) hanya menghasilkan NPV 20. Dengan demikian akan lebih baik jika manajer keuangan memilih usulan investasi A dan C, karena menghasilkan NPV yang lebih besar. Pilihan alternatif, dalam situasi di atas, bisa dibantu dengan menggunakan profitability index.
Kaitan antara NPV dengan IRR. IRR adalah discount rate yang membuat NPV = 0. Kaitan antara keduanya tersebut bisa dijelaskan seperti berikut: Perhatikan bahwa kurva IRR adalah non-linear (tidak bergaris lurus). Perhatikan bahwa IRR adalah discount rate yang membuat NPV = 0, atau PV aliran kas keluar sama dengan PV aliran kas masuk. Jika IRR di atas discount rate, maka NPV akan mempunyai angka positif, sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari discount rate, maka NPV akan bernilai negatif. Dengan demikian secara umum, kesimpulan dari NPV akan konsisten dengan kesimpulan dari IRR. Bagian berikutnya akan membicarakan situasi dimana kesimpulan dari IRR tidak konsisten dengan kesimpulan dari NPV. Perbandingan Metode NPV, IRR, dan PI Dari kelima metode di atas, hanya metode NPV, IRR, dan PI yang mempunyai landasan teoritis paling kuat. Ketiganya memperhitungkan nilai waktu uang, memfokuskan pada aliran kas, dan memperhitungkan semua aliran kas yang relevan. Dalam situasi yang normal, ketiga metode tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama. Tetapi pada situasi tertentu, ada kemungkinan munculnya konflik antar metode114
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Analisa Belanja Modal
metode tersebut. Berikut ini kita akan membandingkan ketiga metode tersebut, kita akan membandingkan NPV dengan IRR dan NPV dengan PI. NPV dipilih sebagai ‘benchmark’ karena, seperti akan terlihat, NPV merupakan metode yang paling kuat secara teoritis. Kriteria Investasi dalam Praktik Pembicaraan di muka menyimpulkan NPV, IRR, dan PI merupakan metode terbaik. Ketiganya memperhatikan aliran kas (bukannya keuntungan akuntansi), memperhatikan nilai waktu uang, dan semua aliran kas diperhitungkan. Pada kondisi normal, ketiga metode tersebut akan menghasilkan kesimpulan yang konsisten satu sama lain. Dalam beberapa situasi, bisa terjadi konflik (ketidakkonsistenan) antara ketiga metode tersebut. Jika terjadi konflik, NPV yang seharusnya dipakai sebagai kriteria investasi. Alternatif lain dengan menggunakan IRR atau PI untuk aliran kas tambahan (inceremental cash flow), atau MIRR (Modified Internal Rate of Return), jika kita ingin memakai IRR. Alternatif kiteria investasi tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama dengan kesimpulan dari NPV.
9.8. LATIHAN EVALUASI PROYEK (Pada Saat Presentasi) TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan dapat menghitung dan menilai kelayakan proyek yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat .
A. Pengantar/Instruksi Setiap proyek yang akan dilaksanakan pemerintah daerah harus dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui apakah proyek tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak. Salah satu kriteria untuk menilai kelayakan proyek adalah Net Benefit-Cost Ratio. Guna menyelesaikan latihan ini, peserta diminta untuk menentukan menilai kelayakan proyek menggunakan kriteria Net Benefit-Cost Ratio dengan terlebih dahulu menghitung (1) Net Benefit, (2) Present value dari Net Benefit, dan (3) Present value dari Net Cost dan mengisi hasil perhitungan tersebut pada kolom yang tersedia pada Tabel 1 untuk kemudian mengambil kesimpulan kelayakan proyek berdasarkan kriteria Net Benefit-Cost Ratio.
B. Materi Latihan Pemerintah Kabupaten Adelaide merencanakan membangun sebuah industri yang mengolah hasil-hasil pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, untuk mendirikan industri ini membutuhkan dana sebesar 35 juta rupiah yang akan dialokasikan selama 2 tahun. Pada tahun persiapan sebesar 20 juta PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
115
Analisa Belanja Modal
rupiah dan tahun pertama sebesar 15 juta rupiah. Kegiatan pabrik mulai berjalan setelah 2 tahun dari pembangunan konstruksi. Jumlah biaya operasi dan pemeliharaan berdasarkan rekapitulasi dari berbagai biaya pada tahun kedua sebesar Rp.5.000.000.- pertahun dan untuk tahun-tahun berikutnya sebagaimana terlihat pada tabel berikut. Benefit dari kegiatan industri ini adalah jumlah produksi dari pengolahan hasilhasil pertanian. Kegiatan produksi mulai tahun kedua dengan jumlah penghasilan sebesar Rp.10.000.000.dan untuk tahun-tahun berikutnya sebagaimana juga terlihat pada Tabel 5. Diasumsikan discount factornya sebesar 18%. Tabel 9.15 : Nilai Investasi, Biaya dan Benefit Proyek.
Tahun
Investasi (Rp.000)
Biaya Operasi (Rp.000)
Total Cost
(2)
(3)
(4) (2 + 3)
(1)
116
0
20,000
…..
20.000
1
15,000
…..
15.000
2
0
5,000
3
0
6,000
4
0
6,000
5
0
7,000
6
0
7,000
7
0
8,000
8
0
9,000
9
0
10,000
10
0
11,000
…… …… …… …… …… …… …… …… ……
Benefit (Rp.000) (5)
Net Benefit (Rp.000)
Discount Factor 18%
(6) (5 - 4)
(7)
…….. ……..
1.0000
10,000
0.7182
12,000
0.6086
14,000
0.5158
17,000
0.4371
21,000
0.3704
25,000
0.3139
30,000
0.2660
36,000
0.2255
43,000
0.1911
0.8475
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
PV Benefit
PV Cost
(8) (5*7)
(9) (4*7)
TOPIK 10
LATIHAN STUDI KASUS
Latihan Studi Kasus
KASUS 1 - ANALISIS STANDAR BIAYA (ASB) 10.1. Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang analisa suatu proyek dalam belanja modal pemerintah daerah 2. Peserta mampu menjelaskan : 3. Definisi proyek/belanja modal 4. Tujuan dan manfaat analisa proyek 5. Aspek-aspek evaluasi proyek 6. Penilaian Kelayakan Proyek 7. Peserta mampu menghitung dan menganalisa kelayakan proyek sektor publik yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah
6 Sesi (270 Menit) Waktu
Kata Kunci
• • • •
Belanja Modal, Investasi Sektor Publik, Definisi Proyek Multiplier Effect, Economic of Scale, Produktivitas Tenaga Kerja Kelayakan Proyek, Kelangkaan Payback Periode, Discounted Payback Periode, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Analysis (BCA)
• Presentasi • Tanya Jawab • Kerja Kelompok
• Presentasi Kelompok • Masukan dan Rangkuman
• Laptop, Infocus • Handout Soal Latihan • Buku Discounted Rate, kalkulator
• Flipt Chart, spidol
Metode
Media
Bahan Bacaan
120
1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 4. Abdul Halim. 2008. Analisis Investasi/Belanja Modal. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah 5. Kasmir dan Jakfar. 2009. Studi kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Kencana. Prenada Media Group. Jakarta
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Studi Kasus
10.2. ALUR PEMBELAJARAN: Kegiatan 1
Kerja Individu (150’)
2
Rangkuman (30’)
PENJELASAN: Kegiatan 1: Kerja Individu (150 menit) Tujuan: setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat melakukan perhitungan analisa standar belanja secara individu 1. Fasilitator menjelaskan kasus yang harus direview dan dikerjakan oleh peserta dengan menggunakan flipchart/powerpoint. Penjelasan mengenai tugas yang harus dikerjakan dan lama diskusi dituliskan dalam flipchart. 2. Peserta akan mengerjakan kasus tersebut secara individu. 3. Setiap peserta dibagikan handout bacaan, data, maupun referensi terkait. 4. Fasilitator mendampingi setiap peserta dalam mengerjakan tugas. 5. Peserta menuliskan hasil diskusi dalam kertas kerja. Kegiatan 2: Rangkuman (30 menit) Tujuan: peserta mendapat masukan akhir dan rangkuman keseluruhan materi 1. Fasilitator membahas hasil-hasil perhitungan dari peserta 2. Fasilitator memberi masukan (kekurangan maupun kekuatan) atas hasil perhitungan peserta. 3. Fasilitator merangkum materi sesi ini secara keseluruhan.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
121
Latihan Studi Kasus
10.3 LEMBAR KERJA KELOMPOK: Perintah Kerja Perhitungan Analisa Kelayakan Proyek Sdr/i. diminta untuk menyusun analisa standar belanja dari beberapa kegiatan yang dilakukan di daerah Anda. Diskusikan hasil analisa standar belanja anda dengan fasilitator. Tuliskan perhitungan, hasil dan analisa standar belanja ke dalam kertas kerja yang telah disediakan. Waktu untuk mengerjakan 150 menit. Material untuk Kerja Kelompok: Fasilitator akan menyediakan soal latihan yang akan dibagikan ke setiap peserta. Peserta diminta untuk menyelesaikan kasus tersebut sesuai dengan referensi dan materi yang telah diberikan. Handout dan referensi: 1. Handbook topik Analisa Standar Belanja 2. Studi Kasus – Analisa Standar Belanja Perlengkapan yang dibutuhkan: 1. Kalkulator 2. Kertas kerja
CONTOH HASIL KEGIATAN – TIDAK TERSEDIA
10.4. LATIHAN KASUS ANALISIS STANDAR BIAYA: KEGIATAN SOSIALISASI Kasus Dan Instruksi Berikut ini merupakan Kegiatan Sosialisasi yang akan dilakukan dalam satu tahun anggaran: 1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Pendidikan akan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dan diikuti sebanyak 45 (empat puluh lima) orang peserta. 2. Kebijakan Lingkungan Sehat akan dilaksanakan selama 4 (empat) hari dan diikuti sebanyak 50 (lima puluh) orang peserta. 3. Peraturan Peundang-undangan Bidang Tataruang akan dilaksanakan selama 5 (lima) hari dan diikuti sebanyak 40 (empat puluh) orang peserta.
122
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Studi Kasus
Berdasarkan data di bawah ini, peserta diminta untuk: 1. Menyusun Analisis Standar Belanja untuk Kegiatan Sosialisasi tersebut. 2. Melakukan verifikasi atas kewajaran belanja terhadap masing-masing Kegiatan Sosialisasi tersebut. Alokasi Belanja Langsung masing-masing Kegiatan Sosialisasi tersebut, sbb: Tabel 10.1 Kegiatan Sosialisasi Peraturan Perundangundangan Bidang Pendidikan (Rp)
Kebijakan Lingkungan Sehat (Rp)
Peraturan Perundangundangan Bidang Tataruang (Rp)
15.000.000
12.000.000
14.000.000
No
Belanja Langsung
1
Belanja Honorarium PNS
2
Belanja Honorarium Non PNS
9.000.000
7.500.000
12.000.000
3
Belanja Bahan/Material
7.500.000
5.500.000
9.000.000
4
Belanja Jasa Kantor
1.200.000
800.000
1.500.000
5
Belanja Cetak & Penggandaan
6
Belanja Sewa
7
5.000.000
3.000.000
6.000.000
19.000.000
17.700.000
20.000.000
Belanja Makan & Minum
10.000.000
6.000.000
12.000.000
Jumlah
66.700.000
52.500.000
74.500.000
INSTRUKSI KERJA KELOMPOK: Peserta diminta untuk menghitung dan menerapkan kewajaran beban kerja dan belanja untuk suatu kegiatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
--- Selamat Mengerjakan ---
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
123
Latihan Studi Kasus
KASUS 2 - ANALISA EVALUASI PROYEK 10.5. Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang analisa suatu proyek dalam belanja modal pemerintah daerah 2. Peserta mampu menjelaskan : 3. Definisi proyek/belanja modal 4. Tujuan dan manfaat analisa proyek 5. Aspek-aspek evaluasi proyek 6. Penilaian Kelayakan Proyek 7. Peserta mampu menghitung dan menganalisa kelayakan proyek sektor publik yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah
6 Sesi (270 Menit) Waktu
Kata Kunci
• • • •
Belanja Modal, Investasi Sektor Publik, Definisi Proyek Multiplier Effect, Economic of Scale, Produktivitas Tenaga Kerja Kelayakan Proyek, Kelangkaan Payback Periode, Discounted Payback Periode, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Analysis (BCA)
• Presentasi • Tanya Jawab • Kerja Kelompok
• Presentasi Kelompok • Masukan dan Rangkuman
• Laptop, Infocus • Handout Soal Latihan • Buku Discounted Rate, kalkulator
• Flipt Chart, spidol
Metode
Media
Bahan Bacaan
124
1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 4. Abdul Halim. 2008. Analisis Investasi/Belanja Modal. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah 5. Kasmir dan Jakfar. 2009. Studi kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Kencana. Prenada Media Group. Jakarta
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Studi Kasus
10.6. ALUR PEMBELAJARAN: Kegiatan 1
Kerja Kelompok1 (45’)
2
Presentasi Kelompok (30’)
3
Penjelasan Fasilitator (30’)
4
Kerja Kelompok2 (45’)
5
Presentasi dan Rangkuman (30’)
PENJELASAN: Kegiatan 1: Kerja Kelompok I (45 menit) Tujuan: setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat melakukan perhitungan analisa evaluasi proyek 1. Fasilitator menayangkan/menunjukkan foto kasus yang harus direview dan dikerjakan oleh peserta. Penjelasan mengenai tugas yang harus dikerjakan dan lama diskusi dituliskan dalam flipchart. 2. Peserta akan dibagi ke dalam 4 kelompok. 3. Setiap kelompok diminta untuk menganalisa foto tersebut dengan mengaitkan pada topik analisa evaluasi proyek. 4. Peserta menuliskan hasil diskusi dalam kertas kerja Kegiatan 2: Presentasi Kelompok (30 menit) Tujuan: peserta melakukan presentasi kelompok
*Lihat “Perintah Kerja” dalam “Materi Kerja Kelompok”
1. Peserta menunjuk 1 orang perwakilan kelompok untuk melakukan presentasi
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
125
Latihan Studi Kasus
Kegiatan 3: Penjelasan Fasilitator (30 menit) Tujuan: peserta mendapat masukan atas kerja kelompok bagian pertama dan diberikan tugas kerja kelompok bagian kedua 1. Fasilitator membahas hasil-hasil diskusi peserta 2. Fasilitator memberi masukan (kekurangan maupun kekuatan) masing-masing kelompok 3. Fasilitator memberikan tugas kedua untuk masing-masing kelompok. Kegiatan 4: Kerja Kelompok Kedua (45 menit) Tujuan: setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat membuat panduan dan checklist dalam melakukan analisa evaluasi proyek 1. Berdasarkan hasil diskusi Kerja Kelompok I, Fasilitator meminta setiap kelompok untuk merefleksikan kondisi yang sama (kegagalan pembangunan infrastruktur) di daerah masing-masing. 2. Berdasarkan gambaran kegagalan pembangunan infrastruktur tersebut, setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan hal-hal penyebab kegagalan dan membuat panduan serta checklist dalam melakukan analisa evaluasi proyek agar kasus-kasus tersebut tidak terjadi lagi. 3. Setiap kelompok akan mendiskusikan tahapan dan checklist yang harus dilakukan. 4. Fasilitator mendampingi setiap kelompok dalam mengerjakan tugas 5. Peserta menuliskan hasil diskusi dalam kertas kerja/flipchart Kegiatan 5: Presentasi Kelompok dan Rangkuman (30 menit) Tujuan: peserta melakukan presentasi kelompok
1. Peserta menunjuk 1 orang perwakilan kelompok untuk melakukan presentasi
126
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Studi Kasus
10.7. LEMBAR KERJA KELOMPOK: Perintah Kerja Analisa Evaluasi Proyek Kelompok Sdr/i. diminta untuk menganalisa foto yang ditunjukkan oleh Fasilitator. Diskusikan secara kelompok faktor-faktor yang menyebabkan kondisi tsb terjadi. Tuliskan hasil diskusi kelompok ke dalam flipchart yang telah disediakan. Waktu untuk mengerjakan 30 menit. Material untuk Kerja Kelompok: 1.
Gambar 10.1. Foto sebuah kondisi belanja proyek
Handout dan referensi: 1.
Handbook topik Analisa Evaluasi Proyek
Perlengkapan yang dibutuhkan: 1. Flipchart
CONTOH HASIL KEGIATAN KERJA KELOMPOK – TIDAK TERSEDIA
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
127
Latihan Studi Kasus
Kasus Analisis Standar Belanja Deskripsi: • Latihan studi kasus tidak mengacu pada satu topik khusus, tapi lebih diutamakan permasalahan2 yang sesuai dengan kondisi saat ini. • Pada contoh di bawah, akan ditampilkan latihan Analisis Standar Belanja. Tujuannya adalah agar peserta dapat berlatih lebih lanjut agar dapat menyusun ASB untuk berbagai kegiatan pemerintah daerah.
ASB Kata Kunci
Sub Topik: Latihan Analisis Belanja Daerah
Kegiatan 1: Fasilitator menjelaskan kasus ASB (20’) 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik kasus ASB 2. Fasilitator menjelaskan dan memberi contoh tahapan menghitung dengan formula ASB Kegiatan 2: Kelompok diminta mendiskusikan & mengimplementasikan ASB (60’) 1. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 flipchart kosong yang masing-masing diberi nomer kelompok (1 s/d 5) 2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok dan masing-masing diberi 10 kartu metaplan 3. Kepada para peserta dibagikan kartu kecil masing-masing satu lembar kertas buram untuk menghitung ASB 4. Fasilitator mengarahkan peserta, untuk menghitung ASB dengan formula yang sudah dijelaskan sebelumnya. 5. Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi dan menghitung selama 60 menit 6. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing di dalam kartu tersebut dan menempelkan pada fleepchart masing-masing. 7. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. 8. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. 9. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka. Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (35’) 1. Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusi dan hitungannya sesuai dengan kasus yang disediakan. 2. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 3. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya.
128
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Studi Kasus
Kegiatan 4: Fasilitator menyimpulkan (20’) 1. Fasilitator membahas masukan-masukan untuk setiap kelompok dan melakukan penyesuaian hitungan apabila diperlukan. 2. Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta. Kasus Analisis Standar Belanja: Kegiatan Sosialisasi Kasus dan Instruksi Berikut ini merupakan Kegiatan Sosialisasi yang akan dilakukan dalam satu tahun anggaran: 1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Pendidikan akan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dan diikuti sebanyak 45 (empat puluh lima) orang peserta. 2. Kebijakan Lingkungan Sehat akan dilaksanakan selama 4 (empat) hari dan diikuti sebanyak 50 (lima puluh) orang peserta. 3. Peraturan Peundang-undangan Bidang Tataruang akan dilaksanakan selama 5 (lima) hari dan diikuti sebanyak 40 (empat puluh) orang peserta. Berdasarkan data di bawah ini, peserta diminta untuk: • •
Menyusun Analisis Standar Belanja untuk Kegiatan Sosialisasi tersebut. Melakukan verifikasi atas kewajaran belanja terhadap masing-masing Kegiatan Sosialisasi tersebut.
Alokasi Belanja Langsung masing-masing Kegiatan Sosialisasi tersebut, sbb: Tabel 10.2 Kegiatan Sosialisasi Peraturan Perundangundangan Bidang Pendidikan (Rp)
Kebijakan Lingkungan Sehat (Rp)
Peraturan Perundangundangan Bidang Tataruang (Rp)
15.000.000
12.000.000
14.000.000
No
Belanja Langsung
1
Belanja Honorarium PNS
2
Belanja Honorarium Non PNS
9.000.000
7.500.000
12.000.000
3
Belanja Bahan/Material
7.500.000
5.500.000
9.000.000
4
Belanja Jasa Kantor
1.200.000
800.000
1.500.000
5
Belanja Cetak & Penggandaan
6
Belanja Sewa
7
5.000.000
3.000.000
6.000.000
19.000.000
17.700.000
20.000.000
Belanja Makan & Minum
10.000.000
6.000.000
12.000.000
Jumlah
66.700.000
52.500.000
74.500.000
Instruksi Kerja Kelompok: Peserta diminta untuk menghitung dan menerapkan kewajaran beban kerja dan belanja untuk suatu kegiatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
129
TOPIK 11
PENGANTAR PENGADAAN BARANG DAN JASA
Pengantar Pengadaan Barang Dan Jasa
11.1. Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
Tujuan
Setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan memahami dan mampu menyebutkan serta menjelaskan: 1. Definisi klasifikasi belanja daerah 2. Kedudukan belanja daerah dalam APBD 3. Klasifikasi belanja daerah: belanja tidak langsung dan belanja langsung 4. Kelompok belanja langsung: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.
2 Sesi (90 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
132
1. Klasifikasi Belanja Daerah; 2. Kedudukan dalam APBD 3. Belanja tidak langsung dan belanja langsung 4. Belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.
• • • •
5. Belanja DPRD, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja tidak terduga.
Pemaparan Curah pendapat. Diskusi kelompok Presentasi kelompok
• Flipt Chart, spidol, laptop, dan LCD projector. • Lembar Media Presentasi. • Handout
• Bahan Bacaan ‘Klasifikasi Belanja Daerah’
• Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah • Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 • Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 • Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 903/2429/SJ tanggal 21 September 2005
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pengadaan Barang Dan Jasa
11.2 Alur Pembelajaran Kegiatan 1
Pemaparan: menjelaskan subtopik (45’)
2
Peserta diminta melakukan diskusi kelompok tentang topik dan subtopik (60’)
3
Presentasi Kelompok (45’)
4
Kesimpulan (30’)
Penjelasan Kegiatan: Membangun pemahaman bersama tentang pengadaan barang /jasa Tujuan: • •
Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami dan menjelaskan: Prinsip pengadaan barang /jasa
•
Kebijakan, peraturanperundangan terkait pengadaan barang /jasa
•
Para pihak terkait pengadaan barang /jasa termasuk tugas ULP dalam pengelolaan dan koordinasi pengadaan barang /jasa
•
Implementasi etika pengadaan pada pengadaan barang /jasa Aspek-aspek penilaian kewajaran beban kerja
Kegiatan 1: Fasilitator menjelaskan topik, subtopik pengadaan barang/jasa (45’) 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran topik pengadaan barang /jasa 2. Fasilitator menjelaskan ke peserta mengenai topik dan sub topik yang akan dipelajari selama 4 sesi ini (180’) 3. Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai contoh-contoh topik dan sub topik pengadaan barang /jasa Kegiatan 2: Kelompok mendiskusikan topik & subtopik pengadaan barang/jasa (60’) 1. Di depan kelas, fasilitator menyiapkan 5 flipchart kosong yang masing-masing diberi judul sub-topik yang akan dipelajari 2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok 3. Kepada para peserta dibagikan kartu kecil masing-masing 1 buah 4. Fasilitator menanyakan kepada peserta, apa yang peserta ketahui mengenai sub topik dan sub-sub topik pengadaan barang /jasa tersebut. 5. Kelompok diberi kesempatan untuk diskusi 60 menit
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
133
Pengantar Pengadaan Barang Dan Jasa
6. Berdasarkan diskusi tersebut, setiap peserta menuliskan jawaban masing-masing disertai minimal satu contoh di dalam karton tersebut dan menempelkan pada sub topik atau sub-sub topik sesuai dengan kesepakatan kelompok. 7. Catatan 1: Masing-masing peserta diminta untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam diskusi kelompok. 8. Catatan 2: Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberikan pendapat. 9. Catatan 3: Salah seorang peserta dipilih untuk mencatat hasil diskusi dan satu lagi untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka.
Kegiatan 3: Presentasi Kelompok (45’) 1. Masing-masing kelompok diwakili oleh salah seorang peserta mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan sub topik yang sudah didiskusikan 2. Fasilitator membuka kesempatan bagi peserta yang lain untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas. 3. Fasilitator mememberikan kesempatan kelompok untuk menanggapi pertanyaan dari peserta lainnya. • •
Fasilitator membahas masukan-masukan pada setiap sub topik dan melakukan penyesuaian letak karton sesuai dengan konteks sub topik atau sub-sub topik. Fasilitator merangkum materi yang dibahas sesuai dengan masukan peserta
11.2. Ringkasan Materi: Pemerintah sebagai suatu rumah tangga, membutuhkan barang/jasa dalam melakukan aktivitasnya. Dalam menjalankan fungsi pemerintahan, sudah pasti dibutuhkan logistic, peralatan dan jasa yang menunjang optimalnya kerja instansi tersebut. Kebutuhan ini dipenuhi oleh beberapa pihak, baik itu perusahaan milik pemerintah maupun swasta. Berbeda dengan pengadaan barang dan jasa di instansi atau perusahaan swasta, pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan lebih rumit karena berhubungan dengan perhitungan APBN/APBD yang digunakan untuk membayar barang atau jasa tersebut. Adapun tahapan yang perlu diperhatikan dalam proses pengadaan barang/jasa diawali dari; Tahap Perencanaan (Planning), Pemrograman (Programming), Penganggaran (Budgeting), Pengadaan (Procurement), Pelaksanaan kontrak dan pembayaran (Contract Implementation and payment), Penyerahan pekerjaan/barang (Handover), dan terakhir adalah tahap pemanfaatan dan pemeliharaan (Operation and maintenance). Bagaimana cara pengadaannya, tentunya diatur dalam Peraturan perundangan yang terkait, khususnya tercantum pada Perpres No 54 Tahun 2010, yang membahas aturan, sistem, metode dan prosedure pengadaan barang/ jasa sebagai perubahan tentang tatacara pengadaan barang dan jasa pemerintah dari Keputusan Presiden No 80 tahun 2003. Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. 134
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pengadaan Barang Dan Jasa
Beberapa hal terkait pengadaan barang/jasa: 1.
2.
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui: a. Swakelola; dan/atau b. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. efisien; b. efektif; c. transparan; d. terbuka; e. bersaing; f. adil/tidak diskriminatif; dan g. akuntabel.
3.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sesuai dengan Perpres 54/2010 meliputi: a. Barang; b. Pekerjaan Konstruksi; c. Jasa Konsultansi; dan d. Jasa Lainnya. 4. Berdasarkan jenisnya, Pengadaan barang dan jasa diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 11.1 Klasifikasi Metode Pengadaan Barang/Jasa sesuai Perpres 54/2010
No.
Jenis Pengadaan Barang/Jasa
1
Pengadaan Barang
Metode Pengadaan Barang/Jasa 1. 2. 3. 4.
Pelelangan a. Pelelangan Umum b. Pelelangan Sederhana Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung Sayembara/Kontes
2
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi
1. 2. 3. 4. 5.
Pelelangan Umum Pelelangan Terbatas Pemilihan Langsung Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung
3
Pengadaan Jasa Konsultansi
1.
Seleksi a. Seleksi Umum b. Seleksi Sederhana Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung Sayembara
2. 3. 4. 4
Pengadaan Jasa Lainnya
1. 2. 3. 4.
Pelelangan a. Pelelangan Umum b. Pelelangan Sederhana Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung Sayembara/Kontes
PANDUAN BAGI PELATIH MANAJEMEN BELANJA DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
135